KAJIAN YURIDIS STATISTIK KRIMINAL TINDAK PIDANA PENCURIAN ...
Transcript of KAJIAN YURIDIS STATISTIK KRIMINAL TINDAK PIDANA PENCURIAN ...
32
KAJIAN YURIDIS STATISTIK KRIMINAL TINDAK PIDANA
PENCURIAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK
Nurhafifah1, Hardiyanti
2
1Fakultas Hukum Universitas Siyah Kuala, [email protected] 2Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, [email protected]
Corresponding author: [email protected]
Received: 11th
December 2020, Revised: 26th
December 2020, Accepted: 2nd
January 2021
ABSTRACT
Article 362 of the Indonesian Criminal Code about theft states "Whoever takes something, wholly or partly
belonging to another person, with the intention of illegally possessing it, is punished for theft, with a maximum
imprisonment of five years or a maximum fine. a maximum of nine hundred rupiahs. Eventhough there have been criminal sanctions, in fact theft still occurs and tends to increase, even the perpetrators of theft are
children. Crime statistics are data of crime which arranged according to the form of crime, the frequency of
incidents of each crime, the area of occurrence and the year of the act happened. The purpose of this study is
tofind the increase of theft committed by children, prevention efforts to reduce theft committed by children and
inhibiting factors on the efforts in the response rate of theft committed by children. In statistics, a crime is an
act that is prohibited by the law, also a prohibition which given sanction for the perpetrator who violates the
law.
Keywords: Criminal Statistics, Theft, Children
ABSTRAK
Pasal 362 KUHP tentang tindak pidana pencurian menyatakan ”Barangsiapa mengambil barang sesuatu, yang
seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak enam puluh
rupiah atau denda setinggi-tingginya sembilan ratus rupiah. Walaupun telah adanya sanksi pidana, dalam
kenyataannya pencurian tetap terjadi dan cenderung mengalami peningkatan dan yang sangat riskan pelaku
pencurian adalah anak. Statistik kriminal adalah data tentang kriminalitas yang disusun menurut bentuk
kejahatan, Frekuensi kejadian dari masing-masing bentuk kejahatan, wilayah kejadian dan tahun kejadian.
Tujuan penelitian adalah untuk melihat peningkatan kejahatan pencurian yang dilakukan anak, Upaya
penanggulangan yang dilakukan untuk mengurangi tingkat pencurian yang dilakukan oleh anak dan faktor
penghambat dalam upaya penanggulangan tingkat pencurian yang dilakukan oleh anak. Dalam ilmu statistik,
Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan dimana disertai ancaman
(sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi siapapun yang melanggar larangan tersebut.
Kata Kunci: Statistik Kriminal, Pencurian, Anak.
I. PENDAHULUAN
Statistik kriminal adalah data tentang kriminalitas yang disusun menurut bentuk
kejahatan, Frekuensi kejadian, dari masing-masing bentuk kejahatan, wilayah kejadian dan
tahun kejadian. Dalam ilmu statistik, Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol. 8 No. 1, Februari 2021
Kajian Yuridis Statistik Kriminal Tindak Pidana Pencurian yang Dilakukan oleh Anak
33
suatu aturan hukum, larangan dimana disertai ancaman (sanksi) yangberupa pidana tertentu
bagi siapapun yang melanggar larangan tersebut.1
Statistik kriminal dengan pengertian seperti tersebut di atas, merupakan statistik
deskriptif, Karena ia memang merupakan paparan data numerik tentang kriminalitas.
Informasi yang tersaji dalam statistik kriminal tersebut bersifat umum sebagaiamana ciri dari
statsistik pada umumnya, mengingat statistik kriminal memang hanya memerhatikan aspek
keumuman dari kriminalitas.2
Hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap statistik kriminal yang akan dibuat oleh
kepolisisan. Sebagaimana yang disampaikan Ida Keumala Jempa terkait dengan “angka
Gelap”: “Dalam ilmu hukum atau tepatnya dalam kriminologi ada istilah dark number (angka
gelap), yaitu banyaknya jumlah kriminalitas yang tidak tercatat. Ini merupakan suatu keadaan
dimana dalam suatu masyarakat sebenarnya banyak terjadi tindak pidana tertentu tetapi dari
jumlah tersebut hanya sedikit yang dilaporkan masyarakat sehingga yang tercatat
dikepolisian juga sedikit, sebab statistik kriminal dibuat polisi berdasarkan data yang
tercatat.”3
a. Macam-macam Statistik Kriminal Statistik kriminal dapat digolongkan menjadi 2
macam yaitu :
1. Staistik kriminal resmi yaitu statistik yang disusun oleh pranata resmi dalam
sistem peradilan pidana sepeti polisi, kejaksaan, pengadilan, dan penjara. Ciri-ciri
dari statistik kriminal resmi yaitu yang disusun oleh lembaga untuk kepentingan
administrasi lembaga yang menyusunnya. Misalnya Statistik kepolisian yang
disusun oleh petugas polisi dalam rangka pelaporan administratif tentang
penanganan peristiwa kejahatan yang diketahui oleh polisi.
2. Statistik tidak resmi yaitu yang disusun secara tidak resmi dan bukan oleh pranata
dalam sistem peradilan pidana.
3. Statistik kriminal penelitian yaitu statistik yang disusun untuk kepentingan
penelitian.
Kejahatan dapat dibedakan kedalam dua golongan yaitu dalam arti yurudis (perbuatan
yang termasuk tindak pidana) dan kejahtan dalam arti sosiologis (perbuatan yang patut
1 Ismu Gunadi Widodo dan Joenaedi Efendi, Cepat dan Mudah Memahami Hukum Pidana (jilid 1),
Medio Januari, Surabaya, 2011, hlm. 40 2 Muhammad Mustofa, Metode Penelitian Kriminologi, Kencana, Jakarta 2013, hlm. 48 3 Ida Keumala Jeumpa, Penegakan Hukum Dugaan Terhadap Tindak Pidana Malpraktik Medik,
www.ajrc.org ,diakses tanggal 14 mei 2017
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol. 8 No. 1, Februari 2021
Kajian Yuridis Statistik Kriminal Tindak Pidana Pencurian yang Dilakukan oleh Anak
34
dipidana). Perbuatan yang termasuk tindak pidana adalah perbuatan dalam arti melanggar
undang-undang dan perbuatan yang patut dipidana adalah perbuatan yang melanggar norma
atau keasusilaan yang ada di masyarakat tetapi tidak diatur dalam perundang-undangan.
Kejahatan menurut hukum pidana adalah setiap tindak pidana yang dilakukan
melanggar rumusan kaidah hukum pidana, dalam arti memenuhi unsur-unsur delik, sehingga
perbuatan tersebut dapat dihukum. Kejahatan dalaam konsep yurudis juga berarti tingkah
laku manusia yang dapat dihukum berdasarkan hukum pidana. Van Hattum Mengatakan
bahwa suatu peristiwa pidana adalah suatu peristiwa yang menyebabkan hal seseorang
(pembuat) mendapatkan hukuman atau dihukum.4
Sehetapy Mengatakan bahwa kejahatan mengandung konotasi tertentu merupakan
suatu pengertian dan penanaman yang relatif, mengandung variabilitas dan dinamik serta
bertalian dengan perbuatan atau tingkah laku (baik aktif maupun pasif) yang dinilai oleh
sebagian mayoritas atau minoritas masyarakat sebagai suatu perbuatan anti sosial, suatu
perkosaan terhadap skala nilai sosial dan atau perasaan hukum yang hisup dalma masyarakat
sesuai dengan ruang dan waktu.5
Kejahatan pencurian merupakan salah satu kejahatan yang sering terjadi dan
menyebabkan kerugian terhadap orang lain dan sangat menggagu kenyamanan didalam
masyarakat. kejahatan pencurian diatur dalam Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana yang berbunyi: Barang siapa mengambil barang sesuatu yang seluruhnya atau
sebagian adalah kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk menguasai benda tersebut
secara melawan hak, maka ia dihukum penjara karena kesalahannya melakukan pencurian
dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda setinggi-tingginya
sembilan ratus rupiah.6
Tindak pidana pencurian biasanya dipengaruhi oleh latar belakang ekonomi, kondisi-
kondisi kemiskinan dan pengangguran secara relatif dapat memicu rangsangan-rangsangan
untuk melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana. Serta faktor pendorong lainnya seperti
rendahnya tingkat kesejahteraan ekonomi, sosial, rohani dan kesejahteraan jasmani. Anak
adalah anak yang sudah berumur 12 tahun tetapi belum berumur 18 tahun, yang diduga
melakukan tindak pidana.
4 Rena yulia, Victimilogi, Graha ilmu, Yogyakarta, 2010, hlm. 87. 5 Ibid. hlm. 81. 6 R.Soenarto Soerodibroto, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Raja Wali Pers, Jakarta, 2012, hlm.
223
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol. 8 No. 1, Februari 2021
Kajian Yuridis Statistik Kriminal Tindak Pidana Pencurian yang Dilakukan oleh Anak
35
Anak sebagai salah satu subjek hukum di negara ini juga harus tunduk dan patuh
terhadap aturan hukum yang berlaku, tetapi tentu saja ada perbedaan perlakuan antara orang
dewasa dan anak dalam hal sedang berhadapan dengan hukum. Hal ini dimaksudkan sebagai
upaya perlindungan terhadap anak sebagai bagian dari generasi muda. Perlindungan
ditujukan terhadap berbagai macam perbuatan yang membahayakan keseimbangan,
kesejahteraan, keamanan dan ketertiban sosial. Dalam Undang-undang Nomor 11 tahun 2012
Tentang sisitem peradilan anak sebagaimana dijelaskan dalamSanksi Pidana yang dapat
dijatuhkan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana adalah pidana pokok dan pidana
tambahan,sebagai berikut:
1. Pidana pokok Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap anak diatur dalam Undang
Undang Nomor 11 Tahun2012 tentang Peradilan Anak Pasal 71 ayat(1) yaitu :
a. Pidana peringatan
b. Pidana dengan syarat
1) pembinaan diluar lembaga
2) pelayanan Masyarakat
3) pengawasan
c. pelatihan kerja
d. Pembinaan dalam lembaga dan
e. Penjara
2. Pidana tambahan terdiri atas :
a. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana;atau
b. atau pemenuhan kewajiban adat
1. apabila adalaam hukum materil diancam pidana komulatif berupa penjara dan
denda, pidana denda diganti dengan pelatihan kerja
2. pidana yang dijatuhkan kepada anak dilarang melanggar harkat dan martabat
anak.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pelaksanaan pidana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan
peraturan pemerintah.
Berdasarkan tujuannya, sanksi pidana memberi penderitaan istimewa (bijzonder leed)
kepada pelanggar supaya ia merasakan akibat perbuatannya, sanksi pidana juga merupakan
bentuk pernyataan pencelaan terhadap perbuatan si pelaku. Dengan demikian perbedaan
prinsip antara sanksi pidana dengan sanksi tindakan terletak pada ada tidaknya unsur
pencelaan, bukan pada ada tidaknya unsur penderitaan.Pidana penjara bagi anak di bawah
umur yang melakukan kejahatan atau tindak pidana, yang disebut dengan anak nakal, dapat
menimbulkan pengaruh atau trauma dalam kehidupan anak. Penjatuhan Pidana bagi anak
merupakan ultimum remedium (upaya terakhir). Pidana penjara bagi anak di bawah umur
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol. 8 No. 1, Februari 2021
Kajian Yuridis Statistik Kriminal Tindak Pidana Pencurian yang Dilakukan oleh Anak
36
yang melakukan kejahatan atau tindak pidana, yang disebut dengan anak nakal, dapat
menimbulkan pengaruh atau trauma dalam kehidupan anak. Hal ini akan membuatnya
semakin tertutup dan tidak bisa menjalani hidup sebagaimana mestinya. Hal ini bertentangan
dengan salah satu prinsip dasar hak-hak anak yaitu hak untuk hidup, kelangsungan hidup,
dan perkembangan.
C. Pengertian Tindak Pidana
Teori-teori pemidanaan berkembang mengikuti dinamika kehidupan masyarakat
sebagai reaksi dari timbul dan berkembangnya kejahatan itu sendiri yang senantiasa
mewarnai kehidupan sosial masyarakat dari masa ke masa. Dalam dunia ilmu hukum
pidana itu sendiri, berkembang beberapa teori tentang tujuan pemidanaan, yaitu teori
absolut (retributif), teori relatif (deterrence/utilitarian), teori penggabungan (integratif),
teori treatment dan teori perlindungan sosial (social defence). Teori-teori pemidanaan
mempertimbangkan berbagai aspek sasaran yang hendak dicapai di dalam penjatuhan
pidana.7
Teori absolut (teori retributif), memandang bahwa pemidanaan merupakan
pembalasan atas kesalahan yang telah dilakukan, jadi berorientasi pada perbuatan dan
terletak pada kejahatan itu sendiri. Pemidanaan diberikan karena si pelaku harus
menerima sanksi itu demi kesalahannya. Menurut teori ini, dasar hukuman harus dicari
dari kejahatan itu sendiri, karena kejahatan itu telah menimbulkan penderitaan bagi orang
lain, sebagai imbalannya (vergelding) si pelaku harus diberi penderitaan.8
Setiap kejahatan harus diikuti dengan pidana, tidak boleh tidak, tanpa tawar
menawar. Seseorang mendapat pidana oleh karena melakukan kejahatan. Tidak dilihat
akibat-akibat apapun yang timbul dengan dijatuhkannya pidana, tidak peduli apakah
masyarakat mungkin akan dirugikan. Pembalasan sebagai alasan untuk memidanaan suatu
kejahatan.Penjatuhan pidana pada dasarnya penderitaan pada penjahat dibenarkan karena
penjahat telah membuat penderitaan bagi orang lain.9
Teori gabungan (integratif) mendasarkan pidana pada asas pembalasan dan asas
tertib pertahanan tata tertib masyarakat, dengan kata lain dua alasan itu menjadi dasar dari
penjatuhan pidana. Pada dasarnya teori gabungan adalah gabungan teori absolut dan teori
7 Dwidja Priyanto, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, Bandung : PT. Rafika Aditama,
2009, Hlm 22. 8 Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktek Hukum Pidana, Jakarta : Sinar Grafika, 2009, Hlm 105 9 Dwidja Priyanto, Op. Cit, Hlm 24
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol. 8 No. 1, Februari 2021
Kajian Yuridis Statistik Kriminal Tindak Pidana Pencurian yang Dilakukan oleh Anak
37
relatif. Gabungan kedua teori itu mengajarkan bahwa penjatuhan hukuman adalah untuk
mempertahankan tata tertib hukum dalam masyarakat dan memperbaiki pribadi si
penjahat.10
Teori treatment, mengemukakan bahwa pemidanaan sangat pantas diarahkan
kepada pelaku kejahatan, bukan kepada perbuatannya. Teori ini memiliki keistimewaan
dari segi proses re-sosialisasi pelaku sehingga diharapkan mampu memulihkan kualitas
sosial dan moral masyarakat agar dapat berintegrasi lagi ke dalam masyarakat. Menurut
Albert Camus, pelaku kejahatan tetap human offender, namun demikian sebagai manusia,
seorang pelaku kejahatan tetap bebas pula mempelajari nilai-nilai baru dan adaptasi baru.
Oleh karena itu, pengenaan sanksi harus mendidik pula, dalam hal ini seorang pelaku
kejahatan membutuhkan sanksi yang bersifat treatment.11
Teori perlindungan sosial (social defence) merupakan perkembangan lebih lanjut
dari aliran modern dengan tokoh terkenalnya Filippo Gramatica, tujuan utama dari teori
ini adalah mengintegrasikan individu ke dalam tertib sosial dan bukan pemidanaan
terhadap perbuatannya. Hukum perlindungan sosial mensyaratkan penghapusan
pertanggungjawaban pidana (kesalahan) digantikan tempatnya oleh pandangan tentang
perbuatan anti sosial, yaitu adanya seperangkat peraturan-peraturan yang tidak hanya
sesuai dengan kebutuhan untuk kehidupan bersama tapi sesuai dengan aspirasi-aspirasi
masyarakat pada umumnya.12
Berdasarkan teori-teori pemidanaan yang dikemukakan di atas, dapat diketahui
bahwa tujuan pemidanaan itu sendiri merumuskan perpaduan antara kebijakan penal dan
non-penal dalam hal untuk menanggulangi kejahatan. Di sinilah peran negara melindungi
masyarakat dengan menegakan hukum. Aparat penegak hukum diharapkan dapat
menanggulangi kejahatan melalui wadah Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice
System)
Menurut Prof. Moeljatno, Tindak pidana dimulai dengan adanya kesengajaan.
Kesengajaan tersebut adalah pengetahuan, yaitudanya antara hubungan antara pikiran dan
intelek terdakwa dengan perbuatan yang dilakukan , Maka sesungguhnya Hanya ada dua
corak yaitu kesengajan sebagai kepastian dan kesengajaan sebagai maksud, yaitu
10 Leden Marpaung, Op. Cit, Hlm 107 11 Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Politik Hukum Pidana (Kajian Kebijakan Kriminalisasi
dan Dekriminalisasi), Jakarta : Pustaka Pelajar, 2005 hlm 96-97 12 Ibid, hlm 100.
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol. 8 No. 1, Februari 2021
Kajian Yuridis Statistik Kriminal Tindak Pidana Pencurian yang Dilakukan oleh Anak
38
hubungan antara perbuatan dengan kehendak didalam diri si pelaku untuk melakukan
tindak pidana pencurian tersebut.13
Manusia merupakan mahkluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa adanya manusia
lain dikehidupannya. Dalam proses interaksi sesama manusia mudah sekali ditemui
adanya perbedaan, baik itu ide maupun pendapat, dan dengan adanya berbagai perbedaan
yang terjadi ini tak jarang berujung pada sebuah konflik yang menimbulkan terjadinya
suatu tindak pidana.
Tindak pidana adalah perbuatan atau serangkaian perbuatan yang padanya
diletakkan sanksi pidana. Dengan demikian dilihat dari istilahnya, hanya sifat- sifat dari
perbuatan saja yang meliputi suatu tindak pidana sedangkan sifat-sifat orang yang
melakukan tindak pidana menjadi bagian dari persoalan lain, yaitu pertanggungjawaban
pidana. Para ahli hukum umumnya mengidentifikasikan adanya tiga persoalan mendasar
dalam hukum pidana, adanya pemisahan mengenai perbuatan dengan unsur yang
melekat pada diri orangnya tentang tindak pidana.
Pembentuk undang-undang kita telah menggunakani stilah “tindak pidana” sebagai
pengganti dariperkataan“strafbaarfeit”tanpa memberikan sesuatu penjelasan mengenai
apa sebenarnya yang dimaksud dengan perkataan “strafbaar feit”tersebut. Istilah
tindakpidanasebagai terjemahandari“Strafbaar feit” merupakan perbuatan yang dilarang
oleh undang-undang yang diancam dengan pidana.14
Pasal 362 KUHP disebutkan bahwa Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang
seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara
melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima
tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah. Pencurian mempunyai
beberapa unsur yaitu:
1. Unsur objektif, terdiri dari:
a. Perbuatan mengambil
b. Objeknya suatu benda
c. Unsur keadaan yang menyertai/melekat pada benda, yaitu benda tersebut sebagian
atau seluruhnya milik orang lain.
13 Sudarsono,2008, kenakalan remaja, PT RINEKA CIPTA,Jakarta,hlm 38
14Satochid,Kartanegara,HukumPidana Kumpulan Kuliah Bagian
Satu,Balai Lektur mahasiswa,Tanpa Tahun, hlm.74
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol. 8 No. 1, Februari 2021
Kajian Yuridis Statistik Kriminal Tindak Pidana Pencurian yang Dilakukan oleh Anak
39
2. Unsur-unsur subjektif, terdiri dari:
a. Adanya maksud
b. Yang ditujukan untuk memiliki
c. Dengan melawan hukum
Suatu perbuatan atau peristiwa, baru dapat dikualifisir sebagai pencurian apabila
terdapat semua unsur tersebut diatas.15
Dari adanya unsur perbuatan yang dilarang
mengambil ini menunjukkan bahwa pencurian adalah berupa tindak pidana formil.
Mengambil adalah suatu tingkah laku positif/perbuatan materiil, yang dilakukan dengan
gerakan-gerakan otot yang disengaja yang pada umumnya dengan menggunakan jari-jari dan
tangan yang kemudian diarahakan pada suatu benda, menyentuhnya, memegangnya, dan
mengangkatnya lalu membawa dan memindahkannya ketempat lain atau kedalam
kekuasaannya.
Unsur berpindahnya kekuasaan benda secara mutlak dan nyata adalah merupakan
syarat untuk selesainya perbuatan mengambil, yang artinya juga merupakan syarat untuk
menjadi selesainya suatu pencurian secara sempurna. Kekuasaan benda apabila belum nyata
dan mutlak beralih ke tangan si petindak, pencurian belum terjadi, yang terjadi barulah
percobaan mencuri. Dari perbuatan mengambil berakibat pada beralihnya kekuasaan atas
bendanya saja, dan tidak berarti juga beralihnya hak milik atas benda itu ke tangan petindak.
Oleh karena untuk mengalihkan hak milik atas suatu benda tidak dapat terjadi dengan
perbuatan yang melanggar hukum, melainkan harus melalui perbuatan-perbuatan hukum,
misalnya dengan jalan jual beli, hibah dan lain sebagainya.16
Mengenai pembentukan Pasal 362 KUHP adalah terbatas pada benda-benda bergerak
(rorend goed) dan benda-benda berwujud (stoffelijk goed). Benda-benda tidak bergerak, baru
dapat menjadi objek pencurian apabila telah terlepas dari benda tetap dan menjadi benda
bergerak. Benda bergerak adalah setiap benda yang berwujud dan bergerak ini sesuai dengan
unsur perbuatan mengambil. Benda yang kekuasaannya dapat dipindahkan secara mutlak dan
nyata adalah terhadap benda yang bergerak dan berwujud saja. Benda tersebut tidak perlu
seluruhnya milik orang lain, cukup sebagian saja, sedangkan yang sebagian milik petindak
itu sendiri. Seperti sebuah sepeda milik A dan B, yang kemudian A mengambilnya dari
kekuasaan B lalu menjualnya. Akan tetapi bila semula sepeda tersebut telah berada dalam
15 Adam chazawi, Kejahatan Terhadap Harta Benda, Bayu media, Malang, 2003, hlm. 5 16 Ibid. hlm. 7.
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol. 8 No. 1, Februari 2021
Kajian Yuridis Statistik Kriminal Tindak Pidana Pencurian yang Dilakukan oleh Anak
40
kekuasaannya kemudian menjualnya, maka bukan pencurian yang terjadi melainkan
penggelapan.17
Mengenai apa yang dimaksud dengan hak milik ini, adalah suatu pengertian menurut
hukum, baik hukum adat maupun menurut hukum perdata. Walaupun pengertian hak milik
menurut hukum adat dan menurut hukum perdata pada dasarnya jauh berbeda, yaitu sebagai
hak yang terkuat dan paling sempurna, namun karena azas dalam peralihan hak itu berbeda,
menyebabkan kadang-kadang timbul kesulitan untuk menentukan siapa pemilik dari suatu
benda.
Maksud untuk memiliki terdiri dari dua unsur, yakni pertama unsur maksud
kesengajaan sebagai maksud (opzetals oogmerk), berupa unsur kesalahan dalam pencurian,
dan kedua unsur memiliki. Dua unsur itu dapat dibedakan dan tidak terpisahkan. Maksud dari
perbuatan mengambil barang milik orang lain itu harus ditujukan untuk memilikinya.
Sebagai unsur subjektif, memiliki adalah untuk memiliki bagi diri sendiri atau untuk
dijadikan sebagai barang miliknya. Apabila dihubungakan dengan unsur maksud, berarti
sebelum melakukan perbuatan mengambil, didalam diri petindak sudah terkandung suatu
kehendak (sikap batin) terhadap barang itu untuk dijadikan sebagai miliknya. Maksud
memiliki melawan hukum atau maksud memiliki itu ditujukan pada melawan hukum, artinya
ialah sebelum bertindak melakukan perbuatan mengambil benda, ia sudah mengetahui, sudah
sadar memiliki benda orang lain (dengan cara yang demikian) itu adalah bertentangan dengan
hukum. Berdasarkan uraian diatas , maka rumusan masalah adalah sebagai berikut:
Bagaimana Statistik Kriminal Tindak pidana Pencurian yang dilakukan Oleh Anak.
Hambatan dan Upaya Penanggulannya Pencurian yang dilakukan oleh Anak
III. HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
3.1. Statistik Kriminal Tindak Pidana Pencurian
Penanganan kasus tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak tidak sama
dengan tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa sesuai ketentuan yang ada di
dalam Pasal 2 Undang-Undang No 11 Tahun 2012 Tentang sistem peradilan anak.
Anak akan diadili berdasarkan asas perlindungan, keadilan, non diskriminasi,
kepetingan terbaik bagi anak , penghargaan terhadap anak , kelangsungan hidup dan
17 Loc. Cit, hlm. 7.
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol. 8 No. 1, Februari 2021
Kajian Yuridis Statistik Kriminal Tindak Pidana Pencurian yang Dilakukan oleh Anak
41
tumbuh kembang anak, pembinaan dan bimbingan anak, proporsional dan dalam asas
ini perampasan kemerdekaan anak adalah upaya terakhir yang akan diambil bertujuan
untuk melindungi anak yang berkonflik dengan hukum.
Tindak Pidana Pencurian yang dilakukan oleh anak terus mengalami peningkatan
setiap tahun dan di sebabkan oleh beberapa faktor di antaranya:
3.1.1. Faktor Niat Pelaku
Sebagaimana yang dijelaskan dalam hukum pidana bahwa salah satu unsur
suatu tindak pidana adalah karena adanya niat. Niat merupakan merupakan awal dari
suatu perbuatan, dalam melakukan tindak pidana pencurian niat dari pelaku
merupakan bagian awal dari agar terlaksananya suatu tindak pidana.
Menurut Syarifah niat dari pelaku di latar belakangi oleh rasa ingin memiliki
atas suatu barang oleh anak di lakukan dengan cara yang dilarang oleh hukum yaitu
secara melawan hak orang lain. Niat dari pelaku tersebut bisa jadi telah direncanakan
terlebih dahulu atau dilakukan pada saat adanya kesempatan atau peluan untuk
melakukan pencurian. Oleh karena itu niat didasarkan atas kesempatan dan rencana
yang telah difikirkan secara matang.18
3.1.2. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi merupakan faktor umum yang menjadi penyebab terjadinya
tindak pidana di indonesia. Sebagaimana kita ketahui faktor ekonomi merupakan hal
yang paling utama yang menjadi penyebab terjadinya kejahatan terutama kejahatan
pencurian. Alasan yang mendasar dilakukannya pencurian yang dilakukan oleh anak
adalah karena kebutuhan yang tidak mencukupi yang diberikan oleh orang tua.
Sedangkan anak-anak memiliki banyak keinginan untuk memiliki sesuatu barang
seperti yang dimiliki oleh teman sebayanya. Oleh karena itu anak melakukan
pencurian untuk memenuhi keinginan tersebut dengan cara melawan hukum yaitu
dengan melakukan pencurian. Selain itu, rasa cinta seseorang kepada keluarganya
menyebabkan pelaku sering lupa diri dan akan melakukan apa saja demi keluarganya.
Terlebih lagi apabila faktor pendorong tersebut diliputi rasa gelisah, kekhawatiran,
dan lain sebagainya, disebabkan karena orang tua misalnya ada orang tua yang sakit
18 Syarifah, Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Banda Aceh, Wawancara pada Tanggal 17
Mei 2017
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol. 8 No. 1, Februari 2021
Kajian Yuridis Statistik Kriminal Tindak Pidana Pencurian yang Dilakukan oleh Anak
42
yang memerlukan obat sedangkan uang sulit di dapatkan. Oleh karena itu seorang
pelaku dapat termotivasi melakukan pencurian.19
3.1.3. Faktor Moral Pendidikan
Moral adalah hal-hal yang berhubungan dengan budi pekerti yang ada didalam
diri seseorang. Semakin tinggi rasa moral yang dimiliki oleh seseorang, Maka
kemungkinan seseorang tersebut melanggar norma-norma yang hidup dimasyarakat
semakin rendah. Kesadaran hukum seseorang merupakan salah satu faktor internal
yang dapat menentukan apakah pelaku dapat melakukan perbuatan yang melanggar
norma-norma dimasyarakat.
Apabila sesorang sadar akan perbuatan yang dapat melanggar norma, maka ia
tidak akan melakukan perbuatan tersebut karena takut akan adanya sanksi yang dapat
diterimanya, baik sanksi dari pemerintahan maupun dari masyarakat sekitar.
Mengenai hal tersebut di atas, Maimunah menjelaskan bahwa anak dalam
melakukan kejahatan pencurian sering tidak menyadari akan perbuatan yang
dilakukannya. Karena pola fikir yang belum berkembang, sehingga tidak memikirkan
terlebih dahulu konsekuensi yang akan diterimanya dikemudian hari akibat perbuatan
yang dilakukannya. Tingkat pendidikan yang rendah juga menjadi penyebab
terjadinya pencurian yang dilakukan oleh anak. Sering kali anak-anak yang tidak
menempuh pendidikan di sekolah formal banyak melakukan pencurian dikarenakan
keterbatasan ilmu pengetahuan yang di dapatkan dari orang tua yang juda memiliki
tingkat pendidikan yang rendah. Padahal lembaga pendidikan memberikan banyak
edukasi terkait pembentukan karakter anak, dengan karakter yang baik maka seorang
anak akan takut melakukan tindak pidana pencurian.20
3.1.4. Faktor Lingkungan
Yang dimaksud dengan lingkungan disini ialah tempat dimana anak
berdomisili atau daerah-daerah dimana anak melakukan aksinya, berinteraksi dengan
teman-teman sebayanya. Selain itu lingkungan juga dapat diartikan sebagai
lingkungan dimana si korban tinggal dan menghabiskan waktunya setiap hari.
Lingkungan juga merupakan salah satu faktor penentu dalam perkembangan
19 Suprianto, Kasubnis Satreskrim Polresta Banda Aceh, Wawancara Pada Tanggal 31 Mei 2017. 20 Maimunah, Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Banda Aceh, wawancara pada tanggal 17
Mei 2017.
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol. 8 No. 1, Februari 2021
Kajian Yuridis Statistik Kriminal Tindak Pidana Pencurian yang Dilakukan oleh Anak
43
anak,karena didalam lingkungan masyarakat anak juga dapat belajar tentang berbagai
hal yang tidak ia dapat didalam bangku sekolah.Suatu tindak pidana yang dilakukan
oleh anak juga dapat terjadi karena faktor ikut-ikutan dengan teman sebayanya yang
mungkin sudah sering dalam melakukan tindak pidana misalnya tindak pidana
pencurian. Oleh karena itu, apabila lingkungan tempat tinggal anak tersebut memiliki
standar pendidkan rendah serta pendidkan agama yang rendah tidak menutup
kemungkinan anak tersebut memliki kesadaran hukum yang rendah. Kurangnya
pendidikan dalam keluarga juga menjadi salah satu faktor pendukung anak dalam
melakukan kejahatan pencurian dikarenakan tidak ada perhatian dan kepedulian
didalam keluarga sehingga anak memutuskan untuk memiliki barang yang ia inginkan
dengan cara melawan hak dikarenakan kelurga yang tidak mau tau akan kebutuhan
anak tersebut yang mengakibatkan anak tersebut termotivasi untuk mandiri sendiri
dengan cara memiliki barang milik orang lain tanpa meminta dari keluarganya.
3.1.5. Penegak hukum
Penegakan hukum adalah proses dilakukan upaya tegaknya atau berfungsinya
norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman pelaku dalam kehidupan
dimasyarakat bernegara.
Petugas Negara yang mempunyai tugas menjaga ketertiban tugas menjaga
ketertiban dan keamanan masyarakat, peran penegak hukum disini juga memiliki
andil yang cukup besar dalam terjadi nya tindak pidana pencurian. Penegak hukum
disini bukan hanya polisi saja, melainkan jaksa selaku penuntut umum dan Hakim
selaku pemberi keputusan dalam persidangan.
Peran serta penegak hukum yang memiliki peran strategis adalah polisi. Polisi
selaku petugas Negara harus senantiasa mampu menciptakan kesan aman didalam
kehidupan bermsyarakat. Apabila didalam masyarakat adat terjadi suatu tindak pidana
pencurian amaka polisi sebagai penegak hukum harus senantiasa ada apabila
dibutuhkan oleh masyarakat sekitar tersebut. Mengenai hal tersebut Suprinto
menjelaskan bahwa polisi mempunyai tugas tidak hanya untuk menangkap setiap
pelaku tindak pidana pencurian.
3.1.6. Faktor Korban
Korban juga memiliki peranan penting sebagai penyebab terjadinya tindak
pidana pencurian. Hal itu dikarenakan karna korban tidak berhati-hati dalam menjaga
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol. 8 No. 1, Februari 2021
Kajian Yuridis Statistik Kriminal Tindak Pidana Pencurian yang Dilakukan oleh Anak
44
barang milik sendiri, keadaan yang demikian akan dimanfaatkan oleh pelaku untuk
mengambil barang milik korban. Pada keadaan masyarakat saat ini dimana tingkat
kesenjangan di dalam masyarakat semakin tinggi. Di satu sisi banyak orang kaya raya
tetapi orang yang miskin sekalipun juga semakin banyak. Hal ini menimbulkan
kecemburuan sosial yang dirasakan oleh pelaku. Tindakan korban yang memamerkan
harta kekayaan juga menjadi “godaan” kepada pelaku untuk melancarkan aksinya.
Rasa waspada dari korban juga harus ditingkatkan agar tindak pidana pencurian
tidak dialami oelh korban. Misalkan si A mempunyai motor, dan diparkir didepan
rumahnya. Untuk menjamin keamanannya A harus mengkunci motornya dan harus
diparkir ditempat yang aman agar tidak dicuri oleh seserang.
Mengenai hal diatas Maimunah menjelaskan bahwa anggota masyaraka harus
senantiasa meningkatkan kewaspadaannya serta harus dapat memberikan keamanan
kepada setiap hartanya, tindakan yang kurang waspada akan mengakibatkan
mudahnya pelaku dalam melakukan aksinya. Korban juga di ingatkan untuk tidak
menunjukkan kesan memamerkan barang-barang yang dimilikinya sehingga
menimbulkan niat pelaku untuk melakukan pencurian.
Dari wawancara yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan bahwa
terdapat dua faktor utama yang menyebabkan dapat terjadinya suatu tindak pidana
pencurian. Yaitu faktor internal yang meliputi niat pelaku, keadaan ekonomi, dan
moral pendidikan sedangkan faktor external meliputi lingkungan tempat tinggal,
penegak hukum, dan korban.
3.2. Upaya Penanggulangan yang dilakukan Untuk Mengurangi Pencurian Yang
Dilakukan Anak
Upaya penanggulangan adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi tingkat
pencurian yang di lakukan oleh anak. Bentuk upaya penanggulangan dapat berbentuk
upaya preventif dan upaya refresif.
1. Upaya Preventif Upaya Preventif adalah upaya pencegahan yang dilakukan sebelum
terjadinya tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak.
2. Sosialisasi
Adapun bentuk upaya preventif adalah dengan melakukan sosialisasi kepada
anak yang berada di lingkungan Kota Banda Aceh. Pihak Kejaksaan bekerja sama
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol. 8 No. 1, Februari 2021
Kajian Yuridis Statistik Kriminal Tindak Pidana Pencurian yang Dilakukan oleh Anak
45
dengan Polresta Banda Aceh sering melakukan penyuluhan dan sosialisasi yang
bertujuan sebagai proses pembelajaran seseorang untuk mempelajari pola hidup sesuai
nilai, norma dan kebiasaan yang ada dijalankannya dalam masyarakat atau kelompok
dimana dia berada. Unsur-unsur sosialisasi adalah peranan pola hidup dalam
masyarakat sesuai nilai, norma, dan kebiasaan masyarakat. Sosialisasi merupakan
bentuk upaya pencegahan dini agar tidak terjadi pencurian yang dilakukan oleh anak.
Sosialisasi dapat dilakukan baik melalui pendidikan formal maupun pendidikan
nonformal.
Kejaksaan Negeri Banda Aceh sudah memberikan sosialisasi kepada anak-anak
melalui sekolah-sekolah formal secara berkala dimana pihak kepolisian akan
bekerjasama dengan pihak sekolah. Hal ini bertujuan untuk menanamkan nilai moral
kepada anak-anak bahwa tindakan melanggar hukum selain dikenakan sanksi juga
dapat merugikan diri anak tersebut dengan diterimanya sanksi sebagai wujud dari di
langgarnya peraturan. Pihak Polresta Banda Aceh juga memberikan penyuluhan kepada
masyarakat yang isi dari penyuluhan tersebut adalah memberikan arti penting menjaga
keamanan lingkungan mereka sendiri dan juga dengan cara pemolisian sipil supaya
masyarakat menjadi polisi terhadap dirinya sendiri, dengan hal semacam itu maka
setiap kejahatan yang akan terjadi mudah terdeteksi oleh masyarakat secara dini karena
bagaimanapun jumlah aparat penegak hukum lebih sedikit dibandingkan dengan
masyarakat.
3.2.1. Melakukan Patroli
Aparat penegak hukum tidak henti-hentinya melakukan tindakan pencegahan
terjadinya kejahatan, termasuk kejahatan pencurian. Selain dengan melakukan sosialisai
melaui dari sekolah Menengah hingga Sekolah Menengah Atas pihak kepolisian juga
sering melakukan Patroli untuk mengurangi tingkat kejahatan. Artinya dengan adanya
patroli yang dilakukan secara berkala masyarakat akan merasa takut untuk melakukan
kejahatan karena merasa di awasi oleh pihak kepolisian seluruh gerak-gerik dari
masyarakat tersebut.
3.2.2. Bekerjasama dengan pihak gampong
Gampong merupakan sub bagian terkecil dari sistem perintahan, oleh karena itu
dengan menyentuh sub terkecil maka kejahatan dapat di cegah sedini mungkin. Pihak
kepolisian juga bekerjasama dengan aparatur gampong untuk mengurangi terjadinya
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol. 8 No. 1, Februari 2021
Kajian Yuridis Statistik Kriminal Tindak Pidana Pencurian yang Dilakukan oleh Anak
46
tindak pidana yaitu dengan cara pihak gampong kooperatif dalam memberikan
informasi terkait warganya yang terindikasi melakukan tindak pidana pencurian.
Dengan adanya informasi tersebut maka polisi akan lebih mudah dalam menemukan
pelaku tindak pidana baik dewasa maupun anak.
3.2.3. Melakukan Pendataan terhadap narapidana yang baru bebas
Selain melakukan ketiga upaya di atas pihak Kepolisian juga melakukan
pendataan terhadap narapidan yang baru keluar dari penjara. Hal ini dilakukan agar
narapidana anak yang berpotensi menjadi residivis dapat dengan mudah diidentifikasi
keberadaanya. Sehingga memudahkan polisi untuk melakukan penangkapan.
3.2.4. Upaya Refresif
Upaya refresif adalah upaya yang dilakukan manakala telah terjadi tindak pidana
pencurian. Adapun bentuk dari upaya refresif yaitu penanganan yang dilakukan oleh
aparat penegak hukum yaitu Kepolisian, Kejaksaan serta Pengadilan. Dalam rangka
bekerjanya sistem pidana untuk menanggulangi kejahatan yaitu dengan penempatan
dalam Lembaga Pemasyarakatan sebagai pembalasan akibat dari di langgarnya norma
hukum.
Adapun puaya-upaya refresif yang dilakukan oleh Pelresta Banda Aceh untuk
menekan terjadinya kejahatan termasuk pencurian yang dilakukan oleh anak adalah
dengan melakukan operasi-operasi secara kontinue. Operasi tersebut dengan
menggunakan aparat kepolisian secara lengkap diantaranya Samapta, Intelejen, dan
Reskrim. Dari operasi yang dilakukan tersebut banyak ditemukan pelaku kejahatan
yang tertangkap. Pihak Polresta juga membentuk Pos Koordinasi antar Polsek di
wilayah Kota Banda Aceh. Pendirian Pos tersebut bertujuan untuk memudahkan
koordinasi dan juga memudahkan pemantauan keamanan di wilayah-wilayah yang
disinyalir cukup rawan terjadinya tindak pidana. Dengan adanya pos tersebut bisa
dilakukan dengan cepat penangkapan dengan cepat terhadap seorang yang di duga
melakukan tindak pidana.
Dengan adanya kedua upaya yang telah disebutkan di atas, diharapkan tingkat
kejahatan pencurian dapat mengalami penurunan dalam hal ini tindak pidana pencurian
yang dilakukan oleh anak. Dengan menurunya tingkat pencurian maka keamanan setiap
masyarakat dapat terjamin serta terciptanya lingkungan masyarakat yang aman dan
kondusif.
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol. 8 No. 1, Februari 2021
Kajian Yuridis Statistik Kriminal Tindak Pidana Pencurian yang Dilakukan oleh Anak
47
3.3. Faktor Penghambat dalam Upaya Penanggulangan Pencurian yang
dilakukan oleh Anak.
3.3.1. Faktor Penegak Hukum
Faktor penegak hukum yaitu berada pada jajaran Kepolisian, Kejaksaan dan
Pengadilan. Dalam hal ini masih kurangnya sosialisasii atau penyuluhan yang tidak
menjangkau seluruh masyarakat. Sosialisasi dilakukan hanya menyentuh masyarakat
yang berada di wilayah jangkauan Polresta dan Kejaksaan Negeri Banda Aceh
sedangakan untuk wilayah atau desa-desa yang masih pinggiran jarang dilakukan
sosialisasi. Padahal penyebab terjadinya pencurian sering dilakuakan oleh anak yang
berada di daerah perkampungan.
3.3.2. Faktor sarana dan Prasarana
Selain faktor penegak hukum saran dan prasaran juga menjadi faktor
penghambat dalam upaya penaggulangan terhadap narapidana yang melarikan diri,
seperti kurangnya jumlah mobil patroli yang dimiliki oleh kepolisian, penerangan
jalan yang tidak memadai sehingga sulit dalam pengejaran terhadap pelaku dan
infrastruktur jalan yang banyak rusak juga menjadi hambatan dalam upaya
penanggulangan terhadap tindak pidana pencurian.
3.3.3. Kurangnya Kesadaran masyarakat
Penegakan hukum merupakan upaya yang dilakukan setelah terjadinya
kejahatan, sedangkan pencegahan dini dapat dimulai dari kesadaran diri mansyarakat
untuk tidak melakukan tindak pidana. Kurangnya kerjasama antara polisi dengan
masarakat juga menjadi penghalang dalam melakukan upaya penanggulangan
kejahatan pencurian yang dilakukan oleh anak. Selain itu kesadaran hukum
masyarakat yang rendah juga merupakan faktor penghalang dalam menjalankan
upaya penanggulangan terhadap pencurian yang dilakukan oleh anak.
IV. SIMPULAN DAN SARAN
Melihat statistik kriminal meningkatnya tindak pidana pencurian yang dilakukan
oleh anak adalah Faktor niat pelaku, Faktor ekonomi, Faktor Moral Pendidikan, Faktor
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol. 8 No. 1, Februari 2021
Kajian Yuridis Statistik Kriminal Tindak Pidana Pencurian yang Dilakukan oleh Anak
48
lingkungan, faktor penegak hukum dan faktor korban.Upaya penanggulangan terhadap anak
yang melakukan tindak pidana pencurian yaitu dengan upaya preventif dan upaya refresif.
Upaya preventif adalah upaya yang dilakukan sebelum terjadinya tindak pidana pencurian,
bentuk dari upaya preventif adalah melakukan sosialisasi, melakukan patroli, bekerjasama
dengan pihak gampong dan melakukan pendataan terhadap narapidana yang baru bebas dari
penjara. Faktor penghambat dalam melakukan upaya penanggulangan terhadap anak yang
melakukan tindak pidana pencurian adalah faktor penegak hukum, faktor sarana dan
prasarana serta faktor masyarakat. Sangat diharapkan untuk mengurangi frekuensi
meningkatnya tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak melibatkan peran serta
orang tua dan masyarakat dalam melakukan Tindakan preventif.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana, Raja grafindo Persada, Jakarta, 2005
Amir Ilyas, Asas-asas Hukum Pidana, Rangkang Education & Pukab, Yogyakarta 2012
Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2008
Dwidja Priyanto, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, PT. Rafika Aditama,
Bandung, 2009.
Edmon Makarin, Kompilasi Hukum Telematika, Raja grafindo persada, Jakarta, 2003.
Ismu Gunadi Widodo, Jonaedi Efendi, Cepat Dan Mudah Memahami Hukum Pidana (Jilid
1), Medio Januari, Surabaya, 2011.
James Pardede, Diktat Hukum Pidana, Universitas Bung Karno, 2007.
Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktik hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2009.
Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2011.
Muhammad Mustofa, Metode Penelitian Kriminologi, Kencana, Jakarta, 2013.
Rena Yulia, Victimilogi, Graha ilmu, Yogyakarta, 2010.
Soenarto Soerodibroto. R, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Rajawali Pers, Jakarta,
2012.
Sudarsono, Kenakalan Remaja, Rineka Cipta, Jakarta, 2008.
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol. 8 No. 1, Februari 2021
Kajian Yuridis Statistik Kriminal Tindak Pidana Pencurian yang Dilakukan oleh Anak
49
Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Politik Hukum Pidana (Kajian Kebijakan
Kriminalisasi dan Dekriminalisasi), Pustaka Pelajar, Jakarta, 2005.
Topo Santoso dan Eva Achani Zulfa, Kriminologi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014.