KTI TB PARU.docx

75
KTI TB PARU BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu unsur dasar kesejahteraan keluarga. Dalam mem- perbaiki tingkat sosial ekonomi masyarakat, kesehatan keluarga merupakan salah satu syarat mutlak yang harus dipenuhi, karena keluarga sehat akan menghasilkan anak-anak yang tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang berkualitas. Keluarga merupakan suatu unit terkecil dari masyarakat, terdiri dari kepala keluarga, anggota keluarga lainnya yang berkumpul dan tinggal dalam suatu rumah tangga karena ikatan darah perkawinan atau adopsi, satu dengan lainnya saling tergantung dan berinteraksi. Bila salah satu atau beberapa anggota keluarga mempunyai masalah kesehatan/ keperawatan, maka akan berpengaruh terhadap anggota-anggota keluarga lain, dan keluarga- keluarga yang ada di sekitarnya, termasuk salah satu penyakit yang mengancam kesehatan keluarga adalah penyakit TB Paru. (Komang Ayu Henny, 2010 hal: 2). Tuberculosis paru masih merupakan masalah kesehatan masyarakat terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Hal ini erat kaitannya dengan kemiskinan, malnutrisi, gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok dan lain-lain. Tuberculosis paru

Transcript of KTI TB PARU.docx

Page 1: KTI TB PARU.docx

KTI TB PARU

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan salah satu unsur dasar kesejahteraan keluarga. Dalam mem- perbaiki

tingkat sosial ekonomi masyarakat, kesehatan keluarga merupakan salah satu syarat mutlak yang

harus dipenuhi, karena keluarga sehat akan menghasilkan anak-anak yang tumbuh dan

berkembang menjadi manusia yang berkualitas. Keluarga merupakan suatu unit terkecil dari

masyarakat, terdiri dari kepala keluarga, anggota keluarga lainnya yang berkumpul dan tinggal

dalam suatu rumah tangga karena ikatan darah perkawinan atau adopsi, satu dengan lainnya

saling tergantung dan berinteraksi. Bila salah satu atau beberapa anggota keluarga mempunyai

masalah kesehatan/ keperawatan, maka akan berpengaruh terhadap anggota-anggota keluarga

lain, dan keluarga- keluarga yang ada di sekitarnya, termasuk salah satu penyakit yang

mengancam kesehatan keluarga adalah penyakit TB Paru. (Komang Ayu Henny, 2010 hal: 2).

Tuberculosis paru masih merupakan masalah kesehatan masyarakat terutama di negara-negara

berkembang termasuk Indonesia. Hal ini erat kaitannya dengan kemiskinan, malnutrisi, gaya

hidup yang tidak sehat seperti merokok dan lain-lain. Tuberculosis paru merupakan penyakit

menular dan merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapat perhatian

dalam pelayanan kesehatan. Penyakit ini dapat menyerang siapa saja dan berulang kali, artinya

walaupun seorang sudah pernah menderita tuberculosis paru, orang tersebut tidak kebal padanya

dan mungkin akan terserang lagi terutama apabila daya tahan tubuhnya lemah.

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis

dengan gejala bervariasi. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga

memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menyerang organ paru-

paru di bandingkan bagian lain tubuh manusia. Tempat masuk kuman ini adalah melalui saluran

pernapasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi TB Paru terjadi

Page 2: KTI TB PARU.docx

melalui udara yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang

berasal dari orang yang terinfeksi (Amin, 2006 ).

Menurut WHO (2005), secara global terdapat 8,9 juta kasus TB dan kira-kira 1,6 juta atau 27 per

100 ribu orang meninggal karena penyakit TB. Jika penyakit TB ini tidak diobati, setiap

penderita TB aktif akan menularkan ke 10 orang per tahun. (http/www .wikipedia.or.id,

diperoleh tanggal 17 Mei 2011). Di Indonesia, TBC merupakan masalah kesehatan baik dari sisi

angka kematian (mortalitas), angka kejadian penyakit (morbiditas), maupun diagnosis dan

terapinya. Penduduk lebih dari 200 juta orang, Indonesia adalah negara dengan prevalensi TB

ke-3 tertinggi di dunia setelah China dan India. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar

110/100.000 penduduk. Prevalensi nasional terakhir TB paru diperkirakan 0,24% dari jumlah

penduduk (http// Wikipedia.or.id. diperoleh tanggal 17 Mei 2011).

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, pada tahun 2008 terdapat 30.067

penderita TB paru dengan cakupan penanganannya sebanyak 68,7%, dengan tingkat kesembuhan

28,24%. Pada tahun 2008 juga tercatat sebanyak 360 penderita TB meninggal dunia. Pada tahun

2009 angka CDR masih tinggi yaitu sebesar 69%. Di Kabupaten Ciamis dengan merujuk data

dari Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis tahun 2009 menunjukkan bahwa angka CDR di

Kabupaten Ciamis yaitu sebesar 56,5%. Kasus TB paru dengan BTA positif yaitu 978 orang dari

jumlah suspek 11.201 orang (Profile Dinkes Kabupaten Ciamis, 2009 diakses

(http://www.scribd. Com /doc / 3540 5622/Bab-1 tanggal 22 Mei 2011). Diperkirakan setiap

tahun 450.000 kasus baru TB dimana sekitar 1/3 penderita terdapat disekitar puskesmas, 1/3

ditemukan di pelayanan rumah sakit/klinik pemerintahan swasta, praktek swasta dan sisanya

belum terjangkau unit pelayanan kesehatan. Sedangkan kematian karena TB diperkirakan

175.000/tahun. Sedangkan data yang diperoleh di RSUD Kabupaten Bekasi periode Januari 2011

sampai dengan Juni 2011 ditemukan insiden penyakit Tuberculosis Paru berjumlah 96 jiwa dari

pasien yang dirawat di R. Penyakit Dalam.

Tuberkulosis paru merupakan masalah kesehatan yang akan menjadi masalah yang lebih besar

jika tidak di tanggulangi sejak dini. Penyakit ini dapat ditanggulangi dengan mendapatkan

pengobatan dan pencegahan penularan. Penyakit TB Paru apabila tidak ditangani dengan benar

Page 3: KTI TB PARU.docx

akan menimbulkan komplikasi dini yang membahayakan seperti pleuritis, efusi pleura,

emfisiema, laringitis sampai menjalar ke organ lain seperti usus, tulang dan otak. Komplikasi

lanjut seperti obstruksi jalan napas, kerusakan parenkim berat, amiloidosis, kanker paru dan

sindrom gagal napas dewasa. Untuk mencegah komplikasi tersebut maka dibutuhkan peran dan

fungsi perawat dalam melakukan asuhan keperawatan dengan benar meliputi promotif, preventif,

kuratif dan rehabilitative yang dilakukan secara komprehensif dengan menggunakan pendekatan

proses keperawatan, antara lain dengan memberikan pendidikan kesehatan untuk meningkatan

status kesehatan klien, memeriksakan kondisi secara dini, memberikan obat anti mikroba sesuai

dengan jangka waktu tertentu untuk mengobati penyebab dasar dan dalam perawatan diri klien

secara optimal, sehingga muncul pentingnya asuhan keperawatan dalam menanggulangi klien

dengan tuberkulosis paru yang dirawat diruang Penyakit Dalam RSUD Kabupaten Bekasi.

Berdasarkan hal tersebut diatas, penulis tertarik untuk memilih judul makalah ilmiah “ Asuhan

Keperawatan pada klien Tn. O dengan Tuberkulosis Paru di Ruang Penyakit Dalam LT. III

RSUD Kabupaten Bekasi”.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan umum

Mendapatkan pengalaman yang nyata dalam memberikan asuhan keperawatan dengan

Tuberkulosis Paru pada klien dan keluarga dengan pendekatan proses keperawatan yang

komprehensif meliputi aspek biologis, psikologis, sosial dan spiritual yang didasarkan pada

ilmu dan kiat keperawatan.

2. Tujuan Khusus

Diharapkan mampu:

a. Melakukan pengkajian pada klien dengan Tuberculosis Paru.

b. Menentukan masalah keperawatan pada klien dengan Tuberculosis Paru.

c.       Merencanakan tindakan keperawatan klien dengan Tuberculosis Paru.

d.      Melaksanakan tindakan keperawatan klien dengan Tuberculosis Paru.

e.       Melakukan evaluasi keperawatan klien dengan Tuberculosis Paru.

Page 4: KTI TB PARU.docx

f.       Mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori dan kasus pada klien dengan

Tuberculosis Paru.

g.      Mengidentifikasi faktor-faktor pendukung, penghambat, serta mencari solusi/alternative

pemecahan masalah yang terjadi pada klien dengan Tuberculosis Paru

h.      Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada klien dengan Tuberculosis Paru.

C. Ruang Lingkup

Sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dan disesuaikan dengan tempat praktek, dalam hal ini

penulis membatasi lingkup bahasan pada satu kasus yaitu Asuhan Keperawatan pada Tn.O

dengan Tuberculosis Paru selama 3 hari dari tanggal 11 Juni sampai dengan 13 Juni 2011

bertempat di Ruang Penyakit Dalam RSUD Kabupaten Bekasi dengan menggunakan pendekatan

proses keperawatan.

D. Metode Penulisan

Penulisan makalah ini menggunakan metode deskriptif yaitu metode yang berorientasi saat ini,

dengan mengambil satu kasus dan pengumpulan data dilakukan dengan cara :

1. Studi kepustakaan yaitu: membaca bahan ilmiah yang berhubungan dengan judul makalah

yang diambil dari bermacam-macam sumber.

2. Studi Kasus yaitu: melakukan pengkajian pada klien dengan kasus Tuberculosis Paru,

proses pengkajian data yang dilakukan dengan cara: pemeriksaan fisik untuk

mendapatkan data tentang keadaan klien yang objektif dan actual dengan teknik inspeksi,

palpasi, perkusi, dan auskultasi.

3. Wawancara: dilakukan dengan klien, keluarga, serta berdiskusi dengan perawat ruangna

dan tim

kesehatan lain untuk mendapatkan data yang subjektif dan objektif.

4. Observasi: dilakukan guna mendapatkan data secara objektif dan subjektif

5. Studi dokumentasi: dengan mempelajari kasus klien, catatan keperawatan, catatan medis,

program pengobatan klien, hasil laboratorium dan rontgen.

E. Sistematika Penulisan

Page 5: KTI TB PARU.docx

Sistematika yang digunakan dalam penyusunan makalah ilmiah ini adalah sebagai berikut: BAB

I: Pendahuluan, terdiri dari latar belakang, tujuan, ruang lingkup, metode penulisan, dan

sistematika penulisan, BAB II: Landasan teori yang terdiri dari konsep kesehatan meliputi;

pengertian, patofisiologi terdiri dari etiologi, manifestasi klinis, proses perjalanan penyakit,

komplikasi, serta penatalaksanaan medis, BAB III: Tinjauan kasus terdiri dari pengkajian

keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan dan

evaluasi keperawatan, BAB IV: Pembahasan yaitu membandingkan, menganalisa antara teori

dan kasus termasuk faktor pendukung, faktor penghambat, dan penyelesaiannya mulai dari

pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi, BAB

V: Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A.      Definisi

Tuberkulosis paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah sangat lama dikenal

pada manusia, misalnya dia dihubungkan dengan tempat tinggal di daerah urban, lingkungan

yang padat, dibuktikan dengan adanya penemuan kerusakan tulang vertebra otak (Amin 2006 :

hal 242). Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh

Mycobakterium Tuberkulosis ( A.Sylvia 2006 : hal 852). Tuberkulosis (TB) adalah penyakit

infeksi terutama yang menyerang parenkim paru (Smeltzer 2002 : hal 584).

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit tuberkulosis paru (TB Paru)

adalah penyakit infeksi pernafasan kronik menular terutama yang menyerang parenkim paru,

penyakit ini disebabkan oleh kuman yaitu Mycobakterium Tuberkulosis

Page 6: KTI TB PARU.docx

B.       Etiologi

Penyebab penyakit Tuberkulosis adalah Mycobakterium Tuberkulosa. Bakteri ini mempunyai

ciri sebagai berikut : bakteri berbentuk basil / batang, berukuran panjang 1-4 mikron dan tebal

0,3-0,6 mikron, bersifat aerob, terdiri atas asam lemak (lipid) peptidoglikan dan arabionomanan,

hidup berpasangan atau berkelompok, tahan asam, dapat bertahan hidup lama pada udara kering

maupun pada udara dingin dan suasana lembab dan gelap dapat bertahan sampai berbulan-bulan,

mudah mati dengan sinar ultraviolet dan dapat tahan hidup lama pada suhu kamar, sudah mati

pada air mendidih (5 menit pada suhu 800C dan 20 menit pada suhu 600C), penularan

tuberkulosis terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersihkan keluar menjadi droplet nuklei

dalam udara.

C. Patofisiologi

1. Proses perjalanan penyakit

Kuman Mycobacterium tuberkulosis masuk melalui saluran pernapasan, saluran pencernaan

(GI), dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi TB terjadi melalui udara, yaitu melalui

inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang

terinfeksi. Partikel dapat masuk ke dalam alveolar, bila ukuran vartikel kurang dari 5

mikrometer. Kuman akan dihadapi terlebih dulu oleh neutropil, kemudian baru oleh

makrofag. Kebanyakan partikel ini akan dibersihkan oleh makrofag keluar dari cabang trakea

bronkhial bersama gerakan sillia dengan sekretnya. Bila kuman menetap di jaringan paru

maka ia akan tumbuh dan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini ia dapat

terbawa masuk ke organ tubuh lainnya.

Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai suatu unit yang

terdiri dari satu sampai tiga basil; gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di

saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada

dalam ruang alveolus, biasanya di bagian bawah lobus atas paru atau di bagian atas lobus

bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Alveoli yang terserang akan

Page 7: KTI TB PARU.docx

mengalami konsolidasi, dan timbul pneumonia akut. Jika kuman sudah menjalar ke pleura

maka akan terjadi efusi pleura.

Kuman yang masuk ke dalam saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit

secara otomatis kuman masuk ke dalam vena dan menjalar keseluruh organ, seperti paru,

otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke dalam arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran keseluruh

bagian paru dan menjadi TB milier. Sarang primer akan timbul peradangan getah bening

menuju hilus (limfangitis lokal), dan diikuti pembesaran getah bening hilus (limfangitis

regional). Sarang primer limfangitis lokal serta regional menghasilkan komplek primer

(range). Proses sarang paru ini memakan waktu 3–8 minggu.

2. Manifestasi klinik

Tuberkulosis adalah suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain

yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita

gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.

Gambaran klinik TB paru dapat dibagi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sisitemik:

a. Gejala respiratorik, meliputi:

1). Batuk

Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering

dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur

darah bila sudah ada kerusakan jaringan.

2). Batuk darah

Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau

bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak.

Batuk darah terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah

tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.

3). Sesak napas

Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal

yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.

4). Nyeri dada

Page 8: KTI TB PARU.docx

Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul

apabila sistem persarafan di pleura terkena.

b. Gejala sistemik, meliputi:

Demam.

Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip

demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa

bebas serangan makin pendek.

c. Gejala sistemik lain.

Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.

Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan

akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai

gejala pneumonia.

3. Komplikasi

Penyakit tuberculosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi,

yaitu :

a. Komplikasi dini

1). Pleuritis : Inflamasi kedua lapisan pleura.

2). Efusi pleura : Memecahnya kavitas TB dan keluarnya udara atau cairan masuk

kedalam antara paru dan dinding dada.

3). Emfisema : Pengumpulan cairan puluren (pus) dalam kavitas pleural, cairan

yang dibentuk akibat penyakit paru pada orang dengan usia lebih

lanjut.

4). Laringitis : Inflamasi pada laring yang di sebabkan melalui peredaran darah.

5). Menjalar ke organ lain seperti usus, tulang dan otak.

b. Komplikasi lanjut

1. Obstruksi jalan nafas atau SPOT (Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis).

2. Kerusakan parenkim berat seperti fibrosis paru, kor pulmonal disebabkan oleh tekanan

balik akibat kerusakan paru.

3. Amiloidosis.

Page 9: KTI TB PARU.docx

4. Karsinoma paru, telah terbentuknya kavitas dari proses infeksi.

5. Sindrom gagal nafas dewasa.

D. Penatalaksanaan Medis

1.      Tes Diagnostik

a.    Kultur sputum menunjukan positif untuk Mycobacterium Tuberculosis pada tahap aktif

penyakit.

b.    Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah)

menunjukan positif untuk basil asam-cepat.

c.    Tes kulit (PPD, Mantoux, potongan vollmer) : Reaksi positif (area indurasi 10 mm atau

lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradermal antigen) menunjukan infeksi

masa lalu dan adanya antibody tetapi tidak secara berarti menunjukan penyakit aktif.

Reaksi bermakna pada klien secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat

diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mikrobakterium yang berbeda.

d.    ELISA/western Blot : Dapat menyatakan adanya HIV.

e.    Foto torak : Dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru atas, simpanan

kalsium lesi sembuh primer, atau effuse cairan. Perubahan menunjukkan lebih luas TB

dapat termasuk rongga, area fibrosa.

f.     Histologi atau kultur jaringan termasuk pembersihan gaster ; Urine dan cairan

serebrospinal, biopsi kulit) : positif untuk Mycobacterium Tuberculosis.

g.    Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB ; adanya sel raksasa

menunjukkan nekrosis.

h.    GDA : Dapat normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada paru.

i.      Pemeriksaan fungsi paru : Penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati,

peningkatan rasio udara residu dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen

sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru, dan penyakit

pleural (TB paru kronis luas).

2. Terapi

Obat Anti Tuberculosis (OAT).

OAT harus diberikan dalam kombinasi sedikitnya dua obat yang bersifat bakterisid dengan

atau tanpa obat ke tiga. Tujuan pemberian OAT antara lain :

Page 10: KTI TB PARU.docx

a. Membuat konfersi sputum BTA (+) menjadi (-) secepat mungkin melalui kegiatan

bakterisid

b.      Mencegah kekambuhan dalam tahun pertama setelah pengobatan dengan kegiatan

sterilisasi

c.       Menghilangkan/ mengurangi gejala dan lesi melalui perbaikan daya tahan imunologis

d.      Memutuskan mata rantai penularan

e.       Mencegah kematian

Pengobatan TB terutama berupa pemberian obat antimikroba dalam jangka waktu lama. Obat-

obat ini juga dapat digunakan untuk mencegah timbulnya penyakit klinis pada seseorang yang

sudah terjangkit infeksi. Petunjuk pengobatan penyakit dan infeksi TB, yaitu :

a)      Regimen obat 6 bulan yang terdiri dari isoniazid (hidrazida asam lisonikotinat [INH]),

rifampisin, dan pirazinamid diberikan selama 2 bulan, kemudian diikuti dengan INH dan

rifampisin selama 4 bulan adalah regimen yang direkomendasikan untuk terapi awal TB pada

klien yang organismenya sensitif terhadap pengobatan.

b)      INH dan rifampisin regimen 9 bulan sensitif pada orang yang tidak boleh atau tidak bisa

mengonsumsi pirazinamid. Etambutol (atau streptomisin pada anak terlalu muda harus diawasi

ketajaman penglihatannya). Bila resistensi INH telah terlihat, rifampisin dan etambutol harus

diminum secara terus menerus minimal selama 12 bulan.

c)      Mengobati semua klien dengan DOT adalah rekomendasi utama.

d)     TB resisten banyak obat (MDR TB) yang resisten terhadap INH dan rifampisin, sulit diobati.

e)      Anak-anak harus diberikan regimen yang sama dengan orang dewasa, dengan dosis obat yang

disesuaikan.

f)       INH dan rifampisin regimen 4 bulan, lebih cocok bila ditambah dengan pirazinamid untuk 2

bulan pertama, regimen ini direkomendasikan untuk orang dewasa dengan TB aktif dan untuk

orang dengan pulasan dan biakan negatif, bila terdapat sedikit kemungkinan resistensi obat.

Faktor penting untuk keberhasilan pengobatan adalah ketaatan klien dalam meminum regimen

obat. DOT (Directly observered treatment) adalah satu cara untuk memastikan bahwa klien taat

menjalankan pengobatan.

Page 11: KTI TB PARU.docx

E. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a.       Pernafasan

Gejala : batuk produktif atau tidak produktif, nafas pendek

Tanda : peningkatan frekuensi pernafasan

b.      Aktifitas / istirahat

Gejala : kelelahan otot dan sesak , nafas pendek karna kerja

Tanda : kelelahan otot dan sesak

c.       Integritas Ego

Gejala : adanya factor stress lama

Tanda : ketakutan mudah terangsang

d.      Makanan / cairan

Gejala : kehilangan nafsu makan, penuruna berat badan.

Tanda : turgor kulit kurang elastis, kering,kulit bersisik, kehilangan kekuatan

otot,kehilangan lemak subkutan

e.       Nyeri / kenyamanan

Gejala : nyeri dada meningkat karma batuk berulang

Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, gelisah

f.       Keamanan

Gejala : adanya kondisi penekanan imun

Tanda : demam berdarah atau hipertermi

2. Diagnosa keperawatan

1. Infeksi, resiko tinggi b/d pertahanan primer tidak adekuat, penurunan kerja silia/ statis

sekret dibuktikan oleh tidak dapat diterapkan adanya tanda-tanda dan gejala yang

membuat diagnosa adekuat

2. Bersihan jalan nafas, tidak efektif b/d sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk,

Dibuktikan oleh : frekuensi pernafasan, irama, keadaan tak normalbunyi nafas tak normal

(ronkhi, mengi)

Page 12: KTI TB PARU.docx

3. Pertukaran gas, kerusakan yang brhubungan dengan penurunan permukaan efektif paru,

sekret kental

Dibuktikan oleh : tidak dapat diterap kan adanya tanda dan gejala

4. Nutrisi, perubahan kurang dari kebutuhan tubuh b/d kelemahan, sering batuk/produksi

sputum, dispnea anoreksia

Dibuktikan oleh : berat badan dibawah 10% s/d 20%, ideal untuk bentuk tubuh dan berat

tonus otot buruk

5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan dan pengtetahuan b/d

keterbatasan kongnitif tidak akurat/tidak lengkap informasi yang ada

Dibuktikan oleh : permintaan informasi kurang atau tidak akurat mengikuti

instruksi/perilaku .

3. Perencanaan Keperawatan

a. Infeksi, resiko tinggi(penyebaran/aktivasi ulang) berhubungan dengan pertahanan primer tidak

adekuat, penurunan, penurunan kerja silia/stasis sekret, kerusakan jaringan, penekanan proses

inflamasi, malnutrisi, terpajan lingkungan, kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan

patogen.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 jam diharapkan penyebaran

infeksi tidak terjadi

Kriteria hasil : 1. Mengidentifikasi intrervensi untuk mencegah menurunkan resiko

penyebaran infeksi

2. Nilai Lab dalam rentang normal.

Intervensi :

Mandiri

1.      Kaji patologi penyakit (aktif atau fase tidak aktif).

Page 13: KTI TB PARU.docx

Rasional : Membantu pasien menyadari/menerima perlunya mematuhi program pengobatan

untuk mencegah pengaktifan berulang/komplikasi.

2.      Identifikasi orang lain yang beresiko, contoh : anggota rumah, sahabat karib atau teman

Rasional : orang-orang yang terpanjan ini perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran

/ terjadinya infeksi.

4.      Anjurkan pasien untuk batuk / bersin mengeluarkan pada tisue dan menghindari meludah.

Rasional : prilaku yang digunakan untuk mencegah penyebaran infeksi.

5.      Kaji tindakan kontrol infeksi sementara, contoh : masker atau isolasi pernafasan

Rasional : dapat membantu menurunkan rasa terisolasipasien dan membuang stigma sosial

sehubungan dengan penyakit menular

6.      Awasi suhu sesuai indikasi

Rasional : reaksi demam indikator adanya infeksi lanjut

7.      Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengaktifan berulang tuberkulosis, contoh Tahanan

bawah(alkoholisme, malnutrisi, bedah bypass intestinal); gunakan obat penekan imun.

Rasional : Pengetahuan tentang faktor ini membantu pasien untuk mengubah pola hidup dan

menghindari / menurunkan insiden eksaserbasi.

8.      Tekanan pentingnya tidak menghentikan terapi obat

Rasional : priode singkat berakhir 2-3 hari setelah kemoteraphy awal; tetapi dengan adanya

ronga / penyakit luas sedang. Resiko penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.

9.      Kaji pentingnyqa mengikuti dan kultur, ulang secara periodik terhadap sputum untuk lamanya

terapi

Rasional : alat dalam pengawasan efek dan keefektifan obat dan respon pasien terhadap terapi

10.  Dorong memilih/menerima makanan siang

Rasional : adanya anoreksia dan malnutrisi sebelumnya merendahkan pertahanan tubuh terhadap

infeksi dan mengangu penyembuhan

Kolaborasi

11.  Berikan agen antiinfeksi sesuai indikasi,contoh : obat utama: Isoniazid ( INH etambutol;

Rifampin( RMP/ Rifadin).

Rasional : Kombinasi agen antiinfeksi digunakan, contoh 2 obat primer atau satu primer tambah

1 dan obat sekunder. INH biasanya obat pilihan untuk pasien infeksi dan pada resiko terjadi TB.

Etambutol harus diberikan bila sistem saraf pusat atau tak terkompikasi.

Page 14: KTI TB PARU.docx

12.  Pirazinamida (PZA/Aldinamide); para-amino salisik (PAS); streptomisin, sikloserin.

Rasional : Ini obat sekunder diperlukan bila infeksi resisten terhadap atau tidak toleran obat

primer.

13.  Awasi pemeriksaan laboratorium

Rasional : Pasien yang mengalami 3 usapan negative, perlu menaati program obat, dan

asimtomatik akan diklasifikasikan tak-menyebar.

14.  AST/ALT

Rasional : Efek merugikan terapi obat termaksud hepatitis.

15    Laporkan ke Departement Kesehatan Lokal.

Rasional : Membantu mengidentifikasi lembaga yang dapat dihubungi untuk menurunkan

penyebaran infeksi.

b. Bersihan jalan nafas, takefektif berhubungan dengan sekret kental/darah, kelemahan, upaya

batuk buruk, edema trakeal.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama...x24 Jam diharapkan bersihan jalan

nafas efektif.

Kriteria Hasil : 1.Mempertahankan jalan nafas klien.

2.Mengeluarkan sekret tanpa bantuan,

3.Menunjukan perilaku untuk memperbaiki/mempertahankan bersihan jalan

nafas

4.Berpartisipasi dalam program pengobatan.

Intervensi :

Mandiri

1.      Kaji fungsi pernafasan, contoh : bunyi nafas, kecepatan, irama, kedalaman dan penggunaan otot

aksesoris.

Rasional : penurunan bunyi nafas dapat menunjukan atelaktasis.

2.      Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/ bntuk afektif, catat karakter, jumlah sputum,

adanya hemoptisis.

Rasional : pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal( mis : efek infeksi dan/ atau tidak adekuat

hidrasi).

Page 15: KTI TB PARU.docx

3.      Berikan pasien posisi semi fowler tinggi, bantu bantu pasien untuk batuk dan latihan nafas

dalam.

Rasional : posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan.

4.      Bersihkan sekret dari mulut dan trakea ; penghisapan sesuai keperluan.

Rasional : Mencegah obstruksi/ aspirasi. Penghisapan dapat diperlukan bila pasien tak mampu

mengeluarkan sekret.

5.      Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi.

Rasional : Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan sekret, membuatnya mudah

dikelurkan.

Kolaborasi

6.      Lembabkan udara/ oksigen inspirasi.

Rasional : Mencegah pengeringan membrane mukosa; membantu pengenceran secret.

7.      Beri obat- obat sesuai indikasi; Agen mukolitik, bronkodilator, kortikosteroid.

Rasional : Agen mukolitik menurunkan kekentalan secret paru, bronkodilator meningkatkan

ukuran lumen percabangan trakeobronkial, sehingga menurunkan tahanan terhadap aliran udara,

kortikosteroid adanya keterlibatan luas dengan hipoksemia dan bila respon inflamasi mengancam

hidup.

8.      Bersiap membantu intubasi darurat.

Rasional : Intubasi diperlukan pada kasus jarang bronkogenik TB dengan edema

laring/perdarahan paru akut.

c. Pertukaran gas, kerusakan berhubungan dengan penurunan permukaan efektif paru, sekret

kental, kerusakan membran alveolar-kapiler, edema bronkial.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ..x24 Jam diharapkan gangguan

pertukaran gas teratasi.

Kriteria hasil : 1. Melaporkan tidak adanya penurunan dipnea.

2.Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat

3. GDA dalam rentang normal

4. Bebas dari gejala distres pernafasan

Intervensi :

Mandiri

Page 16: KTI TB PARU.docx

1.      Kaji dipsnea, takipnea, tak normal/ menurunnya bunyi nafas, peningkatan upaya pernafasan.

Rasional : efek pernapasan dapat dari ringan sampai dipsnea berat sampai distres pernafasan

2.      Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran

Rasional : akumulasi sekret/ pengaruh jalan nafas dapat mengganggu oksigenasi organ vital dan

jaringan

3.      Tunjukan/dorong bernafas bibir selam ekshalasi, khususnya untuk pasien dengan fibrosis atau

kerusakan parenkim.

Rasional : Membuat tahanan melawan udara luar, untuk mencegah kolaps/penyempitan jalan

nafas, sehingga membantu menyebarkan udara melaui paru dan menurunkan nafas pendek.

4.      Tingkatkan tirah baring/ batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan.

Rasional : Menurunkan konsumsi oksigen/ kebutuhan selama periode penurunan pernafasan

dapat menurunkan beratnya gejala.

Kolaborasi

5.      Awasi seri GDA/ nadi oksimetri

Rasional : Penurunan kandungan oksigen (PaO2) dan/ saturasi atau peningkatan PaCO2

menunjukan kebutuhan untuk intervensi/perubahan program terapi.

6.      Berikan oksigen tambahan yang sesuai

Rasional : alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi terhadap penurunan ventilasi/

menurunnya permukaan alveolar paru

d. Nutrisi, perubahan, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan, sering

batuk/ produktif, anoreksia, ketidakcukupan sumber keuangan.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama..x24Jam diharapkan kebutuhan

nutrisi terpenuhi.

Kriteria hasil : 1. Menunjukan BB meningkat mencapai tujuan.

2. Nilai laboratorium normal.

3. Bebas tanda malnutrisi.

Intervensi :

Mandiri

Page 17: KTI TB PARU.docx

1.      Catat status nutrisi pasien pada penerimaan, catat turgor kulit, berat badan, integritas mukosa

oral, kemampuan/ketidakmampuan menelan, adanya tonus usus, riwayat mual/muntah atau diare.

Rasional : berguna untuk mengidentifikasi derajat/ luasnya masalah dan pilihan intervensi yang

tepat.

2.      Pastikan pola diet biasa pasien, yang disukai/ tak disukai

Rasional : membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan/ kekuatan khusus

3.      Awasi masukan/pengeluaran dan BB secara periodik

Rasional : Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.

4.      Selidiki anoresia, mual, muntah, catat kemungkinan hubungan dengan obat. Awasi frekuensi

volume, konsistensi feses.

Rasional : dapat mempengaruhi pilihan diet dan mengidentifikasi area pemecahan masalah untuk

meningkatkan pemasukan/ penggunaan nutrien

5.      Dorong dan berikan periode istirahat sering

Rasional : Membantu menghemat energi khususnya bila kebutuhan metabolik meningkat saat

demam.

6.      Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan

Rasional : Menurunkan rasa tak enak karna sisa sputum atau obat untuk pengobatan respirasi

yang merangsang pusat muntah.

7.      Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.

Rasional : Memasukan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tak perlu/ kebutuhan energi dari

makanan banyak dan menurunkan irigasi gaster.

8.      Dorong orang terdekat untuk membawa makanan dari rumah dan membagi dengan pasien

kecuali kontraindikasi.

Rasional : Membuat lingkungan sosial lebih normal selama makan dan membantu memenuhi

kebutuhan personal dan kultural.

Kolaborasi

9.      Rujuk ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet.

Rasional : Memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk kebutuhan

metabolik dan diet.

10.  Konsul dengan terapi pernafasan untuk jadwal pengobatan 1-2 jam sebelum/sesudah makan.

Page 18: KTI TB PARU.docx

Rasional : Dapat membantu membatu menurunkan insiden mual dan muntah sehubungan dengan

obat atau efek pengobatan pernafasan pada perut yang penuh.

11.  Awasi pemeriksaan laboratorium, BUN,protein serum dan albumin.

Rasional : Nilai rendah menunjukan malnutrisi dan membantu kebutuhan intervensi/program

terapi.

12.  Berikan antipiretik tepat

Rasional : Demam meningkatkan kebutuhan metabolik dan juga konsumsi kalori

e. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan, dan pencegahan berhubungan dengan

kurang terpajan pada interpretasi informasi, keterbatasan kognitif, tak lengkap informasi yang

ada.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama..x24 jam diharapkan meningkatkan

pengetahuan klien.

Kriteria Hasil : 1. Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosis, kebutuhan pengobatan.

2. Melakukan perubahan pola hidup untuk memperbaiki kesehatan,

menurunkan resiko pengaktifan ulang TB.

Intervensi

Mandiri

1.      Kaji kemampuan pasien untuk belajar, contoh tingkat takut, masalah, kelemahan, tingkat

partisipasi, lingkungan.

Rasional : Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan tingkatkan pada tahapan

individu.

2.      Identifikasi gejala yang harus dilaporkan ke perawat.

Rasional : Dapat menunjukan kemajuan atau pengaktifan ulang penyakit atau efek obat yang

memerlukan evaluasi lanjut.

3.      Tekankan pentingnya mempertahankan protein tinggi dan diet karbohidrat dan pemasukan cairan

adekuat.

Rasional : Memenuhi kebutuhan metabolik membantu meminimalkan kelemahan dan

meningkatkan penyembuhan. Cairan dapat membantu mengencerkan sekret.

4.      Berikan intruksi dan informasi tertulis khusus pada pasien untuk rujukan contoh jadwal obat.

Page 19: KTI TB PARU.docx

Rasional : Informasi tertulis menurunkan hambatan pasien untuk mengiat sejumlah besar

informasi.

5.      Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan, dan alasan pengobatan lama.

Rasional : Meningkatkan kerjasama dalam program pengobatan dan mencegah penghentian obat

sesuai perbaikan kondisi pasien.

6.      Kaji potensial efek samping pengobatan.

Rasional ; Mencegah/menurunkan ketidaknyamanan sehubungan dengan terapi dan

meningkatkan kerjasama dalam program.

7.      Tekankan kebutuhan untuk tidak minum alkohol sementara minum INH.

Rasional : Kombinasi INH dan alkohol telah menunujakan peningkatan insiden hepatitis

8.      Rujuk untuk pemeriksaan mata setelah memulai dan kemudian tiap bulan selama minum

etambutol.

Rasional : Efek samping untuk menurunkan penglihatan; tanda awal menurunkan kemampuan

untuk melihat warna hijau.

9.      Dorong pasien/orang terdekat untuk menyatakan masalah.

Rasional : Memberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan konsepsi/peningkatan

ansietas.

10.  Dorong untuk tidak merokok.

Rasional : Meskipun merokok tidak merangsang berulang TB, tetapi meningkatkan disfungsi

pernafasan.

11.  Kaji bagaimana TB ditularkan.

Rasional : pengetahuan dapat menurunkan resiko penularan/reaktivitas ulang.

4. Pelaksanaan Keperawatan

Implementasi adalah langkah keempat dalam tahapan proses keperawatan dengan melaksanakan

berbagai strategi keperawatan/tindakan keperawatan yang telah direncanakan ( A.Aziz Alimul

Hidayat, 2004 ).

Tahap pelaksanaan Uraian persiapan meliputi :

a. Review tindakan keperawatan yang diidentifikasi pada tahap perencanaan.

Dalam melaksanakan tindakan keperawatan, criteria yang harus dipenuhi yaitu sesuai dengan

rencana tindakan, berdasarkan prinsip ilmiah, ditujukan pada individu sesuai dengan kondisi

Page 20: KTI TB PARU.docx

klien, digunakan untuk menciptakan lingkungan yang teraupetik dan aman, penggunaan

sarana dan prasaran yang memadai.

b. Menganalisa pengetahuan atau keterampilan yang diperlukan.

Perawat harus mengidentifikasi tingkat pengetahuan dan tipe yang diperlukan untuk tindakan

keperawatan. Hal ini akan menentukan siapa orang yang terdekat untuk melakukan tindakan.

c. Mengetahui komplikasi atau akibat dari tindakan keperawatan yang dilakukan.

Prosedur tindakan keperawatan mungkin berakibat terjadinya resiko tinggi kepada klien.

Perawat harus menyadari kemungkinan timbulnya komplikasi sehubungan dengan tindakan

keperawatan yang akan dilaksanakan. Keadaan yang demikian ini memungkinkan perawat

untuk melakukan pencegahan dan mengurangi resiko yang timbul.

d. Menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan dalam implementasi.

Dalam mempersiapkan tindakan keperawatan, hal-hal yang berhubungan dengan tujuan harus

dipertimbangkan yaitu waktu, tenaga dan alat.

e. Mempersiapkan lingkungan yang kondusif sesuai dengan tindakan yang dilakukan.

Keberhasilan suatu tindakan keperawatan sangan ditentukan oleh perasaan klien yang aman

dan nyaman. Lingkungan yang nyaman mencakup componen fisik dan psikologis.

1).Tindakan keperawatan dibedakan atas :

a. Independen atau mandiri

Yaitu statu kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintah dari

dokter atau tenaga kesehatan lainnya.

b. Interdependen atau kolaborasi

Yaitu statu kegiatan yang memerlukan statu kerjasama dengan tenaga kesehatan

lainnya, misalnya ahli Gizo, fisioterapi, dokter dan sebagainya.

2). Pendokumentasian

Pada tahap pendokumentasian hal yang harus dicatat hádala tindakan yang telah

dilakukan, waktu, tanggal, jam dan paraf perawat yang melakukan.

5. Evaluasi Keperawatan

1. Pengertian.

Evaluasi merupakan langkah ahir dari proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi

sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak

Page 21: KTI TB PARU.docx

2. Jenis evaluasi

a. Evaluasi proses (formatif)

Tipe evaluasi ini adalah aktifitas dari proses keperawatan dan hasil kualitas pelayanan

tindakan keperawatan, evaluasi proses harus dilakukan segera setelah perencanaan

keperawatan dilaksanakan untuk membantu keefektifan terhadap tindakan.

b. Evaluasi hasil (sumatif).

Evaluasi hasil adalah perubahan prilaku atau status kesehatan klien pada ahir tindakan

keperawatan secara sempurna.

c. Dokumentasi.

Perawat mendokumentasikan hasil yang telah atau belum dicapai pada “medical record”

pengunaan istilah yang tepat perlu ditekankan pada penulisannya untuk menghindari salah

persepsi pemelasan dalam menyusun tindakan keperawatan lebih lanjut sudah tercapai /

tidak evaluasi dicatat bentuk S,O,A,P

BAB III

TINJAUAN KASUS

Page 22: KTI TB PARU.docx

Dalam tinjauan kasus, penulis akan membahas tentang Asuhan Keperawatan pada Tn. O dengan

Tuberkulosis Paru di Ruang Penyakit Dalam “RSUD Kabupaten Bekasi”. Asuhan keperawatan

berlangsung selama 3 hari yang dimulai dari tanggal 11 Juni-13 Juni 2011. Untuk melengkapi

data, penulis melakukan wawancara dengan klien dan keluarga, perawat yang bertugas, serta dari

catatan medis klien.

1. Pengkajian

Pengkajian adalah data dasar sesuai dengan kondisi klien, penulis melakukan pengkajian pada

tanggal 11 Juni 2011. Klien masuk pada tanggal 06 Juni 2011 diruang Penyakit Dalam dengan

No Register 170403-25 dengan diagnosa medis Tuberkulosis Paru. Adapun data yang diperoleh

sebagai berikut :

Klien bernama Tn. O berjenis kelamin laki-laki, berumur 43 tahun, status perkawinan duda,

beragama Islam, suku bangsa Melayu, pendidikan terakhir SD, bahasa yang digunakan yaitu

bahasa Indonesia, Tn. O bekerja sebagai Petani, beralamat di Kp. Rawa Kuda RT 006/03, Desa

Karang Harum, Kedung Waringin. Sumber biaya diperoleh dari Jamkesmas, informasi ini

didapatkan dari klien, kelurga, buku status, serta dari perawat ruangan.

Riwayat Kesehatan Sekarang: keluhan utama yang dialami saat ini adalah sesak nafas. Faktor

pencetus klien mengatakan penumpukan secret akibat tidak dapat mengeluarkan sekret.

Timbulnya keluhan yaitu secara bertahap, upaya mengatasi istirahat. Klien mempunyai riwayat

penyakit sebelumnya yaitu Tuberkulosis Paru. Klien tidak mempunyai alergi terhadap obat,

makanan, binatang dan lingkungan.

Riwayat kesehatan keluarga(genogram dan keterangan tiga generasi dari klien)

 

Page 23: KTI TB PARU.docx

 

KETERANGAN :

: Laki- Laki

: Perempuan

: Garis Keturunan

: Tinggal Serumah

: Meninggal

: Klien

Tidak ada riwayat penyakit yang diderita keluarga yang menjadi faktor resiko. Tn.O mempunyai

lima orang anak, tiga berjenis kelamin laki laki dan dua berjenis kelamin perempuan. Sekarang

klien tinggal dengan putra ketiganya. Orang terdekat dengan klien adalah putra ketiganya, pola

komunikasi dalam keluarga sangat terbuka, pembuat keputusan dalam keluarga adalah klien

sendiri. Kegiatan kemasyarakatan yang diikuti klien tidak ada. Dampak penyakit klien terhadap

keluarga adalah tidak ada. Tidak ada masalah yang mempengaruhinya. Mekanisme koping yang

digunakan klien adalah tidur, persepsi klien terhadap penyakitnya tentang hal yang dipikrkan

saat ini adalah klien ingin cepat sembuh dan kembali ke rumah. Harapan setelah menjalani

perawatan adalah sembuh dan kembali kerumah dengan sehat dan tidak kambuh lagi. Sistem

nilai kepercayaan, nilai yang bertentangan dengan kesehatan tidak ada, aktivitas

agama/kepercayaan adalah sholat. Kondisi lingkungan rumah yang mempengaruhi kesehatan

saat ini tidak ada. Kondisi Lingkungan cukup baik, jendela terbuka cukup, pembuangan cukup

lancar dan penerangan cukup baik.

Page 24: KTI TB PARU.docx

Dirumah, sebelum sakit klien biasa makan 3 x/hari dengan nafsu makan baik, porsi makan yang

dihabiskan l porsi setiap kali makan. Tidak ada makanan yang tidak disukai dan tidak ada

makanan yang membuat klien alergi serta tidak ada makanan pantangan. Klien tidak pernah diet

terhadap makanan, dan tidak pernah menggunakan obat-obatan atau pun alat bantu pada saat

makan. Sedangkan dirumah sakit frekwensi makan klien 3 x/ hari dengan nafsu makan kurang

baik, porsi makan yang dihabiskan sebanyak ½ porsi. Di rumah sakit daging adalah makanan

yang tidak disukai dan tidak ada makanan yang membuat alergi, serta tidak ada makanan yang

dipantang. Makanan diet yang diberikan pada klien adalah diet ML, serta tidak menggunakan

alat bantu pada saat makan.

Dirumah, sebelum sakit klien BAK 3–4 kali/ hari dengan warna kuning jernih dan tidak

mempunyai keluhan saat BAK. Frekwensi klien BAB l kali dalam sehari dengan pagi hari,

berwarna kuning, kosistensi setengah padat, berbau khas. Pada saat BAB klien tidak merasakan

adanya keluhan dan klien juga tidak menggunakan laxatif sebagai pencahar. Sedangkan dirumah

sakit, klien BAK sebanyak 6–7 x/ hari ± 1500 ml berwarna kuning jernih, dan tidak merasakan

adanya keluhan saat BAK, serta tidak menggunakan alat bantu seperti kateter. Di rumah sakit

klien BAB 1x/hari waktunya juga tidak tentu kadang pagi, siang, maupun malam, feses berwarna

kuning dengan kosistensi lunak cair, berbau khas.

Dirumah, sebelum sakit klien mandi 2x dalam sehari pada waktu pagi dan sore hari, dengan

menggunakan sabun mandi serta menggosok gigi 2x sehari pada saat yang bersamaan dengan

waktu mandi dan malam hari, klien mencuci rambut 3x /minggu. Dirumah sakit klien juga mandi

1x sehari pada waktu pagi hari dan menggosok gigi saat padi hari, dirumah sakit klien tidk

mencuci rambutnya. Pola kebiasaan klien tidur waktu dirumah yaitu selama 5-6 jam/ hari pada

malam hari dan 2-3 jam pada tidur siang. Klien tidak mempunyai kebiasaan sebelum tidur.

Sedangkan selama dirumah sakit klien tidur juga tidur 2-3 jam/ hari pada malam hari dan 3-4 jam

pada siang hari.

Dalam kehidupan sehari-hari klien adalah seorang kepala keluarga dan klien bekerja sebagai

petani, tidak pernah olahraga dan tidak ada keluhan dalam beraktifitas. Sedangkan pada saat

dirumah sakit klien mempunyai juga tidak mempunyai keluhan dalam beraktifitas. Klien

Page 25: KTI TB PARU.docx

mempunyai kebiasaan merokok, frekuensi sering dengan jumlah 1 bungkus/hari,lama pemakaian

+10 tahun. Klien tidak mempunyai riwayat minum-minuman.

Berat badan klien saat sakit 50 kg, dan sebelum sakit klien mengatakan berat badannya 55 kg

dengan tinggi badan l72 cm. Tekanan darah klien l20/70 mmHg, nadi 93 x/ menit, frekwensi

napas klien 28 x/ menit, dengan suhu tubuh 37° C, keadaan umum sakit sedang dan tidak

ditemukan adanya pembesaran kelenjar getah bening. Posisi mata klien simetris dengan kelopak

mata, pergerakan bola mata, dan kornea mata dalam keadaan normal. Konjungtiva klien anemis,

sklera ikterik, pupil klien isokor, serta tidak ada kelainan pada otot-otot mata, reaksi mata

terhadap cahaya juga baik, fungsi penglihatan klien baik. Di mata dan sekitarnya tidak

ditemukan adanya tanda-tanda peradangan dan klien tidak menggunakan lensa kontak.

Daun telinga klien normal dan tidak mempunyai serumen, kondisi telinga tengah juga baik, serta

tidak ada cairan dari telinga. Klien juga mengatakan tidak merasakan adanya perasaan penuh dan

tinitus ditelinga. Fungsi pendengaran klien normal sehingga tidak memerlukan alat bantu dengar,

dan tidak mengalami gangguan keseimbangan. Klien tidak mengalami kesulitan dalam berbicara

atau berkomunikasi dan tidak ada kelainan saat berbicara.

Jalan nafas klien tidak bersih ada sumbatan oleh sputum, Klien merasakan sesak pada saat

bernafas, klien menggunakan otot batu pernafasan, frekuensi nafas 28 kali/menit, irama tidak

teratur dan dalam. Klien batuk, ada sputum, tidak ada nyeri saat bernafas. Pada saat dipalpasi

tidak normal. Suara pernafasan ronkhi dan klien tidak menggunakan alat bantu saat bernafas.

Dari sirkulasi perifer, teraba nadi 93 x/ menit, irama teratur dengan denyut terasa kuat. Tekanan

darah l20/80 mmHg, tidak ada distensi vena jugularis baik kiri maupun kanan. Temperatur kulit

hangat, warna kulit klien pucat, pengisisan kapiler 3 detik. Terdapat edema dibagian kaki. Pada

sirkulasi jantung, kecepatan denyut apical klien 80x/menit dengan irama teratur, tidak ditemukan

adanya bunyi mur-mur maupun gallop, tidak ada nyeri dada. Klien pucat dan tidak ada tanda-

tanda adanya perdarahan. Klien tidak mengeluh adanya sakit kepala baik Vertigo maupun

Migrain, kesadaran klien Compos Mentis dengan Glasgow Coma Scale (GCS), Eye : 4 Motorik :

6 dan Verbal : 5. Pada klien juga tidak ditemukan adanya tanda-tanda terjadinya peningkatan

Page 26: KTI TB PARU.docx

tekanan intra kranial (TIK) seperti muntah proyektil, nyeri kepala hebat serta papil edema. Tidak

ada gangguan sistem persyarafan seperti kejang, pelo, mulut mencong, disorientasi, polineuritis /

kesemutan, serta kelumpuhan. Reflek fisiologis yang dilakukan pada otot bisep dan trisep

(Reflek Hamer) klien tampak normal dan reflek patologis tidak ada.

Gigi klien tidak terdapat caries, tidak menggunakan gigi palsu, tidak ada stomatitis, lidah tidak

kotor, salifa klien normal, tidak muntah, tidak ada nyeri daerah perut, bising usus klien 20 x/

menit, tidak diare, tidak ada konstipasi, hepar klien tidak teraba, serta abdomen terasa kembung.

Pada klien, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada exoptalmus, tremor maupun

diaporesis, nafas tidak berbau keton, ada poliuri, tidak ada poliphagi, maupun polidipsi, serta

tidak ada luka ganggren.

Perhitungan balance cairan, dimana intake didapat dari minum l500 ml/24 jam, makanan 100

ml/24 jam, infus 500 cc dengan Output melalui urin 900 ml/24 jam, BAB 300ml/24 jam dan

IWL sebesar 500 ml/24 jam, sehingga balance cairan klien yaitu Intake – Output = 2100ml-1700

ml = 400 ml/ 24 jam. Tidak ada perubahan pola dalam berkemih seperti retensi, urgency,

disuria, tidak lampias, nokturia, inkontinensia maupun anuria. Warna urin kuning jernih, tidak

ada distensi/ketegangan kandung kemih, serta tidak ada keluhan sakit pinggang. (Rumus IWL lht

lampiran)

Turgor kulit klien tidak elastis, temperatur kulit hangat, warna kulit pucat, keadaan kulit tidak

ada lesi. Klien tidak mengalami kelainan kulit. Kondisi kulit daerah pemasangan infus tidak ada

kelainan, tekstur dan kebersihan kurang baik. Klien tidak mengalami kesulitan dalam

pergerakan. Klien tidak mengalami sakit pada tulang, sendi maupun kulit, tidak ada fraktur, dan

tidak ada kelainan bentuk tulang maupun sendi seperti bengkak atau kontraktur. Tidak ada

kelainan struktur tulang belakang seperti skoliasis, lordosis, maupun kiposis. Keadaan tonus otot

kurang baik, ada hipotoni. Kekuatan otot

5555 5555

5555 5555

Page 27: KTI TB PARU.docx

Data tambahan tentang pemahaman penyakit :klien mengatakan tidak mengetahui mengapa

penyakitnya kambuh lagi, klien juga tidak mengetahui cara perawatan/ pencegahan terhadap

penyakitnya serta fungsi minum obat secara lama dan teratur.

Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 7 Juni 2011, didapatkan Lekosit: 11.800/mm,

Limposit: 9%, Segment : 86%, Protein total : 5,9 g/100ml, Albiuin : 4,0 g/dl. 8 Juni 2011 BTA

I : tidak ditemukan, 9 Juni 2011 BTA II : Negative, 10 Juni 2011 BTA III: tidak ditemukan.

Resume : Klien bernama Tn. O berjenis kelamin laki-laki, masuk melalui IGD RSUD Kabupaten

Bekasi pada tanggal 06 Juni 2011 pukul ll.00 Wib dengan keluhan sesak nafas, nyeri ulu hati,

panas dingin, serta keringat malam. Di IGD klien dilakukan observasi TTV dengan hasil TD :

l20/90 mmHg, nadi : 110 x/menit dan suhu : 37ºC, RR : 30x/menit, ves +, Rh +, Wz +, DX

medis Bekas TB Paru. Kemudian klien masuk R. Penyakitt Dalam pada jam 16.00 Wib dan

ditemukan masalah keperawatan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret,

aktivasi ulang infeksi berhubungan dengan pemakaian obat yang terputus, serta kursng

pengetahuan klien mengenai penyakitnya berhubungan dengan kurang terpajan informasi.

Tindakan keperawatan yang telah diberikan adalah mengawasi TTV, Kaji fungsi pernafasan,

contoh : bunyi nafas, kecepatan, irama, kedalaman dan penggunaan otot aksesoris , Anjurkan

pasien untuk batuk / bersin mengeluarkan pada tisue dan menghindari meludah, Berikan pasien

posisi semi fowler tinggi, bantu bantu pasien untuk batuk dan latihan nafas dalam, serta telah

diberikan terapy infus RL 20 tetes/menit,serta inhalasi ambivent/ 6jam, inhalasi pulmicort/ 12

jam, ambroxol 3x1. Untuk diagnosa bersihan jalan napas tidak efektif dan aktivasi ulang infeksi

belum teratasi, maka akan melanjutkan intervensi untuk mengatasi masalah.

2. Asuhan Keperawatan

A. Data Fokus

Data Subjektif

Klien mengeluh sesak nafas, klien mengatakan dahaknya kental dan sulit untuk dikeluarkan

dan klien mengatakan dahak berwarna kuning kental, klien mengatakan pernah sakit seperti

ini, klien mengatakan dahulu pernah sesak. klien mengeluh sukar untuk bernafas, klien

mengatakan tidak mengetahui mengapa penyakitnya kambuh, klien mengatakan nafsu makan

kurang, klien mengatakan menghabiskan ½ porsi yang telah disediakan RS, klien mengatakan

Page 28: KTI TB PARU.docx

BB turun dari 55 kg-50 kg, klien mengatakan tidak mengetahui cara perawatan, pencegahan

serta fungsi minum obat yang lama dan teratur.

Data Objektif

Batuk(+), TD : 120/80 mmHg, N: 93x/menit, S: 37C, RR: 28x/menit, menggunakan otot

bantu pernafasan yaitu: perut, kedalaman nafas: dalam, Ronkhi(+), Riwayat bekas TB Paru,

porsi makan: ½ porsi, tonus otot : kurang baik, integritas kurang elastis, konjungtiva anemis,

klien tampak bingung, klien bertanya tentang penyakitnya. Hasil Lab, 7 Juni 2011, didapatkan

Lekosit: 11.800/mm, Limposit: 9%, Segment : 86%, Protein total : 5,9 g/100ml, Albumin : 4,0

g/dl. 8 Juni 2011 BTA I : tidak ditemukan, 9 Juni 2011 BTA II : Negative, 10 Juni 2011 BTA

III: tidak ditemukan, diet ML, Terapi inhalasi.

B. Analisa Data

No DATA MASALAH ETIOLOGI

1 Data Subjektif:

1. Klien mengeluh sukar bernafas

2. Klien mengeluh sesak

saat bernafas.

3. Klien mengatakan dahak kental

berwarna kuning dan sulit untuk

dikeluarkan.

Data objektif:

1. Batuk(+)

2. TD:120/80mmHg, N : 93x/menit,

S: 37C, RR: 28x/menit.

3. Otot bantu pernafasan: perut

4. Kedalaman nafas dalam.

5. Irama tidak teratur.

6. Bunya nafas : Ronkhi

7. Terapi inhalasi : ambivent/ 6 jam

Bersihan jalan nafas

tidak efektif

Penumpukan

Sekret

2 Data Subjektif:

1. Klien mengatakan sebelumnya

Aktivasi Ulang

Infeksi

Pengobatan

terputus

Page 29: KTI TB PARU.docx

pernah dirawat dengan sakit yang

sama

2. Klien mengatakan tidak secara

teratur minum obat dan berhenti

hanya 2 bulan pemakaian /

meminum obat.

3. Klien mengatakan pernah sesak

nafas

4. Klien mengatakan sukar untuk

bernafas

5.Klien mengatakan dahaknya

kental dan sulit untuk dikeluar-

kan.

Data objektif:

1. Riwayat/Dx Medis : Bekas TB

Paru

2. Batuk(+)

3.TD: 120/mmHG, N: 93x/menit, S:

37C, RR: 28x/menit.

4. Lekosit : 11.800/mm, Segment :

86%, Limfosit : 9%.

3 Data Subjektif:

1. Klien mengatakan nafsu makan

kurang baik.

2. Klien mengatakan menghabiskan

½ porsi yang disediakan oleh RS.

3. Klien mengatakan BB turun dari

55 kg-50 kg.

Data Objektif:

1. BB: 55 kg-50 kg, BB ideal :

(172-100=72 kg)

Perubahan nutrisi

kurang dari

kebutuhan tubuh

Intake tidak

adekuat

Page 30: KTI TB PARU.docx

2. Porsi makan: ½ porsi

3. Tonus otot : kurang baik, inte-

gritas kurang elastic

4. Konjungtiva anemis

5. Protein total : 5,9 g/100ml,

Albumin : 4,0 g/dl, Hb : 14,1 g/dl

6. Diet ML

4. Data Subjektif:

1. Klien mengatakan tidak

Mengetahui mengapa penyakit

nya kambuh lagi.

2.      Klien mengatakan tidak meng-

etahui cara pencegahan/ pera-

watan terhadap penyakitnya.

3 Klien mengatakan tidak secara

teratur minum obat dan berhenti

hanya 2 bulan pemakaian /

meminum obat.

4.      Klien mengatakan tidak menge-

tahui fungsi dari pengobatan/

meminum obat secara teratur dan

lama.

Data Objektif:

1. Klien bertanya-tanya mengenai

penyakitnya.

2. Klien tampak bingung

Kurang pengetahuan

klien mengenai

kondisi, aturan

tindakan,

pencegahan, dan

pengobatan.

Kurang

terpajan

informasi

C. Diagnosa Keperawatan

1.      Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret.

Tanggal ditemukan : 11 Juni 2011

Page 31: KTI TB PARU.docx

Tanggal teratasi : Belum teratasi

2.      Aktivasi ulang infeksi berhubungan dengan pengobatan terputus.

Tanggal ditemukan : 11 Juni 2011

Tanggal teratasi : Belum teratasi

3.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat.

Tanggal ditemukan : 11 Juni 2011

Tanggal teratasi : belum teratasi

4.      Kurang pengetahuan klien mengenai kondisi, aturan tindakan, pencegahan, dan pengobatan

berhubungan dengan kurang terpajan informasi.

Tanggal ditemukan : 11 Juni 2011

Tanggal teratasi : 13 Juni 2011

D. Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret, ditandai

dengan :

Data subjektif: Klien mengeluh sukar bernafas, klien mengeluh sesak saat bernafas, klien

mengatakan dahak berwarna kuning kental dan sulit untuk dikeluarkan.

Data objektif: Batuk(+), TD: 120/80 mmHg, N : 93x/menit, S: 37C, RR: 28x/menit, otot

bantu pernafasan: perut, kedalaman nafas dalam, irama tidak teratur,

bunyi nafas : Ronkhi, Terapi inhalasi ambivent/ 6 jam.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 Jam diharapkan bersihan

jalan nafas efektif.

Kriteria Hasil :

1.      Memperhankan jalan nafas klien.

2.      Mengeluarkan sekret tanpa bantuan,

3.      Frekuensi pernafasan: 20x/menit, bunyi nafas normal, kedalaman dan irama

normal.

4.      Tidak menggunakan otot bantu pernafasan.

Intervensi :

Mandiri

Page 32: KTI TB PARU.docx

1.    Kaji fungsi pernafasan, contoh : frekuensi pernafasan, bunyi nafas, kecepatan, irama, kedalaman

dan penggunaan otot aksesoris.

2.    Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/ bentuk afektif, catat karakter, jumlah sputum,

adanya hemoptisis.

3.    Ajarkan batuk efektif dan teknik nafas dalam.

4.    Berikan pasien posisi semi fowler tinggi, bantu bantu pasien untuk batuk dan latihan nafas

dalam.

5.    Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi.

Kolaborasi

6.      Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi inhalasi.

Implementasi

Sabtu, 11 Juni 2011

Pukul 11.00 Wib mengkaji fungsi pernafasan, contoh : bunyi nafas, kecepatan, irama,

kedalaman dan penggunaan otot aksesoris, Respon hasil : Bunyi nafas Ronkhi, Frekuensi

28x/menit, itrama tidak teratur, kedalaman nafas dalam, penggunaan otot bantu pernafasan

yaitu perut. Pukul 11.10 Wib mencatat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/ bentuk

afektif, catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis, Respon Hasil : klien tidak mampu

mengeluarkan sekret. Pukul 11.20 Wib mengajarkan batuk efektif dan teknik nafas dalam,

Respon Hasil : klien melakukan teknik nafas dalam dan batuk efektif. Pukul 12.00 Wib

memberikan pasien posisi semi fowler tinggi, Respon klien: Posisi klien semi fowler. Pukul

12.10 Wib mempertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi,

Respon klien: klien minum 1500 ml/hari.

Evaluasi

Minggu, 12 Juni 2011

S: Klien mengatakan masih sukar untuk bernafas, klien mengeluh masih sesak, klien

mengatakan dahak masih susah untuk dikeluarkan.

O: TD: 120/90 mmHg, N : 86x/menit, S; 36,8C, RR : 30x/menit, Batuk(+), Nafas dalam.

A:Tujuan belum tercapai, masalah bersihan jalan nafas belum teratasi

P: Lanjutkan intervensi 1,2,3,4,6

Page 33: KTI TB PARU.docx

Implementasi

Minggu, 12 Juni 2011

Pukul 08.00 Wib mengkaji fungsi pernafasan, contoh : bunyi nafas, kecepatan, irama,

kedalaman dan penggunaan otot aksesoris, Respon hasil : Bunyi nafas Ronkhi, Frekuensi

28x/menit, itrama tidak teratur, kedalaman nafas dalam, penggunaan otot bantu pernafasan

yaitu perut. Pukul 08.10 Wib mencatat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/ bentuk

afektif, catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis, Respon hasil : klien tidak mampu

mengeluarkan sekret. Pukul 13.00 Wib mengajarkan batuk efektif dan teknik nafas dalam,

Respon Hasil : klien melakukan teknik nafas dalam dan batuk efektif. Pukul 13.00 Wib

memberikan pasien posisi semi fowler tinggi, Respon klien: Posisi klien semi fowler. Pukul

09.00 Wib mengkolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi inhalasi, Respon hasil :

Inhalasi Ambivent/6 jam.

Evaluasi

Senin, 13 Juni 2011

S: Klien mengatakan masih sesak berkurang pada saat bernafas, klien mengatakan dahak

masih sulit untuk dikeluarkan.

O: RR: 28x/menit, Batuk(+), Nafas dalam, Ronkhi(-),

A: Tujuan tercapai sebagian, masalah bersihan jalan nafas tidak efektif teratasi sebagian.

P: Lanjutkan intervensi 1,2,3,6.

2. Aktivasi ulang infeksi berhubungan dengan pengobatan terputus, ditandai dengan :

Data Subjektif: Klien mengatakan sebelumnya pernah dirawat dengan sakit yang sama,

klien mengatakan tidak secara teratur minum obat dan berhenti hanya 3

bulan pemakaian/meminum obat, klien mengatakan pernah sesak nafas,

klien mengatakan sukar untuk bernafas, klien mengatakan dahaknya kental

dan sulit untuk dikeluarkan

Data objektif: Riwayat/Dx Medis : Bekas TB Paru, batuk(+), TD: 120/mmHG, N:

93x/menit, S: 37C, RR: 28x/menit, lekosit : 11.800/mm, Segment : 86%,

Limfosit : 9%.

Page 34: KTI TB PARU.docx

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi

penyebaran infeksi.

Kriteria hasil :

1.      Mengidentifikasi intrervensi untuk mencegah menurunkan resiko penyebaran infeksi

2.      Nilai Lab dalam rentang normal. ( Lekosit : 3.500- 10.000 mm, Limfosit: 17-48%

Intervensi

Mandiri

1.    Kaji patologi penyakit(aktif atau fase tidak aktif)

2.    Identivikasi orang lain yang beresiko, contoh : angota rumah, sahabat karib atau teman

3.    Anjurkan pasien untuk batuk / bersin mengeluarkan pada tisue dan menghindari

meludah.

4.    Awasi suhu sesuai indikasi

5.    Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengaktifan berulang tuberkulosis, contoh

Tahanan bawah(alkoholisme, malnutrisi, bedah bypass intestinal); gunakan obat penekan

imun.

6.    Tekanan pentingnya tidak menghentikan teraphi obat

Kolaborasi

7.    Berikan terapi injeksi sesuai indikasi

8.    Awasi pemeriksaan laboratorium

Implementasi

Sabtu, 11 Juni 2011

Pukul 11.00 Wib mengkaji patologi penyakit(aktif atau fase tidak aktif), Respon klien :

Penyakit klien pada fase tidak aktif. Pukul 11.10 Wib mengidentifikasi orang lain yang

beresiko, contoh : angota rumah, sahabat karib atau teman, Respon hasil : Keluarga(anak)

menjadi orang lain yang beresiko. Pukul 11.15 Wib menganjurkan pasien untuk batuk /

bersin mengeluarkan pada tisue dan menghindari meludah, Respon klien : klien menaati

dengan meludah/batuk menggunakan tissue. Pukul 12.00 Wib mengawasi suhu sesuai

indikasi, Respon hasil : S: 37C. Pukul 13.00 Wib mengidentifikasi faktor resiko individu

Page 35: KTI TB PARU.docx

terhadap pengaktifan berulang tuberkulosis, contoh tahanan bawah (alkoholisme, malnutrisi,

bedah bypass intestinal); gunakan obat penekan imun. Pukul 13.10 Wib menekankan

pentingnya tidak menghentikan teraphi obat, Respon hasil: klien menerima informasi. Pukul

13.15 Wib memberikan terapi injeksi sesuai indikasi, Respon hasil: Ceftriaxone 1x2 amp.

Pukul 14.00 Wib mengawasi pemeriksaan laboratorium, Respon hasil : lekosit :

11.800/mm, Segment : 86%, Limfosit : 9%.

Evaluasi

Minggu, 12 Juni 2011

S : Klien mengatakan masih sesak saat bernafas dan dahak masih sulit untuk dikeluarkan.

O : Riwayat Bekas TB, Batuk(+), Ronkhi(+), S: 37C, RR:28x/menit, Lekosit : 11800/mm,

Segmen: 86%, Limposit 9%

A : Tujuan belum tercapai, masalah aktivasi ulang infeksi belum teratasi.

P : Lanjutkan intervensi 3,4,7,8.

Implementasi

Minggu, 12 Juni 2011

Pukul 09.10 Wib menganjurkan pasien untuk batuk / bersin mengeluarkan pada tisue dan

menghindari meludah, Respon klien : klien menaati dengan meludah/batuk menggunakan

tissue. Pukul 12.00 Wib mengawasi suhu sesuai indikasi, Respon hasil : S: 37C. Pukul 13.00

Wib memberikan terapi injeksi sesuai indikasi, Respon hasil: Ceftriaxone 2x2 amp. Pukul

13.20 Wib mengawasi pemeriksaan laboratorium, Respon hasil : lekosit : 11.800/mm,

Segment : 86%, Limfosit : 9%.

Evaluasi

Senin, 13 Juni 2011

S : Klien mengatakan masih sesak saat bernafas dan dahak masih sulit untuk dikeluarkan.

O :Riwayat Bekas TB, Batuk(+), Ronkhi(-), S: 37C, RR:28x/menit, Lekosit : 11800/mm,

Segmen: 86%, Limposit 9%

A : Tujuan belum tercapai, masalah aktivasi ulang infeksi teratasi sebagian.

P : Lanjutkan intervensi 4,7,8.

Page 36: KTI TB PARU.docx

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak

adekuat, ditandai dengan:

Data Subjektif: Klien mengatakan nafsu makan kurang baik, klien mengatakan

menghabiskan ½ porsi yang disediakan oleh RS, klien mengatakan BB

turun dari 55 kg-50 kg.

Data Objektif: BB: 55 kg-50 kg, BB ideal : (172-100=72 kg), porsi makan: ½ porsi, tonus

otot : kurang baik. Turgor kulit tidak elastis, konjungtiva anemis, protein

total : 5,9 g/100ml, Albumin : 4,0 g/dl, Hb : 14,1 g/dl.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kebutuhan

nutrisi terpenuhi.

Kriteria Hasil :

1.      Menunjukan berat badan meningkatkan

2.      Nilai laboratorium normal, Protein total :6,6-8,7 g/100 ml, Albumin: 3,4-4,8 g/dl, Hb: 13-15

g/dl.

3.      Melakukan perilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat

yang tepat.

Intervensi

Mandiri

1.      Catat status nutrisi pasien, catat turgor kulit, berat badan, integritas mukosa oral,

kemampuan/ketidakmampuan menelan, adanya tonus usus, riwayat mual/muntah atau

diare.

2.      Pastikan pola diet biasa pasien, yang disukai/ tak disukai

3.      Awasi masukan/pengeluaran dan BB secara periodik

4.      Selidiki anoresia, mual, muntah, catat kemungkinan hubungan dengan obat. Awasi

frekuensi volume, konsistensi feses.

5.      Dorong dan berikan periode istirahat sering

6.      Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.

Kolaborasi

7.      Rujuk ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet.

8.      Awasi pemeriksaan laboratorium, BUN, protein serum dan albumin.

Page 37: KTI TB PARU.docx

Implementasi

Sabtu, 11 Juni 2011

Pukul 11.20 Wib mencatat status nutrisi pasien, catat turgor kulit, berat badan, integritas

mukosa oral, kemampuan/ketidakmampuan menelan, adanya tonus usus, riwayat

mual/muntah atau diare, Respon hasil : nafsu makan pasien kurang baik, berat badan 50 kg,

turgor kulit tidak elastis, tidak ada mual,muntah/ diare. Pukul 11.25 Wib memastikan pola

diet biasa pasien, yang disukai/ tak disukai, Respon hasil : Klien mendapat diet ML. Pukul

12.10 Wib mengawasi masukan/ pengeluaran dan BB secara periodik, Respon hasil: Porsi ½

porsi dihabiskan, output BAB 1x/hari, Pukul 12.15 Wib menyelidiki anoresia, mual,

muntah, catat kemungkinan hubungan dengan obat, Respon hasil: Tidak ada mual dan

muntah. Pukul 12.20 Wib mendorong dan berikan periode istirahat sering, Respon hasil :

Klien istirahat, Pukul 12.25 Wib mendorong makan sedikit dan sering dengan makanan

tinggi protein dan karbohidrat, Respon hasil : Klien mematuhi, Pukul 13.00 Wib merujuk

ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet, Respon hasil :Klien mendapatkan diet ML,

Pukul 13.40 Wib mengawasi pemeriksaan laboratorium, BUN, protein serum dan albumin,

Respon hasil: protein total : 5,9 g/100ml, Albumin : 4,0 g/dl, Hb : 14,1 g/dl.

Evaluasi

Minggu, 12 Juni 2011

S: Klien mengatakan nafsu makan masih berkurang, porsi dihabiskan ½ porsi.

O: Porsi yang dihabiskan ½ porsi, BB 55kg-50 kg, tonus otot kurang baik, turgor tidak

elastis, protein total : 5,9 g/100ml, Albumin : 4,0 g/dl, Hb : 14,1 g/dl

A: Tujuan belum tercapai, masalah belum teratasi.

P: Lanjutkan intervensi 3,5,6,8.

Implementasi

Minggu, 12 Mei 2011

Pukul 08.40 mengawasi masukan/pengeluaran dan BB secara periodik, Respon hasil: Porsi

½ porsi dihabiskan, output BAB 1x/hari, Pukul 09.00 Wib mendorong dan berikan periode

istirahat sering, Respon hasil : Klien istirahat, Pukul 12.00 Wib mendorong makan sedikit

Page 38: KTI TB PARU.docx

dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat, Respon hasil : Klien mematuhi,

Pukul 13.00 Wib mengawasi pemeriksaan laboratorium, BUN, protein serum dan albumin,

Respon hasil : protein total : 5,9 g/100ml, Albumin : 4,0 g/dl, Hb : 14,1 g/dl.

Evaluasi

Senin, 13 Juni 2011

S: Klien mengatakan nafsu makan masih berkurang, porsi dihabiskan 1 porsi.

O: Porsi yang dihabiskan 1 porsi, BB 55kg-50 kg, tonus otot kurang baik, turgor tidak

elastis, protein total : 5,9 g/100ml, Albumin : 4,0 g/dl, Hb : 14,1 g/dl

A: Tujuan tercapai sebagian, masalah teratasi sebagian.

P: Lanjutkan intervensi 3,5,8.

4. Kurang pengetahuan klien mengenai kondisi, aturan tindakan, pencegahan, dan

pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan informasi, ditandai dengan:

Data Subjektif: Klien mengatakan tidak mengetahui mengapa penyakitnya kambuh lagi,

klien mengatakan tidak mengetahui cara pencegahan/ perawatan terhadap

penyakitnya, klien mengatakan tidak mengetahui fungsi dari pengobatan/

meminum obat secara teratur dan lama.

Data Objektif: Klien bertanya-tanya mengenai penyakitnya, klien tampak bingung

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan

meningkatkan pengetahuan klien.

Kriteria Hasil :

1.      Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosis, kebutuhan pengobatan.

2.      Melakukan perubahan pola hidup untuk memperbaiki kesehatan, menurunkan resiko pengaktifan

ulang TB.

Intervensi

Mandiri

Page 39: KTI TB PARU.docx

1.         Kaji kemampuan pasien untuk belajar, contoh tingkat takut, masalah, kelemahan,

tingkat partisipasi, lingkungan

2.         Tekankan pentingnya mempertahankan protein tinggi dan diet karbohidrat dan

pemasukan cairan adekuat.

3.         Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan, dan alasan

pengobatan lama.

4.         Kaji potensial efek samping pengobatan.

5.         Dorong pasien/orang terdekat untuk menyatakan masalah.

6.         Kaji bagaimana TB ditularkan.

Implementasi

Sabtu, 11 Mei 2011

Pukul 12.00 Wib Mengkaji kemampuan pasien untuk belajar, contoh tingkat takut, masalah,

kelemahan, tingkat partisipasi, lingkungan, Respon hasil: klien menyatakan tidak

mengetahui penyebab penyakit kambuh. Pukul 12.10 Wib menekankan pentingnya

mempertahankan protein tinggi dan diet karbohidrat dan pemasukan cairan adekuat, Respon

hasil: infromasi tersampaikan, Pukul 12.15 Wib menjelaskan dosis obat, frekuensi

pemberian, kerja yang diharapkan, dan alasan pengobatan lama, Respon hasil: informasi

tersampaikan dan diterima oleh klien. Pukul 12.20 Wib mengkaji potensial efek samping

pengobatan, Respon hasil: informasi tersampaikan, Pukul 12.25 Wib mendorong

pasien/orang terdekat untuk menyatakan masalah, Respon hasil : putera klien menyatakan

masalahnya. Pukul 12.30 Wib mengkaji bagaimana TB ditularkan, Respon hasil: klien

tampak mengerti atas informasi yang diberikan.

Evaluasi

Minggu,12 Juni 2011

S: Klien mengatakan sudah mengetahui penyebab, cara pencegahan serta manfaat dari

pengobatan lama dan rutin.

O: Klien tampak tenang

Page 40: KTI TB PARU.docx

A: Tujuan tercapai sebagian, masalah kurang pengetahuan tercapai sebagian.

P: Lanjutkan intervensi 2 dan 3.

Implementasi

Minggu, 12 Juni 2011

Pukul 08.30 Wib menekankan pentingnya mempertahankan protein tinggi dan diet

karbohidrat dan pemasukan cairan adekuat, Respon hasil: infromasi tersampaikan, Pukul

08.35 Wib menjelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan, dan alasan

pengobatan lama, Respon hasil: informasi tersampaikan dan diterima oleh klien.

Evaluasi

Senin, 13 Juni 2011

S: Klien mengatakan sudah mengetahui penyebab, cara pencegahan serta manfaat dari

pengobatan lama dan rutin, klien mengatakan akan merubah pola hidup serta mematuhi

peraturan pengobatan dalam meningkatkan kesehatan.

O: Klien tampak tenang.

A: Tujuan tercapai, masalah kurang pengetahuan tercapai.

P: Lanjutkan intervensi.

Page 41: KTI TB PARU.docx

BAB IV

PEMBAHASAN

Setelah melakukan asuhan keperawatan pada Tn.O dengan Tuberkulosis Paru, di ruang Penyakit

Dalam, RSUD Kabupaten Bekasi. Maka pada bab ini penulis akan menguraikan kesenjangan

antara teori dengan kasus. Adapun Pembahasan ini sesuai dengan tahapan proses keperawatan

yang meliputi Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Perencanaan Keperawatan, Pelaksanaan dan

Evaluasi.

A.      Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan yang dilakukan dimana penulis

berusaha mengkaji klien secara menyeluruh melalui aspek bio-psiko-sosial-spiritual. Hasil

pengkajian berupa data dasar, data khusus, data penunjang, pemeriksaan fisik, membaca catatan

medik dan catatan keperawatan.

Pada tahap pengkajian ada kesenjangan antara teori dan kasus. Pada kasus klien tidak

mengetahui penyebab terulang terjadinya Tuberkulosis Paru, sedangkan pada teori etiologi dari

Tuberkulosis adalah Mycobakterium tuberculosis. Pada tanda dan gejala terdapat kesenjangan

antara teori dan kasus. Pada teori terdapat tanda: Batuk-batuk dengan atau tanpa sputum lebih

dari 2 minggu, malaise (ketidaknyamanan), gejala flu, nyeri dada, batuk darah, demam malam

hari dan pagi hari, keringat malam, hilangnya nafsu makan, penurunan berat badan sedangkan

Pada kasus tidak terdapat tanda batuk berdarah dan nyeri dada.

Penatalaksanaan medis terdapat kesenjangan antara teori dengan kasus. Dalam teori pada test

dignostik yaitu Kultur sputum, Ziehl-Neelsen, Tes kulit (PPD, Mantoux, potongan vollmer),

ELISA/western Blot, Foto torak, Histologi atau kultur jaringan termasuk pembersihan gaster

Page 42: KTI TB PARU.docx

Biopsi jarum pada jaringan paru, GDA, Pemeriksaan fungsi paru. Sedangkan pada kasus klien

hanya mendapatkan pemeriksaan Rontgen, pemeriksaan BTA dan Pemeriksaan Darah Lengkap.

Pada pemberian terapi dalam teori pada Tuberkulosis Paru adalah DAT (obat anti TB): INH

isonosid), rifampisin ( R ), para sinamid ( z ), streptomoisin (S), etambatol ( E ), 10-20 mg/kg/hri

selama 18 s/d 24 bulan, Konversi sputum positif menjadi negative. Dalam kasus klien hanya

mendapatkan terapi inhalasi ambivent/6 jam, inhalasi pulmicort/ 12 jam.

Faktor pendukung tersedia buku referensi yang mendukung dalam pembuatan karya tulis ilmiah

ini, serta saat pengkajian yaitu klien sangat kooperatif, sedangkan faktor penghambat yang

penulis temukan adalah penulis masih belum mampu melakukan pemeriksaan fisik secara

menyeluruh (Head to toe) tanpa melihat buku panduan pemeriksaan fisik. Untuk mengatasi

masalah ini penulis menggunakan beberapa buah buku panduan yang selalu dibawa ketika

melakukan pemeriksaan fisik.

B. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan teori yang penulis temukan dibuku Marilynn E. Doenges (2000), terdapat 5

diagnosa keperawatan yang ditemukan pada klien dengan Tuberkulosis Paru, yaitu : Infeksi,

resiko tinggi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat/ penurunan kerja silia/ statis,

Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret darah/ kelemahan/ upaya batuk

buruk, Pertukaran gas/ kerusakan yang berhubungan dengan penurunan permukaan efektif paru/

sekret kental , Nutrisi, perubahan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan/

sering batuk/produksi sputum, dispnea anoreksia, Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan

tindakan dan pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kongnitif tidak akurat/tidak lengkap

informasi yang ada. Namun pada kasus penulis menemukan 4 diagnosa keperawatan, yaitu:

Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan secret, Aktivasi ulang

infeksi berhubungan dengan pengobatan terputus, Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan intake tidak adekuat, Kurang pengetahuan klien mengenai kondisi, aturan

tindakan, pencegahan, dan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan informasi.

Terdapat kesenjangan antara teori dan kasus, jika diteori terdapat 5 diagnosa keperawatan, tetapi

dikasus terdapat 4 diagnosa keperawatan. Pada kasus ditegakan bersihan jalan nafas tidak efektif

berhubungan dengan penumpukan secret, karena pada saat dilakukan pengkajian didapatkan data

Page 43: KTI TB PARU.docx

klien mengeluh sukar bernafas, klien mengeluh sesak saat bernafas, klien mengatakan dahak

kental dan berwarna kuning dan sulit untuk dikeluarkan, batuk(+), RR: 28x/menit, sekret

berwarna kuning dengan konsistensi kental, otot bantu pernafasan: perut, kedalaman nafas

dalam, irama tidak teratur, bunyi nafas : Ronkhi, Aktivasi ulang infeksi berhubungan dengan

pengobatan terputus, karena pada saat dilakukan pengkajian didapatkan data Klien mengatakan

sebelumnya pernah dirawat dengan sakit yang sama, klien mengatakan tidak secara teratur

minum obat dan berhenti hanya 2 bulan pemakaian/meminum obat, klien mengatakan pernah

sesak nafas, klien mengatakan sukar untuk bernafas, klien mengatakan dahaknya kental dan sulit

untuk dikeluarkan, riwayat/Dx Medis : Bekas TB Paru, batuk(+), TD: 120/mmHG, N: 93x/menit,

S: 37C, RR: 28x/menit, lekosit : 11.800/mm, Segment : 86%, Limfosit : 9%, Perubahan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat, karena pada saat

dilakukan pengkajian didapatkan data klien mengatakan nafsu makan kurang baik, klien

mengatakan menghabiskan ½ porsi yang disediakan oleh RS, klien mengatakan BB turun dari 55

kg-50 kg, tonus otot : kurang baik. Turgor kulit tidak elastis, konjungtiva anemis, protein total :

5,9 g/100ml, Albumin : 4,0 g/dl, Hb : 14,1 g/dl, Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan

tindakan dan pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan informasi, karena pada saat

dilakukan pengkajian didapatkan data klien mengatakan tidak mengetahui mengapa penyakitnya

kambuh lagi, klien mengatakan tidak mengetahui cara pencegahan/ perawatan terhadap

penyakitnya, klien mengatakan tidak mengetahui fungsi dari pengobatan/ meminum obat secara

teratur dan lama, klien bertanya-tanya mengenai penyakitnya, klien tampak bingung.

Diagnosa keperawatan yang terdapat pada teori dan tidak terdapat pada kasus adalah petukaran

gas/kerusakan/resiko tinggi berhubungan dengan penurunan permukaan efektif paru, atelektasis,

kerusakan membran alveolar-kapiler, sekret kental, karena tidak didapatkan data adanya

perubahan frekuensi nadi dari nilai normal, tidak ada ortopnea, takipnea, hiperpnea,

hiperventilasi, pernafasan disritmik, tidak ada sianosis/perubahan pada warna kulit, dan pada saat

dilakukan pengkajian tidak ada terapi O2 yang digunakan serta tidak adanya data penunjang

yaitu pemeriksaan GDA untuk merumuskan diagnosa tersebut.

Page 44: KTI TB PARU.docx

Dalam menggangkat diagnosa, faktor pendukung yang penulis temukan adalah diagnosa tersebut

sudah terdapat dalam buku Marilynn E. Doenges, sehingga mempermudah dalam penulisan

karya tulis ilmiah ini.

C. Perencanaan Keperawatan

Setelah masalah keperawatan dapat diterapkan, maka perlu penetapan rencana keperawatan

untuk mengatasi masalah keperawatan tersebut. kegiatan perencanaan ini meliputi:

memprioritaskan masalah, merumuskan tujuan, kriteria hasil serta tindakan.

Dalam perencanaan tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kasus dalam memprioritaskan

masalah, merumuskan masalah, merumuskan tujuan, kriteria hasil serta tindakan. Penulis

berusaha memprioritaskan berdasarkan kebutuhan menurut Maslow yaitu mulai dari kebutuhan

paling mendasar yaitu kebutuhan fisologis, rasa aman dan nyaman, dicintai dan mencintai,

dihargai, serta aktualisasi diri. Perumusan tujuan pada asuhan keperawatan berdasarkan pada

metode SMART(spesik, measurable, asureble, reality and time) yaitu secara spesifik dapat

diukur maupun diatasi dengan tindakan keperawatan.

Faktor pendukung terdapat kerjasama yang baik dalam perencanaan antara mahasiswi dan

perawat ruangan. Faktor penghambat dalam menetapkan rencana asuhan keperawatan karena

kurang pahamnya penulis dalam membuat rencana tindakan dalam kasus ini, pemecahan masalah

lebih giat lagi membaca agar dapat menetapkan masalah sesuai dengan rencana.

D. Pelaksanaan

Dalam rencana tindakan tidak semua dilaksanakan oleh penulis, dikarenakan penulis tidak

sepenuhnya 24 jam merawat klien, namun sebagai solusi penulis mendelegasikan rencana

tindakan tersebut kepada perawat ruangan. Untuk melihat tindakan yang dilakukan perawat

ruangan, penulis melihat dan membaca di buku laporan tindakan yang ditulis oleh perawat yang

berdinas. Tindakan keperawatan dilakukan sesuai waktu yang telah di tetapkan yaitu 3 x 24 jam,

secara umum semua rencana tindakan yang telah disusun dapat dilaksanakan penulis, seperti

mengobservasi tanda tanda vital, mengkaji fungsi pernafasan, contoh : bunyi nafas, kecepatan,

irama, kedalaman dan penggunaan otot aksesoris , menganjurkan pasien untuk batuk / bersin

Page 45: KTI TB PARU.docx

mengeluarkan pada tisue dan menghindari meludah, memberikan pasien posisi semi fowler

tinggi, membantu pasien untuk batuk dan latihan nafas dalam, memberikan terapy infus RL 20

tetes/menit, serta memberi inhalasi ambivent/ 6jam, inhalasi pulmicort/ 12 jam, mencatat status

nutrisi pasien, catat turgor kulit, berat badan, integritas mukosa oral, kemampuan/

ketidakmampuan menelan, adanya tonus usus, riwayat mual/muntah atau diare, mengawasi

masukan/pengeluaran dan BB secara periodik, mendorong makan sedikit dan sering dengan

makanan tinggi protein dan karbohidrat, merujuk ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet,

Tekankan pentingnya mempertahankan protein tinggi dan diet karbohidrat dan pemasukan cairan

adekuat, menjelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan, dan alasan

pengobatan lama, mendorong pasien/orang terdekat untuk menyatakan masalah, mengkaji

bagaimana TB ditularkan, melakukan kerjasama dengan tim medis lain dalam pemberian obat-

obatan dan diet.

Faktor pendukung dalam pelaksanaan tindakan keperawatan adalah klien sangat koopertif dan

kerjasama yang baik antar penulis dengan perawat ruangan, sedangkan faktor penghambat yang

penulis temukan adalah kurangnya alat-alat kesehatan sehingga penulis mengalami kesulitan

dalam mengaplikasikan tindakan sesuai dengan teori. Solusi yang penulis lakukan untuk

mengatasi masalah ini adalah penulis tetap menggunakan alat-alat medis yang tersedia tetapi

tetap mempertahankan prinsip sesuai teori. Yang menjadi faktor penghambat juga, perawat

ruangan melakukan tindakan kurang sesuai dengan teori, begitu juga dalam pencatatan dalam

buku perkembangan klien, untuk solusinya penulis menanyakan kepada perawat lain yang masih

ingat apa yang dilakukan pada saat dinas.

E. Evaluasi

Pada tahap evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang digunakan untuk

menilai keberhasilan asuhan keperawatan atas tindakan yang diberikan. Pada teori maupun kasus

dalam membuat evaluasi disusun berdasarkan tujuan dan kriteria hasil yang ingin dicapai.

Dimana pada kasus penulis melakukan evaluasi dari tindakan keperawatan yang dilakukan

selama 3 hari yang dimulai dari tanggal 11 Juni 2011 sampai 13 Juni 2011. Ketiga masalah

belum teratasi sebagian, pada diagnosa bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan

penumpukan sekret, masih ditemukan data data : Klien mengatakan masih sesak berkurang pada

Page 46: KTI TB PARU.docx

saat bernafas, klien mengatakan dahak masih sulit untuk dikeluarkan, RR: 28x/menit, Batuk(+),

nafas dalam, ronkhi(-), Aktivasi ulang infeksi berhubungan dengan pengobatan terputus masih

ditemukan data: Klien mengatakan masih sesak saat bernafas dan dahak masih sulit untuk

dikeluarkan, riwayat Bekas TB, Batuk(+), Ronkhi(-), S: 37C, RR:28x/menit, Lekosit :

11800/mm, Segmen: 86%, Limposit 9%, Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan intake tidak adekuat masih ditemukan data: Klien mengatakan nafsu makan

masih berkurang, porsi dihabiskan 1 porsi, BB 55kg-50 kg, tonus otot kurang baik, turgor tidak

elastis, protein total : 5,9 g/100ml, Albumin : 4,0 g/dl, Hb : 14,1 g/dl, namun untuk masalah

kurang pengetahuan klien mengenai kondisi, aturan tindakan, pencegahan, dan pengobatan

tujuan tercapai dan masalah teratasi, dimana perubahan menuju yang lebih baik belum

signifikan.

Dalam melakukan evaluasi, adapun faktor pendukung adalah kerjasama yang baik antara penulis

dengan perawat ruangan, penulis tidak menemukan adanya faktor penghambat, ini dikarenakan

klien sangat kooperatif.

Page 47: KTI TB PARU.docx

BAB V

PENUTUP

Pada BAB ini penulis akan menyimpulkan beberapa hal penting yang harus diperhatikan serta

saran-saran yang bermanfaat bagi pihak dalam melakukan Asuhan Keperawatan pada Tn.O

dengan Tuberkulosis Paru di Ruang Penyakit Dalam RSUD Kabupaten Bekasi.

A.    Kesimpulan

Pada tahap pengkajian terdapat kesenjangan antara teori dan kasus antara etiologi dan

menifestasi klinis. Pada Tanda dan gejala terdapat kesenjangan antara teori dan kasus. Pada teori

terdapat tanda dan gejala batuk berdarah dan nyeri dada sedangkan pada kasus tidak muncul

Pada diagnosa keperawatan terdapat kesenjangan antara teori dan kasus, jika pada teori dalam

buku Marilynn E. Doenges terdapat 5 diagnosa keperawatan, namun pada kasus penulis

menemukan 4 diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan yang terdapat pada teori dan tidak

terdapat pada kasus adalah petukaran gas/kerusakan/resiko tinggi berhubungan dengan

penurunan permukaan efektif paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar-kapiler, sekret

kental.

Dalam perencanaan tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kasus, penulis berusaha

memprioritaskan berdasarkan kebutuhan menurut Maslow mulai dari kebutuhan fisologis, rasa

aman dan nyaman, dicintai dan mencintai, dihargai, serta aktualisasi diri. Bersihan jalan nafas

Page 48: KTI TB PARU.docx

tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret sebagai prioritas utama, aktivasi ulang

infeksi berhubungan dengan pengobatan terputus sebagai masalah kedua, perubahan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat sebagai masalah ketiga,

kurang pengetahuan klien mengenai kondisi, aturan tindakan, pencegahan, dan pengobatan

berhubungan dengan kurang terpajan informasi sebagai masalah keempat. Pada tujuan dan

kriteria hasil penulis menggunakan metode Spesifik, Measurable, Aktual, Reliable, dan Time

(SMART) dalam melaksanakan tindakan keperawatan dan ini disesuaikan dengan teori yang

digunakan.

Dalam melaksanakan tindakan keperawatan, penulis menyesuaikan dengan kondisi klien dan

pelaksanaan tersebut dilakukan selama 3 x 24 jam. Untuk melaksanakan tindakan yang belum

penulis laksanakan, penulis melakukan kerjasama dengan perawat ruangan dan mendelegasikan

tindakan tersebut pada perawat yang sedang berdinas.

Pada 4 diagnosa yang penulis angkat, ketiga diagnosa tersebut belum teratasi sebagian dan satu

diagnosa sudah teratasi sesuai waktu yang ditetapkan, Ketiga masalah belum teratasi sebagian,

pada diagnosa bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan secret,

aktivasi ulang infeksi berhubungan dengan pengobatan terputus, perubahan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat, tujuan tercapai sebagian, namun

untuk diagnosa kurang pengetahuan klien mengenai kondisi, aturan tindakan, pencegahan, dan

pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan informasi. Supaya semua masalah teratasi,

penulis mendelegasikan rencana tindakan yang telah disusun kepada perawat ruangan.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas,maka penulis memberikan saran sebagi berikut:

1. Untuk Rumah Sakit

Rumah sakit hendaknya mempertahankan atau bahkan meningkatkan kinerja yang telah

bagus, dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, meningkatkan lagi

peralatan yang ada diruangan.

2. Untuk Institusi Pendidikan

Page 49: KTI TB PARU.docx

Institusi pendidikan sebagai penyelenggara pendidikan, hendaknya menambah literature yang

ada diperpustakaan, dengan literature yang masih tergolong terbitan baru, sehingga peserta

didik tidak kesulitan saat mencari literature.

3. Untuk Perawat

Hendaknya mencantumkan atau mencatat apa tindakan-tindakan yang dilakukan tentunya

yang berkaitan dengan teori, sehingga akan mempermudah perawat lain yang ingin

menerapkan sesuai teori tersebut, dan hendaknya penyuluhan kesehatan dijadikan suatu

program diruangan guna meningkatkan pengetahuan klien tentang penyakitnya dan dapat

mencegah komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi.

4. Untuk Mahasiswa

Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan dan dapat melakukan pengkajian dengan

benar sesuai dengan konsep dasar dengan Tuberkulosis Paru. Selalu berdiskusi dengan teman-

teman sejawat dan pembimbing bila mengalami kesulitan.