Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita...

141
1 PERUBAHAN IKLIM GLOBAL: Penyebab dan dampaknya terhadap lingkungan dan kehidupan Kurniatun Hairiah Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Jl Veteran, Malang 65145 Email: [email protected] atau [email protected] PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita semakin panas, bukankah hal itu sudah biasa terjadi di daerah tropis? Mengapa orang sedunia heboh? Bahkan bekas presiden USA Al Gore bersama-sama dengan organisasi IPCC memperoleh Penghargaan Nobel sebagai penyelamat dunia karena telah berkecimpung banyak dalam menagani PERUBAHAN IKLIM GLOBAL. Keduanya dipandang merupakan pejuang perdamaian dengan upayanya yang efektif untuk membangun perdamaian dengan menghindarkan dunia dari bencana lingkungan yang dapat menjadi sumber konflik amat besar dimasa mendatang. Pemanasan global adalah kejadian terperangkapnya radiasi gelombang panjang matahari (infra merah atau gelombang panas) yang dipancarkan oleh bumi, sehingga tidak dapat lepas ke angkasa dan akibatnya suhu di atmospher bumi memanas (Gambar 1). Gambar 1. Gas rumahkaca yang menyelimuti atmosfer bumi akan menyerap radiasi gelombang panjang yang memanaskan bumi (Sumber: UNEP/WMO, 2000)

Transcript of Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita...

Page 1: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

1

PERUBAHAN IKLIM GLOBAL: Penyebab dan dampaknya ter hadap lingkungan dan kehidupan

Kurniatun Hairiah

Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Jl Veteran, Malang 65145 Email: [email protected] atau [email protected]

PENDAHULUAN

Udara di sekeliling kita semakin panas, bukankah hal itu sudah biasa

terjadi di daerah tropis? Mengapa orang sedunia heboh? Bahkan bekas

presiden USA Al Gore bersama-sama dengan organisasi IPCC memperoleh

Penghargaan Nobel sebagai penyelamat dunia karena telah berkecimpung

banyak dalam menagani PERUBAHAN IKLIM GLOBAL . Keduanya

dipandang merupakan pejuang perdamaian dengan upayanya yang efektif

untuk membangun perdamaian dengan menghindarkan dunia dari bencana

lingkungan yang dapat menjadi sumber konflik amat besar dimasa

mendatang.

Pemanasan global adalah kejadian terperangkapnya radiasi

gelombang panjang matahari (infra merah atau gelombang panas) yang

dipancarkan oleh bumi, sehingga tidak dapat lepas ke angkasa dan akibatnya

suhu di atmospher bumi memanas (Gambar 1).

Gambar 1. Gas rumahkaca yang menyelimuti atmosfer bumi akan menyerap radiasi gelombang panjang yang memanaskan bumi (Sumber: UNEP/WMO, 2000)

Page 2: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

2

Dengan berubahnya suhu bumi yang dapat dirasakan oleh seluruh makhluk

di bumi ini, maka kejadian tersebut dinamakan sebagai “pemanasan global”.

Penjebak gelombang panas tersebut adalah lapisan gas yang berperan seperti

dinding kaca atau ‘selimut tebal’, antara lain adalah uap air, gas asam arang

atau karbon dioksida (CO2), gas methana (CH4), gas tertawa atau dinitrogen

oksida (N2O), perfluorokarbon (PFC), hidrofluorokarbon (HFC) dan

sulfurheksfluorida (SF6). Uap air (H2O) sebenarnya juga merupakan GRK

yang penting dan pengaruhnya dapat segera dirasakan. Misalnya pada saat

menjelang hujan berawan tebal dan kelembaban tinggi, udara terasa panas

karena radiasi gelombang-panjang tertahan uap air atau mendung yang

menggantung di atmosfer. Namun H2O tidak diperhitungkan sebagai GRK

yang efektif dan tidak dipergunakan dalam prediksi perubahan iklim karena

keberadaan atau masa hidup (life time) H2O sangat singkat (9.2 hari). Tiga

jenis gas yang paling sering disebut sebagai GRK utama adalah CO2, CH4

dan N2O, karena akhir-akhir ini konsentrasinya di atmospher terus

meningkat hingga dua kali lipat (IPCC, 2007). Ketiga jenis GRK tersebut

mempunyai masa hidup cukup panjang Tabel 1. Dari ketiga GRK tersebut

gas CO2 merupakan gas yang paling pesat laju peningkatnya dan masa

hidupnya paling panjang, walaupun kemampuan radiasinya lebih rendah dari

pada ke dua gas lainnya.

Tabel 1. Karakteristik gas rumah kaca utama Karakteristik CO2, ppmv CH4, ppbv N2O, ppbv

Konsentrasi pada pra-industri Konsentrasi pada 1992 Konsentrasi pada 1998

290 355 360

700 1714 1745

275 311 314

Laju kenaikan per tahun Persen kenaikan per tahun

1.5 0.4

7 0.8

0.8 0.3

Masa hidup (tahun) Kemampuan memperkuat radiasi

5-200 1

12-17 21

114 206

Keterangan: ppmv = part per million by volume, ppbv:part per billion by volume

Page 3: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

3

Kejadian pemanasan bumi tersebut sama dengan kondisi di dalam rumah

kaca yang memungkinkan sinar matahari untuk masuk tetapi energi panas

yang keluar sangat sedikit, sehingga suhu di dalam rumah kaca sangat tinggi.

Dengan demikian pemanasan global yang terjadi disebut juga Efek Rumah

Kaca dan gas yang menimbulkannya disebut Gas Rumah Kaca (GRK) dan

untuk memudahkan perhitungan dalam penurunan emisi, semua gas

dinyatakan dalam ekivalen terhadap CO2.

Gambar 2. Peningkatan konsentrasi 3 gas utama penyusun GRK CO2, CH4, N2O di atmosfer (IPCC, 2007)

PENYEBAB PEMANASAN GLOBAL

Pada tahun 2007 Indonesia didaulat sebagai salah satu negara

penghasil emisi GRK terbesar di dunia, terutama berasal dari kegiatan alih

guna lahan hutan dan pengeringan lahan gambut menjadi lahan pertanian

(Tabel 2). Negara emitor GRK terbesar adalah USA dan China, jumlah GRK

yang diemisikan dua kali lipat lebih besar dari emisi asal Indonesia.

Bedanya, emisi GRK dari kedua negara industri tersebut berasal dari

penggunaan bahan bakar fossil dan industri.

Page 4: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

4

Agus dan Van Noordwijk (2007) melaporkan bahwa pembakaran

hutan alami pada lahan gambut menyebabkan pelepasan CO2 sebanyak 734

ton ha-1 yang berasal dari C yang tersimpan di vegetasi sebasar 200 ton ha-1.

Tetapi jumlah tersebut mungkin masih lebih rendah dari jumlah CO2 yang

diemisikan sebenarnya, karena selama pembakaran hutan lapisan atas

gambut juga terbakar dan melepaskan CO2. Seandainya gambut yang

terbakar setebal 10 cm, maka akan terjadi penambahan emisi CO2 sebesar

220 ton ha-1 karena tanah gambut mengandung C sekitar 6 ton ha-1 cm-1.

Tabel 2. Emisi GRK (Mt CO2e) dari berbagai sumber emisi dari tujuh

negara emitor utama (sumber data PEACE, 2007 dalam Murdyarso dan Adiningsih, 2007)

Emisi USA China Indonesia Brazil Rusia India

Energi 5,752 3,720 275 303 1,527 1,051

Pertanian 442 1,171 141 598 118 442

Kehutanan & pengeringan gambut

-403 -47 2,563 1,372 54 -40

Limbah 213 174 35 43 46 124

Total 6,005 5,017 3,014 2,316 1,745 1,177

Catatan: 1. Emisi GRK rata-rata 1.5 – 4.5 GT ha-1th-1; GT = giga ton =1015 g = 109 ton;

Mt=Mega ton =106 ton; Satuan CO2/C = 3.67 2. Data hasil pengukuran emisi GRK dari sumber lainnya masih terus

dibutuhkan 3. Nilai negatif pada bagian kehutanan dan pengeringan gambut di USA dan

di China adalah dikarenakan keberhasilan kedua negara tersebut dalam penghutanan kembali

Setelah pembakaran hutan, biasanya lahan dialih-fungsikan menjadi

perkebunan kelapa sawit, HTI atau tanaman semusim. Cara pengelolaan

paska pembakaran (terutama berhubungan dengan pengeringan dan

pengolahan tanah) sangat mempengaruhi besarnya emisi CO2 berikutnya.

Pembuatan saluran drainase sedalam 80 cm pada kebun sawit, diestimasi

Page 5: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

5

akan mengemisikan CO2 sebanyak 73 ton ha-1 th-1. Jadi berarti dalam satu

siklus tanam sawit (25 tahun) akan mengemisikan CO2 sebanyak 1820 ton

ha-1. Suatu jumlah pelepasan yang sangat besar, yang mungkin terlewatkan

dalam penghitungan neraca C di skala global saat ini.

DAMPAK PEMANASAN GLOBAL DAN SIAPA YANG MENDERITA?

Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan kehidupan,

dapat dibedakan menurut tingkat kenaikan suhu dan rentang waktu

(Gambar3). Bila suhu bumi meningkat hingga 3oC, diramalkan sebagian

belahan bumi akan tenggelam, karena meningkatnya muka air laut akibat

melelehnya es di daerah kutub, misalnya Bangladesh akan tenggelam.

Bencana tzunami akan terjadi lagi di beberapa tempat, kekeringan dan

berkurangnya beberapa mata air, kelaparan dimana-mana. Akibatnya

banyak penduduk dari daerah-daerah yang terkena bencana akan mengungsi

ke tempat lain. Peningkatan jumlah pengungsi di suatu tempat akan

berdampak terhadap stabilitas sosial dan ekonomi, kejadian tersebut sudah

sering kita dengar terjadi di Indonesia paska bencana.

Perubahan yang lain adalah meningkatnya intensitas kejadian cuaca

yang ekstrim, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Perubahan-

perubahan tersebut akan berpengaruh terhadap hasil pertanian, berkurangnya

salju di puncak gunung, hilangnya gletser dan punahnya berbagai jenis flora

dan fauna. Akibat perubahan global tersebut akan mempengaruhi kebijakan

pemerintah dalam perencanaan dan pengembangan wilayah, pengembangan

pendidikan dan sebagainya. Guna menghindari terjadinya bencana besar

yang memakan banyak korban, para ilmuan telah bekerja keras membuat

beberapa prakiraan mengenai dampak pemanasan global.

Page 6: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

6

Gambar 3. Skema dampak pemanasan global terhadap kehidupan dan lingkungan di dunia dan konsekuensinya terhadap stabilitas pangan, sosial dan budaya akibat banyaknya bencana yang diramalkan akan terjadi pada seratus tahun mendatang (http://learningfundamentals.com.au/wp-content/uploads/combating-global-warming-map.jpg)

1. Tinggi muka laut

Peningkatan suhu atmosfer akan diikuti oleh peningkatan suhu di

permukaan air laut, sehingga volume air laut meningkat maka tinggi

permukaan air laut juga akan meningkat. Pemanasan atmosfer akan

mencairkan es di daerah kutub terutama di sekitar pulau Greenland (di

sebelah utara Kanada), sehingga akan meningkatkan volume air laut.

Kejadian tersebut menyebabkan tinggi muka air laut di seluruh dunia

meningkat antara 10 - 25 cm selama abad ke-20. Para ilmuan IPCC

memprediksi peningkatan lebih lanjut akan terjadi pada abad ke-21 sekitar 9

- 88 cm (Gambar 4).

Page 7: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

7

Gambar 4. Perubahan tinggi rata-rata muka laut diukur dari daerah dengan

lingkungan yang stabil secara geologi. (http://id.wikipedia.org/wiki/Pemanasan_global)

Perubahan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi kehidupan di daerah

pantai. Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6 % daerah

Belanda, 17.5% daerah Bangladesh dan banyak pulau-pulau. Dengan

meningkatnya permukaan air laut, peluang terjadi erosi tebing, pantai, dan

bukit pasir juga akan meningkat. Bila tinggi lautan mencapai muara sungai,

maka banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan. Bahkan dengan

sedikit peningkatan tinggi muka laut sudah cukup mempengaruhi ekosistem

pantai, dan menenggelamkan sebagian dari rawa-rawa pantai. Negara-

negara kaya akan menghabiskan dana yang sangat besar untuk melindungi

daerah pantainya, sedangkan negara-negara miskin mungkin hanya dapat

melakukan evakuasi penduduk dari daerah pantai.

2. Mencairnya es di kutub utara

Para ilmuan juga memperkirakan bahwa selama pemanasan global,

daerah bagian Utara dari belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan

memanas lebih dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung

Page 8: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

8

es akan mencair dan daratan akan mengecil, akan lebih sedikit es yang

terapung di perairan Utara sehingga populasi flora dan fauna semakin

terbatas. Pada daerah-daerah pegunungan subtropis, bagian yang ditutupi

salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair dan musim tanam

akan lebih panjang di beberapa area.

3. Jumlah curah hujan

Meningkatnya suhu di atmosfer akan berpengaruh terhadap

kelembaban udara. Pada daerah-daerah beriklim hangat akan menjadi lebih

lembab karena lebih banyak air yang menguap dari lautan, sehingga akan

meningkatkan curah hujan, rata-rata, sekitar 1 % untuk setiap 1oC F

pemanasan. Dalam seratus tahun terakhir ini curah hujan di seluruh dunia

telah meningkat sebesar 1 %.

Intensitas curah hujan telah meningkat akhir-akhir ini bila dibandingkan

dengan waktu 1950 -1999. Para ahli telah memperkirakan perubahan curah

hujan yang akan terjadi di Asia Tenggara (Lal et al., 2001 dalam Santoso

dan Forner, 2006) bahwa presipitasi di Asia Tenggara akan meningkat 3.6%

di tahun 2020-an dan 7.1% di tahun 2050, serta 11.3% di tahun 2080-an.

Dengan menggunakan model simulasi (IS92a pakai dan tanpa aerosol)

diperkirakan iklim di Asia Tenggara akan menjadi lebih panas dan lebih

basah dari pada kondisi yang kita miliki saat ini (Gambar 5). Dengan

berpeluang besar untuk terjadi banjir dan longsor di musim penghujan dan

kekeringan di musim kemarau. Kajian dampak (impact study) perubahan

musim terhadap frekuensi kejadian kondisi ekstrim per tahunnya mungkin

lebih penting dari pada meningkatnya jumlah curah hujan yang terjadi. Pada

Gambar 6 dapat dilihat hasil prediksi 2 model (HadCM3 dan GISS_ER)

akan perubahan musim di Indonesia. Prediksi variabilitas iklim dan ramalan

musim tersebut akan sangat bermanfaat di masa yang akan datang untuk

Page 9: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

9

memberikan peringatan dini kepada masyarakat akan datangnya bencana,

agar tingkat kerugian dan jumlah korban bisa diminimalkan.

Gambar 5. Peningkatan rata-rata tahunan suhu udara di Asia (gambar atas) dan rata-rata presipitasi tahunan sebagai akibat peningkatan konsentrasi CO2 di udara (menurut skenario emisi IS92a) (Dikutip dari: Santoso dan Forner, 2006)

Masyarakat seluruh dunia akan terkena dampak perubahan iklim.

Tetapi negara dan masyarakat miskinlah yang paling rawan terkena

dampaknya. Negara kepulauan kecil dan negara berkembang yang

merupakan penyumbang terkecil pada emisi GRK, justru akan mengalami

dampak paling besar dan paling tidak siap menghadapi perubahan iklim.

Change in precipitation

IS92a without SO4 aerosol IS92a with SO4 aerosol

2020s

2020s

2020s

2050s

2050s

2050s

2080s

2080s

2080s

-4

0

4

8

12

ASIA Tropical South

Asia

Tropical SE Asia

(%)

2020s

2020s

2020s

2050s

2050s

2080s

2080s

2050s

2080s

-4

0

4

8

12

ASIA Tropical South

Asia

Tropical SE Asia

(%)

Change in air surface temperature

2020s

2020s

2020s

2050s

2050s

2050s

2080s

2080s

2080s

0

1

2

3

4

5

6

ASIA Tropical South

Asia

Tropical SE Asia

°C

2020s

2020s

2020s

2050s

2050s

2050s

2080s

2080s

2080s

0

1

2

3

4

5

6

ASIA Tropical South

Asia

Tropical SE Asia

°C

IS92a without SO4 aerosol IS92a with SO4 aerosol

Page 10: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

10

Sebagai contoh, negara-negara pulau kecil di Pasifik hanya menyumbangkan

0.06% dari total emisi seluruh dunia, tetapi akan menjadi korban paling

pertama akibat naiknya permukaan air laut. Demikian pula, masyarakat

miskin di pesisir yang akan menjadi korban terlebih dahulu.

Gambar 6. Perbedaan hasil prediksi perubahan pola sebaran hujan menurut model HadCM3 dan GISS_ER, namun keduanya memprediksi akan terjadi kondisi ektrim basah dimusim penghujan dan ekstrim kering di musim kemarau(Dikutip dari: Santoso dan Forner, 2006)

Indonesia, sebagai salah satu negara tropis akan paling menderita

terkena dampak pemanasan global. Dampak pemanasan global di lapangan

ditandai dengan munculnya bencana alam terutama berkaitan dengan adanya

penurunan sumber daya alam (SDA) baik ditingkat plot, lansekap/nasional

dan global, yang penanganannya memerlukan pemahaman yang mendalam.

Penurunan SDA yang umum dihadapi di tingkat nasional umumnya

berhubungan dengan (1) Air baik kuantitas maupun kualitasnya, (2)

Biodiversitas fauna dan flora, (3) Keindahan lansekap, dan (4) Kualitas

udara.

20th (1950-1999)

21st (2050-2099)

20th (1950-1999)

21st (2050-2099)

Page 11: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

11

Dampak-dampak tersebut di atas memang sering dikatakan sebagai

”diperkirakan”, tetapi perubahan pola cuaca, intensitas hujan dan musim

kering, serta peningkatan bencana sudah mulai kita rasakan sekarang, tidak

perlu menunggu 2030 atau 2050. Kalau peningkatan suhu rata-rata bumi

tidak dibatasi pada 2oC maka dampaknya akan sulit dikelola manusia

maupun alam!

Guna meredam penderitaan masyarakat yang berkepanjangan di

masa yang akan datang, maka kebijakan pengelolaan lahan baik kehutanan

maupun pertanian harus bersifat ADAPTASI terhadap iklim baru yang

sinergi dengan upaya MITIGASI terhadap perubahan iklim global. Kegiatan

adaptasi adalah kegiatan yang dilakukan untuk menekan dampak perubahan

iklim baik secara antisipatif maupun reaktif. Sedangkan kegiatan mitigasi

dilakukan sebagai salah satu upaya menurunkan efek gas rumah kaca

sehingga dapat memperlambat laju pemanasan global. Bahasan dalam buku

ini difokuskan kepada upaya INAFE (The Indonesian Network for

Agroforestry Education) dalam mempersiapkan generasi mendatang untuk

dapat beradaptasi dengan kondisi iklim global yang telah berubah, melalui

perbaikan perbaikan strategi pendidikan Agroforestri di Perguruan Tinggi

seluruh Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Agus, F. and M. van Noordwijk. 2007. CO2 emissions depend on two letters. The Jakarta Post, November 15.

IPCC, 2001. Climate change 2001: Impacts, adaptation and vulnerability. Report of the working group II. Cambridge University Press, UK, p 967.

Murdiyarso D, Van Noordwijk M, Wasrin UR, Tomich TP, and AN Gillison. 2002. Environmental benefits and sustainable land-use options in the Jambi transect, Sumatra, Indonesia. Journal of Vegetation Science 13: 429-438.

Santoso H dan Forner C. 2007. Climate change projections for Indonesia. TroFCCA

Tomich T P, Van Noordwijk M, Budidarsono S, Gillison A, kusumanto T, Murdiyarso D, Stolle F and Fagi A M. 1995 Alternatives to slash-and-burn

Page 12: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

12

in Indonesia. Summary Report and Synthesis of Phase II. ASB-Indonesia Report Nummer 8. Bogor, Indonesia.

Watson RT, Noble IR, Bollin B, Ravindranath NH, Verado DJ and Dokken DJ. 2000. Land Use, Land-Use Change and Forestry. A Special Report of the IPCC. Cambridge University Press, Cambridge, UK. 377pp.

Web site

http://www.wetlands.org

http://lwf.ncdc.noaa.gov/oa/climate/globalwarming.html

http://www.ghgonline.org/evidence.htm

http://www.ipcc.ch

http://www.columbia.edu/cu/cup

Page 13: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

13

AGROFORESTRI SEBAGAI SOLUSI MITIGASI DAN ADAPTASI PEMANASAN GLOBAL: Pengelolaan sumber daya alam yang

berkelanjutan dan fleksibel terhadap berbagai perubahan*

Meine van Noordwijk World Agroforestry Centre, ICRAF-Southeast Asia

Bogor, Indonesia

ABSTRAK

Pemanasan global merupakan gejala dari adanya pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang tidak berkelanjutan. Pemanasan global juga menyebabkan munculnya kekhawatiran dunia, karena dampaknya terhadap kehidupan dan kondisi bentang lahan dari semua Negara baik bagi negara penghasil (emisi) gas rumah kaca (GRK) maupun bukan. Indonesia merupakan salah satu negara emitor GRK terutama berasal dari pembakaran hutan dan pengeringan gambut, sehingga Indonesia menjadi salah satu bagian dari solusi pengurangan pemanasan global. Secara umum tapak ekologi (ecological footprint) dunia telah melebihi ruang yang tersedia, maka penggunaan ruang harus seefisien mungkin. Penggunaan ruang harus multifungsional yang dapat menghasilkan kebutuhan pokok dan sekaligus memberikan layanan lingkungan yang dibutuhkan masyarakat dan kehidupan lainnya. Agroforestri merupakan tawaran yang dapat memberikan solusi multifungsional, walaupun didalam sistemnya masih dijumpai pula hal-hal yang saling bertentangan (trade-off) dan kompromi internal. Trade-off dapat ditangani asalkan perolehan produksi dan layanan lingkungan memperoleh imbal jasa (reward) yang adil dan benar.

Dengan demikian saat ini lebih dibutuhkan pengelola SDA yang berpikiran lebih luas dan terintegrasi, sementara para lulusan kehutanan atau pertanian di Indonesia masih terlalu spesifik dengan spesialisanya masing-masing. Adaptasi terhadap pergeseran peluang dan tantangan yang muncul akibat adanya perubahan iklim menjadi lebih penting dari pada adaptasi terhadap pergeseran karena globalisasi pasar dan penyesuaian wewenang yang berimbang pada tingkat lokal, nasional dan internasional. Hal tersebut membutuhkan strategi pengelolaan yang berkelanjutan dan fleksibel terhadap segala bentuk perubahan (sustainagility) dari pada strategi pengelolaan yang berkelanjutan yang hanya mengadopsi rencana kegiatan yang telah ditetapkan sebelumnya tanpa ada peluang untuk diubah (sustainability). Generasi mendatang baik sebagai peneliti ataupun pimpinan * With thanks to Prof. Dr. Kurniatun Hairiah for assistance in the translation to Bahasa Indonesia for a publication of the Indonesian Network of Agroforestry Education in Solo, March 2008

Page 14: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

14

dituntut memiliki ketrampilan dalam menganalisis dan mensintesis permasalahan di lapangan, dan juga harus mampu menjembatani multipihak untuk bernegosiasi dalam menyelesaikan berbagai masalah lingkungan yang muncul karena terjadinya alih guna lahan yang begitu cepat.

1. Perubahan iklim sebagai gejala dari pembangunan yang tidak berkelanjutan

IPCC (2007) telah memberikan banyak bukti kuat secara ilmiah

bahwa iklim global telah berubah pada tingkatan yang cukup besar

sepanjang sejarah geologi. Perubahan tersebut terjadi karena adanya

peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer, terutama

tersusun dari gas-gas CO2, CH4 dan N2O. Akhir-akhir ini terjadi peningkatan

emisi gas CO2 di atmosfer, yang dulunya tersimpan dalam berbagai bahan

organik dan kalsium karbonat (CaCO3), tetapi sekarang terlepas ke atmosfer

melalui penggunaan bahan bakar fossil dan penambangan semen. Sekitar

20% dari total peningkatan GRK disebabkan oleh emisi CO2 ke atmosfer

lewat pembakaran. Dulunya karbon tersimpan dalam biomasa vegetasi hutan

(pohon dan tumbuhan bawah) dan dalam tanah gambut selama ratusan atau

bahkan ribuan tahun. Kesepakatan internasional yang dibangun sebagai

upaya mereduksi emisi GRK sulit untuk diimplementasikan secara adil,

karena terdapat perbedaan yang besar antar Negara dalam emisi GRK per

kapitanya.

Dalam Kyoto protokol telah disepakati bahwa besarnya reduksi

emisi GRK setiap Negara merupakan perbandingan antara besarnya emisi

GRK saat ini dibandingkan dengan besarnya emisi GRK di tahun 1990,

dengan demikian ada ketidak adilan dalam hak mengemisikan antar negara.

Negara-negara industri besar sangat diuntungkan dengan kesepakatan

tersebut karena pada tahun 1990 mereka telah mengemisikan GRK dalam

jumlah besar, tetapi Negara-negara dengan emisi kecil tidak mendapatkan

keuntungan. Setiap negara harus mempunyai hak sama untuk mengemisi

Page 15: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

15

GRK asal tidak melebihi kapasitas atmosfer dan lautan untuk menyerapnya.

Adanya peningkatan suhu bumi karena efek rumah kaca, secara cepat akan

menyebabkan peningkatan CO2 dan CH4 pada zona boreal (zona dekat kutub

utara) dan penurunan kapasitas serapan dari lautan dan atamosfer. Indonesia

akan terkena dampak perubahan iklim, tetapi juga akan termasuk dalam

salah satu daftar Negara yang bertanggung jawab terhadap pemanasan

global. Berdasarkan perhitungan kasar terhadap besarnya GRK yang

diemisikan dari kebakaran hutan gambut, Indonesia mengemisikan per

kapitanya sekitar 30% lebih tinggi dari pada Negara-negara Eropa (Gambar

1), tetapi masih lebih rendah dari pada USA yang merupakan satu-satunya

Negara Annex 1 yang belum menyetujui Kyoto protocol.

Pemanasan global dapat diartikan sebagai ‘gejala kelebihan’ yaitu

suatu gejala pembangunan yang tidak berkelanjutan, yang pelaksanaanya

menggunakan energi melebihi ketersediaannya di alam. Planet bumi hanya

memiliki 1.8 ha lahan untuk digunakan per orang, sedang pada tingkat global

rata-rata penggunaannya sudah mencapai 2.2 ha (Gambar 2). Hal tersebut

berarti telah terjadi ketidak-imbangan antara ‘penyediaan’ (besarnya luasan

Gambar 1. Hubungan antara kepadatan jumlah penduduk dengan emisi GRK tahunan, data emisi untuk Indonesia ada 2 versi yaitu dengan dan tanpa data emisi GRK dari alih guna lahan gambut dan kebakaran hutan (data untuk Indonesia: PEACE, 2007)

Page 16: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

16

x bioproduktivitas) dan ‘kebutuhan’ (jumlah populasi x konsumsi per orang

x intensitas tapak ekologi per unit konsumsi)

Sering kali dilaporkan bahwa masyarakat miskin sebagai golongan

mayoritas di dunia, lebih terjepit oleh dampak yang ditimbulkan oleh

masyarakat kaya yang merupakan golongan minoritas dunia. Namun

demikian aspirasi dari kelompok ‘miskin’ untuk menyamakan haknya

dengan kelompok ‘kaya’ dalam menggunakan ruang di bumi ini, sementara

tingkat penggunaan ruang dan polusi GRK telah melebihi kemampuan bumi

untuk menyerapnya. Masyarakat internasional telah sepakat, tanpa

perkecualian, setuju untuk mencapai Sasaran Pembangunan Milenium atau

Millennium Development Goals (www.un.org/millenniumgoals/) untuk

menurunkan 50% tingkat kemiskinan di tahun 2015 sebagai langkah awal

menuju pengentasan kemiskinan. Sementara sasaran ‘pembangunan yang

berkelanjutan’ (MDG7) yang berhubungan dengan kesehatan dan pendidikan

mempunyai target yang jelas untuk menentukan target dan indikataor

kuantitatif yang dapat dipakai sebagai ukuran. Hal tersebut dikarenakan

belum adanya kriteria yang jelas. Kriteria yang bisa kita tawarkan adalah

didasarkan pada hubungan nilai Index Pertumbuhan Populasi Penduduk

Gambar 2. Konsep tapak ekologi yang membandingkan besarnya luasan yang dibutuhkan untuk mendapatkan produksi dan jasa lingkungan per kapita dengan jumlah luasan (ruang) yang ada di planet bumi, data tahun 2003 menunujukkan penggunaan luasan telah melebihi ruang yang ada di bumi

Page 17: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

17

(HDI= Human Development Index, yang melibatkan pengukuran kesehatan,

pendidikan dan pengeluarannya) dan tapak ekologi, atau luasan yang

dibutuhkan untuk memproduksi kebutuhan pokok per orang (Gambar 3).

Bila kita tentukan bahwa target pembangunan yang berkelanjutan

adalah didasarkan pada jumlah penggunaan sumber daya alam (dinyatakan

per kapita tapak ekologi) lebih kecil dari pada daya dukung bumi (pada

kondisi teknologi saat ini). Bila HDI >80, maka dapat disimpulkan bahwa

tidak ada “role models” yang dijumpai, paling tidak di tingkat nasional.

Semua Negara industri menggunakan SDA yang berlebihan, sedang Negara

berkembang belum bisa mencapai target HDI. Penghitungan nilai tapak

ekologi dilakukan berdasarkan masukan data statistik nasional yang

berhubungan dengan besarnya import, export, penggunaan ruang, dan

mempertimbangkan pula perluasan di luar batas nasional; hal yang terakhir

biasanya ditunjukkan oleh tingkat konsumsi Negara kaya. Peluang ekspor

merupakan dasar perekonomian yang penting bagi beberapa Negara

berkembang, tetapi perdagangan biasanya kurang menguntungkan Negara

berkembang, karena munculnya efek samping berupa penurunan layanan

lingkungan di tingkat lokal.

Hasil analisis terhadap beberapa komponen tapak ekologi (pangan,

kayu bakar, serat, dan energi lainnya serta kayu bangunan) dalam

hubungannya dengan HDI, menunjukkan bahwa umumnya peningkatan HDI

diikuti oleh peningkatan komponen tapak ekologi kecuali pada kebutuhan

kayu bakar yang menunjukkan hubungan negatif (Gambar 3A). Indonesia

berada pada posisi HDI sekitar 70, dimana beberapa komponen tapak

ekologi seperti serat pohon (antara lain untuk pulp kertas, parabotan), energi

non-kayu (sebagai kompensasi penggunaan bahan bakar minyak) telah

melebihi ketersediaan pangan sebagai komponen yang dominan. Selanjutnya

total tapak ekologi global melebihi daya dukung bumi. Kondisi tapak

Page 18: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

18

ekologi HDI untuk Indonesia saat ini berada pada tingkatan yang bisa

diterima (bila perhitungan didasarkan pada produksi dalam negeri, bukan

berdasar pada tapak ekologi untuk ekspor dengan emisi GRK yang sangat

tinggi dari tanah-tanah gambut). Upaya peningkatan komponen produksi

lainnya untuk pengentasan kemiskinan di pedesaan sebesar 20% harus

diimbangi dengan penurunan produksi di daerah lainnya. Sementara itu

perkembangan ekonomi berbasis ekspor komoditi bertapak ekologi tinggi

harus dipertimbangkan kembali sebagai bagian dari strategi pembangunan

yang berkelanjutan di Indonesia.

Pada tingkat global, pengaturan penggunaan sumber daya alam pada

tingkat yang berkelanjutan harus mempertimbangkan 2 pemicu emisi GRK

yaitu: (a) Penggunaan bahan bakar minyak yang secara langsung

berhubungan dengan gaya hidup perkotaan dan (b) emisi yang berhubungan

dengan adanya alih guna lahan dan konversi hutan (Gambar 4). Kedua

pemicu tersebut saling berhubungan. Protokol Kyoto difokuskan kepada

penurunan penggunaan bahan bakar fossil pada Negara-negara industri

(Annex 1), namun upaya tersebut justru merugikan Negara-negara

berkembang karena emisi justru akan meningkat. Hal tersebut disebabkan

oleh peningkatan produksi bio-fuels oleh Negara berkembang untuk

memenuhi kebutuhan Negara industri (Annex 1). Masalah tersebut lolos dari

pertimbangan protokol Kyoto. Oleh karena itu ‘tapak ekologi karbon’ harus

dimasukkan kedalam sistem perhitungan sebagai dasar untuk penyusunan

aturan perdagangan di tingkat global.

Page 19: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

19

(A)

(B)

Gambar 4. Diagram alir penyebab emisi GRK dengan beberapa konsekuensinya terhadap iklim dan manusia serta ekosistem lingkungan, yang membutuhkan pengaturan aliran emisi GRK asal bahan bakar fossil/ industri (pengaturan gaya hidup) dan emisi asal lahan (pengaturan pola penggunaan lahan)

Gambar 3. (A) Hubungan antara beberapa komponen dari total tapak ekologi dengan dengan HDI, dan (B) hubungan total tapak ekologi dengan HDI secara geografis berdasar grup benua (Sumber: Rees, 2002)

Page 20: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

20

2. Multifungsi lahan untuk memenuhi kebutuhan akan produk dan layanan lingkungan

Pada Gambar 3a dapat dilihat adanya beberapa kecenderungan dan

opsi yang mempengaruhi segi “penyediaan” dan ‘kebutuhan’: Dari segi

kebutuhan (pangan, serat dan kayu bakar) akan terus meningkat dengan

meningkatnya HDI, paling tidak bila di tingkat global ada pola penggantian

bahan pangan nabati dengan protein hewani yang memiliki ’tapak ekologi’

yang relatif lebih tinggi. Di masa yang akan datang mungkin tingkat

pertumbuhan penduduk menurun, terutama bila target MDG (Millennium

Development Goal) dalam meningkatkan taraf pendidikan wanita tercapai.

Konsekuensi dari keberhasilan tersebut akan diikuti oleh penurunan jumlah

kelahiran. Namun demikian peningkatan pemahaman bagi konsumer yang

secara aktif memilih produk-produk bertapak ekologi rendah masih tetap

dibutuhkan untuk menyediakan ruang yang cukup untuk perkembangan

penduduk dan pengurangan tingkat kemiskinan. Untuk kondisi saat ini

’penyediaan’ melalui peningkatan perluasan (expansion) sudah sulit untuk

dilakukan karena jumlah ruang yang tersisa sangat terbatas, sehingga untuk

pemenuhan kebutuhan penduduk hanya tergantung pada produk dan layanan

lingkungan hutan (goods and services) per unit luasan.

Banyak perhitungan telah dilakukan terhadap situasi pangan dunia,

umumnya lebih difokuskan kepada komponen produksi pangan sebagai

bagian dari bio-produk. Biasanya disimpulkan ada bencana kelaparan, tetapi

tidak menyinggung adanya keterbatasan absolut pada pertumbuhan potensial

tanaman. Namun demikian ada desakan terhadap harga bahan pangan dunia

yang harus memenuhi target penurunan penggunaan bahan bakar fossil pada

sektor transportasi, melalui penggantian dengan penggunaan ”biofuel” (von

Braun et al., 2007). Yang berarti penawaran elastis (supply-site elasticity)

menjadi lebih rendah dari tingkatan yang diharapkan.

Page 21: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

21

Banyak contoh telah dilaporkan bahwa produksi dalam sistem

tumpangsari atau agroforestri ’melebihi’ jumlah rata-rata produksi masing-

masing tanaman sekitar 30% bahkan 50% dalam sistem monokultur (van

Noordwijk et al., 2004a). Namun analisis ekonomi terhadap kombinasi

antara produksi dan jasa lingkungan hutan masih jarang sekali dilakukan

(Constanza, 2000). Bila ditinjau dari banyaknya C yang tersimpan (C stock)

di tingkat lahan, maka jumlahnya proporsional dengan produksi biomas yang

’lebih tinggi’. Sedang dari segi biodiversitas akan dijumpai 2 kondisi yaitu

kondisi ”lebih banyak” untuk organisma yang toleran terhadap intensifikasi

lahan tingkat medium, dan kondisi ”lebih rendah dari rata-rata” untuk

organisma yang kurang tahan terhadap gangguan kegiatan manusia (Swift et

al., 2004). Pada tingkat DAS, Agroforestri berpeluang besar untuk menjaga

fungsi DAS selain fungsinya dalam mempertahankan produksi tanaman

bernilai ekonomi tinggi. Pohon-pohon yang ditanam pada posisi yang

strategis pada bentang lahan dapat berperan sebagai regulator aliran air

sungai dengan konsentrasi sedimen yang relatif rendah (Agus et al., 2004;

van Noordwijk et al. 2006, 2007a).

Namun demikian, fungsi ”lebih” dari Agroforestri tersebut masih

belum dikenal secara umum, karena adanya anggapan dari rimbawan yang

diikuti oleh pengambil kebijakan bahwa konservasi terhadap layanan DAS

hanya dapat diperoleh sepenuhnya dari hutan saja; tidak ada peluang sama

sekali bagi pohon ”di luar hutan”. Menurut undang-undang pengembangan

wilayah di Indonesia yang terbaru bahwa setiap propinsi ditargetkan

memiliki tutupan lahan hutan minimal 30% dari total luasan yang ada pada

semua kondisi topografi dan iklim. Implementasi kebijakan pemerintahan

tersebut akan bertentangan dengan jalannya analisis yang rasional untuk

pemenuhan kebutuhan lokal. Paradigma yang medominasi kebijakan umum

Page 22: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

22

yang ada saat ini masih lebih bersifat ”segregasi” dari pada ”integrasi”

(Gambar 5).

3. Segregasi ilmu pengetahuan

Pengelolaan Sumber Daya Alam secara Terpadu (Integrated Natural

Resource Management, INRM) tidak hanya membutuhkan pendekatan

multifungsional pada skala bentang lahan (van Noordwijk et al., 2001,

2004b), tetapi juga membutuhkan ‘penghubung’ antara berbagai cara

pendekatan yang sebelumnya terpisah-pisah, pada saat mana ilmu

pengetahuan dimasukkan ke dalam suatu kerangka yang kurang dipengaruhi

posisi pihak yang berkepentingan, emosi dan interes politik. Telaahan yang

mengungkapkan sejarah panjang perdebatan ‘hutan dan air’ menunjukkan

bahwa segregasi pengetahuan (yang tegas terpisah satu sama lain) tersebut

tidak sepenuhnya terjadi, dan ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri masih

jarang pula ditemukan. Namun demikian dibutuhkan pendekatan yang lebih

jelas dalam pengelolaan pengetahuan yang dapat memahami adanya

perbedaan-perbedaan, manfaat dari adanya diversitas, dan mencoba

memperoleh keselarasan (Gambar 5 dan 6).

Gambar 5. Paradigma institusional umum yang masih berbasis pada segregasi (terpisah tegas) antara hutan dan pertanian. Tetapi kenyataannya pada bentang lahan, sistem terpadu lebih umum dijumpai, suatu sistem multifungsi perpaduan antara tanaman pangan, pepohonan, ternak dan belukar. Interaksi antara elemen-elemen tersebut sama pentingnya dengan kegunaan masing-masing elemen (tunggal).

Page 23: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

23

Gambar 6. Lima cara untuk mengetahui tentang air dan fungsi DAS yang semuanya dibutuhkan untuk memahami “INRM” pada tingkat bentang lahan dengan berbagai macam pihak yang berkepentingan

Gambar 7. Klasifikasi pengetahuan berbasis ekologi oleh tiga tokoh utama (petani, peneliti, pengambil kebijakan) yang berhubungan dengan keunikan dalam menemukan, mempertahankan keaslian dan memodifikasi pengetahuan.

Page 24: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

24

Dengan diterimanya berbagai cara dalam mengetahui suatu

permasalahan dan adanya pengetahuan yang beragam yang diangkat oleh

berbagai pihak yang berkepentingan, maka peran pengetahuan berbeda-beda

menurut kepentingannya dari pengetahuan murni (pure science) �

pengetahuan terapan (applied science) � cara pelaksanaan (application

pathway) yang selama ini masih mendominasi system penelitian pengelolaan

SDA. Seperti yang telah dikemukakan oleh Clark (2007) dan Stokes (1997),

bahwa penelitian aplikatif dilakukan untuk meningkatkan pemahaman kita

akan prinsip-prinsip dasar dan penunjang untuk pelaksanaannya di lapangan.

Sebagai contoh adalah ahli mikrobiologi Perancis Louis Pasteur yang

menggunakan mikrobiologi kedokteran sebagai disiplin ilmu sebagai dasar

untuk mengetahui penyebab berbagai penyakit dan memberikan saran untuk

penyembuhannya.

Masih banyak lagi kata dan istilah yang dipakai dalam berbagai

aspek untuk menghubungkan antara ilmu pengetahuan dan

tindakan/aksi/pelaksanaan. Untuk itu dapat dibuat 3 bagian penting untuk

menjawab 3 macam pertanyaan yaitu “apa/dimana/kapan’, ‘ bagaimana’

dan ‘apa manfaatnya’ (Tabel 1).

Page 25: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

25

Tabel 1. Pertanyaan-pertanyaan utama dalam sistem pengetahuan lokal, pengetahuan murni dan pengetahuan pengembangan Apa/dimana/kapan Bagaimana Apa manfaatnya Sistem pengetahuan lokal

Konteks (tempat, waktu, kondisi)

Dampak (Outcome)

Pengetahuan murni Mekanisma � (prinsip umum)

Dampak

Penelitian yang didorong oleh kebutuhan

Konteks + Mechanisma � Dampak

4. Agenda agroforestri sebagai konsep pemersatu multifungsional bentang lahan

Alasan utama ketertarikan kita terhadap agroforestri, bukan karena

praktik tersebut telah ada yang cocok bagi kebanyakan petani, atau karena

penelitian lapangan yang telah dilakukan merupakan topik-topik menarik

walaupun masih penuh dengan berbagai argumen. Pertanian tanpa pohon

mungkin saja terjadi pada berbagai bentang lahan, terutama pada tempat-

tempat yang landai, tanpa ada masalah erosi oleh angin; tetapi kondisi

demikian terjadi pada skala kecil. Pada berbagai bentang lahan, selain

Gambar 8. Skema hubungan berbagai macam penelitian dan pengembangan serta hubungannya dengan pengetahuan yang telah ada dan tindakan yang dilakukan

Page 26: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

26

sebagai sumber komoditas utama yang dapat diperdagangkan, pohon

berkontribusi banyak terhadap tercapainya pertanian sehat. Namun demikian

penanaman pohon pada lahan pertanian dan petani sebagai pengelolanya,

pada kenyataanya ditarik oleh 4 macam kekuatan ke berbagai arah: (I)

Pengentasan kemiskinan dan berbagai sasaran Millennium Development

yang mungkin cenderung menggunakan sumber daya hutan yang berlebihan

atau bahkan menghilangkan keberadaan pohon menurut strategi pengelolaan

jangka pendek, (II) Pertumbuhan ekonomi dan integrasi pasar global yang

seringkali menyebabkan berkurangnya atau hilangnya keragaman lokal atau

cenderung menuju ke sistem monokultur (menyediakan produk yang

beragam bagi konsumer), (III) Kepedulian terhadap layanan lingkungan dan

tapak ekologi yang memungkinkan petani sebagai bagian dari bentang lahan

akan terabaikan oleh pengambil kebijakan, (IV) Sistem pemerintahan yang

bervariasi dari sistem sentralisasi yang kuat hingga desentraslisasi dengan

kontrol pemerintahan lokal, menimbulkan adanya resiko penyalah gunaan

wewenang di tingkat ‘elite’. Keempat kondisi tersebut menentukan empat

tema utama bagi penelitian dan pengembangan agroforestri:

A. Pengurangan tingkat kemiskinan melalui perbaikan hubungan pasar

dengan produksi pohon, perbaikan hubungan antara pertumbuhan

ekonomi dan pemanfaatan pohon di tingkat lokal untuk pengentasan

kemiskinan.

B. Pasar untuk jasa lingkungan dan cara-cara lainnya untuk pemberian

insentif ekonomi sebagai ‘imbalan’ yang lebih diharapkan relatif

terhadap perbaikan produk, hal tersebut membutuhkan bentuk

service per komoditi, dengan segala bentuk kemasannya (misalnya

kredit reduksi emisi C) dimana hal tersebut sebagai subyek

penyediaan/kebutuhan yang dapat dijadikan sebagai kontrol.

Page 27: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

27

C. Zonasi sistem penggunaan lahan, aturan-aturan untuk akses terhadap

berbagai macam sumber daya hutan dan pemberian insentif untuk

kegiatan-kegiatan gabungan untuk mempertahankan multifungsi

hutan

D. Kapasitas agroforester (atau rimbawan yang terpisah tegas dengan

petani) dan kelembagaannya untuk menghubungkan berbagai

sasaran Millennium Development pada berbagai tingkat

pemerintahan

Gambar 9. Empat kekuatan yang menarik agroforestri ke berbagai

arah yang berbeda, dan empat tema yang mengkombinasikan kedua arah kekuatan dan tradeoff-nya

Alur informasi pada masing-masing area dari keempat tema tersebut

diarahkan oleh dimensi “kegunaan” atau salience (‘so what’), kredibilitas

atau credibility (menjawab pertanyaan ‘how’) dan legitimasi atau legitimacy

(berhubungan dengan konteks lokal) dan penyesuaian sistem-sistem yang

Page 28: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

28

ada untuk penelitian dan pengembangan. Analisis tentang kelebihan dan

kekurangan dari ketiga dimensi tersebut dapat meningkatkan efektifitas

agroforestry (Tabel 2). Pada konteks bentang lahan terdapat perbedaan

antara luasan ‘hutan tersisa’, daerah pinggiran hutan (biasanya berhubungan

dengan hak penguasaan lahan) dan hutan yang terpisah-

pisah/agroforestri/mosaik pertanian (Chomitz et al., 2007). Pada bagian yang

terkahir kita dapat melihatnya sebagai peningkatan tutupan hutan bila terjadi

’peralihan hutan’ telah terjadi (Mather, 2007), seperti yang terjadi di China

dan Vietnam.

Tabel 2. Karakteristik lebih lanjut dari informasi untuk pengembangan agroforestri (modifikasi lebih lajut dari Tabel 1) Apa/dimana/kapan Bagaimana Apa manfaatnya Penelitian dasar berbasis manfaat

Kontex + Mekanisma ���� Dampak (outcome)

Kriteria informasi baru

Legitimasi: Apakah informasi yang diperoleh muncul dari konteks kita, dari orang yang kita kenal dan bisa dipercaya

Kredibilitas: Apakah pengukurannya menggunanakan metoda yang benar dan up-to date? Apakah sejalan (atau yakin bertentangan) dengan temuan umum dan didukung/disetujui oleh peneliti yang sudah dikenal reputasinya

Manfaat (Salience): Apa dampaknya terhadap manusia, planet dan keuntungan lainnya?

Tipe pengetahuan Pengetahuan berbasis kearifan local (Local ecological knowledge, LEK)

Pengetahuan berbasis pengetahuan ekologi (Modeller ecological knowledge, MEK)

Kebijakan berbasi pengetahuan ekolodi (Policy/public ecological knowledge, PEK)

Karakteristik lainnya

Diagnosis, Evaluasi partisipatif

Dasar pengetahuan yang kuat, uji pembuktian hypothesis

Applikasi, Fokus pada kebijakan

Page 29: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

29

Kriteria untuk imbal jasa layanan lingkungan (Rewards for environmental services, RES)

Sukarela Realistik Kondisional (tidak tentu)

Paradigma perubahan iklim

Adaptasi (tanggap terhadap tanda-tanda perubahan di tingkat lokal, menggunakan jaringan kerja lokal)

Menjadi terampil (Kapasitas belajar meningkat, menginterpretasikan gejala dini, siap mengghadapi perubahan tehnologi)

Adopsi (rencana pengembangan wilayah yang disetujui pemerintah)

Contoh-contoh dari beberapa program pengembangan

Hak & SDA Biotechnologi Pengelolaan SDA secara terpadu (Integrated Natural Resource Management)

5. Adaptasi terencana atau “sustainagility”

Definisi tingkat tinggi untuk “pembangunan berkelanjutan” atau

“sustainable development’ adalah memenuhi kebutuhan saat ini, tanpa harus

memikirkan kebutuhan di masa mendatang. Namun demikian, saat ini

‘berkelanjutan’ didefinisikan sebagai sub-sistem seperti halnya dengan

pertanian, yaitu system budidaya tanaman atau penggunaan genotype

tanaman spesifik atau ternak. Maka sustainable didefinisikan sebagai

“ketangguhan” atau “persistensi” sistem yang ada saat ini, tidak ada evaluasi

terhadap tawaran lain yang memungkinkan untuk perubahan di masa yang

akan datang. Ketangguhan suatu sistem dapat diukur, tetapi untuk

pengukuran suatu perubahan masih bersifat spekulatif. Konsep “sustain-

agility” adalah kemampuan suatu sistem dalam menunjang perubahan yang

akan terjadi di masa mendatang. Jadi, “sustainagility” merupakan

peningkatan dari ‘sustainability’ yang memasukkan dimensi dinamik untuk

“beradaptasi” ( Gambar 10; Verchot et al., 2007).

Page 30: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

30

Gambar 10. Sustainagility, menunjang pengelolaan berbasis sumber daya

alam yang luwes terhadap perubahan-perubhaan di masa mendatang, beradaptasi dan melengkapi ‘persistensi’ dari kriteria berkelanjutan suatu system pada berbagai tingkatan dalam bentang lahan (Verchot et al., 2007)

Dalam bahasan “adaptasi” terhadap perubahan iklim, ada dua situasi yang

terjadi yaitu:

1. Menduga arah dan ukuran terjadinya perubahan dan mengatur apa

bisa kita lakukan

2. Adanya ketidak-menentuan arah dan variabilitas perubahan yang

lebih besar serta ketidak menentuan ukuran perubahan di tingkat

lokal, maka kita harus tingkatkan daya sangga (buffering) dan daya

lenting (resilience) kita terhadap ketidak menentuan tersebut.

Situasi pertama membutuhkan rencana teknis dan penanganan yang spesifik,

sedangkan situasi yang kedua lebih menunjang adanya keragaman, resilience

Page 31: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

31

dan buffering. Namun demikian sampai kini perhatian utama dan alokasi

dana masih difokuskan pada masalah yang terjadi di masa lalu, karena hal

tersebut lebih bersifat aktual dan dapat dipertanggung jawabkan

pelaporannya (tangible). Peran agroforestry dalam adaptasi terhadap

perubahan iklim mungkin lebih pada mempertahankan atau meningkatkan

keragaman dan daya sangga. Dengan melihat adanya peluang ketidak-

menentuan pasar dan iklim, maka pendekatan ini lebih beralasan dan

menguntungkan.

6. Reduksi emisi melalui agroforestri

Agrofrestri mencakup berbagai system penggunaan lahan (SPL)

yang tingkat kekompleksannya berada diantara “hutan” dan “lahan pertanian

terbuka”. Dampak agroforestri terhadap pengurangan emisi gas rumah kaca

(GRK) ditentukan oleh besarnya biomasa pohon, ketebalan seresah yang

menutup permukaan tanah, tingkat kepadatan tanah yang mempengaruhi

pertukaran gas di udara dengan tingkat aerasi dalam tanah, dan neraca N

dalam sistem (Kandji et al., 2006; Verchot et al., 2004). Emisi N2O ke

atmosfer terjadi karena adanya ketersediaan N dalam tanah yang berlebihan

dan kondisi aerasi tanah agak terganggu. Hal tersebut dapat terjadi pada

lahan-lahan yang komponen penyusunnya didomniasi oleh legum pemfiksasi

N dari udara, atau sistem-sistem pertanian lainnya dengan tingkat

pemupukan N tinggi (Gambar 11).

Bila agroferstri menggantikan hutan maka efeknya terhadap emisi

GRK negative, tetapi pengaruhnya masih lebih positif bila dibandingkan

dengan lahan pertanian yang “lebih terbuka” atau pada padang

penggembalaan. Bila agroforestry dimulai pada lahan-lahan terdegradasi

maka akan diikuti oleh peningkatan serapan netto CO2. Dengan demikian

perspekstif peningkatan atau penurunan emisi GRK tergantung pada kondisi

Page 32: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

32

awal dimana agroforestry dimulai. Bila kita tinjau produksi sawit di

Indonesia dari sudut pandang pihak luar, sangat jelas dari sejarahnya bahwa

perkebunan kelapa sawit dimulai dengan deforestasi yang diikuti oleh

peningkatan emisi. Bila ditinjau dari pihak perkebunan sawit, dikatakan

bahwa perkebunan sawit dimulai dari lahan-lahan non-hutan yang telah

terdegradasi. Dengan demikian pengukuran emisi netto tergantung pada

kondisi awal, yang secara teknis jauh lebih mudah bila dibandingkan dengan

isu politik yang kompleks. Beberapa persetujuan internasional, seperti Kyoto

Protocol mencoba menyelesaikan masalah emisi tersebut dengan

memasukkan sejarah penggunaan lahan sebagai referensi, dimana deforestasi

yang terjadi sebelum tahun 1990 tidak dipertimbangkan lagi, tetapi yang

dipertimbangkan adalah alih guna hutan yang terjadi baru-baru saja.

Gambar 11. Proses-proses pertukaran gas antara gas dalam tanah, vegetasi

dan atmosfer yang mempengaruhi jumlah netto pelepasan GRK, sebagai respon lahan terhadap beberapa faktor pengelolaan seperti drainasi, pemadatan tanah dan pemupukan N.

Page 33: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

33

Gambar 12. Perbedaan sudut pandang pihak yang bertanggung jawab terhadap emisi di masa lampau: Dari sudut pandang pihak perkebunan (misalnya kelapa sawit) penghitungan emisi dari perkebunan dimulai pada saat lahan sudah terdeforestasi, sedangkan dari sudut pandang pihak luar melihatnya pada sektor secara keseluruhan dengan membebankan kehilangan hutan lewat ’deforestasi’ kepada pengguna lahan saat ini.

7. Konsekuensi bagi pendidikan di Universitas

Peneliti-peneliti dan pembentuk kebijakan dari generasi mendatang

akan dihadapkan pada kompleksitas yang tinggi dengan campuran masalah

biofisik, sosio-ekonomi dan politis dalam penggunaan lahan. Apakah system

pendidikan di perguruan tinggi saat ini telah dipersiapkan untuk menghadapi

masalah-masalah tersebut?

Pada tingkat petani Agroforestri dengan mudah menjembatani dunia

pertanian dan kehutanan: petani telah mempraktekkan sistem campuran

pohon pada lahan pertanian selama ribuan tahun. Namun demikian pada

tingkat pemerintahan, departemen kehutanan mempunyai perbedaan

kebiasaan, mandat dan agenda dari departemen pertanian. Pohon secara

artifisial terpisah antar 2 departemen, pohon seperti karet dan kopi adalah

urusan departemen pertanian. Walaupun proses dan prinsip-prinsip ekologi

Page 34: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

34

berlaku untuk semua kisaran tanaman mulai tanaman semusim hingga

tahunan, dengan jenis tanaman tidak berkayu hingga berkayu. Namun secara

tradisi ilmu kehutanan terpisah dari ilmu-ilmu pertanian. Dengan demikian

guna memenuhi pasar kerja yang terpisah antara kehutanan dengan

pertanian, maka pembelajaran mahasiswa di perguruan tinggi dipisahkan

menjadi fakultas yang berbeda. Negara-negara Asia Tenggara dan

universitas-universitasnya mengikuti tradisi lama yang mimisahkan kedua

program studi. Oleh karena itu, mahasiswa kehutanan dan pertanian telah

kehilangan bagian terpenting dari bentang lahan dan kehidupan pedesaan, di

satu sisi melihatnya sebagai ”petani”, dan di sisi lainnya sebagai

”masyarakat pengguna hutan” atau ”masyarakat hutan”, atau bahkan

mungkin mereka tidak melihatnya sama sekali (van Noordwijk et al.,

2007b,d; Kusters et al., 2007; Michon et al., 2007).

Tigapuluh tahun yang lalu, kata agroforestri mulai dikenal, pada saat

mana ilmu pengetahuan dan pendidikan diarahkan untuk mendekati praktek-

praktek di lapangan, memahami peluang dan kendala yang berkembang di

masyarakat pedesaan dalam melakukan budidaya pohon yang berjuang keras

dengan aturan-aturan dan birokrasi yang ada. Fokus Agroforestri adalah

menjembatani dan memadukan ke dua fungsi yaitu produksi (ekonomi) dan

layanan lingkungan yang .

Bersaing dengan fokus ”keterpaduan” memunculkan agroforestri

sebagai lembaga baru yang mempertahankan wilayah kajiannya, bahwa

agroforestri adalah ilmu pengetahuan baru yang terpisah dan membutuhkan

alur pendidikan yang terpisah, serta membutuhkan posisi dalam lembaga

pemerintahan yang terpisah pula. Untuk mengawalinya SEANAFE (the

Southeast Asia Network for Agroforestry Education) sebagai pelopor dari

perjuangan tersebut melalui pewujudan jalur pendidikan baru untuk dapat

diterima sebagai macam profesi baru, melalui penyusunan kurikulum

Page 35: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

35

akademis dan program studi baru untuk mempersiapkan lulusan yang sesuai

dengan jenis pekerjaan yang baru. Namun demikian, kenyataannya jalur baru

tersebut akan berada di luar jalur sekolah kehutanan ataupun pertanian saat

ini, yang jarang sekali mereka akan menghubungkan keduanya secara adil.

Beberapa kompetensi dan skill lulusan dibutuhkan untuk menunjang

berbagai aspek dan tahapan dalam negosiasi antara masyarakat hulu dan hilir

(van Noordwijk et al., 2001; Tomich et al., 2007), antara para pemangku

kepentingan dari luar dengan pihak lokal untuk menemukan kesepakatan

dalam menyusun aturan dan imbal jasa pengelolaan bentang lahan yang

selaras dengan multifungsi hutan yang dibutuhkan. Relevansi, kredibilitas

dan legitimasi sangat dibutuhkan sebelum informasi baru yang diperoleh

dimasukkan dalam pengetahuan, bahkan itupun belum tentu cukup untuk

melakukan tindakan. Insentif untuk usaha yang menguntungkan harus

dimunculkan dari kombinasi 3 tindakan “3P-(permen, pecut dan petuah)”

yaitu janji pemberian insentif (permen) untuk pihak yang secara sukarela

memberi keuntungan bagi pihak lain, pecut untuk penerapan aturan-aturan

guna mencapai target minimum, dan petuah yang bisa membangkitkan

kesadaran untuk mengatur diri sendiri dalam mengurangi dampak negatif

pengelolaan yang kurang benar” (Gambar 13).

Untuk Fakultas Pertanian di seluruh Indonesia telah disepakati

akhir-akhir ini hanya memiliki dua program studi (PS) formal yaitu

“agribisnis” dan “agro-eco-technologi”. PS Agribisnis akan fokus pada para

pihak diluar bentang lahan pertanian (external), sedang PS agro-eco-

technologi akan lebih fokus kepada para pihak di dalam (internal) bentang

lahan. Namun demikian, masih ada bagian transisi antara internal dan

external yang membutuhkan keahlian khusus, karena masalah yang dihadapi

di lapangan cukup kompleks (Gambar 14).

Page 36: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

36

Gambar 14. Pada bentang lahan pedesaan dengan mosaik lahan hutan, agroforestri dan pertanian merupakan produser untuk layanan lingkungan dan produk-produk yang bisa dipasarkan, dengan jalan mengkombinasikan capital stock yang dihasilkan secara alami, fisik, rekayasa manusia, sosial dan finansial; Permintaan akan produk dan layanan lingkungan oleh ‘pengguna’ diatur oleh berbagai tipe “agribisnis” dan perantaranya; Macam-macam penggunaan lahan yang memberikan produk dan layanan lingkungan dipengaruhi oleh “para pemangku kepentingan eksternal” yang mungkin akan mencoba melanjutkan layanan yang pernah diperoleh di masa lalu secara gratis, berdasarkan aturan pemerintah yang ada.

Gambar 13. Menghubungkan ilmu pengetahuan dengan tindakan/aksi membutuhkan insentif dalam bentuk hadiah, dukungan kebijakan dan rekognisi”

Page 37: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

37

Para alumni Pertanian, Kehutanan atau Agroforestry harus berfungsi

sebagai “boundary agent” atau “penghubung” yang bisa menghubungkan

lima macam pengetahuan, membantu para pemangku kepentingan dalam

bernegosiasi dengan cara yang realistis, sukarela dan kondisional (berdasar

pada outcome), persetujuan bisnis, apakah ditujukan kepada pasar

konvensional (agribisnis) ataukah untuk mempertahankan atau

meningkatkan layanan lingkungan (Swallow et al., 2007; van Noordwijk et

al., 2007c).

Analisis pada berbagai level dan berbagai sudut pandang pelaku

harus dilakukan untuk menjembatani multi pengetahuan (LEK, MEK dan

PEK) (Joshi et al., 2004) untuk bernegosiasi dalam pengelolaan SDA di

tingkat lokal yang realistis, sukarela dan kondisional yang membutuhkan

perhatian pada berbagai tingkatan dan proses (van Noordwijk et al. 2001;

2007c) (Gambar 15). Beberapa alat bantu dalam pengukuran secara

partisipatif terhadap aspek hidrologi, agobiodiversitas, cadangan karbon dan

akses pasar, dan hak penguasan lahan akhir-akhir ini telah tersedia untuk

diuji.

Gambar 15. Kemampuan “ agen penghubung” dalam menghubungkan 5 macam pengetahuan untuk mendapatkan kesepakatan yang realistis, sukarela dan kondisional melalui proses negosiasi. (K = pengetahuan, A = actor)

Page 38: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

38

Dalam merancang ulang kurikulum untuk perguruan tinggi, alur sederhana

Konteks + Mechanisma � outcome dapat dipakai sebagai berikut:

Konteks + Mekanisma ���� Outcome Terampil, bermanfaat, aspirasi mahasiswa ; berpeluang untuk perbaikan lingkungan di tingkat lokal; kemampuan dari staf pengajar

Merancang kurikulum yang merupakan seri pengalaman belajar untuk membangun kredibilitas dan legitimasi

Monitoring proses dan produk untuk mengkontrol kualitas, sejalan dengan dinamika standard nasional

Bila hal tersebut dapat dilaksanakan dengan baik, Indonesia akan

mempunyai kompetensi, professional dan memimpin dalam memecahkan

masalah yang kompleks dimasa yang akan datang, dimana perhatian kita

akan terbelah untuk memecahkan masalah globalisasi dengan perubahan

iklim global yang merupakan penyebab terjadinya perubahan kehidupan di

pedesaan maupun diperkotaan. Pembangunan berkelanjutan tidak dapat

dihilangkan, tetapi beberapa kondisi yang merugikan dapat dengan mudah

dihindari, dan keterampilan/kompetensi untuk bernegosiasi sangat

dibutuhkan.

Box 1. Topik penting untuk diskusi lebih lanjut Keragaman hayati terus meningkat bagi pengguna di kota, sedangkan keragaman hayati di tingkat global menurun dengan cepat Bila kriteria untuk layanan lingkungan telah ditetapkan, agroforestri kompleks (seperti kebun lindung) mungkin dapat memenuhi kriteria yang ditetapkan, maka layanan lingkungan yang dimonopoli oleh hutan dapat melunak Perubahan iklim menggambarkan perubahan kebutuhan akan produk dan layanan lingkungan serta kemampuan pohon untuk menghasilkannya: Adaptasi pohon dibutuhkan di tingkat lahan/bentang lahan, tetapi tetap saja perubahan pasar mungkin masih akan tetap mendominasi

Page 39: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

39

Daftar Pustaka

Agus, F., Farida and Van Noordwijk, M. (Eds). 2004. Hydrological Impacts of Forest, Agroforestry and Upland Cropping as a Basis for Rewarding Environ-mental Service Providers in Indonesia. Proceedings of a workshop in Padang/Singkarak, West Sumatra, Indonesia. 25-28 February 2004. ICRAF-SEA. Bogor, Indonesia.

Chomitz, K.M. 2007. At loggerheads? Agricultural expansion, poverty reduction and environment in the tropical forests. World Bank Policy Research Report, the Worldbank. Washington (DC), USA.

Clark, W. and Holliday, L. (Eds.). 2006. The Role of Program Management - Summary of a Workshop. Roundtable on Science and Technology for Sustainability. National Research Council. Washington (DC)

Costanza, R. 2000. Social Goals and the Valuation of Ecosystem Services. Ecosystems 3. 4-10.

IPCC. 2007. Summary for Policymakers. In: Climate Change 2007: Impacts, Adaptation and Vulnerability. Contribution of Working Group II to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change, M.L. Parry, O.F. Canziani, J.P. Palutikof, P.J. van der Linden and C.E. Hanson, Eds. Cambridge University Press. Cambridge, UK,

Joshi, L., Schalenbourg, W., Johansson, L., Khasanah, N., Stefanus, E., Fagerström, M.H. and van Noordwijk, M. 2004. Soil and water movement: combining local ecological knowledge with that of modellers when scaling up from plot to landscape level. In: van Noordwijk, M., Cadisch, G. and Ong, C.K. (Eds.) Belowground Interactions in Tropical Agroecosystems. CAB International. Wallingford (UK). pp. 349-364

Kandji ST, Verchot LV, Mackensen J, Boye A, van Noordwijk M, Tomich TP, Ong CK, Albrecht A and Palm CA. 2006. Opportunities for linking climate change adaptation and mitigation through agroforestry systems. In: Garrity DP, Okono A, Grayson M and Parrott S, eds. World Agroforestry into the Future. Nairobi, Kenya. : World Agroforestry Centre - ICRAF. P. 113-121. http://www.worldagroforestry.org/sea/Publications/searchpub.asp?publishid=1481

Kusters, K., de Foresta, H., Ekadinata, A. and van Noordwijk, M. 2007. Towards solutions for state vs. local community conflicts over forestland: the impact of formal recognition of user rights in Krui, Sumatra, Indonesia. Human Ecology 10.1007/s10745-006-9103-4

Mather, A.S., 2007. Recent Asian forest transitions in relation to forest transition theory. International Forestry Review . 9: 491-502.

Michon G, De Foresta H, Levang P and Verdeaux F. 2007. Domestic forests: a new paradigm for integrating local communities’ forestry into tropical forest science.

Page 40: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

40

Ecology and Society 12(2): 1. [online] URL: http://www.ecologyandsociety.org/vol12/iss2/art1/

PEACE. 2007. Indonesia and Climate Change: Current Status and Policies. Jakarta: The World Bank

Rees, W.E. 2002 An ecological economics perspective on sustainability and prospects for ending poverty. Population and Environment 24 (1), pp. 15-46 ; Rees, W.E., 1992. Ecological footprints and appropriated carrying capacity: what urban economics leaves out. Environment & Urbanization 4: 121-130.

Stokes, D.E. 1997. Pasteur's Quadrant: Basic Science and Technological Innovation. Brookings Institution Press. Washington DC.

Swallow, B., Kallesoe, M., Iftikhar, U., van Noordwijk, M., Bracer, C., Scherr, S., Raju, K.V., Poats, S., Duraiappah, A., Ochieng, B., Mallee, H. and Rumley, R. 2007. Compensation and Rewards for Environmental Services in the Developing World: Framing Pan-Tropical Analysis and Comparison. Working Paper 32. Nairobi: World Agroforestry Centre.

Swift MJ, Izac AMN, van Noordwijk M. 2004. Biodiversity and ecosystem services in agricultural landscapes: Are we asking the right questions? Agric Ecosyst Environ 104:113-134.

Tomich, T.P., Timmer, D.W., Velarde, S.J., Alegre, J., Areskoug, V., Cash, D.W., Cattaneo, A., Cornelius, J., Ericksen, P., Joshi, L., Kasyoki, J., Legg, C., Locatelli, M., Murdiyarso, D., Palm, C., Porro, R., Perazzo, A.R., Salazar-Vega, A, van Noordwijk, M., Weise, S., and White, D. 2007. Integrative science in practice: process perspectives from ASB, the Partnership for the Tropical Forest Margins. Agriculture Ecosystems and Environment. 9: 269-286.

van Noordwijk, M., T. P. Tomich, and B. Verbist. 2001. Negotiation support models for integrated natural resource management in tropical forest margins. Conservation Ecology 5(2): 21. [online] URL: http://www.consecol.org/vol5/iss2/art21, 18 pp

van Noordwijk, M., Cadisch, G. and Ong, C.K. (Eds.). 2004a. Belowground Interactions in Tropical Agroecosystems. CAB International. Wallingford (UK), 580 pp.

van Noordwijk, M., Cadisch, G. and Ong, C.K. 2004b. Challenges for the next decade of research on below-ground interactions in tropical agroecosystems: client-driven solutions at landscape scale. In: van Noordwijk, M., Cadisch, G. and Ong, C.K. (Eds.) 2004 Belowground Interactions in Tropical Agroecosystems. CAB International. Wallingford (UK). pp. 365-379

van Noordwijk, M., Farida , P. Saipothong, F. Agus, K. Hairiah, D. Suprayogo and B. Verbist. 2006. Watershed functions in productive agricultural landscapes with trees. pp. 03-112. In D.P. Garrity, A. Okono, M. Grayson and S. Parrott (Eds.). World Agroforestry into the Future. Nairobi, Kenya. : World Agroforestry Centre - ICRAF..

Page 41: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

41

http://www.worldagroforestry.org/sea/Publications/searchpub.asp?publishid=1482

van Noordwijk, M., Dewi, S., Swallow, B., Purnomo H. and Murdiyarso, D.M. 2007b. Avoiding or reducing emissions at the tropical forest margins: urgent, cost-effective but not easy ; 2. Deforestation: will agroforests fall through the cracks? ; 3. Sustainable, efficient and fair: can REDD be all three? ; 4. Benefits, but not everybody will win. Policy briefs. World Agroforestry Centre, Bogor. http://www.worldagroforestry.org/sea/Networks/RUPES/index.asp

van Noordwijk, M., Agus, F., Verbist, B., Hairiah, K. and Tomich, T.P. 2007a. Managing Watershed Services in Ecoagriculture Landscapes. In: Sara J. Scherr and Jeffrey A. McNeely (eds.). Farming with Nature: The Science and Practice of Ecoagriculture. Island Press. Washington DC. pp 191 - 212.

van Noordwijk, M., Leimona, B., Emerton, L., Tomich, T.P., Velarde, S., Kallesoe, M., Sekher, M. and Swallow, B., 2007c. Criteria and indicators for ecosystem service reward and compensation mechanisms: realistic, voluntary, conditional and pro-poor. Working Paper 37. Nairobi: World Agroforestry Centre.

van Noordwijk, M., Suyanto, S., Budidarsono, S., Sakuntaladewi, N., Roshetko, J.M., Tata, H.L., Galudra, G., Fay, C. 2007d Is Hutan Tanaman Rakyat a new paradigm in community based tree planting in Indonesia?. Bogor, Indonesia : World Agroforestry Centre ICRAF. 32p.

Verchot, L.V., Mosier, A., Baggs, E.M. and Palm, C.A. 2004. Soil-Atmosphere gas exchange in tropical agriculture: contributions to climate change. In: van Noordwijk, M., Cadisch, G. and Ong, C.K. (Eds.) 2004 Belowground Interactions in Tropical Agroecosystems. CAB International. Wallingford (UK). pp. 209-225.

Verchot, L.V., Van Noordwijk, M., Kandji, S., Tomich, T.P., Ong, C.K., Albrecht, A., Mackensen, J., Bantilan, C., Anupama, K.V. and Palm, C.A., 2007. Climate change: linking adaptation and mitigation through agroforestry. Mitig Adapt Strat Glob Change. 12: 901-918.

von Braun, J. 2007.The world food situation: new driving forces and required actions. IFPRI’s Biannual Overview of the World Food Situation presented to the CGIAR Annual General Meeting, Beijing, December 4, 2007. http://www.ifpri.org/pubs/agm07/jvb/jvbagm2007.pdf

Page 42: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

42

ADAPTASI DAN MITIGASI PEMANASAN GLOBAL: Bisakah Agroforestri mengurangi resiko longsor dan emisi gas rumah kaca?

Kurniatun Hairiah, Widianto dan Didik Suprayogo

Universitas Brawijaya, Fakultas Pertanian, Jurusan Tanah. Malang 65145. Telp: 0341-564355, Email: [email protected] atau [email protected]

ABSTRAK

Pertanian merupakan salah satu aktivitas manusia yang paling rentan

terhadap perubahan iklim. Petani di daerah tropis paling beresiko tinggi karena SDL yang dimiliki rendah. Adanya perubahan iklim global diduga menyebabkan cuaca ekstrim akan lebih sering terjadi, sehingga bencana banjir dan longsor dapat terjadi sewaktu-waktu. Peringatan dini kepada masyarakat sangat diperlukan untuk mengurangi jumlah kerugian dan korban nyawa.

Pada daerah pegunungan berlereng terjal atau pada tebing-tebing sungai, resiko terjadinya longsor dangkal dapat dikurangi dengan meningkatkan keragaman jenis dan kerapatan pohon yang ditanam, seperti sistem agroforestri. Bagian pohon yang berperanan penting dalam mengarangi resiko terjadinya longsor adalah akar, terjadi melalui 2 mekanisme: (1) Mencengkeram tanah di lapisan permukaan (0-5 cm) oleh akar pohon yang menyebar horisontal; (2) Menopang tegaknya batang, akar berkembang ke bawah sebagai “jangkar” menopang kuat batang pohon. Kedua fungsi tersebut harus ada disetiap lahan melalui pengelolaan keragaman pohon yang ditanam. Agroforestri juga berperan penting dalam mitigasi emisi gas rumah kaca (GRK) ke atmosfer melalui perannya: (1) Menyerap CO2 di atmosfer lewat fotosinthesis dan menimbunnya sebagai karbohidrat dalam biomasa untuk waktu yang panjang, (2) Mempertahankan kesuburan tanah melalui daunnya yang gugur ke tanah maksimum sekitar 9 ton/ha/th, sehingga memperbaiki pertumbuhan pohon dan tanaman lain yang tumbuh di atasnya. Hal tersebut penting untuk menunjang kelangsungan fotosinthesis, berarti meningkatkan penyerapan CO2 di atmosfer. Isi dari makalah ini difokuskan pada 3 hal: (1) dampak pemanasan global terhadap layanan lingkungan, (2) upaya pengelolaan lahan yang adaptif terhadap pemanasan global khususnya dalam mengurangi bencana longsor, dan sekaligus dapat mengurangi GRK, (3) Macam-macam pengetahuan yang dibutuhkan di perguruan tinggi. Kata kunci: Pemanasan global, agroforestri, cadangan karbon, longsor,

erosi

Page 43: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

43

PENDAHULUAN

Suhu udara bumi sejak 1861 telah meningkat 0.6oC terutama

disebabkan oleh aktifitas manusia yang menambah emisi gas-gas rumah kaca

ke atmosfer (IPCC, 2001). IPCC memprediksi pada tahun 2100 akan terjadi

peningkatan suhu rata-rata global meningkat 1.4 – 5.8 oC. Dilaporkan pula

bahwa suhu bumi akan terus meningkat walaupun seandainya konsentrasi

GRK di atmosfer tidak akan bertambah lagi di tahun 2100, karena

konsentrasi gas rumah kaca (disingkat GRK terutama terdiri dari CO2, CH4

dan N2O) di atmosfer sudah cukup besar dan masa tinggalnya (life time)

cukup lama, bahkan bisa sampai seratus tahun. Dilaporkan oleh BMG bahwa

di Indonesia telah terjadi kenaikan suhu rata-rata tahunan antara 0.2 – 1.0oC,

yang terjadi antara tahun 1970 hingga 2000 sehingga mengakibatkan

terjadinya peningkatan rata-rata curah hujan bulanan sekitar 12-18% dari

jumlah hujan sebelumnya. Namun demikian informasi terjadinya

peningkatan frekuensi cuaca ekstrim per tahunnya jauh lebih penting dari

pada hanya informasi peningkatan jumlah curah hujan tahunan (Santoso and

Forner, 2006). Hal tersebut dikarenakan kondisi cuaca ekstrim menyebabkan

terjadinya bencana banjir dan longsor yang terjadi sewaktu-waktu, sehingga

peringatan dini kepada masyarakat sangat diperlukan untuk mengurangi

jumlah kerugian dan korban nyawa.

Guna menangani masalah pemanasan global yang memang telah

terjadi, maka arah penelitian pengelolaan sumberdaya lahan bergeser kepada

upaya ADAPTASI terhadap perubahan iklim global yang sinergi dengan

upaya MITIGASI GRK (Verchot et al., 2006). Kegiatan adaptasi adalah

kegiatan yang dilakukan untuk menekan dampak perubahan iklim baik

secara antisipatif maupun reaktif. Sedangkan kegiatan mitigasi dilakukan

sebagai salah satu upaya menurunkan efek gas rumah kaca sehingga dapat

memperlambat laju pemanasan global. Bahasan pada makalah ini akan lebih

Page 44: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

44

difokuskan kepada (1) dampak pemanasan global terhadap layanan

lingkungan, (2) upaya pengelolaan lahan yang adaptif terhadap pemanasan

global khususnya dalam mengurangi bencana longsor, dan sekaligus dapat

mengurangi konsentrasi GRK, (3) Macam-macam pengetahuan/penelitian

yang dibutuhkan di perguruan tinggi.

DAMPAK PEMANASAN GLOBAL TERHADAP LAYANAN LINGKUNGAN

Adanya perubahan iklim global akan berpengaruh terhadap beberapa

fungsi ekosistem dan akhirnya akan mempengaruhi layanan lingkungan

yangdibutuhkan oleh masyarakat berkenaan dengan: (a) kehidupan

(penyediaan pangan, penyediaan air bersih), (b) budaya (spiritual, inspirasi

dan pendidikan), (c) penunjang (pembentukan tanah, siklus hara), dan (d)

regulasi (regulasi iklim, regulasi air, regulasi hama dan penyakit dsb). Pada

umumnya masalah lingkungan yang kita hadapi di lapangan (Gambar 1)

yang berkaitan dengan adanya kejadian cuaca ekstrim dibedakan menjadi 3

tingkatan:

(a) Tingkat plot mencakup gangguan pada siklus hara karena tingginya

tingkat pencucian, besarnya limpasan permukaan dan erosi, adanya

kerusakan struktur tanah, dan serangan hama, penyakit dan gulma,

(b) Tingkat bentang lahan (DAS) mencakup gangguan hidrologi DAS

(jumlah dan kualitas air sungai), rendahnya biodiversitas flora dan

fauna, tidak berimbangnya jumlah emisi CO2 dengan serapan CO2 di

tingkat DAS

(c) Tingkat global mencakup tidak berimbangnya jumlah emisi CO2

dengan serapan CO2 di tingkat global, rendahnya biodiversitas flora

dan fauna.

Page 45: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

45

Mengingat masalah yang terjadi berbeda-beda antar tingkatan, maka

pemilihan solusinya harus dilakukan dengan seksama yang sesuai dengan

masalah yang dihadapi.

AGROFORESTRI SEBAGAI TEKNIK TAWARAN PENGELOLAAN LAHAN YANG ADAPTIF TERHADAP PEMANASAN GLOBAL

Agroforestri secara sederhana berarti penanaman berbagai jenis

pohon pada lahan pertanian yang berfungsi ganda sebagai sumber

pendapatan petani dan perlindungan tanah dan air di sekitarnya. Komponen

penyusun agroforestri terdiri dari berbagai macam pohon yang bervariasi

umurnya sehingga memberikan penghasilan yang terus menerus. Secara fisik

agroforestri mempunyai susunan kanopi tajuknya yang berjenjang

(kompleks) dengan karakteristik dan kedalaman perakaran yang beragam,

sehingga agroforestri merupakan teknik yang ditawarkan untuk ADAPTASI

terhadap pemanasan global melalui perannya dalam mengurangi longsor,

mengurangi limpasan permukaan dan erosi, mengurangi kehilangan hara

lewat pencucian dan mempertahankan biodiversitas flora dan fauna tanah.

Gambar 1. Skema identifikasi masalah lingkungan yang dihadapi di lapangan pada tingkat plot, DAS, dan global

Page 46: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

46

1. Longsor

a. Macam-macam longsor dan penyebabnya

Pada daerah-daerah lereng terjal, bahaya longsor (gerakan tanah)

sering terjadi. Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk

lereng termasuk diantaranya adalah batuan, bahan rombakan, tanah,yang

bergerak dari lereng atas ke bawah. Pada prinsipnya tanah longsor

terjadi bila gaya pendorong pada lereng atas lebih besar dari pada gaya

penahan. Gaya pendorong dipengaruhi oleh keterjalan lereng, intensitas

hujan yang tinggi, beban serta berat jenis tanah, adanya lapisan kedap

air, ketebalan solum tanah. Sedangkan gaya penahan umumnya

dipengaruhi oleh kekuatan batuan, ketahanan geser tanah dan kerapatan

serta kekuatan akar tanaman (Sidle dan Dhakal, 2003)

Selama musim penghujan terjadi peningkatan jumlah air

infiltrasi yang menyebabkan tanah menjadi jenuh, sehingga pori tanah

mudah hancur dan agregasi tanah sangat lemah maka kuat geser tanah

menurun. Selain itu kondisi jenuh air justru meningkatkan beban tanah

sehingga akan memicu terjadinya longsor dari tempat yang lebih tinggi

ke tempat yang lebih rendah (Abe dan Ziemer, 1991), menghantam

benda dan tumbuhan apa saja yang dilewatinya bahkan dapat mengubur

seluruh desa dan penduduk yang hidup di atasnya.

Berdasarkan kedalaman maksimum material yang longsor, maka

tanah longsor diklasifikasikan menjadi 4 macam yaitu longsor

permukaan, dangkal, dalam dan sangat dalam (Tabel 1). Di lapangan ada

6 jenis tanah longsor yaitu: longsor translasional, longsor rotasional,

pergerakan blok, runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran bahan

rombakan (Gambar 2). Sedang berdasarkan geometri bidang gelincirnya,

longsor dibedakan menjadi 2 jenis saja yaitu: (a) Longsor dengan bidang

longsor lengkung atau longsor rotasional dan (b) Longsor dengan bidang

Page 47: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

47

gelincir datar atau longsor translasional. Ke dua jenis longsor tersebut

paling banyak terjadi di Indonesia. Sedangkan longsor yang paling

banyak memakan korban jiwa manusia adalah aliran bahan rombakan.

Tabel 1. Klasifikasi kedalaman longsor (Broms, 1975 dikutip dari Hardiyatno, 2006) Tipe longsor Kedalaman, m 1. Permukaan (surface slides) <1.5 2. Dangkal (shallow slides) 1.5 – 5.0 3. Dalam (deep slides) 5.0 – 20 4. Sangat dalam (very deep slides) >20

Gambar 2. Macam-macam longsor yang terjadi di lapangan (A) Longsor translasi, (B) Longsor rotasi, (C) Pergerakan blok atau Longsor translasi blok batu, (D) Runtuhan batu yang umumnya terjadi di sepanjang pantai, (E) Rayapan tanah yang bergerak lambat, (F) Aliran bahan rombakan yang terjadi di bagian lembah (http://merapi.vsi.esdm.go.id).

Page 48: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

48

b. Resiko longsor menurun bila ketahanan geser tanah tinggi: Peran akar pohon dalam mempertahankan ketahanan geser tanah

Resiko longsor pada tempat-tempat berlereng terjal atau pada

tebing-tebing sungai dapat dikurangi dengan meningkatkan keragaman

jenis dan kerapatan pohon yang ditanam. Akar adalah bagian pohon

yang terpenting untuk mencegah terjadinya longsor (Abe dan Ziemer,

1991), melalui 2 mekanisme yaitu: (1) Mencengkeram tanah di lapisan

permukaan (kedalaman 0-5 cm) oleh akar pohon yang menyebar

horisontal; (2) Menopang tegaknya batang (sebagai jangkar) sehingga

pohon tidak mudah tumbang oleh dorongan massa tanah yang berguling

ke bawah (Gambar 3). Idealnya, ke dua fungsi tersebut harus ada dalam

setiap lahan.

Apakah akar pohon dalam sistem Agroforestri dapat mengurangi resiko longsor?

Potensi terjadinya longsor berhubungan dengan besarnya

stabilitas lereng yang ditunjukkan oleh tingginya ketahanan geser tanah

(soil shear strength) (Abe dan Ziemer, 1991). Besarnya ketahanan geser

Gambar 3. Akar pohon mencengkeram kuat tebing sungai penting untuk mempertahankan stabilitas tebing dan mengurangi longsor (Foto oleh Kurniatun Hairiah)

Page 49: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

49

tanah dipengaruhi oleh kondisi tanah (kelembaban, kandungan liat,

porositas) dan karakteristik perakaran tanaman yang tumbuh di atasnya

(Collison dan Pollen, 2005). Karakteristik akar pohon yang berpengaruh

terhadap kekuatan geser tanah adalah sebaran, kerapatan, diameter, berat

jenis, dan kekuatan akar (Hairiah et al., 2006). Perbedaan kandungan

serat akar yang ditunjukkan oleh konsentrasi lignin, selulosa dan

polifenol menentukan kekuatan akar. Semakin tinggi kandungan ketiga

substansi tersebut meningkatkan kekuatan akar pohon (Chen et al.,

1999). Hairiah et al. (2006) melaporkan beberapa hasil utama yang

diperoleh dari hasil survey longsor di sepanjang sub-DAS Way Ringkih

dan Way Petai, Sumberjaya (Lampung Barat) adalah sebagai berikut:

• Pada lahan-lahan agroforestri umumnya distribusi akar pohon hanya

pada kedalaman tanah antara 1-4 m saja. Dengan demikian peran

agroforestri dalam mengurangi resiko longsor hanya

memungkinkan pada tipe longsor permukaan dan longsor dangkal

saja. Namun untuk tujuan pengurangan terjadinya ‘longsor dalam’

(kedalaman 10-30 m), maka peran akar jangkar pohon tidak bisa

diharapkan lagi. Pada kondisi demikian, pengaturan drainase dan

penanaman pohon secara tumpangsari dengan tanaman yang tidak

terlalu berat (perdu atau rerumputan), tetapi berperakaran intensif

dan kuat di permukaan tanah akan lebih bermanfaat dalam

mengurangi longsor.

• Seleksi pepohonan untuk penguat tebing secara cepat dapat

dilakukan dengan pengukuran Indeks Cengkeram Akar (ICA = ∑dh2

/ dbh2) dan Indeks Jangkar Akar (IJA = ∑dv2 / dbh2) yang

merupakan perbandingan diameter akar horisonatal (dh) atau

diameter akar vertikal (dv) dengan diameter batangnya (dbh).

Semakin tinggi nilai IJA (>1.0) dan ICA (>3.0), maka pohon

Page 50: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

50

tersebut berpotensi lebih besar untuk mempertahankan stabilitas

tebing sungai (Tabel 2).

Tabel 2. Nilai Indeks jangkar Akar (IJA) dan Indeks Cengkeraman Akar (ICA) berbagai jenis pepohonan dan pelompokannya berdasarkan potensinya dalam meningkatkan stabilitas tebing (Hairiah et al. 2006).

INDEX IJA

rendah (<0.1) sedang (0.1 – 1.0) tinggi (>1.0)

ICA rendah Durian <1.5 Petai Bendo ICA sedang Mara Kayu manis 1.5 - 3.5 Kaliandra Kemiri Dadap Kayu Pasang Jambu air Jati Kayu Afrika Jati kertas Mahoni Jambu biji Rambutan Sukun Sirihan ICA tinggi Gliricidia Parempeng Kopi var. robinson >3.5 Suren Anggrung Kopi var. robusta

Semantung Nangka Kopi var. robusta (tanpa pemangkasan)

• Meningkatnya kerapatan akar tanaman di permukaan tanah (0-5 cm)

penting untuk menurunkan kandungan air tanah dan meningkatkan

daya cengkeram akar sehingga dapat meningkatkan ketahanan geser

tanah (Gambar 4) sehingga menurunkan resiko terjadinya longsor.

Page 51: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

51

• Meningkatnya kandungan lignin (>20 %) dalam akar dapat

meningkatkan kekuatan akar pohon sekitar 40 % (8 kg menjadi 12

kg) (Gambar 5), karena akar semakin berkayu dan lambat lapuk.

Namun demikian banyaknya penebangan pohon di tempat-tempat

curam akan mengurangi kekuatan akar dari waktu ke waktu karena

secara bertahap akar akan melapuk. Biasanya terjadi pada 2 – 3

tahun setelah penebangan.

y = 902.11x + 482.45

R2 = 0.4365

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5

Total panjang akar, cm cm-3

Ket

ahan

an g

eser

tan

ah, k

Pa

Kopi Gliricidia Kayu afrika Nangka

Bambu Sawah Semak Linear (all)

Gambar 4. Hubungan total panjang akar berbagai jenis pepohonan dengan ketahanan geser tanah pada kedalaman tanah 0-5 cm

y = 0.66x - 4.99

R2 = 0.70

0

2

4

6

8

10

12

14

16

0 5 10 15 20 25 30

Lignin, %

Kek

uat

an A

kar,

kg

Mahoni Gmelina Suren Kopi Bambu

Gambar 5. Hubungan konsentrasi lignin dengan kekuatan akar berdiameter 2 mm (Sumber data: Nurhada, 2006)

Page 52: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

52

• Beragamnya jenis dan umur pohon penaung yang ditanam pada

lahan agroforestri berbasis kopi dapat mengurangi resiko longsor.

Akar pohon kopi sebenarnya berpotensi besar sebagai penguat

tebing karena memiliki jangkar yang dalam, namun frekuensi

pangkasan cabang harus dikurangi untuk memberi kesempatan

batang untuk tumbuh lebih besar.

• Peningkatan keragaman jenis pohon penaung yang berperakaran

dalam dan kuat dalam sistem agroforestri (seperti durian, petai dan

sukun pohon) dapat mengurangi resiko longsor.

• Distribusi akar pohon mahoni tidak terlalu dalam tetapi cukup kuat,

sehingga cocok untuk mencengkeram tanah agar tidak hanyut oleh

limpasan permukaan.

• Pohon bambu yang umumnya ditanam di sepanjang tebing sungai

cukup kuat dan rapat untuk mencengkeram tanah dari kikisan air

sungai (terutama jenis bambu petung), namun perakarannya hanya

berkembang pada kedalaman sekitar 1 m saja.

• Guna meningkatkan kerapatan jaringan akar di berbagai lapisan

tanah, dan mengurangi beban berat yang dapat memicu terjadinya

longsor pada daerah berlereng maka peningkatan keragaman jenis

dan umur pohon perlu dipertahankan.

2. Limpasan permukaan dan erosi

Layanan lingkungan agroforestri yang lain adalah

mempertahankan kualitas air sungai melalui pengurangan limpasan

permukaan dan erosi. Widianto et al. (2007) melaporkan hasil

pengukuran limpasan permukaan dan erosi (Gambar 6) yang dilakukan

di daerah bergunung Sumberjaya (Lampung Barat) pada lahan hutan

alami, dibandingkan dengan pada sistem kopi monoklutur pada berbagai

Page 53: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

53

waktu setelah penebangan vegetasi hutan. Hasilnya adalah sebagai

berikut:

• Pada kondisi di Sumberjaya, tingkat limpasan permukaan dan erosi

pada sistem agroforestri sederhana maupun multistrata (kopi umur

>10 tahun) masih 3 kali lebih tinggi dari pada yang dijumpai di

hutan, dengan curah hujan rata-rata 1589 mm. Namun dengan sistem

kopi monokultur dengan umur kopi yang sama, tingkat limpasan

permukaan dan erosinya sekitar 4-5 kali lebih tinggi dari pada yang

dijumpai di hutan.

Gambar 6. Limpasan permukaan dan erosi pada hutan alami

dibandingkan dengan kondisi pada sistem kopi monokultur berbagai umur, dan agroforestri berbasis kopi. MUL= kopi multistrata dengan penaung aneka pohon buah-buahan, legume dan kayu-kayuan, KN-G= kopi naungan Gliricidia, KN-S= kopi naungan sengon. Ketiga macam agroforestri kopi berumur 10 tahun (Sumber data, Widianto et al., 2007).

• Saat kritis terjadinya erosi maksimum adalah pada waktu 3-4 tahun

setelah konversi hutan, dimana permukaan tanah masih terbuka tetapi

0

100

200

300

400

500

600

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15MUL

KN-GKN-S

Umur Kopi monokultur, tahun

Lim

pas

an P

erm

uka

an (

mm

/tah

un

)

0.0

2.5

5.0

7.5

10.0

12.5

15.0

17.5

20.0

Keh

ilan

gan

Tan

ah (

mm

/tah

un

)

Limpasan Permukaan

Kehilangan Tanah

Page 54: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

54

kondisi fisik tanah telah rusak (padat). Untuk itu penutupan

permukaan tanah harus dimulai pada saat pohon masih muda. Pada

saat 3 tahun setelah penebangan vegetasi hutan, erosi yang terjadi

sekitar 10 kali lipat dibanding dengan erosi yang diukur di hutan (8.5

mm/tahun dibanding 0.92 mm/tahun di hutan).

• Tingginya limpasan permukaan dan erosi pada tahun ke 3 dan ke 4

setelah konversi hutan dikarenakan tanah menjadi lebih padat akibat

berkurangnya jumlah pori makro tanah. Kunci untuk mengurangi

kepadatan tanah adalah dengan mempertahankan ketebalan seresah di

permukaan tanah hingga 2 ton/ha (Hairiah et al., 2006). Kondisi

tersebut sangat penting untuk menjaga kekasaran permukaan,

menjaga kelembaban tanah dan menyediakan pakan bagi cacing

penggali tanah. Selama aktivitasnya cacing tanah meninggalkan

liang, dapat menambah jumlah pori makro di lapisan bawah yang

terutama terbentuk oleh adanya aktivitas akar pepohonan (Dewi,

2007). Peningkatan ukuran tubuh cacing tanah diikuti oleh

peningkatan jumlah pori makro dan infiltrasi tanah.

3. Mempertahankan biodiversitas tanah

Mempertahankan diversitas pohon yang ditanam dalam sistem

agroforestri penting untuk mempertahankan diversitas biota fungsional.

Dewi et al. (2007) melaporkan hasil survey diversitas dan kerapatan

populasi cacing tanah di agroforestri berbasis kopi lebih banyak dari

pada yang dijumpai di hutan, tetapi ukuran biomasanya lebih kecil dari

pada yang dijumpai di hutan. Biodiversitas cacing di lahan agroforestri

kopi meningkat karena adanya beberapa spesies eksotis seperti

Pontoscolex corethrurus yang mungkin masuk terbawa selama kegiatan,

misalnya melalui bibit, pemupukan organik dan sebagainya. Namun

beberapa spesies native hutan Sumberjaya seperti Metaphire javanica

Page 55: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

55

yang berukuran besar hilang. Kecilnya ukuran tubuh cacing tanah pada

agroforestri kopi diduga menyebabkan rendahnya tingkat porositas

tanah.

4. Kontribusi Agroforestri dalam Mitigasi Gas Rumah Kaca

Agroforestri merupakan salah satu sistem penggunaan lahan

terdiri dari campuran pepohonan, semak dengan atau tanpa tanaman

semusim dan ternak dalam satu bidang lahan yang sama. Agroforestri

memberikan tawaran yang cukup menjanjikan untuk mitigasi akumulasi

GRK di atmosfer (IPCC, 2000). Gas CO2 sebagai salah satu penyusun

GRK terbesar di udara diserap pohon dan tumbuhan bawah untuk

fotosintesis, dan ditimbunnya sebagai C-organik dalam tubuh tanaman

(biomasa) dan tanah untuk waktu yang lama, mencapai 30-50 tahun.

Selama tidak ada pembakaran di lahan, emisi CO2 ke atmosfer dapat

ditekan. Jumlah C yang tersimpan di lahan secara teknis disebut

“cadangan C” atau “penyimpanan C”.

Jumlah C yang tersimpan dalam tubuh tanaman hidup (biomasa)

pada suatu lahan adalah menggambarkan banyaknya CO2 di atmosfer

yang diserap oleh tanaman (C-sequestration). Sedangkan jumlah C yang

masih tersimpan dalam bagian tumbuhan yang telah mati (nekromasa)

secara tidak langsung menggambarkan C yang disimpan dalam sistem

untuk beberapa waktu lamanya, artinya CO2 tidak dilepaskan ke udara

lewat pembakaran. Beberapa hasil pengukuran C tersimpan pada

berbagai sistem penggunaan lahan (SPL) oleh tim peneliti Alternatives

to Slash and Burn (ASB phase 1 dan 2) di Jambi (Tomich et al., 1998),

adalah sebagai berikut:

Page 56: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

56

• Hutan alami menyimpan C tertinggi sekitar 497 ton ha-1

dibandingkan sistem penggunaan lahan (SPL) lainnya. Lahan

ubikayu monokultur menyimpan C terendah (sekitar 49 ton ha-1).

• Gangguan hutan alami menyebabkan hutan kehilangan C sekitar

250 ton ha-1, dimana kehilangan C terbesar terjadi karena hilangnya

pohon, sedang kehilangan C yang tersimpan dalam tanah relatif

kecil (Gambar 7).

• Bila hutan sekunder terus dikonversi ke sistem ubikayu monokultur,

maka kehilangan C di atas permukaan tanah bertambah menjadi

300-350 ton C ha-1.

• Tingkat kehilangan C dapat diperkecil bila hutan dikonversi

menjadi sistem agroforestri berbasis karet. Karbon tersimpan di

bagian atas tanah sekitar 290 ton C ha-1, dan bila dikonversi

menjadi HTI sengon maka C yang tersimpan sekitar 370 ton C ha-1.

• Penyimpanan C rata-rata per siklus tanam bervariasi tergantung

umur tanaman (Tabel 3). Semakin banyak dan semakin lama C

tersimpan dalam biomasa pohon semakin baik.

Gambar 7. Penyimpanan C pada berbagai system penggunaan lahan di Jambi (Tomich et al., 1998) 0

100

200

300

400

500

600

Hutan

alam

i

Hutan

terg

angg

u

AF ka

ret

Perk.

Karet

HTI se

ngon

Ubikay

u

Padan

g lal

ang

Bero

kriny

u

Kar

bo

n te

rsim

pan

, to

n/h

a

Biomasa pohon

Veg. Bawah

Kayu mati

Seresah

T:0-5

T:5-10

T:10-20

T:20-30

Page 57: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

57

Tabel 3. Cadangan C per siklus tanam dari berbagai sistem penggunaan lahan (Tomich et. al., 1998).

Sistem Penggunaan Lahan Umur

maximum, tahun

Jumlah C tersimpan per siklus tanam,

ton ha-1 Hutan Alami 120 254 Hutan sekunder 60 176 Agroforestri karet 40 116 Perkebunan karet (monokultur) 25 97 Perkebunan kelapa sawit 20 91 Rotasi padi-bero rerumputan 7 74 Rotasi ubikayu-alang-alang 3 36

• Lahan hutan yang telah terganggu, lahan agroforestri multistrata

(bermacam jenis pohon) dan agroforestri sederhana (tumpangsari

pohon dan tanaman pangan) menimbun C dalam biomasa rata-rata

sekitar 2.5 ton ha-1 th-1. Sedang penimbunan C dalam lahan

pertanian semusim ubikayu- rumput-rumputan dapat diabaikan,

karena kebanyakan C hilang oleh adanya pembakaran.

• Besarnya penyimpanan C dalam suatu lahan dipengaruhi oleh

tingkat kesuburan tanahnya. Penyisipan pohon leguminose dalam

sistem agroforestri, akan memperbaiki kesuburan tanah sehingga

pertumbuhan pohon di atasnya menjadi lebih baik dan

meningkatkan jumlah C tersimpan dalam biomasa.

Jadi, kontribusi agroforestri terhadap upaya mitigasi GRK di

udara cukup besar melalui banyaknya C tersimpan dalam sistem

tersebut. Besarnya C yang tersimpan pada sistem agroforestri tidak bisa

menyerupai hutan alami, tetapi masih jauh lebih baik dari pada sistem

pertanian monokultur. Hal yang terpenting adalah agroforestri dapat

memperkecil ancaman terjadinya alih- guna lahan di masa yang akan

datang, karena dengan pengelolaan yang benar dan pemilihan jenis

pohon serta didukung dengan kebijakan pasar yang tepat, agroforestri

Page 58: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

58

dapat melindungi pendapatan petani. Sistem agroforestri tersebut selaras

dengan tujuan aforestasi/reforestasi (A/R) pada mekanisma

pembangunan bersih (CDM) atau konsep mitigasi GRK lainnya yang

masih akan dirundingkan di pertemuan internasional yang akan datang

seperti ADSB (Avoided Deforestation with Sustainable Benefits) dan

REDD (Reduced Emissions from Deforestation and Degradation).

APA YANG BISA KITA LAKUKAN?

Perubahan iklim global akan berdampak merugikan terhadap

beberapa sektor pertanian, baik ditinjau dari sektor ekonomi, sosial dan

lingkungan (ekologi) dan kesehatan, sehingga kompleksitas masalah di

lapangan semakin meningkat. Agroforestri berpeluang besar untuk mitigasi

GRK dan membantu masyarakat dalam beradaptasi pada kondisi baru yang

timbul sebagai dampak dari adanya pemanasan global. Dalam kaitannya

dengan upaya pengembangan strategi adaptasi dalam sektor pertanian,

peneliti dan pengambil kebijakan harus mempertimbangkan adanya interaksi

dari berbagai hambatan yang cukup kompleks. Penanganannya di lapangan

membutuhkan pengetahuan dasar yang cukup luas, maka perguruan tinggi

melalui jaringan kerja INAFE harus bekerjasama penelitian dengan multi

pihak (LSM, pemerintah, lembaga penelitian nasional dan internasional)

baik di tingkat desa, nasional dan global (Gambar 8). Produk kegiatan

berupa perbaikan pengetahuan yang relevan dengan isu yang dibutuhkan

oleh masayarakat dan pemerintahan sehingga diharapkan dapat memperbaiki

kebijakan yang telah ada. Dengan demikian INAFE dapat menjadi agen

penghubung dalam negosiasi antara masyarakat lokal dengan pemerintah

(Knowledge system for linking research with action). Untuk itu beberapa

langkah kegiatan yang diperlukan antara lain adalah:

Page 59: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

59

a. Melakukan penelitian yang relevan dengan isu terkini agar

bermanfaat (Salience) dan menggunakan metoda standard yang

akurat (Credibility)

b. Melakukan kerjasama penelitian dengan lembaga penelitian lain

yang terpercaya dalam pengelolaan sumber daya alam (Legitimacy)

c. Perbaikan sistem pembelajaran dengan melatih mahasiswa untuk

mampu mendiagnosis masalah yang terjadi di lapangan, mencari

solusinya dengan segala untung dan ruginya.

Pada pelaksanaan kegiatan tersebut di atas, Van Noordwijk (2008)

mengajukan 3 pertanyaan umum yang dapat dipakai untuk mengarahkan

kegiatan pendidikan dan penelitian di Indonesia adalah “where/when/what”,

‘how” dan “so what”. Dengan demikian lulusan perguruan tinggi diharapkan

dapat menjadi agen penghubung atau “boundary agent” yang mampu

menghubungkan 5 macam pengetahuan (Gambar 8) yang berkenaan dengan

(1) Pengetahuan berdasar emosional, (2) Pengetahuan ilmiah, (3) Diagnosis

kendala dan masalah yang ada, (4) Analisis multi pihak, dan (5) Pengetahuan

yang berhubungan dengan kebijakan pemerintah.

Gambar 8. Lima macam pengetahuan yang dibutuhkan, dimana perguruan tinggi dapat berperan pada tipe pemahaman dan pengembangan pengetahuan ilmiah (Van Noordwijk dan Swift, 1999)

Page 60: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

60

Guna menunjang keberhasilan pendidikan dan penelitian di bidang

agroforestri tersebut diatas, dukungan masyarakat, pemerintah, LSM dan

pihak internasional sangat dibutuhkan.

DAFTAR PUSTAKA

Abe, K. and R. R. Ziemer. 1991. Effect of Tree Roots on Shallow-Seated Land Slides. USDA forest Service Gen. Tech. Rep. PSW-GT 130: 11-20.

Chen H, Harmon M E dan Griffiths R P, 1999. Decomposition and Nitrogen Release from Decomposing Woody Roots in Coniferous Forests of The Pasific Northwest: A Chronosequence Approach. Can. J. For. Res. 31: 246-260.

Collison A dan Pollen N, 2005. The Effects of Riparian Buffer Strips on Streambank Stability: Root Reinforcement, Soil Strength and Growth Rates. In: Zobel R W dan Wright S F (eds.) Roots and soil management: Interaction between rootas and the soil. Am. Soc. Agr. 48:15-56.

Dewi, S. W. 2007. Dampak Alih Guna Lahan Hutan menjadi Lahan Pertanian: Perubahan Diversitas Cacing Tanah dan Fungsinya dalam Mempertahankan Pori Makro Tanah. Disertasi S3. Universitas Brawijaya.

Hairiah, K., H. Sulistyani, D.Suprayogo, Widianto, P. Purnomosidhi, R.H.Widodo, and M. Van Noordwijk. 2006. Litter Layer Residence Time in Forest and Coffee Agroforestry Systems in Sumberjaya, West Lampung. Forest Ecology and Management 224: 45-57.

Hairiah, K., Widianto, D.Suprayogo dan S. Kurniawan. 2007. Peran Akar Pohon dalam Mengurangi Gerakan Tanah. Prosiding Seminar sehari: “Penanganan Bencana Sumber Daya Pertanian”, 1 Februari 2007. Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang.

Hardiyatno, H.C. 2006. Penanganan Tanah Longsor dan Erosi. Gajah Mada Univ. Press. Yogyakarta. p 450.

IPCC. 2001. Climate change 2001: Impacts, Adaptation and Vulnerability. Report of the working group II. Cambridge University Press. UK. p 967.

IPCC. 2000. Land Use, Land-Use Change and Forestry. A Special Report of the IPCC. Cambridge University Press, Cambridge. UK. 377pp.

Nurhada, M. 2006. Studi Kepadatan dan Kualitas Bahan Organik Perakaran Pohon Hubungannya dengan Kekuatan Geser Tanah (Shear Strength) di Tebing Sungai Bango Malang. Skripsi mahasiswa S1 Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Unibraw, Malang.

Santoso, H. dan C. Forner. 2007. Climate change projections for Indonesia. TroFCCA, CIFOR. Bogor.

Page 61: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

61

Sidle, R.C. and A.S. Dhakal. 2003. “Recent Advances in The Spatial and Temporal Modeling of Shallow Land Slides”. In: “Proceedings of the 2003 MODSIM Conference”. Townsville, Australia. Ed. Post, D. pp 602-607.

Tomich, T.P., M. Van Noordwijk, S Budidarsono, A. Gillison, T. Kusumanto, D. Mudiyarso, F. Stolle and A.M. Fagi. 1998. Alternatives to Slash-and-Burn in Indonesia. Summary Report & Synthesis of Phase II. ASB-Indonesia and ICRAF-S.E. Asia

Van Noordwijk M and Swift M J. 1999. Belowground Biodiversity and Sustainability of Complex Agroecosystems. In: A Gafur, FX Susilo, M Utomo and M van Noordwijk (eds.). “Proceedings of a Workshop on Management of Agrobiodiversity in Indonesia for Sustainable Land Use and Global Environmental Benefits”. UNILA/PUSLIBANGTAN, Bogor. 19-20 August 1999. ISBN 979-8287-25-8. p 8- 28.

Verchot, L. V., M. van Noordwijk, S. Kandji, T.P. Tomich, C. Ong, A. Albrecht, J. Mackensen, C. Bantilan, K. V. Anupama, C. Palm. 2007. Climate Change: Linking Adaptation and Mitigation Through Agroforestry. Mitig Adapt Strat Glob Change. DOI 10.1007/s1 1027-007-9105-6. Springer Sci.

Widianto, D. Suprayogo, I.D. Lestari. 2007. Alih Guna Lahan Hutan Menjadi Lahan Pertanian : Apakah Fungsi Hidrologis Hutan dapat Digantikan Sistem Kopi Monokultur?. Prosiding Seminar sehari: “Penanganan Bencana Sumber Daya Pertanian”, 1 Februari 2007. Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang.

WEB SITE

Pengenalan gerakan tanah (http://merapi.vsi.esdm.go.id) dikutip pada tanggal 25 Januari 2008.

Page 62: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

62

PENERAPAN AGROFORESTRI DARI SUDUT PANDANG PERTIMBANGAN EKONOMI DAN SOSIAL *

Ma’mun Sarma

Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian (1982-2004) dan Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (2005- sekarang)

Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ketua Jaringan Pendidikan Agroforestri Indonesia (2003-2006)

ABSTRACT

This paper generally discusses the implementation of agroforestry

from the view of economics and social considerations. Specifically, this paper discusses the definition, the objective and types of agroforestry, the reasons of including the economics and social considerations in the implementation of agroforestry, and short illustration the economics and social in the implementation of agroforestry. The definition of agroforestry can be seen based the variety of disciplines. The analysis of economics and social in agroforestry is still limited due to some reasons. Although the analysis of economics and social in agroforestry is slightly different from the disciplines of agricultural economics and natural resources, the different is mainly on the theoretical implementation. Thus, the analysis of economics and social in agroforestry does not new discipline, but it requires the innovative implementation of economics theory. The implementation of agroforestry from the view of economics and social considerations is still limited. Therefore, it still open for the pioneer to develop methodology, especially the methodology relates to the problems of economics and social of agroforestry. Keywords: Agroforestry, analysis of economics, analysis of social and

ecological interactions.

* Makalah ini sudah disampaikan dalam versi powerpoint pada THE WORKSHOP OF STRENGTHENING INDONESIAN NETWORK FOR AGROFORESTRY EDUCATION IN THE EASTERN PART OF INDONESIA University of Mataram, Mataram, West Nusa Tenggara, September 7-10, 2004

Page 63: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

63

ABSTRAK

Makalah ini pada garis besarnya membahas pertimbangan ekonomi dan sosial dalam penerapan agroforestri. Secara spesifik, makalah ini menguraikan pengertian, tujuan dan klasifikasi agroforestri, alasan pentingnya pertimbangan ekonomi dan sosial dalam penerapan agroforestri dan memberikan ulasan singkat analisis ekonomi dan sosial dalam agroforestri. Pengertian agroforestri dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Analsisi ekonomi dan sosial masih banyak belum dijadikan pertimbangan, karena berbagai alasan. Meskipun analisis ekonomi dan sosial agroforestri berbeda dari disiplin ekonomi pertanian dan sumberdaya, namun perbedaannya pada masalah penerapan teoritis. Dengan demikian analisis ekonomi dan sosial agroforestri tidak memerlukan ilmu baru, tetapi lebih kepada penerapan inovatif pada ilmu ekonomi. Penerapan agroforestri dari sudut pandang ekonomi dan sosial masih belum banyak dilakukan dan masih terbuka peluang besar untuk menjadi pioner dalam pembangunan metodologi, terutama untuk metodologi yang berhubungan dengan masalah ekonomi dan sosial. Kata kunci: Agroforestri, analisis ekonomi, analisis sosial, dan interaksi

ekologi.

PENDAHULUAN

Praktek agroforestri (yang sebelumnya dalam Bahasa Indonesia

disebut Wanatani), banyak dijumpai di Indonesia. Akan tetapi, sebagai

cabang ilmu agroforestri masih relatif baru, dimulai pada tahun 1970-an

yang dirintis oleh Tim Kanada. Pada tahun 1978 didirikan International

Council for Research in Agroforestry (ICRAF) yang berpusat di Nairobi,

Kenya. Namun kemudian pada tahun 1991 nama tersebut dirubah menjadi

International Centre for Research in Agroforestry dengan akronim masih

ICRAF. Kemudian pada tahun 2002, nama tersebut berubah kembali

menjadi World Agroforestry Centre: Transforming Lives and Landscapes.

Praktek agroforestri banyak diterapkan di Indonesia dan daerah

lainnya di Asia Tenggara dan Afrika, karena praktek agroforestri

memberikan manfaat-manfaat utama sebagi berikut:

Page 64: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

64

• Hutan belum cukup dimanfaatkan sepenuhnya: Di beberapa daerah

yang relative hutannya masih luas namun belum dimanfaatkan

sepenuhnya, atau masih adanya hutan yang belum ditanam kembali

(misalnya akibat penebangan), maka banyak tanah hutan tersebut

ditanami dengan teknik agroforestri.

• Hutan hanya untuk produksi kayu: Pada hutan produksi, yang tentu

saja tujuan utamanya adalah untuk pemanenan kayu, banyak

dimanfaatkan dengan tanaman non-kayu, seperti tanaman musiman

(pangan) ataupun tanaman perkebunan. Tanaman non-kayu ini ada

yang ditanam sambil menunggu tanaman kayunya besar, bahkan ada

yang menanam tanaman non-kayu secara bersasa-sama hingga

akhirnya tanaman kayu besar dan dipanen.

• Produksi kayu bersamaan dengan komoditi petanian, dan atau hewan

serta rehabilitasi lahan-lahan kritis: Pada tipe pengusahaan hutan

seperti ini, di mana bukan hanya produksi kayu saja, namun juga

produksi non-kayu, maka praktek agroforesri mutlak diterapkan pada

tipe pengusahaan seperti ini.

Saat ini banyak praktek agroforestri dikembangkan baik oleh

perorangan, organisasi swasata maupun pemerintah. Mengingat

kompleksitas agroforestri, bahan referensi mengenai aspek agronomis dan

silvikultur telah relatif banyak dilakukan. Namun, referensi yang berkaitan

dengan aspek ekonomi dan sosial masih relatif sedikit. Aspek ekonomi dan

sosial ini memberikan penting dalam kesuksesan penerapan agroforestri. Hal

ini disebabkan, meskipun secara teknis agronomis dan silvikultur

memberikan hasil menjanjikan, apabila secara ekonomis tidak

menguntungkan, maka praktek agroforestri mungkin tidak dilaksanakan.

Selanjutnya, meskipun perimbangan ekonomi sudah dilibatkan, kalau aspek

Page 65: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

65

sosial dilupakan, maka keberhasilan penerapan agroforestri mungkin tidak

akan tercapai atau keberlanjutan penerapan agrofoerstri juga mungkin tidak

terwujud.

Tujuan penulisan makalah ini pada garis besarnya adalah untuk

memberikan pertimbangan ekonomi dan sosial dalam penerapan

agroforestri. Adapun tujuan khusus penulisan makalah ini adalah untuk

membahas:

• Pengertian, tujuan dan klasifikasi agroforestri.

• Alasan pentingnya pertimbangan ekonomi dan sosial dalam

penerapan agroforestri

• Memberikan ulasan singkat analisis ekonomi dan sosial dalam

agroforestri

PENGERTIAN, TUJUAN DAN KLASIFIKASI AGROFORESTRI

Pengertian agroforestri dapat didekati dari berbagai bidang ilmu,

seperti ekologi, agronomi, kehutanan, botani, geogragrafi, lanskap, maupun

ekonomi dan sosial. Agroforestri dapat dipandang sebagai suatu cara dalam

penggunaan secara optimal. Hal ini kemudian dapat dijadikan dasar

pengertian bahwa agroforestri adalah optimasi penggunaan lahan dengan

menanam tanaman campuran yaitu tanaman kayu (kehutanan) dan tanaman

non-kayu (pertanian), serta hewan pada suatu bidang lahan. Dengan

demikian, pada dasarnya agroforestri diterapkan karena adanya suatu

keadaan yang mengakibatkan penggunaan lahan secara optimal.

Adapun tujuan penerapan agroforestri antara lain adalah sebagai

berikut:

• Penghutanan kembali.

• Penyediaan sumber makanan dan pakan ternak.

• Penyediaan kayu bangunan dan kayu bakar.

Page 66: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

66

• Pencegahan migrasi penduduk ke kota.

• Berkontribusi dalam fiksasi CO2.

Agroforestri dapat diterapkan pada berbagai tipe ekologi. Sebagai

contoh, didaerah hutan, di lahan kritis, di daerah hutan di tepi pantai dan

daerah lainnya. Selain itu, agroforestri juga dapat diterapkan dengan

pertimbangan lainnya, seperti struktur, fungsi dan sosial-ekonomi. Hal ini

mengakibatkan klasifikasi agroforestri dapat diklasifikasikan sebagai

berikut:

• Dasar struktural: agrisilvikultur (campuran antara tanaman

kehutanan dengan tanaman pertanian), silvopastur (campuran antara

tanaman kehutanan dan peternakan), silvofishery (campuran antara

tanaman kehutanan dan perikanan), dan kombinasi dari ketiganya,

seperti agrisilvopastur dan agrisilvofishery.

• Dasar fungsional: fungsi utama atau peranan dari sistem

(menunjukkan tanaman mana yang menjadikan fungsi utama dalam

agroforestri tersebut).

• Dasar sosial-ekonomi: tingkat masukan atau intensitas dan skala

pengelolaan (menunjukkkan perhitungan untuk masukan dan

keluaran dari sistem agroforesri serta intensitas penggunaan lahan

serta skala pengushaannya).

• Dasar ekologi: kondisi lingkungan dan kecocokan ekologi (dalam

kenyataannya, bila dua jenis tanaman atau lebih ditanam pada

sebidang lahan dalam waktu yang bersamaan, akan menimbulkan

interaksi dari kedua tanaman tersebut, di mana interaksinya dapat

netral, positif dan bahkan ada yang negatif).

Berdasarkan uraian di atas, agroforestri dapat juga dipandang

sebagai nama bagi sistem-sistem dan teknologi penggunaan lahan di mana

tegakan pohon berumur panjang (termasuk semak, palem, bambu, kayu, dan

Page 67: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

67

lain lain) dan tanaman pangan dan atau pakan ternak berumur pendek yang

diusahakan pada petak lahan yang sama dalam suatu pengaturan ruang dan

waktu. Hal terpenting dalam sistem-sistem agroforestri adalah terjadinya

interaksi ekologi dan ekonomi antar unsur-unsurnya.

Contoh Sistem agroforestri sederhana (Arifin, 2004) adalah sebagai

berikut:

• Perpaduan konvensional yang terdiri atas sejumlah kecil unsur

(skema agroforestry klasik).

• Unsur pohon dengan peran ekonomi penting (kelapa, karet, cengkeh,

jati)

• Unsur pohon dengan peran ekologi (dadap dan petai cina)

• Unsur tanaman semusim (padi, jagung, sayur-mayur, empon-empon,

rerumputan)

• Tanaman lain dengan nilai ekonomi (pisang, kopi, coklat, dll).

ALASAN PENTINGNYA PERTIMBANGAN EKONOMI DAN SOSIAL DALAM PENERAPAN AGROFORESTRI

Sebagaimana telah disebutkan dalam bab sebelumnya, mengingat

agroforestri adalah pemanfaatan lahan secara optimal dengan menanam

berbagai macam tanaman (kayu dan non-kayu), maka akan dijumpai

interaksi ekologi. Interaksi ekologi tentu saja akan mengakibatkan keputusan

dalam pemilihan jenis tanaman.

Pada dasarnya ada tiga kemungkinan interaksi ekologi antara

tanaman, yaitu netral, positif, dan negatif. Istilah lainnya untuk interaksi

ekologi adalah adalah non-kompetitif (netral), komplementer (positif) dan

negatif (kompetitif).

Pada interaksi ekologi netral, artinya antar tanaman tidak

memberikan pengaruh terhadap hasil panen (secara kuantitas penanaman

Page 68: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

68

campuran tidak memberikan pengaruh terhadap hasil panen bagi tanaman

kayu dan non-kayu). Contoh interaksi ekologi netral adalah jati tua dengan

garut atau ganyong. Pada interaksi ekologi positif, artinya praktek

agoroforestri memberikan peningkatan hasil terhadap hasil panen (secara

kuantitas penanaman campuran memberikan peningkatan hasil panen bagi

tanaman kayu dan non-kayu). Contoh interaksi ekologi positif adalah sengon

dengan nenas. Terakhir adalah Interaski ekologi negatif di mana praktek

agroforestri memberikan pengurangan hasil panen dari salah satu tanaman

atau keduanya (secara kuantitas penanaman campuran memberikan

pengurangan hasil panen bagi tanaman kayu atau non-kayu bahkan dapat

juga memberikan pengurangan hasil panen bagi tanaman kayu dan non-

kayu). Contoh interaksi ekologi negatif adalah jati dengan singkong.

Setelah diketahui interaksi ekologi antar tanaman tersebut, maka jika

berdasarkan pertimbangan ekonomi, interaksi ekologi yang dapat

dipertimbagkan untuk diterapkan adalah interaksi yang “Netral” dan

“Positif” (“Non-Kompetitif” dan “Komplementer”). Sedangkan

pertimbangan selanjutnya adalah pertimbangan sosial. Pertimbangan sosial

ini perlu diperhatikan untuk kesinambungan praktek agroforestri itu sendiri.

Pertimbangan sosial utamanya adalah apakah praktek agroforestri dapat

diterapkan dan diterima oleh masyarakat. Dalam hal ini dapat dikemukakan

bahwa pertimbangan sosial adalah tingkat adoptability. Pertimbangan sosial

lainnya adalah keputusan yang dipilih oleh suatu rumah tangga, yang

mungkin tidak semata-mata karena pertimbangan ekonomi, namun juga

kepentingan rumah tangga.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa, setelah

pertimbangan ekologis, maka selanjutnya dilakukan pula pertimbangan

ekonomi dan sosial. Hal ini tentunya untuk menghindari, secara ekologis

Page 69: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

69

menunjukkan “Netral” atau “Positif” atau feasible, namun secara ekonomi

dan sosial masih impossible.

Analisa ekonomi dan sosial dari suatu sistem agroforestri masih

belum banyak dilakukan karena hal-hal sebagai berikut:

• Sering mengalami kesulitan karena didapatkan dua atau lebih

produksi tanaman yang berbeda pada satu satuan lahan.

• Kesulitan juga dialami karena adanya perbedaan dalam waktu

panen.

• Interpretasi hasil dicoba dengan menggabungkan produksi dalam

bentuk uang, kalori atau NKL (Nilai Kesetaraan Lahan).

• Sistem tumpangsari terdiri dari dua variabel atau lebih, yaitu

produksi tanaman pertama dan produksi tanaman berikutnya yang

saling berhubungan, maka dianjurkan evaluasi dan interpretasi

hasilnya untuk menggunakan lebih dari satu macam Analisa.

ANALISIS EKONOMI DAN SOSIAL DALAM AGROFORESTRI

Berkaitan dengan pertimbangan ekonomi dan sosial, ada beberapa

hal yang perlu dipertimbangkan ketika akan menerapkan agroforestri (Scherr

1995):

• Biaya dan manfaat yang akan diterima.

• Bagaimana agroforestri dapat memenuhi kepentingan rumah tangga

dan mengutungkan dibandingkan dengan alternatif yang telah ada.

• Jenis insentif, sebagai contoh mengurangi biaya atau meningkatnya

manfaat.

Pada pertimbangan pertama, biaya dan manfaat adalah merupakan

pertimbangan ekonomi. Pada pertimbangan ini tentu saja apabila manfaat

lebih besar daripada biaya, maka penerapan agroforestri adalah

menguntungkan. Dalam hal ini tentu saja jika agroforestri melibatkan luasan

Page 70: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

70

yang relatif besar, maka pemasaran komoditas hasil agroforestri perlu

diperhatikan. Mengingat seringkali pertimbangan pasar diabaikan, karena

hanya melihat pada pengecekan secara kasar masih adanya pasar untuk

komoditas tertentu, namun kalau jumlah yang dipasarkan relatif besar, maka

akan terjadi kelebihan penawaran dan mengakibatkan harga akan turun.

Pada pertimbangan kedua, di mana agroforestri seyogyanya dapat

memenuhi kepentingan rumah tangga dan mengutungkan dibandingkan

dengan alternatif yang telah ada. Dalam hal ini, mengandung pengertian,

bahwa penerapan agroforestri selain menguntungkan juga juga dapat

memenuhi kepentingan rumah tangga (sebagai unit pengambil keputusan).

Pertimbangan yang diterapkan di sini bukan hanya pertimbangan ekonomi,

namun juga pertimbangan sosial, yaitu kepentingan rumah tangga. Implikasi

dari penerapan pertimbangan ini, mungkin rumah tangga tidak akan memilih

praktek agroforestri yang paling menguntungkan (secara ekonomi), apabila

tidak dapat memenuhi kepentingan keluarga.

Pertimbangan terakhir adalah pemilihan jenis insentif dalam

penerapan agroforestri. Ada dua insentif yang mungkin timbul, mengurangi

biaya atau meningkatkan manfaat. Jika rumah tangga (sebagai unit

pengambil keputusan) memiliki kemampuan finansial yang rendah, maka

tentu saja akan lebih memilih penerapan agroforestri yang mengurangi

biaya.

Selain tiga pertimbangan sosial ekonomi seperti yang telah diuraikan

di atas, analisa ekonomi agroforestri lebih rumit dibandingkan dengan

analisa ekonomi pertanian. Kerumitan analisa ekonomi agroforestri terjadi

karena beberapa hal seperti: variabilitas temporal dan spatial, faktor skala,

penggandaan produk dan jasa, keterlibatan aspek ekonomi dan sosial,

metode karakteristikasi dan diagnosis, dan beragamnya lembaga yang

terlibat (Sanchez, 1995). Sehubungan dengan hal ini, Scherr (1995)

Page 71: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

71

menyatakan analisa ekonomi agroforestri memberikan peluang penemuan

metodologi, termasuk evolusi ekonomi agroforestri, kerumitan dalam

pengumpulan data input dan output, dan kerumitan dalam memberikan nilai

dan analisa.

Meskipun ekonomi agroforestri berbeda dari disiplin ekonomi

pertanian dan sumberdaya, namun perbedaannya pada masalah penerapan

teoritis yang sudah biasa diterapkan (Scherr 1992). Kerumitan agroforestri

tidak memerlukan ilmu baru, tetapi lebih kepada penerapan inovatif pada

ilmu ekonomi. Untuk penyempurnaan analisa agroforestri, ada 4 (empat)

bidang yang perlu dipertimbanglan:

• Pemahaman atas pengembangan agroforestri.

• Pengumpulan data di lapang dalam ekonomi agroforestri.

• Pemilihan metode yang sesuai dan kriteria penilian.

• Penilaian petani atas pengambilan keputusan.

Dari keempat bidang tersebut, akan diuraikan dalam pembahasan ini

hal-hal yang perlu mendapatkan perhatian dalam menganalisis agororestri

untuk keperluan analisis ekonomi dan sosial. Faktor pertama adalah

pemhaman atas pengembangan agroforestri. Faktor ini dapat dilihat atas dua

hal pokok, pemahaman atas praktek agroforestri dan pemahaman dari sudut

pandang disiplin ilmu. Pemahaman atas pengembangan agroforestri dari

sudut pandang praktek, adalah adanya dikotomi, apakah menanam tanaman

non-kayu (pertanian) di lahan hutan, ataukah sebaliknya, menanam tanaman

kayu di lahan pertanian. Kedua hal tersebut dapat terjadi di lapangan.

Implikasi dari dikotomi ini akan menghasilkan pembahasan yang berbeda.

Misalnya, tanaman non-kayu ditanam di lahan hutan, maka hasil utama dari

praktek agroforestri ini adalah kayu, sedangkan sebaliknya, bila tanaman

kayu ditanam di lahan pertanian, maka hasil utama dari praktek agroforestri

ini adalah tanaman non-kayu (pertanian). Begitu juga disiplin yang berbeda

Page 72: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

72

akan melihat pada sudut pandang yang berbeda pula. Misalnya, bagi disiplin

ekologi, maka interaksi adalah merupakan kajian utamanya, sementara dari

sudut pandang ekonomi, akan lebih tertarik pada pemasaran hasil dan tingkat

profitabilitas atas praktek agroforestri. Dengan demikian, dalam

menganalisis agroforestri hendaknya diperhatikan aspek komoditas utama

(tanaman kayu atau non-kayu) dan aspek dalam pemasaran dan

profitabilitas.

Faktor kedua yang perlu diperhatikan dalam analisis ekonomi

agroforestri adalah pengumpulan data di lapang. Mengingat data yang

dikumpulkan dalam analisis ekonomi dan sosial agroforestri adalah bukan

hanya data “on the spot” (cross section) atau yang terjadi pada suatu waktu

tertentu, namun kadang-kadang dalam jangka panjang (longitudinal),

kadang-kadang memerlukan cara tersendiri untuk mendapatkan data dan

informasi yang akurat. Juga dalam analisis ekonomi harus benar-benar

dibedakan antara biaya tunai untuk melaksanakan agroforestri dan biaya

diperhitungkan. Biaya tunai misalnya untuk pembelian bibit dan sarana

produksi lainnya, sedangkan biaya diperhitungkan misalnya tenaga kerja dari

dalam keluarga, saranan produksi yang dimiliki dari hasil panen sebelumnya,

dan sebagainya. Dengan demikian, analisis ekonomi seringkali dibedakan

atas biaya tunai dan biaya diperhitungkan.

Faktor ketiga adalah pemilihan metode yang sesuai dan kriteria

penilaian. Analisis sosial dan ekonomi telah berkembang seiring dengan

perkembangan ilmu ekonomi dan sosial itu sendiri dan juga ditemukannya

alat bantu komputer yang menghasilkan berbagai software yang mudah

digunakan (user friendly). Pemilihan metode harus diseuaikan dengan tujuan

analisis itu sendiri. Beberapa metode yang banyak digunakan adalah farm

budgeting (analisis usahatanai), cost-benefit analysis (analisis Biaya-

Manfaat), economic concepts/methodology (konsep ekonomi/metodologi),

Page 73: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

73

optimization model (model optimasi), agroforestry sector analysis (analisis

sektor agroforestri), dan regression analysis (analisis regresi). Sekali lagi,

pemilihan atas metode-metode tersebut perlu mempertimbangkan hal-hal

seperti, tujuan analisis, data yang tersedia.

Faktor keempat, atau terakhir dalam menganalisis agororestri untuk

keperluan analisis ekonomi dan sosial adalah penilaian petani atas

pengambilan keputusan. Petani dalan hal ini berperan sebagai pengguna

analisis yang telah dilaksanakan. Faktor pengguna perlu dipertimbangkan,

karena seperti petani mungkin memerlukan analisis yang sederhana saja

dibandingkan dengan lembaga penelitian atau mungkin lembaga keuangan.

Hal ini tidak mudah, di mana peneliti atau konsultas harus memilih metode

analisis yang kemudian hasil analisis tersebut dapat difahami dan tentu saja

dapat diimplementasikan oleh petani. Mengingat saat ini agroforestri banyak

diterapkan oleh petani, daripada oleh suatu badan usaha. Dengan

mempertimbangkan keempat faktor tersebut, analisis yang telah dilakukan

akan memberikan peluang yang besar agar analisis tersebut bermanfaat dan

tentunya juga diimplementasikan oleh petani.

Sejalan dengan pernyataan tersebut, jenis analisa ekonomi

agroforestri yang ditemukan sama dengan analisa ekonomi yang diterapkan

pada disiplin lainnya. Swinkels and Scherr (1991) telah mengkompilasi

publikasi dokumen yang berisi analisa ekonomi pada teknologi agroforestri

dari perpustakaan ICRAF (International Centre for Research in

Agroforestry), individu, dan organisasi professional di bidang kehutanan.

Dari sejumlah 230 dokumen (hampir seluruhnya berbahasa Inggris, hanya 3

dalam bahasa Perancis dan 6 dalam bahasa Spanyol) menunjukkan jenis

analisa ekonomi yang telah dipergunakan dapat dilihat pada Tabel 1 di

bawah ini.

Page 74: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

74

Tabel 1. Jenis Analisis Ekonomi yang Telah Dipergunakan atas Sejumlah 230 Dokumen Penelitian

No. Jenis Analisis Ekonomi Persentase 1. Cost-benefit analysis (Analisis Biaya-Manfaat) 54 2. Economic concepts/methodology (Konsep

ekonomi/metodologi) 30

3. Farm budgeting (Analisis usahatanai) 20 4. Agroforestry sector analysis (Analisis sektor

agroforestri) 18

5. Optimization model (Model optimasi) 13 6. Computer programs (Pemrograman komputer) 4 7. Regression analysis (Analisis regresi) 1

Sumber: Swinkels and Scherr (1991) (diolah)

Satu dokumen dapat mempergunakan lebih dari satu analisis

ekonomi. Tampak bahwa metode yang banyak dipilih cost-benefit analysis

(analisis Biaya-Manfaat) menduduki peringkat pertama dan diikuti oleh

economic concepts/methodology (konsep ekonomi/metodologi), farm

budgeting (analisis usahatanai), agroforestry sector analysis (analisis sektor

agroforestri), dan optimization model (model optimasi). Sedangkan metode

computer programs (Pemrograman komputer) dan regression analysis

(analisis regresi) masih sangat sedikit dipergunakan dalam menganalisis

ekonomi agroforestri.

Meskipun cost-benefit analysis (analisis Biaya-Manfaat) lebih

dikenal sebagai analisis yang berfokus pada analisis ekonomi, namun

sebenarnya dikenal istilah analisis tersebut dengan analisis finansial dan

analisis ekonomi. Pada analisis finansial, seluruh biaya diperhitungkan

berdasarkan harga pasar atau yang harga transaksi. Pada analisis ekonomi,

biaya diperhitungkan bukan dengan harga pasar atau yang harga transaksi,

namun memperhitungkan aspek eksternalitas yang umumnya menyangkut

masalah sosial. Sebagai contoh, nilai tenaga kerja pada analisis finansial

adalah harga pasar, namun dalam analisis ekonomi adalah biaya oportinitas

(opportunity cost). Pada sektor pertanian di negara berkembang, biaya

Page 75: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

75

oportunitas untuk tenaga kerja hampir nol besarnya, karena asumsinya

sebelum bekerja di sektor pertanian, tenaga kerja tersebut tidak bekerja.

Sedangkan pada sektor industri adalah sebaliknya, di mana biayaoportunitas

untuk tenaga kerja dapat lebih besar daripada harga pasar atau harga

transaksi, karena asumsinya sebelum bekerja di sektor pertanian, tenaga

kerja tersebut sudah bekerja.

Sebagai tambahan, Hoekstra (1990) menyatakan bahwa analisa

ekonomi yang paling banyak dipergunakan dalam studi agroforestri pada

tingkat publik dan private adalah:

• Analisis input tenaga kerja (untuk menentukan aliran tenaga kerja

yang dibutuhkan untuk permulaan dan pemeliharaan sistem

agroforestri).

• Analisis jenis input (untuk menghitung arus jenis input yang

dibutuhkan untuk permulaan dan pemeliharaan sistem agroforestri).

• Analisis arus kas (untuk menentukan arus kas biaya dan penerimaan

yanhg ditimbulkan untuk permulaan dan pemeliharaan sistem

agroforestri).

• Analisis biaya/manfaat diskounted (untuk menentukan tingkat

keuntungan sistem agroforestri).

• Analisis sensitivitas (untuk menentukan akibat adanya perubahan

asumsi atau keadaan, seperti kelangkaan sumberdaya dan keadaan

keuangan yang berpengaruh pada tingkat keuntungan sistem

agroforestri).

PENUTUP

Dalam penerapan agroforestri, pertimbangan yang perlu

diperhatikan bukan hanya aspek ekologis (agronomis dan silvikultus),

namun juga perlu memperhatikan pertimbangan ekonomi dan sosial.

Page 76: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

76

Pertimbangan ekonomi tampak sudah lebih banyak dilakukan daripada

pertimbangan sosial.

Analisis ekonomi dan sosial agroforestri berbeda dari disiplin

ekonomi pertanian dan sumberdaya, namun perbedaannya pada masalah

penerapan teoritis. Dengan demikian analisis ekonomi dan sosial agroforestri

tidak memerlukan ilmu baru, tetapi lebih kepada penerapan inovatif pada

ilmu ekonomi.

Penerapan agroforestri dari sudut pandang ekonomi dan sosial masih

belum banyak dilakukan dan masih terbuka peluang besar untuk menjadi

pioner dalam pembangunan metodologi, terutama untuk metodologi yang

berhubungan dengan masalah ekonomi dan sosial. Hal ini dapat

dilaksanakan mengingat analisis sosial dan ekonomi telah berkembang

seiring dengan perkembangan ilmu ekonomi dan sosial itu sendiri dan juga

ditemukannya alat bantu komputer yang menghasilkan berbagai software

yang mudah digunakan (user friendly).

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, H.S. 2002. Multiple Cropping Analysis. TOT on Entrepreneurship on Agroforestry Education. Bogor, 19-24 November 2002.

Hoekstra, D.A. 1987. Economics of Agroforestry. Agroforestry System, 5:293-300.

Sanchez, P.A. 1995. Science in Agroforestry. Agroforestry System, 30:5-55.

Scherr, SJ. 1992. “Financial and Economic Analyses of Agroforestry Systems: An Overview of The Case Study”. In: Sullivan GM, Huke SM, Fox JM, editors. Financial and economic analyses of agroforestry systems. Nitrogen Fixing Tree Association, Paia, HI. p 1-12.

Scherr, S.J. 1995. “Economic Analysis of Agroforestry Systems: The Farmers’ Perspective”. In: Current D, Lutz E, Scherr SJ, editors. Costs, benefits, and farmer of adoption of agroforestry. The World Bank, Washington, D.C. p 28-44.

Swinkels, R.A., Scherr, S.J. (Compilers). 1991. Economic Analysis of Agroforestry Technologies: An Annotated Bibliography. ICRAGROFORESTRI. Nairobi, Kenya. 215 pp.

Page 77: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

77

Wijayanto, N. 2002. Agroforestry. TOT on Entrepreneurship on Agroforestry Education. Bogor, 19-24 November 2002.

Page 78: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

78

AGROFORESTRY: PERUBAHAN SKENARIO PENGGUNAAN LAHAN HUTAN DAN KEBUTUHAN PENDIDIKANNYA

Moh. Sambas Sabarnurdin

[email protected]

ABSTRAK

Kicking out farmers of forest, sepertinya sudah tidak jamannya lagi. Apalagi untuk pengelola hutan di daerah padat penduduk seperti pulau Jawa ini. Agroforestry adalah satu jalan menuju keeping farmers in the forest karena memberikan peluang untuk itu. Peluang ini akan lebih besar lagi bila berjalan bersama dengan intensifikasi silvikulturnya. Sudah waktunya kita bekerja efisien pada areal yang lebih sempit dan menggunakan areal lainnya untuk keperluan kesejahteraan masyarakat, misalnya melalui pendekatan Pengelolaan Hutan bersama Masyarakat. Tumpangsari lama yang menempatkan petani pada level yang lebih rendah, tidak sesuai semangat agroforestry yang benar, dus tumpangasri konvensional bukan agroforestry walaupun secara fisik iya. Untuk pekerjaan pekerjaan beyond traditional forester job diperlukan new breed of expertists. Tujuan makalah ini, adalah untuk mengingatkan hal itu.

LATAR BELAKANG

Agroforestry, sebuah istilah yang sudah sering kita dengar dalam

perbincangan pengelolaan hutan atau penggunaan lahan pada umumnya.

Tujuan agroforestry adalah menggunakan kembali logika diversitas

ekosistem alam ke dalam sistem pertanaman monokultur untuk memperoleh

hasil yang lebih stabil, tidak agresif kepada lingkungan tetapi tetap

produktif.

Dalam seminar tentang ”The Role of Agroforestry Education in the

Revitalization of Agriculture, Fishery and Forestry Program”, yang

diselenggarakan di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada tahun

2006, Menteri Pertanian menyatakan bahwa Indonesia memerlukan visi

pertanian baru agar pengembangan pertanian tidak eksploitatif dan tidak

merusak preservasi sumberdaya alam. Selanjutnya ditambahkan bahwa

Page 79: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

79

agroforestry memberikan harapan baru pada pengelolaan lahan, dan petani

harus didukung untuk bisa menggunakan sumberdaya alamnya secara lestari

sepanjang waktu. Sementara Menteri Kehutanan mengidentifikasi

agroforestry sebagai salah satu bentuk implementasi pendekatan kehutanan

sosial dalam pengelolaan sumberdaya hutan lestari, dan mengungkapkan

bahwa sampai tahun 2005 Departemen Kehutanan telah melatih sekitar 680

peserta yang terdiri dari pegawai pemerintah, petani, dan anggota organisasi

non pemerintah dalam kursus agroforestry yang diselenggarakannya

(Sabarnurdin dan Srihadiono, 2007). Peran penting agroforestry juga

ditekankan dalam Deklarasi Kongres Agroforestry Dunia di Orlando, tahun

2004 yang menyatakan bahwa adopsi agroforestry dalam dekade kedepan

akan sangat membantu pencapaian tujuan pembangunan milenium

Perserikatan Bangsa Bangsa melalui peningkatan pendapatan rumah tangga,

promosi persamaan gender, kesehatan dan kesejahteraan manusia, serta

peningkatan kelestarian ingkungan.

REVIEW KONSEP AGROFORESTRY

Konsep agroforestry pertama kali dihadirkan oleh tim dari Canadian

International Developent Centre (CIDA) sewaktu mempresentasikan hasil

penugasannya untuk mengindentifikasi prioritas penelitian kehutanan tropika

(Veer, 1981). Dua tujuan agroforestry dinyatakan waktu itu, yaitu pertama,

men-”domestikasikan” perladangan berpindah dan memaksimumkan

produksi secara lestari; dan kedua, memanfaatkan tanpa merusak

lingkungan, lahan terlantar atau lahan yang tidak tergolong sebagai arable

land. Kedua tujuan itu ditempatkan di dalam kerangka pembangunan

pedesaan yang lebih luas sebagaimana dinyatakan bahwa ”Rural

development is one of the most pressing issue of our time and agroforestry

can help it by making the land more productive..... A new front can and

Page 80: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

80

should be opened on the war against hunger, inadequate shelter and

enviromental degradation. This war can be fought with weapons that have

been in the arsenal of rural people since immemorial and no radical change

in their lifestyle will be required” (Bene, et al., 1977).

Premis atau dasar pemikiran agroforestry itu sebagian adalah alasan

biologis dan sebagian lagi alasan sosial-ekonomi. Secara umum

dimaksudkan bahwa agroforestry mengkombinaskan karakteristik protektif

dan produktif hutan dengan sifat produktif pertanian, atau dalam istilah King

(1979), ”It conserves and produces”.

Banyak definisi telah dibuat untuk melukiskan agroforestry antara

lain tertera dalam edisi perdana Agroforestry System Journal yang mencatat

sekitar 20 macam definisi (Anonim,1982), namun definisi yang telah

disempurnakan melalui diskusi-diskusi dan dipakai di lingkungan ICRAF

(Nair, 1993) adalah: ” Agroforestry is a collective name for land-use systems

and technologies where woody perennials (trees, shrubs, palms, bamboo,

etc.) are deliberately used on the same land-management units as agricultural

crops and/or animals, in some form of spatial management or temporal

sequence. In agroforestry systems there are both ecological and economical

interactions between the different components.

Secara teoritis ada 3 macam atribut yang harus dimiliki oleh, dan

karena itu dapat dipakai untuk menilai sistem agroforestry, yaitu

Produktivitas, Sustainabilitas dan Adoptabilitas. Produktivitas karena ia

bertujuan memelihara atau meningkatkan produksi (komoditas) dan juga

produktivitas tanah; Sustainabilitas karena ia mengkonservasi potensi

produksi sumberdayanya melalui pemanfaatan pohon; dan Adoptabilitas,

karena ia akan mudah diterima oleh masyarakat petani karena pada

hakekatnya praktek itu tidak asing bagi mereka, walaupun istilahnya

mungkin baru mereka kenal.

Page 81: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

81

Berbagai faktor dan perkembangan tahun 1970-an mendorong

diterimanya agroforestry sebagai sistem pengelolaan lahan antara lain (Nair,

1993):

1. Timbulnya kembali perhatian ilmuwan pada sistem tanaman campur

(intercropping)

2. Meningkatnya deforestasi dan degradasi lingkungan di daerah tropika

3. Peninjauan kembali kebijakan pembangunan Bank Dunia dan

kebijakan kehutanan FAO, yang diragukan relevansinya terhadap

masalah pengentasan kemiskinan

Menurut Mongi (1979) Sebagian besar lahan di daerah tropika tidak

sesuai untuk usaha pertanian karena berbagai hal antara lain: terlalu kering,

curam, tidak subur, atau secara rutin menjadi sasaran banjir tahunan. Hanya

11 % saja lahan di daerah tropika itu yang cukup datar dan baik untuk usaha

tani (arable land). Untuk kondisi begini, sebenarnya hutan adalah bentuk

penutupan lahan yang paling tepat, namun karena tekanan kebutuhan

ekonomi penduduk, hutan terpaksa dikorbankan untuk memproduksi pangan

atau produk tanaman niagawi yang cepat menghasilkan.

Untuk ini diperlukan suatu pola tanam yang berfungsi konservasif

sekaligus produktif, baik untuk dipraktekkan pada lahan kritis di dalam

maupun di luar hutan. Apabila di luar hutan terdapat banyak potensi untuk

memasukkan komponen pohon ke dalam lahan yang selama ini secara tegas

dipandang sebagai lahan usaha tani, maka sebaliknya lahan hutanpun dapat

digunakan sebagai basis produksi pangan dan pakan ternak bagi penduduk

pedesaan, meskipun hal ini akan memerlukan pendekatan manajemen yang

khusus (FAO, 1978). Dengan pendekatan ini maka dikotomi antara pertanian

dan kehutanan bisa dibuang jauh jauh. (King, 1979).

Oleh karena perhatian para peneliti terhadap pertanaman campur

masih dirasakan kurang sekali dibanding dengan penelitian terhadap

Page 82: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

82

pertanaman monokultur, maka untuk menstimulirnya, pada tahun 1978

didirikan International Council for Research in Agroforestry atau ICRAF

(sekarang bernama World Agroforestry Center atau WAC) di Nairobi,

Kenya. Kemudian tahun 1992 dibentuk ICRAF untuk ASEAN yang

berkedudukan di Bogor (Indonesia), dan dalam rangkaian itu pula

dibentuklah jaringan pendidikan agroforestry ASEAN yang dikenal dengan

nama SEANAFE diluncurkan di UPLB, Los Banos (Phillipine) tahun 1999.

ICRAF mengindentifkasi beberapa tujuan global dimana ilmu dan

praktek agroforestry dapat berperan. Tujuan itu adalah: 1) Membantu

memberantas kelaparan, 2) Mengentaskan kemiskinan, 3) Meningkatkan

kesehatan dan nutrisi, 4) Konservasi biodiversitas, 5) Memproteksi layanan

dan jasa daerah aliran sungai (DAS) dan, 6) Membantu orang miskin

pedesaan beradaptasi dengan perubahan iklm, serta membangun sumberdaya

manusia dan kapasitas pendidikan dan penelitian yang berorientasi

pembangunan.

PENGELOLAAN HUTAN DI DAERAH BERPENDUDUK PADAT

Sejarah panjang pengelolaan hutan Indonesia tidak bisa dilepaskan

dari peran tumpangsari. Tumpangsari yang diadopsi dari pola tanam taungya

(taung= bukit, atau upland, dan ya= tanaman) di Myanmar, adalah bentuk

agroforestry paling awal yang dikenal rimbawan Indonesia. Tumpangsari

yang merupakan cara efisien untuk membangun tanaman hutan telah

menjadi penyokong utama keberhasilan pengelolaan hutan bagi pemiliknya

tetapi tidak demikian bagi pesanggemnya. Dengan bagian lahan yang makin

sempit seperti yang terjadi sekarang, tumpangsari ini tidak dapat lagi

diandalkan dari sisi kesejahteraan (Wiersum, 1981).

Sistem pengelolaan hutan Indonesia yang diturunkan dari kebijakan

penjajah (pemilik) masa itu perlu dipertimbangkan kembali karena sistem

Page 83: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

83

yang ditiru tersebut tentu dibuat untuk kepentingan mereka sendiri. Studi

sejarah menunjukkan bahwa pengelolaan hutan di Jawa telah secara

sistematis menutup akses masyarakat terhadap sumberdaya hutan dan ini

mengakibatkan masyarakat tradisional di dalam dan di sekitar hutan yang

sebelumnya relatif mandiri, berangsur angsur menjadi sulit keluar dari

perangkap kemiskinan dan keterbelakangan (Warto, 2007). Ideologi dan

politik kehutanan yang dibuat pada jaman penjajahan itu ternyata, secara

tidak disadari, masih lekat mewarnai sistem pengelolaan hutan masa kini

seperti terbukti dari ungkapan Peluso, (1999), dalam buku Rich Forests Poor

People. Selama masalah-masalah seperti itu belum terakomodasi dengan

baik, maka pengelolaan hutan tidak akan optimal, dan konflik antara

masyarakat dengan pihak kehutanan akan terus terjadi, akhirnya pengelola

hutan akan dinilai tidak mampu mengelola hutannya (Adam dan Raharjo,

2007).

Pada tahun 1970-an pengelola hutan mengungkapkan masalah yang

mereka hadapi di pulau Jawa, daerah padat penduduk sebagai berikut:

“ ...... common problem facing forest managers in areas of dense population

is how to protect the forest from destructive human activities. There are

those who steal and destroy for financial gains, and against whom preventive

and repressive measures will always have to be taken. There are others,

however, obtaining fuel wood, grazing, building material, and even arable

land whose very existence depend upon the forest. The problem is

aggravated by the fact that foresters can often symphatize with the motive of

the offender. A fine of being caught only make matters worse for the peasant

and his family...... “(Atmosoedaryo dan Banyard, 1979) :

Ungkapan “The problem is aggravated by the fact that foresters can

often symphatize with the motive of the offender” menunjukkan bahwa

pengelola hutan telah lebih peka terhadap kemiskinan dan lebih bertanggung

Page 84: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

84

jawab dalam mendukung program kebijakan pembangunan pedesaan secara

umum, dan program Prosperity approach mulai digulirkan. Perubahan

kepekaan sosial inipun tidak terlepas dari perkembangan pendapat di tingkat

global tentang hubungan kehutanan dan kemiskinan yang bisa ditelusuri dari

tema tema kongres kehutanan sedunia tahun 1960, dan mencapai puncaknya

pada kongres kehutanan tahun 1978 di Jakarta yang bertemakan “Forest for

People”.

DINAMIKA PROGRAM PENDEKATAN MASYARAKAT

Program-program dalam lingkup Prosperity Approach, terus

bergerak (Kartasubrata, 1978; Atmosoedaryo and Barnyard, 1979; Hartadi,

et al., 1996; Sadharjo and Rosalina, 2007), dan puncaknya adalah program

PHBM (Pengelolaan Hutan bersama Masyarakat). Sungguhpun demikian,

yang harus diakui bersama adalah ruh tumpangsari sebagai wujud aplikasi

PHBM tidak mengalami perubahan besar. PHBM tidak hanya sekedar bagi

hasil akan tetapi lebih dari itu adalah mendorong kelestarian perusahaan dan

sekaligus kesejahteraan masyarakat sekitar hutan yang berkelanjutan.

Kondisi ini kalau tidak segera disadari bersama maka akan mendorong

percepatan peluang kegagalan PHBM itu sendiri.

Menarik untuk dicermati bahwa ”driving force” untuk melaksanakan

prosperity approach itu adalah masalah keamanan hutan. Artinya pendekatan

adalah pendekatan “defensif” menurut Prof. Soedarwono (Sabarnurdin,

1988). Hal ini tidak akan menyelesaikan masalah, karena sebenarnya,

ketidak-amanan hutan itu adalah gejala dari masalah yang lebih besar dan

prinsipil seperti yang dilukiskan oleh Peluso (1992) atau Warto (2007) di

atas. Dalam hal ini strategi pengelola hutan harus lebih ofensif; tindakan

penyejahteraan masyarakat harus “built in” dalam program pengelolaannya.

Page 85: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

85

Strategi ofensif antara lain dicontohkan oleh Simon (1989), yang

secara kritis obyektif telah menawarkan strategi menuju pengelolaan hutan

jati optimal (PHJO) dengan mempertimbangkan posisi intensitas interaksi

unit manajemen hutan tertentu dengan masyarakat. Strategi ini telah

dicobakan di KPH Madiun dan KPH Surakarta, dan lebih populer dikenal

sebagai Manajemen Regime (MR).

Aksi strategis lain dikembangkan pula oleh tim Fakultas Kehutanan

UGM dengan Perum Perhutani yaitu JAPRO (Jati Prospektif) mulai tahun

2005, yang berbasis pada penguatan aspek percepatan riap pertumbuhan jati

melalui intervensi bahan tanaman bermutu dari pohon plus. Data

pertumbuhan jati yang diperoleh dari plot plot percobaan jati yang ada di

Ngawi, Cepu, Bojonegoro maupun Ciamis, menunjukkan bahwa pendekatan

silvikultur intensif ini nampaknya benar benar prospektif. Naiem (2004)

menghitung bahwa untuk mencukupi kebutuhan dana pengelolaan tahunan

Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Ngawi seluas 30.000 Ha, sekitar Rp 17

M cukup diperoleh dari tebangan jati seluas 50 Ha per tahun. Dengan rotasi

25 tahun, maka areal inti (business core unit atau BCU) untuk KPH ini

cukup 1.250 Ha.

Kedua strategi tersebut di atas sebenarnya dapat digunakan secara

bersama sama oleh pemilik hutan karena pada hakekatnya BCU bisa

dikembangkan pada areal MR I dari strategi PHJO. Sisi produktivitas kedua

percobaan tersebut sebenanya tidak diragukan, tetapi pengalaman

menunjukkan bahwa adoptabilitas inovasi pengelola masih perlu

ditingkatkan.

SILVIKULTUR DALAM PENGELOLAAN HUTAN

Bagian utama dari kegiatan pengelolaan hutan sebenarnya adalah

kegiatan silvikultur yaitu melakukan manipulasi tegakan hutan dengan

Page 86: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

86

mengatur struktur dan komposisi pohon dan vegetasi lainnya yang bernilai

untuk mencapai tujuan pemanfaatan dalam rambu rambu kebijakan

pengusahaan yang ditetapkan oleh sang pemilik hutan itu, siapapun dia.

Apabila diinginkan kontribusi yang lebih besar pada kesejahteraan

masyarakat setempat, maka itu bisa menggunakan pendekatan kehutanan

sosial. Dan kalau pendekatan ini yang dipakai, maka hampir bisa dipastikan

pilihan resep adalah rejim silvikultur agroforestry. Rejim silvikultur

agroforestry ini akan dimulai dengan pengaturan jarak tanam awal yang

lebih lebar dan pemeliharaan pohon selanjutnya disesuaikan dengan

kebutuhan cahaya dari jenis tanaman pertanian (companion crops) yang

dipakai (Shepherd, 1986). Pelaksanaan perhutanan sosial menuntut persiapan

yang lebih besar dari seorang rimbawan di samping bekal ilmu kehutanan

tradisionalnya. Rimbawan akan lebih banyak bergaul dengan teknik atau

cara penanaman, pemeliharaan, pemungutan hasil maupun perlakuan pasca

panen yang berbeda dengan pekerjaan rutin sebelumnya.

Menurut Fortman (Sabarnurdin, 1999) paling tidak ada empat hal

“asing” yang akan dihadapi rimbawan berkenaan dengan tugas barunya ini,

yaitu “asing” pohonnya, “asing” pola penggunaan lahannya, “asing” tujuan

penanamannya, dan “asing” pula cara pendekatan masyarakatnya. Ia akan

banyak berhadapan dengan pohon serbaguna, tanaman pertanian maupun

tanaman pakan ternak yang cara penanaman, pemeliharaan, perlakuan

maupun cara pemanenannya jauh lebih kompleks dari pada pohon untuk

tujuan produksi tunggal yang selama ini digelutinya. Dengan mengikuti

kriteria agroforester yang diajukan oleh Maydel (Sabarnurdin, 1999), maka

seorang rimbawan dituntut untuk memahami paling tidak 3 hal berikut,

yaitu:

Page 87: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

87

1) faham cara mengembalikan dan meningkatkan produktivitas lahan

kritis, baik itu lahan pertanian ataupun lahan untuk penggembalaan

ternak;

2) mampu menjual ide tentang cara melestarikan dan meningkatkan daya

dukung lahan dengan mengatur komponen komponen pohon, perdu,

tanaman pangan, tananam pakan ternak bahkan ternaknya sekaligus dan

3) mampu berkomunikasi dengan penduduk, memahami adat, aturan,

aspirasi mereka dan berbicara dalam “bahasa”rakyat.

4) memahami struktur sosial desa dan menjadi penghubung desa dengan

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui kemampuannya

merumuskan resep teknologi tepat berdasar pengamatan seksama atas

kondisi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang berlaku

setempat. Ini semua menunjukkan bahwa ke depan nanti akan kita

memerlukan banyak new breed of foresters.

SELINTAS SEJARAH TUMPANGSARI

Adopsi taungya dalam bentuk tumpangsari, tidaklah melalui jalan

mulus, tetapi melalui suatu perdebatan pro-kontra antar rimbawan. Hal itu

terjadi sekitar 100 tahun yang lalu sebagai berikut (Sabarnurdin, 1988): Tuan

Wehlburg dan tuan Thorenaar menolak tumpangsari karena alasan

persaingan tanaman dan percepatan runoff, sedngkan tuan Lugt yang pro-

tumpangsari berargumentasi bahwa:

1) selama tumpangsari, lahan tidak terbuka tetapi tertutup oleh tanaman

pertanian, dan tanaman sela kemlandingan akan menutup tanah setelah

tumpangsari selesai;

2) pemeliharaan tanaman petanian akan membantu menekan gulma; dan

3) pemberian mulsa yang dilakukan segera setelah pengolahan tanah akan

menjaga struktur tanah.

Page 88: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

88

Khusus tentang pendapat Tuan Thorenaar yang ingin membatasi durasi

tumpangsari tidak lebih dari 6 bulan dan itupun hanya terbatas padi saja,

Tuan Boer seorang pendukung tumpangsari lainnya menanggapinya dengan

menyatakan bahwa petani juga biasa menanam jagung dan jenis-jenis

lainnya, dan bila masa tumpangsari diperpendek, maka risiko invasi gulma

akan lebih besar, akibatnya biaya pengendaliannya tinggi. Pendapat Tuan

Boer ini didukung pula oleh Coster dan Hardjowasono (1935) maupun

Sabarnurdin (1988) yang menyimpulkan bahwa pertumbuhan jati dengan

tumpangsari ”hanya ketinggalan sedikit saja”, tidak signifikan dibanding

pertumbuhan jati yang ditanam murni. Yang menarik adalah akhir dari

perdebatan mereka yang terjadi 100 tahun lalu itu adalah pernyataan tuan

Lugt bahwa ”kegagalan tanaman tumpangsari, apabila itu terjadi, seringkali

bukan disebabkan oleh metode yang dipakai tetapi lebih karena cara

pengerjaanya yang kurang benar”. Lebih menarik lagi ungkapan seperti ini

terulang kembali beberapa dekade kemudian ketika Hartadi, et al., (1996),

menyatakan hal senada bahwa ”apabila sistem tumpangsari maupun

agroforestry mendapat citra buruk, kesalahannya bukan pada sistem,

melainkan pada faktor manusianya yaitu masyarakat, khususnya pesanggem

dan jajaran kehutanan sendiri ”. Lalu kenapa? jawabannya tentu ada pada

peningkatan kapasitas SDM nya.

PENDIDIKAN AGROFORESTRY DI PERGURUAN TINGGI

Di lingkungan pendidikan tinggi, pengelolaan sumber daya lahan

diwakili oleh berbagai bidang ilmu, yang berorientasi sektoral. Telah lebih

dari satu abad lalu pertanian telah dipecah menjadi beberapa cabang ilmu

dan praktek melalui spesalisasi. Tahun 1963, Fakultas Pertanian UGM

dimekarkan menjadi Fakultas Fakultas Pertanian, Kehutanan, Teknologi

Pertanian, Peternakan dan Kedokteran Hewan, kemudian kelima fakultas ini

Page 89: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

89

dikenal sebagai agrokompleks. Pada waktu itu kita telah mengikuti trend

global, mengikuti pengaruh perkembangan revolusi hijau sejalan dengan

kebijakan kolonial. Perkembangan kemajuan dalam ilmu agronomi

menggiring pertanian ke sistem pertanaman monokultur intensif dan

pemisahan produk secara jelas. Penggunaan bibit unggul, cepat tumbuh,

rotasi pendek, manipulasi lingkungan tumbuh, pemanfaatan pupuk, dan

pengendalian hama penyakit terpadu adalah karakteristik pokok monokultur

intensif. Pendekatan seperti ini diikuti pula oleh bidang kehutanan, dan ini

bukan tanpa risiko karena menurut Shiva (Suzuki, 1999), dunia modern yang

membangun sifat budayanya atas dasar model industri, cenderung menilai

hutan hanya dari nilai produk kayunya saja dan mengabaikan hutan sebagai

penunjang kehidupan.

Dewasa ini pengaruh global juga kembali melanda, hanya saja angin

perubahan global itu menuju arah sebaliknya yaitu perbaikan lingkungan

hidup, yang juga menyangkut inisiatif pendidikan. Agenda 21 tahun 1992

tentang impelementasi pembangunan lestari menyatakannya sebagai: “major

adjustments are needed in agricultural, environmental and macroeconomic

policy, at both national and international levels, in develop as well as

developing countries, to create the conditions for sustainable agriculture and

rural development. The major objective of sustainable agriculture and rural

development is to increase food production in a sustainable way and enhance

food security. This will involve education initiatives, utilization of economic

incentives and the development of appropriate and new technologies, thus

ensuring stable supplies and nutritionally adequate food, access to those

supplies by vulnerable groups, and production for markets; employment and

income generation to alleviate poverty; and natural resource management

and environmental protection.” (Agenda 21, 1992)

Page 90: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

90

Dengan pendekatan kemakmuran rakyat (Social-Forestry),

Departemen Kehutanan mulai bergeser ke arah memberikan jasa pelayanan

sebagaimana yang selama ini dilakukan oleh saudara tuanya Departemen

Pertanian. Sedangkan klien kedua departemen sektoral tersebut, petani, telah

lama mempraktekkan usaha taninya secara terpadu. Mereka terbiasa berada

dalam suatu kondisi yang mengharuskan mereka memenuhi kebutuhan

hidupnya sepanjang tahun, dengan sekaligus menciptakan dukungan

lingkungan yang sehat. Dalam mengelola lahannya petani telah mencerna

hal hal yang bermanfaat yang diperolehnya dari rimbawan, ahli pertnian, ahli

tanah, dan lain-lain, atau singkatnya, petani telah mempraktekkan apa yang

kemudian kita kenal sebagai agroforestry (Sabarnurdin, 2007).

Dipandang dari segi filsafat ilmu maka petani senarnya telah

berhasil mengintegrasikan bermacam-macam pengetahuan tentang bercocok

tanam, baik itu tanaman pangan, tanaman hutan, tanaman buah-buahan,

beternak ataupun juga memelihara ikan dan mempraktekkannya dalam usaha

tanin. Pengetahuan (knowledge) yang mereka kembangkan membuahkan

ketrampilan (skill) seta kemampuan (ability) dan pengalaman (experience)

untuk mengatur, dan memilih komponen yang baik dan menguntungkan bagi

mendukung kehidupan mereka sehari–hari dan masa depan. Singkatnya

dengan pemahaman potensi sumberdaya lahan yang ia kuasai, petani akan

mengelola lahan dengan mengusahakan kelestarian agronomik,

biodiversitas, sambil sekaligus memberikan pelayanan lingkungan. Keadaan

ini terlukis dalami definisi pertanian sebagai berikut: ”pertanian itu adalah

kesatuan jang terdapat antara petani dan lingkungan kemasyarakatnnja, dan

kesatuan ini timbul keluar dengan mempergunakan kegiatan manusia dengan

tujuan untuk memperoleh hasil-hasil jang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan

atau binatang-binatang, serta terutama dititik beratkan kepada mempermadju

dengan kesadaran, kemungkinan-kemungkinan jang diberikan oleh alam

Page 91: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

91

untuk memperbanyak tumbuh-tumbuhan dan/atau binatang-binatang, dan

didasarkan kepada kemungkinan-kemungkinan jang terdapat pada

lingkungan geografis, seperti jang telah ada dan dipengaruhi oleh petani dan

masjarakat dimana petani itu menjadi anggautanja” (Van Aarsten,1953).

PERTANIAN BUKAN SEBATAS LAHAN USAHA

Tentu saja definisi Van Aarsten itu tidak sesuai untuk pertanian yang

bertujuan komersial, seperti halnya perusahan perkebunan besar, ataupun

perusahaan pertanian modal besar dengan plasma-plasmanya yang tersebar

dilereng lereng gunung di pulau Jawa dan menanam jenis jenis tanaman

sayuran eropa seperti halnya kentang, kol, dll. Usaha tani seperti ini kadang-

kadang ”terpaksa” dilakukan tanpa memperhatikan perlindungan lingkungan

secara serius, misalnya untuk tanaman kentang yang memerlukan drainase

yang baik, maka jalur-jalur tanaman bahkan dibuat tegak lurus garis contour,

sehingga mempercepat erosi tanah. Pada dasarnya bentuk pemanfatan lahan

adalah ungkapan dari kebutuhan sesuai kekhususan masing masing

(spesialisasi). Pengkotak-kotakan pengetahuan membuat manajemen lahan

yag koheren menjadi sukar karena apa yang diinginkan oleh satu sektor

berlawanan dengan keinginan sektor lain. Oleh karena itu untuk melayani

kebutuhan petani, diperlukan sumberdaya manusia yang berbekal

pengetahuan interface bidang bidang ilmu pertanian. Mereka harus

dipersiapkan menjadi praktisi pengintegrasi bukan spesialisasi.

Praktisi yang berwawasan keterpaduan bekerja dengan azas

keluasan, kejelasan, dan kemanfatan, sedangkan akademisi bertugas

mendalami kekhususan spesialisasi masing masing. Keduanya bisa saling

melengkapi, praktisi memberi umpan balik tentang apa yang perlu ditelaah

lebih dalam sedangkan spesialis menghadirkan temuannya untuk digunakan

dalam praktek. Yang tidak benar adalah bila bidang ilmu atau institusi yang

Page 92: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

92

dibangun di atas dasar spesialisasi tersebut kemudian membentuk dinding-

dinding pemisah, dan gerakan lintas bidang dianggap sebuah pelanggaran

wilayah (Temu, 2004). Dengan demikian, kemungkinan terjadinya hubungan

alamiah antar bidang menjadi tertutup dan akibatnya terciptalah

kesenjangan. Konsekuensinya, ilmu dan inovasi yang dikembangkan oleh

masing masing bidang akan menjadi kurang efektif untuk menangani

masalah praktek yang memerlukan penanganan komprehensif.

Dewasa ini di bidang pendidikan, telah makin subur timbulnya

kecenderungan untuk bergeser dari orientasi sektoral ke orientasi

keterpaduan. Basis pengetahuan yang luas diperlukan untuk mengelola

bentang lahan yang dibebani dengan berbagai kepentingan yang tidak jarang

saling konflik satu sama lain. Institusi pendidikan menanggapinya dengan

memperbanyak kolaborasi antar bidang ilmu, dan mencoba mengembangkan

program-program baru dalam bentuk paket terpadu untuk menangani

masalah pengelolaan sumberdaya lahan. Pendidikan yang diperlukan adalah

”pendidikan untuk pengembangan kapabilitas”. Pendidikan ini dirancang

bukan saja meliputi pembekalan pengetahuan dan kapasitas untuk

melakukan analisis, tetapi juga mengembangkan keahlian kreatif yang

bermanfaat, kompeten, dan yang penting, memiliki kemampuan kerja

(kapabilitas). Agar lulusan lebih kompetitif, mereka harus dipersiapkan

untuk memiliki pemahaman mendalam tentang pengelolaan pertanian,

kehutanan, perikanan, dan peternakan. Disamping itu mereka harus memiliki

kemampuan dalam penelitian, penyuluhan; perencanaan penggunaan lahan;

dan kewirausahan. Menurut Maydell (1987) dalam Sabarnurdin (1999),

sosok itu adalah seorang spesialis pohon yang memiliki wawasan

pembangunan desa, faham cara menangani lahan non-produktif dan kritis

secara hidro-orologis, sosial dan ekonomi. Sebagai tamabhan, ia juga harus

mampu berkomunikasi dan bekerjasama dengan rakyat, mengerti hukum

Page 93: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

93

mereka, berbicara dalam bahasa mereka, sekaligus menjadi penyambung

lidah dan mampu memfasilitasi inovasi teknologi penggunaan lahan yang

dibutuhkan oleh mereka. Rudebjer (1999) dalam Rudebjer et al., (2004) dan

Nsita et al., (2004) menekankan bahwa sumberdaya manusia itu harus

memiliki kapasitas berfikir secara sistem, berorientasi bisnis dan

menempatkan manusia sebagai pusat setiap tindakan untuk mencapai tujuan

produktif dan konservasif, serta memiliki orientasi kerja untuk pembangunan

daerah pedesaan.

Berkembangnya pendekatan multidisiplin dalam mengelola bentang

lahan (landscape) ini menunjukkan diperlukannya sebuah sistem pendidikan

terpadu berbasis lahan yang berwawasan pembangunan pedesaan.

Pendidikan agroforestry yang dirancang untuk bergerak pada interface antar

bidang ilmu, berorientasi sistem dan berpendekatan holistik, adalah salah

satu jawabannya. Diharapkan lulusan pendidikan ini akan mampu

mengenali, dan berinteraksi dengan sumber utama penyebab perubahan

bentang lahan, berfikir global tentang isu kerusakan lingkungan, degradasi

hutan, perubahan iklim dan perdagangan karbon. Ia pun harus faham cara

menambahkan komponen pohon ke dalam lahan usaha tani atau sebaliknya

tanaman pertanian ke dalam hutan, sekaligus memahami peran faktor

manusia dan persepsinya dalam penggunaan lahan dengan pendekatan

konservasi.

Di lingkungan ASEAN pada tahun 1998, telah dilakukan asesmen

tentang kebutuhan pendidikan agroforestry yang meliputi 26 universitas di

Indonesia (Rudebjer et al., 2004). Fakultas atau Jurusan Kehutanan dari

keduapuluh enam universitas tersebut menawarkan mata kuliah agroforestry

dalam program-studi S1nya baik sebagai mata kuliah wajib atau mata kuliah

pilihan. Namun demikian, sampai sekarang (Widianto, 1999 dalam Rudebjer

et al., 2004) program studi agroforestry belum tercantum dalam daftar

Page 94: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

94

program studi Departemen Pendidikan Nasional. Menurut catatan yang ada,

Fakultas Kehutanan Universitas Lambung mangkurat (UNLAM) pernah

membuka program studi agroforestry tetapi kemudian harus ditutup kembali.

Di Fakultas Kehutanan UGM mata kuliah agroforestry mulai diperkenalkan

pada tahun 1980-an bersamaan dengan kerjasama NUFFIC/FONC, bersama

sama dengan mata kuliah Social Forestry dan Forest Policy. Di Thailand,

hasil survey menunjukkan bahwa lima dari sebelas universitas responden

menawarkan agroforestry pada tingkat S1, baik sebagai major, ataupun

minor; sedangkan dua universitas lainnya menawarkan program S2

agroforestry, dan lebih banyak ditawarkan oleh program-program studi

pertanian. Namun demikian, sebagaimana di Indonesia, Thailandpun tidak

memiliki program studi khusus agroforestry untuk tingkat S1.

Menurut Villancio, et al., (2004), di Filipina, pendidikan

agroforestry sudah lebih maju dibanding negara AsEAN lainnya, program

studi agroforestry S1 ditawarkan pertama kali tahun 1976 oleh Don Mariano

Marcos Memorial State University (DMMMSU), bahkan di UP Los Banos

telah memiliki Insitute Agroforestry yang menjadi motor penggerak kegiatan

pendidikan agroforestry. Survey terakhir menunjukkan bahwa sejumlah 31

universitas menawarkan berbagai variasi program studi agroforestry (Del

Castillo, et al., 2001). Beberapa tahun belakangan ini Jaringan pendidikan

agroforestry telah dicoba diinisiasi di Asia Tenggara (SEANAFE), dan di

Afrika (ANAFE), atas kerjasama Swedia (SIDA) dengan World

Agroforestry Center (WAC). Pengalaman dari Filipina menunjukkan bahwa

jejaring kerja (network) terbukti dapat mempercepat institusionalisasi

pendidikan agroforestry . Keberhasilan usaha ini bukan hasil kerja para

akademisi saja tapi lebih banyak merupkan hasil kerja badan badan

pemerintah (Vilacio et al, 2003)

Page 95: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

95

Studi lanjutan tentang kebutuhan dan penempatan lulusan

agroforestry di Filipina (Del Castillo, 2001) mengungkapkan keinginan

responden pemakai tenaga kerja agar agroforester itu memiliki kompetensi

sbb:

1. Kompetensi khas agroforestry yaitu kemampuan untuk

a. Mengintegrasikan komponen-komponen agroforestry

b. Membuat rencana, mengimplementasikan, dan melakukan

monitoring serta evaluasi proyek agroforestry

c. Melakukan penelitian dan mengembangkan teknologi agro-

forestry

d. Melakukan sistem modeling dan

e. Mengintegrasikan teknologi penunjang dan proyek penghasil

pendapatan.

2. Kompetensi lain yang relevan, antara lain ketrampilan dalam

a. Menyiapkan rencana penggunaan lahan/ rencana pengelolaan

sumberdaya masyarakat

b. Mengintegrasikan kegiatan konservasi tanah dan air

c. Mengindentifikasi atau mendiagnosa masalah

d. Mengorganisir masyarakat

e. Melakukan fasilitasi pelayanan penyuluhan dan pelatihan, dan

f. Membangunan jejaring kerjasama (network)

Adalah suatu kenyataan bahwa di era otonomi daerah ini,

pemerintah daerah bebas membentruk instansi, termasuk instansi pengelola

sumberdaya lahan. Ini nampak dari nama-nama instansi itu yang tidak

seragam. Di satu daerah kita menjumpai Dinas Kehutanan, ditempat lain

kehutanan menjadi bagian Dinas Pertanian atau Dinas Pertanian dan

Perkebunan, atau dibawah Dinas Kehutanan dan Lingkungan hidup, dan lain

Page 96: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

96

lain. Yang menarik adalah kecenderungan yang tidak sesuainya antara

bidang keahlian pejabat kepala dinas dengan mandat dinasnya sendiri.

Kecenderungan ini sebenarnya positif karena merupakan tambahan bukti

bahwa new breed of expertists, yang dilengkapi dengan pengetahuan atau

keahlian antar bidang semacam agroforestry memang diperlukan. Kenyataan

di lapangan menunjukkan bahwa, walaupun telah terjadi “integrasi fisik”

yang baik, tetapi masih banyak pekerjaan yang berhubungan dengan

agroforestry ditangani “secara sambilan” oleh tenaga-tenaga berpendidikan

pertanian atau kehutanan, atau bahkan lainnya yang sebelumnya tidak

pernah terekspose pada agroforestry. (Widyanto, 1999 Rudebjer et al.,

2004).

Pengajaran di lingkungan agrokompleks harus lebih efektif bagi

pembangunan pedesan. Universitas perlu mengembangkan sumberdaya

manusia berkualitas dengan pendekatan holistik dalam mengelola

sumberdaya lahan untuk menyeimbangkan tujuan pembangunan dan

stabilitas lingkungan. Pertanyaannya kemudian adalah: “belum saatnyakah

kita memiliki sebuah program studi agroforestry?”. Pertanyaan ini telah

memicu diskusi hangat dan panjang dari para anggota jaringan INAFE.

Terungkap dari diskusi-diskusi itu bahwa setiap universitas sesuai status dan

sistem pendidikannya memiliki strategi masing masing berkenaan dengan

penyelenggaraan progam pendidikan agroforestry di tingkat S1, namun

semua sepakat bahwa, program studi agroforestry diadakan secara antar

bidang pada level pasca sarjana walapun tidak tertutup kemungkinan untuk

level-level di bawahnya, sampai tingkat pendidikan mengah atas. Yang pasti,

semua peserta diskusi menyadari bahwa pendidikan tinggi pertanian dan

pengelolaan sumberdaya lahan yang efektif adalah yang dapat memberi

kontribusi besar bagi pembangunan pedesaan. Rekomendasi seminar tahun

2006 itu (Sabarnurdin and Srihadiono, 2007) antara lain menyebutkan bahwa

Page 97: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

97

1. The current agricultural development program is still sector-base,

uncoordinated and unintegrated neither institutional, programs nor in

budget view points.

2. Agroforestry education should be prepared to produce human resources

that capable as aland use manager with holistic way of thinking.

Agroforestry should be institutionalized with integrated curricula

including agriculture, forestry, fisheries and others.

Di UGM pada tahun 2002, telah didiskusikan kemungkinan pembentukan

program S-2 agroforestry oleh sebuah tim yang dibentuk dan didukung oleh

“paguyuban” dekan agrokompleks, tetapi karena sesuatu hal itu belum

terwujud. Akhirnya, yang terpenting adalah diperlukan political will dari

semua penentu kebijakan yang terkait. Pendidikan memproduksi

sumberdaya manusia berpendidikan spesifik ini, dan departemen terkait, dan

juga pemerintah daerah membiuka slot untuk mereka. Apakah kita akan

menunggu kondisi hutan kita seperti Phillipina, baru akan mendorong

program pebndidikan seperti ini?

DAFTAR PUSTAKA

Adam, S.J. dan I.F. Raharjo. 2007. Dialog Hutan Jawa. Penerbit Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 200 pp.

Anonim. 1982. Editorial. Journal of Agroforestry System. Vol. 1. Cultures.

Atmosoedaryo, S. dan S.G. Banyard. 1979. The Prosperity Approach To Forestcommunity Development In Japan. Comm. For. Rev. 57 (2) : 89-96.

Awang, S.A. dan B. Adji. 1999. Perubahan Arah Dan Alternatif Pengelolaan Sumberdaya Hutan Perhutani di Jawa. Fakultas Kehutanan UGM-Perhutani.

Bene, J.G., H.W. Beall dan A. Cote. 1977. Trees, Food and People. IDRC. Ottawa, Canada.

Contant, R.B. 1979. Training and Education in Agroforestry. Dalam T. Chandler dan D. Spurgeon (Eds). Proceeding of an International Conference in Agroforestry. ICRAF. Nairobi, Kenya p 220-229.

Page 98: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

98

Coster C.H. dan M.S. Hardjowasono. 1935. Veldgewassen In Djati Een Orienteeren Onderzoek Naar Den Involoed Van Vreschillende Val Dgewassen op De Onfwikelling Vam Dem Djati (Tectona grandis) The Influence of Agricultural Crops In Taungya Plantation On Growth of Teak. Tectona 28. 1935: 464-483.

Del Castillo, R.A., R.V. Dalmacio, S.M. Mariano, Rowena, D. Kabahug dan L.D. Landicho. 2001. Setting the Directions of Education Programs and Human Resources in Agroforestry. Institute of Agroforestry and the Southeast Asian Network for Agroforestry Education, College. Laguna, Philippines.

Fattah D.A. 1986. Pengentasan Kemiskinan dan Pengelolaan Hutan Lestari. Duta Rimba Juli-Agustus/ 193-194/XX/1996.

F.A.O. 1978. Forestry for local community development. F.A.O. Forestry paper no. 7, F.A.O, Rome, 1978.

Hartadi, Y. Suyanto, L. Butar-butar, S. Atmosoedaryo, J. KartaSubrata, M. Bratamihardja, J. Sudiono, R. Madikanto, S. Sasraprawira, S. Nadiar, A. Sukmara, Z. Tampubolon. 1996. Peran serta Masyarakat Dalam Pengelolaan Hutan di Pulau Jawa. Perum Perhutani. Jakarta. 142 pp.

Kartasubrata, Y. 1978. Tumpangsari method for establishment of teak plantation in Java. Dalam Proceeding of a Symposium on Tropical Agricultural Technologies, Tsukuba. Japan Tropical Agricultural. Series 12: 141-152.

King, K.F.S. 1979. Concept of Agroforestry. Dalam T. Chandler dan D. Spurgeon (ed.) Proceeding of an International Conference in Agroforestry. ICRAF. Nairobi, Kenya. p.1-14.

Mongi, H.O. 1979. Agroforestru Extension: Needs and Strategy. Dalam T. Chandler dan D. Spurgeon (ed.) Proceeding of an International Conference in Agroforestry. ICRAF. Nairobi, Kenya.

Nai’em, M. 2004. Keragaman Genetik, Pemuliaan Pohon dan Peningkatan Produktivitas Hutan di Indonesia. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Kehutanan. Universitas Gadajah Mada. Yogyakarta.

Nair, P.K. Ramachandran. 1993. An Introduction to Agroforestry. ICRAF and Kluwer Academic Publisher. 499 pp.

Nsita, Steve Amooti, Louis S.M. Balikuddembe, S. Gwali, G. Sebahutu dan A.Temu. 2001. Curriculum for the diploma course in Agroforestry. Nyabyeya Foreastry College. Uganda. 75 pp.

Peluso, N. L. 1992 . Rich Forests, Poor People: Resource Control and Resistance In Java. University of California Press, Berkeley-Los Angeles- London.

Rudebjer, P.G., M.S. Sabarnurdin dan M. Jamroenprucksa. 2004. Integrating natural resource education through national networks: experiences from Thailand and Indonesia. Dalam A.B. Temu, S. Chakeredza, K. Mogotsi, D. Munthali dan R. Mulinge.(eds). Rebuilding Africa’s capacity for agricultural development: the

Page 99: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

99

role of tertiary education. Reviewed papers presented at ANAFE Symposium on Tertiary Agricultural Education, April 2003. ICRAF. Nairobi, Kenya.

Sabanurdin, M.S and U.I. Srihadiono. 2007. The Role of Agroforestry Education in the Revitalization of Agriculture, Fishery and Forestry Program. Proceeding of the international Seminar. Gadjah Mada University, SEANAFE, Deparment of Forestry, dan Perhutanai. 167 pp.

Sabarnurdin, M.S. 1988. Effects of Agroforestry practice on growth of teak, crop production and soil fertility. Michigan State University. Dissertation. Unpublished.

Sabarnurdin, M.S. 1999. Pengembangan agroforestry sebagai upaya mengisi program Perhutanan Sosial. Pidato ilmiah dalam Rangka Dies Natalis XX dan Wisuda Sarjana XXI Universitas Merdeka Madiun. Madium. 17 pp.

Sabarnurdin, M.S. 2007. Some Consideration for Agroforestry Human Resourvce Development. 2007. In M.S. Sabanurdin and U.I. Srihadiono (eds). The Role of Agroforestry Education in the Revitalization of Agriculture, Fishery and Forestry Program, proceeding of the international Seminar. Gadjah Mada University, SEANAFE, Department of Forestry, danPerhutani. 167 pp.

Sadhardjo, SM dan Upik Rosalina. 2007. Lesson Learnt of Perum Perhutani Agroforestry Practices. In M.S. Sabanurdin and U.I. Srihadiono (eds). The Role of Agroforestry Education in the Revitalization of Agriculture, Fishery and Forestry Program, proceeding of the international Seminar. Gadjah Mada University, SEANAFE, Department of Forestry, danPerhutani. 167 pp.

Shepherd, K. R. 1986. Plantation Silviculture. Martinus Nijhoff Publisher, Dordrecht.

Simon, H. 1989. The Analysis of Management Strategy on Teak to anticipate The Increasing People’s Needs. Case Study in Forest District Madiun. Gadjah Mada University 1989. Dissertation. Unpublished.

Suzuki, D. 1999. The Sacred Balance: Rediscovering our place in nature. ALLEN &UNWIN. Australia.

Temu, A.B. 2004. Toward better integration of land use disciplines in education programmes.Dalam A.B. Temu, S. Chakeredza, K. Mogotsi, D. Munthali dan R.Mulinge (Eds). Rebuilding Africa’s capacity for agricultural development: the role of tertiary education. Reviewed papers presented at ANAFE Symposium on Tertiary Agricultural Education, April 2003. ICRAF, Nairobi, Kenya.

Van Aartsen, J.P. 1953. Pengertian Pertanian dan pembagian objek objeknja, dalam Almanak Pertanian 1953. Badan Usaha Penerbit Almanak Pertanian. Djakarta.

Warto. 2007. Perubahan Masyarakat Desa hutan di Karesidenan Rembang 1865-1940. Desertasi. Universitas Gadajah Mada, tidak diterbitkan. 472 pp.

Page 100: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

100

Veer, C.P. 1981. Agroforestry as intervention in Farming Systems. Dalam K.F. Wiersum (ed.). Viewpoints on Agroforestry. Agricultural University Wageningen, the Netherlands.p. 1-21.

Wiersum, K.F., 1981. Outline of the Agroforestry concept. Dalam K.F. Wiersum (ed.) Viewpoints on Agroforestry. Agricultural University Wageningen. Netherlands. p.1-21.

Villancio, V.T., R.V. Dalmacio, R.D. Cabahug, L.D. Landicho, dan A.T. Papag. 2004. Experiences in agroforestry education and networking in the Philippines. Dalam A.B. Temu, S. Chakeredza, K. Mogotsi, D. Munthali dan R.Mulinge (Eds). Rebuilding Africa’s capacity for agricultural development: the role of tertiary education. Reviewed papers presented at ANAFE Symposium on Tertiary Agricultural Education, April 2003. ICRAF, Nairobi, Kenya.

Page 101: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

101

AGROFORESTRY SEBAGAI Usulan Kebijakan Yang Tepat Untuk Meningkatkan Ketersediaan Air, Meningkatkan Ketahanan Pangan

Serta Memperbaiki Iklim Mengurangi Kemiskinan

Suhardi Fak Kehutanan UGM

Anggota Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan Pusat

ABSTRAK

Model Agroforestry memungkinkan kombinasi yang ideal antara pohon yang tinggi tajuknya serta dalam perakarannya dan diikuti tanaman lain seperti pangan, sayur-sayuran, buah-buahan. Adanya tajuk tinggi akan mengurangi ekspose ke matahari dan angin sehingga penguapan menjadi lebih kecil.

Peningkatan ketahanan pangan dengan menghindari kemungkinan krisis pangan adalah dengan menanam atau memelihara pangan di bawah tegakan sehingga terjadi hasil yang berlipat dari koponen hasil tidak hanya horizontal tetapi juga vertical.

Kemiskinan yang terjadi adalah karena pemahaman terhadap pangan air ternak sumber protein dan vitamin di dalam hutan atau pola agoforestry terabaikan. Kemiskinan mestinya di ukur dari kekurangan ketersediaan air, pangan, vitamin, bencana, sosial, pendidikan dan bukan hanya uang.

Iklim mikro yang terbentuk dengan pola agroforestry akan membuat lingkungan yang lebih sehat dari kandungan oksigen dan air yang lebih baik kualitas dan kuantitasnya.

PENDAHULUAN

Pengelolaan lahan di Indonesia perlu di perbaiki . Kebijakan yang

dianggap menguntungkan beberapa waktu yang lalu perlu dievaluasi.

Kekurangan pangan atau impor pangan yang berlebihan , bencana alam yang

terjadi terus menerus juga perlu dievaluasi apakah ini karena kesalahan

ketidak tepatan atau kekurangan kebijakan kita di masa lampau .

Di bidang kebijakan pangan misalnya kita melihat misalnya bahwa

1, 5 juta ha sago pertahun tersia-siakan pemanfaatannya. Kebijakan impor

beras atau bibit beras dari luar negeri, impor berbagai kebutuhan dasar dari

luar negeri adalah contoh nyata bahwa keputusan tersebut belum

Page 102: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

102

mempertimbangkan dan belum memahami kekayaan dasar negeri ini justru

pada kekuatan pangan local yang beragam dan kemampuan melihat akan

pelestarian lingkungan untuk menjaga kestabilan seluruh kehidupan.

Masalah pangan harus menjadi prioritas kebijakan pemerintah dengan tidak

mendua yaitu mencari kemudahannya pemecahan jangka pendek dengan

impor ditengah tanah yang sangat produktif dan di tengah wilayah yang

mempunyai biodiversity yang sangat tinggi untuk dapat memenuhi

kebutuhaannya sendiri dan siap untuk membantu Negara-negara lain di

dunia.

Mengutamakan kebijakan pangan juga harus nampak bahwa

kebijakan subsidi, penelitian dan kebijakan kemudahan harus di utamakan di

bidang pertanian kehutanan dengan menampakkan atau memutuskan bahwa

beaya APBN untuk pertanian harus seimbang bahkan lebih besar dari subsidi

BBM yang lebih banyak di nikmati oleh industri atau services saja.

Kebijakan terhadap pembangunan ekonomi dan industri atau tehnologi harus

prioritas berikutnya kalau pertanian dan kehutanan dan pelestarian

lingkungan ini memang sudah sangat baik berjalan dan langgeng berjalan

untuk menjaga pembangunan ekonomi dan industri yang semuanya tidak

sangat tergantung kepada luar negeri.

Apabila kita dapat ambil contoh maka kebijakan yang menjurus

kekeliruan adalah urbanisasi sebagai akibat prioritas pembangunan hanya

diperkotaan maka timbul kejadian kerusuhan yang menimpa beberapa

bangsa dunia ini. Mestinya peristiwa peristiwa tersebut dapat menyadarkan

kepada kita bahwa masalah pangan adalah sumber utama kedamaian atau

kerusuhan. 800 orang meninggal di Kenya harus dijadikan gambaran yang

nyata karena kerusuhan itu lebih disebabkan karena keterbatasan akan air

dan pangan ataupun papan. Penduduk yang semakin tidak terkendali

jumlahnya sementara tidak ada upaya yang benar dan cukup untuk

Page 103: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

103

mengembalikan peran bumi air dan matahari dan keragaman sebagai usaha

untuk membuat kecukupan pangan papan air dll.

Banyak pendapat mengatakan suku Baduy adalah suku yang

ketinggalan tetapi ternyata justru suku ini secara teratur dapat menyetor

sejumlah hasil pangan dan tidak tergantung kepada orang lain apalagi luar

negeri untuk mencukupi kebutuhan dasar hidupnya padahal sebagian orang

menganggap mereka kelompok masyarakat tertinggal tetapi bukti

menunjukkan mereka orang yang sangat konsern dengan pelestarian

lingkungan dan produksi pangan dan pelestarian sumber air.

PENGOLAHAN GAMBUT YANG MENDEKATI MODEL AGROFORESTRY DALAM RANGKA MENGURANGI PEMANASAN BUMI

Dunia pada umumnya dan Indonesia pada khususnya mengalami

perubahan besar lingkungan hidupnya yakni bahwa bumi telah menjadi

semakin tinggi suhunya, es mulai mencair dan kemungkinan besar pulau-

pulau di Indonesia akan mulai tenggelam, gambut dibakar dan dikeringkan

dan akan terjadi air laut masuk ke darat dan menenggalamkan wilayah yang

tadinya di dominasi gambut. Diperlukan 25,000 tahun untuk memulihkan

ecosystem gambut tersebut. Emisi karena perubahan penggunaan

/pembukaan gambut dan kebakaran hutan merupakan penyumbang emisi

yang sangat besar. Pembakaran fosil yang semakin besar diduga juga

berkontribusi terhadap pemanasan global ini.

Aktifitas manusia di bidang industri yang menebang hutan dan

membakar hutan seisinya akan mengakibatkan miliaran ton partikel, gas

karbon dioksida, klorofluorokarbon, asam nitrat,metan yang secara bersama-

sama menipiskan dan melubangi lapisan atmosfer pelindung bumi sehingga

Page 104: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

104

sengatan matahari langsung terasa di permukaan bumi kemudian panas

matahari itupun beredar diangkasa berputar di permukaan bumi yang disebut

efek rumah kaca.

Hutan alam dengan ketinggian yang lebih dari rata-rata hutan buatan

sebenarnya sangat efektif untuk mengurangi bencana panas dan badai namun

hutan-hutan alam itu semakin lenyap dan telah mulai digantikan dengan

tanaman monokultur yang luas dan pendek umurnya.

Indonesia sebenarnya adalah negeri di Asia yang paling banyak

mempunyai hutan alam tropis dengan wilayah bergambut terbesar. Gambut

berasal dari bahan organic yang membusuk dan terdekomposisi dalam

berbagai tingkat. Gambut mengandung lebih dari 65 % bahan organic

dengan kedalaman dapat mencapai 15 m atau bahkan dapat 20 m.

Kedalaman itu bahkan sampai di bawah permukaan laut. Karena itu apabila

terbakar selain memusnahkan semua biodiversity yang merupakan sumber

kehidupan manusia dan seluruh makhluk hidup dan tata air maka akan dapat

menenggelamkan pulau karena air laut akan dapat masuk ke daratan karena

daratan telah menjadi lebih rendah dari laut karena terbakarnya gambut.

Dengan mempertahankan wilayah gambut walau dimanfaatkan tetapi dengan

model agroforestry yakni semaksimum mungkin mempertahankan jenis-

jenis local.

Kemampuan ekosystem gambut yang menyimpan air dan

mengeluarkannya perlahan-lahan akan membuat hidupnya pertanian di

daerah hilir, transportasi murah minim bahan bakar; sumber pangan

ikan,udang, mengurangi bencana banjir dan mencegah kekeringan di musim

kemarau. Bentuk seperti spon gambut mampu menyerap dan menyimpan air

dalam jumlah besar dan kemudian secara terus menerus di lepas perlahan-

lahan.

Page 105: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

105

Model agroforestry yang di kembangkan mestinya memperhatikan

species-species local yakni bahwa di atas gambut sebenarnya akan mampu

menjadi tempat tumbuhnya tanaman 28 jenis meranti ( Shorea spp) dan 4

jenis balau ( 3 jenis Shorea dan 1 jenis parashorea) yang mampu melindungi

semua biodiversity; seperti untuk Riau misalnya akan merupakan habitat

bagi :

Shorea macroptera, Shorea leprosula, S.teysmaniana,S palembanica

,S.hemstleyana, S.scrabida,S.conica,S.platycarpa,S.uliginosa,S.hypochra, S.

javanica; S. lamellate, S sumatrana,S.macrantha, S.lepidota dll ( Gusti dkk,

1977) yang merupakan sumber plasma nutfah dan pelindung bagi kehidupan

semua makhluk hidup.

Untuk Kalimantan Barat misalnya sebagian besar merupakan habitat

bagi pusatnya biodiversity seperti : Shorea balangeran, S. gibbosa Brandis,

S.teysmanniana Dyer ex Brandis, S.palembanica, S.platycarpa, S oliginosa,

S.quadrinaervis, S.ovata,S.mecistopterya, S.virescens Parijs, S.seminis, S

stenoptera, S.pachyphylla, S.splendida dll (Gusti dkk,1977) banyak yang

unik.

Karena itu penggantian lahan gambut atau hutan alam untuk HTI

yang monokultur dan tidak mendekati model campur seperti agroforestry

tentu saja sangat merugikan ecosystem, kekayaan jenis yang unik dan

sekaligus sangat merugikan bagi kelangsungan kemampuan menata air

dengan pergantian pohon-pohon cepat tumbuh yang dalam waktu singkat

ditebang. Nilai ekonomi dan ecosystem HTI yang sangat tidak sebanding

dengan nilai ekonomi dan ecosystem dari gambut perlu di cermati dan

sebagai pembanding pengambil keputusan yang dampaknya sangat besar

terhadap kelangsungan ketangguhan kemandirian bangsa karena

berhubungan dengan potensi pangan, air,papan,kesehatan, keamanan,sumber

ilmu pengetahuan dll baik yang terhitung maupun yang tidak terhitung.

Page 106: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

106

Gambut jelas juga menghasilkan sumber pangan pangan seperti

sago, dan berbagai buah-buahan seperti durian berbagai jenis yang

merupakan harta yang tidak ternilai bagi kelangsungan hidup berbagai

macam binatang dan juga manusia. Tanaman-tanaman di atas gambut

mampu menghasilkan pusat madu seperti pohon kempas yang merupakan

sumber obat dan kesehatan.

Pengelolaan lahan gambut untuk keperluan HTI, persawahan,

perkebunan dengan cara pembuatan saluran dengan mengeringkan tidak

sengaja maupun sengaja kemudian diikuti pembakaran yang kemudian

terjadi bencana kebakaran hutan yang dampaknya sangat besar misalnya

polusi asap 60% termasuk emisi karbon dlm setahun kebakaran berasal dari

hutan gambut yang sebenarnya lahan gambut hanya menutupi hanya sekitar

10 – 14 %. Kebakaran gambut tahun 1997/1998 jumlahnya 13-40% dari

emisi tahunan yang disebabkan oleh pembakaran fosil diseluruh dunia (

Peter dan Nina 2002).

Gambut yang dikeringkan akan melepas 50-100 ton/tahun/ha emisi

CO2 dan di Asia Tenggara diperkirakan ada 7 juta ha tanah gambut

kekeringan (Van den Eelart, 2006).

Kebakaran hutan gambut 1997/1998 mengakibatkan kerugian negara

sekitar 800 juta $ US ( Peter dan Nina 2002) dan kebakaran semacam ini

terbukti menggoncangkan Negara dan Pemerintahan karena dampaknya

sangat besar yakni gangguann terhadap transportasi, perawatan kesehatan

dan berkurangnya produktifitas lahan yang sangat besar dan terhentinya

hampir seluruh roda kehidupan.

Penyimpanan karbon di bumi juga sangat besar diperankan oleh

hutan gambut. Gambut di tropis juga mampu menyimpan karbon 3- 6 kali

lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan menyimpan karbon di lahan-

lahan gambut di daerah sedang. Daerah ini juga kaya akan keaneka ragaman

Page 107: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

107

jenis hayati dengan banyak jenis yang unik dan hanya di jumpai di daerah

gambut ini. Lahan gambut di bumi yang hanya 3 % ini mengandung 20-35

% dari semua karbon yang tersimpan dipermukaan bumi.

Apabila gambut di biarkan secara alami maka tidak akan mudah

terbakar. Pemanfaatannya dengan demikian tetap mempertahankan model

agroforestry.

Tetapi kebakaran hutan gambut sangat sulit dipadamkan dan akan

memakan beaya yang sangat mahal dan akan menyebabkan kerusakan

ekosystem yang sangat panjang dampaknya.

Pengalaman PPLG (Proyek Pengembangan Lahan Gambut) satu juta ha

KEPPRES NOMOR 82/1995 dengan penyempurnaan melalui KEPPRES

74/1998 merupakan gambaran yang nyata dari kegagalan pengelolaan

gambut sehingga atas instruksi Presiden RI Menteri Pertanian pada bulan

April 1998 membentuk Tim Kaji Ulang PPLG. Pendapat Tim Kaji Ulang (

Tejoyuwono, 2006) antara lain:

1. Kaji ulang dengan pembenahan tata air dan konservasi lahan yang

mendasar untuk menuntaskan reklamasi lahan yang mutlak

diperlukan.

2. Daerah kerja PPLG perlu direhabilitasi dengan vegetasi hutan alami.

3. Saluran Primer Utama yang sudah terlanjur di buat perlu ditimbun

kembali dan menghentikan aktifitasnya di lahan 1,41 juta ha.

4. Pada daerah yang sudah hidup puluhan tahun berpenduduk rapat

yang terkena dampak dari pembuatan Saluran Primer Utama (SPU)

yang terkena dampak merugikan dari pembuatan SPU perlu

diselamatkan dan direhabilitasi.

Disebutkan reputasi PPLG telah terlanjur buruk ( Tejoyuwono,

2006) dengan demikian maka dapat di sarankan bahwa pengelolaan lahan

gambut sekarang ini sudah sampai tingkat yang sangat mengkawatirkan dan

Page 108: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

108

perlu di hentikan dan itu sudah ada peringatan dengan Instruksi Presiden

April 1998.

Kegagalan proyek tersebut dapat dijadikan acuan untuk sangat hati-

hati di masa kini dan mendatang untuk tidak lagi gegabah mengelola hutan

gambut kecuali dikembalikan kekondisi alamnya atau dikelola dengan model

agroforestry.

Penebangan hutan dan pembakaran atau terbakarnya hutan tropis

menghasilkan 20 % global emisi karbon yang kira-kira hampir sama dengan

emisi yang di produksi dari USA dan China (daily telegraph 23 October

2007). Mencegah hancurnya hutan dan membayar kredit carbon ke Negara-

negara yang melindungi hutannya adalah hal yang sangat bermanfaat.

Sedangkan menurut Claudius Mott dan Florian Stegert (2007)

mengatakan bahwa Indonesia menjadi negara yang memproduksi CO2

terbesar di dunia. Penelitian di lakukan di Sumatra dan Kalimantan. Jadi

Indonesia berperan besar terhadap pemanasan bumi kita ini. Karena itu perlu

tindakan konkrit dari Indonesia dan dunia untuk mencegah semakin

panasnya bumi dan semakin berkurangnya sumber-sumber air kita.

MENGAPA HUTAN TROPIS SEBAIKNYA MORATORIUM? USULAN TENGAHNYA ADALAH MODEL AGROFORESTRY

Indonesia adalah merupakan Negara yang termasuk 3 besar

megadiversity dunia karena walau luasnya hanya 1.3 % luas dunia tetapi

memiliki 17 % species yang ada di dunia ini. Apabila keragaman laut juga

dimasukkan maka Indonesia adalah negeri dengan kekayaan species terbesar

di dunia. Ada 47 type ecosystem di Indonesia ini dan terbagi menjadi 7

biogeographic berdasarkan kelompok kepulauannya ( Anonymus, 1992,

Setiyati, 2001).

Setiap tahun diperkirakan 2,8 juta ha hutan kita rusak dan sekarang

ini mencapai 59 juta ha hutan telah menjadi rusak. Padahal setiap satu

Page 109: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

109

species hilang akan di ikuti oleh hilangnya 10-30 jenis species lain yang ikut

hilang. Kerusakan itu mengakibatkan kerugian Negara rata rata 30 s/d 45

triliun pertahun ( Kompas 9 januari 2007). Kehilangan jenis merupakan

kehilangan yang tidak atau belum dapat dihitung (intangible value).

Rifai ( 1993) mengatakan bahwa diperkirakan ada sekitar 28,000

jenis tanaman diseluruh Indonesia dan baru ada 6,000 jenis yang telah

dimanfaatkan antara lain:

1. Untuk ornament kira-kira 1100 jenis

2. Untuk tanaman obat sekitar 940 jenis

3. Buah-buahan sekitar 400 jenis

4. Sayur-sayuran sekitar 340 jenis

5. Tannin sekitar 228 jenis

6. Kayu sekitar 267 jenis

7. Spices sekitar 54 jenis

8. dll

Dengan tanpa terkendalinya illegal logging yang menghancurkan

hutan seluas 2,8 juta ha/tahun maka akan banyak sumber kehidupan yang

belum sempat dimanfaatkan akan hilang bersama dengan hilangnya pohon-

pohon yang ditebang dengan tidak mengindahkan kelestarian jenis.

Sumber pangan misalnya sago diperhitungkan kira-kira 6 juta ton

hilang pertahun dan tidak termanfaatkan dari hutan alam kita sedangkan kita

mengimpor gandum 4,5 juta ton pertahun ( Kompas 26 Juli 2007) dengan

menghabiskan devisa paling tidak 18 triliun dengan kecenderungan

meningkat dan apabila kenaikan ini tidak terkendali dan semua

mengkonsumsi penuh 3 bungkus mie instant perhari maka devisa hilang

sebanyak 258 triliun pertahun dan kondisi hutan kita sudah sangat di abaikan

dan di anggap tidak menghasilkan pangan.

Page 110: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

110

Maka menjaga jenis tersebut sebelum punah adalah tugas Negara

tugas Bangsa untuk melestarikan sumber kehidupan bangsa dan dunia.

Pembalakan yang dilakukan oleh HPH terutama pada penyaradan

yang tidak terkendali pada umumnya membuat kerusakan pada permudaan

alam dan mikorisa yang mempunyai peran penting terhadap kelangsungan

hidup dari permudaan alam tersebut ( Gardingen et al, 1998)

Agroforestry dan pencegahan kearah monokultur akan mampu menjaga

Sumber Pangan, sumber air, sumber papan dan keperluan industri,

memelihara budaya bangsa, sumber ilmu pengetahuan & biodiversity,

pencegahan panas bumi, keamanan hidup, ecoutorism.

Sumber Pangan

Salah satu contoh komuditas pangan yang telah tersedia sebagai

disebutkan di depan adalah sago. Sago yang di hasilkan di dalam hutan

tropis belum sempat diolah dan diperkirakan dapat menghasilkan 6 juta ton

pertahun ( Kompas 26 juli 2007). Pangan lain yang dapat disebutkan adalah

aren, umbi-umbian, sukun, durian dll tersedia pada hampir semua hutan

tropis kita dan akan mampu mencukupi kebutuhan pangan seluruh

Indonesia. Model pertanian terpadu atau agrofotrestry adalah pendekatan

model yang sangat dekat dengan pola ketersediaan pangan dan kebijakan

yang mengarah kepengawetan dan pelestarian dengan inovasi yang tetap

berpedoman kepada pelestarian adalah hal yang sangat penting untuk

menjaga ketahanan pangan ini.

Sumber Air

Hutan tropis dengan ketinggian dan kedalaman akarnya mampu

menyimpan air dalam jumlah yang sangat memadai sehingga mampu

mengurangi keterbatasan ketersediaan air. Hilangnya mata air di Tarutung

Page 111: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

111

dari 700 tinggal 300; dan Wonosobo dari 200 tinggal 100 mata air; di

Pacitan dari 900 menjadi 450 dan menurunnya debit air itu merupakan

malapetaka yang harus segera di carikan pemecahannya dan penanaman

hutan sesuai dengan habitat dan kesesuaian dengan jenis asli tanaman pada

habitatnya akan membentuk ekosystem yang sangat menunjang dan

memulihkan ketersediaan air yang akan di manfaatkan untuk sumber

kehidupan , industri, peternakan dll.

Sumber Papan dan Keperluan Industri

Sumber papan merupakan hal yang pokok dengan areal yang tanah

kosongnya luas yakni 59 juta ha maka gerakan mensuplay kayu untuk papan

dan industri harus dimulai dari tanah kosong tersebut dan memoratorium

hutan yang tersisa untuk penyedia bibitnya dan bukan membuka hutan alam

yang semakin terbatas dan pada akhirnya kita tidak mempunyai bibit

unggulan karena sangat sulit mencegah legal dan ilegal logging dan

sementara ini sangat sulit memberi hukuman kepada pelaku illegal logging

dan hampir semuanya bebas murni . Tetapi apabila moratorium dilakukan

maka semua penebangan jelas mendapatkan hukuman tidak perlu mengecek

sah dan tidaknya karena semua penebangan tidak sah.

Memelihara Budaya Bangsa

Dengan dikendalikan penebangan maka akan muncul kembali

budaya bangsa dari masyarkat adat yang masih dapat memanfaatkan kayu

bulian, tembesu, kayu hitam dan jenis-jenis kayu yang lain yang amat sangat

berharga sebagai identitas dan kebanggaan bangsa dan masyarakat tertentu.

Masalah Pemeliharaan Sumber Ilmu Pengetahuan dan Biodivesity

Sebagai contoh pulau Sumatra sebagai pulau di awal tahun 1900

mempunyai areal hutan alam seluas 16 juta ha dan sekarang hutan dataran

Page 112: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

112

rendahnya sekarang tinggal 650,000 ha. Ribuan sumber ilmu pengetahuan

telah hilang karena semua telah berubah menjadi acasia dan kelapa sawit

yang nampak gundul dan meranggas. Kesejukan telah hilang dan panas di

mana-mana. Sumatra merupakan rumah bagi 626 jenis burung, dan 20 jenis

adalah endemis Sumatra. Hutan ini juga rumah harimau ( Panthera tigris

sumtraensis); gajah Sumatra ( Elephas maximus sumatraensis), badak

sumatra ( Dicerorhinus sumatra ensis), tapir ( Tapirus indicus ) dan beruang

madu (Helarctos malyanus) . Populasi harimau liar diperkirakan tinggal 400-

500 ekor saja.( Kompas 27 sept 2007). IUCN memasukkan dalam kategori

critically endangered.

Pemanasan bumi terjadi dengan hilangnya fungsi efektif penyerapan

karbon dan fungsi penyerapan dan penyimpanan air yang besar dan

pembakaran untuk penyiapan lahan akan semakin memanaskan bumi dan

menghancurkan semua biodiversity dan penyerap karbon. Pemanasan ini

memang mudah di rasakan di Malaysia dan Singapura dll. Maka restorasi

ekosistem memang menjadi sangat mendesak untuk mencukupi memelihara

kelangsungan kehidupan makhluk hidup termasuk manusia. Peraturan

Menteri Kehutanan Nomor SK 159/Menhut-II/2004 restorasi

mengembalikan unsur biotik serta unsur abiotik pada kawasan hutan

produksi agar tercapai keseimbangan hayati melalui penanaman, pengayaan,

permudaan alam serta pengamanan ekosistem ( kompas 27 sept 2007).

Implikasi dari Peraturan Menteri ini semestinya di kembangkan

dengan baik dan moratorium dan pengembangan model agroforestry akan

memperkuat kelestarian penyediaan bibit-bibit asli dari habitat asli dan

ekosystem akan pulih sekaligus mengurangi pemanasan bumi dan

ketersediaan air.

Page 113: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

113

Masalah Keamanan

Bencana tanah longsor, banjir, tsunami, gempa bumi; kebakaran

hutan semuanya dikurangi apabila restorasi ekosystem dapat dimulai dan di

pelihara. Agroforestry yang luas seperti pengaturan landscape agroforestry,

atau model-model agroforesrty yang telah diketahui sekarang ini akan dapat

membantu penduduk dari bencana-bencana yang mungkin datang dan

menyebabkan malapetaka berkepanjangan.

Model Agroforesrty juga mampu membuat model yang mampu menawarkan bentuk ecotourism

Agroforestry sebenarnya dapat didesign langsung untuk membuat

areal tertentu mampu menjadi lebih indah dan menghasilkan berbagai

produk yang layak jual untuk ekotourism misalnya wisata memetik durian,

menganbil rambutan advokad, sayur-sayuran, memetik buah apel, memetik

buah salak dengan trak-trak agrofoestry. Juga dapat disambungkan dengan

pengembangan ternak sekaligus produk susu, susu dalam kemasan, susu

olahan menjadi makanan permen dll. Daging juga dapat ditawarkan dalam

pengelolaan dengan model agroforestry.

Masalah ekotourism, masalah pendapatan , pengentasan kemiskinan

dll jelas dapat di ikuti dan di laksanakan dengan baik apabila moratorium

pelestarian biodiversity, mengembangkan model agroforestry merupakan

pertimbangan yang matang dan segera dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymus. 1992. Indonesia Country Study on Biological Diversity. UNEP. The Republic of Indonesia and the Kingdom of Norway, Ministry of State for population and Environment.

Claudius Mott dan Florian Stegert 2007. CSE Forest Monitoring- Development of an Operational Service for tropical Forests in SE Asia in International Symposium and workshop on tropical peatland,

Page 114: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

114

Carbon-Cliamte-Human Interaction-Carbon Pools, Fire, Mitigation, restoration and Wise use. Yogyakarta Indonesia. August 27-31 2007.

Gardingen,PR., Clearwater, MJ., Nifinluri T., Effendi R., Rusmantoro W, Noor M., Mason PA., Ingleby K. dan Munro RC. 1998. Dampak Pembalakan terhadap regenerasi hutan dipterokarpa dataran rendah di Indonesia. (Impacts of logging in the regeneration of lowland dipterocarp forest in Indonesia). Commonwealth Foretsry Review 77(2):71-82, 156, 158-159.

Gusti I M Tantra , Uhaedi Sutisna dan Utja. 1977. Laporan Hasil penelitian jenis-jenis Meranti Rawa (Shorea spp) di Riau dan Kalimantan Barat. Laporan No 259. Deptan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Lembaga Penelitian Hutan.

KEPRES Nomor 32 Tahun 1990 tgl 25 Juli 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.

Kompas 9 Januari 2007. Lingkungan 59 Juta Hektar Hutan Indonesia Hilang.

Kompas Kamis 26 Juli 2007. Jutaan Ton Sagu Terbuang Setiap Tahun.

Peter Moore dan Nina Haase. 2002. Burning Issues Project Firefight South east Asia.

Rifai. 1993. Plasma Nutfah.Erosi Genetika dan Usaha Pelestarian Tumbuhan Obat Indonesia. Bio Indonesia 9: 15-28.

Setiyati D Sastrapradja. 2001. The role of in Situ Conservation in Sustainable Utilization of Timber Species in In Situ and Ex Situ Conservation of Commercial Tropical Trees. Edited by Thielges, S D Sastrapaja amd Anto Rimbawanto. GMU and ITTO.

Suhardi. 1999. Mycorrhiza for forest conservation amd Food Production. Proceeding.Inter.Workshop BIOREFOR Nepal 1999 pp: 115-118.

---------. 1999. Forest Conservation and Food Production in Impacts Fre and Human Activities on Forest Ecosystems in the Tropic. Proc. Inter.Symp.Asean Trop.For.Managemen pp: 465-470.

Tejoyuwono Notohadiprawiro. 2006, Proyek Pengembangan ”Lahan Gambut sejuta Hektar: Keinginan dan Kenyataan”. Repro Ilmu Tanah. UGM.

Van den Elart. 2006. Ombrogenous Peat Swamps and Recommended Uses in Tropical Areas. Eas.

Page 115: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

115

Reklamasi Lahan dengan Sistem Agroforestri (Land Reclamation Agroforestry System, LARAS)

Riyanto Soedjalmo

Fakultas Pertanian, Universitas Mulawarman, Samarinda Telp : 0541 748 561, Fax : 0541 748 697, HP : 0816 309 136,

Email : [email protected]

ABSTRAK Hampir semua perusahaan penambangan batubara di Kalimantan

Timur menggunakan metode opencast atau strip mining. Kegiatan tersebut menghasilkan sejumlah besar overburden dan/atau interburden untuk mendapatkan deposit batubara. Dalam strip mining overburden sering dibuang dan diterlantarkan dan bercampur dengan berbagai macam batuan hasil galian. Top soil yang memiliki ketebalan rendah tercampur dengan sub soil dipisahkan dan disimpan digunakan dalam program reklamasi. Setelah penambangan selesai, biasanya overburden direkontur diikuti dengan pembuatan drainase, kemudian meletakkan kembali top soil + sub soil kepermukaan. Lahan kemudian diusahakan kembali ke tata-guna lahan awal atau bentuk lain sesuai kesepakatan. Salah satu alternative bersifat strategik untuk perbaikan lahan tersebut adalah dengan pendekatan sistem agroforestri. Kagiatan ini meliputi dua tahap yaitu tahap pembentukan bentang lahan dan tahap pembentukan sistem agroforestri. Pembentukan bentang lahan adalah dengan mengubur overburden lebih dulu (dengan metode tertentu) untuk mencegah pelapukan material pembentuk asam/pyrit (Acid Forming Material/AFM). Sedangkan pembentukan sistem agriforestri setelah pembentukan landform selesai yang segera diikuti dengan penebaran benih rerumputan dan legume. Rerumputan dan legume sebagai daya tarik berbagai jenis serangga, kupu-kupu, belalang, burung, sebagai awal suksesi ekosistem. Dalam perjalanan waktu rerumputan dan legume memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Bersamaan dengan pertumbuhan rerumputan dan legume, dapat ditanam berbagai jenis pepohonan hutan atau pepohonan buah-buahan sesuai dengan tataguna lahan yang telah disepakati. Berbagai model agroforestri dapat diterapkan pada lahan reklamasi, antara lain yaitu: (a) Agrisilvopastoral system, (b) Sistem Silvo pastoral, (c) Sistem Apiculture, (d) Seri culture, dan (e) sistem Silvofishery. Kata kunci: Penambangan Batubara-Reklamasi Lahan-Sistem Agroforestri

Beberapa tahun yang lewat, orang telah mulai sadar bahwa

sumberdaya alam itu terbatas., khususnya lahan, dimana kehidupan manusia

Page 116: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

116

sangat tergantung. Banyak peraturan telah dibuat untuk mencegah kerusakan

lahan, termasuk dalam hal kegiatan pertambangan.

Pada saat ini ratusan perusahaan yang bergerak dibidang

penambangan batubara berada di provinsi Kalimantan Timur, dan hampir

semuanya menggunakan metode opencast atau strip mining dalam

operasionalnya. Dalam kegiatan tersebut dihasilkan sejumlah besar

overburden (material tanah diatas lapisan deposit batubara tunggal) dan/atau

interburden (material yang terletak antara dua lapisan deposit batubara)

untuk mendapatkan deposit batubara. Perbandingan (ratio) untuk

memperoleh batubara terhadap material tanah yang dipindahkan

(overburden) antara 1: 10 sampai 1: 20 dan kadang-kadang 1:30 tergantung

dari kualitas energi yang terkandung dalam batubara.

Gambar 1. Lahan rusak dan ditinggalkan oleh perusahaan tambang batubara (kiri), dan setelah direklamasi serta ditanami Kelapa sawit dan berhasil (kanan)

Dalam aktivitas strip mining tersebut overburden sering dibuang dan

diterlantarkan (derelict land) dan bercampur dengan berbagai macam batuan

hasil galian. Sedangkan top soil (tanah pucuk) yang ketebalannya hanya tipis

tercampur dengan sub soil dipisahkan dan disimpan untuk

nantinyadigunakan dalam program reklamasi..Sifat kimia dari overburden

umumnya sangatlah jelek, hal ini dikarenakan adanya kandungan pyrite

(FeS), miskin hara, adanya senyawa toksik, dan tidak mengandung bahan

Page 117: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

117

organik. Adanya pyrite menyebabkan timbulnya air drainase sangat asam,

kandungan besi tinggi, dan juga sulphat dan berbagai logam seperti Mangan

dan Aluminium. Overburden berbatu, kadang kurang mengandung pasir dan

clay.

Pada dasarnya kegiatan strip mining tersebut mengikuti urutan

kegiatan penambangan yang tertata dengan baik dalam hal pengambilan dan

peletakkan overburden. Setelah penambangan selesai, biasanya overburden

akan direkontur dan diikuti dengan pembuatan drainase, kemudian

meletakkan kembali top soil + sub soil kepermukaannya. Lahan kemudian

diusahakan kembali ke tata-guna lahan awalnya atau bentuk lain tata-guna

lahan yang disepakati. Apapun tata-guna lahan yang telah disepakati pada

akhir dari reklamasi haruslah cocok dengan lingkungan sekitar-nya. Namun

banyak perusahaan pertambangan batubara yang gagal dalam hal memenuhi

peraturan reklamasi yang harus diikuti (tercantum dalam AMDAL,RKL dan

RPL).

Problem tersebut haruslah dapat diatasi, bilamana lahan yang

terlantarkan tersebut diubah menjadi lahan yang berguna. Suatu alternative

yang sifatnya strategik untuk perbaikan lahan tersebut adalah dengan

pendekatan Sistem Agroforestri (blending pengetahuan praktis pertanian dan

kehutanan), yang mampu memperbaiki lingkungan (konservasi tanah dan

air, perbaikan iklim mikro, penyerapan karbon dioksida dalam program

pengurangan pemanasan global), perbaikan sosial-ekonomi masyarakat

(membantu meringankan kondisi sosial-ekonomi masyarakat miskin, dan

pengangguran, dengan menyediakan peluang kerja, sumber bahan pangan,

bahan bakar, pakan ternak, material bangunan rumah dan kerajinan tangan,

dsb). Sistem ini berarti juga menghijaukan industri penambangan batubara

(green mining)

Page 118: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

118

TAHAPAN PEMBENTUKAN BENTANG LAHAN

Untuk mencegah pelapukan material (overburden) pem-bentuk

asam/pyrit (Acid Forming Material/AFM) (hasil ananlisis laboratorium),

maka verburden demikian harus di-kubur. Caranya adalah overburden AFM

tersebut dihamparkan ke bekas tambang atau lembah yang telah dipilih,

setelah ketebalan tertentu barulah ditutup atau dihamparkan diatasnya

dengan overburden yang tak mengandung material pembentuk asam (Non

Acid Forming Material/NAFM) (hasil analisis laboratorium). Pelapisan

dengan overburden NAFM selalu diikuti dengan pemadatan dengan

menggunakan dozer, hal ini dimaksudkan untuk mencegah masukknya air

dan udara ke dalam lapisan over-burden AFM dibawahnya. Ketebalan

lapisan overburden NAFM tersebut sesuai dengan rencana landform yang

akan dibentuk, dan biasanya membuat kontur dengan kemiringan 14O.

Kemudian dihamparkan top soil+sub soil dengan ketebalan sesuai dengan

rencana akhir land-use. Untuk tanaman yang memiliki nilai ekonomi tinggi

ketebalan top+sub soil dapat mencapai 100 cm. Selanjutnya dilakukan

pembuatan drainase dan dilakukan ripping untuk masuknya air hujan

kedalam tanah (top + sub soil) tersebut.

TAHAPAN PEMBENTUKAN SISTEM AGROFORESTRI

Setelah pembentukan landform selesai, segera diikuti dengan

penebaran benih rerumputan dan legume. Tujuan daripada penanaman

rerumputan dan legume ini adalah untuk dapat segera menutup permukaan

lahan reklamasi agar terhindar dari bahaya erosi, dan untuk melemahkan

(softening) iklim mikro, khususnya suhu udara di tanah dan di atas tanah.

Dengan adanya rerumputan dan legume tersebut sebagai daya tarik berbagai

jenis serangga, kupu-kupu, belalang, burung, sebagai awal dari kembalinya

proses ekosistem.

Page 119: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

119

Dalam perjalanan waktu, rerumputan dan legume mem-perbaiki sifat fisik,

kimia dan biologi tanah dengan cara menambah bahan organik, kesuburan

tanah dan kehidupan biota tanah. Selama pertumbuhan rerumputan dan

legume, dapat ditanam berbagai jenis pepohonan hutan atau pe-pohonan

buah-buahan sesuai dengan land-use yang telah disepakati. Ada berbagai

model Agroforestri yang dapat diterapkan pada lahan reklamasi, diantaranya

yaitu: (a) Agrisilvopastoral system , digunakan tanaman kelapa sawit,

rerumputan dan legume diantara tanaman kelapa sawit, dan pohon Albitzia

sebagai tanaman pagar; (b) Sistem Silvo pastoral, dimanapepohonan hutan

dengan rerunputan untuk gembalaan; (c) Sistem Apiculture. Tanaman hutan

jenis Calliandra sp dan Glirisidia banyak digunakan dalam reklamasi lahan

pasca tambang batubara, dan kedua tanaman tersebut meng-hasilkan bunga

yang mengandung nectar. Untuk itu dapat dilakukan kombinasi budidaya

lebah yang menghasilkan madu yang memiliki nilai ekonomi tinggi; (d) Seri

culture. Berbagai jenis tanaman berkayu, seperti Mulbery (murbei), sering

dipakai untuk reklamasi lahan pasca tambang batubara, sedangkan tanaman

ini daunnya dapat digunakan sebagai pakan ulat sutera. Sebab itu budidaya

ulat sutera dapat dikembangkan dalam sistem ini dan kepompongnya

menghasilkan serat/benang sutera alam, yang memiliki peran dalam industri

rumah tangga, baik dalam pemeliharaan ulat sutera maupun hasil benang

sutera, seperti dalam pembuatan sarung Mandar, sarung Samarinda, dsb.

Page 120: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

120

Gambar 2. Sistem Agrisilvopastoral (kelapa sawit, rumput Signal, dan

pohon Albitzia) di areal lahan reklamasi bekas tambang batubara

Gambar 3. Seekor sapi merumput (kiri) dan pertanaman kelapa sawit di lahan reklamasi bekas tambang (kanan)

Biasanya dalam kegiatan penambangan batubara akan terbentuk

landform bukit pada awal penambangan dan lubang terbuka pada akhir

penambangan. Untuk melakukan praktek Agroforestri di lahan dengan

landform bukit dilakukan sebagaimana dijelaskan diatas, sedangkan untuk

landform lubang terbuka dapat dilakukan (e) sistem Silvofishery, dimana

lubang tambang yang terbuka tersebut akan terisi penuh dengan air hujan

Page 121: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

121

dan dapat dimanfaatkan untuk tujuan sebagai sumber air bersih ataupun juga

untuk budidaya perikanan, setelah kondisi air dalam lubang tersebut telah

melewati masa proses ekosistem yang biasanya menelan waktu antara 3

tahun.

Gambar 4. Pandangan indah lubang bekas tambang batu-bara yang telah terisi penuh air hujan dengan pinggir lubang ditanami pepohonan hutan

Pinggiran sekeliling lubang bekas tambang batubara tersebut dapat

ditanami dengan berbagai jenis tanaman berkayu , seperti Calliandra dan

Glirisidia, ataupun pepohonan hutan lainnya. Jenis ikan yang dapat

dikonsumsi adalah Tilapia dan Tilapia Gift yang memiliki nilia gizi baik.

Bilamana sumber air dan ikan tersebut akan digunakan sebagai sumber air

bersih dan ikannya untuk dikonsumsi, maka kualitas air harus mengikuti

dulu syarat yang ditetapkan oleh pemerintah.

Page 122: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

122

PERAN AGROFORESTRI DALAM ANTISIPASI DAMPAK PEMANASA N GLOBAL DI DAS

Suntoro Wongso Atmojo*

Universitas Sebelas Maret, Fakultas Pertanian, Jurusan Ilmu Tanah. Jl. Ir. Sutami 36A, Surakarta. Telp: 0271-637457, Email: [email protected]

ABSTRAK

Perubahan iklim mengancam seluruh manusia, namun kelompok penduduk termiskinlah yang paling menderita, termasuk petani yang terkena dampaknya berupa puso (gagal panen) karena penyimpangan musim, kekeringan berkepanjangan dan kebanjiran. Perubahan iklim global menyebabkan semakin tidak seimbangnya jumlah air di musim kemarau dan musim hujan kawasan DAS, sehingga dampak yang dirasakan petani adalah kekurangan air di musim kemarau, dan kebanjiran, erosi, serta longsor di musim hujan. Pengaturan tataguna tanah di DAS dengan menetapkan luasan hutan minimum 30% dari luas DAS merupakan satu langkah tepat dalam konservasi tanah dan air, terutama dalam antisipasi dampak perubahan iklim. Dalam pembangunan hutan di kawasan DAS, kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan merupakan faktor yang sangat penting untuk dipertimbangkan. Pola agroforestri merupakan pilihan yang tepat untuk dikembangkan dalam pengelolaan DAS dengan petimbangan: (1) tutupan tajuk yang rapat mampu menutup permukaan tanah dengan baik, sehingga efektif menekan aliran permukaan, erosi, longsor dan banjir, serta mampu meningkatkan infiltrasi dan cadangan air tanah, (2) variasi tanaman membentuk jaringan perakaran yang kuat, baik pada lapisan tanah atas maupun bawah, akan meningkatkan stabilitas tebing, sehingga mengurangi kerentanan terhadap longsor, (3) terkait rehabilitasi lahan, mampu meningkatkan kesuburan fisika (perbaikan struktur tanah dan kandungan air), kesuburan kimia (peningkatan kadar bahan organik dan ketersediaan hara) dan biologi tanah (meningkatkan aktivitas dan diversitas), morfologi tanah (pembentukan solum), (4) secara ekonomi meningkatkan pendapatan petani dan menekan resiko kegagalan panen, dan (5) mempunyai peran penting dalam upaya rehabilitasi lahan kritis. Konservasi daerah tebing rawan longsor dapat dilakukan melalui penghijauan dengan pola tanam, variasi tanaman yang sistem perakaranya dalam dan diselingi dengan tanaman yang lebih pendek dan ringan, permukaan tanah ditanami rumput, dan disertai perbaikan drainase sehingga stabilitas lereng tetap terjaga.

Kata Bijak : Hutan Mendahului Manusia, Manusia Mendahului Gurun. * Dekan Fakultas Pertanian Univ. Sebelas Maret, Surakarta dan Sekjen Forum Komunikasi Perguruan Tinggi Pertanian Indonesia

Page 123: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

123

PENDAHULUAN

Indonesia sebagai negara yang kegiatan ekonomi masyarakatnya

bersandar pada sumber daya alam sangatlah rentan terhadap perubahan

iklim. Sektor pertanian dan kehutanan merupakan contoh sektor yang kritis

terkena dampak (WWF, 2006). Dampak perubahan iklim global telah

dirasakan oleh petani. Kegagalan tanam dan panen sering disebabkan karena

pengaruh ketidak tepatan musim, kekeringan atau pun banjir. Petani dalam

usaha taninya sangat tergantung oleh musim, sehingga adanya

penyimpangan musim akan berpengaruh terhadap hasil usahanya. Pranoto

mongso yang sudah mapan dan digunakan sebagai pedoman petani di Jawa

Tengah sejak dahulu perlu adanya koreksi.

Sebenarnya perubahan iklim secara global lebih banyak disebabkan

oleh kegiatan manusia disamping kejadian alam (Kurniatun, 2007b). Sistem

atmosfer dan aktivitas manusia saling berinteraksi dan saling mempengaruhi.

Kegiatan manusia sangat berpengaruh terhadap kualitas sistem atmosfer,

sehingga dapat mengubah komposisi dan kualitas udara. Atmosfer

merupakan lapisan dari berbagai macam gas yang menyelimuti bumi yang

mengendalikan iklim, sehingga perubahan komposisi gas akan berpengaruh

terhadap iklim.

Kegiatan manusia akan menyebabkan peningkatan konsentrasi gas

rumah kaca (GRK) di atmosfer dalam bentuk karbon dioksida (CO2), metana

(CH4), dan nitrous oksida (N2O). Kegatan tersebut seperti kegiatan industri,

pembakaran bahan bakar fosil, penebangan dan kebakaran hutan, serta

kebakaran gambut. Kejadian alam seperti letusan gunung berapi turut

menyumbang peningkatan GRK. Gas-gas inilah yang selanjutnya

menentukan peningkatan suhu udara karena sifatnya yang seperti kaca, yaitu

dapat meneruskan radiasi gelombang-pendek yang tidak bersifat panas,

tetapi menahan radiasi gelombang-panjang yang bersifat panas. Energi panas

Page 124: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

124

tersebut tidak dapat menembus kembali ke luar angkasa dan akan terpancar

kembali ke permukaan bumi (troposfer), sehingga akan memanaskan bumi

dan akan melebihi kondisi normal, inilah yang dinamakan efek rumah kaca.

Akibatnya atmosfer bumi makin memanas dengan laju yang sebanding

dengan laju perubahan konsentrasi GRK (Hairiah, 2007a). Kondisi ini terjadi

di seluruh belahan dunia sehingga terjadilah pemanasan global. Suhu

merupakan salah satu parameter iklim yang sangat berpengaruh sehingga

menyebabkan perubahan iklim secara global, khususnya perubahan suhu

udara dan curah hujan.

Dampak perubahan iklim juga telah dirasakan di berbagai belahan

bumi. Peningkatan suhu global antara 0,3oC – 0,6 oC bila dibandingkan

dengan suhu bumi di tahun 1860 (Kurniatun, 2007a) telah menyebabkan

pencairan es di kutub sehingga permukaan air laut meningkat, dan

memberikan ancaman bagi kehidupan, terutama bagi ekosistem pesisir yang

beresiko mengalami banjir dan erosi. Indonesia sebagai negara kepulauan

cukup rentan terhadap kenaikan muka-laut, terutama bagi pulau-pulau yang

berpantai landai sehingga permukaan daratan akan menyempit. Hanya

dengan kenaikan 1 m di beberapa daerah pesisir sudah sangat besar

dampaknya terhadap sosial-ekonomi pertanian pantai. Dampak lain

diprediksikan 1,8 miliar manusia akan menghadapi kesulitan air menjelang

2080.

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KEGIATAN PERTANIAN

Dampak perubahan iklim terhadap kegiatan pertanian antara lain: 1)

tidak menentunya pola musim sehingga sulit mengatur pola tanam, 2)

berkurangnya ketersediaan dan cadangan air pada lahan pertanian di musim

kemarau, 3) terjadinya banjir di daerah hilir, dan 4) berkurangnya

keanekaragaman hayati dan produktivitas tanaman, serta perubahan hama

Page 125: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

125

dan penyakit tanaman. Keadaan ini akan mengancam keberhasilan usaha tani

dan ketersediaan pangan, bahkan diprediksi sekitar 600 juta manusia di

dunia ini akan menghadapi kekurangan gizi.

Dalam kurun waktu tiga dasawarsa terakhir, iklim di Indonesia

mengalami perubahan yang cukup dinamis. Salah satu kondisi yang bisa

dirasakan adalah semakin naiknya suhu dan kian beragamnya pola iklim saat

ini. Suhu yang makin tinggi berpengaruh pada terus meningkatnya evaporasi

dan evapotranspirasi yang berujung pada kian menipisnya ketersediaan air,

sehingga menimbulkan kekeringan berkepanjangan. Pola dan distribusi

curah hujan terjadi dengan kecenderungan bahwa daerah kering akan

menjadi makin kering dan daerah basah menjadi makin basah.

Konsekuensinya kelestarian sumberdaya air akan terganggu. Perubahan

iklim juga ditunjukkan oleh semakin tidak seimbangnya jumlah air di musim

kemarau dan musim hujan, sehingga masyarakat mengalami kekurangan air

di musim kemarau dan kebanjiran di musim hujan. Kedua kondisi ini akan

menyebabkan terjadinya puso atau kegagalan panen bagi petani.

Di Indonesia dikenal 3 macam pola distribusi hujan, yaitu pola

monsun (monsoonal), ekuatorial dan lokal. Pertama, daerah yang sangat

dipengaruhi oleh monsun memiliki pola hujan dengan satu puncak

(unimodal). Ciri dari pola ini adalah adanya musim hujan dan kemarau yang

tajam, dan masing-masing berlangsung selama kurang lebih 6 bulan, yaitu

Oktober - Maret sebagai musim hujan dan April – September sebagai musim

kemarau. Jawa memiliki pola monsun. Kedua, daerah yang dekat dengan

ekuator dipengaruhi oleh sistem ekuator dengan pola hujan yang memiliki

dua puncak (bimodal), yaitu pada bulan Maret dan Oktober saat matahari

berada di dekat ekuator. Ketiga, daerah dengan pola hujan lokal, dicirikan

oleh bentuk pola hujan unimodal dengan puncak yang terbalik dibandingkan

dengan pola hujan monsun yang disebutkan di atas.

Page 126: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

126

Petani di Jawa Tengah sejak dulu telah mempunyai pedoman

pranoto mongso yang memuat aturan-aturan musim dalam satu tahun, yang

digunakan sebagai dasar dalam permulaan tanam. Dalam pranoto mongso

dikenal ada empat musim: 1) musim labuhan, musim saat permulaan hujan,

yang dimulai akhir bulan September atau Oktober, saat ini petani mulai

menanam polowijo; 2) musim rendengan (mulai Oktober-Nopember), hujan

mulai banyak dan padi mulai ditanam ataupun disebar di sawah; 3) musim

marengan (mulai Maret), hujan mulai berkurang, polowijo musim labuhan

sudah selesai dan di tegalan akan ditanami lagi; 4) musim kemarau (mulai

April–Mei), saat ini padi rendengan di sawah sudah dipanen, dan sawah akan

ditanami polowijo atau padi lagi jika ada air atau padi gadu. Namun

tampaknya pranoto mongso tersebut perlu dikoreksi, mengingat adanya

perubahan iklim secara global.

Akhir-akhir ini awal musim hujan jarang dapat diprediksi secara

tepat, kemarau terlalu panjang, distribusi dan curah hujan juga tidak

menentu. Sementara usaha tani sangat tergantung pada musim dan rentan

terhadap perubahan musim. Pendekatan penentuan musim secara global

perlu dikoreksi, dan penentuan polatanam secara spesifik lokasi (perwilayah)

perlu dikembangkan. Dukung data dan tersedianya pengamat curah hujan

(iklim) yang mewadai di berbagai daerah sangat perlu, sehingga prediksi

musim dapat lebih akurat, dan jika terjadi penyimpangan musim dapat

segera diantisipasi. Pemerintah kabupaten hendaknya terlibat secara intensif

terhadap perubahan iklim, terutama dalam penyebaran informasi kondisi

iklim dan cuaca, dan dapat menganjurkan pola tanam yang spesifik lokasi

yang sesuai dengan dinamika iklim yang berkembang.

Upaya efisiensi air harus terus dilakukan, terutama dalam budidaya

padi sawah. Budidaya padi sawah merupakan usaha tani paling boros air,

untuk memproduksi satu kilogram beras saja dibutuhkan 3.000-5.000 liter air

Page 127: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

127

guna menumbuhkan padi hingga panen. Budidaya palawija kebutuhan airnya

lebih hemat yaitu antara 0,3 – 0,5 bagian dari kebutuhan air bagi tanaman

padi. Upaya-upaya pengembangan teknologi hemat air perlu terus digalakan,

seperti pengembangan sistem irigasi hemat air, pengembangan padi lahan

kering atau palawija. Pemeliharaan dan pembangunan dam, embung dan

infrastruktur pengairan terus ditingkatkan guna menjamin penyediaan dan

distribusi air pengairan daerah hulu hingga hilir.

Perubahan iklim juga berdampak terhadap semakin tidak

seimbangnya jumlah air di musim kemarau dan musim hujan, sehingga di

musim kemarau kekurangan air dan di musim hujan terjadi banjir.

Berubahnya neraca energi dan neraca air akibat kenaikan suhu, akan

meningkatkan evaporasi dan evapotranspirasi yang menyebabkan

berkurangnya cadangan air tanah. Penebangan hutan di daerah aliran sungai

(DAS) akan menyebabkan berkurangnya pasokan air tanah sehingga

kemampuan DAS dalam memasok air rendah. Cadangan dan ketersediaan

air untuk mendukung usaha pertanian di wilayah DAS akan semakin rendah,

bahkan terjadi kekeringan berkepanjangan. Oleh karena itu upaya konservasi

tanah dan air di wilayah DAS perlu digalakan, baik melalui reboisasi dan

pencegahan perusakan vegetasi (alih fungsi lahan). Gerakan penghijauan dan

penghutanan kembali perlu dilakukan baik di lahan petani maupun di

kawasan hutan. Sistem penanaman dapat dilakukan dengan dua pola yaitu

murni tanaman kayu (monokultur) ataupun secara campuran seperti sistem

agroforestri.

Pada musim hujan, kejadian tanah longsor merupakan ancaman bagi

daerah berlereng. Selain disebabkan oleh kerusakan lingkungan, longsor

juga disebabkan oleh faktor alam meliputi: curah hujan, jenis tanah,

kedalaman lapisan kedap air, kekuatan tanah, topografi, dan stabilitas lereng.

Bencana tanah longsor di Karanganyar telah menelan korban 67 jiwa, dan

Page 128: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

128

yang terjadi di daerah Ngawi, Wonogiri dan Malang, merupakan peringatan

bagi kita akan arti pentingnya menjaga stabilitas lereng dan menjaga

lingkungan di daerah rawan longsor. Kejadian longsor yang akhir-akhir ini

terjadi banyak analisis merupakan salah satu dampak perubahan iklim

global.

SISTEM AGROFORESTRI SEBAGAI ADAPTASI TERHADAP PEMANASAN GLOBAL

Kita tidak perlu larut dalam polemik perubahan iklim global ini,

namun yang perlu kita lakukan upaya-upaya untuk mengantisipasi dampak

perubahan iklim global. Upaya perbaikan ekosistem DAS merupakan

kewajiban bagi kita semua dalam mengantisipasi perubahan iklim. Kondisi

ekosistem DAS yang kondusif akan mampu menggerakan sendi-sendi

perekonomian kawasan. Untuk mencapai kondisi tersebut perlu upaya

konservasi dan rehabilitasi tanah dan air di kawasan tersebut. Konservasi

tanah dan air bertujuan untuk meningkatkan produktivitas lahan serta

menurunkan atau menghilangkan dampak negatip pengelolaan lahan seperti

erosi/longsor, sedimentasi dan banjir.

Upaya konservasi tanah dan air dapat dilakukan secara sipil teknik

(mekanis) dan secara vegetatif. Pengendalian erosi secara vegetatif

merupakan pengendalian erosi yang didasarkan pada peran tanaman

sehingga mengurangi daya pengikisan dan penghanyutan tanah oleh aliran

permukaan. Tanaman dapat berfungsi melindungi permukaan tanah terhadap

pukulan air hujan, melindungi daya transportasi aliran permukaan, dan

menambah infiltrasi tanah, sehingga pasokan dan cadangan air dalam tanah

meningkat. Pangkasan dan seresah tanaman dapat memasok bahan organik

dan hara, serta dapat menyediakan pakan untuk ternak. Cara vegetatif dapat

dilakukan dengan penanaman tanaman penutup tanah, penanaman sistem

lorong, dan penghijauan.

Page 129: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

129

Untuk meningkatkan efisiensi penggunaan lahan sekaligus menekan

laju erosi, upaya konservasi dapat dilakukan secara terpadu antara

pendekatan sipil teknik (mekanis) dan secara vegetatif seperti pembuatan

teras dengan penanaman ganda (Multiple cropping), termasuk sistem

agroforestri yang memadukan tanaman pertanian dengan ternak. Sistem

penanaman ganda merupakan sistem bercocok tanam dengan menanam lebih

dari satu jenis tanaman dalam sebidang tanah secara bersamaan atau digilir,

seperti pada sistem tumpangsari (Intercropping) yang membudidayakan dua

atau lebih jenis tanaman pada sebidang tanah dalam waktu yang bersamaan.

Sistem pertanian ganda sangat cocok bagi petani di daerah tropis

dengan lahan sempit sehingga dapat memaksimalkan produksi dengan input

luar yang rendah, sekaligus meminimalkan resiko gagal panen dan

melestarikan sumberdaya alam. Sistem penanaman ganda memiliki beberapa

keuntungan, antara lain: a) mengurangi erosi tanah atau kehilangan tanah-

olah, b) memperbaiki tata air dan meningkatkan pasokan (infiltrasi) air ke

dalam tanah sehingga cadangan air untuk pertumbuhan tanaman akan lebih

tersedia, c) menyuburkan dan memperbaiki struktur tanah, d) meningkatkan

daya guna tanah sehingga pendapatan petani akan meningkat pula, e)

menghemat tenaga kerja, f) menghindari terjadinya pengangguran musiman

karena tanah bisa ditanami secara terus menerus, g) pengolahan tanah tidak

perlu dilakukan berulang kali, h) mengurangi populasi hama dan penyakit

tanaman, dan i) memperkaya kandungan unsur hara antara lain nitrogen dan

bahan organik, dan j) pemanfaatan sumber daya air, sinar matahari dan unsur

hara yang ada akan lebih efisien. Agar diperoleh hasil yang maksimal maka

dalam penerapan sistem tumpang sari tanaman yang diusahakan harus dipilih

sedemikian rupa sehingga mampu memanfaatkan ruang dan waktu seefisien

mungkin, dan pengaruh kompetitif yang sekecil-kecilnya. Jenis tanaman

Page 130: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

130

yang dibudidayakan harus memiliki pertumbuhan yang berbeda, bahkan bila

memungkinkan dapat saling melengkapi.

Salah satu bentuk tumpang sari yang banyak diterapkan dan sangat

efektif dalam menunjang konservasi tanah dan air adalah sistem agroforestri.

Agroforestri merupakan pola tumpang sari yang memadukan tanaman

tahunan (hutan) dengan tanaman pertanian (tanaman pangan, hortikultura

atau perkebunan). Pola ini cukup efektif dalam pengendalian erosi dan

banjir, rehabilitasi lahan, dan melalui pola tanam secara khusus cukup efektif

dalam konservasi lereng rawan longsor.

1. Peran agroforestri dalam pengendalian erosi dan banjir

Pengaturan luas hutan menjadi sangat penting dalam

mengurangi resiko banjir di kawasan DAS, mengingat hutan merupakan

penutupan lahan yang paling baik dalam mencegah erosi. Hutan pada

kawasan DAS juga berperan sebagai penyimpan air tanah pada saat

intensitas curah hujan yang tinggi, yang biasa terjadi pada awal musim

penghujan. Hutan sangat efektif dalam mengendalikan aliran permukaan

karena laju infiltrasi hutan di daerah hulu DAS sangat besar, sehingga

dapat mengatur fluktuasi aliran sungai dan cukup signifikan dalam

mengurangi banjir (Nana Mulyana et al., 2007). Oleh karena itu,

penetaptan luasan hutan minimum 30% dari luas DAS merupakan satu

langkah yang tepat dalam menanggulangi erosi dan banjir, disamping

upaya konservasi lainnya.

Program penghijauan dan penghutanan kembali perlu terus

dilakukan dalam rangka upaya pengendalian erosi dan banjir baik di

lahan petani maupun di kawasan hutan. Sistem penanaman penghutanan

kembali baik di dalam dan di luar kawasan dapat dilakukan dengan dua

pola, yaitu murni tanaman kayu (bisa satu jenis tanaman kayu atau

campuran) maupun agroforestri. Pola agroforestri yang merupakan pola

Page 131: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

131

tumpang sari antara tanaman tahunan (hutan) dengan tanaman pertanian,

mampu menutup tanah dengan sempurna sehingga berpengaruh efektif

terhadap pengendalian erosi dan peningkatan pasokan air tanah.

Menyadari keberadaan masyarakat sekitar hutan sangat

menentukan baik dan buruknya hutan, maka dalam pembangunan hutan

dipandang perlu melibatkan masyarakat sekitar hutan, seperti yang

dilakukan Perhutani. Perhutani dalam rangka pelaksanaan program

pembangunan hutan, menerapkan pola agroforestry dengan melibatkan

masyarakat sekitar hutan untuk ikut berpartisipasi, seperti program

pembangunan hutan bersama masyarakat (PHBM). Pada saat tanaman

tahunan masih kecil petani sekitar hutan dapat mengusahakan lahan

untuk budidaya tanaman semusim. PHBM yang dulu dikenal sebagai

perhutanan sosial, akan berdampak positip ganda, disamping dapat

membantu masyarakat secara ekonomis (dari hasil tanaman semusim

dan rumput untuk pakan ternak) juga kelestarian tanaman hutan akan

terjamin, karena tumbuh kesadaran petani untuk memeliharanya. Selain

itu, penghijauan di lahan petani (pembangunan hutan rakyat) sangat

efektif dilakukan melaui pola agroforestri, karena petani tertopang

kebutuhan hidupnya dari usaha pertaniannya sekaligus sebagai upaya

penghijauan.

Secara teknis konservasi, adanya variasi antara tanaman

pertanian (pangan, hortikultura) dengan rumput di antara tegakan

tanaman tahunan, akan meningkatkan penutupan lahan secara sempurna.

Variasi tanaman tahunan dan tanaman pertanian ini akan mengurangi

pengaruh pukulan butir hujan secara langsung ke permukaan tanah

(terhindar dari rusaknya struktur tanah), melindungi daya transportasi

aliran permukaan, menahan sedimen, meningkatkan pasokan air ke

dalam tanah dan mengurangi evaporasi sehingga meningkatkan

Page 132: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

132

ketersedian air tanah, dan meningkatkan cadangan air di musim

kemarau.

Dalam rangka meningkatkan efektivitas menekan laju erosi,

penerapan pola agroforestri dapat dipadukan dengan upaya-upaya

konservasi lainnya, seperti pembuatan teras bangku, saluran

pembuangan, pembuatan terjunan air dan pembuatan bangunan lainnya,

sehingga sedimentasi dapat ditekan. Selain tumpang sari tanaman

tahunan dan tanaman semusim (pangan) juga dapat dimasukan tanaman

hortikultura dan rumput pakan ternak, sehingga tercipta pola usahatani

terpadu dengan ternak. Tanaman pangan (semusim) dilakukan pada

bidang teras seperti padi, kacang tanah, kedelai, jagung dan kacang

panjang sebagai tanaman sela. Di samping itu pada bidang teras yang

sama dilakukan penanaman tanaman tahunan sebagai tanaman pokok

dengan jarak tanam antara 6-8 m (sesuai kondisi lokasi) dengan tanaman

seperti jati, mahoni, pinus dan lainnya. Jika tanaman pohon sebagai

tanaman pokok sudah semakin rapat penutupan tajuknya, maka

dicarikan tanaman yang lebih tahan terhadap naungan seperti empon-

empon.

Pada tepi teras disamping diperkuat dengan batuan, dapat

ditanami dengan tanaman penguat teras yang terdiri dari tanaman

rumput, lamtoro dan dapat ditanami tanaman hortikultura seperti srikaya,

nanas dan pisang. Tanaman rumput pada tepi teras disamping berfungsi

sebagai penguat teras juga sebagai sumber pakan ternak (sapi atau

kambing). Limbah ternak yang berupa kotoran ternak dapat

dikembalikan ke lahan usaha untuk memperbaiki tingkat kesuburan

tanah. Dalam rangka pengembangan bioenergi dan mewujudkan desa

mandiri energi, memasukan tanaman jarak yang ditanam pada teras

Page 133: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

133

sangat tepat karena perakarannya mampu berfungsi sebagai penguat

teras.

2. Peran agroforestri terhadap konservasi daerah rawan longsor

Peristiwa tanah longsor di Karanganyar dan daerah lain baru-

baru ini merupakan bencana alam yang harus diminimalisasi. Bencana

alam tanah longsor sering terjadi karena pola pemanfaatan lahan yang

tidak mengikuti kaidah kelestarian lingkungan, seperti gundulnya hutan

akibat deforesterisasi, dan konversi hutan menjadi lahan pertanian dan

pemukiman di lahan berkemiringan lereng yang terjal. Penutupan lahan

yang rendah akibat konversi hutan merupakan salah satu faktor yang

menyebabkan daerah menjadi rawan longsor.

Longsor adalah peristiwa meluncurnya material tebing atau

bidang tanah yang lerengnya sangat miring. Penyebab utama dan pemicu

peristiwa longsor ini curah hujan yang tinggi, selain kondisi lahan yang

tidak mendukung. Hal ini diakibatkan tanah jenuh air dan pengikat

agregat tanah tidak berfungsi, sehingga tanah dan material meluncur ke

bagian bawah lereng. Pengikat agregat tanah pada umumnya berupa

perakaran pohon. Selain itu, tanah longsor terjadi karena pada lereng

curam terdapat bidang peluncur di bawah permukaan tanah yang kedap

air, dan terdapat jenuh air dalam tanah di atas lapisan kedap (Sukresna,

2007).

Kejadian longsor di beberapa tempat di Karanganyar akhir-akhir

ini, diduga disebabkan kondisi lahan dengan kemiringan lebih 40o

dengan permukaan lahan relatif terbuka, digunakan untuk budidaya

jagung, ketela, pisang dan bambu. Kondisi tanah lapisan permukaan

berupa tanah gembur dengan tekstur didominasi liat dan debu, terdapat

lapisan kedap air sebagai bidang luncur dengan kemiringan kurang lebih

sejajar kemiringan lereng. Curah hujan saat kejadian sangat tinggi yang

Page 134: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

134

mengguyur sepanjang malam menyebabkan masa tanah di permukaan

menjadi jenuh air, sehingga lereng tidak stabil lagi, dan terjadi longsor.

Peran vegetasi hutan dalam mengendalikan stabilitas tanah pada

lereng sangat besar melaui peran secara hidromekanik dan bioteknik.

Vegetasi berperan dalam aspek hidrologi yaitu menurunkan kelembaban

air tanah melaui proses evapotranspirasi dan aspek mekanis perkuatan

ikatan akar pada partikel tanah pada lereng (jaringan akar dan

penjangkaran akar sampai lapisan kedap) (Sukresna, 2007). Diantara

faktor yang berpengaruh pada longsor, faktor vegetasi merupakan faktor

yang dapat kita kelola, baik melalui pemilihan jenis tanaman maupun

pengaturan kerapatan tanaman. Upaya penutupan lahan atasan dengan

pohon penghijauan perlu dilakukan terutama di lahan atas yang rentan

longsor.

Keberadaan pohon di sepanjang tebing sangat mempengaruhi

stabilitas tebing melalui fungsi perakaran yang melindungi tanah

sehingga mempengaruhi ketahanan geser (shear strength) tanah.

Besarnya ketahanan geser tanah ditentukan oleh karakteristik sifat fisik

tanah (yang melputi kandungan liat dan debu, porositas, dan kadar air).

Akar pohon dapat berfungsi dalam mempertahankan stabilitas tebing

melalui dua mekanisme yaitu : (1) mencengkeram tanah lapisan atas (0-5

cm), dan (2) mengurangi daya dorong masa tanah akibat pecahnya

gumpalan tanah. Peran perakaran pohon dalam meningkatkan ketahanan

geser tanah ditentukan oleh umur tanaman, total panjang akar, diameter

akar, dan kandungan lignin perakaran.

Pohon yang berperakaran intensif di lapisan atas sangat efektif

membantu mengurangi hanyutnya lapisan atas, sedang pohon

berperakaran dalam akan berfungsi sebagai jangkar (anchor),

memperkuat tegaknya batang sehingga pohon tidak mudah tumbang

Page 135: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

135

pada saat terjadi longsor sehingga tebing tetap stabil (Kurniawan et al.,

2007). Peran vegetasi dalam mengendalikan stabilitas lereng sangat

ditentukan oleh sifat-sifat dari akarnya, antara lain: 1) bentuk sistem

perakarannya (tunggang-serabut), 2) kedalaman akar (dangkal-dalam

menembus bedrock), 3) sebaran perakaran (perbandingan dengan luas

tajuk), 4) susunan akar (nisbah akar : tanah atau berat biomasa akar per

satuan volume akar), dan 5) kekuatan akar (nilai kuat tarik akar pada

berbagai diameter akar dan spesies vegetasi).

Hairiah et al., (2007) menyatakan bahwa strategi yang paling

tepat untuk meningkatkan stabilitas tebing adalah dengan meningkatkan

diversitas pohon yang ditanam dalam suatu lahan untuk meningkatkan

jaringan akar-akar yang kuat baik pada lapisan tanah atas maupun

bawah. Oleh karena itu untuk konservasi daerah tebing rawan longsor

(berlereng curam dengan kemiringan ≥ 80% atau ≥ 40o) sebaiknya

penghijauan dengan tanaman yang sistem perakaranya dalam, dan

diselingi dengan tanaman-tanaman yang lebih pendek dan ringan, dan

bagian dasar ditanami rumput. Perbaikan dan pemeliharaan drainase

perlu dilakukan untuk menjauhkan air dari lereng, menghindarkan air

meresap ke dalam lereng, atau menguras air dalam lereng keluar lereng

sehingga air jangan sampai tersumbat atau meresap ke dalam tanah agar

stabilitas lereng tetap terjaga.

3. Peran agroforestri dalam perbaikan kuailitas lahan

Tegakan agroforestri memiliki dampak positif dalam

memperbaiki dan meningkatkan kualitas lahan, antara lain tegakan

pohon/tanaman yang intensif akan menekan laju evaporasi dan

mengurangi intensitas sinar matahari, sehingga akan terbentuk iklim

mikro yang kondusif bagi kehidupan mikroorganisme dan tanaman

terutama pada musim kering. Keragaman tajuk (multi strata) berbagai

Page 136: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

136

spesies pohon, tanaman semusim bersama seresahnya di permukaan

tanah disamping dapat berfungsi mengurangi energi kinetik pukulan

butir hujan pada permukaan tanah, juga dapat mempertahankan iklim

mikro akibat meningkatnya penutupan tanah.

Tajuk tanaman dan seresah yang berada di permukaan lahan

akan mengurangi suhu tanah dan berpengaruh dalam proses dekomposisi

dan mineralisasi (pelepasan hara). Keanekaragaman spesies tanaman

dengan tajuk dan perakaran yang berbeda, dapat meningkatkan

pemanfaatan sumberdaya yang tersedia secara efisien, baik dalam

pemanfatan sinar matahari, unsur hara dan air. Keragaman tanaman akan

mengurangi pelindian N dalam tanah, dan juga penting dalam

mempertahankan pasokan subtrat bagi ekosistem tanah-tanaman secara

berkelanjutan. Sebagai imbalannya, komunitas biota tanah akan

memberikan layanan lingkungan yang akan menguntungkan bagi

pertumbuhan tanaman.

Sistem agroforestri meningkatkan kualitas tanah, yang

ditunjukan oleh perbaikan stuktur tanah (peningkatan berat volume

tanah), lengas tanah, kesuburan kimia yang ditunjukan oleh nisbah C/N,

dan kesuburan biologi tanah yang ditunjukan oleh peningkatan aktivitas

dan diversitas biota tanah (Solehani dan Suwarji, 2007). Masuknya

tanaman tahunan (hutan) dalam sistem agroforestri mempunyai potensi

mampu mengeksploitasi hara yang tak terjangkau oleh perakaran

semusim, menangkap hara yang bergerak turun maupun yang bergerak

lateral dalam profil tanah, dan melarutkan bentuk hara recalsitrant yang

tidak tersedia bagi tanaman semusim. Pada tanaman tahunan lebih

efisien memanfaatkan N dan pengendalian pelindian NO3 melaui

pemanfaatan kembali hara di bawah zone eksploitasi akar tanaman

dengan bantuan pepohonan berakar dalam, dikenal dengan istilah

Page 137: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

137

nutrient pumping (Purwanto, 2007). Dengan memasukan ternak dalam

usaha tani agroforestri, menambah pasokan pupuk organik dalam usaha

taninya sehingga pengelolaan kesuburan tanahnya akan lebih terjamin.

Dalam sistem agroforestri melalui keragaman masukan seresah

dan keragaman perakarannya, mampu mempertahankan aktifitas dan

keragaman biota tanah. Seresah yang berada di permukaan tanah akan

mendorong aktivitas biota tanah yang termasuk soil ecosystem engineers

sehingga memperbaiki pori tanah. Pertanian yang berbasis pohon lebih

mampu merawat diversitas cacing tanah dari pada pertanian semusim

(Dewi, et al., 2007). Biodiversitas dalam tanah berperan penting dalam

keberlanjutan fungsi ekosistem, antara lain sebagai agen pendorong

primer dalam siklus keharaan, mengatur dinamika bahan organik tanah

dan penyerapan C.

Penetrasi berbagai perakaran tanaman ke dalam profil tanah

pada sistem agroforestri dapat menciptakan lapisan subsoil yang

granuler dan menciptakan pori yang tidak mudah tersumbat sehingga

memacu perkembangan mikro morfologi tanah. Kombinasi antara

adanya penetrasi akar tanaman, bahan organik tanah, aktivitas biota

tanah dan stabilitas sifat fisik tanah akan memperbaiki porositas dan

ekosistem mikro tanah. Pengembangan sistem agroforestri di lahan

marginal masam (Ultisol dan Oxsisol) yang kahat hara P, menunjukan

bahwa penerapan sistem ini mampu meningkatkan kandungan P-total

tanah, peningkatan P-labil yang didominasi oleh P-organik labil (Utami

et al., 2007).

Kemampuan agroforestri untuk meningkatkan kualitas fisik,

biokimia, morfologi tanah dan air tanah merupakan hal yang penting dan

vital mengingat hal-hal tersebut merupakan faktor pembatas utama bagi

produktivitas lahan kering. Beberapa keuntungan yang diperoleh melalui

Page 138: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

138

penerapan sistem agroforestri meliputi : 1) mampu mengoptimalkan

input lokal, 2) meningkatkan pendapatan petani dan mengurangi resiko

kegagalan total, 3) menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat, 4)

sifatnya yang tidak bertentangan dengan kondisi sosial masyarakat, dan

5) mempunyai peran penting dalam upaya rehabilitasi lahan kritis dan

peningkatan kualitas lahan.

Agroforestri dapat mengurangi resiko petani mengalami gagal

panen total. Jika salah satu jenis tanaman gagal akibat musim atau hama

penyakit, atau resiko perkembangan pasar yang sulit diperkirakan, maka

tanaman yang lain masih bisa diharapkan untuk panen. Agroforestri juga

dapat berperan sebagai kebun dapur yang memasok bahan makanan

pelengkap (sayuran, buah, rempah, bumbu). Keanekaragaman sumber

nabati dan hewani dalam sistem agroforestri dapat mennyerupai peran

hutan alam dalam menyediakan beragam hasil yang akhir-akhir ini

semakin langka dan mahal seperti kayu, bahan pangan, bahan atap,

tanaman obat, dan lain-lain.

KESIMPULAN

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang kritis terkena

dampak pemanasan global. Petani telah mengalami dampak perubahan iklim

global, seperti gagal panen (puso) karena penyimpangan musim, kekeringan

berkepanjangan dan kebanjiran. Perubahan iklim global juga berdampak

terhadap ketidakseimbangan jumlah air di musim kemarau dan musim hujan

di kawasan DAS. Pada saat musim kemarau, petani semakin kekurangan air,

sedangkan di musim penghujan terancam banjir, erosi dan longsor.

Penerapan pola usaha tani secara agroforestri merupakan salah satu

bentuk upaya adaptasi terhadap dampak perubahan iklim global.

Agroforestri sangat tepat untuk dikembangkan dalam pengelolaan DAS

Page 139: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

139

dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim, dengan petimbangan: 1)

lapisan tajuk yang berstratifikasi mampu menutup permukaan tanah secara

efektif dari pukulan air hujan sehingga mengurangi erosi dan mencegah

longsor, serta meningkatkan pasokan dan cadangan air tanah; 2) variasi

tanaman membentuk jaringan perakaran yang kuat baik pada lapisan tanah

atas maupun bawah, akan meningkatkan stabilitas tebing, sehingga

mengurangi kerentanan terhadap longsor; 3) merehabilitasi lahan melalui

peningkatan kesuburan fisika (perbaikan struktur tanah dan kandungan air),

kesuburan kimia (peningkatan kadar bahan organik dan ketersediaan hara),

kesuburan biologi tanah (meningkatkan aktivitas dan diversitas), dan

morfologi tanah (pembentukan solum); 4) meningkatkan pendapatan petani

dan menekan resiko kegagalan panen; dan 5) merehabilitasi lahan kritis.

Konservasi daerah tebing rawan longsor dapat dilakukan melalui

penghijauan dengan pola tanam, variasi tanaman dengan sistem perakaran

dalam yang diselingi dengan tanaman yang lebih pendek dan ringan,

permukaan tanah ditanami rumput, dan disertai perbaiakan drainase agar

stabilitas lereng tetap terjaga.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2005. Revitalisasi pertanian, perikanan, dan kehutanan indonesia. Jakarta.

.............. 2002. Pedoman praktek konservasi tanah dan air, BP2TPDAS IBB. Surakarta.

Dewi, W.S. 2007. ALIH GUNA HUTAN MENJADI LAHAN PERTANIAN: Perubahan diversitas cacing tanah dan fungsinya dalam mempertahankan pori makro tanah. PPSUB. Malang.

Dewi, W.S., Kurniatun H., Didik S. 2007. Layanan ekologi cacing jenis penggali tanah dalam mempertahankan makroporositas tanah lahan pertanian bekas hutan. Prosiding HITI IX. Yogyakarta.

Prayogo, C. 2007. Karakteristik lahan wilayah bencana longsor di SubDAS Kaliputih. Jember. Prosiding HITI. IX. Yogyakarta

Page 140: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

140

Kurniatun, H. 2002. Akar pertanian sehat (konsep dan pemikiran). UNIBRAW. Malang.

Kurniatun H., Ari S., Veronika K., Didik S., Widianto dan Miene V.N. 2007. Peran akar pohon dalam mencegah gerakan tanah. Prosiding HITI. IX. Yogyakarta.

Kurniatun, H. 2007b. Draft Modul 1, Perubahan Iklim Global: Apa dan bagaimana terjadinya? Universitas Brawijaya, Fakultas Pertanian, Jurusan Tanah, Malang

Kurniatun, H. 2007b. Draft Modul 2, Perubahan Iklim Global: Dampak dan bahayanya. Universitas Brawijaya, Fakultas Pertanian, Jurusan Tanah, Malang

Murdiyarso, D. dan Kurnianto, S. 2007. Peranan vegetasi dalam mengatur pasokan air. Workshop peran hutan dan kehutanan dalam meningkatkan daya dukung DAS. Surakarta.

Nana Mulyana, Cecep Kusumah, Kamarudin Abdullah, dan Lilik B. Prasetio. 2007. Hubungan luas tutupan hutan terhadap potensi banjir dan koefisien limpasan di beberapa das di indonesia. Workshop Peran hutan dan kehutanan dalam meningkatkan daya dukung DAS. Surakarta.

Purwanto. 2007. Pengendalian nitrifikasi melalui pengaturan kualitas seresah pohon penaung, pada lahan agroforestri berbasis kopi. Disertasi S3, PPSUB. Malang.

Sri Rahayu Utami, Syahrul Kurniawan, Sondang Rajagukguk, Cahyo Prayogo. 2007. Apakah sistem agroforestry dapat memperlambat kemunduran kesuburan tanah pada lahan terdegradasi. Prosiding HITI IX. Yogyakarta.

Syahrul Kurniawan, Didik Suprayogo, Zaenal Kusuma, Mohadi Nurhada. 2007. Potensi pohon dalam meningkatkan kekuatan geser tanah di daerah aliran sungai bango. Prosiding HITI IX Yogyakarta.

Sukresna. 2007. Peran hutan dalam mengendalikan tanah longsor. Workshop peran hutan dan kehutanan dalam meningkatkan daya dukung DAS. Surakarta.

Suntoro. 2004. Dampak pembangunan terhadap lahan dan tata ruang dan upaya penangannnya. PPLH. UNS.

............. 2005. Pengelolaan tanah dan air yang berkelanjutan. PPLH. UNS

............. 2005. Pembangunan berkelanjutan dalam otonomi daerah. PPLH. UNS

............. 2005. Dampak kegiatan pembangunan terhadap degradasi lahan pertanian. disampaikan dalam seminar nasional pengelolaan lahan kritis. HITI Komda Jateng-DIY. Surakarta.

............. 2006. Dampak kegiatan pembangunan terhadap degradasi DAS dan upaya penanganannya. Surakarta.

............. 2006. Degradasi lahan & ancaman bagi pertanian. Solo Pos 7/11/06.

Page 141: Kurniatun Hairiah PENDAHULUAN Udara di sekeliling kita ...old.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/B15949.pdf · Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan

141

............. 2006. Hujan : antara harapan & ancaman. Solo Pos.29/12/06.

............. 2007. Konsep pengelolaan sungai di era Otda. Solo Pos 24/1/07.

............. 2007. Pupuk organik dan masa depan stok pangan. Solo Pos 14/2/07.

............. 2007. Pertanian organik, integrasi ternak dan tanaman. Solo Pos.7/3/07.

............. 2007. Mencari sumber pupuk organik. Solo Pos.28/3/07.

............. 2007. Petani, pahlawan kehidupan yang terabaikan. Solo Pos.21/4/07.

............. 2007. Minyak jarak & alternatif bioenergi. 15/8/07.

............. 2007. Menerapkan pola usaha tani konservasi. Solo Pos.23/10/07.

............. 2007. Pertanian sehat ramah lingkungan . Solo Pos 5/12/07.

............. 2007. Mewaspadai banjir dan longsor. Solo Pos 28/12/07.

Umu Solean dan Suwarji. 2007. Mencari indikator cepat untuk menilai perubahan kualitas lahan di bawah tegakan wana tani (agroforestri) lahan kering marjinal. Prosiding HITI IX Yogyakarta.

WWF. 2006. Apa yang harus dilakukan oleh Indonesia untuk beradaptasi dengan dampak ekstrem pemanasan global? http://www.wwf.or.id/index.php?fuseaction=press.detail&language=i&id=PRS1149220173