kondisi umum

download kondisi umum

of 85

Transcript of kondisi umum

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH KOTA SEMARANG

I.

ASPEK GEOGRAFI, GEOLOGI, HYDROLOGI & KLIMATOLOGI Luas dan batas wilayah, Kota Semarang dengan luas wilayah 373,70 Km2. Secara administratif Kota Semarang terbagi menjadi 16 Kecamatan dan 177 Kelurahan. Dari 16 Kecamatan yang ada, terdapat 2 Kecamatan yang mempunyai wilayah terluas yaitu Kecamatan Mijen, dengan luas wilayah 57,55 Km2 dan Kecamatan Gunungpati, dengan luas wilayah 54,11 Km2. Kedua Kecamatan tersebut terletak di bagian selatan yang merupakan wilayah perbukitan yang sebagian besar wilayahnya masih memiliki potensi pertanian dan perkebunan. Sedangkan kecamatan yang mempunyai luas terkecil adalah Kecamatan Semarang Selatan, dengan luas wilayah 5,93 Km2 diikuti oleh Kecamatan Semarang Tengah, dengan luas wilayah 6,14 Km2 . Wilayah Administrasi Kota Semarang (Km2)

Sumber: Kota Semarang dalam Angka 2009, BPS (data diolah)

1

Batas wilayah

administratif Kota Semarang sebelah barat adalah Kabupaten

Kendal, sebelah timur dengan Kabupaten Demak, sebelah selatan dengan Kabupaten Semarang dan sebelah utara dibatasi oleh Laut Jawa dengan panjang garis pantai mencapai 13,6 kilometer. Letak dan kondisi geografis, Kota Semarang memiliki posisi astronomi di antara garis 6050 7o10 Lintang Selatan dan garis 109035 110050 Bujur Timur. Kota Semarang memiliki posisi geostrategis karena berada pada jalur lalu lintas ekonomi pulau Jawa, dan merupakan koridor pembangunan Jawa Tengah yang terdiri dari empat simpul pintu gerbang yakni koridor pantai Utara; koridor Selatan ke arah kota-kota dinamis seperti Kabupaten Magelang, Surakarta yang dikenal dengan koridor Merapi-Merbabu, koridor Timur ke arah Kabupaten Demak/Grobogan; dan Barat menuju Kabupaten Kendal. Dalam perkembangan dan pertumbuhan Jawa Tengah, Semarang sangat berperan terutama dengan adanya pelabuhan, jaringan transport darat (jalur kereta api dan jalan) serta transport udara yang merupakan potensi bagi simpul transportasi Regional Jawa Tengah dan Kota Transit Regional Jawa Tengah. Posisi lain yang tak kalah pentingnya adalah kekuatan hubungan dengan luar Jawa, secara langsung sebagai pusat wilayah nasional bagian tengah.

Kota Semarang

Gambar Letak Kota Semarang Dalam Wilayah Kepulauan Indonesia

2

Seiring dengan perkembangan Kota, Kota Semarang berkembang menjadi kota yang memfokuskan pada perdagangan dan jasa. Berdasarkan lokasinya, kawasan perdagangan dan jasa di Kota Semarang terletak menyebar dan pada umumnya berada di sepanjang jalan-jalan utama. Kawasan perdagangan modern, terutama terdapat di Kawasan Simpanglima yang merupakan urat nadi perekonomian Kota Semarang. Di kawasan tersebut terdapat setidaknya tiga pusat perbelanjaan, yaitu Matahari, Living Plaza (ex-Ramayana) dan Mall Ciputra, serta PKL-PKL yang berada di sepanjang trotoar. Selain itu, kawasan perdagangan jasa juga terdapat di sepanjang Jl Pandanaran dengan adanya kawasan pusat oleh-oleh khas Semarang dan pertokoan lainnya serta di sepanjang Jl Gajahmada. Kawasan perdagangan jasa juga dapat dijumpai di Jl Pemuda dengan adanya DP mall, Paragon City dan Sri Ratu serta kawasan perkantoran. Kawasan perdagangan terdapat di sepanjang Jl MT Haryono dengan adanya Java Supermall, Sri Ratu, ruko dan pertokoan. Adapun kawasan jasa dan perkantoran juga dapat dijumpai di sepanjang Jl Pahlawan dengan adanya kantor-kantor dan bank-bank. Belum lagi adanya pasarpasar tradisional seperti Pasar Johar di kawasan Kota Lama juga semakin menambah aktivitas perdagangan di Kota Semarang. Secara topografis Kota Semarang terdiri dari daerah perbukitan, dataran rendah dan daerah pantai, dengan demikian topografi Kota Semarang menunjukkan adanya berbagai kemiringan dan tonjolan. Daerah pantai 65,22% wilayahnya adalah dataran dengan kemiringan 25% dan 37,78 % merupakan daerah perbukitan dengan kemiringan 15-40%. Kondisi lereng tanah Kota Semarang dibagi menjadi 4 jenis kelerengan yaitu lereng I (0-2%) meliputi Kecamatan Genuk, Pedurungan, Gayamsari, Semarang Timur, Semarang Utara dan Tugu, serta sebagian wilayah Kecamatan Tembalang, Banyumanik dan Mijen. Lereng II (2-5%) meliputi Kecamatan Semarang Barat, Semarang Selatan, Candisari, Gajahmungkur, Gunungpati dan Ngaliyan, lereng III (15-40%) meliputi wilayah di sekitar Kaligarang dan Kali Kreo (Kecamatan Gunungpati), sebagian wilayah kecamatan Mijen (daerah Wonoplumbon) dan sebagian wilayah Kecamatan Banyumanik, serta Kecamatan Candisari. Sedangkan lereng IV (> 50%) meliputi sebagian wilayah Kecamatan Banyumanik (sebelah tenggara), dan sebagian wilayah Kecamatan Gunungpati,

3

terutama disekitar Kali Garang dan Kali Kripik. Kota Bawah yang sebagian besar tanahnya terdiri dari pasir dan lempung. Pemanfaatan lahan lebih banyak digunakan untuk jalan, permukiman atau perumahan, bangunan, halaman, kawasan industri, tambak, empang dan persawahan. Kota Bawah sebagai pusat kegiatan pemerintahan, perdagangan, perindustrian, pendidikan dan kebudayaan, angkutan atau transportasi dan perikanan. Berbeda dengan daerah perbukitan atau Kota Atas yang struktur geologinya sebagian besar terdiri dari batuan beku. Wilayah Kota Semarang berada pada ketinggian antara 0 sampai dengan 348,00 meter dpl (di atas permukaan air laut). Secara topografi terdiri atas daerah pantai, dataran rendah dan perbukitan, sehingga memiliki wilayah yang disebut sebagai kota bawah dan kota atas. Pada daerah perbukitan mempunyai ketinggian 90,56 - 348 mdpl yang diwakili oleh titik tinggi yang berlokasi di Jatingaleh dan Gombel, Semarang Selatan, Tugu, Mijen, dan Gunungpati, dan di dataran rendah mempunyai ketinggian 0,75 mdpl. Kota bawah merupakan pantai dan dataran rendah yang memiliki kemiringan antara 0% sampai 5%, sedangkan dibagian Selatan merupakan daerah dataran tinggi dengan kemiringan bervariasi antara 5%-40%. Secara lengkap ketinggian tempat di Kota Semarang dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel Ketinggian Tempat di Kota SemarangNo. 1. 2. Bagian Wilayah Daerah Pantai Daerah Dataran Rendah - Pusat Kota (Depan Hotel Dibya Puri Semarang) - Simpang Lima Daerah Perbukitan - Candi Baru - Jatingaleh - Gombel - Mijen - Gunungpati Barat - Gunungpati Tmur Ketinggian (MDPL) 0,75 2,45 3,49 90,56 136,00 270,00 253,00 259,00 348,00

3.

Sumber : Kota Semarang Dalam Angka Tahun 2009

4

Kota Semarang sangat dipengaruhi oleh keadaan alamnya yang membentuk suatu kota yang mempunyai ciri khas yaitu terdiri dari daerah perbukitan, dataran rendah dan daerah pantai. Dengan demikian topografi Kota Semarang menunjukkan adanya berbagai kemiringan tanah berkisar antara 0 persen sampai 40 persen (curam) dan ketinggian antara 0,75 348,00 mdpl. Kondisi Geologi, Kota Semarang berdasarkan Peta Geologi Lembar Magelang Semarang (RE. Thaden, dkk; 1996), susunan stratigrafinya adalah sebagai berikut Aluvium (Qa), Batuan Gunungapi Gajahmungkur (Qhg), Batuan Gunungapi Kaligesik (Qpk), Formasi Jongkong (Qpj), Formasi Damar (QTd), Formasi Kaligetas (Qpkg), Formasi Kalibeng (Tmkl), Formasi Kerek (Tmk). Pada dataran rendah berupa endapan aluvial sungai, endapan fasies dataran delta dan endapan fasies pasang-surut. Endapan tersebut terdiri dari selang-seling antara lapisan pasir, pasir lanauan dan lempung lunak, dengan sisipan lensa-lensa kerikil dan pasir vulkanik. Sedangkan daerah perbukitan sebagian besar memiliki struktur geologi berupa batuan beku. Struktur geologi yang cukup mencolok di wilayah Kota Semarang berupa kelurusankelurusan dan kontak batuan yang tegas yang merupakan pencerminan struktur sesar baik geser mendatar dan normal cukup berkembang di bagian tengah dan selatan kota. Jenis sesar yang ada secara umum terdiri dari sesar normal, sesar geser dan sesar naik. Sesar normal relatif ke arah barat - timur sebagian agak cembung ke arah utara, sesar geser berarah utara selatan hingga barat laut tenggara, sedangkan sesar normal relatif berarah barat - timur. Sesar-sesar tersebut umumnya terjadi pada batuan Formasi Kerek, Formasi Kalibeng dan Formasi Damar yang berumur kuarter dan tersier. Berdasarkan struktur geologi yang ada di Kota Semarang terdiri atas tiga bagian yaitu struktur joint (kekar), patahan (fault), dan lipatan. Daerah patahan tanah bersifat erosif dan mempunyai porositas tinggi, struktur lapisan batuan yang diskontinyu (tak teratur), heterogen, sehingga mudah bergerak atau longsor. Pada daerah sekitar aliran Kali Garang merupakan patahan Kali Garang, yang membujur arah utara sampai selatan, di sepanjang Kaligarang yang berbatasan dengan Bukit Gombel. Patahan ini bermula dari Ondorante, ke arah utara hingga Bendan Duwur.

5

Patahan ini merupakan patahan geser, yang memotong formasi Notopuro, ditandai adanya zona sesar, tebing terjal di Ondorante, dan pelurusan Kali Garang serta beberapa mata air di Bendan Duwur. Daerah patahan lainnya adalah Meteseh, Perumahan Bukit Kencana Jaya, dengan arah patahan melintas dari utara ke selatan. Sedangkan wilayah Kota Semarang yang berupa dataran rendah memiliki jenis tanah berupa struktur pelapukan, endapan, dan lanau yang dalam. Jenis Tanah di Kota Semarang meliputi kelompok mediteran coklat tua, latosol coklat tua kemerahan, asosiai alluvial kelabu, Alluvial Hidromorf, Grumosol Kelabu Tua, Latosol Coklat dan Komplek Regosol Kelabu Tua dan Grumosol Kelabu Tua. Kurang lebih sebesar 25 % wilayah Kota Semarang memiliki jenis tanah mediteranian coklat tua. Sedangkan kurang lebih 30 % lainnya memiliki jenis tanah latosol coklat tua. Jenis tanah lain yang ada di wilayah Kota Semarang memiliki geologi jenis tanah asosiasi kelabu dan aluvial coklat kelabu dengan luas keseluruhan kurang lebih 22 % dari seluruh luas Kota Semarang. Sisanya alluvial hidromorf dan grumosol kelabu tua. Tabel Penyebaran Jenis Tanah dan Lokasi di Kota SemarangNo 1 JENIS TANAH Mediteran Coklat Tua LOKASI Kec. Tugu Kec Semarang Selatan % TERHADAP WILAYAH 30 POTENSI Tanaman tahunan/keras Tnaman Holtikultura Tanaman Palawija 26 Tanaman tahunan/keras Tanaman Holtikultura Tanaman Padi Tanaman tahunan tidak produktip Tanaman Tahunan Tanaman Holtikultura Tanaman Padi

2

Latosol Coklat Tua Kemerahan

Kec. Gunungpati Kec. Semarang Timuer Kec. Mijen Kec. Gunungpati

3

Asosiasi Aluvial Kelabu dan Coklat kekelabuhan Alluvial Hidromorf Grumosol Kelabu Tua

Kec. Genuk Kec. Semarang Tengah Kec. Tugu Kec. Semarang Utara Kec. Genuk Kec. Mijen

22

4

22

Sumber : BPS Kota Semarang, 2009

6

Kondisi Hidrologi potensi air di Kota Semarang bersumber pada sungai - sungai yang mengalir di Kota Semarang antara lain Kali Garang, Kali Pengkol, Kali Kreo, Kali Banjirkanal Timur, Kali Babon, Kali Sringin, Kali Kripik, Kali Dungadem dan lain sebagainya. Kali Garang yan bermata air di gunung Ungaran, alur sungainya memanjang ke arah Utara hingga mencapai Pegandan tepatnya di Tugu Soeharto, bertemu dengan aliran Kali Kreo dan Kali Kripik. Kali Garang sebagai sungai utama pembentuk kota bawah yang mengalir membelah lembah-lembah Gunung Ungaran mengikuti alur yang berbelok-belok dengan aliran yang cukup deras. Setelah diadakan pengukuran debit Kali Garang mempunyai debit 53,0 % dari debit total dan kali Kreo 34,7 % selanjutnya Kali Kripik 12,3 %. Oleh karena Kali Garang memberikan airnya yang cukup dominan bagi Kota Semarang, maka langkahlangkah untuk menjaga kelestariannya juga terus dilakukan. Karena Kali Garang digunakan untuk memenuhi kebutuhan air minum warga Kota Semarang. Air Tanah Bebas ini merupakan air tanah yang terdapat pada lapisan pembawa air ( aquifer ) dan tidak tertutup oleh lapisan kedap air. Permukaan air tanah bebas ini sangat dipengaruhi oleh musim dan keadaan lingkungan sekitarnya. Penduduk Kota Semarang yang berada di dataran rendah, banyak memanfaatkan air tanah ini dengan membuat sumur-sumur gali (dangkal) dengan kedalaman rata-rata 3 - 18 m. Sedangkan untuk peduduk di dataran tinggi hanya dapat memanfaatkan sumur gali pada musim penghujan dengan kedalaman berkisar antara 20 - 40 m. Air Tanah Tertekan adalah air yang terkandung di dalam suatu lapisan pembawa air yang berada diantara 2 lapisan batuan kedap air sehingga hampir tetap debitnya disamping kualitasnya juga memenuhi syarat sebagai air bersih. Debit air ini sedikit sekali dipengaruhi oleh musim dan keadaan di sekelilingnya. Untuk daerah Semarang bawah lapisan aquifer di dapat dari endapan alluvial dan delta sungai Garang. Kedalaman lapisan aquifer ini berkisar antara 50 - 90 meter, terletak di ujung Timur laut Kota dan pada mulut sungai Garang lama yang terletak di pertemuan antara lembah sungai Garang dengan dataran pantai. Kelompok aquifer delta Garang ini disebut pula kelompok aquifer utama karena merupakan sumber air tanah yang potensial dan bersifat tawar. untuk daerah Semarang yang berbatasan dengan kaki perbukitan air tanah artois ini terletak pada endapan pasir dan

7

konglomerat formasi damar yang mulai diketemukan pada kedalaman antara 50 - 90 m. Pada daerah perbukitan kondisi artois masih mungkin ditemukan. karena adanya formasi damar yang permeable dan sering mengandung sisipan-sisipan batuan lanau atau batu lempung. Secara Klimatologi, Kota Semarang seperti kondisi umum di Indonesia, mempunyai iklim tropik basah yang dipengaruhi oleh angin monsun barat dan monsun timur. Dari bulan November hingga Mei, angin bertiup dari arah Utara Barat Laut (NW) menciptakan musim hujan dengan membawa banyak uap air dan hujan. Sifat periode ini adalah curah hujan sering dan berat, kelembaban relatif tinggi dan mendung. Lebih dari 80% dari curah hujan tahunan turun di periode ini. Dari Juni hingga Oktober angin bertiup dari Selatan Tenggara (SE) menciptakan musim kemarau, karena membawa sedikit uap air. Sifat periode ini adalah sedikit jumlah curah hujan, kelembaban lebih rendah, dan jarang mendung. Berdasarkan data yang ada, curah hujan di Kota Semarang mempunyai sebaran yang tidak merata sepanjang tahun, dengan total curah hujan rata-rata 9.891 mm per tahun. Ini menunjukkan curah hujan khas pola di Indonesia, khususnya di Jawa, yang mengikuti pola angin monsun SENW yang umum. Suhu minimum rata-rata yang diukur di Stasiun Klimatologi Semarang berubah-ubah dari September 21,1 C pada ke 24,6 C pada bulan Mei, dan suhu maksimum rata-rata

berubah-ubah dari 29,9 C ke 32,9 C. Kelembaban relatif bulanan rata-rata berubah-ubah dari minimum 61% pada bulan September ke maksimum 83% pada bulan Januari. Kecepatan angin bulanan rata-rata di Stasiun Klimatologi Semarang berubah-ubah dari 215 km/hari pada bulan Agustus sampai 286 km/hari pada bulan Januari. Lamanya sinar matahari, yang menunjukkan rasio sebenarnya sampai lamanya sinar matahari maksimum hari, bervariasi dari 46% pada bulan Desember sampai 98% pada bulan Agustus. Penggunaan lahan di Kota Semarang, Pola tata guna lahan terdiri dari Perumahan, Tegalan, Kebun campuran, Sawah, Tambak, Hutan, Perusahaan, Jasa, Industri dan Penggunaan lainnya dengan sebaran Perumahan sebesar 33,70 %, Tegalan sebesar 15,77 %, Kebun campuran sebesar 13,47 %, Sawah sebesar

8

12,96 %, Penggunaan lainnya yang meliputi jalan, sungai dan tanah kosong sebesar 8,25 %, Tambak sebesar 6,96 %, Hutan sebesar 3,69 %, Perusahaan 2,42 %, Jasa sebesar 1,52 % dan Industri sebesar 1,26 %. Sebagaimana diatur di dalam Perda Nomor 5 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Semarang Tahun 2000 - 2010, telah ditetapkan kawasan yang berfungsi lindung dan kawasan yang berfungsi budidaya. Kawasan Lindung, meliputi kawasan yang melindungi kawasan di bawahnya, kawasan lindung setempat dan kawasan rawan bencana. Kawasan yang melindungi kawasan di bawahnya adalah kawasankawasan dengan kemiringan >40% yang tersebar di wilayah bagian Selatan. Kawasan lindung setempat adalah kawasan sempadan pantai, sempadan sungai, sempadan waduk, dan sempadan mata air. Kawasan lindung rawan bencana merupakan kawasan yang mempunyai kerentanan bencana longsor dan gerakan tanah. Kegiatan budidaya dikembangkan dalam alokasi pengembangan fungsi budidaya. Potensi pengembangan kawasan/wilayah, Berdasarkan deskriptif karakteristik Kota Semarang, wilayah dan berpedoman pada Rencana Tata Ruang Wilayah adalah sebagai berikut :

maka wilayah yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai kawasan budidaya

1. Rencana Kawasan Perdagangan dan Jasa Kawasan Perdagangan dan Jasa, merupakan kawasan yang dominansi pemanfaatan ruangnya untuk kegiatan komersial perdagangan dan jasa pelayanan. Pembangunan fasilitas perdagangan dan jasa dilakukan dalam rangka mewujudkan Kota Semarang sebagai sentra perdagangan dan jasa dalam skala regional dan nasional. Kawasan perdagangan dan jasa ditetapkan tersebar pada setiap Bagian wilayah Kota (BWK) terutama di pusat-pusat BWK sehingga dapat mengurangi kepadatan dan beban pelayanan di pusat kota. Arahan pemanfaatan ruang kawasan perdagangan dan jasa adalah sebagai berikut:

9

a. Pusat kawasan perdagangan dan jasa dengan lingkup pelayanan skala regional, nasional maupun internasional, berada di kawasan PETAWANGI (Peterongan,Tawang,Siliwangi); b. Kawasan perdagangan dan jasa khusus, yaitu kawasan perdagangan dan jasa dengan perlakuan dan komoditas khusus. Kawasan perdagangan dan jasa dengan perlakuan khusus adalah kawasan Pasar Johar. Kawasan pasar Johar merupakan pasar tradisional skala pelayanan regional yang terletak di pusat kota, selain itu Pasar Johar merupakan bagian dari ikon Kota Semarang. Kawasan perdagangan dan jasa dengan komoditas khusus adalah Pasar Agro yang direncanakan di BWK V. Pasar agro ini digunakan untuk memasarkan produk-produk pertanian yang ada di Kota Semarang dan daerah-daerah yang ada di sekitarnya. Pasar agro ini dirancang untuk memiliki skala pelayanan regional, sehingga diperlukan dukungan jalan sekurang-kurang kolektor sekunder. c. Kawasan perdagangan dan jasa dengan skala pelayanan sebagian wilayah kota sampai dengan kota tersebar pada setiap pusat BWK dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung ruang serta lingkup pelayanannya; d. Kawasan perdagangan dan jasa dengan skala pelayanan lingkungan dapat berlokasi dimanapun sepanjang memiliki dukungan akses jalan sekurangkurangnya jalan lokal sekunder. e. Kawasan perdagangan dan jasa direncanakan secara terpadu dengan kawasan sekitarnya dan harus memperhatikan kepentingan semua pelaku sektor perdagangan dan jasa termasuk pedagang informal atau pedagang sejenis lainnya; f. Pada pembangunan fasilitas perdagangan berupa kawasan perdagangan terpadu, pelaksana pembangunan/ pengembang wajib menyediakan prasarana lingkungan, utilitas umum, area untuk pedagang informal dan fasilitas sosial dengan dengan proporsi 40% (empat puluh persen) dari keseluruhan luas lahan dan selanjutnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah;

10

g. Pembangunan fasilitas perdagangan dan jasa harus memperhatikan kebutuhan luas lahan, jenis-jenis ruang dan fasilitas pelayanan publik yang harus tersedia, kemudahan pencapaian dan kelancaran sirkulasi lalu lintas dari dan menuju lokasi. Mempertimbangkan arahan pemanfaatan kawasan perdagangan jasa seperti diatas maka di Kota Semarang juga terdapat beberapa arahan spesifik terkait dengan pemantapan dan pengembangan kawasan fungsi perdagangan dan jasa. Arahan Pemantapan Kawasan Perdagangan Dan Jasa dapat dilihat pada Tabel sebagai berikut : Tabel Arahan Pemantapan Kawasan Perdagangan dan Jasa NO1

BENTUKKawasan perdagangan dan jasa Modern

FUNGSI

LOKASI

PEMANTAPAN FUNGSIrencana investasi berskala besar dalam bentuk Kawasan Niaga modrern dan Taman Rekreasi Kota. Pengembangan kawasan niga modern di kawasan ini dilakukan tanpa menghilangkan kantongkantong permukiman yang telah ada Kegiatan perdagangan dan jasa dengan karakter khusus yang berada di pusat kota tetap dipertahankan keberadaannya, karena pusat tersebut merupakan ciri Kota Semarang. Untuk memacu perkembangan daerah selatan khususnya di daerah Pedurungan, Tembalang, Banyumanik, Gunungpati, Mijen, Ngaliyan dan Tugu maka diarahkan untuk pengembangan perdagangan dan jasa baru skala sub kota.

Kegiatan Kawasan perdagangan PETAWANGI jasa dengan standar Regional/ Nasional/ Internasional

2

Kawasan perdagangan khusus

Kegiatan perdagangan jasa dengan karakter khusus

Kawasan Pasar Johar Kawasan Pasar Agro Pusat-Pusat BWK

3

Perdagangan Kegiatan jasa skala sub perdagangan kota jasa

11

NO4

BENTUKPasar tradisional

FUNGSIKegiatan perdagangan di kawasan perkampungan non urban.

LOKASIMijen, Gunungpati

PEMANTAPAN FUNGSIPasar formal ditingkatkan kualitasnya, terutama dalam hal sarana perpasaran, bidang pemasaran, bidang keuangan, peningkatan kapasitas pasar dan renovasi pasar. Pasar formal diharapkan mampu menampung dan berperan dalam memecahkan permasalahan pedagang informal. Di samping itu juga diharapkan mampu menertibkan pasar-pasar informal agar menunjang pengisian pasar-pasar formal yang ada. Pasar ini perlu dicarikan lokasi yang legal dengan tetap mempertimbangkan ke-khas-an kegiatan yang ada.

5

Pasar loak

Kegiatan perdagangan

Pasar Barito Pasar Kokrosono

Sumber : RTRW Kota Semarang, 2009

2. Rencana Kawasan Permukiman, Perdagangan dan Jasa Potensi pergeseran peruntukan non komersial ke arah komersial ini harus diantisipasi dalam kebijakan penataan ruang wilayah Kota Semarang. Hal ini bertujuan untuk mengarahkan perkembangan yang ada agar konflik antar kegiatan kawasan, antar pelaku kegiatan, dan antar jenis kegiatan ekonomi tidak terjadi. Arahan pemanfaatan ruang kawasan permukiman, perdagangan dan jasa adalah sebagai berikut: a. Pengembangan Fungsi Rencana Kawasan Permukiman, Perdagangan dan Jasa dilakukan di kawasan pusat kota (Central Bussiness Distric/CBD) PETAWANGI (Peterongan Tawang Siliwangi);

12

b. Pengembangan jenis kegatan ini di kawasan PETAWANGI bertujuan untuk mendukung terwujudnya kawasan PETAWANGI sebagai kawasan perdagangan dan jasa skala pelayanan regional/ nasional/ internasional; c. Pengembangan kawasan kawasan permukiman, perdagangan dan jasa di kawasan PETAWANGI tetap mempertahankan Kampung Heritage sebagai kawasan permukiman dan pariwisata; d. Pengembangan kegiatan permukiman di kawasan ini dilakukan secara vertikal dengan pola rumah susun/ apartemen/ kondominium.

3. Rencana Kawasan Pendidikan Dalam hal pendidikan, Kota Semarang diharapkan dapat berperan sebagai pusat pendidikan khususnya pendidikan tinggi di wilayah Jawa Tengah. Mempertimbangkan hal tersebut, maka rencana pengembangan kawasan pendidikan tinggi di Kota Semarang dilakukan sebagai berikut : a. Mengarahkan pengembangan pendidikan tinggi/akademi dengan skala regional nasional yang berada di kawasan Tembalang, Pedurungan, Sekaran, dan Mijen. Pengembangan fasilitas pendidikan tinggi skala pelayanan regional/ nasional perlu didukung dengan penyediaan infrastruktur dan fasilitas pendukung yang memadai. b. Kawasan Pendidikan Bendan perlu ada pembatasan pengembangan karena kondisi fisiknya yang rawan bencana alam dan kegiatan pendidikannya yang kurang berkembang. Kawasan ini akan dialihkan sebagai kawasan jasa pelayanan untuk penginapan, rapat, pertemuan, seminar, dan sebagainya. c. Pembangunan fasilitas pendidikan menengah dan pendidikan tinggi di pusat kota diarahkan pada lokasi atau kawasan atau ruas jalan yang memadai serta tidak menimbulkan gangguan pada lingkungan. d. Pembangunan fasilitas pendidikan ditepi ruas jalan utama mempertimbangkan kelancaran pergerakan pada ruas jalan tersebut. harus

e. Untuk pendidikan dasar dan menengah diarahkan sebagai fasilitas pelayanan lokal, jadi fasilitas ini akan dikembangkan disetiap BWK sebagai bagian dari fasilitas lingkungan dan bagian wilayah kota.

13

4. Rencana Kawasan Pemerintahan dan Perkantoran. Kawasan Pemerintahan, merupakan kawasan yang dominansi pemanfaatan ruangnya adalah penyelenggaraan kegiatan pemerintahan, baik pemerintah pusat, regional Propinsi, maupun pemerintahan kota. Rencana kawasan pemerintahan dan perkantoran dalam RTRW Kota Semarang ini adalah : a. Kawasan perkantoran pemerintahan Provinsi Kawasan perkantoran utama pemerintah provinsi direncanakan berada di Jalan Pahlawan dan Jalan Madukoro. Lokasi pengembangan kantor pemerintahan provinsi dapat dilakukan dilokasi lain dengan tetap mempertimbangkan kemudahan jangkauan pelayanan bagi pengguna dan masyarakat Provinsi Jawa Tengah. b. Kawasan perkantoran pemerintahan Kota Semarang Kawasan pemerintahan Kota Semarang direncanakan di Jalan Pemuda dan Jalan Soekarno-Hatta (didekat kawasan kawasan Masjid Agung Jawa Tengah). Kawasan perkantoran yang ada di Jalan Pemuda direncanakan untuk Kantor Walikota dan DPRD Kota Semarang, kawasan ini sekaligus berfungsi sebagai balai kota (city hall) . Sedangkan kawasan perkantoran pemerintah Kota Semarang yang ada di Jalan Soekarno-Hatta diperuntukkan untuk pelayanan pemerintahan.

c. Kawasan Perkantoran Swasta Kawasan perkantoran menengah dan besar diarahkan pada kawasan perdagangan dan jasa, sedangkan kawasan perkantoran kecil lokasinya dapat dikawasan permukiman dengan memperhatikan akses pelayanan.

Arahan pemanfaatan ruang untuk kawasan perkantoran ini adalah ; a. Kawasan pekantoran yang harus memiliki ruang parkir yang mampu menampung jumlah kendaraan bagi karyawan atau pihak-pihak yang aktivitasnya terkait dengan kegiatan yang ada di kawasan perkantoran. b. Untuk kawasan balaikota atau Kantor Walikota dan DPRD Kota Semarang dan Kantor Gubernur dan DPRD Provinsi Jawa Tengah harus memiliki ruang 14

terbuka publik yang dapat digunakan bagi masyarakat untuk berkumpul, menyampaikan aspirasi, dan berinteraksi sosial. c. Kegiatan perkantoran swasta pengembangannya direncanakan sebagai berikut: 1) Kegiatan perkantoran swasta yang memiliki karyawan sampai dengan 20 orang dapat berlokasi dikawasan permukiman atau kawasan lainnya dengan memperhatikan akses pelayanan. 2) Kegiatan perkantoran yang memiliki jumlah tenaga kerja antara 20-50 orang diarahkan pada kawasan perdagangan dan jasa yang sekurangkurangnya dilayani jalan lokal sekunder. 3) Kegiatan perkantoran yang memiliki jumlah tenaga kerja lebih dari diatas 50 orang orang diarahkan pada kawasan perdagangan dan jasa dengan pelayanan jalan sekurang-kurangnya kolektor sekunder. 5. Rencana Kawasan Industri Kawasan Industri, merupakan kawasan yang dominansi pemanfaatan ruangnya untuk kegiatan-kegiatan di bidang industri seperti pabrik dan pergudangan. Dalam RTRW Kota Semarang 2010-2030 pengembangan kawasan industri lebih dibatasi, hal ini sesuai dengan visi Kota Semarang yang akan lebih mengedepankan pengembangan sektor tersier (perdagangan dan jasa) sebagai penopang utama perekonomian kota. Kawasan industri direncanakan di BWK III (Kawasan industri dan pergudangan Tanjung Emas), BWK IV (Genuk), BWK X (Kawasan Industri Tugu dan Mijen). Kegiatan industri diprioritaskan untuk pengembangan industri modern dengan kadar polusi rendah. Rencana sebaran industri Kota Semarang adalah sebagai berikut; a. Kawasan Industri Genuk Kawasan ini direncanakan untuk yang berskala besar, menengah, dan kecil. Areal yang direncanakan adalah seluas 1000 ha. Pertimbangan bahwa kawasan ini dapat dikembangkan karena didukung oleh letak yang berdekatan dengan pelabuhan laut, pergudangan dan pusat perdagangan. Selain dilalui jalan raya penghubung Jakarta-Surabaya yang merupakan jalur radial Kota Semarang, kawasan ini juga dekat dengan wilayah tenaga kerja (Genuk dan Sayung) dan arah angin tidak menuju ke pusat kota.

15

b. Kawasan Industri Tugu Direncanakan sebagai Kawasan Industrial Estate, dengan areal seluas 795,09 ha. Penetapan kawasan ini sebagai Industrial Estate didukung oleh kedekatannya dengan wilayah tenaga kerja dan areal promosi (PRPP). Selain itu kondisi tanahnya lebih matang daripada Genuk. c. Kawasan Industri Candi Direncanakan sebagai Kawasan Industrial Estate, dengan areal seluas 912,04 ha. Penetapan kawasan ini sebagai Industrial Estate didukung oleh kedekatannya dengan wilayah tenaga kerja dan areal promosi Jawa Tengah, Pelabuhan, dan Jalan arteri (termasuk jalan Tol). d. Kawasan industri dan Pergudangan Tanjung Emas Direncanakan sebagai Kawasan Industrial Estate beserta pergudangan yang sangat dekat dengan prasarana pelabuhan. e. Kawasan Industri Mijen Direncanakan sebagai satu kesatuan dengan pengembangan Kota Baru Mijen yaitu pada areal seluas 75 ha, dengan jenis industri yang akan dikembangkan adalah industri nonpolutif (rendah polusi baik polusi udara, polusi air, maupun polusi tanah) dan merupakan industri berteknologi tinggi. Kawasan ini perlu memiliki akses langsung ke Pelabuhan Laut Tanjung Emas, sebagai pintu keluar pemasaran produk industri dengan tujuan pasar internasional. Selain itu juga perlu didukung suatu jaringan jalan yang memiliki akses tinggi, dalam hal ini adalah akses jalan yang berfungsi sebagai arteri primer. f. Kawasan Industri Pedurungan Kawasan industri ini tidak dikembangkan menjadi kawasan industri yang besar seperti halnya Genuk dan Tugu. Kawasan industri yang ada di Pedurungan hanya memanfaatkan potensi strategis Jalan Majapahit dan aglomerasi dengan sebaran yang ada di Mranggen. Luas kawasan industri di Pedurungan adalah 57,63 Ha.

16

Arahan pemanfaatan ruang kawasan industri adalah : a. Pembangunan Kawasan Industri dilakukan secara terpadu dengan lingkungan sekitarnya dengan memperhatikan radius / jarak dan tingkat pencemaran yang dapat ditimbulkan serta upaya-upaya pencegahan pencemaran terhadap kawasan di sekitarnya; Pada pembangunan industri berupa industri/pergudangan estate, perusahaan pembangunan industri wajib menyiapkan prasarana lingkungan, utilitas umum, bangunan perumahan untuk pekerja dan fasilitas sosial dengan proporsi 40% (empat puluh persen) dari keseluruhan luas lahan dan selanjutnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah; Pembangunan industri harus memperhatikan kebutuhan luas lahan, jenisjenis ruang dan fasilitas pelayanan publik yang harus tersedia (parkir, ruang terbuka hijau, ruang pedagang kaki lima, pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran), kemudahan pencapaian dan kelancaran sirkulasi lalu lintas dari dan menuju lokasi;

b.

c.

d. Pembangunan dan pelaksanaan kegiatan industri harus disertai dengan upaya-upaya pencemaran Pengelolaan Pernyataan terpadu dalam mulai mencegah dari Lingkungan dan mengatasi terjadinya Upaya Surat Instalasi lingkungan Pengelolaan penyusunan (SPPL), AMDAL, UPL),

dan Pemantauan

(UKL dan

Lingkungan

penyediaan

Pengolahan Air Limbah (IPAL), dan disertai dengan pengawasan oleh Pemerintah Daerah secara intensif terhadap kegiatan industri yang dilaksanakan. e. f. Dalam setiap unit kegiatan industri, pengusaha harus menyediakan lahan dikavling industrinya untuk penghijauan sebagai filter udara dan peneduh; Lokasi-lokasi industri terpisah (individual) yang masih berada di luar kawasan industri dan terindikasi atau berpotensi menyebabkan pencemaran lingkungan akan direlokasi secara bertahap ke kawasan-kawasan yang direncanakan sebagai kawasan industri, sedangkan lokasi Industri kecil dan Rumah tangga dapat berada di kawasan perumahan sejauh tidak mengganggu fungsi lingkungan hunian.

17

6. Rencana Kawasan Olah raga Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan lapangan olahraga, maka selain lapangan olahraga yang benar-benar resmi dan dikelola oleh pemerintah, maka diperlukan suatu areal terbuka, yang dapat difungsikan sebagai lapangan olah raga yang ada di lingkungan masyarakat. Saat ini di Kota Semarang sudah ada stadion olahraga Gelanggang Olah Raga (GOR) Jatidiri di Kecamatan Gajahmungkur yang berskala regional/nasional. Selain itu juga terdapat stadion lainnya yang berskala kota yaitu Stadion Citarum dan Stadion Diponegoro. Berdasarkan Pedoman Perencanaan Lingkungan Pemukiman Kota, maka standar yang diambil adalah Taman dan Lapangan Olahraga untuk 30.000 penduduk sehingga hal ini dapat mewakili masingmasing kecamatan yang mempunyai jumlah penduduk lebih besar dari jumlah penduduk menurut standar tersebut.

7. Rencana Kawasan Wisata / Rekreasi Kawasan Wisata, merupakan kawasan yang dominansi pemanfaatan ruangnya untuk kegiatan-kegiatan wisata dan rekreasi. Sesuai dengan potensi yang dimiliki, fasilitas rekreasi Kota Semarang direncanakan meliputi: a. wisata bahari/pantai ditetapkan pada BWK III (Kawasan Marina) dan BWK X (direncanakan di kawasan pantai di Kecamatan Tugu) dimana pembangunannya harus tetap memperhatikan kelestarian lingkungan dan ekosistem di wilayah pantai/pesisir; b. wisata satwa berada pada di BWK X, yaitu di Kawasan Kebun Binatang yang ditekankan pada upaya pelestarian satwa dan lingkungan alam di dalamnya; c. wisata pertanian (agrowisata) berada pada BWK VI (Kecamatan tembalang), BWK VIII (Kecamatan Gunungpati), dan BWK IX (Kecamatan Mijen) juga berfungsi sebagai pusat penelitian dan pengembangan pertanian perkotaan dan budidaya pertanian. d. Lokasi yang ditetapkan dan rencana pengembangan kawasan wisata Religi dan Religi: BWK III : Kawasan Gereja Blenduk dan Kuil Sam Po Kong

18

BWK V : Kawasan Masjid Agung Jawa Tengah BWK VII : Kawasan Vihara Watugong e. Wisata alam dan cagar budaya berada di BWK I : Kampung Pecinan dan Kampung Melayu BWK III : Museum Ronggowarsito, kawasan Maerokoco, kawasan Kota Lama Semarang BWK VII : Kawasan Hutan Wisata Tinjomoyo BWK VIII : Gua Kreo, Waduk Jatibarang, Lembah Sungai Garang. BWK X : Taman lele f. Wisata belanja dikembangkan di Kawasan Johar, Simpang Lima dan koridor Jalan Pandanaran. g. Wisata Mainan Anak berada di Wonderia (BWK II) , WaterPark (BWK IX dan BWK III) Pengembangan kawasan wisata ini direncanakan untuk dapat mendukung fungsi kota Semarang sebagai Kawasan Perkotaan dengan skala regional/ nasional/ internasional.

8. Rencana Kawasan Perumahan dan Permukiman Kawasan Perumahan dan permukiman, adalah kawasan yang pemanfaatannya untuk perumahan dan permukiman, serta berfungsi sebagai tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Kawasan ini terdiri dari kawasan perumahan yang dibangun oleh penduduk sendiri dibangun oleh perusahaan pembangunan perumahan dan dibangun oleh pemerintah. Arahan pembangunan dan pemanfaatan kawasan perumahan dan permukiman ditetapkan sebagai berikut : a. pembangunan perumahan dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan tempat tinggal yang layak bagi masyarakat dan/atau untuk pemukiman kembali (resettlement) sebagai akibat dari pembangunan prasarana dan sarana kota.

19

b. pembangunan perumahan dilakukan dengan dengan pengembangan perumahan yang sudah ada maupun pembangunan perumahan baru; c. pembangunan perumahan baru dilakukan secara intensif (vertikal dan horisontal) dengan pemanfaatan lahan secara optimal pada kawasankawasan di luar kawasan lindung dengan fungsi kegiatan perumahan permukiman; d. pembangunan perumahan baru dilakukan di masing-masing BWK dengan ketentuan sebagai berikut : Pengembangan perumahan dengan bangunan vertikal (rumah susun/ apartemen) dilakukan di kawasan pusat kota (BWK I, BWK II, dan BWK III) Pengembangan perumahan dengan kedatan sedang sampai dengan tinggi di BWK IV, V, VI, VII, dan X. Perumahan pada BWK VIII, dan IX direncanakan dengan kepadatan rendah sampai sedang.

e. Pada pembangunan perumahan, pelaksana pembangunan perumahan/pengembang wajib menyediakan prasarana lingkungan, utilitas umum, dan fasilitas sosial dengan proporsi 40% (empat puluh persen) dari keseluruhan luas lahan perumahan, dan selanjutnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah; f. Pembangunan perumahan secara intensif vertikal dilakukan dengan pembangunan rumah susun baik pada kawasan perumahan baru maupun kawasan padat hunian yang dilakukan secara terpadu dengan lingkungan sekitarnya; g. Pengembangan lokasi perumahan lama dan perkampungan kota ditekankan pada peningkatan kualitas lingkungan, dan pembenahan prasarana dan sarana perumahan; h. Pembangunan perumahan lama/ perkampungan dilakukan secara terpadu baik fisik maupun sosial ekonomi masyarakat melalui program pembenahan lingkungan, peremajaan kawasan maupun perbaikan kampung.

20

9. Rencana Kawasan Pemakaman Umum Pembangunan Tempat Pemakaman Umum dilakukan dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat dan memenuhi kebutuhan tempat pemakaman umum di Kota Semarang. Kawasan Tempat Pemakaman Umum dapat menjadi bagian dari Ruang Terbuka Hijau yang pelaksanaan pembangunannya dilakukan sebagai berikut : a. pembangunan Tempat Pemakaman Umum dilakukan dengan pengembangan makam-makam yang telah ada maupun pembangunan makam baru, dan didukung dengan penyediaan prasarana dan sarana permakaman; pembangunan Tempat Pemakaman Umum skala kota berada di Bergota yang termasuk di BWK I dan Pemakaman di Kecamatan Gayamsari yang termasuk di BWK V; pada skala lingkungan pembangunan tempat pemakaman umum dilakukan dengan pembangunan makam baru pada lahan fasilitas umum atau dengan optimalisasi dan pengembangan lahan makam yang telah ada sesuai dengan kapasitas, kebutuhan, dan lingkup pelayanannya; untuk mendukung penyediaan tempat pemakaman umum setiap perusahaan pembangunan perumahan yang melaksanakan pembangunan perumahan, diwajibkan menyediakan lahan pemakaman umum seluas 2% (dua persen) dari keseluruhan luas lahan; penyediaan tempat pemakaman umum dapat dilakukan dengan penyediaan lahan pemakaman di sekitar lokasi pembangunan atau berpartisipasi dengan menyerahkan uang yang akan digunakan untuk pengembangan makam Kepada Pemerintah Kota Semarang senilai harga tanah seluas 2% (dua persen) dari keseluruhan luas lahan.

b.

c.

d.

e.

10. Rencana Kawasan Khusus Kawasan Khusus, merupakan kawasan dengan kondisi dan karakteristik yang bersifat khusus karena jenis kegiatan yang diwadahi memiliki kondisi dan perlakuan tertentu. Dalam Kebijakan penataan ruang Kota Semarang, kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan khusus adalah kawasan militer dan kawasan pelabuhan.

21

Kawasan militer berada di BWK III (Kawasan Bandara Militer A Yani) dan BWK VII (Kawasan Kodam). Kawasan Pelabuhan berada di wilayah BWK III yaitu di Kawasan Pelabuhan Laut Tanjung Emas. Pelaksanaan pembangunan di kawasan khusus harus tetap memperhatikan keterpaduan dengan lingkungan sekitarnya.

11. Rencana Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) adalah adalah ruang terbuka di bagian wilayah perkotaan yang tidak termasuk dalam kategori Ruang Terbuka Hijau (RTH), berupa lahan yang diperkeras atau yang berupa badan air, maupun kondisi permukaan tertentu yang tidak dapat ditumbuhi tanaman atau berpori. Komponen penataan RTNH meliputi : d. RTNH Pada Lingkungan Bangunan, dikembangkan pada pekarangan Bangunan Hunian dan Halaman Bangunan Non Hunian. Arahan pemanfaatan RTNH Pada Lingkungan Bangunan adalah : RTNH pada rumah dengan pekarangan luas dapat dimanfaatkan sebagai tempat parkir mobil (carport) atau jalur sirkulasi, utilitas tertentu (sumur resapan) dan septic tank serta dapat juga dipakai untuk meletakan tanaman pot. RTNH bangunan non hunian yaitu pada halaman perkantoran, pertokoan, dan tempat usaha, selain tempat utilitas tertentu, dapat dimanfaatkan pula sebagai area parkir terbuka, carport, dan tempat untuk menyelenggarakan berbagai aktivitas di luar ruangan seperti upacara, bazar, olah raga, dan lain-lain. d. RTNH Pada Skala Sub-Kawasan dan Kawasan dikembangkan pada kawasan setingkat Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW), Kelurahan, Kecamatan Arahan pemanfaatan RTNH Pada Skala Sub-Kawasan dan Kawasan adalah : RTNH Rukun Tetangga (RT) dapat dimanfaatkan penduduk sebagai tempat melakukan berbagai kegiatan sosial di lingkungan RT RTNH Rukun Warga (RW) dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan remaja, kegiatan olahraga masyarakat, serta kegiatan sosial lainnya di lingkungan RW.

22

RTNH kelurahan dapat berupa taman aktif, dengan fasilitas utama lapangan olahraga (serbaguna) yang dapat dimanfaatkan penduduk dalam skala kelurahan RTNH kecamatan dapat taman aktif dengan fasilitas utama lapangan olahraga d. RTNH Pada Wilayah Kota dikembangkan dalam bentuk ; Alun-Alun, Plasa, Bangunan Ibadah, Plasa Monumen, Bawah Jalan Layang/Jembatan Arahan pemanfaatan RTNH Pada Wilayah Kota adalah : RTNH dalam bentuk alun-alun direncanakan di kawasan pelayanan umum dimanfaatkan untuk kegiatan upacara atau perayaan hari besar lainnya RTNH dalam bentuk plasa bangunan ibadah terutama dimanfaatkan untuk perluasan kegiatan ibadah pada hari-hari raya keagamaan, dimana bangunan ibadah tidak mampu menampung jemaah yang ada. RTNH dalam bentuk plasa monumen terutama dimanfaatkan untuk memperingati suatu peristiwa tertentu. Ruang bawah jalan layang atau jembatan dapat dimanfaatkan untuk area penunjang ekologis tertentu, seperti taman-taman untuk menunjang estetika kota. d. RTNH Fungsi Tertentu, dikembangkan dalam bentuk Pemakaman dan Tempat Pembuangan Sementara Arahan pemanfaatan RTNH Fungsi tertentu adalah: RTNH pada pemakaman hanya terdiri dari area parkir dan jalur sirkulasi manusia. RTNH yang disediakan untuk Tempat Pembuangan Sementara (TPS) hanya diperkenankan dimanfaatkan untuk meletakkan kontainer TPS sebagai tempat pengumpul sementara pada suatu lingkungan tertentu sebelum diangkut ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Rencana Luas RTNH di Kota Semarang direncanakan sebagai berikut : a. b. c. d. e. f. g. RTNH pekarangan Bangunan Hunian RTNH Halaman Bangunan Non Hunian RTNH Rukun Tetangga (RT) RTNH Rukun Warga (RW) RTNH Kelurahan, RTNH Kecamatan RTNH Plaza & Alun-Alun : : : : : : : 21.074,13 Ha 526,85 Ha 421,48 Ha 368,80 Ha 316,11 Ha 263,43 Ha 42,15 Ha

23

h. RTNH Bangunan Ibadah I. RTNH Pemakaman j. RTNH Tempat Pembuangan Sementara

: : :

63,22 Ha 63,84 Ha 31,61 Ha

Wilayah rawan bencana, Kota Semarang dengan karakteristik wilayah tersebut berpotensi terhadap terjadinya bencana alam dengan dominasi bencana banjir, rob dan tanah longsor. Bila ditelaah lebih jauh, ketiga macam bencana di Semarang ini saling terkait, dengan sebab baik karena kondisi awal alamnya maupun karena dampak pembangunan. Banjir sering terjadi di sekitar aliran sungai dan di bagian utara kota yang morfologinya berupa dataran pantai. Kawasan potensi bencana banjir secara umum diklasifikasikan menjadi: 1. Kawasan Pesisir/ Pantai merupakan salah satu kawasan rawan banjir karena kawasan tersebut merupakan dataran rendah dimana ketinggian muka tanahnya lebih rendah atau sama dengan ketinggian muka air laut pasang rata-rata (Mean Sea Level, MSL), dan menjadi tempat bermuaranya sungai-sungai. Di samping itu, kawasan pesisir/pantai dapat menerima dampak dari gelombang pasang yang tinggi, sebagai akibat dari badai angin topan atau gempa yang menyebabkan tsunami. 2. Kawasan Dataran Banjir (Flood Plain Area) adalah daerah dataran rendah di kiri dan kanan alur sungai, yang kemiringan muka tanahnya sangat landai dan relatif datar. Aliran air dari kawasan tersebut menuju sungai sangat lambat, yang mengakibatkan potensi banjir menjadi lebih besar, baik oleh luapan air sungai maupun karena hujan lokal. Kawasan ini umumnya terbentuk dari endapan sedimen yang sangat subur, dan terdapat di bagian hilir sungai. Seringkali kawasan ini merupakan daerah pengembangan kota, seperti permukiman, pusat kegiatan ekonomi, perdagangan, industri dan lain sebagainya. Kawasan ini bila dilalui oleh sungai yang mempunyai Daerah Aliran Sungai (DAS) cukup besar, seperti Kali Garang/ Banjir Kanal Barat dan Banjir Kanal Timur di Kota Semarang, memiliki potensi bencana banjir yang cukup besar juga, karena debit banjir yang cukup besar yang dapat terbawa oleh sungai tersebut. Potensi

24

bencana banjir akan lebih besar lagi apabila terjadi hujan cukup besar di daerah hulu dan hujan lokal di daerah tersebut, disertai pasang air laut. 3. Kawasan Sempadan Sungai merupakan daerah rawan bencana banjir yang disebabkan pola pemanfaatan ruang budidaya untuk hunian dan kegiatan tertentu. 4. Kawasan Cekungan merupakan daerah yang relatif cukup luas baik di daerah dataran rendah maupun dataran tinggi (hulu sungai) dapat menjadi daerah rawan bencana banjir. Pengelolaan bantaran sungai harus benar-benar dibudidayakan secara optimal, sehingga bencana dan masalah banjir dapat dihindarkan. Potensi banjir di Kota Semarang sebagian besar berada di daerah pesisir/pantai dan daerah sempadan sungai, berdasarkan aspek penyebabnya, jenis banjir yang ada dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu: banjir limpasan sungai/banjir kiriman; banjir lokal; dan banjir pasang (rob). Banjir pasang (rob) ini terjadi karena pasang air laut yang relatif lebih tinggi daripada ketinggian permukaan tanah di suatu kawasan. Biasanya terjadi pada kawasan di sekitar pantai. Penurunan tanah disebabkan empat hal, yaitu eksploitasi air tanah berlebihan, proses pemampatan lapisan sedimen (yang terdiri dari batuan muda) ditambah pembebanan tinggi oleh bangunan di atasnya serta pengaruh gaya tektonik. Dampak penurunan tanah dapat dilihat adanya luasan genangan rob yang semakin besar. Selain banjir, bencana yang berkaitan dengan musim hujan adalah longsor. Kota Semarang pada beberapa wilayah menunjukkan potensi bencana longsor yang mengancam masyarakat yang juga perlu mendapatkan perhatian. Perubahan iklim global berpengaruh terhadap kondisi iklim di Kota Semarang, musim kemarau menjadi lebih panjang daripada musim hujan sehingga menyebabkan kekeringan di daerah dengan cadangan air tanah yang minimum. Sebagian besar daerah yang mengalami kekeringan terdapat di Semarang atas. Berdasarkan data yang ada pada Buku Rencana Aksi Nasional 2010-2014, potensi

25

bencana yang ada di Kota Semarang adalah banjir, kekeringan, longsor, kebakaran hutan, erosi, kebakaran gedung dan permukiman dan risiko cuaca ekstrim.

II.

ASPEK DEMOGRAFI Secara Demografi, berdasarkan data statistik Kota Semarang Semarang periode tahun 2005-2009 penduduk Kota

mengalami peningkatan rata-rata sebesar

1,4% per tahun. Pada tahun 2005 adalah 1.419.478 jiwa, sedangkan pada tahun 2009 sebesar 1.506.924 jiwa, yang terdiri dari 748.515 penduduk laki-laki, dan 758.409 penduduk perempuan. Tabel Jumlah Penduduk Kota Semarang Tahun 2005-2009No 1 2 3 4 5 Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 J umlah Penduduk Laki-Laki Perempuan 705,627 713,851 711,755 722,270 722,026 732,568 735,457 746,183 748,515 758,409 J umlah 1,419,478 1,434,025 1,454,594 1,481,640 1,506,924 Pertumbuhan (%) 1.45 1.06 1.43 1.86 1.71

Sumber: Kota Semarang Dalam Angka, BPS Kota Semarang, 2009

Peningkatan jumlah penduduk tersebut dipengaruhi oleh jumlah kelahiran, kematian dan migrasi. Pada tahun 2005 jumlah kelahiran sebanyak 19.504 jiwa, jumlah kematian sebanyak 8.172 jiwa, penduduk yang datang sebanyak 38.910 jiwa dan penduduk yang pergi sebanyak 29.107 jiwa. Besarnya penduduk yang datang ke Kota Semarang disebabkan daya tarik kota Semarang sebagai kota perdagangan, jasa, industri dan pendidikan.

Tabel Perkembangan Penduduk Lahir, Mati, Datang dan Pindah Kota Semarang Tahun 2005 - 2009No 1 2 3 4 5

Tahun 2005 2006 2007 2008 2009

Lahir 19,504 21,445 22,838 24,472 25,262

Penduduk (jiwa) Mati Datang 8,172 38,910 9,023 42,714 10,018 43,151 10,018 44,187 10,373 38,518

Pindah 29,107 32,557 35,180 37,128 34,172

26

Sumber: Kota Semarang Dalam Angka, BPS Kota Semarang, 2009

Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa

penduduk yang datang ke Kota

Semarang dan penduduk yang lahir setiap tahunnya lebih besar dari pada penduduk yang pindah dan penduduk yang mati, hal tersebut menggambarkan bahwa peningkatan penduduk Kota Semarang disebabkan oleh penduduk yang datang dan lahir dengan proporsi rata-rata 60,04% per tahun dibanding penduduk pindah dan penduduk yang mati. Penduduk Kota Semarang dilihat dari kelompok umur sebanyak 912.362 jiwa atau 73,96% merupakan penduduk usia produktif ( umur 15 65 tahun) dan 26,04% merupakan penduduk tidak produktif (umur 0-14 tahun dan diatas 65 tahun).

Tabel Jumlah Penduduk Kota Semarang Berdasarkan Kelompok UmurKelompok Umur 04 59 10 14 15 19 20 24 25 29 30 34 35 39 40 44 45 49 50 54 55 59 60 64 65 + Jumlah J U M L A H (jiwa) 2005 49.497 113.270 116.321 112.459 118.682 151.571 142.919 138.312 117.958 101.529 79.698 52.619 34.063 90.480 1.419.478 2006 49.935 114.216 117.280 113.442 119.829 153.198 144.321 139.631 119.214 102.571 80.937 53.336 34.522 91.593 1.434.025 2007 50.721 116.072 119.198 115.241 121.618 155.321 146.455 141.734 120.876 104.041 81.772 53.921 34.906 92.718 1.454.594 2008 51.664 118.230 121.414 117.384 123.879 158.209 149.178 144.369 123.124 105.976 83.292 54.924 35.555 94.442 1.481.640 2009 52.635 120.566 123.840 119.586 126.012 160.805 151.697 146.930 125.351 107.815 84.568 55.630 35.965 95.524 1.506.924

Sumber : BPS Kota Semarang, 2009

Komposisi penduduk kota Semarang ditinjau dari aspek pendidikan (di atas umur 5 tahun) adalah 22,86% telah tamat SD/MI, 21,10% telah tamat SLTA, 20,38% belum tamat SD, 20,28 % telah tamat SLTP, 6,54% tidak/belum pernah sekolah, 4,51% telah tamat SD IV/S1/S2, dan 4,35% telah tamat DI/DII/DIII.

27

Grafik Penduduk Kota Semarang berdasarkan Pendidikan Tahun 2009Tamat D1,II,III 4.35% Tamat SLTA 21.10% Tamat DIV/S1/S2/S3 Tidak Sekolah 4.51% 6.54%

Tidak/Belum tamat SD/MI 20.38%

Tamat SLTP 20.28%

Tamat SD/MI 22.86%

Sumber: Kota Semarang dalam Angka 2009, BPS (data diolah)

Perkembangan jumlah penduduk Kota Semarang berdasarkan mata pencaharian selama periode 2005-2009 sebagaimana tabel berikut. Tabel Komposisi Penduduk Kota Semarang Berdasarkan Mata Pencaharian JENIS PEKERJAA NPetani Sendiri Buruh Tani Nelayan Pengusaha Buruh Industri Buruh Bangunan Pedagang Angkutan PNS/ABRI Pensiunan

JUMLAH (jiwa) 200530.440 17.271 2.468 15.771 185.604 131.453 76.672 26.614 93.707 34.208

NO1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

200628.185 22.409 2.256 24.580 192.473 106.217 75.951 30.144 88.486 38.101

200726.494 18.992 2.506 51.304 152.557 71.328 73.431 22.187 86.918 32.855 76.657 615.229

200826.203 18.783 2.478 52.514 152.606 72.771 73.457 22.195 86.949 32.667 76.684 617.507

200938.945 27.791 3.657 77.706 225.897 107.692 108.788 32.819 128.718 48.635 111.714 912.362

Lainnya 255.717 258.815 Jumlah 869.925 867.617 Sumber data : BPS Kota Semarang Tahun 2009

28

Komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian di Kota Semarang berturutturut buruh Industri dengan persentase sebesar 24,76%, PNS/ABRI sebesar sebesar 14,11%, Lainnya sebesar 12,24%, Pedagang sebesar 11,92%, Buruh Bangunan 1,80%, Pengusaha sebesar 8,52%, Pensiunan sebesar 5,33%, Petani 4,27%, Angkutan sebesar 3,60%, Buruh tani sebesar 3,05%, dan Nelayan sebesar 0,40 %. Hal ini menggambarkan bahwa aktivitas penduduk Kota Semarang bergerak pada sektor perdagangan dan jasa.

III.

ASPEK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Kinerja pembangunan pada aspek kesejahteraan masyarakat gambaran dan hasil dari pelaksanaan pembangunan merupakan selama periode tertentu

terhadap kondisi kesejahteraan masyarakat yang mencakup kesejahteraan dan pemerataan ekonomi, kesejahteraan sosial, seni budaya dan olahraga. Hasil evaluasi pelaksanaan pembangunan pada aspek kesejahteraan masyarakat selama periode 2005-2009 adalah sebagai berikut :

1. Ekonomi. Kinerja kesejahteraan dan pemerataan ekonomi Kota Semarang selama periode tahun 2005-2009 dapat dilihat dari indikator pertumbuhan PDRB, laju inflasi, PDRB per kapita, dan angka kriminalitas yang tertangani. Perkembangan kinerja pembangunan pada kesejahteraan dan pemerataan ekonomi adalah sebagai berikut : a. Pertumbuhan PDRB Pertumbuhan PDRB merupakan indikator untuk mengetahui kondisi perekonomian secara makro yang mencakup tingkat pertumbuhan sektorsektor ekonomi dan tingkat pertumbuhan ekonomi pada suatu daerah. Laju Pertumbuhan PDRB Kota Semarang atas dasar harga berlaku selama PDRB Atas periode 2005-2009 mengalami pertumbuhan yang meningkat. dengan tahun 2009 mencapai sebesar Rp. 39.429.568.000,-.

Dasar Harga Berlaku pada tahun 2005 sebesar Rp. 26.624.244,17 sampai

29

Tabel 2.8 Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB 2005 s.d. 2009No. Sektor Usaha / Lapangan Usaha 2005 Rp. 23,208,224 294,257 46,997 6,256,676 443,417 3,584,579 6,788,735 2,399,867 693,463 2,700,233 23,208,224 1.27 0.20 26.96 1.91 15.45 29.25 10.34 2.99 11.63 % Rp. 26,624,244 321,780 52,327 7,147,347 487,538 4,445,308 7,480,618 2,762,149 772,160 3,155,017 26,624,244 1.21 0.20 26.85 1.83 16.70 28.10 10.37 2.90 11.85 2006 % Tahun ( Rp. Jutaan) 2007 Rp. 30,515,737 365,095 57,063 7,883,533 532,280 5,414,829 8,635,562 3,073,387 889,126 3,664,861 30,515,737 1.20 0.19 25.83 1.74 17.74 28.30 10.07 2.91 12.01 % Rp. 34,540,949 398,756 61,694 8,679,006 574,399 6,398,054 9,972,004 3,374,753 993,471 4,088,812 34,540,949 1.15 0.18 25.13 1.66 18.52 28.87 9.7703 2.8762 11.838 2008 % 2009 *) Rp. 38,459,815 442,499 66,480 9,483,637 609,532 7,453,706 10,884,995 3,814,968 1,075,543 4,628,454 38,459,815 1.15 0.17 24.66 1.58 19.38 28.30 9.92 2.80 12.03 %

A 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Sewa & Jasa Perusahaan Jasa

B

PDRB Atas Dasar Harga Konstan 1. Pertanian 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Sewa dan Jasa Perusahaan 9. Jasa 207,455 28,553 4,508,130 217,621 2,230,742 5,025,711 1,556,572 495,325 1,924,156 16,194,265 1.28 0.18 27.84 1.34 13.77 31.03 9.61 3.06 11.88 213,730.87 29,043.79 4,724,893.43 225,734.02 2,527,078.34 5,182,067.45 1,640,072.26 507,540.20 2,068,544.92 17,118,705 1.25 0.17 27.60 1.32 14.76 30.27 9.58 2.96 12.08 219,249.83 29,992.32 4,998,705.58 235,801.58 2,708,769.04 5,493,915.98 1,745,291.26 526,192.09 2,184,722.29 18,142,640 1.21 0.17 27.55 1.30 14.93 30.28 9.62 2.90 12.04 227,516 30,726 5,236,515 250,626 2,849,024 5,906,984 1,851,303 548,372 2,255,749 19,156,814 1.19 0.16 27.33 1.31 14.87 30.83 9.66 2.86 11.78 234,611 31,501 5,465,109 260,312 3,081,148 6,217,358 1,952,040 565,144 2,373,356 20,180,578 1.16 0.16 27.08 1.29 15.27 30.81 9.67 2.80 11.76

Sumber : Produk Domestik Regional Bruto Kota Semarang BPS Kota Semarang

Dari tabel tersebut, kontribusi sektor usaha terbesar terhadap PDRB Kota Semarang adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran Industri Pengolahan dan sektor usaha bangunan. Pada tahun 2009 kontribusi masing-masing sektor usaha tersebut adalah sebagai berikut : industri pengolahan Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 29,86 %, sebesar 24,52 %, dan sektor bangunan sebesar dan sektor

19,27%. Hal tersebut menggambarkan bahwa aktivitas ekonomi masyarakat Kota Semarang didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor industri pengolahan dan sektor bangunan.

30

Peningkatan Laju Pertumbuhan PDRB Pertumbuhan Ekonomi (LPE).

berimplikasi terhadap kondisi 2005-2009

perekonomian Kota Semarang secara makro yang ditunjukan dengan Laju LPE Kota Semarang periode mengalami pertumbuhan yang positif. Grafik Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Semarang Tahun 2005-2009

Sumber : Produk Domestik Regional Bruto Kota Semarang 2009, BPS Kota Semarang

Pada tahun 2005 tercatat sebesar 5,14%, kemudian meningkat sebesar 5,71 %, pada tahun 2006, 5,98 % pada tahun 2007, dan 6,03 % pada tahun 2008. Sedangkan pada tahun 2009, pertumbuhan ekonomi kota Semarang tercatat sebesar 5,47 %. Pertumbuhan ekonomi Kota Semarang terjadi penurunan pada tahun 2009 sebesar 0,56 % dari 6,03 % pada tahun 2008 menjadi 5,47 % pada tahun 2009. Penurunan ini lebih dipengaruhi adanya kondisi perekonomian global seperti kebijakan pasar bebas (Asean-China Free Trade Area/ACFTA), kenaikan BBM dan TDL.

b. Laju Inflasi Laju inflasi merupakan harga ukuran dari yang dapat barang menggambarkan dan jasa yang kenaikan/penurunan sekelompok

berpengaruh terhadap kemampuan daya beli masyarakat. Laju inflasi Kota Semarang selama periode tahun 2005-2009 mengalami pertumbuhan yang fluktuatif. Pada tahun 2005 sebesar 16,46 %, tahun 2006 31

sebesar 6,08 %, tahun 2007 mencapai 6,75 %, tahun 2008 sebesar 10,34 % dan tahun 2009 sebesar 3,19 %. Besaran laju inflasi yang terjadi lebih diakibatkan pada permintaan masyarakat akan bahan kebutuhan pokok. Grafik Laju Inflasi Kota Semarang Tahun 2005-2009

Sumber : Produk Domestik Regional Bruto Kota Semarang 2009, BPS Kota Semarang

c. PDRB Perkapita Peningkatan Laju Pertumbuhan PDRB, diikuti dengan kenaikan pendapatan per kapita. Selama periode tahun 2005-2009 PDRB Perkapita Kota PDRB Perkapita atas Rp. 14.947.472,59 pada Semarang mengalami pertumbuhan yang positif. dasar harga berlaku, pada tahun 2005 sebesar tahun 2006 sebesar Rp.17.067.350,89,

pada tahun 2007 sebesar

Rp.19.394.727,40, pada tahun 2008 sebesar Rp.21.352.860,09, dan tahun 2009 sebesar Rp.23.889.579,87.

32

Grafik Perkembangan PDRB Perkapita Atas Dasar Harga Berlaku Pemerintah Kota Semarang Tahun 2005-200925,000,000.00 20,000,000.00 15,000,000.00 10,000,000.00 5,000,000.00 0.00 PDRB Perkapita 2005 14,947,472.59 2006 17,067,350.89 2007 19,394,727.40 2008 21,352,860.09 2009 23,889,579.87

PDRB per kapita atas dasar harga konstan tahun 2000 dari tahun ke tahun juga 2007 menunjukkan sebesar peningkatan. Rp.11.591.578,22, Pada pada tahun 2005 sebesar Rp. 10.534.628,92,-, pada tahun 2006 sebesar Rp.11.045.072,76,-, pada tahun tahun 2008 sebesar Rp.11.897.251,91, dan pada tahun 2009 sebesar Rp. 12.338.639,96.

d. Indek Pembangunan Manusia (IPM) IPM merupakan salah satu ukuran yang dapat digunakan untuk melihat upaya dan kinerja pembangunan dengan dimensi yang lebih luas karena memperlihatkan kualitas penduduk dalam hal kelangsungan hidup, intelektualias dan standar hidup layak. IPM disusun dari tiga komponen yaitu lamanya hidup, yang diukur dengan harapan hidup pada saat lahir ; tingkat pendidikan, diukur dengan kombinasi antara melek huruf pada penduduk dewasa dan rata-rata lama sekolah ; serta tingkat kehidupan yang layak dengan ukuran pengeluaran perkapita (purchasing power parity). Pada tahun 2009 IPM Kota Semarang telah mencapai skor 76,90, angka tersebut menempati urutan kedua dibawah Kota Surakarta, namun masih jauh diatas angka rata-rata Provinsi Jawa Tengah sebesar 72,10. Selengkapnya IPM Kota Semarang dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

33

Tabel Perkembangan IPM Kota Semarang No 1 2 3 4 5 Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 Skor 75,3 75,94 77,24 76,54 76,90 Ket

Sumber : Indeks Pembangunan Kota Semarang BPS Kota Semarang

2. Kesejahteraan Sosial Pembangunan pada fokus kejahteraan sosial meliputi indikator angka melek huruf, angka rata-rata lama sekolah, angka partisipasi kasar, angka pendidikan yang ditamatkan, angka partisipasi murni, angka kelangsungan hidup bayi, angka usia harapan hidup, persentase penduduk yang memiliki lahan, dan rasio penduduk yang bekerja. Kinerja pembangunan kesejahteraan sosial Kota Semarang periode 2005-2009 pada masing-masing indikator sebagai berikut :

a. Pendidikan Pembangunan pendidikan pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sasarannya adalah terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas melalui peningkatan mutu pendidikan, perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh dan pendidikan efisiensi bagi semua masyarakat, tercapainya efektifitas penyelenggaraan

pendidikan, serta tercukupinya sarana dan prasarana pendidikan. Beberapa keberhasilan pembangunan bidang pendidikan dapat dilihat dari Angka Melek Huruf (AMH), Rata Lama Sekolah, Angka Partisipasi Kasar (APK), Angka Partisipasi Murni (APM) dan Angka Pendidikan yang ditamatkan. AMH adalah persentase penduduk usia 10 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis huruf latin. AMH tahun 2005 sebesar 95,10 %, tahun 2006 sebesar 95,85 %, tahun 2007 sebesar 95,54 %, tahun 2008 sebesar 99,30 % dan sampai dengan tahun 2009 angka melek huruf sebesar 99,47 %. Angka

34

pendidikan yang ditamatkan pada seluruh jenjang pendidikan baik SD, SLTP dan SLTA selama 5 tahun menunjukkan peningkatan dari 90,97% tahun 2005 menjadi 96,51%. Angka Partisipasi Kasar (APK) adalah rasio jumlah siswa, berapapun usianya, yang sedang sekolah di tingkat pendidikan tertentu terhadap jumlah penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tertentu. Pada tahun 2009 APK SD/MI mencapai 105,27 %, SMP/MTs 114,19, sedangkan SMA/SMA/MA mencapai 116,96 %. Angka Partisipasi Murni (APM) adalah persentase siswa dengan usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikannya dari jumlah penduduk di usia yang sama. Capaian APM SD/MI pada tahun 2009 sebesar 89,68 %, SMP/MTs 79,01 %, SMA/SMK/MA sebesar 79,97 %. Capaian APK dan APM pada masing-masing jenjang pendidikan telah berada di atas rata-rata APK/APM Jawa Tengah kecuali untuk SD/MI. Belum optimalnya angka capaian APK/APM disebabkan oleh mahalnya biaya pendidikan, walaupun dukungan anggaran untuk pendidikan sudah melebihi 20 % dari total anggaran APBD. Oleh karena itu diperlukan upaya pengalokasian anggaran pendidikan yang tepat agar pendidikan menjadi murah namun tetap berkualitas.

35

Tabel Kinerja Pembangunan Kesejahteraan Sosial Indikator PendidikanNo 1. 2. 3. Uraian Angka Melek Huruf Rata Lama sekolah Angka Partisipasi Kasar - SD/MI - SLTP/MTs - SMA/SMK/MA Angka Partisipasi Murni - SD/MI - SLTP/MTs - SMA/SMK/MA Angka Pendidikan yang ditamatkan Penduduk Tamat (15 tahun terhadap jumlah penduduk kota Semarang tahun 2005 sebesar 95,10% menjadi 99,47% pada tahun 2009. Kondisi fasilitas pendidikan, jumlah sekolah SD/MI dengan kondisi baik tahun 2005 sebanyak 2.349 gedung meningkat menjadi tahun 2.451 gedung, gedung sekolah SMP/MTs tahun 2005 sebesar 1.662 gedung menjadi sebesar 1.761 gedung, sedangkan kondisi gedung sekolah SMA/SMK/MA tahun 2005 sebesar 1.005 gedung meningkat menjadi 1.087 gedung pada tahun 2009. Angka Putus Sekolah dari tahun ketahun selama 5 tahun (2005-2009) mengalami penurunan yang sangat signifikan. Angka putus sekolah SD/MI menurun dari 151 murid pada tahun 2005 menjadi 31 pada tahun 2009. Sedangkan untuk SMP/MTs dari 344 murid menjadi 21 murid, sedangkan untuk SMA/MA/STM menurun dari 527 menjadi 18 murid pada tahun 2009. Kondisi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), jumlah siswa TK/RA/Penitipan anak terhadap jumlah penduduk usia 4-6 tahun sebesar 74,68% tahun 2005 menjadi 78,92% tahun 2009.Perkembangan Angka kelulusan SD/MI dari tahun 2005-2009 tetap sebesar 99,99%, SMP/MTs mengalami peningkatan dari tahun 2005 sebesar 86,60% menjadi 94,76% tahun 2009, SMA/SMK/MA mengalami peningkatan dari 89,31% tahun 2005 menjadi 96,74% pada tahun 2009. Meskipun telah terjadi berbagai peningkatan yang cukup berarti, pembangunan pendidikan belum sepenuhnya mampu memberi pelayanan merata, berkualitas dan terjangkau. Sebagian penduduk tidak dapat menjangkau biaya pendidikan yang dirasakan masih mahal dan pendidikan juga dinilai belum sepenuhnya mampu memberikan nilai tambah bagi masyarakat sehingga pendidikan belum dinilai sebagai bentuk investasi. Berikut gambaran perkembangan pelayanan bidang pendidikan sebagaimana tabel dibawah ini :

43

TabelNo1.

Aspek Pelayanan Umum Dalam Bidang PendidikanTahun 200586,64 % 4% 1:28 1:28:45

IndikatorPendidikan Dasar a. Angka Partisipasi Sekolah b. Rasio Ketersediaan Sekolah c. Rasio guru/murid d. Rasio guru/murid per kelas ratarata Pendidikan Menengah 1. APS 2. Rasio ketersediaan sekolah terhadap penduduk usia sekolah 3. Rasio guru terhadap murid 4. Rasio guru terhadap murid per kelas rata-rata 5. Penduduk yang berusia > 15 tahun melek huruf (tidak buta aksara) Fasilitas Pendidikan Sekolah pendidikan SD/MI kondisi bangunan baik Kondisi Sekolah SMP/MTs Kondisi Sekolah SMA/SMK/ MA PAUD Jumlah Siswa pada jenjang TK/RA/Penitipan Anak Jumlah anak usia 4 6 Tahun x100% Angka Putus Sekolah 1. SD/MI 2. SMP/MTs 3. SMA/SMK/MA Angka Kelulusan 1. 2. 3. 4.

200689,60 % 4,14 % 1:26 1:26:40

200788,36 % 4,2 % 1:20 1:20:40

200889,21 % 4,27 % 1:20 1:20:40

200989,76 % 4,30% 1:19 1:16:32

2.

66,99 2,15 % 1:13 1:13:40 95,10 %

71,27 2,28 % 1:13 1:13:40 95,85 %

66,70 2,55 % 1:11 1:11:40 95,94 %

65,84 2,78 % 1:12 1:12:34 99,30 %

78,95 2,80% 1:12 1:12:34 99,47 %

3.

2.349 1.662 1.005 74,68 %

2.375 1.683 1.021 74,77 %

2.398 1.699 1.039 74, 98 %

2.487 1.711 1.056 75,03 %

2.401 1.761 1.087 78,92 %

4.

5.

151 344 527

105 287 486

63 281 302

32 22 30

31 21 18

6.

Angka Kelulusan SD/MI 99,99 % Angka Kelulusan SMP/MTs 86,60 % Angka Kelulusan SMA/SMK/MA 89,31 % Angka Melanjutkan dari SD/MI 101,89 % ke SMP/MTs 5. Angka Melanjutkan dari 110,24 % SMP/MTs ke SMA/SMK/MA 6. Guru yang memenuhi Kualifikasi 70,25 % S1/D-IV Sumber : Dinas Pendidikan Kota Semarang, 2010 diolah

99,99 % 90,33 % 94 % 101,97 % 110,72 % 74,77 %

99,99 % 90,06 % 89,69 % 101,98 % 110,86 % 78,69 %

99,99 % 90,03 % 90,77 % 102,12 % 110,97 % 81,80 %

99,99 % 94,76 % 96,47 % 101,25 % 111,12 % 86,29 %

b. Kesehatan Salah satu indikator keberhasilan pembangunan kesehatan adalah perilaku hidup sehat. Dilihat dari indikator aspek pelayanan kesehatan. Pemerintah Kota Semarang, telah berupaya menyediakan fasilitas

44

kesehatan yang dari tahun ketahun semakin dapat menjangkau pemerataan pelayanan kesehatan masyarakat Kota Semarang. Kondisi kinerja pembangunan bidang kesehatan selama 5 tahun (2005-2009) dapat dilihat dari Ratio Puskesmas, Poliklinik, Pustu per 1000 penduduk dari tahun 2005-2009 yang menunjukkan penurunan dari 0,20 tahun 2005 menjadi 0,19 pada tahun 2009. Ratio RS per 1000 satuan penduduk menurun dari 0,16 pada tahun 2005 menjadi 0,15 pada tahun 2009, ratio dokter persatuan penduduk meningkat dari tahun 2005 sebesar 1,05 menjadi 2,17 pada tahun 2009, ratio tenaga medis per 1000 satuan penduduk meningkat dari 1,89 tahun 2005 menjadi 2,39 pada tahun 2009, cakupan balita gizi buruk yang mendapat perawatan telah mencapai 100%, cakupan pelayanan Puskesmas dari tahun 2005-2009 tetap sebesar 231,25 %, Incident rate DBD per 100.000 penduduk tahun 2005 sebesar 164 menjadi 262,1 pada tahun 2009, Prevalensi HIVAIDs per 10.000 penduduk yang beresiko tahun 2005 sebesar 1,17 menjadi 2,2 pada tahun 2009. Permasalahan pelayanan urusan kesehatan yang perlu mendapat perhatian adalah menurunkan Incident rate DBD dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat. Berikut gambaran perkembangan pelayanan umum bidang kesehatan selama 5 tahun sebagaimana tabel dibawah ini : Tabel Aspek Pelayanan Umum Dalam Bidang KesehatanNo1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

IndikatorRasio Posyandu per satuan balita Rasio Puskesmas, poliklinik, pustu per satuan penduduk x 1000 Rasio RS per satuan penduduk x 1000 Rasio dokter per satuan penduduk Rasio tenaga medis per satuan penduduk x 1000 Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan Cakupan kelurahan UCI Cakupan balita gizi buruk

Tahun 200512.51 0.20 0,16 1.05 1.89 58.50% 90.31 % 79,10 % 100 %

200612.40 0,19 0,16 1.36 2.00 60.53% 97.29 % 76,84% 100 %

200712.68 0,21 0.17 1.82 2.06 61.77 % 90.17 % 78,5% 100 %

200812.60 0.18 0.16 2.22 2,37 72.89 % 92.15 % 91% 100 %

200912,60 0,19 0,15 2.17 2.39 96.65 % 96.65 % 96,65% 100 %

45

No

Indikatormendapat perawatan Penemuan dan penanganan penderita penyakit TBC BTA Cakupan pelayanan kesehatan rujukan pasien masyarakat miskin Cakupan kunjungan bayi Cakupan puskesmas Cakupan pembantu puskesmas Incident Rate DBD/100.000 penduduk Penemuan kasus TB BTA pos (CDR) Kesembuhan penderita TB ATA pos (cure rate) Klien klinik VCT test HIV Prevalensi HIV AIDS per 10.000 penduduk yang beresiko

Tahun 200555.24 % 92.90 % 231.25 % 19,77 % 164 55 79 71,5 1,17

200659 % 9,95% 94,39 % 231.25 % 19,77 % 130 59 70 95,1 1,15

200749 % 10,73% 92.90 % 231.25 % 19,77 % 198,4 49 67 75,86 1,3

200848 % 3,84% 106,8% 231.25 % 20,33 % 360,8 47 74 17 2

200950 % 9,01% 121 % 231.25 % 20,33% 262,1 50 63 92 2,2

10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2010 diolah

c. Pekerjaan Umum Kondisi kualitas jalan terhadap panjang jalan selama 5 tahun terakhir (2005-2009) menunjukkan perkembangan yang fluktuatif, ratio kondisi jalan dalam keadaan baik terhadap jumlah panjang jalan tahun 2005 sebesar 44,87%, tahun 2006 sebesar 44,87%, tahun 2007 sebesar 61,02%, tahun 2008 menurun menjadi sebesar 43,83% , tahun 2009 sebesar 44,01%, perubahan kondisi kualitas jalan ini dipengaruhi oleh perubahan iklim, dimana pada saat musim hujan banyak terjadi genangan air. Selain itu juga akibat terjadinya rob khususnya di sepanjang jalan daerah utara Kota Semarang. Persentase rumah tinggal bersanitasi tahun 2005 sebesar 30,25% menjadi 45,85% pada tahun 2009. Kondisi kinerja pembangunan Sanitasi selama 5 tahun (2005-2009) dapat dilihat dari presentase sanitasi rumah tinggal pada tahun 2006 sebesar 30,25%, meningkat hingga mencapai 45,85%, pada tahun 2009. Rasio pembuangan sampah (TPS) per satuan penduduk tahun 2005 sebesar 576,63 menjadi 694,55 tahun 2009, rasio rumah layak huni tahun 2005 sebesar 0,0024 menjadi 0,0070 pada tahun 2009. Luas kawasan kumuh

46

per luas wilayah selama tahun 2005-2008 menagalami peningkatan dari sebesar 1,5 % menjadi 2,41%, namun turun pada tahun 2009 sebesar 1,66 %. Peningkatan luas kawasan kumuh lebih disebabkan oleh menurunnya kualitas lingkungan akibat rob dan meningkatnya migrasi penduduk yang tidak berketrampilan dari daerah/kota lain ke Kota Semarang, sedangkan penurunan 1,66% dipengaruhi oleh adanya program pemugaran rumah kumuh. Berikut gambaran pelayanan umum bidang pekerjaan umum sebagaimana tabel dibawah ini :

Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Pekerjaan UmumNo1. 2. 3. 4.

IndikatorProporsi panjang jaringan jalan dalam kondisi baik Rasio jaringan irigasi Rasio tempat ibadah per satuan penduduk Persentase rumah tinggal bersanitasi Rasio TPU per satuan penduduk per 1000 penduduk Rasio pembuangan sampah (TPS) per satuan penduduk Rasio rumah layak huni Rasio permukiman layak huni Panjang jalan dilalui roda 4

Tahun 200544,87 %

200644,87 %

200761,02 %

200843,83 %

200944,01%

1,96 30,25 %

2,03 35 %

2,05 38,89 %

2,11 40,89 %

2,16 % 45,85 %;

5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.

412,72 576,63 0,0024 0,105 2.762,62km 0,0019 1.177,38 2.673,98 40%

408,50 623,51 0,0032 0,125 2.762,62 0,0019 1.177,38 2.673,98 46% 52%

402,70 623,56 0,0047 0,186 2.771,54 0,0019 1.177,38 2.673,98 49% 53%

395,40 638,54 0,0061 0,210 2.778,29 0,0019 1.152,75 2.684,74 51% 55%

388,77 694,55 0,0070 0,256 2.778,29 1.157,65 2.689,64 52% 57%

13.

14. 15.

Panjang jalan kota dalam kondisi baik (>40 km/jam) Sempadan sungai yang dipakai bangunan liar 49% Drainase dalam kondisi baik/ pembuangan aliran air tidak tersumbat 5 ha Pembangunan turap di wilayah jalan penghubung dan aliran sungai rawan longsor lingkup kewenangan kota Luas irigasi Kabupaten dalam 45% kondisi baik Luas Kawasan Kumuh Luas 1,5 % Wilayah x100% Sumber : Data Olahan Dinas Terkait, 2010

5 ha

6 ha

6 ha

7 ha

48% 1,85 %

49% 2%

49% 2,41 %

65% 1,66 %

47

d. Perumahan Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan perumahan di Kota Semarang selama periode 2005-2009 dihitung dari persentase jumlah rumah tangga yang telah menggunakan air bersih terhadap jumlah seluruh rumah tangga. Pada tahun 2005 sebesar persentase jumlah rumah tangga yang telah menggunakan air bersih sebesar 12,63% meningkat menjadi 12,96% pada tahun 2009. Persentase jumlah rumah tangga yang memiliki sanitasi terhadap jumlah rumah tangga tahun 2005 sebesar 30,25% meningkat menjadi 48,85% pada tahun 2009. Persentase jumlah rumah tangga yang menggunakan listrik terhadap jumlah rumah tangga tahun 2005 sebesar 89,24% meningkat menjadi 98,28% tahun 2009, jumlah rumah layak huni terhadap jumlah rumah tahun 2005 sebesar 10,50% menjadi 25,60% pada tahun 2009. Berikut gambaran perkembangan aspek pelayanan bidang perumahan selama 5 tahun (2005-2009) sebagaimana tabel dibawah ini : Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang PerumahanNo 1. Indikator Jumlah rumah tangga pengguna air bersih / jumlah seluruh rumah tangga x 100% Jumlah rumah tangga ber sanitasi / Jumlah seluruh rumah tangga x100% Jumlah rumah tangga pengguna listrik / Jumlah seluruh rumah tangga x100% Luas lingkungan permukiman kumuh/ Luas wilayah x 100% Jumlah rumah layak huni/ Jumlah seluruh rumah x 100% Tahun 2005 12,63 % 2006 12,28 % 2007 12,74 % 2008 12,85 % 2009 12,96 %

2.

30,25 %

35 %

38,89 %

40,89 %

48,85 %

3.

89,24 %

92,90 %

97,7 %

98 %

98,28 %

4. 5.

1,5 % 10,50 %

1,85 % 12,50 %

2% 18,60 %

2,41 % 21 %

1,66 % 25,60 %

Sumber : Data Olahan Dinas Tata Kota & Perumahan Kota Semarang, 2010

48

e. Penataan Ruang Kinerja pembangunan pelayanan urusan penataan ruang tahun 20052009 dilihat dari ratio luas ruang terbuka hijau terhadap luas wilayah ber Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dan atau Hak Guna Bangun. Pada Tahun 2005 mencapai sebesar 1,1 dan mengalami penurunan menjadi 1,06 pada tahun 2009. Jumlah bangunan ber-IMB pada tahun 2005 sebesar 49,73% meningkat menjadi 55,01% pada tahun 2009. Persentase tersebut terus meningkat secara signifikan hingga tahun 2009 sebesar 55,01 %. Hal ini menunjukan semakin tingginya kesadaran masyarakat mematuhi regulasi pendirian bangunan dan semakin membaiknya pelayanan yang diberikan pemerintah daerah. Namun demikian upaya peningkatan kesadaran masyarakat terhadap kepatuhan terhadap regulasi tataruang dan bangunan perlu diibangi dengan pelayanan perijinan yang lebih baik. Berikut gambaran perkembangan pembangunan pelayanan umum bidang penataan ruang selama periode 2005-2009 sebagaimana tabel berikut : Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Penataan RuangNo 1. Indikator Luas ruang terbuka hijau / Luas wilayah ber HPL/HGB Jumlah bangunan ber IMB / Jumlah bangunan Tahun 2007 1,08 52,62 %

2005 1,1 49,73 %

2006 1,09 51,34 %

2008 1,07 53,85 %

2009 1,06 55,01 %

2.

Sumber : Data Olahan Dinas Tata Kota & Perumahan Kota Semarang, 2010

f. Perencanaan Pembangunan Daerah Kinerja pembangunan pelayanan umum bidang perencanaan pembangunan daerah tahun 2005-2009 adalah tersusunnya draft RPJPD pada tahun 2005 yang selanjutnya menjadi dokumen pembangunan

49

jangka panjang daerah 2005-2025 dan telah tetapkan dengan Peraturan Daerah pada tahun 2009 dan tersedianya dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah 2005-2010 yang ditetapkan

dengan oleh Peraturan Daerah. Disamping itu juga dilihat dari tersusunnya dokumen perencanaan jangka pendek yang berupa Rencana Kerja Pemerintah Daerah (tahunan) atau yang disingkat RKPD yang ditetapkan dengan Peratuan Kepala Daerah. Tantangan ke depan adalah menjaga konsistensi dan kesinambungan perencanaan dengan implementasinya. Berikut gambaran kinerja perencanaan pembangunan daerah selama 5 tahun (2005-2010) sebagaimna tabel dibawah ini :

Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Perencanaan PembangunanNo 1. Indikator Tersedianya dokumen perencanaan RPJPD yg telah ditetapkan dgn PERDA Ada/ tidak Tersedianya Dokumen Perencanaan : RPJMD yg telah ditetapkan dgn PERDA/PERKADA Ada/ tidak Tersedianya Dokumen Perencanaan : RKPD yg telah ditetapkan dgn PERKADA Ada/ tidak 2005 Draf 2006 Draf Tahun 2007 Draf 2008 Draf 2009 Draf

2.

Ada

Ada

Ada

Ada

Ada

3.

Ada

Ada

Ada

Ada

Ada

Sumber : Data Bappeda Kota Semarang, 2010

g. Perhubungan Kinerja pembangunan pada pelayanan pada urusan perhubungan di Kota Semarang selama periode 2005-2009 dilihat dari jumlah arus penumpang angkutan umum selama 5 tahun yang mengalami penurunan dari 11.742.718 penumpang tahun 2005 menjadi 5.702.073 penumpang pada tahun 2009. Penurunan jumlah penumpang lebih disebabkan adanya pergeseran penggunaan moda angkutan umum ke angkutan pribadi .

50

Persentase

jumlah

angkutan

darat

dibanding

jumlah

penumpang

angkutan darat mengalami peningkatan dari tahun 2005 sebesar 9,30% menjadi 11,01% pada tahun 2009, jumlah pelabuhan laut/udara/terminal bus/stasiun KA tidak mengalami perubahan atau tetap sebanyak 7 buah. Tantangan kedepan adalah bagaimana menyediakan pelayanan angkutan masal yang murah, nyaman, aman dan tepat waktu agar kemacetan yang disebabkan oleh banyaknya angkutan pribadi tidak terjadi. Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang PerhubunganIndikator 1. 2. 3. 4. 5. Jumlah arus penumpang angkutan umum Rasio ijin trayek Jumlah uji kir angkutan umum Jumlah Pelabuhan Laut/Udara/Terminal Bis Jumlah angkutan darat / Jumlah penumpang angkutan darat x 100% Kepemilikan KIR angkutan umum Lama pengujian kelayakan angkutan umum (KIR) Biaya pengujian kelayakan angkutan umum Pemasangan Ramburambu 200511.742.718

20069.597.857

Tahun 20079.290.325

20085.637.648

20095.702.073

0.0022 7.516 7 9,30%

0.0026 8.039 7 9,60%

0.0031 7.925 7 9,21 %

0.0028 5.236 7 10,38 %

0.0026 5.346 7 11,01 %

6. 7. 8. 9.

4.218 2 jam Rp29,1414

3.775 2 jam Rp29,1497

3.742 2 jam Rp29,1683

3.755 2 jam Rp29,2060

3.683 2 jam Rp29,2239

Sumber : Data Olahan Dinas Perhubungan Kota Semarang, 2010

h. Lingkungan Hidup Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan lingkungan hidup di Kota Semarang selama periode 2005-2009 diukur dari meningkatnya persentase penanganan sampah tahun 2005 sebesar 69% menjadi 74% 51

pada tahun 2009; Jangkauan pelayanan pengelolaan sampah telah mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan, dimana pada tahun 2009 telah menjangkau 132 Kelurahan dari 177 Kelurahan atau 74,58 % wilayah kota, dengan kemampuan pengangkutan mencapai 72 % dari seluruh produksi sampah total Kota Semarang sebesar 3.675 m3/hari atau setara dengan 1.010 ton. Persentase penduduk berakses air minum menurun dari 57,92% pada tahun 2005 menjadi 56,95% pada tahun 2009. Semakin besarnya volume sampah yang dihasilkan oleh masyarakat menuntut peranserta masyarakat untuk dapat memusnakan sampah dengan cara yang ramah lingkungan demi memperpanjang usia TPA. Berikut gambaran perkembangan pelayanan bidang lingkungan hidup sebagaimana tabel berikut :

Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Lingkungan HidupNo1. 2. 3. 4. 5.

IndikatorPersentase penanganan sampah Persentase Penduduk berakses air minum Persentase Luas pemukiman yang tertata Pencemaran status mutu air Cakupan penghijauan wilayah rawan longsor dan Sumber Mata Air Cakupan pengawasan terhadap pelaksanaan amdal. Tempat pembuangan sampah (TPS) per satuan penduduk Penegakan hukum lingkungan

2005 69 %57.92 % 28.29 % 20 % 15%

2006 70 %56.95 % 32.08 % 30 % 15%

Tahun 2007 71 %56.99 % 37.58 % 40 % 15%

2008 72 %57.02 % 39.08 % 50 % 20 %

2009 74 %56.95 % 45.02 % 60 % 20 %

6. 7. 8.

10 % 57.66 % 52 %

18 % 62.35 % 28 %

32 % 62.35 % 34 %

40 % 63.85 % 35 %

50 % 69.46 % 63 %

Sumber: Data Olahan Badan Lingkungan Hidup Kota Semarang, 2010

52

i. Pertanahan Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan pertanahan selama periode 2007-2009 diukur dari meningkatnya persentase luas lahan bersertifikat. Pada tahun 2009 persentase luas lahan bersertifikat mencapai sebesar 72,81%. Jumlah penyelesaian kasus tanah negara pada tahun 2007 sebanyak 25 kasus , tahun 2008 sebesar 41 kasus dan tahun 2009 sebanyak 25 kasus, sedangkan jumlah penyelesaian ijin lokasi tahun 2007 sebanyak 9 ijin, tahun 2008 sebanyak 7 ijin dan tahun 2009 sebanyak 13 ijin. Antisipasi permasalahan kedepan adalah layanan fasilitasi konflik pertanahan berkaitan dengan pelayanan tertib administrasi di tingkat kelurahan.

Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang PertanahanNo 1. 2. 3. Indikator Persentase luas lahan bersertifikat Penyelesaian kasus tanah Negara Penyelesaian izin lokasi 2005 2006 Tahun 2007 58% 59 9 2008 60% 41 7 2009 72.81% 25 13

Sumber : Data Olahan Kantor Pertanahan Kota Semarang, 2010

j. Kependudukan dan Catatan Sipil Kinerja pembangunan pada pelayanan kependudukan dan Catatan Sipil selama 5 tahun (2005-2009) adalah : Ratio penduduk ber KTP per satuan penduduk tahun 2005 sebesar 92,02% meningkat menjadi 95% pada tahun 2009, ratio bayi berakte kelahiran tahun 2005 sebesar 71,50% meningkat menjadi 74,77%, kepemilikan akte kelahiran per 1000 penduduk tahun 2009 sebesar 87,12% meningkat menjadi 96,68% pada tahun 2009. Peningkatan kinerja kependudukan dan catatan sipil lebih dipengaruhi oleh kesadaran penduduk yang disebabkan makin mudahnya pelayanan administrasi

53

kependudukan dan terlaksananya kebijakan kependudukan yang serasi antara kebijakan kependudukan nasional dengan kebijakan kependudukan Kota Semarang. Berikut gambaran perkembangan pelayanan kependudukan dan catatan sipil sebagaimana tabel berikut : Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Kependudukan dan Catatan SipilNo 1. 2. 3. 4. 5. 6. Indikator Rasio penduduk berKTP per satuan penduduk Rasio bayi berakte kelahiran Rasio pasangan berakte nikah Kepemilikan KTP Kepemilikan akta kelahiran per 1000 penduduk Ketersediaan database kependudukan skala provinsi Ada/tidak ada Penerapan KTP Nasional berbasis NIK Sudah/belum 2005 2006 92,02% 92,02% 71,50% 74,77% 100% 100% Tahun 2007 92,02% 78,42% 100% 92,00% 87,18% ada 2008 95,2% 82,88% 100% 95,21% 83,6% ada 2009 95 % 87,12 % 100 % 97,95% 96,68% ada

92,00% 92,00% 87,12% 87,18% ada ada

7.

belum

belum

belum

belum

belum

Sumber : Data Olahan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Semarang, 2010

k. Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak selama periode 2005-2009 pada masing-masing indikator sebagaimana tabel berikut.

54

Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

No 1.

Indikator Persentase partisipasi perempuan di lembaga pemerintah Partisipasi perempuan di lembaga swasta Rasio KDRT Partisipasi angkatan kerja perempuan (TPAK/ Tk. Partisipasi Angk Kerja)

2005 15,5%

2006 15,5%

Tahun 2007 15,5%

2008 15,5%

2009 15,5%

2. 3. 5.

75% 0 47,72

80% 0 46,94

85% 0 47,48

90 % 0,16 % 56,92

90 % 0,65 % 60,62

6.

Penyelesaian pengaduan perlindungan perempuan dan anak dari tindakan kekerasan

0

0

0

60

191

Sumber : Data Olahan BapermasPP & KB Kota Semarang, 2010

Pembangunan pada urusan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak selama 5 (lima) tahun terakhir mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari angka partisipasi perempuan yang terus meningkat sejak tahun 2005 sebesar 75% menjadi 90% pada tahun 2009, serta indeks partisipasi angkatan kerja perempuan yang juga meningkat dari 47,72 pada tahun 2005 menjadi 60,62 pada tahun 2009. Hal ini juga ditunjang juga dengan pembentukan Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) di tingkat Kota dan di 4 (empat) PPT Kecamatan pada tahun 2009, pada tahun 2010 bertambah 2 (dua) PPT Kecamatan dan diharapkan pada tahun 2012 di semua Kecamatan sudah terbentuk PPT, untuk dapat membantu menyelesaikan persoalan korban kekerasan terhadap perempuan.

55

l. Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan keluarga berencana dan keluarga sejahtera selama periode 2005-2009 indikator sebagaimana tabel berikut. Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga SejahteraNo 1. 2. 3. Indikator Rata-rata jumlah anak per keluarga Cakupan peserta KB aktif Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I Tahun 2007 2,78 78,91 % 114.275

pada masing-masing

2005 2,85 78,81 % 127.559

2006 2,80 78,81 % 122.029

2008 2,75 78,93 % 115.643

2009 2,50 78,95 % 111.480

Sumber : Data Olahan BapermasPP & KB Kota Semarang, 2010

Pembangunan dalam urusan keluarga berencana dan keluarga sejahtera mengalami peningkatan yang cukup baik, terlihat dari indikator jumlah anak per keluarga yang semakin menurun dari 2,85 menjadi 2,50 dalam 5 tahun terakhir artinya jumlah anak dalam setiap keluarga terdiri dari 2 3 anak dan peserta aktif yang meningkat dari 78,81 % pada tahun 2005 menjadi 78,95 % pada tahun 2009. Hal ini memberikan pengaruh yang positif dalam menekan laju pertumbuhan penduduk sehingga akan semakin rendah juga jumlah keluarga pra sejahtera dan sejahtera I. Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan meningkatkan pemberdayaan dan ketahanan keluarga secara menyeluruh terutama dalam kemampuan pengasuhan dan penumbuhkembangan anak, dan peningkatan kualitas lingkungan keluarga melalui pengembangan akses terhadap kualitas hidup keluarga: ekonomi, kesehatan, pendidikan, parenting (beyond family planning) dan menggalang kemitraan dengan masyarakat, swasta dan profesi/perguruan tinggi. Permasalahan kedepan yang harus ditangani secara serius adalah meningkatkan cakupan keluarga berencana agar mampu menekan laju pertumbuhan penduduk. 56

m. Sosial Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan sosial selama periode 2005-2009 pada masing-masing indikator sebagaimana tabel berikut. Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang SosialNo 1. Indikator Sarana sosial seperti panti asuhan, panti jompo dan panti rehabilitasi PMKS yg memperoleh bantuan sosial Penanganan penyandang masalah kesejahteraan sosial 2005 75 2006 75 Tahun 2007 124 2008 97 2009 103

2. 3.

1.250 3.150

1.300 3.168

1.400 3.210

1.563 3.261

1.971 4.357

Sumber : Data Olahan Dinas Sosial dan Olah Raga Kota Semarang, 2010

Pembangunan pelayanan sosial di Kota Semarang selama 5 (lima) tahun terakhir mengalami peningkatan. Sarana sosial yang semula berjumlah 75 di tahun 2005 meningkat menjadi 103 di tahun 2009 dan saat ini terus diupayakan penanganannya oleh Pemerintah Kota. Demikian pula penanganan penyandang masalah kesejahteraan sosial dari tahun 2005 sebanyak 3.150 menjadi 4.357 di tahun 2009. Namun demikian hasilnya belum mampu menekan jumlah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) termasuk di dalamnya adalah anak jalanan. Permasalahan PMKS yang terus berkembang diantaranya disebabkan oleh persoalan tuntutan kehidupan yang semakin berat, disamping persoalan kemiskinan. Oleh karena itu penanganan persoalan sosial harus dilakukan secara komprehensif dan terintegrasi.

57

n. Ketenagakerjaan Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan ketenagakerjaan selama periode 2005-2009 pada masing-masing indikator berikut sebagaimana tabel

Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Ketenagakerjaan Tahun 200761,69 % 91 258 kasus 62,52 % 7.311 11,39 % 20,40 % 166 perush 100 %

No1. 2.

IndikatorAngka partisipasi angkatan kerja Angka sengketa pengusahapekerja per tahun

200561,17 % 129 315 kasus 63,45 % 4.470 35,68 % 14,90 % 109 perush 100 %

200661,43 % 83 218 kasus 65,78 % 5.532 35,62 % 15,60 % 123 perush 100 %

200861,95 % 100 286 kasus 64,27 % 8.975 11,48 % 25 % 212 perush 100 %

200962,21 % 82 256 kasus 64,75 % 8.449 14,96 % 26,20 % 237 perush 100 %

3. 4. 5. 6.

Tingkat partisipasi angkatan kerja Pencari kerja yang ditempatkan Tingkat pengangguran terbuka Keselamatan dan perlindungan

7.

Perselisihan buruh dan pengusaha terhadap kebijakan pemerintah daerah

Sumber : Data Olahan Disnakertrans Kota Semarang, 2010

Jumlah angka partisipasi angkatan kerja di Kota Semarang pada 5 (lima) tahun terakhir mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dari tahun 2005 sebesar 61,17% menjadi 62,21% pada tahun 2009. Tingkat partisipasi angkatan kerja juga mengalami kenaikan seiring dengan meningkatnya partisipasi angkatan kerja yaitu sebesar 63,45% pada tahun 2005 menjadi 64,75% di tahun 2009, sedangkan

58

konflik antara buruh dan pengusaha terhadap kebijakan Pemerintah Kota Semarang dapat terselesaikan dengan baik terlihat dari menurunnya jumlah kasus sengketa pengusaha-pekerja dari 315 kasus di tahun 2005 menurun menjadi 256 kasus pada tahun 2009. Kedepan, upaya fasilitasi penciptangan lapangan kerja melalui pelatihan ketrampilan dan kewirausahaan terus ditingkatkan termasuk rencana fasilitasi hubungan industrial yang bisa memberikan solusi saling menguntungkan antara pengusaha dan pekerja, sehingga terwujud hubungan industrial yang harmonis.

o. Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan koperasi, usaha kecil dan menengah selama periode 2005-2009 pada masing-masing indikator sebagaimana tabel berikut. Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Koperasi, Usaha Kecil dan MenengahNo 1. 2. 3. 4. Indikator Persentase koperasi aktif Jumlah UKM non BPR/LKM UKM Jumlah BPR/LKM Usaha Mikro dan Kecil 2005 55,06 % 36 2 1.240 2006 63,55 % 76 2 1.315 Tahun 2007 65,30 % 140 2 8.112 2008 75,05 % 231 2 9.162 2009 75 % 346 2 10.176

Sumber : Data Olahan Dinas Koperasi & UKM Kota Semarang

Prosentase koperasi aktif di Kota Semarang mengalami kenaikan dari 55,06% pada tahun 2005 menjadi 75% pada tahun 2008 dan pada tahun 2009 Kota Semarang telah ditetapkan sebagai Kota Kota Penggerak Koperasi.