Jurnal Reading Elmira
-
Upload
elmirayulharnida6449 -
Category
Documents
-
view
81 -
download
1
Transcript of Jurnal Reading Elmira
Disusun Oleh:
ELMIRA YULHARNIDA1110221066
FK UPN “Veteran” Jakarta
Suatu penyakit yang disebabkan oleh gangguan pada salah satu tingkat dari aksis hipotalamus-hipofisis-tiroid-”end
organ”, dengan akibat terjadinya defisiensi hormon tiroid, ataupun
gangguan respon jaringan terhadap hormon tiroid.
Hipotiroid
Kelenjar tiroid terletak di leher antara fasia koli
media dan fasia pravertebralis. Dibelakangnya terdapat kelenjar paratiroid, arteri carotis komunis, arteri jugularis interna dan n. vagus terletak bersama dalam sarung tertutup di latero dorsal tiroid.
Kelenjar tiroid terdiri dari 3 lobus yaitu lobus lateralis kanan dan kiri serta yang ditengah disebut isthmus.
Kelenjar tiroid memperoleh darah dari arteri thyroidea superior dan arteri thyroidea inferior.
Kelenjar Tiroid
• Sel Epitel Folikel: Sintesis Hormon Tiroksin (T4) dan Triyodotironin (T3)
• Zat koloid tirolobulin merupakan tempat hormone tiroid sintesis dan pada akhirnya di simpan.
• Sel penyekresi hormone lain dalam kelenjar tiroid yaitu sel parafolikular atau sel C yang menyekresi kalsitonin.
Hormon Tiroid
Klasifikasi
penyakit pada bayi sejak lahir yang disebabkan
kekurangan hormon tiroid yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan pada
bayi dan anak-anak. Kekurangan hormon tiroid pada bayi jika tidak cepat didiagnosa dan
diobati dapat menyebabkan keterbelakangan mental dan kretinisme (terhambatnya
pertumbuhan fisik dan mental)
Penyebab retardasi mental dan kegagalan pertumbuhan
Hipotiroid Kongenital
Manifestasi Klinis
Pada neonatus dan bayi: Fontanella mayor yang lebar dan fontanella posterior
yang terbuka. Suhu rektal < 35,5˚C dalam 0-45 jam pasca lahir. Berat badan lahir > 3500 gram; masa kehamilan >
40 minggu. Suara besar dan parau, tidak belajar berbicara. Hernia umbilikalis. Riwayat ikterus lebih dari 3 hari, karotenemia Miksedema (kulit kelopak mata, punggung tangan,
dan genitalia eksterna)
Makroglosi. Riwayat BAB pertama > 20 jam setelah lahir
dan sembelit (< 1 kali/hari). Kulit kering, dingin, dan “motling” (berbercak-
bercak, terutama tungkai). Letargi. Gangguan minum dan menghisap Bradikardia (< 100/menit). Penampilan fisik sekilas seperti sindrom Down,
namun pada sindrom Down bayi lebih aktif. Hipotonia Tidur yang berlebihan, sedikit menangis, tidak
selera makan, biasanya lamban. Mata terpisah lebar Jembatan hidung sempit
Pada Anak Besar: Dengan goiter maupun tanpa goiter Gangguan Pertumbuhan (Kerdil) Gangguan perkembangan motorik, mental, gigi,
tulang dan pubertas. Gangguan perkembangan mental permanen
terutama bila onset terjadi sebelum umur 3 tahun. Aktivitas berkurang, lambat Kulit kering Miksedema Tekanan darah rendah, metabolisme rendah Intoleransi terhadap dingin
Pemeriksaan dan Diagnosa
Anamnesis: Apakah berasal dari daerah gondok endemik? Struma pada ibu. Apakah ibu diberi obat antitiroid
waktu hamil? Adakah keluarga yang struma? Perkembangan anak.
Gejala klinis:Dicurigai adanya hipotiroid bila skor Apgar hipotiroid kongenital > 5; tetapi tidak adanya gejala atau tanda yang tampak, tidak menyingkirkan kemungkinan hipotiroid kongenital.
Tabel : Skor Apgar pada hipotiroid kongenital
Gejala klinis Skore
Hernia umbilicalis 2
Kromosom Y tidak ada (wanita) 1
Pucat, dingin, hipotermi 1
Tipe wajah khas edematus 2
Makroglosi 1
Hipotoni 1
Ikterus lebih dari 3 hari 1
Kulit kasar, kering 1
Fontanella posterior terbuka (>3cm) 1
Konstipasi 1
Berat badan lahir > 3,5 kg 1
Kehamilan > 40 minggu 1
Total 15
Lab:
Pemeriksaan fungsi tiroid T4 dan TSH jika kadar T4 rendah disertai TSH meningkat diagnosa dapat ditegakkan.
Pemeriksaan darah perifer lengkap, urin, tinja, kolesterol serum (biasa nya meningkat pada anak , 2 tahun)
Apabila ibu dicurigai menderita hipotiroid maka bayi perlu diperiksa antibodi antitiroid. Kadar TBG diperiksa bila ada dugaan defisiensi TBG yaitu bila dengan pengobatan hormon tiroid tidak ada respon.
Name Normal Value Results in Hypothyroidism
Results in Hyperthyroidism
Thyroid Stimulating Hormone (TSH)
0.3 – 5.0µU/mL or 0.3 – 5.0 mU/L
High Low
Total T4 Immunoassay
5 – 11µg/dL or 64 – 142 nmol/L
Low High
Free T4 Index 6.5 – 12.5 Low High
Total T3 Immunoassay
95 – 190 ng/dL or 1.5 – 2.9 nmol/L
Normal or Low High
Free T3 Index 20 – 63 Normal or Low High
Radiologi:
USG atau CT scan Tiroid Tiroid scintigrafi membantu memperjelas
penyebab yang mendasari bayi dengan hipotiroidisme kongenital
Bone Age untuk mengetahui adanya retardasi perkembangan tulang
X-Foto tengkorak adanya fontanella yang besar dan sutura yang melebar, tulang antar sutura biasanya ada, terlihatnya sella tursika yang membesar dan bulat, dan mungkin terlihat adanya erosi dan penipisan.
Down Syndrome Congenital Adrenal Hiperplasia Phenylketonuria
Diagnosa Banding
Diberikan hormon tiroid Obat pilihan adalah Sodium L-Thyroxine,
diberikan sedini mungkin. Bila fasilitas untuk mengukur faal tiroid ada,
diberikan dosis sesuai tabel:
Penatalaksanaan
Umur Dosis µg/kg BB/hari 0-3 bulan 3-6 bulan 6-12 bulan 1-5 tahun 2-12 tahun > 12 tahun
10-15 8-10 6-8 5-6 4-5 2-3
Kadar T4 dipertahankan di atas pertengahan nilai normal.
Bila fasilitas untuk mengukur faal tiroid tidak ada, dapat dilakukan therapeutic trial sampai usia 3 tahun dimulai dengan dosis rendah dalam 2-3 minggu; bila ada perbaikan klinis, dosis dapat ditingkatkan bertahap atau dengan dosis pemberian + 100 μg/m2/hari. Penyesuaian dosis tiroksin berdasarkan respon klinik dari uji fungsi tiroid T3, T4, dan TSH yang dapat berbeda tergantung dari etiologi hipotiroid.
Penundaan atau keterlambatan pengobatan akan meningkatkan risiko komplikasi
Monitoring pengobatan harus dilakukan setiap bulan pada tahun pertama dan selanjutnya setiap 2-3 bulan
Pemantauan tumbuh kembang yang optimal namun hindari overtreatment
Kasus transien hipotiroid kongenital boleh tidak diobati, namun jika penurunan T4 dan peningkatan TSH menetap harus segera diobati
Pemantauan
Terapi Kemungkinan terjadinya hipertiroidisme perlu
diwaspadai. Dosis yang berlebihan dapat mengakibatkan
takikardia, kecemasan berlebihan, gangguan tidur, dan gejala tirotoksikosis yang lain.
Pemberian tiroksin berlebihan jangka lama mengakibatkan kraniosinostosis.
Anak yang sedang dalam pengobatan hipotiroid kongenital harus dievaluasi secara teratur stiap beberapa bulan sampai paling tidak hingga 3 tahun pertama kehidupan.
Menurut American academy of pediatric, serumT4 atau T4 bebas dan Tes darah TSH harus dilakukan menurut jadwal:2-4 minggu setelah pengobatan T4Setiap 1-2 bulan hingga 6 bulan pertama kehidupanSetiap 3-4 bulan, mulai 6 bln hingga 3 tahun pertama kehidupanSetiap 6 -12 bulan hingga pertumbuhan normal tercapaiDua minggu setelah perubahan dosis
Evaluasi lebih sering bila ditemukan hasil yang abnormal
Apabila fase perkembangan otak sudah dilalui, pemantauan dapat dilakukan 3 bulan sampai 6 bulan sekali dengan mengevaluasi pertumbuhan linear, berat badan, perkembangan motorik dan bahasa serta kemampuan akademis untuk yang sudah bersekolah. Umur tulang dipantau tiap tahun.
Gejala dosis kurang atau berlebih dari Levothyroxine
Dosis
kurang
Dosis berlebih
Lemas Gejala kardiovaskuler (detak jantung cepat, berkeringat,
varian denyut nadi yang luas, angina atau congestive heart
failure)
Ketumpulan
mental
Agitasi (tremor, nervousness, insomnia, keringat berlebih)
Merasa
kedinginan
Sakit kepala dan nyeri otot
Kram otot Gejala intestinal dan metabolic (pperubahan nafsu makan,
diare, penurunan BB)
Demam dan intoleransi terhadap panas
Tumbuh kembang Hipotiroid kongenital sangat mengganggu tumbuh
kembang anak apabila tidak terdiagnosis secara dini ataupun bila pengobatan dilakukan tidak benar.
Apabila hipotiroid diobati dini dengan dosis adekuat, proses pertumbuhan linier pada sebagian besar kasus mengalami kejar tumbuh yang optimal sehingga mencapai tinggi badan normal.
Pengobatan yang dilakukan setelah usia 3 bulan akan mengakibatkan taraf IQ subnormal atau lebih rendah.
Prognosa
Diagnosis awal dan pengobatan yang cukup sejak umur minggu-minggu pertama memungkinkan pertumbuhan linier yang normal dan intelegensianya setingkat dengan saudara kandung yang tidak terkena.
Tanpa pengobatan dini akan terjadi sekuale neurologis berupa retardasi mental koordinasi motorik yang lemah hipotonia muskuler ataxia
Hipotiroidisme pada masa anak, juga sering disebut
sebagai hipotiroidisme didapat. Biasanya terjadi setelah usia 6 bulan.
Sebagian besar kelainan ini hanya 10-15% kasus yang diturunkan, paling sering disebabkan oleh tiroiditis Hashimoto, dan kejadiannya lebih banyak pada perempuan dibandingkan laki-laki, dengan perbandingan 2:1.
Pada usia sekolah, angka kejadiannya 0,33%, yang paling sering karena tiroiditis limfositik kronik pada anak usia 12-19 tahun angka kejadiannya 6%.
Hipotiroid Didapat
Perlambatan pertumbuhan biasanya merupakan
manifestasi klinis pertama. Perubahan miksedematosa kulit, konstipasi,
intoleransi dingin, energi menurun, bertambahnya kebutuhan untuk tidur berkembang secara diam-diam.
Maturasi tulang terlambat Beberapa anak datang dengan nyeri kepala, masalah
penglihatan, pubertas prekoks, atau galaktorrea. Anak-anak ini biasanya mengalami pembesaran hiperplastik kelenjar pituitaria, seringkali dengan perluasan suprasella
Manifestasi Klinis
Kondisi Emergensi
Koma myxedema Suppurative Thyroiditis
Efek hipotiroid pada anak dan balita Anak yang dilahirkan dari ibu yang tidak
mendapat pengobatan Efek hipotiroid selama masa balita Bayi yang dilahirkan dengan hipotiroid
kongenital Efek yang terjadi bila onset hipotiroid > 2 tahun
Komplikasi
Penyakit metabolik yang ditandai dengan
hiperglikemia kronik akibat adanya gangguan pada sekresi insulin, kerja insulin, atau
keduanya.
Terjadinya gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein.
Diabetes Melitus
Insidensi DM tipe 1 maupun tipe 2 bervariasi baik
antar negara maupun dalam suatu negara. Puncak usia terjadinya DM pada anak adalah usia
5-7 tahun dan pada saat menjelang remaja. DM tipe 2 lebih sering terjadi pada pasien berusia di
atas 40 tahun dan sampai tahun 1990 lebih dari 95% anak yang menderita DM adalah DM tipe 1.
Saat ini 10-50% penderita DM pada anak-anak adalah DM tipe 2.
Epidemiologi
Klasifikasi
Sekresi Insulin
Kerja Insulin
Patofisiologi DM tipe 1
Patofisiologi DM Tipe 2
Anamnesa:Gejala klasik :
Poliuri Polidipsia Polifagia Penurunan Berat Badan Badan Lemah
Daya tahan tubuh menurun, mudah terinfeksi seperti penyakit kulit dan ISK
Diagnosa
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjang13,14
Kadar glukosa darah sewaktu: ≥200 mg/dl (11,1 mmol/L). Pada penderita asimtomatis ditentukan kadar gula darah puasa lebih tinggi dari normal dan uji toleransi glukosa terganggu pada lebih dari satu kali pemeriksaan.
Kadar gula darah puasa ≥126 mg/dl (yang dimaksud puasa adalah tidak ada asupan kalori selama 8 jam)
Kadar gula darah 2 jam pasca toleransi glukosa ≥200 mg/dl (11,1 mmol/L)
Kadar C-peptida: untuk melihat fungsi sel β residu yaitu sel β yang masih memproduksi insulin dan dapat digunakan apabila sulit membedakan diabetes tipe 1 dan 2.
• Pemeriksaan HbA1c dilakuka rutin tiap 3 bulan. Pemeriksaan kadar HbA1c berguna untuk mengukur kadar gula darah selama 120 hari yang lalu (sesuai usia eritrosit), menilai perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya, dan menilai pengendalian penyakit DM dengan tujuan mencegah terjadinya komplikasi diabetes
• Glukosuria tidak spesifik untuk DM dan perlu dikonfirmasi dengan pemeriksaan glukosa darah
• Penanda autoantibodi: hanya sekitar 70-80% dari penderita DM tipe 1 memberikan hasil pemeriksaan autoantibodi (ICA, IAA) yang positif, sehingga pemeriksaan ini bukan merupakan syarat mutlak diagnosis
Tabel Kriteria diagnosis DM menurut WHO
Kriteria Kadar Glukosa (mg/dl) Darah vena Kapiler Plasma
Diabetes melitus: Puasa Atau 2 jam PP atau keduanya Impaired glucose tolerance (IGT): Puasa (jika diukur) dan 2 jam PP Impaired Fasting Glycaemia (IFG): Puasa dan 2 jam PP (jika diukur)
>100
>180
<110
>120 dan <180
>100dan <110
<120
>110
>200
<110
>140 dan <200
>100 dan <110
<140
>126
>200
<126
>140 dan <200
>110 dan <126
<140
Ket: Puasa: tidak ada asupan kalori selama 8 jam
2 jam PP: 2 jam setelah pemberian larutan glukosa 75 gr atau 1,75
g/kgBB dosis maksimum 75 gr
Gambar 7 Algoritma Diagnosis DM pada anak
Obesitas
Tidak Ya
Kadar C-Peptide / insulin Puasa
Tinggi Rendah
Autoantibodi
Ya Tidak
DM Tipe 2
DM tipe 2 atau MODY DM tipe 1
autoantibodi
Tidak
Tinggi
DM tipe 1
Ya
Kadar C-peptide/ insulin puasa
Rendah
DM tipe 2
Penatalaksanaan
Kontrol metabolik yang baik adalah mengusahakan kadar glukosa darah berada dalam batas normal atau mendekati nilai normal tanpa menyebabkan hipoglikemia.
Parameter HbA1c merupakan parameter kontrol metabolik standar pada DM. Nilai HbA1c <7% berarti kontrol metabolik baik,
HbA1c<8% cukup dan HbA1c >8% dianggap buruk.
Edukasi Terapi gizi medis Latihan Jasmani atau olahraga Intervensi farmakologis.
Pilar Utama Penatalaksanaan DM
Prinsip terapi penderita DM tipe 2 adalah: Mencapai dan mempertahankan kadar mendekati
normoglikemia (A1C <7%). Terapi dimulai dengan intervensi pola hidup dan
metformin Bila target glikemik tidak tercapai atau tidak dapat
dipertahankan maka ditambahkan obat-obat baru dan diubah jadi regimen baru.
Pada pasien yang tidak mencapai target glikemik maka diberikan terapi insulin secara lebih dini.
Insulin Awitan puncak kerja, dan lama kerja insulin merupakan faktor yang menentukan dalam pengobatan penderita DM. Respon klinis terhadap insulin tergantung pada faktor:
Umur individu Tebal jaringan lemak Status pubertas Dosis insulin Tempat injeksi Latihan (exercise) Kepekatan, jenis, dan campuran insulin Suhu ruangan dan suhu tubuh
Macam-macam Insulin
Berikut ini digambarkan jenis sediaan insulin dan profil kerjanya
Jenis insulin Awitan (jam) Puncak kerja (jam)
Lama kerja (jam)
Kerja cepat (rapid acting) (aspart, glulisine, dan lispro) Kerja pendek (regular/soluble) Kerja menengah
Semilente NPH IZS lente type
Insulin basal
Glargine Detemir
Kerja panjang Ultralente type
Insulin campuran
Cepat menengah Pendek menengah
0,15-0,35
0,5-1
1-2 2-4 3-4
2-4 1-2
4-8
0,5 0,5
1-3
2-4
4-10 4-12 6-15
Tidak ada 6-12
12-24
1-12 1-12
3-5
5-8
8-16 12-24 18-24
24 20-24
20-30
16-24 16-24
Tabel Jenis sediaan insulin dan profil farmakokinetiknya14
Gambar 8 Profil farmakokinetik insulin.Dikutip dari Hirsch IB, N England
J Med 2005; 352: 174-183
Pedoman dosis insulin yaitu: Selama periode honeymoon total dosis insulin harian <0,5
U/kgBB/hari Anak sebelum pubertas (di luar periode honeymoon) dalam
kisaran dosis 0,7-1,0 U/kgBB/hari Selama pubertas kebutuhan akan meningkat di atas 1 U
samapai 2 U/kgBB/hari.
Distribusi dosis insulin pada anak dengan dua kali regimen suntikan, pada pagi hari diberikan lebih banyak (2/3) dari total dosis harian dan dosis lebih sedikit (1/3) pada sore hari. Pada regimen ini kandungan insulinnya terdiri dari 1/3 dosis insulin kerja pendek dan kurang lebih 2/3 insulin kerja menengah.
Pada regimen basal bolus insulin kerja menengah sebagai sebagai insulin basal diberikan malam hari sebesar 30% (jika bolus menggunakan insulin kerja pendek) dan 50% (jika bolus menggunakan insulin kerja cepat) dari dosis total harian. Kebutuhan insulin bolus kurang lebih 50% (jika menggunakan insulin kerja cepat) sampai 70% (jika menggunakan insulin kerja pendek) yang diberikan secara terbagi antara 3-4 kali.
Periode honeymoon berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu atau bulan setelah terapi insulin. Kriteria periode honeymoon bila kebutuhan insulin <0,5 U/kgBB/hari dengan HbA1c <7%.
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi
menjadi 4 yaitu: Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue):
sulfonilurea dan glinid Penambah sensitivitas terhadap insulin:
metformin, tiazolidindion Penghambat glukoneogenesis (metformin) Penghambat absorpsi glukosa: penghambat
glukosidase alfa.
Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Gambar 9 Mekanisme kerja obat hipoglikemik oral
Komposisi makanan yang disarankan per hari
adalah:16
Karbohidrat 50-55%, sukrosa sedang (sampai dengan 10% total kalori)
Lemak 30-35% <10% lemak jenuh + asam lemak trans <10% lemak tak jenuh rantai ganda >10% lemak tak jenuh rantai tunggal (sampai
dengan 20% total kalori) Protein 10-15%
Diet
Pada penderita DM berolahraga dapat :
membantu menurunkan kadar glukosa darah, menimbulkan perasaan sehat atau well being
dan meningkatkan sensitivitas terhadap insulin
sehingga mengurangi kebutuhan akan insulin.
Latihan Jasmani atau Olahraga
Komplikasi Akut
Hipoglikemia Ketoasidosis Diabetik
Komplikasi Kronis Komplikasi Mikrovaskular: retinopati, nefropati
dan neuropati Komplikasi makrovarkuler : penyakit
kardiovaskuler, penyakit serebrovaskuler, dan penyakit vaskuler perifer.
Komplikasi
Gambar Patofisiologi komplikasi kronis DM7
KOMPLIKASI
Keadaan umum, tanda vital. Kemungkinan infeksi. Kadar gula darah (juga dapat dilakukan di
rumah dengan menggunakan glukometer) setiap sebelum makan utama dan menjelang tidur malam hari.
Kadar HbA1C (setiap 3 bulan). Pemeriksaan keton urine (terutama bila kadar
gula > 250 mg/dl). Mikroalbuminuria (setiap 1 tahun).
Pemantauan
Fungsi ginjal. Tanda endokrinopati yang lain dievaluasi
setiap tahunnya seperti pembesaran kelenjar tiroid dengan memeriksa kadar TSH
Kontrol kolesterol darah setiap tahunnya Funduskopi untuk memantau terjadinya
retinopati (biasanya terjadi setelah 3-5 tahun menderita DM tipe-1, atau setelah pubertas).
Tumbuh kembang.