KHONK tatia
-
Upload
yosi-rinjani -
Category
Documents
-
view
61 -
download
3
Transcript of KHONK tatia
BAB I
STATUS PASIEN
Identitas pasien :
Nama : Ny. M
Umur : 58 tahun
Alamat : Sojomerto Lor, Salaman, Sidomulyo, RT 2 RW 1, Magelang
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Masuk Tanggal : 10 Mei 2013 pukul 10.30
Subjektif :
KU : tidak sadarkan diri
RPS :
o Tidak sadarkan diri sejak tadi pagi pukul 06.00. Sebelumnya tidak sadar di rumah
mengeluh lemas dan demam 5 hari yang lalu. Demam dirasakan terus menerus. Selama
lemas itu, tetap melakukan aktivitas sehingga kelelahan.
KT :
o Sebelum tidak sadar pasien tidak mengalami mual , muntah,
o Sesak nafas (-), nyeri dada (-), batuk (-)
o Kejang (-)
o Riwayat trauma kepala (-)
o Buang air kecil seperti biasa, buang air besar seperti biasa.
RPD :
o Riwayat hipertensi (-)
o Riwayat kejang (-)
1
o Riwayat DM tidak diketahui
o Riwayat alergi obat (-)
o Riwayat penyakit ginjal ataupun jantung (-)
RPK :
o Riwayat hipertensi (-)
o Riwayat diabetes mellitus (-)
Objektif :
Keadaan umum : tidak sadar
Kesadaran : GCS E1V1M1 .
BMI : obesitas
Vital sign :
Tekanan Darah: 130/90 mmHg
Nadi : 120 x/menit
Suhu : 36˚C
Pernafasan : 28 x/menit
Kepala & Leher :
Konjungtiva anemis : (-/-)
Sklera ikterik : (-/-)
Peningkatan JVP : (-)
Pembesaran KGB : (-)
Thorax :
o Paru :
- I : simetris kanan dan kiri
- P : gerakan nafas hemithorax kanan dan kiri simetris
- P : perkusi paru sonor kanan dan kiri
- A : suara nafas dasar vesikuler, wheezing -/-, rhonki -/-
Jantung :
- I : iktus kordis tidak terlihat
2
- P : iktus kordis teraba dan kuat angkat
- P : batas jantung normal, batas kiri ICS 5 midclavicula sinistra, batas kanan ICS 3
parasternal dextra, pinggang jantung ICS 3 parasternal sinistra
- A : bunyi jantung I dan II regular, murmur (-)
Abdomen :
I : perut cembung
A : bising usus (+) normal
P : nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
P : timpani
Ekstremitas :
o Akral hangat (+)
o Edema (-)
o Capillary refill <2 detik
Daftar Masalah :
Dari anamnesis
1. Tidak sadarkan diri
2. Lemas
3. Demam
Dari Pemeriksaan Fisik
1. Kesadaran : GCS E2V1M5
Assessment :
Gangguan Metabolik
Hipoglikemia
Hiperglikemia :
- Ketoasidosis Diabetes (KAD)
- Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik (HONK)
Planning :
Planning diagnostik :
Darah lengkap
3
Gula Darah Sewaktu
Ureum / kreatinin
EKG
Hasil Gula Darah Sewaktu : 502 mg/dl
Planning Terapi :
Regulasi Insulin cepat 4 x 6 U i.v
Piracetam 3 x 1 i.v
Ranitidin 3 x 1 i.v
Ceftriakson 2 x 1 i.v
Humulin R 3 x 12 U s.c
Planning Supportif :
Masuk ICU
Infus RL 20 tpm
O2 kanul nasal 4 liter per menit
Pasang kateter
4
Laboratorium tanggal 10 Mei 2013
Diff Count
Jenis Hasil Referensi Jenis Hasil Referensi
% Lym 14,7 % 17-48 # Lym 2,4 103/mm3 1,2-3,2
% Mid 3,4 % 4-10 # Mid 0,6 103/mm3 0,3-0,8
% Gra 81,9 % ↑ 43-76 # Gra 13,2
103/mm3↑
1,2-6,8
5
Jenis Pemeriksaan Hasil Referensi
WBC 16,2 103/mm3↑ 3,5-10
RBC 4,03 106/mm3 3,80-5,80
HB 13,5 g/dl 11,0-16,5
HCT 35 % 35,0-50,0
PLT 209 103/mm3 150-390
PCT 0,28 % 0,100-0,500
MCV 88,9 um3 80-97
MCH 33,4 pg 26,5-33,5
MCHC 37,7 g/dl ↑ 31,5-35,5
RDW 10,3 % 10,0-15,0
MPV 10,0 um3 6,5-11,0
PDW 15,0 % 10,0-18,0
Jenis Pemeriksaan Hasil Referensi
Gula darah puasa 475 mg/dl ↑ 70-115
Ureum 167 mg/dl ↑ 0-50
Creatinin 5,4 mg/dl ↑ 0-1,3
SGOT 52 U/l ↑ 3-35
SGPT 65 U/l ↑ 8-41
KOLESTEROL 186 0-200
TRIGLISERIDA 487 ↑ 0-150
ASAM URAT 12,8 ↑ 2,3-8,2
TOTAL PROTEIN 7,1 6,6-8,3
ALBUMIN 3,4 ↓ 3,8-5,1
GLOBULIN 3,7 ↑ 2,7-3,5
BILIRUBIN
DIRECT
0,57 ↑ 0-0,25
KALIUM 5,06 3,48-5,5
NATRIUM 131,48 ↓ 135,37-140
KLORIDA 107,94 ↑ 96-106
BILIRUBIN
TOTAL
2,3 ↑ 0-1,1
6
EKG :
Diagnosis :
DM
Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik
CAD OMI
7
A. HASIL FOLLOW UP
TANGGAL S O A P
11 Mei 2013 - Sesak (-)
- Mual (-)
- Muntah (-)
- GCS : E4V5M6
- Tampak sakit sedang
- Tanda vital :
TD : 106/63 mmHg
N : 110 x/mnt
RR : 22 x/mnt
S : 36.2 ˚C
- Kepala dan leher :
CA / SI : -/-
- Thorax :
Paru :
I : simetris, kulit
ikterik
P : simetris
P : sonor +/+
A : vesikuler +/+,
wheezing -/-,
rhonki -/-
Jantung :
I : IC tidak terlihat
P : IC teraba dan
kuat angkat
P : batas jantung
normal
A : S1>S2 regular,
- DM
- KHONK
- CAD OMI
- Planning terapi
Humulin R
3 x 10 U s.c
Inj.
Ceftriakson 2
x 1 gr
Inj. Ranitidin
3 x 1
Piracetam 3 x
1
ISDN 3 x 5
mg
Trolip 1 x 300
Cardiomin 2 x
1
Nabic 1 x 1
8
murmur (-)
- Abdomen :
I : perut cembung
A : bising usus (+)
normal
P : nyeri tekan (-),
hepar dan lien tidak
teraba
P : timpani
- Ekstremitas :
Edema (-)
9
TANGGAL S O A P
13 Mei 2013 - Lemas (+)
- Pusing (-)
- Mual(-)
- GCS : E4V5M6
- Tampak sakit sedang
- Tanda vital :
TD : 130/80 mmHg
N : 108 x/mnt
RR : 20 x/mnt
S : 36.5 ˚C
- Kepala dan leher :
CA / SI : (-/-) / (-/-)
Pembesaran KGB :
(-)
- Thorax :
Paru :
I : simetris
P : simetris
P : sonor +/+
A : vesikuler +/+,
wheezing -/-, rhonki
-/-
Jantung :
I : IC tidak terlihat
P : IC teraba dan kuat
angkat
P : batas jantung
normal
A : S1>S2 regular,
- DM
- KHONK
- CAD OMI
- Suspek CVA
Infark
- Planning terapi
Humulin R
3 x 10 U s.c
Inj.
Ceftriakson 2
x 1 gr
Inj. Ranitidin
3 x 1
Piracetam 3 x
1
ISDN 3 x 5
mg
Trolip 1 x 300
Cardiomin 2 x
1
Nabic 1 x 1
10
murmur (-)
- Abdomen :
I : perut cembung
A : bising usus (+)
normal
P : nyeri tekan (-),
hepar dan lien tidak
teraba
P : timpani
- Ekstremitas :
Edema (-)
Motorik : +4 +5
+4 +5
Reflex patologis :-
Jenis Pemeriksaan Hasil Referensi
Gula Darah Puasa 222 mg/dl 70-115
TANGGAL S O A P
14 Mei 2013 - Lemas (-)
- Pusing (+)
- Mual (-)
- Muntah (-)
- Batuk (+)
- GCS : E4V5M6
- Tampak sakit sedang
- Tanda vital :
TD : 130/80 mmHg
N : 108 x/mnt
RR : 20 x/mnt
S : 36.5 ˚C
- Kepala dan leher :
CA / SI : (-/-) / (-/-)
Pembesaran KGB :
(-)
- Thorax :
- DM
- KHONK
- CAD
- Suspek CVA
Infark
- Planning terapi
Humulin R
3 x 10 U s.c
Inj. Ceftriakson
2 x 1 gr
Inj. Ranitidin 3
x 1
Piracetam 3 x 1
ISDN 3 x 5 mg
Trolip 1 x 300
Cardiomin 2 x 1
Nabic 1 x 1
11
Paru :
I : simetris
P : simetris
P : sonor +/+
A : vesikuler +/+,
wheezing -/-,
rhonki -/-
Jantung :
I : IC tidak terlihat
P : IC teraba dan
kuat angkat
P : batas jantung
normal
A : S1>S2 regular,
murmur (-)
- Abdomen :
I : perut cembung
A : bising usus (+)
normal
P : nyeri tekan (-),
hepar dan lien tidak
teraba
P : timpani
- Ekstremitas :
Edema (-)
Motorik : +4 +5
+4 +5
Reflex patologis
babinski +/-
12
Jenis Pemeriksaan Hasil Referensi
Gula darah puasa 140 mg/dl ↑ 70-115
Gula darah 2 jam pp 72 mg/dl 115-170
TANGGAL S O A P
15 Mei 2013 - Lemas (+)
- Pusing (+)
- Mual (+)
- Batuk (+)
- GCS : E4V5M6
- Tampak sakit sedang
- Tanda vital :
TD : 140/80 mmHg
N : 120 x/mnt
RR : 20 x/mnt
S : 38 ˚C
- Kepala dan leher :
CA / SI : (-/-) / (-/-)
Pembesaran KGB :
(-)
- Thorax :
Paru :
I : simetris
P : simetris
P : sonor +/+
A : vesikuler +/+,
- DM
- KHONK
- CAD
- Suspek CVA
Infark
- Planning terapi
Humulin R
3 x 10 U s.c
Inj.
Ceftriakson 2
x 1 gr
Inj. Ranitidin
3 x 1
Piracetam 3 x
1
ISDN 3 x 5
mg
Trolip 1 x 300
Cardiomin 2 x
1
Nabic 1 x 1
13
wheezing -/-, rhonki
-/-
Jantung :
I : IC tidak terlihat
P : IC teraba dan kuat
angkat
P : batas jantung
normal
A : S1>S2 regular,
murmur (-)
- Abdomen :
I : perut cembung
A : bising usus (+)
normal
P : nyeri tekan (-),
hepar dan lien tidak
teraba
P : timpani
- Ekstremitas :
Edema (-)
Motorik : +4 +4
+4 +5
Reflex patologis
babinski +/-
Jenis Pemeriksaan Hasil Referensi
Gula darah puasa 126 mg/dl 70-115
Ureum 31 mg/dl 0-50
Creatinin 1,2 mg/dl 0-1,3
14
TANGGAL S O A P
16 Mei 2013 - Lemas (+)
- Pusing (-)
- Mual (-)
- Batuk (-)
- GCS : E4V5M6
- Tampak sakit sedang
- Tanda vital :
TD : 140/80 mmHg
N : 102 x/mnt
RR : 20 x/mnt
S : 36,7 ˚C
- Kepala dan leher :
CA / SI : (-/-) / (-/-)
Pembesaran KGB :
(-)
- Thorax :
Paru :
I : simetris
P : simetris
P : sonor +/+
A : vesikuler +/+,
wheezing -/-, rhonki
- DM
- KHONK
- CAD
- Suspek CVA
Infark
- Planning terapi
Humulin R
3 x 10 U s.c
Inj.
Ceftriakson 2
x 1 gr
Inj. Ranitidin
3 x 1
Piracetam 3 x
1
ISDN 3 x 5
mg
Trolip 1 x 300
Cardiomin 2 x
1
Nabic 1 x 1
Planning
15
-/-
Jantung :
I : IC tidak terlihat
P : IC teraba dan kuat
angkat
P : batas jantung
normal
A : S1>S2 regular,
murmur (-)
- Abdomen :
I : perut cembung
A : bising usus (+)
normal
P : nyeri tekan (-),
hepar dan lien tidak
teraba
P : timpani
- Ekstremitas :
Edema (-)
Motorik : +4 +4
+4 +5
Reflex patologis
babinski +/-
Diagnostik :
CT Scan
Kepala
Jenis Pemeriksaan Hasil Referensi
Gula darah puasa 119 mg/dl ↑ 70-115
Gula darah 2 jam pp 156 mg/dl 115-170
Ureum 29 mg/dl 0-50
Creatinin 1,2 mg/dl 0-1,3
16
TANGGAL S O A P
17 Mei 2013 - Lemas (+)
- Pusing (-)
- Mual (-)
- Batuk (-)
- GCS : E4V5M6
- Tampak sakit sedang
- Tanda vital :
TD : 120/80 mmHg
N : 108 x/mnt
RR : 20 x/mnt
S : 37,4 ˚C
- Kepala dan leher :
CA / SI : (-/-) / (-/-)
Pembesaran KGB :
(-)
- Thorax :
Paru :
I : simetris
P : simetris
P : sonor +/+
A : vesikuler +/+,
wheezing -/-, rhonki
-/-
- DM
- KHONK
- CAD
- Planning terapi
Humulin R
3 x 10 U s.c
Inj.
Ceftriakson 2
x 1 gr
Inj. Ranitidin
3 x 1
Piracetam 3 x
1
ISDN 3 x 5
mg
Trolip 1 x 300
Cardiomin 2 x
1
Nabic 1 x 1
17
Jantung :
I : IC tidak terlihat
P : IC teraba dan kuat
angkat
P : batas jantung
normal
A : S1>S2 regular,
murmur (-)
- Abdomen :
I : perut cembung
A : bising usus (+)
normal
P : nyeri tekan (-),
hepar dan lien tidak
teraba
P : timpani
- Ekstremitas :
Edema (-)
Motorik : +4 +5
+4 +5
Reflex patologis
babinski +/-
18
BAB II
PEMBAHASAN
II.1. DIABETES MELITUS
Diabetes melitus merupakan penyakit kronik yang akan diderita seumur hidup. Dalam
perjalanan penyakitnya, dapat terjadi penyulit akut yang merupakan kegawatan dan penyulit
menahun yang dapat menimbulkan kecacatan. Dalam pengelolaan penyakit tersebut selain
dokter, perawat, ahli gizi serta tenaga kesehatan lain, peran pasien dan keluarga menjadi sangat
penting. Edukasi kepada pasien dan keluarganya guna memahami lebih jauh tentang perjalanan
penyakit DM, pencegahan penyulit DM, dan penatalaksanaannya akan sangat membantu
keikutsertaan mereka dalam usaha memperbaiki hasil pengelolaan (Aru, Sudoyo: 2006).
Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat
mengenai seluruh organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Diabetes melitus
dapat timbul secara perlahan-lahan ,sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan
seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat badan yang
menurun. Gejala-gejala tersebut dapat berlangsung lama sampai orang tersebut pergi ke dokter.
Terkadang pula gambaran klinisnya tidak jelas, asimtomatik dan diabetes baru ditemukan pada
saat pemeriksaan penyaring atau pemeriksaan untuk penyakit lain (Arif, Mansjoer: 2001).
II.1.1. DEFINISI
19
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, DM merupakan suatu kelompok
penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.
II.1.2. KLASIFIKASI
Klasifikasi etiologi penyebab DM dibagi menjadi:
1. DM Tipe I
Destruksi sel beta pankreas dan umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut (Autoimun /
Idiopatik)
2. DM Tipe II
Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai
yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin
3. DM Tipe lain
4. Diabetes Melitus Gestasional (DMG)
DM tipe 1 DM tipe 2
Nama lama
Umur (th)
Keadaan klinik saat diagnosis
Kadar insulin
Berat badan
Terapi
DM Juvenil
Biasa<40 (tapi tak selalu)
Berat
Tak ada insulin
Biasanya kurus
Insulin, diet, olah raga.
DM dewasa
Biasa>40 (tapi tak selalu)
Ringan
Insulin cukup / tinggi
Biasanya gemuk / normal
Diet, olah raga, tablet, insulin
II.1.3. FAKTOR RISIKO
A. Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi
– Riwayat keluarga dengan DM
– Umur
– Riwayat pernah menderita DM gestasional
20
Pada kasus ini, pasien termasuk ke dalam Diabetes Mellitus tipe 2
– Riwayat lahir dengan BB rendah
B. Faktor risiko yang bisa dimodifikasi
– Berat badan lebih
– Kurang aktifitas fisik
– Hipertensi
– Dislipidemia
II.1.4. DIAGNOSIS
Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan-keluhan sebagai
berikut (Arif, Mansjoer: 2001):
1. Keluhan Klasik
Gejala berupa 3P (poliuria, polidipsia, polifagia) disertai penurunan berat badan yang tidak
diketahui penyebabnya
2. Keluhan Lain
Badan lemas, kesemutan, gatal (pruritus), pandangan kabur, disfungsi ereksi pada pria,
pruritus vulva pada wanita, luka sulit sembuh.
Jika keluhan ditemukan pada penderita, langkah selanjutnya adalah dengan pemeriksaan
kadar gula darah (vena / perifer) yang terdiri dari:
1. Glukosa Darah Sewaktu (GDS)
2. Glukosa Darah Puasa (GDP)
3. Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO), dengan pemberian 75 gr glukosa setelah puasa
(minimal 8 jam) dan diperiksa kadar gula darah 2 jam kemudian.
Diagnosis DM tergantung dari hasil yang diperoleh, yaitu :
GDPT
Bia setelah pemeriksaan didapatkan kadar GDP 100-125 mg/dL
21
Pada kasus ini, pasien memiliki faktor risiko umur tua, berat badan berlebih, kurang aktifitas fisik dan menderita dislipidemia
Toleransi Glukosa Terganggu (TGT)
Bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan kadar glukosa darah 140-199 mg/dL
Diabetes Melitus
◦ Gejala klasik DM + GDS > 200 mg/dL, dan atau
◦ Gejala klasik DM + GDP > 126 mg/dL, dan atau
◦ Gejala klasik DM + TTGO > 200 mg/dL
II.1.5. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatnya kualitas hidup penyandang
DM. Tujuan penatalaksanaan terdiri dari (Arif, Mansjoer: 2001):
1. Jangka Pendek
Hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman, dan tercapainya target
pengendalian glukosa darah
2. Jangka Panjang
Tercegah & terhambatnya progresivitas penyulit mikroangiopati, makroangiopati, dan
neuropati. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian kadar glukosa darah,
tekanan darah, berat badan, dan profil lipid melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan
mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku. Pilar penatalaksanaan DM terdiri dari
(1) edukasi; (2) terapi gizi medis; (3) latihan jasmani; (4) intervensi farmakologis.
Penatalaksanaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa
waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi
farmakologis dengan Anti Diabetik Oral (ADO) dan atau suntikan insulin (Aru, Sudoyo: 2006).
Pengelolaan DM dimulai dengan terapi gizi medis dan latihan jasmani selama beberapa
waktu ( 2 – 4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan
intervensi farmakologis dengan Anti Diabetik Oral (ADO) dan atau suntikan insulin. Pada
keadaan tertentu, ADO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai
22
Pada kasus ini, pasien didiagnosis DM :
Anamnesa hanya ditemukan keluhan tidak khas berupa badan lemas. Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu : 502 mg/dl
indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis berat, stres berat,
berat badan yang menurun dengan cepat, adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan.
Pengetahuan tentang pemantauan mandiri tanda dan gejala hipoglikemia dan cara mengatasinya
harus diberikan pada pasien, sedangkan pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara
mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus. (Aru, Sudoyo: 2006)
Edukasi
Menurut Mansjoer Arif edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman tentang :
Perjalanan penyakit DM
Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM
Penyulit DM dan risikonya
Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target perawatan.
Interaksi antara asupan makanan, aktifitas fisik, dan obat hipoglikemik oral atau insulin serta
obat-obatan lain.
Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau urin mandiri
(hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia).
Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit, atau hipoglikemia.
Pentingnya latihan jasmani yang teratur.
Pentingnya perawatan diri.
Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.
Terapi gizi medis (TGM)
Setiap diabetes sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai
target terapi. Prinsip pengaturan makan pada diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk
masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat
gizi masing-masing individu. Pada diabetis perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan
dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan
obat penurun glukosa darah atau insulin (Suryono, Slamet: 1996).
Perencanaan Makanan
23
Dengan komposisi seimbang antara KH, protein, dan lemak. Jumlah kalori disesuaikan dengan
pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan kesegaran jasmani untuk mencapai berat badan
ideal.
Jumlah kalori dihitung seimbang berdasarkan BB idaman x kebutuhan basal + kebutuhan
kalori untuk aktivitas.
Dengan catatan :
- Status Gizi = BB aktual x 100% / TB (cm) – 100
- BB idaman = (TB – 100) – 90%
- Kebutuhan basal 30 kkal/kgBB untuk laki-laki dan 25 kkal/kgBB untuk wanita
- Kebutuhan kalori sesuai aktivitas / kalori yang dikeluarkan dalam kegiatannya : ringan 30 %,
sedang 20 % dan berat 10 %
- Jumlah kandungan kolesterol 300 mg/hari, jumlah kandungan serat +/- 25 g/hari diutamakan
serat yang larut. Konsumsi garam dibatasi bila hipertensi serta pemanis dapat digunakan
secukupnya.
Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selama 30
menit) merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Latihan jasmani selain untuk
menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitifitas insulin,
sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa
latihan jasmani aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan
jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani.
Dianjurkan latihan jasmani 3-4 kali tiap minggu selama 30menit (kurang lebihnya) yang bersifat
CRIPE (Suryono, Slamet: 1996).
Continous :
Latihan harus berkesinambungan dan dilakukan terus-menerus tanpa henti. Contoh jogging 30
menit tanpa istirahat.
Rytmical :
Latihan olahraga harus dipilih yang berirama yaitu otot-otot berkontraksi dan berelaksasi secara
teratur.
24
Interval :
Latihan olahraga selang-seling antara gerak cepat dan lambat. Contoh : jalan cepat diselangi
jalan lambat
Progressive :
Latihan secara bertahan sesuai dengan kemampuan dari intensitas ringan hingga mencapai 30-60
menit. Sasaran Heart rate 75-85% dari Maksimum Heart Rate dimana Maksimum heart rate =
220-umur (dalam tahun).
Endurance :
Latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi seperti jalan santai/cepat
sesuai umur, jogging, berenang dan bersepeda.
1. Intervensi Farmakologis
a. Anti Diabetik Oral (ADO)
Insulin sekretagog : Sulfonilurea (Glibenklamid, Glimepirid, Glikuidon) dan Glinid
(Repaglinid)
Penambah sensitivitas terhadap insulin : Biguanid (Metformin), Tiazolidinedion
(Rosiglitazon)
Penghambat glukoneogenesis : Biguanid (Metformin)
Penghambat absorbsi glukosa intestinal / penghambat α-glukosidase : Acarbose
b. Insulin
Insulin kerja cepat (rapid acting insulin) : Humalog®, Apidra®, Novorapid®
Insulin kerja pendek (short acting insulin) : Actrapid®, Humulin R®
Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin) : Insulatard®, Humulin N®
Insulin kerja panjang (long acting insulin) : Lantus®, Levemir®
Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin) : Humalog®
Mix 25, Novomix®, Mixtard®, Humulin® 30/70
25
Pada kasus ini, pasien tidak mengalami gejala yang berarti dan tidak pernah cek kadar gula darah dalam tubuhnya sehingga pasien tidak menjalani penatalaksanaan dengan tepat sehingga timbul komplikasi akut berupa stress hiperglikemik.
II.1.6. KOMPLIKASI DIABETES MELITUS
Komplikasi DM dibagi menjadi 2, yaitu:
II.1.6.1.Komplikasi Akut Diabetes Melitus
Ketoasidosis Diabetik (KAD)
Hiperosmolar Non-Ketotik (HONK)
Hipoglikemia
II.1.6.2.Komplikasi Kronik Diabetes Melitus
1. Mikroangiopati
A. Retinopati diabetik
B. Nefropati diabetik
C. Neuropati (termasuk resiko terjadinya ulkus kaki / gangren diabetikum)
2.Makroangiopati
A. Pembuluh darah otak / PPDO (cerebro vascular disease / CVD)
B. Pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner diabetik)
C. Pembuluh darah tepi (peripheral arterial disease / PAD) : ulkus kaki / gangren
diabetikum
II.1.7. PENCEGAHAN
Menurut WHO tahun 1994 upaya pencegahan pada diabetes ada tiga jenis atau tahap yaitu :
1. Pencegahan primer : Semua aktifitas yang ditunjukkan untuk mencegah timbulnya
hiperglikemia pada individu yang berisiko untuk menjadi diabetes atau pada populasi
umum.
2. Pencegahan sekunder : Kegiatan menemukan DM sedini mungkin, misalnya dengan
tes penyaringan terutama pada populasi risiko tinggi. Dengan demikian pasien
diabetes yang sebelumnya tidak terdiagnosis dapat terjaring hingga demikian dapat
dilakukan upaya-upaya untuk mencegah komplikasi, kalaupun sudah ada komplikasi
masih reversibel.
3. Pencegahan tersier : Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan
akibat komplikasi itu. Usaha ini meliputi mencegah timbulnya komplikasi, mencegah
26
progresi daripada komplikasi itu supaya tidak menjadi kegagalan organ, dan
mencegah kecacatan tubuh.
II.2. KOMA HIPEROSMOLAR HIPERGLIKEMIK NON KETOTIK
II.2.1. Definisi
Bentuk koma yang ditandai dengan hiperglikemia berat, hiperosmolar, dehidrasi berat tanpa
ketoasidosis.
Krisis hiperglikemia merupakan komplikasi akut yang dapat terjadi pada Diabetes Mellitus
(DM), baik tipe 1 maupun tipe 2. Keadaan tersebut merupakan komplikasi serius yang mungkin
terjadi sekalipun pada DM yang terkontrol baik.
Krisis hiperglikemia dapat terjadi dalam bentuk ketoasidosis diabetik (KAD), status
hiperosmolar hiperglikemik (SHH) atau hiperosmolar hiperglikemik non ketotik (HONK). KAD
adalah keadaan yang ditandai dengan asidosis metabolik akibat pembentukan keton yang
berlebihan, sedangkan SHH atau HONK ditandai dengan hiperosmolalitas berat dengan kadar
glukosa serum yang biasanya lebih tinggi dari KAD murni, didefinisikan sebagai hiperglikemia
extrim, osmolalitas serum yang tinggi dan dehidrasi berat tanpa ketosis dan asidosis yang
signifikan.
II.2.2. EPIDEMIOLOGI
Untuk kasus SHH atau HHNK lebih sering ditemukan pada perempuan dibandingkan dengan
laki-laki. HHNK lebih sering ditemukan pada orang yang lanjut usia dengan rata-rata onset pada
usia ketujuh, mortalitas berkisar antara 10-20 % .
II.2.3. PATOGENESIS
Pada semua krisis hiperglikemik, hal yang mendasarinya adalah defisiensi insulin, relatif ataupun
absolut, pada keadaan resistensi insulin yang meningkat.
Kadar insulin tidak adekuat untuk mempertahankan kadar glukosa serum yang normal dan
untuk mensupres ketogenesis. Hiperglikemia sendiri selanjutnya dapat melemahkan
27
Pada kasus ini, pasien berjenis kelamin perempuan dan lanjut usia.
stres
Sel β pankreas
terhambat
Sekresi insulin tidak
adekuat
Peningkatan hormon glukagon
Peningkatan pembentukan
glukosa
Penurunan pemakaian glukosa
perifer
Hiperglikemia
Diuresis osmotik
Penurunan cairan & elektrolit tubuh
Penurunan perfusi ginjal
Peningkatan sekresi hormon
Hiperosmolar
Hiperosmolar hiperglikemik
kapasitas sekresi insulin dan menambah berat resistensi insulin sehingga membentuk
lingkaran setan dimana hiperglikemia bertambah berat dan produksi insulin makin
kurang.
Pada KAD dan HONK, disamping kurangnya insulin yang efektif dalam darah, terjadi juga
peningkatan hormon kontra insulin, seperti glukagon, katekholamin, kortisol, dan hormon
pertumbuhan. Hormon-hormon ini menyebabkan peningkatan produksi glukosa oleh ginjal dan
hepar dan gangguan utilisasi glukosa dijaringan, yang mengakibatkan hyperglikemia dan
perubahan osmolaritas extracellular.Kombinasi kekurangan hormon insulin dan meningkatnya
hormone kontrainsulin pada KAD juga mengakibatkan penglepasan/release asam lemak bebas
dari jaringan adipose (lipolysis) ke dalam aliran darah dan oksidasi asam lemak hepar menjadi
benda keton (ß- hydroxybutyrate [ß-OHB] dan acetoacetate) tak terkendali, sehingga
mengakibatkan ketonemia dan asidosis metabolik. Pada sisi lain, HONK mungkin disebabkan
oleh konsentrasi hormon insulin plasma yang tidak cukup untuk membantu ambilan glukosa oleh
jaringan yang sensitif terhadap insulin, tetapi masih cukup adekuat ( dibuktikan dengan C-
peptide) untuk mencegah terjadinya lipolisis dan ketogenesis; akan tetapi bukti-bukti untuk teori
ini masih lemah . KAD dan HONK berkaitan dengan glikosuria, yang menyebabkan
diuresis osmotik, sehingga air, natrium, kalium, dan elektrolit lain keluar.
28
II.2.4. FAKTOR PENCETUS
Krisis hiperglikemia pada diabetes tipe 2 biasanya terjadi karena ada keadaan yang
mencetuskannya. Faktor pencetus krisis hiperglikemia ini antara lain :
1.Infeksi :
meliputi 20 – 55% dari kasus krisis hiperglikemia dicetuskan oleh infeksi.
Infeksinya dapat berupa :
- Pneumonia
- Infeksi traktus urinarius
- Abses
- Sepsis, dan lain-lain.
2.Penyakit vaskular akut:
- Penyakit serebrovaskuler
- Infark miokard akut
- Emboli paru
- Thrombosis V.Mesenterika
3.Trauma, luka bakar, hematom subdural.
4.Heat stroke
5.Kelainan gastrointestinal:
- Pankreatitis akut
- Kholesistitis akut
- Obstruksi intestinal
6.Obat-obatan : Diuretika, Steroid
Pada diabetes tipe 1, krisis hiperglikemia sering terjadi karena yang bersangkutan menghentikan
suntikan insulin ataupun pengobatannya tidak adekuat. Keadaan ini terjadi pada 20-40% kasus
KAD. Pada pasien muda dengan DM tipe 1, permasalahan psikologis yang diperumit dengan
gangguan makan berperan sebesar 20% dari seluruh faktor yang mencetuskan ketoasidosis.
Faktor yang bisa mendorong penghentian suntikan insulin pada pasien muda meliputi ketakutan
akan naiknya berat badan pada keadaan control metabolisme yang baik, ketakutan akan jatuh
dalam hipoglikemia, pemberontakan terhadap otoritas, dan stres akibat penyakit kronis.
29
Pada kasus ini, pasien sebelumnya mengalami demam kemungkinan adanya infeksi dan dilihat dari adanya leukositosis.
II.2.5. GEJALA KLINIS
Keadaan dekompensasi metabolik akut biasanya didahului oleh gejala diabetes yang tidak
terkontrol. Gejala-gejalanya antara lain lemah badan, pandangan kabur, poliuria, polidipsia dan
penurunan berat badan.
KAD berkembang dengan cepat dalam waktu beberapa jam, sedangkan HONK cenderung
berkembang dalam beberapa hari yang mengakibatkan hiperosmolalitas.
Gejala tipikal untuk dehidrasi adalah membran mukosa yang kering, turgor kulit menurun,
hipotensi dan takikardia.Pada pasien tua mungkin sulit untuk menilai turgor kulit. Demikian juga
pasien dengan neuropati yang lama mungkin menunjukkan respons yang berbeda terhadap
keadaan dehidrasi. Status mental dapat bervariasi dari sadar penuh , letargi, sampai koma. Pada
pasien-pasien HONK tertentu, gejala neurologi fokal atau kejang mungkin merupakan gejala
klinik yang dominan. Walaupun infeksi adalah faktor presipitasi yang sering untuk KAD dan
HONK, pasien dapat normotermik atau bahkan hipotermik terutama oleh karena vasodilatasi
perifer. Hipotermia, jika ada, adalah suatu petanda buruknya prognosis.
II.2.6. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Evaluasi laboratorium awal pasien dengan kecurigaan KAD atau HONK meliputi penentuan
kadar glukosa plasma, urea nitrogen/kreatinin serum, keton, elektrolit (dengan anion gap),
osmolaritas, analisa urine, benda keton urin dengan dipstik, analisa gas darah pemeriksaan sel
darah lengkap dengan hitung jenis, dan elektrokardiogram.
Kultur bakteri dari air seni, darah, dan tenggorokan dan lain-lain harus dilakukan dan antibiotik
yang sesuai harus diberikan jika dicurigai ada infeksi. A1c mungkin bermanfaat untuk
menentukan apakah episode akut ini adalah akumulasi dari suatu proses evolusiner yang tidak
didiagnosis atau DM yang tidak terkontrol ,atau suatu episode akut pada pasien yang terkendali
dengan baik. Konsentrasi natrium serum pada umumnya berkurang oleh karena perubahan
osmotik yang terjadi terus menerus dari intrasellular ke ekstraselular dalam keadaan
hiperglikemia. Konsentrasi kalium serum mungkin meningkat oleh karena pergeseran kalium
extracellular yang disebabkan oleh kekurangan hormon insulin,
30
Pada kasus ini, pasien sebelumnya mengeluhkan rasa lemah badan dan ada penurunan kesadaran.
hipertonisitas, dan asidemia. Pasien dengan konsentrasi kalium serum rendah atau low normal
pada saat masuk, mungkin akan kekurangan kalium yang berat pada saat perawatan sehingga
perlu diberi kalium dan perlu monitoring jantung yang ketat, sebab terapi krisis hiperglikemia
akan menurunkan kalium lebih lanjut dan dapat menimbulkan disritmia jantung.
Adanya stupor atau koma pada pasien DM tanpa peningkatan osmolalitas efektif ( > 320
mOsm/kg) perlu pertimbangan kemungkinan lain penyebab perubahan status mental.
Osmolalitas serum dihitung dengan rumus sebagai berikut : 2(Na)(mEq/L) + glukosa
(mg/dL) / 18 + BUN (mg/dL) / 2,8. Nilai normalnya adalah 290 ± 5 mOsm/kg air.
Hiperglikemia pada HONK biasanya lebih berat dari pada KAD; kadar glukosa darah > 600
mg/dL dan osmolalitas efektif ( > 320 mOsm/kg) biasanya dipakai sebagai kriteria diagnostik.
Pada umumnya keton serum negatif dengan pemeriksaan metoda nitroprusid pada dilusi
1:2, bikarbonat serum > 20 mEq/L, dan pH arterial > 7,3.
II.2.8. TERAPI
Keberhasilan pengobatan KAD dan HONK membutuhkan koreksi dehidrasi, hiperglikemia dan
gangguan keseimbangan elektrolit; identifikasi komorbid yang merupakan faktor presipitasi;
dan yang sangat penting adalah perlu dilakukan monitoring pasien yang ketat.
Faktor presipitasi diobati, serta langkah-langkah pencegahan rekurensi perlu dilaksanakan
dengan baik.
Terapi cairan:
Pasien Orang dewasa
Terapi cairan pada awalnya ditujukan untuk memperbaiki volume intravaskular dan
extravaskular dan mempertahankan perfusi ginjal. Terapi cairan juga akan menurunkan kadar
glukosa darah tanpa bergantung pada insulin, dan menurunkan kadar hormon kontra insulin
(dengan demikian memperbaiki sensitivitas terhadap insulin). Pada keadaan tanpa kelainan
jantung, NaCl 0.9% diberikan sebanyak 15–20 ml/kg berat badan/jam atau lebih besar pada jam
pertama ( 1–1.5 liter untuk rata-rata orang dewasa).
Pilihan yang berikut untuk mengganti cairan tergantung pada status hidrasi, kadar elektrolit
31
Pada kasus ini, pasien ditemukan kadar glukosa: 502 mg/dl, kadar osmolaritasnya 290,84 , penurunan kadar natrium, peningkatan kadar ureum dan kreatinin.
darah, dan banyaknya urin. Secara umum, NaCl 0.45% diberikan sebanyak 4–14 ml/kg/jam
jika sodium serum meningkat atau normal; NaCl 0.9% diberikan dengan jumlah yang sama
jika Na serum rendah. Selama fungsi ginjal diyakini baik, maka perlu ditambahkan 20–30
mEq/l kalium ( 2/3 KCl dan 1/3 KPO4) sampai pasien stabil dan dapat diberikan secara oral.
Keberhasilan penggantian cairan dapat dilihat dengan pemantauan hemodinamik (perbaikan
dalam tekanan darah), pengukuran input/output cairan, dan pemeriksaan fisik. Penggantian
cairan diharapkan dapat mengkoreksi defisit dalam 24 jam pertama. Perbaikan osmolaritas
serum mestinya tidak melebihi 3 mOsm· kg-1 H2O. Pada pasien dengan gangguan ginjal atau
jantung, pemantauan osmolaritas serum dan penilaian jantung, ginjal, dan status mental harus
sering dilakukan selama pemberian cairan untuk menghindari overload yang iatrogenik.
Pasien berusia < 20 tahun
Terapi cairan pada awalnya ditujukan untuk memperbaiki volume intravaskular dan
extravaskular ,dan mempertahankan perfusi ginjal. Kebutuhan untuk mempertahankan volume
vaskuler harus disesuaikan untuk menghindari risiko edema cerebral karena pemberian cairan
yang terlalu cepat. Dalam 1 jam pertama cairan yang bersifat isotonik (NaCl 0.9%) sebanyak 10–
20 ml/kgbb/jam. Pada pasien dengan dehidrasi berat, pemberian ini perlu diulang, tetapi awal
pemberian kembali mestinya tidak melebihi 50 ml/kg pada 4 jam pertama terapi. Terapi Cairan
selanjutnya untuk menggantikan defisit cairan dilakukan dalam 48 jam. Secara umum NaCl,
0.45–0.9% ( tergantung pada kadar sodium serum) diberikan dengan kecepatan 1.5 kali dari
kebutuhan pemeliharaan selama 24-h ( 5 ml/kg/jam) akan mencukupi kebutuhan rehidrasi,
dengan penurunan osmolaritas tidak melebihi 3 mOsm· kg-1 H2O·. Sekali lagi jika fungsi ginjal
diyakini baik dan kalium serum diketahui, maka perlu diberikan 20–40 mEq/l kalium ( 2/3 KCl
atau potassium-acetate dan 1/3 KPO4). Jika glukosa serum mencapai 250 mg/dl, cairan harus
diubah menjadi dextrose 5% dan NaCl 0.45–0.75%, dengan kalium seperti diuraikan di
atas.
Terapi Insulin
32
Pada kasus ini, pasien diberikan infus RL 20 tpm.
Hal yang penting dalam pemberian insulin adalah perlunya pemberian cairan yang adekuat
terlebih dahulu. Jika insulin diberikan sebelum pemberian cairan, maka cairan akan berpindah ke
intrasel dan berpotensi menyebabkan perburukan hipotensi, kolaps vaskular, atau kematian.
Dilakukan regulasi cepat insulin yang merupakan salah satu indikasinya antara lain adalah
KHONK dengan keuntungannya menurunkan kadar glukosa darah secara cepat
Kalium
Untuk mencegah hipokalemia, penambahan kalium diindikasikan pada saat kadar dalam darah
dibawah 5.5 mEq/l, dengan catatan output urin cukup. Biasanya, 20–30 mEq kalium ( 2/3 KCl
dan 1/3 KPO4) pada setiap liter cairan infus cukup untuk mempertahankan konsentrasi kalium
serum antara 4–5 mEq/l. Pada kasus-kasus demikian, kalium penggantian harus dimulai
bersamaan dengan cairan infus, dan terapi insulin harus ditunda sampai konsentrasi kalium > 3.3
mEq/l untuk menghindari aritmia atau cardiac arrest dan kelemahan otot pernapasan. Di samping
kekurangan kalium dalam tubuh, hiperkalemia ringan sampai sedang sering terjadi pada
penderita dengan krisis hiperglikemia. Terapi insulin, koreksi asidosis, dan penambahan volume
cairan akan menurunkan konsentrasi kalium serum.
II.2.9.KOMPLIKASI
Komplikasi pada krisis hiperglikemik dapat terjadi akibat KAD/HONK dan komplikasi akibat
33
Pada kasus ini, pasien diberikan RI 4 x 6 U diberikan intravena dan dilanjutkan dosis maintenance 3 x 10 U diberikan subkutan sampai kadar gula darah di bawah 200 mg/dl.
pengobatan:
Penyulit KAD dan HONK yang paling sering adalah hipoglikemia dalam kaitan dengan
pemberian insulin yang berlebihan, hipokalemia dalam kaitan dengan pemberian insulin dan
terapi asidosis dengan bikarbonat, dan hiperglikemia sekunder akibat penghentian insulin
intravena setelah perbaikan tanpa pemenuhan yang cukup dengan insulin subkutan. Biasanya,
pasien yang sembuh dari KAD menjadi hiperkhloremi disebabkan oleh penggunaan larutan
saline berlebihan untuk penggantian cairan dan elektrolit dan asidosis metabolik non-anion gap
yang sementara dimana khlorida dari cairan intravena menggantikan anion yang hilang dalam
bentuk sodium dan garam-kalium selama diuresis osmotik. Kelainan biokimia ini adalah
sementara dan secara klinik tidak penting kecuali jika terjadi gagal ginjal akut atau oliguria yang
ekstrim.
Kasus yang fatal dari edema cerebral ini telah pula dilaporkan pada HONK. Secara klinis, edema
cerebral ditandai oleh perubahan tingkat kesadaran, dengan letargi, dan sakit kepala. Gangguan
neurologi mungkin terjadi secara cepat, dengan kejang, inkontinensia, perubahan pupil,
bradikardia, dan gagal nafas. Gejala ini makin menghebat jika terjadi herniasi batang otak.
Perburukan ini terjadi sangat cepat walaupun papil edema tidak ditemukan Bila terjadi gejala
klinis selain dari kelesuan dan perubahan tingkah laku , angka kematian tinggi (> 70%), dengan
hanya 7–14% pasien yang sembuh tanpa kelainan yang permanen. Walaupun mekanisme dari
edema cerebral tidak diketahui diduga diakibatkan oleh perubahan osmolaritas dari air pada
sistem saraf pusat dimana terjadi penurunan osmolaritas dengan cepat pada terapi KAD atau
HONK. Pencegahan yang mungkin dapat mengurangi resiko edema cerebral pada pasien dengan
resiko tinggi adalah dengan penggantian defisit air dan natrium berangsurangsur dengan perlahan
pada pasien yang hyperosmolar (maksimal pengurangan osmolaritas 3 mOsm· kg-1 H2O· h-1)
dan penambahan dextrose dalam larutan hidrasi saat glukosa darah mencapai 250 mg/dl. Pada
HONK, kadar glukosa darah harus dipertahankan antara 250-300 mg/dl sampai keadaan
hiperosmoler dan status mental perbaikan, dan pasien menjadi stabil.
II.2.10. PENCEGAHAN
Banyak kasus KAD dan HONK dapat dicegah dengan perawatan medic yang baik, edukasi yang
sesuai, dan komunikasi efektif dari tenaga kesehatan selama belum
timbulnya penyakit.
34
Sick-day management harus mendapat perhatian. Hal ini meliputi informasi spesifik pada
1) kapan menghubungi sarana pelayanan kesehatan
2) target glukosa darah dan penggunaan short-acting insulin selama penyakit,
3) mengobati demam dan infeksi, dan
4) inisiasi dari suatu diet cairan yang mudah dicerna yang mengandung karbohidrat dan
garam.
Sick-Day Management yang berhasil tergantung pada keterlibatan pasien dan anggota
keluarganya. Pasien atau anggota keluarganya harus mampu dengan teliti mengukur dan
mencatat kadar glukosa darah, benda keton pada urin atau darah ketika glukosa darah > 300
mg/dl, dosis insulin, suhu badan, frekuensi pernafasan dan denyut nadi permenit, dan berat
badan. Pengawasan yang cukup dan sangat membantu dari staff atau keluarga dapat mencegah
terjadinya HONK dalam kaitan dengan keadaan dehidrasi pada individu tua yang tidak mampu
untuk mengenali atau menghindari kondisi ini. Edukasi yang baik harus diberikan sehingga
pasien mengenai tanda dan gejala newonset diabetes; kondisi-kondisi, prosedur, dan obat-obatan
yang memperburuk kendali kencing manis; dan monitoring glukosa dapat mengurangi kejadian
dan beratnya HONK.
35
DAFTAR PUSTAKA
1. Sylvia A. Price, Loraine M. Wilson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit,
edisi IV, buku II, alih bahasa dr. Peter Anugrah, Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta,
1995
2. Mansjoer Arif, dkk. Kapita selekta kedokteran, edisi III, buku I, Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta : 2001
3. Sudoyo Aru.W, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi IV, Jilid III, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta : 2006
4. Arifin, Augusta, dkk. Krisis Hiperglikemia pada Diabetes Melitus, Bagian Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran RS Hasan Sadikin, Bandung.
36