KERAGAMAN ENZIM EKSTRASELULER DIHASILKAN OLEH JAMUR ...
Transcript of KERAGAMAN ENZIM EKSTRASELULER DIHASILKAN OLEH JAMUR ...
Jurnal Penelitian Tanaman Industri 26 (2), Desember 2020. Hlm. 78-91 DOI: http://dx.doi.org/10.21082/jlittri.v26n2.2020.78-91
ISSN 0853-8212
e-ISSN 2528-6870
78
KERAGAMAN ENZIM EKSTRASELULER DIHASILKAN OLEH JAMUR ENDOFIT ASAL
Centella asiatica (L.) Urban
Diversity of Extracellular Enzymes Produced by Endophytic Fungus Originated from
Centella asiatica (L.) Urban
DWI N. SUSILOWATI1*, ALFI DWI SETIYANI2, NANI RADIASTUTI2, INDAH SOFIANA3, YADI SURYADI1
1Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan
Sumberdaya Genetik Pertanian, Jl. Tentara Pelajar No. 3A Cimanggu Bogor 16111 2 Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jl. Ir. H. Djuanda No. 90, Ciputat, Banten, Indonesia 3Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Jakarta, Kampus A, Jl. Rawamangun Muka, Jakarta Timur 13220, Indonesia
*Email: [email protected]
Diterima: 03-04-2020 ; Direvisi: 04-07-2020 ; Disetujui: 05-08-2020
ABSTRAK
Tanaman Pegagan (Centella asiatica) adalah tanaman obat yang dikenal bersimbiosis dengan berbagai jenis jamur endofit. Jamur endofit dipelajari secara ekstensif sebagai sumber senyawa bioaktif baru, termasuk enzim ekstraseluler. Enzim asparaginase, amilase, selulase, pektinase, protease, glukanase, dan lakase digunakan dalam industri. Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi beberapa produksi enzim dari 40 jamur endofit dari C. asiatica. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian Bogor dan Laboratorium Mikrobiologi, PLT UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada bulan Februari hingga April 2019. Skrining enzim asparaginase, amilase, selulase, pektinase, protease, glukanase, dan lakase dilakukan pada medium Potato Dextrose Agar yang diperkaya dengan substrat tertentu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah dan jenis enzim yang dihasilkan oleh jamur bervariasi. Phanerochaete chrysosporium MB02, Fusarium falciforme MB07, Trichaptum sp. MB11, Fusarium keratoplasticum MB12, Penicillium capsulatum MB15, Phoma multirostrata MB16, Fusarium oxysporum MB17, dan Mycochaetophora gentianae MB21 menghasilkan jumlah enzim tertinggi (6 jenis enzim). Berdasarkan enzim yang diproduksi (nilai indeks), Colletotrichum tabaci MB14 menghasilkan asparaginase tertinggi (indeks 2,65), Fusarium keratoplasticum MB12, Colletotrichum tabaci MB14, dan Phoma multirostrata MB16 untuk amilase (indeks 2,00); Peroneutypa scoparia MM10 untuk selulase (indeks 4.10); Colletotrichum karstii MM02 untuk pektinase (indeks 4.12); C. tabaci MB14 untuk protease (indeks 4.37); Acrocalymma vagum MB04 untuk glukanase (indeks 1,68); dan Fusarium solani MM03 untuk lakase (indeks 0,22). Colletotrichum tabaci MB14 merupakan isolat yang unggul penghasil 3 jenis enzim tertinggi (asparaginase, amilase, dan protease). Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menganalisis secara kuantitatif produksi enzim ekstraseluler yang dihasilkan dan prospeknya untuk keperluan industri.
Kata kunci: Enzim ekstraseluler, pegagan, produksi in vitro
ABSTRACT
Asiatic Pennyworth (Centella asiatica) is a medicinal plant known to be symbiotic with various types of endophytic fungi. There are
extensively studied as a source of new bioactive compounds, including extracellular enzymes. This study aimed to characterize enzymes produced by 40 endophytic fungi from C. asiatica. This research was conducted at the Microbiology Laboratory, Indonesian Center for Agricultural Biotechnology and Genetic Resources Research and Development Bogor and the Microbiology Laboratory, PLT UIN Syarif Hidayatullah Jakarta in February to April 2019. Seven enzymes screened were asparaginase, amylase, cellulase, pectinase, protease, glucanase, and laccase on Potato Dextrose Agar enriched with a specific substrate. The results showed that the number and type of enzymes produced by the fungi varied. Phanerochaete chrysosporium MB02, Fusarium falciforme MB07, Trichaptum sp.MB11, Fusariumkeratoplasticum MB12, Penicillium capsulatum MB15, Phomamultirostrata MB16, Fusarium oxysporum MB17, and Mycochaetophora gentianae MB21 produced the highest enzyme number, i.e., six types of enzymes. Colletotrichum tabaci MB14 produced the highest index value for asparaginase (index 2.65), Fusarium keratoplasticum MB12, Colletotrichum tabaci MB14, and Phoma multirostrata MB16 for amylase (index 2.00); Peroneutypa scoparia MM10 for cellulase (index 4.10); Colletotrichum karstii MM02 for pectinase (index4.12); C. tabaci MB14 for protease (index 4.37); Acrocalymma vagum MB04 for glucanase (index 1.68); and Fusarium solani MM03 for laccase (index 0.22). Colletotrichum tabaci MB14 was superior because it produced the highest of 3 enzymes (asparaginase, amylase, and protease). Further study is required to find optimal conditions for each enzyme production for industrial purposes.
Keywords: Asiatic Pennyworth, extracellular enzyme, in vitro production
PENDAHULUAN
Pegagan (Centella asiatica (L.) Urb.) banyak
dimanfaatkan sebagai bahan baku obat tradisional.
Tanaman pegagan sebagaimana tanaman lainnya
diketahui bersimbiosis dengan jamur endofit. Jamur
endofit adalah mikroorganisme yang hidup di dalam
jaringan tanaman dengan cara membentuk koloni tanpa
DWI N. SUSILOWATI, et al.: Keragaman Enzim Ekstraseluler Dihasilkan oleh Jamur Endofit Asal Centella asiatica (L.) Urban
79
menimbulkan gejala dan kerusakan yang nyata pada
tanaman inang (Strobel dan Daisy 2003).
Banyak manfaat dari jamur endofit, seperti
sebagai penghasil antibiotik, enzim, zat antimikroba,
dan hormon pertumbuhan tanaman. Beberapa enzim
ekstraseluler yang dihasilkan oleh jamur endofit telah
diketahui, seperti amilase, selulase, glukanase,
pektinase, lakase, protease, dan asparaginase (Choi et al.
2005, Theantana et al. 2009, Sunitha et al. 2013). Enzim-
enzim yang dihasilkan oleh jamur endofit, juga memiliki
peran yang penting dalam proses biodegradasi dan
hidrolisis yang menjadi mekanisme penting terhadap
infeksi patogen dan untuk memperoleh kebutuhan
nutrisinya dari tanaman inang (Sunitha et al. 2013).
Kandungan senyawa utama dari pegagan yang
berkhasiat sebagai obat adalah asiatikosida.
Ghulamahdi et al. (2007) menyatakan bahwa tanaman
pegagan aksesi Malaysia memiliki kandungan
asiatikosida tinggi (0,80%). Wahyuno et al. (2010)
menyatakan bahwa tanaman pegagan aksesi Bengkulu
memiliki tingkat ketahanan yang paling baik terhadap
bercak daun (Septoria centellae). Penelitian mengenai
potensi jamur endofit dari tanaman pegagan aksesi
Bengkulu dan Malaysia sebagai penghasil enzim
ekstraseluler belum pernah dilakukan sebelumnya. Oleh
karena itu diperlukan penelitian mengenai potensi jamur
endofit tanaman pegagan aksesi Bengkulu dan Malaysia
sebagai penghasil enzim ekstraseluler.
Penelitian ini difokuskan pada 7 macam enzim
ekstraseluler, yaitu asparaginase, amilase, selulase,
pektinase, protease, glukanase, dan lakase. Enzim L-
asparaginase digunakan untuk mengkatalisis hidrolisis
L-asparagin menjadi L-aspartat dan amonia (Theantana
et al. 2009). L-asparaginase digunakan pada pengobatan
kanker, yaitu untuk menghilangkan L-asparagin dari
serum untuk mengendalikan pertumbuhan sel-sel tumor
(McCredie et al. 1965; Verma et al. 2007). L-
asparaginase yang dihasilkan oleh bakteri Escherichia
coli dan Erwinia carotovora diketahui memiliki efek
samping seperti hipersensitivitas yang mengarah pada
reaksi alergi dan anafilaksis (Evans et al. 1982; Keating
et al. 1993; Shrivastava et al. 2015). Di samping itu,
enzim L-asparaginase digunakan dalam industri
makanan untuk mencegah pembentukan senyawa
akrilamid pada saat pemrosesan makanan pada suhu
tinggi (Mohan et al. 2013). Hal ini sangat penting karena
akrilamid merupakan neurotoksin yang bersifat
karsinogenik pada manusia (Medeiros et al. 2012). L-
asparaginase yang berasal dari jamur endofit belum
banyak dilaporkan.
Enzim lakase telah lama menjadi perhatian para
peneliti karena mampu mendegradasi berbagai macam
senyawa polutan. Enzim lakase memiliki kisaran
substrat yang luas, aktivitasnya stabil, dan sedikit faktor
penghambat kerjanya sehingga sesuai untuk keperluan
industri. Lakase juga dapat mengoksidasi berbagai
macam substrat organik dan anorganik, termasuk mono-
, di-, polifenol, aminofenol, metoksifenol, dan kompleks
logam yang menjadi daya tarik utama bagi banyak
aplikasi bioteknologi (Upadhyay et al. 2016). Demikian
juga dengan tiga jenis enzim lainnya, seperti selulase,
amilase, dan protease yang prospektif dikembangkan
untuk keperluan industri dan lainnya.
Selulase merupakan mediator proses degradasi
baggase dan produksi etanol generasi kedua.
Penambahan enzim selulase dapat mempercepat dan
meningkatkan hasil hidrolisis enzimatik dari biomassa
lignoselulosa. Sejumlah jamur penghasil selulase adalah
Botryosphaeria sp. dan Saccharicola sp. (Marques et al.
2018), sedangkan enzim amilase dikenal sebagai salah
satu enzim yang aplikasinya luas dalam berbagai
industri farmasi, makanan, tekstil, dan deterjen.
Diperkirakan sebanyak 30% dari total produksi enzim
secara global adalah amilase (de Souza dan e Magalhaes
2010). Selanjutnya, enzim protease dapat memecah
protein menjadi konstituen yang lebih kecil dan
menempati dua per tiga dari pasar enzim dunia. Protease
banyak digunakan untuk keperluan bioremediasi,
kosmetik, penghancuran sutera, kultur sel hewan, terapi,
diagnosis, farmasi, dan industri makanan (Singh et al.
2016).
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi
kemampuan dari 40 isolat jamur endofit asal tanaman
pegagan dalam menghasilkan enzim-enzim ekstraseluler
(asparaginase, amilase, selulase, pektinase, protease,
glukanase, dan lakase).
BAHAN DAN METODE
Isolat Jamur Endofit
Sebanyak 40 isolat jamur endofit asal tanaman
pegagan aksesi Bengkulu dan Malaysia yang digunakan
berasal dari Koleksi Kultur Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik
Pertanian (Biogen Culture Collection). Isolat jamur
endofit diremajakan pada media Potato Dextrose Agar
(PDA) dan diinkubasi selama 5-7 hari pada inkubator suhu
27 ºC.
Jurnal Penelitian Tanaman Industri Vol. 26 No. 2, Desember 2020: 78-91
80
Tabel 1. Empat puluh isolat jamur endofit asal pegagan aksesi Bengkulu (MB) dan Malaysia (MM)
Table 1. Forty isolates of endophytic fungi from Asiatic Pennyworth Bengkulu (MB) and Malaysia (MM) accessions
No.
No.
Kode isolate
Isolate code
Spesies
Species
No.
No.
Kode isolate
Isolate code
Spesies
Species
1 MB 01 Aspergillus austroafricanus 21 MM 02 Colletotrichum karstii
2 MB 02 Phanerochaete chrysosporium 22 MM 03 Fusarium solani
3 MB 03 Fusarium oxysporum 23 MM 04 Fusarium falciforme
4 MB 04 Acrocalymma vagum 24 MM 05 Eutypella sp.
5 MB 05 Perenniporia tephropora 25 MM 06 Trametes sp.
6 MB 06 Jamur Endofit 1 26 MM 07 Phyllosticta capitalensis
7 MB 07 Fusarium falciforme 27 MM 08 Phialemonium
dimorphosporum 8 MB 09 Fusarium oxysporum 28 MM 09 Collectotrichum
siamense 9 MB 10 Fusarium falciforme 29 MM 10 Peroneutypa scoparia
10 MB 11 Trichaptum sp. 30 MM 11 Phomopsis asparagi
11 MB 12 Fusarium keratoplasticum 31 MM 12 Phanerochaete
stereoides
12 MB 14 Colletotrichum tabaci 32 MM 13 Aspergillus oryzae
13 MB 15 Penicillium capsulatum 33 MM 14 Colletotrichum
gigasporum
14 MB 16 Phoma multirostrata 34 MM 16 Talaromyces pinophilus
15 MB 17 Fusarium oxysporum 35 MM 18 Colletotrichum tabaci
16 MB 18 Colletotrichum tabaci 36 MM 19 Chaetomium globosum
17 MB 19 Mycochaetophora gentiance 37 MM 20 Fusarium stiatum
18 MB 20 Ceratobasidium cornigerum 38 MM 21 Perenniporia corticola
19 MB 21 Mycochaetophora gentianae 39 MM 22 Fussarium falciforme
20 MM 01 Ceratobasidium sp. 40 MM 23 Colletotrichum tabaci
Uji Kualitatif Aktivitas Enzim Ekstraselular
Metode pengujian enzim ekstraseluler, yaitu
amilase, selulase, pektinase, protease, glukanase, dan
lakase, mengikuti (Sunitha et al. 2013), sedangkan
asparaginase menurut Theantana et al. (2009) dan
glukanase menurut Wood and Weisz (1984).
(a) Asparaginase
Miselia isolat jamur endofit pada medium PDA
diambil dengan cork borer steril kemudian diinokulasikan
pada medium agar Modified Czapex Dox’s (MCD) yang
mengandung glukosa (2,0 g/L), L-asparagin (10,0 g/L),
KH2PO4 (1,52 g/L), KCl (0,52 g/L), MgSO4.7H2O (0,52
g/L), CuNO3.H2O (0,001 g/L), ZnSO4.7H2O (0,001 g/L),
dan FeSO4.7H2O (0,001 g/L), serta phenol red
(konsentrasi akhir 0,009%) sebagai indikator. Sebagai
kontrol adalah medium MCD agar tanpa L-asparagin.
Kultur jamur endofit diinkubasi pada suhu 30oC selama 3-
7 hari. Isolat yang menghasilkan L-asparaginase ditandai
dengan perubahan warna media uji dari kuning menjadi
oranye-merah, sedangkan yang bukan penghasil L-
asparaginase warna media uji tetap kuning (Theantana
et al. 2009).
(b) Amilase
Aktivitas enzim amilase diamati berdasarkan
pertumbuhan jamur pada medium agar Glucose Yeast
extract Pepton (GYP) yang mengandung glukosa (1,0
g/L), ekstrak yeast (0,1 g/L), peptone (0,5 g/L), agar (16
g/L) serta soluble starch pH 6,0 (0,2%). Kultur diinkubasi
pada suhu 30oC selama 5-7 hari kemudian dituangkan
DWI N. SUSILOWATI, et al.: Keragaman Enzim Ekstraseluler Dihasilkan oleh Jamur Endofit Asal Centella asiatica (L.) Urban
81
larutan 1% iodine dalam 2% larutan potassium iodide. Uji
amilase positif ditandai dengan perubahan warna media
uji dari coklat tua menjadi lebih pudar, sedangkan uji
amilase negatif media tetap berwarna coklat tua (Sunitha
et al. 2013).
(c) Selulase
Isolat jamur endofit ditumbuhkan pada medium
agar GYP yang diperkaya dengan 0,5% Carboxy-
methylcellulose (CMC). Setelah diinkubasikan selama 5-7
hari pada suhu 30oC, larutan 0,2% congo red dituangkan
ke dalam medium dan dibiarkan selama 15-20 menit, lalu
dibilas dengan larutan 1 M NaCl. Adanya zona bening di
sekitar koloni jamur menunjukkan aktivitas selulase positif
(Sunitha et al. 2013).
(d) Pektinase
Produksi enzim pektinase dari isolat jamur endofit
diamati pada medium pektin agar yang mengandung
pektin (5 g/L), ekstrak yeast (1 g/L), dan agar (15 g/L).
Kultur jamur endofit diinkubasi pada suhu 30oC selama 3-
7 hari, lalu ke dalam cawan petri uji dituangkan larutan 1%
hexadecyl trimethyl ammonium bromide. Zona bening di
sekitar koloni jamur menunjukkan aktivitas pektinase
(Sunitha et al. 2013).
(e) Protease
Aktivitas enzim protease diamati pada medium
agar GYP yang diperkaya dengan 0,4% gelatin (pH 6,0)
dengan menambahkan 5 mL larutan 8% gelatin steril ke
dalam 100 mL medium GYP. Penambahan gelatin
bertujuan sebagai substrat untuk enzim protease. Isolat
jamur endofit diinokulasikan pada medium GYP
kemudian diinkubasikan selama 5-7 hari pada suhu 30oC.
Selanjutnya ditambahkan larutan ammonium sulfat jenuh
ke dalam kultur. Aktivitas proteolitik ditandai dengan
terbentuknya zona bening dan endapan di sekitar koloni
jamur (Sunitha et al. 2013).
(f) Glukanase
Aktivitas enzim glukanase diukur menggunakan
metode dari Wood dan Weisz (1984)menggunakan
medium yang mengandung 0,2% glukan padat. Medium
glukan padat dibuat dengan terlebih dahulu menyiapkan
pelet glukan, yaitu tepung oat (10 g) dilarutkan di dalam
akuades (100 mL), kemudian pH disesuaikan menjadi 10
dengan Na2CO3 20% sambil diaduk dengan magnetik
stirer. Setelah itu, larutan glukan dipanaskan pada suhu
45oC selama 30 menit sambil terus diaduk, kemudian
disentrifugasi pada kecepatan 5000 rpm pada suhu 4oC
selama 15 menit. Supernatan diambil dan pHnya dijadikan
4,5 dengan menambahkan HCl 1 N sedikit demi sedikit,
dan disentrifugasi kembali pada kecepatan 5000 rpm
selama 20 menit. Supernatan diambil dan tambahkan
etanol 95% secara perlahan sambil diaduk dengan
magnetic stirer dan sentrifugasi kembali dengan
kecepatan 500 rpm pada suhu 4oC selama 10 menit.
Endapan diambil, tambahkan larutan Buffer Fosfat Salin
(PBS) sebanyak 15-20 mL, dan diaduk hingga larut,
kemudian disimpan semalam pada suhu 4oC. Pelet glukan
yang dihasilkan siap untuk digunakan.
Medium glukan terdiri atas pelet glukan (1 mL),
Na2HPO4 (0,065 g), KH2PO4 (0,15 g), NaCl (0,25 g),
(NH4)2SO4 (0,05 g), MgSO4.7H2O (0,012 g), CaCl2 (0,005
g), pepton (0,125 g), yeast ekstrak (0,05 g), dan agar (2 g)
dalam akuades 100 mL. Kultur jamur endofit
ditumbuhkan pada media glukan padat inkubasikan
selama 3-7 hari. Setelah koloni jamur endofit tumbuh,
dituangkan larutan 0,2% congo red ke dalam kultur, lalu
dibilas dengan larutan 1 M NaCl selama 15-20 menit.
Terbentuknya zona bening di sekitar koloni jamur
menunjukkan adanya aktivitas glukanase yang dihasilkan
oleh jamur yang diuji.
(g) Lakase
Aktifitas enzim lakase diamati berdasarkan
pertumbuhan jamur endofit pada media GYP yang
diperkaya dengan 1-napthol (0,05 g). Warna biru yang
terbentuk di sekitar koloni jamur menunjukkan aktivitas
lakase (Sunitha et al. 2013).
Indeks Enzim Ekstraseluler
Pengamatan aktivitas enzim ekstraseluler di atas
dilakukan terhadap terbentuknya zona hidrolisis, dan
dinyatakan dalam indeks enzim ekstraseluler. Indeks
enzim diperoleh dengan membandingkan diameter zona
hidrolisis dengan diameter koloni jamur endofit pada
media uji.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keragaman Produksi Enzim Ekstraseluler
Sebagian besar jamur endofit asal pegagan aksesi
Bengkulu dan Malaysia menghasilkan enzim
ekstraseluler. Jumlah dan jenis enzim ekstraseluler yang
dihasilkan oleh 40 isolat jamur endofit bervariasi
(Gambar 1). Jamur endofit asal pegagan dari Bengkulu
menghasilkan lebih banyak enzim ekstraseluler
dibandingkan dengan endofit asal pegagan dari
Malaysia. Empat belas dari 19 isolat jamur endofit asal
pegagan dari Bengkulu (73,7%) dan 8 dari 21 jamur
Jurnal Penelitian Tanaman Industri Vol. 26 No. 2, Desember 2020: 78-91
82
endofit asal pegagan dari Malaysia (38,1%)
menghasilkan 4-7 jenis enzim ekstraseluler.
Gambar 1. Jumlah jamur endofit pegagan aksesi
Bengkulu (MB) dan Malaysia (MM) yang
menghasilkan enzim ekstraseluler
Figure 1. Amount of endophytic fungi from Asiatic
Pennyworth Bengkulu (MB) and Malaysia
(MM) accession producing a number of
extracellular enzymes
Berdasarkan kemampuan menghasilkan
sejumlah enzim ekstraseluler maka isolat jamur endofit
asal pegagan dapat dikelompokkan menjadi 8 grup. Ada
8 isolat jamur endofit asal pegagan dari Bengkulu yang
menghasilkan 6 jenis enzim sekaligus, yaitu jamur
Phanerochaete chrysosporium isolat MB02, Fusarium
falciforme MB07, Trichaptum sp.MB11, Fusarium
keratoplasticum MB12, Penicillium capsulatum MB15,
Phoma multirostrata MB16, Fusarium oxysporum
MB17, dan Mycochaetophora gentianae MB21. Hanya
6 isolat jamur endofit asal pegagan aksesi Malaysia yang
mampu menghasilkan 6-7 jenis enzim, yaitu
Colletotrichum karstii isolat MM02, Fusarium
solaniMM03, Fusarium falciforme MM04, Eutypella
sp.MM05, Aspergillus oryzae MM13, dan Fusarium
falciforme MM22. Hasil penelitian juga menunjukkan
bahwa jamur genus Fusarium paling dominan
menghasilkan beberapa jenis enzim ekstraseluler.
Jumlah enzim yang dihasilkan dalam penelitian ini
sejalan dengan penelitian (Sunitha et al. 2013), bahwa
jamur endofit Fusicoccum spp. dan Isaria spp. yang
diisolasi dari tanaman obat mampu menghasilkan 5 jenis
enzim ekstraseluler.
Asparaginase dan Amilase
Berdasarkan kemampuan menghasilkan enzim
asparaginase (asparaginolitik indeks) maka 22 dari 40
isolat jamur endofit asal pegagan dari Bengkulu dan
Malaysia (55%) bervariasi kemampuannya (Gambar 2a
dan 2b). Colletotrichum tabaci isolat MB14 memiliki
indeks asparaginolitik tertinggi, yaitu sebesar 2,65
(Gambar 3a), diikuti oleh Penicillium capsulatum MB15
dengan indeks asparaginolitik sebesar 2,43. Hal ini
sejalan dengan penelitian Theantana et al. (2009). yang
menemukan bahwa isolat jamur endofit Fusarium sp.,
Colletotrichum sp., Penicillium sp., Eupenicillium sp.,
dan Talaromyces sp. dari tanaman obat di Thailand
mampu memproduksi enzim asparaginase. Jamur-jamur
lainnya yang dapat menghasilkan L-asparaginase adalah
Aspergillus sp., A. terreus, A. flavus, dan Emericella
nidulans (Lapmak et al. 2010). Jamur endofit yang dapat menghasilkan enzim L-
asparaginase dideteksi melalui pembentukan zona
berwarna merah muda pada media uji MCD agar yang
mengandung L-asparagin sebagai substrat.
Terbentuknya zona merah muda ini sebagai akibat reaksi
hidrolisis L-asparagin menjadi L-aspartat dan ammonia.
Ammonia yang terbentuk menyebabkan pH media
meningkat sehingga mengubah warna indikator phenol
red dari kuning (suasana asam) menjadi merah muda
(suasana basa).
Penemuan sumber-sumber enzim L-asparaginase
asal jamur endofit ini membuka jalan pengembangan
enzim L-asparaginase untuk industri farmasi. Hal ini
disebabkan efek samping L-asparaginase asal jamur
lebih rendah daripada L-asparaginase asal bakteri
(Sarquis et al. 2004). Enzim L-asparaginase asal bakteri
Escherichia coli dan Erwinia meskipun ampuh
digunakan sebagai agen kemoterapi, namun
chrysanthemi menimbulkan efek samping seperti
muntah, leukopenia, demam, ruam kulit, mual,
embolisis thrombo, kesulitan bernafas, penurunan berat
badan, penurunan tekanan darah, berkeringat,
imunosupresi, kehilangan kesadaran, pankreatitis akut,
dan kejang neurologis (Rossi et al. 2004; Ramya et al.
2012). Asparagin merupakan nutrisi yang diperlukan
baik oleh sel-sel normal maupun sel kanker.
Asparaginase mampu mendegradasi asparagin menjadi
asam aspartat dan ammonia. Asparagin dalam bentuk L-
asparagin merupakan asam amino non esensial yang
dibutuhkan oleh sel tumbuhan untuk sintesis protein.
Konsentrasi asparagin yang sedikit hanya memengaruhi
viabilitas sel abnormal, karena sel-sel ini memerlukan
asparagin pada jumlah yang tinggi secara abnormal
(Mitchell et al. 1994). Pada sel-sel normal menghasilkan
enzim asparagin sintetase yang dapat mendegradasi
asparagin dari asam aspartat, sedangkan pada sel-sel
0
2
4
6
8
10
0 1 2 3 4 5 6 7
∑ is
ola
t ja
mu
r en
do
fit
∑ Enzim yang Dihasilkan
MB
MM
DWI N. SUSILOWATI, et al.: Keragaman Enzim Ekstraseluler Dihasilkan oleh Jamur Endofit Asal Centella asiatica (L.) Urban
83
kanker dan tumor enzim asparagin sintetase berada pada
jumlah yang sedikit (Nakamura et al. 1999).
Gambar 2a. Indeks enzim ektraseluler jamur endofit asal pegagan aksesi Bengkulu.
Figure 2a. Extracellular enzyme index of endophytic fungi from Asiatic pennyworth Bengkulu accessions
Gambar 2b. Indeks enzim ektraseluler jamur endofit asal pegagan aksesi Malaysia.
Figure 2b. Extracellular enzyme index of endophytic fungi from Asiatic pennyworthMalaysia accessions.
2,0
6
2,1
1
2,1
9
1,8
2
1,6
1
1,9
6
1,8
8
2,6
5
2,4
3
1
1,4
6
1,5
9
1,6
5
1,5
8
1
1,5
2 2
1
2
1
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
Ind
eks
enzi
m e
xtra
selu
ler
Kode isolat
Asparaginase Amilase
0
2,1
1
1,4
3
1,4
1,3
3
1,2
1,4
3
1
1,2
9
1,1
1 1 1 1
1,6
4
1
1,2
7
1 1 1 1 1
1,3
1
1
0
0,5
1
1,5
2
2,5
Ind
eks
Enzi
m e
xtra
selu
ler
Kode isolat
Asparaginase Amilase
Jurnal Penelitian Tanaman Industri Vol. 26 No. 2, Desember 2020: 78-91
84
(a) (b) Gambar 3a. Hasil uji positif aktivitas L-asparaginase
yang dihasilkan oleh jamur endofit Colletotrichum tabaci MB14, (3b) aktivitas enzim amilase dari jamur endofit F. keratoplasticum MB12.
Figure 3a). Positive reaction of L-asparaginase produced by endofitic fungus Colletotrichum tabaci MB14, (3b) amylase production by F. keratoplasticum MB12.
Hasil pengujian aktivitas amilase dari isolat
jamur endofit asal pegagan diketahui sebanyak 22 isolat
dari 40 isolat yang diuji (55,00%) dapat menghasilkan
enzim amilase (Gambar 2a dan 2b). Isolat Fusarium
keratoplasticum MB12 (Gambar 3b), Colletotrichum
tabaci MB14, dan Phoma multirostrata MB16 memiliki
nilai indeks amilolitik masing-masing sebesar 2,00.
Sejumlah isolat jamur yang juga diketahui positif
menghasilkan enzim amilase dengan aktivitas rendah
hingga sedang, antara lain Fusarium sp., Colletotrichum
sp., Aspergillus sp., dan Biosporus sp. (Amirita et al.
2012). Enzim amilase yang dihasilkan oleh jamur
bersifat lebih stabil daripada enzim yang dihasilkan oleh
bakteri (Duochuan et al. 1997).
Enzim amilase, lipase, dan protease biasanya
disekresikan oleh jamur untuk mendegradasi komponen
membran plasma tanaman kemudian digunakan sebagai
sumber nutrisi (Liao et al. 2012). Enzim-enzim tersebut
bertindak memfasilitasi penetrasi hifa, melepaskan
sumber karbon atau memodifikasi sinyal kimia yang
diproduksi oleh tanaman inang (Huang 2001; ten Have
et al. 2002). Enzim amilase akan menghidrolisis substrat
pati menjadi senyawa karbohidrat yang lebih sederhana
seperti maltosa dan glukosa. Selanjutnya maltosa,
glukosa, dan lipid maupun protein hasil degradasi lipase
dan protease menjadi sumber nutrisi selama kolonisasi
fungi.
Selulase dan Pektinase
Dari 40 isolat jamur endofit yang diuji, 70%
diantaranya (28 isolat) menunjukkan hasil positif
sebagai penghasil selulase (Gambar 4a dan 4b). Indeks
selulolitik tertinggi (4,10) diperoleh dari isolat jamur
endofit Peroneutypa scoparia MM10 (Gambar 5a) dan
diikuti oleh Penicillium capsulatum MB15 dengan
indeks selulolitik sebesar 1,37. Penelitian sebelumnya
melaporkan bahwa jamur Coletotrichum
gloeosporioides, Aspergillus versicolor, dan
Cladosporium cladosporioides pada jamur endofit yang
ada pada tujuh biji-bijian yang mengandung minyak
merupakan produser enzim selulase yang tinggi
(Venkatesagowda et al. 2012). Enzim selulase
dikelompokkan berdasarkan aktivitas spesifiknya
terhadap substrat yaitu endoglukanase, selobiohidrolase,
dan eksoglukohidrolase. Ketiga enzim tersebut bekerja
sama dalam mengurai selulosa.
Gambar 4a. Indeks enzim ektraseluler jamur endofit asal pegagan aksesi Bengkulu.
Figure 4a. Extracellular enzyme index of endophytic fungi from Asiatic pennyworth Bengkulu accessions.
1,0
6
0,9
9
0,9
2 1,0
2
1 0,9
8
1,3
7
1 1,0
7
1,0
3
1,0
7
11,0
4
1,0
6
1,0
8
1,0
2
1 0,9
8 1,0
55
1
1,3
4
0,6
8
1,1
4
1,1
3
1,1
1 1,2
9
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
1,6
Ind
eks
Enzi
m e
xtra
selu
ler
Kode isolat
Selulase Pektinase
DWI N. SUSILOWATI, et al.: Keragaman Enzim Ekstraseluler Dihasilkan oleh Jamur Endofit Asal Centella asiatica (L.) Urban
85
Gambar 4b. Indeks enzim ektraseluler jamur endofit asal pegagan aksesi Malaysia
Figure 4b. Extracellular enzyme index of endophytic fungi from Asiatic pennyworth Malaysia accessions
Terbentuknya zona bening di sekitar
pertumbuhan jamur endofit menunjukkan bahwa jamur
mampu menghasilkan selulase yang terdeteksi berwarna
oranye di sekitar latar berwarna pewarna dari reaksi
amilum dengan zat warna congo red. Pembilasan warna
congo red dengan menggunakan NaCl agar congo red
tidak terikat oleh selulosa, sehingga dihasilkan diameter
yang ada dalam agar substrat. Selulosa adalah senyawa
yang tidak larut di dalam air biasanya selulosa tidak
ditemukan dalam keadaan murni melainkan berasosiasi
dengan polisakarida lain seperti hemiselulosa atau lignin
membentuk kerangka utama dinding sel tumbuhan.
Substrat selulosa banyak ditemukan pada dinding sel
tumbuhan terutama pada tangkai, batang, dahan, dan
semua bagian berkayu dari jaringan tumbuhan (Mosier
et al. 2003). Sebanyak 40 isolat yang diuji ternyata
47,5% diantaranya (19 isolat) menghasilkan enzim
pektinase (Gambar 4a dan 4b). Colletotrichum karstii
MM02 memiliki nilai indeks pektinolitik tertinggi
sebesar 4,12 (Gambar 5b).
Enzim pektinase diinduksi dengan adanya
substrat berupa pektin pada jamur patogen maupun
endofit. Enzim pektinase pada mikroba sangat penting
pada proses fitopatologi, simbiosis mikroba tanaman,
dan dekomposisi material tanaman yang mati. Degradasi
jaringan inang oleh fitopatogen biasanya diawali dengan
produksi enzim pektinase yang merupakan enzim utama
yang terlibat dalam serangan tanaman (Hoondal et al.
2001). Jika diperoleh jamur endofit yang dapat
mendegradasi substrat pektin, hal ini memiliki indikasi
bahwa jamur tersebut merupakan laten patogen (Choi et
al. 2005).
(a) (b)
Gambar 5a. Uji kualitatif produksi selulase isolat
jamur endofit asal pegagan pada media
GYP + 0,5% Carboxy-methylcellulose
(CMC) dari Peroneutypa scoparia
MM10, (5b) hasil uji positif dari
Colletotrichum karstii MM02 sebagai
penghasil pektinase.
Figure 5a. The qualitative test of cellulose
production from endophytic fungi from
Asia pennyworth on GYP + 0.5%
Carboxy-methylcellulose (CMC) media
of Peroneutypa scoparia MM10, (5b)
the positive results of Colletotrichum
karstii MM02 as pectinase producer
1,1
1
1 1 0,9 1
,02
4,1
1,1
1
1,0
7
1 1,0
8
1,0
1
1,1
6
1,0
5
1,0
2
1
1,3
6
4,1
2
1,4
3
1,4
1,3
3
1,1
3
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
4,5
Ind
eks
Enzi
m e
xtra
selu
ler
Kode isolat
Selulase Pektinase
Jurnal Penelitian Tanaman Industri Vol. 26 No. 2, Desember 2020: 78-91
86
Sieber-Canavesi et al. (1991) menyatakan bahwa
kemampuan jamur endofit menghasilkan enzim
ekstraseluler selulase dan pektinase secara bersamaan
dapat berimplikasi bahwa jamur tersebut mampu
melakukan penetrasi sel-sel hidup dan mendekomposisi
jaringan mati. Kemampuan jamur endofit menghasilkan
enzim-enzim tadi dapat memberikan mekanisme
resistensi pada tanaman inangnya terhadap invasi
patogen, untuk memperoleh nutrisi dari tanaman
inangnya atau sebagai laten patogen (Choi et al. 2005;
Saikkonen et al. 1998; Saikkonen et al. 2004).
Berdasarkan Gambar 4a dan 4b diketahui bahwa
ada beberapa isolat yang menghasilkan selulase dan
pektinase secara bersamaan, diantaranya Phanerochaete
chrysosporium MB02, dan beberapa spesies dari genus
Fusarium seperti F. falciforme MB07 dan MB10, F.
keratoplasticum MB12, F. oysporum MB17, F. solani
MM03, dan beberapa spesies Colletotrichum (C. tabaci
MB18 dan C. karstii MM02). Departemen Energi
Pemerintah Amerika yang menyusun draf genom P.
chrysosporium, menunjukkan bahwa P. chrysosporium
memiliki semua gen yang mengkode semua enzim yang
diperlukan untuk mendegradasi secara sempurna semua
komponen utama dinding sel tanaman yaitu selulosa,
hemiselulosa dan lignin (Kersten dan Cullen 2007).
Genus Fusarium tergolong ke dalam pendegradasi
selulosa dan hemiselulosa yang sangat kuat, demikian
juga dengan genus Colletotrichum (Huang et al. 2015;
Velho et al. 2018). Hal ini sejalan dengan laporan
(Huang 2001; Kubicek et al. 2014) yang menemukan
bahwa enzim selulase, pektinase, cutinase, dan
hemiselulase bersinergi untuk mendegradasi kutikula
dan dinding sel tanaman inang sebelum melakukan
penetrasi lebih lanjut.
Protease, Glukanase, dan Lakase
Dari sebanyak 40 isolat jamur endofit yang diuji
aktivitas enzim proteasenya, terdapat 23 isolat (57,5 %)
yang menunjukkan hasil positif (Gambar 6a dan 6b).
Colletotrichum tabaci MB14 memiliki nilai indeks
proteolitik yang paling tinggi diantara jenis jamur
endofit pegagan lainnya.
Hasil ini sejalan dengan penelitian sebelumnya
yang menyatakan bahwa genus Colletotrichum seperti
Colletotrichum gloeosporioides, Colletotrichum
carssipes, Colletotrichum falctum, selanjutnya
Curvularia vermiformis, Drechslera hawaiiensis, dan
Xylariales merupakan jamur penghasil enzim protease
(Amirita et al. 2012).
Gambar 6a. Indeks enzim ektraseluler jamur endofit asal pegagan aksesi Bengkulu.
Figure 6a. Extracellular enzyme index of endophytic fungi from Asiatic pennyworth Bengkulu accessions.
1,0
7
1,0
7
1,0
8
1,0
5
0,5
1
0,5
1
0,9
5 1
0,7
8
1,1
1
1,4
9
1,1
6
1,1
9
1,1
2
1,1
3
1,3
7
1,0
4 1,1
2
1,0
3
1,5
4
1,1
1,0
7
1,4
5
1,3
3
1,0
4
0,2
2
0,1
3
0,1 0,1
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
1,6
1,8
Ind
eks
enzi
m e
xtra
selu
ler
Kode isolat
Protease Glukanase Lakase
DWI N. SUSILOWATI, et al.: Keragaman Enzim Ekstraseluler Dihasilkan oleh Jamur Endofit Asal Centella asiatica (L.) Urban
87
Gambar 6b. Indeks enzim ektraseluler jamur endofit asal pegagan aksesi Malaysia.
Figure 6b. Extracellular enzyme index of endophytic fungi from Asiatic pennyworth Malaysia accessions
(a) (b) (c)
Gambar 7a. Hasil uji positif produksi protease pada media GYP agar + 0,2% gelatin hasil uji positif dari C.
tabaci MB14, (7b) hasil uji positif dari Acrocalymma vagum MB04 sebagai penghasil glukanase,
dan (7c) hasil uji positif dari Fusarium solani MM03 sebagai penghasil lakase
Figure 7a. The positive results of protease production on GYP agar + 0.2% gelatin of C. tabaci MB14, (7b)
the positive results of Acrocalymma vagum MB04 as glucanase producer, and (7c) the positive
results of Fusarium solani MM03as laccase producer
Penelitian Sunitha et al. (2013) melaporkan
bahwa jamur Fusarium solani Ci24 merupakan
produsen protease yang tinggi, selain jamur lainnya
seperti Aspergillus sp. Ci1 dan Isaria sp. Ci12. Protease
adalah enzim yang menghidrolisis ikatan peptida pada
molekul protein yang menghasilkan peptida atau asam
amino. Protein terdapat pada hampir seluruh bagian
tumbuhan. Enzim protease ini banyak dipergunakan
untuk aplikasi klinis terutama untuk perawatan pasien
diabetes. Diperolehnya sejumlah jamur-jamur endofit
penghasil protease menjadi peluang besar ditemukannya
jenis protease baru yang mungkin bisa menjadi alternatif
industri yang khusus.
1,0
7
1,0
7
1,0
8
1,0
5
0,5
1
0,5
1
0,9
5
1
0,7
8
1,1
1
1,4
9
1,1
6
1,1
9
1,1
2
1,1
3
1,3
7
1,0
4 1,1
2
1,0
3
1,5
4
1,1
1,0
7
1,4
5
1,3
3
1,0
4
0,2
2
0,1
3
0,1 0,1
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
1,6
1,8
Ind
eks
enzi
m e
xtra
selu
ler
Kode isolat
Protease Glukanase Lakase
Jurnal Penelitian Tanaman Industri Vol. 26 No. 2, Desember 2020: 78-91
88
Glukanase
Terdapat 34 isolat (85%) yang menunjukkan
hasil positif aktivitas enzim glukanase dari 40 isolat
yang diujikan (Gambar 6a dan 6b). Indeks glukanolitik
paling tinggi didapatkan dari Acrocalymma vagum
MB04 sebesar 1,68 (Gambar 7b). Fenomena ini ternyata
sejalan dengan hasil penelitian evaluasi jamur endofit
pegagan aksesi Bengkulu dan Malaysia ini, karena
menunjukkan hasil positif yang cukup tinggi yaitu 85%.
Glukanase merupakan salah satu enzim yang dapat
menghidrolisis glukan pada dinding sel jamur patogen
yang menginfeksi tanaman (Budiarti et al. 2004).
Glukan juga banyak terdapat pada dinding sel tumbuhan
(Hunter Jr et al. 2002).
Lakase
Sebanyak 40 isolat diuji kemampuan
menghasilkan enzim lakase dan diperoleh 5 jenis jamur
endofit (15%) yang menunjukkan hasil positif (Gambar
6a dan 6b). Jamur endofit Fusarium oxysporum MB17
dan Fusariumsolani. MM03 merupakan jamur endofit
pegagan yang dapat menghasilkan enzim lakase dengan
indeks yang tinggi dibandingkan beberapa isolat lainnya
dengan nilai indeks tertinggi sebesar 0,22 pada
Fusariumsolani MM03 (Gambar 7c).
Pada penelitian ini dapat dilihat bahwa hanya 6
jamur endofit diantara 40 jamur yang diuji memiliki
potensi menghasilkan lakase (Gambar 6a dan 6b). Hal
ini sejalan juga dengan hasil penelitian (Sunitha et al.
2013), bahwa sedikit ditemukan jamur endofit maupun
jamur asal marin sebagai penghasil enzim lakase.
Bahkan Renato et al. (2005) menyatakan bahwa tidak
satupun jamur endofit yang berhasil diisolasi dapat
menghasilkan enzim lakase. Hal ini kemungkinan besar
disebabkan sifat dari jamur endofit sehingga tidak
banyak atau bahkan tidak ada jamur endofit yang
menghasilkan enzim lakase. Adanya aktivitas enzim
lakase tentu saja akan dapat merusak tanaman yang
menjadi inangnya.
Hal yang menarik dari penelitian ini adalah
sejumlah isolat jamur endofit yang diisolasi dari
tanaman pegagan aksesi Bengkulu dan Malaysia baru
pertama kali diuji potensinya sebagai penghasil
sejumlah enzim ekstraseluler. Berdasarkan hasil
penelitian ini tampak bahwa jamur endofit asal pegagan
yang berpotensi menonjol sebagai penghasil sejumlah
enzim ekstraseluler diantaranya adalah Colletotrichum
tabaci MB14 yang unggul dalam produksi enzim
asparaginase, amilase, dan protease dibandingkan isolat-
isolat lainnya. Jamur endofit pegagan menghasilkan
sejumlah enzim hidrolitik sebagai mekanisme resistensi
terhadap invasi patogen dan untuk mendapatkan nutrisi
dari tanaman inangnya. Informasi mengenai pola-pola
penggunaan substrat dan jenis-jenis enzim ekstraseluler
yang dihasilkan oleh jamur endofit asal pegagan ini
sangat penting untuk mengembangkan peran fungsional
dari jamur tersebut (Carroll dan Petrini 1983). Jamur-
jamur yang menghasilkan proteinase dan pektinase
biasanya tergolong parasit lemah atau laten patogen.
Sementara jamur endofit tersebut bersifat mutualistik,
terkadang menjadi saprofit biasanya menghasilkan
selulase, mannanase, dan xylanase.
KESIMPULAN
Kemampuan dari 40 isolat jamur endofit asal
tanaman pegagan dalam menghasilkan enzim-enzim
ekstraseluler (asparaginase, amilase, selulase, pektinase,
protease, glukanase, dan lakase) beragam; ada yang
dapat memghaislkan 1- 6 jenis enzim. Tujuh isolat
jamur yang mampu menghasilkan 6 macam enzim
adalah Phanerochaete chrysosporium MB02, Fusarium
falciforme MB07, Trichaptum sp. MB11, Fusarium
keratoplasticum MB12, Penicillium capsulatum MB15,
Phoma multirostrata MB16, Fusarium oxysporum
MB17, dan Mycochaetophora gentianae MB21.
Aktivitas enzim tertinggi ditunjukkan oleh isolat
Colletotrichum tabaci MB14 untuk enzim
asparaginolitik dengan nilai indeks 2,65. Beberapa
isolat lainnya adalah Fusarium keratoplasticum MB12,
Colletotrichum tabaci MB14, dan Phoma multirostrata
MB16 penghasil amilolitik tertinggi (2,00);
Peroneutypa scoparia MM10 untuk selulotik tertinggi
(4,10); Colletotrichum karstii MM02 untuk pektinolitik
tertinggi (4,12); C. tabaci MB14 untuk proteolitik
tertinggi (4,37); Acrocalymma vagum MB04 untuk
glukanolitik tertinggi (168); Fusarium solani MM03
untuk lignolitik tertinggoi (0,22), dan F. oysporum untuk
lakase tertinggi (0,21). Colletotrichum tabaci MB14
merupakan isolat yang unggul sebagai penghasil 3 jenis
enzim tertinggi, yaitu asparaginase, amilase, dan
protease. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk
menganalisis secara kuantitatif produksi enzim
ekstraseluler yang dihasilkan dan prospeknya untuk
keperluan industri.
UCAPAN TERIMA KASIH
Diucapkan terima kasih kepada Dr. Nurliani
Bermawie dari Balittro dan Dr Ika Roostika dari BB
Biogen atas ijin akses tanaman pegagan aksesi Bengkulu
untuk diisolasi kapang endofitnya. Ucapan terima kasih
DWI N. SUSILOWATI, et al.: Keragaman Enzim Ekstraseluler Dihasilkan oleh Jamur Endofit Asal Centella asiatica (L.) Urban
89
disampaikan juga kepada Siti Aminah dan Jajang
Kosasih atas bantuannya selama pelaksanaan kegiatan
penelitian di laboratorium mikrobiologi BB Biogen.
PERNYATAAN KONTRIBUSI
Dwi N. Susilowati berperan sebagai kontributor
utama dalam perencanaan, pelaksanaan, dan penulisan
naskah. Nani Radiastuti berkontribusi dalam
memberikan saran dan masukan selama penyusunan
naskah, Alfi Dwi Setiyani berkontribusi melaksanakan
kegiatan penelitian di laboratorium mikrobiologi BB
Biogen dan laboratorium PLT Terpadu UIN Syarif
Hidayatullah, Yadi Suryadi berkontribusi melakukan
analisis data, Indah Sofiana berkontribusi melakukan
rekapitulasi data awal dan visualisasi data menjadi
grafik.
DAFTAR PUSTAKA
Amirita, A., Sindhu, P., Swetha, J., Vasanthi, N.S. &
Kannan, K.P. (2012) Enumeration of Endophytic
Fungi From Medicinal Plants and Screening of
Extracellular Enzymes. World Journal of Science
and Technology. 2 (2), 13–19.
Budiarti, S.W., Widyastuti, S.M. & Margino, S.T.
(2004) β-1,3-Glucanase Enzyme Production by
Tricoderma reeseiduring Mycoparasitism.
Makalah Seminar Pertemuan Bioteknologi
Indonesia, Malang.
Carroll, G. & Petrini, O. (1983) Patterns of Substrate
Utilization by some Fungal Endophytes from
Coniferous Foliage. Mycologia. 75 (1), 53–63.
doi:10.1080/00275514.1983.12021637.
Choi, Y.W., Hodgkiss, I.J. & Hyde, K.D. (2005)
Enzyme Production by Endophytes of Brucea
javanica. Journal Agricurtural Technol. 1, 22–
66.
Duochuan, L., Yijun, Y., Youliang, P., Chongyao, S.,
Peijin, Z. & Yicun, H. (1997) Purification and
Properties of Thermostable Alpha Amylase from
the Thermophilic Fungus Thermomyces
lanuginosus. Acta Microbiologica Sinica. 32 (2),
107–114.
Evans, W.E., Tsiatis, A., Rivera, G., Murphy, S.B.,
Dahl, G. V., Denison, M., Crom, W.R., Barker,
L.F. & Mauer, A.M. (1982) Anaphylacfoid
Reactions to Escherichia coli and Erwinia
asparaginase in Children with Leukemia and
Lymphoma. Cancer. 49 (7), 1378–1383.
doi:10.1002/1097-
0142(19820401)49:7<1378::AID-
CNCR2820490713>3.0.CO;2-Z.
Ghulamahdi, M., Azis, S.A., Bermawie, N. & Hernaini
(2007) Evaluasi Karakter Morfologi, Fisiologi
dan Genetik Pegagan mendukung Standarisasi
Mutu Pegagan. Kerjasama Kemitraan Peneitian
Pertanian dengan Perguruan Tinggi (KKPJT).
ten Have, A., Tenberge, K.B., Benen, J.A.E., Tudzynski,
P., Visser, J. & van Kan, J.A.L. (2002) The
Contribution of Cell Wall Degrading Enzymes to
Pathogenesis of Fungal Plant Pathogens. In:
Kempken F, editors. Agricultural Applications.
The Mycota (A Comprehensive treatise on fungi
as Experimental Systems for Basic and Apllied
Research). 11, 1st ed.Berlin (DE): Springer-
Verlag Berlin Heidelberg, 341–358.
doi:10.1007/978-3-662-03059-2_17.
Hoondal, G.S.B., Kapoor, M., Mahajan, L. & Hoondal,
G.S. (2001) Microbial xylanases and their
industrial applications: a review. Applied
microbiology and biotechnology. 56 (3–4), 326–
338. doi:10.1007/s002530100704.
Huang, J.-S. (2001) Plant Pathogenesis And Resistance:
Biochemistry and Physiology of Plant-microbe
Interactions. Netherlands: Springer. Chapter 2,
Degradation of Cell Walls by Plant Pathogens,
Springer Science & Business Media.
Huang, Y., Busk, P.K. & Lange, L. (2015) Cellulose and
Hemicellulose-degrading Enzymes in Fusarium
Commune Transcriptome and Functional
Characterization of Three Identified Xylanases.
Enzyme and Microbial Technology. 73, 9–19.
doi:10.1016/j.enzmictec.2015.03.001.
Hunter Jr, K.W., Gault, R.A. & Berner, M.D. (2002) Preparation of Microparticulate β-Glucan from Saccharomyces cerevisiae for use in Immune Potentiation. Letters in Applied Microbiology. 35 (4), 267–279. doi:10.1046/j.1472-765X.2002.01201.x.
Keating, M.J., Holmes, R., Lerner, S. & Ho, D.H. (1993) L-asparaginase and PEG Asparaginase-Past, Present, and Future. Leukemia & Lymphoma. 10 (sup1), 153–157. doi:10.3109/10428199309149129.
Kersten, P. & Cullen, D. (2007) Review of Extracellular Oxidative System of the Lignin-Degrading Basidiomycetes Phanerochaete chrysosporium. Fungal Genetics and Biology. 44, 77–87.
Kubicek, C.P., Starr, T.L. & Glass, N.L. (2014) Plant Cell Wall-Degrading Enzymes and their Secretion in Plant-Pathogenic Fungi. Annual Review of Phytopathology. 52, 427–451. doi:10.1146/annurev-phyto-102313-045831.
Jurnal Penelitian Tanaman Industri Vol. 26 No. 2, Desember 2020: 78-91
90
Lapmak, K., Lumyong, S., Thongkuntha, S., Wongputtisin, P. & Sardsud, U. (2010) L-Asparaginase Production by Biopolaris sp. BR 438 Isolated from Brown Rice in Thailand. Chiang Mai J Sci. 37, 160–164.
Liao, C.-Y., Chen, M.-Y., Chen, Y.-K., Wang, T.-C.,
Sheu, Z.-M., Kuo, K.-C., Chang, P.-F.L., Chung,
K.-R. & Lee, M.-H. (2012) Characterization of
Three Colletotrichum Acutatum Isolates from
Capsicum spp. European Journal of Plant
Pathology. 133 (3), 599–608.
doi:10.1007/s10658-011-9935-7.
Marques, N.P., de Cassia Pereira, J., Gomes, E., da
Silva, R., Araujo, A.R., Ferreira, H., Rodrigues,
A., Dussan, K.J. & Bocchini, D.A. (2018)
Cellulases and Xylanases Production by
Endophytic Fungi by Solid State Fermentation
using Lignocellulosic Substrates and Enzymatic
Saccharification of Pretreated Sugarcane
Bagasse. Industrial Crops and Products. 122,
66–75. doi:10.1016/j.indcrop.2018.05.022.
McCredie, J.A., Inch, W.R., Kruuv, J. & Watson, T.A.
(1965) The Rate of Tumor Growth in Animals.
Growth 29:331.
Medeiros, V.R., Mestdagh, F. & De Meulenaer, B.
(2012) Acrylamide Formation in Fried Potato
Products – Present and Future, Acritical Review
on Mitigation Strategies. Food Chemistry. 133
(4), 1138–1154.
doi:10.1016/j.foodchem.2011.08.001.
Mitchell, L., Hoogendoorn, H., Giles, A.R., Vegh, P. &
Andrew, M. (1994) Increased Endogenous
Thrombin Generation in Children with Acute
Lymphoblastic Leukemia: Risk of Thrombotic
Complications in L-Asparaginase Induced
Antithrombin III Deficiency. Blood. 83, 386–
391.
Mohan, K.N.S., Shimray, C.A., Indrani, D. &
Manonmani, H.K. (2013) Reduction of
Acrylamide Formation in Sweet Bread Withl-
Asparaginase Treatment. Food and Bioprocess
Technology. 7 (3), 741–748.
doi:10.1007/s11947-013-1108-6.
Mosier, N., Wyman, C., Dale, B., Elander, R., Lee, Y.Y.,
Holtzapple, M. & Ladisch, M. (2003) Features of
Promising Technologies for Pretreatment of
Lignocellulosic Biomass. Bioresource
Technology. 96 (6), Purdue University, West
Lafayette, USA, 673–686.
Nakamura, C.T., Wilkinson, R. & Woodruff, K. (1999)
Pancreatitis and Perotitis Following Therapy
with L-asparaginase. International Pediatrics.
14, 25–27.
Ramya, L.N., Doble, M., Rekha, V.P.B. & Pulicherla,
K.K. (2012) L-asparaginase as Potent Anti-
leukemic Agent and its Significance of Having
Reduced Glutaminase Side Activity for the
Better Treatment of Acute Lymphoblastic
Leukemia. Applied Biochemistry and
Biotechnology. 167 (8), 2144–2159.
doi:10.1007/s12010-012-9755-z.
Renato, J., Cavallazzi, P., Kasuya, C.M. & Soares, M.A.
(2005) Screening of Inducers for Laccase
Production by Lentinula edodes in Liquid
Medium. Brazilian Journal of Microbiology. 36,
383–387.
Rossi, F., Incorvaia, C. & Mauro, M. (2004)
Hypersensitivity Reactions to Antineoplastic
Chemotherapeutic Agents. Recenti Prog Med.
95, 476–481.
Saikkonen, K., Faeth, S.H., Helander, M. & Sullivan,
T.J. (1998) A Continuum of Interactions with
The Host Plants. Annual Review of Ecology and
Systematic. 29, 319–343.
Saikkonen, K., Wäli, P., Helander, M. & Faeth, S.H.
(2004) Evolution of Endophyte-Plant Symbioses.
Trends in Plant Sciencelant science. 9 (6), 275–
280. doi:10.1016/j.tplants.2004.04.005.
Sarquis, M.I. de M., Oliveira, E.M.M., Santos, A.S. &
Costa, G.L. da (2004) Production of L-
asparaginase by Filamentous Fungi. Memorias
do Instituto Oswaldo Cruz. 99 (5), 489–492.
doi:10.1590/S0074-02762004000500005.
Shrivastava, A., Khan, A.A., Khurshid, M., Kalam,
M.A., Jain, S.K. & Singhal, P.K. (2015) Recent
Developments in L-asparaginase Discovery and
its Potential as Anticancer Agent. Critical
Reviews in Oncology/Hematology. 100, 1–10.
doi:10.1016/j.critrevonc.2015.01.002.
Sieber-Canavesi, F., Petrini, O. & Sieber, T.N. (1991)
Endophytic Leptostroma Species on Picea abies,
Abies alba and Abies balsamea: A Cultural,
Biochemical and Numerical Study. Mycologia.
83 (1), 89–96.
doi:10.1080/00275514.1991.12025981.
Singh, R., Kumar, M., Mittal, A. & Mehta, P.K. (2016)
Microbial Enzymes: Industrial Progress in 21st
Century. 3 Biotech. 6 (2), 174.
doi:10.1007/s13205-016-0485-8.
de Souza, P.M. & e Magalhaes, P. de O. (2010)
Application of Microbial α-amylase in Industry -
A Review. Brazilian Journal of Microbiology. 41
(4), 850–861. doi:10.1590/S1517-
83822010000400004.
DWI N. SUSILOWATI, et al.: Keragaman Enzim Ekstraseluler Dihasilkan oleh Jamur Endofit Asal Centella asiatica (L.) Urban
91
Strobel, G. & Daisy, B. (2003) Bioprospecting for
Microbial Endophytes and Their Natural
Products. Microbiology and Molecular Biology
Reviews. 67 (4), 491–502.
doi:10.1128/MMBR.67.4.491-502.20.
Sunitha, V.H., Nirmala Devi, D. & Srinivas, C. (2013)
Extracellular Enzimatic Activity of Endophytic
Fungal Strains Isolated from Medical Plant.
World Journal of Agricultural Sciences. 9 (1), 1–
9. doi:10.5829/idosi.wjas.2013.9.1.72148.
Theantana, T., Hyde, K.D. & Lumyong, S. (2009)
Asparaginase Production by Endophytic Fungi
from Thai Medicinal Plants: Cytoxicity
Properties. Journal for Biologi Beyond Border. 7
(1), Pharmacogenomics Group, BMERC, 1–8.
Upadhyay, P., Shrivastava, R. & Agrawal, P.K. (2016)
Bioprospecting and Biotechnological
Applications of Fungal Laccase. 3 Biotech. 6 (1),
15.
Velho, A.C., Mondino, P. & Stadnik, M.J. (2018)
Extracellular Enzymes of Colletotrichum
fructicola Isolates Associated to Apple Bitter Rot
and Glomerella Leaf Spot. Mycology. 9 (2), 145–
154. doi:10.1080/21501203.2018.1464525.
Venkatesagowda, B., Ponugupaty, E., Barbosa, A.M. &
Dekker, R.F.H. (2012) Diversity of Plant Oil
Seed-Associated Fungi Isolated from Seven Oil-
Bearing Seeds and Their Potential for The
Production of Lipolytic Enzymes. World Journal
of Microbiology and Biotechnology. 28 (1), 71–
80. doi:10.1007/s11274-011-0793-4.
Verma, N., Kumar, K., Kaur, G. & Anand, S. (2007) L-
asparaginase: Apromising Chemotherapeutic
Agent. Critical Reviews in Biotechnologyviews
in biotechnology. 27 (1), 45–62.
doi:10.1080/07388550601173926.
Wahyuno, D., Amalia, N., Rossiana, N. & Bermawie, N.
(2010) Respon Lima Aksesi Pegagan Terhadap
Septoria centellae, Penyebab Bercak Daun.
Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.
21 (2), 156–170.
Wood, P.J. & Weisz, J. (1984) Use of Calcuflour in
Analysis of Oat Beta-D-Glucan. Cereal
Chemistry. 6, 73–75.