KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II 2015...
Transcript of KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II 2015...
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Provinsi Nusa Tenggara TimurTriwulan II 2015
FOTO : DANAU KELIMUTU
Kantor Perwakilan Bank IndonesiaProvinsi Nusa Tenggara Timur
Penerbit :
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan
Jl. Tom Pello No. 2 Kupang NTT
Telp : [0380] 832-047
Fax : [0380] 822-103
Email : [email protected]
ii
Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur
di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi
kebijakan moneter. Secara triwulanan KPw BI Provinsi NTT melakukan pengkajian dan penelitian terhadap
perkembangan perekonomian daerah sebagai masukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia dalam kaitan perumusan
kebijakan moneter tersebut. Selain itu kajian/analisis ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang diharapkan
dapat bermanfaat bagi eksternal stakeholder setempat, yaitu Pemda, DPRD, akademisi, masyarakat serta stakeholder
lainnya.
Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Nusa Tenggara Timur ini mencakup Ekonomi Makro Regional, Perkembangan
Inflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, Keuangan Pemerintah, Kesejahteraan serta Prospek
Perekonomian Daerah pada periode mendatang. Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal
Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi terkait.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan
masukan dari semua pihak untuk meningkatkan kualitas isi dan penyajian laporan. Akhirnya kami mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik dalam bentuk penyampaian data maupun dalam bentuk saran,
kritik, dan masukan sehingga kajian ini dapat diselesaikan. Kami mengharapkan kerjasama yang telah terjalin dengan
baik selama ini, kiranya dapat terus berlanjut di masa yang akan datang.
Kata Pengantar
Kupang, Agustus 2015
Kepala Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Naek Tigor Sinaga
Deputi Direktur
iii
Penerbit :
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan
Jl. Tom Pello No. 2 Kupang NTT
Telp : [0380] 832-047
Fax : [0380] 822-103
Email : [email protected]
ii
Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur
di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi
kebijakan moneter. Secara triwulanan KPw BI Provinsi NTT melakukan pengkajian dan penelitian terhadap
perkembangan perekonomian daerah sebagai masukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia dalam kaitan perumusan
kebijakan moneter tersebut. Selain itu kajian/analisis ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang diharapkan
dapat bermanfaat bagi eksternal stakeholder setempat, yaitu Pemda, DPRD, akademisi, masyarakat serta stakeholder
lainnya.
Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Nusa Tenggara Timur ini mencakup Ekonomi Makro Regional, Perkembangan
Inflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, Keuangan Pemerintah, Kesejahteraan serta Prospek
Perekonomian Daerah pada periode mendatang. Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal
Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi terkait.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan
masukan dari semua pihak untuk meningkatkan kualitas isi dan penyajian laporan. Akhirnya kami mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik dalam bentuk penyampaian data maupun dalam bentuk saran,
kritik, dan masukan sehingga kajian ini dapat diselesaikan. Kami mengharapkan kerjasama yang telah terjalin dengan
baik selama ini, kiranya dapat terus berlanjut di masa yang akan datang.
Kata Pengantar
Kupang, Agustus 2015
Kepala Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Naek Tigor Sinaga
Deputi Direktur
iii
Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Grafik
Daftar Tabel
Ringkasan Umum
Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur
BAB I EKONOMI MAKRO REGIONAL
1.1 Kondisi Umum
1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaa
1.2.1. Konsumsi
1.2.2. Pembentukan Modal Tetap Bruto/Investasi
1.2.3. Ekspor dan Impor
a. Ekspor dan Impor Antar Daerah
b. Ekspor dan Impor Luar Negeri
1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral
1.3.1. Sektor Pertanian, Kehutanan & Perikanan
1.3.2. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial
1.3.3. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor
1.3.4. Sektor-Sektor Lainnya
BOKS 1. Pembangunan Sumber Daya Air Untuk Mendukung Kedaulatan Pangan di Provnsi NTT
BOKS 2. Penggunaan Regional Macroeconomic Model of Bank Indonesia (REMBI) dalam Proyeksi
Pertumbuhan Ekonomi NTT
BAB II PERKEMBANGAN INFLASI
2.1. Kondisi Umum
2.2. Perkembangan Inflasi Berdasarkan Komoditas
2.2.1. Bahan Makanan
2.2.2. Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
2.2.3. Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar
2.2.4. Komoditas Lainnya
2.3.Perkembangan Disagregasi Inflasi NTT
2.3.1 Volatile Foods
2.3.2 Administered Prices
i
iii
v
ix
xiii
xv
xix
xxi
1
2
2
5
7
7
7
8
8
9
10
10
12
14
17
19
21
22
22
23
23
24
24
25
Daftar Isi
v
Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Grafik
Daftar Tabel
Ringkasan Umum
Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur
BAB I EKONOMI MAKRO REGIONAL
1.1 Kondisi Umum
1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaa
1.2.1. Konsumsi
1.2.2. Pembentukan Modal Tetap Bruto/Investasi
1.2.3. Ekspor dan Impor
a. Ekspor dan Impor Antar Daerah
b. Ekspor dan Impor Luar Negeri
1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral
1.3.1. Sektor Pertanian, Kehutanan & Perikanan
1.3.2. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial
1.3.3. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor
1.3.4. Sektor-Sektor Lainnya
BOKS 1. Pembangunan Sumber Daya Air Untuk Mendukung Kedaulatan Pangan di Provnsi NTT
BOKS 2. Penggunaan Regional Macroeconomic Model of Bank Indonesia (REMBI) dalam Proyeksi
Pertumbuhan Ekonomi NTT
BAB II PERKEMBANGAN INFLASI
2.1. Kondisi Umum
2.2. Perkembangan Inflasi Berdasarkan Komoditas
2.2.1. Bahan Makanan
2.2.2. Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
2.2.3. Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar
2.2.4. Komoditas Lainnya
2.3.Perkembangan Disagregasi Inflasi NTT
2.3.1 Volatile Foods
2.3.2 Administered Prices
i
iii
v
ix
xiii
xv
xix
xxi
1
2
2
5
7
7
7
8
8
9
10
10
12
14
17
19
21
22
22
23
23
24
24
25
Daftar Isi
v
2.3.3 Inflasi Inti (Core)
2.4. Inflasi NTT Berdasarkan Kota
2.4.1 Inflasi Kota Kupang
2.4.2 Inflasi Kota Maumere
2.5. Aktivitas Pengendalian Inflasi oleh TPID
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
3.1. Kondisi Umum
3.2. Perkembangan Kinerja Bank Umum
3.2.1. Aset dan Aktiva Produktif
3.2.2. Dana Pihak Ketiga
3.2.3. Penyaluran Kredit Pembiayaan
3.2.4. Kualitas Kredit
3.2.5. Suku Bunga
3.2.6.Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah
3.3. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
3.4. Kinerja Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau
3.4.1. Pulau Flores
3.4.2. Pulau Sumba
3.4.3. Pulau Timor
3.5. Sistem Pembayaran
3.5.1 Transaksi Non Tunai
3.5.1.1 Transaksi Kliring (SKNBI)
3.5.1.2 Transaksi RTGS
3.5.2 Transaksi Tunai
3.5.2.1 Aliran Uang Masuk (inflow) dan Aliran Uang Keluar (outflow)
3.5.2.2 Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)
3.5.2.3 Temuan Uang Palsu (UPAL)
BOKS 3. Pengungkapan Kasus Pengedaran Uang Palsu di Kabupaten Nagada Serta Penandatanganan
Kesepakatan Bersama antara KPW BI Provinsi NTT dan Kepolisian Daerah NTT
BAB IV KEUANGAN PEMERINTAH
4.1 Kondisi Umum
4.2 Pendapatan Daerah
25
25
25
26
27
29
31
33
33
34
35
36
36
37
38
40
40
40
41
40
41
41
42
42
42
43
44
45
47
49
50
Daftar Isi
vi
4.3 Belanja Daerah
Boks 4 Realisasi Dana Desa Tahun 2015 Di Provinsi Ntt
BAB V KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
5.1 Kondisi Umum
5.2 Indeks Kebahagiaan Hidup
5.3 Perkembangan Kesejahteraan
5.3.1 Tingkat Kemiskinan
5.3.2 Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP)
5.4 Kondisi Ketenagakerjaan Umum
5.4.1 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang
5.4.2 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)
BAB VI OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DANINFLASI DI DAERAH
6.1 Pertumbuhan Ekonomi
6.1.1 Sisi Sektoral
6.1.2 Sisi Penggunaan
6.2 Inflasi
Boks 5 Lanjutan Kajian Pembangunan Proyek Kelistrikan Di Nusa Tenggara Timur
51
55
57
59
59
60
60
61
61
62
62
65
67
68
69
70
72
Daftar Isi
vii
2.3.3 Inflasi Inti (Core)
2.4. Inflasi NTT Berdasarkan Kota
2.4.1 Inflasi Kota Kupang
2.4.2 Inflasi Kota Maumere
2.5. Aktivitas Pengendalian Inflasi oleh TPID
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
3.1. Kondisi Umum
3.2. Perkembangan Kinerja Bank Umum
3.2.1. Aset dan Aktiva Produktif
3.2.2. Dana Pihak Ketiga
3.2.3. Penyaluran Kredit Pembiayaan
3.2.4. Kualitas Kredit
3.2.5. Suku Bunga
3.2.6.Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah
3.3. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
3.4. Kinerja Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau
3.4.1. Pulau Flores
3.4.2. Pulau Sumba
3.4.3. Pulau Timor
3.5. Sistem Pembayaran
3.5.1 Transaksi Non Tunai
3.5.1.1 Transaksi Kliring (SKNBI)
3.5.1.2 Transaksi RTGS
3.5.2 Transaksi Tunai
3.5.2.1 Aliran Uang Masuk (inflow) dan Aliran Uang Keluar (outflow)
3.5.2.2 Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)
3.5.2.3 Temuan Uang Palsu (UPAL)
BOKS 3. Pengungkapan Kasus Pengedaran Uang Palsu di Kabupaten Nagada Serta Penandatanganan
Kesepakatan Bersama antara KPW BI Provinsi NTT dan Kepolisian Daerah NTT
BAB IV KEUANGAN PEMERINTAH
4.1 Kondisi Umum
4.2 Pendapatan Daerah
25
25
25
26
27
29
31
33
33
34
35
36
36
37
38
40
40
40
41
40
41
41
42
42
42
43
44
45
47
49
50
Daftar Isi
vi
4.3 Belanja Daerah
Boks 4 Realisasi Dana Desa Tahun 2015 Di Provinsi Ntt
BAB V KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
5.1 Kondisi Umum
5.2 Indeks Kebahagiaan Hidup
5.3 Perkembangan Kesejahteraan
5.3.1 Tingkat Kemiskinan
5.3.2 Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP)
5.4 Kondisi Ketenagakerjaan Umum
5.4.1 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang
5.4.2 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)
BAB VI OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DANINFLASI DI DAERAH
6.1 Pertumbuhan Ekonomi
6.1.1 Sisi Sektoral
6.1.2 Sisi Penggunaan
6.2 Inflasi
Boks 5 Lanjutan Kajian Pembangunan Proyek Kelistrikan Di Nusa Tenggara Timur
51
55
57
59
59
60
60
61
61
62
62
65
67
68
69
70
72
Daftar Isi
vii
Grafik 1.1 PDRB (ADHB) & Pertumbuhan PDRB Tahunan Provinsi NTT dibandingkan Nasional
Grafik 1.2 PDRB & Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT,Bali, NTB & Nasional
Grafik 1.3 Indeks Riil Penjualan Eceran Triwulan II 2015
Grafik 1.4 Rincian Pertumbuhan Triwulanan Penjualan Eceran
Grafik 1.5 Perkembangan Konsumsi Listrik Rumah Tangga
Grafik 1.6 Indeks Tendensi Konsumen
Grafik 1.7 Indeks Kegiatan Dunia Usaha
Grafik 1.8 Penyaluran Kredit Konsumsi
Grafik 1.9 Realisasi Investasi Penanaman Modal Asing & PMDN
Grafik 1.10 Realisasi Konsumsi Semen Provinsi NTT
Grafik 1.11 Perkembangan Kredit Modal Kerja dan Kredit Investasi
Grafik 1.12 Realisasi Dana Masuk/Keluar Provinsi NTT dalam RTGS
Grafik 1.13 Perkembangan Peti Kemas
Grafik 1.14 Aktivitas Bongkar Muat
Grafik 1.15 Ekspor Impor Antar Negara
Grafik 1.16 Negara Tujuan Ekspor NTT
Grafik 1.17 Perkembangan Survei Kegiatan Dunia Usaha Sektor Pertanian
Grafik 1.18 Pengiriman Ternak
Grafik 1.19 Perkembangan Kredit Pertanian
Grafik 1.20 Perkembangan Nilai Tukar Petani
Grafik 1.21 Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah
Grafik 1.22 Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan
Grafik 1.23 Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan
Grafik 1.24 Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan
Grafik 1.25 Perkembangan Tamu Hotel
Grafik 1.26 Perkembangan Penumpang Bandara
Grafik 2.1 Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional
Grafik 2.2 Inflasi Triwulanan Provinsi NTT dan Nasional
Grafik 2.3 Perbandingan Inflasi Tahunan dan Triwulanan di wilayah Bali dan Nusa Tenggara
Grafik 2.4 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
Grafik 2.5 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan per Sub Kelompok Komoditas
Grafik 2.6 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan secara Triwulanan,
Tahunan dan Bulanan
2
2
4
4
4
4
5
5
6
6
6
6
7
7
7
7
9
9
9
9
10
10
10
10
11
11
19
19
20
22
22
23
Daftar Grafik
ix
Grafik 1.1 PDRB (ADHB) & Pertumbuhan PDRB Tahunan Provinsi NTT dibandingkan Nasional
Grafik 1.2 PDRB & Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT,Bali, NTB & Nasional
Grafik 1.3 Indeks Riil Penjualan Eceran Triwulan II 2015
Grafik 1.4 Rincian Pertumbuhan Triwulanan Penjualan Eceran
Grafik 1.5 Perkembangan Konsumsi Listrik Rumah Tangga
Grafik 1.6 Indeks Tendensi Konsumen
Grafik 1.7 Indeks Kegiatan Dunia Usaha
Grafik 1.8 Penyaluran Kredit Konsumsi
Grafik 1.9 Realisasi Investasi Penanaman Modal Asing & PMDN
Grafik 1.10 Realisasi Konsumsi Semen Provinsi NTT
Grafik 1.11 Perkembangan Kredit Modal Kerja dan Kredit Investasi
Grafik 1.12 Realisasi Dana Masuk/Keluar Provinsi NTT dalam RTGS
Grafik 1.13 Perkembangan Peti Kemas
Grafik 1.14 Aktivitas Bongkar Muat
Grafik 1.15 Ekspor Impor Antar Negara
Grafik 1.16 Negara Tujuan Ekspor NTT
Grafik 1.17 Perkembangan Survei Kegiatan Dunia Usaha Sektor Pertanian
Grafik 1.18 Pengiriman Ternak
Grafik 1.19 Perkembangan Kredit Pertanian
Grafik 1.20 Perkembangan Nilai Tukar Petani
Grafik 1.21 Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah
Grafik 1.22 Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan
Grafik 1.23 Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan
Grafik 1.24 Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan
Grafik 1.25 Perkembangan Tamu Hotel
Grafik 1.26 Perkembangan Penumpang Bandara
Grafik 2.1 Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional
Grafik 2.2 Inflasi Triwulanan Provinsi NTT dan Nasional
Grafik 2.3 Perbandingan Inflasi Tahunan dan Triwulanan di wilayah Bali dan Nusa Tenggara
Grafik 2.4 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
Grafik 2.5 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan per Sub Kelompok Komoditas
Grafik 2.6 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan secara Triwulanan,
Tahunan dan Bulanan
2
2
4
4
4
4
5
5
6
6
6
6
7
7
7
7
9
9
9
9
10
10
10
10
11
11
19
19
20
22
22
23
Daftar Grafik
ix
Grafik 2.7 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan per Sub Kelompok
Komoditas
Grafik 2.8 Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar secara Triwulanan,
Tahunan dan Bulanan
Grafik 2.9 Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar per Sub Kelompok
Komoditas
Grafik 2.10 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Tahunan Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 2.11 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Bulanan Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 2.12 Inflasi Tahunan Kota Kupang
Grafik 2.13 Inflasi Triwulanan Kota Kupang
Grafik 2.14 Inflasi Bulanan Kota Kupang
Grafik 2.15 Inflasi Tahunan Kota Maumere
Grafik 2.16 Inflasi Triwulanan Kota Maumere
Grafik 2.17 Inflasi Bulanan Kota Maumere
Grafik 3.1 Perkembangan Kinerja Perbankan
Grafik 3.2 Perkembangan LDR & NPL
Grafik 3.3 Perkembangan SKNBI
Grafik 3.4 Penyumbang Aset Berdasarkan Jenis Bank
Grafik 3.5 Pertumbuhan Share Deposito Berdasarkan Jangka Waktu
Grafik 3.6 DPK Berdasarkan Golongan Nasabah
Grafik 3.7 Pertumbuhan DPK
Grafik 3.8 Komposisi DPK
Grafik 3.9 Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
Grafik 3.10 Komposisi Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
Grafik 3.11 Lima Sektor Utama Pendorong Kredit
Grafik 3.12 Kredit, NPL dan BI Rate
Grafik 3.13 Perkembangan Kredit Berdasarkan Suku Bunga
Grafik 3.14 Perkembangan UMKM
Grafik 3.15 Perkembangan UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan
Grafik 3.16 Komposisi DPK BPR
Grafik 3.17 Pertumbuhan DPK BPR
Grafik 3.18 Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi
Grafik 3.19 NPL Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi
23
23
23
24
24
25
25
25
26
26
26
31
31
32
34
34
34
35
35
36
36
36
37
37
38
38
39
39
39
39
Daftar Grafik
x
Grafik 3.20 Perkembangan Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau
Grafik 3.21 Komposisi DPK di Pulau Flores
Grafik 3.22 Komposisi Kredit di Pulau Flores
Grafik 3.23 Komposisi DPK di Pulau Sumba
Grafik 3.24 Komposisi Kredit di Pulau Sumba
Grafik 3.25 Komposisi DPK di Pulau Timor
Grafik 3.26 Komposisi Kredit di Pulau Timor
Grafik 3.27 Perkembangan SKNBI NTT
Grafik 3.28 Perkembangan SKNBI Nasional
Grafik 3.29 Perkembangan BI-RTGS Berdasarkan Volume
Grafik 3.30 Perkembangan SKNBI NTT Berdasarkan Nominal
Grafik 3.31 Perkembangan Transaksi Tunai
Grafik 3.32 Perkembangan Arus Uang tunai (Inflow-Outflow)
Grafik 3.33 Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) di NTT
Grafik 3.34 Perkembangan Uang Palsu (UPAL) di NTT
Grafik 4.1 Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa
Tenggara Timur
Grafik 4.2 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBN di Provinsi NTT
Grafik 4.3 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di NTT
Grafik 4.4 Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD di Provinsi NTT
Grafik 4.5 Realisasi Pendapatan Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
Grafik 4.6 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
Grafik 4.7 Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi
NTT
Grafik 4.8 Persentase Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di
Provinsi NTT
Grafik 4.9 Realisasi Belanja dan Belanja Modal Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa
Tenggara Timur
Grafik 4.10 Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota pada Perbankan di Wilayah Nusa
Tenggara Timur
Grafik Boks 4.1. Mekanisme Pencairan Dana Desa
Grafik 5.1 Tingkat Kepuasan Hidup Terhadap 10 Aspek Kehidupan
Grafik 5.2 Perbandingan Prosentase Kemiskinan Prov. NTT dan Nasional
40
40
40
41
41
41
41
42
42
42
42
43
43
44
44
50
51
51
51
51
52
52
52
53
53
56
60
61
Daftar Grafik
xi
Grafik 2.7 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan per Sub Kelompok
Komoditas
Grafik 2.8 Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar secara Triwulanan,
Tahunan dan Bulanan
Grafik 2.9 Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar per Sub Kelompok
Komoditas
Grafik 2.10 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Tahunan Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 2.11 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Bulanan Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 2.12 Inflasi Tahunan Kota Kupang
Grafik 2.13 Inflasi Triwulanan Kota Kupang
Grafik 2.14 Inflasi Bulanan Kota Kupang
Grafik 2.15 Inflasi Tahunan Kota Maumere
Grafik 2.16 Inflasi Triwulanan Kota Maumere
Grafik 2.17 Inflasi Bulanan Kota Maumere
Grafik 3.1 Perkembangan Kinerja Perbankan
Grafik 3.2 Perkembangan LDR & NPL
Grafik 3.3 Perkembangan SKNBI
Grafik 3.4 Penyumbang Aset Berdasarkan Jenis Bank
Grafik 3.5 Pertumbuhan Share Deposito Berdasarkan Jangka Waktu
Grafik 3.6 DPK Berdasarkan Golongan Nasabah
Grafik 3.7 Pertumbuhan DPK
Grafik 3.8 Komposisi DPK
Grafik 3.9 Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
Grafik 3.10 Komposisi Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
Grafik 3.11 Lima Sektor Utama Pendorong Kredit
Grafik 3.12 Kredit, NPL dan BI Rate
Grafik 3.13 Perkembangan Kredit Berdasarkan Suku Bunga
Grafik 3.14 Perkembangan UMKM
Grafik 3.15 Perkembangan UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan
Grafik 3.16 Komposisi DPK BPR
Grafik 3.17 Pertumbuhan DPK BPR
Grafik 3.18 Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi
Grafik 3.19 NPL Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi
23
23
23
24
24
25
25
25
26
26
26
31
31
32
34
34
34
35
35
36
36
36
37
37
38
38
39
39
39
39
Daftar Grafik
x
Grafik 3.20 Perkembangan Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau
Grafik 3.21 Komposisi DPK di Pulau Flores
Grafik 3.22 Komposisi Kredit di Pulau Flores
Grafik 3.23 Komposisi DPK di Pulau Sumba
Grafik 3.24 Komposisi Kredit di Pulau Sumba
Grafik 3.25 Komposisi DPK di Pulau Timor
Grafik 3.26 Komposisi Kredit di Pulau Timor
Grafik 3.27 Perkembangan SKNBI NTT
Grafik 3.28 Perkembangan SKNBI Nasional
Grafik 3.29 Perkembangan BI-RTGS Berdasarkan Volume
Grafik 3.30 Perkembangan SKNBI NTT Berdasarkan Nominal
Grafik 3.31 Perkembangan Transaksi Tunai
Grafik 3.32 Perkembangan Arus Uang tunai (Inflow-Outflow)
Grafik 3.33 Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) di NTT
Grafik 3.34 Perkembangan Uang Palsu (UPAL) di NTT
Grafik 4.1 Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa
Tenggara Timur
Grafik 4.2 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBN di Provinsi NTT
Grafik 4.3 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di NTT
Grafik 4.4 Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD di Provinsi NTT
Grafik 4.5 Realisasi Pendapatan Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
Grafik 4.6 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
Grafik 4.7 Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi
NTT
Grafik 4.8 Persentase Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di
Provinsi NTT
Grafik 4.9 Realisasi Belanja dan Belanja Modal Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa
Tenggara Timur
Grafik 4.10 Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota pada Perbankan di Wilayah Nusa
Tenggara Timur
Grafik Boks 4.1. Mekanisme Pencairan Dana Desa
Grafik 5.1 Tingkat Kepuasan Hidup Terhadap 10 Aspek Kehidupan
Grafik 5.2 Perbandingan Prosentase Kemiskinan Prov. NTT dan Nasional
40
40
40
41
41
41
41
42
42
42
42
43
43
44
44
50
51
51
51
51
52
52
52
53
53
56
60
61
Daftar Grafik
xi
Grafik 5.3 Sepuluh Daerah dengan Prosentase Kemiskinan Tertinggi
Grafik 5.4 Perkembangan Nilai Tukar Petani di Provinsi NTT
Grafik 5.5 Perkembangan Angkatan Kerja
Grafik 5.6 Struktur Pekerjaan di NTT
Grafik 5.7 Porsi Penyerapan Pekerja IBS
Grafik 5.8 Produktivitas Pekerja IBS
Grafik 5.9 Perkembangan Indikator Jumlah Karyawan
Grafik 6.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Nusa Tenggara Timur
Grafik 6.2. Perkembangan Kegiatan Usaha
Grafik 6.3. Perkembangan Harga Jual
Grafik 6.4. Indeks Tendensi Konsumen
Grafik 6.5. Perkembangan Survei Konsumen
Grafik 6.6. Perkembangan inflasi tahunan (yoy)
Grafik 6.7. Perkembangan Ekspektasi Konsumen
61
61
62
62
62
62
63
67
68
68
69
69
71
71
Daftar Grafik
xii
Tabel 1.1 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Triwulan II 2015
Tabel 1.2 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi TW-II 2015
Tabel Boks 2.1 Dampak Simulasi Shock 4 Triwulan Model Provinsi Nusa Tenggara Timur terhadap
Perekonomian di Provinsi NTT tahun 2015
Tabel Boks 2.2 Dampak Simulasi Shock 4 Triwulan Model Provinsi
Nusa Tenggara Timur terhadap Perekonomian di Provinsi NTT tahun 2016
Tabel 2.1 Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Provinsi NTT
Tabel 2.2 Komoditas Penyumbang Deflasi Utama di Provinsi NTT
Tabel 2.3 Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas
Tabel 2.4 Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas
Tabel 2.5 Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas
Tabel 3.1 Perkembangan BI-RTGS
Tabel 3.2 Perkembangan Kinerja Bank Perkreditan Rakyat
Tabel Boks 3.1 Ciri Ciri Keaslian Uang Rupiah
Tabel Boks 3.2 Nota Kesepahaman Dalam Rangka Mendukung Tugas Bank Indonesia
Tabel 4.1 Rincian Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
Tabel 4.2 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Tabel Boks 4.1 Proyeksi Penerimaan Dana Desa di Setiap Kabupaten/Kota Tahun 2016/2017
Tabel Boks 4.2 Realisasi Pencairan Dana Desa Tahap Pertama
Tabel 5.1 Indeks Ketenagakerjaan NTT
3
8
21
21
21
26
27
33
38
53
54
Daftar Tabel
xiii
Grafik 5.3 Sepuluh Daerah dengan Prosentase Kemiskinan Tertinggi
Grafik 5.4 Perkembangan Nilai Tukar Petani di Provinsi NTT
Grafik 5.5 Perkembangan Angkatan Kerja
Grafik 5.6 Struktur Pekerjaan di NTT
Grafik 5.7 Porsi Penyerapan Pekerja IBS
Grafik 5.8 Produktivitas Pekerja IBS
Grafik 5.9 Perkembangan Indikator Jumlah Karyawan
Grafik 6.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Nusa Tenggara Timur
Grafik 6.2. Perkembangan Kegiatan Usaha
Grafik 6.3. Perkembangan Harga Jual
Grafik 6.4. Indeks Tendensi Konsumen
Grafik 6.5. Perkembangan Survei Konsumen
Grafik 6.6. Perkembangan inflasi tahunan (yoy)
Grafik 6.7. Perkembangan Ekspektasi Konsumen
61
61
62
62
62
62
63
67
68
68
69
69
71
71
Daftar Grafik
xii
Tabel 1.1 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Triwulan II 2015
Tabel 1.2 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi TW-II 2015
Tabel Boks 2.1 Dampak Simulasi Shock 4 Triwulan Model Provinsi Nusa Tenggara Timur terhadap
Perekonomian di Provinsi NTT tahun 2015
Tabel Boks 2.2 Dampak Simulasi Shock 4 Triwulan Model Provinsi
Nusa Tenggara Timur terhadap Perekonomian di Provinsi NTT tahun 2016
Tabel 2.1 Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Provinsi NTT
Tabel 2.2 Komoditas Penyumbang Deflasi Utama di Provinsi NTT
Tabel 2.3 Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas
Tabel 2.4 Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas
Tabel 2.5 Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas
Tabel 3.1 Perkembangan BI-RTGS
Tabel 3.2 Perkembangan Kinerja Bank Perkreditan Rakyat
Tabel Boks 3.1 Ciri Ciri Keaslian Uang Rupiah
Tabel Boks 3.2 Nota Kesepahaman Dalam Rangka Mendukung Tugas Bank Indonesia
Tabel 4.1 Rincian Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
Tabel 4.2 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Tabel Boks 4.1 Proyeksi Penerimaan Dana Desa di Setiap Kabupaten/Kota Tahun 2016/2017
Tabel Boks 4.2 Realisasi Pencairan Dana Desa Tahap Pertama
Tabel 5.1 Indeks Ketenagakerjaan NTT
3
8
21
21
21
26
27
33
38
53
54
Daftar Tabel
xiii
Gambar 2.1 Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan II 2015 dan Sebaran Pembentukan TPID
Gambar Boks 1.1 Rencana Pembangunan Waduk di Nusa Tenggara Timur
Gambar 6.1 Prakiraan Curah Hujan Bulan Agustus
Gambar 6.2 Prakiraan Curah Hujan Bulan September
Gambar Boks 5.1. Rencana Investasi Kelistrikan Pulau Sumba
Gambar Boks 5.2. Rencana Investasi Kelistrikan Pulau Flores
27
68
68
Daftar Gambar
xiv
Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan II-2015 tumbuh sebesar 5,03% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya (4,64%-yoy). Angka pertumbuhan pada triwulan-II 2015 ini masih lebih tinggi dibandingkan nasional yang
tumbuh hanya sebesar 4,67% (yoy). Sementara itu pertumbuhan ekonomi secara triwulanan juga mengalami
peningkatan. Jika pada triwulan sebelumnya pertumbuhan ekonomi tercatat - 4,79% (qtq), maka pada triwulan
laporan, perekonomian tumbuh melesat dan mencapai angka 4,24% (qtq).
Peningkatan perekonomian di Provinsi NTT pada triwulan II-2015 terutama didorong oleh kenaikan realisasi belanja
pemerintah, investasi dan peningkatan konsumsi masyarakat. Di sisi lain, tingginya ketergantungan terhadap impor
barang antar daerah,masih menjadi penghambat utama pertumbuhan ekonomi.
Dari sisi sektoral, tibanya musim panen raya dan mulai terealisasikannya kegiatan investasi menjadi pendorong utama
dari tumbuhnya sektor pertanian, sektor perdagangan besar dan eceran, dan sektor konstruksi. Sementara itu,
pertumbuhan di sektor real estate, terutama didorong oleh mulai dilaksanakannya pembangunan program seribu
rumah. Seiring dengan itu, mulai berakhirnya musim penghujan serta adanya pelonggaran kebijakan pemerintah
terhadap penyelenggaraan rapat di hotel mengakibatkan meningkatnya kinerja di sektor akomodasi dan makan
minum. Di sisi lain, satu-satunya sektor ekonomi yang mengalami penurunan adalah jasa keuangan dan asuransi.
Hal ini tercermin dari penurunan pendapatan sekunder yang menyebabkan turunnya nilai tambah bruto perbankan di
triwulan II 2015.
Perkembangan inflasi Provinsi NTT pada triwulan II 2015 tercatat sebesar 6,01% (yoy) atau meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya (5,39%). Meskipun demikian, jika dibandingkan dengan inflasi nasional (7,26%), inflasi NTT
masih tetap lebih rendah. Peningkatan inflasi selama periode laporan terutama disebabkan oleh komoditas
administered prices, yaitu kenaikan tarif angkutan udara seiring banyaknya libur panjang (long weekend) dan tibanya
liburan sekolah.Di samping itu, naiknya harga BBM pada bulan Maret dan April memberikan dampak lanjutan kepada
pembentukan inflasi di triwulan laporan. Selain komoditas administered prices, inflasi juga didorong oleh naiknya harga
komoditas volatile food, seperti telur dan daging ayam ras dikarenakan adanya kenaikan harga pakan ayam dan proses
peremajaan ayam petelur.
Dalam rangka pengendalian inflasi daerah, TPID Provinsi telah melakukan berbagai langkah pengendalian antara lain
dengan melaksanakan serangkaian kegiatan rapat koordinasi di tingkat teknis, antar daerah maupun High Level
Meeting (HLM) yang langsung dipimpin oleh Gubernur. Beberapa strategi pengendalian inflasi yang berhasil
dirumuskan, yaitu: 1) Menjaga ketersediaan barang dan mempercepat distribusi barang, 2) Mengendalikan tarif
angkutan, 3) Menyediakan informasi produksi, pasokan (stok) dan harga barang pokok, 4) Mengefektifkan TPID untuk
memantau pasokan, distribusi dan harga, 5) Pengelolaan ekspektasi masyarakat, serta 6) Membentuk pos pengaduan
yang menampung keluhan terkait bahan pokok dan ketersediaan BBM (Call Center).
Ringkasan Umum
INFLASI REGIONAL
EKONOMI MAKRO REGIONAL
xvRINGKASAN UMUM
Gambar 2.1 Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan II 2015 dan Sebaran Pembentukan TPID
Gambar Boks 1.1 Rencana Pembangunan Waduk di Nusa Tenggara Timur
Gambar 6.1 Prakiraan Curah Hujan Bulan Agustus
Gambar 6.2 Prakiraan Curah Hujan Bulan September
Gambar Boks 5.1. Rencana Investasi Kelistrikan Pulau Sumba
Gambar Boks 5.2. Rencana Investasi Kelistrikan Pulau Flores
27
68
68
Daftar Gambar
xiv
Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan II-2015 tumbuh sebesar 5,03% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya (4,64%-yoy). Angka pertumbuhan pada triwulan-II 2015 ini masih lebih tinggi dibandingkan nasional yang
tumbuh hanya sebesar 4,67% (yoy). Sementara itu pertumbuhan ekonomi secara triwulanan juga mengalami
peningkatan. Jika pada triwulan sebelumnya pertumbuhan ekonomi tercatat - 4,79% (qtq), maka pada triwulan
laporan, perekonomian tumbuh melesat dan mencapai angka 4,24% (qtq).
Peningkatan perekonomian di Provinsi NTT pada triwulan II-2015 terutama didorong oleh kenaikan realisasi belanja
pemerintah, investasi dan peningkatan konsumsi masyarakat. Di sisi lain, tingginya ketergantungan terhadap impor
barang antar daerah,masih menjadi penghambat utama pertumbuhan ekonomi.
Dari sisi sektoral, tibanya musim panen raya dan mulai terealisasikannya kegiatan investasi menjadi pendorong utama
dari tumbuhnya sektor pertanian, sektor perdagangan besar dan eceran, dan sektor konstruksi. Sementara itu,
pertumbuhan di sektor real estate, terutama didorong oleh mulai dilaksanakannya pembangunan program seribu
rumah. Seiring dengan itu, mulai berakhirnya musim penghujan serta adanya pelonggaran kebijakan pemerintah
terhadap penyelenggaraan rapat di hotel mengakibatkan meningkatnya kinerja di sektor akomodasi dan makan
minum. Di sisi lain, satu-satunya sektor ekonomi yang mengalami penurunan adalah jasa keuangan dan asuransi.
Hal ini tercermin dari penurunan pendapatan sekunder yang menyebabkan turunnya nilai tambah bruto perbankan di
triwulan II 2015.
Perkembangan inflasi Provinsi NTT pada triwulan II 2015 tercatat sebesar 6,01% (yoy) atau meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya (5,39%). Meskipun demikian, jika dibandingkan dengan inflasi nasional (7,26%), inflasi NTT
masih tetap lebih rendah. Peningkatan inflasi selama periode laporan terutama disebabkan oleh komoditas
administered prices, yaitu kenaikan tarif angkutan udara seiring banyaknya libur panjang (long weekend) dan tibanya
liburan sekolah.Di samping itu, naiknya harga BBM pada bulan Maret dan April memberikan dampak lanjutan kepada
pembentukan inflasi di triwulan laporan. Selain komoditas administered prices, inflasi juga didorong oleh naiknya harga
komoditas volatile food, seperti telur dan daging ayam ras dikarenakan adanya kenaikan harga pakan ayam dan proses
peremajaan ayam petelur.
Dalam rangka pengendalian inflasi daerah, TPID Provinsi telah melakukan berbagai langkah pengendalian antara lain
dengan melaksanakan serangkaian kegiatan rapat koordinasi di tingkat teknis, antar daerah maupun High Level
Meeting (HLM) yang langsung dipimpin oleh Gubernur. Beberapa strategi pengendalian inflasi yang berhasil
dirumuskan, yaitu: 1) Menjaga ketersediaan barang dan mempercepat distribusi barang, 2) Mengendalikan tarif
angkutan, 3) Menyediakan informasi produksi, pasokan (stok) dan harga barang pokok, 4) Mengefektifkan TPID untuk
memantau pasokan, distribusi dan harga, 5) Pengelolaan ekspektasi masyarakat, serta 6) Membentuk pos pengaduan
yang menampung keluhan terkait bahan pokok dan ketersediaan BBM (Call Center).
Ringkasan Umum
INFLASI REGIONAL
EKONOMI MAKRO REGIONAL
xvRINGKASAN UMUM
Perlambatan kinerja perbankan di Provinsi NTT pada periode Triwulan II 2015 masih berlanjut, namun tidak sedalam
yang terjadi di tingkat nasional.Beberapa indikator yang mencerminkan kondisi tersebut, antara lain melambatnya
pertumbuhan aset, penghimpunan dana pihak ketiga (DPK), maupun penyaluran kredit. Meskipun kualitas kredit
sedikit mengalami penurunan, namun masih berada dibawah ambang batas aman yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
Kinerja sistem pembayaran tunai maupun non tunai di Provinsi NTT pada Triwulan II 2015 secara umum mengalami
peningkatan yang signifikan.Hal ini tercermin dari meningkatnya indikator pembayaran tunai maupun transaksi non
tunai (Real Time Gross Settlement-RTGS), seiring dengan peningkatan aktivitas perekonomian.
Selama triwulan-II 2015, pagu anggaran belanja Pemerintah Pusat di Provinsi NTT pada APBN-P mengalami peningkatan
sebesar 28,3% (Rp 2,4 triliun) dibandingkan dengan perencanaan awal (APBN) yang sebagian besar dialokasikan untukpengembangan sektor infrastruktur, fasilitas di PTN dan alokasi untuk dana desa. Secara total pagu belanja pemerintah
(pusat dan daerah) selama tahun 2015 sebesar Rp 31,08 triliun atau meningkat 13,74% dibandingkan tahun
sebelumnya.
Realisasi pendapatan pemerintah (pusat dan daerah)hingga triwulan-II 2015 mencapai angka 53,3%, terutama berasal
dari realisasi Dana Alokasi Umum (DAU).Di sisi lain, realisasi belanja pemerintah masih relatif rendah, baru mencapai
angka 23,9%. Rendahnya realisasi ini terjadi seiring dengan adanya beberapa kendala yang muncul, seperti
permasalahan numenklatur yang masih terjadi di beberapa Kementerian, masih belum selesainya proses lelang di
berbagai proyek, kontraktor yang tidak mencairkan anggaran sesuai dengan termin proyek, penolakan pegawai untuk
menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan permasalahan administrasi proyek yang cukup panjang.
Angka kemiskinan diperkirakan sedikit meningkat yang tercermin dari penurunan indikator nilai tukar petani (NTP).
Sementara itu, kondisi tenaga kerja hingga bulan Februari 2015 menunjukkan perlambatan. Hingga akhir triwulan II
2015, kondisi ketenagakerjaan diprediksi masih relatif rendah seiring dengan penurunan indeks tenaga kerja dalam
SKDU dan industri manufaktur.Indeks Kebahagiaan di Provinsi NTT sebagai indikator kesejahteraan lainnya tercatat
sebesar 66,22, masih dibawah nilai indeks nasional yang sebesar 68,28. Tingkat kepuasan penduduk NTT terhadap
keharmonisan keluarga menjadi yang paling tinggi (78,31), sementara yang paling rendah adalah aspek pendidikan
(56,05).
KEUANGAN PEMERINTAH
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
xvi RINGKASAN UMUM
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
xviiINDIKATOR
PROSPEK PEREKONOMIAN Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada Triwulan-III 2015 diperkirakan kembali mengalami peningkatan dan tumbuh
pada kisaran 5,2% - 5,6% (yoy).Secara sektoral, sumber pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh sektor
Administrasi Pemerintahan, Konstruksi dan Jasa Pendidikan.Di sisi lain, ancaman kekeringan sebagai dampak El Nino
diperkirakan tidak terlalu signifikan terhadap sektor pertanian mengingat sudah terlewatinya puncak musim panen.
Sementara dari sisi penggunaan, dorongan pertumbuhan ekonomi diperkirakan berasal dari meningkatnya konsumsi
pemerintah dan naiknya investasi. Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi tahun 2015 diperkirakan mengalami
perlambatan dan berada pada rentang baru yaitu 5%-5,4% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Hal ini diprediksi
disebabkan oleh adanya penurunan daya beli masyarakat yang terjadi secara nasional.
Perkembangan inflasi pada triwulan-III 2015 diperkirakan masih mengalami peningkatan dan berada pada kisaran
6,8% - 7,2% (yoy). Naiknya angka inflasi tersebut terutama didorong oleh masih tingginya tarif angkutan udara sebagai
dampak dari perayaan hari besar keagamaan (Idul Fitri) dan masa liburan sekolah.Selain itu, harga beras diperkirakan
mulai merangkak naik seiring dengan berakhirnya masa panen, ditambah dengan kemungkinan semakin
memburuknya persepsi terhadap dampak El Nino dan makin gencarnya upaya pengadaan beras oleh Bulog sehingga
harga bertahan pada level yang tinggi.
Perlambatan kinerja perbankan di Provinsi NTT pada periode Triwulan II 2015 masih berlanjut, namun tidak sedalam
yang terjadi di tingkat nasional.Beberapa indikator yang mencerminkan kondisi tersebut, antara lain melambatnya
pertumbuhan aset, penghimpunan dana pihak ketiga (DPK), maupun penyaluran kredit. Meskipun kualitas kredit
sedikit mengalami penurunan, namun masih berada dibawah ambang batas aman yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
Kinerja sistem pembayaran tunai maupun non tunai di Provinsi NTT pada Triwulan II 2015 secara umum mengalami
peningkatan yang signifikan.Hal ini tercermin dari meningkatnya indikator pembayaran tunai maupun transaksi non
tunai (Real Time Gross Settlement-RTGS), seiring dengan peningkatan aktivitas perekonomian.
Selama triwulan-II 2015, pagu anggaran belanja Pemerintah Pusat di Provinsi NTT pada APBN-P mengalami peningkatan
sebesar 28,3% (Rp 2,4 triliun) dibandingkan dengan perencanaan awal (APBN) yang sebagian besar dialokasikan untukpengembangan sektor infrastruktur, fasilitas di PTN dan alokasi untuk dana desa. Secara total pagu belanja pemerintah
(pusat dan daerah) selama tahun 2015 sebesar Rp 31,08 triliun atau meningkat 13,74% dibandingkan tahun
sebelumnya.
Realisasi pendapatan pemerintah (pusat dan daerah)hingga triwulan-II 2015 mencapai angka 53,3%, terutama berasal
dari realisasi Dana Alokasi Umum (DAU).Di sisi lain, realisasi belanja pemerintah masih relatif rendah, baru mencapai
angka 23,9%. Rendahnya realisasi ini terjadi seiring dengan adanya beberapa kendala yang muncul, seperti
permasalahan numenklatur yang masih terjadi di beberapa Kementerian, masih belum selesainya proses lelang di
berbagai proyek, kontraktor yang tidak mencairkan anggaran sesuai dengan termin proyek, penolakan pegawai untuk
menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan permasalahan administrasi proyek yang cukup panjang.
Angka kemiskinan diperkirakan sedikit meningkat yang tercermin dari penurunan indikator nilai tukar petani (NTP).
Sementara itu, kondisi tenaga kerja hingga bulan Februari 2015 menunjukkan perlambatan. Hingga akhir triwulan II
2015, kondisi ketenagakerjaan diprediksi masih relatif rendah seiring dengan penurunan indeks tenaga kerja dalam
SKDU dan industri manufaktur.Indeks Kebahagiaan di Provinsi NTT sebagai indikator kesejahteraan lainnya tercatat
sebesar 66,22, masih dibawah nilai indeks nasional yang sebesar 68,28. Tingkat kepuasan penduduk NTT terhadap
keharmonisan keluarga menjadi yang paling tinggi (78,31), sementara yang paling rendah adalah aspek pendidikan
(56,05).
KEUANGAN PEMERINTAH
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
xvi RINGKASAN UMUM
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
xviiINDIKATOR
PROSPEK PEREKONOMIAN Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada Triwulan-III 2015 diperkirakan kembali mengalami peningkatan dan tumbuh
pada kisaran 5,2% - 5,6% (yoy).Secara sektoral, sumber pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh sektor
Administrasi Pemerintahan, Konstruksi dan Jasa Pendidikan.Di sisi lain, ancaman kekeringan sebagai dampak El Nino
diperkirakan tidak terlalu signifikan terhadap sektor pertanian mengingat sudah terlewatinya puncak musim panen.
Sementara dari sisi penggunaan, dorongan pertumbuhan ekonomi diperkirakan berasal dari meningkatnya konsumsi
pemerintah dan naiknya investasi. Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi tahun 2015 diperkirakan mengalami
perlambatan dan berada pada rentang baru yaitu 5%-5,4% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Hal ini diprediksi
disebabkan oleh adanya penurunan daya beli masyarakat yang terjadi secara nasional.
Perkembangan inflasi pada triwulan-III 2015 diperkirakan masih mengalami peningkatan dan berada pada kisaran
6,8% - 7,2% (yoy). Naiknya angka inflasi tersebut terutama didorong oleh masih tingginya tarif angkutan udara sebagai
dampak dari perayaan hari besar keagamaan (Idul Fitri) dan masa liburan sekolah.Selain itu, harga beras diperkirakan
mulai merangkak naik seiring dengan berakhirnya masa panen, ditambah dengan kemungkinan semakin
memburuknya persepsi terhadap dampak El Nino dan makin gencarnya upaya pengadaan beras oleh Bulog sehingga
harga bertahan pada level yang tinggi.
Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur
I. EKONOMI MAKRO REGIONAL
INDIKATOR
Berdasarkan Sektor/ Lapangan Usaha (Harga Berlaku)
Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
Berdasarkan Permintaan / Penggunaan (Harga Berlaku)
Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)
1. Konsumsi Rumah Tangga
2. Konsumsi Lembaga Non Profit (LNPRT)
3. Konsumsi Pemerintah
4. Pembentukan Modal Tetap Bruto
5. Perubahan Inventori
6. Ekspor Luar Negeri
7. Impor Luar Negeri
8. Net Ekspor Antar Daerah (Impor)
Data Ekspor Impor di Provinsi NTT
Ekspor
Nilai Ekspor Nonmigas (ribu USD)
Volume Ekspor Nonmigas (ton)
Impor
Nilai Impor Nonmigas (ribu USD)
Volume Impor Nonmigas (ton)
2013 2014
61.325,5
18.272,4
894,2
758,8
23,6
41,8
6.344,8
6.570,5
3.195,3
367,8
4.660,2
2.389,3
1.705,5
188,5
7.592,1
5.679,6
1.279,7
1.361,3
61.325,5
47.277,1
1.868,3
16.400,3
20.620,3
1.094,3
1.196,3
923,5
-26.207,7
21.613
52.373
15.437
48.712
68.602,6
20.446,9
1.070,3
843,7
31,5
45,5
7.096,0
7.285,7
3.566,9
422,4
5.134,4
2.714,9
1.860,9
210,9
8.392,7
6.568,2
1.414,6
1.497,0
68.602,6
51.082,8
2.323,8
21.055,6
26.393,0
994,3
1.382,3
1.103,2
-33.526,0
18.410
61.410
26.013
76.708
15.818,0
4.855,1
220,0
193,3
6,9
10,6
1.625,3
1.691,3
808,8
95,0
1.216,2
638,3
433,3
49,2
1.872,0
1.434,2
309,9
358,6
15.818,0
12.403,1
572,1
2.532,0
6.076,8
167,8
309,1
121,7
-6.121,2
4.820
18.179
10.011
1.068
18.059,0
5.042,5
305,6
231,6
9,5
11,9
1.907,5
1.893,6
974,6
116,8
1.337,5
731,9
496,4
55,8
2.278,5
1.880,4
394,6
390,4
18.059,0
13.460,9
580,7
5.676,7
8.070,4
277,4
391,7
452,1
-9.946,7
4.722
13.620
11.736
10.626
2015 - Q1
I %QTQ* %YOY*II IV
2014
17.469,2
5.367,8
273,8
215,7
8,9
11,0
1.700,5
1.872,5
904,2
105,7
1.276,4
725,1
464,3
54,4
2.091,0
1.650,5
359,9
387,5
17.469,2
13.140,5
536,5
2.544,0
7.156,1
48,3
363,0
51,4
-6.267,9
4.452
11.490
167
267
18.483,6
5.695,8
324,3
222,4
9,4
11,5
1.899,0
1.998,3
955,5
116,2
1.322,7
706,4
496,0
57,7
2.161,9
1.707,0
393,3
406,1
18.483,6
13.758,8
603,8
4.922,3
7.841,7
149,7
379,2
141,5
-9.030,4
6.595
17.277
3.653
1.503
4,2%
4,7%
16,7%
1,8%
4,9%
4,2%
9,8%
5,3%
3,5%
8,7%
3,4%
-4,0%
5,6%
3,7%
1,9%
0,8%
7,2%
3,3%
4,24%
3,3%
10,9%
89,9%
4,8%
206,2%
-0,6%
173,8%
34,0%
Dalam Rp Miliar*) Pertumbuhan 2015Q2 dibandingkan 2015Q1**) Pertumbuhan 2015Q2 dibandingkan 2014Q2***) Untuk mengukur pertumbuhan digunakan PDRB Harga Konstan
II
2015 - Q2
5,0%
3,0%
5,9%
4,5%
6,8%
4,0%
5,5%
6,5%
5,7%
6,2%
6,3%
1,1%
4,0%
5,1%
7,7%
5,9%
5,9%
4,8%
5,03%
6,5%
-7,7%
5,6%
28,3%
-50,6%
27,7%
-58,4%
26,0%
48,1%
50,4%
2087,4%
462,9%
36,8%
-5,0%
-68,9%
-85,9%
II. INFLASI
Indikator2013 2014
I II III IV I II III IV
Indeks Harga Konsumen
NTT
- Kota Kupang
- Maumere
Laju Inflasi Tahunan (yoy %)
NTT
- Kota Kupang
- Maumere
104.41
104.56
103.39
7.11
7.06
7.38
104.78
104.91
103.96
5.26
5.56
3.73
108.66
108.85
107.42
8.29
8.88
5.32
110.58
110.84
108.85
8.41
8.84
6.24
112.52
112.91
110.00
7.78
7.99
6.39
113.27
113.63
110.93
8.10
8.31
6.70
113,15
113,50
110,85
4,13
4,27
3,19
119,15
120,06
113,20
7,76
8,32
4,00
2015
118.59
119.47
112.81
5.39
5.81
2.55
I II
120,07
121,09
113,42
6,01
6,57
2,24
xixINDIKATOR
Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur
I. EKONOMI MAKRO REGIONAL
INDIKATOR
Berdasarkan Sektor/ Lapangan Usaha (Harga Berlaku)
Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
Berdasarkan Permintaan / Penggunaan (Harga Berlaku)
Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)
1. Konsumsi Rumah Tangga
2. Konsumsi Lembaga Non Profit (LNPRT)
3. Konsumsi Pemerintah
4. Pembentukan Modal Tetap Bruto
5. Perubahan Inventori
6. Ekspor Luar Negeri
7. Impor Luar Negeri
8. Net Ekspor Antar Daerah (Impor)
Data Ekspor Impor di Provinsi NTT
Ekspor
Nilai Ekspor Nonmigas (ribu USD)
Volume Ekspor Nonmigas (ton)
Impor
Nilai Impor Nonmigas (ribu USD)
Volume Impor Nonmigas (ton)
2013 2014
61.325,5
18.272,4
894,2
758,8
23,6
41,8
6.344,8
6.570,5
3.195,3
367,8
4.660,2
2.389,3
1.705,5
188,5
7.592,1
5.679,6
1.279,7
1.361,3
61.325,5
47.277,1
1.868,3
16.400,3
20.620,3
1.094,3
1.196,3
923,5
-26.207,7
21.613
52.373
15.437
48.712
68.602,6
20.446,9
1.070,3
843,7
31,5
45,5
7.096,0
7.285,7
3.566,9
422,4
5.134,4
2.714,9
1.860,9
210,9
8.392,7
6.568,2
1.414,6
1.497,0
68.602,6
51.082,8
2.323,8
21.055,6
26.393,0
994,3
1.382,3
1.103,2
-33.526,0
18.410
61.410
26.013
76.708
15.818,0
4.855,1
220,0
193,3
6,9
10,6
1.625,3
1.691,3
808,8
95,0
1.216,2
638,3
433,3
49,2
1.872,0
1.434,2
309,9
358,6
15.818,0
12.403,1
572,1
2.532,0
6.076,8
167,8
309,1
121,7
-6.121,2
4.820
18.179
10.011
1.068
18.059,0
5.042,5
305,6
231,6
9,5
11,9
1.907,5
1.893,6
974,6
116,8
1.337,5
731,9
496,4
55,8
2.278,5
1.880,4
394,6
390,4
18.059,0
13.460,9
580,7
5.676,7
8.070,4
277,4
391,7
452,1
-9.946,7
4.722
13.620
11.736
10.626
2015 - Q1
I %QTQ* %YOY*II IV
2014
17.469,2
5.367,8
273,8
215,7
8,9
11,0
1.700,5
1.872,5
904,2
105,7
1.276,4
725,1
464,3
54,4
2.091,0
1.650,5
359,9
387,5
17.469,2
13.140,5
536,5
2.544,0
7.156,1
48,3
363,0
51,4
-6.267,9
4.452
11.490
167
267
18.483,6
5.695,8
324,3
222,4
9,4
11,5
1.899,0
1.998,3
955,5
116,2
1.322,7
706,4
496,0
57,7
2.161,9
1.707,0
393,3
406,1
18.483,6
13.758,8
603,8
4.922,3
7.841,7
149,7
379,2
141,5
-9.030,4
6.595
17.277
3.653
1.503
4,2%
4,7%
16,7%
1,8%
4,9%
4,2%
9,8%
5,3%
3,5%
8,7%
3,4%
-4,0%
5,6%
3,7%
1,9%
0,8%
7,2%
3,3%
4,24%
3,3%
10,9%
89,9%
4,8%
206,2%
-0,6%
173,8%
34,0%
Dalam Rp Miliar*) Pertumbuhan 2015Q2 dibandingkan 2015Q1**) Pertumbuhan 2015Q2 dibandingkan 2014Q2***) Untuk mengukur pertumbuhan digunakan PDRB Harga Konstan
II
2015 - Q2
5,0%
3,0%
5,9%
4,5%
6,8%
4,0%
5,5%
6,5%
5,7%
6,2%
6,3%
1,1%
4,0%
5,1%
7,7%
5,9%
5,9%
4,8%
5,03%
6,5%
-7,7%
5,6%
28,3%
-50,6%
27,7%
-58,4%
26,0%
48,1%
50,4%
2087,4%
462,9%
36,8%
-5,0%
-68,9%
-85,9%
II. INFLASI
Indikator2013 2014
I II III IV I II III IV
Indeks Harga Konsumen
NTT
- Kota Kupang
- Maumere
Laju Inflasi Tahunan (yoy %)
NTT
- Kota Kupang
- Maumere
104.41
104.56
103.39
7.11
7.06
7.38
104.78
104.91
103.96
5.26
5.56
3.73
108.66
108.85
107.42
8.29
8.88
5.32
110.58
110.84
108.85
8.41
8.84
6.24
112.52
112.91
110.00
7.78
7.99
6.39
113.27
113.63
110.93
8.10
8.31
6.70
113,15
113,50
110,85
4,13
4,27
3,19
119,15
120,06
113,20
7,76
8,32
4,00
2015
118.59
119.47
112.81
5.39
5.81
2.55
I II
120,07
121,09
113,42
6,01
6,57
2,24
xixINDIKATOR
xx RINGKASAN UMUM
III. PERBANKAN
INDIKATOR
A. Bank Umum Konvensional dan Syariah (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain)
1. Total Aset
2. DPK
- Giro
- Tabungan
- Deposito
3. Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek
- Investasi
- Modal Kerja
- Konsumsi
4. Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
- Investasi
- Modal Kerja
- Konsumsi
LDR (%)
Kredit UMKM
B. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain).
Total Aset
Dana Pihak Ketiga
LDR (%)
C. Grand Total (A+B)
1. Total Aset
2. Dana Pihak Ketiga
3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
D. Pangsa BPR Terhadap Grand Total
1. Total Aset (%)
2. Dana Pihak Ketiga (%)
3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang (%)
2014
I II III IV
2013
I II III IV
20152013 2014
22,434
16,402
2,917
9,933
3,552
15,624
4,447
1,412
9,765
14,918
4,340
1,150
9,427
91.0%
4,007
337
248
84.3%
22,771
16,649
15,174
1.5%
1.5%
1.7%
25,600
18,571
3,717
10,385
4,469
17,759
5,316
1,537
10,905
17,094
5,252
1,309
10,534
92.0%
5,162
415
309
79.4%
26,016
18,880
17,413
1.6%
1.6%
1.8%
21,017
15,351
3,781
7,575
3,995
13,546
3,480
1,141
8,925
12,844
3,439
831
8,574
83.7%
3,294
254
182
81.4%
21,271
15,533
13,025
1.2%
1.2%
1.4%
21,291
15,836
3,999
7,751
4,087
14,528
3,949
1,270
9,309
13,862
3,889
1,008
8,965
87.5%
3,741
263
184
84.6%
21,555
16,020
14,074
1.2%
1.1%
1.5%
22,055
15,923
3,903
8,029
3,990
15,276
4,269
1,358
9,649
14,568
4,172
1,095
9,301
91.5%
3,889
303
211
83.9%
22,357
16,134
14,810
1.4%
1.3%
1.6%
22,434
16,402
2,917
9,933
3,552
15,624
4,447
1,412
9,765
14,918
4,340
1,150
9,427
91.0%
4,007
337
248
84.3%
22,771
16,649
15,174
1.5%
1.5%
1.7%
23,316
17,078
4,137
8,577
4,363
15,756
4,439
1,344
9,972
15,071
4,322
1,115
9,634
88.3%
4,185
343
250
82.6%
23,660
17,328
15,341
1.5%
1.4%
1.8%
26,398
18,791
5,516
8,568
4,707
16,652
4,881
1,444
10,326
15,947
4,742
1,201
10,004
84.9%
4,753
355
257
85.6%
26,753
19,048
16,241
1.3%
1.4%
1.8%
27,114
19,092
5,091
9,041
4,960
17,220
5,122
1,444
10,654
16,532
5,008
1,235
10,289
86.6%
5,000
374
275
84.1%
27,487
19,367
16,838
1.4%
1.4%
1.8%
25,600
18,571
3,717
10,385
4,469
17,759
5,316
1,537
10,905
17,094
5,252
1,309
10,534
92.0%
5,162
415
309
79.40%
26,016
18,880
17,413
1.6%
1.6%
1.8%
30,842
19,798
5,474
9,092
5,232
16,907
5,011
1,260
10,636
17,226
5,218
1,318
10,690
87.0%
5,234
437
311
80.5%
31,279
20,109
17,556
1.4%
1.5%
1.9%
II
29.877
21.764
6.379
9.149
6.236
17.845
5.392
1.303
11.150
18.198
5.626
1.359
11.212
83,6%
5.611
454
331
82,4%
30.331
22.095
18.547
1,5%
1,5%
1,9%
IV. SISTEM PEMBAYARAN
3.2
4.7
37
80.03
29,516
91
46,994
-11
-17,478
3.13
139,007
948
3.4
4.6
72
93
33,747
89
42,931
4
-9,184
3.79
152,284
897
1.4
0.4
8
13.31
5,687
22.69
9,704
-9.38
-4,017
0.66
31,839
213
0.6
1.0
7
22.75
6,142
21.88
9,333
0.87
-3,191
0.70
32,715
251
0.8
1.4
15
17.78
8,209
20.72
12,630
-2.94
-4,421
0.81
34,848
228
INDIKATOR2014
I II III IVI II III IV2013 2014
Inflow (Rp. Triliun)
Outflow (Rp. Triliun)
Uang Palsu (lembar)
Transaksi Non Tunai
BI-RTGS
To NTT
Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun)
Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat)
From NTT
Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun)
Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat)
Net To-From NTT
Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun)
Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat)
Kliring
Nominal Kliring Penyerahan (Rp. Triliun)
Volume Perputaran Kliring Penyerahan (lembar warkat)
Cek/BG Kosong
0.4
1.9
7
26.20
9,478
25.50
15,327
0.70
-5,849
0.96
39,605
256
1.4
0.3
14
14.18
7,809
17.19
10,696
-3.00
-2,887
0.84
34,677
179
0.7
0.8
11
13.05
7,868
20.60
10,475
-7.54
-2,607
0.85
36,188
175
0.8
1.3
39
29.84
8,776
24.09
10,707
5.75
-1,931
0.91
37,809
276
0.5
2.1
8
35.63
9,294
26.83
11,053
8.80
-1,759
1.19
43,610
267
1.8
0.4
27
34.61
5,984
31.69
6,013
2.92
-29
0.99
39,971
300
2013 2015
II
0,5
0,9
22
43,75
6.086
40,04
6567
-3,71
481
0,93
40.708
254
EKONOMI MAKRO REGIONAL
BAB I
xx RINGKASAN UMUM
III. PERBANKAN
INDIKATOR
A. Bank Umum Konvensional dan Syariah (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain)
1. Total Aset
2. DPK
- Giro
- Tabungan
- Deposito
3. Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek
- Investasi
- Modal Kerja
- Konsumsi
4. Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
- Investasi
- Modal Kerja
- Konsumsi
LDR (%)
Kredit UMKM
B. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain).
Total Aset
Dana Pihak Ketiga
LDR (%)
C. Grand Total (A+B)
1. Total Aset
2. Dana Pihak Ketiga
3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
D. Pangsa BPR Terhadap Grand Total
1. Total Aset (%)
2. Dana Pihak Ketiga (%)
3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang (%)
2014
I II III IV
2013
I II III IV
20152013 2014
22,434
16,402
2,917
9,933
3,552
15,624
4,447
1,412
9,765
14,918
4,340
1,150
9,427
91.0%
4,007
337
248
84.3%
22,771
16,649
15,174
1.5%
1.5%
1.7%
25,600
18,571
3,717
10,385
4,469
17,759
5,316
1,537
10,905
17,094
5,252
1,309
10,534
92.0%
5,162
415
309
79.4%
26,016
18,880
17,413
1.6%
1.6%
1.8%
21,017
15,351
3,781
7,575
3,995
13,546
3,480
1,141
8,925
12,844
3,439
831
8,574
83.7%
3,294
254
182
81.4%
21,271
15,533
13,025
1.2%
1.2%
1.4%
21,291
15,836
3,999
7,751
4,087
14,528
3,949
1,270
9,309
13,862
3,889
1,008
8,965
87.5%
3,741
263
184
84.6%
21,555
16,020
14,074
1.2%
1.1%
1.5%
22,055
15,923
3,903
8,029
3,990
15,276
4,269
1,358
9,649
14,568
4,172
1,095
9,301
91.5%
3,889
303
211
83.9%
22,357
16,134
14,810
1.4%
1.3%
1.6%
22,434
16,402
2,917
9,933
3,552
15,624
4,447
1,412
9,765
14,918
4,340
1,150
9,427
91.0%
4,007
337
248
84.3%
22,771
16,649
15,174
1.5%
1.5%
1.7%
23,316
17,078
4,137
8,577
4,363
15,756
4,439
1,344
9,972
15,071
4,322
1,115
9,634
88.3%
4,185
343
250
82.6%
23,660
17,328
15,341
1.5%
1.4%
1.8%
26,398
18,791
5,516
8,568
4,707
16,652
4,881
1,444
10,326
15,947
4,742
1,201
10,004
84.9%
4,753
355
257
85.6%
26,753
19,048
16,241
1.3%
1.4%
1.8%
27,114
19,092
5,091
9,041
4,960
17,220
5,122
1,444
10,654
16,532
5,008
1,235
10,289
86.6%
5,000
374
275
84.1%
27,487
19,367
16,838
1.4%
1.4%
1.8%
25,600
18,571
3,717
10,385
4,469
17,759
5,316
1,537
10,905
17,094
5,252
1,309
10,534
92.0%
5,162
415
309
79.40%
26,016
18,880
17,413
1.6%
1.6%
1.8%
30,842
19,798
5,474
9,092
5,232
16,907
5,011
1,260
10,636
17,226
5,218
1,318
10,690
87.0%
5,234
437
311
80.5%
31,279
20,109
17,556
1.4%
1.5%
1.9%
II
29.877
21.764
6.379
9.149
6.236
17.845
5.392
1.303
11.150
18.198
5.626
1.359
11.212
83,6%
5.611
454
331
82,4%
30.331
22.095
18.547
1,5%
1,5%
1,9%
IV. SISTEM PEMBAYARAN
3.2
4.7
37
80.03
29,516
91
46,994
-11
-17,478
3.13
139,007
948
3.4
4.6
72
93
33,747
89
42,931
4
-9,184
3.79
152,284
897
1.4
0.4
8
13.31
5,687
22.69
9,704
-9.38
-4,017
0.66
31,839
213
0.6
1.0
7
22.75
6,142
21.88
9,333
0.87
-3,191
0.70
32,715
251
0.8
1.4
15
17.78
8,209
20.72
12,630
-2.94
-4,421
0.81
34,848
228
INDIKATOR2014
I II III IVI II III IV2013 2014
Inflow (Rp. Triliun)
Outflow (Rp. Triliun)
Uang Palsu (lembar)
Transaksi Non Tunai
BI-RTGS
To NTT
Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun)
Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat)
From NTT
Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun)
Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat)
Net To-From NTT
Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun)
Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat)
Kliring
Nominal Kliring Penyerahan (Rp. Triliun)
Volume Perputaran Kliring Penyerahan (lembar warkat)
Cek/BG Kosong
0.4
1.9
7
26.20
9,478
25.50
15,327
0.70
-5,849
0.96
39,605
256
1.4
0.3
14
14.18
7,809
17.19
10,696
-3.00
-2,887
0.84
34,677
179
0.7
0.8
11
13.05
7,868
20.60
10,475
-7.54
-2,607
0.85
36,188
175
0.8
1.3
39
29.84
8,776
24.09
10,707
5.75
-1,931
0.91
37,809
276
0.5
2.1
8
35.63
9,294
26.83
11,053
8.80
-1,759
1.19
43,610
267
1.8
0.4
27
34.61
5,984
31.69
6,013
2.92
-29
0.99
39,971
300
2013 2015
II
0,5
0,9
22
43,75
6.086
40,04
6567
-3,71
481
0,93
40.708
254
EKONOMI MAKRO REGIONAL
BAB I
1.1 Kondisi Umum
Kondisi ekonomi Provinsi NTT pada triwulan II 2015 mulai menunjukkan adanya peningkatan pertumbuhan.
Daya beli masyarakat sudah mulai menunjukkan perbaikan, setelah cenderung melemah di triwulan sebelumnya.
Penyerapan realisasi belanja pemerintah juga mulai meningkat setelah terhambat oleh permasalahan numenklatur yang
hingga saat ini masih belum sepenuhnya selesai. Proyek investasi terus menunjukkan peningkatan terutama didorong
oleh investasi pemerintah pusat yang meningkat hingga 54,81% dibanding tahun sebelumnya. Dengan semangat
percepatan realisasi investasi pemerintah yang menitik beratkan pada permasalahan sumber daya air dan konektivitas,
maka setidaknya di tahun 2016, hasil dari investasi sudah dapat kita rasakan dari perluasan area tanam pertanian,
maupun kemudahan transportasi dan logistik yang ada.
Permasalahan yang masih dirasakan adalah besarnya ketergantungan Provinsi NTT terhadap pemenuhan
kebutuhan hidup dan pembangunan dari luar NTT. Dengan total net impor antar daerah yang mencapai Rp 9
triliun di triwulan II 2015, maka manfaat atas tingginya pertumbuhan investasi tidak dapat sepenuhnya dirasakan
karena pemenuhan kebutuhan investasi yang sebagian besar berasal dari Luar NTT. Adanya rencana pembangunan
pabrik semen kupang tiga dengan kapasitas mencapai 1,5 juta ton per tahun patut menjadi perhatian dan dikawal
sepenuhnya, agar impor semen yang tiap tahun mencapai lebih dari satu triliun rupiah dapat berkurang.Peningkatan
produksi semen juga dapat meningkatkan ekspor NTT dikarenakan potensi kelebihan pasokan yang terjadi. Adanya
penambahan pusat perbelanjaan baru akan meningkatkan kinerja sektor perdagangan. Namun demikian, pemenuhan
barang yang sebagian besar berasal dari Luar NTT akan berdampak kurang bagus terhadap perekonomian karena
meningkatkan impor antar daerah. Penguatan sektor sekunder yang diikuti dengan kebijakan yang pro usaha lokal
perlu diperkuat, agar masyarakat NTT tidak hanya menjadi obyek pasar tetapi juga subyek dan pelaku ekonomi di
daerahnya.
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT mengalami kenaikan seiring dengan meningkatnya
penyerapan anggaran pemerintah, walaupun masih relatif rendah. Proyek pembangunan
juga sudah mulai berjalan serta terjadi peningkatan daya beli. Tingginya ketergantungan
pemenuhan barang dari daerah lain masih menjadi penghambat utama pertumbuhan
ekonomi di Provinsi NTT
Pertumbuhan Ekonomi NTT pada triwulan II-2015 mencapai 5,03% (yoy) meningkat dibanding
pertumbuhan ekonomi di triwulan sebelumnya. Dibanding nasional, pertumbuhan ekonomi
NTT masih relatif lebih tinggi seiring dengan tingginya peningkatan pagu belanja pemerintah
hingga 13,74%.
Secara triwulanan, pertumbuhan ekonomi terlihat dari peningkatan aktivitas ekonomi.
Penyerapan anggaran pemerintah sudah mulai menunjukkan peningkatan walaupun masih
relatif rendah dikarenakan masalah numenklatur yang belum selesai sepenuhnya.
EKONOMI MAKRO REGIONAL
EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 1
1.1 Kondisi Umum
Kondisi ekonomi Provinsi NTT pada triwulan II 2015 mulai menunjukkan adanya peningkatan pertumbuhan.
Daya beli masyarakat sudah mulai menunjukkan perbaikan, setelah cenderung melemah di triwulan sebelumnya.
Penyerapan realisasi belanja pemerintah juga mulai meningkat setelah terhambat oleh permasalahan numenklatur yang
hingga saat ini masih belum sepenuhnya selesai. Proyek investasi terus menunjukkan peningkatan terutama didorong
oleh investasi pemerintah pusat yang meningkat hingga 54,81% dibanding tahun sebelumnya. Dengan semangat
percepatan realisasi investasi pemerintah yang menitik beratkan pada permasalahan sumber daya air dan konektivitas,
maka setidaknya di tahun 2016, hasil dari investasi sudah dapat kita rasakan dari perluasan area tanam pertanian,
maupun kemudahan transportasi dan logistik yang ada.
Permasalahan yang masih dirasakan adalah besarnya ketergantungan Provinsi NTT terhadap pemenuhan
kebutuhan hidup dan pembangunan dari luar NTT. Dengan total net impor antar daerah yang mencapai Rp 9
triliun di triwulan II 2015, maka manfaat atas tingginya pertumbuhan investasi tidak dapat sepenuhnya dirasakan
karena pemenuhan kebutuhan investasi yang sebagian besar berasal dari Luar NTT. Adanya rencana pembangunan
pabrik semen kupang tiga dengan kapasitas mencapai 1,5 juta ton per tahun patut menjadi perhatian dan dikawal
sepenuhnya, agar impor semen yang tiap tahun mencapai lebih dari satu triliun rupiah dapat berkurang.Peningkatan
produksi semen juga dapat meningkatkan ekspor NTT dikarenakan potensi kelebihan pasokan yang terjadi. Adanya
penambahan pusat perbelanjaan baru akan meningkatkan kinerja sektor perdagangan. Namun demikian, pemenuhan
barang yang sebagian besar berasal dari Luar NTT akan berdampak kurang bagus terhadap perekonomian karena
meningkatkan impor antar daerah. Penguatan sektor sekunder yang diikuti dengan kebijakan yang pro usaha lokal
perlu diperkuat, agar masyarakat NTT tidak hanya menjadi obyek pasar tetapi juga subyek dan pelaku ekonomi di
daerahnya.
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT mengalami kenaikan seiring dengan meningkatnya
penyerapan anggaran pemerintah, walaupun masih relatif rendah. Proyek pembangunan
juga sudah mulai berjalan serta terjadi peningkatan daya beli. Tingginya ketergantungan
pemenuhan barang dari daerah lain masih menjadi penghambat utama pertumbuhan
ekonomi di Provinsi NTT
Pertumbuhan Ekonomi NTT pada triwulan II-2015 mencapai 5,03% (yoy) meningkat dibanding
pertumbuhan ekonomi di triwulan sebelumnya. Dibanding nasional, pertumbuhan ekonomi
NTT masih relatif lebih tinggi seiring dengan tingginya peningkatan pagu belanja pemerintah
hingga 13,74%.
Secara triwulanan, pertumbuhan ekonomi terlihat dari peningkatan aktivitas ekonomi.
Penyerapan anggaran pemerintah sudah mulai menunjukkan peningkatan walaupun masih
relatif rendah dikarenakan masalah numenklatur yang belum selesai sepenuhnya.
EKONOMI MAKRO REGIONAL
EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 1
Pertumbuhan ekonomi NTTpada triwulan II 2015 mencapai 5,03%, lebih tinggi dibanding pertumbuhan
ekonomi nasional yang sebesar 4,67%. Adanya perbaikan daya beli dan mulai berjalannya investasi menjadi
penyebab utama peningkatan pertumbuhan ekonomi. Total PDRB pada triwulan II 2015 mencapai Rp 18,48 triliun.
Dibanding Bali dan NTB, Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT secara tahunan masih menjadi yang terendah
dengan pertumbuhan sebesar 5,03%. Struktur ekonomi yang masih mengandalkan pertanian konvensional dan
tingginya ketergantungan impor dari daerah lain menjadi penghambat utama pertumbuhan ekonomi NTT. Provinsi NTB
pada triwulan II 2015 mencapai pertumbuhan ekonomi tertinggi di Indonesia sebesar 16,9% (yoy) yang terutama
disebabkan oleh meningkatnya kinerja tambang setelah di tahun sebelumnya masih terkena dampak larangan ekspor
komoditas tambang. Provinsi Bali masih mampu tumbuh sebesar 6% (yoy) walaupun relatif melambat dibanding
pertumbuhan ekonomi dalam dua tahun terakhir. Perlambatan pertumbuhan ekonomi lebih disebabkan oleh
melemahnya perekonomian daerah asal wisatawan yang masuk ke Provinsi Bali. Secara fundamental, pertumbuhan
ekonomi masih relatif tinggi seiring dengan masih cukup tingginya kunjungan wisata dan pembangunan fisik hotel
serta sarana penunjang wisata. Sektor pertanian juga mampu tumbuh cukup tinggi seiring dengan cukup berhasilnya
pengembangan di sektor pertanian.
Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi di NTT mampu tumbuh paling tinggi dibanding Provinsi NTB dan
Bali. Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan II 2015 sebesar 4,2% (qtq), lebih tinggi dibanding
pertumbuhan ekonomi Provinsi NTB yang sebesar 3,8% (qtq) dan Provinsi Bali yang sebesar 2,9% (qtq). Kondisi
ekonomi mulai mengalami kenaikan seiring dengan mulai terealisasinya pembangunan konstruksi dan real estate,
peningkatan kinerja perdagangan serta meningkatnya okupansi hotel setelah mengalami penurunan yang cukup besar
di triwulan I 2015.
Kondisi ekonomi pada triwulan II 2015 mulai menunjukkan adanya peningkatan. Hampir semua pengeluaran
mengalami kenaikan kecuali kinerja ekspor luar negeri yang sedikit melambat. Peningkatan kinerja terbesar terjadi pada
pengeluaran konsumsi pemerintah yang mampu tumbuh hingga 89,92% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya.
Penyerapan anggaran pada semester II 2015 diperkirakan akan meningkat lebih tinggi seiring dengan masih rendahnya
realisasi penyerapan belanja konsumsi pemerintah yang hanya sebesar 29,69% atau sebesar Rp 6,51 triliun.
Sumber: BPS, diolah
17,47
18,48
5,03
4,67
4,00
4,50
5,00
5,50
6,00
6,50
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
trili
un
PDRB NTT (ADHB) NTT (yoy) Nasional (yoy)
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
Grafik1.1. PDRB (ADHB dan Pertumbuhan PDRB TahunanProvinsi NTT dibanding Nasional)
Sumber: , diolahBPS
3,8 4,2 3,8 2,9
4,7 5,0
16,9
6,0
Nas NTT NTB BALI Nas NTT NTB BALI
qtq yoy
Grafik1.2. PDRB dan Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT, Bali, NTB dan Nasional
18,524,7
43,6
2,866.9
PDRB ADHB(triliun)
NTT NTB BALI NAS
1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL 2
Secara tahunan, kinerja investasi menunjukkan pertumbuhan tertinggi dalam 3 tahun terakhir. Tingginya
kenaikan belanja modal pemerintah hingga 27,07% (yoy) mampu mendorong peningkatan investasi di NTT. Tingginya
investasi pemerintah pusat seharusnya juga dapat direspon oleh peningkatan investasi pemerintah kabupaten yang
hanya tumbuh 3,21% (yoy) dibanding pagu anggaran tahun sebelumnya. Walaupun penyerapan anggaran investasi
pemerintah secara total baru terealisasi 10,15%, penandatanganan proyek sebagian besar sudah dilakukan dan sudah
mulai dilakukan pembangunan fisik bangunan. Namun demikian, tingginya investasi tersebut tidak sepenuhnya dapat
dinikmati oleh pelaku ekonomi lokal yang terlihat dari meningkatnya impor antar daerah seiring dengan peningkatan
investasi yang terjadi.
URAIAN2013
2014qtqBobot yoy ctc
51.246.857
2.323.762
19.250.737
26.336.089
2.934.161
1.453.489
645.729
(34.296.733)
68.602.633
12.616.513
622.351
4.914.204
5.355.657
252.380
298.044
318.475
(7.091.928)
16.648.747
13.140.531
536.536
2.544.018
7.156.110
48.347
362.988
51.443
(6.267.884)
17.469.202
13.758.780
603.754
4.922.330
7.841.736
149.693
379.197
141.513
(9.030.414)
18.483.563
74,4
3,3
26,6
42,4
0,8
2,1
0,8
-48,9
100,0
3,33
10,87
89,92
4,76
206,23
-0,59
173,77
34,03
4,24
7,53
-7,65
5,65
36,99
-50,64
27,70
-58,41
34,70
5,03
6,46
-9,10
5,03
25,43
-55,40
26,29
-58,83
25,84
4,84
47.368.797
1.868.305
16.889.933
20.586.330
946.724
1.196.294
3.733.059
(23.797.857)
61.325.467
Sumber: BPS Propinsi NTT (diolah) – Angka Dalam Rp Juta
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga
Pengeluaran Konsumsi LNPRT
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
Pembentukan Modal Tetap Bruto
Perubahan Inventori
Ekspor Luar Negeri
Impor Luar Negeri
Net Ekspor Antar Daerah
P D R B
2014
YOY
Tw II
2015
Tw IITw I
Tabel 1.1. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Triwulan II 2015
1.2.1 KonsumsiPengeluaran konsumsi pada triwulan II mulai menunjukkan kenaikan yang cukup besar. Kenaikan daya beli
lebih disebabkan oleh mulai optimisnya masyarakat seiring dengan datangnya masa panen komoditas
pertanian, berjalannya proyek-proyek pemerintah, musim liburan sekolah dan bulan Ramadhan. Konsumsi
rumah tangga mengalami kenaikan hingga 7,53% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Datangnya panen mampu
meningkatkan daya beli masyarakat yang terlihat dari indeks riil penjualan eceran yang mengalami peningkatan.
Berdasarkan rincian komoditas, hampir semua komoditas menunjukkan adanya perbaikan dan peningkatan penjualan.
EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 3
Pertumbuhan ekonomi NTTpada triwulan II 2015 mencapai 5,03%, lebih tinggi dibanding pertumbuhan
ekonomi nasional yang sebesar 4,67%. Adanya perbaikan daya beli dan mulai berjalannya investasi menjadi
penyebab utama peningkatan pertumbuhan ekonomi. Total PDRB pada triwulan II 2015 mencapai Rp 18,48 triliun.
Dibanding Bali dan NTB, Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT secara tahunan masih menjadi yang terendah
dengan pertumbuhan sebesar 5,03%. Struktur ekonomi yang masih mengandalkan pertanian konvensional dan
tingginya ketergantungan impor dari daerah lain menjadi penghambat utama pertumbuhan ekonomi NTT. Provinsi NTB
pada triwulan II 2015 mencapai pertumbuhan ekonomi tertinggi di Indonesia sebesar 16,9% (yoy) yang terutama
disebabkan oleh meningkatnya kinerja tambang setelah di tahun sebelumnya masih terkena dampak larangan ekspor
komoditas tambang. Provinsi Bali masih mampu tumbuh sebesar 6% (yoy) walaupun relatif melambat dibanding
pertumbuhan ekonomi dalam dua tahun terakhir. Perlambatan pertumbuhan ekonomi lebih disebabkan oleh
melemahnya perekonomian daerah asal wisatawan yang masuk ke Provinsi Bali. Secara fundamental, pertumbuhan
ekonomi masih relatif tinggi seiring dengan masih cukup tingginya kunjungan wisata dan pembangunan fisik hotel
serta sarana penunjang wisata. Sektor pertanian juga mampu tumbuh cukup tinggi seiring dengan cukup berhasilnya
pengembangan di sektor pertanian.
Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi di NTT mampu tumbuh paling tinggi dibanding Provinsi NTB dan
Bali. Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan II 2015 sebesar 4,2% (qtq), lebih tinggi dibanding
pertumbuhan ekonomi Provinsi NTB yang sebesar 3,8% (qtq) dan Provinsi Bali yang sebesar 2,9% (qtq). Kondisi
ekonomi mulai mengalami kenaikan seiring dengan mulai terealisasinya pembangunan konstruksi dan real estate,
peningkatan kinerja perdagangan serta meningkatnya okupansi hotel setelah mengalami penurunan yang cukup besar
di triwulan I 2015.
Kondisi ekonomi pada triwulan II 2015 mulai menunjukkan adanya peningkatan. Hampir semua pengeluaran
mengalami kenaikan kecuali kinerja ekspor luar negeri yang sedikit melambat. Peningkatan kinerja terbesar terjadi pada
pengeluaran konsumsi pemerintah yang mampu tumbuh hingga 89,92% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya.
Penyerapan anggaran pada semester II 2015 diperkirakan akan meningkat lebih tinggi seiring dengan masih rendahnya
realisasi penyerapan belanja konsumsi pemerintah yang hanya sebesar 29,69% atau sebesar Rp 6,51 triliun.
Sumber: BPS, diolah
17,47
18,48
5,03
4,67
4,00
4,50
5,00
5,50
6,00
6,50
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
trili
un
PDRB NTT (ADHB) NTT (yoy) Nasional (yoy)
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
Grafik1.1. PDRB (ADHB dan Pertumbuhan PDRB TahunanProvinsi NTT dibanding Nasional)
Sumber: , diolahBPS
3,8 4,2 3,8 2,9
4,7 5,0
16,9
6,0
Nas NTT NTB BALI Nas NTT NTB BALI
qtq yoy
Grafik1.2. PDRB dan Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT, Bali, NTB dan Nasional
18,524,7
43,6
2,866.9
PDRB ADHB(triliun)
NTT NTB BALI NAS
1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL 2
Secara tahunan, kinerja investasi menunjukkan pertumbuhan tertinggi dalam 3 tahun terakhir. Tingginya
kenaikan belanja modal pemerintah hingga 27,07% (yoy) mampu mendorong peningkatan investasi di NTT. Tingginya
investasi pemerintah pusat seharusnya juga dapat direspon oleh peningkatan investasi pemerintah kabupaten yang
hanya tumbuh 3,21% (yoy) dibanding pagu anggaran tahun sebelumnya. Walaupun penyerapan anggaran investasi
pemerintah secara total baru terealisasi 10,15%, penandatanganan proyek sebagian besar sudah dilakukan dan sudah
mulai dilakukan pembangunan fisik bangunan. Namun demikian, tingginya investasi tersebut tidak sepenuhnya dapat
dinikmati oleh pelaku ekonomi lokal yang terlihat dari meningkatnya impor antar daerah seiring dengan peningkatan
investasi yang terjadi.
URAIAN2013
2014qtqBobot yoy ctc
51.246.857
2.323.762
19.250.737
26.336.089
2.934.161
1.453.489
645.729
(34.296.733)
68.602.633
12.616.513
622.351
4.914.204
5.355.657
252.380
298.044
318.475
(7.091.928)
16.648.747
13.140.531
536.536
2.544.018
7.156.110
48.347
362.988
51.443
(6.267.884)
17.469.202
13.758.780
603.754
4.922.330
7.841.736
149.693
379.197
141.513
(9.030.414)
18.483.563
74,4
3,3
26,6
42,4
0,8
2,1
0,8
-48,9
100,0
3,33
10,87
89,92
4,76
206,23
-0,59
173,77
34,03
4,24
7,53
-7,65
5,65
36,99
-50,64
27,70
-58,41
34,70
5,03
6,46
-9,10
5,03
25,43
-55,40
26,29
-58,83
25,84
4,84
47.368.797
1.868.305
16.889.933
20.586.330
946.724
1.196.294
3.733.059
(23.797.857)
61.325.467
Sumber: BPS Propinsi NTT (diolah) – Angka Dalam Rp Juta
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga
Pengeluaran Konsumsi LNPRT
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
Pembentukan Modal Tetap Bruto
Perubahan Inventori
Ekspor Luar Negeri
Impor Luar Negeri
Net Ekspor Antar Daerah
P D R B
2014
YOY
Tw II
2015
Tw IITw I
Tabel 1.1. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Triwulan II 2015
1.2.1 KonsumsiPengeluaran konsumsi pada triwulan II mulai menunjukkan kenaikan yang cukup besar. Kenaikan daya beli
lebih disebabkan oleh mulai optimisnya masyarakat seiring dengan datangnya masa panen komoditas
pertanian, berjalannya proyek-proyek pemerintah, musim liburan sekolah dan bulan Ramadhan. Konsumsi
rumah tangga mengalami kenaikan hingga 7,53% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Datangnya panen mampu
meningkatkan daya beli masyarakat yang terlihat dari indeks riil penjualan eceran yang mengalami peningkatan.
Berdasarkan rincian komoditas, hampir semua komoditas menunjukkan adanya perbaikan dan peningkatan penjualan.
EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 3
Konsumsi lembaga non profit juga menunjukkan adanya peningkatan walaupun dibanding tahun
sebelumnya masih mengalami penurunan. Relatif rendahnya realisasi belanja lembaga non profit lebih disebabkan
oleh adanya pemilihan legislatif dan pilpres di tahun 2014, sehingga pengeluaran untuk kebutuhan kampanye
mengalami peningkatan signifikan. Pada tahun 2015, belanja lembaga non profit diperkirakan baru akan mengalami
kenaikan pada akhir tahun 2015 seiring dengan adanya pelaksanaan pilkada serentak di 9 Kabupaten yang
membutuhkan anggaran hingga Rp 144 miliar untuk penyelenggara pemilu, belum termasuk belanja oleh partai politik
yang terlibat dalam pelaksanaan pilkada.
Konsumsi pemerintah menunjukkan adanya peningkatan di triwulan-II 2015. Namun demikian, dengan
pertumbuhan realisasi belanja tahunan hanya sebesar 5,65% (yoy), peluang pertumbuhan konsumsi
pemerintah pada semester II akan jauh lebih besar. Dengan peningkatan pagu anggaran tahun 2015 yang
mencapai 8,96%, serta realisasi belanja konsumsi pemerintah yang masih sebesar 29,69% pada triwulan II, maka pada
semester dua pemerintah diperkirakan lebih intensif dalam merealisasikan anggaran belanja yang direncanakan.
Peningkatan anggaran konsumsi pemerintah yang cukup besar terjadi pada belanja hibah pemerintah Kabupaten/Kota
yang mencapai 106,33% (yoy). Peningkatan terbesar terutama terjadi pada 8 Kabupaten pelaksana pilkada serentak di
tahun 2015. Untuk Kabupaten Sabu Raijua, pertumbuhan anggaran belanja hibah masih relatif normal.
Kenaikan konsumsi masyarakat terlihat dari indikator konsumsi yang juga menunjukkan adanya
peningkatan. Konsumsi listrik kembali menunjukkan kenaikan setelah mengalami penurunan di triwulan I 2015.
Penggunaan listrik kembali meningkat setelah permasalahan kekurangan pasokan listrik dapat berangsur diatasi.
Tingkat kepercayaan masyarakat menunjukkan peningkatan yang terlihat dari Indeks Tendensi Konsumen (ITK) yang
mengalami kenaikan. Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia juga menunjukkan adanya
peningkatan kegiatan dunia usaha. Kenaikan harga jual berangsur melambat setelah terjadi kestabilan harga BBM di
Sumber: SPE Bank Indonesia, diolah
Grafik1.3. Indeks Riil Penjualan Eceran Triwulan II 2015
-20,00%-15,00%-10,00%-5,00%0,00%5,00%10,00%15,00%20,00%25,00%30,00%
-
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
140,00
160,00
IRPE IRPE (qtq) CRT PDRB (qtq)
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
Grafik1.4. Rincian Pertumbuhan Triwulanan Penjualan Eceran
Sumber: SPE Bank Indonesia, diolah
I II III IV I II
2014 2015
- 50,00%
- 40,00%
- 30,00%
- 20,00%
- 10,00%
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
Bahan Konstruksi
Perlengkapan Rumah
Suku Cadang
Barang Kerajinan
Makanan danTembakau
Pakaian dan
Bahan Bakar
TOTAL
Perlengkapannya
Tangga
Grafik 1.5. Perkembangan Konsumsi Listrik Rumah Tangga
Sumber : PT PLN, diolah
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
140000
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015
Konsumsi (ribu kwh-LHS) Growth qtq - RHS Growth YoY - RHS
Grafik 1.6. Indeks Tendensi Konsumen
Sumber : BPS, diolah
80
85
90
95
100
105
110
115
I II III IV I II III IV I II III
2013 2014 2015
ITK Pendapatan RT Proyeksi ITK
indeks
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL 4
triwulan II 2015. Namun demikian, yang patut diwaspadai adalah relatif tidak adanya penambahan tenaga kerja yang
berpotensi meningkatkan angka pengangguran. Penyaluran kredit konsumsi juga menunjukkan adanya peningkatan
setelah cenderung melambat di triwulan sebelumnya.
Kinerja investasi di Provinsi NTT pada triwulan II 2015 mengalami kenaikan yang signifikan. Kenaikan
investasi terutama berasal dari realisasi investasi pemerintah yang sudah mulai berjalan, walaupun
berdasarkan penyerapan anggaran investasi pemerintah baru terealisasi 10,15%. Beberapa proyek besar yang
berasal dari APBN yang sedang dikerjakan antara lain pembangunan dan pemeliharaan jalan serta pendukungnya
dengan total anggaran lebih dari Rp 1,7 triliun. Selain itu juga terdapat pembangunan sumber daya air dengan total
anggaran mencapai lebih dari Rp 650 miliar, pengembangan 13 bandara di NTT dengan total anggaran lebih dari Rp 500
miliar, dan pengembangan 9 pelabuhan/dermaga dengan total anggaran mencapai Rp 380 miliar. Di bidang
pendidikan, pemerintah pusat merencanakan untuk melakukan pembangunan fisik gedung untuk Politeknik Negeri
Kupang, Politeknik Pertanian Negeri Kupang dan Universitas Nusa Cendana dengan total anggaran mencapai Rp 273
miliar. Di bidang kesehatan, pemerintah pusat berencana membangun gedung sertamenyediakan alat kesehatan dan
kendaraan dengan nilai mencapai Rp 149 miliar. Selain itu, pemerintah kabupaten/kota dan provinsi juga memiliki
anggaran modal yang mencapai Rp 4,2 triliun, sehingga total belanja modal pemerintah tahun 2015 mencapai Rp 9,18
triliun.
Rendahnya realisasi belanja modal selain dikarenakan oleh permasalahan numenklatur juga disebabkan
oleh permasalahan spesifik di beberapa dinas terkait. Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah masih belum
selesainya permasalahan numenklatur pada Kementerian Riset dan Dikti, sehingga belum ada belanja modal yang
terealisasi. Pada Dinas Perhubungan saat ini masih terkendala penyelesaian AMDAL dan masterplan proyek sehingga
penyerapan masih cukup rendah. Beberapa permasalahan lainnya antara lain tidak adanya barang penunjang dalam E-
Catalogue, sehingga proses pengadaan barang tidak dapat dilakukan dalam satu kali proses. Waktu tunggu pengadaan
alat pertanian juga relatif lama dikarenakan terbatasnya pilihan produsen penyedia alat pertanian. Permasalahan lahan
juga masih menjadi masalah utama dalam pembangunan infrastruktur seperti pembangunan Bendungan Kolhua yang
tidak dapat segera dilaksanakan karena belum selesainya masalah pembebasan lahan. Selain Kementerian Riset dan
Pendidikan Tinggi, permasalahan numenklatur sudah dapat diselesaikan sehingga pada Semester 2 akan diupayakan
percepatan realisasi proyek yang sudah direncanakan.
Grafik 1.7. Indeks Kegiatan Dunia Usaha
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
Kegiatan Usaha Harga Jual Tenaga Kerja
Grafik 1.8. Penyaluran Kredit Konsumsi
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
0,0%
5,0%
10,0%
15,0%
20,0%
25,0%
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
trili
un
Konsumsi konsumsi (yoy) konsumsi (qtq)
1.2.2 Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/ Investasi
EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 5
Konsumsi lembaga non profit juga menunjukkan adanya peningkatan walaupun dibanding tahun
sebelumnya masih mengalami penurunan. Relatif rendahnya realisasi belanja lembaga non profit lebih disebabkan
oleh adanya pemilihan legislatif dan pilpres di tahun 2014, sehingga pengeluaran untuk kebutuhan kampanye
mengalami peningkatan signifikan. Pada tahun 2015, belanja lembaga non profit diperkirakan baru akan mengalami
kenaikan pada akhir tahun 2015 seiring dengan adanya pelaksanaan pilkada serentak di 9 Kabupaten yang
membutuhkan anggaran hingga Rp 144 miliar untuk penyelenggara pemilu, belum termasuk belanja oleh partai politik
yang terlibat dalam pelaksanaan pilkada.
Konsumsi pemerintah menunjukkan adanya peningkatan di triwulan-II 2015. Namun demikian, dengan
pertumbuhan realisasi belanja tahunan hanya sebesar 5,65% (yoy), peluang pertumbuhan konsumsi
pemerintah pada semester II akan jauh lebih besar. Dengan peningkatan pagu anggaran tahun 2015 yang
mencapai 8,96%, serta realisasi belanja konsumsi pemerintah yang masih sebesar 29,69% pada triwulan II, maka pada
semester dua pemerintah diperkirakan lebih intensif dalam merealisasikan anggaran belanja yang direncanakan.
Peningkatan anggaran konsumsi pemerintah yang cukup besar terjadi pada belanja hibah pemerintah Kabupaten/Kota
yang mencapai 106,33% (yoy). Peningkatan terbesar terutama terjadi pada 8 Kabupaten pelaksana pilkada serentak di
tahun 2015. Untuk Kabupaten Sabu Raijua, pertumbuhan anggaran belanja hibah masih relatif normal.
Kenaikan konsumsi masyarakat terlihat dari indikator konsumsi yang juga menunjukkan adanya
peningkatan. Konsumsi listrik kembali menunjukkan kenaikan setelah mengalami penurunan di triwulan I 2015.
Penggunaan listrik kembali meningkat setelah permasalahan kekurangan pasokan listrik dapat berangsur diatasi.
Tingkat kepercayaan masyarakat menunjukkan peningkatan yang terlihat dari Indeks Tendensi Konsumen (ITK) yang
mengalami kenaikan. Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia juga menunjukkan adanya
peningkatan kegiatan dunia usaha. Kenaikan harga jual berangsur melambat setelah terjadi kestabilan harga BBM di
Sumber: SPE Bank Indonesia, diolah
Grafik1.3. Indeks Riil Penjualan Eceran Triwulan II 2015
-20,00%-15,00%-10,00%-5,00%0,00%5,00%10,00%15,00%20,00%25,00%30,00%
-
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
140,00
160,00
IRPE IRPE (qtq) CRT PDRB (qtq)
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
Grafik1.4. Rincian Pertumbuhan Triwulanan Penjualan Eceran
Sumber: SPE Bank Indonesia, diolah
I II III IV I II
2014 2015
- 50,00%
- 40,00%
- 30,00%
- 20,00%
- 10,00%
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
Bahan Konstruksi
Perlengkapan Rumah
Suku Cadang
Barang Kerajinan
Makanan danTembakau
Pakaian dan
Bahan Bakar
TOTAL
Perlengkapannya
Tangga
Grafik 1.5. Perkembangan Konsumsi Listrik Rumah Tangga
Sumber : PT PLN, diolah
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
140000
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015
Konsumsi (ribu kwh-LHS) Growth qtq - RHS Growth YoY - RHS
Grafik 1.6. Indeks Tendensi Konsumen
Sumber : BPS, diolah
80
85
90
95
100
105
110
115
I II III IV I II III IV I II III
2013 2014 2015
ITK Pendapatan RT Proyeksi ITK
indeks
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL 4
triwulan II 2015. Namun demikian, yang patut diwaspadai adalah relatif tidak adanya penambahan tenaga kerja yang
berpotensi meningkatkan angka pengangguran. Penyaluran kredit konsumsi juga menunjukkan adanya peningkatan
setelah cenderung melambat di triwulan sebelumnya.
Kinerja investasi di Provinsi NTT pada triwulan II 2015 mengalami kenaikan yang signifikan. Kenaikan
investasi terutama berasal dari realisasi investasi pemerintah yang sudah mulai berjalan, walaupun
berdasarkan penyerapan anggaran investasi pemerintah baru terealisasi 10,15%. Beberapa proyek besar yang
berasal dari APBN yang sedang dikerjakan antara lain pembangunan dan pemeliharaan jalan serta pendukungnya
dengan total anggaran lebih dari Rp 1,7 triliun. Selain itu juga terdapat pembangunan sumber daya air dengan total
anggaran mencapai lebih dari Rp 650 miliar, pengembangan 13 bandara di NTT dengan total anggaran lebih dari Rp 500
miliar, dan pengembangan 9 pelabuhan/dermaga dengan total anggaran mencapai Rp 380 miliar. Di bidang
pendidikan, pemerintah pusat merencanakan untuk melakukan pembangunan fisik gedung untuk Politeknik Negeri
Kupang, Politeknik Pertanian Negeri Kupang dan Universitas Nusa Cendana dengan total anggaran mencapai Rp 273
miliar. Di bidang kesehatan, pemerintah pusat berencana membangun gedung sertamenyediakan alat kesehatan dan
kendaraan dengan nilai mencapai Rp 149 miliar. Selain itu, pemerintah kabupaten/kota dan provinsi juga memiliki
anggaran modal yang mencapai Rp 4,2 triliun, sehingga total belanja modal pemerintah tahun 2015 mencapai Rp 9,18
triliun.
Rendahnya realisasi belanja modal selain dikarenakan oleh permasalahan numenklatur juga disebabkan
oleh permasalahan spesifik di beberapa dinas terkait. Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah masih belum
selesainya permasalahan numenklatur pada Kementerian Riset dan Dikti, sehingga belum ada belanja modal yang
terealisasi. Pada Dinas Perhubungan saat ini masih terkendala penyelesaian AMDAL dan masterplan proyek sehingga
penyerapan masih cukup rendah. Beberapa permasalahan lainnya antara lain tidak adanya barang penunjang dalam E-
Catalogue, sehingga proses pengadaan barang tidak dapat dilakukan dalam satu kali proses. Waktu tunggu pengadaan
alat pertanian juga relatif lama dikarenakan terbatasnya pilihan produsen penyedia alat pertanian. Permasalahan lahan
juga masih menjadi masalah utama dalam pembangunan infrastruktur seperti pembangunan Bendungan Kolhua yang
tidak dapat segera dilaksanakan karena belum selesainya masalah pembebasan lahan. Selain Kementerian Riset dan
Pendidikan Tinggi, permasalahan numenklatur sudah dapat diselesaikan sehingga pada Semester 2 akan diupayakan
percepatan realisasi proyek yang sudah direncanakan.
Grafik 1.7. Indeks Kegiatan Dunia Usaha
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
Kegiatan Usaha Harga Jual Tenaga Kerja
Grafik 1.8. Penyaluran Kredit Konsumsi
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
0,0%
5,0%
10,0%
15,0%
20,0%
25,0%
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
trili
un
Konsumsi konsumsi (yoy) konsumsi (qtq)
1.2.2 Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/ Investasi
EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 5
Selain proyek pemerintah, beberapa proyek swasta juga sudah dilakukan diantaranya pembangunan
beberapa hotel berbintang dan pusat perbelanjaan. Selain itu juga ada beberapa investasi non pariwisata seperti
pembangunan kelistrikan oleh PT. PLN (Persero) yang cukup besar, pembangunan Base Transceiver Station (BTS)
terutama untuk daerah strategis, maupun pengembangan ubi kayu di Rote Ndao.
Sementara itu, proyek strategis pembangunan investasi garam hingga saat ini masih berjalan lambat
dikarenakan belum selesainya masalah pembebasan lahan. Sulitnya pembebasan lahan terutama disebabkan
oleh banyaknya tanah ulayat, sehingga adanya peraturan daerah terkait penggunaan lahan menjadi hal mendesak yang
harus segera dibuat agar permasalahan tersebut dapat teratasi.Di sisi lain, adanya penyewaan lahan seperti di Taman
Nasional Komodo sekiranya dapat ditanggapi positif sebagai peluang untuk menggerakkan wisata di pintu masuk
pariwisata NTT. Hal yang perlu diatur lebih jauh adalah masalah biaya sewa serta perlu dibentuk peraturan daerah terkait
tugas dan fungsi investor untuk turut serta menjalankan kebijakan konservasi alam di wilayah aktivitasnya.
Peningkatan investasi terlihat dari meningkatnya permintaan semen yang cukup tinggi pada triwulan II
2015 yang menunjukkan adanya percepatan realisasi proyek pembangunan. Di sisi lain, penurunan realisasi ijin investasi
menunjukkan adanya ancaman investasi ke depan yang harus segera diselesaikan seperti sulitnya pembebasan tanah
dan kemudahan berinvestasi di wilayah NTT.
Pertumbuhan kredit modal kerja dan investasi masih cukup tinggi namun dalam pola yang melambat. Hal ini
menunjukkan adanya pelambatan pertumbuhan kegiatan produktif oleh pihak swasta di Provinsi NTT. Namun
demikian, investasi baru masih mampu tumbuh tinggi yang terlihat dari pertumbuhan pengiriman uang melalui RTGS
yang hingga semester satu tumbuh 187,7% dibanding tahun sebelumnya. Total dana yang masuk NTT pada triwulan II
2015 sebesar Rp 43,7 triliun dan net transaksi RTGS yang masuk ke Provinsi NTT mencapai Rp 3,7 triliun. Hingga
Grafik 1.9. Realisasi Investasi Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri
Sumber : BKPM, diolah
-200%
-100%
0%
100%
200%
300%
400%
500%
600%
700%
0
2
4
6
8
10
12
14
16
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
Proyek PMA (Juta US$) Proyek PMDN (Miliar Rp) PMA (%yoy) PMDN (%yoy)
Grafik 1.10. Realisasi Konsumsi Semen Provinsi NTT
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Grafik 1.12. Realisasi Dana Masuk / Keluar Provinsi NTT dalam RTGS
(20)
(10)
-
10
20
30
40
50
I II III IV I II
2014 2015
trili
un
RTGS Out RTGS In Net RTGS
0,0%
10,0%
20,0%
30,0%
40,0%
50,0%
60,0%
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
trili
un
Modal kerja Investasi modal kerja (yoy) investasi (yoy)
Grafik 1.11. Perkembangan Kredit Modal Kerjadan Kredit Investasi
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL 6
-30,0%
-20,0%
-10,0%
0,0%
10,0%
20,0%
30,0%
40,0%
50,0%
-
50,00
100,00
150,00
200,00
250,00
300,00
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
Ribu Ton yoy qtq
semester 1, total dana bersih yang masuk ke Provinsi NTT mencapai Rp 6,6 triliun, berbeda dibanding posisi tahun
sebelumnya yang justru keluar NTT sebesar Rp 10,5 triliun.
Peningkatan aktivitas ekonomi juga terlihat dari adanya peningkatan aktivitas bongkar muat di Pelabuhan.
Dikarenakan Provinsi NTT merupakan provinsi kepulauan, maka semua aktivitas ekonomi dapat diamati
melalui seberapa besar aktivitas ekonomi melalui perhubungan laut. Net ekspor antar daerah tumbuh sebesar
34,7% (yoy) dibanding tahun sebelumnya atau tumbuh sebesar 34,03% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya
mengikuti peningkatan ekonomi dan investasi yang terjadi. Tingginya net impor juga terlihat dari aktivitas peti kemas
bongkar maupun bongkar muat curah yang menunjukkan defisit masuk NTT yang cukup besar. Hal ini menunjukkan
besarnya kebutuhan NTT yang masih harus dipenuhi dari luar daerah. Peningkatan aktivitas ekonomi terlihat dari
meningkatnya kegiatan bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tenau.
Aktivitas ekspor bersih ke luar negeri Provinsi NTT pada triwulan II sedikit melambat dibanding triwulan
sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan ekspor yang tidak sebesar peningkatan impor yang
terjadi. Timor leste masih menjadi tujuan ekspor utama Provinsi NTT yang lebih disebabkan oleh adanya kedekatan
wilayah. Sedangkan komoditas impor utama provinsi NTT adalah peralatan kelistrikan yang digunakan untuk
pembangunan pembangkit listrik yang sedang gencar dilakukan oleh PLN. Negara asal impor sebagian besar dari
Tiongkok.
1.2.3 Ekspor – Impor
1.2.3.1 Ekspor - Impor Antar Daerah
Grafik1.13. Perkembangan Peti Kemas
Sumber : Pelindo III, diolah
-40%-30%-20%-10%0%10%20%30%40%50%60%70%
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
Teus Pertumbuhan (% yoy) Pertumbuhan (% qtq)
Boks
-100%
-80%
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
-80.000
-60.000
-40.000
-20.000
0
20.000
40.000
60.000
80.000
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
Bongkar Muat Net Net Unloading (% yoy)
Ton
Grafik 1.14. Aktivitas Bongkar Muat
Sumber : Pelindo III, diolah
1.2.3.2 Ekspor - Impor Luar Negeri
-7,00
-5,00
-3,00
-1,00
1,00
3,00
5,00
7,00
9,00
11,00
13,00
2013 2014 2015
Juta
USD
EKSPOR IMPOR NET EKSPOR
Grafik 1.15. Ekspor Impor Antar Negara
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
9,00
10,00
Juta
USD
USA THAILAND INDIA JAPAN RRC TIMOR LESTE
Grafik 1.16. Negara Tujuan Ekspor NTT
Sumber : Bank Indonesia, diolah
I II III IV I III II III IV I II III IV
2012 2014 20152013
EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 7
Selain proyek pemerintah, beberapa proyek swasta juga sudah dilakukan diantaranya pembangunan
beberapa hotel berbintang dan pusat perbelanjaan. Selain itu juga ada beberapa investasi non pariwisata seperti
pembangunan kelistrikan oleh PT. PLN (Persero) yang cukup besar, pembangunan Base Transceiver Station (BTS)
terutama untuk daerah strategis, maupun pengembangan ubi kayu di Rote Ndao.
Sementara itu, proyek strategis pembangunan investasi garam hingga saat ini masih berjalan lambat
dikarenakan belum selesainya masalah pembebasan lahan. Sulitnya pembebasan lahan terutama disebabkan
oleh banyaknya tanah ulayat, sehingga adanya peraturan daerah terkait penggunaan lahan menjadi hal mendesak yang
harus segera dibuat agar permasalahan tersebut dapat teratasi.Di sisi lain, adanya penyewaan lahan seperti di Taman
Nasional Komodo sekiranya dapat ditanggapi positif sebagai peluang untuk menggerakkan wisata di pintu masuk
pariwisata NTT. Hal yang perlu diatur lebih jauh adalah masalah biaya sewa serta perlu dibentuk peraturan daerah terkait
tugas dan fungsi investor untuk turut serta menjalankan kebijakan konservasi alam di wilayah aktivitasnya.
Peningkatan investasi terlihat dari meningkatnya permintaan semen yang cukup tinggi pada triwulan II
2015 yang menunjukkan adanya percepatan realisasi proyek pembangunan. Di sisi lain, penurunan realisasi ijin investasi
menunjukkan adanya ancaman investasi ke depan yang harus segera diselesaikan seperti sulitnya pembebasan tanah
dan kemudahan berinvestasi di wilayah NTT.
Pertumbuhan kredit modal kerja dan investasi masih cukup tinggi namun dalam pola yang melambat. Hal ini
menunjukkan adanya pelambatan pertumbuhan kegiatan produktif oleh pihak swasta di Provinsi NTT. Namun
demikian, investasi baru masih mampu tumbuh tinggi yang terlihat dari pertumbuhan pengiriman uang melalui RTGS
yang hingga semester satu tumbuh 187,7% dibanding tahun sebelumnya. Total dana yang masuk NTT pada triwulan II
2015 sebesar Rp 43,7 triliun dan net transaksi RTGS yang masuk ke Provinsi NTT mencapai Rp 3,7 triliun. Hingga
Grafik 1.9. Realisasi Investasi Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri
Sumber : BKPM, diolah
-200%
-100%
0%
100%
200%
300%
400%
500%
600%
700%
0
2
4
6
8
10
12
14
16
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
Proyek PMA (Juta US$) Proyek PMDN (Miliar Rp) PMA (%yoy) PMDN (%yoy)
Grafik 1.10. Realisasi Konsumsi Semen Provinsi NTT
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Grafik 1.12. Realisasi Dana Masuk / Keluar Provinsi NTT dalam RTGS
(20)
(10)
-
10
20
30
40
50
I II III IV I II
2014 2015
trili
un
RTGS Out RTGS In Net RTGS
0,0%
10,0%
20,0%
30,0%
40,0%
50,0%
60,0%
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
trili
un
Modal kerja Investasi modal kerja (yoy) investasi (yoy)
Grafik 1.11. Perkembangan Kredit Modal Kerjadan Kredit Investasi
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL 6
-30,0%
-20,0%
-10,0%
0,0%
10,0%
20,0%
30,0%
40,0%
50,0%
-
50,00
100,00
150,00
200,00
250,00
300,00
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
Ribu Ton yoy qtq
semester 1, total dana bersih yang masuk ke Provinsi NTT mencapai Rp 6,6 triliun, berbeda dibanding posisi tahun
sebelumnya yang justru keluar NTT sebesar Rp 10,5 triliun.
Peningkatan aktivitas ekonomi juga terlihat dari adanya peningkatan aktivitas bongkar muat di Pelabuhan.
Dikarenakan Provinsi NTT merupakan provinsi kepulauan, maka semua aktivitas ekonomi dapat diamati
melalui seberapa besar aktivitas ekonomi melalui perhubungan laut. Net ekspor antar daerah tumbuh sebesar
34,7% (yoy) dibanding tahun sebelumnya atau tumbuh sebesar 34,03% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya
mengikuti peningkatan ekonomi dan investasi yang terjadi. Tingginya net impor juga terlihat dari aktivitas peti kemas
bongkar maupun bongkar muat curah yang menunjukkan defisit masuk NTT yang cukup besar. Hal ini menunjukkan
besarnya kebutuhan NTT yang masih harus dipenuhi dari luar daerah. Peningkatan aktivitas ekonomi terlihat dari
meningkatnya kegiatan bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tenau.
Aktivitas ekspor bersih ke luar negeri Provinsi NTT pada triwulan II sedikit melambat dibanding triwulan
sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan ekspor yang tidak sebesar peningkatan impor yang
terjadi. Timor leste masih menjadi tujuan ekspor utama Provinsi NTT yang lebih disebabkan oleh adanya kedekatan
wilayah. Sedangkan komoditas impor utama provinsi NTT adalah peralatan kelistrikan yang digunakan untuk
pembangunan pembangkit listrik yang sedang gencar dilakukan oleh PLN. Negara asal impor sebagian besar dari
Tiongkok.
1.2.3 Ekspor – Impor
1.2.3.1 Ekspor - Impor Antar Daerah
Grafik1.13. Perkembangan Peti Kemas
Sumber : Pelindo III, diolah
-40%-30%-20%-10%0%10%20%30%40%50%60%70%
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
Teus Pertumbuhan (% yoy) Pertumbuhan (% qtq)
Boks
-100%
-80%
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
-80.000
-60.000
-40.000
-20.000
0
20.000
40.000
60.000
80.000
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
Bongkar Muat Net Net Unloading (% yoy)
Ton
Grafik 1.14. Aktivitas Bongkar Muat
Sumber : Pelindo III, diolah
1.2.3.2 Ekspor - Impor Luar Negeri
-7,00
-5,00
-3,00
-1,00
1,00
3,00
5,00
7,00
9,00
11,00
13,00
2013 2014 2015
Juta
USD
EKSPOR IMPOR NET EKSPOR
Grafik 1.15. Ekspor Impor Antar Negara
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
9,00
10,00
Juta
USD
USA THAILAND INDIA JAPAN RRC TIMOR LESTE
Grafik 1.16. Negara Tujuan Ekspor NTT
Sumber : Bank Indonesia, diolah
I II III IV I III II III IV I II III IV
2012 2014 20152013
EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 7
Hasil SKDU menunjukkan adanya peningkatan produksi pertanian di triwulan II 2015. Harga hasil pertanian
menunjukkan adanya pelambatan walaupun masih relatif tinggi terutama harga beras yang tetap bertahan tinggi.
Kredit pertanian pada triwulan II 2015 justru menunjukkan adanya penurunan yang terutama disebabkan oleh
keengganan Bank untuk menyalurkan kredit seiring kualitas kredit yang rendah. Nilai tukar petani masih positif
walaupun cenderung tetap dibanding triwulan sebelumnya.
Secara tahunan sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib mengalami
pertumbuhan 7,71% (yoy) meningkat dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya maupun triwulan
yang sama tahun sebelumnya. Mulai selesainya permasalahan numenklatur membuat penyerapan dana
pemerintahmengalami peningkatan walaupun realisasi penyerapan anggaran masih relatif rendah. Realisasi
penyerapan anggaran belanja pemerintah di triwulan II masih sebesar 23,92%. Dibanding tahun sebelumnya, belanja
pemerintah mengalami kenaikan 13,74% (yoy). Dengan kumulatif pertumbuhan sektor administrasi pemerintah,
pertahanan dan jaminan sosial wajib yang sebesar 6,84% (ctc), pertumbuhan ekonomi di sektor tersebut berpotensi
tumbuh lebih tinggi pada semester-II 2015. Adapun penyerapan anggaran yang relatif besar dilakukan oleh kepolisian
yang sudah terealisasi sebesar 45,14%.
Peningkatan belanja pemerintah juga tampak dari adanya penurunan pertumbuhan simpanan masyarakat
di perbankan. Walaupun pertumbuhan penghimpunan dana masih cukup tinggi, tren penambahan dana relatif
melambat dibanding triwulan sebelumnya. Hingga bulan Juni 2015, total dana pemerintah yang disimpan di perbankan
di NTT mencapai Rp 7,21 triliun. Adanya percepatan realisasi belanja pemerintah dapat membantu mempercepat
pertumbuhan ekonomi NTT yang saat ini masih dibayangi perlambatan ekonomi nasional.
Grafik 1.17. Perkembangan SKDU Sektor Pertanian
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
-40,0
-30,0
-20,0
-10,0
0,0
10,0
20,0
30,0
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II2013 2014 2015
Kegiatan Usaha Harga Jual Tenaga Kerja
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
Pengiriman Ternak Bongkar Pert (%yoy) Pert (%qtq)
Grafik 1.18. Pengiriman Ternak
Sumber : PT Pelindo III, diolah
-200%
-100%
0%
100%
200%
300%
400%
500%
600%
700%
0
50
100
150
200
250
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
Pertanian, Perburuan Dan Kehutanan Pertanian (%yoy) Pertanian (%qtq)
Milyar Rp
Grafik 1.19. Perkembangan Kredit Pertanian
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
I II III IV I II III IV I II III IV I II2012 2013 2014 2015
IT IB NTP - axis kanan
Grafik1.20. Perkembangan Nilai Tukar Petani
Sumber : BPS, diolah
1.3.2 Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 9
Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2015 mulai mengalami peningkatan. Adanya panen raya dan mulai berjalannya
aktivitas investasi terlihat dari peningkatan pertumbuhan ekonomi pada sektor pertanian, perdagangan besar dan
eceran, serta sektor konstruksi. Mulai berjalannya pembangunan program seribu rumah juga meningkatkan
pertumbuhan ekonomi sektor real estate dan adanya pelonggaran kebijakan rapat di hotel mampu meningkatkan
kunjungan hotel dan restoran di triwulan II 2015. Satu-satunya penurunan ekonomi terjadi pada sektor jasa keuangan
dan asuransi dikarenakan oleh menurunnya Nilai Tambah Bruto (NTB) di triwulan II 2015 karena penurunan pendapatan
sekunder perbankan. Sedangkan NTB lembaga keuangan non bank masih mengalami peningkatan.
Pertumbuhan ekonomi pada sektor pertanian mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya
maupun triwulan sebelumnya. Peningkatan produksi pertanian lebih disebabkan oleh datangnya panen
raya tanaman pangan dan beberapa komoditas perkebunan serta membaiknya cuaca yang mampu
meningkatkan tangkapan ikan. Sektor pertanian pada triwulan II 2015 mengalami kenaikan sebesar 3,00% (yoy)
dibanding tahun sebelumnya. Peningkatan pertumbuhan ekonomi lebih disebabkan oleh bertambahnya luas panen
komoditas tanaman pangan. Walaupun demikian, pertumbuhan ekonomi sektor pertanian secara triwulan tidak
sebesar triwulan yang sama tahun sebelumnya. Adanya hama tanaman serta curah hujan yang tinggi di beberapa
daerah menyebabkan penurunan produktifitas padi. Di sisi lain, beberapa daerah berhasil meningkatkan panen seperti
di Rote Ndao, dan beberapa daerah di Manggarai Timur optimis bisa panen 3 kali dalam setahun.
Tanaman jagung juga mengalami peningkatan produksi. Namun demikian, dikarenakan kurangnya pasar, harga
jagung di Nagekeo jatuh menjadi hanya Rp 2.000/kg lebih rendah dari penetapan harga jagung yang sebesar Rp
2.700/Kg. Kondisi perikanan mengalami peningkatan seiring dengan membaiknya cuaca. Adanya pemberantasan
illegal fishing juga berdampak positif terhadap peningkatan hasil ikan tangkap.. Pengiriman ternak juga menunjukkan
adanya kenaikan cukup tinggi setelah di triwulan sebelumnya relatif sangat minim karena masalah cuaca. Untuk
meningkatkan produksi pertanian, Dinas Pertanian telah mendapatkan tambahan alokasi APBN sebesar Rp 319 miliar
untuk pengadaan alat mesin pertanian (alsintan) serta sarana produksi (saprodi) pertanian.
1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral
Tabel1.2.PDRB Provinsi NTT BerdasarkanSektorEkonomiTriwulan II 2015
URAIAN
20.446.913
1.070.349
843.708
31.539
45.529
7.095.979
7.285.709
3.566.950
422.443
5.134.426
2.714.850
1.860.878
210.879
8.392.732
6.568.193
1.414.584
1.496.973
68.602.633
5.119.950
264.747
200.827
7.725
10.988
1.712.031
1.785.873
861.287
101.156
1.254.297
662.236
449.743
51.291
1.940.911
1.518.721
339.873
367.093
16.648.747
5.367.777
273.773
215.685
8.897
11.004
1.700.526
1.872.522
904.222
105.664
1.276.364
725.131
464.335
54.403
2.091.003
1.650.525
359.872
387.499
17.469.202
5.695.813
324.312
222.408
9.362
11.494
1.898.961
1.998.350
955.527
116.161
1.322.719
706.433
496.018
57.748
2.161.861
1.707.049
393.274
406.072
18.483.563
30,8
1,8
1,2
0,1
0,1
10,3
10,8
5,2
0,6
7,2
3,8
2,7
0,3
11,7
9,2
2,1
2,2
100,0
4,69
16,67
1,77
4,93
4,21
9,77
5,27
3,48
8,67
3,38
-3,96
5,57
3,65
1,91
0,79
7,24
3,35
4,24
3,00
5,94
4,50
6,81
4,04
5,48
6,48
5,73
6,23
6,32
1,15
4,01
5,05
7,71
5,91
5,89
4,84
5,03
3,07
5,36
5,10
7,81
3,50
2,96
5,92
6,07
4,69
6,66
4,55
3,30
4,17
6,84
7,05
5,60
3,96
4,84
18.272.369
894.152
758.818
23.603
41.818
6.344.808
6.570.524
3.195.325
367.820
4.660.243
2.389.329
1.705.495
188.487
7.592.137
5.679.554
1.279.704
1.361.281
61.325.467
Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
PDRB
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M,N
O
P
Q
R,S,T,U
2013
2014qtqBobot yoy ctc
2014
YOY
Tw II
2015
Tw IITw I
1.3.1 Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL 8
Hasil SKDU menunjukkan adanya peningkatan produksi pertanian di triwulan II 2015. Harga hasil pertanian
menunjukkan adanya pelambatan walaupun masih relatif tinggi terutama harga beras yang tetap bertahan tinggi.
Kredit pertanian pada triwulan II 2015 justru menunjukkan adanya penurunan yang terutama disebabkan oleh
keengganan Bank untuk menyalurkan kredit seiring kualitas kredit yang rendah. Nilai tukar petani masih positif
walaupun cenderung tetap dibanding triwulan sebelumnya.
Secara tahunan sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib mengalami
pertumbuhan 7,71% (yoy) meningkat dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya maupun triwulan
yang sama tahun sebelumnya. Mulai selesainya permasalahan numenklatur membuat penyerapan dana
pemerintahmengalami peningkatan walaupun realisasi penyerapan anggaran masih relatif rendah. Realisasi
penyerapan anggaran belanja pemerintah di triwulan II masih sebesar 23,92%. Dibanding tahun sebelumnya, belanja
pemerintah mengalami kenaikan 13,74% (yoy). Dengan kumulatif pertumbuhan sektor administrasi pemerintah,
pertahanan dan jaminan sosial wajib yang sebesar 6,84% (ctc), pertumbuhan ekonomi di sektor tersebut berpotensi
tumbuh lebih tinggi pada semester-II 2015. Adapun penyerapan anggaran yang relatif besar dilakukan oleh kepolisian
yang sudah terealisasi sebesar 45,14%.
Peningkatan belanja pemerintah juga tampak dari adanya penurunan pertumbuhan simpanan masyarakat
di perbankan. Walaupun pertumbuhan penghimpunan dana masih cukup tinggi, tren penambahan dana relatif
melambat dibanding triwulan sebelumnya. Hingga bulan Juni 2015, total dana pemerintah yang disimpan di perbankan
di NTT mencapai Rp 7,21 triliun. Adanya percepatan realisasi belanja pemerintah dapat membantu mempercepat
pertumbuhan ekonomi NTT yang saat ini masih dibayangi perlambatan ekonomi nasional.
Grafik 1.17. Perkembangan SKDU Sektor Pertanian
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
-40,0
-30,0
-20,0
-10,0
0,0
10,0
20,0
30,0
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II2013 2014 2015
Kegiatan Usaha Harga Jual Tenaga Kerja
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
Pengiriman Ternak Bongkar Pert (%yoy) Pert (%qtq)
Grafik 1.18. Pengiriman Ternak
Sumber : PT Pelindo III, diolah
-200%
-100%
0%
100%
200%
300%
400%
500%
600%
700%
0
50
100
150
200
250
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
Pertanian, Perburuan Dan Kehutanan Pertanian (%yoy) Pertanian (%qtq)
Milyar Rp
Grafik 1.19. Perkembangan Kredit Pertanian
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
I II III IV I II III IV I II III IV I II2012 2013 2014 2015
IT IB NTP - axis kanan
Grafik1.20. Perkembangan Nilai Tukar Petani
Sumber : BPS, diolah
1.3.2 Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 9
Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2015 mulai mengalami peningkatan. Adanya panen raya dan mulai berjalannya
aktivitas investasi terlihat dari peningkatan pertumbuhan ekonomi pada sektor pertanian, perdagangan besar dan
eceran, serta sektor konstruksi. Mulai berjalannya pembangunan program seribu rumah juga meningkatkan
pertumbuhan ekonomi sektor real estate dan adanya pelonggaran kebijakan rapat di hotel mampu meningkatkan
kunjungan hotel dan restoran di triwulan II 2015. Satu-satunya penurunan ekonomi terjadi pada sektor jasa keuangan
dan asuransi dikarenakan oleh menurunnya Nilai Tambah Bruto (NTB) di triwulan II 2015 karena penurunan pendapatan
sekunder perbankan. Sedangkan NTB lembaga keuangan non bank masih mengalami peningkatan.
Pertumbuhan ekonomi pada sektor pertanian mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya
maupun triwulan sebelumnya. Peningkatan produksi pertanian lebih disebabkan oleh datangnya panen
raya tanaman pangan dan beberapa komoditas perkebunan serta membaiknya cuaca yang mampu
meningkatkan tangkapan ikan. Sektor pertanian pada triwulan II 2015 mengalami kenaikan sebesar 3,00% (yoy)
dibanding tahun sebelumnya. Peningkatan pertumbuhan ekonomi lebih disebabkan oleh bertambahnya luas panen
komoditas tanaman pangan. Walaupun demikian, pertumbuhan ekonomi sektor pertanian secara triwulan tidak
sebesar triwulan yang sama tahun sebelumnya. Adanya hama tanaman serta curah hujan yang tinggi di beberapa
daerah menyebabkan penurunan produktifitas padi. Di sisi lain, beberapa daerah berhasil meningkatkan panen seperti
di Rote Ndao, dan beberapa daerah di Manggarai Timur optimis bisa panen 3 kali dalam setahun.
Tanaman jagung juga mengalami peningkatan produksi. Namun demikian, dikarenakan kurangnya pasar, harga
jagung di Nagekeo jatuh menjadi hanya Rp 2.000/kg lebih rendah dari penetapan harga jagung yang sebesar Rp
2.700/Kg. Kondisi perikanan mengalami peningkatan seiring dengan membaiknya cuaca. Adanya pemberantasan
illegal fishing juga berdampak positif terhadap peningkatan hasil ikan tangkap.. Pengiriman ternak juga menunjukkan
adanya kenaikan cukup tinggi setelah di triwulan sebelumnya relatif sangat minim karena masalah cuaca. Untuk
meningkatkan produksi pertanian, Dinas Pertanian telah mendapatkan tambahan alokasi APBN sebesar Rp 319 miliar
untuk pengadaan alat mesin pertanian (alsintan) serta sarana produksi (saprodi) pertanian.
1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral
Tabel1.2.PDRB Provinsi NTT BerdasarkanSektorEkonomiTriwulan II 2015
URAIAN
20.446.913
1.070.349
843.708
31.539
45.529
7.095.979
7.285.709
3.566.950
422.443
5.134.426
2.714.850
1.860.878
210.879
8.392.732
6.568.193
1.414.584
1.496.973
68.602.633
5.119.950
264.747
200.827
7.725
10.988
1.712.031
1.785.873
861.287
101.156
1.254.297
662.236
449.743
51.291
1.940.911
1.518.721
339.873
367.093
16.648.747
5.367.777
273.773
215.685
8.897
11.004
1.700.526
1.872.522
904.222
105.664
1.276.364
725.131
464.335
54.403
2.091.003
1.650.525
359.872
387.499
17.469.202
5.695.813
324.312
222.408
9.362
11.494
1.898.961
1.998.350
955.527
116.161
1.322.719
706.433
496.018
57.748
2.161.861
1.707.049
393.274
406.072
18.483.563
30,8
1,8
1,2
0,1
0,1
10,3
10,8
5,2
0,6
7,2
3,8
2,7
0,3
11,7
9,2
2,1
2,2
100,0
4,69
16,67
1,77
4,93
4,21
9,77
5,27
3,48
8,67
3,38
-3,96
5,57
3,65
1,91
0,79
7,24
3,35
4,24
3,00
5,94
4,50
6,81
4,04
5,48
6,48
5,73
6,23
6,32
1,15
4,01
5,05
7,71
5,91
5,89
4,84
5,03
3,07
5,36
5,10
7,81
3,50
2,96
5,92
6,07
4,69
6,66
4,55
3,30
4,17
6,84
7,05
5,60
3,96
4,84
18.272.369
894.152
758.818
23.603
41.818
6.344.808
6.570.524
3.195.325
367.820
4.660.243
2.389.329
1.705.495
188.487
7.592.137
5.679.554
1.279.704
1.361.281
61.325.467
Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
PDRB
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M,N
O
P
Q
R,S,T,U
2013
2014qtqBobot yoy ctc
2014
YOY
Tw II
2015
Tw IITw I
1.3.1 Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL 8
Sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor mengalami pertumbuhan cukup
besar seiring dengan adanya peningkatan konsumsi masyarakat paska panen, liburan sekolah, menjelang
puasa dan mulai terealisasinya belanja barang dan jasa pemerintah. Pertumbuhan sektor perdagangan pada
triwulan II 2015 mencapai 6,48% (yoy) dibanding tahun sebelumnya, lebih besar dibanding pertumbuhan ekonomi
triwulan sebelumnya (5,33%-yoy) maupun triwulan yang sama tahun sebelumnya (3,57%-yoy).Pertumbuhan ekonomi
secara triwulanan juga mengalami kenaikan cukup tinggi (5,27%-qtq) selain disebabkan oleh rendahnya pertumbuhan
ekonomi di triwulan sebelumnya, juga disebabkan oleh peningkatan daya beli.
Hasil survei SKDU di triwulan II 2015 masih menunjukkan adanya penurunan namun membaik dibanding
triwulan sebelumnya. Perlambatan permintaan di tingkat pemain besar ini selain disebabkan oleh perlambatan daya
beli juga adanya permasalahan terkait pengetatan penindakan pajak yang berlaku surut. Adanya libur sekolah dan
bulan ramadhan cukup membantu penjualan yang berdasarkan hasil liaison menunjukkan kenaikan permintaan di
bulan Juni 2015.
Sektor konstruksi mampu tumbuh tinggi baik secara triwulanan maupun tahunan seiring dengan mulai
terealisasinya proyek investasi. Begitu pula dengan pertumbuhan real estate yang tumbuh cukup besar seiring
dengan mulai terealisasinya pembangunan program 1.000 rumah dalam rangka mendukung program sejuta rumah
pemerintah.
Grafik 1.21. Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah
Sumber : Biro Keuangan dan Kanwil Ditjen Perbendaharaan, diolah
27.333
31.089
13,74
5
10
15
20
25.000
26.000
27.000
28.000
29.000
30.000
31.000
32.000
2014 2015
mili
ar
Total Belanja Pemerintah Pertumbuhan Belanja
Realisasi % Real
7,437 23.92
Grafik 1.22. Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
-60,0%-40,0%-20,0%0,0%20,0%40,0%60,0%80,0%100,0%120,0%
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
Simpanan Pert (%yoy) Pert (%qtq)
1.3.3 Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Grafik 1.23. Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
Kegiatan Usaha Harga Jual Tenaga Kerja-10,0
-8,0
-6,0
-4,0
-2,0
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
2013 2014 2015
I II III IV I II III IV I II
Grafik 1.24. Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
I II III IV I II III IV I II
trili
un
Perdagangan Besar Dan Eceran Pert (%yoy) Pert (%qtq)
2013 2014 2015
1.3.4 Sektor - sektor Lainnya
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL 10
Penyediaan akomodasi dan makan minum di triwulan II 2015 mengalami pertumbuhan hingga 8,67% (qtq)
dibanding triwulan sebelumnya. Adanya pelonggaran kebijakan larangan rapat di hotel oleh pemerintah,
penyelenggaraan beberapa even pariwisata seperti semana santa di larantuka, serta membaiknya cuaca
membuat kunjungan pariwisata di triwulan II 2015 mengalami peningkatan. Besarnya kenaikan kunjungan
juga disebabkan oleh penurunan yang cukup dalam di triwulan sebelumnya. Dibandingkan tahun sebelumnya,
pertumbuhan ekonomi di sektor penyediaan akomodasi dan makan minum tumbuh sebesar 6,23% (yoy) masih lebih
rendah dibanding pertumbuhan di triwulan yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 7,19% (yoy) seiring dengan
masih adanya dampak sail komodo yang mampu meningkatkan kunjungan wisata dalam jumlah yang signifikan.
Adanya event pariwisata sekiranya dapat terus diadakan agar mampu membantu peningkatan kunjungan pariwisata. Peningkatan kunjungan juga terlihat dari tingginya peningkatan okupansi dan tamu hotel yang menginap
di wilayah Provinsi NTT. Jumlah penumpang yang terbang dari dan menuju NTT juga menunjukkan penambahan
yang cukup signifikan.. Peningkatan kunjungan wisata disebabkan oleh membaiknya cuaca.. Kondisi cuaca sangat
mempengaruhi wisata unggulan NTT yang lebih bersifat eco tourism.
Sektor komunikasi dan informasi masih bertumbuh positif, namun relatif melambat dibanding triwulan-triwulan
sebelumnya. Sektor pertambangan mengalami kenaikan tinggi di triwulan II 2015 seiring dengan membaiknya cuaca.
Jasa pendidikan tumbuh lebih tinggi dibanding rata-rata pertumbuhan ekonomi tahunan NTT. Namun demikian,
peningkatan pertumbuhan ekonomi dari sektor pendidikan seharusnya dapat meningkat jauh lebih tinggi seiring
dengan adanya pemisahan numenklatur pendidikan dasar dan pendidikan tinggi yang berdampak pada peningkatan
anggaran pendidikan di Provinsi NTT hingga 119,47% (yoy). Setelah permasalahan numenklatur selesai, penyerapan
anggaran pendidikan diperkirakan akan mampu jauh lebih tinggi dibanding saat ini.
39,6
46,9%
22,0%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
05
1015202530354045
Rib
u o
ran
g
Tamu Hotel Pert (%qtq) Pert (%yoy)
Grafik 1.25. Perkembangan Tamu Hotel
Sumber : BPS, diolah
I II III IV I II2013 2014 2015
I II III IV
Grafik 1.26. Perkembangan Penumpang Bandara
Sumber : BPS, diolah
592
29,8%
10,5%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
0
100
200
300
400
500
600
700
2013 2014 2015
Rib
u o
ran
g
Penumpang Pert (%qtq) Pert (%yoy)
I III II III IV I II III IV
EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 11
Sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor mengalami pertumbuhan cukup
besar seiring dengan adanya peningkatan konsumsi masyarakat paska panen, liburan sekolah, menjelang
puasa dan mulai terealisasinya belanja barang dan jasa pemerintah. Pertumbuhan sektor perdagangan pada
triwulan II 2015 mencapai 6,48% (yoy) dibanding tahun sebelumnya, lebih besar dibanding pertumbuhan ekonomi
triwulan sebelumnya (5,33%-yoy) maupun triwulan yang sama tahun sebelumnya (3,57%-yoy).Pertumbuhan ekonomi
secara triwulanan juga mengalami kenaikan cukup tinggi (5,27%-qtq) selain disebabkan oleh rendahnya pertumbuhan
ekonomi di triwulan sebelumnya, juga disebabkan oleh peningkatan daya beli.
Hasil survei SKDU di triwulan II 2015 masih menunjukkan adanya penurunan namun membaik dibanding
triwulan sebelumnya. Perlambatan permintaan di tingkat pemain besar ini selain disebabkan oleh perlambatan daya
beli juga adanya permasalahan terkait pengetatan penindakan pajak yang berlaku surut. Adanya libur sekolah dan
bulan ramadhan cukup membantu penjualan yang berdasarkan hasil liaison menunjukkan kenaikan permintaan di
bulan Juni 2015.
Sektor konstruksi mampu tumbuh tinggi baik secara triwulanan maupun tahunan seiring dengan mulai
terealisasinya proyek investasi. Begitu pula dengan pertumbuhan real estate yang tumbuh cukup besar seiring
dengan mulai terealisasinya pembangunan program 1.000 rumah dalam rangka mendukung program sejuta rumah
pemerintah.
Grafik 1.21. Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah
Sumber : Biro Keuangan dan Kanwil Ditjen Perbendaharaan, diolah
27.333
31.089
13,74
5
10
15
20
25.000
26.000
27.000
28.000
29.000
30.000
31.000
32.000
2014 2015
mili
ar
Total Belanja Pemerintah Pertumbuhan Belanja
Realisasi % Real
7,437 23.92
Grafik 1.22. Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
-60,0%-40,0%-20,0%0,0%20,0%40,0%60,0%80,0%100,0%120,0%
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
Simpanan Pert (%yoy) Pert (%qtq)
1.3.3 Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Grafik 1.23. Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
Kegiatan Usaha Harga Jual Tenaga Kerja-10,0
-8,0
-6,0
-4,0
-2,0
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
2013 2014 2015
I II III IV I II III IV I II
Grafik 1.24. Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
I II III IV I II III IV I II
trili
un
Perdagangan Besar Dan Eceran Pert (%yoy) Pert (%qtq)
2013 2014 2015
1.3.4 Sektor - sektor Lainnya
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL 10
Penyediaan akomodasi dan makan minum di triwulan II 2015 mengalami pertumbuhan hingga 8,67% (qtq)
dibanding triwulan sebelumnya. Adanya pelonggaran kebijakan larangan rapat di hotel oleh pemerintah,
penyelenggaraan beberapa even pariwisata seperti semana santa di larantuka, serta membaiknya cuaca
membuat kunjungan pariwisata di triwulan II 2015 mengalami peningkatan. Besarnya kenaikan kunjungan
juga disebabkan oleh penurunan yang cukup dalam di triwulan sebelumnya. Dibandingkan tahun sebelumnya,
pertumbuhan ekonomi di sektor penyediaan akomodasi dan makan minum tumbuh sebesar 6,23% (yoy) masih lebih
rendah dibanding pertumbuhan di triwulan yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 7,19% (yoy) seiring dengan
masih adanya dampak sail komodo yang mampu meningkatkan kunjungan wisata dalam jumlah yang signifikan.
Adanya event pariwisata sekiranya dapat terus diadakan agar mampu membantu peningkatan kunjungan pariwisata. Peningkatan kunjungan juga terlihat dari tingginya peningkatan okupansi dan tamu hotel yang menginap
di wilayah Provinsi NTT. Jumlah penumpang yang terbang dari dan menuju NTT juga menunjukkan penambahan
yang cukup signifikan.. Peningkatan kunjungan wisata disebabkan oleh membaiknya cuaca.. Kondisi cuaca sangat
mempengaruhi wisata unggulan NTT yang lebih bersifat eco tourism.
Sektor komunikasi dan informasi masih bertumbuh positif, namun relatif melambat dibanding triwulan-triwulan
sebelumnya. Sektor pertambangan mengalami kenaikan tinggi di triwulan II 2015 seiring dengan membaiknya cuaca.
Jasa pendidikan tumbuh lebih tinggi dibanding rata-rata pertumbuhan ekonomi tahunan NTT. Namun demikian,
peningkatan pertumbuhan ekonomi dari sektor pendidikan seharusnya dapat meningkat jauh lebih tinggi seiring
dengan adanya pemisahan numenklatur pendidikan dasar dan pendidikan tinggi yang berdampak pada peningkatan
anggaran pendidikan di Provinsi NTT hingga 119,47% (yoy). Setelah permasalahan numenklatur selesai, penyerapan
anggaran pendidikan diperkirakan akan mampu jauh lebih tinggi dibanding saat ini.
39,6
46,9%
22,0%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
05
1015202530354045
Rib
u o
ran
g
Tamu Hotel Pert (%qtq) Pert (%yoy)
Grafik 1.25. Perkembangan Tamu Hotel
Sumber : BPS, diolah
I II III IV I II2013 2014 2015
I II III IV
Grafik 1.26. Perkembangan Penumpang Bandara
Sumber : BPS, diolah
592
29,8%
10,5%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
0
100
200
300
400
500
600
700
2013 2014 2015
Rib
u o
ran
g
Penumpang Pert (%qtq) Pert (%yoy)
I III II III IV I II III IV
EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 11
Seberapa besar luas lahan yang mampu dipanen dan ditanam sangat tergantung dari kualitas sumber daya air yang dimiliki. Daerah
dengan lahan irigasi yang besar cenderung akan memiliki luas tanam / panen yang lebih besar pula.Dengan luas lahan yang ada,
daerah tersebut dapat melakukan penanaman hingga 2-3 kali dalam waktu satu tahun. Hal ini berbeda dengan daerah yang tidak
memiliki fasilitas irigasi, yang hanya mampu melakukan penanaman satu kali pada musim hujan saja, sehingga pemanfaatan lahan
pertanian menjadi kurang optimal.
Luas lahan irigasi di NTT saat ini sebesar 126 ribu ha atau setara dengan hanya 1,75% dari total jaringan irigasi di Indonesia yang
sebesar 7,23 juta ha . Dengan kondisi musim yang hanya mengalami 4 bulan musim penghujan dan 8 bulan musim kemarau, serta
topografi wilayah yang memiliki tingkat kemiringan yang cukup besar, maka Provinsi NTT sangat rawan mengalami bencana banjir
dan kekeringan. Pengendalian sumber daya air memerlukan satu usaha untuk menampung kelebihan air yang ada pada musim
penghujan, untuk kemudian dapat digunakan untuk mengatasi kekeringan yang terjadi selama musim kemarau. Oleh karena itu,
pemerintah pusat melalui Balai Wilayah Sungai saat ini gencar melakukan pembangunan jaringan sumber daya air, agar pemenuhan
kebutuhan air irigasi pertanian maupun kebutuhan air baku untuk PDAM dapat tercukupi.
Pada akhir tahun 2014, BWS sudah membangun 910 buah embung kecil, 32 buah embung irigasi dan 1 buah bendungan/waduk.
Pada tahun 2015 ini, sedang dilakukan pembangunan lebih dari 100 embung untuk mengatasi kekurangan air irigasi dan air baku di
seluruh kabupaten di Provinsi NTT serta ground breaking pembangunan waduk rotiklot di Belu. Sebelumnya, pemerintah juga sudah
melakukan ground breaking pembangunan Bendungan Raknamo di Kabupaten Kupang tahun 2014 yang kemungkinan akan
selesai pada tahun 2017. Hingga akhir tahun 2019, diharapkan telah dilakukan ground breakingpembangunan 7 buah waduk baru
dan pengoperasian setidaknya 3 waduk baru yaitu Bendungan Raknamo, Rotiklot dan Kolhua.
Pemerintah pusat secara total akan membangun 7 buah waduk dengan anggaran diperkirakan lebih dari 6 triliun rupiah.
Pembangunan bendungan tersebut diharapkan dapat menambah lahan irigasi dengan luas lebih dari 13 ribu hektar, dan dapat
digunakan sebagai sumber air minum untuk lebih dari 288 ribu orang warga. Berdasarkan luas area, biaya, daya tampung air dan
potensi irigasi, bendungan temef di Kabupaten Timor Tengah Selatan akan menjadi bendungan terbesar yang dibangun oleh
pemerintah, diikuti oleh pembangunan bendungan Mbay di Nagekeo, Bendungan Manikin dan Raknamo di Kabupaten Kupang,
Bendungan Kolhua di Kota Kupang, Bendungan Napunggete di Kabupaten Sikka dan Bendungan Rotiklot di Belu. Bendungan
Rotiklot, temef dan Raknamo juga akan digunakan sebagai pembangkit listrik tenaga air dengan total daya terpasang sebesar 2,55
MW.
Renstra Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II 2015 - 2019Renstra Kementrian Pertanian Republik Indonesia 2015 - 2019
1
2
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL 12
Adanya pembangunan jaringan irigasi baru tersebut harus diikuti peningkatan pemanfaatan terlebih dalam mendukung
ketahanan pangan.Total luas lahan yang ditanami padi di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sebesar 200 ribu ha , dengan
120 ribu ha berupa lahan irigasi dan selebihnya merupakan lahan tadah hujan. Dari total 120 ribu ha lahan irigasi tersebut,
hanya sekitar 58 ribu ha yang mampu dilakukan penanaman padi lebih dari sekali setahun atau hanya kurang dari 50% yang
mampu dimanfaatkan secara optimal, sedangkan selebihnya hanya satu kali tanam. Kabupaten Manggarai menjadi
kabupaten dengan pemanfaatan lahan irigasi terbaik dengan pemanfaatan lahan irigasi mencapai 88,60% dari total lahan
irigasi yang dimiliki, diikuti oleh Kabupaten Sumba Barat (85,03%), Manggarai Barat (73,76%), Nagekeo (70,84%), dan
Manggarai Timur (67,39%). Daerah irigasi yang cukup besar namun pemanfaatan relatif kurang antara lain di Kabupaten
Timor Tengah Utara (20,14%), Sumba Timur (21,18%), dan Kabupaten Kupang (22,82%).
Dengan adanya pengembangan jaringan irigasi yang cukup besar, dandisertai dengan peningkatan efektivitas penggunaan
jaringan irigasi, maka produksi pangan diyakini akan meningkat cukup besar. Pemerintah diharapkan dapat memaksimalkan
penggunaan jaringan irigasi yang ada. Apabila masing-masing kabupaten dapat mengefektifkan penggunaan jaringan irigasi
hanya minimal sebesar 50% dari jaringan yang ada untuk melakukan penanaman dua kali setahun, maka defisit padi akan
berkurang setidaknya hingga 50 ribu ton beras, atau setara dengan mengurangi impor padi NTT sebesar 400 miliar rupiah per
tahun. Produksi padi masih akan meningkat apabila pekerjaan bendungan telah selesai, yang diperkirakan mampu
menambah produksi padi hingga 43 ribu ton. Peningkatan produksi ini belum termasuk dari peningkatan produktifitas padi
yang tentunya akan meningkatkan hasil produksi lebih besar lagi. Apabila semua usaha tersebut dapat dilakukan secara
simultan, maka kedaulatan pangan di Provinsi NTT bukan lagi sebuah keniscayaan dan diyakini dapat tercapai dalam kurun
waktu yang relatif cepat.
Nusa Tenggara Timur dalamangka 2014, BPS Provinsi NTT1
EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 13
Sumber :Balai Wilayah Sungai II Provinsi Nusa Tenggara Timur
Gambar Boks 1. Rencana Pembangunan Waduk di Nusa Tenggara Timur
BOKS 1. PEMBANGUNANSUMBER DAYA AIR UNTUK MENDUKUNG KEDAULATAN PANGAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
1
2
3
Seberapa besar luas lahan yang mampu dipanen dan ditanam sangat tergantung dari kualitas sumber daya air yang dimiliki. Daerah
dengan lahan irigasi yang besar cenderung akan memiliki luas tanam / panen yang lebih besar pula.Dengan luas lahan yang ada,
daerah tersebut dapat melakukan penanaman hingga 2-3 kali dalam waktu satu tahun. Hal ini berbeda dengan daerah yang tidak
memiliki fasilitas irigasi, yang hanya mampu melakukan penanaman satu kali pada musim hujan saja, sehingga pemanfaatan lahan
pertanian menjadi kurang optimal.
Luas lahan irigasi di NTT saat ini sebesar 126 ribu ha atau setara dengan hanya 1,75% dari total jaringan irigasi di Indonesia yang
sebesar 7,23 juta ha . Dengan kondisi musim yang hanya mengalami 4 bulan musim penghujan dan 8 bulan musim kemarau, serta
topografi wilayah yang memiliki tingkat kemiringan yang cukup besar, maka Provinsi NTT sangat rawan mengalami bencana banjir
dan kekeringan. Pengendalian sumber daya air memerlukan satu usaha untuk menampung kelebihan air yang ada pada musim
penghujan, untuk kemudian dapat digunakan untuk mengatasi kekeringan yang terjadi selama musim kemarau. Oleh karena itu,
pemerintah pusat melalui Balai Wilayah Sungai saat ini gencar melakukan pembangunan jaringan sumber daya air, agar pemenuhan
kebutuhan air irigasi pertanian maupun kebutuhan air baku untuk PDAM dapat tercukupi.
Pada akhir tahun 2014, BWS sudah membangun 910 buah embung kecil, 32 buah embung irigasi dan 1 buah bendungan/waduk.
Pada tahun 2015 ini, sedang dilakukan pembangunan lebih dari 100 embung untuk mengatasi kekurangan air irigasi dan air baku di
seluruh kabupaten di Provinsi NTT serta ground breaking pembangunan waduk rotiklot di Belu. Sebelumnya, pemerintah juga sudah
melakukan ground breaking pembangunan Bendungan Raknamo di Kabupaten Kupang tahun 2014 yang kemungkinan akan
selesai pada tahun 2017. Hingga akhir tahun 2019, diharapkan telah dilakukan ground breakingpembangunan 7 buah waduk baru
dan pengoperasian setidaknya 3 waduk baru yaitu Bendungan Raknamo, Rotiklot dan Kolhua.
Pemerintah pusat secara total akan membangun 7 buah waduk dengan anggaran diperkirakan lebih dari 6 triliun rupiah.
Pembangunan bendungan tersebut diharapkan dapat menambah lahan irigasi dengan luas lebih dari 13 ribu hektar, dan dapat
digunakan sebagai sumber air minum untuk lebih dari 288 ribu orang warga. Berdasarkan luas area, biaya, daya tampung air dan
potensi irigasi, bendungan temef di Kabupaten Timor Tengah Selatan akan menjadi bendungan terbesar yang dibangun oleh
pemerintah, diikuti oleh pembangunan bendungan Mbay di Nagekeo, Bendungan Manikin dan Raknamo di Kabupaten Kupang,
Bendungan Kolhua di Kota Kupang, Bendungan Napunggete di Kabupaten Sikka dan Bendungan Rotiklot di Belu. Bendungan
Rotiklot, temef dan Raknamo juga akan digunakan sebagai pembangkit listrik tenaga air dengan total daya terpasang sebesar 2,55
MW.
Renstra Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II 2015 - 2019Renstra Kementrian Pertanian Republik Indonesia 2015 - 2019
1
2
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL 12
Adanya pembangunan jaringan irigasi baru tersebut harus diikuti peningkatan pemanfaatan terlebih dalam mendukung
ketahanan pangan.Total luas lahan yang ditanami padi di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sebesar 200 ribu ha , dengan
120 ribu ha berupa lahan irigasi dan selebihnya merupakan lahan tadah hujan. Dari total 120 ribu ha lahan irigasi tersebut,
hanya sekitar 58 ribu ha yang mampu dilakukan penanaman padi lebih dari sekali setahun atau hanya kurang dari 50% yang
mampu dimanfaatkan secara optimal, sedangkan selebihnya hanya satu kali tanam. Kabupaten Manggarai menjadi
kabupaten dengan pemanfaatan lahan irigasi terbaik dengan pemanfaatan lahan irigasi mencapai 88,60% dari total lahan
irigasi yang dimiliki, diikuti oleh Kabupaten Sumba Barat (85,03%), Manggarai Barat (73,76%), Nagekeo (70,84%), dan
Manggarai Timur (67,39%). Daerah irigasi yang cukup besar namun pemanfaatan relatif kurang antara lain di Kabupaten
Timor Tengah Utara (20,14%), Sumba Timur (21,18%), dan Kabupaten Kupang (22,82%).
Dengan adanya pengembangan jaringan irigasi yang cukup besar, dandisertai dengan peningkatan efektivitas penggunaan
jaringan irigasi, maka produksi pangan diyakini akan meningkat cukup besar. Pemerintah diharapkan dapat memaksimalkan
penggunaan jaringan irigasi yang ada. Apabila masing-masing kabupaten dapat mengefektifkan penggunaan jaringan irigasi
hanya minimal sebesar 50% dari jaringan yang ada untuk melakukan penanaman dua kali setahun, maka defisit padi akan
berkurang setidaknya hingga 50 ribu ton beras, atau setara dengan mengurangi impor padi NTT sebesar 400 miliar rupiah per
tahun. Produksi padi masih akan meningkat apabila pekerjaan bendungan telah selesai, yang diperkirakan mampu
menambah produksi padi hingga 43 ribu ton. Peningkatan produksi ini belum termasuk dari peningkatan produktifitas padi
yang tentunya akan meningkatkan hasil produksi lebih besar lagi. Apabila semua usaha tersebut dapat dilakukan secara
simultan, maka kedaulatan pangan di Provinsi NTT bukan lagi sebuah keniscayaan dan diyakini dapat tercapai dalam kurun
waktu yang relatif cepat.
Nusa Tenggara Timur dalamangka 2014, BPS Provinsi NTT1
EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 13
Sumber :Balai Wilayah Sungai II Provinsi Nusa Tenggara Timur
Gambar Boks 1. Rencana Pembangunan Waduk di Nusa Tenggara Timur
BOKS 1. PEMBANGUNANSUMBER DAYA AIR UNTUK MENDUKUNG KEDAULATAN PANGAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
1
2
3
Dalam rangka mendukung peran advisory kepada Pemerintah Daerah, Bank Indonesia mengembangkan suatu Model
makroekonomi regional yang selanjutnya dinamakan dengan REMBI (Regional Macroeconomic Model of Bank Indonesia).
REMBI merupakan suatu tools untuk Forecasting and Policy Analysis System (FPAS) yang dapat menjadi alat/sistem bagi
Kantor Perwakilan Bank Indonesia di daerah guna menilai kondisi perekonomian daerah di wilayah kerjanya saat ini dalam
satu sampai dua tahun mendatang. REMBI merupakan suatu model makroekonomi regional skala kecil, yang terdiri dari 5
blok yaitu blok PDRB sisi permintaan, PDRB sisi penawaran, blok moneter, fiskal, dan harga.
Penggunaan REMBI di Provinsi NTT telah mencapai tahapan simulasi gejolak (shock). Adapun indikator-indikator yang
digunakan untuk simulasi meliputi pelemahan pertumbuhan ekonomi dunia sebesar 1%, potensi kenaikan ekspor ikan
sebesar 10%, pelemahan nilai tukar rupiah sebesar 10%, adanya peningkatan inflasi volatile food sebesar 1%, peningkatan
inflasi administered price sebesar 1%, peningkatan suku bunga kredit sebesar 1% maupun asumsi kenaikan konsumsi
pemerintah di daerah sebesar 10%. Masing-masing indikator diuji secara terpisah untuk mengetahui pengaruhnya terhadap
pertumbuhan ekonomi maupun inflasi. Dari hasil uji tersebut diperoleh hasil:
ke Komponen PDRB dan Inflasi(Selama Tahun 2016)
Baseline(Proyeksi
2016)
PertumbuhanEkonomi
Dunia (turun1%)
EksporIkan
(Naik 10%)
Nilai Tukar(Melemah
10%)
InflasiVolatile
(Naik 1%)
InflasiAdministered
(Naik 1%)
SukuBungaKredit
(Naik 1%)
KonsumsiPemerintah(Naik 10%)
PDRB ad. Harga Konstan % yoy 5.70 0.02 0.45 0.12 -0.11 -0.44 0.77 0.72
KONSUMSI RUMAH TANGGA % yoy 6.38 0.00 -1.03 0.03 -0.03 -0.04 0.11 0.12
KONSUMSI PEMERINTAH % yoy 4.75 -0.01 1.24 0.18 -0.01 -0.17 -0.01 3.98
TOTAL INVESTASI % yoy 14.82 0.02 1.51 0.09 -0.07 -0.34 4.12 0.57
EKSPOR BARANG DAN JASA % yoy 5.80 0.05 -1.06 0.01 -0.05 -0.15 -0.01 0.01
IMPOR BARANG DAN JASA % yoy 3.64 0.01 -1.20 -0.01 0.08 0.28 0.60 0.66
INFLASI IHK % yoy 4.05 -0.15 -0.05 -0.17 -0.14 -0.04 -024 -0.23
- INFLASI INTI % yoy 6.31 0.00 0.13 -0.02 0.02 0.13 -0.12 -0.10
- INFLASI ADM. PRICES % yoy 8.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 -5.37
- INFLASI VOLATILE FOOD % yoy 6.11 0.00 0.12 -0.03 0.00 0.17 -0.12 5.26
Tabel Boks 2.2. Dampak Simulasi Shock 4 Triwulan Model Provinsi Nusa Tenggara Timur terhadap Perekonomian
di Provinsi NTT tahun 2016
1. Tabel Dampak Shocks ke Komponen PDRB dan Inflasi(selama Tahun 2015)
Baseline(Proyeksi
2016)
PertumbuhanEkonomi
Dunia (turun1%)
EksporIkan
(Naik 10%)
Nilai Tukar(Melemah
10%)
InflasiVolatile
InflasiAdministered
(Naik 1%)
SukuBungaKredit
(Naik 1%)
KonsumsiPemerintah(Naik 10%)
PDRB ad. Harga Konstan % yoy 5.55 -0.04 0.38 0.62 -0.26 -0.71 -0.38 0.55
KONSUMSI RUMAH TANGGA % yoy 6.30 -0.01 0.06 0.09 -0.04 -0.11 -0.06 0.08
KONSUMSI PEMERINTAH % yoy 5.74 0.00 0.08 0.03 -0.26 -0.75 -0.07 2.35
TOTAL INVESTASI % yoy 13.86 -0.03 0.26 0.63 -0.30 -0.85 -1.97 0.64
EKSPOR BARANG DAN JASA % yoy 7.87 -0.10 0.99 0.04 -0.04 -0.12 0.00 0.00
IMPOR BARANG DAN JASA % yoy 6.15 0.00 0.08 -0.61 0.14 0.38 -0.31 0.27
INFLASI IHK % yoy 4.16 0.00 -0.10 -0.03 0.24 0.70 0.05 0.00
- INFLASI INTI % yoy 6.50 0.00 -0.16 -0.04 0.01 0.66 0.07 0.00
- INFLASI ADM. PRICES % yoy 16.53 0.00 0.00 0.00 0.00 1.00 0.00 -3.03
- INFLASI VOLATILE FOOD % yoy 6.21 0.00 -0.14 -0.04 1.00 0.67 0.07 3.03
Tabel Boks 2.1. Dampak Simulasi Shock 4 Triwulan Model Provinsi Nusa Tenggara Timur terhadap Perekonomian
di Provinsi NTT tahun 2015
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL 14
Berdasarkan hasil analisa di atas, didapatkan bahwa peningkatan ekspor, pelemahan nilai tukar dan kenaikan konsumsi
pemerintah berdampak positif terhadap PDRB. Hal ini berarti apabila di tahun 2015 terjadi kenaikan ekspor perikanan
sebesar 10%, maka PDRB akan meningkat sebesar 0,38% dari pertumbuhan PDRB normal. Dampak dari simulasi kenaikan
ekspor masih dirasakan hingga tahun 2016 yang terlihat dari hasil peramalan yang menunjukkan adanya kenaikan PDRB
sebesar 0,45%. Besarnya pengaruh ekspor perikanan lebih disebabkan kontribusi ekspor ikan NTT yang cukup besar
terhadap perekonomian. Masih besarnya pengaruh terhadap perekonomian di tahun 2016 menunjukkan adanya perputaran
uang dan peningkatan daya beli yang juga dirasakan oleh nelayan dan lingkungan, sehingga menimbulkan efek berantai
terhadap perekonomian.
Simulasi pelemahan nilai tukar sebesar 10% juga berkorelasi positif dengan nilai mencapai 0,62% terhadap perekonomian.
Hal ini berarti adanya pelemahan nilai tukar cukup berkontribusi positif terhadap perekonomian NTT yang disebabkan oleh
adanya keuntungan valuta atas ekspor yang sudah dilakukan maupun menjadi relatif rendahnya biaya wisata di NTT yang
berdampak pada terjadinya peningkatan kunjungan wisatawan di NTT. Di tahun 2016, pelemahan nilai tukar masih
berdampak positif terhadap perekonomian namun tidak sebesar tahun 2015 dikarenakan adanya permintaan penyesuaian
harga dari Negara tujuan ekspor dikarenakan adanya penyesuaian pelemahan nilai tukar. Dari sisi pariwisata diperkirakan
masih akan tetap meningkatkan kunjungan, namun pertumbuhan kunjungan tidak sebesar tahun sebelumnya dikarenakan
relatif kembali tetapnya nilai tukar di tahun 2016.
Kenaikan konsumsi pemerintah sebesar 10% ternyata berdampak positif terhadap kenaikan PDRB hingga sebesar 0,55% di
tahun 2015 dan meningkat menjadi 0,72% di tahun 2016. Tingginya pengaruh penyerapan anggaran tersebut
menunjukkan besarnya pemanfaatan belanja konsumsi pemerintah bagi masyarakat NTT. Peningkatan pertumbuhan dinilai
wajar seiring besarnya pengaruh belanja pemerintah terhadap perekonomian di NTT. Oleh karena itu, tingginya realisasi
belanja pemerintah diharapkan dapat terlaksana agar daya ungkit terhadap perekonomian dapat semakin dirasakan.
Beberapa hal yang menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi NTT berdasarkan hasil simulasi antara lain pelemahan PDB
dunia, peningkatan inflasi volatile food maupun inflasi administered price, dan kenaikan suku bunga. Pelemahan ekonomi
dunia memberikan dampak negatif terhadap perekonomian namun tidak terlalu besar. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
negara yang mengalami pelemahan ekonomi bukan merupakan negara asal wisatawan utama yang berkunjung di NTT.
Inflasi menjadi penyebab utama perlambatan ekonomi yang terlihat dari hasil simulasi kenaikan harga bahan makanan
sebesar 1% yang akan menurunkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,26% maupun kenaikan inflasi administered prices
seperti kenaikan angkutan udara, BBM dan angkutan dalam kota serta penyeberangan yang berdampak pada penurunan
PDRB hingga sebesar 0,71%. Berdasarkan besaran pengaruh terhadap perekonomian terlihat bahwa kenaikan administered
prices berdampak terbesar terhadap penurunan PDRB. Oleh karena itu, penguatan konektivitas antar wilayah di NTT dirasa
menjadi keharusan dan mutlak dilakukan agar pertumbuhan ekonomi dapat mengalami kenaikan. Contoh dari pengaruh
permasalahan konektivitas adalah mahalnya biaya bahan makanan maupun bahan penunjang kehidupan dikarenakan
mahalnya ongkos angkut antar daerah yang ada di Provinsi NTT. Dengan perbaikan yang menyeluruh terhadap permasalahan
angkutan maupun peningkatan produksi tanaman pangan, maka pertumbuhan ekonomi diperkirakan dapat meningkat
seiring dengan stabilnya distribusi dan pasokan.
EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 15
BOKS 2. PENGGUNAAN REGIONAL MACROECONOMIC MODEL OF BANK INDONESIA(REMBI) DALAM PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI NTT
Dalam rangka mendukung peran advisory kepada Pemerintah Daerah, Bank Indonesia mengembangkan suatu Model
makroekonomi regional yang selanjutnya dinamakan dengan REMBI (Regional Macroeconomic Model of Bank Indonesia).
REMBI merupakan suatu tools untuk Forecasting and Policy Analysis System (FPAS) yang dapat menjadi alat/sistem bagi
Kantor Perwakilan Bank Indonesia di daerah guna menilai kondisi perekonomian daerah di wilayah kerjanya saat ini dalam
satu sampai dua tahun mendatang. REMBI merupakan suatu model makroekonomi regional skala kecil, yang terdiri dari 5
blok yaitu blok PDRB sisi permintaan, PDRB sisi penawaran, blok moneter, fiskal, dan harga.
Penggunaan REMBI di Provinsi NTT telah mencapai tahapan simulasi gejolak (shock). Adapun indikator-indikator yang
digunakan untuk simulasi meliputi pelemahan pertumbuhan ekonomi dunia sebesar 1%, potensi kenaikan ekspor ikan
sebesar 10%, pelemahan nilai tukar rupiah sebesar 10%, adanya peningkatan inflasi volatile food sebesar 1%, peningkatan
inflasi administered price sebesar 1%, peningkatan suku bunga kredit sebesar 1% maupun asumsi kenaikan konsumsi
pemerintah di daerah sebesar 10%. Masing-masing indikator diuji secara terpisah untuk mengetahui pengaruhnya terhadap
pertumbuhan ekonomi maupun inflasi. Dari hasil uji tersebut diperoleh hasil:
ke Komponen PDRB dan Inflasi(Selama Tahun 2016)
Baseline(Proyeksi
2016)
PertumbuhanEkonomi
Dunia (turun1%)
EksporIkan
(Naik 10%)
Nilai Tukar(Melemah
10%)
InflasiVolatile
(Naik 1%)
InflasiAdministered
(Naik 1%)
SukuBungaKredit
(Naik 1%)
KonsumsiPemerintah(Naik 10%)
PDRB ad. Harga Konstan % yoy 5.70 0.02 0.45 0.12 -0.11 -0.44 0.77 0.72
KONSUMSI RUMAH TANGGA % yoy 6.38 0.00 -1.03 0.03 -0.03 -0.04 0.11 0.12
KONSUMSI PEMERINTAH % yoy 4.75 -0.01 1.24 0.18 -0.01 -0.17 -0.01 3.98
TOTAL INVESTASI % yoy 14.82 0.02 1.51 0.09 -0.07 -0.34 4.12 0.57
EKSPOR BARANG DAN JASA % yoy 5.80 0.05 -1.06 0.01 -0.05 -0.15 -0.01 0.01
IMPOR BARANG DAN JASA % yoy 3.64 0.01 -1.20 -0.01 0.08 0.28 0.60 0.66
INFLASI IHK % yoy 4.05 -0.15 -0.05 -0.17 -0.14 -0.04 -024 -0.23
- INFLASI INTI % yoy 6.31 0.00 0.13 -0.02 0.02 0.13 -0.12 -0.10
- INFLASI ADM. PRICES % yoy 8.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 -5.37
- INFLASI VOLATILE FOOD % yoy 6.11 0.00 0.12 -0.03 0.00 0.17 -0.12 5.26
Tabel Boks 2.2. Dampak Simulasi Shock 4 Triwulan Model Provinsi Nusa Tenggara Timur terhadap Perekonomian
di Provinsi NTT tahun 2016
1. Tabel Dampak Shocks ke Komponen PDRB dan Inflasi(selama Tahun 2015)
Baseline(Proyeksi
2016)
PertumbuhanEkonomi
Dunia (turun1%)
EksporIkan
(Naik 10%)
Nilai Tukar(Melemah
10%)
InflasiVolatile
InflasiAdministered
(Naik 1%)
SukuBungaKredit
(Naik 1%)
KonsumsiPemerintah(Naik 10%)
PDRB ad. Harga Konstan % yoy 5.55 -0.04 0.38 0.62 -0.26 -0.71 -0.38 0.55
KONSUMSI RUMAH TANGGA % yoy 6.30 -0.01 0.06 0.09 -0.04 -0.11 -0.06 0.08
KONSUMSI PEMERINTAH % yoy 5.74 0.00 0.08 0.03 -0.26 -0.75 -0.07 2.35
TOTAL INVESTASI % yoy 13.86 -0.03 0.26 0.63 -0.30 -0.85 -1.97 0.64
EKSPOR BARANG DAN JASA % yoy 7.87 -0.10 0.99 0.04 -0.04 -0.12 0.00 0.00
IMPOR BARANG DAN JASA % yoy 6.15 0.00 0.08 -0.61 0.14 0.38 -0.31 0.27
INFLASI IHK % yoy 4.16 0.00 -0.10 -0.03 0.24 0.70 0.05 0.00
- INFLASI INTI % yoy 6.50 0.00 -0.16 -0.04 0.01 0.66 0.07 0.00
- INFLASI ADM. PRICES % yoy 16.53 0.00 0.00 0.00 0.00 1.00 0.00 -3.03
- INFLASI VOLATILE FOOD % yoy 6.21 0.00 -0.14 -0.04 1.00 0.67 0.07 3.03
Tabel Boks 2.1. Dampak Simulasi Shock 4 Triwulan Model Provinsi Nusa Tenggara Timur terhadap Perekonomian
di Provinsi NTT tahun 2015
BAB I - EKONOMI MAKRO REGIONAL 14
Berdasarkan hasil analisa di atas, didapatkan bahwa peningkatan ekspor, pelemahan nilai tukar dan kenaikan konsumsi
pemerintah berdampak positif terhadap PDRB. Hal ini berarti apabila di tahun 2015 terjadi kenaikan ekspor perikanan
sebesar 10%, maka PDRB akan meningkat sebesar 0,38% dari pertumbuhan PDRB normal. Dampak dari simulasi kenaikan
ekspor masih dirasakan hingga tahun 2016 yang terlihat dari hasil peramalan yang menunjukkan adanya kenaikan PDRB
sebesar 0,45%. Besarnya pengaruh ekspor perikanan lebih disebabkan kontribusi ekspor ikan NTT yang cukup besar
terhadap perekonomian. Masih besarnya pengaruh terhadap perekonomian di tahun 2016 menunjukkan adanya perputaran
uang dan peningkatan daya beli yang juga dirasakan oleh nelayan dan lingkungan, sehingga menimbulkan efek berantai
terhadap perekonomian.
Simulasi pelemahan nilai tukar sebesar 10% juga berkorelasi positif dengan nilai mencapai 0,62% terhadap perekonomian.
Hal ini berarti adanya pelemahan nilai tukar cukup berkontribusi positif terhadap perekonomian NTT yang disebabkan oleh
adanya keuntungan valuta atas ekspor yang sudah dilakukan maupun menjadi relatif rendahnya biaya wisata di NTT yang
berdampak pada terjadinya peningkatan kunjungan wisatawan di NTT. Di tahun 2016, pelemahan nilai tukar masih
berdampak positif terhadap perekonomian namun tidak sebesar tahun 2015 dikarenakan adanya permintaan penyesuaian
harga dari Negara tujuan ekspor dikarenakan adanya penyesuaian pelemahan nilai tukar. Dari sisi pariwisata diperkirakan
masih akan tetap meningkatkan kunjungan, namun pertumbuhan kunjungan tidak sebesar tahun sebelumnya dikarenakan
relatif kembali tetapnya nilai tukar di tahun 2016.
Kenaikan konsumsi pemerintah sebesar 10% ternyata berdampak positif terhadap kenaikan PDRB hingga sebesar 0,55% di
tahun 2015 dan meningkat menjadi 0,72% di tahun 2016. Tingginya pengaruh penyerapan anggaran tersebut
menunjukkan besarnya pemanfaatan belanja konsumsi pemerintah bagi masyarakat NTT. Peningkatan pertumbuhan dinilai
wajar seiring besarnya pengaruh belanja pemerintah terhadap perekonomian di NTT. Oleh karena itu, tingginya realisasi
belanja pemerintah diharapkan dapat terlaksana agar daya ungkit terhadap perekonomian dapat semakin dirasakan.
Beberapa hal yang menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi NTT berdasarkan hasil simulasi antara lain pelemahan PDB
dunia, peningkatan inflasi volatile food maupun inflasi administered price, dan kenaikan suku bunga. Pelemahan ekonomi
dunia memberikan dampak negatif terhadap perekonomian namun tidak terlalu besar. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
negara yang mengalami pelemahan ekonomi bukan merupakan negara asal wisatawan utama yang berkunjung di NTT.
Inflasi menjadi penyebab utama perlambatan ekonomi yang terlihat dari hasil simulasi kenaikan harga bahan makanan
sebesar 1% yang akan menurunkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,26% maupun kenaikan inflasi administered prices
seperti kenaikan angkutan udara, BBM dan angkutan dalam kota serta penyeberangan yang berdampak pada penurunan
PDRB hingga sebesar 0,71%. Berdasarkan besaran pengaruh terhadap perekonomian terlihat bahwa kenaikan administered
prices berdampak terbesar terhadap penurunan PDRB. Oleh karena itu, penguatan konektivitas antar wilayah di NTT dirasa
menjadi keharusan dan mutlak dilakukan agar pertumbuhan ekonomi dapat mengalami kenaikan. Contoh dari pengaruh
permasalahan konektivitas adalah mahalnya biaya bahan makanan maupun bahan penunjang kehidupan dikarenakan
mahalnya ongkos angkut antar daerah yang ada di Provinsi NTT. Dengan perbaikan yang menyeluruh terhadap permasalahan
angkutan maupun peningkatan produksi tanaman pangan, maka pertumbuhan ekonomi diperkirakan dapat meningkat
seiring dengan stabilnya distribusi dan pasokan.
EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 15
BOKS 2. PENGGUNAAN REGIONAL MACROECONOMIC MODEL OF BANK INDONESIA(REMBI) DALAM PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI NTT
PERKEMBANGANINFLASI
BAB II
PERKEMBANGANINFLASI
BAB II
Inflasi Provinsi NTT pada triwulan II 2015 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Peningkatan terutama disebabkan oleh komoditas yaitu
kenaikan tarif angkutan udara seiring libur dan masa liburan sekolah, serta
dampak lanjutan kenaikan harga BBM pada akhir bulan Maret.
Pada triwulan II 20115, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mengalami inflasi dibandingkan triwulan
sebelumnya. Inflasi terutama disebabkan oleh kenaikan Tarif Angkutan Udara dan harga BBM. Komoditas
tarif angkutan udara menjadi komoditas pendorong utama inflasi pada bulan Mei dan Juni, serta pendorong
utama ke-2 setelah bensin pada bulan April. Dibandingkan capaian inflasi nasional, inflasi Provinsi NTT
relatif lebih rendah, baik secara triwulanan maupun tahunan. Inflasi tahunan Provinsi NTT pada triwulan II 2015
tercatat sebesar 6,01% (yoy) lebih rendah dibandingkan nasional yang sebesar 7,26% (yoy). Secara triwulanan, Provinsi
NTT mengalami inflasi sebesar 1,25% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Angka tersebut masih lebih rendah
dibandingkan nasional yang sebesar 1,40% (qtq) melanjutkan pencapaian trend pada triwulan sebelumnya.
Apabila dibandingkan dengan Provinsi Bali dan Nusa Tenggara Barat (NTB), pencapaian inflasi provinsi NTT
secara tahunan (6,01%-yoy) tercatat paling rendah dibanding inflasi tahunan Bali yang sebesar 6,97% (yoy) dan
NTB sebesar 6,04% (yoy). Namun secara triwulanan, Inflasi Provinsi NTT sebesar 1,25% (qtq) tercatat lebih tinggi
dibandingkan inflasi Bali yang sebesar 0,87% (qtq) maupun NTB sebesar 0,30% (qtq).
Kelompok administered prices menjadi pendorong utama inflasi pada triwulan II 2015.Inflasi
juga didorong oleh kenaikan harga komoditas volatile food, seperti Daging Ayam Ras dan Telur
Ayam Ras. Kenaikan harga pakan ayam dan proses peremajaan ayam petelur menyebabkan
kenaikan harga komoditas tersebut.
Dalam rangka pengendalian inflasi di daerah, TPID telah melakukan langkah-langkah
pengendalian melalui kegiatan rapat koordinasi, diantaranya: rapat teknis, rapat koordinasi
daerah dan High Level Meeting (HLM) yang menghasilkan beberapa langkah strategis
pengendalian inflasi.
PERKEMBANGAN INFLASI
I II III IV I II III IV I II III I
2012 2013 2014
Grafik 2.1. Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional
Sumber : BPS, diolah
IV
2015
3.00%
4.00%
5.00%
6.00%
7.00%
8.00%
9.00%
6.01%
7.26%
NTTNasional
II
1.40%
1.25%
-1.0%
0.0%
1.0%
2.0%
3.0%
4.0%
5.0%
6.0%
I II III IV I II III IV I II III I
2012 2013 2014
Grafik 2.2. Inflasi Triwulanan Provinsi NTT dan Nasional
Sumber : BPS, diolah
IV
2015
NTTNasional
II
PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 19
administered prices,
long weekend
2.1 Kondisi Umum
Inflasi Provinsi NTT pada triwulan II 2015 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Peningkatan terutama disebabkan oleh komoditas yaitu
kenaikan tarif angkutan udara seiring libur dan masa liburan sekolah, serta
dampak lanjutan kenaikan harga BBM pada akhir bulan Maret.
Pada triwulan II 20115, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mengalami inflasi dibandingkan triwulan
sebelumnya. Inflasi terutama disebabkan oleh kenaikan Tarif Angkutan Udara dan harga BBM. Komoditas
tarif angkutan udara menjadi komoditas pendorong utama inflasi pada bulan Mei dan Juni, serta pendorong
utama ke-2 setelah bensin pada bulan April. Dibandingkan capaian inflasi nasional, inflasi Provinsi NTT
relatif lebih rendah, baik secara triwulanan maupun tahunan. Inflasi tahunan Provinsi NTT pada triwulan II 2015
tercatat sebesar 6,01% (yoy) lebih rendah dibandingkan nasional yang sebesar 7,26% (yoy). Secara triwulanan, Provinsi
NTT mengalami inflasi sebesar 1,25% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Angka tersebut masih lebih rendah
dibandingkan nasional yang sebesar 1,40% (qtq) melanjutkan pencapaian trend pada triwulan sebelumnya.
Apabila dibandingkan dengan Provinsi Bali dan Nusa Tenggara Barat (NTB), pencapaian inflasi provinsi NTT
secara tahunan (6,01%-yoy) tercatat paling rendah dibanding inflasi tahunan Bali yang sebesar 6,97% (yoy) dan
NTB sebesar 6,04% (yoy). Namun secara triwulanan, Inflasi Provinsi NTT sebesar 1,25% (qtq) tercatat lebih tinggi
dibandingkan inflasi Bali yang sebesar 0,87% (qtq) maupun NTB sebesar 0,30% (qtq).
Kelompok administered prices menjadi pendorong utama inflasi pada triwulan II 2015.Inflasi
juga didorong oleh kenaikan harga komoditas volatile food, seperti Daging Ayam Ras dan Telur
Ayam Ras. Kenaikan harga pakan ayam dan proses peremajaan ayam petelur menyebabkan
kenaikan harga komoditas tersebut.
Dalam rangka pengendalian inflasi di daerah, TPID telah melakukan langkah-langkah
pengendalian melalui kegiatan rapat koordinasi, diantaranya: rapat teknis, rapat koordinasi
daerah dan High Level Meeting (HLM) yang menghasilkan beberapa langkah strategis
pengendalian inflasi.
PERKEMBANGAN INFLASI
I II III IV I II III IV I II III I
2012 2013 2014
Grafik 2.1. Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional
Sumber : BPS, diolah
IV
2015
3.00%
4.00%
5.00%
6.00%
7.00%
8.00%
9.00%
6.01%
7.26%
NTTNasional
II
1.40%
1.25%
-1.0%
0.0%
1.0%
2.0%
3.0%
4.0%
5.0%
6.0%
I II III IV I II III IV I II III I
2012 2013 2014
Grafik 2.2. Inflasi Triwulanan Provinsi NTT dan Nasional
Sumber : BPS, diolah
IV
2015
NTTNasional
II
PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 19
administered prices,
long weekend
2.1 Kondisi Umum
Grafik 2.3. Perbandingan Inflasi Tahunan dan Triwulanan di wilayah Bali dan Nusa Tenggara
Sumber : BPS, diolah
6.97
6.04 6.01
4.40 5.60 5.80 6.00 6.20 6.40 6.60 6.80 7.00 7.20
Bali NTB NTT
yoy
0.87
0.30
-
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
Bali NTB NTTqtq
(0.20)
1.25
Secara tahunan, inflasi Provinsi NTT mengalami kenaikan dari 5,39% (yoy) pada triwulan I 2015 menjadi
6,01% (yoy) pada triwulan II 2015. Kenaikan disebabkan oleh dampak lanjutan kenaikan harga BBM pada akhir
bulan Maret 2015 dan kenaikan tarif angkutan udara seiring adanya momen libur panjang (long weekend), serta musim
liburan sekolah. Kenaikan inflasi juga didorong oleh komoditas daging ayam ras dan telur ayam ras dikarenakan adanya
kenaikan harga pakan ayam dan masa peremajaan ayam petelur. Selain itu, komoditas ayam hidup juga menjadi
pendorong inflasi tersendiri di kota Maumere. Salah satu faktor penyebabnya kemungkinan disebabkan oleh adanya SK
Gubernur Provinsi NTT Nomor: 274/KEP/HK/2014 yang hanya menetapkan 2 perusahaan pemasok bibit ayam / Day Old
Chick (DOC) ke Provinsi NTT. Kemampuan kedua perusahaan tersebut yang hanya dapat memasok bibit ayam hingga
Kupang dan tidak sampai wilayah Flores menimbulkan kelangkaaan pasokan bibit ayam hidup.
Secara triwulanan, Provinsi NTT mengalami inflasi sebesar 1,25% (qtq), lebih tinggi dari triwulan
sebelumnya yang mengalami deflasi -0,47% (qtq). Inflasi pada triwulan II terutama disumbang oleh komoditas
transportasi serta daging dan hasil-hasilnya. Sementara penahan laju inflasi terutama berasal dari komoditas ikan segar
seiring cuaca yang mendukung pada triwulan II.
Berdasarkan pergerakan inflasi bulanan, Inflasi cukup tinggi terjadi pada bulan Juni 2015, dengan nilai
inflasi sebesar 0,59% (mtm). Inflasi pada bulan Juni terutama didorong oleh kenaikan tarif angkutan udara dan
komoditas ayam (daging ayam ras, telur ayam ras, ayam hidup dan ayam goreng).
Pada bulan April, Provinsi NTT mengalami inflasi sebesar 0,21% (mtm) yang terutama disebabkan oleh
komoditas transportasi seiring dampak lanjutan kenaikan harga BBM pada akhir Maret 2015. Selain pengaruh
kenaikan harga BBM, inflasi pada bulan April juga didorong oleh kenaikan tarif angkutan udara. Adanya libur panjang
(long weekend), seperti perayaan Paskah diperkirakan menjadi salah satu pendorong meningkatnya permintaan tiket
pesawat. Sementara adanya kebijakan pembatasan pasokan bibit ayam / Day Old Chick (DOC) mulai mendorong
kenaikan harga ayam hidup,terutama di Kota Maumere.
Pada Bulan Mei, Provinsi NTT kembali mengalami inflasi sebesar 0,45% (mtm). Komoditas Angkutan Udara
menjadi pendorong utama terciptanya inflasi. Permintaan angkutan udara yang masih tinggi menjadi salah satu
pendorong tingginya inflasi pada bulan Mei. Sementara, komoditas bawang merah menjadi penyumbang utama dari
kelompok volatile food. Belum tibanya musim panen bawang merah dari sentra utama yaitu Bima, NTB dan Pulau Jawa,
serta baru masuknya musim tanam bawang merah di Semau dan Rote turut mendorong kenaikan harga bawang
merah. Di sisi lain, komoditas ayam (daging ayam ras dan telur ayam ras) mulai meningkat seiring berkurangnya
pasokan ayam dan masa peremajaan ayam petelur di kota Kupang.
BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI20
Komoditas angkutan udara dan kangkung menjadi komoditas yang secara persisten menyumbang inflasi di triwulan II
2015. Selain itu, komoditas bawang merah, daging ayam ras dan telur ayam ras masing-masing menjadi penyumbang
pada 2 periode bulan. Sedangkan komoditas lainnya mengalami kenaikan di satu bulan dan kembali normal di bulan
selanjutnya.
Tabel 2.1. Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Provinsi NTT
BENSIN
ANGKUTAN UDARA
KANGKUNG
AYAM HIDUP
BAWANG MERAH
BUNCIS
GULA PASIR
SOLAR
UPAH PEMBANTU RT
JAGUNG MANIS
6,30
4,59
9,96
26,00
12,59
47,05
2,93
6,72
2,27
26,76
Komoditas Inflasi (%)0,19
0,12
0,06
0,06
0,03
0,03
0,02
0,02
0,02
0,02
Andil (%)ANGKUTAN UDARA
BAWANG MERAH
DAGING AYAM RAS
SAWI PUTIH
TELUR AYAM RAS
CABAI MERAH
BAWANG PUTIH
TEMBANG
KANGKUNG
SEPATU
6,60
50,94
8,47
9,73
7,32
27,94
12,78
19,04
3,86
13,31
Komoditas Inflasi (%)0,18
0,15
0,07
0,05
0,05
0,04
0,03
0,03
0,03
0,03
Andil (%)ANGKUTAN UDARA
DAGING AYAM RAS
TELUR AYAM RAS
KANGKUNG
AYAM HIDUP
GULA PASIR
AYAM GORENG
TEMPE
UPAH PEMBANTU RT
BUNGA PEPAYA
4,75
15,1
14,16
14,05
6,01
4,49
14,3
5,82
2,78
21,21
Komoditas Inflasi (%)0,13
0,13
0,1
0,1
0,04
0,04
0,03
0,02
0,02
0,02
Andil (%)
Sumber : BPS, diolah
April Mei Juni
Tabel 2.2. Komoditas Penyumbang Deflasi Utama di Provinsi NTT
KEMBUNG/GEMBUNG
TONGKOL/AMBU-AMBU
CABAI RAWIT
DAGING AYAM RAS
CABAI MERAH
TELUR AYAM RAS
SELAR/TUDE
BERAS
EKOR KUNING
DAUN SINGKONG
-9,25
-10,74
-17,96
-5,16
-21,75
-5,74
-24,02
-0,42
-10,32
-9,00
Komoditas
April
Inflasi (%)-0,12
-0,06
-0,05
-0,04
-0,04
-0,04
-0,04
-0,03
-0,02
-0,02
Andil (%)KEMBUNG/GEMBUNG
BESI BETON
SEMEN
AYAM HIDUP
SELAR/TUDE
TAHU MENTAH
CABAI RAWIT
KENTANG
JERUK
BERAS
-23,93
-3,44
-1,07
-3,22
-16,09
-5,29
-7,59
-7,08
-8,75
-0,17
Komoditas
MeiInflasi (%)
-0,28
-0,03
-0,02
-0,02
-0,02
-0,02
-0,02
-0,01
-0,01
-0,01
Andil (%)CABAI RAWIT
BAWANG MERAH
SENG
SAWI PUTIH
DAUN SINGKONG
TOMAT SAYUR
SELAR/TUDE
BUNCIS
PEPAYA
PEPAYA MUDA
-31,43
-12,26
-4,34
-6,62
-13,78
-5,63
-16,01
-14,43
-13,05
-21
Komoditas
JuniInflasi (%)
-0,06
-0,06
-0,05
-0,04
-0,02
-0,02
-0,02
-0,02
-0,01
-0,01
Andil (%)
Sumber : BPS, diolah
Komoditas cabai rawit dan ikan selar/tude menjadi komoditas yang secara persisten menyumbang deflasi pada triwulan
II 2015. Sementara ikan kembung menjadi penyumbang deflasi utama pada bulan Apri dan Mei. Mulai membaiknya
cuaca pada periode tersebut, mendorong peningkatan produksi ikan. Komoditas lain yang menyumbang deflasi selama
2 periode diantaranya beras, seiring meningkatnya pasokan saat panen.
2.2 Inflasi Berdasarkan KomoditasBerdasarkan komoditas penyumbang inflasi secara tahunan, komoditas transportasi, komunikasi dan jasa,
pendidikan, rekreasi dan olah raga serta komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau masih menjadi
penyumbang inflasi terbesar. Sedangkan komoditas bahan makanan, Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
mampu menjadi komoditas penahan inflasi secara tahunan.
Tabel 2.3. Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas
KOMODITAS
Sumber : BPS diolah
IHK 2015
APR MEI
INFLASI UMUM
Bahan Makanan
Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
Sandang
Kesehatan
Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga
Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
118,8
110,3
125,8
119,5
115,2
109,1
119,3
129,8
119,4
111,0
126,6
119,4
116,0
109,5
119,5
131,0
JUN
120,1
112,2
127,8
119,4
116,7
110,2
119,5
132,0
YOY
6,01%
3,73%
8,78%
4,90%
5,46%
5,16%
7,52%
8,92%
MTM
QTQ
1,25%
0,53%
2,27%
0,07%
1,89%
1,22%
0,28%
3,48%
0,21%
-1,18%
0,67%
0,12%
0,53%
0,16%
0,14%
1,81%
0,45%
0,62%
0,64%
-0,08%
0,75%
0,39%
0,17%
0,93%
0,59%
1,11%
0,94%
0,02%
0,60%
0,67%
-0,04%
0,71%
APR MEI JUN
PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 21
Grafik 2.3. Perbandingan Inflasi Tahunan dan Triwulanan di wilayah Bali dan Nusa Tenggara
Sumber : BPS, diolah
6.97
6.04 6.01
4.40 5.60 5.80 6.00 6.20 6.40 6.60 6.80 7.00 7.20
Bali NTB NTT
yoy
0.87
0.30
-
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
Bali NTB NTTqtq
(0.20)
1.25
Secara tahunan, inflasi Provinsi NTT mengalami kenaikan dari 5,39% (yoy) pada triwulan I 2015 menjadi
6,01% (yoy) pada triwulan II 2015. Kenaikan disebabkan oleh dampak lanjutan kenaikan harga BBM pada akhir
bulan Maret 2015 dan kenaikan tarif angkutan udara seiring adanya momen libur panjang (long weekend), serta musim
liburan sekolah. Kenaikan inflasi juga didorong oleh komoditas daging ayam ras dan telur ayam ras dikarenakan adanya
kenaikan harga pakan ayam dan masa peremajaan ayam petelur. Selain itu, komoditas ayam hidup juga menjadi
pendorong inflasi tersendiri di kota Maumere. Salah satu faktor penyebabnya kemungkinan disebabkan oleh adanya SK
Gubernur Provinsi NTT Nomor: 274/KEP/HK/2014 yang hanya menetapkan 2 perusahaan pemasok bibit ayam / Day Old
Chick (DOC) ke Provinsi NTT. Kemampuan kedua perusahaan tersebut yang hanya dapat memasok bibit ayam hingga
Kupang dan tidak sampai wilayah Flores menimbulkan kelangkaaan pasokan bibit ayam hidup.
Secara triwulanan, Provinsi NTT mengalami inflasi sebesar 1,25% (qtq), lebih tinggi dari triwulan
sebelumnya yang mengalami deflasi -0,47% (qtq). Inflasi pada triwulan II terutama disumbang oleh komoditas
transportasi serta daging dan hasil-hasilnya. Sementara penahan laju inflasi terutama berasal dari komoditas ikan segar
seiring cuaca yang mendukung pada triwulan II.
Berdasarkan pergerakan inflasi bulanan, Inflasi cukup tinggi terjadi pada bulan Juni 2015, dengan nilai
inflasi sebesar 0,59% (mtm). Inflasi pada bulan Juni terutama didorong oleh kenaikan tarif angkutan udara dan
komoditas ayam (daging ayam ras, telur ayam ras, ayam hidup dan ayam goreng).
Pada bulan April, Provinsi NTT mengalami inflasi sebesar 0,21% (mtm) yang terutama disebabkan oleh
komoditas transportasi seiring dampak lanjutan kenaikan harga BBM pada akhir Maret 2015. Selain pengaruh
kenaikan harga BBM, inflasi pada bulan April juga didorong oleh kenaikan tarif angkutan udara. Adanya libur panjang
(long weekend), seperti perayaan Paskah diperkirakan menjadi salah satu pendorong meningkatnya permintaan tiket
pesawat. Sementara adanya kebijakan pembatasan pasokan bibit ayam / Day Old Chick (DOC) mulai mendorong
kenaikan harga ayam hidup,terutama di Kota Maumere.
Pada Bulan Mei, Provinsi NTT kembali mengalami inflasi sebesar 0,45% (mtm). Komoditas Angkutan Udara
menjadi pendorong utama terciptanya inflasi. Permintaan angkutan udara yang masih tinggi menjadi salah satu
pendorong tingginya inflasi pada bulan Mei. Sementara, komoditas bawang merah menjadi penyumbang utama dari
kelompok volatile food. Belum tibanya musim panen bawang merah dari sentra utama yaitu Bima, NTB dan Pulau Jawa,
serta baru masuknya musim tanam bawang merah di Semau dan Rote turut mendorong kenaikan harga bawang
merah. Di sisi lain, komoditas ayam (daging ayam ras dan telur ayam ras) mulai meningkat seiring berkurangnya
pasokan ayam dan masa peremajaan ayam petelur di kota Kupang.
BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI20
Komoditas angkutan udara dan kangkung menjadi komoditas yang secara persisten menyumbang inflasi di triwulan II
2015. Selain itu, komoditas bawang merah, daging ayam ras dan telur ayam ras masing-masing menjadi penyumbang
pada 2 periode bulan. Sedangkan komoditas lainnya mengalami kenaikan di satu bulan dan kembali normal di bulan
selanjutnya.
Tabel 2.1. Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Provinsi NTT
BENSIN
ANGKUTAN UDARA
KANGKUNG
AYAM HIDUP
BAWANG MERAH
BUNCIS
GULA PASIR
SOLAR
UPAH PEMBANTU RT
JAGUNG MANIS
6,30
4,59
9,96
26,00
12,59
47,05
2,93
6,72
2,27
26,76
Komoditas Inflasi (%)0,19
0,12
0,06
0,06
0,03
0,03
0,02
0,02
0,02
0,02
Andil (%)ANGKUTAN UDARA
BAWANG MERAH
DAGING AYAM RAS
SAWI PUTIH
TELUR AYAM RAS
CABAI MERAH
BAWANG PUTIH
TEMBANG
KANGKUNG
SEPATU
6,60
50,94
8,47
9,73
7,32
27,94
12,78
19,04
3,86
13,31
Komoditas Inflasi (%)0,18
0,15
0,07
0,05
0,05
0,04
0,03
0,03
0,03
0,03
Andil (%)ANGKUTAN UDARA
DAGING AYAM RAS
TELUR AYAM RAS
KANGKUNG
AYAM HIDUP
GULA PASIR
AYAM GORENG
TEMPE
UPAH PEMBANTU RT
BUNGA PEPAYA
4,75
15,1
14,16
14,05
6,01
4,49
14,3
5,82
2,78
21,21
Komoditas Inflasi (%)0,13
0,13
0,1
0,1
0,04
0,04
0,03
0,02
0,02
0,02
Andil (%)
Sumber : BPS, diolah
April Mei Juni
Tabel 2.2. Komoditas Penyumbang Deflasi Utama di Provinsi NTT
KEMBUNG/GEMBUNG
TONGKOL/AMBU-AMBU
CABAI RAWIT
DAGING AYAM RAS
CABAI MERAH
TELUR AYAM RAS
SELAR/TUDE
BERAS
EKOR KUNING
DAUN SINGKONG
-9,25
-10,74
-17,96
-5,16
-21,75
-5,74
-24,02
-0,42
-10,32
-9,00
Komoditas
April
Inflasi (%)-0,12
-0,06
-0,05
-0,04
-0,04
-0,04
-0,04
-0,03
-0,02
-0,02
Andil (%)KEMBUNG/GEMBUNG
BESI BETON
SEMEN
AYAM HIDUP
SELAR/TUDE
TAHU MENTAH
CABAI RAWIT
KENTANG
JERUK
BERAS
-23,93
-3,44
-1,07
-3,22
-16,09
-5,29
-7,59
-7,08
-8,75
-0,17
Komoditas
MeiInflasi (%)
-0,28
-0,03
-0,02
-0,02
-0,02
-0,02
-0,02
-0,01
-0,01
-0,01
Andil (%)CABAI RAWIT
BAWANG MERAH
SENG
SAWI PUTIH
DAUN SINGKONG
TOMAT SAYUR
SELAR/TUDE
BUNCIS
PEPAYA
PEPAYA MUDA
-31,43
-12,26
-4,34
-6,62
-13,78
-5,63
-16,01
-14,43
-13,05
-21
Komoditas
JuniInflasi (%)
-0,06
-0,06
-0,05
-0,04
-0,02
-0,02
-0,02
-0,02
-0,01
-0,01
Andil (%)
Sumber : BPS, diolah
Komoditas cabai rawit dan ikan selar/tude menjadi komoditas yang secara persisten menyumbang deflasi pada triwulan
II 2015. Sementara ikan kembung menjadi penyumbang deflasi utama pada bulan Apri dan Mei. Mulai membaiknya
cuaca pada periode tersebut, mendorong peningkatan produksi ikan. Komoditas lain yang menyumbang deflasi selama
2 periode diantaranya beras, seiring meningkatnya pasokan saat panen.
2.2 Inflasi Berdasarkan KomoditasBerdasarkan komoditas penyumbang inflasi secara tahunan, komoditas transportasi, komunikasi dan jasa,
pendidikan, rekreasi dan olah raga serta komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau masih menjadi
penyumbang inflasi terbesar. Sedangkan komoditas bahan makanan, Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
mampu menjadi komoditas penahan inflasi secara tahunan.
Tabel 2.3. Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas
KOMODITAS
Sumber : BPS diolah
IHK 2015
APR MEI
INFLASI UMUM
Bahan Makanan
Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
Sandang
Kesehatan
Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga
Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
118,8
110,3
125,8
119,5
115,2
109,1
119,3
129,8
119,4
111,0
126,6
119,4
116,0
109,5
119,5
131,0
JUN
120,1
112,2
127,8
119,4
116,7
110,2
119,5
132,0
YOY
6,01%
3,73%
8,78%
4,90%
5,46%
5,16%
7,52%
8,92%
MTM
QTQ
1,25%
0,53%
2,27%
0,07%
1,89%
1,22%
0,28%
3,48%
0,21%
-1,18%
0,67%
0,12%
0,53%
0,16%
0,14%
1,81%
0,45%
0,62%
0,64%
-0,08%
0,75%
0,39%
0,17%
0,93%
0,59%
1,11%
0,94%
0,02%
0,60%
0,67%
-0,04%
0,71%
APR MEI JUN
PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 21
Inflasi bahan makanan menunjukkan nilai terendah dibanding komoditas lainnya dengan pertumbuhan
inflasi tahunan hanya sebesar 3,73% (yoy). Secara triwulanan, inflasi terendah dicapai oleh Komoditas Perumahan,
Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar (0,07%-qtq). Di sisi lain, komoditas transportasi, komunikasi dan Jasa Keuangan
mengalami inflasi tertinggi hingga 8,92% (yoy) dibanding tahun sebelumnya, begitu pula secara triwulan yang
mencapai 3,48% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya.
Pada triwulan II 2015, Komoditas bahan makanan mengalami inflasi yang lebih tinggi dibanding triwulan
sebelumnya, namun secara tahunan cenderung lebih rendah dibanding tahun sebelumnya. Peningkatan
inflasi cukup tinggi terutama terjadi pada bulan Juni 2015 seiring kenaikan harga komoditas daging dan hasil-hasilnya.
Sementara, pada bulan April dan Mei, komoditas bahan makanan cenderung mengalami deflasi seiring peningkatan
pasokan komoditas ikan segar dan sayur-sayuran yang didukung oleh membaiknya kondisi cuaca.
Apabila dilihat secara tahunan, sub kelompok bahan makanan hanya mengalami inflasi sebesar 3,73% (yoy)
lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2014 (6,47%-yoy), sementara secara triwulan mencapai
0,53% (qtq) meningkat dibanding triwulan I yang mengalami deflasi sebesar -0,36% (qtq). Komoditas beras menjadi
salah satu pendorong inflasi yang cukup tinggi dengan kenaikan hingga 18% (yoy). Namun secara triwulan beras
mengalami deflasi sebesar -1,3% (qtq). Penurunan secara triwulanan disebabkan oleh mulai masuknya musim panen
pada triwulan II-2015 selain sudah tingginya posisi harga di triwulan sebelumnya. Selain beras, komoditas lain dari sub
kelompok padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya yang mencatat inflasi secara tahunan cukup tinggi adalah beras
jagung sebesar 50% (yoy). Di sisi lain, sub kelompok ikan segar menjadi penahan laju inflasi utama dengan andil deflasi
mencapai -23,68% (yoy) dan secara triwulanan sebesar -15,46% (qtq). Penurunan harga terutama berasal dari
komoditas ikan kembung, ikan selar/tude dan ikan ekor kuning yang disebabkan oleh kenaikan pasokan seiring kondisi
cuaca yang mendukung.
Secara tahunan, komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan pada triwulan II 2015 mengalami
kenaikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara triwulanan, komoditas tersebut mengalami inflasi sebesar
3,48% (qtq). Adanya dampak lanjutan kenaikan harga BBM pada akhir Maret 2015 dan tingginya tarif angkutan udara
menjadi penyebab peningkatan inflasi di triwulan II. Namun demikian, secara tahunan, inflasi triwulan II sebesar 8,92%
(yoy) sedikit lebih rendah dibanding inflasi di triwulan sebelumnya yang sebesar 9,02% (yoy). Kenaikan subsektor
transportasi yang tidak setinggi tahun sebelumnya menjadi penyebab utama perlambatan inflasi.
2.2.1 Bahan Makanan
Grafik 2.4. Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
Sumber : BPS (diolah)
3.73%
1.11%
-6.00%
-4.00%
-2.00%
0.00%
2.00%
4.00%
6.00%
8.00%
10.00%
12.00%
14.00%
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar
2014 2015
yoy qtq mtm
Sumber : BPS (diolah)
Grafik 2.5. Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan per Sub Kelompok Komoditas
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
Padi -padian, Umbi -umbian dan …
Daging dan Hasil-hasilnya
Ikan Segar
Ikan Diawetkan
Telur, Susu dan Hasil -hasilnya
Sayur -sayuranKacang - kacangan
Buah - buahan
Bumbu - bumbuan
Lemak dan Minyak
Bahan Makanan Lainnya
yoy qtq
Apr Mei Jun
-0.53%
2.2.2 Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI22
Sub Kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar merupakan salah satu komoditas yang memiliki bobot
cukup besar dalam pengeluaran konsumsi di Provinsi NTT. Pada triwulan II 2015, inflasi Sub Kelompok perumahan,
air, listrik, gas dan bahan bakar tercatat menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Inflasi tahunan tercatat
sebesar 4,90% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan I yang sebesar 5,01% (yoy), sementara secara triwulanan
tercatat sebesar 0,07% (qtq) lebih rendah dibandingkan triwulan I yang sebesar 0,36% (qtq). Secara bulanan inflasi
komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar juga tercatat cukup rendah dengan pencapaian deflasi pada
bulan Mei 2015.
Rendahnya inflasi pada subkelompok perumahan, terutama didorong oleh komoditas biaya tempat tinggal
yang mengalami deflasi pada bulan Mei dan Juni. seiring penurunan permintaan perumahan pada triwulan II
2015. Sementara itu, biaya penyelenggaraan rumah tangga menjadi komoditas yang 2 kali mendorong inflasi, yaitu
pada bulan April dan Juni, terutama disebabkan oleh peningkatan upah pembantu rumah tangga.
Secara tahunan, sub kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau menjadi pendorong inflasi
terbesar kedua dengan nilai inflasi sebesar 8,78% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
7,30% (yoy). Secara triwulanan, sub kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau mengalami kenaikan
sebesar 2,27% (qtq). Dari kelompok ini, komoditas minuman yang tidak beralkohol mengalami inflasi tertinggi dengan
angka 4,53% (qtq). Kenaikan ini didorong oleh harga gula pasir dikarenakan kurangnya pasokan dari Sulawesi Selatan
dan Jawa Timur.
Grafik 2.6. Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
Sumber : BPS, diolah
8.92%3.48%
0.71%
-10.00%
-5.00%
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar
2014 2015
yoy qtq mtm
Apr May Jun
HilangnyaPengaruh BaseEffect
Sumber : BPS, diolah
-2%
3%
8%
13%
18%
23%
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar
2014 2015
yoy
Transpor, Komunikasidan Jasa KeuanganTransporKomunikasi Dan PengirimanSarana dan Penunjang TransporJasa Keuangan
-7%
-2%
3%
8%
13%
18%
23%qtq
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar
2014 2015
Grafik 2.7. Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan per Sub Kelompok Komoditas
Apr May Jun
Apr May Jun
28%
2.2.3 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
Grafik 2.8. Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
4.90%
0.07%0.02%
-2.00%
0.00%
2.00%
4.00%
6.00%
8.00%
10.00%
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar
2014 2015
yoy qtq mtm
Apr May Jun
PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BB
Biaya TempatTinggal
Bahan Bakar,Penerangan dan Air
PerlengkapanRumahtangga
PenyelenggaraanRumahtangga
-1%0%1%2%3%4%5%6%7%
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar
2014 2015
0%2%4%6%8%
10%12%14%16%
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar
yoy
qtq
Grafik 2.9. Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar per Sub Kelompok Komoditas
Apr May Jun
Apr May Jun
2.2.4 Komoditas Lainnya
PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 23
Inflasi bahan makanan menunjukkan nilai terendah dibanding komoditas lainnya dengan pertumbuhan
inflasi tahunan hanya sebesar 3,73% (yoy). Secara triwulanan, inflasi terendah dicapai oleh Komoditas Perumahan,
Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar (0,07%-qtq). Di sisi lain, komoditas transportasi, komunikasi dan Jasa Keuangan
mengalami inflasi tertinggi hingga 8,92% (yoy) dibanding tahun sebelumnya, begitu pula secara triwulan yang
mencapai 3,48% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya.
Pada triwulan II 2015, Komoditas bahan makanan mengalami inflasi yang lebih tinggi dibanding triwulan
sebelumnya, namun secara tahunan cenderung lebih rendah dibanding tahun sebelumnya. Peningkatan
inflasi cukup tinggi terutama terjadi pada bulan Juni 2015 seiring kenaikan harga komoditas daging dan hasil-hasilnya.
Sementara, pada bulan April dan Mei, komoditas bahan makanan cenderung mengalami deflasi seiring peningkatan
pasokan komoditas ikan segar dan sayur-sayuran yang didukung oleh membaiknya kondisi cuaca.
Apabila dilihat secara tahunan, sub kelompok bahan makanan hanya mengalami inflasi sebesar 3,73% (yoy)
lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2014 (6,47%-yoy), sementara secara triwulan mencapai
0,53% (qtq) meningkat dibanding triwulan I yang mengalami deflasi sebesar -0,36% (qtq). Komoditas beras menjadi
salah satu pendorong inflasi yang cukup tinggi dengan kenaikan hingga 18% (yoy). Namun secara triwulan beras
mengalami deflasi sebesar -1,3% (qtq). Penurunan secara triwulanan disebabkan oleh mulai masuknya musim panen
pada triwulan II-2015 selain sudah tingginya posisi harga di triwulan sebelumnya. Selain beras, komoditas lain dari sub
kelompok padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya yang mencatat inflasi secara tahunan cukup tinggi adalah beras
jagung sebesar 50% (yoy). Di sisi lain, sub kelompok ikan segar menjadi penahan laju inflasi utama dengan andil deflasi
mencapai -23,68% (yoy) dan secara triwulanan sebesar -15,46% (qtq). Penurunan harga terutama berasal dari
komoditas ikan kembung, ikan selar/tude dan ikan ekor kuning yang disebabkan oleh kenaikan pasokan seiring kondisi
cuaca yang mendukung.
Secara tahunan, komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan pada triwulan II 2015 mengalami
kenaikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara triwulanan, komoditas tersebut mengalami inflasi sebesar
3,48% (qtq). Adanya dampak lanjutan kenaikan harga BBM pada akhir Maret 2015 dan tingginya tarif angkutan udara
menjadi penyebab peningkatan inflasi di triwulan II. Namun demikian, secara tahunan, inflasi triwulan II sebesar 8,92%
(yoy) sedikit lebih rendah dibanding inflasi di triwulan sebelumnya yang sebesar 9,02% (yoy). Kenaikan subsektor
transportasi yang tidak setinggi tahun sebelumnya menjadi penyebab utama perlambatan inflasi.
2.2.1 Bahan Makanan
Grafik 2.4. Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
Sumber : BPS (diolah)
3.73%
1.11%
-6.00%
-4.00%
-2.00%
0.00%
2.00%
4.00%
6.00%
8.00%
10.00%
12.00%
14.00%
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar
2014 2015
yoy qtq mtm
Sumber : BPS (diolah)
Grafik 2.5. Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan per Sub Kelompok Komoditas
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
Padi -padian, Umbi -umbian dan …
Daging dan Hasil-hasilnya
Ikan Segar
Ikan Diawetkan
Telur, Susu dan Hasil -hasilnya
Sayur -sayuranKacang - kacangan
Buah - buahan
Bumbu - bumbuan
Lemak dan Minyak
Bahan Makanan Lainnya
yoy qtq
Apr Mei Jun
-0.53%
2.2.2 Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI22
Sub Kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar merupakan salah satu komoditas yang memiliki bobot
cukup besar dalam pengeluaran konsumsi di Provinsi NTT. Pada triwulan II 2015, inflasi Sub Kelompok perumahan,
air, listrik, gas dan bahan bakar tercatat menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Inflasi tahunan tercatat
sebesar 4,90% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan I yang sebesar 5,01% (yoy), sementara secara triwulanan
tercatat sebesar 0,07% (qtq) lebih rendah dibandingkan triwulan I yang sebesar 0,36% (qtq). Secara bulanan inflasi
komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar juga tercatat cukup rendah dengan pencapaian deflasi pada
bulan Mei 2015.
Rendahnya inflasi pada subkelompok perumahan, terutama didorong oleh komoditas biaya tempat tinggal
yang mengalami deflasi pada bulan Mei dan Juni. seiring penurunan permintaan perumahan pada triwulan II
2015. Sementara itu, biaya penyelenggaraan rumah tangga menjadi komoditas yang 2 kali mendorong inflasi, yaitu
pada bulan April dan Juni, terutama disebabkan oleh peningkatan upah pembantu rumah tangga.
Secara tahunan, sub kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau menjadi pendorong inflasi
terbesar kedua dengan nilai inflasi sebesar 8,78% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
7,30% (yoy). Secara triwulanan, sub kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau mengalami kenaikan
sebesar 2,27% (qtq). Dari kelompok ini, komoditas minuman yang tidak beralkohol mengalami inflasi tertinggi dengan
angka 4,53% (qtq). Kenaikan ini didorong oleh harga gula pasir dikarenakan kurangnya pasokan dari Sulawesi Selatan
dan Jawa Timur.
Grafik 2.6. Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
Sumber : BPS, diolah
8.92%3.48%
0.71%
-10.00%
-5.00%
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar
2014 2015
yoy qtq mtm
Apr May Jun
HilangnyaPengaruh BaseEffect
Sumber : BPS, diolah
-2%
3%
8%
13%
18%
23%
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar
2014 2015
yoy
Transpor, Komunikasidan Jasa KeuanganTransporKomunikasi Dan PengirimanSarana dan Penunjang TransporJasa Keuangan
-7%
-2%
3%
8%
13%
18%
23%qtq
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar
2014 2015
Grafik 2.7. Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan per Sub Kelompok Komoditas
Apr May Jun
Apr May Jun
28%
2.2.3 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
Grafik 2.8. Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
4.90%
0.07%0.02%
-2.00%
0.00%
2.00%
4.00%
6.00%
8.00%
10.00%
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar
2014 2015
yoy qtq mtm
Apr May Jun
PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BB
Biaya TempatTinggal
Bahan Bakar,Penerangan dan Air
PerlengkapanRumahtangga
PenyelenggaraanRumahtangga
-1%0%1%2%3%4%5%6%7%
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar
2014 2015
0%2%4%6%8%
10%12%14%16%
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar
yoy
qtq
Grafik 2.9. Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar per Sub Kelompok Komoditas
Apr May Jun
Apr May Jun
2.2.4 Komoditas Lainnya
PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 23
Pendidikan, rekreasi dan olah raga menjadi sub kelompok dengan nilai inflasi tahunan terbesar ketiga
setelah sub kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau. Nilai inflasi pada triwulan II 2015 sebesar
7,52% (yoy), lebih besar dibanding capaian triwulan sebelumnya yang sebesar 7,45% (yoy). Secara triwulanan, inflasi
mencapai 0,28% (qtq) terutama disebabkan oleh adanya kenaikan komoditas rekreasi seiring dengan mulai tibanya
musim lburan sekolah.
Sementara itu, inflasi subkelompok sandang dan kesehatan menunjukkan kenaikan baik secara triwulanan
maupun tahunan . Kenaikan inflasi dari subkelompok Sandang disebabkan oleh Sandang Anak-Anak. seiring tibanya
musim liburan sekolah. Sementara itu kenaikan Subkelompok Kesehatan didorong oleh komoditas Perawatan Jasmani
dan Kosmetika.
Apabila dilihat berdasarkan disagregasi inflasi, peningkatan inflasi tahunan pada bulan Juni disebabkan
oleh kenaikan inflasi administered prices dan trend kenaikan inflasi volatile food. Sementara, inflasi inti (core)
tercatat masih cukup stabil. Berdasarkan sumbangan inflasi, sumbangan inflasi komoditas inti masih menjadi
penyumbang inflasi terbesar disusul oleh komoditas administered prices, dan komoditas volatile food.
Secara bulanan, inflasi volatile food mengalami penurunan pada bulan April namun cenderung meningkat pada bulan
Mei dan Juni karena adanya gangguan pasokan dan penyesuaian harga beberapa komoditas. Inflasi inti masih
cenderung melandai hingga bulan Juni. Inflasi administered prices mengalami peningkatan pada bulan April akibat
adanya penyesuaian harga BBM, namun sedikit menurun pada bulan Mei dan Juni.
Inflasi komoditas volatile food pada triwulan II mengalami peningkatan dibanding triwulan I 2015. Secara
tahunan, inflasi volatile food mencapai 3,59% (yoy) relatif lebih tinggi dibanding inflasi tahunan pada triwulan
sebelumnya yang sebesar 2,24% (yoy). Inflasi volatile food sempat mengalami penurunan pada bulan April dikarenakan
adanya penurunan harga pada komoditas ikan segar yang disebabkan oleh peningkatan pasokan. Namun demikian,
kelompok volatile food menunjukkan kecenderungan kenaikan inflasi pada bulan Mei dan Juni. Kenaikan inflasi
disebabkan oleh penyesuaian harga komoditas bawang merah dan kenaikan harga komoditas ayam (daging ayam ras
dan telur ayam ras). Kurangnya pasokan komoditas kangkung juga turut mendorong kenaikan inflasi pada kelompok
volatile food.
2.3 Disagregasi Inflasi
Grafik 2.10. Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Tahunan Provinsi Nusa Tenggara Timur
Sumber : BPS, diolah
0
5
10
15
20
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
2013 2014 2015
%,yoyVolatile Foods Adm Price CoreInflasi (yoy) Inflasi Inti Inflasi VolatileInflasi Adm Price
4 5 6
Sumber : BPS, diolah
-4.50
-2.50
-0.50
1.50
3.50
5.50
7.50
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
2014 2015
Sum Adm PriceSum Vol Foodsum core
Inflasi (mtm)Inf coreInf vol FoodInf Adm Price
Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi di NTTGrafik 2.11. Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Bulanan Provinsi Nusa Tenggara Timur
4 5 6
2.3.1 Kelompok Volatile Food
BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI24
Kenaikan inflasi administered prices terutama bensin terjadi pada bulan April seiring dengan adanya
peningkatan harga BBM di akhir bulan Maret, sementara komoditas angkutan udara menjadi faktor
pendorong lainnya. Kenaikan tarif angkutan udara disebabkan oleh adanya peningkatan permintaan tiket pesawat
yang mendorong maskapai untuk memberlakukan kenaikan harga pada rentang April s.d. Juni 2015. Adanya masa
libur sekolah dan libur panjang (long weekend) perayaan hari besar keagamaan serta hari buruh menjadi penyebab
naiknya permintaan. Sementara, kenaikan harga BBM kembali menjadi penyebab utama inflasi pada bulan April. Secara
tahunan, inflasi administered prices masih sebesar 11,37% (yoy) sedikit meningkat dibanding inflasi tahunan pada
triwulan sebelumnya yang sebesar 11,25% (yoy).
Inflasi kelompok inti pada triwulan II 2015 sebesar 5,08% (yoy),sedikit meningkat dibanding inflasi tahunan
di triwulan I yang sebesar 4,59% (yoy). Kenaikan inflasi terutama disebabkan oleh adanya kenaikan harga pada
subkelompok penyelenggaraan rumah tangga, bahan bakar, penerangan dan air. Kenaikan Upah Pembantu Rumah
Tangga diperkirakan menjadi salah satu penyebab utama pada subkelompok penyelenggaraan rumah tangga di bulan
April dan Juni.
Pola Inflasi Kota Kupang pada triwulan II 2015 searah dengan inflasi Provinsi NTT. Secara tahunan, inflasi Kota
Kupang sebesar 6,57%, lebih besar dibanding inflasi tahunan Provinsi NTT yang sebesar 6,01% (yoy). Secara
triwulanan, inflasi Kota Kupang sedikit lebih tinggi dibandingkan Provinsi NTT yaitu sebesar 1,36% (qtq) dibandingkan
Provinsi NTT yang sebesar 1,25% (qtq). Secara bulanan, inflasi kota Kupang mengalami penurunan di bulan April
sebesar 0,18% (mtm), kemudian mengalami trend kenaikan pada bulan Februari sebesar 0,50% (mtm) dan 0,67%
(mtm) di bulan Juni 2015.
Inflasi subkelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan, subkelompok makanan jadi, minuman
dan tembakau, serta subkelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga menjadi pendorong utama inflasi di
Kota Kupang. Inflasi tersebut dikarenakan adanya kenaikan harga BBM, kenaikan tarif angkutan udara, kenaikan
harga minuman tidak beralkohol, termasuk gula pasir dan peningkatan biaya pendidikan seiring pengeluaran kursus
menjelang ujian. Di sisi lain, pasokan ikan segar yang cukup berlimpah serta meningkatnya pasokan beras dan cabe
rawit paska panen menjadi penahan laju inflasi utama kota Kupang pada triwulan II 2015.
2.3.2 Kelompok Administered Prices
2.3.3 Kelompok Inti (core)
2.4 Inflasi NTT Berdasarkan Kota
2.4.1 Inflasi Kota Kupang
Grafik 2.12. Inflasi Tahunan Kota Kupang
6.57%
6.01%
3.00%
4.00%
5.00%
6.00%
7.00%
8.00%
9.00%
10.00%
I II III IV I II III IV I II III IV I2012 2013 2014 2015
Kupang NTT
Grafik 2.13. Inflasi Triwulanan Kota Kupang Grafik 2.14. Inflasi Bulanan Kota Kupang
1.36%1.25%
-1.0%
0.0%
1.0%
2.0%
3.0%
4.0%
5.0%
6.0%
7.0%
I II III IV I II III IV I II III IV I2012 2013 2014 2015
-2.0%
-1.0%
0.0%
1.0%
2.0%
3.0%
4.0%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
2014 2015
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
II
Kupang NTT
II
4 5 6
0.62%0.61%
-1.36%
-1.28%
0.67%
0.59%
Kupang NTTKupang NTT
PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 25
Pendidikan, rekreasi dan olah raga menjadi sub kelompok dengan nilai inflasi tahunan terbesar ketiga
setelah sub kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau. Nilai inflasi pada triwulan II 2015 sebesar
7,52% (yoy), lebih besar dibanding capaian triwulan sebelumnya yang sebesar 7,45% (yoy). Secara triwulanan, inflasi
mencapai 0,28% (qtq) terutama disebabkan oleh adanya kenaikan komoditas rekreasi seiring dengan mulai tibanya
musim lburan sekolah.
Sementara itu, inflasi subkelompok sandang dan kesehatan menunjukkan kenaikan baik secara triwulanan
maupun tahunan . Kenaikan inflasi dari subkelompok Sandang disebabkan oleh Sandang Anak-Anak. seiring tibanya
musim liburan sekolah. Sementara itu kenaikan Subkelompok Kesehatan didorong oleh komoditas Perawatan Jasmani
dan Kosmetika.
Apabila dilihat berdasarkan disagregasi inflasi, peningkatan inflasi tahunan pada bulan Juni disebabkan
oleh kenaikan inflasi administered prices dan trend kenaikan inflasi volatile food. Sementara, inflasi inti (core)
tercatat masih cukup stabil. Berdasarkan sumbangan inflasi, sumbangan inflasi komoditas inti masih menjadi
penyumbang inflasi terbesar disusul oleh komoditas administered prices, dan komoditas volatile food.
Secara bulanan, inflasi volatile food mengalami penurunan pada bulan April namun cenderung meningkat pada bulan
Mei dan Juni karena adanya gangguan pasokan dan penyesuaian harga beberapa komoditas. Inflasi inti masih
cenderung melandai hingga bulan Juni. Inflasi administered prices mengalami peningkatan pada bulan April akibat
adanya penyesuaian harga BBM, namun sedikit menurun pada bulan Mei dan Juni.
Inflasi komoditas volatile food pada triwulan II mengalami peningkatan dibanding triwulan I 2015. Secara
tahunan, inflasi volatile food mencapai 3,59% (yoy) relatif lebih tinggi dibanding inflasi tahunan pada triwulan
sebelumnya yang sebesar 2,24% (yoy). Inflasi volatile food sempat mengalami penurunan pada bulan April dikarenakan
adanya penurunan harga pada komoditas ikan segar yang disebabkan oleh peningkatan pasokan. Namun demikian,
kelompok volatile food menunjukkan kecenderungan kenaikan inflasi pada bulan Mei dan Juni. Kenaikan inflasi
disebabkan oleh penyesuaian harga komoditas bawang merah dan kenaikan harga komoditas ayam (daging ayam ras
dan telur ayam ras). Kurangnya pasokan komoditas kangkung juga turut mendorong kenaikan inflasi pada kelompok
volatile food.
2.3 Disagregasi Inflasi
Grafik 2.10. Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Tahunan Provinsi Nusa Tenggara Timur
Sumber : BPS, diolah
0
5
10
15
20
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
2013 2014 2015
%,yoyVolatile Foods Adm Price CoreInflasi (yoy) Inflasi Inti Inflasi VolatileInflasi Adm Price
4 5 6
Sumber : BPS, diolah
-4.50
-2.50
-0.50
1.50
3.50
5.50
7.50
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
2014 2015
Sum Adm PriceSum Vol Foodsum core
Inflasi (mtm)Inf coreInf vol FoodInf Adm Price
Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi di NTTGrafik 2.11. Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Bulanan Provinsi Nusa Tenggara Timur
4 5 6
2.3.1 Kelompok Volatile Food
BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI24
Kenaikan inflasi administered prices terutama bensin terjadi pada bulan April seiring dengan adanya
peningkatan harga BBM di akhir bulan Maret, sementara komoditas angkutan udara menjadi faktor
pendorong lainnya. Kenaikan tarif angkutan udara disebabkan oleh adanya peningkatan permintaan tiket pesawat
yang mendorong maskapai untuk memberlakukan kenaikan harga pada rentang April s.d. Juni 2015. Adanya masa
libur sekolah dan libur panjang (long weekend) perayaan hari besar keagamaan serta hari buruh menjadi penyebab
naiknya permintaan. Sementara, kenaikan harga BBM kembali menjadi penyebab utama inflasi pada bulan April. Secara
tahunan, inflasi administered prices masih sebesar 11,37% (yoy) sedikit meningkat dibanding inflasi tahunan pada
triwulan sebelumnya yang sebesar 11,25% (yoy).
Inflasi kelompok inti pada triwulan II 2015 sebesar 5,08% (yoy),sedikit meningkat dibanding inflasi tahunan
di triwulan I yang sebesar 4,59% (yoy). Kenaikan inflasi terutama disebabkan oleh adanya kenaikan harga pada
subkelompok penyelenggaraan rumah tangga, bahan bakar, penerangan dan air. Kenaikan Upah Pembantu Rumah
Tangga diperkirakan menjadi salah satu penyebab utama pada subkelompok penyelenggaraan rumah tangga di bulan
April dan Juni.
Pola Inflasi Kota Kupang pada triwulan II 2015 searah dengan inflasi Provinsi NTT. Secara tahunan, inflasi Kota
Kupang sebesar 6,57%, lebih besar dibanding inflasi tahunan Provinsi NTT yang sebesar 6,01% (yoy). Secara
triwulanan, inflasi Kota Kupang sedikit lebih tinggi dibandingkan Provinsi NTT yaitu sebesar 1,36% (qtq) dibandingkan
Provinsi NTT yang sebesar 1,25% (qtq). Secara bulanan, inflasi kota Kupang mengalami penurunan di bulan April
sebesar 0,18% (mtm), kemudian mengalami trend kenaikan pada bulan Februari sebesar 0,50% (mtm) dan 0,67%
(mtm) di bulan Juni 2015.
Inflasi subkelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan, subkelompok makanan jadi, minuman
dan tembakau, serta subkelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga menjadi pendorong utama inflasi di
Kota Kupang. Inflasi tersebut dikarenakan adanya kenaikan harga BBM, kenaikan tarif angkutan udara, kenaikan
harga minuman tidak beralkohol, termasuk gula pasir dan peningkatan biaya pendidikan seiring pengeluaran kursus
menjelang ujian. Di sisi lain, pasokan ikan segar yang cukup berlimpah serta meningkatnya pasokan beras dan cabe
rawit paska panen menjadi penahan laju inflasi utama kota Kupang pada triwulan II 2015.
2.3.2 Kelompok Administered Prices
2.3.3 Kelompok Inti (core)
2.4 Inflasi NTT Berdasarkan Kota
2.4.1 Inflasi Kota Kupang
Grafik 2.12. Inflasi Tahunan Kota Kupang
6.57%
6.01%
3.00%
4.00%
5.00%
6.00%
7.00%
8.00%
9.00%
10.00%
I II III IV I II III IV I II III IV I2012 2013 2014 2015
Kupang NTT
Grafik 2.13. Inflasi Triwulanan Kota Kupang Grafik 2.14. Inflasi Bulanan Kota Kupang
1.36%1.25%
-1.0%
0.0%
1.0%
2.0%
3.0%
4.0%
5.0%
6.0%
7.0%
I II III IV I II III IV I II III IV I2012 2013 2014 2015
-2.0%
-1.0%
0.0%
1.0%
2.0%
3.0%
4.0%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
2014 2015
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
II
Kupang NTT
II
4 5 6
0.62%0.61%
-1.36%
-1.28%
0.67%
0.59%
Kupang NTTKupang NTT
PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 25
Tabel 2.4. Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas
KOMODITAS
Sumber : BPS diolah
IHK 2015
APR MEI
INFLASI UMUM
Bahan Makanan
Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
Sandang
Kesehatan
Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga
Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
119,7
111,6
124,9
120,5
116,3
109,3
117,4
131,7
120,3
112,5
125,7
120,4
117,2
109,7
117,6
133,0
JUN
121,1
113,9
127,0
120,5
117,9
110,4
117,5
134,0
YOY
6,57%
5,27%
8,49%
5,15%
6,02%
5,59%
7,18%
8,98%
MTM
QTQ
1,36%
0,64%
2,48%
0,07%
2,02%
1,19%
0,27%
3,58%
0,18%
-1,40%
0,78%
0,10%
0,61%
0,17%
0,16%
1,79%
0,50%
0,77%
0,64%
-0,07%
0,75%
0,39%
0,17%
0,99%
0,67%
1,29%
1,03%
0,05%
0,66%
0,62%
-0,06%
0,76%
APR MEI JUN
2.4.2 Inflasi Kota MaumereInflasi Kota Maumere kembali menunjukkan penurunan pada triwulan II 2015 yang hanya sebesar 2,24%
(yoy) dibanding tahun sebelumnya, jauh lebih rendah dibanding inflasi Provinsi NTT yang sebesar 6,01%
(yoy). Secara tahunan, pencapaian inflasi pada triwulan-II 2015 di Kota Maumere didorong oleh komoditas Makanan
Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau yang mencatat inflasi sebesar 10,65% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya.
Namun apabila dilihat secara triwulanan, inflasi tertinggi disebabkan oleh sub kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olah
Raga yang mencatat inflasi sebesar 4,82% (qtq). Sementara itu, inflasi subkelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa
Keuangan tercatat sebesar 8,48% (yoy) dan 1,83% (qtq) lebih rendah dibanding Kota Kupang yang sebesar 8,98%
(yoy) dan 3,58% (qtq).
Di sisi lain, relatif rendahnya pencapaian inflasi di Kota Mamumere juga didorong oleh pencapaian deflasi
komoditas bahan makanan. Secara tahunan deflasi bahan makanan mencapai -6,35% (yoy), sementara secara
triwulanan mencapai 0,33% (qtq) lebih rendah dibandingkan provinsi NTT yang mencatat inflasi 0,53% (qtq).
Berdasarkan data bulanan, inflasi tertinggi di kota Maumere terjadi pada bulan April sebesar 0,43% (mtm), kemudian
menurun pada bulan Mei yang sebesar 0,06%(mtm) dan kembali menurun pada bulan Juni yang sebesar 0,05% (mtm).
Dilihat dari sumbangan inflasi setiap bulan pada triwulan II 2015, Inflasi di kota Maumere terutama
disebabkan oleh komoditas Ayam Hidup yang selalu menjadi pendorong utama inflasi pada bulan April, Mei
dan Juni. Andil tertinggi inflasi komoditas Ayam Hidup berada pada bulan April sebesar 0,46% (mtm) lebih tinggi dari
inflasi Kota Maumere yang sebesar 0,43% (mtm). Tingginya angka inflasi tersebut diperkirakan terjadi karena adanya
keterbatasan pasokan ayam seiring adanya SK Gubernur yang hanya menetapkan dua perusahaan pemasok bibit ayam
ke NTT. Perusahaan tersebut hanya mampu mengirimkan bibit ayam hingga ke kota Kupang dan tidak sampai wilayah
Flores. komoditas penyumbang inflasi lainnya adalah komoditas sate, mie dan kue kering.
-1.0%
0.0%
1.0%
2.0%
3.0%
4.0%
5.0%
6.0%
Grafik 2.15. Inflasi Tahunan Kota Maumere Grafik 2.16. Inflasi Triwulanan Kota Maumere Grafik 2.17. Inflasi Bulanan Kota Maumere
I II III IV I II III IV I II III IV I2012 2013 2014 2015II III IV I II III IV I IIIII IV I
2012 2013 2014 2015
2.24%
6.01%
2.00%
3.00%
4.00%
5.00%
6.00%
7.00%
8.00%
9.00%
Maumere NTT -2.0%
-1.0%
0.0%
1.0%
2.0%
3.0%
4.0%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
2014 2015
Maumere NTT
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
Maumere NTT
II
4 5 6
0.51%0.61%
0.59%
0.05%
0.54%
1.25%
BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI26
Di sisi lain, inflasi yang terjadi dapat ditahan oleh pencapaian deflasi pada komoditas bahan makanan di
Kota Maumere, yang terutama disumbangkan oleh komoditas ikan segar dengan pencapaian deflasi mencapai
-42% (yoy) dan -11,65% (qtq) pada triwulan II 2015. Peningkatan pasokan ikan disebabkan oleh cuaca yang membaik .
Tabel 2.5. Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas
KOMODITAS
Sumber : BPS diolah
IHK 2015
APR MEI
INFLASI UMUM
Bahan Makanan
Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
Sandang
Kesehatan
Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga
Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
113,3
101,7
131,9
112,8
107,9
107,9
132,2
117,7
113,4
101,3
132,7
112,7
108,7
108,2
132,5
118,2
JUN
113,4
101,0
133,2
112,5
108,9
109,3
132,6
118,5
YOY
2,24%
-6,35%
10,65%
3,15%
1,65%
2,42%
9,55%
8,48%
MTM
QTQ
0,54%
-0,33%
0,99%
0,02%
0,97%
1,40%
0,29%
2,76%
0,43%
0,37%
-0,04%
0,29%
0,02%
0,06%
0,01%
2,02%
0,06%
-0,47%
0,65%
-0,12%
0,75%
0,33%
0,19%
0,42%
0,05%
-0,23%
0,38%
-0,15%
0,20%
1,00%
0,10%
0,30%
APR MEI JUN
Sepanjang triwulan II 2015, telah dilakukan 6 kali kegiatan koordinasi maupun langkah pengendalian inflasi
di Provinsi NTT. Berdasarkan kegiatan yang dilakukan, telah dilakukan koordinasi dalam lingkup Nasional, Provinsi
maupun Kota Kupang. Pada lingkup Nasional, TPID Provinsi NTT menghadiri Kegiatan Kelompok Kerja Nasional
(Pokjanas TPID) tanggal 27 Mei 2015 di Jakarta. Pada kegiatan tersebut, TPID Provinsi NTT memperoleh penghargaan
TPID terbaik di Kawasan Timur Indonesia (KTI) atas pencapaian dan program-program kerja terkait pengendalian inflasi
di Tahun 2014. Sementara dalam lingkup Provinsi, TPID telah melakukan 1 kali Rapat Teknis dan 1 kali rapat Tim Kecil
dalam rangka persiapan Pokjanas dan pembahasan RoadMap TPID Provinsi NTT. Selain itu, telah pula dilaksanakan 1 kali
Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) yang dihadiri oleh 18 Kab/Kota pada tanggal 22 Mei 2015. Dalam rangka menyusun
program dan strategi pengendalian harga menjelang Hari Raya Idul Fitri 1436 H, telah dilakukan pula 1 kali rapat teknis
pada tanggal 5 Juni 2015 dan dilanjutkan dengan Rapat High Level Meeting (HLM) tanggal 22 Juni 2015 yang dipimpin
langsung oleh Gubernur NTT, serta menghasilkan 6 langkah pengendalian inflasi, yaitu: 1) Menjaga Ketersediaan
Barang dan Mempercepat Distribusi Barang, 2) Mengendalikan Tarif Angkutan, 3) Menyediakan Informasi Produksi,
Pasokan (Stok) dan Harga Barang Pokok, 4) Mengefektifkan TPID untuk Memantau Pasokan, Distribusi dan Harga, 5)
Pengelolaan Ekspektasi Masyarakat, serta 6) Membentuk Pos Pengaduan yang Menampung Keluhan Terkait Bahan
Pokok dan Ketersediaan BBM (Call Center). Selain itu, BULOG juga terus melakukan kegiatan operasi pasar dan
penyaluran raskin di Provinsi NTT.
2.5 Aktivitas Pengendalian Inflasi oleh TPID
PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 27
Gambar 2.1. Kegiatan TPID Provinsi NTT Hingga Semester I 2015 dan Sebaran Pembentukan TPID
Tabel 2.4. Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas
KOMODITAS
Sumber : BPS diolah
IHK 2015
APR MEI
INFLASI UMUM
Bahan Makanan
Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
Sandang
Kesehatan
Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga
Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
119,7
111,6
124,9
120,5
116,3
109,3
117,4
131,7
120,3
112,5
125,7
120,4
117,2
109,7
117,6
133,0
JUN
121,1
113,9
127,0
120,5
117,9
110,4
117,5
134,0
YOY
6,57%
5,27%
8,49%
5,15%
6,02%
5,59%
7,18%
8,98%
MTM
QTQ
1,36%
0,64%
2,48%
0,07%
2,02%
1,19%
0,27%
3,58%
0,18%
-1,40%
0,78%
0,10%
0,61%
0,17%
0,16%
1,79%
0,50%
0,77%
0,64%
-0,07%
0,75%
0,39%
0,17%
0,99%
0,67%
1,29%
1,03%
0,05%
0,66%
0,62%
-0,06%
0,76%
APR MEI JUN
2.4.2 Inflasi Kota MaumereInflasi Kota Maumere kembali menunjukkan penurunan pada triwulan II 2015 yang hanya sebesar 2,24%
(yoy) dibanding tahun sebelumnya, jauh lebih rendah dibanding inflasi Provinsi NTT yang sebesar 6,01%
(yoy). Secara tahunan, pencapaian inflasi pada triwulan-II 2015 di Kota Maumere didorong oleh komoditas Makanan
Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau yang mencatat inflasi sebesar 10,65% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya.
Namun apabila dilihat secara triwulanan, inflasi tertinggi disebabkan oleh sub kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olah
Raga yang mencatat inflasi sebesar 4,82% (qtq). Sementara itu, inflasi subkelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa
Keuangan tercatat sebesar 8,48% (yoy) dan 1,83% (qtq) lebih rendah dibanding Kota Kupang yang sebesar 8,98%
(yoy) dan 3,58% (qtq).
Di sisi lain, relatif rendahnya pencapaian inflasi di Kota Mamumere juga didorong oleh pencapaian deflasi
komoditas bahan makanan. Secara tahunan deflasi bahan makanan mencapai -6,35% (yoy), sementara secara
triwulanan mencapai 0,33% (qtq) lebih rendah dibandingkan provinsi NTT yang mencatat inflasi 0,53% (qtq).
Berdasarkan data bulanan, inflasi tertinggi di kota Maumere terjadi pada bulan April sebesar 0,43% (mtm), kemudian
menurun pada bulan Mei yang sebesar 0,06%(mtm) dan kembali menurun pada bulan Juni yang sebesar 0,05% (mtm).
Dilihat dari sumbangan inflasi setiap bulan pada triwulan II 2015, Inflasi di kota Maumere terutama
disebabkan oleh komoditas Ayam Hidup yang selalu menjadi pendorong utama inflasi pada bulan April, Mei
dan Juni. Andil tertinggi inflasi komoditas Ayam Hidup berada pada bulan April sebesar 0,46% (mtm) lebih tinggi dari
inflasi Kota Maumere yang sebesar 0,43% (mtm). Tingginya angka inflasi tersebut diperkirakan terjadi karena adanya
keterbatasan pasokan ayam seiring adanya SK Gubernur yang hanya menetapkan dua perusahaan pemasok bibit ayam
ke NTT. Perusahaan tersebut hanya mampu mengirimkan bibit ayam hingga ke kota Kupang dan tidak sampai wilayah
Flores. komoditas penyumbang inflasi lainnya adalah komoditas sate, mie dan kue kering.
-1.0%
0.0%
1.0%
2.0%
3.0%
4.0%
5.0%
6.0%
Grafik 2.15. Inflasi Tahunan Kota Maumere Grafik 2.16. Inflasi Triwulanan Kota Maumere Grafik 2.17. Inflasi Bulanan Kota Maumere
I II III IV I II III IV I II III IV I2012 2013 2014 2015II III IV I II III IV I IIIII IV I
2012 2013 2014 2015
2.24%
6.01%
2.00%
3.00%
4.00%
5.00%
6.00%
7.00%
8.00%
9.00%
Maumere NTT -2.0%
-1.0%
0.0%
1.0%
2.0%
3.0%
4.0%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
2014 2015
Maumere NTT
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
Maumere NTT
II
4 5 6
0.51%0.61%
0.59%
0.05%
0.54%
1.25%
BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI26
Di sisi lain, inflasi yang terjadi dapat ditahan oleh pencapaian deflasi pada komoditas bahan makanan di
Kota Maumere, yang terutama disumbangkan oleh komoditas ikan segar dengan pencapaian deflasi mencapai
-42% (yoy) dan -11,65% (qtq) pada triwulan II 2015. Peningkatan pasokan ikan disebabkan oleh cuaca yang membaik .
Tabel 2.5. Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas
KOMODITAS
Sumber : BPS diolah
IHK 2015
APR MEI
INFLASI UMUM
Bahan Makanan
Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
Sandang
Kesehatan
Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga
Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
113,3
101,7
131,9
112,8
107,9
107,9
132,2
117,7
113,4
101,3
132,7
112,7
108,7
108,2
132,5
118,2
JUN
113,4
101,0
133,2
112,5
108,9
109,3
132,6
118,5
YOY
2,24%
-6,35%
10,65%
3,15%
1,65%
2,42%
9,55%
8,48%
MTM
QTQ
0,54%
-0,33%
0,99%
0,02%
0,97%
1,40%
0,29%
2,76%
0,43%
0,37%
-0,04%
0,29%
0,02%
0,06%
0,01%
2,02%
0,06%
-0,47%
0,65%
-0,12%
0,75%
0,33%
0,19%
0,42%
0,05%
-0,23%
0,38%
-0,15%
0,20%
1,00%
0,10%
0,30%
APR MEI JUN
Sepanjang triwulan II 2015, telah dilakukan 6 kali kegiatan koordinasi maupun langkah pengendalian inflasi
di Provinsi NTT. Berdasarkan kegiatan yang dilakukan, telah dilakukan koordinasi dalam lingkup Nasional, Provinsi
maupun Kota Kupang. Pada lingkup Nasional, TPID Provinsi NTT menghadiri Kegiatan Kelompok Kerja Nasional
(Pokjanas TPID) tanggal 27 Mei 2015 di Jakarta. Pada kegiatan tersebut, TPID Provinsi NTT memperoleh penghargaan
TPID terbaik di Kawasan Timur Indonesia (KTI) atas pencapaian dan program-program kerja terkait pengendalian inflasi
di Tahun 2014. Sementara dalam lingkup Provinsi, TPID telah melakukan 1 kali Rapat Teknis dan 1 kali rapat Tim Kecil
dalam rangka persiapan Pokjanas dan pembahasan RoadMap TPID Provinsi NTT. Selain itu, telah pula dilaksanakan 1 kali
Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) yang dihadiri oleh 18 Kab/Kota pada tanggal 22 Mei 2015. Dalam rangka menyusun
program dan strategi pengendalian harga menjelang Hari Raya Idul Fitri 1436 H, telah dilakukan pula 1 kali rapat teknis
pada tanggal 5 Juni 2015 dan dilanjutkan dengan Rapat High Level Meeting (HLM) tanggal 22 Juni 2015 yang dipimpin
langsung oleh Gubernur NTT, serta menghasilkan 6 langkah pengendalian inflasi, yaitu: 1) Menjaga Ketersediaan
Barang dan Mempercepat Distribusi Barang, 2) Mengendalikan Tarif Angkutan, 3) Menyediakan Informasi Produksi,
Pasokan (Stok) dan Harga Barang Pokok, 4) Mengefektifkan TPID untuk Memantau Pasokan, Distribusi dan Harga, 5)
Pengelolaan Ekspektasi Masyarakat, serta 6) Membentuk Pos Pengaduan yang Menampung Keluhan Terkait Bahan
Pokok dan Ketersediaan BBM (Call Center). Selain itu, BULOG juga terus melakukan kegiatan operasi pasar dan
penyaluran raskin di Provinsi NTT.
2.5 Aktivitas Pengendalian Inflasi oleh TPID
PERKEMBANGAN INFLASI - BAB II 27
Gambar 2.1. Kegiatan TPID Provinsi NTT Hingga Semester I 2015 dan Sebaran Pembentukan TPID
Berdasarkan perkembangan pembentukan TPID di Provinsi NTT, hingga triwulan II 2015, sudah terbentuk 19
TPID di Provinsi NTT dengan rincian 1 TPID Provinsi NTT, 1 TPID Kota Kupang dan 17 TPID Kabupaten di NTT. Di tahun
2015, terdapat tambahan 6 TPID baru yaitu pembentukan TPID Kabupaten Sumba Barat Daya, TPID Kabupaten Flores
Timur, TPID Kabupaten Timor Tengah Utara, Kaabupaten Sabu Raijua, Kabupaten Nagekeo dan Kabupaten Lembata.
Sementara 4 Kabupaten yang belum membentuk TPID antara lain kabupaten Kupang, Kabupaten Timor Tengah
Selatan, Kabupaten Malaka dan Kabupaten Ngada. Keempat kabupaten tersebut akan menjadi fokus dalam
pengembangan kelembagaan TPID ke depan.
BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI28
BAB III PERKEMBANGANPERBANKANDAN SISTEM PEMBAYARAN
Berdasarkan perkembangan pembentukan TPID di Provinsi NTT, hingga triwulan II 2015, sudah terbentuk 19
TPID di Provinsi NTT dengan rincian 1 TPID Provinsi NTT, 1 TPID Kota Kupang dan 17 TPID Kabupaten di NTT. Di tahun
2015, terdapat tambahan 6 TPID baru yaitu pembentukan TPID Kabupaten Sumba Barat Daya, TPID Kabupaten Flores
Timur, TPID Kabupaten Timor Tengah Utara, Kaabupaten Sabu Raijua, Kabupaten Nagekeo dan Kabupaten Lembata.
Sementara 4 Kabupaten yang belum membentuk TPID antara lain kabupaten Kupang, Kabupaten Timor Tengah
Selatan, Kabupaten Malaka dan Kabupaten Ngada. Keempat kabupaten tersebut akan menjadi fokus dalam
pengembangan kelembagaan TPID ke depan.
BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI28
BAB III PERKEMBANGANPERBANKANDAN SISTEM PEMBAYARAN
3.1 KONDISI UMUMPerkembangan kinerja perbankan di Provinsi NTT pada Triwulan II 2015 baik Bank Umum maupun Bank
Perkreditan Rakyat mengalami perlambatan, namun demikian masih di atas kinerja perbankan Nasional.
Perlambatan tersebut tercermin oleh beberapa indikator perbankan. Aset perbankan di Provinsi NTT pada Triwulan II
2015 tercatat sebesar Rp. 33,23 triliun tumbuh sebesar 24,20% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang
mencapai 28,13% (yoy). Sementara itu, penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Triwulan II 2015 tercatat sebesar
Rp. 22,10 triliun mengalami perlambatan dengan pertumbuhan sebesar 15,99% (yoy) lebih rendah dari Triwulan I 2015
yang mencapai 16,05% (yoy). Seiring perlambatan Aset dan DPK Perbankan, penyaluran Kredit di Provinsi NTT juga
sedikit melambat. Penyaluran kredit oleh perbankan sampai dengan triwulan II 2015 tercatat sebesar Rp. 18,55 triliun
atau 14,20% (yoy) sedikit lebih rendah dari Triwulan I 2015 yang mencapai 14,44% (yoy).
Selain itu, rasio kredit macet/Non Performing Loan (NPL) Gross perbankan di Provinsi NTT sedikit meningkat,
dari 1,70% pada Triwulan I 2015 menjadi 2,09% di Triwulan II 2015. Namun demikian, angka tersebut masih
berada pada level aman yakni dibawah batas yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu NPL Nett sebesar 5%. Angka
rasio likuiditas atau Loan to Deposit Ratio (LDR) pada Triwulan II 2015 sebesar 83,94% lebih rendah dari Triwulan I 2015
yang mencapai 87,30%.
Kinerja perbankan masih mengalami pertumbuhan namun cenderung melambat. Di sisi lain,
sistem pembayaran mengalami peningkatan yang signifikan seiring dengan adanya
peningkatan daya beli masyarakat dan realisasi proyek pemerintah.
Indikator kinerja perbankan mengalami perlambatan secara year-on-year (yoy), namun
demikian perkembangan triwulanan (qtq) masih mengalami peningkatan dan berada di atas
pertumbuhan Nasional.
Sementara itu, Sistem Pembayaran mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini dapat
menggambarkan adanya perkembangan ekonomi yang positif.
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
Aset (miliar) Kredit (miliar) DPK (miliar) y-o-y aset y-o-y kredit y-o-y DPK
Grafik 3.1. Perkembangan Kinerja Perbankan
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
30,00%40.000
30.000
20.000
10.000
- IV I II III IV
2013
I II III IV
20142012
I
2015
II
Grafik 3.2. Perkembangan LDR dan NPL
LDR NPL
0,0%
0,5%
1,0%
1,5%
78%
80%
82%
84%
86%
88%
90%
92%
94%
IV I II III IV2013
I II III IV20142012
I2015
2,0%
2,5%
II
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 31
3.1 KONDISI UMUMPerkembangan kinerja perbankan di Provinsi NTT pada Triwulan II 2015 baik Bank Umum maupun Bank
Perkreditan Rakyat mengalami perlambatan, namun demikian masih di atas kinerja perbankan Nasional.
Perlambatan tersebut tercermin oleh beberapa indikator perbankan. Aset perbankan di Provinsi NTT pada Triwulan II
2015 tercatat sebesar Rp. 33,23 triliun tumbuh sebesar 24,20% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang
mencapai 28,13% (yoy). Sementara itu, penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Triwulan II 2015 tercatat sebesar
Rp. 22,10 triliun mengalami perlambatan dengan pertumbuhan sebesar 15,99% (yoy) lebih rendah dari Triwulan I 2015
yang mencapai 16,05% (yoy). Seiring perlambatan Aset dan DPK Perbankan, penyaluran Kredit di Provinsi NTT juga
sedikit melambat. Penyaluran kredit oleh perbankan sampai dengan triwulan II 2015 tercatat sebesar Rp. 18,55 triliun
atau 14,20% (yoy) sedikit lebih rendah dari Triwulan I 2015 yang mencapai 14,44% (yoy).
Selain itu, rasio kredit macet/Non Performing Loan (NPL) Gross perbankan di Provinsi NTT sedikit meningkat,
dari 1,70% pada Triwulan I 2015 menjadi 2,09% di Triwulan II 2015. Namun demikian, angka tersebut masih
berada pada level aman yakni dibawah batas yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu NPL Nett sebesar 5%. Angka
rasio likuiditas atau Loan to Deposit Ratio (LDR) pada Triwulan II 2015 sebesar 83,94% lebih rendah dari Triwulan I 2015
yang mencapai 87,30%.
Kinerja perbankan masih mengalami pertumbuhan namun cenderung melambat. Di sisi lain,
sistem pembayaran mengalami peningkatan yang signifikan seiring dengan adanya
peningkatan daya beli masyarakat dan realisasi proyek pemerintah.
Indikator kinerja perbankan mengalami perlambatan secara year-on-year (yoy), namun
demikian perkembangan triwulanan (qtq) masih mengalami peningkatan dan berada di atas
pertumbuhan Nasional.
Sementara itu, Sistem Pembayaran mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini dapat
menggambarkan adanya perkembangan ekonomi yang positif.
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
Aset (miliar) Kredit (miliar) DPK (miliar) y-o-y aset y-o-y kredit y-o-y DPK
Grafik 3.1. Perkembangan Kinerja Perbankan
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
30,00%40.000
30.000
20.000
10.000
- IV I II III IV
2013
I II III IV
20142012
I
2015
II
Grafik 3.2. Perkembangan LDR dan NPL
LDR NPL
0,0%
0,5%
1,0%
1,5%
78%
80%
82%
84%
86%
88%
90%
92%
94%
IV I II III IV2013
I II III IV20142012
I2015
2,0%
2,5%
II
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 31
Secara umum perkembangan sistem pembayaran di Provinsi NTT pada Triwulan II 2015 meningkat
signifikan, baik tunai maupun non tunai. Pada Triwulan II 2015 uang yang masuk (cashinflow) pada Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT tercatat sebesar Rp. 492,09 miliar atau sebesar -33,34% (yoy) lebih rendah dari
Triwulan I 2015 yang mencapai 31,50% (yoy). Sementara itu, uang yang beredar dimasyarakat (cash outflow)
mengalami kenaikandari 10,37% (yoy) pada Triwulan I 2015 menjadi 13,48% (yoy) pada Triwulan II 2015, atau dengan
nominal mencapai Rp. 926,21 miliar. Outflow yang lebih besar dari Inflow menyebabkan Nett Outflow sebesar Rp.
434,12 miliar atau meningkat 456,88% (yoy) dibandingkan dengan Triwulan I 2015 yang mengalami pertumbuhan
Nett Inflow sebesar 37,99% (yoy), artinya pada Triwulan II 2015 uang yang beredar di masyarakat lebih banyak dari
uang yang dihimpun oleh perbankan atau disetor pada Bank Indonesia (Nett Outflow). Hal ini karena adanya
peningkatan kebutuhan uang tunai di masyarakat, pembayaran termin proyek-proyek pemerintah dan realisasi belanja
konsumsi pemerintah.
Temuan Uang Palsu yang dilaporkan dan tercatat di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT pada
Triwulan II 2015 mencapai 22 lembar, lebih sedikit apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
mencapai 27 lembar. Temuan uang palsu tersebut disebabkan karena semakin membaiknya tingkat kepatuhan
perbankan dan tingkat kesadaran masyarakat dalam melaporkan uang yang diragukan keasliannya kepada Bank
Indonesia, serta pengungkapan kasus tindak pidana uang palsu oleh kepolisian.
Pada Triwulan II 2015 transaksi non tunai rata-rata mengalami peningkatan. Transaksi Sistem Kliring Nasional
Bank Indonesia (SKNBI) dari sisi volume maupun nominal pada triwulan ini sedikit melambat, namun demikian masih
berada di atas pertumbuhan Nasional. Secara nominal, SKNBI tumbuh sebesar 9,77% (yoy) dibanding 17,93% (yoy)
pada Triwulan I 2015. Sementara itu, transaksi BI-RTGS pada Triwulan II 2015 secara umum menunjukkan peningkatan
yang signifikan, peningkatan ini tercermin dari tingginya pertumbuhan transaksi yang masuk ke NTT daripada yang
keluar dari NTT. Tingginya peningkatan tersebut menyebabkan Nett-To-NTT sebesar Rp. 3,71 triliun atau tumbuh
sebesar 149,16% (yoy) pada Triwulan II 2015, lebih rendah bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
mencapai 197,21% (yoy). Walaupun demikian pertumbuhan tersebut juga masih berada di atas pertumbuhan
Nasional. Aliran dana yang masuk ke NTT (Nett To NTT ) pada Triwulan II 2015, diperkirakan adalah transfer dana
pemerintah sebagai persiapan pembayaran gaji ke-13 serta peningkatan aktivitas konsumsi dan investasi masyarakat.
Grafik 3.3. Perkembangan SKNBI
30.00%
25.00%
20.00%
15.00%
10.00%
5.00%
0.00%
YOY
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
I II III IV2012
Volume Kliring Nominal Kriling Volume Cek/BG Kosong Nominal Cek/BG Kosong
500.00%
400.00%
300.00%
200.00%
100.00%
0.00%
II
5,00%
40.00%
35.00%
-100.00%
BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 32
Kinerja Bank Umum di Provinsi NTT pada Triwulan II 2015 sedikit melambat. Walaupun demikian,
berdasarkan pertumbuhan semesteran dan triwulanan masih menunjukkan peningkatan. Total Aset pada
Triwulan II 2015 tumbuh sebesar 14,17% (yoy) lebih rendah dari Triwulan I 2015 yang mencapai 28,14% (yoy), Dana
Pihak Ketiga pada Triwulan II 2015 tumbuh sebesar 15,82% (yoy) sedikit lebih rendah bila dibandingkan dengan
Triwulan I 2015 yang mencapai 15,93% (yoy), dan total kredit triwulan ini juga mengalami pertumbuhan yang sedikit
melambat yaitu 14,11% (yoy) dari Triwulan I 2015 yang mencapai 14,30% (yoy). Angka rasio likuiditas perbankan Loan
to Deposit Ratio (LDR) Bank Umum di Provinsi NTT dari sebesar 87,01% pada Triwulan I 2015, turun menjadi 83,61%
pada Triwulan II 2015. Sementara itu, rasio kredit macet (NPL) pada Triwulan II 2015 mencapai 2,02% lebih tinggi
dibandingkan Triwulan I 2015 yang hanya sebesar 1,63%. Meningkatnya angka NPL ini didorong oleh tingginya NPL
pada jenis penggunaan Kredit Investasi. Namun, apabila dilihat dari sisi penyaluran kredit, meningkatnya NPL
disebabkan oleh tingginya NPL pada sektor konstruksi, sektor real estate, usaha persewaan dan jasa perusahaan serta
sektor perdagangan besar dan eceran.
Sampai dengan Triwulan II 2015 perkembangan Aset Bank Umum di NTT masih relatif baik. Pertumbuhan aset
Bank Umum secara Nasional mengalami perlambatan, demikian juga di alami oleh Provinsi NTT yang tumbuh melambat
pada Triwulan II 2015. Namun demikian pertumbuhannya masih berada di atas Nasional. Total aset Bank Umum di
Provinsi NTT pada Triwulan II 2015 mencapai Rp. 32,78 triliun atau tumbuh sebesar 24,17% (yoy) lebih rendah dari
triwulan sebelumnya yang mencapai 28,14% (yoy).
Berdasarkan kelompok bank penyumbang terbesar Aset pada Triwulan II 2015 adalah Bank Swasta Nasional dengan
porsi sebesar 54,63%, kemudian diikuti oleh Bank Pemerintah yang mendapat porsi sebesar 45,37%.
Tabel 3.1.Perkembangan BI-RTGS
Transaksi RTGS
DARI (FROM) NTT
MENUJU (TO) NTT
20132014
I II III IV2014
NET FROM (TO) NTT
2015
I
Nominal (Rp.Miliar) 90.782,31 17.188,53 20.597,63 24.389,56 26.834,10 89.009,82 31.694,04 40.042,32
Volume (Lbr Warkat) 51.895 10.696 10.475 10.900 11.053 43.124 6.013 6.567
Growth Nominal 14,73% -24,24% -5,85% 17,73% 5,23% -1,95% 84,39% 94,40%
Growth Volume 1,80% -10,63% -12,49% -13,70% -27,89% -16,90% -43,78% -37,31%
Nominal (Rp.Miliar) 80.032,43 14.184,27 13.052,92 30.150,79 35.629,94 93.017,92 34.614,54 43.751,01
Volume (Lbr Warkat) 33.361 7.809 7.868 8.965 9.294 33.936 5.984 6.086
Growth Nominal 22,75% 6,58% -42,61% 69,58% 36,00% 16,23% 144,03% 235,18%
Growth Volume 2,55% 4,90% -4,40% 9,21% -1,94% 1,72% -23,37% -22,65%
Nominal (Rp.Miliar) 22.500,17 4.329,99 4.261,96 13.639,43 19.742,90 41.974,28 25.133,15 29.243,54
Volume (Lbr Warkat) 5.379 1.393 1.231 1.567 1.746 5.937 1.106 1.188
Growth Nominal 325,42% 131,06% -17,11% 114,10% 116,62% 86,55% 480,44% 586,15%
Growth Volume 17,27% 12,61% -9,95% 20,45% 18,45% 10,37% -20,60% -3,49%
Nominal (Rp.Miliar) 10.749,88 3.004,26 7.544,71 -5.761,23 -8.795,84 -4.008,10 -2.920,50 -3.708,69
Volume (Lbr Warkat) 18.534 2.887 2.607 1.935 1.759 9.188 29 481
Growth Nominal -22,79% -67,97% -969,65% -296,19% 1159,36% -137,29% -197,21% -149,16%
Growth Volume 0,47% -36,18% -30,29% -56,23% -69,93% -50,43% -99,00% -81,55%
II
FROM-TO NTT
3.2 Perkembangan Kinerja Bank Umum
3.2.1 Aset dan Aktiva Produktif
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 33
Secara umum perkembangan sistem pembayaran di Provinsi NTT pada Triwulan II 2015 meningkat
signifikan, baik tunai maupun non tunai. Pada Triwulan II 2015 uang yang masuk (cashinflow) pada Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT tercatat sebesar Rp. 492,09 miliar atau sebesar -33,34% (yoy) lebih rendah dari
Triwulan I 2015 yang mencapai 31,50% (yoy). Sementara itu, uang yang beredar dimasyarakat (cash outflow)
mengalami kenaikandari 10,37% (yoy) pada Triwulan I 2015 menjadi 13,48% (yoy) pada Triwulan II 2015, atau dengan
nominal mencapai Rp. 926,21 miliar. Outflow yang lebih besar dari Inflow menyebabkan Nett Outflow sebesar Rp.
434,12 miliar atau meningkat 456,88% (yoy) dibandingkan dengan Triwulan I 2015 yang mengalami pertumbuhan
Nett Inflow sebesar 37,99% (yoy), artinya pada Triwulan II 2015 uang yang beredar di masyarakat lebih banyak dari
uang yang dihimpun oleh perbankan atau disetor pada Bank Indonesia (Nett Outflow). Hal ini karena adanya
peningkatan kebutuhan uang tunai di masyarakat, pembayaran termin proyek-proyek pemerintah dan realisasi belanja
konsumsi pemerintah.
Temuan Uang Palsu yang dilaporkan dan tercatat di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT pada
Triwulan II 2015 mencapai 22 lembar, lebih sedikit apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
mencapai 27 lembar. Temuan uang palsu tersebut disebabkan karena semakin membaiknya tingkat kepatuhan
perbankan dan tingkat kesadaran masyarakat dalam melaporkan uang yang diragukan keasliannya kepada Bank
Indonesia, serta pengungkapan kasus tindak pidana uang palsu oleh kepolisian.
Pada Triwulan II 2015 transaksi non tunai rata-rata mengalami peningkatan. Transaksi Sistem Kliring Nasional
Bank Indonesia (SKNBI) dari sisi volume maupun nominal pada triwulan ini sedikit melambat, namun demikian masih
berada di atas pertumbuhan Nasional. Secara nominal, SKNBI tumbuh sebesar 9,77% (yoy) dibanding 17,93% (yoy)
pada Triwulan I 2015. Sementara itu, transaksi BI-RTGS pada Triwulan II 2015 secara umum menunjukkan peningkatan
yang signifikan, peningkatan ini tercermin dari tingginya pertumbuhan transaksi yang masuk ke NTT daripada yang
keluar dari NTT. Tingginya peningkatan tersebut menyebabkan Nett-To-NTT sebesar Rp. 3,71 triliun atau tumbuh
sebesar 149,16% (yoy) pada Triwulan II 2015, lebih rendah bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
mencapai 197,21% (yoy). Walaupun demikian pertumbuhan tersebut juga masih berada di atas pertumbuhan
Nasional. Aliran dana yang masuk ke NTT (Nett To NTT ) pada Triwulan II 2015, diperkirakan adalah transfer dana
pemerintah sebagai persiapan pembayaran gaji ke-13 serta peningkatan aktivitas konsumsi dan investasi masyarakat.
Grafik 3.3. Perkembangan SKNBI
30.00%
25.00%
20.00%
15.00%
10.00%
5.00%
0.00%
YOY
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
I II III IV2012
Volume Kliring Nominal Kriling Volume Cek/BG Kosong Nominal Cek/BG Kosong
500.00%
400.00%
300.00%
200.00%
100.00%
0.00%
II
5,00%
40.00%
35.00%
-100.00%
BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 32
Kinerja Bank Umum di Provinsi NTT pada Triwulan II 2015 sedikit melambat. Walaupun demikian,
berdasarkan pertumbuhan semesteran dan triwulanan masih menunjukkan peningkatan. Total Aset pada
Triwulan II 2015 tumbuh sebesar 14,17% (yoy) lebih rendah dari Triwulan I 2015 yang mencapai 28,14% (yoy), Dana
Pihak Ketiga pada Triwulan II 2015 tumbuh sebesar 15,82% (yoy) sedikit lebih rendah bila dibandingkan dengan
Triwulan I 2015 yang mencapai 15,93% (yoy), dan total kredit triwulan ini juga mengalami pertumbuhan yang sedikit
melambat yaitu 14,11% (yoy) dari Triwulan I 2015 yang mencapai 14,30% (yoy). Angka rasio likuiditas perbankan Loan
to Deposit Ratio (LDR) Bank Umum di Provinsi NTT dari sebesar 87,01% pada Triwulan I 2015, turun menjadi 83,61%
pada Triwulan II 2015. Sementara itu, rasio kredit macet (NPL) pada Triwulan II 2015 mencapai 2,02% lebih tinggi
dibandingkan Triwulan I 2015 yang hanya sebesar 1,63%. Meningkatnya angka NPL ini didorong oleh tingginya NPL
pada jenis penggunaan Kredit Investasi. Namun, apabila dilihat dari sisi penyaluran kredit, meningkatnya NPL
disebabkan oleh tingginya NPL pada sektor konstruksi, sektor real estate, usaha persewaan dan jasa perusahaan serta
sektor perdagangan besar dan eceran.
Sampai dengan Triwulan II 2015 perkembangan Aset Bank Umum di NTT masih relatif baik. Pertumbuhan aset
Bank Umum secara Nasional mengalami perlambatan, demikian juga di alami oleh Provinsi NTT yang tumbuh melambat
pada Triwulan II 2015. Namun demikian pertumbuhannya masih berada di atas Nasional. Total aset Bank Umum di
Provinsi NTT pada Triwulan II 2015 mencapai Rp. 32,78 triliun atau tumbuh sebesar 24,17% (yoy) lebih rendah dari
triwulan sebelumnya yang mencapai 28,14% (yoy).
Berdasarkan kelompok bank penyumbang terbesar Aset pada Triwulan II 2015 adalah Bank Swasta Nasional dengan
porsi sebesar 54,63%, kemudian diikuti oleh Bank Pemerintah yang mendapat porsi sebesar 45,37%.
Tabel 3.1.Perkembangan BI-RTGS
Transaksi RTGS
DARI (FROM) NTT
MENUJU (TO) NTT
20132014
I II III IV2014
NET FROM (TO) NTT
2015
I
Nominal (Rp.Miliar) 90.782,31 17.188,53 20.597,63 24.389,56 26.834,10 89.009,82 31.694,04 40.042,32
Volume (Lbr Warkat) 51.895 10.696 10.475 10.900 11.053 43.124 6.013 6.567
Growth Nominal 14,73% -24,24% -5,85% 17,73% 5,23% -1,95% 84,39% 94,40%
Growth Volume 1,80% -10,63% -12,49% -13,70% -27,89% -16,90% -43,78% -37,31%
Nominal (Rp.Miliar) 80.032,43 14.184,27 13.052,92 30.150,79 35.629,94 93.017,92 34.614,54 43.751,01
Volume (Lbr Warkat) 33.361 7.809 7.868 8.965 9.294 33.936 5.984 6.086
Growth Nominal 22,75% 6,58% -42,61% 69,58% 36,00% 16,23% 144,03% 235,18%
Growth Volume 2,55% 4,90% -4,40% 9,21% -1,94% 1,72% -23,37% -22,65%
Nominal (Rp.Miliar) 22.500,17 4.329,99 4.261,96 13.639,43 19.742,90 41.974,28 25.133,15 29.243,54
Volume (Lbr Warkat) 5.379 1.393 1.231 1.567 1.746 5.937 1.106 1.188
Growth Nominal 325,42% 131,06% -17,11% 114,10% 116,62% 86,55% 480,44% 586,15%
Growth Volume 17,27% 12,61% -9,95% 20,45% 18,45% 10,37% -20,60% -3,49%
Nominal (Rp.Miliar) 10.749,88 3.004,26 7.544,71 -5.761,23 -8.795,84 -4.008,10 -2.920,50 -3.708,69
Volume (Lbr Warkat) 18.534 2.887 2.607 1.935 1.759 9.188 29 481
Growth Nominal -22,79% -67,97% -969,65% -296,19% 1159,36% -137,29% -197,21% -149,16%
Growth Volume 0,47% -36,18% -30,29% -56,23% -69,93% -50,43% -99,00% -81,55%
II
FROM-TO NTT
3.2 Perkembangan Kinerja Bank Umum
3.2.1 Aset dan Aktiva Produktif
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 33
Grafik 3.4.Penyumbang Aset Berdasarkan Jenis Bank
BANK PEMERINTAH BANK SWASTA NASIONAL
54,63%
45,37%
3.2.2 Dana Pihak KetigaPada Triwulan II 2015 penghimpunan DPK oleh Bank Umum di Provinsi NTT sedikit lebih rendah
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sampai dengan triwulan ini, penghimpunan DPK yang berhasil
dihimpun oleh Bank Umum sebesar Rp. 21,76 triliun atau tumbuh sebesar 15,82% (yoy) sedikit melambat dari triwulan
sebelumnya yang mencapai 15,93% (yoy). Pertumbuhan DPK yang sedikit melambat pada Triwulan II 2015 didorong
oleh melambatnya pertumbuhan Giro yang mencapai 15,64% (yoy), dari 32,32% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
Namun demikian, pertumbuhan Deposito pada triwulan ini mengalami peningkatan yang signifikan yakni sebesar
32,49% (yoy), dari triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 19,92% (yoy). Bahkan pertumbuhan Tabungan pada
Triwulan II 2015 juga sedikit meningkat sebesar 6,78% (yoy), dari 6,00% (yoy) pada Triwulan I 2015.
Pertumbuhan deposito yang meningkat pada Triwulan II 2015 didorong oleh peningkatan Deposito
golongan Pemerintah yang naik signifikan sebesar 51,73% (yoy) lebih tinggi dari Triwulan I 2015 yang hanya
mencapai 12,24% (yoy), kemudian golongan perorangan sebesar 20,35% (yoy). Sementara itu, peningkatan tabungan
dipicu oleh golongan perorangan sebesar 5,48% (yoy) pada Triwulan II 2015, lebih tinggi dibandingkan Triwulan I 2015
yang hanya mencapai 4,16% (yoy), diikuti oleh golongan swasta sebesar 21,34% (yoy) melambat bila dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 27,23% (yoy). Namun demikian, peningkatan tersebut tidak terjadi
pada kelompok Giro yang sedikit melambat. Perlambatan Giro pada triwulan ini disebabkan oleh melambatnya
pertumbuhan Giro Pemerintah yang hanya tumbuh sebesar 14,15% (yoy) dari 41,12% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
Meningkatnya pertumbuhan Deposito dan melambatnya pertumbuhan Giro Pemerintah, diperkirakan
karena adanya perubahan preferensi simpanan dari giro menjadi deposito. Kelompok deposito berdasarkan
golongan pada Triwulan II 2015 didominasi oleh kelompok perorangan dan pemerintah dengan share masing-masing
sebesar 49,33% dan 45,99%.
Grafik 3.5. Share Deposito Berdasarkan Jangka Waktu
PEMERINTAH SWASTA PERORANGAN
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
<=1 BULAN <=3BULAN <=6 BULAN <=12 BULAN >12 BULAN
LAINNYA
Grafik 3.6. DPK Berdasarkan Golongan Nasabah
Giro Deposito Tabungan
5,412.02
2,864.65
199.40452.31
253.15
892.41
502.65
3,079.45
8,048.27
12.02 38.96 8.47
(RP MILIAR)
PEMERINTAH SWASTA PERORANGAN LAINNYA
BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 34
Penghimpunan DPK di Provinsi NTT pada Triwulan II 2015 masih didominasi oleh komponen Tabungan
dengan nominal sebesar Rp.9,15 triliun atau dengan porsi terhadap total DPK sebesar 42,04%, giro dan deposito di
triwulan ini memperoleh porsi yang lebih kecil yaitu masing-masing 29,31%, dan 28,65%.
Pada Triwulan II 2015 nasabah perorangan memiliki andil terbesar dari total penghimpunan dana oleh Bank Umum di
NTT yaitu mencapai 53,44%, diikuti oleh golongan pemerintah sebesar 38,95%, kemudian golongan swasta 7,34%
dan lainnya sebesar 0,27%.
Pada Triwulan II 2015 penyaluran kredit oleh Bank Umum baik Nasional maupun di Provinsi NTT sedikit
melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kredit yang disalurkan di Provinsi NTT mencapai Rp.18,20
triliun atau tumbuh sebesar 14,11% (yoy). Pertumbuhan tersebut sedikit melambat apabila dibandingkan dengan
Triwulan I 2015 yang mencapai 14,30% (yoy). Namun demikian, lebih tinggi bila dibandingkan dengan pertumbuhan
penyaluran kredit secara Nasional. Penyaluran kredit Nasional pada Triwulan II 2015 sedikit melambat 10,48% (yoy)
dibandingkan Triwulan I 2015 yang mencapai 11,38%.
Penyaluran kredit yang sedikit melambat di Provinsi NTT didorong oleh melambatnya kredit Investasi dan
Modal Kerja. Pertumbuhan kredit Investasi pada Triwulan II 2015 mencapai 13,20% (yoy) lebih rendah bila
dibandingkan dengan Triwulan I 2015 yang tumbuh sebesar 18,15% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan kredit Modal
Kerja pada triwulan ini tumbuh sebesar 18,64% (yoy) juga lebih rendah bila dibandingkan dengan Triwulan I 2015 yang
mencapai 20,72% (yoy). Namun demikian, perlambatan tersebut tidak dialami oleh kredit Konsumsi yang pada
Triwulan II 2015 tumbuh sebesar 12,08% (yoy) lebih tinggi dari Triwulan I 2015 yang hanya mencapai 10,97% (yoy).
Peningkatan kredit konsumsi didorong oleh pertumbuhan penyaluran kredit sektor Rumah Tangga Untuk Keperluan
Multiguna sebesar 52,90% (yoy), sektor Rumah Tangga Untuk Keperluan Rumah Tinggal Tipe 22 s.d 70 sebesar
19,15% (yoy) dan sektor Rumah Tangga Untuk Keperluan Rumah Tinggal s.d Tipe 21 sebesar 19,37% (yoy).
Berdasarkan jenis penggunaan kredit, kredit Konsumsi masih mengambil bagian terbesar yakni 61,61% dari
total kredit, selanjutnya kredit Modal Kerja dengan porsi sebesar 30,92%, dan kredit Investasi sebesar
7,47%. Besarnya penyaluran kredit konsumsi pada triwulan ini didorong oleh besarnya penyaluran kredit sektor rumah
tangga untuk keperluan multiguna dengan bagian sebesar 53,56% dan sektor bukan lapangan usaha lainnya sebesar
33,65%.
Grafik 3.7.Pertumbuhan DPK
Giro (yoy) Deposito (yoy) Tabungan (yoy)
40%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
IV I II III IV20142013
I2015
II
Share
Giro Deposito Tabungan DPK (yoy)
Grafik 3.8.Komposisi DPK
I2015
III II III IV2014
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%
100%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
50.23%
25.55%
24.23%
45.69%
25.05%
29.35%
47.35%
25.98%
26.67%
55.92%
24.07%
20.02%
45.92%
26.43%
27.65%
42.04%
28.65%
29.31%
3.2.3 Penyaluran Kredit / Pembiayaan
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 35
Grafik 3.4.Penyumbang Aset Berdasarkan Jenis Bank
BANK PEMERINTAH BANK SWASTA NASIONAL
54,63%
45,37%
3.2.2 Dana Pihak KetigaPada Triwulan II 2015 penghimpunan DPK oleh Bank Umum di Provinsi NTT sedikit lebih rendah
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sampai dengan triwulan ini, penghimpunan DPK yang berhasil
dihimpun oleh Bank Umum sebesar Rp. 21,76 triliun atau tumbuh sebesar 15,82% (yoy) sedikit melambat dari triwulan
sebelumnya yang mencapai 15,93% (yoy). Pertumbuhan DPK yang sedikit melambat pada Triwulan II 2015 didorong
oleh melambatnya pertumbuhan Giro yang mencapai 15,64% (yoy), dari 32,32% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
Namun demikian, pertumbuhan Deposito pada triwulan ini mengalami peningkatan yang signifikan yakni sebesar
32,49% (yoy), dari triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 19,92% (yoy). Bahkan pertumbuhan Tabungan pada
Triwulan II 2015 juga sedikit meningkat sebesar 6,78% (yoy), dari 6,00% (yoy) pada Triwulan I 2015.
Pertumbuhan deposito yang meningkat pada Triwulan II 2015 didorong oleh peningkatan Deposito
golongan Pemerintah yang naik signifikan sebesar 51,73% (yoy) lebih tinggi dari Triwulan I 2015 yang hanya
mencapai 12,24% (yoy), kemudian golongan perorangan sebesar 20,35% (yoy). Sementara itu, peningkatan tabungan
dipicu oleh golongan perorangan sebesar 5,48% (yoy) pada Triwulan II 2015, lebih tinggi dibandingkan Triwulan I 2015
yang hanya mencapai 4,16% (yoy), diikuti oleh golongan swasta sebesar 21,34% (yoy) melambat bila dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 27,23% (yoy). Namun demikian, peningkatan tersebut tidak terjadi
pada kelompok Giro yang sedikit melambat. Perlambatan Giro pada triwulan ini disebabkan oleh melambatnya
pertumbuhan Giro Pemerintah yang hanya tumbuh sebesar 14,15% (yoy) dari 41,12% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
Meningkatnya pertumbuhan Deposito dan melambatnya pertumbuhan Giro Pemerintah, diperkirakan
karena adanya perubahan preferensi simpanan dari giro menjadi deposito. Kelompok deposito berdasarkan
golongan pada Triwulan II 2015 didominasi oleh kelompok perorangan dan pemerintah dengan share masing-masing
sebesar 49,33% dan 45,99%.
Grafik 3.5. Share Deposito Berdasarkan Jangka Waktu
PEMERINTAH SWASTA PERORANGAN
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
<=1 BULAN <=3BULAN <=6 BULAN <=12 BULAN >12 BULAN
LAINNYA
Grafik 3.6. DPK Berdasarkan Golongan Nasabah
Giro Deposito Tabungan
5,412.02
2,864.65
199.40452.31
253.15
892.41
502.65
3,079.45
8,048.27
12.02 38.96 8.47
(RP MILIAR)
PEMERINTAH SWASTA PERORANGAN LAINNYA
BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 34
Penghimpunan DPK di Provinsi NTT pada Triwulan II 2015 masih didominasi oleh komponen Tabungan
dengan nominal sebesar Rp.9,15 triliun atau dengan porsi terhadap total DPK sebesar 42,04%, giro dan deposito di
triwulan ini memperoleh porsi yang lebih kecil yaitu masing-masing 29,31%, dan 28,65%.
Pada Triwulan II 2015 nasabah perorangan memiliki andil terbesar dari total penghimpunan dana oleh Bank Umum di
NTT yaitu mencapai 53,44%, diikuti oleh golongan pemerintah sebesar 38,95%, kemudian golongan swasta 7,34%
dan lainnya sebesar 0,27%.
Pada Triwulan II 2015 penyaluran kredit oleh Bank Umum baik Nasional maupun di Provinsi NTT sedikit
melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kredit yang disalurkan di Provinsi NTT mencapai Rp.18,20
triliun atau tumbuh sebesar 14,11% (yoy). Pertumbuhan tersebut sedikit melambat apabila dibandingkan dengan
Triwulan I 2015 yang mencapai 14,30% (yoy). Namun demikian, lebih tinggi bila dibandingkan dengan pertumbuhan
penyaluran kredit secara Nasional. Penyaluran kredit Nasional pada Triwulan II 2015 sedikit melambat 10,48% (yoy)
dibandingkan Triwulan I 2015 yang mencapai 11,38%.
Penyaluran kredit yang sedikit melambat di Provinsi NTT didorong oleh melambatnya kredit Investasi dan
Modal Kerja. Pertumbuhan kredit Investasi pada Triwulan II 2015 mencapai 13,20% (yoy) lebih rendah bila
dibandingkan dengan Triwulan I 2015 yang tumbuh sebesar 18,15% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan kredit Modal
Kerja pada triwulan ini tumbuh sebesar 18,64% (yoy) juga lebih rendah bila dibandingkan dengan Triwulan I 2015 yang
mencapai 20,72% (yoy). Namun demikian, perlambatan tersebut tidak dialami oleh kredit Konsumsi yang pada
Triwulan II 2015 tumbuh sebesar 12,08% (yoy) lebih tinggi dari Triwulan I 2015 yang hanya mencapai 10,97% (yoy).
Peningkatan kredit konsumsi didorong oleh pertumbuhan penyaluran kredit sektor Rumah Tangga Untuk Keperluan
Multiguna sebesar 52,90% (yoy), sektor Rumah Tangga Untuk Keperluan Rumah Tinggal Tipe 22 s.d 70 sebesar
19,15% (yoy) dan sektor Rumah Tangga Untuk Keperluan Rumah Tinggal s.d Tipe 21 sebesar 19,37% (yoy).
Berdasarkan jenis penggunaan kredit, kredit Konsumsi masih mengambil bagian terbesar yakni 61,61% dari
total kredit, selanjutnya kredit Modal Kerja dengan porsi sebesar 30,92%, dan kredit Investasi sebesar
7,47%. Besarnya penyaluran kredit konsumsi pada triwulan ini didorong oleh besarnya penyaluran kredit sektor rumah
tangga untuk keperluan multiguna dengan bagian sebesar 53,56% dan sektor bukan lapangan usaha lainnya sebesar
33,65%.
Grafik 3.7.Pertumbuhan DPK
Giro (yoy) Deposito (yoy) Tabungan (yoy)
40%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
IV I II III IV20142013
I2015
II
Share
Giro Deposito Tabungan DPK (yoy)
Grafik 3.8.Komposisi DPK
I2015
III II III IV2014
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%
100%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
50.23%
25.55%
24.23%
45.69%
25.05%
29.35%
47.35%
25.98%
26.67%
55.92%
24.07%
20.02%
45.92%
26.43%
27.65%
42.04%
28.65%
29.31%
3.2.3 Penyaluran Kredit / Pembiayaan
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 35
Grafik 3.10.Komposisi Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
KONSUMSIMODAL KERJAINVESTASI
61,61%
30, 92%
7,47%
Grafik 3.11.Lima Sektor Utama Pendorong Kredit
65.23%
27.31%
3.86%
1.88%
1.72%
PENERIMA KREDIT BUKAN LAPANGAN USAHA
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
KONSTRUKSI
JASA KEMASYARAKATAN, SOSIAL BUDAYA , HIBURAN DAN PERORANGAN LAINNYA
PENYEDIAAN AKOMODASI DAN PENYEDIAAN MAKAN MINUM
Grafik 3.9.Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
y-o-y kredit y-o-y modal kerja y-o-y investasi y-o-y konsumsi
IV I II III IV
2013
I II III IV
20142012
I
2015
II0
0.05
0.10
0.15
0.20
0.25
.00
3.2.4 Kualitas KreditTotal kredit macet bila dibandingkan dengan total kredit (Non Performing Loan;NPL) Bank Umum di Provinsi
NTT pada Triwulan II 2015 mengalami sedikit peningkatan sebesar 2,02% dibandingkan dengan Triwulan I
2015 yang hanya mencapai 1,63%. Rasio kredit macet yang sedikit meningkat pada triwulan ini, didorong oleh
beberapa jenis kredit diantaranya kredit Investasi yang mencapai 4,55% lebih tinggi bila dibandingkan dengan Triwulan
I 2015 yang hanya mencapai 2,95%. Kemudian kredit Modal Kerja yang sedikit meningkat pada Triwulan II 2015
sebesar 3,85% dari 3,12% pada Triwulan I 2015. Sementara itu, rasio kredit macet penggunaan Konsumsi juga
mengalami sedikit peningkatan pada Triwulan II 2015 yakni sebesar 0,80% dari 0,74% pada triwulan sebelumnya.Apabila rasio kredit macet dilihat berdasarkan sektor ekonomi penyaluran kredit, maka sektor konstruksi menjadi
pendorong utama peningkatan rasio kredit macet atau sebesar 12,34%, kemudian diikuti oleh sektor Real Estate,
Usaha Persewaan, dan Jasa perusahaan sebesar 4,10% dan sektor Perikanan sebesar 4,03%.
Pada Triwulan II 2015 rata-rata suku bunga kredit Bank Umum di Provinsi NTT mengalami penurunan.
Berdasarkan jenis penggunaan, suku bunga kredit Modal kerja pada triwulan ini menurun sebesar 13,99% lebih rendah
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 14,06%. Selanjutnya suku bunga kredit Konsumsi pada
Triwulan II 2015 juga mengalami penurunan sebesar 14,51% dari 14,53% pada Triwulan I 2015, diikuti oleh suku
bunga kredit Investasi yang pada Triwulan II 2015 sebesar 14,91% lebih rendah dibandingkan dengan Triwulan I 2015
yang mencapai 15,33%. Penurunan suku bunga menunjukkan adanya respon perbankan untuk menggiatkan kembali
penyaluran kredit yang saat ini cenderung melambat.
3.2.5 Suku Bunga
BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 36
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
Kredit (yoy) Ratio NPL BI Rate
IV I II III IV
2013
I IIIII IV
20142012
Grafik 3.12.Kredit, NPL dan BI Rate
I
2015
II12,50%
13,00%
13,50%
14,00%
14,50%
15,00%
15,50%
16,00%
16,50%
Modal Kerja Investasi Konsumsi Rata-rata BI Rate
IV I II III IV
2013
I II III IV
20142012
Grafik 3.13.Perkembangan Kredit Berdasarkan Suku Bunga
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
16%
I
2015
II
3.2.6 Kredit Usaha Mikro Kecil Menengah
Penyaluran kredit UMKM pada Triwulan II 2015 mencapai Rp. 5,61 triliun atau sebesar 18,04% (yoy) tumbuh
melambat dibanding triwulan sebelumnya yang mencapai 25,08% (yoy). walaupun demikian, bila
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya pada tahun yang sama, kredit UMKM mengalami peningkatan sebesar
7,20% (qtq) lebih tinggi dari Triwulan I 2015 yang hanya tumbuh 1,40% (qtq). Selain itu, pertumbuhan UMKM di
Provinsi NTT juga berada jauh di atas Nasional yang hanya mampu tumbuh sebesar 6,78% (yoy). Adapun rasio kredit
UMKM dibandingkan dengan total kredit pada Triwulan II 2015 mencapai 30,83%.
Melambatnya kredit UMKM secara year-on-year disebabkan oleh melambatnya penyaluran kredit usaha
Mikro dari 40,92% (yoy) pada Triwulan I 2015 menjadi 19,21% (yoy) pada Triwulan II 2015. Sementara itu,
untuk kredit usaha Kecil pada triwulan ini juga mengalami perlambatan dengan pertumbuhan sebesar 13,23% (yoy)
lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang mencapai 16,78% (yoy). Kemudian diikuti oleh kredit usaha menengah
yang tumbuh melambat sebesar 24,70% (yoy) pada Triwulan II 2015 dari 26,08% (yoy) pada Triwulan I 2015.
Berdasarkan jenis penggunaan, baik itu kredit Modal Kerja maupun Investasi pada triwulan laporan juga mengalami
pertumbuhan yang melambat masing-masing 19,32% (yoy) dari 25,97% (yoy) pada Triwulan I 2015 serta 12,08% (yoy)
dari 21,11%(yoy) pada triwulan sebelumnya.
Risiko kredit macet (NPL) UMKM sebesar 4,06% pada Triwulan II 2015 lebih tinggi bila dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 3,38%. Namun demikian secara Nasional angka rasio kredit UMKM
yang macet masih lebih tinggi dibandingkan Provinsi NTT atau mencapai 4,65%.Selain itu, NPL UMKM Kredit Modal
Kerja juga mengalami peningkatan, dari 3,30% pada Triwulan I 2015 menjadi 3,63% pada Triwulan II 2015. Walaupun
demikian, kredit UMKM masih terus menunjukkan peningkatan dan menggambarkan peningkatan kinerja di sektor
produktif sebagai pendorong utama ekonomi di Provinsi NTT.
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 37
Grafik 3.10.Komposisi Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
KONSUMSIMODAL KERJAINVESTASI
61,61%
30, 92%
7,47%
Grafik 3.11.Lima Sektor Utama Pendorong Kredit
65.23%
27.31%
3.86%
1.88%
1.72%
PENERIMA KREDIT BUKAN LAPANGAN USAHA
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
KONSTRUKSI
JASA KEMASYARAKATAN, SOSIAL BUDAYA , HIBURAN DAN PERORANGAN LAINNYA
PENYEDIAAN AKOMODASI DAN PENYEDIAAN MAKAN MINUM
Grafik 3.9.Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
y-o-y kredit y-o-y modal kerja y-o-y investasi y-o-y konsumsi
IV I II III IV
2013
I II III IV
20142012
I
2015
II0
0.05
0.10
0.15
0.20
0.25
.00
3.2.4 Kualitas KreditTotal kredit macet bila dibandingkan dengan total kredit (Non Performing Loan;NPL) Bank Umum di Provinsi
NTT pada Triwulan II 2015 mengalami sedikit peningkatan sebesar 2,02% dibandingkan dengan Triwulan I
2015 yang hanya mencapai 1,63%. Rasio kredit macet yang sedikit meningkat pada triwulan ini, didorong oleh
beberapa jenis kredit diantaranya kredit Investasi yang mencapai 4,55% lebih tinggi bila dibandingkan dengan Triwulan
I 2015 yang hanya mencapai 2,95%. Kemudian kredit Modal Kerja yang sedikit meningkat pada Triwulan II 2015
sebesar 3,85% dari 3,12% pada Triwulan I 2015. Sementara itu, rasio kredit macet penggunaan Konsumsi juga
mengalami sedikit peningkatan pada Triwulan II 2015 yakni sebesar 0,80% dari 0,74% pada triwulan sebelumnya.Apabila rasio kredit macet dilihat berdasarkan sektor ekonomi penyaluran kredit, maka sektor konstruksi menjadi
pendorong utama peningkatan rasio kredit macet atau sebesar 12,34%, kemudian diikuti oleh sektor Real Estate,
Usaha Persewaan, dan Jasa perusahaan sebesar 4,10% dan sektor Perikanan sebesar 4,03%.
Pada Triwulan II 2015 rata-rata suku bunga kredit Bank Umum di Provinsi NTT mengalami penurunan.
Berdasarkan jenis penggunaan, suku bunga kredit Modal kerja pada triwulan ini menurun sebesar 13,99% lebih rendah
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 14,06%. Selanjutnya suku bunga kredit Konsumsi pada
Triwulan II 2015 juga mengalami penurunan sebesar 14,51% dari 14,53% pada Triwulan I 2015, diikuti oleh suku
bunga kredit Investasi yang pada Triwulan II 2015 sebesar 14,91% lebih rendah dibandingkan dengan Triwulan I 2015
yang mencapai 15,33%. Penurunan suku bunga menunjukkan adanya respon perbankan untuk menggiatkan kembali
penyaluran kredit yang saat ini cenderung melambat.
3.2.5 Suku Bunga
BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 36
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
Kredit (yoy) Ratio NPL BI Rate
IV I II III IV
2013
I IIIII IV
20142012
Grafik 3.12.Kredit, NPL dan BI Rate
I
2015
II12,50%
13,00%
13,50%
14,00%
14,50%
15,00%
15,50%
16,00%
16,50%
Modal Kerja Investasi Konsumsi Rata-rata BI Rate
IV I II III IV
2013
I II III IV
20142012
Grafik 3.13.Perkembangan Kredit Berdasarkan Suku Bunga
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
16%
I
2015
II
3.2.6 Kredit Usaha Mikro Kecil Menengah
Penyaluran kredit UMKM pada Triwulan II 2015 mencapai Rp. 5,61 triliun atau sebesar 18,04% (yoy) tumbuh
melambat dibanding triwulan sebelumnya yang mencapai 25,08% (yoy). walaupun demikian, bila
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya pada tahun yang sama, kredit UMKM mengalami peningkatan sebesar
7,20% (qtq) lebih tinggi dari Triwulan I 2015 yang hanya tumbuh 1,40% (qtq). Selain itu, pertumbuhan UMKM di
Provinsi NTT juga berada jauh di atas Nasional yang hanya mampu tumbuh sebesar 6,78% (yoy). Adapun rasio kredit
UMKM dibandingkan dengan total kredit pada Triwulan II 2015 mencapai 30,83%.
Melambatnya kredit UMKM secara year-on-year disebabkan oleh melambatnya penyaluran kredit usaha
Mikro dari 40,92% (yoy) pada Triwulan I 2015 menjadi 19,21% (yoy) pada Triwulan II 2015. Sementara itu,
untuk kredit usaha Kecil pada triwulan ini juga mengalami perlambatan dengan pertumbuhan sebesar 13,23% (yoy)
lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang mencapai 16,78% (yoy). Kemudian diikuti oleh kredit usaha menengah
yang tumbuh melambat sebesar 24,70% (yoy) pada Triwulan II 2015 dari 26,08% (yoy) pada Triwulan I 2015.
Berdasarkan jenis penggunaan, baik itu kredit Modal Kerja maupun Investasi pada triwulan laporan juga mengalami
pertumbuhan yang melambat masing-masing 19,32% (yoy) dari 25,97% (yoy) pada Triwulan I 2015 serta 12,08% (yoy)
dari 21,11%(yoy) pada triwulan sebelumnya.
Risiko kredit macet (NPL) UMKM sebesar 4,06% pada Triwulan II 2015 lebih tinggi bila dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 3,38%. Namun demikian secara Nasional angka rasio kredit UMKM
yang macet masih lebih tinggi dibandingkan Provinsi NTT atau mencapai 4,65%.Selain itu, NPL UMKM Kredit Modal
Kerja juga mengalami peningkatan, dari 3,30% pada Triwulan I 2015 menjadi 3,63% pada Triwulan II 2015. Walaupun
demikian, kredit UMKM masih terus menunjukkan peningkatan dan menggambarkan peningkatan kinerja di sektor
produktif sebagai pendorong utama ekonomi di Provinsi NTT.
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 37
Grafik 3.14.Perkembangan UMKM
Nominal UMKM Nominal NPL Kredit UMKM (%yoy) % NPL
-
1.000,00
2.000,00
3.000,00
4.000,00
5.000,00
6.000,00
IV I II III IV
2013
I II III IV
20142012
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
30,00%
35,00%
I
2015
II
Grafik 3.15.Perkembangan UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan
60.00%
50.00%
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
5.000
4.500
4,000
3,500
3,000
2,500
2,000
1,500
1,000
500
-IV I II III IV I II III IV I II
Modal Kerja Investasi Investasi (yoy)
2013 20142012 2015
Modal Kerja (yoy)
Berdasarkan komposisi kredit UMKM, Kredit Modal Kerja (KMK) mendominasi penyaluran kredit ini dengan porsi
sebesar 83,21% dari total kredit UMKM. Sementara itu, kredit Investasi mendapat bagian sebesar 16,79% dari total
kredit.
Sampai dengan Triwulan II 2015 kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) rata-rata tumbuh melambat. Secara
umum walaupun terjadi pelambatan, kinerja BPR masih relatif lebih baik dibanding kinerja bank umum. Melambatnya
pertumbuhan kinerja BPR disebabkan oleh melambatnya beberapa indikator kinerja BPR, diantaranya Aset pada
Triwulan II 2015 tercatat sebesar Rp.454,41 miliar atau tumbuh 26,50% lebih kecil dibandingkan dengan Triwulan I
2015 yang mencapai 27,30% (yoy). Begitu juga dengan penyaluran Kredit pada Triwulan II 2015 yang mencapai Rp.
348,80 miliar atau tumbuh melambat sebesar 18,59% (yoy) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar
22,27% (yoy). penghimpunan DPK mencapai Rp. 330,86 miliar atau meningkat dari 24,45% (yoy) pada Triwulan I 2015
menjadi 28,69% (yoy) pada Triwulan II 2015.
Loan to Deposit Ratio (LDR) pada Triwulan II 2015 yang masih mengalami peningkatan sebesar 82,38% dari 80,46%
pada Triwulan I 2015. Sementara itu, rasio kredit macet Non Performing Loan (NPL) pada triwulan laporan juga
mengalami peningkatan sebesar 5,71% dari 5,46 pada Triwulan I 2015. Kualitas kredit yang rendah diperkirakan karena
ada perlambatan ekonomi secara keseluruhan.
Peningkatan DPK pada Triwulan II 2015 didorong oleh meningkatnya Deposito sebesar 40,59% (yoy) dari 29,52% (yoy)
pada triwulan sebelumnya. Sementara itu, komponen Tabungan pada Triwulan II 2015 tumbuh melambat 9,84% lebih
rendah dari Triwulan I 2015 yang mencapai 16,31% (yoy).
Apabila dilihat berdasarkan komposisi Dana Pihak Ketiga (DPK) pada triwulan ini masih didominasi oleh kelompok
deposito yang mencapai 66,97%, sementara Tabungan memperoleh porsi yang lebih kecil yaitu sebesar 33,03% dari
total DPK.
3.3 Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Tabel 3.2 Perkembangan Kinerja BPR
2014
I II III IVIndikator Utama
2013
Aset (miliar)
y-o-y aset
Kredit (miliar)
y-o-y kredit
DPK (miliar)
y-o-y DPK
LDR
NPL
I
2015
II336,87 343,28 355,19 373,58 415,26 436,99 454,41
34,35% 35,32% 34,81% 23,48% 23,27% 27,30% 26,50%
255,73
270,06
294,39
306,28 318,54 330,21 348,80
45,80% 49,33% 38,87% 26,41% 24,56% 22,27% 18,59%
247,60
250,20
323,64
274,78 308,97 311,39 330,86
33,00% 37,53% 76,04% 29,98% 24,79% 24,45% 28,69%
84,26% 82,57% 85,60% 84,13% 79,40% 80,46% 82,38%
4,45% 4,96% 5,08% 5,30% 4,76% 5,46% 5,71%
BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 38
Secara umum kredit yang disalurkan oleh BPR pada Triwulan II 2015 tumbuh melambat. Perlambatan tersebut
didorong oleh kredit Investasi yang mengalami perlambatan sebesar 17,34% (yoy) lebih rendah dari Triwulan I 2015
sebesar 35,79% (yoy). Kredit Konsumsi juga mengalami perlambatan dari 17,34% (yoy) pada Triwulan I 2015 menjadi
16,72% (yoy) pada Triwulan II 2015. Sementara itu, komponen kredit Modal Kerja pada Triwulan II 2015 sedikit
melambat sebesar 20,15% (yoy) dari 20,99% (yoy) pada Triwulan I 2015.
Berdasarkan komposisi kredit, kredit Modal Kerja mengambil porsi terbesar dengan persentase sebesar 48,76%, diikuti
oleh kredit Konsumsi sebesar 33,09% dan 18,14% oleh kredit Investasi.
Berdasarkan sektor ekonomi, maka sektor bukan lapangan usaha – lainnya merupakan sektor Utama penyaluran kredit
atau dengan share 31,67%, selanjutnya perdagangan besar dan eceran sebesar 21,88%, dan Transportasi
pergudangan dan komunikasi sebesar 10,37%.
Pada triwulan II 2015 angka rasio kredit macet Non Performing LoanBPR mengalami sedikit peningkatan.
Peningkatan tersebut didorong oleh rasio kredit macet pada kredit Modal Kerja sebesar 11,54% dari 9,94% pada
Triwulan I 2015. Kemudian kredit Investasi pada Triwulan II 2015 sebesar 7,46% lebih tinggi dari Triwulan I 2015 yang
hanya mencapai 6,74%(yoy). Diikuti oleh kredit Konsumsi sebesar 4,75% pada Triwulan II 2015 dari 3,63% pada
Triwulan I 2015.
Selain itu, apabila rasio kredit macet dilihat berdasarkan sektor ekonomi maka sektor penyumbang NPL terbesar adalah
Pedagang Besar dan Eceran dengan persentase sebesar 39,63%, yang diikuti oleh sektor Bukan Lapangan Usaha
Lainnya 17,91%, dan Transportasi, Pergudangan, dan Komunikasi sebesar 10,85%.
Untuk menekan angka rasio kredit macet, perlu adanya kerja sama yang baik antara Otoritas Jasa Keuangan Provinsi
NTT selaku pengawas lembaga keuangan dengan BPR dalam penyaluran kredit yang selektif serta penerapan prinsip
kehati-hatian terhadap debitur.
Grafik 3.16 Komposisi DPK
DEPOSITOTABUNGAN
221.58
109.28 33.03%
66.97%
Deposito Tabungan y-o-y deposito y-o-y tabungan
Grafik 3.17 Pertumbuhan DPK
0,00%5,00%10,00%15,00%20,00%25,00%30,00%35,00%40,00%45,00%
50.00
100.00
150.00
200.00
250.00
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II
Grafik 3.18 Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi
0.00%
0.17%
0.30%
0.54%
0.78%
0.78%
0.83%
0.93%
142%
1.55%
161%
2.86%
3.44
6.00%
6.19%
8.66%
10.37%
21.88%
31.67%
0.00% 5.00% 10.00% 15.00% 20.00% 25.00% 30.00% 35.00%
Pertambangan dan Penggalian
Listrik, Gas dan Air
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Industri Pengolahan
Perantara Keuangan
Real Estate, Usaha Persewaan, Dan Jasa Perusahaan
Jasa Pendidikan
Perikanan
Kegiatan Yang belum Jelas Batasnya
Administrasi Pemerintahan, Pertanahan & Jaminan Sosial Wajib
Pertanian, Perburuan dan Kehutanan
Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan-minum
Jasa Perorangan yang melayani Rumah Tangga
Badan Internasional dan Ekstra Internasonal...
Jasa Kemasyarakatan, Sosial Budaya, Hiburan dan...
Konstruksi
Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi
Perdagangan Besar dan Eceran
Penerima Kredit Bukan Lapagan Kerja
Grafik 3.19 NPL Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi
35.00%
30.00%
25.00%
20.00%
15.00%
10.00%
5.00%
0.00%
Pert
ania
n, P
erbu
ruan
...
Perik
anan
Pert
amba
ngan
dan
...
Indu
stri
Peng
olah
an
List
rik, G
as d
an A
ir
Kon
stru
ksi
Perd
agan
an B
esar
Peny
edia
an...
Tran
spor
tasi
,..
Pera
ntar
a K
euan
gan
Real
Est
ate
Ads
min
itras
i
Jasa
Pen
didi
kan
Jasa
Kes
ehat
an d
an...
Jasa
Jasa
Per
oran
gan
yang
...
Keg
iata
n us
aha
yang
...
Rum
ah T
angg
a
Buka
n La
pang
an...
40.00%
35.00%
30.00%
25.00%
20.00%
15.00%
10.00%
5.00%
0.00%
45.00%
Share thd Kredit Share thd NPL
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 39
Grafik 3.14.Perkembangan UMKM
Nominal UMKM Nominal NPL Kredit UMKM (%yoy) % NPL
-
1.000,00
2.000,00
3.000,00
4.000,00
5.000,00
6.000,00
IV I II III IV
2013
I II III IV
20142012
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
30,00%
35,00%
I
2015
II
Grafik 3.15.Perkembangan UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan
60.00%
50.00%
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
5.000
4.500
4,000
3,500
3,000
2,500
2,000
1,500
1,000
500
-IV I II III IV I II III IV I II
Modal Kerja Investasi Investasi (yoy)
2013 20142012 2015
Modal Kerja (yoy)
Berdasarkan komposisi kredit UMKM, Kredit Modal Kerja (KMK) mendominasi penyaluran kredit ini dengan porsi
sebesar 83,21% dari total kredit UMKM. Sementara itu, kredit Investasi mendapat bagian sebesar 16,79% dari total
kredit.
Sampai dengan Triwulan II 2015 kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) rata-rata tumbuh melambat. Secara
umum walaupun terjadi pelambatan, kinerja BPR masih relatif lebih baik dibanding kinerja bank umum. Melambatnya
pertumbuhan kinerja BPR disebabkan oleh melambatnya beberapa indikator kinerja BPR, diantaranya Aset pada
Triwulan II 2015 tercatat sebesar Rp.454,41 miliar atau tumbuh 26,50% lebih kecil dibandingkan dengan Triwulan I
2015 yang mencapai 27,30% (yoy). Begitu juga dengan penyaluran Kredit pada Triwulan II 2015 yang mencapai Rp.
348,80 miliar atau tumbuh melambat sebesar 18,59% (yoy) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar
22,27% (yoy). penghimpunan DPK mencapai Rp. 330,86 miliar atau meningkat dari 24,45% (yoy) pada Triwulan I 2015
menjadi 28,69% (yoy) pada Triwulan II 2015.
Loan to Deposit Ratio (LDR) pada Triwulan II 2015 yang masih mengalami peningkatan sebesar 82,38% dari 80,46%
pada Triwulan I 2015. Sementara itu, rasio kredit macet Non Performing Loan (NPL) pada triwulan laporan juga
mengalami peningkatan sebesar 5,71% dari 5,46 pada Triwulan I 2015. Kualitas kredit yang rendah diperkirakan karena
ada perlambatan ekonomi secara keseluruhan.
Peningkatan DPK pada Triwulan II 2015 didorong oleh meningkatnya Deposito sebesar 40,59% (yoy) dari 29,52% (yoy)
pada triwulan sebelumnya. Sementara itu, komponen Tabungan pada Triwulan II 2015 tumbuh melambat 9,84% lebih
rendah dari Triwulan I 2015 yang mencapai 16,31% (yoy).
Apabila dilihat berdasarkan komposisi Dana Pihak Ketiga (DPK) pada triwulan ini masih didominasi oleh kelompok
deposito yang mencapai 66,97%, sementara Tabungan memperoleh porsi yang lebih kecil yaitu sebesar 33,03% dari
total DPK.
3.3 Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Tabel 3.2 Perkembangan Kinerja BPR
2014
I II III IVIndikator Utama
2013
Aset (miliar)
y-o-y aset
Kredit (miliar)
y-o-y kredit
DPK (miliar)
y-o-y DPK
LDR
NPL
I
2015
II336,87 343,28 355,19 373,58 415,26 436,99 454,41
34,35% 35,32% 34,81% 23,48% 23,27% 27,30% 26,50%
255,73
270,06
294,39
306,28 318,54 330,21 348,80
45,80% 49,33% 38,87% 26,41% 24,56% 22,27% 18,59%
247,60
250,20
323,64
274,78 308,97 311,39 330,86
33,00% 37,53% 76,04% 29,98% 24,79% 24,45% 28,69%
84,26% 82,57% 85,60% 84,13% 79,40% 80,46% 82,38%
4,45% 4,96% 5,08% 5,30% 4,76% 5,46% 5,71%
BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 38
Secara umum kredit yang disalurkan oleh BPR pada Triwulan II 2015 tumbuh melambat. Perlambatan tersebut
didorong oleh kredit Investasi yang mengalami perlambatan sebesar 17,34% (yoy) lebih rendah dari Triwulan I 2015
sebesar 35,79% (yoy). Kredit Konsumsi juga mengalami perlambatan dari 17,34% (yoy) pada Triwulan I 2015 menjadi
16,72% (yoy) pada Triwulan II 2015. Sementara itu, komponen kredit Modal Kerja pada Triwulan II 2015 sedikit
melambat sebesar 20,15% (yoy) dari 20,99% (yoy) pada Triwulan I 2015.
Berdasarkan komposisi kredit, kredit Modal Kerja mengambil porsi terbesar dengan persentase sebesar 48,76%, diikuti
oleh kredit Konsumsi sebesar 33,09% dan 18,14% oleh kredit Investasi.
Berdasarkan sektor ekonomi, maka sektor bukan lapangan usaha – lainnya merupakan sektor Utama penyaluran kredit
atau dengan share 31,67%, selanjutnya perdagangan besar dan eceran sebesar 21,88%, dan Transportasi
pergudangan dan komunikasi sebesar 10,37%.
Pada triwulan II 2015 angka rasio kredit macet Non Performing LoanBPR mengalami sedikit peningkatan.
Peningkatan tersebut didorong oleh rasio kredit macet pada kredit Modal Kerja sebesar 11,54% dari 9,94% pada
Triwulan I 2015. Kemudian kredit Investasi pada Triwulan II 2015 sebesar 7,46% lebih tinggi dari Triwulan I 2015 yang
hanya mencapai 6,74%(yoy). Diikuti oleh kredit Konsumsi sebesar 4,75% pada Triwulan II 2015 dari 3,63% pada
Triwulan I 2015.
Selain itu, apabila rasio kredit macet dilihat berdasarkan sektor ekonomi maka sektor penyumbang NPL terbesar adalah
Pedagang Besar dan Eceran dengan persentase sebesar 39,63%, yang diikuti oleh sektor Bukan Lapangan Usaha
Lainnya 17,91%, dan Transportasi, Pergudangan, dan Komunikasi sebesar 10,85%.
Untuk menekan angka rasio kredit macet, perlu adanya kerja sama yang baik antara Otoritas Jasa Keuangan Provinsi
NTT selaku pengawas lembaga keuangan dengan BPR dalam penyaluran kredit yang selektif serta penerapan prinsip
kehati-hatian terhadap debitur.
Grafik 3.16 Komposisi DPK
DEPOSITOTABUNGAN
221.58
109.28 33.03%
66.97%
Deposito Tabungan y-o-y deposito y-o-y tabungan
Grafik 3.17 Pertumbuhan DPK
0,00%5,00%10,00%15,00%20,00%25,00%30,00%35,00%40,00%45,00%
50.00
100.00
150.00
200.00
250.00
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II
Grafik 3.18 Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi
0.00%
0.17%
0.30%
0.54%
0.78%
0.78%
0.83%
0.93%
142%
1.55%
161%
2.86%
3.44
6.00%
6.19%
8.66%
10.37%
21.88%
31.67%
0.00% 5.00% 10.00% 15.00% 20.00% 25.00% 30.00% 35.00%
Pertambangan dan Penggalian
Listrik, Gas dan Air
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Industri Pengolahan
Perantara Keuangan
Real Estate, Usaha Persewaan, Dan Jasa Perusahaan
Jasa Pendidikan
Perikanan
Kegiatan Yang belum Jelas Batasnya
Administrasi Pemerintahan, Pertanahan & Jaminan Sosial Wajib
Pertanian, Perburuan dan Kehutanan
Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan-minum
Jasa Perorangan yang melayani Rumah Tangga
Badan Internasional dan Ekstra Internasonal...
Jasa Kemasyarakatan, Sosial Budaya, Hiburan dan...
Konstruksi
Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi
Perdagangan Besar dan Eceran
Penerima Kredit Bukan Lapagan Kerja
Grafik 3.19 NPL Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi
35.00%
30.00%
25.00%
20.00%
15.00%
10.00%
5.00%
0.00%
Pert
ania
n, P
erbu
ruan
...
Perik
anan
Pert
amba
ngan
dan
...
Indu
stri
Peng
olah
an
List
rik, G
as d
an A
ir
Kon
stru
ksi
Perd
agan
an B
esar
Peny
edia
an...
Tran
spor
tasi
,..
Pera
ntar
a K
euan
gan
Real
Est
ate
Ads
min
itras
i
Jasa
Pen
didi
kan
Jasa
Kes
ehat
an d
an...
Jasa
Jasa
Per
oran
gan
yang
...
Keg
iata
n us
aha
yang
...
Rum
ah T
angg
a
Buka
n La
pang
an...
40.00%
35.00%
30.00%
25.00%
20.00%
15.00%
10.00%
5.00%
0.00%
45.00%
Share thd Kredit Share thd NPL
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 39
Perkembangan perbankan berdasarkan sebaran pulau dibagi menjadi tiga pulau, yaitu pulau flores, sumba dan timor.
Dilihat dari sisi pertumbuhan baik itu Asset, Penghimpunan DPK, Penyaluran Kredit dan Rasio NPL, pulau sumba pada
triwulan ini tumbuh paling tinggi dari pulau flores dan pulau timor.
Pada Triwulan II 2015 pertumbuhan kinerja perbankan di pulau Flores tumbuh sedikit meningkat. Hal ini tercermin dari
pertumbuhan penghimpunan DPK pada triwulan ini yang mencapai 36,76% (yoy) sedikit lebih tinggi dibandingkan
Triwulan I 2015 36,40% (yoy). Selain itu penyaluran kredit juga mengalami peningkatan dari 27,58% (yoy) pada
Triwulan I 2015 menjadi 28,20% (yoy) pada Triwulan II 2015. Aset perbankan di pulau Flores pada Triwulan II 2015
tumbuh sebesar 32,55% mengalami sedikit perlambatan dibandingkan dengan Triwulan I 2015 yang mencapai
32,64%(yoy). Sementara itu, angka rasio kredit macet (NPL) di pulau flores pada Triwulan II 2015 mengalami
peningkatan dari periode sebelumnya yaitu dari 1,72% menjadi 1,83%, namun demkian angka tersebut masih
dibawah rasio kredit macet total Provinsi NTT.
Kinerja perbankan di pulau Sumba pada Triwulan II 2015 mengalami peningkatan signifikan. Hal ini dilihat dari
pertumbuhan Aset pada Triwulan II 2015 meningkat dari 50,65% (yoy) pada Triwulan I 2015 menjadi 52,91% (yoy).
Peningkatan tersebut juga diikuti oleh penghimpunan DPK yang tumbuh sebesar 60,69% (yoy) pada Triwulan II 2015
sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 60,07% (yoy) pada Triwulan I
2015. Penyaluran Kredit perbankan di pulau Sumba juga mengalami peningkatan 33,75% (yoy) lebih tinggi dari
Triwulan I 2015 yang sebesar 33,75% (yoy). Sementara itu, rasio kredit macet di pulau Sumba juga mengalami
penurunan dari 1,03% pada Triwulan I 2915 menjadi 1,01% pada triwulan ini.
3.4 Kinerja Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau
Grafik 3.20 Perkembangan Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau
70.00%
60.00%
50.00%
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
2.50%
2.00%
1.50%
1.00%
0.50%
0.00%Timor Flores Sumba
Asset DPK Kredit NPL
3.4.1 Pulau Flores
Giro Deposito Tabungan
Grafik 3.21 Komposisi DPK di Pulau Flores
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%
100% 3.83%
46.22%
86.44%
85.07%
49.91%
8.42%
10.98%
3.14%
4.66%
0.12%
0.73%
0.48%
PEMERINTAH PERORANGAN SWASTA LAINNYA
Grafik 3.22 Komposisi Kredit di Pulau Flores
KONSUMSI
MODAL KERJAINVESTASI
3,97 %
62, 37 %
33,65 %
3.4.2 Pulau Sumba
BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 40
Grafik 3.24 Komposisi Kredit di Pulau Sumba
KONSUMSI
MODAL KERJAINVESTASI
2,11 %
73, 62 %
24,27 %
Grafik 3.23 Komposisi DPK di Pulau Sumba
GIRO DEPOSITO TABUNGAN
91,10%
5,24%
3,66%0,00%
49,64%
48,67%1,69%
0,88%
87,49%11,63%
0,00%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
PEMERINTAH PERORANGAN SWASTA LAINNYA
3.4.3 Pulau TimorPada Triwulan II 2015 kinerja perbankan di pulau Timor tumbuh melambat. Aset perbankan di pulau Timor pada
triwulan ini mengalami pertumbuhan sebesar 19,28% (yoy) lebih rendah dibandingkan Triwulan I 2015 yang mencapai
24,69% (yoy). Penghimpunan DPK juga sedikit melambat dari 2,84% (yoy) pada Triwulan I 2015 menjadi 2,32% (yoy)
pada Triwulan II 2015. Sementara itu, penyaluran kredit pada Triwulan II 2015 tumbuh melambat sebesar 4,72% (yoy)
lebih rendah dari Triwulan I 2015 yang mencapai 5,40% (yoy). Berdasarkan rasio kredit macet, pulau Timor pada
triwulan ini mengalami peningkatan sebesar 2,30% dari 1,38% pada Triwulan I 2015.
Pada Triwulan II 2015 transaksi kliring atau Sistem Kliring Bank Indonsia (SKNBI) di Provinsi NTT mengalami
perlambatan. Namun demikian apabila dibandingkan dengan pertumbuhan kliring Nasional pada periode yang sama,
maka transaksi kliring Provinsi NTT masih tumbuh jauh di atas pertumbuhan kliring Nasional. Pada Triwulan II 2015
kliring Nasional tumbuh sebesar 5,23% (yoy) lebih rendah dari triwulan sebelumnya yaitu mencapai 10,53% (yoy) dan
dari sisi volume melambat 5,01% (yoy) dari 9,11% (yoy) pada Triwulan I 2015. Sementara itu, pertumbuhan kliring di
Provinsi NTT pada Triwulan II 2015 dari sisi nominal mencapai Rp. 929,36 miliar atau mengalami perlambatan sebesar
9,77% (yoy) dari 17,93% (yoy) pada Triwulan I 2015. Berdasarkan volume perputaran transaksi kliring pada triwulan ini
juga tumbuh melambat sebesar 12,49% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 15,27%
(yoy).
Grafik 3.25 Komposisi DPK di Pulau Timor
GIRO DEPOSITO TABUNGAN
81,70%
8,36%
9,90%
0,04%
45,55%
49,22%
4,60%0,63%
1,29%
89,89%
8,74%
0,08%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
PEMERINTAH PERORANGAN SWASTA LAINNYA
Grafik 3.26 Komposisi Kredit di Pulau Timor
KONSUMSI
MODAL KERJAINVESTASI
10,41 %
59, 22 %
30,38 %
3.5 Sistem Pembayaran
3.5.1 Transaksi Non Tunai
3.5.1.1 Transaksi Kliring (SKNBI)
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 41
0,00%
Perkembangan perbankan berdasarkan sebaran pulau dibagi menjadi tiga pulau, yaitu pulau flores, sumba dan timor.
Dilihat dari sisi pertumbuhan baik itu Asset, Penghimpunan DPK, Penyaluran Kredit dan Rasio NPL, pulau sumba pada
triwulan ini tumbuh paling tinggi dari pulau flores dan pulau timor.
Pada Triwulan II 2015 pertumbuhan kinerja perbankan di pulau Flores tumbuh sedikit meningkat. Hal ini tercermin dari
pertumbuhan penghimpunan DPK pada triwulan ini yang mencapai 36,76% (yoy) sedikit lebih tinggi dibandingkan
Triwulan I 2015 36,40% (yoy). Selain itu penyaluran kredit juga mengalami peningkatan dari 27,58% (yoy) pada
Triwulan I 2015 menjadi 28,20% (yoy) pada Triwulan II 2015. Aset perbankan di pulau Flores pada Triwulan II 2015
tumbuh sebesar 32,55% mengalami sedikit perlambatan dibandingkan dengan Triwulan I 2015 yang mencapai
32,64%(yoy). Sementara itu, angka rasio kredit macet (NPL) di pulau flores pada Triwulan II 2015 mengalami
peningkatan dari periode sebelumnya yaitu dari 1,72% menjadi 1,83%, namun demkian angka tersebut masih
dibawah rasio kredit macet total Provinsi NTT.
Kinerja perbankan di pulau Sumba pada Triwulan II 2015 mengalami peningkatan signifikan. Hal ini dilihat dari
pertumbuhan Aset pada Triwulan II 2015 meningkat dari 50,65% (yoy) pada Triwulan I 2015 menjadi 52,91% (yoy).
Peningkatan tersebut juga diikuti oleh penghimpunan DPK yang tumbuh sebesar 60,69% (yoy) pada Triwulan II 2015
sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 60,07% (yoy) pada Triwulan I
2015. Penyaluran Kredit perbankan di pulau Sumba juga mengalami peningkatan 33,75% (yoy) lebih tinggi dari
Triwulan I 2015 yang sebesar 33,75% (yoy). Sementara itu, rasio kredit macet di pulau Sumba juga mengalami
penurunan dari 1,03% pada Triwulan I 2915 menjadi 1,01% pada triwulan ini.
3.4 Kinerja Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau
Grafik 3.20 Perkembangan Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau
70.00%
60.00%
50.00%
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
2.50%
2.00%
1.50%
1.00%
0.50%
0.00%Timor Flores Sumba
Asset DPK Kredit NPL
3.4.1 Pulau Flores
Giro Deposito Tabungan
Grafik 3.21 Komposisi DPK di Pulau Flores
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%
100% 3.83%
46.22%
86.44%
85.07%
49.91%
8.42%
10.98%
3.14%
4.66%
0.12%
0.73%
0.48%
PEMERINTAH PERORANGAN SWASTA LAINNYA
Grafik 3.22 Komposisi Kredit di Pulau Flores
KONSUMSI
MODAL KERJAINVESTASI
3,97 %
62, 37 %
33,65 %
3.4.2 Pulau Sumba
BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 40
Grafik 3.24 Komposisi Kredit di Pulau Sumba
KONSUMSI
MODAL KERJAINVESTASI
2,11 %
73, 62 %
24,27 %
Grafik 3.23 Komposisi DPK di Pulau Sumba
GIRO DEPOSITO TABUNGAN
91,10%
5,24%
3,66%0,00%
49,64%
48,67%1,69%
0,88%
87,49%11,63%
0,00%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
PEMERINTAH PERORANGAN SWASTA LAINNYA
3.4.3 Pulau TimorPada Triwulan II 2015 kinerja perbankan di pulau Timor tumbuh melambat. Aset perbankan di pulau Timor pada
triwulan ini mengalami pertumbuhan sebesar 19,28% (yoy) lebih rendah dibandingkan Triwulan I 2015 yang mencapai
24,69% (yoy). Penghimpunan DPK juga sedikit melambat dari 2,84% (yoy) pada Triwulan I 2015 menjadi 2,32% (yoy)
pada Triwulan II 2015. Sementara itu, penyaluran kredit pada Triwulan II 2015 tumbuh melambat sebesar 4,72% (yoy)
lebih rendah dari Triwulan I 2015 yang mencapai 5,40% (yoy). Berdasarkan rasio kredit macet, pulau Timor pada
triwulan ini mengalami peningkatan sebesar 2,30% dari 1,38% pada Triwulan I 2015.
Pada Triwulan II 2015 transaksi kliring atau Sistem Kliring Bank Indonsia (SKNBI) di Provinsi NTT mengalami
perlambatan. Namun demikian apabila dibandingkan dengan pertumbuhan kliring Nasional pada periode yang sama,
maka transaksi kliring Provinsi NTT masih tumbuh jauh di atas pertumbuhan kliring Nasional. Pada Triwulan II 2015
kliring Nasional tumbuh sebesar 5,23% (yoy) lebih rendah dari triwulan sebelumnya yaitu mencapai 10,53% (yoy) dan
dari sisi volume melambat 5,01% (yoy) dari 9,11% (yoy) pada Triwulan I 2015. Sementara itu, pertumbuhan kliring di
Provinsi NTT pada Triwulan II 2015 dari sisi nominal mencapai Rp. 929,36 miliar atau mengalami perlambatan sebesar
9,77% (yoy) dari 17,93% (yoy) pada Triwulan I 2015. Berdasarkan volume perputaran transaksi kliring pada triwulan ini
juga tumbuh melambat sebesar 12,49% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 15,27%
(yoy).
Grafik 3.25 Komposisi DPK di Pulau Timor
GIRO DEPOSITO TABUNGAN
81,70%
8,36%
9,90%
0,04%
45,55%
49,22%
4,60%0,63%
1,29%
89,89%
8,74%
0,08%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
PEMERINTAH PERORANGAN SWASTA LAINNYA
Grafik 3.26 Komposisi Kredit di Pulau Timor
KONSUMSI
MODAL KERJAINVESTASI
10,41 %
59, 22 %
30,38 %
3.5 Sistem Pembayaran
3.5.1 Transaksi Non Tunai
3.5.1.1 Transaksi Kliring (SKNBI)
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 41
0,00%
Grafik 3.27 Perkembangan SKNBI NTT
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
35.000
40.000
45.000
50.000
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
NTT
Nilai (Rp.Miliar) Volume (lbr)
I II III IV
2013 2014 2015
III IV I II
Grafik 3.28 Perkembangan SKNBI Nasional
23.000.000
24.000.000
25.000.000
26.000.000
27.000.000
28.000.000
29.000.000
600.000
620.000
640.000
660.000
680.000
700.000
720.000
740.000
760.000
780.000
Nasional
Nilai (Rp.Miliar) Volume (lbr)
I II III IV
2013 2014 2015
III IV I II
3.5.1.2 Transaksi RTGS
Pada Triwulan II 2015 pertumbuhan transaksi BI-RTGS berdasarkan nominal mengalami peningkatan yang
signifikan, namun dari sisi volume mengalami penurunan. Walaupun demikian, nominal yang meningkat mendorong
aliran transfer masuk lebih besar dibandingkan aliran transfer yang keluar. Hal ini dapat menggambarkan adanya aliran
dana segar atau investasi di Provinsi NTT, selain itu juga merupakan transfer pemerintah dalam rangka penambahan
APBN dan persiapan pembayaran gaji ke 13. Transfer RTGS dari Provinsi NTT keluar (outflow) tercatat sebesar Rp. 40,04 triliun atau tumbuh sebesar 94,40% (yoy)
meningkat bila dibandingkan dengan Triwulan I 2015 yang hanya mencapai 84,39%(yoy). Transfer RTGS yang masuk
(inflow) ke Provinsi NTT pada triwulan ini tercatat sebesar Rp.43,75 triliun atau mengalami peningkatan yang signifikan
dari 144,03% (yoy) pada Triwulan I 2015 menjadi 235,18% (yoy) pada Triwulan II 2015. Seiring dengan peningkatan
inflow NTT dari sisi nominal menyebabkan Nett-Inflow NTT sebesar Rp. 3,71 triliun atau tumbuh meningkat sebesar
149,16% (yoy)
Transaksi pembayaran tunai di Bank Indonesia tercermin dari beberapa kegiatan, jumlah aliran uang keluar dari Bank
Indonesia ke stakeholder (outflow), jumlah aliran uang masuk dari perbankan ke Bank Indonesia (inflow), dan kegiatan
pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE), serta temuan uang palsu (UPAL).
Perkembangan uang tunai di Provinsi NTT mengalami peningkatan. Meningkatnya pertumbuhan digambarkan
oleh terjadinya Nett-outflow pada Triwulan II 2015. Hal ini didorong oleh peningkatan outflow sebesar Rp. 926,21 miliar
atau tumbuh sebesar 13,48% (yoy) pada triwulan ini, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai
10,37% (yoy). Sementara itu, aliran inflow pada Triwulan II 2015 sebesar Rp.434,12 miliar atau mengalami penurunan -
33,34% (yoy) dibandingkan dengan Triwulan I 2015 yang mengalami pertumbuhan sebesar 31,50% (yoy).
Grafik 3.29 Perkembangan BI-RTGS Berdasarkan Volume
0
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
From NTT To NTT
I
2014
IIIII IV I
2015
II
Grafik 3.30Perkembangan SKNBI NTT Berdasarkan Nominal
From NTT To NTT
I
2014
IIIII IV I
2015
II0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
35.000
40.000
45.000
50.000
3.5.2 Transaksi Tunai
3.5.2.1 Aliran Uang Masuk (inflow) dan Aliran Uang Keluar (outflow)
BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 42
Pada triwulan ini outflow lebih besar dibandingkan dengan Inflow sehingga Provinsi NTT pada Triwulan II 2015
mengalami Nett-outflow dengan pertumbuhan sebesar 456,88% (yoy) meningkat signifikan dibandingkan triwulan
sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 167,31% (yoy). Dengan adanya Nett-outflow pada Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi NTT berarti uang yang beredar dimasyarakat lebih banyak dan menandakan adanya pergerakan
ekonomi yang positif dibandingkan dengan uang yang disetor atau disimpan di bank.
Jumlah aliran uang dari dan ke Bank Indonesia di Provinsi NTT mengikuti pola tren pergerakan triwulanannya. Di Provinsi
NTT, pada awal tahun Triwulan I cenderung akan melakukan penyetoran (inflow) kemudian pada Triwulan II uang yang
beredar akan selalu lebih tinggi dibandingkan dengan uang yang disetor oleh perbankan di Bank Indonesia. Hal ini
menggambarkan adanya perkembangan ekonomi yang positif pada Triwulan II 2015.
Pada triwulan II 2015, jumlah pemusnahan uang di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT tercatat
sebesar Rp. 276,55 miliar, meningkat sebesar 19,53% (yoy) lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang hanya
mencapai 2,26% (yoy). Sementara itu, rasio pemusnahan uang Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT
dibandingkan Nasional pada Triwulan II 2015 yaitu sebesar 0,83%. Peningkatan ini disebabkan oleh masih rendahnya
kesadaran masyarakat dalam menjaga kualitas uang yang dimiliki.
Grafik 3.32 Perkembangan Arus Uang Tunai (Inflow-Outflow)
-40.00%
-20.00%
0.00%
20.00%
40.00%
60.00%
80.00%
0.00
500.00
1,000.00
1,500.00
2,000.00
2,500.00
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
I II III IV2012
Outflow (Rp. Miliar) yoy inflow yoy outflowInflow (Rp. Miliar)
II
Grafik 3.31 Perkembangan Transaksi Tunai
Net In/Out (Rp. Miliar) qtq yoy-300%
-200%
-100%
0%
100%
200%
300%
400%
500%
600%
700%
-2000.00
-1500.00
-1000.00
-500.00
0.00
500.00
1000.00
1500.00
2000.00
I II III IV
2013I II III IV
2014II II III IV
2011I II III IV
2012II
2015
3.5.2.2 Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 43
Grafik 3.27 Perkembangan SKNBI NTT
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
35.000
40.000
45.000
50.000
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
NTT
Nilai (Rp.Miliar) Volume (lbr)
I II III IV
2013 2014 2015
III IV I II
Grafik 3.28 Perkembangan SKNBI Nasional
23.000.000
24.000.000
25.000.000
26.000.000
27.000.000
28.000.000
29.000.000
600.000
620.000
640.000
660.000
680.000
700.000
720.000
740.000
760.000
780.000
Nasional
Nilai (Rp.Miliar) Volume (lbr)
I II III IV
2013 2014 2015
III IV I II
3.5.1.2 Transaksi RTGS
Pada Triwulan II 2015 pertumbuhan transaksi BI-RTGS berdasarkan nominal mengalami peningkatan yang
signifikan, namun dari sisi volume mengalami penurunan. Walaupun demikian, nominal yang meningkat mendorong
aliran transfer masuk lebih besar dibandingkan aliran transfer yang keluar. Hal ini dapat menggambarkan adanya aliran
dana segar atau investasi di Provinsi NTT, selain itu juga merupakan transfer pemerintah dalam rangka penambahan
APBN dan persiapan pembayaran gaji ke 13. Transfer RTGS dari Provinsi NTT keluar (outflow) tercatat sebesar Rp. 40,04 triliun atau tumbuh sebesar 94,40% (yoy)
meningkat bila dibandingkan dengan Triwulan I 2015 yang hanya mencapai 84,39%(yoy). Transfer RTGS yang masuk
(inflow) ke Provinsi NTT pada triwulan ini tercatat sebesar Rp.43,75 triliun atau mengalami peningkatan yang signifikan
dari 144,03% (yoy) pada Triwulan I 2015 menjadi 235,18% (yoy) pada Triwulan II 2015. Seiring dengan peningkatan
inflow NTT dari sisi nominal menyebabkan Nett-Inflow NTT sebesar Rp. 3,71 triliun atau tumbuh meningkat sebesar
149,16% (yoy)
Transaksi pembayaran tunai di Bank Indonesia tercermin dari beberapa kegiatan, jumlah aliran uang keluar dari Bank
Indonesia ke stakeholder (outflow), jumlah aliran uang masuk dari perbankan ke Bank Indonesia (inflow), dan kegiatan
pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE), serta temuan uang palsu (UPAL).
Perkembangan uang tunai di Provinsi NTT mengalami peningkatan. Meningkatnya pertumbuhan digambarkan
oleh terjadinya Nett-outflow pada Triwulan II 2015. Hal ini didorong oleh peningkatan outflow sebesar Rp. 926,21 miliar
atau tumbuh sebesar 13,48% (yoy) pada triwulan ini, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai
10,37% (yoy). Sementara itu, aliran inflow pada Triwulan II 2015 sebesar Rp.434,12 miliar atau mengalami penurunan -
33,34% (yoy) dibandingkan dengan Triwulan I 2015 yang mengalami pertumbuhan sebesar 31,50% (yoy).
Grafik 3.29 Perkembangan BI-RTGS Berdasarkan Volume
0
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
From NTT To NTT
I
2014
IIIII IV I
2015
II
Grafik 3.30Perkembangan SKNBI NTT Berdasarkan Nominal
From NTT To NTT
I
2014
IIIII IV I
2015
II0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
35.000
40.000
45.000
50.000
3.5.2 Transaksi Tunai
3.5.2.1 Aliran Uang Masuk (inflow) dan Aliran Uang Keluar (outflow)
BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 42
Pada triwulan ini outflow lebih besar dibandingkan dengan Inflow sehingga Provinsi NTT pada Triwulan II 2015
mengalami Nett-outflow dengan pertumbuhan sebesar 456,88% (yoy) meningkat signifikan dibandingkan triwulan
sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 167,31% (yoy). Dengan adanya Nett-outflow pada Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi NTT berarti uang yang beredar dimasyarakat lebih banyak dan menandakan adanya pergerakan
ekonomi yang positif dibandingkan dengan uang yang disetor atau disimpan di bank.
Jumlah aliran uang dari dan ke Bank Indonesia di Provinsi NTT mengikuti pola tren pergerakan triwulanannya. Di Provinsi
NTT, pada awal tahun Triwulan I cenderung akan melakukan penyetoran (inflow) kemudian pada Triwulan II uang yang
beredar akan selalu lebih tinggi dibandingkan dengan uang yang disetor oleh perbankan di Bank Indonesia. Hal ini
menggambarkan adanya perkembangan ekonomi yang positif pada Triwulan II 2015.
Pada triwulan II 2015, jumlah pemusnahan uang di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT tercatat
sebesar Rp. 276,55 miliar, meningkat sebesar 19,53% (yoy) lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang hanya
mencapai 2,26% (yoy). Sementara itu, rasio pemusnahan uang Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT
dibandingkan Nasional pada Triwulan II 2015 yaitu sebesar 0,83%. Peningkatan ini disebabkan oleh masih rendahnya
kesadaran masyarakat dalam menjaga kualitas uang yang dimiliki.
Grafik 3.32 Perkembangan Arus Uang Tunai (Inflow-Outflow)
-40.00%
-20.00%
0.00%
20.00%
40.00%
60.00%
80.00%
0.00
500.00
1,000.00
1,500.00
2,000.00
2,500.00
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
I II III IV2012
Outflow (Rp. Miliar) yoy inflow yoy outflowInflow (Rp. Miliar)
II
Grafik 3.31 Perkembangan Transaksi Tunai
Net In/Out (Rp. Miliar) qtq yoy-300%
-200%
-100%
0%
100%
200%
300%
400%
500%
600%
700%
-2000.00
-1500.00
-1000.00
-500.00
0.00
500.00
1000.00
1500.00
2000.00
I II III IV
2013I II III IV
2014II II III IV
2011I II III IV
2012II
2015
3.5.2.2 Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 43
3.5.2.3 Temuan Uang Palsu (UPAL)Pada triwulan II 2015, temuan uang palsu yang dilaporkan ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
NTT sedikit menurun. Jumlah lembar uang palsu turun dari 27 lembar menjadi 22 lembar pada triwulan laporan. Uang
palsu yang ditemukan umumnya uang kertas pecahan Rp.100.000,- dan pecahan Rp.50.000,-. Peningkatan jumlah
uang palsu yang ditemukan salah satunya merupakan hasil dari intensifnya kegiatan pengenalan ciri-ciri keaslian uang
rupiah. Selain hal itu, peningkatan pemahaman masyarakat terhadap temuan uang palsu juga menjadi alasan tingginya
uang palsu yang dilaporkan.
Upaya penanggulangan uang palsu secara represif dilaksanakan oleh Kepolisian dengan menangkap dan menghukum
pembuat maupun pengedar uang palsu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Grafik 3.34 Perkembangan UPAL di Provinsi NTT
0
20
40
60
80
100
120
140
Lembar UPAL
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
I II III IV2012
II
Grafik 3.33 Perkembangan UTLE di Provinsi NTT
-200.00%
0.00%
200.00%
400.00%
600.00%
800.00%
1000.00%
1200.00%
1400.00%
1600.00%
0.00
500.00
1,000.00
1,500.00
2,000.00
2,500.00
I II III IV2013
I IIIII IV2014
I2015
I II III IV2012
Outflow (Rp. Miliar) QtQ UTLE YoY UTLEInflow (Rp. Miliar) UTLE
II
BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 44
Pada hari Selasa tanggal 16 Juni 2015, Polres Ngada telah menemukan 938 lembar uang rupiah yang diragukan keasliannya
yang terdiri atas 160 lembar pecahan Rp.100.000,- tahun emisi 2004 dan 778 lembar pecahan Rp.50.000,- tahun emisi 2005
di Kecamatan Golewa, Kabupaten Ngada. Terungkapnya kasus ini tidak terlepas dari peran 2 (dua) orang warga setempat
yang memberikan informasi kepada petugas kepolisian. Menindaklanjuti informasi dimaksud, Kantor Perwakilan Bank
Indonesia (KPw BI) Provinsi NTT melakukan koordinasi dengan Polres setempat yang dilanjutkan dengan pengiriman penyidik
Polres Ngada untuk melakukan klarifikasi atas temuan dimaksud sekaligus membuat Berita Acara Pemeriksaan Saksi Ahli.
Berdasarkan hasil klarifikasi, dapat dipastikan bahwa seluruh temuan uang rupiah yang diragukan keasliannya tersebut
bukan merupakan uang asli yang dikeluarkan oleh BI. Adapun hal-hal teknis yang membuktikan bahwa uang temuan
dimaksud tidak sesuai dengan ciri-ciri keaslian uang rupiah adalah sebagai berikut:
Kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam mengenali uang rupiah sangat dibutuhkan untuk mencegah beredarnya uang
yang diragukan keasliannya. KPw BI Provinsi NTT secara aktif dan berkelanjutan melakukan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang
rupiah setiap tahunnya kepada berbagai elemen masyarakat di seluruh daerah NTT. Dengan demikian diharapkan dapat
meningkatkan kesadaran dan kemampuan masyarakat untuk membedakan uang rupiah asli dan palsu.
Sejalan dengan momen pengungkapan uang rupiah yang diragukan keasliannya tersebut, pada hari Rabu tanggal 1 Juli
2015, yang juga bertepatan dengan HUT Bank Indonesia ke 62 dan HUT Bhayangkara ke 69, Kepala KPw BI Provinsi NTTdan
Kepala Kepolisian Daerah NTT menandatangani Kesepakatan Bersama tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Dalam
Rangka Mendukung Pelaksanaan Tugas dan Kewenangan Bank Indonesia dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Kesepakatan bersama tersebut merupakan tindak lanjut di tingkat daerah setelah ditandatanganinya Nota Kesepahaman
antara Gubernur Bank Indonesia, Agus D. W. Martowardojo, dengan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia pada saat
itu, Jendral Polisi Sutarman tanggal 1 September 2014 di Jakarta tentang Kerjasama dalam Mendukung Pelaksanaan Tugas
dan Kewenangan Bank Indonesia dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
BOKS 3. PENGUNGKAPAN KASUS PENGEDARAN UANG PALSU DI KABUPATEN NGADA SERTAPENANDATANGANAN KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA KPW BI PROVINSI NTT
DAN KEPOLISIAN DAERAH NTT
Tabel Boks 3.1.Ciri-Ciri Keaslian Uang Rupiah
-Warna pada permukaan uang lebih buram-OVI tidak berubah warna-Tidak terdapat benang pengaman yang tertanam dalam uang
-Angka nominal dan tulisan Bank Indonesia tidak terasa kasar
-Bahan uang yang digunakan adalah bahan kertas yang tidak memudar dibawah sinar ultra violet-tidak ter dapat mikroteks
Dilihat
Diraba
Diterawang
Dengan Ultra Violet (UV)
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 45
3.5.2.3 Temuan Uang Palsu (UPAL)Pada triwulan II 2015, temuan uang palsu yang dilaporkan ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
NTT sedikit menurun. Jumlah lembar uang palsu turun dari 27 lembar menjadi 22 lembar pada triwulan laporan. Uang
palsu yang ditemukan umumnya uang kertas pecahan Rp.100.000,- dan pecahan Rp.50.000,-. Peningkatan jumlah
uang palsu yang ditemukan salah satunya merupakan hasil dari intensifnya kegiatan pengenalan ciri-ciri keaslian uang
rupiah. Selain hal itu, peningkatan pemahaman masyarakat terhadap temuan uang palsu juga menjadi alasan tingginya
uang palsu yang dilaporkan.
Upaya penanggulangan uang palsu secara represif dilaksanakan oleh Kepolisian dengan menangkap dan menghukum
pembuat maupun pengedar uang palsu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Grafik 3.34 Perkembangan UPAL di Provinsi NTT
0
20
40
60
80
100
120
140
Lembar UPAL
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
I II III IV2012
II
Grafik 3.33 Perkembangan UTLE di Provinsi NTT
-200.00%
0.00%
200.00%
400.00%
600.00%
800.00%
1000.00%
1200.00%
1400.00%
1600.00%
0.00
500.00
1,000.00
1,500.00
2,000.00
2,500.00
I II III IV2013
I IIIII IV2014
I2015
I II III IV2012
Outflow (Rp. Miliar) QtQ UTLE YoY UTLEInflow (Rp. Miliar) UTLE
II
BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 44
Pada hari Selasa tanggal 16 Juni 2015, Polres Ngada telah menemukan 938 lembar uang rupiah yang diragukan keasliannya
yang terdiri atas 160 lembar pecahan Rp.100.000,- tahun emisi 2004 dan 778 lembar pecahan Rp.50.000,- tahun emisi 2005
di Kecamatan Golewa, Kabupaten Ngada. Terungkapnya kasus ini tidak terlepas dari peran 2 (dua) orang warga setempat
yang memberikan informasi kepada petugas kepolisian. Menindaklanjuti informasi dimaksud, Kantor Perwakilan Bank
Indonesia (KPw BI) Provinsi NTT melakukan koordinasi dengan Polres setempat yang dilanjutkan dengan pengiriman penyidik
Polres Ngada untuk melakukan klarifikasi atas temuan dimaksud sekaligus membuat Berita Acara Pemeriksaan Saksi Ahli.
Berdasarkan hasil klarifikasi, dapat dipastikan bahwa seluruh temuan uang rupiah yang diragukan keasliannya tersebut
bukan merupakan uang asli yang dikeluarkan oleh BI. Adapun hal-hal teknis yang membuktikan bahwa uang temuan
dimaksud tidak sesuai dengan ciri-ciri keaslian uang rupiah adalah sebagai berikut:
Kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam mengenali uang rupiah sangat dibutuhkan untuk mencegah beredarnya uang
yang diragukan keasliannya. KPw BI Provinsi NTT secara aktif dan berkelanjutan melakukan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang
rupiah setiap tahunnya kepada berbagai elemen masyarakat di seluruh daerah NTT. Dengan demikian diharapkan dapat
meningkatkan kesadaran dan kemampuan masyarakat untuk membedakan uang rupiah asli dan palsu.
Sejalan dengan momen pengungkapan uang rupiah yang diragukan keasliannya tersebut, pada hari Rabu tanggal 1 Juli
2015, yang juga bertepatan dengan HUT Bank Indonesia ke 62 dan HUT Bhayangkara ke 69, Kepala KPw BI Provinsi NTTdan
Kepala Kepolisian Daerah NTT menandatangani Kesepakatan Bersama tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Dalam
Rangka Mendukung Pelaksanaan Tugas dan Kewenangan Bank Indonesia dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Kesepakatan bersama tersebut merupakan tindak lanjut di tingkat daerah setelah ditandatanganinya Nota Kesepahaman
antara Gubernur Bank Indonesia, Agus D. W. Martowardojo, dengan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia pada saat
itu, Jendral Polisi Sutarman tanggal 1 September 2014 di Jakarta tentang Kerjasama dalam Mendukung Pelaksanaan Tugas
dan Kewenangan Bank Indonesia dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
BOKS 3. PENGUNGKAPAN KASUS PENGEDARAN UANG PALSU DI KABUPATEN NGADA SERTAPENANDATANGANAN KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA KPW BI PROVINSI NTT
DAN KEPOLISIAN DAERAH NTT
Tabel Boks 3.1.Ciri-Ciri Keaslian Uang Rupiah
-Warna pada permukaan uang lebih buram-OVI tidak berubah warna-Tidak terdapat benang pengaman yang tertanam dalam uang
-Angka nominal dan tulisan Bank Indonesia tidak terasa kasar
-Bahan uang yang digunakan adalah bahan kertas yang tidak memudar dibawah sinar ultra violet-tidak ter dapat mikroteks
Dilihat
Diraba
Diterawang
Dengan Ultra Violet (UV)
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III 45
Adapun isi Kesepakatan Bersama antara KPw BI Provinsi NTT dengan Polda NTT diantaranya adalah:
Tabel Boks 3.2. Nota Kesepahaman Dalam Rangka Mendukung Tugas Bank Indonesia antara Bank Indonesia dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia
Evaluasi efektivitaspenanganan dugaan TP
SP dan KUPVA
Evaluasi efektivitas pelaksanaanpelanggaran kewajiban
penggunaan Rupiah
Evaluasi pengamanan dan pengawalan barang berharga
- Forum Koordinat Tingkat Daerah (FTKD) Provinsi NTT- Pertemuan koordinasi minimal setahun sekali
- Kpw BI NTT dan Polda NTT melaksanakan rapat secara rutin minimal setahun sekali
- KPwBI NTT dan Polda NTT melaksanakan rapat secara rutin minimal setahun sekali
- Kpw BI NTT dan Polda NTT melaksanakan rapat secara rutin minimal setahun sekali
Evaluasi efektivitaskoor dinasi pembuinaan dan
pengawasan BUJPSiaran Pers
- Dilakukan oleh Kpw BI Provinsi NTT dan Kepolisian Daerah NTT berdasarkan kesepakatan bersama dan dilakukan secara efektif
Kesepakatan bersama yang telah ditandatangani sebagai bentuk sinergi antara KPw BI Provinsi NTT dan Kepolisian Daerah
NTT diharapkan dapat mencegah tindak pidana tidak hanya terhadap pemalsuan uang rupiah, tetapi juga tindak pidana
lainnya di bidang Sistem Pembayaran seperti: transfer dana, Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, uang elektronik,
KUPVA, dan pelanggaran kewajiban penggunaan uang rupiah di wilayah NKRI.
Tata cara pelaksanaan penangannan dugaan
TP SP dan KUPVA
Tata cara pelaksanaanpengamanan BI dan pengawalan barang
berharga milik negara
Tata cara pelaksanaan penanganan dugaan
pelanggaran kewajibanpenggunaan uang
rupiah di NKRI
Tata cara pelaksanaanpembinaan dan
pengawasan terhadapBadan Usaha Jasa
Pengamanan untuk kawal angkut uang
dan pengelolaan uang
BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 46
BAB IV
KEUANGANDAERAH
Adapun isi Kesepakatan Bersama antara KPw BI Provinsi NTT dengan Polda NTT diantaranya adalah:
Tabel Boks 3.2. Nota Kesepahaman Dalam Rangka Mendukung Tugas Bank Indonesia antara Bank Indonesia dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia
Evaluasi efektivitaspenanganan dugaan TP
SP dan KUPVA
Evaluasi efektivitas pelaksanaanpelanggaran kewajiban
penggunaan Rupiah
Evaluasi pengamanan dan pengawalan barang berharga
- Forum Koordinat Tingkat Daerah (FTKD) Provinsi NTT- Pertemuan koordinasi minimal setahun sekali
- Kpw BI NTT dan Polda NTT melaksanakan rapat secara rutin minimal setahun sekali
- KPwBI NTT dan Polda NTT melaksanakan rapat secara rutin minimal setahun sekali
- Kpw BI NTT dan Polda NTT melaksanakan rapat secara rutin minimal setahun sekali
Evaluasi efektivitaskoor dinasi pembuinaan dan
pengawasan BUJPSiaran Pers
- Dilakukan oleh Kpw BI Provinsi NTT dan Kepolisian Daerah NTT berdasarkan kesepakatan bersama dan dilakukan secara efektif
Kesepakatan bersama yang telah ditandatangani sebagai bentuk sinergi antara KPw BI Provinsi NTT dan Kepolisian Daerah
NTT diharapkan dapat mencegah tindak pidana tidak hanya terhadap pemalsuan uang rupiah, tetapi juga tindak pidana
lainnya di bidang Sistem Pembayaran seperti: transfer dana, Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, uang elektronik,
KUPVA, dan pelanggaran kewajiban penggunaan uang rupiah di wilayah NKRI.
Tata cara pelaksanaan penangannan dugaan
TP SP dan KUPVA
Tata cara pelaksanaanpengamanan BI dan pengawalan barang
berharga milik negara
Tata cara pelaksanaan penanganan dugaan
pelanggaran kewajibanpenggunaan uang
rupiah di NKRI
Tata cara pelaksanaanpembinaan dan
pengawasan terhadapBadan Usaha Jasa
Pengamanan untuk kawal angkut uang
dan pengelolaan uang
BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 46
BAB IV
KEUANGANDAERAH
4.1 KONDISI UMUM
Pada triwulan-II 2015, terdapat kenaikan pagu anggaran belanja Pemerintah Pusat di Provinsi NTT.
Peningkatan anggaran APBN sebesar 28,3% atau Rp 2,4 triliun, dari sebelumnya Rp 8,58 triliun (Tw I -2015) menjadi Rp
11,01 triliun (Tw-II 2015). Peningkatan anggaran tersebut diperuntukkan bagi pengembangan sektor infrastruktur,
perguruan tinggi dan dana desa. Apabila dikumulatifkan, total pagu anggaran belanja Pemerintah (Pusat, Provinsi dan
Kabupaten/Kota) di Provinsi NTT sepanjang tahun 2015 mencapai Rp 31,08 triliun atau meningkat sebesar Rp 3,8 triliun
dibandingkan tahun 2014. Pangsa alokasi belanja terbesar ada pada belanja konsumsi yang mencapai 70,5% dari pagu
belanja, sementara belanja modal sebesar 29,5%.
Berdasarkan komponennya, realisasi pendapatan pemerintah pada triwulan-II 2015 mencapai 53,3% dari
pagu pendapatan APBN dan APBD tahun 2015. Pendapatan tertinggi terutama berasal dari realisasi Dana Alokasi
Umum (DAU) kepada Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota yang telah mencapai 55,2% atau Rp 6,6 triliun pada
triwulan-II 2015. Sementara, transfer dana desa ke rekening Pemerintah Kabupaten/Kota telah mencapai 40% atau
sebesar Rp 325 miliar, namun proses pencairan sampai rekening desa masih terkendala kelengkapan administrasi di
tingkat desa untuk beberapa daerah. Di sisi lain, pendapatan APBN telah mencapai 233,6% seiring dengan adanya
realisasi penerimaan pajak yang tidak dikenakan target perolehan pendapatan pajak (sifat perolehan data Pajak
Penghasilan (PPh) yang tidak hanya dihasilkan dari penduduk di Provinsi NTT, tetapi juga ditambah dengan penduduk
ber-KTP NTT yang ada di luar wilayah NTT).
Kinerja realisasi keuangan pemerintah pada triwulan II 2015 masih cukup rendah seiring
dengan realisasi belanja yang belum optimal. Namun demikian, mulai selesainya
permasalahan numenklatur Kementerian dan sebagian besar proses tender yang sudah
selesai, diyakini dapat meningkatkan realisasi belanja pemerintah pada semester II. Realisasi
pendapatan pemerintah hingga triwulan II 2015 relatif cukup tinggi dan telah melebihi 50%
dari pagu rencana pendapatan
Realisasi belanja pemerintah, terutama belanja modal relatif cukup rendah.
Terdapat penambahan alokasi anggaran APBN untuk Provinsi NTT sebesar 28,31% pada
triwulan-II 2015. Adanya realisasi dana desa dan penyelenggaraan Pilkada di 9 Kabupaten
berpotensi meningkatkan belanja Pemerintah.
KEUANGAN DAERAH
KEUANGAN DAERAH - BAB IV 49
4.1 KONDISI UMUM
Pada triwulan-II 2015, terdapat kenaikan pagu anggaran belanja Pemerintah Pusat di Provinsi NTT.
Peningkatan anggaran APBN sebesar 28,3% atau Rp 2,4 triliun, dari sebelumnya Rp 8,58 triliun (Tw I -2015) menjadi Rp
11,01 triliun (Tw-II 2015). Peningkatan anggaran tersebut diperuntukkan bagi pengembangan sektor infrastruktur,
perguruan tinggi dan dana desa. Apabila dikumulatifkan, total pagu anggaran belanja Pemerintah (Pusat, Provinsi dan
Kabupaten/Kota) di Provinsi NTT sepanjang tahun 2015 mencapai Rp 31,08 triliun atau meningkat sebesar Rp 3,8 triliun
dibandingkan tahun 2014. Pangsa alokasi belanja terbesar ada pada belanja konsumsi yang mencapai 70,5% dari pagu
belanja, sementara belanja modal sebesar 29,5%.
Berdasarkan komponennya, realisasi pendapatan pemerintah pada triwulan-II 2015 mencapai 53,3% dari
pagu pendapatan APBN dan APBD tahun 2015. Pendapatan tertinggi terutama berasal dari realisasi Dana Alokasi
Umum (DAU) kepada Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota yang telah mencapai 55,2% atau Rp 6,6 triliun pada
triwulan-II 2015. Sementara, transfer dana desa ke rekening Pemerintah Kabupaten/Kota telah mencapai 40% atau
sebesar Rp 325 miliar, namun proses pencairan sampai rekening desa masih terkendala kelengkapan administrasi di
tingkat desa untuk beberapa daerah. Di sisi lain, pendapatan APBN telah mencapai 233,6% seiring dengan adanya
realisasi penerimaan pajak yang tidak dikenakan target perolehan pendapatan pajak (sifat perolehan data Pajak
Penghasilan (PPh) yang tidak hanya dihasilkan dari penduduk di Provinsi NTT, tetapi juga ditambah dengan penduduk
ber-KTP NTT yang ada di luar wilayah NTT).
Kinerja realisasi keuangan pemerintah pada triwulan II 2015 masih cukup rendah seiring
dengan realisasi belanja yang belum optimal. Namun demikian, mulai selesainya
permasalahan numenklatur Kementerian dan sebagian besar proses tender yang sudah
selesai, diyakini dapat meningkatkan realisasi belanja pemerintah pada semester II. Realisasi
pendapatan pemerintah hingga triwulan II 2015 relatif cukup tinggi dan telah melebihi 50%
dari pagu rencana pendapatan
Realisasi belanja pemerintah, terutama belanja modal relatif cukup rendah.
Terdapat penambahan alokasi anggaran APBN untuk Provinsi NTT sebesar 28,31% pada
triwulan-II 2015. Adanya realisasi dana desa dan penyelenggaraan Pilkada di 9 Kabupaten
berpotensi meningkatkan belanja Pemerintah.
KEUANGAN DAERAH
KEUANGAN DAERAH - BAB IV 49
Dari komponen belanja daerah, total realisasi belanja pemerintah hingga triwulan-II 2015 mencapai 23,9%
atau Rp 7,4 triliun dari total pagu tahun 2015 sebesar Rp 31,09 triliun. Realisasi anggaran yang cukup rendah
terutama berasal dari anggaran belanja Pemerintah Pusat (19,4%) dan Pemerintah Kabupaten/Kota (24,4%),
sementara belanja Pemerintah Provinsi (36,6%) cenderung mengalami kenaikan apabila dibandingkan periode yang
sama tahun 2014 sebesar 32,8%. Pencapaian realisasi anggaran yang masih cukup rendah terjadi seiring adanya
penambahan anggaran APBN hingga sebesar Rp 2,4 triliun pada triwulan-II dan adanya beberapa kendala yang muncul,
seperti: permasalahan numenklatur yang masih terjadi di beberapa Kementerian, proses lelang yang masih berjalan,
kontraktor yang tidak mencairkan anggaran sesuai termin proyek, keengganan pegawai untuk menjadi Pejabat
Pembuat Komitmen (PPK) dan permasalahan administrasi proyek yang cukup panjang. Dampak penyesuaian
numenklatur dapat terlihat pada realisasi anggaran Pendidikan Dasar (Dikdas) dan Pendidikan Menengah (Dikmen)
yang masih terkendala proses penggabungan. Begitupula dengan realisasi belanja Kemenristek dan Dikti yang baru
mencapai 3% dikarenakan tidak dapat melakukan proses tender sampai permasalahan numenklatur selesai.. Dalam
rangka mendorong peningkatan realisasi belanja, Sekretaris Daerah Provinsi NTT telah menyampaikan surat kepada
semua SKPD agar segera melakukan percepatan realisasi anggaran, selain itu terdapat pula aturan dari Gubernur bahwa
Satker yang memiliki penyerapan anggaran di bawah rata-rata tidak akan mendapatkan penambahan anggaran pada
APBD Perubahan 2015.
Sumber pendapatan utama APBN di Provinsi NTT sampai dengan triwulan-II 2015 berasal dari Pajak
Penghasilan yang mencapai 54,3% atau Rp 386,8 miliar dari total pendapatan APBN di Provinsi NTT. Sementara untuk
Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota sumber pendapatan utama daerah sampai dengan triwulan II
berasal dari Dana alokasi Umum (DAU), dengan rincian: Pemerintah Provinsi mendapatkan anggaran Rp 758 miliar atau
45,5% dari total pendapatan Pemerintah Provinsi NTT, sementara Pemerintah Kabupaten/Kota mendapatkan Rp 5,9
triliun atau 74,1% dari total pendapatan Pemerintah Kabupaten/Kota.
Selain DAU, realisasi pendapatan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota juga ditopang dari dana
penyesuaian dan otonomi khusus (Otsus) yang cukup besar. Untuk Pemerintah Provinsi, pendapatan dana Otsus
mencapai Rp 479 miliar atau 28,7% dari total pendapatan. Sementara dana penyesuaian untuk Pemerintah
Kabupaten/Kota mencapai Rp 643 miliar atau 8,1% dari total pendapatan.
Sumber : BPS Provinsi NTT (Data Diolah)
Grafik 4.1. Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur
PENDAPATAN DAERAH BELANJA DAERAH
ANGGARAN
REALISASI
19.36
31.09
10.32
53,3% 23,9%
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
Trillions
APBN
ANGGARAN
KAB PROV
0,31
15.78
3.28
0.71
7.94
1.67
Trillions
REALISASI
APBN KAB PROV
11.02
16.78
3.290.61
4.10
1.20
PORSI REALISASI PENDAPATAN
APBN KAB PROV
ANGGARAN
REALISASI
Total Pendapatan dan Belanja Pemerintah Realisasi Pendapatan Pemerintah Realisasi Belanja Pemerintah
7.44
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
PORSI REALISASI BELANJA
APBN KAB PROV
16%
11% 35%29%
54% 55%
14%17% 2%
7%
81% 77%
223,6%
50,3% 50,8% 19,4% 36,6%24,4%
4.2 Pendapatan Daerah
1
REALISASI
PAGU
REALISASI
PAGU
BAB IV - KEUANGAN DAERAH50 KEUANGAN DAERAH - BAB IV 51
Berdasarkan sumber pendapatan, realisasi pendapatan dari dana Otsus untuk Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota
hingga triwulan-II 2015 mencapai 50,2% dari total pagu, sementara pendapatan dari Dana Alokasi Umum (DAU)
mencapai 55,2%. Di sisi lain, Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang berhasil dikumpulkan oleh Pemerintah Provinsi dan
Kabupaten/Kota mencapai 40,6%.
Secara spasial, rata-rata realisasi pendapatan Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi NTT mencapai
50,18%. Realisasi pendapatan tertinggi di Provinsi NTT diperoleh oleh Kab. Manggarai Timur (Matim) yang mencapai
58%, sementara realisasi pendapatan terendah ada di Kab. Timor Tengah Utara (TTU) yang baru mencapai 40,5%.
Tingginya realisasi pendapatan Kab. Matim terutama didorong oleh realisasi DAU yang telah mencapai 58,3% serta
dana Otsus yang telah mencapai 70,4%. Sementara realisasi DAU untuk Kab. TTU baru mencapai 41,7% dan dana
Otsus hanya mencapai 28,6%. Tingginya DAU dan Otsus menunjukkan adanya ketergantungan tinggi Provinsi NTT
kepada Pemerintah Pusat, guna mengurangi hal tersebut, perlu adanya penciptaan obyek-obyek pendapatan pajak dan
restribusi baru melalui peningkatan iklim investasi dan penciptaan sentra industri baru.
Realisasi belanja Pemerintah di Provinsi NTT hingga triwulan-II 2015 mencapai Rp 7,4 triliun atau 23,9% dari pagu
belanja tahun 2015. Realisasi belanja tertinggi berada pada Pemerintah Provinsi yang mencapai 36,6%, sementara
penambahan anggaran APBN membuat realisasi anggaran pemerintah pusat baru mencapai 19,4%. Realisasi belanja
pemerintah daerah di Provinsi NTT masih didominasi oleh belanja konsumsi dengan pangsa 87,5% dari total realisasi
belanja pada triwulan-II. Realisasi belanja konsumsi tertinggi terutama dipergunakan untuk belanja pegawai. Namun
untuk Pemerintah Provinsi, realisasi belanja hibah menjadi komponen yang paling tinggi menyerap anggaran sampai
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT, diolah
Grafik 4.2. Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBNdi Provinsi NTT
PENDAPATAN PAJAK PENGHASILAN
PENDAPATAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAKLAINNYA
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
54,30%
23,89%
0,04%7,14%
19,59%
0,05%
Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
PADDana Alokasi UmumDana Alokasi Khusus
Dana Lainnya
Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus
Propinsi
Grafik 4.3. Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBDProvinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
28,7%
2,5%
21,45
45,55
1,9%
8,4%4,1%
8,1%
5,3%
74,1%
KABUPATENPROVINSI KAB+PROV
38.70
58.83
37.52
43.05
55.21
37.52
50.19
40.59
54.877
37.58
77.39
0
10
20
30
40
50
60
PAD Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Khusus
Dana Penyesuain dan Otonomi Khusus
Lainnya
44.35
44.18
20.30
Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT
70
80
90
37.11
Grafik 4.4. Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD di Provinsi NTT
Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT
Matim 58.0
Kota Kupang 56.0
Flotim 55.0
Sumba Barat 54.9
Ende 54.7
Nagekeo 53.9
Mabar 53.4
TTS 54.3
Sumba Timur 53.2
Rote 62.9
SBD 52.6
Sumba Tengah 52.5
Prov. NTT 50.8
Malaka 49.9
Belu 49.3
Lembata 46.0
Sikka 45.7
Kab. Kupang 45.6
SabuRaijua 45.4
Alor 44.1
Ngada 44.0
Manggarai 42.8
TTU 40.5
0 10 20 30 40 50 60
Grafik 4.5. Realisasi Pendapatan Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
4.3 Belanja Daerah
Kab/Kota
1
Data bersumber dari realisasi anggaran pendapatan dan belanja negara alokasi Provinsi Nusa Tenggara Timur serta APBD Provinsi NTT dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT. Sifat data adalah realisasi hingga akhir Juni 2015. Sifat data masih sementara karena masih terus dilakukan update di beberapa kabupaten/kota.
Dari komponen belanja daerah, total realisasi belanja pemerintah hingga triwulan-II 2015 mencapai 23,9%
atau Rp 7,4 triliun dari total pagu tahun 2015 sebesar Rp 31,09 triliun. Realisasi anggaran yang cukup rendah
terutama berasal dari anggaran belanja Pemerintah Pusat (19,4%) dan Pemerintah Kabupaten/Kota (24,4%),
sementara belanja Pemerintah Provinsi (36,6%) cenderung mengalami kenaikan apabila dibandingkan periode yang
sama tahun 2014 sebesar 32,8%. Pencapaian realisasi anggaran yang masih cukup rendah terjadi seiring adanya
penambahan anggaran APBN hingga sebesar Rp 2,4 triliun pada triwulan-II dan adanya beberapa kendala yang muncul,
seperti: permasalahan numenklatur yang masih terjadi di beberapa Kementerian, proses lelang yang masih berjalan,
kontraktor yang tidak mencairkan anggaran sesuai termin proyek, keengganan pegawai untuk menjadi Pejabat
Pembuat Komitmen (PPK) dan permasalahan administrasi proyek yang cukup panjang. Dampak penyesuaian
numenklatur dapat terlihat pada realisasi anggaran Pendidikan Dasar (Dikdas) dan Pendidikan Menengah (Dikmen)
yang masih terkendala proses penggabungan. Begitupula dengan realisasi belanja Kemenristek dan Dikti yang baru
mencapai 3% dikarenakan tidak dapat melakukan proses tender sampai permasalahan numenklatur selesai.. Dalam
rangka mendorong peningkatan realisasi belanja, Sekretaris Daerah Provinsi NTT telah menyampaikan surat kepada
semua SKPD agar segera melakukan percepatan realisasi anggaran, selain itu terdapat pula aturan dari Gubernur bahwa
Satker yang memiliki penyerapan anggaran di bawah rata-rata tidak akan mendapatkan penambahan anggaran pada
APBD Perubahan 2015.
Sumber pendapatan utama APBN di Provinsi NTT sampai dengan triwulan-II 2015 berasal dari Pajak
Penghasilan yang mencapai 54,3% atau Rp 386,8 miliar dari total pendapatan APBN di Provinsi NTT. Sementara untuk
Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota sumber pendapatan utama daerah sampai dengan triwulan II
berasal dari Dana alokasi Umum (DAU), dengan rincian: Pemerintah Provinsi mendapatkan anggaran Rp 758 miliar atau
45,5% dari total pendapatan Pemerintah Provinsi NTT, sementara Pemerintah Kabupaten/Kota mendapatkan Rp 5,9
triliun atau 74,1% dari total pendapatan Pemerintah Kabupaten/Kota.
Selain DAU, realisasi pendapatan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota juga ditopang dari dana
penyesuaian dan otonomi khusus (Otsus) yang cukup besar. Untuk Pemerintah Provinsi, pendapatan dana Otsus
mencapai Rp 479 miliar atau 28,7% dari total pendapatan. Sementara dana penyesuaian untuk Pemerintah
Kabupaten/Kota mencapai Rp 643 miliar atau 8,1% dari total pendapatan.
Sumber : BPS Provinsi NTT (Data Diolah)
Grafik 4.1. Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur
PENDAPATAN DAERAH BELANJA DAERAH
ANGGARAN
REALISASI
19.36
31.09
10.32
53,3% 23,9%
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
Trillions
APBN
ANGGARAN
KAB PROV
0,31
15.78
3.28
0.71
7.94
1.67
Trillions
REALISASI
APBN KAB PROV
11.02
16.78
3.290.61
4.10
1.20
PORSI REALISASI PENDAPATAN
APBN KAB PROV
ANGGARAN
REALISASI
Total Pendapatan dan Belanja Pemerintah Realisasi Pendapatan Pemerintah Realisasi Belanja Pemerintah
7.44
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
PORSI REALISASI BELANJA
APBN KAB PROV
16%
11% 35%29%
54% 55%
14%17% 2%
7%
81% 77%
223,6%
50,3% 50,8% 19,4% 36,6%24,4%
4.2 Pendapatan Daerah
1
REALISASI
PAGU
REALISASI
PAGU
BAB IV - KEUANGAN DAERAH50 KEUANGAN DAERAH - BAB IV 51
Berdasarkan sumber pendapatan, realisasi pendapatan dari dana Otsus untuk Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota
hingga triwulan-II 2015 mencapai 50,2% dari total pagu, sementara pendapatan dari Dana Alokasi Umum (DAU)
mencapai 55,2%. Di sisi lain, Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang berhasil dikumpulkan oleh Pemerintah Provinsi dan
Kabupaten/Kota mencapai 40,6%.
Secara spasial, rata-rata realisasi pendapatan Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi NTT mencapai
50,18%. Realisasi pendapatan tertinggi di Provinsi NTT diperoleh oleh Kab. Manggarai Timur (Matim) yang mencapai
58%, sementara realisasi pendapatan terendah ada di Kab. Timor Tengah Utara (TTU) yang baru mencapai 40,5%.
Tingginya realisasi pendapatan Kab. Matim terutama didorong oleh realisasi DAU yang telah mencapai 58,3% serta
dana Otsus yang telah mencapai 70,4%. Sementara realisasi DAU untuk Kab. TTU baru mencapai 41,7% dan dana
Otsus hanya mencapai 28,6%. Tingginya DAU dan Otsus menunjukkan adanya ketergantungan tinggi Provinsi NTT
kepada Pemerintah Pusat, guna mengurangi hal tersebut, perlu adanya penciptaan obyek-obyek pendapatan pajak dan
restribusi baru melalui peningkatan iklim investasi dan penciptaan sentra industri baru.
Realisasi belanja Pemerintah di Provinsi NTT hingga triwulan-II 2015 mencapai Rp 7,4 triliun atau 23,9% dari pagu
belanja tahun 2015. Realisasi belanja tertinggi berada pada Pemerintah Provinsi yang mencapai 36,6%, sementara
penambahan anggaran APBN membuat realisasi anggaran pemerintah pusat baru mencapai 19,4%. Realisasi belanja
pemerintah daerah di Provinsi NTT masih didominasi oleh belanja konsumsi dengan pangsa 87,5% dari total realisasi
belanja pada triwulan-II. Realisasi belanja konsumsi tertinggi terutama dipergunakan untuk belanja pegawai. Namun
untuk Pemerintah Provinsi, realisasi belanja hibah menjadi komponen yang paling tinggi menyerap anggaran sampai
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT, diolah
Grafik 4.2. Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBNdi Provinsi NTT
PENDAPATAN PAJAK PENGHASILAN
PENDAPATAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAKLAINNYA
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
54,30%
23,89%
0,04%7,14%
19,59%
0,05%
Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
PADDana Alokasi UmumDana Alokasi Khusus
Dana Lainnya
Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus
Propinsi
Grafik 4.3. Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBDProvinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
28,7%
2,5%
21,45
45,55
1,9%
8,4%4,1%
8,1%
5,3%
74,1%
KABUPATENPROVINSI KAB+PROV
38.70
58.83
37.52
43.05
55.21
37.52
50.19
40.59
54.877
37.58
77.39
0
10
20
30
40
50
60
PAD Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Khusus
Dana Penyesuain dan Otonomi Khusus
Lainnya
44.35
44.18
20.30
Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT
70
80
90
37.11
Grafik 4.4. Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD di Provinsi NTT
Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT
Matim 58.0
Kota Kupang 56.0
Flotim 55.0
Sumba Barat 54.9
Ende 54.7
Nagekeo 53.9
Mabar 53.4
TTS 54.3
Sumba Timur 53.2
Rote 62.9
SBD 52.6
Sumba Tengah 52.5
Prov. NTT 50.8
Malaka 49.9
Belu 49.3
Lembata 46.0
Sikka 45.7
Kab. Kupang 45.6
SabuRaijua 45.4
Alor 44.1
Ngada 44.0
Manggarai 42.8
TTU 40.5
0 10 20 30 40 50 60
Grafik 4.5. Realisasi Pendapatan Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
4.3 Belanja Daerah
Kab/Kota
1
Data bersumber dari realisasi anggaran pendapatan dan belanja negara alokasi Provinsi Nusa Tenggara Timur serta APBD Provinsi NTT dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT. Sifat data adalah realisasi hingga akhir Juni 2015. Sifat data masih sementara karena masih terus dilakukan update di beberapa kabupaten/kota.
dengan triwulan-II 2015. Dari segi serapan anggaran belanja modal, realisasi belanja modal tertinggi oleh pemerintah
Provinsi yang mencapai 20,4%, sementara realisasi terendah berada pada Pemerintah Kabupaten/Kota yang baru
mencapai 5,8%.
Beberapa permasalahan yang menghambat percepatan realisasi anggaran di daerah selain permasalahan
numenklatur Kementerian, diantaranya adalah permasalahan administrasi, keengganan pegawai untuk
menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), serta kebiasaan kontraktor untuk mencairkan termin di akhir
proyek. Permasalahan administrasi terjadi pada beberapa kasus, diantaranya pencairan dana desa ke rekening desa
yang memerlukan adanya kelengkapan proposal administrasi (RPJMDes, RKPDes dan APBDes), serta belum siapnya
sumber daya manusia di daerah untuk menerapkan E-Catalogue. Permasalahan lainnya adalah banyaknya PPK yang
tersangkut masalah hukum dalam kegiatan proyek sehingga menyebabkan keenganan para pegawai di daerah untuk
menjadi PPK. Fungsi advisory dan pembinaan dari instansi hukum terkait perlu ditingkatkan guna menciptakan rasa
aman bagi PPK dalam melakukan kegiatan proyek. Sementara, keengganan kontraktor untuk mengambil dana sesuai
termin disebabkan oleh lokasi kontraktor yang berada di daerah dan proses administrasi yang panjang di SKPD,
sehingga kontraktor lebih memilih mencairkan termin di akhir proyek.
Potensi realisasi anggaran belanja pada triwulan-III 2015 diperkirakan akan meningkat seiring selesainya
permasalahan numenklatur, kegiatan lelang yang sudah berjalan di satker dan realisasi dana desa. Terkait
dana desa, sampai akhir Juni 2015 telah dilakukan transfer kepada seluruh kabupaten/kota di Provinsi NTT dengan total
anggaran Rp 325 miliar atau 40% dari pagu anggaran dana desa. Selanjutnya, dalam proses pencairan dan
penggunaan dana desa perlu adanya agenda pengumpulan Kepala Desa untuk dilakukan bimbingan dan pengarahan,
sehingga kekhawatiran terjadinya penyalahgunaan anggaran dan potensi kesalahan prosedur dapat diminimalisir.
Penggunaan dana desa yang tepat sasaran dan tepat guna dapat berpengaruh positif bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat desa.
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Grafik 4.6. Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
APBN KAB PROV TOTAL
BELANJA DAERAH BELANJA MODAL BELANJA KONSUMSI
19,4
24,4
36,6
23,9
12,2
5,8
20,4
10,1
25,2
29,6
39,9
29,7
%
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Grafik 4.7. Pangsa Realisasi Belanja APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota
KONSUMSI LAINNYA
BANTUAN KEUANGAN
BELANJA BAGI HASIL
BELANJA BANTUAN SOSIAL
BELANJA HIBAH
BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA PEGAWAI BELANJA MODAL
28.28
5.20 9.55
43.1672.26
20.32
24.562.34
15.06
47.64
3.99 5.23
APBN KAB PROV
14.486.28
120
100
80
60
40
20
0
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Grafik 4.8 Persentase Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT
Pegawai Barang danJasa
Hibah BantuanSosial
Hasil Keuangan Lainnya
APBN KAB PROV TOTAL
37
31
17 16
35
19
44
107 20 15
41
50
0
24
0
35.6
19.2
48.8
14.3
23.220.7
14.8
%
4
32
14
BAB IV - KEUANGAN DAERAH52
Belanja Belanja Belanja Belanja Belanja Bagi Bantuan Konsumsi
KEUANGAN DAERAH - BAB IV 53
Dari sisi spasial, realisasi belanja pemerintah di tiap Kabupaten/Kota pada triwulan II 2015 mencapai rata-
rata 23,9%. Realisasi belanja pemerintah tertinggi ada pada Pemerintah Kab. Flores Timur (31,7%), sementara realisasi
terendah di Kab. Sumba Tengah sebesar 13,4%. Sementara rata-rata realisasi belanja modal di Provinsi NTT mencapai
5,6% dengan realisasi belanja modal tertinggi Kab. Sabu Raijua (26,2%) dan terendah Kab. Malaka (0%). Rendahnya
realisasi belanja kiranya dapat menjadi perhatian setiap instansi di daerah, terutama belanja modal yang dapat
menciptakan efek berganda pada perekonomian daerah. Adanya Pilkada diprediksi akan meningkatkan belanja
konsumsi di akhir tahun 2015
Berdasarkan data perbankan pada bulan Juni 2015 terdapat Dana Pihak Ketiga (DPK) atau simpanan
pemerintah sebesar Rp 7,26 triliun. Jumlah tersebut meningkat sebesar Rp 1,27 triliun atau 21,3% (yoy)
dibandingkan Juni 2014. Hal ini menunjukkan bahwa hingga triwulan-II 2015 penyaluran realisasi belanja pemerintah
masih cukup rendah. Namun besarnya potensi dana yang belum terealisasi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi
yang lebih baik pada triwulan-III 2015. Instrumen utama penempatan dana pemerintah di perbankan, terutama berada
pada giro yang mencapai Rp 5,31 triliun, sementara sisanya sebesar Rp 1,95 triliun ditempatkan pada deposito dan
tabungan.
Grafik 4.9. Realisasi Belanja dan Belanja Modal Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur
Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
35
5
30
25
20
15
10
0
Mab
ar
Man
ggar
ai
Mat
im
Nga
da
Nag
ekeo
Ende
Sikk
a
Flot
im
Lem
bata
Alo
r
Sum
ba B
arat
SBD
Sum
ba T
enga
h
Sum
ba T
imur
Sabu
Rai
jua
Rote
Kab.
Kup
ang
TTS
TTU
Mal
aka
Belu
Kota
Kup
ang
26,18
31.10
29.63
19.62 18.87
27.48
28.89
31.73
25.10
20.7321.87
16.88
13.37
22.37
28.98
21.92
18.67
24.76
26.81
15.53
25.21
31.45
10.33
8.26
4.66 4.331.26
0.61
7.64
16.10
3.66
2.53
4.112.30
0.03
5.76
26.17
4.02
0.81
2.70 3.05
0.00
3.23
5.43
Grafik 4.10. Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota pada Perbankan di Wilayah Nusa Tenggara Timur
6
5
4
3
2
1
0I II I I I IV I I I I I I IV I I I I I I IV
2012 2013 2014
Sumber : Bank Indonesia, diolah
3.54 3.97 3.87
1.80
3.83 4.35
4.16
1.96
4.28
5.99 5.57
2.83
PUSAT PEMKOTPROVINSI PEMKAB
I2015
5.74
8
7
II
7.26
PEMERINTAH GIRO TABUNGAN DEPOSITO TOTAL DPK
PUSAT
PROVINSI
KOTA
KABUPATEN
TOTAL
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Tabel 4.11. Rincian Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
51.71 0.38 0 52.10
352.12 4.79 325.60 682.52
196.45 31.09 155.17
4,711.34 125.29 1,310.52
5,311.62 161.55 1,791.29
382.70
6,147.15
7,264.47
dengan triwulan-II 2015. Dari segi serapan anggaran belanja modal, realisasi belanja modal tertinggi oleh pemerintah
Provinsi yang mencapai 20,4%, sementara realisasi terendah berada pada Pemerintah Kabupaten/Kota yang baru
mencapai 5,8%.
Beberapa permasalahan yang menghambat percepatan realisasi anggaran di daerah selain permasalahan
numenklatur Kementerian, diantaranya adalah permasalahan administrasi, keengganan pegawai untuk
menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), serta kebiasaan kontraktor untuk mencairkan termin di akhir
proyek. Permasalahan administrasi terjadi pada beberapa kasus, diantaranya pencairan dana desa ke rekening desa
yang memerlukan adanya kelengkapan proposal administrasi (RPJMDes, RKPDes dan APBDes), serta belum siapnya
sumber daya manusia di daerah untuk menerapkan E-Catalogue. Permasalahan lainnya adalah banyaknya PPK yang
tersangkut masalah hukum dalam kegiatan proyek sehingga menyebabkan keenganan para pegawai di daerah untuk
menjadi PPK. Fungsi advisory dan pembinaan dari instansi hukum terkait perlu ditingkatkan guna menciptakan rasa
aman bagi PPK dalam melakukan kegiatan proyek. Sementara, keengganan kontraktor untuk mengambil dana sesuai
termin disebabkan oleh lokasi kontraktor yang berada di daerah dan proses administrasi yang panjang di SKPD,
sehingga kontraktor lebih memilih mencairkan termin di akhir proyek.
Potensi realisasi anggaran belanja pada triwulan-III 2015 diperkirakan akan meningkat seiring selesainya
permasalahan numenklatur, kegiatan lelang yang sudah berjalan di satker dan realisasi dana desa. Terkait
dana desa, sampai akhir Juni 2015 telah dilakukan transfer kepada seluruh kabupaten/kota di Provinsi NTT dengan total
anggaran Rp 325 miliar atau 40% dari pagu anggaran dana desa. Selanjutnya, dalam proses pencairan dan
penggunaan dana desa perlu adanya agenda pengumpulan Kepala Desa untuk dilakukan bimbingan dan pengarahan,
sehingga kekhawatiran terjadinya penyalahgunaan anggaran dan potensi kesalahan prosedur dapat diminimalisir.
Penggunaan dana desa yang tepat sasaran dan tepat guna dapat berpengaruh positif bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat desa.
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Grafik 4.6. Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
APBN KAB PROV TOTAL
BELANJA DAERAH BELANJA MODAL BELANJA KONSUMSI
19,4
24,4
36,6
23,9
12,2
5,8
20,4
10,1
25,2
29,6
39,9
29,7
%
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Grafik 4.7. Pangsa Realisasi Belanja APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota
KONSUMSI LAINNYA
BANTUAN KEUANGAN
BELANJA BAGI HASIL
BELANJA BANTUAN SOSIAL
BELANJA HIBAH
BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA PEGAWAI BELANJA MODAL
28.28
5.20 9.55
43.1672.26
20.32
24.562.34
15.06
47.64
3.99 5.23
APBN KAB PROV
14.486.28
120
100
80
60
40
20
0
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Grafik 4.8 Persentase Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT
Pegawai Barang danJasa
Hibah BantuanSosial
Hasil Keuangan Lainnya
APBN KAB PROV TOTAL
37
31
17 16
35
19
44
107 20 15
41
50
0
24
0
35.6
19.2
48.8
14.3
23.220.7
14.8
%
4
32
14
BAB IV - KEUANGAN DAERAH52
Belanja Belanja Belanja Belanja Belanja Bagi Bantuan Konsumsi
KEUANGAN DAERAH - BAB IV 53
Dari sisi spasial, realisasi belanja pemerintah di tiap Kabupaten/Kota pada triwulan II 2015 mencapai rata-
rata 23,9%. Realisasi belanja pemerintah tertinggi ada pada Pemerintah Kab. Flores Timur (31,7%), sementara realisasi
terendah di Kab. Sumba Tengah sebesar 13,4%. Sementara rata-rata realisasi belanja modal di Provinsi NTT mencapai
5,6% dengan realisasi belanja modal tertinggi Kab. Sabu Raijua (26,2%) dan terendah Kab. Malaka (0%). Rendahnya
realisasi belanja kiranya dapat menjadi perhatian setiap instansi di daerah, terutama belanja modal yang dapat
menciptakan efek berganda pada perekonomian daerah. Adanya Pilkada diprediksi akan meningkatkan belanja
konsumsi di akhir tahun 2015
Berdasarkan data perbankan pada bulan Juni 2015 terdapat Dana Pihak Ketiga (DPK) atau simpanan
pemerintah sebesar Rp 7,26 triliun. Jumlah tersebut meningkat sebesar Rp 1,27 triliun atau 21,3% (yoy)
dibandingkan Juni 2014. Hal ini menunjukkan bahwa hingga triwulan-II 2015 penyaluran realisasi belanja pemerintah
masih cukup rendah. Namun besarnya potensi dana yang belum terealisasi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi
yang lebih baik pada triwulan-III 2015. Instrumen utama penempatan dana pemerintah di perbankan, terutama berada
pada giro yang mencapai Rp 5,31 triliun, sementara sisanya sebesar Rp 1,95 triliun ditempatkan pada deposito dan
tabungan.
Grafik 4.9. Realisasi Belanja dan Belanja Modal Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur
Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
35
5
30
25
20
15
10
0
Mab
ar
Man
ggar
ai
Mat
im
Nga
da
Nag
ekeo
Ende
Sikk
a
Flot
im
Lem
bata
Alo
r
Sum
ba B
arat
SBD
Sum
ba T
enga
h
Sum
ba T
imur
Sabu
Rai
jua
Rote
Kab.
Kup
ang
TTS
TTU
Mal
aka
Belu
Kota
Kup
ang
26,18
31.10
29.63
19.62 18.87
27.48
28.89
31.73
25.10
20.7321.87
16.88
13.37
22.37
28.98
21.92
18.67
24.76
26.81
15.53
25.21
31.45
10.33
8.26
4.66 4.331.26
0.61
7.64
16.10
3.66
2.53
4.112.30
0.03
5.76
26.17
4.02
0.81
2.70 3.05
0.00
3.23
5.43
Grafik 4.10. Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota pada Perbankan di Wilayah Nusa Tenggara Timur
6
5
4
3
2
1
0I II I I I IV I I I I I I IV I I I I I I IV
2012 2013 2014
Sumber : Bank Indonesia, diolah
3.54 3.97 3.87
1.80
3.83 4.35
4.16
1.96
4.28
5.99 5.57
2.83
PUSAT PEMKOTPROVINSI PEMKAB
I2015
5.74
8
7
II
7.26
PEMERINTAH GIRO TABUNGAN DEPOSITO TOTAL DPK
PUSAT
PROVINSI
KOTA
KABUPATEN
TOTAL
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Tabel 4.11. Rincian Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
51.71 0.38 0 52.10
352.12 4.79 325.60 682.52
196.45 31.09 155.17
4,711.34 125.29 1,310.52
5,311.62 161.55 1,791.29
382.70
6,147.15
7,264.47
Tabel 4.2. Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kotadi Provinsi Nusa Tenggara Timur
APBN / APBD
PENDAPATAN DAERAH
BELANJA DAERAH
Belanja Modal
Belanja Konsumsi
Belanja Pegawai
Belanja Barang dan Jasa
Belanja Hibah
Belanja Bantuan Sosial
Belanja Bagi Hasil
Bantuan Keuangan
Konsumsi Lainnya
Belanja Lainnya
SURPLUS/DEFISIT
PEMBIAYAAN DAERAH
Penerimaan
SILPA Tahun Lalu
Lainnya
Pengeluaran
Penyertaan Modal
Lainnya
PEMBIAYAAN NETTO
SILPA SEKARANG
REALISASI
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah (*dalam juta Rp)
APBN KAB PROV TOTAL APBN KAB PROV TOTAL
305,290 15,776,449 3,282,665 19,364,404 713,085 7,938,185 1,668,777 10,320,047
11,019,184
16,780,579 3,289,126 31,088,889 2,133,524 4,101,666 1,202,278 7,437,468
4,957,480 3,658,397 562,136 9,178,014 603,440 213,323 114,797 931,560
6,061,704 13,122,182 2,726,990 21,910,876 1,530,084 3,888,343 1,087,481 6,505,908
2,476,577 8,513,168 600,956 11,590,702 920,853 2,963,712 244,253 4,128,818
3,042,104 3,158,380 581,066 6,781,550 524,035 593,896 181,060 1,298,991
- 216,913 1,152,778 1,369,691 - 95,865 572,773 668,639
543,022 95,683 28,337 667,042 85,196 9,097 1,148 95,440
-
7,894
320,449 328,343
- 534 75,542 76,076
-
1,058,542
35,903 1,094,445
-
214,601 11,653 226,254
-
71,602
7,500
79,102
-
10,638 1,053 11,691
- - - - - - -
(10,713,894) (1,004,130)
(6,461)
(11,724,485)
(1,420,439)
3,836,519
466,499 2,882,579
1,097,011.96 61,161.31 1,158,173.26 684,324.02 232,867 917,191
982,542 53,779 1,036,322 683,816 231,609 915,424
114,470 7,382 121,852 508 1,259 1,767
92,900.00 54,700 147,600 15,000.00 - 15,000
80,400.00 50,000.00 130,400.00 15,000.00 - 15,000
12,500 4,700 17,200 - -
1,004,112 6,461 1,010,573 669,324 232,867 902,191
(18) - (18) 4,505,843 699,366 5,205,209
BAB IV - KEUANGAN DAERAH54
Berdasarkan Peraturan Presiden No. 36 . tanggal 17 Maret 2015, pemerintah telah mengeluarkan peraturan tentang rincian
anggaran pendapatan dan belanja Negara. Dalam peraturan tersebut, pemerintah meningkatkan alokasi anggaran dana
desa dari sebelumnya hanya sebesar 9 triliun menjadi sebesar 20,77 triliun rupiah. Dari anggaran tersebut, Provinsi NTT
mendapatkan anggaran sebesar 812 miliar yang akan dibagi untuk 2.936 desa di Provinsi NTT atau secara rata-rata, tiap desa
akan mendapatkan dana sebesar 277 miliar rupiah.
Untuk menjalankan aturan tersebut, maka pada tanggal 29 April 2015, pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah No.
22 tahun 2015 yang berisi tentang perubahan atas peraturan pemerintah No. 60 tahun 2014 tentang dana desa yang
bersumber dari APBN. Dalam peraturan tersebut disampaikan bahwa total dana desa yang disalurkan tahun 2015 adalah
sebesar minimal 3% dari APBN, dan akan meningkat menjadi minimal 6% di tahun 2016 serta meningkat lagi menjadi 10%
di tahun 2017. Tahun 2018 dan seterusnya, dana desa akan dialokasikan sebesar 10% dari total APBN. Berdasarkan
perhitungan tersebut, maka dana desa di tahun 2016 akan meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi sekitar 1,7 triliun dan
kembali meningkat menjadi sekitar 3,1 triliun di tahun 2017. Besarnya dana yang tersalur tersebut harus diimbangi dengan
peningkatan kapasitas dan kemampuan perangkat desa, agar pemanfaatan dana tersebut bisa maksimal.
Semangat dari pemberian dana desa tersebut adalah agar terjadi peningkatan kegiatan ekonomi di desa, sehingga potensi
urbanisasi yang selalu terjadi tiap tahun dapat dikurangi. Adanya dana desa diharapkan juga dapat menahan tenaga
produktif, agar tersedia cukup tenaga kerja untuk bekerja di lahan pertanian yang saat ini mulai ditinggalkan. Berdasarkan
nilai dana, Kabupaten Timor Tengah Selatan mendapatkan dana desa paling besar dengan nilai nominal mencapai 73,6 miliar
dan Kabupaten Sabu Raijua mendapatkan dana desa terkecil sebesar 17,1 miliar. Besarnya jumlah dana desa lebih disebabkan
oleh lebih banyaknya jumlah desa yang dimiliki oleh masing-masing kabupaten.
Dalam prakteknya, dana desa dapat disalurkan apabila sudah memenuhi beberapa syarat, yaitu dana baru dapat dicairkan ke
kabupaten apabila kabupaten telah menyusun peraturan daerah tentang keuangan desa. Demikian pula, dana dapat
dicairkan ke desa apabila desa sudah menyusun RPJMDes, RKPDes dan APBDes sebagai bukti sudah dilakukan perencanaan
pembangunan oleh desa. Pencairan dana desa akan dilakukan dalam tiga termin yaitu termin pertama sebesar 40% akan
dicairkan mulai minggu kedua bulan April 2015. Pencairan termin kedua sebesar 40% akan dilakukan mulai minggu kedua
bulan Agustus tahun 2015 dan termin ketiga akan dicairkan mulai dari minggu kedua bulan Oktober 2015. Dikarenakan
syarat pencairan dana desa dari APBN ke kas daerah harus berdasarkan peraturan bupati tentang keuangan desa, maka
realisasi penyaluran dari APBN ke kabupaten juga relatif tidak bersamaan. Kabupaten Kupang, Alor, Lembata, Rote Ndao, dan
Kabupaten Sumba Tengah menjadi kabupaten pertama yang berhak mendapatkan penyaluran dana desa di bulan April 2015
seiring dengan telah dibuatnya perbup tentang keuangan desa di kabupaten tersebut. Pada bulan Mei menyusul Kabupaten
TTS, TTU, Flores Timur, Ende, Ngada, Manggarai, Sumba Timur, Manggarai Barat, Nagekeo, Sumba Barat Daya, Manggarai
Tabel Boks 4.1. Proyeksi Penerimaan Dana Desa di Tiap Kabupaten Tahun 2016 dan 2017
KABUPATEN 2015 2016** 2017**
KAB. SABU RAIJUA
KAB. SUMBA BARAT
KAB. SUMBA TENGAH
KAB. BELU
KAB. ROTE NDAO
KAB. NAGEKEO
KAB. MALAKA
KAB. NGADA
KAB. SUMBA BARAT DAYA
KAB. LEMBATA
KAB. SUMBA TIMUR
17.11
18.63
18.75
19.58
23.23
26.51
34.66
36.13
37.94
38.77
39.14
36.13
39.35
39.60
41.36
49.06
56.00
73.21
76.31
80.13
81.88
82.67
66.25
72.15
72.59
75.82
89.95
102.68
134.21
139.90
146.91
150.12
151.55
KABUPATEN 2015 2016** 2017**
KAB. SIKKA
KAB. MANGGARAI
KAB. ALOR
KAB. TIMOR TENGAH UTARA
KAB. MANGGARAI TIMUR
KAB. KUPANG
KAB. MANGGARAI BARAT
KAB. FLORES TIMUR
KAB. ENDE
KAB. TIMOR TENGAH SELATAN
TOTAL
40.67
40.80
42.78
43.02
43.90
44.66
45.00
60.70
67.30
73.62
812.88
85.90
86.18
90.36
90.86
92.72
94.33
95.06
128.22
142.15
155.51
1,717.01
157.48
158.00
165.67
166.58
169.99
172.94
174.27
235.07
260.61
285.10
3,147.84
BOKS 4 REALISASI DANA DESA TAHUN 2015 DI PROVINSI NTT
KEUANGAN DAERAH - BAB IV 55
Tabel 4.2. Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kotadi Provinsi Nusa Tenggara Timur
APBN / APBD
PENDAPATAN DAERAH
BELANJA DAERAH
Belanja Modal
Belanja Konsumsi
Belanja Pegawai
Belanja Barang dan Jasa
Belanja Hibah
Belanja Bantuan Sosial
Belanja Bagi Hasil
Bantuan Keuangan
Konsumsi Lainnya
Belanja Lainnya
SURPLUS/DEFISIT
PEMBIAYAAN DAERAH
Penerimaan
SILPA Tahun Lalu
Lainnya
Pengeluaran
Penyertaan Modal
Lainnya
PEMBIAYAAN NETTO
SILPA SEKARANG
REALISASI
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah (*dalam juta Rp)
APBN KAB PROV TOTAL APBN KAB PROV TOTAL
305,290 15,776,449 3,282,665 19,364,404 713,085 7,938,185 1,668,777 10,320,047
11,019,184
16,780,579 3,289,126 31,088,889 2,133,524 4,101,666 1,202,278 7,437,468
4,957,480 3,658,397 562,136 9,178,014 603,440 213,323 114,797 931,560
6,061,704 13,122,182 2,726,990 21,910,876 1,530,084 3,888,343 1,087,481 6,505,908
2,476,577 8,513,168 600,956 11,590,702 920,853 2,963,712 244,253 4,128,818
3,042,104 3,158,380 581,066 6,781,550 524,035 593,896 181,060 1,298,991
- 216,913 1,152,778 1,369,691 - 95,865 572,773 668,639
543,022 95,683 28,337 667,042 85,196 9,097 1,148 95,440
-
7,894
320,449 328,343
- 534 75,542 76,076
-
1,058,542
35,903 1,094,445
-
214,601 11,653 226,254
-
71,602
7,500
79,102
-
10,638 1,053 11,691
- - - - - - -
(10,713,894) (1,004,130)
(6,461)
(11,724,485)
(1,420,439)
3,836,519
466,499 2,882,579
1,097,011.96 61,161.31 1,158,173.26 684,324.02 232,867 917,191
982,542 53,779 1,036,322 683,816 231,609 915,424
114,470 7,382 121,852 508 1,259 1,767
92,900.00 54,700 147,600 15,000.00 - 15,000
80,400.00 50,000.00 130,400.00 15,000.00 - 15,000
12,500 4,700 17,200 - -
1,004,112 6,461 1,010,573 669,324 232,867 902,191
(18) - (18) 4,505,843 699,366 5,205,209
BAB IV - KEUANGAN DAERAH54
Berdasarkan Peraturan Presiden No. 36 . tanggal 17 Maret 2015, pemerintah telah mengeluarkan peraturan tentang rincian
anggaran pendapatan dan belanja Negara. Dalam peraturan tersebut, pemerintah meningkatkan alokasi anggaran dana
desa dari sebelumnya hanya sebesar 9 triliun menjadi sebesar 20,77 triliun rupiah. Dari anggaran tersebut, Provinsi NTT
mendapatkan anggaran sebesar 812 miliar yang akan dibagi untuk 2.936 desa di Provinsi NTT atau secara rata-rata, tiap desa
akan mendapatkan dana sebesar 277 miliar rupiah.
Untuk menjalankan aturan tersebut, maka pada tanggal 29 April 2015, pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah No.
22 tahun 2015 yang berisi tentang perubahan atas peraturan pemerintah No. 60 tahun 2014 tentang dana desa yang
bersumber dari APBN. Dalam peraturan tersebut disampaikan bahwa total dana desa yang disalurkan tahun 2015 adalah
sebesar minimal 3% dari APBN, dan akan meningkat menjadi minimal 6% di tahun 2016 serta meningkat lagi menjadi 10%
di tahun 2017. Tahun 2018 dan seterusnya, dana desa akan dialokasikan sebesar 10% dari total APBN. Berdasarkan
perhitungan tersebut, maka dana desa di tahun 2016 akan meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi sekitar 1,7 triliun dan
kembali meningkat menjadi sekitar 3,1 triliun di tahun 2017. Besarnya dana yang tersalur tersebut harus diimbangi dengan
peningkatan kapasitas dan kemampuan perangkat desa, agar pemanfaatan dana tersebut bisa maksimal.
Semangat dari pemberian dana desa tersebut adalah agar terjadi peningkatan kegiatan ekonomi di desa, sehingga potensi
urbanisasi yang selalu terjadi tiap tahun dapat dikurangi. Adanya dana desa diharapkan juga dapat menahan tenaga
produktif, agar tersedia cukup tenaga kerja untuk bekerja di lahan pertanian yang saat ini mulai ditinggalkan. Berdasarkan
nilai dana, Kabupaten Timor Tengah Selatan mendapatkan dana desa paling besar dengan nilai nominal mencapai 73,6 miliar
dan Kabupaten Sabu Raijua mendapatkan dana desa terkecil sebesar 17,1 miliar. Besarnya jumlah dana desa lebih disebabkan
oleh lebih banyaknya jumlah desa yang dimiliki oleh masing-masing kabupaten.
Dalam prakteknya, dana desa dapat disalurkan apabila sudah memenuhi beberapa syarat, yaitu dana baru dapat dicairkan ke
kabupaten apabila kabupaten telah menyusun peraturan daerah tentang keuangan desa. Demikian pula, dana dapat
dicairkan ke desa apabila desa sudah menyusun RPJMDes, RKPDes dan APBDes sebagai bukti sudah dilakukan perencanaan
pembangunan oleh desa. Pencairan dana desa akan dilakukan dalam tiga termin yaitu termin pertama sebesar 40% akan
dicairkan mulai minggu kedua bulan April 2015. Pencairan termin kedua sebesar 40% akan dilakukan mulai minggu kedua
bulan Agustus tahun 2015 dan termin ketiga akan dicairkan mulai dari minggu kedua bulan Oktober 2015. Dikarenakan
syarat pencairan dana desa dari APBN ke kas daerah harus berdasarkan peraturan bupati tentang keuangan desa, maka
realisasi penyaluran dari APBN ke kabupaten juga relatif tidak bersamaan. Kabupaten Kupang, Alor, Lembata, Rote Ndao, dan
Kabupaten Sumba Tengah menjadi kabupaten pertama yang berhak mendapatkan penyaluran dana desa di bulan April 2015
seiring dengan telah dibuatnya perbup tentang keuangan desa di kabupaten tersebut. Pada bulan Mei menyusul Kabupaten
TTS, TTU, Flores Timur, Ende, Ngada, Manggarai, Sumba Timur, Manggarai Barat, Nagekeo, Sumba Barat Daya, Manggarai
Tabel Boks 4.1. Proyeksi Penerimaan Dana Desa di Tiap Kabupaten Tahun 2016 dan 2017
KABUPATEN 2015 2016** 2017**
KAB. SABU RAIJUA
KAB. SUMBA BARAT
KAB. SUMBA TENGAH
KAB. BELU
KAB. ROTE NDAO
KAB. NAGEKEO
KAB. MALAKA
KAB. NGADA
KAB. SUMBA BARAT DAYA
KAB. LEMBATA
KAB. SUMBA TIMUR
17.11
18.63
18.75
19.58
23.23
26.51
34.66
36.13
37.94
38.77
39.14
36.13
39.35
39.60
41.36
49.06
56.00
73.21
76.31
80.13
81.88
82.67
66.25
72.15
72.59
75.82
89.95
102.68
134.21
139.90
146.91
150.12
151.55
KABUPATEN 2015 2016** 2017**
KAB. SIKKA
KAB. MANGGARAI
KAB. ALOR
KAB. TIMOR TENGAH UTARA
KAB. MANGGARAI TIMUR
KAB. KUPANG
KAB. MANGGARAI BARAT
KAB. FLORES TIMUR
KAB. ENDE
KAB. TIMOR TENGAH SELATAN
TOTAL
40.67
40.80
42.78
43.02
43.90
44.66
45.00
60.70
67.30
73.62
812.88
85.90
86.18
90.36
90.86
92.72
94.33
95.06
128.22
142.15
155.51
1,717.01
157.48
158.00
165.67
166.58
169.99
172.94
174.27
235.07
260.61
285.10
3,147.84
BOKS 4 REALISASI DANA DESA TAHUN 2015 DI PROVINSI NTT
KEUANGAN DAERAH - BAB IV 55
Timur dan Sabu Raijua yang berhasil mendapatkan penyaluran dana desa seiring dengan telah disusunnya perbup keuangan
desa. Kabupaten Belu, Sikka, Sumba Barat dan Malaka menjadi Kabupaten terakhir yang mendapatkan penyaluran dana desa
di Bulan Juli 2015. Adapun total dana desa yang sudah direalisasikan ke masing-masing Kabupaten adalah sebesar 325,2
miliar, atau masing-masing kabupaten sebesar 40% dari total dana desa yang telah dialokasikan.
Grafik Boks 4.1. Mekanisme Pencairan Dana Desa
KPA DJPKMenerbitkanSPM
KPPN Jakarta IIselaku Kuasa BUN
Menerbitkan SP2P
Bank OperasionalMelakukan Transfer DD
ke Kab/Kota(dari RKUN ke RKUD)
REKENING KAS DESA
Pemerintah KAB/Kota
Melaksanakan TransferDD ke Desa
(dari RKUD ke RKUDes)
PEMERINTAH PUSAT(mekanisme transfer APBN)
PEMERINTAH KAB/KOTA(mekanisme transfer APBD)
Termin 1 (40%) : M 2 April 2015Termin 2 (40%) : M 2 Maret 2015Termin 3 (40%) : M 2 Agustus 2015
Termin-2 cair bila terdapat laporan realisasi anggaran
Syarat :RPJMDes, RKPDes,APBDes
Syarat :PerBup Keu. Desa
Sumber : Sumber : PP No 22 tahun 2015
Tabel Boks 4.2. Realisasi Pencairan Dana Desa Termin Pertama
KABUPATEN 2015 2016**
KAB. SABU RAIJUA
KAB. SUMBA BARAT
KAB. SUMBA TENGAH
KAB. BELU
KAB. ROTE NDAO
KAB. NAGEKEO
KAB. MALAKA
KAB. NGADA
KAB. SUMBA BARAT DAYA
KAB. LEMBATA
KAB. SUMBA TIMUR
17.11
18.63
18.75
19.58
23.23
26.51
34.66
36.13
37.94
38.77
39.14
6.84
7.45
7.50
7.83
9.29
10.61
13.86
14.45
15.17
15.51
15.65
KABUPATEN 2015 2016**
KAB. SIKKA
KAB. MANGGARAI
KAB. ALOR
KAB. TIMOR TENGAH UTARA
KAB. MANGGARAI TIMUR
KAB. KUPANG
KAB. MANGGARAI BARAT
KAB. FLORES TIMUR
KAB. ENDE
KAB. TIMOR TENGAH SELATAN
TOTAL
40.67
40.68
42.78
43.02
43.90
44.66
45.00
60.70
67.30
73.62
812.88
16.27
16.32
17.11
17.21
17.56
17.86
18.00
24.28
26.92
29.45
325.15
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Nusa Tenggara Timur
Secara garis besar, prioritas penggunaan dana desa untuk dua hal yaitu pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat
Desa. Dengan kondisi infrastruktur yang relatif kurang memadai dan merata di semua desa di Provinsi NTT, maka alangkah
baiknya penggunaan dana desa dapat lebih difokuskan untuk pembangunan desa antara lain untuk pemenuhan kebutuhan
dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan potensi ekonomi lokal maupun pemanfaatan SDA dan
lingkungan secara berkelanjutan. Pembangunan sarana dan prasarana sebisa mungkin tidak bersinggungan dengan tugas
pokok SKPD lainnya seperti perbaikan saluran irigasi yang seharusnya menjadi tugas dinas pertanian, ataupun penyediaan air
baku yang menjadi tugas balai wilayah sungai. Fungsi pemberdayaan seperti peningkatan kualitas juga dapat dibantu oleh
pemerintah kabupaten seperti yang dilakukan pemerintah Kabupaten Soe yang saat ini mengkarantina perangkat desa untuk
mempercepat pembuatan RPJMDes, RKPDes dan APBDes agar dana desa dapat lebih cepat disalurkan.
Percepatan penyaluran dana desa dirasa menjadi hal yang mendesak. Setelah disalurkan, dana desa tersebut harus segera
dimanfaatkan dan dibuat laporan agar pencairan termin kedua yang akan dilakukan pada bulan Agustus ini dapat langsung
terserap berkat adanya laporan realisasi penyerapan dana pada termin sebelumnya. Namun demikian, realisasi
pembangunan menggunakan dana desa hendaknya juga sesuai dengan yang telah diamanatkan dalam peraturan menteri
desa, pembangunan daerah tertinggal dan transmigrasi Nomor 5 tahun 2015, agar potensi terkena tindakan hukum atas
penyelewengan penggunaan dana desa tidak terjadi. Apabila percepatan realisasi dapat dilakukan, maka penundaan
penyaluran dana desa tahun 2016 ataupun pemotongan dana desa akibat adanya SILPA yang lebih dari 30% pada tahun
2017 dapat dihindari.
BAB IV - KEUANGAN DAERAH56
KESEJAHTERAANDAN KETENAGAKERJAAN
BAB V
Timur dan Sabu Raijua yang berhasil mendapatkan penyaluran dana desa seiring dengan telah disusunnya perbup keuangan
desa. Kabupaten Belu, Sikka, Sumba Barat dan Malaka menjadi Kabupaten terakhir yang mendapatkan penyaluran dana desa
di Bulan Juli 2015. Adapun total dana desa yang sudah direalisasikan ke masing-masing Kabupaten adalah sebesar 325,2
miliar, atau masing-masing kabupaten sebesar 40% dari total dana desa yang telah dialokasikan.
Grafik Boks 4.1. Mekanisme Pencairan Dana Desa
KPA DJPKMenerbitkanSPM
KPPN Jakarta IIselaku Kuasa BUN
Menerbitkan SP2P
Bank OperasionalMelakukan Transfer DD
ke Kab/Kota(dari RKUN ke RKUD)
REKENING KAS DESA
Pemerintah KAB/Kota
Melaksanakan TransferDD ke Desa
(dari RKUD ke RKUDes)
PEMERINTAH PUSAT(mekanisme transfer APBN)
PEMERINTAH KAB/KOTA(mekanisme transfer APBD)
Termin 1 (40%) : M 2 April 2015Termin 2 (40%) : M 2 Maret 2015Termin 3 (40%) : M 2 Agustus 2015
Termin-2 cair bila terdapat laporan realisasi anggaran
Syarat :RPJMDes, RKPDes,APBDes
Syarat :PerBup Keu. Desa
Sumber : Sumber : PP No 22 tahun 2015
Tabel Boks 4.2. Realisasi Pencairan Dana Desa Termin Pertama
KABUPATEN 2015 2016**
KAB. SABU RAIJUA
KAB. SUMBA BARAT
KAB. SUMBA TENGAH
KAB. BELU
KAB. ROTE NDAO
KAB. NAGEKEO
KAB. MALAKA
KAB. NGADA
KAB. SUMBA BARAT DAYA
KAB. LEMBATA
KAB. SUMBA TIMUR
17.11
18.63
18.75
19.58
23.23
26.51
34.66
36.13
37.94
38.77
39.14
6.84
7.45
7.50
7.83
9.29
10.61
13.86
14.45
15.17
15.51
15.65
KABUPATEN 2015 2016**
KAB. SIKKA
KAB. MANGGARAI
KAB. ALOR
KAB. TIMOR TENGAH UTARA
KAB. MANGGARAI TIMUR
KAB. KUPANG
KAB. MANGGARAI BARAT
KAB. FLORES TIMUR
KAB. ENDE
KAB. TIMOR TENGAH SELATAN
TOTAL
40.67
40.68
42.78
43.02
43.90
44.66
45.00
60.70
67.30
73.62
812.88
16.27
16.32
17.11
17.21
17.56
17.86
18.00
24.28
26.92
29.45
325.15
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Nusa Tenggara Timur
Secara garis besar, prioritas penggunaan dana desa untuk dua hal yaitu pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat
Desa. Dengan kondisi infrastruktur yang relatif kurang memadai dan merata di semua desa di Provinsi NTT, maka alangkah
baiknya penggunaan dana desa dapat lebih difokuskan untuk pembangunan desa antara lain untuk pemenuhan kebutuhan
dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan potensi ekonomi lokal maupun pemanfaatan SDA dan
lingkungan secara berkelanjutan. Pembangunan sarana dan prasarana sebisa mungkin tidak bersinggungan dengan tugas
pokok SKPD lainnya seperti perbaikan saluran irigasi yang seharusnya menjadi tugas dinas pertanian, ataupun penyediaan air
baku yang menjadi tugas balai wilayah sungai. Fungsi pemberdayaan seperti peningkatan kualitas juga dapat dibantu oleh
pemerintah kabupaten seperti yang dilakukan pemerintah Kabupaten Soe yang saat ini mengkarantina perangkat desa untuk
mempercepat pembuatan RPJMDes, RKPDes dan APBDes agar dana desa dapat lebih cepat disalurkan.
Percepatan penyaluran dana desa dirasa menjadi hal yang mendesak. Setelah disalurkan, dana desa tersebut harus segera
dimanfaatkan dan dibuat laporan agar pencairan termin kedua yang akan dilakukan pada bulan Agustus ini dapat langsung
terserap berkat adanya laporan realisasi penyerapan dana pada termin sebelumnya. Namun demikian, realisasi
pembangunan menggunakan dana desa hendaknya juga sesuai dengan yang telah diamanatkan dalam peraturan menteri
desa, pembangunan daerah tertinggal dan transmigrasi Nomor 5 tahun 2015, agar potensi terkena tindakan hukum atas
penyelewengan penggunaan dana desa tidak terjadi. Apabila percepatan realisasi dapat dilakukan, maka penundaan
penyaluran dana desa tahun 2016 ataupun pemotongan dana desa akibat adanya SILPA yang lebih dari 30% pada tahun
2017 dapat dihindari.
BAB IV - KEUANGAN DAERAH56
KESEJAHTERAANDAN KETENAGAKERJAAN
BAB V
Indeks Kebahagiaan Provinsi NTT pada tahun 2014 sebesar 66,22 masih dibawah nasional yang
sebesar 68,28. Tingkat kepuasan penduduk NTT terhadap keharmonisan keluarga menjadi yang
paling tinggi (78,31), sementara yang paling rendah adalah aspek pendidikan (56,05).
Perkembangan angka kemiskinan hingga September 2014 menunjukkan perkembangan positif
walaupun belum merepresentasikan kondisi aktual pada tahun 2015. Sementara kondisi tenaga
kerja hingga bulan Februari 2015 menunjukkan perlambatan baik dari sisi jumlah tenaga kerja
dan TPT.
5.1. KONDISI UMUM
Sesuai dengan data terakhir yang dimiliki, angka kemiskinan menujukkan perkembangan yang positif,
sementara kondisi ketenagakerjaan di Provinsi NTT menunjukkan angka perlambatan. Jumlah penduduk
miskin di Provinsi NTT hingga bulan September 2014 menunjukkan penurunan menjadi 991,8 ribu jiwa dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 1 juta jiwa. Di sisi lain, jumlah tenaga kerja mengalami penurunan dari
2,336 juta jiwa pada bulan Februari 2014 menjadi 2,33 juta jiwa pada Februari 2015. Dari sisi indeks kebahagiaan
Provinsi NTT berada di peringkat ke-2 terbawah, diatas Provinsi Papua yang sebesar 60,97. Secara nasional indeks
kebahagiaan masyarakat Indonesia sebesar 68,28.
Indeks kebahagiaan hidup merupakan indeks komposit yang disusun oleh tingkat kepuasan terhadap 10
aspek kehidupan yang esensial. Kesepuluh aspek tersebut secara substansi dan bersama-sama merefleksikan
tingkat kebahagiaan yang meliputi kepuasan terhadap: 1) kesehatan, 2) pendidikan, 3) pekerjaan, 4) pendapatan
rumah tangga, 5) keharmonisan keluarga, 6) ketersediaan waktu luang, 7) hubungan sosial, 8) kondisi rumah dan aset,
9) keadaan lingkungan, dan 10) kondisi keamanan. Semakin tinggi nilai indeks menunjukkan tingkat kehidupan yang
semakin bahagia. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah nilai indeks maka penduduk semakin tidak bahagia. Tiga
aspek kehidupan yang memiliki kontribusi paling tinggi di Provinsi NTT adalah pendapatan rumah tangga (13,83%),
pekerjaan (12,23%), serta kondisi rumah dan aset (11,57%).
Pada tahun 2014, Indeks Kebahagiaan Hidup Provinsi NTT adalah sebesar 66,22 masih dibawah indeks
Nasional yang sebesar 68,28 dan berada di peringkat ke-2 terbawah di atas Prov. Papua (60,97). Tingkat
kepuasan penduduk NTT terhadap keharmonisan keluarga adalah paling tinggi (78,31). Sementara itu, tingkat
kepuasan yang paling rendah terjadi pada aspek pendidikan (56,05). Memperhatikan hal tersebut, perbaikan fasilitas
pendidikan menjadi salah satu hal yang penting untuk dilakukan di Provinsi NTT.
5.2 . PERKEMBANGAN INDEKS KEBAHAGIAAN HIDUP
KESEJAHTERAAN & KETENAGAKERJAAN Perkembangan sisi kesejahteraan dan ketenagakerjaan dapat terlihat dari data jumlah
penduduk miskin, jumlah tenaga kerja, dan tingkat pengangguran terbuka (TPT).
1
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)1
KESEJAHTERAAN & KETENAGAKERJAAN - BAB V 59
Indeks Kebahagiaan Provinsi NTT pada tahun 2014 sebesar 66,22 masih dibawah nasional yang
sebesar 68,28. Tingkat kepuasan penduduk NTT terhadap keharmonisan keluarga menjadi yang
paling tinggi (78,31), sementara yang paling rendah adalah aspek pendidikan (56,05).
Perkembangan angka kemiskinan hingga September 2014 menunjukkan perkembangan positif
walaupun belum merepresentasikan kondisi aktual pada tahun 2015. Sementara kondisi tenaga
kerja hingga bulan Februari 2015 menunjukkan perlambatan baik dari sisi jumlah tenaga kerja
dan TPT.
5.1. KONDISI UMUM
Sesuai dengan data terakhir yang dimiliki, angka kemiskinan menujukkan perkembangan yang positif,
sementara kondisi ketenagakerjaan di Provinsi NTT menunjukkan angka perlambatan. Jumlah penduduk
miskin di Provinsi NTT hingga bulan September 2014 menunjukkan penurunan menjadi 991,8 ribu jiwa dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 1 juta jiwa. Di sisi lain, jumlah tenaga kerja mengalami penurunan dari
2,336 juta jiwa pada bulan Februari 2014 menjadi 2,33 juta jiwa pada Februari 2015. Dari sisi indeks kebahagiaan
Provinsi NTT berada di peringkat ke-2 terbawah, diatas Provinsi Papua yang sebesar 60,97. Secara nasional indeks
kebahagiaan masyarakat Indonesia sebesar 68,28.
Indeks kebahagiaan hidup merupakan indeks komposit yang disusun oleh tingkat kepuasan terhadap 10
aspek kehidupan yang esensial. Kesepuluh aspek tersebut secara substansi dan bersama-sama merefleksikan
tingkat kebahagiaan yang meliputi kepuasan terhadap: 1) kesehatan, 2) pendidikan, 3) pekerjaan, 4) pendapatan
rumah tangga, 5) keharmonisan keluarga, 6) ketersediaan waktu luang, 7) hubungan sosial, 8) kondisi rumah dan aset,
9) keadaan lingkungan, dan 10) kondisi keamanan. Semakin tinggi nilai indeks menunjukkan tingkat kehidupan yang
semakin bahagia. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah nilai indeks maka penduduk semakin tidak bahagia. Tiga
aspek kehidupan yang memiliki kontribusi paling tinggi di Provinsi NTT adalah pendapatan rumah tangga (13,83%),
pekerjaan (12,23%), serta kondisi rumah dan aset (11,57%).
Pada tahun 2014, Indeks Kebahagiaan Hidup Provinsi NTT adalah sebesar 66,22 masih dibawah indeks
Nasional yang sebesar 68,28 dan berada di peringkat ke-2 terbawah di atas Prov. Papua (60,97). Tingkat
kepuasan penduduk NTT terhadap keharmonisan keluarga adalah paling tinggi (78,31). Sementara itu, tingkat
kepuasan yang paling rendah terjadi pada aspek pendidikan (56,05). Memperhatikan hal tersebut, perbaikan fasilitas
pendidikan menjadi salah satu hal yang penting untuk dilakukan di Provinsi NTT.
5.2 . PERKEMBANGAN INDEKS KEBAHAGIAAN HIDUP
KESEJAHTERAAN & KETENAGAKERJAAN Perkembangan sisi kesejahteraan dan ketenagakerjaan dapat terlihat dari data jumlah
penduduk miskin, jumlah tenaga kerja, dan tingkat pengangguran terbuka (TPT).
1
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)1
KESEJAHTERAAN & KETENAGAKERJAAN - BAB V 59
Dari 10 indikator, Provinsi NTT memiliki 2 indikator yang lebih baik dibanding rata-rata nasional, namun 8
indikator lainnya tercatat lebih rendah. Indikator yang berada di bawah nasional, yaitu kesehatan, pendidikan,
pekerjaan, pendapatan rumah tangga, keharmonisan keluarga, ketersediaan waktu luang, kondisi rumah dan aset,
serta keadaan lingkungan. Kondisi kesehatan relatif rendah dikarenakan kurangnya tenaga medis dan fasilitas
kesehatan yang kurang memadai, rata-rata tingkat partisipasi sekolah di Provinsi NTT juga relatif lebih rendah
dibandingkan nasional, terlebih lagi apabila dilihat dari segi kualitas pendidikan yang masih jauh lebih rendah dibanding
nasional. Rendahnya jumlah lapangan pekerjaan formal membuat indeks pekerjaan relatif rendah. Rencana kawasan
industri bolok, maupun kemudahan prosedur investasi mutlak diperlukan agar penyerapan tenaga kerja lebih optimal.
Banyaknya pekerjaan non formal di sektor pertanian menyebabkan rendahnya pendapatan perkapita Provinsi NTT
apabila dibandingkan Provinsi lainnya. Rendahnya pendapatan perkapita mmbuat kondisi rumah dan aset yang dimiliki
menjadi kurang layak dikarenakan keterbatasan kemampuan ekonomi masyarakat. Di sisi lain, kondisi keamanan relatif
lebih baik dibandingkan nasional, dikarenakan oleh kondisi sosial masyarakat dan lingkungan yang masih menganut
rasa kekeluargaan yang kuat. Walaupun kondisi ekonomi relatif rendah, kondisi Keharmonisan keluarga masih relatif
sama dengan nasional.
Berdasarkan data terakhir yang dimiliki, pada bulan September 2014 jumlah penduduk miskin di Provinsi
NTT cenderung mengalami trend penurunan. Jumlah penduduk miskin tercatat sebesar 991.880 jiwa atau 19,6%
dari total penduduk di Provinsi NTT yang sekitar 5,03 juta jiwa. Dari kriteria asal penduduk, penduduk miskin di Provinsi
NTT didominasi oleh penduduk pedesaan sebanyak 886.180 jiwa, sementara penduduk miskin perkotaan hanya
105.700 jiwa. Apabila dibandingkan dengan rata-rata nasional yang sebesar 10,96% prosentase angka kemiskinan
Provinsi NTT masih jauh lebih tinggi. Prosentase angka kemiskinan Provinsi NTT juga masih berada pada peringkat ke-3
terbawah nasional, dan hanya berada di atas Provinsi Papua Barat (26,26%) dan Provinsi Papua (27,80%). Terobosan
dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan kemampuan masyarakat di sektor pendidikan,
serta upaya mengurangi hambatan-hambatan dalam kegiatan investasi guna membuka lapangan kerja baru
merupakan beberapa solusi guna mengurangi angka kemiskinan di Provinsi NTT.
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), 2014
Grafik 5.1. Tingkat Kepuasan Hidup Terhadap 10 Aspek Kehidupan
Kesehatan
Kondisi Keamanan
Keadaan Lingkungan
Kondisi Rumah dan Aset
Hubungan Sosial
KetersediaanWaktu Luang
KeharmonisanKeluarga
PendapatanRumah Tangga
Pekerjaan
Pendidikan77,17
64,44
56,0564,51
74,37
57,27
75,18
70,4178,31
69,72
58,28
67,08
63,09
78,8971,74
74,29
65,01
74,86
76,63
NTTNasional
5.3. Perkembangan Kesejahteraan
5.3.1 Tingkat Kemiskinan
BAB V - KESEJAHTERAAN & KETENAGAKERJAAN 60
58,22
Sektor Pertanian merupakan salah satu sektor unggulan di Provinsi NTT dengan porsi PDRB mencapai 30%. Salah satu
ukuran kesejahteraan petani dapat terlihat dari Nilai Tukar Petani (NTP) yang merepresentasikan tingkat kemampuan/
daya beli petani di Perdesaan. NTP di Provinsi NTT pada Tw-II 2015 tercatat sebesar 101,05 sedikit lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 101,21. Penurunan tercatat dari Indeks yang diterima (IT) petani
yang tercatat sebesar 117,29 dibandingkan TW-I sebesar 117.32. Penurunan diperkirakan terjadi karena adanya
penurunan harga jual di kelompok penangkapan ikan dan petani palawija. Sementara, Indeks yang dibayar (IB) tercatat
sebesar 116,08 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 115,93. Peningkatan indeks yang dibayar
(IB) terutama berasal dari peningkatan biaya transportasi dan komunikasi untuk konsumsi rumah tangga, serta biaya
transportasi dan penambahan barang modal untuk kegiatan produksi. Kondisi panen hasil pertanian yang terganggu
permasalahan pupuk, hama dan cuaca, serta gagal panen di beberapa daerah akibat kekeringan dapat menjadi
indikator menurunnya pendapatan petani di pedesaan.
Perkembangan jumlah tenaga kerja di Provinsi NTT pada bulan Februari 2015 tercatat sebesar 2,33 juta
menurun dibandingkan periode yang sama pada tahun 2014 yang sebesar 2,336 juta jiwa. Sementara itu,
tingkat pengangguran terbuka (TPT) juga menunjukkan kenaikan sebesar 3,12% atau 75.110 jiwa dibandingkan
Februari 2014 yang sebesar 1,97% (46.904 jiwa). Beberapa permasalahan sektor pertanian seperti pergeseran musim
panen dan musim tanam turut mendorong kurang maksimalnya penyerapan tenaga kerja pada bulan Februari 2015,
kondisi ini ditambah dengan perlambatan penyerapan pekerja sektor perdagangan akibat lesunya omset seiring daya
beli masyarakat yang menurun. Porsi sektor pekerjaan utama di Provinsi NTT sendiri adalah sektor pertanian (63%),
sektor jasa kemasyarakatan (15%), dan sektor perdagangan (8,14%).
Sumber: BPS, diolah
Grafik 5.2. Perbandingan Prosentase Kemiskinan Provinsi NTT dan Nasional
25
23
21
19
17
15
13
11
9
7
52009 2010 Mar 11 Sept 11 Mar 12 Sept 12 Mar 13 Sept 13 Mar 14 Sept 14
23,31 23,03
21,2320,48 20,88 20,41 20,03 20.24
19,82 19,60
14,1513,33
12,49 12,36 11,96 11,66 11,36 11,46 11,25 10,96
NTT Nasional
Sumber : BPS, diolah
Grafik 5.3. Sepuluh Daerah dengan Jumlah Prosentase Kemiskinan tertinggi
%
14,21 14,5516,98 17,05 17,09 17,41 18,44
19,60
26,2627,80
Lampung DIYogyakarat
Aceh NusaTenggara
Barat
Bengkulu Gorontalo Maluku NusaTenggara
Timur
PapuaBarat
Papua
5.3.2 Perkembangan Nilai Tukar Petani
Sumber : BPS, diolah
Grafik 5.4. Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi NTT
100
110
120
130
140
150
160
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015
NTP-axis kanan IT IB
II
5.4 Kondisi Ketenagakerjaan Umum
KKESEJAHTERAAN & KETENAGAKERJAAN - BAB V 61
Dari 10 indikator, Provinsi NTT memiliki 2 indikator yang lebih baik dibanding rata-rata nasional, namun 8
indikator lainnya tercatat lebih rendah. Indikator yang berada di bawah nasional, yaitu kesehatan, pendidikan,
pekerjaan, pendapatan rumah tangga, keharmonisan keluarga, ketersediaan waktu luang, kondisi rumah dan aset,
serta keadaan lingkungan. Kondisi kesehatan relatif rendah dikarenakan kurangnya tenaga medis dan fasilitas
kesehatan yang kurang memadai, rata-rata tingkat partisipasi sekolah di Provinsi NTT juga relatif lebih rendah
dibandingkan nasional, terlebih lagi apabila dilihat dari segi kualitas pendidikan yang masih jauh lebih rendah dibanding
nasional. Rendahnya jumlah lapangan pekerjaan formal membuat indeks pekerjaan relatif rendah. Rencana kawasan
industri bolok, maupun kemudahan prosedur investasi mutlak diperlukan agar penyerapan tenaga kerja lebih optimal.
Banyaknya pekerjaan non formal di sektor pertanian menyebabkan rendahnya pendapatan perkapita Provinsi NTT
apabila dibandingkan Provinsi lainnya. Rendahnya pendapatan perkapita mmbuat kondisi rumah dan aset yang dimiliki
menjadi kurang layak dikarenakan keterbatasan kemampuan ekonomi masyarakat. Di sisi lain, kondisi keamanan relatif
lebih baik dibandingkan nasional, dikarenakan oleh kondisi sosial masyarakat dan lingkungan yang masih menganut
rasa kekeluargaan yang kuat. Walaupun kondisi ekonomi relatif rendah, kondisi Keharmonisan keluarga masih relatif
sama dengan nasional.
Berdasarkan data terakhir yang dimiliki, pada bulan September 2014 jumlah penduduk miskin di Provinsi
NTT cenderung mengalami trend penurunan. Jumlah penduduk miskin tercatat sebesar 991.880 jiwa atau 19,6%
dari total penduduk di Provinsi NTT yang sekitar 5,03 juta jiwa. Dari kriteria asal penduduk, penduduk miskin di Provinsi
NTT didominasi oleh penduduk pedesaan sebanyak 886.180 jiwa, sementara penduduk miskin perkotaan hanya
105.700 jiwa. Apabila dibandingkan dengan rata-rata nasional yang sebesar 10,96% prosentase angka kemiskinan
Provinsi NTT masih jauh lebih tinggi. Prosentase angka kemiskinan Provinsi NTT juga masih berada pada peringkat ke-3
terbawah nasional, dan hanya berada di atas Provinsi Papua Barat (26,26%) dan Provinsi Papua (27,80%). Terobosan
dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan kemampuan masyarakat di sektor pendidikan,
serta upaya mengurangi hambatan-hambatan dalam kegiatan investasi guna membuka lapangan kerja baru
merupakan beberapa solusi guna mengurangi angka kemiskinan di Provinsi NTT.
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), 2014
Grafik 5.1. Tingkat Kepuasan Hidup Terhadap 10 Aspek Kehidupan
Kesehatan
Kondisi Keamanan
Keadaan Lingkungan
Kondisi Rumah dan Aset
Hubungan Sosial
KetersediaanWaktu Luang
KeharmonisanKeluarga
PendapatanRumah Tangga
Pekerjaan
Pendidikan77,17
64,44
56,0564,51
74,37
57,27
75,18
70,4178,31
69,72
58,28
67,08
63,09
78,8971,74
74,29
65,01
74,86
76,63
NTTNasional
5.3. Perkembangan Kesejahteraan
5.3.1 Tingkat Kemiskinan
BAB V - KESEJAHTERAAN & KETENAGAKERJAAN 60
58,22
Sektor Pertanian merupakan salah satu sektor unggulan di Provinsi NTT dengan porsi PDRB mencapai 30%. Salah satu
ukuran kesejahteraan petani dapat terlihat dari Nilai Tukar Petani (NTP) yang merepresentasikan tingkat kemampuan/
daya beli petani di Perdesaan. NTP di Provinsi NTT pada Tw-II 2015 tercatat sebesar 101,05 sedikit lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 101,21. Penurunan tercatat dari Indeks yang diterima (IT) petani
yang tercatat sebesar 117,29 dibandingkan TW-I sebesar 117.32. Penurunan diperkirakan terjadi karena adanya
penurunan harga jual di kelompok penangkapan ikan dan petani palawija. Sementara, Indeks yang dibayar (IB) tercatat
sebesar 116,08 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 115,93. Peningkatan indeks yang dibayar
(IB) terutama berasal dari peningkatan biaya transportasi dan komunikasi untuk konsumsi rumah tangga, serta biaya
transportasi dan penambahan barang modal untuk kegiatan produksi. Kondisi panen hasil pertanian yang terganggu
permasalahan pupuk, hama dan cuaca, serta gagal panen di beberapa daerah akibat kekeringan dapat menjadi
indikator menurunnya pendapatan petani di pedesaan.
Perkembangan jumlah tenaga kerja di Provinsi NTT pada bulan Februari 2015 tercatat sebesar 2,33 juta
menurun dibandingkan periode yang sama pada tahun 2014 yang sebesar 2,336 juta jiwa. Sementara itu,
tingkat pengangguran terbuka (TPT) juga menunjukkan kenaikan sebesar 3,12% atau 75.110 jiwa dibandingkan
Februari 2014 yang sebesar 1,97% (46.904 jiwa). Beberapa permasalahan sektor pertanian seperti pergeseran musim
panen dan musim tanam turut mendorong kurang maksimalnya penyerapan tenaga kerja pada bulan Februari 2015,
kondisi ini ditambah dengan perlambatan penyerapan pekerja sektor perdagangan akibat lesunya omset seiring daya
beli masyarakat yang menurun. Porsi sektor pekerjaan utama di Provinsi NTT sendiri adalah sektor pertanian (63%),
sektor jasa kemasyarakatan (15%), dan sektor perdagangan (8,14%).
Sumber: BPS, diolah
Grafik 5.2. Perbandingan Prosentase Kemiskinan Provinsi NTT dan Nasional
25
23
21
19
17
15
13
11
9
7
52009 2010 Mar 11 Sept 11 Mar 12 Sept 12 Mar 13 Sept 13 Mar 14 Sept 14
23,31 23,03
21,2320,48 20,88 20,41 20,03 20.24
19,82 19,60
14,1513,33
12,49 12,36 11,96 11,66 11,36 11,46 11,25 10,96
NTT Nasional
Sumber : BPS, diolah
Grafik 5.3. Sepuluh Daerah dengan Jumlah Prosentase Kemiskinan tertinggi
%
14,21 14,5516,98 17,05 17,09 17,41 18,44
19,60
26,2627,80
Lampung DIYogyakarat
Aceh NusaTenggara
Barat
Bengkulu Gorontalo Maluku NusaTenggara
Timur
PapuaBarat
Papua
5.3.2 Perkembangan Nilai Tukar Petani
Sumber : BPS, diolah
Grafik 5.4. Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi NTT
100
110
120
130
140
150
160
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015
NTP-axis kanan IT IB
II
5.4 Kondisi Ketenagakerjaan Umum
KKESEJAHTERAAN & KETENAGAKERJAAN - BAB V 61
Berdasarkan hasil survei Industri Manufaktur Besar dan Sedang (IBS) BPS Provinsi NTT, diketahui bahwa
pada Triwulan II-2015 penyerapan tenaga kerja IBS didominasi oleh sektor industri minuman dengan porsi
44,86%, sementara sektor furnitur dan makanan cenderung mengalami penurunan. Dari sisi produktivitas,
terjadi kenaikan produktivitas sebesar 28,02% atau Rp10,37 juta pada Triwulan-II 2015 dibandingkan Triwulan-I 2015
yang sebesar Rp 8,10 juta. Peningkatan tertinggi terutama berasal dari industri makanan yang mencapai Rp 15,29 juta/
tenaga kerja, sementara industri furnitur sebesar Rp 10,61 juta/tenaga kerja dan industri minuman sebesar Rp 7,29
juta/tenaga kerja. Angka produktivitas yang rendah dibandingkan porsi pegawai yang cukup tinggi pada industri
minuman dapat menunjukkan masih rendahnya tingkat produktivitas pekerja di Provinsi NTT.
Dari hasil SKDU TW-II 2015 di Provinsi NTT, terlihat bahwa indikator ketenagakerjaan menunjukkan
penurunan. Nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) turun menjadi 0% dibandingkan TW I-2015 yang sebesar 18,93%.
Angka ini menunjukkan adanya perlambatan penggunaan tenaga kerja di beberapa sektor lapangan usaha di Provinsi
NTT. Sektor yang mengalami perlambatan, diantaranya sektor Pertanian, Industri Pengolahan, Perdagangan, Hotel dan
Restoran, serta Pengangkutan dan Komunikasi. Untuk Tw-III 2015, diperkirakan penyerapan tenaga kerja akan
mengalami peningkatan terutama sektor pertanian, sektor bangunan/konstruksi, pengangkutan dan komunikasi serta
sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran seiring dengan perbaikan kondisi perekonomian pada triwulan-III 2015.
Sumber: BPS, diolah
Grafik 5.5. Perkembangan Angkatan Kerja
Angkatan Kerja Kerja Penganggur
76,081
59,655 58,439
49,848
46,904
75,110
-
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
70,000
80,000
2,000,000
2,050,000
2,100,000
2,150,000
2,200,000
2,250,000
2,300,000
2,350,000
2,400,000
2,450,000
Feb 2015Feb 2014Feb 2013Feb 2012Feb 2011Feb 2010
Sumber: BPS, diolah
Grafik 5.6. Struktur Pekerjaan di NTT
1,475,14263%
337,80615%
28,4801%
123,7455%
189,7828%
68,864, 3%
3,710, 0%
93,189, 8%
9,816, 1%
Pertanian
Pertambangan
Industri
Listrik, Gas dan Air
Konstruksi
Perdagangan
Trans, Pergudangan dan Komunikasi
Keuangan
Jasa Kemasyarakatan
5.4.1 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang
Sumber : BPS, diolah
Grafik 5.7. Porsi Penyerapan Pekerja IBS
Industri Makanan Industri Minuman Industri Furniture
46.6144.13
26,66
31.2 30.87
44,86
22.1925
28,48
15
20
25
30
35
40
45
50
I II III IV I2013 2015
%
I II III IV2014
II
Sumber : BPS, diolah
Grafik 5.8. Produktivitas Pekerja IBS
12.4210.25
8.76
16.95
11.52
25.05
8.6310.87
8.10
0
5
10
15
20
25
30
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
I II III IV I2013 2015
I II III IV2014
Industri Makanan Industri Minuman Industri Furnitur Total
10.37
II
5.4.2 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)
62
Sumber : SKDU Bank Indonesia
Grafik 5.9. Perkembangan Indikator Jumlah Karyawan
ind
eks
Indeks Ekspektasi Jumlah Kary. Indeks Jumlah Kary.
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015
*Perkiraan
% SBT
III*
-1,01 0,48 0,06 1,64 0,73 0,39 1,18 0,00 7,72 -11,75 0,00 14,95 14.37
-0.670.530.002.832.42
-0.550.00
18.93
0,07 - 0,12 0,06 0,06 0,17 0,17 0,07 -0,06 -0,67 -0,43 0,00
0,53 0,53 0,53 0,53 0,00 0,53 0,00 0,53 0,53 0,53 0,53 0,53 - 2,98 3,33 3,59 -0,43 2,55 3,40 0,90 -1,35 0,00 0,00 0,00
0,84 1,59 1,04 0,97 0,59 -0,08 0,52 1,25 0,81 0,79 -1,72 2,47
3,52 - 2,14 -2,14 2,14 0,00 0,67 0,67 -1,82 0,59 3,68 3,01
0,55 0,55 0,00 2,06 1,30 2,06 2,46 1,09 2,25 1,09 0,55 0,55 - 0,25 -0,25 0,00 0,00 -0,25 0,50 0,35 0,00 0,00 0,15 0,15
4,49 6,37 6,95 6,71 4,39 5,37 8,90 4,86 8,08 (9,42) 2,76 21,66
I
2012 2013 2014Sektor
I II III IV I II III IV I II III IV
Tabel 5.1. Indeks Ketenagakerjaan NTT
2015II
Pertanian
Pertambangan
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air Bersih
Bangunan
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi
Keuangan, Persewaan dan Jasa Keuangan
Jasa-jasa
TOTAL SELURUH SEKTOR
0.19 2.36
-0.12 -0.06
0.53 0.00
0.00 2.69
-2.09 1.08
0.00 2.42
0.55 0.55
0.94 - 8.54
-0.55
III*
63BAB V - KESEJAHTERAAN & KETENAGAKERJAAN KKESEJAHTERAAN & KETENAGAKERJAAN - BAB V
Berdasarkan hasil survei Industri Manufaktur Besar dan Sedang (IBS) BPS Provinsi NTT, diketahui bahwa
pada Triwulan II-2015 penyerapan tenaga kerja IBS didominasi oleh sektor industri minuman dengan porsi
44,86%, sementara sektor furnitur dan makanan cenderung mengalami penurunan. Dari sisi produktivitas,
terjadi kenaikan produktivitas sebesar 28,02% atau Rp10,37 juta pada Triwulan-II 2015 dibandingkan Triwulan-I 2015
yang sebesar Rp 8,10 juta. Peningkatan tertinggi terutama berasal dari industri makanan yang mencapai Rp 15,29 juta/
tenaga kerja, sementara industri furnitur sebesar Rp 10,61 juta/tenaga kerja dan industri minuman sebesar Rp 7,29
juta/tenaga kerja. Angka produktivitas yang rendah dibandingkan porsi pegawai yang cukup tinggi pada industri
minuman dapat menunjukkan masih rendahnya tingkat produktivitas pekerja di Provinsi NTT.
Dari hasil SKDU TW-II 2015 di Provinsi NTT, terlihat bahwa indikator ketenagakerjaan menunjukkan
penurunan. Nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) turun menjadi 0% dibandingkan TW I-2015 yang sebesar 18,93%.
Angka ini menunjukkan adanya perlambatan penggunaan tenaga kerja di beberapa sektor lapangan usaha di Provinsi
NTT. Sektor yang mengalami perlambatan, diantaranya sektor Pertanian, Industri Pengolahan, Perdagangan, Hotel dan
Restoran, serta Pengangkutan dan Komunikasi. Untuk Tw-III 2015, diperkirakan penyerapan tenaga kerja akan
mengalami peningkatan terutama sektor pertanian, sektor bangunan/konstruksi, pengangkutan dan komunikasi serta
sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran seiring dengan perbaikan kondisi perekonomian pada triwulan-III 2015.
Sumber: BPS, diolah
Grafik 5.5. Perkembangan Angkatan Kerja
Angkatan Kerja Kerja Penganggur
76,081
59,655 58,439
49,848
46,904
75,110
-
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
70,000
80,000
2,000,000
2,050,000
2,100,000
2,150,000
2,200,000
2,250,000
2,300,000
2,350,000
2,400,000
2,450,000
Feb 2015Feb 2014Feb 2013Feb 2012Feb 2011Feb 2010
Sumber: BPS, diolah
Grafik 5.6. Struktur Pekerjaan di NTT
1,475,14263%
337,80615%
28,4801%
123,7455%
189,7828%
68,864, 3%
3,710, 0%
93,189, 8%
9,816, 1%
Pertanian
Pertambangan
Industri
Listrik, Gas dan Air
Konstruksi
Perdagangan
Trans, Pergudangan dan Komunikasi
Keuangan
Jasa Kemasyarakatan
5.4.1 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang
Sumber : BPS, diolah
Grafik 5.7. Porsi Penyerapan Pekerja IBS
Industri Makanan Industri Minuman Industri Furniture
46.6144.13
26,66
31.2 30.87
44,86
22.1925
28,48
15
20
25
30
35
40
45
50
I II III IV I2013 2015
%
I II III IV2014
II
Sumber : BPS, diolah
Grafik 5.8. Produktivitas Pekerja IBS
12.4210.25
8.76
16.95
11.52
25.05
8.6310.87
8.10
0
5
10
15
20
25
30
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
I II III IV I2013 2015
I II III IV2014
Industri Makanan Industri Minuman Industri Furnitur Total
10.37
II
5.4.2 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)
62
Sumber : SKDU Bank Indonesia
Grafik 5.9. Perkembangan Indikator Jumlah Karyawan
ind
eks
Indeks Ekspektasi Jumlah Kary. Indeks Jumlah Kary.
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015
*Perkiraan
% SBT
III*
-1,01 0,48 0,06 1,64 0,73 0,39 1,18 0,00 7,72 -11,75 0,00 14,95 14.37
-0.670.530.002.832.42
-0.550.00
18.93
0,07 - 0,12 0,06 0,06 0,17 0,17 0,07 -0,06 -0,67 -0,43 0,00
0,53 0,53 0,53 0,53 0,00 0,53 0,00 0,53 0,53 0,53 0,53 0,53 - 2,98 3,33 3,59 -0,43 2,55 3,40 0,90 -1,35 0,00 0,00 0,00
0,84 1,59 1,04 0,97 0,59 -0,08 0,52 1,25 0,81 0,79 -1,72 2,47
3,52 - 2,14 -2,14 2,14 0,00 0,67 0,67 -1,82 0,59 3,68 3,01
0,55 0,55 0,00 2,06 1,30 2,06 2,46 1,09 2,25 1,09 0,55 0,55 - 0,25 -0,25 0,00 0,00 -0,25 0,50 0,35 0,00 0,00 0,15 0,15
4,49 6,37 6,95 6,71 4,39 5,37 8,90 4,86 8,08 (9,42) 2,76 21,66
I
2012 2013 2014Sektor
I II III IV I II III IV I II III IV
Tabel 5.1. Indeks Ketenagakerjaan NTT
2015II
Pertanian
Pertambangan
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air Bersih
Bangunan
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi
Keuangan, Persewaan dan Jasa Keuangan
Jasa-jasa
TOTAL SELURUH SEKTOR
0.19 2.36
-0.12 -0.06
0.53 0.00
0.00 2.69
-2.09 1.08
0.00 2.42
0.55 0.55
0.94 - 8.54
-0.55
III*
63BAB V - KESEJAHTERAAN & KETENAGAKERJAAN KKESEJAHTERAAN & KETENAGAKERJAAN - BAB V
OUTLOOKPERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DI DAERAH
BAB VI
OUTLOOKPERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DI DAERAH
BAB VI
Dorongan realisasi anggaran belanja pemerintah dan peningkatan investasi diperkirakan
menjadi pendorong utama peningkatan pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan-
III 2015.
6.1. PERTUMBUHAN EKONOMI
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada Triwulan-III 2015 diperkirakan mengalami pertumbuhan positif
dibandingkan triwulan sebelumnya. Terjadinya peningkatan didasarkan oleh berbagai indikator ekonomi, serta
hasil survei dan liasion yang menunjukkan optimisme masyarakat pada triwulan-III dan diperkirakan akan berada pada
rentang 5,2% - 5,6% (yoy) dibandingkan triwulan II-2015 yang hanya sebesar 5,03% (yoy). Namun, pertumbuhan
ekonomi Provinsi NTT secara keseluruhan pada tahun 2015 diperkirakan mengalami perlambatan seiring menurunnya
daya beli masyarakat dan diperkirakan berada pada rentang baru yaitu 5% – 5,4% (yoy). Faktor penahan pertumbuhan
lainnya, diantaranya adalah El Nino yang diperkirakan menurunkan produksi pertanian walaupun tidak terlalu besar
dikarenakan waktu puncak El Nino yang terjadi di luar masa tanam.
Dari sisi sektoral, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan didorong oleh sektor Administrasi
Pemerintahan, Konstruksi dan Jasa Pendidikan. Sementara dari sisi penggunaan, dorongan pertumbuhan
ekonomi terutama diperkirakan berasal dari peningkatan konsumsi pemerintah dan investasi. Namun, masih tingginya
kebutuhan barang impor diperkirakan dapat menahan laju pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Sementara,
berdasarkan hasil SKDUBank Indonesia terlihat bahwa terjadi peningkatan optimisme para pelaku usaha terhadap
kegiatan usaha pada Triwulan-III 2015.
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DANINFLASI DI DAERAH
Pertumbuhan ekonomi pada triwulan-III 2015 diperkirakan mengalami percepatan seiring
peningkatan realisasi belanja pemerintah yang mendorong pertumbuhan sektor konstruksi
dan jasa pendidikan. Peningkatan investasi juga diperkirakan akan terjadi pada triwulan-III.
Secara triwulanan, tekanan Inflasi pada triwulan mendatang diperkirakan mengalami
perlambatan seiring berakhirnya musim liburan sekolah dan majunya perayaan hari raya idul
fitri dibanding tahun sebelumnya.
Grafik 6.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Nusa Tenggara Timur
Sumber : BPS dan Bank Indonesia diolah
4.20%
4.40%
4.60%
4.80%
5.00%
5.20%
5.40%
5.60%
III IV I II
2014 2015
PDRB (yoy)
PDRB (qtq) Pertanian, Kehutanan & Prkn (qtq)Jasa Pendidikan (yoy) Perdagangan Besar & Eceran (qtq) KonstruksiAdministrasi Pemerintahan (yoy)
7,71%
6,48%
5,91%5,48%
3,00%4,24%
7,50%
7,15%
6,62%
4,91%
2,89%
6,03%
III*
5,13% 5,15% 4,64% 5,03% 5,43%-12.0%
-7.0%
-2.0%
3.0%
8.0%
13.0%
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH - BAB VI 67
Dorongan realisasi anggaran belanja pemerintah dan peningkatan investasi diperkirakan
menjadi pendorong utama peningkatan pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan-
III 2015.
6.1. PERTUMBUHAN EKONOMI
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada Triwulan-III 2015 diperkirakan mengalami pertumbuhan positif
dibandingkan triwulan sebelumnya. Terjadinya peningkatan didasarkan oleh berbagai indikator ekonomi, serta
hasil survei dan liasion yang menunjukkan optimisme masyarakat pada triwulan-III dan diperkirakan akan berada pada
rentang 5,2% - 5,6% (yoy) dibandingkan triwulan II-2015 yang hanya sebesar 5,03% (yoy). Namun, pertumbuhan
ekonomi Provinsi NTT secara keseluruhan pada tahun 2015 diperkirakan mengalami perlambatan seiring menurunnya
daya beli masyarakat dan diperkirakan berada pada rentang baru yaitu 5% – 5,4% (yoy). Faktor penahan pertumbuhan
lainnya, diantaranya adalah El Nino yang diperkirakan menurunkan produksi pertanian walaupun tidak terlalu besar
dikarenakan waktu puncak El Nino yang terjadi di luar masa tanam.
Dari sisi sektoral, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan didorong oleh sektor Administrasi
Pemerintahan, Konstruksi dan Jasa Pendidikan. Sementara dari sisi penggunaan, dorongan pertumbuhan
ekonomi terutama diperkirakan berasal dari peningkatan konsumsi pemerintah dan investasi. Namun, masih tingginya
kebutuhan barang impor diperkirakan dapat menahan laju pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Sementara,
berdasarkan hasil SKDUBank Indonesia terlihat bahwa terjadi peningkatan optimisme para pelaku usaha terhadap
kegiatan usaha pada Triwulan-III 2015.
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DANINFLASI DI DAERAH
Pertumbuhan ekonomi pada triwulan-III 2015 diperkirakan mengalami percepatan seiring
peningkatan realisasi belanja pemerintah yang mendorong pertumbuhan sektor konstruksi
dan jasa pendidikan. Peningkatan investasi juga diperkirakan akan terjadi pada triwulan-III.
Secara triwulanan, tekanan Inflasi pada triwulan mendatang diperkirakan mengalami
perlambatan seiring berakhirnya musim liburan sekolah dan majunya perayaan hari raya idul
fitri dibanding tahun sebelumnya.
Grafik 6.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Nusa Tenggara Timur
Sumber : BPS dan Bank Indonesia diolah
4.20%
4.40%
4.60%
4.80%
5.00%
5.20%
5.40%
5.60%
III IV I II
2014 2015
PDRB (yoy)
PDRB (qtq) Pertanian, Kehutanan & Prkn (qtq)Jasa Pendidikan (yoy) Perdagangan Besar & Eceran (qtq) KonstruksiAdministrasi Pemerintahan (yoy)
7,71%
6,48%
5,91%5,48%
3,00%4,24%
7,50%
7,15%
6,62%
4,91%
2,89%
6,03%
III*
5,13% 5,15% 4,64% 5,03% 5,43%-12.0%
-7.0%
-2.0%
3.0%
8.0%
13.0%
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH - BAB VI 67
6.1.1 Sisi Sektoral
Di sisi sektoral, secara tahunan pertumbuhan sektor pertanian diperkirakan akan mengalami perlambatan.
Kinerja sektor pertanian diperkirakan melambat seiring telah usainya musim panen perdana padi pada triwulan-II 2015,
kemarau panjang akibat pengaruh El Nino dan pengerjaan perbaikan saluran irigasi di beberapa daerah. Namun, sektor
pertanian diperkirakan masih tetap tumbuh seiring panen pada beberapa komoditas seperti jambu mete, kopi dan
kakao.
Peningkatan produksi peternakan seiring kebutuhan ternak menjelang Hari Raya Idul Adha serta produksi
perikanan yang meningkat sebagai dampak positif El Nino diperkirakan dapat menjadi pendorong subsektor
perikanan untuk tetap tumbuh. Dari SKDU terlihat bahwa indeks ekspektasi kegiatan usaha sektor pertanian pada
triwulan-III 2015 mengalami sedikit penurunan, namun secara keseluruhan indeks untuk ekspektasi kegiatan usaha
masyarakat pada triwulan III-2015 diperkirakan meningkat. Dari sisi harga jual, indeks harga jual sektor pertanian
diperkirakan mengalami peningkatanseiring penurunan produksi pada triwulan-III.
Sektor Administrasi Pemerintah, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib diperkirakan akan mengalami
kenaikan. Peningkatan sektor administrasi pemerintahan diperkirakan ditopang oleh pencairan gaji ke-13,
pencairan dana desa, peningkatan realisasi dana bantuan hibah dari Pemerintah Daerah dan peningkatan realisasi
belanja barang dan jasa seiring selesainya proses lelang pada triwulan-II 2015. Peningkatan anggaran pemerintah yang
cukup besar hingga 13,7% (yoy) dibandingkan tahun 2014 diperkirakan mendorong realisasi belanja yang meningkat
pada triwulan III.
Sumber : BMKG, Stakum Lasiana Sumber : BMKG, Stakum Lasiana
Sumber: SKDU-Bank Indonesia diolah
Grafik 6.2. Perkembangan Kegiatan Usaha
-18.48
-10
0
10
20
30
-40
-20
0
20
40
60
II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
Indeks
Total PertanianPertambangan Industri PengolahanListrik, Gas dan Air Bersih BangunanPerdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi
Jasa Jasa
III*
10,75
29,92 30,07
49,25
40,75
51,65
5,20
31,05
44,25
-2
0
2
4
6
8
10
0
10
20
30
40 Indeks
Total PertanianPertambangan Industri PengolahanListrik, Gas dan Air Bersih BangunanPerdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi
Sumber: SKDU-Bank Indonesia diolah
Grafik 6.3. Perkembangan Harga Jual
II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
4,15
18,56
9,02
18,00
12,08
27,11
36,42
27,65
20,6022,97
-10 -4Jasa Jasa
BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH68
Gambar 6.1 Perkiraan Curah Hujan Bulan Agustus Gambar 6.2 Perkiraan Curah Hujan Bulan September
Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor diperkirakan mengalami
peningkatan meskipun tidak setinggi triwulan sebelumnya. Peningkatan sektor perdagangan diperkirakan
didorong oleh adanya momen libur sekolah, hari raya Idul Fitri dan peningkatan belanja masyarakat paska gaji ke-13.
Sektor konstruksi diperkirakan meningkat seiring peningkatan kegiatan proyek pemerintah dan swasta.
Peningkatan sektor konstruksi, terutama berasal dari pembangunan proyek-proyek pemerintah yang sudah mulai
berjalan. Beberapa proyek tersebut diantaranya pembangunan dan rehabilitasi jalan, perbaikan dan pembangunan
jaringan sumber daya air, peningkatan fasilitas bandara dan pelabuhan, serta peningkatan fasilitas pendidikan tinggi
dan kesehatan. Selain itu, percepatan proyek 1000 rumah dari Real Estate Indonesia (REI) DPD Provinsi NTT,
pembangunan hotel dan sarana perbelanjaan diperkirakan turut mendorong sektor konstruksi. Peningkatan sektor
konstruksi juga terindikasi dari peningkatan Indeks Harga Jual sektor bangunan dalam SKDU. Peningkatan ini
menunjukkan adanya optimisme pelaku usaha akan meningkatnya permintaan di triwulan-III 2015.
Sektor Jasa Pendidikan diperkirakan meningkat seiring peningkatan anggaran pada Pendidikan Tinggi.
Adanya peningkatan alokasi anggaran pendidikan hingga 119,47% (yoy) seiring adanya investasi pada Universitas
Timor, Universitas Nusa Cendana, Politeknik Negeri Kupang, Politeknik Pertanian Negeri Kupang diperkirakan
mendorong pertumbuhan sektor jasa pendidikan.
Dari sisi penggunaan, komponen konsumsi rumah tangga diperkirakan meningkat seiring optimisme
masyarakat yang tercermin pada angka Indeks Tendensi Konsumen (ITK) dan hasil Survei Konsumen (SK).
Peningkatan optimisme masyarakat diperkirakan terjadi akibat perayaan Hari Raya Idul Fitri dan masa liburan sekolah.
Sementara, dorongan konsumsi pemerintah terhadap konsumsi rumah tangga dapat terlihat dari adanya pencairan gaji
ke-13 pegawai negeri sipil di bulan Juli, serta harapan masyarakat akan realisasi proyek-proyek pemerintah yang dapat
meningkatkan lapangan pekerjaan (sebagai pekerja proyek) dan daya beli masyarakat secara umum.
6.1.2 Sisi Penggunaan
Sumber : BPS, diolah
Grafik 6.4 Indeks Tendensi Konsumen
160
155
150
145
140
135
130
125
120III IV I II III*
146,46
143,24145,23
135,19
149,00
156,17
153,33
147,17
149,50
155,42
150,38
149,21
143,89
149,20
2014 2015
Kondisi Ekonomi Indonesia 6 Bulan y.a.d.
Ekspetasi Penghasilan 6 Bulan y.a.d.Indeks Ekspetasi Konsumen (IEK)
Sumber : Survei Konsumen – Bank Indonesia
Grafik 6.5 Perkembangan Survei Konsumen
ITK Rencana Pembelian Barang Tahan Lama Proyeksi Pendapatan RT
107.1
110.1
101.5
106.4
108.2107.5
106.2
93.5
80
85
90
95
100
105
110
115
80
85
90
95
100
105
110
115
III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015
III*
100.5
102.7103.7
100,3
113,4
113,28
Perkembangan kinerja komponen investasi diperkirakan mengalami peningkatan. Peningkatan dapat terlihat
dari jumlah RTGS yang masuk ke Provinsi NTT pada bulan Juni 2015 sebesar Rp 14,6 triliun atau tumbuh sebesar 166%
(yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan arus dana masuk tersebut mengindikasikan
adanya peningkatan kegiatan ekonomi dan investasi ke Provinsi NTT, baik dari investasi pemerintah maupun swasta.
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH - BAB VI 69
6.1.1 Sisi Sektoral
Di sisi sektoral, secara tahunan pertumbuhan sektor pertanian diperkirakan akan mengalami perlambatan.
Kinerja sektor pertanian diperkirakan melambat seiring telah usainya musim panen perdana padi pada triwulan-II 2015,
kemarau panjang akibat pengaruh El Nino dan pengerjaan perbaikan saluran irigasi di beberapa daerah. Namun, sektor
pertanian diperkirakan masih tetap tumbuh seiring panen pada beberapa komoditas seperti jambu mete, kopi dan
kakao.
Peningkatan produksi peternakan seiring kebutuhan ternak menjelang Hari Raya Idul Adha serta produksi
perikanan yang meningkat sebagai dampak positif El Nino diperkirakan dapat menjadi pendorong subsektor
perikanan untuk tetap tumbuh. Dari SKDU terlihat bahwa indeks ekspektasi kegiatan usaha sektor pertanian pada
triwulan-III 2015 mengalami sedikit penurunan, namun secara keseluruhan indeks untuk ekspektasi kegiatan usaha
masyarakat pada triwulan III-2015 diperkirakan meningkat. Dari sisi harga jual, indeks harga jual sektor pertanian
diperkirakan mengalami peningkatanseiring penurunan produksi pada triwulan-III.
Sektor Administrasi Pemerintah, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib diperkirakan akan mengalami
kenaikan. Peningkatan sektor administrasi pemerintahan diperkirakan ditopang oleh pencairan gaji ke-13,
pencairan dana desa, peningkatan realisasi dana bantuan hibah dari Pemerintah Daerah dan peningkatan realisasi
belanja barang dan jasa seiring selesainya proses lelang pada triwulan-II 2015. Peningkatan anggaran pemerintah yang
cukup besar hingga 13,7% (yoy) dibandingkan tahun 2014 diperkirakan mendorong realisasi belanja yang meningkat
pada triwulan III.
Sumber : BMKG, Stakum Lasiana Sumber : BMKG, Stakum Lasiana
Sumber: SKDU-Bank Indonesia diolah
Grafik 6.2. Perkembangan Kegiatan Usaha
-18.48
-10
0
10
20
30
-40
-20
0
20
40
60
II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
Indeks
Total PertanianPertambangan Industri PengolahanListrik, Gas dan Air Bersih BangunanPerdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi
Jasa Jasa
III*
10,75
29,92 30,07
49,25
40,75
51,65
5,20
31,05
44,25
-2
0
2
4
6
8
10
0
10
20
30
40 Indeks
Total PertanianPertambangan Industri PengolahanListrik, Gas dan Air Bersih BangunanPerdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi
Sumber: SKDU-Bank Indonesia diolah
Grafik 6.3. Perkembangan Harga Jual
II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
4,15
18,56
9,02
18,00
12,08
27,11
36,42
27,65
20,6022,97
-10 -4Jasa Jasa
BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH68
Gambar 6.1 Perkiraan Curah Hujan Bulan Agustus Gambar 6.2 Perkiraan Curah Hujan Bulan September
Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor diperkirakan mengalami
peningkatan meskipun tidak setinggi triwulan sebelumnya. Peningkatan sektor perdagangan diperkirakan
didorong oleh adanya momen libur sekolah, hari raya Idul Fitri dan peningkatan belanja masyarakat paska gaji ke-13.
Sektor konstruksi diperkirakan meningkat seiring peningkatan kegiatan proyek pemerintah dan swasta.
Peningkatan sektor konstruksi, terutama berasal dari pembangunan proyek-proyek pemerintah yang sudah mulai
berjalan. Beberapa proyek tersebut diantaranya pembangunan dan rehabilitasi jalan, perbaikan dan pembangunan
jaringan sumber daya air, peningkatan fasilitas bandara dan pelabuhan, serta peningkatan fasilitas pendidikan tinggi
dan kesehatan. Selain itu, percepatan proyek 1000 rumah dari Real Estate Indonesia (REI) DPD Provinsi NTT,
pembangunan hotel dan sarana perbelanjaan diperkirakan turut mendorong sektor konstruksi. Peningkatan sektor
konstruksi juga terindikasi dari peningkatan Indeks Harga Jual sektor bangunan dalam SKDU. Peningkatan ini
menunjukkan adanya optimisme pelaku usaha akan meningkatnya permintaan di triwulan-III 2015.
Sektor Jasa Pendidikan diperkirakan meningkat seiring peningkatan anggaran pada Pendidikan Tinggi.
Adanya peningkatan alokasi anggaran pendidikan hingga 119,47% (yoy) seiring adanya investasi pada Universitas
Timor, Universitas Nusa Cendana, Politeknik Negeri Kupang, Politeknik Pertanian Negeri Kupang diperkirakan
mendorong pertumbuhan sektor jasa pendidikan.
Dari sisi penggunaan, komponen konsumsi rumah tangga diperkirakan meningkat seiring optimisme
masyarakat yang tercermin pada angka Indeks Tendensi Konsumen (ITK) dan hasil Survei Konsumen (SK).
Peningkatan optimisme masyarakat diperkirakan terjadi akibat perayaan Hari Raya Idul Fitri dan masa liburan sekolah.
Sementara, dorongan konsumsi pemerintah terhadap konsumsi rumah tangga dapat terlihat dari adanya pencairan gaji
ke-13 pegawai negeri sipil di bulan Juli, serta harapan masyarakat akan realisasi proyek-proyek pemerintah yang dapat
meningkatkan lapangan pekerjaan (sebagai pekerja proyek) dan daya beli masyarakat secara umum.
6.1.2 Sisi Penggunaan
Sumber : BPS, diolah
Grafik 6.4 Indeks Tendensi Konsumen
160
155
150
145
140
135
130
125
120III IV I II III*
146,46
143,24145,23
135,19
149,00
156,17
153,33
147,17
149,50
155,42
150,38
149,21
143,89
149,20
2014 2015
Kondisi Ekonomi Indonesia 6 Bulan y.a.d.
Ekspetasi Penghasilan 6 Bulan y.a.d.Indeks Ekspetasi Konsumen (IEK)
Sumber : Survei Konsumen – Bank Indonesia
Grafik 6.5 Perkembangan Survei Konsumen
ITK Rencana Pembelian Barang Tahan Lama Proyeksi Pendapatan RT
107.1
110.1
101.5
106.4
108.2107.5
106.2
93.5
80
85
90
95
100
105
110
115
80
85
90
95
100
105
110
115
III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015
III*
100.5
102.7103.7
100,3
113,4
113,28
Perkembangan kinerja komponen investasi diperkirakan mengalami peningkatan. Peningkatan dapat terlihat
dari jumlah RTGS yang masuk ke Provinsi NTT pada bulan Juni 2015 sebesar Rp 14,6 triliun atau tumbuh sebesar 166%
(yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan arus dana masuk tersebut mengindikasikan
adanya peningkatan kegiatan ekonomi dan investasi ke Provinsi NTT, baik dari investasi pemerintah maupun swasta.
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH - BAB VI 69
Kinerja ekspor antar daerah dan luar negeri NTT pada triwulan III 2015 diperkirakan kembali meningkat. Peningkatan
pengiriman ternak seiring kenaikan kebutuhan Hari Raya Idul Adhadi Pulau Jawa, serta pengiriman hasil komoditas ke
Jawa Timur, seperti Jambu Mete, kopi, kakao dan ikan tangkap diperkirakan menjadi pendorong peningkatan kinerja
ekspor. Namun demikian, ekspor antar daerah diperkirakan, masih negatif seiring ketergantungan barang untuk
kebutuhan konsumsi dan investasi yang masih tinggi dari daerah lain.
Secara tahunan, pertumbuhan inflasi pada triwulan-III 2015 diperkirakan mengalami peningkatan.
Berdasarkan perkembangan harga terkini, inflasi NTT di triwulan-III 2015 diperkirakan berada pada kisaran 6,8% - 7,2%
(yoy). Adapun tingginya inflasi tersebut disebabkan oleh komoditas angkutan udara dan beras seiring persepsi negatif
akan dampak El Nino dan tingginya kenaikan harga beras di tingkat produsen karena tingginya penyerapan beras bulog.
Potensi impor secara terbatas oleh Bulog diharapkan dapat menjadi alternatif solusi untuk menekan kenaikan harga di
tingkat produsen.Secara triwulanan , inflasi diperkirakan mengalami perlambatan, namun masih lebih tinggi
dibandingkan tahun sebelumnya yang mengalami deflasi. Hingga akhir tahun 2015 diperkirakan inflasi masih berada
pada rentang 4,16%±1% (yoy) seiring hilangnya pengaruh base effect di akhir tahun. Apabila dilihat dari
perkembangan inflasi bulanan, inflasi pada triwulan-III 2015 diperkirakan akan mencapai puncaknya pada bulan Juli
2015 seiring momen libur idul fitri dan liburan sekolah, namun cenderung turun pada bulan Agustus dan September.
Secara triwulanan, komoditas volatile food diperkirakan mengalami perlambatan pada triwulan III. Harga
komoditas padi-padian serta daging dan hasil-hasilnya diperkirakan mengalami kenaikan. Namun demikian, komoditas
sayur-sayuran, bumbu-bumbuan dan ikan segar diperkirakan mengalami penurunan seiring kondisi cuaca yang
membaik. Inflasi administered prices diperkirakan akan mengalami penurunan seiring berakhirnya masa libur idul fitri
dan liburan sekolah pada bulan Juli. Normalnya permintaan tiket angkutan udara paska libur idul fitri dan liburan
sekolah diperkirakan akan menurunkan angka inflasi pada akhir triwulan- III 2015. Stabilnya harga BBM seiring
pengkajian harga yang sedang dilakukan Pemerintah hingga bulan November diperkirakan dapat mengurangi inflasi
dari kelompok administered prices.
Komoditas core inflation diperkirakan mengalami penurunan seiring penurunan permintaan dan musim
ajaran baru yang sudah berjalan. Inflasi pada komoditas core terutama berasal dari peningkatan permintaan
sandang dan makanan jadi seiring perayaan idul fitri dan liburan sekolah pada bulan Juli, masuknya musim ajaran baru
juga turut mendorong inflasi dari komoditas pendidikan. Namun, tekanan inflasi diperkirakan mengalami menurun
pada bulan Agustus dan September seiring normalnya permintaan dan biaya sekolah/pendidikan.
Berdasarkan hasil survei konsumen, ekspektasi harga diperkirakan menurun. Indeks Perkembangan harga 3
Bulan yang akan datang menunjukkan adanya penurunan indek dari 188,5 menjadi 178,6. Penurunan tersebut
menunjukkan adanya ekspektasi konsumen bahwa harga pada triwulan III akan mengalami penurunan.
6.2 Inflasi
BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH70
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
Sumber : BPS dan Proyeksi BI
Grafik 6.6. Perkembangan inflasi tahunan (yoy)
Inflasi NTT (%-yoy)
III IV I II III IV I2013 2014 2015
II III*
8,29%8,41%
7,78%
8,10%
4,13%
7,76%
5,39%
6,01%
6,92%
Sumber : SK Bank Indonesia-diolah
Grafik 6.7. Perkembangan Ekspektasi Konsumen
Ekspektasi konsumen terhadap harga 3 bulan yang akan datangEkspektasi konsumen terhadap harga 6 bulan yang akan datang
200
195
190
185
180
175
170
165
144,0
142,0
140,0
138,0
136,0
134,0
132,0II III IV I II III*
2014 2015
Indeks Ekspektasi Konsu,men (IEK)
191,0
194,5
182,0
181,0
188,5
178,6
189,0
192,5
197,5142,3
184,5
182,5
186,0
139,1139,9
138,2
135,9
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH - BAB VI 71
Kinerja ekspor antar daerah dan luar negeri NTT pada triwulan III 2015 diperkirakan kembali meningkat. Peningkatan
pengiriman ternak seiring kenaikan kebutuhan Hari Raya Idul Adhadi Pulau Jawa, serta pengiriman hasil komoditas ke
Jawa Timur, seperti Jambu Mete, kopi, kakao dan ikan tangkap diperkirakan menjadi pendorong peningkatan kinerja
ekspor. Namun demikian, ekspor antar daerah diperkirakan, masih negatif seiring ketergantungan barang untuk
kebutuhan konsumsi dan investasi yang masih tinggi dari daerah lain.
Secara tahunan, pertumbuhan inflasi pada triwulan-III 2015 diperkirakan mengalami peningkatan.
Berdasarkan perkembangan harga terkini, inflasi NTT di triwulan-III 2015 diperkirakan berada pada kisaran 6,8% - 7,2%
(yoy). Adapun tingginya inflasi tersebut disebabkan oleh komoditas angkutan udara dan beras seiring persepsi negatif
akan dampak El Nino dan tingginya kenaikan harga beras di tingkat produsen karena tingginya penyerapan beras bulog.
Potensi impor secara terbatas oleh Bulog diharapkan dapat menjadi alternatif solusi untuk menekan kenaikan harga di
tingkat produsen.Secara triwulanan , inflasi diperkirakan mengalami perlambatan, namun masih lebih tinggi
dibandingkan tahun sebelumnya yang mengalami deflasi. Hingga akhir tahun 2015 diperkirakan inflasi masih berada
pada rentang 4,16%±1% (yoy) seiring hilangnya pengaruh base effect di akhir tahun. Apabila dilihat dari
perkembangan inflasi bulanan, inflasi pada triwulan-III 2015 diperkirakan akan mencapai puncaknya pada bulan Juli
2015 seiring momen libur idul fitri dan liburan sekolah, namun cenderung turun pada bulan Agustus dan September.
Secara triwulanan, komoditas volatile food diperkirakan mengalami perlambatan pada triwulan III. Harga
komoditas padi-padian serta daging dan hasil-hasilnya diperkirakan mengalami kenaikan. Namun demikian, komoditas
sayur-sayuran, bumbu-bumbuan dan ikan segar diperkirakan mengalami penurunan seiring kondisi cuaca yang
membaik. Inflasi administered prices diperkirakan akan mengalami penurunan seiring berakhirnya masa libur idul fitri
dan liburan sekolah pada bulan Juli. Normalnya permintaan tiket angkutan udara paska libur idul fitri dan liburan
sekolah diperkirakan akan menurunkan angka inflasi pada akhir triwulan- III 2015. Stabilnya harga BBM seiring
pengkajian harga yang sedang dilakukan Pemerintah hingga bulan November diperkirakan dapat mengurangi inflasi
dari kelompok administered prices.
Komoditas core inflation diperkirakan mengalami penurunan seiring penurunan permintaan dan musim
ajaran baru yang sudah berjalan. Inflasi pada komoditas core terutama berasal dari peningkatan permintaan
sandang dan makanan jadi seiring perayaan idul fitri dan liburan sekolah pada bulan Juli, masuknya musim ajaran baru
juga turut mendorong inflasi dari komoditas pendidikan. Namun, tekanan inflasi diperkirakan mengalami menurun
pada bulan Agustus dan September seiring normalnya permintaan dan biaya sekolah/pendidikan.
Berdasarkan hasil survei konsumen, ekspektasi harga diperkirakan menurun. Indeks Perkembangan harga 3
Bulan yang akan datang menunjukkan adanya penurunan indek dari 188,5 menjadi 178,6. Penurunan tersebut
menunjukkan adanya ekspektasi konsumen bahwa harga pada triwulan III akan mengalami penurunan.
6.2 Inflasi
BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH70
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
Sumber : BPS dan Proyeksi BI
Grafik 6.6. Perkembangan inflasi tahunan (yoy)
Inflasi NTT (%-yoy)
III IV I II III IV I2013 2014 2015
II III*
8,29%8,41%
7,78%
8,10%
4,13%
7,76%
5,39%
6,01%
6,92%
Sumber : SK Bank Indonesia-diolah
Grafik 6.7. Perkembangan Ekspektasi Konsumen
Ekspektasi konsumen terhadap harga 3 bulan yang akan datangEkspektasi konsumen terhadap harga 6 bulan yang akan datang
200
195
190
185
180
175
170
165
144,0
142,0
140,0
138,0
136,0
134,0
132,0II III IV I II III*
2014 2015
Indeks Ekspektasi Konsu,men (IEK)
191,0
194,5
182,0
181,0
188,5
178,6
189,0
192,5
197,5142,3
184,5
182,5
186,0
139,1139,9
138,2
135,9
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH - BAB VI 71
Proyek Pembangunan Pembangkit Listrik sebesar 35.000 MW yang diresmikan pemerintah pada Mei 2015 menjadi proyek
yang strategis ditengah pemadaman listrik yang masih terjadi di wilayah Indonesia khususnya wilayah Timur Indonesia.
Berdasarkan data dari PT PLN (Persero), saat ini kapasitas terpasang nasional sebesar 50.000 MW yang dibangun PLN beserta
swasta sejak PLN berdiri. Dengan proyeksi pertumbuhan 6-7%, dalam lima tahun kedepan dibutuhkan tambahan kapasitas
35.000 MW atau 7.000 MW per tahun.
Pembangunan pembangkit tersebut direncanakan akan dibangun oleh pengembang listrik swasta dan PT PLN (Persero).
Berdasarkan sebaran pembangkit dan jaringan transmisi pada proyek 35.000 MW, perencanaan pembangunan pembangkit
dan transmisi di Provinsi NTT akan dilakukan oleh PT PLN (Persero). Sementara itu, progres pembangunan pembangkit saat ini
(operasi dan on going) memiliki kapasitas total sebesar 408 MW dengan rencana panjang transmisi SUTT 70KV sepanjang
1234 kms serta rencana kebutuhan beban kapasitas Gardu Induk (GI) sebesar 640 MVA. Proyek yang proses pelelangan
pengadaannya akan dibuka tahun ini di NTT adalah PLTU Timor 1 (2x25 MW), PLTP Mataloko (20 MW), dan PLTP Ulumbu 5 (5
MW).
Sistem transmisi yang digunakan di seluruh wilayah NTT masih menggunakan sistem isolated atau tertutup. Artinya adalah
belum adanya interkoneksi atau terhubungnya sistem satu dengan sistem yang lain. Dengan sistem tertutup tersebut, jika
terjadi pemadaman atau kekurangan pasokan di salah satu sistem, maka pengalokasian pasokan beban masih belum dapat
dilakukan. Dengan adanya permasalahan tersebut, PT PLN (Persero) sedang dan telah membangun jaringan interkoneksi
berupa Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) yang menghubungkan sistem-sistem yang ada di semua pulau di Provinsi NTT.
Sementara itu, di pulau Sumba telah diresmikan program Sumba Iconic Island sejak 2012. Program Sumba Iconic Island (SII)
merupakan suatu program yang diinisiasi untuk pengembangan Pulau Sumba sebagai Pulau Ikonik Energi Terbarukan.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan akses energi melalui pengembangan dan pemanfaatan energi baru terbarukan serta
ketersediaan energi yang berasal dari energi baru terbarukan sebesar 100%.
Gambar Boks 5.1. Rencana Investasi Kelistrikan Pulau Sumba
Sumber : PT PLN Provinsi Nusa Tenggara Timur
BOKS 5 LANJUTAN KAJIAN PEMBANGUNAN PROYEK KELISTRIKAN DI NUSA TENGGARA TIMUR
BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH72
Inisiatif tentang Pulau Ikonik Energi Terbarukan sudah dimulai sejak 2010 oleh Kementerian ESDM, bersama-sama dengan
Bappenas dan Hivos, sebuah lembaga non-Pemerintah internasional. Pada November 2012, ADB turut bergabung untuk
mempercepat realisasi inisiatif ini. Pada 2013, Kedutaan Norwegia untuk Indonesia pun telah turut mengambil peran dalam
mendukung pelaksanaan inisiatif Sumba Iconic Island (SII).Saat ini, implementasi pengembangan EBT di Pulau Sumba dalam
kerangka Program SII telah mencapai kapasitas terpasang pembangkit berbasis EBT sebesar 5,87 MW yang terdiri dari
instalasi pembangkit listrik tenaga (PLT) mikrohidro, PLT Surya, solar water pumping, PLT Bayu, biomassa, biogas, tungku
hemat energi dan jaringan distribusi. Sampai dengan 2014, Ditjen EBTKE juga melakukan dukungan terhadap Program SII
dengan melakukan pembangunan infrastruktur EBT, yaitu: 1 unit PLT mikrohidro dengan kapasitas 32 KW; 6 unit PLTS
terpusat; 464 unit PLTS tersebar; 5 unit PLTB; 1 unit PLT biomassa kapasitas 30 KW; 220 unit digester biogas; 2.200 unit tungku
hemat energi yang diserahkan kepada masyarakat.
Kementerian ESDM pada tahun anggaran 2015 akan melakukan pembangunan infrastruktur EBT di Pulau Sumba dari dana
APBN dengan total anggaran sebesar Rp. 114.986.500.000,- untuk mempercepat implementasi Program Sumba Iconic
Island, diantaranya:
Gambar Boks 5.2. Rencana Investasi Kelistrikan Pulau Flores
Sumber : PT PLN Provinsi Nusa Tenggara Timur
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH - BAB VI 73
1. Pembangunan PLT Biomasa kapasitas 1 MW yang berlokasi di Sumba Barat;
2. Program Pengembanganan Hutan Energi 1 juta pohon kaliandra, lahan yang disediakan sekitar 100 Ha di Sumba Barat;
3. Revitalisasi digester biogas 85 unit di Sumba Barat Daya;
4. Implementasi mobil listrik di Sumba Timur;
5. PLTMH kapasitas 23 KW di Sumba Timur;
6. PLT bayu di Sumba Barat; dan
7. Penerangan Jalan Umum (PJU) cerdas di Sumba Timur, Sumba Barat, Sumba Barat Daya dan Sumba Tengah
Proyek Pembangunan Pembangkit Listrik sebesar 35.000 MW yang diresmikan pemerintah pada Mei 2015 menjadi proyek
yang strategis ditengah pemadaman listrik yang masih terjadi di wilayah Indonesia khususnya wilayah Timur Indonesia.
Berdasarkan data dari PT PLN (Persero), saat ini kapasitas terpasang nasional sebesar 50.000 MW yang dibangun PLN beserta
swasta sejak PLN berdiri. Dengan proyeksi pertumbuhan 6-7%, dalam lima tahun kedepan dibutuhkan tambahan kapasitas
35.000 MW atau 7.000 MW per tahun.
Pembangunan pembangkit tersebut direncanakan akan dibangun oleh pengembang listrik swasta dan PT PLN (Persero).
Berdasarkan sebaran pembangkit dan jaringan transmisi pada proyek 35.000 MW, perencanaan pembangunan pembangkit
dan transmisi di Provinsi NTT akan dilakukan oleh PT PLN (Persero). Sementara itu, progres pembangunan pembangkit saat ini
(operasi dan on going) memiliki kapasitas total sebesar 408 MW dengan rencana panjang transmisi SUTT 70KV sepanjang
1234 kms serta rencana kebutuhan beban kapasitas Gardu Induk (GI) sebesar 640 MVA. Proyek yang proses pelelangan
pengadaannya akan dibuka tahun ini di NTT adalah PLTU Timor 1 (2x25 MW), PLTP Mataloko (20 MW), dan PLTP Ulumbu 5 (5
MW).
Sistem transmisi yang digunakan di seluruh wilayah NTT masih menggunakan sistem isolated atau tertutup. Artinya adalah
belum adanya interkoneksi atau terhubungnya sistem satu dengan sistem yang lain. Dengan sistem tertutup tersebut, jika
terjadi pemadaman atau kekurangan pasokan di salah satu sistem, maka pengalokasian pasokan beban masih belum dapat
dilakukan. Dengan adanya permasalahan tersebut, PT PLN (Persero) sedang dan telah membangun jaringan interkoneksi
berupa Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) yang menghubungkan sistem-sistem yang ada di semua pulau di Provinsi NTT.
Sementara itu, di pulau Sumba telah diresmikan program Sumba Iconic Island sejak 2012. Program Sumba Iconic Island (SII)
merupakan suatu program yang diinisiasi untuk pengembangan Pulau Sumba sebagai Pulau Ikonik Energi Terbarukan.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan akses energi melalui pengembangan dan pemanfaatan energi baru terbarukan serta
ketersediaan energi yang berasal dari energi baru terbarukan sebesar 100%.
Gambar Boks 5.1. Rencana Investasi Kelistrikan Pulau Sumba
Sumber : PT PLN Provinsi Nusa Tenggara Timur
BOKS 5 LANJUTAN KAJIAN PEMBANGUNAN PROYEK KELISTRIKAN DI NUSA TENGGARA TIMUR
BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH72
Inisiatif tentang Pulau Ikonik Energi Terbarukan sudah dimulai sejak 2010 oleh Kementerian ESDM, bersama-sama dengan
Bappenas dan Hivos, sebuah lembaga non-Pemerintah internasional. Pada November 2012, ADB turut bergabung untuk
mempercepat realisasi inisiatif ini. Pada 2013, Kedutaan Norwegia untuk Indonesia pun telah turut mengambil peran dalam
mendukung pelaksanaan inisiatif Sumba Iconic Island (SII).Saat ini, implementasi pengembangan EBT di Pulau Sumba dalam
kerangka Program SII telah mencapai kapasitas terpasang pembangkit berbasis EBT sebesar 5,87 MW yang terdiri dari
instalasi pembangkit listrik tenaga (PLT) mikrohidro, PLT Surya, solar water pumping, PLT Bayu, biomassa, biogas, tungku
hemat energi dan jaringan distribusi. Sampai dengan 2014, Ditjen EBTKE juga melakukan dukungan terhadap Program SII
dengan melakukan pembangunan infrastruktur EBT, yaitu: 1 unit PLT mikrohidro dengan kapasitas 32 KW; 6 unit PLTS
terpusat; 464 unit PLTS tersebar; 5 unit PLTB; 1 unit PLT biomassa kapasitas 30 KW; 220 unit digester biogas; 2.200 unit tungku
hemat energi yang diserahkan kepada masyarakat.
Kementerian ESDM pada tahun anggaran 2015 akan melakukan pembangunan infrastruktur EBT di Pulau Sumba dari dana
APBN dengan total anggaran sebesar Rp. 114.986.500.000,- untuk mempercepat implementasi Program Sumba Iconic
Island, diantaranya:
Gambar Boks 5.2. Rencana Investasi Kelistrikan Pulau Flores
Sumber : PT PLN Provinsi Nusa Tenggara Timur
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH - BAB VI 73
1. Pembangunan PLT Biomasa kapasitas 1 MW yang berlokasi di Sumba Barat;
2. Program Pengembanganan Hutan Energi 1 juta pohon kaliandra, lahan yang disediakan sekitar 100 Ha di Sumba Barat;
3. Revitalisasi digester biogas 85 unit di Sumba Barat Daya;
4. Implementasi mobil listrik di Sumba Timur;
5. PLTMH kapasitas 23 KW di Sumba Timur;
6. PLT bayu di Sumba Barat; dan
7. Penerangan Jalan Umum (PJU) cerdas di Sumba Timur, Sumba Barat, Sumba Barat Daya dan Sumba Tengah
Pemerintah juga terus berupaya mengoptimalkan penggunaan energi terbarukan khususnya di pulau Flores yang memiliki
potensi energi terbarukan berupa panas bumi, tenaga air, serta energi surya. Sistem kelistrikan di pulau Flores saat ini dipasok
dari beberapa pembangkit telah beroperasi antara lain : PLTD Labuan Bajo, PLTD Ruteng, PLTD Bajawa, PLTP Ulumbu, PLTP
Mataloko. Jaringan transmisi SUTT yang akan beroperasi menghubungkan GI Ende–GI Ropa–GI Maumere, sementara itu
interkoneksi SUTT 70 KV sepanjang pulau Flores sudah masuk dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN
(Persero). Dalam proyek 35000MW pembangkit, beberapa rencana pembangunan pembangkit di pulau Flores adalah PLTA
Wairacang 10MW (2017), PLTP Oka-Larantuka 4x2,5MW (2020), PLTP Aledei-Lembata 2x 2,5MW (2021), PLTU Maumere
2x10MW (2016), serta PLTP Mataloko 2x2,5MW (2018).
Berdasarkan FGD, diskusi, dan pengumpulan data/informasi sekunder (ankedotal) yg dilakukan oleh Bank Indonesia,
beberapa hambatan dan kendala dalam pembangunan kelistrikan dapat diidentifikasi, antara lain:
1. Permasalahan pembebasan tanah yang masih sering terkendala harga dan status tanah adat sehingga membutuhkan
kooordinasi dan peran serta pemerintah, khususnya pemerintah daerah sebagai pihak yang mampu menjadi mediator
maupun negosiator.2. Proses perizinan khususnya AMDAL yang memerlukan waktu lama, akibat panjangnya birokrasi dalam pengeluaran izin.
Saat ini masih ada 23 tower khususnya di pulau Timor yang masih belum terkoneksi karena masuk dalam wilayah hutan
lindung. 3. Adanya penolakan warga terkait izin menarik kabel Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) di wilayah pulau Timor yang
menghubungkan 3 gawang transmisi.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut dan dalam rangka mencapai target rasio elektrifikasi, beberapa hal yang telah dan
akan dilakukan antara lain :
1. Program PLTS SEHEN (Super Ekstra Hemat Energi) yang sesuai dengan karakter NTT dengan melimpahnya sinar matahari
sebagai program unggulan oleh PT PLN (Persero)2. Kolaborasi yang lebih kuat antara pihak yang terkait dalam proses perizinan, penjajakan MoU antar Kementerian seperti
Kementerian Kehutanan, Kemenhub dan Pemda.3. Mendukung program Sumba Iconic Island, yaitu program pengembangan listrik berbasis energi terbarukan seperti
mikrohidro, surya, bayu dan biogas di Pulau Sumba.
BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH74
Pemerintah juga terus berupaya mengoptimalkan penggunaan energi terbarukan khususnya di pulau Flores yang memiliki
potensi energi terbarukan berupa panas bumi, tenaga air, serta energi surya. Sistem kelistrikan di pulau Flores saat ini dipasok
dari beberapa pembangkit telah beroperasi antara lain : PLTD Labuan Bajo, PLTD Ruteng, PLTD Bajawa, PLTP Ulumbu, PLTP
Mataloko. Jaringan transmisi SUTT yang akan beroperasi menghubungkan GI Ende–GI Ropa–GI Maumere, sementara itu
interkoneksi SUTT 70 KV sepanjang pulau Flores sudah masuk dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN
(Persero). Dalam proyek 35000MW pembangkit, beberapa rencana pembangunan pembangkit di pulau Flores adalah PLTA
Wairacang 10MW (2017), PLTP Oka-Larantuka 4x2,5MW (2020), PLTP Aledei-Lembata 2x 2,5MW (2021), PLTU Maumere
2x10MW (2016), serta PLTP Mataloko 2x2,5MW (2018).
Berdasarkan FGD, diskusi, dan pengumpulan data/informasi sekunder (ankedotal) yg dilakukan oleh Bank Indonesia,
beberapa hambatan dan kendala dalam pembangunan kelistrikan dapat diidentifikasi, antara lain:
1. Permasalahan pembebasan tanah yang masih sering terkendala harga dan status tanah adat sehingga membutuhkan
kooordinasi dan peran serta pemerintah, khususnya pemerintah daerah sebagai pihak yang mampu menjadi mediator
maupun negosiator.2. Proses perizinan khususnya AMDAL yang memerlukan waktu lama, akibat panjangnya birokrasi dalam pengeluaran izin.
Saat ini masih ada 23 tower khususnya di pulau Timor yang masih belum terkoneksi karena masuk dalam wilayah hutan
lindung. 3. Adanya penolakan warga terkait izin menarik kabel Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) di wilayah pulau Timor yang
menghubungkan 3 gawang transmisi.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut dan dalam rangka mencapai target rasio elektrifikasi, beberapa hal yang telah dan
akan dilakukan antara lain :
1. Program PLTS SEHEN (Super Ekstra Hemat Energi) yang sesuai dengan karakter NTT dengan melimpahnya sinar matahari
sebagai program unggulan oleh PT PLN (Persero)2. Kolaborasi yang lebih kuat antara pihak yang terkait dalam proses perizinan, penjajakan MoU antar Kementerian seperti
Kementerian Kehutanan, Kemenhub dan Pemda.3. Mendukung program Sumba Iconic Island, yaitu program pengembangan listrik berbasis energi terbarukan seperti
mikrohidro, surya, bayu dan biogas di Pulau Sumba.
BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH74