Kss
-
Upload
taufiek-hikmawan -
Category
Documents
-
view
22 -
download
0
description
Transcript of Kss
-
HUBUNGAN JENIS KELAMIN DAN USIA TERHADAP
ANGKA KEJADIAN BASALIOMA DAN TERAPI DI RSUP Dr. SARDJITO
(LAPORAN PENELITIAN)
Karya Ilmiah Diajukan Dalam Rangka :Pertemuan Ilmiah Tahunan MABI ke XX
Surabaya, 20 22 Agustus 2015
Disusun oleh :dr.
Pembimbing :dr. Herjuna Hardianto Sp.B(K)Onk
BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA 2015
1
-
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kanker merupakan ancaman serius kesehatan masyarakat kita karena insiden dan
angka kematiannya terus merayap naik. Di awal dasa warsa 1950an, penyebab kematian
utama di Negara Cina adalah penyakit infeksi, TB dan penyakit neonatal. Kanker hanya
menduduki posisi ke 9 atau 10 sebagai penyebab kematian. Hasil survey dasa warsa 70an
menunjukkan angka kematian akibat kanker telah menduduki posisi ke 3, hasil survey akhir
dasa warsa 80an menunjukkan angka kematian akibat kanker di perkotaan sudah mencapai
128,03/100.000 penduduk, menduduki 21,88% dari seluruh kematian, atau posisi teratas di
antara berbagai penyebab kematian (Desen, 2011).
Pada tahun 2012 di seluruh dunia ada 14,1 juta kasus kanker baru, 8,2 juta kematian akibat
kanker dan 32,6 juta orang hidup dengan kanker (dalam 5 tahun setelah di diagnosis).
Hingga kini, penyebab kanker masih belum jelas, berbagai jenis kanker memiliki kekhasan
masing-masing, dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, etnis, pola hidup latar belakang genetik
dan berbagai faktor lainnya (Desen, 2011).
2
-
3Pertumbuhan kanker tidak hanya terbatas pada organ tempat asalnya tumbuh, tetapi dapat
menyebar keorgan-organ lainnya dalam tubuh dan hampir tidak ada kanker yang dapat
sembuh dengan spontan tanpa diobati (Sukardja, 2000).
Berdasarkan latar belakang diatas, belum adanya data mengenai karakteristik
penderita karsinoma sel skuamosa di Yogyakarta khususnya di RSUP DR Sardjito
yogyakarta maka perlu dilakukan penelitian perlu dilakukan penelitian dengan judul
HUBUNGAN JENIS KELAMIN DAN USIA TERHADAP ANGKA KEJADIAN BASALIOMA
DAN TERAPI DI RSUP Dr. SARDJITO
B. Rumusan Masalah
Dari gambaran yang telah diuraikan pada latar belakang diatas, maka hasil perumusan
masalah adalah bagaimanakah hubungan jenis kelamin dan usia terhadap angka kejadian
basalioma dan terapi di RSUP Dr. Sardjito ?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis karakteristik penderita karsinoma
sel skuamosa di RSUP DR Sardjito Yogyakarta selama tahun 2011-2013.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang dapat diperoleh dari penelitian ini ditujukan bagi
beberapa pihak sebagai berikut:
1. Bagi Rumah Sakit
- Memberikan masukan bagi rumah sakit mengenai distribusi karsinoma berdasarkan
usia, jenis kelamin, predileksi tempat pada tubuh dan jenis tindakan.
- Dapat digunakan sebagai referensi oleh rumah sakit.
- Sebagai rujukan dan pengembang keilmuan di bidang Bedah Onkologi.
-
42. Bagi Masyarakat
- Meningkatkan kesadaran tentang deteksi dini terhadap timbulnya karsinoma sel
skuamosa
- Memberikan informasi lebih terperinci mengenai karsinoma sel skuamosa
3. Bagi Peneliti
- Mengetahui distribusi karsinoma secara lebih terperinci
- Menambah ilmu pengetahuan tentang karsinoma sel skuamosa
- Sebagai data awal untuk melakukan penelitian lebih lanjut
-
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Karsinoma adalah suatu pertumbuhan ganas yang berasal dari sel epitel. Karsinoma
Sel skuamosa atau Squamous cell carcinoma (SCC) adalah tumor ganas kulit yang berasal
dari sel keratinosit epidermis.1 SCC merupakan kasus kanker kulit no.2 tersering setelah
Basalioma, tetapi SCC dapat menyebabkan metastase jauh hingga kematian. Dikenal 2
bentuk yaitu bentuk intra epidermal dan bentuk invasif. Karakteristik keganasan berdasarkan
terjadinya aplasia, pertumbuhan yang cepat, invasi ke jaringan setempat dan kemampuan
untuk mengadakan metastasis, perkembangan sel skuamous lebih cepat dan lebih sering
mengadakan metastasis dibandingkan karsinoma sel basal.1,2
B. Anatomi dan Fisiologi
Kulit merupakan organ tipis yang luas. Tebal kulit bervariasi antara 0,5 1,5 mm
bergantung pada letak, umur, gizi, jenis kelamin, dan suku. Kulit yang tipis terdapat di kelopak
mata, penis, labium minor, dan bagian dalam lengan atas, sedangkan kulit yang lebih tebal
terdapat di telapak tangan, telapak kaki, punggung, dan bokong. Kulit telapak tangan dan
telapak kaki tidak mengandung kelenjar sebasea dan rambut. Pada orang dewasa, luas
permukaan kulit sekitar 1,5-2 m2.2,3
Sebagai penutup, kulit melindungi tubuh dari trauma mekanis, radiasi, kimiawi, dan
dari kuman infeksius. Asam laktat dalam keringat dan asam amini hasil perubahan
keratinisasi mempertahankan pH permukaan kulit antara 4-6 yang akan menghambat
5
-
pertumbuhan bakteri. Namun beberapa jenis streptokokus dan stafilokokus masih dapat
hidup komensal dilapisan keratin, muara rambut, dan kelenjar sebaseus.2,3,8
Kulit juga berfungsi sebagai indera peraba karena mengandung ujung saraf sensoris
di dermis. Fungsi pengaturan suhu tubuh didapat dari adanya dua lapis pleksus pembuluh
darah dermis yang alirannya diatur oleh persarafan otonom. Persarafan otonom ini juga
mengatur fungsi kelenjar keringat. Penguapan keringat akan mendinginkan kulit. 2,3,8
Kulit terdiri dari 3 bagian, yakni epidermis, membrane basal, dan dermis. Bagian
permukaan dermis disebut bagian papiler. Membrane basal adalah sekat antara dermis dan
epidermis, terbentuk dari struktur protein khusus, dan berfungsi melekatkan epidermis
kedermis. Kerusakan akibat trauma mekanis maupun cacat genetic atau penyakit dalam
sintesis proteinnya dapat menyebabkan epidermis terlepas dari dermis. 2,3,8
6
-
Gambar 1. Anatomi Kulit
Di permukaan membrane basal, melekat selapis sel stratum basale atau germinatum
yang aktif bermitosis. Sel yang makin tua makin terdorong kepermukaan, memproduksi
granul keratohialin, dan disebut keratinosit. Keratinosit inilah yang membentuk epidermis.
Makin kepermukaan , sel menipis, berdegenarasi, dan mati menjadi lapis keratin yang dilepas
setiap hari dari permukaan kulit. 2,3,8
7
-
Dibawah membrane basal, terdapat puncak saraf (neural crest) yang diatasnya
terdapat sel bakal (precursor cells) yang akan menjadi melanosit. Melanosit memproduksi
melanin dari tirosin dan sistein serta bermigrasi ke epidermis. Pigmen melanin dibungkus
dalam melanosom dan akhirnya difagositosis oleh keratonosit. Pigmen akan mengumpul
dipermukaan nucleus sel sebagai pelindung yang melindungi kulit dari efek ultraviolet. Kadar
melanosit konstan untuk setiap individu, tetapi produksinya dipengaruhi oleh factor genetic,
hormone estrogen, adrenalin, adrenokortikotropik dan radiasi cahaya matahari. 2,3,8
Pada epidermis juga terdapat sel Langerhans yang berasal dari sumsum tulang dan
berfungsi sebagai makrofag. Sel ini juga menghasilkan bahan antigen dan antibody yang
menjaga tubuh melalui mekanisme reaksi imun terhadap infeksi virus atau pembentukan
neoplasma. Penolakan alograf kulit juga merupakan bentuk reaksi imun sel ini. 2,3,8
Bahan dasar dermis adalah glikominoglikan (gabungan beberapa macam
polisakarida dan polipeptida) sedangkan jaringan penunjangnya sebagian besar adalah
kolagen. Kolagen terdiri dari rantai asam amino hidroksiprolin, hidroksilin dan glisin yang
membentuk serat. Serat ini mempunyai sifat elastic sehingga kulit dapat diregang dan akan
kembali kekeadaan semula. 2,3,8
Pada dermis terdapat 2 bagian lapis pleksus kapiler, satu pada batas antara dermis
dan subkutis dan satu dilapisan papiler dermis. Di antara pleksus ini, tersebar badan Glomus
yang mengandung pirau (shunt) arteri vena; bila pirau terbuka, aliran darah ke kulit
membesar dan panas terpancar keluar. Termoregulasi ini diaktifkan oleh rangsangan saraf
otonom yang juga mempersarafi kelenjar keringat dan otok penegak rambut. Terdapat juga
reseptor saraf sensoris berupa badan Pacini, Meissner, dan Rufini yang masing-masing
mendeteksi tekanan, getaran, dan sentuhan. Ujung saraf sensoris berakhir pada sel Merkel
8
-
didasar epidermis dan pada folikel rambut; fungsinya adalah untuk mendeteksi suhu,
sentuhan, sensasi nyeri dan gatal. 2,3,8
Kulit mengandung tiga jenis kelenjar. Kelenjar keringat ekrin paling banyak terdapat
ditapak tangan dan kaki, aksila dan dahi; kelenjar sebaseus, untuk pelumas kulit; kelenjar
keringat apokrin di aksila dan daerah anogenital. Folikel rambut selain menumbuhkan rambut
juga mengandung sel pluripoten yang dapat bermigrasi bila terjadi perlukaan dan menjadi
epitel yang menutupi kulit. Selain itu, sel pluripoten ini juga mampu melakukan
hematopoiesis. 2,3,8
Jika terjadi perlukaan , sel epitel pada kelenjar sebaseus, folikel rambut dan kelenjar
keringat akan bermitosis dan bermigrasi menutupi permukaan luka. Bila tidak ada sel epitek
yang tersisa, luka yang tak begitu luas masih dapat tertutup dengan proses mitosis dan
migrasi benih epitel dari tepi luka dibantu dengan proses kontraksi luka. Migrasi epitel hanya
bias berlangsung dengan arah mendatar atau menurun tetapi tidak bias kearah lebih tinggi,
misalnya bila luka sudah tertutup granuloma.
C. Epidemologi
Karsinoma sel skuamosa merupakan bentuk kedua terbanyak pada kanker kulit
setelah karsinoma sel basal, frekuensinya meningkat pada kulit yang sering terpapar dengan
sinar matahari dan pada usia tua. Insidensi tertinggi pada usia 50-70 tahun, paling sering
pada kulit berwarna pada daerah tropik, dan insidensi pria 2-3 x lebih banyak dibandingkan
dengan wanita, mungkin hal ini disebabkan karena pria lebih sering terpapar dengan sinar
matahari.4,5
9
-
Etiologi
Etiologi dari squamous cell carcinoma bersifat multifaktor dan erat kaitannya dengan
gaya hidup, umumnya kebiasaan hidup dan diet (terutama tembakau atau tembakau dalam
sirih dan pengunaan alkohol) meskipun faktor lain seperti bahan infeksius, kerusakan bahan
metabolisme karsinogen, kerusakan enzim yang memperbaiki DNA yang rusak dan
kombinasi faktor-faktor ini juga berperan dalam terjadinya squamous cell carcinoma.4,5,6
Faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya squamous cell carcinoma yaitu :
a) Mutasi gen
Mutasi gen supresor tumor (TSGs) yang mengontrol pertumbuhan sel dianggap
merupakan etiologi squamous cel carcionoma. Mengidentifikasi perubahan pada
kromosom DNA terutama kromosom 3,9,11, dan 17 secara berurutan, yang
mempengaruhi TSGs. TSGs berfungsi mengontrol pertumbuhan. Mutasi TSGs dapat
menghilangkan mekanisme control pertumbuhan. Mutasi TSGs mungkin berkaitan
dengan sitokrom P450 yang berperan dalam karsinogenesis squamous cell
carcinoma rongga mulut. Seperti halnya dengan kerusakan TSGs, kanker juga
berkaitan dengan kerusakan gen lain yang mempengaruhi pertumbuhan terutama
yang berperan dalam pengiriman sinya sel yaitu onkogen, terutama pada kromosom
11 dan kromosom 17.Kerusakan genetic yang mencakup berkurangnya kromosom
3,9,11 dan 17 dan berperan dalam inaktivasi TSGs, terutama P16 dan TP53. 8,9
b) Alkohol
Penguna alkohol berat merupakan faktor risiko terkena kanker mulut. Alkohol
mengandung karsinogen atau prokarsinogen, termasuk kontaminan dari nitrosamine
10
-
dan uretan selain etanol. Etanol dimetabolisme oleh alkohol-dehidrogenase dan oleh
sitokrom P450 menjadi asetaldehid yang bersifat karsinogen.Alkohol dehidroginase
mengoksidasi etanol menjadi asetaldehid yang sitotoksik dan menghasilkan radikal
bebas serta basa DNA hidroksilasi. Sitokrom P450 dapat mengaktivasi prokarsinogen
lingkungan. 8,9
c) Tembakau
Tembakau mengandung karsinogen yang potensial meliputi nitrosamine (nicotine,
Polycylic aromatic hydrocarbons, nitrodicthanolamine, nitrosoproline dan polonium.
Asap tembakau mengandung karbonmonoksida, thicynate, hydrogen cyianide,
nicotine dan metabolit dari kandungan ini. Aktivitas gluatation S-transferase (GST)
menjadi rusak sehingga mengurangi kapasitas detoksikasi karsonogen tembakau.
Merokok dan cara pemakaian tembakau lainya berhubungan dengan 70-80% kasus
kanker mulut. Merokok, panas yang ditimbulkan, kandungan bahan, dan pipa
merupakan faktor yang mengiritasi mukosa mulut. 8,9
d) Diet
Diet rendah buah dan sayuran mempunyai kontribusi terhadap terjadinya kanker.
Buah dan sayuran mengandung antioksidan yang mengikat molekul berbahaya
penyebab mutasi gen sehingga dapat mencegah terjadinya kanker. 8,9
e) Bahan infeksius
Virus herpes dan virus papilloma dapat dijumpai pada beberapa kasus squamous cell
11
-
carcinoma. HPV terutama berperan dalam kanker orofaring. 8,9
D. Patofisiologi
Squamous cell carcinoma umumnya terjadi pada usia 40-50 tahun. Lesi yang paling
awal terjadi adalah displasi epitel skuamosa, dengan bentuk yang terberat adalah karsinoma
in situ. Pada stadium ini mungkin dapat atau tidak terlihat bercak penebalan putih
(leukoplakia). Walaupun demikian, kebanyakan lesi bersifat invasi dengan kedalaman
bervariasi saat di diagnosis. Derajat diferensiasinya bervariasi, sebagian besar
berdiferensiasi dengan baik.7,8
Penyebaran utama karsinoma ini melalui getah bening. Kelenjar getah bening leher
terkena dini. Metastasis melalui pembuluh darah terjadi pada fase lanjut.
Leukoplakia sendiri merupakan istilah untuk lesi yang tampak datar, putih pada
membrane mukosa mulut atau genital. Pada sebagian besar kasus hanya berupa
hyperkeratosis (penebalan lapisan keratin) akibat iritasi kronis. Pada keadaan lain tampak
displasi epitel, dan lesi ini dianggap prekanker. Oleh karena itu, leukoplakia menetap harus
dibiopsi.7
E. Tipe Histopatologi
Beberapa tipe karsinoma sel skuamosa pada tahap tertentu tidak ditemukan
diferensiasi pada sel-sel, sehingga tidak mudah untuk membedakannya dengan sel normal.
Secara histopatologi, karsinoma sel skuamosa dibagai menjadi berdiferensiasi baik,
diferensiasi sedang, dan diferensiasi buruk.1,2
Karsinoma sel skuamosa berdiferensiasi baik, ditandai oleh sel-selnya sebagian
12
-
besar masih mirip dengan sel normal. Mutiara epitel ditemukan pada beberapa kasus, yang
memperlihatkan pembentukan butir keratohialin dalam sitoplasma yang terdapat tepat di
bawah permukaan epitel. Massa keratohialin ini bergabung membentuk kumpulan keratin
yang dikenal sebagai mutiara keratin. Karsinoma sel skuamosa berdiferensiasi sedang,
tampak adanya variasi dalam ukuran sel-selnya, ukuran inti sel, hiperkromatik serta aktivitas
mitosisnya lebih banyak. Sedangkan pada karsinoma sel skuamosa berdiferensiasi buruk,
tampak ketidakteraturan sel dan cenderung memperlihatkan gambaran anaplasia yang sulit
untuk dikenali. Sel kanker tumbuh ke segala arah, menginfiltrasi jaringan ikat di bawahnya,
lapisan basal tidak terlihat dan sering menghilang.1,2,5
Gambar 2. Gambaran histopatologis karsinoma sel skuamosa
13
-
A. Tumor berdiferensiasi baik
B. Tumor berdiferensiasi sedang
C. Tumor berdiferensiasi buruk
Karsinoma sel skuamosa memiliki potensi untuk bermetastasis, dan penyebaran
metastasis regional berhubungan dengan kedalaman invasi dari sel kanker itu sendiri. Lesi
karsinoma sel skuamosa dapat menembus sampai Clark tingkat IV atau V dan disertai
dengan 20% tingkat metastasis regional. 1,2
F. Klasifikasi dan Staging
a. Klasifikasi Squamous cell carcinoma
Secara klinis Squamous Cell Carcinoma dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu:2,5,8
1. Squamous Cell Carcinoma insitu (Bowen Carsinoma)
Squamous Cell Carcinoma ini terbatas pada epidermis dan terjadi pada
berbagai lesi kulit yang telah ada sebelumnya seperti solar keratosis, kronis
radiasi keratosis, hidrokarbon keratosis, arsenic keratosis, kornu kutanea,
penyakit bowen, dan eritroplasia queyrat. Squamous Cell Carcinoma insitu dapat
menetap di epidermis dalam jangka waku yang lama dan tidak dapat diprediksi.
Dapat menembus lapisan basal hingga ke dermis dan selanjutnya akan
bermetastasis melalui KGB regional.6,7
2. Squamous Cell Carcinoma invasif
Squamous Cell Carcinoma invasif dapat berkembang dari Squamous Cell
Carcinoma in situ dan dapat juga dari kulit normal. Squamous Cell Carcinoma
invasive baik yang muncul dari Squamous Cell Carcinoma in situ, lesi
14
-
premalignant atau kulit normal, biasanya adalah berupa nodul kecil dengan batas
yang tidak jelas, berwarna sewarna dengan kulit atau sedikit eritem.
Permukaannya mula-mula lembut, tetapi lama kelamaan berkembang menjadi
verukosa atau papilomatosa. Ulserasi biasanya muncul pada bagian tengah dari
tumor, dapat terjadi cepat atau lambat, sering sebelum tumor berdiameter 1-2
cm. Permukaan tumor mungkin granular dan mudah berdarah, sedangkan pinggir
ulkus biasanya meninggi dan mengeras serta dapat dijumpai krusta.
Grading keganasan histopatologis karsinoma sel skuamosa menurut Borders
berdasarkan perbandingan sel-sel yang berdiferensiasi baik dan atipik, yaitu:2,5,8
a.i. Gx : Grading diferensiasi tidak dapat diperiksa
a.ii. G1 : berdiferensiasi baik lebih dari 75 % (well differentiated)
a.iii. G2 : berdiferensiasi lebih antara 50 -73 %
a.iv. G3 : berdiferensiasi lebih antara 25 50 % (poor differentiated)
a.v. G4 : berdiferensiasi baik kurang dari 25 % (undifferentiated)
Urutan kecepatan invasif dan metastasis karsinoma sel skuamosa adalah sebagai
berikut:
1. tumor yang tumbuh di atas kulit normal (de novo): 30%
2. tumor didahului oleh kelainan prakanker (radio dermatitis, sikatriks, ulkus, sinus
fistula): 25%
3. Aktinik keratosis : 2%
G. Stadium Klinis
Stadium klinis pada SCC ditentukan stadium TNM berdasarkan AJCC, modifikasi
2008. SCC dapat dibagi menjadi 4 stadium yaitu :9
15
-
1. Stadium I ( T1 N0 M0)
2. Stadium II (T2 N0 M0 atau T3 N0 M0)
3. Stadium III ( T4 N0 M0 atau Tany N1 M0)
4. Stadium IVA ( Tany Nany M1)
Dengan kriteria :
T T1 : Ukuran tumor 2 cm pada dimensi terbesar
T2 : Ukuran tumor 2-5 cm pada dimensi terbesar
T3 : Ukuran tumor > 5 cm pada dimensi terbesar
T4: Tumor menginvasi stuktur ektradermal bagian dalam (contoh : kartilago, otot,
atau tulang)
N N0 : Tidak ada metastasis KGB regional
N1 : Terdapat metastasis KGB regional
M M1 : Metastasi jauh
G. Diagnosis
a. Pemeriksaan Klinis
1. Anamnesis
Anamnesis ditujukan pada adanya faktor risiko, riwayat solar burn, riwayat
transplantasi organ, konsumsi obat-obatan immunosupresif, HIV, dan sebagainya.
Riwayat pertumbuhan tumor dari kulit yang sehat (de novo), atau dari lesi yang
sebelumnya ada.2
Perlu diperhatikan kemungkinan adanya lesi yang multiple, terutama pada pasien
kulit putih. Riwayat keluarga, atau pernah menderita kanker kulit sebelumnya, juga
merupakan faktor risiko.2
16
-
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik terutama ditujukan pada daerah tumor primer dan regional lymph
nodes basin nya. Pada pemeriksaan fisik perlu diperhatikan bentuk/morfologi tumor
primer, pada tahap awal Squamous Cell Carcinoma akan terlihat berupa papul atau nodul
yang kemerahan dan nyeri. Biasanya nodul atau papul ini di lapisi oleh lapisan
hyperkeratosis, lesi ini berkembang dalam waktu bulanan dan semakin nyeri. pada tahap
lanjut akan berbentuk fungating bentukan seperti bunga kol (cauliflower). Selain itu
perlu diperhatikan adanya ulserasi, ada tidaknya krusta, kedalaman infiltrasi penting
untuk mengetahui kemungkinan terkenanya struktur lain (tulang, kartilago), dan potensi
metastasis. Pada beberapa kasus, terutama lesi di kaki dan kulit kepala, maka
gambaran SCC ini akan terlihat berupa ulserasi tanpa didahului nodul atau
pembengkakan lainnya2
Palpasi dengan teliti KGB regional ada tidaknya pembesaran KGB, dan pemeriksaan
kemungkinan adanya metastasis, jauh seperti ke paru, hati, dan sebagainya3
17
-
.Gambar 3. Gambaran solar keratosis dan squamous cell ca
Gambar 4. Karsinoma Sel Skuamosa
18
-
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang terutama ditujukan untuk mengetahui diagnosis
histopatologis, adanya struktur sekitar yang terinvasi/infiltrasi, ada tidaknya metastasis
jauh, dan pada tumor yang masif untuk melihat operabilitas tumor dan kemungkinan
melakukan coumpound resection.2
Pada pemeriksaan biopsi dan histopatologis, biopsy insisional sebaiknya dihindari.
Biopsi untuk lesi yang lebih besar adalah dengan punch atau shaved biopsy, dengan
catatan harus mendapatkan specimen yang cukup besar dan kedalaman yang cukup.
Biopsi eksisional dilakukan untuk tujuan diagnosis dan terapeutis terutama untuk lesi
yang kecil (
-
Penatalaksanaan
Tindakan terapi untuk Squamous Cell Carcinoma tergantung dari lokasi anatomi,
besar, kedalaman invasi/ infiltrasi, grading histology, ada tidaknya KGB regional yang
membesar/ terkena, riwayat terapi/ pembedahan sebelumnya, metastasis jauh dan
kemampuan ahli bedah.2
Modalitas terapi yang utama adalah pembedahan, yaitu eksisi luas, dengan surgical
safety margin yang adekuat (1cm atau lebih). Defek pembedahan dapat ditutup dengan jahit
primer, skin grafting (partial or full, advancement flap, interpolation flap. Untuk defek yang
besar dapat dilakukan rekontruksi dengan distant flap atau free vascularized graft.2
Untuk lesi di daerah sulit, seperti pad acanthus, nasolabial, pre-orbital, periauricular,
dianjurkan untuk dilakukan Mosh Micrographic Surgery, dan bila tidak mungkin dilakukan
eksisi luas dan rekontruksi. SCC dengan infiltrasi/ invasi jaringan sekitar ( tulang, kartilago,
dan lain-lain) dapat dilakukan compound exicision & reconstruction, dan atau pemberian
radioterapi (jika margin + atau sempit).2
Untuk lesi di penis dilakukan partial atau total penectomy dan biopsi sentinel node
inguinal ( KGB pada fossa ovalis femur) dan jika KGB+, dilakukan diseksi inguinal
superficialis. SCC anus, dapat dilakukan eksisi luas dan pada SCC yang besar/ inoperabel
dapat diberikan kemoterapi (berbasis cisplatum) atau radioterapi atau diberikan secara
concomitant.4
Prognosis
20
-
Penentuan potensi biologis dari SCC dan risiko terjadinya metastasis dapat diprediksi
dari 7 kategori indikator. Indikator-indikator tersebut adalah : 2
a. Staging T, N, M
b. Metastasis local yang menyebar melalui sirkulasi limfe atau persarafan tidak dicakup oleh
sistem yang ada dan biasanya berhubungan dengan tumor yang rekuren atau persisten
c. SCC lokal yang rekuren dan atau persisten dan atau pengobatan yang tidak adekuat.
e. Lokasi anatomis terjadinya lesi primer.
f. Peningkatan SCC dari faktor etiologi selain paparan sinar matahari.
g. Faktor dari pasien ( immunosupresi dan dan komorbid dari kulit yang berhubungan).
Tabel 1.2 Prognosis berdasarkan T6
T Stage 5 year disease free survival of
treated primary SCCT1
T2
T3
T4
95-99%
85-60%
60-75%
3
ECE
Absent
49%
30%
13%
23%
Present 47%
21
-
Sekali pasien SCC mengalami metastase hematogen maka tidak dapat
disembuhkan.
BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis penelitian.Jenis penelitian adalah deskriptif dengan desain retrospketif dengan mengambil data
sekunder dari rekam medis penderita karsinoma sel skuamosa di RSUP Dr.Sardjito pada
Januari 2011 Desember 2013.
B. Lokasi PenelitianPenelitian ini dilakukan di RSUP Dr. Sardjito.
C. Waktu PenelitianPenelitian ini dilakukan pada Januari 2014 sampai Desember 2014.
D. Populasi dan Subjek Penelitian.Populasi penelitian adalah semua penderita karsinoma sel skuamosa yang di rawat di
RSUP Dr. Sardjito pada Januari 2011 Desember 2013.
Sampel penelitian adalah semua penderita kanker tiroid (total sampling) yang dirawat
di RSUP Dr. Sardjito pada Januari 2011 Desember 2013.
22
-
E. Kriteria Inklusi dan Eksklusi.Kriteria inklusi penelitian ini adalah:
1. Pasien penderita karsinoma sel skuamosa dan pernah dirawat di RSUP dr Sardjito,
baik di bagian bedah, penyakit dalam atau di bagian yang lain.
23
-
24
2. Memiliki data pemeriksaan patologi anatomi.
Kriteria eksklusi penelitian ini adalah:
1. Penderita terdiagnosis karsinoma sel skuamosa di luar RSUP dr. Sardjito
2. Data rekam medis tidak lengkap
F. Metode Pengambilan Sampel.Data dikumpulkan dari data sekunder yaitu dengan melakukan pencatatan dari catatan rekam
medis penderita karsinoma sel skuamosa yang telah menjalani rawat inap di RSUP
Dr.Sardjito Yogyakarta pada Januari 2011 sampai Desember 2011. Dari catatan medik
penderita yang dapat dikumpulkan diambil data dan variabel yang diperlukan. Variabel yang
diperlukan untuk penelitian ini yaitu usia pasien, jenis kelamin, hasil pemeriksaan patologi
anatomi dan tindakan terapi
a. Pengolahan dan Analisis Data
Data yang dikumpulkan diolah dengan menggunakan bantuan komputer dan
dilanjutkan dengan analisa dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi korelasi
-
BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
Dari hasil penelitian yang dilakukan pada 27 kasus karsinoma sel skuamosa yang menjalani
operasi di RSUP dr. Sardjito periode Januari 2011 sampai dengan Desember 2013, diperoleh
data sebagai berikut:
Tabel 1. Distribusi pasien karsinoma sel skuamosa (SCC) menurut umur
Umur (tahun) Jumlah Persentase (%)21 30 1 431 40 2 841 50 8 3251 60 4 1661 70 4 1671 80 5 2081 90 1 4
Total 27 100Berdasarkan table diatas didapatkan bahwa insiden karsinoma sel skuamosa paling banyak
ditemukan pada kelompok usia 41 50 tahun sebanyak 8 kasus (32 %) selanjutnya usia 71
80 tahun sebanyak 5 kasus (20 %) , usia 51 60 tahun sebanyak 4 kasus (16 %), usia 61
70 tahun (16 % ) dengan rata rata usia 60 tahun.
Tabel 2. Distribusi pasien karsinoma sel skuamosa (SCC) menurut jenis kelamin
Jenis Kelamin SCC Persentase (%)
Laki laki 17 63
25
-
Perempuan 10 37
Total 27 100
Table diatas menunjukan bahwa, laki laki menderita karsinoma kulit non melanoma jenis
karsinoma sel skuamosa terbanyak, yaitu sebesar 17 penderita (63 %)
Tabel 3. Distribusi pasien karsinoma sel skuamosa (SCC) menurut lokasi
Lokasi SCC Persentase (%)
Wajah 18 67
Non wajah 9 33
Total 27 100
Sama halnya dengan karsinoma sel basal, scc juga banyak menyerang daerah wajah, yaitu
sebesar 67 persen dari seluruh anggota tubuh yang terkena
Tabel 4. Distribusi pasien karsinoma sel skuamosa (SCC) dengan tandur kulit dan flap
Tindakan SCC Persentase (%)
Wajah 18 67
Diluar wajah 9 33
Total 27 100
Table diatas menunjukan semua penderita karsinoma sel skuamosa menjalani eksisi luas dan
tandur kulit atau flap
26
-
Tabel 5. Distribusi pasien karsinoma sel skuamosa (SCC) yang menjalani rekonstruksi
Tindakan SCC Persentase (%)
Rekonstruksi wajah 6 100
Rekonstruksi diluar wajah 0 0
Total 6 100
Data diatas menunjukkan, tindakan rekonstruksi pada 6 penderita SCC semua pada daerah
wajah, atau sebesar 100 persen.
B. Analisis data dan Pembahasan
Tabel 1. Hubungan antara dengan jenis kelamin dan lokasi karsinoma sel skuamosa (SCC)
Jenis Kelamin Wajah Non wajah JumlahLaki laki 11 6 17
Perempuan 7 3 10
Total 18 9 27Hubungan antara jenis kelamin dan lokalisasi karsinoma sel skuamosa dianggap tidak
signifikan secara statistik (p=1.000). Sama halnya dengan BCC, SCC lebih sering terjadi
pada pria dibandingkan pada perempuan. Pada penelitian ini didapatkan pasien laki laki
lebih banyak dibandingkan perempuan. Hal ini diakibatkan karena laki laki lebih sering
terpapar oleh sinar matahari dan karsinogenik di tempat kerja, kondisi inflamasi, luka bakar,
jaringan parut atau trauma.
SCC lebih sering dijumpai pada area leher dan kepala pada kulit putih dan pada daerah yang
tidak terekspos matahati pada kulit hitam dan Asia. Pada penelitian ini didapatkan SCC pada
27
-
daerah wajah lebih banyak dibandingkan pada daerah non wajah.
Tabel 2. Hubungan antara dengan jenis kelamin dan tandur kulit pada karsinoma sel
skuamosa (SCC)
Jenis kelamin Tandur kulit Tanpa tandur kulit JumlahLaki laki 2 16 18
Perempuan 0 9 9
total 2 25 27Hubungan antara jenis kelamin dan tindakan penutupan dengan tandur kulit paska operasi
pada karsinoma sel skuamosa dianggap tidak signifikan secara statistik (p=0.538). Pada
penderita SCC, defek pembedahan dapat ditutup dengan jahit primer, skin grafting (partial or
full thickness) tergantung lokasi anatominya, rotation flap,, transposition flap, advancement
flap, interpolation flap. Pada penelitian ini tandur kulit dan flap paling banyak dilakukan pada
daerah wajah dibandingkan non wajah, dimana hal ini sesuai dengan lokasi paling sering
terjadi SCC.
Tabel 3. Hubungan antara dengan jenis kelamin dan flap pada karsinoma sel skuamosa
(SCC)
Jenis Kelamin Flap Non flap TotalLaki laki 8 10 18
Perempuan 2 7 9total 10 17 27
Hubungan antara jenis kelamin dan tindakan penutupan dengan flap pada karsinoma sel
skuamosa dianggap tidak signifikan secara statistik (p=0.627). Sama halnya dengan skin
graft, SCC post operasi tidak sedikit yang ditutup dengan menggunakan flap.
28
-
Tabel 4. Hubungan antara dengan jenis kelamin dan tindakan rekonstruksi pada karsinoma
sel skuamosa (SCC)
Jenis Kelamin Rekonstruksi Non rekonstruksi TotalLaki laki 2 15 17
Perempuan 4 20 24
total 6 35 41Hubungan antara jenis kelamin dan tindakan rekonstruksi pada karsinoma sel skuamosa
dianggap tidak signifikan secara statistik (p=1.000). SCC dengan infiltrasi / invasi jaringan
sekitar (tulang, kartilago) dapat dilakukan compound excision dan reconstruction. Pada
penelitian ini didaptkan rekonstruksi pada wajah lebih sering dilakukan daripada rekonstruksi
non wajah.
29
-
BAB VKESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULANBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Telah dilakukan penelitian terhadap penderita karsinoma sel skuamosa (SCC) yang
menjalani terapi di RSUP Dr. Sardjito periode 2011 sampai dengan 2013.
2. Faktor faktor yang berpengaruh terhadap jenis tindakan terapi pada penderita
karsinoma non melanoma pada penelitian ini adalah umur, lokalisasi, jenis histopatologi,
stadium.
3. Penderita karsinoma sel skuamosa yang berobat ke RSUP Dr. Sardjito, sebagian
besar menjalani tindakan tandur kulit, flap hingga rekonstruksi sesuai dengan kerusakan
(stadium) yang ada pada penderita tersebut
30
-
31
B. SARANBerdasarkan kesimpulan penelitian, saran dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan rentang waktu yang lebih
lama untuk mendapatkan sampel yang lebih banyak.
2. Perlu kelengkapan rekam medis guna menunjang peningkatan kualitas kami
-
DAFTAR PUSTAKA
Desen W., 2011. Buku Ajar Onkologi Klinis edisi 2 (terjemahan Willie Japaries). Balai penerbit
FK UI 369-370
Sukardja I.D.G., 2000. Onkologi Klinik edisi 2. Airlangga University Press : XVII-XIX
1. Manuaba IBTW. Karsinoma Sel Skuamosa. Panduan Penatalaksanaan Kanker Solid
PERABOI 2010. Jakarta : Sagung Seto. 2010.
2. Manuaba IBTW. Kanker kulit. Bedah Onkologi Diagnosis Dan Terapi. Jakarta :
Sagung Seto.2009.151-179
3. Bisono, Perdanakusuma David. 2010. Kulit. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah. edisi 3.
EGC. Jakarta. Hal 395-396.
4. ACN Working Party on the Management of Non-Melanoma Skin Cancer. Basal cell
Carcinoma, Squamous Cell Carcinoma and Related Keratinocyte Dysplasias-A Guide
to Clinical Management in Australia.
5. Anadolu Rana, Patel R. Asha, Patel S.Shalu . Squamous Cell Carcinoma of the Skin.
Skin Cancer.2008 .86-109
6. Hochhausser Daniel, Tobias Jeffrey. Cancer and its Management.2010. 397-399
7. Bonenkamp J.J. Squamous cell carcinoma and basal cell carcinoma of the skin.
Textbook of Surgical Onkology. North and south Amerika.
8. Monroe Marcus. Head and neck Cutaneous Squamous Cell Carsinoma.Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1965430-overview#showall .
Accessed at January 30, 2013
9. Australia cancer council. A Sumarry of Management in clinical Practical Basal cell and
Squamous cell Carcinoma. (Accessed at www.cancer.org.au 30 januari 2013)
32
HUBUNGAN JENIS KELAMIN DAN USIA TERHADAPANGKA KEJADIAN BASALIOMA DAN TERAPI DI RSUP Dr. SARDJITOBAB IA. Latar Belakang MasalahB. Rumusan MasalahC. Tujuan PenelitianD. Manfaat Penelitian
BAB IIBAB IIIA. Jenis penelitian.B. Lokasi PenelitianC. Waktu PenelitianD. Populasi dan Subjek Penelitian.E. Kriteria Inklusi dan Eksklusi.F. Metode Pengambilan Sampel.a. Pengolahan dan Analisis Data
BAB IVA. HASIL PENELITIANDari hasil penelitian yang dilakukan pada 27 kasus karsinoma sel skuamosa yang menjalani operasi di RSUP dr. Sardjito periode Januari 2011 sampai dengan Desember 2013, diperoleh data sebagai berikut:
BAB VA. KESIMPULANB. SARAN
DAFTAR PUSTAKA