TESIS - Unhas

65
1 TESIS HUBUNGAN KADAR ADIPONEKTIN DENGAN BANYAKNYA ARTERI KORONER YANG MENGALAMI STENOSIS PADA PENDERITA PENYAKIT JANTUNG KORONER The Relationship between Adiponectin Content and the Number of Coronary Artery with Stenosis in Coronary Heart Disease Patient I MADE DUWI SUMOHADI PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2008

Transcript of TESIS - Unhas

Page 1: TESIS - Unhas

1

TESIS

HUBUNGAN KADAR ADIPONEKTIN DENGAN BANYAKNYA

ARTERI KORONER YANG MENGALAMI STENOSIS PADA

PENDERITA PENYAKIT JANTUNG KORONER

The Relationship between Adiponectin Content and

the Number of Coronary Artery with Stenosis in

Coronary Heart Disease Patient

I MADE DUWI SUMOHADI

PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2008

Page 2: TESIS - Unhas

2

DAFTAR ISI DAFTAR ISI……………………………………………………………………... i

DAFTAR SINGKATAN………………………………………………………… iii

ABSTRAK............................................................................................................. iv

ABSTRACT........................................................................................................... v

I. BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG…………………………………………………….. 1

B. RUMUSAN MASALAH.............................................................................. 4

C. TUJUAN PENELITIAN............................................................................... 5

D. MANFAAT PENELITIAN........................................................................... 5

II. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. 1. PENYAKIT KARDIOVASKULER DAN INFLAMASI....................... 6

2. JARINGAN LEMAK DAN INFLAMASI.............................................. 8

B. FAKTOR RISIKO TRADISIONAL ATHEROSKLEROSIS.................... 12

C. 1. STRUKTUR ADIPONEKTIN................................................................ 13

2. MEKANISME KERJA ADIPONEKTIN................................................ 14

III. BAB III KERANGKA TEORI, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. KERANGKA TEORI.................................................................................. 19

B. KERANGKA KONSEP.............................................................................. 20

C. VARIABEL PENELITIAN......................................................................... 20

D. HIPOTESIS PENELITIAN......................................................................... 20

IV. BAB IV METODE PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN.................................................................................... 21

B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN…………………………………. 21

C. TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL……………………………………. 21

D. SUBYEK PENELITIAN………………………………………………….. 21

E. KRITERIA INKLUSI DAN EKSLUSI……………………………………. 22

F. BAHAN DAN CARA PENELITIAN............................................................ 22

G. DEFINISI OPERASIONAL……………………………………………….. 24

H. ANALISIS DATA…………………………………………………………. 26

I. ALUR PENELITIAN………………………………………………………. 27

Page 3: TESIS - Unhas

3

V. HASIL PENELITIAN

A. KARAKTERISTIK VARIABEL SUBYEK................................................ 28

B. ANALISIS PERBEDAAN KADAR ADIPONEKTIN ............................30

C. ANALISIS PERBEDAAN FAKTOR RISIKO TRADISIONAL ........... 33

VI. PEMBAHASAN

A. ANALISIS PERBEDAAN KADAR ADIPONEKTIN............................ 39

B. ANALISIS PERBEDAAN FAKTOR RISIKO TRADISIONAL............ 43

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN................................................................................. 47

B. SARAN............................................................................................ 47

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….... .48

LAMPIRAN 1. FORMULIR PENELITIAN ………………………………....... 51

LAMPIRAN 2. SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN.................................52

LAMPIRAN 3. KETERANGAN KELAIKAN ETIK........................................... 53

Page 4: TESIS - Unhas

4

DAFTAR SINGKATAN

1. MCP-1 : monocyte chemotactic protein-1.

2. MCSF : macrophage colony stimulating factor.

3. MMP : matriks metaloproteinase.

4. apM1 : abundant gene transcrpit 1.

5. ACRP30 : adipocyte-related protein of 30 kDa.

6. GBP28 : gelatin–binding protein of 28 kDa.

7. fAd : full length adiponectin.

8. gAd : globuler C terminal domain.

9. TNF-a : Tumor Nekrosis Faktor -Alfa.

10. PAI-1 : plasminogen activator inhibitor-1 .

11. VCAM-1 : vascular cell adhesion molecule -1.

12. SRA-1 : scavenger receptor class A-1.

13. ICAM-1 : intracelluler adhesion molecule-1.

14. NF-?ß : fosforilisasi nuclear factor ?ß .

15. PDGF : platelet-derived growth factor .

16. HB-EGF : heparin-binding epidermal growth factor.

17. ACC : acyl coenzym A oxidase.

18. LAD : Left anterior decendens.

19. RCA : Right coronary artery.

20. LCX : Left Circumflexa.

21. CVCU : Cardiovascular Care Unit

22. PJK : Penyakit Jantung koroner

23. hs-CRP : high sensitive C -Reactive Protein

24. HMW : High molecular weight

25. LMW : Low molecular weight

26. JNC : Joint National Committee

27. AHA : American Heart Association

28. SHS : Strong Heart Study

29. TZD : Thiazolidinediones

30. NCEP-ATP III : National cholesterol education program adult

treatment panel III

Page 5: TESIS - Unhas

5

ABSTRAK

Made duwi S. Hubungan kadar adiponektin dengan banyaknya arteri koroner yang mengalami stenosis pada penderita penyakit jantung koroner. (Dibimbing oleh Ali Aspar Mappahya). Latar belakang. Dasar terjadinya penyakit kardiovaskuler adalah aterosklerosis yang merupakan suatu proses yang multifaktorial. Aterosklerosis juga dianggap sebagai penyakit inflamasi, dengan disfungsi endotel sebagai pemicunya. Dikenal faktor risiko tradisional dan faktor risiko non tradisional yang mendasari terjadinya aterosklerosis. Telah dibuktikan adanya peningkatan kadar mediator proinflamasi yang dihubungkan dengan kejadian penyakit kardiovaskuler, seperti TNF-a, hs-CRP, MMP-9, dan lain -lain. Sebaliknya telah dibuktikan juga adanya penurunan kadar adiponektin yang dihubungkan dengan kejadian penyakit kardiovaskuler. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan kadar adiponektin dengan bayaknya arteri koroner yang mengalami stenosis pada penderita penyakit jantung koroner. Subyek dan cara kerja. Penelitian ini adalah penelitian observasional dengan pendekatan cross-sectional. Jumlah sampel adalah 43 orang yang berusia antara 30-70 tahun dengan PJK dan menjalani pemeriksaan angiografi koroner. Kriteria ekslusi adalah penderita dengan gangguan fungsi ginjal.

Hasil. Umur rerata subyek penelitian adalah 56,02 tahun, rerata kadar adiponektin 3,84?g/dl. Dari 43 subyek penelitian didapatkan sebanyak 13,9% tanpa stenosis arteri koroner, 18,6% masing-masing dengan satu dan dua stenosis arteri koroner, dan 48,8% dengan tiga stenosis arteri koroner. Kadar rerata adiponektin pada subyek dengan tanpa stenosis arteri koroner adalah 4,9 ± 3,5 ?g/dl, dengan satu stenosis adalah 4,1 ± 3,1 ?g/dl, dengan dua stenosis adalah 3,6 ± 2,5 ?g/dl, dan dengan tiga stenosis adalah 3,5 ± 1,8 ?g/dl. Terdapat perbedaan rerata kadar adiponektin pada kelompok stenosis arteri koroner, dimana rerata kadar adiponektin pada tanpa stenosis lebih tinggi dari satu, dua dan tiga stenosis arteri koroner yaitu 4,9 ± 3,5 ?g/dl vs 4,1 ± 3,1 ?g/dl, vs 3,6 ± 2,5 ?g/dl, dan vs 3,5 ± 1,8 ?g/dl. Rerata kadar adiponektin satu stenosis lebih tinggi dibanding pada dua dan tiga stenosis arteri koroner, yaitu 4,1 ± 3,1 ?g/dl vs 3,6 ± 2,5 ?g/dl, dan vs 3,5 ± 1,8 ?g/dl. Rerata kadar adiponektin dua stenosis lebih tinggi dibanding tiga stenosis, yaitu 3,6 ± 2,5 ?g/dl, dan vs 3,5 ± 1,8 ?g/dl, tetapi perbedaan pada masing-masing kelompok stenosis tersebut tidak bermakna secara statistik. Kesimpulan. Terdapat perbedaan dan kecendrungan penurunan kadar rerata adiponektin pada arteri koroner tanpa stenosis, dengan satu stenosis, dua stenosis, dan tiga stenosis. Kata kunci: Stenosis arteri koroner, inflamasi, adiponektin.

Page 6: TESIS - Unhas

6

HUBUNGAN KADAR ADIPONEKTIN DENGAN BANYAKNYA

ARTERI KORONER YANG MENGALAMI STENOSIS PADA

PENDERITA PENYAKIT JANTUNG KORONER

The Relationship between Adiponectin Content and

the Number of Coronary Artery with Stenosis in

Coronary Heart Disease Patient

TESIS

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Dokter Spesialis Penyakit Dalam

Program studi Pendidikan Dokter Spesialis I

Disusun dan diajukan oleh :

I MADE DUWI SUMOHADI

PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2008

Page 7: TESIS - Unhas

7

ABSTRACT MADE DUWI S. The Relationship between Adiponectin Content and the Number of Coronary Artery with Stenosis in Coronary Heart Disease Patient (supervised Ali Aspar Mappahya ) Background. The reason for cardiovascular disease is atherosclerosis, a multifactorial process. It is also regarded as an inflammatory disease with endothelial dysfunction as the trigger. Trad itional and non-traditional risk-factors are known to underline the occurrence of atherosclerosis. An increase of pro-inflammation mediator content such as TNF-a, hs-CRP, MMP-9 and others is proven to be related to the incidence of cardiovascular disease. On the contrary, a decrease of adiponectin content is proven to be related to cardiovascular disease occurrence. The objective of the study is therefore to describe the relationship between the adiponectin content and the number of coronary artery with stenosis in coronary heart disease patient. Subject and Procedure . This is an observational study with cross -sectional approach on 43 persons aged between 30 and 70 years old with coronary heart disease. They go through coronary angiography examination. The excluding criteria is the subjects with renal disorder. Result. The mean age of the subjects is 56.02 years, the mean adiponectin content is 3.84?g/dl. Out of 43 subjects, 13.9% is without coronary artery stenosis, 18.6% is with one or two and 48.8% is with three coronary artery stenosis. The average adiponectin content in subjects without coronary artery stenosis is 4.9 ± 3.5 ?g/dl, with one stenosis 4.1 ± 3.1 ?g/dl, with two stenosis 3.6 ± 2.5 ?g/dl, and with three stenos is 3.5 ± 1.8 ?g/dl. There is a difference in the average content of adinopectin in the coronary artery stenosis in which the average aditinopectin content in the subject without stenosis is higher than with one, two or three coronary artery stenosis i.e. 4.9 ± 3.5 ? g/dl vs 4.1 ± 3.1 ?g/dl, vs 3.6 ± 2.5 ?g/dl, and vs .5 ± 1.8 ?g/dl. The average content of adinopectin of one stenosis is higher than two or three coronary artery stenosis that is 4.1 ± 3.1 ?g/dl, vs 3.6 ± 2.5 ?g/dl, and vs 3.5 ± 1.8 ?g/dl. The average content of adinopectin of two stenosis is higher than that of three stenos is, i.e. 3.6 ± 2.5 ?g/dl and vs 3.5 ± 1.8 ?g/dl, but the difference in each stenosis group is statistically insignificant. Conclusion. There is a difference and a tendency in the decrease of the average adinopectin content in the coronary artery without stenosis, with one, two and three stenos is. Keywords: Coronary artery stenosis, inflammation, adiponectin.

Page 8: TESIS - Unhas

8

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala

rahmat dan karunia yang dilimpahkan-Nya, sehingga saya dapat

menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini, yang merupakan karya

akhir untuk melengkapi persyaratan penyelesaian pendidikan keahlian pada

Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Makassar. Pada kesempatan ini saya ingin menghaturkan penghargaan dan

ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ketua konsorsium Ilmu Kesehatan di Jakarta, atas kesempatan yang

diberikan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter

Spesialis I dalam bidang Ilmu Penyakit Dalam di Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin Makassar.

2. Prof. Dr. dr. Idrus Paturusi, SpBO, FICS dan Prof. Dr. Ir. H. Radi A. Gani,

Rektor dan mantan Rektor Universitas Hasanudin, serta Prof Dr dr

A.Razak Thaha, MSc, SpGK serta Prof. Dr. H. Andi Husni Tanra, SpAn

(K), PhD dan Prof Dr. Ir. Natsir Nessa, MS, Direktur dan mantan Direktur

Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, atas kesempatan yang

diberikan kepada saya untuk mengikuti Pendidikan Dokter Spesialis di

Universitas Hasanuddin Makassar.

3. Prof.Dr.dr.Irawan Yusuf, PhD serta Prof. dr. Muh. Farid, SpA(K)

almarhum dan Prof. Dr. dr. Idrus Paturusi, SpBO, FICS, Dekan dan

mantan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, atas

kesempatan yang diberikan untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter

Spesialis di bidang Ilmu Penyakit Dalam.

4. Prof.Dr.dr.Syakib Bakri, SpPD-KGH dan Prof.dr.A.Rifai Amirudin, SpPD-

KGEH dan Prof. Dr. dr. H.A. Halim Mubin, MSc, SpPD-KPTI, Ketua dan

mantan Ketua Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin, atas kesediaan beliau untuk menerima, mendidik,

membimbing, dan memberi nasihat-nasihat yang sangat berharga kepada

saya dalam mengikuti pendidikan Dokter Spesialis Bagian Ilmu Penyakit

Dalam.

5. Seluruh Guru Besar/Staf Pengajar dan Konsultan Bagian Ilmu Penyakit

Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin: Prof. Dr. dr. Santa

Page 9: TESIS - Unhas

9

Jota, SpPD, SpJP-(K), FIHA(alm), Prof. dr. H. Junus Alkatiri, SpPD,

SpJP-(K), FIHA, Prof. dr. H.A.M. Akil, SpPD-KGEH, Prof. dr. Agus Tessy,

SpPD-KGH, Prof. dr. John M.F. Adam, SpPD-KEMD, Prof.Dr. dr. Edu S.

Tehupeiory, SpPD-KR, Prof.dr. H.A. Rifai Amiruddin, SpPD-KGEH, Prof.

dr. Harsinen Sanusi, SpPD-KEMD, Prof. dr. Amir Abdullah, SpP, SpPD-

KP, Prof. Dr. dr. Halim Mubin, MSc. SpPD-KTI, Prof. Dr. dr. Syakib Bakri,

SpPD-KGH, Prof. dr. H. Hamid Tahir, PhD. SpPD, dr. H. Muh. Junus

Patau, SpP, SpPD-KP, Dr. dr. H. Ali Aspar M, SpPD, SpJP-(K), FIHA,

Prof. Dr. dr. H. Syamsu, SpPD-KAI, Dr. dr. H. Andi Fachruddin Benyamin,

SpPD-KHOM, juga kepada Prof. dr Peter Kabo, PhD, SpJP, FIHA, SPFK,

dr. Handoko Tjandrasusilo, SpP, dr. Pendrik Tandean, SpPD, dr. Khalid

Saleh, SpPD, dr. A. Makbul Aman, , SpPD-KEMD, dr. Bambang Budiono,

SpJP, FIHA, dr. Faridin HP, SpPD-KR, dr. Irawati, SpP, dr. Hasyim

Kasim, SpPD, dr. Nur Ahmad Tabri, SpPD, SpP, dr. Wasis Udaya, SpPD,

dr. Idar Mappangara, SpPD, SpJP, dr.Fardah Akil, SpPD-KGEH, dr. Tutik

Hardjianti, SpPD, dr. Ramadhan Tjindi, SpPD, dr. Marwati, SpPD, dr.

Rasyidi Dj, SpPD, dr. Rachmat Latief, SpPD, dr. Husaini Umar, SpPD, dr.

M. Ilyas SpPD, dr. Zaenab Djafar SpPD dan dr.Haerani Rasyid,SpPD,

yang telah mendidik dan membimbing kami dengan penuh perhatian

selama mengikuti pendidikan spesialisasi ini.

6. Prof.Dr.dr.Syamsu, SpPD-KAI dan Prof.dr. Farid Nur Mantu, SpBA (K) dan

Prof. Dr. dr. H. Syarifuddin Rauf, SpA (K), Koordinator dan mantan

Koordinator PPDS-I Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

bersama staf, yang senantiasa memantau kelancaran program pendidikan

Spesialis Bidang Ilmu Penyakit Dalam.

7. Dr.dr.A.Fachruddin Benyamin, SpPD-KHOM dan Prof. Dr. dr. H. Syakib

Bakri, SpPD-KGH, Ketua Program Studi dan mantan Ketua Program Studi

Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

yang senantiasa memberikan motivasi, mengatur, membimbing dan

mengawasi kelancaran proses pendidikan selama saya mengikuti

Program Pendidikan Dokter Spesialis Penyakit Dalam.

8. dr. A. Makbul Aman, SpPD-KEMD, dr Pendrik Tandean, SpPD,

Prof.dr.A.Rifai Amirudin, SpPD-KGEH, Prof.DR.dr.Syakib Bakri, SpPD-

KGH, Dr.dr.A.Fachruddin Benyamin, SpPD-KHOM berurut sebagai

Page 10: TESIS - Unhas

10

pembimbing referat pertama sampai ke empat dan laporan kasus demi

kelancaran pendidikan spesialis yang kami tempuh.

9. Dr.dr.H. Ali Aspar Mappahya, SpPD, SpJP-(K) FIHA selaku pembimbing

karya akhir atas kesediaan membimbing saya sejak dari perencanaan

hingga selesainya penulisan karya akhir ini, yang senantiasa memberikan

perhatian dalam membaca, mengkoreksi, berdiskusi, dan memberikan

saran demi perbaikan dan penyempurnaan karya akhir ini.

10. DR.dr.Burhanuddin, MS dan dr. Luthfi Parewangi, SpPD selaku konsultan

statistik dan konsultan penelitian serta membantu dalam penelitian, atas

segala bantuan, bimbingan, arahan dan diskusi dalam perhitungan

analisis statistik pada penelitian ini.

11. Kepada Prof. Dr. dr. Syakib Bakri, SpPD-KGH atas kesediaan

meluangkan waktu membimbing dan memberikan tambahan referensi

kepada kami selama menjalani pendidikan demi kelancaran tugas-tugas

kami.

12. Kepada Dr. dr. A. Fachruddin Benyamin, SpPD-KHOM , Prof. Dr. dr.

Syakib Bakri, SpPD-KGH dan Prof.dr. JMF Adam, SpPD-KEMD yang

memberikan motivasi untuk terus maju dan belajar agar berhasil menjalani

pendidikan spesialis ini.

13. Khususnya kepada bapak Dr. dr. A. Fachruddin Benyamin, SpPD-KHOM,

selain memberikan motivasi untuk terus belajar dan hidup pantang

menyerah, serta kesediaannya meluangkan waktu untuk membimbing

baik dirumah sakit maupun di lapangan hijau. ( Lap. Armed dan

Mattoangin)

14. Para Direktur dan Staf RS dimana saya telah mengikuti pendidikan yaitu

RS. Wahidin Sudirohusodo, RSUD Labuang Baji, RS. Akademis Jaury,

RS. Islam Faisal, RS. Stella Maris, RS. Ibnu Sina, dan RS Wamena

Papua, atas segala bantuan fasilitas dan kerja samanya selama ini.

15. Para pegawai Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin, Paramedis, Pekarya pada masing-masing rumah

sakit, atas segala bantuan dan kerjasama selama ini.

16. Para partisipan dengan penuh kesadaran dan keikhlasan untuk mengikuti

penelitian ini.

Page 11: TESIS - Unhas

11

17. Seluruh teman sejawat peserta program PPDS-I Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin, atas jalinan persaudaraan selama ini.

18. Kedua orang tua saya Ayahanda I Nengah Wiadi dan Ibunda Ni Nyoman

Sukahatini yang sangat saya cintai, yang dengan tulus membimbing dan

selalu mendoakan saya agar menjadi manusia yang berguna, juga kepada

ayahanda mertua Ferdinan Pangandaheng (alm) dan Ibunda mertua

Deice Kotambunan, yang sangat saya cintai dan hormati yang dengan

tulus dan penuh kasih sayang senantiasa memberikan dukungan, bantuan

dan mendoakan saya.

19. Kepada saudara -saudara saya, kakak Drh I Putu Hadi Irianto dan adik

dr. I nyoman Teri Atmaja dan segenap keluarga yang lain, atas segala

dukungan, bantuan, kerjasama, dan doanya selama saya mengikuti

pendidikan spesialisasi ini.

20. Akhirnya kepada istri saya tercinta Sherly Pangandaheng dan kedua buah

hati kami Ni Putu Pradnya Nirmala Putri dan I Kadek Agus Surya Darma

yang sangat saya sayangi dan cintai, atas segala dukungan, pengertian,

ketabahan, dan kesabarannya selama saya mengikuti pendidikan dari

awal hingga akhir penye lesaian karya akhir ini.

Akhir kata, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan

kiranya Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat, petunjuk, dan

hidayah-Nya kepada kita semua, Amin.

Makassar, Desember 2008

Penulis

I Made Duwi Sumohadi

Page 12: TESIS - Unhas

12

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR TABEL

Tabel 9 : Analisis perbedaan kelompok faktor risiko tradisional...................................... 37 Tabel 10: Analisis perbedaan kadar adiponektin terhadap............................................... 38 GAMBAR Gambar 1 : Mekanisme molekuler adiponektin sebagai anti-ate rosklerosis.................. 17

Gambar 2 : Mekanisme kerja adiponektin...................................................................... 18

Gambar 3 : Perbedaan kadar adiponektin..................................................................... 30

Gambar 4 : Perbedaan jumlah faktor risiko tradisional.................................................. 36

Tabel 1 : Karakteristik subyek penelitian ........................................................................ 28

Tabel 2 : Sebaran subyek berdasarkan banyaknya arteri koroner stenosis.................... 29

Tabel 3 : Perbedaan kadar adiponektin pada kelompok stenosis.................................... 29

Tabel 4 : Analisis perbedaan kadar adiponektin pada berbagai tingkat stenosis............. 31

Tabel 5 : Sebaran subyek berdasarkan kuartil adiponektin............................................. 32

Tabel 6 : Analisis perbedaan berdasarkan kuartil adiponektin......................................... 33

Tabel 7 : Karakteristik perbedaan faktor risiko tradisional............................................... 34

Tabel 8 : Sebaran perbedaan kelompok jumlah faktor risiko tradisional....................….. 35

Page 13: TESIS - Unhas

13

LEMBARAN PENGESAHAN

Pembimbing: Dr.dr. H. Ali Aspar Mappahya, SpPD,SpJP-(K) FIHA....................................

Makassar, Desember 2008

Ketua Bagian Ketua Program Studi Bagian Ilmu Penyakit Dalam Bagian Ilmu Penyakit Dalam Prof.Dr.dr.Syakib Bakri,SpPD-KGEH Dr.dr.A.Fachruddin B,SpPD-KHOM NIP. 130 682 293 NIP. 140 682 293

Page 14: TESIS - Unhas

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penyakit jantung koroner masih merupakan penyebab kematian utama

baik di negara barat termasuk Amerika serikat dan juga di Indonesia.

Dilaporkan di AS setiap tahun 5 juta pasien yang mengunjungi gawat darurat

karena sakit dada, sekitar 20% menderita infark jantung akut, 16% dengan

angina tidak stabil, dan 6% menderita kematian mendadak. Saat ini di

Indonesia penyakit kardiovaskuler menempati urutan pertama sebagai

penyebab kematian. Survey kesehatan menunjukkan bahwa penyakit

kardiovaskuler memberikan kontribusi sebesar 19,8% dari seluruh sebab

kematian pada tahun 1993 dan meningkat menjadi 24,4% pada tahun 1998.1

Dasar terjadinya penyakit kardiovaskuler adalah aterosklerosis yang

merupakan suatu proses yang multifaktorial. Pada proses aterosklerosis

dikenal faktor-faktor risiko utama atau tradisional seperti hipertensi, diabetes

militus, dislipidemia, obesitas, merokok, dan lain -lain, selain itu menurut

Braunwald saat ini dikenal faktor risiko baru seperti; defisiensi estrogen, kadar

homosistein, fibrinogen plasma, PAI-1, lipoprotein (a), D-Dimer, protein C-

reaktif, adiponektin, dan faktor VII.2

Secara umum faktor-faktor risiko pada aterosklerosis dikelompokkan

menjadi 4 kelompok yaitu; 1. Faktor risiko kausal: faktor yang jelas secara

independen dapat menyebabkan proses aterosklerosis seperti hipertensi, DM,

merokok, LDL-C, dan adiponektin 3. 2. Faktor risiko predisposisi seperti

obesitas, inaktivitas fisik, sosial ekonomi, riwayat penyakit jantung koroner

Page 15: TESIS - Unhas

2

(PJK) dalam keluarga. Faktor risiko ini sangat komplek dan dapat sebagai

pencetus PJK pada pasien yang mempunyai faktor risiko kausal. 3. Faktor

risiko kondisional, faktor ini terkait dengan PJK, tetapi perannya belum jelas

seperti trigliserida, lipoprtein (a), small-LDL, homositein, fibrinogen, dan

PAI-1. 4. Faktor risiko akibat beban plak aterosklerosis. Adanya plak

aterosklerosis merupakan beban atau ancaman tercetusnya keadaan klinik

berupa sindrom koroner akut.2

Menurut Ross,4 saat ini aterosklerosis dianggap sebagai penyakit

inflamasi, dengan disfungsi endotel sebagai pemicunya. Hampir semua faktor

risiko PJK mampu menyebabkan disfungsi endotel. Disfungsi endotel akan

tetap terjadi pada aterosklerosis, selama proses tersebut belum diintervensi

dengan pengobatan, seperti pengendalian hipertensi, DM, dislipidemia,

berhenti merokok, dan lain-lain. Hipotesis ”response to injury” pada kejadian

aterosklerosis yang dikemukakan Ross pada tahun 1999, telah mendorong

sejumlah peneliti memusatkan perhatian pada LDL teroxidasi dan

interaksinya dengan lapisan endotel vaskuler, baik pada kejadian penyakit

kardiovaskular maupun diabetes. Berbagai laporan penelitian

mengindikasikan bahwa LDL teroxidasi bukan saja bersifat toksik terhadap

endotel vaskuler, tetapi juga menginduksi produksi ROS, sehingga terlibat

langsung dalam patobiologi gangguan vaskuler. Sel endotel, sel otot polos

vaskuler, dan makrofag merupakan sumber oksidan untuk modifikasi oksidatif

terhadap fosfolipid. LDL teroxsidasi te rsebut dapat merusak lapisan sel

endotel dan menginduksi sejumlah molekul adhesi seperti; E-selektin,

p-selektin, ICAM-1, VCAM-1, serta sejumlah faktor kemotaktik seperti

monocyte chemotactic protein-1 (MCP-1), dan macrophage colony stimulating

Page 16: TESIS - Unhas

3

factor (MCSF). Berbagai laporan mengindikasikan bahwa dislipidemia,

hipertensi, merokok, hiperglikemi, infeksi, dan hiperhomosisteinemi dapat

menyebabkan gangguan fungsi endotel melalui beberapa mekanisme.

Gangguan fungsi endotel tersebut terutama ditunjukkan dengan

berkurangnya persediaan NO atau prostasiklin (PGI2), kejadian tersebut akan

mengakibatkan penempelan monosit dan limfosit T pada lapisan sel endotel

dan kemudian mengalami transendotelisasi ke dalam tunika intima.5

Didalam tunika intima, monosit akan berubah peran menjadi makrofag

oleh MSCF. Makrofag kemudian akan mencerna lipoprotein yang sudah

mengalami modifikasi melalui sejumlah scavenger receptor (terutama CD36

dan SR-A), maka terbentuklah sel busa (foam cell) yang merupakan cikal

bakal dari Fatty streak. Bilamana hal tersebut berlangsung dalam jangka

waktu lama maka terjadi plak aterosklerosis. Makrofag yang mengandung

banyak lipoprotein akan menghasilkan matriks metaloproteinase (MMP), yang

dapat menghancurkan dinding dari plak, sehingga terjadi interaksi langsung

antara kolagen empat (IV) dengan komplemen dalam sirkulasi, yang akhirnya

akan mengakibatkan terbentuknya trombus yang mencetuskan kejadian

sindrom koroner akut.5

Telah dibuktikan juga bahwa pada subyek dengan penyakit kardiovaskuler

dan DM, kadar hs -CRP akan meningkat, adiponektin akan menurun. Kedua

marker tersebut yaitu adiponektin dan hs -CRP saat ini banyak diteliti dan

beberapa penelitian telah membuktikan adanya hubungan erat dengan

kejadian penyakit kardiovaskuler dan DM dikemudian hari. Berbagai

penelitian melaporkan kadar adiponektin rendah dikaitkan dengan kejadian

PJK, DM tipe 2 dan sindroma metabolik. Funahashi dkk,6 yang mendapatkan

Page 17: TESIS - Unhas

4

kadar adiponektin pada pasien DM dengan CAD, secara bermakna lebih

rendah dibanding pasien dengan DM tanpa CAD. Pischon dkk (2004)3

mendapatkan kadar adiponektin yang tinggi berhubungan dengan penurunan

risiko infark miokard dikemudian hari. Penelitian Kumada dkk7 mendapatkan,

laki-laki dengan hipoadiponektinemia (kadar adiponektin 4,0 µg/mL) secara

signifikan berisiko dua kali mendapatkan PJK, independen terhadap faktor

risiko PJK lainnya.3, 7

Dari uraian diatas menunjukkan bahwa adiponektin memegang peranan

penting pada kejadian kardiovaskuler, oleh karena itu kami ingin meneliti

apakah ada hubungan antara kadar adiponektin dengan luasnya PJK .

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian di atas, maka pertanyaan pada penelitian ini adalah :

Apakah ada hubungan antara kadar adiponektin serum dengan

banyaknya arteri koroner yang mengalami stenosis pada subyek yang

menjalani pemeriksaan angiografi koroner?

Page 18: TESIS - Unhas

5

C. TUJUAN PENELITIAN

Untuk mengetahui hubungan antara kadar adiponektin serum dengan

stenosis pada satu pembuluh darah koroner (one-vessel disease),

stenosis pada dua pembuluh darah koroner (two-vessel disease), dan

stenosis pada tiga pembuluh darah koroner (three- vessel disease).

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pemahaman

mengenai hubungan antara kadar adiponektin serum dengan

banyaknya pembuluh darah koroner yang mengalami stenosis pada

subyek yang menjalani angiografi koroner.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memprediksi jumlah stenosis

pembuluh darah koroner dengan melihat kadar adiponektin serum.

Page 19: TESIS - Unhas

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENYAKIT KARDIOVASKULER, JARINGAN LEMAK, DAN INFLAMASI.

1. PENYAKIT KARDIOVASKULER DAN INFLAMASI

Penyakit kardiovaskuler didasari oleh adanya aterosklerosis yang

merupakan suatu proses yang multifaktorial. Pada proses aterosklerosis

dikenal faktor-faktor risiko utama atau tradisional seperti hipertensi,

diabetes militus, dislipidemia, obesitas, merokok, dan lain-lain, selain itu

menurut Braunwald saat ini dikenal faktor risiko baru seperti; defisiensi

estrogen, kadar homosistein, fibrinogen plasma, PAI-1, lipoprotein (a),

D-Dimer, protein C-reaktif, dan faktor VII.2

Secara umum faktor-faktor risiko pada aterosklerosis dikelompokkan

menjadi 4 kelompok yaitu; 1.Faktor risiko kausal, merupakan faktor yang

jelas secara independen dapat menyebabkan proses aterosklerosis

seperti hipertensi, DM, merokok, dan LDL-C. 2.Faktor risiko predisposisi

seperti obesitas, inaktivitas fisik, sosial ekonomi, riwayat PJK dalam

keluarga. Faktor risiko ini sangat komplek dan dapat sebagai pencetus

PJK pada pasien yang mempunyai faktor risiko kausal. 3. Faktor risiko

kondisional, faktor ini terkait dengan PJK, tetapi perannya belum jelas

seperti trigliserida, lipoprtein (a), small-LDL, homosistein, fibrinogen,

PAI-1. 4.Faktor risiko akibat beban plak aterosklerosis. Adanya plak

aterosklerosis merupakan beban atau ancaman tercetusnya keadaan

klinik berupa sindrom koroner akut.2

Menurut Ross4, saat ini aterosklerosis dianggap sebagai penyakit

inflamasi, dengan disfungsi endotel sebagai pemicunya. Hampir semua

Page 20: TESIS - Unhas

7

faktor risiko PJK mampu menyebabkan disfungsi endotel. Disfungsi

endotel akan tetap terjadi pada aterosklerosis, selama proses tersebut

belum diintervensi dengan pengobatan, seperti pengendalian hipertensi,

DM, dislipidemia, berhenti merokok, dan lain-lain. Hipotesis ”response to

injury” pada kejadian aterosklerosis yang dikemukakan Ross pada tahun

1999, telah mendorong sejumlah peneliti memusatkan perhatian pada LDL

teroxidasi dan interaksinya dengan lapisan endotel vaskuler, baik pada

kejadian penyakit kardiovaskular maupun diabetes. Berbagai laporan

penelitian mengindikasikan bahwa LDL teroxidasi bukan saja bersifat

toksik terhadap endotel vaskuler, tetapi juga menginduksi produksi ROS,

sehingga terlibat langsung dalam patobiologi gangguan vaskuler. Sel

endotel, sel otot polos vaskuler, dan makrofag merupakan sumber oksidan

untuk modifikasi oksidatif terhadap fosfolipid. LDL teroxsidasi tersebut

dapat merusak lapisan sel endotel dan menginduksi sejumlah molekul

adhesi seperti; E-selektin, p-selektin, ICAM-1, VCAM-1, serta sejumlah

faktor kemotaktik seperti monocyte chemotactic protein-1 (MCP-1), dan

macrophage colony stimulating factor (MCSF). Berbagai laporan

mengindikasikan bahwa dislipidemia, hipertensi, merokok, hiperglikemi,

infeksi, dan hiperhomosisteinemi dapat menyebabkan gangguan fungsi

endotel melalui beberapa mekanisme. Gangguan fungsi endotel tersebut

terutama ditunjukkan dengan berkurangnya persediaan NO atau

prostasiklin (PGI2), kejadian tersebut akan mengakibatkan penempelan

monosit dan limfosit T pada lapisan sel endotel dan kemudian mengalami

transendotelisasi ke dalam tunika intima.5

Page 21: TESIS - Unhas

8

Didalam tunika intima, monosit akan berubah peran menjadi makrofag

oleh MSCF. Makrofag kemudian akan mencerna lipoprotein yang sudah

mengalami modifikasi melalui sejumlah scavenger receptor (terutama

CD36 dan SR-A), maka terbentuklah sel busa (foam cell) yang merupakan

cikal bakal dari Fatty streak. Bilamana hal tersebut berlangsung dalam

jangka waktu lama maka terjadi plak ateroskelrosis. Makrofag yang

mengandung banyak lipoprotein akan menghasilkan matriks

metaloproteinase (MMP), yang dapat menghancurkan dinding dari plak,

sehingga terjadi interaksi langsung antara kolagen IV dengan komplemen

dalam sikulasi, yang akhirnya akan mengakibatkan terbentuknya trombus

yang mencetuskan kejadian sindrom koroner akut.5

2. JARINGAN LEMAK DAN INFLAMASI

Jaringan lemak yang dulu dianggap sebagai jaringan pasif, atau depot

lemak, saat ini dikenal sebagai suatu organ endokrin yang aktif

mensekresi beberapa hormon dan sitokin. Lebih dari satu dekade yang

lalu, hubungan molekuler antara inflamasi dan obesitas yang pertama

yaitu Tumor necrosis factor-a (TNF-a ) telah ditemukan. Pada saat itu

diketahui bahwa sitokin inflamasi ini mengalami ekspresi berlebihan pada

jaringan lemak model tikus obes. Seperti juga pada tikus, TNF-a juga

diproduksi dalam jumlah banyak dijaringan otot dan lemak pasien obese.

Pemberian TNF-a rekombinan pada kultur sel dan hewan coba

menyebabkan resistensi insulin. Tikus dengan knock out baik protein TNF-

a maupun reseptornya mempunyai sensitivitas insulin yang lebih baik

dibanding dengan kontrol.8

Page 22: TESIS - Unhas

9

Sejak itu dengan cepat telah diketahui bahwa obesitas berhubungan

dengan respon inflamasi yang luas dengan penemuan beberapa mediator

inflamasi selain TNF- a yang dikenal dengan adipokin seperti interleukin -6,

leptin, adiponektin, resistin, PAI-1, IL-1, IL-8, IL -10, IL -18, MCP-1, CRP,

dan lain-lain. Mediator-mediator ini kemudian yang mempengaruhi signal

insulin dan sistem kardiovaskuler.9

Hasil penelitian epidemiologi di negara maju menunjukkan peningkatan

prevalensi obesitas sejalan dengan meningkatnya prevalensi sindroma

metabolik, PJK dan DM tipe 2, dimana kaitan antara obes itas dan DM tipe

2 lebih jelas pada obesitas sentral.10 Banyak penelitian yang membuktikan

obesitas, khususnya obesitas sentral dihubungkan dengan resistensi

insulin (RI). Pada obesitas didapatkan penurunan kadar adiponektin,

penurunan tersebut berakibat terhadap penurunan efek adiponektin dan

selanjutnya akan menyebabkan RI. Pada obesitas juga terjadi penurunan

ekspresi reseptor adiponektin, penurunan tersebut akan menyebabkan

resistensi adiponektin dan selanjutnya akan terjadi RI. Sebaliknya pada

keadaan RI terjadi hiperinsulinemia dan penurunan ekspresi reseptor

adiponektin.11, 12 Ogawa dkk13 yang meneliti anak-anak obese di Jepang

mendapatkan, hipoadiponektinemia berhubungan erat dengan akumulasi

lemak visceral dan sindroma metabolik.

Page 23: TESIS - Unhas

10

B. FAKTOR RISIKO TRADISIONAL ATEROSKLEROSIS

Pada proses aterosklerosis dikenal faktor-faktor risiko utama atau

tradisional seperti hipertensi, diabetes militus, dislipidemia, obesitas,

merokok, dan lain-lain . Kelompok faktor risiko tradisional aterosklerosis ini

dikenal dalam 2 kelompok, yaitu faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan

yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi

antara lain usia, jenis kelamin, dan riwayat keluarga menderita PJK. Faktor

risiko yang dapat dimodifikasi adalah merokok, obesitas, dislipidemia,

diabetes melitus, hipertensi, dan hiperurikemia.2

Merokok

Merokok merupakan salah satu faktor risiko tradisional pada PJK.

Rokok berperan dalam patogenesis PJK melalui berbagai mekanisme, di

antaranya rokok dapat menyebabkan kerusakan endotel secara langsung,

menurunkan kadar nitric oxide (NO) dan menyebabkan peningkatan

proliferasi sel otot polos pada lesi aterosklerosis. Merokok juga dapat

mencetuskan trombosis koroner dengan cara meningkatkan agregasi

trombosit dan perlekatan trombosit pada endotel.4, 14

Obesitas

Obesitas adalah penimbunan jaringan lemak tubuh yang berlebihan.

Obesitas dapat diukur dengan mengukur IMT dan lingkar pinggang.12 Indeks

massa tubuh abnormal berbeda pada setiap bangsa/ras, oleh karena itu

WHO pada tahun 2000 membuat krteria IMT untuk orang Asia. Bila IMT <18,5

kg/m2; kurus, 18,5– 22,9 kg/m2; normal, = 23 kg/m2; kegemukan, 23 kg/m 2 -

24,9 kg/m2; pre-obes, 25 -29,9 kg/m2;obes I dan = 30 kg/m2 ;obes II.15

Page 24: TESIS - Unhas

11

Lemak tubuh terdistribusi pada dua tempat yang berbeda yaitu di

abdomen dan gluteus . Pemeriksaan obesitas dengan cara mengukur IMT

tidak dapat membedakan berat badan oleh karena otot atau lemak dan

distribusi jaringan lemak. Pada pria lemak tubuh lebih banyak terdistribusi di

bagian perut (obesitas sentral) sebaliknya pada wanita lebih banyak pada

bagian gluteofemoral. Pemeriksaan baku emas obesitas sentral adalah

dengan pemeriksaan pencitraan dengan CT scan, MRI dan Densitometri.

WHO dan NCEP-ATP III merekomendasikan menggunakan lingkar pinggang

untuk menentukan adanya obesitas sentral. Kesepakatan WHO, ukuran

lingkar pinggang abnormal sebagai batasan obesitas sentral untuk orang Asia

adalah = 90 cm untuk pria dan = 80 cm untuk wanita.16 Penelitian prospektif

menunjukkan obesitas merupakan faktor risiko independen PKV.

Dislipidemia

Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan

peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi

lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol low density

lipoprotein (LDL), trigliserida (TG), serta penurunan kadar kolesterol HDL.17

Kolesterol LDL yang teroksidasi akan menginduksi ekspresi molekul

adhesi, kemokin, sitokin-sitokin proinflamasi, dan mediator inflamasi lainnya

pada makrofag dan sel-sel vaskular yang akan memicu terbentuknya

aterosklerosis.

Selain LDL, partikel lipoprotein lainnya seperti VLDL juga berpotensi

aterogenik. Dalam sirkulasi, VLDL besar yang kaya TG akan dipertukarkan

dengan kolesterol ester dari kolesterol LDL dan HDL. Pertukaran ini

menyebabkan terbentuknya kolesterol LDL dan HDL yang kaya akan TG

Page 25: TESIS - Unhas

12

tetapi miskin kolesterol ester. Kolesterol LDL yang seperti itu disebut juga

kolesterol LDL kecil padat (small dense LDL) yang bersifat aterogenik.

Kolesterol HDL yang kaya TG lebih mudah dikatabolisme oleh ginjal sehingga

ditemukan penurunan kolesterol HDL dalam plasma. Penelitian-penelitian

melaporkan bahwa kadar trigliserida (TG) dan LDL tinggi maupun HDL yang

rendah merupakan risiko terhadap PKV.4, 5

Diabetes Melitus

Diabetes melitus merupakan salah satu faktor risiko penting aterosklerosis.

Data Framingham membuktikan hiperglikemia sebagai salah satu faktor risiko

independen penyakit kardiovaskular. Mekanisme pasti hiperglikemia

meningkatkan risiko PKV masih belum jelas hingga saat ini. Hiperglikemia

dapat menyebabkan modifikasi makromolekul dengan membentuk advanced

glycation end products (AGE). Advanced glycation end products yang

berikatan dengan reseptor (Receptor for Advance Glycation Endproducts =

RAGE) akan memicu produksi sitokin-sitokin proinflamasi pada sel endotel

vaskular yang selanjutnya akan menyebabkan aterogenesis. Hiperglikemia

juga dapat menimbulkan terjadinya stress oksidatif dimana hal ini

menyebabkan terjadinya disfungsi endotel yang selanjutnya mencetuskan

terjadinya proses inflamasi.

Hipertensi

Hipertensi merupakan penyakit yang dikenal sebagai faktor risiko penyakit

kardiovaskuler, pada hipertensi kadar angiotensin II biasanya meningkat.

Angiotensin II merupakan vasokonstriktor poten yang selain menyebabkan

hipertensi dapat pula berperan pada aterogenesis dengan cara menstimulasi

pertumbuhan sel otot polos. Angiotensin II juga meningkatkan aktivitas

Page 26: TESIS - Unhas

13

lipoxygenase dari otot polos yang dapat meningkatkan inflamasi dan oksidasi

LDL. Hipertensi juga dapat meningkatkan pembentukan hydrogen peroxide

dan radikal bebas, yang kemudian akan menurunkan pembentukan NO oleh

endotel, meningkatkan adhesi lekosit, dan meningkatkan resistensi perifer.4

The Joint National Committee reports merekomendasikan tekanan darah

sistolis < 140 mmHg dan tekanan darah diastolis < 90 mmHg.

C. ADIPONEKTIN

1. Struktur adiponektin

Adiponektin adalah suatu protein yang mengandung 247 asam amino,

terdiri dari domain globuler dengan terminal karboksil dan domain

berkolagen dengan terminal amino.8, 11 Pada tahun 2001, studi klinis

pertama yang mempublikasikan tentang peranan adiponektin terhadap

peningkatan aktifitas insulin.18

Adiponektin disebut juga sebagai adipocyte-related protein of 30 kDa

(ACRP30), adipoQ, adipose most abundant gene transcrpit 1 (apM1) dan

gelatin–binding protein of 28 kDa (GBP28), merupakan protein spesifik

yang diproduksi oleh sel adiposit dan berperan pada homeostasis glukosa

dan lipid. Adiponektin beredar di sirkulasi dalam konsentrasi yang cukup

tinggi, sekitar 0,01% dari protein plasma.15 Adiponektin termasuk dalam

superfamili kolagen yang larut dan memiliki struktur molekul mirip dengan

Collagen VIII, X, complement C1q dan famili TNF-a. Adiponektin berada

dalam sirkulasi sebagai full length adiponectin (fAd) dan fragment globule r

C terminal domain (gAd), dimana fAd ukurannya lebih kecil dan banyak

ditemukan pada plasma. Struktur multimer adiponektin diduga

Page 27: TESIS - Unhas

14

berhubungan dengan fungsi protektifnya pada resistensi insulin dan

atherosklerosis. Adiponektin mempunyai dua reseptor yaitu AdipoR1 yang

diproduksi di otot rangka dan AdipoR2 yang diproduksi di hati.19, 20

2. Mekanisme kerja adiponektin

a. Adiponektin sebagai faktor anti inflamasi

Adiponektin meningkatkan aktivitas insulin telah dibuktikan dari

beberapa studi klinis baik secara in-vivo maupun in-vitro. Disamping itu

adiponektin diyakini memiliki efek lain yaitu sebagai anti inflamasi.

Dasar terjadinya aterosklerosis adalah inflamasi melalui beberapa

mekanisme, antara lain: pertama, pada fase awal proses aterosklerosis

adanya akumulasi lipoprotein seperti LDL khususnya Ox-LDL pada

tunika intima dinding pembuluh darah, akan meningkatkan ekspresi

dari molekul adhesi seperti VCAM-1, ICAM-1, dan E-selectin. Hal ini

akan menginduksi mediator-mediator kemo-atraktan untuk menempel

pada dinding pembuluh darah, dan merubah monosit menjadi

makrofag yang kemudian menjadi sel busa. Proses tersebut yang

menjadi cikal bakal terjadinya ateroma pada proses aterosklerosis.21

Yang kedua, Aterosklerosis disebabkan adanya disfungsi endotel,

yang mana hal ini menurunkan produksi NO oleh e-NOS. Adiponektin

adalah golongan adipokin baru yang mempunyai peranan penting

dalam berbagai efek biologis endotel pembuluh darah dan jaringan

adiposa. Adiponektin dapat mengham bat ekspresi VCAM-1, ICAM-1,

dan E-selectin yang diinduksi oleh TNF-a, baik pada manusia maupun

binatang. Telah dibuktikan, adiponektin mengalami penurunan dalam

Page 28: TESIS - Unhas

15

sirkulasi pada CAD (Coronary Artery Disease). Pada manusia, kadar

adiponektin secara bermakna lebih rendah pada keadaan CAD,

resistensi insulin, termasuk DM tipe 2.5

Kadar adiponektin plasma pada penderita DM yang disertai

dengan PJK, lebih rendah daripada pasien DM tanpa PJK. Hal ini

mengisyaratkan bahwa adiponektin mungkin mempunyai fungsi

sebagai anti-aterogenik. Penelitian yang dilakukan pada sel endotel

aorta manusia menunjukkan bahwa adiponektin mengalami penurunan

sesuai dengan dose-dependent, dalam hal ekspresi permukaan

vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1), yang diketahui dapat

memodulasi respon inflamasi endotel. Hubungan kadar adiponektin

yang rendah dengan obesitas, resistensi insulin, PJK, dan dislipidemia

menunjukkan bahwa adiponektin sebagai petanda atau marker untuk

sindrom metabolik dan PJK.5, 7

b. Anti-aterosklerosis

Studi eksperimental mengindikasikan bahwa adiponektin

memiliki sifat anti -aterogenik dan anti -inflamasi. Perlengketan monosit

pada lapisan endotel vaskuler yang kemudian mengalami

transendotelisasi ke dalam tunika intima, berubah menjadi makrofag

dan selanjutnya menjadi sel busa, hal ini merupakan tahapan penting

dalam kejadian aterosklerosis.5

Kadar adiponektin berkorelasi negatif dengan berbagai faktor risiko

tradisional PJK seperti tekanan darah, kolesterol LDL, trigliserida dan

berkorelasi positif dengan kolesterol HDL. Penelitian Pischon dkk3

pada studi kasus kontrol selama 6 tahun mendapatkan, kadar

Page 29: TESIS - Unhas

16

adiponektin tinggi berhubungan dengan risiko kejadian infark miokard

yang rendah pada laki-laki. Penelitian Kumada dkk7 mendapatkan, laki-

laki dengan hipoadiponektinemia (kadar adiponektin 4,0 µg/mL) secara

signifikan berisiko dua kali mendapatkan PJK, independen terhadap

faktor risiko PJK lainnya.

Kadar adiponektin berkorelasi negatif dengan petanda inflamasi

seperti hs-CRP dan TNF-a.22, 23 Sebagai anti-inflamasi atau anti-

aterogenik, adiponektin melindungi remodelling luka sel vaskuler

melalui penghambatan mekanisme seluler pada proses atherosklerotik

dengan mencegah melekatnya monosit pada sel endotel melalui

penurunan ekspresi molekul adhesi, penurunan uptake LDL teroksidasi

oleh makrofag melalui scavenger receptor class A-1 serta

menghambat proliferasi dan migrasi sel otot polos.20

Adiponektin merupakan inhibitor sangat kuat terhadap ekspresi

molekul adhesi seperti intracelluler adhesion molecule-1 (ICAM-1),

vascular celluler adhesion molecule-1 (VCAM-1) dan E-selectin.

Melalui penghambatan fosforilisasi nuclear factor ?ß (NF-?ß),

adiponektin menghambat aktifitas TNF-a yang menginduksi NF-?ß.

Penghambatan NF-?ß oleh adiponektin merupakan mekanisme

molekuler utama dalam menghambat perlekatan monosit pada sel

endotel. Adiponektin menghambat ekspresi reseptor makrofag

scavenger class A-1, dimana akan terjadi penurunan uptake LDL

teroksidasi oleh makrofag sehingga menghambat terbentuknya sel

busa. Adiponektin melemahkan sintesis DNA yang diinduksi oleh

growth factor termasuk platelet-derived growth factor (PDGF), heparin-

Page 30: TESIS - Unhas

17

binding epidermal gro wth factor (HB-EGF), basic fibroblast growth

factor dan mencegah proliferasi dan migrasi sel otot polos yang

diinduksi oleh HB-EGF.8, 20 (Gambar 1)

Gambar 1. : Mekanisme molekuler adiponektin sebagai antiatherosklerosis Dikutip dari: Matsuzawa Y, Funahashi T, Kihara S, Shimomura I. Adiponectin and Metabolic Syndrome. Arteroscler Thromb Vasc Biol 2004: 31 .20

c. Meningkatkan sensitifitas insulin

Adiponektin di otot skeletal meningkatkan ekspresi molekul yang

terlibat dalam transport asam lemak dan proses pembakaran asam

lemak seperti Acyl coenzym A oxidase (ACC). Perubahan-perubahan

ini menyebabkan berkurangnya kadar trigliserida di otot, dimana

penurunan kadar trigliserida akan menyebabkan perbaikan insulin

signal transductin.8

Hasil penelitian pada tikus lipoatropik atau obese-diabetes yang

diterapi dengan adiponektin rekombinan atau tikus ob/ob yang

mengalami overekspresi adiponektin, terdapat peningkatan ekspresi

Page 31: TESIS - Unhas

18

gen target PPAR-a seperti ACC, sehingga diduga adiponektin dapat

meningkatkan pembakaran asam lemak dan pemanfaatan energi

melalui aktifasi PPAR-a yang mengakibatkan penurunan trigliserida di

hati dan otot, dimana hal tersebut akan meningkatkan sensitifitas

insulin.8, 11

Globular adiponektin dan fAd mempengaruhi kerja insulin melalui

aktifasi AMPK sehingga terjadi oksidasi asam lemak dan peningkatan

pengambilan glukosa di otot, sedangakan fAd membantu pengambilan

glukosa di hati. Secara bersamaan adiponektin menstimulas i ACC,

pembakaran asam lemak, pengambilan glukosa dan produksi asam

laktat yang menyebabkan penurunan molekul-molekul yang terlibat

pada proses glukoneogenesis di hati, dengan demikian adiponektin

secara langsung mengatur metabolisme glukosa dan sensitifitas

insulin.11, 15 (gambar 2)

Gambar 2 : Mekanisme kerja adiponektin melalui aktifasi PPAR-a dan AMPK di hati dan otot Dikutip dari: Kadowaki T, Yamauchi T. Adiponectin and Adiponectin Receptors. Endocr Rev. 2005; 26:442.11

Page 32: TESIS - Unhas

19

BAB III

KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A.KERANGKA TEORI

Dikutip dari: Reilly, Reider. The metabolic syndrome. More than the sum of its parts?. Circulation 2003; 108: 1546 -1551.24

GENETIC VARIATION ENVIROMENTAL FACTORS

CENTRAL ADIPOSITY INNATE IMMUNITY

ADIPOCYTE

ADIPOKINES CYTOKINES

MONOCYTE / MACROPHAGE

LIVER

INFLAMATORY MARKERS

METABOLIC SYNDROME ? HDL ? TG

(INSULIN RESISTANCE)

? BP

ENDOTEL DISFUNCTION

ATHEROSCLEROSIS

CARDIOVASCULAR EVENTS

LEPTIN ADIPONEKTIN RESISTIN

TNF-a IL-6

Page 33: TESIS - Unhas

20

B.KERANGKA KONSEP

C. VARIABEL PENELITIAN

1.Variabel bebas : kadar adiponektin, dislipidemi, DM, HT, obesitas

2.Variabel tergantung : Penyakit jantung koroner

3.Variabel perancu : Genetik dan lingkungan

4.Variabel antara : Aterosklerosis dan disfungsi endotel.

D. HIPOTESIS PENELITIAN

Semakin rendah kadar adiponektin serum, semakin banyak pembuluh

darah koroner yang mengalami stenosis .

V. ANTARA

- DISLIPIDEMIA - OBESITAS - HIPERTENSI - DM

ADIPONEKTIN ? GENETIK

DISFUNGSI ENDOTEL ATEROSKLEROSIS

PJK

V. BEBAS

V. TERGANTUNG Ket. :

: Variabel tidak diteliti

: Variabel diteliti

V. PERANCU

V. BEBAS

Page 34: TESIS - Unhas

21

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan

cross-sectional.

B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Cardiovascular Care Unit (CVCU) Rumah Sakit

Wahidin Sudirohusodo di Makassar. Waktu penelitian dimulai dari

bulan Februari 2008 sampai tercapai jumlah sampel yang diinginkan.

C. TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL

Pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling sampai

jumlah sampel yang diinginkan tercapai.

D.SUBYEK PENELITIAN

1. Subyek penelitian adalah individu dengan PJK yang datang ke poliklinik

jantung atau yang dirawat di ruang perawatan penyakit jantung Rumah

Sakit Wahidin Sudirohusodo di Makassar, dan menjalani angiografi

koroner serta berpartisipasi dalam penelitian ini. Jumlah sampel dari

masing-masing kelompok disesuaikan dengan estimasi jumlah sampel

penelitian berdasarkan rumus.

2. Estimasi jumlah sampel penelitian dihitung berdasarkan rumus :

Q P Z1) - (NdQ P ZN n 22

2

? di mana, n = besar sampel minimal

N = perkiraan besar populasi (35 – 40) Z = nilai standar deviasi normal

(1,96) P = perkiraan proporsi PJK (0,5) Q = 1 – P

Page 35: TESIS - Unhas

22

d = tingkat ketelitian (10%)

Dari perhitungan dengan rumus di atas, jumlah sampel minimal 40 orang.

E. KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI

1. Kriteria inklusi:

a. Penderita berusia 30-70 tahun yang dirawat di ruang perawatan

penyakit jantung RS Wahidin Sudirohusodo atau berobat jalan di

poliklinik jantung RS Wahidin Sudirohusodo Makassar yang

menjalani pemeriksaan angiografi koroner.

b. Bersedia ikut dan menandatangani surat persetujuan untuk

mengikuti penelitian ini.

2.Kriteria eksklusi:

a. Adanya gangguan fungsi ginjal.

b. Subyek menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian

F. BAHAN DAN CARA PENELITIAN

1. Bahan

Pada penelitian ini dicatat dan dikumpulkan data hasil pemeriksaan

fisis dan laboratorium sampel penelitian. Pemeriksaan fisis dilakukan

di Poliklinik jantung Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo. Sampel

darah yang diambil selanjutnya diperiksa di laboratorium Prodia

Makassar.

2. Cara

a.Diberikan penjelasan maksud penelitian dan yang bersedia mengikuti

penelitian diminta menandatangani surat persetujuan mengikuti

Page 36: TESIS - Unhas

23

penelitian ini, selanjutnya dilakukan anamnesis riwayat penyakit yang

pernah diderita dan obat-obatan yang sementara diminum.

b.Pemeriksaan berat badan dan tinggi badan tanpa alas kaki dan

dihitung indeks massa tubuh

c.Berat badan diukur dengan satuan kilogram dengan menggunakan

alat timbangan merk “health scale”.

d.Tinggi badan diukur dalam satuan cm dengan menggunakan alat

yang bermerk Height 200 cm no.26 SR.

e.Pemeriksaan tekanan darah diukur pada subyek tenang dengan

posisi baring dan menggunakan sphygnomanometer air raksa merek

Nova.

f.Selanjutnya subyek yang telah memenuhi kriteria inklusi dilakukan

pengambilan darah plasma vena setelah berpuasa lebih kurang 12

jam. Sampel darah diambil untuk pemeriksaan gula darah puasa,

trigliserida, HDL dan adiponektin.

g.Pemeriksaan trigliserida dengan metode enzimatis kalorimetris

menggunakan Dimension? buatan Dade Behring Inc. Pemeriksaan

kolesterol HDL dengan metode enzimatis menggunakan Cholestest

N HDL? buatan Daiichi Pure Chemicals Co. Ltd. Pemeriksaan kadar

glukosa darah dengan metode enzimatis kalorimetris menggunakan

cara CHOD-PAP.

h.Pemeriksaan adiponektin serum darah dengan metode sensitive

immunoassay using recombinan human adiponectin ( B-Bridge

International, Inc ) yang dinyatakan dalam satuan µg/mL

Page 37: TESIS - Unhas

24

i.Hasil pemeriksaan kadar adiponektin kemudian dilakukan pembagian

kuartil. Kadar adiponektin pada kuartil ke-1 disebut sebagai

hipoadiponektinemia dan kuartil ke 2,3,4 disebut sebagai bukan

hipoadiponektin.

G. DEFINISI OPERASIONAL DAN KRITERIA OBYEKTIF

1. Kadar adiponektin adalah kadar adiponektin serum darah sampel yang

diukur dengan metode sensitive immunoassay using recombinant

human adiponectin (B-Bridge International, Inc) yang dinyatakan dalam

satuan µg/mL.25

2. Hipoadiponektinemia adalah kadar adiponektin pada kuartil ke -1.25

3. Gangguan fungsi ginjal bila serum kreatinin = 1,5 mg/dl.26, 27

4. Penyakit jantung koroner bila dari anamnesis terdapat keluhan atau

riwayat nyeri dada dari beberapa menit sampai kurang dari 20 menit,

nyeri berhubungan dengan aktifitas fisik disertai gambaran EKG

depresi segmen ST = 1 mm.28

5. Luasnya PJK berdasarkan jumlah stenosis arteri koroner dari

pemeriksaan angiografi koroner, dibagi menjadi; stenosis 1 pembuluh

darah (PD), 2 PD, dan 3 PD.17,29

6. PJK dengan stenosis 1 PD, jika didapatkan satu sumbatan pada salah

satu arteri koroner utama : LAD (Left anterior decendens), RCA (Right

coronary artery), dan LCX (Left Circumflexa), dengan stenosis > 50%

dari pemeriksaan angiografi koroner.29

7. PJK dengan stenosis 2 PD, jika didapatkan dua sumbatan dari tiga

arteri koroner utama : LAD (Left anterior decendens ), RCA (Right

Page 38: TESIS - Unhas

25

coronary artery), dan LCX (Left Circumflexa), dengan stenosis > 50%

dari pemeriksaan angiografi koroner.29

8. PJK dengan 3 PD, jika dari pemeriksaan angiografi koroner, ketiga

arteri koroner utama : LAD (Left anterior decendens ), RCA (Right

coronary artery ), dan LCX (Left Circumflexa) tersumbat, dengan

stenosis > 50%.29

9. DM bila kadar glukosa darah sewaktu = 200 mg/dl disertai keluhan

klasik DM, kadar gula darah puasa =126 mg/dl atau kadar glukosa

darah sesudah pembebanan glukosa 75 gram adalah = 200 mg/dl.30

10.Dislipidemia: Menurut National Cholesterol Education Program (NCEP)

Adult Treatment Panel (ATP) III tahun 2001, yaitu: kolesterol total >

240 mg/dl, kolesterol LDL > 100 mg/dl, trigliserida > 150 mg/d l dan

kolesterol HDL < 40 mg/dl.17

11.Hipertensi: Menurut Joint National Committee (JNC) VII disebut

hipertensi bila tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan atau tekanan

darah diastolik > 90 mmHg pada dua kali pemeriksaan dalam dua

waktu yang berbeda,31 atau jika pasien sementara mendapat

pengobatan untuk hipertensi.

12. Merokok sigaret: mengacu pada Framingham systematic coronary risk

estimate yang membagi atas perokok dan bukan perokok.32

13. Obesitas: Mengacu pada klasifikasi berat badan berdasarkan Indeks

Massa Tubuh (IMT) pada orang asia dewasa menurut kriteria Asia

Pasifik, dikategorikan obesitas bila IMT > 25 kg/m2.33

14. Faktor risiko tradisional penyakit kardiovaskuler seperti hipertensi,

diabetes melitus, dislipidemia, obesitas dan merokok.

Page 39: TESIS - Unhas

26

15. Satu faktor risiko: terdapat 1 faktor risiko tradisional dari 5 faktor risiko

tradisional penyakit kardiovaskuler.

16. Dua faktor risiko: terdapat 2 faktor risiko tradisional dari 5 faktor risiko

tradisional penyakit kardiovaskuler.

17. Tiga faktor risiko: terdapat = 3 faktor risiko tradisional dari 5 faktor

risiko tradisional penyakit kardiovaskuler.

H. ANALISIS DATA

Variabel-variabel yang diperiksa dianalisis secara deskriptif. Untuk analisis

hubungan antar kadar adiponektin dengan luasnya penyaki t jantung koroner

digunakan uji Oneway Anova. Untuk analisis perbedaan kadar adiponektin

berdasarkan jumlah stenosis digunakan, uji Chi-X2, uji korelasi Spearman dan

Pearson’s .

I. PERSETUJUAN ETIKA PENELITIAN

Penderita yang bersedia menjadi subyek penelitian diminta

menandatangani formulir persetujuan tindakan medis. Persetujuan komite etik

penelitian kesehatan fakultas kedokteran UNHAS nomor 0221/ H04.8.4.5.31/

PP36-KOMETIK/ 2008.

Page 40: TESIS - Unhas

27

I. ALUR PENELITIAN

Populasi penelitian yang menjalani angiografi

koroner

Anamnesis dan pemeriksaan fisis

Memenuhi kriteria inklusi

Pemeriksaan GDP, kreatinin, profil lipid

Analisis Data

Hasil

Hipoadiponektinemia

Kuartil 1 Kuartil 2

Kuartil 3

Kuartil 4

Bukan hipoadiponektin

Adiponektin

Page 41: TESIS - Unhas

28

BAB V

HASIL PENELITIAN

A. KARAKTERISTIK SUBYEK PENELITIAN

Selama periode Februari 2008 hingga Agustus 2008 diperoleh 43

sampel penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian,

terdiri dari 36 orang (83,7 %) pria dan 7 orang (16,3 %) wanita dengan

umur rata-rata sampel adalah 56 tahun. Adapun analisis deskriptif subyek

penelitian dapat dilihat pada tabel 1 .

Tabel-1. Karakteristik subyek penelitian

VARIABEL

(n=43)

Minimum Maksimum

Rerata Simpang baku

Umur (tahun)

Jenis Kelamin

Laki-laki, n (%)

Wanita, n (%)

IMT (kg/m2)

TDS (mmHg)

TDD (mmHg)

GDP (mg/dl)

HDL (mg/dl)

TG (mg/dl)

Asam urat (mg/dl)

Kreatinin (mg/dl)

Adiponektin (? g/dl)

38 79

18 33

100 180

60 100

74 298

19 68

53 449

3,1 9,0

0,6 1,2

1,01 10,93

56,02 8,85

36 (83,7)

7 (16,3)

23,55 3,2

130,0 22,8

81,8 10,5

126,19 44,5

44,14 10,27

154,3 75,4

6,3 1,35

1,11 0,4

3,84 2,5

Keterangan : TDS: tekanan darah sistolik, IMT: indek masa tubuh,TDD: tekanan darah diastolik, GDP: gula darah puasa, HDL: high density lipoprotein, TG: trigliserida , n: jumlah sampel.

Page 42: TESIS - Unhas

29

Dari 43 subyek penelitian ditemukan 6 orang tanpa stenosis arteri

koroner (13,9%), 8 orang didapatkan 1 stenosis arteri koroner (18,6%),

8 orang dengan 2 stenosis arteri koroner (18,6%) dan 21 orang dengan

3 stenosis arteri koroner (48,8%). (tabel 2)

Tabel-2. Sebaran subyek berdasarkan banyaknya arteri koroner yang mengalami stenosis.

Level stenosis arteri koroner

n (43)

%

Normal

6 13,9

1 stenosis

8 18,6

2 stenosis

8 18,6

3 stenosis

21 48,8

Keterangan: n: jumlah sampel

B. ANALISIS PERBEDAAN KADAR ADIPONEKTIN PADA KELOMPOK

STENOSIS PEMBULUH DARAH KORONER: NORMAL PD, 1 PD, 2 PD

DAN 3 PD

Pada tabel 3 dapat dilihat perbedaan kadar adiponektin pada kelompok

stenosis pembuluh darah (PD) koroner, dimana kadar rerata adiponektin

semakin menurun dari tanpa stenosis, 1 stenosis , 2 stenosis , dan 3 stenosis

PD koroner, yaitu: (4 ,9 ± 3,5) vs (4,1 ± 3,1) vs (3,6 ± 2,5) vs (3,5 ± 1,8).

Tabel-3. Perbedaan kadar adiponektin pada kelompok stenosis pembuluh darah koroner: normal PD, 1 PD, 2 PD dan 3 PD. Parameter

Normal

1 PD

2 PD

3 PD

p

Jumlah 6 8 8 21

Adiponektin 4,9 ± 3,5 4,1 ± 3,1 3,6 ± 2,5 3,5 ± 1,8 0,559

Page 43: TESIS - Unhas

30

Pada gambar-3, memperlihatkan hasil analisis Oneway Annova yang

menunjukan adanya kecenderungan perbedaan kadar adiponektin menurut

banyaknya arteri koroner yang mengalami stenosis, dimana semakin banyak

arteri koroner yang mengalami stenosis, semakin rendah kadar adiponektin

walaupun tidak bermakna secara signifikan (p=0,559).

Gambar -3. Perbedaan kadar adiponektin pada banyaknya arteri koroner yang

mengalami stenosis.

Page 44: TESIS - Unhas

31

Pada tabel 4 memperlihatkan kadar rerata adiponektin pada masing-masing

kelompok stenosis arteri koroner. Kadar rerata adiponektin lebih tinggi pada tanpa

stenosis dibanding 1 stenosis pembuluh darah (PD) (4,9 ± 3,5 vs 4,1 ± 3,1) dan lebih

tinggi dari 2 PD (4,9 ± 3,5 vs 3,6 ± 2,5) serta lebih tinggi dari 3 PD koroner (4,9 ± 3,5

vs 3,5 ± 1,8) namun tidak berbeda secara statistik . ( p= 0,551 p= 0,335 p= 0,227).

Kadar rerata adiponektin pada 1 PD lebih tinggi dibandingkan dengan kadar

rerata adiponektin pada 2 PD dan 3 PD yaitu: 4,1 ± 3,1 vs 3,6 ± 2,5 dan 4,1 ± 3,1 vs

3,5 ± 1,8 namun perbedaan ini secara statistik tidak bermakna. (p=0,687 dan p=

0,56) Kadar rerata adiponektin pada 2 PD lebih tinggi dibandingkan dengan kadar

rerata adiponektin pada 3 PD yaitu: 3,6 ± 2,5 vs 3,5 ± 1,8, namun perbedaan ini

secara statistik tidak bermakna p= 0,92.

Tabel-4. Analisis perbedaan kadar adiponektin pada berbagai tingkat stenosis Pembuluh darah koroner

Kadar adiponektin pada berbagai stenosis PD koroner

Banyaknya stenosis PD koroner

Kadar adiponektin

p

Normal (4,9 ± 3,5)

1 PD

2 PD

3 PD

4,1 ± 3,1

3,6 ± 2,5

3,5 ± 1,8

0,551

0,335

0,227

1 PD (4,1 ± 3,1)

Normal

2 PD

3 PD

4,9 ± 3,5

3,6 ± 2,5

3,5 ± 1,8

0,551

0,687

0,560

2 PD (3,6 ± 2,5)

Normal

1 PD

3 PD

4,9 ± 3,5

4,1 ± 3,1

3,5 ± 1,8

0,335

0,560

0,921

3 PD (3,5 ± 1,8 ) Normal

1 PD

2 PD

4,9 ± 3,5

4,1 ± 3,1

3,6 ± 2,5

0,227

0,560

0,921

Keterangan: p: probability, PD: pembuluh darah

Page 45: TESIS - Unhas

32

Oleh karena belum ada nilai cutt of point dari kadar adiponektin, maka pada

penelitian ini kami membagi kadar adiponektin menjadi kuartil. Kadar adiponektin

pada kuartil I adalah 1,01- 1,99 ?g/dl, kadar adiponektin pada kuartil II adalah 2,0 -

2,99 ?g/dl, kuartil III: 3,0- 4,50 ?g/dl dan kuartil IV: 4,51- 10,93 ?g/dl , kuartil I

kemudian kami sebut dengan hipoadiponektinemia, kuartil II, III dan IV kemudian

kami sebut dengan bukan hipoadiponektinemia.

Pada tabel 5 memperlihatkan sebaran sampel berdasarkan kuartil

adiponektin pada masing-masing kelompok stenosis arteri koroner.

Tabel-5. Sebaran subyek berdasarkan kuartil adiponektin pada kelompok stenosis Pembuluh darah koroner, normal, 1 PD, 2 PD dan 3 PD.

Kuartil adiponektin Derajat stenosis

normal 1 PD 2 PD 3 PD

total

Bukan hipoadiponektin

n

%

5 6 6 16

15,2 18,2 18,2 48,5

33

Hipoadiponektin

n

%

1 2 2 5

10,0 20,0 20,0 50,0

10

Keterangan: n: jumlah sampel, PD: pembuluh darah

Setelah dilakukan pembagian kuartil kadar adiponektin , dari 43 subyek

didapatkan 76,7% (33) dengan hipoadiponektin dan 23,3% (10) dengan

bukan hipoadiponektin, dari subyek dengan hipoadiponektinemia didapatkan

10% tanpa stenosis PD koroner, 20% yang mengalami 1 stenosis PD

koroner dan 20% pada mereka dengan 2 stenosis PD koroner serta 50%

pada mereka dengan 3 stenosis PD koroner.

Page 46: TESIS - Unhas

33

Setelah dilakukan uji Chi-X2 antara kuartil adiponektin dengan

banyaknya PD koroner yang mengalami stenosis, pada kelompok

hipoadiponektinemia didapatkan kecenderungan semakin banyak PD koroner

yang mengalami stenosis semakin rendah kadar adiponektin, walaupun tidak

bermakna secara statistik (p= 0,809). (tabel-6)

Tabel-6. Analisis perbedaan berdasarkan kuartil adiponektin pada kelompok

stenosis pembuluh darah koroner, normal, 1 PD, 2 PD dan 3 PD.

Kuartil adiponektin Derajat stenosis

Normal 1 P D 2 PD 3 PD

p

Bukan

hipoadiponektin

n

%

5 6 6 16

15,2 18,2 18,2 48,5

Hipoadiponektin

n

%

1 2 2 5

10,0 20,0 20,0 50,0

0,809

Keterangan: n: jumlah sampel, p: probability, PD: pembuluh darah

Page 47: TESIS - Unhas

34

C. ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH FAKTOR RISIKO TRADISIONAL

PJK DENGAN BANYAKNYA PEMBULUH DARAH KORONER

YANG MENGALAMI STENOSIS

Pada tabel 7 dapat kita lihat karakteristik perbedaan faktor risiko tradisional

kardiovaskuler (PJK) dengan banyaknya arteri koroner yang mengalami

stenosis. Tidak ada perbedaan bermakna antara faktor risiko tradisional PJK

pada semua kelompok, baik pada tanpa stenosis, 1 stenosis PD, 2 stenosis

PD dan 3 stenosis PD koroner.

Tabel-7. Karakteristik perbedaan faktor r isiko tradisional PJK pada banyaknya arteri koroner yang mengalami stenosis.

Faktor risiko

tradisional PJK

Banyaknya arteri koroner yang mengalami

stenosis

normal 1 PD 2 PD 3 PD p

IMT (kg/M2) 23,1 24 24,5 23 0,691

TDS (mmHg) 135 135 128 128 0,813

TDD (mmHg) 81,6 82,5 83,5 81 0,936

GDP (mg/dl) 107 130 115 130 0,572

Kol.total 210 179 185 215 0,107

HDL 52,5 45 45,5 41 0,688

Tg (mg/dl) 152 145 170 152 0,895

Asam urat 6,0 6,2 6,15 6,5 0,895

Keterangan: IMT: indek masa tubuh, TDS: tekanan darah sistolik, TDD: tekanan darah diastolik, GDP: gula darah puasa, HDL: high density lipoprotein, TG: trigliserida, p: probability, PD: pembuluh darah.

Pada tabel 8, setelah dilakukan pengelompokan faktor risiko tradisional

kardiovaskuler dapat kita lihat perbedaan dari jumlah faktor risiko tradisional

PJK pada banyaknya arteri koroner yang mengalami stenosis, dimana

diperlihatkan hasil pada mereka dengan jumlah faktor risiko tradisional = 3

didapatkan sekitar 25% pada mereka dengan 3 stenosis PD

Page 48: TESIS - Unhas

35

koroner, 10 % pada mereka dengan 2 stenosis PD koroner dan 9 % pada 1

stenosis PD koroner.

Tabel-8. Sebaran perbedaan kelompok Jumlah faktor risiko tradisional pada banyaknya pembuluh darah koroner yang mengalami stenosis.

Faktor risiko

tradisional

PJK

(n)

Jumlah

stenosis PD

koroner

Normal

(%)

1 PD 2 PD

(%) (%)

3 PD

(%)

Jumlah

pasien

(%)

1FR (4)

0

3 0

7

10

2FR (19) 11 7 9 16 43

= 3FR (20) 3 9 10 25 47

Total (43) 14 19 19 48 100

Ket.: PJK: penyakit jantung koroner , PD: pembuluh darah, FR: faktor risiko, n: jumlah sampel

Pada gambar 4 dapat kita lihat perbedaan dari jumlah faktor risiko

tradisional PJK pada banyaknya arteri koroner yang mengalami stenosis,

dimana sekitar 25% (n=11) pada mereka dengan 3 stenosis PD koroner, 10

% pada mereka dengan 2 stenosis PD koroner dan 9 % pada 1 stenosis PD

koroner memiliki jumlah faktor risiko tradisional = 3.

Page 49: TESIS - Unhas

36

Gambar-4. Perbedaan jumlah faktor risiko tradisional PJK pada banyaknya arteri

koroner yang mengalami stenosis. Pada tabel 9 setelah dilakukan uji statistik antara faktor risiko

tradisional kardiovaskuler dengan stenosis arteri koroner didapatkan

kecenderungan semakin banyak jumlah faktor risiko tradisional

kardiovaskuler, semakin banyak arteri koroner yang mengalami stenosis

walaupun tidak bermakna secara statistik. (p= 0,558)

Page 50: TESIS - Unhas

37

Tabel-9. Analisis perbedaan kelompok faktor r isiko tradisional PJK dengan jumlah stenosis pembuluh darah koroner .

Variabel Jumlah stenosis PD koroner p

(n=43) Normal 1 PD 2 PD 3 PD

1FR

n

%

0 1 0 3

0 3 0 7

2FR

n

%

5 3 4 7

11 7 9 16

0,558

= 3FR

n

%

1 4 4 11

3 9 10 25

Total

43 n

100 %

6 8 8 21

14 19 19 48

Keterangan: P: probability, PD: pembuluh darah, FR: faktor risiko, n: jumlah sampel

D. ANALISIS PERBEDAAN KADAR ADIPONEKTIN DENGAN JUMLAH

FAKTOR RISIKO TRADISIONAL PJK

Tabel-10 memperlihatkan perbedaan kadar rerata adiponektin dengan

kelompok jumlah faktor risiko tradisional PJK, dimana kadar rerata

adiponektin pada kelompok 1 faktor risiko adalah 4,6 ± 1,3 ?g/dl, pada

kelompok 2 faktor risiko yaitu 4,9 ± 2,9 ?g/dl, dan pada kelompok 3 faktor

risiko yaitu 2,6 ± 1,4 ?g/dl. Kadar rerata adiponektin pada kelompok dengan 3

Page 51: TESIS - Unhas

38

faktor risiko tradisional PJK secara bermakna lebih rendah dibandingkan

dengan kadar adiponektin kelompok 1 faktor risiko tradisional. (p= 0,008)

Tabel-10. Analisis perbedaan kadar adiponektin dengan kelompok faktor risiko tradisional PJK

Paramater Kelompok FR tradisional PJK p

1 FR 2 FR = 3 FR

Jumlah (43)

Kadar adiponektin

4 19 20 0,008

4,6 ± 1,3 4,9 ± 2,9 2,6 ± 1,4

Keterangan: FR: faktor r isiko, p: probability, PJK: penyakit jantung koroner

Page 52: TESIS - Unhas

39

BAB VI

PEMBAHASAN

Pada akhir penelitian yang dilaksanakan sejak Februari 2008 sampai

Agustus 2008 telah diperiksa 43 subyek yang memenuhi kriteria penelitian,

terdiri dari 36 orang (83,7 %) pria dan 7 orang (16,3%) wanita dengan umur

rata-rata sampel adalah 56 tahun. Persentase pria lebih besar dari wanita

karena pria lebih banyak yang datang ke CVCU untuk melakukan

pemeriksaan angiografi koroner.

Dasar patogenesis penyakit kardiovaskuler adalah aterosklerosis yang

merupakan suatu proses yang multifaktorial. Studi epidemiologis telah

membuktikan bahwa keadaan inflamasi sistemik yang mengakibatkan

inflamasi kronik dapat memicu perkembangan aterosklerosis terlepas dari

faktor-faktor risiko tradisional PKV. Pada saat inflamasi terjadi peningkatan

ekspresi molekul-molekul adhesi seperti E- selektin, VCAM-1 dan ICAM-1

yang memicu adhesi monosit yang diinduksi oleh sitokin proinflamasi seperti

IL-1 dan TNF-?. Sekali monosit mengalami adhesi kemudian monosit akan

berpindah ke tunika intima. Migrasi monosit dalam tunika intima kemudian

akan berkembang menjadi makrofag dan dapat mengekspresi reseptor

scavenger seperti SR-A, CD-36 dan LOX-1, yang dapat menangkap dan

menginternalisasi lipoprotein termodifikasi. Proses ini merupakan awal

terbentuknya lesi aterosklerosis.34 Aterosklerosis telah dianggap sebagai

suatu penyakit inflamasi dengan disfungsi endotel sebagai pemicunya.

Adiponektin adalah golongan adipokin baru yang mempunyai peranan penting

dalam berbagai efek biologis endotel pembuluh darah dan jaringan adiposa.

Page 53: TESIS - Unhas

40

Adiponektin dapat menghambat ekspresi VCAM-1, ICAM-1, dan E-selectin

yang diinduksi oleh TNF-a, baik pada manusia maupun binatang. Berbagai

penelitian melaporkan bahwa kadar adiponektin rendah dikaitkan dengan

kejadian aterosklerosis.

VI. A. ANALISIS PERBEDAAN KADAR AD IPONEKTIN PADA KELOMPOK

STENOSIS PEMBULUH DARAH KORONER: NORMAL PD, 1 PD,

2 PD DAN 3 PD

.

Pada penelitian kami dapat dilihat perbedaan kadar adiponektin pada

masing-masing jumlah arteri koroner yang mengalami stenosis, yaitu pada

tanpa stenosis didapatkan kadar rerata adiponektin 4,9 ± 3,5, pada 1 stenosis

arteri didapatkan kadar adiponektin 4,12 ± 3,14, pada 2 stenosis arteri

didapatkan kadar adiponektin 3,60 ± 2,55 dan pada 3 stenosis arteri

didapatkan kadar adiponektin 3,5 ± 1,85. Kadar rerata adiponektin lebih tinggi

pada arteri tanpa stenosis dibanding stenosis 1 arteri (4,9 ± 3,5 vs 4,1 ± 3,1)

dan juga lebih tinggi dari stenosis 2 arteri (4,9 ± 3,5 vs 3,6 ± 2,5) serta kadar

rerata adiponektin normal arteri lebih tinggi dari stenosis 3 arteri (4,9 ± 3,5 vs

3,5 ± 1,8). Kadar rerata adiponektin pada stenosis 1 arteri lebih tinggi

dibandingkan dengan kadar rerata adiponektin pada stenosis 2 dan 3 arteri

koroner yaitu: 4,1 ± 3,1 vs 3,6 ± 2,5 dan 4,1 ± 3,1 vs 3,5 ± 1,8 . Kadar rerata

adiponektin pada stenosis 2 arteri koroner lebih tinggi dibandingkan dengan

kadar rerata adiponektin pada stenosis 3 arteri yaitu: 3,6 ± 2,5 vs 3,5 ± 1,8 .

Pada penelitian ini terdapat kecenderungan semakin banyak jumlah arteri

koroner yang mengalami stenosis, semakin rendah kadar adiponektin.

Penelitian yang melaporkan hubungan antara kadar adiponektin dengan PJK

Page 54: TESIS - Unhas

41

seperti dilaporkan oleh Kumada dkk,7 bahwa kadar adiponektin plasma pada

pasien laki-laki dengan penyakit arteri koroner secara bermakna lebih rendah

dari subyek kontrol. Penelitian lain yang serupa seperti yang dilaporkan oleh

Funahashi dkk,6 yang mendapatkan kadar adiponektin pada pasien DM

dengan CAD, secara bermakna lebih rendah dibanding pasien dengan DM

tanpa CAD. Penelitian Pischon dkk,3 yang melibatkan hampir 20.000

partisipan laki -laki mendapatkan bahwa kadar adiponektin plasma yang tinggi

dapat menurunkan resiko kejadian infark miokard baik fatal maupun non fatal.

Adiponektin dikatakan mempunyai efek anti-atherogenik dan anti

inflamasi, karena kemampuan adiponektin dalam menghambat produks i

molekul adhesi oleh sel endotel, menghambat perlekatan dari monosit ke

endotel, menurunkan pertumbuhan myelomonocytic progenitor cell dan

menurunkan produksi TNF-? di makrofag. Beberapa bukti klinis telah

membuktikan bahwa hipoadiponektin dihubungkan dengan obesitas, diabetes

militus dan penyakit arteri koroner. Banyak penelitian telah membuktikan

pada pasien-pasien dengan penyakit arteri koroner didapatkan kadar

adiponektin plasma yang rendah, tetapi mekanisme pasti dari

hipoadiponektinemia pada penyakit arteri koroner masih belum jelas.7

Pada penelitian kami setelah dilanjutkan dengan uji korelasi didapatkan

tidak ada perbedaan bermakna antara kadar adiponektin dengan jumlah

stenosis arteri koroner yaitu: tanpa stenosis arteri koroner dengan 1 stenosis

arteri koroner (p=0,551), dengan 2 stenosis (p=0,335) dan 3 stenosis

(p=0,227), begitu juga tidak berbeda bermakna kadar adiponektin antara 1

stenosis arteri koroner dengan 2 stenosis arteri koroner (p=0,687) dan 3

Page 55: TESIS - Unhas

42

stenosis (p=0,560), serta tidak berbeda bermakna dari kadar adiponektin

antara 2 stenosis arteri koroner dengan 3 stenosis arteri koroner (p=0,921).

Penelitian sebelumnya oleh Iglseder dkk,35 yang melibatkan ± 1500

partisipan yang mengukur kadar adiponektin dihubungkan dengan ketebalan

tunika intima dan media dari arteri karotis dengan pemeriksaan intravenous

ultrasonografi, dimana memperlihatkan tidak ada hubungan secara bermakna

antara kadar adiponektin yang rendah dengan progresi plak aterosklerosis

tunika intima dan media pada arteri karotis. Penelitian lain: Strong Heart

Study (SHS) merupakan penelitian case-control yang berskala lebih besar

dan melibatkan hampir 5000 partisipan yang mencakup hampir 3 negara

bagian Amerika ( Arizona, Dakota dan Oklahoma) mendapatkan bahwa kadar

adiponektin tidak berhubungan secara bermakna dengan kejadian penyakit

jantung koroner dan dikatakan adiponektin tidak dapat dipakai sebagai

prediktor untuk mengevaluasi kejadian restenos is arteri koroner pasca

dilakukan stenting. Pada penelitian ini juga meyakini bahwa adiponektin tidak

konsisten sebagai petanda atau marker untuk kejadian penyakit jantung

koroner, dikatakan adiponektin lebih memegang peranan penting terhadap

kejadian resistensi insulin dan diabetes melitus.36 Penelitian oleh Lindsay

dkk37, merupakan studi case-control yang melibatkan sekitar 372 subyek

Amerika-Indian, tidak mendapatkan adanya hubungan antara kadar

adiponektin dengan penyakit jantung koroner terlepas dari faktor risiko

kardiovaskuler yang lain . Penelitian ini berbeda dengan penelitian

sebelumnya dari Kumada dan Pischon, dan mekanismenya masih belum

jelas.

Page 56: TESIS - Unhas

43

Hasil-hasil penelitian yang bervariasi tersebut mungkin dapat

dijelaskan dari beberapa faktor yang mempengaruhi kadar adiponektin,

seperti faktor genetik, perbedaan struktur adiponektin, perbedaan metode

pemeriksaan kadar adiponektin, faktor hormonal, serta obat-obatan.

Faktor genetik dapat mempengaruhi kadar adiponektin , dimana

hipoadiponektinemia didapatkan pada mereka yang mengalami mutasi

genetik pada I164T. Pada mereka dengan mutasi genetik pada I164T secara

bermakna memiliki kadar adiponektin yang lebih rendah dibanding dengan

subyek yang tanpa mutasi gen tersebut, dan dikatakan adanya mutasi gen ini

akan meningkatkan resiko terjadinya resistensi insulin, hiperlipidemia dan

penyakit aterosklerosis dikemudian hari.12

Perbedaan struktur adiponektin juga mempengaruhi kadar adiponektin

plasma. Struktur dari adiponektin dalam plasma terdiri dari dua bentuk yaitu

low moleculer weight (LMW) dalam bentuk trimer dan hexamer dan bentuk

high moleculer weight (HMW) dalam bentuk multimer. Pada wanita secara

bermakna lebih tinggi dalam bentuk komplek HMW dibanding pada laki-laki,

dan komplek HMW dikatakan lebih meningkatkan sensisitivitas insulin

dibanding bentuk yang LMW. Metode pemeriksaan adiponektin yang berbeda

juga mempengaruhi interprestasi dari kadar adiponektin. Terdapat dua

metode yang dapat mendeteksi bentuk adiponektin, yaitu metode yang dapat

mendeteksi bentuk adiponektin multimer (HMW) adalah metode

radioimmunoassay (Linco, St Charles MO) sedangkan metode enzyme-linked

immunosorbent assay (ß-bridge international, San Jose, CA) dapat

mendeteksi adiponektin bentuk monomer11.

Page 57: TESIS - Unhas

44

Faktor hormonal mempengaruhi kadar adiponektin, hormon testosteron

dapat menurunkan kadar adiponektin dengan cara menghambat sekresi

adiponektin oleh sel adiposit, sehingga kadar adiponektin pada laki-laki

berbeda dengan wanita , dimana kadar adiponektin pada laki-laki secara

bermakna lebih rendah dibandingkan pada wanita.15 Obat-obatan, berbeda

dengan hormon testosteron yang dapat menurunkan kadar adiponektin

plasma, obat-obatan justru dapat meningkatkan kadar adiponektin. Obat-

obatan tersebut seperti golongan thiazolidinediones (TZD), statin dan ACE-

inhibitor.38

Hasil pada penelitian kami berbeda dari penelitian-penelitian

sebelumnya. Hal ini mungkin dapat dijelaskan dari beberapa faktor diatas,

misalnya metode yang dipakai untuk mengukur kadar adiponektin pada

penelitian kami adalah metode enzyme-linked immunosorbent assay

(ß-bridge international, San Jose, CA) yang dapat mendeteksi adiponektin

bentuk monomer, berbeda dengan metode radioimmuno assay (Linco, St

Charles MO) yang dapat mendeteksi bentuk adiponektin yang multimer.

Sampel pada penelitian kami kebanyakan laki-laki dibanding wanita, pada

penelitian kami juga tidak memeriksakan faktor genetik pada masing-masing

subyek penelitian serta tidak mengekslusi pemakaian obat-obatan yang dapat

mempengaruhi kadar adiponektin.

Page 58: TESIS - Unhas

45

VI.B. ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH FAKTOR RISIKO TRADISIONAL

PJK DENGAN JUMLAH STENOSIS PEMBULUH DARAH KORONER

Telah kita ketahui bersama bahwa pada proses aterosklerosis selain faktor

risiko baru (Novel risk factor) seperti telah dijelaskan diatas, faktor risiko

kardiovaskuler yang dikenal lebih dahulu adalah faktor risiko utama atau

tradisional seperti hipertensi, diabetes militus, dislipidemia, obesitas,

merokok, dan lain -lain2. The American Heart Association memasukan faktor

risiko tradisional seperti obesitas, hipertensi, dislipidemia dan resistensi

insulin sebagai komponen sindrom metabolik (SM), dimana pada mereka

dengan sindrom metabolik ini memiliki risiko penyakit kardiovasukler jauh

lebih tinggi dibanding pada mereka yang bukan SM.39 Hal tersebut juga

sesuai dengan National Cholesterol Education Program (NCEP) Adult

Treatment Panel III (ATP III) pada tahun 2001 secara resmi menetapkan

sindrom metabolik sebagai salah satu faktor r Isiko penyakit jantung koroner.

Pada penelitian kami didapatkan bahwa setelah dilakukan pengelompokan

faktor risiko tradisional kardiovaskuler dapat kita lihat perbedaan dari jumlah

faktor risiko tradisional kardiovaskuler pada banyaknya arteri koroner yang

mengalami stenosis, dimana diperlihatkan hasil pada mereka dengan jumlah

faktor risiko tradisional = 3 didapatkan sekitar 25% pada mereka dengan 3

stenosis arteri koroner, 10 % pada mereka dengan 2 stenosis arteri koroner

dan 9 % pada 1 stenosis arteri koroner. Terdapat kecenderungan semakin

banyak jumlah faktor risiko tradisional kard iovaskuler, semakin banyak arteri

koroner yang mengalami stenosis walaupun tidak bermakna secara statistik,

baik pada stenosis 1 arteri (p=0,414), 2 arteri (p=0,292) dan 3 arteri koroner

(p=0,582).

Page 59: TESIS - Unhas

46

Pada penelitian kami faktor-faktor risiko tradisional kardiovaskuler

merupakan sebagian dari komponen SM. Dasar dari SM meningkatkan

kejadian penyakit kardiovaskuler adalah adanya resistensi insulin dan

inflamasi. Beberapa penelitian sebelumnya telah membuktikan bahwa SM

dihubungkan dengan peningkatan risiko kard iovaskuler, seperti penelitian di

Finlandia membuktikan bahwa pada mereka dengan SM (kriteria WHO)

memiliki risiko kardiovaskuler tiga kali lebih besar dibandingkan pada mereka

tanpa SM.40 Hal yang sama dilaporkan oleh Ridker41 dan Sattar42 melaporkan

bahwa penderita SM lebih sering mengalami komplikasi kardiovaskuler.

Page 60: TESIS - Unhas

47

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Terdapat perbedaan kadar rerata adiponektin pada pembuluh darah

koroner tanpa stenosis, dengan satu stenosis, dua stenosis, dan tiga

stenosis.

2. Terdapat kecenderungan penurunan kadar adiponektin berturut-turut

dari pembuluh darah koroner tanpa stenosis , dengan satu stenosis,

dua stenosis, dan tiga stenosis.

B. SARAN

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan memperhatikan semua

faktor-faktor yang mempengaruhi kadar adiponektin.

2. Perlu dilibatkan jumlah sampel yang lebih banyak.

Page 61: TESIS - Unhas

48

DAFTAR PUSTAKA

1. Trisnohadi HB. Perkembangan terbaru penat alaksanaan sindrom koroner akut. Dalam: Setiati S, Alwi I, Kasjmir YI, et al., eds. Current diagnosis and treatment In Intenal medicine. 1 ed: Pusat informasi dan penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2002:205-208.

2. Suryadipraja M. Upaya mengendalikan faktor-faktor resiko tradisional dan yang baru pada penyakit jantung koroner. Dalam: Setiati S, Alwi I, Kasjmir YI, et al., eds. Current diagnosis and treatment In Intenal medicine. 1 ed: Pusat informasi dan penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2002:233 -237.

3. Pischon T, Girman C, Hotamisligil GS. Plasma Adiponectin Levels and Risk of Myocardial Infarction in Men. JAMA. 2004;291:1731-1737.

4. Ross R. Atherosclerosis: an inflammatory disease. N Engl J Med. 1999;340:115-126.

5. Lawrence G. sindrom metabolik merupakan manifestasi dari keadaan inflamasi. J Med Nus. 2005;26:48 -57.

6. Funahashi T, Hotta K, Arita Y, et al. Plasma concentrations of a novel, adipose -specific protein, adiponectine, in type 2 diabetic patiens. Arterioscler Thromb Vasc Biol. 2000;20:1595-1599.

7. Kumada M, Kihara S, Sumitsuji S. Association of Hypoadiponectinemia with Coronary Artery Disease in Men. Arterioscler Thromb Vasc Biol 2003;23:85-89.

8. Chadran M, Susan P, Chiaraldhi T, et al. Adiponectin: More than just another fat cell hormone. Diab care. 2003;26:2442 -2449.

9. Bukhari M. Diabetes militus tipe 2 sebagai penyakit inflamasi. J Med Nus. 2007;28:42-50.

10. Bloomgarden T. Definition of the in suline resistance syndrome. Diab care. 2004;27:824 -830.

11. Kadowaki T, Yamauchi T. Adiponectin and adiponectin receptor. Endocr Rev. 2005;26:439 -451.

12. Shimomura I, Matsuzawa Y. Hypoadiponectinemia associates with insulin resistant syndrome. In: Medeiros-Naio G, Halpern A, Bouchard C, eds. Progress in obesity research. Vol 40; 2003:193 -196.

13. Ogawa Y, Kikuchi T, Nagasaki K. Usefullnes of serum adiponectin level as diagnostic marker of metabolic syndrome in obese Japanese children. Hypertens Res. 2005;28:51-57.

14. Maytin M, Leopold J, Loscalzo J. Oxidant stress in the vasculature. Curr Atheroscler Rep. 1999;1:156-164.

15. Fasshauer M, Paschke R, Stumvoll M. Adiponectin, Obesity, and cardiovascular disease. Bhiochimie. 2004;86:779-784.

16. Adam J. Obesitas, pengertian dan kriteria diagnosis. In: Adam J, ed. Obesitas dan sindrom metabolik . Bandung; 2006.

17. Popma J, Bittl J. Anatomy and variation of the coronary arteries. In: Giziano J., Coronary angiography and intravascular ultrasonography. Heart Disease. Vol 12; 2001:387-419.

18. Fruebis J, Tsao T, Javorschi S, et al. Proteolytic cleavage product of 30-kDa adipocyte complement-related protein increase fatty acid oxidation

Page 62: TESIS - Unhas

49

in muscle and causes weight loss in mice. Proc. Natl. Acad. Sci USA. 2001;98:2005-2010.

19. Adi S. Sel lemak dan fungsi endokrin. In: Adam J, ed. Obesitas dan Metabolik sindrome. Bandung; 2006:43-59.

20. Matsuzawa Y, Funahashi T, Kihara S, et al. Adiponectin and Metabolic Syndrome. Arteroscler Thromb Vasc Biol. 2004:29 -33.

21. J. Fan, T. Watanabe. Inflammatory reactions in the pathogenesis of atherosclerosis. J Atheroscler Thromd. 2003;10:63 -71.

22. Goldstein B, Scalia R. Adiponectin: A Novel adipokine linking adipocytes and vascular function. J Clin Endocrinol Met. 2004;89:2563 -2568.

23. Krakoff J , Funahashi T, Stehouwer D. Inflamatory Marker, adiponectin, and risk of type 2 diabetes in Pima Indian. Diab care. 2003;26:1745-1751.

24. Reider R. The metabolic syndrome. More than the sum of its parts? Circulation. 2003;108:1546 -1551.

25. Kim C, Lee WJ. Serum adiponectin concentrations predict the developments of type 2 diabetes and the metabolic syndrome in eldery Koreans. J Clin Endocrinol Met. 2004;24:75-80.

26. Yoo T, Sung S. Relationships between serum uric acid concentration and insulin resistance and metabolic syndrome. Circulation. 2005;69:928-933.

27. Skorecki K, Green J, Brenner BM. Chronic renal failure. In: Kasper DL, Fauci AS, Braunwald E, et al., eds. Harrison's Principles of internal medicine. Vol 261. 16 ed. Mc Graw Hill New York; 2005:1653 -1663.

28. Baim DS. Percutaneous Coronary Revascularization. In: Kasper DL, Fauci AS, Braunwald E, et al., eds. Harrison's Principles of internal medicine. Vol 229. 16 ed. Mc Graw Hill New York; 2005:1459 -1462.

29. Franch RH, Spencer S, smith J. Technique of cardiac catheterization including coronary arteriography. In: Giziano J., eds . Diagnostic technique of cardiac catheterization and vascular angiography. The Heart. Vol 21. 3 ed. New York; 2004:2381-2418.

30. World Health Organization. Definition, diagnosis and classification of diabetes mellitus and its complication. In: consultation RoW, ed. Genewa: World Health Organization; 1999.

31. JNC 7. Seventh Report of the joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and treatment of high blood pressure. The JNC 7 Report. JAMA. 2003;289:2560-2572.

32. Gaziano T. Screening for Coronary heart Disease and ats risk factor. In: Saunders P, ed. Braunwald's Primary Cardiology 2nd. USA; 2003:261-276.

33. Inoue K, Zimmet P. The Asia Pasific Perspective: Redefining Obesity and its Treatment. Health communications australia . Australia; 2000:235 -239.

34. Szmitko P, Wang C, Weisel R, et al. New markers of inflammation and endothelial cell activation. Circulation. 2003;108:1917-1923.

35. Iglseder B , Vitolds M, Stadlmayer A, et al. Plasma adiponectin levels and sonographic phenotypes of subclinical carotid artery atherosclerosis. Am Heart Assoc. 2005;36:2577 -2582.

36. Lindsay RS, Resnick HE, Zhu J, et al. Adiponectin and coronary heart disease: The Strong Heart Study. Arterioscler Thromb Vasc Biol. 2005;25:15-16.

37. Lindsay R, Resnick H, Ruotolo G. Adiponectine, relationship to proteinuria but not coronary heart diasease: the Strong Heart Study. Diabetes. 2003;52:161A.

Page 63: TESIS - Unhas

50

38. Combs JA, Wagner J, Berger T, et al. Induction of adipocyte complement-related protein of 30 KDa by PPARgamma agonists: a potential mechanism of insulin sensitization. Endocrinology. 2002;143:998-1007.

39. Berg AH, Scherer PE. Adipose tissue, inflamation, and cardiovascular disease. Circ. Res. 2005;96:939-949.

40. Ismaa B, Almgren P, Tuomi T, et al. Cardiovascular morbidity and mortality associated with the metabolic syndrome. Diabetes Care. 2001;24:683 -689.

41. Ridker P, Buring J, Cook N, et al. C-Reactive Protein, the metabolic syndrome and risk incident cardiovascular events. Circulation. 2003;107:391-397.

42. Sattar N, Gaw A, Schebakova O, et al. Metabolic syndrome with and without C-reactive Protein as a predictor of coronary heart disease and diabetes in the West of Scotlands Coronary Prevention Study. Circulation. 2003;108:414-419.

Page 64: TESIS - Unhas

51

LAMPIRAN I

FORMULIR PENELITIAN

HUBUNGAN KADAR ADIPONEKTIN DENGAN JUMLAH ARTERI KORONER YANG MENGALAMI PENYEMPITAN PADA PENDERITA PJK

Nama : (L/P) Umur : Tahun Agama: Suku : Pekerjaan : Alamat/No. Telpon : Tanggal angiografi : Angiografi sebelumnya:........

I. Anamnesis

a. Riwayat penyakit yang pernah diderita: Diabetes mellitus (tidak / ya) Tekanan darah tinggi (tidak / ya) Penyakit jantung (tidak / ya) Dislipidemia (tidak / ya)

. Riwayat penyakit dalam keluarga : Kegemukan Tidak / Ya, siapa ................ Diabetes mellitus Tidak / Ya, siapa ................ Penyakit jantung Tidak / Ya, siapa ................ Infark miokard sebelumnya Tidak / ya .......................... Tekanan darah tinggi Tidak / Ya, siapa ................ Dislipidemia Tidak / Ya, siapa ................ Rokok Tidak/ya, jumlah....btg/hr.

b. Pengobatan/diet yang sedang dijalani: Tidak Ada/ya............... c. Olahraga/aktivitas fisik: …………

Frekuensi ………… kali/minggu, lamanya …………jam

II. Pemeriksaan Fisik Tinggi badan :………….. cm Berat badan :......... kg IMT :..................kg/m2 Tekanan darah:...................mmHg Denyut jantung :........ /menit

III. Hasil Laboratorium

GDP :............... Kolesterol total:.......... Kol-HDL :............... Kolesterol LDL:.......... Trigliserida :.............. Asam urat :.......... Hemoglobin :.............. Kreatinin ;........... Hematokrit :.............. Adiponektin :..............

IV. EKG :.............. Foto Thorak :............... Echocardiografi :............... Kateterisasi jantung :...........

Page 65: TESIS - Unhas

52

LAMPIRAN II

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : ………………………………

Alamat : ………………………………

Menyatakan bersedia untuk berpartisipasi pada penelitian ini, yaitu

” HUBUNGAN KADAR ADIPONEKTIN DENGAN BANYAKNYA ARTERI

KORONER YANG MENGALAMI STENOSIS PADA PENDERITA PENYAKIT

JANTUNG KORONER” setelah mendapatkan penjelasan dan manfaatnya bagi

ilmu kedokteran.

Makassar, …………………

Peneliti, Yang membuat persetujuan,

Dr. I Made Duwi Sumohadi ……………………………