Ketika intelektual tak bermoral
-
Upload
manaf-abdul -
Category
Education
-
view
296 -
download
1
Transcript of Ketika intelektual tak bermoral
KETIKA INTELEKTUAL TAK BERMORALSebuah ilustrasi
OlehDrs. Abdul Manaf, M.Pd
Dosen PTI AL-HILAL Sigli
Manusia selalu melakukan perubahan di muka bumi ini, terutama perubahan dalam
kehidupan dirinya masing-masing, perubahan itu dilakukan melalui pengalaman sehari-hari yang
diperoleh, misalnya dalam penentuan kebutuhan bahan konsumsi, kalau laki-laki biasanya dari
kopi pancong, makan yang tidak teratur, bahasa-bahasa yang norak, pakaian yang digunakan
sederhana, pergaulan dengan kawan-kawan sekelas atau seprofesi, tempat nongkrong memilih
warung-warung pojok, Kesemua pengalaman yang diperoleh itu akan berubah sesuai dengan
bergulirnya waktu dan bertambahnya usia, tingkat pendidikan semakin tinggi, kawan kenalan
terus bertambah, pengetahuan terus bertambah sesuai dengan pengalaman yang diperoleh dan
tingkat pendidikan yang dilalui, pola pikir terus terbentuk, makanan dan minuman yang di
konsumsi ikut berubah, keteraturan makan dan pola hidup ikut berubah, mental terus berubah,
gaya bicara berubah, gaya hidup ikut berubah.
Sebelum menjadi mahasiswa sudah barang tentu sudah mengenyam pendidikan pada
tingakat SD, MI, SLTP, MTs , SLTA, baik SMA, SMK maupun MA, pada tingkat SLTA para
guru sudah mewariskan pengetahuan kepada murid/siswa/peserta didik/warga belajar nya yang
mengandung nilai-nilai yang tak ternilai harganya dan dapat digunakan sepajang hidup, berarti
bahwa pengetahuan yang diperoleh melalui warisan itu tidak terpus, dan tidak hanya sebatas
sampai dinyatakan lulus di ujian akhir, akan tetapi dapat dimanfaatkan dalam hidup dan
kehidupannya sehari-hari, ketika sudah masuk ke perguruan tinggi berarti dengan sendirinya kita
sudah berubah status, dari murid, berubah menjadi siswa, dari siswa berubah menjadi
mahasiswa. Panggilan kepada pengajar pun ikut berubah dari panggilan guru berubah menjadi
panggilan dosen.
Diperguruan Tinggi bukan didik ilmu pengetahuan baru kepada mahasiswa akan tetapi
hanya dilakukan pengembangan dengan keterkaitan antar desiplin ilmu yang ada dan ditambah
dengan pengetahuan yang spesifik tentang kejuruan, itu pun bukan pengetahuan baru yang di
transfer kepada mahasiswa melainkan melakukan pengembangan dari pengalaman yang
diperoleh sebelumnya. Etika, estetika, moral dan akhlaq menjadi inti pengembangan di
perguruan tinggi, mungkin hanya bedanya di tingkat sekolah dalam membahasakan (simbul)
yang diberikan kepada mahasiswa, secara subtansinya tidak ada bedanya, yang banyak
melahirkan tanda tanya bahwa, apakah pengajaran di sekolah atau di perguruan tinggi yang
salah, karena dilihat dalam kehidupan sehari-hari dalam lingkungan masyarakat masih banyak
warga yang belajar tidak beretika, tidak berestetika, tidak bermoral dan tidak berakhlaq.
Mungkin sebahagian orang memberi jawaban sendiri tentang persoalan kehidupan warga
belajara sekarang ini bahwa kemorosotan etika atau akhlaq yang dialami oleh warga belajar yang
usia muda belia ini dikarena rendahnya kemampuan guru dalam melakukan pengajaran di
sekolah atau di perguruan tinggi, sebahagian masyarakat yang mempunyai sedikit intropeksi
internal bahwa penyebab banyaknya dekadensi moral yang terjadi dikalagan remaja termasuk
yang berstatus mahasiswa sekarang ini di sebabkan kemampuan pengendalian orang tua
terhadap anaknya yang sangat lemah sehingga anak yang keluyuran di waktu jam sekolah/jam
kuliah dan bahkan pada saat diluar jam sekolah/jam kuliah, kita tidak bermaksud menyalahkan
siapa-siapa, karena disudut sana masih banyak juga orang mengatakan bahwa terjadinya
pergeseran nilai agama dalam diri remaja baik putra atau putri sehingga hilang rasa malu
disebabkan oleh pengaruh lingkungan (mungkin dimaksudkan lingkungan adalah kedua orang
tuanya sebagai penanggung jawab utama pembentukan kepribadian, selanjutnya disebabkan oleh
kemajuan teknologi informasi, baik Hp dan internet yang dapat akses informasi dan
mengkonsumsinya dengan tanpa batas (fondasi), kondisi sosial kehidupan masyarakat di
sekelililingnya).
Pergaulan muda mudi yang bebas tanpa batas bukan hanya terjadi di malam hari, akan
tetapi pada siang hari pun terjadi dengan tanpa malu dan bahkan pada saat pergi dan pulang
sekolah/kuliah dengan kenderaan roda dua berduaan melakukan ciuman di atas kenderaan dan
dilihat oleh banyak orang, bagi pelaku perbuatan seperti ini bukan sesuatu perbuatan yang
memalukan bagi dirinya dan bahkan kedua orang tuanya dan dianggapnya bukan moral yang
rusak, padahal sesungguhnya perbuatan yang demikian merupakan perbuatan yang tidak
bermoral, berakhlaq dan biadab serta dapat merusak syariat islam yang sedang berlangsung di
bumi Aceh.
Hidup bebas tanpa batas (layaknya Las Vegas, Amerika Serikat) sudah dan sedang
berproses di bumi Aceh terutama dalam wilayah kabupaten pidie, negeri kehilangan malaikat
tersebut sudah jenuh dengan hidup bebas dan mereka sudah mulai kembali layaknya hidup
manusia-manusia yang bermoral, beretika dan berestetika, dan yang lebih memilukan lagi hal ini
dilakukan oleh kalangan yang nota bene calon intelektualitas di bumi yang bersyari’at, dalam
lembaga pendidikan tinggi ada sebahagian mahasiswa yang tidak mempunyai etika, estetika,
moral dan akhlaq, dengan bermacam-macam tingkah laku, baik dalam bentuk memperolok-
olokkan dosen, mahasiswa melakukan komunikasi baik secara fes to fes maupun dengan
menggunakan Hp dengan kata-kata yang tidak berakhlaq, tidak ada lagi sopan santun dalam diri
mahasiswa.
Hal yang demikian tidak membedakan tingkatan semester bahka dalam tahap
menyelesaikan skripsi sekalipun, misalnya mahasiswa menjumpai dosen pembimbing skripsi
dengan berkata” pak saya sudah capek cari bapak di kampus, bapak tidak ada” atau dengan kata-
kata “pak saya sudah berkali-kali memperbaiki skripsi kok ndak bapak acc, bapak teken saja,
saya tinggal jauh sekali dari kampus” nyatanya tidak demikian, mungkin pada saat mahasiswa
yang mau bimbingan skripsi datang dosen yang bersangkutan tidak ada di kampus atau memang
ada tapi mahasiswa tersebut menunggu kenderaan dosen, kalau ada kenderaan dianggap ada
dosen, pada hal nyatanya ndak demikian, selanjutnya untuk meng acc kan skripsi atau menanda
tangani untuk keabsahan skripsi tidak semudah itu, para dosen mengakui tidak meng acc kan
langsung atau mengesahkan dengan tanpa membaca dan memperbaiki serta menambah ditempat-
tempat yang dianggap masih kurang informasi dalam skripsi mahasiswa tsb,
Tidak dapat dipungkiri dan sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak skripsi
mahasiswa yang bukan dibuat sendiri oleh mahasiswa yang bersangkutan, bahkan dibuat oleh
orang supranatural artinya yang membuat skripsi mahasiswa tersebut adalah orang yang tidak
mempunyai kompetensi tentang subtansi skripsi, judul yang sudah disahkan oleh pimpinan.
Sehingga kadang-kadang hanya alenia pertama yang ada hubungan dengan subtansi yang
dibahas selebihnya entah kemana larinya. Al hasil setelah dua atau tiga kali dosen perbaiki
kalimat dalam skripsi yang dibimbing, eh mahasiswa yang bersangkutan yang menawarkan
langsung kepada pembimbing untuk membuat skripsinya dengan ongkos yang menggiurkan,
kadang ada sebahagian dosen untuk menolak tawaran membuat skripsi mahasiswa, dan tetap
konsisten melakukan bimbingan secara tulus dengan memperbaiki kalimat-kalimat yang
ditawarkan si penulis, eh …rupanya mahasiswa ndak sebatas itu berpikir, agar skripsinya jangan
lagi dibetulin, dan karena skripsinya dibetulin mahasiswa ybs jadi berang, dan ndak habis akal
sehingga pada saat bimbingan selanjutnya melampirkan uang, supaya pembimbing jangan lagi
memberi tanda dengan mengharuskan dirinya untuk memperbaiki skripsinya, ini adalah tampilan
moral, etika, dan akhlaq dalam melaksanakan tugas akademik, dosen juga manusia, hindarilah
noda-noda hitam yang kelam dalam dunia akademik, agar kita semua dihormati, maka
hormatilah sesama kita sebagai manusia yang sama-sama belajar. Secara etika, estetika, moral
dan akhlaq sudah hilang dikalangan kita sekarang ini , semoga Allah memberi petunjuk kepada
hambaNya untuk taubat, karena pintu taubat masih terbuka.
Wallahu’alam Bissawab………..
AKHIR SEBUAH RENUNGAN