Kerugian Pasca Pengolahan Minimal Pro Vitamin a Dan Asam Askorbat Dalam Jangka Pendek Disimpan...
description
Transcript of Kerugian Pasca Pengolahan Minimal Pro Vitamin a Dan Asam Askorbat Dalam Jangka Pendek Disimpan...
Kemungkinan Kehilangan Terkecil dari Pro-Vitamin A dan Asam
Askorbat Paska Pengolahan Tepung Singkong pada Penyimpanan
Jangka Pendek
Ukpabi J. Ukpabi 1, Sebastian C. Obasi 2, 3, berharga J. Okporie 1, 2,
Chiedozie Egesi 1
1 National Root Crops Research Institute, Umudike, Umuahia, Nigeria
2 Department of Biochemistry, Michael Okpara University of Agriculture, Umudike,
Umuahia, Nigeria
3 Raw Materials Research and Development Council, Maitama, Abuja, Nigeria
Alamat Email
[email protected] (U.J.Ukpabi), [email protected] (S.C.Obasi),
[email protected] (P. J. Okporie), [email protected] (C. Egesi) rujukan
Ukpabi J. Ukpabi, C. Sebastian Obasi, berharga J. Okporie, ChiedozieEgesi.
Kemungkinan Kehilangan Terkecil dari Pro-Vitamin A dan Asam Askorbat Paska
Pengolahan Tepung Singkong pada Penyimpanan Jangka Pendek. American Journal
ilmu pangan dan gizi. Vol. 1, No. 1, tahun 2014, ms. 12-17
Abstrak
Sampel tepung singkong dihasilkan dari dua varietas ubi kayu yang baru saja dipanen, yaitu
berdaging putih (TME 419 dan TMS 30572) dan berdaging kuning (UMUCASS 38) dan
disimpan dalam tas polietilen hitam bersegel (masing-masing berisi ≅ 200g sampel) pada
suhu udara ruangan (26⁰-32⁰C) yang digunakan untuk menentukan kemungkinan
kehilangan paska pengolahan pada kandungan asam askorbat (vitamin C), karoten (Pro
vitamin A) dan sianida. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampel percobaan tepung
segar dari varietas berdaging putih mengandung 8.00-8.13mg/100g asam askorbat, 0.53-
1.13µg/g karoten dan 4.65-4.74mg/kg sianida; sementara singkong berdaging kuning
mengandung 8.47 mg/100 g asam askorbat, 14.35µg / g karoten dan 5,75 mg/kg sianida.
Penyimpanan sampel tepung dalam kondisi gelap selama empat minggu memberikan hasil
bahwa tidak ada penurunan yang nyata (P = 0.05) dalam kandungan karoten semua sampel
percobaan. Perbedaan penurunan (P = 0.05) pada kandungan asam askorbat dapat diamati
hanya pada singkong kuning (UMUCASS 38) (8.47 mg/100 g untuk 6.67 mg/100 g).
Variasi kandungan sianida semua jenis sampel (4.65-5,75 mg/kg 3,03-4.92 mg/kg) juga
mengalami perbedaan penurunan (P = 0.05) setelah empat minggu penyimpanan. Sampel
percobaan tepung kering ini dikondisikan mendekati kepadatan buk density (0.63-
0.67g/cm3) dan akumulasi indeks (1,25-1,41) sepanjang periode penyimpanan empat
minggu.
Kata kunci : Tepung Gaplek, Ubi kayu kuning, Asam askorbat, Pro Vitamin A,
Penyimpanan jangka pendek
1. Pendahuluan
Singkong atau ubi kayu (Manihotesculenta) adalah tanaman tahunan di daerah tropis dan
subtropis di dunia yang secara ekstensif dibudidayakan untuk dimakan tepung umbi
akarnya (Ugwu dan Ukpabi, 2002; Burrell, 2003; Ukpabi, 2008). Singkong memiliki
peringkat sangat tinggi di antara tanaman-tanaman yang mengubah energi matahari dalam
jumlah besar menjadi karbohidrat tiap unit wilayah geografis (sekitar 40% lebih tinggi
daripada beras dan 25% lebih dari jagung) dengan hasil bahwa singkong merupakan
sumber kalori termurah untuk nutrisi manusia maupun binatang menyusui (Burrell, 2003).
Umbi akar singkong, sebagai akar tanaman, juga mengandung vitamin C atau asam
askorbat, tidak seperti tanaman sereal seperti gandum, beras dan jagung yang berguna
untuk mengobati kudis (Davidson et al., 1975. Okaka dan Okaka, 2001).
Nigeria tidak hanya sebagai penghasil singkong terbesar di dunia (Ukpabi, 2009) tetapi
juga memiliki produk hasil olahan tanaman itu (misalnya gari, lafun dan tepung singkong)
yang sebagian besar ditemukan dalam makanan sehari-hari dari masyarakat Nigeria. Proses
pengolahan singkong cukup dikenal untuk menghilangkan racun glikosida sianogen atau
glukosida (linamarin dan lotastraulin) yang terdapat dalam tanaman (Bokanga, 1995;
Cardoso et al, 2005) ke tingkat yang aman kurang dari 10 bagian per juta (ppm) (FAO /
WHO, 1991). Singkong saat ini sedang mengalami transisi dari subsistensi tanaman yang
hanya ditemukan di ladang-ladang petani menjadi tanaman komersial yang berkembang
dalam jumlah besar di peternakan komersil di Nigeria, yang juga merupakan sumber bahan
baku untuk sejumlah produk industri seperti Pati, bio-ethanol dan tepung singkong mokaf
(Ukpabi, 2008; Ukpabi, 2009). Tepung singkong sebagai bahan baku untuk industri roti
secara cepat memperoleh pengakuan sebagai pengganti yang layak untuk sebagian gandum
dalam pemanggangan roti di Nigeria (Taiwo, 2006; Oti dan Ukpabi, 2007).
Upaya-upaya penelitian terkini di Institut Pertanian Tropis Internasional (IITA), Ibadan,
Nigeria dan Institut Nasional Penilitian Akar Tanaman (NRCRI), Umudike, Nigeria telah
memulai perkembangan dari umbi akar singkong berdaging kuning yang cukup besar
jumlah pro-vitamin A atau karotin (melalui bio-fortifikasi). Jenis singkong kuning yang
kaya akan pro-vitamin A diusulkan untuk digunakan sebagai alat bantu dalam memerangi
sindrom kekurangan vitamin A (VAD) khususnya di kalangan perempuan dan anak-anak
malnutrisi di rumah-rumah miskin sumber daya. Sayangnya, Ukpabiet al.(2012)
mengkonfirmasi sebelumnya dari pengamatan setempat bahwa ada kehilangan pro-vitamin
A pada penyimpanan produk tepung singkong (gari) yang diperkaya dengan minyak sawit
kaya akan pro-vitamin A. Studi ini dilakukan untuk menyelidiki kelayakan memproduksi
tepung singkong yang memiliki kestabilan mikronutrien utama atau kandungan vitamin
dari tanaman yang diproses pada penyimpanan jangka pendek yang diperlukan bagi
pengguna lokal untuk menggunakan produk hingga habis. Penelitian ini juga bertujuan
untuk mendapatkan data yang akan membantu dalam menyarankan produsen tepung
singkong lokal pada persyaratan kualitas paska pengolahan produk tepung yang relevan.
2. bahan dan metode
2.1. sumber bahan
Dua varietas sampel penelitian singkong berdaging putih (TME 419 dan TMS 30572) dan
varietas berdaging kuning (UMUCASS 38) secara acak dipanen pada 12 bulan setelah
tanam dari plot eksperimental Program Singkong, Institut Nasional Riset Tanaman Akar,
Umudike, Nigeria. Bahan analisa kimia dan reagen yang digunakan dalam kajian ini
diproduksi oleh BDH (British Drug House), Poole, Inggris.
2.2. Pengolahan Tepung Singkong
Sampel tepung singkong berasal dari umbi akar masing-masing varietas disiapkan di dekat
laboratorium pangan yang gelap (dengan jendela ditutupi dengan tirai hitam) selama 15 jam
dari saat panen umbi akar. Gambar 1 menunjukkan operasi unit dan subunit digunakan
dalam produksi tepung singkong berdasar pada metode Ukpabi (2008) yang dimodifikasi.
Mengupas akar singkong segar dilakukan secara manual dengan pisau dapur yang tajam;
sementara mencuci juga dilakukan secara manual dengan air bersih. Pemarutan dilakukan
secara mekanis dengan parutan (Model Field Marshal dengan mesin diesel 7,5 tenaga
kuda). Penghilangan air dari parutan singkong (dikantongi dalam karung) dilakukan dengan
menekan sekrup. Pengeringan tumbukan singkong efektif pada suhu 65⁰C sampai sangat
rapuh dalam oven elektrik pengatur udara panas (Gallenkamp, BS model Ov-160).
Penggilingan tumbukan singkong kering adalah dengan gilingan gesek cakram tunggal
(model A446A) sementara saringan mesh 250µm digunakan untuk mendapatkan tepung
yang terbaik untuk masing-masing varietas sampel ubi kayu percobaan. Berbagai tepung
sampel diperoleh (dengan kadar air ≤8%) dikemas dalam tas hitam polietilena (dengan
ujung terbuka ditutup) dan label sesuai.
Gambar 1. Diagram alir proses pembuatan tepung singkong
2.3. Penyimpanan paska pengolahan tepung
Sampel penelitian tepung singkong dikemas dalam tas polietilen (LDPE) hitam dengan
kepadatan rendah dan disimpan dalam lemari logam yang disimpan dalam sebuah ruangan
gelap pada suhu 26-32⁰C. Masing-masing tas LDPE berisi sekitar 200 gram sampel tepung,
Umbi Singkong Segar
tepung singkong
Pengupasan pisau
Pencucian
penyimpanan tas polietilen hitam
Pemarutan
Pengayakan ayakan 250µm
Penghilangan Air
Penghancuran
Penepungan
Pengeringan oven, 65⁰C
Air Bersih Air Kotor
Serpihan sedikit air
dan periode penyimpanan jangka pendek untuk analisis laboratorium adalah nol, 14 dan 28
hari.
2.4. Analisa laboratorium
Total kandungan karoten, asam askorbat, dan sianida secara acak dikumpulkan dari umbi
akar peneletian (setelah dikupas) dan tepung sampel dianalisis secara triplo di laboratorium.
Kandungan karoten diukur dengan metode HarvestPlus secara spektrofotometru
(Rodriguez-Amaya dan Kimura, 2004). Aseton dan petroleum eter seacara berurutan
digunakan sebagai pelarut ekstraksi (dengan pengecualian cahaya) sementara pembacaan
dengan spektrofotometer (Jenway 6406, England) dilakukan di λ450 nm (dengan kuvet
kaca 1 cm).
Konten karoten dihitung sebagai berikut:
kandungan karoten µg/g =
dimana A = absorbansi sampel
V = volume ekstraksi
DF= faktor pengenceran
10⁴= konstanta
cA= koefisien absorbansi β-karoten dalam petroleum eter (2592)
Metode titrasi, seperti yang dijelaskan oleh James (1998), digunakan untuk menentukan
kandungan asam askorbat umbi akar kupas segar dan sampel tepung menggunakan pewarna
2,6-dichlorophenolindophenol (DCP) biru sebagai indikator untuk mendapatkan nilai-nilai
titer (titik akhir pada 15 detik persistent kemerahan) dengan ekstrak cair dari sampel.
Larutan standar asam askorbat baru disiapkan untuk digunakan menghitung setara dengan
1ml larutan pewarna DCP.
Kandungan total sianida umbi akar singkong yang dikupas dan sampel tepung ditentukan
oleh metode kolorimetri basa pikrat dari Ikediobiet al.(1980) sebagaimana telah diubah oleh
Onwuka(2005). Larutan basa pikrat kekuningan diperoleh dengan melarutkan 1g asam
pikrat dan 5g Na2CO3 dalam akuadest. Filtrat ekstrak cair (1,0 ml) dari proses ekstraksi
sianida ditambahkan ke 4.0ml larutan basa pikrat dalam tabung dan disumbat. Campuran
diinkubasi di 50oC selama 5 menit untuk memungkinkan perubahan warna. Setelah terjadi
peruabahan warna (dari warna kekuningan menjadi kemerahan) dan pendinginan,
absorbansi dibaca pada panjang gelombang 490nm dengan spektrofotometer UV/Vis
(Jenway 6405, Inggris). Larutan potasium sianida (KCN) digunakan untuk menyiapkan
kurva standar yang digunakan untuk menghitung kandungan sianida sampel percobaan.
Perbesaran indeks pengukuran pada sampel tepung penelitian dilakukan secara triplo
dengan metode Ukpabiand Umeh, (2001). Pada penentuan ini, 20g tepung sampel secara
bertahap dimasukkan ke dalam tabung pengukur 500ml yang berisi 100ml akuadest.
Volume awal (V1) tepung sampel dalam tabung pengukur dan volume akhir (V2) setelah
sampel besarkan dalam media air selama 24jam digunakan untuk menghitung indeks
pemrbesaran sebagai berikut:
Index perbesaran =
Metode Okezie dan Bello, 1988 sebagaimana telah diubah oleh Ukpabi dan Umeh (2001),
digunakan untuk menentukan bulk density sampel tepung. Sebelumnya dengan mengisi
tabung pengukur 100ml secara hati-hati sebanyak 50g sampel dan kemudian dengan lembut
mengetuk bangku laboratorium beberapa kali sampai volume yang konstan diperoleh.
Volume akhir ini (V2) kemudian digunakan untuk perhitungan bulk density sebagai berikut:
bulk density(g/ml) =
2.5. analisa statistika
Perangkat lunak komputer Sistem Analisa Statistik (SAS) (lisensi situs 0822206002) milik
ke Institut Pertanian Tropis Internasional (IITA), Ibadan, Nigeria digunakan untuk
memisahkan dan menganlisa statistik lainnya.
3. hasil dan pembahasan
Tabel 1 menunjukkan tingkat kekeringan dan kandungan karoten dari umbi akar segar jenis
berdaging kuning (UMUCASS 38) dan jenis berdaging putih (TME 419 dan TMS 30572).
Terlihat bahwa umbi akar berdaging kuning memiliki kandungan karoten yang berbeda
signifikan (P = 0.05) lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol kultivar atau varietas yang
memiliki daging warna keputih-putihan. Karoten diketahui memberikan warna kuning ke
warna oranye (berdasarkan jenis dan konsentrasi) pada bahan tanaman segar (Rodriguez-
Amaya, 1999; Rodriguez-Amaya dan Kimura, 2004). Berdasar pada bahan kering,
perbedaan antara kandungan karoten genotipe singkong berdaging kuning dengan genotipe
kontrol berdaging putih tampak relatif besar. Juga dapat diamati bahwa kadar air singkong
berdaging kuning adalah 10% lebih tinggi daripada kadar air yang terdapat dalam varietas
singkong penelitian berdaging putih (Tabel 1). Kandungan asam askorbat singkong
berdaging kuning juga ditemukan secara signifikan (P = 0.05) lebih tinggi dibandingkan
singkong berdaging putih dengan potensi sianida yang diperoleh dari semua singkong
penelitian (Tabel 1) menunjukkan bahwa mereka semua memiliki cukup besar jumlah
glikosida sianogen yang memerlukan perlakuan detoksifikasi yang memadai untuk
membuat mereka sehat untuk konsumsi manusia (Cardoso et al. 2005).
Tabel 1. Rata-rata kandungan kadar air, karoten, asam askorbat, dan sianida dari umbi
singkong segar
Varietas Kadar air (%) Karoten (µg/g) Vitamin C
(mg/100g)
Sianida (mg/kg)
TME419 62,60a 1,37c(3,66c) 19,54b(52,25c) 51,58b(137,91c)
TMS 30572 64,90a 1,93b(5,49b) 20,47b(58,32b) 54,87b(156,32b)
UMUCASS 38 (K) 76,74b 5,78a(24,85a) 23,33a(100,3a) 74,99a(322,39a)
* Nilai dalam kolom yang sama dengan huruf yang berbeda sangat berbeda (P = 0.05);
** Nilai-nilai dalam kurung berdasar pada bahan kering.
Namun, pengolahan yang tepat singkong tinggi sianida menjadi tepung dikenal memulai
untuk detoksifikasi alami yang secara drastis mengurangi jumlah glikosida sianogen yang
anti-gizi dan beracun ke tingkat yang tidak berbahaya untuk konsumsi manusia (Bokanga,
1995; Ukpabi, 2008). Sebagai contoh, aktivitas pemarutan selama pengolahan singkong
menyebabkan molekul enzim sel membran linamarase singkong (Mponget al, 1990) dengan
sitoplasma glikosida sianogen yang mengarah ke hidrolisis detoksifikasi (Bokanga, 1995).
Pengolahan makanan juga dapat mengurangi sebagian besar kandungan zat gizi bermanfaat
karoten dan asam askorbat dari bahan makanan tanaman berdasarkan metode pemrosesan
dan sifat bahan baku (Lee dan Kader, 2000; Rodriguez Amaya dan Kimura, 2004;
Omodamiroet al., 2012)). Meskipun isi karoten tepung singkong kuning ditemukan secara
signifikan (P = 0.05) lebih tinggi daripada sampel tepung singkong putih, isi asam askorbat
tepung singkong eksperimental tiga sampel tidak berbeda secara signifikan (P = 0.05)
(Tabel 2). Proses kehilangan dari asam askorbat yang larut air dalam penelitian ini terlihat
lebih besar daripada karoten yang larut (Tabel 1 dan 2) mungkin penyebab utamanya oleh
sistem operasi penghilangan air (gambar 1). Kandungan sianida yang didapat pada semua
sampel tepung penelitian yang baru disiapkan (4.65-5.75mg/kg) menunjukkan dalam tabel
2 di bawah tingkat keamanan kandungan sianida yang direkomendasikan yaitu 10 mg/kg
sianida yang dapat dikonsumsi (FAO/WHO/1991). Selain itu, metode pengolahan yang
digunakan dalam produksi tepung (Ukpabi, 2008) yang melibatkan operasi dewatering
maupun pengeringan oven mungkin telah membantu secara drastis mengurangi kandungan
sianida produk seperti keluarnya HCN (selama detoksifikasi hidrolitik glukosida sianogen
endogen) volatile (dalam suhu tropis ≥260C) dan sangat larut dalam air.
Tabel 2. Rata-rata kandungan karoten, asam askorbat, dan sianida sampel tepung singkong
segar
Varietas Karoten (µg/g) Asam askorbat
(mg/100g)
Sianida (mg/kg)
TME419 0,53c 8,00a 4,74b
TMS 30572 1,13b 8,13a 4,65b
UMUCASS 38 (K) 14,35a 9,73a 5,75a
Nilai dalam kolom yang sama dengan huruf yang berbeda sangat berbeda (P = 0.05);
Cahaya dan oksigen telah diamati dapat mengurangi nilai dari vitamin A pada produk
pangan olahan kaya karoten selama penyimpanan (Rodriguez-Amaya, 1999; Vásquez-
Caicedoet et.Al, 2007). Dalam studi ini, ditemukan bahwa penghindaran cahaya dan
pengemasan 200g sampel tepung dengan lapisan polietilen bersegel dapat memberikan
perbedaan tidak signifikan (P = 0.05) pengurangan dari karoten selama empat minggu
penyimpanan (Tabel 3). Karena kenyataan bahwa ruang oksigen dalam bahan pengemas
makanan membantu degradasi karoten selama penyimpanan (Vásquez-Caicedoet al., 2007),
pengemasan tepung singkong kuning dalam kemasan tebal ukuran di atas 200g dalam
ketiadaan cahaya dan kemungkinan pengecualian udara atau oksigen dapat menyebabkan
retensi karoten dalam produk yang lebih baik. Di sisi lain, rata-rata kandungan asam
askorbat sampel tepung tetap tidak berbeda secara signifikan (P = 0.05) selama dua minggu
dalam tepung sampel UMUCASS 38 yang kekuningan dan selama empat minggu di sampel
TMS30572 dan TME419 yang keputih-putihan. Meskipun oksidasi umumnya dikenal
berpengaruh utama dalam degradasi asam askorbat (disertai dehidrasi dan polimerisasi
untuk membentuk produk nutrisi tidak aktif), ada kebutuhan untuk menyelidiki lebih lanjut
untuk setiap kemungkinan hubungan timbal balik antara degradasi karoten dan asam
askorbat selama penyimpanan bahan makanan yang kaya nutrisi mikro penting ini. Hal ini
didasarkan pada kenyataan bahwa molekul karoten dan asam askorbat adalah antioksidan
atau pengurai oksigen (Damodaranet al., 2008).
Tabel 3. Efek dari penyimpanan terhadap rata-rata kandungan karoten dan asam askorbat
dari sampel tepung singkong
Storage
Period
(weeks)
Karoten (µg/g) Asam Askorbat (mg/100g)
TME
419
TMS
30572
UMUC
ASS 38
TME
419
TMS
30572
UMUC
ASS 38
0 0,53a 1,13a 14,35a 8,00a 8,13a 9,73a
2 0,49a 1,04a 14,08a 7,47a 7,20a 8,40a,b
4 0,45a 0,99a 12,78a 6,13a 5,73a 6,67b
Nilai dalam kolom yang sama dengan huruf yang berbeda sangat berbeda (P = 0.05);
Berdasarkan fakta bahwa FAO/WHO (1991) memberikan tingkat yang aman dari
kandungan sianida makanan olahan sebagai 10 ppm atau mg/kg HCN, sehingga nilai-nilai
sianida dalam tabel 4 menunjukkan bahwa semua sampel tepung eksperimental tetap sehat
(dalam hal keracunan sianida) sepanjang periode penyimpanan dengan semua sampel yang
bahkan memiliki pengurangan kandungan sianida yang signifikan (P = 0.05) pada akhir
periode penyimpanan empat minggu. Owuamanamet al.(2010) sebelumnya telah
menunjukkan bahwa fermentasi lebih lama mengurangi konsentrasi sianida selama
produksi produk bubuk/butiran kering hasil fermentasi singkong yang dikenal sebagai gari.
Oleh karena itu, sangat mungkin bahwa tiap menit fermentasi mungkin telah terjadi selama
penyimpanan sampel kering penelitian tepung singkong. Ukpabiet al.(2012) juga
menemukan bahwa gari dikemas dengan lapisan LDPE bersegel dengan ruang udara yang
sarat uap air memiliki peningkatan kadar selama dua bulan periode penyimpanan. Kami
menyarankan peneletian lebih detil di masa depan pada kemungkinan efek peningkatan
kandungan air pada tepung singkong yang disimpan pada kandungan sianida dan bahkan
pada karoten dan asam askorbat.
Tabel 4. Efek dari penyimpanan terhadap rata-rata kandungan sianida dari sampel tepung
singkong
Storage
Period
(weeks)
sianida (mg/kg)
TME
419
TMS
30572
UMUC
ASS 38
0 4,74a 4,65a 5,75a
2 4,67a 4,21b 5,43b
4 3,03b 3,28c 4,92c
Nilai dalam kolom yang sama dengan huruf yang berbeda sangat berbeda (P = 0.05);
Bahan-bahan berupa tepung yang dapat dimakan biasanya dicampur dengan air sebelum
digunakan dalam banyak persiapan makanan. Indeks pengembangan dari bahan bertepung,
yang menunjukkan kemampuannya untuk mengembang dalam air, dapat sedikit
dipengaruhi oleh penyimpanan (Ukpabi dan Ndimele, 1990). Tabel 5 menunjukkan bahwa
efek pengunrangan dari penyimpanan pada indeks pengembangan sampel percobaan tepung
tidak mencapai empat persen di semua sampel percobaan tepung sepanjang waktu
penyimpanan. Meskipun Ukpabi dan Ndimele(1990) juga mengamati sedikit depresiasi
kepadatan massal dari bahan sampel tepung selama penyimpanan, hasil yang diperoleh di
Tabel 5 menunjukkan bahwa penurunan bulk density sampel tepung penelitian hanya
berkisar dari 3,08% menjadi 7.46%. Umumnya, pengetahuan tentang bulk density dari
proses makanan bertepung ke dalam industri makanan membantu ahli teknologi untuk
mengetahui (berat bersih) jumlah bahan-bahan makanan untuk dimasukkan ke dalam bahan
kemasan dengan kapasitas volume diketahui.
Tabel 5. Efek dari penyimpanan terhadap rata-rata dari indeks pengembangan dan bulk
density dari sampel tepung singkong
Storage
Period
(weeks)
TME 419 TMS 30572 UMUC ASS 38
Indeks
pengembangan
Bulk
density
Indeks
pengembangan
Bulk
density
Indeks
pengembangan
Bulk
density
0 1,40a 0,65a 1,37a 0,64a 1,41a 0,67a
2 1,34b 0,63a 1,34a 0,63ab 1,38ab 0,64ab
4 1,25c 0,63a 1,26b 0,62b 1,31b 0,62b
4. kesimpulan
Produksi tepung singkong (terutama dengan varietas singkong berdaging kuning) di bawah
cahaya terbatas (menggunakan unit operasi yang meliputi: pemarutan, penghilangan air dan
pengeringan oven) memberikan cukup retensi komposisi molekul karoten (Pro vitamin A)
dalam produk makanan sehat. Komposisi retensi karoten (pro vitamin A) dan asam
askorbat (vitamin C) pada sampel tepung singkong selama penyimpanan dapat juga
ditingkatkan melalui kemasan dengan bahan-bahan yang memiliki potensi menghalangi
cahaya. Oleh karena itu disarankan bahwa tepung singkong kuning harus disimpan di
bawah cahaya terbatas yang sesuai dengan bahan kemas yang ekonomis dan volume yang
akan meminimalkan degradasi karoten dan asam askorbat paska pengolahan.
Daftar Pustaka
Bokanga,M.(1995). Biotechnology and Cassava Processing in Africa.Food
Technology.49(1), 86- 90.
Burrell, M. M.(2003). Starch: the need for improvedquality or quantity-an overview.
Journal of Experimental Botany.54,451-456.
Cardoso, A. P., Mirione, E., Ernesto, M., Massaza, F., Cliff, J., Haque, M. R. and Bradbury,
J. H. (2005). Processing of Cassava Roots to remove Cyanogens.Journal of Food
Composition and Analysis.18, 451-460.
Damodaran, S., Pakin, K. L. and Fennema, O. R. (Eds)(2008). Fennema’s Food Chemistry,
4th Edition.CRC Press, Boca Raton.
Davidson, S., Passmore, R., Brock, J. F. and Truswell, A. S. (1975). Human Nutrition and
Dietetics.Sixth edition. Longman, London.
FAO/WHO (1991). Joint FAO/WHO Food Standards Programme. Codex
AlimentariusCommission, XII, Supplement 4; Food and Agricultural Organization ofthe
United Nations, Rome. Pp66.
Ikediobi, C. O., Onyia, G. O. C. and Eluwah, C. E. (1980). A rapid and inexpensive
enzymatic assay for total cyanide in cassava (ManihotesculentaCrantz).Agricultural and
Biological Chemistry. 44, 2803-2809.
James, C. S. (1998). Analytical Chemistry of Foods, 29th edition. Chapman and Hall,
London.
Lee, S. K. and Kader, A. A.(2000). Preharvest and postharvest factors influencing vitamin
C content of horticultural crops. Postharvest Biology and Technology. 20, 207-220.
Mpong, O. E., Yan, H., Chisam, G., Sayre, R. T. (1990). Purification,characterization and
localizationof linamarase in cassava.Plant Physiology. 93, 176-181.
Okaka, J. C. and Okaka, A. N. C. (2001). Foods: Composition, Spoilage, Shelf-life
Extension. OCJANCOAcademic Publishers, Enugu, Nigeria.
Okezie, B. O. and Bello, A. B. (1988). Physicochemicaland functional properties of winged
bean flour and isolate compared with soy isolate. Journal of Food Science.53(2), 450-454.
Omodamiro, R. M., Oti, E.,Etudaiye,H. A., Egesi, C., Olasanmi, B. and Ukpabi, U. J.
(2012). Production of fufu from yellow cassava roots using the odourless flour technique
and the traditional method: Evaluation of carotenoids retention in the fufu. Advances in
Applied Science Research.3(5), 2566-2572.
Onwuka, G. I. (2005). Food Analysis and Instrumentation: Theory and Practice.Naphthali
Prints, Lagos, Nigeria. Pp 123-124,133.
Oti, E. and Ukpabi, U. J. (2007). Cassava for Bread Making in Nigeria. National Root
Crops Research Institute,Umudike/Nigerian Institute of Food Science and
Technology,Lagos, Nigeria.
Owuamanam, C. I., Iwouno, J. O., Ihediohanma, N. C. and Barber, L. I. (2010). Cyanide
Reduction,Functional and Sensory Quality of Gari as affected by pH, Temperature and
Fermentation Time. Pakistan Journal of Nutrition. 9(10), 980-986.
Rodriguez-Amaya, D. B. (1999). Changes in carotenoids during processing and storage of
foods.ArchivosLatinoamericano de Nutricion. 49, 38S-47S.
Rodriguez-Amaya, D. B. and Kimura, M. (2004). Harvestplus Handbook for Carotenoid
Analysis. HarvesPlus Monograph 2. International Food Policy Research Institute,
Washington, D. C. and International Center for Tropical Agriculture, Cali.
Taiwo, K. A.(2006). Utilization Potentials of cassava in Nigeria: The Domestic and
Industrial products.Food Reviews International.22,29-42.
Ugwu, B. O. and Ukpabi, U. J. (2002). Potential of soy-cassava flour processing to sustain
increasing cassava production in Nigeria. Outlook on Agriculture. 31(2), 129-133.
Ukpabi, U. J. (2008). Cassava Processing and Utilization: A Sensitization Book. National
Root Crops Research Institute, Umudike, Umuahia, Nigeria.
Ukpabi, U. J. (2009). Roots and Tubers in Nigeria asSources of Industrial Raw-Materials.
In: Nigerian Agro Raw Materials Development; Vol. 1: Some Industrial Crops and Salient
Issues (P. A. Onwualu, S. C. Obasi and U. J. UkpabiEds), Raw Materials Development and
Research Council Publications, Abuja, Nigeria. pp 1-19.
Ukpabi, U.J. and Ndimele, C. (1990). Evaluation of the quality of gari produced in Imo
State. Nigerian Food Journal. 8, 105 – 110.
Ukpabi, U. J., Omodamiro, R. M. and Oti, E. (2012). Feasibility of using sealed
polyethylene film in prolonged storage of gari. Advances in Applied Science Research.
3(3), 1239-1243.
Ukpabi, U. J. and Umeh, B. N. (2001). Some Characteristics of Irish Potato Starch
Produced under a Farm-gate Technology in Nigeria. Nigerian Food Journal. 19,115 – 119.
Vásquez-Caicedo, A. L., Schilling, S., Carle, R. and Neidhart, S.(2007). Impact of
Packaging and Storage conditions on Colour and β-carotene retention of pasteurized mango
puree.European Food Research and Technology. 224,581-590.