KARAKTERISTIK FERMENTASI DAN PRODUKSI GAS TOTAL … · pengelompokan menggunakan waktu pengambilan...
Transcript of KARAKTERISTIK FERMENTASI DAN PRODUKSI GAS TOTAL … · pengelompokan menggunakan waktu pengambilan...
KARAKTERISTIK FERMENTASI DAN PRODUKSI GAS
TOTAL IN VITRO DENGAN PENGGUNAAN KOMBINASI
MINYAK CENGKEH, AMPAS TEH DAN
DAUN KEMBANG SEPATU
SKRIPSI
WIDY ARTATI
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
RINGKASAN
WIDY ARTATI. D24070009. 2012. Karakteristik Fermentasi dan Produksi Gas
Total in vitro dengan Penggunaan Kombinasi Minyak Cengkeh, Ampas Teh dan
Daun Kembang Sepatu. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Sri Suharti, S.Pt., M.Si.
Pembimbing Anggota : Dr. Ir.Heri Ahmad Sukria, MSc.Agr.
Penggunaan senyawa aktif alami asal tanaman untuk memodifikasi
fermentasi dalam rumen telah banyak dilakukan. Beberapa tanaman tropis yang
mengandung senyawa sekunder antara lain ampas teh (tanin), daun kembang sepatu
(saponin) dan cengkeh (eugenol). Ampas teh (AT) merupakan limbah pengolahan
daun teh yang mengandung protein (kandungan protein kasar 22,8% BK) sehingga
dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Selain itu, ampas teh juga mengandung
tanin sekitar 0,27% yang merupakan senyawa poliphenol dan dapat berfungsi sebagai
by pass protein dan juga mencegah bloat. Tanin dalam jumlah kecil menguntungkan
ruminansia karena dapat mencegah degradasi protein berlebih oleh mikroorganisme
rumen sehingga protein asal rumen lebih banyak tersedia untuk proses pencernaan
enzimatik pasca rumen. Tepung daun kembang sepatu (DKS) mengandung senyawa
aktif saponin sebesar 8,5% yang dapat berfungsi sebagai agen defaunasi sehingga
menurunkan populasi protozoa serta diharapkan dapat menstimulasi pertumbuhan
populasi bakteri dalam rumen. Minyak daun cengkeh mengandung eugenol sekitar
55,14% yang dapat bermanfaat sebagai rumen modifier dan methane inhibitor.
Penelitian sebelumnya telah menghasilkan kombinasi terbaik antara ampas teh dan
daun kembang sepatu dalam meningkatkan fermentasi rumen yaitu 1 mg/ml ampas
teh dan 0,3 mg/ml daun kembang sepatu. Penelitian ini merupakan penelitian
lanjutan dengan menambahkan minyak cengkeh pada kombinasi ampas teh dan daun
kembang sepatu tersebut untuk meningkatkan aktivitas fermentasi.
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan
pengelompokan menggunakan waktu pengambilan cairan rumen terdiri dari 4
perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan yang digunakan adalah A1 = Rumput gajah :
Konsentrat dengan rasio 60:40 (BK) (Kontrol), A2 = Kontrol + Suplemen 1 (2 mg/ml
Ampas Teh + 0,3 mg/ml Tepung Daun Kembang Sepatu), A3 = Kontrol + Suplemen
1 + 0,02 mg/ml Minyak Cengkeh, A4 = Kontrol + Suplemen 1 + 0,04 mg/ml Minyak
Cengkeh. Peubah yang diamati adalah kecernaan bahan kering (KCBK), Kecernaan
bahan organik (KCBO), volatile fatty acid (VFA) total dan parsial (asetat, propionat,
butirat, valerat), produksi gas total serta konsentrasi aminia (NH3)).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan minyak cengkeh 0,04
mg/ml menurunkan (P<0,01) kecernaan bahan kering (KCBK) sebesar 7,87%,
kecernaan bahan organik (KCBO) sebesar 11,71%, dan produksi gas total (P<0,1)
pada jam ke-48 inkubasi dibandingkan dengan kontrol. Konsentrasi NH3 dan nilai
pH tidak menunjukkan pengaruh yang nyata (P<0,05) dengan penambahan minyak
cengkeh 0,04 mg/ml. Namun demikian, penambahan minyak cengkeh 0,04 mg/ml
sangat nyata meningkatkan (P<0,01) produksi VFA total, dan proporsi asetat
(P<0,1). Sebaliknya, proporsi propionat cenderung menurun (P<0,1) dengan
penambahan minyak cengkeh 0,04 mg/ml. Berdasarkan data penelitian ini dapat
ii
disimpulkan bahwa penambahan minyak cengkeh 0,04 mg/ml dapat menstimulasi
fermentasi rumen yang ditunjukkan dengan peningkatan produksi VFA total.
Kata Kunci : ampas teh, daun kembang sepatu, minyak daun cengkeh, eugenol,
fermentasi rumen
iii
ABSTRACT
Characteristic Fermentation and Total Gas Production In Vitro with the Use of
Combined Clove Oil, Tea by Product, and Hibiscus Leaves
W. Artati., S. Suharti and H. A. Sukria
Feed supplement from plant secondary compound could improve fermentation
process in ruminant. Previous study resulted the best combination of tea by product 2
mg/ml + hibiscus leaf 0.3 mg/ml (Supplement 1) that could improve VFA
production. The addition of leaf clove oil to the Supplement 1 be expected could
enhance fermentation process and increase VFA production. The experiment design
used was improve block randomized design with 4 treatments and 5 replications. The
substrates for in vitro fermentation were forage and concentrate with a ratio 60:40
(% DM), with the treatments were A1: forage : concentrate (60:40) as control, A2:
control + Supplement 1, A3: control + Supplement 1 + 0.02 mg/ml clove oil, A4:
control + Supplement 1 + 0.04 mg/ml clove oil. Variables observed were dry matter
digestibility (DMD) organic matter digestibility (OMD), total volatile fatty acid
(VFA) production and proportional VFA, ammonia (NH3) concentration, and total
gas production. The result showed that the addition of clove oil 0.04 mg/ml
decreased dry matter digestibility (DMD) up to 7.87%, organic matter digestibility
up to 11.71%. NH3 concentrations and pH values showed no significant effect (P
<0.05) with the addition of clove oil 0.04 mg/ml. The addition of clove oil 0.04
mg/ml increased total VFA (p<0.01) and tend to increase acetate (p<0.1) proportion,
but tend to decrease propionate proportion (p<0.1). In conclusion, the addition of
clove oil up to 0.04 mg/ml could stimulate rumen fermentation characteristic.
Keywords: tea by product, Hibiscus rosasinensis, clove oil, eugenol, and rumen
fermentation
iv
KARAKTERISTIK FERMENTASI DAN PRODUKSI GAS
TOTAL IN VITRO DENGAN PENGGUNAAN KOMBINASI
MINYAK CENGKEH, AMPAS TEH DAN
DAUN KEMBANG SEPATU
WIDY ARTATI
D24070009
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
v
Judul : Karakteristik Fermentasi dan Produksi Gas Total in vitro dengan
Penggunaan Kombinasi Minyak Cengkeh, Ampas Teh dan Daun
Kembang Sepatu
Nama : Widy Artati
NIM : D24070009
Menyetujui,
Pembimbing Utama
Dr. Sri Suharti, S.Pt., M.Si
NIP. 19741012 200501 2 002
Pembimbing Anggota
Dr. Ir.Heri Ahmad Sukria, MSc.Agr
NIP. 19660705 199103 1 003
Mengetahui:
Ketua Departemen
Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
Dr. Ir. Idat Galih Permana, MSc.Agr.
NIP. 19670506 199103 1 001
Tanggal Ujian : 29 November 2011 Tanggal Lulus :
vi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Persiluangan I, Gunung Selamat, Kecamatan Bilah
Hulu, Kabupaten Labuhan Batu, Aek Nabara, Sumatera Utara pada tanggal 9
Agustus 1989. Penulis merupakan anak kelima dari 5 bersaudara dari pasangan
Bapak Suparjo dan Ibu Daniyem.
Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis hingga saat ini adalah pada
tahun 1995 masuk Sekolah Dasar (SD) Negeri 112185 Persiluangan I, Kec. Bilah
Hulu, Kab. Labuhan Batu, Sumatera Utara dan lulus tahun 2001. Tahun 2001 masuk
Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri Aek Nabara, Kec. Bilah Hulu, Kab.
Labuhan Batu, Sumatera Utara dan lulus tahun 2004. Tahun 2004 masuk Sekolah
Menengah Atas (SMA) Negeri 3 Rantau Utara, Kec. Rantau Utara, Kab. Labuhan
Batu, Sumatera Utara dan lulus tahun 2007. Tahun 2007 melalui Undangan Seleksi
Masuk IPB (USMI) penulis diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi
Pakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Jawa Barat.
Kegiatan yang pernah diikuti penulis di luar pendidikan formal adalah
sebagai wakil bendahara Himpunan Mahasiswa Nutrisi Ternak periode 2008-2009.
Pada tahun 2008 penulis menjabat sebagai bendahara Unit Kegiatan Mahasiswa KSR
PMI Unit I IPB, pada tahun yang sama penulis berkesempatan melakukan kegiatan
Program Kreativitas Mahasiswa bidang Kewirausahaan “Kerajinan Balur”.
Organisasi Mahasiswa Daerah HIMLAB periode 2009-2010. Penulis pernah
mengikuti kegiatan magang di Laboratorium Terpadu Ilmu Nutrisi dan Teknologi
Pakan pada tahun 2010. Penulis juga berkesempatan menjadi penerima beasiswa
SUPERSEMAR pada tahun 2008-2010.
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan atas rahmat serta hidayah –Nya
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Karakteristik Fermentasi dan
Produksi Gas Total In Vitro dengan Penggunaan Kombinasi Minyak Cengkeh,
Ampas Teh dan Daun Kembang Sepatu”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
pengaruh penambahan minyak cengkeh pada kombinasi ampas teh dan tepung daun
kembang sepatu (feed additif) terhadap fermentasi rumen (KCBK, KCBO, VFA total
dan proporsi VFA parsial, produksi gas serta NH3). Skripsi ini disusun sebagai syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor.
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penyusunan skripsi ini.
Oleh karena itu, kritik dan saran membangun sangat penullis harapkan. Proses
pembelajaran bukanlah bagaimana menjadi sempurna, akan tetapi bagaimana
memperbaiki suatu kekurangan. Semoga skripsi ini dapat memberikan informasi
yang bermanfaat bagi penulis khususnya serta pada pembaca dan dunia peternakan
pada umumnya.
Bogor, Januari 2012
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN…………………………………………………………........ ii
ABSTRACT………………………………………………………………… iii
LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………… iv
LEMBAR PERNYATAAN………………………………………………… v
RIWAYAT HIDUP………………………………………………………… vi
KATA PENGANTAR………………………………………….................. vii
DAFTAR ISI……………………………………………………………….. viii
DAFTAR TABEL………………………………………………………….. viii
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………….. x
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………….. xi
PENDAHULUAN
Latar Belakang……………………………………………………… 1
Tujuan ……………………………………………………………… 3
TINJAUAN PUSTAKA
Cengkeh…………………………………………………………….. 4
Ampas Teh dan Tepung Daun Kembang Sepatu……………........... 7
Volatile Fatty Acid (VFA)…………………………………............. 10
Konsentrasi Amonia (NH3)…………………………………………. 13
Kecernaan Bahan Kering (KCBK) dan Bahan Organik (KCBO)….. 14
Produksi Gas Total…………………………………………………. 16
MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu………………………………………………....... 17
Materi…………..………………………………………………….... 18
Prosedur…………………………………………………………….. 18
Preparasi Bahan Penelitian……………………………… 18
Prosedur Pengujian Fermentasi in vitro………………… 18
Prosedur Pengukuran Gas Test (Close & Menke, 1986).. 21
Rancangan Percobaan dan Analisis data……………………………. 22
Perlakuan……………………………………………….. 23
Peubah yang Diamati…………………………………... 23
Analisa Data……………………………………………. 23
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kandungan Nutrien Pakan …………………………………………. 24
Senyawa Aktif Ampas Teh, Daun Kembang Sepatu dan Minyak
Cengkeh……………………………………………………………... 25
Konsentrasi Amonia (NH3)…………………………………………... 28
Konsentrasi VFA Total dan Parsial………………………………….. 30
ix
Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik……………………….. 31
Produksi Gas Total…………………………………………………… 33
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan…………………………………………………………… 36
Saran………………………………………………………………….. 36
UCAPAN TERIMA KASIH………………………………………………. 37
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………… 39
LAMPIRAN………………………………………………………………….. 45
x
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Kandungan Nutrien Ampas Teh……………………................ 8
2. Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan 100% Bahan Kering 24
3. Kandungan Senyawa Aktif Tanin, Saponin, dan Eugenol
yang Terdapat pada Ampas Teh, Daun Kembang Sepatu
dan Minyak Daun Cengkeh…………..………………………. 26
4. Pengaruh Perlakuan Terhadap NH3 (mM) dan pH…...………. 30
5. Pengaruh Perlakuan Terhadap profil VFA total (mM) dan
VFA parsial (mol/ 100 mol)………………………………….. 31
6. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Bahan Kering
dan Kecernaan Bahan Organik….…..……….………….……. 32
7. Pengaruh Perlakuan Terhadap Gas Total…………………….. 34
xi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Daun Cengkeh dan Minyak Daun Cengkeh .…………….... 4
2. Skema Penyulingan Minyak Daun Cengkeh……..…………. 5
3. Struktur Kimia dari Eugenol…………………………..……. 6
4. Struktur Kimia Tanin…………………………….………….. 8
5. Struktur Umum Sapogenin Bagian Aglikon Saponin…........ 9
6. Tepung Ampas Teh dan Tepung Daun Kembang Sepatu…… 10
7. Proses Metabolisme Karbohidrat di dalam Rumen
Ternak Ruminansia………………………………………….. 12
8. Pencernaan dan Metabolisme Komponen
Nitrogen dalam Rumen………………………………………. 15
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Hasil Analisis Pengaruh Perlakuan terhadap VFA Total….. 46
2. Hasil Analisis Pengaruh Perlakuan terhadap
Kecernaan Bahan Kering (KCBK)………………………….. 46
3. Hasil Analisis Pengaruh Perlakuan terhadap
Kecernaan Bahan Organik (KCBO)………………………… 46
4. Hasil Analisi Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi NH3... 48
5. Hasil Analisi Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi pH…. 48
6. Hasil Analisis Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi Gas Total 2 Jam……………………………………………... 48
7. Hasil Analisis Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi
Gas Total 4 Jam……………………………………………... 49
8. Hasil Analisis Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi
Gas Total 6 Jam……………………………………………... 49
9. Hasil Analisis Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi
Gas Total 8 Jam…………………………………………….. 49
10. Hasil Analisis Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi
Gas Total 12 Jam……………………………………………. 50
11. Hasil Analisis Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi
Gas Total 24 Jam……………………………………………. 50
12. Hasil Analisis Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi
Gas Total 48 Jam……………………………………………. 50
13. Uji Lanjut Duncan Pengaruh Perlakuan terhadap VFA Total 51
14. Uji Lanjut Duncan Pengaruh Perlakuan terhadap
Kecernaan Bahan Kering (KCBK)…………………………… 51
15. Uji Lanjut Duncan Pengaruh Perlakuan terhadap
Kecernaan Bahan Organik (KCBO)…………………………. 51
16. Uji Lanjut Duncan Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi
Gas Total 2 Jam……………………………………………… 51
17. Uji Lanjut Duncan Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi
Gas Total 4 Jam……………………………………………… 51
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Usaha peternakan ruminansia khususnya peternakan sapi merupakan usaha
yang memiliki prospek usaha yang baik mengingat potensi sumberdaya alam
Indonesia yang memungkinkan untuk penyediaan hijauan dan bahan baku pakan
lainnya sebagai pakan pendamping. Disamping itu, Indonesia merupakan negara
yang sedang berkembang sehingga usaha ini dapat berkelajutan seiring dengan
bertambahnya kebutuhan akan pangan berbasis produk peternakan. Pertumbuhan
populasi sapi di Indonesia dinilai mengalami peningkatan, dilihat dari populasi yang
ada pada tahun 2005 sebesar 10.930.000 ekor dan pada tahun 2009 sebesar
13.090.000 ekor atau terjadi peningkatan sebesar 3,61% pada periode tersebut
(Ditjenakeswan, 2011). Perkembangan peternakan sapi tersebut akan berkembang
dan berjalan baik apabila didukung oleh pakan yang berkualitas sebagai salah satu
faktor pendukung keberhasilan usaha peternakan.
Aspek pakan merupakan hal penting dalam usaha ternak ruminansia,
dikarenakan pakan akan didegradasi di dalam rumen dan menjadi sumber suplai
energi dan zat lain untuk keberlangsungan hidup ternak. Proses metabolisme bahan
pakan terjadi secara anaerob dan berlangsung secara fermentatif di dalam rumen,
pencernaan fermentatif dinilai sangat mempengaruhi, karena kapasitas pencernaan
fermentatif mencapai 70% dari keseluruhan sistem pencernaan. Kondisi rumen yang
kondusif didukung oleh simbiosis yang terjalin antar mikroorganisme yang terdapat
di dalam rumen sehingga terbentuk kondisi optimal untuk fermentasi pakan,
degradasi serat oleh mikroba, dan sintesis protein mikroba untuk suplai energi pada
ruminan (Calsamiglia et al., 2007).
Sapi perah merupakan sapi yang diberikan pakan dengan kandungan lebih
banyak hijauan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas produksi susu yang
dihasilkan, namun dengan meningkatnya produksi asetat menyebabkan
meningkatnya pula produk samping berupa H2 dan CO2 yang digunakan bakteri
metanogen untuk diteruskan menjadi gas CH4 (gas metan). Gas metan merupakan
hasil alami pada metabolisme bahan pakan di dalam rumen, dimana bakteri
metanogen mengubah gas H2 dan CO2 untuk mencegah akumulasi gas di dalam
rumen agar tidak terjadi bloat. Pemberian pakan dengan lebih banyak hijauan
2
menyebabkan komposisi serat kasar serta lignin menjadi relatif tinggi, sedangkan
pemberian konsentrat yang terbatas akan mengurangi karbohidrat nonstruktural (Non
Starch Polissacharida) lebih rendah sehingga proses fermentasi di dalam rumen tidak
berjalan sempurna dan energi yang dihasilkan dikonversi menjadi gas metan sekitar
6%-10% sehingga berdampak pada performa sapi dan lingkungan.
Berbagai upaya telah dilakukan sebagai usaha mengurangi energi yang hilang
dari fermentasi pada hewan ternak. Penggunaan senyawa aktif tanaman sudah
banyak dikaji untuk memodifikasi rumen sehingga dapat meningkatkan aktivitas
fermentasi dan efisiensi penggunaan pakan oleh mikroba rumen. Penelitian Daning
(2008) menghasilkan bahwa penggunaan ampas teh hitam yang mengandung tanin
pada level tinggi (12 mg/g tanin) menurunkan kadar NH3, produksi gas, jumlah
protozoa serta produksi CH4. Senyawa saponin juga diduga berhasil meningkatkan
degradasi bahan kering dan organik, VFA total serta N-amonia (Putra, 2006). Fitria
et al. (2010) melaporkan penggunaan ekstrak daun kembang sepatu pada level 0,01%
berhasil menurunkan produksi metan serta populasi protozoa. Minyak cengkah
diharapkan dapat memperbaiki keadaan rumen tanpa harus menurukan produksi
VFA total. Penggunaan minyak atsiri dapat menghambat deaminasi dan
metanogenesis, menurunkan konsentrasi NH3, proporsi butirat dan meningkatkan
proporsi propionat. Pemanfaatan ekstrak dan senyawa sekunder tanaman dapat
menurunkan produksi VFA total serta meningkatkan proporsi propionat (Busquet et
al., 2006).
Pada rangkaian penelitian Hidayah et al. dan Utami et al. (data belum
dipublikasi) sebelumnya menghasilkan kombinasi ampas teh (AT) 2 mg/ml dan daun
kembang sepatu (DKS) 0,3 mg/ml dapat meningkatkan produksi VFA total dan
proporsi propionat, populasi bakteri proteolitik serta selulolitik dan menurunkan
populasi protozoa, populasi bakteri amilolitik dan produksi metan. Kombinasi ampas
teh dan daun kembang sepatu ini perlu diperkaya dengan minyak esensial seperti
minyak cengkeh yang dapat memodifikasi rumen untuk meningkatkan efektifitasnya
dalam meningkatkan produksi total VFA.
3
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh penambahan minyak
cengkeh pada kombinasi ampas teh dan tepung daun kembang sepatu terhadap
fermentasi rumen (KCBK, KCBO, VFA total dan proporsi VFA parsial, produksi gas
serta NH3) dan mencari kombinasi terbaik antara ketiga bahan tersebut sehingga
dapat diaplikasikan kepada ternak ruminansia.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Cengkeh
Tanaman cengkeh (Syzygium aromaticum, (Linn.) Merr.) merupakan
tanaman perdu yang memiliki batang pohon besar dan berkayu keras. Tanaman ini
memiliki masa tumbuh puluhan hingga ratusan tahun. Tinggi pohon mencapai 20-30
m dengan banyak cabang. Daun cengkeh berbentuk bulat telur memanjang,
sedangkan bunga dan buahnya terdapat pada ranting daun. Berikut ini merupakan
klasifikasi tanaman cengkeh:
- Divisi : Spermatophyta
- Sub divisi : Angiospermae
- Kelas : Dicotyledoneae
- Sub kelas : Monochlamydae
- Bangsa : Caryophylalles
- Suku : Caryophillaceae
- Famili : Myrtaceae
- Spesies : Syzygium aromaticum (L.) Meer. & Perry
(Hutapea, 1991)
Gambar 1. Daun Cengkeh dan Minyak Daun Cengkeh Sumber : www.bi.go.id dan Dokumentasi Penelitian
Tanaman cengkeh tersebar di seluruh wilayah Indonesia, Sulawesi Utara
merupakan daerah yang paling luas memiliki lahan yang ditanami cengkeh sekitar
74.381 Ha (BKPM, 2011). Harnani (2010) melaporkan bahwa daerah produksi
cengkeh di Indonesia berlokasi di sekitar Padang, Bengkulu, dan Lampung (Pulau
Sumatera), Minahasa (Pulau Sulawesi) dan Ternate, Tidore, Makian, Ambon, Nusa Laut,
5
Saparua, Amadina, Seram, dan Banda (Kepulauan Maluku). Pemanfaatan tanaman
cengkeh digunakan dalam bidang farmasi, makanan, dan kosmetik. Minyak cengkeh
merupakan hasil penyulingan tanaman cengkeh (Syzygium aromaticum) berupa
minyak atsiri yang terdapat dalam jumlah yang cukup besar, baik dalam bunga (10%-
20%), tangkai (5%-10%), dan daun (1%-4%) (Nurdjannah, 2004). Proses
penyulingan minyak daun cengkeh secara lengkap disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Skema Penyulingan Minyak Daun Cengkeh Sumber : Supriatna et al. (2004)
Penyulingan cengkeh dapat dilakukan dengan cara penyulingan air dan
penyulingan dengan uap. Daun cengkeh kering dihasilkan dari daun-daun yang
berguguran pada saat kemarau yang kemudian dilakukan penyulingan daun dengan
6
kadar air sekitar 7%-12% yang dilakukan dalam tangki stainless steel volume 100 L
selama delapan jam. Daun kering akan menghasilkan minyak dengan rendemen
sekitar 3,5% dengan kadar eugenol 76,8% (Nurdjannah et al., 1993).
Minyak daun cengkeh mengandung senyawa eugenol yang merupakan bagian
dari phenylpropanoids yang diduga dapat menghambat pertumbuhan bakteri melalui
interaksi membran (Dorman dan Deans, 2000). Eugenol merupakan cairan tidak
berwarna atau berwarna kuning-pucat, dapat larut dalam alkohol, eter dan kloroform.
Mempunyai rumus molekul C10
H12
02
bobot molekulnya adalah 164,20 dan titik
didih 250-255 °C. Eugenol telah banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam
industri farmasi, makanan, dan kosmetik. Salah satu penggunaan eugenol seperti
yang dilaporkan Chaieb et al. (2007) terhadap berbagai hasil penelitian menunjukkan
bahwa eugenol terbukti memiliki aktivitas biologis sebagai antioksidan, antifungi,
dan antiseptik. Struktur kimia dari senyawa eugenol disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Struktur Kimia dari Eugenol Sumber : Bulan (2004)
Lambert et al., (2000) melaporkan bahwa minyak cengkeh juga mempunyai
aktivitas antimikroba. Minyak cengkeh dilaporkan dapat menghambat pertumbuhan
bakteri gram positif dan gram negatif. Lebih lanjut dilaporkan oleh Lee dan
Shibamoto (2001), bahwa komponen aroma utama pada minyak cengkeh yaitu
eugenol, dilaporkan juga mempunyai aktivitas antijamur sehingga dapat digunakan
sebagai fungisida, bakterisida, nematisida dan insektisida. Suplementasi ekstrak
cengkeh sebanyak 0,5 g/L cairan rumen berhasil menurun total populasi protozoa
(Patra et al., 2010). Hal ini berpotensi untuk menurunkan produksi metan, karena
sekitar 20% bakteri metanogen rumen adalah parasit pada permukaan tubuh protozoa
(Finlay, 1994; Newbold et al., 2005). Selanjutnya, Busquet et al. (2006)
menyebutkan penambahan minyak cengkeh pada level 30 mg/L dengan kadar
eugenol 98% cenderung menurunkan VFA total, meningkatkan proporsi propionat
7
serta konsentrasi NH3. Hal ini menunjukkan bahwa dengan pemberian level 30 mg/L
dapat memperbaiki fermentasi rumen, dilihat dari peningkatan propionat yang dapat
mengurangi proporsi pembentukan gas metan serta penggunaan protein dari bahan
pakan.
Ampas Teh dan Daun Kembang Sepatu
Ampas Teh
Ampas teh diperoleh dari hasil pengolahan tanaman teh yang menghasilkan
minuman teh dalam kemasan dan botol. Produksi teh di Indonesia cukup tinggi, hal
ini didukung dengan banyaknya perkebunan teh yang tersebar di seluruh Indonesia
dan terpusat di pulau Jawa. Menurut data yang diambil dari Badan Pusat Statistik
(2011) menyebutkan bahwa Indonesia pada tahun 2010 memproduksi 108.963 ton
dengan luas perkebunan mencapai 67.400 Ha.
Kandungan nutrisi ampas teh berdasarkan bahan kering disajikan dalam
Tabel 1. Selain memiliki kandungan protein yang tinggi, ampas juga mengandung
tanin yang relatif tinggi. Penggunaan ampas teh dengan taraf yang tepat dapat
menghasilkan performa yang baik bagi tubuh ternak, hal ini disebabkan kadungan
tanin berfungsi sebagai by pass protein yang tidak akan terdegradasi di dalam rumen,
berguna untuk melindungi deaminasi protein berlebihan dan juga mencegah bloat.
Tanin merupakan senyawa polifenol yang mempunyai kemampuan mengikat protein
sehingga meningkatkan protein tercerna bagi hostnya yang dalam jumlah kecil
menguntungkan ruminansia karena dapat mencegah degradasi protein berlebih oleh
mikroorganisme rumen sehingga protein asal rumen lebih banyak tersedia untuk
proses pencernaan enzimatik pasca rumen (Min et al., 2003). Kadar tanin di dalam
ternak ruminansia yang dapat ditoleransi sehingga tidak memberikan dampak negatif
bagi ternak tersebut adalah sebanyak 20 mg/g (BK) atau setara dengan 0,4% dalam
pakan secara in vitro (Chruch, 1988).
Tanin merupakan senyawa sekunder yang terdiri dari tanin terhidrolisis dan
tanin terkondensasi. Tanin merupakan senyawa sekunder yang terdiri dari tanin
terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Carulla et al. (2005) bahwa ekstrak Acacia
mearnseii sebanyak 25 g/kg (DM) yang mengandung tanin 0,615 g/g (DM) (tanin
terkondensasi) secara in vivo menghasilkan total produksi VFA sebanyak 112,2
8
mmol/l dan terdiri dari 62,6% asetat; 26,8% propionat; 6,1% butirat; 0,8% isobutirat;
2,32% valerat; 1,41% isovalerat.
Tabel 1. Kandungan Nutrien Ampas Teh
Kandungan Nutrien Persentase (%)
Bahan Kering 43,87
Abu 4,76
Protein Kasar 27,42
Serat Kasar 20,39
Lemak Kasar 3,26
Beta-N
TDN
Ca
44,20
66,71
1,14
P
Gross Energy (kkal/kg)
0,25
4994.00
Sumber : Istirahayu (1993)
Kelompok tanin terkondensasi memiliki sifat tahan terhadap degradasi
enzimatis dan asam serta berstruktur komplek (Makkar, 1998). Struktur tanin baik
tanin terkondensasi maupun tanin terhidrolisis, disajikan lengkap pada Gambar 4.
Tanin terkondensasi Tanin terhidrolisis
Gambar 4. Struktur Kimia Tanin Sumber : Farmakognosi, 2009
9
Tanin dapat berinteraksi dengan protein dan ada tiga bentuk ikatan yaitu: 1).
ikatan hidrogen, 2) ikatan ion, 3) ikatan kovalen. Ikatan hidrogen dibentuk karena
adanya gugus hidroksil dari tanin dengan gugus reaktif protein. Ikatan ini yang
paling banyak terjadi antara protein-tanin. Ikatan ion terjadi karena tanin sebagai
anion dan protein sebagai kationnya, sedangkan ikatan kovalen terbentuk sebagai
interaksi gugus quinon dari tanin yang teroksidasi dengan gugus reaktif dari protein
(Makkar, 2003).
Daun Kembang Sepatu
Tanaman kembang sepatu termasuk famili Malvaceae. Tanaman ini banyak
ditanam orang di halaman rumah sebagai tanaman hias atau sebagai pagar hidup.
Perkembangbiakan tanaman kembang sepatu dapat dilakukan dengan stek batang
atau cangkokan atau bisa dibiakkan dengan biji. Daun, bunga, dan akar Hibiscus
rosasinensis mengandung flavonoida.
Saponin merupakan senyawa glikosida rantai panjang yang bersifat faktor
anti nutrisi (Teferedegne, 2000). Daun Hibiscus rosasinensis berkhasiat sebagai obat
demam pada anak-anak, obat batuk, dan obat sariawan. Kembang sepatu diduga
mempunyai kandungan saponin cukup tinggi, hal ini ditandai dengan keluarnya
lendir apabila daun tersebut diremas (Perry dan Metzger, 1990). Senyawa saponin
disajikan dalam Gambar 5.
Gambar 5. Struktur Umum Sapogenin sebagai Bagian Aglikon Saponin Sumber : www.artikelkimia.info
Berdasarkan uji fitokimia dilaporkan bahwa kandungan tanin dan saponin
dari daun kembang sepatu masing-masing 8,40% dan 1,99% (Ayeni & Yahaya,
2010). Senyawa saponin yang disuplementasikan pada Pennisetum purpureum
dengan level 10% dari bahan kering menyebabkan penurunan populasi protozoa dan
produksi gas, VFA total pada level ini adalah 165,81 mM (Istiqomah et al., 2011).
10
Penambahan 0,1% ekstrak daun kembang sepatu menghasilkan kecernaan berkisar
antara 67,43%-69,18%, total VFA yang berkisar antara 36.87-60.19 mM (Fitri et al.,
2010)
Gambar 6. Tepung Ampas Teh dan Tepung Daun Kembang Sepatu Sumber : Dokumentasi Penelitian
Senyawa bioaktif merupakan senyawa kimia yang dimiliki tumbuh-tumbuhan
sebagai mekanisme untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya terhadap kondisi
lingkungan, baik faktor iklim maupun dari herbivora, serangga, dan hama penyakit
(Arbain, 2004). Tanin dan saponin merupakan senyawa poliphenol (Min et al., 2003)
dan glikosida (Teferedegne, 2000) sedangkan dari golongan minyak atsiri dikenal
terpenoids (carvacrol, carvone, dan thymol) dan phenylpropanoids (cinnamaldehyde,
eugenol, dan anethol) (Busquet et al., 2006). Pemanfaatan senyawa aktif tanaman
telah banyak dikembangkan, diantaranya : sebagai penghambat aktivitas mikroba
(Cowan, 1999), pengganti feed additive pada pada ransum pakan (Greathead, 2003),
dan dapat memodifikasi fermentasi di dalam rumen sehingga menciptakan kondisi
optimal dari penggunaan energi dan mengurangi emisi metan (Garcia-Lopez et
al.,1996).
Volatile Fatty Acid (VFA)
Bahan pakan berupa karbohidrat terdegradasi menjadi monosakarida di dalam
rumen oleh enzim-enzim mikroba rumen. Hasil pencernaan karbohidrat dalam rumen
terutama berupa asam lemak terbang (volatile fatty acid/VFA) antara lain yang utama
yaitu asetat, propionat, butirat. McDonald et al. (1995) melaporkan bahwa pakan
dengan proporsi hijauan dan konsentrat pada domba (60:40) menghasilkan VFA
sebanyak 87 mmol/l dengan perbandingan 61% asetat (C2), 23% propionat (C3),
13% butirat (C4) serta gas lainnya sekitar 3%. Proses fermentasi karbohidrat dalam
rumen terjadi melalui dua tahap. Tahap pertama adalah pemecahan karbohidrat
11
komplek menjadi gula sederhana. Selulosa didekomposisi menjadi selubiosa oleh β-
1,3-glukosidase, kemudian selobiosa diubah menjadi glukosa-1-fosfat melalui aksi
fosforilase. Pati dicerna oleh amylase menjadi maltose dan isomaltose, kemudian
maltose dan isomaltose diubah oleh maltase menjadi glukosa dan glokosa-6-fosfat.
Fruktan dihidrolisis menjadi fruktosa oleh enzim mikroba yang menyerang ikatan-
ikatan 2,1 dan 2,6 bersamaan dengan diuraikannya sukrosa menjadi fruktosa dan
glukosa oleh sukrase (McDonald et al., 1995). Pentosa merupakan hasil utama dari
perombakan di dalam rumen. Hemiselulosa diubah menjadi xylosa dan asam uronat.
Selain itu, asam uronat dihasilkan dari penguraian pektin-pektin oleh pektinase dan
poligalakturonidase. Proses metabolisme karbohidrat di dalam rumen ternak
ruminansia disajikan secara skematis pada Gambar 7. Tahap kedua adalah
metabolisme gula sederhana oleh mikroba rumen secara intraseluler menjadi piruvat.
Selanjutnya asam piruvat diubah menjadi VFA (McDonald et al., 1995).
Asam lemak terbang atau volatile fatty acid (VFA) merupakan sumber energi
utama pada ternak ruminansia. Kecepatan produksi VFA berhubungan dengan
konsumsi TDN (Total Digestible Nutrient) (Arora, 1989). Volatile fatty acid
umumnya terdiri dari asetat, propionat, butirat dan valerat serta beberapa jenis asam
lainnya yang diproduksi dalam rumen sebagai hasil akhir dari fermentasi mikroba.
Pada pakan ternak normal, penyerapan VFA akan bergantung pada jumlah
konsentrasi yang ditentukan secara langsung oleh variasi konsentrasi hasil fermentasi
produk akhir sesuai jenis pakan dan level pemberian pakan (Lopez et al., 2005).
Faktor yang diperlukan untuk kelangsungan proses fermentasi oleh mikroba rumen
adalah kondisi mendekati anaerob dengan pH pada 6-7 (Weimer et al., 1999).
Menurut McDonald (1995) total konsentrasi VFA bervariasi secara luas tergantung
dari jenis pakan ternak dan jangka waktu konsumsi pakan, secara normal berkisar
antara 70-150 mmol/l.
Jayanegara dan Sofyan (2009) menyatakan bahwa VFA total yang dihasilkan
oleh hijauan mengandung tanin dengan penambahan PEG (750 mg) seperti, Salix
alba, Rhustyphina dan Peltiphyllum peltatum adalah berturut-turut 21,4; 19,8; dan
20,2 mM dengan kandungan tanin sebesar 1,45; 0,08 dan 1,57%. Oliveira et al.
(2006) menyatakan bahwa suplementasi tanin yang berasal dari tanaman sorgum
dikombinasikan dengan konsentrat dengan dosis rendah (230 g/kg BK) menghasilkan
12
VFA total yang lebih tinggi daripada suplementasi tanin dengan dosis tinggi (410
g/kg BK).
Selulosa Pati
Selobiosa Maltosa Isomaltosa
Glukosa-1-phosphat Glukosa
Glukosa-6-phosphat
Pektin Asam Uronik Sukrosa
Hemiselulosa Pentosa Fruktosa-6-phosphat Fruktosa Fruktan
Pentosan
Fruktosa-1,6-diphosphat
Asam Piruvat
Gambar 7. Proses Metabolisme Karbohidrat di dalam Rumen Ternak Ruminansia Sumber : McDonald et al. (1995)
Suplementasi saponin dari daun dan bunga kembang sepatu berhasil
menurunkan total VFA pada level 0,001% (gr/100 ml cairan rumen) (Fitri et al.,
Format
CO2 H2
Metan
Asetil phosphate
Asetat
Asetil CoA
Malonyl
CoA Asetoasetil
CoA
β-Hidroksibutiriil CoA
Butiril CoA
Butirat
Krotonil CoA
Asam Laktat
Akrilil CoA
Laktil CoA
Propionat
Propionil CoA
Malat
Oksalasetat
Fumarat
Suksinat
Metilmalonil CoA
Suksinil CoA
13
2010). Saponin asal ekstrak lerak pada 0,18% BK berhasil meningkatkan VFA total
dan proporsi propionat, butirat serta valerat masing-masing 31,26; 2,57; 1,43 dan
0,08 mM (Suharti et al., 2010). Wina et al. (2005) melaporkan bahwa penggunaan
ekstra lerak menggunakan metanol 0,25; 0,5; 1; 2; 4 mg/ml ditambahkan pada
rumput gajah : pollard (7:3 w/w) menghasilkan peningkatan pada proporsi porpionat
dengan penambahan level ekstrak lerak. Pemberian eugenol minyak cengkeh pada
level 3000 mg/l menghasilkan penurunan konsentrasi VFA total serta penurunan
proporsi asetat dan peningkatan proporsi propionat (Busquet et al., 2006). Volatile
fatty acid yang terbentuk dan diserap melalui dinding rumen merupakan sumber
energi utama yang merupakan sumber energi utama yang merupakan salah satu ciri
khas dari ruminansia, dan dapat menyumbang 55%-66% dari kebutuhan energi
ternak ruminansia (Parakkasi, 1999).
Konsentrasi Amonia (NH3)
Protein pakan di dalam rumen dipecah oleh mikroba menjadi peptida, lalu
dihidrolisis menjadi asam amino yang akan mengalami deaminasi menjadi amonia
(NH3). Keduanya akan digunakan oleh mikroba rumen dalam pembentukan protein
mikroba. Proporsi protein yang didegradasi dalam rumen sekitar 70%-80% atau
30%-40% untuk protein yang sulit dicerna. Kandungan protein ransum yang tinggi
dan mudah didegradasi akan meningkatkan konsentrasi NH3 di dalam rumen
(McDonald et al., 1995). Amonia merupakan kunci yang menunjukkan degradasi dan
sintesis mikrobial. Apabila pemberian pakan defisien protein atau protein tahan
terhadap degradasi oleh mikroba rumen, konsentrasi amonia rumen menjadi rendah
dan pertumbuhan mikroba menjadi lambat, namun apabila degradasi protein berjalan
sangat cepat dibandingkan sintesis protein, maka akan terakumulasi dalam cairan
rumen sehingga konsentrasinya berlebihan. Jika hal ini terjadi akan diserap ke dalam
darah dan diubah menjadi urea yang sebagian besar akan diekskresikan melalui urin.
Konsentrasi NH3 yang optimum untuk menunjang sintesis protein mikroba dalam
cairan rumen sangat bervariasi, berkisar antara 6-21 mM (McDonald et al., 1995).
Amonia di dalam cairan rumen adalah kunci dari degradasi oleh mikroba dan
sintesis protein. Apabila ransum pakan yang diberikan kekurangan sumber protein
maka akan menurunkan konsentrasi NH3 dan menyebabkan pertumbuhan mikroba
rumen melambat yang akan berakibat proses degradasi karbohidrat oleh mikroba
14
menjadi tidak optimal (McDonald et al., 1995). Pengukuran NH3 in vitro dapat
digunakan untuk mengestimasi degradasi protein dan penggunaannya oleh mikroba.
Amonia berasal dari beberapa sumber, antara lain sebagai degradasi NPN (Non
Protein Nitrogen) pakan, hidrolisis daur ulang urea dalam rumen, dan degradasi
protoplasma mikroba (Egan, 1980).
Faktor utama yang mempengaruhi penggunaan NH3 adalah ketersediaan
karbohidrat dalam ransum yang berfungsi sebagai sumber energi untuk pembentukan
protein mikroba. Penambahan minyak cengkeh dengan level 3000 mg/l
menghasilkan penurunan konsentrasi ammonia N, yang menunjukkan adanya
penurunan degradasi protein (Busquet et al., 2006). Oliveira et al. (2006)
menyatakan bahwa suplementasi tanin yang berasal dari tanaman sorgum
dikombinasikan dengan konsentrat dengan dosis rendah (230 g/kg BK) menghasilkan
NH3 yang lebih tinggi daripada suplementasi tanin dengan dosis tinggi (410 g/kg
BK) begitu juga dengan pH yang dihasilkan sekitar 6,47 dan 6,48. Senyawa aktif
saponin ekstrak lerak (sapindus rarak) dengan taraf 0,25; 0,5; 1,0; 2,0 dan 4,0 mg/ml
dalam ransum rumput gajah dan pollard (70:30) signifikan menurunkan NH3 (Wina
et al., 2005). Proses metabolisme metabolisme protein pada ruminansia disajikan
secara skematis seperti pada Gambar 8.
Kecernaan Bahan Kering (KCBK) dan Bahan Organik (KCBO)
Kecernaan merupakan perubahan fisik dan kimia yang dialami bahan
makanan dalam alat pencernaan. Perubahan tersebut dapat berupa penghalusan bahan
menjadi butir-butir atau partikel kecil. Selain itu, pada ruminansia pakan juga
mengalami perombakan sehingga sifat-sifat kimianya berubah secara fermentatif
sehingga menjadi senyawa lain yang berbeda dengan zat asalnya. Kecernaan bahan
kering juga dipengaruhi oleh kandungan protein pakan, kekurangan sumber protein
maka akan menurunkan konsentrasi ammonia dan menyebabkan pertumbuhan
mikroba rumen melambat yang akan berakibat proses degradasi karbohidrat oleh
mikroba menjadi tidak optimal (McDonald et al., 1995). Kecernaan in vitro
dipengaruhi oleh pencampuran ransum, cairan rumen, pH, pengaturan suhu
fermentasi, lamanya inkubasi, ukuran partikel sampel, dan larutan penyangga (Selly,
1994).
15
Gambar 8. Pencernaan dan Metabolisme Komponen Nitrogen dalam Rumen Sumber : McDonald et al. (1995)
Kadar tanin di dalam ternak ruminansia yang dapat ditoleransi, sehingga tidak
mempengaruhi dampak negatif bagi ternak tersebut adalah sebanyak 20 mg/g (BK)
dalam pakan secara in vitro (Chruch, 1988). Suplemen tanin asal hijauan Rhus
typhina dan Salix alba dengan kandungan tanin 20,93 dan 3,55% berhasil
meningkatkan kecernaan bahan organik sebesar 68,9 dan 70% dibandingkan dengan
kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa kecernaan lebih dipengaruhi oleh kadar ADF
diekskresi melalui
urin
melalui urin
Dicerna
di
Usus Halus
RUMEN
HATI
SALIVA
GINJAL
Urea NH3
HATI
Amonia
Non Protein
Nitrogen
Protein Mikroba
Protein Tak
Terdegradasi
Peptida
Asam Amino
Pakan
Protein
Protein
Terdegradasi
Non Protein N
16
dalam bahan dan kurang dipengaruhi oleh kadar tanin bahan (Jayanegara et al.,
2009). Hubungan antara tingginya kandungan serat, khususnya komponen ADF yang
mengandung lignoselulosa dengan rendahnya kecernaan telah lama diketahui.
Komponen struktural tanaman seperti selulosa, lignin, dinding sel, NDF dan ADF
mempengaruhi secara negatif kecernaan nutrien ransum pada domba, sedangkan
karbohidrat mudah larut (pati) dan protein kasar dapat meningkatkan kecernaan
nutrien tersebut (De Boever et al., 2005).
Agen defaunasi asal kembang sepatu dapat menurunkan (P<0,05) populasi
protozoa dalam rumen sehingga populasi bakteri meningkat, lebih efektif
mendegradasi pakan, meningkatkan bahan kering dan bahan organik terdegradasi,
VFA total serta N-amonia dibandingkan dengan kontrol (Putra, 2006). Hal ini
menunjukkan bahwa adanya penurunan aktivitas protozoa dapat meningkatkan
fungsi dan bakteri yang didukung oleh suplai VFA total yang mencukupi sehingga
tercipta kondisi optimal rumen. Rahmawati (2001) menyebutkan bahwa produksi
amonia dan VFA pada rumen dapat menunjukkan nilai kecernaan bahan organik
ransum yang dikonsumsi. Semakin tinggi produksi ammonia dan VFA dalam rumen
menunjukkan bahwa kecernaan bahan organik semakin tinggi pula. Suplementasi
eugenol pada kombinasi bungkil kedelai, hay legum serta jagung tidak memberi
pengaruh yang nyata pada degradasi bahan pakan (Benchaar, 2010).
Produksi Gas
Gas diproduksi langsung setelah bahan pakan dicerna dan diproduksi
sebanyak 30 l/jam pada sapi. Komposisi gas yang dihasilkan dalam metabolisme
rumen adalah karbondioksida 40%, metan 30%-40%, hydrogen 5%, dan sisanya
berbagai gas lain yaitu oksigen dan nitrogen (McDonald et al., 1995). Hijauan
dengan kandungan tanin berupa Salix alba, Rhus typhina, dan Peltphyllum peltatum
memiliki jumlah produksi gas total yang meningkat setelah ditambah dengan PEG
(Jayanegara dan Sofyan, 2008). Selain itu, pada Kondo et al. (2004) menyatakan
bahwa penggunaan ampas teh hitam dengan kandungan tanin total 6,1%-9,6% dan
tanin terkondensasi sebesar 0,8%-2,4% menghasilkan produksi gas total lebih rendah
dibandingkan dengan lucerna dan ampas teh hijau. Penggunaan ekstrak daun
kembang sepatu 1% meningkatkan produksi gas total sebesar 32,58% dibandingkan
dengan kontrol.
17
MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah,
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor. Pengujian kadar eugenol dilakukan di Laboratorium Balai
Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor. Pengujian proporsi molar VFA
dilakukan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Ternak, Kementrian Pertanian,
Bogor. Penelitian dilakukan pada bulan Februari – Agustus 2011.
Materi
Bahan
Bahan yang digunakan untuk pembuatan sampel ransum perlakuan adalah
rumput gajah kering, konsentrat, tepung ampas teh, tepung daun kembang sepatu,
dan minyak daun cengkeh. Bahan-bahan yang digunakan di dalam analisis
Laboratorium adalah Larutan McDougal sebagai saliva buatan, larutan pepsin,
larutan Na2CO3, asam borat, H2SO4 pekat, HgCl2, larutan media gas test (larutan
mineral makro dan mikro, larutan buffer rumen, resazurin, dan larutan pereduksi).
Rumput gajah diperoleh dari Laboratorium Agrostologi Kandang B, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bahan konsentrat terdiri dari 34,25% pollard;
23,33% bungkil kelapa; 25,07% onggok; 5,26% tetes; 0,64% bungkil kedelai; 3,24%
CaCO3, 1,31% Urea, 0,66% Premix. Ampas teh diperoleh dari PT. Sosro, Bekasi.
Daun kembang sepatu diperoleh dari PUSPITEK Serpong, Tanggerang. Cairan
rumen diperoleh dari Rumah Potong Hewan Bubulak, Bogor.
Alat
Peralatan yang digunakan untuk preparasi bahan berupa pengeringan dan
pembuatan tepung adalah terpal, mesin giling diskmill (Merek Yasuka) tipe FFC-15
dengan ukuran screen 1 mm dan speed 3000 rpm. Proses pencampuran bahan
konsentrat dilakukan secara manual dengan tidak menggunakan mesin mixer
berdasarkan formulasi yang telah dibuat. Pada proses penimbangan bahan,
timbangan yang digunakan adalah timbangan analitik dengan ketelitian empat
desimal (Merek Adam). Pada pengujian laboratorium dengan metode in vitro
digunakan peralatan sebagai berikut : termos, kain penyaring, corong, tabung
18
Erlenmeyer, pipet volumetrik, bulp, kertas pH, pH meter, tabung fermentor dan tutup
karet, tabung reaksi, syringe Hohenheim 100 ml, tabung gas CO2, penjepit, shaker
waterbath, waterbath, cawan porselen, kertas saring whatman No.41, eksikator,
sudip, alumunium foil, cawan Conway, pompa vacuum, magnetic stirrer, buret,
vortex, kondensor, sentrifuge, oven 105 oC, tanur (oven 600
oC).
Prosedur
Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang telah menghasilkan
kombinasi terbaik antara ampas teh (Camelia sinensis) dan daun kembang sepatu
(Hibiscus rosasinensis). Kombinasi ampas teh dengan level 2 mg/ml dan daun
kembang sepatu 0,3 mg/ml dapat meningkatkan produksi total VFA, menurunkan
protozoa, populasi bakteri proteolitik dan selulolitik serta menurunkan produksi
metan Hidayah et al. dan Utami et al. (data belum dipublikasi). Pada penelitian
lanjutan ini dilakukan percobaan in vitro dengan menambahkan minyak cengkeh
pada kombinasi ampas teh dan daun kembang sepatu tersebut.
Preparasi Bahan Penelitian
Rumput gajah, ampas teh dan daun kembang sepatu dibersihkan, dikeringkan
selama 5-6 jam dibawah sinar matahari. Daun dan ampas yang sudah kering digiling
dengan menggunakan mesin penggiling diskmill. Minyak cengkeh diperoleh dari
agen penjual minyak cengkeh dengan kadar eugenol 55,14 %. Daun cengkeh berasal
dari perkebunan cengkeh daerah Banten. Penyulingan dilakukan dengan pemanasan
uap dalam peralatan stainless steel.
Prosedur Pengujian Fermentasi in vitro
Pengambilan Cairan Rumen. Termos yang dipakai untuk tempat cairan rumen diisi
dengan air panas sehingga suhunya mencapai 39 o
C kemudian ditutup. Cairan rumen
diambil dari sapi yang di potong di Rumah Potong Hewan (RPH) Bubulak. Cairan
rumen yang diperoleh kemudian disaring dengan menggunakan kain kasa dan
dimasukkan kedalam termos. Sebelum digunakan, air panas (39 o
C) yang ada di
dalam termos dibuang terlebih dahulu dan segera ditutup. Hal ini dilakukan bertujuan
menjaga agar cairan rumen tetap dalam kondisi anaerob dan memiliki suhu sama
19
dengan kondisi rumen sebenarnya, termos harus segera ditutup rapat dan dialiri gas
CO2 sebelum digunakan.
Pembuatan Larutan McDougal (Saliva Buatan). Untuk membuat larutan 6 liter,
sebanyak 5 liter air destilasi dimasukkan ke dalam labu takar yang bervolume 6 liter
kemudian dimasukkan bahan-bahan sebagai berikut NaHCO3 (58,8 gram),
Na2HPO4.7H2O (42 gram), KCL (3,42 gram), NaCl (2,82 gram), MgSO4.7H2O (0,72
gram) dan CaCl2 (0,24 gram). Semua bahan tersebut dilarutkan kecuali CaCl2, setelah
semua bahan larut ditambahkan CaCl2. Kemudian leher labu di cuci dengan air
destilasi hingga permukaan air mencapai tanda tera. Campuran lalu dikocok agar
homogen dan dialiri dengan gas CO2 secara perlahan-lahan.
Fermentasi Pakan. Tabung fermentor yang telah diisi dengan 0,5 gram sampel
ransum perlakuan ditambahkan 10 ml cairan rumen dan 40 ml larutan McDougal.
Bahan sampel terdiri dari padatan tepung dan cairan minyak. Bahan berupa tepung
dengan konsentrasi paling sedikit diaduk bersama dengan minyak kemudian
ditambah dengan bahan tepung dengan konsentrasi yang lebih besar. Tabung
fermentor dikocok dengan cara mengaliri gas CO2 selama 30 detik (pH 6,5-6,9) dan
ditutup dengan karet berventilasi. Tabung dimasukkan kedalam shaker water bath
dengan suhu 39 oC, dilakuan fermentasi selama 4 jam untuk sampel VFA/NH3 dan
fermentasi 48 jam untuk sampel KCBK/KCBO. Untuk menghentikan fermentasi
tutup karet berventilasi dibuka dan ditetesi 2 tetes HgCl2 untuk menghentikan
aktivitas mikroba.
Prosedur Pengukuran KCBK dan KCBO (Tilley & Terry, 1963)
Pembuatan Larutan Pepsin. Sebanyak 2,8 gram pepsin (1:7000) dilarutkan dalam
850 ml air bebas ion, kemudian ditambahkan 17,8 ml HCL pekat dan campuran
dimasukkan ke dalam labu takar. Air ditambahkan hingga permukaan mencapai
tanda tera.
Pengukuran KCBK dan KCBO. Sampel dalam tabung fermentor yang sudah
diinkubasi 48 jam dan ditetesi HgCl2 disentrifuge dengan kecepatan 2500 rpm
selama 20 menit. Supernatan dan endapan dipisahkan, kemudian endapan yang
20
terbentuk ditambah 50 ml larutan pepsin-HCL 0,2%. Campuran tersebut diinkubasi
selama 48 jam tanpa tutup karet. Setelah 48 jam campuran endapan-pepsin disaring
menggunakan kertas saring whatman No.41 dengan bantuan pompa vacuum. Hasil
saringan (residu) dimasukkan kedalam cawan porselen yang sebelumnya sudah
diketahui bobot kosongnya. Bahan kering diperoleh dengan cara mengeringkan
sampel dalam oven 1050C selama 24 jam. Selanjutnya bahan dalam cawan dipijarkan
atau diabukan dalam tanur listrik selama 6 jam pada suhu 450-6000C. Sebagai blanko
digunakan residu asal fermentasi tanpa sampel ransum perlakuan.
Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK) dan Koefisien Cerna Bahan Organik
(KCBO) diitung dengan rumus :
Prosedur Pengukuran Konsentrasi NH3 (General Laboratory Procedures, 1966)
Pengukuran produksi NH3 menggunakan metode Mikrodifusi Conway
(General Laboratory Procedures, 1966). Sebelum digunakan bibir cawan Conway
diolesi dengan vaselin. Supernatan yang dihasilkan dari proses fermentasi dengan
inkubasi 4 jam diambil 1 ml, kemudian ditempatkan pada salah satu ujung alur
cawan Conway, pada ujung satunya dimasukkan 1 ml Na2CO3 jenuh. Antara
supernatan dan Na2CO3 tidak boleh bercampur. Larutan asam borat berindikator
sebanyak 1 ml ditempatkan dalam cawan kecil yang terletak ditengah cawan
Conway, kemudian cawan Conway langsung ditutup rapat hingga kedap udara.
Setelah itu cawan Conway digoyang-goyangkan hingga supernatan dan NaCO3
tercampur rata, kemudian dibiarkan dalam suhu ruang selama 24 jam. Setelah 24 jam
asam borat berindikator dititrasi dengan H2SO4 0,005 N sampai terjadi perubahan
warna dari merah menjadi biru.
Produksi NH3 dihitung dengan rumus :
NH3 (mM) = ml H2SO4 x NH2SO4 x 1000
g sampel x BKsampel
%KCBK = BKsampel(g)-(BKresidu(g)-BKblanko(g)
BKsampel x 100%
%KCBO = BOsampel(g)-BOresidu(g)-BOblanko(g)
BOsampel x 100%
21
Prosedur Pengukuran Konsentrasi VFA Total dan Parsial
Volatile Fatty Acid (VFA) merupakan hasil fermentasi kabohidrat atau protein
oleh mikroba dalam rumen. VFA terdiri dari asam asetat, propionat, butirat, iso
butirat, valerat, dan iso valeratdengan menggunakan alat Gas Cromatography (GC).
Sampel VFA parsial yang digunakan berasal dari proses fermentasi dengan inkubasi
4 jam yang diambil sebanyak 1,5 ml ke dalam tabung eppendof dan memiliki pH 3
(ditambahkan 1 tetes H2SO4 pekat) dengan tujuan untuk menstabilkan sampel.
Selanjutnya dilakukan proses proteinase dengan cara menambahkan 30 mg asam
sulfosalisinat pada setiap sampel kemudian disentrifuge selama 10 menit pada 1200
rpm pada suhu 7oC. Selanjutnya sampel diinjeksikan sebanyak 0,6 µl. Pengujian
proporsi molar VFA menggunakan metode Gas Cromatography (GC). Pengujian
dilakukan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Ternak, Kementrian Pertanian,
Bogor.
Kandungan VFA total sampel dapat diketahui dengan cara menjumlahkan data
VFA parsial yang telah diperoleh, sedangkan kandungan VFA parsial diperoleh
dengan menghitung data dengan menggunakan rumus berikut.
mMol sampel : area contoh X 1000
area standar X bobot molekul
Bobot molekul terdiri dari bobot molekul asetat, propionat, butirat, iso-butirat,
valerat, dan iso-valerat.
Prosedur Pengukuran Gas Test (Close & Menke, 1986)
Pembuatan Larutan Media. Untuk pembuatan larutan media diperlukan :
0,1 ml larutan mineral mikro (13,2 gr CaCl22H2O + 10 gr MnCl24H2O +
1,0 gr CoCl26H2O + 8,0 gr FeCl36H2O + aquades hingga volumenya 100
ml).
200 ml larutan buffer rumen (4,0 gr NH4HCO3 + 35,0 gr NaHCO3 +
aquades hingga volumenya 1000 ml).
200 ml larutan makro (5,7 gr Na2HPO4 anhydrous + 6,2 g KHPO4 anhydrous
+ 0,6 g MgSO4.7H2O, dan ditambah dengan aquadest hingga mencapai
volume 1000 ml).
1,0 ml larutan resazurin 0,1% (w/v).
22
40 ml larutan pereduksi (4,0 ml NaOH 1 N + 625 mg Na2S.9H2) ditambah
95 ml aquades. Larutan tersebut dicampur menjelang akan digunakan dan
dijaga pada temperatur 39oC.
Persiapan Sampel Gas Test. Piston syringe diberi vaselin, kemudian 230 mg pakan
blok perlakuan yang sudah dihaluskan dimasukkan ke dalam syringe dan piston
kemudian dipasang. Larutan media yang sudah diaduk dan dialiri gas CO2
ditempatkan dalam waterbath 39oC. Selanjutnya, cairan rumen sebagai sumber
inokulum diambil dan disaring. Satu bagian cairan rumen dicampur dengan 2 bagian
media dan diaduk dengan magnetic stirer lalu disimpan dalam waterbath dan dialiri
gas CO2. Sebanyak 30 ml campuran cairan rumen dan media dimasukkan kemasing-
masing syring menggunakan spuit. Udara yang ada didalam syring dikeluarkan dan
klep syringe ditutup. Posisi piston pada waktu sebelum inkubasi dicatat (Gb0).
Piston diinkubasi dalam waterbath selama 48 jam dan pencatatan posisi piston
dilakukan pada jam ke 2, 4, 6, 8, 12, 24, dan 48.
Total produksi gas (misalnya pada jam ke-24) diukur dengan rumus :
Gb (ml/200 mg BK, 24 jam) = ((Gb24-Gb0) - (Gb24 blanko-Gb0
blanko)*200*((FH+FC)/2)/BK bahan)
Asumsi nilai FH = 1 dan FC = 1
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan
Acak Kelompok (RAK) dengan 4 perlakuan dengan 5 ulangan. Model matematika
yang digunakan dalam analisa adalah (Steel & Torrie, 1993) :
Yij = µ + βi + τj + εij
Keterangan :
Yij : nilai pengamatan perlakuan ke-i, blok ke-j
µ : rataan umum
βi : efek perlakuan ke-i
τj : efek blok ke-j
εij : galat perlakuan ke-i dan blok ke-j
23
Perlakuan
Perlakuan yang digunakan antara lain :
A1 : Hijauan : Konsentrat (Kontrol)
A2 : Kontrol + 2 mg/ml Ampas Teh (AT) + 0,3 mg/ml Daun Kembang Sepatu
(DKS) (Suplemen I)
A3 : Kontrol + Suplemen I + 0,02 mg/ml Minyak Cengkeh (MC)
A4 : Kontrol + Suplemen I + 0,04 mg/ml Minyak Cengkeh (MC)
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati adalah sebagai berikut :
1. Kecernaan Bahan kering (KCBK)
2. Kecernaan Bahan Organik (KCBO)
3. VFA total dan proporsi VFA parsial
4. Konsentrasi ammonia (NH3)
5. Produksi Gas Total
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan analysis of variance
(ANOVA) yang dilakukan dengan software SPSS versi 16.0. Apabila terdapat
perbedaan yang nyata antar perlakuan dilanjutkan dengan uji jarak Duncan (Steel dan
Torrie, 1993).
24
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kandungan Nutrien Pakan
Ransum yang digunakan pada penelitian merupakan campuran atara hijauan
dan konsentrat dengan perbandingan antara hijauan (rumput gajah) : konsentrat
(60:40 BK). Kandungan nutrien ransum yang digunakan disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2 . Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan 100% Bahan Kering
Nutrien (%)
K RG K:RG=40:60 AT DKS
Bahan Kering 87,89 14,31 47,03 10,58 22,42
Kadar Abu 14,65 6,43 9,72 14,28 10,48
Protein Kasar 15,43 14,58 14,92 22,28 14,91
Lemak Kasar 8,57 2,64 5,01 1,76 2,73
Serat Kasar 6,49 25,37 17,82 16,78 13,43
Beta-N 54,86 50,98 52,53 44,90 58,45
TDN 1)
76,67 61,91 67,81 69,04 68,29
Keterangan:
1) K=Konsentrat, RG= Rumput Gajah, AT= Ampas Teh, DKS= Daun Kembang Sepatu
2) Analisa proksimat Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Dramaga Bogor
(2011).
3) Perhitungan TDN dengan rumus (Hartadi,1980)
Rumus TDN = 92,464 - (3,338 x SK) - (6,945 x LK) - (0,762 x Beta-N) + (1,115 x PK) + (0,031
x SK2) - (0,133 x LK
2) + (0,036 x SK x Beta-N) + (0,207 x LK x Beta-N) + (0,1 x LK x PK) -
(0,022 x LK x PK)
Rumput gajah atau dalam bahasa latin disebut Pennisetum purpureum yang
digunakan sebagai sumber hijauan dalam ransum mengandung serat kasar 25,37%
BK. Sementara itu, kandungan protein rumput gajah (14,58% BK) yang digunakan
pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian yang telah dilakukan
Santoso et al. (2005) menyatakan bahwa kandungan protein pada rumput gajah
sebesar 12,23%. Menurut Anindita (2009), rumput gajah yang dipanen pada musim
penghujan akan memiliki kandungan PK 12,65% lebih tinggi dibanding dengan
rumput yang dipanen pada saat kemarau. Perbedaan nilai-nilai ini diduga akibat
perbedaan lokasi penanaman yang berhubungan dengan ketersediaan N di dalam
tanah. Hasil analisis proksimat ampas teh yang digunakan sebagai suplemen
menunjukkan bahwa kandungan serat kasar sebesar 16,78%. Rohayati (1994)
25
menyatakan kandungan serat kasar pada ampas teh mencapai 32,30%. Penelitian
Kondo et al. (2004) menunjukkan bahwa kadungan NDF sebagai bagian pakan yang
tidak terlarut dalam larutan deterjen netral pada ampas teh hijau dan teh hitam adalah
31,0% dan 41,2%. Tingginya kandungan serat pada ampas teh berasal dari struktur
daun tumbuhan teh sendiri, ditambah dengan proses pengeringan serta penyeduhan
saat proses pembuatan teh kemasan menyebabkan larutnya sebagian besar
karbohidrat mudah larut yang akhirnya menyisakan karbohidrat tidak mdah larut
pada ampas tehnya (Nurcahyani, 2005).
Kandungan serat dan protein memberi pengaruh terhadap keadaan mikroba
rumen dalam mencerna bahan pakan. McDonald et al. (1995) menyatakan bahwa
pakan hijauan dengan kandungan serat kasar tinggi akan meningkatkan proporsi
asetat dalam produksi VFA total, sedangkan konsentrat akan meningkatkan proporsi
propionat. Penggunaan bahan pakan berbahan dasar karbohidrat di dalam rumen
akan didegradasi dan sebagian lagi masuk ke dalam usus halus. Protein dalam pakan
diduga akan dicerna secara optimal dikarenakan adanya senyawa tanin yang dapat
mengikat senyawa protein dan melindunginya hingga pasca rumen. Amonia di dalam
cairan rumen adalah kunci dari degradasi oleh mikroba dan sintesis protein mikroba.
Apabila ransum pakan yang diberikan kekurangan sumber protein maka akan
menurunkan konsentrasi NH3 dan menyebabkan pertumbuhan mikroba rumen
melambat yang akan berakibat proses degradasi karbohidrat oleh mikroba menjadi
tidak optimal (McDonald et al., 1995).
Senyawa Bioaktif Ampas Teh, Daun Kembang Sepatu dan Minyak
Cengkeh
Kandungan senyawa bioaktif digunakan untuk memodifikasi fermentasi
rumen karena meningkatkan efisiensi penggunaan pakan sehingga dapat
meningkatkan aktivitas fermentasinya. Tanin merupakan senyawa aktif dari limbah
hasil olahan teh. Tanin merupakan komponen polifenol yang mampu berikatan
dengan protein pakan, sehingga mampu menghambat transport nutrien ke dalam
mikroorganisme (McSweeney et al., 2001). Pada ternak ruminansia, penggunaan
tanin dapat meningkatkan efisiensi dari protein yang dikonsumsi dan meningkatkan
daya tahan ternak terhadap lingkungan yang tidak sesuai dengan alat pencernaan.
26
Senyawa aktif saponin yang berasal dari daun kembang sepatu diketahui
berfungsi sebagai agen defaunasi protozoa. Penghambatan protozoa dilakukan untuk
meningkatkan pertumbuhan bakteri karena telah diketahui bahwa protozoa yang
memangsa bakteri. Penekanan pertumbuhan protozoa menyebabkan meningkatnya
protein asal bakteri pada duodenum sebanyak 25% dan fungsi protozoa sebagai
pendegradasi polisakarida digantikan oleh fungi (McDonald et al.,1995). Kandungan
saponin yang terdapat dalam daun kembang sepatu berhasil mengurangi jumlah
protozoa rumen sebanyak 55% (Jalaludin, 1994).
Minyak atsiri merupakan senyawa sekunder tanaman yang memiliki warna
dan bau berasal dari tanaman dan rempah-rempah yang berfungsi sebagai antibakteri,
antijamur, dan antioksidan sehingga sering dimanfaatkan sebagai bahan aditif alami
(Castillejos et al., 2006; Davidson dan Naidu, 2000). Busquet et al. (2006)
melaporkan penambahan minyak cengkeh pada level 30 mg/L cenderung
menurunkan VFA total, meningkatkan proporsi propionat serta konsentrasi NH3. Hal
ini dapat disimpulkan bahwa dengan pemberian level 30 mg/L dapat memperbaiki
fermentasi rumen, dilihat dari peningkatan propionat yang dapat mengurangi
proporsi pembentukan gas metan serta penggunaan protein dari bahan pakan.
Kandungan senyawa aktif dari ketiga bahan disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Kandungan Senyawa Aktif Tanin, Saponin, dan Eugenol yang Terdapat
pada Ampas Teh, Kembang Sepatu, dan Minyak Daun Cengkeh
Keterangan:
* Laboratorium Balai Penelitian Ternak, 2011
** Fitri et al., 2010
*** Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, 2011.
Bahan Tanin (%) Saponin (%) Eugenol (%)
Ampas Teh* 0,27 1,01 -
Tepung Daun Kembang Sepatu* 0,5 8,5 -
Ekstrak Kembang Sepatu **
- - Batang
- - Daun
- - Bunga
0,11
0,28
1,14
16,47
23,33
21,57
-
-
-
Minyak Daun Cengkeh *** - - 55,14
27
Kandungan tanin dalam teh hijau dan teh hitam diketahui sekitar 25 dan 18%
(Nasution et al., 1985). Perbedaan kandungan tanin yang terdapat di dalam teh
disebabkan adanya perbedaan proses pembuatan dari teh itu sendiri. Teh hijau
merupakan teh yang tidak mengalami fermentasi, sedangkan teh hitam merupakan
teh yang dalam proses pembuatannya mengalami proses fermentasi penuh. Ampas
teh yang digunakan sebagai bahan penelitian adalah ampas teh yang berasal dari
campuran kedua jenis teh di atas, namun diketahui lebih banyak mengandung teh
hitam yang mengalami proses fermentasi secara penuh, sehingga kandungan nutrien
yang terkandung dalam ampas teh tersebut rendah dan lebih banyak mengandung
serat. Galleher et al. (1993) melaporkan bahwa ampas teh merupakan sisa dari teh
yang telah mengalami proses pelarutan air, sehingga serat yang tertinggal lebih
dominan serat tidak larut.
Tanin dalam jumlah kecil menguntungkan ruminansia karena dapat mencegah
degradasi protein berlebih oleh mikroorganisme rumen sehingga protein asal rumen
lebih banyak tersedia untuk proses pencernaan enzimatik pasca rumen. Penggunaan
ampas teh dinilai menguntungkan karena selain dapat mengurangi sisa produk
industri juga dapat memberikan efek yang menyebabkan proses pencernaan pada
ruminan berjalan lebih efisien. Aktivitas tanin dimulai dari pencernaan bahan pakan
di dalam mulut, senyawa tanin akan mengikat protein pakan dan dilanjutkan hingga
ke usus halus yang kemudian akan terdigesti sebanyak 78% (Makkar, 2003;
McSweeney et al., 2001).
Menurut uji fitokimia Ayeni dan Yahaya (2010) menyatakan bahwa
kandungan tanin dan saponin dari daun kembang sepatu masing-masing 8,40% dan
1,99%. Tepung buah lerak mengandung saponin sebesar 3,87% dan ekstraksi lerak
dengan methanol sebesar 81,50% (Suharti et al., 2009) sehingga pada konsentrasi
1%, ekstrak metanol tepung Lerak dapat menurunkan populasi protozoa sebesar
96,4% sedangkan ekstrak air tepung Lerak dapat menurunkan populasi protozoa
sebesar 77,9% dalam waktu 30 menit. Pada penelitian ini digunakan saponin yang
berasal dari tepung daun kembang sepatu dengan kandungan saponin 7,68%.
Perbedaan hasil analisis dari batang, daun, dan bunga pada kembang sepatu
dipengaruhi oleh ikatan senyawa glikosida yang terdapat dalam bagian - bagian
tersebut. Francis et al. (2002) menyebutkan besarnya kompleksitas struktur saponin
28
berasal dari variabilitas struktur aglikon. Diketahui saponin terdiri atas gula yang
mengandung glukosa, galaktosa, asam glukoronat, xylosa, rhamnosa atau
methylpentosa.
Kadar eugenol setelah minyak cengkeh yang digunakan dalam penelitian
adalah 55,14%. Lingkungan dan metode penyulingan dari tanaman cengkeh
mempengaruhi kadar eugenol yang tersedia. Selain itu, minyak cengkeh dapat
disuling dari bunga, batang, dan daun yang memiliki kadar eugenol yang berbeda.
Pada bunga (10%-20%), tangkai (5%-10%), dan daun (1%-4%) (Nurdjannah, 2004).
Penambahan minyak daun cengkeh pada kombinasi ampas teh dan daun kembang
sepatu dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pakan yang
dihasilkan dari interaksi ikatan hidrosil dalam eugenol dengan membran sel bakteri,
sehingga menghambat pertumbuhan bakteri. Senyawa eugenol dikenal sebagai
antiseptik dan antimikroba yaitu mempengaruhi aktivitas bakteri gram positif dan
gram negatif (Dorman dan Deans, 2000; Walsh et al., 2003). Eugenol merupakan
golongan phenylpropanoids dengan ikatan hirophobik pada rantai hidroksilnya
sehingga dengan mudah akan menempel pada lapisan membran bakteri (menempati
ruang antara ikatan asam lemak).
Penggunaaan minyak ditujukan untuk menekan pertumbuhan bakteri
metanogen berupa bakteri penghasil asetat serta butirat yang diketahui dapat
mengurangi efisiensi pakan karena kehilangan energi berlebih. Penggunaan minyak
atsiri memiliki pengaruh positif pada fermentasi rumen diantaranya adalah
meningkatkan VFA total, menurunkan proporsi asetat serta meningkatkan proporsi
propionat dan menurunkan konsentrasi ammonia.
Konsentrasi Amonia (NH3) dan Nilai pH
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian minyak cengkeh tidak
nyata (P>0,05) mempengaruhi produksi amonia (NH3) (Tabel 4). Hal tersebut
menunjukkan bahwa suplementasi minyak cengkeh dengan level 0,02 dan 0,04
mg/ml tidak mempengaruhi produksi amonia. Demikian juga dengan keadaan pH,
berdasarkan hasil analisis statistik diketahui bahwa penambahan suplementasi
minyak cengkeh tidak nyata mempengaruhi (P>0,05) pH cairan rumen (Tabel 4).
Senyawa eugenol minyak cengkeh diduga mempengaruhi penurunan konsentrasi
NH3 di dalam rumen. Selain itu, proteksi protein dengan adanya senyawa tanin asal
29
ampas teh juga dapat menyebabkan penurunan ketersediaan protein bagi
mikroorganisme rumen (Tanner et al., 1994). Hal tersebut mempengaruhi kinerja
dari bakteri penghasil amonia yang masih terdapat di dalam rumen. Aktivitas tanin
dimulai dari pencernaan bahan pakan di dalam mulut, senyawa tanin akan mengikat
protein pakan dan dilanjutkan hingga ke usus halus yang kemudian akan terdigesti
sebanyak 78% (Makkar, 2003; McSweeney et al., 2001).
Beberapa bakteri pemecah protein sehingga menjadi asam amino antara lain :
Butyrivibrio, Succinivibrio, Selenomonas lactilytica, Borrrelia, Bacteriobes sp., dan
Clostridium lochhiadii (Hungate, 1966). Bakteri penghasil amonia memiliki
kemampuan untuk melakukan aktivitas deaminasi, namun populasi di dalam rumen
hanya sekitar 1% diantara populasi bakteri yang ada (Wallace, 2002). Minyak daun
cengkeh mengandung senyawa eugenol yang merupakan bagian dari
phenylpropanoids yang diduga dapat menghambat pertumbuhan bakteri melalui
interaksi membran (Griffin et al., 1999; Davidson dan Naidu, 2000; Dorman dan
Deans, 2000). Penelitian ini memiliki hasil yang sama dengan Castillejos et al..
(2006) bahwa pemberian eugenol 50 mg/L (0,05 mg/ml) memberikan hasil yang
tidak berbeda dengan kontrolnya.
Konsentrasi NH3 yang dihasilkan dari semua perlakuan berkisar antara 6,92-
8,07 mM dan nilai tersebut masih optimal untuk pertumbuhan mikroba rumen.
McDonald et al. (1995) menyatakan bahwa konsentrasi NH3 yang optimum untuk
menunjang sintesis protein mikroba dalam rumen berkisar antara 6-21 mM. Pada
perlakuan dengan penambahan hanya menggunakan AT serta DKS menghasilkan
konsentrasi NH3 yang meningkat yaitu 8,07 mM lebih tinggi dibandingkan dengan
kontrol yang hanya 6,93 mM. Hal ini diduga disebabkan bakteri penghasil amonia
dapat bekerja karena tidak adanya senyawa eugenol pada perlakuan. Hal ini dinilai
menguntungkan ternak karena dapat meningkatkan amonia dalam rumen sehingga
dapat dimanfaatkan untuk produksi sel mikroba dan sintesis protein mikroba.
Pemberian minyak cengkeh dengan level 0,02 dan 0,04 mg/ml tidak memberi
pengaruh yang nyata terhadap pH, namun masih dalam taraf normal yang berkisar
antara 6,51-6,55. Menurut Sutardi (1977) faktor yang diperlukan untuk kelangsungan
proses fermentasi oleh mikroba rumen adalah kondisi mendekati anaerob dengan pH
pada 6-7, sedangkan McDonald et al. (1995) menyatakan bahwa pH normal cairan
30
rumen pada kisaran 5,5-6 dengan phospat dan bicarbonat pada saliva sebagai buffer.
Apabila pH menurun dapat diartikan akan terjadi peningkatan suplai H2 yang
merupakan produk samping fermentasi rumen. Hal ini juga mengindikasikan bahwa
terjadi peningkatan aktivitas fermentasi rumen. Busquet et al. (2006) dan Castillejos
et al. (2006) menyebutkan bahwa peningkatan pH akan menyebabkan penurunan
pada produksi VFA total, dikarenakan pH yang tidak netral akan menekan
pertumbuhan bakteri pendegradasi sehingga pencernaan berjalan lambat.
Tabel 4. Pengaruh Perlakuan Terhadap NH3 (mM) dan pH
Perlakuan NH3 (mM) pH
A1 6,93± 2,44 6,54±0,03
A2 8,07± 2,98 6,55±0,03
A3 6,92± 1,91 6,51±0,02
A4 7,03± 1,15 6,53±0,03
Keterangan : Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara perlakuan (P>0,05).
A1= 60% rumput lapang + 30% konsentrat (K), A2 = K + 1 mg/ml ampas teh + 0,3
mg/ml tepung daun kembang sepatu (SI), A3 = K + SI + 0,02 mg/ml minyak daun
cengkeh (MC), A4 = K + SI + 0,04 mg/ml MC.
Konsentrasi VFA Total dan Parsial
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa penambahan minyak cengkeh
0,04 mg/ml pada kombinasi AT dan DKS sangat nyata (p<0,01) meningkatkan VFA
total sebesar 35,6% dari kontrol (Tabel 6). Hal ini menunjukkan adanya peningkatan
fermentasi pakan yang terjadi di dalam rumen dengan pemberian minyak cengkeh,
ampas teh dan daun kembang sepatu. Peningkatan VFA total mencerminkan
peningkatan sumber protein dan karbohidrat yang mudah tercerna (bahan organik) di
dalam ransum. Hal ini dikarenakan oleh pemecahan sumber pati berjalan dengan
baik. Adanya penambahan senyawa tanin yang bisa melindungi protein sehingga
dapat bertahan dengan sedikit degradasi hingga pasca rumen, ditambah dengan
kemampuan saponin sebagai defaunasi protozoa menghasilkan peningkatan aktivitas
dari bakteri pemecah karbohidrat. Hal ini ditandai dengan meningkatkan populasi
bakteri amilolitik pada penelitian Wiristya et al. (data belum dipublikasi) pada
penambahan level 0,04 mg/ml mampu meningkatkan populasi sebesar 10,5%
dibandingkan kontrol.
31
Tabel 5. Pengaruh Perlakuan Terhadap Profil VFA Total dan VFA Parsial
Parameter Perlakuan
A1 A2 A3 A4
VFA Total (mM) 58,66 ± 11,04a 59,19 ± 12,88
a 60,67 ± 14,18
ab 79,54 ± 22,91
b
Proporsi molar (mol/100 mol) :
- Asetat
- Propionat
- Butirat
- Valerat
64,33± 2,95a
23,62 ± 3,35b
10,97 ± 2,54
1,08 ± 0,13
65,32 ± 2,89ab
23,41 ± 2,92b
10,22 ± 1,18
1,05 ± 0,19
64,28 ± 2,69a
23,45 ± 3,19b
10,98 ± 0,85
1,29 ± 0,52
66,76 ± 3,75b
21,78 ± 2,42a
10,26 ± 1,65
1,19 ± 0,52
Keterangan : Superskrip pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)
untuk VFA total serta (P<0,1) untuk asetat, propionat, butirat, dan valerat. A1= 60% rumput lapang + 30% konsentrat (K), A2 = K + 1 mg/ml ampas teh + 0,3
mg/ml tepung daun kembang sepatu (SI), A3 = K + SI + 0,02 mg/ml minyak daun
cengkeh (MC), A4 = K + SI + 0,04 mg/ml MC.
Penambahan minyak cengkeh 0,04 mg/ml juga cenderung meningkatkan
(P<0,1) proporsi molar asetat sebesar 2,43%. Hal ini diduga akibat adanya
penambahan ampas teh yang ikut berkontribusi dalam penambahan serat kasar
ransum sehingga menyebabkan asetat meningkat. Ampas teh yang digunakan terdiri
dari bagian besar serat (SK 16,78% dari BK) hasil sisa dari fermentasi dan
pembuatan teh kemasan. Penambahan minyak cengkeh pada level 0,04 mg/ml
cenderung menurunkan (P<0,1) pembentukan propionat, namun tidak nyata
menurunkan produksi butirat dan valerat. Hasil ini berbeda dengan Busquet et al.
(2006) yang menyatakan penggunaan minyak cengkeh dan eugenol murni (98%)
pada level 30 mg/L cairan rumen berhasil meningkatkan pH dan proporsi propionat.
Hal ini diduga akibat adanya perbedaan rasio pakan yang digunakaan pada saat
penelitian. Pada penelitian ini digunakan rasio rumput gajah dan konsentrat 60:40
sehingga kandungan pati sebagai penghasil propionat menjadi berkurang. McDonald
et al. (1995) menyatakan penambahan konsentrat pada pakan hijauan akan
meningkatkan proporsi propionat terhadap asetat, hal ini terjadi apabila konsentrat
mencapai 60% dari pakan.
Kecernaan Bahan Kering (KCBK) dan Bahan Organik (KCBO)
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa penambahan minyak cengkeh
hingga level 0,04 mg/ml pada kombinasi AT dan DKS sangat nyata (P<0,01)
32
menurunkan KCBK dan KCBO ransum (Tabel 6). Pada penambahan kombinasi AT
dan DKS saja menurunkan kecernahan bahan dan kecernaan organik sebesar 8,96%
dan 12,01% dibandingkan kontrol. Hal ini diduga akibat adanya tanin dan saponin
yang terdapat dalam bahan tersebut. Tanin mampu membentuk senyawa kompleks
dengan protein dan berikatan dengan dinding sel mikroorganisme rumen. Hal ini
menyebabkan protein dengan kualitas pakan tinggi diproteksi oleh tanin dari
degradasi mikroorganisme rumen sehingga lebih tersedia pada saluran pasca rumen.
Tabel 6. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Kecernaan
Bahan Organik
Perlakuan KCBK (%) KCBO (%)
A1 66,31±6,17b
69,74±4,72b
A2 57,35±5,62a
57,73±4,95a
A3 58,92±6,34a
60,28±4,79a
A4 58,44±5,77a
58,03±4,58a
Keterangan : Superskrip pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)
A1= 60% rumput lapang + 30% konsentrat (K), A2 = K + 1 mg/ml ampas teh + 0,3
mg/ml tepung daun kembang sepatu (SI), A3 = K + SI + 0,02 mg/ml minyak daun
cengkeh (MC), A4 = K + SI + 0,04 mg/ml MC.
Penurunan kecernaan bahan kering dan bahan organik diduga akibat
pengaruh rasio ransum basal yang digunakan yaitu rumput gajah : konsentrat (60:40),
selain itu suplementasi ampas teh yang mengandung serat tinggi (16,78% BK) turut
mempengaruhi proses degradasi serat. Populasi protozoa yang menurun diduga dapat
mengurangi daya cerna bahan pakan yang terjadi di dalam rumen. Menurut Wiristya
et al. (data belum dipublikasi), diketahui populasi protozoa nyata menurun (P<0,05)
pada penambahan level DKS 0,3 mg/ml cairan rumen. Penelitian Fitri et al. (2010)
bahwa dengan pemberian 1% ekstrak kembang sepatu berhasil menurunkan (P<0,05)
sebesar 1,27 x 104/ml populasi protozoa dan menurunkan kecernaan bahan kering
serta organik masing-masing 8,98% dan 11,35%.
Pada penggunaan ekstrak lerak dengan metanol pada level pemberian 3%
(w/v) berhasil menurunkan protozoa (Suharti et al., 2010). Protozoa merupakan
fauna yang hidup di dalam rumen dan memiliki populasi sekitar 106 per ml lebih
kecil dan memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan populasi bakteri. Protozoa
di dalam rumen bertindak sebagai pencerna serat sama dengan fungi, namun
33
protozoa juga memangsa bakteri yang yang ukurannya lebih kecil (McDonald et al.,
1995).
Produksi Gas Total
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa penambahan minyak cengkeh
pada pakan yang telah memperoleh suplementasi AT dan DKS setiap perlakuan
nyata menurunkan (P<0,05) produksi gas total pada 48 jam inkubasi (Tabel 7). Gas
yang dihasilkan pada metode ini berasal dari fermentasi substrat secara langsung
(CO2 dan CH4) dan berasal dari produksi gas secara tidak langsung melalui
mekanisme buffering VFA yakni berupa gas CO2 yang dilepaskan dari buffer
bikarbonat yang diproduksi selama proses fermentasi (Getachew et al., 1998).
Produksi gas yang dihasilkan menunjukkan terjadinya proses fermentasi
pakan oleh mikroba di dalam rumen. Produksi VFA total yang dihasilkan juga sangat
nyata (P<0,01) meningkat. Namun pada VFA parsialnya hanya berhasil
meningkatkan proporsi asetat saja tanpa diimbangi dengan peningkatan propionat.
Hal ini dikarenakan ransum basal yang digunakan pada penelitian ini adalah berupa
rumput gajah : konsentrat (60:40), hal ini secara langsung akan mempengaruhi
produksi propionat yang diketahui hasil dari fermentasi konsentrat (McDonald et al.,
1995). Penambahan minyak cengkeh pada level 0,02 mg/ml MC hingga level 0,04
mg/ml MC menurun sekitar 16,7%;16,6% pada 2 jam pertama dan 16,6%; 24,4%
pada 4 jam inkubasi. Waktu ini merupakan saat dimana pertama kali bahan pakan
masuk, sehingga masih banyak zat makanan yang dapat didegradasi oleh mikroba.
Pada inkubasi 6, 8 dan 12 jam pemberian 0,02 mg/ml MC menurunkan
produksi gas sebesar 12,3%; 13,15% dan 12,0% dari kontrol. Pada pemberian 0,04
mg/ml MC menghasilkan produksi gas total yang menurun sebesar 18,2%; 18,3%
dan 17% dari kontrol. Penurunan yang terjadi dengan penambahan minyak cengkeh
diduga karena adanya senyawa phenolik di dalam minyak cengkeh yang
menghambat proses fermentasi dengan mengikat bakteri (antibakteri) (Griffin et al.,
1999; Davidson dan Naidu, 2000; Dorman dan Deans, 2000). Sehingga proses
pencernaan bahan pakan oleh bakteri menurun. Selain itu, penambahan tanin
mengakibatkan protein dalam pakan terlindungi dari degradasi sehingga secara
langsung akan menghambat produksi gas yang merupakan hasil samping dari proses
fermentasi nutrien pakan. Makkar et al. (2003) menyatakan keberadaan tanin dapat
34
mengurangi produksi gas dalam sistem fermentasi in vitro karena interaksi tanin
dengan komponen-komponen pakan yang berkontribusi terhadap produksi gas,
khususnya protein dan serat.
Tabel 7. Pengaruh Perlakuan Terhadap Gas Total
Keterangan : Perbedaan Superskrip pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada
jam ke 6, 8 dan 24 (P<0,05), dan sangat nyata pada jam ke 2 dan 4 (P<0,01), serta
kecenderung pada jam ke jam 12 dan 48 (P<0,1).
A1= 60% rumput lapang + 30% konsentrat (K), A2 = K + 1 mg/ml ampas teh + 0,3
mg/ml tepung daun kembang sepatu (SI), A3 = K + SI + 0,02 mg/ml minyak daun
cengkeh (MC), A4 = K + SI + 0,04 mg/ml MC.
Pada waktu inkubasi 24 jam pemberian level 0,02 mg/ml MC dan 0,04 mg/ml
MC menghasilkan penurunan 13,1% dan 24,9% sedangkan pada jam inkubasi 48 jam
menghasilkan peningkatan yaitu 1,2% dan menurun kembali pada level 0,04 mg/ml
MC sebesar 9,5% dibandingkan dengan kontrol. Pada inkubasi 24 dan 48 jam terjadi
fluktuasi produksi gas, dikarenakan jumlah bahan pakan yang tercerna semakin
berkurang. Penghambatan bakteri yang terjadi akibat penggunaan minyak cengkeh
turut mempengaruhi hal ini. Menurut Dewi (2007) bakteri selulolitik yang masih
mampu bertahan hidup setelah 24 jam inkubasi, karena fase pertumbuhan bakteri ini
lebih lambat dibandingkan dengan bakteri amilolitik dan proteolitik.
Metode gas in vitro dapat digunakan untuk mengukur dan memprediksi nilai
kecernaan bahan pakan, pengaruh bahan pakan terhadap fermentasi di dalam rumen
dan pengaruh bahan pakan terhadap pertumbuhan mikroba rumen (Kurniawati,
2007). Selaras dengan McDonald et al. (1995) melaporkan bahwa produksi gas
menunjukkan terjadinya proses fermentasi pakan oleh mikroba rumen, yaitu
Pengamatan
Jam Ke-
Perlakuan
A1 A2 A3 A4
2 4,96±0,48b
4,02±0,67ab
4,13±1,14ab
3,78±0,93a
4 8,03±0,73b
6,83±0,92ab
6,70±0,93ab
6,07±1,28a
6 10,55±0,98b
9.12±1,40ab
9,25±1,24ab
8,63±2,09a
8 12,85±1,39 b
11,16±1,67ab
11,16±1,82ab
10,50±2,29a
12 16,55±1,69 b
15,02±1,63ab
14,56±1,75ab
13,74±2,63a
24 27,94±6,12 b
25,91±4,50ab
24,28±2,70ab
20,99±1,16a
48 26,47±14,37 26,41±11,44 26,75±7,20 23,96±7,24
35
menghidrolisis karbohidrat menjadi monosakrida dan disakarida yang kemudian
difermentasi menjadi asam lemak terbang.
36
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penambahan minyak cengkeh 0,04 mg/ml pada ampas teh 2 mg/ml dan daun
kembang sepatu 0,3 mg/ml dapat memodifikasi fermentasi rumen yaitu
meningkatkan produksi VFA total dan proporsi molar asetat. Penambahan minyak
cengkeh 0,04 mg/ml tidak nyata mempengaruhi konsentrasi amonia (NH3),
menurunkan KCBK dan KCBO serta produksi gas total.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan penambahan level ampas teh,
daun kembang sepatu untuk melihat pengaruhnya pada penggunaannya sebagai
bahan pakan ternak ruminansia.
37
UCAPAN TERIMA KASIH
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT berkat rahmat
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat
mendapatkan gelar kesarjanaan dari program studi Ilmu Nutrisi dan Teknologi
Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan banyak
terima kasih kepada Ayahanda Suparjo serta Ibunda Daniyem yang selalu
memberikan nasihat serta memberikan doa restu tulus untuk kesuksesan penulis
dalam segala hal. Kepada Mas dan Mbak penulis tercinta (Juniardi, S.P dan Sri
Suratmi, Astuti Amd. dan Rudianto, Tri Arti, S.Pt dan Rudi Kamsari, S.P M.Agr.
serta Ira Lusiana Amd. dan Brigadir Yudi Dharma Syaputra) yang senantiasa
memberikan dukungan dan nasihat dalam masa penulis menempuh pendidikan
selama ini dan menjadi pemicu semangat bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Sri Suharti S.Pt M.Si selaku
pembimbing utama atas segala kesediaan membantu dalam hal saran, nasehat kepada
penulis dalam menyelesaikan tugas akhir dan Dr. Ir. Heri Ahmad Sukria, M.Agr.Sc
selaku pembimbing anggota dan pembimbing akademik yang telah memberikan
dukungan sehingga mempermudah penulis dalam tugas akhir serta masa-masa
perkuliahan. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Ir. Asep Sudarman,
MRur. Sc. sebagai dosen penguji seminar, Ir. Lilis Khotijah, M.Si. dan Zakiah
Wulandari, S.TP. M.Si sebagai dosen penguji pada ujian akhir sarjana serta Ir. Widya
Hermana M.Si sebagai panitia seminar dan sidang atas segala masukan yang
diberikan demi perbaikan skripsi penulis. Terima kasih kepada pihak Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) melalui dana Insentif RISTEK 2011
sehingga penelitian dapat berjalan dengan baik.
Terima kasih kepada rekan satu tim penelitian Nur Hidayah, S.Pt., Dinda
Mulia U., S.Pt. dan Rahmi Wiristya, S.Pt. atas bantuan tenaga, pikiran, saran serta
semangat selama penelitian hingga akhir penulisan skripsi. Terimakasih kepada
Laboran yang bertugas (Ibu Dian Anggreini dan Ibu Adriani) pada laboratorium
tempat penulis melaksanakan penelitian atas bantuan serta saran yang telah
diberikan. Terima kasih kepada sahabat dan teman terdekat (Ardya A.S, S.Pt,
Monica P, Sri Ayu D., S.P., Ni Made Wenes W., S.P., Belinda Y, S.Hut., Pirka S.,
Angela, S.P., Maulani B. S., S.Pt., Nadya Ebtha K. S., S.Pt., Juanda S., S.Pt., Dendi
38
V, Wahyu R.U., Aristya W., S.Pt., Triyana E.S., Jasiska Karolita, S.Pt., Nurhadiah,
S.P., Dini G., Atina F., Renny Mahardika, Astani A. L.) serta rekan seperjuangan
Nutrisi 44 yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan, doa serta
semangat yang diberikan selama ini. Terima kasih kepada keluarga besar KSR PMI
Unit I IPB, Himpunan Mahasiswa Labuhan Batu, dan keluarga kecil di Nexus House
yang selama ini telah memberikan semangat tersendiri bagi penulis. Semoga skripsi
ini dapat bermanfaat bagi penulis serta pembaca.
Bogor, Januari 2012
Penulis
39
DAFTAR PUSTAKA
Anindita, F. 2009. Perbedaan kualitas nutrisi hijauan pada musim hujan dan
kemarau serta pengaruhnya terhadap produksi dan kualitas susu di Kampung
Barunagri, Lembang, Bandung Utara, Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi
dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Arbain, D., 2004. Review dua dekade penelitian kimia tumbuhan sumatera. Bull. of
Indonesian Society of Natural Product Chemistry 4:1.
Arora, S. P. 1989. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Terjemahan : R. Murani.
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Ayeni K. E. & Yahaya S, A. 2010. Phytochemical screening of three medicinal
plants neem leaf (Azadirachta Indica), hibiscus leaf (Hibiscus Rosasinensis)
and spear grass leaf (Imperata Cylindrical). Continental J. Pharmaceutical
Sciences 4: 47 – 50.
Badan Pusat Statistik. Luas perkebunan dan produksi teh Indonesia. 2011.
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=54&n
otab=1 [1 November 2011].
Badan Koordinasi Penanaman Modal. Produksi Cengkeh. 2011.
http://www.bkpm.org/index.htm [15 September 2011].
Benchaar, C. 2010. Eugenol supplementation in high or low concentrate diets: effects
on ruminal fermentation, protozoa counts, and in situ ruminal degradation of
soybean meal, hay, and corn grain in dairy cows feed. WCDS Advances in
Dairy Tech. 22: 385 (Abstr.).
Bulan, R. 2004. Reaksi asetilase eugenol dan oksidasi metil isoeugenol. Skripsi.
Program Studi Teknik Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam. Universias Sumatera Utara. Medan.
Busquet, M., S. Calsamiglia, A. Ferret, & C. Kamel. 2006. Plant extracts affect in
vitro rumen microbial fermentation. J. Dairy Sci. 89:761–771.
Calsamiglia, S. M. Busquet, P. W. Cardozo, L. Castillejos, & A. Ferret. 2007.
Invited Review: Essential Oils as modifiers of rumen microbial
fermentation. J. Dairy Sci. 90: 2580-2595.
Carulla, J. E., M. Kreuzer, A. Machmuller & H. D. Hess. 2005. Supplementation of
Acacia mearnsii tanins decrease methanogenesis and urinary nitrogrn in
forage- fed sheep. Aust. J. Agr. Res. 56: 961-970.
Castillejos, L. S. Calsamiglia, & A. Ferret. 2006. Effect of essensial oil active
compounds on rumen microbial fermentation and nutrient flow in vitro
systems. J. Dairy Sci. 89: 2649-2659.
Chaieb, K., H. Hajlaoui, T. Zmantar, A.B. Kahla-Nakbi, M. Rouabhia, K.
Mahdouani & A. Bakhrouf. 2007. The chemical composition and biological
activity of clove essential oil, eugenia caryophyllata (Syzigium
aromaticum L. Myrtaceae). A short review. Phytother. Res. 21: 501-506.
40
Chruch, D. C. 1988. Digestive Physiology and Nutrition of Ruminants. 2nd
Ed.
Prentice hall, Englewoood Chifs. New Jersey.
Close, W & K. H. Menke, 1986. Selected Tropics in Animal Nutrition. A Manuel
Prepared for the 3rd
Hohenheim Course on Animal Nutrition in The Tropics
2nd
Edn., University of Hohenheim, Stuttgart.
Cowan, M. 1999. Plant products as antimicrobial agents. Clin. Microbiol. Rev. 12:
564-582.
Daning, D. R. A. 2006. Limbah teh hitam (bohea bulu) sebagai agen defaunasi
terhadap reduksi gas metan pada fermentasi rumen dalam mendukung
peternakan ramah lingkungan. Skripsi. Jurusan Ilmu dan Produksi
Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Davidson, P. M. & A. S. Naidu, 2000. Phyto-Phenols. In: Natural Food
Antimicrobial System. CRC Press, Boca Raton.
De Boever, J. L., J. M. Aerts, J. M. Vanacker & D. L. De Brabander. 2005.
Evaluation of the nutritive value of maize silages using gas production
technique. Anim. Feed Sci. Technol. 123-124: 255-265.
Dorman, H. J. D., & S. G. Deans. 2000. Antimicrobial agents from plants:
Antibacterial activity of plant volatile oils. J. Appl. Microbiol. 88: 308–316.
Dewi, G. S. 2007. Evaluasi in vitro mikroba rumen berbagai ternak ruminansia
terhadap pemakaian bungkil biji jarak pagar (Jatropha curcas L.). Skripsi.
Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Dinas Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementrian Republik Indonesia.
2011.http://www.datainfonak.net/index.php?page=statistikpeternakan&action
=info. [20 Oktober 2011].
Egan, A.R. 1980. Host Animal-Rumen Relationship. Proceding of Nutrition Society
39: 79- 89.
Farmakognosi Umum ITB. 2009. http://www.google.co.id/#hl=id&biw=1152
&bih=643&sa=X&ei=P7fpTqPkFciqrAf14eHjCA&ved=0CBMQBSgA&q=s
truktur+kimia+tanin-farmakognosi+umum &spell=1&bav=on.2,or.r_gc.r_pw.
,cf.osb&fp=bd83f88075b68a0d. [27 November 2011].
Finlay B. J. 1994. Some rumen ciliate have endosymbiotic methanogens. FEMS
Microbiol Lett 117: 157-161.
Fitri, A., N. Hidayah., D. M. Utami., W. W. Suryani. 2010. Pemanfaatan senyawa
bioaktif kembang sepatu (Hibiscus Rosa-Sinensis) untuk menekan produksi
gas metan pada ternak ruminansia. Program Kreativitas Mahasiswa. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Francis, G., Z. Kerem, H. P. S Makkar & K. Becker. 2002. The biological action of
saponins in animal systems: a review. Br. J. Nutr. 88: 587-605.
Galleher, D. D., C. A. Hassel & K. J. Lee. 1993. Relationships between viscisity of
hydroxypropyl methylcellulose and plasma cholesterol in hamsters. J.
Nut.123: 1732-1738.
41
Garcia-Lopez, P. M., L. Kung, J. & J. M. Odom. 1996. In vitro inhibition of
microbial methane production by 9,10-anthraquinone. J. Anim. Sci. 74: 2276-
2284.
General Laboratory Procedure. 1966. Report of Dairy Science. University of
Wisconsin, Madison.
Getachew G, M. Blummel, H. P. S. Makkar & K. Becker. 1998. In vitro gas
measuring techniques for assessment of nutritional quality of feeds: A review.
J.Anim. Feed Sci. and Tech. 72: 261-281.
Griffin, S. G., S. G. Wyllie, J. L. Markham, & D. N. Leach. 1999. The role of
structure and molecular properties of terpenoids in determining their
antimicrobial activity. Flavour Fragr. J. 14: 322–332.
Greathead, H. 2003. Plants and plant extracts for improving animal productivity.
Proc. Nutr. Soc. 62: 279–290.
Harnani, E. D. 2010. Perbandingan kadar eugenol minyak atsiri bunga cengkeh
(Syzygium Aromaticum (L.) Meer. & Perry) dari Maluku, Sumatera,
Sulawesi, dan Jawa dengan Metode Gc-M. Skripsi. Fakultas Farmasi.
Universitas Muhammadyah Surakarta. Surakarta.
Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo, S. Lebdosukojo & A. D. Tilman. 1998. Tabel –tabel
dari Komposisi Bahan Makanan Ternak untuk Indonesia. Gadjah Mada
university Press, Yogyakarta.
Hungate, R. E. 1966. The Rumen and It’s Microbes. Academic Press, New York.
Hutapea, S. 1991. Inventarisasi Tanaman Obat. Departemen Kesehatan RI, Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta.
Istiqomah, L., H. Herdian, A. Febrisantosa & D. Putra. 2011. Waru leaf (hibiscus
tiliaceus) as saponin source on in vitro ruminal fermentation characteristic.
J.Indonesian Trop. Anim. Agric. 36: 43-49.
Istirahayu, D. N. 1993. Pengaruh penggunaan ampas teh sosro dalam ransum
terhadap performa ayam broiler. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Jalaludin. 1994. Uji banding gamal dan angsana sebagai sumber protein, daun
kembang sepatu dan minyak kelapa sebagai agen defaunasi dan suplementasi
analog hidroksi metionin dan amonium sulfat dalam ransum pertumbuhan
sapi perah jantan. Tesis. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Jayanegara, A. & A. Sofyan. 2008. Penentuan aktivitas biologis tanin beberapa
hijauan secara in vitro menggunakan “Hohenheim Gas test” dengan polietil
glikol sebagai determinan. Med. Pet. 31: 44-52.
Jayanegara, A., A. Sofyan, H. P. S. Makkar & K. Becker. 2009. Kinetika produksi
gas, kecernaan bahan organik dan produksi gas metana in vitro pada hay dan
jerami yang disuplementasi hijauan mengandung tanin. Med. Pet. 32: 120-
129.
42
Kondo, M., M. Hikada, K. Kita & H. Yokota. 2004. Ensiled green tea and black tea
waste as protein supplement for goats. Option Mediterraneennes 74: 165-169.
Kuntandi, Y. A. 1992. Pemanfaatan ampas teh dari industri teh botol sosro sebagai
bahan baku pembuatan papan partikel. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kurniawati, A. 2009. Evaluasi suplementasi ekstrak lerak (Sapindus rarak) terhadap
populasi protozoa, bakteri, dan karakteristik fermentasi rumen sapi peranakan
ongole secara in vitro. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi
Pakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Lambert R. J. W., P. N. Skandamis, P. J. Coote & G. J. E. Nychas. 2000. A study of
minimum inhibitory concentration and mode of action of oregano assential
oil, thymol and carvacrol. J. Appl. Microbiol. 91: 453-462.
Lee K. G. & T. Shibamoto. 2001. Antioxidant property of aroma extract isolated
from clove buds (Syzgium aromaticum (L.) Merr et Perry). J. Agric. Food
Chem. 74: 443-448.
Lopez, S. 2005. In vitro and in situ techniques for estimating digestibily. Dalam J.
Dijkstra, J. M. Forbes, & J. France (Eds). Quantitatitive Aspect for Ruminant
Digestion and Metabolism. 2nd
Ed. CABI Publishing, London.
Makkar, H. P. S., S. Sen, M. Blummel & K. Becker. 1998. Effects of fractions
containing saponin from Yucca schidigera, Quillaja saponaria, and Acacia
auriculoformis on rumen fermentation. J. Agric. Food Chem. 46: 4324-4328.
Makkar, H. P. S. 2003. Effects and fate tannins in ruminant animals, adaptation to
tannins, and strategies to overcome detrimental effect of feeding tannin-rich
feeds. Small Ruminant Research 49: 241-256.
Min, B. R., W. E. Pomroy, S. P. Hart & T. Sahlu. 2003. The effect of short-term
consumption of a forage containing condensed tannins on gastro-intentinal
nematode parasite infections in grazing wether goats. Small Ruminant Research
51: 279-283.
McDonald, P., R. A. Edward, J. F. D. Greenhalgh & A. Morgan. 1995. Animal
Nutrition. Sixth Edition. Ashford Colour Press, Gosport.
McSweeney, C. S., B. Palmer, D. M. McNeill, & D. O. Krause. 2001. Microbial
interactions with tannins: nutritional consequences for ruminants. Anim. Feed
Sci. Tech. 91:83–93.
Nasution, M. Z & Wachyuddin. 1985. Pengolahan Teh. Departemen Teknologi
Pertanian. Jakarta.
Newbold, C. J., S. Lopez, N. Nelson, J. O. Ouda, R. J. Wallace & A. R. Moss. 2005.
Propionate precursors and other metabolic intermediates as possible
alternative electron acceptors to methanogenesis in ruminal fermentation in
vitro. Br. J. Nutr. 94: 27-35.
Nurcahyani, E. P. 2005. Utilitas ampas teh yang difermentasi dengan Aspergillus
niger di dalam rumen. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Fakultas Peternakan.
Universitas Diponegoro.
43
Nurdjannah, N., S. Hardjo & Mirna. 1993. Distillation method influence the yield
and quality of clove leaf oil. Industrial Crop Research Journal 3: 18-26.
Nurdjannah, N. 2004. Diversifikasi penggunaan minyak cengkeh. Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian. Perspektif 3: 61-70.
Oliveira, S. G., T. T. Berchielli, M. D. S. Pedreira, O. Primavesi, R. Frighetto, & M.
A. Lima. 2006. Effect of tanin levels in sorgum silage and concentrate
supplementation on apparent digestibility and methan emission in beef cattle.
Anim. Feed Sci. and Tech. 135: 236-248.
Patra, A. K. 2011. Effects of essential oils on rumen fermentation, microbial ecology,
and ruminant production. Asian J. Anim. Vet. Adv. 10: 1-13
Parrakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Universitas
Indonesia, Jakarta.
Perry, L. M & Metzger. 1990. Medicinal Plant of East and Southeast Asia. The
MIT Press, London.
Putra, S. 2006. Pengaruh suplementasi agensia defaunasi dan waktu inkubasi
terhadap bahan kering, bahan organik terdegradasi dan produk fermentasi
secara in vitro. Animal Production 8: 121 – 130.
Rahmawati, I. G. A. W. D. 2001. Evaluasi in vitro kombinasi lamtoro merah
(Acaciavillosa) dan gamal (Gliricidia Maculata) untuk meningkatkan kualitas
pakan pada ternak domba. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Rohayati, E. T. 1994. Evaluasi nutrisi ampas teh (Camellia Sinensis) dan subtitusinya
terhadap lamtoro dalam ransum secara in vitro. Skripsi. Fakultas Peternakan.
Institut Pertanian Bogor.
Santoso, B., M. Nelce & Umiyati. 2005. Komposisi kimia dan degradasi nutrien
silase rumput gajah yang diensilase dengan residu daun teh hitam. Animal
Production 9: 160-165.
Selly. 1994. Peningkatan kualitan pakan serat bermutu rendah dengan amoniasi dan
inokulasi digesta rumen. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Sipuk. 2008. Daun cengkeh. http://www.bi.go.id/sipuk/id/text/silmuk/
atsiri/images/GB1-1.jpg. [20 November 2011].
Steel, R. G. D. & J. H. Torrie. 1993. Prinsip & Prosedur Statistika Suatu pendekatan
Biometrik. Terjemahan: M. Syah. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Suharti, S., D. A. Astuti & E. Wina. 2009. Kecernaan nutrient dan performa
produksi sapi potong peranakan ongole (PO) yang diberi tepung lerak
(Sapindus rarak) dalam ransum. JITV. 14: 200-207.
Suharti, S., A. Kurniawati, D. A. Astuti & E. Wina. 2010. Microbial population and
fermentation characteristic in response to sapindus rarak mineral block
supplementation. Med. Pet. 33: 150-154.
44
Supriatna, A., U. N. Rambitan, D. Sumangat & N. Nurdjannah. 2004. Analisis sistem
perencanaan model pengembangan agroindustri minyak daun cengkeh: studi
kasus di Sulawesi Utara. Buletin Tro. 15.
Sutardi, T. 1977. Ikhtisar Ruminologi . Bahan Kursus Peternakan Sapi perah. Kayu
Ambon lembang. Direktorat Jenderal Peternakan, Bandung.
Tanner, G. J., A. E. Moore & P. J. Larkin. 1994. Proanthocyanidins inhibit
hydrolysis of leaf proteins by rumen microflora in vitro. Br. J. Ntr. 74: 974-
958.
Teferedegne, B. 2000. New perspectives on the use of tropical plants to improve
ruminant nutrition. Proceedings. Nutrition Society.59: 209-214.
Tilley, J. M. A, & R. A. Terry. 1963. A two stage technique for the in vitro digestion
of forage crop. Journal of British Grassland 18: 104-111.
Wallace R. J., N. R. McEwan, F. M. McIntosh, B. Teferedegne & C. J. Newbold.
2002. Natural products as manipulators of rumen fermentation. Asian-Aust. J.
Anim. Sci. 15: 1458-1468.
Walsh, S. E., J. Y. Maillard, A. D. Russell, C. E. Catrenith, D. L. Charbonneau & R.
G. Bartolo. 2003. Activity and mechanisms of action of selected biocidal
agents on gram-positive and negative bacteria. J. Appl. Microbiol. 94: 240–
247.
Weimer, P. J., G. C. Waghorn, C. L. Odt, & D. R. Mertens. 1999. Effect of
diet on populations of three species of ruminal cellulolytic bacteria in
lactating dairy cows. J. Dairy Sci. 82: 122-134.
Wina, E., S. Muetzel, E. M. Hoffmann, H. P. S. Makkar & K. Becker. 2005.
Saponins containing methanol extract of Sapindus rarak affect microbial
fermentation, microbial activity and microbial community structure in vitro.
Anim. Feed Sci. Tech. 121: 59-174.
LAMPIRAN
46
Lampiran 1. Hasil Analisis Pengaruh Perlakuan Terhadap VFA Total
Lampiran 2. Hasil Analisis Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Bahan Kering (KCBK)
Lampiran 3. Hasil Analisis Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Bahan Organik
(KCBO)
Lampiran 4. Hasil Analisi Pengaruh Perlakuan Terhadap Produksi NH3
Lampiran 5. Hasil Analisi Pengaruh Perlakuan Terhadap Produksi pH
SK JK db KT Fhit Sig.
Perlakuan .003 3 .001 1.738 .212
Kelompok .005 4 .001 2.132 .139
Galat .007 12 .001
Total Terkoreksi .014 19
SK JK db KT Fhit Sig.
Perlakuan 1515.780 3 505.260 5.283 .015
Kelompok 7194.417 4 1798.604 18.805 .000
Galat 1147.719 12 95.643
Total Terkoreksi 9857.915 19
SK JK db KT Fhit Sig.
Perlakuan 250.759 3 83.586 21.598 .000
Kelompok 526.471 4 131.618 34.009 .000
Galat 46.441 12 3.870
Total Terkoreksi 823.671 19
SK JK db KT Fhit Sig.
Perlakuan 478.070 3 159.357 50.140 .000
Kelompok 325.094 4 81.273 25.572 .000
Galat 38.139 12 3.178
Total Terkoreksi 841.303 19
SK JK db KT Fhit Sig.
Perlakuan 4.643 3 1.548 .856 .490
Kelompok 57.576 4 14.394 7.960 .002
Galat 21.700 12 1.808
Total Terkoreksi 83.920 19
47
Lampiran 6. Hasil Analisis Pengaruh Perlakuan Terhadap Produksi Gas Total 2 Jam
SK JK db KT Fhit Sig.
Perlakuan 3.155 3 1.052 5.502 .020
Kelompok 6.846 3 2.282 11.938 .002
Galat 1.720 9 .191
Total Terkoreksi 11.721 15
Lampiran 7. Hasil Analisis Pengaruh Perlakuan Terhadap Produksi Gas Total 4 Jam
SK JK db KT Fhit Sig.
Perlakuan 8.096 3 2.699 5.774 .018
Kelompok 11.383 3 3.794 8.118 .006
Galat 4.207 9 .467
Total Terkoreksi 23.686 15
Lampiran 8. Hasil Analisis Pengaruh Perlakuan Terhadap Produksi Gas Total 6 Jam
Lampiran 9. Hasil Analisis Pengaruh Perlakuan Terhadap Produksi Gas Total 8 Jam
SK JK db KT Fhit Sig.
Perlakuan 8.071 3 2.690 3.261 .073
Kelompok 19.192 3 6.397 7.754 .007
Galat 7.426 9 .825
Total Terkoreksi 34.688 15
SK JK db KT Fhit Sig.
Perlakuan 12.135 3 4.045 2.175 .161
Kelompok 23.060 3 7.687 4.133 .042
Galat 16.740 9 1.860
Total Terkoreksi 51.935 15
48
Lampiran 10. Hasil Analisis Pengaruh Perlakuan Terhadap Produksi Gas Total 12 Jam
Lampiran 11. Hasil Analisis Pengaruh Perlakuan Terhadap Produksi Gas Total 24 Jam
Lampiran 12. Hasil Analisis Pengaruh Perlakuan Terhadap Produksi Gas Total 48 Jam
SK JK db KT Fhit Sig.
Perlakuan 20.340 3 6.780 .297 .827
Kelompok 1119.101 3 373.034 16.339 .001
Galat 205.478 9 22.831
Total Terkoreksi 1344.919 15
Lampiran 13. Uji Lanjut Duncan Pengaruh Perlakuan Terhadap VFA Total
Perlakuan N Subset
1 2
1 5 58.6620
2 5 59.1920
3 5 60.6740 60.6740
4 5 79.5420
Sig. .763 .010
SK JK db KT Fhit Sig.
Perlakuan 16.702 3 5.567 2.002 .184
Kelompok 21.481 3 7.160 2.575 .119
Galat 25.026 9 2.781
Total Terkoreksi 63.209 15
SK JK db KT Fhit Sig.
Perlakuan 103.299 3 34.433 3.524 .062
Kelompok 110.953 3 36.984 3.786 .052
Galat 87.928 9 9.770
Total Terkoreksi 302.180 15
49
Lampiran 14. Uji Lanjut Duncan Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Bahan Kering
(KCBK)
Lampiran 15. Uji Lanjut Duncan Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Bahan Organik
(KCBO)
Lampiran 16. Uji Lanjut Duncan Pengaruh Perlakuan Terhadap Produksi Gas Total 2 Jam
Lampiran 17. Uji Lanjut Duncan Pengaruh Perlakuan Terhadap Produksi Gas Total 4 Jam
Perlakuan N Subset
1 2
4 4 6.0650
3 4 6.7000 6.7000
2 4 6.8325 6.8325
1 4 8.0325
Sig. .163 .027
Perlakuan N Subset
1 2
2 5 57.3540
4 5 58.4380
3 5 58.9240
1 5 66.3100
Sig. .253 1.000
Perlakuan N Subset
1 2
2 5 57.7320
4 5 58.0340
3 5 60.2820
1 5 69.7420
Sig. .052 1.000
Perlakuan N Subset
1 2
4 4 3.7775
2 4 4.0175 4.0175
3 4 4.1300 4.1300
1 4 4.9575
Sig. .304 .017
50