KEARIFAN LOKAL DALAM PENGELOLAAN MATA AIR DI DESA …digilib.unila.ac.id/31860/3/SKRIPSI TANPA BAB...
Transcript of KEARIFAN LOKAL DALAM PENGELOLAAN MATA AIR DI DESA …digilib.unila.ac.id/31860/3/SKRIPSI TANPA BAB...
KEARIFAN LOKAL DALAM PENGELOLAAN MATA AIR DI DESASUNGAI LANGKA, KECAMATAN GEDONG TATAAN, KABUPATEN
PESAWARAN, PROVINSI LAMPUNG
(Skripsi)
Oleh
MUHAMMAD RASYID LUBIS
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
ABSTRAK
KEARIFAN LOKAL DALAM PENGELOLAAN MATA AIR DI DESASUNGAI LANGKA, KECAMATAN GEDONG TATAAN, KABUPATEN
PESAWARAN, PROVINSI LAMPUNG
Oleh
Muhammad Rasyid Lubis
Kearifan lokal merupakan tata nilai atau perilaku yang terdapat di dalam
masyarakat lokal untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Kearifan lokal
masyarakat di Desa Sungai Langka perlu untuk dijaga, agar pengelolaan mata air
tetap berjalan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui persepsi dan sikap
masyarakat mengenai mata air, mengetahui kearifan lokal dalam pengelolaan
mata air dan membuat database kearifan lokal. Penelitian ini dilakukan pada
bulan Agustus 2017 dengan menggunakan metode purposive sampling dan
metode pengumpulan data dengan wawancara menggunakan kuesioner. Data
dianalisis menggunakan WIN AKT 5.55 dan ditabulasi. Hasil penelitian
menunjukan bahwa kearifan lokal yang dilakukan masyarakat Desa Sungai
Langka yaitu gotong royong pada satu suro dan menanam pohon di daerah
resapan air sebagai upaya konservasi mata air. Jenis pohon tersebut antara lain
kemadu (Laportea sinuata), pohon winong (Tetrameles nudiflora) dan beringin
Muhammad Rasyid Lubis(Ficus benyamina). Tradisi yang dilakukan masyarakat di mata air seperti potong
kambing (ruwat bumi) yang disimbolkan sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil
bumi pertanian maupun peternakan yang diberikan tuhan serta agar terhindar dari
berbagai macam bencana, makan bersama (ambengan), Berdo’a (kenduren) dan
semedi di mata air (tirakatan). Saran dari penelitian ini diharapkan Pemerintah
Desa dapat mendukung tradisi masyarakat dalam menjaga mata air agar mata air
tetap lestari dan berpotensi untuk dijadikan wisata tradisi di Desa Sungai Langka.
Kata kunci : kearifan lokal, mata air, software WIN AKT.
Muhammad Rasyid Lubis
ABSTRACT
THE LOCAL WISDOM OF SPRINGS MANAGEMENTIN SUNGAI LANGKA VILLAGE, GEDONG TATAAN DISTRICT,
PESAWARAN REGENCY, LAMPUNG PROVINCE
By
Muhammad Rasyid Lubis
Local wisdom is the values or behaviors that exist within the local community to
interaction with their environment. The local wisdom of community in Sungai
Langka Village was needed to protected for sustainability of springs management.
The research aims to know perception and attitude of community about springs, to
know local wisdom and to create local wisdom database. The research conducted
on August 2017 used purposive sampling method and data collection by interview
used questionnaire. The data analysis used WIN AKT 5.55 and tabulated. The
result showed that local wisdom in Sungai Langka Village were cooperation on
1st Suro (the mounth in java calender) and planting the trees in catchment area as
conservation effort of springs management. Species of trees were kemadu tree
(Laportea sinuata), winong tree (Tetrameles nudiflora) and beringin tree (Ficus
benjamina). Tradition of the people conducted in springs like slaughter a goat
(ruwat bumi) which symbolized as an expression of gratitude for agriculture
Muhammad Rasyid Lubisproducts and livestock given by god and to avoid various disasters, eating together
(ambengan), pray (kenduren) and meditation in the spring (tirakatan). Suggestion
from this research is expected Village government can support society tradition in
keeping spring water so that the production water remain sustainable and to be
potency as a tradition tourism in Sungai Langka Village.
Key word : local wisdom, spring, WIN AKT software.
KEARIFAN LOKAL DALAM PENGELOLAAN MATA AIR DI DESA
SUNGAI LANGKA, KECAMATAN GEDONG TATAAN, KABUPATEN
PESAWARAN, PROVINSI LAMPUNG
Oleh
MUHAMMAD RASYID LUBIS
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA KEHUTANAN
Pada
Jurusan Kehutanan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Bismillahhirohmannirrohim, penulis dilahirkan di Kota
Tangerang pada tanggal 19 Juli 1995. Penulis merupakan
putra dari pasangan Bapak Ismail Lubis dan Ibu Siti
Aisyah Nasution. Pada Tahun 2001 menyelesaikan
Pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK Nurul Islam.
Sekolah Dasar di SD Nurul Islam dan selesai pada tahun
2007, melanjutkan pendidikan di SMP Islamic Centre dan selesai pada tahun
2010. Melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 7 Kota Tangerang dan selesai pada
tahun 2013 yang kemudian diterima melalui jalur undangan Seleksi Nasional
Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan terdaftar sebagai mahasiswa
Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
Pada tahun 2017 penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) selama ± 40 hari
di Desa Simpang Agung Kecamatan Seputuh Agung Kabupaten Lampung Tengah
dan melakukan Praktek Umum selama ± 40 hari di RPH Bogangin BKPH
Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Jawa Tengah. Selama
menjadi mahasiswa, penulis Mengikuti Kegiatan UKM Futsal UNILA.
Untuk Ayah dan Ibu Serta kedua Saudariku Tersayang
SANWACANA
Asslamualaikum Wr. Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini
dapat diselesaikan. Skripsi dengan judul “ Kearifan Lokal dalam Pengelolaan
Mata Air Di Desa Sungai Langka, Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten
Pesawaran, Provinsi Lampung” adalah sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian
Universitas Lampung.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa bantuan dan
kemurahan hati dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
perkenankanlah penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang
setinggi-tingginya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si. selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
2. Bapak Hari Kaskoyo, S.Hut., M.P., Ph.D. sebagai pembimbing pertama dan
Bapak Dr.Ir. Slamet Budi Yuwono, M.S. sebagai pembimbing kedua yang
telah memberikan pengarahan, bimbingan dan petunjuk kepada penulis mulai
dari awal penyusunan proposal penelitian sampai skripsi ini terselesaikan.
3. Ibu Dr. Ir. Christine Wulandari, M.P. selaku dosen penguji atas saran dan
kritik yang telah diberikan hingga selesainya penulisan skripsi ini.
iii
4. Ibu Dr. Melya Riniarti, S.P., M.Si. selaku Ketua Jurusan Kehutanan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
5. Masyarakat Desa Sungai Langka Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten
Pesawaram yang telah bersedia menjadi responden untuk penulis
mengumpulkan data di lapangan.
6. Bapak Dr. Ir. Samsul Bakri, M.Si. selaku pembimbing akademik penulis
7. Bapak Ismail Lubis dan Ibu Siti Aisyah Nasution selaku kedua orangtua
penulis yang tak henti mendo’akan dan membekali penulis hingga penulis
dapat menyelesaikan tulisan ini.
8. Kedua saudari penulis Ismi Anisah Lubis dan Fatmah Khairani Lubis yang
selalu membantu dan mendo’akan penulis hingga dapat menyelesaikan
tulisan ini.
9. Focus’13 yang selalu membantu dan menemani penulis dalam menyelesaikan
skripsi dalam suka maupun duka.
Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan mereka semua yang telah
diberikan kepada penulis. Penulis berharap kritik dan saran yang membangun
untuk kesempurnaan skripsi ini. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Bandar Lampung, 2018
Muhammad Rasyid Lubis
DAFTAR ISI
HalamanDAFTAR TABEL .................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. vii
I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1A. Latar Belakang ................................................................................ 1B. Rumusan Masalah ........................................................................... 3C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 4D. Manfaat Penelitian .......................................................................... 4E. Kerangka Pemikiran ....................................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 7A. Keadaan Umum Daerah Penelitian ................................................. 7B. Hutan dan Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaannya ............ 10C. Pengetahuan Lokal dan Kearifan Lokal .......................................... 12D. Persepsi............................................................................................ 19E. Sikap................................................................................................ 20F. Database Pengetahuan Lokal dengan Menggunakan WIN AKT
(Agroecological Knowledge Toolkit) .............................................. 21
III. METODE PENELITIAN .................................................................. 23A. Waktu dan Lokasi Penelitian .......................................................... 23B. Objek dan Alat Penelitian .............................................................. 24C. Batasan Penelitian .......................................................................... 24D. Pengumpulan Data .......................................................................... 24
1. Data Primer ................................................................................. 242. Data Sekunder ............................................................................ 25
D. Metode Pengambilan Sampel.......................................................... 25F. Analisis Data ................................................................................... 26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 28A. Karakteristik Responden ................................................................. 28
1. Usia Responden .......................................................................... 292. Pekerjaan Utama ........................................................................ 29
v
Halaman3. Pendapatan ................................................................................. 304. Tingkat Pendidikan ..................................................................... 31
B. Persepsi Masyarakat Desa Sungai Langka...................................... 331. Persepsi Masyarakat Desa Sungai Langka Mengenai
Pengetahuan Tentang Hutan....................................................... 342. Persepsi Masyarakat Desa Sungai Langka Mengenai
Pengetahuan Manfaat Hutan....................................................... 353. Persepsi Masyarakat Desa Sungai Langka Mengenai
Penyebab Kerusakan Hutan........................................................ 364. Persepsi Masyarakat Desa Sungai Langka Mengenai
Dampak Kerusakan Hutan.......................................................... 375. Persepsi Masyarakat Desa Sungai Langka Mengenai
Definisi Mata air ......................................................................... 38C. Sikap Masyarakat Desa Sungai Langka .......................................... 40
1. Sikap Masyarakat Desa Sungai Langka MengenaiPemanfaatan Mata Air ................................................................ 41
2. Sikap Masyarakat Desa Sungai Langka Berpartisipasidalam Kegiatan Gotong Royong .............................................. 42
3. Sikap Masyarakat Desa Sungai Langka MengenaiKeberadaan Lembaga Pengelola Mata Air ................................. 44
D. Kearifan Lokal Masyarakat Desa Sungai Langka dalamPengelolaan Mata air ...................................................................... 45
VI. SIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 53A. Simpulan ......................................................................................... 53B. Saran................................................................................................ 54
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 55
LAMPIRAN .............................................................................................. 61
Gambar 17-24.............................................................................................. 62Tabel 3......................................................................................................... 66Responden Statments .................................................................................. 67Kuesioner .................................................................................................... 68
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman1. Debit air berdasarkan pembagian waktu .............................................. 48
2. Tradisi masyarakat Desa Sungai Langka ............................................. 51
3. Daftar responden penelitian di Desa Sungai Langka ........................... 66
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman1. Bagan alir kerangka pemikiran ......................................................... 6
2. Peta lokasi penelitian Desa Sungai Langka ....................................... 23
3. Grafik karakteristik responden Desa Sungai Langka beradarkanTingkat usia........................................................................................ 28
4. Grafik karakteristik responden Desa Sungai Langka berdasarkantingkat pekerjaan utama .................................................................... 29
5. Grafik karakteristik responden Desa Sungai Langka berdasarkanpendapatan ........................................................................................... 30
6. Grafik karakteristik responden Desa Sungai Langka berdasarkantingkat pendidikan................................................................................ 32
7. Grafik persepsi masyarakat Desa Sungai Langka mengenaipengetahuan hutan .............................................................................. 34
8. Grafik persepsi masyarakat Desa Sungai Langka mengenaipengetahuan manfaat hutan ................................................................. 36
9. Grafik persepsi masyarakat Desa Sungai Langka mengenaipenyebab kerusakan hutan .................................................................. 37
10. Grafik persepsi masyarakat Desa Sungai Langka mengenaidampak kerusakan hutan ..................................................................... 38
11. Grafik persepsi masyarakat Desa Sungai Langka mengenaidefinisi mata air ................................................................................... 39
12. Grafik sikap masyarakat Desa Sungai Langka mengenaipemanfaatan mata air .......................................................................... 41
13. Grafik sikap masyarakat Desa Sungai Langka dalam berpartisipasikegiatan gotong royong........................................................................ 43
viii
Halaman14. Surat perintah dari Kepala Desa Kepada Lembaga pengelola
mata air................................................................................................. 45
15. Model kearifan lokal berdasarkan Local Ecological Knowledge(LEK) dalam pengelolaan mata air ...................................................... 46
16. Model kearifan lokal berdasarkan Local Ecological Knowledge(LEK) dalam konservasi mata air ....................................................... 50
17. Wawancara dengan Kepala Urusan (KAUR) PemerintahanDesa Sungai Langka ............................................................................ 61
18. Wawancara dengan anggota kelompok pengelola mata airDesa Sungai Langka ............................................................................ 61
19. Salah satu anggota kelompok pengelola mata air memasangselang ................................................................................................... 62
20. Pengguna mata air memanfaatan mata air untuk membudidayakanikan...................................................................................................... 62
21. Tanaman bambu yang berada di sekitar mata air................................ 63
22. Pohon Bringin (Ficus benjamina) yang berada di sekitarmata air................................................................................................. 63
23. Pohon Winong (Tetrameles nudiflora) yang berada di sekitarmata air................................................................................................. 64
24. Pohon Bringin (Ficus benjamina) yang berada di sekitarmata air................................................................................................. 64
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengelolaan dan pemanfaatan lahan hutan di Tahura Wan Abdul Rachman oleh
kelompok pengelola dan pelestari hutan sudah dilakukan lebih dari 15 tahun.
Pengelolaan dan pemanfaatan lahan hutan sangat tergantung kepada partisipasi
masyarakat lokal (Magdalena, 2013). Pengelolaan sumberdaya alam yang
dilakukan masyarakat lokal memiliki pengetahuan lokal mengenai ekologi,
pertanian dan kehutanan yang terbentuk secara turun temurun dari generasi ke
generasi (Hilmanto, 2009).
Pengetahuan lokal didefinisikan sebagai pengetahuan yang diperoleh melalui
kontak sehari-hari dengan dunia alam dan proses-proses ekologis (Knapp dan
Fernandez, 2009). Menurut Siswadi dkk (2011), pengetahuan lokal (local
knowledge), kecerdasan setempat (local genius) dan kebijakan setempat (local
wisdom) merupakan konsep dari kearifan lokal.
Kearifan lokal pada setiap daerah memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
Suatu komunitas tertentu dapat ditemukan kearifan lokal yang terkait dengan
pengelolaan sumberdaya alam sebagai tata pengaturan lokal yang telah ada sejak
masa lalu dengan sejarah dan adaptasi yang lama. Kearifan lokal tidak hanya
2berfungsi sebagai ciri khas suatu komunitas saja, tetapi juga berfungsi dalam
untuk pelestarian lingkungan ekologis suatu komunitas masyarakat (Oktaviani dan
Dharmawan, 2010).
Kearifan lokal pengelolaan sumberdaya air bertujuan untuk mempertahankan
keberadaan mata air pada Desa Sungai Langka. Mata air dapat berperan
multiguna, yaitu sebagai air minum dan MCK (mandi, cuci, kakus), religius
(mendukung pelaksanaan ibadah), dan ekonomi. Pengelolaan sumberdaya air
diperlukan agar keberadaannya tetap bermanfaat dan berkelanjutan (Oktaviani dan
Dharmawan, 2010).
Mata air di Desa Sungai Langka ini sudah dimanfaatkan sejak masa penjajahan
Belanda. Setelah Indonesia merdeka mata air tersebut dimanfaatkan oleh
masyarakat sekitar untuk keperluan sehari-hari. Kondisi mata air di Desa Sungai
Langka sangat baik dengan acuan meneurut Khatun (2016), parameter kondisi
mata air dilihat panca indra antara lain warna, aroma dan rasa dimana mata air
Desa Sungai Langka ini memiliki kondisi air yang jernih, tidak berbau dan tidak
berasa serta ketersediannya yang dapat mencukupi masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan hidup. Beberapa dari masyarakat memanfaatkannya untuk
membudidayakan ikan atau perikanan. Informasi mengenai kearifan lokal dalam
pengelolaan mata air ini belum teridentifikasi dan terdokumentasi.
Menurut Sunaryo dan Joshi (2003), banyak kasus petani tidak
mendokumentasikan pengetahuannya, sehingga tidak mudah untuk diakses oleh
orang di luar lingkungan masyarakat tersebut. Pengetahuan lokal ini seringkali
3sulit terdeteksi karena sudah demikian menyatu dalam praktek bertani mereka.
Seringkali pengetahuan tertentu yang sangat spesifik menyatu demikian erat
dengan peran ekonomi dan budaya seseorang di dalam masyarakat dan mungkin
tidak diketahui oleh anggota masyarakat lainnya. Pendokumentasian ini penting
dilakukan sebagai acuan pengelolaan untuk masa yang akan datang sekaligus
mengkombinasikan informasi dan teknologi yang ada tanpa meninggalkan
keberadaan kearifan lokal masyarakat. Akibat dari lemahnya pendokumentasian,
banyak tradisi dan pengetahuan lokal bertani masa lalu yang telah mereka
‘simpan’ hilang begitu saja. Pengikisan teknologi, pendidikan, kepercayaan dan
nilai dari luar, seringkali menyebabkan terjadinya marginalisasi baik pengetahuan
petani maupun cara penyebarannya (Sunaryo dan Joshi, 2003)
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian kali mengenai kearifan lokal pengelolaan mata
adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana persepsi dan sikap masyarakat Desa Sungai Langka dalam
pengelolaan mata air?
2. Bagaimana kearifan lokal yang masyarakat miliki dalam pengelolaan hutan
dan mata air?
3. Bagaimana bentuk atau database mengenai kearifan lokal jika dibuat
menggunakan software Win AKT 5.55.
4C. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukan penelitian kearifan lokal masyarakat dalam pengelolaan mata air
adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui bagaimana persepsi dan sikap masyarakat mengenai mata air.
2. Mengetahui kearifan lokal masyarakat dalam pengelolaan hutan dan mata air.
3. Membuat database kearifan lokal dalam pengelolaan mata air.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Manfaat untuk masyarakat Desa Sungai Langka adalah memberikan
pemahaman tentang kearifan lokal yang masyarakat miliki sehingga
masyarakat senantiasa menjaga dan melestarikan kearifan lokal.
2. Manfaat untuk akademisi adalah sebagai database tentang kearifan lokal yang
diterapkan oleh masyarakat yang dapat dijadikan acuan atau literatur untuk
melakukan penelitian sejenis yang akan datang.
E. Kerangka Pemikiran
Sumberdaya alam berupa hutan merupakan sumberdaya alam yang dapat
diperbarui. Desa Sungai Langka ini bagian selatan berbatasan langsung dengan
kawasan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman ( Tahura WAR) yang mana
terdapat suatu sumberdaya alam yang tidak dapat diperbarui yaitu mata air.
5Keberadaan mata air tergantung pada kondisi hutan yang ada di wilayah tersebut.
Sudut pandang pemakaian hutan dan air harus dikelola dan dipakai secara
bijaksana. Kegiatan pengelolaan hutan dan mata air setiap masyarakat memiliki
persepsi dan sikap. Persepsi dan sikap yang masyarakat lakukan ini berdasarkan
pengetahuan lokal yang masyarakat miliki. Penelitian ini ingin menggali
bagaimana persepsi dan sikap masyarakat atas keberadaan hutan dan mata air.
Hasil data yang diperoleh mengenai persepsi dan sikap masyarakat dilakukan
pengolahan data menggunakan tabulasi. Data mengenai kearifan lokal oleh
menggunakan software Win AKT 5.55 yang menghasilkan suatu bentuk model
kearifan lokal yang dapat dijadikan sebagai database mengenai kearifan lokal.
Kedua data tersebut di analisis menggunakan analisis deskriptif. Database
tersebut dapat dipergunakan sebagai gambaran atau acuan pemerintah dan
masyarakat lokal dalam melakukan pengelolaan hutan dan mata air sekaligus
senantiasa menjaga kearifan lokal tersebut. Kerangka pemikiran dalam bentuk
diagram alir dapat diligar pada Gambar 1.
6
Gambar 1. Kerangka pemikiran.
Sumber Daya Alam
Hutan Mata Air
Pengelolaan
Masyarakat
Persepsi
Tabulasi
Sikap
Analisis Deskriptifdan WIN AKT 5.55
Kearifan Lokal
Informasi
Pengetahuan Data
Diagram 1. Gambaran diagram informasi sebagai suatu kontinum,dengan data dan pengetahuan sebagai dua perbedaan ( Dixon,2001)
Pemahaman/Pemikiranmanusia
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Keadaan Umum Daerah Penelitian
Keadaan umum daerah penelitian Desa Sungai Langka Kecamatan Gedong Tataan
Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung yang terdiri atas sejarah desa dan letak
geografis desa adalah sebagai berikut.
1. Sejarah Desa Sungai Langka
Desa Sungai Langka merupakan suatu desa yang awal mulanya berasal dari areal
perkebunan Belanda yang dibumihanguskan oleh bala tentara Jepang pada tahun
1945. Kemudian pada tahun yang sama 1945 tanah tersebut dikelola yang
bertindak sebagai koordinator adalah Bapak Sabichun sampai tahun 1950.
Bapak residen Lampung pada saat itu Mr. Gele Harun menempatkan satu kompi
Corps Tjandangan Nasional (CTJ) yang didatangkan dari Jawa Timur kompi C
dibawah pimpinan Lettu Suprapto. Rombongan kompi ini diberikan areal tanah
perkebunan Sungai Langka untuk dijadikan kegiatan atau usaha yang dipimpin
oleh Bapak Sadikin dan Ki Lettu Suprapto yang meliputi kegiatan usaha sebagai
berikut.
8a. Perkebunan kopi dan karet
b. Pembuatan Dam pengairan
c. Pembuatan kolam pemandian
d. Pembangunan perumahan untuk anggota kompi C.
Berdasarkan keputusan Presiden RI pada perkembangannya tanggal 3 Mei 1954
seluruh CTN dikembalikan kepada masyarakat. Sejak 4 Januari 1963 pengelolaan
areal perkebunan yang dipimpin oleh Bapak Sabichun diserahkan kepada PTP.
VII Nusantara Berulu.
Tahun 1975 Desa Sungai Langka resmi berpisah dengan Desa Bernung yang
menjadikan Desa Sungai Langka menjadi desa pemekaran dari desa induk
Bernung dengan sebuah Kampung Susukan yang tercantum dalam surat
keputusan Bupati Daerah Tingkat II Lampung Selatan Nomor 108/V/Des. Desa
Sungai Langka memiliki 8 dusun yang terdiri dari dusun 1 sampai dusun 8. Dusun
yang menggunakan mata air terdiri dari dusun 1 sampai dusun 6
2. Letak Geografis Desa Sungai Langka
Berdasarkan data monografi letak dan wilayah Desa Sungai Langka berdasarkan
keadaan geografi adalah sebagai berikut.
Luas Wilayah : 900 Hektar
Letak Wilayah : 100-400 mdpl dengan suhu 15o C - 30oC
Batas-batas Desa Sungai Langka adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Berbatasan dengan Desa Bernung dan Negrisakti
9Sebelah Timur : Berbatasan dengan Desa Kurungannyawa
Sebelah Selatan :Berbatasan dengan Hutan Negara/Gunung Betung
Sebelah Barat : Berbatasan dengan Desa Wiyono dan PTP IV Nusantara
Berulu.
Desa Sungai Langka merupakan desa bertipologi daratan dan perbukitan yang
terdiri dari :
Perladangan : 171 Ha
Perumahan/Pekarangan : 138 Ha
Perikanan : 4 Ha
Milik Swasta : 3 Ha
Milik Perorangan : 573 Ha
Orbitasi atau Jarak Desa Sungai Langka ke pusat Pemerintahan sebagai berikut :
Jarak dari Pusat Pemerintahan Kecamatan : 7 Km
Jarak dari Pusat Pemerintahan Kabupaten : 12 Km
Jarak dari Pusat Pemerintahan Provinsi : 20 Km
Desa Sungai Langka dibagian selatan berbatasan dengan kawasan hutan yang
statusnya sebagai kawasan Tahura WAR yang merupakan salah satu taman hutan
raya di Indonesia yang memiliki luas 22.249,31 ha dan ditetapkan berdasarkan
Besluit Residen Lampung No. 307 tanggal 31 Maret 1941, kawasan Gunung
Betung masih berstatus sebagai hutan lindung dengan nama hutan lindung
Register 19 Gunung Betung. Sejak tahun 1987, melalui surat Gubernur Lampung
(Yasir Hadibroto) kepada Menteri Kehutanan diusulkan perubahan fungsi
10kawasan menjadi Tahura WAR. Penetapan kawasan ini menjadi Tahura WAR
berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan Nomor 408/Kpts-II/1993.
Pertimbangan usulan yang diajukan adalah untuk kepentingan tersedianya
pasokan air bersih bagi warga kota Bandar Lampung. Putro (2007), menyatakan
dikawasan Tahura WAR memiliki potensi air yaitu:
1. Potensi air kawasan Tahura WAR telah dimanfaatkan oleh PDAM (bahan
baku air bersih) dan bahan baku air mineral.
2. Beberapa sungai menjadi sumber air irigasi (pengairan), Persawahan,
pertanian dan perikanan darat desa di sekitar kawasan Tahura.
3. Sumber air bersih bagi kehidupan masyarakat desa sekitar kawasan Tahura.
4. Sumber tenaga listrik Mikrohidro (di beberapa desa sekitar Tahura)
B. Hutan dan Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaannya
Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan
tumbuhan lainnya (Nagel, 2011). Menurut Undang-Undang No.41 Tahun 1999,
hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya
alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,
yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Kawasan hutan adalah wilayah
tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan
keberadannya sebagai hutan tetap.
Sebagaimana tercantum dalam UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, bahwa
pengelolaan hutan merupakan serangkaian kegiatan yang meliputi :
a. Tata guna lahan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan
11b. Pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan
c. Rehabilitasi dan reklamasi hutan
d. Perlindungan hutan dan konservasi alam
Peran serta masyarakat dalam pengelolaan hutan menurut UU Kehutanan No. 41
tahun 1999 pasal 68 meliputi: 1) masyarakat berhak menikmati kualitas
lingkungan hidup yang dihasilkan hutan 2) masyarakat dapat memanfaatkan hutan
dan hasil hutan sesuai dengan peraturan yang berlaku, mengetahui rencana
peruntukan hutan, pemanfaatan hasil hutan, memberi informasi, saran, serta
pertimbangan dalam pembangunan kehutanan dan melakukan pengawasan, 3)
berhak memperoleh kompensasi karena hilangnya akses atau hak atas tanah
miliknya.
Sinery dan Manusawai (2016), menyatakan keterlibatan masyarakat dalam
pengelolaan hutan Hutan Lindung Wosi Rendani pada fungsi partisipasi dalam
program pengelolaan kawasan hutan lindung tersebut ditentukan oleh partisipasi
masyarakat itu sendiri. Partisipasi masyarakat dalam program pengelolaan akan
menumbuhkan pengalaman dan rasa memiliki yang pada tahap berikutnya akan
dapat meningkatkan rasa tanggung jawab dan kemauan untuk mempertahankan
kawasan hutan lindung. Guna mengembalikan fungsi kawasan sebagaimana
mestinya, maka perlu diupayakan peningkatan kegiatan sosialisasi terkait status
dan fungsi kawasan bagi masyarakat di dalam dan sekitar kawasan.
12C. Pengetahuan Lokal dan Kearifan Lokal
Degradasi hutan yang mengarah ke tahap berkurangnya jenis keanekaragaman
hayati, struktur hutan, fungsi ekologis, dan penyediaan jasa ekosistem sangat
mengkhawatirkan dalam mencegah degradasi hutan dibutuhkan kesadaran
masyarakat dan keikutsertaan masyarakat sekitar hutan dalam pengawasan dan
pengelolaan hutan dengan menerapkan pengetahuan lokal yang mereka miliki
(Parrotta dkk, 2016). Menurut Mulyonoutami dkk (2004), pengetahuan lokal
yang dimiliki petani merupakan pengalaman bertani dan berkebun serta
berinteraksi dengan lingkungannya. Sunaryo dan Joshi (2003), menyatakan
pengetahuan lokal merupakan konsep yang lebih luas yang merujuk pada
pengetahuan yang dimiliki oleh sekelompok orang yang hidup di wilayah tertentu
untuk jangka waktu yang lama. Seringkali dari sistem pertanian lokal setempat
dan praktek yang ada merupakan sumber ide yang potensial dalam pemanfaatan
sumber daya secara lestari sehingga menciptakan kearifan lokal.
Menurut Situmorang dan Simanjuntak (2015), dan Sumarmi (2015), kearifan
lokal merupakan bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman dan etika yang
menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis.
Menurut Suhartini (2009), kearifan lokal merupakan suatu bentuk kearifan
lingkungan yang ada dalam kehidupan bermasyarakat di suatu tempat atau daerah
yang merujuk pada lokalitas dan komunitas tertentu. Kearifan lokal menurut
Vitasurya (2016), adalah perilaku manusia ketika berinteraksi dengan alam dan
lingkungan lokal yang berasal dari nilai mereka kebiasaan agama, saran dari
13nenek moyang atau budaya lokal, secara alami dibangun dalam suatu komunitas
untuk beradaptasi dengan lingkungannya.
Kearifan lokal merupakan sebuah sistem dalam tatanan kehidupan sosial, politik,
budaya, ekonomi, serta lingkungan yang hidup di tengah-tengah masyarakat lokal.
Ciri yang melekat dalam kearifan tradisional adalah sifatnya yang dinamis,
berkelanjutan dan dapat diterima oleh komunitasnya. Komunitas masyarakat
lokal yang memiliki kearifan tradisional terwujud dalam bentuk seperangkat
aturan, pengetahuan, dan juga keterampilan serta tata nilai dan etika yang
mengatur tatanan sosial komunitas yang terus hidup dan berkembang dari generasi
ke generasi. Posisi kearifan lokal saat ini berada dalam posisi yang lemah. Arus
kapitalisme lebih mendominasi kehidupan komunitas masyarakat (Thamrin,
2013).
Keraf (2002), Fairhead dan Scoones (2005), menegaskan bahwa kearifan lokal
adalah suatu pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat
kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam
komunitas ekologis. Kearifan lokal bukan saja tradisi semata melainkan
pemahaman dari setiap individu dan diterapkan dalam kehidupan. Fairhead dan
Scoones (2005), menyatakan pemahaman mengenai kearifan lokal di atas semakin
menegaskan bahwa kearifan lokal menjadi modal penting dalam pengelolaan
sumber daya alam dan pelestarian lingkungan.
Penguatan modal sosial dalam bentuk kearifan lokal masyarakat dapat
meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengatasi berbagai permasalahan
sosial yang berpengaruh pada kelestarian sumberdaya alam termasuk di antaranya
14hutan (Ekawati dan Nurrochmat, 2014). Modal sosial adalah suatu bentuk sosial
yang melibatkan norma-norma, dan kepercayaan sosial, yang mendorong pada
sebuah kolaborasi sosial untuk kepentingan bersama (Adit, 2017). Penjelasan
diatas dapat dilihat bahwa kearifan lokal dan modal sosial ini berjalan beriringan
berdasarkan norma-norma, keyakinan atau kepercayaan dan pemahaman
masyarakat dalam membangun dan mengelola sumberdaya alam.
1. Kearifan Lokal Pengelolaan Sumberdaya Alam
Menurut Leret dkk (2014), pengelolaan sumber daya alam membutuhkan
pemahaman dari masyarakat dalam penerapan pengelolaannya dengan
menggabungkan pengetahuan tradisional atau pengetahuan lokal sama halnya
menurut Dung dan Webb (2008), masyarakat pedesaan dapat dilibatkan dalam
proses pemantauan. Masyarakat setempat juga dapat mengusulkan langkah-
langkah dalam melakukan konservasi hutan dan perbaikan melalui pengetahuan
lokal yang masyarakat pedesaan miliki. Rist dkk (2010), menyatakan banyak
masyarakat hutan memiliki pengetahuan yang cukup dari sumberdaya alam yang
mereka gunakan. Pengetahuan tersebut berpotensi dapat menginformasikan
terhadap pendekatan ilmiah untuk pengelolaan sumber daya, baik sebagai sumber
dasar data untuk mengisi kesenjangan informasi sekaligus untuk menyediakan
pendekatan dalam alternatif pengelolaan. Pendekatan dengan lingkungan
masyarakat memperoleh dan mengembangkan suatu kearifan yang berwujud
pengetahuan atau ide, norma adat, nilai budaya, aktivitas, dan peralatan sebagai
hasil abstraksi mengelola lingkungan.
15
Pengenalan pengelolaan kehutanan modern dipengaruhi oleh pengelolaan hutan
tradisional dan bentuk campur tangan dari adanya tekanan politik, sosial, dan
ekonomi, hal ini memperkuat peranan pengetahuan yang berkaitan dengan hutan
tradisional semakin penting untuk pembangunan pedesaan berkelanjutan (Johann,
2007). Pengelolaan sumber daya alam yang sukses tergantung pada pertukaran
pengetahuan yang efektif dari pemanfaatan pengetahuan tradisional atau adat
setempat yang berasal dari berbasis tempat pengalaman dan pengetahuan ilmiah
yang dihasilkan oleh penyelidikan sistematis adalah pengetahuan domain yang
paling umum dikenal (Fleischman dan Briske, 2016)
Pendekatan kebudayaan seperti kearifan lokal, dan norma-norma yang terkait
dengan pelestarian lingkungan hidup penting menjadi basis yang utama.
Masyarakat yang hidup dengan menggantungkan alam dan mampu menjaga
keseimbangan lingkungannya dengan kearifan lokal yang dimiliki dan dilakukan
tidak begitu merasakan adanya krisis ekonomi, atau pun tidak merasa terpukul
seperti halnya masyarakat yang hidupnya sangat dipengaruhi oleh kehidupan
modern. Kearifan lokal penting untuk dilestarikan dalam suatu masyarakat guna
menjaga keseimbangan dengan lingkungannya dan sekaligus dapat melestarikan
lingkungannya. Berkembangnya kearifan lokal tersebut tidak terlepas dari
pengaruh berbagai faktor yang akan mempengaruhi perilaku manusia terhadap
lingkungannya (Suhartini, 2009).
Mengintegrasikan pengetahuan ekologi tradisional dan lokal ke konservasi
keanekaragaman hayati hutan yang paling mungkin berhasil jika pemegang
pengetahuan secara langsung terlibat sebagai peserta aktif dalam upaya ini.
16Beberapa model menjanjikan untuk bagaimana mengintegrasikan pengetahuan
ekologi tradisional dan lokal dalam pengelolaan hutan dengan memperhatikan
kendala ekonomi dan kendala kebijakan sosial. Kendala ini harus ditangani
bersama dengan strategi untuk mengintegrasi pengetahuan lokal dengan
pengetahuan modern atau pengetahuan yang berkembang saat ini, selain itu juga
dibutuhkan informasi lebih lanjut tentang bagaimana kelompok-kelompok yang
berbeda dari praktisi hutan saat menerapkan ekologi tradisional dan pengetahuan
lokal ekologi dalam pemanfaatan dan pengelolaan hutan (Charnley dkk, 2007).
Pola penggunaan sumber daya hutan di Korea Selatan telah ditinjau bersama
dengan ketersediaan sumber daya hutan untuk para pengguna hutan dan dalam
kaitannya dengan kondisi sosial-ekonomi masyarakat setempat. Di Korea Selatan,
pendapatan dari hutan muncul lebih dari produk hasil hutan bukan kayu (HHBK)
dan jasa ekosistem hutan. Hubungan antara ketersediaan sumber daya hutan dan
pendapatan penduduk di desa-desa pegunungan ditujukan dengan analisis statistik
hasil survei rumah tangga yang dilakukan di Provinsi Gangwon-do. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa eksistensi sumber daya hutan dan warisan budaya
yang terkait tidak cukup bagi masyarakat setempat untuk memperoleh penghasilan
dari lahan hutan (Youn, 2009).
Pengaturan yang tepat bagi masyarakat lokal dalam mengakses sumber daya hutan
dan pengetahuan dalam memanfaatkan sumber daya yang diperlukan untuk
membuat hubungan yang konstruktif untuk mata pencaharian masyarakat.
Kesepakatan pengelolaan bersama antara masyarakat hutan dan pemilik hutan
bermanfaat untuk kedua belah pihak agar pengelolaan hutan di Korea tetap lestari
17seperti yang terlihat dalam kasus koleksi getah maple dalam hutan Universitas
Nasional Seoul. Pengetahuan tradisional yang dimiliki oleh penduduk lokal
adalah nilai bagi masyarakat yang bergantung pada hutan dan dianggap sebagai
bagian dari pengelolaan hutan lestari seperti yang terlihat dalam kasus asli
menjaga lebah madu di dekat kawasan hutan lindung yang dikelola oleh otoritas
hutan nasional (Youn, 2009).
2. Kearifan Lokal Pengelolaan Sumberdaya Air
Jenis kearifan lokal dalam mengelola sumber daya air Lam Ta Kong River Basin
ini ada dua jenis, pertama adalah kearifan lokal asli termasuk bendungan bumi,
batu bendungan, batu tanggul, bendungan kayu kincir air dan sumur dangkal yang
ditemukan dalam sumber air dan tengah daerah aliran sungai. Tujuan komunitas
masyarakat membangun bendungan ini untuk mengelola air yang tersedia yang
berguna untuk kegiatan pertanian, industri, aktivitas keluarga dan kebutuhan
hidup. Masyarakat membangun bendungan aliran sungai penghalang sepanjang
Lam Ta Kong River untuk penyimpanan air yang bertujuan menjaga kesediaan air
pada musim kemarau dan untuk mengurangi banjir selama musim hujan. Jenis
kedua adalah kearifan lokal asli dikombinasikan dengan teknologi modern
termasuk beton bendungan, Watergate, mengairi tabung, saluran irigasi, pompa
air, pompa air dinamo dan air bawah tanah pengeboran sumber air (Kongsat dkk,
2009).
18Siswadi dkk (2011), menyatakan dari hasil penelitian mengenai kearifan lokal
masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya berupa air Tuk Serco di Desa
Purwogondo berupa :
1. Pengetahuan masyarakat, yang berupa ilmu titen.
2. Nilai-nilai : nilai-nilai kebersamaan, kepatuhan, kemufakatan, keadilan, dan
kepedulian.
3. Etika dan moral : terwujud dalam sikap dan perilaku arif lingkungan, sopan,
bertanggungjawab secara moral atas keberadaan dan kelestarian Tuk Serco,
tidak merusak, tidak mengancam eksistensi Tuk Serco. Masyarakat menyadari
bahwa Tuk Serco dan segala isinya adalah sebagai sesama makluk Allah yang
harus dihargai dan dihormati.
4. Norma-norma, berupa : anjuran-anjuran, larangan-larangan, sanksi-sanksi, dan
ungkapan-ungkapan.
Menurut Camacho dkk (2015), di Filipina, banyak masyarakat adat seperti Ifugaos
di Cordillera Mountains masyarakat yang relatif terpencil belum mandiri akan
tetapi pengetahuan mereka terus berkembang. Meskipun transformasi dari banyak
sistem pengetahuan lokal, praktek yang membantu mempromosikan kelestarian
hutan tetap utuh. Pengetahuan lokal yang masyarakat adat Ifugaos miliki yaitu
praktek adat di woodlot dan DAS secara kolektif dikenal sebagai muyong.
Partisipasi masyarakat di dalam mengelola sumberdaya air lebih nampak kepada
pengelolaan mata air untuk berbagai keperluan. Budaya masyarakat perdesaan
nampak sangat menonjol di dalam mengelola mata air, terutama di dalam
memecahkan berbagai macam persoalan yang dihadapinya mengedepankan
19kepada musyawarah, kebersamaan dan gotong royong (Darmanto dan Sudarmaji,
2013).
D. Persepsi
Persepsi adalah proses penginderaan dan penafsiran rangsangan suatu obyek atau
peristiwa yang diinformasikan, sehingga seseorang dapat memandang,
mengartikan dan menginterpretasikan rangsangan yang diterimanya sesuai dengan
keadaan dirinya dan lingkungan dimana ia berada, sehingga ia dapat menentukan
tindakannya. Persepsi yang dimiliki seseorang berbeda karena pengaruh berbagai
faktor, mulai dari pengalaman, latar belakang, lingkungan dimana dia tinggal,
juga motivasi dan lainnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang akan
menyebabkan seseorang dapat menginterpretasikan sesuatu mempunyai
perbedaan pendapat (Muchtar, 1998).
Berawal dari persepsi terhadap hutan besar pengaruhnya pada wujud hubungan
manusia dengan hutan, yang dapat dibedakan menjadi seseorang menolak
lingkungannya, bekerjasama dan mengurus lingkungan (mengekploitasi).
Seseorang menolak lingkungan disebabkan seseorang tersebut mempunyai
pandangan yang tidak sesuai dengan apa yang diinginkannya, sehinggga orang
tersebut dapat memberikan bentuk tindakan terhadap hutan sesuai dengan apa
yang dikehendakinya. Sebaliknya bagi seseorang yang mempunyai persepsi
menerima lingkungan, sesorang dapat memanfaatkan hutan sekaligus menjaga dan
menyelamatkan hutan dari kerusakan, sehingga hutan memberi manfaat yang
20terus menerus. Dengan demikian lingkungan akan terjaga dari kerusakan dan
memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar (Junianto, 2007).
E. Sikap
Definisi sikap itu menggambarkan bahwa sikap adalah kesiapan, kesediaan untuk
bereaksi terhadap suatu objek, jadi hal ini masih berupa kecenderungan dalam
bertindak (Junianto, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Sarwono (2002),
menyatakan bahwa ciri khas dari sikap adalah mempunyai objek tertentu (orang,
perilaku, situasi, benda) juga mengandung penilaian setuju tidak setuju, suka tidak
suka. Perbedaan terletak pada proses selanjutnya dan penerapan konsep tentang
sikap mengenai proses terjadinya, sebagian besar pakar berpendapat bahwa sikap
adalah sesuatu yang dipelajari (bukan bawaan). Sikap lebih dapat dibentuk,
dikembangkan, dipengaruhi dan diubah. Sikap mempunyai tiga komponen, yaitu.
1. Kognitif adalah kepercayaan seseorang terhadap sesuatu atau pengalaman
faktual seseorang mengenai suatu objek.
2. Afektif adalah penilaian seseorang, kesukaan atau respon emosional terhadap
sesuatu.
3. Konatif merupakan perilaku yang jelas dari seseorang yang diarahkan
terhadap suatu objek (bertingkah laku).
Berdasarkan ketiga komponen tersebut dapat dikatakan bahwa sikap merupakan
kumpulan dari berfikir, keyakinan, dan pengetahuan serta memiliki evaluasi
negatif maupun positif yang berakar emosi.
21F. Database Pengetahuan lokal dengan Win AKT (Agroecological Knowledge
Toolkit)
Perangkat lunak Win AKT 5.55 dikembangkan oleh Bangor University bersama
dengan Departemen Artificial Intelligence di Universitas Edinburgh. Bangor
University bekerja sama dengan World Agroforestry Centre (ICRAF) untuk
mengintegrasikan AKT dalam penelitian dan pengembangan proyek-proyek
internasional untuk merancang intervensi yang lebih efektif yang bekerja di
lapangan. Tujuan dari toolkit adalah untuk memperoleh pengetahuan ekologi
lokal dengan cara yang ketat dan sistematis. Software ini dirancang untuk
menyediakan pengetahuan berbasis lingkungan dari berbagai sumber.
Memungkinkan menimbulkan representasi pengetahuan dari petani dan ilmuwan
yang pada akhirnya terbentuk suatu model pengetahuan ekologi lokal.
Informasi yang didapat dari observasi lapangan akan disusun menjadi pernyataan.
Pernyataan merupakan gabungan dari elemen-elemen yang menyusun statement
(Dixon, 2001). Elemen-elemen tersebut adalah.
1. Objek (Object), yaitu sesuatu yang bersifat fisik, seperti pohon, tanah, lahan,
dan tanaman tetapi bisa juga berhubungan dengan pengertian atau istilah
seperti niche atau musim hujan.
2. Proses (process) atau kejadian, yaitu menggambarkan perubahan yang terjadi
di alam, seperti erosi tanah yang menggambarkan kejadian hilangnya partikel
tanah, gerreminaation yang menggambarkan perubahan biji dari masa
dormansi atau istirahat menjadi tumbuh.
223. Kegiatan (action), hampir sama dengan proses, tetapi kegiatan dilakukan oleh
manusia, dan selalu berhubungan dengan satu atau dua objek. Contohnya
membajak merupakan kegiatan yang berhubungan dengan lahan.
Jenis atau tipe pernyataan yang digunakan dalam program Win AKT 5.55 adalah.
1. Attribute Value Statements
Bentuk dasar yang paling banyak digunakan pada pernyataan (Statements) adalah
attribute value statments. Attribute value statements bersifat deskriptif yang
menerangkan sebuah objek (object), atau proses (process), atau kegiatan (action).
2. Casual Statement
Causes statements bersifat menerangkan sebab-akibat sebuah objek (object), atau
proses (process), atau kegiatan (action).
3. Links Statements
Links Statements merupakan pernyataan yang disusun berdasarkan interpretasi
dari penulis atau pengarang dan biasanya pernyataan tersebut tidak bisa disusun
menjadi pernyataan lain selain links statements (Dixon, 2001).
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2017. Lokasi penelitian di
Desa Sungai Langka Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran, Provinsi
Lampung. Desa Sungai Langka terbentuk tahun 1975, merupakan desa
pemekaran dari Desa Induk Bernung, yang bagian selatan berbatasan langsung
dengan kawasan Tahura WAR (Sumaryanto, 2016). Adapun peta lokasi
penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Peta lokasi penelitian Desa Sungai Langka.
24B. Objek dan Alat Penelitian
Responden penelitian ini merupakan tokoh masyarakat dan masyarakat yang
mengelola dan menggunakan mata air di Desa Sungai Langka. Alat yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, alat tulis, software Win AKT
5.55 (Agroecological Knowledge Toolkit), komputer atau laptop dan kamera.
C. Batasan Penelitian
Batasan-batasan dalam penelitian ini adalah.
1. Responden Berdomisili dan sudah menetap lebih dari 10 tahun di Desa
Sungai Langka Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran.
2. Responden merupakan masyarakat yang menggunakan mata air di Desa
Sungai Langka Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran.
D. Pengumpulan Data
1. Data Primer
Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan responden pemilihan
responden menggunakan metode purposive sampling. Wawancara yang
dilakukan menggunakan panduan kuesioner dengan melakukan metode
wawancara indepth-interview yang merupakan suatu metode untuk menggali
informasi dengan cara melakukan wawancara mendalam terhadap responden.
Data primer meliputi karakteristik responden (nama, umur, pekerjaan, pendidikan
25jumlah tanggungan, suku, pendapatan dan agama) serta data mengenai
pengetahuan masyarakat mengenai kegiatan pengelolaan mata air dan hutan serta
pemanfaatan yang dilakukan masyarakat.
2. Data Sekunder
Pengumpulan data ini dilakukan dengan studi pustaka dari beberapa dinas terkait
dan instansi terkait di daerah penelitian yang meliputi dokumen atau arsip,
penelitian– penelitian terdahulu dan beberapa data literartur lainnya untuk
menunjang penelitian ini.
E. Metode Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel pada penelitian ini adalah Purposive Sampling
Method. Menurut Fardian dkk (2012), dan Sekaran (2000), yang menyatakan
purposive Sampling Method merupakan metode yang dilakukan dengan
menentukan siapa yang termasuk anggota sampel penelitian dan seorang peneliti
harus benar-benar mengetahui bahwa responden yang dipilihnya dapat
memberikan informasi yang diinginkan sesuai dengan permasalahan penelitian.
Kriteria dari responden penelitian ini adalah tokoh masyarakat dan masyarakat
yang menggunakan mata air. Penentuan jumlah sampel responden menggunakan
rumus slovin dengan ketetapan batas eror yang digunakan sebesar 15% karena
menurut Arikunto (2006), menyatakan populasi lebih dari 100 dapat
26menggunakan batas eror 15% . Penentuan besar sampel menggunakan Rumus
Slovin yaitu (Arikunto, 2006) :
n = NN (e2)+1
Keterangan:
n = Jumlah Responden
N = Jumlah total kepala keluarga (KK) yang menggunakan mata air di Desa
Sungai Langka
e = Margin/batas eror
Berdasarkan data yang diperoleh jumlah penduduk yang menggunakan atau
memanfaatkan mata air sebanyak 800 KK dihitung menggunakan rumus Slovin
sebagai berikut :
n= 800 = 43 Responden800(0,152)+1
Hasil yang didapat sebanyak 43 responden ditambah dengan tokoh masyarakat
berdasarkan hasil prasurvei didapatkan sebanyak 4 orang yang melakukan
pengelolaan mata air dan 4 orang yang dianggap memahami mengenai sejarah
desa tersebut sehingga sampel yang diperoleh sebanyak 51 responden.
F. Analisa Data
Data yang diperoleh dari wawancara langsung dengan responden selanjutnya
pengolahan data. Data tentang persepsi dan sikap masyarakat mengenai
pengelolaan mata air di tabulasi dan data tentang kearifan lokal dalam pengelolaan
mata air di olah menggunakan software Win AKT 5.55 untuk membuat database
27kearifan lokal dalam mengelola mata air. Penyusunan database mengenai
kearifan lokal pengelolaan mata air dibutuhkan elemen-elemen dalam penyusunan
pernyataan antara lain objek, proses dan kegiatan dan jenis pernyataan yang
digunakan yaitu, Attribute Value Statements, Casual Statement, Links Statements.
Data mengenai persepsi dan sikap serta database kearifan lokal dianalisis
menggunakan analisis deskriptif. Usman dan Akbar (2009), mendefinisikan
deskriptif adalah menggambarkan atau menjelaskan objek yang di peroleh dari
suatu pengamatan atau penelitian. Penelitian deskriptif dapat berupa kualitatif
atau kuantitatif. Penelitian kali ini menggabungkan penelitian deskriptif kualitatif
yang digunakan untuk mengidentifikasi keberadaan kearifan lokal pengelolaan
mata air di Desa Sungai Langka dan penelitian deskriptif kuantitatif yang
digunakan untuk mengetahui mengenai persepsi dan sikap masyarakat mengenai
pengelolaan mata air. Usman dan Akbar (2009), dan Sarwono (2006),
menyatakan penelitian deskriptif kualitatif diuraikan dengan kata-kata menurut
pendapat responden apa adanya sesuai pernyataan responden dan mencoba untuk
mendapatkan pemahaman dari proses dan interaksi. Penelitian deskriptif
kuantitatif berupa angka dapat digambarkan dalam bentuk statistik deskriptif.
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa.
1. Persepsi masyarakat Desa Sungai Langka mengenai mata air sebagai berikut :
76,84% mengetahui definisi mata air sebagai air yang keluar dari dalam tanah
dan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup, 9,80% kurang tahu dan
13,72% tidak tahu definisi mata air. Sikap masyarakat mengenai manfaat mata
air, yaitu 92,72% memanfaatkan mata air untuk kegiatan sehari-hari, 7,28%
untuk kegiatan lain seperti budidaya ikan dan menyiram bibit.
2. Kearifan lokal yang dilakukan masyarakat Desa Sungai Langka yaitu tindakan
pengelolaan air seperti gotong royong yang dilakukan pada satu Suro dan
menanam tanaman bambu. Tindakan konservasi yang masyarakat lakukan
yaitu menanam pohon dengan jenis pohon yang masyarakat ketahui baik untuk
resapan air yaitu pohon kemadu (Laportea sinuata), pohon winong (Tetrameles
nudiflora) dan beringin (Ficus benyaamina) serta terdapat suatu tradisi yang
dilakukan masyarakat seperti gotong royong membersihkan mata air, potong
kambing (ruwat bumi), makan bersama (ambengan), kirim do’a (kenduren) dan
menunggu di mata air (tirakatan).
543. Database kearifan lokal dalam bentuk model Local Ecological Knowledge
(LEK) pengelolaan mata air digunakan untuk mendokumentasikan tindakan
pengelolaan mata air seperti kegiatan menanam tanaman, gotong royong
membersihkan mata air, membuat saluran air, kelompok desa mengalirkan air
dan melakukan sosialisasi dalam menjaga mata air. Database LEK dalam
mendokumentasikan tindakan konservasi mata air yaitu tidak menebang pohon
disekitar mata air dan menanam pohon pada daerah yang kurang rapat untuk
meningkatan infiltrasi.
B. Saran
Saran dari penelitian ini diharapkan Pemerintah Desa dapat mendukung tradisi
masyarakat dalam menjaga mata air agar mata air tetap lestari dan berpotensi
untuk dijadikan wisata tradisi di Desa Sungai Langka.
DAFTAR PUSTAKA
55
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, B., Simon, H., Diniyati, D. dan Widyaningsih, T. 2012. Persepsi petaniterhadap pengelolaan dan fungsi hutan rakyat di kabupaten ciamis. J. BumiLestari. 12(1): 123—136.
Adit. 2017. Modal Sosial. Publikasi 04/10/2017 - 14:03. Kementrian Sosial.https://www.kemsos.go.id/search/node/modal%20sosial. Diakses tanggal20 mei 2018.
Afandi, Y., Sunoko, H. dan Kismartini. 2013. Status keberlanjutan sistempengelolaan air limbah domestik komunal berbasis masyarakat di kotaprobolinggo. J. Ilmu Lingkungan. 11(2): 100–109.
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Buku.Rineka Cipta. Jakarta. 370 hlm.
Ariyanto, Rachman, I. dan Toknok, B. 2014. Kearifan masyarakat lokal dalampengelolaan hutan di desa rano kecamatan balaesang tanjung kabupatendonggala. J. Warta Rimba. 2(2): 84–91.
Arthana, I. 2012. Studi kualitas air beberapa mata air di sekitar bedugul bali. J.Bumi Lestari. 7(1): 1—9.
Badan Pusat Statistik. 2008. Analisis dan Perhitungan Tingkat KemiskinanTahun 2008. Buku. Badan Pusat Statistik. Jakarta. 121 hlm.
Buwono, N., Muda, G. dan Arsad, S. 2017. Pengelolaan mata air sumberawanberbasis masyarakat di desa toyomarto kecamatan singosari kabupatenmalang. J. Perikanan dan Kelautan. 9(1): 25–36.
Camacho, L. D., Combalicer, M..S., Yeo-Chang, Y., Combalicer, E.A.,Carandang, A, P., Camacho, S.C., De Luna, C. C. dan Rebugio, L. L. 2015.Indigenous knowledge and practices for the sustainable management ofifugao forests in cordillera, philippines. J. Biodiversity Science, EcosystemServices and Management. 12 (1–2): 5–13.
56Charnley,S., Fischer,A.P. dan Jones, E.T. 2007. Integrating traditional and local
ecological knowledge into forest biodiversity conservation in the pacificnorthwest. J. Forest Ecology and Management. 246(1): 14–28.
Damanik, R., Affandi, O.dan Asmono, L. 2013. Persepsi dan partisipasimasyarakat terhadap sumber daya hutan: studi kasus tahura bukit barisankawasan hutan sibanyak II kabupaten karo. J. Peronema forestry science.3(2): 1–9.
Darmanto, D. dan Sudarmadji. 2013. Pengelolaan sungai berbasis masyarakatlokal di daerah Lereng selatan gunung api merapi. J. Manusia danLingkungan. 20(2): 229–239.
Dixon, J.H. 2001. Agroecological knowledge toolkit for windows (WinAKT):Methodological Guidelines, Computer Software and Manual. Buku.Bangor: School of Agricultural and Forest Science. Gwynedd. 171 hlm.
Dung, N. T. dan Webb, E. L. 2008. Combining local ecological knowledge andquantitative forest surveys to select indicator species for forest conditionmonitoring in central vietnam. J. Ecological Indicators. 8(5): 767–770.
Ekawati dan Nurrochmat. 2014. Hubungan modal sosial dengan pemanfaatan dankelestarian hutan lindung. J. Analisis Kebijakan Kehutanan. 11(1): 40—53.
Fairhead, J. dan Scoones, I. 2005. Local knowledge and the social shaping of soilinvestments: critical perspectives on the assessment of soil degradation inafrica. J. Land Use Policy. 22(1): 33–41.
Fardian, F., Maulana, I. dan Rosidah. 2012. Analisis pemintaan ikan lele dimbo(clariasgariepinus) konsumsi di kecamatan losareng kabupaten indramayu.J. Perikanan dan Kelautan. 3(4): 93-98.
Fleischman, F. dan Briske. D. 2016. Professional ecological knowledge: anunrecognized knowledge domain within natural resource management. J.Ecology and Society. 21(1): 32.
Girda, S., Wulandari, C. dan Kaskoyo, H. 2016. Kajian pengetahuan ekologilokal dalam konservasi tanah dan air di sekitar taman hutan raya wan abdulrachman (studi kasus di desa bogorejo kecamatan gedong tataan). J. SylvaLestari. 5(2): 23–29.
Hafizianor. 2009. Interaksi, persepsi dan sikap masyarakat terhadap kawasansuaka margasatwa: studi kasus di kawasan suaka margasatwa pelaiharikabupaten tanah laut. J. Hutan Tropis Borneo. 10(26): 138–151.
Hidayah. 2013. Persepsi masyarakat terdahap tradisi malam satu suro. J.Democratia. 1(1): 11–20.
57Hilmanto, R. 2009. Local Ecological Knowladge dalam Teknik Pengelolaan
Lahan pada Sistem Agroforestry. Buku. Universitas Lampung. BandarLampung. 105 hlm.
Johann, E. 2007. Traditional forest management under the influence of scienceand industry: the story of the alpine cultural landscapes. J. Forest Ecologyand Management. 249(1–2): 54–62.
Junianto, B. 2007. Persepsi, Sikap dan Perilaku Masyarakat Sekitar TerhadapKeberadaan Hutan Penelitian Haurbentes (Studi kasus di Desa Jugalaya,RPH Jasinga, BKPH Jasinga). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.79 hlm
Keraf, S. 2002. Etika Lingkungan. Buku. Kompas. Jakarta. 390 hlm
Khatun, M. 2016. Kualitas air dari mata air dampit dan petung kecamatanwindusari kabupaten magelang jawa tengah. J. Biologi. 5(4): 51—61.
Knapp, C. N. dan Fernandez-Gimenez, M. 2009. Knowing the land: a review oflocal knowledge revealed in ranch memoirs. J. Rangeland Ecol Manage.61(2): 148–155.
Kongsat, S., Kangrang, A. dan Srisa. A, K. 2009. An applied local wisdom tomanage water for developing riverside community: a case study of the lamta kong river basin. J. Social Sciences. 5(2): 134—138 .
Kurnianingtyas, R. 2009. Penerimaan Diri pada Wanita Bekerja Usia DewasaDini di Tinjau dari Status Pernikahan. Skripsi. Universitas MuhammadyahYogyakarta. Yogyakarta. 126 hlm.
Leret , R. C., Narel. P., Henrik. B., Anders. B., Juan. C. dan Manuel J. 2014.Ecological community traits and traditional knowledge shape palmecosystem services in northwestern South America. J. Forest Ecology andManagement. 334 : 28–42.
Magdalena. 2013. Peran hukum dalam pengelolaan dan perlindungan hutan didesa sasaot, nusa tenggara barat dan desa setulang, kalimantan timur. J.Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan . 10(2): 110–121.
Manik. 2012. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Konservasi TanahSebagai Basis Pembangunan Berkelanjutan. Buku. Lembaga PenelitianUniversitas Lampung. Bandar Lampung. 108 hlm.
Masduki, Hadi, W., Endah, N. dan Soedjono, E. 2009. Teknologi Penyediaan AirBersih Perdesaan: Studi Kasus Di Kabupaten Mojokerto. ProsidingSeminar Nasional Teknik Sipil Bidang Pengelolaan Air dan Air Limbah.http://personal.its.ac.id/show_publikasi.php?id=2103. Diakses pada 13desember 2017.
58Meiyanto, S. 2012. Persepsi, Nilai dan Sikap . Buku. Minat Utama Manajemen
Rumah Sakit. Yogyakarta. 14 hlm.
Muchtar, T. 1998. Hubungan Karakteristik Elit Formal dan Elit Informal Desadengan Persepsi dan Tingkat Partisipasi Mereka dalam Program P3DT diKabupaten Sukabumi. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 144 hlm.
Muhammad, S. 2013. Masyarakat Ternate: Pergulatan Tradisi dan Modernitas.Buku. Ombak. Yogyakarta. 103 hlm.
Mulyonoutami, E., Stefanus, E., Schalenbourg, W., Rahayu, S. dan Joshi, L.2004. Pengetahuan lokal petani dan inovasi ekologi dalam konservasi danpengolahan tanah pada pertanian berbasis kopi di sumberjaya, lampungbarat. J. Agrivita. 26(1): 98–107.
Nagel, P. 2011. Pelestarian Hutan dalam Hubungan dengan Lingkungan danPotensi Ekonomi. http://repository.gunadarma.ac.id/1466/. Diakses pada 7maret 2018.
Normadewi, B. dan Arifin. 2012. Analisis Pengaruh Jenis Kelamin dan TingkatPendidikan terhadap Persepsi Etis Mahasiswa Akuntansi Dengan Love OfMoney sebagai Variabel Intervening. Skripsi. Universitas Dipenogoro.Semarang. 55 hlm.
Novayanti, D., Banuwa, I., Safe’I, R., Wulandari, C. dan Febryano, I. G. 2017.Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat dalampembangunan hutan tanaman rakyat pada kph gedong wani. J. Hutan danMasyarakat. 9 (2): 61–74.
Noviyanti, R., Wulandari, C. dan Qurniati, R. 2016. Kompetensi sumberdayamanusia pada kesatuan pengelolaan hutan produksi di lampung. J. SylvaLestari. 4 (1): 11–20.
Novianty, R., Sastrawibawa,S. dan Prihadi, D. 2011. Identifikasi kerusakan danupaya rehabilitasi ekosistem mangrove di pantai utara kabupaten subang. J.Akuatik. 2(2). http://jurnal.unpad.ac.id/akuatika/article/view/539. Diaksespada 2 november 2017.
Oktaviani, T. dan Dharmawan. A. H. 2010. Kearifan lokal dalam pengelolaansumberdaya air di kampung kuta. J. Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi,dan Ekologi Manusia. 4(3): 345–355.
Parrotta, J., Yeo-Chang. Y. dan Camacho. L. D. 2016. Traditional knowledge forsustainable forest management and provision of ecosystem services. J.Biodiversity Science, Ecosystem Services and Management. 12(1-2): 1–4.
59Pemerintah Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang Republik Indonesia
No.41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Jakarta.
Putro, P. 2007. Pengelolaan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rahman Lampung.Prosiding ITTO National Workshops. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 13hlm.http://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/65609/7/4.%20Prianto%20Putro.pdf. Diakses 13 desember 2017.
Reza, M. dan Hidayanti, A. 2017. Kearifan lokal suku sasak dalam pengelolaansumberdaya air desa lenek daya kecamatan aikmel kabupaten lombok timur.J. PWK Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan ITN. 30(15) : 1-14.
Rist, L., Shaanke, R.U., Milner-Gulland, E. J. dan Ghazoul, J. 2010. The use oftraditional ecological knowledge in forest management: an example fromindia. J. Ecology and Society. 15(1): 3.
Rolitia, M., Achdiani, Y. dan Eridiana, W. 2016. Nilai gotong royong untukmemperkuat solidaritas dalam kehidupan masyarakat kampung naga. J.Sosietas. 6(1): 1-17.
Sumaryanto. 2016. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa Perubahan(RPJM Desa Perubahan) 2016-2021. Sungai Langka. Laporan.Pesawaran. 92 hlm.
Sarwono, J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Buku. GrahaIlmu. Yogyakarta. 286 hlm.
Sarwono, S. W. 2002. Psikologi Sosial Individu dan Teori Psikologi Sosial.Buku. Balai Pustaka. Jakarta. 412 hlm.
Schwab, M., Neuhauser, L., Margen, S., Syme, L., Ogar, D., Roppel, C. dan Elite,A. 1992. The wellness guide: towards a new model for communityparticipation in health promotion. J. Health Promotion International. 7(1):27–36.
Sekaran, U. 2000. Research Methods for Business: A Skill Business Approach.Buku. John Wiley & Sons. New York. 463 hlm.
Sinery, A. dan Manusawai, J. 2016. Partisipasi masyarakat dalam programpengelolaan hutan lindung wosi rendani. J. Manusia dan lingkungan.23(3): 394–401.
Siswadi, Taruna. T. dan Purnaweni, H. 2011. Kearifan lokal dalam melestarikanmata air (studi kasus di desa purwogondo, kecamatan boja, kabupatenkendal). J. Ilmu Ilmu Lingkungan. 9(2): 63–68.
60Situmorang, R. dan Simanjuntak, E. R. 2015. Kearifan lokal pengelolaan hutan
oleh masyarakat sekitar kawasan taman wisata alam sicike-cike sumaterautara. J. Widyariset. 18(1): 145–154.
Suhartini. 2009. Kajian Kearifan Lokal Masyarakat dalam PengelolaanSumberdaya Alam dan Lingkungan.http://eprints.uny.ac.id/12149/1/Bio_Suhartini2%20UNY.pdf. Diakses pada7 maret 2018.
Sunaryo dan L. Joshi. 2003. Peranan pengetahuan ekologi lokal dalam sistemagroforestri. Buku. World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast AsiaRegional Office. Bogor. 28 hlm.
Sumarmi. 2015. Local wisdom of osing people in conserving water resources. J.Komunitas. 7(1): 43–51.
Supriharin, I. 2014. Perubahan perilaku gotong royong masyarakat sekitarperusahaan tambang batubara di desa mulawarman kecamatan tenggarongseberang. J. Sosiatri. 1(3): 63–77.
Thamrin, H. 2013. Kearifan lokal dalam pelestarian lingkungan (the lokalwisdom in environmental sustainable. J. Kutubkhanah. 16(1): 46–59.
Usman, H. dan Akbar, P. 2009. Metodologi Penelitian Sosial. Buku. BumiAksara. Jakarta. 170 hlm.
Utami, H. 2009. Sikap Masyarakat terhadap Ganti Rugi Penggunaan KawasanHutan Payau. Skripsi. Universitas Lampung. Lampung. 61 hlm.
Wahyuni, N. dan Mamonto, R. 2012. Persepsi masyarakat terhadap tamannasional dan sumberdaya hutan : studi kasus blok aketawaje, taman nasionalaketawaje lolobata. J. Balai Penelitian Kehutanan Manado. 2(1): 1–16.
Wulandari, C. 2010. Studi persepsi masyarakat tentang pengelolaan lanskapagroforestri di sekitar sub das way besai, provinsi lampung. J. IlmuPertanian Indonesia. 15 (3): 137–140.
Wulandari, C. dan Inuoe, M. 2017. The importence of social learning for thedevelopment of community based forest management in indonesia: the caseof community forest in lampung province. J. Small Scale. 17(57): 1–16.
Wulandari, C., Yuwono, S., Herwanti, S. dan Budiono, P. 2016. Status anddevelopment of payment watershed services program in taman hutan rayaregister 19, lampung province. International Journal of Agriculture andEnvironmental Research. 2(2): 285-297.
61Vitasurya, V. R. 2016. Local wisdom for sustainable development of rural
tourism, case on kalibiru and lopati village. J. Procedia Social andBehavioral Sciences. 2(16): 97–108.
Youn, Y. 2009. Use of forest resources, traditional forest-related knowledge andlivelihood of forest dependent communities: cases in south korea. J. ForestEcology and Management. 257(10): 2027–2034.