KHONK tatia

53
BAB I STATUS PASIEN Identitas pasien : Nama : Ny. M Umur : 58 tahun Alamat : Sojomerto Lor, Salaman, Sidomulyo, RT 2 RW 1, Magelang Agama : Islam Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Masuk Tanggal : 10 Mei 2013 pukul 10.30 Subjektif : KU : tidak sadarkan diri RPS : o Tidak sadarkan diri sejak tadi pagi pukul 06.00. Sebelumnya tidak sadar di rumah mengeluh lemas dan demam 5 hari yang lalu. Demam dirasakan terus menerus. Selama lemas itu, tetap melakukan aktivitas sehingga kelelahan. KT : o Sebelum tidak sadar pasien tidak mengalami mual , muntah, o Sesak nafas (-), nyeri dada (-), batuk (-) o Kejang (-) 1

Transcript of KHONK tatia

Page 1: KHONK tatia

BAB I

STATUS PASIEN

Identitas pasien :

Nama : Ny. M

Umur : 58 tahun

Alamat : Sojomerto Lor, Salaman, Sidomulyo, RT 2 RW 1, Magelang

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Masuk Tanggal : 10 Mei 2013 pukul 10.30

Subjektif :

KU : tidak sadarkan diri

RPS :

o Tidak sadarkan diri sejak tadi pagi pukul 06.00. Sebelumnya tidak sadar di rumah

mengeluh lemas dan demam 5 hari yang lalu. Demam dirasakan terus menerus. Selama

lemas itu, tetap melakukan aktivitas sehingga kelelahan.

KT :

o Sebelum tidak sadar pasien tidak mengalami mual , muntah,

o Sesak nafas (-), nyeri dada (-), batuk (-)

o Kejang (-)

o Riwayat trauma kepala (-)

o Buang air kecil seperti biasa, buang air besar seperti biasa.

RPD :

o Riwayat hipertensi (-)

o Riwayat kejang (-)

1

Page 2: KHONK tatia

o Riwayat DM tidak diketahui

o Riwayat alergi obat (-)

o Riwayat penyakit ginjal ataupun jantung (-)

RPK :

o Riwayat hipertensi (-)

o Riwayat diabetes mellitus (-)

Objektif :

Keadaan umum : tidak sadar

Kesadaran : GCS E1V1M1 .

BMI : obesitas

Vital sign :

Tekanan Darah: 130/90 mmHg

Nadi : 120 x/menit

Suhu : 36˚C

Pernafasan : 28 x/menit

Kepala & Leher :

Konjungtiva anemis : (-/-)

Sklera ikterik : (-/-)

Peningkatan JVP : (-)

Pembesaran KGB : (-)

Thorax :

o Paru :

- I : simetris kanan dan kiri

- P : gerakan nafas hemithorax kanan dan kiri simetris

- P : perkusi paru sonor kanan dan kiri

- A : suara nafas dasar vesikuler, wheezing -/-, rhonki -/-

Jantung :

- I : iktus kordis tidak terlihat

2

Page 3: KHONK tatia

- P : iktus kordis teraba dan kuat angkat

- P : batas jantung normal, batas kiri ICS 5 midclavicula sinistra, batas kanan ICS 3

parasternal dextra, pinggang jantung ICS 3 parasternal sinistra

- A : bunyi jantung I dan II regular, murmur (-)

Abdomen :

I : perut cembung

A : bising usus (+) normal

P : nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

P : timpani

Ekstremitas :

o Akral hangat (+)

o Edema (-)

o Capillary refill <2 detik

Daftar Masalah :

Dari anamnesis

1. Tidak sadarkan diri

2. Lemas

3. Demam

Dari Pemeriksaan Fisik

1. Kesadaran : GCS E2V1M5

Assessment :

Gangguan Metabolik

Hipoglikemia

Hiperglikemia :

- Ketoasidosis Diabetes (KAD)

- Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik (HONK)

Planning :

Planning diagnostik :

Darah lengkap

3

Page 4: KHONK tatia

Gula Darah Sewaktu

Ureum / kreatinin

EKG

Hasil Gula Darah Sewaktu : 502 mg/dl

Planning Terapi :

Regulasi Insulin cepat 4 x 6 U i.v

Piracetam 3 x 1 i.v

Ranitidin 3 x 1 i.v

Ceftriakson 2 x 1 i.v

Humulin R 3 x 12 U s.c

Planning Supportif :

Masuk ICU

Infus RL 20 tpm

O2 kanul nasal 4 liter per menit

Pasang kateter

4

Page 5: KHONK tatia

Laboratorium tanggal 10 Mei 2013

Diff Count

Jenis Hasil Referensi Jenis Hasil Referensi

% Lym 14,7 % 17-48 # Lym 2,4 103/mm3 1,2-3,2

% Mid 3,4 % 4-10 # Mid 0,6 103/mm3 0,3-0,8

% Gra 81,9 % ↑ 43-76 # Gra 13,2

103/mm3↑

1,2-6,8

5

Jenis Pemeriksaan Hasil Referensi

WBC 16,2 103/mm3↑ 3,5-10

RBC 4,03 106/mm3 3,80-5,80

HB 13,5 g/dl 11,0-16,5

HCT 35 % 35,0-50,0

PLT 209 103/mm3 150-390

PCT 0,28 % 0,100-0,500

MCV 88,9 um3 80-97

MCH 33,4 pg 26,5-33,5

MCHC 37,7 g/dl ↑ 31,5-35,5

RDW 10,3 % 10,0-15,0

MPV 10,0 um3 6,5-11,0

PDW 15,0 % 10,0-18,0

Page 6: KHONK tatia

Jenis Pemeriksaan Hasil Referensi

Gula darah puasa 475 mg/dl ↑ 70-115

Ureum 167 mg/dl ↑ 0-50

Creatinin 5,4 mg/dl ↑ 0-1,3

SGOT 52 U/l ↑ 3-35

SGPT 65 U/l ↑ 8-41

KOLESTEROL 186 0-200

TRIGLISERIDA 487 ↑ 0-150

ASAM URAT 12,8 ↑ 2,3-8,2

TOTAL PROTEIN 7,1 6,6-8,3

ALBUMIN 3,4 ↓ 3,8-5,1

GLOBULIN 3,7 ↑ 2,7-3,5

BILIRUBIN

DIRECT

0,57 ↑ 0-0,25

KALIUM 5,06 3,48-5,5

NATRIUM 131,48 ↓ 135,37-140

KLORIDA 107,94 ↑ 96-106

BILIRUBIN

TOTAL

2,3 ↑ 0-1,1

6

Page 7: KHONK tatia

EKG :

Diagnosis :

DM

Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik

CAD OMI

7

Page 8: KHONK tatia

A. HASIL FOLLOW UP

TANGGAL S O A P

11 Mei 2013 - Sesak (-)

- Mual (-)

- Muntah (-)

- GCS : E4V5M6

- Tampak sakit sedang

- Tanda vital :

TD : 106/63 mmHg

N : 110 x/mnt

RR : 22 x/mnt

S : 36.2 ˚C

- Kepala dan leher :

CA / SI : -/-

- Thorax :

Paru :

I : simetris, kulit

ikterik

P : simetris

P : sonor +/+

A : vesikuler +/+,

wheezing -/-,

rhonki -/-

Jantung :

I : IC tidak terlihat

P : IC teraba dan

kuat angkat

P : batas jantung

normal

A : S1>S2 regular,

- DM

- KHONK

- CAD OMI

- Planning terapi

Humulin R

3 x 10 U s.c

Inj.

Ceftriakson 2

x 1 gr

Inj. Ranitidin

3 x 1

Piracetam 3 x

1

ISDN 3 x 5

mg

Trolip 1 x 300

Cardiomin 2 x

1

Nabic 1 x 1

8

Page 9: KHONK tatia

murmur (-)

- Abdomen :

I : perut cembung

A : bising usus (+)

normal

P : nyeri tekan (-),

hepar dan lien tidak

teraba

P : timpani

- Ekstremitas :

Edema (-)

9

Page 10: KHONK tatia

TANGGAL S O A P

13 Mei 2013 - Lemas (+)

- Pusing (-)

- Mual(-)

- GCS : E4V5M6

- Tampak sakit sedang

- Tanda vital :

TD : 130/80 mmHg

N : 108 x/mnt

RR : 20 x/mnt

S : 36.5 ˚C

- Kepala dan leher :

CA / SI : (-/-) / (-/-)

Pembesaran KGB :

(-)

- Thorax :

Paru :

I : simetris

P : simetris

P : sonor +/+

A : vesikuler +/+,

wheezing -/-, rhonki

-/-

Jantung :

I : IC tidak terlihat

P : IC teraba dan kuat

angkat

P : batas jantung

normal

A : S1>S2 regular,

- DM

- KHONK

- CAD OMI

- Suspek CVA

Infark

- Planning terapi

Humulin R

3 x 10 U s.c

Inj.

Ceftriakson 2

x 1 gr

Inj. Ranitidin

3 x 1

Piracetam 3 x

1

ISDN 3 x 5

mg

Trolip 1 x 300

Cardiomin 2 x

1

Nabic 1 x 1

10

Page 11: KHONK tatia

murmur (-)

- Abdomen :

I : perut cembung

A : bising usus (+)

normal

P : nyeri tekan (-),

hepar dan lien tidak

teraba

P : timpani

- Ekstremitas :

Edema (-)

Motorik : +4 +5

+4 +5

Reflex patologis :-

Jenis Pemeriksaan Hasil Referensi

Gula Darah Puasa 222 mg/dl 70-115

TANGGAL S O A P

14 Mei 2013 - Lemas (-)

- Pusing (+)

- Mual (-)

- Muntah (-)

- Batuk (+)

- GCS : E4V5M6

- Tampak sakit sedang

- Tanda vital :

TD : 130/80 mmHg

N : 108 x/mnt

RR : 20 x/mnt

S : 36.5 ˚C

- Kepala dan leher :

CA / SI : (-/-) / (-/-)

Pembesaran KGB :

(-)

- Thorax :

- DM

- KHONK

- CAD

- Suspek CVA

Infark

- Planning terapi

Humulin R

3 x 10 U s.c

Inj. Ceftriakson

2 x 1 gr

Inj. Ranitidin 3

x 1

Piracetam 3 x 1

ISDN 3 x 5 mg

Trolip 1 x 300

Cardiomin 2 x 1

Nabic 1 x 1

11

Page 12: KHONK tatia

Paru :

I : simetris

P : simetris

P : sonor +/+

A : vesikuler +/+,

wheezing -/-,

rhonki -/-

Jantung :

I : IC tidak terlihat

P : IC teraba dan

kuat angkat

P : batas jantung

normal

A : S1>S2 regular,

murmur (-)

- Abdomen :

I : perut cembung

A : bising usus (+)

normal

P : nyeri tekan (-),

hepar dan lien tidak

teraba

P : timpani

- Ekstremitas :

Edema (-)

Motorik : +4 +5

+4 +5

Reflex patologis

babinski +/-

12

Page 13: KHONK tatia

Jenis Pemeriksaan Hasil Referensi

Gula darah puasa 140 mg/dl ↑ 70-115

Gula darah 2 jam pp 72 mg/dl 115-170

TANGGAL S O A P

15 Mei 2013 - Lemas (+)

- Pusing (+)

- Mual (+)

- Batuk (+)

- GCS : E4V5M6

- Tampak sakit sedang

- Tanda vital :

TD : 140/80 mmHg

N : 120 x/mnt

RR : 20 x/mnt

S : 38 ˚C

- Kepala dan leher :

CA / SI : (-/-) / (-/-)

Pembesaran KGB :

(-)

- Thorax :

Paru :

I : simetris

P : simetris

P : sonor +/+

A : vesikuler +/+,

- DM

- KHONK

- CAD

- Suspek CVA

Infark

- Planning terapi

Humulin R

3 x 10 U s.c

Inj.

Ceftriakson 2

x 1 gr

Inj. Ranitidin

3 x 1

Piracetam 3 x

1

ISDN 3 x 5

mg

Trolip 1 x 300

Cardiomin 2 x

1

Nabic 1 x 1

13

Page 14: KHONK tatia

wheezing -/-, rhonki

-/-

Jantung :

I : IC tidak terlihat

P : IC teraba dan kuat

angkat

P : batas jantung

normal

A : S1>S2 regular,

murmur (-)

- Abdomen :

I : perut cembung

A : bising usus (+)

normal

P : nyeri tekan (-),

hepar dan lien tidak

teraba

P : timpani

- Ekstremitas :

Edema (-)

Motorik : +4 +4

+4 +5

Reflex patologis

babinski +/-

Jenis Pemeriksaan Hasil Referensi

Gula darah puasa 126 mg/dl 70-115

Ureum 31 mg/dl 0-50

Creatinin 1,2 mg/dl 0-1,3

14

Page 15: KHONK tatia

TANGGAL S O A P

16 Mei 2013 - Lemas (+)

- Pusing (-)

- Mual (-)

- Batuk (-)

- GCS : E4V5M6

- Tampak sakit sedang

- Tanda vital :

TD : 140/80 mmHg

N : 102 x/mnt

RR : 20 x/mnt

S : 36,7 ˚C

- Kepala dan leher :

CA / SI : (-/-) / (-/-)

Pembesaran KGB :

(-)

- Thorax :

Paru :

I : simetris

P : simetris

P : sonor +/+

A : vesikuler +/+,

wheezing -/-, rhonki

- DM

- KHONK

- CAD

- Suspek CVA

Infark

- Planning terapi

Humulin R

3 x 10 U s.c

Inj.

Ceftriakson 2

x 1 gr

Inj. Ranitidin

3 x 1

Piracetam 3 x

1

ISDN 3 x 5

mg

Trolip 1 x 300

Cardiomin 2 x

1

Nabic 1 x 1

Planning

15

Page 16: KHONK tatia

-/-

Jantung :

I : IC tidak terlihat

P : IC teraba dan kuat

angkat

P : batas jantung

normal

A : S1>S2 regular,

murmur (-)

- Abdomen :

I : perut cembung

A : bising usus (+)

normal

P : nyeri tekan (-),

hepar dan lien tidak

teraba

P : timpani

- Ekstremitas :

Edema (-)

Motorik : +4 +4

+4 +5

Reflex patologis

babinski +/-

Diagnostik :

CT Scan

Kepala

Jenis Pemeriksaan Hasil Referensi

Gula darah puasa 119 mg/dl ↑ 70-115

Gula darah 2 jam pp 156 mg/dl 115-170

Ureum 29 mg/dl 0-50

Creatinin 1,2 mg/dl 0-1,3

16

Page 17: KHONK tatia

TANGGAL S O A P

17 Mei 2013 - Lemas (+)

- Pusing (-)

- Mual (-)

- Batuk (-)

- GCS : E4V5M6

- Tampak sakit sedang

- Tanda vital :

TD : 120/80 mmHg

N : 108 x/mnt

RR : 20 x/mnt

S : 37,4 ˚C

- Kepala dan leher :

CA / SI : (-/-) / (-/-)

Pembesaran KGB :

(-)

- Thorax :

Paru :

I : simetris

P : simetris

P : sonor +/+

A : vesikuler +/+,

wheezing -/-, rhonki

-/-

- DM

- KHONK

- CAD

- Planning terapi

Humulin R

3 x 10 U s.c

Inj.

Ceftriakson 2

x 1 gr

Inj. Ranitidin

3 x 1

Piracetam 3 x

1

ISDN 3 x 5

mg

Trolip 1 x 300

Cardiomin 2 x

1

Nabic 1 x 1

17

Page 18: KHONK tatia

Jantung :

I : IC tidak terlihat

P : IC teraba dan kuat

angkat

P : batas jantung

normal

A : S1>S2 regular,

murmur (-)

- Abdomen :

I : perut cembung

A : bising usus (+)

normal

P : nyeri tekan (-),

hepar dan lien tidak

teraba

P : timpani

- Ekstremitas :

Edema (-)

Motorik : +4 +5

+4 +5

Reflex patologis

babinski +/-

18

Page 19: KHONK tatia

BAB II

PEMBAHASAN

II.1. DIABETES MELITUS

Diabetes melitus merupakan penyakit kronik yang akan diderita seumur hidup. Dalam

perjalanan penyakitnya, dapat terjadi penyulit akut yang merupakan kegawatan dan penyulit

menahun yang dapat menimbulkan kecacatan. Dalam pengelolaan penyakit tersebut selain

dokter, perawat, ahli gizi serta tenaga kesehatan lain, peran pasien dan keluarga menjadi sangat

penting. Edukasi kepada pasien dan keluarganya guna memahami lebih jauh tentang perjalanan

penyakit DM, pencegahan penyulit DM, dan penatalaksanaannya akan sangat membantu

keikutsertaan mereka dalam usaha memperbaiki hasil pengelolaan (Aru, Sudoyo: 2006).

Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat

mengenai seluruh organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Diabetes melitus

dapat timbul secara perlahan-lahan ,sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan

seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat badan yang

menurun. Gejala-gejala tersebut dapat berlangsung lama sampai orang tersebut pergi ke dokter.

Terkadang pula gambaran klinisnya tidak jelas, asimtomatik dan diabetes baru ditemukan pada

saat pemeriksaan penyaring atau pemeriksaan untuk penyakit lain (Arif, Mansjoer: 2001).

II.1.1. DEFINISI

19

Page 20: KHONK tatia

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, DM merupakan suatu kelompok

penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi

insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.

II.1.2. KLASIFIKASI

Klasifikasi etiologi penyebab DM dibagi menjadi:

1. DM Tipe I

Destruksi sel beta pankreas dan umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut (Autoimun /

Idiopatik)

2. DM Tipe II

Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai

yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin

3. DM Tipe lain

4. Diabetes Melitus Gestasional (DMG)

DM tipe 1 DM tipe 2

Nama lama

Umur (th)

Keadaan klinik saat diagnosis

Kadar insulin

Berat badan

Terapi

DM Juvenil

Biasa<40 (tapi tak selalu)

Berat

Tak ada insulin

Biasanya kurus

Insulin, diet, olah raga.

DM dewasa

Biasa>40 (tapi tak selalu)

Ringan

Insulin cukup / tinggi

Biasanya gemuk / normal

Diet, olah raga, tablet, insulin

II.1.3. FAKTOR RISIKO

A. Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi

– Riwayat keluarga dengan DM

– Umur

– Riwayat pernah menderita DM gestasional

20

Pada kasus ini, pasien termasuk ke dalam Diabetes Mellitus tipe 2

Page 21: KHONK tatia

– Riwayat lahir dengan BB rendah

B. Faktor risiko yang bisa dimodifikasi

– Berat badan lebih

– Kurang aktifitas fisik

– Hipertensi

– Dislipidemia

II.1.4. DIAGNOSIS

Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan-keluhan sebagai

berikut (Arif, Mansjoer: 2001):

1. Keluhan Klasik

Gejala berupa 3P (poliuria, polidipsia, polifagia) disertai penurunan berat badan yang tidak

diketahui penyebabnya

2. Keluhan Lain

Badan lemas, kesemutan, gatal (pruritus), pandangan kabur, disfungsi ereksi pada pria,

pruritus vulva pada wanita, luka sulit sembuh.

Jika keluhan ditemukan pada penderita, langkah selanjutnya adalah dengan pemeriksaan

kadar gula darah (vena / perifer) yang terdiri dari:

1. Glukosa Darah Sewaktu (GDS)

2. Glukosa Darah Puasa (GDP)

3. Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO), dengan pemberian 75 gr glukosa setelah puasa

(minimal 8 jam) dan diperiksa kadar gula darah 2 jam kemudian.

Diagnosis DM tergantung dari hasil yang diperoleh, yaitu :

GDPT

Bia setelah pemeriksaan didapatkan kadar GDP 100-125 mg/dL

21

Pada kasus ini, pasien memiliki faktor risiko umur tua, berat badan berlebih, kurang aktifitas fisik dan menderita dislipidemia

Page 22: KHONK tatia

Toleransi Glukosa Terganggu (TGT)

Bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan kadar glukosa darah 140-199 mg/dL

Diabetes Melitus

◦ Gejala klasik DM + GDS > 200 mg/dL, dan atau

◦ Gejala klasik DM + GDP > 126 mg/dL, dan atau

◦ Gejala klasik DM + TTGO > 200 mg/dL

II.1.5. PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatnya kualitas hidup penyandang

DM. Tujuan penatalaksanaan terdiri dari (Arif, Mansjoer: 2001):

1. Jangka Pendek

Hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman, dan tercapainya target

pengendalian glukosa darah

2. Jangka Panjang

Tercegah & terhambatnya progresivitas penyulit mikroangiopati, makroangiopati, dan

neuropati. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian kadar glukosa darah,

tekanan darah, berat badan, dan profil lipid melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan

mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku. Pilar penatalaksanaan DM terdiri dari

(1) edukasi; (2) terapi gizi medis; (3) latihan jasmani; (4) intervensi farmakologis.

Penatalaksanaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa

waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi

farmakologis dengan Anti Diabetik Oral (ADO) dan atau suntikan insulin (Aru, Sudoyo: 2006).

Pengelolaan DM dimulai dengan terapi gizi medis dan latihan jasmani selama beberapa

waktu ( 2 – 4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan

intervensi farmakologis dengan Anti Diabetik Oral (ADO) dan atau suntikan insulin. Pada

keadaan tertentu, ADO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai

22

Pada kasus ini, pasien didiagnosis DM :

Anamnesa hanya ditemukan keluhan tidak khas berupa badan lemas. Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu : 502 mg/dl

Page 23: KHONK tatia

indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis berat, stres berat,

berat badan yang menurun dengan cepat, adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan.

Pengetahuan tentang pemantauan mandiri tanda dan gejala hipoglikemia dan cara mengatasinya

harus diberikan pada pasien, sedangkan pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara

mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus. (Aru, Sudoyo: 2006)

Edukasi

Menurut Mansjoer Arif edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman tentang :

Perjalanan penyakit DM

Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM

Penyulit DM dan risikonya

Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target perawatan.

Interaksi antara asupan makanan, aktifitas fisik, dan obat hipoglikemik oral atau insulin serta

obat-obatan lain.

Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau urin mandiri

(hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia).

Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit, atau hipoglikemia.

Pentingnya latihan jasmani yang teratur.

Pentingnya perawatan diri.

Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.

Terapi gizi medis (TGM)

Setiap diabetes sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai

target terapi. Prinsip pengaturan makan pada diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk

masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat

gizi masing-masing individu. Pada diabetis perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan

dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan

obat penurun glukosa darah atau insulin (Suryono, Slamet: 1996).

Perencanaan Makanan

23

Page 24: KHONK tatia

Dengan komposisi seimbang antara KH, protein, dan lemak. Jumlah kalori disesuaikan dengan

pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan kesegaran jasmani untuk mencapai berat badan

ideal.

Jumlah kalori dihitung seimbang berdasarkan BB idaman x kebutuhan basal + kebutuhan

kalori untuk aktivitas.

Dengan catatan :

- Status Gizi = BB aktual x 100% / TB (cm) – 100

- BB idaman = (TB – 100) – 90%

- Kebutuhan basal 30 kkal/kgBB untuk laki-laki dan 25 kkal/kgBB untuk wanita

- Kebutuhan kalori sesuai aktivitas / kalori yang dikeluarkan dalam kegiatannya : ringan 30 %,

sedang 20 % dan berat 10 %

- Jumlah kandungan kolesterol 300 mg/hari, jumlah kandungan serat +/- 25 g/hari diutamakan

serat yang larut. Konsumsi garam dibatasi bila hipertensi serta pemanis dapat digunakan

secukupnya.

Latihan Jasmani

Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selama 30

menit) merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Latihan jasmani selain untuk

menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitifitas insulin,

sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa

latihan jasmani aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan

jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani.

Dianjurkan latihan jasmani 3-4 kali tiap minggu selama 30menit (kurang lebihnya) yang bersifat

CRIPE (Suryono, Slamet: 1996).

Continous :

Latihan harus berkesinambungan dan dilakukan terus-menerus tanpa henti. Contoh jogging 30

menit tanpa istirahat.

Rytmical :

Latihan olahraga harus dipilih yang berirama yaitu otot-otot berkontraksi dan berelaksasi secara

teratur.

24

Page 25: KHONK tatia

Interval :

Latihan olahraga selang-seling antara gerak cepat dan lambat. Contoh : jalan cepat diselangi

jalan lambat

Progressive :

Latihan secara bertahan sesuai dengan kemampuan dari intensitas ringan hingga mencapai 30-60

menit. Sasaran Heart rate 75-85% dari Maksimum Heart Rate dimana Maksimum heart rate =

220-umur (dalam tahun).

Endurance :

Latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi seperti jalan santai/cepat

sesuai umur, jogging, berenang dan bersepeda.

1. Intervensi Farmakologis

a. Anti Diabetik Oral (ADO)

Insulin sekretagog : Sulfonilurea (Glibenklamid, Glimepirid, Glikuidon) dan Glinid

(Repaglinid)

Penambah sensitivitas terhadap insulin : Biguanid (Metformin), Tiazolidinedion

(Rosiglitazon)

Penghambat glukoneogenesis : Biguanid (Metformin)

Penghambat absorbsi glukosa intestinal / penghambat α-glukosidase : Acarbose

b. Insulin

Insulin kerja cepat (rapid acting insulin) : Humalog®, Apidra®, Novorapid®

Insulin kerja pendek (short acting insulin) : Actrapid®, Humulin R®

Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin) : Insulatard®, Humulin N®

Insulin kerja panjang (long acting insulin) : Lantus®, Levemir®

Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin) : Humalog®

Mix 25, Novomix®, Mixtard®, Humulin® 30/70

25

Pada kasus ini, pasien tidak mengalami gejala yang berarti dan tidak pernah cek kadar gula darah dalam tubuhnya sehingga pasien tidak menjalani penatalaksanaan dengan tepat sehingga timbul komplikasi akut berupa stress hiperglikemik.

Page 26: KHONK tatia

II.1.6. KOMPLIKASI DIABETES MELITUS

Komplikasi DM dibagi menjadi 2, yaitu:

II.1.6.1.Komplikasi Akut Diabetes Melitus

Ketoasidosis Diabetik (KAD)

Hiperosmolar Non-Ketotik (HONK)

Hipoglikemia

II.1.6.2.Komplikasi Kronik Diabetes Melitus

1. Mikroangiopati

A. Retinopati diabetik

B. Nefropati diabetik

C. Neuropati (termasuk resiko terjadinya ulkus kaki / gangren diabetikum)

2.Makroangiopati

A. Pembuluh darah otak / PPDO (cerebro vascular disease / CVD)

B. Pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner diabetik)

C. Pembuluh darah tepi (peripheral arterial disease / PAD) : ulkus kaki / gangren

diabetikum

II.1.7. PENCEGAHAN

Menurut WHO tahun 1994 upaya pencegahan pada diabetes ada tiga jenis atau tahap yaitu :

1. Pencegahan primer : Semua aktifitas yang ditunjukkan untuk mencegah timbulnya

hiperglikemia pada individu yang berisiko untuk menjadi diabetes atau pada populasi

umum.

2. Pencegahan sekunder : Kegiatan menemukan DM sedini mungkin, misalnya dengan

tes penyaringan terutama pada populasi risiko tinggi. Dengan demikian pasien

diabetes yang sebelumnya tidak terdiagnosis dapat terjaring hingga demikian dapat

dilakukan upaya-upaya untuk mencegah komplikasi, kalaupun sudah ada komplikasi

masih reversibel.

3. Pencegahan tersier : Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan

akibat komplikasi itu. Usaha ini meliputi mencegah timbulnya komplikasi, mencegah

26

Page 27: KHONK tatia

progresi daripada komplikasi itu supaya tidak menjadi kegagalan organ, dan

mencegah kecacatan tubuh.

II.2. KOMA HIPEROSMOLAR HIPERGLIKEMIK NON KETOTIK

II.2.1. Definisi

Bentuk koma yang ditandai dengan hiperglikemia berat, hiperosmolar, dehidrasi berat tanpa

ketoasidosis.

Krisis hiperglikemia merupakan komplikasi akut yang dapat terjadi pada Diabetes Mellitus

(DM), baik tipe 1 maupun tipe 2. Keadaan tersebut merupakan komplikasi serius yang mungkin

terjadi sekalipun pada DM yang terkontrol baik.

Krisis hiperglikemia dapat terjadi dalam bentuk ketoasidosis diabetik (KAD), status

hiperosmolar hiperglikemik (SHH) atau hiperosmolar hiperglikemik non ketotik (HONK). KAD

adalah keadaan yang ditandai dengan asidosis metabolik akibat pembentukan keton yang

berlebihan, sedangkan SHH atau HONK ditandai dengan hiperosmolalitas berat dengan kadar

glukosa serum yang biasanya lebih tinggi dari KAD murni, didefinisikan sebagai hiperglikemia

extrim, osmolalitas serum yang tinggi dan dehidrasi berat tanpa ketosis dan asidosis yang

signifikan.

II.2.2. EPIDEMIOLOGI

Untuk kasus SHH atau HHNK lebih sering ditemukan pada perempuan dibandingkan dengan

laki-laki. HHNK lebih sering ditemukan pada orang yang lanjut usia dengan rata-rata onset pada

usia ketujuh, mortalitas berkisar antara 10-20 % .

II.2.3. PATOGENESIS

Pada semua krisis hiperglikemik, hal yang mendasarinya adalah defisiensi insulin, relatif ataupun

absolut, pada keadaan resistensi insulin yang meningkat.

Kadar insulin tidak adekuat untuk mempertahankan kadar glukosa serum yang normal dan

untuk mensupres ketogenesis. Hiperglikemia sendiri selanjutnya dapat melemahkan

27

Pada kasus ini, pasien berjenis kelamin perempuan dan lanjut usia.

Page 28: KHONK tatia

stres

Sel β pankreas

terhambat

Sekresi insulin tidak

adekuat

Peningkatan hormon glukagon

Peningkatan pembentukan

glukosa

Penurunan pemakaian glukosa

perifer

Hiperglikemia

Diuresis osmotik

Penurunan cairan & elektrolit tubuh

Penurunan perfusi ginjal

Peningkatan sekresi hormon

Hiperosmolar

Hiperosmolar hiperglikemik

kapasitas sekresi insulin dan menambah berat resistensi insulin sehingga membentuk

lingkaran setan dimana hiperglikemia bertambah berat dan produksi insulin makin

kurang.

Pada KAD dan HONK, disamping kurangnya insulin yang efektif dalam darah, terjadi juga

peningkatan hormon kontra insulin, seperti glukagon, katekholamin, kortisol, dan hormon

pertumbuhan. Hormon-hormon ini menyebabkan peningkatan produksi glukosa oleh ginjal dan

hepar dan gangguan utilisasi glukosa dijaringan, yang mengakibatkan hyperglikemia dan

perubahan osmolaritas extracellular.Kombinasi kekurangan hormon insulin dan meningkatnya

hormone kontrainsulin pada KAD juga mengakibatkan penglepasan/release asam lemak bebas

dari jaringan adipose (lipolysis) ke dalam aliran darah dan oksidasi asam lemak hepar menjadi

benda keton (ß- hydroxybutyrate [ß-OHB] dan acetoacetate) tak terkendali, sehingga

mengakibatkan ketonemia dan asidosis metabolik. Pada sisi lain, HONK mungkin disebabkan

oleh konsentrasi hormon insulin plasma yang tidak cukup untuk membantu ambilan glukosa oleh

jaringan yang sensitif terhadap insulin, tetapi masih cukup adekuat ( dibuktikan dengan C-

peptide) untuk mencegah terjadinya lipolisis dan ketogenesis; akan tetapi bukti-bukti untuk teori

ini masih lemah . KAD dan HONK berkaitan dengan glikosuria, yang menyebabkan

diuresis osmotik, sehingga air, natrium, kalium, dan elektrolit lain keluar.

28

Page 29: KHONK tatia

II.2.4. FAKTOR PENCETUS

Krisis hiperglikemia pada diabetes tipe 2 biasanya terjadi karena ada keadaan yang

mencetuskannya. Faktor pencetus krisis hiperglikemia ini antara lain :

1.Infeksi :

meliputi 20 – 55% dari kasus krisis hiperglikemia dicetuskan oleh infeksi.

Infeksinya dapat berupa :

- Pneumonia

- Infeksi traktus urinarius

- Abses

- Sepsis, dan lain-lain.

2.Penyakit vaskular akut:

- Penyakit serebrovaskuler

- Infark miokard akut

- Emboli paru

- Thrombosis V.Mesenterika

3.Trauma, luka bakar, hematom subdural.

4.Heat stroke

5.Kelainan gastrointestinal:

- Pankreatitis akut

- Kholesistitis akut

- Obstruksi intestinal

6.Obat-obatan : Diuretika, Steroid

Pada diabetes tipe 1, krisis hiperglikemia sering terjadi karena yang bersangkutan menghentikan

suntikan insulin ataupun pengobatannya tidak adekuat. Keadaan ini terjadi pada 20-40% kasus

KAD. Pada pasien muda dengan DM tipe 1, permasalahan psikologis yang diperumit dengan

gangguan makan berperan sebesar 20% dari seluruh faktor yang mencetuskan ketoasidosis.

Faktor yang bisa mendorong penghentian suntikan insulin pada pasien muda meliputi ketakutan

akan naiknya berat badan pada keadaan control metabolisme yang baik, ketakutan akan jatuh

dalam hipoglikemia, pemberontakan terhadap otoritas, dan stres akibat penyakit kronis.

29

Pada kasus ini, pasien sebelumnya mengalami demam kemungkinan adanya infeksi dan dilihat dari adanya leukositosis.

Page 30: KHONK tatia

II.2.5. GEJALA KLINIS

Keadaan dekompensasi metabolik akut biasanya didahului oleh gejala diabetes yang tidak

terkontrol. Gejala-gejalanya antara lain lemah badan, pandangan kabur, poliuria, polidipsia dan

penurunan berat badan.

KAD berkembang dengan cepat dalam waktu beberapa jam, sedangkan HONK cenderung

berkembang dalam beberapa hari yang mengakibatkan hiperosmolalitas.

Gejala tipikal untuk dehidrasi adalah membran mukosa yang kering, turgor kulit menurun,

hipotensi dan takikardia.Pada pasien tua mungkin sulit untuk menilai turgor kulit. Demikian juga

pasien dengan neuropati yang lama mungkin menunjukkan respons yang berbeda terhadap

keadaan dehidrasi. Status mental dapat bervariasi dari sadar penuh , letargi, sampai koma. Pada

pasien-pasien HONK tertentu, gejala neurologi fokal atau kejang mungkin merupakan gejala

klinik yang dominan. Walaupun infeksi adalah faktor presipitasi yang sering untuk KAD dan

HONK, pasien dapat normotermik atau bahkan hipotermik terutama oleh karena vasodilatasi

perifer. Hipotermia, jika ada, adalah suatu petanda buruknya prognosis.

II.2.6. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Evaluasi laboratorium awal pasien dengan kecurigaan KAD atau HONK meliputi penentuan

kadar glukosa plasma, urea nitrogen/kreatinin serum, keton, elektrolit (dengan anion gap),

osmolaritas, analisa urine, benda keton urin dengan dipstik, analisa gas darah pemeriksaan sel

darah lengkap dengan hitung jenis, dan elektrokardiogram.

Kultur bakteri dari air seni, darah, dan tenggorokan dan lain-lain harus dilakukan dan antibiotik

yang sesuai harus diberikan jika dicurigai ada infeksi. A1c mungkin bermanfaat untuk

menentukan apakah episode akut ini adalah akumulasi dari suatu proses evolusiner yang tidak

didiagnosis atau DM yang tidak terkontrol ,atau suatu episode akut pada pasien yang terkendali

dengan baik. Konsentrasi natrium serum pada umumnya berkurang oleh karena perubahan

osmotik yang terjadi terus menerus dari intrasellular ke ekstraselular dalam keadaan

hiperglikemia. Konsentrasi kalium serum mungkin meningkat oleh karena pergeseran kalium

extracellular yang disebabkan oleh kekurangan hormon insulin,

30

Pada kasus ini, pasien sebelumnya mengeluhkan rasa lemah badan dan ada penurunan kesadaran.

Page 31: KHONK tatia

hipertonisitas, dan asidemia. Pasien dengan konsentrasi kalium serum rendah atau low normal

pada saat masuk, mungkin akan kekurangan kalium yang berat pada saat perawatan sehingga

perlu diberi kalium dan perlu monitoring jantung yang ketat, sebab terapi krisis hiperglikemia

akan menurunkan kalium lebih lanjut dan dapat menimbulkan disritmia jantung.

Adanya stupor atau koma pada pasien DM tanpa peningkatan osmolalitas efektif ( > 320

mOsm/kg) perlu pertimbangan kemungkinan lain penyebab perubahan status mental.

Osmolalitas serum dihitung dengan rumus sebagai berikut : 2(Na)(mEq/L) + glukosa

(mg/dL) / 18 + BUN (mg/dL) / 2,8. Nilai normalnya adalah 290 ± 5 mOsm/kg air.

Hiperglikemia pada HONK biasanya lebih berat dari pada KAD; kadar glukosa darah > 600

mg/dL dan osmolalitas efektif ( > 320 mOsm/kg) biasanya dipakai sebagai kriteria diagnostik.

Pada umumnya keton serum negatif dengan pemeriksaan metoda nitroprusid pada dilusi

1:2, bikarbonat serum > 20 mEq/L, dan pH arterial > 7,3.

II.2.8. TERAPI

Keberhasilan pengobatan KAD dan HONK membutuhkan koreksi dehidrasi, hiperglikemia dan

gangguan keseimbangan elektrolit; identifikasi komorbid yang merupakan faktor presipitasi;

dan yang sangat penting adalah perlu dilakukan monitoring pasien yang ketat.

Faktor presipitasi diobati, serta langkah-langkah pencegahan rekurensi perlu dilaksanakan

dengan baik.

Terapi cairan:

Pasien Orang dewasa

Terapi cairan pada awalnya ditujukan untuk memperbaiki volume intravaskular dan

extravaskular dan mempertahankan perfusi ginjal. Terapi cairan juga akan menurunkan kadar

glukosa darah tanpa bergantung pada insulin, dan menurunkan kadar hormon kontra insulin

(dengan demikian memperbaiki sensitivitas terhadap insulin). Pada keadaan tanpa kelainan

jantung, NaCl 0.9% diberikan sebanyak 15–20 ml/kg berat badan/jam atau lebih besar pada jam

pertama ( 1–1.5 liter untuk rata-rata orang dewasa).

Pilihan yang berikut untuk mengganti cairan tergantung pada status hidrasi, kadar elektrolit

31

Pada kasus ini, pasien ditemukan kadar glukosa: 502 mg/dl, kadar osmolaritasnya 290,84 , penurunan kadar natrium, peningkatan kadar ureum dan kreatinin.

Page 32: KHONK tatia

darah, dan banyaknya urin. Secara umum, NaCl 0.45% diberikan sebanyak 4–14 ml/kg/jam

jika sodium serum meningkat atau normal; NaCl 0.9% diberikan dengan jumlah yang sama

jika Na serum rendah. Selama fungsi ginjal diyakini baik, maka perlu ditambahkan 20–30

mEq/l kalium ( 2/3 KCl dan 1/3 KPO4) sampai pasien stabil dan dapat diberikan secara oral.

Keberhasilan penggantian cairan dapat dilihat dengan pemantauan hemodinamik (perbaikan

dalam tekanan darah), pengukuran input/output cairan, dan pemeriksaan fisik. Penggantian

cairan diharapkan dapat mengkoreksi defisit dalam 24 jam pertama. Perbaikan osmolaritas

serum mestinya tidak melebihi 3 mOsm· kg-1 H2O. Pada pasien dengan gangguan ginjal atau

jantung, pemantauan osmolaritas serum dan penilaian jantung, ginjal, dan status mental harus

sering dilakukan selama pemberian cairan untuk menghindari overload yang iatrogenik.

Pasien berusia < 20 tahun

Terapi cairan pada awalnya ditujukan untuk memperbaiki volume intravaskular dan

extravaskular ,dan mempertahankan perfusi ginjal. Kebutuhan untuk mempertahankan volume

vaskuler harus disesuaikan untuk menghindari risiko edema cerebral karena pemberian cairan

yang terlalu cepat. Dalam 1 jam pertama cairan yang bersifat isotonik (NaCl 0.9%) sebanyak 10–

20 ml/kgbb/jam. Pada pasien dengan dehidrasi berat, pemberian ini perlu diulang, tetapi awal

pemberian kembali mestinya tidak melebihi 50 ml/kg pada 4 jam pertama terapi. Terapi Cairan

selanjutnya untuk menggantikan defisit cairan dilakukan dalam 48 jam. Secara umum NaCl,

0.45–0.9% ( tergantung pada kadar sodium serum) diberikan dengan kecepatan 1.5 kali dari

kebutuhan pemeliharaan selama 24-h ( 5 ml/kg/jam) akan mencukupi kebutuhan rehidrasi,

dengan penurunan osmolaritas tidak melebihi 3 mOsm· kg-1 H2O·. Sekali lagi jika fungsi ginjal

diyakini baik dan kalium serum diketahui, maka perlu diberikan 20–40 mEq/l kalium ( 2/3 KCl

atau potassium-acetate dan 1/3 KPO4). Jika glukosa serum mencapai 250 mg/dl, cairan harus

diubah menjadi dextrose 5% dan NaCl 0.45–0.75%, dengan kalium seperti diuraikan di

atas.

Terapi Insulin

32

Pada kasus ini, pasien diberikan infus RL 20 tpm.

Page 33: KHONK tatia

Hal yang penting dalam pemberian insulin adalah perlunya pemberian cairan yang adekuat

terlebih dahulu. Jika insulin diberikan sebelum pemberian cairan, maka cairan akan berpindah ke

intrasel dan berpotensi menyebabkan perburukan hipotensi, kolaps vaskular, atau kematian.

Dilakukan regulasi cepat insulin yang merupakan salah satu indikasinya antara lain adalah

KHONK dengan keuntungannya menurunkan kadar glukosa darah secara cepat

Kalium

Untuk mencegah hipokalemia, penambahan kalium diindikasikan pada saat kadar dalam darah

dibawah 5.5 mEq/l, dengan catatan output urin cukup. Biasanya, 20–30 mEq kalium ( 2/3 KCl

dan 1/3 KPO4) pada setiap liter cairan infus cukup untuk mempertahankan konsentrasi kalium

serum antara 4–5 mEq/l. Pada kasus-kasus demikian, kalium penggantian harus dimulai

bersamaan dengan cairan infus, dan terapi insulin harus ditunda sampai konsentrasi kalium > 3.3

mEq/l untuk menghindari aritmia atau cardiac arrest dan kelemahan otot pernapasan. Di samping

kekurangan kalium dalam tubuh, hiperkalemia ringan sampai sedang sering terjadi pada

penderita dengan krisis hiperglikemia. Terapi insulin, koreksi asidosis, dan penambahan volume

cairan akan menurunkan konsentrasi kalium serum.

II.2.9.KOMPLIKASI

Komplikasi pada krisis hiperglikemik dapat terjadi akibat KAD/HONK dan komplikasi akibat

33

Pada kasus ini, pasien diberikan RI 4 x 6 U diberikan intravena dan dilanjutkan dosis maintenance 3 x 10 U diberikan subkutan sampai kadar gula darah di bawah 200 mg/dl.

Page 34: KHONK tatia

pengobatan:

Penyulit KAD dan HONK yang paling sering adalah hipoglikemia dalam kaitan dengan

pemberian insulin yang berlebihan, hipokalemia dalam kaitan dengan pemberian insulin dan

terapi asidosis dengan bikarbonat, dan hiperglikemia sekunder akibat penghentian insulin

intravena setelah perbaikan tanpa pemenuhan yang cukup dengan insulin subkutan. Biasanya,

pasien yang sembuh dari KAD menjadi hiperkhloremi disebabkan oleh penggunaan larutan

saline berlebihan untuk penggantian cairan dan elektrolit dan asidosis metabolik non-anion gap

yang sementara dimana khlorida dari cairan intravena menggantikan anion yang hilang dalam

bentuk sodium dan garam-kalium selama diuresis osmotik. Kelainan biokimia ini adalah

sementara dan secara klinik tidak penting kecuali jika terjadi gagal ginjal akut atau oliguria yang

ekstrim.

Kasus yang fatal dari edema cerebral ini telah pula dilaporkan pada HONK. Secara klinis, edema

cerebral ditandai oleh perubahan tingkat kesadaran, dengan letargi, dan sakit kepala. Gangguan

neurologi mungkin terjadi secara cepat, dengan kejang, inkontinensia, perubahan pupil,

bradikardia, dan gagal nafas. Gejala ini makin menghebat jika terjadi herniasi batang otak.

Perburukan ini terjadi sangat cepat walaupun papil edema tidak ditemukan Bila terjadi gejala

klinis selain dari kelesuan dan perubahan tingkah laku , angka kematian tinggi (> 70%), dengan

hanya 7–14% pasien yang sembuh tanpa kelainan yang permanen. Walaupun mekanisme dari

edema cerebral tidak diketahui diduga diakibatkan oleh perubahan osmolaritas dari air pada

sistem saraf pusat dimana terjadi penurunan osmolaritas dengan cepat pada terapi KAD atau

HONK. Pencegahan yang mungkin dapat mengurangi resiko edema cerebral pada pasien dengan

resiko tinggi adalah dengan penggantian defisit air dan natrium berangsurangsur dengan perlahan

pada pasien yang hyperosmolar (maksimal pengurangan osmolaritas 3 mOsm· kg-1 H2O· h-1)

dan penambahan dextrose dalam larutan hidrasi saat glukosa darah mencapai 250 mg/dl. Pada

HONK, kadar glukosa darah harus dipertahankan antara 250-300 mg/dl sampai keadaan

hiperosmoler dan status mental perbaikan, dan pasien menjadi stabil.

II.2.10. PENCEGAHAN

Banyak kasus KAD dan HONK dapat dicegah dengan perawatan medic yang baik, edukasi yang

sesuai, dan komunikasi efektif dari tenaga kesehatan selama belum

timbulnya penyakit.

34

Page 35: KHONK tatia

Sick-day management harus mendapat perhatian. Hal ini meliputi informasi spesifik pada

1) kapan menghubungi sarana pelayanan kesehatan

2) target glukosa darah dan penggunaan short-acting insulin selama penyakit,

3) mengobati demam dan infeksi, dan

4) inisiasi dari suatu diet cairan yang mudah dicerna yang mengandung karbohidrat dan

garam.

Sick-Day Management yang berhasil tergantung pada keterlibatan pasien dan anggota

keluarganya. Pasien atau anggota keluarganya harus mampu dengan teliti mengukur dan

mencatat kadar glukosa darah, benda keton pada urin atau darah ketika glukosa darah > 300

mg/dl, dosis insulin, suhu badan, frekuensi pernafasan dan denyut nadi permenit, dan berat

badan. Pengawasan yang cukup dan sangat membantu dari staff atau keluarga dapat mencegah

terjadinya HONK dalam kaitan dengan keadaan dehidrasi pada individu tua yang tidak mampu

untuk mengenali atau menghindari kondisi ini. Edukasi yang baik harus diberikan sehingga

pasien mengenai tanda dan gejala newonset diabetes; kondisi-kondisi, prosedur, dan obat-obatan

yang memperburuk kendali kencing manis; dan monitoring glukosa dapat mengurangi kejadian

dan beratnya HONK.

35

Page 36: KHONK tatia

DAFTAR PUSTAKA

1. Sylvia A. Price, Loraine M. Wilson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit,

edisi IV, buku II, alih bahasa dr. Peter Anugrah, Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta,

1995

2. Mansjoer Arif, dkk. Kapita selekta kedokteran, edisi III, buku I, Media Aesculapius Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta : 2001

3. Sudoyo Aru.W, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi IV, Jilid III, Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta : 2006

4. Arifin, Augusta, dkk. Krisis Hiperglikemia pada Diabetes Melitus, Bagian Ilmu Penyakit

Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran RS Hasan Sadikin, Bandung.

36