Jurnal Sosio Humaniora Vol.3 No.3,. Mei 2012 ISSN :...

106

Transcript of Jurnal Sosio Humaniora Vol.3 No.3,. Mei 2012 ISSN :...

Jurnal Sosio Humaniora Vol.3 No.3,. Mei 2012 ISSN : 2087-1899

ii

Jurnal Sosio Humaniora

PENANGGUNGJAWAB Kepala LPPM Universitas Mercu Buana Yogyakarta

Ketua Umum :

Dr. Ir. Ch Wariyah, MP

Sekretaris : Awan Santosa, SE., M.Sc

Dewan Redaksi :

Dr. Kamsih Astuti, MA Dr. Hermayawati, M.Pd

Penyunting Pelaksana : Tutut Dwi Astuti, SE., M.Si Dra Indra Ratna KW, M.Si

Restu Arini, S,Pd Sumiyarsih, SE., M.Si

Pelaksana Administrasi :

Gandung Sunardi Hartini

Guest Editor :

Prof. Dr. Bimo Walgito

Alamat Redaksi/Sirkulasi : LPPM Universitas Mercu Buana Yogyakarta

Jl. Wates Km 10 Yogyakarta Tlpn (0274) 6498212 Pesawat 133 Fax (0274) 6498213

E-Mail : [email protected]

Jurnal yang memuat ringkasan hasil penelitian ini diterbitkan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Mercu Buana Yogyakarta, terbit dua kali setiap tahun. Redaksi menerima naskah hasil penelitian, yang belum pernah dipublikasikan baik yang berbahasa Indonesia maupun Inggris. Naskah harus ditulis sesuai dengan format di Jurnal Sosio Humaniora dan harus diterima oleh redaksi paling lambat dua bulan sebelum terbit.

Jurnal Sosio Humaniora Vol.3 No.3,. Mei 2012 ISSN : 2087-1899

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayahNya, sehingga Jurnal Sosio

Humaniora Volume 3, No. 3, Mei 2012 dapat kami terbitkan. Redaksi mengucapkan terima

kasih dan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada para penulis yang telah berbagi

pengetahuan dari hasil penelitian, untuk dipublikasikan dan dibaca oleh pemangku

kepentingan, sehingga memberikan kemanfaatan yang lebih besar bagi perkembangan

IPTEKS.

Pada jurnal Sosio Humaniora edisi Mei 2012, disajikan beberapa hasil penelitian di

bidang Ekonomi, Sosial dan Psikologi, yang meliputi :

1. Peranan Publics Relation Dalam Bisnis Hospitality

2. Evaluasi Implementasi Service Orientation Pada Jasa Pendidikan

3. Pengaruh Kepuasan Terhadap Loyalitas Nasabah Kredit Pada BUKP Nanggulan

4. Uji Beda Harga Saham Dan Volume Perdagangan Saham Pada Perusahaan IPO

yang Melakukan Inisiasi Deviden

5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Stock Split

6. Pengaruh Tingkat Suku Bunga, Nilai Kurs Dan Inflasi Terhadap Indeks Harga

Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia

7. Hubungan Dukungan Suami Dengan Nilai Positif Pekerja-Keluarga Pada Ibu Bekerja

8. Hubungan Cita Rasa Humor Dengan Kebermaknaan Hidup Pada Remaja Akhir

(Mahasiswa)

9. Indeks Demokrasi Ekonomi Kabupaten Bantul Tahun 2011.

Redaksi menyadari bahwa masih terdapat ketidaksempurnaan dalam penyajian artikel

dalam jurnal yang kami terbitkan. Untuk itu kritik dan saran sangat kami harapkan, agar

penerbitan mendatang menjadi semakin baik. Atas perhatian dan partisipasi semua pihak

redaksi mengucapkan terima kasih.

Yogyakarta, Mei 2012 Redaksi

Jurnal Sosio Humaniora Vol.3 No.3,. Mei 2012 ISSN : 2087-1899

iv

DAFTAR ISI Hal

Kata Pengantar iii Daftar Isi iv PERANAN PUBLIC RELATIONS DALAM BISNIS HOSPITALITY 1-7 M. Agus Prayudi

EVALUASI IMPLEMENTASI SERVICE ORIENTATION PADA JASA PENDIDIKAN: TINJAUAN DI UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA 8-20 Audita Nuvriasari PENGARUH KEPUASAN TERHADAP LOYALITAS NASABAH KREDIT PADA BUKP NANGGULAN 21-32 Subarjo

UJI BEDA HARGA SAHAM DAN VOLUME PERDAGANGAN SAHAM PADA PERUSAHAAN IPO YANG MELAKUKAN INISIASI DIVIDEN 33-43 Tutut Dewi Astuti

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STOCK SPLIT 44-56 Endang Sri Utami

PENGARUH TINGKAT SUKU BUNGA, NILAI KURS, DAN INFLASI TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE TAHUN 2005-2010 57-66 M. Budiantara HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN NILAI POSITIF PEKERJA-KELUARGA PADA IBU BEKERJA 67-77 Triana Noor Edwina Dewayani Soeharto Hubungan Cita Rasa Humor (Sense of Humor) dengan Kebermaknaan Hidup Pada Remaja Akhir (Mahasiswa) 78-88 Indra Ratna Kusuma Wardani INDEKS DEMOKRASI EKONOMI KABUPATEN BANTUL TAHUN 2011 89-100 Awan Santosa PEDOMAN PENULISAN NASKAH 101

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

1

PERANAN PUBLIC RELATIONS DALAM BISNIS HOSPITALITY

M. Agus Prayudi Akademi Pariwisata Indraphrasta Yogyakarta

Abstract Hospitality is highly important in hospitality industry. However, only hospitality is not enough; the 7P (Price, Product, Place, Promotion, Presentation, Process, and People) marketing mix is also required to develop successful hospitality industry.In hospitality industry, service quality provided to guests is the main support; and this is backed up by the role of Public Relations ( PR ) in marketing the product, namely, to develop and maintain good relationship with every guest; and PR should maintain the reputation and image of the company in the community.

Keywords : Public Relations, Marketing, Hospitality

A. Pendahuluan Hospitality yang diartikan“

keramahtamahan”. Industri hospitality

adalah industri yang berbasis

keramahtamahan. Hospitality merupakan

industri yang melekat dengan pariwisata.

Dalam industri ini erat kaitannya dengan

pelayanan kepada konsumen, oleh karena

itu pemasar harus mampu membuat

konsumen puas atas keramahtamahan

yang diberikan oleh perusahaan. Public

Relations (PR) biasanya berperan aktif

dalam kampanye melalui berbagai media.

PR wajib mempromosikan program-

program yang ada di perusahaan. Tugas

PR adalah membangun dan membina

hubungan baik kepada setiap tamu dan

memberikan informasi kepada masyarakat

setiap kegiatan perusahaan.

Berbeda dengan produk berupa

barang, hospitality mengandung unsur-

unsur pemasaran yang banyak yaitu 7P

(Price, Product, Place, Promotion,

Presentation, Process, People). Hal ini

berbeda dengan produk yang berupa

barang yang biasanya 4P (Price, Product,

Place, Promotion). Pihak yang dilayani oleh

PR bukan hanya konsumen melainkan

semua pihak yang memang terkait dengan

suatu organisasi atau perusahaan, jadi

menyangkut seluruh komunikasi pada suatu

organisasi. Dalam kenyataan sehari-hari PR

sering dikacaukan dengan periklanan,

padahal periklanan hanya terbatas pada

bidang atau fungsi-fungsi pemasaran saja.

Tulisan–tulisan dalam PR harus

sepenuhnya faktual dan informatif, tidak

boleh melebih-lebihkan seperti yang sering

ditemukan dalam iklan. Untuk menjamin

kredibilitas kegiatan-kegiatan PR haruslah

bersifat edukatif jauh dari nuansa emosional

dan dramatik.

B. Optimalkan PR untuk Menangkan Persaingan

Public Relations (Humas =

Hubungan Masyarakat) merupakan bagian

penting dalam membangun brand image

yang kuat. Banyak perusahaan

kebingungan antara tugas PR dengan

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

2

marketing. PR dapat diberdayakan untuk

menciptakan aliansi dengan organisasi atau

interest dengan segmen pasar. Humas

senantiasa dihadapkan pada tantangan dan

harus menangani berbagai macam fakta

yang sebenarnya. Perkembangan

komunikasi tidak memungkinkan lagi suatu

organisasi untuk menutup-nutupi suatu

fakta. Oleh karena itu humas harus mampu

menjaga reputasi atau citra perusahaan.

Sedangkan sasaran utama Public Relations

tampak dalam gambar 1.

C. Memahami Perilaku Pelanggan

Promosi dari mulut ke mulut akan

membuat industri hospitality sukses.

Pencapaian tujuan bisnis dilakukan melalui

penciptaan kepuasan pelanggan, di mana

pelanggan merupakan fokus setiap bisnis.

Melalui pemahaman atas perilaku

konsumen seorang pemasar bisa benar-

benar mengetahui apa yang diharapkan

pelanggan. Pemasar bisa mengembangkan

data base marketing yang menguntungkan

dalam jangka panjang. Analisis perilaku

konsumen jasa bisa didasarkan pada model

proses keputusan pembelian yang

dikelompokkan menjadi tiga tahap utama

yaitu pra pembelian, konsumsi, dan

evaluasi purna beli. Tahap pra pembelian

meliputi identifikasi kebutuhan pencairan

informasi dan evaluasi alternatif. Tahap

konsumsi berupa pembelian dan konsumsi

jasa. Sedangkan tahap terakhir berupa

evaluasi purna beli yang meliputi beberapa

aspek seperti kepuasan pelanggan,

loyalitas pelanggan, dan kualitas jasa.

D. 7 P

Berbeda dengan produk yang

berupa barang, sektor hospitality

mengandung unsur pemasaran yang lebih

banyak yaitu 7P (Price, Product, Place,

Promotion, Presentation, Process dan

People). Promosi besar-besaran sepertinya

tidak cocok karena industri ini tidak

menawarkan produk massal. Pengelolaan

Customer Relation Management (CRM)

yang tepat akan sangat membantu dalam

meningkatkan penjualan. Price adalah

harga sebagai dasar penawaran kepada

calon pembeli, product: sesuatu yang dapat

ditawarkan kepada calon konsumen untuk

dijual, place dikaitkan dengan channel

distribution dimana konsumen dapat

membeli produk tersebut, promotion adalah

cara penyampaian informasi kepada

pelanggan yang diharapkan akan membeli

produk yang ditawarkan, presentation:

menyangkut penataan, dekorasi dan

bentuk-bentuk penyajian lainnya.

Konsumen membutuhkan suasana yang

berbeda dan unik. Proses: berkaitan

dengan pelayanan yang diberikan, people:

orang banyak selaku konsumen, mereka

inilah yang menjadi sasaran kegiatan

pemasaran.

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

3

Gambar 1.Sasaran Utama Public Relations

Sumber: Vanessa Gaffar (2007: 53)

Gambar 2 Model Perilaku Konsumen Jasa

Sumber: Tjiptono (2006: 43).

Sasaran Utama Public Relations

Strategi Program Kerja

Corporate PR Stakeholder Relations

Marketing PR

- In House journal - Publikasi eksternal

dan Internal - Special Events

Programs, Eksibisi, dll

- Iklan perusahaan dan sponsorship dll

- Community responsibility and Social Care

- Stockholder (owner relations)

- Employee Relations - Publik Eksternal - Customer Relations - Media and Press

Relations - Pressure Group

Relations - Government relation - Community

Relations - Business and Investor

Relations

- Peluncuran dan Publikasi Produk

- Iklan Layanan Masyarakat

- Adventorial (Artikel Sponsor)

- Special Events: Promotion and Publications Program

- Road Show, Business Presentation, etc

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

4

E. CRM (Customer Relationship Management)

Kemajuan komunikasi dan teknologi

informasi mampu menghadirkan

kemudahan dan kecepatan akses informasi.

Program CRM berdampak pada

kemampuan menjalin relasi para pelanggan

sehingga tercipta loyalitas pelanggan. CRM

lebih menyangkut infrastruktur teknologi

baik perangkat keras maupun perangkat

lunak yang digunakan untuk mengelola

pelanggan. Sedangkan RM (Relationship

Marketing) adalah cara menjalankan bukan

sekedar proses atau infrastruktur teknologi.

Pada hakekatnya RM mencerminkan

perubahan paradigma dalam pemasaran

yaitu dari yang semula difokuskan pada

transaksi pelanggan menjadi relasi

pelanggan. RM merupakan filosofi

menjalankan bisnis yang lebih berfokus

pada upaya mempertahankan dan

menumbuhkembangkan relasi dengan

pelanggan saat ini dibanding merebut

pelanggan baru.

Filosofi ini didasarkan pada asumsi

bahwa banyak konsumen lebih suka

menjalani relasi berkelanjutan daripada

terus menerus berganti pemasok dalam

rangka mendapatkan nilai yang diharapkan.

Berdasarkan asumsi tersebut dan fakta

bahwa biaya mempertahankan pelanggan

lebih murah dari pada mendapatkan

pelanggan baru maka banyak perusahaan

yang mulai menerapkan RM. Relationship

Marketing menekankan upaya menjalin

hubungan yang kuat antara perusahaan

dengan semua pasar stakeholder-nya.

Asumsi utama CRM sama dengan RM yaitu

membangun relasi jangka panjang dengan

pelanggan merupakan cara terbaik untuk

menciptakan loyalitas pelanggan.

Relationship Marketing muncul sebagai

paradigma pemasaran yang banyak

diadopsi dalam pemasaran jasa. Konsep ini

menekankan pentingnya membangun,

mengembangkan dan mempertahankan

jalinan relasi jangka panjang yang saling

menguntungkan.

F. MPR (Marketing Public Relations) Meningkatnya perusahaan-

perusahaan yang berorientasi pemasaran

membuat tanggung jawab Public Relation

dari perusahaan tersebut bertambah. Dalam

pelaksanaannya PR yang mendukung

tujuan pemasaran disebut MPR terdiri dari

publikasi, events, berita, dan kegiatan

sosial. Sebaik apapun pihak perusahaan

berusaha untuk menciptakan citra yang baik

kepada pelanggannya, bila tidak didukung

oleh keramahtamahan dan kepedulian

karyawan terhadap pelanggan tidak akan

mengubah persepsi pelanggan terhadap

perusahaan tersebut.

Sebaliknya bila pelanggan telah

mempunyai kesan yang positif terhadap

suatu perusahaan maka ia akan

memberikan itikad baik, rasa simpati,

pengakuan, penerimaan, dan dukungan

kepada perusahaan. MPR yang efektif

merupakan hasil dari suatu proses yang

harus diintegrasikan dengan strategi

pemasaran perusahaan sebelum

perusahan dapat membuat program public

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

5

relations, mereka harus memahami misi,

tujuan, strategi serta budaya perusahaan itu

sendiri, PR dapat memberikan kontribusinya

terhadap tujuan pemasaran yaitu dalam hal

membangun kesadaran, membangun

kredibilitas, dan mengurangi biaya promosi.

Dengan semakin berkembangnya dinamika

pasar saat ini maka pemasar dituntut untuk

terus mengembangkan pesan-pesan yang

meningkatkan kredibilitas serta memberikan

dampak yang positip bagi konsumen.

Peran MPR dalam industri dalam

rangka lebih memantapkan keberadaan

perusahaan di tengah masyarakat. Peran

MPR yang dianggap paling penting adalah

menjaga citra positif di masyarakat serta

meningkatkan keefektifan elemen-elemen

bauran pemasaran lainnya. Menurut Oka.

A. Yoeti fungsi MPR adalah membuat

evaluasi dan analisis mengenai pendapat

pelanggan khususnya yang berhubungan

dengan layanan yang diberikan oleh suatu

perusahaan, memberikan masukan dan

usul mengenai cara menangani pendapat,

opini atau kritik yang ditujukan pada

perusahaan, mempengaruhi pelanggan

melalui teknik komunikasi yang baik

sehingga dapat meningkatkan citra

perusahaan yang lebih baik (Oka, 1995 :

277)

G. Public Relations (PR) dan Marketing Public Relations

Kotler, Bowen, Makens (2002: 245)

mengatakan bahwa PR adalah proses yang

kita manfaatkan untuk menciptakan citra

positif dan kelebihsukaan pelanggan

melalui pembenaran pihak ketiga. Pada

awalnya kegiatan pemasaran dan PR

merupakan bagian yang terpisah.

Perbedaan utama adalah pemasaran

berorientasi pada hasil akhir berupa

pencapaian tujuan-tujuan pemasaran yang

salah satunya adalah penjualan, sedangkan

PR adalah kegiatan menyiapkan dan

menyebarkan informasi dengan tujuan

mendidik dan menanamkan pemahaman

yang baik pada publik sasaran. Namun

perbedaan tersebut sudah mulai hilang

karena perusahaan membentuk PR yang

lebih berorientasi pada pasar yang secara

langsung mendukung promosi dan citra

perusahaan. Sinergi antara pemasaran dan

PR ini disebut MPR. MPR merupakan suatu

kegiatan PR yang dirancang untuk

mendukung tujuan pemasaran yang

berorientasi pada pelanggan dengan cara

mengidentifikasi perusahaan dengan

produknya berdasarkan keinginan dan

kebutuhan pelanggan sehingga dapat

meningkatkan loyalitas pelanggan.

Komunikasi dalam bentuk MPR ini antara

lain bertujuan agar dapat memberikan nilai

pelanggan yang superior. Nilai pelanggan

itu sendiri adalah suatu perbedaan antara

manfaat yang diterima pelanggan dengan

biaya yang dikeluarkan pelanggan.

Perusahaan dapat meningkatkan

nilai pelanggan dengan memenuhi atau

melebihi harapan pelanggan. Pengetahuan

mengenai pelanggan yang dikombinasikan

dengan inovasi dan kreatifitas dapat

menghasilkan nilai pelanggan yang superior

dan akan meningkatkan loyalitas.

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

6

Pengetahuan mengenai pelanggan

digabungkan dengan inovasi dan kreativitas

dapat mengarah pada perbaikan produk

dan jasa. Bila manfaat itu cukup kuat dan

cukup bernilai bagi pelanggan, sebuah

perusahaan tidak perlu menjadi pesaing

yang menawarkan produk dengan harga

rendah untuk memenangkan persaingan.

Perwujudan kondisi di atas hanya mungkin

dilakukan apabila sebuah perusahaan

mampu mengikuti atau mengantisipasi

pergeseran tuntutan pelanggan untuk

mencegah terjadinya perpindahan

pelanggan yang disebabkan menurunnya

nilai pelanggan superior menjadi nilai

pelanggan inferior. Oleh karena itu dapat

dikatakan bahwa nilai pelanggan superior

adalah kunci untuk menciptakan loyalitas.

H. Kepuasan Pelanggan versus Kesetiaan Pelanggan

Kepuasan pelanggan mengukur

seberapa besar harapan pelanggan telah

terpenuhi. Bila pelanggan mendapatkan

apa yang mereka harapkan mereka akan

merasa puas, bila terpenuhi melebihi

harapan mereka akan sangat puas.

Kesetiaan pelanggan mengukur seberapa

besar minat mereka untuk melakukan

aktivitas kemitraan bagi organisasi.

Kepuasan pelanggan merupakan

keharusan untuk adanya kesetiaan.

Harapan pelanggan harus terpenuhi atau

melebihi agar terbina kesetiaan. Pemasaran

hubungan (Relationship Marketing)

mencakup penciptaan, pemeliharaan, dan

peningkatan hubungan yang erat dengan

pelanggan. Semakin lama pemasaran

semakin menjauh dari fokus pada transaksi

semata-mata dan bergerak ke fokus

membangun hubungan dan jaringan

pemasaran. Pemasaran hubungan lebih

berorientasi jangka panjang, sasarannya

adalah penyampaian nilai jangka panjang

kepada pelanggan yang menjadi ukuran

sukses adalah kepuasan pelanggan jangka

panjang.

I. Kesimpulan Industri hospitality di Indonesia

berkembang pesat dan kompetitif.

Konsumen tentu menghendaki adanya

pelayanan yang memuaskan sehingga mau

tidak mau sumber daya manusia pada

industri ini harus selalu mengikuti

perkembangan jaman sehingga tidak

ketinggalan. Banyak hal yang harus

diperhatikan dalam industri ini yaitu

mengoptimalkan fungsi PR untuk

membangun citra perusahaan dan bukan

sekedar menawarkan “keramahtamahan”

saja. Keramahtamahan tanpa pemasaran

dan pelayanan yang optimal membuat

keramahan tersebut menjadi tidak berguna

bagi perusahaan dalam mencapai profit

yang diharapkan. PR merupakan bagian

penting dalam membangun brand image

yang kuat pada industri hospitality. CRM

merupakan cara yang tepat untuk

keberhasilan pemasaran suatu perusahaan

karena sebenarnya keberhasilan

pemasaran suatu perusahaan tidak hanya

dinilai dari seberapa banyak konsumen

yang berhasil diperoleh pada saat itu tetapi

bagaimana cara mempertahankan

konsumen tersebut.

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

7

DAFTAR PUSTAKA Basu Swasta, Hani Handoko, 2000,

Manajemen Pemasaran, Analisa

Perilaku Konsumen, BPFE UGM,

Yogyakarta

Basu Swasta, Irawan, 1981, Manajemen

Pemasaran Modern, Penerbit AMP

YKPN, Yogyakarta

Kolter, Philip, John Bowen & James Maken,

2002, Pemasaran Perhotelan dan

Kepariwisataan, Terjemahan, PT.

Prenhalindo, Jakarta

Linggar Anggoro, 2005, Teori dan Profesi

Kehumasan, Penerbit Bumi Aksara,

Jakarta.

Rio Budi Prasadja Tan, 2009, Psikologi

Pelayanan Jasa Hotel, Restoran &

Kafe, Erlangga, Jakarta.

Tjiptono, Fandy, 2006. Pemasaran Jasa,

Bayu Media Publishing, Malang.

________, 2000, Strategi Pemasaran, Edisi

2, Andy Offset, Yogyakarta

Vanessa Gaffar, 2007, CMR dan MPR Hotel

(Customer Relationship Management

and Marketing Public Relation),

Alfabeta, Bandung.

Yoeti, Oka A, 1996, Hotel Marketing, PT.

Perca, Jakarta.

________, 2003, Manajemen Pemasaran

Hotel, PT. Perca, Jakarta.

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

8

EVALUASI IMPLEMENTASI SERVICE ORIENTATION PADA JASA PENDIDIKAN:

TINJAUAN DI UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA

Audita Nuvriasari

Program Studi Manajemen

Fakultas Ekonomi Universitas Mercu Buana Yogyakarta

ABSTRACT

Service companies have to focus on service orientation in achieving sustainable competitive advantages. The impact of service orientation may be viewed as a roadblock that business must navigate in order to reduce negative effects generated from interaction with customers. The purpose of this study is to evaluate the implementation of service orientation in education service. The dimensions of service orientations including: service encounter practices, service system practices, service leadership practices and human resources management practices. This study analyzes the dyadic data collected from 45 questionnaires distributed to service employees in Mercu Buana University. This study adopted a 5-point Likert Scale for a questionnaire which comprised of question already developed for other studies but modified to serve this study purposes. The result shows that Mercu Buana University has implemented service orientation in good practices. Keywords: Service Orientation, service encounter, service system, service leadership and

human resources management.

PENDAHULUAN

Dewasa ini dinamika perkembangan

pada berbagai industri jasa mengalami

peningkatan yang signifikan dibandingkan

dengan dekade sebelumnya. Hal ini dapat

ditunjukkan dari kontribusi sektor jasa

terhadap perekonomian dunia yang telah

mendominasi sekitar dua pertiganya.

Pelaku pada industri jasa semakin

menyadari perlunya peningkatan orientasi

pelayanan pada konsumen atau pelanggan.

Bahkan banyak perusahaan manufaktur

yang saat ini telah menyadari perlunya

unsur jasa pada produknya sebagai upaya

peningkatan keunggulan bersaing.

Dalam bisnis jasa fokus pelanggan

menjadi pilihan tepat untuk menjalankan

aktivitas pemasaran. Mengingat keterlibatan

dan interaksi antar konsumen dan penyedia

jasa begitu tinggi pada sebagian besar

bisnis jasa termasuk salah satunya pada

jasa pendidikan maka pendekatan

pemasaran yang hanya berorientasi pada

transaksi (transactional marketing) dengan

sasaran tingginya penjualan dalam jangka

pendek menjadi kurang mendukung pada

praktek bisnis jasa. Untuk itu orientasi

pemasaran

pada bisnis jasa lebih difokuskan

pada orientasi pelanggan atau orientasi

pelayanan (service orientation). Hal ini

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

9

menjadi salah satu cara untuk menjaga

hubungan jangka panjang dengan

pelanggan yang diperoleh melalui loyalitas

dan komitmen pelanggan.

Mengingat perlunya jasa pendidikan

dalam menciptakan kepuasan bagi

penggunanya dalam hal ini adalah

mahasiswa maka perlu diperhatikan pula

pentingnya penciptaan kualitas pelayanan

jasa yang didasarkan pada orientasi

pelayanan (service orientation). Service

orientation adalah segala sesuatu yang

dilakukan organisasi untuk

mempertahankan kebijakan-kebijakan

perusahaan yang meliputi : pelatihan,

imbalan layanan, dan prosedur-prosedur

lain yang mendukung penyampaian layanan

yang dapat menghasilkan layanan yang

memuaskan.

Service orientation menekankan

pada aspek praktik, kebijakan dan prosedur

layanan dalam sebuah organisasi (Lytle,

Hom dan Mokwa, 1998). Evaluasi terhadap

implementasi service orientation pada jasa

pendidikan ini perlu dilakukan karena untuk

melihat sejauhmana organisasi atau

penyedia jasa berupaya untuk

mencipatakan kepuasan konsumen dengan

menghantarkan layanan yang berkualitas.

Mengingat jaminan kualitas menjadi

prioritas utama bagi setiap perusahaan

termasuk yang bergerak di bidang jasa

sebagai tolok ukur keunggulan daya saing

perusahaan.

Berdasarkan uraian pada tersebut

diatas maka dalam penelitian ini pokok

permasalahan yang diangkat adalah

bagaimanakah implementasi service

orientation pada jasa pendidikan

Universitas Mercu Buana Yogyakarta.

Dalam penelitian ini, dimensi service

orientation diadopsi dari artikel Lytle, Hom

dan Mokwa (1998) degan tema “SERV*OR :

A Managerial Measure of Organizational

Service-Orientation” yang meliputi : service

leadership practices, service encounter

practices, human resources management

practices, dan service system practices.

TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Sebelumnya

Penelitian yang berhubungan

dengan service orientation telah dilakukan

oleh sejumlah peneliti baik di bidang industri

manufaktur maupun jasa. Penelitian di

bidang industri jasa salah satunya dilakukan

oleh Liang, Tseng dan Lee (2010) dengan

mengangkat topik penelitian “Impact of

Service Orientationon Frontline Employee

Service Performance and Consumer

Response”. Dalam penelitian ini ditunjukkan

bahwa: (1) terdapat pengaruh yang positif

dan signifikan antara service orientation

terhadap kinerja pelayanan SDM, (2)

terdapat pengaruh yang negatif antara

service orientation terhadap loyalitas

konsumen, (3) terdapat pengaruh yang

positif dan signifikan antara kinerja layanan

SDM terhadap loyalitas konsumen dan (4)

terdapat pengaruh yang positip dan

signifikan antara loyalitas konsumen

terhadap word of mouth (WOM –

komunikasi dari mulut ke mulut).

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

10

Service orientation memiliki

pengaruh yang negatif terhadap loyalitas

konsumen dapat dijelaskan dengan

“Balance Theory” (Carson, Carson dan Roe,

1997) di mana kondisi yang demikian

sangat memungkinkan terjadi karena

loyalitas dapat dipengaruhi antara lain oleh

faktor sentimen (suka dan tidak suka),

sikap, dan unit relation (misalnya:

kepemilikan). Idealnya terdapat hubungan

yang positif antara service organization

dengan service provider (seperti: karyawan

frontliner), service organization dengan

konsumen, dan service provider dengan

konsumen. Hubungan yang negatif dapat

terjadi dikarenakan penilaian dalam benak

konsumen tidak selalu sama antara service

provider dengan service organization.

Hubungan akan seimbang jika konsumen

memiliki sikap dan penilaian yang sama

terhadap obyek.

Service Orientation

Service orientation adalah

kemampuan memberikan pelayanan yang

optimal kepada para pelanggan yang saling

berhubungan. Service orientation yang

diterapkan oleh suatu perusahaan akan

bertahan apabila disesuaikan dengan

kebutuhan konsumen. Dengan demikian

Service orientation merupakan segala

sesuatu yang dilakukan perusahaan untuk

mempertahankan kebijakan-kebijakan

perusahaan yang meliputi : pelatihan,

imbalan layanan, dan prosedur-prosedur

lain yang dapat menghasilkan layanan yang

memuaskan (Lytle et al, 1998). Service

orientation menekankan pada aspek

praktik, kebijakan dan prosedur layanan

sebuah organisasi.

Dalam penelitian ini, dimensi

service orientation menggunakan empat

dimensi yang telah dikembangkan oleh

Lytle, Hom dan Mokwa (1998) dalam

artikelnya yang berjudul SERV*OR: A

Managerial Measure of Organizational

Service-Orientation” dengan

mengembangkan dan memvalidasi orientasi

layanan yang diberi nama SERV*OR

(singkatan dari Service Orientation).

Adapun dimensi-dimensi tersebut adalah

sebagai berikut :

a. Service Leadership Pratices (praktik

keunggulan layanan) meliputi :

servant leadership dan service vison

( visi layanan).

b. Service Encounter Practices (praktik

penganan layanan), meliputi :

customer treatment (perlakuan

terhadap pelanggan) dan employee

empowerment (pemberdayaan

karyawan).

c. Human Resources Management

Practices (Praktik MSDM) meliputi :

pelatihan layanan (service training)

dan imbalan layanan (service

reward)

d. Service System Practices (praktik

sistem layanan), meliputi :

pencegahan kegagalan layanan

(service failure prevention),

pemulihan kegagalan layanan

(service failure recovery), teknologi

layanan (service technology),

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

11

standart layanan komunikasi

(service standart communication).

METODE PENELITIAN Subyek penelitian ini adalah

karyawan bagian pelayanan di Universitas

Mercu Buana Yogyakarta yang berada di

tingkat fakultas (tata usaha dan

laboratorium) dan tingkat universitas

(Direktorat Marketing, Direktorat Jaminan

Mutu, BAU, BAAK, ICT, dan UPT

Perpustakaan). Teknik pengambilan sampel

dilakukan dengan metode sensus

mengingat jumlah populasi yang terbatas.

Adapun jumlah responden dalam penelitian

ini sebanyak 45 karyawan.

Data penelitian berupa data primer

yang diperoleh melalui penyebaran

kuesioner. Skala pengukuran variabel

menggunakan skala likert berjenjang 5

dengan penilaian skor 1 (Sangat Tidak

Setuju) sampai dengan skor 5 (Sangat

Setuju). Variabel penelitian mencakup: (1).

Service leadership Practices yang meliputi

kepemimpinan layanan (servant leadership)

dan service vision (visi layanan), (2).

Service Encounter Practices meliputi

perlakuan terhadap konsumen (Customer

Treatment ) dan pemberdayaan karyawan

(employee empowerment), (3). Human

Resources Management Practices, meliputi

pelatihan layanan (service training) dan

imbalan layanan (service reward), (4).

Service System Practices, meliputi:

pencegahan kegagalan layanan, pemulihan

kegagalan layanan, teknologi layanan, dan

komunikasi standar layanan.

Metode analisis data dalam

penelitian ini menggunakan metode

deskriptif dengan penghitungan mean

aritmathic dan pengkategorian hasil nilai

rata-rata menggunakan rentang skala.

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Penilaian Terhadap Praktik Penanganan Layanan (Service Encounter Practies)

Service Encounter Practices

menunjukkan interaksi antara staf bagian

pelayanan di Universitas Mercu Buana

Yogyakarta dengan mahasiswa. Penilaian

terhadap implementasi service orientation

ditunjukkan pada tabel 1.

Penilaian Terhadap Implementasi Service System Practices

Service System Practices

merupakan integrasi atau gabungan antara

praktik dan prosedur yang disyaratkan

untuk penghantaran jasa kepada pengguna

layanan. Adapun penilaian terhadap

implementasi Service System Practices

dapat ditunjukkan pada tabel 2.

Penilaian terhadap Implementasi Service

Leadership Practices Praktik kepemimpinan layanan

adalah perilaku dan tindakan dari tim

manajemen dalam membentuk dan

mengelola organisasi dengan orientasi

pada penghantaran layanan yang

memuaskan bagi penggunanya. Hasil

analisis implementasi Service Leadership

Practices dapat ditunjukkan pada tabel 3.

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

12

Penilaian Terhadap Implementasi HRM Practices

Human Resources Management

Practices merupakan kegiatan pengelolaan

sumber daya manusia dalam organisasi

yang berorientasi pada penghantaran

layanan. Adapun penilaian terhadap

implementasi Human Resources

Management Practices dapat ditunjukkan

pada tabel 4.

Tabel 1.

Penilaian Terhadap Implementasi Service Encounter Practices

Dimensi Item Pertanyaan Mean Kategori Saya selalu berusaha memberikan perhatian kepada pengguna layanan sebagaimana yang mereka inginkan

4,60 Sangat Setuju (telah diimplementasikan dengan baik)

Saya senantiasa bersikap ramah, bersahabat dan sopan dalam memberikan layanan pada pengguna layanan

4,70 Sangat Setuju (telah diimplementasikan dengan baik)

Perlakuan terhadap

Pengguna Layanan

Saya selalu berupaya meminimalkan rasa ketidaknyamanan yang mungkin timbul dalam pelayanan

4,50 Sangat Setuju (telah diimplementasikan dengan baik)

Saya sering membuat keputusan penting menyangkut pelayanan kepada pengguna tanpa persetujuan dari atasan saya

2,40 Tidak Setuju (belum diimplementasikan dengan baik)

Saya selalu mengkonsultasikan dengan pimpinan jika terdapat masalah dalam pelayanan

4,30 Sangat Setuju (telah diimplementasikan dengan baik)

Pemberdayaan Karyawan

Karyawan memiliki kebebasan dan wewenang untuk bertindak secara independen dalam rangka memberikan layanan yang berkualitas

3,40 Setuju (telah diimplementasikan dengan baik tapi belum maksimal)

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

13

Tabel 2.

Penilaian Terhadap Implementasi Service System Practices

Dimensi Item Pertanyaan Mean Kategori Dalam memberikan pelayanan didukung dengan fasilitas atau piranti layanan berbasis teknologi

4,40 Sangat Setuju (telah diimplementasikan dengan baik)

Saya memahami dan mampu mengoperasionalkan teknologi layanan yang ada dengan baik

4,00 Setuju (telah diimplementasikan dengan baik tapi belum maksimal)

Teknologi Layanan

Teknologi layanan yang ada ditujukan untuk membentuk dan mengembangkan kualitas layanan yang lebih baik

4,70 Sangat Setuju (telah diimplementasikan dengan baik)

Saya berupaya keras untuk mencegah timbulnya masalah-masalah dalam pelayanan

4,40 Sangat Setuju (telah diimplementasikan dengan baik)

Saya secara aktif mendengarkan keluhan yang disampaikan oleh pengguna layanan

4,20 Setuju (telah diimplementasikan dengan baik tapi belum maksimal)

Pencegahan Kegagalan Layanan

Saya selalu berupaya untuk memberikan soslusi kepada pengguna layanan jika pengguna mengalami kendala dalam proses layanan.

4,40 Sangat Setuju (telah diimplementasikan dengan baik

Kami memiliki sistem penangan komplain yang bagus

3,40 Setuju (telah diimplementasikan dengan baik tapi belum maksimal)

Kami diberikan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan kami dalam menangani kegagalan layanan

3,50 Setuju (telah diimplementasikan dengan baik tapi belum maksimal)

Pemulihan Kegagalan Layanan

Dilakukan evaluasi secara rutin terkait dengan pelayanan sehingga dapat diketahui sejak dini jika terdapat kegagalan dalam layanan

3,70 Setuju (telah diimplementasikan dengan baik tapi belum maksimal)

Standar Komunikasi

Layanan

Terdapat standar yang baku dalam penyampaian layanan pada pengguna

3,70 Setuju (telah diimplementasikan dengan baik tapi belum maksimal)

Saya memahami secara jelas semua standar pelayanan pada unit kerja saya

3,90 Setuju (telah diimplementasikan dengan baik tapi belum

Ukuran kinerja layanan disampaikan secara terbuka oleh pucuk pimpinan kepada semua karyawan

3,50 Setuju (telah diimplementasikan dengan baik tapi belum maksimal)

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

14

Tabel 3.

Penilaian Terhadap Implementasi Service Leadership Practices

Dimensi Item Pertanyaan Mean Kategori

Terdapat komitmen yang nyata terhadap layanan dalam organisasi kami, bukan hanya sekedar kata-kata

3,70 Setuju (telah diimplementasikan dengan baik tapi belum maksimal)

Pengguna layanan lebih dipandang sebagai peluang untuk dilayani dan bukan hanya sebagai sumber penghasilan bagi organisasi

4,10 Setuju (telah diimplementasikan dengan baik tapi belum maksimal)

Visi Layanan

Diyakini organisasi berorientasi pada pelayanan untuk memenuhi kebutuhan penggunanya.

4,20 Setuju (telah diimplementasikan dengan baik tapi belum maksimal)

Jajaran pimpinan secara terus menerus mengkomunikasikan kepada seluruh SDM akan arti penting pelayanan

3,80 Setuju (telah diimplementasikan dengan baik tapi belum maksimal)

Jajaran pimpinan secara berkala turun ke unit-unit kerja untuk menggontrol proses pelayanan

3,40 Setuju (telah diimplementasikan dengan baik tapi belum maksimal)

Jajaran pimpinan secara berkala meningkatkan kemampuan karyawan dalam memberikan layanan berkualitas

3,60 Setuju (telah diimplementasikan dengan baik tapi belum maksimal)

Keunggulan Layanan

Item Pertanyaan Mean Kategori Pucuk pimpinan secara pribadi memberikan masukan kepada pimpinan dan karyawan unit kerja untuk menciptakan layanan berkualitas

3,60 Setuju (telah diimplementasikan dengan baik tapi belum maksimal)

Organisasi secara rutin mengukur kualitas layanan dari setiap unit kerja

3,50 Setuju (telah diimplementasikan dengan baik tapi belum maksimal)

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

15

Tabel 4.

Penilaian Terhadap Implementasi Human Resources Management Practices

Dimensi Item Pertanyaan Mean Kategori Organisasi memberikan insentif dan penghargaan bagi semua karyawan atau unit kerja yang memberikan layanan dengan baik

3,40 Setuju (telah diimplementasikan dengan baik tapi belum maksimal)

Imbalan Layanan

Organisasi secara jelas menghargai layanan yang unggul atau prima

3,70 Setuju (telah diimplementasikan dengan baik tapi belum maksimal)

Organisasi secara berkala memberikan pelatihan keterampilan personal terkait dengan layanan yang berkualitas

3,40 Setuju (telah diimplementasikan dengan baik tapi belum maksimal)

Organisasi mensosialisasikan program-program pelatihan layanan bagi karyawan

3,60 Setuju (telah diimplementasikan dengan baik tapi belum maksimal)

Pelatihan Layanan

Saya memiliki kesadaran dan sangat tertarik untuk dapat mengikuti pelatihan di bidang pelayanan

4,40 Sangat Setuju (telah diimplementasikan dengan baik)

PEMBAHASAN

DAN KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dapat

dijelaskan bahwa Universitas Mercu Buana

Yogyakarta selaku service organization dan

karyawan bagian pelayanan selaku service

provider telah berorientasi pada layanan

dalam menghantarkan jasa pada

penggunannya. Meskipun demikian masih

ada beberapa dimensi oreintasi layanan

yang belum diimplementasikan secara

maksimal. Evaluasi terhadap implementasi

service orientation dapat dijelaskan sebagai

berikut:

Implementasi terhadap Penanganan

Layanan (Service Encounter Practices) a. Evaluasi terhadap Implementasi

Penanganan Pengguna Layanan (Customer Treatment)

Evaluasi terhadap penangan pengguna

layanan yang dialkukan oleh karyawan

secara umum telah

mengimplementasikan orientasi layanan

dengan baik (mean = 4,60). Hal ini

dapat ditunjukkan dari upaya karyawan

untuk memberikan perhatian secara

maksimal kepada pengguna layanan,

kesediaan untuk bersikap ramah,

bersahabat dan sopan serta adanya

upaya untuk senantiasa meminimalkan

ketidaknyamanan yang mungkin timbul

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

16

dalam pelayanan. Hal tersebut

menunjukkan bahwa sudah ada

keinginan dan motivasi secara internal

dari karyawan untuk memberikan

layanan yang maksimal bagi pengguna

layanan.

b. Evaluasi Terhadap Implementasi Pemberdayaan Karyawan (Employee Empowerment) Evaluasi terhadap implementasi

employee empowerment

mengindikasikan bahwa pemberdayaan

karyawan secara umum telah mengarah

pada orientasi layanan akan tetapi

belum dilakukan secara maksimal

(mean= 3,36) khususnya terkait dengan

kemandirian dalam pengembilan

sejumlah keputusan. Orientasi layanan

ditunjukkan dengan upaya karyawan

untuk mengkonsultasikan dengan

pimpinan jika terdapat permasalahan

dalam pelayanan yang sekiranya tidak

dapat diatasi oleh karyawan di bagian

pelayanan. Terkait dengan keputusan

penting di bidang pelayanan yang

sekiranya tidak dapat diputuskan oleh

karyawan maka selalu meminta

persetujuan dari atasan. Karyawan juga

memiliki kebebasan untuk bertindak

secara independen dalam rangka

memberikan layanan yang berkualitas.

Kebebasan dan kewenangan yang

dimaksud adalah sesuai dengan porsi

kewenangan pada tanggungjawab di

setiap unit kerja. Jika diluar

kewenangan pada unit kerja maka

karyawan akan mengkonsultasikan

dengan pimpinan unit kerja.

Implementasi terhadap Praktek Sistem Layanan (Service System Practices) a. Evaluasi terhadap Implementasi

Teknologi Layanan (Service Technology) Evaluasi terhadap implementasi service

technology dinilai telah berorientasi

pada layanan (mean = 4,37). Hal ini

ditunjukkan dalam memberikan

pelayanan didukung dengan piranti

layanan berbasis teknologi, seperti:

SIM, SIA, E-learning, Personal Web

Dosen, dan Web Fakultas. Dalam

memanfaatkan teknologi untuk

pelayanan karyawan juga mampu

mengoperasionalkannya dengan baik.

Hal ini didukung dengan adanya

sejumlah pelatihan yang

diselenggarakan oleh ICT UMBY.

Semua Teknologi layanan yang ada

ditujukan untuk membentuk dan

mengembangkan kualitas layanan yang

lebih baik.

b. Evaluasi terhadap Implementasi Pencegahan Kegagalan Layanan (Service Failure Prevention)

Evaluasi terhadap pencegahan

kegagalan layanan secara umum telah

menunjukkan orientasi layanan yang

baik (mean = 4,33). Hal ini ditunjukkan

dengan adanya upaya yang maksimal

dari karywan di bagian pelayanan untuk

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

17

mencegah timbulnya masalah dalam

pelayanan. Berdasarkan hasil

wawancara dengan sejumlah karyawan

di bagian pelayanan upaya pencegahan

dapat dilakukan dengan

mengkonsultasikan langsung dengan

pimpinan unit kerja apabila karyawan

mengalami kesulitan atau kendala

dalam layanan. Karyawan bagian

pelayanan juga berusaha untuk

mendengarkan keluhan yang

disampaikan oleh pengguna layanan.

Keluhan dari pengguna layanan akan

disampaikan kepada pimpinan unit kerja

untuk ditindak lanjuti. Jika pengguna

layanan mengalami kesulitan atau

kendala dalam proses layanan maka

secara umum karyawan bersedia untuk

membantu atau memberikan solusi

kepada pengguna layanan.

c. Evaluasi terhadap Pemulihan Kegagalan Layanan (Services Failure

Recovery) Evaluasi terhadap pemulihan kegagalan

layanan sudah mengarah pada orientasi

layanan akan tetapi belum dapat

dilakukan secara maksimal (mean =

3,53). Hal ini ditunjukkan dengan

adanya sejumlah karyawan bagian

pelayanan yang tidak yakin (22%) jika

organisasi memiliki system penanganan

complain yang bagus. Sistem

penanganan complain bagi pengguna

layanan khususnya di setiap unit kerja

belum tersusun secara formal sehingga

tiap unit kerja belum memiliki standar

yang sama dalam penanganan

complain.

Dalam upaya untuk pemulihan

kegagalan layanan juga dilakukan

dengan mengikutsertakan karyawan

dalam training. Akan tetapi kegiatan

pelatihan ini belum dilakukan secara

maksimal. Hal ini ditunjukkan dengan

masih adanya karyawan yang belum

diikut sertakan dalam pelatihan sejenis

(20%). Kegiatan evaluasi secara rutin

terkait dengan pelayanan yang ditujukan

untuk mengetahui sejak dini jika

terdapat kegagalan dalam layanan

dinilai belum dilakukan secara

maksimal. Evaluasi yang secara rutin

dilakukan sebatas pada layanan Proses

Belajar Mengajar di Kelas yang

dikoordinir oleh Direktorat Jaminan

Mutu. Sedangkan evaluasi terhadap

tingkat kepuasan pengguna

(mahasiswa) setiap tahun dilakukan

oleh Direktorat Pemasaran.

d. Evaluasi terhadap Standar Layanan Komunikasi (Service Standards Communication)

Evaluasi terhadap standar layanan

komunikasi sudah mengarah pada

orientasi layanan yang baik meskipun

masih ada indikator yang belum

diimplementasikan secara maksimal

(mean = 3,70). Berdasarkan hasil

wawancara dengan beberapa karyawan

dapat diperoleh informasi bahwa pada

unit kerjanya tidak ada standar layanan

yang baku seperti prosedur layanan

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

18

baku yang menjadi pedoman secara

tertulis, sehingga dalam memberikan

pelayanan lebih didasarkan atas

kebiasaan atau alur layanan yang

selama ini telah dijalankan. Dalam

melakukan evaluasi untuk mengukur

kinerja layanan dinililai belum secara

maksimal disampaikan secara terbuka

oleh pucuk pimpinan kepada karyawan.

Implementasi Terhadap

Praktek Keunggulan Layanan (Service Leadership Practices) a. Evaluasi Terhadap Implementasi Visi

Layanan (Service Vison) Implementasi visi layanan dinilai positif

dan telah mengarah pada orientasi

layanan (mean = 4,00). Hal ini

ditunjukkan dari adanya komitmen yang

nyata dari organisasi untuk

mengedepankan layanan dan diyakini

secara mendasar bahwa organisasi

berorientasi pada pelayanan untuk

memenuhi kebutuhan penggunanya.

Cerminan orientasi layanan juga

ditunjukkan dari penilaian mayoritas

karyawan bahwa pengguna layanan

lebih dipandang sebagai peluang untuk

dilayani dan bukan sebagai sumber

penghasilan bagi organisasi.

Asumsinya, jika pengguna layanan

merasa puas maka akan memberikan

dampak positif seperti rekomendasi

positif dari mulut ke mulut.

b. Evaluasi Terhadap Implementasi Keunggulan Melayani (Servant

Leadership)

Implementasi keunggulan dalam

melayani dinilai belum secara maksimal

berorientasi pada layanan (mean=3,58).

Hal ini ditunjukkan dengan adanya

sejumlah karyawan yang tidak yakin

(20%) bahwa pimpinan secara intensif

mengkomunikasikan kepada seluruh

SDM akan arti penting layanan. Upaya

jajaran pimpinan secara berkala untuk

turun ke unit-unit kerja untuk mengontrol

proses pelayanan juga dinilai kurang

maksimal begitu pula dengan upaya

pucuk pimpinan secara pribadi

memberikan masukan kepada pimpinan

unit kerja dan karyawan untuk

menciptakan layanan berkualitas dinilai

kurang maksimal.

Implementasi Terhadap Praktek MSDM (HRM Practices)

a. Evaluasi Terhadap Implementasi Imbalan Layanan (Service Reward) Pemberian insentif dan penghargaan

dari organisasi kepada semua karyawan

atau unit kerja yang memberikan

pelayanan dengan baik dinilai belum

maksimal (mean = 3,55). Disamping itu

organisasi juga dinilai belum secara

jelas menghargai layanan yang unggul

dari setiap unit kerja. Hal ini ditunjukkan

dengan belum adanya instrumen yang

baku yang ditetapkan oleh univeritas

yang digunakan untuk menilai kinerja

layanan.

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

19

b. Evaluasi Terhadap Implementasi

Pelatihan Layanan (Service Training)

Pemberian pelatihan keterampilan bagi

karyawan bagian pelayanan dinilai

belum maksimal (mean=3,80). Pelatihan

yang diselenggarakan oleh universitas

seringkali bersifat umum dan bersifat

insidentil atau tidak terjadwal secara

rutin sehingga tidak berkesinambungan.

Di lain pihak pada dasarnya karyawan

bagian pelayanan sangat berminat dan

memiliki kesadaran tinggi untuk

diikutsertakan dalam pelatihan di bidang

pelayanan.

Berdasarkan pembahasan tersebut,

dapat disimpulkan bahwa dimensi service

orientation yang telah diimplementasikan

dengan baik di UMBY adalah: perlakuan

terhadap pengguna layanan, teknologi

layanan, dan pencegahan kegagalan

layanan. Dimensi service orientation yang

telah diimplementasikan dengan baik tetapi

belum maksimal meliputi: pemulihan

kegagalan layanan, standart layanan

komunikasi, visi layanan, penghargaan

layanan, dan pelatihan layanan. Sedangkan

yang belum diimplementasikan dengan baik

adalah pemberdayaan karyawan.

DAFTAR PUSTAKA

Alge, Gresham, Haneman, Fox, Mc Masters

(2002), Measuring Customer Service

Orientation Using a Measure of

Interpersonal Skill: A Preliminary

Test in a Public Service

Organization, Journal of Business

and Psychology, Vol. 16, No. 5

Budiyuwonom N (2010), Pengantar Statistik

Ekonomi dan Perusahaan,

Yogyakarta: UPP AMP YKPN

Da Liang, Chau Tseng, Chen Lee (2010),

Impact of Service Orientation on

Frontline Employee Service

Performance and Customer

Response, Journal of Marketing

Studies, Vol 2, No. 2

Engel, J.F. Blackwell, R.D, Miniard, P.W

(2001), Consumer Behavior, 9th

Edition, Orlando, Florida: Harcourt,

Inc.

Green Jr, Chakrabarty, Whitten, (2007),

Organisational Culture of Customer

Care: Market Orientation and

Service Quality, International Journal

Services and Standarts, Vol. 3 No. 2

Kotler, P. (2009), Marketing Management:

Analysis, Planning, Implementation

and Control, 12th Edition. Upper

Saddle River, New Jersey: Prentice

Hall Inc.

Kotler, P. dan Armstrong, G, (2009),

Prinsip-Prinsip Pemasaran, 12th

Edition. Jakarta: PT. Erlangga.

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

20

Lupiyoadi, R dan Hamdani (2006),

Manajemen Pemasaran Jasa,

Jakarta: Salemba Empat.

Lovelock, C.H (1991), Marketing Service,

Second Edition, Englewood Cliffs,

New Jersey: Prantice Hall Inc.

Lytle, RS, Hom, P.W., and Mokwa, M.P,

(1998), SERV*OR: A Managerial

Measure of Organizational Service

Orientation. Journal of Retailing 74

(4), 455-489.

Purwadi, B. (2000), Riset Pemasaran:

Implementasi Dalam Bauran

Pemasaran, Jakarta:PT. Grasindo.

Simamora, B. (2001), Remarketing For

Business Recovery-Sebuah

Pendekatan Riset, Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama.

------------------ (2002), Panduan Riset

Perilaku Konsumen, Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama.

Solnet, Kandampully, Service Orientation

As A Strategic Initiative: A

Conceptual Model With Examplars,

Alliance Journal of Business

Research.

Supranto, J. (2001), Pengukuran Tingkat

Kepuasan Pelanggan, Jakarta:

Rineka Cipta.

Tjiptono, Chandara, Diana (2004),

Marketing Scales, Yogyakarta: Andi

Offset

Umar, H. (2000), Riset Pemasaran Dan

Perilaku Konsumen, Jakarta :

Gramedia Pustaka Utama.

Zeithaml, V.A, Bitner, M.J, (1996), Service

Marketing, New York: McGraw-Hill

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

21

PENGARUH KEPUASAN TERHADAP LOYALITAS NASABAH KREDIT PADA BUKP NANGGULAN

Subarjo

Program Studi Manajemen

Fakultas Ekonomi Universitas Mercu Buana Yogyakarta

ABSTRACT

This research was aimed is reference for BUKP Nanggulan to provide analytical assessment of the influence credit of customer satisfaction (aspects of product, price and place) to customer loyalty of credit and ultimately service users will be able give confidence to customers. From data obtained satisfaction on loyalty if customers don’t have significant effect. Where, a very high level of cutomer loyalty.

Keywords : satisfaction, customer, loyalty

I. PENDAHULUAN Lembaga keuangan mikro dewasa

ini semakin berkembang di Indonesia,

termasuk di Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta. Hal ini dengan ditandai peran

pemerintah dalam mewujudkan

pertumbuhan ekonomi kerakyatan. Semua

itu tidak terlepas dari keberhasilan

kecamatan sebagai pusat pertumbuhan

ekonomi kerakyatan dengan masyarakat

dalam wilayah kecamatan untuk

mendukung pada peningkatan usaha

melalui jasa intermediasi lembaga

keuangan mikro BUKP (Badan Usaha

Kredit Pedesaan) yang tersebar di Daerah

Istimewa Yogyakarta. Dari setiap lembaga

keuangan mikro berusaha untuk menarik

nasabah sebanyak-banyaknya dengan

meningkatkan kualitas baik dari segi

pelayanan, produk, bunga ,tata cara

prosedur, serta fasilitas yang ada.

Tujuan utama layanan tersebut

adalah memberikan kepuasan bagi para

nasabah. Dalam konteks teori consumer

behavior, kepuasan lebih banyak

didefinisikan dari perspektif pengalaman

konsumen setelah mengkonsumsi atau

menggunakan suatu produk atau jasa yang

diberikan. Tingkat kepuasan konsumen

dapat diartikan dengan kesesuaian antara

apa yang dirasakan oleh konsumen dari

pengalaman konsumsinya dengan apa

yang diharapkannya.

Seorang pelanggan yang puas

adalah pelanggan yang merasa

mendapatkan nilai yang terkandung dari

produsen atau penyedia jasa. Nilai yang

terkandung ini bisa berasal dari produk,

pelayanan, harga, promosi, proses dan

tempat. Sebagai contoh apabila pelanggan

mengatakan bahwa nilai adalah produk

yang berkualitas, maka kepuasan terjadi

jika pelanggan mendapatkan produk yang

berkualitas. Selain itu contoh nilai bagi

pelanggan adalah pelayanan atau layanan

proses yang mudah dan cepat maka

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

22

kepuasan akan datang pelayanan bagi

nasabah akan terjamin. Dan jika nilai yang

terkandung dari pelanggan adalah harga

yang terjangkau maka pelanggan akan

puas kepada produsen yang memberikan

harga yang paling kompetitif.

Nilai bagi pelanggan ini dapat

diciptakan melalui atribut-atribut pemasaran

perusahaan yang dapat menjadi unsur-

unsur stimulus bagi perusahaan untuk

mempengaruhi konsumen dalam

pembelian. Jika pembelian yang dilakukan

mampu memenuhi kebutuhan dan

keinginannya atau mampu memberikan

kepuasan, maka di masa datang akan

terjadi pembelian ulang, bahkan lebih jauh

lagi, konsumen yang puas akan

menyampaikan rasa kepuasannya kepada

orang lain, baik dalam bentuk cerita (word

of mouth), atau memberikan rekomendasi.

Loyalitas merupakan pengukuran

terhadap kepuasan maupun ketidakpuasan

pelanggan suatu merek merupakan

indikator yang penting dari loyalitas merek.

Bila ketidakpuasan pelanggan terhadap

suatu merek rendah, maka pada umumnya

tidak cukup alasan bagi pelanggan untuk

beralih mengkonsumsi merek lain kecuali

bila ada faktor-faktor penarik yang sangat

kuat. Selain itu juga dapat dihubungkan

dengan marketing mix, Adapun Unsur-unsur

marketing mix dalam pemasaran jasa terdiri

atas 7 unsur yaitu : (1) produk, (2) harga,

(3) tempat, (4) promosi, (5) manusia, (6)

proses, dan (7) layanan pelanggan (Payne,

2001).

A. Rumusan Masalah

Rumusan masalah adalah apakah

kepuasan dari Nasabah mempengaruhi

loyalitas nasabah kredit pada BUKP

Nanggulan

B. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam

penelitian ini adalah menganalisis

pengaruh kepuasan terhadap loyalitas

nasabah kredit pada BUKP Nanggulan

C. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini

adalah : 1. Menambah wawasan dan dapat

menerapkan perkembangan teoritis

tentang kepuasan dan loyalitas

nasabah .

2. Memberikan penilaian terhadap jasa

layanan kredit BUKP Nanggulan

agar diharapkan menjadi pedoman

yang lebih baik.

3. Digunakan sebagai bahan

pertimbangan untuk penelitian

selanjutnya yang berkaitan antara

kepuasan nasabah kredit dan

loyalitas nasabah

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

23

II. KERANGKA PIKIR Dari alur kerangka pikir diatas dapat

dijelaskan bahwa batasan nilai yang

terkandung dari kepuasan dapat diukur

dengan produk, harga, dan tempat.

Sehingga dari ketiga elemen tersebut

digabung menjadi satu dan menjadi sebuah

persepsi kepuasan dari nasabah. Dengan

demikian didapat apakah kepuasan

nasabah kredit dapat berpengaruh terhadap

loyalitas nasabah atau tidak.

III. METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di BUKP

Cabang Nanggulan, Kulon Progo

B. Populasi dan Sampel

Populasi yang dilakukan dalam

penelitian ini adalah semua nasabah

yang menggunakan jasa kredit di

BUKP Nanggulan. Sedangkan sampel

yang diambil sebesar 50 responden

dari 396 pengguna jasa kredit yang ada

di BUKP Nanggulan

C. Data yang digunakan dalam penelitian 1. Data Primer, penelitian yang akan

dilakukan ini diambil langsung dari

sumber asli melalui kuesiener yang

disebarkan selama 3 (tiga) minggu

dengan bertempat di BUKP

Nanggulan. Adapun isi kuesioner

pada data primer adalah a. Karakteristik dari nasabah

yang berisi jenis kelamin,

usia, pendidikan terakhir,

pekerjaan dan asal nasabah

mengenal produk tersebut.

b. Kepuasan Nasabah kredit

yang berisi kandungan nilai

Kepuasan Nasabah kredit

(X)

Produk

Harga

Tempat

Loyalitas (Y)

Nilai terkandun

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

24

(produk, harga, layanan,

promosi, proses dan tempat).

c. Loyalitas Nasabah yang berisi

tentang pernyataan kesetiaan

menggunakan pelayanan jasa

kredit di BUKP Nanggulan.

2. Data Sekunder, dimana dalam data

ini diambil dari sumber-sumber

yang berkaitan dengan kepuasan

dan loyalitas nasabah baik melalui

jurnal-jurnal, referensi buku, dan

lainnya.

D. Hipotesis Ho : Diduga tidak ada pengaruh

signifikan pada kepuasan

nasabah kredit terhadap loyalitas

di BUKP Nanggulan

Ha : Diduga ada pengaruh signifikan

pada kepuasan nasabah kredit

terhadap loyalitas di BUKP

Nanggulan.

E. Metode Analisis Data 1. Uji Reliabilitas

Pengujian reliabilitas ini dilakukan

untuk mengetahui sejauh mana alat

pengukur dapat memberikan hasil

yang konsisten apabila dilakukan

pengulangan dalam penelitian

kepuasan nasabah dan loyalitas

terhadap produk tetapi harus

disesuaikan dengan nilai alpha

(Sekaran, 2003)

2. Uji Validitas

Pengujian validitas ini dilakukan

untuk mengetahui sejauh mana alat

pengukur mampu mengukur apa

yang akan diukur dalam penelitian

kepuasan nasabah dan loyalitas

terhadap produk tetapi harus

disesuaikan dengan nilai alpha.

3. Metode regresi

Metode regresi digunakan untuk

melihat pengaruh antara variabel

bebas (kepuasan nasabah kredit)

terhadap variable terikat (loyalitas

produk kredit) Adapun rumus yang

digunakan sebagai berikut :

Y = a + b1X1+e Dimana :

Y = Loyalitas produk kredit

a = Konstanta

X1 = Kepuasan nasabah kredit

Untuk mengetahui tingkat kebenaran

selanjutnya maka dilakuakan pengujian t-

test dan koefisien determinasi (adjust

square).

Sebelum dilakukan analisa data,

terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik

terhadap variabel penelitian.adapun uji

asumsi yang digunakan adalah

a) Uji Multikolinier

Uji multikolinier digunakan untuk

mengetahui ada atau tidaknya

penyimpangan klasik multikolinier,

yaitu adanya hubungan linier

antara variabel independen dalam

model regresi. Uji multikolinier

dikatakan tidak multikolinier jika

nilai Value Inflation Factor (VIF) <

10, yang dihitung menggunakan

program SPSS.

b) Uji Autokorelasi

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

25

Uji Autokorelasi digunakan untuk

mengetahui ada atau tidaknya

penyimpangan asumsi klasik

autokorelasi yaitu korelasi yang

terjadi diantara variabel pada suatu

pengamatan dengan pengamatan

lain pada model regresi. Metode

untuk menguji Uji autokorelasi

adalah Uji Durbin-Watson (Uji DW).

Daerah penerimaan Uji durbin-

Watson :

0 – 1,046 : Autokoralasi Positif

1,046 – 1,535 : Keraguan

1,535 – 2,465 : Bebas Autokorelasi

2,465 – 2,954 : Keraguan

2,954 – 4 : Autokorelasi negatif

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil pengujian Asumsi Klasik

a. Uji Normalitas Untuk menguji data yang

berdistribusi normal, akan digunakan alat uji

normalitas, yaitu one-sample Kolmogorov-

Smirnov. Data dikatakan berdistribusi

normal jika signifikansi variabel dependen

memiliki nilai signifikansi lebih dari 5 %.

Pengujian normalitas data dapat dilihat

pada tabel 4.e.

Pada data diatas dapat dilihat

bahwa nilai signifikansi Asymp sig (2-tailed)

masih dibawah 0,05, sehingga dapat

dikatakan bahwa data yang digunakan

dalam penelitian ini tidak berdistribusi

secara normal. Namun dengan

mempertimbangkan central limit theorm,

karena sampel yang digunakan lebih besar

dari 30, maka distribusi data dapat

dianggap normal.

b. Uji Autokorelasi Uji autokrelasi menggunakan

pengujian Durbin-Watson. Berdasarkan

hasil perhitungan dengan bantuan program

SPSS 16 menunjukan hasil sebesar 1,610

dengan jumlah variabel bebas sebanyak 1

dan tingkat signifikansi 0,05 atau α=5 %.

Perhitungan Durbin-Watson dengan nilai

1,610 terletak diantara 1,535 – 2,465 yang

berarti model ini tidak mengandung

Autokorelasi karena nilai 1,610 terletak

diantara 1,535 < 1,610 < 2,465. Sehingga

dapat disimpulkan bahwa model regresi ini

tidak terjadi Autokorelasi.

c. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinieritas dilakukan untuk

melihat adanya keterkaitan antara variabel

independen, atau dengan kata lain setiap

variabel independen dijelaskan oleh

variabel independen lainnya. Untuk melihat

apakah ada kolinearitas dalam penelitian

ini, maka akan dilihat dari nilai variance

inflation factor (VIF). Batas nilai VIF yang

diperkenankan adalah maksimal sebesar

10. Dengan demikian nilai VIF yang lebih

besar dari 10 menunjukkan adanya

kolinearitas yang tinggi. Nilai VIF dapat

dilihat dalam tabel 4.g.

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

26

Tabel 4.e Pengujian Normalitas

Sumber : Data olah spss 16.0

Tabel 4.f Pengujian Autokorelasi

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of

the Estimate

Durbin-

Watson

1 .265a .070 .051 .37945 1.610

a. Predictors: (Constant), Kepuasan

b. Dependent Variable: Loyalitas

a. Dependent Variable: Loyalitas

Sumber: Data olah spss 16.0

Tabel 4.g Uji Multikolinearitas

Coefficientsa

Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1.000 1.000

Pada bagian Coefficient terlihat

untuk enam variabel independen,

menunjukkan angka VIF yaitu sebesar

1,000. Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa model regresi tersebut tidak terdapat

masalah multikolinearitas.

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Kepuasan Loyalitas

N 50 50

Mean 4.1533 3.8933 Normal Parametersa

Std. Deviation .33813 .38943

Absolute .255 .208

Positive .255 .192

Most Extreme

Differences

Negative -.225 -.208

Kolmogorov-Smirnov Z 1.802 1.470

Asymp. Sig. (2-tailed) .003 .027

a. Test distribution is Normal.

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

27

2. Hasil pengujian utama a. Uji Validitas

Pada uji validitas diukur dengan

menghitung korelasi antara faktor masing-

masing butir pertanyaan dengan total skor

antara kepuasan konsumen dan loyalitas.

Pada penelitian ini uji validitas

menggunakan data n = 30 sampel. Dibawah

ini data olah hasil uji hasil validitas :

Dari data olah diatas bahwa analisis

validitas menunjukkan bahwa item dari

pertanyaan antara kepuasan konsumen dan

loyalitas valid, karena setiap butir

pertanyaan menunjukkan hasil yang

signifikan pada taraf signifikansi 5% (0,05)

dengan tingkat korelasi 0,438 dan

signifikansinya 0,016 < 0,05. Dengan

demikian data diatas disimpulkan valid.

b. Uji Reliabilitas Pada uji reliabilitas menggunakan

cronbach alpha untuk menunjukkan sejauh

mana suatu alat dapat dipercaya untuk

mengukur suatu obyek, koefisien alpha

yang semakin mendekati 1 berarti butir-butir

pertanyaan dalam koefisien semakin

reliabel. Sebuah faktor dinyatakan reliabel

jika koefisien alpha lebih besar dari 0,6

(Santoso, 2002). Adapun hasil pengolahan

dapat dilihat dalam tabel 4.i.

Tabel 4.h Pengujian validitas

Correlations

Kepuasan Loyalitas

Pearson Correlation 1 .438*

Sig. (2-tailed) .016

Kepuasan

N 30 30

Pearson Correlation .438* 1

Sig. (2-tailed) .016

Loyalitas

N 30 30

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Sumber: Data olah spss 16.0

Tabel 4.i Pengujian Reliabilitas

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.609 2

Berdasarkan uji reliabilitas pada

table 4.i didapat data reliabel karena alpha

lebih dari 0,6 yakni sebesar 0,609.

c. Uji Regresi Analisis dari uji regresi ini adalah

untuk mengetahui hubungan antara variabel

independen ( kepuasan nasabah kredit )

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

28

dengan variabel dependen (loyalitas

nasabah). Adapun data olah yang didapat

sebagai berikut :

Tabel 4.j Pengujian regresi

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of

the Estimate

Durbin-

Watson

1 .265a .070 .051 .37945 1.610

a. Predictors: (Constant), Kepuasan

b. Dependent Variable: Loyalitas

Sumber: Data olah spss 16.0

Berdasarkan perhitungan tabel

di atas, dapat dijelaskan bahwa

besarnya korelasi faktor kepuasan

nasabah adalah sebesar 0,265. Korelasi

variabel kepuasan tersebut adalah kuat.

Kemudian Besarnya angka koefisien

determinasi (R Square) dalam

perhitungan di atas adalah sebesar

0,070 atau 7%. Angka tersebut

mempunyai arti pengaruh kepuasan

nasabah sebesar 7%, sedangkan

sisanya 93% dijelaskan oleh pengaruh

variabel faktor yang lain. Untuk

mengetahui lebih lanjut tentang

pengaruh dapat dilakukan tentang uji T.

d. Uji T Pada pengujian ini untuk menguji

hubungan antara variabel dependen

(loyalitas) dan independen (kepuasan

nasabah kredit) apakah secara

mempunyai pengaruh secara signifikan

atau tidak. Adapun perhitungannya

sebagai berikut (Tabel 4.k.)

Pada perhitungan ANOVA

menggunakan spss 16.0 didapat nilai

F = 3,611 dengan tingkat signifikansi

0,000. Karena probabilitas (0,063)

jauh lebih besar dari 0,05 (5%), maka

model regresi tidak dapat dipakai

untuk memprediksi loyalitas, sehingga

kepuasan nasabah kredit BUKP

Nanggulan tidak berpengaruh

terhadap loyalitas. Berdasarkan pada

hasil perhitungan diperoleh angka

signifikansi sebesar 0,063 yaitu 0,063

< 0,05. Hal itu berarti HO diterima dan

tidak ada hubungan linier antara

variabel kepuasan nasabah kredit

dengan loyalitas variabel.

Selanjutnya untuk membuat

dan mendapatkan persamaan regresi

diperoleh dari hasil olah data sebagai

berikut : (Tabel 4.l.)

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

29

Tabel 4.k Pengujian F

ANOVAb

Model

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Regression .520 1 .520 3.611 .063a

Residual 6.911 48 .144

1

Total 7.431 49

a. Predictors: (Constant), Kepuasan

b. Dependent Variable: Loyalitas

Sumber: Data olah spss 16.00

Tabel 4.l Persamaan regresi

Coefficientsa

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

Collinearity

Statistics

Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF

(Constant) 2.628 .668 3.934 .000 1

Kepuasan .305 .160 .265 1.900 .063 1.000 1.000

a. Dependent Variable: Loyalitas

Sumber: Data olah spss 16.0

Berdasarkan tabel 4.l diatas dapat

diperoleh hal-hal sebagai berikut :Sehingga

persamaan regresinya sebagai berikut : Y=

a + b1X1 Y= 2,628 + 0,305X1 Dimana :

Y = Loyalitas Nasabah kredit, X1 =

Kepuasan Nasabah dari BUKP Nanggulan.

Dari persamaan diatas dapat diartikan

bahwa nilai sebesar 2,628 mempunyai arti

jika ada kepuasan nasabah dianggap nol,

maka loyalitas nasabah kredit menjadi naik

sebesar 2,628. selain itu juga mempunyai

arti apabila koefisien regresi variabel faktor

kepuasan produk kredit sebesar 0,305

mengalami kenaikan, yang artinya semakin

besar nilai kepuasan nasabah kredit maka

semakin tinggi pula nilai loyalitas nasabah

kredit BUKP nanggulan dengan sebesar

0,305 satuan. Dengan demikian semakin

baik tingkat pelayanan yang diberikan pihak

BUKP Nanggulan kepada nasabah kredit

semakin tinggi pula kesetiaan (loyalitas) dari

nasabah kredit kepada jasa pelayanan

BUKP.

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

30

Pembahasan Kepuasan setiap nasabah tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap

loyalitas nasabah kredit BUKP Nanggulan.

Hal tersebut dapat dilihat dari angka pada

perhitungan regresi yakni 2,628 mempunyai

arti jika ada nilai kepuasan, maka loyalitas

nasabah kredit menjadi naik sebesar 2,628.

Selain itu juga mempunyai arti koefisien

regresi variabel kepuasan sebesar 0,305 ,

yang artinya semakin besar nilai kepuasan

nasabah kredit maka semakin tinggi pula

nilai loyalitas nasabah kredit BUKP

nanggulan sebesar 0,305 satuan Dari segi

besarnya pengaruh diperoleh koefisien

determinasi sebesar 7 %. Dimana angka

tersebut mempunyai arti pengaruh

kepuasan nasabah terhadap loyalitas

sebesar 7%, sedangkan sisanya 93%

dijelaskan oleh pengaruh variabel faktor

yang lain. Pada BUKP Nanggulan rata-rata

tingkat kepuasannya tinggi yakni sebesar

4,153 sedangkan rata-rata loyalitas

(kesetiaan) terhadap jasa kredit juga relatif

tinggi yakni sebesar 3,893.

V. KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN

SARAN A. Kesimpulan

Dari pembahasan diatas dapat

disimpulkan bahwa :

1. Kepuasan dari setiap nasabah

tidak berpengaruh secara signifikan

terhadap loyalitas nasabah kredit

BUKP Nanggulan. Hal tersebut

dapat dilihat dari angka pada

perhitungan regresi yakni 2,628

mempunyai arti jika ada nilai

kepuasan, maka loyalitas nasabah

kredit menjadi naik sebesar 2,628.

Selain itu juga mempunyai arti,

koefisien regresi variabel kepuasan

sebesar 0,305 , yang artinya

semakin besar nilai kepuasan

nasabah kredit maka semakin tinggi

pula nilai loyalitas nasabah kredit

BUKP nanggulan sebesar 0,305

satuan.

2. Dari segi besarnya pengaruh

didapat koefisien determinasi

sebesar 7 %. Dimana angka

tersebut mempunyai arti pengaruh

kepuasan nasabah terhadap

loyalitas sebesar 7%, sedangkan

sisanya 93% dijelaskan oleh

pengaruh variabel faktor yang lain.

3. Pada BUKP Nanggulan rata-rata

tingkat kepuasannya tinggi yakni

sebesar 4,153 (dilihat perhitungan

pada lampiran 1) sedangkan rata-

rata loyalitas (kesetiaan) terhadap

jasa kredit juga relatif tinggi yakni

sebesar 3,893 (dilihat perhitungan

pada lampiran diatas)

B. Implikasi 1. Hasil Penelitian ini menunjukkan

bahwa faktor dari aspek sebuah

keputusan mempunyai pengaruh

signifikan terhadap loyalitas dari

nasabah sehingga hal ini dapat

memberikan gambaran secara lebih

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

31

jelas bagi para akademisi dan peneliti

selanjutnya.

2. Hasil dari penelitian ini diharapkan

dapat dijadikan sebagai bahan acuan

dan masukan bagi pihak perusahaan

dalam pengambilan keputusan dan

pembuatan kebijakan-kebijakan

terutama yang berkaitan dengan aspek

yang menyebabkan sebuah kepuasan

bagi nasabah yang dapat

mempengaruhi loyalitas nasabah Bank

BUKP.

C. Saran Diharapkan dengan peningkatan

hubungan yang baik dengan nasabah

melalui peningkatan aspek pelayanan

kepada nasabah. Dari segi mutu dan

kualitas dari produk kredit (product) yang

ditawarakan kepada nasabah agar lebih

menarik, perbaikan suku bunga kredit

(price) tinggi akan menarik lebih banyak lagi

nasabah untuk melakukan peminjaman

(kredit), serta tempat yang representatif

dalam menjangkau nasabah. Dengan

demikian dengan adanya faktor tersebut

nasabah akan tetap loyal pada jasa kredit

yang ditawarkan BUKP Nanggulan.

DAFTAR PUSTAKA

Yulisa Gardenia; (2008): Pengaruh

Kepuasan Terhadap Loyalitas

Nasabah Bank Mandiri dan BCA,

Universitas Gunadarma, Fakultas

Ekonomi,Jurnal Ekonomi.

Kotler, Philip. (2000). Marketing

Management, Millenium Edition,

Prentice Hall Internasional. Inc :

New Jersey.

________, (1997): Marketing Management :

Analisis, Planning, Implementation

and Control 9th edition, Prentice Hall

International, New Jersey

Wilkie, William L.(1994). Consumer

Behavior (Third edition). New York :

John Wiley & Sons,Inc.s.

Zinkhan & Arnould, Price. (2002) ,

Consumerism. New York : Mc Graw

Hill.

Dinarty Manurung (2009): Pengaruh

kepuasan konsumen terhadap

loyalitas merek pada pengguna

kartu pra bayar simpati, Fakultas

Psikologi : Universitas Sumatera

Utara.

Foster, Brian D and John Q, Cadogan,

(2000), Relationship Selling and

Costumer Loyalty : An Empirical

Investigation, Marketing

Investigation and Planning, 18/4.

Carmelia , Abraham and Asher Tishlerb,

(2004), Resources, Capabilities,

and the Performance of Industrial

Firms: A Multivariate Analysis ,

Managerial and Decision

Economics, Vol. 25, p. 299–315

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

32

Mowen John C and Michael Minor, (2001),

Consumer Behaviour 5th edition,

Harcrot College

Publisher, Inc

Oliver, Richard L , (1999), Where Common

Loyalty?, Journal of Marketing

Vol.63

Bloemer, Josee, Ko de Ruyter and Pascal

Peeters, (1998), Investigating

Drivers of Bank Loyalty : The

Complex Relationship Between

Image, Service, Quality and

Satisfaction, International Journal of

Bank Marketing, Vol.16, No.7

Le Blanc G and Nguyen, (1988), Costumer

Perception of Service Quality in

Financial Institutions, Internal

Journal of Bank Marketing, Vol.6

page .7 – 18

Krismanto, Adi (2009),Analisis Faktor-

Faktor yang Mempengaruhi

Loyalitas Nasabah (Studi Kasus

Pada PT. Bank Rakyat Indonesia

Cabang Semarang Pattimura),

Pasca Sarjana Magister

Manajemen; Universitas Diponegoro

Semarang.

Azwar, S (2004). Validitas dan Reliabilitas.

Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Hadi,S (2000). Metodologi Research (Jilid

I). Yogyakarta : Penerbit Andi

Sekaran, U. 2003, Research Methods for

Business: Skill-Building Approach.

Fourth Edition. New York: John

Wiley & Sons Inc

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

33

UJI BEDA HARGA SAHAM DAN VOLUME PERDAGANGAN SAHAM PADA PERUSAHAAN IPO YANG MELAKUKAN INISIASI DIVIDEN

Tutut Dewi Astuti Program Studi Akuntansi

Fakultas Ekonomi Universitas Mercu Buana Yogyakarta

Abstract

The purpose of this study was to examine differences in the average stock price and trading volume of shares before and after dividend initiation. This study sample was 31 companies that make initial public offering on the Indonesian Stock Exchange the period 2003 to 2007. Hypothesis testing is done by using a paired sample t-test. The results of analysis of studies found no difference between the average stock price before and after the initiation of dividends in the IPO companies listed on the Indonesian Stock Exchange and there is a difference between the average stock trading volume before and after the initiation of dividends in the IPO companies listed on the Indonesian Stock Exchange.

Keywords: average stock price, average stock trading volume, initial public offering

Latar Belakang Masalah Pasar modal merupakan salah satu

lembaga yang memegang peranan cukup

penting dalam kegiatan ekonomi secara

makro. Pasar modal berperan sebagai

wahana untuk mempertemukan pihak-pihak

yang membutuhkan dana jangka panjang

dan pendek (Annelia dan Prihantoro, 2007).

Pasar modal dapat didefinisikan sebagai

pasar untuk berbagai instrumen keuangan

atau sekuritas jangka panjang yang dapat

diperjual belikan, baik dalam bentuk hutang

ataupun modal sendiri, baik yang diterbitkan

oleh pemerintah, public authorities, maupun

perusahan swasta (Husnan, 2004 dalam

Basyori, 2008). Dua sekuritas konvensional

yang diterbitkan di pasar modal adalah

saham dan obligasi.

Tujuan investasi seorang investor

bermacam-macam, namun dapat dikatakan

bahwa investasi dilakukan karena para

investor ingin memaksimalkan

kekayaannya. Para investor berhak

mengetahui perkembangan yang terjadi

dalam perusahaan. Apabila perusahaan

tidak mampu memberi gambaran dan

harapan yang mantap terhadap hasilnya di

masa mendatang, tentu saja akan dinilai

rendah oleh masyarakat dan para

pemegang saham. Dengan demikian

perusahaan perlu memberikan informasi

tentang prestasi dan prospek perusahaan.

Pengumuman dividen merupakan

salah satu informasi yang akan direspon

pasar, sebab seringkali dividen sebagai

indikator prospek perusahaan dan

mempunyai pengaruh terhadap nilai

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

34

perusahaan. Perusahaan yang menetapkan

kebijakan membayar dividen pertama kali

(dividen initations) merupakan sinyal yang

baik dan pasar akan merespon positif

(Almilia dan Puspita, 2007).

Beberapa penelitian mengenai

kandungan informasi dari laporan keuangan

telah banyak dilakukan. Salah satunya

adalah Heriningsih dkk (2007) meneliti

mengenai dampak inisiasi dividen terhadap

harga saham dan volume perdagangan

saham, dengan meneliti sampel

perusahaan IPO yang terdaftar di BEI untuk

peroide 1998 sampai 2002 yang terdiri dari

42 perusahaan. Alat analisis yang

digunakan untuk menguji hipotsis adalah

menggunakan analisis statistik dengan uji

means (t-test) dan uji t yang digunakan

adalah paired sample test. Pada penelitian

ini tidak ditemukan adanya pengaruh

inisiasi dividen terhadap harga saham.

Rumusan permasalahan dalam penelitian

ini adalah apakah terdapat perbedaan rata-

rata harga saham dan volume perdagangan

saham sebelum dan setelah inisiasi dividen

pada perusahaaan IPO.

Populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia. Sedangkan sampelnya

adalah perusahaan yang melakukan inisiasi

dividen antara tahun 2003 sampai tahun

2007.

Tinjauan Pustaka dan Hipotesis

Penelitian Menurut keputusan presiden No.

52 tahun 1976 pasar modal mempunyai

tujuan untuk mempercepat proses

perluasan pengikutsertaan masyarakat

dalam pemilikan saham-saham swasta

guna menuju pemerataan pendapatan

masyarakat. Selain itu pasar modal juga

bertujuan mengarahkan partisipasi

masyarakat dalam pengerahan dan

penghimpunan dana untuk digunakan

secara produktif dalam pembiayaan

pembangunan nasional.

Peranan pasar modal secara umum

adalah membantu pihak-pihak yang akan

menginvestasikan dana dengan pihak lain

yang memerlukan modal untuk menjalankan

perusahaan. Pihak yang akan

menginvestasikan dana adalah badan

usaha atau individu-individu yang memiliki

kelebihan dana. Kelebihan dana tersebut

akan diinvestasikan dalam bentuk surat

berharga berupa emiten. Sedangkan pihak

yang memerlukan modal adalah

pengusaha. Kebutuhan dana tersebut akan

dipenuhi dengan cara menawarkan surat

berharga.

Sejak diresmikan pada tahun 1977,

pasar modal Indonesia telah mengalami

perkembangan yang sangat pesat, dilihat

dari semakin banyaknya perusahaan yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Nilai

transaksi di Bursa Efek Indonesia semakin

meningkat dari tahun ke tahun.

Perkembangan ini tidak bisa dilepaskan dari

peran kebijakan pemerintah melalui

kebijakan yang mendorong pertumbuhan

pasar modal, antara lain dengan paket

Desember 1987 (PAKDES) dan paket

Oktober 1988 (PAKTO). Dengan paket

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

35

deregulasi tersebut pemerintah telah

menempatkan posisi pasar modal menjadi

sejajar dengan sektor perbankan sebagai

sumber dana perusahaan. Dengan

melakukan penawaran saham, perusahaan

dapat memperoleh dana dari investor

secara resmi melalui pasar modal. Berbeda

dengan dana yang berupa pinjaman dari

bank yang harus dikembalikan dengan

bunganya, dengan penarikan dana jenis ini,

dana investor tidak harus dikembalikan,

kecuali perusahaan melakukan penarikan

atau pembelian kembali (repurchase) atas

saham-saham perusahaan yang telah

beredar.

Berdasarkan adanya kebijakan dari

pemerintah tersebut maka perusahaan

yang sedang berkembang dapat

memperoleh dana tambahan dengan cara

melakukan IPO. Dana yang diperoleh dari

proses IPO biasanya digunakan sebagai

dana untuk melakukan ekspansi usaha juga

untuk pelunasan hutang. IPO juga

dimaksudkan untuk memperkuat modal

kerja perusahaan.

Penawaran perdana (IPO) atau

sering pula disebut go public adalah

kegiatan penawaran saham atau efek

lainnya yang dilakukan oleh emiten

(perusahaan yang akan go public) untuk

menjual saham atau efek kepada

masyarakat. IPO dilakukan berdasarkan

tata cara yang diatur oleh Undang-undang

Pasar Modal dan peraturan

pelaksanaannya.

Penawaran efek itu meliputi surat

pengakuan berhutang, surat berharga

komersial, saham obligasi, sekuritas kredit,

tanda bukti hutang, opsi dan setiap

derivative efek lainnya yang ditetapkan oleh

Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM)

sebagai efek. Saat ini produk yang

ditawarkan di Bursa Efek Indonesia meliputi

saham, obligasi konversi, saham preferren,

right issue dan danareksa. Diantara produk

itu, sahamlah yang paling banyak di perjual

belikan dalam penawaran perdana.

Berdasarkan tinjauan penelitan

terdahulu maka hipotesis yang diajukan

dalam penelitian ini adalah:

Ha1: Terdapat perbedaan rata-rata harga

saham sebelum dan setelah adanya

inisiasi dividen.

Ha2: Terdapat perbedaan rata-rata

volume perdagangan saham

sebelum dan setelah adanya inisiasi

dividen.

Metode Penelitian dan Hasil Analisis Data Pengumpulan Data dan Pemilihan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh perusahaan yang go public di Bursa

Efek Indonesia pada tahun 2003 sampai

dengan 2007. Metode pengambilan sampel

yang digunakan adalah metode purposive

sampling di mana pengambilan sampel

dilakukan berdasarkan kriteria sebagai

berikut:

1. Perusahaan yang melakukan

penawaran perdana (initial public offering).

2. Mengeluarkan inisiasi dividen selama

periode pengamatan.

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

36

3. Tanggal IPO dan tanggal inisiasi dividen

dapat diketahui dengan jelas.

Berbasarkan data yang ada pada

Indonesian Capital Market Directory dari

tahun 2003 sampai tahun 2007 didapat

sampel sebanyak 61 perusahaan IPO dapat

dilihat dalam tabel 1, tetapi yang melakukan

inisiasi dividen dan memenuhi kriteria

sebanyak 31 perusahaan. Dari 31

perusahaan sampel tersebut dilakukan

pengamatan terhadap harga saham harian,

jumlah saham yang diperdagangkan dan

jumlah saham yang beredar pada periode

pengamatan untuk mengetahui apakah

terdapat perbedaan harga saham dan

volume perdagangan saham sebelum, pada

saat, dan setelah inisiasi dividen, dapat

dilihat dalam tabel 2.

Tabel 1

Penarikan Sampel

Kriteria Jumlah

Populasi 61

Perusahaan yang tidak melakukan inisiasi dividen (26)

Data tidak lengkap (4)

Jumlah Sampel 31

Sumber: Data Diolah, 2012

Hasil Analisis Data

Langkah-langkah dalam analisis

data dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Menghitung hipotesis penelitian

a. Menghitung rata-rata harga

saham dari 31 sampel

perusahaan

Perhitungan rata-rata

harga saham dari 31 sampel

perusahaan untuk 10 hari

sebelum inisiasi dividen dan 10

hari setelah inisiasi dividen,

yaitu sebagai berikut:

Rata-rata harga saham pada

waktu t

=n

waktu tpada saham harga Total

Keterangan:

n = banyaknya sampel

Rata-rata harga saham dari 31

sampel perusahaan dapat dilihat dalam

tabel 3.

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

37

Tabel 2

Data Perusahaan Yang Menjadi Sampel

Sumber: Indonesian Capital Market Directory (ICMD) tahun 2003 – 2007

No Kode Nama Perusahaan Tanggal Inisiasi

Jumlah Saham Beredar

1 GEMA Gema Grahasarana Tbk 11 Juni 2003 320000000

2 SCMA Surya Citra Medika Tbk 13 Juni 2003 1893750000

3 SUGI Sugi Samapersada Tbk 01 Juli 2003 401864500

4 KREN Kresna Graha Sekurindo Tbk 01 Juli 2003 365000000

5 BMRI Bank Mandiri Tbk 25 Mei 2004 19800000000

6 PGAS Perusahaan Gas Negara Tbk 28 Mei 2004 4320987000

7 ADHI Adhi Karya Tbk 15 Juni 2004 1315868000

8 BBRI Bank Rakyat Indonesia Tbk 18 Juni 2004 11647057950

9 UNIT Nusantara Inti Corpora Tbk 22 Juni 2004 215524400

10 ARTA Arthavest Tbk 28 Juni 2004 290000000

11 WAHO Wahana Phonix Mandiri Tbk 2 Nov 2004 520000000

12 ENRG Energi Mega Persada Tbk 5 Nov 2004 2847433500

13 PJAA Pembangunan Jaya Ancol Tbk 28 April 2005 800000000

14 IDKM Indosiar Karya Media Tbk 20 Juni 2005 2016739103

15 AKKU Aneka Kemasindo Utama Tbk 20 Juni 2005 230000000

16 BTEK Bumi Teknokultura Unggul Tbk 28 Juni 2005 942257000

17 PEGE Panca Global Securities Tbk 19 Okt 2005 550000000

18 YULE Yulie Sekurindo Tbk 28 Okt2005 255000000

19 MFIN Mandala Multifinance Tbk 20 Des05 1325000000

20 WOMF Wahana Ottomitra Multiartha Tbk 06 April 2006 2000000000

21 APOL Apreni Pratama Ocean Line Tbk 19 April 2006 1499302000

22 EXCL Excelcomindo Pratama Tbk 23 Mei 2006 7090000000

23 MASA Multistrada Arah Sarana Tbk 01 Juni 2006 3330000000

24 ADMF Adira Dinamika Multi Finance Tbk 28 Juni 2006 1000000000

25 ANTA Anta Express Tour dan Travel Tbk 28 Juni 2006 570000000

26 MAPI Mitra Adiperkasa Tbk 21 Juli 2006 1660000000

27 MAIN Malindo Feedmill Tbk 28 Juli 2006 339000000

28 MICE Multi Indocitra Tbk 24 Agst 2006 600000000

29 RELI Reliance Securities Tbk 14 Sept 2006 900000000

30 TOTL Total Bangun Persada Tbk 30 Mei 2007 2750000000

31 BBKP Bank Bukopin Tbk 15 Juni 2007 5568852493

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

38

b. Menghitung perubahan volume perdagangan saham

Menghitung perubahan volume perdagangan saham diukur dengan aktivitas

perdagangan relatif (relative trading volume activity/ TVA). TVA menunjukkan

aktivitas perdagangan saham di bursa dan mencerminkan keputusan investasi pada

investor dalam menilai inisiasi dividen secara informatif. Rumus yang digunakan:

Tabel 3

Rata-rata Harga Saham Harian pada Perusahaan IPO yang Terdaftar di BEI

Hari N Rata-rata Harga Saham

-10 31 613,71

-9 31 620,97

-8 31 615,80

-7 31 618,55

-6 31 617,90

-5 31 630,65

-4 31 639,52

-3 31 642,10

-2 31 651,13

-1 31 650,00

1 31 649,03

2 31 646,61

3 31 654,52

4 31 647,90

5 31 651,13

6 31 646,77

7 31 648,06

8 31 646,94

9 31 650,00

10 31 650,35

c. Menghitung rata-rata TVA dari

31 sampel saham.

Setelah TVA masing-

masing perusahaan dihitung,

waktu tpada )(beredar yang i perusahaan Saham waktu tpadagkan diperdagan yang i perusahaan SahamTVA i.t listing

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

39

kemudian menghitung rata-rata

volume perdagangan saham

relatif dari 31 sampel saham

untuk 10 hari sebelum inisiasi

dividen dan 10 hari setelah

inisiasi dividen. Rumus yang

digunakan:

TVA X

= n

TVAn

i 1

Keterangan:

TVA X

= Rata-rata Trading

Volume Activity

TVA = Total Trading Volume

Activity

n = Banyaknya sampel

Hasil perhitungan rata-rata TVA untuk 31

sampel perusahaan dapat dilihat pada tabel

4.

2. Melakukan pengujian statistik

dengan paired sample t-test

Setelah diketahui rata-rata

TVA dari 31 sampel perusahaan

untuk 10 hari sebelum dan 10 hari

setelah inisiasi dividen maka

dilakukan pengujian hipotesis

dengan menggunakan uji paired

sample t-test.

a. Uji hipotesis pertama

Hasil output uji Paired Sample T

Test seperti dalam tabel 5.

Langkah-langkah dalam pengujian ini

adalah sebagai berikut:

1. Menentukan hipotesis

Ho = 1

__

X = 2

__

X

(Diduga tidak ada

perbedaan antara rata-rata

harga saham sebelum dan

setelah inisiasi dividen).

Ha = 1

__

X ≠ 2

__

X

(Diduga ada perbedaan

antara rata-rata harga

saham sebelum dan setelah

inisiasi dividen).

2. t hitung sebesar -1,000

3. Menentukan t tabel dengan

menggunakan = 0,05

(5%)

Tabel distribusi t dicari pada

= 5% dengan derajat

kebebasan (df) n-1 atau 31

- 1 = 30. Dengan pengujian

2 sisi (signifikansi = 0,025)

hasil diperoleh untuk ttabel

sebesar 2,042.

4. Kriteria Pengujian

Ho diterima bila thitung ≤ ttabel

atau -thitung ≥ -ttabel

Ho ditolak bila thitung > ttabel

atau -thitung < -ttabel

5. Membandingkan thitung

dengan ttabel

Nilai -thitung > -ttabel (-1,000 > -

2,042) maka Ho diterima.

6. Membuat kesimpulan

Oleh karena nilai -thitung > -

ttabel (-1,000 > -2,042) maka

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

40

Ho diterima, artinya bahwa

tidak ada perbedaan antara

rata-rata harga saham

sebelum dan setelah inisiasi

dividen pada perusahaan

IPO yang terdaftar di BEI.

7. Gambar

Tabel 4

Rata-rata TVA Diseputar Hari Inisiasi Dividen

Pada Perusahaan IPO yang terdaftar di BEI

Hari N Rata-Rata TVA

-10 31 0,00772

-9 31 0,00613

-8 31 0,00396

-7 31 0,00763

-6 31 0,00859

-5 31 0,00558

-4 31 0,00238

-3 31 0,00246

-2 31 0,00649

-1 31 0,00377

1 31 0,00159

2 31 0,00244

3 31 0,00183

4 31 0,00195

5 31 0,00206

6 31 0,00292

7 31 0,00543

8 31 0,00253

9 31 0,00532

10 31 0,00247

Sumber: Data diolah, 2012

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

41

Tabel 5. Pengujian Paired Sample T Test pada Harga Saham

Pair 1

Sebelum Inisiasi –

Sesudah Inisiasi

Paired Differences Mean -7.03

Std. Deviation 39.16

Std. Error Mean 7.03

95% Confidence Interval Lower -21.39

Of the Difference Upper 7.33

t -1.000

Df 30

Sig. (2-tailed) .325

Sumber: Data diolah, Tahun 2012

Gambar 1

Daerah Penerimaan dan Penolakan Ho Hipotesis Pertama

- 2,042 -1,000 + 2,042

b. Uji hipotesis kedua

Hasil output uji Paired Sample T Test sebagai berikut:

Kesimpulan 1. Hasil analisis hipotesis pertama dapat

disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan

antara rata-rata harga saham sebelum

dan setelah inisiasi dividen pada

perusahaan IPO yang terdaftar di BEI.

Meskipun terdapat perbedaan rata-rata

harga saham sebelum dan setelah

inisiasi dividen tetapi secara statistik

perbedaan tersebut tidak berpengaruh

Ho Ho Ho

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

42

secara signifikan. Hal ini ditunjukkan

oleh hasil uji t karena nilai -thitung > -ttabel

(-1,000 > -2,042), sehingga Ho diterima.

2. Hasil analisis hipotesis kedua dapat

disimpulkan bahwa ada perbedaan

antara rata-rata volume perdagangan

saham sebelum dan setelah inisiasi

dividen pada perusahaan IPO yang

terdaftar di BEI. Rata-rata volume

perdagangan sebelum dan sesudah

inisiasi dividen menunjukkan perbedaan

yang signifikan. Hal ini ditunjukkan oleh

hasil uji t karena nilai thitung > ttabel (2,172

> 2,042), sehingga Ho ditolak.

Keterbatasan Penelitian

1. Periode pengamatan yang hanya 5

tahun masih terlalu sempit, sehingga

hasil uji hipotesis kurang bisa mencakup

populasi waktu yang lebih luas

2. Kurun waktu hari sebelum dan setelah

tanggal inisiasi dividen relatif pendek

yaitu 5 hari, sehingga hasil analisis

hipotesis bisa berbeda jika

menggunakan kurun waktu yang lebih

panjang.

Saran 1. Periode pengamatan yang lebih lama

sehingga ruang lingkup populasi

menjadi lebih luas.

2. Menggunakan kurun waktu sebelum dan

sesudah yang lebih panjang sehingga

memungkinkan tingginya tingkat

kevalidan dan tingkat kepercayaan.

Daftar Pustaka

Almilia, Luciana Spica dan Dina

Puspita.2007. Reaksi Pasar terhadap

Dividen Initiations dan dividen

imissions pada Perusahaan

Manufaktur di Bursa Efek. Jakarta.

Jurnal, Universitas Kristen Maranatha,

Bandung.

Ang, Robert. 1997. Buku Pintar: Pasar

Modal Indonesia. Mediesott Indonesia.

Annelia, C dan Prihantoro. 2007. Pengaruh

Ressufle Kabinet terhadap

Pergerakan Harga Saham LQ45 di

Indonesia. Jurnal Vol. 2 ISSN: 1858-

2559, Universitas Gunadarma,

Jakarta.

Basyori, Kurnia. 2008. Analisis Pengaruh

Pengumuman Dividen Terhadap

Return Saham. Skripsi Universitas

Islam Indonesia, Yogyakarta.

Hakim, Farih Rahman. 2007. Analisis

Faktor-faktor yang Berpengaruh

terhadap Rasio Pembayaran Dividen

pada Perusahaan Manufaktur yang

Membagikan Dividen. Skripsi

Universitas Negeri Semarang,

Semarang.

Hanafi M, Mamduh. 2004. Manajemen

Keuangan. PBFE, Yogyakarta.

Henry Simamora. 2000. Akuntansi Basis

Pengambilan Keputusan Bisnis.

Salemba Empat, Jakarta.

Heriningsih, Sucahyono dan Sri.S, Deni

Prasetyowaty. 2007. Dampak Inisiasi

Dividen terhadap harga Saham dan

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

43

Volume Perdagangan Saham (Studi

pada Perusahaan IPO yang Terdaftar

di Bursa Efek Jakarta). Jurnal

Ekonomi dan Bisnis. Vo.2,

Yogyakarta.

Jogiyanto. 1998. Teori Portofolio Dan

Analisis Investasi, BPFE UGM,

Yogyakarta.

Jogiyanto. 2008. Teori Portofolio Dan

Analisis Investasi, BPFE UGM,

Yogyakarta.

Riyanto, Bambang,1996, Dasar-dasar

Pembelanjaan Perusahaan, Edisi

keempat, Cetakan Kedua, BPFE,

Yogyakarta.

Sartono, Agus, 1998. Manajemen

Keuangan, Edisi ke 3, BPFE-UGM,

Yogyakarta.

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

44

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STOCK SPLIT

Endang Sri Utami

Program Studi Akuntansi

Fakultas Ekonomi Universitas Mercu Buana Yogyakarta

Abstract

The study was done to obtain empirical evidence about the impact of stock price factors, the frequency of trading, abnormal return on the company's decision to do a stock split. And provide empirical evidence about the difference the stock price factors, the frequency of trading, abnormal return between before and after a stock split. The results of logistic regression test showed that stock prices affect the company's decision to conduct a stock split. This is indicated by a P value <0.10 (0.048 <0.10). Frequency stock trading does not affect the company's decision to conduct a stock split. This is indicated by a P value (significance) > 0.10 (0.402> 0.10). Abnormal return does not affect the company's decision to do a stock split. This is shown by the P value (significance)> 0.10 (0.244> 0.10). The test results paired Sample T Test shows that there is a difference between the stock price before and after the stock split. This is indicated P value (significance) <0.10 (0.064 <0.10). There was no difference between the frequency of stock trading the second quarter, one quarter before the stock split with the frequency of stock trading second quarter, one quarter after the stock split. It was shown all the P value (significance)> 0.10. There was no difference between the abnormal return the second quarter, one quarter before the stock split abnormal return by the second quarter, one quarter after the stock split. It was shown all the P value (significance)> 0.10.

Keywords: stock split, stock price, trading frequency, abnormal return

A. PENDAHULUAN

Kenaikan harga saham sebuah

perusahaan yang terlalu tinggi, akan

menyebabkan permintaan terhadap

pembelian saham tersebut mengalami

penurunan karena tidak semua investor

tertarik untuk membeli saham dengan harga

yang terlalu tinggi. Hal ini terutama dialami

investor perorangan yang memiliki tingkat

dana terbatas, yang akan berbalik untuk

membeli saham-saham perusahaan lain.

Untuk menghindari munculnya kondisi

tersebut, maka upaya yang perlu dilakukan

oleh suatu perusahaan adalah

menempatkan kembali harga saham pada

jangkauan tertentu. Perusahaan harus

berusaha menurunkan harga saham pada

kisaran harga yang menarik minat investor

untuk membeli. Salah satu langkah yang

dapat diambil perusahaan agar saham yang

dijual dapat menarik minat investor yaitu

melalui stock split (Retno, 2006).

Stock split merupakan salah satu

bentuk informasi yang diberikan oleh emiten

untuk menaikan jumlah saham yang

beredar. Pemecahan saham merupakan

suatu “kosmetika saham“ dalam arti bahwa

tindakan perusahaan tersebut merupakan

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

45

upaya pemolesan saham agar kelihatan

lebih menarik di mata investor sekalipun

tidak meningkatkan kemakmuran bagi

investor (Marwata, 2001). Walaupun

informasi yang diberikan perusahaan

tersebut lewat stock split tidak mempunyai

nilai ekonomis, namun ternyata berdampak

pada pasar. Stock split bertujuan agar

perdagangan suatu saham menjadi lebih

likuid, karena jumlah saham yang beredar

menjadi lebih banyak dan harganya menjadi

lebih murah. Di samping itu tujuan dilakukan

stock split oleh emiten adalah supaya

sahamnya berada pada rentang

perdagangan yang optimal, sehingga

distribusi saham menjadi lebih luas dan

daya beli investor meningkat terutama untuk

investor kecil (Lestari, 2006)

Dampak split terhadap keuntungan

investor di jelaskan oleh Grinblatt, Masulis,

dan Titman (1984) dalam Sutrisno, dkk

(2000) bahwa disekitar pengumuman split

menunjukkan adanya perilaku harga yang

abnormal. Peningkatan harga yang terjadi

bukan disebabkan karena adanya

pengumuman deviden yang meningkat,

akan tetapi pasar memberikan nilai positif

terhadap split karena adanya tax–option

impack. Dampak tersebut berbentuk

pembebasan pajak yang dihadapi investor

(tax–option investor) sehingga investor

tersebut memperoleh keuntungan lebih.

Penelitian yang dilakukan Rohana,

dkk (2003) menemukan bahwa harga

saham berhubungan dengan keputusan

perusahaan melakukan stock split, berarti

bahwa semakin tinggi harga saham maka

semakin banyak perusahaan yang

memutuskan untuk melakukan stock split.

Sedangkan frekuensi perdagangan saham

tidak mempunyai hubungan dengan

keputusan perusahaan melakukan stock

split. Likuiditas pasar cenderung menjadi

lebih rendah setelah stock split dimana

frekurensi perdagangan secara proposional

lebih rendah daripada saat sebelum stock

split dan terdapat perbedaan frekuensi

perdagangan saham yang signifikan antara

dua kuartal sebelum stock split dan dua

kuartal sesudah stock split. Untuk earning

perusahaan yang diproksi dengan operating

income menunjukkan bahwa earning

setelah stock split tidak lebih tinggi dari

earning sebelum stock split. Kondisi ini

menunjukkan bahwa stock split tidak

memberikan suatu signal mengenai

kenaikan laba di masa yang akan datang.

Kondisi di atas mengindikasikan bahwa

stock split merupakan alat yang penting

dalam praktik pasar modal yang dilakukan

oleh perusahaan sebagai upaya pemolesan

saham agar kelihatan lebih menarik di mata

investor meskipun kenyataannya tidak

meningkatkan kemakmuran bagi pemegang

saham.

Dengan mengacu pada penelitian

diatas, maka peneliti tertarik untuk

melakukan analisis faktor-faktor yang

mempengaruhi keputusan perusahaan

untuk melakukan stock split, dengan

melakukan penelitian tentang “Faktor-Faktor

Yang Mempengaruhi Stock Split”. Tujuan

penelitian ini dimaksudkan untuk

mengetahui pengaruh harga saham,

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

46

frekuensi perdagangan saham, abnormal

return terhadap keputusan perusahaan

untuk melakukan stock split. Selain itu

penelitian juga dimaksudkan untuk

mengetahui perbedaan antara harga

saham, frekuensi perdagangan saham,

abnormal return sebelum stock split dengan

harga saham, frekuensi perdagangan

saham, abnormal return sesudah stock split.

B. LANDASAN TEORI 1. TELAAH LITERATUR

Stock split merupakan fenomena

yang biasa terjadi dalam suatu perusahaan.

Secara sederhana, stock split berarti

memecah selembar saham menjadi n

lembar saham. Stock split mengakibatkan

bertambahnya jumlah lembar saham yang

beredar tanpa transaksi jual beli yang

mengubah besarnya modal. Harga

perlembar saham baru setelah stock split

adalah sebesar faktor pemecahannya (split

factor). Keputusan untuk melakukan stock

split oleh suatu emiten atau perusahaan

merupakan kesepakatan para pemegang

saham yang dibicarakan dalam Rapat

Umum Pemegang Saham (RUPS). Menurut

Ewijaya dan Indriantoro (1999) pemecahan

saham (stock split) adalah perubahan nilai

nominal per lembar saham dan menambah

jumlah saham yang beredar sesuai dengan

faktor pemecahan (split factor).

Terdapat dua teori utama yang

menjelaskan motivasi pemecahan saham,

yaitu signaling theory dan trading range

theory.

a. Signaling Theory

Menurut Lestari (2006) signaling

theory atau dikenal juga dengan istilah

information asymmetry menyatakan bahwa

stock split memberikan sinyal yang

informatif kepada investor mengenai

prospek peningkatan return yang

substansial dimasa mendatang. Pada

tingkat asimetri informasi tertentu antara

manajer dan investor, manajer

kemungkinan besar akan mengambil

keputusan untuk melakukan stock split agar

informasi yang menguntukan dapat diterima

oleh investor.

Baker dan Powe (1993) seperti di

kutip dalam Sutrisno, dkk (2000)

mengatakan bahwa split memberikan sinyal

yang informatif kepada investor mengenai

prospek perusahaan dimasa yang akan

datang. Meningkatnya likuiditas setelah split

dapat muncul akibat semakin besarnya

kepemilikan saham dan jumlah transaksi.

Baker dan Powell (dalam Retno,

2006) menyatakan bahwa pemecahan

saham memberikan sinyal/informasi kepada

investor mengenai prospek perusahaan di

masa yang akan datang. Keputusan

melakukan pemecahan saham yang

dilakukan oleh manajemen perusahaan

ternyata merupakan suatu keputusan yang

mahal. Semakin tingginya tingkat komisi

saham dan menurunnya harga saham

mengakibatkan bertambahnya biaya yang

dikeluarkan manajemen perusahaan yang

melakukan kebijakan pemecahan saham.

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

47

b. Trading Range Theory Menurut Lestari (2006) dengan

adanya stock split, harga saham menjadi

tidak terlalu tinggi sehingga akan semakin

banyak investor yang mampu bertransaksi.

Kondisi ini menyebabkan semakin

bertambahnya jumlah saham yang

diperdagangkan dan jumlah pemegang

saham. Jadi, merurut Trading range theory

perusahaan melakukan stock split karena

memandang harganya terlalu tinggi.

Trading range theory menyatakan bahwa

pemecahan saham akan meningkatkan

likuiditas perdagangan saham. Harga pasar

saham mencerminkan nilai suatu

perusahaan. Semakin tinggi harga saham,

maka semakin tinggi nilai perusahaan dan

sebaliknya.

Menurut Marwata (2001) Trading

range Theory mengatakan bahwa

pemecahan saham akan meningkatkan

likuiditas perdagangan saham. Harga

saham yang terlalu tinggi (over price) akan

menyebabkan berkurangnya aktivitas

saham untuk diperdagangkan. Dengan

pemecahan saham harga saham akan

dinilai tidak terlalu tinggi, sehingga akan

meningkatkan kemampuan para investor

untuk melakukan transaksi, terutama para

investor kecil. Jadi, Menurut Trading range

Theory, perusahaan melakukan pemecahan

saham (stock split) karena memandang

bahwa harga saham-nya terlalu tinggi.

Dengan kata lain, harga saham yang terlalu

tinggi merupakan pendorong bagi

perusahaan untuk melakukan pemecahan

saham (stock split).

Beberapa hasil penelitian yang

meneliti tentang pemecahan saham

diantaranya adalah: Ewijaya dan Indriantoro

(1999) dalam penelitan yang berjudul

“Analisis Pengaruh Pemecahan Saham

Terhadap Perubahan Harga Saham”

menyimpulkan bahwa pemecahan saham

berpengaruh negatif signifikan terhadap

perubahan saham relatif. Harga saham

setelah 4,5 bulan pemecahan saham akan

menurun sehingga para investor yang

memegang saham tersebut sejak 7,5 bulan

sebelum tanggal pemecahan saham

sampai 4,5 bulan setelah pemcahan saham

akan mengalami kerugian. Oleh karena itu

sebaiknya para investor menjual saham

yang dipecah tersebut sebelum 4,5 bulan

setelah tanggal pemecahan saham agar

tidak mengalami kerugian. Sedangkan

untuk investor potensial baru sebaiknya

membeli saham yang dipecah tersebut

setelah 4,5 bulan setelah tanggal

pemecahan saham karena harga pasarnya

akan lebih rendah bila dibandingkan pada

saat pemecahan. Hal ini menunjukan

bahwa di Indonesia keputusan untuk

melakukan pemecahan saham akan

merugikan para investor lama yang telah

memiliki saham yang telah dipecah sejak

8,5 bulan sebelum pemecahan.

Variabel deviden dan perubahan

deviden memberikan pengaruh yang positif

signifikan pada perubahan harga saham

relafif. Artinya, informasi mengenai deviden

memberikan pengaruh yang positif kepada

investor. Oleh karena itu, dianjurkan bagi

perusahaan yang melakukan pemecahan

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

48

saham sebaiknya juga meningkatkan

deviden yang akan dibayarkan sehingga

penurunan harga saham setelah

pemecahan tidak mencapai posisi harga

yang terlalu rendah. Variabel laba per

lembar saham dan perubahan laba per

lembar saham tidak memberikan pengaruh

yang signifikan pada perubahan harga

saham relatif. Hasil ini menunjukkan bahwa

pada periode pengamatan dalam penelitian

ini informasi laba per lembar saham tidak

memberikan pengaruh yang signifikan bagi

para investor. Variabel indeks harga industri

menunjukkan pengaruh yang signifikan

pada perubahan harga relatif.

Lestari (2006) dengan penelitiannya

yang berjudul “Analisis Faktor-faktor Yang

Mempengaruhi Stock Split Pada

Perusahaan Yang Go Public di Bursa Efek

Indonesia” menyimpulkan bahwa: 1). Harga

saham berpengaruh positif terhadap

keputusan perusahaan untuk melakukan

stock split dengan tingkat signifikansi 0.030

dan nilai Beta 0.001. 2). Frekuensi

perdagangan saham berpengaruh negatif

terhadap keputusan perusahaan untuk

melakukan stock split dengan tingkat

signifikansi 0.047 dan nilai Beta 0.009. 3). Harga saham berkorelasi dengan

keputusan perusahaan untuk melakukan

stock split. Korelasi ini sangat kuat, dengan

nilai korelasi 1 dan tingkat signifikansi

0.047. 4). Frekuensi perdagangan saham

berkorelasi dengan keputusan perusahaan

untuk melakukan stock split. Korelasi ini

sangat kuat, dengan nilai korelasi 1 dan

tingkat signifikansi 0.006. 5). Terdapat

perbedaan frekuensi perdagangan saham

yang signifikan antara sebelum stock split

dan sesudah stock split. 6). Earning

perusahaan yang diproksi dengan operating

income setelah stock split, tidak lebih tinggi

dari earning sebelum stock split..

Setiyantoro (2006) dengan

penelitiannya yang berjudul "Analisis

Likuiditas Saham Sebelum Dan Sesudah

Stock Split Di Bursa Efek Jakarta

menemukan bahwa: 1). Terdapat

perbedaan yang signifikan harga saham

antara sebelum dan sesudah aktivitas stock

split. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

harga saham mengalami penurunan. Hal ini

disebabkan karena tujuan utama dari stock

split adalah menurunkan harga ketika harga

dirasa terlalu mahal. Dengan menurunnya

harga saham akan memiliki daya tarik

investor untuk membeli saham-saham

tersebut, karena harganya jauh lebih

murah, sehingga mudah untuk

mendapatkan capital gain. 2). Terdapat

perbedaan yang signifikan volume

perdagangan antara sebelum dan sesudah

aktivitas stock split pada perusahaan

manufaktur di Bursa Efek Jakarta. Hasil

menunjukkan bahwa terjadi peningkatan

volume perdagangan saham setelah

peristiwa stock split . Hal ini disebabkan

karena transaksi saham menjadi lebih

menarik, setelah harga menjadi lebih

rendah yang ditunjukkan dengan nilai

transaksi yang meningkat.

2. PERUMUSAN HIPOTESIS

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

49

Harga saham yang terlalu rendah

sering diartikan bahwa kinerja perusahaan

kurang baik. Namun, bila harga saham

terlalu tinggi dapat mengurangi minat

investor untuk berinvestasi. Aktivitas

frekuensi perdagangan saham merupakan

salah satu elemen yang menjadi salah satu

bahan untuk melihat reaksi pasar terhadap

sebuah informasi yang masuk pada pasar

modal. Perkembangan harga saham dan

aktivitas frekuensi perdagangan saham

merupakan indikator penting untuk

mempelajari tingkah laku pasar sebagai

acuan pasar modal dalam menentukan

transaksi di pasar modal.

Signaling theory mengatakan bahwa

stock split memberikan informasi kepada

investor tentang prospek peningkatan return

masa depan yang substansial tentang laba

jangka pendek dan jangka panjang. Stock

split dianggap sebagai sinyal bahwa

perusahaan memiliki kinerja dan prospek

yang bagus di masa yang akan datang.

Berdasarkan hubungan diatas dapat

dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H1: Harga saham berpengaruh terhadap

keputusan perusahaan untuk

melakukan stock split.

H2: Frekuensi perdagangan saham

berpengaruh terhadap keputusan

perusahaan untuk melakukan stock

split.

H3: Abnormal return berpengaruh

terhadap keputusan perusahaan untuk

melakukan stock split.

H4: Terdapat perbedaan harga saham

sebelum stock split dan harga saham

sesudah stock split.

H5: Terdapat perbedaan antara frekuensi

perdagangan saham sebelum stock

split dan frekuensi perdagangan

saham sesudah stock split.

H6: Terdapat perbedaan antara abnormal

return sebelum stock split dan

abnormal return sesudah stock split.

C. METODE PENELITIAN 1. SAMPLING (PENYAMPELAN)

Metode yang digunakan dalam

pengambilan sampel menggunakan cara

purposive sampling. Kriteria-kriteria

perusahaan yang menjadi sampel adalah:

a. Perusahaan Manufaktur yang terdaftar

di BEI pada periode 2004-2007

b. Perusahaan yang melakukan stock split

pada periode 2004-2007

c. Perusahaan yang tidak melakukan stock

split pada periode 2004-2007

d. Perusahaan yang sahamnya aktif di

perdagangkan selama periode 2004-

2007, frekuensi perdagangan saham,

abnormal return.

e. Perusahaan yang memiliki informasi

atau data secara lengkap untuk

kebutuhan analisis data.

Berdasarkan beberapa kriteria

seperti di atas, perusahaan yang menjadi

sampel selama periode tahun 2004 sampai

dengan tahun 2007, terdapat 24

perusahaan.

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

50

2. SUMBER DAN DATA YANG DIGUNAKAN

Data yang digunakan dalam

penelitian ini diperoleh dari publikasi dari

Indonesian Capital Market Directory dan

Indonesian Security Market Directory . Data

yang diperlukan meliputi: harga saham

harian dan data frekuensi perdagangan

saham kuartalan, abnormal return

disesuaikan pasar (ARDP), perusahaan

yang melakukan stock split dan yang tidak

melakukan stock split, tanggal

pengumuman stock split.

3. DEFINISI OPERASIONAL DAN

PENGUKURAN VARIABEL PENELITIAN

a. Dependen Variabel (variabel terikat =

y) Stock split sebagai dependen

variabel memiliki sifat kualitatif sehingga

pengukuran yang dilakukan dengan

memberi nilai nol (0) untuk perusahaan

yang tidak melakukan stock split dan satu

(1) untuk perusahaan yang tidak melakukan

stock split.

b. Independen variabel (variabel bebas = x)

1) Harga saham (X1) diproksi dengan rata-

rata harga saham harian selama 1

tahun yang berakhir tgl 31 Desember

tahun sebelum stock split. 2) Frekuensi perdagangan saham (X2

diproksi dengan frekuensi perdagangan

saham tahunan yang berakhir tgl 31

Desember tahun sebelum stock split.

3) Abnormal return di sesuaikan pasar

(X3) diproksi dari abnormal return

sebelum pemecahan saham dan

abnormal return setelah pemecahan

saham.

4. METODE ANALISA DATA Untuk menguji hipotesis pertama,

kedua, ketiga (H1, H2, H3) digunakan

analisis regresi. Regresi logistic digunakan

dalam penelitian ini karena variable

dependent adalah variabel dummy, yang

dalam penelitian ini bentuk formulanya

adalah sebagai berikut :

Ln = split Stoks1

split Stoks

=a+b1x1+b2x2+b3x3+e

Keterangan :

a = konstanta

X1 = harga saham

X2 = frekuensi perdagangan

X3 = abnormal return

e = eror

Pengujian hipotesis empat (H4), lima (H5)

dan enam (H6), digunakan dengan

pengujian parametik paired t test.

D. ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN

1. Pengujian Hipotesis 1, 2, dan 3 (H1,

H2, H3) Hasil pengujian dengan logistic regression

disajikan pada tabel 1.

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

51

Tabel 1 Hasil Uji Logistic Regresión

Variables in the Eguation B S.E Wald df Sig. Exp(B)

Step HRGSHM .009 .005 3.897 1 .048 1.010

1ª FREKNS .005 .006 .703 1 .402 1.005

ABNRML 3.063 2.626 1.360 1 .244 21.384

Constant -10.127 6.026 2.824 1 .093 .000

a. Variable(s) entered on step 1: HRGSHM, FREKNS. ABNRML.

Sumber: Data Diolah, 2010

Hasil pada tabel 1 menunjukkan

bahwa pengujian variabel harga saham

menghasilkan nilai Pvalue 0,048 < 0,10

artinya harga saham berpengaruh terhadap

keputusan perusahaan untuk melakukan

stock split. Variabel frekuensi perdagangan

saham menghasilkan nilai Pvalue 0,402 >

0,10 artinya frekuensi perdagangan saham

tidak berpengaruh terhadap keputusan

perusahaan untuk melakukan stock split.

Variabel abnormal return menghasilkan nilai

Pvalue 0,244 > 0,10 artinya abnormal return

tidak berpengaruh terhadap keputusan

perusahaan untuk melakukan stock split.

2. Pengujian Hipotesis 4, 5, dan 6 (H4,

H5, dan H6) Hasil Analisis Test Paired Sampel

Perbedaan Harga saham Sebelum dan

Sesudah Stock Split dapat dilihat dalam

tabel 2.

Hasil pada tabel 2 menunjukkan

bahwa pengujian variabel harga saham

menghasilkan nilai Pvalue 0,064 < 0,10

artinya ada perbedaan harga saham antara

sebelum dan sesudah stock split.

Hasil Analisis Test Paired Sampel

Perbedaan Frekuensi Perdagangan Saham

Sebelum dan Sesudah Stock Split dapat

dilihat dalam tabel 3.

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

52

Tabel 2 Hasil paired Sample T Test

Paired Samples Test Paired Differences

Mean Std.

Deviati

on

Std.

Error

Mean

95% Confidence

Interval of the

Difference

t df Sig.(2-

tailed)

Lower Upper

Pair Sebelum Stock split

1 Sesudah Stock split 3871.17 6525.59 1883.78 -274.99 8017.33 2.055 11 .064

Sumber: Data Diolah, 2010

Hasil pada tabel 3 menunjukkan

bahwa pengujian Pair FK1SBLM dengan

FK1SSDH menghasilkan nilai Pvalue 0,352

> 0,10 artinya tidak ada perbedaan

frekuensi perdagangan saham kuartal

pertama sebelum stock split dengan

frekuensi perdagangan saham kuartal

pertama sesudah stock split. Pair FK1SBLM

dengan FK2SSDH menghasilkan nilai

Pvalue 0,351 > 0,10 artinya bahwa tidak

ada perbedaan frekuensi perdagangan

saham kuartal pertama sebelum stock split

dengan frekuensi perdagangan saham

kuartal kedua sesudah stock split. Pair

FK2SBLM dengan FK1SSDH menghasilkan

nilai Pvalue 0,352 > 0,10 artinya tidak ada

perbedaan frekuensi perdagangan saham

kuartal kedua sebelum stock split dengan

frekuensi perdagangan saham kuartal

pertama sesudah stock split. Pair FK2SBLM

dengan FK2SSDH menghasilkan nilai

Pvalue 0,351 > 0,10 artinya tidak ada

perbedaan frekuensi perdagangan saham

kuartal kedua sebelum stock split dengan

frekuensi perdagangan saham kuartal

kedua sesudah stock split.

Hasil Analisis Test Paired sampel

perbedaan Abnormal Return sebelum dan

sesudah stock split dapat dilihat dalam

table 4.

Hasil pada tabel 4 menunjukkan

bahwa pengujian Pair RK1SBLM dengan

RK1SSDH menghasilkan nilai Pvalue 0,306

> 0,10 artinya tidak ada perbedaan

abnormal return kuartal pertama sebelum

stock split dengan abnormal return kuartal

pertama sesudah stock split pada. Pair

RK1SBLM dengan RK2SSDH menhasilkan

nilai Pvalue 0,382 > 0,10 artinya tidak ada

perbedaan abnormal return kuartal pertama

sebelum stock split dengan abnormal return

kuartal kedua sesudah stock split. Pair

RK2SBLM dengan RK1SSDH menghasilkan nilai Pvalue 0,265 > 0,10

artinya tidak ada perbedaan abnormal

return kuartal kedua sebelum stock split

dengan abnormal return kuartal pertama

sesudah stock split. Pair RK2SBLM dengan

RK2SSDH menghasilkan nilai Pvalue 0,547

> 0,10 artinya tidak ada perbedaan

abnormal return kuartal kedua sebelum

stock split dengan abnormal return kuartal

kedua sesudah stock split.

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

53

Tabel 3

Hasil paired Sample T Test Paired Samples Test

Paired Differences

Mean Std.

Deviation

Std. Error

Mean

95% Confidence Interval of

the Difference

t df Sig.(2-

tailed)

Lower Upper

Pair 1 FK1SBLM-FK1SSDH -914475 3256960.76 940203.59 -2983849 1154899 -.973 11 .352

Pair 2 FK1SBLM-FK2SSDH -914844 3256875.96 940179.11 -2984164 1154476 -.973 11 .351

Pair 3 FK1SSDH-FK2SBLM 14500.75 3256952.83 940201.30 -1154868 2983870 -.973 11 .352

Pair 4 FK1SBLM-FK2SSDH -914870 3256868.02 940176.81 -2984185 1154445 -.973 11 .351

Sumber: Data Diolah, 2010

Keterangan:

FK1SBLM = frekuensi perdagangan saham kuartal 1 sebelum stock split

FK2SBLM = frekuensi perdagangan saham kuartal 2 sebelum stock split

FK1SSDH = frekuensi perdagangan saham kuartal 1 sesudah stock split

FK2SSDH = frekuensi perdagangan saham kuartal 2 sesudah stock split

Tabel 4

Hasil paired Sample T Test Paired Samples Test

Paired Differences

Mean Std.

Deviation

Std. Error

Mean

95% Confidence Interval

of the Difference

t df Sig.(2-

tailed)

Lower Upper

Pair 1 RK1SBLM-RK1SSDH 7.39E-02 .238590 6.89E-02 -7.8E-02 .225501 1.073 11 .306

Pair 2 RK1SBLM-RK2SSDH 6.21E-02 .236076 6.81E-02 -8.8E-02 .212112 .911 11 .382

Pair 3 RK1SSDH-RK2SBLM -4.6E-02 .134972 3.90E-02 -.131482 4.00E-02 -1.174 11 .265

Pair 4 RK2SBLM-FK2SSDH 3.39E-02 .189098 5.46E-02 -8.6E-02 .154080 .622 11 .547

Sumber: Data Diolah, 2010

Keterangan:

RK1SBLM = abnormal return kuartal 1 sebelum stock split

RK2SBLM = abnormal return kuartal 2 sebelum stock split

RK1SSDH = abnormal return kuartal 1 sesudah stock split

RK2SSDH = abnormal return kuartal 2 sesudah stock split

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

54

E. KESIMPULAN

1. Kesimpulan

Harga saham berpengaruh terhadap

keputusan perusahaan untuk melakukan

stock split ditunjukkan oleh nilai Pvalue

0,048 < 0,10. Frekuensi perdagangan

saham tidak berpengaruh terhadap

keputusan perusahaan untuk melakukan

stock split ditunjukkan oleh nilai Pvalue

0,402 > 0,10. Abnormal return tidak

berpengaruh terhadap keputusan

perusahaan untuk melakukan stock split

ditunjukkan nilai Pvalue 0,244 > 0,10.

Ada perbedaan harga saham antara

sebelum dan sesudah stock split

ditunjukkan oleh nilai Pvalue 0,064 < 0,10.

Tidak ada perbedaan frekuensi

perdagangan saham kuartal pertama

sebelum stock split dengan frekuensi

perdagangan saham kuartal pertama

sesudah stock split ditunjukkan oleh nilai

Pvalue 0,352 > 0,10. Tidak ada perbedaan

frekuensi perdagangan saham kuartal

pertama sebelum stock split dengan

frekuensi perdagangan saham kuartal

kedua sesuadah stock split ditunjukkan oleh

nilai Pvalue 0,351 > 0,10. Tidak ada

perbedaan frekuensi perdagangan saham

kuartal kedua sebelum stock split dengan

frekuensi perdagangan saham kuartal

pertama sesudah stock split ditunjukkan

oleh nilai Pvalue 0,352 > 0,10. Tidak ada

perbedaan frekuensi perdagangan saham

kuartal kedua sebelum stock split dengan

frekuensi perdagangan saham kuartal

kedua sesudah stock split ditunjukkan oleh

nilai Pvalue 0,351 > 0,10.

Tidak ada perbedaan abnormal

return saham kuartal pertama sebelum

stock split dengan abnormal return kuartal

pertama sesudah stock split ditunjukkan

oleh nilai Pvalue 0,306 > 0,10. Tidak ada

perbedaan abnormal return kuartal pertama

sebelum stock split dengan abnormal return

kuartal kedua sesudah stock split

ditunjukkan oleh nilai Pvalue 0,382 > 0,10.

Tidak ada perbedaan abnormal return

kuartal kedua sebelum stock split dengan

abnormal return kuartal pertama sesudah

stock split ditunjukkan oleh nilai Pvalue

0,265 > 0,10. Tidak da perbedaan abnormal

return kuartal kedua sebelum stock split

dengan abnormal return kuartal kedua

sesudah stock split ditunjukkan oleh nilai

Pvalue 0,547 > 0,10.

2. Keterbatasan Penelitian Keterbatasan penelitian ini adalah:

sampel perusahaan terbatas pada

perusahaan sektor manufaktur di BEI,

sehingga akan terbatasnya cakupan

generalisasi hasil penelitian. Jumlah sampel

terbatas sebanyak 24 perusahan (12

perusahaan yang melakukan stock split dan

12 perusahaan yang tidak melakukan stock

split), sehingga tingkat validitas dan

keyakinan yang kurang terhadap hasil

penelitian.

3. Implikasi Penelitian

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

55

Implikasi untuk penelitian

selanjutnya adalah: mengambil sampel

pada beberapa sektor perusahaan dengan

jumlah sampel perusahaan yang lebih

banyak, sehingga cakupan generalisasi

hasil penelitian akan lebih luas.

Penambahan variabel independen yang

diduga mempengaruhi keputusan

perusahaan untuk melakukan stock split,

seperti earning, persentase spread dan

deviden.

DAFTAR PUSTAKA

Almilia, Luciana Spica dan Emanuel

Kristijadi. 2005. Analisis Kandungan

Informasi Dan Efek Intra Industri

Pengumuman Stock Split Yang

Dilakukan Oleh Perusahaan

Bertumbuh Dan Tidak Bertumbuh.

Jurnal Ekonomi & Bisnis Indonesia

Vol. 20 No. 1. Januari ISSN 0215 –

2487, Surabaya.

Almilia, Luciana Spica dan Emanuel

Kristijadi. 2006. Dampak Size

Perusahaan Terhadap Kandungan

Informasi Dan Efek Intra Industri

Pengumuman Stock Split. Jurnal

Bisnis dan Ekonomi Vol. 13 No. 1.

Maret ISSN 1412 – 3126. Surabaya.

Destriarto, Kurniawan. 2007. Analisis

Pemecahan Saham (Stock Split)

Terhadap Abnormal return Dan

Likuiditas Saham di BEJ. Skripsi.

Universitas Muhamaddiyah.

Yogyakarta.

Ewijaya dan Nur Indriantoro. 1999. Analisis

Pengaruh Pemecahan Saham

Terhadap Perubahan Harga Saham.

Jurnal Riset Akuntansi vol. 2, No. 1

Januari hal. 53 – 65. Yogyakarta

Husnan, Suad. 2003, Dasar-Dasar Teori

Portofolio Dan Analisis Sekuritas,

Edisi ketiga, Yogyakarta: UPP AMP

YKPN

Jogiyanto, HM, 2003, Teori Portofolio Dan

Analisis Investasi. Edisi Ketiga

Penerbit BPFE. Yogyakarta.

Marwata, 2001. Kinerja Keuangan, Harga

Saham Dan Pemecahan Saham.

Jurnal Riset Akuntansi Indonesia

Vol. 4, No. 2, Mei Hal 151-164.

Yogyakarta.

Mulyanti, Endah Lestari Dwi. 2006. Analisis

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi

Stock Split Pada Perusahaan Yang

Go Public di BEJ. Skripsi.

Universitas Islam Indonesia.

Yogyakarta

Rahayu, Indah Retno. 2006. Reaksi Pasar

Terhadap Peristiwa Stock Split

Yang Terjadi Di Bursa Efek Jakarta

(BEJ). Skripsi. Universitas Islam

Indonesia. Yogyakarta

Riyanto, Bambang, 1995, Dasar-Dasar

Pembelanjaan Perusahaan. Edisi

Keempat BPFE. Yogyakarta.

Setiyanto, Agus. 2006. Analisis Likuiditas

Saham Sebelum Dan Sesudah

Stock Split Di Bursa efek Jakarta.

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

56

Skripsi. Universitas Islam Indonesia.

Yogyakarta

Supriyadi, 2007. Analisis Faktor-faktor Yang

Mempengaruhi Stock Split. Skripsi.

Universitas Islam Indonesia.

Yogyakarta

Sutrisno, dkk. Pengaruh Stock Split

Terhadap Likuiditas Dan Return

Saham Di Bursa Efek Jakarta,

Jurnal manajemen & kewirausahaan

vol. 2, no. 2, September 2000:1-13,

Yogyakarta.

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

57

PENGARUH TINGKAT SUKU BUNGA, NILAI KURS, DAN INFLASI TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE TAHUN 2005-2010

M. BUDIANTARA

Program Studi Akuntansi

Fakultas Ekonomi Universitas Mercu Buana Yogyakarta

Abstract

Investors need information as a basis for making investment decisions on a particular

company. Stock is a form of ownership of the company. Dividends or capital gains would be obtained if a person has ownership of the shares of a company going public. Investments in shares of publicly traded companies classified as high risk because it is very sensitive to changes, whether the changes that occurred abroad and at home, changes in political, economic, monetary, laws or regulations, changes in the industry as well as internal changes company. The change-the change can be positive or negative impact. Of research on the influence of interest rates, exchange rates, and inflation of stock price index in Indonesia Stock Exchange in 2005-2010 can be concluded as follows: Taken together there is a significant effect between interest rates, exchange rates, and inflation on composite stock price index in Indonesia Stock Exchange. Variable interest rates are negative and significant effect on stock prices or in other words, the rise and fall in interest rates will affect the stock price. There are negative and significant influence of the exchange rate of the composite stock price index in Indonesia Stock Exchange 2005-2010 period. Variable inflation in Indonesia Stock Exchange (BEI) in the period 2005-2010 did not significantly affect stock prices or in other words, the rise and fall of inflation rate has no effect on the composite stock price index.

Keywords: interest rates, exchange rates, and inflation of stock price index

Latar Belakang Masalah

Perkembangan pasar modal di

Indonesia semakin menarik investor untuk

melakukan investasi. Investor

membutuhkan informasi yang memadahi

sebagai dasar pengambilan keputusan

investasi pada perusahaan tertentu.

Terdapat 2 (dua) jenis investasi yang dapat

dipilih calon investor, yaitu investasi riil dan

investasi finansial. Saham merupakan

bentuk kepemilikan atas perusahaan.

Dividen atau capital gain akan diperoleh jika

seseorang mempunyai kepemilikan atas

saham suatu perusahaan go publik. Di

Indonesia, sampai dengan akhir Juli 1997

dapat dikatakan bahwa tidak terdapat

hubungan (sebab akibat) yang sistematis

antara depresiasi rupiah dengan

pergerakan IHSG (Gupta, Jyota P., 2000).

Perkembangan IHSG sebagaimana

lazimnya lebih ditentukan oleh

perkembangan bunga (Sitinjak, 2003).

Tantangan berat dalam bidang

perekonomian akibat pengaruh global, krisis

moneter, dan krisis ekonomi yang melanda

Indonesia pada Juli 1997 mengakibatkan

depresiasi rupiah yang besar sehingga

pemerintah Indonesia mengambil kebijakan

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

58

melepas bond intervensi dan menerapkan

sistem kurs devisa bebas mengambang

(free floating exchange rate system) pada

tanggal 14 Agustus 1997. Sejak saat itu

nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing

dibiarkan mencari nilai keseimbangannya

yang baru meskipun berdampak pada nilai

yang lebih rendah. Kondisi ini juga

berdampak pada pergerakan IHSG yang

seakan mengikuti pergerakan nilai tukar

rupiah atau sebaliknya pergerakan rupiah

seakan mengikuti pergerakan IHSG,

sehingga memunculkan dugaan bahwa

diantaranya terdapat hubungan (sebab

akibat) yang sistematis.

Perumusan Masalah

a. Apakah tingkat suku bunga, nilai

kurs, dan inflasi bersama-sama

mempengaruhi IHSG di BEI

tahun 2005-2010?

b. Apakah kenaikan tingkat suku

bunga mempunyai pengaruh

negatif terhadap IHSG di BEI

tahun 2005-2010?

c. Apakah kenaikan nilai kurs

mempunyai pengaruh negatif

terhadap IHSG di BEI tahun

2005-2010?

d. Apakah kenaikan inflasi

mempunyai pengaruh negatif

terhadap IHSG di BEI tahun

2005-2010?

Batasan Masalah a. Penelitian ini menggunakan

harga saham di Bursa Efek

Indonesia (BEI) pada tahun

2005-2010.

b. Variabel tingkat suku bunga,

kurs, dan inflasi dalam

mempengaruhi indeks harga

saham gabungan.

Landasan Teori Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)

Pengukuran kinerja perdagangan

saham dalam penelitian ini di proxy dalam

indeks harga saham gabungan (IHSG).

Indeks biasa menjadi tolok ukur dalam

memantau kecenderungan pasar dan

perkembangan tingkat harga saham yang

diperdagangkan. Indeks harga saham

gabungan (IHSG) di BEI meliputi

pergerakan harga untuk saham biasa dan

saham preferen. IHSG diperkenalkan

pertama kali pada 01 April 1983 dan

selanjutnya menjadi indikator utama

perdagangan saham di BEI.

Rumus yang digunakan untuk

menghitung IHSG adalah sebagai berikut:

Notasi:

IHSG = Indeks Harga Saham Gabungan

hari ke-t

Nilai Pasar =Jumlah lembar tercatat dibursa

X harga pasar preferen pada

hari ke-t

Nilai Dasar = Jumlah lembar

tercatat dibursa X harga pasar

perlembar saham biasa dan saham

IHSG = Nilai Pasar x 100

Nilai Dasar

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

59

preferen yang mulai dari waktu

dasar (10 Agustus 1982).

Dengan demikian IHSG untuk

tanggal 10 Agustus 1982 bernilai 100 (nilai

indeks dasar). Nilai dasar IHSG selalu

disesuaikan untuk kejadian seperti IPO right

issue, partial/company listing untuk

kejadian-kejadian seperti stock splits,

dividen berupa saham (stock dividen),

bonus issue, nilai dasar dari IHSG tidak

berubah, karena peristiwa-peristiwa ini tidak

merubah nilai pasar total. Rumus untuk

menyelesaikan nilai dasar awal sebagai

berikut:

Notasi:

NDB = Nilai dasar baru yang

disesuaikan

NPL = Nilai pasar lama

NPTS = Nilai pasar tambahan

saham

NDL = Nilai dasar lama

Pengertian Investasi

Investasi adalah penanaman modal

pada satu atau lebih aktiva yang dimiliki

biasanya berjangka waktu lama dengan

harapan mendapatkan keuntungan pada

masa mendatang (Sunaryah, 2006).

Investasi keuangan dapat dilakukan secara

langsung maupun tidak langsung. Investasi

langsung dapat dilakukan dengan membeli

langsung aktiva dari suatu perusahaan

yang dapat diperjualbelikan di pasar uang,

pasar modal, atau pasar turunannya.

Investasi di pasar uang biasanya berbentuk

surat-surat berharga yang diterbitkan oleh

industri perbankan dan bersifat jangka

pendek seperti sertifikat deposito, treasury

bill, commercial paper, surat berharga pasar

uang (SPBU), dan Sertifikat Bank

Indonesia.

Pengertian Saham

Saham merupakan bukti

kepemilikan atas suatu perusahaan yang

bentuk perseroan terbatas (Husnan, 2001).

Pengertian saham yang lain adalah tanda

bukti pengambilan bagian atau peserta

dalam suatu perseroan terbatas

(Riyanto,1995). Secara garis besar saham

merupakan surat berharga yang

dikeluarkan oleh suatu perusahaan

berbentuk perseroan terbatas atau yang

biasa disebut emiten, yang menyatakan

pemilik saham tersebut dengan demikian

apabila seseorang membeli saham maka

akan menjadi pemilik perusahaan.

Indek Harga Saham

Indeks harga saham adalah angka

indeks harga saham yang telah disusun dan

dihitung sedemikian rupa sehingga

menghasilkan tren. Angka indeks

merupakan angka yang dibuat sedemikian

rupa sehingga dapat dipergunakan untuk

membandingkan kegiatan ekonomi atau

peristiwa, bisa berupa perubahaan harga

saham dari waktu ke waktu (Supranto J.,

1992). Perkembangan IHS dapat

NDB = NPL + NPTS x 100

NPL

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

60

ditunjukkan dengan angka bertanda positif

yang berarti ada kenaikan, ada yang stabil

dan ditandai angka kenaikan 0, serta

penurunan dengan angka negatif. Kenaikan

IHS memberi indikasi bahwa pasar dalam

keadaan bergairah. Tidak berubahnya IHS

menunjukkan situasi dalam keadaan stabil.

Sedangkan penurunan IHS menunjukkan

kelesuan pasar.

Penilaian Harga Saham

Dalam melakukan penilaian harga

saham dikenal ada 3 jenis nilai saham,

yaitu: (a) nilai buku saham, yaitu nilai yang

dihitung berdasarkan pembukuan

perusahaan penerbit saham (Husnan,

2001) (b) nilai pasar saham, yaitu nilai

saham yang terbentuk melalui mekanisme

permintaan dan penawaran di pasar modal

(Sartono dan Agus, 2001) (c) nilai instrinsik

saham atau sering juga disebut nilai teoritis

saham, yaitu nilai saham yang sebenarnya

atau seharusnya terjadi (Tandelilin, 2001).

Harga atau nilai buku saham dapat

dihitung dengan cara sebagai berikut :

Nilai sejlh saham yang

diterbitkan dan disetorkan

penuh

Agio

+

Laba yang

Saham + ditahan

Nilai Buku saham =

Jumlah lembar saham yang diterbitkan dan disetor

penuh

Kerangka Pemikiran Pengaruh tingkat suku bunga, nilai

kurs, dan inflasi terhadap indeks harga

saham gabungan di Bursa Efek Indonesia:

Gambar II.2. Kerangka Pemikiran

SUKU BUNGA

NILAI KURS

INFLASI

INDEK HARGA SAHAM GABUNGAN

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

61

Hipotesis

Berdasarkan landasan teori dan

penelitian terdahulu dapat maka hipotesis

penelitian ini adalah:

H1: Tingkat suku bunga, nilai kurs, dan

inflasi secara bersama-sama

mempengaruhi indeks harga

saham gabungan di Bursa Efek

Indonesia periode 2005-2010.

H2: Peningkatan suku bunga

berpengaruh secara negatif

terhadap indek harga saham

gabungan di Bursa Efek

Indonesia tahun 2005 – 2010.

H3: Peningkatan nilai kurs berpengaruh

secara negatif terhadap indek

harga saham gabungan di Bursa

Efek Indonesia tahun 2005 – 2010.

H4: Peningkatan inflasi berpengaruh

secara negatif terhadap indek

harga saham gabungan di Bursa

Efek Indonesia tahun 2005 – 2010.

Jenis Penelitian dan Objek Penelitian

Metode penelitian yang digunakan

dalam penyusunan tesis ini adalah metode

deskriptif, analisis studi kasus, dan ex-facto.

Variabel yang diamati dalam studi kasus ini

adalah tingkat suku bunga, kurs, dan inflasi,

dan pengaruhnya terhadap harga saham.

Harga saham yang dimaksud adalah Indeks

Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa

Efek Indonesia.

Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian adalah

seluruh perusahaan yang listed di Bursa

Efek Indonesia periode Januari 2005 –

Desember 2010. Dalam penelitian ini

sampel yang digunakan meliputi semua

perusahaan yang listed sebanyak 396

perusahaan di Bursa Efek Indonesia karena

harga saham masing-masing perusahaan di

proxy dalam indeks harga saham gabungan

(IHSG).

Metode analisis yang

digunakan adalah persamaan regresi yaitu

regresi linier berganda dengan rumus

umum sebagai berikut:

Y = a+b1X1+b2X2+b3X3+

Keterangan:

Y = variabel

X1 = variabel suku bunga

X2 = variabel nilai tukar rupiah

X3 = variabel inflasi

= intercep atau konstanta

b1-b3 = koefisien regresi

= error tern

HASIL DAN ANALISA Uji Asumsi Klasik

Uji Normalitas

Uji normalitas ini dilakukan dengan

tujuan untuk menguji apakah dalam sebuah

model regresi variabel dependen dan

independen mempunyai distribusi normal

atau tidak. Model regresi yang baik adalah

distribusi data normal atau mendekati

normal. Berdasarkan sample data (n=72).

Dari uji normalitas Kolmogorov-Smirnov

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

62

didapatkan nilai Z-Kolmogorov-

Smirnov>0,05 sehingga dapat disimpulkan

bahwa residual terdistribusi secara normal.

Uji Multikolinieritas Multikolinieritas artinya ada

hubungan linier yang sempurna di antara

beberapa atau semua variabel independen.

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji

apakah model regresi ditemukan adanya

korelasi atas bebas multikolinearitas atau

tidak terjadi korelasi diantara variabel

independen.

Hasil uji multikolinieritas diatas

diketahui besarnya VIF masing-masing

variabel lebih kecil dari 10 dan tolerance

lebih dari 0,1 sehingga dapat disimpulkan

tidak terdapat multikolinieritas. Model

regresi tersebut layak dipakai untuk

memprediksi IHSG di BEI berdasarkan

masukan variabel tingkat suku bunga, nilai

kurs, dan inflasi. Kondisi

Uji Heteroskedastisitas

Untuk menentukan

heteroskedastisitas dalam penelitian ini

melakukan dengan cara melihat ada

tidaknya pola tertentu pada grafik

scatterplot antara SRESID dan ZPRED

dimana sumbu Y adalah yang diprediksi

dan sumbu X adalah residual (Y prediksi Y

sesungguhnya) yang telah di-studentized.

Dari hasil pengukian

heteroskedastisitas dalam grafik

scatterplots terlihat titik-titik menyebar

secara acak (random) baik di atas maupun

di bawah angka 0 pada sumbu Y. hal ini

dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi

heteroskedastisitas pada model regresi,

sehingga model regresi layak dipakai untuk

memprediksi IHSG berdasarkan masukan

variabel tingkat suku bunga, nilai kurs, dan

inflasi.

Koefisien Determinasi Berdasarkan output SPSS versi 16

nampak bahwa pengaruh secara bersama-

sama dengan 3 (tiga) variabel independen

(tingkat suku bunga, nilai kurs, dan inflasi)

terhadap IHSG. Koefisien determinasi

digunakan untuk melihat berapa % dari

variasi variabel dependen (IHSG) dijelaskan

oleh variasi dari variabel independen

(perubahaan tingkat suku bunga, nilai kurs,

dan inflasi). Uji R2 didapatkan hasil sebesar

0,544 atau 54,40%. yang berarti variabilitas

variabel dependen yang dapat dijelaskan

oleh variabilitas variabel independen

sebesar 54,40% sedangkan sisanya

45,60% dijelaskan oleh variabel lainnya

yang tidak dimasukkan dalam model

regresi. Nilai R2 untuk IHSG yang besar

akan membuat model regresi semakin tepat

dalam memprediksi IHSG di Bursa Efek

Indonesia.

Pengujian Hipotesis dengan Regresi Berganda

Analisis ini digunakan untuk

menghitung besarnya pengaruh tingkat

suku bunga, nilai kurs dan inflasi terhadap

IHSG di Bursa Efek Indonesia. Berdasarkan

pembatasan masalah dan hipotesis yang

telah dikemukakan sebelumnya maka

diperoleh hasil pengolahan data dengan

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

63

paket program komputer statistik SPPS 16

yang terlampir pada Bagian Lampiran, tabel

IV.5

Berdasarkan pengujian hipotesis,

diperoleh model persamaan regresi sebagai

berikut :

Y = 26,415-0,810 X1-1,910 X2 - 0,134 X3 + є

Ket :

Y = IHSG;

X1 = SBI;

X2 = Kurs;

X3 = Inflasi;

є = Residu

Dari model regresi tersebut

diperoleh konstanta sebesar 26,415. Hal ini

berarti bahwa tanpa adanya rasio suku

bunga, nilai kurs, dan tingkat inflasi akan

terjadi perubahaan IHSG sebesar

0,26415%. Selanjutnya koefisien regresi

suku bunga SBI sebesar 0,482 dan

bertanda negatif hal ini berarti bahwa

setiap perubahan suku bunga 1% (satu

persen) dengan asumsi variabel lainnya

tetap maka perubahaan IHSG akan

mengalami perubahan penurunan sebesar

0,00810% dengan arah yang berlawanan.

Sedangkan nilai kurs mempunyai koefisien

regresi sebesar 0,01910 dan bertanda

negatif, berarti setiap perubahaan nilai kurs

1% (satu persen) dengan asumsi variabel

lainnya tetap maka perubahaan IHSG akan

mengalami perubahaan penurunan sebesar

36,20% dengan arah yang berlawanan.

Untuk tingkat inflasi mempunyai koefisien

regresi sebesar 0,134 dan bertanda negatif,

berarti setiap perubahaan tingkat inflasi 1%

(satu persen) dengan asumsi variabel

lainnya tetap maka perubahaan IHSG akan

mengalami perubahaan sebesar 0,00134%

dengan arah yang berlawanan.

KESIMPULAN

IHSG merupakan cerminan dari

minat investasi pada saham. Perlunya

peramalan terhadap perubahan pasar

modal untuk menghasilkan keputusan

inventasi yang tepat. Pengaruhnya

terhadap pilihan jenis investasi oleh

investor: saat kurs tukar melemah dan suku

bunga rendah, investor akan menahan

sahamnya untuk diperjualbelikan dan saat

tingkat inflasi yang tinggi dan

ketidakstabilan ekonomi terjadi investor

akan memilih investasi bentuk lain sehingga

harga saham akan menurun.

Pemerintah perlu menciptakan

kestabilan moneter dengan mengendalikan

tingkat inflasi. Pemerintah perlu

mengupayakan iklim investasi yang

kondusif sehingga pasar modal dapat

menjadi lebih berkembang dan

pertumbuhan investasi semakin membaik.

Dari penelitian tentang pengaruh

suku bunga, nilai kurs, dan inflasi terhadap

indeks harga saham gabungan di Bursa

Efek Indonesia tahun 2005-2010 dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut: Secara

bersama-sama ada pengaruh yang

signifikan antara tingkat suku bunga, nilai

kurs, dan inflasi terhadap indeks harga

saham gabungan di Bursa Efek Indonesia

periode 2005-2010.

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

64

Variabel tingkat suku bunga

berpengaruh secara negatif dan signifikan

terhadap harga saham atau dengan kata

lain, naik turunnya tingkat suku bunga akan

berpengaruh pada harga saham. Hasil

penelitian ini konsisten dengan temuan Lee

(1992), (Sitinjak dan Kurniasari, 2003), dan

(Jika Alon, 2005) perubahaan tingkat suku

bunga (interest rate) mempunyai pengaruh

yang signifikan terhadap indeks harga

saham gabungan.

Ada pengaruh negatif dan

signifikan antara nilai kurs terhadap indeks

harga saham gabungan di Bursa Efek

Indonesia (BEI) periode 2005-2010. Hasil

penelitian ini tidak konsisten dengan

temuan Ajayi dan Mougoue (1996),

(Sudjono,2002) yang menyatakan bahwa

peningkatan jumlah harga saham domestik

mempunyai pengaruh positif terhadap kurs.

Variabel inflasi di Bursa Efek

Indonesia (BEI) periode 2005-2010 tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap

harga saham atau dengan kata lain, naik

turunnya tingkat inflasi tidak berpengaruh

pada indeks harga saham gabungan. Hasil

penelitian ini tidak konsisten dengan

penelitian Jika Alon (2005) yang

menyatakan bahwa kenaikan inflasi

mempengaruhi terhadap Indeks Harga

Saham Gabungan secara positif.

DAFTAR PUSTAKA

Aini, N.N., 2000, “Analisa Faktor-Faktor

yang Mempengaruhi Price Earning

Ratio Saham-saham Perusahaan yang

terdaftar di BEJ”, Laporan

Intererenship, program MM UGM

Yogyakarta, tidak dipublikasikan.

Ana Ocktavia, 2007, “Analisis Pengaruh

Nilai Tukar Rupiah/US$ dan Tingkat

Suku Bunga SBI Terhadap Indeks

Harga Saham Gabungan Di Bursa

Jakarta”, Fakultas Ekonomi

Universitas Negeri Semarang.

Arief, Sritua, 1993, “Metodologi Penelitian

Ekonomi”, Edisi Tiga, Penerbit

Universitas Indonesia, Jakarta.

Ajayi, R.A dan M. Mougoue, 1996. On The

Dynamic Relation Between Stock

Price and Exchange Rate, Jakarta :

PT. Bursa Efek Jakarta.

Bank Indonesia, 2001, “Laporan Tahunan

Bank Indonesia”, Penerbit Bank

Indonesia.

Beaver, W. H., Financial Reporting: An

Accounting Revolution. Second

Edition, Englewood Cliffs, New

Jersey: Prentice-Hall Inc., 1989.

Chandradewi, Susana, 2000,”Pengaruh

Variabel KeuanganTerhadap

Penentuan Harga Saham Perusahaan

Sesudah Penawaran Umum

Perdana”, Perspektif, vol 5, no. 1, hal

9-14.

Cooley, Charles Horton, The Theory of

Transportation (New York: American

Economic Association, 1994).

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

65

Fama, Efficient Capital Markets: A Review

of Theory and Empirical Work. Journal of

Finance 25 (1970)

_________, Efficient Capital Markets: II.

Journal of Finance 46 (December

1991)

Ginting, M,A, 1997, “Analisa Beberapa

Faktor yang mempengaruhi Harga

Saham Perbankan di BEJ”, Laporan

Interenship, Program MM UGM

Yogyakarta, Tidak dipublikasikan.

Gitosudarmo dan Basri,2002, ”Manajemen

Keuangan”, BPFE,p.305

Gupta, Jyota P., Alain Chevalier and Fran

Sayekt, 2000, The Causality Between

Interest Rate, Exchange Rate and

Stock Price in Emerging Market: The

Case Of The Jakarta Stock Exchange.

Working Paper Series. EFMA 2000.

Athens.

Gruber, 1995, “Modern Portofolio Theory

And Investment Analysis”, edition 5.

John Wiley & Sons, Inc.

Gudono, 1999, “Penilaian Pasar Modal

terhadap Fluktuasi Bisnis Real Estate”,

Kelola Gajah Mada University

Business Review, VII, no.20, hal. 42-

53.

Husnan, S.,2001, ”Dasar-dasar Teori

Portofolio dan Analisis Sekuritas”, edisi

3, UPP AMP YKPN.

Indiardi, M.I., ”Analisis Pengaruh Beberapa

Indikator Ekonomi Makro terhadap

Indeks Harga Saham di Beberapa

Bursa Asia Pasifik”, Laporan

Interenship, Program MM UGM

Yogyakarta, Tidak dipublikasikan.

Jogiyanto. 2000. “Teori Portofolio dan

Analisis Investasi”. Edisi Pertama,

BPFE, Yogyakarta.

Koutsoyiannis, A., 1977, ”Theory of

Econometric”, Second Edition,

Macmillan Publisher LTD, Hongkong.

Lee, SB, 1992, Causal Relation Among

Stock Return, Interest Rate, Real

Activity, and Inflation,Journal Of

Finance, 47:1591-1603.

Mulyono, Sugeng, 2000, “Pengaruh Earning

Per Share (EPS) dan tingkat Bunga

terhadap Harga Saham”, Jurnal

Ekonomi dan Manajemen, vol , no. 2,

99-116.

Natasyah, Syahib, 2000, “Analisis Pengaruh

Beberapa Faktor Fundamental dan

Risiko Sistematik Terhadap Harga

Saham”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis

Indonesia, vol 15, no.3, hal 294-312.

Nurcahyono dan Nugroho, 2002, “Analisa

Pengaruh Perubahan Faktor-Faktor

Makro Ekonomi Terhadap Perubahan

Return Saham Perusahaan

Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa

Efek Jakarta Periode sebelum Krisis

Dan Selama Krisis”, Laporan

Interenship, Program MM UGM

Yogkarta, Tidak dipublikasikan.

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

66

Reilly, F.K.,1994, “Invesment Analysis and

Portofolio Management”, Fourth

Edition, International Edition, The

Dryden Press.

Riyanto, Bambang, 1995, “Dasar-Dasar

Pembelanjaan Perusahaan”, Edisi 4,

Penerbit BPFE Yogyakarta.

Sa’adah, Siti dan Yulia Panjaitan, 2006,

“Interaksi Dinamis Antara Harga

Saham Dengan Nilai Tukar Rupiah

Terhadap Dollar Amerika Serikat”.

Jurnal Ekonomi dan Bisnis.pp:46-62

Sartono dan Agus, 2001, “Manajemen

Keuangan”, Cetakan Kedua, Penerbit

BPFE Yogyakarta.

Sitohang, 191,”Ekonomi Makro”, Penerbit

Bharatara Karya Aksara, Jakarta

Sitinjak, Elyzabeth Lucky Maretha dan

Widuri Kurniasari. 2003. Indikator-

indikator Pasar Saham dan Pasar

Uang Yang Saling Berkaitan Ditijau

Dari Pasar Saham Sedang Bullish

dan Bearish. Jurnal Riset Ekonomi

dan Manajemen. Vol. 3 No. 3.

Situs Bank Indonesia, http://www.bi.go.id

Situs Bursa Efek Indonesia,

http://www.idx.co.id

Situs Bursa Saham, http://www.e-bursa.com

Situs BAPEPAM, http://www.papepam.go.id

Suciwati dan Machfoedz, 2002, “Pengaruh

Risiko Nilai TukarTerhadap Return

Saham: Studi Empiris Pada

Perusahaan Manufaktur Yang

Terdaftar di BEJ”, Jurnal Ekonomi dan

Bisnis Indonesia, vol 17, no.4, hal 347-

360.

Sudjono (2002), “Analisis Keseimbangan

dan Hubungan Simultan antara

Variabel Ekonomi Makro terhadap

IHSG Industri Manufaktur”, Jurnal

Riset Ekonomi dan Manajemen, vol 2,

No. 3, 2002.

Sukirno, Sadono, 2000, Pengantar Teori

Makro Ekonomi. Jakarta: Lembaga FE

UI.

Sunariyah, 2006, “Pengetahuan

Pengetahuan Pasar Modal”, Edisi 5,

Penerbit UPP STIM YKPN

Yogyakarta.

Supranto J., 1992, Statistik Pasar Modal

Indonesia. Rineka Cipta. Jakarta.

Tandelilin, E., 2001, “Analisa Investasi dan

Manajemen Portofolio”, Edisi Pertama,

Penerbit BPFE Yogyakarta.

Usman, Marzuki. 1990. “ABC Pasar Modal

Indonesia“. Penerbit LPII dengan

ISEEI. Jakarta.

Utami, Wiwik, 1998, “Pengaruh informasi

Penghasilan Perusahaan Terhadap

Harga Saham di Bursa Efek Jakarta”,

Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, vol

1, no.2, hal 255-268.

Yuliati, H.S., 1997, “Dasar-Dasar

Manajemen Keuangan Internasional”,

Andi Yogyakarta.

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

67

HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN NILAI POSITIF PEKERJA-KELUARGA PADA IBU BEKERJA

Triana Noor Edwina Dewayani Soeharto

Program Studi psikologi

Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta

ABSTRACT

This study aimed to examine the relationship between husband support and work-family enhancement on working mothers. The hypothesis of this study is there a relationship between husband support and work-family enhancement on working mothers. Characteristics of research subjects in this study: (1) subjects lived together with her husband and had children under the age of 12 years who lived with the subject, (2) working full time. Data collection tool used in this study: work-family enhancement scale and the scale of support for her husband. Techniques of analysis in this research using partial correlation techniques. The results showed association with the husband's support and work-family enhancement on working mothers. Keywords: support of her husband, work-family enhancement

A. PENDAHULUAN Masalah pekerjaan dan keluarga

menjadi dua hal sentral dalam kehidupan

orang dewasa terutama pria dan wanita

yang bekerja. Masa dewasa adalah salah

satu masa perkembangan yaang dialami

oleh manusia dalam hidupnya atau

merupakan bagian dari rentang kehidupan

seseorang. Santrock (2002) membagi masa

dewasa menjadi 3 masa yaitu masa dewasa

awal (20;0-35;0) , masa dewasa madya

(35;0-60;0) dan masa dewasa lanjut (60;0-

meninggal). Tugas perkembangan pada

masa dewasa awal antara lain

mendapatkan pekerjaan, memilih suami

hidup, belajar hidup bersama dengan

istri/suami, membentuk keluarga, mengasuh

anak (Santrock, 2002).

Berdasarkan tugas perkembangan

yang harus dilakukan tersebut di atas

masalah pekerjaan dan keluarga

merupakan hal penting pada masa dewasa

awal dan masalah tersebut telah lama

menjadi subjek penelitian. Menurut

Gutek,dkk ( Aycan & Eskin, 2005) ,faktor

dalam pekerjaan akan mempengaruhi

kehidupan keluarga dan sebaliknya faktor

dalam keluarga akan mempengaruhi

pekerjaan. Sejak awal tahun 1950,

penelitian tentang masalah pekerjaan dan

keluarga telah dilakukan tetapi fokus

penelitian lebih banyak dilakukan untuk

meneliti masalah work-family conflict

(konflik peran ganda) yang terdiri dari dua

komponen yaitu Work interfering with family

dan family interfering with work. Penelitian

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

68

sekarang mulai meneliti tentang work-family

enhancement yang juga terdiri dari dua

komponen yaitu work to family facilitation

dan family to work facilitation.

Konsep nilai positif pekejaan-

keluarga mengacu pada konsep multiple

role, pengalaman pada peran yang satu

akan meningkatkan kemampuan untuk

menjalankan peran yang lain (Greenhaus

dan Powell, 2006). Peran yang dilakukan

seseorang antara lain peran dalam

pekerjaan : sebagai pekerja dan peran

dalam keluarga : sebagai suami/istri atau

ayah/ibu (Voydanoff, 2002) Nilai positif

pekejaan-keluarga adalah keterlibatan

dalam menjalankan peran di tempat kerja

atau di rumah akan meningkatkan

kemampuan atau ketrampilan melakukan

peran di rumah atau di tempat kerja (Frone,

2003). Wadsworth dan Owens (2007)

mengartikan nilai positif pekerjaan-keluarga

sebagai bentuk pengalaman pada suatu

peran yang akan memperkaya peran yang

lain. Frone (2003) menjelaskan bahwa

sikap, emosi yang positif, ketrampilan dan

perilaku dalam masing-masing peran akan

saling mempengaruhi. Sedangkan menurut

Hill (2005) ; Kinnunen, dkk. (2006) ;

MacDermid, dkk (2000), dimensi dari nilai

positif pekerjaan-keluarga adalah suasana

hati yang positif, keahlian, waktu, energi,

dan perilaku. Berdasarkan pendapat di atas

penelitian ini akan mengacu pada pendapat

Frone (2003); Hill (2005) ; Kinnunen,

dkk.(2006) ; MacDermid, dkk.( 2000) bahwa

nilai positif pekerjaan-keluarga adalah

suasana hati yang positif, keahlian, waktu,

energi, dan perilaku dalam menjalankan

peran di tempat kerja akan mendukung

peran individu di rumah serta sikap, emosi

yang positif, ketrampilan dan perilaku dalam

menjalankan peran di rumah akan

mendukung peran individu dalam bekerja.

Penelitian tentang nilai positif

pekerjaan-keluarga dilakukan untuk melihat

peran dalam pekerjaan dan peran dalam

keluarga yang dapat saling memperkaya.

Selain itu jumlah pekerja yang bekerja

sebagai karyawan di Indonesia terus

meningkat sehingga penelitian ini perlu

dilakukan untuk meneliti permasalahan

yang dialami pekerja yaitu nilai positif

pekerjaan-keluarga. Tahun 2004

berdasarkan data BPS jumlah pekerja yang

bekerja sebagai karyawan sebanyak

25.459.554, tahun 2005 jumlah pekerja

yang bekerja sebagai karyawan sebanyak

26.027.953, tahun 2006 jumlah pekerja

yang bekerja sebagai karyawan sebanyak

26.821.889, tahun 2007 jumlah pekerja

yang bekerja sebagai karyawan sebanyak

28.042.390, dan tahun 2008 jumlah pekerja

yang bekerja sebagai karyawan sebanyak

28.183.773 (BPS, 2009). Di Daerah

Istimewa Yogyakarta, kondisi pekerja yang

bekerja sebagai karyawan pada tahun 2007

sebanyak 417.360 untuk pekerja pria dan

237.743 untuk pekerja wanita.

Data di atas menunjukkan baik pria

dan wanita pada saat ini mempunyai

peluang yang sama untuk bekerja. Hal ini

akan berdampak pada kehidupan keluarga

para pekerja tersebut. Dampak yang

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

69

ditimbulkan dari suami yang bekerja tidak

selalu berdampak negatif tetapi juga

berdampak positif apabila pengalaman

pada suatu peran yang akan memperkaya

peran yang lain. Berdasarkan penelitian

Grzywacz (dalam Washington, 2006)

diketemukan bahwa dampak positif

pekerjaan-keluarga ini lebih dirasakan oleh

wanita yang bekerja dan sudah menikah.

Wanita bekerja yang menikah ditemukan

mengalami nilai positif pekerjaan-keluarga

daripada pekerja yang tidak menikah

karena wanita yang bekerja ini memperoleh

keuntungan dari peran yang dijalankan

dalam keluarga yaitu sebagai istri atau ibu,

peran yang dijalankan dalam keluarga

tersebut akan mempermudah pekerja

menjalankan peran di tempat kerja

(Grzywacz dalam Washington, 2006).

Beberapa penelitian yang meneliti

tentang nilai positif pekerjaan-keluarga

antara lain nilai positif pekerjaan-keluarga

pada suami yang bekerja dapat dipengaruhi

dukungan sosial yaitu dukungan suami

(Aryee dkk., 2005; Hennessy, 2007;

Wadsworth & Owen, 2007) Penelitian

Friedman & Greenhaus (2000) juga

menunjukkan perlunya dukungan sosial

untuk meningkatkan nilai positif pekerjaan-

keluarga, dukungan dari keluarga yaitu

suami. berpengaruh positif terhadap nilai

positif pekerjaan-keluarga.

Berdasarkan penejelasan di atas

maka peneliti menyimpulkan penelitian

tentang nilai positif pekerjaan-keluarga

perlu dilakukan karena masih sedikit

penelitian yang meneliti nilai positif

pekerjaan-keluarga. Penelitian diharapkan

dapat bermanfaat untuk memberi gambaran

tentang nilai positif pekerjaan-keluarga

pada pekerja wanita yang menikah serta

memberikan sumbangan bagi

pengembangan ilmu pengetahuan.

Penelitian ini mendasarkan pada

teori role enhancement dan teori gender.

Teori role enhancement ini menyatakan

bahwa beberapa peran yang dilakukan

seseorang akan menghasilkan hal yang

positif (Kinnunen, dkk, 2006). Teori gender

dipakai untuk menjelaskan penelitian

tentang nilai positif pekerjaan terhadap

keluarga karena antara pria dan wanita

mengalami pengalaman yang berbeda

tentang masalah pekerjaan dan keluarga

(Greenhaus dan Powell,2006). Berdasarkan

hal tersebut maka penelitian ini ingin

melihat nilai positif pekerjaan terhadap

keluarga yang dialami oleh wanita yang

bekerja dan sudah menikah.

Ada beberapa faktor yang

mendukung nilai positif pekerjaan-keluarga

antara lain : dukungan sosial dari keluarga

terutama suami akan mempengaruhi nilai

positif pekerjaan-keluarga (Voydanoff,

2002; Wadsworth dan Owens, 2007).

Pengertian dukungan sosial menurut

Winnubst dan Schabracq dalam Schabracq,

dkk (1996) adalah pemberian informasi,

pemberian bantuan atau materi yang

didapat dari hubungan sosial yang akrab

atau keberadaan orang lain membuat

seseorang merasa diperhatikan dan dicintai

sehingga membantu keberhasilan

seseorang menyelesaikan masalahnya.

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

70

Sumber dukungan sosial adalah orang-

orang yang berada di sekitar dan

kehadirannya sangat berarti bagi

wanita/pria yang bekerja. Sumber dukungan

yang berasal dari keluarga antara lain

dukungan dari suami.

Dukungan yang diterima dari suami

sangat penting artinya bagi istri untuk

meningkatkan nilai positif pekerjaan-

keluarga, dukungan emosi dan instrumental

yang diperoleh dari suami akan

meningkatkan nilai positif pekerjaan-

keluarga (Voydanoff, 2004).

Berdasarkan uraian di atas maka

penelitian ini mengajukan rumusan masalah

: apakah ada hubungan dukungan suami

dengan nilai positif pekerjaan-keluarga?

A. KAJIAN PUSTAKA

Nilai positif pekerjaan-keluarga

diartikan oleh Frone (2003) sebagai bentuk

multiple role , peran dalam pekerjaan dan

keluarga akan saling mempengaruhi.

Pengalaman dalam menjalankan peran

dalam pekerjaan/keluarga dapat

mempermudah menjalankan peran dalam

keluarga/pekerjaan atau dapat

meningkatkan kualitas kehidupan

keluarga/pekerjaan (Frone, 2003;

Voydanoff, 2001). Balmforth & Gardner

(2006) mengatakan nilai positif pekerjaan-

keluarga terjadi ketika peran yang dilakukan

dalam pekerjaan dan peran yang dilakukan

dalam keluarga saling memberikan

konstribusi positif dan keuntungan.

Secara umum, menurut Frone

(2003) nilai positif pekerjaan dan keluarga

mempunyai dua dimensi: pertama, nilai

positif pekerjaan terhadap keluarga terjadi

apabila pengalaman dalam menjalankan

peran dalam pekerjaan dapat

mempermudah menjalankan peran dalam

keluarga atau dapat meningkatkan kualitas

kehidupan keluarga. Kedua, nilai positif

keluarga terhadap pekerjaan terjadi apabila

pengalaman dalam menjalan peran dalam

keluarga dapat mempermudah menjalankan

peran dalam pekerjaan atau dapat

meningkatkan kualitas kerja (Greenhaus &

Powell, 2006).

Menurut Crouter (1984) dimensi dari

nilai positif pekerjaan-keluarga adalah

ketrampilan, sikap, energi dan suasana hati.

Frone (2003) menjelaskan bahwa sikap,

emosi yang positif, ketrampilan dan perilaku

dalam masing-masing peran akan saling

mempengaruhi. Sedangkan menurut

MacDermid, dkk.( 2000); Hill( 2005) ;

Kinnunen, dkk.(2006) dimensi dari nilai

positif pekerjaan-keluarga adalah suasana

hati yang positif, keahlian atau ketrampilan ,

waktu, energi, dan perilaku. Suasana hati

yang positif, keahlian atau ketrampilan ,

waktu, energi, dan perilaku dalam

menjalankan peran di pekerjaan akan

menimbulkan suasana hati yang positif,

meningkatkan ketrampilan, mengatur waktu

di rumah dengan lebih efisien , memberi

semangat atau energi pada peran yang

dilakukan di keluarga. Ketrampilan seperti

ketrampilan berkomunikasi yang diperoleh

di tempat kerja dapat diterapkan ketika

menjalankan peran sebagai orangtua

(Voydanoff, 2004).

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

71

Berdasarkan penelitian Grzywacz

(dalam Washington, 2006) diketemukan

bahwa dampak positif pekerjaan-keluarga

ini lebih dirasakan oleh wanita yang bekerja

dan sudah menikah. Wanita bekerja yang

menikah ditemukan mengalami nilai positif

pekerjaan-keluarga daripada pekerja yang

tidak menikah karena wanita yang bekerja

ini memperoleh keuntungan dari peran yang

dijalankan dalam keluarga yaitu sebagai istri

atau ibu, peran yang dijalankan dalam

keluarga tersebut akan mempermudah

pekerja menjalankan peran di tempat kerja

(Grzywacz dalam Washington,2006).

Berdasarkan pendapat di atas yang

dimaksud dengan nilai positif pekerjaan-

keluarga dalam penelitian ini adalah

pengalaman dalam menjalankan peran

dalam pekerjaan/keluarga dapat

mempermudah menjalankan peran dalam

keluarga/pekerjaan atau dapat

meningkatkan kualitas kehidupan

keluarga/pekerjaan yang terdiri dari dua

demensi yaitu nilai positif pekerjaan

terhadap keluarga dan nilai positif keluarga

terhadap pekerjaan.. Dimensi dari nilai

positif pekerjaan-keluarga adalah suasana

hati yang positif, keahlian atau ketrampilan ,

waktu, energi, dan perilaku.

Nilai positif pekerjaan-keluarga pada

wanita yang bekerja dapat ditingkatkan

dengan adanya dukungan sosial: dukungan

suami (Aycan dan Eskin,2005). Pengertian

dukungan sosial menurut Winnubst dan

Schabracq dalam Schabracq,dkk (1996)

adalah pemberian informasi, pemberian

bantuan atau materi yang didapat dari

hubungan sosial yang akrab atau

keberadaan orang lain membuat seseorang

merasa diperhatikan dan dicintai sehingga

membantu keberhasilan seseorang

menyelesaikan masalahnya. Konsep

dukungan sosial yang dipakai adalah

dukungan yang dipersepsi atau dirasakan,

dinilai atau diinterpretasi, seseorang merasa

memperoleh dukungan dan merasa ada

sejumlah orang yang dapat diandalkan

pada saat dibutuhkan sehingga seseorang

akan mengatasi masalahnya berdasarkan

persepsi dukungan sosial yang dimiliki.

Menurut Winnubst dan Schabracq

dalam Schabracq, dkk (1996), ada 4

dimensi dukungan sosial yaitu (1) dukungan

emosional : seseorang membutuhkan

empati,cinta, kepercayaan, yang di

dalamnya terdapat pengertian dan rasa

percaya, (2) dukungan informatif :

dukungan yang berupa informasi, nasihat,

dan petunjuk yang diberikan untuk

menambah pengetahuan seseorang dalam

mencari jalan keluar pemecahan

masalah.(3) dukungan instrumental :

pemberian dukungan yang berupa materi,

pemberian kesempatan dan peluang, (4)

penilaian positif: pemberian penghargaan,

umpan balik mengenai hasil atau prestasi

dan kritik yang membangun. Dukungan

yang diterima dari suami atau suami sangat

penting artinya bagi istri untuk

meningkatkan nilai positif pekerjaan-

keluarga, dukungan emosi dan instrumental

yang diperoleh dari suami akan

meningkatkan nilai positif pekerjaan-

keluarga (Voydanoff ,2004).

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

72

Berdasarkan uraian di atas maka

peneliti menyimpulkan dukungan sosial

yang berupa dukungan suami

meningkatkan nilai positif pekerjaan-

keluarga pada ibu bekerja.

Berdasarkan tinjauan teoritis,

diusulkan hipotesis. Hipotesis penelitian ini

adalah ada hubungan dukungan suami

dengan nilai positif pekerjaan-keluarga

pada ibu bekerja.

B. METODE PENELITIAN Penelitian ini melibatkan sejumlah variabel

sebagai berikut :

1. Nilai Positif Pekerjaan-Keluarga

dalam penelitian ini terdiri dari :

a. Nilai positif pekerjaan-keluarga

dalam penelitian ini adalah

pengalaman dalam menjalankan

peran dalam pekerjaan dapat

mempermudah menjalankan

peran dalam keluarga atau dapat

meningkatkan kualitas

kehidupan keluarga (Frone,

2003; Voydanoff, 2001).

Indikator dari nilai positif

pekerjaan-keluarga adalah

suasana hati yang positif,

keahlian atau keterampilan,

waktu, energi, dan perilaku

dalam menjalankan peran dalam

pekerjaan akan mendukung

peran individu dalam keluarga

(Kinnunen, dkk., 2006). Tinggi

rendahnya nilai positif

pekerjaan-keluarga dalam

penelitian ini tercermin melalui

skor yang diperoleh subjek,

semakin tinggi skor yang dicapai

maka semakin tinggi nilai positif

pekerjaan-keluarga.

b. Nilai positif keluarga-pekerjaan

dalam penelitian ini adalah

pengalaman dalam menjalankan

peran dalam keluarga dapat

mempermudah menjalankan

peran dalam pekerjaan atau

dapat meningkatkan kualitas

kehidupan pekerjaan (Frone,

2003; Voydanoff, 2001).

Indikator dari nilai positif

keluarga-pekerjaan adalah

suasana hati yang positif,

keahlian atau keterampilan,

waktu, energi, dan perilaku

dalam menjalankan peran di

rumah akan mendukung peran

individu dalam bekerja

(Kinnunen, dkk., 2006). Tinggi

rendahnya nilai positif keluarga-

pekerjaan dalam penelitian ini

tercermin melalui skor yang

diperoleh subjek, semakin tinggi

skor yang dicapai maka semakin

tinggi nilai positif keluarga-

pekerjaan.

2. Dukungan suami adalah pemberian

dukungan dari suami yang dirasakan

ibu bekerja berupa dukungan emosi,

instrumental, informasi dan penilaian

positif (Winnubst dan Schabracq

dalam Schabracq, dkk., 1996).

Dukungan ini diungkap dengan

skala dukungan suami yang disusun

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

73

menurut Winnubst dan Schabracq

dalam Schabracq, dkk. (1996).

Tinggi rendahnya dukungan suami

dalam penelitian ini tercermin

melalui skor yang diperoleh subjek

dalam mengerjakan Skala

Dukungan Suami. Semakin tinggi

skor yang dicapai, semakin tinggi

dukungan suami yang dirasakan

subjek.

Skala nilai positif pekerjaan-keluarga

dan skala dukungan suami diuji cobakan

pada 38 wanita yang bekerja di wilayah

Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasil dari

pengujian terhadap validitas dan reliabilitas

Skala nilai positif pekerjaan-keluarga

menghasilkan 16 aitem yang valid dari 20

aitem yang diuji cobakan,. Koefisien

validitas bergerak antara 0,320 sampai

dengan 0,547 sedangkan untuk pengujian

reliabilitas menggunakan reliabilitas alpha,

menunjukkan koefisien reliabilitas sebesar

0,839. Hasil dari pengujian terhadap

validitas dan reliabilitas Skala dukungan

suami menghasilkan 21 aitem yang valid

dari 22 aitem yang diuji cobakan,. Koefisien

validitas bergerak antara 0,327 sampai

dengan 0,632 sedangkan untuk pengujian

reliabilitas menggunakan reliabilitas alpha,

menunjukkan koefisien reliabilitas sebesar

0,896.

Karakteristik subyek penelitian

dalam penelitian ini adalah wanita yang

bekerja, berusia 21;0-40;0 (masa dewasa),

menikah dan tinggal bersama dengan

suami, mempunyai anak yang tinggal

bersama dengan subyek. Jumlah subyek

dalam penelitian ini adalah 94 subyek.

C. HASIL PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis korelasi

product moment, diperoleh koefisien

korelasi antara variabel bebas yaitu

dukungan suami dengan variabel

tergantung yaitu nilai positif pekerjaan-

keluarga sebesar rxy = 0, 364 ( p < 0,01 ).

Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis dalam

penelitian ini diterima. Artinya semakin

tinggi dukungan suami maka akan diikuti

pula dengan semakin meningkatnya nilai

positif pekerjaan-keluarga. Koefisien

determinasi yang diperoleh sebesar =

0,13 , artinya dukungan suami

mempengaruhi nilai positif pekerjaan-

keluarga sebesar 13% sedangkan sisanya

87% dipengaruhi oleh variabel lain yang

tidak dilibatkan dalam penelitian ini.

Berdasarkan hasil analisis data

dapat dinyatakan bahwa terdapat hubungan

positif yang sangat signifikan antara

dukungan suami dengan nilai positif

pekerjaan-keluarga pada ibu bekerja.

Artinya hipotesis penelitian dapat diterima,

semakin tinggi dukungan suami maka

semakin tinggi pula nilai positif pekerjaan-

keluarga pada ibu bekerja, sebaliknya

semakin rendah dukungan suami maka nilai

positif pekerjaan-keluarga pada ibu bekerja

juga semakin rendah. Hasil penelitian ini

membuktikan bahwa dukungan suami

merupakan salah satu faktor yang dapat

meningkatkan nilai positif pekerjaan-

keluarga pada ibu bekerja.

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

74

Wanita dapat mempunyai berbagai

peran pada saat yang bersamaan: ibu, istri,

dan pekerja. Kombinasi antarperan

tersebut dapat menimbulkan nilai

pekerjaan-keluarga yaitu nilai positif

pekerjaan-keluarga (nilai positif dari peran

di pekerjaan ke peran di keluarga). Nilai

positif pekerjaan-keluarga diartikan oleh

Frone (2003) sebagai bentuk peran ganda,

peran dalam pekerjaan dan keluarga akan

saling mempengaruhi. Pengalaman dalam

menjalankan peran dalam

pekerjaan/keluarga dapat mempermudah

menjalankan peran dalam

keluarga/pekerjaan atau dapat

meningkatkan kualitas kehidupan

keluarga/pekerjaan (Frone, 2003;

Voydanoff, 2001).

Berdasarkan penelitian Grzywacz

(dalam Washington, 2006) diketemukan

bahwa dampak positif pekerjaan-keluarga

ini lebih dirasakan oleh wanita yang bekerja

dan sudah menikah. Wanita bekerja yang

menikah ditemukan mengalami nilai positif

pekerjaan-keluarga daripada pekerja yang

tidak menikah karena wanita yang bekerja

ini memperoleh keuntungan dari peran yang

dijalankan dalam keluarga yaitu sebagai istri

atau ibu, peran yang dijalankan dalam

keluarga tersebut akan mempermudah

pekerja menjalankan peran di tempat kerja

(Grzywacz dalam Washington, 2006).

Pasangan bekerja yang menikah

ditemukan mengalami nilai positif

pekerjaan-keluarga daripada pekerja yang

tidak menikah karena pasangan yang

bekerja ini memperoleh keuntungan dari

peran yang dijalankan dalam keluarga yaitu

peran yang dilakukan di rumah seperti

sebagai ayah/ibu atau suami/istri akan

mempermudah pekerja menjalankan peran

di tempat kerja (Grzywacz dalam

Washington, 2006)

Penelitian ini mendasarkan pada

teori role enhancement dan teori gender.

Teori role enhancement ini menyatakan

bahwa beberapa peran yang dilakukan

seseorang akan menghasilkan hal yang

positif. Teori ini mendasarkan pada

pandangan bahwa keterlibatan pada

berbagai peran akan meningkatkan energi

dan memberikan pengalaman yang

memperkaya seseorang (Kinnunen, dkk,

2006). Teori gender dipakai untuk

menjelaskan penelitian tentang nilai positif

pekerjaan terhadap keluarga karena antara

pria dan wanita mengalami pengalaman

yang berbeda tentang masalah pekerjaan

dan keluarga (Greenhaus dan Powell,

2006).

Nilai positif pekerjaan-keluarga pada

wanita yang bekerja dapat ditingkatkan

dengan adanya dukungan sosial: dukungan

suami (Aycan dan Eskin, 2005). Dukungan

yang diterima dari suami atau suami sangat

penting artinya bagi istri untuk

meningkatkan nilai positif pekerjaan-

keluarga, dukungan emosi dan instrumental

yang diperoleh dari suami akan

meningkatkan nilai positif pekerjaan-

keluarga (Voydanoff, 2004). Wadsworth dan

Owens (2007) menunjukkan perlunya

dukungan sosial untuk meningkatkan nilai

positif pekerjaan-keluarga, dukungan dari

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

75

keluarga yaitu suami akan berpengaruh

positif terhadap nilai positif pekerjaan-

keluarga. Penelitian Hennessy (2007) pada

161 perempuan yang bekerja, menikah dan

mempunyai anak berusia dibawah 18 tahun

menunjukkan perlunya dukungan dari

keluarga untuk meningkatkan nilai positif

pekerjaan-keluarga

Berdasarkan uraian di atas dapat

disimpulkan ada hubungan positif antara

dukungan suami dengan nilai positif

pekerjaan-keluarga pada ibu bekerja.

Dukungan suami yang diterima ibu bekerja

akan mempengaruhi nilai positif pekerjaan-

keluarga.

D. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dan

pembahasan pada penelitian ini

menunjukkan ada hubungan positif antara

dukungan suami dengan nilai positif

pekerjaan-keluarga pada ibu bekerja. Hal

tersebut menunjukkan nilai positif

pekerjaan-keluarga pada ibu bekerja dapat

ditingkatkan dengan adanya dukungan

suami.

DAFTAR PUSTAKA Adams,A.G., King,A.L.,&

King,D.W.1996.Relationship of Job and

Family Involment, Family Social

Support, and Work-Family Conflict With

Job and Life Satisfaction. Journal of

Applied Psychology,81.(4),411-420.

Aycan,Z. & Eskin, M. 2005. Relative

Contributions of Childcare, Spousal

Support, and Organizational Support

in Reducing Work-Family Conflict for

Men and Women:The Case of

Turkey. Sex Roles,53.(7/8), 453-

471.

Badan Pusat Statististik. 2005. Keadaan

Angkatan Kerja di Indonesia.

Jakarta: CV.Petratama Persada.

Bartley, S. J., Judge,W.& Judge,S. 2007.

Antesedents of Marital Happiness

and Career Satisfaction : An

Empirical Study of Dual-Career

Managers.Scientific Journals

International,1(1).

Balmforth, K. & Gardner, D. 2006. Conlict

and Facilitation between Work and

Family : Realizing the Outcomes for

Organizations. New Zealand Journal

of Psychology. 35. (2).69-76.

Belsky,J., Perry-Jenkin, M. & Crouter, A.C.

1985. The Work-Family Interface

and Marital Change Across the

Transition to Parenthood. Journal of

Family Issues. 6. 205-220.

Crouter, A.C. 1984. Spillover from Family to

Work : The Neglected Side of the

Work-Family Interface. Human

Relations. 37. (6). 425-442.

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

76

Ezsa, M & Deckman, M.1996. Balancing

Work and Family Resposibilities:

Flextime and Care in the Federal

Goverment. Public Administration

Review,56(2),174-179.

DeGenova.M.K.& Rice.F.P.2005. Intimate

Relationships, Marriages, and

Families. Boston: The McGraw-Hill.

Frone, M.R.2003. Work-Family Balance

dalam Quick,J.M & Tetric,L.E.

Handbook of Occupational Health

Psychology. Washington,DC:

American Psychological Association

Greenhaus, J.H. & Powell,G.N. 2006. When

Work and Family Are Allies : A

Theory of Work-Family Enrichment.

Academy of Management Review.

31. (1). 72-92

Grzywacz, J. & Mark, N. (2000).

Reconceptualizing the Work-Family

Interface: An Ecological Perspective

on The Correlates of Positive and

Negative Spillover. Journal of

Occupational Health Psychology. 5.

111-126

Hill, E.J. 2005. Work-family Facilition and

Conflict, Working Fathers and

Mothers, Work-family Stressors and

Support. Journal of Family Issues.

26. 793-819.

Kinnunen,U.,Feldt,T., Geurts, S. &

Pulkkinen, L. 2006. Types of Work-

Family Interface: Well-being

Correlates of negative and positive

Spillover between work and Family.

Scandinavian Journal of Psychology.

47. 149-162.

Levy,P.E. 2003.Industrial/Organizational

Psychology: Understanding The

Workplace. New York: Houghton

Mifflin Company.

Santrock,J.W.2002. Adolescence.

Illionis:McGraw Hill..

Saltzstein, A. L., Ting, Y. & Saltzstein, G.H

.2001. Work-Famiy Balance and Job

Satisfaction:The Impact of Family-

Friendly Policies on Attitudes of

Federal Government Employes.

Public Administration Review,61 (4).

Schultz,D.P, & Schultz,S.E.1994.

Psychology and Work Today:An

Introduction to Industrial and

Organization Psychology. New York:

Macmillan .

Voydanoff, P. 2004. The Effects of Work

Demands and Resources on Work-

to-Family Conflict and Facilitation.

Journal of Marriage and the

Famil.66,398-412.

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

77

Wadsworth.L. L. & Owens,B.P. 2007. The

Effects of Social Support on Work-

Family Enhancement and Work-

Family Conflict in the Public Sector.

Public Administration Revi,67(1),75-

85.

Washington. F. D. 2006. The Relationship

between Optimistm and Work-

Family Enrichment and Their

Influence on Psychological Well-

Being. Thesis. Drexel University.

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

78

Hubungan Cita Rasa Humor (Sense of Humor) dengan Kebermaknaan Hidup Pada Remaja Akhir (Mahasiswa)

Indra Ratna Kusuma Wardani Program Studi Psikologi

Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta

Abstract This study investigated the relationship between sense of humor and meaningful of life

among 77 Psychological students. Pearson Product Moment Correlation was conducted to analyze the data. Results revealed statistically significant positive relationship between sense of humor and meaningful life. Sense of humor also jointly contributed 27% (R square = 0,270) of the variance being accounted for in meaningful of life and this was found to be statistically significant. These results are discussed in the light of sense of humor beefing up and promoting adolescents’ meaningful of life.

Keywords: sense of humor, meaningful of life.

Dalam hampir lima tahun terakhir ini,

di Indonesia sudah beberapa kali terjadi

kasus bunuh diri, dengan berbagai variasi

sebab dan caranya. Masih ditambah lagi

dengan kasus kekerasan yang justru terjadi

di lembaga pendidikan,kepolisian, bahkan

di lembaga tinggi negara yang seharusnya

menjadi cermin keteladanan, martabat, dan

keamanan bangsa. Angka korupsi masih

berada di jenjang atas dari deretan negara-

negara di dunia, penyalahgunaan narkoba,

pemerkosaan, dan berbagai tindak

kejahatan lainnya masih menjadi berita

utama sebagian besar berita di media

massa. Menyambung potret buram

tersebut, berita utama Kompas hari ini (edisi

11 Maret 2011) bertajuk “Negeri Ini Darurat

Narkotik”, karena peredaran gelap narkotik

di Indonesia sudah memasuki berbagai

lapisan masyarakat dan aparat. Naylor dkk.

(1996) menyatakan bahwa berbagai

kejahatan dan kekerasan seluruhnya

berakar pada keadaan tanpa makna. Frankl

(dalam Bastaman 2007) menandaskan

bahwa yang menjadi motivasi dasar

manusia adalah keinginan akan makna.

Jikalau keinginan dasar ini tidak terpenuhi,

manusia akan mengalami

ketidakseimbangan eksistensial.

Setidaknya, ketidakberhasilan menemukan

dan memenuhi makna hidup akan

menimbulkan penghayatan hidup tanpa

makna (meaningless), yang bercirikan

hampa, gersang, merasa tidak memiliki

tujuan hidup, merasa hidup tidak berarti,

bosan, dan apatis.

Remaja (akhir) yang dijadikan

subyek penelitian ini adalah figur yang

rawan berubah terlanda arus modernisasi.

Menurut Harre dan Lamb (dalam

Komarudin, 2007) masa remaja merupakan

fase idealisme. Pada fase ini patokan-

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

79

patokan dan nilai-nilai moral masyarakat

diteliti, ditantang, bahkan ditolak. Masa

transisi dan ide-alisme inilah yang

membawa remaja pada pencarian jatidiri,

siapakah dirinya yang sebenarnya, hingga

pada suatu pertanyaan apakah yang

menjadi kebermaknaan hidupnya.

Kebermaknaan hidup dimaknai

sebagai penghayatan individu terhadap hal-

hal yang dianggap penting, dirasakan

berharga, diyakini kebenarannya, didamba-

kan, dan memberikan nilai khusus, serta

dapat dijadikan tujuan hidup seseorang

berdasarkan komponen makna hidup,

kepuasan hidup, kebebasan berkehendak,

sikap terhadap kematian, pikiran bunuh diri,

dan kepantasan hidup (Crumbaugh dan

Maholick dalam Koeswara, 1992).

Hidup adalah karunia Nya yang

harus dihidupi dan hal itu tercermin pada

hidup yang bermanfaat, yang selalu mampu

memberi makna bagi diri sendiri dan

sesamanya. Menurut Bastaman (1995)

setiap orang cenderung selalu mendamba-

kan dirinya menjadi orang berguna dan

berharga bagi keluarganya, lingkungan

masyarakatnya, serta bagi dirinya sendiri.

Remaja akhir yang dipilih menjadi subyek

penelitian ini, merupakan ahli waris masa

depan bangsa yang selayaknya memiliki

makna hidup yang tinggi sehingga selalu

optimis, penuh gairah, mempunyai tujuan

hidup tertentu, punya aktivitas positif,

fleksibel, bermental kuat, dan mampu

berbagi cinta kasih. Hasrat yang ada di

setiap orang (normal) di atas merupakan

entitas men-dasar yang lazim disebut hasrat

untuk hidup bermakna. Bila hasrat hidup

bermakna ini dapat dicapai, maka remaja

akan merasa hidupnya sangat berarti dan

pada akhirnya akan menimbulkan

kebahagiaan. Disimpulkan bahwa

kebahagiaan adalah efek samping dari

keberhasilan seseorang memenuhi arti

hidupnya.

Masa remaja, menurut Konopka

(dalam Pikunas, 1976) meliputi: remaja

awal (12–15 tahun), yang menurut Yusuf

(2004) di fase ini remaja masih disibukkan

dengan citra raganya dan emosi yang labil

sehingga belum mampu menginternali-

sasikan nilai-nilai yang dimiliki dan yang ada

di masyarakat. Remaja madya (15 – 18

tahun), ditandai dengan upaya pencarian

dorongan untuk hidup dan sesuatu yang

dipandang bernilai baru. Pencarian ini

merupakan salah satu proses untuk mene-

mukan kebermaknaan hidup. Masa remaja

madya menghantarkan individu kepada

masa remaja akhir (19–22 tahun).

Ditegaskan lebih lanjut, bahwa periode

status mahasiswa terletak di rentang usia

18–25 tahun (masa remaja akhir).Terkait

dengan hal itu, mahasiswa yang menjadi

subjek dalam penelitian ini dituntut telah

mampu menemukan makna dan pendirian

hidup.

Diingatkan oleh Furter (dalam

Monks dkk, 1999) bahwa remaja akhir telah

mampu menginternalisasikan penilaian

moral dan menjadikannya sebagai nilai pri-

badi sendiri. Rumke (dalam Monks dkk,

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

80

1999) juga menegaskan bahwa moral yang

telah terbentuk menjadikan remaja mampu

membedakan baik dan buruknya sesuatu

hal. Seorang remaja yang bermoral akan

memiliki pandangan religius atau berketu-

hanan, yang berarti mendasarkan segala

urusan pada Tuhan Yang Maha Kuasa.

Penyerahan diri kepada Tuhan akan

membuat kehidupan remaja menjadi penuh

makna. Hal ini berarti bahwa seorang

remaja akhir yang memiliki kebermaknaan

hidup telah mempunyai tingkat religiusitas

yang baik dan bermoral.

Di era millennium yang serba

canggih seperti dewasa ini, banyak remaja

akhir yang mengalami krisis identitas yang

berujung pada ketidakmampuan remaja

untuk memaknai hidupnya. Hal tersebut

terkait dengan storm and stress yang dilalui

pada masa remaja, yakni kondisi sulit

menyesuaikan diri, mudah mengalami

konflik, merasa bingung, tidak menentu,

cemas, putus asa, depresi, kacau, mudah

ter-ombang-ambing dan tidak memiliki

pegangan yang disebabkan oleh perubahan

fluktuatif, baik pada lingkungan fisik

maupun sosial (Pikunas dalam Yusuf,

2004).

Bertumpu pada hasil wawancara

peneliti terhadap beberapa orang remaja

akhir/mahasiswa pada bulan Februari 2011,

ditemukan bahwa sebagian besar memiliki

gejala-gejala ketidakbermaknaan hidup

sebagai berikut: penghayatan hidup yang

hambar, merasa hampa, tidak mempunyai

tujuan hidup yang jelas, pesimistik, gersang,

bosan, apatis, cemas menghadapi

problematika hidup, jenuh terjebak rutinitas,

mudah mengeluh, bingung merancang cita-

citanya sendiri, suka frustrasi.

Sesungguhnya terjadi situasi

dilematis, di satu sisi individu merasa

bingung untuk memaknai hidupnya, tetapi di

sisi lain merasa bahwa hal tersebut sangat

dibu-tuhkan untuk mencapai baik kesehatan

fisik maupun kesehatan mentalnya.

Adapun beberapa gejala sebagai

akibat dari orang yang tidak memiliki

kebermaknaan hidup, antara lain: menjadi

penyalahguna narkotika, peminum mi-

numan keras, pencurian, perjudian,

pembunuhan, pemerkosaan, petualang sek-

sual, bunuh diri, dan berbagai tindak-laku

kriminal lainnya yang tentu merugikan diri

sendiri dan masyarakat (Koeswara, 1992).

Menurut Komarudin (2007) adalah

ironi yang terjadi tatkala seorang remaja

yang seharusnya telah mampu

membedakan hal baik/buruk, bermoral, dan

pan-dangan religius, ternyata bisa

melakukan tindakan yang berlawanan

dengan eksis-tensinya. Dinyatakannya lebih

lanjut, hal ini dapat dilihat dengan beberapa

kasus yang terjadi di Daerah Istimewa

Yogyakarta, antara lain: seorang remaja

yang mem-bunuh kakeknya di Sleman

(Kedaulatan Rakyat, 19/2/2007); kasus

pemerkosaan terhadap 2 remaja putri di

Kulon Progo dilakukan oleh 8 orang remaja

yang sebagian dari remaja tersebut

terpengaruh minuman beralkohol

(Kedaulatan Rakyat, 21/2/2007); 80%

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

81

penderita HIV/AIDS Di Kabupaten Sleman

yang terdaftar adalah remaja (Kedaulatan

Rakyat, 18/3/2007). Selain itu, menurut

Sya’roni (dalam Komarudin, 2007)

terkuaknya berbagai aliran sesat di

Indonesia pada bulan Oktober hingga

November 2007 yang notabene sebagian

besar pengikutnya adalah kaum terpelajar

dan intelektual (mahasiswa), semakin

menambah daftar ketidakbermakna-an

hidup yang dialami kawula muda masa kini.

Menurut Bastaman (1996) ada 4

(empat) faktor yang mempengaruhi tingkat

kebermaknaan hidup seseorang, yakni: (a)

Kualitas Insani, merupakan semua ke-

mampuan, sifat, sikap, dan kondisi yang

semata-mata terpatri dan terpadu dalam

eksistensi manusia, meliputi inteligensi,

kesadaran diri, kreativitas, kebebasan, tang-

gung jawab, humor. Kualitas yang dimiliki

insan/individu ini akan mempengaruhi ting-

kat kebermaknaan hidupnya; (b) Encounter,

merupakan hubungan mendalam antara

satu pribadi dengan pribadi lain. Hubungan

tersebut ditandai dengan penghayatan,

keakraban dan sikap serta kesediaan untuk

saling menghargai, memahami, dan me-

nerima sepenuhnya satu sama lain; (c)

Ibadah, merupakan bentuk kepatuhan ma-

nusia kepada Tuhan yang diwujudkan

dengan cara menjalankan segala

perintahNya dan menjauhi segala

laranganNya, serta berbuat baik kepada

sesama; (d) Nilai-Nilai, merupakan

keyakinan yang digunakan sebagai

pedoman seseorang dalam melakukan

tindakan atau pun dalam menentukan

berbagai pilihan hidup.

Bertitiktolak dari faktor-faktor

determinan tersebut, maka sense of humor

diasumsikan sebagai salah satu faktor

penting yang mempengaruhi tingkat keber-

maknaan hidup seseorang. Hal ini

dikarenakan sense of humor

(selera/citarasa humor) sebagai salah satu

bagian dari kualitas insani merupakan sifat

yang hanya dimiliki oleh manusia dan tidak

dipunyai oleh makhluk lain. Kualitas yang

dimiliki individu ini memiliki otoritas dalam

menentukan kebermaknaan hidupnya.

Horowitz (2001) menandaskan

bahwa para ahli memaknai sense of humor

sebagai konsep yang multifaset, universal

dan memiliki beragam batasan. Secara

umum Martin (dalam Miller, 2003)

mentakrifkan sense of humor sebagai

perbedaan kebiasaan individual dalam

segala bentuk perilaku, pengalaman,

perasaan, sikap dan kemampuan yang

dihubungkan dengan hiburan, kesenangan,

tertawa, candaan dan sejenisnya. Terkait

dengan takrif inilah maka sense of humor

diberi label sebagai ‘personality trait’,

‘stimulus variable’, ‘emotional response’,

‘mental process’, dan ‘ theurapeutic

intervention’. Selanjutnya Thorson & Powell

(1993) menyatakan bahwa sense of humor

adalah sebuah cara memandang dunia;

sebuah ‘gaya’ tertentu, sebagai bentuk

perlindungan diri dalam berinteraksi dengan

orang lain. Kedua pakar ini mendefinisikan

sense of humor sebagai konstruk yang

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

82

multidimensi yakni terdiri dari: (1) Humor

production; (2) Uses of humor for coping;

(3) Social uses of humor; (4) Attitudes

toward humor.

Para ahli sepakat bahwa masa

remaja merupakan fase transisional yang

harus dilalui seseorang, sedemikian rupa

sehingga status individu menjadi tidak jelas

dan mengakibatkan terjadinya kebingungan

peran. Periode peralihan ini mengarahkan

remaja pada kebebasan untuk menentukan

pilihan terhadap gaya hidup, nilai, dan sifat

yang pas bagi dirinya (Hurlock, 1997).

Menyambung hal ini, Erikson (dalam Bee,

1981) mengingatkan bahwa pada masa

remaja terjadi krisis tentang “arti diri”

(sense of self). Remaja mulai menilai

kembali terhadap dirinya dan tujuan-tujuan

hidupnya. Dinamika psikis remaja yang

serba penuh gejolak dan sarat dengan

pencarian nilai-nilai ini, menurut Suyanto

(1996) sebagian terjawab ketika remaja

sampai kepada masa remaja akhir. Pada

masa ini, remaja akhir telah menemukan

pribadinya, mampu merumuskan cita-cita,

mendisain norma-normanya,

bertanggungjawab, dan mampu

menentukan tujuan hidupnya. Ditegaskan

oleh Alfian dan Suminar (2003) bahwa

pencapaian identitas diri dan komitmen kuat

terhadap nilai-nilai/kepercayaan yang

diyakini, berperan penting terhadap

pengha-yatan kehidupan yang lebih

bermakna.

Thorson & Powell (1993)

menyatakan bahwa penggunaan humor

telah lama digunakan sebagai coping

mechanism dalam menghadapi situasi sulit

di dalam kehi-dupan. Orang-orang humoris

dinyatakan sebagai orang yang cenderung

mampu tetap bertahan berjuang ‘melawan

hidup’. Menurut peneliti, hal ini pun terjadi

pada remaja akhir, selain diperlukan

penyesuaian diri dalam memecahkan

berbagai problematika, juga dibutuhkan

adanya sense of humor yang cukup tinggi;

karena sebagai bagian dari kualitas insani

sungguh memiliki dampak positif bagi

kesehatan fisik dan mental manusia. Terkait

hal ini Kelly (2002) menyatakan bahwa

seorang yang humoris mampu mengubah

sudut pandangnya sehingga bisa

merasakan adanya jarak antara dirinya

dengan situasi ancaman yang

menyerangnya,berlanjut akan melihat

permasalahannya dari sudut pandang yang

berbeda, dan otomatis akan menurunkan

perasaan yang melumpuhkan (rasa cemas

dan tidak berdaya).

Menyambung pernyataan di atas,

Qardawi (1983) menegaskan bahwa pera-

saan berarti dan bahagia sebagai hasil dari

pemenuhan makna hidup sangat penting

bagi individu, karena menyiratkan hadirnya

ketenangan jiwa, ketentraman hati, rasa

aman, pengharapan, kepuasan, cita-cita,

dan kasih sayang; meskipun demikian se-

bagian individu masih belum menyadari

sepenuhnya. Hal ini disebabkan oleh faktor

usia mahasiswa yang seringkali mengalami

problematika dalam pencarian terhadap

kebermaknaan hidupnya, baik karena

karakter yang secara umum belum dewasa,

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

83

maupun karena ketidakmampuan untuk

menyesuaikan diri dengan dinamika peru-

bahan zaman global yang serba cepat.

Bertumpu pada uraian di atas,

tergambar masih kurangnya tingkat keber-

maknaan hidup pada mahasiswa. Padahal

menurut Monks, dkk. (2001) periode ter-

sebut merupakan fase menuju kedewasaan

sehingga individu sudah mengerti ikhwal

penghayatan dan penerimaan jati diri,

terutama pada para mahasiswa. Dari titik

tumpu ini peneliti tertarik untuk merumuskan

permasalahan: adakah kaitan antara sense

of humor dengan kebermaknaan hidup

pada remaja akhir (mahasiswa)?

Humor sebagai bagian dari kualitas

insani sungguh memiliki dampak positif bagi

kesehatan ragawi dan mental manusia.

Humor telah lama digunakan sebagai

coping mechanism, yakni dalam

menghadapi situasi-situasi sulit di

kehidupan (Thorson & Powell, 1993). Para

humoris (individu dengan sense of humor

yang cukup tinggi) disebut sebagai orang

yang cenderung mampu bertahan berjuang

‘melawan hidup’ (survive), dan keluar dari

krisis hidup atau tekanan yang dihadapi.

Dikaitkan dengan fakta bahwa problematika

beserta stres dalam hidup cenderung

terjadi, maka hal tersebut menjadi

tantangan tersendiri, karena setiap individu

menginginkan dirinya menjadi orang yang

berguna dan berharga. Hal ini mengundang

individu untuk memenuhinya, bila tercapai

maka yang bersangkutan akan merasa

bahwa hidupnya menjadi lebih bermakna

(Bastaman, 1995).

Di dalam kehidupan sehari-hari,

humor dimaknai sebagai “riang dalam si-

kap/tanggapan hidup”. Individu yang

mempunyai citarasa humor (sense of

humor) tidak mencela situasi dan tidak

merasa tersingung bila ditertawakan orang

lain atas kekhilafannya. Sebaliknya,

kesedihan akan dikemukakannya dengan

cara meng-gembirakan sebab menurutnya

tidak ada nilai yang mutlak (Rena Latifa,

2007). Sementara itu, individu yang

menghayati hidup bermakna selalu penuh

gairah dan optimistik, fleksibel, namun tidak

terbawa arus atau kehilangan identitas diri.

Jika suatu saat berada dalam situasi

problematik/sulit, individu akan mampu

menjalani dengan tabah dan yakin dengan

hikmahnya. Dari titik ini, ditemukannya

hikmah akan menambah makna hidupnya

dan memperkuat tujuan hidupnya,

akibatnya individu merasakan bahwa

kehidupannya menjadi lebih berarti

(meaningful) yang ujungnya akan

menimbulkan kebahagiaan (happiness)

bagi dirinya. Disimpulkan bahwa keba-

hagiaan adalah efek samping (by product)

dari keberhasilan seseorang memenuhi arti

atau makna hidupnya (Bastaman, 1995).

Melalui ungkapan lain, Sahakian (dalam

Fabry, 1979) menegaskan bahwa dengan

melibatkan diri dalam kegiatan bermakna,

seseorang akan menikmati kebahagiaan

sebagai ganjarannya.

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

84

Berlandaskan uraian di atas maka

dirumuskan hipotesis: ada hubungan positif

antara sense of humor dengan

kebermaknaan hidup pada remaja akhir,

semakin tinggi tingkat sense of humor akan

diikuti oleh semakin tingginya tingkat

kebermak-naan hidup remaja akhir;

demikian juga sebaliknya.

METODE

Variabel penelitian yang dilibatkan

dalam penelitian ini adalah Sense of Humor

sebagai variabel bebas dan Kebermaknaan

Hidup sebagai variabel terikat.

Sense of humor adalah konstruk

multidimensional yang terdiri dari humor

production, uses of humor for coping, social

uses of humor, dan attitudes toward humor.

Keempat aspek ini mengacu pada Thorson

& Powell (1993) yang menyim-pulkan

bahwa jika ke empat aspek tersebut dimiliki

oleh individu maka individu mem-punyai

rasa humor yang baik dan lebih mudah

beradaptasi terhadap situasi sulit di dalam

kehidupannya. Sense of humor diukur

dengan skala berdasarkan ke empat aspek

tersebut.

Kebermaknaan hidup adalah

penghayatan individu terhadap hal-hal yang

dianggap penting, dirasakan berharga,

diyakini kebenarannya, dan memiliki nilai

khusus berdasarkan makna hidup,

kepuasan hidup, kebebasan berkehendak,

sikap terhadap kematian, pikiran tentang

bunuh diri, dan kepantasan hidup

(Crumbaugh dan Maholick dalam

Koeswara, 1992). Kebermaknaan hidup

diukur dengan skala berdasarkan

komponen-komponen tersebut. Semakin

tinggi skor seseorang, maka semakin tinggi

tingkat kebermaknaan hidupnya dan

semakin rendah skornya, semakin rendah

pula kebermaknaan hidupnya.

Subjek penelitian ini adalah remaja

akhir (19-22 tahun) yang berstatus mahasis-

wa aktif di Fakultas Psikologi Universitas

Mercu Buana Yogyakarta. Pemilihan su-

bjek pada remaja akhir karena menurut

Marheni (2004) di masa ini individu berada

dalam identity achievement, yakni kondisi

seseorang yang telah menemukan identi-

tasnya dan membuat komitmen setelah

melalui eksplorasi sebelumnya. Alfian dan

Suminar (2003) juga menegaskan bahwa

pencapaian identitas diri dan komitmen

yang kuat terhadap nilai-nilai serta

kepercayaan yang diyakini, berarti penting

bagi perasaan dan penghayatan terhadap

kehidupan yang lebih bermakna.

Mahasiswa aktif dianggap mampu

bertanggung jawab atas kebenaran

studinya, pemecahan masalah, dan mampu

memilih kecakapan sesuai jalan hidup dan

tujuan hidupnya (Sujanto, 1996). Tugas

perkembangan pada usia mahasiswa juga

untuk memantap-kan makna hidupnya

(Yusuf, 2004).

Metode pengumpulan data yang

digunakan untuk mengungkap variabel

yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah

alat ukur psikologi yang berupa skala, yakni:

skala Sense of Humor yang disusun

berdasarkan empat aspek dari Thorson dan

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

85

Powell (1993) dan skala Kebermaknaan

Hidup yang disusun berdasarkan enam

aspek dari Crumbaugh dan Maholick (dalam

Koeswara, 1992).

Pengujian hipotesis pada penelitian

ini menggunakan analisis korelasi Product

Moment dari Pearson. Data kuantitatif

dianalisis dengan bantuan komputer yang

menggunakan program SPSS 10.05 for

windows.

HASIL DAN DISKUSI

Berdasarkan hasil analisis data

ditemukan bahwa terdapat hubungan positif

yang signifikan antara sense of humor

dengan kebermaknaan hidup pada remaja

akhir (mahasiswa). Semakin tinggi sense of

humor maka akan diikuti pula oleh semakin

tingginya kebermaknaan hidup, demikian

pula sebaliknya. Hal ini menegas-kan

bahwa hipotesis yang diajukan pada

penelitian ini, diterima.

Humor sebagai bagian dari kualitas

insani berdampak positif bagi kesehatan

ragawi dan kebugaran mental manusia.

Banyak temuan riset yang membuktikan

manfaat humor, antara lain dapat

mengurangi kecemasan (Kelly, 2002),

meningkat-kan kesehatan mental (Miller,

2003), berperan sebagai ‘anti-dote’ dari

stres (Wooten, 1996), berkaitan dengan

kreativitas (De Bono dalam Susanto, 1998),

dan berhu-bungan dengan kepribadian

matang (Allport dalam Bastaman, 1996).

Mahasiswa yang dijadikan

responden penelitian ini, ditengarai sedang

beru-paya membentuk kepribadian yang

matang. Hal ini terutama terkait dengan

faktor usianya yang sering dihadapkan

pada problematika dalam pencarian

kebermaknaan hidupnya. Selain itu,

menurut Yusuf (2004) mahasiswa juga

sedang berada pada fase remaja akhir,

yang ditandai oleh adanya pemantapan

dorongan hidup dan pencarian sesuatu

yang dipandang bernilai. Pencarian nilai

dan dorongan hidup ini merupakan salah

satu proses untuk menemukan

kebermaknaan hidup. Diharapkan di masa

ini mahasiswa telah menemukan pendirian

hidup. Disimpulkan bahwa sense of humor

akan memicu kematangan pribadi yang

pada gilirannya kepribadian yang matang ini

akan mampu meningkatkan kebermaknaan

hidup individu.

Thorson dan Powell (1993)

menegaskan bahwa humor telah lama

digunakan sebagai mekanisme koping,

strategi atau cara-cara pemecahan masalah

dalam menghadapi berbagai situasi sulit

dalam kehidupan. Berlanjut menurut

Bastaman (1995), para humoris (individu

dengan tingkat sense of humor yang tinggi)

disebut sebagai orang yang cenderung

mampu bertahan berjuang ‘melawan hidup’

(survive), serta keluar dari krisis hidup atau

tekanan yang dihadapi. Dikaitkan dengan

mahasiswa sebagai subyek penelitian ini,

secara faktual cenderung menga-lami

problematika beserta stres dalam

kehidupannya. Hal tersebut justru menjadi

tantangan tersendiri, karena setiap individu

menginginkan dirinya menjadi orang yang

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

86

berguna dan berharga. Hal ini mendorong

individu (mahasiswa) untuk meme-nuhinya,

dan bila hal ini tercapai maka yang

bersangkutan akan merasa bahwa hi-

dupnya menjadi lebih bermakna.

Di ranah hidup keseharian, humor

dimaknai sebagai “riang dalam sikap/tang-

gapan hidup”. Individu yang mempunyai

citarasa humor (sense of humor) tidak men-

cela situasi dan tidak merasa tersinggung

bila ditertawakan orang lain atas kekhilaf-

annya. Sebaliknya, kesedihan akan

dikemukakannya dengan cara meng-

gembira-kan sebab menurutnya tidak ada

nilai yang mutlak (Rena Latifa, 2007).

Sementara itu, individu yang menghayati

hidup bermakna selalu penuh gairah dan

optimistik, fleksibel, namun tidak terbawa

arus atau kehilangan identitas diri. Seorang

remaja akhir (mahasiswa) menurut Marheni

(2004) sedang berada pada

pencarian/penca-paian identitas diri, yakni

kondisi seseorang yang telah menemukan

identitasnya dan membuat komitmen-

komitmen setelah melalui eksplorasi

sebelumnya. Diingatkan oleh Suyanto

(1996) bahwa menjadi remaja akhir,

mahasiswa (sebagai subyek penelitian ini)

berarti telah menemukan pribadinya,

mampu merumuskan cita-cita, menemukan

norma-norma sendiri, bertanggungjawab,

dan mampu menentukan tujuan hidup yang

akan ditempuh.

Menyambung bahasan di atas, jika

suatu saat remaja akhir (mahasiswa)

berada dalam situasi problematik/sulit,

maka mahasiswa akan mampu menjalani

dengan tabah dan yakin dengan

hikmahnya. Dari titik tumpu ini,

ditemukannya hikmah akan menambah

makna hidupnya dan memperkuat tujuan

hidupnya, akibat-nya individu merasakan

bahwa kehidupannya menjadi lebih berarti

(meaningful) yang ujungnya akan

menimbulkan kebahagiaan (happiness)

bagi dirinya. Terkait hal ini Bastaman (1995)

menegaskan bahwa kebahagiaan adalah

efek samping (by product) dari keberhasilan

seseorang memenuhi arti ataun makna

hidupnya. Melalui ungkapan lain, Sahakian

(dalam Febry, 1979) juga menyatakan

bahwa dengan melibatkan diri dalam

kegiatan bermakna, seseorang akan

menikmati kebahagiaan sebagai

ganjarannya. Adapun akan halnya

mahasiswa sebagai subjek penelitian ini,

dengan adanya citarasa humor yang tinggi

akan memudahkannya untuk lebih tegar

menghadapi berbagai problematika hidup

sebagai ujian bagi pencapaian kebermak-

naan hidupnya, yang bila hal ini terjadi

maka mahasiswa akan merasakan kebaha-

giaan sebagai bonusnya.

Di sisi lain, Allport (dalam Bastaman,

1996) menandaskan bahwa kepribadian

yang matang ditandai dengan adanya

upaya memperluas diri, ramah-tamah terha-

dap orang lain, menerima keadaan diri,

realistik, meyakini dan menghayati filsafat

hidup yang integratif, dan bersikap objektif

terhadap diri sendiri. Ciri terakhir ini di

dalamnya terkandung pemahaman

terhadap diri sendiri dan rasa humor sense

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

87

of humor), termasuk kemampuan bersikap

humoristik terhadap diri sendiri. Selain itu, di

samping agama, citarasa humor merupakan

salah satu sarana ke arah penginte-grasian

diri. Jika dikaitkan dengan kondisi

mahasiswa sebagai subjek penelitian ini,

maka mahasiswa adalah sosok pribadi yang

relatif berkarakter matang dan sedang sibuk

dengan proses pencapaian identitas diri.

Melalui citarasa humornya yang tinggi akan

dijadikan sarana ke arah pengintegrasian

diri, dan tercapainya integritas diri ini tentu

akan memudahkannya mencapai

kebermaknaan dalam hidupnya.

Bertumpu pada diskusi hasil di atas,

disimpulkan bahwa sense of humor

merupakan salah satu anasir penting yang

terkait erat dengan kebermaknaan hidup

pada remaja akhir. Hal ini karena sense of

humor sebagai salah satu elemen dari

kualitas insani merupakan sifat yang hanya

dimiliki oleh manusia, dan memiliki otoritas

dalam menentukan kebermaknaan hidup

individu.

DAFTAR PUSTAKA

Agustian, A.G. 2005. The ESQ Way 165.

Jakarta: Arga.

Alfian,I.N. & Suminar, D.R. 2003.

Perbedaan Tingkat Kebermaknaan

Hidup Remaja Akhir pada Berbagai

Status Identitas Ego dengan Jenis

Kelamin sebagai Kovariabel. Jurnal

Insan. Vol.5. No.2. Hal. 87-109.

Al Qardawi, Y. 1983. Iman dan Kehidupan.

Jakarta: Bulan Bintang.

Bastaman, H.D. 1995. Integrasi Psikologi

dengan Islam. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar

Bastaman, H.D. 1996. Meraih Hidup

Bermakna. Jakarta: Paramadina.

Bastaman, H.D. 2007. Logoterapi: Psikologi

untuk Menemukan Makna Hidup dan

Meraih Hidup Bermakna. Jakarta:

Raja Grafindo Perkasa.

Bee, H. 1981. The Developing Child. Third

Edition. New York: Harper and Row

Publishers.

Dananjaya, J. 2004. Humor Mahasiswa.

Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Fabry, J.B. 1980. The Pursuit of Meaning.

San Fransisco: Harper & Row

Publisher.

Hasanat, N.U. dan Subandi. 1998.

Pengembangan Alat Kepekaan

Terhadap Humor. Laporan

Penelitian. Yogyakarta: Fakultas

Psikologi UGM.

Hawari, D. 1997. Al Quran: Ilmu Kedokteran

Jiwa dan Kesehatan Jiwa.

Yogyakarta: Dana Bhakti Prima

Yasa.

Horowitz, C.J. 2001. Hospice Volunteers’

Duration of Service and Measured

Sense of Humor: A Correlational

Study. Dissertation. The faculty of

The California Institute of Integral

Studies.

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

88

Hurlock, E.B. 1999. Psikologi

Perkembangan: Suatu Pendekatan

Sepanjang Rentang Kehidupan.

Jakarta: Erlangga.

Indra Ratna Kusuma Wardani, 1996.

Peranan Konsep Diri, Pusat Kendali,

dan Inteligensi Terhadap Moralitas

Pada Siswa-Siswa SMA

Muhammadiyah I Di Yogyakarta.

Tesis. Yogyakarta: Program Pasca

Sarjana Universitas Gadjah Mada.

Koeswara, E. 1992. Logoterapi: Psikologi

Victor Frankl. Yogyakarta: Kanisius.

Komarudin, 2007. Hubungan Antara Gaya

Hidup Hedonis dengan

Kebermaknaan Hidup pada Remaja

Akhir. Skripsi (tidak diterbitkan).

Yogyakarta: Universitas Wangsa

Manggala.

Marheni, A. 2004. Perkembangan

Psikososial dan Kepribadian

Remaja, dalam Sotjiningsih (Ed).

Tumbuh Kembang Remaja dan

Permasalahannya. Jakarta: CV.

Sagung Seto.

Monks, dkk. 2001. Psikologi

Perkembangan: Pengantar Dalam

Berbagai Bagian. Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press.

Pertiwi, D.A. 2007. Sense of Humor dan

Asertivitas Pada Remaja. Skripsi

(tidak diterbitkan). Yogyakarta:

Fakultas Psikologi UGM.

Pihasniwati, 2007. Aktifitas Penghayatan

Nilai-Nilai Al Quran Untuk

Meningkatkan Kebermaknaan

Hidup. Prosiding. Kongres Temu

Ilmiah Nasional API. Semarang;

Fakultas Psikologi Unissula, API,

dan Penerbit Insania Cita.

Pikunas, J. 1976. Human Development: An

Emergent Science. Tokyo: Mac-

Graw Hill Kogakusha Inc.

Rena Latifa, 2007. Terapi Humor dalam

Psikologi Islam. Prosiding. Temu

Ilmiah Nasional API. Semarang;

Fakultas Psikologi Unissula, API,

dan Penerbit Insania Cita.

Santoso, A.B. 2007. Hubungan antara

Sense of Humor dengan

Kecemasan pada Penganggur.

Skripsi (tidak diterbitkan).

Yogyakarta: Fakultas Psikologi

Universitas Wangsa Manggala.

Sujanto, A. 1996. Psikologi Perkembangan.

Jakarta: Rineka Cipta.

Thorson, J.A. & Powell, F.C. 1993. Sense of

Humor and Personality. Journal of Clinical

Psychology. Vol. 86. No. 2, 310-319.

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

89

INDEKS DEMOKRASI EKONOMI KABUPATEN BANTUL TAHUN 2011

Awan Santosa

Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi

Universitas Mercu Buana Yogyakarta

Abstract

This study aims to determine the degree of implementation of economic democracy in Bantul regency in 2011. Measurements were made using the Index of Economic Democracy Indonesia (IDEI) compiled by researchers with expert economic democracy in Indonesia in 2009. Measurement results with the secondary data can be collected indicate that the degree of economic democracy in Bantul regency is at 0.391, which means that Bantul regency implement economic democracy with the proportion of 39.1% in the age of regional autonomy.

Keyword: economic democracy, regional autonomy

LATAR BELAKANG

Konsep demokrasi ekonomi atau

ekonomi kerakyatan sudah lama dipikirkan

dan dikembangkan secara khusus oleh

pakar ekonomi di dalam maupun di luar

negeri dengan berbagai varian pengertian

dan ciri-cirinya (Douglas (1920), Carnoy

(1980), Dahl (1985), Poole (1987), dan

Smith (2000)). Konsep ini bahkan sudah

dipikirkan ekonom Indonesia, khususnya M.

Hatta, sejak tahun 1930 yang kemudian

dirumuskan ke dalam konstitusi (Pasal 33

UUD 1945). Konsep ini terus dikembangkan

oleh ekonom-ekonom Indonesia dengan

berbagai ragam terminologi (Mubyarto

(1980), Swasono (1987), Arief (2000), dan

Baswir (2002).

Namun perkembangan pemikiran ke

arah demokrasi ekonomi ini tidak diikuti

perkembangan bangunan konsep, teori,

dan operasionalisasi demokrasi ekonomi.

Sampai saat ini belum ada suatu indikator

yang menjadi ukuran penyelenggaraan

demokrasi ekonomi baik di dalam maupun

luar negeri. Demokrasi ekonomi masih

sebatas konsep yang besifat filosofis,

normatif, dan politis. Belum tersedianya

model dan alat ukur ini menjadikan agenda-

agenda pembangunan daerah yang

berbasis demokrasi ekonomi terlalu abstrak

dan tidak memiliki arah yang jelas.

Kondisi ini tidak terlepas dari bias

konseptual di mana pemahaman publik

terhadap demokrasi terdistorsi hanya

sebatas demokrasi pada dimensi politik

(demokrasi politik). Kondisi yang

merupakan fenomena global ini mendorong

ketimpangan perkembangan konsepsi

demokrasi di dunia, terutama di negara-

negara bekas jajahan seperti halnya

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

90

Indonesia. Saat ini terdapat setidaknya

delapan Indeks Demokrasi Politik yang

mengukur kebebasan politik, pemilu,

partisipasi rakyat, dan fungsi lembaga

negara (Ericcson & Lane, 2002). Baru

tataran demokrasi politik inilah yang

dikorelasikan dengan indikator sosial-

ekonomi seperti pertumbuhan dan

pembangunan manusia.

Korelasi tersebut dapat ditemukan

pada berbagai model yang dikembangkan

berdasar studi empiris di negara-negara

tertentu. Model “Virtuous Trangle” melihat

bahwa pembangunan manusia akan

menjadi jalan bagi terciptanya pertumbuhan

ekonomi dan demokrasi yang selanjutnya

akan berkorelasi positif satu sama lain

(UNSFIR dalam Kuncoro, 2004). Selain itu

terdapat model “Cruel Choice plus Trickle

Down” yang meletakkan pertumbuhan

ekonomi sebagai prasyarat munculnya

demokrasi dan pembangunan manusia

(ibid).

Adapun model pertumbuhan

endogen dan demokrasi versi Barro melihat

posisi pembangunan manusia sebagai

variabel paling penting dalam menunjang

terjadinya pertumbuhan ekonomi yang akan

menjadi prasyarat bagi berkembangnya

demokrasi. Model yang agak berbeda

dikembangkan oleh Balla, di mana

demokrasi justru menjadi pilar kunci bagi

terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang

pada akhirnya akan menghasilkan

perbaikan kualitas pembangunan manusia

di suatu negara (ibid).

Sementara itu, indikator spesifik

yang sudah ada justru tersedia untuk

mengukur liberalisasi ekonomi dunia, yaitu

Index of Economic Freedom (The Heritage

Foundation, 1980). Indeks ini mengukur

derajat kebebasan ekonomi yang

berorientasi pada kemakmuran individual

melalui kebebasan dalam bisnis, fiskal,

moneter, perdagangan, investasi,

keuangan, pemerintahan, korupsi, HAKI,

dan kebebasan buruh. Indeks ini sudah

menjadi variabel bebas yang dikorelasikan

dengan GDP perkapita, pengangguran, dan

inflasi.

Berdasar landasan normatif-

konseptual dan realitas objektif struktur

ekonomi Indonesia kekinian tersebut

muncul kebutuhan baik di ranah

pengembangan ilmu (teoritis) maupun

praktis, untuk memformulasikan model

pengukuran derajat demokrasi ekonomi di

Indonesia, yang secara khusus dapat

diterapkan pada setiap daerah di Indonesia.

Sejalan dengan telah

diformulasikannya Indeks Demokrasi

Ekonomi Indonesia, maka perlu dilakukan

uji coba pengukurannya untuk daerah di

Indonesia. Oleh karena itulah penelitian ini

menjadi penting sebagai bagian dari uji

coba pengukuran Indeks Demokrasi

Ekonomi Indonesia di Kabupaten Bantul.

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk:

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

91

1) Mengukur Indeks Demokrasi

Ekonomi Kabupaten Bantul, Propinsi

D.I. Yogyakarta pada tahun

2009/2010

2) Memaparkan penerapan Demokrasi

Ekonomi di Kabupaten Bantul,

Propinsi D.I. Yogyakarta pada tahun

2009/2010

3) Memberikan rekomendasi program

yang dapat mendorong peningkatan

derajat keterapan Demokrasi

Ekonomi di Kabupaten Bantul,

Propinsi D.I. Yogyakarta.

Penelitian ini bermanfaat sebagai:

1) Panduan pengukuran tingkat

penerapan demokrasi ekonomi bagi

daerah lain di Indonesia, yang

kemudian dapat diperbandingkan

dengan dan dievaluasi

perkembangannya dari tahun ke

tahun.

2) Temuan variabel baru yang dapat

dikorelasikan (menjelaskan)

berbagai fenomena ekonomi daerah

di Kabupaten Bantul dan daerah

lainnya seperti halnya kemiskinan,

ketimpangan, pengangguran, inflasi,

pendapatan riil (perkapita),

pertumbuhan, dan variabel makro-

ekonomi lain di Indonesia.

3) Sarana mendorong

pengarusutamaan aspek

pemerataan dan keadilan dalam

pembangunan ekonomi selain aspek

pertumbuhan dan efisiensi di

Kabupaten Bantul dan daerah lain di

seluruh Indonesia.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini bersifat kuantittatif-

deskriptif dengan pendekatan ilmu ekonomi

dalam melihat data sekunder berupa

pelaksanaan demokrasi ekonomi di

Kabupaten Bantul. Jenis data yang

digunakan adalah data sekunder yang

meliputi:

a. Publikasi Badan Pusat Statistik (BPS)

Nasional, Propinsi, dan Daerah

b. Publikasi Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah (APBD) Kabupaten

Bantul

c. Publikasi, data. Dan laporan Dinas

terkait di Kabupaten Bantul.

Secara ringkas metode dalam

penelitian ini dapat ditunjukkan dalam

bagan di bawah ini:

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

92

Penelitian ini menggunakan alat

analisis Indeks Demokrasi Ekonomi (IDE)

yang diformulasikan dari penelitian Awan

Santosa (2009) bersama 10 ahli demokrasi

ekonomi Indonesia dengan metode Delphi.

Variabel yang dinilai sesuai oleh para-ahli

dan mencapai nilai skor di atas batas

minimum persetujuan, sehingga dapat

dijadikan sebagai unsur penyusun Indeks

Demokrasi Ekonomi Indonesia (IDEI)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis makro ekonomi daerah

dilakukan dengan penekanan pada

aktivitas ekonomi di sektor riil yang

dapat dipengaruhi oleh kebijakan fiskal

pemerintah daerah. Analisis ini

dilakukan dengan mengukur

sejauhmana perekonomian daerah

Kabupaten Bantul telah berkembang

sejalan dengan yang konsepsi ekonomi

kerakyatan, yang merupakan amanah

konstitusi dalam pengelolaan ekonomi,

sekaligus basis dan visi pembangunan

Kabupaten Bantuk

Derajat ekonomi kerakyatan dapat

diukur menggunakan alat Indeks Demokrasi

Ekonomi (IDE) yang terdiri dari 3 dimensi

dan 22 variabel penyusun. Dalam konteks

PPU tidak semua variabel dapat diukur

menggunakan data statistik (sekunder)

yang memang belum tersedia. Oleh karena

itu, dalam analisis ini baru dapat diukur 18

variabel yang mewakili pengukuran derajat

ekonomi kerakyatan di Kabupaten Bantul.

Pengukuran selengkapnya dapat dilihat

dalam tabel 1. Berdasar pengukuran IDE di atas

maka dapat dianalisis lebih mendalam pada

tiap-tiap variabel untuk bahan penyusunan

strategi dan kebijakan ekonomi daerah

yang berorientasi pada keberdayaan dan

kesejahteraan masyarakat Bantul dapat

dilihat dalam tabel 2.

Metode Analisis

Kerangka Pemikiran Dasar Teori

Pengukuran Indeks Demokrasi Ekonomi di Kabupaten Bantul

Analisis dan Pemaparan

Rekomendasi Kebijakan dan Program

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

93

Tabel 1 Analisis Indeks Demokrasi Ekonomi (Ekonomi Kerakyatan)

Kabupaten Bantul Tahun 2011

No Variabel Indeks Demokrasi Ekonomi Nilai Data Skor

X Demokrasi Produksi (DP)

1 Tk. Pengangguran Terbuka 8,95% 0,91

2 Tk. Pengangguran Terselubung

3 Rasio Upah Buruh/Omzet Perusahaan 32% 0,32

Y Demokrasi Alokasi (DA)

1 Porsi Belanja bg Penduduk Miskin 15%

0,15

2 Rasio Pendapatan Kelompok 40% Terbawah*

23,29% 0,57

Z Demokrasi Penguasaan Faktor

Produksi (DPFP)

Z-a Faktor Produksi Material

1 Rasio APBD/PDRB 22,08% 0,22

2 Rasio PAD/APBD 10,3% 0,10

3 Rasio Pembiayaan Domestik/APBD 100% 1

4 Rasio APBD/Total Omzet SDA

5 Rasio Konsumsi/Kredit Konsumsi

6 Rasio Investasi Domestik/Total Investasi 84,8% 0,84

7 Rasio Investasi UMKM/PDRB 4,4% 0,04

8 Rasio Kredit/Tabungan 90,13% 0,90

9 Rata2 Luas Kepemilikan Lahan (> 2ha) 20% 0,20

Z-b Faktor Produksi Intelektual

10 Rasio Belanja Pendidikan/APBD 15,29% 0,15

11 Rasio Belanja Kesehatan/APBD 6,50% 0,65

12 Rasio Partisipasi Sekolah 59,98% 0,59

Z-c Faktor Produksi Institusional

13 Rasio Anggota Koperasi/Jumlah Penduduk

20% 0,20

14 Rasio Volume Usaha Koperasi/PDRB 2,5% 0,02

15 Rasio Perusahaan Memiliki SP 19,52% 0,19

16 Rasio Anggota SP/Jumlah Pekerja

17 Rasio Perusahaan Memiliki ESOP 0% 0

Jumlah Rata-Rata Skor 0,391 TKah Tangga Miskin/Rumah Tangga Total: Skor total: 7,05

Ket: * = proxy dengan data proporsi rumah tangga miskin

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

94

tanda kosong berarti data tidak tersedia, nilai skor diambilkan dari nilai positif setiap variabel

dengan range antara 0-1, di mana skor terbaik (maksimum) adalah 1.

Tabel 2

Analisis Variabel dan Implikasi Kebijakan

No Variabel

(Perhitungan)

Analisis

1 Tingkat Pengangguran

Terbuka (jumlah pencari

kerja dibandingkan jumlah

angkatan kerja, data BPS)

1. 91% masyarakat Bantul sudah terlibat dalam

kegiatan perekonomian.

2. Tidak ditemukan data tingkat pengangguran

terselubung, yang dalam lingkup Propinsi DIY

sebesar 24% dan lingkup nasional sebesar 3x

lipat dari pengangguran terbuka (30%)

2 Rasio upah buruh/omset

perusahaan

Data di-proxi melalui data proporsi buruh di

Kabupaten Bantul yang sudah diikutsertakan dalam

program Jamsostek, yaitu baru sebanyak 32%.

baru sekitar 10.985 pekerja dari total

34.331pekerja.

3 Porsi Belanja bg

Penduduk Miskin (Nilai

belanja penduduk miskin

dibandingkan nilai APBD

keseluruhan, data APBD

2010)

1. Alokasi belanja APBD Kabupaten Bantul

untuk penduduk miskin sebesar Rp. 25 Milyar

atau senilai 2,7% dari total APBD, yang jika

dibandingkan dengan proporsi penduduk

miskin Bantul sebesar 18%, maka alokasi

tersebut menjadi senilai 15%.

2. Penduduk miskin tidak serta merta mampu

menyerap program yang tidak bersasaran

langsung ke meraka.

4 Rasio Pendapatan

Kelompok 40% Terbawah

atau Proporsi Rumah

Tangga Miskin (RTM)

(jumlah rumah tangga

miskin dibandingkan jumlh

rumah tangga

keseluruhan, data BPS)

1. Proporsi KK miskin masih cukup tinggi, yaitu

18,05%, yang belum dapat turut menikmati

pembangunan Bantul.

2. Kelompok 40% penduduk berpendapatan

terendah di Bantul menikmati 23,29%

3. Karakteristik rumah tangga yang miskin tetapi

secara ekonomi aktif (produktif).

5 Rasio APBD/PDRB (Nilai

APBD 2010 dibandingkan

nilai PDRB Bantul 2010,

1. Rasio APBD 2009 yang sebesar Rp. 876

milyar terhadap PDRB sebesar Rp. 3,9

trilyun adalah 22,08%.

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

95

data APBD dan PDRB

2010)

2. Kapasitas fiskal pemerintah daerah

Kabupaten Bantul hanya sebesar 22,08%

6 Rasio PAD/APBD (Nilai

PAD 2010 dibandingkan

nilai APBD 2010, data

BPS 2010)

1. Rasio PAD yang sebesar Rp. 90,2 milyar

terhadap APBD 2009 adalah 10,3%%

2. Kewenangan politik anggaran pemerintah

daerah adalah sebesar 10,3%, sedangkan

89,7%-nya ditentukan pusat melalui bagi hasil

pajak/bukan pajak

3. Kondisi ini rawan intervensi dan tekanan dari

(oknum) pemerintah pusat

7 Rasio Pembiayaan

Domestik/APBD (Nilai

pinjaman daerah

dibandingkan nilai APBD

2010, data APBD)

1. Rasio yang 100% menunjukkan pemda Bantul

tidak menggunakan obligasi (surat utang)

daerah sebagai sumber penerimaan dalam

APBD.

8 Rasio Investasi

UMKM/Total Investasi

(nilai investasi UMKM

dibandingkan nilai

investasi total, data BPS

2010)

1. Investasi UKM yang sebesar Rp. 79 milyar

hanya sebesar 4,40% dari total investasi

senilai Rp 1,7 T.

2. Peran UKM dalam struktur ekonomi Bantul

masih sub-ordinan (marjinal) karena tidak

linkage dengan usaha di sektor primer

(pertambangan).

9 Rasio Kredit/Tabungan

(nilai pinjaman dari

perbankan di Bantul

dibandingkan dengan nilai

simpanan/tabungan pihak

ketiga, data PPD)

Rasio kredit 2010 sebesar Rp. 868 milyar terhadap

dana pihak ketiga sebesar Rp. 963 milyar sudah

sebesar 90,03%.

Sumber keuangan daerah Bantul sudah dapat

dimanfaatkan oleh pelaku usaha di Bantul.,

walaupun perlu dipetakan struktur pengusaha

pengakses kredit bank umum tersebut.

10 Rata-rata luas

kepemilikan lahan (> 2 ha)

(jumlah penduduk yang

memiliki lahan di atas 2 ha

dibandingkan dengan

jumlah penduduk

keseluruhan,)

Rata-rata luas kepemilikan lahan petani di Bantul

hanya 400m, sehingga di bandingkan dengan rata-

rata ideal yang sebesar 2 ha maka luasan tersebut

baru mencakup 20%nya saja.

11 Rasio Belanja 1. Rasio belanja modal bidang pendidikan

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

96

Pendidikan/APBD (nilai

belanja modal dinas

pendidikan dibandingkan

nilai APBD 2010

keseluruhan, data APBD

2010)

sebesar Rp. 134 milyar terhadap APBD 2010

adalah 15,29%, yang merupakan realisasi

APBD 2010.

2. Dana-dana pendidikan belum dikelola optimal.

3. Secara keseluruhan rasio belanja modal

(publik) terhadap APBD adalah sebesar 34%.

12 Rasio Belanja

Kesehatan/APBD (Nilai

belanja barang dan jasa

dan modal dinas

kesehatan dan RSUD

dibandingkan nilai APBD

keseluruhan 2010, data

APBD 2010)

1. Rasio belanja kesehatan yang sebesar Rp.

56,94 milyar terhadap APBD 2010 adalah

6,50%.

2. Alokasi anggaran kesehatan masih belum

memadai. Di mana masih banyak

RTM,3terdapat kasus gizi buruk4 dan

pencemaran lingku5gan.

13 Rasio partisipasi sekolah

(jumlah anak usia SMA

yang sekolah/jumlah anak

usia SMA keseluruhan

tahun 2010)

Angka partisipasi murni SMA di Kabupaten bantul

sebesar 59,98%, yang berarti masih sebanyak 41%

anak usia SMA yang tidak melanjutkan pendidikan

sampai jenjang SMA.

14 Rasio Anggota

Koperasi/Jumlah

Penduduk (jumlah

anggota koperasi aktif

dibandingkan jumlah

penduduk keseluruhan

Bantul, data BPS 2010)

1. Jumlah anggota koperasi sebanyak 180.814

orang baru 20% dari total penduduk sebanyak

900.000 orang.

2. Peran koperasi baik secara kualitas maupun

kuantitas masih sangat terbatas, dengan

posisi sub-ordinan (marjinal) dalam struktur

perekonomian daerah.

15 Rasio Volume Usaha

Koperasi/PDRB (nilai

omset usaha yang ditaksir

berdasarkan nilai aset

koperasi dibandingkan

nilai PDRB keseluruhan,

data BPS dan PDRB

2010)

1. Volume usaha (omset) koperasi yang

diperkirakan sebesar Rp. 184 milyat adalah

4.89% dari PDRB, yang makin menguatkan

bahwa koperasi belum berperan utama dalam

perekonomian.

2. Transaksi ekonomi lebih banyak dilakukan

dengan perusahaan swasta (perorangan)

16 Rasio Perusahaan

memiliki serikat pekerja

(jumlah perusahaan

Perusahaan di Bantul total berjumlah sebanyak

566, di mana 292 di antaranya sudah menjadi

peserta jamsostek, namun baru 57 di antaranya

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

97

memiliki serikat

pekerja/jumlah

perusahaan memiliki skim

jamsostek)

yang memiliki serikat pekerja (19,52%).

Kondisi ini menunjukkan lemahnya peran buruh di

hadapan pengusaha/pemodal, yang secara

“sistematis” didukung oleh pemerintah dengan

sedikitnya aparat pengawas/penegak hukum.

17 Rasio Perusahaan

Memiliki ESOP (jumlah

perusahaan yang

menerapkan pola ESOP

dibandingkan jumlah

perusahaan keseluruhan,

data BPS tahun 2010 dan

survey Pustek 2009-2010)

1. Belum ditemukan perusahaan yang

menerapkan pola kepemilikan saham oleh

karyawan (employee share ownership

plan/ESOP)

KESIMPULAN DAN SARAN

Hasil perhitungan terhadap 18

variabel Indeks Demokrasi Ekonomi

Kabupaten Bantul adalah sebesar 0,391,

yang berarti derajat penerapan demokrasi

ekonomi (ekonomi kerakyatan) di

Kabupaten Bantul adalah sebesar 39,1%

Berdasarkan hasil pengukuran Indeks

Demokrasi Ekonomi di kabupaten Bantul

tersebut maka disampaikan saran

(rekomendasi) berbagai kebijakan dan

program yang perlu mendapat penekanan

sebagai berikut:

1. Perhatian pada kelayakan upah,

kerja, keberdayaan pekerja, dan

produktivitas.

2. Perlindungan tenaga kerja bantul

melalui dorongan pengikutsertaan

buruh dalam program Jamsostek

3. Disain program/terobosan lokal

untuk fokus pada sasaran penduduk

miskin (15-16%)\

4. Aplikasi pro-poor budgeting dengan

rasio alokasi APBD minimal separuh

dari tingkat kemiskinan (8-9%)

5. Alokasi untuk jaminan sosial,

permodalan (material, intelektual,

dan institusional) bagi penduduk

miskin Bantul.

6. Disain role model Kredit Rumah

Tangga Miskin Produktif, dengan

referensi Grameen Bank,

Bangladesh.

7. Technical assistance khusus bagi

lembaga (usaha) produksi,

keungan, dan pemasaran KK miskin

8. Sinkronisasi peran ekonomi

pemerintah daerah dengan ekonomi

rakyat Bantul, melalui kemitraan

produksi, keuangan, dan pemasaran

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

98

9. Disan kebijakan yang langsung

berdampak pada sektor rill seperti

penguatan kelembagaan dan

kapasitas ekonomi rakyat.

10. Revitalisasi peran BUMD dan

BUMDes dalam mengelola sektor

primer (SDA) penyumbang APBD

terbesar

11. Mempertimbangkan tax and revenue

sharing, di mana pemungutan pajak

bernilai besar sebagian menjadi

kewenangan pemerintah daerah.

12. Harus selalu dihindari pembiayaan

APBD menggunakan sumber dari

luar negeri/swasta (obligasi daerah)

13. Role model dan pengembangan

linkage UKM dengan industri primer

(pertambangan).

14. Linkage UKM dengan belanja

pemerintah daerah, semisal dengan

prioritasi belanja APBD ke UKM

lokal.

15. Perlu kajian struktur pengakses

dana-dana perbankan, agar tidak

terkonsentrasi pada pelaku usaha

lapis atas saja.

16. Kemitraan antara lembaga

keuangan formal dan organisasi

ekonomi rakyat (tani, ternak, dan

nelayan) dengan

penjaminan/fasilitasi pemerintah

daerah

17. Reforma agraria (redistribusi lahan)

bagi petani penggarap Bantul

sehingga dapat lebih

mengoptimalkan lahan-lahan tidur

dan kritis yang ada

18. Dinas perlu membuat terobosan

untuk optimalisasi sumber daya

pendidikan, semisal kemitraan

dengan dinas peternakan,

lingkungan hidup, perindagkop untuk

tujuan pembelajaran dan layanan

bagi siswa.

19. Belanja modal pendidikan idealnya

20% dari total APBD.

20. Belanja kesehatan idealnya minimal

10% dari APBD untuk layanan

preventif dan peningkatan kualitas

SDM, termasuk jaminan kesehatan

menyeluruh (sesuai UU Kesehatan).

21. Perlu dirilis program pendidikan

gratis tingkat SMA untuk siswa dari

keluarga tidak mampu, di sertai

dukungan anggaran dan

penyadaran pentingnya pendidikan

bagi warga masyarakat kurang

mampu di Kabupaten Bantul

22. Mobilisasi kesadaran berkoperasi

dan sosialisasi manfaat sosial-

ekonomi berkoperasi secara luas,

dengan berbagai media.

23. Kemitraan disperindakop, koperasi

rakyat, dan sekolah untuk perluasan

basis keanggotaan, layanan, dan

usaha koperasi

24. Kemitraan koperasi rakyat dengan

pemerintah daerah (SK Bupati)

dalam pembelian barang/jasa dari

koperasi.

25. Role model kemitraan koperasi

dalam mata rantai usaha sektor

primer pertambangan, dengan

BUMN atau BUMD.

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

99

26. Disain outlet pasar sentra koperasi

daerah

27. Role model dan pengembangan

koperasi produksi dan koperasi

pemasaran rakyat yang dapat

diunggulkan daerah

28. Perluasan partisipasi buruh dalam

organisasi (perusahaan) melalui

fasilitasi pembentukan serikat

pekerja (karyawan) baik di tingkat

perusahaan maupun tingkat wilayah.

29. Mulai penyadaran hak-hak pekerja,

termasuk dalam kontribusi dan

kepemilikannya terhadap

perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA

Archer, Robin, Economic Democracy:

The Politics of Feasible Socialism,

Clarendon Press

Arief, Sritua, 2006, Negeri Terjajah,

Yogyakarta, Resist Book

Bappeda Kabupaten Banyul, Rencana

Pembangunan Jangka Menengah

Daerah b(RPJMD) Kabupaten Bantul

2011-2015

BPS Kabupaten Bantul, Bantul Dalam

Angka 2010

Forum Rektor Indonesia, 2007, Sistem

Ekonomi yang Berkeadilan Sosial,

(naskah akademik), Makassar, FRI.

Dahl, Robert A, 1985, Demokrasi Ekonomi:

Sebuah Pengantar, diterjemahkan

oleh Akhmad Setiawan, Jakarta,

Yayasan Obor.

Devune, Pat, 1995, Demokrasi dan

Perencanaan Ekonomi, Yogyakarta,

Tiara Wacana

Hines, Collins, 2005, Mengganti Globalisasi

Ekonomi Menjadi Lokalisasi

Demokrasi, Insist Press, Yogyakarta

Kuncoro, Mudrajad, 2004, Otonomi dan

Pembangunan Daerah, Erlangga,

Jakarta

Kekic, Laza, 2007, The Economist

Intelegence Unit’s Index of

Democracy, EIU Report 2007

Kriegman, Orion, 1998, The Potential for

Economic Democracy n America

Levinson, J. M. (2005). To gain consensus

on a definition of multicultural

children's literature: A Delphi study.

Digital Abstracts International, 66 (08),

2869. (UMI No. 3184291).

Linstone, A & Murray T, 1974, The Delphi

Method: Tecnique and Application,

Reading: Addison-Wesley

Mubyarto, 1997, Ekonomi Rakyat, Program

IDT, dan Demokrasi Ekonomi

Indonesia, Aditya Media, Yogyakarta

Mubyarto, Capres/Cawapres dan Ekonomi

Rakyat, dalam Jurnal Ekonomi

Rakyat, Bogor, Yayasan Agro

Ekonomika (YAE).

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

100

Mutis, Thoby, 2002, Cakrawala Demokrasi

Ekonomi, Tiara Wacana, Yogyakarta

Nambisan, S., Agarwal, R., & Tanniru, M.

(1999). Organisational mechanisms

for enhancing user innovation in

information technology. MIS

Quarterly, 23(8), 365 - 395.

Poole, Michael, 1987, The Origin of

Economic Democracy, Routledge,

London

Pusat Pendidikan dan Studi

Kebansentralan, 2002, Daya Saing

Daerah: Konsep dan Pengukurannya

di Indonesia, BI, Jakarta

Rachbini, Didik J, 2001, Politik Ekonomi

Baru Menuju Demokrasi Ekonomi,

Grasindo, Jakarta

Ringen, Stein, 2004, A Distributional Theory

of Economic Democracy, Routledge

Rodgers, B. L. & Cowles, K. V. (1993). The

qualitative research audit trail: A

complex collection of documentation.

Research in Nursing and Health, 16,

219 - 226.

Smith, J.W., 2000, Economic Democracy:

Political Struggle in Twenty-first

Centuries, New York, M.E. Sharpe.

Svante, Erricson & Jan-Eric Lane, 2002,

Demokratisasi Pertumbuhan,

RajaGarfindo, Jakarta

Swasono, Sri Edi, 1987, Sistem Ekonomi

dan Demokrasi Ekonomi, UI Press,

Jakarta

Situmorang, Johny W dkk, Prototipe Model

Pemeringkatan Koperasi Berdasarkan

MDP, dalam Infokop No 28 Tahun

XXII, 2006

The Heritage Foundation, Index of Econmic

Freedom 2007

Wikipedia, 2007, Economic Democracy,

diakses di internet tanggal

12/8/2007Williams, 2002, Bologna and

Emilia Romagna: A Model of

Economic Democracy, diakses di

internet tanggal 12/8/07 jam 09.49

WIB.

Jurnal Sosiohumaniora vol.3 No. 3., Mei 2012 ISSN : 2087-1899

101

PEDOMAN PENULISAN NASKAH

Naskah yang diterima merupakan hasil

penelitian, naskah ditulis dalam bahasa

Indonesia, diketik dengan computer

program MS. Word, front Arial size 11.

Jarak antar baris 2 spasi maksimal 15

halaman termasuk garfik, gambar dan tabel.

Naskah diserahkan dalam bentuk print-out

dan CD; dibuat dengan jarak tepi cukup

untuk koreksi.

Gambar (gambar garis maupun foto)

dan tabel diberi nomor urut sesuai dengan

letaknya. Masing-masing diberi keterangan

singkat dengan nomor urut dan dituliskan

diluar bidang gambar yang akan dicetak.

Nama ilmiah dicetak miring atau

diberi garis bawah. Rumus persamaan ilmu

pasti, simbol dan lambang semiotik ditulis

dengan jelas.

Susunan urutan naskah ditulis

sebagai berikut :

1. Judul dalam bahasa Indonesia.

2. Nama penulis tanpa gelar diikuti

alamat instansi.

3. Abstract dalam bahasa Inggris, tidak

lebih 250 kata.

4. Materi dan Metode.

5. Hasil dan Pembahasan.

6. Kesimpulan.

7. Ucapan terima kasih kalau ada.

8. Daftar pustaka ditulis menggunakan

sistem nama, tahun dan disusun

secara abjad

Beberapa contoh :

Buku :

Mayer, A.M. and A.P. Mayber. 1989. The

Germation of Seeds. Pergamon

Press. 270 p.

Artikel dalam buku : Abdulbaki, A.A. And J.D. Anderson. 1972.

Physiological and Biochemical

Deteration of Seeds. P. 283-309. In.

T.T.Kozlowski (Ed) Seed Biology Vol.

3. Acad. Press. New York.

Artikel dalam majalah atau jurnal :

Harrison, S.K., C.S. Wiliams, and L.M. Wax.

1985. Interference and Control of

Giant Foxtail (Setaria faberi, Herrm) in

Soybean (Glicine max). Weed Science

33: 203-208.

Prosiding : Kobayasshi,J. Genetic engineering of Insect

Viruses: Recobinant baculoviruses. P.

37-39. in: Triharso, S. Somowiyarjo,

K.H. Nitimulyo, and B. Sarjono (eds.),

Biotechnology for Agricultural Viruses.

Mada University Press. Yogyakarta.

Redaksi berhak menyusun naskah

agar sesuai dengan peraturan pemuatan

naskah atau mengembalikanya untuk

diperbaiki, atau menolak naskah yang

bersangkutan.

Naskah yang dimuat dikenakan biaya

percetakan sebesar Rp 100.000,- dan

penulis menerima 1 eks hasil cetakan