Komplikasi Penata Laksanana Tb
-
Upload
bellindra-putra-haryoko -
Category
Documents
-
view
162 -
download
8
Transcript of Komplikasi Penata Laksanana Tb
Komplikasi Tb Paru Pada Dewasa
Penyakit tuberculosis paru jika tidak di tangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi.
Komplikasi di bagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.
a. Komplikasi dini:
1. Pleuritis
Pleuritis TB dapat merupakan manifestasi dari tuberkulosis primer atau tuberkulosis
post primer (reaktivasi). Secara tradisional, pleuritis TB dianggap sebagai manifestasi TB
primer yang banyak terjadi pada anak-anak. Pada tahun-tahun terakhir ini, umur rata-rata
pasien dengan Pleuritis TB primer telah meningkat. Hipotesis terbaru mengenai Pleuritis
TB primer menyatakan bahwa pada 6-12 minggu setelah infeksi primer terjadi pecahnya
fokus kaseosa subpleura ke kavitas pleura. Antigen mikobakterium TB memasuki kavitas
pleura dan berinteraksi dengan Sel T yang sebelumnya telah tersensitisasi mikobakteria, hal
ini berakibat terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe lambat yang menyebabkan terjadinya
eksudasi oleh karena meningkatnya permeabilitas dan menurunnya klirens sehingga terjadi
akumulasi cairan di kavitas pleura. Cairan efusi ini secara umum adalah eksudat tapi dapat
juga berupa serosanguineous dan biasanya mengandung sedikit basil TB (Light, 2002).
2. Efusi pleura
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya cairan pleura dalam jumlah yang
berlebihan di dalam rongga pleura, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara
pembentukan dan pengeluaran cairan pleura. Cairan pleura dibentuk dalam jumlah kecil
untuk melumasi permukaan pleura (pleura adalah selaput tipis yang melapisi rongga dada
dan membungkus paru-paru). Bisa terjadi 2 jenis efusi yang berbeda:
1.Efusi pleura transudativa
Biasanya disebabkan oleh suatu kelainan pada tekanan normal di dalam paru-paru.
Jenis efusi transudativa yang paling sering ditemukan adalah gagal jantung kongestif.
2.Efusi pleura eksudativa
Terjadi akibat peradangan pada pleura, yang seringkali disebabkan oleh penyakit
paru-paru. Kanker, tuberkulosis dan infeksi paru lainnya, reaksi obat, asbetosis dan
sarkoidosis merupakan beberapa contoh penyakit yang bisa menyebabkan efusi pleura
eksudativa (Light, 2002).
3. Empiema
Empiema adalah penumpukan cairan terinfeksi atau pus pada cavitas pleura (Baughman,
1997).
4. Laringitis
Laringitis tuberkulosa sebagai akibat tuberculosis paru. Sering kali walaupun
tuberculosis paru sembuh akan tetapi laryngitis tuberkulosisnya menetap. Hal ini terjadi
karena struktur mukosa laring yang sangat lekat dengan kartilago serta vaskularisasi yang
tidak sebaik paru, sehingga bila infeksi sudah mengenai kartilago, sehingga bila infeksi
telah mengenai kartilago (Light, 2002).
5. Menjalar ke organ lain yaitu usus
Komplikasi ini bisa timbul karena penderita mengonsumsi makanan/minuman yang
tercemar bakteri TBC. Bakteri ini bisa menyebabkan gangguan seperti penyumbatan,
penyempitan, bahkan membusuknya usus (Light, 2002).
b. Komplikasi lanjut
1. Obstruksi jalan nafas – SOPT (Syndrome Obstruksi Pasca Tuberkulosis)
Sindrom obstruksi difus pada penderita TB paru yang kelainan obstruksinya menuju
terjadinya sindrom obstruksi pasca TB (SOPT), sangat kompleks kemungkinannya antara
lain :
1) Infeksi TB dipengaruhi oleh reaksi imunologis perorangan, sehingga dapat
menimbulkan reaksi peradangan nonspesifik yang luas karena tertariknya neutrofil ke
dalam parenkim paru makrofag aktif.
2) Akibatnya timbul destruksi janingan paru oleh karena proses TB.
3) Destruksi jaringan pant disebabkan oleh proses proteolisis dan oksidasi akibat infeksi
TB.
4) TB paru merupakan infeksi menahun sehingga sistim imunologis diaktifkan untuk
jangka lama, akibatnya proses.proteolisis dan oksidasi sangat meningkat untuk jangka
lama sehingga destruksi matriks alveoli terjadi cukup luas menuju kerusakan pant yang
menahun dan mengakibatkan gangguan faal paru yang dapat dideteksi secara
spirometri (Wilson, 2006).
2. Amioloidosis
Amiloidosis adalah suatu penyakit dimana amiloid (suatu protein yang tidak biasa,
yang dalam keadaan normal tidak ditemukan dalam tubuh), terkumpul dalam berbagai
jaringan. Terdapat beberapa bentuk amiloidosis:
a. Amiloidosis primer.
b. Penyebabnya tidak diketahui. Penyakit ini dihubungkan dengan kelainan sel plasma.
c. Amiloidosis sekunder.
Amiloidosis terjadi sekunder terhadap penyakit lain seperti tuberkulosis, artritis
rematoid, demam Mediterranian familial atau ileitis granulomatosa.
d. Amiloidosis herediter.
Mengenai saraf dan organ tertentu. Terjadi pada orang-orang dari Portugal, Swedia,
Jepang dan banyak negara lainnya.
Bentuk lain dari amiloidosis berhubungan dengan penuaan normal dan terutama mengenai
jantung. Penyebnya biasanya tidak diketahui. Penumpukan sejumlah besar amiloid dapat
mengganggu fungsi normal berbagai organ (Wilson, 2006).
Light, Richard W. 2002. Pleural Effusion. Diakses di www.nejm.org pada 12 April 2010.
Burman WJ, Cohn DL, et al. 1997. Noncomplience With Directly Observed Therapy for
Tuberculosis. CHEST; 111: 1168-1173.
Wilson, Lorraine M. 2006. Pola Obstruktif pada Penyakit Pernapasan. Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC,789-90, 799-800.
Medikamentosa
Pengobatan Tuberkulosis
Pengobatan tuberculosis dibagi menjadi 2 fase, yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase
lanjutan (4-7 bulan). Panduan obat yang digunakan terdiri dari panduan obat utama dan
tambahan.
A. Obat anti tuberculosis (OAT)
Obat yang dipakai :
1. Jenis obat utama (lini 1)
a. INH (isoniazid)
b. Rifampisin (R)
c. Pirazinamid (Z)
d. Streptomisin (S)
e. Etambutol (E)
2. Jenis obat tambahan (lini 2)
a. Kanamisin
b. Amikasin
c. Kuinolon
d. Obat yng masih dalam penelitian, yaitu makrolid dan amoksilin + asam klavulanat
e. Obat-obat yang belum tersedia di Indonesia, yaitu kapreomisin, sikloserin, PAS,
derivate rifampisin dan INH, thioamides (ethionamide dan prothioamide). (Faisal,
2006).
Kemasan
a. Obat tunggal,
b. Obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination-FDC)
B. Klasifikasi Pengobatan tuberculosis dibagi menjadi:
1. TB paru (kasus baru),
BTA positif atau pada foto toraks terdapat lesi luas
Panduan obat yang dianjurkan :
2 RHZE/4 RH atau 2 RHZE/6HE atau 2RHZE/4R3H3
Panduan ini dianjurkan untuk
a. TB paru BTA (+) kasus baru
b. TB paru BTA (-) dengan gambaran radiologi lesi luas (termasuk luluh paru).
2. TB paru (kasus baru)
BTA negative pada foto toraks terdapat lesi minimal
Panduan obat yang dianjurkan :
2 RHZE/4 RH atau 6RHE atau 2 RHZE/4R3H3
3. TB paru kasus kambuh
Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2 RHZES/ 1 RHZE. Fase lanjutan
sesuai dengan uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat
RHE selama 5 bulan.
4. TB paru dengan kasus gagal pengobatan
Sebelum ada hasil uji resistensi seharusnya diberikan obat lini 2 (contoh: 3-6 bulan
kanamisin, ofloksasin. Etionamid, sikloserin dilanjutkan 15-18 bulan ofloksasin,
etionamid, sikloserin). Dalam keadaan tidak memungkinkan pada fase awal dapat
diberikan 2 RHZES/1 RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak
terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan.
a. Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang oiptimal.
b. Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke dokter spesialisasi paru.
5. TB paru kasus putus berobat
Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai dengan
criteria sebagai berikut:
a. Berobat ≥4 bulan
1) BTA saat ini negative
Klinis dan radiologi tidak aktif atau ada perbaikan maka pengobatan OAT
dihentikan. Bila gambaran radiologi aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk
memastikan diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga kemungkinan penyakit
paru lain. Bila terbukti TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan panduan
obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama.
2) BTA saat ini positif
Pengobatan dimulai dari awal dengan panduan obat yang lebih kuat dan jangka
waktu pengobatan yang lebih lama.
b. Berobat <4 bulan
1) Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan panduan obat yang lebih
kuat dari jangka waktu yang lebih lama
2) Bila BTA negative, gambarab foto toraks positif TB aktif pengobatan diteruskan.
6. TB paru kasus kronik
a. Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikan RHZES.
Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi (minimal
terdapat 4 macam OAT yang masih sensitive) ditambah dengan obat lini 2 seperti
kuinolon, makrolid dll. Pengobatan minimal 8 bulan.
b. Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup.
c. Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan/
d. Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke dokter spesialis paru. (Amin, 2007).
Amin, Zulkifli 2007. Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid 2. Jakarta: FKUI. Hal 988-95
Yunus, Faisal. 2006. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.
Jakarta: Indah OffsetCitra Grafika. Hal 26-8, 33-5
Nonmedika mentosa
1. Pendekatan DOTS
Hal yang paling penting pada tata laksana tuberculosis adalah keteraturan minum
obat.Pasien TB biasanya telah menunjukkan perbaikan beberapa minggu setelah
pengobatan sehingga merasa telah sembuh dan tidak melanjutkan
pengobatan.Lingkungan social dan pengertian yang kurang mengenai tuberculosis dari
pasien serta keluarganya tidak menunjang keteraturan pasien untuk minum obat.
Kepatuhan pasien dikatakan baik bila pasien minum obat sesuai dengan dosis
yang ditentukan dalam paduan pengobatan.Kepatuhan pasien ini menjamin keberhasilan
pengobatan dan mencegah resistensi.Salah satu upaya untuk meningkatkan kepatuhan
pasien adalah dengan melakukan pengawasan langsung.
Gambar 6. Strategi DOTS
DOTSDirectly Observed Treatment Shortcourse
5 komponen strategi DOTS menurut WHO:1. Komitmen politis pengambil keputusan, termasuk dana2. Diagnosis TB dg pemeriksaan dahak scr mikroskopis*3. Pengobatan dg OAT jangkapendej dg pengawasan langsung
PMO (pengawas minum obat)4. Kesinambungan penyediaan OAT dg mutu terjamin5. Pencatatan pelaporan baku utk mempermudah pemantauan
dan evaluasi program penanggulangan TB
* pada anak dg skoring (DOTS modifikasi)
2. Sumber penularan dan case finding
Apabila kita menemukan seorang anak dengan TB, maka harus dicari sumber
penularan yang menyebabkan anak tersebut tertular TB.Sumber penularan adalah orang
dewasa yang menderita TB aktif dan melakukan kontak erat dengan anak
tersebut.Pelacakkan dilakukan dengan cara pemeriksaan radiologis dan BTA
sputum.Selain itu perlu dicari pula anak lain disekitarnya yang mungkin tertular dengan
cara uji tuberculin.
Sebaliknya jika ditemukan pasien TB dewasa aktif maka anak di sekitarnya atau
yang kontak erat harus ditelusuri ada atau tidaknya infeksi tuberkulosis. Pelacakkan
tersebut dilakukan dengan cara anamnestik, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang yaitu uji tuberculin.
3. Aspek Sosial Ekonomi
Keterkaitan TB dengan masalah sosial ekonomi sangatlah erat. Pengobatan TB
secara adekuat memerlukan biaya yang cukup besar. Selain itu diperlukan penanganan
gizi yang baik.
Edukasi ditujukan kepada pasien dan keluarganya agar mengetahui tentang
tuberkulosis. Pasien TB anak tidak perlu diisolasi karena sebagian besar TB pada anak
tidak ditularkan pada anak yang lain.
4. Pencegahan
1. BCG
Imunisasi BCG diberikan pada usia sebelum 2 bulan.Dosis untuk bayi sebesar
0.05 ml dan untuk anak 0,10 ml diberikan intrakutan di daerah insersi otot deltoid
kanan .Bila BCG diberikan pada usia lebih dari 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji
tuberculin lebih dulu.Insidens TB anak yang mendapat BCG berhubungan dengan
kualitas vaksin yang digunakan, pemberian vaksin, jarak pemberian vaksin dan
intensitas pemaparan infeksi.BCG efektif untuk mencegah milier, meningitis dan
spondilitis TB pada anak.BCG memberikan perlindugan terhadap milier TB, meningitis
TB, TB tulang dan sendi dan kavitas sedikitnya 75%.BCG ulangan tidak dianjurkan
mengingat efektivitas perlindungannya hanya 40%.BCG relative aman, jarang ada efek
samping serius, yang sering ditemukan ulserasi local dan limfadenitis.Kontraindikasi
pemberian imunisasi BCG:defisiensi imun, infeksi berat, luka bakar
2.Kemoprofilaksis
Kemoprofilaksis primer bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi TB pada
anak, sedangkan kemoprofilaksis sekunder mencegah aktifnya infeksi sehingga anak
tidak sakit.Pada kemoprofilaksis primer diberikan INH dengan dosis 5-10
mg/kg/bb/hari, dosis tunggal, pada anak yang kontak dengan TB menular, terutama
dengan BTA sputum positif, tetapi belum terinfeksi(uji tuberkulin negative).Obat
dihentikan bila sumber kontak sudah tidak menular lagi dan anak ternyata tetap tidak
infeksi(setelah uji tuberkulin ulangan).
Kemoprofilaksis sekunder diberikan pada anak yang telah terinfeksi, tetapi belum
sakit, ditandai dengan uji tuberculin positif, klinis, dan radiologis normal.Anak yang
mendapat kemoprofilaksis sekunder adalah usia balita, menderita morbili, varisela dan
pertusis mendapat obat imunosupresif yang lama(sitostatik dan kortikosteroid), usia
remaja dan infeksi TB paru, konversi uji tuberculin dalam waktu kurang dari 12 bulan
(Rahajoe,2005)
1. Nastiti N Rahajoe, Darfioes Basir, Makmuri MS, Cissy B Kartasasmita: Pedoman
Nasional Tuberkulosis Anak 2005, Unit Kerja Koordinasi Pulmonologi IDAI.