KONDISI UMUM TNWK
-
Upload
eko-hartanto -
Category
Documents
-
view
64 -
download
1
Transcript of KONDISI UMUM TNWK
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Keadaan Umum TN Way Kambas dan sekitarnya
Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas dan Cabang disisihkan
sebagai daerah hutan lindung, bersama-sama dengan beberapa daerah
hutan yang tergabung didalamnya. Pendirian kawasan pelestarian alam
Way Kambas dimulai sejak tahun 1936 oleh Residen Lampung, Mr.
Rookmaker, dan disusul dengan Surat Keputusan Gubernur Belanda
tanggal 26 Januari 1937 Stbl 1937 Nomor 38.
Pada tahun 1978 Suaka Margasatwa Way kambas diubah menjadi
Kawasan Pelestarian Alam (KPA) oleh Menteri Pertanian dengan Surat
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 429/Kpts-7/1978 tanggal 10 Juli 1978
dan dikelola oleh Sub Balai Kawasan Pelestarian Alam (SBKPA). Kawasan
Pelestarian Alam diubah menjadi Kawasan Konservasi Sumber Daya Alam
(KSDA) yang dikelola oleh SBKSDA dengan luas 130,000 ha pada tahun
1985 dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 177/Kpts-II/1985
tanggal 12 Oktober 1985. Pada tanggal 1 April 1989 bertepatan dengan
Pekan Konservasi Nasional di Kaliurang Yogyakarta, dideklarasikan
sebagai Kawasan Taman Nasional Way Kambas berdasarkan Surat
Keputusan
39
Menteri Kehutanan Nomor 444/Menhut-II/1989 tanggal 1 April 1989
dengan luas 130,000 ha. Kemudian pada tahun 1991 atas dasar Surat
Keputusan Menteri Kehutanan nomor 144/Kpts/II/1991 tanggal 13 Maret
1991 dinyatakan sebagai Taman Nasional Way Kambas, dimana
pengelolaannya oleh Sub Balai Konservasi Sumber Daya Alam Way
Kambas yang bertanggungjawab langsung kepada Balai Konsevasi
Sumber Daya Alam II Tanjung Karang. Dengan Surat Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor 185/Kpts-II/1997 tanggal 13 maret 1997 dimana Sub
Balai Konsevasi Sumber Daya Alam Way Kambas dinyatakan sebagai
Balai Taman Nasional Way Kambas. Setelah ditata dilakukan rekontruksi
batas pada tahun 1998, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan
Nomor 670/Kpts-II/1999 luas Taman Nasional Way Kambas adalah
125.621,3 ha.
Alasan Menetapkan kawasan tersebut sebagai kawasan pelestaerian alam
adalah untuk melindungi kawasan yang kaya akan berbagai satwa liar,
termasuk tapir (Tapirus indicus), gajah Sumatera (Elephas maximus
sumatranus), enam jenis primata, sambar (Cervus unicolor), kijang
(Muntiacus muntjak), harimau Sumatera (Panthera tigris), beruang madu,
dan juga sungai yang kaya akan ikan.
Meskipun telah ditetapkan sebagai kawasan suaka margasatwa, namun
hampir selama dua puluh tahun, terutama pada periode 1968 – 1974,
ketika kawasan ini dibuka untuk Hak Pengusahaan Hutan, kawasan ini
beserta segala isinya termasuk satwa, banyak mengalami kerusakan.
40
2. Potensi dan Permasalahan TN Way Kambas
a. Ekosistem Taman Nasional Way Kambas
Kawasan TN. Way Kambas mempunyai 4 (empat) tipe ekosistem besar
yaitu, ekosistem hutan hujan dataran rendah, ekosistem hutan rawa,
ekosistem hutan payau, ekosistem hutan pantai.
Masing-masing dari tipe ekosistem tersebut mempunyai fungsi dan
kekhasan masing-masing. Ekosistem hutan hujan dataran rendah
mendominasi di daerah sebelah barat kawasan. Karena daerah tersebut
terletak pada daerah yang paling tinggi dibandingkan dengan lain. Jenis
yang mendominasi adalah meranti (Shorea sp), rengas (Gluta renghas),
keruing (Dipterocarpus sp), dan banyak jenis lain. Ekosistem hutan hujan
dataran rendah ini rata-rata mempunyai keanekaragaman hayati yang
cukup tinggi, karena biasanya telah mempunyai stratum tajuk yang
lengkap. Hutan rawa terutama menempati pada daerah sekitar sungai
terutama terletak di wilayah timur kawasan, Satwa jenis burung lebih
suka pada ekosistem hutan rawa. Sedangkan untuk hutan
mangrove/payau terletak disekitar pantai dimana terdapat
pergantian/salinasi antara air asin dan tawar secara teratur. Sedangkan
pada hutan pantai ini terutama terletak di sepanjang pantai timur Taman
Nasional Way Kambas.
Namun ekosistem tersebut saat ini telah mengalami degradasi yang
disebabkan oleh berbagai aktivitas ilegal dan dinamika ekosistem itu
41
sendiri. Saat ini 40 % kawasan kondisinya rusak karena kebakaran hutan,
penebangan liar, perambahan liar dan lain-lain
b. Flora
Taman Nasional Way Kambas mempunyai keanekaragaman jenis flora
yang tinggi. Jenis flora yang ada di Taman Nasional Way Kambas dapat
dikelompokkan berdasarkan empat tipe diatas yaitu flora yang tumbuh
pada ekosistem hujan dataran rendah, ekosistem rawa, ekosistem hutan
pantai, dan ekosistem payau atau mangrove. Masing-masing tipe
ekosistem tersebut mempunyai kekhasannya.
Berdasarkan hasil penelitian dari Badan Pertanahan Nasional bahwa TN
Way Kambas hanya mempunyai ekosistem hutan yang asli lebih kurang
700 ha, dimana yang lainnya merupakan bekas pembalakan HPH (Hak
Pengusahaan Hutan)
c. Fauna
Keanekaragaman fauna kawasan TN. Way Kambas sangat tinggi, secara
garis besar fauna TNWK dikelompokan dalam, mamalia, aves, reptilia,
dan insekta.
1. Mamalia
Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatraensis), Badak Sumatera
(Dicerorhinus sumatraensis), Tapir (Tapirus indicus), Rusa (Cervus
unicolor) Kijang (Muntiacus muntjac), Napu (Tragulus napu), Babi
Hutan (Sus scrofa). Selain itu terdapat jenis mamalia lain,
42
diantaranya :
Beruang Madu (Helarctos malayanus), Harimau Sumatera (Panthera
tigris sumatrae), Anjing Hutan (Cuon alpinus), Kucing Emas (Felis
temminckii), Kucing Bulu (Felis marmorata) dan jenis-jenis musang.
2. Primata
Terdapat 6 (enam) jenis primata yaitu Siamang (Symphalangus
syndactyllus), Owa (Hylobates moloch), Beruk (Macaca nemestrina),
Kera ekor panjang (Macaca fascicularis), Lutung (Presbytis cristata)
dan Lutung Merah (Presbytis rubicunda). Jenis primata ini sebagian
telah dilindungi oleh Undang-undang.
3. Burung ( Aves)
Kawasan Taman Nasional Way Kambas memiliki ± 286 jenis burung,
diantaranya Rangkong (Bucerotidae), Kuntul Putih (Egreta sp), Beo
(Gracula religiosa), Ayam Hutan (Gallus gallus), Pecuk ular (Anhinga
melanogaster), dan Raja Udang (Halcyon funebris). Juga terdapat
burung langka yang dijadikan objek penelitian yaitu bebek hutan atau
Itik liar (Cairina scutulata). Dibeberapa tempat kawasan Taman
Nasional Way Kambas terdapat juga habitat burung migrant.
4. Lain-lain
43
Di Taman Nasional Way Kambas juga terdapat jenis-jenis Amphibia,
Reptilia dan Ikan (Pisces). Dari Reptilia terdapat buaya sinyulong,
buaya muara, kura-kura sisik, dan berbagai jenis ular. Sedangkan jenis
ikan yang terdapat di daerah ini adalah Ikan Baung yang sangat
terkenal sebagai hidangan khas Lampung (Data Konservasi Kawasan,
2002).
3. Potensi wisata
Obyek wisata di TN. Way Kambas terbagi menjadi kelompok yang masih
mempunyai obyek alami yang belum banyak mendapat campur tangan
manusia dan obyek alam yang sudah banyak mendapat campur tangan
manusia. Beberapa obyek wisata alam yang menjadi andalan TN. Way
Kambas.
i. Pusat Latihan Gajah dengan gajah yang terlatih yang terdiri
dari gajah tangkap, latih, atraksi, kerja, dan patroli serta
pemadam kebakaran hutan
ii. Sepanjang sungai Way Kanan sampai dengan Kuala Kambas,
memeiliki panorama atau pemandangan alam yang masih
alami dengan menggunakan speed boat atau kapal motor
44
iii. Kuala Kambas dengan obyek pemandangan pantai dengan
pasir putih dan laut lepas serta pengamatan terhadap hutan
pantai serta perkampungan nelayan sementara.
iv. Kalibiru dan wako dengan padang rumputnya sebagai habitat
rusa, gajah dan burung rawa.
4. Aksesibilitas
Taman Nasional Way Kambas dapat dicapai dengan jalan darat dari
Bandar Lampung melewati Metro dengan lama perjalanan sekitar 2 jam.
Alternatif lain adalah dengan melewati Bandar Lampung - Sribowono -
Way Jepara – Taman Nasional Way Kambas dengan waktu dan jarak
tempuh hampir sama.
Di dalam Kawasan Taman Nasional Way Kambas terdapat jalan darat
yang dapat dilalui kendaraan roda empat, yaitu dari pos Plang Ijo ke Pos
Way Kanan sepanjang lebih kurang 13 Km dan ke Pusat Latihan Gajah
(PLG) sepanjang lebih kurang 9 Km.
Beberapa sungai besar yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana
transportasi diantaranya adalah Way Kanan, Way Kambas, Way Negara
Batin, Way Penet, Way Pegadungan, Way Wako. Dengan menggunakan
speed boad, pengunjung dapat menjangkau bagian hilir dari sungai Way
Kanan yaitu Kuala Kambas di pantai Laut Jawa dengan lama perjalanan
sekitar 2 jam.
45
Disepanjang sungai pengunjung dapat menikmati keindahan alam dan
keanekaragaman hayati.
Untuk menjelajah hutan di Way Kanan, baik untuk wisata dan kegiatan
penelitian pengunjung dapat menelusuri jalan setapak dengan berjalan
kaki atau mengendarai gajah tunggang yang dipandu oleh petugas
5. Hidrologi
Kawasan TN. Way Kambas termasuk kedalam sub DAS Kambas- Jepara.
Sungai-sungai yang terdapat di dalam kawasan dan sekitarnya umumnya
beraliran lambat. Hal tersebut salah satunya berhubungan dengan
ketinggian lahan dari muka laut yang rendah. Daerah ini banyak juga
ditemui rawa-rawa terutama disekitar sungai. Tingkat ketersediaan air
pada musim penghujan sangat melimpah sedangkan pada musim
kemarau terjadi sebaliknya.
Secara garis besar Taman Nasional Way Kambas mempunyai 3 (tiga) sub
kelompok sungai besar yang semua alirannya bermuara di pantai laut
Jawa sebelah timur kawasan. Ketiga sungai itu sebagai berikut, disebelah
selatan kelompok sungai yang aliran airnya bergabung dengan sungai
Penet, di daerah tengah kelompok sungai yang bergabung dengan sungai
Way Kanan dan Wako serta kelompok sungai yang alirannya bergabung
dengan sungai Pegadungan yang berada disebelah utara kawasan. Dari
masing-masing sungai tersebut rata-rata hulu sungainya terletak di
wilayah Seksi Konservasi Wilayah Bungur, hal tersebut berhubungan
46
dengan wilayah yang paling tinggi dari permukaan laut di kawasan TN.
Way Kambas dibandingkan dengan daerah lain.
6. Topografi
Pada umumnya kondisi topografi TN. Way Kambas relatif datar dan sedikit
bergelombang dibagian timur dengan ketinggian 0 – 50 m dpl. Daerah
yang mempunyai ketinggian 50 meter adalah sekitar kecamatan
Purbolinggo. Pada bagian timur kawasan merupakan daerah lembah yang
terpotong oleh sunga-sungai yang menyebabkan terbentuknya topografi
bergelombang.
7. Tanah
47
Berdasarkan Peta Satuan Lahan dan Tanah Lembar Tanjungkarang (PPT,
1993) terdapat hampir 10 Satuan Peta Tanah. Tanah-tanah tersebut
berkembang dari endapan aluvium dan endapan tufa masam. Jenis tanah
paling luas adalah Podsolik, sedangkan jenis-jenis lainnya dijumpai dalam
areal sempit, yaitu pada fisiografi aluvial dan marin. Tanah jenis Podsolik
mempunyai kandungan liat yang tinggi (lebih dari 30 %).
Tanah jenis ini mempunyai reaksi tanah masam, dengan kandungan Al
yang tinggi, unsur hara rendah, sehingga diperlukan pengapuran dan
pemupukan serta pengelolahan tanah yang baik.
Hal Ini sangat berhubungan dengan sifat tanah. Jenis tanah podzolik
mudah sekali menangkap air tapi relatif sulit untuk dimanfaatkan karena
kandungan liat yang cukup tinggi, sehingga ketersediaan air sangat
dipengaruhi oleh adanya hujan.
Pada umumnya topografi Kawasan Taman Nasional Way Kambas Relatif
datar dan bergelombang dengan ketinggian antara 0-50 m dpl. Titik
tertinggi terletak di bagian barat daya, tepatnya disebelah timur
Kecamatan Purbolinggo (50 mdpl). Bagian timur kawasan merupakan
daerah lembah yang terpotong oleh sungai-sungai yang menyebabkan
terbentuknya topografi bergelombang. Pada saat musim hujan, lembah-
lembah ini biasanya terisi oleh air dan pada bagian lembah agak yang
dalam air menggenang sepanjang tahun. Daerah ini dapat dijumpai
pesisir garis pantai, seperti yang terlihat di sekitar Kuala Penet.
48
8. Iklim
Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Smidth dan Ferguson iklim di
Kawasan Taman Nasional Way Kambas termasuk tipe iklim B dengan nilai
Q sebesar 28,57 % dan curah hujan berkisar antara 2500-3000 mm per
tahun, sedikit lebih rendah bila dibandingkan dengan daerah
pegunungan. Musim kering di Taman Nassional Way Kambas biasanya
jatuh sekitar bulan April hingga September. Selama musin kering curah
hujan di kawasan ini kurang dari 100 mm per bulan. Rata-rata bulan
kering jatuh pada bulan Agustus atau September. Terdapat musim kering
khas rata-rata 2-6 bulan sekali dalam 20 tahun. Suhu rata-rata bulanan
berkisar antara 23 OC, sedangkan suhu terendah terjadi pada bulan
Desember yaitu 16 oC. Kelembaban udara tertinggi terjadi pada bulan
Januari yaitu sebesar 93,1% dan kelembaban udara terendah terjadi pada
bulan Juli yaitu 70,1%.
9. Sosial ekonomi
a. Sosial Budaya
Penduduk yang tersebar di 10 (sepuluh) kecamatan yang berada
disekitar Taman Nasional secara garis besar dapat di bagi menjadi dua
kelompok, yaitu: penduduk asli dan penduduk pendatang. Penduduk asli
sebagian besar berada di Kecamatan Sukadana dan Way Jepara.
sedangkan, penduduk pendatang dari Jawa dan Bali menyebar hampir
diseluruh Kecamatan yang ada di sekitar kawasan. Penduduk pendatang
49
lainnya seperti Melayu, Bugis, Serang, dan Batak banyak bermukim di
daerah Pesisir. Sebagian besar penduduk tersebut 95% memeluk
agama Islam, sedangkan sisanya beragama Katholik, Kristen Protestan,
Hindu, Budha, dan Aliran Kepercayaan. Demikian juga penduduk yang
tinggal didesa-desa didominasi oleh para pendatang terutama dari Jawa,
baik dari Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dimana masing-
masing etnis membawa ciri masing-masing, yang mana pandangan
terhadap prinsip konservasi juga berbeda.
b. Ekonomi
1. Pola penggunaan Iahan
Hampir seluruh desa yang berada disekitar TN. Way Kambas
digunakan sebagai lahan pertanian. Sesuai dengan keadaan
penduduk yang ada pola penggunaan lahan secara garis besar
terbagi menjadi dua. Penduduk asli pada umumnya menggunakan
lahannya melalui pola pertanian lahan kering. Pola pertanian lahan
kering ini berupa kebun lada, kelapa, durian, dan ladang singkong.
Pola penggunaan lahan basah berupa pesawahan banyak di lakukan
oleh penduduk
pemukiman selain sebagai tempat tinggal, juga diusahakan sebagai
pekarangan dengan tanaman kebutuhan sehari-hari. Rata-rata lahan
yang berada disekitar Taman Nasional Way Kambas, yang digunakan
sebagai areal pertanian merupakan tanah marginal / miskin hara.
50
Dengan sebagian besar terdiri dari jenis podsolik yang membutuhkan
pengolahan tanah yang intensif.
2. Struktur Perekonomian
Struktur perekonomian ditentukan oleh peranan sektor-sektor
ekonomi yang ada dalam memproduksi barang dan jasa. Struktur
yang terbentuk dan nilai tambah yang di capai oleh setiap sektor
ekonomi memberi gambaran besarnya ketergantungan suatu daerah
terhadap produkproduk tersebut.
Dalam struktur perekonomian di daerah sekitar Taman Nasional,
peranan sektor pertanian masih mendominasi. Sedangkan sektor
industri dan jasa masih belum memberikan peranan yang penting,
walaupun di daerah tersebut terdapat industri tepung tapioka dan
industri pisang, di samping jasa perdagangan, dan transportasi.
Kontribusi masing-masing sektor di wilayah ini belum menunjukan
pergeseran yang berarti dari sektor primer ke sektor sekunder atau
tersier. Meskipun demikian, sektor industri pengolahan sebagai
sektor sekunder naik dari 12,61% menjadi 14,69%. Sedangkan
pergeseran sektor tersier yaitu : perdagangan dan jasa telah
meningkat dari 17,66% menjadi 19,42% (anonimous, 1999)
Dengan pertumbuhan pusat-pusat ekonomi yang di harapkan dengan
pemekaran Kabupaten di harapkan pergeseran sektor primer ke
sektor sekunder dan tersier dapat meningkat lebih baik.
51
Dengan demikian peluang penyerapan tenaga kerja akan dapat di
perbesar. Dengan dominasi terbesar dari sektor pertanian yang
diperoleh dari lahan marginal, hal ini membawa masalah tersendiri
yaitu hasil produksi yang rendah, sehingga tingkat kesejahteraan
masyarakat sebagian besar tetap rendah. Namun ada keuntungan
lain, yaitu tersedianya tenaga kerja yang cukup melimpah.
Berdasarkan tingkat pendapatan dari masing-masing desa yang
berbatasan dengan sekitar kawasan TN. Way Kambas bahwa rata-
rata masih rendah. Tingkat pendapatan perkapita pertahun berkisar
diantara Rp. 800.000,00 - 2.000.000,00
Dengan demikian pengembangan sektor sekunder dan tertier akan
meningkat dan akan berpengaruh terhadap pengembangan wisata di
Taman Nasional dan obyek wisata lainnya di wilayah ini. Hal ini juga
akan menimbulkan tekanan semakin besar terhadap kawasan
konservasi karena secara geografis kota Way Jepara, Sukadana
lokasinya dekat dengan kawasan.
10. Gajah Liar di Taman Nasional Way Kambas
a. Gajah Sumatera di TN Way Kambas
Gajah Sumatera yang terdapat di TN Way Kambas dibagi menjadi dua
jenis yaitu gajah yang ada di dalam kawasan hutan dan gajah yang
52
telah dijinakan atau lebih dikenal gajah PLG (Pusat Latihan Gajah) Way
Kambas, namun keduanya tergolong dalam gajah liar.
1. Gajah Liar
Gajah liar atau yang masih berada dalam kawasan hutan, saat ini
jumlah populasinya antara 180 ekor sampai dengan 250 ekor.
Tersebar di seluruh kawasan hutan Taman Nasional Way Kambas,
yang terkonsentrasi pada wilayah dengan vegetasi relatif masih
baik.
Dalam pola hidupnya gajah liar terbagi menjadi beberapa kelompok
atau rombongan yaitu kelompok kecil, sedang dan besar. Kelompok
kecil terdiri dari 5 – 10 ekor, kelompok sedang 10 – 20 ekor dan
kelompok besar jumlah anggota 20 – 35 ekor. Namun ada juga
gajah yang tidak berkelompok lagi yang lebih dikenal dengan gajah
soliter
(terpisah) dari kelompoknya. Perbedaan yang jelas antara gajah
jantan dan betina terletak pada gading yang dimiliki oleh gajah
jantan.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan oleh petugas
Balai Taman Nasional Way Kambas dan WCS (Wildlife Conservation
Society) kelompok gajah yang sering keluar kawasan adalah
kelompok kecil (5-10) dan gajah yang telah terpisah dari
rombongannya/soliter.
53
Beberapa kemungkinan yang menyebabkan gajah keluar kawasan:
1. Jumlah populasi gajah liar telah melampui kemampuan kawasan
dalam menyediakan kebutuhan pakan dan ruang hidupnya.
Semakin besar jumlah populasi gajah maka kebutuhan pakan
dan ruang semakin besar sedangkan luas kawasan tetap
sehingga secara relatif luas habitat gajah semakin mengecil.
2. Adanya kerusakan habitat kawasan yang telah menyebabkan
tingkat ketersediaan pakan menjadi berkurang. Beberapa
penyebab kerusakan kawasan antara lain: kebakaran hutan,
perambahan, penebangan liar.
54
3. Namun ada perilaku gajah yang cukup penting yang terlepas
dari dua faktor diatas yaitu kebutuhan akan jelajah yang dapat
menimbulkan gangguan pada lahan budidaya milik masyarakat,
dimana kebiasaan tersebut cukup sulit untuk dihilangkan dan
memerlukan waktu cukup lama.
2. Gajah liar di Pusat Latihan Gajah TN Way Kambas
Pusat Latihan Gajah Way Kambas didirikan dengan maksud
mengurangi terjadinya konflik gajah dengan manusia. Pada saat
itu konflik antara manusia dan gajah cukup tinggi, sehingga
sebagian masyarakat menyebutnya sebagai hama. Dalam
rangka meningkatkan nilai manfaat gajah untuk kepentingan
manusia, maka di PLG gajah mendapatkan ketrampilan khusus.
Gajah-gajah yang dijinakkan tersebut biasanya berasal dari hasil
tangkapan karena keluar kawasan hutan. Saat ini jumlah yang
ada di PLG 63 (enam puluh tiga) ekor. Beberapa manfaat dari
gajah yang terlatih, antara lain untuk gajah atraksi, gajah
wisata, gajah tunggang dan gajah kerja.
55
11. Perburuan gajah liar di TN Way Kambas
a. Perburuan secara tradisional
Berdasarkan pengamatan dan hasil wawancara dari petugas Polisi
Kehutanan (Polhut) yang ada di Balai Taman Nasional Way Kambas,
kegiatan perburuan dikatakan tradisional jika jenis peralatannya
masih mempergunakan alat manual seperti jerat, tombak atau
mempergunakan hewan buru/anjing geladak.
Jerat yang sering dipasang dengan menggunakan kawat seling baja
yang dikaitkan dengan kayu hidup, dengan sasaran satwa seperti
babi hutan, rusa ataupun jenis sambar. Untuk satwa gajah,
perangkap semacam ini tidak langsung mematikan, karena pohon
sebagai tempat kawat bisa tercabut, namun dengan luka yang
dibawa dapat berpengaruh buruk terhadap kesehatan gajah
sehingga selanjutnya akan menyebabkan kematian hewan
tersebut. lambat laun akan menyebabkan gangguan pada gajah
tersebut.
Walaupun demikian yang menjadi korban tidak hanya hewan
sasaran saja, jenis lainnya pun akan menjadi korban. Beberapa
satwa yang sering menjadi sasaran mereka antara lain babi hutan,
rusa dan badak, serta harimau.
b. Perburuan dengan menggunakan senjata api
Seiring dengan kemajuan teknologi, peralatan yang dipergunakan
untuk melakukan perburuan liar juga berkembang, antara lain
56
dengan menggunakan senjata api. Jenis senjata api yang sering
dipergunakan dalam aktivitas perburuan mereka terbagi menjadi
dua jenis yaitu senjata api rakitan dan senjata api organik. Kedua
jenis senjata tersebut tergolong kepada senjata yang mematikan.
Sehingga dengan menggunakan alat tersebut jumlah dan jenis
satwa liar yang menjadi korban semakin bertambah.
c. Kejahatan terhadap satwa gajah di PLG
Kejahatan terhadap Gajah liar tidak hanya terjadi di dalam kawasan
hutan atau yang masih liar. Dari hasil wawancara yang telah
dilakukan di Pusat Latihan Gajah Way Kambas sebagai tempat
berkumpulnya gajah Sumatera yang telah dijinakkan mempunyai
tingkat kerawanan yang tinggi terhadap gangguan dalam bentuk
pemotongan gading yang disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
1. Jumlah gajah jantan / bergading cukup banyak dengan kondisi
yang cukup baik, sehingga hal tersebut dapat mendorong
terjadinya pencurian gading dengan melakukan pemotongan
paksa
2. Dengan jumlah gajah jantan cukup banyak sehingga
ketersediaan gading dengan nilai ekonomi tinggi cukup banyak
57
3. Pola yang telah dipergunakan untuk penjinakan saat ini
menyebabkan ruang gerak dari gajah tersebut dibatasi,
sehingga kemungkinan gajah jantan dipotong cukup tinggi.
Pada waktu siang gajah tersebut dilepas untuk di angon
namun kakinya tetap dirantai. Pada waktu malam hari gajah
tersebut dikandangkan.
4. Pengawasan atau kontrol terhadap gajah dan pawang belum
optimal
Menurut hasil pengamatan dan berdasarkan data penyidikan yang
telah dilakukan bahwa tindakan kejahatan terhadap satwa tersebut
dilakukan dengan cara memotong gading pada gajah yang masih
hidup namun tidak mematikan.
Beberapa kasus perburuan liar yang tertangkap tangan yang terjadi di TN Way
Kambas yang telah ditangani oleh petugas antara lain sebagai berikut :
NoJenis yang
diburuTersangka Lokasi Kejadian
Vonis
1 Babi Makun bin Sandi KartaHaryono Bin Makun
Plang Hijau 2 Juli 2004 3 bulan
2 Napu Kentul Bin Somo Suli Plang Hijau 9 Peb 2004 4 bulan3 Menjangan Purnomo Bin Suyono Kapi
Jembat Seling
22 Juni 2004
1 tahun 8 bulan
4 Ikan air tawar Bambang Bin Kariman Kuala Kambas
13 September 2004
8 bulan
5 Rusa Nanang Kosim Bin Supriyadi
Susukan Baru
11 Nop 2004
10 bulan
6 Rusa Malih Bin Husin Susukan Baru
11 Nop 2004
10 bulan
7 Burung Jumali Bin MurjoJumadi Bin Surat
Cabang 20 Des 2004
P.21
58
8 Gajah Mati Penyelidikan Susukan Baru
Juli 2005 -
9 Gajah Mati Penyelidikan Plang Hijau Juli 2005 - Sumber : Data pelanggaran tahun 2004 Balai Taman Nasional Way Kambas
12. Penanganan terhadap pelaku kejahatan perburuan gajah liar
a. Proses penanganan kejahatan perburuan liar
Rangkaian tindakan kejahatan perburuan terhadap satwa liar gajah
Sumatera cukup panjang. Mulai pada tingkat pertama yaitu tingkat
lapangan yaitu pelaksana atau pemburu. Tingkat kedua adalah
penampung atau penadah dan tingkat selanjutnya adalah pemasaran
lanjutan.
Oleh karena itu, penanganan kejahatan perburuan terhadap satwa
tersebut harus dilakukan secara terpadu dan lintas sektor dengan
melibatkan seluruh pemangku kepentingan mulai dari Instansi yang
bertanggungjawab
pada perlindungan satwa liar dan intansi penegak hukum lainnya seperti
kejaksaan, Kepolisisian dan Pengadilan. Penanganan kejahatan perburuan
liar dilaksanakan melalui upaya preventif dan represif. Upaya preventif
yaitu tindakan pencegahan yang dilakukan secara dini untuk mencegah
terjadinya pemburuan liar. Dan upaya represif yaitu dilakukan melalui
tindakan penegakan hukum dan upaya kepolisian lainnya.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap petugas upaya-upaya yang
dilakukan dalam menangani perburuan liar baik preventif atau represif
adalah sebagai berikut:
59
1. Upaya preventif dilakukan melalui :
a. Sosialisasi dan penyuluhan mengenai peraturan perundang-
undangan,
b. Patroli wilayah dan sekitarnya melalui patroli rutin, patroli
fungsional dan operasi gabungan.
2. Sedangkan upaya represif lebih cenderung kepada kegiatan
penegakan hukum terhadap pelaku pelanggaran.
Proses penanganan pelaku kejahatan perburuan satwa liar gajah
Sumatera yang dilindungi oleh Undang-Undang dibedakan menjadi dua
macam yaitu pelaku yang tertangkap tangan dan melalui pengembangan
penyidikan.
Pelaku yang tertangkap tangan adalah pelaku perburuan yang tertangkap
langsung ditempat kejadian dengan bukti-bukti awal yang cukup kuat
seperti adanya barang bukti hasil buruan seperti gading atau bahan
lainnya, alat berburu dan alat komonikasi.
Sedangkan pengembangan penyidikan dilakukan dengan melakukan
penyidikan terhadap kejahatan perburuan di luar perburuan gajah.
1. Tertangkap tangan
a. Penangkapan, proses penangkapan tersangka ini terjadi didalam
kawasan hutan sehingga belum perlu dengan surat perintah
penangkapan yang dikeluarkan oleh kepolisian berwenang
60
b. Penahanan tersangka, dalam kurun waktu tertentu tersangka
segera harus diserahkan kepada pihak yang yang berwenang
untuk dilakukan proses hukum sejanutnya.
c. Penyidikan, proses penyidikan dilakukan oleh pihak PPNS Taman
Nasional Way Kambas dengan pembinaan oleh penyidik Polri
d. Pengiriman berkas perkara, setelah berkas dinyatakan lengkap
dilanjutkan dengan penyerahan tersangka kepada pihak
kejaksaan untuk proses selanjutnya.
e. Penuntutan di muka pengadilan, tahap selanjutnya adalah
penuntutan tersangka oleh pihak penuntut umum (kejaksaan),
dimana pada tahap tersebut status tersangka meningkat menjadi
terdakwa.
2. Pengembangan penyidikan
Proses penanganan yang dilakukan melalui pengembangan penyidikan
sedikit berbeda dengan proses tertangkap tangan yang diawali dengan
penanganan kejahatan di luar perburuan gajah liar. Perburuan gajah
atau yang bisa disamakan dengan itu antara lain pemotongan gading
di Pusat Latihan Gajah. Beberapa tahapan yang dilalui berdasarkan
wawancara dengan petugas adalah sebagai berikut:
a. Adanya informasi awal tentang kejahatan perburuan gajah liar.
Informasi awal ini diperoleh dari pengembangan penyidikan
terhadap tersangka kejahatan perburuan liar lainnya dan
61
informasi lainnya. Dengan adanya informasi awal ini pihak TN
Way Kambas melakukan pengumpulan bahan, data dan
keterangan (Pulbaket)
b. Tahap selanjutnya adalah penangkapan tersangka yang harus
dilengkapi dengan Surat Perintah Penangkapan dari pihak
kepolisian. Berbagai barang bukti seperti tulang belulang,
gading atau bahan lainnya perlu disita sebagai barang bukti.
c. Penahanan tersangka yang dilengkapi dengan surat perintah
penahanan dari kepolisian
d. Penyerahan tersangka kepada kepolisian
e. Penyidikan, proses ini untuk mengungkap kebenaran secara
lebih detail yaitu mengetahui bentuk-bentuk kejahatan yang
dilakukan.
f. Penyerahan tersangka kepada kejaksaan, jika dinyatakan telah
selesai pemberkasan dan dinyatakan lengkap maka tersangka
diserahkan kepada pihak kejaksaan
g. Penuntutan tersangka di muka pengadilan. Pada tahap ini
dilakukan pemeriksaan lebih detil baik pada tingkat saksi dan
saksi ahli. Saksi ahli ini diperlukan untuk memperkuat data
sesuai dengan keahliaannya.
h. Penanganan barang bukti, barang bukti yang didapat dari hasil
satwa yang termasuk kategori apendik satu tidak bisa dilakukan
62
pelelangan dengan alasan apapun tetapi harus diserahkan
kepada pihak yang diberikan otoritas khusus untuk menangani
barang tersebut
b.Organisasi penanganan gangguan hutan dan ekosistemnya
1. Organisasi Balai Taman Nasional Way Kambas
Secara umum organisasi Balai Taman Nasional Way Kambas sebagai
berikut:
Struktur organisasi Balai Taman Nasional Way Kambas
Sumber : SK Menhut Nomor : 6186/Kpts-II/2002
Secara umum organisasi pengelola TN Way Kambas terdiri dari :
1. 1 (satu) kepala Balai setingkat Eselon III (tiga)
63
BalaiBalai
Ka. SKW I Way Kanan
Ka. SKW I Way Kanan
Ka. SBTUKa. SBTU
Jab. FungsionalJab. Fungsional
Ka. SKW III K. PenetKa. SKW III K. PenetKa. SKW II BungurKa. SKW II Bungur
2. 1 (satu) kepala subbagian tata usaha setingkat eselon IV (empat)
3. 3 (tiga) kepala seksi konservasi keduanya tergolong eselon IV. Seksi
Konservasi Wilayah mempunyai tugas pemangkuan kawasan sesuai
dengan wilayah. Terdapat 3 seksi konservasi wilayah yaitu Way
Kanan, Bungur dan Kuala Penet.
4. Ditambah dengan kelompok jabatan fungsional yang terdiri dari
fungsional PEH dan Polhut.
Saat ini jumlah personil yang terlibat dalam pengelolaan TN Way
Kambas kurang lebih 271 orang.
2. Organisasi Polisi Hutan TN Way Kambas
Sumber : Balai Taman Nasional Way Kambas merupakan pengembangan dari SK Menhut Nomor: 6186/Kpts-II/2002
Sebagai pilar utama dalam perlindungan dan pengamanan hutan dan
habitatnya, maka Polhut menempati peran yang strategis dalam
pengendalian kejahatan terhadap perburuan satwa liar gajah Sumatera.
Saat ini jumlah personil Polhut Balai Taman Nasional Way Kambas 75
orang.
64
Kasat PolhutKasat Polhut
Kaur DalKaur Dal
Wakasat PolhutWakasat Polhut
Kaur PPNSKaur PPNSKanit MobilKanit MobilKaur PDPKaur PDP
Untuk memenuhi tuntutan pekerjaan dan dinamika organisasi Balai
Taman Nasional Way Kambas, maka dibentuk organisasi Polhut yang
terdiri dari Kasat, Wakasat, Beberapa kepala urusan dan kepala unit
yang berada di lapangan atau seksi konservasi wilayah.
Beberapa tugas dan fungsi yang terdapat dalam organisasi Polhut Balai
Taman Nasional Way Kambas antara lain sebagai berikut :
1. Kasat Polhut mempunyai tugas mengkoordinasikan seluruh
kegiatan yang terkait dengan perlindungan dan pengamanan hutan
lingkup Balai Taman Nasional Way Kambas. Kasat Polhut tersebut
ditentukan berdasarkan kepangkatan/senioritas yang ditetapkan
dengan Surat Keputusan Kepala Balai.
2. Wakil Kepala Satuan Polhut membantu tugas Kasat Polhut guna
kelancaran tugas dan kerja.
3. Kepala Urusan Dalam mempunyai tugas menyiapkan personil dan
sumber daya lainnya dalam pelaksanaan tugas perlindungan dan
pengamanan hutan.
4. Kepala Urusan Penegakan Disiplin Pegawai berkewajiban untuk
membantu kasat Polhut dalam penegakan tugas dan kerja satuan
polisi kehutanan
5. Kepala Unit Mobil bertugas untuk membantu perlindungan dan
pengamanan hutan di wilayah yang kekurangan tenaga atau
personil pada lingkup Balai Taman Nasional Way Kambas.
65
6. Kepala Urusan PPNS, bertanggungjawab terhadap pelaksanaan
penyelidikan dan penyidikan terkait dengan kejahatan atau
pelanggaran kehutanan.
13. Faktor yang berpengaruh terhadap penanganan terhadap
kejahatan perburuan liar gajah Sumatera
Sebagai binatang liar yang dilindungi oleh Undang-undang dengan
kategori apendik I, maka perburuan liar dan perdagangannya perlu
dihentikan secara tuntas, beberapa faktor yang berpengaruh terhadap
penanganan kejahatan tersebut adalah :
1. Lemahnya sumber daya manusia dalam penanganan kejahatan
tersebut,
2. Terbatasnya sarana dan prasarana pengamanan dan perlindungan
hutan sehingga pelaksanaan tidak berjalan secara optimal
3. Vonis yang telah dijatuhkan dirasakan terlalu ringan sehingga belum memberikan efek
jera bagi pelaku
66