Kasus Kejang Demam.doc

41
BAB I LAPORAN KASUS I. IDENTIFIKASI Nama : An. A Umur : 1 tahun 6 bulan Jenis kelamin : Laki-Laki Berat badan : 9,8 kg Tinggi badan : 83 cm Agama : Islam Alamat : Jalan Maskarebet Blok A RT.07 No.15 Kec. Sukarami Palembang MRS : 7 Juli 2008 pukul 14.20 WIB II. ANAMNESA (Alloanamnesa, dengan ibu dan ayah penderita) Keluhan utama : Kejang Keluhan tambahan : BAB Cair Riwayat perjalanan penyakit : Sejak ± 1 hari SMRS, penderita menderita demam mendadak tidak terlalu tinggi, terus menerus, menggigil tidak ada, menggigau tidak ada, kesadaran menurun tidak ada, muntah ada, frekuensi 2 kali/hari @ 3 sendok makan, tidak nyemprot,warna putih, isi apa yang dimakan dan diminum, kejang tidak ada, batuk ada, dahak tidak ada, 1

Transcript of Kasus Kejang Demam.doc

Page 1: Kasus Kejang Demam.doc

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI

Nama : An. A

Umur : 1 tahun 6 bulan

Jenis kelamin : Laki-Laki

Berat badan : 9,8 kg

Tinggi badan : 83 cm

Agama : Islam

Alamat : Jalan Maskarebet Blok A RT.07 No.15 Kec. Sukarami Palembang

MRS : 7 Juli 2008 pukul 14.20 WIB

II. ANAMNESA

(Alloanamnesa, dengan ibu dan ayah penderita)

Keluhan utama : Kejang

Keluhan tambahan : BAB Cair

Riwayat perjalanan penyakit :

Sejak ± 1 hari SMRS, penderita menderita demam mendadak tidak terlalu

tinggi, terus menerus, menggigil tidak ada, menggigau tidak ada, kesadaran menurun

tidak ada, muntah ada, frekuensi 2 kali/hari @ 3 sendok makan, tidak

nyemprot,warna putih, isi apa yang dimakan dan diminum, kejang tidak ada, batuk

ada, dahak tidak ada, darah tidak ada, pilek ada, BAB cair, lendir tidak ada, darah

tidak ada, frekuensi 6 kali/hari @ ¼ - ½ gelas, air > ampas. Penderita tidak minum

obat.

+ 1 jam SMRS penderita mengeluh demam tinggi, penderita mengalami

kejang, frekuensi satu kali, lama kejang + lima menit, kejang umum tonik klonik,

post ictal penderita sadar. Penderita lalu dibawa ke Instalasi gawat Darurat RSMH,

penderita lalu diberi stesolit rectal dan diobservasi. Saat diobservasi penderita kejang

lagi satu kali, lamanya kurang dari lima menit, kejang umum tonik klonik, post ictal

1

Page 2: Kasus Kejang Demam.doc

penderita sadar, lalu penderita diberi stesolit rectal lagi, dan disarankan untuk masuk

rumah sakit.

Riwayat Penyakit Dahulu

o Riwayat trauma disangkal

o Riwayat kejang sebelumnya disangkal

Riwayat Penyakit Dalam Keluarga

o Riwayat kejang demam dialami ayah penderita ketika masih anak-anak.

Kejang tidak pernah berulang sampai sekarang

o Riwayat epilepsi dalam keluarga disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi

Penderita adalah anak pertama dari dua bersaudara (anak pertama meninggal

karena DBD saat usia 1 tahun 11 bulan). Ayah penderita berusia 41 tahun, pendidikan

terakhir S1 yang bekerja swasta. Ibu penderita berusia 37 tahun dengan pendidikan

terakhir S1, dan bekerja sebagai ibu rumah tangga. Penghasilan per bulan lebih dari

Rp. 1 juta, Ekonomi keluarga ditanggung oleh orang tua penderita yang tinggal di

rumah sendiri.

Kesan: sosial ekonomi cukup

Riwayat Makanan

ASI : Lahir – 5 bulan

Susu Formula : 5 bulan – sekarang

Bubur Susu : 4 bulan – 8 bulan

Bubur Tim : 8 bulan – 1 tahun

Nasi : 1 tahun – sekarang

Kesan : kualitas dan kuantitas cukup

2

Page 3: Kasus Kejang Demam.doc

Riwayat Vaksinasi

BCG : (+) ada scar

DPT : DPT I, II,III

Polio : Polio I,II,III

Hepatitis B : 1,2,3

Campak : (+)

Vitamin A : (+)

Kesan : imunisasi dasar lengkap

Riwayat Keluarga

A/♂/41 thn/Swasta L/♀/37 thn/IRT

os

Riwayat Lahir

Lahir dari ibu G2P2A0, lahir cukup bulan, ditolong oleh bidan, spontan, lahir langsung

menangis, BBL 3700 gram A/S tidak tahu, R/ibu demam (-), R/KPSW (-), R/ ketuban

kental hijau bau (-).

Riwayat Perkembangan Fisik

Tengkurap : 6 bulan

Duduk : 9 bulan

Berdiri : 1 tahun 1 bulan

Jalan : 1 tahun 2 bulan

Kesan : Perkembangan fisik dalam batas normal

III. PEMERIKSAAN FISIK

3

Page 4: Kasus Kejang Demam.doc

Keadaan umum

Kesadaran : kompos mentis

Nadi : 120 x/menit isi: cukup tegangan : cukup

Pernafasan : 30 x/menit

Suhu : 38,5º C (axilla)

Berat badan : 9,8 kg

Tinggi badan : 83 cm

Lingkar Kepala : 40 cm

Anemis : tidak ada

Sianosis : tidak ada

Ikterus : tidak ada

Dipsnue : tidak ada

Edema umum : tidak ada

Keadaan gizi :

BB/U = 9,8/11,7 x 100% = 83,76 %

TB/U = 83/82 x 100% = 101,22 %

BB/TB = 9,8/11,9 x 100% = 82,35 %

Kesan : KEP I

Keadaan Spesifik

Kulit : Turgor baik, anemia tidak ada, ikterus tidak ada, sianosis tidak ada.

Kepala

Bentuk : bulat, simetris, normosefali

UUB : menutup

Rambut : hitam, tidak mudah dicabut

Mata : mata tidak cekung, konjungtiva tidak anemis,

sklera tidak ikterik, refleks cahaya +/+ normal, pupil bulat, isokor.

Hidung : bentuk biasa, epistaksis tidak ada, sekret tidak ada, nafas cuping

hidung tidak ada.

Mulut : sianosis sirkum oral tidak ada, sianosis ginggiva tidak ada.

4

Page 5: Kasus Kejang Demam.doc

Tenggorok : arcus faring simetris, uvula di tengah, dinding faring posterior

hiperemis, tonsil hiperemis besarnya T2 – T2.

Leher : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, JVP normal

Thorak

Paru-paru

Inspeksi : statis, dinamis simetris

Palpasi : stemfremitus kanan=kiri

Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru

Auskultrasi : vesikuler (+) normal, ronki (-), wheezing(-)

Jantung

Inspeksi : pulsasi, iktus kordis, dan voussour cardiaque tidak terlihat

Palpasi : ictus tidak teraba thrill tidak teraba

Perkusi : jantung dalam batas normal

Auskultasi : HR 120 x/menit, irama reguler, murmur dan gallop tidak ada

Abdomen

Inspeksi : datar

Palpasi : lemas, hepar dan lien tidak teraba, cubitan kulit kembali

lambat (-)

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) normal

Ekstremitas

Akral dingin tidak ada, edema tidak ada, sianosis tidak ada

Lipat paha dan genitalia

Pembesaran KGB tidak ada, genitalia tidak ada kelainan

Pemeriksaan Neurologi

5

Page 6: Kasus Kejang Demam.doc

Fungsi Motorik :

Pemeriksaan Tungkai Lengan

Kanan Kiri Kanan Kiri

Gerakan Segala arah Segala arah Segala arah Segala arah

Kekuatan 5 5 5 5

Tonus eutoni eutoni eutoni eutoni

Klonus - -

Reflek fisiologis N N N N

Reflek patologis - - - -

Fungsi Sensorik : tidak ada kelainan

Fungsi Nervi Cranialis : tidak ada kelainan

Gejala Rangsang Meningeal : tidak ada

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium ( Juli 2008)

Hematologi

Hemoglobin : 11 g/dl

Hematokrit : 33 vol%

Leukosit : 15.400/mm3

Trombosit : 330.000/mm3

Diff. count : 0/0/7/76/20/2

Kimia Klinik

Natrium : 132 mmol/l

Kalium : 3,5 mmol/l

Kalsium : 1,18 mmol/l

V. RESUME

6

Page 7: Kasus Kejang Demam.doc

Seorang anak laki - laki usia 1 tahun, 6 bulan, berat badan 9,8 kg, tinggi badan

83 cm, Islam, Sukarami-Palembang, MRS 7 Juli 2008 pukul 14.20 WIB dengan

keluhan utama kejang, dan keluhan tambahan BAB cair.

Dari alloanamnesa didapatkan sejak ± 1 hari SMRS, penderita menderita

demam mendadak tidak terlalu tinggi, terus menerus, muntah ada, frekuensi 2

kali/hari @ 3 sendok makan, tidak nyemprot,warna putih, isi apa yang dimakan dan

diminum, kejang tidak ada, batuk ada, dahak tidak ada, darah tidak ada, pilek ada,

BAB cair, lendir tidak ada, darah tidak ada, frekuensi 6 kali/hari @ ¼ - ½ gelas, air >

ampas.Penderita tidak minum obat. Sejak + 1 jam SMRS penderita mengeluh demam

tinggi, penderita mengalami kejang, frekuensi dua kali (kejang pertama di rumah,

kejang kedua sewaktu observasi di RSMH), lama kejang + lima menit, kejang umum

tonik klonik, inter dan post ictal penderita sadar. Penderita lalu disarankan untuk

masuk rumah sakit.

Pada riwayat penyakit dahulu tidak terdapat riwayat trauma dan riwayat

kejang sebelumnya. Sedangkan dalam keluarga terdapat riwayat kejang demam yang

dialami oleh ayah penderita pada saat masih anak-anak. Kejang tidak pernah berulang

sampai sekarang. Riwayat sosial ekonomi cukup. Riwayat makanan kesan kualitas

dan kuantitas cukup. Riwayat vaksinasi dasar lengkap.

Pada pemeriksaan fisik penderita nampak sakit sedang, kesadaran kompos

mentis, nadi 120x/menit, pernafasan 30x/menit, suhu 38,5º C, berat badan 9,8 kg,

tinggi badan 83 cm, dari BB/TB diperoleh 82,35 % kesan gizi KEP I. Pada keadaan

spesifik didapatkan dinding faring posterior hiperemis dan tonsil hiperemis besarnya

T2 – T2. Thorak dalam batas normal. Mata cekung tidak ada, abdomen pada palpasi

cubitan kulit kembali cepat, dan ekstremitas akral dingin tidak ada. Pada pemeriksaan

neurologis dalam batas normal.

VI. DIAGNOSA BANDING

Kejang Demam Kompleks + Tonsilofaringitis akut + Diare Akut tanpa

Dehidrasi + KEP I

Ensefalopati + Tonsilofaringitis akut + Diare Akut tanpa Dehidrasi + KEP I

7

Page 8: Kasus Kejang Demam.doc

Meningitis + Tonsilofaringitis akut + Diare Akut tanpa Dehidrasi + KEP I

VI. DIAGNOSIS KERJA

Kejang Demam Kompleks + Tonsilofaringitis akut + Diare Akut tanpa

Dehidrasi + KEP I

VII. PENATALAKSANAAN

Diet 1000 kalori , 15 gr proteinIVFD D5 10:4:7 980 cc/24 jamDiazepam rectal 5 mg (jika kejang) Parasetamol 4 x 120 mg (kalau perlu)Amoksisilin 3 x 125 mgOralit 100-200cc tiap BAB cairZinc 20mg 1x1

VIII. RENCANA PEMERIKSAAN

Lumbal Pungsi

IX. PROGNOSIS

Quo ad vitam : bonam

Quo ad functionam : bonam

FOLLOW UP SELAMA PASIEN DIRAWAT

8

Page 9: Kasus Kejang Demam.doc

Tanggal 9 Juli 2008S: Keluhan -

O: Keadaan Umum

SensoriumBerat badanLingkar kepalaNadiRRSuhu

Keadaan Spesifik

Kepala

Leher

Thorax

Abdomen

Ekstremitas

Kompos mentis9,8 kg40 cm128 kali/menit, I/T cukup36 kali/menit37,6o C

Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/- ,refleks cahaya +/+ normal, pupil bulat, isokor, Tenggorok: arcus faring simetris, uvula di tengah, dinding faring posterior hiperemis, tonsil hiperemis

GRM(-), pembesaranKGB(-)

Paru-paru I : statis, dinamis simetris, retraksi (-) P : stemfremitus kiri = kanan P : sonor pada kedua lapangan paru A : vesikuler (+) N, ronkhi (-),wheezing(-) Cor dbn

Datar, lemas, hepar lien tidak teraba, BU(+) N

Pemeriksaan neurologisFungsi Motorik :

Pemeriksaan Tungkai Lengan

Kanan Kiri Kanan Kiri

Gerakan Segala

arah

Segala arah Segala arah Segala arah

Kekuatan 5 5 5 5

Tonus N N N N

Klonus - -

Reflek fisiologis N N N N

Reflek patologis - - - -

Fungsi Sensorik : tidak ada kelainan

Fungsi Nervi Cranialis : tidak ada kelainan

Gejala Rangsang Meningeal: tidak ada

9

Page 10: Kasus Kejang Demam.doc

Akral dingin tidak ada, edema tidak ada, sianosis tidak ada

Pemeriksaan penunjang -Diagnosis Kerja Kejang Demam Kompleks + Tonsilofaringitis Akut + Diare Akut tanpa

Dehidrasi + KEP ITerapi Diet 1000 kkal, 20 gr protein

Parasetamol 4x120mg (jika demam)Amoksisilin 3x125mgOralit ad libitumZinc 1x20mgCa Sandos 1 x ¼ tablet

Tanggal 9 Juli 2008S: Keluhan -

O: Keadaan Umum

SensoriumBerat badanLingkar kepalaNadiRRSuhu

Keadaan SpesifikKepala

Leher

Thorax

Abdomen

Kompos mentis9,8 kg83 cm120kali/menit, i/t cukup28 kali/menit36,8o C

Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/- ,refleks cahaya +/+ normal, pupil bulat, isokor, Tenggorok: arcus faring simetris, uvula di tengah, dinding faring posterior hiperemis berkurang, tonsil tidak hiperemis dan tidak membesar

GRM (-), pembesaran KGB

Paru-paru I : statis, dinamis simetris, retraksi (-) P :stemfremitus kiri = kanan P : sonor pada kedua lapangan paru A :vesikuler (+) N, ronkhi (-),wheezing(-) Cor dbn

Datar, lemas, hepar lien tidak teraba, BU (+) NPemeriksaan neurologisFungsi Motorik :

Pemeriksaan Tungkai Lengan

Kanan Kiri Kanan Kiri

Gerakan Segala

arah

Segala arah Segala

arah

Segala

arah

Kekuatan 5 5 5 5

Tonus N N N N

Klonus - -

10

Page 11: Kasus Kejang Demam.doc

Ekstremitas

Reflek fisiologis N N N N

Reflek patologis - - - -

Fungsi Sensorik : tidak ada kelainan

Fungsi Nervi Cranialis : tidak ada kelainan

Gejala Rangsang Meningeal: tidak ada

Akral dingin tidak ada, edema tidak ada, sianosis tidak ada

Pemeriksaan penunjang -Diagnosis Kerja Kejang Demam Kompleks (perbaikan) + Tonsilofaringitis Akut

(perbaikan) + Diare Akut tanpa Dehidrasi (perbaikan) + KEP I (tetap)Terapi IVFD Stop

Diet 1000 kkal, 20 gr protein Parasetamol 4x120 mg (jika demam)Amoksisilin 3x125 mgOralit ad libitumZink 1x20mgCa Sandos 1 x ¼ tablet

Tanggal 10 Juli 2008S: Keluhan -O: Keadaan Umum

SensoriumBerat badanLingkar kepalaNadiRRSuhu

Keadaan Spesifik

Kepala

Leher

Thorax

Abdomen

Kompos mentis9,8 kg83 cm120 kali/menit, i/t cukup22 kali/menit36,7o C

Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/- ,refleks cahaya +/+ normal, pupil bulat, isokor, Tenggorok: arcus faring simetris, uvula di tengah, dinding faring posterior tidak hiperemis, tonsil tidak hiperemis dan tidak membesar

GRM(-),pembesaranKGB(-)

Paru-paru I : statis, dinamis simetris, retraksi (-) P : stemfremitus kiri = kanan P : sonor pada kedua lapangan paru A : vesikuler (+) N, ronkhi (-),wheezing(-) Cor dbn

Datar, lemas, hepar lien tidak teraba, BU(+) N

Pemeriksaan neurologis

11

Page 12: Kasus Kejang Demam.doc

Ekstremitas

Fungsi Motorik :

Pemeriksaan Tungkai Lengan

Kanan Kiri Kanan Kiri

Gerakan Segala

arah

Segala arah Segala arah Segala arah

Kekuatan 5 5 5 5

Tonus N N N N

Klonus - -

Reflek fisiologis N N N N

Reflek patologis - - - -

Fungsi Sensorik : tidak ada kelainan

Fungsi Nervi Cranialis : tidak ada kelainan

Gejala Rangsang Meningeal: tidak ada

Akral dingin tidak ada, edema tidak ada, sianosis tidak ada

Pemeriksaan penunjang -Diagnosis Kerja Kejang Demam Kompleks (perbaikan) + Tonsilofaringitis akut (perbaikan) +

Diare Akut tanpa Dehidrasi (perbaikan) + KEP ITerapi Diet 1000 kkal, 20 gr protein

Parasetamol 4 x 120 mg (jika demam)Amoksisilin 3x125 mgOralit ad libitumCa Sandos 1 x ¼ tablet(pulang)

12

Page 13: Kasus Kejang Demam.doc

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.I Pendahuluan

Kejang demam merupakan tipe kejang yang paling sering terjadi pada anak,

dimana 2-5% anak pernah mengalami serangan kejang demam sebelum usia 5

tahun. Meskipun biasanya kejang hanya berlangsung beberapa menit saja, kejang

demam sering menimbulkan kecemasan pada orang tua. Kecemasan tersebut

meliputi peristiwa serangan kejang itu sendiri ataupun akibatnya di kemudian hari

seperti berulangnya kejang, kejadian epilepsi atau kerusakan saraf akibat kejang. 1

Kejang merupakan bangkitan motorik yang terjadi akibat adanya mekanisme

yang mencetuskan sel neuron untuk melepaskan muatan listrik secara berlebihan.

Mekanisme yang mencetuskan kejang diantaranya adalah gangguan pada

membran sel neuron yaitu gangguan keseimbangan natrium dan kalium atau

akibat adanya ketidakseimbangan antara neurotransmitter eksitasi dan inhibisi.

Salah satu bentuk dari neurotransmiter inhibisi adalah GABA (gama amino

butyric acid). Apabila kadar GABA turun maka kemampuan inhibisi pada sinaps

saraf juga akan menurun sehingga akan timbul kejang.1

2.2 Definisi dan Klasifikasi Kejang Demam

Definisi dan klasifikasi kejang demam telah beberapa kali mengalami revisi.

Livingstone (1954) membagi kejang demam menjadi kejang demam sederhana

(KDS) dan epilepsi yang dicetuskan oleh demam. Ciri-ciri KDS menurut

Livingstone adalah usia anak 6 bulan sampai 4 tahun, kejang kurang dari 15

menit, kejang umum, kejang dalam 16 jam pertama demam, neurologis normal,

EEG yang dilakukan 4 minggu bebas panas hasilnya normal dan frekuensi kejang

kurang dari 4 kali dalam setahun. Sedangkan kejang demam yang tidak

memenuhi kriteria KDS dikelompokkan dalam epilepsi yang dicetuskan oleh

demam.2

13

Page 14: Kasus Kejang Demam.doc

Menurut kesepakatan UKK Neurologi anak (2004), kejang demam

didefinisikan sebagai bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh

(suhu rektal di atas 38C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranial.

Klasifikasi kejang demam menurut UKK Neurologi adalah sama dengan

klasifikasi menurut ILAE. Saat ini definisi dan klasifikasi kejang demam yang

digunakan adalah menurut kesepakatan UKK Neurologi Anak 2004. 3,4

Nelson Ellenberg (1976) membagi kejang demam menjadi 2 yaitu benign

febrile convulsion dan kejang demam kompleks. Dikatakan benign febrile

convulsion bila serangan kejang pertama kali usia 6 bulan sampai 4 tahun,

sebelumnya pernah panas tanpa kejang, kejang umum, lamanya kurang dari 10

menit, tidak ada riwayat keluarga dengan kejang demam, dan tidak ada gangguan

neurologis. Kejang demam kompleks bila kejang fokal, lama lebih dari 10 menit,

ada riwayat kejang demam dalam keluarga, lebih dari 1 kali kejang dalam 24 jam,

ILAE membagi kejang demam menjadi KDS dan KDK. Disebut KDS bila kejang

bersifatumum, tonik klonik, lama kejang kurang dari 15 menit dan tidak timbul

kembali dalam 24 jam. Bila lama kejang lebih dari 15 menit dan bersifat fokal

atau terjadi kembali dalam 24 jam maka diklasifikasikan dalam kejang demam

kompleks (KDK).1

2.3 Epidemiologi

Kejang demam merupakan tipe kejang yang paling sering dijumpai pada

anak-anak. Dua sampai lima persen dari seluruh anak mengalami sedikitnya satu

kali kejang demam dalam lima tahun pertama kehidupan. Verity dkk dalam suatu

penelitian di Inggris pada tahun 1970 hingga 1975 mendapatkan prevalensi

kejang demam sebesar 2,3%. Di Jepang, Tsuboi tahun 1974-1980 mendapatkan

prevalensi kejang demam yang lebih tinggi yaitu sebesar 8,3%. Eka dkk pada

tahun 1999-2001 di RS Moh. Hoesin Palembang mendapatkan 429 penderita

kejang demam, terutama pada usia 12-17 bulan.

Pada umumnya penderita kejang demam tergolong kejang demam sederhana.

Verity dkk melaporkan kejadian kejang demam sederhana terjadi pada 76,9%

14

Page 15: Kasus Kejang Demam.doc

kasus dan KDK 18,8% kasus. Delapan persen berlangsung lama (lebih dari 15

menit), dan 16% berulang dalam waktu 24 jam.1

Kejang demam bergantung pada umur, dimana umumnya dijumpai pada bayi

dan anak. Usia anak yang tersering mengalami kejang adalah 6 bulan sampai 3

tahun. Keterkaitan umur dengan kejang demam adalah berhubungan dengan

tingkat kematangan anatomi, fisiologi, dan biokomiawi otak. Delapan puluh lima

persen kejang demam terjadi sebelum usia 4 tahun, terbanyak pada usia 17-23

bulan. Hanya sedikit yang mengalami kejang demam pertama sebelum usia 2

tahun dan hampir 90% mengalaminya sebelum usia 3 tahun. Perbandingan kejang

demam antara anak laki-laki dan anak perempuan adalah hampir sama berkisar

1,1-1,4:1. 1

Faktor genetik mempunyai peranan dalam kejadian kejang demam. Berg dkk

dalam penelitiannya melaporkan 24% penderita kejang demam memiliki kerabat

tingkat pertama yang juga menderita kejang demam. Verity dkk melaporkan 26%

penderita kejang demam memiliki riwayat keluarga dengan kejang demam,

terutama pada orang tua atau saudara kandung. Van Esch dkk mendapatkan risiko

terjadinya kejang demam pada saudara kandung penderita kejang demam adalah

10% yaitu sekitar 2 kali risiko rata-rata populasi. Lennox (1949) berpendapat

bahwa kepekaan terhadap bangkitan kejang demam diturunkan oleh sebuah gen

dominan dengan penetrasi yang tidak sempurna. Lennox (1949) berpendapat

bahwa 41,2% anggota keluarga penderita mempunyai riwayat kejang sedangkan

pada anak normal hanya 3%. 1,4

2.4 Etiologi

Mekanisme yang mencetuskan terjadinya kejang pada kejang demam belum

diketahui secara pasti. Banyak teori yang telah dikemukakan para ahli mengenai

berbagai kemungkinan mekanisme terjadinya kejang pada kejang demam selain

faktor demam itu sendiri. Berdasarkan beberapa literatur disebutkan, faktor yang

mungkin memiliki peranan terhadap terjadinya kejang demam adalah faktor

genetik, riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga, faktor perinatal

15

Page 16: Kasus Kejang Demam.doc

(asfiksia dan riwayat perawatan saat neonatus), faktor suhu, defisiensi besi,

defisiensi seng, hiponatremia dan channelopathy.1,2

Walaupun mekanisme pasti kejang demam belum dapat diketahui, beberapa

faktor yang berperan dalam mekanisme terjadinya kejang antara lain adalah

gangguan pada membran sel neuron, gangguan pada mekanisme inhibisi

prasinaps dan paska-sinaps serta gangguan pada sel glia.1,2

2.4.1 Gangguan pada membran sel neuron

Potensial membran sel neuron bergantung pada permeabilitas sel tersebut

terhadap ion natrium dan kalium. Membran neuron permeabel terhadap ion

kalium dan kurang permeabel terhadap ion natrium sehingga dalam sel pada

keadaan normal konsentrasi ion kalium cenderung tinggi sedangkan konsentrasi

ion natrium rendah.2

Bila keseimbangan terganggu, sifat semi-permeabel berubah sehingga ion

natrium dan kalium berdifusi melalui membran dan mengakibatkan perubahan

kadar ion dan perubahan potensial yang menyertainya. Potensial aksi terbentuk di

permukaan sel dan menjadi stimulus yang efektif pada bagian membran sel

lainnya dan menyebar sepanjang akson.2

2.4.2 Gangguan pada mekanisme inhibisi prasinaps dan paska-sinaps

Sel neuron saling berhubungan sesamanya melalui sinaps-sinaps. Potensial

aksi yang terjadi di satu neuron dihantar melalui neuron akson yang kemudian

membebaskan zat transmitter pada sinaps yang mengeksitasi atau menginhibisi

membran paska-sinaps. Neurotransmitter eksitasi (asetilkolin, glutamat)

mengakibatkan depolarisasi, zat neurotransmiter inhibisi (GABA, glisin)

menyebabkan hiperpolarisasi neuron penerimanya. Jadi satu impuls dapat

mengakibatkan eksitasi atau inhibisi pada transmisi sinaps.2

Tiap neuron berhubungan dengan sejumlah besar neuron lainnya melalui

sinaps eksitasi atau inhibisi, sehingga otak merupakan struktur yang terdiri dari

sel neuron yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi aktifitasnya. Pada

keadaan normal didapatkan keseimbangan antara eksitasi dan inhibisi. Gangguan

terhadap keseimbangan ini dapat mengakibatkan terjadinya bangkitan kejang.

16

Page 17: Kasus Kejang Demam.doc

Efek inhibisi ialah meninggikan tingkat polarisasi membran sel. Kegagalan

mekanisme inhibisi mengakibatkan terjadinya lepas muatan listrik yang

berlebihan. Zat GABA mencegah terjadinya hipersinkronisasi melalui mekanisme

inhibisi. Gangguan sintesis GABA mengakibatkan perubahan keseimbangan

eksitasi-inhibisi sehinhgga dapat menimbulkan bengkitan kejang. 2

2.4.3 Gangguan pada sel glia

Sel glia diduga berfungsi untuk mengatur ion kalium ekstraseluler di sekitar

neuron dan terminal presinaps. Pada gliosis atau keadaan cedera, fungsi glia yang

mengatur monsentrasi ion kalium ekstraseluler akan tergangggu yang akan

mengakibatkan meningkatnya eksitabilitas sel neuron sekitarnya. Rasio yang

tinggi antara kadar ion kalium ekstraseluler dibanding intraseluler dapat

mendepolarisasi membran neuron.2

Astroglia berfungsi membuang ion kalium yang berlebihan saat aktifnya sel

neuron. Sewaktu kejang kadar ion kalium meningkat sebanyak 5 kali atau lebih di

cairan interstisial yang mengitasi sel neuron. Waktu ion kalium diserap oleh

astroglia cairanpun ikut diserap dan sel astroglia menjadi membengkak (edema).

Pada penelitian eksperimental, didapatkan bahwa bila kation dimasukkan ke

dalam sel astrosit melalui pipet makro akan timbul letupan kejang pada sel neuron

disekitarnya, hal ini merupakan suatu ilustrasi mengenai peranan sel astroglia

dalam mengatur aktivitas neuronal.2

2.5 Patofisiologi

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan

suatu energi yang didapatkan dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme

otak yang terpenting ialah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana

oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak

melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak ialah glukosa yang

melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.4

Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah

lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel

neuron dapat dilalui dengan ,mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui

17

Page 18: Kasus Kejang Demam.doc

oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya

konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan

diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan

konsentrasi ion didalam dan di luar sel, maka terdapatlah perbedaan potensial

yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan

potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang

terdapat pada permukaan sel.4

Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya perubahan

konsentrasi ion di ruang ekstraseluler, rangsangan yang datangnya mendadak

misalnya mekanis, kimiawi, atau aliran listrik dari sekitarnya, perubahan

patofosiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.4

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan

metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada

seorang anak berumur 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,

dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu

tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron

dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun Natrium

melaui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas

muatan ini demikian besarnya sehingga dapat menyebar keseluruh sel maupun ke

sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan

terjadilah kejang.4

Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari

tinggi rendahnya amabang kejang seorang anak menderita kejang pada suhu

tertentu. Pada anak dengan amabng kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada

suhu 38C sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi

pada suhu 40C atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa

terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah

sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa

penderita kejang.4

2.5.1 Peranan Besi dalam Terjadinya Kejang

18

Page 19: Kasus Kejang Demam.doc

Penelitian Gatti menyebutkan pada saat pasien terinfeksi oleh patogen akan

terjadi pelepasan faktor inflamasi interleukin 1 (IL-1). IL-1 akan mempengaruhi

hipotalamus dan hipokampus. IL-1 akan merangsang pusat pengaturan suhu di

hipotalamus sehingga akan menimbulkan kenaikan suhu (demam) dan akan

menimbulkan kejang bila sudah ada faktor risiko lain. Sementara di hipokampus

IL-1 mempengaruhi neurotransmiter dan dapat menyebabkan timbulnya kejang

bila sudah terjadi gangguan sebelumnya (sudah ada faktor pencetus) yang

mempengaruhi faktor keseimbangan antara neurotransmiter eksitasi (glutamat)

dan neurotransmiterinhibisi (GABA). Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi

neurotransmiter GABA adalah adanya defisiensi besi yang menyebabkan

menurunnya kadar GABA. Penurunan kadar GABA akan menyebabkan tidak

efektifnya mekanisme inhibisi sehingga terjadi kejang.1

GABA adalah neurotransmiter inhibisi utama pada otak. GABA tertinggi

konsentrasinya pada substansia nigra dan globus palidus. GABA dan glutamat

dibentuk di otak dari molekul asam sitrat pada siklus kreb, reaksi ini dikenal

sebagai shunt GABA. Sintesis GABA dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Diantaranya adalah peranan B6 dalam bentuk fosfat piridoksal yang merupakan

kofaktor pada sintesis GABA dari asam glutamat. Faktor lain yang masih dalam

penelitian adalah peranan besi pada sintesis GABA.1

Besi mempunyai peran yang sangat besar dalam proses pertumbuhan dan

perkembangan otak yaitu dalam proses mielinisasi saraf otak. Besi juga

mempunyai peran penting terhadap sistem neurotransmiter, diantaranya dalam

proses sintesis serotonin, norepinefrin dan enzim GABA transaminase, serta

sistem dopaminergik. 1

Batra (2002) melakukan penelitian untuk melihat efek defisiensi besi terhadap

metabolisme GABA pada hewan percobaan. Pada penelitian tersebut didapatkan

terjadinya penurunan aktifitas enzim untuk GABA (GABA shunt enzim) yaitu

GDH, GAD dan GABA-T (glutamat dehidrogenase, glutamat dekarboksilase, dan

GABA-transaminase) dan kadar GABA sendiri akibat adanya defisiensi besi.

Penelitian ini menyimpulkan terdapat peranan besi terhadap GABA.1

19

Page 20: Kasus Kejang Demam.doc

2.6 Manifestasi Klinis

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan

dengan kenaikan suhu badan yang tinggi (diatas 38C) dan cepat yang disebabkan

oleh infeksi diluar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akuta,

bronkitis, furunkulosis dan lainnya. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24

jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat

berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik fokal atau akinetik. Wujud kejang dapat

pula berupa mata berbalik ke atas disertai kekakuan atau kelemahan. Atau, terjadi

gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan. Kejang seluruh tubuh ini

akan berhenti dengan sendirinya setelah mendapat pertolongan pertama. Setelah

itu anak tampak capek, mengantuk, dan tidur pulas. Begitu terbangun kesadaran

sudah pulih kembali. tanpa adanya kelainan saraf. 3,5

2.7 Diagnosis Kejang Demam

Diagnosis kejang demam dapat ditegakkan melalui anamnesis yang lengkap

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Kejang demam paling sering terjadi pada anak usia antara 6 bulan hingga 5

tahun. Pada batas usia tersebut, kejang lebih banyak disebabkan oleh penyebab

yang beragam. Namun, hal ini tidak berarti bahwa setiap anak diluar batas usia

tersebut harus dilakkukan pemeriksaan scan otak dan pemeriksaan ekstensif

lainnya. Kenaikan suhu yang tinggi dan cepat pada saat kejang kejadian kejang

dapat menjadi patokan. Semakin tinggi demam akan dapat mencetuskan

bangkitan kejang.6

Segera setelah kejang berhenti, seorang anak harus sadar kembali dan tanpa

ditemukan adanya kelainan neurologis. Jika terdapat kelainan neurologis setelah

kejang atau menjadi tidak sadar setelahnya, maka harus dipikirkan penyebab lain

dari kejang.6

Pada kejang harus diperhatikan jenisnya (tonik atau klonik), bagian tubuh

yang terkena (fokal atau umum), lamanya kejang berlangsung, frekuensinya,

20

Page 21: Kasus Kejang Demam.doc

selang atau interval antara serangan, keadaan saat kejang dan setelah kejang

(post-iktal).

Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan, dan dapat dikerjakan untuk

mengevaluasi sumber infeksi atau mencari penyebab, seperti darah perifer,

elektrolit dan gula darah.3

Pungsi Lumbal

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau

menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis

ialah 0,6-0,7%.3

Pada bayi kecil sering manifestasi meningitis tidak jelas secara klinis, oleh

karena itu pungsi limbal dianjurkan pada: 3

a. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan

b. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan

c. Bayi > 18 bulan tidak rutin

Elektroensefalografi

Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi

berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan terjadinya epilepsi pada

pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan.3

Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang

tidak khas. Misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun,

atau kejang demam fokal.3

Pencitraan

Foto X-ray kepala dan neuropencitraan seperti Computed tomography (CT)

atau magnetic esonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan

atas indikasi, seperti:3

a. Kelainan neurologik fokal menetap (hemiparesis)

b. Parese nervus VI

c. Papiledema

21

Page 22: Kasus Kejang Demam.doc

2.8 Diagnosis Banding

Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus

dipikirkan apakah penyebab dari kejang itu di dalam atau di luar susunan saraf

pusat (otak). Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi,misalnya maningitis,

ensefalitis, abses otak dan lain-lain. Oleh sebab itu perlu waspada untuk

menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organik di otak. Baru setelah itu

dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam kejang demam sederhana

atau epilepsi yang diprovokasi oleh demam.4

2.9 Penatalaksanaan

Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan datang kejang sudah

berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat

menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis

diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2

mg/menit atau dalam waktu lebih dari 2 menit, dengan dosis maksimal 20 mg.3

Obat yang praktis dan dapat diberikan orang tua atau di rumah adalah

diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam

rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk

berat badan lebih dari 10 mg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak

dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun.3

Kejang yang belum berhenti dengan diazepam rektal dapat diulang lagi

dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila 2 kali

dengan diazepam rektal masih kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Dan disini

dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg.3

Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan

dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50

mg/ menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, yaitu 12

jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kijang belum berhenti maka pasien

harus dirawat di ruang intensif.3

22

Page 23: Kasus Kejang Demam.doc

Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis

kejang demamnya dan faktor resikonya, apakah kejang demam sederhana atau

kompleks.3

2.9.1 Pengobatan intermiten

Yang dimaksud dengan pengobatan intermiten adalah pengobatan yang

diberikan pada saat anak mengalami demam, untuk menceegah terjadinya kejang

demam. Terdiri dari pemberian antipiretik dan antikonvulsan.3,7

a. Antipiretik

Antipiretik pada saat demam dianjurkan, walaupun tidak ditemukan bukti

bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya kejang demam. Dosis

asetaminofen yang digunakan berkisar 10-15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari

dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kg/kali 3-4 kali sehari.3

Asetaminofen dapat menyebabkan sinrom reye terutama pada anak kurang

dari 18 bulan, meskipun jarang. Parasetamol 10 mg/kg sama efektifnya dengan

ibuprofen 5 mg/kg dalam menurunkan suhu tubuh.3

b. Antikonvulsan

Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam

menurunkan risiko berulangnya kejang (1/3-2/3 kasus), begitu pula dengan

diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5C. 3

Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang

cukup berat pada 25-39% kasus. Fenobarbital, karbamazepin, fenitoin pada saat

demam tidak berguna unutk mencegah demam.3

BAGAN PENGHENTIAN KEJANG DEMAM3

23

Page 24: Kasus Kejang Demam.doc

KEJANG

Diazepam rectal 0,5 mg/kgBB atau Berat badan < 10 kg: 5 mgBerat badan > 10 kg: 10 mg

\ KEJANG

Diazepam rectal

(5 menit)

Di rumah sakit

KEJANG

Diazepam IV

Kecepatan 0,5-1 mg.menit (3-5 menit)

(Depresi pernafasan dapat terjadi)

KEJANG

Fenitoin bolus IV 10-20 mg/kgBB

Kecepatan 0,5-1 mg/kgBB/menit

(pastikan venilasi adekuat)

KEJANG

Transfer ke ICU

2.9.2 Pemberian obat rumat

Pengobatan rumat adalah pengobatan yang diberikan secara terus menerus

untuk waktu yang cukup lama.3,7

Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam

menurunkan risiko berulangnya kejang. Dengan meningkatnya pengetahuan

bahwa kejang demam ‘benign’ dan efek samping pengguaan obat terhadap

kognitif dan perilaku, profilaksis terus menerus diberikan dalam jangka pendek,

kecuali pada kasus yang sangat selektif. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat

menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar (40-50%). Obat pilihan

24

Page 25: Kasus Kejang Demam.doc

saat ini adalah asam valproat meskipun dapat menyebabkan hepatitis namun

insidennya kecil.3

Dosis asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, fenobarbital 3-4

mg/kg per hari dalam 1-2 dosis.3

Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri

sebagai berikut:3

- Kejang lama > 15 menit

- Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,

misalnya hemiparesis, paresis Todd, Cerebral Palsy, retardasi mental,

hidrosefalus.

- Kejang fokal

- Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:

Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam

Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan

Kejang demam > 4 kali per tahun

Pengobatan rumat diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian

dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.

2.10 Prognosis

Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak

perlu menyebabkan kematian. Dua penyelidikan masing-masing mendapatkan

angka kematian 0,46% dan 0,76% (Fridrerichsen dan Melchior, 1954; Frantzen

dkk, 1968).4

Dari penilaian yang ada, frekuensi terulangnya kejang berkisar antara 25-50%,

yang umumnya terjadi pada 6 bulan pertama. Apabila melihat kepadaumur, jenis

kelamin, dan riwayat keluarga, Lennox-Buchthal (1973) mendapatkan:4

- Pada anak umr kurang dari 13 tahun, terulangnya kejang pada wanita

50 % dan pria 33 %

25

Page 26: Kasus Kejang Demam.doc

- Pada anak umur antara 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat keluarga

adanya kejang, terulangnya kejang ialah 50%, sedang pada tanpa

riwayat kejang 25%.

Resiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang

demam tergantung dari faktor: 4

- Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga

- Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak

menderita kejang demam

- Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal

Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, maka dikemudian

hari akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%, dibanding bila

hanya terdapat 1 atau tidak sama sekali faktor tersebut diatas, serangan kejang

tanpa demam hanya 2-3% saja. (“Consensus Statement on Febrile Seizures,

1981”).4

26

Page 27: Kasus Kejang Demam.doc

BAB III

ANALISIS KASUS

Seorang penderita Perempuan berusia 21 tahun datang dengan keluhan

demam.

Dari anamnesa didapatkan sejak ± 2 minggu SMRS, penderita menderita sakit kepala,

lesu, mual dan muntah 2 kali berwarna kuning tanpa ada darah dan lendir. Beberapa

hari kemudian penderita mengeluh kedinginan disertai menggigil dan timbulnya

demam tinggi yang paling sering dirasakan saat malam hari dan hilang saat pagi hari.

Penurunan kesadaran, kejang, batuk, sesak nafas, dan mencret disangkal. Penderita

mengaku Pernah berobat ke rumah sakit dan di diagnosis DBD dan tipes. ± 1 minggu

yang lalu, penderita mengaku keluhan tersebut semakin hari semakin memberat

sehingga menggangu aktivitasnya. Saat demam penderita mengaku berkeringat pada

hampir seluruh bagian tubuh yang semakin hari semakin terasa banyak. penderita

juga mengeluh tidak BAB ± 4 hari tetapi BAK seperti biasa. penderita mengaku

pernah berpergian ke provinsi lampung di pulau Pahawang bersama teman-temannya.

Saat itu teman-temannya ± 35 orang mengalami keluhan yang sama dengan

penderita. Dari anamnesis didapatkan bahwa demam berlangsung selama kurang

lebih 2 minggu dan disertai menggigil pada malam hari .Dari riwayat berpergian

kedaerah endemis yaitu kepulau pahawang.

Dari pemeriksaan fisik tidak ditemukan tanda-tanda kelainan semua dalam

batas normal. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan trombosit yang meningkat, Hb

menurun dan pada pemeriksaan DDR ditemukan (+) tropozoid plasmodium

falciparum yang menandakan bahwa penderita menderita penyakit malaria.

Karena pasien datang dalam keadaan demam, maka diberikan terapi

antipiretik berupa parasetamol 4x 500 mg untuk menurunkan demam.

Prognosa pasien ini quo ad vitam bonam dan quo ad fungsionam bonam.

27

Page 28: Kasus Kejang Demam.doc

28