Kaku Mayat22

19
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setelah terjadinya kematian, tubuh akan mengalami perubahan-perubahan, perubahan tersebut antara lain adalah perubahan kulit muka sebagai akibat dari terhentinya sirkulasi darah, relaksasi otot, perubahan pada mata, penurunan suhu tubuh, timbulnya lebam mayat akibat adanya gravitasi, dan terjadinya kaku mayat, dan lain-lain. 1,2 Tanatologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari perubahan-perubahan pada tubuh seseorang yang telah meninggal. Perubahan eksternal paling banyak digunakan sebagai tanda pasti kematian, karena selain permeriksaannya tidak sulit dan dapat dilakukan dalam waktu yang singkat walaupun sebagian besar penilaiannya masih subjektif. Lama waktu kematian dapat diperkirakan dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh jenazah. Perubahan eksternal yang dapat dinilai antara lain adalah penurunan suhu jenazah, adanya lebam mayat, dan kaku mayat serta proses pembusukan termasuk 0

description

kaku mayat

Transcript of Kaku Mayat22

PENDAHULUAN1.1. Latar BelakangSetelah terjadinya kematian, tubuh akan mengalami perubahan-perubahan, perubahan tersebut antara lain adalah perubahan kulit muka sebagai akibat dari terhentinya sirkulasi darah, relaksasi otot, perubahan pada mata, penurunan suhu tubuh, timbulnya lebam mayat akibat adanya gravitasi, dan terjadinya kaku mayat, dan lain-lain. 1,2Tanatologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari perubahan-perubahan pada tubuh seseorang yang telah meninggal. Perubahan eksternal paling banyak digunakan sebagai tanda pasti kematian, karena selain permeriksaannya tidak sulit dan dapat dilakukan dalam waktu yang singkat walaupun sebagian besar penilaiannya masih subjektif. Lama waktu kematian dapat diperkirakan dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh jenazah. Perubahan eksternal yang dapat dinilai antara lain adalah penurunan suhu jenazah, adanya lebam mayat, dan kaku mayat serta proses pembusukan termasuk keberadaan serangga dan perubahan internal berupa perubahan biokimiawi maupun perubahan yang terjadi didalam sel.2,3Kaku mayat sendiri terjadi akibat adanya penumpukan ADP. Adapun proses penumpukkan ADP tersebut disebabkan oleh beberapa hal, yang selanjutnya akan dibahas lebih mendalam pada bagian selanjutnya bersamaan dengan pembahasan mengenai kaku mayat lainnya.2,3Seorang dokter pasti akan dihadapkan pada kasus kematian dalam melaksanakan profesinya, baik kematian wajar maupun kematian tidak wajar. Pada kasus kematian tidak wajar, dokter atas permintaan penyidik apakah korban masih hidup ataukah sudah mati, pada korban yang masih hidup dapat secepatnya mendapatkan perawatan sedangkan pada korban mati perlu ditentukan perkiraan saat kematianya\

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA2.1 Pengertian Kaku Mayat ( Rigor Mortis)Kaku mayat atau rigor mortis adalah kekakuan yang terjadi pada otot setelah periode pelemasan atau relaksasi primer. Kaku mayat mulai terdapat sekitar 2 jam post mortal dan mencapai puncaknya setelah 10 12 jam post mortal, keadaan ini akan menetap selama 24 jam, dan setelah 24 jam kaku mayat mulai menghilang sesuai dengan urutan terjadinya, yaitu dimulai dari otot otot wajah, leher, lengan, dada, perut, dan tungkai.1,2Kekakuan pertama ditemukan pada otot otot kecil, bukan karena itu terjadi pertama kali disana, melainkan karena adanya sendi yang tidak luas, seperti contohnya tulang rahang yang lebih mudah diimobilisasi.3,5Kaku menyebar ke seluruh otot dalam beberapa kondisi dapat mencapai nilai maksimum antara 6 12 jam. Kondisi ini tidak berubah sampai massa otot mulai menjalani autolisis, dimana akan melemas berangsur angsur kembali seperti periode perubahan awal post mortem. Kekakuan mayat lengkap dapat terjadi antara 18 36 jam. Kaku mayat ini terjadi karena adanya kelenturan otot setelah mati karena adanya metabolisme tingkat selular yang masih berjalan berupa pemecahan cadangan glikogenenergiADP ATP. 3,4,5

2.2 PatofisiologiMenurut Szen - Gyorgyi di dalam pembentukan kaku mayat peranan ATP adalah sangat penting. Seperti diketahui bahwa serabut otot dibentuk oleh dua jenis protein, yaitu aktin dan myosin, dimana kedua jenis protein ini bersama dengan ATP membentuk suatu masa yang lentur dan dapat berkontraksi. Bila kadar ATP menurun, maka akan terjadi pada perubahan pada aktin-miosin, dimana sifat lentur dan kemampuan untuk berkontraksi menghilang sehingga otot yang bersangkutan akan menjadi kaku dan tidakdapat berkontraksi.1,3

Gambar 2.1 Kontraksi ototOleh karena kadar glikogen yang terdapat pada setiap otot itu berbeda-beda, sehingga sewaktu terjadinya pemecahan glikogen menjadi asam laktat dan energi pada saat terjadinya kematian somatik, dimana energi tersebut digunakan untuk resintesa ATP, akan menyebabkan adanya perbedaan kadar ATP dalam setiap otot. Keadaan tersebut dapat menerangkan mengapa kaku mayat akan mulai nampak pada jaringan otot yang jumlah serabut ototnya sedikit. Atas dasar itulah mengapa pada kematian karena infeksi, konvulsi kelelahan fisik serta keadaan suhu sekeliling yang tinggi akan dapat mempercepat terbentuknya kaku mayat, demikian pula pada mereka yang keadaan gizinya jelek akan lebih cepat terjadi kaku mayat bila dibandingkan dengan korban yang mempunyai tubuh yang baik.2Secara biokimiawi saat relaksasi primer, pH protoplasma sel otot masih alkalis. Perubahan alkalis menjadi asam terjadi 2-6 jam kemudian karena adanya perubahan biokimia, yaitu glikogen menjadi asam sarkolaktik atau fosfor. Perubahan protoplasma menjadi asam menyebabkan otot menjadi kaku (rigor). Relaksasi sekunder terjadi setelah ada perubahan biokimia, yaitu asam berubah menjadi alkalis kembali saat terjadi pembusukan.52.3 FAKTOR-FAKTORSebagai suatu proses kimia, kecepatan dan durasi dari kekakuan dipengaruhi oleh temperatur. Semakin tinggi suhu lingkungan, akan memperlambat proses ini. Mayat yang terdapat pada daerah dingin atau salju tidak akan mengalami kekakuan bahkan sampai 1 minggu setelah kematian, namun saat mayat tersebut dipindahkan ke tempat yang hangat, maka dengan cepat akan mengalami kekakuan. Sebaliknya, cuaca panas atau tropis dapat mempercepat, sehingga kekakuan akan terjadi dalam beberapa jam atau bahkan kurang. Kekakuan total terbentuk cepat, kemudian akan hilang semenjak hari pertama terjadinya pembusukan.2,3,4Faktor lainnya adalah aktifitas fisik sebelum mati. Ketersediaan glikogen dan ATP dalam otot adalah elemen terpenting dalam terbentuknya kekakuan. Kerja otot mempengaruhi interaksi dari substansi tersebut dan dapat mempercepat onset terjadinya kekakuan. Cadaveric spasme, merupakan bentuk variasi dari kekakuan yang dipercepat.4, 6Faktor-Faktor yang mempengaruhi kaku mayat :1,2,6,7,8,91. Kondisi Otot Persediaan glikogenCepat lambat kaku mayat tergantung persediaan glikogen otot. Pada kondisi tubuh sehat sebelum meninggal, kaku mayat akan lambat dan lama, juga pada orang yang sebelum mati banyakmakan karbohidrat, maka kaku mayat akan lambat. GiziPada mayat dengan kondisi gizi jelek saat mati, kaku mayat akan cepat terjadi.

2. Kegiatan OtotOnset akan berjalan lambat dan durasi berjalan lama pada kasus dimana otot dalam kondisi sehat sebelum kondisi mati. Onset akan berjalan cepat jika otot berada dalam kondisi kelelahan. Pada orang yang mati saat lari, kaku akan terbentuk dengan cepat pada daerah kaki sebelum menuju ke daerah lainnya.3. UsiaPada orang tua dan anak-anak lebih cepat dan tidakberlangsung lama. 7,8Pada bayi premature tidak terjadi kaku mayat, kaku mayat terjadi pada bayi cukup bulan. Kaku biasanya tidak terjadi pada janin yang tidak lebih dari 7 bulan, tapi masih bisa ditemukan pada bayi yang cukup bulan. Kaku bisa timbul dan menghilang dengan sangat dini. 4. Keadaan LingkunganKeadaan kering lebih lambat dari pada panas dan lembab. Pada mayat dalam air dingin, kaku mayat akan cepat terjadidan berlangsung lama. Pada udara suhu tinggi, kaku mayat terjadi lebih cepat dan singkat, tetapi pada suhu rendah kaku mayat lebih lambat dan lama. Kaku mayat tidak terjadi pada suhu dibawah 10C, kekakuan yang terjadi pembekuan atau cold stiffening. 5. Cara KematianPada mayat dengan penyakit kronis dan kurus, kuku mayat lebih cepat terjadi dan berlangsung tidak lama. Pada kasus orang yang meninggal karena septikemia, kaku mayat terlihat lebih dini sejak 3 setengah menit pertama dan hilang pada 15 menit sampai 1 jam, saat pembusukan dimulai. Pada mati mendadak, asfiksia, perdarahan hebat, apoplexy, pneumonia, dan penyakit saraf dengan paralisis otot, maka onset akan lebih lama.2.4 Gejala KlinisKaku mayat akan terjadi pada seluruh otot, baik otot lurik maupun otot polos. Bila terjadi pada otot rangka, maka akan didapatkan suatu kekakuan yang mirip atau menyerupai papan sehingga dibutuhkan cukup tenaga untuk dapat melawan kekakuan tersebut , bila hal ini terjadi otot dapat putus sehingga daerah tersebut tidak mungkin lagi terjadi kaku mayat.4,5

Gambar 2.2 Kaku mayat pada lengan dan leherKaku mayat mulai terdapat sekitar 2 jam post mortem dan mencapai puncaknya setelah 10-12 jam post mortem, keadaan ini akan menetap selama 24 jam dan setelah 24 jam kaku mayat mulai menghilang sesuai dengan urutan terjadinya, yaitu dimulai dari otot - otot wajah, leher, lengan, dada, perut, dan tungkai.6

Adanya kejanggalan dari postur pada mayat dimana kaku mayat telah terbentuk dengan posisi sewaktu mayat ditemukan, dapat menjadi petunjuk bahwa pada tubuh korban telah dipindahkan setelah mati. Ini mungkin dimaksudkan untuk menutupi sebab kematian atau cara kematian yang sebenarnya. 6,7Terdapat kekakuan pada pada mayat yang menyerupai kaku mayat yaitu :1. Cadaveric spasme (instantaneous rigor)Bentukkekakuan otot yang terjadi pada saat kematian dan menetap. Cadaveric spasme sesungguhnya merupakan kaku mayat yang timbul dengan intensitas sangat kuat tanpa didahului oleh relaksasi primer. Penyebabnya adalah akibat habisnya cadangan glikogen dan ATP yang bersifat setempat pada saat mati klinis karena kelelahan atau emosi yang hebat sesaat sebelum meninggal. Kepentingan medikolegalnya adalah menunjukkan sikap terakhirmasa hidupnya. Misalnya, tangan yang menggenggam erat benda yang diraihnya pada kasus tenggelam, tangan yang menggenggam pada kasus bunuh diri. 3,4,5,6

Gambar 2.3 Cadaveric spasme2. Heat stiffeningKekakuan otot akibat koagulasi protein otot oleh panas. Otot-otot berwarna merah muda, kaku, tepi rapuh (mudah robek). Keadaan ini dapat dijumpai pada korban mati terbakar. Pada saat stiffening serabut - serabut ototnya memendek sehingga menimbulkan fleksi leher, siku, paha, danlutut, membentuk sikap petinju (pugilistic attitude). Perubahan sikap ini tidak memberikan arti tertentu bagi sikap semasa hidup, intravitalitas, penyebab atau cara kematian.8,9,10,11

Gambar 2.4 Heat stiffening3. Cold stiffeningKekakuan tubuh akibat lingkungan dingin (dibawah 35oC atau 40oF), sehingga terjadi pembekuan cairan tubuh, termasuk cairan sendi, pemadatan jaringan lemaksubkutan dan otot, bila cairan sendi yang membeku menyebabkan sendi tidak dapat digerakan. Bila sendi di bengkokkan secara paksa maka akan terdengar suara es pecah. Dan mayat yang kaku ini akan menjadi lemas kembali bila diletakkan ditempat yang hangat, kemudian rigor mortis akan terjadi dalam waktu yang sangat singkat.3,6,11Waktu terjadinya rigor mortis (kaku mayat) yaitu :3,4,6,11

Kurang dari 3 4 jam post mortem : belum terjadi rigor mortis Lebih dari 3 4 jam post mortem : mulai terjadi rigor mortis Rigor mortis maksimal terjadi 12 jam setelah kematian Rigor mortis dipertahankan selama 12 jam Rigor mortis menghilang 24 36 jam post mortem

BAB III

KESIMPULAN Kaku mayat atau rigor mortis adalah kekakuan yang terjadi pada otot setelah periode pelemasan atau relaksasi primer. Kaku mayat mulai terdapat sekitar 2 jam post mortal dan mencapai puncaknya setelah 10 12 jam post mortal, keadaan ini akan menetap selama 24 jam, dan setelah 24 jam kaku mayat mulai menghilang sesuai dengan urutan terjadinya, yaitu dimulai dari otot otot wajah, leher, lengan, dada, perut, dan tungkai.DAFTAR PUSTAKA1. Dahlan, Sofwan. Ilmu Kedokteran Forensik. Pedoman Bagi Dokterdan Penegak Hukum. Badan Penerbit Universitas Diponegoro: Semarang. 2007.

2. Idris, M A Dr. Saat kematian. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Bina Rupa Aksara. 1997.3. Ilmu Kedokteran Forensik, Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Thanatologi. 1997.4. Van De Graff, K M. Muscle Tissue and The Mode of Contraction. Schaums Outline of Human Anatomy. Dix Jay. Time Of Death and Decompotition Mc-Graw Hill. 2001.5. Abraham dkk. Tanya Jawab Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi II. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. 2010.6. Vij K. Textbook of Forensic Medicine and Toxicology Principles and Practises 5th ed. Elsevier. India. 2005.7. Sharma, R.K.. Concice textbook of forensic medicine & toxicology 3rd ed. New Delhi : Global Education Consultants. 2011.8. Wheeler, C. Russel. Wheelers dental anatomy, physiology, and oclusion. WB Saunders Company. 1984.9. Saukko, P., Knight, B. Knights forensic pathology 3th ed. London: Hodder Arnold. 2004.10. Hueske E. Firearms and Tool Mark The Forensic Laboratory Handbooks, Practice and Resource. 2006.11. NN., Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia bagian forensik. 1997.1