kiiiii

61
 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya kebutuhan hidup manusia mendorong industri untuk menyediakan kebutuhan tersebut dengan cepat dan berkualitas, sehingga diperlukan strategi yang tepat, salah satunya adalah memiliki peralatan yang  berteknolog i tinggi. Berdirinya industri    industri ini sangat banyak memberikan manfaat bagi kelangsungan hidup manusia walaupun banyak juga masalah- masalah yang muncul karenanya. Industri didirikan dengan menggunakan metode kerja, teknologi dan lainnya untuk mendapatkan tingkat produktivitas yang tinggi, tetapi seringkali tanpa mempertimbangkan efek samping yang dapat ditimbulkannya. Salah satu dari sekian banyak yang timbul dari keadaan ini adalah terjadinya suatu kecelakaan kerja dan tidak jarang pekerja menderita sakit yang pada akhirnya sangat mempengaruhi produktivitas pekerja tersebut.  Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu alat atau program dalam upaya untuk mencapai derajat kesehatan kerja yang setinggi-tingginya yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja. Demikian halnya dengan PT Toba Pulp Lestari Tbk (PT TPL) yang berupaya keras untuk meningkatkan kesejahteraan pekerjanya dengan mempertimbangkan jumlah yang cukup banyak, tipe aktivitas produksi, luasnya areal kerja dan kesulitan dalam pengawasan kerja karyawan. Oleh karena itu, perusahaan menganggap  perlu untuk membentu k suatu departemen yang khusus untuk memperhat ikan keselamatan dan kesehatan kerja bagi seluruh karyawan yang diberi nama yaitu Departemen Loss Preventio n and Control  (LP&C).  Keselamatan kerja juga merupakan suatu hal yang sangat sensitif dalam kaitannya dengan usaha peningkatan produksi yang ditandai dengan tuntutan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas faktor manusia dalam sistem  produksi. Proses produksi menuntut jadwal dan tindakan yang cepat dan tepat. Kondisi ini menyebabkan perlunya tindakan-tindakan penyelamatan apabila terjadi kecelakaan kerja, karena kecelakaan dapat menghambat proses produksi dengan hilangnya jam kerja karyawan serta adanya kerugian material ataupun  jiwa. Namun de mikian peceg ahan terjadin ya kecelakaan ( preventiv e) harus lebih 

description

g

Transcript of kiiiii

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Meningkatnya kebutuhan hidup manusia mendorong industri untuk menyediakan kebutuhan tersebut dengan cepat dan berkualitas, sehingga diperlukan strategi yang tepat, salah satunya adalah memiliki peralatan yang berteknologi tinggi. Berdirinya industri industri ini sangat banyak memberikan manfaat bagi kelangsungan hidup manusia walaupun banyak juga masalah-masalah yang muncul karenanya. Industri didirikan dengan menggunakan metode kerja, teknologi dan lainnya untuk mendapatkan tingkat produktivitas yang tinggi, tetapi seringkali tanpa mempertimbangkan efek samping yang dapat ditimbulkannya. Salah satu dari sekian banyak yang timbul dari keadaan ini adalah terjadinya suatu kecelakaan kerja dan tidak jarang pekerja menderita sakit yang pada akhirnya sangat mempengaruhi produktivitas pekerja tersebut.

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu alat atau program dalam upaya untuk mencapai derajat kesehatan kerja yang setinggi-tingginya yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja. Demikian halnya dengan PT Toba Pulp Lestari Tbk (PT TPL) yang berupaya keras untuk meningkatkan kesejahteraan pekerjanya dengan mempertimbangkan jumlah yang cukup banyak, tipe aktivitas produksi, luasnya areal kerja dan kesulitan dalam pengawasan kerja karyawan. Oleh karena itu, perusahaan menganggap perlu untuk membentuk suatu departemen yang khusus untuk memperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja bagi seluruh karyawan yang diberi nama yaitu Departemen Loss Prevention and Control (LP&C).

Keselamatan kerja juga merupakan suatu hal yang sangat sensitif dalam kaitannya dengan usaha peningkatan produksi yang ditandai dengan tuntutan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas faktor manusia dalam sistem produksi. Proses produksi menuntut jadwal dan tindakan yang cepat dan tepat. Kondisi ini menyebabkan perlunya tindakan-tindakan penyelamatan apabila terjadi kecelakaan kerja, karena kecelakaan dapat menghambat proses produksi dengan hilangnya jam kerja karyawan serta adanya kerugian material ataupun jiwa. Namun demikian pecegahan terjadinya kecelakaan (preventive) harus lebih

3

dahulu dilakukan. Tempat serta lingkungan kerja juga sangat berpengaruh terhadap tinggi rendahnya tingkat produktivitas para pekerja. Lingkungan dan tempat kerja yang baik dapat memberikan semangat dan ketenangan bagi para pekerja sehingga tercapai tingkat produktivitas yang tinggi.

Pemanenan hutan (kayu) sebagai bahan baku utama merupakan salah satu kegiatan dalam bidang kehutanan yang memiliki resiko kecelakaan yang tinggi karena berkaitan dengan alat-alat berat serta lingkungan alam yang sulit diramalkan perubahannya. Disamping itu, faktor manusia merupakan salah satu elemen yang menjadi penyebab utama terjadinya kecelakaan. Dari beberapa hasil pengamatan dan penelitian di lapangan menunjukkan bahwa kegiatan pemanenan di hutan merupakan kegiatan yang memiliki jumlah kecelakaan yang paling besar dibandingkan dengan kegiatan lainnya di bidang kehutanan (ILO Work Study, 1979) seperti dapat dilihat dalam Tabel 1 berikut:

Tabel 1. Kondisi kecelakaan kerja dalam kegiatan kehutanan

KegiatanJumlah pekerjaKecelakaan ringanKecelakaan berat

(intensitas)(intensitas)

Pemanenan hutan154.1072.6172.848

Penggergajian19.3104.428517

Moulding9.5131.698191

Kayu lapis19.0503.435345

Wood treatment1.5435.23041

Furniture69.2219.3651.039

Sumber : ILO Work Study, 1979

Karena adanya potensi masalah yang cukup signifikan berkaitan dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di bidang pengolahan hasil hutan,, maka perlu dilakukan analisis terhadap pola penerapan teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT Toba Pulp Lestari Tbk.

1.2. Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Mengkaji penerapan K3 pada PT Toba Pulp Lestari Tbk

2. Mengetahui tingkat kecelakaan kerja dan penyebabnya pada setiap unit kerja/divisi 3. Mengetahui tingkat persepsi pekerja terhadap program K3 di lingkungan kerja

4. Menghitung nilai kehilangan produksi (loss production) pada unit kerja dengan potensi kecelakaan utama

1.3. Kegunaan

Pelaksanaan penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam pengambilan keputusan bagi perusahaan yang berhubungan dengan keselamatan dan kesehatan kerja. Disamping itu, penulis berharap tulisan ini bermanfaat bagi pembaca untuk meningkatkan wawasan di bidang manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.

1.4. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian yang dilakukan di PT Toba Pulp Lestari Tbk ditujukan untuk menghasilkan hasil peninjauan yang terarah yaitu:

1. Aktivitas pekerja yang diamati hanya pada bagian produksi saja.

2. Penganalisaan terhadap kecelakaan dan penyakit akibat kerja dilakukan hanya pada bagian produksi yang meliputi bagian Wood yard, Fiber Line, Chemical Plant dan Energy.

3. Pengumpulan data dilakukan dengan mencatat data yang ada pada arsip perusahaan dari tahun 2003 sampai dengan 2005. 4. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dilakukan kepada perusahaan atau kontraktor dan pekerja di setiap bagian produksi.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Industri Pulp

Pulp merupakan bahan yang terbanyak dikonsumsi untuk memproduksi kertas. Selain pulp, bahan baku untuk memproduksi kertas antara lain waster fiber, non-wood fiber dan filter/pigment. Dalam pembuatan pulp, bahan baku utama adalah kayu yang disebut pulp kayu yang terdiri dari mechanical/semi mechanical unbleached sulfate pulp, bleached sulfate pulp dan subfilter pulp. Industri pulp berusaha untuk menghasilkan pulp dalam jumlah yang besar dan dengan kualitas yang baik, yaitu dengan menggunakan peralatan yang memiliki teknologi yang tinggi seperti mesin-mesin dengan kualitas teruji. Untuk menghasilkan pulp yang baik diperlukan juga bahan baku kayu yang memiliki kualitas baik dan cepat sampai pada bagian produksi. (PT Toba Pulp Lestari Tbk, 2005)

2.2. Pembuatan Pulp di PT. Toba Pulp Lestari Tbk

PT. Toba Pulp Lestari Tbk (PT TPL) beroperasi dalam menghasilkan pulp sebagai bahan baku kertas meliputi proses proses pembuatan pulp sebagai berikut: Wood Preparation Unit, Fiber Line yang terdiri dari empat bagian yaitu;

Digester, Washing and Screening, Bleaching, Pulp Machine dan yang terakhir adalah proses di Pulp Warehouse. (PT Toba Pulp Lestari Tbk, 2005)

1. Wood Preparatian Unit

Unit ini merupakan langkah awal dalam proses pembuatan pulp, dimana meliputi proses penyediaan kayu yang berasal dari berbagai Hutan Tanaman Industri (HTI) yang dimiliki oleh perusahaan. HTI terletak di berbagai kabupaten di Sumatera Utara dan bahan baku kayu yang dihasilkan kemudian dibawa ke lokasi pabrik dengan menggunakan truk truk pengangkut kayu. Kayu gelondongan tersebut kemudian ditumpukkan di Wood storage, dan dari sana dengan menggunakan sistem First In First Out (FIFO) kayu gelondongan diumpankan (feeding) ke Wood Room untuk selanjutnya mengalami proses pengolahan untuk menghasilkan serpihan serpihan kayu (chips) dan ditimbun pada Chips File

.

2. Fiber Line Unit

Unit ini merupakan inti dari proses pembuatan pulp yang terdiri dari empat bagian yaitu:

a. Digester Plant

Digester plant merupakan bagian pertama dari unit Fiber Line yang berfungsi untuk memasak chip kayu yang berasal dari chip file yang akan dijadikan bubur pulp. Proses pemasakan chip ini menggunakan panas dan reaksi kimia dengan memanfaatkan lindi putih (bahan kimia utama pada proses pemasakan pulp dengan komposisi bahan kimia Kaustik Soda NaOH, Natrium Karbonat Na2CO3 dan Natrium Sulfida - Na2S) dan lindi hitam (cairan bekas pencucian bubur pulp yang mengandung lignin dan soda yang merupakan sisa lindi putih yang digunakan dalam memasak) sebagai cairan pemasaknya.

b. Washing and Screening

Pada proses washing dilakukan pencucian bubur pulp yang bertujuan untuk memisahkan serat dari kotoran kotoran yang dapat larut dalam air yang terdiri dari senyawa organik (lignin) dan senyawa anorganik (soda). Dengan penambahan air, bahan bahan yang terlarut dalam air akan larut sehingga didapatkan pulp yang bersih dan pencucian ini dapat dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Adapun pengaliran air untuk pencucian harus lambat supaya terjadi distribusi air yang baik pada pulp tanpa merusak pembentukan lembaran dan mengurangi pembentukan busa. Sedangkan pada screening dilakukan penyaringan bubur pulp untuk memisahkan kotoran kotoran yang tidak terlarut. Pemisahan kotoran kotoran padat dilakukan atas dasar perbedaan ukuran dan perbedaan berat.

c. Bleaching

Bleaching (pemutihan) adalah lanjutan proses pemasakan yang bertujuan untuk memperbaiki brightness (kecerahan) dan kemurnian dari bubur pulp. Hal ini dicapai dengan cara menghilangkan atau mengelantang bahan pewarna yang tersisa pada bubur pulp. Proses bleaching adalah proses penghilangan lignin karena lignin yang tersisa adalah suatu zat yang paling dominan untuk menghasilkan warna pada pulp. Oleh karena itu ada hubungan antara kadar lignin

dalam bubur pulp yang belum putih dengan jumlah bahan pemutih yang diperlukan.

d. Pulp Machine

Pulp machine adalah bagian terpenting dari operasi di pabrik pulp ini. Bagian ini berfungsi untuk mengolah bubur pulp menjadi lembaran lembaran pulp, dimana terjadi pengeluaran air sebanyak mungkin dengan cara seefisien mungkin tanpa merusak lembaran pulp kemudian memotong motong lembaran pulp tersebut berdasarkan ukuran yang telah ditetapkan dan selanjutnya siap untuk dikemas dengan syarat Moisture Content 10 sampai dengan 11 persen, jika diatas 15 persen tidak boleh dikirim kepada customer.

3. Pulp Warehouse

Pulp warehouse berfungsi sebagai tempat penyimpanan pulp yang telah dikemas atau dibungkus dan siap untuk didistribusikan kepada konsumen. Untuk

lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

Logging TruckFIFO

HutanWood

KayuChipper

TanamanStorage

Gelondongan

Industri

Chips File

Chips

WOOD PREPARATION UNIT

FIFO

Washing &DigesterPlant

PulpMachineBleaching

Screening

FIBER LINE UNIT

PULP

KONSUMEN

WAREHOUSE

Gambar 1. Peta Produksi Pulp PT Toba Pulp Lestari Tbk

(PT Toba Pulp Lestari Tbk, 2005)

2.3. Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Kesehatan kerja adalah usaha untuk menciptakan keadaan lingkungan kerja yang aman dan sehat bebas dari bahaya kecelakaan. Keselamatan kerja merupakan keselamatan yang berhubungan dengan mesin, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, tempat kerja dan kondisi lingkungannya. (Sabdoadi, 1999)

Kesehatan kerja adalah spesialisasi ilmu kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja/masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya baik fisik atau mental maupun sosial dengan usaha-usaha preventif dan kuratif terhadap penyakit-penyakit dan gangguan-gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta efek terhadap penyakit-penyakit umum. (Sabdoadi, 1999)

2.4. Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Tujuan keselamatan kerja menurut Sabdoadi (1999) adalah:

1. Melindungi tenaga kerja atas hak dan keselamatan dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi 2. Menjamin keselamatan setiap orang yang berada di tempat kerja

3. Sumber-sumber produksi terpelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.

Tujuan utama kesehatan kerja ada dua yaitu:

1. Sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya untuk kesejahteraan tenaga kerja 2. Sebagai alat untuk meningkatkan produksi yang berlandaskan kepada meningginya efisiensi dan daya produktivitas faktor manusia dalam produksi.

Menurut Sabdoadi (1999), untuk mengatur pelaksanaan Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja oleh pemerintah diadakan undang-undang dan peraturan-peraturan antara lain:

1. Undang-undang Nomor 14 tahun 1969 tentang ketentuan-ketentuan pokok mengenai tenaga kerja

2. Undang-undang kerja yang mengatur tentang: jam kerja, cuti tahunan, cuti hamil, cuti haid untuk wanita, peraturan tentang kerja untuk anak-anak, orang muda dan wanita, persyaratan tempat kerja

3. Undang-undang kecelakaan, menentukan penggantian kerugian kepada buruh yang mendapat kecelakaan atau penyakit akibat kerja (Work Compensation Law) 4. Undang-undang keselamatan kerja, memuat tentang ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja yang sesuai dengan perkembangan masyarakat, industrialisasi, teknik dan teknologi dalam rangka pembinaan norma-norma keselamatan kerja.

5. Konvensi ILO (International Labour Organization) Nomor 120 tahun 1969 mengenai keselamatan dan kesehatan kerja dalam perniagaan dan kantor. Dalam konvensi ini ditetapkan syarat mengenai bangunan tempat kerja, suhu sekeliling, air minum, dan lain-lain.

2.5. Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja adalah bagian yang tak terduga dan tidak diharapkan, yang dapat menghentikan aktivitas seseorang atau proses produksi. Tidak terduga karena dibelakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan apalagi bentuk perencanaan, tidak diharapkan karena peristiwa kecelakaan itu biasanya disertai dengan kerugian material maupun fisik. (Sumamur, 1994)

Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang bertalian dengan hubungan kerja pada perusahaan, hubungan kerja disini dapat berarti bahwa kecelakaan terjadi dikarenakan oleh pekerja atau pada waktu melaksanakan pekerjaan.Kecelakaan ringan : luka yang memerlukan perawatan media sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan paling lama selama 1 hari dan tidak mengakibatkan cacat tetap atau gangguan fungsi organ tubuh.

Kecelakaan berat : luka yang mengakibatkan cacat tetap (kehilangan atau tidak berfungsi salah satu atau beberapa organ tubuh) atau gangguan jiwa yang memerlukan perawatan medis sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan lebih dari 1 hari meskipun tidak ada cacat tetap.

Kecelakaan dapat terjadi karena tindakan seseorang yang membahayakan atau pemaparan terhadap alat (mesin) dalam keadaan membahayakan (Sabdoadi, 1999). Secara terperinci ada lima faktor dalam urutan terjadinya kecelakaan:

1. Faktor Herediter (keturunan) dan lingkungan sosial, misalnya sifat-sifat: acuh tak acuh, keras kepala, tamak dan lain-lain sifat yang herediter. Lingkungan dapat mempengaruhi sifat dan menghambat pendidikan seseorang.

2. Unsur kesalahan atau kelainan yang ada pada diri seseorang, antara lain sembrono, pemarah, nerveus, perasa, acuh tak acuh tehadap peraturan merupakan penyebab terjadinya kecelakaan fisik maupun mekanis

3. Tindakan yang salah dari seseorang dan/atau kesalahan mekanis ataupun fisik.

Tindakan yang salah misalnya: berdiri dibawah beban yang menggantung, menjalankan mesin dengan tidak memberitahu teman sekerja lebih dulu, memindahkan alat pengaman mesin, dan sebagainya.

4. Terjadinya kecelakaan, kejadian seperti seseorang jatuh, terkena benda melayang sehingga menyebabkan terjadinya luka (injury) 5. Terjadinya luka, misalnya; fraktur, luka lecet dan lain-lain.

Peningkatan berkelanjutan

Peninjauan ulang dan peningkatan manajemen

Komitmen dan kebijaksanaan

Perencanaan

PelaksanaanPengukuran

Gambar 2. Model Sistem Manajemen K3 di Lingkungan Kerja (Santoso, 2004)

Sistem manajemen secara keseluruhan meliputi stuktur organisasi, kegiatan perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja sehingga tercapainya tempat kerja dan lingkungan kerja yang aman, efisien dan produktif.

Mengumpulkan danMemilih tindakanMenerapkan

menganalisis dataperbaikantindakan perbaikan

Mengukur hasil

Umpan

balik

Gambar 3. Diagram Alir dari Proses Penanggulangan Kecelakaan (Santoso, 2004)

Adanya kecelakaan mengakibatkan produktivitas menurun dan sangat berpengaruh terhadap:

1. Karyawan

Kematian / cacat cidera

Persoalan kejiwaan akibat cacat atau cidera

Kesedihan keluarga akibat kecelakaan yang diderita oleh anggota keluarganya 2. Perusahaan

Biaya pengobatan dan operasi pertolongan

Biaya ganti rugi yang harus dibayar

Kerusakan peralatan / bangunan untuk produksi

Kerusakan produk dan bahan-bahan

Keterlambatan produksi

Upah yang dibayar selama korban tidak bekerja

Biaya lembur

Waktu ekstra bagi pengawas

Penurunan kemampuan korban setelah bekerja kembali

Biaya melatih pekerja yang baru

Turunnya moral / semangat kerja karyawan

3. Masyarakat

Menimbulkan korban jiwa / cacat / cidera

Terhambatnya kebutuhan masyarakat

Umumnya setiap kecelakaan yang terjadi dalam perusahaan disebabkan oleh salah satu faktor dari unsur unsur produksi (manusia, mesin, peralatan, bahan dan lingkungan) baik secara sendiri-sendiri ataupun saling berkaitan.

Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa ternyata faktor manusia dalam timbulnya kecelakaan sangat menonjol. Selain itu ditemui dari hasil-hasil penelitian bahwa 80 persen hingga 85 persen kecelakaan di lingkungan kerja disebabkan oleh kesalahan manusia. (Ratna, 2002)

Menurut Santoso (2004), secara langsung terjadinya kecelakaan kerja di tempat kerja dapat dikelompokan menjadi dua penyebab yaitu:

1. Tindakan yang membahayakan atau tidak aman (Unsafe Practices / Actions) Tindakan yang membahayakan atau tidak aman dari manusia atau pekerja antara lain: Menjalankan pekerjaan tanpa mempunyai wewenang (bekerja bukan pada kesewenangannya) Gagal menciptakan keadaan yang baik sehingga menjadi tidak aman atau memanas

Menjalankan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kecepatan geraknya Memakai alat pelindung (APD) (safety) hanya berpura-pura Menggunakan peralatan yang tidak layak

Pengrusakan alat pengaman peralatan yang digunakan untuk melindungi manusia

Bekerja berlebihan/ tenaganya hanya untuk main-main Peminum/ pemabuk/ mengkonsumsi narkoba 2. Kondisi yang membahayakan atau tidak aman (Unsafe Condition)

Kondisi yang membahayakan atau tidak aman antara lain:

Dalam keadaan pengamanan yang berlebihan Peralatan yang sudah tidak layak Terjadi kemacetan (congestion)

Sistem peringatan yang berlebihan (in adequate warning system) dan sebaliknya kurangnya sarana pemberi tanda Ada api dan di tempat yang berbahaya

Alat penjaga/ pengaman gedung kurang standard

Kondisi suhu (atmosfir) yang membahayakan dan udara yang beracun; terpapar gas

Lingkungan yang terlalu bising (terpapar bising) Terpapar radiasi

Pencahayaan dan ventilasi yang kurang ataupun berlebihan

2.6. Keselamatan Kerja dan Perlindungan Tenaga Kerja

Perlindungan tenaga kerja meliputi aspek-aspek yang cukup luas yaitu perlindungan keselamatan, kesehatan, pemeliharaan moral kerja, serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama. Perlindungan tersebut bermaksud agar tenaga kerja secara aman melakukan pekerjaannya untuk meningkatkan produktivitas.

Tenaga kerja harus memperoleh perlindungan dari berbagai persoalan yang ada pada dirinya dan di sekitarnya yang dapat mengganggu lancarnya pelaksanaan pekerjaan, sehingga lebih jelas bahwa keselamatan kerja adalah salah satu segi penting dari perlindungan tenaga kerja. Dalam hubungan ini, bahaya yang dapat ditimbulkan dari mesin, peralatan kerja, bahan dan proses pengolahannya, keadaan tempat kerja, lingkungan, cara melakukan pekerjaan, karakteristik fisik, dan mental dari pekerjaannya harus sejauh mungkin diberantas dan dikendalikan.

2.7. Pencegahan Kecelakaan

Kecelakaan dapat dicegah asal ada kemauan untuk mencegahnya. Pencegahan kecelakaan didasarkan pada pengetahuan tentang sebab-sebab kecelakaan. Sebab-sebab kecelakaan di suatu perusahaan diketahui dengan mengadakan analisa kecelakaan. Maka dari itu sebab-sebab dan cara analisanya harus betul-betul diketahui.

Pencegahan kecelakaan dapat ditujukan pada tiga komponen yaitu: 1. Lingkungan

Lingkungan harus memenuhi syarat-syarat lingkungan kerja yang baik, pemeliharaan ketatarumahtanggaan perusahaan yang baik, keadaan gudang yang aman, dan perencanaan yang baik.

Syarat-syarat lingkungan kerja meliputi :

Ventilasi

Penerangan cahaya

Sanitasi

Suhu udara

Pemeliharaan rumah tangga perusahaan meliputi penimbunan, pengaturan

mesin, bejana-bejana dan lain-lain. Gedung harus memiliki alat pemadam kebakaran, pintu keluar darurat. Lobang ventilasi dan lantai yang baik. Perencanaan yang baik terlihat dari pengaturan operasi, pengaturan tempat mesin, proses yang selamat, alat-alat yang cukup, dan adanya pedoman pelaksanaan dan aturan.

2. Mesin-mesin, alat-alat kerja / perkakas kerja

Mesin-mesin, alat- alat kerja/perkakas kerja harus memenuhi perencanaan yang baik, dilengkapi dengan alat-alat pelindung yang cukup. Perencanaan yang baik terlihat dari baiknya grading pada bagian-bagian mesin atau perkakas-perkakas yang bergerak, misalnya berputar. Selain perencanaan, perawatan mesin dan perkakas kerja juga harus diperhatikan. Kurangnya perawatan sering mengakibatkan bencana besar, seperti terjadinya ledakan pada mesin diesel. Alat perlindungan berupa helm, kacamata, sarung tangan, pakaian kerja yang tepat ukurannya, dan lain-lain.

3. Manusia

Berkaitan dengan faktor manusia yang harus diperhatikan adalah hal hal sebagai berikut:

a. Aturan Kerja

Aturan-aturan kerja harus lengkap, jelas dan dipaksakan agar para pekerja melaksanakannya dengan sungguh sungguh.

b. Kemampuan Si Pekerja

Ketidakmampuan pekerja meliputi kurangnya pengalaman, kurangnya kecakapan dan lambatnya mengambil keputusan.

c. Kurang Konsentrasi

Konsentrasi berkurang biasanya sebagai akibat melamun, kurangnya perhatian dan tidak mau memperhatikan dan pelupa.

d. Disiplin

Disiplin yang kurang harus diatasi dengan peringatan kepada pekerja yang melanggar peraturan, atau kepada teman sekerja yang menggangu seorang pekerja.

e. Perbuatan Perbuatan yang Mendatangkan Celaka

Cara kerja yang mendatangkan bahaya adalah iseng atau main coba-coba, mengambil jalan pendek atau mudahnya saja, dan sifat tergesa-gesa.

f. Ketidakcocokan Fisik dan Mental

Ketidakcocokan fisik dan mental yang terutama perlu diatasi ialah kelelahan mental berupa kejemuan, sifat pemarah yang hebat dan sangat mudah tersinggung.

g. Pemeriksaan Kesehatan

Pemeriksaan kesehatan sebelum dan pada waktu kerja akan berguna dalam menemukan faktor-faktor kemanusiaan yang mendatangkan kecelakaan.

h. Latihan Kerja

Latihan-latihan kerja selalu mengurangi jumlah kecelakaan. Oleh karena itu pengalaman dan peningkatan keterampilan kerja sangat penting.

i. Pengawasan yang Kontinyu

Pengawasan yang kontinyu akan mempertahankan tingkat keselamatan dan usaha-usaha pemberantasan kecelakaan.

j. Insentif

Insentif berupa hadiah / bonus akan meningkatkan usaha pencegahan.

k. Peringatan

Peringatan sangat perlu sekali bahkan sampai kepada pemberhentian para pekerja yang mengabaikan tindakan pencegahan kecelakaan.

Alat-alat pengaman yang dibutuhkan untuk menekan seminimal mungkin bahaya kecelakaan antara lain :

1. Perlengkapan Perlindungan Diri

Alat perlindungan diri yaitu alat yang diberikan kepada karyawan untuk melindungi diri dari potensi bahaya, akibat dari pekerjaan yang dilakukan. Pada dasarnya perlengkapan perlindungan diri terdiri dari : a. Perlindungan terhadap mata

b. Perlindungan terhadap kepala

c. Perlindungan terhadap telinga

d. Perlindungan terhadap alat pernapasan

e. Perlindungan terhadap tangan

f. Perlindungan terhadap badan

g. Perlindungan terhadap kaki

2. Perlengkapan pelindung mekanis

Untuk mesin penggerak bagian-bagian yang membahayakan adalah bagian yang berputar, penghubung gerak dan roda gigi, roda-roda penggerak dengan sabuk, maka untuk mencegah kecelakaan perlu dilengkapi dengan alat-alat pelindung mekanis seperti :

a. Untuk bagian-bagian yang bergerak harus menggunakan pelindung tutup

b. Penghubung gerak dengan roda gigi atau sabuk harus tertutup atau dengan pagar pengaman c. Mesin gerinda dilengkapi dengan kaca pelindung untuk mencegah terjadinya loncatan bubuk logam ke mata pada saat pengasahan.

d. Kaca pelindung pada saat pemakaian mesin bor untuk mencegah terlemparnya tatal bor ke mata. e. Kaca pelindung pada saat pemakaian pahat terhadap pahan pada proses membubut, melindungi loncatan tatal ke mata. 3. Pengaman arus listrik

Semua peralatan listrik yang terpasang sebagai bagian dari perlengkapan dasar bengkel terlindung dari hal-hal yang dapat membahayakan, seperti :

a. Sakelar-sakelar harus ditempatkan pada lokasi yang mudah terjangkau dan tertutup. b. Penghubung arus listrik atau sekering harus pada panel yang tertutup

c. Bilamana ada kawat listrik yang korsleting, jangan sekali-sekali menggantikannya dengan kabel yang besar sebab bila hal tersebut dilakukan sama halnya dengan mengundang bahaya. d. Bila ada sesuatu kehangusan akibat arus listrik di lingkungan bengkel segeralah putuskan aliran arus listrik pada saklar induk.

4. Alat-alat Pengaman Ruangan

Alat-alat pengaman ruangan diutamakan alat-alat pemadam kebakaran dan cara-cara penggunaan termasuk adanya pintu darurat yaitu untuk mengatasi atau penyelamatan diri dari bahaya kebakaran, gempa bumi, bahaya keruntuhan. Semua orang yang berada di lingkungan bengkel dapat segera mengenal gejala kebakaran dari bahan yang mudah terbakar, mengenal jenis api kebakaran dan tanda kebakaran.

2.8. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini di mulai dari mempelajari sifat pekerjaan, lingkungan kerja dan perilaku para pekerja yang mempengaruhi persepsi karyawan terhadap K3 dan faktor faktor terjadinya kecelakaan kerja yang mana penyelesaiannya dilakukan dengan cara preventif dan kuratif sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan daya saing yang tinggi dan dapat meningkatkan kesejahteraan karyawan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4 berikut ini.

K3

SIFATLINGKUNGANPERILAKU

PEKERJAANKERJAPEKERJA

KURATIFKECELAKAANPREVENTIF

BIAYA

HILANGNYA JAM KERJA LOSS PRODUCTION

PERBAIKAN

PROGRAM K3

KESEJAHTERAAN

DAYA SAINGKARYAWAN

Gambar 4. Kerangka Pemikiran Penelitian

Pertama kali yang dilakukan dalam mengkaji sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja adalah mengidentifikasi kondisi perusahaan dalam menerapkan sistem K3 dimulai dari mempelajari proses produksi, mengidentifikasi potensi kecelakaan, jenis dan penyebab kecelakaan. Pengendalian kebijakan perusahaan terhadap K3 yang terdiri dari kegiatan perencanaan, pelaksanaan, kontrol dan pengawasan terhadap pekerja yang melakukan aktivitas produksi. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 5.

Mempelajari karakter proses produksi

Mengidentifikasi potensi kecelakaan

Jenis dan penyebab kecelakaan

Kebijaksanaan

perusahaan

PengendalianPerencanaan

Pelaksanaan

Kontrol dan PengawasanKaryawan

K3

Gambar 5. Diagram Alir Penelitian2. Data mengenai persepsi pekerja terhadap keselamatan dan kesehatan kerja dianalisis dengan menggunakan skala Likert dengan poin yang bergerak dari ekstrim negatif sampai positif (Slamet, 1993). Langkah- langkah dalam membuat skala Likert adalah sebagai berikut:

Tentukan dahulu poin yang akan digunakan. Penelitian ini menggunakan dua poin yaitu poin yang berekstrim negatif (tidak setuju) dan poin yang berekstrim positif (setuju) dengan nilai untuk berekstrim positif +1 dan 0 (nol) untuk yang berekstrim negatif.

Jumlahkan seluruh nilai dari masing-masing pernyataan untuk setiap responden Tentukan kategori penilaian responden menjadi tiga kategori yaitu kategori rendah, sedang, dan tinggi. Perbedaan selang menggunakan rumus sebagai berikut:

IntervalKelas =Range+1 ..................................................................(4)

kelas

Dimana :

Range: nilai tertinggi nilai terendah

kelas: jumlah kategori (rendah, sedang dan tertinggi)

Menganalisa hasil perhitungan dengan memperhatikan usia pekerja, pengalaman kerja dan jenis kegiatan yang dilakukan pada bagian produksi.

3. Data mengenai kecelakaan kerja akan dikelompokkan berdasarkan jenis kecelakaan, penyebab kecelakaan, dan jenis kegiatan. Selanjutnya akan dianalisa secara deskriptif tentang kondisi keselamatan dan kesehatan kerja di lingkungan perusahaan.

4. Menghitung nilai kehilangan produksi (loss production)

Loss production = produktivitas x jumlah hari kerja hilang x harga pulp.....(5) Keterangan:

Loss Production: US$

Produktivitas: Ton/hari

Harga pulp: US$/Ton

Jumlah hari yang hilang : Hari

PT Toba Pulp Lestari Tbk menetapkan harga dengan menggunakan mata uang US$ karena PT Toba Pulp Lestari Tbk merupakan perusahaan go public dan pelanggannya berasal dari berbagai negara, sehingga PT Toba Pulp Lestari Tbk merasa lebih efektif menggunakan mata uang tersebut, mengingat bahwa perdagangan bebas saat ini lebih banyak menggunakan mata uang US$ ditambah perdagangan online melalui internet sudah dilaksanakan oleh PT Toba Pulp Lestari Tbk.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Keadaan Umum Perusahaan 4.1.1. Sejarah Perusahaan

PT. Toba Pulp Lestari Tbk yang semula bernama PT Inti Indorayon Utama (PT IIU) adalah sebuah perusahaan penanaman modal asing yang memiliki izin legalitas operasional bergerak di bidang produksi pulp yang dioperasikan berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Negara Riset dan Teknologi atau Ketua BPPt dan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup SK/M/BPPT/XI/1986 dan KEP-43/MNKLH/11/1986 tertanggal 13 November 1986. Ditengah beroperasinya pabrik, perusahaan ini mengalami konflik dengan masyarakat sekitar yang berhubungan dengan pengelolaan lingkungan hidup dan pemberdayaan masyarakat yang belum optimal. Akibatnya pada pertengahan tahun 1998 perusahaan ini ditutup.

Berdasarkan keputusan pemerintah lewat sidang kabinet 10 Mei 2002 dan 16 Mei 2002, perusahaan ini diizinkan untuk mengoperasikan kembali pabriknya tanpa memproduksi serat rayon. Didukung dengan paradigma baru serta visi dan misi yang baru (Lampiran 1 dan 2) maka PT. IIU berubah nama menjadi PT Toba Pulp Lestari Tbk yang telah menerima sertifikat ISO 14001 pada tahun 2002 dan 2004 pada Fibre Resources Division dan Mill Complex (Lampiran 3) dengan kapasitas produksi sekitar 255 500 ton/hari dan merupakan produksi terbesar kedua di Indonesia. PT Toba Pulp Lestari Tbk menetapkan harga pulp sebesar $ 400 per unit yang terdiri dari 8 bale namun harga pulp di pasaran berkisar antara $ 450 - $ 500 per unit bila kondisi pasar sedang baik.

4.1.2. Letak dan Luas Perusahaan

Letak perusahaan ini secara geografis terletak diantara 224 - 234 LU dan 9904 - 988 BT. Wilayah ini terletak 500 1500 meter di atas permukaan laut. Luas wilayah Kecamatan Porsea sekitar 109,30 Km2, dan berbatasan dengan daerah daerah (Lampiran 4) antara lain sebelah Utara Kecamatan Lumban Julu, sebelah Selatan Kecamatan Silaen, sebelah Barat Kecamatan Uluan dan sebelah Timur Kecamatan Habinsaran

4.1.3. Iklim

Sesuai dengan letaknya yang berada di garis khatulistiwa, daerah ini tergolong ke dalam daerah beriklim tropis basah dengan suhu berkisar antara 17C 29C dengan rata rata kelembaban udara 85,04 persen. Rata rata tinggi curah hujan yang terjadi per bulan tahun 2005 sebesar 181 mm. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan November yaitu sebesar 329 mm.

4.1.4. Aksesbilitas

PT. Toba Pulp Lestari Tbk memiliki tiga lokasi penting dalam menjalankan operasinya yaitu:

1. PT. Toba Pulp Lestari Tbk terletak di Sosor Ladang, Desa Pangombusan, Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba Samosir, sekitar 292 Km dari kota Medan Sumatera Utara dimana Mill Section dan Chimical Plant berada. PT Toba Pulp Lestari Tbk dibangun di atas tanah lebih kurang 20 ha termasuk perumahan karyawan dan nursery lebih kurang 10 ha. Sedangkan areal hutan (forest section) saat ini meliputi 7 kabupaten yaitu Kabupaten Simalungun, Dairi, Karo, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah dan Toba Samosir.

2. Kantor pemasaran berlokasi di Gedung BNI lantai 20 yang berada di Jalan Jendral Sudirman Kav. 1, Jakarta Selatan. 3. Kantor perwakilan berlokasi di Jalan MT. Haryono (Uni Plaza), Medan.

4.1.5. Ruang Lingkup Bidang Usaha

Secara garis besar ruang lingkup PT. Toba Pulp Lestari Tbk meliputi:

1. PT. Toba Pulp Lestari Tbk merupakan industri terintegrasi di bidang produksi pulp 2. PT. Toba Pulp Lestari Tbk merupakan pemegang hak Pengelolaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI).

3. Pabrik tempat beroperasinya pembuatan pulp terletak di desa Sosor Ladang, Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara. 4. Pabrik penghasil bahan kimia (Chemical Plant) terletak di desa Sosor Ladang, Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara.

4.1.6. Stuktur Organisasi Perusahaan

Organisasi dapat diartikan sebagai wadah, sistem atau kegiatan kelompok orang yang saling bekerjasama untuk mencapai satu tujuan tertentu yang memerlukan suatu stuktur dalam pengaturan dan tanggungjawab.

PT Toba Pulp Lestari (PT TPL) menggunakan stuktur organisasi dengan hubungan campuran yaitu garis, fungsional dan staf. Berdasarkan gambar stuktur organisasi PT TPL Tbk bahwa Departemen LP&C bertanggungjawab pada General Manager Mill yang bertugas menjaga keselamatan kerja karyawan serta lingkungan kerja. Sedangkan kontraktor kedudukannya adalah sebagai mitra yang menyediakan para pekerja sehingga kontraktor sejajar dengan karyawan. Hal ini dapat dilihat pada gambar struktur organisasi PT TPL Tbk pada Lampiran 5.

4.1.7. Sumberdaya Manusia a. Jumlah Tenaga Kerja

PT TPL Tbk dalam menjalankan seluruh kegiatan operasionalnya didukung oleh tenaga kerja yang terdiri dari tenaga kerja tetap dan tenaga kerja tidak tetap. Tenaga kerja tetap dan tidak tetap pada PT TPL Tbk terdiri dari karyawan di bagian pabrik (mill) dan karyawan yang berada di bagian hutan (forestry). Jumlah tenaga kerja tetap di pabrik sebanyak 577 orang dan di bagian forestry sebanyak 453 orang. Karyawan tidak tetap sebanyak 346 orang di bagian pabrik dan 532 orang berada di bagian forestry. Tenaga kerja tidak tetap berasal dari karyawan kontraktor yang memiliki jangka waktu kerja tertentu dengan upah dan tunjangan kerja diatur oleh peraturan yang dilaksanakan oleh kontraktor masing masing. Segala sesuatu yang terjadi pada pekerja tidak tetap maka kontraktor yang harus bertanggungjawab. PT TPL Tbk hanya menegaskan mengenai peraturan yang berhubungan dengan kontrak kerja dan alat alat pelindung yang harus dipakai oleh para pekerja dalam melaksanakan pekerjaan dalam upaya untuk menekan kecelakaan kerja. Kontraktor yang ada antara lain: CV Brama Bachita, CV Truba Jurung, CV Ayam Mas Ika Pura dan PT Pec-Tech.

b. Jam Kerja

Jam kerja yang berlaku di PT TPL Tbk adalah sebagai berikut:

1. Day Time

Jam kerja ini berlaku baik untuk tenaga kerja tetap maupun tidak tetap yang bekerja di kantor (karyawan general) yang dimulai pada hari Senin sampai Jumat pukul 08.00 WIB sampai pukul 17.00 WIB dengan waktu istirahat yang dimulai pada pukul 12.00 WIB sampai 13.30 WIB. Khusus hari Sabtu, setiap dua minggu sekali karyawan mendapat giliran libur secara bergantian yang disebut dengan Saturday Off. Jam kerja untuk hari Sabtu setengah hari, yang dimulai pukul 08.00 WIB dan berakhir pada pukul 12.00 WIB tanpa jam istirahat.

2. Shift Time

PT TPL Tbk menjalankan kegiatan produksinya selama 24 jam setiap hari kerja (non stop) dimana jam kerja ini dibagi atas tiga shift kerja. Ketiga shift kerja tersebut diisi oleh tenaga kerja tetap dan juga tenaga kerja tidak tetap yang terbagi lagi dalam empat kelompok kerja yang jadwalnya diatur oleh perusahaan. Pembagian jam kerja untuk setiap shift adalah sebagai berikut:

a. Shift I : Pukul 08.00 16.00 WIB

b. Shift II : Pukul 16.00 24.00 WIB

c. Shift III : Pukul 24.00 08.00 WIB

Pembagian karyawan pada setiap shift sepenuhnya diatur oleh perusahaan berdasarkan pertimbangan kepentingan produksi dan sifat kerja.

c. Sistem Pengupahan

Sistem pengupahan yang berlaku di PT TPL Tbk untuk karyawan tetap bukan dari kontraktor adalah sebagai berikut:

1. Perusahaan mengatur dan menerapkan sistem pemberian upah yang layak bagi pekerja yang disesuaikan dengan golongan, status, jabatan, keahlian dan prestasi.

2. Besarnya upah terendah yang diberikan kepada pekerja tidak boleh kurang dari ketentuan minimum yang berlaku sesuai dengan peraturan yaitu Upah Minimum Propinsi (UMP).

Pembayaran gaji kepada karyawan dilakukan sekali dalam sebulan, yaitu pada setiap akhir bulan. Dalam pembagian gaji kepada karyawan tetapnya PT TPL Tbk menganut sistem Total All in Concept, dimana total gaji yang diterima karyawan sudah termasuk berbagai tunjangan yang ada antara lain tunjangan pangkat dan jabatan, tunjangan keluarga, tunjangan perumahan dan bantuan khusus untuk perumahan serta tunjangan lokasi kerja. Sedangkan untuk karyawan tidak tetap, tunjangan tidak termasuk dalam gaji yang diterima.

d. Fasilitas Perusahaan

PT TPL Tbk berusaha untuk mendorong karyawan agar dapat bekerja lebih baik. Untuk itu perusahaan berusaha menciptakan suasana kerja yang nyaman dengan menyediakan berbagai fasilitas yang dapat mendukung efektivitas kerja karyawan dan dapat dimanfaatkan oleh karyawan tetap maupun tidak tetap.

Fasilitas fasilitas tersebut adalah sebagai berikut:

1. Fasilitas perumahan

2. Fasilitas pengobatan

3. Tempat ibadah

4. Sarana olah raga

5. Sarana pendidikan

6. Tempat rekreasi

7. Fasilitas transportasi

8. Kantin

9. Fasilitas kerja yaitu seragam (pakaian) kerja, sepatu kerja dan alat perlengkapan untuk perlindungan diri selama bekerja dan lain sebagainya.

PT TPL Tbk juga memberikan bantuan kesejahteraan bagi karyawan tetap berupa Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), dana suka duka dan tunjangan hari raya (THR).

4.1.8. Pola Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) PT TPL Tbk A. Kondisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Menurut Sumamur (1979) dasar pengertian keselamatan dan kesehatan kerja adalah upaya perlindungan yang ditujukan agar pekerja terhindar dari mesin alat kerja, bahan dan proses produksi, landasan dan lingkungan kerja serta cara

cara melakukan pekerjaan sehingga kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat dicegah.

Usaha untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja adalah salah satu unsur jaminan kesejahteraan yang bertujuan untuk meningkatkan gairah kerja, memperbaiki performa perusahaan serta meningkatkan produktivitas. (Departemen Pekerjaan Umum ,1981)

Menurut Kepala Departemen LP&C, K3 telah diterapkan sejak perusahaan ini beroperasi kembali pada tahun 2003, dan telah disesuaikan dengan peraturan Departemen Tenaga Kerja. Berdasarkan ketentuan yang dikeluarkan oleh Departemen Tenaga Kerja (1983) yaitu perusahaan yang memiliki tenaga kerja lebih dari 500 orang wajib membentuk Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3), maka PT TPL Tbk dengan jumlah tenaga kerja kurang lebih 1908 orang telah memiliki panitia pembinaan keselamatan kerja dan kebijakan - kebijakan tentang K3 perusahaan dan yang lainnya (Lampiran 6).

Organisasi K3 memiliki misi dan visi yaitu memberikan perlindungan atas keselamatan pekerja dan sumber produksi, serta keselamatan dan kesehatan kerja harus dipahami oleh seluruh tenaga kerja. Dengan demikian tingkat kecelakaan kerja dapat ditekan sesuai dengan semboyan: Utamakan Keselamatan.

Tugas pokok Safety Committee di PT TPL Tbk diuraikan sebagai berikut:

1. Menjaga pos jaga (menempatkan petugas pada pos jaga)

2. Pemeriksaan kendaraan rental

3. Pemeriksaan kendaraan angkutan kayu logging truk

4. Mengawasi tempat BBM

5. Membuat berita acara kecelakaan dan membuat statistik kecelakaan

6. Mengawasi kantin perusahaan

7. Memelihara perumahan karyawan

8. Membuat rambu rambu lalu lintas

9. Pemeriksaan lokasi tebangan

Sebagai upaya perlindungan keselamatan dan kesehatan terhadap pekerja pihak perusahaan telah menyediakan fasilitas klinik beserta medis, lapangan olahraga, peribadatan, petugas keamanan, alat alat perlindungan diri seperti: helmet, sepatu, pelindung mata, sarung tangan, masker dan pelindung telinga,

serta asuransi tenaga kerja (ASTEK) bagi seluruh karyawan perusahaan. Asuransi Tenaga Kerja yang dimiliki oleh perusahaan adalah asuransi kecelakaan dan meninggal dunia.

Perusahaan juga telah membuat perincian teknik teknik keselamatan bagi setiap kontraktor, memiliki Standard Operating Procedure dalam melakukan setiap pekerjaan. Namun, penerapannya masih sangat sulit dilakukan. Hal ini dikaitkan dengan peran serta kontraktor yang cukup penting. Pada awal kontrak kerja dengan perusahaan, para kontraktor harus menyediakan peralatan keselamatan bagi pekerja dan asuransi tenaga kerja (ASTEK). Setelah dilakukan pengamatan di lapangan ditemukan banyak pekerja yang tidak menggunakan alat

alat keselamatan kerja dengan alasan bahwa kontraktor tidak lagi menyediakan peralatan keselamatan bahkan pekerja tidak mengetahui tentang asuransi tenaga kerja. Hal ini sangat memprihatinkan karena dari data kecelakaan diketahui bahwa kecelakaan paling banyak terjadi pada pekerja kontraktor. Dari 82 orang pekerja yang mengalami kecelakaan, 51 orang pekerja atau 61 persen merupakan pekerja kontraktor sedangkan 31 orang lainnya atau 39 persen merupakan tenaga kerja perusahaan.

Kendala yang dihadapi oleh perusahaan dalam menerapkan aturan aturan K3 adalah sistem manajemen K3 yang belum optimal serta sikap pekerja terhadap keselamatan dan kesehatan kerja yang masih jauh dari yang diharapkan.

B. Departemen Loss Preventive and Control (LP&C)

Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan hal yang sangat perlu diperhatikan oleh perusahaan dalam menjalankan proses produksinya. Untuk itu PT TPL Tbk membentuk Departemen Loss Preventive and Control (LP&C) yang bertugas untuk memperhatikan dan menjaga keselamatan kerja para pekerja serta lingkungan kerja. Departemen ini membawahi Departemen Fire and Safety (F&S). Departemen F&S ini merupakan unit kerja yang mencegah dan menangani masalah kebakaran yang mungkin terjadi selama proses produksi berlangsung. Latihan penanganan juga menjadi tindakan nyata yang dilakukan bagian ini untuk melatih kesigapan dan kesiapan para pekerja apabila terjadi kebakaran. F&S juga membentuk sebuah tim yang disebut Emergency Response Team (ERT) pada setiap bagian proses produksi yang berperan penting tindakan awal menangani

kebakaran yang selanjutnya akan ditangani oleh F&S. Tim ERT ini terdiri dari para pekerja (operator) di tiap bagian dimana mereka ditempatkan.

C. Standard Operating Procedure (SOP)

LP&C Departement mengeluarkan sebuah prosedur kerja yang disebut

Standart Operating Procedure (SOP) yang terdiri dari:

1. Working Permit (Ijin Kerja)

Working Permit adalah suatu tata cara yang disusun secara sistematis dengan tujuan untuk menetapkan peraturan peraturan keselamatan kerja dengan mudah dan jelas, sehingga dapat digunakan sebagai pedoman para pekerja dan para pegawai termasuk penanggungjawab pekerjaan untuk menyelenggarakan kerja yang aman bagi manusia dan peralatan kerja yang termasuk ruang lingkupnya. Dengan kondisi tersebut diharapkan dapat tercipta zero accident dan safety product dalam setiap pelaksanaan pekerjaan instalasi atau peralatan tegangan tinggi maupun ekstra tinggi.

SOP ini dirancang untuk menjadi pedoman cara kerja yang aman dalam mengerjakan pekerjaan perawatan dan perbaikan atau proses pelaksanaan konstruksi di dalam kawasan pabrik. Ijin kerja ini harus dipakai dan diikuti untuk setiap melakukan pekerjaan yang abnormal atau tidak biasa yaitu pekerjaan yang bukan bentuk proses, atau kerja yang tidak rutin dilakukan di dalam kawasan pabrik. Pekerjaan harus dilaksanakan dalam prosedur kerja isolasi, ijin kerja panas, ijin kerja masuk ruangan tertutup dan ijin menggunakan peralatan pemadaman.

2. Incident Investigation and Report (Laporan Penyelidikan Insiden)

Tujuan SOP ini adalah untuk memastikan semua insiden harus dilaporkan dan diteliti berdasarkan syarat syarat legistatif dan memastikan manajer pabrik dan supervisor sadar akan semua bentuk kejadian yang terjadi di setiap area mereka masing masing. Pelaporan semua kejadian dengan memberikan data yang lengkap ini dapat digunakan untuk menentukan strategi apa yang tepat untuk dipakai. Penyelidikan insiden yang baik adalah suatu tindakan yang tepat di dalam pencegahan yang berhubungan dengan luka luka atau kesakitan. SOP ini tidak bermaksud untuk membagi kesalahan pada perorangan atau kelompok. SOP ini berlaku untuk semua jenis pekerjaan yang

berhubungan dengan insiden yang timbul di kawasan pabrik. Sebuah penyelidikan insiden dan laporan harus dilangkapi ketika insiden terjadi yang menimbulkan luka luka, properti yang rusak atau situasi yang hampir saja menyebabkan suatu insiden.

3. Smoking Control Measure (Ukuran Pengendalian Rokok)

Prosedur ini dibuat untuk menerangkan dan menegaskan hukuman, pertanggungjawaban, dan proses yang berhubungan dengan ukuran pengendalian asap oleh perusahaan pada lokasi pabrik. PT TPL Tbk mengetahui bahwa asap yang berasal dari pabrik dan rokok beresiko untuk kesehatan. Bagi yang tidak merokok harus dilindungi dari asap yang tidak sengaja terhirup. Asap yang tanpa sengaja terhirup menjadi penyebab timbulnya penyakit dan gangguan pernafasan.

4. Employee Penalty for Safety and Traffic Violation (Sanksi bagi Karyawan yang Melanggar Peraturan Keselamatan Kerja dan Lalu Lintas) SOP ini dibuat untuk menetapkan sanksi, tanggungjawab dan prosedur yang berhubungan dengan pelanggaran peraturan keselamatan kerja dan rambu

rambu lalu lintas di dalam kawasan pabrik.

Pelaksanaan tugas dan pekerjaan di dalam pabrik, para pekerja harus selalu menggunakan alat pelindung diri untuk mencegah kecelakaan kerja. Alat pelindung diri yang digunakan terdiri dari helmet, sepatu kerja dan pakaian kerja. Untuk operator di bagian tertentu harus menggunakan alat penutup telinga untuk meredam kebisingan, masker dan sarung tangan.

D. Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja di PT TPL Tbk memiliki kondisi faktor faktor lingkungan sebagai berikut:

1. Temperatur

Temperatur daerah kerja berkisar antara 180 260C. Temperatur ini dirasakan telah cocok dengan karyawan karena tidak terlalu panas ataupun dingin.

2. Kelembaban

Kelembaban udara di perusahaan berkisar antara 54 % - 75 %. Kelembaban udara pada lingkungan kerja dirasa tidak menjadi masalah bagi karyawan

dalam melaksanakan kegiatannya, sehingga kelembaban udara pada tingkat tersebut dianggap normal atau ideal.

3. Sirkulasi Udara

Sirkulasi udara cukup baik di ruangan kantor bagian produksi karena ventilasi udara yang baik dan sebagian besar kantor berada pada ruangan terbuka sehingga udara bebas keluar masuk. Penanaman pohon pohon di sekitar pabrik juga menambah kesegaran di sekitar pabrik.

4. Pencahayaan

Setiap stasiun kerja diberikan penerangan yang cukup serta penempatan pencahayaan yang tidak menyilaukan pandangan operator untuk mengoperasikan mesin.

5. Kebisingan

Kebisingan di bagian Wood Preparation, Digester Plan dan di bagian Pulp Machine melebihi 85dB, hal ini terbukti jika berada di stasiun kerja ini tanpa alat pelindung telinga akan mendengung dan lama kelamaan akan terasa sakit. Namun hal ini dapat diatasi dengan menggunakan ear muff. Jika tidak memakai ear muff akan diberikan peringatan oleh pihak yang berwenang.

6. Bau - bauan

Bau bauan ada pada bagian Digester Plant yang berasal dari bahan bahan kimia yang digunakan sehingga bila terhirup akan mencium bau yang tidak sedap. Untuk mangatasi hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan gas respirator (alat pernafasan).

7. Debu

Debu serbuk kayu yang halus banyak terdapat pada saat pengayakan atau penyaringan serpihan kayu pada bagian Wood Preparation. Debu debu ini banyak beterbangan dan juga pada saat pembersihan lingkungan pabrik. Oleh

karena itu karyawan diwajibkan menggunakan masker debu.

PT TPL Tbk senantiasa berperan aktif dalam program K3, oleh karena itu Departemen Loss Prevention and Control yang menangani masalah kesehatan kerja karyawan membuat program program keselamatan antara lain:

1. Membuat peraturan larangan keras merokok baik dalam maupun luar lingkungan pabrik, kecuali pada tempat tempat yang ditentukan untuk merokok (smoking zone). 2. Memberikan sanksi pelanggaran peraturan yaitu bagi yang tidak memakai alat pelindungan diri yang pantas, lalai dalam mengikuti peraturan perusahaan, sikap dan sifat yang tidak dapat diterima.

Sebelum melakukan tindakan sesuai peraturan di atas, setiap atasan yang membawahi departemennya harus memberitahukan hal hal yang terkait dengan peraturan tersebut kepada anggotanya. Pemberian sanksi bagi pelanggar aturan dilakukan dengan tahap tahap sebagai berikut:

a. Pelanggaran pertama, perringatan secara lisan (berlaku 6 bulan)

b. Pelanggaran kedua, dikeluarkan surat peringatan pertama (berlaku 3 bulan)

c. Pelanggaran ketiga, dikeluarka surat peringatan kedua (berlaku 3 bulan)

d. Pelanggaran keempat, dikeluarkan surat peringatan ketiga (berlaku 6 bulan)

e. Pelanggaran kelima, pemutusan hubungan kerja

3. Melaksanakan inspeksi keselamatan kerja dilaksanakan secara rutin di setiap tempat kerja oleh tim dari LP&C secara bergantian selama 24 jam. Adapun yang menjadi sasaran inspeksi adalah kondisi tempat kerja, mesin mesin dan alat kerja, alat pengaman dan peralatan kerja.

4. Membuat tanda tanda peringatan di setiap stasiun kerja beserta alat perlindungan diri apa saja yang harus dipakai untuk memasuki daerah kerja.

4.2. Analisa K3

4.2.1. Kegiatan Produksi

Kegiatan produksi merupakan usaha pengelolaan secara optimal penggunaan sumber daya atau sering disebut faktor faktor produksi (tenaga kerja, mesin mesin, peralatan, bahan mentah dan sebagainya) dalam proses transformasi bahan mentah dan tenaga kerja menjadi produk atau jasa.(T. Hani Handoko, 2000)

Pulp sebagai produk akhir memiliki standar mutu menjadi acuan untuk menentukan layak tidaknya pulp tersebut dipasarkan kepada pelanggan. Dalam menjalankan proses produksinya, PT TPL Tbk memerlukan bahan bahan dan mesin mesin serta peralatan produksi untuk mendukung kelancaran produksi

pulp. Pulp yang berkualitas baik adalah pulp yang memenuhi parameter parameter yang tercantum pada standar mutu yang disebut Sistem Grade, dimana ada lima grade (tingkat) mutu pulp yaitu grade A, B, C, D1 dan grade Off. Grade A selalu menjadi sasaran mutu pulp yang diinginkan perusahaan. Pemeriksaan kualitas pulp yang dilakukan sebelum tumpukan pulp dikemas, yaitu dengan pengambilan sampel dari satu lot pulp (terdapat 8 unit pulp). Unit yang diambil untuk diperiksa kualitasnya adalah unit ke-5, dimana dua lembar pulp teratas dari setiap bale pada unit ke-5 tersebut diambil untuk selanjutnya diperiksa di bagian laboratorium.

Tabel 2. Sistem Pemberian Grade Pulp

Grade

Parameter

ABCD1OFF

Brightness (%ISO) 88 88 87 87< 87

Total dirt count (mm2/m2) 6 10 15> 15> 15

Sheive-size (mm2/m2) 3 4 4> 4 4

Dirt-practical size (mm2/m2) 3 4 4< 4< 4

Viscosity (Cp) 9 9 7 7 7

Foreign material includingNoneNoneNonePresentPresent

plastic

Sumber : PT Toba Pulp Lestari Tbk, 2005

Jenis kayu yang digunakan PT TPL Tbk sebagai bahan baku pembuatan pulp adalah jenis kayu Eucalyptus Hibrid hasil perkawinan antara Eucalyptus Grandis dan Eucalyptus Urophylla (Lampiran 7). Jenis kayu Eucalyptus ini merupakan kayu yang mengandung selulosa dan cocok digunakan sebagai bahan baku pembuatan pulp. Eucalyptus merupakan kayu berserat pendek dan tergolong kayu yang keras. Jenis kayu ini sifatnya tidak mudah patah (tidak rapuh) dan juga tersedia dalam jumlah besar karena dapat ditebang dalam tiga kali untuk satu kali penanaman. Kayu yang digunakan sebagai bahan baku pulp didapat dari Hutan Tanaman Industri (HTI) yang dikelola sendiri oleh PT TPL Tbk. Adapun komponen kimia kayu yang terkandung dalam Eucalyptus dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Komponen Kimia Kayu dalam Eucalyptus

Eucalyptus

Komponen Kimia*

AT

Selulosa47,210,2

Lignin26,725,8

Pentosan12,015,9

Abu0,170,67

Silika0,080,41

Air Panas11,36,1

NaOH 1 %19,212,2

Kelarutan Air Dingin11,15,7

Sumber : PT Toba Pulp LestariTbk, 2005

Keterangan :

*) : Dinyatakan dalam % terhadap bobot kering oven A : Kayu asal hutan alam

T : Kayu asal hutan tanaman

Selain bahan baku, untuk memproduksi pulp juga memerlukan bahan tambahan dan bahan penolong. Bahan tambahan dan bahan penolong ini terdiri dari bahan bahan kimia yang diproduksi sendiri di bagian Chemical Plant.

Proses pembuatan pulp pada PT TPL Tbk berlangsung dalam dua bagian yaitu bagian Wood Preparation sebagai tempat pengolahan gelondongan kayu menjadi serpihan kayu (chip), dan Fiber Line yang berfungsi untuk mengolah chip melalui berbagai tahapan proses sampai menghasilkan pulp. Pulp yang dihasilkan dalam Pulp Machine akan dibentuk menjadi lembaran pulp serta dipotong menjadi lembaran pulp dengan ukuran standar pulp, panjang 80 cm dan lebar 60 cm. Pulp yang telah dipotong potong kemudian masuk ke bagian Baling Line yang berfungsi untuk membungkus atau mengemasi bale bale pulp untuk kemudian dibawa ke gudang pulp (Pulp Warehouse) dan siap dikirim kepada customer.

Dalam mengoperasikan mesin-mesin serta berlangsungnya proses produksi, PT TPL Tbk memiliki sebuah ruang kontrol yang disebut dengan

Control Digital System (CDS), yang berfungsi untuk melakukan pengendalian secara terkomputerisasi untuk mengawasi proses produksi. Bagian Wood Preparation memiliki ruang CDS sendiri di lokasi tersebut, dan demikian juga dengan bagian Pulp Machine. Sedangkan untuk bagian Digester, Washing & Screening serta Bleaching memiliki satu CDS yang digunakan bersama sama. Dengan penerapan CDS ini, dirasakan manfaat yang sangat besar dalam keefisienan produksi kerja bagi PT TPL Tbk.

PT TPL Tbk berupaya untuk meningkatkan utilitas proses produksinya dengan memanfaatkan kembali air sisa pengolahan, uap panas (steam) dan pemanfaatan listrik dari Turbine Generator yang menggunakan steam. Bahan bakar yang digunakan adalah minyak, tanah gambut, cangkang sawit, kulit kayu dan serbuk kayu serta sisa sisa kayu.

4.2.2. Statistik Kecelakaan Kerja

Statistik kecelakaan adalah catatan/data kecelakaan atau penyakit yang diderita oleh seseorang akibat melakukan suatu pekerjaan atau ditimbulkan oleh lingkungan. Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang diderita oleh seseorang akibat polusi atau kontaminasi lingkungan kerja. Sedangkan kecelakaan kerja adalah kesalahan yang dilakukan oleh pekerja saat melakukan pekerjaannya yang dapat menimbulkan luka atau sakit atau bahkan kematian. Namun setiap kecelakaan kerja penyebabnya tidak sama, begitu pula intensitas dan akibatnya.(Payaman, 1997)

Statistik kecelakaan akibat kerja meliputi kecelakaan yang dikarenakan akibat penderitaan pada waktu menjalankan pekerjaan yang berakibat kematian atau kelainan, dan meliputi penyakit penyakit akibat kerja. Satuan perhitungan kecelakaan untuk statistik dalam peristiwa kecelakaan yaitu apabila seorang tenaga kerja menderita dua atau lebih kecelakaan, maka yang dihitung adalah banyaknya peristiwa kecelakaan yang terjadi.

Statistik kecelakaan kerja digunakan untuk mencegah kecelakaan dan kompensasi kecelakaan. Dalam rangka pencegahan kecelakaan, statistik harus bisa memberikan gambaran lengkap tentang sebab, frekuensi, serta faktor faktor lain yang mempengaruhi resiko kecelakaan. Sebaliknya dalam hubungan kompensasi, statistik digunakan terutama untuk keperluan administrasi dan harus

menunjukkan banyaknya kecelakaan menurut beratnya, lamanya cacat dan besarnya uang untuk ganti rugi yang meliputi biaya pengobatan, perawatan di rumah sakit, rehabilitasi, absensteisme, kerusakan mesin/peralatan dan bahan karena kecelakaan.

PT TPL Tbk memiliki data kecelakaan kerja sebagai bahan penyusunan statistik kecelakaan. Data kecelakaan yang terjadi mulai tahun 2003 sampai tahun 2005 dapat dilihat pada Lampiran 8. Data kecelakaan tersebut menunjukkan jumlah kecelakaan yang terjadi dan jumlah jam kerja yang hilang dalam satu tahun akibat terjadinya kecelakaan serta ringan atau beratnya suatu kecelakaan yang terjadi pada setiap unit kerja. Statistik kecelakaan akan memberikan gambaran angka frekuensi kecelakaan, angka keparahan kecelakaan serta Safe T

Score. Statistik ini digunakan untuk mengetahui kondisi kecelakaan kerja pada setiap unit kerja di dalam perusahaan.

Frekuensi kecelakaan kerja menggambarkan jumlah kasus kecelakaan kerja yang mengakibatkan meninggal dunia, cacat permanen total, cacat permanen sebagian dan tidak mampu bekerja sementara dibandingkan dengan jam kerja total. Hasil perhitungan angka frekuensi kecelakaan dan Safe T Score dapat dilihat pada Tabel 4. Pada tabel tersebut dapat dilihat kecenderungan penurunan angka frekuensi kecelakaan kerja yang terjadi dari kurun waktu 2003 sampai dengan 2005. Angka frekuensi yang paling tinggi terjadi pada tahun 2003 sebesar 39,308 poin dengan kasus kecelakaan sebanyak 59 kali, hal tersebut diduga karena pada tahun 2003 PT TPL baru beroperasi kembali setelah tutup pada tahun 1998 sehingga sistem manajemen perusahaan dan program K3 perusahaan masih belum optimal. Adapun besarnya angka frekuensi kecelakaan kerja yang diperoleh dalam penelitian ini berkisar antara 1,977 dan 5,562 untuk setiap satu juta jam kerja manusia dalam setahun.

Tabel 4. Angka Frekuensi Kecelakaan dan Safe T Score PT TPL Tbk (2003 2005)

JumlahJumlahAngka Frekuensi

TahunpekerjaKecelakaanKecelakaan (AFK)Safe T

(orang)Kerja (kali)(intensitas)Score

20037085939,308

20041272155,562- 0,859

2005190881,977-0,645

Sumber : PT Toba Pulp Lestari Tbk, 2005

Membandingkan angka frekuensi kecelakaan kerja pada saat ini dan angka frekuensi kecelakaan kerja pada masa lampau akan menghasilkan Safe T Score yang menunjukkan kondisi perusahaan selama kurun waktu tahun 2003 sampai dengan tahun 2005. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa selama kurun waktu tersebut angka Safe T Score berada di bawah -2,00 hal ini berarti bahwa keadaan kecelakaan tidak mengalami perubahan tetapi cenderung semakin membaik atau berkurang.

Angka keparahan kecelakaan adalah angka yang diartikan jumlah hari kerja hilang karena kecelakaan dalam satu juta jam orang. Untuk mengetahui besarnya angka tersebut dapat dilihat dalam Tabel 5 berikut.

Tabel 5. Angka Keparahan Kecelakaan Kerja (AKK) di PT TPL Tbk (2003 2005)JumlahJumlah Kecelakaan KerjaJumlahAngka

TahunPekerjaRinganBeratMeninggalJumlahHariKeparahan

HilangKecelakaan

20037082534-5921661443,076

20041272411-15485179,853

2005190853-85012,361

Tabel 5 menunjukkan bahwa angka keparahan kecelakaan kerja selama kurun waktu tahun 2003 sampai dengan 2005 mengalami penurunan. Hal ini berarti bahwa kasus kecelakaan yang terjadi semakin kecil setelah diterapkanya sistem K3 di perusahaan, dikarenakan para pekerja sudah mulai memperhatikan kesehatan dan keselamatan di lingkungan kerja. Hal ini yang sangat penting untuk perusahaan khususnya tenaga kerja karena kecelakaan selalu membawa dampak

yang tidak baik. Perhitungan angka statistik kecelakaan kerja secara rinci terlampir pada Lampiran 8.

a. Penyebaran Kecelakaan Berdasarkan Usia Pekerja, Pengalaman Kerja dan Jenis Kegiatan

Data kecelakaan kerja yang terjadi dari tahun 2003 sampai dengan 2005 dalam kegiatan produksi PT TPL Tbk dikelompokkan berdasarkan usia pekerja, pengalaman kerja dan jenis kegiatan.

Menurut Sumamur (1979) untuk usia kurang dari 25 tahun lebih rentan terhadap kecelakaan, untuk usia lebih dari 40 tahun terlalu tua, lamban dan peluang kecelakaan tinggi. Sedangkan untuk usia optimal adalah 30 40 tahun kapasitas fisik sudah menurun dan mereka yang berada di kelompok usia ini cenderung lebih berhati hati. Dengan demikian angka kecelakaan kerja meningkat mengikuti pertambahan usia. Berikut adalah tabel kecelakaan kerja berdasarkan usia pekerja.

Tabel 6. Kecelakaan Kerja Berdasarkan Usia Pekerja (2003 2005)

KelompokTahunTotal

usia200320042005kecelakaanPersentase

A (6)6--67,32

Total5915882100

Sumber : PT Toba Pulp Lestari Tbk, 2005

Tabel 7 menunjukkan bahwa persentase kecelakaan kerja yang paling tinggi yaitu 64,63 persen terjadi pada pekerja yang memiliki pengalaman sekitar 0 2 tahun. Sedangkan persentase kecelakaan kerja yang paling rendah terdapat pada pekerja yang memiliki pengalaman kerja sekitar > 6 tahun sebesar 7,32 persen. Pada pekerja yang berpengalaman 2 6 tahun memiliki persentase kecelakaan kerja 28,04 persen. Dari kondisi tersebut, maka diduga bahwa kewaspasdaan terhadap kecelakaan kerja bertambah baik seiring dengan pengalaman. Bagi pekerja yang baru, dengan pengalaman kurang dari dua tahun belum mengetahui seluk beluk pekerjaan secara mendalam sehingga resiko kecelakaan kerja tinggi.

Sumamur (1979) menjelaskan bahwa pengalaman dan kewaspadaan terhadap kecelakaan bertambah baik sesuai dengan usia, lama kerja di perusahaan dan lamanya bekerja di tempat yang bersangkutan. Tenaga kerja baru biasanya belum mengetahui secara mendalam seluk beluk pekerjaan dan keselamatan. Keterampilan kerja meliputi pengalaman tentang cara kerja dan prakteknya serta pengenalan aspek aspek pekerjaan secara terperinci sampai kepada hal hal kecil terutama keselamatannya. Tingkat keterampilan yang tinggi berkaitan dengan penerapan keselamatan yang diharapkan dan mengecilnya kemungkinan terjadi kecelakaan. Sebaliknya kecelakaan mudah sekali terjadi pada tenaga kerja tidak terampil. Meningkatnya keterampilan seiring dengan pengalaman kerja maka bahaya akan terjadinya kecelakaan mendapatkan perhatian dari tenaga kerja yang bersangkutan. Namun, sekalipun keterampilan yang dimiliki oleh karyawan tinggi kemungkinan terjadinya kecelakaan tetap masih ada.

Jenis jenis kegiatan dalam produksi dan hal ini menggambarkan pula unit kerjanya yaitu: Woodyard, Fiber Line, Chemical Plan dan Energy. Masing masing memiliki resiko kecelakaan yang berbeda beda baik besarnya maupun intensitasnya. Tabel 8 adalah tabel kecelakaan kerja berdasarkan jenis kegiatan yang dilakukan oleh para pekerja.

Tabel 8. Kecelakaan Kerja Berdasarkan Jenis Kegiatan

Jenis kegiatan/TahunTotal

Unit Kerja200320042005kecelakaanPersentase

Wood Yard22522935,37

Fiber Line12341923,17

Chemical Plan8221214,63

Energy72-910,98

Satuan Khusus103-1315,85

Total5915882100

Sumber : PT Toba Pulp Lestari Tbk, 2005

Tabel 8 di atas menunjukkan bahwa kegiatan pada bagian Woodyard memiliki persentase kecelakaan yang paling tinggi yaitu sebesar 35,37 persen dibandingkan dengan kegiatan lainnya. Hal ini diduga karena pada kegiatan pada bagian Woodyard melibatkan unsur manusia sebagai tenaga kerja yang lebih banyak. Pada bagian ini adalah pekerjaan yang paling berat diantara seluruh bagian produksi karena berhubungan dengan gelondongan kayu yang diangkut dari hutan oleh truk. Kecelakaan yang sering terjadi disebabkan oleh ketidaktelitian para pekerja dalam melaksanakan setiap aktivitasnya, misalnya pada pemasangan chipper sering terjadi kecelakaan yaitu tersayat chipper. Sedangkan persentase kecelakaan yang paling kecil berada pada bagian Energy yaitu sebesar 10,98 persen dari seluruh kecelakaan yang terjadi. Hal ini diduga karena bagian Energy merupakan daerah yang paling berbahaya sehingga mereka yang bekerja pada bagian ini sangat berhati hati, dan apabila terjadi kecelakaan akan berakibat sangat fatal. Data mengenai kecelakaan kerja berdasarkan usia pekerja, pengalaman dan jenis kegiatan pekerjadari tahun 2003 sampai 2005 dapat dilihat pada Lampiran 9.

4.3 Program K3 di Lingkungan Kerja PT TPL Tbk 4.3.1. Kesehatan

A. Kebisingan

Mekanisasi alat alat produksi akan meningkatkan resiko kecelakaan kerja yang sangat tinggi. Di samping itu juga memberikan pengaruh atau gangguan

kesehatan terhadap pekerja dan lingkungan. Penyebab utama dari gangguan kesehatan ini adalah kebisingan dan getaran pada pengoperasian alat.

Tabel 9. Kebisingan di Lingkungan Kerja

PernyataanPersentase Responden (%)Unit Kerja Dominan

Senyap13,3Kantor

Rendah23,3Operator Sistem Kendali

Sedang33,3Produksi (Op. mesin)

Agak tinggi30Produksi (Op. mesin)

Tinggi--

Total100

Responden menyatakan bahwa kebisingan di lingkungan kerja adalah sedang sebesar 33,3 persen, agak tinggi 30 persen. Responden yang menyatakan bahwa kebisingan lingkungan kerja sedang dan agak tinggi adalah karyawan bagian produksi terutama operador mesin. Sedangkan responden yang menyatakan kebisingan lingkungan kerja senyap sebesar 13,3 persen adalah mereka yang bekerja di dalam ruangan kantor.

Kehilangan pendengaran merupakan akibat utama dari kebisingan di lingkungan kerja, hal ini tidak dirasakan seketika oleh pekerja melainkan terjadi secara bertahap dan memakan waktu yang lama. Pada saat bekerja, ketika kebisingan sudah mencapai 4000 Hz, pekerja tidak merasakan kebisingan tersebut sebagai suatu gangguan. Namun, apabila kebisingan tersebut mencapai setara frekuensi berbicara (275-2500Hz), maka pekerja mulai menyadari bahwa pendengarannya terganggu. Padahal gangguan itu sudah pada tingkat keparahan yang tinggi dan telah lama terjadi. Apabila tidak ditangani akan terjadi ketulian pada pekerja (Santosa, 1992). Pengaruh dari kebisingan lainnya pada pekerja berupa kejengkelan, perubahan metabolisme dan keresahan.

Gangguan kesehatan yang dialami para pekerja pada akhirnya akan menimbulkan penyakit. Penyakit akibat kerja ini sangat mengganggu stabilitasi produksi dan para pekerja. Responden menyatakan bahwa mereka merasakan berbagai gangguan kesehatan yang mengganggu mereka dalam melakukan

pekerjaan. Tabel 10 akan menunjukkan beberapa gangguan kesehatan yang dirasakan oleh para pekerja.

Tabel 10 . Penyakit Akibat Kerja di PT TPL Tbk (2003 2005)

Penyakit akibat kerjaPersentase Responden (%)Unit Kerja Dominan

1.Nyeri pinggang

a)Merasakan53,33Wood Yard

b)Tidak merasakan46,67Kantor

2.Pendengaran

a)Normal76,67Operator Sistem Kendali

b)Terganggu23,33Operator Mesin

c)Rusak--

3.Gangguan fisik

lainnya

- Mata3,33Bengkel

Responden yang menyatakan bahwa mereka mengalami gangguan pendengaran sebesar 23,33 persen. Penyebab utamanya adalah kebisingan dari mesin. Diketahui pula bahwa seluruh responden yang mengalami gangguan pendengaran ini tidak ada seorang pun yang menggunakan penutup telinga, hal ini menambah keparahan penyakit pendengaran pada pekerja. Kontraktor tidak menyediakan penutup telinga dengan alasan para pekerja merasa terganggu. Dengan kondisi ini maka diperlukan penyuluhan lebih lanjut tentang penegakan disiplin dalam bekerja untuk meminimalkan gangguan kesehatan. Disamping itu pula dapat dilakukan dengan Engineering Control, yaitu memodifikasi peralatan, proses kerja dan lingkungan kerja terutama di bagian Wood Yard dan Digester Plan yang mempergunakan banyak mesin.

Hal lain yang berpengaruh terhadap kesehatan pekerja adalah getaran yang disebabkan oleh pengoperasian alat alat produksi. Menurut Santosa (1992) gangguan yang disebabkan oleh getaran mekanis dapat disusun menjadi tiga tingkat, yaitu:

1. Gangguan kenikmatan kerja

2. Terganggunya tugas dan kelelahan

3. Bahaya terhadap kesehatan

Berdasarkan pengumpulan data dan informasi (survey) diketahui bahwa dampak dari getaran yang dialami oleh pekerja, yaitu 53,33 persen merasakan nyeri pada pinggangnya sedangkan sisanya tidak merasakan. Hal ini dikarenakan posisi pada saat bekerja yang monoton sehingga menyebabkan nyeri pada pinggang para pekerja yang umumnya bekerja pada unit kerja Wood Yard. Terdapat satu orang yang merasakan gangguan fisik lainnya yaitu mata. Para pekerja sudah melakukan pemeriksaan kepada dokter yang berada di klinik yang disediakan oleh perusahaan, tetapi tidak begitu membantu penyembuhan penyakit yang mereka rasakan. Umumnya penyakit akibat kerja tidak dapat dideteksi secara langsung, namun dapat dirasakan setelah mencapai tingkat keparahan yang membutuhkan perawatan intensif sehingga menambah biaya dan menurunkan produktifitas.

2. Pencahayaan

Pencahayaan pada tempat kerja dapat dikategorikan dalam taraf baik karena seluruh menyatakan bahwa tingkat pencahayaan cukup dan terang. Hal ini dikarenakan pada tempat kerja matahari bisa masuk dengan baik. Pernyataan responden berkaitan dengan pencahayaan dapat dilihat pada Tabel 11 berikut ini. Tabel 11. Pencahayaan di Tempat KerjaPernyataanPersentase Pencahayaan (%)

Gelap-

Redup-

Cukup63,33

Terang36,67

Terang sekali-

Total100

3. Debu

Debu di tempat kerja sangat mengganggu pekerja dalam melakukan aktivitasnya karena dalam jangka waktu panjang berpotensi menyebabkan gangguan pada paru paru. Pernyataan responden mengenai debu di tempat kerja yaitu banyak sekali 33,33 persen, terutama responden yang bekerja di bagian Wood Yard karena di bagian ini serpihan dari pencincangan kayu menjadi chips beterbangan di udara. Tabel 12 menunjukkan pernyataan pekerja mengenai debu di tempat kerja.

Tabel 12. Debu di Tempat Kerja

PernyataanPersentase Debu (%)Unit Kerja Dominan

Tidak ada16,67Laboratorium

Sedikit26,67Kantor

Ada10Operator Sistem Kendali

Banyak13,33Wood Yard

Banyak sekali33,33Wood Yard

Total100

4. Bau Menyengat

Bau menyengat yang dihasilkan dari proses produksi pulp sangat mengganggu para pekerja maupun masyarakat yang tinggal di sekitar pabrik. Untuk mengatasi hal ini perusahaan menyarankan pekerja yang berada pada divisi Chemical Plan untuk memakai masker hidung agar tidak merusak saluran pernafasan dan paru paru para pekerja. Pada Tabel 13 disajikan respon pekerja terhadap bau. Sebagian besar pekerja menyatakan mengalami sedikit bau sebesar 53,33 persen dikarenakan responden yang menyatakan ini merupakan perkerja pada bagian Wood yard yang mana pada bagian tersebut tidak bau karena tidak memakai bahan yang mengandung bau, misalnya bahan kimia. Hanya 10 persen yang menyatakan cukup bau adalah pekerja yang bekerja pada bagian Chemical Plan dan Fiber Line yang memakai bahan bahan kimia dalam melaksanakan kegiatan produksi.

Tabel 13. Bau Menyengat di Tempat Kerja

PernyataanPersentase Bau (%)Unit Kerja Dominan

Tidak bau36,67Kantor

Sedikit53,33Wood Yard

Cukup bau10Chemical Plan, Fiber Line

Bau--

Bau sekali--

Total100

5. Suhu Udara

Para pekerja dalam melakukan aktivitas sehari hari selalu mengeluh bahwa suhu udara tempat kerja tidak nyaman (panas), dan hal ini dapat mempengaruhi aktivitas kerja. Pernyataan pekerja mengenai suhu udara disajikan pada Tabel 14. Sebagian besar karyawan mengatakan bahwa suhu udara di tempat kerja dingin 43,33 persen, cukup panas 36,67 persen dan panas 20 persen. Pekerja yang merasakan panas dikarenakan pekerja tersebut bekerja pada posisi dengan cahaya matahari langsung dan dekat dengan mesin produksi dalam melakukan aktivitas.

Tabel 14. Suhu Udara di Tempat Kerja

PernyataaanPersentase suhu (%)Unit Kerja Dominan

Dingin sekali--

Dingin43,33Kantor, Laboratorium

Cukup panas36,67FiberLine, Wood Yard

Panas20Wood Yard

Total100

6. Kelembaban

Pernyataan responden mengenai kelembaban di lingkungan kerja disajikan pada Tabel 15. Stasiun kerja yang paling lembab terdapat pada laboratorium, hal ini dikarenakan suhu udara di laboratorium dingin dan sinar matahari tidak masuk, sehingga pekerja merasakan keadaan tersebut menimbulkan kelembaban pada ruangan laboratorium tetapi informasi, jika dingin berarti lembab, dalam hal ini

tidak bisa dipastikan karena tidak melakukan pengukuran kelembaban. Sedangkan pada unit kerja yang lain seperti Wood Yard tidak lembab (kering) karena unit kerja ini terbuka dan selalu mendapat sinar mahatari yang cukup.

Tabel 15. Kelembaban di Tempat Kerja

PernyataanPersentase Kelembaban (%)Unit Kerja Dominan

Lembab sekali10Laboratorium

Lembab33,33Chemical Plan

Tidak lembab(kering)56,67Wood Yard

Total100

Perusahaan telah menyediakan sarana prasarana kesehatan untuk para pekerja, namun terkadang hal ini tidak dirasakan manfaatnya oleh pekerja. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian untuk mengetahui variabel kesehatan yang sangat dibutuhkan oleh pekerja dalam meningkatkan kinerja dan produktivitas kerja, dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Variabel Kesehatan

Variabel kesehatanPersentase (%)

1.Peningkatan pelayanan kesehatan63,34

2.Kenyamanan lingkungan kerja23,33

3.Penyediaan fasilitas olah raga13,33

4.Lainnya-

Total100

Salah satu fasilitas kerja yang diberikan perusahaan adalah fasilitas kesehatan yang meliputi pelayanan kesehatan, kenyamanan lingkungan kerja dan fasilitas olah raga. Sebagian besar pekerja menginginkan peningkatan pelayanan kesehatan dari perusahaan (63,34 %). Namun, dari seluruh variabel yang ada hal yang terpenting adalah pencapaian kenyamanan di lingkugan kerja (23,33 %). Jika kenyamanan di lingkungan kerja sudah tercapai maka gangguan kesehatan akan berkurang dan dapat dicegah sedini mungkin karena pencegahan gangguan jauh lebih penting daripada pengobatan. Sedangkan penyediaan fasilitas olah raga

(13,33 %) hanya sebagai salah satu cara untuk mencapai kehidupan yang sehat dan untuk mengurangi kejenuhan akibat kerja.

Secara umum diketahui bahwa penyakit akibat kerja merupakan gangguan kesehatan yang dapat dicegah dengan cara antara lain:

1. Pemeriksaan kesehatan secara berkala

2. Perbaikan klinik dan pengadaan obat obatan

3. Penyediaan alat alat keselamatan kerja

4. Perbaikan perumahan pekerja

5. Pemeliharaan kebersihan makanan dan air minum

6. Penyuluhan kesehatan dan keselamatan kerja bagi pekerja dan kontraktor

7. Pemasangan papan K3 dan lingkungan serta pelatihan kerja bagi operator.

Perusahaan memberikan waktu libur disamping libur nasional kepada karyawan secara bergiliran yaitu setiap putaran shif selesai dua minggu sekali yang shifnya berakhir pada shif malam. Hal ini dikarenakan perusahaan mengerti dengan situasi pekerjaan yang monoton dan kelelahan pada shif malam. Dengan adanya waktu libur karyawan ini diharapkan kejenuhan karyawan terhindari. Para karyawan menghabiskan hari liburnya dengan berbagai cara antara lain istirahat dengan keluarga di rumah, melakukan hobi atau mencari penghasilan lain.

Tabel 17. Kegiatan Karyawan di Hari Libur

Kegiatan yang dilakukanPersentase

1.Istirahat dengan keluarga di rumah46,67

2.Melakukan hobi40

3.Mencari penghasilan lain10

4.Lainnya3,33

Total100

Tabel 17 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar karyawan yang mempunyai waktu libur yang disediakan oleh perusahaan lebih memilih untuk tinggal di rumah untuk istirahat bersama keluarga.

4.3.2. Keselamatan

A. Alat Pelindung Diri (APD)

Pemakaian alat pelindung diri oleh pekerja yang disediakan oleh perusahaan dapat dilihat pada Tabel 18 di bawah ini.

Tabel 18. Pengadaan Alat Pelindung Diri Karyawan

Alat pelindung diriPersentase (%)Stasiun Kerja Dominan

Helmet60,00Mill Site

Sarung tangan6,67Chemical Plan,

Sepatu kerja26,67Laboratorium, Mill Site

Ear muff--

Pelindung mata3,33Workshop (bengkel)

Masker hidung--

Lainnya (pakaian mekanik)3,33Workshop

Total100

Tabel 18 menunjukkan bahwa perusahaan sudah menyediakan alat pelindung diri untuk karyawan yang bekerja di tempat yang berpotensi berbahaya. Karyawan yang memakai alat pelindung diri yang paling tinggi adalah helmet (60%), hal ini dikarenakan seluruh karyawan maupun tamu perusahaan yang masuk ke daerah Mill Site harus memakai helmet. Karyawan yang tidak memakai helmet harus melapor ke bagian pos jaga untuk mengisi formulir peminjaman APD helmet yang berlaku untuk satu hari, karena helmet adalah salah satu syarat wajib bagi karyawan yang memasuki daerah Mill. Sedangkan APD lainnya seperti sarung tangan, sepatu kerja, pelindung mata, pakaian mekanik, ear muff dan masker bersifat khusus terkait dengan stasiun kerja masing masing karyawan.

B. Frekuensi Kecelakaan

Frekuensi kecelakaan kerja atau nyaris kecelakaan yang terjadi pada saat melaksanakan aktivitas dapat dilihat pada Tabel 19 berikut.

Tabel 19. Frekuensi Kecelakaan Kerja

FrekuensiJumlah respondenStasiun Kerja

MengalamiNyaris

KecelakaanKecelakaan (%)Kecelakaan (%)Dominan

1 kali16,6740,00Wood Yard

2 4 kali-16,67Chemical Plan

5 6 kali---

> 6 kali---

tidak pernah83,3343,33Wood Yard

Total100100

Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) telah 3 tahun dilaksanakan. Oleh karena itu, perusahaan telah merasakan perubahan yang semakin baik dalam pencapaian kenyamanan lingkungan kerja yang pada akhirnya akan dapat menekan jumlah atau frekuensi kecelakaan kerja. Keadaan ini dapat dilihat pada Tabel 18 yang menunjukkan bahwa sebagian besar karyawan tidak pernah mengalami kecelakaan bahkan nyaris kecelakaan pun sangat sedikit.

C. Penyebaran poster Propoganda

Penyebaran poster propoganda yang berisikan peraturan tentang keselamatan kerja sudah optimal dilakukan oleh perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari hasil tanggapan menyatakan bahwa penyebaran poster tentang K3, plakat, dan lain lain sudah ada di setiap tempat yang dapat dilihat jelas dari jauh oleh para pekerja yang masuk ke dalam area perusahaan. Oleh karena itu perusahaan sudah menunjukkan kepedulian terhadap karyawan dengan memberikan imbauan tentang kesehatan dan keselamatan kerja di lingkungan kerja. Hal ini diketahui dari adanya pertemuan pertemuan yag dilaksanakan di dalam dan luar perusahaan yang membahas tentang kesehatan, keselamatan, penegakan kedisiplinan serta pemberian solusi yang terkait dengan K3.

4.3.3. Pendidikan dan Pelatihan

Pendidikan dan pelatihan merupakan upaya untuk mengembangkan sumberdaya manusia terutama untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan kepribadian manusia. Pendidikan pada umumnya berkaitan dengan mempersiapkan calon tenaga professional yang diperlukan oleh suatu instansi atau organisasi, sedangkan pelatihan lebih berkaitan dengan peningkatan kemampuan atau keterampilan karyawan yang sudah menduduki suatu pekerjaan atau tugas tertentu. (Soekidjo Notoatmodjo, 2003)

Menurut T. Hani Handoko (2001), latihan (training) dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan dan teknik pelaksanaan kerja tertentu, terinci dan rutin. Secara singkat dapat dinyatakan bahwa latihan digunakan untuk mempersiapkan para karyawan untuk melakukan pekerjaan sekarang. Apabila pihak manajemen ingin menyiapkan para karyawan untuk memegang tanggungjawab di waktu yang akan datang maka diperlukan kegiatan pengembangan sumberdaya manusia. Pengembangan (development) mempunyai ruang lingkup yang lebih luas dalam upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan, kemampuan sikap dan sifat sifat kepribadian.

Suatu pelatihan, orientasi atau penekanannya pada tugas yang dilaksanakan (Job Orientation), sedangkan pendidikan lebih pada pengembangan kemampuan umum. Oleh karena itu, dengan melihat orientasinya kepada pelaksanaan tugas serta kemampuan khusus pada sasaran, maka jangka waktu pelatihan umumnya lebih pendek dari pada pendidikan. Demikian pula metoda belajar mengajar yang digunakan pada pelatihan lebih inovatif dibandingkan dengan pendidikan. Pada akhir suatu proses pelatihan biasanya peserta hanya memperoleh suatu sertifikat, sedangkan pendidikan, peserta pada umumnnya memperoleh ijazah atau gelar. (Soekidjo Notoatmodjo, 2003)

SUMBERDAYA

4M

INPUTPESERTA DIKLAT

OUTPUT

Kemampuan

KURIKULUM

Keterangan :

4M : Man, Money, Material, dan Methods

Gambar 7. Proses Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) (Soekidjo Notoatmodjo, 2003)

PT TPL Tbk dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja merasa perlu untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan K3 bagi para pekerja melalui diklat. Dari hasil wawancara dan kuesioner yang diberikan kepada perusahaan dan karyawan kegiatan diklat dilaksanakan dengan dua cara yaitu:

Pihak Internal : diklat yang diselenggarakan di PT TPL Tbk, Porsea antara lain: a. Kursus K3 untuk pelaksana pekerjaan berpotensi bahaya (operator, pemelihara, pelayanan gangguan dan lain sebagainya)

b. Kursus pengawas K3 untuk pengawas pekerjaan berpotensi bahaya

c. Kursus ahli K3 dan pejabat yang bertanggungjawab mengelola instansi/bangunan d. Kursus manajemen, seminal dan lokakarya untuk manajer

e. Pelatihan kebakaran untuk pegawai

f. Penyuluhan untuk pegawai

Pihak Eksternal : Depnaker, Dewan K3 Nasional (DK3N) dan instansi lainnya. Dari pihak eksternal terdapat penawaran kursus singkat, seminar, lokakarya dan kegiatan lainnya yang dapat menambah pengetahuan dan

wawasan dalam pelaksanaan K3.

Seluruh responden menyatakan bahwa pendidikan dan pelatihan adalah salah satu hal yang perlu diselenggarakan sesering mungkin karena hal ini dapat

mencegah dan mengurangi terjadinya kecelakaan kerja yang dapat mengganggu stabilisasi kegiatan produksi.

Pendidikan dan pelatihan (diklat) yang dilaksanakan sangat berpengaruh pada tingkat ketelitian para pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya. Berikut adalah tabel pernyataan pekerja mengenai pelaksanaan pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan oleh perusahaan mengenai K3 baik tentang pengadaan diklat tersebut maupun manfaatnya bagi karyawan tersebut.

Tabel 20. Pengadaan Diklat Perusahaan

PernyataanPersentase Diklat (%)

Sangat setuju60

Setuju33,33

Kurang setuju6,67

Tidak setuju-

Total100

Tabel 20 menunjukkan bahwa sebagian karyawan menyatakan sangat setuju dan setuju dengan diadakannya diklat terhadap karyawan karena mereka beranggapan selain menambah ilmu dan pengetahuan mengenai pekerjaannya dapat juga menambah kreativitas dalam melaksanakan aktivitas kerja. Dari hasil wawancara dengan karyawan menyatakan bahwa sebelum karyawan mengikuti diklat, karyawan sering mengalami nyaris kecelakaan bahkan ada juga yang mengalami kecelakaan meskipun dalam skala kecelakaan ringan atau kecil. Sehingga karyawan menyimpulkan bahwa diklat sangat bermanfaat dalam melakukan setiap pekerjaan yang memiliki resiko kecelakaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 21 yang menunjukkan bahwa karyawan sudah merasakan manfaat diklat dalam melakukan setiap pekerjaannya. Sebagian besar karyawan menyatakan bahwa diklat sangat bermanfaat dan bermanfaat dalam pekerjaan dalam mengatasi gangguan kesehatan dengan bijak dan dapat menekan jumlah kecelakan yang terjadi. Hal ini sangat menguntungkan perusahaan karena dapat menurunkan biaya untuk korban kecelakaan. Karyawan yang menyatakan bahwa diklat kurang bermanfaat adalah karyawan yang kurang setuju dengan

diadakannya diklat karena diklat dianggap hanya membuang waktu dan biaya saja.

Tabel 21. Manfaat Pelaksanaan Diklat

PernyataanPersentase Diklat (%)

Sangat bermanfaat53,33

Bermanfaat40

Kurang bermanfaat6,67

Tidak bermanfaat-

Total100

Hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanan diklat oleh perusahaan adalah menyediakan diklat untuk semua posisi yang ada di perusahaan sehingga seluruh karyawan dapat merasakan manfaat diklat dan aktivitas produksi pun dapat berjalan lancar dan kecelakaan pun dapat ditekan sekecil mungkin.

4.3.4. Persepsi Pekerja Terhadap K3

Persepsi adalah pandangan atau penilaian seseorang terhadap objek tertentu (riil dan abstrak) yang dihasilkan oleh kemampuan mengorganisasikan indera pengamatan. Persepsi ditentukan oleh faktor dalam diri individu (faktor internal) dan dari luar individu (faktor eksternal). Faktor internal meliputi kecerdasan, minat, emosi, pendidikan, pendapatan, kapasitas alat indera dan jenis kelamin. Sedangkan yang termasuk ke dalam faktor eksternal adalah pengaruh kelompok, pengalaman masa lalu dan perbedaan latar belakang sosial budaya (Kayam dalam Ratna, 2002).

Sikap terhadap keselamatan ada dua tafsiran yaitu :

Tafsiran pertama adalah tingkat operasional dan meliputi keselamatan yang kompleks serta reaksi tenaga kerja terhadap pekerjaan dan lingkungannya. Keseluruhan reaksi ini merupakan landasan psikologis bagi penyelenggara pekerjaan dan mengatur tingkah lakunya. Sikap terhadap keselamatan adalah hasil dari pengaruh yang rumit dan kadang kadang bertentangan. Oleh karena itu, kemungkinan akibat pengaruh tersebut menjadi positif atau negatif

tergantung dari individu dan keadaan. Sikap ini dapat dimantapkan oleh usaha pimpinan kelompok atau petugas keselamatan kerja. Dengan demikian

program kesehatan harus dilandasi dengan pengetahuan psiko-sosial yang mendalam, agar dapat berhasil baik. Keselamatan dapat diwujudkan apabila didasari dengan suasana serasi atau positif diantara pengusaha dengan tenaga kerja.

Tafsiran kedua bertalian dengan sikap tenaga kerja terhadap keselamatan atas dinamika psikologis mereka. Menurut tafsiran ini, faktor faktor seperti

tekanan emosi, kelelahan, konflik kejiwaan yang latin dan tak terselesaikan, sangat berpengaruh secara negatif pada keselamatan.(Sumamur, 1997)

Penelitian mengenai persepsi pekerja terhadap K3 dilakukan dengan cara mengumpulkan kuesioner pada 30 orang responden. Penilaian pendapat menggunakan Skala Likert dengan jumlah kategori tiga yaitu:

Persepsi rendah, apabila jumlah rataan skor berada antara 0 5

Persepsi cukup baik, apabila jumlah rataan skor berada antara 6 11 Persepsi tinggi, apabila jumlah rataan lebih besar dari 11

Persepsi rendah merupakan pandangan seseorang terhadap suatu objek yang dibicarakan kurang baik sehingga dalam aplikasinya pun tidak dapat dilaksnakan dengan baik. Persepsi cukup baik merupakan pandangan seseorang terhadap suatu objek yang dibicarakan cukup baik sehingga aplikasinya dalam bertindak dapat memakai persepsi yang telah dimilikinya. Sedangkan persepsi tinggi merupakan pandangan seseorang terhadap suatu objek yang dibicarakan telah mencapai taraf baik sekali sehingga aplikasinya dalam bertindak sepenuhnya menggunakan persepsi yang telah dimilikinya.

Hasil yang diperoleh dari responden tersebut adalah jumlah rataan poin sebesar 11,5. Hal ini berarti bahwa pekerja dalam kegiatan produksi memiliki persepsi yang baik terhadap Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) perusahaan. Perhitungan persepsi secara lengkap pada Lampiran 10 dan 11.

2017

(%

1512.612.512.67

Persepsi

108

Tingkat5

0

2021 - 2526 - 3031 - 3636 - 40

usia pekerja (Tahun)

Gambar 8. Tingkat Persepsi Pekerja Terhadap K3 Berdasarkan Usia Pekerja

Tingkat persepsi kerja di atas ditentukan dari rata rata skor pada setiap kelompok selang dengan penentuan kategori tingkatnya didasarkan pada skala yang telah ditentukan dalam kuesioner. Dari gambar di atas diperoleh bahwa pada usia pekerja kurang atau sama dengan 20 tahun memiliki tingkat persepsi terhadap K3 paling tinggi disbanding pada usia pekerja lainnya.

Terjadinya kecelakaan kerja dan prinsip terhadap K3 yang kurang tegas maka timbul asumsi yang menyatakan bahwa kecelakaan kerja yang tinggi disebabkan oleh tingkat persepsi terhadap K3 yang rendah. Berdasarkan asumsi tersebut, dapat dilihat hasil antara tingkat kecelakaan kerja berdasarkan usia pekerja (Gambar 6) dengan tingkat persepsi pekerja (Gambar 8) bahwa pekerja dengan usia kurang atau sama dengan 20 tahun dengan persentase kecelakaan paling rendah, ternyata memiliki tingkat persepsi terhadap K3 yang tinggi. Namun tidak demikian halnya dengan pekerja dengan usia 21 sampai dengan 25 tahun dengan persentase kecelakaan paling tinggi memiliki tingkat persepsi terhadap K3 paling rendah dari seluruh usia pekerja lainnya.Kedua fakta tersebut belum dapat membuktikan asumsi yang telah ditetapkan, namun terlihat bahwa dengan tingkat persepsi terhadap K3 yang tinggi akan menekan tingkat kecelakan kerja yang terjadi. Sehingga p