Komplikasi Penata Laksanana Tb

13
Komplikasi Tb Paru Pada Dewasa Penyakit tuberculosis paru jika tidak di tangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi di bagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut. a. Komplikasi dini: 1. Pleuritis Pleuritis TB dapat merupakan manifestasi dari tuberkulosis primer atau tuberkulosis post primer (reaktivasi). Secara tradisional, pleuritis TB dianggap sebagai manifestasi TB primer yang banyak terjadi pada anak-anak. Pada tahun-tahun terakhir ini, umur rata-rata pasien dengan Pleuritis TB primer telah meningkat. Hipotesis terbaru mengenai Pleuritis TB primer menyatakan bahwa pada 6-12 minggu setelah infeksi primer terjadi pecahnya fokus kaseosa subpleura ke kavitas pleura. Antigen mikobakterium TB memasuki kavitas pleura dan berinteraksi dengan Sel T yang sebelumnya telah tersensitisasi mikobakteria, hal ini berakibat terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe lambat yang menyebabkan terjadinya eksudasi oleh karena meningkatnya permeabilitas dan menurunnya klirens sehingga terjadi akumulasi cairan di kavitas pleura. Cairan efusi ini secara umum adalah eksudat tapi dapat juga berupa serosanguineous dan biasanya mengandung sedikit basil TB (Light, 2002). 2. Efusi pleura Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya cairan pleura dalam jumlah yang berlebihan di dalam rongga

Transcript of Komplikasi Penata Laksanana Tb

Page 1: Komplikasi Penata Laksanana Tb

Komplikasi Tb Paru Pada Dewasa

Penyakit tuberculosis paru jika tidak di tangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi.

Komplikasi di bagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.

a. Komplikasi dini:

1. Pleuritis

Pleuritis TB dapat merupakan manifestasi dari tuberkulosis primer atau tuberkulosis

post primer (reaktivasi). Secara tradisional, pleuritis TB dianggap sebagai manifestasi TB

primer yang banyak terjadi pada anak-anak. Pada tahun-tahun terakhir ini, umur rata-rata

pasien dengan Pleuritis TB primer telah meningkat. Hipotesis terbaru mengenai Pleuritis

TB primer menyatakan bahwa pada 6-12 minggu setelah infeksi primer terjadi pecahnya

fokus kaseosa subpleura ke kavitas pleura. Antigen mikobakterium TB memasuki kavitas

pleura dan berinteraksi dengan Sel T yang sebelumnya telah tersensitisasi mikobakteria, hal

ini berakibat terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe lambat yang menyebabkan terjadinya

eksudasi oleh karena meningkatnya permeabilitas dan menurunnya klirens sehingga terjadi

akumulasi cairan di kavitas pleura. Cairan efusi ini secara umum adalah eksudat tapi dapat

juga berupa serosanguineous dan biasanya mengandung sedikit basil TB (Light, 2002).

2. Efusi pleura

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya cairan pleura dalam jumlah yang

berlebihan di dalam rongga pleura, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara

pembentukan dan pengeluaran cairan pleura. Cairan pleura dibentuk dalam jumlah kecil

untuk melumasi permukaan pleura (pleura adalah selaput tipis yang melapisi rongga dada

dan membungkus paru-paru). Bisa terjadi 2 jenis efusi yang berbeda:

1.Efusi pleura transudativa

Biasanya disebabkan oleh suatu kelainan pada tekanan normal di dalam paru-paru.

Jenis efusi transudativa yang paling sering ditemukan adalah gagal jantung kongestif.

2.Efusi pleura eksudativa

Terjadi akibat peradangan pada pleura, yang seringkali disebabkan oleh penyakit

paru-paru. Kanker, tuberkulosis dan infeksi paru lainnya, reaksi obat, asbetosis dan

sarkoidosis merupakan beberapa contoh penyakit yang bisa menyebabkan efusi pleura

eksudativa (Light, 2002).

3. Empiema

Page 2: Komplikasi Penata Laksanana Tb

Empiema adalah penumpukan cairan terinfeksi atau pus pada cavitas pleura (Baughman,

1997).

4. Laringitis

Laringitis tuberkulosa sebagai akibat tuberculosis paru. Sering kali walaupun

tuberculosis paru sembuh akan tetapi laryngitis tuberkulosisnya menetap. Hal ini terjadi

karena struktur mukosa laring yang sangat lekat dengan kartilago serta vaskularisasi yang

tidak sebaik paru, sehingga bila infeksi sudah mengenai kartilago, sehingga bila infeksi

telah mengenai kartilago (Light, 2002).

5. Menjalar ke organ lain yaitu usus

Komplikasi ini bisa timbul karena penderita mengonsumsi makanan/minuman yang

tercemar bakteri TBC. Bakteri ini bisa menyebabkan gangguan seperti penyumbatan,

penyempitan, bahkan membusuknya usus (Light, 2002).

b. Komplikasi lanjut

1. Obstruksi jalan nafas – SOPT (Syndrome Obstruksi Pasca Tuberkulosis)

Sindrom obstruksi difus pada penderita TB paru yang kelainan obstruksinya menuju

terjadinya sindrom obstruksi pasca TB (SOPT), sangat kompleks kemungkinannya antara

lain :

1) Infeksi TB dipengaruhi oleh reaksi imunologis perorangan, sehingga dapat

menimbulkan reaksi peradangan nonspesifik yang luas karena tertariknya neutrofil ke

dalam parenkim paru makrofag aktif.

2) Akibatnya timbul destruksi janingan paru oleh karena proses TB.

3) Destruksi jaringan pant disebabkan oleh proses proteolisis dan oksidasi akibat infeksi

TB.

4) TB paru merupakan infeksi menahun sehingga sistim imunologis diaktifkan untuk

jangka lama, akibatnya proses.proteolisis dan oksidasi sangat meningkat untuk jangka

lama sehingga destruksi matriks alveoli terjadi cukup luas menuju kerusakan pant yang

menahun dan mengakibatkan gangguan faal paru yang dapat dideteksi secara

spirometri (Wilson, 2006).

2. Amioloidosis

Page 3: Komplikasi Penata Laksanana Tb

Amiloidosis adalah suatu penyakit dimana amiloid (suatu protein yang tidak biasa,

yang dalam keadaan normal tidak ditemukan dalam tubuh), terkumpul dalam berbagai

jaringan. Terdapat beberapa bentuk amiloidosis:

a. Amiloidosis primer.

b. Penyebabnya tidak diketahui. Penyakit ini dihubungkan dengan kelainan sel plasma.

c. Amiloidosis sekunder.

Amiloidosis terjadi sekunder terhadap penyakit lain seperti tuberkulosis, artritis

rematoid, demam Mediterranian familial atau ileitis granulomatosa.

d. Amiloidosis herediter.

Mengenai saraf dan organ tertentu. Terjadi pada orang-orang dari Portugal, Swedia,

Jepang dan banyak negara lainnya.

Bentuk lain dari amiloidosis berhubungan dengan penuaan normal dan terutama mengenai

jantung. Penyebnya biasanya tidak diketahui. Penumpukan sejumlah besar amiloid dapat

mengganggu fungsi normal berbagai organ (Wilson, 2006).

Light, Richard W. 2002. Pleural Effusion. Diakses di www.nejm.org pada 12 April 2010.

Burman WJ, Cohn DL, et al. 1997. Noncomplience With Directly Observed Therapy for

Tuberculosis. CHEST; 111: 1168-1173.

Wilson, Lorraine M. 2006. Pola Obstruktif pada Penyakit Pernapasan. Patofisiologi Konsep

Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC,789-90, 799-800.

Page 4: Komplikasi Penata Laksanana Tb

Medikamentosa

Pengobatan Tuberkulosis

Pengobatan tuberculosis dibagi menjadi 2 fase, yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase

lanjutan (4-7 bulan). Panduan obat yang digunakan terdiri dari panduan obat utama dan

tambahan.

A. Obat anti tuberculosis (OAT)

Obat yang dipakai :

1. Jenis obat utama (lini 1)

a. INH (isoniazid)

b. Rifampisin (R)

c. Pirazinamid (Z)

d. Streptomisin (S)

e. Etambutol (E)

2. Jenis obat tambahan (lini 2)

a. Kanamisin

b. Amikasin

c. Kuinolon

d. Obat yng masih dalam penelitian, yaitu makrolid dan amoksilin + asam klavulanat

e. Obat-obat yang belum tersedia di Indonesia, yaitu kapreomisin, sikloserin, PAS,

derivate rifampisin dan INH, thioamides (ethionamide dan prothioamide). (Faisal,

2006).

Kemasan

a. Obat tunggal,

b. Obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination-FDC)

B. Klasifikasi Pengobatan tuberculosis dibagi menjadi:

1. TB paru (kasus baru),

Page 5: Komplikasi Penata Laksanana Tb

BTA positif atau pada foto toraks terdapat lesi luas

Panduan obat yang dianjurkan :

2 RHZE/4 RH atau 2 RHZE/6HE atau 2RHZE/4R3H3

Panduan ini dianjurkan untuk

a. TB paru BTA (+) kasus baru

b. TB paru BTA (-) dengan gambaran radiologi lesi luas (termasuk luluh paru).

2. TB paru (kasus baru)

BTA negative pada foto toraks terdapat lesi minimal

Panduan obat yang dianjurkan :

2 RHZE/4 RH atau 6RHE atau 2 RHZE/4R3H3

3. TB paru kasus kambuh

Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2 RHZES/ 1 RHZE. Fase lanjutan

sesuai dengan uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat

RHE selama 5 bulan.

4. TB paru dengan kasus gagal pengobatan

Sebelum ada hasil uji resistensi seharusnya diberikan obat lini 2 (contoh: 3-6 bulan

kanamisin, ofloksasin. Etionamid, sikloserin dilanjutkan 15-18 bulan ofloksasin,

etionamid, sikloserin). Dalam keadaan tidak memungkinkan pada fase awal dapat

diberikan 2 RHZES/1 RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak

terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan.

a. Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang oiptimal.

b. Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke dokter spesialisasi paru.

5. TB paru kasus putus berobat

Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai dengan

criteria sebagai berikut:

a. Berobat ≥4 bulan

1) BTA saat ini negative

Klinis dan radiologi tidak aktif atau ada perbaikan maka pengobatan OAT

dihentikan. Bila gambaran radiologi aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk

memastikan diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga kemungkinan penyakit

Page 6: Komplikasi Penata Laksanana Tb

paru lain. Bila terbukti TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan panduan

obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama.

2) BTA saat ini positif

Pengobatan dimulai dari awal dengan panduan obat yang lebih kuat dan jangka

waktu pengobatan yang lebih lama.

b. Berobat <4 bulan

1) Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan panduan obat yang lebih

kuat dari jangka waktu yang lebih lama

2) Bila BTA negative, gambarab foto toraks positif TB aktif pengobatan diteruskan.

6. TB paru kasus kronik

a. Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikan RHZES.

Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi (minimal

terdapat 4 macam OAT yang masih sensitive) ditambah dengan obat lini 2 seperti

kuinolon, makrolid dll. Pengobatan minimal 8 bulan.

b. Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup.

c. Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan/

d. Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke dokter spesialis paru. (Amin, 2007).

Amin, Zulkifli 2007. Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam Jilid 2. Jakarta: FKUI. Hal 988-95

Yunus, Faisal. 2006. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.

Jakarta: Indah OffsetCitra Grafika. Hal 26-8, 33-5

Nonmedika mentosa

1. Pendekatan DOTS

Hal yang paling penting pada tata laksana tuberculosis adalah keteraturan minum

obat.Pasien TB biasanya telah menunjukkan perbaikan beberapa minggu setelah

pengobatan sehingga merasa telah sembuh dan tidak melanjutkan

Page 7: Komplikasi Penata Laksanana Tb

pengobatan.Lingkungan social dan pengertian yang kurang mengenai tuberculosis dari

pasien serta keluarganya tidak menunjang keteraturan pasien untuk minum obat.

Kepatuhan pasien dikatakan baik bila pasien minum obat sesuai dengan dosis

yang ditentukan dalam paduan pengobatan.Kepatuhan pasien ini menjamin keberhasilan

pengobatan dan mencegah resistensi.Salah satu upaya untuk meningkatkan kepatuhan

pasien adalah dengan melakukan pengawasan langsung.

Gambar 6. Strategi DOTS

DOTSDirectly Observed Treatment Shortcourse

5 komponen strategi DOTS menurut WHO:1. Komitmen politis pengambil keputusan, termasuk dana2. Diagnosis TB dg pemeriksaan dahak scr mikroskopis*3. Pengobatan dg OAT jangkapendej dg pengawasan langsung

PMO (pengawas minum obat)4. Kesinambungan penyediaan OAT dg mutu terjamin5. Pencatatan pelaporan baku utk mempermudah pemantauan

dan evaluasi program penanggulangan TB

* pada anak dg skoring (DOTS modifikasi)

2. Sumber penularan dan case finding

Apabila kita menemukan seorang anak dengan TB, maka harus dicari sumber

penularan yang menyebabkan anak tersebut tertular TB.Sumber penularan adalah orang

dewasa yang menderita TB aktif dan melakukan kontak erat dengan anak

tersebut.Pelacakkan dilakukan dengan cara pemeriksaan radiologis dan BTA

sputum.Selain itu perlu dicari pula anak lain disekitarnya yang mungkin tertular dengan

cara uji tuberculin.

Sebaliknya jika ditemukan pasien TB dewasa aktif maka anak di sekitarnya atau

yang kontak erat harus ditelusuri ada atau tidaknya infeksi tuberkulosis. Pelacakkan

Page 8: Komplikasi Penata Laksanana Tb

tersebut dilakukan dengan cara anamnestik, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang yaitu uji tuberculin.

3. Aspek Sosial Ekonomi

Keterkaitan TB dengan masalah sosial ekonomi sangatlah erat. Pengobatan TB

secara adekuat memerlukan biaya yang cukup besar. Selain itu diperlukan penanganan

gizi yang baik.

Edukasi ditujukan kepada pasien dan keluarganya agar mengetahui tentang

tuberkulosis. Pasien TB anak tidak perlu diisolasi karena sebagian besar TB pada anak

tidak ditularkan pada anak yang lain.

4. Pencegahan

1. BCG

Imunisasi BCG diberikan pada usia sebelum 2 bulan.Dosis untuk bayi sebesar

0.05 ml dan untuk anak 0,10 ml diberikan intrakutan di daerah insersi otot deltoid

kanan .Bila BCG diberikan pada usia lebih dari 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji

tuberculin lebih dulu.Insidens TB anak yang mendapat BCG berhubungan dengan

kualitas vaksin yang digunakan, pemberian vaksin, jarak pemberian vaksin dan

intensitas pemaparan infeksi.BCG efektif untuk mencegah milier, meningitis dan

spondilitis TB pada anak.BCG memberikan perlindugan terhadap milier TB, meningitis

TB, TB tulang dan sendi dan kavitas sedikitnya 75%.BCG ulangan tidak dianjurkan

mengingat efektivitas perlindungannya hanya 40%.BCG relative aman, jarang ada efek

samping serius, yang sering ditemukan ulserasi local dan limfadenitis.Kontraindikasi

pemberian imunisasi BCG:defisiensi imun, infeksi berat, luka bakar

2.Kemoprofilaksis

Kemoprofilaksis primer bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi TB pada

anak, sedangkan kemoprofilaksis sekunder mencegah aktifnya infeksi sehingga anak

tidak sakit.Pada kemoprofilaksis primer diberikan INH dengan dosis 5-10

mg/kg/bb/hari, dosis tunggal, pada anak yang kontak dengan TB menular, terutama

dengan BTA sputum positif, tetapi belum terinfeksi(uji tuberkulin negative).Obat

dihentikan bila sumber kontak sudah tidak menular lagi dan anak ternyata tetap tidak

infeksi(setelah uji tuberkulin ulangan).

Page 9: Komplikasi Penata Laksanana Tb

Kemoprofilaksis sekunder diberikan pada anak yang telah terinfeksi, tetapi belum

sakit, ditandai dengan uji tuberculin positif, klinis, dan radiologis normal.Anak yang

mendapat kemoprofilaksis sekunder adalah usia balita, menderita morbili, varisela dan

pertusis mendapat obat imunosupresif yang lama(sitostatik dan kortikosteroid), usia

remaja dan infeksi TB paru, konversi uji tuberculin dalam waktu kurang dari 12 bulan

(Rahajoe,2005)

1. Nastiti N Rahajoe, Darfioes Basir, Makmuri MS, Cissy B Kartasasmita: Pedoman

Nasional Tuberkulosis Anak 2005, Unit Kerja Koordinasi Pulmonologi IDAI.