KAJIAN EFEKTIFITAS PEMBERIAN KOMBINASI … PUTIH DENGAN MINERAL ZINK DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMA...
Transcript of KAJIAN EFEKTIFITAS PEMBERIAN KOMBINASI … PUTIH DENGAN MINERAL ZINK DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMA...
61
KAJIAN EFEKTIFITAS PEMBERIAN KOMBINASI KUNYIT, BAWANG PUTIH DENGAN MINERAL ZINK DALAM
RANSUM TERHADAP PERFORMA DAN RESPON IMUN AYAM PEDAGING YANG DIINFEKSI Escherichia coli
MURSYE NATALY REGAR
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2009
i
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Efektifitas Pemberian kombinasi Kunyit, Bawang Putih dengan Mineral Zink dalam Ransum Terhadap Performa dan Respon Imun Ayam Pedaging yang Diinfeksi Escherichia coli adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Oktober 2009
Mursye Nataly Regar NRP D051060121
ii
ABSTRACT MURSYE NATALY REGAR. The Efectifity of Combination Turmeric, Garlic with Zinc on Performance and Immune Response of Eschericia coli –Challenged Broiler. Under the supervisions of RITA MUTIA and SUS DERTHI WIDHYARI.
Poultry industrials are very important in protein supplied. Antibiotic was used to prevented and controled diseases, but it brings negatived effect to carcass. Turmeric and garlic known as herbal medicine that has active material of curcumin and allicin. This active material can improve performance, health status and immune response of broiler. Zinc oxide (ZnO) function as antioxidant and to give immune response to broiler. This experiment was conducted to study the combination of turmeric (1.5%), garlic (2.5%) with ZnO (180 ppm) in poultry diet on the performance and immune response of Escherichia coli – challenged broiler. Data were analized by using A Completely Randomized Design followed by the LSD test for any significant difference among treatments. Two hundred d.o.c unsexed were devided into five treatments and four replications, with ten chicks in each replicates. The treatments were R1 (basal diet as a negative control/ healhty chickens), R2 (basal diet as a positive control/ Escherichia coli challenged), R3 (basal diet +1.5% turmeric powder + ZnO 180 ppm/ Escherichia coli challenged), R4 (basal diet + 2.5% garlic powder + ZnO 180 ppm/ Escherichia coli challenged), and R5 (basal diet + antibiotic/ Escherichia coli challenged). Data were collected during 35 days, diet and water were offered ad libitum. The results of this research indicated that chickens fed basal diet + 1.5% turmeric powder + ZnO 180 ppm/ challenged Escherichia coli and chickens fed basal diet + 2.5% garlic powder +ZnO 180 ppm/ challenged Escherichia coli showed performances better than control . The basal diet + 2.5% garlic powder +ZnO 180 ppm/challenged Escherichia coli showed the best result on immune response with improved immunoglobulin level more than antibiotic.
Keywords: turmeric, garlic, ZnO, performances, immune response
iii
RINGKASAN MURSYE NATALY REGAR. Kajian Efektifitas Pemberian Kombinasi Kunyit, Bawang Putih dengan Mineral Zink dalam Ransum Terhadap Performa dan Respon Imun Ayam Pedaging yang Diinfeksi Eschericia coli. Dibimbing oleh RITA MUTIA dan SUS DERTHI WIDHYARI.
Industri perunggasan sangatlah penting dalam penyediaan protein hewani. Antibiotik sering digunakan untuk mencegah dan mengendalikan penyakit, tetapi antibiotik dapat menimbulkan residu dalam karkas ternak. Bawang putih dan kunyit merupakan tanaman obat tradisional yang memiliki zat aktif allisin dan kurkumin . Zat aktif ini dapat digunakan untuk memperbaiki performa, status kesehatan dan meningkatkan respon imun sebagai antibakteri. Mineral Zink (ZnO) berfungsi sebagai antioksidan dan meningkatkan daya tahan tubuh ternak. Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh pemberian kombinasi kunyit (1.5%), garlic (2.5%) with ZnO (180 ppm) terhadap performa dan respon imun ayam pedaging yang diinfeksi Escherichia coli. Data yang diperoleh dianalisis statistik dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang dilanjutkan dengan uji lanjut bila terdapat perbedaan diantara perlakuan. Dua ratus ekor DOC dibagi ke dalam 5 perlakuan dan 4 ulangan, setiap ulangan terdiri dari 10 ekor. Ransum perlakuan R1 (ransum basal sebagai kontrol negatif/ ayam sehat), R2 (ransum basal sebagai kontrol positif/ ayam diinfeksi Escherichia coli), R3 (ransum basal + 1.5% serbuk kunyit + ZnO 180 ppm/ ayam diinfeksi Escherichia coli), R4 (ransum basal + 2.5% serbuk bawang putih + ZnO 180 ppm/ ayam diinfeksi Escherichia coli), dan R5 (ransum basal + antibiotik/ ayam diinfeksi Escherichia coli). Pemeliharaan dilakukan selama 35 hari, ransum dan air minum diberikan ad libitum. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian kombinasi kunyit 1.5% dengan ZnO 180 ppm dan kombinasi bawang putih 2.5% dengan zink 180 ppm dalam ransum mampu memperlihatkan performa dan status kesehatan yang lebih baik. Pemberian kombinasi bawang putih 2.5% dengan ZnO 180 ppm dalam ransum meningkatkan kadar imunoglobulin serum, sehingga dapat menjadi alternatif sebagai antimikroba alami dalam ransum ayam pedaging.
Kata kunci : kunyit, bawang putih, ZnO, performa, respon imun.
iv
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi undang-undang 1 Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber: a Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor
2 Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
v
KAJIAN EFEKTIFITAS PEMBERIAN KOMBINASI KUNYIT, BAWANG PUTIH DENGAN MINERAL ZINK DALAM
RANSUM TERHADAP PERFORMA DAN RESPON IMUN AYAM PEDAGING YANG DIINFEKSI Escherichia coli
MURSYE NATALY REGAR
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2009
vi
Judul Tesis : Kajian Efektifitas Pemberian Kombinasi Kunyit, Bawang Putih dengan Mineral Zink dalam Ransum Terhadap Performa dan Respon Imun Ayam Pedaging yang Diinfeksi Escherichia coli.
Nama : Mursye Nataly Regar NRP : D051060121
Disetujui,
Komisi Pembimbing,
Dr. Ir. Rita Mutia, M.Agr Ketua
Dr. drh. Sus Derthi Widhyari, M.Si Anggota
Diketahui
Ketua Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
Dr. Ir. Idat G. Permana, M.Sc
Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir Khairil Anwar Notodiputro, MS
Tanggal ujian : 29 Oktober 2009 Tanggal lulus :
vii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas pimpinan dan penyertaanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tesis yang berjudul Kajian Efektifitas Pemberian Kombinasi Kunyit, Bawang Putih, dengan Mineral Zink dalam Ransum Terhadap Performa dan Respon Imun Ayam Pedaging yang Diinfeksi Eschericia coli.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Rita Mutia, M. Agr dan Dr. drh. Sus Derthi Widhyari, M. Si sebagai pembimbing yang telah menuangkan ilmu dan pengalaman, meluangkan waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis selama penelitian sampai penyusunan tesis. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS yang telah bersedia menjadi penguji pada ujian tesis, Bapak Yunus (staf Balitro), Staf Lab. Patoklin FKH-IPB, Ibu Sri Murtini dari Bagian Mikrobiologi Medik FKH-IPB, Bapak Agus Sumantri dari Lab. Mikrobiologi FKH-IPB, Ibu Dian dari Lab. Ilmu Nutrisi Ternak Perah Fapet-IPB, Staf Lab. Terpadu Dep. Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fapet-IPB, Ibu Endang dari Lab. Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi LPPM-IPB, dan Staf Lab. Pengujian Balai Besar Pasca Panen Cimanggu-Bogor, yang telah membantu menganalisa semua bahan penelitian.
Kepada yang terkasih kedua orang tua penulis, Max W.U Regar, S. Pd dan Sartje Ch. Kadoena, atas segala doa dan dorongannya. Kepada suamiku Yanto T. M. Rembang atas semua doa, cinta, kasih sayang, dan semangat yang diberikan, kepada saudaraku Masye A. Regar, SE atas dukungannya dan kepada mertuaku (Drs. A. Rembang dan J. A. M. Palar) serta semua keluargaku yang selalu memberikan masukan dan dorongan.
Yang terhormat Rektor UNSRAT, Dekan Fapet UNSRAT, dan seluruh staf Fapet UNSRAT, terima kasih atas dukungannya. Kepada Ir. Jola Londok, M.Si dan suami atas bantuannya dan dorongannya. Ketua Program Studi Pascasarjana PTK dan staf administrasi (Supri), rekan-rekan angkatan 2006 (Sri, Heru, Siska, Lendrawati, Anwar, Windu, Saharudin, Rantan, Diana, Darwis, Fahrul, Jarmuji, dan Ahmad) dan rekan-rekan mahasiswa pascasarjana PTK yang tidak dapat ditulis satu persatu atas persahabatan dan kebersamaan selama menempuh studi pascasarjana PTK. Sahabatku Dumasari dan Iffan atas persahabatan dan dukungannya. Teman-teman sepenelitian (Riza, Tika, Eci, Mahmud) atas kerjasama yang sangat baik selama penelitian berlangsung.
Akhirnya, semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan menambah wawasan dalam bidang nutrisi ternak.
Bogor, Oktober 2009
Mursye Nataly Regar
viii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Manado pada tanggal 26 Desember 1980 dan merupakan putri sulung dari dua bersaudara pasangan Max W. U Regar, S. Pd dan Sartje Ch. Kadoena. Menikah dengan Yanto T. M. Rembang tahun 2006.
Penulis lulus dari SMU Negeri 1 Manado tahun 1998 dan langsung melanjutkan pendidikan di Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi Manado dengan mengambil jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak melalui program khusus T2 (Tumoutou), lulus tahun 2002. Kesempatan untuk melanjutkan ke program Magister Sains pada program studi Ilmu Ternak Institut Pertanian Bogor tahun 2006 dengan biaya sendiri yang dilanjutkan dengan Beasiswa On Going Pendidikan Pascasarjana DIKTI selama 1 tahun.
Penulis saat ini bekerja sebagai staf pengajar di Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi (UNSRAT) Manado sejak tahun 2005.
ix
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xii
PENDAHULUAN ................................................................................... 1
Latar Belakang ............................................................................... 1 Tujuan Penelitian ............................................................................ 3 Manfaat Penelitian .......................................................................... 3 Hipotesis Penelitian ......................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 4
Kunyit (Curcuma domestika Val.) .................................................... 4 Bawang Putih (Allium sativum) ........................................................ 7 Mineral Zink (Zn) ........................................................................... 9 Escherichia coli .............................................................................. 10 Antibiotik ....................................................................................... 12 Darah.............................................................................................. 13 Respon Imun .................................................................................. 17 Organ Dalam Ayam Pedaging ........................................................... 20
BAHAN DAN METODE ......................................................................... 23
Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................... 23 Materi Penelitian ............................................................................. 23 Metode Penelitian ........................................................................... 27
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 35
Performa Ayam Pedaging ............................................................... 35 Bobot Badan Akhir, Bobot Karkas, Bobot Organ Dalam ..................... 40 Kadar Zink Serum Ayam Pedaging ................................................... 44 Kinerja Kesehatan Ayam Pedaging ................................................... 46 Respon Imun Ayam Pedaging .......................................................... 52
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 59
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 60
LAMPIRAN ........................................................................................... 68
x
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Struktur umum dan berat molekul IgY dan IgG ................................... 20
2 Komposisi ransum penelitian ............................................................. 25
3 Komposisi kimia kunyit ..................................................................... 26
4 Komposisi kimia bawang putih ........................................................... 26
5 Konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, dan konversi ransum sebelum dan sesudah infeksi E. coli ............................ 35
6 Bobot badan akhir, bobot karkas dan persentase bobot organ dalam ayam pedaging selama 35 hari ................................. 40
7 Kadar zink dalam serum ayam pedaging yang diinfeksi E. coli .............. 45
8 Jumlah leukosit, eritrosit, hemaglobin dan hematokrit ayam pedaging sebelum dan sesudah infeksi E. coli ............. 46
9 Kadar total protein, albumin, globulin, rasio A/G, dan imunoglobulin serum ayam pedaging sebelum dan sesudah infeksi E. coli ....................................................................... 58
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 Pertambahan bobot badan sebelum dan sesudah ayam pedaging
diinfeksi E. coli .................................................................................. 38
2 Konversi ransum sebelum dan sesudah ayam pedaging diinfeksi E. coli .................................................................................. 39
3 Kadar zink serum sebelum dan sesudah infeksi E. coli .......................... 45
4 Total leukosit ayam pedaging sebelum dan sesudah diinfeksi E. coli .................................................................................. 47
5 Kadar hemoglobin sebelum dan sesudah infeksi E. coli .......................... 50
6 Kadar hematokrit sebelum dan sesudah infeksi E. coli ........................... 51
7 Kadar total protein sebelum dan sesudah infeksi E. coli ......................... 53
8 Kadar globulin sebelum dan sesudah infeksi E. coli ............................... 55
9 Kadar imunoglobulin sebelum dan sesudah infeksi E. coli ...................... 57
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Analisis ragam konsumsi ransum ayam pedaging sebelum diinfeksi E. coli ...................................................................... 68
2 Analisis ragam konsumsi ransum ayam pedaging sesudah diinfeksi E. coli...................................................................... 68
3 Analisis ragam pertambahan bobot badan ayam pedaging sebelum diinfeksi E. coli ...................................................................... 69
4 Analisis ragam pertambahan bobot badan ayam pedaging sesudah diinfeksi E. coli....................................................................... 70
5 Analisis ragam konversi ransum ayam pedaging sebelum diinfeksi E. coli ...................................................................... 72
6 Analisis ragam konversi ransum ayam pedaging sesudah diinfeksi E. coli....................................................................... 73
7 Analisis ragam bobot badan akhir ayam pedaging selama 35 hari............. 74
8 Analisis ragam persentase bobot karkas ayam pedaging selama 35 hari..................................................................................... 75
9 Analisis ragam persentase bobot hati ayam pedaging selama 35 hari..................................................................................... 75
10 Analisis ragam persentase bobot ginjal ayam pedaging selama 35 hari..................................................................................... 76
11 Analisis ragam persentase bobot pankreas ayam pedaging selama 35 hari..................................................................................... 77
12 Analisis ragam persentase bobot jantung ayam pedaging selama 35 hari..................................................................................... 77
13 Analisis ragam persentase bobot limpa ayam pedaging selama 35 hari..................................................................................... 78
14 Analisis ragam persentase bobot rempela ayam pedaging selama 35 hari..................................................................................... 79
15 Analisis ragam persentase bobot usus ayam pedaging selama 35 hari..................................................................................... 81
16 Analisis ragam kadar zink dalam serum ayam pedaging sebelum diinfeksi E. coli ...................................................................... 81
17 Analisis ragam kadar zink dalam serum ayam pedaging sesudah diinfeksi E. coli....................................................................... 83
xiii
18 Analisis ragam total leukosit ayam pedaging sebelum diinfeksi E. coli ...................................................................... 83
19 Analisis ragam total leukosit ayam pedaging sesudah diinfeksi E. coli....................................................................... 84
20 Analisis ragam kadar eritrosit ayam pedaging sebelum diinfeksi E. coli ...................................................................... 85
21 Analisis ragam kadar eritrosit ayam pedaging sesudah diinfeksi E. coli....................................................................... 86
22 Analisis ragam kadar hemoglobin ayam pedaging sebelum diinfeksi E. coli ...................................................................... 87
23 Analisis ragam kadar hemoglobin ayam pedaging sesudah diinfeksi E. coli....................................................................... 88
24 Analisis ragam kadar hematokrit ayam pedaging sebelum diinfeksi E. coli ...................................................................... 90
25 Analisis ragam kadar hematokrit ayam pedaging sesudah diinfeksi E. coli....................................................................... 90
26 Analisis ragam kadar total protein ayam pedaging sebelum diinfeksi E. coli ...................................................................... 92
27 Analisis ragam kadar total protein ayam pedaging sesudah diinfeksi E. coli....................................................................... 93
28 Analisis ragam kadar albumin ayam pedaging sebelum diinfeksi E. coli ...................................................................... 95
29 Analisis ragam kadar albumin ayam pedaging sesudah diinfeksi E. coli....................................................................... 95
30 Analisis ragam kadar globulin ayam pedaging sebelum diinfeksi E. coli ...................................................................... 96
31 Analisis ragam kadar globulin ayam pedaging sesudah diinfeksi E. coli....................................................................... 97
32 Analisis ragam rasio A/ G ayam pedaging sebelum diinfeksi E. coli ...................................................................... 98
33 Analisis ragam rasio A/ G ayam pedaging sesudah diinfeksi E. coli....................................................................... 99
34 Analisis ragam kadar imunoglobulin ayam pedaging sebelum diinfeksi E. coli ...................................................................... 100
35 Analisis ragam tkadar imunoglobulin ayam pedaging sesudah diinfeksi E. coli ...................................................................... 100
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Industri perunggasan merupakan salah satu industri yang cukup penting
dalam penyediaan protein hewani dan merupakan sumber pendapatan bagi
masyarakat. Pencegahan dan pengendalian penyakit adalah salah satu kendala
dalam industri perunggasan. Daya tahan tubuh ternak sangat penting peranannya
dalam menangkal berbagai macam penyakit. Daya tahan erat kaitannya dengan
sistem kekebalan tubuh yang ditunjang oleh fungsi sel imun serta produksi
antibodi. Sistem pertahanan yang semakin baik, sistem imun tubuh semakin
tangguh melawan berbagai agen infeksi. Pakan merupakan salah satu faktor yang
berperan dalam peningkatan daya tahan tubuh ternak. Kecukupan zink (Zn) dalam
pakan diduga berperan dalam peningkatan daya tahan tubuh. Menurut Zinc
information (2008) zink sangat esensial dalam mengatur sel normal sebagai media
fungsi sistem imun tubuh.
Upaya pencegahan penyakit yang telah dilakukan selain penggunaan zink
dalam ransum yaitu dengan pemberian antibiotik. Penggunaan antibiotik dalam
pakan ternak bertujuan sebagai pemacu pertumbuhan, untuk memperbaiki
efisiensi penggunaan pakan dan pencegahan terhadap kemungkinan infeksi
patogen (Solomon 1978). Antibiotik dipercaya dapat menekan pertumbuhan
bakteri-bakteri patogen yang berakibat melambungnya populasi bakteri
menguntungkan dalam saluran pencernaan (Samadi 2004).
Penggunaan antibiotik ini mulai memberikan masalah yang serius yaitu
ditemukannya residu antibiotik dalam karkas ternak yang akhirnya meningkatkan
prevalensi kasus penyakit infeksi yang resistan terhadap antibiotik pada manusia
(Revington 2002). Rusiana dalam Samadi (2004) melaporkan dari 80 ekor broiler
di Jabodetabek 85% daging broiler dan 37% hati ayam tercemar residu antibiotik
tylosin, penisilin, oxytetracycline dan kanamycin. Pelarangan penggunaan
antibiotik dalam pakan ternak mulai digiatkan. Masyarakat Uni Eropa telah
2
menetapkan tanggal 1 Januari 2006 merupakan tonggak pemusnahan berbagai
macam antibiotik.
Berbagai alternatif mulai dikembangkan untuk mencari alternatif bahan
pakan tambahan yang lebih aman, antara lain melalui penggunaan enzim,
probiotik, prebiotik, asam-asam organik, rempah-rempah dan ekstrak tanaman
obat (Wenk 2000). Penggunaan herbal dalam pakan menjadi salah satu alternatif
untuk mengatasi masalah tersebut, yaitu dengan menggunakan herbal kunyit dan
bawang putih. Penggunaan herbal kunyit dan bawang putih secara tunggal telah
banyak dilakukan, namun penggunaan dengan mengkombinasikan kedua herbal
tersebut ditambah mineral zink belum ada penelitian yang melaporkan.
Kunyit dimanfaatkan untuk menambah cerah atau warna kuning
kemerahan pada kuning telur, jika dicampurkan pada ransum ayam, dapat
menghilangkan bau kotoran ayam dan menambah berat badan ayam, juga minyak
atsiri kunyit bersifat antimikroba (Winarto 2003). Purwanti (2008), kombinasi
serbuk kunyit 1.5% dengan zink 120 ppm cenderung memperbaiki bobot badan
akhir, berat karkas, persentase karkas, lemak abdominal, persentase organ dalam,
kandungan zink dalam serum, luas permukaan vili dan mukosa.
Wiryawan et al. (2005) menggunakan metode pembubukan bawang putih
dengan dosis 2.5% dalam ransum dapat menurunkan koloni bakteri Salmonella
typhimurium.. Suharti (2004) melaporkan pemberian serbuk bawang putih 2.5%
dalam ransum dapat meningkatkan konversi ransum, meningkatkan persentase
karkas, serta menurunkan koloni bakteri Salmonella typhimurium dan dapat
meningkatkan kadar ?-globulin tetapi tidak mempengaruhi kadar imunoglobulin
darah.
Mineral zink dalam bentuk zink inorganik mempunyai fungsi
meningkatkan performan dan respon imun terhadap broiler (Ali et al. 2003).
Lebih lanjut dijelaskan bahwa penelitian dengan melihat pengaruh pemberian dua
level methionin (100 dan 120%) dan tiga level zink dalam bentuk ZnO (60, 120,
180 mg/kg) dan Zn-methionin (Zn-Met produk komersial, disuplementasi pada
ransum kontrol sebanyak 0.36 g/kg) hasilnya menunjukkan bahwa dengan
3
peningkatan level zink sampai 120 mg/kg nyata meningkatkan berat badan,
konversi pakan, efisiensi ekonomi dan titer antibodi.
Berdasarkan latar belakang di atas maka dilakukan penelitian tentang
aplikasi kombinasi kunyit, bawang putih dengan zink dalam pakan broiler
terhadap performa dan sistem kekebalan (imun) tubuh. Selanjutnya, dalam
penelitian ini tantangan Escherichia coli (E. coli) diperlukan untuk mengetahui
seberapa jauh kemampuan pemberian kombinasi herbal-zink mampu menekan
munculnya kasus kolibasilosis, serta kemampuannya dalam menanggulangi
kejadian kolibasilosis yang merupakan salah satu penyakit bersifat fatal dan
menyebabkan kematian cukup tinggi.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mempelajari pengaruh pemberian kombinasi kunyit, bawang putih dengan
zink dalam ransum ayam pedaging terhadap performa.
2. Mengetahui efektifitas pemberian kombinasi kunyit, bawang putih dengan
zink dalam ransum ayam pedaging terhadap respon imun.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian memberikan informasi tentang penggunaan kunyit,
bawang putih, dan zink dalam fungsinya untuk memperbaiki performa dan
sebagai imunostimulan.
Hipotesis Penelitian
1. Kombinasi kunyit, bawang putih dengan zink dalam ransum ayam pedaging
akan memacu pertumbuhan dengan memperbaiki efisiensi penggunaan pakan.
2. Kombinasi kunyit, bawang putih dengan zink mempunyai kemampuan untuk meningkatkan sistem imun pada tubuh ayam pedaging.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Kunyit (Curcuma domestika Val.)
Klasifikasi dan Morfologi
Kunyit merupakan salah satu tanaman rempah dan obat yang tumbuh
sepanjang tahun. Tanaman kunyit tumbuh bercabang dan membentuk rumpun
dengan tinggi 40-100 cm. Batangnya berupa batang semu yang tersusun dari
pelepah daun yang terasa agak lunak. Daun kunyit berbentuk bulat telur yang
memanjang hingga 10-40 cm dan melebar hingga 8-12.5 cm. Daun ini berwarna
hijau pucat dan memiliki pertulangan daun yang menyirip. Ujung dan pangkal
daun runcing dengan permukaan yang sedikit kasar. Kulit luar rimpang kunyit
berwarna jingga kecoklatan sedangkan daging buah berwarna merah jingga
kekuning-kuningan (Winarto 2003).
Curcuma longa merupakan nama latin yang asli dari kunyit, namun sejak
nama tersebut menjadi nama jenis lain, Valeton mengajukan nama baru pada
tahun 1918 yaitu Curcuma domestica. Curcuma longa digunakan untuk
menggambarkan rimpang kunyit yang berbentuk jari (Purseglove et al. 1981).
Dalam klasifikasi tumbuhan menurut Winarto (2003), kunyit adalah
sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Family : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma domestica Val.
5
Sifat Kimia dan Fisik Kunyit
Rimpang kunyit merupakan bagian terpenting dalam pemanfaatan kunyit.
Rimpang kunyit mengandung beberapa komponen kimia antara lain kurkuminoid,
minyak atsiri, protein, fosfor, kalium, besi, dan vitamin C (Sumiati dan Adnyana
2004). Diantara komponen kimia tersebut, senyawa kurkuminoid dan minyak
atsiri merupakan komponen terpenting (Rukmana 1994).
Kurkuminoid merupakan zat pemberi warna kuning pada kunyit. Senyawa
ini terdiri dari campuran senyawa-senyawa kurkumin, desmetoksikurkumin, dan
bidesmetoksikurkumin. Dari ketiga senyawa kurkuminoid tersebut, kurkumin
merupakan komponen terbesar, yaitu sebesar 50-60% dari total kurkuminoid.
Kadar total kurkuminoid sering dihitung sebagai persentase kurkumin (Sumiati
dan Adnyana 2004).
Selain mengandung kurkuminoid, kunyit juga mengandung minyak atsiri.
Minyak atsiri adalah kelompok besar minyak nabati yang berwujud cairan kental
pada suhu ruang namun mudah menguap sehingga memberikan aroma yang khas.
Beberapa senyawa penyusun minyak atsiri dalam kunyit antara lain keton
sesquiterpen, turmeron, tumeon, zingiberen, felandren, sabinen, borneol, dan
sineil (Wikipedia 2007).
Khasiat Kunyit
Kunyit adalah tanaman yang tidak beracun, tetapi memiliki efek
farmakologis melancarkan peredaran darah, menurunkan kadar lemak,
menyembuhkan nyeri dada, asma, rasa tidak enak di perut, tekanan darah tinggi,
antiradang, dan antibakteri (Winarto 2003). Khasiat kurkumin lainnya menurut
Hadi (1985) adalah sebagai anti inflamasi yang dapat dihubungkan dengan
kortison yang dapat mencegah atau menekan timbulnya gejala inflamasi akibat
radiasi, infeksi, zat kimia, mekanik atau alergan. Kurkumin merangsang sekresi
hormon adrenokortikoid dari korteks adrenal terutama glukokortikoid yang
mempunyai efek utama pada anti inflamasi. Glukokortikoid meningkatkan jumlah
leukosit polimorfonuklear karena mempercepat masuknya sel-sel tersebut dari
6
dari sumsum tulang ke dalam darah dan mengurangi kecepatan berpindahnya sel
dari sirkulasi (Ganiswara 1995).
Komposisi kurkumin yang terkandung dalam kunyit berkhasiat dalam
mempengaruhi nafsu makan dan memperlancar pengeluaran cairan empedu, yang
pada akhirnya dapat meningkatkan aktivitas saluran pencernaan. Adanya
pengaruh dari tepung rimpang kunyit secara tidak langsung berpengaruh pada
konsumsi pakan dan absorbsi zat-zat makanan yang akhirnya dapat
dimanifestasikan dalam bentuk produk daging (Mahmuda 2007).
Berbagai penelit ian diketahui bahwa komponen utama minyak atsiri
kunyit adalah suatu alkohol dengan rumus molekul C13H18O18 yang kemudian
disebut turmenol. Kandungan minyak atsiri pada kunyit dapat mencegah
keluarnya asam lambung yang berlebihan dan mengurangi peristaltik usus yang
kuat (Tampubolon 1981). Selanjutnya, Rosalyn (2005) menjelaskan bahwa
minyak atsiri dan kurkumin mengandung zat antibakteri yang terdapat pada gugus
hidroksil fenolat, yaitu suatu sanyawa yang dapat menangkal bakteri yang
merugikan dalam tubuh sehingga dapat menjaga keseimbangan populasi bakteri
yang menguntungkan dalam tubuh.
Bagi dunia peternakan, kunyit yang dicampurkan baik pada ransum
maupun pada minuman ayam disinyalir dapat menghilangkan bau kotoran dan
menambah berat badan ayam (Winarto 2003). Selanjutnya Samarasinghe et al.
(2003) mengatakan bahwa penambahan kunyit dalam ransum ayam broiler dapat
memperbaiki pertumbuhan dan efisiensi pakan serta bisa digunakan sebagai
alternatif penggunaan antibiotik.
Pemberian kunyit pada taraf 0.6% dalam ransum broiler memberikan hasil
terbaik pada performa broiler yaitu mampu meningkatkan konsumsi ransum dan
pertambahan bobot badan broiler (Agustina 1996). Hardian (2004) melaporkan
penambahan tepung kunyit dalam ransum berpengaruh sangat nyata terhadap
pertambahan bobot badan mencit umur 35 hari dengan penambahan tepung kunyit
4%.
7
Bawang Putih (Allium sativum)
Klasifikasi dan Morfologi
Bawang putih adalah herbal semusim berumpun yang memiliki ketinggian
sekitar 60 cm. Tanaman ini banyak ditanam diladang-ladang di daerah
pegunungan yang cukup mendapat sinar matahari. Batang daun semu dan
berwarna hijau. Bagian bawah bersiung-siung, bergabung menjadi umbi besar
berwarna putih. Tiap siung terbungkus kulit tipis dan jika diiris bau sangat tajam.
Daun berbentuk pita (pipih memanjang) dan berakar serabut, bunganya berwarna
putih.
Menurut Rabinowitch dan Currah (2002), bawang putih memiliki
taksonomi sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Liliospida
Ordo : Amaryllidales
Family : Alliaceae
Subfamily : Allioideae
Genus : Alium
Spesies : Allium sativum
Kandungan Kimia
Bawang putih mengandung zat-zat kimia aktif seperti allicin, skordinin,
alliil, saponin dially sulfida dan prophyl allyl sulfida, serta methilalil trisulfida
(Reynold 1982). Komponen yang terdapat dalam bawang putih diallylsulfida
60%, diallyl trisulfida 20%, alyll propil disulfida 6% dan dietil disulfida, dialyll
polisulfida, alliin serta allicin dalam jumlah sedikit (Farrel 1990). Allicin yang
terkandung dalam bawang putih juga kemungkinan adalah zat aktif yang
berkhasiat antihelmic. Allicin tidak terbentuk pada tanaman utuh bawang putih,
karena pada bawang putih utuh mengandung alliin dan enzim allinase. Apabila
8
bawang putih diiris atau dihancurkan maka alliin akan bereaksi dengan enzim
allianase membentuk allicin.
Sumber mineral utama yang terkandung dalam bawang putih adalah
selenium dengan kandungan 70 µg/100g dalam keadaan segar dan juga
mengandung mineral-mineral lain seperti kalsium, besi, magnaesium, fosfor,
natrium, dan seng (Farrel 1990). Vitamin yang terdapat dalam bawang putih
adalah asam askorbat, thiamin, riboflavin, niasin, asam pantothenat, dan
vitamin E. Bawang putih juga mengandung saponin, sterol, flavonoid, dan ferol.
Khasiat Bawang Putih
Zat-zat kimia yang terkandung dalam bawang putih sebagian besar masuk
dalam golongan minyak atsiri. Menurut Palungkun dan Budiarti (2001), allicin
adalah salah satu zat aktif yang diduga dapat membunuh kuman-kuman penyakit
(bersifat antibakteri). Allicin berperan ganda membunuh bakteri, yaitu bakteri
gram positif maupun gram negatif karena mempunyai gugus asam amino para
amino benzoat.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melihat efektivitas bawang
putih sebagai bahan antibakteri dan antivirus. Wiryawan et al. (2005)
menggunakan metode pembubukan bawang putih dengan dosis 2.5% dalam
mengatasi serangan Salmonella typhimurium pada ayam pedaging. Bubuk bawang
putih sebanyak 2.5% dalam ransum dapat menurunkan koloni bakteri Salmonella
typhimurium. Agustina (2003), penggunaan ekstrak bawang putih dengan
konsentrasi 2.5% dapat menanggulangi kecacingan pada ayam petelur. Suharti
(2004) melaporkan pemberian serbuk bawang putih 2.5% dalam ransum dapat
meningkatkan konversi ransum, meningkatkan persentase karkas, serta
menurunkan koloni bakteri Salmonella typhimurium dan dapat meningkatkan
kadar ?-globulin tetapi tidak mempengaruhi kadar imunoglobulin darah. Safitri
(2004) menggunakan ekstrak air dan ekstrak etanol bawang putih dalam
menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus agalactie, Staphylococcus
aureus, dan Escherichia coli. Pada konsentrasi 20%, ekstrak air bawang putih
9
memiliki aktivitas antibakteri yang sama dengan ampicilin 5µg terhadap bakteri
S. agalactie, S. aureus, dan E. coli.
Mineral Zink (Zn)
Zink pertama kali deketahui sebagai mineral mikro esensial sejak tahun
1939, yaitu sebagai unsur yang diperlukan untuk pertumbuhan normal pada tikus
yang diberi ransum defisiensi Zn (Underwood 1981). Menurut Saputra (2007),
mineral zink merupakan mineral penting untuk mensintesis asam amino yang
mengandung Zn (metionin, sistein, sistin). Anonim (2008c) menambahkan bahwa
zink selain terbukti penting untuk daya tahan, zink juga merupakan mineral
penting yang ikut membentuk lebih dari 300 enzim dan protein. Zink terlibat
dalam pembelahan sel, metabolisme asam nukleat, dan pembuatan protein.
Konsentrasi Zn di dalam organ tidak konstan, bergantung pada umur, jenis
kelamin, dan jumlah Zn yang dikonsumsi (Georgievskii et al. 1982). Plasma darah
merupakan tempat penyimpanan Zn yang cepat dapat dimanfaatkan. Kadar Zn
dalam darah utuh antara 1.5 – 3.5 mg.kg-1. Mineral Zn darah pada hewan dewasa
terdistribusi dalam eritrosit (75%), serum (22%), dan leukosit (3%) (Church
1979). Zink di dalam tubuh ternak berikatan dengan protein dan jaringan tulang
rangka, dan sedikit sekali yang berikatan dengan lemak (Georgievskii et al. 1982).
Zink turut membantu kerja beberapa hormon seperti hormon kesuburan
dan hormon yang diproduksi oleh kelenjar di otak. Zink dapat berfungsi sebagai
antioksida kuat karena mampu mencegah kerusakan sel dan menstabilkan struktur
dinding sel. Zinc information (2008) menyebutkan bahwa zink sangat esensial
dalam mengatur sel normal sebagai media fungsi sistem imun tubuh. Zink sangat
penting untuk formasi dan aktivitas dari banyak enzim dan sel yang berperan
dalam mengatur kesehatan sistem imun.
Underwood (1971) menjelaskan bahwa penyerapan mineral zink oleh
ternak dan manusia sangat rendah. Kemampuan hewan untuk menyerap Zn
tergantung struktur kimia dan kombinasinya. Zn dalam bentuk oksida (ZnO),
karbonat (Zn CO3), dan sulfat (ZnSO4H2O) mempunyai ketersediaan yang sama
untuk ayam, sedangkan Zn sulfida (ZnS) tidak dapat diserap. Absorpsi Zn relatif
10
rendah, dan tempat utama absorpsi Zn pada monogastrik adalah di dalam usus
halus. Absorpsi Zn dipengaruhi oleh jumlah dan imbangan mineral lain, serta
kadar dan bentuk Zn dalam ransum.
Sistem imun dalam tubuh dipengaruhi oleh tingkat adanya zink dalam
tubuh. Kekurangan zink yang parah melemahkan fungsi imun. Zink diperlukan
bagi pengembangan dan pengaktifan T-limfosit, yaitu sejenis sel darah putih yang
berfungsi untuk memerangi penyakit. Di saat suplemen zink diberikan pada
individu yang memiliki zink rendah, jumlah sel T-limfosit dalam darah meningkat
dan kemampuan sel limfosit untuk memerangi infeksi meningkat. Studi
menunjukkan anak-anak yang miskin dan kekurangan nutrisi di India, Afrika,
Amerika Selatan dan Asia Tenggara bisa sembuh dengan lebih cepat dari penyakit
diare setelah minum suplemen zink. Jumlah zink yang diberikan pada studi
tersebut berkisar 4 mg per hari hingga 40 mg per hari dan diberikan dalam bentuk
zink yang bervariasi (zinc acetate, zinc gluconate, atau zinc sulfate) (Anonim
2007).
Escherichia coli
Escherichia coli (E. coli) diisolasi pertama kali pada tahun 1885 oleh
Buchner dan secara lengkap diuraikan oleh Theobald Escherich pada tahun 1882.
Meskipun kebanyakan diantaranya nonpatogen, beberapa diantaranya
menyebabkan infeksi ekstra intestinal. E. coli merupakan penghuni normal
saluran pencernaan unggas. Dalam saluran pencernaan ayam normal terdapat 10-
15% bakteri E. coli patogen dari keseluruhan E. coli. Dalam individu yang sama,
E. coli dalam usus tidak selalu sama dengan yang diisolasi dari jaringan lain
(Anonim 2008b).
E. coli merupakan bakteri gram negatif yang berbentuk batang, termasuk
ke dalam family Enterobakteria. E. coli disebut juga coliform fecal karena
ditemukan di dalam usus hewan dan manusia. E. coli sering digunakan sebagai
indikator kontaminasi kotoran (Fardiaz 1989). Kisaran suhu pertumbuhan E. coli
diantara 10oC-40oC sedangkan kisaran pH antara 7.0-7.5. Bakteri ini sangat
sensitif terhadap panas sehingga inaktif pada suhu pasteurisasi (70oC -80oC).
11
Bakteri ini berukuran 0.5-1.0 x 1.0-3.0 µm, bersifat motil, hidup secara anaerobic
fakultatif , cenderung bersifat patogen.
E. coli yang bersifat anaerobik fakultatif pada saluran pencernaan manusia
berperan penting dalam mempertahankan fisiologi usus, tetapi beberapa galur
bersifat patogen dan dapat menyebabkan penyakit diare (Levine 1987). Di dalam
saluran pencernaan, Soebronto (1985) menjelaskan bahwa E. coli menghasilkan
endotoksin yang dapat meningkatkan sekresi cairan dan elektrolit. Hal ini
menyebabkan dehidrasi dan ketidakseimbangan larutan elektrolit yang berakibat
kolapsnya sistem peredaran darah yang diikuti dengan stress dan kematian.
E. coli sering ditemukan pada beberapa infeksi hewan, mikroba ini dapat
merupakan agensia primer maupun sekunder pada infeksi. Infeksi E. Coli yang
parah menyebabkan bakteriaemia atau septikemia disebabkan oleh E. Coli yang
berdaya merusak (Lay dan Hastowo 2000).
Kolibasilosis adalah penyakit yang disebabkan oleh E. coli. Kolibasilosis
dapat terjadi pada semua umur ayam. Pada anak ayam sampai umur 3 minggu,
kolibasilosis menyebabkan kematian dengan gejala omphalitis. Pada ayam
petelur, kolibasilosis menyebabkan produksi telur turun, puncak produksi telur
tidak tercapai, masa produksi telur tertunda dan mudah terinfeksi penyakit lain.
Ayam yang pernah terinfeksi E. coli dapat menjadi pembawa (carrier) sehingga
penyakit ini mudah kambuh di kemudian hari. Sementara, pada broiler
Kolibasilosis menyebabkan kematian yang terjadi selama periode pemeliharaan
dan perolehan berat badan saat panen yang rendah (Anonim 2008a).
Bakteri E. coli banyak terdapat di usus bagian belakang dan dikeluarkan
dari tubuh dalam jumlah besar bersama dengan feses. Di dalam feses, bakteri ini
dapat bertahan sampai beberapa minggu, tetapi tidak tahan terhadap kondisi asam,
kering dan desinfektan. Bakteri E. coli merupakan bakteri gram negatif berbentuk
batang, dapat bergerak dan tidak membentuk spora. Pada saluran pencernaan
biasanya E. coli menyerang usus yang telah mengalami luka karena cacing, jamur
atau koksidiosis. Kerusakan dapat dilihat berupa peradangan, penebalan dinding
usus, edema dan keluar lendir bercampur darah. Ayam mengalami diare dan
menurunnya kondisi tubuh secara cepat (Anonim 2008b).
12
Antibiotik
Antibiotik adalah komponen kimia yang diproduksi secara biologi oleh
tumbuhan atau mikroorganisme, biasanya fungi, yang mempunyai sifat
bakteriostatik atau bakteriosidal (Leeson and Summer 2001). Pada umumnya
antibiotik digunakan sebagai pengobatan terhadap infeksi bakteri, tetapi
penggunaan dalam dosis rendah dapat menimbulkan pengaruh dalam memacu
pertumbuhan (growth promotor). Antibiotik yang digunakan dalam dosis rendah
untuk pencegahan penyakit seperti salinomisin sodium, yang digunakan dalam
pakan unggas untuk mencegah infeksi koksidia. Selain itu antibiotik dosis rendah
juga digunakan untuk meningkatkan performa dan kesehatan saluran pencernaan
(flavophospolipol), sedangkan antibiotik dengan konsentrasi tinggi digunakan
untuk pengobatan penyakit (Border et al. 1999).
Penggunaan antibiotik yang kurang tepat pada manusia dan hewan akan
menghantarkan munculnya mikroorganisme resisten, tidak hanya mikroba sebagai
target antibiotik, tetapi juga mikroorganisme lain yang memiliki habitat yang
sama dengan mikroorganisme target (Suharti 2004). Kadar antibiotik yang
dianjurkan USDA untuk ditambahkan dalam pakan ternak sebaiknya kurang dari
200 g per ton pakan.
Colimas
Colimas adalah antibiotik untuk colibacillosis produksi PT. Mensana
Aneka Satwa Jakarta, Indonesia. Colimas merupakan kombinasi dua jenis
antibiotik yang senergis dalam membunnuh bakteri E.coli dan bakteri lainnya.
Menghambat dua jalur siklus biosintesa bakteri sehingga efek kombinasi menjadi
lebih besar. Dapat diberikan pada ayam yang sudah kebal terdadap obat-obat
antibiotik dan preparat sulfa laiinya. Dua jenis antibitotik yang sinergis tersebut,
yaitu trimethoprim dan sulfadiazine. Trimethoptim bekerja dengan cara
menghambat reduksi dihydrofolic acid menjadi tetrahydrofolic acid yang berguna
untuk pertumbuhan bakteri. Sulfadiazine menghambat kerja para amino benzoic
acid (PABA).
13
Darah
Darah terdiri atas matriks berupa cairan yang mengikat elemen
pembentuknya, yaitu plasma darah dan sel-sel darah (Jones dan Johansen 1972).
Ilmupedia (2008) menjelaskan lebih lanjut, darah terdiri dari dua komponen yaitu
1) korpuskuler yang merupakan unsur padat darah yaitu eritrosit, leukosit dan
trombosit dan 2) plasma darah yang merupakan cairan darah. Analisis darah
dapat menggunakan serum, plasma atau whole blood. Serum merupakan cairan
plasma yang tidak mengandung fibrinogen dan faktor-faktor penggumpalan darah,
sedangkan plasma mengandung zat antikoagulan (Frandson 1992). Darah
memiliki tiga fungsi penting menurut Colville dan Bassert (2002), yaitu : sebagai
sistem transportasi, regulasi, dan sistem pertahanan. Darah sebagai sistem
transportasi berperan dalam mengangkut oksigen, zat makanan, dan berbagai
senyawa esensial yang sangat diperlukan untuk kelangsungan sel dalam tubuh.
Darah sebagai sistem regulasi berperan dalam membantu menjaga suhu tubuh
(termoregulasi), menjaga keseimbangan cairan tubuh, dan menjaga keseimbangan
asam basa dalam tubuh (homeostasis). Darah sebagai sistem pertahanan berperan
dalam fagositosis dan memberikan respon imunitas. Darah memenuhi sekitar 12%
dari bobot badan anak ayam yang baru menetas dan sekitar 6-8% pada ayam
dewasa (Bell 2002).
Leukosit
Leukosit adalah sel darah putih yang tidak mengandung hemoglobin.
Leukosit dapat dikelompokkan dalam dua kelompok besar yaitu granulosit dan
agranulosit. Granulosit mengandung granula atau butiran di dalam sitoplasma dan
memberikan warna dengan pewarnaan biasa seperti pewarnaan Wright. Kelompok
granulosit memiliki komponen sel darah putih yang disebut neutrofil, eosinofil,
dan basofil. Kelompok agranulosit hanya memperlihatkan sejumlah komponen-
konponen sel darah putih (monosit dan limfosit) (Fradson 1992).
Leukosit merupakan salah satu komponen darah yang berfungsi sebagai
pertahanan non spesifik yang akan melokalisasi dan mengeliminir patogen melalui
14
fagositosis. Fungsi primer sel darah putih adalah melindungi tubuh dari infeksi.
Sel ini bekerja sama dengan erat bersama protein respon imun, imunoglobulin,
dan komplemen (Mehta dan Hoffbrand 2008). Effendi (2003) menambahkan
bahwa leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral
organisme terhadap zat-zat asing.
Leukosit merupakan unit aktif dari sistem pertahanan tubuh. Sistem
pertahanan ini sebagian terbentuk di dalam sumsum tulang belakang dan sebagian
lagi dalam organ limfoid termasuk kelenjar limfe dan timus. Leukosit yang telah
terbentuk akan masuk ke dalam darah. Kebanyakan leukosit secara khusus
diangkut menuju daerah-daerah yang mengalami peradangan (Guyton 1996).
Jumlah sel leukosit bergantung dari bibit penyakit/ benda asing yang masuk
tubuh. Peningkatan jumlah leukosit merupakan petunjuk adanya infeksi
(Ilmupedia 2008).
Eritrosit
Eritrosit atau sel darah merah merupakan bagian utama dari sel darah.
Berbentuk bikonkaf, warna merah disebabkan oleh hemoglobin (Ilmupedia 2008).
Eritrosit mengandung hemoglobin (Hb) yang dapat membawa oksigen (O2) dan
karbondioksida (CO2) (Mehta dan Hoffbrand 2008). Eritrosit unggas berbentuk
oval, berinti dan berukuran lebih besar daripada darah mamalia (Smith et al.
2000). Eritrosit berfungsi menyalurkan nutrien yang telah disiapkan oleh saluran
pencernaan menuju jaringan tubuh serta membawa oksigen dari paru-paru ke
jaringan dan karbondioksida dari jaringan ke paru-paru (Ganong 1995).
Faktor yang mempengaruhi jumlah eritrosit dalam sirkulasi menurut
Meyer dan Harvey (2004), antara lain yaitu hormon eritropoietin yang berfungsi
merangsang eritropoiesis dengan memicu produksi proeritroblas dari sel-sel
hemopoietik dalam sumsum tulang. Breazile (1971), masa hidup sel eritrosit pada
ayam berkisar antara 35 – 45 hari, setelah itu sel eritrosit dihancurkan dalam sel
Retikulo Endoplasmik System dalam hati, limpa dan sumsum tulang belakang.
15
Hemoglobin
Hemoglobin adalah senyawa organik kompleks yang terdiri atas empat
pigmen porfirin merah (heme) yang merupakan suatu derivat porfirin yang
mengandung besi ditambah globin yang merupakan protein globular yang terdiri
dari empat asam amino (Frandson 1992). Hemoglobin berperan penting dalam
mengangkut oksigen dari paru-paru menuju ke semua jaringan tubuh hewan.
Setelah sampai di jaringan oksigen dibebaskan untuk diberikan kepada sel.
Karbondioksida yang dihasilkan sel akan berdifusi ke dalam darah dan dibawa
kembali ke paru-paru untuk dibuang saat terjadi pernapasan.
Produksi hemoglobin dipengaruhi oleh kadar besi (Fe) dalam tubuh karena
besi merupakan komponen penting dalam pembentukan molekul heme (Guyton
dan Hall 1997). Hemoglobin mengikat oksigen untuk membentuk oksihemoglobin
(HbO2), dengan oksigen menempel pada Fe2+ dalam heme (Jones dan Johansen
1972). Kemampuan hemoglobin mengikat oksigen diukur sebagai kurva disosiasi
hemoglobin-O2 (Mehta dan Hoffbrand 2008).
Konsentrasei hemoglobin dipengaruhi oleh umur, kedewasaan, dan jenis
kelamin (Jones dan Johansen 1972). Pada berbagai jenis unggas normal,
hemoglobin menempati sepertiga dari volume sel darah merah (Campbell 1995).
Hematokrit
Hematokrit menunjukkan persen volume sel darah merah dalam darah.
Keadaan hematokrit sangat dipengaruhi oleh jumlah sel darah merah. Jumlah sel
darah merah yang berkurang akan mempengaruhi persen volume sel darah merah
dalam darah. Nilai hematokrit ini berhubungan dengan jumlah sel darah merah,
nilai selalu berubah-ubah tergantung kepada faktor nutrisi dan umur. Hematokrit
diperoleh dengan menambahkan antikoagulan pada sejumlah darah kemudian
mensentrifugasinya dalam sebuah tabung. Sel-sel tersebut adalah sesuatu yang
lebih berat dari plasma dan berada di bagian bawah pada tabung selama
sentrifugasi. Hasil sentrifugasi dalam satu paket dari sel darah merah di bagian
bawah tabung disebut dengan Packed Cell Volume (PCV) atau hematokrit
(Cunningham 2000). Perubahan volume sel darah merah dan plasma darah yang
16
tidak proporsional dalam sirkulasi darah akan mengubah nilai PCV (Swenson
1984).
Plasma darah
Plasma darah terdiri dari air dan protein darah (albumin, globulin, dan
fibrinogen). Cairan yang tidak mengandung unsur fibrinogen disebut serum darah,
dalam serum terdapat antibodi. Protein dalam serum inilah yang bertindak sebagai
antibodi terhadap adanya benda asing (antigen) (Ilmupedia 2008). Plasma darah
berguna dalam mengatur tekanan osmotik darah sehingga dengan sendirinya
jumlahnya dalam tubuh akan diatur, misalnya dengan proses ekskresi. Plasma
darah juga bertugas membawa sari-sari makanan, sisa metabolisme, hasil eksresi,
dan beberapa gas (Crayonpedia 2008).
Protein Plasma
Girindra (1989) menjelaskan protein plasma merupakan bagian utama
plasma darah dan terdiri dari campuran yang sangat kompleks, yaitu protein
sederhana dan protein konjungasi seperti glikoprotein dan berbagai bentuk
lipoprotein. Tipe utama protein yang terdapat dalam plasma adalah fibrinogen,
albumin dan globulin. Protein plasma berfungsi menjaga tekanan osmotik, sebagai
sumber asam amino jaringan, berperan dalam transportasi lipid, bilirubin, vitamin
A, D dan E, hormon tiroksin dan steroid, mineral seperti besi yang terikat pada
transferin, kalsium yang diangkut oleh seruloplasmin dan albumin, tembaga dan
zink yang diangkut oleh albumin (Murray et al. 2003). Protein plasma juga
berperan penting mencegah terjadinya perubahan-perubahan besar dalam pH
darah (sistem buffer).
Protein total plasma merupakan hasil penjumlahan albumin dan globulin.
Sturkie (1954) mengatakan kadar protein total pada ayam sekitar 4.83 g/dl dengan
rasio albumin-globulin sebesar 0.68. Perbandingan yang ideal antara albumin :
globulin adalah 2:1. Protein total plasma yang abnormal merupakan gejala dari
hipertensi, endokarditis, tuberkulosis, dan gangguan pada gastrointestinal (Prewitt
17
et al. 2007). Penurunan kadar protein total plasma secara drastis dapat dijumpai
pada penyakit hati, kekurangan asam amino dan gastroenteritis (Girindra 1989).
Menurut Murray et al. (2003), albumin merupakan protein utama yang
berada dalam plasma. Sekitar 40% dari albumin terdapat dalam plasma dan 60%
lainnya ditemukan dalam ruang ekstraseluler. Albumin memiliki sejumlah fungsi.
Pertama, mengangkut molekul-molekul kecil melewati plasma dan cairan sel.
Fungsi ini erat kaitannya dengan bahan metabolism-asam lemak bebas dan
bilirubuin- dan berbagai macam obat yang kurang larut dalam air tetapi harus
diangkut melalui darah dari satu organ ke organ lainnya agar dapat dimetabolisme
atau dieksresi. Fungsi kedua yakni memberi tekanan osmotik di dalam kapiler.
Albumin bermanfaat dalam pembentukan jaringan sel baru. Dalam ilmu
kedokteran, albumin dimanfaatkan untuk mempercepat pemulihan jaringan sel
tubuh yang terbelah, misalnya karena operasi, pembedahan atau luka bakar
(Sariikankutuk 2009).
Frandson (1992) menjelaskan, globulin merupakan protein yang
diklasifikasikan berdasarkan migrasi atau separasinya melalui elektroporosis yaitu
a-1-globulin, a-2-globulin, ß-1-globulin, ß-2-globulin, dan ?-globulin. Alfa dan
betaglobulin disintesis di hati, sedangkan gammaglobulin disintesis oleh sel
plasma dan limfosit pada saat sel-sel ini dirangsang oleh antigen. Gammaglobulin
berperan sebagai antibodi yang dikenal sebagai imunoglobulin (Ig).
Imunoglobulin terdiri atas IgM, IgG, IgA, IgD dan IgE. IgG merupakan
komponen antibodi paling utama dalam respon sekunder (Murray et al. 2003).
Respon Imun
Tubuh manusia maupun hewan memiliki sistem pertahanan untuk
melindungi dari benda asing dan mikroorganisme patogen yang masuk ke dalam
tubuh, dikenal sebagai sistem imun. Ening (2000) menyebutkan sistem imun
adalah semua mekanisme yang digunakan tubuh untuk mempertahankan keutuhan
tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan dari berbagai
bahan dalam lingkungan hidup. Sistem imun terbagi atas sistem imun non-spesifik
18
dan spesifik (Roitt 1994). Kedua sistem imun tersebut bekerja sama dalam
mengeliminasi benda asing dari dalam tubuh. Sistem imun non-spesifik telah ada
dan berfungsi sejak lahir. Sistem ini merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam
menghadapi serangan berbagai mikroorganisme, serta dapat langsung
memberikan respon terhadap antigen. Sistem imun spesifik membutuhkan waktu
untuk mengenal antigen sebelum dapat memberikan respon.
Apabila tubuh terinfeksi dengan bakteri E. coli maka tubuh akan
mengenali bakteri tersebut sebagai benda asing yang dikenal dengan istilah
antigen. Antigen adalah bahan asing yang dapat masuk ke dalam tubuh dan
merangsang respon imun yang khas. Respon imun yang dihasilkan disebut
sebagai antibodi yang beredar di dalam aliran darah. Tizard (1987) menjelaskan
bahwa antibodi adalah molekul protein yang dihasilkan oleh sel plasma sebagai
akibat reaksi antara limfosot B peka-antigen dengan antigen khusus. Antibodi
memiliki kemampuan berkaitan khusus dengan antigen serta mempercepat proses
penghancuran antigen tersebut. Imunoglobulin adalah protein yang mempunyai
aktivitas antibodi maupun beberapa protein yang mempunyai struktur
imunoglobulin yang khas tetapi tidak memiliki aktivitas antibodi. Protein globulin
yang banyak mengandung antibodi dikenal dengan istilah imunoglobulin (yang
dapat disingkat Ig).
Tubuh akan mengerahkan elemen-elemen sistem imun untuk
menghancurkan benda asing atau mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh.
Ada tiga pertahanan yang dilakukan tubuh, yaitu :
1. Penghalang pada permukaan seperti enzim dan mucus yang secara langsung
bertindak sebagai antimikroba atau menghambat penempelan mikroba.
2. Mikroba yang berhasil menembus lapisan ektoderm, maka yang akan
menghadapi pertama kali adalah respon imun natural (innate immunity) yang
meliputi sel-sel fagosit (neutrofil, monosit, dan makrofag) yang melepaskan
media inflamasi (basofil, sel mast, dan eosinofil) dan sel natural killer (NK).
Komponen molekuler yang terlibat dalam respon imun natural antara lain
komplemen, protein fase akut dan sitokin.
19
3. Pertahanan yang ketiga adalah respon imun (acquired immunity) yang
meliputi proliferasi sel B dan T peka-antigen. Sel B mengeluarkan
imunoglobulin, dan sel T membantu sel B membuat antibodi dan juga
membasmi patogen intraseluler dengan mengaktifkan makrofag. Respon imun
natural dan dapatan bekerja bersama-sama untuk membunuh patogen (Delves
dan Roitt 2004).
Respon imun terdiri dari respon imun non spesifik dan respon imun
spesifik. Tanggapan pertama yang bersifat non spesifik dengan mekanisme yang
stereotipik. Tubuh menyediakan berbagai enzim termasuk sistem komplemen dan
interferon yang merupakan perangkat dalam mekanisme humoral. Mekanisme
seluler akan melibatkan sel-sel dengan kemampuan fagosit: netrofil dan makrofag.
Sistem imun spesifik dengan mekanisme humoral menggunakan antibodi yang
bersifat sangat spesifik, sedangkan seluler melibatkan limfosit T (Nuraini 2009).
Imunoglobulin adalah senyawa glikoprotein yang berada di serum darah
dan berbagai cairan tubuh pada semua mamalia. Beberapa imunoglobulin ini
berada pada permukaan sel B, yang bertindak sebagai reseptor untuk antigen
spesifik (Roitt et al. 1996). Imunoglobulin merupakan substansi pertama yang
diidentifikasi sebagai molekul dalam serum dengan kemampuan untuk
menetralkan sejumlah benda asing atau mikroorganisme penyebab infeksi.
Imunoglobulin dalam serum manusia dibagi menjadi lima bentuk yaitu IgG, IgA,
IgM, IgD, dan IgE (Tizard 1987).
Imunoglobulin pada Unggas
Ayam memiliki tiga kelas imunoglobulin yang dapat disamakan dengan
imunoglobulin mamalia yaitu IgA, IgM, dan IgY (Carlender 2002).
Imunoglobulin G (IgG) yang dihasilkan bangsa unggas dinamakan imunoglobulin
Y (IgY). Secara keseluruhan struktur IgY menyerupai IgG mamalia yaitu terdapat
dua rantai light (L) dan dua rantai heavy (H). Tabel 1 menunjukkan massa
molekul IgY lebih besar dari IgG, rantai L IgY lebih ringan dari IgG (Sun et al.
2001).
20
Tabel 1 Struktur umum dan berat molekul IgY dan IgG
Aspek kajian IgY IgG Pustaka
Tipe rantai H
Berat molekul (Da)
Berat molekul rantai H (Da)
Berat molekul rantai L (Da)
Upsilon (?)
167.250
65.105
18.660
Gama (?)
150.000
53.000
23.000
Carlender (2000)
Sun et al. (2001); Kuby (1997)
Warr et al.(1995); Kuby (1997)
Warr et al.(1995); Kuby (1997)
IgY merupakan antibodi utama yang terdapat dalam serum maupun telur
ayam. IgY memiliki kelebihan untuk keperluan diagnostik, yaitu :
1. Memperkecil kemungkinan terjadinya cross reactivity IgY terhadap IgG
mamalia (Song et al. 1985).
2. IgY menghilangkan aktivasi komplemen pada material serum darah sampel
segar sehingga dapat mengurangi ikatan antigen dan menyebabkan hasil false
negative (Schade et al. 1999).
3. IgY menghindari terjadinya reaksi dengan Rheumatoid factor (RF) dan
Human Anti-mouse IgG antibodies (HAMA) sehingga tidak terjadi kesalahan
positif atau kesalahan negatif dalam pengujian imunologi (Larsson et al.
1991).
Kelemahan IgY yang harus diperhatikan adalah struktur IgY lebih kaku
daripada IgG sehingga kurang efisien dalam mengendapkan antigen. IgY dapat
menurunkan atau hilangnya aktivitas antibodi jika diinkubasi pada suhu 37oC
dengan pH 2 (Akita et al. 1998).
Organ Dalam Ayam Pedaging
Hati merupakan organ tubuh yang mempunyai fungsi cukup kompleks.
Salah satu fungsi hati adalah sebagai tempat pembentukan dan ekskresi empedu,
tempat menyimpan zat hidrat arang berupa glikogen, mengatur dan
mempertahankan kadar glukosa dalam darah, mengatur daya pembekuan darah,
metabolisme dan sintesis protein dan lemak. Lu (1995) hati adalah organ terbesar
dan secara metabolisme paling kompleks di dalam tubuh. Organ ini terlibat dalam
21
metabolisme zat makanan serta sebagai obat dan toksikan. Hati berperan dalam
metabolisme lemak, besi, pembentukan darah dan menyimpan vitamin. Hati
terdiri dari dua lobus besar yang sangat penting dalam pencernaan dan absorbsi
adalah produksi empedu (Suprijatna et al. 2005). Hati disebut juga sebagai alat
ekskresi di samping berfungsi sebagai kelenjar dalam sistem pencernaan. Hati
menjadi bagian dari sistem ekskresi karena menghasilkan empedu (Ilmupedia
2008). Empedu berfungsi sebagai penetral kondisi asam dari saluran usus dan
dapat mengawali pencernaan lemak dengan membentuk emulsi (Amrullah 2003).
Hati juga berfungsi merombak hemoglobin menjadi bilirubin dan biliverdin, dan
setelah mengalami oksidasi akan berubah menjadi urobilin yang memberi warna
pada feses menjadi kekuningan pada manusia (Ilmupedia 2008). Hati sering
menjadi organ sasaran karena sebagian besar toksikan memasuki tubuh melalui
sistem gastrointestinal dan setelah diserap toksikan dibawa oleh vena porta ke
hati. Kelainan hati yang disebabkan oleh toksik atau zat yang bersifat toksik
berupa nekrosa (kematian sel hati) (Lu 1995).
Jantung pada unggas terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian kanan dan
kiri. Masing-masing bagian terdiri atas atrium dan ventrikel. Akoso (1998)
mendefinisikan jantung adalah organ otot yang berperan penting dalam peredaran
darah. Besar jantung bergantung pada jenis, umur, besar dan aktivitas hewan
(Ressang 1984).
Rempela atau gizzard terletak diantara proventrikulus dengan batas atas
usus halus. Rempela mempunyai dua pasang otot yang kuat dan sebuah mukosa
(North dan Bell 1990). Pond et al. (1995), fungsi rempela pada unggas hampir
sama dengan fungsi gigi pada mamalia, bekerja untuk memperkecil ukuran
partikel makanan secara fisik. Nesheim et al.(1979) menambahkan bahwa fungsi
rempela adalah untuk menggiling dan menghancurkan makanan menjadi partikel-
partikel yang lebih kecil.
Ginjal menurut Ressang (1984) adalah alat tubuh yang mempunyai daya
saring dan serap kembali. Ginjal terletak di belakang paru-paru dan berjumlah dua
buah (North dan Bell 1990). Fungsi utama ginjal adalah memproduksi urine,
melalui proses filtrasi darah dan reabsorpsi beberapa nutrien yang kemungkinan
22
digunakan kembali (Suprijatna et al. 2005). Ginjal juga berfungsi mensekresikan
zat-zat sisa metabolisme yang mengandung nitrogen misalnya amonia dan
mensekresikan zat yang jumlahnya berlebihan, misalnya vitamin yang larut dalam
air; mempertahankan cairan ekstraseluler dengan jalan mengeluarkan air bila
berlebihan; serta mempertahankan keseimbangan asam dan basa (Ilmupedia
2008). Ressang (1984) menyebutkan fungsi ginjal lainnya yaitu mempertahankan
keseimbangan susunan darah dengan mengeluarkan zat-zat seperti air yang
berlebih, garam-garam organik dan bahan-bahan asing yang terlarut dalam darah
seperti pigmen darah.
Limpa merupakan organ yang komplek dengan banyak fungsi, menurut
Ressang (1984) limpa berfungsi selain untuk menyimpan darah, bersama hati dan
sumsum tulang belakang berperan dalam pembinasaan eritrosit-eritrosit tua,
berperan dalam metabolisme nitrogen terutama dalam pembentukan asam urat
serta membentuk limfosit yang berhubungan dengan pembentukan antibodi.
Pankreas terletak di antara lekukan duodenum usus halus. Amrullah
(2004) menjelaskan bahwa pankreas adalah sebuah kelenjar yang mensekresikan
sari cairan yang kemudian masuk ke dalam duodenum melewati saluran pankreas.
Lima enzim yang disekresikan oleh pankreas adalah lipase, amilase, tripsin,
nuklease, dan peptidase membantu pencernaan pati, lemak, dan protein.
Usus terbagi atas usus besar dan usus halus. Usus halus dibagi menjadi
duodenum, jejunum, dan ileum. Dinding usus halus terdiri atas empat lapisan
dasar yaitu mukosa, submukosa, muskularis mukosa, dan serosa (Contran et al.
1999). Akoso (1998) usus halus berfungsi sebagai tempat terjadinya pencernaan
dan penyerapan zat makanan. Selaput lendir usus halus mempunyai otot jonjot
yang lembut dan menonjol seperti jari. Enzim yang disekresi oleh usus halus
adalah peptidase, sukrose, maltose, laktase, dan polinukleatidase (Ensminger
1992).
23
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kandang B Fakultas Peternakan Institut
Pertanian Bogor mulai bulan Juli sampai dengan September 2008. Analisa
dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Pasca Panen, Cimanggu-Bogor;
Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak
Perah, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
Fakultas Peternakan-IPB; Laboratorium Patologi Klinik Bagian Klinik
Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi, Bagian Mikrobiologi Medik
Fakultas Kedokteran Hewan-IPB; Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya
Hayati dan Bioteknologi IPB.
Materi Penelitian
Ternak
Penelitian ini menggunakan 200 ekor ayam broiler strain Hybro
diproduksi oleh PT. Manggis Farm berumur 1 hari (day old chick).
Kandang dan Perlengkapan
Kandang yang digunakan adalah kandang litter sebanyak 20 petak
berukuran 1.5 m x 1.5 m yang diisi 10 ekor ayam. Setiap petak dilengkapi dengan
tempat makan dan tempat minum. Perlengkapan lain yang digunakan adalah
timbangan, plastik ransum, tong, nomor sayap dan ember. Kapas, alkohol, spuite
3 ml, tabung reaksi, dan antikoagulan digunakan saat pengambilan sampel darah.
Perlakuan Kunyit dan Bawang Putih
Serbuk kunyit dan bawang putih diperoleh dari BALITRO Cimanggu,
Bogor. Serbuk ini diperoleh melalui beberapa proses. Pertama dilakukan
pencucian kunyit segar hingga bersih dari tanah yang melengket, ditiriskan
kemudian diiris tipis-tipis. Bawang putih dikupas kulit luarnya lalu diiris tipis-
tipis. Irisan kunyit dan bawang putih dijemur yang sebelumnya telah dilapisi
24
dengan plastik hitam tipis untuk kemudian dijemur di bawah sinar matahari
hingga kering. Kunyit dan bawang putih yang telah kering digiling untuk dibuat
serbuk agar mudah tercampur dengan bahan pakan dan siap digunakan.
Pakan
Pakan yang digunakan disusun berdasarkan iso-protein dan iso-energi.
Pakan basal terdiri dari jagung, dedak, bungkil kedele, tepung ikan, minyak, lysin,
methionin, DCP, dan premix (Tabel 2). Pakan basal yang telah disusun dicampur
dengan serbuk kunyit 1.5% (Tabel 3), serbuk bawang putih 2.5% (Tabel 4), dan
mineral zink dalam bentuk ZnO 180 ppm, kemudian dianalisa proksimat di
laboratorium. Formula ransum perlakuan terdiri dari :
R1 = Pakan basal/ ayam sehat (kontrol negatif)
R2 = Pakan basal/ ayam diinfeksi E.coli (kontrol positif)
R3 = Pakan basal + serbuk kunyit 1.5% + ZnO 180 ppm/ ayam diinfeksi
E.coli
R4 = Pakan basal + serbuk bawang putih 2.5% + ZnO 180 ppm/ ayam
diinfeksi E.coli
R5 = Pakan basal + antibiotik/ ayam diinfeksi E.coli
Penggunaan mineral zink adalah dalam bentuk ZnO (mengandung 80%
Zn), mengingat ZnO tidak bersifat toksik jika digunakan dalam taraf yang relatif
tinggi dan mudah didapat di pasaran dengan harga yang relatif murah.
Bakteri dan Antibiotik
Bakteri yang digunakan dalam penelitian ini adalah Escherichia coli
dengan dosis 108 CFU/ml diperoleh dari Fakultas Kedokteran Hewan IPB.
Antibiotik yang digunakan adalah antibiotik komersial merk Colimas® dengan
dosis pengobatan selama 3 hari, diberikan dalam air minum.
25
Tabel 2. Komposisi ransum penelitian
Bahan Pakan
Starter Grower
R1 R2 R3 R4 R5 R1 R2 R3 R4 R5
------------------------------------------------------%-----------------------------------------------------
Jagung Dedak MinyakKelapa Tepung Ikan Bungkil Kedelai CaCO3 DCP Premiks Lysin Methionin
50 3 6
11 28 1
0.5 0.3 0.1 0.1
50 3 6
11 28 1
0.5 0.3 0.1 0.1
50 3 6
11 28 1
0.5 0.3 0.1 0.1
50 3 6
11 28 1
0.5 0.3 0.1 0.1
50 3 6
11 28 1
0.5 0.3 0.1 0.1
60 4 4
10 20 1
0.5 0.3 0.1 0.1
60 4 4
10 20 1
0.5 0.3 0.1 0.1
60 4 4
10 20 1
0.5 0.3 0.1 0.1
60 4 4
10 20 1
0.5 0.3 0.1 0.1
60 4 4
10 20 1
0.5 0.3 0.1 0.1
Total 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Kunyit - - 1.5 - - - - 1.5 - -
Bawang Putih - - - 2.5 - - - - 2.5 -
ZnO - - 0.018 0.018 - - - 0.018 0.018 -
Antibiotik - - - - - - - - - v
E. coli - - - - - - v v v v
Zat Makanan :
GE (kkal/kg)* Protein Kasar (%)* Serat Kasar (%)** Lemak Kasar (%)** Ca (%)*** P (%)*** Zink (%)***
3 842 24.62 3.21
10.21 1.80 0.72
0.005
3 842 24.62 3.21
10.21 1.80 0.72
0.005
4 044 24.38 3.11 9.46 1.32 0.62
0.017
3 985 24.35 2.73
11.15 1.90 0.61
0.015
3 842 24.62 3.21
10.21 1.80 0.72
0.005
4 086 19.80 2.68 8.32 0.25 0.73
0.0003
4 086 19.80 2.68 8.32 0.25 0.73
0.0003
3 957 19.20 2.71 6.29 0.49 0.72
0.0212
4 069 18.54 2.73 6.38 0.23 0.62
0.0179
4 086 19.80 2.68 8.32 0.25 0.73
0.0003
Keterangan : * Hasil analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan , Fapet IPB (2008) ** Hasil analisis Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi LPPM-IPB (2008) *** Hasil analisis Laboratorium Ternak Perah, Fapet IPB (2008).
26
Tabel 3. Komposisi kimia kunyit
Komponen 1 2 Kadar Air (%) Bahan Kering (%) Abu (%) Protein Kasar (%) Lemak Kasar (%) Serat Kasar (%) Energi Bruto (kal) Kurkumin (%) Ca (%) P (%)
10.21 19.51*
6.93*
8.21*
7.5*
18.02 4 250 5.4**
- -
21.65 -
12.67 9.93 5.42 5.93
4 048*
3.85** 0.059***
0.138***
Sumber : 1 = Hasil Analisa Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fapet-IPB (2004) * Hasil Analisa Laboratorium Akademi Kimia Analis Bogor (2004) ** Hasil Analisa Laboratorium Balai Besar Pasca Panen, Cimanggu-Bogor (2004)
2 = Hasil Analisa Laboratorium PAU-IPB (2008) * Hasil Analisa Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fapet-IPB (2008) ** Hasil Analisa Laboratorium Balai Besar Pasca Panen, Cimanggu-Bogor (2008) *** Hasil Analisa Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Fapet-IPB (2008)
Tabel 4. Komposisi kimia bawang putih
Komponen 1 2 Kadar Air (%) Energi (kal) Gross Energi (kkal) Protein Kasar (%) Lemak Kasar (%) Serat Kasar (%) Karbohidrat (%) Ca (mg) Ca (%) P (%) Fosfat (mg) Fe (mg) Na (mg) K (mg)
60.9 – 67.8 122
- 3.5 – 7
0.3 0.7
24 – 27.4 26 – 28
- -
79 – 109 1.4 – 1.5 16 – 28
346 – 377
1152 -
3 961* 18.39 0.21 1.53
- -
0.049***
0.135*** - - - -
Sumber : 1 = Wibowo (2001) 2 = Hasil Analisa Laboratorium PAU-IPB (2008) * Hasil Analisa Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fapet-IPB (2008) ** Hasil Analisa Laboratorium Balai Besar Pasca Panen, Cimanggu-Bogor (2008) *** Hasil Analisa Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Fapet-IPB (2008)
27
Metode Penelitian
Pelaksanaan Penelitian
Ayam DOC sebanyak 200 ekor ditimbang untuk mengetahui bobot awal
kemudian dibagi secara acak ke dalam 5 perlakuan. Setiap perlakuan diulang
sebanyak 4 kali, sehingga terdapat 20 unit percobaan. Masing-masing unit
percobaan terdiri dari 10 ekor ayam DOC.
Pemberian vaksin ND diberikan saat ayam berumur 4 hari melalui tetes
mata dan pada umur 21 hari melalui mulut. Vaksin Gumboro diberikan saat ayam
berumur 14 hari. Pakan dan air minum diberikan ad libitum. Setiap minggu
dilakukan penimbangan ayam untuk mengetahui pertambahan bobot badan, dan
penimbangan pakan sisa untuk mengetahui pakan yang dikonsumsi.
Pada umur 3 mingggu ayam diinfeksi dengan bakteri E .coli. Infeksi
E. coli dilakukan secara oral dengan dosis 108 CFU/ml. Antibiotik diberikan 1
hari setelah infeksi selama 3 hari.
Pengambilan darah dilakukan pada vena axillaris yang terletak di bagian
bawah sayap sebelum infeksi diberikan (umur 3 minggu) dan 14 hari setelah
infeksi (umur 5 minggu). Pada saat pengambilan darah menggunakan heparin
sebagai antikoagulan.
Pada akhir penelitian setelah 5 minggu diambil 3 ekor ayam disetiap unit
percobaan untuk dipotong, sehingga terdapat 60 ekor ayam yang dipotong.
Pengamatan mortalitas setiap hari sampai akhir penelitian.
Peubah
1. Bobot badan
Penimbangan bobot badan awal dilakukan satu persatu pada waktu anak
berumur tiga hari, hal ini dimaksudkan agar selama dua hari ayam diberi
kesempatan untuk menyesuaikan pada keadaan lingkungan kandang.
Penimbangan bobot badan berikutnya dilakukan setiap minggu sampai pada
akhir minggu ke-lima.
28
2. Konsumsi pakan
Konsumsi pakan rataan per ekor per minggu diukur berdasarkan selisih
pakan yang diberikan dengan sisa pakan setiap minggu pada setiap unit
percobaan.
3. Pertambahan berat badan
Rataan pertambahan bobot badan per ekor per minggu dihitung dari
rataan bobot badan per ekor pada akhir minggu dikurangi rataan bobot badan
per ekor pada awal minggu. Dari rataan bobot badan per ekor yang diperoleh
setiap minggu selama 5 minggu dirata-ratakan lagi menjadi rataan per minggu
selama 5 minggu.
4. Konversi pakan
Konversi pakan dihitung berdasarkan perbandingan antara rataan
pertambahan bobot badan dengan rataan konsumsi pakan setiap minggu
5. Bobot karkas
Bobot karkas adalah bobot tubuh setelah dipotong, dikurangi bulu,
kepala, kaki, alat pencernaan, dan organ-organ tubuh bagian dalam kecuali
ginjal dan paru-paru. Bobot karkas ditimbang pada akhir penelitian.
6. Persentase karkas
Persentase karkas dihitung berdasarkan perbandingan antara bobot
karkas dengan bobot hidup ayam broiler pada akhir penelitian dikalikan 100%.
7. Persentase bobot hati
Diperoleh dari pembagian antara bobot hati dengan bobot hidup ayam broiler
umur 35 hari dikalikan dengan 100% setelah disisihkan lemak yang melekat.
8. Persentase bobot ginjal
Diperoleh dari pembagian antara bobot ginjal dengan bobot hidup ayam
broiler umur 35 hari dikalikan dengan 100% setelah disisihkan lemak yang
melekat.
29
9. Persentase bobot pankreas
Diperoleh dari pembagian antara bobot pankreas dengan bobot hidup ayam
broiler umur 35 hari dikalikan dengan 100% setelah disisihkan lemak yang
melekat.
10. Persentase bobot empedu
Diperoleh dari pembagian antara bobot empedu dengan bobot hidup ayam
broiler umur 35 hari dikalikan dengan 100% setelah disisihkan lemak yang
melekat.
11. Persentase bobot jantung
Diperoleh dari pembagian antara bobot jantung dengan bobot hidup ayam
broiler umur 35 hari dikalikan dengan 100% setelah disisihkan lemak yang
melekat.
12. Persentase bobot limpa
Diperoleh dari pembagian antara bobot limpa dengan bobot hidup ayam
broiler umur 35 hari dikalikan dengan 100%.
13. Persentase bobot rempela
Diperoleh dari pembagian antara bobot rempela dengan bobot hidup ayam
broiler umur 35 hari dikalikan dengan 100%.
14. Persentase bobot usus
Usus yang sudah dibersihkan dari isinya ditimbang sebagai bobot kosong.
Diperoleh dari pembagian antara bobot usus dengan bobot hidup ayam broiler
umur 35 hari dikalikan dengan 100%.
15. Kandungan zink dalam darah
Kandungan zink dalam darah dianalisis dengan metode AAS
Prinsip Kerja AAS dalam Analisis Zink:
a) Larutan serum sampel dihisap oleh nebuliser
b) Dibakar dengan adanya gas acetyline HP (High Pure)
c) Larutan sampel tersebut diubah menjadi partikel-partikel halus
d) Partikel tersebut sekitar 60% terabsorpsi oleh detektor dan 40% terbuang
30
e) Absorbance sample dibandingkan dengan absorbance standard dikalikan
konsentrasi standard
Pemisahan Serum
a) Sampel darah dicentrifuge selama 15 menit dengan kecepatan 1 500 rpm
b) Pemisahan serum darah merah dari sel darah merah
c) Serum disimpan dalam tube serum dan disimpan dalam freezer
d) Pada minggu berikutnya, serum dari freezer divortex selama + 3 detik
Pengenceran Sampel
a) Serum sample diencerkan 10 kali pengenceran
b) Pipet serum sample sebanyak 75 mikroliter (µl)
c) Taruh di dalam tabung serum (efendorf)
d) Tambahkan air bebas mineral 9 kali penyaringan sebanyak 675 µl
Analisis
Pembacaan pada alat AAS
1. Pembacaan diawali dengan blanko dengan konsentrasi zink nol (0)
2. Selanjutnya diikuti dengan pembacaan larutan standar 1, 2, 3 dan 4 dengan
konsentrasi zink untuk masing-mas ing larutan standard adalah 0.2, 0.4, 1,
dan 2 µl/l
3. Pembacaan selanjutnya adalah pembacaan serum sample yang sudah
diencerkan
Perhitungan
Untuk mengetahui kadar zink dalam plasma darah, telah dilakukan
analisis dengan menggunakan alat AAS (Atomic Absorption Spectrometer)
Flame. Perhitungan konsentrasi mineral zink dalam serum darah mengikuti
persamaan sebagai berikut:
absorbance sample Konsentrasi zink = -------------------------- x konsentrasi standard absorbance standard
31
16. Jumlah eritrosit, leukosit, hemoglobin, dan hematokrit
Sampel darah diambil melalui vena sayap dengan menggunakan spoit
yang mengandung antikoagulan untuk memperoleh whole blood, dan tanpa
antikoagulan untuk memperoleh serum. Pengambilan darah dilakukan pada
akhir penelitian.
a. Perhitungan Jumlah Eritrosit
Sampel darah dihisap menggunakan pipet eritrosit hingga pada tera
0.5 dengan aspirator. Ujung pipet dibersihkan dengan menggunakan tissue,
lalu dihisap larutan Rees dan Echer hingga tanda 101, kemudian memutar
pipet dengan membentuk angka 8, setelah homogen cairan yang tidak
terkocok pada ujung pipet dibuang dengan menempelkan ujung pipet ke
kertas tisue. Setelah itu meneteskan satu tetes darah kedalam
hemositometer dan jangan sampai ada udara yang masuk. Kemudian
mendiamkan beberapa saat hingga cairan mengendap, lalu perhitungan
dapat dimulai dibawah mikroskop dengan pembesaran 100 kali.
Perhitungan eritrosit dalam hemocytometer, menggunakan kotak eritrosit
yang berjumlah 25 buah dengan mengambil bagian sebagai berikut: satu
kotak pojok kanan atas, satu kotak pojok kiri atas, satu kotak di tengah,
satu kotak pojok kanan bawah dan satu kotak pojok kiri bawah. Untuk
membedakan kotak eritrosit dengan kotak leukosit dapat berpatokan pada
tiga baris pemisah pada kotak eritrosit serta luas kotak eritrosit yang relatif
lebih kecil dibandingkan dengan kotak leukosit. Setelah jumlah eritrosit
diperoleh maka jumlah darah dikalikan dengan 104, untuk mengetahui
jumlah erirosit dalam 1 mm3 darah ( Sastradipradja et al. 1989).
Jumlah Eritrosit per mm3 darah = a x 104 butir
b. Perhitungan Jumlah Leukosit
Sampel darah dihisap menggunakan pipet leukosit hingga pada tera
0.5 dengan aspirator. Ujung pipet dibersihkan dengan menggunakan tissue,
lalu dihisap larutan modifikasi Rees dan Echer hingga tanda 11. Kemudian
32
memutar pipet dengan angka 8, setelah homogen cairan yang tidak
terkocok pada ujung pipet dibuang dengan menempelkan ujung pipet ke
kertas tissue. Setelah itu meneteskan satu tetes kedalam hemocytometer,
usahakan jangan sampai ada udara yang masuk. Setelah itu mendiamkan
beberapa saat hingga cairan mengendap, lalu perhitungan dapat dimulai di
bawah mikroskop dengan pembesaran 100x. Untuk menghitung leukosit
dalam hemocytometer, digunakan kotak leukosit. Jumlah leukosit yang
didapat dari hasil perhitungan dikalikan 50 untuk mengetahui jumlah
leukosit setiap 1 mm3 darah (Sasatradipradja et al. 1989).
Jumlah Leukosit per mm3 darah = b x 50 butir.
c. Perhitungan Kadar Hemoglobin
Metode yang digunakan adalah metode Sahli. Larutan HCl 0.1 N
diteteskan pada tabung sahli sampai pada tera 10 atau garis batas bawah,
kemudian sampel darah dihisap menggunakan pipet sahli hingga mencapai
tanda tera 20 cm (0.02 ml). Sampel darah segera dimasukkan ke dalam
tabung dan di tunggu selama 3 menit atau hingga berubah warna menjadi
coklat kehitaman akibat reaksi antara HCl dengan hemoglobin membentuk
asam hematin. Setelah itu larutan ditambah dengan aquades dan
meneteskannya sedikit demi sedikit sambil diaduk. Larutan aquadest
ditambah hingga warna larutan sama dengan warna standar
hemoglobinometer. Nilai hemoglobin dilihat dengan membaca tinggi
permukaan cairan pada tabung sahli, dengan melihat skala jalur g%, yang
berarti banyaknya hemoglobin dalam gram per 100 ml darah
(Sastradipradja et al. 1989).
d. Perhitungan Jumlah Hematokrit
Pengisian pipa mikrokapiler dilakukan dengan memiringkan tabung
yang berisi sampel darah dengan menempatkan ujung mikrokapiler yang
bertanda merah. Pipa diisi sampai mencapai 4/5 bagian kemudian ujung
pipa disumbat dengan crestaseal, kemudian pipa mikrokapiler tersebut
33
disentrifuge selama 15 menit dengan kecepatan putaran 2500 rpm. Nilai
hematokrit ditentukan dengan mengukur % volume eritrosit (lapisan
merah) dari darah dengan menggunakan alat baca hematocrite reader. Uji
ini dilakukan dengan duplo (Sastradipradja et al. 1989).
e. Total Protein, kadar globulin, albumin dan rasio A/G menggunakan
spektrofotometer.
Preparasi serum :
Darah diambil 1ml dengan menggunakan spuit pada bagian belakang
sayap ayam, lalu dibiarkan 1 jam dan disentrifuse dengan kecepatan 700 g
selama 10 menit. Serum yang diperoleh disimpan pada suhu -10oC dan
dicairkan kembali bila akan dianalisis.
Analisis total protein secara otomatis dengan Hitachi Protein Total dengan
pereaksi biuret.
f. Imunoglobulin
Prosedur ELISA IgY :
1. Coating Plate dengan anti IgY pengeceran 1 : 5000 dengan Carbonat
Bicarbonat Buffer 9.6. Volume yang dimasukkan 100 µl. Inkubasi
semalam dalam 40C.
2. Cuci dengan PBS-tween 3x dan sekali dengan PBS biasa (pH 7,2).
3. Blocking dengan menambahkan skim-PBS 5% ke dalam masing-
masing well kemudian inkubasi 370C selama 1 jam.
4. Cuci plate dengan PBS 0.5% 3x dan PBS biasa 1x.
5. Tambahkan/masukkan sample yang akan diuji pada masing-masing
well sebanyak 100 µ1.
6. Inkubasi 370C selama 1 jam.
7. Cuci seperti prosedur no.4
8. Masukkan Conjugat (Anti IgY peroksidase) sebanyak 100 µ1 pada
masing-masing well.
9. Inkubasi selama 1 jam 370C.
34
10. Cuci seperti prosedur no.4
11. Tambahkan substrat, inkubasi 15-30 menit.
12. Baca pada panjang gelombang 405.
Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri
dari 6 perlakuan dan 4 ulangan dengan model matematis sebagai berikut :
Yij = µ + t i + eij i = 1, 2, 3, 4,5,6
j = 1, 2, 3, 4
Yij = Respon pengamatan satuan percobaan yang memperoleh perlakuan
ke-i dan ulangan ke-j
µ = Rataan Umum
t i = Pengaruh perlakuan ke-i
eij = Pengaruh galat
Data yang diperoleh dianalisis sidik ragam (SPSS versi 17.0) dan apabila
ada perbedaan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (Steel dan Torrie
1995).
35
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemberian Kombinasi Kunyit, Bawang Putih dengan Mineral Zink terhadap Performa Ayam Pedaging Sebelum dan Sesudah Infeksi E. coli
Data hasil penelitian terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot
badan, dan konversi ransum ayam pedaging sebelum dan sesudah infeksi E. coli
disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, dan konversi ransum sebelum dan sesudah infeksi E. coli
Perlakuan Konsumsi Ransum
(g/ ekor) PBB
(g/ ekor)
Konversi Ransum
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
R1 1032.84 ± 42.39
1249.63 ± 107.83
480.40 a ± 37.97
962.32b
±88.92 2.16b
± 0.23 1.30
± 0.12 R2 1068.99
± 18.66 995.73
± 250.99 689.55b
± 47.56 766.49a
± 153.48 1.55a
± 0.08 1.33
± 0.36 R3 1107.13
± 47.62 1249.77
± 231.42 697.06 b ± 26.22
822.99ab
± 30.30 1.59 a
± 0.05 1.52
± 0.31 R4 1106.72
± 46.17 895.17
± 382.57 718.36 b ± 29.30
703.74a
± 94.67 1.54 a
± 0.13 1.25
± 0.45 R5 1099.76
± 89.10 1083.71
± 127.02 676.79 b ± 81.42
766.34a
± 154.31 1.64 a
± 0.18 1.46
± 0.36
Keterangan : Huruf yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p < 0.05).
Sebelum : ayam berumur 1- 3 minggu belum diinfeksi E. coli Sesudah : ayam berumur 3-5 minggu telah diinfeksi E. coli R1(ransum basal/ kontrol negatif), R2 (ransum basal/ kontrol positif), R3
(ransum basal + serbuk kunyit 1.5%/ infeksi E. coli), R4 (ransum basal + serbuk bawang putih 2.5%/ infeksi E. coli), R5 (ransum basal + antibiotik/ infeksi E. coli).
Konsumsi Ransum
Konsumsi ransum sebelum diinfeksi E. coli yaitu pada umur 1-3 minggu
tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P> 0.05). Kondisi ini mengindikasikan
bahwa pemberian kombinasi kunyit, bawang putih dengan mineral zink tidak
mempengaruhi konsumsi ransum ayam penelitian selama 3 minggu. Kisaran
36
konsumsi ransum ayam pedaging sebelum diinfeksi dengan E. coli adalah sebesar
1032.84-1107.13 g/ ekor. Nilai konsumsi ransum sebelum infeksi E. coli tertinggi
pada perlakuan R3 (ransum basal + kunyit 1.5% + zink 180 ppm) yaitu 1107.13 ±
46.17 g/ ekor dibandingkan dengan perlakuan lain. Nilai konsumsi ransum
terendah pada perlakuan R1 (ransum basal) yaitu 1032. 84 ± 42.39 g/ ekor.
Konsumsi ransum pada periode selanjutnya, umur 4-5 minggu yaitu saat
ayam pedaging telah diinfeksi E. coli juga tidak menunjukkan perbedaan (P>
0.05). Nilai konsumsi ransum setelah infeksi E. coli tertinggi dicapai oleh
perlakuan R3 (ransum basal + kunyit 1.5% + zink 180 ppm) yaitu 1249.77 ±
231.42 g/ ekor seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 1. Nilai terendah
konsumsi ransum pada perlakuan R4 (ransum basal + bawang putih 2.5% + zink
180 ppm) yaitu 895.17 ± 382.57 g/ ekor.
Secara umum, konsumsi ransum sebelum dan sesudah ayam pedaging
diinfeksi E. coli menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata, hal ini
mengindikasikan bahwa infeksi E. coli belum mempengaruhi konsumsi ransum
ayam pedaging dan semua jenis ransum memiliki palatabilitas yang sama. North
(1984) mengatakan bahwa konsumsi ransum dipengaruhi oleh kualitas bahan dan
palatabilitas. Selain itu konsumsi ransum juga dipengaruhi oleh temperatur
lingkungan, kesehatan ternak, bentuk ransum, imbangan nutrien, cekaman, bobot
badan, kecepatan pertumbuhan, kandungan protein, dan energi dalam ransum
(NRC 1994).
Tingginya konsumsi ransum pada perlakuan R3 karena kandungan
kurkumin dalam kunyit dan Zn yang berfungsi di dalam peningkatan nafsu
makan. Kunyit dapat menambah nafsu makan (Darwis 1991), tetapi jika
digunakan secara berlebihan dapat menurunkan palatabilitas makanan (Sambaiah
1982). Rendahnya konsumsi pada perlakuan R4 kemungkinan disebabkan oleh
adanya bau agak menyengat dari bawang putih yang mengandung sulfur yang
berbau khas. Bawang putih mengandung zat skordinin yang memberi bau yang
kurang sedap dan bersifat antiseptik (Block 1985), sehingga menurunkan
palatabilitas dan mengakibatkan penurunan nafsu makan.
37
Penerimaan unggas terhadap makanan dipengaruhi oleh rasa, tekstur dan
bau akibat yang dirasakan setelah makanan ditelan dan tingkah lakunya.
Meskipun jumlah titik perasa lebih sedikit dibandingkan dengan hewan lainnya
akan tetapi sensitivitasnya lebih tinggi (Amrullah 2003). Penambahan ZnO ke
dalam ransum sebanyak 180 ppm tidak mempengaruhi konsumsi ransum.
Beberapa hasil penelitian sebelumnya menyatakan suplementasi ZnO sebanyak
500, 1000, dan 1500 mg/kg (663, 1183, dan 1611 ppm) ke dalam ransum tidak
mempengaruhi konsumsi ransum (Kim dan Patterson 2004). Absorpsi Zn pada
hewan monogastrik relatif rendah. Tempat utama absorpsi Zn adalah dibagian atas
usus halus (McDowel 1992).
Pertambahan Bobot Badan
Data pertambahan bobot badan sebelum ayam pedaging diinfeksi E. coli
(Tabel 5) menunjukkan perbedaan yang nyata (P< 0.05) antara perlakuan R2, R3,
R4, R5 dengan R1. Hal ini memperlihatkan bahwa pemberian kombinasi kunyit,
bawang putih, dengan mineral zink nyata meningkatkan pertambahan bobot
badan. Nilai tertinggi pertambahan bobot badan sebelum infeksi E. coli dapat
dilihat pada perlakuan R4 (ransum basal + bawang putih 2.5% + zink 180 ppm)
yaitu 718.36 ± 29.30 g/ekor dan nilai terendah pada perlakuan kontrol negatif
(R1) yaitu 480.40 ± 37.97 g/ekor seperti yang tercantum pada Gambar 1.
Pada umur 4-5 minggu setelah ayam pedaging diinfeksi E. coli,
pertambahan bobot badan menunjukkan R1 nyata (P< 0.05) lebih tinggi dari
perlakuan R2, R4, dan R5, sementara tidak berbeda antara perlakuan R1 dengan
R3. Pertambahan bobot badan tertinggi pada perlakuan R1 yaitu 962.32 ± 88.92 g/
ekor dan terendah pada perlakuan R4 (703.74 ± 94.67 g/ekor). Pertambahan bobot
badan yang tinggi pada perlakuan kontrol negatif (R1) karena tidak diinfeksi E.
coli, sehingga pakan yang dikonsumsi digunakan untuk pertambahan bobot badan.
Sebaliknya pertambahan bobot badan rendah pada ayam pedaging yang diinfeksi
E. coli karena pakan yang dikonsumsi tidak digunakan untuk pertambahan bobot
badan tetapi untuk kekebalan tubuh. Bila terjadi infeksi maka kesehatan ternak
38
menurun yang diikuti dengan penurunan jumlah konsumsi ransum dan penurunan
bobot badan.
Gambar 1 Pertambahan bobot badan ayam pedaging sebelum dan sesudah
diinfeksi E. coli Semua perlakuan yang mendapat infeksi E. coli, perlakuan R3
menunjukkan pertambahan bobot yang tinggi dibandingkan perlakuan R2, R4 dan
R5. Hal ini disebabkan karena adanya kandungan kurkumin dalam kunyit dan
mineral Zn yang berfungsi dalam peningkatan nafsu makan yang diikuti oleh
terjadinya peningkatan bobot badan. Penggunaan serbuk kunyit memberikan efek
menguntungkan pada lambung dengan meningkatkan sekresi musin yang
berfungsi sebagai pelindung mukosa lambung dari bahan iritan, sehingga proses
pencernaan tidak terganggu (Lee 2004).
Konversi Ransum
Nilai konversi ransum diperoleh dari perbandingan antara ransum yang
dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan yang dihasilkan. Konversi ransum
sebelum ayam pedaging diinfeksi E. coli memperlihatkan adanya perbedaan yang
nyata (P< 0.05) antara perlakuan R1 dengan perlakuan R2, R3, R4, dan R5..
Gambar 2 memperlihatkan nilai konversi ransum terendah ada pada perlakuan R4
(ransum basal + bawang putih 2.5% + zink 180 ppm) sebesar 1.54 ± 0.13,
480,40
689,55 697,06718,35
676,80
962,32
766,49822,99
703,74766,34
0
200
400
600
800
1000
1200
R1 R2 R3 R4 R5
Pert
amba
han
Bobo
t Bad
an(g
/ eko
r)
Sebelum
Sesudah
39
sedangkan nilai tertinggi pada perlakuan R1 (kontrol negatif) yaitu 2.16 ± 0.23.
Nilai konversi ransum menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan ransum.
Semakin rendah angka konversi ransum, semakin tinggi nilai efisiensi ransum dan
semakin ekonomis. Pada umur 4-5 minggu, setelah ayam pedaging diinfeksi E.
coli, konversi ransum tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antara perlakuan.
Nilai konversi terendah diperoleh pada perlakuan R4 yaitu 1.25 ± 0.45, sedangkan
nilai tertinggi pada perlakuan R3 yaitu 1.52 ± 0.31. Nilai konversi ransum yang
baik menurut Amrullah (2004) adalah 1.75 - 2.00.
Perlakuan R4 menunjukkan nilai konversi ransum yang cukup baik
sebelum dan sesudah infeksi E. coli. Penambahan bawang putih dan zink dalam
ransum diduga dapat memperlambat gerak peristaltik pada usus, sehingga ransum
yang dikonsumsi akan diserap cukup baik dan menghasilkan bobot badan yang
cukup tinggi. Bawang putih yang mengandung allisin berfungsi sebagai
antibakteri yang luas cakupannya baik terhadap bakteri gram positif maupun gram
negatif. Selain itu merupakan zat yang dapat disinyalir sebagai antimikroba, yang
mampu membunuh mikroorganisme merugikan sehingga populasi bakteri
menguntungkan menjadi seimbang dalam tubuh, dengan demikian proses
penyerapan zat makanan di dalam usus halus tidak terhambat dan akan lebih
sempurna (Purwanti 2008).
Gambar 2 Konversi ransum sebelum dan sesudah ayam pedaging diinfeksi E. coli
2,16
1,55 1,59 1,54 1,64
1,30 1,331,52
1,251,46
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
R1 R2 R3 R4 R5
Konv
ersi
Rans
um
Sebelum
Sesudah
40
Pemberian Kombinasi Kunyit, Bawang Putih, dengan Mineral Zink terhadap Bobot Badan Akhir, Bobot Karkas dan Bobot Organ Dalam Ayam
Pedaging Selama 35 Hari
Bobot Badan Akhir
Pemberian kombinasi kunyit, bawang putih, dengan mineral zink dalam
ramsum tidak menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan (P> 0.05) terhadap
bobot badan akhir ayam pedaging. Kisaran rataan bobot badan akhir yang
diperoleh adalah 1303.95 – 1586.98 (g/ekor) Perlakuan dengan pemberian
kombinasi kunyit 1.5% dan zink 180 ppm dalam ransum basal (R3)
memperlihatkan nilai bobot akhir tertinggi, sedangkan nilai bobot badan akhir
terendah ada pada perlakuan kontrol negatif (R1). Rataan bobot badan akhir ayam
pedaging yang diinfeksi E. coli dapat dilihat dalam Tabel 6.
Tabel 6 Bobot badan akhir, bobot karkas dan persentase bobot organ dalam ayam pedaging selama 35 hari.
Peubah Perlakuan
R1 R2 R3 R4 R5 Bobot badan akhir (g) 1492.48
± 63.71 1497.29
± 128.98 1560.80 ± 15.24
1463.35 ± 114.33
1484.88 ± 129.63
Bobot karkas (%) 70.42 ± 2.03
64.26 ± 8.80
68.54 ± 1.40
66.81 ± 2.66
68.54 ± 3.21
Hati (%) 2.68 ± 0.41
2.45 ± 0.09
2.46 ± 0.28
2.26 ± 0.97
2.44 ± 0.27
Ginjal (%) 0.78 ± 0.08
0.70 ± 0.13
0.74 ± 0.09
0.65 ± 0.23
0.61 ± 0.19
Pankreas (%) 0.33 ± 0.02
0.28 ± 0.04
0.32 ± 0.07
0.32 ± 0.02
0.31 ± 0.04
Jantung (%) 0.46 ± 0.05
0.47 ± 0.06
0.45 ± 0.05
0.49 ± 0.07
0.53 ± 0.08
Limpa (%) 0.14a
± 0.04 0.18 a
± 0.02 0.14 a
± 0.06 0.37 b
± 0.20 0.17 a
± 0.04 Rempela (%) 2.87 a
± 0.52 3.32 ab ± 0.51
3.17 ab ± 0.36
3.41 ab ± 0.52
3.65 b ± 0.51
Usus (%) 4.11 ± 0.34
4.76 ± 1.20
4.68 ± 0.44
4.97 ± 0.68
4.40 ± 0.42
Keterangan : Huruf yang berbeda dalam baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p < 0.05).
R1(ransum basal/ kontrol negatif), R2 (ransum basal/ kontrol positif), R3 (ransum basal + serbuk kunyit 1.5%/ infeksi E. coli), R4 (ransum basal + serbuk bawang putih 2.5%/ infeksi E. coli), R5 (ransum basal + antibiotik/ infeksi E. coli).
41
Tingginya bobot badan akhir pada perlakuan kombinasi kunyit dengan
zink (R3) berkaitan dengan fungsi kunyit sebagai penambah nafsu makan
(Rukmana 2004) dan fungsi zink yang dapat memacu pertumbuhan, memperbaiki
performa, dan meningkatkan kualitas karkas. Gambar 4 memperlihatkan grafik
bobot badan akhir ayam pedaging yang diinfeksi E. coli
Persentase Bobot Karkas
Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa semua perlakuan tidak menunjukkan
adanya perbedaan yang nyata (P> 0.05) terhadap persentase karkas. Hal ini
mengindikasikan bawah infeksi E. coli tidak mempengaruhi persentase bobot
karkas. Persentase bobot karkas diperoleh dari perbandingan bobot karkas dengan
bobot hidup, dan untuk nilai persentase bobot karkas tertinggi dicapai oleh
perlakuan R3 (68.54 ± 1.40 g) dan R5(68.54 ± 3.21g). Hal ini mengindikasikan
bahwa penggunaan kombinasi kunyit dengan zink persentase bobot karkas sama
dengan penggunaan antibiotik. Murtidjo (1987) menjelaskan bahwa produksi
karkas erat hubungannya dengan bobot hidup yaitu peningkatan bobot hidup akan
diikuti oleh peningkatan bobot karkas. Tingginya persentase bobot karkas pada
perlakuan R3 diduga karena adanya kandungan kurkumin dalam kunyit yang
meningkatkan nafsu makan yang diikuti dengan peningkatan bobot badan dan
bobot karkas.
Persentase Bobot Hati
Hasil analisis statistik menunjukkan semua perlakuan tidak memberikan
perbedaan yang nyata (P> 0.05) terhadap persentase bobot hati ayam pedaging
yang diinfeksi E. coli. Hal ini berarti penambahan kombinasi kunyit, bawang
putih, dengan zink dalam ransum serta infeksi E. coli tidak memberikan efek
negatif terhadap persentase bobot hati. Tabel 6 menyajikan persentase bobot hati
hasil penelitian, nilai terendah pada perlakuan R4 (2.26 ± 0.97 %) dan tertinggi
pada perlakuan R1 (2.68 ± 0.41 %). Nilai ini berada dalam kisaran normal
persentse hati ayam menurut Putnam (1991) yaitu 1.7 – 2.8 % dari bobot hidup.
Rendahnya persentase hati pada perlakuan R4 diduga karena adanya minyak atsiri
42
yang mempercepat kerja hati untuk mensekresikan cairan empedu (Ressang
1984).
Persentase Bobot Ginjal
Hasil penelitian Tabel 6 menunjukkan tidak adanya perbedaan (P> 0.05)
antar pelakuan terhadap persentase bobot ginjal. Perlakuan R5 menunjukkan nilai
persentase terendah (0.61 ± 0.19 %) dan persentase tertinggi (0.78 ± 0.08 %) ada
pada perlakuan R1. Walaupun menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata, tetapi
persentase bobot ginjal hasil penelitian masih berada dalam kisaran normal,
Nickel et al. (1977) melaporkan persentase bobot ginjal berkisar 0.5 – 1.2 % dari
bobot hidup. Ressang (1984), ginjal adalah organ tubuh yang mempunyai daya
saring dan serap kembali. Kelainan ginjal dapat menurunkan fungsi ginjal.
Persentase Bobot Pankreas
Persentase bobot pankreas hasil penelitian (Tabel 6) tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata (P> 0.05) dengan kisaran 0.28– 0.33 %. Nilai ini masih
berada dalam kisaran normal persentase bobot pankreas yang dinyatakan oleh
Sturkie (2000) yaitu 0.24 – 0.40 % dari bobot badan.
Pankreas adalah kelenjar yang mensekresikan cairan yang kemudian
masuk ke dalam duodenum melewati saluran pankreas dimana lima enzimnya
yaitu lipase, amilase, tripsin, nuklease dan peptidase membantu pencernaan pati,
lemak, dan protein. Kelainan pada pankreas menyebabkan sekresi enzim-enzim
yang dibutuhkan dalam proses pencernaan terganggu.
Persentase Bobot Jantung
Hasil analisis statistik menunjukkan tidak ada perbedaan nyata (P> 0.05)
antar perlakuan terhadap persentase bobot jantung. Ressang (1984), besar jantung
bergantung pada jenis, umur, besar, dan pekerjaan hewan. Kisaran persentase
jantung hasil penelitian 0.45 – 0.53 % (Tabel 6), masih mendekati kisaran normal
0.48 – 0.54 % (Arief 2000). Hal ini menunjukkan penambahan kombinasi kunyit,
bawang putih, dengan zink serta penginfeksian E. coli tidak menghasilkan efek
43
negatif terhadap kerja jantung dalam mengedarkan darah. Ressang (1984),
pembesaran ukuran jantung biasanya diakibatkan oleh penambahan jaringan otot
jantung. Kelainan pada jantung memungkinkan terjadinya peredaran darah
menuju paru-paru untuk pergantian O2 dan CO2 terganggu.
Persentase Bobot Limpa
Hasil penelitian menunjukkan persentase bobot limpa menunjukkan
adanya perbedaan yang nyata (P< 0.05) antara perlakuan R4 dengan R1, R2, R3,
dan R5, sementara antara R1, R2, R3, dan R5 tidak terdapat perbedaan. Hal ini
menunjukkan bahwa penambahan kombinasi bawang putih dengan zink tidak
mengganggu fungsi limpa yaitu menyimpan darah, bersama hati dan sumsum
tulang belakang berperan dalam pembinasaan eritrosit-eritrosit tua, berperan
dalam metabolisme nitrogen terutama dalam pembentukan asam urat serta
membentuk limfosit yang berhubungan dengan pembentukan antibodi (Ressang
1984). Kisaran persentase bobot limpa hasil penelitian (Tabel 6) adalah 0.14 –
0.37 %, masih mendekati kisaran normal persentase bobot limpa 0.14 -0.32 % dari
bobot hidup (Arief 2000). Tingginya bobot limpa pada perlakuan R4
mengindikasikan tingginya pembentukan sel-sel limfoid yang diikuti dengan
produksi limfosit. Frandson (1992) menjelaskan bahwa limfosit mempunyai
fungsi utama adalah respon terhadap antigen dengan membentuk antibodi yang
bersikulasi dalam darah atau dalam pengembangan imunitas seluler. Limfosit
dalam sirkulasi mampu memproduksi imunoglobulin (IgG, IgM dan IgA).
Persentase Bobot Rempela
Persentase bobot rempela hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan
yang nyata (P< 0.05) antara R5 dengan R1, sementara R2, R3, dan R4 tidak
menunjukkan perbedaan. Kisaran persentase bobot rempela normal 1.6 – 2.3 %
(Sturkie 2000), kisaran ini dibawah kisaran persentase bobot rempela hasil
penelitian 2.87 – 3.65 % (Tabel 6). Perlakuan R5 menunjukkan persentase bobot
rempela yang paling tinggi (3.65 ± 0.51 %), hal ini diduga disebabkan oleh
adanya penggunaan antibiotik, sehingga rempela bekerja lebih berat untuk
44
mencerna bahan makanan. Rempela dengan bobot yang lebih berat menandakan
kerja rempela lebih berat untuk mencerna bahan makanan yang diberikan (Sutardi
1997). Modifikasi ukuran, pengaturan jenis ransum dan fase pemberian makanan
mempengaruhi berat rempela (Amrullah 2004).
Persentase Bobot Usus
Semua perlakuan menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (P> 0.05)
terhadap persentase bobot usus. Persentase bobot usus (Tabel 6) tertinggi pada
perlakuan R4 (4.97 ± 0.68 %) dan terendah pada R1 (4.11 ± 0.34%). Tingginya
persentase bobot usus pada R4 diduga karena kandungan yang terdapat pada
bawang putih seperti diallyl sulfida, allicin, skordinin, alliil memberikan
kontribusi positif terhadap persentase berat usus. Hal ini memungkinkan bahwa
usus halus tersebut memiliki vili yang lebar sehingga proses penyerapan nutrien
lebih baik jika vili tidak rusak. Amrullah (2004), perubahan usus yang semakin
berat dan panjang diikuti juga dengan jumlah vili usus dan kemampuan sekresi
enzim-enzim pencernaan.
Pemberian Kombinasi Kunyit, Bawang Putih, dengan Mineral Zink terhadap Kadar Zink dalam Serum Ayam Pedaging Sebelum dan Sesudah
Infeksi E. coli
Kadar zink dalam serum ayam pedaging sebelum dan sesudah diinfeksi
E. coli disajikan dalam Tabel 7 dan Gambar 3. Hasil penelitian menunjukkan
sebelum infeksi E. coli kadar zink serum perlakuan R4 (0.92 ± 0.19 ppm) nyata
(P<0.05) lebih tinggi dari R1(0.57 ± 0.18 ppm). Hal ini disebabkan pada
perlakuan R4 mendapat tambahan ZnO 180 ppm dalam ransum sedangkan
perlakuan R1 tidak. Kadar Zn ransum R4 dan R1 adalah 150 ppm dan 50 ppm.
Setiap penambahan ZnO ke dalam ransum selalu diikuti dengan peningkatan
jumlah Zn dalam ekskreta. Underwood dan Suttle (2001) menyatakan bahwa
ketersediaan hayati ZnO untuk unggas berkisar antara 44% dan 78%. Korelasi
antara Zn dalam ransum dan Zn dalam serum adalah -0.43 (korelasi negatif).
Keadaan ini menunjukkan bahwa suplementasi ZnO, peningkatan kandungan Zn
45
dalam ransum diikuti dengan penurunan Zn dalam serum. Kadar zink serum ayam
pedaging setelah diinfeksi E. coli tidak menunjukkan perbedaan yang nyata
(P> 0.05) dengan kisaran 0.57 ± 0.41 ppm (R3) sampai 0.98 ± 0.21 ppm (R1).
Puschner et al. (1999) dalam Purwanti (2008), kecukupan konsentrasi mineral
zink dalam serum pada broiler berkisar 1.45-3.4 ppm.
Tabel 7 Kadar zink dalam serum ayam pedaging sebelum dan sesudah infeksi E. coli
Perlakuan Kadar zink dalam serum (ppm) Sebelum Sesudah
R1 0.57 ± 0.18a 0.98 ± 0.21
R2 0.85 ± 0.21ab 0.82 ± 0.09
R3 0.53 ± 0.37a 0.57 ± 0.41
R4 0.92 ± 0.19b 0.61 ± 0.42
R5 0.81 ± 0.09ab 0.91 ± 0.09
Keterangan : Huruf yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p < 0.05).
Sebelum : ayam berumur 1- 3 minggu belum diinfeksi E. coli Sesudah : ayam berumur 3-5 minggu telah diinfeksi E. coli R1(ransum basal/ kontrol negatif), R2 (ransum basal/ kontrol positif), R3
(ransum basal + serbuk kunyit 1.5%/ infeksi E. coli), R4 (ransum basal + serbuk bawang putih 2.5%/ infeksi E. coli), R5 (ransum basal + antibiotik/ infeksi E. coli).
Gambar 3 Kadar zink serum sebelum dan sesudah infeksi E. coli
0,57
0,85
0,53
0,920,81
0,98
0,82
0,57 0,61
0,91
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
R1 R2 R3 R4 R5
Zink
Seru
m(p
pm)
Sebelum
Sesudah
46
Pemberian Kombinasi Kunyit, Bawang Putih dengan Mineral Zink terhadap Kinerja Kesehatan Ayam Pedaging Sebelum dan Sesudah Infeksi E. coli
Kinerja kesehatan ayam pedaging dapat dilihat dari perubahan gambaran
darah. Data hasil penelitian terhadap kinerja kesehatan ayam pedaging (kadar
leukosit, eritrosit, hemoglobin, dan hematokrit) disajikan pada Tabel 8.
Leukosit Nilai total leukosit merupakan keseluruhan jumlah sel darah putih, tanpa
memperhitungkan macam atau jenis dari sel darah putih tersebut. Roitt et al.
(1996) menyatakan bahwa jenis sel darah putih terdiri atas granulosit (neutrofil,
eosinofil dan basofil) dan agranulosit (monosit dan limfosit). Leukosit dapat naik
atau turun jumlahnya dalam sirkulasi darah sebagai akibat adanya penyakit
(Spector 1993).
Tabel 8. Jumlah leukosit, eritrosit, hemaglobin dan hematokrit ayam pedaging sebelum dan sesudah infeksi E. coli
Perlakuan Leukosit
(sel/ mm3) Eritrosit
(106/ mm) Hemoglobin
(g%) Hematokrit
(%) Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
R1 11550 ± 4225
8700a
± 4241 2.27
± 0.09 2.26
± 0.90 7.40 a
± 0.33 8.25 b
± 1.02 25.25
± 0.96 27.75 b ± 2.75
R2 14000 ± 1780
17500b
±3493 2.36
± 0.59 2.10
± 0.48 8.10 ab ± 0.62
6.70 a ± 0.74
28.50 ± 5.07
22.00 a ± 2.45
R3 13650 ± 1408
15650ab
± 7620 2.67
± 0.27 2.64
± 0.49 8.53 bc ± 0.34
8.05 b ± 0.41
27.50 ± 1.29
27.75 b ± 0.96
R4 11925 ± 2941
17600b
± 6965 2.53
± 0.08 2.31
± 0.67 7.65 a
± 0.41 7.05 b
± 1.24 27.00
± 0.82 25.50 b ± 1.00
R5 11450 ± 5082
16350ab
± 5322 2.66
± 0.18 2.57
± 0.40 8.00 ac ± 0.59
7.05 b ± 1.08
28.75 ± 2.99
25.50 ab ± 2.71
Keterangan : Huruf yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p < 0.05).
Sebelum : ayam berumur 1- 3 minggu belum diinfeksi E. coli Sesudah : ayam berumur 3-5 minggu telah diinfeksi E. coli R1(ransum basal/ kontrol negatif), R2 (ransum basal/ kontrol positif), R3
(ransum basal + serbuk kunyit 1.5%/ infeksi E. coli), R4 (ransum basal + serbuk bawang putih 2.5%/ infeksi E. coli), R5 (ransum basal + antibiotik/ infeksi E. coli).
Nilai total leukosit dapat di lihat pada Tabel 8 dan Gambar 4. Pada umur
1-3 minggu sebelum ayam pedaging diinfeksi E. coli, nilai total leukosit tidak
47
menunjukkan adanya perbedaan (P> 0.05). Total leukosit sebelum diinfeksi
tertinggi pada perlakuan R2 (kontrol positif) sebesar 14000 ± 1980 sel/ mm3 dan
terendah pada perlakuan R5 (ransum basal + antibiotik) sebesar 11450 ± 5080 sel/
mm3.
Setelah ayam pedaging diinfeksi E. coli, nilai total leukosit menunjukkan
adanya perbedaan yang nyata (P< 0.05) antara perlakuan R1 dengan R2; diantara
perlakuan R1, R3 dan R5 tidak terdapat perbedaan; R2, R3,R4, R5 juga tidak
terdapat perbedaan. Nilai total leukosit tertinggi pada perlakuan R4 (17600 ± 6965
sel/ mm3) dan terendah pada perlakuan R1 (8700 ± 4241 sel/ mm3). Nilai leukosit
normal menurut Jones dan Johansen (1972) adalah 15 000 – 30 000 sel/ mm3.
Nilai leukosit menunjukkan peningkatan setelah diinfeksi E. coli. Hal ini
disebabkan adanya respon kekebalan tubuh terhadap E. coli sebagai benda asing,
yang kemudian ditindaklanjuti dengan melepaskan sejumlah sel leukosit menuju
jaringan yang diserang. Penggunaan antibiotik memberikan pengaruh terhadap
jumlah leukosit, dimana terjadi penekanan populasi E. coli. Penambahan
kombinasi bawang putih dengan zink, memberikan efek yang mendekati dengan
penggunaan antibiotik. Hal ini mungkin terjadi oleh adanya peran allicin yang
berfungsi sebagai antibakteri untuk mencegah adanya infeksi sekunder
(Rabinowitch dan Currah 2002).
Gambar 4 Total leukosit ayam pedaging sebelum dan sesudah diinfeksi E. coli
11550
14000 1365011925 11450
8700
1750015650
1760016350
02000400060008000
100001200014000160001800020000
R1 R2 R3 R4 R5
Leuk
osit
(sel
/ mm
3)
Sebelum
Sesudah
48
Menurut Chastain and Ganjam (1986) kondisi stress dapat menstimulasi
kelenjar adrenal untuk mengeluarkan hormon glukokortikoid sehingga
meningkatkan jumlah leukosit. Selain itu, kemampuan dari bawang putih dan
kunyit sebagai imunostimulan sehingga menyebabkan peningkatan jumlah
leukosit dalam sirkulasi (Suharti 2004). Peningkatan leukosit secara umum pada
unggas maupun burung dapat disebabkan oleh inflamasi (infeksi atau noninfeksi),
keracunan, pendarahan pada rongga badan, neoplasma yang tumbuh cepat, dan
leukemia (Jackson 2007).
Eritrosit
Jumlah eritrosit ayam pedaging sebelum dan sesudah infeksi E. coli tidak
menunjukkan adanya perbedaan (P>0.05). Secara numerik jumlah eritrosit
tertinggi sebelum diinfeksi E. coli ada pada perlakuan R3 (ransum basal + kunyit
1.5% + zink 180 ppm) yaitu 2.67 ± 0.27 x 106/ mm dan terendah pada perlakuan
R1 (kontrol negatif) yaitu 2.27 ± 0.09 x 106/ mm. Sementara setelah ayam
pedaging diinfeksi E. coli, jumlah eritrosit tertinggi pada perlakuan R3 (0.48 –
2.64 ± 0.49 x106/ mm dan terendah pada perlakuan R2 (kontrol positif) yaitu 2.10
± 0.48 x 106/ mm.
Kisaran kadar eritrosit ayam pedaging sebelum dan sesudah infeksi E. coli
(Tabel 8 dan Gambar 7) adalah 2.27 ± 0.09 - 2.67 ± 0.27 x 106/ mm dan 2.10 ±
0.48 – 2.64 ± 0.49 x 106/ mm. Kisaran ini masih berada dalam kisaran normal
menurut Guyton (1996) yaitu 2.00 – 3.20 x 106/ mm. Tingginya kadar eritrosit
pada perlakuan R3 diduga karena eritrosit mampu bertahan lebih lama dalam
sirkulasi dengan adanya Zn dan kunyit yang mengandung kurkumin memberikan
efek antioksidan terhadap membran sel.
Jain (1993) mengatakan masa hidup eritrosit unggas lebih pendek dari
mamalia yaitu rata-rata kurang dari 50 hari. Kerusakan bentuk dari membran
eritrosit dapat mempengaruhi masa hidup eritrosit. Gropper et all. (2005), Zn
memberikan efek langsung terhadap konformasi protein membran dan/ atau
interaksi antar protein pada membran sel. Peranan Zn sebagai antioksidan,
49
berfungsi membuang radikal bebas pada plasma membran. Zn mempengaruhi
aktivitas sejumlah enzim yang melekat pada membran sel, Klasing (1999)
menjelaskan bahwa Zn merupakan aktivator atau kofaktor lebih dari 200 enzim.
Salah satu enzim yang memiliki afinitas yang sangat tinggi dengan Zn adalah
enzim carbonic anhidrase. Enzim ini berfungsi dalam mengatur bikarbonat, dan
menetralkan hasil metabolisme terutama kadar CO2 (Meyer dan Harvey 2004).
Penginfeksian E. coli selama dua minggu menyebabkan penurunan
persentase jumlah eritrosit pada tubuh ternak walaupun jumlahnya masih dalam
kisaran normal. Menurut Ganong (1995) sel darah merah mengalami lisis karena
obat dan infeksi. Ditambahkan Fradson (1992) bahwa toksin dari parasit dapat
menyebabkan hemolisis pada sel darah merah.
Hemoglobin
Ganong (1995) menjelaskan bahwa sel hemoglobin merupakan pigmen
merah yang membawa oksigen dalam sel darah merah pada hewan vertebrata.
Kadar hemoglobin sebelum dan sesudah infeksi E. coli memperlihatkan adanya
perbedaan yang nyata (P< 0.05). Sebelum infeksi E. coli memperlihatkan
perlakuan R3(ransum basal + kunyit 1.5% + zink 180 ppm) nyata lebih tinggi dari
perlakuan kontrol negatif (R1) dan perlakuan R4 (ransum basal + bawang putih
2.5% + zink 180 ppm) dengan kadar hemoglobin 8.53 ± 0.34 g%. Setelah infeksi
E. coli kadar hemoglobin perlakuan R1(8.25 ± 1.02 g%) nyata lebih tinggi dari
perlakuan R2 (6.70 ± 0.74 g%) tetapi tidak berbeda dengan perlakuan R3, R4, dan
R5.
Kadar hemoglobin normal untuk unggas 6.5 – 9.0 g% (Swenson 1984).
Hasil penelitian menunjukkan kisaran kadar hemoglobin sebelum (7.40 ± 0.33 –
8.53 ± 0.34 g%) dan sesudah (6.70 ± 0.74 – 8.25 ± 1.02 g%) infeksi E. coli (Tabel
8). Hasil penelitian ini memperlihatkan kadar hemoglobin ayam pedaging yang
diinfeksi E. coli cenderung memperlihatkan penurunan, walaupun masih berada
dalam kisaran normal. Kadar hemoglobin berhubungan dengan jumlah eritrosit.
Hemoglobin berada dalam eritrosit, berfungsi dalam kemamppuannya membawa
50
oksigen ke jaringan dan mensekresikan karbondioksida dari jaringan. Kadar
hemoglobin tertinggi pada perlakuan R3 sebelum infeksi E. coli disebabkan oleh
adanya kurkumin yang terkandung dalam kunyit yang berfungsi sebagai
antioksidan yang dapat melindungi hemoglobin dari oksidasi. Reaksi oksidatif
dapat merusak hemoglobin (Meyer dan Harvey 2004).
Hemoglobin sangat penting untuk kelangsungan hidup karena membawa
dan mengantarkan O2 ke jaringan (Jain 1993). Tingginya kadar hemoglobin pada
perlakuan R1 setelah infeksi E. coli diduga karena perlakuan ini merupakan
perlakuan kontrol negatif yang tidak mendapat infeksi E. coli. Penginfeksian E.
coli menyebabkan kadar hemoglobin menurun (Gambar 5). Hal ini sejalan dengan
menurunnya jumlah sel eritrosit yang mengalami lisis akibat infeksi.
Gambar 5 Kadar hemoglobin sebelum dan sesudah infeksi E. coli
Hematokrit
Hasil penelitian memperlihatkan tidak adanya perbedaan signifikan antar
perlakuan terhadap kadar hematokrit sebelum ayam diinfeksi E. coli. Kadar
hematokrit perlakuan yang menggunakan antibiotik (R5) menunjukkan nilai
paling tinggi sebesar 28.75 ± 2.99 % dibandingkan perlakuan R1, R2, R3, dan R4.
Kadar hematokrit ayam pedaging setelah diinfeksi E. coli menunjukkan
adanya perbedaan yang signifikan (P< 0.05) antara perlakuan R1 (27.75 ± 2.75 %)
7,408,10 8,53
7,65 8,008,25
6,70
8,05
7,05 7,05
0,001,002,003,004,005,006,007,008,009,00
R1 R2 R3 R4 R5
Hem
aglo
bin
(g%
)
Sebelum
Sesudah
51
dengan R2 (22.00 ± 2.45 %), R2 dengan R3 (27.75 ± 0.96%) dan R4 (25.50 ±
1.00 %). Perlakuan R1 (kontrol negatif) nyata lebih tinggi dari R2 (kontrol
positif), sementara perlakuan R3 (kunyit 1.5 % + Zn 180 ppm) dan R4 (bawang
putih 2.5 % + Zn 180 ppm) nyata lebih tinggi dari perlakuan R2. Hal ini
menunjukkan bahwa penambahan kombinasi kunyit, bawang putih, dengan zink
dalam ransum memiliki kadar hematokrit masih dalam kisaran normal.
Gambar 6 Kadar hematokrit ayam pedaging sebelum dan sesudah diinfeksi E. coli
Perlakuan R1 dan R3 menunjukkan kadar hematokrit tertinggi (27.75 ±
2.75 %) dan perlakuan R2 dengan kadar hematokrit terendah (22.00 ± 2.45 %)
seperti yang tersaji dalam Tabel 8 dan Gambar 6. Kadar hematokrit ayam
pedaging sebelum dan sesudah infeksi E. coli masih berada dalam kisaran normal.
Menurut Mangkoewidjojo dan Smith (1988) yaitu 24 – 43% atau Jain (1993) yaitu
22-35 %. Nilai hematokrit yang masih dalam kisaran normal menunjukkan bahwa
status kesehatan hewan berada dalam keadaan baik.
Hematokrit merupakan perbandingan antara jumlah sel darah merah
dengan volume sel darah merah. Kadar hematokrit tergantung pada jumlah sel
eritrosit, ukuran eritrosit serta volume darah. Peningkatan kadar hematokrit
mengindikasikan adanya dehidrasi, pendarahan akibat adanya pengeluaran cairan
25,25
28,5027,50 27,00
28,7527,75
22,00
27,7525,50 25,50
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
35,00
R1 R2 R3 R4 R5
Hem
atok
rit(%
)
Sebelum
Sesudah
52
dari pembuluh darah. Sedangkan penurunan nilai hematokrit dapat dijumpai pada
kondisi anemia atau akibat kekurangan sel darah merah.
Pemberian Kombinasi Kunyit, Bawang Putih dengan Mineral Zink terhadap Respon Imun Ayam Pedaging Sebelum dan Sesudah Infeksi E. coli
Total Protein
Kadar total protein sebelum dan sesudah diinfeksi E. coli disajikan dalam
Tabel 9 dan Gambar 10. Hasil penelitian menunjukkan kadar total protein berada
dalam kisaran normal yaitu 4.0 – 5.2 g/ dL (Swenson 1984). Kadar total protein
sebelum infeksi E. coli menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P< 0.05)
antara perlakuan R1 (kontrol negatif) dengan perlakuan R5 (antibiotik). Perlakuan
R1 mempunyai kadar total protein terendah (4.53 ± 0.25 g/dL), sedangkan
perlakuan R5 mempunyai kadar total protein tertinggi (5.35 ± 0.72 g/dL).
Setelah diinfeksi kadar total protein menunjukkan perlakuan R1 nyata
lebih tinggi daripada perlakuan R2, R3, dan R4, sementara perlakuan R5 nyata
lebih tinggi dari perlakuan R2. Kadar total protein terendah pada perlakuan R2
(3.95 ± 0.87 g/ dL) dan tertinggi pada perlakuan R5 (5.25 ± 0.10 g/ dL). Antar
perlakuan R3, R4, dan R5 tidak terdapat perbedaan. Hal ini menunjukkan bahwa
penambahan kombinasi kunyit, bawang putih dengan zink, kadar total protein
tidak berbeda dengan penggunaan antibiotik.
Penambahan kunyit dalam ransum yang memiliki komponen aktif
kurkumin dapat meningkatkan kadar total protein. Chattopadhyay et al. (2004)
menjelaskan, kurkumin mampu meningkatkan sekresi musin, meningkatkan
sekresi enzim pankreas yang berperan dalam metabolisme protein, antiinflamasi,
dan antibakteri. Hal ini dapat menyebabkan meningkatnya aktivitas traktus
gastrointestinal dan hati dalam absorbsi dan metabolisme pakan termasuk protein
sehingga kadar total protein meningkat.
Penambahan bawang putih yang mengandung allicin mampu melawan
infeksi oleh bakteri gram negatif dan positif serta mampu mencegah kerusakan
53
usus halus, sehingga proses absorbsi protein dalam usus halus lebih optimal
(Rabinowitch dan Currah 2002).
Gambar 7 Kadar total protein sebelum dan sesudah infeksi E. coli
Linder (1992) menjelaskan bahwa Zn berfungsi dalam mengaktifkan
berbagai enzim yang berhubungan dengan metabolisme termasuk sintesis protein
dan asam amino. Meningkatnya aktivitas enzim dalam metabolisme protein akan
meningkatkan protein plasma. Kaneko (1980) mangatakan kadar protein plasma
dipengaruhi oleh intake protein, laju sintesis protein, dan pengeluaran protein dari
tubuh.
Infeksi E. coli yang dilakukan menyebabkan terjadinya penurunan jumlah
total protein pada perlakuan R2, R3, R4 dan R5. Guyton dan Hall (1997)
menjelaskan perubahan kadar protein plasma dapat dijadikan petunjuk penting
untuk diagnosis maupun prognosis suatu penyakit. Penurunan level protein total
plasma juga terjadi akibat tubuh kehilangan protein plasma dalam jumlah
berlebihan.
Albumin
Hasil penelitian memperlihatkan kadar albumin sebelum dan sesudah
infeksi E. coli tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (P> 0.05).
4,534,75 4,7
5,1 5,354,9
3,954,4 4,35
5,25
0
1
2
3
4
5
6
R1 R2 R3 R4 R5
Tota
l Pro
tein
(g/ d
L)
Sebelum
Sesudah
54
Kadar albumin sebelum dan sesudah infeksi tertinggi dihasilkan oleh perlakuan
R5 (1.58 ± 0.17 dan 1.68 ± 0.15 g/ dL) dan terendah pada perlakuan R1 (1.40 ±
0.14 dan 1.43 ± 0.10 g/ dL). Kadar albumin normal menurut Swenson (1984)
berkisar antara 1.6 – 2.0 g/ dL. Kadar albumin hasil penelitian pada perlakuan R1
lebih rendah daripada kisaran albumin normal, kemungkinan disebabkan oleh
kadar globulin yang tinggi atau adanya gangguan gastrointestinal dan hati serta
intake protein berkurang sehingga produksi albumin berkurang.
Kadar albumin perlakuan R3 dan R4 masih lebih tinggi dari kadar albumin
R1 dan R2 (Gambar 8), mengindikasikan bahwa penambahan kombinasi kunyit,
bawang putih, dan zink dapat meningkatkan kadar albumin sebelum maupun
sesudah ayam pedaging diinfeksi E. coli.
Perlakuan R2 dimana ayam diinfeksi E. coli tetapi tidak diberi kunyit,
bawang putih, zink, maupun antibiotik dalam ransum, menunjukkan kadar
albumin yang lebih rendah dibanding dengan perlakuan R3, R4, dan R5. Hal ini
terjadi diduga karena perlakuan infeksi mengakibatkan respon inflamasi. Selama
respon inflamasi, terjadi ikatan antara sitokin dengan reseptor sitokin pada
permukaan hati yang menstimuliasi pembentukan nuclear factor-interleukin 6
(NF-IL6) sehingga memproduksi protein fase akut. Terbentuknya NF-IL6 maka
pembentukan C-EBP (Enhancer Binding Protein) yang secara tetap dibentuk oleh
hati untuk memproduksi albumin mengalami penurunan (Suharti 2004).
Globulin
Kadar globulin diperoleh dari pengurangan kadar total protein dengan
kadar albumin. Data kadar globulin sebelum infeksi E. coli tidak menunjukkan
adanya perbedaan yang nyata (P> 0.05). Walaupun secara statistik antar perlakuan
tidak ada perbedaan, secara numerik dapat dilihat kadar globulin tertinggi pada
perlakuan R5 (antib iotik) yaitu 3.78 ± 0.69 g/ dL (Gambar 8) dan terendah pada
perlakuan R1 (kontrol negatif) yaitu 3.13 ± 0.26 g/ dL.
Perbedaan yang signifikan antar perlakuan R1 dengan R2 dan antar
perlakuan R2 dengan R5 ditunjukkan pada kadar globulin ayam pedaging yang
55
diinfeksi E. coli. Kadar globulin tertinggi pada perlakuan R5 (3.58 ± 0.21 g/ dL)
dan terendah pada perlakuan R2 (2.50 ± 0.76 g/ dL). Data hasil penelitian
menunjukan bahwa kadar globulin semua perlakuan diatas kisaran normal yaitu
2.3 – 3.3 g/dL (Swenson 1984).
Secara umum, kadar globulin pada perlakuan kontrol negatif (tidak
diinfeksi E. coli) mengalami peningkatan sedangkan untuk perlakuan lainnya
mengalami penurunan, disebabkan oleh adanya infeksi E. coli. Pada perlakuan
R3, R4, dan R5, penurunan kadar globulin masih lebih sedikit dibandingkan pada
perlakuan R2 yang diinfeksi E. coli tanpa diberi kunyit, bawang putih, zink,
maupun antibiotik. Kadar globulin dapat menunjukkan tingkat imunitas ternak.
Peningkatan kadar globulin diduga disebabkan oleh meningkatnya
aktivitas sel limfoid dalam memproduksi globulin untuk meningkatkan imunitas
sebagai pertahanan tubuh. Peningkatan kadar globulin bertujuan untuk melawan
agen penyebab inflamasi.
Gambar 8 Kadar globulin ayam pedaging sebelum dan sesudah infeksi E. coli
Rasio A/ G
Nilai rasio A/ G diperoleh dengan membandingkan kadar albumin dengan
kadar globulin seperti yang tercantum dalam Tabel 9. Hasil uji statistik
menunjukkan bahwa rasio A/ G tidak memperlihatkan adanya perbedaan yang
3,13 3,28 3,15
3,603,78
3,48
2,502,93 2,80
3,58
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
3,50
4,00
R1 R2 R3 R4 R5
Glob
ulin
(g
/ dL)
Sebelum
Sesudah
56
signifikan antar perlakuan (P> 0.05) sebelum maupun sesudah infeksi E. coli.
Secara numerik dapat dilihat pada Gambar 9 bahwa nilai rasio A/G sebelum dan
sesudah infeksi E. coli tertinggi pada perlakuan R3 (0.51 ± 0.11) dan R2 (0.61 ±
0.17), terendah pada perlakuan R4 (0.42 ± 0.06) dan R1 (0.41 ± 0.03).
Menurut Widhyari (2005), peningkatan rasio A/G dapat disebabkan karena
meningkatnya albumin disertai kadar globulin yang tetap atau kadar albumin tetap
dan globulin menurun atau meningkatnya kadar albumin disertai menurunnya
kadar globulin. Rendahnya rasio A/G mencerminkan terjadinya peningkatan kadar
globulin disertai penurunan atau tetapnya kadar albumin. Rasio A/G pada ayam
berkisar antara 0.5 – 1.5 dan ideal pada ayam sebesar 0.68 (Sturkie 1954).
Imunoglobulin
Hasil penelitian menunjukkan kadar imunoglobulin tidak menunjukkan
perbedaan yang signifikan (P> 0.05) sebelum ayam pedaging diinfeksi E. coli.
Sedangkan setelah diinfeksi E. coli kadar imunoglobulin menunjukkan adanya
perbedaan antar perlakuan. Perlakuan R4 (ransum basal + bawang putih + zink
180 ppm) nyata lebih tinggi dari R1, R2, dan R3, sementara perlakuan R5
(antibiotik) nyata lebih tinggi dari R1(kontrol negatif). Kadar imunoglobulin
tertinggi pada perlakuan R4 (345.84 ± 70.12 µg/ ml) dan terendah pada perlakuan
R1 (116.36 ± 52.24 µg/ ml). Hai ini dapat mengindikasikan bahwa pemberian
kombinasi bawang putih dengan zink dapat meningkatkan kadar imunoglobulin
serum ayam pedaging yang diinfeksi E. coli.
Imunoglobulin merupakan fraksi globulin yang paling banyak
mengandung antibodi, sehingga penambahan bawang putih 2.5% dalam ransum
cenderung dapat meningkatkan kekebalan ayam pedaging. Zat pada bawang putih
yang berperan sebagai antibiotik adalah allicin yang dapat memusnahkan bakteri,
visus, amuba dan mikroorganisme berbahaya lain. Ankri dan Mirelman (1999)
menyatakan bahwa komponen medis bawang putih yang sangat berperan sebagai
antibakteri dan anti jamur adalah allicin.
57
Gambar 9 Kadar imunoglobulin ayam pedaging sebelum dan sesudah infeksi E. coli
Tingginya kadar imunoglobulin pada perlakuan R4 diduga juga
disebabkan oleh adanya produksi sel-sel limfosit yang ditandai dengan bobot
limpa pada perlakuan R4 lebih tinggi dibanding perlakuan lainnya. Menurut
Tizard (1987) limfosit fungsi utamanya adalah memproduksi antibodi (limfosit
B). Limfosit berfungsi sebagai humoral antibodi dan imunitas seluler. Limfosit
dalam sirkulasi mampu memproduksi immunoglobulin.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa komponen bioaktif bawang
putih mampu meningkatkan sistem imun. Suharti (2004) melaporkan bahwa
pemberian serbuk bawang putih 2.5% dalam ransum dapat menurunkan jumlah
koloni S. typhimurium. Sivam dalam Suharti (2004) menguji khasiat bawang putih
untuk melawan infeksi Helicobacter pylori. Pada uji in vitro menunjukkan bahwa
H. pylori rentan terhadap ekstrak bawang putih pada konsentrasi yang cukup
rendah.
76,47
165,08122,67
99,54139,68
116,36
184,86 198,82
345,84
241,45
0
50
100
150
200
250
300
350
400
R1 R2 R3 R4 R5
Imun
oglo
bulin
µg/ m
l
Sebelum
Sesudah
58
Tabel 9 Kadar total protein, albumin, globulin, rasio A/G, dan imunoglobulin serum ayam pedaging sebelum dan sesudah infeksi E. coli
Perlakuan Total protein* (g/ dL) Albumin (g/ dL) Globulin (g/ dL) Rasio A/ G Imunoglobulin**
(µg/ml) Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
R1 4.53a
± 0.25 4.90a
± 0.26 1.40
± 0.14 1.43
± 0.10 3.13
± 0.26 3.48b
± 0.21 0.45
± 0.07 0.41
± 0.03 76.47
± 20.09 116.36 a ± 52.24
R2 4.75a ± 0.47
3.95c ± 0.87
1.48 ± 0.28
1.45 ± 0.24
3.28 ± 0.73
2.50a ± 0.76
0.48 ± 0.18
0.61 ± 0.17
165.08 ± 58.14
184.86 ac ± 85.12
R3 4.70a ± 0.48
4.40abc ± 0.86
1.55 ± 0.19
1.48 ± 0.15
3.15 ± 0.50
2.93ab ± 0.98
0.50 ± 0.11
0.58 ± 0.30
122.67 ± 121.97
198.82 ac ± 91.81
R4 5.10a ± 0.53
4.35abc ± 0.50
1.50 ± 0.26
1.55 ± 0.19
3.60 ± 0.37
2.80 ab ± 0.37
0.42 ± 0.06
0.56 ± 0.06
99.54 ± 76.09
345.84 b ± 70.12
R5 5.35b ± 0.72
5.25b ± 0.10
1.58 ± 0.17
1.68 ± 0.15
3.78 ± 0.69
3.58 b ± 0.21
0.43 ± 0.09
0.47 ± 0.07
139.68 ± 118.74
241.45 c ± 63.57
Keterangan : Huruf yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p < 0.05). Sebelum : ayam berumur 1- 3 minggu belum diinfeksi E. coli Sesudah : ayam berumur 3-5 minggu telah diinfeksi E. coli R1(ransum basal/ kontrol negatif), R2 (ransum basal/ kontrol positif), R3 (ransum basal + serbuk kunyit 1.5%/ infeksi E. coli), R4
(ransum basal + serbuk bawang putih 2.5%/ infeksi E. coli), R5 (ransum basal + antibiotik/ infeksi E. coli). * Hasil Analisis Lab. Patoklin FKH-IPB ** Hasil Analisis Lab. Bagian Mikrobiologi Medik FKH-IPB
59
KESIMPULAN
1. Pemberian kombinasi kunyit 1.5% dengan ZnO 180 ppm dan kombinasi
bawang putih 2.5% dengan ZnO 180 ppm dalam ransum mampu
memperlihatkan performa dan status kesehatan yang lebih baik.
2. Pemberian kombinasi bawang putih 2.5% dengan ZnO 180 ppm dalam
ransum meningkatkan kadar imunoglobulin serum, sehingga dapat menjadi
alternatif sebagai antimikroba alami dalam ransum ayam pedaging.
SARAN
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan kunyit dan bawang putih
dalam bentuk ekstrak atau penggunaan serbuk kunyit dan bawang putih
secara tunggal pada ayam petelur.
2. Perlu dilakukan uji tantang dengan jenis mikroba lain untuk melihat
keefektifannya dalam mengendalikan penyakit lain yang menyerang industri
perunggasan.
3. Perlu digunakan metode lain dalam cara penginfeksian bakteri pada ternak
seperti metode air sac.
60
DAFTAR PUSTAKA
Agustina A. 1996. Penggunaan tepung kunyit (Curcuma domestica) dalam
ransum terhadap penampilan dan daya tahan tubuh ayam pedaging [skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Agustina. 2003. Atasi infeksi cacing dengan bawang putih. Infovet No.111:44-45.
Akita EM, Li-Chan EC, Nakai S. 1998. Neutralization of enterotoxogenic Escherichia coli heat- labile toxin by chicken egg yolk immunoglobulin Y and its antigen-binding fragments. J Food Agrice Immunol 10:161-172.
Akoso BT. 1998. Kesehatan Unggas. Yogyakarta: Kanisius.
Ali SA, Sayed MAM, El-wafa SA, Abdallah AG. 2003. Performance and immune response of broiler chick as affected by methionine and zinc or commercial zink-methionine supplementations [abstrak]. Di dalam : J Egypt Poult Sci; Egypt : Animal Production Research Insitute, ARC, Dokki. hlm 523-540. Abstr vol.23 no.3.
Amrullah IK. 2003. Nutrisi Ayam Broiler. Ed ke-1. Bogor: Lembaga Satu Gunung Budi.
Amrullah IK. 2004. Nutrisi Ayam Broiler. Ed ke-2. Bogor: Lembaga Satu Gunung Budi.
Ankri S, Mirelman D. 1999. Antimicrobial properties of allicin from garlic. Microbes and Infection 1:25-129.
Arief DA. 2000. Evaluasi ransum yang menggunakan kombinasi pollard dan duckweed terhadap persentase berat karkas, bulu, organ dalam, lemak abdominal, panjang usus, dan sekum ayam kampung [skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
[Anonim]. 2007. Zinc : mineral yang diremehkan. Sehat dan Kaya. http: //sehatpluskaya.blogspot.com [ 27 Des 2007].
[Anonim]. 2008b. Kolibasilosis. Pusat Pemberdayaan Masyarakat Veteriner Jogjavet. http:// www\Kolibasilosis « Pusat Pemberdayaan Masyarakat Veteriner “JogjaVet”.html [18 Mar 2008]
[Anonim]. 2008a. Koli yang muncul berkali-kali. Infovet. http: //www.infovet.worldpress.com [18 Mar 2008]
[Anonim]. 2008c. Suplementasi zink untuk cegah infeksi. Info sehat. http://www.Info sehat_com [18 Mar 2008]
Bell DD. 2002. Anatomy of The Chicken. In: Bell DD and Weaver Jr WD, editor. Commercial Chicken Meat and Egg Production. 5th Edition. USA: Springer Science + Business Media, Inc.
61
Border NM, Wagenaar JA, Putirulan FF, Veldman KT, Sommer M. 1999. The effect of flavophospolipol (flavomycin) and salinomycin sodium (sacox) on the excretion of Clostridium perfringens, Salmonella enteritis, and Compylobacter jejuni in broiler after experimental infection. J Poult Sci 78:1681-1689.
Breazile JE. 1971. Text Book of Veterinary Physiology. Philadelphia: Lea and Febriger.
Campbell TW. 1995. Avian Hematology and Cytology. Iowa: Iowa State University Press.
Carlender D. 2002. Avian IgY antibody in vitro and in vivo [disertasi]. Uppsala: The Faculty of Medicine119, Acta University Uppsala
Chattopadhyay I, Biswas K, Bandyopadhyay U, Banerjeel RK. 2004. Turmeric and curcumin: Biological actions and medicinal applications. Current Sci. 87 (1): 44-53.
Church DC. 1979. Digestive Physiology and Nutrition of Ruminants. Volume ke-1. Ed ke-2. Oregon: O and B Books.
Colville T, Bassert JM. 2002. Clinical Anatomy and Physiology for Veterinary Technicians. USA: Mosby Inc.
Contran RS, Kumar V, Collin T. 1999. Pathology Basi s of Desease. Philadelphia : WB.Sanders Company.
Crayonpedia. 2009. Darah. http://www.crayonpedia.org [Jan 2009]
Cunningham JG. 2002. Textbook of Veterinary Physiology. Ed ke-3. Philadelphia: WB. Saunders Company.
Darwis SN, Madjo ABD, Hasiyah S. 1991. Tanaman Obat Famili Zingberaceae. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri.
Delves PJ, Roitt IM. 2004. The immune system. Review Article. N Engl J Med 343:37-49.
Effendi Z. 2003. Peranan leukosit sebagai anti inflamasi alergik dalam tubuh. Medan: USU Digital Library.
Ening W. 2000. Metode Ilmiah dalam Perkembangan Imunologi. http://www.hayati- ipb.com/users/rudyct/PPs702/EWIEDOSARI.html [Jan 2004].
Ensminger ME. 1992. Poultry Science. 4th Edition. Danville: Interstate Publisher Inc.
Fardiaz S. 1989. Analisis mikrobiologi pangan. Bogor : Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
Farrel KI. 1990. Spices, Condiments and Seasonings. Connecticut : The AVI Publ. Co. Inc. Westport.
62
Frandson RD. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Ed ke-4. Srigandono B, Praseno K, penerjemah; Soedarsono, editor. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Ganiswara SG. 1995. Farmakologi dan Terapi. Ed ke-4. Jakarta: Gaya Baru.
Ganong WF. 1995. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-4. Widjajakusumah MD, penerjemah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
Georgievskii VI, Anenkov BN, Samokhin VT. 1982. Mineral Nutrition of Animal. London: Butterworths Press.
Girindra A. 1989. Biokimia Patologi. Bogor: Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati Institut Pertanian Bogor.
Gropper SS, Smith JL, Groff JL. 2005. Advanced Nutrition and Human Matabolism. Ed ke-4. USA: Wardsworth.
Guton AC. 1996. Buku Fisiologi Kedokteran. Ed ke-7. Engadi KA, penerjemah. Jakarta: EGC.
Guyton, Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Setiawan I, penerjemah. Jakarta: EGC
Hadi S. 1985. Manfaat Temulawak Ditinjau dari Segi Kedokteran. Bandung: Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran.
Hardian S. 2004. Performa hasil silangan mencit agouti dan mencit putih pada penambahan tepung kunyit (Curcuma domestica, Val.) dalam ransum [skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Ilmupedia. 2008. Hematologi. http://www.ilmupedia.com [Okt 2008]
Jain NC. 1993. Essential of Veterinary Hematology. Philadelphia: Lea and Febiger.
Jaya INS. 1997. Pengaruh penambahan bawang putih (Allium sativum L.) dalam pakan pada kadar kolesterol ayam broiler [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Jones RD, Johansen K. 1972. Haematology of Bird. In: Farner K, editor. Avian Biology II. New York: Academic Press Inc.
Kaneko JJ. 1980. Clinical Biochemistry of Domestic Animals. 3rd Edition. New York: Academic Press Inc.
Kim WK, Petterson PH. 2004. Effect of dietary zinc supplementation on broiler performance and nitrogen loss from manure. Poult Sci. 83: 34-38.
Klasing KC. 2000. Comparative Avian Nutrition. London: CAB International.
Kuby J. 1997. Immunology. 3rd Edition. New York: W.H. Freeman and Company.
Larson A, Karlsson-Parra A, Sjoquist J. 1991. Use of chicken antibodies in enzyme immunoassays to avoid interference by rhematoid factors. Clin Chem 37(3):411-414.
63
Lay BW, Hastowo S. 1992. Mikrobiologi. Jakarta: Rajawali Persada.
Leeson S, Summers JD. 2001. Nutrition of The Chicken. 4th Edition. Canada: The University Books.
Levine MM. 1987. Escherichia coli that cause diarrhea: enterotoxigenic, enteroinvasive, enterohemorrhagic, and enteroadherent. J Infect Dis 155: 377-389.
Linder MC. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Parakkasi A, penerjemah. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia
Lu CF. 1995. Toksikologi Dasar. Ed ke-2. Nugruho E, penerjemah. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Mahmuda I. 2007. Pengaruh pemberian ampas kunyit (Curcuma domestica) dalam ransum terhadap performa produksi, respon imun dan kadar kolesterol plasma darah mencit putih (Mus musculus) [skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Mangkoewidjojo S, Smith JB. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan, dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta: Universitas Indonesia.
McDowel LR. 1992. Minerals in Animal and Human Nutrition. California: Academic Press Inc.
Mehta A, Hoffbrand V. 2008. At a Glance Hematologi. 2nd Edition. Hartanto H, penerjemah; Safitri A, Astikawati R, editor. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Meyer DJ, Harver JW. 2004. Veterinary Laboratory Madicine Interpretation and Diagnosis. 3rd Edition. USA: Saunders.
Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwel VW. 2003. Biokimia Harper. Ed ke-25. Hartono A, penerjemah; Bani AP, Sikumbang TMN, editor. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Murtidjo. 1987. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Yogyakarta: Kanisius.
Nesheim MC, Austic RE, Card LE. 1979. Poultry Production. Ed ke-12. Philadelphia: Lea and Febiger
Nickel RA. Schummer, Seiferle E, Siller WG, Wight PHL. 1997. Anatomy of Domestic Bird. Berlin: Verlag Paul Parey.
Nuraini T. 2009. Dasar–dasar Imunobiologi. http://www.scribd.com/dasardasarimunobiologi [ Mar 2009]
North MO. 1984. Commercial Production Manual. Ed ke-4. Connecticut: Avi Publishing Company Inc.
North MO, Bell DD. 1990. Commercial Chicken Production Manual. Ed ke-4. New York: Champman and Hill.
[NRC] National Research Council. 1994. Nutrient Requirements of Poultry. 9th Revised Edition. Washington DC : Academy Press.
64
Palungkun, Budiarti. 2001. Bawang Putih Dataran Rendah. Jakarta : Penebar Swadaya.
Pond WG, Church DC, Pond KR. 1995. Basic Animal Nutrition and Feeding. Ed ke-4. New York: John Wiley and Sons.
Prewitt K, Elhendy A. Sacher M. 2007. Total Serum Protein. http://youtotahealth.invillage.com/total-serum-protein.html [Jul 2008]
Purwanti S. 2008. Kajian efektifitas pemberian kunyit, bawang putih dan mineral zink terhadap performa, kadar lemak, kolesterol dan status kesehatan broiler [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Purseglove J, Brown WEG, Green CL, Robbins SRJ. 1981. Species. Volume ke-1. London: Longman.
Putnam PA. 1991. Handbook of Animal Science. London: CAB International.
Rabinowitch HD, Currah L. 2002. Alium Crop Science: Recent Advances. New York : CABI Publishing.
Ressang AA. 1984. Patologi Khusus Veteriner. Ed ke-2. Denpasar: Percetakan Bali.
Revington B. 2002. Feeding Poultry in The Post-Antibiotics Era. Onario : New-Life Mills Limited. 1400 Bishop Street. Suite 201. Cambridge.
Reynolds JEF. 1982. Martindale The Extra Pharmacopeia. 28th Edition. London : The Pharmaceutical Press.
Roitt I, Brostoff J, Male D. 1996. Immunology. 4th Edition. London : Mosby Press.
Roitt I. 1994. Immunology. Essential Immunology. Ed ke-8. Jakarta: Penerbit Widya Medika.
Rosalyn EM. 2005. Pengaruh pemberian kunyit (Curcuma Domestica, Val) atau temulawak (Curcuma xanthorriza, Roxb) dalam ransum terhadap performan broiler [skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Rukmana HR. 1994. Kunyit. Jakarta : Kanisius.
Rukmana HR. 2004. Temu-temuan. Apotik Hidup di Pekarangan. Yogyakarta: Kanisius.
Safitri M. 2004. Aktivitas antibakteri bawang putih (Allium sativum) terhadap bakteri mastitis subklinis secara in vitro dan in vivo pada ambing tikus putih (Rattus norvegicus) [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Samadi. 2004. Feed quality for food savety kapankah indonesia?. Inovasi Vol.2/XVI.
65
Samarasinghe K, Wenk C, Silva KFST, Gunasekera JMDM. 2003. Turmeric (Curcuma Longa) root powder and mannanoligosaccharides as alternatives to antibiotics in broiler chicken diets. J Anim Sci 16(10):1496-1499.
Saputra R. 2007. Pengaruh suplementasi mineral Zn terhadap karakteristik cairan rumen dan sintesis protein mikroba dari ransum yang memakai tonggkol jagung amoniasi. http://www.rifkisaputra-perkuliahan.blogspot.com/2007/11/pengaruh-suplementasi-mineral-zn.html. [Nov 2007]
Sariikankutuk. 2009. Albumin. http://www.sariikankutuk.com. [Mei 2009].
Sastradipradja D, Sikar SHS, Wijayakusuma R, Ungerer T, Maad A, Nasution H, Suriawinata R, Hamzah R. 1989. Penuntun praktikum fisiologi veteriner. Bogor: Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati.
Schade R, Staak C, Hendriksen C, Erhard M, Hugi H, Koch G, Larson A, Pollman W, Regenmortel MV, Rijke E, Spielmann H, Steinbushch H, Starughan D. 1999. The production of avian (egg yolk) antibodies: IgY. The Report and Recommendations of ECVAM Workshop 21. Reprinted with minor amendements from ATLA 24:925-934. http://altweb.jhsph.edu/science/pubs/evcam/evcam21.html. [10 Februari 2004]
Smith FM, West NH, Jones DR. 2000. The Cardiovascular System. In: Whittow GC, editor. Sturkie’s Avian Physiology. 5th Edition. USA: Academic Press.
Soebronto. 1985. Ilmu Penyakit Ternak. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Solomon IA. 1978. Antibiotics in Animal feeds-human and animal safety issues. J Anim Sci 46:1360-1368.
Song CS, Yu JH, Bai DH, Hester PY, Kim KH. 1985. Antibodies to the subunit of insulin receptor from eggs of immunized hens. J. Immunol 135:3354-3359.
Spector WG. 1993. Pengantar Patologi Umum. Ed ke-3. Soetjipto NS, Amelia A, Pudji A, penerjemah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Steel RGD, Torrie JH. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometrik. Edisi ke-2. Sumantri B, penerjemah; Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Sturkie PD. 2000. Avian Physiology. Ed ke-15. New York: Spinger-Verlag.
Suharti S. 2004. Kajian antibakteri temulawak, jahe dan bawang putih terhadap bakteri Salmonella thphimurium serta pengaruh bawang putih terhadap performans dan respon imun ayam pedaging [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Sumiati T, Adnyana IK. 2004. Kunyit, Si Kuning yang Kaya Manfaat. http://www.pikiran-rakyat.com/cakrawala/lainnya02.htm. [2 Des 2006].
66
Sun S, Mo W, Ji Y, Liu S. 2001. Preparation and mass spectrometric study egg yolk antibody (IgY) against rabies virus. Rapid Com Mass Spect 15(9):708-712.
Suprijatna E, Atmomarsono U, Kartasudjana R. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Jakarta: Penebar Swadaya.
Sutardi. 1997. Peluang dan Tantangan Pengembangan Ilmu-ilmu Nutrisi Ternak. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Nutrisi Ternak. Bogor: Institut Pertanian Bogor. hlm.103-104
Swenson MJ. 1984. Duke’s Physiology of Domestic Animals. Ed ke-10. Ithaca and London: Cornell University Press.
Tampubolon OT. 1981. Tumbuhan Obat. Jakarta : Bhratara Karya Aksara.
Tizard. 1987. Pengantar Imunologi Veteriner. Edisi Ke-2. Partodirejo M, penerjemah; Surabaya : Airlangga University Press.
Underwood EJ. 1971. Trace Elements in Human and Animal Nutrition. London: Academic Press.
Underwood EJ. 1981. The Mineral Nutrition of Livestock. London: Commonwealth Agricultural Bureaux.
Underwood EJ, Suttle NF. 2001. The Mineral Nutrition of Livestock. Ed ke-3. UK: CABI Publishing.
Warr GW, Magor KE, Higgins DA. 1995. IgY: Clues to the origins of modern antibofies. J. Immunol 16(8):392-398.
Wenk C. 2000. Hebs, species and botanicals: “old fashioned” or the new feed additives for tomorrows feed formulation?. concepts for their successful use. Di dalam : Biotechnology in Feed Industry. Proceedings of Alltech’s 16th
. Annual Symposium, hlm 79-96.
Wibawan IWT, Laemmler Ch. 1994. Relationship between encapsulation and various properties of streptococcus suis. J Vet Med B-41:453-459.
Wibowo S. 2001. Budidaya Bawang. Bawang Putih, Bawang Merah, Bawang Bombay. Jakarta : Penebar Swadaya.
Widhyari SD. 2005. Patofisiologi sekitar partus pada kambing peranakan etawah: kajian peran suplementasi Zincum terhadap respon imunisasi dan produktivitas [disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Wikipedia, 2007. Minyak Atsiri. http://www.id.wikipedia.org/wiki/Minyak_atsiri [Mar 2008]
Winarto WP. 2003. Khasiat dan Manfaat Kunyit. Cetakan ke-1. Jakarta : Agromedia Pustaka.
67
Wiryawan KG, Suharti S, Bintang M. 2005. Kajian antibakteri temulawak, jahe, dan bawang putih terhadap Salmonella typhimurium serta pengaruh bawang putih terhadap performans dan respon imun ayam pedaging. Media Peternakan 28(2): 52-62.
Zinc information. 2008. Zinc. http://www.mindat.orgmin-29191.html [Mar 2008]
68
Lampiran 1. Analisis ragam konsumsi ransum sebelum infeksi E. coli
Descriptives
KONSUMSIPRE
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
R1 4 1032.8425 42.39286 21.19643 965.3860 1100.2990 1000.00 1088.89
R2 4 1068.9875 18.66401 9.33200 1039.2889 1098.6861 1044.46 1088.38
R3 4 1107.1250 47.61650 23.80825 1031.3565 1182.8935 1074.45 1177.22
R4 4 1106.7225 46.16989 23.08494 1033.2559 1180.1891 1053.09 1165.64
R5 4 1099.7575 89.09974 44.54987 957.9799 1241.5351 976.27 1183.43
Total 20 1083.0870 56.19536 12.56566 1056.7868 1109.3872 976.27 1183.43
ANOVA
KONSUMSIPRE
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 16550.694 4 4137.674 1.428 .273
Within Groups 43449.760 15 2896.651
Total 60000.454 19
Lampiran 2 Analisis ragam konsumsi ransum sesudah infeksi E. coli
Descriptives
KONSUMSIPOST
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
R1 4 1249.6250 107.83449 53.91724 1078.0363 1421.2137 1187.37 1411.13
R2 4 995.7275 250.99548 125.49774 596.3377 1395.1173 808.29 1360.43
R3 4 1249.7700 231.41983 115.70992 881.5294 1618.0106 948.85 1500.00
R4 4 895.1675 382.57471 191.28735 286.4058 1503.9292 492.07 1319.22
R5 4 1083.7100 127.02497 63.51249 881.5849 1285.8351 976.86 1267.08
Total 20 1094.8000 257.84068 57.65493 974.1268 1215.4732 492.07 1500.00
69
ANOVA
KONSUMSIPOST
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 391111.860 4 97777.965 1.682 .206
Within Groups 872042.692 15 58136.179
Total 1263154.552 19
Lampiran 3 Analisis ragam pertambahan bobot badan sebelum infeksi E.coli
Descriptives
PBBPRE
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for
Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
R1 4 480.4025 37.97464 18.98732 419.9764 540.8286 429.38 520.21
R2 4 689.5450 47.55700 23.77850 613.8712 765.2188 641.24 747.03
R3 4 697.0625 26.22434 13.11217 655.3337 738.7913 659.00 717.98
R4 4 718.3550 29.30160 14.65080 671.7296 764.9804 675.79 740.89
R5 4 676.7950 81.42476 40.71238 547.2300 806.3600 589.25 758.35
Total 20 652.4320 99.27402 22.19835 605.9703 698.8937 429.38 758.35
ANOVA
PBBPRE
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 151611.211 4 37902.803 15.952 .000
Within Groups 35640.097 15 2376.006
Total 187251.309 19
70
Multiple Comparisons
PBBPRE LSD
(I) PERLAKUAN
(J) PERLAKUAN
Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
R1 R2 -209.14250* 34.46742 .000 -282.6081 -135.6769
R3 -216.66000* 34.46742 .000 -290.1256 -143.1944
R4 -237.95250* 34.46742 .000 -311.4181 -164.4869
R5 -196.39250* 34.46742 .000 -269.8581 -122.9269
R2 R1 209.14250* 34.46742 .000 135.6769 282.6081
R3 -7.51750 34.46742 .830 -80.9831 65.9481
R4 -28.81000 34.46742 .416 -102.2756 44.6556
R5 12.75000 34.46742 .717 -60.7156 86.2156
R3 R1 216.66000* 34.46742 .000 143.1944 290.1256
R2 7.51750 34.46742 .830 -65.9481 80.9831
R4 -21.29250 34.46742 .546 -94.7581 52.1731
R5 20.26750 34.46742 .565 -53.1981 93.7331
R4 R1 237.95250* 34.46742 .000 164.4869 311.4181
R2 28.81000 34.46742 .416 -44.6556 102.2756
R3 21.29250 34.46742 .546 -52.1731 94.7581
R5 41.56000 34.46742 .247 -31.9056 115.0256
R5 R1 196.39250* 34.46742 .000 122.9269 269.8581
R2 -12.75000 34.46742 .717 -86.2156 60.7156
R3 -20.26750 34.46742 .565 -93.7331 53.1981
R4 -41.56000 34.46742 .247 -115.0256 31.9056
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 4 Analisis ragam pertambahan bobot badan sesudah infeksi E.coli
Descriptives
PBBPOST
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
R1 4 962.3225 88.92135 44.46068 820.8288 1103.8162 876.04 1047.45
R2 4 766.4925 153.48235 76.74117 522.2678 1010.7172 554.40 888.64
R3 4 822.9875 30.29581 15.14790 774.7801 871.1949 783.34 856.75
R4 4 703.7400 94.67024 47.33512 553.0985 854.3815 591.90 819.95
R5 4 766.3400 154.31249 77.15624 520.7944 1011.8856 545.67 902.43
Total 20 804.3765 135.46826 30.29162 740.9754 867.7776 545.67 1047.45
71
ANOVA
PBBPOST
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 153211.945 4 38302.986 2.939 .056
Within Groups 195469.413 15 13031.294
Total 348681.358 19
Multiple Comparisons PBBPOST LSD
(I) PERLAKUAN
(J) PERLAKUAN
Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
R1 R2 195.83000* 80.71956 .028 23.7803 367.8797
R3 139.33500 80.71956 .105 -32.7147 311.3847
R4 258.58250* 80.71956 .006 86.5328 430.6322
R5 195.98250* 80.71956 .028 23.9328 368.0322
R2 R1 -195.83000* 80.71956 .028 -367.8797 -23.7803
R3 -56.49500 80.71956 .495 -228.5447 115.5547
R4 62.75250 80.71956 .449 -109.2972 234.8022
R5 .15250 80.71956 .999 -171.8972 172.2022
R3 R1 -139.33500 80.71956 .105 -311.3847 32.7147
R2 56.49500 80.71956 .495 -115.5547 228.5447
R4 119.24750 80.71956 .160 -52.8022 291.2972
R5 56.64750 80.71956 .494 -115.4022 228.6972
R4 R1 -258.58250* 80.71956 .006 -430.6322 -86.5328
R2 -62.75250 80.71956 .449 -234.8022 109.2972
R3 -119.24750 80.71956 .160 -291.2972 52.8022
R5 -62.60000 80.71956 .450 -234.6497 109.4497
R5 R1 -195.98250* 80.71956 .028 -368.0322 -23.9328
R2 -.15250 80.71956 .999 -172.2022 171.8972
R3 -56.64750 80.71956 .494 -228.6972 115.4022
R4 62.60000 80.71956 .450 -109.4497 234.6497
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
72
Lampiran 5 Analisis ragam konversi ransum sebelum infeksi E. coli
Descriptives
KONVERSIPRE
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
R1 4 2.1625 .23056 .11528 1.7956 2.5294 1.92 2.43
R2 4 1.5550 .07937 .03969 1.4287 1.6813 1.46 1.63
R3 4 1.5900 .05228 .02614 1.5068 1.6732 1.54 1.64
R4 4 1.5425 .12712 .06356 1.3402 1.7448 1.42 1.72
R5 4 1.6375 .18446 .09223 1.3440 1.9310 1.50 1.89
Total 20 1.6975 .27530 .06156 1.5687 1.8263 1.42 2.43
ANOVA
KONVERSIPRE
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1.103 4 .276 12.268 .000
Within Groups .337 15 .022
Total 1.440 19
73
Multiple Comparisons KONVERSIPRE LSD
(I) PERLAKUAN
(J) PERLAKUAN
Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
R1 R2 .60750* .10601 .000 .3816 .8334
R3 .57250* .10601 .000 .3466 .7984
R4 .62000* .10601 .000 .3941 .8459
R5 .52500* .10601 .000 .2991 .7509
R2 R1 -.60750* .10601 .000 -.8334 -.3816
R3 -.03500 .10601 .746 -.2609 .1909
R4 .01250 .10601 .908 -.2134 .2384
R5 -.08250 .10601 .449 -.3084 .1434
R3 R1 -.57250* .10601 .000 -.7984 -.3466
R2 .03500 .10601 .746 -.1909 .2609
R4 .04750 .10601 .660 -.1784 .2734
R5 -.04750 .10601 .660 -.2734 .1784
R4 R1 -.62000* .10601 .000 -.8459 -.3941
R2 -.01250 .10601 .908 -.2384 .2134
R3 -.04750 .10601 .660 -.2734 .1784
R5 -.09500 .10601 .384 -.3209 .1309
R5 R1 -.52500* .10601 .000 -.7509 -.2991
R2 .08250 .10601 .449 -.1434 .3084
R3 .04750 .10601 .660 -.1784 .2734
R4 .09500 .10601 .384 -.1309 .3209 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 6 Analisis ragam konversi ransum sesudah infeksi E. coli
Descriptives
KONVERSIPOST
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
R1 4 1.3025 .11587 .05793 1.1181 1.4869 1.13 1.37
R2 4 1.3275 .36059 .18029 .7537 1.9013 .98 1.73
R3 4 1.5250 .30881 .15441 1.0336 2.0164 1.11 1.81
R4 4 1.2475 .44560 .22280 .5385 1.9565 .83 1.83
R5 4 1.4625 .35650 .17825 .8952 2.0298 1.08 1.89
Total 20 1.3730 .31698 .07088 1.2246 1.5214 .83 1.89
74
ANOVA
KONVERSIPOST
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .216 4 .054 .477 .752
Within Groups 1.693 15 .113
Total 1.909 19
Lampiran 7 Analisis ragam bobot badan akhir
Descriptives
BBAKHIR
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for
Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
R1 4 1492.4750 63.70701 31.85351 1391.1029 1593.8471 1417.19 1560.96
R2 4 1497.2875 128.97841 64.48920 1292.0541 1702.5209 1341.43 1642.10
R3 4 1560.8000 15.24188 7.62094 1536.5468 1585.0532 1539.32 1572.94
R4 4 1463.3450 114.32787 57.16393 1281.4238 1645.2662 1309.69 1583.05
R5 4 1484.8850 129.63274 64.81637 1278.6104 1691.1596 1320.17 1627.93
Total 20 1499.7585 95.62400 21.38218 1455.0051 1544.5119 1309.69 1642.10
ANOVA
BBAKHIR
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 21329.536 4 5332.384 .525 .719
Within Groups 152405.511 15 10160.367
Total 173735.047 19
75
Lampiran 8 Analisis ragam persentase bobot karkas
Descriptives
KARKAS
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
R1 4 70.4150 2.02814 1.01407 67.1878 73.6422 69.18 73.43
R2 4 64.2550 8.80390 4.40195 50.2460 78.2640 55.91 75.29
R3 4 68.5425 1.40089 .70044 66.3134 70.7716 66.83 70.02
R4 4 66.8100 2.66487 1.33244 62.5696 71.0504 63.70 69.71
R5 4 68.5400 3.20650 1.60325 63.4377 73.6423 65.15 72.82
Total 20 67.7125 4.52297 1.01137 65.5957 69.8293 55.91 75.29
ANOVA
KARKAS
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 85.784 4 21.446 1.062 .409
Within Groups 302.903 15 20.194
Total 388.687 19
Lampiran 9 Analisis ragam persentase bobot hati
Descriptives
HATI
N Mean Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
R1 4 2.6750 .40665 .20333 2.0279 3.3221 2.32 3.20
R2 4 2.4525 .08617 .04308 2.3154 2.5896 2.38 2.55
R3 4 2.4575 .28076 .14038 2.0108 2.9042 2.14 2.80
R4 4 2.2625 .96521 .48260 .7266 3.7984 .84 2.96
R5 4 2.4375 .26998 .13499 2.0079 2.8671 2.12 2.77
Total 20 2.4570 .46518 .10402 2.2393 2.6747 .84 3.20
76
ANOVA
HATI
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .343 4 .086 .341 .846
Within Groups 3.768 15 .251
Total 4.111 19
Lampiran 10 Analisis ragam persentase bobot ginjal
Descriptives
GINJAL
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
R1 4 .7775 .08057 .04029 .6493 .9057 .70 .89
R2 4 .6950 .12871 .06436 .4902 .8998 .51 .80
R3 4 .7400 .09055 .04528 .5959 .8841 .63 .84
R4 4 .6500 .23094 .11547 .2825 1.0175 .45 .85
R5 4 .6075 .19242 .09621 .3013 .9137 .32 .72
Total 20 .6940 .15198 .03398 .6229 .7651 .32 .89
ANOVA
GINJAL
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .074 4 .019 .761 .567
Within Groups .365 15 .024
Total .439 19
77
Lampiran 11 Analisis ragam persentase bobot pankreas
Descriptives
PANKREAS
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
R1 4 .3250 .02380 .01190 .2871 .3629 .30 .35
R2 4 .2825 .04349 .02175 .2133 .3517 .24 .34
R3 4 .3200 .06633 .03317 .2145 .4255 .23 .39
R4 4 .3150 .02380 .01190 .2771 .3529 .29 .34
R5 4 .3100 .03742 .01871 .2505 .3695 .26 .35
Total 20 .3105 .04032 .00902 .2916 .3294 .23 .39
ANOVA
PANKREAS
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .004 4 .001 .626 .651
Within Groups .026 15 .002
Total .031 19
Lampiran 12 Analisis ragam persentase bobot jantung
Descriptives
JANTUNG
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
R1 4 .4600 .05477 .02739 .3728 .5472 .40 .52
R2 4 .4650 .05802 .02901 .3727 .5573 .39 .52
R3 4 .4475 .04646 .02323 .3736 .5214 .39 .49
R4 4 .4900 .07071 .03536 .3775 .6025 .40 .57
R5 4 .5275 .08342 .04171 .3948 .6602 .47 .65
Total 20 .4780 .06387 .01428 .4481 .5079 .39 .65
78
ANOVA
JANTUNG
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .016 4 .004 .981 .447
Within Groups .061 15 .004
Total .078 19
Lampiran 13 Analisis ragam persentase bobot limpa
Descriptives
LIMPA
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
R1 4 .1350 .03873 .01936 .0734 .1966 .09 .18
R2 4 .1750 .01915 .00957 .1445 .2055 .16 .20
R3 4 .1425 .06185 .03092 .0441 .2409 .09 .23
R4 4 .3675 .19568 .09784 .0561 .6789 .15 .57
R5 4 .1725 .03594 .01797 .1153 .2297 .12 .20
Total 20 .1985 .12219 .02732 .1413 .2557 .09 .57
ANOVA
LIMPA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .148 4 .037 4.081 .020
Within Groups .136 15 .009
Total .284 19
79
Multiple Comparisons
LIMPA LSD
(I) PERLAKUAN
(J) PERLAKUAN
Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
R1 R2 -.04000 .06729 .561 -.1834 .1034
R3 -.00750 .06729 .913 -.1509 .1359
R4 -.23250* .06729 .004 -.3759 -.0891
R5 -.03750 .06729 .586 -.1809 .1059
R2 R1 .04000 .06729 .561 -.1034 .1834
R3 .03250 .06729 .636 -.1109 .1759
R4 -.19250* .06729 .012 -.3359 -.0491
R5 .00250 .06729 .971 -.1409 .1459
R3 R1 .00750 .06729 .913 -.1359 .1509
R2 -.03250 .06729 .636 -.1759 .1109
R4 -.22500* .06729 .004 -.3684 -.0816
R5 -.03000 .06729 .662 -.1734 .1134
R4 R1 .23250* .06729 .004 .0891 .3759
R2 .19250* .06729 .012 .0491 .3359
R3 .22500* .06729 .004 .0816 .3684
R5 .19500* .06729 .011 .0516 .3384
R5 R1 .03750 .06729 .586 -.1059 .1809
R2 -.00250 .06729 .971 -.1459 .1409
R3 .03000 .06729 .662 -.1134 .1734
R4 -.19500* .06729 .011 -.3384 -.0516
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 14 Analisis ragam persentase bobot rempela
Descriptives REMPELA
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
R1 4 2.8675 .51958 .25979 2.0407 3.6943 2.16 3.35
R2 4 3.3150 .51306 .25653 2.4986 4.1314 2.83 4.04
R3 4 3.1650 .36005 .18002 2.5921 3.7379 2.75 3.50
R4 4 3.4050 .51675 .25838 2.5827 4.2273 2.86 4.04
R5 4 3.6500 .51400 .25700 2.8321 4.4679 3.24 4.35
Total 20 3.2805 .50942 .11391 3.0421 3.5189 2.16 4.35
80
ANOVA
REMPELA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1.349 4 .337 1.412 .278
Within Groups 3.582 15 .239
Total 4.931 19
Multiple Comparisons
REMPELA
LSD
(I) PERLAKUAN
(J) PERLAKUAN
Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
R1 R2 -.44750 .34555 .215 -1.1840 .2890
R3 -.29750 .34555 .403 -1.0340 .4390
R4 -.53750 .34555 .141 -1.2740 .1990
R5 -.78250* .34555 .039 -1.5190 -.0460
R2 R1 .44750 .34555 .215 -.2890 1.1840
R3 .15000 .34555 .670 -.5865 .8865
R4 -.09000 .34555 .798 -.8265 .6465
R5 -.33500 .34555 .348 -1.0715 .4015
R3 R1 .29750 .34555 .403 -.4390 1.0340
R2 -.15000 .34555 .670 -.8865 .5865
R4 -.24000 .34555 .498 -.9765 .4965
R5 -.48500 .34555 .181 -1.2215 .2515
R4 R1 .53750 .34555 .141 -.1990 1.2740
R2 .09000 .34555 .798 -.6465 .8265
R3 .24000 .34555 .498 -.4965 .9765
R5 -.24500 .34555 .489 -.9815 .4915
R5 R1 .78250* .34555 .039 .0460 1.5190
R2 .33500 .34555 .348 -.4015 1.0715
R3 .48500 .34555 .181 -.2515 1.2215
R4 .24500 .34555 .489 -.4915 .9815 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.
81
Lampiran 15 Analisis ragam persentase bobot usus
Descriptives
USUS
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
R1 4 4.0750 .28665 .14332 3.6189 4.5311 3.76 4.44
R2 4 4.8600 1.12437 .56218 3.0709 6.6491 4.16 6.54
R3 4 4.6000 .53957 .26978 3.7414 5.4586 4.04 5.19
R4 4 4.9600 .70285 .35143 3.8416 6.0784 3.99 5.67
R5 4 4.6975 .45199 .22599 3.9783 5.4167 4.12 5.18
Total 20 4.6385 .68468 .15310 4.3181 4.9589 3.76 6.54
ANOVA
USUS
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1.900 4 .475 1.017 .430
Within Groups 7.007 15 .467
Total 8.907 19
Lampiran 16 Analisis ragam kadar zink dalam serum sebelum infeksi E. coli
Descriptives ZINKPREPPM
N Mean Std. Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
R1 4 .56777023 .184063233 .092031616 .27488455 .86065590 .298680 .694781 R2 4 .84547175 .212615426 .106307713 .50715316 1.18379034 .651727 1.142548 R3 4 .52969665 .374353779 .187176889 -.06598375 1.12537705 .000000 .806723 R4 4 .92081713 .188966261 .094483130 .62012964 1.22150461 .763668 1.194213 R5 4 .81318088 .097769429 .048884715 .65760790 .96875385 .720614 .910054 Total 20 .73538733 .260092337 .058158415 .61366036 .85711429 .000000 1.194213
82
ANOVA
ZINKPREPPM
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .492 4 .123 2.324 .104
Within Groups .793 15 .053
Total 1.285 19
Multiple Comparisons
ZINKPREPPM
LSD
(I) PERLAKUAN
(J) PERLAKUAN
Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
R1 R2 -.277701525 .162632240 .108 -.62434394 .06894089
R3 .038073575 .162632240 .818 -.30856884 .38471599
R4 -.353046900* .162632240 .046 -.69968931 -.00640449
R5 -.245410650 .162632240 .152 -.59205306 .10123176
R2 R1 .277701525 .162632240 .108 -.06894089 .62434394
R3 .315775100 .162632240 .071 -.03086731 .66241751 R4 -.075345375 .162632240 .650 -.42198779 .27129704 R5 .032290875 .162632240 .845 -.31435154 .37893329
R3 R1 -.038073575 .162632240 .818 -.38471599 .30856884
R2 -.315775100 .162632240 .071 -.66241751 .03086731 R4 -.391120475* .162632240 .030 -.73776289 -.04447806 R5 -.283484225 .162632240 .102 -.63012664 .06315819
R4 R1 .353046900* .162632240 .046 .00640449 .69968931
R2 .075345375 .162632240 .650 -.27129704 .42198779
R3 .391120475* .162632240 .030 .04447806 .73776289
R5 .107636250 .162632240 .518 -.23900616 .45427866
R5 R1 .245410650 .162632240 .152 -.10123176 .59205306
R2 -.032290875 .162632240 .845 -.37893329 .31435154 R3 .283484225 .162632240 .102 -.06315819 .63012664 R4 -.107636250 .162632240 .518 -.45427866 .23900616
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
83
Lampiran 17 Analisis ragam kadar zink dalam serum sesudah infeksi E. coli
Descriptives
ZINKPOSTppm
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for
Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
R1 4 .98109343 .210380459 .105190229 .64633117 1.31585568 .755057 1.263100
R2 4 .81963905 .094980478 .047490239 .66850391 .97077419 .763668 .961719
R3 4 .56629298 .411545031 .205772515 -.08856701 1.22115296 .000000 .978941
R4 4 .60504202 .422923817 .211461909 -.06792414 1.27800819 .000000 .970330
R5 4 .91005350 .093008350 .046504175 .76205646 1.05805054 .772279 .970330
Total 20 .77642420 .305309170 .068269206 .63353511 .91931328 .000000 1.263100
ANOVA
ZINKPOSTppm
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .541 4 .135 1.647 .214
Within Groups 1.230 15 .082
Total 1.771 19
Lampiran 18 Analisis ragam kadar leukosit sebelum infeksi E. coli
Descriptives
LEUKOSITPRE
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
R1 4 11550.0000 4224.92603 2112.46302 4827.1999 18272.8001 7600.00 15400.00
R2 4 14000.0000 1979.89899 989.94949 10849.5389 17150.4611 11200.00 15800.00
R3 4 13650.0000 1408.30868 704.15434 11409.0666 15890.9334 11800.00 15200.00
R4 4 11925.0000 2940.94656 1470.47328 7245.2977 16604.7023 8400.00 15600.00
R5 4 11450.0000 5081.66639 2540.83320 3363.9348 19536.0652 6600.00 16600.00
Total 20 12515.0000 3230.65498 722.39641 11003.0069 14026.9931 6600.00 16600.00
84
ANOVA
LEUKOSITPRE
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 2.363E7 4 5907000.000 .507 .731
Within Groups 1.747E8 15 1.165E7
Total 1.983E8 19
Lampiran 19 Analisis ragam kadar leukosit sesudah infeksi E. coli
Descriptives LEUKOSITpost
N Mean Std. Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
R1 4 8700.0000 4241.06905 2120.53452 1951.5127 15448.4873 4600.00 13200.00
R2 4 17500.0000 3492.84984 1746.42492 11942.0965 23057.9035 13400.00 21800.00
R3 4 15650.0000 7619.93001 3809.96500 3524.9909 27775.0091 10200.00 26800.00
R4 4 17600.0000 6964.67276 3482.33638 6517.6515 28682.3485 8200.00 24200.00
R5 4 16350.0000 5322.59335 2661.29668 7880.5662 24819.4338 10200.00 23200.00
Total 20 15160.0000 6132.43319 1371.25375 12289.9329 18030.0671 4600.00 26800.00
ANOVA
LEUKOSITpost
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 2.193E8 4 5.482E7 1.660 .211
Within Groups 4.953E8 15 3.302E7
Total 7.145E8 19
85
Multiple Comparisons
LEUKOSITpost
LSD
(I) PERLAKUAN
(J) PERLAKUAN
Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
R1 R2 -8800.00000* 4063.08586 .047 -17460.2625 -139.7375 R3 -6950.00000 4063.08586 .108 -15610.2625 1710.2625 R4 -8900.00000* 4063.08586 .045 -17560.2625 -239.7375 R5 -7650.00000 4063.08586 .079 -16310.2625 1010.2625
R2 R1 8800.00000* 4063.08586 .047 139.7375 17460.2625 R3 1850.00000 4063.08586 .655 -6810.2625 10510.2625 R4 -100.00000 4063.08586 .981 -8760.2625 8560.2625 R5 1150.00000 4063.08586 .781 -7510.2625 9810.2625
R3 R1 6950.00000 4063.08586 .108 -1710.2625 15610.2625 R2 -1850.00000 4063.08586 .655 -10510.2625 6810.2625 R4 -1950.00000 4063.08586 .638 -10610.2625 6710.2625 R5 -700.00000 4063.08586 .866 -9360.2625 7960.2625
R4 R1 8900.00000* 4063.08586 .045 239.7375 17560.2625 R2 100.00000 4063.08586 .981 -8560.2625 8760.2625 R3 1950.00000 4063.08586 .638 -6710.2625 10610.2625 R5 1250.00000 4063.08586 .763 -7410.2625 9910.2625
R5 R1 7650.00000 4063.08586 .079 -1010.2625 16310.2625
R2 -1150.00000 4063.08586 .781 -9810.2625 7510.2625
R3 700.00000 4063.08586 .866 -7960.2625 9360.2625
R4 -1250.00000 4063.08586 .763 -9910.2625 7410.2625
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 20 Analisis ragam kadar eritrosit sebelum infeksi E. coli
Descriptives
ERITROSITPRE
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
R1 4 2.2650 .09147 .04573 2.1195 2.4105 2.20 2.40
R2 4 2.3550 .58881 .29441 1.4181 3.2919 1.59 2.96
R3 4 2.6700 .26957 .13478 2.2411 3.0989 2.34 2.98
R4 4 2.5250 .07594 .03797 2.4042 2.6458 2.45 2.63
R5 4 2.6575 .17633 .08816 2.3769 2.9381 2.50 2.91
Total 20 2.4945 .31751 .07100 2.3459 2.6431 1.59 2.98
86
ANOVA
ERITROSITPRE
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .522 4 .130 1.404 .280
Within Groups 1.394 15 .093
Total 1.915 19
Lampiran 21 Analisis ragam kadar eritrosit sesudah infeksi E. coli
Descriptives
ERITROSITpost
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
R1 4 2.2550 .90423 .45212 .8162 3.6938 1.00 2.95
R2 4 2.1000 .48007 .24003 1.3361 2.8639 1.67 2.77
R3 4 2.6375 .49392 .24696 1.8516 3.4234 2.13 3.31
R4 4 2.3100 .67384 .33692 1.2378 3.3822 1.56 3.05
R5 4 2.5725 .40434 .20217 1.9291 3.2159 2.19 3.01
Total 20 2.3750 .58658 .13116 2.1005 2.6495 1.00 3.31
ANOVA
ERITROSITpost
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .809 4 .202 .529 .716
Within Groups 5.729 15 .382
Total 6.538 19
87
Lampiran 22 Analisis ragam kadar hemoglobin sebelum infeksi E. coli
Descriptives
HEMOGLOBINPRE
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
R1 4 7.4000 .32660 .16330 6.8803 7.9197 7.00 7.80
R2 4 8.1000 .62183 .31091 7.1105 9.0895 7.60 9.00
R3 4 8.5250 .34034 .17017 7.9834 9.0666 8.20 9.00
R4 4 7.6500 .41231 .20616 6.9939 8.3061 7.20 8.00
R5 4 8.0000 .58878 .29439 7.0631 8.9369 7.20 8.60
Total 20 7.9350 .57881 .12943 7.6641 8.2059 7.00 9.00
ANOVA
HEMOGLOBINPRE
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 2.988 4 .747 3.318 .039
Within Groups 3.377 15 .225
Total 6.365 19
88
Multiple Comparisons
HEMOGLOBINPRE LSD
(I) PERLAKUAN
(J) PERLAKUAN
Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
R1 R2 -.70000 .33553 .054 -1.4152 .0152
R3 -1.12500* .33553 .004 -1.8402 -.4098
R4 -.25000 .33553 .468 -.9652 .4652
R5 -.60000 .33553 .094 -1.3152 .1152 R2 R1 .70000 .33553 .054 -.0152 1.4152
R3 -.42500 .33553 .225 -1.1402 .2902 R4 .45000 .33553 .200 -.2652 1.1652 R5 .10000 .33553 .770 -.6152 .8152
R3 R1 1.12500* .33553 .004 .4098 1.8402
R2 .42500 .33553 .225 -.2902 1.1402 R4 .87500* .33553 .020 .1598 1.5902 R5 .52500 .33553 .139 -.1902 1.2402
R4 R1 .25000 .33553 .468 -.4652 .9652
R2 -.45000 .33553 .200 -1.1652 .2652 R3 -.87500* .33553 .020 -1.5902 -.1598 R5 -.35000 .33553 .313 -1.0652 .3652
R5 R1 .60000 .33553 .094 -.1152 1.3152
R2 -.10000 .33553 .770 -.8152 .6152
R3 -.52500 .33553 .139 -1.2402 .1902 R4 .35000 .33553 .313 -.3652 1.0652
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 23 Analisis ragam kadar hemoglobin sesudah infeksi E. coli
Descriptives
HEMOGLOBINpost
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
R1 4 8.2500 1.02470 .51235 6.6195 9.8805 7.20 9.60
R2 4 6.7000 .73937 .36968 5.5235 7.8765 5.80 7.60
R3 4 8.0500 .41231 .20616 7.3939 8.7061 7.60 8.40
R4 4 7.0500 1.23693 .61847 5.0818 9.0182 6.00 8.80
R5 4 7.0500 1.23693 .61847 5.0818 9.0182 6.00 8.80
Total 20 7.4200 1.07586 .24057 6.9165 7.9235 5.80 9.60
89
ANOVA
HEMOGLOBINpost
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 7.512 4 1.878 1.945 .155
Within Groups 14.480 15 .965
Total 21.992 19
Multiple Comparisons
HEMOGLOBINpost
LSD
(I) PERLAKUAN
(J) PERLAKUAN
Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
R1 R2 1.55000* .69474 .041 .0692 3.0308
R3 .20000 .69474 .777 -1.2808 1.6808
R4 1.20000 .69474 .105 -.2808 2.6808
R5 1.20000 .69474 .105 -.2808 2.6808
R2 R1 -1.55000* .69474 .041 -3.0308 -.0692
R3 -1.35000 .69474 .071 -2.8308 .1308
R4 -.35000 .69474 .622 -1.8308 1.1308
R5 -.35000 .69474 .622 -1.8308 1.1308
R3 R1 -.20000 .69474 .777 -1.6808 1.2808
R2 1.35000 .69474 .071 -.1308 2.8308
R4 1.00000 .69474 .171 -.4808 2.4808
R5 1.00000 .69474 .171 -.4808 2.4808
R4 R1 -1.20000 .69474 .105 -2.6808 .2808
R2 .35000 .69474 .622 -1.1308 1.8308
R3 -1.00000 .69474 .171 -2.4808 .4808
R5 .00000 .69474 1.000 -1.4808 1.4808
R5 R1 -1.20000 .69474 .105 -2.6808 .2808
R2 .35000 .69474 .622 -1.1308 1.8308
R3 -1.00000 .69474 .171 -2.4808 .4808
R4 .00000 .69474 1.000 -1.4808 1.4808 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.
90
Lampiran 24 Analisis ragam kadar hematokrit sebelum infeksi E. coli
Descriptives
PCVPRE
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
R1 4 25.2500 .95743 .47871 23.7265 26.7735 24.00 26.00
R2 4 28.5000 5.06623 2.53311 20.4385 36.5615 25.00 36.00
R3 4 27.5000 1.29099 .64550 25.4457 29.5543 26.00 29.00
R4 4 27.0000 .81650 .40825 25.7008 28.2992 26.00 28.00
R5 4 28.7500 2.98608 1.49304 23.9985 33.5015 25.00 32.00
Total 20 27.4000 2.76063 .61729 26.1080 28.6920 24.00 36.00
ANOVA
PCVPRE
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 31.300 4 7.825 1.034 .422
Within Groups 113.500 15 7.567
Total 144.800 19
Lampiran 25 Analisis ragam kadar hematokrit sesudah infeksi E. coli
Descriptives
PCVpost
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
R1 4 27.7500 2.75379 1.37689 23.3681 32.1319 25.00 31.00
R2 4 22.0000 2.44949 1.22474 18.1023 25.8977 20.00 25.00
R3 4 27.7500 .95743 .47871 26.2265 29.2735 27.00 29.00
R4 4 25.5000 1.00000 .50000 23.9088 27.0912 25.00 27.00
R5 4 25.0000 2.70801 1.35401 20.6909 29.3091 23.00 29.00
Total 20 25.6000 2.89100 .64645 24.2470 26.9530 20.00 31.00
91
ANOVA
PCVpost
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 90.300 4 22.575 4.943 .010
Within Groups 68.500 15 4.567
Total 158.800 19
Multiple Comparisons
PCVpost
LSD
(I) PERLAKUAN
(J) PERLAKUAN
Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
R1 R2 5.75000* 1.51107 .002 2.5292 8.9708
R3 .00000 1.51107 1.000 -3.2208 3.2208
R4 2.25000 1.51107 .157 -.9708 5.4708
R5 2.75000 1.51107 .089 -.4708 5.9708
R2 R1 -5.75000* 1.51107 .002 -8.9708 -2.5292
R3 -5.75000* 1.51107 .002 -8.9708 -2.5292
R4 -3.50000* 1.51107 .035 -6.7208 -.2792
R5 -3.00000 1.51107 .066 -6.2208 .2208
R3 R1 .00000 1.51107 1.000 -3.2208 3.2208
R2 5.75000* 1.51107 .002 2.5292 8.9708
R4 2.25000 1.51107 .157 -.9708 5.4708
R5 2.75000 1.51107 .089 -.4708 5.9708
R4 R1 -2.25000 1.51107 .157 -5.4708 .9708
R2 3.50000* 1.51107 .035 .2792 6.7208
R3 -2.25000 1.51107 .157 -5.4708 .9708
R5 .50000 1.51107 .745 -2.7208 3.7208
R5 R1 -2.75000 1.51107 .089 -5.9708 .4708
R2 3.00000 1.51107 .066 -.2208 6.2208
R3 -2.75000 1.51107 .089 -5.9708 .4708
R4 -.50000 1.51107 .745 -3.7208 2.7208
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
92
Lampiran 26 Analisis ragam kadar total protein sebelum infeksi E. coli
Descriptives
TOTPROTPRE
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
R1 4 4.5250 .25000 .12500 4.1272 4.9228 4.20 4.80
R2 4 4.7500 .47258 .23629 3.9980 5.5020 4.40 5.40
R3 4 4.7000 .47610 .23805 3.9424 5.4576 4.20 5.20
R4 4 5.1000 .52915 .26458 4.2580 5.9420 4.40 5.60
R5 4 5.3500 .71880 .35940 4.2062 6.4938 4.40 6.00
Total 20 4.8850 .54799 .12253 4.6285 5.1415 4.20 6.00
ANOVA
TOTPROTPRE
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1.778 4 .444 1.698 .203
Within Groups 3.927 15 .262
Total 5.705 19
93
Multiple Comparisons
TOTPROTPRE
LSD
(I) PERLAKUAN
(J) PERLAKUAN
Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
R1 R2 -.22500 .36182 .543 -.9962 .5462
R3 -.17500 .36182 .636 -.9462 .5962
R4 -.57500 .36182 .133 -1.3462 .1962
R5 -.82500* .36182 .038 -1.5962 -.0538
R2 R1 .22500 .36182 .543 -.5462 .9962
R3 .05000 .36182 .892 -.7212 .8212
R4 -.35000 .36182 .349 -1.1212 .4212
R5 -.60000 .36182 .118 -1.3712 .1712
R3 R1 .17500 .36182 .636 -.5962 .9462
R2 -.05000 .36182 .892 -.8212 .7212
R4 -.40000 .36182 .286 -1.1712 .3712
R5 -.65000 .36182 .093 -1.4212 .1212
R4 R1 .57500 .36182 .133 -.1962 1.3462
R2 .35000 .36182 .349 -.4212 1.1212
R3 .40000 .36182 .286 -.3712 1.1712
R5 -.25000 .36182 .500 -1.0212 .5212
R5 R1 .82500* .36182 .038 .0538 1.5962
R2 .60000 .36182 .118 -.1712 1.3712
R3 .65000 .36182 .093 -.1212 1.4212
R4 .25000 .36182 .500 -.5212 1.0212
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 27 Analisis ragam kadar total protein sesudah infeksi E. coli
Descriptives
TOTPROTpost
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
R1 4 4.9000 .25820 .12910 4.4891 5.3109 4.60 5.20
R2 4 3.9500 .86987 .43493 2.5658 5.3342 3.20 4.80
R3 4 4.4000 .86410 .43205 3.0250 5.7750 3.20 5.20
R4 4 4.3500 .50000 .25000 3.5544 5.1456 3.80 5.00
R5 4 5.2500 .10000 .05000 5.0909 5.4091 5.20 5.40
Total 20 4.5700 .71163 .15913 4.2369 4.9031 3.20 5.40
94
ANOVA
TOTPROTpost
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 4.132 4 1.033 2.822 .063
Within Groups 5.490 15 .366
Total 9.622 19
Multiple Comparisons
TOTPROTpost
LSD
(I) PERLAKUAN
(J) PERLAKUAN
Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
R1 R2 .95000* .42778 .042 .0382 1.8618
R3 .50000 .42778 .261 -.4118 1.4118
R4 .55000 .42778 .218 -.3618 1.4618
R5 -.35000 .42778 .426 -1.2618 .5618
R2 R1 -.95000* .42778 .042 -1.8618 -.0382
R3 -.45000 .42778 .309 -1.3618 .4618
R4 -.40000 .42778 .365 -1.3118 .5118
R5 -1.30000* .42778 .008 -2.2118 -.3882
R3 R1 -.50000 .42778 .261 -1.4118 .4118
R2 .45000 .42778 .309 -.4618 1.3618
R4 .05000 .42778 .909 -.8618 .9618
R5 -.85000 .42778 .066 -1.7618 .0618
R4 R1 -.55000 .42778 .218 -1.4618 .3618
R2 .40000 .42778 .365 -.5118 1.3118
R3 -.05000 .42778 .909 -.9618 .8618
R5 -.90000 .42778 .053 -1.8118 .0118
R5 R1 .35000 .42778 .426 -.5618 1.2618
R2 1.30000* .42778 .008 .3882 2.2118
R3 .85000 .42778 .066 -.0618 1.7618
R4 .90000 .42778 .053 -.0118 1.8118 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.
95
Lampiran 28 Analisis ragam kadar albumin sebelum infeksi E. coli
Descriptives
ALBUMINPRE
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
R1 4 1.4000 .14142 .07071 1.1750 1.6250 1.30 1.60
R2 4 1.4750 .27538 .13769 1.0368 1.9132 1.20 1.80
R3 4 1.5500 .19149 .09574 1.2453 1.8547 1.40 1.80
R4 4 1.5000 .25820 .12910 1.0891 1.9109 1.20 1.80
R5 4 1.5750 .17078 .08539 1.3032 1.8468 1.40 1.80
Total 20 1.5000 .20000 .04472 1.4064 1.5936 1.20 1.80
ANOVA
ALBUMINPRE
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .075 4 .019 .411 .798
Within Groups .685 15 .046
Total .760 19
Lampiran 29 Analisis ragam kadar albumin sesudah infeksi E. coli
Descriptives
ALBUMINpost
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
R1 4 1.4250 .09574 .04787 1.2727 1.5773 1.30 1.50
R2 4 1.4500 .23805 .11902 1.0712 1.8288 1.30 1.80
R3 4 1.4750 .15000 .07500 1.2363 1.7137 1.30 1.60
R4 4 1.5500 .19149 .09574 1.2453 1.8547 1.40 1.80
R5 4 1.6750 .15000 .07500 1.4363 1.9137 1.50 1.80
Total 20 1.5150 .17852 .03992 1.4315 1.5985 1.30 1.80
96
ANOVA
ALBUMINpost
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .163 4 .041 1.381 .287
Within Groups .443 15 .030
Total .606 19
Lampiran 30 Analisis ragam kadar globulin sebelum infeksi E. coli
Descriptives
GLOBULINPRE
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
R1 4 3.1250 .26300 .13150 2.7065 3.5435 2.90 3.50
R2 4 3.2750 .72744 .36372 2.1175 4.4325 2.60 4.20
R3 4 3.1500 .50000 .25000 2.3544 3.9456 2.60 3.80
R4 4 3.6000 .36515 .18257 3.0190 4.1810 3.20 4.00
R5 4 3.7750 .69462 .34731 2.6697 4.8803 3.00 4.50
Total 20 3.3850 .54895 .12275 3.1281 3.6419 2.60 4.50
ANOVA
GLOBULINPRE
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1.333 4 .333 1.138 .376
Within Groups 4.392 15 .293
Total 5.725 19
97
Lampiran 31 Analisis ragam kadar globulin sesudah infeksi E. coli
Descriptives
GLOBULINpost
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
R1 4 3.4750 .20616 .10308 3.1470 3.8030 3.30 3.70
R2 4 2.5000 .76158 .38079 1.2882 3.7118 1.80 3.30
R3 4 2.9250 .97767 .48883 1.3693 4.4807 1.60 3.80
R4 4 2.8000 .36515 .18257 2.2190 3.3810 2.40 3.20
R5 4 3.5750 .20616 .10308 3.2470 3.9030 3.40 3.80
Total 20 3.0550 .67315 .15052 2.7400 3.3700 1.60 3.80
ANOVA
GLOBULINpost
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 3.347 4 .837 2.385 .098
Within Groups 5.263 15 .351
Total 8.609 19
98
Multiple Comparisons
GLOBULINpost LSD
(I) PERLAKUAN
(J) PERLAKUAN
Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
R1 R2 .97500* .41883 .034 .0823 1.8677
R3 .55000 .41883 .209 -.3427 1.4427
R4 .67500 .41883 .128 -.2177 1.5677
R5 -.10000 .41883 .815 -.9927 .7927
R2 R1 -.97500* .41883 .034 -1.8677 -.0823
R3 -.42500 .41883 .326 -1.3177 .4677
R4 -.30000 .41883 .485 -1.1927 .5927
R5 -1.07500* .41883 .021 -1.9677 -.1823
R3 R1 -.55000 .41883 .209 -1.4427 .3427
R2 .42500 .41883 .326 -.4677 1.3177
R4 .12500 .41883 .769 -.7677 1.0177
R5 -.65000 .41883 .142 -1.5427 .2427
R4 R1 -.67500 .41883 .128 -1.5677 .2177
R2 .30000 .41883 .485 -.5927 1.1927
R3 -.12500 .41883 .769 -1.0177 .7677
R5 -.77500 .41883 .084 -1.6677 .1177
R5 R1 .10000 .41883 .815 -.7927 .9927
R2 1.07500* .41883 .021 .1823 1.9677
R3 .65000 .41883 .142 -.2427 1.5427
R4 .77500 .41883 .084 -.1177 1.6677
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 32 Analisis ragam rasio A/ G sebelum infeksi E. coli
Descriptives
RASIOAGPRE
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
R1 4 .4500 .06532 .03266 .3461 .5539 .37 .53
R2 4 .4800 .18294 .09147 .1889 .7711 .29 .69
R3 4 .5050 .10909 .05454 .3314 .6786 .37 .62
R4 4 .4175 .06185 .03092 .3191 .5159 .35 .47
R5 4 .4275 .08958 .04479 .2850 .5700 .33 .53
Total 20 .4560 .10404 .02327 .4073 .5047 .29 .69
99
ANOVA
RASIOAGPRE
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .021 4 .005 .432 .784
Within Groups .184 15 .012
Total .206 19
Lampiran 33 Analisis ragam rasio A/ G sesudah infeksi E. coli
Descriptives
RASIOAGpost
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
R1 4 .4100 .02828 .01414 .3650 .4550 .39 .45
R2 4 .6125 .16560 .08280 .3490 .8760 .39 .78
R3 4 .5775 .29703 .14851 .1049 1.0501 .37 1.00
R4 4 .5575 .06344 .03172 .4565 .6585 .47 .62
R5 4 .4725 .06652 .03326 .3667 .5783 .41 .53
Total 20 .5260 .15968 .03571 .4513 .6007 .37 1.00
ANOVA
RASIOAGpost
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .110 4 .027 1.099 .393
Within Groups .375 15 .025
Total .484 19
100
Lampiran 34 Analisis ragam kadar imunoglobulin sebelum infeksi E. coli
Descriptives
IGGPRE
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
R1 4 76.4725 20.08625 10.04312 44.5108 108.4342 51.95 98.51
R2 4 165.0775 56.13516 28.06758 75.7539 254.4011 81.32 198.96
R3 4 122.6700 121.97255 60.98627 -71.4155 316.7555 33.16 299.02
R4 4 99.5450 76.08542 38.04271 -21.5239 220.6139 40.72 207.90
R5 4 139.6775 118.73587 59.36793 -49.2578 328.6128 62.05 315.78
Total 20 120.6885 83.95027 18.77185 81.3986 159.9784 33.16 315.78
ANOVA
IGGPRE
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 18947.976 4 4736.994 .618 .656
Within Groups 114957.343 15 7663.823
Total 133905.319 19
Lampiran 35 Analisis ragam kadar imunoglobulin sesudah infeksi E. coli
Descriptives
IGGpost
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
R1 4 116.3570 52.23607 26.11803 33.2378 199.4762 74.92 192.87
R2 4 184.8550 85.12081 42.56040 49.4088 320.3012 82.00 290.46
R3 4 198.8178 91.80703 45.90351 52.7323 344.9032 88.88 282.20
R4 4 345.8410 70.11607 35.05803 234.2707 457.4113 260.88 425.99
R5 4 241.4538 63.56515 31.78258 140.3074 342.6001 161.88 315.16
Total 20 217.4649 101.78349 22.75948 169.8288 265.1010 74.92 425.99
101
ANOVA
IGGpost
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 114759.269 4 28689.817 5.243 .008
Within Groups 82078.440 15 5471.896
Total 196837.709 19
Multiple Comparisons
IGGpost
LSD
(I) PERLAKUAN
(J) PERLAKUAN
Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
R1 R2 -68.49800 52.30629 .210 -179.9862 42.9902
R3 -82.46075 52.30629 .136 -193.9490 29.0275
R4 -229.48400* 52.30629 .001 -340.9722 -117.9958
R5 -125.09675* 52.30629 .030 -236.5850 -13.6085
R2 R1 68.49800 52.30629 .210 -42.9902 179.9862
R3 -13.96275 52.30629 .793 -125.4510 97.5255
R4 -160.98600* 52.30629 .008 -272.4742 -49.4978
R5 -56.59875 52.30629 .296 -168.0870 54.8895
R3 R1 82.46075 52.30629 .136 -29.0275 193.9490
R2 13.96275 52.30629 .793 -97.5255 125.4510
R4 -147.02325* 52.30629 .013 -258.5115 -35.5350
R5 -42.63600 52.30629 .428 -154.1242 68.8522
R4 R1 229.48400* 52.30629 .001 117.9958 340.9722
R2 160.98600* 52.30629 .008 49.4978 272.4742
R3 147.02325* 52.30629 .013 35.5350 258.5115
R5 104.38725 52.30629 .064 -7.1010 215.8755
R5 R1 125.09675* 52.30629 .030 13.6085 236.5850
R2 56.59875 52.30629 .296 -54.8895 168.0870
R3 42.63600 52.30629 .428 -68.8522 154.1242
R4 -104.38725 52.30629 .064 -215.8755 7.1010
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.