ASKEP EMBOLI PARU.docx

45
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA KLIEN DENGAN EMBOLI PARU Kelompok 2 Hana Nur Arini G1D009006 Tati Hardiyani G1D009007 Chandra Hardi A G1D009008 Sujayanti G1D009009 Afina Chaerunnisa G1D009010 Rr. Rizki Prilli G1D009011 Lely Rahmawati G1D009012 Disusun untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN 1

description

ASKEP EMBOLI PARU.docx

Transcript of ASKEP EMBOLI PARU.docx

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA KLIEN DENGAN

EMBOLI PARU

Kelompok 2

Hana Nur Arini G1D009006

Tati Hardiyani G1D009007

Chandra Hardi A G1D009008

Sujayanti G1D009009

Afina Chaerunnisa G1D009010

Rr. Rizki Prilli G1D009011

Lely Rahmawati G1D009012

Disusun untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah

Keperawatan Gawat Darurat

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN KEPERAWATAN

PURWOKERTO

2012

1

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah yang berjudul ”Asuhan

Keperawatan pada Klien Dengan Emboli Paru” dapat terselesaikan sesuai waktu

yang ditentukan. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas terstruktur Mata

Kuliah Keperawatan Gawat Darurat.

Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh

karena itu, pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ridlwan Kamaludin, M.Kep selaku dosen pembimbing yang telah memberikan

arahan dan bimbingan dalam penyusunan makalah ini.

2. Teman-teman yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Penyusun menyadari bahwa masih terdapat banyak kesalahan yang harus

diperbaiki dan dikaji ulang baik dalam segi bahasa, isi maupun penyajian.

Penyusun mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca,

baik secara lisan maupun tulisan agar pada masa berikutnya penyusun dapat

menyempurnakan makalah berikutnya.

Purwokerto, 20 September 2012

Penyusun

2

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................ i

KATA PENGANTAR......................................................................................... ii

DAFTAR ISI........................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1

A. Latar Belakang...........................................................................................

B. Rumusan Masalah......................................................................................

C. Tujuan ........................................................................................................ 3

D. Manfaat....................................................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 5

A. Definisi ....................................................................................................... 5

B. Etiologi........................................................................................................ 5

C. Tanda dan Gejala....................................................................................... 6

D. Patofisiologi................................................................................................ 6

E. Komplikasi Klinis....................................................................................... 7

F. Pengkajian Kegawatdaruratan................................................................. 8

G. Pemeriksaan Penunjang ........................................................................... 9

H. Intervensi Kegawatdaruratan dan Monitoring .....................................10

I. Penatalaksanaan Medis pada Kegawatdaruratan .................................11

J. Pemulangan Klien .....................................................................................12

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT.........................27

A. Pengkajian .................................................................................................27

B. Diagnosa......................................................................................................28

C. Intervensi ...................................................................................................29

D. Evaluasi ......................................................................................................30

BAB IV PENUTUP .............................................................................................31

A. Kesimpulan ..............................................................................................32

B. Saran ........................................................................................................33

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................34

3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Selain untuk pernafasan, paru juga berperan sebagai saringan atau filter

bagi gumpalan darah (embolus). Gumpalan darah yang berukuran kecil jika

tersangkut pada pembuluh di paru dapat diatasi oleh mekanisme fibrinolitik.

Akan tetapi, jika gumpalan darahnya cukup besar, mekanisme fibrinolitik tidak

berlangsung dengan baik. Jika mekanisme fibrinolitik tidak berlangsung

dengan baik ketika terdapat gumpalan darah yang besar akan timbul emboli

paru yang menyebabkan aliran darah terhambat. Embolus biasanya dari vena

dalam (deepvein) pada kaki dan pelvis, yaitu vena femoris, vena poplitea atau

vena iliaka. Pada penderita penyakit tromboflebitis yang melakukan perjalanan

jarak jauh dengan menggunakan kendaraan sehingga kaki dalam keadan posisi

menekuk untuk waktu yang lama, thrombus akan mudah terlepas dan terjadi

penggumpalan darah. Polisitemia vena dan penyakit penggumpalan darah

merupakan predisposisi untuk terjadinya emboli paru. Obat kontrasepsi oral

menyebabkan emboli paru mudah terjadi. Sebenarnya, banyak kejadian emboli

paru yang tidak memberikan gejala dan dapat diatasi sendiri oleh paru melalui

mekanisme fibrinolitik (Brunner & Suddarth, 2002).

Emboli paru merupakan suatu keadaan emergensi yang sering tidak

terdiagnosa dan menyebabkan kematian sebagai akibat migrasi satu atau

beberapa gumpalan darah dari vena sistemik menuju paru. Embolisme

pulmonal mengacu pada obstruksi salah satu arteri pulmonal atau lebih oleh

thrombus (trombi) yang berasal dari suatu tempat dalam system venosa atau

jantung sebelah kiri, yang terlepas, dan terbawa ke paru. Kondisi ini

merupakan kelainan umum yang berkaitan dengan trauma, bedah (ortopedik,

pelvis, ginekologik), kehamilan, penggunaan kontrasepsi oral, gagal jantung

kongestif, usia lanjut (lebih dari 60 tahun), dan imobilitas yang

berkepanjangan. Sebagian besar trombus berasal dari vena tungkai (Price &

Wilson, 2006).

4

Di Indonesia berdasarkan penelitian di Hongkong, penyakit ini mencapai

16,64 kasus untuk setiap 100.000 penduduk. Angka tersebut kecil

dibandingkan dengan 124 hingga 293 per 100.000 penduduk di Amerika

Serikat. Namun demikian, bila melihat besarnya penduduk Indonesia, maka

angka tersebut menjadi tinggi (Sudoyo, 2006). Diagnosis dan pengobatan yang

cepat dapat menurunkan angka kematian. Namun penyakit ini sering

terdiagnosis karena gejalanya tidak spesifik, kadang-kadang hanya berupa

kelemahan (Lesmana, 2010).

B. Rumusan Masalah

Berdasar latar belakang di atas, maka dapat ditarik rumusan masalah

sebagai berikut :

1. Apa pengertian emboli paru?

2. Apa penyebab emboli paru?

3. Bagaimana tanda dan gejala emboli paru?

4. Bagaimana patofisiologi emboli paru?

5. Apa komplikasi klinis emboli paru?

6. Bagaimana pengkajian kegawatdaruratan emboli paru?

7. Apa pemeriksaan penunjang untuk emboli paru?

8. Bagaimana intervensi kegawatdaruratan dan monitoring emboli paru?

9. Bagaimana penatalaksanaan medis kegawatdaruratan emboli paru?

10. Kapan waktu pemulangan klien dengan emboli paru?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mampu menyusun asuhan keperawatan gawat darurat pada klien dengan

emboli paru.

2. Tujuan Khusus

a. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian emboli paru

b. Mahasiswa dapat mengetahui etiologi emboli paru

c. Mahasiswa dapat mengetahui tanda dan gejala emboli paru

5

d. Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi emboli paru

e. Mahasiswa dapat mengetahui komplikasi klinis emboli paru

f. Mahasiswa dapat mengetahui pengkajian kegawatdaruratan emboli paru

g. Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan penunjang emboli paru

h. Mahasiswa dapat mengetahui intervensi kegawatdaruratan dan

monitoring emboli paru

i. Mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan medis pada

kegawatdaruratan emboli paru

j. Mahasiswa dapat mengetahui waktu pemulangan klien dengan emboli

paru.

D. Manfaat

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan makalah ini

yaitu :

1. Dapat menambah ilmu pengetahuan tentang penyakit emboli paru

2. Dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang bahaya penyakit

emboli paru dan mengetahui cara pencegahan penyakit ini.

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Emboli paru-paru merupakan oklusi atau penyumbatan bagian

pembuluh darah paru-paru oleh embolus. Embolus ialah suatu benda asing

yang tersangkut pada suatu tempat dalam sirkulasi darah. Benda tersebut ikut

terbawa oleh aliran darah yang berasal dari suatu tempat lain dalam sirkulasi

darah. Proses timbulnya embolus disebut embolisme. Hampir 99% emboli

berasal dari trombus. Bahan lainnya adalah tumor, gas, lemak, sumsum tulang,

cairan amnion, dan trombus septik (Somantri, 2007).

Emboli paru-paru dikenal sebagai obstruksi sebagian atau seluruh dari

satu atau kedua cabang pulmonal atau anak-anak cabangnya. Elemen onstruktif

dapat berupa bekuan darah, udara atau globulus lemak (Engram, 2000).

B. Etiologi

Penyebab emboli paru belum diketahui pasti, tetapi hasil penelitian dari

autopsi paru pasien yang meninggal karena penyakit ini menunjukkan jelas

bahwa penyebab penyakit ini adalah trombus pada pembuluh darah. Umumnya

tromboemboli berasal dari lepasnya trombus di pembuluh darah vena di

tungkai bawah atau dari jantung kanan. Sumber emboli paru yang lain

misalnya tumor yang telah menginvasi sirkulasi vena, amnion, udara, lemak,

sumsum tulang, fokus septik, dan lain-lain. Kemudian material emboli beredar

dalam peredaran darah sampai sirkulasi pulmonal dan tersangkut pada cabang-

cabang arteri pulmonal, memberikan akibat timbulnya gejala klinis. Emboli

paru dapat terjadi sebagai komplikasi dari beberapa kondisi medik yang

membuat predisposisi terjadinya trombosis vena.

Faktor Predisposisi :

1. Imobilisasi

Imobilisasi sering terjadi terutama pada pasien dengan fraktur tulang

ekstremitas inferior, berbaring lama pasca bedah, paralisis kaki, dan pada

7

penyakit-penyakit kardiopulmoner. Imobilisasi yang lama menyebabkan

hilangnya peristaltik pembuluh darah vena sehingga menjadi stasis.

Umumnya stasis terjadi setelah berbaring selama tujuh hari. Stasis dapat

terjadi pada pasca bedah setelah 48 jam sampai sepuluh hari kemudian.

2. Umur

Kebanyakan emboli paru-paru terjadi pada usia 50-65 tahun karena

elasitisitas dinding pembuluh darah sudah berkurang.

3. Penyakit jantung

Jika pada jantung hanya terjadi fibrilasi atrium atau disertai dengan payah

jantung, keadaaan tersebut sering menimbulkan emboli paru-paru. Pada

infark jantung akut, emboli paru-paru sering terjadi pada hari ketiga dan

sebagian besar 75% terjadi pada minggu pertama.

4. Trauma

Sebanyak 15% penderita trauma mengalami emboli paru-paru, terutama

pada penderita luka bakar dengan area terbakar yang luas, sehingga

kerusakannya sampai ke endotel pembuluh darah.

5. Obesitas

Penderita dengan berat badan 20% lebih dari berat badan ideal dapat

dikatakan beresiko untuk menderita emboli paru-paru, meskipun

mekanismenya belum diketahui dengan pasti.

6. Kehamilan dan nifas

Kejadian emboli paru-paru pada ibu hamil biasa terjadi pada trimester ketiga

dan prevalensinya meningkat saat nifas. Pada kasus ibu hamil dan nifas

disebabkan karena terjadi peningkatan faktor koagulasi dan trombosit.

7. Neoplasma

Emboli paru-paru banyak terjadi pada beberapa neoplasma organ paru-paru,

pankreas, usus, dan traktus urogenital. Terdapat teori yang menyatakan

bahwa neoplasma memproduksi zat-zat seperti histon, katepsin dan protease

yang mengaktifkan koagulasi darah.

8. Obat-obatan

8

Emboli paru-paru sering dialami oleh pasien yang mengkonsumsi obat-obat

kontrasepsi oral. Pada kasus ini obat-obat tersebut dapat mengakibatkan

peningkatan faktor pembekuan dan trombosit serta peningkatan lipoprotein,

plasma trigliserida, dan kolesterol.

9. Penyakit hematologi

Penyakit hematologi sering ditemukan pada keadaan polisitemia dimana

hematokrit darah menigkat yang mengakibatkan aliran darah menjadi

lambat. Dilaporkan juga banyak terjadi pada penyakit anemia bulan sabit.

Pada penyakit anemia tersebut, terbentuk trombus dalam aliran darah

mikrosirkulasi yang dapat menyebabkan infark pada organ paru-paru,

ginjal, limpa dan tulang.

10. Penyakit metabolisme

Penyakit metabolisme dilaporkan terjadi pada penyakit sistinuria di mana

terdapat kelainan trombosit yang menyebabkan trombosis. Di samping itu

juga terjadi kerusakan lapisan endotel pembuluh darah yang mempercepat

terjadinya trombosis (Somantri, 2007).

C. Tanda dan gejala

1. Tanda-tanda yang muncul pada pasien dengan emboli paru adalah :

a. Dispnea

b. Nyeri dada pleuritik

c. Batuk

d. Hemoptisis

e. Kecemasan

2. Gejala yang muncul pada pasien dengan emboli paru adalah “

a. Takipnea

b. Crackles

c. Takikardia

d. Bunyi jantung S3. Bunyi S3 adalah suara ketiga saat jantung

berkontraksi. Pada orang dewasa merupakan sesuatu yang abnormal

9

dan sering kali mengindikasikan adanya kelainan jantung. Terdengar

pada apeks jantung, dan sering disebut ventricular gallop.

e. Jika tidak ada bunyi S3 bisa jadi ada bunyi S4

f. Keringat berlebih

g. Demam

(Somantri, 2007).

D. Patofisiologi

Bekuan darah merupakan kumpulan platelet untuk memperbaiki kerusakan

pembuluh darah, yang membentuk jaringan dengan sel darah merah dan fibrin.

Pada keadaan normal bekuan terbentuk untuk menghentikan perdarahan akibat

luka, namun kadang-kadang bekuan timbul tanpa ada luka. Bekuan darah yang

terbentuk dalam vena disebut trombus, sedangkan bekuan darah yang lepas dan

berpindah ke bagian tubuh yang lain menimbulkan emboli. Kadang-kadang

material lain seperti tumor, lemak, udara dapat masuk ke dalam aliran darah

yang menimbulkan emboli yang menyumbat arteri. Kebanyakan bekuan darah

berasal dari lutut hingga tungkai ke atas, dan pelvis. Bekuan dari vena dalam

dapat bermigrasi melalui aliran darah menuju jantung kanan, kemudian masuk

ke dalam arteri paru (Lesmana, 2010). Menurut Virchow,terdapat tiga factor

penting yang memegang peranan timbulnya trombus (Trias Virchow) yaitu

statis vena, kerusakan pembuluh darah, dan hiperkoaguabilitas.

Kebanyakan emboli paru terjadi akibat lepasnya trombus yang berasal dari

pembuluh vena di ekstremitas inferior. Trombus terbentuk dari beberapa

elemen sel dan fibrin-fibrin yang kadang-kadang berisi protein plasma seperti

plasminogen. Trombus dapat berasal dari pembuluh arteri dan pembuluh vena.

Trombus arteri terjadi karena rusaknya dinding pembuluh arteri (lapisan bagian

dalam), sedangkan trombus vena terjadi karena perlambatan aliran darah dalam

vena tanpa adanya kerusakan dinding pembuluh darah (Muttaqin, 2008).

Trombus vena dapat berasal dari pecahan trombus besar yang kemudian

terbawa oleh aliran vena. Biasanya thrombus vena ini berisi partikel-partikel

sepeti fibrin (terbanyak), eritrosit, dan trombosit. Ukurannya dari beberapa

10

millimeter saja sampai sebesar lumen vena. Biasanya trombus semakin

bertambah oleh tumpukan trombus lain yang kecil-kecil. Adanya perlambatan

(statis) aliran darah vena semakin mempercepat terbentuknya thrombus yang

lebih besar, sedangkan adanya kerusakan dinding pembuluh vena (misalnya

pada operasi rekonstruksi vena femoralis) jarang menimbulkan trombus vena

(Muttaqin, 2008).

Hiperkoagubilitas juga amat berpengaruh dalam pembentukan thrombus.

Disini juga terjadi aktivasi terhadap faktor koagulan oleh kolagen, endotoksin,

dan prokoagulan dari jaringan malignasi sehingga tromboplastin dilepaskan ke

dalam sirkulasi darah dan thrombus mudah terbentuk. Keadaan ini sering

ditemukan pada persalinan, operasi, dan trauma pada organ-organ tubuh. Factor

lain yang juga mempercepat terjadinya thrombus adalah hiperagregasi

trombosit (Muttaqin, 2008).

Pada embolisme paru terdapat dua keadaan sebagai akibat obstruksi

pembuluh darah, yakni terjadinya vasokonstriksi dan bronkhokonstriksi,

sehingga system perfusi dan ventilasi jaringan paru terganggu.

Bronkhokonstriksi setempat yang terjadi bukan saja akibat berkurangnya aliran

darah tetapi juga karena berkurangnya bagian aktif permukaan jaringan paru

dan terjadi pula pengeluaran histamine dan 5-hidroksi isoptamin yang dapat

membuat vasokonstriksi dan bronkhokonstriksi berambah berat. Alveoli

diventilasi tetapi tidak mengalami perfusi, sehingga menghasilkan area

ventilasi tak efektif, yang meningkatkan ruang mati pernafasan Akibatnya

terjadi kenaikan dead space dan reaksi kardiovaskuler berupa penurunan aliran

darah ke paru dan meningkatnya tekanan arteri pulmonalis, dilatasi atrium, dan

ventrikel kanan, serta menurunnya curah jantung dan kemudian dapat terjadi

infark paru (Muttaqin, 2008).

Konsekuensi hemodinamik adalah peningkatan tahanan vaskular paru

akibat penurunan ukuran jaring-jaring vaskular pulmonal, mengakibatkan

peningkatan tekanan arteri pulmonal, dan pada akhirnya meningkatkan kerja

ventrikel kanan untuk mempertahankan aliran darah pulmonal. Jika kebutuhan

kerja ventrikel kanan melebihi kapasitasnya akan terjadi gagal ventrikel kanan

11

yang mengarah pada penurunan tekanan darah sistemik dan terjadinya syok

(Muttaqin, 2008).

Kejadian hipoksemia menstimulasi saraf-saraf simpatik yang

mengakibatkan vasokonstriksi di pembuluh-pembuluh darah sistemik,

meningkatkan vena balik dan strok volume. Pada emboli yang masih masif,

kardiak output biasanya berkurang akan tetapi terus-menerus meningkat

tekanan pada atrium kanannya. Peningkatan resistensi pembuluh darah

pulmonal menghalangi aliran darah ventrikel kanan sehingga mengurangi

beban dari ventrikel kiri. Sekitar 25% hingga 30% oklusi dari vaskular oleh

emboli berhubungan dengan peningkatan tekanan di arteri pulmonalis. Dengan

keadaan lebih lanjut seperti obstruksi pembuluh darah, hipoksemia yang

memburuk, stimulasi vasokonstriksi dan peningkatan tekanan arteri

pulmonalis. Lebih dari 50% obstruksi yang terdapat pada arteri pulmonalis

biasanya muncul sebelum terdapat peningkatan yang besar dari tekanan arteri

pulmonalis. Ketika obstruksi yang terdapat pada sirkulasi arteri pulmonalis

makin membesar, ventrikel kanan harus menghasilkan tekanan sistolik lebih

dari 50 mmHg dan rata-rata tekanan arteri pulmonalis lebih dari 40 mmHg

untuk mempertahankan perfusi pulmonal. Pasien dengan penyakit

kardiopulmonal sering terjadi kerusakan substansial pada kardiak outputnya

dibandingkan dengan orang dengan kondisi tubuh yang normal.

Pathway :

12

Statis vena

Kerusakan pembuluh darah

Hiperkoaguabilitas

Pembentukan trombus

Terlepasnya trombus

(sebagian atau seluruh)

(Asih, 2003).

E. Komplikasi Klinis

Menurut Contran Kuman Rabbins (1996), komplikasi yang terjadi adalah :

1. Asma Bronkhial

Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronchial dengan ciri

bronkospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran napas). Asma

merupakan penyakit kompleks yang dapat diakibatkan oleh faktor

biokimia, endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi.

2. Efusi Pleura

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya penumpukkan

cairan dalam rongga pleura.

13

Sumbatan dari sebagian

dari sirkulasi pulmonal

Hipoksik vasokonstriksi

Penurunan surfaktan

Pelepasan substansi

neurohumoral

Edema pulmonal

Ateleksia

Takipnea

Dispnea

Nyeri dada

Peningkatan ruang rugi

Ketidakseimbangan V/Q

Penurunan PaCO

3. Anemia

Anemia adalah penurunan kuantitas atau kualitas sel – sel darah merah

dalam sirkulasi. Anemia dapat disebabkan oleh gangguan pembentukan sel

darah merah,peningkatan kehilangan sel darah merah melalui perdarahan

kronik atau mendadak, atau lisis (destruksi) sel darah merah yang

berlebihan.

4. Emfisema

Emfisema adalah keadaan paru yang abnormal, yaitu adanya pelebaran

rongga udara pada asinus yang sifatnya permanen. Pelebaran ini

disebabkan karena adanya kerusakan dinding asinus. Asinus adalah bagian

paru yang terletak di bronkiolus terminalis distal. Ketika membicarakan

emfisema, penyakit ini selalu dikaitkan dengan kebiasaan merokok. Oleh

karena itu, beberapa ahli menyamakan antara emfisema dan bronchitis

kronik.

5. Hipertensi Pulmoner

Hipertensi pulmoner primer (HPP) adalah kelainan paru yang jarang,

dimana didapatkan peningkatan tekanan arteri polmonalis jauh diatas

normal tanpa didapatkan penyebab yang jelas. Tekanan arteri polmonal

normal pada waktu istirahat adalah lebih kurang 14 mmhg. Pada HPP

tekanan arteri polmonal akan lebih dari 25 mmhg saat istirahat, dan 30

mmhg saat aktifitas HPP akan meningkatkan tekanan darah pada cabang –

cabang arteri yang lebih kecil di paru, sehingga meningkatkan tahanan

(resistensi) vaskuler dari aliran darah di paru. Peningkatan tahanan arteri

pulmonal ini akan menimbulkan beban pada ventrikel kanan sehingga

harus bekerja lebih kuat untuk memompa darah ke paru.

F. Pengkajian Kegawatdaruratan Emboli Paru

1. Airway

a. Kaji dan pertahankan jalan napas

b. Lakukan head tilt, chin lift jika perlu

c. Gunakan alat bantu untuk jaln napas jika perlu

14

d. Pertimbangkan untuk merujuk ke ahli anestesi untuk dilakukan intubasi

jika tidak dapat mempertahankan jalan napas.

2. Breathing

a. Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, untuk

mempertahankan saturasi >92%

b. Berikan oksigen dengan aliran tinggi melalui non re-breath mask

c. Pertimbangkan unuk mendapatkan pernapasan dengan menggunakan

bag valve mask ventilation

d. Lakukan pemeriksaan gas darah arteri untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2

e. Kaji jumlah pernapasan

f. Lakukan pemeriksan system pernapasan

g. Dengarkan adanya bunyi pleura

h. Lakukan pemeriksaan foto thorak mungkin normal, tetapi lihat untuk

mendapatkan:

Bukti adanya wedge shaped shadow (infarct), Atelektaksis linier,

Effuse pleura, Hemidiaphragm meningkat.

Jika tanda klinis menunjukan adanya PE, lakukan ventilation perfusion

scan (VQ) atau CT Pulmonary Angiogram (CTPA) sesuai kebijakan

setempat.

3. Circulation

a. Kaji heart rate dan ritme, kemungkinan terdengar suara gallop

b. Kaji peningkatan JVP

c. Catat tekanan darah

d. Pemeriksaan EKG mungkin menunjukan:

Sinus tachikardi

Adanya SI, Q3, T3

Right bundle branch block (RBBB)

Right axis deviation (RAD)

P pulmonale

e. Lakukan IV akses

f. Lakukan pemeriksaan darah lengkap

15

g. Jika ada kemungkina PE berikan heparin

h. Jika pasien mengalami thrombolisis, alteplase direkomendasikan

sebagai obat pilihan. Berikan 50 mg IV dengan bolus. Jika pasien tidak

berespon terhadap trombolisis, segera dirujuk ke speialis untuk

dilakukan thromboembolectomy.

4. Disability

a. Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU

b. Penurunan kesadaran menunjukan tanda awal pasien masuk kondisi

ekstrim dan membutuhkan pertolongan medis segera dan

membutuhkan perawatan di ICU.

5. Exposure

a. Selalu mengkaji dengan menggunakan test kemungkinan PE

b. Jika pasien stabil lakukan pemeriksaan riwayat kesehatan dan

pemeriksaan fisik lainnya.

c. Jangan lupa pemeriksaan untuk tanda DVT

G. Pemeriksaan Penunjang

Penilaian kemungkinan adanya emboli paru, berdasarkan klinis, analisis

gas darah, dan foto toraks tetap penting dalam menegakkan diagnosa emboli

paru, dan memberi petunjuk untuk terapi awal. Terapi lanjut berpedoman pada

tes yang lebih spesifik, seperti scan ventilasi-perfusi, walaupun pemeriksaan

ini seringkali hanya memberikan kemungkinan diagnosis bukan menegakkan

diagnosis pasti.

1. Radiologi

Hasil rontgen thoraks biasanya normal tetapi dapat menunjukkan adanya

peumokonstriksi, infiltrat, atelektasis, elevasi diafragma pada sisi yang

sakit, atau dilatasi besar arteri pulmoner, dan efusi pleura.

2. Analisa gas darah

EP yang signifikan secara hemodinamis menyebabkan ketidakseimbangan

ventilasi perfusi dan hipoksia. Biasanya pada klien dengan embolisme

paru didapatkan tekanan PO yang rendah, tetapi tidak jarang pula tekanan

16

PO tersebut lebih dari 80 mmHg. Tekanan PCO tidak begitu penting,

tetapi umumnya masih berada di bawah 40 mmHg. Menurunnya tekanan

PO disebabkan gagalnya fungsi perfusi dan ventilasi, sedangkan

menurunnya tekanan PCO adalah karena kompensasi hiperventilasi

sekunder.

3. EKG

Sering ditemukan kelainan, namun biasanya nonspesifik dan tidak

memiliki nilai diagnostik, seperti takikardia sinus, kelainan segmen ST

dan gelombang T kecil (terutama pada V1-V3). Pada EP besar atau masif,

bisa ditemukan gambaran EKG klasik akibat peradangan ventrikel kanan

akut yang lebih klasik (S1, Q3, T3) atau AF.

4. Ekokardiografi

Seringkali berhasil mendeteksi trombi besar dalam arteri pulmonalis, atau

atrium atau ventrikel kanan. Biasanya ekokardiografi memperlihatkan

dilatasi dan peradangan jantung kanan (yaitu karena fungsi kontraktil

sistolik yang buruk)

5. Scan ventilasi-perfusi

6. Angiografi paru

Merupakan pemeriksaan invasif, mahal, sehingga jarang digunakan.

Hanya bermanfaat bila dibutuhkan penegakkan diagnosis cepat, misalnya

ada penyakit kritis.

7. CT dan MRI

CT dan MRI memungkinkan pencitraan arteri pulmonalis untuk

mendeteksi trombi dengan sensitivitas dan spesifisitas tinggi. Hasil

pemindaian perfusi paru memperlihatkan adanya penurunan atau tidak

adanya aliran darah. Hasil pemindaian ventilasi juga menunjukkan adanya

abnormalitas perfusi. Jika terdapat ketidakcocokan ventilasi-perfusi (V/Q),

probabilitas embolisme paru adalah tinggi (Davey, 2005).

17

H. Intervensi Kegawatdaruratan dan Monitoring

Embolisme paru masif dapat benar-benar mengancam jiwa klien.

Mayoritas klien yang meninggal akibat embolisme paru masif mengalami

penurunan kondisi dalam dua jam pertama setelah kejadian embolik.

Penatalaksanaan kedaruratan terdiri atas :

1. Oksigen nasal diberikan dengan segera untuk menghilangkan hipoksemia,

distress pernafasan, dan sianosis.

2. Infus intravena dimulai dengan membuat rute untuk obat atau cairan yang

akan diperlukan.

3. Dilakukan angiografi paru, tindakan-tindakan hemodinamik, penentuan gas

darah arteri, dan pemindaian perfusi paru. Peningkatan tahanan paru

mendadak meningkatkan kerja ventrikel kanan sehingga dapat

menyebabkan gagal jantung akut sebelah kanan akibat syok kardiogenik.

4. Jika klien menderita akibat embolisme massif dan hipotensif, perlu

dipasang kateter indwelling untuk memantau output urine.

5. Hipotensi diatasi dengan infus lambat dobutamin (mempunyai efek

mendilatasi pembuluh pulmonal dan bronkhi) atau dopamin.

6. Hasil EKG dipantau secara kontinu untuk mengetahui gagal ventrikel

kanan yang dapat terjadi secara mendadak.

7. Glikosida digitalis, diuretic intravena, dan agen antidirtimia diberikan bila

dibutuhkan.

8. Darah diambil untuk pemeriksaan elektrolit serum, nitrogen urea darah

(BUN), hitung darah lengkap, dan hematokrit.

9. Morfin intravena dosis kecil diberikan untuk menghilangkan kecemasan

klien, menyingkirkan ketidaknyama di dada, untuk memperbaiki toleransi

selang endotrakhea, dan memudahkan adaptasi terhadap ventilator

mekanik.

(Asih, 2003).

18

I. Penatalaksanaan Medis Kegawatdaruratan

1. Tirah baring

2. Terapi oksigen

Terapi oksigen sangat penting untung pasien dengan emboli paru. Pada

keadaan hipoksemia berat mungkin dilakukan pemberian ventilator

mekanis dengan pemeriksaan analisis gas darah secara ketat. Pada

beberapa kasus lain, oksigen dapat diberikan melalui nasal kanula, kateter,

atau masker. Pulse oximetry mungkin berguna dalam memonitor saturasi

oksigen arteri, yang mana dapat menunjukkan tingkat dari hipoksemia.

3. Analgesik

4. Farmakoterapi:

a. Agen trombolitik seperti steptokinase (Kabikinase, Streptase),

alteplase (Activase t-PA), atau urokinase (Abbokinase)

b. Antikoagulan seperti heparin, dikumoral atau warfarin natrium.

5. Pembedahan

Embolektomi paru mungkin didindikasikan dalam kondisi jika klien

mengalami hipotensi persisten, syok, dan gawat napas, jika tekanan arteri

pulmonal sangat tinggi, dan jika angiogram menunjukkan obstruksi bagian

besar pembuluh darah paru. Embolektomi pulmonal membutuhkan

torakotomi dengan teknik bypass jantung paru (Muttaqin, 2008).

J. Pemulangan Klien

19

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

A. Pengkajian

1. Riwayat adanya faktor risiko seperti kondisi-kondisi yang mengarah

kepada :

a. Hiperkoagulabilitas darah, contoh, polisitemia, dehidrasi, kanker,

penggunaan kontrasepsi oral dan anemia sel sabit.

b. Cedera pada endotelium veba, contoh, fraktur tulang panjang,

penyalahgunaan obat IV, bedah ortopedik, pungsi vena kaki,

pemasangan CVP atau kateter intraatrial (kateter inu merupakan

sumber primer terjadinya emboli udara) dan operasi yang baru

dilaksanakan.

c. Aliran vena statis, contoh, imobilisasi, luka bakar luas, varises vena,

tromboplebitis vena dalam gagal jantung, fibrilasi atrium, dan

kegemukan.

3. Pemeriksaan fisik berfokus pada pengkajian sistem pernafasan (Apendiks

A) dan sistem kardiovaskuler (Apendiks G) dapat menujukkan :

a. Nyeri dada yang berat pada saat inspirasi, kulit yang lembab hangat

atau lembab dingin tergantung derajat dari hipoksemia.

b. Terjadi sesak nafas yang tiba-tiba disertai dengan takipnea.

c. Takikardi (frekuensi nadi lebih dari 100 kali / menit).

d. Demam ringan

e. Tekanan darah turun lebih dari normal

f. Rales, ronki pada kasus emboli paru yang luas

g. Batuk produktif disertai bercak darah, atau sputum kemerahan atau

batuk tidak produktif

h. Sianosis (jika terjadi penyumbatan total pada arteri pulmonal)

i. Distensi vena jugularis pada saat posisi duduk

j. Petekie di dada, aksila atau di konjungtuva (akibat emboli lemak)

20

k. Selain itu pasien sering tampak pucat, diaforesis, ketakutan, gelisah,

peka, atau kekacauan mental

4. Pemeriksaan diagnostik

a. JDL menunjukkan lekositosis

b. Gas darah arteri (GDA) menunjukkan hipoksemia (PaO2 kurang dari 80

mmHg) dan alkalosis respiratori (PaO2 k,urang dari 35 mmHg dan pH

lebih tinggi dari 7,45). Alkalosis respiratori dapat disebabkan oleh

hiperventilasi.

c. Waktu protrombin (PT) dan waktu tromboplastin parsial (PTT),

mungkin rendah jika terjadi pembekuan darah dan mungkin normal jika

disebabkan oleh emboli udara atau emboli lemak

d. Enzim-enzim jantung (CPK, LDH, AST) harus dilaksanakan untuk

mencegah terjadinya infark miokard

e. Skaning paru-paru (skaning ventilasi dan perfusi) untuk mengetahui

area yang mengalami hipoperfusi

f. Angiogram paru-paru memberikan gambaran yang paling tajam dari

kejadian emboli paru. Walaupun dilakukannya tidak rutin, angiogram

pulmonal dapat dilaksanakan jika pemeriksaan radiologi lainnya tidak

dapat membuktikan suatu kesimpukan dan bila direncanakan suatu

tindakan di vena kava. Tindakan ini dilaksanakan sama seperti

melaksanakan kateter jantung kanan.

5. Kaji respons emosional terhadap kondisi tersebut.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi trakeo bronkhial

oleh bekuan darah, sekret banyak, perdarahan aktif.

2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah ke

alveoli atau sebagian besar paru-paru

3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penghentian aliran darah

arteri atau vena

21

C. Intervensi

22

No. Diagnosa Keperawatan NOC Intervensi Rasional

1. Pola nafas tidak efektif b.d

obstruksi trakeo bronkhial

oleh bekuan darah, sekret

banyak, perdarahan aktif.

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama...x24 jam,

pola nafas tidak efektif dapat

teratasi dengan kriteria hasil :

a. Mendemonstrasika batuk

efektif dan suara nafas yang

bersih, tidak ada sianosis dan

dipsneu

b. Menunjukkan jalan nafas yang

paten (frekuensi pernafasan

dalam batass normal dan tidak

ada suara nafas abnormal

c. TTV dalam batas normal

1. Kaji frekuensi, kedalaman

pernafasan dan ekspansi dada.

2. Auskultasi suara nafas dan

catat adanya bunyi nafas

adventisius seperti, krekels,

mengi, gesekan pleural.

1. Kecepatan biasanya

meningkat. Dipsneu yang

terjadi peningkatan kerja

nafas (pada awal atau

hanya tanda EP subakut).

Kedalaman pernafasan

bervariasi tergantung

derajat gagal nafas.

Ekspansi dada terbatas

yang berhubungan dengan

atelektasis dan atau nyeri

dada pleuritik.

2. Bunyi nafas menurun atau

tidak ada bila jalan nafas

obstruksi sekunder

terhadap perdarahan,

bekuan atau kolaps jalan

nafas kecil (atelektasis).

23

3. Posisikan pasien untuk

memaksimalkan ventilasi

Ronki dan mengi

menyertai obstruksi jalan

nafas atau kegagalan

pernafasan.

3. Duduk tinggi

memungkinkan ekspansi

paru dan memudahkan

pernafasan. Pengubahan

posisi dan ambulasi

meningkatkan pengisian

udara segmen paru

berbeda sehingga

memperbaiki difusi gas.

2. Kerusakan pertukaran gas

berhubungan dengan

perubahan aliran darah ke

alveoli atau sebagian besar

paru-paru

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama...x24 jam,

kerusakan pertukaran gas dapat

teratasi dengan kriteria hasil :

a. Menunjukkan peningkatan

1. Catat frekuensi dan

kedalaman pernapasan,

penggunaan obat bantu, nafas

bibir.

2. Auskultasi suara nafas, catat

1. Takipneu dan dispneu

menyertai obsruksi paru.

2. Area yang tidak

24

ventilasi dan oksigenasi yang

adekuat

b. AGD dalam batas normal

c. Tanda-tanda vital dalam

rentang normal.

adanya penurunan atau tidak

adanya bunyi nafas, dan

adanya bunyi tambahan

3. Observasi sianosis khususnya

pada membaran mukosa

4. Lakukan tindakan untuk

memperbaiki atau

mempertahankan jalan nafas,

misalnya dengan batuk

efektif atau sucsion

terventilasai dapat

diidentifikasi dengan tidak

adnaya bunyi nafas.

Krekels terjadi pada

jaringan yang terisi cairan

atau dapat menunjukkan

dekompensasi jantung

3. Menunjukkan hipoksemia

sistemik

4. Jalan nafas yang kolap

menurunkan jumlah

alveoli yang berfungsi,

sehingga akan

mempengaruhi pertukaran

gas.

3. Gangguan perfusi jaringan

b.d penghentian aliran darah

arteri atau vena

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama...x24 jam,

ketidakefektifan perfusi jaringan

1. Auskultasi suara jantung dan

paru.

1. Takikardi sebagai akibat

hipoksemia dan kompensasi

upaya peningkatan aliran

25

kardio pulmonal teratasi dengan

kriteria hasil :

a. Nadi perifer kuat dan simetris

b. Denyut jantung, AGDdalam

batas normal

c. Nyeri dada tidak ada

2. Observasi warna dan suhu

kulit atau suhu kulit atau

membran mukosa.

3. Evaluasi ekstremitas untuk

adanya/tidak ada atau kulitas

nadi. Catat nyeri tekan betis

atau pembengkakan.

darah dan perfusi jaringan.

2. Kulit pucat atau sianosis,

kuku, membran bibir atau

lidah, atau dingin, kulit

burik menunjukkan

vasokonstriksi perifer

(syok) dan atau gangguan

aliran darah sistemik.

3. EP sering dicetuskan oleh

trombus yang naik dari

vena profunda (pelvis atau

kaki).

26

D. Evaluasi

1. Pasien menunjukkan pola nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman

dalam rentang normal dan paru bersih.

2. Pasien menunjukkan ventilasi yang adekuat atau oksigenasi dengan GDA

dalam rentang normal.

3. Pasien menunjukkan peningkatan perfusi yang sesuai secara individual,

irama jantung dan nadi perifer dalam batas normal, tidak adanya sianosis,

kulit hangat atau kering, haluaran urin dan berat jenis dalam batas normal.

27

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

Daftar Pustaka

Asih, Niluh Gede Yasmin dan Christantie Effendy. 2003. Keperawatan Medikal

Bedah : Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : EGC.

Brunner & Suddarth. 2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :

EGC.

Chandramin. 1996. Tromboemboli Paru. Jurnal Kardiologi Indonesia Vol XXI No

2 April-Juni.

Davey, Patrick. 2005. Medicine at a Glance. Jakarta : Erlangga.

Doengoes, Marylinn, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.

Engram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :

EGC.

Hudak, Caroly. 1997. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik Volume 1.

Jakarta : EGC.

28

Lesmana, Vivi Putri. 2010. Emboli Paru. Bagian Penyakit Dalam RS Mitra

Kemayoran Jakarta. CDK edisi 180 September-Oktober 2010.

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika.

Oman, Kathleen. 2008. Panduan Belajar Keperawatan Emergensi. Jakarta : EGC.

Price, Sylvia. 2006. Patofisiologi Edisi 6. Jakarta : EGC.

Somantri, Irman. 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien Dengan Gangguan

Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.

Sudoyo, Aru W. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI.

29