KASMAWATI - Unhas

116
1 ANALISIS PERILAKU PENCARIAN PENGOBATAN PENDERITA DIARE DENGAN KERANGKA HEALTH BELIEF MODEL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LANRISANG KABUPATEN PINRANG TAHUN 2011 Treatment Search Behavior Analysis on Diarrhea Patients with Health Belief Model Frame in Public Health Center (Puskesmas) Lanrisang Won\Area Year 2011) KASMAWATI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2011

Transcript of KASMAWATI - Unhas

Page 1: KASMAWATI - Unhas

1

ANALISIS PERILAKU PENCARIAN PENGOBATAN PENDERITA DIARE DENGAN KERANGKA HEALTH BELIEF MODEL

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LANRISANG KABUPATEN PINRANG TAHUN 2011

Treatment Search Behavior Analysis on Diarrhea Patients with Health

Belief Model Frame in Public Health Center (Puskesmas) Lanrisang Won\Area Year 2011)

KASMAWATI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2011

Page 2: KASMAWATI - Unhas

2

ANALISIS PERILAKU PENCARIAN PENGOBATAN PENDERITA DIARE DENGAN KERANGKA HEALTH BELIEF MODEL

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LANRISANG KABUPATEN PINRANG TAHUN 2011

Tesis Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister

Program Studi

Kesehatan Masyarakat

Disusun dan diajukan oleh

KASMAWATI

NO.STAMBUK : P 180 52 09 514

Kepada

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

Page 3: KASMAWATI - Unhas

3

Page 4: KASMAWATI - Unhas

4

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan dibawah ini

Nama : Kasmawati

NomorPokok : P1805209514

Program Studi : Kesehatan Masyarakat

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang saya tulis ini

benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan

pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain.

Apabila kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian

atau keseluruhan tesis ini karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi atas perbuatan tersebut.

Makassar, Juli 2011

Yang menyatakan

Kasmawati

Page 5: KASMAWATI - Unhas

5

ABSTRAK

KASMAWATI. Analisis Perilaku Pencarian Pengobatan Penderita Diare dengan Kerangka Health Belief Model di Wilayah Kerja Puskesmas Lanrisang Kabupaten Pinrang Tahun 2011 (dibimbing oleh Ridwan Thaha dan Muh. Syafar)

Penelitian ini bertujuan menemukan perilaku pencarian pengobatan penderita diare dengan menggunakan kerangka health belief model di wilayah kerja Puskesmas Lanrisang.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan rancangan studi kasus. Yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah pasien yang menderita diare dan ibu balita yang menderita diare. Informan kunci adalah petugas kesehatan. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara, dan kajian pustaka. Data dianalisis dengan analisis kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat tentang pencegahan dan penanggulangan diare masih terbatas penyebutan dan diare dianggap hanya gejala penyakit. Masyarakat menganggap penyakit diare disebabkan lingkungan yang kotor, makanan yang kotor, minum air yang tidak dimasak. Persepsi penderita diare berdasarkan faktor demografi dan struktur sosial bahwa semua orang mempunyai resiko yang sama yaitu tertular penyakit diare. Persepsi tentang mudahnya tubuh terserang penyakit diare menunjukkan bahwa penyakit diare merupakan penyakit yang sifatnya menular dan penyakit diare mengakibatkan aktivitas sehari-hari tidak dapat dilakukan. Ancaman yang dirasakan oleh penderita diare seringkali membawa gangguan psikis pada penderita dan tidak menonjolkan masalah medisnya. Tindakan pertama yang dilakukan oleh penderita diare adalah menentukan dirinya merasa sakit dan dilanjutkan dengan melakukan pengobatan terhadap dirinya sendiri (self treatment) baru berobat ke Puskesmas (pengobatan modern).

Kata kunci pelaku pencarian pengobatan, diare, health belief model

Page 6: KASMAWATI - Unhas

6

ABSTRACT

KASMAWATI. Treatment Search Behavior Analysis on Diarrhea Patients with Health Belief Model Frame in Public Health Center (Puskesman) Lanrisang Won\Area (supervised by Ridwan Thaha and Muh. Syafar).

The purpose of the study is to find out the treatment search behavior for diarrhea patients using frame of health belief model in Public Health Center (puskesmas) Lanrisang work area.

The type of the research was qualitative. Regular informants were patients suffering from diarrhea, the mothers of toddlers. Key informants were the healthcare workers.

The results reveal that the public still thinks the prevention and control of diarrhea is only a symptom of diseases. The attitude and effort to prevent diarrhea is believed to be caused by dirty environment, dirty food, non-boiled drinking water. Perception of diarrhea based on demography factor and social structure indicates that diarrhea is infectious disease so all people have the same risk to be infected by diarrhea; while the diarrhea is considered to be serious illness due to diarrhea can bring about people cannot do their daily activities. The threat felt by the diarrhea patients often causes psychological problem and this more influential than the medical problem; The first stage to do when patients get the disease is self treatment and then go to puskesmas to get modem treatment.

Keywords : treatment search behavior, diarrhea, model belief health frame

Page 7: KASMAWATI - Unhas

7

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas

segala rahmat dan taufik-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini

sebagai tugas akhir yang merupakan salah satu persyaratan untuk dapat

dapat menyelesaikan Program Magister pada Program Pascasarjana

Unrversrtas Hasanuddin, Makassar.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari semua pihak

baik langsung maupun tidak langsung maka tesiss ini tidak akan

terselesaiakan sebagaimana adanya saat ini, Penyusunan tesis ini tidak akan

dapat selesai .dengan baik tanpa arahan dan bimbingan dari penasehat kami

oiehnya rtu pada kesempatan ini kami megucapkan terimah kasih yang

sedalam-dalamnya kepada Bapak Dr. Ridwan M. Thaha, M.Sc selaku

pembimbing I dan Bapak Prof.Dr.dr H.Muh.Syafar, MS selaku pembimbing II

atas bantuan dan bimbingan yang telah dicurahkan mulai dari pengembangan

ide awal sampai selesainya penulisan tesis ini.

Pada kesempatan ini pula penulis menyampaikan terima kasih yang tak

terhingga kepada:

1. Bapak Prof.Dr.dr. Idrus Paturusi, SP.B selaku Rektor UNHAS Makassar

yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk meianjutkan

pendidikan pada Pasca sarjana.

Page 8: KASMAWATI - Unhas

8

2. Direktur Pasca Sarjana UNHAS yang telah memberikan kesempatan

mengikuti program Magister Kesehatan pada konsentrasi Promosi

Kesehatan.

3. Bapak Dr.Ridwan Thaha, M.Sc selaku ketua konsentrasi Promosi

kesehatan yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi

perbaikan tesis ini.

4. Bapak Prof.Dr.dr.H.M Rusli Ngatimin.MPH dan Bapak selaku penguji I , Dr.

Anwar Daud, SKM, M.Kes selaku penguji II, dan Dr. dr. Hj. Syamsiar

S.Russeng.MS selaku penguji III yang telah banyak memberikan arahan

dan masukan demi perbaikan tesis ini.

5. Teman-Teman se angkatan yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu

namanya

6. Akhirnya ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada suamiku tercinta

Drs. H. Abdu.M.Si dan anak-anakku Fahyuni Farawati Abma , Fajrin

Ardiansyah Abma atas kebersamaan, kesabaran, keihlasan, kesetiaan

.pengertian dan dukungan selama ini baik materi maupun in materi

sehingga saya bisa menyelesaikan tesis ini semoga pengorbanan selama

ini Allah SWT yang membalasnya.

Page 9: KASMAWATI - Unhas

9

Penulis rnenyadarj tesis ini jauh dari sempuma oleh sebab "itu penulis

mengharapkan masukan dan saran dari berbagai pihak sangat diharapkan

dapat menambah kualitas penelitian ini dan dapat menambah khasanah ilmu

pengetahuan dan bermanfaat bagi kita semua.

Makassar, Juli 2011

Penulis

Page 10: KASMAWATI - Unhas

10

DAFTAR ISI

halaman

HALAMAN JUDUL i

PERNYATAAN PERSETUJUAN ii

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS iii

ABSTRAK iv

ABSTRACT v

KATA PENGANTAR vi

DAFTAR ISI vii

DAFTAR LAMPIRAN viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 6

C. Tujuan Penelitian 6

D. Manfaat Penelitian 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9

A. Tinjauan Umum Tentang Diare 9

B. Tinjauan Umum Tentang Perilaku 25

C. Domain Perilaku 26

D. Perilaku Pencarian Pengobatan 32

Page 11: KASMAWATI - Unhas

11

BAB III KERANGKA PIKIR, DEFINISI KONSEP DAN PROPOSISI

PENELITIAN

A. Kerangka Pikir 37

B. Defenisi Konsep 38

C. Proposisi Penelitian 39

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian 41

B. Waktu dan Lokasi Penelitian 41

C. Instrumen Penelitian 41

D. Pengumpulan dan Analisis Data 42

BAB IV HASH DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 45

B. Karakteristik Informan 49

C. Konsep Masyarakat Tentang Penyakit Diare 50

D. Sikap Masyarakat Terhadap Upaya Pencegahan dan 61

Penanggulangan Diare

E. Tindakan Masyarakat Dalam Upaya Pencegahan dan 67

Penaggulangan

F. Upaya Pencarian Pengobatan 72

G. Strategi Penanggulangan 79

Page 12: KASMAWATI - Unhas

12

BAB V KESIMPULAN

A. Kesimpulan 91

B. Saran-saran 92

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 13: KASMAWATI - Unhas

13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut undang-undang No.36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 1

dijelaskan bahwa Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental,

spritual maupun sosia! yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif

secara sosial dan ekonomis. Untuk mengoptimalkan pembangunan di bidang

kesehatan maka Departeman Kesehatan Rl telah menetapkan visi

pembangunan kesehatan yaitu " Masyarakat sehat yang mandiri dan

berkeadilan". Visi tersebut diharapkan dapat terwujud terselenggaranya

pembangunan kesehatan secara berhasil guna dan berdaya-guna dalam

rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya

termasuk didalamnya program lingkungan sehat.

Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian

kegiatan yang diiakukan secara terpadu, terintregasi dan

berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan,

pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau

masyarakat (UU Kesehatan No 36 2009)

Page 14: KASMAWATI - Unhas

14

Program lingkungan sehat dan hygiene kesehatan bertujuan

mewujudkan mutu lingkungan hidup yang sehat serta melindungi masyarakat

dari ancaman bahaya yang berasal dari lingkungan atau penyakit berbasis

lingkungan seperti malaria, DBD, diare dan Iain-Iain.

Kejadian Diare masih sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa)

seperti halnya kolera dengan jumlah penderita yang banyak dalam waktu yang

singkat. Namun dengan tatalaksana diare yang cepat, tepat dan bermutu.

kematian dapat ditekan seminimal mungkin. Pada bulan Oktober 1992

ditemukan strain baru yaitu Vibrio Cholera 0139 yang kemudian digantikan

Vibrio Cholera strain El Tor ditahun 1993 dan kemudian menghilang dalam

tahun 1995-1996, kecuali di India dan Bangladesh yang masih ditemukan.

Sedangkan E. Coli 0157 sebagai penyebab diare berdarah dan HUS

(Haemolytic Uremia Syndrome). KLB pernah terjadi di USA, Jepang, Afrika

Selatan dan Australia. Dan untuk Indonesia sendiri kedua strain diatas belum

pernah terdeksi (Ahmadi, 2005).

Penyakit diare sampai kini masih menjadi masalah kesehatan

masyarakat, walaupun secara umum angka kesakitan masih berfluktuasi, dan

kematian diare yang dilaporkan oleh sarana pelayanan dan kader kesehatan

mengalami penurunan namun penyakit diare ini masih sering menimbulkan

KLB yang cukup banyak bahkan menimbulkan kematian.

Page 15: KASMAWATI - Unhas

15

Di Indonesia, hasil survei yang dilakukan oleh program, diperoleh

angka kesakitan Diare untuk tahun 2000 sebesar 301 per 1.000 penduduk,

angka ini meningkat bila dibandingkan dengan hasil survei yang sama pada

tahun 1996 sebesar 280 per 1.000 penduduk. Sedangkan berdasarkan

laporan kabupaten/ kota pada tahun 2008 diperoleh angka kesakitan diare

sebesar 27,97 per 1000 penduduk. Sedangkan angka kesakitan diare pada

tahun 2009 sebesar 27,25 per 1000 penduduk. Jauh menurun jika

dibandingkan 12 tahun sebelumnya.

Di Sulawesi Selatan, Kabupaten/kota dengan angka kesakitan diare

tertinggi pada tahun 2009 (36,87-55,13 per 1000 penduduk) yaitu Kab.

Takalar, Enrekang, Tanatoraja, Palopo, Luwu Utara, dan Luwu Timur (merah).

Sedangkan terendah (1,16-19,40 per 1000 penduduk) yaitu Kab. Selayar,

Bulukumba, Jeneponto, Sinjai, Maros, Bone, Sidrap, dan Parepare.

(www.Dinkes Sul-Se.go.id, diakses Februari 2011).

Kejadian diare di Kabupaten Pinrang pada tahun 2009 terdapat 7312

kasus diare. Dibandingkan pada tahun 2010 sebanyak 8330 kasus. Dari data

tersebut menunjukkan diare dari tahun 2009-2010 mengalami peningkatan

(Laporan P2M Kanbupaten Pinrang. 2009, 2010). Hal tersebut dapat

dipengaruhi oleh ketersediaan fasilitas sanitasi dasar yang tidak memenuhi

syarat di Kabupaten Pinrang sehingga dapat memberikan dampak bagi

kesehatan lingkungan serta rendahnya perilaku hyigene perseorangan.

Page 16: KASMAWATI - Unhas

16

Berdasarkan laporan Puskesmas Lanrisang pada tahun 2009, penyakit

diare termasuk 10 penyakit terbesar yaitu urutan ke 6 dengan jumlah kasus

sebanyak 510, pada tahun 2010 penyakit diare masih termasuk 10 penyakit

terbesar yaitu urutan ke 6 dengan jumlah kasus 590. Kasus penyakit diare

yang terjadi di Wilayah Kerja Puskesmas Lanrisang Kabupaten Pinrang

merupakan kejadian penyakit yang paling sering dialami masyarakat di

Wilayah Kerja Puskesmas Lanrisang.

Wilayah Kerja Puskesmas Lanrisang merupakan pemukiman yang

berada di Kecamatan Lanrisang Kabupaten Pinrang. Sebagian penduduk di

Wilayah Kerja Puskesmas Lanrisang menjadikan sungai Saddang sebagi

sumber air bersih.

Masyarakat yang mendapat penyakit diare, dan tidak merasakan sakit

sudah barang tentu tidak akan bertindak apa-apa terhadap penyakitnya,

namun bila mereka diserang penyakit diare dan juga merasakan sakit, baru

akan timbul berbagai perilaku dan usaha untuk mencari pengobatan.

Konsep sehat-sakit seringkali tidak sejalan bahkan bertentangan

dengan konsep biomedis. Hal itu terjadi karena persepsi sakit yang berbeda

antara masyarakat dan kita sebagai provider. Dengan kata lain adanya

perbedaan yang berkisar antara penyakit (disease) dengan rasa sakit (illness).

(Soekidjo, 2003)

Page 17: KASMAWATI - Unhas

17

Masyarakat yang mendapat penyakit dan tidak merasakan sakit

(disease but not illness) sudah barang tentu tidak akan bertindak apa-apa

terhadap penyakit tersebut, tapi bila mereka diserang penyakit dan juga

merasakan sakit maka barulah akan timbul berbagai macam perilaku dan

usaha. Salah satu model pencarian pengobatan yang dikembangkan adalah

model kepercayaan kesehatan Anderson (1974) atau Kerangka Health Belief

Model.

Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini ditujukan untuk

mengetahui pola pencarian pengobatan penyakit diare dengan menggunakan

teori pendekatan health belief model yang studi kasusnya dilakukan di Wilayah

Kerja Puskesmas Lanrisang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya,

maka dapat dirumuskan masalah yang ada adalah masih tingginya angka

kejadian penyakit diare di Wilayah Kerja Puskesmas Lanrisang.

Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk menemukan perilaku

pencarian pengobatan penderita diare dengan menggunakan teori

pendekatan health belief model yang studi kasusnya dilakukan di Wilayah

Kerja Puskesmas Lanrisang.

Page 18: KASMAWATI - Unhas

18

C. Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum

Menemukan perilaku pencarian pengobatan penderita diare dengan

menggunakan kerangka health belief model di Wilayah Kerja Puskesmas

Lanrisang.

1. Menggambarkan pengetahuan dan kepercayaan masyarakat mengenai

penyebab, gejala, pencegahan dan pengobatan serta persepsi mengenai

parah atau ringannya penyakit diare.

2. Menggambarkan proses dan mekanisme pengambilan keputusan dalam

setting individu dan keluarga dalam mendayagunakan sumber pelayanan

kesehatan yang tersedia saat mengalami gangguan kesehatan yang

bersangkut paut dengan penyakit diare.

3. Menggambarkan hirarki perawatan dan pengobatan yang dimanfaatkan

oleh individu dan keluarga yang mengalami gangguan penyakit malaria.

Menganalisis strategi penanggulangan penyakit malaria di Kabupaten

Halmahera Tengah.

b. Tujuan Khusus

1. Untuk memperoleh informasi secara mendalam tentang persepsi

pencarian pengobatan berkaitan dengan demografi dan sosial.

2. Menggambarkan proses dan mekanisme pengambilan

Page 19: KASMAWATI - Unhas

19

keputusan/Tindakan dalam setting individu dan keluarga dalam

mendayagunakan sumber pelayanan kesehatan yang tersedia saat

mengalami gangguan kesehatan yang bersangkut paut dengan penyakit

malaria.

3. Untuk memperoleh informasi secara mendalam tentang modifikasi

kerentanan dan kegawatan yang dirasakan oleh penderita diare dalam

pencarian pengobatan;

4. Untuk memperoleh informasi secara mendalam tentang perilaku pencarian

pengobatan penderita diare.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Program

Hasil penelitian ini akan menjadi informasi yang berguna

untuk menyusun strategi promosi kesehatan dalam upaya meningkatkan

pelayanan kesehatan dalam rangka pemberantasan penyakit diare di

Wilayah Kerja Puskesmas Lanrisang.

2. Manfaat secara umum

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang konstruktif

bagi petugas program penyakit diare di Puskesmas dan

Dinas Kesehatan, serta bagi pemerintah dalam menyusun dan

mengembangkan strategi pemberantasan penyakit diare.

Page 20: KASMAWATI - Unhas

20

3. Manfaat secara khusus

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi peneliti

selanjutnya, khususnya yang terkait dengan pembahasan tentang pola

pencarian pengobatan untuk penderita diare.

Page 21: KASMAWATI - Unhas

21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Urn urn tentang Diare

Program penanggulangan diare mulai ditingkatkan dan dilakukan

secara nasional sejak tahun 1974. Seminar Rehidrasi Nasional I, yang

diselenggarakan di Bagian llmu Kesehatan Anak, Fakultas Kesehatan

Universitas Indonesia, Jakarta tahun 1974, dengan jumlah penduduk

Indonesia sebesar 135 juta dan kejadian diare sebanyak 50 episode, angka

kematian Karena diare berjumlah antara 60C.000-900.000 orang per tahun,

ditahun 1984 dengan jumlah penduduk sekitar 160 juta orang dengan 60 juta

episode diare, kematian karena diare telah dapat ditekan menjadi sekitar

200.000 orang saja. Hal ini disebabkan karena berbagai faktor, dan

diantaranya peningkatan pengetahuan tentang diare, baik mengenai masalah

ataupun penanganannya (Suharyono, 1991).

Berdasarkan profil kesehatan kabupaten/ kota pada tahun 2008, kasus

diare kembali mengalami penurunan yaitu 209.153 kasus, tertinggi masih di

Kota Makassar (45.929 kasus) dan terendah di Kab.Enrekang (400

kasus).Sedangkan pada tahun 2009 sebanyak 226,961 kasus, tertinngi di Kota

Makassar (45.014 kasus) dan terendah di Kab. Selayar.

Pada tahun 2002 jumlah penderita pada KLB diare tersebar pada 2

Page 22: KASMAWATI - Unhas

22

kabupaten/kota dengan 4 kecamatan dan 4 desa dengan jumlah penderita

sebanyak 54 penderita tanpa kematian. Sedangkan tahun 2003, jumlah

penderita pada KLB diare tersebar pada 13 kabupaten/kota dengan 21

kecamatan dan 27 desa dengan jumlah penderita sebanyak 1.156 penderita

dengan 45 kematian. Dan untuk jumlah kejadian, penderita dan kematian

akibat diare cenderung menurun pada tahun 2004. Adapun jumlah kejadian

luar biasa diare periode Januari-Desember 2004 sebanyak 21 kejadian,

dengan jumlah penderita sebanyak 1.145 orang dan jumlah kematian

sebanyak 25 penderita (CFR=2,18%), tersebar pada 10 kabupaten, 15

kecamatan dan 24 desa. Untuk tahun 2005, jumlah kejadian luar biasa diare

periode Januari - Desember sebanyak 8 kejadian, 8 kab./kota dengan jumlah

penderita sebanyak 443 orang, dengan kematian sebanyak 9 orang

(CFR=2,03%). Sementara di tahun 2006 tercatat jumlah KLB diare sebanyak

14 kejadian, dengan jumlah penderita 465 orang dan CFR sebesar 2,15%.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi atau berhubungan dengan

terjadinya penyakit diare adalah belum meningkatnya kualitas kebiasaan hidup

bersih dan sehat masyarakat pada umumnya dan khususnya hygiene

perorangan, dan penggunaan sarana SAMIJAGA yang memenuhi syarat

kesehatan belum membudaya pada masyarakat di pedesaan.

Sementara itu, jumlah kasus/penderita diare yang dapat dihimpun

melalui laporan dari 23 kabupaten/kota selama tahun 2003 adalah sebesar

Page 23: KASMAWATI - Unhas

23

172.742 penderita (IR=2,070/00), meninggal 73 orang (CFR=0,04%).

Kabupaten/Kota yang terlihat menunjukkan cakupan penemuan penderita

tertinggi dalam tahun 2003 ini adalah Kota Palopo 146,74%, Kota Makassar

115,04%, Kab. Soppeng 112,63% dan Kab. Enrekang 111,67%. Untuk tahun

2004, kasus diare yang dilaporkan sebanyak 177.409 kasus (cakupan

68,70%) dengan kematian sebanyak 66 orang (CFR=0,04%). Jumlah kasus

tertinggi pada kelompok umur > 5 tahun (91.379 kasus) kematian 29 orang dan

kelompok umur 1 - 4 tahun (57.087 kasus) kematian 17 orang sedang jumlah

kasus terendah pada kelompok umur < 1 tahun (28.946 kasus) kematian 20

orang. Kab./kota yang terlihat menunjukkan cakupan penemuan penderita

tertinggi pada tahun 2004 masih tetap Kota Palopo (152,42%) dan Kota

Makassar (128,62%). Sedangkan untuk kasus diare selama tahun 2005

tercatat sebanyak 188.168 kasus (72,87%) dengan kematian sebanyak 57

orang (CFR=0,03%). Jumlah kasus tertinggi pada kelompok umur > 5 tahun

(100.347 kasus) dengan kematian 19 orang dan kelompok umur 1-4 tahun

(60.794 kasus) kematian 13 orang sedang jumlah kasus terendah pada

kelompok umur < 1 tahun (27.029 kasus) dengan kematian 25 orang. Situasi

pemberantasan penyakit diare pada tahun 2006 tercatat sebanyak 173.359

kasus dengan cakupan tertinggi di Kab. Enrekang (179,46%), Kota Palopo

(154,50%), Kota Makassar (142,86%) dan Kab. Soppeng (109,10%). Bila

dikelompokkan ke dalam kelompok umur maka jumlah kasus yang tertinggi

Page 24: KASMAWATI - Unhas

24

berada pada kelompok umur > 5 tahun (92.241 orang) dengan kematian

terbanyak pada kelompok umur 1-4 tahun sebanyak 17 orang, pada tahun

2007 penyakit diare tercatat mengalami penurunan yaitu sebanyak 209.435

kasus dengan jumlah kasus tertinggi di Kab. Gowa (12.089 kasus). Bila di

kelompokkan ke dalam kelompok umur maka jumlah kasus yang tertinggi

berada pada kelompok umur < 5 tahun sebanyak 93.560

kasus.(www.dinkes.go.id, diakses Februari 2011).

Menurut HI. Blum (1974) kesehatan manusia dipengaruhi oleh

lingkungan, perilaku, keturunan, dan pelayanan kesehatan. Namun, menurut

Blum, lingkungan merupakan faktor yang memiliki pengaruh terbesar. Medium

lingkungan yang paling tercemar berat adalah udara (pencemaran udara ) dan

medium air (pencemaran air). Konsep Blum itu diperkuat oleh teori Gordon

(1974) bahwa perubahan lingkungan dapat menyebabkan semakin tingginya

penyebaran penyakit serta peningkatan kepekaan manusia terhadap penyakit.

Diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan

bentuk dan konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan

bertambahnya frekwensi berak lebih dari biasanya. (3 kali atau lebih dalam 1

hari).

Diare di Indonesia sampai saat ini masih merupakan salah satu penyakit

endemis dan masih sering menimbulkan KLB di masyarakat. Oleh karena

senngnya terjadi peningkatan kasus pada saat atau musim tertentu yaitu pada

Page 25: KASMAWATI - Unhas

25

musim kemarau dan pada puncak musim hujan. Faktor ini menunjukkan

kemungkinan penyebabnya adalah terkait air minum jamban keluarga,

kebersihan perorangan, lingkungan yang jelek, penyiapan dan penyimpanan

makanan yang tidak semestinya, gizi kurang dan kurang kekebalan atau

menurunnya daya tahan tubuh.

Pada kelompok Balita, pola penyebab kematian lebih tinggi. Peringkat

pertama diduduki oleh ISPA yang menyumbangkan 33% kematian. Peringkat

kedua diduduki oleh diare yang menyumbangkan 15,3% kematian. Sedang

infeksi parasit menduduki peringkat keempat yang menyumbangkan 6,3%.

Secara total, penyakit-penyakit berbasis lingkungan menyumbangkan 52,4%

atau lebih dari separuh dari total kematian balita. Penyakit berbasis lingkungan

masih tetap menjadi pola utama kesakitan (morbiditas) masyarakat Indonesia.

Sanitasi lingkungan biasanya sangat erat kaitannya dengan kondisi

permukiman. Menurut Kusnoputranto (1983) mendifinisikan sanitasi

lingkungan sebagai usaha-usaha pengendalian dari semua faktor-faktor

lingkungan fisik manusia yang mungkin menimbulkan atau dapat

menimbulkan hal yang merugikan bagi perkembangan fisik, kesehatan dan

daya tahan hidup manusia.

Sedangkan menurut Entjang (1993) sanitasi lingkungan adalah

pengawasan lingkungan fisik, biologis, sosial, dan ekonomi yang

mempengaruhi kesehatan manusia dimana lingkungan yang berguna

Page 26: KASMAWATI - Unhas

26

ditingkatkan dan diperbanyak, sedangkan yang merugikan diperbaiki atau

dihilangkan. Dari kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa sanitasi

lingkungan selalu membicarakan tentang bagaimana mengelola berbagai

faktor yang mempengaruhi kesehatan manusia.

Berorientasi pada konsep kesehatan moderen, meialui penelusuran

epidemiologis, hidup sehat dapat dicapai meialui kemampuan manusia untuk

hidup seimbang dengan alam sekitamya. Melalui keseimbangan ekologi,

budaya dan pengamalan perilaku , hidup sehat dapat diwujudkan

dimana-mana melalui proses yang berbeda-beda tetapi tetap dalam mutu

yang sama sepanjang pencapaian itu merujuk pada evaluasi dan indikator

yang sama (Ngatimin, 2007)

Pengelolaan sanitasi lingkungan terutama meliputi faktor-faktor (1)

penyediaan air rumah tangga yang baik, (2) pengaturan pembuangan kotoran

manusia, (3) pengaturan pembuangan sampah, (4) pengaturan pembuangan

air limbah, (5) pengaturan rumah sehat, (6) pembasmian binatang-binatang

penyebar penyakit seperti lalat dan nyamuk.

Penyediaan air dapat dilakukan dengan membuat sumur yang tidak

tercemar oleh air dari pembuangan air limbah. Sistem perpipaan tidak bocor

sehingga tidak tersedotnya air dari luar pipa dan tercemar oleh air dari tempat

lain.

Page 27: KASMAWATI - Unhas

27

Penyediaan jamban saniter sangat efektif memutuskan kontaminasi dan

perkembangbiakan bakteri penyebab diare terhadap sumber air atau

makanan. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun cukup efektif

memutuskan mata rantai infeksi bakteri. Demikian pula klorinasi air minum

dapat mengurangi pemajanan kuman patogen.

Beberapa studi yang dilakukan oleh Esrey dkk. (1985--1991)

melaporkan bahwa intervensi air bersih dapat menurunkan insiden kejadian

diare sekitar 17-27%. Sedangkan studi yang dilakukan Esrey dan Daniei

(1990) tentang dampak penyediaan jamban terhadap penurunan

prevalensi penyakit diare menghasilkan angka yang konsisten, yaitu 22-24%.

Demikian pula kajian oleh Esrey dkk. (1985-1991) tentang intervensi

kebiasaan mencuci tangan dapat menurunkan prevalensi penyakit diare

sebesar 33%.

Perilaku yang dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan

meningkatkan resiko terjadinya diare antara lain, tidak memberikan ASI secara

penuh untuk 4-6 bulan pertama kehidupan, menggunakan botol susu,

menyimpan makanan masak pada suhu kamar, menggunakan air minum yang

tercemar oleh bakteri yang berasal dari tinja, tidak mencuci tangan sesudah

buang air besar.

Salah satu perilaku yang erat kaitannya dengan diare adalah kebiasaan

mencuci tangan .Mencuci tangan adalah salah satu tindakan pencegahan

Page 28: KASMAWATI - Unhas

28

yang menjadi perilaku sehat dan baru dikenal pada akhir abad ke 19. Perilaku

sehat dan pelayanan jasa sanitasi menjadi penyebab penurunan tajam angka

kematian dari penyakit menular yang terdapat pada negara-negara kaya

(maju) pada akhir abad 19 ini.

Pada lingkungan pemukiman yang padat dan kumuh, kebiasaan

mencuci tangan dengan sabun dengan benar dapat menurunkan separuh dari

penderita diare. Penelitian di Karachi Pakistan dengan intervensi pencegahan

penyakit dengan melakukan kampanye mencuci tangan dengan sabun secara

benar yang intensif pada komunitas secara /angsung. Komunitas yang

mendapatkan intervensi dan komunitas pembanding yang mirip yang

tidak mendapatkan intervensi menunjukkan bahwa jumlah penderita diare

berkurang separuhnya.

Keterkaitan perilaku mencuci tangan dengan sabun dan penyakit diare,

penelitian intervensi, kontrol kasus, dan lintas sektor dilakukan menggunakan

data elektronik dan data yang terkumpul menunjukkan bahwa resiko relatif

yang didapat dari tidak mencuci tangan dari percobaan intervensi adalah 95

persen menderita diare, dan mencuci tangan degan sabun dapat mengurangi

resiko diare hingga 47 persen .

Diare umumnya terjadi di daerah dengan kondisi sanitasi dan hygiene

lingkungan buruk, penyediaan air yang tidak memadai, kemiskinan, serta

pendidikan yang masih terbatas (Suryawidjaya, J, E. 2004).

Page 29: KASMAWATI - Unhas

29

Diare merupakan keadaan dimana seseorang menderita buang air

berkali-kali, tinjanya encer dan kadang-kadang muntah, badan lesu atau

lemah, disertai demam, dan tidak nafsu makan. Diare juga biasa disebut

muntaber (muntah berak), muntah mencret atau muntah bocor.

Kadang-kadang tinjanya juga mengandung darah atau lendir,

Diare sebenarnya merupakan salah satu gejala dari penyakit pada

system gastrointestinalis atau penyakit lain di luar saiuran pencernaan

(Depkes,2002.).

Diare dapat menyebabkan kematian pada seseorang bila penderita

banyak mengeluarkan cairan karena berak encer (4x atau lebih dalam sehari)

sebab kekurangan cairan dapat menyebabkan dehidrasi lemas pada

penderita.

1. Batasan

Secara operasional, diare akut adalah buang air besar lembek? Cair bahkan

dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya 3

kali atau lebih dalam sehari) dan berlangsung kurang dari 14 hari.

2. Etiologi

Secara klinis penyebab diare dapat di kelompokkan dalam golongan 6 besar,

tetapi yang sering ditemukan dilapangan adalah diare yang

Page 30: KASMAWATI - Unhas

30

disebabkan infeksi dan keracunan.( Depkes,2002)

Secara lebih terinci penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor

yaitu:

1) Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan

penyebab utama diare pada anak misalnya : Vibrio cholera, shigella,

disentri, bakteri-bakteri lain, virus dsb.

2) Karena kekurangan gizi misalnya : kelaparan, kekurangan zat putih telur,

terutama pada anak yang gizi buruk.

3) Karena keracunan makanan

4) Alergi terhadap makanan dan obat tertentu

5) Infeksi oleh bakteri atau virus yang menyertai penyakit lain seperti :

campak, infeksi telinga, infeksi tenggorokan atau malaria (Hassan,

Rusepno,2002)

3. Epidemiologi

1) Penyebaran kuman yang menyebabkan diare

Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara

lain melalui makanan/minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung

dengan tinja penderita. Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran

kuman enteric dan meningkatkan risiko terjadinya diare, perilaku tersebut

adalah :

Page 31: KASMAWATI - Unhas

31

a) Tidak memberikan selain ASI secara penuh pada bayi (4-6 bulan) pada

pertama kehidupannya.

b) Menggunakan botol susu, penggunaan botol ini memudahkan pencemaran

oleh kuman, karena botol susah dibersihkan

c) Menyimpan makan masak pada suhu kamar. Bila makanan disimpan

beberapa jam pada suhu kamar, makanan akan tercemar dan kuman akan

berkembang biak.

d) Menggunakan air minum yang tercemar. Air mungkin sudah tercemar dari

sumbernya atau pada saat disimpan dirumah. Pencemaran di rumah dapat

disebabkan tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan

tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat

penyimpanan.

e) Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang

tinja anak sebelum makan atau sebelum menyuapi anak.

f) Tidak membuang tinja (termasuk tinja bayi) dengan benar. Sering

beranggapan bahwa tinja bayi tidaklah berbahaya, padahal

sesungguhnya mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar.

Sementara itu tinja binatang dapat menyebabkan infeksi pada manusia.

(Depkes,2002)

2) Faktor pejamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare.

Beberapa faktor pejamu dapat meningkatkan insiden , beberapa

Page 32: KASMAWATI - Unhas

32

penyakit dan lamanya diare , faktor-faktor tersebut adalah :

a. Tidak memberikan ASI sampai 2 tahun. ASI mengandung antibodi yang

dapat melindungi kita terhadap berbagai kuman penyebab diare seperti:

Shigella dan Vibrio Cholerae

b. Kurang Gizi. Beratnya penyakit lama dan risiko kematian karena diare

meningkat pada anak-anak yang menderita gangguan gizi, terutama pada

penderita gizi buruk.

c. Campak. Diare dan disentri sering terjadi dan berakibat pada anak -anak

yang sedang manderita campak dalam 4 minggu terakhir. Hal ini sebagai

akibat dari penurunan kekebalan tubuh penderita.

d. Imunodefesiensi/lmunosupresi. Keadaan ini mungkin hanya berlangsung

sementara, misalnya sesudah infeksi virus (seperti Campak atau mungkin

yang berlangsung lama seperti pada penderia AIDS). Pada anak

imunosuprensi berat, diare dapat juga terjadi karena kuman yang tidak

patogen dan mungkin juga berlangsung lama.(Depkes 2002)

3) Faktor Lingkungan dan perilaku.

Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis

lingkungan. Faktor yang dominan yaitu sarana air bersih dan pembuangan

tinja,kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia.

Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta

berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, yaitu melalui

Page 33: KASMAWATI - Unhas

33

makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare.

Diare terjadi karena ditularkan oleh kuman yang mengandung kuman

penyebab diare, kemudian tinja tersebut dikeluarkan oleh orang sakit atau

pembawa kuman yang berak di sembarang tempat, tinja tersebut juga

mencemari lingkungan, pencemaran makanan oleh serangga seperti lalat,

kecoa atau melalui tangan yang kotor seperti tanah, sungai, air sumur yang

digunakan oleh orang sehat dan akhirnya menderita diare.

Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui mulut antara lain

melalui makanan/minuman yang tercemar tinja atau kontak langsung dengan

tinja penderita diare.

4. Pencegahan dan Penanggulangan Diare

Hasil penelitian terakhir menunjukkan bahwa, cara pencegahan dan

penanggulangan yang benar dan efektif yang dapat dilakukan adalah: a)

Pemberian ASI

ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan

tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap

secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan

sampai umur 4-6 bulan.Tidak ada makanan lain yang dibutuhkan selama itu.

ASI steril berbeda dengan susu yang lain, susu formula atau cairan lain

disiapkan dengan air atau bahan - bahan yang terkontaminasi dalam botol

Page 34: KASMAWATI - Unhas

34

yang kotor. Pemberian ASI saja tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa

menggunakan botol, menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme

lain yang akan menyebabkan diare, keadaan ini disebut disusui penuh.

ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya

antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan

perlindungan terhadap diare. Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara

penuh mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar terhadap diare daripada

pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Flora usus pada bayi-bayi

yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri penyebab diare.

Pada bayi yang tidak diberi ASI secara penuh pada 6 bulan pertama

kehidupan, resiko mendapat diare adalah 30 kali lebih besar. Pemberian susu

formula merupakan cara lain dari menyusui. Penggunaan botcl susu formula,

biasanya mengakibatkan resiko tinggi terkena diare sehingga mengakibatkan

terjadinya gizi buruk. b) Makanan Pendamping ASI

Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap

mulai di biasakan dengan makanan orang dewasa. Pada masa tersebut

merupakan masa yang berbahaya bagi bayi sebab perilaku pemberian

makanan pendamping ASI dapat menyebabkan meningkatnya resiko

terjadinya diare ataupun panyakit lain yang menyebabkan kematian. Perilaku

pemberian makanan pendamping ASI yang baik meliputi perhatian terhadap

kapan, apa dan bagaimana pendamping ASI di berikan c) Menggunakan air

Page 35: KASMAWATI - Unhas

35

bersih yang cukup.

Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularKan melalui

jalur fecal oral. Mereka dapat ditularkan dengan memasukkan ke dalam

mulut.cairan atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya air minum,

jari-jari tangan, makanan yang disiapkan dalam panci yang di cuci dengan air

tercemar.

Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar

bersih mempunyai resiko menderita diare lebih kecil di banding dengan

masyarakat tidak mendapatkan air bersih. Hal-hal yang harus diperhatikan

oleh keluarga adalah:

1. Ambil air dari sumber yang bersih

2. Ambil dan simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan

gayung khusus untuk mengambil air

3. Pelihara atau jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk

mandi anak-anak

4. Gunakan air yang direbus

5. Cuci semua peralatan masak dan makan dengan air yang bersih dan cukup

d) Menquci tangan

Kebiasasan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang

penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan.

Page 36: KASMAWATI - Unhas

36

Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air. sesudah

membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi

makan anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare.

e) Menggunakan jamban

Upaya penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam

menurunkan angka kejadian diare, untuk itu yang perlu di perhatikan oleh

keluarga adalah:

1. Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat

dipakai oleh seluruh anggota keluarga

2. Bersihkan jamban secara teratur

3. Bila tidak ada jamban, jangan biarkan anak-anak pergi ke tempat buang

air besar sendiri, buang air besar hendaknya jauh dari rumah, jalan

setapak dan tempat anak-anak bermain serta kurang lebih 10 meter dari

sumber air, hindari buang air besar tanpa alas kaki.

f) membuang tinja bayi yang benar

Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh keluarga dalam pembuangan tinja :

kumpulkan segera tinja bayi atau anak kecil dan buang ke jamban

1. Bantu anak-anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah

dijangkau olehnya

2. Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja anak seperti di

dalam lubang atau di kebun kemudian ditimbun.

Page 37: KASMAWATI - Unhas

37

3. Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangannya

dengan sabun

g) Pemberian imunisasi Campak

Djare senng tirnbul menyertai campak, sehingga

pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu

beri anak imunisasj campak segera setelah berumur 9 bulan.

h) Pemberian Oralit

Meminum oralit untuk mencegah terjadinya kekurangan cairan tubuh

sebagai akibat diare, merupakan salah satu cara mencegah dehidrasi pada

penderita.

Oralit yang di anjurkan oleh WHO adalah Formula oralit ukuran 200 ml

yaitu;

- NaCI (garam biasa) 0,7 gram

- Trisodium sitrat hidrat 0,6 gram

- Kalium klorida 0,3 gram

- Glukosa (anhidrat) 4,0 gram

Kalau oralit tidak ada dapat dibuat larutan gula garam yang terdiri dari

gula pasir dan garam dapur. Bila tidak berhenti juga dalam sehari atau

penderita lemas maka segera di bawa ke Puskesmas.( Depkes ,2002) 5.

Komplikasi

Djare dapat berakibat kehilangan cairan dan elektrolit secara

Page 38: KASMAWATI - Unhas

38

mendadak selain itu dapat juga terjadi berbagai komplikasi sebagai berikut:

1. Dehidrasi( ringan sedang, berat, isotonik atau hipertonik)

2. Renjatan hipovolemik

3. Hipokalemia

4. Hipogklemia

5. Kejang

6. Mainutrisi energi protein.( Hassan Rusepno,2002)

B. Tinjauan Umum Tentang Perilaku

1. Pengertian

Perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktivitas manusia itu

sendiri, yang meliputi apa yang dikerjakan oleh organisme baik yang dapat

diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati secara langsung

(Notoatmodjo,2003)

Perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat

diamati atau dipelajari. Di dalam proses pembentukan dan perubahan

perilaku oleh beberapa faktor dari dalam dan dari luar individu itu sendiri.

Faktor intern mencakup pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi

dan sebagainya yang berfungsi untuk mengelola rangsangan dari luar.

Sedangkan faktor ekstern meliputi lingkungan sekitar baik fisik maupun non

fisik seperti iklim, manusia, sosial, ekonomi, kebudayaan dan sebagainya.

Page 39: KASMAWATI - Unhas

39

Perilaku itu di bentuk meialui suatu proses dan berlangsung dalam interaksi

manusia dan lingkungannya.(Notoatmodjo,1996)

2. Bentuk Perilaku

Secara operasional perilaku dapat diartikan sebagai suatu respon

seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari subjek tertentu.

Respon yang timbul dapat dibedakan dalam dua macam, yaitu:

a. Bentuk pasif adalah respon internal, yaitu yang terjadi di dalam diri

manqsia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain,

misalnya berfikir, tanggapan (sikap batin) dan pengetahuan.

Pengetahuan dan sikap merupakan perilaku yang terselubung ( covert

behavior)

b. Bentuk aktif yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara

langsung. Perilaku ini sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata (over

behavior)

C. Domain perilaku

a. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah seseorang

melakukan penginderaan terhadap sesuatu objek tertentu. Dengan demikian,

pengertian pengetahuan disini adalah apa yang telah diketahui oleh setiap

Page 40: KASMAWATI - Unhas

40

individu setelah melihat, mengalami sejak lahir sampai dewasa (Notoatmojo,

2003). Pengetahuan atau kognitif marupakan domain yang sangat penting

untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior).

Mengukur pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang

menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau

responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur

dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan tersebut di atas.

Lebih jauh lagi dalam domain kognitif mempunyai tingkatan yaitu :

1) Knowledge (Pengetahuan)

Seseorang jika hanya menjelaskan secara garis besar apa yang telah

dipelajari, misalnya istilah-istilah saja.

2) Comprehensive (Memahami)

Seseorang pada tingkat pengetahuan dasar, ia merenungkan kembali

secara mendasar i!mu yang telah dipelajarinya.

3) Aplication (Aplikasi)

Seseorang telah ada kemampuan untuk menggunakan apa yang telah

dipelajarinya dari satu situasi ke situasi lain.

4) Analysis (Analisa)

Seseorang telah mampu untuk menerangkan bagian-bagian yang

menyusun bentuk pengetahuan tertentu dan menganalisis

hubungan satu dengan yang lainnya.

Page 41: KASMAWATI - Unhas

41

5) Synthesis (Sintesis)

Seseorang mampu untuk menyusun kembali pengetahuan yang

diperolehnya kepada bentuk semula maupun kebentuk lain.

6) Evaluation (Evaluasi)

Seseorang telah mampu malakukan justifikasi atau penilaian

terhadap suatu materi atau obyek. Ini merupakan tingkat pengetahuan

yang paling tinggi.

b. Sikap.

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau obyek. Sikap secara nyata menunjukkan

adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam

kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap

stimulus sosial (Notoatmojo,1993)

Newcomb, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau

kesediaan untuk bertindak, dan bukan pelaksana motif tertentu. Sikap

belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi adalah

predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu merupakan suatu reaksi

tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka. Sikap merupakan kesiapan

untuk beraeaksi terhadap obyek diiingkungan tertentu sebagai suatu

penghayatan terhadap obyek.

Page 42: KASMAWATI - Unhas

42

"Affective Domain"terdiri dari lima angkatan yaitu :

1. Receiving dapat diartikan bahwa orang (subyek) telah mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek).

2. Responding, berarti bahwa rangsangan telah mampu merubah

seseorang untuk memberi perhatian dan ikut serta.

3. Valuing, ditandai dengan sadarnya seseorang akan adanya nilai baru

dalam masyarakat tetapi nilai itu belum merupakan nilai khas bagi

masyarakat bersangkutan.

4. Organization, berupa kemampuan seseorang menyadari bahwa nilai

yang baru itu telah terorganisasi dan menjadi milik masyarakat.

5. Characterzition, by a value complex, dimana masyarakat telah memiliki

nilai khusus dan khas bagi mereka.

Allport (1995) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai

tiga komponen pokok yakni:

1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu obyek.

2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu obyek.

3. Kecendrungan untuk bertindak (tend to behave).

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang

utuh (total attitude).

Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecendrungan untuk

merespon (secara positif maupun negatif) terhadap orang, obyek atau

Page 43: KASMAWATI - Unhas

43

situasi tertentu. Sikap mengandung suatu penilaian emosional / efektif

(senang, benci, sedih, dan sebagainya) disamping komponen kognitif

(pengetahuan tentang obyek ini) serta aspek kognitif (kecendrungan

bertindak), sedangkan pengetahuan lebih bersifat pengenalan sesuatu

benda/hal secara obyektif. Selain bersifat positif atau negatif, sikap juga

memiliki tingkatan kedalaman yang berbeda-beda.

Bila perubahan sikap terjadi dapatlah diharapkan terjadinya perubahan

perilaku atau perubahan sikap merupakan predisposisi perubahan perilaku.

Jadi dengan perubahan sikap dan perubahan perilaku merupakan dasar

terjadinya peran serta masyarakat, dan peran serta masyarakat ini

merupakan modal utama guna mendukung keberhasilan upaya

peningkatan kesehatan.

Rpbert Kwick (1974) mengatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau

perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan dipelajari.

Skinner (1938) seorang ahli perilaku, mengatakan bahwa perilaku

merupakan hasil hubungan antara perangsang stimulasi dan respon

(Notoatmojo 2003).

Benyamin Bloom (1908), membagi perilaku atas pertimbangan

kepentingan tujuan pendidikan menjadi tiga domain, yaitu pengetahuan

(knowledge), sikap (attitude) dan praktek atau tindakan (practice).

Lawrence Green mencoba menganalisa perilaku manusia berangkat

Page 44: KASMAWATI - Unhas

44

dari tingkat kesehatan. Bahwa kesehatan seseorang atau masyarakat

dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku (behavior couses)

dan faktor dari luar perilaku (non behavior couses).

Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor,

yaitu faktor predisposisi (predisposing factors), faktor pendukung (enabling

factors) dan faktor pendorong (reinforcing factors). Perilaku seseorang atau

masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap,

kepercayaan tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat

bersangkutan (Notoatmojo 2003).

Disimpulkan bahwa perilaku kesehatan seseorang atau masyarakat

ditentukan oleh fungsi dari pemikiran dan perasaan seseorang, adanya

orang lain yang dijadikan referensi, dan sumber-sumber atau

fasiiitas-fasiiitas yang dapat mendukung perilaku dan kebudayaan

masyarakat (Notoatmojo,2003)

c. Tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt

behavior). Agar sikap dapat terwujud dalam suatu tindakan/perbuatan

nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang

memungkinkan, antara lain fasilitas.

Page 45: KASMAWATI - Unhas

45

Adapun tingkatan-tingkatan praktek/tindakan adalah sebagai

berikut (Notoatmodjo,2003)

a. Persepsi {perception)

Mengenal dan memilih berbagai obyek sehubungan

dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat

pertama.

b. Respon terpimpin {guided response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai

dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua.

c. Mekanisme {mechanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar

secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka

itu sudah mencapai praktek tingkat tiga.

d. Adaptasi {adaptation)

Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang

dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi

kebenaran tindakan tersebut.

D. Perilaku Pencarian Pengobatan

Masyarakat yang mendapat penyakit, dan tidak merasakan sakit

sudah barang tentu tidak akan bertindak apa-apa terhadap penyakitnya,

Page 46: KASMAWATI - Unhas

46

namun bila mereka diserang penyakit dan juga merasakan sakit, baru akan

timbul berbagai perilaku dan usaha.

Ada 6 (enam) perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan

(Notoatmodjo, 1993), yaitu:

1. Tidak bertindak apa-apa (no action). Alasannya antara lain bahwa

kondisi yang demikian tidak mengganggu kegiatan atau kerja mereka

sehari-hari. Mungkin mereka beranggapan bahwa tanpa bertindak

apapun gejala yang dideritanya akan lenyap dengan sendirinya.

2. Bertindak mengobati sendiri {self treatment), alasannya karena orang

tersebut sudah percaya kepada diri sendiri, dan sudah merasa bahwa

berdasar pengalaman-pengalaman yang lalu usaha-usaha pengobatan

sendiri sudah mendatangkan kesembuhan, sehingga pencarian

pengobatan keluar tidak diperlukan.

3. Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional

(tradisional remedy). Pada masyarakat yang masih sederhana,

masalah sehat-sakit adalah lebih bersifat budaya dari

gangguan-gangguan fisik. Identik dengan itu pencarian pengobatanpun

lebih berorientasi kepada sosial budaya masyarakat dari pada hal-hal

yang dianggapnya masih asing.

4. Mencari pengobatan dengan membeli obat-obat ke warung-warung

obat dan sejenisnya, termasuk ke tukang-tukang obat.

Page 47: KASMAWATI - Unhas

47

5. Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan moderen yang

diadakan oleh pemerintah atau lembaga-lembaga kesehatan swasta,

yang dikategorikan ke dalam Balai Pengobatan, Puskesmas dan

Rumah Sakit.

6. Mencari pengobatannya ke fasilitas pengobatannya moderen yang

diselenggarakan oleh dokter praktek swasta.

Dari uraian tersebut di atas tampak jelas bahwa persepsi

masyarakat terhadap sehat-sakit adalah berbeda dengan konsep

sehat-sakit dari pelayanan kesehatan. Demikian juga persepsi sehat sakit

antara kelompok-kelompok masyarakatpun akan berbeda-beda pula.

Persepsi masyarakat terhadap sehat-sakit erat hubungannya dengan

perilaku pencarian pengobatan.

a. Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pencarian

pengobatan

Apabila individu bertindak unutk mengobati penyakitnya, ada empat

variabel yang terlibat di dalam tindakan tersebut yaitu:

1. Kerentanan yang dirasakan {perceived susceptibility)

Agar seseorang bertindak untuk mengobati atau mencegah

penyakitnya, ia harus merasakan bahwa ia rentan (sucebtibie)

terhadap penyakit tersebut. Dengan perkataan lain suatu tindakan

pencegahan terhadap suatu penyakit akan timbul bila seseorang

Page 48: KASMAWATI - Unhas

48

telah merasakan bahwa ia atau keluarganya rentan terhadap

penyakit tersebut.

2. Keseriusan yang dirasakan {perceived seriousness) Tindakan

individu untuk mencari pengobatan dan pencegahan

penyakit akan didorong pula oleh keseriusan penyakit tersebut

terhadap individu.

3. Manfaat dan rintangan yang dirasakan {perceived benefits and

barriers)

Apabila individu merasa dirinya rentan untuk penyakit-penyakit

yang dianggap gawat (serius), ia akan melakukan suatu tindakan

tertentu. Tindakan ini akan tergantung pada manfaat yang

dirasakan dan rintangan yang ditemukan dalam mengambil

tindakan tersebut. Pada umumnya manfaat tindakan lebih

menentukan dari pada rintangan yang mungkin ditemukan didalam

melakukan tindakan tersebut.

4. Isyarat atau tanda-tanda (cues)

Untuk mendapatkan tingkat penerimaan yang benar tentang

kerentanan, kegawatan dan keuntungan bertindak, maka

diperlukan isyarat-isyarat yang berupa faktor-faktor ekstemal,

misalnya pesan-pesan pada media massa, nasehat atau anjuran

kawan-kawan atau anggota keluarga lain dari si sakit dan

Page 49: KASMAWATI - Unhas

49

sebagainya. Mode! kepercayaan kesehatan ini diilustrasikan

seperti bagan 1, dibawah ini.

Bagan 1. Health Belief Model

Individual Perception Modifying factors Likelihood of action

(Sumber: Rosentock, The Health Belief Model And Personal Health Behavior Dalam Woliantara, Perilaku Pencarian Pengobatan Penderita Kusta Menggunakan Health Belief Model)

Perceived susceptibility to diseases “X”. Perceived Seriousness (severity) of diseases “x”

Cues to action mass media compaings, advice from other, reminder, postcard from physician or dentist. Illness of family member of friend

Likelihood of taking recommended preventive health action

Perceived b enefits of preventive action minus perceived barriers to preventive action

Demographic variables (age, sex, race, ethnicity, etc) sosiopsychological variables (personality, social class, etc)

Perceived threat of Diseases “X”

Page 50: KASMAWATI - Unhas

50

BAB III

KERANGKA PIKIR, DEFENISI KONSEP DAN

PROPOSISI PENELITIAN

A. Kerangka Pikir

Keberhasilan penangguiangan Diare tidak hanya tergantung pada

mutu layanan, tetapi tergantung pula pada faktor manusianya terutama

perilaku kesehatan dan perilaku pencarian pengobatan. Perilaku

pencegahan yang dilakukan oleh seseorang merupakan

tindakan-tindakan untuk mencegah penyakit, kebersihan perorangan,

sanitasi dan lain sebagainya. Demikian juga halnya dalam pencarian

pengobatan apakah ada kemauan dari penderita diare untuk segera

mencari pengobatan. Untuk itu dalam penelitian ini ingin diperoleh

gambaran bagaimana tindakan pencarian pengobatan yang pertama

kali dilakukan oleh penderita diare.

Perilaku pencarian pengobatan yang pertama dilakukan oleh

penderita diare tersebut, diteliti apakah ia akan berprilaku tidak mencari

atau mencari pengobatan, dan jika ia mencari pengobatan apakah akan

melakukan pengobatan sendiri atau ke pelayanan kesehatan.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka alur pikir penelitian ini

digambarkan sebagai berikut:

Page 51: KASMAWATI - Unhas

51

Gambar Kerangka Pikir Penelitian

B. Definisi Konsep

1. Faktor demografi adalah karakteristik umur dan jenis kelamin

sedangkan faktor struktur sosial adalah status perkawinan,

tingkat pendidikan, dan pekerjaan;

2. Kerentanan yang dirasakan adalah pandangan/persepsi yang

dirasakan oleh penderita tentang mudahnya tubuh terserang

penyakit diare, sedangkan kegawatan yang dirasakan

adalah pandangan/persepsi dari penderita diare tentang

ancaman akibat penyakit diare yang dirasakan oleh responden;

3. Keterancaman penyakit diare yang dirasakan adalah

Kerentanan yang dirasakan Kegawatan yang dirasakan

Faktor Isyarat

Perilaku pencarian pengobatan penderita diare

Keuntungan dan kerugian yang akan diperoleh dalam pengobatan

Faktor demografi (umur, jenis kelamin) faktor struktur sosial (Status perkawinan, tingkat pendidikan, dan pekerjaan)

Keterangan penyakit diare yang dirasakan

Page 52: KASMAWATI - Unhas

52

pandangan/persepsi dari penderita diare tentang adanya

gangguan akibat penyakit diare yang dirasakan oleh responden

4. Faktor isyarat adalah anjuran orang lain kepada responden

dalam melakukan pencarian pengobatan;

5. Keuntungan dan kerugian yang akan diperoleh dalam

pengobatan adalah pandangan/persepsi dari responden

terhadap tindakan pengobatan yang menguntungkan maupun

yang merugikan penderita diare;

6. Perilaku pencarian pengobatan penderita diare adalah setiap

tindakan pertama yang dilakukan oleh individu (responden) yang

merasa dirinya sakit dan menentukan dirinya sakit dilanjutkan

dengan mencari pengobatan.

C. Proposisi Penelitian

1. Terdapat keterkaitan faktor demografi dan faktor struktur sosial

dengan kerentanan dan kegawatan yang dirasakan penderita

penyakit diare;

2. Kerentanan dan keparahan yang dirasakan oleh penderita diare

dapat diakibatkan oleh faktor demografi dan faktor struktur sosial

yang dimiliki oleh penderita diare;

3. Keterancaman yang dirasakan oleh penderita diare dapat

diakibatkan oleh karena adanya kerentanan dan keparahan yang

Page 53: KASMAWATI - Unhas

53

dirasakan oleh penderita diare;

4. Faktor isyarat mendorong penderita diare untuk melakukan tindakan

pencarian pengobatan;

5. Keuntungan dan kerugian yang akan diperoleh dalam pengobatan

akan mempengaruhi perilaku penderita diare dalam mencari

pengobatan;

6. Perilaku pencarian pengobatan penderita diare merupakan tindakan

yang dilakukan untuk mengatasi penyakitnya.

Page 54: KASMAWATI - Unhas

54

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah

dengan menggunakan penelitian kualitatif dengan rancangan studi

kasus dengan menggunakan nalar induktif, yaitu mendeskripsikan

suatu situasi atau area tertentu yang bersifat faktual secara

sistematik dan akurat atau dapat pula diartikan sebagai penelitian

yang memotret fenomena, situasi atau kelompok tertentu yang

terjadi sekarang.

Desain yang digunakan studi kasus dimana melalui desain

tersebut diperoleh Informasi tentang pola pencarian pengobatan

penderita diare

B. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian direncanakan bulan Mei 2010. Lokasi yang

dijadikan sebagai setting penelitian adalah Wilayah Kerja

Puskeswmas Lanrisang Kabupaten Pinrang

C. Instrumen Penelitian dan Informan

Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri, dimana

dalam melaksanakan peneltian, peneliti melengkapi diri dengan:

Page 55: KASMAWATI - Unhas

55

1. Tape recorder yang berfungsi merekam proses wawancara

dalam antara peneliti dan informasi;

1. Pedoman wawancara;

2. Catatan harian yang berfungsi mencatat fakta yang ada;

3. Matriks wawancara. Informan:

1. Penderita Daiare

2. Orang Tua Balita Penderita Diare

3. Kepala Puskesmas Lanrisang

4. Petugas Diare Puskesmas Lanrisang

5. Petugas Diare Dinas Kesehatan Kabupaten Pinrang

D. Pengumpulan dan Analisis Data

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam

dengan maksud memperoleh informasi sebanyak-banyaknya

sehingga mampu menjawab tujuan penelitian. Tipe wawancara yang

digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam

(indepth interview) terhadap informan yang dipilih. Wawancara juga

direkam dengan tape recorder yang bertujuan mempermudah

peneliti untuk mengingat semua nasi! wawancara, tentunya setelah

mendapat persetujuan dari informan tersebut. Selain itu, ada catatan

wawancara yang selanjutnya akan menjadi catatan lapangan.

Page 56: KASMAWATI - Unhas

56

2. Analisis Data

Analisis data dimulai sejak di lapangan pada setiap akhir

wawancara dengan maksud untuk menemukan makna yang

mendalam dan mengecek kelengkapan informasi yang

memperkuat makna dalam menjawab tujuan penelitian.

Analisis pada tahap berikutnya dilakukan setelah kegiatan

lapangan. Analisis data dimulai dengan mengumpulkan dan

memilah-milah data untuk dikelompokkan/diklasifikasikan dan

dideskripsikan dalam bentuk matriks data, selanjutnya dianalisis

dengan pendekatan analisis secara content analysis.

Data yang dikumpulkan baik melalui wawancara mendalam,

pengamatan dan pencatatan dokumen dikumpulkan dan dianalisis

dengan membuat interpretasi antara hasil penelitian dengan

berbagai teori dan hasil penelitian yang terkait mengacu pada

teknik analisis mengikuti petunjuk dari Miles dan Huberman (1992)

dilakukan melalui tiga alur sebagai berikut:

a. Reduksidata

Analisis pada tahap ini, merupakan proses pemilihan,

pemusatan, penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi

data kasar yang ditemukan di lapangan. Dengan kata lain, pada

tahap ini dilakukan analisis untuk menggolongkanr membuang

data yang tidak perlu, mengarahkan dan mengorganisasi data.

Page 57: KASMAWATI - Unhas

57

b. Penyajian data

Alur anallsjs yang kedua ini adalah menyajikan data yang

telah dianalisa pada alur pertama dan kemudian disajikan

dalam bentuk teks narasi.

c. Penarikan kesimpulan

Analisis pada alur ini adalah mencapai makna

benda-benda dan peristiwa pola-pola dan alur sebab akibat

untuk membangun proposisi.

Page 58: KASMAWATI - Unhas

58

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Gambaran Umum Kabupaten Pinrang

Kabupaten Pinrang merupakan salah satu daerah subur dan

makmur di Sulawesi Selatan. Nama Pin-rang sendiri berasal dari

bahasa Bugis, "Pinra", yang dalam perkembangannya dipengaruhi

oleh intonasi dan dialek bahasa Bugis sehingga menjadi "Pin-rang".

Secara etimologis, "Pin-rang" berarti "Perubahan". Artinya, adanya

dinamika sosial dari masyarakat Pinrang sepanjang sejarahnya, baik

dari segi fisik maupun tata nilainya. Kabupaten yang berjarak 183

kilometer utara Kota Makassar ini dipadati 310.308 jiwa. Sebagian

besar penduduknya hidup dari mengandalkan sektor pertanian.

Sektor pertanian tanaman pangan dengan komoditas utamanya padi,

merupakan sektor terbesar andilnya dalam kegiatan perekonomian

Pinrang. Dari tahun ke tahun sektor ini selalu menjadi penyumbang

terbesar kegiatan ekonomi Pin-rang. Tahun 2000 saja kontribusinya

bagi kegiatan ekonomi Pinrang mencapai 69,58 persen, atau sekitar

Rp 909,29 milyar. Tahun 2000 daerah ini menghasilkan 358.702 ton

padj dari 80.436 hektar luas arear panennya.

Setain padi, juga ditingkatkan produksi palawija dan

hortikultura, seperti, jagung, ubi kayu, kacang tanah, kacang kedelai,

kacang hijau, nanas, dan salak. Yang sudah kentara hasilnya adalah

Page 59: KASMAWATI - Unhas

59

tanaman perkebunan, yakni kakao. Kabupaten seluas 1.961,77 kilometer

persegi ini memang dikenal sebagai penghasil utama kakao di Sulawesi

Selatan. Sekitar 70 persen produksi kakao nasional yang mencapai sekitar

330.000 ton per tahun dihasilkan oleh dua provinsi di Sulawesi, yakni

Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara. Jumlah penduduk Kabupaten

Pinrang sebanyak 342. 852 Jiwa

2. Gambaran Umum Puskesmas Lanrisang

Gambaran umum puskesmas Lanrisang sebagai berikut:

a. Geografi

Puskesmas Lanrisang merupakan salah satu puskesmas di

wilayah kabupaten pinrang yang terletak di Kecamatan Lanrisang.

Luas wilayah 58,97 km2 dengan jumlah penduduk tahun 2007,

43.243 jiwa, 7.818 KK, kepadatan penduduk rata-rata 716 jiwa/ km2

dari jumlah penduduk tersebut termasuk di dalamnya 7.448 jiwa

penduduk miskin. Puskesmas Lanrisang mengwilayahi 7

desa/kelurahan sebagai berikut:

1. Kelurahan Lanrisang

2. Desa Lerang

3. Desa Samaulue

4.. Desa Barang Palie

5. Desa Mallongi-Longi

6. DesaWaitoe

7. Desa Amassahgang

Page 60: KASMAWATI - Unhas

60

Puskesmas Lanrisang yang terletak di wilayah kecamatan

Lanrisang Kabupaten Pinrang dengan batas wilayah kerja sebagai

berikut:

- Sebelah Utara dan Timur : Puskesmas Mattiro Bulu

- Sebelah Selatan : Puskesmas Suppa

- Sebelah Barat : Puskesmas Mattombong

- Sebelah Utara : Puskesmas Salo

b. Sumber daya manusia ( ketenagaan)

No Status Kepegawaian Jumlah

1 Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS 2

2 Pegawai Negeri Sipil 39

3 Pegawai Tidak Tetap (PTT) 2

4 Tenaga Magang 7

No Jenis Ketenagaan Jumlah

1 Dokter Umum 2

2 Dokter Gigi 2

3 Bidan 9

4 Perawat Gigi 2

5 Tehnik Gigi 1

6 Perawat 12

7 Sanitasi 1

8 Laboratorium 4

9 Farmasi 2

10 Penyuluh 1

11 Perekam. Medik 1

12 AdminLstrasi 4

Page 61: KASMAWATI - Unhas

61

13 Gizi 4

14 Cleaning servis 2

15 Sopir - . . 1

c. Upaya pengembangan bersumber daya masyarakat

Upaya pengembangan Bersumber Daya Masyarakat sebagai berikut:

- Jumlah Posyandu : 34 buah

- Jumlah Pos lansia : 8 buah

- Jumlah pos UKK : 1 buah

d. Data 10 Penyakit Tertinggi

Data 10 penyakit tertinggi 2006:

1. Penyakit ISPA : 45,2 %

2. Penyakit pada sistem otot :13,8%

3. Tekanan Darah Tinggi : 9,2 %

4. Penyakit Pulpa :7J%

5. Penyakit Kulit alergi : 7,3 %

6. Penyakit Diare : 4,5 %

7. Penyakit Mata : 4,1 %

8. Penyakit gingivitas :.3,6%

9. Penyakit Gigi : 3.0 %

10. Penyakit tonsilitas :1,6%

e. Data Infdrmasi Tentang Pelayanan TAHUN

Data informasi tentang pelayanan tahun 2006 : kunjungan Rawat Jalan:

Page 62: KASMAWATI - Unhas

62

- Kunjungan Umum :45,4%

- Kunjungan Askes : 32,5 %

- Kunjungan JPS : 22,1 %

Jumlah penduduk Wilayah Kerja Puskesmas Lanrisang sebanyak

44. 783 Jjwa

B. Karakteristik Informan

Untuk mendapatkan informasi mengenai perilaku pencarian

pengobatan penyakit Diare pada masyarakat di Wilayah Kerja

Puskesmas Lanrisang, peneliti mewawancarai 12 orang informan, yang

terdiri dari 10 informan biasa dan 2 informan kunci dengan

menggunakan teknik pengambilan informasi melalui wawancara

mendalam (indept interview). Umur informan yang diwawancarai

berkisar antara 20 sampai 55 tahun dengan tingkat pendidikan rata-rata

SD dan SMA. Jenis pekerjaan umumnya adalah petanL Penelitian - ini

dilaksanakan di Kecamatan Lanrisang Kabupaten Pinrang.

C. Konsep Masyarakat Tentang Penyakit Diare

1. Pengetahuan tentang penyakit Diare

Pengetahuan mengenai gejala, penyebab dan pola

penularan serta persepsi akan risiko penyakit akan ikut dap bahkan

Page 63: KASMAWATI - Unhas

63

amat menentukan bagi tindakan pencegahan dan pengobatan yang

didayagunakan oleh penderita dalam menanggulangi

penyakit yang ia derita. Jika pengetahuannya cukup

memadai dilihat dari perspektif biomedis berkenaan dengan gejala,

penyebab, pola penularan dan risiko penyakit tertentu, maka ia akan

cenderung melakukan upaya-upaya pencegahan yang kondusif bagi

mereka untuk terbebas dari penyakit. Demikian halnya dengan upaya

pengobatan, dimana pelaku akan mendayagunakan pelayanan

kesehatan yang adekuat saat mengalami gangguan kesehatan.

Sebaliknya apabila pengetahuannya tentang penyakit tertentu kurang

memadai, maka selain tidak melakukan tindakan pencegahan yang tepat

juga tidak mendayagunakan pelayanan kesehatan yang adekuat.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan tentang

pengetahuannya terhadap Diare maka menurut informan, sakit Diare

diartikan sebagai suatu penyakit yang ditandai dengan buang-buang air

lebih dari 3 kali dibarengi dengan muntah atau muntah berak (Muntaber).

Seperti yang diutarakan informan berikut ini:

"Jambang-jambang (buang-buang air), muntah,. bisa sampai 2-3 kaii

sehari.."(Ysf)

" Jolijoli... (buang buangair) dalam sehari berak-berak bisa sampai

5-7kaiL"(ST) '

Page 64: KASMAWATI - Unhas

64

" Tainya encer seperti air dan seialu keluar masuk di WC.. "(UM) 11

Bera-bera dan muntah (muntaber) " (Isn)

Hasil ini menunjukkan bahwa pengertian masyarakat tentang

penyakit diare hampir sama . Semua mengartikan bahwa diare itu bila

buang-buang air lebih dari 3-4 kali , muntah dan tinjanya encer, mereka

juga mengartikannya sebagai muntaber.

Masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Lanrisang menyebut

diare sebagai berak-berak yang secara fisik dapat terlihat pada, anak

yang buang air secara berulang -ulang bisa mencapai 2-3 kali disertai

mencret dalam waktu singkat (1 sampai 2 jam).

Namun diare sebenarnya rnerupakan salah satu gejala penyakit

dari pada system gastointestinalis atau penyakit lain di luar saluran

pencernaan, yang dapat menyebabkan kematian pada seseorang karena

dehidrasi lemas yang disebabkan pengeluarkan cairan yang banyak,

berak ehcer (4x atau lebih dalam sehari)(Depkes,2002)

Penyakit diare dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, virus,

keracunan makanan, dan alergi makanan. Penularan diare karena infeksi

bakteri dan virus biasa melalui air minum dan makanan yang

terkontaminasi, sedangkan jamban keluarga, SPAL, keadaan

pemukiman yang tidak saniter rnerupakan factor tidak langsung kejadian

diare. Berikut pengetahuan informan tentang penyakit diare:

Page 65: KASMAWATI - Unhas

65

"...Muntaber (diare) adalah suatu penyakit dengan rasa kram dibetis serta buang air encer, memang sering terjadi kalau baru hujan..."

HAR.

"...Diare tidak tahu tetapi berak - berak tahu dan penyebabnya sayajuga tidak tehu..."

... JUM. "...Diare saya tidak tahu tetapi muntaber saya tahu .peneyebabnya saya tidak tahu...".

.. RAB. "...Diare saya tidak tahu tetapi muntaber saya tahu .peneyebabnya saya tidak tahu...."

... SEM.

Hasil wawancara dan observasi menunjukkan bahwa

pengetahuan informan belum memadai tentang penyakit diare dan

sebagian sudah dapat mengidentifikas penyebab diare yaitu air

yang tidak bersih .(mengandun E.coli) sebagimana diunkapkan

oleh informan MAR, RAH dan DAR sebagAi berikut:

"...Diare tidak tahu tetapi saya tahu Muntaber yang disebabkan ofeh air yang tidak dimasak. Saya tahu ada kuman karena ada warna kuning -kuningpada air...."

.. MAR. "...Diare saya tidak tahu tetapi mencret saya tahu yaitu sakit perut karena minum air yang tidak dimasak...."

.. RAH. Pada analisis kualitatif menunjukkan bahwa Informan yang

memiliki pengetahuan baik tentang kejadian diare lebih besar

kemungkinan memiliki sikap yang baik tentang kejadian diare,

dibanding yang memiliki sikap kurang baik. Sedangkan Informan

memiliki pengetahuan kurang baik tentang kejadian diare lebih kecil

Page 66: KASMAWATI - Unhas

66

kemungkinan memiliki sikap yang baik teratang kejadian diare,

dibanding memiliki sikap kurang baik.

Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat atau teory dari

Lawrence Green faktor-faktor yang mempermudah atau

mempredisposisikan terjadinya perilaku seseorang antara lain

pengetahuan dan sikap. Seseorang akan mau berbuat atau mau

berubah sikap tentunya harus ditunjang dengan pengetahuan yang

cukup.

Pada penelitian ini, pengetahuan masyarakat yang baik

tentang penyakit diare dikarenakan masyarakat proaktif dalam

mengikuti penyuluhan baik yang dilakukan oleh tenaga puskesmas

maupun melalui media massa atau elektronik dan menerapkan

prinsip PHBS dalam tatanan rumah tangganya sehingga mereka

dengan mudah mengetahui proses penularan dan bagaimana cara

pengobatan serta penanggulangan penyakit diare apabila ada

anggota keluarganya yang terserang.

Penyakit diare sudah umum diketahui masih menjadi

masalah utama di Indonesia karena angka kesakitan masih cukup

tinggi yaitu antara 100-300 per 1000 penduduk/tahun. Penyakit

diare dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, keracunana

Page 67: KASMAWATI - Unhas

67

makanan dan allergi makanan. Diare akut disebabkan oleh infeksi

(vibrio cholera, Escherichia coli, Salmonella sp, Shigella sp, dan

non phatogenic bacteria bila jumiahnya berlebihan, infeksi virus

(Enterocytophotogenic orphan type 18/ECHO, poliomyLitis,

Coxackie, dan Orbivirus) (Atmasukarto, 1994)

Penularan penyakit diare karena Infeksi bakteri dan virus

umumnya melalui air minum dan makanan yang terkontaminasi. Kualitas

air sangat menentukan terjadinya pola penularan penyakit diare karena

kualitas air yang tidak terjamin maka dengan mudah mikroorganisme

penyebab diare dapat berkembang baik di dalam air.

Pada penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara sarana

dan fasiltas terhadap kejadian diare sedangkan kualitas fisik tidak

mempunyai hubungan yang bermakna. Kualitas fisik memang bukan

faktor langsung yang dapat menyebabkan diare tetapi merupakan faktor

inderect (tidak langsung). Lain halnya dengan kualitas kimia, karena ada

beberapa zat kimia yang dapat menyebabakan diare terutama

kimia-kimia beracun seperti nitrat yang salah satu fokus dalam penelitian

ini. Nitrat dapat menyebabkan berbagai penyakit diantaranya diare,

Gastro Intestilan (Gl), convulasi, shock, koma kemudian yang kronis

seperti sakit kepal, gagguan mental, methemoglobinamia terutama pada

bayi (Achmadi, U .F, 2001).

Page 68: KASMAWATI - Unhas

68

Kalau melihat kejadian diare di Lokasi Transmigrasi sangat

beragam penyebab dari segi mikroorganisme, faktor lain penyebab diare,

seperti stress dan allergi makanan tidak diungkapkan karena sulitnya

untuk menjustifikasi penyebabnya.

Penyakit diare yang diteliti bukan merupakan penyakit diare yang

spesifik karena kami tidak melihat kuman atau mikroorganisme

penyebabnya.

Diare merupan penyakit multi causa sehingga sulit untuk

mengjustifikasi penyebabnya. Perlu diketahui bahwa penyebab dari

golongan mikroorganisme saja, penyebabnya sangat banyak

diataranya dari golongan virus yaltu hepatitis virus, enterivirus,

rotavirus, adenovirus. Dari golongan bakterl E.coli, Salmonella spp,

Shigella spp, Vibrio cholerae, dan Iain-Iain. Sedangkan dari

golongan protozoa diantaranya Balantidium coli, Giardia lamblia

daan Entamuba histolilitica serta beberapa jenis cacing seperti

Angckylostoma duodenale, Ascaris lumbricoides, Trichuris

trichiura, Tenia solium, dan Tenia saginata (Pudjarwoto, 1993).

2. Faktor Penyebab Terjadinya Diare

Diare atau berak-berak menurut informan disebabkan oleh

beberapa hal, untuk jelasnya dapat dilihat dari hasil di bawah ini.

Page 69: KASMAWATI - Unhas

69

Diare disebabkan oleh makanan yang tidak bersih, minum air

yang tidak dimasak , tidak mencuci tangan sebelum makan dan

lingkungan kotor dimana terdapat lalat yang dapat hinggap di

makanan.

".. .kalo diare itu disebabkan salah makan (makan makanan yang tidak bersih), atau minum air yang tidak mendidih (dimasak sampai 100°Q..."

YSF

"...Makan sembarangtempat..."(lsn)

"... Makan Makanan yang tidak di iutup, makanan yang dihinggapi lalat ..."(St)

"...Anak-anak bermain kotor (memegang barang yang tidak seteril) dan tangannya ikut kotor..." (Urn)

Hasil ini menunjukkan bahwa masyarakat mengetahui penyBbab

tlmbulnya penyakit dlare karena memakan makanan yang tidak bersih

dimana lalat telah hinggap pada makanan tersebut, anak-anak yang sering

bermain kotor dan tidak mencuci tangan sebelum makan juga merupakan

penyebab timbulnya penyakit diare. Selain itu menurut mereka kebersihan

lingkungan juga berpengaruh terhadap terjadinya diare.

Penyebab diare bila dikelompakkan sesuai yang biasa ditemukan di

lapangan bisa disebabkan oleh infeksi dan keracunan, namun yang terjadi

di di Wilayah Kerja Puskesmas Lanrisang Kabupaten Pinrang disebabkan

perilaku yang dapat menyebarkan kuman enterik seperti penggunaan air

yang tidak bersih dan mungkin telah tercemar, tidak mencuci tangan

sesudah buang air besar.

Page 70: KASMAWATI - Unhas

70

3. Upaya Pencegahan Penyakit Diare

Sedangkan untuk pencegahannya, informan memberikan hasil

wawancara seperti di bawah ini;

".. .menjaga kesehatan, dan cuci tangan sebelum makan.. '(St,)

'.. Jaga makan dan minum, tidak keluar malam." (Am,)

"...Kebanyakari anak-anak tidak paham tentang penyakit diare biasanya berak sembarang tempat, seperti di belakang rumah (kebun, biasa juga kalo mencret lansung saja disitu (sembarang tempat)biasa juga dipematang sawah dan airnya biasa dipakai cuci tangan.."(M.S,) –

"...Penyakit diare ini sering menyerang masyarakat yang sering menggunakan air yang tidak bersih,seperti air sungai yang biasanya dipakai mandi dan "bera" juga disitu kalo air sumur biasanya lebih bersih) jadi penyakit diare itu sering menyerang anak-anak ,terutama yang sudah bisa merangkak atau baru belajar jalan, apa yang didapat itu yang dimakan (dimasukka dimulut).." (Art,)

Pada upaya pencegahan seperti kutipan yang telah di uraikan di

atas, ada 2 hal yang perlu diperhatikan dalam upaya tersebut yaitu,

1. Masyarakat paham bahwa untuk upaya pencegahan diare yang perlu

dilakukan adalah mehjaga kesehatan dengan makan yang banyak dan

sesering mungkin demikian pula dengan minum

2. Masyarakat juga memahami bahwa upaya pencegahan diare adalah

dengan menggunakan air bersih untuk minum dan cuci. Dan air yang

bersih menurut merlka adalah air sumur.

Sebagjan masyarakat Lanrisang mengetahui upaya pencegahan

penyakit diare, namun yang menjadi kendala adalah sulitnya sarana air

bersih yang rnerupakan faktor yang penting dalam pencegahan diare.

Page 71: KASMAWATI - Unhas

71

Air bersih merupakan salah satu penentu resiko terjadinya diare,

masyarakat yang terjangkau penyediaan air bersih mempunyai risiko

menderita lebih kecil dibanding masyarakat yang sulit mendapatkan air

bersih. Dan ini terjadi pada masyarakat Lanrisang yang memiliki sumber air

bersih pada umumnya dari Sungai yang melintas di Wilayah Kerja

Puskesmas Lanrisang.

Selain persoalan air bersih , sebagian besar penyakit ini juga

disebabkan penularannya melalui jalur fecal oral, cara penularahnya

dengan memasukkan benda atau tangan yang tercemar kedalam mulut,

misalnya makanan dan minuman dari sinilah kuraan masuk dan dapat

menyebabkan diare. Untuk itu perlunya menjaga kebersihan diri dan

lingkungan agar terhindar dari penularan penyakit diare.

Hasil penelitian terungkap bahwa semua informan

menggunakan jamban keluarga untuk membuang air kecuali

informan MS yang membuang air disemberang tempat atau kebun.

Jamban keluarga merupakan bagian penting dalam kesehatan

lingkungan. Jamban keluarga yang tidak saniter berperan dalam

kontaminasi air tanah dan sumber air bersih lainnya.

Dari hasil wawancara/observasi, penggunaan sarana

pembuangan tinja Informan dapat di lihat semua informan

mempunyai jamban keluarga yang telah dibuat oleh informan, hanya

Page 72: KASMAWATI - Unhas

72

penggunaan jamban keluarga yang tidak memenuhi syarat

kesehatan dan hal ini dapat mencemari sumur gali melalui rembesan

air tanah masuk ke sumur karena kurangnya perhatian masyarakat

atau keluarga untuk memperbaikinya.

Demikian pula jamban yang digunakan kurang perhatian untuk

membersihkannya, sehingga dapat menjadi sarang serangga (lalat)

maupun binatang lainnya. Dengan melalui binatang atau serangga

dapat mencemari makanan yang pada akhirnya dapat menimbulkan

diare.

Hal ini menggambarkan upaya masyarakat untuk mengisolasi

tinja, agar tidak menjadi tempat berkembang biaknya serangga

terutama lalat yang dapat bertindak sebagai vector dari agen penyakit

kepada manusia tidak dilakukan dengah baik._ Tetapi ada

kencederungan, periiaku masyarakat tentang hidup bersih dan sehat

semakin baikkarena fasilitas telah disiapkan oleh pemerintah (proyek

teransmigrasi

Hasil observasi tentang kepemilikan jamban dan pernah

menderita diare menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara

kepemilikan jamban keluarga dengan kejadjan diare sebab meskipun

memiliki jamban keluarga tetap informan mengaku pernah menderita

Page 73: KASMAWATI - Unhas

73

diare. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya faktor lain yang

dapat menyebakan jamban keluarga meskipun telah memanfaatkan

fasilitas jamban keluarga yang ada baik milik sendiri maupun yang

digunakan secara bersama dengan tetangga yang ada disekitar

lingkungan rumah. Penelitian yang dilakukan oleh Kusnindar (1996)

menunjukkan bahwa tingginya taraf penggunaan jamban keluarga

makin rendah taraf morbiditas diare.

Badan Amerika Serikat untuk bantuan pembangunan

intemasional (U.SAID) telah merangkum hasil dari berbagai

penelitian mengenai dampak perbaikan keadaan air bersih dan

sanitasi dasar dinegara-negara sedang berkembang, yang

menyatakan bahwa perbaikan kualitas dan kuantitas jamban

keluarga dapat menurunkan angka kesakitan diare sebesar 22 %

(lrianti,S.2000)

Achmadi (2001) mengemukakan hasil penelitian Lembaga

Penelitian Ul (1998) yang dilakukan di daerah proyek Water Supply

and Sanitation for Low Income Community (WSSLIC), yang

mengungkapkan bahwa dengan menggunakan jamban keluarga

yang memenuhi syarat kesehatan dapat mencegah penyakit diare

sebesar 28,0 %.

Page 74: KASMAWATI - Unhas

74

4. Upaya Penanggulangannya Penyakit Diare

Berbeda dengan jawaban pada pencegahan diare, pada

penanggulangan diare, ada 2 cara yang dapat digunakan oleh

masyarakat dalam penanggulangan diare yaitu secara medis dan

secara tradisional seperti kutipan di bawah ini:

Secara medis mereka membuat larutan gula garam atau

minum oralit dalam rangka penanggulangannya /

"...minum oralit, larutan gula garam, menurut suster, biasa juga dokter bilangbegitu..."(Sr,)

"... Untuk anak-anak dikasi minum yang banyak atau di kasi tete (diberi ASI)terusterus..."

Sedangkan cara lain mereka menggunakan cara tradisional

seperti kutipandi bawah ini

"...Kasi apa itu... "colli jampu" (daun jambu biji) yang sudah

dimasak, trus kasi minum. perutnya dikasi minyak gosok (minyak gosok cap tawon)'.."(UM,)

'...Biasa dikasi teh pekat, dipijit urat kakinya (tendo diatas tumit/achilles) kalo tidak sembuh baru dibawa ke Puskesmas.."(Am,)

Secara tradisional mereka paham bahwa dalam

penanggulangan penyakit diare, dapat digunakan daun jambu batu

muda, menurut etnis bugis dapat menyembuhkan diare

(buang-buang air) terus-menerus, seiain daun jambu ada juga yang

menggunakan teh pekat untuk mengurangi fekuensi buang air dan

bila sakit perut secara tradisional mereka menggunakan minyak

gosok cap tawon untuk mengurangi rasa sakit diperut.

Page 75: KASMAWATI - Unhas

75

Dari hasil kutipan di atas dapat dilihat bahwa bila terjadi diare

masyarakat tidak segera membawa ke Puskesmas untuk segera di

beri obat dan mendapatkan pertolongan, tetapi terlebih dahulu

memberikan pertolongan dengan memberikan minyakgosok sebagai

penghilang rasa sakit perut sebelum dibawa ke Puskesmas, ada juga

yang memberi obat-obat tradisional berupa daun jambu batu sebelum

melakukan pertolongan lain dan sebagian lagi tidak melakukan

apa-apa kecuali memberi larutan gula garam di rumah.

D. Sikap Masyarakat Terhadap Upaya Pencegahan dan

Penanggulangan Diare

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari

seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek (Notoatmodjo,1993)

artinya reaksi sikap merupakan reaksi tertutup dan bukan reaksi terbuka

dan salah satunya adaiah kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep

terhadap suatu objek(Allport,1995)

Untuk penyakit diare , sikap masyarakat dapat dilihat dalam

kutipan di bawah ini,

"...saya tidak khawatir kalo anak sakit panas atau diare, menurut orang tua kalo sakit berarti mau tamba besar (bertumbuh) kalo tidak sembuh dan trus-trus berak baru baw kei Puskesmas...' (Ars,)

Ini menunjukkan mereka percaya bahwa diare timbul karena

Page 76: KASMAWATI - Unhas

76

anak-anak akan tumbuh besar atau mau pintar. Sedangkan pada orang

dewasa diare disebabkan karena makan buah-buahan yang banyak

pada musim buah.

"...Bera-bera biasajuga terjadi kalau musim buah...'(Art)

Sikap mereka terhadap pencegahan dan pehanggulangannya

adalah sama dengan pengetahuan mereka terhadap

pencegahan dan penanggulangan diare yaitu untuk

pencegahan mereka menyebutkan disebabkan oleh lingkungan

kotor, kebersihan makanan, minum air yang bersih, perlu makan yang

banyak dan menjaga kesehatan seperti salah satu kutipan di bawah ini,

" Kalau bera-bera itu kebanyakan dari salah makan, kurang bersih terutamadari air yang tidakdimasak.."(Ysf)

Dan pada upaya penanggulangannya sikap mereka juga sama

dengan pengetahuan mereka terhadap penanggulangan diare, yaitu ada

secara tradisional dan ada secara medis, secara medis dengan

menggunakan larutan gula garam dan secara tradisional yaitu dengan

meminum air rebusan jambu jambu biji dan minum teh pekat serta

menggunakan minyak gosok yang dioles pada perut bila terasa sakit.

"...Kasi colli jampu (daun jambu biji) yang sudah dimasak, trus kasi minum. perutnya dikasi minyak gosok (minyak gosok cap tawony.."(UM,)

Di atas merupakan cara tadisional sedangkan kutipan di bawah ini

adalah cara medis,

Page 77: KASMAWATI - Unhas

77

".. .minum oralit, larutan gula garam..." (SR)

Pemberian oralit merupakan salah satu cara mencegah terjadinya

kekurangan cairan didalam tubuh sebagai akibat diare. Dan bila oralit

tidak ada , dapat dibuat larutan gula garam yang terdiri dari gula pasir

dan garam dapur. Ini dilakukan oleh masyarakat namun berapa banyak

perbandingan antara gula garam masyarakat tidak mengetahuinya

dengan jelas.

Dari hash wawancara/observasi, menggambarkan bahwa sikap

informan telah memenuhi syarat hygiene perorangan dan mengetahui

akibat apa bila tidak melakukan hygene perorangan yaitu menderita

diare. Hasil tersebut mengungkapkan bahwa semua responden

mengaku memasak air telabih dahulu air bersih sebelum dikomsumsi

karena dapat menyebakan sakit perut atau diare dan mencuci tangan

sebelum makan atau setelah buang air besar, hal dilakukan sebagai

usaha mencegah diri dari penyakit. Hygiene perorangan merupakan

pengetahuan tentang usaha-usaha kesehatan perorangan untuk

memelihara kesehatan diri sendiri, memperbaiki dan mempertinggi nilai

kesehatan, serta mencegah timbulnya penyakit.

Hygiene. perorangan dinilai dari segi kebiasaan mencuci tangan

dengan menggunakan air bersih sebelum mengkonsumsi makanan dan

setelah buang air besar. Hal ini disebabkan karena hygiene

Page 78: KASMAWATI - Unhas

78

perorangan sangat berpengaruh timbulnya penyakit diare karena

hygiene perorangan merupakan tindakan pencegahan terutama yang

menyangkut tanggung jawab perorangan untuk memelihara kesehatan

dan mencegah penyakit-penyakit menular langsung. Hal ini dapat

berupa mandi, memotong kuku, serta kebiasaan mencuci tangan dan

kaki dengan sabun dan air bersih setelah buang air besar, sebelum

makan dan setiap akan mengolah makanan. Perilaku ini dipengaruhi

oleh tingkat pendidikan seseorang untuk melakukan kebiasaan tersebut.

Dengan tingkat pendidikan rendah berarti seseorang jg memiliki

pengetahuan yang rendah sehingga kebiasaan untuk melakukan cuci

tangan dan kaki serta potong kuku tidak mendapat perhatian.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan bekerja di luar

rumah setiap hari akan terkontaminasi dengan patogen penyakit yang

dapat menyebabkan menderita diare. Dari hasil ini diperoleh bahwa

dengan pengetahuan rendah maka seseorang akan rentan untuk

terserang penyakit diare karena kurangnya pengetahuan yang dimiliki

sesorang sehingga hygiene perorangan tidak mendapat perhatian.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Aulia dkk, (1989) di daerah

rawa dataran rendah Sumatera Seiatan disimpulkan bahwa

terbentuknya perilaku hygiene di tengah masyarakat dilandasi oleh

persepsi masyarakat tentang bersih / kotor, tentang penyebab diare,

Page 79: KASMAWATI - Unhas

79

selain adanya pengaruh lingkungan fisik dan social ekonomi masyarakat

setempat.

Pada penelitian ini sikap hygiene perorangan dinilai dari

kebiasaan mencuci tangan, kaki dengan sabun dan memotong kuku

Informan namun hal tersebut sebagian dari Informan belum menjadi

kebiasaan mereka dalam kehidupan sehari-hari.

Hasil ini sesuai dengan teori mengenai peranan tangan dalam

menularkan penyakit diare, yakni penyakit diare ditularkan melalui faecal

oral dengan perantaraan tangan (Depkes Rl, 1993).

Hasil ini dapat dilihat bahwa dari segi resiko untuk terserang

penyakit diare bagi laki-laki lebih tinggi dari perempuan karena mereka

setiap harinya rutin bekerja dan makan siang di kebun atau di sawah

sehingga kurang memperhatikan hygiene perorangan terutama

kebiasaan untuk mencuci tangan sebelum mengkonsumsi makanan.

Selain itu makanan yang dikonsumsi juga perlu mendapat

perhatian dari segi pengolahan dan penyajiannya, sehingga layak dan

memenuhi syarat kesehatan untuk dikonsumsi.

Penelitian yang mirip dilakukan oleh Krisnawan dan Suharyanto

(1996) mengemukakan bahwa terdapat hubungan bermakna secara

statistik dan menyatakan bahwa kebiasaan tidak mencuci tangan

dengan sabun sebelum makan mempunyai resiko diatas 3 kali dibanding

Page 80: KASMAWATI - Unhas

80

yang selalu mencuci tangan.

Sedangkan menurut penelitian Kirana, N., (2005) cara praktis

untuk mencegah penyakit diare adalah dengan mencuci tangan dengan

sabun. Kebiasaan ini akan mengurangi risiko terjadinya diare 40 persen

Kebiasaan mencuci tangan juga mempunyai daya ungkit yang besar

terhadap penurunan angka kejadian penyakit diare.

Di lihat dari aspek kesehatan, masalah kebiasaan mencuci tangan

sangat berarti dan dampaknya akan berpengaruh terhadap derajat

kesehatan masyarakat, misalnya: mencuci tangan sesudah BAB (buang

air besar) dan mencuci tangan sebelum makan/minum. Hygiene

perorangan dan perilaku hygienis menurut Hafid, E.M (2006) merupakan

faktor paling penting dalam mencegah penularan penyakit.

Hygiene perorangan menurut Adam, S, (1992) merupakan

pengetahuan tentang usaha-usaha kesehatan perorangan untuk

memelihara kesehatan diri sendiri, memperbaiki dan mempertinggi nilai

kesehatan, serta mencegah timbulnya penyakit.

E. Tindakan Masyarakat Dalam Upaya Pencegahan dan

Penanggulangan Diare

Dalam tindakan atau praktek ada tingkatan yang disebut persepsi

Page 81: KASMAWATI - Unhas

81

artinya masyarakat memilih dan mengenal berbagai obyek sehubungan

dengan tindakan yang akan diambil dan ini merupakan praktek tingkat

pertama. Tindakan dalam tingkatan persepsi masyarakat sebagai upaya

pencegahan dan penanggulangan diare adaiah seperti kutipan di bawah

ini,

"....Kalo bera bera terus (berulang ulang), langsung dibawa saja ke Puskesmas..."(AM)

Ini juga di benarkan oleh informan kunci dalam wawancara mendalam

"... Pada dasarnya mereka sudah tau tentang penyakit diare, apafagi karena sering diderita , cuma masyarakat disini biasanya mengkategorikan diare yang datangnya tengah malam disebut dengan

"Cika" tapi kalo datangnya(diare) siang hari mereka sebut "Joli-Joli"

kalu disertai dengan muntah mereka sebut sebagi "Joli Tallua" (Muntaber) mereka sudah tahu cara mengobati dan mencegahnya meskipun secara tradisional...bahkan mereka sudah tahu larutan gula garam kalo tidak sembuh, baru di bawa ke Puskesmas..." (TPK,5 OKt,20O4)

"...Masalah diare mereka tau, hanya terkadang pengobatannya, sering terlambat dibawa ke Puskesmas. Ada pemahaman mereka bahwa kalau diare, khususnya untuk anak-anak atau bayi, kalau dia mencret karena mau besar, mau tumbuh giginya, maujalhn atau mau lancar bicara, sehingga mereka menganggap tidak perlu berobat cukup diberi air daun jambu biji, terkadang disuruh makan buahnya yang masih mentah, terkadang juga diberi teh kenial, ada juga yang memberi larutan gula garam dan kalau masih berlanjut baru dibawa kesini (PuskesmasJ.."(LKM,5Okt,2004)

Persepsi mereka terhadap pencegahan dan penanggulangan

Page 82: KASMAWATI - Unhas

82

diare sama dengan pengetahuan dan sikap mereka dalam pencegahan

dan penanggulangan, namun dalam tindakan peneliti lebih

menitikberatkan pada pehcariah pelayanan kesehatan dan hasilnya

adafah adanya persepsi yang sama dengan pengetahuan dan

sikap terhadap pencegahan dan penanggulangan yang

menunjukkan bahwa pertolohgan dilakukan setelah mereka

menggunakan pengobatan tradisional lebih dahulu atau sebagian

dengan menggunakan larutan gula garam sebelum dibawa ke

Puskesmas. Secara umum hasil penelitian yang telah dluraikan

sebelumnya terlihat bahwa dlare bagi masyarakat adalah suatu gejala

yang akan timbul bila seorang anak akan tumbuh besar, gigi akan

tumbuh, mau lancar berbicara. Dan pada orang dewasa diare

disebabkan karena salah makan, serta makan buah - buahan terlalu

banyak.

Untuk pencegahannya , seperti yang telah mereka sebutkan

bahwa diare ini muncul karena pertumbuhan anak , maka yang mereka

lakukan supaya tidak terkena diare adalah tidak bermain di tempat kotor,

mencuci tangan sebelum makan, tidak minum air yang mentah. Berbeda

dengan penanggulangannya, sebagian telah memahaminya dengan

pertolongan pertama yaitu memberikan larutan gula garam sebelum

dibawa ke Puskesmas, tap! sebagian lagi karena persepsi tentang diare

Page 83: KASMAWATI - Unhas

83

yang berbeda, menyebabkan penanggulangannya juga dengan cara

tradisional yaitu dengan memberikan rebusan daun jambu biji (colli

jampu) yang disebut dapat menghentikan diare, ada juga yang

menggunakan obat oles pada perut dengan minyak gosok untuk

menghentikan rasa sakit di perut yang memang sering timbul pada saat

diare.

Dari hasil wawancara/observasi yang dilakukan pada informan

ternyata sumber air bersih yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari

dari sungai dan sumur gali.

Karakteristik air bersih dari sungai dan sumur gali yang digunakan

keluarga dari segi kualitas fisik air sumur tersebut dapat dilihat dari bau,

rasa, jernih atau keruh. Sehingga hasil pengamatan diperoleh bahwa

kejadian diare dapat diakibatkan oleh kualitas fisik air. Dengan demikian

diperoleh bahwa terdapat kejadian diare pada keluarga yang kualitas

fisik airnya memenuhi syarat, Dari hasil wawancara bahwa air minum

sebelum mereka konsumsi dimasak terlebih dahulu.Hal ini mungkin

disebabkan oleh cara pengolahan air yang digunakan sebagai sumber

air minum. Kemungkinan air yang dimasak tidak sampai mendidih

sehingga bakteri atau kuman yang terdapat dalam air belum

sepenuhnya mati terutama E.coli, sehingga dapat menimbulkan penyakit

Page 84: KASMAWATI - Unhas

84

khususnya penyakit diare

Air tersebut sebelum dikonsumsi perlu dimasak terlebih dahulu

karena adanya kemampuan dari air untuk melarutkan bahan-bahan

padat, mengabsorbsi gas-gas dan bahan cair lainnya sehingga semua

air alam mengandung mineral dan zat-zat lain dalam larutannya yang

diperoleh dari udara, tanah, dan bukit-bukit yang dilaluinya. Selain itu air

sebagai factor yang utama dalam penularan berbagai penyakit infeksi

bakteri-bakteri usus tertentu khususnya penyakit diare, sehingga air

dapat .menimbulkan berbagai akibat gangguan kesehatan (SutrisnOj

CT. 2002).

Badan Amerika Serikat untuk bantuan pembangunan

internasional (U.S.AID) telah merangkum hasil dan berbagai penelitian

mengenai dampak perbaikan keadaan air bersih dan sanitasi dasar

dinegara-negara sedang berkembang, yang menyatakan bahwa

perbaikan kualitas dan kuantitas air bersih dapat menurunkan angka

kesakitan diare sebesar 37 % (Irianti, S. 2000)

Kejadian ini berbanding lurus antara kualitas air sungai dan sumur

gali yang memenuhi syarat yang digunakan keluarga dengan kejadian

diare karena semakin baik kualitas air sungai dan sumur gali akan

menurunkan angka kejadian diare. Penggunaan air bersih yang

Page 85: KASMAWATI - Unhas

85

memenuhi syarat pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas

Lanrisang temyata didapatkan kejadian diare, hal ini kemungkinan

disebabkan oleh factor lain yang ada hubungannya dengan diare, seperti

pendidikan, keadaan gizi, dan kepadatan penduduk pada masyarakat di

wilayah Puskesmas Lanrisang.

Beberapa penelitian yang telah dilakukan di Indonesia oleh (Tjitra

dkk, 1994 dan Kusnidar dkk, 1994) menunjukkan adanya hubungan

antara penyakit diare dengan pemanfaatan sumber air bersih,

sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Krisnawan dan Suharyanto

(1996) mengemukakan bahwa keluarga yang tidak mempunyai sarana

air bersih mempunyai resiko 2,38 kali untuk terserang diare berdarah

dibandihgkan dengan mefeka yang tidak memiliklsarana air bersih.

Achmadi (2001) mengemukakan hasil penelitian Lembaga

Penelitian Ul (1998) yang dilakukan di daerah proyek Water Supply and

Sanitation for Low Income Community (WSSLIC), yang mengungkapkan

bahwa dengan menggunakan air bersih yang memenuhi syarat

kesehatan dapat mencegah penyakit diare sebesar 35,0 %, demikian

pula penelitian yang dilakukan oleh Djoehari (1997), dimana

menunjukkan bahwa air bersih berperan penting dalam penanggulangan

diare.

Page 86: KASMAWATI - Unhas

86

Dari hasil penelitian ini berbeda karena sesuai observasi di

lapangan sebagian besar responden menggunakan sumur yang telah

memenuhi syarat meskipun sumur tersebut digunakan secara bersama

sehingga pemeliharaan sumur juga dilakukan secara bersama, sehingga

sumur yang rusak atau bocor dapat dengan mudah diperbaiki.

Dengan demikian kondisi sumur yang mereka gunakan dapat

memenuhi syarat dengan 1) lokasi jarak sumur gali dengan sumber

pencemaran antara lain: (lubang pembuangan kotoran manusia,

lubang/resapan air limbah minimal 10 meter, 2) Lantai tidak rembes air,

lebar minimal 1 meter dari sumur, tidak retak/bocor, mudah dibersihkan,

dan lantai sedikit miring keluar sehingga air limbah langsung ke saluran

pembuangan, 3) Tinggi bibir sumur 80. cm dari lantai, terbuat dari bahan

yang kuat den tidak rembes air, 4) Dinding sumur minimal sedaiam 3

meter dari lantai, dibuat dari bahan yang kuat dan tidak rembes air serta

dilengkapi dengan saluran pembuangan air limbah

(Htlp://www.iptek.net.id/ind/warintek/ penqeiolaan dan sanitasi idx.pp)

F. Upaya Pencarian Pengobatan

a. Faktor demografi, faktor struktur sosial penderita Diare

Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan informan

tentang faktor demografi dan struktur sosial menurut pandangan

Page 87: KASMAWATI - Unhas

87

budaya bugis menunjukkan bahwa semua orang mempunyai resiko

yang sama tertular penyakit Diare, seperti petikan hasil wawancara

berikut ini:

"...semua orang dirumah pernah terserang penyakit bera bera (diare) baik anak-anak maupun orang dewasa. penyakit ini gampang menjangkit... "

(AR,37Thn)

"... kalo orang besar bera bera, saya puny a apa itu cucu itu saya bilang jangan dekat.. jangan dekat saya karena saya pikir aduhh nanti tertular, apa lagi anak anak lebih gampang terkena (terjangkiti) bera bera..."

(BS,62Thn)

“…OH ketularan dengan makanan...anak dan orang besar barangkali...iya menular..."

(SM, 47 Thn)

Pandangan masyarakat bahwa penyakit Diare merupakan

penyakit yang dapat menyerang siapa saja tanpa membedakan usia,

jenis kelamin, mereka menyebutkan bahwa yang mungkin saja

tertular dalam rumah tangga adalah ayah, saudara, dan cucu.

b. Kerentanan dan kegawatan yang dirasakan oleh penderita Diare

Persepsi tentang mudahnya tubuh terserang penyakit Diare

dapat dilihat dari kutipan hasil wawancara mendalam yang

dilakukan kepada informan sebagai berikut:

".. .penyakit ini berbahaya.. .berbahayanya bisa mematikan..."

BS

"... penyakit ini menular...."

Page 88: KASMAWATI - Unhas

88

SM

"... penyakit ini menjangkit to......bisa menular

kalau selalu makan makanan yang bersih..." -

AR,

Disimpulkan dari Hasil wawancara mendalam yang

dilakukan kepada informan, penyakit Diare merupakan penyakit

yang sifatnya menular, tetapi dari seorang informan membuat

pernyataan yang sedikit berbeda dengan memberikan informasi

bahwa penyakit tersebut dapat mematikan dengan berbagai

pertimbangan empirik informan yang dikutip sebagai berikut:

". Z karena kita lama satu rumah nanti menikah baru berpisah penyakititu selalu ada ..."

AR,

Kesimpulan berdasarkan pengalaman empirik

informan bahwa penyakit Diare merupakan penyakit yang

endemis dan pada kondisi tertentu dapat menjakiti siapa saja,

karena dari semua yang tinggal serumah ada beberapa orang

yang tidak menderita penyakit Diare. Pada konsep ini juga

menyebutkan bahwa dalam rumah tangga tersebut semuanya

pernah menderita penyakit Diare.

"... perut melilit dan rasanya perut ditusuk tusuk ..."

Page 89: KASMAWATI - Unhas

89

AR,

Informan menyebutkan bahwa kondisi orang yang

menderita akan membuat lemas dan rperut melilit bahkan bila

diare yang disertai dengan darah informan beranggapan bahwa itu

karena mahluk jahat atau dikena "parakang" padahal dalam medis

diare yang yang diserta dengan darah itu disebut disentri .Pada

tingkat yang lebih lanjut disadari akan mengakibatkan kematian.

c. Keterancaman yang dirasakan oleh penderita Diare

Fenomena yang terjadi menunjukkan bahwa penyakit Diare

seringkali membawa gangguan frisik dan psikologis sebagai

komorbiditas (penyerta) dan kecenderungan psikis lebih menonjol

jika dibandlngkan dengan masalah medisnya apa bila informan

menderita diare dimalam hari.

Seperti yang terungkap pada kutipan wawancara dengan

informan berikut ini:

" "... Kalo datangnya dimalam hah saya merasa ketakutan apa lagi keluar masuk wc jam 2 jam 3 malam. saya berpikir jangan samapai terjadi sesuatu... yangdibilang orang tua 'na cidda"(kematian mendadak)......."

BS,

u.. .Saya tidak bisa kemana-mana jangan sampai diperjalanan mo bera, jadi tinggal terus dirumah sampai dirasa sembuh..."

SM,

".. .Perasaan saya penyakit penyakit diare biasa juga panas badan

Page 90: KASMAWATI - Unhas

90

..."

"... Kaio datangnya dimalam hari saya merasa ketakutan apa lagi keluar masuk wc jam 2 jam 3 malam. saya berpikir jangan samapai terjadi sesuatu... yang dibilang orang tua 'na cidda" (kematian mendadak) "

BS,

".. .Saya tidak bisa kemana-mana jangan sampai diperjalanan mo bera, jadi tinggal terus dirumah sampai dirasa sembuh.."

SM,

".. Perasaan saya penyakit penyakit diare biasa jug a panas badan ..."

(AR,

Pandangan penderita jika terkena penyakit diare maka mereka

tidak bisa beraktifitas di siang hari karena penyakit diare merupakan

penyakit yang mengharuskan dekat dengan wc bahkan menakutkan

apa bila datangnya malam hari, mereka menganggap bahwa diare yang

datangnya maiam hari itu sangat berbahaya karena bisa menyebakan

mati mendadak (cika) sementara dalam pandangan medis mati

mendadak mungkin saja karena ada penyakit lain yang menyertai si

penderita misalnya penyakit jantung yang dapat menyebabkan mati

mendadak..

Faktor isyarat dalam melakukan pencarian pengobatan Dalam

mencari pengobatan penderita diare belum mendapatkan dukungan

dari lingkungan ekternal keluarga, penderita melakukan

pengobatan berdasarkan keinginan diri sendiri dan keluarga terdekat,

Page 91: KASMAWATI - Unhas

91

hal ini terungkap secara jelas pada hasil kutipan wawancara yang

dilakukan sebagai berikut:

"...saya sendiri...berpikirdimaha saya bisa berobat..."

BS,

keluarganya yang menurut mereka dianggap paling

berpengalaman terhadap penyakit yang dideritanya.

d. Keuntungan dan kerugian yang didapatkan pada saat pengobatan

Hasil wawancara yang dilakukan kepada Informan

menunjukkan bahwa tindakan pengobatan yang dilakukan oleh

penderita diare tidak mengakibatkan kesembuhan terhadap

penyakit diare yang diderita, sebagaimana kutipan berikut ini:

"... Waktu saya anu minum-minum itu obat tidak lansung sembuh bahkan itu berulang..."

BS,

"...Kasi apa itu... "colli jampu" (daun jambu biji) yang sudah dimasak, trus kasi minum. perutnya dikasi minyak gosok (minyakgosok cap tawon)'.."

(UM,)

'...Biasa dikasiteh pekat, dipijit urat kakinya (tendo diatas tumit/achilles) kalo tidak sembuh barudibawa ke Puskesmas.."(Am,)

SM, "... biasa beli sendiri obat yaitu biasanya "super tetra" (tetraciclin)..."

AR,

Pengobatan yang dilakukan berdasarkan pengalaman secara

turun temurun yaitu dengan ramuan daun jambu yang

Page 92: KASMAWATI - Unhas

92

tumbuh disekitar lingkungan mereka dan diyakini pula

secara minyak gosok dapat mengobati penyakit yang

dideritanya, selain itu juga melakukan pengobatan sendiri

dengan membeli dan meminum obat tetraciclin yang banyak ditemui di

pasar-pasar dengan merek super tetra. Namunpun demikian usaha

penyembuhan dengan resep tradisional tersebut belum mampu

memberikan efek kesembuhan bagi penyakit yang dideritanya.

Dalam konsep budaya masyarakat bugis berdasarkan hasil

wawancara untuk pengobatan penyakit diare masih melakukan

trial and error, hal ini terlihat jelas ketika melakukan pengobatan

sendiri penyakit tersebut hilang sementara tetapi beberapa saat

kemudian akan muncul kembali.

e. Perilaku Pencarian Pengobatan penderita Diare

Tindakan pertama yang dilakukan ketika penderita merasa

dirinya sakit dan menentukan dirinya sakit dilanjutkan dengan

pengobatan adalah dengan melakukan pengobatan terhadap

dirinya sendiri (self treatment) dan ke puskesmas (pengobatan

moderen). Hal ini tertuang dalam kutipan wawancara sebagai

berikut:

"…..Kasiapaitu... "colli jampu" (daunjambu biji) yang sudah dimasak, trus kasi minum. perutnya dikasi minyak gosok (minyak

Page 93: KASMAWATI - Unhas

93

gosok cap tawon)'.."(UM,)

“'...Biasa dikasi teh pekat, dipijit urat kakinya (tendo diatas tumit/achilies) kalotidak sembuh baru dibawa ke Puskesmas."(Am,) "...Pada awalnya saya ke dukun..."

SM, Begitu merasakan sakit maka penderita melakukan:

pencarian pengobatan berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya

ataupun dengan melakukah komunikasi terhadap keluarga

terdekat yang dianggap paling mampu dan tahu terhadap penyakit

yang dideritanya untuk melakukan pengobatan dalam rangka

menyembuhkan penyakit yang dideritanya. Pada kasus ini

puskemas menjadi salah satu pilihan alternatif pengobatan karena

puskemas dipandang masih memiliki kemampuan diatas rata-rata

mengobati penyakit diare.

Penderita Diare melakukan pengobatan sendiri ketika

pertama merasakan adanya perubahan fisik berupa sakit perut

pada saat menderita penyakit diare sebagaimana yang

disampaikan pada hasil wawancara inforaman.

Perubahan pada warna kulit akibat dari penyakit Diare

membuat penderita melakukan pencegahan dan pengobatan

berdasarkan pengalaman mereka terhadap penyakit sebagai

akibat dari alergi makanan dan dipadukan dengan ramuan obat

Page 94: KASMAWATI - Unhas

94

kampung untuk mengurangi warna kemerahan pada kulit.

D. Strategi Penanggulangan

Pencegahan penyakit diare sebenarnya sederhana, kasus diare

terjadi di Indonesia karena masyarakatnya kurang sadar akan

pentingnya menjaga kesehatan terutama Perilaku Hidup Bersih dan

Sehat (PHBS). Mereka tidak peduli dengan hygene perorangan dan

sanitasi lingkungannya. Ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk

mencegah munculnya segala macam penyakit, termasuk diare, yaitu

mempromosikan kesehatan secara umum, artinya usaha pencegahan

yang dilakukan tidak hanya untuk satu penyakit tertentu, tapi kesehatan

secara umum. Cara kedua adalah dengan proteksi khusus, yaitu

melakukan pencegahan terhadap penyakit tertentu saja. Langkah ketiga

dengan melakukan diagnosa secara dini, artinya terlebih dahulu

memahami gejala-gejala yang mengikuti suatu penyakit.

Dalam upaya penerapan promosi kesehatan dilakukan tiga

strategi yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan

(sinergis), yaitu sebagai berikut (Depkes Rl, 2001):

1. Advokasi Kesehatan (Health Advocacy),

Kegiatan yang ditujukan kepda pembuat keputusan (decission

Page 95: KASMAWATI - Unhas

95

makers) atau penentu kebijakan (policy makers) baik di bidang

kesehatan maupun sektor lain diluar kesehatan, yang mempunyai

pengaruh terhadap publik. Tujuannya adalah agar para pembuat

keputusan ini mengeluarkan kebijakan-kebijakan, antara lain dalam

bentuk peraturan, undang-undang, instruksi, dan sebagainya yang

menguntungkan kesehatan publik. Bentuk kegiatan advokasi ini

antara lain : lobying, pendekatan atau pembicaraan-pembicaraan

formal atau informal terhadap para pembuat keputusan, penyajian

isu-isu atau masalah-masalah kesehatan atau yang mempengaruhi

kesehatan masyarakat setempat, seminar-seminar masalah

kesehatan, dan sebagainya. Output kegiatan advokasi adalah

undang-gndang, peraturan-peraturan daerah, instruksi-instruksi

yang mengikat masyarakat dan instansi-instasni yang terkait dengan

masalah kesehatan (Soekidjo, 2003).

Advokasi kesehatan lebih diarahkan pada sasaran tersier yang

menghasilkan kebijakan sehat. Dalam penanggulangan penyakit diare di

Wilayah Kerja Puskesmas Lanrisang diperlukan Advokasi untuk dukungan

politik, kebijakan termasuk dukungan dana ke Pemerintah Daerah dan

DPRD serta sumber lain yang tidak mengikat.

Dalam advokasi ini diharapkan lahirnya kesepakatan intensifikasi

Page 96: KASMAWATI - Unhas

96

pemberantasan diare secara maksimal, komitmen anggaran pusat

bertambah, Proporsi anggaran untuk kegiatan Pencegahan dan

penanggulangan penyakit diare dari pemerintah daerah lebih ditingkatkan,

adanya dukungan politik, kebijakan dan peraturan daerah yang mengikat

seluruh masyarakat dalam bekerjasama memberantas diare.

2. Bina Suasana (Social Support)

Kegiatan yang ditujukan kepada para tokoh masyarakat, baik formal

maupun informal yang mempunyai pengaruh di masyarakat. Tujuan

kegiatan ini adalah agar kegiatan atau program kesehatan yang dilakukan

memperoleh dukungan dari para tokoh masyarakat. Sasaran yang dituju

adalah sasaran sekunder yang menghasilkan kemitraan dan opini.

Selanjutnya tokoh masyarakat ini dapat menjembatani antara pengelola

program kesehatan dengan masyarakat. Pada masyarakat yang masih

patemalistik seperti di Indonesia tokoh masyarakat merupakan panutan

perilaku masyarakat yang sangat signifikan. Oleh sebab itu apablla

tokoh masyarakat sudah mempunyai perilaku sehat, akan mudah

ditiru oleh anggota masyarakat yang lain. Bentuk kegiatan mencari

dukungan sosial ini antara lain : pelatihan-pelatihan para tokoh

masyarakat, seminar, lokakakarya, penyuluhan dan sebagainya

(Soekidjo, 2003).

Keberhasilan pemberantasan diare turut ditentukan oleh

Page 97: KASMAWATI - Unhas

97

adanya jalinan kemitraan yang solid antara petugas kesehatan

dengan masyarakat dalam rangka penemuan penderita, pengobatan,

pemberantasan vektor, penyuluhan dan survey. Dengan kata lain,

apabila -masyarakat tidak ikut mendukung pelaksanaan

pemberantasan diare, maka selain kinerja program tidak akan

maksimal, juga tujuan yang diemban oleh program tidak akan

terealisasi secara maksimal.

Masyarakat yang seyogyanya bermitra dengan petugas

kesehatan dalam pelaksanaan program pemberantasan diare adalah

kader, tokoh masyarakat, Kepala Desa/Kelurahan, PKK, anggota

LKMD, anggota masyarakat, Karang Taruna.

Jaringan kemitraan antara petugas kesehatan dengan

masyarakat seperti kader, Kepala Desa/Kelurahan, tokoh

masyarakat, PKK* LKMD, Karang Taruna dan anggota masyarakat

dalam pemberantasan diare di Wilayah Kerja Puskesmas Lanrisang

belum dilaksanakan atau dikembangkan sebagaimana diharapkan.

Sementara oleh Ditjen PPM dan PLP Depkes Rl. bahwa kemitraan

dalam upaya pemberantasan penyakit diare perlu melibatkan

berbagai institusi, lintas program, lintas sektor, Lembaga Swadaya

Masyarakat, swasta, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi,

Page 98: KASMAWATI - Unhas

98

dan institusi masyarakat seperti organisasi wanita, organisasi sosial,

organisasi pemuda, organisasi agama, dan Iain-Iain, termasuk tokoh

masyarakat setempat (Depkes, Rl, 2000).

Untuk masa yang akan datang program pemberantasan diare

di institusi tersebut di atas sudah saatnya untuk dilibatkan jika

program diare ini akan diberantas dengan tuntas, karena jika tidak

demikian maka program pemberantasan diare tidak akan

terselesaikan.

Tujuannya kemitraan dalam penanggulangan diare yaitu untuk

melakukan mobilisasi sumber daya yang ada melaiui kegiatan

sebagai berikut:

a. Melakukan pendekatan kepada pengambil keputusan dengan

menggunakan informasi yang benar. Tujuannya untuk

memperoleh dukungan dan komitmen baik berupa dukungan

kebijakan, sarana, tenaga, bahkan dana serta fasilitas dan para

pengambil keputusan di jajaran pemerintahan maupun di setiap

tatanan masyarakat dalam penanggulangan diare.

b. Menyelenggarakan KIE program diare melaiui kelompok

masyarakat, menyelenggarakan social marketing program diare

untuk perhuka masyarakat melaiui berbagai metode dan media,

Page 99: KASMAWATI - Unhas

99

menyebarluaskan produk kemitraan yang dapat memotivasi,

mendorong mitra kerja dalam upaya mencapai tujuan bersama,

dan mengembangkan slstem penghargaan dalam penggerakan

program diare.

c. Dukungan sosial melalui pendekatan kepada petugas kesehatan,

petugas lintas sektor, organisasi kemasyarakatan, para pembuat

opini di masyarakat dan media masa. Tujuan agar mereka siap

menyebarluaskan informasi dan menciptakan iklim atau suasana

yang mendukung kegiatan program penanggulangan diare. Cara

yang dapat dilakukan antara lain melalui penyuluhan kelompok,

lokakarya tentang pemberantasan diare, seminar, studi banding,

pelatihan, dan Iain-Iain.

d. Penggalangan kemitraan yaitu melakukan identifikasi stakeholder

(mitra dan pelaku potensiil), membangun jaringan kerja sama

antara sesama mitra dalam upaya mencapai tujuan bersama,

memadukan sumber daya yang tersedia di masing-masing mitra

kerja untuk intensifikasi program diare, melaksanakan kegiatan

terpadu dalam intensifikasi program diare sesuai peran dan

potensi masing-masing, menyelenggarakan pertemuan berkala

Page 100: KASMAWATI - Unhas

100

untuk perencanaan, pemantauan, penilaian, dan pertukaran

informasi dan intensifikasi program diare. Tujuan diperolehnya

berbagai pencipta opini yang ada di masyarakat sehingga dapat

menciptakan opini publik yang jujur, terbuka sesuai dengan

norma, situasi dan kondisi di masyarakat yang mendukung

terciptanya upaya penanggulangan diare.

e. Profesjonalisasi adalah usaha-usaha atau kegiatan untuk

meningkatkan kemampuan semua penyelenggara promosi diare

baik sektor kesehatan maupun organisasi kemasyarakatan.

f. Meningkatkan kemampuan perencanaan dan pengambilan

keputusan para pelaksana institusi di tingkat kabupaten/kota

dengan memobilisasi sumber daya setempat dan meningkatkan

alokasi biaya intensifikasi pemberantasan penyakit diare,

mengembangkan dan melaksanakan strategi operasional

kemitraan spesifik daerah dan menetapkan/ mendelegasikan

kewenangan pemberantasan diare yang sesuai kepada tenaga

dan institusi lain dalam kesehatan

3. Gerakan Masyarakat (Empowerment),

Yaitu upaya memandirikan masyarakat agar secara proaktif

Page 101: KASMAWATI - Unhas

101

mempraktikkan hidup bersih dan sehat secara mandiri. Sehingga

upaya ini lebih diarahkan pada sasaran primer yang menghasilkan

kegiatan gerakan masyarakat mandiri.

Pemberdayaan ditujukan kepada masyarakat langsung,

sebagai sasaran primer atau utama promosi kesehatan. Tujuannya

adalah agar masyarakat. Memiliki kemampuan dalam memelihara

dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri. Pemberdayaan

masyarakat dapat diwujudkan dengan berbagai kegiatan antara lain :

penyuluhan kesehatan, pengorganisasian, dan pembangunan

masyarakat. Melalui kegiatan tersebut djharapkan masyarakat

memiliki kemampuan untuk memelihara dan meningkatkan

kesehatan mereka sendiri. Oleh karena itu bentuk kegiatan

pemberdayaan masyarakat ini lebih pada kegiatan penggerakan

masyarakat untuk kesehatan (Soekidjo, 2003).

Kegiatan pemberdayaan yang dapat dilakukan dalam

penangggulangan penyakit diare adalah :

a. Pemberdayaan masyarakat dalam pengobatan penderita secara

dini

Upaya yang dapat dilakukan sampai saat ini adalah upaya

ketepatan dan kecepatan dalam menegakkan diagnosis dan

Page 102: KASMAWATI - Unhas

102

pengobatan diare secara cepat dan tepat dosis yang diberikan

sehingga mencegah terjadinya diare berat/komplikasi dan

diharapkan mengurangi sumber-sumber penularan diare dan

mortalitas diare.

Masyarakat dibekali pengetahuan tentang gejala-gejala

awal penyakit diare, dan cara pencegahan yang dapat dilakukan

serta tindakan untuk segera memeriksakan diri pada petugas

kesehatan. Setiap orang sakit diare diberikan oralit dan diberi

pengobatan yang adekuat. Pemantauan kasus per desa/dusun

per minggu per puskesmas.

b. Pemberdayaan masyarakat dalam pemanfaatan pelayanan

kesehatan modern.

Pengetahuan tentang penyakit diare dan fungsi

puskesmas berdasarkan hasil analisa dari wawancara mendalam

yang dilakukan dalam penelitian ini menunjukkan belum memadai.

Karena hal tersebut, maka sikap dan perilaku penderita diare

dalam hal pemanfaatan puskesmas belum seperti yang

diharapkan. Hal tersebut berdampak pula pada permintaan

informan sehubungan dengan keberadaan puskesmas dalam

melaksanakan fungsinya. Untuk mengatasi kesenjangan yang

Page 103: KASMAWATI - Unhas

103

terjadi, maka diperlukan peningkatan pengetahuan tentang

kesehatan dan fungsi puskesmas, sehingga akan mempunyai

sikap positif terhadap keberadaan puskesmas yang pada

gilirannya akan memanfaatkan puskesmas.

Adanya peningkatan pengetahuan dan sikap positif dan

mau mempratekkan untuk memanfaatkan puskesmas adalah

suatu perubahan prilaku sebelumnya yang belum mau

memanfaatkan puskesmas yang kemudian mau memanfaatkan

puskesmas.

Peningkatan pengetahuan ini dapat dilakukan dengan

banyak cara, salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan

melalui suatu Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE). Dalam

komunikasi ini akan diberikan tentang pentingnya kesehatan yang

dalam hal ini tentang mencegah penyakit diare dengan cara

persuasi, bujukan, himbauan dan ajakan sehingga akan muncul

kesadaran kemauan dan kemampuan untuk berbuat atau

berprilaku baik, yang dalam hal ini memanfaatkan puskesmas

dalam rangka untuk mengetahui masalah kesehatan.

Informasi tentang fungsi puskesmas yang diperoleh melaui

petugas kesehatan dari berbagai media dan orang lain

Page 104: KASMAWATI - Unhas

104

disekitarnya menunjukkan bahwa informasi yang diperoleh

tersebut dapat memberikan informasi yang lengkap. Hal ini karena

pemberian informasi tentang fungsi puskesmas belum dilakukan

melalui suatu perencanaan.

Dalam merencanakan suatu KIE tentang pemanfaatan

puskesmas bagi penderita diare, maka ada 4 hal yang harus

diperhatikan, yaitu sumber atau komunikasi pesan, media dan

penerima (receiver)

a. Sumber

Sumber atau pemberi informasi (source) agar

mempunyai kompetensi dalam penyampaian pesan.

Kompetensi tersebut meliputi pengetahuan, keterampilan dan

sikap. Selain dari pada itu sumber agar memperhatikan aspek

social budaya masyarakat setempat.

Hal-hal yang harus diperhatikan adalah :

1) Metode komunikasi yang akan digunakan

2) Penggunaan bahasa dalam komunikasi. Untuk hal ini agar

memperhatikan berkata dan sasaran, misalnya penggunaan

istila-istilah yang lazim digunakan dan bahasa yang mudah

dimengerti atau dipahami.

Page 105: KASMAWATI - Unhas

105

b. Pesan

Isi pesan atau materi yang diberikan tidak hanya dapat

dimengerti atau diterima akan tetapi agar memberikan respon

kepada penerima secara positif dan aktif berupa tindakan atau

perilaku.

c. Media

Media atau saluran komunikasi yang digunakan oleh

komunikasi sangat bervariasi mulai dari yang tradsional sampai

dengan yang modern, seperti video atau film. Hal ini tentunya

disesuaikan dengan kondisi setempat dan memperhatikan

aspek budaya setempat.

d. Penerima

Penerima atau komunikan adalah pihak yang menerima

stimulus dari komunikator. Pada komunikan ini diharapkan

dapat memahami atau mengerti stimulus diberikan, sehingga

akan memberikan respon. Respon ini dapat dalambentuk:

1). Pasif yaitu, stimulus yang diberikan baru pada tingkat

dipahami dan dimengerti.

2) Aktif yaitu, reaksi stimulus yang diberikan dalam bentuk

ungkapan bahasa, baik lisan atau tulisan (verbal) ataupun

Page 106: KASMAWATI - Unhas

106

dengan menggunakan simbol-simbol (non verbal)

Komunikasi dikatakan berhasil apabila informasi atau stimulus

yang diberikan oleh komunikator telah dapat dimengerti dan

dipahami oleh komunikan sehingga akan meningkatkan

pengetahuannya yang kemudian akan memberikan respon yang

positif, baik da|am bentuk sikap dan tindakan atau praktek sebagai

wujud dari perubahan perilaku yang baru.

Page 107: KASMAWATI - Unhas

107

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan pada Bab IV maka dapat diambil

kesimpulan, sebagai berikut:

1. a. Pengetahuan masyarakat tentang pencegahan dan

penanggulangan diare, masih menyebut bahwa diare adalah suatu

gejala pertumbuhan pada anak, sedangkan pada orang dewasa

diare timbul karena salah memakan makanan dan makan

buah-buahan banyak pada musim buah.

b. Pada sikap, upaya pencegahan dan penanggulangan

diare dipercaya disebabkan oleh lingkungan yang koter ,

makanan yang kotor, tidak minum air yang dimasak.

c. Tindakan dalam pencegahan dan penanggulangan diare ada 2

cara yang dilakukan oleh masyarakat yaitu secara medis dan

secara tradisional.

2. Persepsi penderita diare berdasarkan faktor demografi dan struktur

sosia) menunjukkan bahwa semua orang mempunyai resiko yang sama

tertular penyakit diare, sedangkan kegawatan akibat penyakit diare

dapat mengakibatkan aktifitas sehari-hari terganggu, Keterancaman

Page 108: KASMAWATI - Unhas

108

yang dirasakan oleh penderita diare seringkali membawa gangguan

psikis sebagai penyerta dan kecenderungan ini lebih menonjol jika

dibandingkan dengan masalah medisnya;

3. Dalam pencariah pengobatan penderita diare belum mendapatkan

dukungan dari lingkungan eksternal keluarga, penderita melakukan

pengobatan berdasafkan keinginan sendiri dan keluarga terdekat;

4. Tindakan pengobatan yang dilakukan oleh penderita diare tidak

mengakibatkan kesembuhan terhadap penyakit diare yang dideritanya;

5. Tindakan pertama yang dilakukan ketika penderita merasa dirinya sakit

dan menentukan dirinya sakit dilanjutkan dengan pengobatan dengan

melakukan pengobatan terhadap dirinya sendiri (self treatment) dan ke

Puskesmas (pengobatan moderen).

B. Saran-saran

Berdasarkan temuan yang diperoleh dari penelitian ini maka

saran-saran yang dapat diberikan adalah:

1. Perlu dilakukan berbagai upaya untuk meningkatkan penggulangan

penyakit diare diare di Wilayah Kerja Puskesmas Lanrisang dengan

melakukan Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS)

2. Perlunya dilakukan strategi advokasi dan komunikasi kepada

Page 109: KASMAWATI - Unhas

109

masyarakat untuk mendukung penderita diare sehingga penderita

diare merasa dipahami dan diterima baik keadaannya maupun

keberadaannya;

3. Melakukan strategi promosi kesehatan yang tepat yaitu dengan

melibatkan semua stakeholder seperti kader posyandu, PKK, tokoh

masyarakat dan tokoh Agama.

Page 110: KASMAWATI - Unhas

110

DAFTAR PUSTAKA

1. Achmadi, U. F., 2001. Peranan Air Dalam Peningkatan Derajat Kesehatan Masyarakat. Penerbit Buku Kompas. Jakarta.

2. Achmadi, U. F., 2005. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Penerbit Buku Kompas. Jakarta.

3. Bungin, Burhan, 2004, Metodologi Penelitian Kualitatif, Airiangga

University Press Surabaya

4. 2010MttpJwww.ug.netide/tipsAipsdiare.html

5. …………..2QA1Mp'Jwww.Depkes.go.id

6. ………….. 2011 ,httpybww.Dinkes-sulsel.go.id

7. Depkes Rl, 2002, Keputusan Mentari Kesehatan Rl, Nomor 1215/Menkes/Sk/XI/2001, Tentang Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare, Departemen Kes. Rl Direktorat Jenderal PPM & PL, Jakarta

8. Depkes RI.2009, Profil Kesehatan Indonesia, Departemen Kesehatan Jakarta.

9. Ewles, Linda, Dkk 1994, Promosi Kesehatan Petunjuk Praktis. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

10. Graeff, Judith .A, Dkk, 1996. Komunikasi Untuk Kesehatan Dan Perubahan Perilaku, Cetakan Pertama, Gajah Mada University Press.

11. Kalangi, Nico,S, 1994, Kahudayaan Dan Kesehatan, Universitas Indonesia, Jakarta.

12. Kotler, P., 2000. Marketing Management, The Millenium Edition, Prentice Hall International, Inc.,New Jersey.

13. Kusnoputranto, H., 1998. Aspek Kesehatan Mastarakat Dmri Pemukiman Di Wilayah Perkotaan Dalam Sejumlah Masalah

Page 111: KASMAWATI - Unhas

111

Pemukiman Kola. Cetakan ke-3. PTJMumni. Bandung.

14. Kusnoputranto, H., dkk. 2002. Kesehatan Lingkungan. Universitas Indonesia Fakultas Kesehatan Masyarakat, Jurusan Kesehatan Lingkungan. Depok.

15. Levine, B. H., 2006. Sehat Berawal Dari Pikiran, Buana llmu Populer, Jakarta.

16. Lexy, J.Mplong, 2001, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya. Bandung.

17. Miles, B.Mattew And A.Michel Hubemun, 1992, Analisis Data Kualitatif, Terjemahan Cecep Rohidi, Ul. Press, Jakarta.

18. Machfoedz I. & Suryani E., 2005, Pendidikan Kesehatan Bagian Bad pmmosi Kesehatan, Fitramajaya, Yogyakarta.

19. Malaka, AR Mu'tasima, 2006. Perilaku Pencarian Pengobatan Penderita TB Paru di Kecamatan Maritenggae Oesa Pangkajene Kabupaten Sidenreng Rappang, Tests, Univetsfias Hasanuddin, Makassar.

20. Mantra. I.B.1997, Strategi Penyuluhan Kesehatan, Oepkes R! Pusat Penyuluhan Kesehatan. Masyarakal, Jakarta.

21. Notoadmojo, Dkk,1985, Pengantar llmu Perilaku, Badan Penerbit Kesehatan Masyarakat, FKM4JI, Jakarta.

22. Notoadmojo, Soekidjo,1993, Pengantar Pendidikan Kesehatan dan llmu Perilaku Kesehatan, Andi Offest,Yogyakarta

23. Ngatimin, H.M. Rusli, 2005. "DOA" Disability Oriented Approach. Yayasan PK3. Makassar.

24. Ngatimin, H.M. Rusli,. 2005. Dari Hipocrates sampai Winslow dan Pengembangan llmu Kesehatan Selanjutnya. Yayasan PK3, Makassar.

25. Ngatimin, H.M. Rusli 2005. Sari dan Aplikasi llmu Perilaku Kesehatan. Yayasan PK3, Makassar.

Page 112: KASMAWATI - Unhas

112

26. Ngatimin, H.M. Rusli 2007. Community Medicine. Yayasan PK3, Makassar.

27. Ngatimin, H.M. Rusli 2005. Komhmen Doktar dan SKM Mewujudkan Hidup Sehat Yayasan PK3, Makassar.

28. Notoatmodjo, 3. 2003. llmu Kesehatan Masyarakal Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

29. Notoatmodjo, S. 2002. Metadologi Penelitian Kesehatan. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

30. PedomanPenulisan Tests dan Disertasi 2005.. Edisi 4. Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin. Makassar

31. Kement&rian Kesehatan Rl, 2010. Undang-Undang Kesehatan No 36 Tahun 2009,

32. Woliantara GD 2008. Perilaku Pencarian Pengobatan Penderita Kusta Menggunakan Health Belief Model Tesis, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Page 113: KASMAWATI - Unhas

113

Page 114: KASMAWATI - Unhas

114

Page 115: KASMAWATI - Unhas

115

Page 116: KASMAWATI - Unhas

116