kandungan napza
-
Upload
ramot-biil -
Category
Documents
-
view
108 -
download
3
Transcript of kandungan napza
PUTAU
bukan sekedar heroin!!!!
Serbuk maut yang di kalangan pemakai disebut putau itu sebenarnya sejenis
heroin tapi tidak murni. Ia dibuat oleh pabrik-pabrik ilegal yang biasanya
mengambil lokasi di kebun candu atau opium di kawasan Segi Tiga Emas
ataupun Asia Barat. Apa dan mengapa sangat berbahaya bagi kesehatan si
pemakai?
Penyalahgunaan obat di Indonesia akhir-akhir ini semakin meluas melanda generasi
muda. Obat-obat yang disalahgunakan mulai dari ganja atau hashish, pil koplo, kokain,
hingga ekstasi. Bahkan akhir-akhir ini muncul sabu-sabu (sejenis amfetamin) serta putau
(sejenis heroin). Ganja atau hashish, kokain, dan putau termasuk narkotik. Sedangkan pil
koplo, ekstasi, dan sabu-sabu tergolong psikotropika.
Putau adalah sejenis heroin yang tidak murni dan sangat berbahaya bagi kesehatan pemakainya. Korban-korban ketagihan, sakit, dan kematian akibat heroin sudah cukup banyak. Belum ada data resmi berapa jumlah korban di Indoensia, karena keluarga korban enggan melaporkan. Ada rasa malu dan keluarga berupaya menutup-nutupi. Heroin dan sejenisnya, termasuk putau, tidak memenuhi kriteria sebagai obat.Bahan dasar pembuatan heroin adalah getah buah candu (opium) dari Papaver somniferum,
keluarga Papaveraceae, yang sudah tua tetapi belum masak. Dari getah kering ini diperoleh
candu. Kandungan candu adalah alkaloida golongan narkotik, misalnya morfin, kodein,
tebain, narsein, dan alkaloida non-narkotik, misalnya papaverin, narkotin, apomorfin.
Sedangkan morfin adalah kandungan standar dari candu dan sediaannya yang lain seperti
ekstrak, tingtur, serbuk, dll. Tahun 1805, seorang apoteker Jerman bernama Sertuerner
berhasil mengisolasi morfin (berasal dari bahasa Yunani Morpheus, yang tidak lain adalah
Dewa Mimpi). Kandungan morfin dari candu sampai 10%. Tahun 1874, pabrik Bayer
berhasil mensintesis heroin (diasetilmorfin atau diamorfin) dari bahan baku morfin
menggunakan asam asetat atau cuka anhidrat. Nama heroin diambil dari bahasa Jerman,
yakni heroic yang artinya pahlawan. Heroin yang pertama kali dibuat ini dicoba untuk obat
penekan batuk (antitusif) dan penghilang rasa sakit (analgesik).
Namun, baru tahun 1898 diuji manfaat dan bahayanya pada hewan dan manusia. Ternyata
bahaya heroin jauh lebih besar daripada manfaatnya. Karena itu pada tahun 1924 di
Amerika Serikat dilarang diproduksi dan digunakan.
Dulu heroin dibuat oleh pabrik legal. Namun sejak adanya larangan produksi tersebut heroin
dibuat oleh industri gelap (Clandestine). Industri gelap ini sering mengambil lokasi di kebun
candu, misalnya di daerah Segi Tiga Emas (Myanmar, Thailand, dan Laos), Asia Barat
(Turki, Iran, Irak, Afghanistan, Pakistan). Hal ini terlihat, dari setiap operasi aparat kepolisian
atau militer ditemukan asam cuka dalam jumlah besar. Heroin harganya lebih mahal
daripada morfin; efek adiktif (kecanduan) dan halusinasinya lebih kuat daripada morfin.
Konon penggunaan morfin di kalangan remaja meningkat. Dahulu remaja kita umumnya
menyalahgunakan obat legal yang diizinkan beredar di Indonesia seperti serbuk atau
ekstrak candu, morfin injeksi. Namun bersamaan dengan kemudahan transportasi,
komunikasi, dan jaringan sindikat narkotik yang lebih rapi, maka heroin akhirnya dapat juga
masuk ke Indonesia.
Beberapa cara penyelundupan yang nekat dilakukan anggota sindikat misalnya lewat
kondom atau kapsul yang ditelan dan terdeteksi di perut. Kasus seperti ini pernah terungkap
oleh aparat Bea Cukai Jakarta beberapa waktu yang lalu.
Bukan tergolong obat
Heroin dan sejenisnya, termasuk putau, tidak memenuhi kriteria sebagai obat, karena:
a) Heroin atau putau merupakan bahan kimia yang bahayanya jauh lebih besar daripada
manfaatnya. Bahan kimia ini dilarang diproduksi, diedarkan, dan digunakan serta dibuat
oleh pabrik ilegal. Inilah yang berbeda dengan obat-obatan resmi yang diproduksi oleh
pabrik legal dan diedarkan oleh distributor yang legal pula.
Pelanggaran produksi, distribusi, dan penggunaannya dapat dikenai sanksi sesuai
dengan UU Narkotika no.9/1976. Penggunaan heroin hanya diizinkan bila digunakan
untuk penelitian. Sanksi hukumnya cukup berat bagi pelanggarnya.
b) Heroin atau putau yang beredar di pasar gelap tidaklah murni heroin. Bila dari pabrik
gelapnya bisa 80% kadarnya, namun setelah sampai ke pengedarnya (lewat 5 – 10
jalur), kadar heroinnya turun sampai 1 – 15%.
Hal ini wajar karena mereka yang terlibat memalsu atau mencampur heroin kadar tinggi
dengan bahan tambahan seperti kuinin, manitol (pencahar), kafein, laktosa, dll. Dengan
demikian mereka akan mendapatkan keuntungan yang jauh lebih besar. Heroin atau
putau biasanya diedarkan dalam bungkus-bungkus kecil.
c) Rute penggunaan yang salah sering berakibat fatal. Dosis 3 mg setara dengan
kekuatan 10 mg morfin. Penggunaan serbuk ini dilakukan dengan melarutkan serbuk
dalam wadah atau sendok dicampur air yang tidak steril, disaring dengan kapas, dan
disuntikkan ke intravena (lewat pembuluh darah) atau subkutan (lewat bawah kulit).
Kadang-kadang juga diisap seperti rokok, atau disedot.
Cara lain dengan chasing, yaitu serbuk diletakkan di atas aluminium foil dan dipanaskan
bagian bawahnya. Uapnya dialirkan lewat sebuah lubang dari kertas rol atau pipa,
dihirup lewat hidung untuk diteruskan ke paru-paru.
Pada kasus kelebihan dosis dapat terjadi abses paru-paru. Chasing dilakukan oleh
pemakai karena serbuk yang dibeli tidak murni heroin. Pada penggunaan parenteral
(intravena, subkutan maupun dengan melukai) akan terjadi abses, tertular beberapa
penyakit seperti HIV/AIDS, hepatitis, rematik jantung, emboli, tetanus,
selulitis/tromboflebitis.
Bahayanya…
Heroin selain menyebabkan ketergantungan psikis dan fisik, juga dapat menyebabkan
euforia, badan terasa sakit, mual dan muntah, miosis, mengantuk, mulut kering, berkeringat,
depresi pernapasan, hipotermia, tekanan darah turun, konstipasi, kejang saluran empedu,
sukar buang air kecil. Kematian biasanya terjadi bila dosis yang digunakan berlebihan.
Pemakai yang sudah menjadi pemadat cenderung untuk menggunakan obat dengan dosis
berlebihan. Hal ini disebabkan oleh terjadinya batas toleransi tubuh yang makin meninggi.
Di samping itu pemakai sering menggunakan obat lain seperti alkohol, kokain, dll. dan tidak
tahu dosis pasti, sehingga sering terjadi kasus kelebihan dosis. Heroin dengan dosis 3 mg
bila diberikan secara parenteral, terutama intravena, bisa menyebabkan gangguan
kompulsif. Kekuatannya tiga kali morfin. Karena sifatnya lebih lipofil daripada morfin, maka
heroin lebih cepat menembus saraf otak dibandingkan dengan morfin. Dengan demikian
kerja heroin lebih cepat daripada morfin. Heroin sendiri akan diubah menjadi morfin di dalam
tubuh.
Obat-obat antidotum (penawar) untuk mengobati korban penyalahgunaan obat terutama
morfin dan heroin sudah tersedia di tanah air, terutama di rumah rakit ketergantungan obat.
Namun, upaya mencegah ataupun menghindari penggunaan obat terlarang akan lebih baik
daripada harus masuk rumah sakit itu dulu.
Adapted from : http://warta.unair.ac.id/artikel/index.php?id=44
(Drs. Suharjono, MS, Apt., staf pengajar pada Fakultas Farmasi Universitas
Airlangga, Surabaya)