JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …
Transcript of JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …
ANALISIS PELAKSANAAN JSA PADA
PEKERJAAN WELLWORK DAN INITIAL COMPLETION YANG DILAKUKAN KONTRAKTOR MIGAS BERDASARKAN
TEKNIK MANAGEMENT OVERSIGHT AND RISK TREE DI LOKASI KERJA PT. X TAHUN 2011
SKRIPSI
Oleh: MELLYSA PUTRI NELDI
107101001575
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A 2011
i
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarata.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 30 September 2011
Mellysa Putri Neldi
ii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
Skripsi, Maret- September 2011
Mellysa Putri Neldi, NIM: 107101001575
ANALISIS PELAKSANAAN JSA
PADA PEKERJAAN WELLWORK DAN INITIAL COMPLETION
YANG DILAKUKAN KONTRAKTOR MIGAS
BERDASARKAN TEKNIK MANAGEMENT OVERSIGHT AND RISK TREE
DI LOKASI KERJA PT. X TAHUN 2011
151 halaman + 11 tabel + 17 gambar + 8 lampiran
ABSTRAK
Industri Migas memiliki risiko kecelakaan yang cukup tinggi. Wellwork dan
initial completion merupakan salah satu kegiatan industri Migas yang memiliki tujuh
hazard besar, sehingga untuk mengenali sumber hazard dan menentukan tindakan
mitigasinya diperlukan ketepatan dalam pelaksanaan job safety analysis (JSA). Akan
tetapi pada kenyataannya, ditemukan permasalahan pada pelaksanaan JSA di PT. X,
yaitu ketidaktepatan pelaksanaan JSA dan tidak dilakukannya JSA pada beberapa
pekerjaan.
Penelitian ini bersifat kualitatif untuk menggali lebih dalam penyebab masalah
dalam JSA pada pekerjaan wellwork dan initial completion yang dilakukan kontraktor
migas, di lokasi kerja PT. X tahun 2011. Penelitian dilakukan mulai dari bulan Maret
hingga September 2011. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Management Oversight and Risk Tree. Untuk mendapatkan keabsahan data, maka
digunakanlah triangulasi teknik dan triangulasi sumber. Triangulasi teknik terdiri dari
teknik pengamatan lapangan, analisis dokumen, dan wawancara. Triangulasi sumber
terdiri dari informan utama yaitu para pengawas, informan kunci yaitu HES
Representative PT. X, dan informan pendukung yaitu para pekerja.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab masalah dalam pelaksanaan JSA
disebabkan karena ketidakahlian pekerja, ketidaktepatan waktu pelaksanaan JSA,
ketidaktegasan pengawas, terlalu luasnya ruang lingkup pekerjaan, dan tidak
dilakukannya tindakan mitigasi yang sudah ditentukan. Dari penelitian ini juga diketahui
beberapa hal yang mendukung pelaksanaan JSA yaitu komitmen perusahaan, anggaran,
masukan dari para pekerja, pemahaman pekerja melakukan tindakan mitigasi,
ketersediaan dan kesesuaian peralatan pengendalian dengan hazard yang ada di lokasi
kerja, uji coba peralatan pengendalian hazard, arahan dan petunjuk untuk
mengendalikan hazard, dan penggunaan kembali rekomendasi pengendalian hazard
pada situasi yang berbeda.
iii
Untuk memastikan JSA dilaksanakan dengan tepat, disarankan kepada
perusahaan dan mitra kerja untuk memberikan pelatihan mengenai JSA kepada para
pekerja dan menetapkan jalur pengawasan yang selalu terjaga pada setiap tingkatan
pengawas.
Daftar bacaan: 29 (1996- 2011)
iv
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
PUBLIC HEALTH PROGRAM STUDY
OCCUPATIONAL SAFETY AND HEALTH
Undergraduate Thesis, March- September 2011
Mellysa Putri Neldi, NIM: 107101001575
JSA IMPLEMENTATION IN WELLWORK AND INITIAL COMPLETION
ACTIVITY PERFORMED BY OIL AND GAS CONSTRUCTOR
THROUGH MANAGEMENT OVERSIGHT AND RISK TREE TECHNIQUE
LOCATED IN PT. X 2011
151 pages + 11 tables + 17 pictures + 8 attachments
ABSTRACT
Oil and gas industry has a high risk of occupational accidents. Wellwork and
initial completion (WW&C) is one of the activities in this industry which has seven
hazards, so to identify source of hazard and determine of hazard mitigation requires
accuracy in implementation of Job Safety Analysis (JSA). But in reality, there are some
problems in implementation of JSA on PT.X, such as inaccuracies implementation and
not having JSA done in some works.
This is a qualitative research using Management Oversight and Risk Tree to
explore the root cause of problems in JSA implementation at well work and initial
completion activity that performed by oil and gas constructor located in PT. X on 2011.
The study started on March to September 2011. To obtain the validity of the data, it is
used triangulation methods and person triangulation. Triangulation methods of
observation, document analysis, and interview. Person triangulation consists of the main
informants are supervisors, the key informant is HES Representative at PT. X, and
support informants are workers.
The root causes of inaccuracy implemented JSA are lack of the employee skill,
JSA was performed in improper time, lack of supervising, analyzed the scope of work is
too vast, and undone mitigation. From this study are also known to some of the things that
support the implementation of the JSA is a employee’s commitment, budget, workers
suggestion, workers understanding of mitigation actions, availability and suitability of hazard
control, testing hazard controls, directives and instructions to control the hazard, and reuse of
control hazard in different situations.
To ensure accuracy in implementation of JSA, the company and its business
partner must improve their workers skill and set up a supervision pathway at every level
supervisors.
Reading list : 29 (1996- 2011)
v
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan Judul
ANALISIS PELAKSANAAN JSA
PADA PEKERJAAN WELLWORK DAN INITIAL COMPLETION
YANG DILAKUKAN KONTRAKTOR MIGAS
BERDASARKAN TEKNIK MANAGEMENT OVERSIGHT AND RISK TREE
DI LOKASI KERJA PT. X TAHUN 2011
Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 30 September 2011
dr. Yuli Prapancha Satar, MARS
Pembimbing Skripsi I
Iting Shofwati, ST, MKKK
Pembimbing Skripsi II
vi
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI PROGRAM STUDI KESEHATAN
MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, 30 September 2011
Ketua
(dr. Yuli Prapancha Satar, MARS)
Anggota I
(Iting Shofwati, ST, MKKK)
Anggota II
(Rulyenzi Rasyid, MKKK)
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Mellysa Putri Neldi
Jl. Cucur Timur VIII Blok A11/13 Bintaro Jaya Sektor 4
Tangerang Selatan
Email: [email protected]
Riwayat Pendidikan
1995- 2001 SD Cendana Rumbai- Pekanbaru
2001- 2004 SMP Cendana Rumbai- Pekanbaru
2004-2007 SMA Cendana Rumbai- Pekanbaru
2007-2011 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Jurusan Kesehatan Masyarakat
Peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
Beasiswa, Seminar, dan Pelatihan
2007- 2011 Beasiswa Penuh untuk Studi S1 dari REACH An International
Scholarship Program, Institute Of International Education USA
2008 - Seminar Profesi Keselamatan dan Kesehatan Kerja “Efek
Penggunaan Headset terhadap Kesehatan Telinga”
- Seminar Profesi Keselamatan dan Kesehatan Kerja “Amankan
Tabung Gas Subsidi Anda…?”
- PelatihanPertolongan Pertama Mahasiswa yang diadakan oleh
Korps Sukarela Palang Merah Indonesia UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
2009 Seminar Profesi Keselamatan dan Kesehatan Kerja “ Pembangkit
Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Bencana atau Solusi Sumber
Energi???”
2009 -Kunjungan ke Perkebunan PTPN VII dan melakukan analisis
kualitas lingkungan.
viii
-Kunjungan ke Pabrik PT. Unitex Tbk. untuk mengetahui
pengolahan limbah pabrik.
2010 -Kunjungan ke Waste Management Indonesia (WMI) untuk
mengetahui pengolahan limbah dari berbagai industri di
Indonesia.
-Kunjungan ke Bantar Gebang sebagai salah satu Tempat
Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) milik Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta
-Kunjungan ke Pabrik PT. Indomilk dan Pabrik PT. Yakult
Indonesia Persada untuk mengetahui tentang K3 perusahaan serta
melakukan analisis keselamatan pekerjaan / job safety analysis
(JSA).
2011 - Training Pembuatan Emergency Response Plan (ERP) di PT.
Chevron Pacific Indonesia bersama mitra kerja.
- Training Menghadapi Keadaan Darurat dan Kebakaran di PT.
Chevron Pacific Indonesia.
- Mengikuti Fire Exercise di North Booster System (NBS) di PT.
Chevron Pacific Indonesia.
- Training Health, Safety, and Environment mengenai
“Fundamental Safety Work Practies” di PT. Chevron Pacific
Indonesia
Pengalaman Organisasi dan Magang
2007- 2008 Staff Departemen Pemberdayaan Sumber Daya Mahasiswa
(PSDM) BEM Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2010 Koordinator Acara untuk Enam Acara Besar untuk Milad 6th
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK).
2010 Ketua Seksi Penelitian pada Seminar Profesi Kesehatan dan
Keselamatan Kerja “Sudah Safetykah anda Berkendara?”
2010- 2011 Kepala Departemen Keuangan dan Dana Usaha BEM Jurusan
Kesehatan Masyarakat
Maret- April 2011 Magang di PT. Chevron Pacific Indonesia dengan judul laporan
“Gambaran Manajemen Kebakaran dan Tanggap Darurat
Tahun 2011”
ix
LEMBAR PERSEMBAHAN
Like attracts like. You get what you think about; your thoughts determine
your experience. ~Rhonda Byrne (2006), Rhonda Byrne dan Michael J. Loiser (2007), Beth dan Lee McCain (2007) ~
Skripsi ini kupersembahkan untuk ANDA.
Semoga tulisan sederhana ini memberi manfaat dan wawasan baru pada
pengetahuan ANDA.
Inilah niat saya agar berguna bagi ANDA, bagi DUNIA.
x
KATA PENGANTAR
ته كا بر و لله ا ورحمة عليكن م اسلا
Segala puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjat kehadirat Allah SWT yang
selalu senantiasa memberikan rahmat serta nikmat-Nya atas segala kemudahan,
keberanian, kelancaran, dan segala ketenangan yang Engkau berikan. Terimakasih Rabb
atas kasih sayang-Mu yang selalu terpacarkan hingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul ”Analisis Pelaksanaan JSA pada Pekerjaan Wellwork dan
Initial Completion yang Dilakukan Kontraktor Migas Berdasarkan Teknik
Management Oversight and Risk Tree di Lokasi Kerja PT. X Tahun 2011” ini
dengan baik. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan alam
Baginda Besar Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya dan sahabat-sahabatnya
yang telah membawa umatnya menuju pintu pencerahan dan peradaban serta jalan yang
diridhai oleh Allah SWT.
Penulis ingin menyampaikan secara khusus ucapan terima kasih dan
penghargaan kepada Ayahanda Nan Bijaksana H. Edi Mardias dan Ibunda Tersayang Hj.
Nelly Aswarni atas segala dukungan dan doanya yang tiada henti dan selalu dipanjatkan
kepada Allah SWT untuk keberhasilan penulis dalam menjalani kehidupan ini.
Penyelesaian skripsi ini semata-mata bukanlah hasil usaha penulis sendiri,
melainkan dari bantuan, bimbingan, motivasi dan semangat serta doa dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan ucapan
terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Kelurga Besar. Nenek, Tante Mel dan Om Achyar, Om Anat beserta Tante Loli,
Tante Des, Kakak Tercinta Eka Febriani, dan Abang Maulana Neldi beserta istri,
terima kasih atas doa dan dukungan yang selalu mengiringi langkah hidupku.
Keponakan-keponakan yang lucu, Syalwa, Abitya, Zavania, dan Bazli, terima
kasih telah memberikan senyuman dan canda tawa, hingga membuat penulis terus
bersemangat mencapai masa depan yang cerah.“My Engineer” Ananda Fauzan
xi
Lubis, terimakasih atas dukungan, bantuan, kasih sayang, dan ketegasan yang
diberikan selama proses penyelesaian skripsi ini. Semoga Allah selalu memberikan
limpahan rezeki dan kasih sayangnya kepada kita.
2. Bapak dr. Yuli Prapancha Satar, MARS, selaku dosen pembimbing skripsi dan
ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat (PSKM) FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan bimbingan dan kemudahan dalam
penyusunan skripsi ini.
3. Ibu Iting Shofwati, ST, MKKK, selaku dosen pembimbing skripsi dan penanggung
jawab peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang senantiasa membantu,
membimbing penulis selama penyusunan skripsi.
4. Bapak Dr. Arif Sumantri, SKM, M.Kes, selaku penasehat akademik yang
senantiasa memberikan nasehat, dukungan, dan doa yang diberikan.
5. Seluruh dosen dan staf PSKM FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berguna bagi penulis dan para
mahasiswa umumnya.
6. Bapak Elwin Fernandes yang telah membukakan jalan bagi saya untuk
menyelesaikan skripsi di perusahaan.
7. Bapak Muhammad Razi, SKM, MT yang terus memberikan saya dorongan dan
kekuatan untuk terus maju menyelesaikan skripsi. Terimakasih telah memotivasi
saya, dan terus membimbing saya dari awal skripsi hingga selesai.
8. Bapak Supriyo Widodo, yang selalu memberikan ilmu pengetahuan dan wawasan
baru bagi saya selama proses pengerjaan skripsi.
9. Seluruh Well Site Manager (WSM) WW&C yang telah membimbing dan
membantu saya saat mengikuti kegiatan di lokasi kerja.
10. Seluruh kru pekerja rig, termasuk toolpusher dan driller yang sangat membantu
saya memperoleh informasi di lokasi kerja.
11. Bapak Gazali yang selalu memberikan informasi dan membuatkan surat-surat yang
saya butuhkan untuk penyelesaian skripsi.
12. Sahabat-sahabat K3 dan Gizi yang senantiasa memberikan informasi, motivasi,
dan bantuannya selama proses pengerjaan skripsi. Terimakasih untuk Ebby, Shani,
xii
Nita, Uni Wita, Ayu, Tamalia “Indah”, Ika “Cakwee” , Pipit “Soulmate”, Arbi,
Zulfa, dan Agung yang sangat memotivasi hingga skripsi ini dapat diselesaikan
tepat waktu.
13. Adik-adik kelas Icha, Titah, Ade (Farmasi), Nindy, Sherly, Diana, Vita, Ubay,
Fadil, Ersa, Nita dan adik-adik lainnya atas doa yang kalian berikan. Senang sekali
bisa mengenal dan berbagi ilmu baik secara akdemik maupun organisasi bersama
kalian.
14. Sahabat penulis yang cantik serta cerdas yaitu Siti Hanifa Sandri, S.Bsc of Banking
and Finance yang selalu memberikan dukungan selama pengolahan pedoman
wawawancara dan pengambilan data di Pekanbaru.
15. Sahabat-sahabat Cendana 2007, Geng AWE (“Momont” Erlisa Fitri, ST; Elsa
Astriana, ST; Refi Agustine, S.Ked; dan Vrenda Alia, Sk. Ked); Ulfa Fauzia, ST;
dan Rezky Octora Manungkalit, S.I.Kom. Walaupun jarak memisahkan, namun
arti persahabatan sangat kental bagi kita, terimakasih sahabat atas dukunganmu.
Dengan memanjatkan doa kepada Allah SWT, penulis berharap semua kebaikan
yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Amin. Terakhir kiranya
penyusun berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca umumnya.
ته كا بر و لله ا ورحمة عليكن م لسلا ا و
Jakarta, September 2011
Mellysa Putri Neldi
xiii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................................... i
ABSTRAK ..................................................................................................................... ii
ABSTRACT ................................................................................................................... iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN ............................................................................... v
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................................... vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ..................................................................................... vii
LEMBAR PERSEMBAHAN ....................................................................................... ix
KATA PENGANTAR ................................................................................................... x
DAFTAR ISI .................................................................................................................. xiii
DAFTAR TABEL ........................................................................................................ xvii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................. xix
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG ............................................................................................. 1
1.2 RUMUSAN MASALAH ......................................................................................... 10
1.3 PERTANYAAN PENELITIAN .............................................................................. 11
1.4 TUJUAN PENELITIAN .......................................................................................... 11
1.4.1 Tujuan Umum ........................................................................................................ 11
1.4.2 Tujuan Khusus ....................................................................................................... 12
1.5 MANFAAT PENELITIAN ...................................................................................... 13
1.5.1 Bagi Peneliti ........................................................................................................... 13
1.5.2 Bagi Institusi .......................................................................................................... 13
1.5.3 Bagi Perusahaan dan Business Project ................................................................... 13
1.6 RUANG LINGKUP PENELITIAN ......................................................................... 13
xiv
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 MANAJEMEN RISIKO .......................................................................................... 15
2.1.1 Manajemen Risiko dan Manajemen Keselamatan Kerja (K3) ............................... 15
2.1.2 Proses Manajemen Risiko ...................................................................................... 17
2.2 IDENTIFIKASI HAZARD ...................................................................................... 19
2.1.1 Identifikasi Hazard sebagai Bagian dari Manajemen Risiko ................................. 19
2.2.2 Metode Identifikasi Hazard ................................................................................... 21
2.3 ANALISIS KESELAMATAN KERJA (JOB SAFETY ANALYSIS) ....................... 23
2.3.1 Pelaksanaan Job Safety Analysis ............................................................................ 25
2.4 TEORI PENYEBAB KECELAKAAN .................................................................. 30
2.5 KELALAIAN MANAJEMEN DAN POHON RISIKO (MANAGEMENT
OVERSIGHT AND RISK TREE) .............................................................................. 37
2.5.1 Definisi Management Oversight And Risk Tree (MORT) ...................................... 37
2.5.2 Tidak Dilaksanakannya Penilaian Risiko (Task Spesific Risk Assessment Not
Performed) ............................................................................................................. 39
A. Potensi Kecelakaan Tinggi yang Tidak Teridentifikasi (High Potential
was Not Identified) ........................................................................................... 40
B. Potensi Kecelakaan Rendah (Low Potential) .................................................... 43
2.5.3 Penilaian Risiko Pekerjaan (Task Spesific Risk Asessment LTA) ........................ 43
A. Analisis Risiko Pekerjaan (Task Spesifik Risk Analysis LTA) .......................... 43
B. Rekomendasi Tindakan Pengendalian (Recommended Control LTA) .............. 47
BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN DEFINISI ISTILAH
3.1 KERANGKA BERPIKIR ........................................................................................ 49
3.2 DEFINISI ISTILAH ................................................................................................ 50
3.2.1 Pelaksanaan JSA .................................................................................................... 50
3.2.2 Identifikasi Permasalahan dalam Pelaksanaan JSA ............................................... 51
3.2.3 Tidak Dilaksanakannya JSA dan Tidak Tepatnya Pelaksanaan JSA ..................... 51
3.2.4 Analisis Masalah Menggunakan Teknik MORT ................................................... 51
xv
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 JENIS PENELITIAN ............................................................................................... 52
4.2 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN ................................................................. 52
4.3 INFORMAN ............................................................................................................ 52
4.4 INSTRUMEN PENELITIAN .................................................................................. 54
4.5 SUMBER DATA ..................................................................................................... 55
4.6 PENGUMPULAN DATA ....................................................................................... 56
4.7 KEABSAHAN DATA ............................................................................................. 58
4.8 PENGOLAHAN DATA .......................................................................................... 59
4.9 ANALISIS DATA ................................................................................................... 60
4.10 PENYAJIAN DATA ............................................................................................... 60
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 GAMBARAN UMUM PT. X .................................................................................. 66
5.1.1 Profil PT.X ............................................................................................................. 66
5.1.2 Visi dan Misi PT. X ............................................................................................... 67
5.1.3 Fundamental Safe Work Practies (FSWP) ............................................................ 67
5.1.4 Job Safety Analysis sebagai Bagian dari FSWP ..................................................... 71
5.2 WELLWORK AND COMPLETION DEPARTEMENT (WW&C) ........................... 77
5.2.1 Tugas dan Tanggung Jawab WW&C ..................................................................... 78
5.2.2 Peralatan yang Digunakan di Lokasi Kerja WW&C ............................................. 80
5.3 HASIL PENELITIAN .............................................................................................. 87
5.3.1 Informan Penelitian ................................................................................................ 87
5.3.2 Hasil Pengamatan Lapangan Mengenai Pelaksanaan JSA di Lokasi WW&C ...... 88
5.3.3 Hasil Penelitian untuk Task Spesific Risk Assessment Not Performed .................. 97
A. Potensi Kecelakaan Tinggi yang Tidak Teridentifikasi (High Potential
was Not Identified) ............................................................................................ 97
xvi
B. Potensi Kecelakaan Rendah (Low Potential) .................................................... 103
5.4.3 Hasil Penelitian untuk Task Spesific Risk Asessment LTA ..................................... 103
A. Analisis Risiko Pekerjaan (Task Spesifik Risk Analysis LTA) .......................... 104
B. Rekomendasi Tindakan Pengendalian (Recommended Control LTA) .............. 113
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 KETERBATASAN PENELITIAN ......................................................................... 123
6.2 PEMBAHASAN EVENT TASK SPESIFIC RISK ASSESSMENT NOT
PERFORMED........................................................................................................ 126
6.3 PEMBAHASAN EVENT TASK SPESIFIC RISK ASSESSMENT LTA.............. 134
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 KESIMPULAN ........................................................................................................ 148
7.2 SARAN .................................................................................................................... 150
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xvii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
4.1 Teknik Triangulasi Sumber dan Metode 61
4.1 Teknik Triangulasi Sumber dan Metode (lanjutan 1) 62
4.1 Teknik Triangulasi Sumber dan Metode (lanjutan 2) 63
4.2 Simbol-simbol dalam Pohon MORT 65
5.1 Informan Utama 87
5.2 Informan Kunci 87
5.3 Informan Pendukung 88
5.4 Formulir JSA di Lokasi BAD 90
5.4 Formulir JSA di Lokasi BAD (lanjutan 1) 90
5.5 Kekurangan Mitigasi JSA di Lokasi BAD 92
5.6 Kekurangan Mitigasi JSA di Lokasi BAD 93
xviii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
2.1 Proses Manajemen Risiko 18
2.2 Contoh Lembar Kerja Job Safety Analysis 26
2.3 Accident Model Heinrich 31
2.4 Model Penyebab Kecelakaan ILCI 32
2.5 Cabang Utama Pohon MORT 38
2.6 Cabang Task Specific Risk Assessment Not Performed 42
2.7 Cabang Task Spesific Risk Assessment LTA 45
3.1 Kerangka Berpikir 50
4.1 Contoh-contoh Acuan yang Digunakan dalam Pohon MORT 64
5.1 Empat Fase Analisis Hazard 71
5.2 Hazard Identification Tools 74
5.3 Rig 81
5.4 Well Head 83
5.5 Packer 85
5.6 Tubular 85
6.1 Event-event yang Bermasalah dalam Cabang 133
Task Spesific Risk Assessment Not Performed
6.1 Event-event yang Bermasalah dalam Cabang
Task Spesific Risk Assessment LTA 147
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 4.1 Pedoman Pengamatan Lapangan
Lampiran 4.2 Pedoman Wawancara
Lampiran 4.3 Daftar Dokumen
Lampiran 4.4 Matriks Hasil Wawancara dan Triangulasi Data
Lampiran 5.1 SOP Run in Hole Reda Unit
Lampiran 5.2 SOP Nipple Up & Test BOP
Lampiran 5.3 SOP Moving Rig
Lampiran 5.4 SOP Pengendalian Hazard
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Industri pertambangan termasuk migas mampu memberikan lapangan kerja
kepada masyarakat Indonesia dan berkontribusi dalam peningkatan penerimaan negara.
Menurut Kepala Biro Hukum dan Humas DESDM-RI (2008), selama tahun 2008 sektor
ESDM telah membuka bagi 332.317 lapangan kerja baru untuk sektor migas di tanah
air. Lapangan kerja yang dibuka dapat menyerap sejumlah angkatan kerja yang ada di
tanah air, sehingga membantu menurunkan jumlah pengangguran di Indonesia. Di tahun
yang sama, sektor migas berkontribusi meningkatkan penerimaan negara sebesar Rp
303,067 Triliun atau 31,5% dari seluruh penerimaan negara.
Dibalik peranannya yang luar biasa untuk kesejahteraan negara, karakteristik
operasi migas berpotensi terhadap terjadinya kecelakaan kerja dan pencemaran terhadap
lingkungan (Direktur Jendral Migas, 2006). Risiko pekerjaan operasi migas cukup
tinggi, terutama risiko yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja.
Banyaknya hazard yang berada di lingkungan kerja migas akan berdistribusi
menyebabkan kecelakaan. Hal ini mengarah kepada prinsip bahwa hazard adalah
pelopor untuk terjadinya sebuah kecelakaan (Ericson, 2005). Contoh hazard yang sangat
dekat dengan industri migas yaitu proses kerja dengan karakter tekanan dan suhu tinggi;
keberadaan alat-alat berat yang moving parts; zat-zat kimia yang mudah terbakar bahkan
2
eksplosif; dan tingkat racun yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan
(Majalah Migas Indonesia Edisi 1, 2004).
Pada tahun 2010 terjadi sembilan kasus tambang fatal pada kegiatan usaha hulu
migas di Indonesia (www.migas.esdm.go.id). Delapan diantaranya akan dipaparkan
disini. Kecelakaan pertama di tahun 2010, adalah meninggalnya seorang roustabout
karena perutnya terpukul oleh drill collar. Kecelakaan terjadi ketika drill collar
dikeluarkan dari dalam box penyimpanan dengan bantuan alat angkat (crane). Drill
collar terayun mengenai perut roustabout akibat posisi sling yang tidak center dengan
drill collar yang diangkat.
Kecelakaan berikutnya terjadi pada tanggal 31 Mei 2010. Lima orang
terperangkap di dalam sebuah tangki unloading nitrogen, empat diantaranya meninggal
dunia. Kecelakaan ini terjadi saat salah seorang dari mereka mengambil barang yang
terjatuh ke dalam tangki, dan keempat orang lainnya berusaha menolong orang pertama.
Namun, upaya mereka gagal karena kurangnya oksigen yang ada di dalam tangki.
Pada pertengahan tahun, tepatnya tanggal 9 Juni 2010, seorang companyman
tertimpa surge tank saat mengawasi pekerjaan mud boy yang sedang menimbang berat
sampel cement. Surge tank terjatuh karena tidak mempunyai skit dan diganjal dengan
kayu eksplet. Ketika kaki tangki bergoyang, kaki surge tank bergeser dan meleset dari
ganjalan kemudian amblas. Surge tank yang digunakan dalam pekerjaan ini, sebenarnya
didesain untuk anjungan lepas lantai dengan kaki-kaki tangki yang dilas pada sebuah
deck dan terbuat dari besi pipa.
3
Sebulan berikutnya, pada tanggal 5 Juli 2010, seorang pekerja perawatan sumur
luka berat akibat tertimpa tubing bowl. Lock elevator tidak berfungsi dengan baik,
sehingga tubing bowl terlepas dari elevator ketika pekerja melakukan perawatan sumur.
Sebulan kemudian, pada tanggal 5 September 2010, rahang seorang mekanik perusahaan
jasa pengeboran minyak terpukul cross joint ketika melakukan running test terhadap
engine draw work nomor satu. Saat itu, mesin belum siap untuk dioperasikan karena
baut pengikat dan tutup pengaman cross joint belum terpasang. Akibatnya mesin
bergeser sehingga cross joint antara engine draw work dan gear box patah dan
terlempar menghantam rahang korban.
Pada tanggal 1 Desember 2010, floorman sebuah pemboran sumur darat
meninggal akibat kejatuhan DP elevator yang lepas dari travelling lock. Saat itu
dilakukan pencabutan pahat 12 ¼ “ dengan DP 5” dari kedalaman 748 meter hingga 667
meter. Saat akan melepas sambungan DP 5”, elevator ikut berputar akibatnya dua buah
safety pin putus, sehingga elevator jatuh dari ketinggian 30 meter (satu stand atau tiga
joint). Floorman yang berada di lantai bor tertimpa oleh elevator tersebut.
Kecelakaan selanjutnya pada tanggal 10 Desember 2010, trailer yang membawa
peralatan pengeboran berupa Cementing Pumping Unit masuk ke dalam jurang sedalam
10- 15 meter. Kecelakaan ini terjadi akibat pengemudi trailer tidak mampu menguasai
kendaraan pada kondisi jalan yang menurun tajam dan berbelok. Akibat kecelakaan ini,
kondisi trailer rusak berat, pengemudi dan kernet meninggal di tempat kejadian.
4
Kecelakaan fatal di tahun 2010 ditutup pada tanggal 24 Desember, seorang
pekerja rintis pada kegiatan penyelidikan seismik terjatuh ke sungai saat ia mengambil
baju pelampung di atap kapal melalui sisi kiri kapal. Korban terjatuh dan tenggelam ke
dalam sungai. Korban ditemukan besok harinya dalam kondisi meninggal dunia.
Kasus-kasus kecelakaan fatal di atas menunjukkan betapa tingginya risiko
bekerja di kegiatan usaha hulu migas. Kecelakaan pun masih terjadi di tahun 2011,
tepatnya pada 9 April, tiga karyawan perusahaan service company ditemukan telah
meninggal dunia di dalam tangki penampung cairan milik Vico Indonesia, di ring Vico
Mutiara 135 di Kelurahan Muara Jawa Tengah, Kecamatan Muara Jawa, Kabupaten
Kutai Kertanegara. Saat itu, ketiga karyawan mempersiapkan pekerjaan coiled tubing
unit di sumur lapangan gas Mutiara Kaltim. Salah satu dari ketiga karyawan tersebut
mengecek isi tangki penampung cairan, tiba-tiba salah satu alat miliknya terjatuh ke
dalam tangki. Pekerja tersebut langsung memasuki tangki dengan tujuan mengambil alat
tersebut. Setelah memasuki tangki, ia tidak sadarkan diri. Dua karyawan lainnya
berusaha mengevakuasi korban tersebut, akan tetapi mereka juga ikut tidak sadarkan
diri. Tidak lama berselang, empat rekan korban lainnya datang untuk mengevakuasi tiga
korban dari dalam tangki, dan mereka langsung pingsan karena menghirup gas yang
keluar dari tangki. Akibat kejadian ini, tiga karyawan meninggal dunia dan karyawan
lainnya mendapatkan pengawasan intensif dokter (www.kaltimpost.co.id).
Kasus-kasus kecelakaan di atas menunjukkan bahwa kecelakaan merupakan
risiko besar yang dihadapi kegiatan usaha hulu migas. Menurut Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral (2011), kerugian yang diderita akibat kecelakaan tidak hanya
5
kerugian materi yang besar, namun lebih dari itu adalah timbulnya korban jiwa dengan
jumlah yang tidak sedikit. Kehilangan sumber daya manusia ini merupakan kerugian
yang sangat besar karena manusia adalah satu-satunya sumber daya yang tidak dapat
digantikan oleh teknologi manapun.
Wellwork merupakan salah satu rangkaian kegiatan eksploitasi yang bersifat
maintenance (pemeliharaan) pada kegiatan hulu migas. Objek pemeliharaan wellwork
adalah sumur minyak. Segala kegiatan yang berhubungan dengan sumur produksi
dilakukan oleh tim wellwork. Initial Completion merupakan pekerjaan awal yang
dilakukan terhadap sumur baru setelah dilakukan operasi pemboran. Kegiatan Initial
Completion adalah memasang segala peralatan yang dibutuhkan pada sumur sehingga
dapat mulai berproduksi. Sementara untuk sumur yang sudah lama, dilakukan kegiatan
perawatan agar sumur tersebut dapat terus berproduksi. Biasanya dilakukan penggantian
pompa akibat masalah-masalah formasi (Irwanto, 2011).
Contoh-contoh pekerjaan yang dilakukan oleh wellwork seperti swabbing job,
sand bailing, perforasi dan lain sebagainya. Swabbing job adalah pekerjaan
memindahkan sejumlah fluida dari dalam sumur melalui rangkaian pipa, yang bertujuan
untuk menentukan production rate dari sebuah interval atau sumur. Sand bailing adalah
kegiatan pengambilan pasir yang menumpuk pada dasar lubang bor dan menutup
perforasi sehingga mengganggu proses produksi. Perforasi merupakan kegiatan
membuat hubungan antara lubang sumur dengan formasi menggunakan gun (Prabowo,
2008).
6
Untuk menunjang pekerjaan di wellwork, maka digunakanlah berbagai macam
peralatan yang dikelompokkan ke dalam dua jenis, yaitu surface equipment dan
subsurface equipment. Surface equipment adalah segala peralatan yang berada di atas
permukaan sumur, seperti rig yang digunakan untuk mencabut dan memasangkan pipa
dari dan ke dalam sumur, well head yaitu semua peralatan yang berada di bagian sumur
meliputi valve-valve dan perpipaan sampai dengan production line, accumulator yang
berfungsi sebagai tenaga pendorong BOP (Blow Out Prevention), pompa sebagai alat
yang digunakan untuk memindahkan fluida atau cairan dengan cara meningkatkan
tekanan, dan lain sebagainya. Subsurface equipment adalah alat-alat yang terdapat di
bawah permukaan sumur, seperti packer yang digunakan untuk mengisolasi suatu
kedalaman tertentu dari lubang sumur, tubular product, fishing tool yaitu alat yang
dipakai untuk memancing benda-benda yang jatuh ke dalam sumur akibat hal-hal tidak
terduga, dan sand pump (pompa pasir) yang berfungsi untuk membersihkan pasir dari
dalam lubang sumur pada kedalaman yang sudah ditentukan (Prabowo, 2008).
Sebagai salah satu rangkaian kegiatan dari usaha hulu, pekerjaan di wellwork
juga memiliki risiko yang tinggi untuk terjadinya kecelakaan, terlebih lagi dengan
keberadaan alat-alat berat sebagai penunjang kegiatan. Kecelakaan yang diwaspadai
pada pekerjaan wellwork, seperti terpeleset, tersandung, terjatuh, terjepit, dan
tertumbuk. Terpeleset dapat terjadi karena tempat berpijak yang licin, sehingga tubuh
kehilangan keseimbangan. Penyebab terpeleset seperti lantai yang licin atau basah;
minyak yang membasahi lantai; benda yang mudah bergerak di atas lantai seperti karpet,
kertas, dan kapas; serta pemakaian sepatu yang licin untuk lantai tertentu. Tersandung
7
terjadi ketika kaki tidak sadar menginjak lantai berbeda ketinggian sehingga kehilangan
keseimbangan tubuh. Hazard yang menyebabkan tersandung adalah adanya benda yang
tidak rata di atas lantai, lantai yang rusak, benda yang bergerak di atas lantai, kurangnya
pencahayaan, pandangan terhalangan benda, dan perbedaan ketinggian. Terjatuh dapat
terjadi ketika tubuh kehilangan keseimbangan karena terpeleset, terjungkal, atau jatuh
dari ketinggian. Terjatuh dapat menyebabkan cedera bahkan kematian. Terjepit dapat
mencelakakan anggota tubuh seperti tangan. Salah satu hazard yang dapat menyebabkan
tangan terjepit adalah posisi tangan yang berada di daerah engsel pengunci atau daerah
titik jepit. Tertumbuk dapat mencelakakan pekerja jika pekerja berada lane of fire, yaitu
daerah berbahaya disekitar benda bergerak. Selain risiko kecelakaan di atas, pekerjaan
wellwork juga berisiko untuk pencemaran lingkungan, baik tanah, air, maupun udara.
Maka dari itu penting untuk melaksanakan pencegahan terhadap tumpahan minyak,
penanganan berbagai jenis limbah, serta pengurangan polusi suara (OEMS Wellwork
and Completion, 2010).
Tingginya risiko di kegiatan wellwork tersebut disebabkan karena ada tujuh
hazard besar. Tujuh hazard besar tersebut adalah blow out, cedera tangan, tekanan
terkurung, benda terjatuh, hazard electrical, kecelakaan lalu lintas, dan petir. H2S juga
harus diwaspadai sebagai hazard yang dapat terhirup pada pekerjaan wellwork (OEMS
Wellwork and Completion, 2010). Tanpa pengenalan yang cukup akan sumber-sumber
risiko yang ada di wellwork tersebut, serta perlakuan yang tidak tepat bagi setiap sumber
risiko maka akan sangat berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja. Kebanyakan
kecelakaan kerja yang terjadi adalah kurangnya pemahaman dan pengenalan terhadap
8
sumber-sumber risiko tersebut, sehingga menimbulkan keadaan yang tidak aman, atau
adanya tindakan tidak aman yang pada akhirnya akan menjadi pemicu terjadinya
kecelakaan kerja.
Identifikasi sumber hazard dalam lingkungan kerja akan menjadi bagian yang
esensial dalam menyusun langkah-langkah untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja.
Salah satu metode untuk mengidentifikasi sumber hazard adalah job safety analysis
(JSA) atau Analisis Keselamatan Kerja. JSA berfokus kepada hubungan
antara pekerja, tugas, alat, dan lingkungan kerja. Jika di dalam analisis ditemukan
hazard yang tidak terkontrol, dapat diambil langkah-langkah untuk menghilangkan atau
mengurangi tingkat resiko yang dapat diterima (OSHA 3071, 2002).
Menurut OSHA 3071 (2002), job safety analysis merupakan salah satu
komponen dari komitmen sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Agar
pelaksanaan JSA efektif, maka manajemen perusahaan harus menunjukkan komitmen
keselamatan dan kesehatan kerja yang diiringi dengan pengendalian terhadap hazard
yang ditemukan. Pengawas dapat melakukan eliminasi dan pencegahan terhadap hazard
di tempat kerja, sehingga pekerja menjadi lebih selamat, metode bekerja lebih efektif,
biaya kompensasi akibat kecelakaan dapat dikurangi, dan produktifitas pekerja dapat
ditingkatkan.
Dalam pelaksanaan JSA, karyawan yang akan melaksanakan pekerjaan harus
dilibatkan dalam pembuatan JSA. Ini merupakan hal yang penting karena merekalah
yang memahami pekerjaan dan akan menghadapi hazard pada tiap langkah pekerjaan.
9
Pengetahuan mengenai manfaat JSA dan tata laksana JSA merupakan pengetahuan yang
sangat berharga bagi karyawan. Dengan pengetahuan tersebut, mereka mampu
menjalankan prosedur bekerja selamat di perusahaan (Geigle, 2002). Pengawas dan
penanggung jawab pekerjaan juga berperan dalam pelaksanaan JSA. Fungsi mereka
adalah untuk meninjau kembali JSA yang telah dibuat. Tujuannya agar semua hazard
sudah diidentifikasi dengan baik dan tindakan mitigasi yang dipilih sudah sesuai.
Dari berbagai gambaran kecelakaan pada kegiatan hulu migas di atas; dan
gambaran pekerjaan wellwork, hazard, dan risiko pekerjaannya, maka diperlukan
pengkajian sistematis tentang prosedur kerja suatu pekerjaan. Kajian ini berguna untuk
mengidentifikasi dan mengontrol hazard selama pekerjaan berlangsung. Salah satu
metode pengkajian sistematis ini adalah job safety analysis (JSA). JSA dapat membantu
manajemen perusahaan untuk melakukan langkah kerja yang selamat. Setiap organisasi
mempunyai penerapan JSA yang bermacam-macam.
Pekerjaan wellwork dan initial completion yang ada di lingkungan perusahaan
PT. X, juga memiliki karakter hazard dan potensi kecelakaan yang sama dengan
pekerjaan wellwork di perusahaan migas lainnya. Pekerjaan wellwork dan intial
completion di lokasi kerja PT. X dilakukan oleh pekerja kontraktor yang telah ahli
bertugas untuk pemeliharaan sumur minyak. PT. X selaku pemilik sumur minyak,
memiliki landasan agar seluruh pekerja, baik pekerja tetap maupun tenaga kontrak dapat
bekerja dengan selamat. Landasan tersebut tertuang dalam Fundamental Safe Work
Practies (FSWP). JSA merupakan salah satu elemen FSWP. Tujuan pelaksanaan JSA
menurut PT. X agar pekerjaan dapat dilakukan dengan handal dan memenuhi standar
10
mutu dengan tetap memperhatikan keselamatan kerja. Maka dari itu, peneliti tertarik
untuk mengamati pelaksanaan JSA untuk pekerjaan wellwork dan initial completion di
lokasi perusahaan ini.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Aspek keselamatan dan kesehatan kerja (K3) menjadi hal utama dalam kegiatan
usaha hulu migas, termasuk kegiatan pemeliharaan sumur produksi (wellwork).
Berdasarkan data tahun 2010 telah terjadi sembilan kasus fatal pada kegiatan usaha hulu
migas. Berdasarkan karakterisktik pekerjaan di wellwork terdapat tujuh hazard utama,
yaitu blow out atau semburan liar fluida dari perut bumi, hazard yang dapat
mengakibatkan cedera tangan, tekanan terkurung, hazard yang dapat menyebabkan
benda jatuh, listrik, keberadaan lalu lintas saat perpindahan rig dari satu lokasi ke lokasi
lainnya (move in rig up atau rig down move up), dan petir yang dapat menyambar
pekerja maupun alat-alat kerja wellwork.
Keberadaan hazard tersebut dapat berkontribusi terhadap kecelakaan. Oleh
sebab itu, diperlukan pengkajian sistematis terhadap pekerjaan yang akan dilakukan,
keberadaan hazard, dan tindakan mitigasinya. Salah satu pengkajian sistematis ini yang
paling sederhana dikenal dengan job safety analysis (JSA). JSA dalam pelaksanaannya
membutuhkan pengawasan yang kuat dan terstruktur. Tujuannya agar seluruh hazard
dapat teridentifikasi dan dapat diambil tindakan mitigasi yang sesuai. Dalam hal ini,
peneliti akan melakukan studi terhadap pelaksanaan JSA dan menggali informasi
mengenai masalah pelaksanaan JSA. Masalah tersebut berbentuk ketidaktepatan
pelaksanaan JSA dan tidak dilaksanakanya JSA sama sekali di lokasi kerja. Teknik yang
11
digunakan untuk menganalisis permasalahan dalam pelaksanaan JSA adalah teknik
MORT yang terfokus pada cabang Task Spesific Risk Assessment Not Performed dan
Task Spesific Risk Assessment LTA.
1.3 PERTANYAAN PENELITIAN
1. Bagaimana pelaksanaan job safety analysis pada pekerjaan wellwork dan initial
completion yang dilakukan kontraktor migas di lokasi kerja PT. X tahun 2011?
2. Apakah terdapat permasalahan dalam pelaksanaan job safety analysis pada
pekerjaan wellwork dan initial completion yang dilakukan kontraktor migas di
lokasi kerja PT. X tahun 2011?
3. Apakah yang menyebabkan permasalahan dalam pelaksanaan job safety analysis
pada pekerjaan wellwork dan initial completion yang dilakukan kontraktor
migas, berdasarkan teknik Management Oversight and Risk Tree di lokasi kerja
PT. X tahun 2011?
1.4 TUJUAN PENELITIAN
1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui penyebab masalah dalam pelaksanaan job safety analysis pada
pekerjaan wellwork dan initial completion yang dilakukan kontraktor migas, berdasarkan
teknik Management Oversight and Risk Tree di lokasi kerja PT. X tahun 2011.
12
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya pelaksanaan job safety analysis pada pekerjaan wellwork dan
initial completion yang dilakukan kontraktor migas di lokasi kerja PT. X
tahun 2011.
2. Diketahuinya langkah-langkah yang sudah tepat dalam pelaksanaan job
safety analysis pada pekerjaan wellwork dan initial completion yang
dilakukan kontraktor migas di lokasi kerja PT. X tahun 2011.
3. Diketahuinya langkah-langkah yang tidak tepat dalam pelaksanaan job safety
analysis pada pekerjaan wellwork dan initial completion yang dilakukan
kontraktor migas di lokasi kerja PT. X tahun 2011.
4. Diketahuinya penyebab tidak tepatnya pelaksanaan job safety analysis pada
pekerjaan wellwork dan initial completion yang dilakukan kontraktor migas,
berdasarkan teknik Management Oversight and Risk Tree di lokasi kerja
PT. X tahun 2011.
5. Diketahuinya penyebab tidak dilaksanakannya job safety analysis pada
pekerjaan wellwork dan initial completion yang dilakukan kontraktor migas,
berdasarkan teknik Management Oversight and Risk Tree di lokasi kerja
PT. X tahun 2011.
13
1.5 MANFAAT PENELITIAN
1.5.1 Bagi Peneliti
Penelitian ini memberikan pengalaman berharga, menambah wawasan serta
kemampuan untuk mengaplikasikan ilmu tentang keselamatan kerja. Terutama
mengenai pelaksanaan job safety analysis pada pekerjaan wellwork dan initial
completion.
1.5.2 Bagi Institusi
Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi tambahan bagi
civitas akademik Prodi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Terutama mengenai pelaksanaan job safety analysis pada pekerjaan wellwork dan initial
completion.
1.5.3 Bagi Perusahaan dan Business Project
Hasil dari penelitian ini dapat menjadi informasi dan rekomendasi kepada
perusahaan dan mitra kerja sebagai bahan pertimbangan memperbaiki pelaksanaan job
safety analysis pada pekerjaan wellwork dan initial completion di lokasi kerja PT. X.
1.6 RUANG LINGKUP PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di lokasi kerja Wellwork and Completion Department
PT. X yang terletak di Kabupaten Minas, Pekanbaru, Riau. Penelitian dilakukan pada
bulan Maret- September 2011. Subjek dari kegiatan penelitian ini adalah crew pekerja
yang terdiri dari WSM (Well Site Manager), toolpusher, driller, dan pekerja. Jenis data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Ada tiga
14
teknik yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu, pengamatan lapangan, analisis
dokumen, dan wawancara. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif untuk
menggali informasi mengenai pelaksanaan job safety analysis dan penyebab masalah
dalam pelaksanaan JSA untuk pekerjaan wellwork dan initial completion di lokasi
kerja PT. X. Penyebab masalah dianalisis menggunakan teknik Management Oversight
and Risk Tree (MORT) yang terfokus pada cabang Task Spesific Risk Assessment Not
Performed dan Task Spesific Risk Assessment LTA.
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 MANAJEMEN RISIKO
2.1.1 Manajemen Risiko dan Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3)
Menurut Soehatman Ramli (2010), tujuan upaya keselamatan dan kesehatan
kerja (K3) adalah untuk mencegah kecelakaan yang ditimbulkan karena adanya suatu
hazard di lingkungan kerja. Untuk mencapai tujuan ini, maka pengembangan sistem
manajemen K3 harus berbasis pengendalian risiko sesuai dengan sifat dan kondisi
hazard yang ada. Bahkan dapat dikatakan bahwa K3 tidak diperlukan jika tidak ada
sumber hazard yang harus dikelola.
Keberadaan hazard dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan atau insiden
yang membawa dampak terhadap manusia, peralatan, material, dan lingkungan. Risiko
menggambarkan besarnya potensi hazard tersebut untuk dapat menimbulkan insiden
atau cedera pada manusia yang ditentukan oleh kemungkinan dan keparahan yang
diakibatkannya. Hazard dan risiko harus dikelola dan dihindari melalui manajemen K3
yang baik. Karena itu, manajemen K3 memiliki kaitan yang sangat erat dengan
manajemen risiko.
16
Manajemen risiko merupakan elemen sentral dari manajemen K3, karena
memberikan arah terhadap penerapan dan pengembangan sistem manajemen K3.
Sebelum mengembangkan program K3, terlebih dahulu harus diketahui risiko dan
hazard yang terdapat dalam kegiatan organisasi. Selanjutnya dikembangkan program
pengendalian risiko yang tepat melalui pendekatan sebagai berikut.
Manusia (human approach)
Teknis (engineering) seperti sarana, mesin, peralatan, material, atau lingkungan
kerja
Sistem dan prosedur, yang berkitan dengan pengoperasian, cara kerja aman, atau
sistem manajemen K3.
Proses, misalnya proses kimia atau fisis.
Dari keempat aspek tersebut dikembangkan berbagai elemen implementasi yang
lebih rinci sesuai kebutuhan organisasi. Untuk mengendalikan aspek manusia dilakukan
upaya pendidikan, pelatihan, kompetensi, peningkatan kesadaran, cara kerja aman, dan
perilaku K3. Pengendalian pada aspek sarana dikembangkan sistem rekayasa, inspeksi,
kalibrasi, dan kajian K3 agar sarana dapat dioperasikan dengan selamat serta optimal.
Pengendalian pada aspek proses dikembangkan identifikasi hazard dalam operasi,
pemeliharaan, manajemen perubahan, keamanan operasi, serta sistem tanggap darurat.
Dari aspek prosedur dikembangkan sistem dokumentasi, pengelolaan data dan informasi,
pengukuran K3, tinjau ulang manajemen, dan lainnya. Semua program tersebut
merupakan elemen dasar untuk mengelola risiko dan hazard yang ada dalam organisasi.
17
Dengan demikian terlihat bahwa manajemen risiko K3 merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari manajemen K3.
2.1.2 Proses Manajemen Risiko
Menurut Australian Standard / New Zealand Standard 4360 : 1999, manajemen
risiko adalah pemeliharaan, proses, dan struktur yang mengacu langsung pada
pengetahuan efektif terhadap kesempatan potensial dan efek yang merugikan. Ada
beberapa tahapan pengelolaan risiko yang harus dilakukan secara komprehensif,
meliputi:
1. Penentuan konteks
2. Identifikasi hazard
3. Analisis risiko
4. Evaluasi risiko
5. Pengendalian risiko
6. Komunikasi
7. Pemantauan dan tinjauan ulang
Langkah awal mengembangkan manajemen risiko adalah menentukan konteks
yang diperlukan karena manajemen risiko sangat luas dan bermacam-macam, salah satu
diantaranya adalah manajemen risiko K3. Untuk manajemen risiko K3, juga diperlukan
penentuan konteks yang akan dikembangkan, misalnya menyangkut risiko kesehatan
kerja, kebakaran, hygiene, dan lain sebagainya. Dari konteks tersebut masih dapat
dikembangkan lebih lanjut misalnya manajemen risiko untuk aktifitas rumah sakit,
18
industri kimia, kilang minyak, dan bidang lainnya. Penentuan konteks ini diselaraskan
dengan visi dan misi organisasi serta sasaran yang ingin dicapai. Lebih lanjut ditetapkan
kriteria risiko yang sesuai bagi organisasi. Setelah menetapkan konteks manajemen
risiko, langkah berikutnya adalah melakukan identifikasi hazard, analisis, dan evaluasi
risiko serta menentukan langkah atau straregi pengendaliannya.
Gambar 2.1 Proses Manajemen Risiko
Pengendalian Risiko
Evaluasi Risiko
Analisa Risiko
Menentukan Konteks
Identifikasi Bahaya
Kom
uni
kasi
dan
Kon
sult
asi
Pem
anta
uan
dan
Tin
jaua
n U
lang
Penilaian risiko
19
2.2 IDENTIFIKASI HAZARD
2.2.1 Identifikasi Hazard sebagai Bagian dari Proses Manajemen Risiko
Sejalan dengan proses manajemen risiko, OHSAS 18001 mensyaratkan prosedur
identifikasi hazard dan penilaian risiko sebagai berikut:
1. Mencakup seluruh kegiatan organisasi baik kegiatan rutin maupun non rutin.
Tujuannya agar semua hazard yang ada dapat diidentifikasi dengan baik,
termasuk hazard yang dapat timbul dalam kegiatan non rutin seperti
pemeliharaan, proyek pengembangan, dan lainnya.
2. Mencakup seluruh aktivitas individu yang memiliki akses ke tempat kerja.
Maka dari itu, identifikasi hazard juga mempertimbangkan keselamatan
pihak luar organisasi seperti kontraktor, pemasok, dan tamu.
3. Perilaku manusia, kemampuan, dan faktor manusia lainnya. Faktor manusia
harus dipertimbangkan ketika melakukan identifikasi hazard dan penialaian
risiko. Manusia dengan perilaku, kemampuan, pengalaman, latar belakang
pendidikan, dan sosial memiliki kerentanan terhadap keselamatan. Perilaku
yang kurang baik mendorong terjadinya tindakan berbahaya yang dapat
mengarah terjadinya insiden.
4. Identifikasi semua hazard yang berasal dari luar tempat kerja karena dapat
menimbulkan efek terhadap kesehatan dan keselamatan manusia yang berada
di tempat kerja.
20
5. Hazard yang timbul di sekitar tempat kerja dari aktivitas yang berkaitan
dengan pekerjaan yang berada di bawah kendali organisasi. Sumber hazard
tidak hanya berasal dari internal organisasi tetapi juga bersumber dari sekitar
tempat kerja. Sebagai contoh, kemungkinan penjalaran api, gas, suara, dan
debu dari aktivitas yang berada di luar lokasi kerja. Faktor eksternal ini harus
diidentifikasi dan dievaluasi.
6. Mencakup seluruh infrastruktur, peralatan, dan material di tempat kerja, baik
disediakan oleh organisasi atau pihak lain.
7. Perubahan dalam organisasi, kegiatan, atau material.
8. Setiap perubahan atau modifikasi yang dilakukan dalam organisasi.
Perubahan sementarapun harus memperhitungkan potensi hazard K3 dan
dampaknya terhadap operasi, proses, dan aktivitas.
9. Setiap persyaratan legal yang berlaku berkaitan dengan pengendalian risiko
dan implementasi pengendalian yang diperlukan.
10. Rancangan lingkungan kerja, proses, instalasi, mesin, peralatan, prosedur
operasi, dan organisasinya. Termasuk juga kemampuan manusia.
Syarat-syarat menurut OHSAS 18001 ini bertujuan untuk memastikan bahwa
identifikasi hazard dilakukan secara komprehensif dan rinci sehingga semua peluang
hazard dapat diidentifikasi. Identifikasi hazard yang dilakukan seadanya tidak mampu
menjangkau hazard yang lebih rinci. Untuk membantu upaya identifikasi hazard,
dikembangkan berbagai metoda mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks.
21
2.2.2 Metode Identifikasi Hazard
Organisasi harus menetapkan metode identifikasi hazard yang akan dilakukan
dengan mempertimbangkan beberapa aspek antara lain (Ramli, 2010):
a. Lingkup identifikasi hazard yang dilakukan.
b. Bentuk identifikasi hazard, misalnya kualitatif atau kuantitatif.
c. Waktu pelaksanaan identifikasi hazard, misalnya di awal proyek, pada saat
operasi, pemeliharaan, atau modifikasi sesuai dengan siklus atau daur hidup
organisasi.
Metode identifikasi hazard harus bersifat proaktif atau prediktif sehingga dapat
menjangkau seluruh hazard baik yang nyata maupun yang bersifat potensial. Teknik
idetifikasi hazard ada berbagai macam yang dapat diklasifikasikan atas:
Teknik/metode pasif
Teknik/ metode semiproaktif
Teknik/ metode proaktif
1. Teknik Pasif
Teknik ini merupakan teknik yang bersifat primitif, lambat, dan sangat rawan,
karena hazard baru dikenali jika sesorang sudah mengalaminya sendiri.
Misalnya, seseorang akan mengetahui adanya lobang di jalan setelah tersandung
atau terperosok di dalamnya. Metode ini sangat rawan, karena tidak semua
hazard menunjukkan eksistensinya.
22
2. Teknik Semi Proaktif
Teknik ini merupakan teknik mengenal hazard dari pengalaman orang lain.
Teknik ini kurang efektif karena:
Tidak semua hazard telah diketahui atau pernah menimbulkan
kecelakaan.
Tidak semua kejadian dilaporkan atau diinformasikan kepada pihak lain
untuk dijadikan pelajaran.
Kecelakaan tetap terjadi, walau menimpa pihak lain.
3. Teknik Proaktif
Metode terbaik untuk mengidentifikasi hazard adalah cara proaktif, atau mencari
hazard sebelum hazard tersebut menimbulkan akibat atau dampak yang
merugikan. Metode ini memiliki kelebihan, yaitu:
Bersifat preventif karena hazard dikendalikan sebelum menimbulkan
kecelakaan atau cedera.
Bersifat peningkatan berkelanjutan (continual improvement), karena
dengan mengenal hazard dapat dilakukan upaya perbaikan.
Meningkatkan “awereness” semua pekerja telah mengetahui dan
mengenal hazard di sekitar tempat kerjanya.
Mencegah pemborosan yang tidak diinginkan.
Terdapat berbagai teknik identifikasi hazard yang bersifat proaktif antara lain:
Data kejadian
Daftar periksa
23
Brainstorming
What If Analysis
Hazops (Hazard and Operability Study)
Analisis Metode Kegagalan dan Efek (Failure Mode and Effect Analysis)
Task Analysis
Event Tree Analysis
Fault Tree Analysis
Analisis Keselamatan Pekerjaan (Job Safety Analysis)
2.3 ANALISIS KESELAMATAN KERJA (JOB SAFETY ANALYSIS)
Dalam OSHA 3071 (2001), Job Safety Analysis merupakan pengkajian sistematis
tentang prosedur kerja suatu pekerjaan untuk mengidentifikasi dan mengendalikan
hazard sebelum hazard tersebut mengakibatkan kecelakaan. JSA difokuskan kepada
hubungan antara pekerja, pekerjaan, alat kerja, dan lingkungan kerja. Melalui kegiatan
ini dapat diambil langkah-langkah untuk menghilangkan atau mengurangi tingkat risiko
dari hazard yang diterima.
Pelaksanaan JSA merupakan salah satu komponen dalam komitmen sistem
manajemen kesehatan dan keselamatan kerja. Agar pelaksanaan JSA efektif, maka
manajemen perusahaan harus menunjukkan komitmen keselamatan dan kesehatan kerja
yang diiringi dengan pengendalian terhadap hazard yang ditemukan. Jika hal ini tidak
dilakukan, maka perusahaan dapat kehilangan kredibilitas dan karyawan akan ragu
untuk melaporkan penemuan kondisi tidak aman kepada manajemen.
24
Pelaksanaan JSA harus melibatkan karyawan. Karyawan dikumpulkan
kemudian diberitahu tentang kondisi pekerjaan, potensi hazard, serta perilaku tidak
selamat yang terdapat di lingkungan kerja perusahaan dan sekitarnya. Karyawan diajak
untuk berdiskusi tentang kecelakaan yang mungkin terjadi. Kemudian bangun ide dan
gagasan mereka untuk mengeliminasi atau mengendalikan hazard serta perilaku bekerja.
Jika hazard dapat segera dihilangkan maupun dikurangi, lakukan segera perbaikan dan
tidak perlu menunggu JSA selesai dilakukan.
Keterlibatan karyawan sangat penting, karena mereka paling paham atas
pekerjaan yang mereka lakukan. Karyawan senantiasa dilibatkan dalam setiap tahapan
analisis mulai dari mengkaji ulang langkah-langkah pekerjaan, identifikasi hazard,
sampai rekomendasi penyelesaian atau solusi. Pengetahuan JSA ini sangat berharga bagi
karyawan, karena dapat meminimasi kelalaian, meningkatkan kualitas menganalisis
hazard, dan mampu memberi solusi dalam pelaksanaan program K3 perusahaan. Jika
karyawan tidak dilibatkan dalam pelaksanaan JSA, mereka tidak akan memiliki rasa
“memiliki” terhadap prosedur pekerjaan selamat. Pada akhirnya pekerja tidak
menggunakan prosedur kerja yang aman dalam pelaksanaan tugas mereka.
Hazard yang ditemukan melalui JSA berguna untuk:
a. Mengeliminasi atau mengurangi hazard pekerjaan.
b. Mengurangi cedera dan penyakit akibat kerja.
c. Pekerja dapat melaksanakan pekerjaan dengan selamat.
d. Metode kerja menjadi lebih efektif.
e. Mengurangi biaya kompensasi pekerja.
f. Meningkatkan produktifitas pekerja.
25
2.3.1 Pelaksanaan Job Safety Analysis
Menurut OSHAcedemy Course 706 Study Guide (2002), terdapat empat langkah
melaksanakan Job Safety Analysis :
1. Memilih (menyeleksi) pekerjaan yang akan dianalisis.
JSA dapat menganalisis semua pekerjaan yang ada di tempat kerja,
namun harus diprioritaskan berdasarkan (Rausand, 2005):
a. Pekerjaan yang memiliki tingkat kecelakaan yang tinggi.
b. Pekerjaan yang memiliki tingkat keparahan kecelakaan yang tinggi,
berdasarkan banyaknya hilang hari kerja atau kebutuhan medis.
c. Pekerjaan yang memiliki potensi menyebabkan luka berat
d. Pekerjaan yang dapat menyebabkan kecelakaan atau luka berat, akibat
kesalahan manusia yang sederhana.
e. Pekerjaan baru, pekerjaan tidak rutin, atau pekerjaan yang mengalami
perubahaan prosedur.
2. Membagi pekerjaan dalam langkah-langkah pekerjaan
Menurut Geigle (2002), sebelum membagi pekerjaan dalam berbagai
langkah, terlebih dahulu dilakukan deskripsi terhadap pekerjaan yang akan
dianalisis. Setiap pekerjaan dapat dibagi dalam beberapa langkah. Siapa yang
bekerja, berapa jumlah pekerja, dan apa yang dilakukan pekerja menjadi dasar
deskripsi masing-masing langkah.
Setiap langkah menunjukkan satu tindakan yang dilakukan. Pastikan cukup
informasi untuk menggambarkan langkah-langkah pekerjaan. Hindari membuat
rincian terlalu panjang dan luas. Tidak perlu menuliskan langkah-langkah dasar.
26
Informasi dari pekerja lain yang pernah melakukan pekerjaan tersebut sangat
berguna sebagai masukan dalam membagi tahapan pekerjaan.
Peninjau ulang langkah-langkah kerja dilakukan bersama karyawan lain yang
melakukan pekerjaan tersebut. Hal ini untuk memastikan tidak ada langkah yang
hilang. Gambar foto dan video dapat membantu pelaksanaan kegiatan ini.
Deskripsi pekerjaan berfungsi untuk membangun analisis hazard yang ada
pekerjaan tersebut. Hasil analisis di laporkan melalui lembar kerja (worksheet).
Format lembar kerja JSA umumnya terdiri dari tiga kolom, yaitu langkah-
langkah pekerjaan, keberadaan hazard, dan tindakan pencegahan atau
rekomendasi prosedur kerja selamat. Contoh lembar kerja JSA dapat dilihat di
gambar 2.2.
Deskripsi Pekerjaan:
(Job Description):
Langkah Dasar Pekerjaan Hazard- Memungkinkan
Terjadinya Cedera
Tindakan Pencegahan
(Basic Job Step) (Hazard- Possible Injuries) (Preventive Measures)
1
2
Prosedur Kerja Selamat
(Safe Job Prosedur)
Gambar 2.2 Contoh lembar kerja Job Safety Analysis
27
3. Melakukan identifikasi hazard dan kecelakaan yang potensial
Setelah meninjau ulang langkah-langkah pekerjaan, selanjutnya dilakukan
identifikasi terhadap kondisi yang berbahaya dan perilaku tidak selamat.
Material Safety Data Sheets (MSDSs), pengalaman para pekerja, laporan
kecelakaan, laporan pertolongan pertama (first aid statistical records), dan
Behavior Base Safety (BBS) dapat membantu penyelidikan hazard dan perilaku
tidak selamat yang ada pada masing-masing langkah pekerjaan. Selain itu data-
data tersebut, identifikasi hazard dapat ditelusuri melalui beberapa pertanyaan
seperti (Rausand, 2005):
a. Apakah kebakaran atau ledakan dapat terjadi jika pekerjaan
dilaksanakan?
b. Apakan ada benda (rantai, sling, kait, dan sebagainya) yang dapat
menghantam pekerja?
c. Apakah pekerja dapat terkena aliran listrik, logam panas, acid, air panas,
dan sebagainya?
d. Apakah pekerja dapat terhimpit di antara/ di dalam/ pada benda?
e. Apakah pekerja dapat terekspos oleh hazard kesehatan, seperti radiasi,
asap beracun, bahan kimia, gas panas, kekurangan oksigen, dan lain
sebagainya?
f. Jika terjadi kesalahan mengoperasikan peralatan, apakah peralatan
tersebut akan rusak?
g. Kaji ulang setiap langkah, sehingga semua hazard teridentifikasi.
28
4. Mengembangkan prosedur kerja yang aman
OSHAcademic Course 706 Study (2002) menjelaskan bahwa setelah
mengidentifikasi hazard masing-masing langkah pekerjaan, selanjutnya
ditentukan metode pengedalian hazard untuk mengeliminasi atau mereduksi
hazard. Ada beberapa metode untuk mengendalikan hazard. Masing-masing
metode memiliki keefektifan yang berbeda-beda. Dapat dilakukan kombinasi
dari beberapa metode, sehingga perlindungan terhadap karyawan menjadi lebih
baik.
Untuk menentukan metode pengendalian hazard, maka dipergunakanlah
hirarki pengendalian hazard, yaitu:
Menghilangkan hazard (elimination)
Mengganti hazard (subsitusi)
Pengendalian secara teknik (engineering controls)
Pengendalian secara administratif (administratif controls)
Alat pelindung diri (personal protective equipment)
a. Elimination
Eliminasi adalah langkah ideal yang dilakukan untuk menghilangkan
hazard pada langkah pekerjaan, dan sangat mengurangi kemungkinan untuk
terjadinya kecelakaan. Metode ini sulit dilakukan dan akan menghabiskan
banyak biaya, karena proses pekerjaan sudah berlangsung. Jika proses pekerjaan
masih dalam tahap perencanaan maka metode ini dapat dilakukan dengan mudah
29
dengan biaya yang murah. Contoh metode eliminasi adalah menghilangkan
sumber kebisingan, tekanan, dan sebagainya.
b. Substitation
Prinsip dari metode subsitusi ini adalah mengendalikan sumber hazard
dengan sarana atau peralatan lain yang tingkat risikonya lebih rendah atau tidak
ada. Misalnya, dengan mengganti zat kimia beracun dengan zat kimia yang
sedikit mengandung racun atau tidak beracun sama sekali.
c. Engineering Controls
Metode ini dilakukan dengan mengubah desain tempat kerja, peralatan,
atau proses kerja untuk mengurangi hazard. Metode ini membutuhkan pemikiran
yang lebih mendalam untuk membuat lokasi kerja yang lebih aman, mengatur
ulang lokasi kerja, memodifikasi peralatan, melakukan kombinasi kegiatan,
perubahan prosedur, dan mengurangi frekuensi dalam melakukan kegiatan
berbahaya.
d. Administrative Control
Contoh pengendalian hazard menggunakan metode ini adalah:
1) Membuat kebijakan kerja yang baru atau membuat standar operasional
prosedur yang dapat mengurangi frekuensi atau paparan hazard.
2) Memperbaiki jadwal kerja karyawan, sehingga dapat mengurangi paparan
hazard yang diterima.
3) Memonitoring penggunaan bahan beracun dan berbahaya.
4) Penggunaan alarm dan warning signs
30
5) Buddy systems
6) Pelatihan
Pengendalian secara administrative control ini, umumnya masih
membutuhkan metode pengendalian yang lain.
e. Alat Pelindung Diri
Alat pelindung diri (APD) adalah pilihan terakhir yang dapat dilakukan
untuk mencegah paparan hazard pada pekerja. APD dipergunakan ketika
engineering control tidak dapat dilakukan atau tidak menghilangkan hazard
sama sekali. Jika praktik kerja selamat (safe work practices) tidak memberikan
perlindungan karyawan, maka APD dapat memberikan perlindungan tambahan.
Umum APD digunakan bersamaan dengan penggunaan alat pengendali lainnya.
Dengan demikian perlindungan keamanan dan kesehatan personel akan lebih
efektif.
2.4 TEORI-TEORI PENYEBAB KECELAKAAN
Keselamatan kerja merupakan pengawasan terhadap kerugian akibat kecelakaan.
Accident Model merupakan penerapan metodologi ilmiah untuk studi kecelakaan
(accident), kejadian (incident), dan kehilangan (loss). Tujuan model ini adalah (Satrya
1999, dalam Razi, 2001) :
1. Memungkinkan sistem klasifikasi yang logis, objektif, dan diterima secara
universal.
31
2. Mendukung identifikasi hazard.
3. Mendukung investigasi accident dan pencegahannya.
International Loss Control Institute (1991) menyebutkan bahwa ada beberapa
model penyebab kecelakaan, diantaranya The Heinrich Model (1931). Model ini seperti
efek batu domino yang tersusun (seperti gambar 2.3). Bila salah satu yang terjatuh maka
akan menimbulkan hasil akhir berupa kecelakaan. Kecelakaan (accident) menurut model
ini dipengaruhi secara bertahap dengan adanya kejadian (insiden), penyebab langsung
sebagai tindakan tidak aman dan/atau kondisi fisik atau mekanis yang tidak aman,
kegagalan orang yang bersangkutan (fault of person) sebagai penyebab dasar, dan
lemahnya pengawasan (lingkungan sosial dan sifat bawaan sesorang). Namun penyebab
utama kecelakaan adalah unsafe condition (keadaan tidak aman) dan unsafe act
(tindakan tidak aman).
Gambar 2.3. Accident Model Heinrich
Dalam Razi (2001), dijelaskan tentang teori kesalahan manajemen yang
memperkenalkan gagasan bahwa unsafe acts adalah padanan dari kesalahan individu,
dan unsafe condition tidak lain adalah hasil dari beberapa kesalahan. Tetapi kemudian,
ide ini juga mengemukakan bahwa unsafe acts dan unsafe conditions bukanlah pemicu
insiden. Penyebab insiden adalah semua faktor lingkungan yang memungkinkan
Lack
of
con
tro
l
Bas
ic c
ause
Imm
edia
te c
ause
inci
den
t
acci
den
t
32
timbulnya unsafe acts dan unsafe conditions. Faktor-faktor lingkungan yang negatif
merupakan akibat dari management omission or commission, sehingga munculah ide
tentang management fault error. Dengan demikian kesalahan individu menjadi tanggung
jawab manajemen. Manajemen dianggap sebagai pihak yang menciptakan lingkungan
tempat orang-orang bekerja.
Model lainnya dikembangkan oleh International Loss Control Institute (ILCI).
Model ini dapat dilukiskan pada gambar 2.4.
Gambar 2.4 Model Penyebab Kecelakaan ILCI
Kerugian merupakan hasil akhir dari setiap kecelakaan yang menimbulkan
cedera pada manusia, kerusakan pada peralatan/ harta benda, dan terganggunya fungsi
produksi.
Kontak merupakan tahapan sebelum terjadinya kecelakaan. Kontak dengan
energi ataupun bahan lain sebagai penyebab pekerja cedera, rusaknya alat maupun
terputusnya proses produksi. Kontak dengan energi atau bahan lain sesuai dengan ANSI
Z16.2-1962 Rev. 1969 antara lain: menabrak benda, tertabrak oleh benda, jatuh ke level
yang lebih rendah, jatuh pada level yang sana, terpotong, terobek, terjepit, kontak
dengan (listrik, panas, dingin, radiasi, kausatik, racun, kebisingan), dan kelebihan beban.
Kurang
Pengawasan
Pengawasan Kekurangan: -Program -Standar
-Pemenuhan standar
Sebab Dasar
-Faktor Personal
-Faktor
Pekerjaan
Sebab
Langsung
-Tindakan di bawah sadar
-Kondisi di
bawah sadar
Kontak
Kontak dengan energi
atau bahan
Kerugian
-manusia -peralatan/ harta benda
-proses
33
Sebab langsung pada suatu kecelakaan adalah perilaku pekerja maupun keadaan
sekitar tempat kejadian tepat sebelum terjadinya kontak. Umumnya sebab langsung ini
dapat terlihat dan dirasakan. Seringkali sebab langsung disebut juga sebagai perilaku
tidak aman (unsafe acts) dan kondisi tidak aman (unsafe conditions).
Tindakan atau prakek di bawah standar (unsafe acts) terdiri dari: pengoperasian
alat tanpa otoritas, mengabaikan peringatan, mengabaikan keamanan, kesalahan
pengaturan kecepatan saat mengoperasikan peralatan, melepas peralatan keselamatan,
menggunakan peralatan yang rusak, menggunakan peralatan tidak sebagaimana
mestinya, penggunaan alat pelindung diri yang salah, cara pemuatan yang salah, posisi
kerja yang salah, memperbaiki peralatan ketika mesin sedang beroperasi, bercanda saat
bekerja, bekerja di bawah pengaruh alkohol dan/atau obat-obatan.
Kondisi di bawah standar ( unsafe conditions) terdiri dari: tidak tersedianya
pelindung peralatan, kurangnya peralatan proteksi, tidak tersedianya tanda peringatan,
adanya kerusakan perkakas, kerusakan material, kerusakan perlatan, lokasi kerja di
daerah hazard kebakaran, housekeeping yang buruk, tempat kerja yang bising, tempat
kerja yang terradiasi, tempat kerja terlalu panas maupun terlalu dingin, dan tempat kerja
kurang ventilasi.
Sebab dasar adalah penyebab sebenarnya yang menimbulkan „gejala‟
sebagaimana disebutkan pada „sebab langsung‟ di atas. Sebab dasar terbagi dua, yaitu
faktor personal dan faktor pekerjaan. Faktor personal seperti kurang kapabilitas (segi
fisik dan segi mental), kurang pengetahuan, kurang pengetahuan, stress (fisik ataupun
mental), dan kurang motivasi dalam menjalankan pekerjaan. Fakor pekerjaan seperti
kurangnya pengawasan dan/ atau kepemimpinan, aspek engineering (rekayasa) yang
34
tidak memadai, kurang perawatan, peralatan yang tidak memadai, standar kerja yang
tidak memadai, dan salah guna/ pakai (misuse/abuse).
Kurang pengawasan merupakan kunci terjadinya faktor-faktor pada sebab
dasar. Hal ini terjadi karena program yang tidak memadai, program standar yang tidak
memadai, dan standar yang tidak memadai.
Konsep tingkah laku memperlihatkan teori faktor manusia (human error theory)
sebagai penyebab kecelakaan sangat menonjol. Misalnya ketika pesawat udara modern
menuntut pilot untuk memiliki kemampuan lebih dalam membaca alat sensor,
mengartikannya, dan segera mengambil putusan dengan tepat. Kalau ia gagal memenuhi
syarat-syarat ini maka ia dianggap membuat kesalahan. Manusia dengan segala tindak
tanduknya merupakan hal yang sangat kompleks. Untuk itu kita harus mengetahui
bahwa kinerja yang dihasilkan dapat bervariasi, tetapi ini tidak penting selama masih
dalam limit. Jika batas-batas ini terlampaui, kita bisa berbicara tentang definisi seperti
produk cacat, kegagalan, kecelakaan atau kesalahan. Dengan demikian, human error
adalah tindakan yang telah melampaui batas yang dapat diterima, jadi ia merupakan
tindakan di luar toleransi. Setiap orang, sekalipun ia telah terlatih dengan baik,
bermotivasi tinggi, dan sangat kompeten, ia tetap dapat gagal. Kegagalan ini berkaitan
dengan lingkungan individu atau sesuatu yang ia perbuat sendiri. Teori tentang stress
dan human factors engineering mungkin metoda terbaik untuk mengurangi human error
tersebut.
Techniques for Human Probability (THERP) merupakan teknik untuk
memprediksi potensi kesalahan manusia dalam suatu kegiatan. Secara kuantitatif teknik
ini mengevaluasi kontribusi komponen kesalahan manusia, misalnya pada kasus
35
penurunan mutu produk. Teknik ini menggunakan tingkah laku sebagai unit dasar
evaluasi, dengan mengandalkan pada konsep basic error rate yang relatif konsisten yang
dinyatakan dengan angka probabilitas kegagalan elemen dalam berbagai situasi berbeda.
Metode THERP meliputi pemilihan jenis kegagalan sistem, menaksir besarnya
kemungkinan kesalahan serta menghitung probabilitas kesalahan manusia yang dapat
menimbulkan kegagalan sistem tersebut.
Konsep human error lebih diperluas maknanya sehingga mencakup kegagalan
dan misjudgement yang dilakukan oleh manajemen dan kesalahan administratif juga
termasuk error yang merupakan sebab dasar suatu insiden. Kesalahan operasional
timbul akibat putusan manajemen, termasuk bila manajemen gagal bertindak atau
mengambil keputusan. Ini merupakan gejala kegagalan manajemen. Karena pernyataan
ini terasa ‟keras‟ kemudian Johnston mengganti istilah management error dengan
management oversight untuk memperlunak. Kesimpulan penting dari konsep kesalahan
operasional adalah bahwa pencegahan dan pengurangan kegiatan dibatasi oleh tingkat
kinerja normal dari organisasi. Untuk meningkatkan kinerja keselamatan perlu
peningkatan organisasi.
Management Oversight and Risk Tree (MORT) merupakan teknik yang
menekankan pada faktor management oversight yang menjadi penyebab terjadinya
insiden. Penggunaan teknik ini terbatas terutama untuk memeriksa kasus kecelakaan
besar atau untuk mengevaluasi kualitas program keselamatan yang telah dimantapkan,
sehingga dipergunakan oleh industri yang memiliki sistem keselamatan yang sudah baik.
Melihat susunannya, MORT merupakan suatu logic tree dalam bentuk chart. Logic tree
ini dalam teknik ini menggunakan aturan-aturan fault tree analysis (FTA), akan tetapi
36
teknik ini memiliki simbol-simbol yang lebih baru. Logic tree dalam teknik MORT
menggambarkan serangkaian pertanyaan yang saling terkait, sehingga jawabannya dapat
dipakai untuk mengidentifikasi pengembangan prosedur, adanya pemeliharaan peralatan
yang tidak memadai, atau tidak dilakukannya penilaian risiko, dan lain-lain. Logic tree
ini didesain untuk memeriksa tiga hal pokok secara rinci, yaitu specific oversight and
omission, tanggung jawab terhadap risiko, dan kelemahan manajemen yang bersifat
umum dengan lebih menitikberatkan penilaian pada sistem pengawasan manajemen.
Konsep Pertukaran Energi menyatakan bahwa kecelakaan dapat timbul karena
adanya energy release yang tidak disengaja atau terduga. Energi itu dapat berwujud
dalam energi listrik, kimia, kinetis, panas, radiasi, mekanis, nuklir, dan sebagainya.
Dalam konsep ini, kecelakaan adalah akibat dari energi tidak terkendali, dengan lebih
menekankan pada letak dan kekuatan orang atau bangunan. Konsep ini menitikberatkan
pada kekuatan fisik yang terjadi sebelumnya, pada saat atau setelah energi lolos, sampai
sistem menemukan tingkat keseimbangan baru yang stabil. Teori pertukaran energi
cenderung terpusat pada kondisi fisik saat terjadi pertukaran energi dan bukan pada
keterlibatan manusia. Dengan demikian pencegahan dan pengurangan insiden
merupakan masalah pengawasan secara fisik dari pada faktor manusia. Inti dari
pendekatan pertukaran energi bukan untuk mencegah kecelakaan, tetapi untuk
mengurangi kerugian yang terjadi bila timbul kecelakaan.
37
2.5 KELALAIAN MANAJEMEN DAN POHON RISIKO (MANAGEMENT
OVERSIGHT AND RISK TREE)
2.5.1 Definisi Management Oversight and Risk Tree (MORT)
The Noordwijk Risk Inititive Foundation (2009) menjelaskan bahwa metode
Management Oversight and Risk Tree (MORT) adalah prosedur untuk menganalisis serta
menyelidiki penyebab dan faktor yang berkontribusi atas kejadian kecelakaan dan
insiden. Menurut Ericson (2005) dalam buku Hazard Analysis Technique for System
Safety dan Kjellen (1998) dalam Encyclopedia of Occupational Health and Safety Edisi
2, MORT sering digunakan sebagai alat untuk menyelidiki kecelakaan dan mengevaluasi
program keselamatan yang ada. Metode MORT mencerminkan ide-ide utama yang
dijalanlan oleh pemerintahan Amerika Serikat selama 34 tahun yang bertujuan untuk
memastikan tingkat keamanan dan jaminan kualitas dalam industri energi. Program
MORT dimulai pada February 1973 dan didokumentasikan oleh W.G Jhonson.
Metode MORT adalah sebuah pernyataan logika dari sebuah fungsi yang
dibutuhkan oleh sebuah organisasi untuk mengatur risiko secara efektif. MORT dapat
diaplikasikan di berbagai industri yang berbeda. Filosofi MORT menyatakan bahwa cara
yang paling efektif mengatur keselamatan adalah menyatukannya ke dalam manajemen
bisnis dan pengendalian operasi.
Dilihat dari susunannya, MORT merupakan logic tree. Struktur MORT
menyerupai sebuah pohon dan berasal dari fault tree (pohon kegagalan). Jika ditelusuri
dari struktur pohon MORT, kerugian akibat kecelakaan dan insiden timbul dari dua
sumber yang berbeda. Sumber pertama berasal dari risiko yang sudah diidentifikasi lalu
38
risiko tersebut diterima dengan pengelolaan yang benar (assumed risk) dan sumber
kedua berasal dari risiko yang belum dikelola dengan benar. Sumber kedua ini
dimasukkan sebagai kelalaian (oversight and omission).
Gam
bar
2.5
Cab
ang
Uta
ma
Poh
on
MO
RT
39
Pada cabang lapis kedua pohon MORT, terdapat dua faktor yang dapat
menyebabkan oversight and omission. Faktor pertama mengenai pengendalian terhadap
risiko kecelakaan khusus (specific control factors), sementara faktor kedua mengenai
aktivitas pengelolaan risiko kecelakaan (management system factor). Analisis akar
masalah dalam teknik MORT digunakan untuk mengidentifikasi kelemahan kedua faktor
ini (less than adequate/ LTA). Kelemahan yang teridentifikasi segera diperbaiki
sehingga dapat mencegah kecelakaan dan kejadian-kejadian yang tidak diinginkan. Dari
struktur pohon MORT, maka akan ditelusuri tiga hal pokok yang menjadi penyebab
kecelakaan dan insiden, yaitu specific control factors, management system factor, dan
assumed risk. Masing-masing cabang utama ini, memiliki anak cabang dan ranting-
ranting yang perlu diselidiki.
2.5.2 Tidak Dilaksanakannya Penilaian Risiko Menurut MORT
(Task Spesific Risk Assessment Not Performed)
Analisis MORT dapat diaplikasikan pada berbagai jenis sistem dan peralatan,
dengan cakupan pada sistem, subsistem, prosedur, lingkungan, dan kesalahan manusia
(human error). Banyak hal dapat ditelusuri dalam pohon MORT, salah satunya untuk
mengetahui penyebab tidak dilaksanakannya penilaian risiko. Hal ini dibahas pada event
Task Spesific Risk Assessment Not Performed. Event ini merupakan event kesebelas
pada lapis tiga Supervision and Staff Performance LTA dengan kode c11.
40
Event Task Spesific Risk Assessment Not Performed membahas tentang
penilaian risiko. Permasalahan dapat timbul jika penilaian risiko tidak dilakukan pada
pekerjaan yang memiliki risiko tinggi. Pre-job analysis adalah salah satu contoh
penentuan hazard dan penilaian risiko pada setiap langkah pekerjaan.
A. Potensi Kecelakaan Tinggi yang Tidak Teridentifikasi ( High Potential was
Not Identified)
Event ini merupakan event kedelapan pada lapis keempat Supervision and Staff
Performance LTA dengan kode d8. Yang akan dibahas dalam event ini adalah tidak
teridentifikasinya hazard pada pekerjaan yang memiliki potensi kecelakaan besar.
1. Tidak Diwajibkannya Analisis Pekerjaan (Task Analysis Not Required)
Event ini merupakan event pertama pada lapis kelima Supervision and Staff
Performance LTA dengan kode e1. Event ini akan membahas apakah perusahaan
mewajibkan pelaksanaan pre-job analysis pada setiap pekerjaan.
2. Analisis Pekerjaan (Task Analysis LTA)
Event ini merupakan event kedua pada lapis kelima Supervision and Staff
Performance LTA dengan kode e2. Jika perusahaan mewajibkan pre-job analysis, maka
event ini akan membahas ketepatan pre-job analysis ditinjau dari pengidentifikasian
hazard pada tiap langkah pekerjaan.
41
3. Tidak Dibuatnya Analisis Pekerjaan (Task Analysis Not Made)
Event ini merupakan event ketiga pada lapis kelima Supervision and Staff
Performance LTA dengan kode e3. Jika perusahaan mewajibkan pre-job analysis, maka
event ini akan membahas kegagalan pre-job analysis pada sebuah pekerjaan. Terdapat
empat event pada lapis bawah event Task Analysis Not Made yang harus
dipertimbangkan sebagai penyebab kegagalan pre-job analysis, yaitu:
a. Keahlian (Authority LTA)
Event ini merupakan event pertama pada lapis keenam Supervision and Staff
Performance LTA dengan kode f1. Event ini mencurigai bahwa kegagalan
pre-job analysis disebabkan oleh ketidakahlian analis menganalisis sebuah
pekerjaan.
b. Anggaran (Budget LTA)
Event ini merupakan event kedua pada lapis keenam Supervision and Staff
Performance LTA dengan kode f2. Event ini mencurigai bahwa kegagalan
pre-job analysis disebabkan kurangnya dana yang dianggarkan untuk
pelaksanaan pre-job analysis.
c. Waktu (Time LTA)
Event ini merupakan event ketiga pada lapis keenam Supervision and Staff
Performance LTA dengan kode f3. Event ini mencurigai bahwa kegagalan
pre-job analysis disebabkan permasalahan waktu yang untuk melaksanakan
pre-job analysis.
42
Gambar 2.6 Cabang Task Specific Risk Assessment Not Performed
d. Keputusan Pengawas (Supervisor Judgement LTA)
Event ini merupakan event keempat pada lapis keenam Supervision and Staff
Performance LTA dengan kode f4. Event ini mencurigai bahwa kegagalan
pre-job analysis disebabkan oleh ketidatepatan supervisor mengambil
keputusan dalam pelaksanaan pre-job analysis.
43
B. Potensi Kecelakaan Rendah (Low Potential)
Event ini merupakan event kesembilan pada lapis keempat Supervision and Staff
Performance LTA dengan kode e9. Pembahasan dalam event ini mengenai identifikasi
hazard pada pekerjaan yang memiliki potensi kecelakaan yang rendah.
2.5.3 Penilaian Risiko Pekerjaan Menurut MORT
(Task Spesific Risk Asessment LTA)
Event ini merupakan event keduabelas pada lapis tiga Supervision and Staff
Performance LTA dengan kode c12. Pada event ini akan dibahas tentang ketepatan
penilaian risiko dan penentuan tingkat risiko suatu pekerjaan.
A. Analisis Risiko Pekerjaan (Task Spesifik Risk Analysis LTA)
Event ini merupakan event kesepuluh pada lapis empat Supervision and Staff
Performance LTA dengan kode d10. Pada event ini akan dibahas tentang kualitas analisis
risiko yang sudah dilakukan. Ada dua event yang harus dipertimbangkan untuk
mengetahui kualitas penilaian risiko, yaitu:
1. Pengetahuan (Knowledge LTA)
Event ini merupakan event keempat pada lapis lima Supervision and Staff
Performance LTA dengan kode e4. Pada event ini akan dibahas tentang
pengetahuan-pengetahuan yang dibutuhkan untuk menilai risiko pekerjaan.
Terdapat dua event yang mempengaruhi pengetahuan yaitu masukan dari para
pekerja dan sistem teknik informasi.
44
a. Masukan dari Para Pekerja (Use of Worker’s Suggestions and Inputs)
Event ini merupakan event kelima pada lapis enam Supervision and Staff
Performance LTA dengan kode f5. Pada event ini akan dibahas tentang
pengetahuan didapat dari masukan para pekerja. Masukan ini dapat
dijadikan informasi untuk penilaian risiko.
b. Sistem Teknik Informasi (Technical Information System LTA)
Event ini merupakan event keenam pada lapis enam Supervision and Staff
Performance LTA dengan kode f6. Pada event ini akan dibahas mengenai
teknik informasi yang dapat mendukung pelaksanaan penilaian risiko.
2. Pelaksanaan (Execution LTA)
Event ini merupakan event kelima pada lapis lima Supervision and Staff
Performance LTA dengan kode e5. Pada event ini akan dibahas tentang hal-hal yang
dapat mempengaruhi kualitas analisis risiko. Hal-hal tersbut adalah:
a. Waktu (Time LTA)
Event ini merupakan event ketujuh pada lapis enam Supervision and Staff
Performance LTA dengan kode f7. Pada event ini akan dibahas tentang waktu
pelaksanaan analisis risiko.
b. Anggaran (Budgets LTA)
Event ini merupakan event kedelapan pada lapis enam Supervision and Staff
Performance LTA dengan kode f8. Pada event ini akan dibahas tentang dana
yang dianggarkan untuk melaksanakan analisis risiko.
45
Gam
bar
2
.7
Cab
ang T
ask
Spes
ific
Ris
k A
sses
smen
t L
TA
46
c. Ruang Lingkup (Scope LTA)
Event ini merupakan event kesembilan pada lapis enam Supervision and Staff
Performance LTA dengan kode f9. Pada event ini akan dibahas tentang ruang
lingkup analisis risiko.
d. Kemampuan Menganalisis (Analytical Skill LTA)
Event ini merupakan event kesepuluh pada lapis enam Supervision and Staff
Performance LTA dengan kode f10. Pada event ini akan dibahas tentang
pengalaman dan kemampuan pengawas dan para pekerja yang terlibat dalam
penilaian risiko.
e. Pemilihan Hazard (Hazard Selection LTA)
Event ini merupakan event kesebelas pada lapis enam Supervision and Staff
Performance LTA dengan kode f11. Event ini akan mempertimbangkan
apakah ada hazard yang tidak dicantumkan dalam menilai risiko, sehingga
dapat memicu terjadinya masalah.
1) Identifikasi Hazard (Hazard Identification LTA)
Event ini merupakan event pertama pada lapis tujuh Supervision and Staff
Performance LTA dengan kode g1. Pada event ini akan dibahas mengenai
kriteria yang digunakan untuk mengidentifikasi hazard.
2) Prioritas Hazard (Hazard Prioritasion LTA)
Event ini merupakan event pertama pada lapis tujuh Supervision and Staff
Performance LTA dengan kode g1. Pada event ini akan dibahas mengenai
metode yang digunakan untuk memprioritaskan hazard.
47
B. Rekomendasi Tindakan Pengendalian (Recommended Control LTA)
Event ini merupakan event kesebelas pada lapis empat Supervision and Staff
Performance LTA dengan kode d11. Pada event ini akan dibahas tentang ketepatan
pengendalian hazard yang direkomendasikan.
1. Kejelasan (Clarity LTA)
Event ini merupakan event keenam pada lapis lima Supervision and Staff
Performance LTA dengan kode e6. Pada event ini akan dibahas tentang kemudahan
untuk memahami dan melakukan pengendalian hazard yang direkomendasikan.
2. Kesesuaian (Compability LTA)
Event ini merupakan event ketujuh pada lapis lima Supervision and Staff
Performance LTA dengan kode e7. Pada event ini akan dibahas tentang kesesuaian
pengendalian hazard yang direkomendasikan dengan peralatan pengendalian yang ada di
tempat kerja.
3. Uji Coba Pengendalian (Testing of Control LTA)
Event ini merupakan event kedelapan pada lapis lima Supervision and Staff
Performance LTA dengan kode e8. Pada event ini akan dibahas tentang uji coba
pengendalian hazard. Hal ini dilakukan untuk mengetahui keefektifannya di tempat
kerja.
4. Arahan (Directive LTA)
Event ini merupakan event kesembilan pada lapis lima Supervision and Staff
Performance LTA dengan kode e9. Pada event ini akan dibahas tentang arahan untuk
melaksanakan pengendalian hazard.
48
5. Ketersediaan (Avaibility LTA)
Event ini merupakan event kesepuluh pada lapis lima Supervision and Staff
Performance LTA dengan kode e10. Pada event ini akan dibahas mengenai pengendalian
hazard yang tersedia di tempat kerja dan dapat digunakan oleh pekerja.
6. Penyesuaian (Adaptibility LTA)
Event ini merupakan event kesebelas pada lapis lima Supervision and Staff
Performance LTA dengan kode e11. Pada event ini akan dibahas apakah pengendalian
hazard yang direkomendasikan dapat digunakan pada situasi yang berbeda-beda.
7. Perintah yang Tidak Dilaksanakan (Use Not Mandatory)
Event ini merupakan event kesebelas pada lapis lima Supervision and Staff
Performance LTA dengan kode e11. Pada event ini akan dibahas mengenai kewajiban
untuk melaksanakan pengendalian hazard yang telah direkomendasikan perusahaan
kepada para pekerja.
49
BAB III
KERANGKA BERPIKIR DAN DEFINISI ISTILAH
3.1 KERANGKA BERPIKIR
Keberadaan tujuh hazard besar pada pekerjaan wellwork dan initial completion
dapat berkontribusi terhadap kejadian kecelakaan. Dibutuhkan pengenalan akan sumber-
sumber hazard serta perlakuan yang tepat untuk setiap sumber, sehingga dapat
mencegah timbulnya kecelakaan. Salah satu bentuk mengkaji keberadaan hazard dan
menentukan tindakan mitigasinya dikenal dengan job safety analysis (JSA). Pelaksanaan
JSA yang baik mampu mengidentifikasi keberadaan hazard secara keseluruhan dan
mampu menetapkan tindakan mitigasi yang sesuai. Berangkat dari hal inilah, peneliti
akan meninjau pelaksanaan JSA di lokasi kerja. Jika ditemukan permasalahan dalam
pelaksanaan JSA, maka peneliti akan mengidentifikasi letak permasalahan dan menggali
lebih dalam hal yang menyebabkannya. Permasalahan ini dapat berbentuk
ketidaktepatan pelaksanaan JSA dan tidak dilaksanakannya JSA sama sekali di lokasi
kerja. Teknik yang digunakan untuk menganalisis penyebab masalah dalam pelaksanaan
JSA adalah teknik MORT. Teknik ini dipilih karena salah satu fungsinya untuk
mengevaluasi kualitas program keselamatan perusahaan industri dan penekanan pada
faktor management oversight.
50
Gambar 3.1 Kerangka Berpikir
3.2 DEFINISI ISTILAH
3.2.1 Pelaksanaan JSA
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2011), pelaksanaan adalah proses,
cara, perbuatan melaksanakan rancangan, keputusan, dan lain sebagainya. Dalam
penelitian ini, yang dimaksud dengan pelaksanaan adalah perbuatan melaksanakan
identifikasi hazard dan tindakan mitigasinya di lokasi kerja WW&C dalam bentuk JSA.
Ada empat langkah melaksanakan JSA yaitu:
1. Memilih pekerjaan yang akan dianalisis
2. Membagi pekerjaan dalam langkah-langkah pekerjaan.
3. Melakukan identifikasi terhadap hazard dan potensi kecelakaan.
4. Mengembangkan prosedur kerja yang selamat.
Peneliti akan meninjau empat langkah pelaksanaan JSA di atas. Teknik yang
digunakan pada tahap ini adalah pengamatan lapangan dan analisis formulir JSA.
3.2.2 Identifikasi Permasalahan dalam Pelaksanaan JSA
Pelaksanaan JSA Identifikasi Masalah
Saat Pelaksanaan JSA
Tidak Dilaksanakannya
JSA dan Tidak tepatya
Pelaksanaan JSA
Analisis Masalah
Menggunakan
Teknik MORT
JSA
51
Identifikasi permasalahan dalam penelitian ini adalah upaya sistematis untuk
mengetahui masalah saat pelaksanaan JSA di lokasi kerja WW&C. Pada tahap ini, hasil
pengamatan lapangan dan analisis dokumen JSA yang telah dibuat di lokasi kerja akan
dibandingkan dengan litelatur-litelatur mengenai pelaksanaan JSA.
3.2.3 Tidak Dilaksanakannya JSA dan Tidak Tepatnya Pelaksanaan JSA
Tidak dilaksanakannya JSA dan tidak tepatnya langkah-langkah dalam
pelaksanaan JSA di lokasi kerja WW&C merupakah masalah dalam penelitian ini.
Masalah ini akan dianalisis secara mendalam untuk menggali penyebabnya.
3.2.4 Analisis Masalah Menggunakan Teknik MORT
Penyebab tidak dilaksanakannya JSA dan tidak tepatnya pelaksanaan JSA di
lokasi kerja akan dianalisis menggunakan teknik MORT yang difokuskan pada cabang
Task Spesific Risk Assessment Not Performed dan Task Spesific Risk Assessment LTA.
Cabang Task Spesific Risk Assessment Not Performed dipilih karena cabang ini
berkaitan dengan event-event yang yang menyebabkan JSA sama sekali tidak dilakukan
di lokasi kerja, dan Task Spesific Risk Assessment LTA dipilih karena cabang ini
berkaitan dengan event-event yang menyebabkan ketidaktepatan pelaksanaan JSA. Pada
tahap ini, informasi digali menggunakan teknik pengamatan lapangan, analisis dokumen
dan wawancara.
52
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 JENIS PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif etnografi. Jenis penelitian ini
merupakan studi mendalam tentang perilaku yang terjadi secara alami disebuah
kelompok sosial tertentu untuk memahami sebuah budaya tertentu dari sudut pandang
pelakunya. Penelitian kualitatif etnografi sebut juga sebagai penelitian lapangan, karena
dilakukan di lapangan alami (Raharjo, 2010). Pada penelitian ini, kelompok sosial yang
dimaksud adalah kru pekerja yang melaksanakan JSA untuk pekerjaan wellwork di
lokasi kerja.
4.2 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di lokasi kerja Wellwork and Completion Department
PT. X yang terletak di Kabupaten Minas, Pekanbaru, Riau. Penelitian ini dilaksanakan
selama bulan Maret hingga September 2011.
4.3 INFORMAN
Informan penelitian adalah subjek yang memahami informasi objek penelitian
sebagai pelaku maupun orang lain yang memahaminya. Fungsi informan dalam
penelitian adalah sebagai sumber untuk mencari informasi mengenai penyebab masalah
53
dalam pelaksanaan JSA di lokasi kerja Pengambilan informan dalam penelitian ini
menggunakan teknik purposive sampling, yang didasarkan pada suatu pertimbangan
tertentu yang dibuat oleh peneliti berdasarkan ciri-ciri atau sifat-sifat informan yang
sudah diketahui sebelumnya. Infoman dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Informan Utama
Informan utama adalah para pengawas yang ada di lokasi kerja wellwork and
completion (WW&C). Pada satu lokasi kerja untuk tiap shift kerja, ada tiga pengawas,
yaitu well site manager (WSM), tool pusher, dan driller. WSM merupakan pengawas
dengan level paling tinggi yang berasal dari karyawan PT. X. Tool pusher adalah
pengawas seluruh pekerja yang termasuk ke dalam grup kerja, yang berasal dari business
project atau mitra kerja. Driller adalah operator untuk pekerjaan di rig yang juga
mengawasi pekerja lainnya.
2. Informan Kunci
Informan kunci adalah informan yang tidak terkait dengan pelaksanaan JSA di
lokasi kerja WW&C, akan tetapi informan adalah orang yang berpengalaman dan ahli
dalam hal tersebut. Informan kunci dalam penelitian ini adalah seorang HES
Representative PT. X di Well Work and Completion Department Minas.
3. Informan pendukung
Informan pendukung dalam penelitian ini adalah para pekerja yang termasuk ke
dalam grup kerja yang bekerja pada shift pagi di lokasi wellwork. Para pekerja
bertanggung jawab untuk melaksanakan identifikasi hazard dan tindakan mitigasinya
54
(JSA) sesuai dengan pekerjaan yang mereka lakukan. Pekerjaan yang mereka lakukan
berada dalam pantauan pengawas. Dalam grup kerja akan diambil beberapa orang
pekerja, baik derrickman, floorman, atau roustabout sebagai informan pendukung.
4.4 INSTRUMEN PENELITIAN
Instrumen utama dalam penelitian kualitatif adalah peneliti sendiri yaitu
mahasiswi peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, karena peneliti sebagai pengumpul data yang mempengaruhi terhadap faktor
instrumen. Untuk data yang diinginkan, peneliti menggunakan instrumen berupa:
1. Pedoman pengamatan lapangan untuk pelaksanaan JSA di lokasi kerja
2. Pedoman pengamatan lapangan untuk mencari penyebab masalah dalam
pelaksanaan JSA di lokasi kerja. Pedoman dapat dilihat pada lampiran 4.1.
3. Pedoman wawancara untuk mencari penyebab masalah dalam pelaksanaan JSA
di lokasi kerja. Pedoman wawancara dapat dilihat pada lampiran 4.2.
4. Daftar dokumen yang akan dianalisis untuk mencari penyebab masalah
pelaksanaan JSA di lokasi kerja. Daftar dokumen dapat dilihat pada lampiran
4.3.
5. Laptop
6. Alat perekam
7. Kertas catatan
8. Alat tulis
9. Kamera
55
4.5 SUMBER DATA
1. Data primer
a. Data primer mengenai pelaksanaan JSA di lokasi kerja WW&C diperoleh dari
pengamatan lapangan.
b. Data primer untuk mencari penyebab masalah dalam pelaksanaan JSA di lokasi
kerja WW&C diperoleh dari wawancara mendalam dengan para infoman dan
pengamatan lapangan. Pedoman wawancara dan pengamatan lapangan diadopsi
dari NRI MORT User’s Manual- For Use with Management Oversight and Risk
Tree Analytical Logic Diagram, Second Edition tahun 2009.
2. Data Sekunder
a. Data sekunder mengenai pelaksanaan JSA di lokasi kerja WW&C adalah
formulir JSA yang dibuat oleh grup kerja.
b. Data sekunder yang dibutuhkan oleh peneliti untuk mencari penyebab masalah
pelaksanaan JSA di lokasi kerja WW&C berupa :
Pedoman untuk identifikasi hazard dan tindakan mitigasinya (pedoman JSA).
Formulir JSA
Dokumen petunjuk untuk melaksanakan pengendalian hazard (SOP).
Salah satu pedoman perusahaan yang termuat dalam Buku Operation
Excellence Management System (OEMS) Wellwork and Completion yang
dimiliki perusahaan tahun 2010.
56
4.6 PENGUMPULAN DATA
Teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif dibedakan atas dua macam.
Pertama, kelompok teknik inti dengan empat macam bentuk, yaitu partisipasi di
lapangan, pengamatan secara langsung, wawancara mendalam, dan analisis dokumen.
Kelompok teknik khusus atau tambahan meliputi wawancara terpusat (focus group),
foto, video, film, survey dan daftar pertanyaan, dan lain sebagainya (Marshall dan
Rossman, 1996 dalam Prastowo 2010). Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah pengamatan lapangan, analisis dokumen, dan wawancara.
1. Pengamatan
Menurut Marsshall dan Rossman (2006), pengamatan ialah kegiatan keseharian
manusia dengan menggunakan panca indera mata sebagai alat bantu utamanya selain
indera lainnya, seperti telinga, penciuman, mulut, dan kulit. Usman dan Akbar (1996)
menyatakan bahwa pengamatan menjadi salah satu teknik pengumpulan data jika
disesuaikan dengan tujuan penelitian, direncanakan dan dicatat secara sistematis, serta
dapat dikontrol reliabilitas dan kebenarannya. Teknik pengamatan yang dilakukan
peneliti adalah pengamatan terbuka, yaitu pengamatan yang mana keberadaan pengamat
diketahui oleh subjek yang diteliti dan subjek memberikan kesempatan kepada pengamat
untuk mengamati peristiwa yang terjadi dan subjek menyadari adanya orang yang
mengamati apa yang subjek kerjakan (Prastowo, 2010).
Pengamatan dilakukan oleh peneliti untuk melihat pelaksanaan JSA secara
langsung di lokasi kerja. Teknik ini juga akan digunakan untuk mencari penyebab
57
masalah dalam pelaksanaan JSA di lokasi kerja. Hasil pengamatan lapangan menjadi
informasi yang penting bagi peneliti serta dapat mendukung keabsahan data.
2. Analisis Dokumen
Dokumen yang akan diamati dalam penelitian adalah dokumen resmi jenis
dokumen internal. Dokumen internal berupa memo, pengumuman, instruksi, dan aturan
lembaga masyarakat tertentu yang digunakan dalam kalangan sendiri. Termasuk di
dalamnya risalah atau laporan rapat, keputusan pimpinan kantor, dan sejenisnya.
Dokumen seperti itu dapat menyajikan informasi tentang keadaan, aturan, disiplin, dan
dapat memberikan petunjuk tentang gaya kepemimpinan (Prastowo, 2010).
Bahan dokumen besar manfaatnya dalam penelitian. Dokumen berguna karena
dapat memberikan latar belakang yang lebih luas mengenai pokok penelitian. Dokumen
juga dapat dijadikan bahan triangulasi untuk mengecek kesesuaian data. Dokumen resmi
yang akan ditelaah dalam penelitian ini merupakan data-data sekunder yang didapatkan
di Wellwork and Completion Department. Penjabaran dokumen tersebut dapat dilihat di
sub bab 4.5.
3. Wawancara
Merupakan suatu metode pengumpulan data yang berupa pertemuan dua orang
atau lebih secara langsung untuk bertukar informasi dan ide dengan tanya jawab secara
lisan sehingga dapat dibangun makna dalam suatu topik tertentu (Prastowo,2010).
Dalam penelitian ini, teknik wawancara digunakan untuk mencari penyebab masalah
dalam pelaksanaan JSA di lokasi kerja WW&C. Wawancara akan dilakukan pada HES-
58
Representative Wellwork and Completion Department PT. X, well site manager, tool
pusher atau driller, dan pekerja.
4.7 KEABSAHAN DATA
Teknik triangulasi merupakan suatu teknik pengumpulan data yang bersifat
menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang ada
(Sugiyo, 2007). Dengan melakukan pengumpulan data triangulasi, maka sebenarnya
dilakukan pengujian kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan
sumber data. Data yang diperoleh melalui teknik triangulasi lebih memiliki kekuatan
apabila dibandingkan dengan satu pendekatan (Prastowo, 2010).
Triangulasi sebagai teknik pemeriksaan data dibedakan menjadi empat macam,
yakni triangulasi sumber, triangulasi metode, triangulasi penyidik, dan triangulasi teori
(Moleong, 2001 dalam Prastowo, 2010). Namun sebagai teknik pengumpulan data, ada
dua jenis triangulasi yakni triangulasi teknik dan triangulasi sumber (Sugiyono, 2007
dalam Prastowo, 2010).
Triangulasi teknik yakni teknik pengumpulan data dimana peneliti menggunakan
teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data yang sama.
Triangulasi sumber adalah penggunaan teknik yang sama oleh peneliti untuk
mendapatkan data dari sumber yang berbeda.
a. Untuk mendapatkan keabsahan data dalam meninjau pelaksanaan JSA di lokasi
kerja digunakanlah triangulasi teknik yaitu pengamatan lapangan dan analisis
dokumen.
59
b. Untuk mendapatkan keabsahan data dalam mencari penyebab masalah
pelaksanaan JSA di lokasi kerja digunakanlah triangulasi teknik dan triangulasi
sumber. Triangulasi teknik yang digunakan yaitu wawancara, pengamatan
lapangan, dan analisis dokumen. Triangulasi sumber didapatkan dari informan
utama, informan kunci, informan pendukung dan dokumen-dokumen yang
mendukung. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat dalam tabel 4.1.
4.8 PENGOLAHAN DATA
a. Pengolahan dan analisis data yang dilakukan untuk mengidentifikasi masalah
dalam pelaksanaan JSA di lokasi kerja WW&C adalah dengan membandingkan
keadaan lapangan dengan litelatur-litelatur mengenai JSA (studi kepustakaan).
b. Pengolahan dan analisis data yang dilakukan untuk mencari penyebab masalah
dalam pelaksanaan JSA di lokasi kerja WW&C adalah sebagai berikut:
Mengumpulkan semua data yang diperoleh wawancara, pengamatan
lapangan, serta dokumen yang didapatkan.
Data yang telah terkumpul kemudian dibuat dan disusun dalam bentuk
transkip data yaitu membuat catatan hasil wawancara seperti apa adanya,
termasuk mencatat kembali hasil wawancara dan rekaman.
Data yang telah disusun dalam bentuk transkip data selanjutnya
dikategorikan sesuai kode event dalam cabang Task Performance Error
dalam pohon MORT.
Selanjutnya dilakukan analisis data dan interpretasi data mengikuti cabang
Task Spesific Risk Assessmenet Not Performed dan Task Spesific Risk
Assessment LTA dalam pohon MORT.
60
4.9 ANALISIS DATA
Data mengenai penyebab masalah yang telah disusun dan dikategorikan
berdasarkan kode event, dianalisis menggunakan teknik MORT. Acuan-acuan dalam
bentuk simbol dan kode event berguna untuk mengaitkan jawaban cabang satu sama lain
(Razi, 2001). Hasil analisis bermanfaat untuk mengetahui hal-hal yang menyebabkan
masalah dalam pelaksanaan identifikasi hazard dan tindakan mitigasinya di WW&C.
Macam-macam acuan dalam pohon MORT dapat dilihat pada gambar 4.1 dan tabel 4.2.
4.10 PENYAJIAN DATA
Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk narasi dan dilengkapi dengan
matriks hasil wawancara. Penyajian data akan didukung dengan hasil pengamatan
lapangan dan analisis dokumen. Matriks hasil wawancara dan hasil triangulasi dapat
dilihat pada lampiran 4.4. Data juga akan disajikan dalam bentuk pohon MORT,
sehingga diketahui event yang dapat menyebabkan kesalahan dalam pelaksanaan job
safety analysis di lokasi kerja WW&C.
61
Tabel 4.1 Teknik Triangulasi Sumber dan Metode
Kode Informan
Wawancara
Pengamatan
Lapangan
Analisis Dokumen
SD 5.b3 .c11 c11. Task Specific Risk Assessment
SD 5.b3 .c11.
d8
d8. High Potential was not Identified
SD 5.b3 .c11.
d8 .e1
e1. Task Analysis Not Required
Hes Reps - OEMS Wellwork and
Completion (2010)
SD 5.b3 .c11.
d8 .e2
e2. Task Analysis LTA
- -
Formulir JSA
SD 5.b3 .c11.
d8 .e3
e3. Task Analysis Not Made:
SD 5.b3 .c11.
d8 .e3.f1
f1. Authority LTA
Tool pusher/driller -
Formulir JSA
Hes Reps
SD 5.b3
.c11.d8. e5.f2
f2. Budget LTA
HES Reps - -
SD 5.b3 .c11.
d8 .e3.f3
f3. Time LTA
Supervisor √
OEMS Wellwork and
Completion (2010) Tool pusher/driller
Pekerja
SD 5.b3 .c11.
d8 .e3.f4
f4. Supervisory Judgement LTA
- √
Formulir JSA
SD 5.b3 .c11.
d9
d9. Low Potential:
Supervisor √
-
SD 5.b3 .c12 c12. Task Specific Risk Assessment LTA:
SD 5.b3
.c12.d10
d10. Task Specific Risk Analysis LTA:
SD 5.b3
.c12.d10. e4
e4. Knowledge LTA:
SD 5.b3
.c12.d10. e4.f5
f5. Use of Workers’ Suggestions and Inputs LTA:
Supervisor √
-
Tool pusher/ driller
Pekerja
62
Tabel 4.1 Teknik Triangulasi Sumber dan Metode (lanjutan 1)
Kode Informan
Wawancara
Pengamatan
Lapangan
Analisis Dokumen
SD 5.b3
.c12.d10. e5
e5. Execution LTA .
SD 5.b3
.c12.d10.
e5.f7
f7. Time LTA:
Supervisor √
-
Tool pusher/ driller
Pekerja
SD 5.b3
.c12.d10.
e5.f8
f8. Budget LTA
HES Reps - -
SD 5.b3
.c12.d10.
e5.f9
f9. Scope LTA:
- √
Formulir JSA
Pedoman JSA Perusahaan
SD 5.b3
.c12.d10.
e5.f10
f10. Analytical Skill LTA:
HES Reps - Formulir JSA
Supervisor
SD 5.b3
.c12.d10.
e5.f11
f11. Hazard Selection LTA:
SD 5.b3
.c12.d10.
e5.f11 . g1
g1. Hazard Identification LTA
Supervisor -
OEMS Wellwork and
Completion (2010) Tool pusher/
driller
Pekerja
SD 5.b3
.c12.d10.
e5.f11 . g2
g2. Hazard Prioritisation LTA
HES Reps - -
SD 5.b3
.c12.d11
d11. Recommended Risk Controls LTA:
SD 5.b3
.c12.d11
.e6
e6. Clarity LTA
Supervisor - OEMS Wellwork and
Completion (2010) Tool pusher/driller
Pekerja
SD 5.b3
.c12.d11
.e7
e7. Compatibility LTA:
Supervisor √
- Formulir JSA
- OEMS Wellwork and
Completion (2010) Tool pusher
/driller
Pekerja
SD 5.b3
.c12.d11
.e8
e8. Testing of Control LTA:
- √
- Formulir JSA
- OEMS Wellwork and
Completion (2010)
63
Tabel 4.1 Teknik Triangulasi Sumber dan Metode (lanjutan 2)
Kode Informan
Wawancara
Pengamatan
Lapangan
Analisis Dokumen
SD 5.b3
.c12.d11
.e9
e9. Directive LTA:
Supervisor √
SOP Pengendalian Hazard
Tool pusher/driller
Pekerja
SD 5.b3
.c12.d11
.e10
e10. Availability LTA
Tool pusher/
driller √
OEMS Wellwork and
Completion (2010)
SD 5.b3
.c12.d11
.e11
e11. Adaptability LTA:
Supervisi - -
Tool pusher/
driller
Pekerja
SD 5.b3
.c12.d11
.e12
e12. Use Not Mandatory:
Supervisi √ -
Tool pusher/
driller
Pekerja
64
Gambar 4.1 Contoh-contoh Acuan yang Dipergunakan dalam Pohon MORT
65
Tabel 4.2 Simbol-simbol dalam Pohon MORT
66
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 GAMBARAN UMUM PT. X
5.1.1 Profil PT. X
PT. X merupakan salah satu unit usaha perusahaan minyak Amerika yang
berperan sebagai kontraktor bagi hasil (Production Sharing Contract). Daerah kerja
PT. X bernama Kanggaroo terletak di Kabupaten Bengkalis dengan luas hampir 10.000
km2. Berdasarkan luas operasi dan kondisi geografis yang ada serta pertimbangan
efisiensi dalam pengoperasian, maka PT. X membagi lokasi daerah operasi menjadi 5
distrik yaitu:
1. Distrik Jakarta sebagai Pusat Administrasi keseluruhan.
2. Distrik Rumbai sebagai Pusat Kerja Administrasi Wilayah Operasi PT.X.
3. Distrik Minas sebagai daerah operasi produksi minyak (sekitar 30 Km dari
Distrik Rumbai).
4. Distrik Duri sebagai daerah operasi produksi minyak (sekitar 112 Km dari
Distrik Rumbai).
5. Distrik Dumai sebagai tempat pelabuhan untuk pengapalan minyak mentah
(sekitar 184 km dari Distrik Rumbai).
67
5.1.2 Visi dan Misi PT. X
Visi perusahaan adalah “Diakui sebagai sebuah perusahaan kelas dunia yang
bertekad untuk mencapai tingkat yang sempurna”. Untuk diakui sebagai perusahaan
kelas dunia, PT. X melaksanakan apa yang disebut Continuous Quality Improvement
(perbaikan kualitas yang berkesinambungan).
Sedangkan misi perusahaan yang telah dicanangkan adalah “Sebagai mitra
usaha Pertamina, PT. X secara efektif akan mencari dan mengembangkan sumberdaya
minyak dan gas bumi untuk kesejahteraan bangsa Indonesia dan kepentingan pemegang
saham”.
5.1.3 Fundamental Safe Work Practies (FSWP)
Sudah menjadi kebijakan PT. X untuk melindungi keselamatan dan kesehatan
manusia dan lingkungan, serta menjalankan operasi secara handal dan efisien.
Manajemen keselamatan kerja, kesehatan, lingkungan, kehandalan, dan efisien operasi
yang sistematis untuk mencapai kinerja kelas dunia didefinisikan sebagai Keunggulan
Operasi. Komitmen terhadap Keunggulan Operasi menyatu dalam tatanan untuk
melindungi manusia dan lingkungan sebagai prioritas teratas pada keselamatan dan
kesehatan pekerja serta perlindungan terhadap aset dan lingkungan.
Menurut Presiden Direktur Perusahaan, Keunggulan Operasi menyatakan bahwa
karyawan perlu melaksanakan Operasi Yang Selamat, artinya beroperasi dan
memelihara fasilitas perusahaan untuk mencegah cedera, sakit, dan celaka. Operasi
selamat perlu dilaksanakan pada semua jenis pekerjaan, disemua wilayah operasi
68
perusahaan, setiap saat, dan oleh semua karyawan dan mitra kerja. Tujuannya agar setiap
keryawan melaksanakan pekerjaan tanpa kecelakaan, baik untuk diri sendiri maupun
orang lain.
Fundamental Safety adalah dasar-dasar keselamatan yang terdiri atas Access
Control, Work Permit, Personal Protective Equipment (PPE), Lockout/Tagout (LOTO),
Standard Operating Procedure (SOP), Job Safety Analysis (JSA), Material Safety Data
Sheet (MSDS), dan Housekeeping.
1. Access Control
Proses access control ditujukan untuk memastikan bahwa hanya orang-orang
yang berhak saja yang dapat masuk ke dalam fasilitas perusahaan. Hal ini
dimaksudkan agar keselamatan dan keamanan operasi di fasilitas, dan orang-
orang yang berada di dalamnya dapat terjamin.
2. Work Permit
Izin Kerja Umum/ General Work Permit (GWP) merupakan sarana bagi
penanggung jawab operasi di fasilitas/ facility owner (FO) untuk memberikan
izin tugas kepada karyawan atau mitra kerja. Tujuan utama dari proses ini adalah
untuk membentuk komunikasi di antara kelompok kerja lintas fungsi di suatu
tempat kerja dalam melakukan pekerjaan tidak rutin. Komunikasi ini berguna
untuk mengingatkan pekerja akan hazard yang mungkin timbul dan untuk
memastikan bahwa pekerjaan tersebut selamat untuk dilakukan.
69
3. Personal Protective Equipment (PPE)
Alat pelindung diri/ personal protective equipment (PPE) yang tersedia di
tempat kerja digunakan untuk mengurangi risiko akibat kecelakaan. Proses PPE
ditujukan untuk memastikan bahwa:
a. PPE telah dipilih dengan benar sesuai dengan hazard yang ada dan
megacu kepada standar.
b. Pegawai dan mitra kerja mendapatkan pelatihan yang sesuai.
c. Pegawai dan mitra kerja memakai PPE yang tepat dengan benar untuk
pekerjaan yang memerlukannya.
4. Standard Operating Procedure (SOP)/Job Safety Analysis (JSA)
SOP adalah langkah-langkah kerja tertulis mengenai pelaksanaan
pekerjaan untuk mengurangi risiko kerugian dan mempertahankan kehandalan.
SOP harus tersedia dan dilaksanakan saat bekerja. Setiap pekerjaan harus
dilaksanakan sesuai dengan langkah-langkah kerja yang ada dalam SOP.
JSA adalah suatu pendekatan struktural untuk mengidentifikasi hazard
dalam suatu pekerjaan dan memberikan langkah-langkah perbaikan. JSA
diperlukan untuk mendukung pelaksanaan SOP, mencegah hazard yang mungkin
terjadi dan jika terjadi hazard pekerja tahu bagaimana langkah-langkah
menanggulanginya. Dalam suatu formulir JSA umumnya terdapat informasi
pekerjaan, pihak-pihak-pihak yang terlibat, langkah-langkah dasar pekerjaan,
potensi hazard, dan rekomendasi tentang prosedur yang selamat.
70
5. Lockout/Tagout (LOTO)
Proses penguncian dan pelabelan (LOTO) bertujuan untuk melindungi
orang yang sedang bekerja atau berada disekitar mesin, instalasi listrik, atau
fasilitas proses produksi yang sedang diperbaiki dan dalam perawatan.
Perlindungan itu dilakukan dengan mengisolasi energi berbahaya dengan cara
mengunci serta memasangan pengaman dan label pada sumber-sumber energi
yang dapat mencederai seseorang.
6. Material Safety Data Sheet (MSDS)
Proses MSDS ditujukan untuk menjamin bahwa hazard bahan kimia dan
fisik yang ada di tempat kerja, dan cara penanganannya dikomunikasikan secara
baik kepada pegawai dan mitra kerja, sehingga mereka dapat bekerja selamat
menggunakan bahan tersebut.
7. Housekeeping
Proses housekeeping ditujukan untuk memastikan fasilitas operasi berada
dalam keadaan bersih, rapi, dan teratur. Keadaan tersebut akan memberikan
manfaat untuk menghilangkan kemungkinan cedera dan kebakaran, mencegah
pemborosan energi, mengoptimalkan pemanfaatan ruangan, membantu
pengendalian limbah dan kerusakan asset, menjamin kerapian di tempat kerja
yang lebih baik, serta mencerminkan tempat kerja yang dikelola dengan baik.
71
5.1.4 Job Safety Analysis sebagai Bagian dari FSWP
Job safety analysis (JSA) merupakan salah satu dasar Fundamental Safe Work
Practies perusahaan. JSA merupakan fase kedua dari empat fase analisis hazard yang
diterapkan oleh perusahaan. Keempat fase analisis hazard ini berfungsi sebagai tools
untuk mengidentifikasi hazard dan membangun strategi untuk mencegah terjadinya
insiden.
Empat fase analisis hazard tersebut adalah:
Fase perencanaan (planning phase)
Fase perizinan (permitting phase)
Fase pelaksanaan (implementation phase)
Close Out Phase
Gambar 5.1 Empat Fase Analisis Hazard
72
JSA termasuk dalam fase izin kerja, artinya JSA harus dilengkapi sebelum
pekerjaan dilaksanakan. JSA dilakukan langsung di lokasi kerja untuk mengatasi kondisi
di lokasi kerja pada hari pekerjaan dilakukan. Tim kerja dilibatkan dalam pelaksanaan
JSA, tujuannya untuk memastikan bahwa orang yang melakukan pekerjaan mengerti
dengan pekerjaan yang akan ia lakukan, mengetahui hazard yang ada di pekerjaannya,
dan tindakan mitigasi terhadap hazard tersebut.
Identifikasi hazard dilakukan pada waktu pekerjaan akan dimulai. Setelah itu
ditentukan tindakan pencegahan yang spesifik. JSA yang sudah dibuat, bisa disimpan
sebagai referensi untuk operasi yang serupa di masa yang akan datang. Sebaiknya JSA
dikembangkan dalam bahasa yang sesuai dengan tim kerja, jika diperlukan dapat
menggunakan bahasa verbal.
Berikut ini ada beberapa kegiatan yang dilakukan untuk menganalisis hazard di
lokasi kerja (onsite job safety analysis):
1. Identifikasi Tugas
Tugas adalah kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan untuk menyelesaikan
pekerjaan. Tugas-tugas tersebut diidentifikasi dan dievaluasi sesuai dengan rincian
tugas, misalnya: menyalakan tombol. Rincian tersebut lebih efektif dari pada
“melakukan shutdown pada pabrik gas” yang memang terlalu luas. Contoh rincian tugas
lainnya seperti: memindahkan pompa agar dapat dilakukan maintenance,
mengumpulkan sampel minyak dari sebuah bejana, dan lain sebagainya.
JSA yang digunakan kru di tempat kerja harus melingkupi tugas-tugas tunggal.
Pada fase perencanaan, analisis hazard untuk lingkup yang lebih besar terdiri dari
berbagai penilaian tugas-tugas tunggal.
73
2. Membentuk Kelompok
Orang yang melakukan analisis harus:
a. Berpengalaman dan berpengetahuan mengenai tugas yang akan di analisis
dan hazard.
b. Memahami prosedur analisis hazard.
c. Berpengalaman menjadi fasilitator
d. Pada beberapa situasi, analisis dapat dilakukan oleh satu orang.
3. Membuat langkah-langkah pekerjaan.
Tugas yang akan dianalisis dibagi menjadi beberapa langkah, setiap langkah
menggambarkan apa yang dilakukan hingga tugas itu selesai. Dalam membagi tugas
menjadi langkah-langkah pekerjaan, digunakan pertanyaan “Apa langkah pertama untuk
tugas ini?” kemudian “Apa langkah dasar selanjutnya?” dan seterusnya. Setiap langkah
menyebutkan “apa yang dilakukan” bukan “bagaimana melakukannya”. Dalam
mendeskripsikan langkah-langkah tugas tersebut dapat digukanakan kata kerja seperti
“menghilangkan”, “menaikkan”, “membuka‟, atau “mengelas”.
4. Identifikasi Potensi Hazard.
Kegiatan selanjutnya adalah mencari keberadaan dan potensi hazard. Untuk
mengidentifikasi hazard dapat digunakan hazard identification tools. Saat melakukan
identifikasi potensi hazard, perlu diperhatikan kondisi fisik (bahan kimia, peralatan,
ruang untuk bekerja, dan lain sebagainya), faktor lingkungan (panas, dingin, kebisingan,
pencahayaan, kondisi lembab, dan lain-lain) dan tindakan atau kebiasaan saat bekerja
(berdiri pada permukaan yang licin atau tidak stabil, mengangkat objek yang sangat
besar, dan sebagainya)
74
Untuk membantu para pekerja mengidentifikasi hazard, perusahaan
menyediakan hazard identification tools. Tools ini dapat dijadikan sebagai metode untuk
mengidentifikasi sumber energi, mengidentifikasi potensi hazard, dan menambah
kemampuan pekerja untuk mengenali potensi hazard. Ada sepuluh gambar hazard
identification yang memudahkan pekerja untuk mengenali hazard, yaitu hazard
gravitasi, gerakan, mekanika, listrik, tekanan, suhu, bahan kimia, makhluk biologis,
radiasi, dan suara.
Gambar 5.2 Hazard Identification Tools
Klasifikasi hazard menurut hazard identification tools adalah:
a. Gravitasi
Semua benda memiliki gaya tarik bumi, sehingga berpotensi untuk jatuh.
Contoh hazard yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah benda-benda
yang sedang diturunkan dari alat berat, runtuhan, peralatan yang
diletakkan pada bidang miring, dan lain sebagainya.
b. Gerakan
Semua benda bergerak mempunya energi tersimpan untuk terus bergerak,
seperti peralatan yang digantung, ayunan tong, arus air, dan angin. Posisi
75
tubuh saat mengangkat benda, menjangkau, dan membungkuk
dimasukkan ke dalam kategori ini.
c. Mekanika
Potensi hazard dari komponen mekanis seperti rotating equipment,
compressed springs, drive belts, conveyor, dan motors.
d. Listrik
Arus listrik dan muatan listrik statis dapat membahayakan tubuh. Contoh
hazard listrik adalah powerline, trafo, static chargers, petir, baterai aki,
dan lainnya.
e. Tekanan
Cairan atau gas yang dimampatkan dapat mengeluarkan energi spontan
yang berbahaya. Misalnya, pipa bertekanan, tabung gas, tangki, selang,
pneumatik dan peralatan hidrolik, serta tekanan yang berasal dari dalam
tanah.
f. Suhu
Suhu panas dan dingin termasuk ke dalam potensi hazard. Contoh hazard
suhu adalah nyala api serta lidah api, permukaan yang panas atau dingin,
cairan yang panas atau dingin, gas yang panas atau dingin, gesekan, dan
cuaca.
g. Bahan Kimia
Bahan kimia memiliki potensi hazard, seperti uap yang mudah menyala,
bahan kimia beracun, bahan yang mudah berkarat, asam kuat, bahan yang
76
mudah meledak, asap dan debu dari kegiatan mengelas, dan lain
sebagainya.
h. Makhluk Biologis
Seperti hewan buas, bakteri, virus, serangga, darah yang mengandung
penyakit, makanan yang tidak higienis, dan air yang sudah
terkontaminasi.
i. Radiasi
Radiasi biasanya terpancar dari zat dan bahan radio aktif, seperti sinar las
listrik, gelombang mikro, sinar laser, sinar X, skala NORM, dan lain
sebagainya.
j. Suara
Potensi hazard suara dapat berasal mesin yang berputar, mesin yang
bergetar, ledakan, kebisingan yang dapat mengganggu komunikasi dan
lain sebagainya.
5. Mengembangkan Solusi atau Tindakan Pengendalian
Kegiatan terakhir dalam menilai hazard adalah membangun solusi atau
menentukan tindakan pengendalian. Kegiatan ini bertujuan untuk mengeliminasi potensi
hazard atau menguranginya hingga ke tingkat risiko yang dapat diterima.
a. Tentukan pekerjaan mana yang perlu dilakukan. Eliminasi pekerjaan
yang tidak perlu dan dapat menambah risiko.
b. Ubah kondisi fisik yang dapat menimbulkan hazard (merubah peralatan,
material, perlengkapan, tata letak atau lokasi)
77
c. Ubah prosedur kerja. Untuk mengubah prosedur kerja, dapat digunakan
pertanyaan “Apa yang harus karyawan lakukan atau yang tidak boleh
dilakukan, untuk mengeliminasi hazard dan mencegah potensi
kecelakaan?”
d. Berikan penghalang antara hazard dan penerima, seperti memasang fire
blanket, warning tape, alat pelindung diri, dan lain-lain.
e. Temukan cara baru untuk melakukan pekerjaan jika langkah sebelumnya
belum aman untuk dilakukan.
f. Solusi atau tindakan pengendalian harus disampaikan kepada para
pekerja, sehingga mereka memahami apa yang harus mereka lakukan.
g. Jika solusi atau tindakan pengendalian tersebut sangat rinci, maka harus
disertakan dalam prosedur dan manual pelaksanaan pekerjaan, serta
diberikan saat pelatihan karyawan. Ini berguna agar setiap orang
memahami bagaimana melakukan tugas dengan selamat.
Mengidentifikasi hazard yang terkait dengan prosedur merupakan sebuah bentuk
pencegahan yang layak ketika dimasukkan dalam kegiatan peninjauan. Identifikasi ini
dapat memberikan pemahaman secara menyeluruh kepada individu yang terlibat dalam
perencanaan tugas.
5.2 WELL WORK AND COMPLETION DEPARTMENT (WW&C)
Departemen ini bertugas mengkoordinir serta menangani segala pekerjaan yang
berhubungan langsung dengan penanganan dan perbaikan sumur produksi. Pekerjaan
yang menjadi tanggung jawab departemen ini berdasarkan program yang dibuat oleh
78
Resevoir Management Team (RMT). WW&C bekerja sama dengan service company dan
banyak mitra kerja untuk melaksanakan seluruh pekerjaan.
5.2.1 Tugas dan Tanggung Jawab WW&C
WW&C bertugas menangani segala kegiatan yang berhubungan dengan sumur
produksi. Kegiatan tersebut meliputi usaha Initial Completion dan Well Service. Initial
Completion merupakan pekerjaan awal yang dilakukan terhadap sumur baru setelah
dilakukan operasi pemboran, yaitu memasang segala peralatan yang dibutuhkan pada
sumur sehingga dapat berproduksi. Well service adalah segala kegiatan untuk merawat
suatu sumur agar dapat terus berproduksi sesuai keinginan dan dilakukan tanpa
mencabut (pull out) semua isi sumur, dalam hal ini packer.
Berikut ini akan dipaparkan secara lebih terinci pekerjaan-pekerjaan yang
menjadi tugas WW&C:
1. Swabbing Job
Pekerjaan mengangkat atau memindahkan sejumlah fluida dari dalam sumur
melalui rangkaian pipa (tubing) atau drillpipe dengan memakai peralatan
swabbing. Tujuannya untuk menentukan production rate dari sebuah interval
atau sumur.
2. Sand Bailing
Pekerjaan yang dilakukan untuk mengambil pasir yang menumpuk dalam sumur
yang dapat mengganggu proses produksi karena menumpuk pada dasar lubang
bor dan menutup perforasi.
79
3. Fishing Job
Pekerjaan mengangkat kembali benda-benda yang jatuh ke dalam lubang sumur.
4. Cement Bond Logging (CBL)
Pengukuran dengan sistem logging pada sepanjang lubang sumur yang telah
dilakukan penyemenan untuk mengetahui kualitas penyemenan di antara casing
dengan perforasi.
5. Perforasi
Merupakan kegiatan membuat hubungan antara lubang sumur dengan formasi
dengan suatu alat yang disebut gun. Perforasi yang dilakukan dapat berupa add
perforation (penambahan lubang perforasi) atau re-perforation (perforation
ulang untuk perforasi yang kurang baik).
6. Acidizing
Merupakan suatu metode stimulasi reservoir dengan menginjeksikan asam ke
dalam reservoir di sekitar lubang bor. Tujuannya untuk membersihkan daerah
disekitar lubang bor dari material-material yang dapat mengganggu aliran fluida
dari reservoir menuju lubang bor, sehingga aliran di sekitar lubang bor menjadi
meningkat.
7. Fracturing
Merupakan metode stimulasi reservoir dengan merekahkan batuan formasi
menggunakan fluida bertekanan tinggi. Dengan ini, permeabilitas di sekitar
lubang bor meningkat.
80
8. Logging
Suatu metode pengukuran sifat-sifat fisik reservoir dengan cara memasukkan
alat-alat pengukuran ke dalam sumur.
5.2.2 Peralatan yang Digunakan di Lokasi Kerja WW&C
1. Surface Equipment
Surface equipment adalah segala peralatan yang berada di atas permukaan sumur,
antara lain:
a. Rig
Rig adalah suatu perangkat yang sangat penting dalam operasi well
service. Rig digunakan untuk mencabut dan memasukkan pipa-pipa dari
dan ke dalam sumur. Rig yang dipakai di lokasi kerja Minas adalah
Hydraulic Powered, Self Propelled, Self Guyed, Back in Type, dan
Double Mast. WW&C perusahaan memiliki sembilan rig, selebihnya
merupakan milik mitra kerja.
1) Power source
Engine
Untuk rig di lokasi Minas, biasanya bahan bakar yang digunakan
adalah solar, karena harganya yang murah dan menghasilkan
tenaga yang lebih besar.
81
Gambar 5.3 Rig
Hydraulic Pump
Berfungsi sebagai penggerak. Hydraulic pump digunakan untuk
keperluan raising ram, telescopic ram, dan hydraulic jack.
Generator
Berguna sebagai sumber arus listrik
2) Draw Work
Tubing drum
Dipakai untuk menggulung dan mengatur kabel yang
dipergunakan untuk menaikkan dan menurunkan travelling block.
Sand Drum
Berfungsi untuk menaikkan dan menurunkan alat yang
disambungkan pada ujung sand line.
Rotary Table
Berfungsi untuk memutar bit.
82
3) Mast (menara)
Crown block
Merupakan tempat bergantungnya line, yang berfungsi untuk
mengurangi beban yang timbul oleh operasi pull in maupun pull
out atau operasi lain yang berkaitan dengan alat berat yang
digunakan rig.
Middle mast
Merupakan rak yang digunakan sebagai tempat untuk
menyandarkan pipa-pipa. Rak ini dikenal juga dengan monkey
board.
Travelling block
Sebagai tempat menggantung pipa.
4) Frame
Rear Tandem
Merupakan sumber tenaga untuk menggerakkan rig maju maupun
mundur.
Cabin
Merupakan tempat mengontrol alat-alat yang diperlukan sewaktu
perpindahan rig.
Mast Support
Terdiri dari head rest dan samson post, keduanya berfungsi
sebagai penahan rig.
83
Levelling Jack and Jack Screw
Berfungsi untuk meratakan posisi rig.
b. Well Head
Well head adalah semua peralatan yang berada di bagian sumur pada
permukaan tanah yang meliputi valve-valve dan perpipaan dengan
production line.
Gambar 5.4 Well Head
c. Accumulator
Accumulator merupakan alat yang berfungsi sebagai tenaga pendorong
BOP. Alat ini dibentuk sedemikian rupa sehingga menyimpan gas dengan
tekanan tinggi serta cukup kuat untuk mengoperasikan BOP.
Accumulator diisi dengan gas Nitrogen 700-1200 psi, dan di dalamnya
dilengkapi dengan piston yang dapat mendorong gas nitrogen jika terjadi
tekanan dari hydraulic fluid ke piston tersebut. Tekanan yang mendorong
piston inilah yang dipakai untuk menutup alat BOP.
Alat ini dibagi menjadi dua golongan yaitu:
84
1) Annular BOP, bekerja memakai sistem hidrolik dan didesain untuk
menutup di sekeliling lubang sumur dengan berbagai jenis ukuran dan
bentuk peralatan yang sedang diturunkan ke dalam lubang bor.
2) Ram Type BOP, bekerja dengan dua cara yaitu digerakkan dengan
diputar oleh tangan (manual type BOP) dan digerakkan oleh tenaga
hidrolik (hydraulic BOP) sehingga dapat ditutup dengan cepat. Ram
type BOP dapat digolongkan menjadi : Pipe Ram, Blind Ram, Shear
Ram, dan Variable Bore Ram.
d. Pompa
Pompa digunakan sebagai alat yang memindahkan fluida atau cairan dari
suatu tempat ke tempat lain dengan cara meningkatkan tekanan fluida.
Penggunaan pompa biasanya dilakukan pada sirkulasi air, testing casting,
test BOP, dan lain-lain. Ada berbagai jenis pompa antara lain pompa
duplex dan pompa triplex.
2. Subsurface Equipment
Alat-alat yang termasuk ke dalam subsurface equipment adalah;
a. Packer
Packer adalah alat berupa karet yang digunakan untuk mengisolasi suatu
kedalaman tertentu dari lubang sumur.
85
Gambar 5.5 Packer
b. Tubular Product
Gambar 5.6 Tubing
Tubullar product terdiri dari tiga bagian, yaitu:
1) Drillpipe, adalah pipa yang dipakai dalam pemboran dan berfungsi
sebagai penyalur lumpur pemboran dan mentransmisikan rotary
table, sehingga dapat memutar bit. Drillpipe merupakan tubing tanpa
las dengan panjang setiap bagian 30ft.
2) Casing, berupa sepotong pipa baja dengan panjang 16-34 ft dengan
diameter 4,5-30 inchi. Berfungsi untuk menahan tekanan formasi
setelah lumpur dibuang dari dalam sumur. Pipa ini juga berfungsi
86
mempertahankan stabilitas lubang bor sehingga tidak mudah rumtuh
dan melindungi pipa agar tidak terjepit akibat mud cake ketika
produksi sedang berlangsung.
3) Tubing, merupakan sepotong pipa berupa tabung baja dengan panjang
20-34 ft dan berdiameter 1,25-4,5 inchi. Umumnya tubing digunakan
untuk keperluan well produksi. Tujuannya untuk mengalirkan minyak
ke permukaan. Selain itu, tubing juga digunakan untuk fishing, injeksi
acid, dan operasi squeeze cementing.
c. Fishing Tool
Fishing tools merupakan alat yang dipakai untuk memancing atau
mengeluarkan benda-benda yang jatuh ke dalam sumur akibat hal yang
tidak diduga sebelumnya. Contoh peralatan yang termasuk fishing tool
adalah Impression Block, Jar, Bumper Sub, Mill, Casing roller, Casing
Scrapper.
d. Sand Pump
Sand pump atau pompa pasir berfungsi untuk membersihkan pasir dari
dalam lubang sumur pada kedalaman yang sudah ditentukan. Cara
kerjanya adalah dengan menghisap pasir dan kotoran.
87
5.3 HASIL PENELITIAN
5.3.1 Informan Penelitian
1. Informan Utama
Informan utama adalah para pengawas yang ada di lokasi kerja wellwork and
completion (WW&C). Pada satu lokasi kerja untuk tiap shift kerja, ada tiga pengawas,
yaitu well site manager (WSM), tool pusher, dan driller. Dalam penelitian, informan
berasal dari dua orang WSM, seorang tool pusher, dan seorang driller.
Tabel 5.1 Informan Utama No. Nama Jabatan
1. Bpk. A WSM
2. Bpk. B WSM
3. Bpk. C Tool pusher
4. Bpk. D Driller
2. Informan Kunci
Informan kunci adalah informan yang tidak terkait dengan pelaksanaan JSA di
lokasi kerja WW&C, akan tetapi informan adalah orang yang berpengalaman dan ahli
dalam hal tersebut. Informan kunci dalam penelitian ini adalah seorang HES
Representative PT.X di Wellwork and Completion Department Minas.
Tabel 5.2 Informan Kunci
No. Nama Jabatan
1. Bpk. WD HES Representative
88
3. Informan Pendukung
Informan pendukung dalam penelitian ini adalah para pekerja yang termasuk ke
dalam grup kerja yang bekerja pada shift pagi di lokasi wellwork. Jumlah pekerja yang
menjadi informan pendukung dalam penelitian ini adalah empat orang, yang terdiri dari
tiga orang floorman dan seorang derrickman.
Tabel 5.3 Informan Pendukung
No. Nama Jabatan
1. Bpk. AA Floorman
2. Bpk. AB Floorman
3. Bpk. AC Floorman
4. Bpk. AD Derrickman
5.3.2 Hasil Pengamatan Lapangan dan Analisis Dokumen Mengenai Pelaksanaan
JSA Di Lokasi Kerja WW&C PT.X
Pelaksanaan JSA yang baik mampu mengidentifikasi keberadaan hazard secara
keseluruhan dan mampu menetapkan tindakan mitigasi yang sesuai di lokasi kerja.
Untuk mengetahui ketepatan pelaksanaan JSA di lokasi kerja WW&C maka dilakukan
pengamatan lapangan di lima lokasi. Berikut ini akan digambarkan mengenai
pelaksanaan JSA di lima lokasi kerja WW&C, yaitu di lokasi BAC,BAD, BAE, BAF
dan BAG.
1. Pelaksanaan JSA di Lokasi BAC
Dua pekerjaan yang dilaksanakan berturut di lokasi BAC adalah swabbing job
dan pengangkatan pipa dari dalam sumur minyak. Berdasarkan informasi yang diberikan
pengawas, ia dan kru pekerja rig telah mengadakan tail gate meeting untuk
membicarakan pekerjaan yang akan mereka lakukan. Dalam tail gate meeting tersebut
89
para pekerja diajak menganalisis keselamatan pekerjaan yang akan mereka lakukan.
Akan tetapi, saat peneliti meminta formulir JSA kepada clerk, clerk tidak dapat
memberikan formulir JSA untuk pekerjaan pada hari itu.
2. Pelaksanaan JSA di Lokasi BAD
Di lokasi B, para pekerja dan pengawas melaksanakan tail gate meeting sebelum
pekerjaan dilaksanakan. Well site manager selaku pengawas yang berasal dari CPI
memimpin meeting singkat tersebut. Ia melibatkan kru pekerja dalam analisis
keselamatan pekerjaan. Driller, derrickman, floorman, dan roustabout menyampaikan
pendapat mereka mengenai hazard yang mereka temukan. Dalam meeting yang
memakan waktu sekitar sepuluh menit tersebut, juga dibahas mengenai tindakan mitigasi
terhadap hazard yang ditemukan. Para pekerja yang aktif akan menyampaikan pendapat
mereka dengan lebih baik, dan para pekerja yang pasif umumnya lebih banyak diam.
Clerk selaku bagian administrasi dalam kru pekerja mencatat semua hasil diskusi dan
menuliskannya ke dalam formulir JSA. Dua contoh formulir JSA di lokasi kerja BAD
dapat dilihat pada tabel 5.4.
Berdasarkan hasil analisis terhadap dua formulir JSA, diketahui bahwa
pelaksanaan JSA di lokasi BAD tidak tepat. Ketidaktepatan pelaksanaan JSA terletak
pada tahap pembagian langkah kerja pekerjaan, identifikasi hazard, dan penentuan
tindakan mitigasi. Hal ini dapat dilihat pada masing-masing kolom formulir JSA.
90
Tabel 5.4 Formulir JSA di Lokasi BAD
Basic Sequence
of Job Stepts
(Uraian
Pekerjaan)
Potential Hazards/
Aspek Lingkungan
Risiko K3/ Dampak
Lingkungan
Recommeended Action or Procedure
(Langkah atau Prosedur yang
Disarankan)
Cont Rih Reda
Unit
Gravity Tertimpa Jangan berada di line of fire
Motion Benturan Komunikasi yang baik dan jelas
Mechanical Hand injury Hati-hati bekerja di daerah berputar
Electrical Konsleting Pastikan grounding kabel terpasang
sempurna
Pressure Semburan Pakai PPE lengkap
Temperaure Overhead Check Cooling System
Chemical Polusi Cegah tumpahan minyak dan oli
Biological
Radiation
Sound Bising Gunakan ear plug di daerah bising
Tabel 5.4 Formulir JSA di Lokasi BAD (lanjutan 1)
Basic Sequence
of Job Stepts
(Uraian
Pekerjaan)
Potential Hazards/
Aspek Lingkungan
Risiko K3/ Dampak
Lingkungan
Recommeended Action or Procedure
(Langkah atau Prosedur yang
Disarankan)
N/U BOPE Gravity Tertimpa Jangan berada di bawah barang
tergantung
Motion 5T Komunikasi yang baik dan jelas
Mechanical Hand Injury Hati-hati bekerja di daerah berputar
Electrical
Pressure
Temperaure
Chemical Polusi Cegah tumpahan minyak atau oli
Biological
Radiation
Sound Bising Gunakan ear plug di daerah bising.
Pada kolom uraian pekerjaan, baik pekerjaan Run in Hole (RIH) Reda Unit dan
Nipple Up (N/U) BOP tidak terdapat pembagian langkah kerja, padahal pekerjaan-
pekerjaan ini sudah memiliki standar operasional prosedur yang dapat digunakan
sebagai dasar membagi langkah pekerjaan. SOP RIH Reda Unit dan N/U BOP dapat
dilihat pada lampiran 5.1 dan 5.2. Karena pekerjaan tidak dibagi dalam beberapa
91
langkah pekerjaan, maka tahap ini tidak sesuai dengan pedoman perusahaan maupun
OSHAcademy Course 706 Guideline.
Tahap pelaksanaan JSA selanjutnya yang tidak tepat dapat dilihat pada kolom
potential hazard. Kolom ini menunjukkan hasil identifikasi hazard. Dalam kolom
tersebut, dituliskan hazard untuk pekerjaan RIH Reda Unit adalah gravity, motion,
mechanical, electrical, pressure, temperature, chemical, dan sound. Berdasarkan standar
operasional prosedur RIH Reda Unit, seluruh hazard untuk pekerjaan ini belum
teridentifikasi dengan baik. Salah satu hazard yang belum teridentifikasi keberdaannya
adalah radiation.
Sama halnya dengan pekerjaan RIH Reda Unit, identifikasi hazard untuk
pekerjaan N/U BOP tidak tepat. Dalam kolom potential hazard dituliskan bahwa hazard
yang terdapat dalam pekerjaan tersebut adalah gravity, motion, mechanical, chemical,
dan sound. Berdasarkan standar operasional prosedur N/U BOP, seluruh hazard untuk
pekerjaan ini belum teridentifikasi dengan baik. Hazard yang belum teridentifikasi itu
adalah radiation dan electrical.
Pada tahap penentuan tindakan mitigasi, pengawas dan kru kerja di lokasi kerja
BAD tidak menggunakan hirarki pengendalian hazard. Pada kolom recommended action
or procedur, ditemukan juga beberapa tindakan mitigasi yang dianggap kurang tepat.
Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.5.
92
Tabel 5.5 Kekurangan Mitigasi JSA di Lokasi BAD
Basic Sequence
of Job Stepts
(Uraian
Pekerjaan)
Potential
Hazards/
Aspek
Lingkungan
Risiko K3/
Dampak
Lingkungan
Recommeended
Action or
Procedure
(Langkah atau
Prosedur yang
Disarankan)
Basic Sequence of Job Stepts
(Uraian Pekerjaan)
Cont Rih Reda
Unit
Pressure Semburan Pakai PPE
lengkap
- Sebaiknya untuk mencegah
terjadinya semburan,
direkomendasikan pemakaian
alat BOP.
- PPE yang direkomendasikan
tidak spesifik.
Chemical Polusi Cegah tumpahan
minyak dan oli
- Sebaiknya dilengkapi dengan
cara pencegahannya. Seperti
meletakkan wadah diujung-
ujung pipa yang mengeluarkan
minyak.
N/U BOPE Chemical Polusi Cegah tumpahan
minyak dan oli
- Sebaiknya dilengkapi dengan
cara pencegahannya. Seperti
meletakkan wadah diujung-
ujung pipa yang mengeluarkan
minyak.
Berdasarkan hasil analisis formulir JSA, diketahui bahwa terdapat ketidaktepatan
pelaksaan JSA di lokasi BAD. Hal ini terbukti dari formulir JSA yang telah mereka buat.
Ketidaktepatan terdapat pada tahap pembagian langkah pekerjaan, identifikasi hazard,
dan penentuan tindakan mitigasi pekerjaan.
3. Pelaksanaan JSA di Lokasi BAE
Pekerjaan yang dilaksanakan di lokasi BAE adalah moving rig dari lokasi lama
ke lokasi baru, dan rig up di lokasi baru. Dari hasil pengamatan, JSA dibuat oleh clerk
sebelum tail gate meeting. Analisis keselamatan pekerjaanpun hanya dibuat untuk
pekerjaan moving rig. Dalam tail gate meeting, JSA yang sudah dibuat clerk tidak di
share kepada kru pekerja.
93
Tail gate meeting diikuti oleh pengawas, kru pekerja, supir rig, supir foco, HES
Coordinator, dan Senior Tool Pusher. Sebelum tailgate meeting, HES Field dan Senior
Tool Pusher sudah melakukan assessment mengenai keberadaan hazard dan kondisi
jalan yang akan mereka lewati. Hasil assessment tersebut disampaikan dalam tailgate
meeting dan dilengkapi dengan tindakan mitigasinya. Diskusi saat meeting ini berjalan
dengan baik, supir rig dan supir foco juga ikut menyampaikan saran dan masukan demi
keselamatan mereka di perjalanan.
Sesampainya di lokasi baru, para kru pekerja langsung melaksanakan
pekerjaannya. Tanpa pre job meeting dan tanpa analisis keselamatan kerja, para kru
pekerja langsung membersihkan ilalang di sekitar sumur minyak, memasang LOTO dan
mematikan pipa aliran minyak, mendirikan rig, memasang ground anchor, dan
melaksanakan pekerjaan-pekerjaan lainnya. Hingga sore hari, belum ada satu JSA pun
yang dibuat oleh pengawas dan kru kerja di lokasi baru ini.
Tabel 5.6 Formulir JSA di Lokasi BAE
Basic Sequence
of Job Stepts
(Uraian
Pekerjaan)
Potential Hazards/
Aspek Lingkungan
Risiko K3/ Dampak
Lingkungan
Recommeended Action or
Procedure
(Langkah atau Prosedur yang
Disarankan)
Moving the Rig
Konvoi Rig
Gravity Tertimpa Pastikan perlatan di rig carier
terikat kuat
Motion Tertabrak Jangan berdiri di dekat armada
Mechanical Rig Rusak Adakan PTI sebelum digerakkan
Electrical Tersambar Petir Pastikan tidak ada kabel yang
terkelupas
Pressure
Temperature Kepanasan Gunakan baju lengan panjang
Chemical
Biological Digigit ular Jangan istirahat di semak-semak
Radiation
Sound Bising Gunakan ear plug di kebisingan
94
Berdasarkan hasil analisis terhadap formulir JSA di atas, diketahui bahwa
pelaksanaan JSA di lokasi BAE tidak tepat. Ketidaktepatan pelaksanaan JSA terletak
pada tahap pembagian langkah kerja pekerjaan, identifikasi hazard, dan penentuan
tindakan mitigasi. Hal ini dapat dilihat pada masing-masing kolom formulir JSA.
Pada kolom uraian pekerjaan, pekerjaan moving rig tidak dibagi dalam beberapa
langkah pekerjaan, padahal pekerjaan ini sudah memiliki standar operasional prosedur
yang dapat digunakan sebagai dasar membagi langkah pekerjaan. SOP moving rig dapat
dilihat pada lampiran 5.3. Tidak terdapatnya pembagian langkah kerja untuk pekerjaan
moving rig, menunjukkan ketidaksesuaian pelaksanaan JSA di lokasi kerja dengan
pedoman perusahaan maupun OSHAcedemy Course 706 Guideline.
Tahap selanjutnya yang kurang tepat dalam pelaksanaan JSA di lokasi BAE
adalah identifikasi hazard. Dalam kolom potential hazard dituliskan bahwa hazard
yang terdapat dalam pekerjaan moving rig adalah gravity, motion, mechanical,
electrical, temperature, biological, dan sound. Berdasarkan standar operasional prosedur
moving rig, seluruh hazard untuk pekerjaan ini belum teridentifikasi dengan baik.
Hazard yang belum teridentifikasi adalah radiation, chemical, dan pressure.
Tindakan mitigasi yang direkomendasikan dalam formulir JSA juga
menunjukkan ketidaktepatan. Tindakan mitigasi tidak ditentukan berdasarkan hirarki
pengendalian hazard. Ada satu tindakan yang kurang tepat dalam formulir JSA moving
rig, yaitu tindakan mitigasi untuk kategori hazard temperatur. Tindakan mitigasi yang
direkomendasikan adalah “gunakan baju lengan panjang”. Rekomendasi ini tidak
spesifik, karena pekerja dapat menggunakan berbagai jenis baju lengan panjang yang
95
belum tentu dapat menahan panas. Maka dari itu, sebaiknya kalimat baju lengan
panjang diganti dengan work cloth yang sudah ditetapkan perusahaan.
Berdasarkan hasil analisis formulir JSA moving rig ini, diketahui bahwa
pelaksanaan JSA di lokasi BAE belum tepat. Ketidaktepatan ini dapat dilihat dari
formulir JSA yang sudah dibuat. Terdapat ketidaktepatan pada setiap tahap pelaksanaan
JSA, baik pada pembagian langkah kerja, identifikasi hazard pekerjaan, dan penentuan
tindakan mitigasinya.
4. Pelaksanaan JSA di Lokasi BAF
Pekerjaan yang dilaksanakan di lokasi D adalah perforation dan pencabutan
tubing serta packer dari dalam sumur bor. Perforation tidak dilakukan oleh kru pekerja,
namun dilakukan oleh company service. Berdasarkan hasil wawancara dengan WSM
dan pekerja, mereka menyatakan bahwa pekerja company service dan kru pekerja rig
telah melaksanakan pre job meeting. Dalam pre job meeting tersebut dibahas JSA yang
sudah dibuat oleh pekerja company service.
Ketika peneliti meminta formulir JSA kepada pengawas rig, pengawas tersebut
tidak dapat memberikannya. JSA tersebut baru diberikan kepada peneliti, setelah
pengawas rig meminta kepada salah satu pekerja company service. JSA tersebut tidak
ditulis tangan dan tidak dilakukan onsite di lapangan. JSA yang mereka berikan adalah
JSA yang sudah ada dan siap untuk dicetak jika dibutuhkan.
Selama pekerjaan perforasi dilakukan oleh pekerja company service, kru pekerja
rig menunggu hingga pekerjaan tersebut selesai dilakukan. Setelah perforasi dilakukan,
96
para kru pekerja WW&C segera melaksanakan tugas mereka. Dari hasil pengamatan,
tugas mereka selanjutnya adalah mengeluarkan tubing dan melepas packer. Akan tetapi,
analisis keselamatan pekerjaan untuk kedua pekerjaan ini sama sekali tidak dibuat oleh
pekerja yang akan melaksanakannya. Ketika hal ini ditanyakan kepada clerk, ia
mengatakan bahwa JSA untuk pekerjaan tersebut memang belum dibuat dan akan dibuat
setelah pekerjaan selesai dikerjakan.
E. Pelaksanaan JSA di Lokasi BAG
Pekerjaan yang dilakukan oleh kru pekerja rig di lokasi BAG adalah swabbing
job. Pengawas dan kru pekerja mengakui bahwa mereka telah melakukan tail gate
meeting sebelum pekerjaan di mulai. Dalam tail gate meeting tersebut dibahas mengenai
hazard pekerjaan dan tindakan mitigasinya. Akan tetapi, saat peneliti meminta formulir
JSA kepada clerk dan ia tidak dapat memberikannya. Tidak lama kemudian, clerk
memberikan satu file JSA dalam bentuk soft copy kepada peneliti. JSA yang ia berikan
adalah JSA yang sudah ditetapkan perusahaan.
Berdasarkan hasil pengamatan lapangan di kelima lokasi kerja, ditemukan
pelaksanaan JSA yang belum tepat bahkan tidak dilaksanakan sama sekali. Maka dari
itu, peneliti akan mengidentifikasi penyebab permasalahannya menggunakan teknik
Management Oversight and Risk Tree (MORT). Cabang yang digunakan untuk
menemukan penyebab masalah adalah cabang Task Risk Assessment Not Performed dan
Task Spesific Risk Assessment LTA yang terletak pada lapis ketiga cabang utama
Supervision and Staff Performance (SD5).
97
5.3.3 Hasil Penelitian untuk Task Spesific Risk Assessment Not Performed
A. Potensi Kecelakaan Tinggi yang Tidak Teridentifikasi
( High Potential Was Not Identified)
Pada event ini akan dibahas dalam event ini adalah tidak teridentifikasinya
potensi kecelakaan besar pada pekerjaan.
1. Tidak Diwajibkannya Analisis Pekerjaan (Task Analysis Not Required)
Event ini akan membahas apakah perusahaan mewajibkan pelaksanaan pre-job
analysis pada setiap pekerjaan. Berdasarkan hasil analisis dokumen, JSA merupakan
salah satu persyaratan HES yang harus dilaksanakan pada operasi wellwork. Hal ini
tertulis dalam buku OEMS Wellwork and Completion Tahun 2010. JSA harus
dipersiapkan dan diulas sebelum pekerjaan dimulai. JSA Hazid (Hazard Identification)
harus digunakan dalam pelaksanaan analisis. SOP dan JSA dibahas bersamaan dalam
bentuk pre job meeting. Pre job meeting harus dilakukan setiap akan melakukan
pekerjaan. JSA wajib dilakukan secara tertulis.
Informan kunci juga memberikan informasi yang serupa, bahwa pre job meeting
wajib dilakukan sebelum bekerja, untuk memastikan pegawai yang terlibat dalam
pekerjaan membahas SOP dan JSA. Hal ini telah menjadi komitmen setiap pegawai
yang berada di bawah Wellwork and Completion Team. Komitmen ini tertuang dalam
Safety Commitment 2011.
Bentuk pre-job analysis dalam penelitian ini adalah job safety analysis (JSA).
Berdasarkan hasil analisis dokumen dan wawancara dengan informan kunci, diketahui
98
bahwa perusahaan mengharuskan pelaksanaan dan pengulasan JSA sebelum pekerjaan
dimulai.
2. Analisis Pekerjaan (Task Analysis LTA)
Pada event ini akan dibahas mengenai ketepatan pelaksanaan pre-job analysis
jika perusahaan telah mewajibkan pelaksanaan pre-job analysis. Ketepatan pre-job
analysis ditinjau dari pengidentifikasian hazard pada tiap langkah pekerjaan.
Berdasarkan hasil analisis formulir JSA ditemukan bahwa pekerjaan tidak dibagi
menjadi beberapa langkah. Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.4 dan 5.6. Karena
pekerjaan tidak dibagi dalam beberapa langkah, maka dapat diketahui bahwa
pelaksanaan JSA di lokasi kerja rig belum tepat.
3. Analisis Pekerjaan yang Tidak Dibuat (Task Analysis Not Made)
Jika perusahaan mewajibkan pre-job analysis, maka event ini akan membahas
kegagalan pre-job analysis pada sebuah pekerjaan. Terdapat empat event pada lapis
bawah event Task Analysis Not Made yang harus dipertimbangkan sebagai penyebab
kegagalan pre-job analysis, yaitu:
e. Keahlian (Authority LTA)
Event ini mencurigai bahwa kegagalan pre-job analysis disebabkan oleh
ketidakahlian analis menganalisis sebuah pekerjaan. Berdasarkan hasil wawancara
dengan informan utama, yaitu Bapak C dan D diketahui bahwa kru pekerjanya sudah
ahli melakukan analisis JSA sebelum pekerjaan dimulai. Bapak D menambahkan bahwa
99
kemampuan kru pekerja tersebut karena mereka sudah dibekali dengan training-
training.
“.. sudah bisalah.. sudah mampu semua bikin JSA..” (Bapak C)
“Oh dah paham-paham kali… sebelum kerja kan ada berbagai training.”
(Bapak D)
Bapak WD sebagai informan kunci memberikan informasi bahwa para pekerja
memang ahli melakukan pekerjaaan di rig, namun mereka belum ahli untuk
mengidentifikasi hazard di lokasi kerja. Menurut Bapak WD, rata-rata pekerja yang
mengalami accident adalah pekerja yang sudah memiliki pengalaman tiga sampai empat
tahun. Para pekerja yang berpengalaman tersebut dapat dikatakan sudah mahir
melakukan pekerjaan, namun belum mahir untuk menetukan hazard walaupun mereka
telah mendapatkan training.
Berdasarkan hasil analisis formulir JSA, dapat dinilai keahlian pekerja
melaksanakan JSA. Dari tiga formulir JSA yang dianalisis ditemukan ketidaktepatan
dalam formulir tersebut. Baik pada pembagian langkah kerja, identifikasi hazard,
maupun penentuan tindakan mitigasinya. Ketidaktepatan ini menunjukkan bahwa
pekerja belum ahli melakukan analisis keselamatan kerja.
f. Anggaran (Budget LTA)
Event ini mencurigai bahwa kegagalan pre-job analysis disebabkan kurangnya
dana yang dianggarkan untuk pelaksanaan pre-job analysis. Berdasarkan hasil
100
wawancara dengan informan kunci, anggaran untuk pelaksanaan JSA tidak dianggarkan
secara spesifik karena termasuk dalam anggaran program safety. Untuk masing-masing
rig, dianggarkan 400 USD/ hari yang sudah termasuk kedalam ODR (Operation Daily
Rate). Bapak WD menyatakan bahwa anggaran ini cukup untuk memenuhi kebutuhan
paper work, salah satunya membuat form JSA yang menjadi tanggung jawab masing-
masing business partner.
g. Waktu (Time LTA)
Event ini mencurigai bahwa kegagalan pre-job analysis disebabkan masalah pada
waktu pelaksanaannya. Berdasarkan hasi wawancara dengan Bapak A diketahui bahwa
JSA dibuat saat tail gate meeting dan memakan waktu sekitar 30 menit. Dalam tail gate
meeting didiskusikan pekerjaan dan hazard yang ada di pekerjaan selama 12 jam untuk
hari itu. Jika ditemukan adanya hazard baru, maka para pengawas dan pekerja
berkumpul lagi untuk mendiskusikannya. Bapak B dan C memberikan informasi yang
sama bahwa mereka melaksanakan JSA saat tail gate meeting yang memakan waktu
sekitar 30 menit. Bapak B memberikan tambahan informasi, ia mengatakan bahwa sulit
untuk melaksanakan JSA setiap pekerjaan akan dimulai, karena pekerjaan di rig sangat
banyak dan berurutan satu sama lain. Menurutnya, jika harus melaksanakan meeting
setiap pekerjaan dimulai akan menghabiskan banyak waktu. Jika memang ditemukan
hazard baru, maka mereka akan berkumpul untuk membahasnya.
Bapak D memberikan informasi yang berbeda dengan informan utama lainnya.
Ia mengatakan bahwa para kru pekerja selalu melakukan pre job meeting atau analisis
101
JSA sebelum pekerjaan dimulai. Pre job meeting dilakukan dari satu pekerjaan ke
pekerjaan lainnya. Namun, saat pre job meeting mereka tidak langsung menuliskannya
di dalam kertas. Alasannya karena akan memakan banyak waktu untuk menulis di
formulir, sementara pekerjaan yang harus mereka selesaikan cukup banyak.
Para informan pendukung, memberikan informasi yang sama bahwa pelaksanaan
JSA dilakukan saat tail gate meeting. Tail gate meeting berlangsung sekitar tiga puluh
menit. Bapak AC memberikan informasi tambahan bahwa dalam tail gate meeting
dibicarakan JSA untuk semua pekerjaan selama 12 jam, dan mereka baru akan
berkumpul lagi dalam bentuk pre job meeting jika ditemukan adanya hazard baru.
Berdasarkan hasil pengamatan lapangan, tail gate meeting yang dilakukan
hanya berkisar sekitar 10 menit. Sedangkan pre job meeting dilakukan saat company
service datang membantu pekerjaan di rig dalam waktu kurang dari 10 menit. Hasil
pengamatan lapangan ini berbeda dengan informasi para pekerja.
Dalam OEMS Wellwork and Completion (2010), diatur bahwa persiapan dan
ulasan JSA dilaksanakan saat pre job meeting. Informasi para informan mengenai
pelaksanaan JSA saat tail gate meeting, menunjukkan perbedaan dengan ketentuan
perusahaan. Hal ini juga terbukti dalam pengamatan lapangan, bahwa pre job meeting
jarang dilakukan. Pengawas dan kru kerja lebih sering melaksanakan pekerjaan saat tail
gate meeting.
102
h. Keputusan Pengawas (Supervisor Judgement LTA)
Event ini mencurigai bahwa kegagalan pre-job analysis disebabkan oleh
ketidatepatan pengawas mengambil keputusan dalam pelaksanaan pre-job analysis.
Ketidaktepatan pengawas dalam penelitian ini, terbukti dari hasil pengamatan lapangan.
Diketahui bahwa banyak pekerjaan yang dimulai tanpa pre job meeting dan pembahasan
SOP/JSA. Ditemukan juga pekerjaan yang dianalisis JSA oleh clerk, bukan dianalisis
oleh pekerja yang akan melaksanakan pekerjaan. Dari tiga formulir JSA yang dianalisis,
ditemukan ketidaktepatan pada setiap langkah pelaksanaannya, baik pada pembagian
langkah kerja, pengidentifikasian hazard, dan penentuan tindakan mitigasinya. Maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa pengawas tidak tegas dalam mengawasi pelaksanaan
JSA di lokasi kerja.
Ada satu kondisi yang pernah dihadapi peneliti ketika mengikuti kegiatan di rig
yaitu keheranan pekerja dari business partner lain saat WSM memintanya untuk
memberikan formulir JSA. Pekerja tersebut tampak terheran-heran dan mengatakan
bahwa WSM tidak biasa meminta formulir JSA kepadanya. Pekerja tersebut lalu pergi
dan kembali lagi membawa SOP pekerjaan, bukan JSA yang diinginkan. Dari hasil
pengamatan diketahui bahwa para pengawas tidak tegas mengawasi pelaksanaan JSA di
lokasi kerja rig. Hal ini akan membuat pekerja beranggapan bahwa JSA tidak terlalu
penting.
103
B. Potensi Kecelakaan Rendah (Low Potential)
Event membahas tentang identifikasi hazard pada pekerjaan yang memiliki
potensi hazard yang rendah. Dari hasil wawancara dengan informan kunci diketahui,
bahwa ada beberapa pekerjaan yang memiliki potensi kecelakaan kecil. Pekerjaan itu
adalah pekerjaan yang dilakukan petugas access control, signal man, dan clerk. Petugas
access control bertugas untuk memastikan bahwa hanya orang yang berhak saja yang
dapat masuk ke lokasi rig. Petugas signal man bertugas memandu mobil kecil untuk
parkir di lokasi pekerjaan, dan clerk bertugas untuk mengurus administrasi dan surat-
surat di lokasi kerja.
Dalam penelitian ini, peneliti hanya memfokuskan pada pekerjaan yang
langsung berhubungan dengan wellwork dan initial completion. Karena pekerjaan
wellwork dan initial completion merupakan pekerjaan high risk, maka cabang ini tidak
dianalisis lebih lanjut. Tidak ditemukan pekerjaan wellwork dan initial completion yang
memiliki potensi kecelakaan rendah.
5.3.4 Hasil Penelitian untuk Task Spesific Risk Asessment LTA
Pada event ini akan dibahas tentang ketepatan penilaian risiko dan penentuan
tingkat risiko suatu pekerjaan.
104
A. Analisis Risiko Pekerjaan (Task Spesifik Risk Analysis LTA)
Pada event ini akan dibahas tentang kualitas analisis risiko yang sudah dilakukan.
Ada dua event yang harus dipertimbangkan untuk mengetahui kualitas penilaian risiko,
yaitu:
2. Pengetahuan (Knowledge LTA)
Pada event ini akan dibahas tentang pengetahuan-pengetahuan yang dibutuhkan
untuk menilai risiko pekerjaan. Terdapat dua event yang mempengaruhi pengetahuan
yaitu masukan dari para pekerja dan sistem teknik informasi.
c. Masukan dari Para Pekerja (Use of Worker’s Suggestions and Inputs)
Pada event ini akan dibahas tentang pengetahuan didapat dari masukan
para pekerja. Masukan dari para pekerja ini dapat dijadikan informasi untuk
penilaian risiko. Dari hasil wawancara dengan kedua WSM, diketahui informasi
bahwa pekerja dilibatkan dalam tail gate meeting pagi. Menurut Bapak A, JSA
dilakukan sekalian dengan tail gate meeting. Meeting akan memakan waktu
sekitar 30 menit. Para kru kerja diajak berunding mengenai pekerjaan yang akan
mereka lakukan 12 jam pada hari itu. Kemudian pekerja memberikan masukan
mengenai hazard yang ada di pekerjaan mereka dan cara menanganinya. Jika
dalam rentang waktu 12 jam ada hazard yang berbeda mereka akan melakukan
meeting lagi untuk membahas hazard tersebut.
Bapak B memberi informasi yang sama dengan Bapak A bahwa para
pengawas dan kru melaksanakan tail gate meeting. Namun ia sendiri jarang
mengikuti tail gate meeting pagi karena harus mengikuti meeting dengan WSM
105
lain di pagi hari. Ia menyerahkan kepada tool pusher untuk memimpin tail gate
meeting bersama para kru pekerja. Dalam tail gate meeting satu sama lain peserta
meeting mengeluarkan pendapatnya.
Bapak C selaku tool pusher memberikan informasi bahwa pekerja dilibatkan
dalam tail gate meeting. Sebelum melaksanakan tail gate meeting, clerk
membuat JSA pekerjaan dan kru pekerja melaksanakan assessment. Saat tail gate
meeting, JSA yang dibuat oleh clerk akan disempurnakan berdasarkan masukan
dari para pekerja yang sudah melakukan assessment. Bapak D sebagai driller
memberikan informasi yang serupa bahwa pekerja dilibatkan dalam pelaksanaan
JSA di lokasi kerja.
Para pekerja yang menjadi informan pendukung memberikan informasi yang
sama bahwa mereka terlibat dalam pelaksanan tail gate meeting.
“ Kami diajak berdiskusi.. terus diminta pendapatnya.. apa aja hazard.. satu-satu
bergilir seperti itu.” (Bapak AA)
“Karena dah biasa, dah terbayang kayak mana bahaya kerja di rig ni.. pas diskusi
biasanya ikut.. kalau ada yang punya pendapat.. ndak papa disampaikan pas tail gate
meeting.” (Bapak AB)
“Pas tail gate meeting kalau ada yang mau kasih masukan, ya ngomong aja pas diskusi
tu… lagian kalau kita kasih informasi bahaya kan buat kepentingan semua…biar semua
tau biar semua hati-hati.” (Bapak AC)
106
“Nah saat tail gate meeting.. saat nya sharing.. kalau ada info disampaikan disini..
informasi pekerjaan, bahaya, saling mengingatkan supaya semua bisa kerja selamat”
(Bapak AD)
Berdasarkan hasil pengamatan lapangan, pekerja selalu dilibatkan baik dalam
pelaksanaan tail gate meeting maupun pelaksanaan pre job meeting. Para pekerja
yang memiliki informasi mengenai pekerjaaan atau hazard mau menyampaikan
informasi tersebut dalam meeting. Tail gate meeting selalu dilakukan pagi hari
sebelum bekerja. Namun, pre job meeting tidak selalu dilakukan, kecuali saat
company service membantu pekerjaan rig.
d. Sistem Teknik Informasi (Technical Information System LTA)
Pada event ini akan dibahas mengenai teknik informasi yang dapat
mendukung pelaksanaan JSA di lokasi kerja. Karena keterbatasan waktu dan
data yang diperlukan dalam penelitian, cabang ini tidak dianalisis lebih lanjut.
2. Pelaksanaan (Execution LTA)
Pada event ini akan dibahas tentang hal-hal yang dapat mempengaruhi kualitas
analisis risiko. Hal-hal tersbut adalah:
f. Waktu (Time LTA)
Pada event ini akan dibahas tentang waktu untuk melaksanakan analisis
risiko. Berdasarkan hasil wawancara, Bapak A menyatakan bahwa JSA dibuat
saat tail gate meeting dan memakan waktu sekitar 30 menit. Dalam tail gate
meeting didiskusikan pekerjaan dan hazard yang ada di pekerjaan selama 12 jam
107
untuk hari itu. Jika ditemukan adanya hazard baru, maka para pengawas dan
pekerja berkumpul lagi untuk mendiskusikannya.
Bapak B memberi informasi yang sama. JSA dilaksanakan dalam tail gate
meeting dengan kisaran waktu sekitar 30 menit. Bapak B mengatakan bahwa
sulit untuk melaksanakan JSA setiap pekerjaan akan dimulai, karena pekerjaan di
rig sangat banyak dan berurutan satu sama lain. Menurutnya, jika harus
melaksanakan meeting setiap pekerjaan dimulai akan menghabiskan banyak
waktu. Jika memang ditemukan hazard baru, maka mereka akan berkumpul
untuk membahasnya,
Mengenai pelaksanaan JSA, Bapak C menyampaikan bahwa JSA dilakukan
saat tail gate meeting dan memakan waktu selama 30 menit. Bapak D
memberikan informasi yang berbeda dengan Bapak A dan C, namun serupa
dengan Bapak B. Ia mengatakan bahwa mereka melakukan pre job meeting
untuk menganalisis JSA. Pre job meeting dilakukan dari satu pekerjaan ke
pekerjaan lainnya. Namun, saat pre job meeting mereka tidak langsung
menuliskannya di dalam kertas. Alasannya karena akan memakan banyak waktu
untuk menulis di formulir, sementara pekerjaan yang harus mereka selesaikan
cukup banyak. Hasil diskusi dalam pre job meeting baru disampaikan kepada
clerk dan clerklah yang menuliskannya.
Keempat pekerja sebagai informan pendukung memberikan informasi yang
sama, bahwa analisis JSA dilakukan saat tail gate meeting, akan memakan
108
waktu sekitar 30 menit. Pekerja AA menambahkan informasi bahwa pre job
meeting baru dilaksanakan jika pekerja menemukan keberadaan hazard baru saat
bekerja. Pekerja yang terkait dengan pekerjaan itu baru akan berdiskusi dan
melakukan pre job meeting untuk melakukan analisis JSA. Jika tidak ada hazard
baru, maka tidak akan dilakukan pre job meeting, cukup tail gate meeting di pagi
hari.
“Sekalian pekerjaan 12 jam dibikin JSA pas tail gate meeting..” (Bapak AA)
“Pre job meeting tu kalau ada bahaya yang beda aja.. pekerja yang terkait
biasanya diskusi tu.” (Bapak AA)
“ Iya.. JSA pas tail gate meeting tu.” (Bapak AB)
“Biasanya sekalian pas tail gate meeting..kurang lebih 30 menit lah.”
(Bapak AC)
“ Kira-kira setengah jam pas tail gate meeting.” (Bapak AD)
Berdasarkan hasil pengamatan lapangan, tail gate meeting yang dilakukan
hanya berkisar 10 menit. Dalam tail gate meeting pekerja diajak berdiskusi
mengenai hazard yang ada pada seluruh pekerjaan yang akan mereka lakukan.
Dalam tail gate meeting juga dibicarakan tindakan mitigasinya.
Dalam OEMS Wellwork and Completion (2010), dijelaskan tentang pre job
meeting yang ditujukan untuk mempersiapkan dan mengulas SOP/JSA. Idealnya
setiap pekerjaan yang akan dilakukan, harus diawali dengan pre job meeting.
Akan tetapi di lapangan, pengawas dan kru kerja cenderung membahas JSA
dalam tail gate meeting. Pre job meeting jarang dilakukan, kecuali jika company
109
service datang membantu pekerjaan di rig. Pre job meeting dilakukan kurang
dari 10 menit.
g. Anggaran (Budgets LTA)
Event ini mencurigai bahwa kegagalan pre-job analysis disebabkan
kurangnya dana yang dianggarkan untuk pelaksanaan pre-job analysis.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan kunci, anggaran untuk
pelaksanaan JSA tidak dianggarkan secara spesifik karena termasuk dalam
anggaran program safety. Untuk masing-masing rig, dianggarkan 400 USD/ hari
yang sudah termasuk kedalam ODR (Operation Daily Rate). Bapak WD
menyatakan bahwa anggaran ini cukup untuk memenuhi kebutuhan paper work,
salah satunya membuat form JSA yang menjadi tanggung jawab masing-masing
business partner.
h. Ruang Lingkup (Scope LTA)
Pada event ini akan dibahas tentang ruang lingkup analisis risiko. Dari hasil
wawancara dengan para informan diketahui bahwa JSA dilaksanakan saat tail
gate meeting. Pekerjaan yang dianalisis dan didiskusikan dalam meeting tersebut
adalah seluruh pekerjaan yang akan dilaksanakan selama 12 jam. Hasil
pengamatan lapangan juga menunjukkan hasil yang demikian. Ruang lingkup
pekerjaan yang dibahas dan dianalisis dalam meeting singkat ini terlalu luas.
Berdasarkan hasil analisis formulir JSA, tidak ditemukan pembagian langkah
kerja untuk pekerjaan yang dianalisis, padahal pembagian langkah-langkah
110
pekerjaan juga sudah diatur dalam pedoman perusahaan. Tujuannya agar hazard
pada setiap langkah pekerjaan dapat teridentifikasi dengan baik. Namun, hal ini
tidak ditemukan dalam formulir JSA. Hasil analisis formulir JSA ini
menunjukkan bahwa ruang lingkup pekerjaan yang dianalisis terlalu luas.
i. Kemampuan Menganalisis (Analytical Skill LTA)
Pada event ini akan dibahas tentang pengalaman dan kemampuan pengawas
dan para pekerja yang terlibat dalam penilaian risiko. Berdasarkan hasil
wawancara, Bapak A menyatakan bahwa para pekerja sudah mengetahui dan
mengenal hazard dan mampu menentukan tindakan mitigasi untuk pekerjaan
yang mereka hadapi. Hal ini disebabkan karena pekerja sudah biasa
melaksanakan pekerjaan di rig. Bapak B memberikan informasi yang sama
dengan Bapak A. Menurutnya kru pekerja adalah pekerja terampil, sudah
memiliki sertifikat, dan sudah berpengalaman. Para pekerja sudah mampu
mengenali hazard dari pekerjaan di rig, terlebih lagi pekerjaan yang mereka
laksanakan adalah pekerjaan rutin.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan kunci, informasi untuk
Analytical Skill LTA sama dengan informasi Authority LTA. Para pekerja
memang ahli melakukan pekerjaaan di rig, namun mereka belum ahli untuk
mengidentifikasi hazard di lokasi kerja. Menurut Bapak WD, rata-rata pekerja
yang mengalami accident adalah pekerja yang sudah memiliki pengalaman tiga
sampai empat tahun. Para pekerja yang berpengalaman tersebut dapat dikatakan
111
sudah mahir melakukan pekerjaan, namun belum mahir untuk menetukan hazard
walaupun mereka telah mendapatkan training.
Kurangnya keterampilan pekerja juga terbukti dalam formulir JSA. Terdapat
ketidaktepatan dalam formulir JSA tersebut, baik pada pembagian langkah kerja,
identifikasi hazard, dan penentuan tindakan mitigasi yang kurang tepat.
Ketidaktepatan ini dapat menunjukan kurangnya keterampilan pekerja.
j. Pemilihan Hazard (Hazard Selection LTA)
Event ini akan mempertimbangkan apakah ada hazard yang tidak
dicantumkan dalam menilai risiko, sehingga dapat memicu terjadinya masalah.
3) Identifikasi Hazard (Hazard Identification LTA)
Pada event ini akan dibahas mengenai kriteria yang digunakan untuk
mengidentifikasi hazard. Berdasarkan hasil wawancara, Bapak C
menyatakan bahwa ada tools yang membantu pekerja untuk mengidentifikasi
hazard, yaitu Hazard Identification Tools (Hazid Tools). Di dalam tools
tersebut ada sepuluh kategori hazard yang membantu pekerja
mengidentifikasi hazard. Kemudian ia menambahkan bahwa,
pengkategorian hazard tidak hanya pada hazid tools tapi juga ada dalam JSA,
dan JSA lebih sering digunakan di lapangan.
Bapak D memberikan informasi yang sama, bahwa Hazid Tools dapat
digunakan untuk mengidentifikasi hazard dan pengkategorian hazard juga
112
terdapat dalam formulir JSA. Namun, ia menyatakan bahwa mereka tidak
langsung menuliskan hasil pre job meeting kedalam formulir JSA. Alasannya
karena pekerjaan yang harus mereka selesaikan cukup banyak.
Bapak B walau tidak di wawancara khusus mengenai Hazard
Identification LTA, ia memberikan pernyataan bahwa pelaksanaan pre job
meeting hanya dilakukan namun tidak dituliskan dalam formulir JSA.
“Ya,, kalau dibilang, ya semuanya harus dibuat JSA. Tapi pekerjaan ni
banyak kali.. habis yang ini .. yang ini lagi.. rutin berurutan, kalau harus
dimeetingkan banyak waktu.. ditulispun bisa berapa ratus langkah tu? Paling
diomongin aja kayak pre job meeting.. tapi dituliskan itu loh.” (Bapak B)
Sama hal dengan para pengawas, pekerja mengetahui bahwa ada sepuluh
kategori hazard berdasarkan hazid tools. Namun, para pekerja mengakui
bahwa mereka jarang menggunakan tools tersebut di lokasi kerja.
“Bahaya tu kan banyak, ada tu perusahaan kasih toolsnya.. apa aja
kategorinya ndak pula hafal do..”(Bapak AB)
“Bisa-bisa.. bahaya yang ditemukan bisa dikategorikan…adakan di tools hazids
tu..tapi kalau kami di lapangan jarang pakai itu…biasanya pakai yang di JSA tu
aja.”(Bapak AC)
Alat identifikasi hazard atau Hazard Identification Tools yang disediakan
perusahaan dapat dijadikan sebagai metode untuk mengidentifikasi sumber
energi, mengidentifikasi potensi hazard, dan dapat menambah kemampuan
pekerja untuk mengenali hazard. Hazid Tools ini, dimasyarakatkan
113
perusahaan dalam bentuk kartu-kartu kecil dan dibagikan kepada pekerja,
namun selama pengamatan lapangan tidak ditemukan para pekerja
mengidentifikasi hazard menggunakan kartu-kartu kecil ini.
JSA Hazid dapat digunakan dalam pelaksanaan JSA. Pengkategorian
hazard dalam JSA Hazid sama dengan pengkategorian Hazid tools yang
diperkenalkan perusahaan. Dalam buku OEMS Well Work and Completion
2010, JSA Hazid merupakan tools yang harus digunakan dalam pelaksanaan
analisis keselamatan pekerjaan.
Informan utama dan informan pendukung sudah mengetahui bahwa
perusahaan menyediakan tools untuk mengidentifikasi hazard, salah satunya
adalah JSA Hazid. Dalam JSA Hazid juga tersedia sepuluh kategori hazard.
Namun dalam pelaksanaannya, JSA Hazid tidak selalu digunakan.
4) Prioritas Hazard (Hazard Prioritasion LTA)
Pada event ini akan dibahas mengenai metode yang digunakan untuk
memprioritaskan hazard. Menurut informan kunci, semua hazard harus
teridentifikasi dengan baik dan mendapatkan tindakan mitigasi yang sesuai.
Maka dari itu, prioritas hazard tidak digunakan dalam pelaksanaan JSA di
lokasi kerja.
B. Rekomendasi Tindakan Pengendalian (Recommended Control LTA)
Pada event ini akan dibahas tentang ketepatan pengendalian risiko yang
direkomendasikan.
114
8. Kejelasan (Clarity LTA)
Pada event ini akan dibahas tentang kemudahan untuk memahami dan
melakukan pengendalian risiko yang direkomendasikan. Menurut Bapak A, pengalaman
dan keterampilan yang dimiliki pekerja memudahkan para pekerja untuk melakukan
pengendalian hazard pekerjaan. Jika terdapat kesulitan, para pengawas bertanggung
jawab untuk menjelaskan lebih rinci dan membantu menyelesaikan masalah.
Bapak B memberikan informasi yang serupa, ia merasa tidak kesulitan
menyampaikan cara pengendalian hazard di lapangan kepada para pekerja. Hal ini
dikarenakan pekerja sudah ahli dan sudah biasa melaksanakan pekerjaan. Ia pun
mengatakan akan mengarahkan langsung pekerja di lapangan jika ditemukan ada
pekerja yang tidak paham.
Bapak C sebagai tool pusher menyatakan bahwa orang yang bekerja di rig harus
mahir melaksanakan tugas dan mengendalikan hazard pekerjaan. Jika pekerja tidak
mengenal pekerjaan di rig, Bapak C yakin pekerja tersebut tidak akan bisa bekerja
sebagai kru kerjanya. Namun, jika ia menemukan sedikit kekurangan pekerja, ia akan
memberi pengarahan kepada pekerja.
“Orang yang kerja di rig itu dek, harus mahir.. mahir bekerja dan
mengendalikan bahaya. Kalau ia ndak kenal pekerjaan ini, ia ndakkan bisa kerja
disini,, tapi yaa kalau ada sikit kekurangan, kita arahkanlah.”
(Bapak C)
Bapak D memberikan informasi yang serupa dengan informan utama lainnya, ia
mengatakan bahwa ia tidak mengalami kesulitan untuk menugaskan pekerja
115
mengendalikan hazard karena pekerja sudah sering berhadapan dengan pekerjaan di rig.
Pengalaman yag dimiliki pekerja membuat mereka menjadi lebih cepat paham.
Keempat pekerja mengatakan bahwa pekerjaan yang mereka lakukan adalah
pekerjaan rutin, sehingga mereka mengetahui hazard pekerjaan dan mengetahui
bagaimana menghadapi hazard tersebut. Jika ada hal yang mereka tidak paham mereka
dapat menanyakan langsung kepada driller atau tool pusher.
“Pekerjaan ini- ini saja yang dihadapi.. sudah terbayang oleh kami apa yang akan kami
hadapi dan apa yang harus kami perbuat.” (Bapak AA)
“ Kami mengerjakan yang biasa kami lakukan, kalau memang ada hal yang ndak biasa
dan kami ndak paham, tanya sama driller, kalau ndak tool pusher.. mereka mau arahin
tu.” (Bapak AA)
“Ini-ini aja yang dikerjakan.. dah tau kalau apa yang harus dilakukan kalau ada
bahaya.. tapi biasanya mandor ngarahin juga.” (Bapak AB)
“Pekerjaan yang dilakukan setiap harinya seperti ini.. jadi sudah tau bagaimana
menghadapi.. tapi kalau ragu.. ya tanyakanlah sama mandor.” (Bapak AC)
Informan utama dan informan pendukung memberikan informasi yang sama
bahwa kru pekerja sudah memahami dan dapat melakukan tindakan pengendalian
hazard di lokasi kerja. Alasannya karena para pekerja sudah memiliki keterampilan,
kemahiran, dan pengalaman melaksanakan pekerjaan di rig. Berdasarkan hasil analisis
dokumen, pemahaman para pekerja juga didukung oleh pelaksanaan uji coba dan
pelatihan pengendalian hazard yang dilakukan rutin di lokasi kerja. Hal ini dijelaskan
dalam OEMS Wellwork and Completion (2010) dan menjadi menjadi syarat HES yang
wajib dilakukan.
116
9. Kesesuaian (Compability LTA)
Pada event ini akan dibahas tentang kesesuaian pengendalian hazard yang
direkomendasikan dengan peralatan pengendalian yang ada di tempat kerja. Keempat
informan utama mengakui bahwa pengendalian hazard yang direkomendasikan dalam
JSA dapat dilakukan oleh para pekerja di lapangan. Perlengkapan dan peralatan yang
direkomendasikan juga tersedia di lokasi kerja. Pernyataan yang sama juga datang dari
keempat pekerja yang diwawancarai. Keempat pekerja mengakui bahwa mereka dapat
melakukan tindakan pengendalian yang direkomendasikan dalam JSA. Peralatan
pengendalian juga sudah tersedia di lokasi kerja, salah satunya APD.
Berdasarkan hasil analisis JSA, tindakan pengendalian yang direkomendasikan
dalam JSA tidak terlalu sulit untuk dilakukan. Hal ini dikarenakan tindakan
pengendalian yang direkomendasikan cenderung kepada perilaku kerja dan penggunaan
APD. Alat pelindung diri dimiliki oleh para pekerja juga sudah sesuai dengan
rekomendasi JSA.
Dalam Buku OEMS Well Work and Completion (2010), dijelaskan bahwa salah
satu bentuk pencegahan blow-out adalah blow-out hidrolik dengan satu set ram, blinds,
dan chokes yang terpasang dengan baik dan dites di lapangan. Peralatan ini harus
digunakan setiap tubing dicabut dari sumur. Berdasarkan penjelasan ini, peralatan well
control merupakan syarat keselamatan operasi yang harus tersedia di masing-masing rig
dan sudah disesuaikan dengan hazard yang ada dipekerjaan.
Di buku yang sama, dijelaskan juga bahwa alat pelindung diri merupakan salah
satu syarat keselamatan beroperasi. APD dasar untuk semua pekerja adalah topi
117
keselamatan, kacamata keselamatan dengan pelindung samping, penyumbat telinga
untuk daerah bising, dan sarung tangan. Derrickman selaku pekerja yang bekerja
diketinggian juga harus menggunakan full-body harness. Seluruh APD yang dimiliki
pekerja sudah sesuai dengan syarat operasi rig.
10. Uji Coba Pengendalian (Testing of Control LTA)
Pada event ini akan dibahas tentang uji coba pengendalian hazard. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui keefektifannya di tempat kerja. Berdasarkan hasil analisis
JSA, tindakan pengendalian yang direkomendasikan dalam JSA tidak terlalu sulit untuk
dilakukan karena pengendalian cenderung kepada perilaku kerja dan penggunaan APD.
Salah satu APD yang diuji coba saat peneliti turun ke lapangan adalah pengujian APD
untuk derrickman. Derrickman membutuhkan APD yang berbeda dari pekerja yang lain
karena ia bekerja di ketinggian. Derrickman wajib menggunakan full-body harness
dengan lan yard. Derrick escape lines harus terpasang sesuai spesifikasi dan lolos uji
tarik. Pengujian derrick escape lines ini juga dijelaskan dalam buku OEMS Well Work
and Completion (2010).
Dalam buku yang sama dijelaskan pula mengenai uji coba BOP, uji coba H2S,
kebakaran, evakuasi, dan tumpahan minyak. Kegiatan uji coba BOP dilakukan sekali
dalam seminggu, dan kegiatan uji coba lainnya dilakukan sekali dalam sebulan. Semua
kegiatan uji coba harus didokumentasikan.
11. Arahan (Directive LTA)
Pada event ini akan dibahas tentang arahan untuk melaksanakan pengendalian
hazard. Menurut Bapak A, pengarahan dapat dilakukan saat tail gate meeting atau saat
118
pekerjaan dilaksanakan. WSM akan berkoordinasi dengan tool pusher untuk
mengendalikan hazard di lokasi kerja. Pengarahan juga dapat dilakukan dalam bentuk
meeting yang melibatkan para kru kerja. Bapak B sebagai WSM memberikan informasi
yang sama dengan Bapak A.
Bapak C dan D memberikan informasi tambahan mengenai pengarahan untuk
tindakan pengendalian. Mereka mengatakan bahwa WSM akan langsung turun ke
lapangan jika pengendalian sulit untuk dilakukan. Mereka juga mengutarakan hal yang
sama dengan para WSM, bahwa pekerjaan yang berbahaya dapat di SWA (stop work
authority) lalu diadakan meeting untuk membahas tindakan pengendalian atas hazard
tersebut.
Keempat pekerja sebagai informan pendukung, mengakui bahwa mereka sudah
mengetahui tindakan pengendalian di rig, namun para pengawas akan memberikan
pengarahan untuk pengendalian hazard yang tidak mereka pahami.
“Kami mengerjakan yang biasa kami lakukan, kalau memang ada hal yang ndak biasa
dan kami ndak paham, tanya sama driller, kalau ga tool pusher.. mereka mau arahin
tu.” (Bapak AA)
“Di tempat kerja ni, yang udah biasa lakukan, lakukanlah.. tapi kalau ndak..
komunikasiin dulu ke driller.. nanti dijelaskannya tu.” (Bapak AB)
“Pekerjaan yang dilakukan setiap harinya seperti ini.. jadi sudah tau bagaimana
menghadapi.. tapi kalau ragu.. ya tanyakanlah sama mandor…mereka mau arahain kita
tu.”(Bapak AC)
“Kalau bahayanya jarang-jarang ada, dan kami baru sekali menghadapinya, biasanya
mandor, tool pusher, sampai WSM langsung turun untuk membantu.” (Bapak AD)
119
Ketika peneliti mengamati keadaan lapangan, peneliti menemukan suatu keadaan
yang tidak biasa di rig yaitu terjadinya flowing saat pipa dikeluarkan dari sumur minyak.
Berdasakan hasil pengamatan di lapangan, diketahui bahwa WSM memberikan perintah
pengendalian kepada tool pusher, tool pusher menyampaikan kepada driller, dan driller
menyampaikan kepada kru pekerja. Perintah pengendalian pada kondisi tersebut juga
dilengkapi dengan tahap-tahap pekerjaan. Saat WSM melihat keadaan belum membaik,
ia segera turun ke lapangan dan memerintah langsung para kru pekerja tanpa perantara.
Tidak lama kemudian, pekerjaan di SWA dan diadakan meeting singkat untuk mencari
jalan keluar. Setelah meeting singkat, pekerjaan dilanjutkan dan flowing dapat
dikendalikan.
Tahap-tahap pekerjaan yang dijelaskan WSM kepada tool pusher dan meeting
singkat yang dilakukan pada kondisi di atas, merupakan suatu bentuk pengarahan dari
pengawas kepada kru kerja. Petunjuk mengendalikan hazard juga terdapat dalam bentuk
SOP, perusahaan menyediakan SOP untuk mengendalikan hazard di lokasi kerja,
seperti blow-uot, keadaan darurat H2S, kebakaran, evakuasi dan lainnya. SOP ini dapat
dilihat pada lampiran 5.4.
12. Ketersediaan (Avaibility LTA)
Pada event ini akan dibahas mengenai pengendalian hazard yang tersedia di
tempat kerja dan dapat digunakan oleh pekerja. Dalam buku OEMS Well Work and
Completion (2010), dijabarkan peralatan-peralatan pengendalian hazard harus tersedia di
lokasi kerja sebagai syarat HES. Seperti alat untuk mencegah blow-out dan peralatan
menghadapi H2S, kebakaran, evakuasi, serta tumpahan minyak yang harus tersedia di
120
lokasi kerja. APD juga menjadi persyaratan dasar untuk semua pekerja. Berdasarkan
hasil pengamatan di lapangan, peralatan-peralatan yang menjadi syarat HES ini sudah
tersedia di lapangan kerja.
Bapak C dan D sebagai informan utama mengatakan bahwa peralatan
pengendalian selalu tersedia di lokasi kerja.
“Semua alat pengendalian tersedia di lapangan.. itu udah menjadi syarat unit
pengeboran.” (Bapak C)
“Oh iyalah kalau ndak ada mana boleh beroperasi.. “(Bapak D)
13. Penyesuaian (Adaptibility LTA)
Pada event ini akan dibahas apakah pengendalian hazard yang direkomendasikan
dapat digunakan pada situasi yang berbeda-beda. Berdasarkan hasil wawancara keempat
informan berpendapat bahwa tindakan pengendalian dapat digunakan pada situasi apa
saja, dengan catatan hazard yang dihadapi sama. Jika hazard yang ada pada pekerjaan
berbeda, maka tindakan pengendaliannya juga berbeda.
“Ya bisa… kalo bahaya yang dihadapi sama.. biasanya rekomendasinya sama..
kalau dah beda.. cara mengendaikannya beda juga.” (Bapak A)
“Selama pekerjaan yang dilaksankan sama.. ya bahayanya sama aja..
pencegahannya itu juga.” (Bapak B)
“Kalau kerjanya itu itu juga ya sama.. bahaya ndak akan berbeda.. kalau ada
bahaya yang beda,, tu lain cerita.. perlu didiskusikan gimana cara
ngendalinnya.” (Bapak C)
“Iya samalah, kalau kerjaannya sama..bahayakan itu juga,, pencegahannya ya
sama. “(Bapak D)
121
Para pekerja juga memberikan hasil wawancara yang tidak jauh berbeda dengan
para pengawas.
“Ya bisa lah.. biasanya juga kayak gitu aja.. pekerjaannya kan ini-ini aja.. kalau beda
tu beda pula nanganinya.” (Bapak AA)
“Tiap pindah lokasi, kerja ini- ini aja… biasanya sama aja apa yang direkomendasikan
di JSA tu.. kalau ada informasi bahaya baru, nah pas meeting tu lah kita omongin,
kayak mana jalan keluarnya.” (Bapak AB)
“Pekerjaan kami ni rutin.. bahaya ya itu-itu aja.. kalau beda ya dibicarain ulang
gimana cara ngadapainnya.” (Bapak AC)
“Kalau kerjaannya sama.. bahayanya sama aja.. kalau nampak ada bahaya yang beda,
tu dibicarakan, di share satu sama lain… biar kompak gimana ngadapinnya.” (Bapak
AD)
Informan utama dan informan pendukung memberikan informasi yang sama
bahwa tindakan pengendalian dapat digunakan pada situasi apa saja, jika hazard yang
dihadapi sama. Jika hazard yang ada pada pekerjaan berbeda, maka tindakan
pengendaliannya juga berbeda.
14. Perintah yang Tidak Dilaksanakan (Use Not Mandatory)
Pada event ini akan dibahas mengenai pelaksanaan pengendalian hazard yang
telah direkomendasikan. Dalam penelitian ini, keempat informan utama memberikan
informasi yang sama, bahwa para pekerja melakukan pekerjaan termasuk pengendalian
hazard sesuai yang direkomendasikan JSA.
Bapak A memberi tanda setuju dengan mengangguk.
“Sama kok sama yang di JSA.” (Bapak B)
122
“Apa yang dibikin di JSA ya harus dilakukanlah.” (Bapak C)
Para pekerja juga mengakui bahwa mereka melaksanakan tindakan pengendalian
yang direkomendasikan dalam JSA.
“Ya bisalah,, apa yang ditulis dalam JSA tu kan ga berat.. pakai PPE, berhati-hati
kalau istirahat biar ga digigit ular.. hati-hati titik jepit… ya untuk keselamatan kita juga
kan?”(Bapak AA)
“Diikutinlah.. siapa yang ga mau selamat.. udah dikasih tau jalannya masak ndak mau
ikutin.” (Bapak AB)
“ Kalau tindakan yang dibuat dalam JSA tu.. ya bisa lah dilakukan.. udah sehari-hari
itu juga kan.”(Bapak AC)
“Iya dilakukanlah.” (Bapak AD)
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, sering ditemukan pelaksanaan JSA
yang tidak tepat bahkan tidak dilakukan sama sekali. Untuk JSA yang dibuat, tindakan
pengendalian yang direkomendasikan cenderung kepada perilaku kerja dan penggunaan
APD, seharusnya hal ini tidak sulit dilaksanakan oleh kru pekerja. Untuk APD, masih
ditemukan para pekerja yang menanggalkan eye protector ketika bekerja dan tidak
menggunakan ear plug ketika berada di dekat engine yang menyala.
Informan utama mengatakan bahwa rekomendasi pengendalian hazard harus
dilaksanakan oleh pekerja, dan para pekerja sebagai informan pendukung mengakui
bahwa mereka melakukan tindakan pengendalian tersebut. Akan tetapi, dalam
pengamatan di lapangan masih ditemukan beberapa pekerja yang lalai
melaksanakannya.
123
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 KETERBATASAN PENELITIAN
Penelitian ini memiliki keterbatasan, antara lain :
1. Situasi dan kondisi yang kurang kondusif saat berlangsungnya wawancara dapat
mempengaruhi informan memberikan jawabannya. Situasi dan kondisi yang
kurang kondusif tersebut misalnya, bising oleh suara engine dan pekerja lain
yang menghampiri saat wawancara berlangsung.
2. Dalam penelitian ini, baik Task Specific Risk Assessment, Task Spesific Risk
Analysis, Task Analysis, dan Pre-job Analysis berbentuk Analisis Keselamatan
Kerja/ Job Safety Analysis (JSA). JSA hanya terbatas pada identifikasi hazard
dan penentuan tindakan mitigasinya, tidak menyentuh tahap penilaian risiko
yang ditinjau dari kemungkinan kejadian (likelihood) dan keparahan (severity)
yang ditimbulkannya.
3. Data mengenai event Task Analysis Not Required dengan kode e2 didapatkan
berdasarkan wawancara dengan informan kunci dan analisis pedoman
perusahaan. Hasil wawancara dengan informan kunci dan analisis pedoman
perusahaan sudah menjawab pertanyaan ini.
4. Event Task Analysis LTA dengan kode e2, diteliti berdasarkan hasil analisis
formulir JSA pada pembagian langkah-langkah pekerjaan.
124
5. Data untuk event Authority LTA dengan kode e3 diambil menggunakan teknik
wawancara dengan tool pusher, driller, dan Hes Reps. Tool pusher dan driller
dipilih karena mereka adalah pengawas langsung kru pekerja. Keahlian pekerja
juga dinilai dari ketepatan formulir JSA yang sudah dituliskan di lokasi kerja.
6. Data mengenai event Budget LTA dengan kode f2 dan f8 didapatkan dari hasil
wawancara dengan informan kunci. Informasi dari informan kunci sudah
memenuhi informasi yang dibutuhkan.
7. Event Supervisory Judgement LTA dengan kode f4, ditelusuri berdasarkan hasil
pengamatan lapangan dan analisis dokumen.
8. Dalam penelitian ini, peneliti hanya memfokuskan pada pekerjaan yang langsung
berhubungan dengan wellwork dan initial completion. Karena pekerjaan well
work dan initial completion merupakan pekerjaan high risk, maka cabang Event
Low Potential dengan kode d9 tidak dianalisis lebih lanjut.
9. Peneliti tidak meneliti event Technical Information System LTA dengan kode f6.
Hal ini dilakukan karena keterbatasan waktu penelitian dan kurangnya data yang
dibutuhkan peneliti.
10. Event Scope LTA dengan kode f9 ditelusuri melalui pengamatan lapangan dan
analisis dokumen.
11. Data untuk Analytical Skill LTA dengan kode f10 disamakan dengan data
Authority LTA dengan kode f1, karena informasi yang dibutuhkan tidak jauh
berbeda.
125
12. Data mengenai event Hazard Prioritisation dengan kode g2 didapatkan dari hasil
wawancara dengan informan kunci. Informasi dari informan kunci sudah
memenuhi informasi yang dibutuhkan.
13. Data mengenai event Clarity dengan kode e6 didapatkan dengan teknik
wawancara dan analisis pedoman perusahaan.
14. Data mengenai event Testing of Control LTA degan kode e8 didapatkan dengan
teknik pengamatan lapangan dan analisis pedoman perusahaan. Hasil
pengamatan lapangan sudah memenuhi informasi yang didapat, sehingga tidak
dilakukan wawancara kepada informan.
15. Data mengenai event Avaibility LTA degan kode e10 didapatkan dengan teknik
pengamatan lapangan dan analisis pedoman perusahaan. Hasil pengamatan
lapangan sudah memenuhi informasi yang didapat, sehingga tidak dilakukan
wawancara kepada informan.
16. Data mengenai event Adaptibility LTA dengan kode e11 didapatkan dengan
teknik wawancara, karena data tidak ditemukan baik pada pengamatan lapangan
dan analisis dokumen.
17. Data mengenai event Use Not Mandatory LTA degan kode e12 didapatkan
dengan teknik wawancara dan pengamatan lapangan saja, karena data tidak
ditemukan melalui analisis dokumen perusahaan.
126
6.2 PEMBAHASAN EVENT TASK SPESIFIC RISK ASSESSMENT NOT
PERFORMED
Event ini digunakan untuk menelusuri penyebab tidak dilakukannya job safety
analysis (JSA) di lokasi kerja WW&C. Pembahasan event ini akan dimulai dari event
terbawah pada cabang Task Spesific Risk Assessment Not Performed. Event yang
pertama dibahas adalah event Authority LTA.
Event Authority LTA dengan kode f1 mencurigai bahwa kegagalan JSA
disebabkan ketidakahlian analis untuk menganalisis keselamatan kerja sebuah pekerjaan.
Faktor pengetahuan (knowledge), kompetensi (skill), dan perilaku (attitude) merupakan
persyaratan utama untuk bekerja dengan aman dan selamat. OHSAS 18001
menempatkan elemen kompetensi sebagai salah satu persyaratan keberhasilan penerapan
K3 dalam organisasi.
Kep. 241/MEN/V/2007 mengenai Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional
Indonesia Sektor Industri Minyak dan Gas Bumi Serta Panas Bumi Sub Sektor Industri
Minyak dan Gas Hulu Bidang Pengeboran Sub Bidang Pengeboran Darat, menjelaskan
bahwa kru pekerja baik floorman, derrickman, driller, dan tool pusher harus memiliki
kompetensi untuk melaksanakan persyaratan kesehatan keselamatan kerja dan lindungan
lingkungan di tempat kerja. Beberapa kriteria kompetensi yang harus dimiliki kru
pekerja adalah mengidentifikasi unsur atau bahan-bahan berisiko tinggi berdasarkan
label dan lembar data keselamatan, memeriksa komponen keselamatan dan kesehatan
kerja pada awal sebelum mengoperasikan semua alat unit rig pengeboran, dan
mengidentifikasi risiko pekerjaan dan melakukan antisipasi untuk mengurangi risiko.
127
Dalam penelitian ini diketahui bahwa pekerja memang ahli melakukan pekerjaan
di rig, namun mereka belum ahli untuk mengidentifikasi hazard di lokasi kerja. Hasil
analisis formulir JSA menunjukkan ketidaktepatan baik pada pembagian langkah kerja,
identifikasi hazard pekerjaan, dan penentuan tindakan mitigasi. Ketidaktepatan ini
menunjukkan bahwa pekerja belum ahli untuk melaksanakan JSA. Ketidakahlian para
pekerja menunjukkan hal yang tidak sesuai dengan kompetensi yang diatur dalam Kep.
241/MEN/V/2007. Ketidakahlian pekerja ini mengakibatkan event Authority LTA
bermasalah, dan akan mempengaruhi event-event yang berada di lapis atasnya, yaitu
event Task Analysis Not Made, event High Potential Not Identified, maupun pada event
Task Spesific Risk Assessment Not Performed.
Event Budget LTA dengan kode f2 mencurigai bahwa kegagalan JSA disebabkan
oleh anggaran yang tidak mencukupi. Berdasarkan hasil penelitian, anggaran untuk
pelaksanaan JSA sudah cukup. Dengan adanya anggaran ini, dan cukupnya dana yang
dibutuhkan maka event Budget LTA tidak menjadi masalah dan tidak akan
mempengaruhi event-event yang berada di lapis atasnya.
Event Time LTA dengan kode f3 mencurigai bahwa kegagalam JSA disebabkan
masalah waktu. Rousand (2005) menyatakan bahwa alokasi waktu untuk pelaksanaan
JSA merupakan hal yang penting untuk dipastikan. Dalam OEMS Wellwork and
Completion (2010), dijelaskan bahwa SOP dan JSA harus diulas saat pre job meeting
atau sebelum pekerjaan dilaksanakan.
128
Dari hasil penelitian diketahui bahwa pengawas dan kru pekerja melaksanakan
JSA bukan saat pre job meeting, melainkan saat tail gate meeting dan sewaktu-waktu
ketika ditemukan hazard baru pada pekerjaan. Pengawas dan kru pekerja cenderung
melaksanakan JSA saat tail gate meeting karena menurut mereka pelaksanaan pre job
meeting setiap pekerjaan akan dilaksanakan akan memakan banyak waktu. Berdasarkan
pedoman perusahaan, membahas hazard sewaktu-waktu ketika ditemukan bukanlah
JSA, namun dikategorikan ke dalam SWA (Stop Work Authority). SWA merupakan hak
dan kewajiban seluruh pekerja untuk menghentikan pekerjaan yang berbahaya atau tidak
selamat.
Pembahasan JSA saat tail gate meeting bukan hal yang tepat. Dalam buku
OEMS Wellwork and Completion (2010), dijelaskan bahwa tail gate meeting dilakukan
setiap kali pergantian kru dengan tujuan menyampaikan informasi pekerjaan dari kru
sebelumnya kepada kru yang akan bekerja, bukan untuk mengulas SOP/JSA. SOP dan
JSA dipersiapkan dan diulas dalam bentuk pre job meeting. Pelaksanaan JSA saat tail
gate meeting ini tidak sesuai dengan persyaratan perusahaan.
Hasil penelitian juga menunjukkan, bahwa pengawas dan pekerja jarang sekali
melakukan pre job meeting, kecuali jika pekerjaan di rig dibantu oleh company service.
Kecenderungan melaksanakan JSA saat tail gate meeting dan jarangnya pelaksanaan pre
job meeting merupakan masalah untuk event Time LTA dan dapat mempengaruhi event
Task Analysis Not Made, event High Potential Not Identified, maupun pada event Task
Spesific Risk Assessment Not Performed.
129
Event Supervisor Judgement dengan kode f4 membahas tentang ketidaktepatan
pengawas dalam pelaksanaan JSA di lokasi kerja. Menurut Winardi (2007), tugas utama
seorang pengawas adalah memanaje para pekerja pada tingkat terbawah organisasi.
Dalam penelitian ini, pengawas diharapkan tidak hanya mampu memanaje pekerjaan
para pekerja, namun juga mampu memanaje pelaksanaan JSA di lokasi kerja. Menurut
OSHA 3071 (2002), hazard yang ditemukan dalam pelaksanaan JSA dapat digunakan
pengawas untuk mengeliminasi dan mencegah kecelakaan di tempat kerjanya.
Dari hasil penelitian ditemukan beberapa keadaan yang menunjukkan kelalaian
pengawas memanaje pelaksanaan JSA. Yang pertama, ditemukannya banyak pekerjaan
yang tidak didahului dengan pre job meeting. Jika pekerjaan tidak diawali dengan pre
job meeting, artinya ulasan mengenai SOP dan JSA juga tidak dilaksanakan. Dengan
tidak dilaksanakannya JSA, maka identifikasi terhadap hazard pekerjaan juga tidak
dilakukan, dan tindakan pencegahan kecelakaan tidak direkomendasikan.
Yang kedua adalah ditemukannya clerk yang melaksanakan JSA terhadap suatu
pekerjaan. Jika clerk melakukan JSA, maka pelaksanaan JSA tersebut tidak tepat karena
tugas clerk adalah mendokumentasikan semua kegiatan kru pekerja rig. Clerk bukanlah
pekerja yang melaksanakan pekerjaan di rig. Rausand (2005) menjelaskan bahwa
pekerja yang terlibat dalam analisis keselamatan kerja adalah pekerja yang akan
melakukan pekerjaan tersebut bersama supervisor, safety staff, dan jika diperlukan dapat
melibatkan beberapa ahli. Temuan kedua ini menunjukkan ketidaktepatan dalam
pelaksanaan JSA di lokasi kerja.
130
Yang ketiga adalah ketiga formulir JSA menunjukkan ketidaktepatan, baik pada
hasil identifikasi hazard maupun rekomendasi tindakan mitigasi. Ketiga temuan di atas
menunjukkan bahwa pengawas tidak memanaje para pekerja dengan baik, terutama
untuk pelaksanaan JSA di lokasi kerja. Kelalaian pengawas ini dapat menjadi masalah
masalah baik pada event Task Analysis Not Made, event High Potential Not Identified,
maupun pada event Task Spesific Risk Assessment Not Performed.
Event Authority LTA, Time LTA, Budget LTA, dan Supervisor Judgement LTA
merupakan event-event yang terletak paling dasar dari event Task Spesific Risk
Assessment Not Performed dan secara langsung menjadi penyebab dasar Task Analysis
Not Made yang memiliki kode e2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh event
bermasalah, kecuali event Budget LTA. Antara lapis f dan e terdapat tanda ,
artinya jika salah satu event dilapis f bermasalah akan menyebabkan Task Analysis Not
Made.
Bermasalahnya ketiga event dilapis f, menyebabkan terjadinya event Task
Analysis Not Made. Berdasarkan analisis teknik MORT, ditarik kesimpulan bahwa JSA
dianggap tidak dibuat sama sekali karena ketidakahlian pekerja melaksanakan JSA,
permasalahan waktu pelaksanaan JSA, dan kelalaian para pengawas dalam pelaksanaan
JSA di lokasi kerja.
Event Task Analysis Not Required dengan kode e1 membahas tentang kewajiban
melaksanakan JSA. Keharusan perusahaan untuk melakukan identifikasi hazard dan
menetapkan pengendalian juga diatur dalam OHSAS 18001 pada Kausul 4.3.1. Isi
131
kausul tersebut adalah organisasi harus menetapkan, mengimplementasikan dan
memelihara prosedur untuk melakukan identifikasi hazard dari kegiatan yang sedang
berjalan, penilaian risiko dan menetapkan pengendalian yang diperlukan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa identifikasi hazard dan penetapan
pengendaliannya di lokasi kerja berbentuk pelaksanaan JSA. JSA merupakan salah satu
persyaratan HES yang harus dilakukan dalam operasi wellwork. Keharusan
melaksanakan JSA ini terdapat dalam OEMS Wellwork and Completion tahun 2010.
Kewajiban melaksanakan JSA juga telah menjadi komitmen setiap pekerja yang berada
di bawah Wellwork and Completion Team. Komitmen ini tertuang dalam Safety
Commitment 2011. Dengan ditetapkannya JSA sebagai salah satu persyaratan HES dan
telah menjadi bagian Safety Commitmen 2011 maka perusahaan sudah memenuhi
Kausul 4.3.1 OHSAS 18001 dan menegaskan bahwa Event Task Analysis Not Required
tidak menjadi masalah baik dalam event High Potential Not Identified dan event Task
Spesific Risk Assessment Not Performed.
Event Task Analysis LTA dengan kode f2 membahas tentang ketepatan
pelaksanaan JSA ditinjau dari pengidentifikasian hazard pada tiap langkah pekerjaan.
Sesuai dengan hasil analisis formulir JSA diketahui bahwa tahap-tahap pelaksanaan JSA
di lokasi kerja tidak sesuai dengan pedoman perusahaan dan OSHAcedmy Course 706
Guideline. Salah satu ketidaksesuai tahap-tahap pelaksanaan JSA di lokasi kerja adalah
tidak dibaginya pekerjaan menjadi beberapa langkah-langkah dan tidak
teridentifikasinya semua keberadaan hazard pada tiap langkah pekerjaan. Maka dari itu,
132
event ini menjadi masalah baik dalam event High Potential Not Identified dan event Task
Spesific Risk Assessment Not Performed.
Antara lapis e dan d terdapat tanda , artinya jika salah satu event dilapis
e bermasalah akan menyebabkan High Potential Not Identified dengan kode d8. Maka
dua event dilapis e, yaitu Task Analysis dan Task Analysis Not Made menyebabkan
terjadinya masalah pada event High Potential Not Identified. Berdasarkan analisis teknik
MORT, dapat ditarik kesimpulan bahwa hazard pada pekerjaan risiko tinggi dianggap
tidak teridentifikasi sama sekali karena ketidaktepatan pelaksanaan JSA dan tidak
dibuatnya JSA di lokasi kerja.
Event Low Potential dengan kode d9 membahas tentang identifikasi hazard pada
pekerjaan yang memiliki potensi hazard rendah. Menurut Rousand (2005), JSA dapat
menganalisis semua pekerjaan yang ada di tempat kerja, namun dapat diprioritaskan
berdasarkan tingkat kecelakaan, tingkat keparahan, potensi menyebabkan luka berat,
pekerjaan baru, pekerjaan tidak rutin, pekerjaan yang mengalami perubahan prosedur
dan lain sebagainya. Dalam penelitian ini, diketahui bahwa seluruh pekerjaan wellwork
dan intial completion merupakan pekerjaan high risk. Maka dari itu cabang ini tidak
dianalisis lebih lanjut.
Antara lapis d dan c terdapat tanda , artinya jika salah satu event dilapis d
bermasalah akan menyebabkan Task Spesific Risk Assessment Not Performed dengan
kode c11. Maka dari itu, event dilapis d yaitu event High Potential Not Identified dan
menyebabkan terjadinya event Task Spesific Risk Assessment Not Performed.
133
Berdasarkan analisis MORT, dapat ditarik pengertian bahwa JSA dianggap tidak
dilakukan karena potensi hazard tinggi tidak teridentifikasi sama sekali.
Berdasarkan pohon MORT dapat disimpulkan bahwa event-event yang
menyebabkan terjadinya Task Spesific Risk Assessment Not Performed, adalah event
Authority LTA, Time LTA, Supervisor Judgement LTA, Task Analysis Not Made, Task
Analysis LTA, dan High Potential Not Identified. Artinya adalah JSA dianggap tidak
dilakukan sama sekali karena:
Ketidakahlian pekerja melaksanakan JSA.
Tidak tepatnya waktu pelaksanaan JSA.
Ketidaktegasan pengawas dalam pelaksanaan JSA di lokasi kerja.
Tidak teridentifikasinya hazard pada langkah-langkah pekerjaan.
Gambar 6.1 Event-event yang Bermasalah dalam
Cabang Task Specific Risk Assessment Not Performed
134
6.3 PEMBAHASAN EVENT TASK SPESIFIC RISK ASSESSMENT LTA
Event ini digunakan untuk menelusuri penyebab tidak tepatnya job safety
analysis (JSA) di lokasi kerja WW&C. Pembahasan event ini akan dimulai dari event
terbawah pada cabang Task Spesific Risk Assessment LTA.
Event Hazard Identification LTA dengan kode g1 membahas tentang kriteria
yang digunakan untuk mengidentifikasi hazard. Menurut OSHA 3071:2002, dalam
istilah praktis, hazard sering dikaitkan dengan kondisi atau kegiatan yang
jika dibiarkan tidak terkendali dapat mengakibatkan cedera atau sakit. Terdapat dua
kelompok hazard, yaitu hazard keselamatan dan hazard kesehatan. (Mulya, 2008
dalam Prihartono, 2009). Dampak safety hazard bersifat akut, konsekuensi tinggi, dan
probabilitas untuk terjadi rendah. Contohnya adalah mechanical, electrical, dan
chemical. Dampak health hazard bersifat kronis, konsekuensi rendah, bersifat terus
menerus, dan probabilitas untuk terjadi tinggi. Contoh health hazard adalah physical,
chemical, ergonomic, dan biological.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa perusahaan juga mengelompokan hazard.
Pengelompokan tersebut digunakan sebagai tools untuk melakukan identifikasi hazard.
Tools ini dikenal dalam perusahaan dengan nama Hazard Identification Tools (Hazid
Tools) yang mengelompokkan hazard menjadi sepuluh kelompok. Kelompok-kelompok
tersebut adalah gravity (grafitasi), motion (gerakan), mechanical (mekanika), electrical
(listrik), pressure (tekanan), temperature (suhu), chemical (bahan kimia), biological
(biologis), radiation (radiasi) dan noise (kebisingan).
135
Pengelompokan hazard juga terdapat dalam JSA hazid dengan tujuan untuk
menambah kemampuan pekerja dalam mengidentifikasi sumber energi dan
mengidentifikasi potensi hazard. Dalam OEMS Wellwork and Completion (2010),
penggunaan JSA hazid diharuskan saat melakukan analisis keselamatan kerja. Akan
tetapi, tools ini jarang digunakan pengawas dan kru kerja, sehingga tidak semua hazard
dapat ditemukan dengan baik. Hal ini terbukti dari hasil analisis dokumen, bahwa tidak
semua hazard dituliskan dalam formulir JSA. Permasalahan pada event Hazard
Identification ini dapat mempengaruhi event Hazard Selection dan event Task Risk
Assessment LTA.
Event Hazard Prioritation LTA dengan kode g2 membahas tentang prioritas
hazard. Menurut Lindorfer, prioritas hazard adalah metode untuk meningkatkan
visibilitas manajemen risko dan ketepatan probabilitas suatu kejadian. Prioritas hazard
dilakukan dengan cara menentukan rangking hazard berdasarkan nilai-nilai numerik.
Dalam penelitian ini, pelaksanaan JSA di lokasi kerja meliputi identifikasi
hazard dan penentuan tindakan mitigasinya. Penilaian risiko berdasarkan kemungkinan
kerjadian dan tingkat keparahan tidak menjadi pembahasan dalam pelaksanaan JSA di
lokasi kerja, sehingga peneliti tidak menemukan prioritas hazard dalam pelaksanaan
JSA di lokasi kerja. Walaupun demikian, perusahaan menetapkan bahwa semua hazard
harus teridentifikasi dengan baik, agar dapat diambil tindakan mitigasi yang sesuai.
Maka event ini tidak menjadi masalah yang dapat mempengaruhi event Hazard Selection
dan event Task Risk Assessment LTA.
136
Antara lapis g dan f terdapat tanda , artinya jika salah satu event dilapis g
bermasalah akan menyebabkan permasalahan dalam event Hazard Selection dengan
kode f11. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa event Hazard Identification LTA
bermasalah, maka event ini dapat menyebabkan masalah event Hazard Selection.
Berdasarkan analisis teknik MORT, ditarik kesimpulan bahwa pemilihan hazard dalam
pelaksanaan JSA tidak tepat, karena pekerja tidak tepat mengidentifikasi hazard
pekerjaan.
Event Time LTA dengan kode f7 mencurigai bahwa kegagalan JSA disebabkan
masalah waktu. Hasil penelitian dalam untuk event Time LTA kode f7 sama dengan
event Time LTA pada kode f3. Dalam penelitian ini diketahui bahwa tidak tepatnya
waktu pelaksanaan JSA. JSA seharusnya diulas saat pre job meeting, namun pengawas
dan kru kerja melakukannya saat tail gate meeting. Penyimpangan waktu pelaksanaan
ini, dapat menjadi masalah baik pada event Execution LTA, event Task Specific Risk
Analysis LTA, maupun pada event Task Spesific Risk Assessment LTA.
Event Budget LTA dengan kode f8 mencurigai bahwa kegagalan JSA disebabkan
oleh anggaran yang tidak mencukupi. Berdasarkan hasil penelitian, anggaran untuk
pelaksanaan JSA sudah cukup. Dengan adanya anggaran ini, dan cukupnya dana yang
dibutuhkan maka event Execution LTA, event Task Specific Risk Analysis LTA, maupun
pada event Task Spesific Risk Assessment LTA.
137
Event Scope LTA dengan kode f9 membahas tentang ruang lingkup pelaksanaan
JSA. Dari hasil penelitian diketahui bahwa JSA dilaksanakan saat tail gate meeting.
Pekerjaan yang dianalisis dan didiskusikan dalam meeting tersebut adalah seluruh
pekerjaan yang akan dilaksanakan selama 12 jam. Hasil pengamatan lapangan juga
menunjukkan hasil yang demikian. Ruang lingkup pekerjaan yang dibahas dan dianalisis
dalam meeting singkat ini terlalu luas. Formulis JSA yang dianalisis dalam penelitian
juga menunjukkan bahwa pekerjaan tidak dibagi menjadi beberapa langkah.
Berdasarkan OSHAcademy Course 706 Study Guide, satu pekerjaan yang akan
dianalisis dibagi kedalam langkah-langkah pekerjaan. Setelah itu diidentifikasi hazard
pada setiap langkah pekerjaan. Dengan membahas seluruh pekerjaan dalam satu kali
meeting dan tidak dibaginya pekerjaan menjadi beberapa langkah, maka dapat
disimpulkan bahwa ruang lingkup pekerjaan yang dianalisis terlalu luas. Hal ini dapat
menjadi masalah baik pada event Execution LTA, event Task Specific Risk Analysis LTA,
maupun pada event Task Spesific Risk Assessment LTA.
Event Analytical Skill LTA dengan kode f10 membahas tentang kemampuan
pengawas dan pekerja yang terlibat dalam pelaksanaan JSA. Hasil penelitian untuk event
Analytical Skill LTA kode f10 serupa dengan event Authority LTA pada kode f1. Dalam
penelitian ini diketahui bahwa pekerja belum ahli untuk mengidentifikasi hazard di
lokasi kerja, walaupun mereka telah memiliki keahlian serta pengalaman bertahun-tahun
untuk bekerja di rig. Ketidakahlian para pekerja ini dapat menjadi masalah baik pada
event Execution LTA, event Task Specific Risk Analysis LTA, maupun pada event Task
Spesific Risk Assessment LTA.
138
Antara lapis f dan e terdapat tanda , artinya jika salah satu event dilapis f
bermasalah akan menyebabkan permasalahan dalam event Execution LTA dengan kode
e5. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa event Time LTA, Scope LTA,
Analytical Skill LTA, dan Hazard Selection LTA bermasalah. Keempat event ini dapat
menyebabkan masalah event Execution LTA. Berdasarkan analisis teknik MORT,
ditarik kesimpulan bahwa pelaksanaan JSA dianggap tidak tepat, karena JSA tidak
diulas saat pre job meeting, ruang lingkup pekerjaan yang dianalisis terlalu luas,
ketidakahlian pekerja menganalisis JSA, dan ketidaktepatan identifikasi hazard
pekerjaan.
Event Use of Workers Input LTA dengan kode f5 membahas tentang masukan
dan informasi dari para pekerja dalam pelaksanaan JSA. Menurut Rousand (2005), JSA
dilaksanakan oleh tim yang terdiri dari pekerja yang akan melaksanakan pekerjaan,
pengawas, dan jika diperlukan dapat melibatkan beberapa ahli. Para pekerja yang diajak
terlibat dalam pelaksanaan JSA, dapat membantu mengidentifikasi hazard dan
menentukan tindakan pengendalian untuk meminimasi atau mengeliminasi hazard.
Berdasarkan penelitian ini diketahui pekerja terlibat dalam tail gate meeting
maupun pre job meeting. Walaupun pre job meeting jarang dilakukan, namun pekerja
selalu terlibat di dalamnya. Tail gate meeting dan pre job meeting digunakan pengawas
dan kru kerja untuk membahas hazard pekerjaan serta tindakan mitigasinya. Pekerja
dapat mengeluarkan pendapat dan membagi informasi dalam meeting tersebut. Maka
dari itu, event ini tidak menjadi masalah pada event Execution LTA, event Task Specific
Risk Analysis LTA, maupun pada event Task Spesific Risk Assessment LTA.
139
Antara lapis f dan e terdapat tanda , artinya jika salah satu event dilapis f
bermasalah akan menyebabkan permasalahan dalam event Knowledge LTA dengan kode
e5. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa event Use of Workers Input LTA tidak
bermasalah, dan Technical Information System LTA tidak ditelusuri dalam penelitian ini.
Maka dari itu, event Use of Workers Input LTA tidak menyebabkan masalah event
Knowledge LTA. Berdasarkan analisis teknik MORT, ditarik kesimpulan bahwa event
Knowledge LTA sudah cukup baik. Alasannya karena pekerja dilibatkan dalam tail gate
meeting, pre job meeting, dan diskusi yang membahas hazard pekerjaan serta tindakan
mitigasinya.
Antara lapis e dan d terdapat tanda , artinya jika salah satu event dilapis e
bermasalah akan menyebabkan permasalahan dalam event Task Spesific Risk Analysis
LTA dengan kode d10. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa event Knowledge
LTA sudah cukup baik dan event Execution LTA merupakan event yang bermasalah.
Event Execution LTA ini dapat menyebabkan masalah event Task Spesific Risk Analysis
LTA. Berdasarkan analisis teknik MORT, ditarik kesimpulan bahwa kualitas analisis
keselamatan pekerjaan yang dilakukan di lokasi kerja WW&C belum baik, karena
terdapat ketidaktepatan dalam pelaksanaannya.
Event Clarity LTA dengan kode e5 membahas tentang kemudahan pekerja untuk
memahami dan melakukan tindakan mitigasi atau pengendalian hazard yang sudah
direkomendasikan dalam JSA. Kep. 241/MEN/V/2007 menjelaskan bahwa kru pekerja
baik floorman, derrickman, driller, dan tool pusher harus memiliki kompetensi untuk
melaksanakan persyaratan kesehatan keselamatan kerja dan lindungan lingkungan di
140
tempat kerja. Beberapa kriteria kompetensi yang harus dimiliki kru pekerja untuk
melaksanakan persyaratan kesehatan keselamatan kerja adalah melaksanakan pekerjaan
dan penanganan risiko pekerjaan sesuai dengan rekomendasi yang aman, mengikuti
prosedur dan instruksi kerja pengendalian pekerjaan berbahaya secara seksama, dan
memiliki pengetahuan serta kemampuan mengikuti prosedur yang berhubungan dengan
kecelakaan, api, dan kondisi darurat termasuk komunikasi di lokasi dan petunjuk bahaya
sesuai ketentuan industri pengeboran.
Berdasarkan hasil penelitian, para pekerja sudah memenuhi kriteria yang
dijelaskan di atas. Para pekerja mampu melaksanakan penanganan hazard sesuai dengan
rekomendasi JSA, mengikuti prosedur dan instruksi pengendalian hazard, serta mampu
mengikuti prosedur tanggap darurat sesuai ketentuan perusahaan. Penanganan hazard
atau tindakan mitigasi yang tertulis dalam formulir JSA sama sekali tidak sulit dipahami
dan tidak sulit dilakukan oleh para pekerja. Penanganan terhadap semburan liar,
kebakaran, H2S, evakuasi, dan tumpahan minyak juga dapat mereka lakukan, karena
perusahaan mensyaratkan seluruh kru pekerja untuk melaksanakan uji coba dan
pelatihan rutin di lokasi kerja. Hal-hal ini lah yang mendukung pemahaman para pekerja
untuk mengendalikan hazard di lokasi kerja. Faktor lain yang mendukung para pekerja
memahami pengendalian hazard di lokasi kerja adalah keterampilan, kemahiran, dan
lama pengalaman bekerja yang sudah dimiliki oleh masing-masing pekerja.Karena kru
pekerja sudah memahami dan mampu melaksanakan tindakan pengendalian hazard di
lokasi kerja, maka event ini tidak menjadi masalah pada event Recommended Risk
Control LTA, maupun pada event Task Spesific Risk Assessment LTA.
141
Event Compability LTA dengan kode e6 membahas tentang kesesuaian antara
rekomendasi pengendalian hazard dengan peralatan pengendalian yang ada di lokasi
kerja. Dalam Konsep Aturan Pokok RPP Keteknikan Migas (2007), salah satu kewajiban
badan usaha adalah menyediakan sarana dan prasarana keselamatan dan kesehatan kerja.
Menurut Ramli (2010), penambahan peralatan dan pemasangan peralatan pengaman
merupakan salah satu bentuk pengendalian hazard yang dikategorikan sebagai
engineering control. Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa peralatan pengendalian
hazard sudah tersedia di lokasi kerja dan telah disesuaikan dengan hazard yang ada.
Para pekerja dapat menggunakan peralatan pengendalian tersebut jika diperlukan. Salah
satu bentuk alat pengedalian hazard adalah alat pengendalian blow out, yaitu blow-out
hidrolik dengan satu set ram, blinds, dan chokes yang terpasang dengan baik. Peralatan
ini harus tersedia di lokasi kerja sebagai syarat HES untuk operasi unit pemboran.
Hasil analisis dokumen atas formulir JSA, menunjukkan bahwa tindakan
pengendalian yang direkomendasikan dalam JSA cenderung kepada perilaku dan alat
pelindung diri (APD). APD yang direkomendasikan dalam JSA sudah sesuai dengan
APD dimiliki oleh para pekerja. Dalam Buku OEMS juga dijelaskan bahwa APD
merupakan syarat HES yang harus dipenuhi pekerja dalam beroperasi. Kesesuaian alat
pengendalian hazard di lokasi dengan rekomendasi JSA tidak menjadikan event
Compability LTA ini bermasalah dan tidak mempengaruhi event Recommended Risk
Control LTA, maupun pada event Task Spesific Risk Assessment LTA.
Event Testing of Control LTA dengan kode e8 membahas tentang uji coba
peralatan pengendalian hazard. Konsep Aturan Pokok RPP Keteknikan Migas (2007)
142
mewajibkan pemeriksaan teknis dan pengujian instalasi dan peralatan yang digunakan
untuk dalam kegiatan usaha migas. Salah satu peralatan yang wajib diuji coba adalah
peralatan yang digunakan untuk pencegahan dan penanggulangan hazard.
Berdasarkan penelitian ini, uji coba peralatan pengendalian hazard sudah
dilakukan di lokasi kerja. Salah satunya adalah uji coba alat pelindung diri yang
digunakan oleh Derrickman. Derrickman yang bekerja di ketinggian wajib
menggunakan full-body harness dengan lan yard. Derrick escape lines harus terpasang
sesuai spesifikasi dan lolos uji tarik. Uji coba lainnya yang harus dilakukan di lokasi
kerja adalah uji coba BOP, uji coba H2S, kebakaran, evakuasi, dan tumpahan minyak.
Kegiatan uji coba BOP dilakukan sekali dalam seminggu, dan kegiatan uji coba lainnya
dilakukan sekali dalam sebulan. Semua kegiatan uji coba harus didokumentasikan
sebagai bukti. Dengan dilaksanakannya uji coba ini, maka event Testing of Control LTA
ini tidak menjadi masalah pada event Recommended Risk Control LTA, maupun pada
event Task Spesific Risk Assessment LTA.
Event Directive to Use LTA dengan kode e9 membahas tentang arahan untuk
melaksanakan pengendalian hazard. Pemberian arahan berupa petunjuk cara kerja atau
prosedur kerja yang aman termasuk pengendalian hazard jenis administrative control
(Ramli, 2010). Dalam penelitian ini, arahan untuk mengendalikan hazard dilakukan saat
tail gate meeting atau saat pekerjaan dilaksanakan. Pengarahan dapat berasal langsung
dari para pengawas. Perusahaan juga sudah menyiapkan SOP untuk pengendalian
hazard. Dengan adanya arahan ini, maka event Directive LTA ini tidak menjadi
masalah pada event Recommended Risk Control LTA, maupun pada event Task Spesific
Risk Assessment LTA.
143
Event Avaibility LTA dengan kode e10 membahas tentang peralatan
pengendalian yang tersedia di lokasi kerja dan dapat digunakan oleh pekerja. Dalam
Konsep Aturan Pokok RPP Keteknikan Migas (2007), badan usaha wajib menyediakan
sarana dan prasarana keselamatan dan kesehatan kerja. Penyediaan alat pengendalian
hazard di lokasi kerja termasuk pengendalian hazard jenis engineering control.
Dalam penelitian ini, peralatan pengendalian hazard sudah tersedia di lokasi
kerja. Tersedianya peralatan pengendalian hazard ini di lokasi kerja merupakan suatu
keharusan dan sudah menjadi syarat HES untuk pekerjaan wellwork dan completion.
Contoh alat pengendalian hazard tersebut seperti alat untuk mencegah blow-out,
peralatan menghadapi H2S, kebakaran, evakuasi, serta tumpahan minyak yang harus
tersedia di lokasi kerja. APD juga menjadi persyaratan dasar yang harus digunakan
pekerja. Dengan tersedianya alat pengendalian hazard di lokasi kerja, maka event
Avaibility LTA ini tidak menjadi masalah pada event Recommended Risk Control LTA,
maupun pada event Task Spesific Risk Assessment LTA.
Event Adaptibility LTA dengan kode e11 membahas tentang rekomendasi
pengendalian hazard yang dapat digunakan pada berbagai macam situasi. Dalam
penelitian ini diketahui bahwa tindakan pengendalian dapat digunakan pada situasi yang
berbeda, jika hazard yang dihadapi dalam pekerjaan itu sama. Jika ditemukan ada
hazard yang berbeda, maka tindakan pengendalian juga akan berbeda. Menurut
pedoman perusahaan, JSA yang telah dibuat bisa disimpan sebagai referensi untuk
operasi yang serupa dimasa yang akan datang.
Event Adaptibility LTA ini tidak menjadi masalah pada event Recommended
Risk Control LTA, maupun pada event Task Spesific Risk Assessment LTA. Hal ini
144
disebabkan karena rekomendasi tindakan pengendalian dapat digunakan pada operasi
yang sama dimasa berikutnya, dan jika ditemukan hazard berbeda, tindakan
pengendalian harus disesuaikan dengan hazard tersebut.
Event Use Not Mandatory LTA dengan kode e12 membahas tentang pelaksanaan
tindakan mitigasi yang sudah direkomendasikan. Kep. 241/MEN/V/2007 menjelaskan
bahwa pekerja harus melaksanakan penanganan pekerjaan yang memiliki hazard sesuai
dengan rekomendasi yang aman. Semua prosedur dan instruksi kerja untuk pengendalian
pekerjaan berbahaya diikuti dengan seksama. Namun, dalam penelitian ini diketahui
bahwa tidak semua pekerja melakukan pengendalian hazard sesuai dengan yang
direkomedasikan.
Event Use Not Mandatory LTA memiliki simbol . Event ini
membutuhkan analisis lebih lanjut. Jika pengendalian hazard ini merupakan pilihan
untuk dilakukan di lokasi kerja, maka akan dilakukan analisis pada cabang Assumed
Risk. Karena peneliti tidak menemukan pilihan mengenai rekomendasi tindakan
pengendalian, maka tidak dapat dilakukan analisis lebih lanjut pada cabang Assumed
Risk. Akan tetapi, hasil penelitian tetap menunjukkan bahwa event ini bermasalah karena
tidak semua pekerja melaksanakan tindakan pengendalian seperti yang
direkomendasikan dalam JSA. Maka dari itu, permasalahan dalam event ini dapat
mempengaruhi event Recommended Risk Control LTA, maupun pada event Task Spesific
Risk Assessment LTA.
Antara lapis e dan d terdapat tanda , artinya jika salah satu event dilapis e
bermasalah akan menyebabkan permasalahan dalam event Recommended Risk Control
145
LTA dengan kode d11. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa event Use Not
Mandatory LTA bermasalah. Event ini dapat menyebabkan masalah event Recommended
Risk Control LTA. Berdasarkan analisis teknik MORT, ditarik kesimpulan bahwa
pengendalian hazard dianggap tidak tepat karena pekerja tidak melakukannya sesuai
yang direkomendasikan. Walaupun pekerja telah paham, pengendalian hazard sudah
sesuai dengan kondisi lapangan, pengendalian hazard sudah diuji coba, dan alat-alat
pengendalian hazard sudah sesuai, namun event Recommended Risk Control LTA
dianggap bermasalah.
Antara lapis d dan c terdapat tanda , artinya jika salah satu event dilapis d
bermasalah akan menyebabkan permasalahan dalam event Task Spesific Risk Assessment
LTA dengan kode c12. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa event Task Spesific
Risk Analysis LTA dan event Recommended Risk Control LTA merupakan event yang
bermasalah. Kedua event ini dapat menyebabkan masalah event Task Spesific Risk
Assessment LTA. Berdasarkan analisis teknik MORT, ditarik kesimpulan bahwa analisis
keselamatan pekerjaan yang dilakukan di lokasi kerja WW&C belum tepat.
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa event-event yang menyebabkan
terjadinya Task Spesific Risk Assessment LTA, adalah event Time LTA, Scope LTA,
Analytical Skill LTA, Hazard Identification LTA, dan Use Not Mandatory. Artinya
adalah JSA dianggap tidak tepat menurut MORT karena:
Ketidaktepatan waktu pelaksanaan JSA.
Terlalu luasnya ruang lingkup pekerjaan yang dianalisis.
146
Kurangnya kemampuan pekerja melaksanakan JSA.
Tidak tepatnya pekerja mengidentifikasi hazard. Dalam penelitian ini,
ketidaktepatan disebabkan karena pekerja tidak menggunakan kriteria
hazard dalam Hazard Identification Tools/ JSA Hazid saat
mengidentifikasi hazard.
Tidak dilaksanakannya tindakan mitigasi yang sudah ditentukan.
147
Gam
bar
6
.2
Eve
nt-
even
t y
ang
Ber
mas
alah
dal
am C
aban
g T
ask
Sp
ecif
ic R
isk
Ass
essm
ent
LT
A
148
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 KESIMPULAN
1. Dari hasil penelitian diketahui bahwa pelaksanaan job safety analysis (JSA) pada
pekerjaan wellwork dan initial completion di lokasi kerja PT. X belum
dilaksanakan dengan baik. JSA beberapa pekerjaan belum tepat dilaksanakan,
dan beberapa pekerjaan ditemukan tidak memiliki JSA sama sekali.
2. Ketidaktepatan pelaksanaan JSA ini meliputi keseluruhan tahap pelaksanaannya.
Dimulai dari pembagian pekerjaan menjadi langkah-langkah kerja, identifikasi
hazard, dan penentuan tindakan mitigasinya. Ditemukan juga pekerja yang akan
melakukan pekerjaan tidak terlibat dalam pelaksanaan JSA.
3. Menurut cabang Task Spesific Risk Assessment Not Perfomed dalam pohon
masalah MORT, diketahui bahwa event Authority LTA, Time LTA, Supervisor
Judgement LTA, dan Task Analysis LTA menyebabkan permasalahan dalam
Task Spesific Risk Assessment Not Perfomed. Artinya adalah JSA dianggap tidak
dilakukan sama sekali karena ketidakahlian pekerja, tidak tepatnya waktu
pelaksanaan JSA, ketidaktegasan pengawas dalam pelaksanaan JSA di lokasi
kerja, dan tidak teridentifikasinya hazard pada langkah-langkah pekerjaan.
4. Menurut cabang Task Spesific Risk Assessment LTA dalam pohon masalah
MORT, diketahui bahwa event Time LTA, Scope LTA, Analytical Skill LTA,
Hazard Identification LTA, dan Use Not Mandatory menyebabkan permasalahan
149
dalam Task Spesific Risk Assessment LTA. Artinya adalah JSA dianggap tidak
tepat menurut MORT karena ketidaktepatan waktu pelaksanaan JSA, terlalu
luasnya ruang lingkup pekerjaan yang dianalisis, kurangnya kemampuan pekerja
melaksanakan JSA, tidak tepatnya pekerja mengidentifikasi hazard, dan tidak
dilaksanakannya tindakan mitigasi yang sudah ditentukan.
7.2 SARAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka peneliti memberikan beberapa saran-
saran berdasarkan hasil penelitian dan saran untuk penelitian lebih lanjut.
7.2.1 Saran Berdasarkan Hasil Penelitian
1. Pada event Task Spesific Risk Assessment Not Performed dan Task Specific Risk
Assessment LTA, diketahui bahwa para pekerja belum memiliki keahlian,
kemampuan dan keterampilan untuk menganalisis keselamatan kerja, terutama
untuk mengidentifikasi hazard. Maka dari itu, disarankan kepada perusahaan dan
mitra kerja untuk memberikan pelatihan kepada pekerja mengenai JSA, terutama
untuk identifikasi hazard pada pekerjaan berisiko tinggi (critical task).
2. Pada event Task Spesific Risk Assessment Not Performed dan Task Specific Risk
Assessment LTA, diketahui bahwa para pengawas dan pekerja tidak
melaksanakan JSA pada waktu yang tepat. Maka dari itu, diharapkan kepada
manajemen perusahaan dan mitra kerja untuk dapat menegakkan kedisplinan
dalam pelaksanaan JSA di lokasi kerja. Jika ditemukan pekerjaan yang tidak
150
memiliki JSA, sebaiknya pengawas dan pekerja yang melakukan pekerjaan
diberikan sanksi yang lebih tegas.
3. Pada event Task Spesific Risk Assessment Not Performed dan Task Specific Risk
Assessment LTA, diketahui bahwa tidak semua hazard dapat tidak teridentifikasi.
Maka dari itu disarankan kepada pekerja untuk melaksanakan langkah-langkah
pelaksanaan JSA secara tepat, terutama pada pembagian langkah-langkah
pekerjaan. Pembagian langkah pekerjaan yang tepat akan memudahkan pekerja
untuk mengidentifikasi hazard.
4. Ketika melakukan identifikasi hazard, disarankan para pekerja menggunakan
Hazard Identification Tools atau JSA Hazid yang sudah disediakan perusahaan.
Tools ini dapat membantu para pekerja mengindentifikasi sumber energi,
mengidentifikasi potensi hazard, dan menambah kemampuan mengenali hazard .
5. Pada event Task Spesific Risk Assessment LTA, ditemukan pekerja yang tidak
melaksanakan tindakan mitigasi. Maka dari itu, disarankan kepada manajemen
perusahaan dan mitra kerja untuk meningkatkan kesadaran pekerja agar
melaksanakan prosedur kerja selamat yang sudah direkomendasikan dalam JSA,
dan kepada para pengawas diharapkan lebih tegas dalam mengawasi pekerja
menjalankan tugasnya.
6. Pada event Task Spesific Risk Assessment Not Performed diketahui bahwa
pengawas tidak tegas dalam pelaksanaan JSA di lokasi kerja. Maka dari itu,
diharapkan kepada manajemen perusahaan dan mitra kerja untuk meningkatkan
kesadaran pengawas mengenai pentingnya pelaksanaan JSA sebagai bentuk
151
pengkajian sistematis untuk mengenal hazard dan menentukan tindakan
pencegahan kecelakaan.
7. Pengawas sebaiknya tegas kepada para pekerja, agar JSA dilaksanakan oleh
pekerja yang terlibat dalam proses pekerjaan, bukan oleh pekerja lain yang tidak
melaksanakan pekerjaan.
8. Sebaiknya manajemen perusahaan dan mitra kerja menetapkan jalur pengawasan
yang selalu terjaga pada setiap level pengawas. Hal ini bertujuan agar kinerja
para pengawas dapat dipantau oleh pengawas pada tingkat yang lebih tinggi,
sehingga pelaksanaan JSA benar-benar dilakukan dengan tepat. Agar jalur
pengawasan ini terus terjaga, maka dibutuhkanlah reward dan punishment.
Reward dan punishment tidak selalu dalam bentuk uang dan pemecatan, namun
dapat diberikan dalam bentuk pengetahuan. Untuk pengawas yang melaksanakan
dengan baik dapat disekolahkan atau diberikan training untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilannya, sementara untuk pengawas yang belum benar
melaksanakan tugasnya dapat diberikan penyegaran ulang atas pengetahuan dan
keterampilan yang pernah ia dapatkan.
7.2.2 Saran untuk Penelitian Berikutnya
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pelaksanaan JSA pada
pekerjaan wellwork dan initial completion. Event Technic Information System
LTA beserta cabang-cabangnya sebaiknya diteliti untuk mengetahui dukungan
teknik informasi dalam pelaksanaan JSA di lokasi kerja.
152
2. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui :
a. Penyebab ketidakahlian para pekerja untuk melaksanakan JSA, terutama
untuk mengidentifikasi hazard pekerjaan.
b. Penyebab tidak dibaginya pekerjaan dalam beberapa langkah kerja.
c. Penyebab pre job meeting jarang dilakukan di lokasi kerja.
d. Penyebab formulir JSA Hazid jarang digunakan saat pelaksanaan JSA.
e. Beban pekerjaan yang dicurigai mempengaruhi pelaksanaan JSA di lokasi
kerja.
f. Penyebab ketidaktegasan pengawas dalam pelaksanaan JSA di lokasi kerja.
153
DAFTAR PUSTAKA
Afriani, Iyan. Metode Penelitian Kualitatif. Diakses pada 3 Agustus 2011, Tersedia di :
<www.penalaran-unm.org/index.php/artikel-nalar/penelitian/116-metode-
penelitian-kualitatif.pdf>
Azwar, Azrul.1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Edisi Ketiga. Bina Rupa
Aksara: Jakarta
Chao, Elaine L. 2002. Job Hazard Analysis OSHA 3071. Occupational Safety and
Health Administration: US.
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. 2007. Konsep Aturan Pokok RPP
Keteknikan Migas. Jakarta
Direktur Jenderal Migas. 2006. Pembinaan dan Pengawasan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Dalam Konstelasi “Keselamatan Migas”, bahan presentasi
dalam Lokakarya Sehari tentang Pengembangan Koordinasi Nasional
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Indonesia. Jakarta
Ericson, Clifton A. 2005. Hazard Analysis Techniques for System Safety. Wiley
Interscience: Virginia.
Geigle, Steven. 2002. OSHAcademy Course 706 Study Guide Conducting a Job Hazard
Analysis.Geigle Communications: Oregon.
Gibson, James L. Jhon M. Ivancevich. James H. Donnely, Jr. 1993. Organisasi Dan
Manajemen Perilaku Struktur Proses. Edisi ke empat. Terbitan Erlangga: Jakarta
http://Kamusbahasaindonesia.org/pelaksanaan, diakses pada 29 Mei 2011 pukul 21.15
WIB
154
http://www.kaltimpost.co.id/index.php/main/p...?mib=berita.detail&id=96405#, diakses
pada tanggal 5 Mei 2011 pukul 13.05 WIB
http://www.migas.esdm.go.id/wap/?op=Artikel&id=7, diakses tanggal 5 Mei 2011
pukul 11.30 WIB
Irwanto, Jiki. 2011 Laporan Kerja Praktek di Lapangan Minas Minyak PT. Chevron
Pacific Indonesia. Universitas Riau: Riau,
Kepala Biro Hukum dan Humas. 2008. Siaran Pers Nomor:75/Humas DESDM/2008:
Perkiraan Realisasi Sektor ESDM Terhadap Penerimaan Negara 2008 Sebesar
Rp 346.347 T. Jakarta: Departemen Energi dan Sumber Daya RI
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. Kep. 241/
Men/ V/ 2007; tentang Penerapan Standar Kompetensi Kerja Nasional
Indonesia Sektor Industri Minyak dan Gas Bumi Serta Panas Bumi Sub Sektor
Industri Minyak dan Gas Hulu Bidang Pengeboram Sub Bidang Pengeboran
Darat.
Lindorfer CSP, John H. Hazard Prioritization by The Number. Diakses pada 13
September 2011, Tersedia di: < www.datasync/~wizard/Hazard.html >
Prabowo, Teguh. Eric Firanda, dkk. 2008. Laporan Kerja Praktek Kegiatan Operasi
Lapangan Minas PT. Chevron Pacific Indonesia. ITB: Bandung
Prastowo, Andi. 2010. Menguasai Teknik-teknik Koleksi Data Penelitian Kualitatif,
Diva Press: Jogyakarta.
Ramli, Soehatman. 2010. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS
18001.Dian Rakyat, Jakarta. Hal. 70
155
Raharjo, Mudjia. Jenis dan Metode Penelitian Kualitatif. Diakses pada 3 Agustus 2011,
Tersedia di: < www.mudjiraharjo.com/materi-kuliah/215-jenis-dan-metode-
penelitian-kualitatif.html >
Rausan, Marvin. 2005. Job Safety Analysis. Department of Produstion and Quality
Engineering Norwegian University of Science and Technologi: Norwegian
Razi, Muhammad. 2001. Skripsi: Bahaya pada Bengkel Las Listrik (Sektor Informal)
dan Usaha Pembinaannya di Kota Depok Tahun 2001. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia: Depok
Sahab, Syukri. 1997. Teknik Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. PT. Bina
Sumber Daya Manusia: Jakarta
Sub direktorat Keselamatan Pertambangan Mineral dan Batubara. 2011. Penurunan
Frekuensi Rate (FR) Kecelakaan Tambang di Indonesia. Kementerian Energi
dan Sumber Daya Mineral: Jakarta
Terry, George R. Leslie W. Rue. 2009. Dasar-dasar Manajemen. Alih bahasa G.A.
Ticoalu. Bumi Aksara: Jakarta
Tim Redaksi Migas Indonesia. 2004. Laporan Utama. Majalah Migas Indonesia Edisi 1/
Th1/ 2004. Komunitas Migas Indonesia Cabang: Jogjakarta
Winardi. 2007. Manajemen Perilaku Organisasi. Kencana Prenada Media Grup: Jakarta
________. 2010. Operational Excellence Management System. Wellwork and
Completion Chevron
________, 2006. Fundamental Safe Work Practies. PT. Chevron Pacific Indonesia.
156
________. 2009. NRI Mort User’s Manual For use with the Management Oversight &
Risk Tree Analytical Logic Diagram. Second Edition, The Noordwijk Risk
Initiative Foundation: Netherlands
PEDOMAN PENGAMATAN LAPANGAN
No. Hal yang Diamati Hasil Pengamatan Lapangan
1 Waktu pelaksanaan JSA
2 Tahap-tahap pelaksanaan JSA
3 Keterlibatan pekerja
4 Peran pengawas dalam pelaksanaan JSA
5 Ketersediaan dan kesesuaian alat
pengendalian hazard
6 Arahan dari pengawas untuk
mengendalikan hazard
7 Peran pengawas terhadap pelaksanaan
tindakan mitigasi yang telah
direkomendasikan
PEDOMAN WAWANCARA
Kode Pertanyaan untuk Hes Reps SD5.b3.c11.d8
.e1 Apakah perusahaan mewajibkan melaksanakan JSA sebelum pekerjaan dimulai?
SD5.b3.c11.d8
.e5.f2 Apakah ada anggaran yang mencukupi untuk melaksanakan JSA?
SD 5.b3 .c11. d8
.e3.f3 Kapan JSA dilaksanakan?
SD 5.b3 .c11. d9 Dari sekian banyak pekerjaan di lokasi rig, apakah ada pekerjaan yang memiliki potensi
kecelakaan rendah? SD 5.b3 .c12.d10.
e4.f5 Apakah pekerja dilibatkan dalam pelaksanaan JSA?
SD 5.b3 .c12.d10.
e5.f8 Apakah ada anggaran yang mencukupi untuk melaksanakan JSA?
SD 5.b3 .c12.d10.
e5.f10 Menurut bapak, apakah supervisor dan crew pekerja terampil mengidentifikasi hazard
dan menentukan tindakan mitigasinya di lokasi kerja? SD 5.b3 .c12.d10.
e5.f11 . g1 Apakah ada kriteria khusus untuk mengkategorikan hazard?
SD 5.b3 .c12.d10.
e5.f11 . g2 Apakah ada metode untuk memprioritaskan hazard?
SD 5.b3 .c12.d11
.e8 Apakah diadakan uji coba untuk mengetahui keefektifan tindakan mitigasi tersebut?
SD 5.b3 .c12.d11
.e9 Apakah ada petunjuk untuk melaksanakan tindakan mitigasi?
SD 5.b3 .c12.d11
.e10 Apakah setiap tindakan pengendalian sudah tersedia dan dapat digunakan oleh para
pekerja?
Kode Pertanyaan untuk Supervisor (WSM) SD 5.b3 .c11. d8
.e3.f3 Kapan JSA dilaksanakan? Sempatkan anda melaksanakan JSA pada setiap pekerjaan?
SD 5.b3 .c12.d10.
e4.f5 Apakah pekerja dilibatkan dalam pelaksanaan JSA? (probing: masukan dari pekerja dan
sharing hasil JSA) SD 5.b3 .c12.d10.
e5.f7 Kapan JSA dilaksanakan? Sempatkan anda melaksanakan JSA pada setiap pekerjaan?
SD 5.b3 .c12.d10.
e5.f10 Apakah para pekerja terampil mengidentifikasi hazard dan menentukan tindakan
mitigasinya saat dilibatkan dalam pelaksanaan JSA? SD 5.b3 .c12.d10.
e5.f11 . g1 Apakah ada kriteria khusus untuk mengkategorikan hazard ?
SD 5.b3 .c12.d11
.e6 Menurut anda, apakah semua pekerja memahami tindakan mitigasi untuk mereduksi
risiko yang ada? SD 5.b3 .c12.d11
.e7 Apakah tindakan mitigasi yang disarankan dalam JSA dapat dilakukan di tempat kerja?
(probing: kesesuaian rekomendasi dan keadaan lapangan) SD 5.b3 .c12.d11
.e9 Apakah ada petunjuk untuk melaksanakan tindakan mitigasi?
Apakah anda memberikan petunjuk tersebut kepada para pekerja? SD 5.b3 .c12.d11
.e11 Apakah pengendalian yang direkomendasi dalam JSA dapat digunakan pada situasi yang
berbeda-beda? SD 5.b3 .c12.d11
.e12 Apakah tindakan pengendalian yang dilakukan pekerja sesuai dengan petunjuk yang
anda berikan?
Kode Pertanyaan untuk Toolpusher/driller SD 5.b3
.c11.d8.e3.f1 Apakah para pekerja ahli untuk mengidentifikasi hazard dan menentukan tindakan
mitigasinya? SD 5.b3
.c11.d8.e3.f3 Kapan JSA dilaksanakan? Sempatkan anda melaksanakan JSA pada setiap pekerjaan?
SD 5.b3 .c12.d10.
e4.f5 Apakah pekerja dilibatkan dalam pelaksanaan JSA?
SD 5.b3 .c12.d10.
e5.f7 Kapan JSA dilaksanakan? Sempatkan anda melaksanakan JSA pada setiap pekerjaan?
SD 5.b3 .c12.d10.
e5.f11 . g1 Apakah ada kriteria khusus untuk mengkategorikan hazard ?
SD 5.b3 .c12.d11
.e6 Menurut anda, apakah semua pekerja memahami tindakan mitigasi untuk mereduksi
risiko yang ada? SD 5.b3 .c12.d11
.e7 Apakah tindakan mitigasi yang disarankan dalam JSA dapat dilakukan di tempat kerja?
(probing: kesesuaian rekomendasi dan keadaan lapangan) SD 5.b3 .c12.d11
.e9 Apakah ada petunjuk untuk melaksanakan tindakan mitigasi?
Apakah anda memberikan petunjuk tersebut kepada para pekerja? SD 5.b3 .c12.d11
.e10 Apakah setiap equipment yang dibutuhkan dalam rekomendasi JSA sudah tersedia dan
dapat digunakan oleh para pekerja? SD 5.b3 .c12.d11
.e11 Apakah tindakan pengendalian dapat digunakan pada situasi yang berbeda-beda?
SD 5.b3 .c12.d11
.e12 Apakah tindakan pengendalian yang dilakukan pekerja sesuai dengan petunjuk yang
anda berikan?
Kode Pertanyaan untuk Pekerja SD 5.b3
.c11.d8.e3.f3 Kapankah JSA dilaksanakan?
SD 5.b3 .c12.d10.
e4.f5 Apakah pekerja dilibatkan dalam pelaksanaan JSA?
SD 5.b3 .c12.d10.
e5.f7 Kapankah JSA dilaksanakan?
SD 5.b3 .c12.d10.
e5.f11 . g1 Apakah ada kriteria khusus untuk mengkategorikan hazard?
SD 5.b3 .c12.d11
.e6 Apakah anda memahami tindakan mitigasi untuk mereduksi risiko yang ada?
SD 5.b3 .c12.d11
.e7 Apakah tindakan mitigasi yang disarankan dalam JSA dapat dilakukan di tempat kerja?
(probing: kesesuaian rekomendasi dan keadaan lapangan) SD 5.b3 .c12.d11
.e9 Apakah anda diberikan petunjuk untuk mengendalikan hazard yang ada?
SD 5.b3 .c12.d11
.e11 Apakah tindakan pengendalian dapat digunakan pada situasi yang berbeda-beda?
SD 5.b3 .c12.d11
.e12 Apakah ada kesulitan dalam pelaksanaan pengendalian hazard ? Jika anda menemukan
kesulitan apa yang anda lakukan?
DAFTAR DOKUMEN
Dokumen yang Dibutuhkan Cheklist Nama Dokumen
Pedoman perusahaan mengenai peraturan keselamatan
pekerjaan wellwork dan intial completion
Pedoman untuk identifikasi hazard dan tindakan
mitigasinya.
Formulir JSA
Dokumen petunjuk untuk melaksanakan pengendalian
hazard
Lampiran 4.3
Kode Wawancara Pengamatan
Lapangan
Analisis Dokumen Hasil Triangulasi Data
Informan Hasil
SD 5.b3 .c11 c11. Task Specific Risk Assessment
SD 5.b3 .c11.
d8
d8. High Potential was not Identified
SD 5.b3 .c11.
d8 .e1
e1. Task Analysis Not Required
Hes Reps JSA wajib dilakukan - Dalam buku OEMS
Wellwork and Completion
Tahun 2010 JSA harus
dilaksanakan.
Berdasarkan hasil analisis
dokumen diketahui bahwa
JSA harus dilaksanakan.
Informan kunci juga
memberikan informasi
yang sama mengenai
kewajiban melaksanakan
JSA.
SD 5.b3 .c11.
d8 .e2
e2. Task Analysis LTA
- -
Berdasarkan formulir JSA
yang ditemukan, pekerjaan
tidak dibagi dalam beberapa
langkah pekerjaan, dan
ditemukan hazard yang tidak
teridentifikasi.
Berdasarkan hasil analisis
dokumen, diketahui
bahwa pelaksanaan JSA
tidak tepat, ditinjau dari
identifikasian hazard pada
setiap langkah pekerjaan
SD 5.b3 .c11.
d8 .e3
e3. Task Analysis Not Made:
SD 5.b3 .c11.
d8 .e3.f1
f1. Authority LTA
Toolpusher/driller Bapak C : Pekerja bisa dan mampu
melaksanakan JSA
Bapak D : Pekerja pahammelaksanakan
JSA
- Ketidakahliam para pekerja
terlihat dari formulir JSA
yang tidak tepat. Tidak
terdapat pembagian langkah
kerja, ditemukan hazard
yang tidak teridentifikasi,
dan tindakan mitigasi yang
kurang tepat.
Informan utama
menyatakan bahwa
pekerja ahli melaksanakan
JSA, namun pendapat ini
bertentangan dengan
pendapat HES Reps.
Ketidakahlian pekerja
dapat dinilai dari formulir
JSA yang tidak tepat.
Hes Reps Bapak WD: Pekerja tidak ahli
mengidentifikasi hazard.
Matriks Hasil Wawancara dan Triangulasi Data
Lampiran 4.4
SD 5.b3
.c11.d8. e5.f2
f2. Budget LTA
HES Reps Bapak WD: Anggaran mencukupi untuk
memenuhi kebutuhan paper work JSA.
- - Anggaran untuk
pelaksanaan JSA
mencukupi.
SD 5.b3 .c11.
d8 .e3.f3
f3. Time LTA
Supervisor Bapak A : JSA dibuat saat tail gate
meeting
Bapak B : JSA dilaksanakan saat tail gate
meeting
Dari hasil pengamatan
diketahui bahwa
pengawas dan pekerja
melaksanakan JSA
saat tail gate meeting.
Pre job meeting jarang
dilakukan. Pre job
meeting dilakukan
ketika company
service datang untuk
membantu pekerjaan
di rig.
Berdasarkan OEMS
Wellwork and Completion
Tahun 2010 persiapan dan
ulasan untuk SOP/JSA
dilaksanakan saat pre job
meeting.
Berdasarkan hasil analisis
dokumen, JSA disiapkan
dan diulas saat pre job
meeting. Akan tetapi,
dalam penelitian ini
diketahui bahwa JSA di
lokasi kerja cenderung
dilaksanakan saat tail gate
meeting. Hal ini terbukti
dari informasi para
informan. Hampir seluruh
informan menyatakan
bahwa JSA dilaksanakan
saat tail gate meeting.
Pernyataan mereka juga
didukung dari hasil
pengamatan.
Toolpusher/driller Bapak C : JSA dilaksanakan saat tail gate
meeting
Bapak D : JSA dilaksanakan saat pre-job
meeting
Pekerja Bapak AA: JSA dilaksanakan saat tail gate
meeting
Bapak AB : JSA dilaksanakan saat tail
gate meeting
Bapak AC: JSA dilaksanakan saat tail gate
meeting
Bapak AD : JSA dilaksanakan saat tail
gate meeting
SD 5.b3 .c11.
d8 .e3.f4
f4. Supervisory Judgement LTA
- - Banyak pekerjaan
yang dimulai tanpa
pre job meeting dan
tanpa pembahasan
SOP/JSA.
JSA dianalisis bukan
oleh pekerja yang
akan melakukan
pekerjaan.
Dari ketiga formulir JSA
ditemukan ketidaktepatan
pada setiap langkah
pelaksanaannya. Tidak
terdapat pembagian
langkah kerja, ditemukan
hazard yang tidak
teridentifikasi, dan
tindakan mitigasi yang
kurang tepat.
Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa
pengawas tidak tegas
mengawasi pelaksanaan
JSA di lokasi kerja rig.
Ditemukan pekerja
business partner lain
yang heran ketika
dimintai formulir
JSA.
SD 5.b3 .c11.
d9
d9. Low Potential:
HES Reps Bapak WD: Pekerjaan rig merupakan
pekerjaan high-risk. √
- Tidak ditemukan
pekerjaan yang
dikategorkan low risk.
SD 5.b3 .c12 c12. Task Specific Risk Assessment LTA:
SD 5.b3
.c12.d10
d10. Task Specific Risk Analysis LTA:
SD 5.b3
.c12.d10. e4
e4. Knowledge LTA:
SD 5.b3
.c12.d10.
e4.f5
f5. Use of Workers’ Suggestions and Inputs LTA:
Supervisor Bapak A : Pekerja dilibatkan dalam tail
gate meeting.
Bapak B : Pengawas dan pekerja
melaksanakan tail gate meeting.
Pekerja selalu dilibatkan
dalam pelaksanaan tail
gate meeting maupun
pre job meeting,
walaupun pre job
meeting jarang
dilakukan.
-
Dari hasil wawancara
diketahui bahwa pekeja
selalu dilibatkan dalam
tail gate meeting.
Berdasarkan hasil
pengamatan, keterlibatan
pekerja tidak hanya saat
tail gate meeting, namun
juga saat pre job meeting.
Walaupun pre job meeting
jarang dilakukan, namun
pekerja tetap terlibat
dalam pelaksanaannya.
Toolpusher/ driller Bapak C : Pekerja dilibatkan dalam tail
gate meeting.
Bapak D : Pekerja dilibatkan dalam
pelaksanaan JSA
Pekerja Bapak AA: Pekerja terlibat dalam tail gate
meeting dan diajak mendiskusikan hazard.
Bapak AB: Pekerja terlibat dalam tail gate
meeting dan diajak mendiskusikan hazard.
Bapak AC: Pekerja terlibat dalam tail gate
meeting dan diajak mendiskusikan hazard.
Bapak AD: Pekerja terlibat dalam tail gate
meeting
SD 5.b3
.c12.d10. e5
e5. Execution LTA .
SD 5.b3
.c12.d10. e5.f7
f7. Time LTA:
Supervisor Bapak A : JSA dibuat saat tail gate
meeting
Bapak B : JSA dilaksanakan saat tail gate
meeting
Pelaksanaan JSA
dilakukan saat tail gate
meeting, pre job meeting
dilakukan ketika service
company datang
membantu pekerjaan rig.
Berdasarkan OEMS
Wellwork and Completion
Tahun 2010 persiapan
dan ulasan untuk SOP/JSA
dilaksanakan saat pre job
meeting.
Berdasarkan hasil analisis
dokumen, JSA disiapkan
dan diulas saat pre job
meeting. Akan tetapi,
dalam penelitian ini
diketahui bahwa JSA di
lokasi kerja cenderung
dilaksanakan saat tail gate
meeting. Hal ini terbukti
dari informasi para
informan. Hampir seluruh
informan menyatakan
bahwa JSA dilaksanakan
saat tail gate meeting.
Pernyataan mereka juga
didukung dari hasil
pengamatan.
Toolpusher/ driller Bapak C :JSA dilaksanakan saat pre job
meeting
Bapak D :JSA dilaksanakan saat pre job
meeting
Pekerja Bapak AA: JSA dilaksanakan saat tail gate
meeting
Bapak AB: JSA dilaksanakan saat tail gate
meeting.
Bapak AC: JSA dilaksanakan saat tail gate
meeting
Bapak AD: JSA dilaksanakan saat tail gate
meeting
SD 5.b3
.c12.d10. e5.f8
f8. Budget LTA
HES Reps Bapak WD: Anggaran mencukupi untuk
memenuhi kebutuhan paper work JSA.
- - Anggaran untuk
pelaksanaan JSA
mencukupi.
SD 5.b3
.c12.d10. e5.f9
f9. Scope LTA:
- - Ruang lingkup pekerjaan
yang dianalisis saat tail
gate meeting terlalu luas,
karena dalam tail gate
meeting dibicarakan
pekerjaan yang akan
dilakukan selama 12jam.
Berdasarkan pedoman
perusahaan, satu
pekerjaan yang akan
dianalisis dibagi dalam
beberapa langkah
pekerjaan.
Ruang lingkup pekerjaan
yang dianalisis terlalu
luas, hal ini terbukti dari
hasil pengamatan
lapangan dan analisis JSA
Berdasarkan hasil
analisis formulir JSA,
tidak ada pembagian
langkah pekerjaan.
Terlalu
luasSD 5.b3
.c12.d10.
e5.f10
f10. Analytical Skill LTA:
HES Reps Bapak WD: para pekerja belum ahli
mengidentifikasi hazard di lokasi kerja. - Kurangnya keterampilan
para pekerja terlihat dari
formulir JSA yang tidak
tepat. Tidak terdapat
pembagian langkah kerja,
ditemukan hazard yang
tidak teridentifikasi, dan
tindakan mitigasi yang
kurang tepat.
Informan utama
menyatakan bahwa
pekerja sudah mengenal
hazard dan mampu
menentukan tindakan
mitigasinya, namun
pendapat ini bertentangan
dengan pendapat HES
Reps. Kurangnya
keterampilan para pekerja
dapat dinilai dari formulir
JSA yang tidak tepat.
Supervisor Bapak A : Pekerja sudah mengetahui dan
mengenal hazard, serta dapat menentukan
tindakan mitigasinya.
Bapak B : Pekerja sudah mengetahui dan
mengenal hazard, serta dapat menentukan
tindakan mitigasinya.
SD 5.b3
.c12.d10.
e5.f11
f11. Hazard Selection LTA:
SD 5.b3
.c12.d10.
e5.f11 . g1
g1. Hazard Identification LTA
Supervisor Bapak B : tidak dituliskan hasil pre job
meeting dalam JSA Hazid.
- Dalam OEMS Wellwork
and Completion Tahun
2010, JSA Hazid
merupakan tools yang
harus digunakan dalam
pelaksanaan JSA.
Analisis dokumen
menjelaskan bahwa JSA
Hazid harus digunakan
dalam pelaksanaan JSA,
namun berdasrkan
wawancara , seorang
WSM dan seluruh pekerja
menyatakan bahwa
mereka jarang
menggunakan tools
tersebut dalam
pelaksanaan JSA.
Toolpusher/ driller Bapak C : ada tools yang membantu
identifikasi hazard dan terdapat 10
kategori hazard di dalamnya.
Bapak D : ada tools yang membantu
identifikasi hazard dan terdapat 10
kategori hazard di dalamnya.
Pekerja Bapak AA: ada 10 kategori hazard dalam
Hazid Tools. Tools jarang digunakan.
Bapak AB: ada 10 kategori hazard dalam
Hazid Tools. Tools jarang digunakan.
Bapak AC : ada 10 kategori hazard dalam
Hazid Tools. Tools jarang digunakan.
Bapak AD : ada 10 kategori hazard dalam
Hazid Tools. Tools jarang digunakan.
Namun secara
keseluruhan, pekerja
sudah mengetahui bahwa
dalam Hazid Tools
terdapat sepuluh kategori
hazard.
SD 5.b3
.c12.d10.
e5.f11 . g2
g2. Hazard Prioritisation LTA
HES Reps Bapak WD : Tidak digunakan prioritas
hazard. - -
Berdasarkan hasil
wawancara diketahui
bahwa tidak ada prioritas
hazard, karena semua
hazard harus
teridentifikasi dan
mendapatkan tindakan
mitigasi yang sesuai.
SD 5.b3
.c12.d11
d11. Recommended Risk Controls LTA:
SD 5.b3
.c12.d11
.e6
e6. Clarity LTA
Supervisor Bapak A : Pekerja memahami
pengendalian hazard karena sudah
berpengalam dan berketrampilan.
Bapak B : Pekerja sudah ahli dan biasa,
sehingga tidak sulit menyampaikan cara
pengendalian.
- Dalam OEMS Wellwork
and Completion Tahun
2010, kru kerja harus
melaksanakan uji coba
pelatihan pengendalian
secara rutin.
Seluruh informan
memberikan informasi
yang serupa,bahwa
pekerja sudah memahami
pengendalian hazard di
lokasi kerja. Hal ini juga
ditunjang dengan uji coba
dan pelatihan
pengendalian hazard yang
rutin dilakukan. Uji coba
dan pelatihan ini
dijelaskan dalam buku
OEMS.
Toolpusher/driller Bapak C : Pekerja mahir mengendalikan
hazard
Bapak D : Pekerja memahami
pengendalian hazard karena sudah
berpengalaman.
Pekerja Bapak AA: Pekerja sudah tahu hazard dan
apa yang harus dilakukan.
Bapak AB: Pekerja sudah paham tindakan
pengendalian.
Bapak AC: Pekerja mengetahui hazard
pekerjaan dan cara mengendalikannya.
Bapak AD: Pekerja mengetahui hazard
pekerjaan dan cara mengendalikannya.
SD 5.b3
.c12.d11
.e7
e7. Compatibility LTA:
Supervisor Bapak A : Pengendalian hazard dapat
dilakukan, dan peralatan pengendalian
hazard juga tersedia.
Bapak B : Pengendalian hazard dapat
dilakukan, dan peralatan pengendalian
hazard juga tersedia.
Berdasarkan hasil
pengamatan, APD
yang tersedia di
lokasi kerja dan
APD yang dimiliki
pekerja sudah sesuai
dengan rekomendasi
JSA.
Peralatan
pengendalian hazard
sudah tersedia sesuai
dengan hazard yang
ada di lokasi kerja.
Berdasarkan formulir
JSA, perlengkapan
untuk pengendalian
hazard yang
direkomendasikan
adalah penggunaan
APD. APD yang
dimiliki setiap pekerja
dan APD yang tersedia
di lokasi kerja telah
sesuai dengan APD
yang
direkomendasikan
dalam JSA.
Dalam buku OEMS
Wellwork and
Completion Tahun
2010, peralatan well
control sudah menjadi
syarat keselamatan
operasi yang harus
tersedia di lokasi kerja.
Peralatan ini juga telah
disesuaikan dengan
hazard pekerjaan. APD
juga menjadi
persyaratan HES dalam
buku OEMS ini.
Perusahaan mensyaratkan
alat pengendalian hazard
harus tersedia di lokasi
kerja. contohnya seperti
well control dan APD. Di
lokasi kerja terbukti
bahwa peralatan ini sudah
tersedia dan sesuai
dengan yang
direkomendasikan.
Seluruh informan juga
memberikan infomasi
yang sama mengenai
peralatan pengendalian
hazard yang tersedia di
lokasi kerja.
Toolpusher /driller Bapak C : Pengendalian hazard dapat
dilakukan, dan peralatan pengendalian
hazard juga tersedia.
Bapak D : Pengendalian hazard dapat
dilakukan, dan peralatan pengendalian
hazard juga tersedia.
Pekerja Bapak AA: Tindakan pengendalian dapat
dilakukan dan peralatan pengendalian
sudah tersedia di lokasi kerja.
Bapak AB: Tindakan pengendalian dapat
dilakukan dan peralatan pengendalian
sudah tersedia di lokasi kerja.
Bapak AC: Tindakan pengendalian dapat
dilakukan dan peralatan pengendalian
sudah tersedia di lokasi kerja.
BApak AD: Tindakan pengendalian dapat
dilakukan dan peralatan pengendalian
sudah tersedia di lokasi kerja.
SD 5.b3
.c12.d11
.e8
e8. Testing of Control LTA:
- - Salah satu APD yang
diuji coba saat
pengamatan lapangan
adalah APD untuk
derrick man yang
bekerja di ketinggian.
Dalam buku OEMS
Wellwork and Completion
Tahun 2010, uji coba BOP
dilakukan sekali dalam
seminggu., Uji coba
menghadapi H2S,
kebakaran, evakuasi, dan
tumpahan minyak
dilakukan sekali dalam
sebulan.
Berdasarkan hasil analisis
dokumen diketahui bahwa
uji coba peralatan
pengendalian hazard
wajib dilakukan di lokasi
kerja, dan ini terbukti
dilakukan.
SD 5.b3
.c12.d11
.e9
e9. Directive LTA:
Supervisor Bapak A : Pengarahan saat tail gate
meeting atau saat pekerjaan dilaksanakan.
Bapak B : Pengarahan saat tail gate
meeting atau saat pekerjaan dilaksanakan.
Ditemukan keadaan
dimana WSM
memberikan pengerahan
untuk mengendalikan
flowing yang terjadi di
lokasi kerja.
Pentunjuk pengendalian
hazard juga terdapat
dalam bentuk SOP. Seperti
SOP menghadapi blow-
out, H2S, kebakaran,
evakuasi dan lainnya.
Arahan mengendalikan
hazard, dapat berbentu
SOP atau arahan langsung
dari pengawas. Keempat
informan utama
memberikan informasi
bahwa arahan dapat
diberikan saat tail gate
meeting atau langsung
ketika pekerjaan
dilaksanakan. Informasi
yang diberikan informan
didukung dengan
penemuan di lokasi kerja.
Toolpusher/driller Bapak C : Pengarahan saat tail gate
meeting atau saat pekerjaan dilaksanakan.
Bapak D : Pengarahan saat tail gate
meeting atau saat pekerjaan dilaksanakan.
Pekerja Bapak AA: Pekerja sudah mengetahui
tindakan pengendalian. Driller dan
toolpusher mau memberikan arahan.
Bapak AB: Pekerja sudah mengetahui
tindakan pengendalian. Driller mau
memberikan penjelasan.
Bapak AC: Pekerja sudah mengetahui
tindakan pengendalian. Mandor mau
memberikan arahan.
Bapak AD: Pekerja sudah mengetahui
tindakan pengendalian. Mandor,
toolpusher, dan WSM mau membantu.
SD 5.b3
.c12.d11
.e10
e10. Availability LTA
Toolpusher/ driller Bapak C : Alat pengendalian tersedia di
lapangan. Sebagai syarat unit pengeboran.
Bapak D : Jika alat pengendalian tidak
tersedia, maka operasi tidak boleh
dilaksanakan.
Peralatan yang menjadi
syarat HES sudah
tersedia di lokasi kerja.
Dalam buku OEMS
Wellwork and Completion
Tahun 2010, peralatan-
peralatan pengendalian
hazard harus tersedia di
lokasi kerja sebagai syarat
HES.
Peralatan pengendalian
hazard sudah tersedia di
lokasi kerja.
SD 5.b3
.c12.d11
.e11
e11. Adaptability LTA:
Supervisi Bapak A : Jika hazard sama, rekomendasi
pengendalian akan sama.
Bapak B : Pekerjaan yang sama, hazard
yang sama, maka pencegahan akan sama.
- - Seluruh informan
memberikan pernyataan
yang hampir serupa.
Tindakan pengendalian
dapat digunakan pada
situasi yang sama, jika
hazard yang dihadapi
sama. Jika hazard yang
ada pada pekerjaaan
berbeda, maka tindakan
pengendaliannya juga
berbeda.
Toolpusher/ driller Bapak C : Jika hazard berbeda, perlu
didiskusikan cara penanganannya
Bapak D : Pekerjaan sama, hazard sama,
maka tindakan pencegahan akan sama.
Pekerja Bapak AA : Jika pekerjaan berbeda, maka
pengendaliannya akan berbeda.
Bapak AB : Pekerjaan sama, rekomendasi
pengendalian sama.
Bapak AC: Jika ditemukan hazard yang
berbeda, maka akan didiskusikan cara
penangannya.
Bapak AD: Jika ditemukan hazard yang
berbeda, maka akan didiskusikan cara
penangannya.
SD 5.b3
.c12.d11
.e12
e12. Use Not Mandatory:
Supervisi Bapak A : Pekerja melakukan
pengendalian hazard sesuai dengan yang
direkomendasikan.
Bapak B : Pekerja melakukan
pengendalian hazard sesuai dengan yang
direkomendasikan JSA.
Ditemukan pekerja yang
tidak melaksanakan
rekomendasi tindakan
pengendalian, seperti
tindak menggunakan
APD saat bekerja.
- Seluruh informan
menyatakan bahwa
pekerja melaksanakan
tindakan pengendalian
hazard seperti yang
direkomendasikan JSA.
Namun, dalam
pelaksanaannya masih
ditemukan pekerja yang
tidak melakukannya.
Toolpusher/ driller Bapak C : Pekerja melakukan
pengendalian hazard sesuai dengan yang
direkomendasikan.
Bapak D : Pekerja melakukan
pengendalian hazard sesuai dengan yang
direkomendasikan.
Pekerja Bapak AA: Pekerja melakukan tindakan
pengendalian yang direkomendasikan JSA.
Bapak AB: Pekerja mengikuti tindakan
pengendalian yang direkomendasikan JSA.
Bapak AC: Pekerja melakukan tindakan
pengendalian yang direkomendasikan JSA.
Bapak AD: Pekerja melakukan tindakan
pengendalian yang direkomendasikan JSA.