Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013
Transcript of Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013
Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013
68
PENGARUH INTERVENSI PSIKOEDUKASI TERHADAP DEPRESI PADA LANSIA DI
KELURAHAN SITU KABUPATEN SUMEDANG
Dewi Dolifah1), Ahmad Yamin2), Taty Hernawaty3) [email protected]
Abstrak
Depresi merupakan gangguan psikologis yang paling umum terjadi pada tahun-tahun terakhir kehidupan manusia. Depresi dapat timbul secara spontan atau sebagai reaksi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia. Di Indonesia prevalensi depresi pada lansia cukup tinggi yaitu sebesar 30%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh intervensi psikoedukasi terhadap depresi pada lansia di Kelurahan Situ Kabupaten Sumedang. Desain penelitian quasi eksperimental pre test-post test with control group. Sampel pada penelitian berjumlah 72 orang yang terdiri dari 36 orang kelompok intervensi dan 36 orang kelompok kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lansia yang diberikan intervensi psikoedukasi mengalami perubahan secara bermakna terhadap kondisi depresi dibandingkan dengan lansia yang diberikan intervensi general education (P value < α 0.05), adanya perbedaan yang signifikan pada perubahan kondisi depresi lansia yang diberikan intervensi psikoedukasi dibandingkan dengan lansia yang diberikan intervensi general education (P value<α 0.05). Intervensi psikoedukasi direkomendasikan pada lansia yang mengalami depresi dengan kategori depresi ringan/sedang. Kata Kunci : Depresi, intervensi psikoedukasi, intervensi general education.
Abstract Depression is a psychological disorder that most commonly occurs in the last years of human life. Depression can arise spontaneously or as a reaction to changes that occur in the elderly. Prevalance rate of depression among elderly In Indonesia is quite high at 30%. The aim of this study was to determine the effect of psychoeducation on depression of life among elderly in Situ Village of Sumedang District. The research design was quasi-experimental pre-test post-test with control group. The samples of this research are 72 respondents, 36 respondents in the intervention group and 36 respondents in the control group. This results showed a significantly changed conditions of depression among the elderly who receive psychoeducation intervention to compared to the elderly receive a general education (p value<0.05 α). The existance of significant difference in the conditions of depression among the elderly who receive psychoeducation intervention to to compared to the elderly receive a general education (p value<0.05 α). Psychoeducation are recommended for elderly with depression with category mild /moderate depression. Keyword: Depression, elderly, psychoeducation interventions, general education interventions.
Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013
69
A. PENDAHULUAN
Wujud nyata dari keberhasilan pembangunan kesehatan di Indonesia dapat dilihat dari makin
meningkatnya rata-rata umur harapan hidup penduduk Indonesia, yang berdampak pada makin
banyaknya jumlah lansia pada populasi penduduk Indonesia. Peningkatan usia harapan hidup ini
mengindikasikan bahwa jumlah penduduk lansia dari tahun ke tahun akan semakin meningkat. Hal ini
akan memberikan implikasi bahwa pelayanan kepada lansia termasuk pelayanan kesehatan perlu
peningkatan baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
Lansia atau lanjut usia adalah seseorang yang telah berumur lebih dari 60 tahun (WHO, 2010).
Batasan usia pada lansia ini juga sesuai dengan batasan usia yang ditetapkan di Indonesia yang
tercantum dalam Undang-undang nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia menyatakan
bahwa lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas (BPKP, 1998). Pada tahun 2000
jumlah lansia di dunia sekitar 600 juta (11%), tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi 1,2 milyar
(22%) dan tahun 2050 diperkirakan menjadi 2 milyar. Data United Nations Departement of economic
and social affairs (UNDESA) bahwa hampir setengah jumlah penduduk lansia di dunia hidup di Asia
yang proporsi populasi lansianya tahun 2006 sebesar (9%) dan tahun 2050 diperkirakan (24%).
Indonesia adalah salah satu negara berkembang di Asia yang menempati posisi ke-4 setelah Cina, India
dan Jepang yang memiliki populasi lansia terbanyak (Komnas Lansia, 2011). Data Badan Pusat
Statistik menunjukkan bahwa penduduk lanjut usia di Indonesia pada tahun 2000 sebanyak
14.439.967 jiwa (7,18 %), selanjutnya pada tahun 2010 meningkat menjadi 23.992.553 jiwa (9,77 %).
Pada tahun 2020 diprediksikan jumlah lanjut usia mencapai 28.822.879 jiwa (11,34%) (Kemensos,
2012). Provinsi yang mempunyai jumlah penduduk lansia terbanyak di Indonesia yaitu Yogyakarta
(12,48 %), Jawa Timur (9,36 %), Jawa Tengah (9,26 %), Bali (8,77 %) dan Jawa Barat (7,09 %)
(Komnas Lansia, 2010). Jawa Barat merupakan salah satu provinsi dengan jumlah penduduk lansia
terbanyak di Indonesia. Jumlah Penduduk Jawa Barat sebanyak 46.497.175 jiwa, yang terdiri dari
7,89% usia ≥ 60 tahun (3.669.908 jiwa), dan 68,95% usia 15–59 tahun (32.061.615 jiwa) (Profil
Kependudukan Jawa Barat, 2011).
Menjadi tua adalah suatu proses alami yang terjadi pada manusia. Lansia bukanlah suatu
penyakit tetapi merupakan suatu tahap akhir dari siklus hidup manusia, dan merupakan proses dari
kehidupan yang tidak dapat dihindari dan akan dialami oleh setiap orang. Proses menjadi lansia
Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013
70
merupakan proses alamiah sesuai dengan peningkatan usia seseorang. Dalam proses menua ini
dapat terjadi beberapa perubahan yang menyangkut biologis, psikologis,sosial dan spiritual.
Perubahan-perubahan ini pada setiap individu dapat berbeda-beda, namun tetap mengalami proses
perubahan yang sama (Nugroho, 2006).
Perubahan biologis yang terjadi dalam proses menua dimulai dari perubahan tingkat sel
hingga perubahan pada tingkat sistem organ(Ham, 2007). Perubahan ini akan berdampak pada
perubahan sistem organ seperti perubahan pada kulit, jantung, paru, ginjal, sistem
gastrointestinal,sistem muskuloskeletal, sistem imun, sistem saraf dan organ sensori. Pada sistem
sensori, proses menua akan mengakibatkan penurunan fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman
maupun perasa (Ham, 2007; Nugroho,2000). Penurunan fungsi sistem sensori ini sangat
menghambat interaksi lansia dengan orang lain, sehingga lansia mudah frustasi akibat kesulitan
dalam berkomunikasi dengan orang lain. Semua perubahan sistem tubuh pada lansia akibat proses
menua mengakibatkan lansia mengalami penurunan kemampuan aktivitas fisik dan perubahan
penampilan fisik yang tidak diinginkan, sehingga lansia tidak produktif lagi secara sosial dan ekonomi.
Keadaan ini merupakan suatu stressor yang dapat menimbulkan perasaan negatif bagi lansia yakni
perasaan tidak berdaya, tidak berguna, frustasi, putus asa, sedih dan perasaan terisolasi, sehingga
lansia akan meminimalkan interaksi dengan orang lain.
Selain perubahan biologis, proses menua juga memberikan dampak pada perubahan
psikologis lansia. Perubahan psikologis lansia berkaitan erat dengan perubahan biologis yang
dialaminya. Adanya perubahan biologis atau fisik pada lansia akan berdampak pada kemampuan
sensasi, persepsi dan penampilan psikomotor yang sangat penting bagi fungsi individu sehari-hari
(Atchley & Barusch, 2004). Menurut Maramis (1995), permasalahan yang menarik pada lansia adalah
kurangnya kemampuan dalam beradaptasi secara psikologis terhadap perubahan yang terjadi pada
dirinya. Penurunan fungsi ini akan memberikan efek pada kemampuan belajar, daya ingat, berpikir,
menyelesaikan masalah, daya kreativitas, intelegensi, keahlian dan kebijaksanaan. Perubahan yang
terjadi tersebut dapat menghambat lansia untuk melakukan aktivitas dewasa seperti bekerja,
melakukan pekerjaan rumah dan kesenangan. Lansia yang tidak siap dengan perubahan tersebut
akan sangat berdampak pada perubahan psikologisnya. Perubahan sosial yang dapat dialami lansia
adalah perubahan status dan perannya dalam kelompok atau masyarakat, kehilangan pasangan
hidup, serta kehilangan sistem dukungan dari keluarga, teman dan tetangga (Ebersole, et al., 2005).
Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013
71
Pada masa lansia, individu dituntut untuk dapat bersosialisasi kembali dengan kelompoknya,
lingkungannya dan generasi ke generasi. Sosialisasi berarti lansia meningkatkan kemampuan untuk
berpartisifasi dalam kelompok sosialnya. Ketidakmampuan bersosialisasi dalam lingkungan yang
berbeda dari kehidupan sebelumnya merupakan suatu stressor yang cukup berarti bagi lansia.
Menurunnya kontak sosial membawa lansia pada masalah depresi. Depresi dipandang sebagai suatu
masalah bermakna bagi lansia (Miller, 1995).
Berbagai persoalan hidup yang menimpa lanjut usia sepanjang hayatnya seperti : kemiskinan,
kegagalan yang beruntun, stress yang berkapanjangan, ataupun konflik dengan keluarga atau anak,
atau kondisi lain seperti tidak memiliki keturunan yang bisa merawatnya. Kondisi–kondisi hidup seperti
ini dapat memicu terjadinya depresi (Hurlock, 2004). Depresi merupakan salah satu penyakit yang
banyak terjadi di kalangan lansia. Umumnya angka depresi terjadi dua kali lebih tinggi di kalangan
lansia daripada orang dewasa (Alexopoulus, Bruce Hull, Sirey & Kakuma, 1999).
Depresi merupakan suatu keadaan emosi yang ditandai dengan kesedihan yang sangat,
perasaan tidak berharga dan perasaan bersalah, menarik diri dari orang lain, susah tidur,kehilangan
nafsu makan dan kesenangan terhadap aktivitas sehari-hari (Davidson & Neale , 2002).
Menurut Blazer (2003), terdapat beberapa faktor menjadi penyebab depresi pada lansia, yaitu
faktor biologis, psikologis, dan sosial. Faktor biologis yang menjadi penyebab depresi pada lansia
biasanya comorbid dengan kondisi fisik dan kejiwaan. Depresi biasanya berkaitan dengan penyakit
seperti diabetes, gangguan pernapasan, gangguan ginjal, alzheimer, dan masalah-masalah
kesehatan lainnya. Kemunculan depresi sendiri dapat disebabkan oleh adanya masalah kesehatan
tersebut. Hal ini dapat berlaku sebaliknya, yaitu depresi berkepanjangan dapat pula mencetuskan
munculnya masalah kesehatan pada lansia, misalnya karena depresi, mereka tidak makan dengan
baik hingga kesehatannya terganggu.
Faktor psikologis yang dapat menyebabkan depresi pada lansia salah satunya adalah pikiran
negatif yang mereka miliki ketika menghadapi suatu masalah dalam hidupnya. Lansia yang
mempersepsikan masalah secara negatif akan memiliki tendensi mengembangkan depresi yang
levelnya lebih tinggi daripada yang tidak mempersepsikan masalah secara negatif. Kemampuan
coping dengan masalah juga menentukan daya tahan yang dimiliki lansia untuk tidak mengalami
Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013
72
depresi berkelanjutan. Kemampuan coping yang buruk akan membuat lansia sulit menghadapi
masalahnya, hingga berpotensi memunculkan depresi.
Faktor sosial yang menyebabkan depresi pada lansia ini khususnya bicara mengenai
keberadaan dukungan sosial (social support). Ketika memasuki usia lansia, individu akan
meninggalkan lingkungan pekerjaan, tidak lagi aktif seperti dahulu, hingga mengalami perubahan
dalam sistem sosialnya. Ketika sudah tidak aktif berhubungan dengan orang lain, lansia dapat merasa
kesepian, dan hal ini memiliki potensi untuk berkembang menjadi depresi, terlebih jika mereka tidak
memiliki kegiatan apapun dan teman beraktivitas sehari-hari.
Tanda dan gejala depresi pada lansia menurut Segal, et al, (2009), yaitu adanya perasaan
sedih, mudah lelah, penurunan terhadap minat dan hobi, penurunan aktifitas dan pertemanan,
penurunan berat badan, gangguan pola tidur serta memiliki penilaian negatif pada diri sendiri seperti
(cemas akan menjadi beban, perasaan tidak berharga, benci pada diri sendiri), peningkatan
penggunaan alkohol atau obat-obatan lain, berfikir tentang kematian, serta memiliki upaya bunuh diri.
Menurut Gellis & McCracken (2008), sebagai gambaran data kasus gangguan depresi berat pada
lansia di Amerika kurang lebih mencapai 6%-24% dari populasi lansia keseluruhan. Sementara itu,
kasus-kasus depresi ringan yang menampilkan simptom depresi pada lansia dilaporkan berjumlah
12%-50% dari populasi lansia keseluruhan.
Prevalensi depresi pada lansia di dunia berkisar 8-15% dan hasil meta analisis dari laporan
negara-negara di dunia mendapatkan prevalensi rata-rata depresi pada lansia adalah 13,5% dengan
perbandingan wanita-pria 14,1: 8,6 dimana wanita dua kali lebih banyak daripada pria. Adapun
prevalensi depresi pada lansia yang menjalani perawatan di RS dan panti perawatan sebesar 30%
(Kompas, 2008). Hal ini menunjukkan bahwa prevalensi depresi pada lansia yang terjadi di
masyarakat di dunia cukup tinggi dan sebagian besar adalah wanita.
Data prevalensi depresi pada lansia di Indonesia cukup tinggi. Di Indonesia prevalensi
depresi pada lansia berdasarkan penelitian kesehatan Universitas Indonesia dan Oxford Institute of
aging menunjukkan bahwa 30% dari jumlah lansia di Indonesia mengalami depresi (Komnas lansia,
2011). Hal ini didukung oleh data Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007 bahwa gangguan mental
emosional (di atas usia 15 tahun termasuk lansia) sekitar 11,6% dan di Jawa Barat menempati urutan
yang tertinggi yaitu 20% (Depkes RI, 2008). Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata prevalensi angka
Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013
73
gangguan mental emosional di Indonesia dan di Jawa Barat cukup tinggi sejalan dengan
meningkatnya usia penduduk.
Depresi pada lansia seringkali lambat terdeteksi, misdiagnostik dan tidak ditangani dengan
baik, hal ini karena gambaran klinisnya yang tidak khas. Depresi pada lansia lebih banyak tampil
dalam keluhan somatis, seperti: kelelahan kronis, gangguan tidur, penurunan berat badan dan
sebagainya (Miller, 2004). Depresi pada lansia mempunyai dampak negatif pada kualitas hidupnya.
Lansia merasa tidak puas dengan fungsi sosialnya, mempunyai tingkat kepuasan hidup yang rendah
dan persepsi kesehatan fisik dan mental yang rendah (Miller, 2004). Gejala depresi berupa rasa
khawatir, lelah, afek sedih, gangguan tidur dan kehilangan minat secara langsung berpengaruh
terhadap kesehatan dan kualitas hidup lansia (Miller, 2004). Menurut Blazer (2002, dalam Miller,
2004) semua dampak negatif depresi ini secara signifikan telah berdampak negatif terhadap kualitas
hidup lansia, sebab hal ini akan menyebabkan lansia memandang ”struktur dan tujuan hidupnya”
dengan cara yang negatif pula.
Penanganan utama untuk depresi pada lansia saat ini sudah banyak dikembangkan melalui
pendekatan biologis dan pendekatan psikologis serta kombinasi di antara keduanya. Kedua
pendekatan ini terbukti efektif untuk mengatasi depresi pada lansia (Das.,et al, 2007). Berdasarkan
pengembangan penelitian Rybarczyk, et al (2001), tentang penggunaan terapi yang bersifat
Multikomponen bernama General Multi-Component Wellness (GMW) untuk mengatasi berbagai
masalah psikologis yang dialami oleh lansia. Dasar pemikiran penelitian tersebut adalah
mengkombinasikan Self-Help Skills dan informasi di dalam terapi, diantaranya dengan memberikan
psikoedukasi hubungan pikiran dengan tubuh, relaksasi, pendekatan kognitif, latihan pemecahan
masalah, cara komunikasi yang efektif, dan psikoedukasi mengenai masalah kesehatan tertentu.
Dampak yang ditimbulkan depresi pada lansia diperlukan pendekatan dan suatu upaya
khusus yang ditujukan untuk penanganan depresi pada lansia termasuk intervensi keperawatan yang
dilakukan oleh perawat Perawat yang berada dalam tatanan yang bervariasi (rumah sakit medis,
tatanan perawatan panjang, kesehatan komunitas) berada pada posisi penting untuk mengidentifikasi
dan mengatasi depresi pada lansia (Marry & Kathleen, 2011). Upaya yang dilakukan perawat beserta
pihak yang terkait lainnya dalam melaksanakan intervensi keperawatan bersifat edukatif yaitu agar
lansia lebih menyadari perlunya meningkatkan taraf kesehatannya karena sesungguhnya lansia
Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013
74
memiliki kemampuan dalam melakukan perawatan mandiri atau merawat diri sendiri (Tamher, 2009).
Salah satu intervensi yang dapat digunakan dalam berbagai seting dan dapat diterapkan secara
individual ataupun kelompok adalah Psikoedukasi. Psikoedukasi sebenarnya sudah cukup populer
dalam praktek-praktek helping selama 30 tahun terakhir di Amerika dan seluruh dunia. Namun, untuk
Indonesia sendiri bentuk intervensi ini belum banyak diterapkan untuk setiap seting (Raudhoh, 2010).
Psikoedukasi adalah suatu intervensi yang dapat dilakukan pada individu, keluarga, dan
kelompok yang fokus pada mendidik partisipannya mengenai tantangan signifikan dalam hidup,
membantu partisipan mengembangkan sumber-sumber dukungan dan dukungan sosial dalam
menghadapi tantangan tersebut, dan mengembangkan keterampilan koping untuk menghadapi
tantangan tersebut (Walsh, 2010). Ada berbagai program psikoedukasi yang berfokus pada
pendidikan yang telah ditemukan untuk membantu dalam mengurangi tingkat kekambuhan, beban
penyakit serta meningkatkan gejala dan peran serta pasien.
Program yang mencakup topik seperti kesadaran semua pasien tentang penyakit, mengetahui
lebih banyak tentang penyebab penyakit, kebutuhan tentang pengobatan dan pilihan pengobatan
yang berbeda, menghadapi perubahan suasana hati, kesadaran tetang efek samping obat dan
pentingnya gaya hidup yang teratur ( Colom & Vieta, 2006; Dashtbozorgi et al, 2009; fayyazi et al,
2009; Sadoks et al, 2009; Wheeler, 2010).
Metode intervensi psikoedukasi yang dilakukan pada lansia yang mengalami depresi pada
penelitian ini dengan mengemas materi edukasi dalam bentuk booklet yang diberikan dalam 4 (empat)
sesi yang berisi tentang identifikasi perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia baik fisik,
psikologis/kejiwaan maupun sosial, deteksi dini penyakit (identifikasi faktor-faktor yang dapat
menyebabkan depresi serta masalah/dampak yang muncul akibat faktor penyebab depresi pada
lansia), identifikasi pengenalan pengobatan dan kepatuhan terhadap anjuran terapis serta evaluasi
keteraturan gaya hidup (manajemen stress dan keterampilan koping). Psikoedukasi dapat diberikan
oleh penyedia pelayanan kesehatan seperti dokter, psikolog, perawat, terapis okupasi dan spesialis
(Family psychoeducation, 2002).
Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013
75
Hasil studi pendahuluan dan observasi yang dilakukan peneliti bersama kader kesehatan
lansia terhadap lansia berusia ≥ 60 tahun yang dilakukan secara acak di RW 01, RW 06 dan RW 15
Kelurahan Situ ditemukan ada sekitar 15 orang yang mengalami gejala yang mengarah kepada
depresi terutama karena adanya kelemahan fisik, perubahan kondisi kesehatan lansia yang menurun,
gangguan komunikasi dan interaksi yang mengakibatkan lansia tidak mampu melakukan aktivitas
seperti biasanya.
Fenomena yang terjadi tersebut didukung oleh faktor yang terdapat pada lansia, seperti latar
belakang psikososial lansia yang tinggal dengan keluarga yang sosial ekonomi kurang mampu
(keluarga miskin), tingkat pendidikan, status perkawinan, juga faktor kurangnya dukungan serta peran
serta dari keluarga kepada lansia. Kejadian depresi pada lansia yang terjadi memerlukan suatu upaya
khusus yang ditujukan untuk penanganan depresi pada lansia, termasuk intervensi keperawatan
diberikan.
Berdasarkan fenomena tersebut, maka peneliti merumuskan masalah dalam penelitian ini:
sejauhmana pengaruh intervensi psikoedukasi terhadap depresi pada lansia di Kelurahan Situ
Kabupaten Sumedang.
B. METODE
Penelitian ini menggunakan desain quasi experiment (eksperimen semu), dengan rancangan
Pre-Post Test With Control Group dengan intervensi psikoedukasi, sedangkan metode pengambilan
sampel ditetapkan dengan simple random sampling yaitu dengan jumlah responden sebanyak 72
orang, 36 orang responden untuk kelompok intervensi dan 36 orang responden untuk kelompok
kontrol. Sampel dipilih berdasarkan criteria inklusi yaitu: lansia yang berusia ≥ 60 tahun, tinggal
dengan keluarga, yang mengalami depresi berdasarkan penilaian peneliti menggunakan kuesioner
GDS /Gerontic Depression Scale yaitu depresi ringan/sedang (dengan nilai GDS ≥ 11 dan ≤ 20),
komunikatif dan kooperatif, bersedia menjadi responden. Instrumen telah diuji coba dan di uji validitas
dimana semua item valid dan realiabilitas dengan r hasil = 0,444.
Pengumpulan data dilakukan setelah seleksi lansia yang telah memenuhi kriteria inklusi
penelitian. Lansia yang tinggal diwilayah RW 04,05,06,08 dan 09 sebanyak 36 orang sebagai
kelompok intervensi dan lansia yang berada diwilayah RW 11,13, 14, 15 dan RW 16 sebanyak 36
Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013
76
orang sebagai kelompok kontrol. Data pre-test diambil untuk mengetahui karakterisktik dan kondisi
awal depresi responden sebelum dilakukan intervensi.
Intervensi yang dilakukan adalah intervensi psikoedukasi yang diberikan pada kelompok
intervensi dan intervensi general edukasi pada kelompok kontrol. Post-test dilakukan setelah
intervensi pada kedua kelompok yang bertujuan untuk mengetahui perubahan kondisi depresi pada
lansia sesudah intervensi diberikan.
Analisis data diolah dengan menggunakan program statistik yang meliputi analisis univariat
untuk mengetahui karakteristik responden yang meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan dan dukungan
psikososial keluarga, sedangkan analisa bivariat dilakukan untuk menganalisis perubahan kondisi
depresi pada lansia masing-masing kelompok intervensi dan kelompok kontrol sebelum dan sesudah
dilakukan intervensi dengan menggunakan uji Wilcoxon Test, dan untuk menganalisis perbedaan
kondisi depresi pada masing-masing kelompok intervensi dan kelompok kontrol sebelum dan sesudah
dilakukan intervensi, peneliti menggunakan uji Mann-Whitney Test.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. HASIL PENELITIAN
Pada bagian ini menjelaskan tentang analisis kondisi depresi pada lansia, kesetaraan
antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol, perbedaan antara sebelum dan sesudah
diberikan intervensi pada kedua kelompok serta perbedaan kondisi depresi antara kelompok
intervensi dan kelompok kontrol sesudah dilakukan intervensi.
3.1.1. Kondisi Depresi Pada Lansia Sebelum dilakukan Intervensi Psikoedukasi dan General
Education.
Berdasarkan hasil analisis statistik didapatkan bahwa uji kesetaraan dari kondisi
depresi lansia pada kelompok intervensi p = 0,433 dan kelompok kontrol p = 0,342, sehingga
hasil uji kesetaraan antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol sebelum dilakukan
intervensi memiliki varian yang sama atau setara yaitu dengan (pvalue > α 0,05).
Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013
77
3.1.2. Kondisi depresi pada lansia sebelum dan sesudah dilakukan intervensi psikoedukasi
pada kelompok intervensi
Berdasarkan hasil analisis didapatkan hasil yaitu sebelum dilakukan intervensi
psikoedukasi pada kelompok intervensi kondisi depresi pada lansia sebanyak 36 (100%)
responden mengalami depresi ringan/sedang, sesudah dilakukan intervensi psikoedukasi
kondisi depresi pada lansia mengalami perubahan secara bermakna sebanyak 25 (69,4%)
responden mengalami perubahan kondisi tidak mengalami depresi.
3.1.3 Kondisi depresi pada lansia sebelum dan sesudah dilakukan intervensi General
Education pada kelompok kontrol.
Berdasarkan hasil analisis menunjukan bahwa sebelum dilakukan intervensi General
education pada kelompok kontrol kondisi depresi lansia sebanyak 36 (100%) responden
mengalami depresi ringan/sedang, sesudah dilakukan intervensi general education pada
lansia kondisi depresi mengalami perubahan secara bermakna sebanyak 14 (38,9 %)
responden mengalami perubahan kondisi yaitu tidak mengalami depresi.
3.1.4. Perubahan Kondisi Depresi Lansia pada Kelompok Intervensi Sebelum Dan Sesudah
dilakukan Intervensi Psikoedukasi.
Berdasarkan hasil analisis statistik didapatkan bahwa rerata kondisi depresi sebelum
dilakukan intervensi psikoedukasi adalah 14,67, sedangkan rerata kondisi depresi sesudah
dilakukan intervensi psikoedukasi adalah 9,50 adanya perubahan kondisi depresi pada lansia
secara bermakna sesudah dilakukan intervensi psikoedukasi yaitu 5,17 poin atau 35,2%
dengan nilai signifikansi 0,000 (P value < α 0,05), dengan demikian terdapat perbedaan
secara bermakna pada kondisi depresi lansia sesudah diberikan intervensi psikoedukasi pada
kelompok intervensi dengan nilai rerata 9,50 hal ini termasuk penilaian tidak mengalami
depresi.
3.1.5. Perubahan Kondisi Depresi Lansia pada Kelompok Kontrol Sebelum dan Sesudah
dilakukan Intervensi General Education.
Berdasarkan hasil analisis statistic didapatkan hasil bahwa rerata kondisi depresi
sebelum dilakukan intervensi general education adalah 13,58, sedangkan rerata kondisi
depresi sesudah dilakukan intervensi general education adalah 11,58 adanya perubahan
Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013
78
kondisi depresi pada lansia sesudah dilakukan intervensi general education yaitu 2,00 poin
atau 14,7% dengan nilai signifikansi 0,000 (P value < α 0,05).
3.1.6 Perbedaan Kondisi Depresi Pada Kelompok Intervensi Dan Kelompok Kontrol Sesudah
Diberikan Intervensi Psikoedukasi dan General Education Pada Lansia Di Kelurahan Situ
Kabupaten Sumedang.
Berdasarkan hasil analisa pada didapatkan nilai p value = 0,009 (p<0,05) pada
kelompok intervensi maupun kelompok kontrol, berdasarkan nilai yang didapat sesudah
dilakukan intervensi, kelompok yang diberikan intervensi psikoeduksi mengalami perubahan
kondisi depresi pada lansia secara bermakna dibandingkan dengan kelompok kontrol yang
diberikan intervensi general education, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada α
(0,05) lansia yang dilakukan intervensi psikoedukasi mengalami perubahan secara bermakna
pada kondisi depresi dibandingkan lansia yang dilakukan intervensi general education.
3.2 PEMBAHASAN
3.2.1 Pengaruh Intervensi Psikoedukasi terhadap Perubahan Kondisi Depresi pada Lansia.
Kondisi depresi pada lansia yang dilakukan intervensi psikoedukasi menunjukkan adanya
perubahan yang bermakna sebelum dan sesudah intervensi diberikan. Adanya perbedaan
perubahan kondisi depresi pada lansia secara bermakna sesudah dilakukan intervensi
psikoedukasi secara bermakna yang dimaksud dalam hasil penelitian ini adalah bahwa
kondisi depresi pada lansia mengalami perubahan ke arah yang lebih baik, dimana nilai hasil
pengukuran depresi mengalami perubahan pada lansia yaitu sebagian besar lansia tidak
mengalami depresi sesudah dilakukan intervensi psikoedukasi. Depresi merupakan gangguan
psikologis yang paling umum terjadi pada tahun-tahun terakhir kehidupan individu. Depresi
dapat timbul secara spontan atau sebagai reaksi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi
pada lansia.
Depresi pada lansia lebih banyak tampil dalam keluhan somatis, seperti: kelelahan kronis,
gangguan tidur, penurunan berat badan dan sebagainya (Miller, 2004). Penurunan fungsi fisik
merupakan salah satu konsekuensi dari depresi yang dialami oleh lansia. Secara psikologis,
lansia yang mengalami depresi dapat mempunyai perasaan cemas, iritabel, penurunan harga
diri, tidak ada perasaan atau perasaan kosong dan perasaan negatif tentang diri sendiri.
Perubahan psikososial lansia akibat depresi ini sangat merugikan bagi kesehatan lansia
Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013
79
tersebut baik bagi kesehatan fisik maupun kesehatan mentalnya (jiwanya). Sedangkan secara
sosial depresi ini akan mengakibatkan lansia kehilangan minat untuk melakukan aktivitas
sosial dengan orang lain. Menurut Roy (1999), bahwa lansia sebagai mahluk biopsikososial
yang memiliki mekanisme koping untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan sehingga
lansia selalu berinteraksi terhadap perubahan tersebut. Kemampuan adaptasi setiap lansia
akan berespon terhadap kebutuhan fisiologis, kebutuhan konsep diri yang positif, kemampuan
untuk hidup mandiri serta kemampuan akan peran dan fungsi secara optimal untuk
memelihara integritas diri. Sehingga apabila lansia tidak mampu beradaptasi terhadap
lingkungan akan terjadi perubahan terutama perubahan psikologis. Depresi pada lansia
mempunyai dampak negatif pada kualitas hidupnya. Lansia merasa tidak puas dengan fungsi
sosialnya, mempunyai tingkat kepuasan hidup yang rendah dan persepsi kesehatan fisik dan
mental yang rendah (Miller, 2004).
Penanganan utama untuk depresi pada lansia saat ini sudah banyak dikembangkan melalui
pendekatan biologis dan pendekatan psikologis serta kombinasi di antara keduanya. Kedua
pendekatan ini terbukti efektif untuk mengatasi depresi pada lansia (Das.,et al, 2007).
Pendekatan biologis dilakukan dengan pemberian obat-obatan anti-depresan yang diberikan
oleh tenaga medis ahli. Sedangkan pendekatan psikologis dilakukan dengan menggunakan
pendekatan psikoterapi diantaranya yang sudah berkembang yaitu terapi Terapi Kognitif-
Perilaku atau Cognitive Behavioral Therapy (CBT), Terapi Interpersonal atau Interpersonal
Therapy (IPT), dan Terapi Perilaku Dialektikal atau Dialectical Behavioral Therapy (DBT)
(Arjadi, 2012). Sementara terapi psikososial bertujuan mengatasi masalah seperti mengatasi
kepribadian maladaptif, distorsi pola berpikir, mekanisme koping yang tidak efektif, hambatan
relasi interpersonal. Terapi ini juga dilakukan untuk mengatasi masalah sosiokultural, seperti
keterbatasan dukungan dari keluarga, kendala terkait faktor kultural serta perubahan peran
social (Dharmono, 2008).
Berdasarkan pengembangan penelitian Rybarczyk, et al (2001), tentang penggunaan terapi
yang bersifat multikomponen bernama General Multi-Component Wellness (GMW) untuk
mengatasi berbagai masalah psikologis yang dialami oleh lansia. Dasar pemikiran penelitian
tersebut adalah mengkombinasikan self-help skills dan informasi di dalam terapi, diantaranya
dengan memberikan psikoedukasi hubungan pikiran dengan tubuh, relaksasi, pendekatan
Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013
80
kognitif, latihan pemecahan masalah, cara komunikasi yang efektif, dan psikoedukasi
mengenai masalah kesehatan tertentu.
Berdasarkan pada penelitian diatas, diperlukan pendekatan dan suatu upaya khusus yang
ditujukan untuk penanganan depresi pada lansia termasuk intervensi keperawatan yang
dilakukan oleh perawat. Perawat yang berada dalam tatanan yang bervariasi (misalnya,
rumah sakit medis, tatanan perawatan panjang, kesehatan komunitas) berada pada posisi
penting untuk mengidentifikasi dan mengatasi depresi pada lansia (Marry & Kathleen, 2011).
Upaya yang dilakukan perawat beserta pihak yang terkait lainnya dalam melaksanakan
intervensi keperawatan bersifat edukatif yaitu agar lansia lebih menyadari perlunya
meningkatkan taraf kesehatannya karena sesungguhnya lansia memiliki kemampuan dalam
melakukan perawatan mandiri atau merawat diri sendiri (Tamher, 2009).
Salah satu intervensi yang dapat digunakan dalam berbagai seting dan dapat diterapkan
secara individual ataupun kelompok adalah intervensi psikoedukasi. Psikoedukasi adalah
suatu intervensi yang dapat dilakukan pada individu, keluarga, dan kelompok yang fokus pada
mendidik partisipannya mengenai tantangan signifikan dalam hidup, membantu partisipan
mengembangkan sumber-sumber dukungan dan dukungan sosial dalam menghadapi
tantangan tersebut, dan mengembangkan keterampilan koping untuk menghadapi tantangan
tersebut (Griffith, 2006: Walsh, 2010).
Intervensi psikoedukasi dapat menurunkan gejala masalah kesehatan mental, khususnya
dapat menurunkan kecemasan dan depresi. Selain itu psikoedukasi dapat memperbaiki
kualitas hidup, pengetahuan, harga diri, suasana dalam keluarga dan perkawinan, dapat
meningkatkan kepatuhan dan kepuasaan serta pengobatan dan penyembuhan (Cartwright,
2007). Pemberian intervensi psikoedukasi pada kelompok intervensi berdampak terhadap
perubahan kondisi depresi yang cukup bermakna hal ini disebabkan intervensi psikoedukasi
yang diberikan selama 4 sesi dalam empat kali pertemuan memberikan pelajaran pada lansia
bagaimana mereka mengetahui perubahan yang terjadi pada proses menua serta akibat dari
perubahan tersebut sehingga lansia menyadari terhadap kondisi yang dialaminya.
3.2.2 Pengaruh Intervensi General Education terhadap Perubahan Kondisi Depresi pada
Lansia.
Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013
81
Kondisi depresi pada lansia yang dilakukan intervensi general education menunjukkan adanya
perubahan yang bermakna sebelum dan sesudah intervensi diberikan. Adanya perbedaan
perubahan kondisi depresi pada lansia yang bermakna sesudah dilakukan intervensi general
education dalam hasil penelitian ini adalah bahwa kondisi depresi pada lansia mengalami
perubahan ke arah yang lebih baik, meskipun perubahan yang terjadi tidak signifikan. Dimana
nilai hasil pengukuran depresi mengalami perubahan yaitu sebagian kecil lansia tidak
mengalami depresi sesudah dilakukan intervensi general education. Depresi pada lansia
dapat terjadi karena permasalahan psikologis yang dapat terjadi karena lansia tidak mampu
menyelesaikan setiap tahapan perkembangannya dengan sukses. Tugas perkembangan
lansia yaitu mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi baik fisik/biologis,
sosial ekonomi sehingga lansia mengerti dan menerima kehidupan serta mampu
menggunakan pengalaman hidup untuk dapat mengikuti perubahan yang terjadi karena
proses menua sehingga tercapai integritas diri. Ini sejalan dengan pernyataan bahwa lansia
yang sukses dalam melampaui tahapan perkembangannya akan tercapat integritas diri yang
utuh, memiliki tugas perkembangan untuk menerima tanggung jawab diri dan kehidupan
(Viedebeck, 2008; Lahey, 2002) serta menerima berbagai perubahan yang terjadi dengan
tulus sebagai satu–satunya kondisi dari tahapan kehidupan yang harus terlampaui dan tidak
tergantikan (Stanley, Blair & Beare, 2005).
Pada lansia yang mengalami depresi intervensi yang diberikan dapat bersifat upaya
pencegahan maupun upaya pemulihan. Menurut Miller (2004) perawat mempunyai peran
yang sangat penting untuk mengkaji depresi pada lansia, sebab ada suatu intervensi
keperawatan yang mempunyai dampak positif yang signifikan terhadap kualitas hidup lansia.
Perawat dapat memberikan intervensi keperawatan baik yang bersifat independen maupun
kolaboratif. Intervensi kolaboratif merupakan kerjasama dengan medis. Penatalaksanaan
medis dilakukan secara farmakologis dan terapi somatik, sedangkan penatalaksanaan
keperawatan dengan memberikan intervensi keperawatan generalis sesuai dengan masalah
keperawatan yang ditetapkan dengan intervensi general education. Pada responden yang
diberikan intervensi generalis dengan general education intervensi yang diberikan untuk
penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang melalui tehnik praktek belajar atau
instruksi dengan tujuan mengubah atau mempengaruhi perilaku manusia secara individu,
Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013
82
kelompok maupun masyarakat untuk dapat lebih mandiri dalam mencapai tujuan hidup sehat
(Depkes, 2002). Sehingga belum tentu dapat memotivasi lansia untuk mengalami perubahan
yang lebih baik, karena penguatan untuk melakukan perilaku yang baik bukan hanya
didapatkan dari 1 orang saja yaitu perawat. Hal ini terkait dengan adanya dukungan dari
sosial, dimana dukungan tersebut merupakan salah satu motivator seseorang untuk berubah.
Kenyataan ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Stuart (2009) bahwa dukungan
sosial merupakan salah satu sumber koping yang mendukung untuk terjadinya perubahan
perilaku pada seseorang.
3.2.3 Perbedaan Kondisi Depresi Pada Kelompok Intervensi Sebelum dan Sesudah
Dilakukan Intervensi Psikoedukasi Pada Lansia
Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa adanya perubahan kondisi depresi
pada kelompok yang dilakukan intervensi psikoedukasi pada lansia yang menurun, sebelum
dilakukan intervensi adalah 14,67 sedangkan sesudah dilakukan intervensi psikoedukasi
adalah 9,50 adanya perbedaan perubahan kondisi depresi secara bermakna pada kondisi
depresi lansia sesudah diberikan intervensi psikoedukasi dengan nilai 5,17 poin.
Perubahan kondisi depresi yang lebih tinggi pada kelompok intervensi yang dilakukan
psikoedukasi pada lansia menurut pendapat peneliti hal ini terjadi karena pada kelompok yang
diberi intervensi psikoedukasi, lansia tidak hanya mendapatkan informasi dan pengetahuan
yang berasal dari sesama anggota kelompok melainkan juga dari perawat secara langsung.
Sehingga informasi dan pengetahuan yang didapatkan lansia pada kelompok intervensi lebih
banyak. Hal ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2010), bahwa pengetahuan diperoleh
dengan adanya proses pembelajaran, budaya, pendidikan, pengalaman hidup. Berdasarkan
hal tersebut, pada kelompok yang dilakukan intervensi psikoedukasi lansia mendapatkan
pembelajaran secara langsung tentang psikoedukasi yaitu terapi yang mengajarkan
bagaimana menemukan strategi serta makna dari kehidupan yang dihadapi, dimana dengan
ditemukannya strategi dan makna dari kehidupan yang dihadapi bagi lansia akan dapat
menurunkan depresi pada lansia tersebut.
3.2.4 Perbedaan Kondisi Depresi Pada Kelompok Kontrol Sebelum dan Sesudah Dilakukan
Intervensi General Education Pada Lansia
Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013
83
Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa adanya perubahan kondisi depresi
pada kelompok yang dilakukan intervensi general education pada lansia yang menurun
sebelum dilakukan intervensi adalah 13,58, sedangkan sesudah dilakukan intervensi general
education adalah 11,58 adanya perubahan kondisi depresi yaitu 2,00 poin.
Penurunan depresi yang kurang tinggi pada kelompok yang dilakukan general education
menurut pendapat peneliti hal ini terjadi karena pada kelompok yang dilakukan general
education hanya mendapatkan pengetahuan satu arah yang berasal dari perawat tanpa ada
proses diskusi antar sesama responden dan tidak dilakukan intervensi atau terapi kepada
lansia secara langsung.
3.2.5 Perbedaan Kondisi Depresi Pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol Sesudah
Dilakukan Intervensi Pada Lansia
Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa adanya perubahan kondisi depresi
pada kelompok yang dilakukan intervensi psikoedukasi pada lansia yang menurun sebesar
5,17 poin dari 14,67 menjadi 9,50 dari nilai maksimal kondisi depresi pada lansia. Sedangkan
pada kelompok yang dilakukan general education terjadi perubahan kondisi depresi sebesar
2,00 poin dari 13,58 menjadi 11,58 dari nilai maksimal depresi lansia. Hal ini menunjukkan
bahwa intervensi psikoedukasi sangat efektif diberikan pada lansia yang mengalami depresi,
karena pada lansia dengan depresi akan mengalami perasaan tidak berguna dan perasaan
tidak memiliki makna dalam kehidupannya.
Dalam pelaksanaan kegiatan intervensi psikoedukasi tugas perawat yaitu mengajarkan
kepada lansia untuk membuka pandangan yang lebih luas tentang kondisi lansia, perubahan-
perubahan yang dialami lansia, masalah yang dialami lansia dan kemampuan yang masih
dimiliki lansia meskipun lansia dalam kondisi keterbatasan tetapi lansia masih mampu
melakukan hal–hal yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain.
Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Dowrick.,et al(2000), pada lansia
dengan depresi di masyarakat. Intervensi yang dilakukan adalah tehnik relaksasi, berpikiran
positif dan kemampuan bersosialisasi. Hasil penelitiannya bahwa secara signifikan metode
psikoedukasi baik kelompok ataupun individu dapat menurunkan depresi pada lansia dan
dapat meningkatkan fungsi subyektif pada metode pemecahan masalah masing-masing
responden.
Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013
84
Dengan intervensi psikoedukasi, lansia yang mengalami depresi diajarkan bagaimana
memahami kondisi yang dialaminya kemudian diarahkan terhadap apa yang diinginkan lansia
terkait dengan kondisinya tersebut serta bagaimana cara mengatasi kondisi atau masalah
yang dialaminya tersebut. Melalui kegiatan intervensi psikoedukasi ini lansia akan mampu
membangkitkan pengalaman yang membawanya keluar dari kondisi yang dirasakannya pada
saat ini yaitu kondisi merasa tidak berguna, tidak berdaya karena perubahan yang terjadi dari
proses menua yang dialaminya. Dengan pengalaman yang dimiliki lansia melalui kegiatan
yang dilakukan maka lansia mempunyai perasaan diri berguna serta adanya interaksi dengan
sesama lansia juga perawat dapat mengubah kondisi depresi pada lansia.
Psikoedukasi merupakan salah satu intervensi yang dapat diberikan kepada lansia yang
mengalami masalah psikososial. Pemberian Psikoedukasi pada kelompok intervensi
berdampak terhadap perubahan kondisi depresi yang cukup signifikan karena pada intervensi
psikoedukasi yang dilakukan selama 4 sesi dengan mengajarkan bagaimana lansia
mengetahui perubahan yang terjadi pada proses menua serta akibat dari perubahan tersebut,
pengenalan terhadap masalah dan patuh terhadap anjuran terapis, mengetahui bagaimana
cara memanajemen stress dan keterampilan terhadap koping sehingga lansia menyadari
terhadap kondisi yang dialaminya dan mengetahui apa yang harus dilakukannya. Pada sesi 4
yaitu mengevaluasi keteraturan gaya hidup (manajemen stress dan keterampilan koping),
dimana lansia dididik tentang pengelolaan kebiasaan rutin. Menurut Colom & Vieta (2009),
bahwa kebiasaan rutin dan manajemen stres merupakan komponen inti, di mana pasien
dididik bagaimana mengatur jam tidur mereka dan melaksanakan fungsi sehari-hari, seperti
makan, minum obat dan manajemen stres, sehingga mengurangi kekambuhan (Colom &
Vieta, 2009).
Perubahan kondisi depresi pada lansia lebih bermakna pada kelompok yang diberikan
intervensi psikoedukasi dibandingkan dengan kelompok yang hanya diberikan intervensi
general education. Hal tersebut menurut pendapat peneliti terjadi karena pada kelompok yang
dilakukan general education hanya mendapatkan pengetahuan yang berasal dari informasi
yang disampaikan perawat secara umum tanpa ada pengalaman yang didapatkan dalam
proses pembelajaran tersebut. Sehingga pada lansia yang dilakukan intervensi psikoedukasi
mendapatkan pengalaman dan pengetahuan dengan proses pembelajaran secara langsung
Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013
85
tentang bagaimana mengembangkan dan meningkatkan penerimaan diri terhadap masalah
ataupun gangguan yang ia alami, meningkatkan partisipasi individu dalam terapi, dan
pengembangan mekanisme koping ketika individu menghadapi masalah yang berkaitan
dengan penyakit sehingga akan dapat merubah kondisi depresi pada lansia tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa pelaksanaan intervensi psikoedukasi pada
lansia yang dilakukan secara berkelompok lebih efektif dalam mengubah kondisi depresi. Hal
ini karena pada intervensi yang dilakukan secara berkelompok akan memberikan kesempatan
bagi masing-masing anggota kelompok untuk berinteraksi, memberikan pendapat, bertukar
informasi dan pengalaman sehingga antar anggota kelompok merasa memiliki perasaan
terhadap masalah yang sama dan akan berdampak terhadap peningkatan sikap positif pada
diri serta meningkatkan interaksi yang akan merubah kondisi depresi lansia tersebut.
Intervensi psikoedukasi yang dilaksanakan secara berkelompok mempunyai keuntungan yang
lebih daripada intervensi yang dilakukan secara individu. Intervensi psikoedukasi yang
diberikan secara kelompok telah memberikan kesempatan kepada lansia untuk mendapatkan
sistem dukungan (support system) dari orang lain. Menurut Depkes RI (2008) bahwa lansia
dapat menikmati kehidupan di hari tua dengan bergembira serta bahagia diperlukan dukungan
dari orang-orang yang dekat dengan mereka. Dukungan tersebut bertujuan agar lansia tetap
dapat menjalankan kegiatan sehari-hari secara teratur dan tidak berlebihan. Hal ini diperkuat
oleh pendapat Johnson & Johnson (1991) yang mengemukan bahwa lingkungan merupakan
sumber dukungan sosial yang akan mempengaruhi individu untuk menyesuaikan diri dengan
baik. Dukungan sosial diartikan oleh Johnson & Johnson (1991) sebagai suatu usaha untuk
memberikan pertolongan kepada seseorang dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas
kesehatan mental, memberi rasa percaya diri, doa, dorongan atau semangat, nasehat serta
sebuah penerimaan. Berdasarkan hasil penelitian bahwa intervensi psikoedukasi dirasakan
bermanfaat bagi lansia sehingga perlu dilakukan kegiatan untuk mendukung kesinambungan
dari pelaksanaan intervensi psikoedukasi.
Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013
86
E. KESIMPULAN DAN SARAN Pada bagian ini menguraikan tentang simpulan penelitian mengenai pengaruh intervensi
psikoedukasi terhadap depresi pada lansia di Kelurahan Situ Kabupaten Sumedang yang telah
dilaksanakan pada tanggal 13 Mei sampai dengan 8 Juni 2013. Rangcangan pada penelitian ini
adalah quasi eksperimental pre test-post test with control group, sedangkan sampel pada penlitian
berjumlah 72 responden yang terdiri dari 36 responden kelompok intervensi dan 36 responden
kelompok kontrol. Simpulan pada penelitian ini menunjukan bahwa: Kondisi depresi pada lansia
sebelum dilakukan intervensi psikoedukasi rata-rata mengalami kondisi depresi dengan kategori
ringan/sedang, sesudah dilakukan intervensi psikoedukasi mengalami perubahan dengan rata-rata
dengan kategori normal.
Kondisi depresi pada lansia sebelum dilakukan intervensi general education rata-rata
mengalami kondisi depresi dengan kategori ringan/sedang, sesudah dilakukan intervensi general
education rata-rata masih mengalami kondisi depresi dengan kategori ringan/sedang. Perbedaan
perubahan kondisi depresi sesudah dilakukan intervensi psikoedukasi mengalami perubahan kondisi
depresi secara bermakna. Perbedaan perubahan kondisi depresi sesudah dilakukan intervensi
general education mengalami perubahan kondisi depresi secara bermakna. Perbedaan perubahan
kondisi depresi pada lansia yang mendapatkan intervensi psikoedukasi mengalami perubahan lebih
besar dibandingkan dengan lansia yang mendapatkan intervensi general education.
Berdasarkan kesimpulan tersebut maka saran disampaikan kepada: Kepala Puskesmas Situ
yang diharapkan untuk dapat memfasilitasi pelaksanaan pelatihan intervensi psikoedukasi bagi
perawat (petugas) puskesmas atau pemegang program lansia, perawat (petugas) Puskesmas
pemegang program lansia diharapkan dapat terus memfasilitasi, memotivasi dan memberikan
penguatan positif pada lansia dalam upaya pemulihan terhadap kondisi depresi. Intervensi
psikodukasi dapat digunakan sebagai intervensi lanjutan untuk mengurangi kondisi depresi pada
lansia. Memodifikasi intervensi general education untuk mengurangi kondisi depresi pada lansia. Dan
yang terakhir hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti merupakan data awal untuk melakukan
penelitian intervensi psikoedukasi pada lansia lebih lanjut di masyarakat. Sehingga penelitian yang
dilaksanakan masih dalam tingkat satu kelurahan untuk kedepan masih perlu dilakukan penelitian
selanjutnya yang dilaksanakan di beberapa kelurahan atau dalam lingkup lebih luas yaitu satu wilayah
kerja Puskesmas.
Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013
87
DAFTAR PUSTAKA
Albin.R.S 2001. Bagaimana mengenal dan mengarahkan gangguan mental. Yogyakarta: Kanisius.
Alexopoulus., et al. 1999. Depression in the elderly the lancet. 365, 1961-70.
Ariawan. I, 1998, Besar dan metode sampel pada penelitian kesehatan, Jakarta : Jurusan Biostatistik
dan kependudukan Fakultas Kesehatan masyarakat, Universitas Indonesia.
Arjadi, Retha. 2012. Terapi Kognitif-perilaku untuk menangani Depresi pada lanjut usia. tesis, Jakarta
: Universitas Indonesia.
Atchley, R.C. dan Barusch, A.S. 2004, Social forces and aging ; an introduction to social gerontology.
(10th ed.). USA: Thomson Learning, Inc.
Bailon.S.G & Maglaya.A.S. 1998. Family health nursing. Quezon City.
Blazer, D.G. (2003). Depression in late life: Review and commentary. Journal of
Gerontology: Medical Sciences, 58A (3), 249-265.
BPKP Republik Indonesia. 1998. Undang-undang Republik Indonesia nomor 13 tahun 1998 tentang
kesejahteraan lanjut usia. http://www.bpkp.go.id/unit/hukum/uu/1998/13- 98.pdf, diperoleh 03
Desember 2012.
Cartwright, M.E. 2007. Psycoeducation Among, Caregiver Of Children Receving Mental Health
Service. Disertation.
Colom, F. & Vieta, E. 2006. Psychoeducation Manual for Bipolar Disorder, Cambridge University
Press, ISBN-13 978-0-521-68368-5, New York.
_________________. 2009. Psychoeducation for bipolar disorders, In: Kaplan & Sadock's
Comprehensive Textbook of Psychiatry, 9th Edition, Sadock, B.J.; Sadock, V.A. & Ruiz, P.
(Ed.), pp.1822-1838, Lippincott Williams & Wilkins, ISBN 0683301284, New York.
Data kependudukan Jawa Barat, 2011, Profil Kependudukan Jawa Barat, http://www.jabarprov.go.id ,
diakses pada tanggal 30 Januari 2013.
Davidson, Gerald C., Neale, John M., Kring, Ann M. 2002. Psikologi Abnormal. Kharisma Putra Utama
Offset : Jakarta.
Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013
88
Das, B., Greenspan, M., Muralee, S., Choe, C.J. & Tampi, R. R. (2007). Late-life depression: A review.
Clinical Geriatrics, 15 (10), 35-44.
Depkes RI. 2000. Pharmaceutical care untuk penderita gangguan depresif, Jakarta: Direktoral Bina
Farmasi Komunitas dan Klinik RI.
________. 2001. Pedoman Pembinaan Kesehatan Jiwa Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan,
Jakarta.
________. 2008. Pelayanan Gangguan Jiwa Usia lanjut (Psikogeriatrik) di Puskesmas, Direktorat
jendral pelayaan Medik, Jakarta.
Depression Guideline Panel.1993. Depression in primary care: volume 1. Detection and diagnosis.
Clinical practice guideline, number 5. Rockville, Md.US. Departement of Health and Human
Service, Public Health service, agency for Health Care Policy and research. AHCRP
publication No. 93-0550.
Desi. A.R. 2011. Pengaruh psikoedukasi keluarga terhadap dukungan psikososial keluarga pada
anggota keluarga dengan penyakit kusta di Kabupaten Pekalongan, Tesis. Jakarta:
Universitas Indonesia.
Dharmono, S. 2008. Waspadai depresi pada lansia. http://www.klikdokter.com , diperoleh 03
Desember 2012.
Dini. R. 2012. Pengaruh Pskoedukasi terhadap Kecemasan dan Koping Orang Tua dalam merawat
anak dengan Thalasemia Mayor di RSU Tangerang Banteun, Tesis. Jakarta : Universitas
Indonesia.
Dorothea Orem. 1995. Nursing Theory. http://faculty.ucc.edu/nursing_gervase/orem%5BI%SD
diakses pada tanggal 29 Januari 2013.
Dunbar, et al. 2009. Effect of a Psychoeducational Intervention on Depression, Anxiety, and Health
Resource Use in Implantable Cardioverter Defibrillator Patients, The Authors. Journal
compilation C _ 2009 Wiley Periodicals, Inc.
Ebersole & Hess. 2005. Gerontological nursing and health aging, (3th ed.). USA, Philadelphia: Mosby,
Inc.
____________.2010. Gerontological nursing and health aging, (3th ed.). USA, Philadelphia: Mosby,
Inc.
Family Psychoeducation. 2002. Information For Praktitioners And Clinical Supervisors. Draf Version.
Fathra .N.A. 2011. Pengaruh Logoterapi Dan Psikoedukasi Keluarga Terhadap Depresi Dan
Kemampuan Memaknai Hidup Pada Lansia di Kelurahan Katulampa Bogor Timur. Tesis,
Jakarta : Universitas Indonesia.
Friedman Marilyn M. 1998. Keperawatan Keluarga : teori dan praktek, alih bahasa : Ina Debora RI,
Jakarta : EGC.
Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013
89
Frazer, C.J., Christensen, H. & Griffiths, K.M. 2005. Effectiveness of treatments for depression in older
people. Medical Journal of Australia,182 (12), 627-632.
Galo & Gonzales. 2001.Buku Saku Gerontologi. EGC: Jakarta.
Gebretsadik, M., Jayaprabhu, S. & Grossberg, G.T. (2006). Mood disorders in the
elderly. Med Clin N Am, 90, 789-805.
Gellis, Z.D. & McCracken, S.G. (2008). Introduction to mental health disorders in older adults. Dalam
S. Diwan (Ed.), Mental Health and Older Adults Resource Reviews. CWSE Gero-Ed Center,
Master’s Advance Curriculum Project.
http://depts.washington.edu/geroctr/mas/1_5mental.html diakses pada tanggal 29 Januari
2013.
Gittlieb. B. H. 1998. Marshaling Social Support : Formats, Process, and Effects. New Delhi: Sage
Publication Inc.
Ham, R.J., et al. 2007. Primary care geriatric ; a case-based approach. (5th ed.). Philadelphia: Mosby,
Inc.
____________. 2001. Manajemen Stress, Cemas dan Depresi, Jakarta : FK-UI.
Havins, W. 2011. Factor Structure of The Geriatric Depression Scale and Its Relationship to Cognition
in Alzheimer’s Disease. Thesis. The Faculty of the Department of Psychology University of
Houston.
Hidayat, A.A.A. 2007. Riset keperawatan dan teknik penulisan ilmiah. Jakarta: Penerbit Salemba
Medika.
Hurlock, E. B. 2004. Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan,
Jakarta : Erlangga.
Hutapea, A dkk. 2006. Faktor-faktor yang memotivasi lansia belajar, Jurnal Psikologi, Fakultas
Psikologi Universitas Surabaya.
Indian Womens Health. 2009. Deppression. http://www.indianwomenshealth.com diakses pada
tanggal 17 Januari 2013.
Johnson & Johnson. 1991. Joining together group theory and group skill fourth Edition: New York :
Prentice Hall International.
Kaplan & Sadock. 2007. Sinopsis Psikiatri: ilmu pengetahuan psikiatri klinis. (Jilid 1). Jakarta: Bina
Rupa Aksara.
Kelana. K.D. 2011. Metodologi Penelitian Keperawatan: Pedoman melaksanakan dan menerapkan
hasil penelitian, Jakarta : Trans Info Media.
_______. 2012. Jumlah Penduduk yang Depresi Meningkat, http://health.kompas.com , diakses pada
tanggal 27 Desember 2012.
Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013
90
Komnas lansia. 2011. Perlindungan bagi lansia di Indonesia, paper presentasi pada kongres Nasional
API-4, Makasar.
Lukens, Ellen P. McFarlane, William R. 2004. Journal Brief Treatment and Crisis Intervention Volume
4. Psychoeducation as Evidence-Based Practice: Consideration for Practice, Research, and
Policy. Oxford University Press.
Maramis, W.F. 2006. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya. Airlangga University Press.
McFarlane WR, Lukens E, Link B, Dushay R, Deakins SA, Newmark M, Dunne EJ, Horen B and Toran
J. 1995. Multiple-family groups and psychoeducation in the treatment of schizophrenia.
Archives of General Psychiatry 52, 679-687.
Meinner and Lueckenotte. 2006. Gerontologic Nursing. St Louis (3th.Ed). Missouri Mosby.
Menkokesra. 2010. Lansia Masa Kini Dan Mendatang, http://Menkokesra.go.id , diakses pada tanggal
03 Desember 2012.
Marry D. Hardy, Kathleen C. Buckwalter., et al. 2011. Asuhan Keperawatan Geriatrik: Diagnosis
NANDA, Kriteria hasil NOC, &Intervensi NIC, Jakarta: EGC.
Miller, C.A. 1995. Nursing Care of Older Adults Theory and Practice (2nd ed.). Philadelphia : JB.
Lippincott Co.
_________. 2004. Nursing for wellness in older adults; theory and practice. USA: Lippincott Williams &
Wilkins.
Mottaghipour Y, Bickerton. 2005. The Pyramid of Family Care: A Framework For Family Involvement
With Adult Mental Health Services. Toronto: Prentice Hall Health.
Notoatmodjo.S. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan, Jakarta: PT Rineka Cipta.
Nugroho. 2006. Gerontik dan Geriatrik, Jakatra : EGC.
Polit & Beck. 2006. Essential of Nursing Research : Method, Appraisal, and Utilization. 6th.ed
Lippincott, Philandelphia.
Riduwan. 2005. Panduan Penyusunan Penelitian Kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta.
Ronawulan. 2009. Gangguan Masalah Mental Pada Lansia Dapat Dicegah, http://www.yastroki.or.id
diakses pada tanggal 03 Desember 2012.
Roy, C.S. 1999. Essensial of Roy Adaptation Model. Connecticut: University of California.
Roudhouh S. 2010. Psikoedukasi: Intervensi Rehabilitasi dan Prevensi. hhtp://leapinstitute.com
diakses pada tanggal 25 Pebruari 2013.
Jurnal Kesehatan Kartika Vol.8 No.2 Agustus 2013
91
Rybarczyk, B., DeMarco, G., DeLaCruz, M., Lapidos, S. & Fortner, B. 2001. A classroom mind/body
wellness intervention for older adults with chronic illness: Comparing immediate and 1-year
benefits. Behavioral Medicine, 27 (15).
Sarason. R.B & Sarason I.G. 2002. Handbook of Social Support and The Family. New York: Plenum
Publishing Corporation.
Sastroasmoro, S. dan Imanuel S. 2010. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: CV.
Sagung Seto.
Segel, S, et.,al. 2009. Depresion Elderly, http://wwwhealpguide.org. diakses pada tanggal 03
Desember 2012.
Stanley, M., Blair, K.A. dan Beare, P.G. 2005. Gerontological nursing; promoting succeccful aging with
older adults. (3rd ed.). Philadelphia: F.A. Davis Company.
______________________________.2007, Gerontological nursing; promoting succeccful aging with
older adults. (3rd ed.). Philadelphia: F.A. Davis Company.
Stuart, G. W. & Laraia, M.T. 2005. Principle and practice of psychiatric nursing. (8th ed.). Philadelphia,
USA: Mosby, Inc.
Stuart, G. W. 2009. Principles and practice of psychiatric nursing. (9th ed.). Canada: Mosby, Inc.
Suaib A. 2011. Prevalensi Lansia Depresi Bab II, http://publikasi.umy.ac.id diakses pada tanggal 27
Januari 2013.
Supratiknya, A. 2008. Merancang Program dan Modul Psikoedukasi. Yogyakarta : Penerbit
Universitas Sanata Darma.
Syamsudin. 2010. Depresi pada lansia, http://www.menkokesra.go.id , diakses pada tanggal 03
Desember 2012.
Tamher, S. Noorkasiani. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan,
Jakarta : Salemba Medika.
Taylor, S. (2006). Health psychology. Singapore: McGraw Hill.
Walsh, Joseph. 2010. Psycheducation In Mental Health. Chicago: Lyceum Books, Inc.
World Health Organization. 2010. Proposed working definition of an older person in Africa for the
MDS project. http://www.who.int.html, diperoleh 03 Desember 2012.