Klasifikasi hasil belajar merupakan saat terselesaikannya...

33
11 Klasifikasi hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran. Klasifikasi hasil belajar menurut Agus Suprijono (2009) secara garis besar membagi menjadi 3 ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, ranak psikomotorik : 1. Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intektual. 2. Ranah efektif, berkenaan dengan sikap. 3. Ranah psikomotorik, berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Jadi, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah hasil akhir dari proses kegiatan belajar peserta didik setelah mengikuti pembelajaran di kelas, yaitu menerima suatu pelajaran untuk mencapai kompetensi yang akan dicapai dengan menggunakan alat penilaian yang disusun oleh guru berupa tes yang hasilnya berupa nilai kemampuan peserta didik setelah tes diberikan sebagai perwujudan dari upaya yang telah dilakukan selama proses belajar mengajar. Hasil belajar peserta didik dihitung berdasarkan evaluasi, pengukuran dan asesmen. Untuk mengukur hasil belajar peserta didik dalam sebuah pembelajaran agar dapat mengetahui apakah materi yang disampaikan sudah mencapai tujuan pembelajaran, bisa dilakukan dengan menggunakan dua teknik yaitu, tes dan non tes. B). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Hasil belajar sebagai salah satu indikator pencapaian tujuan pembelajaran di kelas tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar itu sendiri. Sugihartono, dkk. (2007: 76-77),

Transcript of Klasifikasi hasil belajar merupakan saat terselesaikannya...

Page 1: Klasifikasi hasil belajar merupakan saat terselesaikannya ...perpus.umpalangkaraya.ac.id/digilib/files/disk1/5/123-dfadf...kegiatan belajar peserta didik setelah mengikuti pembelajaran

11

Klasifikasi hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan

pelajaran. Klasifikasi hasil belajar menurut Agus Suprijono (2009) secara

garis besar membagi menjadi 3 ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif,

ranak psikomotorik :

1. Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intektual.

2. Ranah efektif, berkenaan dengan sikap.

3. Ranah psikomotorik, berkenaan dengan hasil belajar

keterampilan dan kemampuan bertindak.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah hasil akhir dari proses

kegiatan belajar peserta didik setelah mengikuti pembelajaran di kelas,

yaitu menerima suatu pelajaran untuk mencapai kompetensi yang akan

dicapai dengan menggunakan alat penilaian yang disusun oleh guru

berupa tes yang hasilnya berupa nilai kemampuan peserta didik setelah

tes diberikan sebagai perwujudan dari upaya yang telah dilakukan selama

proses belajar mengajar. Hasil belajar peserta didik dihitung berdasarkan

evaluasi, pengukuran dan asesmen. Untuk mengukur hasil belajar

peserta didik dalam sebuah pembelajaran agar dapat mengetahui apakah

materi yang disampaikan sudah mencapai tujuan pembelajaran, bisa

dilakukan dengan menggunakan dua teknik yaitu, tes dan non tes.

B). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Hasil belajar sebagai salah satu indikator pencapaian tujuan

pembelajaran di kelas tidak terlepas dari faktor-faktor yang

mempengaruhi hasil belajar itu sendiri. Sugihartono, dkk. (2007: 76-77),

Page 2: Klasifikasi hasil belajar merupakan saat terselesaikannya ...perpus.umpalangkaraya.ac.id/digilib/files/disk1/5/123-dfadf...kegiatan belajar peserta didik setelah mengikuti pembelajaran

12

menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar, sebagai

berikut:

a. Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu yang

sedang belajar. Faktor internal meliputi: faktor jasmaniah dan faktor

psikologis.

b. Faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar individu. Faktor

eksternal meliputi: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor

masyarakat.

Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan belajaran

diatas dapat dikaji bahwa belajar itu merupakan proses yang cukup

kompleks. Aktivitas belajar individu memang tidak selamanya

menguntukan. Kadang-kadang juga lancar. Kadang-kadang mudah

menangkap apa yang dipelajari, kadang sulit mencerna mata pelajaran.

Dalam keadaan dimana anak/peserta didik dapat belajar sebagaimana

mestinya, itulah yang disebut belajar.

2. Pembelajaran IPA

A) IPA Secara Umun

1. Pengertian IPA

Ilmu pengetahuan alam merupakan terjemahan kata-kata Inggris

yaitu natural science, artinya ilmu pengetahuan alam (IPA).

Berhubungan dengan alam atau bersangkutan dengan alam, sedangkan

science artinya ilmu pengetahuan. Jadi ilmu pengetahuan alam (IPA)

Page 3: Klasifikasi hasil belajar merupakan saat terselesaikannya ...perpus.umpalangkaraya.ac.id/digilib/files/disk1/5/123-dfadf...kegiatan belajar peserta didik setelah mengikuti pembelajaran

13

science dapat disebut sebagai ilmu tentang alam. Ilmu yang mempelajari

peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam.

IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam semesta

beserta isi dan kejadian-kejadian yang dapat diperoleh dan

dikembangkan baik secara induktif atau deduktif. Ada dua hal yang

berkaitan dengan IPA yaitu IPA sebagai produk dan IPA sebagai proses.

IPA sebagai produk yaitu pengetahuan IPA yang berupa pengetahuan

faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif. IPA sebagai proses

yaitu kerja ilmiah. Baik produk atau proses IPA merupakan subjek kajian

IPA. Dengan belajar IPA, belajar produk dan bagaimana proses IPA

dapat kita peroleh. Dalam kehidupan kita sehari-hari banyak pengetahuan

yang kita dapat. Pengetahuan tentang agama, pendidikan, kesehatan,

ekonomi, politik, sosial, dan alam sekitar adalah contoh pengetahuan

yang dimiliki oleh tiap manusia. Pada pengertian IPA yang kedua dapat

kita ketahui bahwa IPA merupakan pengetahuan yang ilmiah, yaitu

pengetahuan yang diperoleh secara ilmiah. Hal ini menunjukkan bahwa

ilmu mempunyai dua sifat utama. Sifat utama tersebut antara lain adalah

rasional dan objektif. Rasional berarti masuk akal, logis, atau diterima

akal sehat sedangkan objektif mempunyai arti sesuai dengan objeknya,

kenyataan, atau pengamatan. Pengetahuan Alam dipandang sebagai cara

berfikir dalam pencarian tentang rahasia alam sebagai cara penyelidikan

terhadap gejala alam dan sebagai batang tubuh pengetahuan yang

dihasilkan dari inquiry. Selain dapat belajar tentang proses dan produk

Page 4: Klasifikasi hasil belajar merupakan saat terselesaikannya ...perpus.umpalangkaraya.ac.id/digilib/files/disk1/5/123-dfadf...kegiatan belajar peserta didik setelah mengikuti pembelajaran

14

IPA, dengan belajar IPA kita juga dapat ketahui tentang cara berfikir

yang baik. Ilmu Pengetahuan Alam mempunyai objek dan permasalahan

jelas yaitu berobjek benda-benda alam dan mengungkapan misteri

(gejala-gejala) alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada

hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia. Hal ini

sebagaimana diungkapkan oleh Powler (Usman Samatowa, 2006: 2), IPA

merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala-gejala alam dan

kebendaan yang sistematis yang disusun secara teratur, berlaku umum

yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan eksprimen.

Menurut Patta Bundu (2006: 11) sains secara garis besar atau pada

hakikatnya IPA memiliki tiga komponen, yaitu proses ilmiah, produk

ilmiah, dan sikap ilmiah. Proses ilmiah adalah suatu kegiatan ilmiah yang

dilaksanakan dalam rangka menemukan produk ilmiah. Proses ilmiah

meliputi mengamati, mengklasifikasi, memprediksi, merancang, dan

melaksanakan eksperimen. Produk ilmiah meliputi prinsip, konsep,

hukum, dan teori. Produk ilmiah berupa pengetahuan-pengetahuan alam

yang telah ditemukan dan diuji secara ilmiah.Sikap ilmiah merupakan

keyakinan akan nilai yang harus dipertahankan ketika mencari atau

mengembangkan pengetahuan baru. Sikap ilmiah meliputi ingin tahu,

hati-hati, obyektif, dan jujur.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa IPA menurut

hakikatnya adalah suatu cara untuk memperoleh pengetahuan baru yang

berupa produk ilmiah dan sikap ilmiah melalui suatu kegiatan yang

Page 5: Klasifikasi hasil belajar merupakan saat terselesaikannya ...perpus.umpalangkaraya.ac.id/digilib/files/disk1/5/123-dfadf...kegiatan belajar peserta didik setelah mengikuti pembelajaran

15

disebut proses ilmiah. Siapapun yang akan mempelajari IPA haruslah

melakukan suatu kegiatan yang disebut sebagai proses ilmiah. Seseorang

dapat menemukan pengetahuan baru dan menanamkan sikap yang ada

dalam dirinya melalui proses ilmiah tersebut.

B) Pembelajaran IPA SD

1. Pengetian IPA SD

Pembelajaran IPA yang dilaksanakan bagi peserta didik SD harus

memenuhi hakikat IPA. Hakikat IPA memiliki tiga komponen, yaitu sains

sebagai produk, sains sebagai proses, dan sains sebagai sikap ilmiah (Patta

Bundu, 2006: 11). Jadi, pembelajaran IPA harus melingkupi hakikat IPA

yang memiliki tiga komponen tersebut.Selain itu, pelajaran IPA dalam

pengembangannya untuk anak usia SD harus disesuaikan dengan

karakteristik dan perkembangan kognitifnya.

Pembelajaran IPA harus menerapkan proses ilmiah. Pembelajaran

harus berlangsung menggunakan proses-proses yang telah digunakan oleh

para ilmuwan IPA. Proses-proses tersebut dinamakan keterampilan proses.

Untuk peserta didik SD, keterampilan proses dapat dikembangkan dengan

mengembangkan keterampilan mengamati, mengelompokkan, mengukur,

mengkomunikasikan, meramalkan, dan menyimpulkan.

Selama peserta didik melakukan kegiatan ilmiah, dalam

pembelajaran IPA diharapkan dapat menemukan suatu pengetahuan baru

yang disebut dengan produk ilmiah. Melalui proses ilmiah, peserta didik

diharapkan dapat mempelajari pengetahuan-pengetahuan tentang IPA.

Page 6: Klasifikasi hasil belajar merupakan saat terselesaikannya ...perpus.umpalangkaraya.ac.id/digilib/files/disk1/5/123-dfadf...kegiatan belajar peserta didik setelah mengikuti pembelajaran

16

Produk ilmiah yang berupa konsep, hukum, dan teori untuk anak usia SD

sudah disusun dalam kurikulum. Di dalam kurikulum sudah dijelaskan

mengenai Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Indikator yang

harus dicapai oleh peserta didik. Pembelajaran yang menerapkan proses

ilmiah akan membentuk suatu sikap yang disebut sikap ilmiah. Agar

pengetahuan IPA yang didapat adalah pengetahuan yang benar, maka

peserta didik harus menerapkan sikap ilmiah. Sikap ilmiah tersebut

meliputi ingin tahu, hati-hati, obyektif, dan jujur.

2. Prinsip-prinsip pembelajaran IPA di SD

Pembelajaran IPA di SD akan efektif bila peserta didik aktif

berpartisipasi dalam proses pembelajaran. Oleh sebab itu guru SD perlu

menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran di SD.

Prinsip-prinsip pembelajaran di SD menurut Depdiknas (dalam

Maslichah, 2006:44) adalah “ Prinsip motivasi, prinsip latar, prinsip

menemukan, prinsip belajar melakukan (learning to doing), prinsip belajar

sambil bermain, prinsip hubungan sosial”. Prinsip pembelajaran di atas

dapat di uraikan sebagai berikut :

1. Prinsip motivasi, merupakan daya dorong seseorang untuk melakukan

sesuatu. Jadi motivasi peserta didik perlu di tumbuhkan, guru harus

berperan sebagai motivator sehingga muncul rasa ingin tahu peserta

didik terhadap pembelajaran.

2. Prinsip latar, pada hakikatnya peserta didik telah memiliki pengetahuan

awal. Oleh karena itu dalam pembelajaran sebaiknya guru perlu

Page 7: Klasifikasi hasil belajar merupakan saat terselesaikannya ...perpus.umpalangkaraya.ac.id/digilib/files/disk1/5/123-dfadf...kegiatan belajar peserta didik setelah mengikuti pembelajaran

17

menggali pengetahuan, keterampilan, pengalaman apa yang telah di

miliki peserta didik sehingga kegiatan pembelajaran tidak berawal dari

kekosongan terhadap materi.

3. Prinsip menemukan, pada dasarnya peserta didik sudah memiliki rasa

ingin tahu yang besar sehingga berpotensi untuk mencari tahu guna

menemukan sesuatu.

4. Prinsip belajar sambil melakukan, pengalaman yang di peroleh melalui

bekerja merupakan hasil belajar yang tidak mudah di lupakan. Oleh

karena itu dalam proses pembelajaran hendaknya peserta didik di

arahkan untuk berkegiatan.

5. Prinsip belajar sambil bermain, bermain merupakan kegiatan yang di

sukai pada usia SD, dengan bermaian akan menciptakan suasana yang

menyenangkan sehingga akan mendorong peserta didik untuk

melibatkan diri dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu dalam

setiap pembelajaran perludiciptakan suasana yang menyenangkan

melalui kegiatan bermain sehingga memunculkan kekreatifan peserta

didik.

6. Prinsip hubungan sosial, dalam beberapa hal kegiatan belajar akan lebih

berhasil jika di kerjakan secara berkelompok. Dengan kegiatan

berkelompok peserta didik tahu kelebihan dan kekurangannya sehingga

tumbuh kesadaran perlunya interaksi dan kerjasama dengan orang lain

Page 8: Klasifikasi hasil belajar merupakan saat terselesaikannya ...perpus.umpalangkaraya.ac.id/digilib/files/disk1/5/123-dfadf...kegiatan belajar peserta didik setelah mengikuti pembelajaran

18

3. Tujuan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di SD

Tujuan pembelajaran IPA (sains) di sekolah dasar (SD) dan madrasah

ibtidaiyah (MI) adalah agar peserta didik:

a. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang

bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari

b. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang

adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,

teknologi dan masyarakat.

c. Mengembangkan keteranpilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,

memecahkan masalah dan membuat keputusan

d. Berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan

lingkungan alam.

e. Menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan

Tuhan.

f. Memiliki pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai

dasaruntuk melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah pertama

(SMP) atau madrasah tsanawiyah (MTs).

4. Ruang Lingkup IPA SD

Adapun ruang lingkup bahan kajian IPA di SD menurut BSNP

(2006:485) meliputi aspek-aspek :

a. Mahkluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan

dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan,

b. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi : cair, padat dan gas,

Page 9: Klasifikasi hasil belajar merupakan saat terselesaikannya ...perpus.umpalangkaraya.ac.id/digilib/files/disk1/5/123-dfadf...kegiatan belajar peserta didik setelah mengikuti pembelajaran

19

c. Energi dan perubahannya meliputi : gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,

cahaya dan pesawat sederhana,

d. Bumi dan alam semesta meliputi : tata surya, dan benda-benda langit

lainnya.

Berdasarkan uraian di atas dapat di simpulkan bahwa ruang

lingkup IPA di SD adalah mahkluk hidup dan proses kehidupan,

benda/materi, energi dan perubahannya, serta bumi dan alam semesta.

Maka standar kompetensi yang dilaksanakan yaitu memahami

perubahan yang terjadi di alam dan hubungannya dengan penggunaan

sumber daya alam, kompetensi dasar yang digunakan yaitu

mengidentifikasi peristiwa alam yang terjadi di Indonesia dan dampaknya

bagi makhluk hidup dan lingkungannya. Untuk indikator yang

dikembangkan ada 4, yaitu

1. Membuat suatu laporan berdasarkan hasil pengamatan atau

pengalaman pribadi atau laporan surat kabar/media lainnya tentang

peristiwa alam misalnya tanah longsor.

2. Menjelaskan dampak dari peristiwa alam terhadap kehidupan

manusia, hewan dan lingkungan.

3. Pendekatan CTL (Contextual Teaching And Learning)

1. Pendekatan CTL (Contextual Teaching And Learning)

Kata kontekstual (contextual) berasal dari kata context yang berarti

“hubungan, konteks, suasana dan keadaan (konteks)” Adapun pengertian

CTL menurut Tim Penulis Depdiknas (2003: 5) adalah sebagai berikut:

Page 10: Klasifikasi hasil belajar merupakan saat terselesaikannya ...perpus.umpalangkaraya.ac.id/digilib/files/disk1/5/123-dfadf...kegiatan belajar peserta didik setelah mengikuti pembelajaran

20

Pembelajaran Konstektual adalah konsep belajar yang membantu guru

mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata

peserta didik dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara

pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan

mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama

pembelajaran efektif, yakni: kontruktivisme (contructivism), bertanya

(questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning

community), pemodelan (modeling), refleksi dan penelitian sebenarnya

(authentic assessment). Sedangkan menurut Jhonson (2006: 67) yang

mendefinisikan pembelajaran kontekstual (CTL) sebagai berikut: Sistem

CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para

peserta didik melihat makna di dalam materi akademik yang mereka

pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan

konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks

pribadi, sosial dan budaya mereka.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

kontekstual merupakan sebuah strategi pembelajaran yang dianggap tepat

untuk saat ini karena materi yang diajarkan oleh guru selalu dikaitkan

dengan kehidupan sehari-hari peserta didik. Dengan menggunakan

pembelajaran kontekstual, materi yang disajikan guru akan lebih

bermakna. Peserta didik akan menjadi peserta aktif dan membentuk

hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dalam kehidupan mereka.

Page 11: Klasifikasi hasil belajar merupakan saat terselesaikannya ...perpus.umpalangkaraya.ac.id/digilib/files/disk1/5/123-dfadf...kegiatan belajar peserta didik setelah mengikuti pembelajaran

21

2. Prinsip-prinsip dalam Pembelajaran Kontekstual

Model pembelajaran kontekstual mengacu pada sejumlah prinsip

dasar pembelajaran. Menurut Ditjen Dikdasmen Depdiknas 2002, dalam

Gafur (2003: 2) menyebutkan bahwa kurikulum dan pembelajaran

kontekstual perlu didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:

a) Keterkaitan, relevansi (relation). Proses belajar hendaknya ada

keterkaitan dengan bekal pengetahuan (prerequisite knowledge) yang

telah ada pada diri peserta didik.

b) Pengalaman langsung (experiencing). Pengalaman langsung dapat

diperoleh melalui kegiatan eksplorasi, penemuan (discovery),

inventory, investigasi, penelitian dan sebagainya. Experiencing

dipandang sebagai jantung pembelajaran kontekstual. Proses

pembelajaran akan berlangsung cepat jika peserta didik diberi

kesempatan untuk memanipulasi peralatan, memanfaatkan sumber

belajar, dan melakukan bentuk-bentuk kegiatan penelitian yang lain

secara aktif.

c) Aplikasi (applying). Menerapkan fakta, konsep, prinsip dan prosedur

yang dipelajari dalam dengan guru, antara peserta didik dengan

narasumber, memecahkan masalah dan mengerjakan tugas bersama

merupakan strategi pembelajaran pokok dalam pembelajaran

kontekstual.

d) Alih pengetahuan (transferring). Pembelajaran kontekstual

menekankan pada kemampuan peserta didik untuk mentransfer situasi

Page 12: Klasifikasi hasil belajar merupakan saat terselesaikannya ...perpus.umpalangkaraya.ac.id/digilib/files/disk1/5/123-dfadf...kegiatan belajar peserta didik setelah mengikuti pembelajaran

22

dan konteks yang lain merupakan pembelajaran tingkat tinggi, lebih

dari pada sekedar hafal.

e) Kerja sama (cooperating). Kerjasama dalam konteks saling tukar

pikiran, mengajukan dan menjawab pertanyaan, komunikasi interaktif

antar sesama peserta didik, antara peserta didik.

f) Pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang telah dimiliki pada

situasi lain.

Berdasarkan uraian diatas, prinsip-prinsip tersebut merupakan

bahan acuan untuk menerapkan metode kontekstual dalam pembelajaran.

Implementasi metode kontekstual lebih mengutamakan strategi

pembelajaran dari pada hasil belajar, yakni proses pembelajaran

berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan peserta didik bekerja

dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke peserta didik.

3. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual

Menurut Johnson dalam Nurhadi (2003 : 13), ada 8 komponen

yang menjadi karakteristik dalam pembelajaran kontekstual, yaitu

sebagai berikut :

a) Melakukan hubungan yang bermakna (making meaningfull

connection). Peserta didik dapat mengatur diri sendiri sebagai orang

yang belajar secara aktif dalam mengembangkan minatnya secara

individual, orang yang dapat bekerja sendiri atau bekerja dalam

kelompok, dan orang yang dapatbelajar sambil berbuat (learning by

doing).

Page 13: Klasifikasi hasil belajar merupakan saat terselesaikannya ...perpus.umpalangkaraya.ac.id/digilib/files/disk1/5/123-dfadf...kegiatan belajar peserta didik setelah mengikuti pembelajaran

23

b) Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan (doing significant

work). Peserta didik membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan

berbagai konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai pelaku

bisnis dan sebagai anggota masayarakat.

c) Belajar yang diatur sendiri (self-regulated learning). Peserta didik

melakukan kegiatan yang signifikan : ada tujuannya, ada urusannya

dengan orang lain, ada hubungannya dengan penentuan pilihan, dan

ada produknya atau hasilnya yang sifatnya nyata.

d) Bekerja sama (collaborating). Peserta didik dapat bekerja sama. Guru

dan peserta didik bekerja secara efektif dalam kelompok, guru

membantu peserta didik memahami bagaimana mereka saling

mempengaruhi dan saling berkomunikasi.

e) Berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking). Peserta

didik dapat menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi secara

kritis dan kreatif : dapat menganalisis, membuat sintesis, memecahkan

masalah, membuat keputusan, dan menggunakan logika dan bukti-

bukti.

f) Mengasuh atau memelihara pribadi peserta didik (nurturing the

individual). Peserta didik memelihara pribadinya : mengetahui,

memberi perhatian, memberi harapan-harapan yang tinggi,

memotivasi dan memperkuat diri sendiri. Peserta didik tidak dapat

berhasil tanpa dukungan orang dewasa.

Page 14: Klasifikasi hasil belajar merupakan saat terselesaikannya ...perpus.umpalangkaraya.ac.id/digilib/files/disk1/5/123-dfadf...kegiatan belajar peserta didik setelah mengikuti pembelajaran

24

g) Mencapai standar yang tinggi (reaching high standard). Peserta didik

mengenal dan mencapai standar yang tinggi : mengidentifikasi tujuan

dan memotivasi peserta didik untuk mencapainya. Guru

memperlihatkan kepada peserta didik cara mencapai apa yang disebut

“excellence”.

h) Menggunakan penilaian autentik (using authentic assessment).

Peserta didik menggunakan pengetahuan akademis dalam konteks

dunia nyata untuk suatu tujuan yang bermakna. Misalnya, peserta

didik boleh menggambarkan informasi akademis yang telah mereka

pelajari untuk dipublikasikan dalam kehidupan nyata.

4. Komponen-Komponen Pembelajaran Kontekstual

a) Kontruktivisme (contructivism)

Kontruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi)

pembelajaran kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh

manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks

yang terbatas (sempit) dan tidak seakan-akan. Pengetahuan bukanlah

seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap diambil dan

diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi

makna melalui pengalaman nyata, karena pengetahuan tumbuh dan

berkembang melalui pengalaman nyata. Menurut Zahorik (1995: 14-22),

mengemukakan bahwa terdapat lima elemen yang harus diperhatikan

dalam praktek pembelajaran kontekstual, antara lain sebagai berikut:

1) Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activing knowledge).

Page 15: Klasifikasi hasil belajar merupakan saat terselesaikannya ...perpus.umpalangkaraya.ac.id/digilib/files/disk1/5/123-dfadf...kegiatan belajar peserta didik setelah mengikuti pembelajaran

25

2) Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge) dengan cara

mempelajari secara keseluruhan terlebih dahulu,

kemudianmemperhatikan detailnya.

3) Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), yaitu dengan

cara menyusun konsep sementara (hipotesis, melakukan sharing

kepada orang lain agar mendapat tanggapan (validasi) dan atas dasar

tanggapan itu, konsep tersebut direvisi dan dikembangkan.

4) Mempraktekan pengetahuan dan pengalaman tersebut

(applyingknowledge).

5) Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap straregi

pengembangan pengetahuan tersebut.

b) Menemukan (inquiry)

Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan berbasis CTL.

Carin dan Sund (1975) dalam Mulyasa (2005: 108) mengemukakan

bahwa inqury adalah the pricess of investigating a problem. Sedangkan

Piaget mengemukakan bahwa: Metode inquiry merupakan metode yang

mempersiapkan peserta didik pada situasi untuk melakukan eksperimen

sendiri secara luas agar melihat apa yang terjadi, ingin melakukan

sesuatu, mengajukan pertanyaan, dan mencari jawabannya sendiri, serta

menghubungkan penemuan yang satu dengan penemuan yang lain,

membandingkan apa yang ditemukannya dengan yang ditemukan peserta

didik lain.

Page 16: Klasifikasi hasil belajar merupakan saat terselesaikannya ...perpus.umpalangkaraya.ac.id/digilib/files/disk1/5/123-dfadf...kegiatan belajar peserta didik setelah mengikuti pembelajaran

26

c) Bertanya (questioning)

Bertanya merupakan strategi penting dalam pembelajaran yang

berbasis CTL, karena pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu

bermula dari proses bertanya. Bertanya dalam pembelajaran dipandang

sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai

kemampuan berpikir peserta didik. Sedangkan bagi peserta didik

bertanya menunjukan ada perhatian terhadap materi yang dipelajari dan

kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan

pembelajaran yang berbasis inquiry, yaitu menggali informasi,

mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan

perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.

d) Masyarakat Belajar (learning community)

Konsep masyarakat belajar (learning community) ialah hasil

pembelajaran yang diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Guru

dalam pembelajaran kontekstual (CTL) selalu melaksanakan

pembelajaran dalam kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen.

Peserta didik yang pandai mengajari yang lemah, yang sudah tahu

memberi tahu yang belum tahu, dan seterusnya. Sehingga kelompok

peserta didik bisa sangat bervariasi bentuknya, keanggotaannya, jumlah

bahkan bisa melibatkan peserta didik di kelas atasnya, atau guru

melakukan kolaborasi dengan mendatangkan ahli ke kelas.

Pengembangan masyarakat belajar (learning community), akan

senantiasa mendorong terjadinya proses komunikasi multi arah. Masing-

Page 17: Klasifikasi hasil belajar merupakan saat terselesaikannya ...perpus.umpalangkaraya.ac.id/digilib/files/disk1/5/123-dfadf...kegiatan belajar peserta didik setelah mengikuti pembelajaran

27

masing pihak yang melakukan kegiatan belajar dapat menjadi sumber

belajar. Depdiknas, (2003: 16) Metode pembelajaran dengan tekhnik

“learning community” sangat membantu proses pembelajaran di kelas.

Prakteknya dalam pembelajaran terwujud dalam:

(1) Pembentukan kelompok kecil.

(2) Pembentukan kelompok besar.

(3) Mendatangkan ahli ke kelas.

(4) Bekerja dengan kelas sederajat.

(5) Bekerja kelompok dengan kelas di atasnya.

(6) Bekerja dengan masyarakat.

e) Pemodelan (modeling)

Komponen CTL yang lain adalah pemodelan. Proses pembelajaran

keterampilan atau pengetahuan tertentu, perlu ada model yang bisa ditiru.

Tugas guru memberi model tentang bagaimana cara bekerja. Guru bukan

satu-satunya model dalam pembelajaran CTL. Pemodelan disini adalah

bahwa dalam sebuah pembelajaran selalu ada model yang bisa ditiru oleh

para peserta didik. Guru memberi model tentang bagaimana cara belajar,

namun pada metode kontekstual guru bukanlah satu-satunya model,

karena model dapat juga didatangkan dari luar untuk kemudian

dihadirkan di kelas.

f) Refleksi (reflection)

Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau

berpikir ke belakang tentang apa yang sudah kita lakukan dimasa yang

Page 18: Klasifikasi hasil belajar merupakan saat terselesaikannya ...perpus.umpalangkaraya.ac.id/digilib/files/disk1/5/123-dfadf...kegiatan belajar peserta didik setelah mengikuti pembelajaran

28

lalu. Peserta didik mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai

struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi

dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap

kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima. Refleksi

dilakukan ketika pelajaran berakhir, peserta didik merenung tentang

kesalahannya dalam belajar, yang baru dia ketahui setelah mendapatkan

pengetahuan baru tentang hal itu, dan kemudian ia memperbaiki

kesalahannya itu.

g) Penilaian yang sebenarnya (authentic assessment)

Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang dapat

memberikan perkembangan belajar peserta didik. Gambaran

perkembangan belajar perlu diketahui oleh guru agar bisa mengetahui

bahwa peserta didik mengalami proses pembelajaran dengan benar.

Gambaran proses dan kemajuan belajar peserta didik perlu diketahui

sepanjang proses pembelajaran. Karena itu penilaian tidak hanya

dilakukan pada akhir periode sekolah, tetapi dilakukan bersama secara

terintegrasi (tidak terpisahkan) dari kegiatan pembelajaran. Menurut

Jhonson (2006: 288), penilaian autentik berfokus pada tujuan, melibatkan

pembelajaran secara langsung, mengharuskan membangun keterkaitan

dan kerjasama, menanamkan tingkat berpikir yang lebih tinggi.

5. Keuntungan Pendekatan Contextual Teaching And Learning (CTL)

Adapun keuntungan dari pendekatan CTL adalah:

Page 19: Klasifikasi hasil belajar merupakan saat terselesaikannya ...perpus.umpalangkaraya.ac.id/digilib/files/disk1/5/123-dfadf...kegiatan belajar peserta didik setelah mengikuti pembelajaran

29

a) Pembelajaran menjadi lebih bermakana dan riil, artinya peserta

didik dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara

pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini

sangat penting, sebab materi yang dipelajari peserta didik akan

tertanam erat dalam memori peserta didik, sehingga tidak akan

mudah dilupakan.

b) Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan

konsep kepada seorang peserta didik, karena metode pembalajaran

CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang peserta

didik dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui

landasan filosofis konstruktivisme peserta didik diharapkan belajar

melalui “ mengalami” bukan “menghapal”.

6. Kelebihan dan kelemahan dalam pembelajaran CTL (Contextual

Teaching and Learning) ;

a. Kelebihan dalam pembelajaran CTL (Contextual Teaching and

Learning).

Ada beberapa kelebihan dalam pembelajaran CTL (Contextual

Teaching and Learning) menurut Anisa (2009) yaitu :

1. Pembelajaran lebih bermakna, artinya peserta didik melakukan

sendiri kegiatan yang berhubung dengan materi yang ada sehingga

peserta didik dapat memahaminya sendiri.

Page 20: Klasifikasi hasil belajar merupakan saat terselesaikannya ...perpus.umpalangkaraya.ac.id/digilib/files/disk1/5/123-dfadf...kegiatan belajar peserta didik setelah mengikuti pembelajaran

30

2. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan

penguatan konsep kepada peserta didik karena pembelajaran CTL

menuntut peserta didik menemukan sendiri bukan menghafalkan.

3. Menumbuhkan keberanian peserta didik untuk mengemukakan

pendapat tentang materi yang dipelajari.

4. Menumbuhkan rasa ingin tahu tentang materi yang dipelajari

dengan bertanya kepada guru.

5. Menumbuhkan kemampuan dalam bekerjasama dengan teman

yang lain untuk memecahkan masalah yang ada.

6. Peserta didik dapat membuat kesimpulan sendiri dari kegiatan

pembelajaran.

b. Kelemahan dalam pembelajaran CTL (Contextual Teaching and

Learning).

Adapun kelebihan dalam pembelajaran CTL (Contextual Teaching

and Learning) menurut Dzaki (2009) yaitu :

1. Bagi peserta didik yang tidak dapat mengikuti pembelajaran, tidak

mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang sama dengan

teman lainnya Karena peserta didik tidak mengalami sendiri.

2. Perasaan khawatir pada anggota kelompok akan hilangnya

karakteristik peserta didik karena harus menyesuaikan dengan

kelompoknya.

3. Banyak peserta didik yang tidak senang apabila disuruh

bekerjasama dengan yang lainnya, karena peserta didik yang tekun

Page 21: Klasifikasi hasil belajar merupakan saat terselesaikannya ...perpus.umpalangkaraya.ac.id/digilib/files/disk1/5/123-dfadf...kegiatan belajar peserta didik setelah mengikuti pembelajaran

31

merasa harus bekerja melebihkan peserta didik yang tekun merasa

harus bekerja melebihan peserta didik yang lain dalam

kelompoknya.

Dari penjelasan di atas maka seorang guru dalam

menerapkan model pembelajaran CTL harus dapat memperhatikan

keadaan peserta didik dalam kelas. Selain itu, seorang guru juga

harus mampu membagi kelompok secara heterogen, agar peserta

didik yang pandai dapat membantu peserta didik yang kurang

pandai.

7. Langkah-langkah pembelajaran CTL (Contextual Teaching and

Learning).

Berikut Langkah-langkah Model Pembelajaran CTL (Contextual

Teaching and Learning), (Aliz Bomz, 2013) :

1. Kegiatan Awal

Guru menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk

mengikuti proses pembelajaran,

Apersepsi, sebagai penggalian pengetahuan awal peserta didik

terhadap materi yang akan diajarkan.

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan pokok-pokok materi

yang akan dipelajari

Penjelasan tentang pembagian kelompok dan cara belajar.

Page 22: Klasifikasi hasil belajar merupakan saat terselesaikannya ...perpus.umpalangkaraya.ac.id/digilib/files/disk1/5/123-dfadf...kegiatan belajar peserta didik setelah mengikuti pembelajaran

32

2. Kegiatan Inti

Peserta didik bekerja dalam kelompok menyelesaikan

permasalahan yang diajukan guru. Guru berkeliling untuk

mengawasi peserta didik.

Peserta didik wakil kelompok mempresentasikan hasil penyelesaian

dan alasan atas jawaban permasalahan yang diajukan guru.

Peserta didik dalam kelompok menyelesaikan lembar kerja (LKS:

soal cerita perkalian terlampir) yang diajukan guru. Guru

berkeliling untuk mengamati, memotivasi, dan memfasilitasi kerja

sama,

Peserta didik wakil kelompok mempresentasikan hasil kerja

kelompok dan kelompok yang lain menanggapi hasil kerja

kelompok yang mendapat tugas,

Dengan mengacu pada jawaban peserta didik, melalui tanya jawab,

guru dan peserta didik membahas cara penyelesaian masalah yang

tepat,

Guru mengadakan refleksi dengan menanyakan kepada peserta

didik tentang hal-hal yang dirasakan peserta didik, materi yang

belum dipahami dengan baik, kesan dan pesan selama mengikuti

pembelajaran.

3. Kegiatan Akhir

Guru dan peserta didik membuat kesimpulan cara menyelesaikan

soal cerita perkalian bilangan,

Page 23: Klasifikasi hasil belajar merupakan saat terselesaikannya ...perpus.umpalangkaraya.ac.id/digilib/files/disk1/5/123-dfadf...kegiatan belajar peserta didik setelah mengikuti pembelajaran

33

Peserta didik mengerjakan lembar tugas (LTS: soal cerita perkalian

terlampir),

Peserta didik menukarkan lembar tugas satu dengan yang lain,

kemudian, guru bersama peserta didik membahas penyelesaian

lembar tugas dan sekaligus dapat memberi nilai pada lembar tugas

sesuai kesepakatan yang telah diambil (ini dapat dilakukan apabila

waktu masih tersedia.

8. Penerapan Pendekatan Contextual Teaching And Learning (CTL)

dalam Pembelajaran IPA.

Penerapan CTL dalam pembelajaran IPA secara garis besarnya, ada 7

langkah, yaitu (Enjah Takari.R : 2009) :

a. Arahkan dan kembangkan pemikiran bahwa peserta didik akan

belajar lebih mudah dan bermakna dengan cara bekerja sendiri ,

menemukan sendiri, dan “mengontruksi sendiri” pengetahuan dan

keterampilan baru yang diperolehnya.

b. Lakukan sebanyak mungkin kegiatan “inquiri” untuk semua SK,

KD, atau topik pembelajaran.

c. Bangkitkan dan kembangkan sifat ingin tahu peserta didik dengan

“bertanya”.

d. Bentuk dan ciptakan “masyarakat belajar” melalui kelompok-

kelompok dikelas.

e. Hadirkan “model” sebagai contoh pembelajaran.

f. Lakukan “refleksi” di akhir pertemuan.

Page 24: Klasifikasi hasil belajar merupakan saat terselesaikannya ...perpus.umpalangkaraya.ac.id/digilib/files/disk1/5/123-dfadf...kegiatan belajar peserta didik setelah mengikuti pembelajaran

34

g. Lakukan “penilaian yang sebenarnya” dengan berbagai cara.

4. Metode Simulasi Dalam Pembelajaran Contextual Teaching And

Learning ( CTL).

1. Pengertian Metode Simulasi

Simulasi berasal dari kata simulation yang artinya berpura-pura

atau berbuat seakan-akan. Sebagai metode mengajar, simulasi dapat

diartikan cara penyajian pengalaman belajar dengan menggunakan

situasi tiruan untuk memahami tentang konsep, prinsip, atau

keterampilan tertentu. Simulasi dapat digunakan sebagai metode

mengajar dengan asumsi tidak semua proses pembelajaran dapat

dilakukan secara langsung pada objek yang sebenarnya. Gladi resik

merupakan salah satu contoh simulasi, yakni memperagakan proses

terjadinya suatu upacara tertentu sebagai latihan untuk upacara

sebenarnya supaya tidak gagal dalam waktunya nanti. Demikian juga

untuk mengembangkan pemahaman dan penghayatan terhadap suatu

peristiwa, penggunaan simulasi akan sangat bermanfaat.

Udin Syaefudin Sa’ud ( 2005 : 129 ) simulasi adalah sebuah

replikasi atau visualisasi dari perilaku sebuah sistem, misalnya sebuah

perencanaan pendidikan, yang berjalan pada kurun waktu yang tertentu.

Jadi dapat dikatakan bahwa simulasi itu adalah sebuah model yang

berisi seperangkat variabel yang menampilkan ciri utama dari sistem

kehidupan yang sebenarnya. Simulasi memungkinkan keputusan-

Page 25: Klasifikasi hasil belajar merupakan saat terselesaikannya ...perpus.umpalangkaraya.ac.id/digilib/files/disk1/5/123-dfadf...kegiatan belajar peserta didik setelah mengikuti pembelajaran

35

keputusan yang menentukan bagaimana ciri-ciri utama itu bisa

dimodifikasi secara nyata.

Metode simulasi merupakan salah satu metode pembelajaran yang

dapat digunakan dalam pembelajaran kelompok. Proses pembelajaran

yang menggunakan metode simulasi cenderung objeknya bukan benda

atau kegiatan yang sebenarnya, melainkan kegiatan mengajar yang

bersifat pura-pura. Kegiatan simulasi dapat dilakukan oleh peserta didik

pada kelas tinggi di sekolah dasar (SD).

Dalam pembelajaran yang menggunakan metode simulasi, peserta

didik dibina kemampuannya berkaitan dengan keterampilan berinteraksi

dan berkomunikasi dalam kelompok. Di samping itu, dalam metode

simulasi peserta didik diajak untuk dapat bermain peran beberapa

perilaku yang dianggap sesuai dengan tujuan pembelajaran.

2. Tujuan Metode Simulasi

Metode simulasi memiliki beberapa tujuan diantaranya: (a) melatih

keterampilan tertentu baik bersifat profesional maupun bagi kehidupan

sehari-hari, (b) memperoleh pemahaman tentang suatu konsep atau

prinsip, (c) melatih memecahkan masalah, (d) meningkatkan keaktifan

belajar, (e) memberikan motivasi belajar kepada peserta didik, (f)

melatih peserta didik untuk mengadakan kerjasama dalam situasi

kelompok, (g) menumbuhkan daya kreatif peserta didik, dan (h) melatih

peserta didik untuk mengembangkan sikap toleransi.

3. Prosedur Penggunaan Metode Simulasi

Page 26: Klasifikasi hasil belajar merupakan saat terselesaikannya ...perpus.umpalangkaraya.ac.id/digilib/files/disk1/5/123-dfadf...kegiatan belajar peserta didik setelah mengikuti pembelajaran

36

Sri Anitah, W. DKK (2007: 5. 23) prosedur yang harus ditempuh

dalam penggunaan metode simulasi adalah :

a. Menetapkan topik simulasi yang diarahkan oleh guru,

b. Menetapkan kelompok dan topik-topik yang akan dibahas,

c. Simulasi diawali dengan petunjuk dari guru tentang prosedur,

teknik, dan peran yang dimainkan,

d. Proses pengamatan pelaksanaan simulasi dapat dilakukan dengan

diskusi,

e. Mengadakan kesimpulan dan saran dari hasil kegiatan simulasi.

Menurut Suwarna, langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam

melaksanakan simulasi adalah:

a. Menentukan topik serta tujuan yang ingin dicapai.

b. Memberikan gambaran tentang situasi yang akan disimulasikan.

c. Membentuk kelompok dan menentukan peran masing-masing.

d. Menetapkan lokasi dan waktu pelaksanaan simulasi.

e. Melaksanakan simulasi.

f. Melakukan penilaian.

a. Jenis-Jenis Metode Simulasi

Simulasi terdiri dari beberapa jenis, di antaranya:

a. Sosiodrama.

Sosiodrama adalah metode pembelajaran bermain peran untuk

memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan fenomena

sosial, permasalahan yang menyangkut hubungan antara manusia

Page 27: Klasifikasi hasil belajar merupakan saat terselesaikannya ...perpus.umpalangkaraya.ac.id/digilib/files/disk1/5/123-dfadf...kegiatan belajar peserta didik setelah mengikuti pembelajaran

37

seperti masalah kenakalan remaja, narkoba, gambaran keluarga yang

otoriter, dan lain sebagainya. Sosiodrama digunakan untuk

memberikan pemahaman dan penghayatan akan masalah-masalah

sosial serta mengembangkan kemampuan siswa untuk

memecahkannya.

b. Psikodrama

Psikodrama adalah metode pembelajaran dengan bermain peran

yang bertitik tolak dari permasalahan-permasalahan psikologis.

Psikodrama biasanya digunakan untuk terapi, yaitu agar peserta didik

memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang dirinya, menemukan

konsep diri, menyatakan reaksi terhadap tekanan-tekanan yang

dialaminya.

5. Role Playing.

Role playing atau bermain peran adalah metode pembelajaran

sebagai bagian dari simulasi yang diarahkan untuk mengkreasi

peristiwa sejarah, mengkreasi peristiwa-peristiwa aktual, atau

kejadian-kejadian yang mungkin muncul pada masa mendatang. Topik

yang dapat diangkat untuk role playing misalnya memainkan peran

sebagai juru kampanye suatu partai atau gambaran keadaan yang

mungkin muncul pada abad teknologi informasi.

6. Peer Teaching.

Peer teaching merupakan latihan mengajar yang dilakukan oleh

peserta didik kepada teman-teman calon guru. Selain itu peer teaching

Page 28: Klasifikasi hasil belajar merupakan saat terselesaikannya ...perpus.umpalangkaraya.ac.id/digilib/files/disk1/5/123-dfadf...kegiatan belajar peserta didik setelah mengikuti pembelajaran

38

merupakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan seorang peserta

didik kepada peserta didik lainnya dan salah satu peserta didik itu

lebih memahami materi pembelajaran.

7. Simulasi Game.

Simulasi game merupakan bermain peranan, para peserta didik

berkompetisi untuk mencapai tujuan tertentu melalui permainan

dengan mematuhi peraturan yang ditentukan.

4. Keunggulan dan Kelemahan Metode Simulasi

Sri Anitah, W. DKK (2007: 5. 24) Terdapat beberapa kelebihan

dengan menggunakan simulasi sebagai metode mengajar, di

antaranya adalah:

a. Simulasi dapat dijadikan sebagai bekal bagi peserta didik dalam

menghadapi situasi yang sebenarnya kelak, baik dalam

kehidupan keluarga, masyarakat, maupun menghadapi dunia

kerja.

b. Simulasi dapat mengembangkan kreativitas peserta didik, karena

melalui simulasi peserta didik diberi kesempatan untuk

memainkan peranan sesuai dengan topik yang disimulasikan.

c. Simulasi dapat memupuk keberanian dan percaya diri peserta

didik.

d. Memperkaya pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang

diperlukan dalam menghadapi berbagai situasi sosial yang

problematis.

Page 29: Klasifikasi hasil belajar merupakan saat terselesaikannya ...perpus.umpalangkaraya.ac.id/digilib/files/disk1/5/123-dfadf...kegiatan belajar peserta didik setelah mengikuti pembelajaran

39

e. Simulasi dapat meningkatkan gairah peserta didik dalam proses

pembelajaran.

Di samping memiliki kelebihan, simulasi juga mempunyai

kelemahan, diantaranya:

a. Pengalaman yang diperoleh melalui simulasi tidak selalu tepat

dan sesuai dengan kenyataan di lapangan.

b. Pengelolaan yang kurang baik, sering simulasi dijadikan sebagai

sistem hiburan, sehingga tujuan pembelajaran menjadi

terabaikan.

c. Faktor psikologis seperti rasa malu dan takut sering

memengaruhi peserta didik dalam melakukan simulasi.

8. Langkah-langkah Simulasi

a) Persiapan Simulasi

Menetapkan topik atau masalah serta tujuan yang hendak dicapai

oleh simulasi.

Guru memberikan gambaran masalah dalam situasi yang akan

disimulasikan.

Guru menetapkan pemain yang akan terlibat dalam simulasi,

peranan yang harus dimainkan oleh para pemeran, serta waktu

yang disediakan.

Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk

bertanya khususnya pada peserta didik yang terlibat dalam

pemeranan simulasi.

Page 30: Klasifikasi hasil belajar merupakan saat terselesaikannya ...perpus.umpalangkaraya.ac.id/digilib/files/disk1/5/123-dfadf...kegiatan belajar peserta didik setelah mengikuti pembelajaran

40

b) Pelaksanaan Simulasi

Simulasi mulai dimainkan oleh kelompok pemeran.

Para peserta didik lainnya mengikuti dengan penuh perhatian.

Guru hendaknya memberikan bantuan kepada pemeran yang

mendapat kesulitan.

Simulasi hendaknya dihentikan pada saat puncak. Hal ini

dimaksudkan untuk mendorong siswa berpikir dalam

menyelesaikan masalah yang sedang disimulasikan.

c) Penutup

Melakukan diskusi baik tentang jalannya simulasi maupun materi

cerita yang disimulasikan. Guru harus mendorong agar peserta

didik dapat memberikan kritik dan tanggapan terhadap proses

pelaksanaan simulasi.

Merumuskan kesimpulan

B. Penelitian Yang Relevan

Berdasarkan kajian teori yang dilakukan, berikut ini dikemukakan

beberapa penelitian terdahulu yang relevan diantaranya sebagai berikut:

1. Natalia (2012),“Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Peserta Didik Dengan

Menggunakan Pendekatan Contextual Teaching And Learning (CTL) Pada

Mata Pelajaran IPA Kelas IV Di Sekolah Dasar Negeri Sraten 01 Salatiga

Semester II Tahun Ajaran 2011/2012.” Dari hasil penelitiannya,

pendekatan Contextual Teaching And Learning (CTL) dalam pembelajaran

Page 31: Klasifikasi hasil belajar merupakan saat terselesaikannya ...perpus.umpalangkaraya.ac.id/digilib/files/disk1/5/123-dfadf...kegiatan belajar peserta didik setelah mengikuti pembelajaran

41

IPA ini nilai rata-rata peserta didik menjadi 74%. Maka dapat dikatakan

pendekatan Contextual Teaching And Learning (CTL) digunakan dalam

pembelajaran IPA meningkat.

2. Pusnawati, Yeni. 2010. Penerapan Pendekatan Contextual Teaching and

Learning (CTL) untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV

SDN Plandirejo 02 Kecamatan Bakung Kabupaten Blitar. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa penerapan pendekatan CTL pada mata pelajaran IPA

di kelas IV SDN Plandirejo 02 kecamatan Bakung kabupaten Blitar dapat

meningkatkan hasil belajar IPA peserta didik. Nilai rata-rata peserta didik

pada pratindakan adalah 51,2 pada siklus I adalah 70,6 dan pada siklus II

adalah 88,04. Ketuntasan belajar klasikal pada pratindakan adalah 20%,

pada siklus I adalah 53,33% dan pada siklus II adalah 86,66%. Maka dapat

dikatakan pendekatan Contextual Teaching And Learning (CTL)

digunakan dalam pembelajaran IPA berhasil.

3. Fatori, (2013) Meningkatkan Hasil Belajar Peserta didik Dengan

Menggunakan Model Contextual Teaching And Learning (CTL) Pada

Konsep Energi Di Kelas IV SDN 3 Cisampang Kecamatan Gunung

Kencana Kabupaten Lebak. Dari hasil penelitian, perolehan persentase

pada siklus I yaitu 56%, siklus II yaitu 68%, pada siklus III yaitu 84%.

Sedangkan hasil belajar peserta didik pada konsep energi, dari siklus ke

siklus mengalami peningkatan. Hal ini ditandai dengan perolehan nilai

pada saat pra siklus dengan nilai 47,6, siklus I dengan nilai 55, siklus II

dengan nilai 66, dan siklus III dengan nilai 78. Dari hasil penelitian

Page 32: Klasifikasi hasil belajar merupakan saat terselesaikannya ...perpus.umpalangkaraya.ac.id/digilib/files/disk1/5/123-dfadf...kegiatan belajar peserta didik setelah mengikuti pembelajaran

42

tindakan kelas yang diperoleh di atas, maka peneliti merekomendasikan

kepada guru SD agar menggunakan pendekatan CTL khususnya dalam

pembelajaran IPA ataudan umumnya pelajaran lain untuk meningkatkan

aktifitas peserta didik hasil belajar hasil belajar.

C. Kerangka Berpikir

Pembelajaran akan berhasil apabila proses dari pembelajaran

berjalan dengan lancar. Salah satu komponen yang menentukan

keberhasilan dalam proses pembelajaran untuk menuju hasil yang optimal

dengan pemilihan teknik atau metode yang tepat serta bagaimana

melaksanakan teknik tersebut dalam proses pembelajaran.

Model CTL ( Contextual Teaching Learning ) adalah konsep

belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya

dengan situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta didik

membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan

penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan

tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: kontruktivisme

(contructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat

belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi dan

penelitian sebenarnya (authentic assessment). Dengan demikian

pembelajaran CTL akan meningkatkan hasil belajar tercapai dengan

optimal. Dapat digambarkan dengan kerangka berpikir pada gambar 1

berikut ini :

Page 33: Klasifikasi hasil belajar merupakan saat terselesaikannya ...perpus.umpalangkaraya.ac.id/digilib/files/disk1/5/123-dfadf...kegiatan belajar peserta didik setelah mengikuti pembelajaran

43

Gambar 1 : Kerangka Berpikir

C. Hipotesis Tindakan

Menurut Cik Hasan Bisri (2001) hipotesis merupakan jawaban

bersifat sementara atas pertanyaan penelitian yang diajukan terhadap

masalah yang telah dirumuskan, sampai terbukti melalui data yang

terkumpul.

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diungkapkan

sebelumnya, maka diajukan hipotesis tindakan sebagai berikut :

a. Proses pembelajaran IPA tentang tanah longsor dan pencegahannya

dengan menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning

(CTL) di kelas V SDS Muhammadiyah Selat Kuala Kapuas

mengalami peningkatan.

b. Ada peningkatan hasil belajar IPA peserta didik kelas V SDS

Muhammadiyah Selat Kuala Kapuas dengan menggunakan

pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dan metode

Simulasi.

Permasalahan pembelajaran IPA pada kelas V SDS Muhammadiyah

Selat Kuala

Menggunakan pendekatan

pembelajaran Contextual

Teaching and Learning (CTL)

Terjadi peningkatan pada hasil

belajar

Tentang tanah longsor dan

pencegahannya