kasus demam dengue
Transcript of kasus demam dengue
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
I. PENDAHULUAN
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD)
disebabkan virus dengue yang termasuk kelompok B Artropod Borne
Virus (Arboviruses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus,
family Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotype, yaitu : DEN-1,
DEN-2, DEN-3, DEN-4.
Infeksi salah satu seroyipe akan menimbulkan antibody terhadap
serotype yang bersangkutan, sedangkan antibody yang terbentuk terhadap
serotype lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan
perlindungan yang memadai terhadap serotype lain tersebut. Seseorang
yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4
serotipe selama hidupnya. Keempat serotype virus dengue dapat
ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia, pengamatan
virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit
menunjukkan bahwa keempat serotype ditemukan dan bersirkulasi
sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotype yang dominan dan
diamsusikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinis yang berat.9
II. EPIDEMIOLOGI
Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke – 18,
seperti yang dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan
Belanda. Saat itu infeksi virus dengue menimbulkan penyakit yang
dikenal sebagai demam lima hari (vijfdaagse koorts) kadang – kadang
disebut juga sebagai demam sendi (knokkel korts). Disebut demikian
karena demam yang terjadi hilang dalam lima hari, disertai dengan nyeri
pada sendi, nyeri otot, dan nyeri kepala.
Pada masa itu infeksi virus dengue di Asia Tenggara hanya
merupakan penyakit ringan yang tidak pernah menimbulkan kematian.
1
Tetapi sejak tahun 1952 infeksi virus dengue menimbulkan penyakit
dengan manifestasi berat, yaitu DBD yang ditemukan di Manila, Filipina.
Kemudian ini menyebar ke Negara lain seperti Thailand, Vietnam,
Malaysia dan Indonesia.9
Di Indonesia, demam berdarah dengue (DBD) pertama kali
dicurigai di Surabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologist baru
diperoleh pada tahun 1970. Di Jakarta, kasus pertama dilaporkan pada
tahun 1969. Kemudian DBD berturut – turut dilaporkan di Bandung dan
Jogjakarta (1972). Epidemi pertama di luar Jawa dilaporkan pada tahun
1972 di Sumatera Barat dan Lampung, disusul oleh Riau, Sulawesi Utara
dan Bali (1973). Pada tahun 1974, epidemic dilaporkan di Kalimantan
Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Pada tahun 1994 DBD telah menyebar
ke seluruh propinsi Indonesia.
Gambar 1. Epidemiologi Kasus DBD di Indonesia tahun 1968-2003
(Dikutip dari kepustakaan no 12)
Pada saat ini DBD sudah endemis di banyak kota besar, bahkan
sejak tahun 1975 penyakit ini telah terjangkit di daerah pedesaan.
Berdasarkan jumlah kasus DBD, Indonesia menempati urutan kedua
2
setelah Thailand. Sejak tahun 1968 angka kesakitan rata – rata DBD di
Indonesia terus meningkat dari 0,05 (1968) menjadi 8,14 (1973); 8,65
(1983) dan mencapai angka tertinggi pada tahun 1998 yaitu 27,09 per
100.000 penduduk dengan jumlah penderita sebanyak 47.573 orang, 1.572
orang penderita dilaporkan meninggal dari 201 daerah tingkat II. Setelah
epidemic tahun 1988, insidensi DBD cenderung menurun, yaitu 12,7
(1990) dan 9,2 per 100.000 penduduk.
Namun pada tahun 1994 insidens meningkat lagi menjadi 9,7 per
100.000 penduduk dan sampai tahun 1996 terjadi kecendrungan
peningkatan insidens. Sejak tahun 1994 seluruh propinsi di Indonesia telah
melaporkan kasus DBD terus meningkat dari 2 buah pada tahun 1968
menjadi 227 pada tahun 1995. Walaupun angka kesakitan rata – rata DBD
di Indonesia (case fatality rate = CFR) secara drastic menurun dari 41,3 %
pada tahun 1968 menjadi 3% pada tahun 1984. Sejak tahun 1991 CFR
terlihat stabil di bawah 3 %. Pada umumnya letusan /wabah di daerah yang
sebelumnya belum terjangkit DBD, CFR nya tinggi, sedangkan di
daerah/kota endemis CFR-nya mempunyai kecendrungan rendah.8
Pada saat ini DBD di banyak Negara di kawasan Asia Tenggara
merupakan penyebab utama perawatan anak di rumah sakit.7 Saat ini,
jumlah kasus masih tetap tinggi, rata – rata 10 – 25 kasus per 100.000
penduduk, namun angka kematian telah menurun bermakna menjadi < 2
%. Yang terbanyak terkena infeksi dengue adalah kelompok umur 4 – 10
tahun.6 Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan dari berbagai
Negara bervariasi dan disebabkan oleh beberapa factor, antara lain status
umur penduduk, kepadatan vector, tingkat penyebaran virus dengue,
prevalensi serotype virus dengue dan kondisi meteorologis. Secara
keseluruhan tidak terdapat perbedaan jenis kelaminn penderita, tetapi
kematian lebih banyak pada anak perempuan daripada anak laki – laki.9
Faktor – faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran
kasus DBD sangat kompleks, yaitu (1) Pertumbuhan penduduk yang
tinggi, (2) Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali, (3) Tidak
3
adanya kontrol vector nyamuk yang efektif di daerah endemis, dan (4)
Peningkatan sarana transportasi. Dalam kurun waktu 30 tahun sejak
ditemukan virus dengue di Surabaya dan Jakarta, baik dalam jumlah
penderita maupun daerah penyebaran penyakit terjadi peningkatan yang
pesat. Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan
kelembaban udara.
Pada suhu yang panas (28 – 320C) dengan kelembaban yang
tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu
lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di
setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk
setiap tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai
awal Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada
sekitar bulan April – Mei setiap tahun.9
III. DEFINISI
Demam dengue adalah sindrom jinak yang disebabkan oleh
beberapa virus yang dibawa arthropoda, ditandai dengan demam bifastik,
mialgia atau artralgia, ruam, leukopenia, dan limfadenopati.1
IV. ETIOLOGI
Virus Dengue tipe 1,2,3 dan 4 (golongan Arthropod borne virus
group B) yang ditularkan melalui gigitan banyak species nyamuk Aedes
(antara lain Aedes aegypti dan Aedes albopictus).5 Infeksi dengan salah
satu serotype akan menimbulkan antibody seumur hidup terhadap
serotype bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotype
lain.4
V. PATOGENESIS
Beberapa teori tentang patofisiologi virus dengue : 8
1. Teori Virulensi Virus
Secara klasik pada tahun 1918, 1928 dan 1931 pernah dicoba
manusia diinfeksi dengan virus dengue. Beberapa orang sukarelawan
4
digigit nyamuk yang infeksius, hasilnya adalah ada orang yang tidak sakit,
dan ada yang sakit. Masa inkubasi dan tipe panasnya juga berlainan.
Belum ada keterangan yang jelas mengapa hal itu terjadi. Sabin
mensinyalir bahwa manifestasi klinik dengue akan berubah kalau daerah
tersebut berulangkali terkena virus dengue. Fakta yang ada sekarang
adalah semua jenis virus dapat ditemukan pada kasus fatal. Artinya semua
virus dapat saja menyebabkan kematian.
Para peneliti di bidang virus lalu mencoba memeriksa sekuens protein
virus. Penelitian secara molekular biologi ini mendapatkan hal-hal yang
menarik. Pada saat sebelum kejadian luar biasa, selama kejadian luar
biasa, dan setelah reda kejadian luar biasa ternyata sekuens protein
tersebut berbeda.
Kelompok peneliti yang menitik beratkan pada sifat virus pada umumnya
tidak membedakan secara tegas antara DD dan DBD. Berbeda dengan
kelompok peneliti yang mendasarkan pada teori imunopatologi pada
umumnya membedakan secara tegas antara DD dengan DBD. Batasnya
adalah kejadian hemokonsentrasi, trombositopeni dan manifestasi
kebocoran plasma.
2. Teori Imunopatologi
Respon imun terhadap infeksi virus dengue telah diteliti pada
manusia, kera dan mencit. Didapatkan bahwa reaksi imun tersebut
mempunyai dua aspek yaitu respon kekebalan atau malahan menyebabkan
penyakit. Pada percobaan terhadap manusia dan mencit dapat disimpulkan
bahwa sesudah mendapat infeksi virus dengue satu serotipe maka akan
terjadi kekebalan terhadap virus ini dalam jangka lama, dan tidak mampu
memberi pertahanan terhadap jenis virus yang lain. Dua teori yang
digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD
yaitu hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection)
dan hypothesis antibody dependent enhancement ( ADE ).
5
Gambar 2 Patogenesis perdarahan pada DBD (Suvatte, 1977)
(Dikutip dari kepustakaan no 15)
Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang
mendapatkan infeksi primer dengan satu jenis virus, akan terjadi proses kekebalan
terhadap infeksi terhadap jenis virus tersebut untuk jangka waktu yang lama.
Pengertian ini akan lebih jelas bila dikemukakan sebagai berikut : Seseorang yang
6
Secondary heterologous dengue infection
Replikasi virus Anamnestic antibody response
Agregasi trombosit Aktivasi koagulasi Aktivasi komplemen
Penghancuran trombosit oleh RES
Pengeluaran platelet factor III
Aktivasi factor hageman
Trombositopenia Koagulopati konsumtif
Sistem kinin
Gangguan fungsi trombosit
Penurunan factor pembekuan
Anafilaktoksin
Peningkatan permeabilitas
kapiler
Kinin
Perdarahan masif
FDP meningkat
Kompleks virus antibody
Syok
pernah mendapat infeksi primer virus dengue, akan mempunyai antibody yang
dapat menetralisasi yang sama (homologous).
Gambar 3 Antibodi yang sesuai dengan serotype virus dengue membentuk kompleks yang tidak infeksius
(dikutip dari kepustakaan no 15)
Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis
serotipe virus yang lain, maka terjadi infeksi yang berat. Hal ini dapat
dijelaskan dengan uraian berikut: Pada infeksi selanjutnya, antibody
heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan membentuk
kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda; namun tidak
dapat dinetralisasi virus baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius.
Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan
antibody lain atau virus lain) karena adanya non antibody maka partikel virus
DEN dan molekul antibody IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan
ikatan antara kompleks tersebut dengan reseptor Fc gama pada sel melalui
bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement) infeksi virus
DEN. Kompleks virus antibody meliputi sel makrofag yang beredar dan
antibody tersebut akan bersifat opsonisasi, internalisasi sehingga makrofag
mudah terinfeksi sehingga akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-1, IL-6
dan TNF alpha dan juga “Platelet Activating Faktor” (PAF).
7
Gambar 4 Antibodi yang tidak sesuai dengan serotype virus dengue dengan membentuk kompleks yang infeksius
(dikutip dari kepustakaan no 15)
Karena antibody bersifat heterolog, maka virus tidak dapat di neutralisasi
tetapi bebas bereplikasi di dalam makrofag; informasi ini akan lebih jelas bila
diuraikan dalam bentuk gambar berikut:
Gambar 5 Kompleks virus yang serotipenya berbeda dengan antibodi(dikutip dari kepustakaan no 15)
3. Teori Antigen Antibodi
Pada kejadian DBD/DSS terjadi penurunan kadar komplemen, dan
semakin berat penyakit semakin turun kadar komplemen tersebut.
Komplemen yang turun adalah C3, C3 proaktivator, C4 dan C5. Secara
8
radioaktif dibuktikan penurunan kadar anafilaktoksin bukan karena
produksi yang menurun atau ekstravasasi. Kadar anafilaktoksin meninggi,
lalu menurun pada fase penyembuhan. Histamin pada urin didapatkan
pada masa tersebut. Pada saat itu juga terjadi permeabilitas kapiler yang
meninggi. Dari kejadian itu dipikirkan ada suatu mekanisme sebagai
berikut : virus dengue dianggap sebagai antigen yang akan bereaksi
dengan antibodi, kemudian mengaktivasi komplemen, aktivasi ini akan
menghasilkan anafilaktoksin C3a dan C5a, yang merupakan mediator kuat
peningkatan permeabilitas kapiler, kemudian terjadi kebocoran plasma.
4. Teori Infection Enhancing Antibody
Ternyata yang sangat diminati oleh peneliti adalah teori yang
mengembangkan teori infeksi sekunder oleh virus serotipe lain yang
berturutan. Aktivitas enhancing pada umumnya dapat dilihat pada
pengenceran yang cukup banyak sehingga antibodi di situ tidak
mempunyai sifat neutralisasi. Di dalam kultur peripheral blood
mononuklear sel terjadi juga kejadian serupa. Suatu kultur mononuklear
sel yang diberi imunoglobulin non neutralisasi dan tidak diberi apa-apa,
ternyata titer viremianya lebih tinggi pada kelompok yang diberi
imunoglobulin non netralisasi.
Gambar 6 Teori Enhacing Antibody
9
(dikutip dari kepustakaan no 15)
Virus mempunyai target serangan yaitu pada sel fagosit seperti makrofag,
monosit, sel Kupfer. Menurut penelitian antigen dengue lebih banyak di
dapat pada sel makrofag yang beredar dibanding dengan sel makrofag
yang tinggal menetap di jaringan. Kemungkinan antibodi non neutralisasi
itu yang berperan, yaitu melingkupi sel makrofag yang beredar dan tidak
melingkupi sel makrofag yang menetap di jaringan.
Pada makrofag yang dilingkupi oleh antibodi non neutralisasi, antibodi
tersebut akan bersifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah
terinfeksi. Lebih banyak sel makrofag terinfeksi lebih berat penyakitnya.
Diduga makrofag yang terinfeksi akan menjadi aktif dan mengeluarkan
pelbagai substansi inflamasi, sitokin, dan tromboplastin yang
mempengaruhi permeabilitas kapiler dan akan mengaktivasi faktor
koagulasi.
5. Teori Mediator
Oleh karena penelitian diarahkan ke mediator seperti pada syok
septik. Beberapa kejadian tersebut membawa penelitian ke arah mediator,
seperti interferon, interleukin 1, interleukin 6, interleukin 12, Tumor
Necrosis Factor (TNF), Leukosit Inhibiting Factor (LIF). Dipikirkan
bahwa mediator tersebut yang bertanggung jawab atas terjadinya demam,
syok dan permeabilitas kapiler yang meningkat.
10
Gambar 7 Teori mediator
(dikutip dari kepustakaan no 15)
Fungsi dan mekanisme kerja sitokin adalah sebagai mediator pada
imunitas alami yang disebabkan oleh rangsangan zat yang infeksius,
sebagai regulator yang mengatur aktivasi, proliferasi, dan diferensiasi
limfosit, sebagai aktivator sel inflamasi non spesifik, dan sebagai
stimulator pertumbuhan dan diferensiasi leukosit matur.Teori mediator ini
sejalan dan berkembang bersama dengan peran endotoksin dan teori peran
sel limfosit.
6. Teori Trombosit Endotel
Teori trombosit endotel ini merupakan alternatif lain daripada teori
virulensi virus dan imunopatologik. Trombosit dan endotel diduga
mempunyai peran penting dalam patogenesis DBD, trombositopenia dan
permeabilitas kapiler yang meningkat yang berarti ada pengaruh terhadap
integritas sel endotel. Dua komponen ini sudah diketahui sejak lama
merupakan satu kesatuan fungsi dalam mempertahankan homeostasis.
Salah satu cedera akan berakibat pada yang lain. Trombosit dapat
11
dipandang sebagai sel sekretorik yang mempunyai granula-granula yang
mengandung berbagai mediator. Endotel mempunyai macam-macam
reseptor, disamping dapat mengeluarkan bahan-bahan vasoaktif kuat
seperti prostasiklin, platelet activating factor (PAF), faktor plasminogen
dan interleukin 1. Gangguan pada endotel akan menimbulkan agregasi
trombosit serta aktivasi koagulasi.
7. Teori Apoptosis
Teori ini berdasar penelitian apoptosis yang banyak dikerjakan
pada berbagai penyakit. Apoptosis adalah proses kematian sel secara
fisiologik yang merupakan reaksi terhadap pelbagai stimuli. Proses
tersebut dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu kerusakan inti sel,
kemudian perubahan bentuk sel dan perubahan permeabilitas membran sel.
Konsekuensi dari apoptosis adalah fragmentasi DNA inti sel, vakuolisasi
sitoplasma, blebbing dan peningkatan granulasi membran plasma menjadi
DNA sub selular yang berisi badan-badan apoptotik. Apoptosis berbeda
dengan proses nekrosis. Limfosit sitotoksik mengkode protease
(granzyme, fragmentin) yang menginduksi apoptosis sel target. Selain itu
limfosit yang teraktivasi guna merespon infeksi virus menunjukkan
ekspresi Fas dalam kadar tinggi dan sangat rentan terhadap apoptosis.
Gambar 8 Teori apoptosis
12
(dikutip dari kepustakaan no 15)
Patogenesis terjadinya renjatan berdasarkan The Secondary Heterologous
Infection Hypotesis dirumuskan oleh Suvatte (1977). Akibat infeksi
kedua oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang penderita
dengan kadar antibody anti dengue yang rendah respon antibody
antidengue yang rendah, respon antibody anti dengue yang rendah, respon
antibody anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari
mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit imun dengan
menghasilkan titer tinggi antibody Ig G anti dengue Disamping itu,
replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi
dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan
mengakibatkan terbentuknya komplek antigen-antibodi (Virus antibody
complex ) yang selanjutnya akan mengaktivasi system komplemen.
Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 san C5 menyebabkan meningginya
permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangnya plasma endotel
dinding itu. Pada penderita dengan renjatan berat, volume plasma dapat
berkurang sampai lebih dari penderita dengan renjatan berat, volume
plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama
24-28 jam. Renjatan yang tidak ditanggulangi secara adekuat akan
menimbulkan anoksi jaringan, asidosis metabolik dan kematian.
VI. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis infeksi virus Dengue tergantung pada berbagai
faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh penderita. Terdapat berbagai
keadaan mulai dari tanpa gejala (asimptomatis) demam ringan yang tidak
spesifik (undifferentiated febrile illness), Demam Dengue, Demam Berdarah
Dengue, dan Sindrom Syok Dengue. 9
a. Demam Dengue
Demam dengue adalah demam akut selama 2 – 7 hari dengan dua
atau lebih manifestasi yaitu nyeri kepala, nyeri retro orbital, mialgia, ruam
13
kulit, maifestasi perdarahan dan leucopenia. Awal penyakit biasanya
mendadak dengan adanya trias yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota
badan dan ruam.3
Demam biasanya mencapai 39 oC sampai 40 oC dan demam
bersifat bifasik yang berlangsung sekitar 5 – 7 hari. 10
Ruam kulit atau bercak merah yang menyebar dapat terlihat pada
wajah, leher dan dada selama separuh pertama periode demam,
menyerupai demam skarlatina yang muncul pada hari ke 3 atau ke 4.
Ruam timbul pada 6-12 jam sebelum suhu naik pertama kali (hari sakit ke
3 atau ke 5) dan berlangsung selama 3-4 hari.3
Anoreksia dan obstipasi sering dilaporkan. Gejala klinis lainnya
seperti fotofobia, berkeringat, batuk, epistaksis dan disuria. Kelenjar limfe
sering dilaporkan membesar pada 67-77% kasus atau dikenal sebagai
Castelani’s Sign yang patognomonik. Beberapa bentuk perdarahan lain
dapat menyertai.3
Tabel 1 Gejala klinis Demam Dengue dan demam Demam Berdarah Dengue
Demam Dengue Gejala klinis Demam Berdarah Dengue
++ Nyeri kepala +
+++ Muntah ++
+ Mual +
++ Nyeri otot +
++ Ruam kulit +
++ Diare +
+ Batuk +
+ Pilek +
++ Limfadenopati +
14
+ Kejang +
0 Kesadaran menurun ++
0 Obstipasi +
+ Uji tourniquet positif ++
++++ Petekie +++
0 Perdarahan saluran cerna +
++ Hepatomegali +++
+ Nyeri perut +++
++ Trombositopenia ++++
0 Syok +++
Ket : + : 25% ++ : 50% +++ : 75% ++++ : 100%
(dikutip dari kepustakaan no 8)
VII. DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis DD (Case definition) berdasarkan WHO 1997 ialah11 :
Kriteria klinis :
- Demam tinggi mendadak tanpa sebab jelas terus menerus selama 2-7
hari
- Terdapat dua atau lebih manifestasi klinis berikut : sakit kepala, nyeri
retro-orbita, mialgia, atralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan,
leukopenia
Kriteria laboratorium :
- Isolasi virus dengue dari sampel serum, plasma, leukosit atau autopsi
15
- Penampakan perubahan titer IgG dan IgM lebih besar empat kali lipat
atau lebih terhadap satu atau beberapa antigen virus dengue dalam
serum sampel berpasangan
- Penampakan antigen virus dengue dalam jaringan autopsi melalui
imunohistokimia atau immunofloresens atau dalam sampel serum
dengan ELISA
- Deteksi rangkaian genom virus dalam sampel jaringan autopsi, serum,
atau sampel cairan serebrospinal melalui reaksi rantai polimerase
(polymerase chain reaction, PCR)
DD/DBD Derajat Gejala Laboratorium
DD Demam disertai 2
atau lebih tanda: sakit
kepala, nyeri retro-
orbital, mialgia,
artralgia
Leukopenia,
trombositopenia, tidak
ditemukan bukti kebocoran
plasma
DBD I Gejala di atas
ditambah uji bendung
positif
Trombositopenia
(<100.000/ml), bukti ada
kebocoran plasma
16
DBD II Gejala di atas
ditambah perdarahan
spontan
Trombositopenia
(<100.000/ml), bukti ada
kebocoran plasma
DBD III Gejala di atas +
kegagalan sirkulasi
(kulit dingin dan
lembab serta gelisah)
Trombositopenia
(<100.000/ml), bukti ada
kebocoran plasma
DBD IV Syok berat disertai
dengan tekanan darah
dan nadi tidak terukur
Trombositopenia
(<100.000/ml), bukti ada
kebocoran plasma
Tabel 2. Klasifikasi derajat penyakit infeksi virus dengue (DD/DBD)
(Dikutip dari kepustakaan no 8)
VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium9
a. Trombosit
Penurunan jumlah trombosit < 100.000 /lpb biasa ditemukan pada
hari ke-3 sampai ke-8 sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan
perubahan nilai hematokrit. Penurunan nilai trombosit ini disertai atau
segera disusul dengan peningkatan nilai hematokrit, biasanya terjadi pada
saat suhu turun atau sebelum syok terjadi.
b. Hematokrit
17
Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai
dari peningkatan nilai hematokrit. Nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh
pemberian cairan atau oleh perdarahan.
c. Leukosit
Jumlah leukosit biasa menurun (leucopenia) atau leukositosis,
limfositosis relative dengan limfosit atipik sering ditemukan pada saat
sebelum suhu turun atau syok.
d. Protein
Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma biasa ditemukan. Adanya
fibrinolisis dan gangguan koagulasi tampak padapengurangan fibrinogen,
protrombin, factor VIII, factor XII dan antitrombin III. PTT dan PT
memanjang pada sepertiga sampai setengah kasus DBD.4
e. Limfosit Plasma Biru
LPB menunjukkan hasil yang bermakna p< 0,05 mulai hari ke 4,
secara signifikan dapat dibedakan LPB dari kelompok non dengue. LPB
dapat dijumpai tertinggi pada hari ke 7. Titik potong (cut of point)
persentase LPB yang paling baik yaitu LPB yang > 4%.
f. Uji Serologi9
a. Uji hemaglutinasi inhibisi (HI)
i. Uji ini sering dianjurkan dan dipakaikan serta dipergunakan
sebagai gold standard .Walaupun demikian,terdapat beberapa
hal yang perlu diperhatikan pada uji ini ;
ii. Uji ini sensitif tetapi tidak spesifik, artinya Uji serologis ini
tidak dapat menunjukkan tipe virus yang menginfeksi
18
iii. Antibodi HI bertahan di dalam tubuh sampai lama sekali (
48 th), maka uji ini baik dipergunakan pada studi sero-
epidemiologi
iv. Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen 4x lipat
dari titer serum akut atau titer tinggi (>1280) baik pada serum
akut atau konvalesen dianggap sebagai presumtig positif, atau
diduga keras positif infeksi dengue yang baru terjadi (recent
dengue infection).
Tabel 3 . Interpretasi Uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI)
(dikutip dari kepustakaan no 5)
b. Uji Neutralisasi (NT Test)
Adalah uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk
virus dengue. Biasanya uji ini memakai cara yang disebut Plaque
Reduction Neutralization Test (PRNT) yaitu berdasarkan adanya
reduksi dari plaque yang terjadi.Saat ini antibodi neutralisasi
dapait dideteksi dalam serum hampir bersamaan dengan HI
19
antibodi tetapi lebih cepat dari antibodi komplemen fiksasi dan
bertahan lama(>4-8th). Uji ini rumit dan memerlukan waktu yang
cukup lama sehingga tidak dipakai secara rutin.
c. Uji fiksasi komplemen (CF Test)
Uji ini jarang digunakan sebagai uji diagnostik secara rutin,
oleh karena selain cara pemeriksaan agak rumit prosedurnya juga
memerlukan tenaga pemeriksa yang berpengalaman. Berbeda
dengan antibodi HI,antibodi komplemen fiksasi hanya bertahan
beberapa tahun saja (2-3th).
d. Uji Elisa Anti Dengue Ig M
Uji ini banyak dipakai, test ini untuk mengetahui
kandungan IgM dalam serum pasien.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada uji ini adalah :
i. Pada hari 4-5 infeksi virus dengue,akan timbul IgM yang
kemudian diikuti dengan timbulnya Ig G.
ii. Dengan mendeteksi Ig M pada serum pasien, akan secara
cepat dapat ditentukan diagnosis yang tepat.
iii. Ada kalanya hasil uji terhadap IgM masih negatif, dalam hal
ini perlu diulang.
iv. Apabila hari sakit ke 6 Ig M masih negatif, maka dilaporkan
negatif.
v. Ig M dapat bertahan di dalam darah sampai 2-3 bulan setelah
adanya infeksi. Untuk memperjelaskan hasil uji Ig M dapat
pula dilakukan uji terhadap Ig G. Mengingat alasan tersebut
di atas maka uji terhadap Ig M tidak boleh dipakai sebagai
satu-satunya uji diagnostik untuk pengelolaan kasus.
vi. Mempunyai sensitifitas sedikit di bawah uji HI, dengan
kelebihan uji Elisa hanya memerlukan satu serum akut saja
dengan spesifisitas yang sama dengan uji HI.
20
e. Tes Dengue Blot
Ig M Ig G Interpretasi
Infeksi primer
Infeksi sekunder
Tersangka infeksi
sekunder
Tidak ada infeksi
f. Rapid Test IgG/IgM Dengue
Pemeriksaan ini mendeteksi adanya antibodi terhadap virus
dengue. Ada dua antibodi yang dideteksi yaitu Imunoglobulin G
dan Imunoglobulin M, dua jenis antibodi ini muncul sebagai
respon tubuh terhadap masuknya virus ke dalam tubuh penderita.
Imunoglobulin G akan muncul sekitar hari ke-4 dari awal infeksi
dan akan bertahan hingga enam bulan pasca infeksi. Atas dasar
hal diatas maka antibodi ini menunjukkan kalau seseorang pernah
terserang infeksi virus dengue, setidaknya dalam enam bulan
terakhir.
Imunoglobulin M juga diproduksi sekitar hari ke-4 dari
infeksi dengue, tetapi antibodi jenis ini lebih cepat hilang dari
tubuh. Adanya Imunoglobulin M dalam tubuh seseorang
menandakan adanya infeksi akut dengue atau dengan kata lain
menunjukkan kalau penderita sedang terkena infeksi virus
dengue. Sensitivitas dan spesifitas pemeriksaan ini cukup tinggi
dalam menentukan adanya infeksi virus dengue.
21
Pemeriksaan IgG/IgM anti dengue meskipun cukup baik
dalam mendeteksi adanya infeksi virus dengue dalam tubuh
seseorang tapi masih memiliki kekurangan dalam mendeteksi
virus dengue secara dini. Karena yang diperiksa adalah antibodi
terhadap virus dengue dan antibodi baru muncul hari keempat
pasca infeksi, maka pemeriksaan ini seringkali tidak dapat
mendeteksi infeksi virus dengue pada penderita yang mengalami
gejala panas hari ke-0 hingga hari ke-4.
g. NS1 Ag Dengue
Baru-baru ini telah ditemukan rapid test yang mendeteksi
adanya antigen dari protein struktural virus dengue. Untuk
mempertahankan hidup, virus dengue memerlukan dukungan dari
protein yang mempertahankan tubuhnya, terutama untuk
membantu masuk dalam sel inang. Protein ini disebut sebagai
protein struktural yang berfungsi sebagai enzim dan katalis dalam
upaya virus mempertahankan hidupnya.
Pemeriksaan NS1 Ag yang berarti nonstruktural 1 antigen
adalah pemeriksaan yang mendeteksi bagian tubuh virus dengue
sendiri. Karena mendeteksi bagian tubuh virus dan tidak
menunggu respon tubuh terhadap infeksi maka pemeriksaan ini
dilakukan paling baik saat panas hari ke-0 hingga hari ke -4,
karena itulah pemeriksaan ini dapat mendeteksi infeksi virus
dengue bahkan sebelum terjadi penurunan trombosit. Setelah hari
keempat kadar NS1 antigen ini mulai menurun dan akan hilang
setelah hari ke-9 infeksi. Angka sensitivitas dan spesifisitasnya
pun juga tinggi.
Bila ada hasil NS1 yang positif menunjukkan kalau
seseorang ‘hampir pasti’ terkena infeksi virus dengue. Sedangkan
kalau hasil NS1 Ag dengue menunjukkan hasil negatif tidak
22
menghilangkan kemungkinan infeksi virus dengue dan masih
perlu dilakukan observasi serta pemeriksaan lanjutan. Ini terjadi
karena untuk mendeteksi virus dengue diperlukan kadar yang
cukup dari jumlah virus dengue yang beredar, sedangkan pada
fase awal mungkin belum terbentuk cukup banyak virus dengue
tetapi apabila pengambilan dilakukan setelah munculnya antibodi
maka kadar virus dengue juga akan turun.
Disinilah diperlukan ketepatan dalam pemilihan waktu dan
jenis pemeriksaan. Apabila panas masih awal pilihan
pemeriksaannya adalah NS1 Ag Dengue tetapi apabila sudah
melewati hari ke-4 panas maka pilihannya adalah pemeriksaan
IgG/IgM Dengue. Terkadang kedua pemeriksaan ini dilakukan
bersamaan terutama saat waktu borderline atau hari ke-3 hingga
hari ke-5 panas. Jadi apabila ada gejala demam berdarah seperti
panas tinggi, kedua pemeriksaan tadi dapat dilakukan disamping
pemeriksaan standar seperti pemeriksaan darah lengkap untuk
melihat kadar trombosit.
2. Rontgen dan USG9
Pemeriksaan foto rontgen thorax dapat menunjukkan adanya efusi
pleura dan pengalaman menunjukkan bahwa posisi Right Lateral
Decubitus (RLD) lebih baik dalam mendeteksi cairan dibandingkan
dengan posisi berdiri apalagi berbaring.
Pemeriksaan USG digunakan untuk mendeteksi adanya ascites dan
efusi pleura. Pemeriksaan USG juga dapat dipakai untuk meramalkan
23
kemungkinan penyakit yang lebih berat misalnya dengan melihat
penebalan dinding kandung empedu dan penebalan pancreas.
IX. PENATALAKSANAAN
Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase
demam pasien dianjurkan tirah baring, selama masih demam, obat anti
piretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan. Untuk
menurunkan suhu menjadi <39˚C, dianjurkan pemberian parasetamol.
Asetosal/salisilat tidka dianjurkan (kontraindikasi) oleh karena dapat
mnyebabkan gastritis, perdarahan atau asidosis. Pada pasien dewasa,
analgetik atau sedatif ringan kadang-kadang diperlukan untuk mengurangi
nyeri kepala, nyeri otot, atau nyeri sendi. Dianjurkan pemberian cairan dan
elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu, selain air putih dianjurkan paling
sedikit diberikan selama 2 hari. Tidak boleh dilupakan monitor suhu,
jumlah trombosit, serta kadar hematokrit sampai normal kembali. Pada
pasien DD saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda
penyembuhan. Meskipun demikian semua pasien harus diobservasi
terhadap komplikasi yang dapat terjadi selama dua hari setelah suhu trun.
Hal ini disebabkan oleh karena kemungkinan kita sulit membedakan antara
DD dan DBD pada fase demam. Perbedaan akan tampak jelas pada
saatsuhu turun, yaitu pada DD akan terjadi penyembuhan sedangkan pada
DBD terdapat tanda awal kegagalan sirkulasi (syok). Komplikasi
perdarahan dapat terjadi pada DD tanpa disertai gejala syok. Oleh karena
itu, terdapat perdarahan kulit serta mukosa seperti mimisan, perdarahan
gusi, apalagi bila harus segera dibawa ke rumah sakit (penerangan orang
tua tertera pada lampiran). Pada pasien yang tidak mengalami komplikasi
setelah suhu turun 2-3 hari, tidak perlu lagi diobservasi. Pada saat kita
menjumpai pasien tersangka infeksi dengue, maka bagan 1 dapat
dipergunakan.3
Tabel 4.Dosis parasetamol menurut kelompok umur
24
Umur (tahun)Dosis Parasetamol
(mg)
Tiap kali pemberian Tablet
(1 Tab = 500mg)
<1 60 1/8
1-3 60-125 1/8 - 1/4
4-6 125-250 ¼ - ½
7-12 250-500 ½ - 1
(dikutip dari kepustakaan no 8)
• Untuk menurunkan suhu menjadi < 39°C, dianjurkan pemberian
parasetamol. Asetosal/salisilat tidak dianjurkan (kontraindikasi) oleh
karena dapat meyebabkan gastritis, perdarahan, atau asidosis.
• Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah,
sirop,susu, disamping air putih, dianjurkan paling sedikit diberikan
selama 2 hari.
• Monitor suhu, jumlah trombosit dan hematokrit sampai fase
konvalesen.9
Tabel 5. Jenis Cairan (rekomendasi WHO)
Kristaloid Larutan ringer laktat (RL), Larutan ringer asetat (RA),
Larutan garam faal (GF), D5/RL, D5/RA, D5/1/2/LGF.
Koloid Dekstran 40, Plasma, Albumin
(dikutip dari kepustakaan no 8)
Tabel 6.Kebutuhan Cairan Rumatan
Berat Badan (kg) Jumlah cairan (ml)
25
10 100 per kg BB
10 – 20 1000+50 x kg (diatas 10 kg)
> 20 1500+20 x kg (diatas 20 kg)
(dikutip dari kepustakaan no 8)
Jika terjadi perembesan plasma, yang terjadi pada fase penurunan
suhu (fase a-febris, fase krisis, fase syok) maka dasar pengobatannya
adalah penggantian volume plasma yang hilang. Walaupun demikian,
penggantian cairan harus diberikan dengan bijaksana dan berhati-hati.
Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2 -3 jam pertama,sedangkan pada
kasus syok mungkin lebih sering (setiap 30-60 menit).Tetesan dalam 24-28
jam berikutnya harus selalu disesuaikan dengan tanda vital, kadar
hematokrit, danjumlah volume urin. Penggantian Secara umum volume
yang dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%.Cairan
intravena diperlukan, apabila (1) Anak terus menerus muntah, tidak mau
minum, demam tinggi sehingga tidak rnungkin diberikan minum per oral,
ditakutkan terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok. (2)
Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah
cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dankehilangan
elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam larutan NaCl 0,45%.
Bila terdapat asidosis, diberikan natrium bikarbonat 7,46% 1-2 ml/kgBB
intravena bolus perlahan-lahan.
Apabila terdapat hemokonsentrasi 20% atau lebih maka komposisi
jenis cairan yang diberikan harus sama dengan plasma. Volume dan
komposisi cairan yang diperlukan sesuai cairan untuk dehidrasi pada diare
ringan sampai sedang,yaitu cairan rumatan + defisit 6% (5 sampai 8%),
seperti tertera pada tabel 7 dibawah ini.
26
Tabel 7. Kebutuhan Cairan pada Dehidrasi Sedang (defisit cairan 5 – 8 %)
Berat badan waktu masuk RS (KG) Jumlah cairan ml/kgBB per hari
>7 220
7-11 165
12-18 132
>18 88
(dikutip dari kepustakaan no 9)
Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari
umur dan berat badan pasien serta derajat kehilangan plasma, yang sesuai
dengan derajat hemokonsentrasi. Pada anak gemuk, kebutuhan cairan
disesuaikan) dengan berat badan ideal untuk anak umur yang sama.7
Penatalaksanaan DD disesuaikan dengan derajat terlampir sebagai berikut :
Bagan 1 TATALAKSANA INFEKSI VIRUS DENGUE PADA KASUS DBD
27
(dikutip dari kepustakaan no 8)
Pasien dengan resiko tinggi9 :
28
1. Bayi
2. DBD derajat III dan IV atau syok berkepanjangan
3. Obesitas
4. Penurunan kesadaran
5. Mempunyai penyulit lain : Thalasemia,penyakit jantung bawaan,dll
6. Kasus-kasus rujukan
Tanda-tanda bahaya pada DHF/DF :
1. Segala bentuk manifestasi perdarahan
2. Tidak dapat/mau makan atau minum
3. Nyeri abdomen berat
4. Kencing lebih sedikit dari biasanya
5. Gelisah/iritabel
6. Anak terlihat makin lemah, berkeringat, kulit dingin.
Kriteria pasien masuk perawatan :
1. Adanya tanda-tanda syok
2. Segala bentuk manifestasi perdarahan
3. Sangat lemah sehingga asupan oral tidak adekuat
4. Mengantuk,lemah badan,tidur sepanjang hari ketika penurunan suhu
5. Jumlah trombosit <100.000/uL,dan atau ada kecendrungan penurunan
trombosit diikuti peningkatan Hct 10-20%
6. Nyeri abdomen akut hebat
7. Bukti adanya kebocoran plasma (efusi pleura,acites,dll)
8. Tempat tinggal yang jauh dari rumah sakit
Kriteria memulangkan pasien :
29
1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
2. Nafsu makan membaik
3. Tampak perbaikan secara klinis
4. Hematokrit stabil
5. Tiga hari setelah syok teratasi
6. Jumlah trombosit diatas 50.000/ml
7. Tidak dijumpai adanya distress pernafasan (akibat efusi pleura atau
asidosis).8
X. PROGNOSIS
Infeksi primer demam dengue biasanya sembuh sendiri. Prognosis
dipengaruhi oleh antibody yang didapat pasif atau oleh infeksi sebelumnya
dengan virus yang terkait.
Kematian telah terjadi pada 40%-50% penderita dengan syok tetapi
dengan perawatan intensif yang cukup kematian akan kurang dari 2%.
Ketahanan hidup secara langsung terkait dengan manajemen awal dan intensif.
XI. KESIMPULAN
Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyakit dengan vector
nyamuk yang paling penting di seluruh dunia, terutama di daerah tropis dan
subtropis. Untuk menegakan diagnosis diperlukan pemahaman tentang
perjalanan penyakit infeksi virus dengue, ketajaman pengamatan klinis, dan
pemantauan laboratorium berkala dan uji serologis.
Infeksi virus dengue bias bermanifestasi menjadi DD atau DBD.
Perbedaan antara DD dengan DBD adalah adanya kebocoran plasma,
ensefalopati, dan perdarahan massif (perdarahan gastroimtestinal). Fase kritis
ditandai dengan penurunan demam yang terjadi pada hari ke-4 demam dan
berlangsung 24 – 48 jam. Resusitasi awal dan tatalaksana resusitasi cairan
selanjutnya serta pengawasan klinis dan laboratories sangat menentukan
prognosis.
30
31
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An A
Tempat/tanggal lahir : Jakarta, 4 Maret 2000
Jenis kelamin : perempuan
Pendidikan : Pelajar
Nama Ayah : Tn. A
Pekerjaan/Pangkat : TNI-AD/SERMA
Alamat pekerjaan/ kesatuan : KODIM 0501
Nama Ibu : Ny . T
Pekerjaan/ pangkat : Ibu rumah tangga
Alamat pekerjaan/ kesatuan : -
Alamat Rumah : Bekasi Utara
Agama : Islam
Suku / Bangsa : Padang
No. Rekam Medis : 045711
32
Masuk Rumah Sakit Tanggal : 23 September 2012
Datang sendiri / dikirim oleh : datang sendiri
Diagnosa keluar (diagnosa terakhir di RS. Ridwan Meuraksa):
Demam Dengue
Sembuh / belum sembuh / pulang paksa / meninggal dunia : Sembuh
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Demam
Keluhan Tambahan :
Nyeri menelan, batuk
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke RS.MRM dibawa oleh orang tuanya dengan
keluhan demam sejak ± 6 hari yang lalu. Demam timbul mendadak sejak
siang hari dan dirasakan terus menerus sepanjang waktu. Keluhan demam
disertai dengan nyeri menelan dan batuk. Batuk dirasakan sepanjang hari.
5 hari SMRS pasien mengeluh mual dan muntah setiap setelah makan dan
minum sehingga nafsu makan dan minum pasien menurun. Keluhan
mimisan dan gusi berdarah disangkal. Keluhan nyeri pinggang dan rasa
sakit saat buang air kecil juga disangkal. 4 hari SMRS pasien sudah
berobat ke klinik dokter umum dekat rumahnya dan diberikan 3 macam
obat berupa syrup obat batuk, mual muntah, antibiotik dan penurun panas
yang diminum 3 kali sehari tetapi ibu pasien lupa nama obatnya. Karena
keluhan pasien tidak membaik, pasien dibawa ke RS MRM.
33
Riwayat anggota keluarga di rumah yang mengalami sakit yang
sama disangkal tetapi tetangga dekat rumah pasien ada yang terkena
demam berdarah belum lama ini.
Riwayat Penyakit Dahulu (yang berhubungan dengan penyakit
sekarang) :
Disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
Disangkal
Riwayat Pengobatan yang diperoleh :
Sebelum datang ke RS MRM pasien sudah diberikan 3 macam obat
berupa syrup obat batuk, antibiotik, mual muntah dan penurun panas tetapi
tidak memberikan perubahan
Keluhan lain yang tidak berhubungan dengan penyakit sekarang:
Nafsu makan dan minum berkurang
Batuk
Riwayat Kehamilan:
o Riwayat Kehamilan : G2 P2 A0
o Perawatan antenatal : Teratur
o Tempat lahir : Rumah Sakit
o Ditolong oleh : Dokter
34
o Cara persalinan : Normal
o Berat badan lahir : 3000 gram
o Panjang badan lahir : 50 cm
o Usia gestasi : Cukup bulan
o Keadaan bayi saat lahir : langsung menangis, anggota tubuh lengkap
o Kelainan bawaan (sebutkan ) : tidak ada
o Anak ke 1 dari 2 anak
Riwayat perkembangan:
o Pertumbuhan Gigi I : 4 bulan
o Psikomotor :
tengkurap : 4 bulan
duduk : 6 bulan
berdiri : 10 bulan
bicara : 10 bulan
berjalan : 11 bulan
o Gangguan perkembangan : disangkal
Riwayat Makanan
Umur ASI / PASI
Merk & Takaran
Buah /Biskuit Bubur susu Nasi Tim
0-2 bulan ASI - - -
2-4 bulan ASI + PASI - - -
4-6 bulan ASI + PASI - Bubur susu -
6-8 bulan ASI + PASI Pisang,biskut Bubur susu
8-10 bulan PASI Pisang,Biskuit Bubur susu Nasi tim saring
35
10-12 bulan PASI Pisang,Biskuit Bubur susu Nasi tim saring
Di atas 1 tahun:
Frekuensi Frekuensi
Nasi 3 x Ikan 3 hr 1 x
Sayur 3x Tempe 3x
Daging Selang 2 hr 1x Tahu 3x
Telur Selang 2 hr 1 x
Susu, merk,dan takaran: Bendera,takaran (3x sehari)
Kesulitan makanan bila ada: nafsu makan baik dan lebih banyak jajan
Kesan (pola, kualitas & kuantitas): pola makan cukup baik, hanya saja kualitas dan
kuantitas makanan masih kurang
Riwayat Imunisasi
Riwayat Imunisasi.
BCG : Usia 1 bulan
DPT : 4 kali, lupa
Polio : 4 kali, lupa
Campak : 1 kali, usia 9 bulan
Hepatitis B : 3 kali, lupa
Kesan : Imunisasi dasar lengkap, imunisasi ulangan untuk DPT, Polio tidak
dilakukan.
36
Riwayat Keluarga
No Umur Kelamin Hidup Lahir
Mati
Abortus Sebab
Kematian
Keterangan
1 12
Thn
♀ Ya - - - -
2 11
thn
♂ Ya - - - -
Anggota lain yang serumah : tidak ada
Masalah dalam keluarga : tidak ada
Perumahan : cukup padat
Keadaan rumah : ventilasi baik
Daerah lingkungan : bersih
Sumber Air Lingkungan : Air PAM
Sumber Air lain : tidak ada
Data orangtua:
DATA AYAH IBU
Umur sekarang 37 35
Perkawinan ke I I
Umur saat menikah 25 23
Pendidikan terakhir SLTA SLTA
37
Agama Islam Islam
Suku bangsa Padang Padang
Keadaan kesehatan Baik Baik
Penyakit ( bila ada ) Hipertensi Riwayat alergi
III. PEMERIKSAAN FISIK
Berat badan sekarang : 64 kg
Berat badan sebelum sakit : 64 kg
Tekanan darah : 110/60 mmHg
Frekuensi nadi : 120 x / menit , reguler,isi cukup
Frekuensi nafas : 27 x / menit
Suhu tubuh : 39,0 0 C
Turgor : kembali cepat
Dispneu : -
Rumple Leed : -
Keadaan Umum
Keadaan sakit : Tampak sakit sedang
Kesadaran : gelisah
Gizi : Lebih
TB/U = 145 – 144 = 0,144 (normal)
6,9
BB/U = 64 – 36,4 = 4,67 (gemuk)
38
Z score = Nilai sesungguhnya – median baku
SD dari baku
-1SD = 137,9 M= 144,8
-1SD = 30,5 M= 36,4
5,9
BB/TB= 64 – 36,9 = 6,60 (gemuk)
4,1
Kesimpulan : Anak mengalami masalah gizi kronis dan pada saat ini anak
menderita kegemukan (overweight) karena BB lebih dari proporsional
terhadap TB-nya tetapi tinggi badan sesuai dengan umurnya.
Kepala
Bentuk kepala : Normocephal
Rambut : Hitam, lurus, panjang, distribusi merata,
tidak mudah dicabut
Ubun-ubun besar : Menutup sempurna
Mata
Palpebra : Oedem -/-
Konjungtiva : Anemis -/-
Sklera : Ikterik -/-
Cekung : Tidak cekung
Air mata : +/+
Telinga
Serumen : Tidak ada
Liang : Tampak lapang
Gendang : Tampak intak
Hidung
Septum : Deviasi -
Sekret : Sekret -/-
Mulut
Bibir : Mukosa bibir kering
Lidah : Coated tongue (-)
39
-1SD = 32,8 M= 36,9
Tonsil : T2 – T2 hiperemis (+)
Faring : Hiperemis (+), sekret (-)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (+)
Et regio servical anterior sinistra ᴓ 1cm, kenyal, batas tegas, nyeri tekan (+)
Thorax
Paru :
- Inspeksi : Pergerakan dada simetris dalam keadaan statis
dan dinamis pada kedua lapang paru, retraksi (-)
- Palpasi : Vokal fremitus kanan = kiri
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru, kanan = kiri
- Auskultasi : Suara nafas vesikuler +/+, Rh -/-, Wh -/-
Jantung:
- Inpeksi : Ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
- Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
- Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, simetris
Palpasi : Supel, nyeri tekan
epigastrium (+), turgor baik,
ascites (-)
Hepar : Tidak teraba pembesaran
Lien : Tidak teraba
pembesaran
Perkusi : Timpani pada seluruh
lapang abdomen, nyeri ketok (-)
Auskultasi : Bising usus (+) N
40
Genitalia : perempuan, tidak ada kelainan
Ekstremitas : Akral dingin, edema dan cyanosis (-),
Refleks fisiologis
Reflek patologis
IV. PENGOBATAN YANG DIBERIKAN WAKTU MASUK
Infus RL 60 tetes/1 jam (makro) kemudian diturunkan menjadi 24
tetes/menit
Paracetamol 3 x 500 mg per oral
Lafidryl 3 x 1 C
Ceftriaxon 2 x 1 gr (iv)
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG WAKTU MASUK
Pemeriksaan darah rutin :
Hb : 11,4 g/dl
Leukosit : 3.800 /mm3
Trombosit : 62.000 /mm3
Ht : 33 %
41
+ +
+ +
- -
- -
Kesan :
Leukopenia(+), Trombositopenia(+), Kemungkinan hemokonsentrasi (-)
R E S U M E
1. Anamnesis
Anak perempuan, umur 12 tahun 5 bulan dengan berat badan 64 kg
dan gizi overweight datang dengan keluhan utama demam 6 hari disertai
batuk, nyeri menelan, mual, muntah, nyeri ulu hati.
2. Pemeriksaan Fisik
Status Present
Keadaan umum/ kesadaran : Tampak sakit sedang/ gelisah
Tekanan darah : 110/60 mmHg
Nadi : 120 x/menit, regular,isi cukup.
Suhu : 39,0 0
BB : 64 kg
Status gizi : overweight
Status Generalis
Kulit : Petechiae (-)
Mata : Konjungtiva tidak hiperemis, kornea jernih
Hidung : Sekret (-)
Mulut : Bibir kering, lidah tidak kotor, faring hiperemis (+),
tonsil T2-T2 hiperemis (+), detritus (-)
Thorax : simetris, retraksi (-)
Cor : BJ I-II reguler Normal, Bising (-)
42
Pulmo : Suara nafas vesikuler +/+ , Rh -/-, Wh -/-
Abdomen : supel, datar, NTE (+) , BU (+) Normal
Hepar : Tidak teraba pembesaran
Lien : Tidak teraba pembesaran
Ekstremitas : Akral dingin, Udema -/-, RL Test (+)
Genitalia : Perempuan, tidak ada kelainan.
3. Laboratorium
Pemeriksaan Darah rutin (Pada saat masuk Rumah Sakit)
Hb : 11.4 g/dl
Leukosit : 3.800 /mm3
Trombosit : 62.000 /mm3
Ht : 33 %
Pemeriksaan laboratorium ditemukan trombositopenia < 100.000,
kemungkinan hemokonsentrasi (-), dan leukopenia.
4. Diagnosis Kerja
Observasi febris hari ke 6 ec suspect Demam Dengue
Tonsilofaringitis
5. Diagnosa Banding
Demam Berdarah Dengue
Demam Typhoid
43
6. Anjuran pemeriksaan
1. Foto Roentgen thorax
2. Serial Hb, Ht, Trombosit, Leukosit
3. Serologis anti dengue
4. Pemeriksaan widal
7. Penatalaksanaan
1. Bed rest
2. Medikamentosa
3. Cairan : IVFD RL 60 tetes/menit makro (4cc/KgBB) dalam 1 jam
kemudian diturunkan menjadi 24 tetes/menit makro.
4. Antipiretik : parasetamol tablet 3 x 500 mg bila suhu > 37,5o C
5. Obat batuk : Lafidryil 3 x 1C
6. Ceftriaxon 2 x 1gr (iv)
7. Cek H2TL / 12 jam
8. Observasi tanda vital / perdarahan
8. Prognosa
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : dubia ad bonam
44
9. FOLLOW UP
24 September 2012 25 September 2012
S Demam (+), batuk (+), nafsu makan
berkurang, mual (+), muntah (-), nyeri
menelan(+), Perdarahan (-), nyeri kepala
(+), BAK (+) N, BAB (+) N
Demam (+), batuk (+) berkurang , nafsu
makan berkurang, mual (-), muntah (-),
nyeri menelan(+), perdarahan (-), nyeri
kepala (-),BAB (+) N, BAK(+) N,
O Ku/Ks : sakit sedang / CM
TD : 110/60 mmHg R : 28 x / menit
N : 120 x / menit S : 38,9 0 C
BB : 64 kg
Mata : dalam batas normal
THT : tonsil T2-T2 hiperemis (-), faring
hiperemis (+)
Thorax : Jtg: BJ I-II reguler, m (-), g (–)
Paru : Paru : SN vesikuler +/+, rh -/-, wh –/-wh -/-
Abd : datar, NT Epigastrium (+), BU (+)
Normal, Hepar dan lien : tidak teraba
membesar
Ekst : akral hangat, udem (-), sianosis (-)
Test RL (-)
Ku/Ks : sakit sedang / CM
TD : 110/60 mmHg S : 37,70 C
N : 100 x / menit R : 26 x / menit
BB : 64 kg
Mata : dalam batas normal
THT : tonsil T2-T2 hiperemis (-), faring
hiperemis (+)
Thorax : jtg: BJ I-II reguler, m (-), g (–)
Paru : SN vesikuler +/+, rh -/-, wh –/-
Abd : datar, NT Epigastrium (+), BU (+) N
Hepar dan lien : tidak teraba membesar
Ekst : dalam batas normal
Lab Pukul 06.00
Hb : 11,0 g/dl (↓)
Leuko : 4400 /mm3 (↑)
Pukul 06.00
Hb : 10,6 g/dl (↑)
Leuko : 3200/mm3 (↑)
45
Trombo : 63.000/mm3 (↓)
Ht : 31% (↓)
Pukul 18.00
Hb : 10,8 g/dl (↓)
Leuko : 3200/mm3 (↑)
Trombo : 63000/mm3 (=)
Ht : 33% (↑)
Hasil foto rontgen thorax
Kesan : tidak ada kelainan
Trombo: 59.000/mm3 (↓)
Ht : 31% (↓)
Pukul 18.00
Hb : 10, 2 g/dL (↑)
Leuko : 4000/mm3 (↑)
Trombo : 70000/mm3 (↑)
Ht : 31% (=)
Widal : S.typhi H :+1/160
A Demam dengue dd/ demam typhoid Demam dengue
P Infus RL 24 tetes/menit makro
PCT 3 x 500 mg
Ceftriaxon 2 x 1 gr (iv)
Lafidril 3 x 1 C
Observasi TTV
Observasi tanda-tanda perdarahan
Periksa H2TL/ 12 jam
Infus RL 24 tetes/menit makro
PCT 3 x 500 mg
Ceftriaxon 2 x 1 gr (iv)
Lafidril 3 x 1 C
Observasi TTV
Observasi tanda-tanda perdarahan
Periksa H2TL/ 12 jam
26 September 2012
S Demam (-),batuk (+) , nyeri menelan (-), nafsu makan sudah mulai
membaik, mual (+), muntah (-), perdarahan (-), nyeri kepala (-),BAB (+) n,
BAK(+) n,
46
O Ku/Ks : sakit sedang / CM
TD : 110/70 mmHg
N : 120x / menit reguler, isi cukup
R : 25 x / menit
S : 37,60 C axilla
BB : 64 kg
Mata : dalam batas normal
THT : dalam batas normal
Thorax : Jtg: BJ I-II reguler, m (-), g (–)
Paru : SN vesikuler +/+, rh -,/- wh –/-
Abd : datar, NT (+) berkurang, BU (+) N,
Hepar dan lien : tidak teraba membesar
Ekst : dalam batas normal
Lab Hb : 10,5 g/dl (↓)
Leuko : 3800/mm3 (↓)
Tr : 92.000/mm3 (↑)
Ht : 32% (↑)
A Demam dengue
P Infus RL 24 tetes/menit makro
PCT 3 x 500 mg
47
Ceftriaxon 2 x 1 gr (iv)
Lafidril 3 x 1 C
Bila trombosit naik dan demam (-), rawat jalan
Tanggal 26 September 2012
Pasien pulang dengan persetujuan yang didapat dari dokter dan obat yang
tersisa diteruskan penggunaannya oleh pasien di rumah.
Obat pasien adalah:
- Parasetamol 3 x1 tab (500 mg) bila demam
- Lafidryil 3 x 1 C
Dengan Anjuran:
Makan makanan yang bergizi dan minum yang banyak
Istirahat yang cukup
Kontrol ke poli anak kurang lebih 7 hari setelah keluar dari rumah sakit
DIAGNOSA AKHIR
Demam Dengue
Tonsilofaringitis
48
BAB III
ANALISA KASUS
Pada pasien ini diagnosis Demam Dengue ditegakkan berdasarkan atas :
- Anamnesa :
o Demam mendadak sejak 6 hari
o Mual
o Muntah
- Pemeriksaan fisik :
o Ku/ks : sakit sedang/gelisah
o Tekanan darah : 110/60 mmHg
o Nadi : 120 x/menit, reguler, isi cukup
o Suhu waktu datang 39,0 ^ C
o Frekuensi nafas : 27 x/menit
o Rumple Leed test (-)
o Abdomen :
Supel, BU (+) N, Nyeri Tekan Epigastrium (+)
o Ekstremitas : akral dingin
49
Hasil laboratorium
23/9/2012 24/9/2012 25/9/2012 26/9/2012
06.00 18.00 06.00 18.00 06.00
Hb 11,6 11 10,8 10,6 10,2 10,5
Ht 33 31 33 31 31 32
L 3800 4400 3200 3200 4000 3800
T 62000 63000 62000 59000 70000 92000
Kesan : Dengan pemberian cairan tidak menunjukkan penurunan nilai
Hematokrit, jadi dapat disimpulkan bahwa pada awal pasien masuk tidak
terjadi hemokonsentrasi.
- Dari data di atas diagnosa DD dapat ditegakkan sesuai dengan kriteria
WHO (tahun 1997).
- Pasien ini harusnya dilakukan pemeriksaaan serologis virus dengue
sebagai bukti diagnosa pasti adanya infeksi virus dengue dan dapat
membedakan apakah ini infeksi primer atau sekunder.
- Pasien ini seharusnya dapat berobat jalan, akan tetapi pada saat pasien
datang pertama kali, pasien menunjukan tanda-tanda presyok berupa akral
dingin dan nadi dorsalis pedis tidak teraba
- Dari pemeriksaan laboratoris menunjukkan adanya trombositoprnia
<100.000 dan penurunan leukopenia <5000.
- Pemeriksaan radiologis thorax tidak menunjukkan efusi pleura.
- Dari hasil pemeriksaan klinis dan laboratorium diatas sangat mungkin
pasien ini menderita DD.
50
- Penatalaksanaan
Pada terapi diberikan :
1. IVFD RL
Resusitasi awal cairan diberikan infus kristaloid 60 tetes/menit
dalam 1 jam (4cc/kgBB )untuk mengkoreksi adanya peningkatan
hematokrit ≥ 20 % selanjutnya cairan diturunkan menjadi 24
tetes/menit.
2. Paracetamol 3 x 500 mg
Dosis paracetamol 10 – 15 ml/KgBB. Diberikan bila panas.
3. Obat batuk lafidril 3 x 1C
Merupakan antitusif non narkotik yang dapat meningkatkan
ambang rangsang refleks batuk secara sentral.
Kesan : terapi sudah sesuai dengan yang dianjurkan untuk tatalaksana DD.
- Pasien dipulangkan karena anak sudah tidak demam dalam 24 jam, nafsu
makan membaik,hematokrit stabil, trombosit > 50.000/ml.
- Analisa Prognosis
Prognosa “dubia ad bonam” ditetapkan berdasarkan sebagai berikut :
prognosis dubia karena perjalanan penyakit DD sulit untuk diprediksi dan
anak dengan status gizi overweight merupakan kasus resiko tinggi; “ad
bonam” karena pasien masuk dengan DD tanpa manifestasi perdarahan
yang diharapkan dengan pengamatan klinis dan laboratories di RS dapat
ditatalaksana dengan baik untuk segera diketahui jika terjadi perburukan
perjalanan penyakit.
51
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman Kliengman Arvin, Dengue Fever, dalam : Nelson Ilmu kesehatan Anak, edisi 15, volume 2, EGC, 2000.
2. Gandahusada,S; Ilahude,H dan Pribadi,W. Parasitologi Kedokteran. Edisi Tiga. Jakarta: FK UI. 1998
3. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Ilmu Infeksi & Pediatri Tropis. IDAI. Jakarta 2010.
4. Mansoer Arief. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3. Media Aesculapius. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2000
5. Prof. H. Herry Garna, Emelia Suroto-H, et al. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak edisi kedua. Penerbit SMF Ilmu Kesehatan Anak FKUP/RSHS. Bandung, 2000.
6. RSCM. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak. Balai Penerbit FKUI. Jakarta, 2005.
7. Soegijanto S : Demam Berdarah Dengue . Tinjauan dan Temuan Baru di Era 2003. Airlangga University Press. Surabaya. 2004. h.1-9.
8. Sri Rejeki, Hindra Irawan Satari,. Demam Berdarah Dengue Naskah Lengkap Pelatihan Bagi Dokter Spesialis Anak Dalam Tatalaksana Kasus DBD, balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2005.
9. Sri rejeki, Soegeng Soegijanto, suharyono Wuryadi. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue Di Indonesia. Depkes RI, 2004.
10. WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. Jakarta, 2009.
11. WHO. Panduan Lengkap Pencegahan dan Pengendalian Dengue dan Demam Berdarah Dengue. EGC. Jakarta, 2005.
12. http://kesmas-unsoed.blogspot.com 13. http://kompas.com 14. http://inipunyaku.do.am.com 15. http://CDC.com
52