Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

49
Diterbitkan oleh : Tim Pengembang Jurnal Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan e-ISSN : 2621-5047 Available online at: https://journal.ppnijateng.org/index.php/jkmk

Transcript of Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

Page 1: Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

Diterbitkan oleh :Tim Pengembang JurnalPersatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah

Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

e-ISSN : 2621-5047

Available online at: https://journal.ppnijateng.org/index.php/jkmk

Page 2: Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

Journal Description

Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan (e-ISSN 2621-5047) is publish by the Indonesian National Nurses Association (INNA) of Central

Java. Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan publishes two issues in a year. Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan has been indexed in an international database. This journal publishes articles

in the area of leadership in nursing, management of nursing services, and management of nursing care.

This journal has been accredited by National Journal Accreditation (ARJUNA) Managed by Ministry of Research, Technology, and Higher Education,

Republic Indonesia with Fourth Grade (Peringkat 4, Sinta 4), according to the decree Accreditation Certicate.

Page 3: Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

Editor In Chief Ns. Muhamad Rofii, M.Kep. Universitas Diponegoro, Indonesia

Editorial Board Dr. M. Fatkhul Mubin, S.Kp., M.Kep., Sp.Jiwa. Universitas Muhammadiyah Semarang, Indonesia

Ns. Arief Yanto, M.Kep. Universitas Muhammadiyah Semarang, Indonesia

Ns. Imron Rosyidi, M.Kep. Universitas Ngudi Waluyo, Indonesia

Ns. Erni Suprapti, M,Kep. Akademi Keperawatan Kesdam Semarang, Indonesia

Ns. Devi Nurmalia, M,Kep. Universitas Diponegoro, Indonesia

Ns. Abdurrouf, M.Kep. Universitas Islam Sultan Agung, Indonesia

Ns. Eko Susilo, M.Kep. Universitas Ngudi Waluyo, Indonesia

Ns. Menik Kustriyani, M.Kep. Universitas Widya Husada Semarang, Indonesia

Ns. Niken Sukesi, M.Kep. Universitas Widya Husada Semarang, Indonesia

Ns. Mulyaningsih, M.Kep. Universitas 'Aisyiyah Surakarta, Indonesia

Editorial Team

Page 4: Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

Table of Contents

Upaya Pencapaian Angka Kelulusan Uji Kompetensi Profesi Ners Melalui Pendekatan Metode Peer-TeachingIrwan Hadi, Harlina Putri, Misroh Mulianingsih

Hubungan Burnout Dengan Motivasi Kerja Perawat PelaksanaNi Putu Raka Wirati, Ni Made Nopita Wati, Ni Luh Gede Intan Saraswati

Pengaruh Discharge Planning Model LIMA terhadap Kesiapan Pulang pada Pasien dengan Diabetes MelitusEka Yulia Fitri, Dhona Andini, Jum Natosba

Pengembangan Supervisi Refleksi “Gibbs” untuk Peningkatan Kepatuhan Kebersihan Tangan Petugas KesehatanMuhammad Fandizal, Hanny Handiyani

Hubungan Penjadwalan Dinas Perawat dengan Kepuasan Kerja Perawat di Instalasi Rawat InapLaila Rahmaniah, Ichsan Rizany, Herry Setiawan

Inovasi Pengembangan Sistem Infomasi untuk Meningkatkan Kepatuhan Perawat dalam Pencegahan Pasien JatuhChristiana Nindya Timur, Septo Pawelas Arso, Muhammad Hasib Ardani

Volume 3 Nomor 1 Mei 2020

Page 5: Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

Corresponding author: Irwan Hadi [email protected] Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Vol 3 No 1, Mei 2020 DOI: http://dx.doi.org/10.26594/jkmk.v3.i1.432 e-ISSN 2621-5047

Artikel Penelitian

Upaya Pencapaian Angka Kelulusan Uji Kompetensi Profesi Ners Melalui Pendekatan Metode Peer-teaching

Irwan Hadi1, Harlina Putri2, Misroh Mulianingsih3

1,2 Departemen Dasar Keperawatan dan Keperawatan dasar, STIKES YARSI Mataram 3 Departemen Anak dan Maternitas, STIKES YARSI Mataram

Article Info Abstract

Article History: Diterima 19 April 2020 Key words: Uji Kompetensi Ners; Peer-teaching

Angka kelululusan Uji Kompetensi Ners di Indonesia belum optimal. Peer-teaching merupakan metode pembelajaran dengan menggunakan teman sebaya sebagai fasilitator. Hubungan antara teman sebaya lebih dekat dan lebih aktif dibandingkan dengan hubungan antara fasilitator lain. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pencapain kelulusan uji kompetensi profesi Ners dengan pendekatan Peer-teaching. Jenis penelitian adalah quasi eksperimen. Penelitian dilaksanakan di STIKES Yarsi Mataram dengan subjek penelitian yang didapatkan melalui tehnik purposive sampling. Hasil penelitian telah menunjukkan bahwa pendekatan peer-teaching mempunyai efektivitas dalam peningkatan kelulusan uji kompetensi dengan nilai p value=0,000 dengan tingkat kekuatan pengaruh sebesar 73,8%. Peran teman sebaya sebagai strategi peningkatan kemampuan pemahaman uji kompetensi sangat berpengaruh terhadap peningkatan kelulusan uji kompetensi.

PENDAHULUAN

Kebutuhan tenaga perawat mengalami peningkatan seiring peningkatan jumlah penduduk Indonesia. Berdasarkan Pusat data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI tahun 2016 menyebutkan rasio perawat terhadap 100.000 penduduk Indonesia pada tahun 2014 sebesar 94,07 perawat per 100.000 penduduk dan mengalami penurunan di tahun 2015 menjadi 87,65 perawat per 100.000 penduduk. Namun angka tersebut masih dikatakan jauh dari target yang telah ditetapkan dalam rencana strategis kementerian kesehatan tahun 2015-2019 yaitu 180 perawat per 100.000

penduduk. Badan pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan (BPPSDMK) menyebutkan presentase jumlah perawat yang tersebar hanya pada angka 29,66% dari total keseluruhan tenaga kesehatan yang ada di Indonesia per Desember 2016 (Kemenkes RI, 2017).

Kondisi tersebut banyak disebabkan oleh permasalahan distribusi tenaga, ketidakjelasan dalam melaksanakan kewenangan praktik mandiri maupun kolaborasi, keterbatasan dalam mendapatkan hak-hak serta ketidaktercapaian perawat dalam mencapai

Page 6: Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Vol 3 No 1, Mei 2020/ page 1-7 2

Irwan Hadi / Upaya Pencapaian Angka Kelulusan Uji Kompetensi Profesi Ners Melalui Pendekatan Metode Peer-teaching

kompetensi tenaga perawat itu sendiri. Sebagai sebuah profesi yang berbasis pada kompetensi yang melaksanakan asuhan keperawatan, seorang perawat dituntut untuk memenuhi kualifikasinya dengan memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) sebagai bentuk pengakuan Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI). STR tersebut diperoleh dengan syarat memiliki sertifikat kompetensi yang didapatkan setelah lulus mengikuti uji kompetensi.

Uji kompetensi sendiri mengalami kemunduran dalam jumlah lulusan tiap periodenya. Secara nasional jumlah peserta ukom yang tidak lulus pada periode IV tahun 2015 sebanyak 4.025 sedangkan yang lulus sebanyak 6.223, periode V tahun 2016 tidak lulus sebanyak 7.872 sedangkan yang lulus sebanyak 7.466, periode VI tahun 2016 tidak lulus sebanyak 9.582 sedangkan yang lulus 7.938, periode VII tahun 2017 tidak lulus sebanyak 10.980 sedangkan yang lulus sebanyak 8.093, periode VIII tahun 2017 tidak lulus sebanyak 8.475 sedangkan yang lulus 5.319 dan periode IX tahun 2017 tidak lulus sebanyak 13.476 sedangkan yang lulus sebanyak 7.349 (Kemenristekdikti, 2017). Berbagai upaya telah dilakukan oleh Perguruan tinggi mulai dari diberlakukannya pembekalan seperti review materi asuhan keperawatan secara berkelompok, review soal uji kompetensi hingga mendatangkan pembicara luar untuk mendapatkan tips lulus uji kompetensi (Rahadian, 2018).

Kendala yang ditemukan pada saat pelaksanaan tersebut adalah keterbatasan jumlah para pembimbing yang tidak bisa meng-cover jumlah peserta, rendahnya motivasi peserta reteker dalam mengikuti pelaksanaan pembekalan, waktu yang terbatas dalam pelaksanaan pembekalan yaitu hanya seminggu sebelum uji kompetensi dilaksanakan serta penyampaian yang masih dilakukan dengan metode ceramah dari pihak pendidik (Mustika, Artanty, Harjanto, & Ibrahim, 2019). Hal tersebut menjadikan proses pembekalan menjadi kurang efektif dan

berakibat pada rendahnya tingkat lulusan uji kompetensi. Peran perguruan tinggi dalam uji kompetensi sangat penting terutama melalui perubaha strategi dalam pembelajaran (Krisdianto & Kusumawati, 2019).

Menghadapi uji kompetensi pada tahun 2019 membutuhkan strategi dalam mencapai tingkat kelulusan maksimal. Kondisi dalam proses pendidikan singkat tersebut (pembekalan ukom) membutuhkan metode alternative dalam proses pelaksanaanya (Rahadian, 2018). Peer-teaching merupakan salah satu metode yang banyak digunakan di dunia pendidikan saat ini. Metode ini banyak digunakan oleh Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Kanada, Australia dan beberapa Negara berkembang seperti Malaysia dan Indoenesia. Di dunia kesehatan sendiri, metode peer-teaching dianggap dapat meningkatkan pencapaian kompetensi lulusan.

Penelitian yang dilakukan Fitria (2016) menyebutkan adanya efektivitas metode tutor sebaya terhadap pencapaian kompetensi asuhan persalinan normal pada pembelajaran laboratorium Prodi DIII Kebidanan UNUSA dengan perbedaan rata-rata nilai kelompok kontrol dan kelompok intervensi sebesar 3,14. Penelitan serupa juga dilakukan oleh Nikmatul dengan tema metode peer-teaching yang dilakukan modifikasi dengan penggunaan video pada tahun 2014 memberikan manfaat berupa peningkatan interaksi dan kolaborasi antar mahasiswa keperawatan, peningkatan rasa percaya diri mahasiswa, penurunan kecemasan saat belajar, kebebasan berkomunikasi antar rekan, peningkatan motivasi belajar yang tinggi (diukur dengan CTPQ dan PTEQ), serta adanya dukungan yang lebih antar rekan (Lesmana, Wiharna, & Sulaeman, 2016).

Penelitian tersebut juga, memperhatikan beberapa hal yaitu usia yang sepantaran menyebabkan kemampuan komunikasi dan manajemen pengajaran yang masih kurang

Page 7: Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Vol 3 No 1, Mei 2020/ page 1-7 3

Irwan Hadi / Upaya Pencapaian Angka Kelulusan Uji Kompetensi Profesi Ners Melalui Pendekatan Metode Peer-teaching

dan jarak pengetahuan antara tutor dengan tutee dapat menurunkan ketercapaian tujuan pembelajaran. Berdasarkan temuan tersebut diatas maka kami menganggap perlunya dilakukan penelitian tentang “Upaya Pencapaian Angka Kelulusan Uji Kompetensi Profesi Ners Melalui Pendekatan Metode Peer-teaching ”.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Keefektifitasan metode peer-teaching terhadap pencapain kelulusan uji kompetensi Tahun 2019

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian Quasy Eksperiment dengan menggunakan rancangan penelitian pre-eksperimen dengan pendekatan post test only control group design. Penelitian ini menggunakan rancangan tersebut untuk mengetahui pengaruh Pendekatan Peer-teaching terhadap pencapain kelulusan uji kompetensi Ners tahun 2019. Pelaksanaan Penelitian akan dilakukan di STIKES Yarsi Mataram program Profesi Ners sesuai dengan Jadwal uji Kompetensi yaitu periode Juli dan September. Subjek dalam penelitian ini adalah peserta yang mengikuti uji kompetensi yang berasal dari lulusan STIKES Yarsi Mataram tahun lulusan 2018 berdomisili di Kota Mataram dan Kabupaten Lombok Barat, mampu mengoperasikan komputer dan mengunakan Handphone berkoneksi internet dan bersedia mengikuti bimbingan Uji Kompetensi dalam penelitian.

Proses pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan Alat ukur berupa lembar checklist, lembar observasi dan lembar panduan wawancara untuk mengetahui kemampuan peserta mengikuti uji kompetensi. Intervensi Peer-teaching dalam penelitian dilaksanakan sebanyak 3 kali setiap periode uji kompetensi yaitu sebelum dimulai proses bimbingan, pada saat proses bimbingan dan setelah proses bimbingan menggunakan peer-teaching. Subjek penelitian dilakukan proses

bimbingan oleh teman sebayanya sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.

Pelaksanaan penelitian dilakukan terlebih dahulu dengan meminta kesedian responden dengan menandatangni lembar persetujuan dan meminta komitemen bersama dengan harapan dapat berjalan dengan baik.

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Univariat dan Analisis Bivariat dengan Uji Wilcoxon. Analisa Data dilakukan untuk mengetahui efektifikas pendekatan peer-teaching terhadap pencapain kelulusan uji kompetensi dengan nilai signifikansi 0,01%.

HASIL

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik respnden berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki sebanyak 15 orang (50 %) dan Perempuan sebanyak 15 orang (50%). berdasarkan pekerjaan yaitu pegawai negrri sipil sebanyak 6 orang (20%), Swasta sebanyak 9 orang (30%) dan belum bekerja sebanyak 15orang (50%). Berdasarkan umur didapatakn bahwa umur >25 tahun sebanyak 3 orang (10%), 26-30 tahun sebanyak 18 orang (60%) dan >30 tahun sebanyak 9 orang (30%) berdaasarakan jumlah keikutsertaan uji kompetensi didapatkan 2-4 kali sebanyak 26 orang (86%) dan 5-6 kali sebanyak 4 orang (24%).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan pemahaman responden berada dalam kategori baik dan sangat baik. Hasil uji kompetensi menunjukkan bahwa masih terdapat beberapa responden yang tidak kompeten.

Page 8: Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Vol 3 No 1, Mei 2020/ page 1-7 4

Irwan Hadi / Upaya Pencapaian Angka Kelulusan Uji Kompetensi Profesi Ners Melalui Pendekatan Metode Peer-teaching

Tabel 1 Distribusi Frekwensi Responden Kemampuan dan

Hasil Uji Kompetensi Tahun 2019 Indikator f %

Kemampuan pemahaman soal

1. Sangat Baik 18 60

2. Baik 12 40

3. Kurang Baik 0 0

Kompetensi

1. Kompeten 22 73.3

2. Tidak Kompeten 8 26.5

Berdasarkan tabel diatas dijelaskan bahwa rata-rata nilai pemahaman uji kompetensi dengan pendekatan Peerteacing terhapat kelulusan uji kompetensi adalah 0,867 dan nilai standar deviasi pemahaman uji kompetensi dengan pendekatan Peerteacing terhapat kelulusanuji kompetensi adalah 0,346 . hasil uji statistic didapatkan bahwa nilai p value = 0,000 dimana p>0.05 dan hasil korelasi didapatkan 0,739 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat efektifitas peningkatan kelulusan uji kompetensi dengan pendekatan peer-teaching dengan tingkat hubungan yang sangat kuat.

Tabel 2 Hubungan antara kemampuan pemahaman Uji

Kompetensi menggunakan pendekatan Peer-teacing dengan Kelulusan Uji Kompetensi

Indikator Koefisien p

Pemahaman Uji Kompetensi Dengan Peer Teacing

0,739 0,000

PEMBAHASAN

Kemampuan Memahami Uji Kompetensi melalui pendekatan peer teacing

Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa kemampuan pemahaman uji kompetensi dengan kategori sangat baik dengan pendekatan peer-teaching sebesar 18 orang. Dari hasil tersebut didapatkan keterlibatan teman sebaya dalam memberikan pemahaman uji kompetensi yang sangat baik. Keterlibatan teman

sebaya dalam memberikan bimbingan dan mejadi fasilitator dalam pendekatan peer teacing sebagai strategi pembelajaran yang efektif, mudah diterima dan dipahami oleh peserta dibandingan dengan melibatkan dosen dalam bentuk pengayaan uji kompetensi. Tidak dapat dipungkiri bahwa Teman sebaya memberikan pengaruh signifikan pada kehidupan seseorang. Papalia (2008), menyatakan bahwa kelompok teman sebaya merupakan sumber afeksi, simpati, pemahaman, dan panduan moral, tempat bereksperimen, dan setting untuk mendapatkan otonomi dan independensi dari orang tua.

Papalia, Olds, & Feldman (2009) dalam perkembangan manusia mengemukakan bahwa keterlibatan teman sebayanya, selain menjadi sumber dukungan emosional juga menjadi faktor tekanan dimana teman sebaya akan menjadi penyemangat untuk meningkatakan prestasi.(Papalia, d.e., olds, s.e., & feldman, 2009) Selain dari itu Kemampuan pemahaman uji kompeteni juga merupakan kesiapan ujian yang meliputi pemahanman peserta uji kompetensi tengan blue print uji kompetensi yang meliputi butir soal, tinjauan, jumlah soal terbanyak dan strategi menjawab soa; berdasarkan pemahaman yang baik dengan soal uji kompetensi (Nugroho, 2016).

Blueprint uji kompetensi sangat penting diketahui oleh peserta uji kompetensi karean berisi raugn lingkup soal yang akan diujikan sehingga menjadi acuan dalam belajar dan menjadi focus dalam soal yang akan diujikan (Nugroho, 2016)

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Takdir tahir et.all dimana terdapat hubungan antran kesiapan dan pemahaman soal uji kompetensi dengan kelulusna ui kompetensi dimana persiapan dalam menghadapi uji kompetensi sangat dibutuhkan sehingga peserta akan merasa lebih siap pada saat

Page 9: Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Vol 3 No 1, Mei 2020/ page 1-7 5

Irwan Hadi / Upaya Pencapaian Angka Kelulusan Uji Kompetensi Profesi Ners Melalui Pendekatan Metode Peer-teaching

ujian dilakukan. (Hartina, Tahir, Nurdin, & Djafar, 2018).

Hasil Uji kompetensi

Hasil penelitian menunjukan bahwa sebanyak 22 orang responden mendapatkan hasil kelulusan uji kompetensi Lulus/Kompeten. Hasil angka kelulusan uji kompetensi dapat dikategorikan sangat baik. Hal ini menunjukkan bahwa hasil yang didapatkan tidak terlepas dari keterlibatan orang lain yang mempu manjadi faktor pendukung dan penguat dalam kelulusan uji kompetensi ini. Menurut penelitian takdir tahir dkk didapatkan bahwa faktor dominan yang mempengaruhi keluusan uji kompeensi adalah keseiapan uji kompetensi yang dilakukan oleh peserta. faktor lain yang berhunbungan dengan kelulusna uji kompetensi adalah prestasi akademik dan peran insitusi pendidikan dalam mengikutsertakan dalam tryout uji kompetensi (Alvin, 2019).

Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Lukmanulhakim dan lenny (2017) didapatkan bahwa faktor lain yang mempengaruhi capain kelulusan uji kompetensi adalah adanya dukungan teman sebaya, dukungan keluarga dan keaktifan dalam mengikuti kegiatan persiapan uji kompetensi (Lukmanulhakim & Pusporini, 2018).

Peningkatan Uji Kompetensi dengan Pendekatan Peer Teacing.

Berbagai metode pembelajara untuk dapat meningkatakan pencapain uji kompetensi dilakukan oleh beberapa perguruan tinggi mulai dari bimbingan belajar online sampai mendatangkan pengajar tingkat nasional namun terkadang tidak memperhatikan faktor individu peserta.

Keaktifan mahasiswa dalam pembelajaran merupakan hal yang perlu diperhatikan mahasiswa dalam upaya mencapai prestasi belajar yang optimal. Mahasiswa yang

belajarnya aktif dan memiliki motivasi yang tinggi akan mampu mencapai prestasi belajar yang tinggi akan mampu mencapai prestasi belajar yang tinggi. (Supriyati, Setiawati, & Sandayanti, 2019)

Keterkaitan motivasi para mahasiswa untuk dapat aktif dalam rangkaian program pembelajaran, tentunya tidak terlepas dari beberapa item yang telah banyak dilakukan oleh insitusi pendidikan, seperti halnya; memberikan kesempatan peluang seluas-luasnya kepada mahasiswa untuk berkreativitas dalam proses belajarnya, member tugas individual dan kelompok yang kemudian di bahas secara bersama sehingga menemukan hal yang perlu dikoreksi bersama, serta menggunakan berbagai metode dan multi media di dalam pembelajaran yang salah satunya menggunakan pendekatan teman sebaya (peer-teaching) (Widianingtyas & Bella, 2016).

Hasil penelitian ini menguatkan tentang asumsi dasar peran dan dukungan teman sebaya untuk mencapai tujuan dan harapan. Teman sebaya bukan hanya merupakan tempat menyampaikan curahan hati dan permasalahan namun juga bisa menjadi strategi pembelajaran yang efektif untuk membantu meningkatakan motivasi, kesadaran diri dan keaktifan untuk mengikuti pembalajaran yang ditetapkan. Berdasarkan hasil penelitian pendekatan Peer-teaching sebagai suatu strategi pembelajaran menjadikan proses pembelajaran lebih aktif dan kreatif dan dengan kesedaran diri akan mampu dan mau berusaha bersama teman sebaya untuk mncapai kelulusan uji kompetensi (Lesmana et al., 2016).

Penelitian Syarifah N, Ardi 2016 menjelaskan bahwa faktor yang potensial mempengaruhi keberhasilan uji kompetensi sari segi proses pendidikan yang terdiri dari segi akademik (karakteristi pembelajara orang dewasa, materi pembelajaran, pengajaran dan pembelajaran, sumbe daya dan evalusi) dan

Page 10: Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Vol 3 No 1, Mei 2020/ page 1-7 6

Irwan Hadi / Upaya Pencapaian Angka Kelulusan Uji Kompetensi Profesi Ners Melalui Pendekatan Metode Peer-teaching

dari faktor non akademik (motivasi). Faktor yang laing berpengaruh terhadapt keberhasilan pencpain uji kompetesi adalah karekteristik pembelajara yang mempunya motivasi untuk lulus uji kompetensi. Motivasi lulus uji kompetensi didapatkan dari dukunga teman sebaya yang setiap saat melakukan diskusi soal dan selalu slaing meneyemangati satu sama lain sehingga target lulus uji kompetensi dapat dicapai (Andrianty S N, Findyartini A, 2016).

Penelitian Mushawir Dkk 2019 menjelaskan dalam studi literature bahwa gaya belajar berkelompok dn teman sebaya mempunyai hubungan yang signifikan bagi peserta yang lulus uji kompetensi terutama bagi peserta pertama yang mengikuti uji kompetensi. (Mushawwir, Tahir, Kadar, Khalid, & Ahmar, 2019). Hal tersebut sejalan dengan pendapat Lawn & Hawskil 2017 yang menyatakan bahwa gaya belajar menjadi salah satu pendukung keberhasilan kelulusan uji kompetensi pada peserta yang pertama kali mengikuti uji kompetensi tersebut (Lown, S. G., & Hawkins, 2017). Strategi yang tepat sebagai upaya peningkatan kelulusan uji kompetensi bagi perguruan tinggi keperawatan sangat penting dilakukan. Metode pembelajaran dan gaya belajar yang saat ini diterapkan perlu mendapatkan modifikasi dengan memberikan peran teman sebaya untuk selalu mendukung dan memotivsi setiap kegiatan yang akan dilakukan. Metode peer-teaching menjadi salah satu upaya yang dapat dilakukan karena dapat meningkatakan pencapain kelulusan uji kompetensi.

Uji kompetensi juga menjadi salah satu upaya menjamin keselamatan pasien baik di rumah sakit maupun di pusat pelayanan keshatan lainnya. Uji kompetensi ini menjadi salah satu persaratan untuk dapat mengurus surat tanda registrsi sebagai legal aspek hukum dalam memberikan pelayanan kesehatan (Hadi, 2016).

SIMPULAN

Metode peer teacing dapat menjadi strategi dan metode pembeljaran yang dapat meningkatkan kelulusan uji kompetensi. Strategi ini juga hares ditunjang dengan sumber daya dan keaktifan dalam mengikuti kegiatan tersebut.

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Kemenristekdikti, STIKES YARSI Mataram dan reponden yang membantu dalam penelitian yang dilakukan.

REFERENSI

Alvin. (2019). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kelulusan Uji Kompetensi Ners Indonesia (Ukni). The Indonesian Journal of Health Science, 11(1), 1. https://doi.org/10.32528/ijhs.v11i1.2232

Andrianty S N, Findyartini A, W. R. A. (2016). Studi Eksplorasi Kemungkinan Penyebab Kegagalan Mahasiswa Dalam Uji Kompetensi Dokter Indoneisa, Studi Kasus Di Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama. Jurnal Serambi PTK, III(2), 1–12.

Hadi, I. (2016). Manajeman Keselamatan Pasein (teori Dan Aplikasi).

Hartina, A., Tahir, T., Nurdin, N., & Djafar, M. (2018). Faktor Yang Berhubungan Dengan Kelulusan Uji Kompetensi Ners Indonesia (UKNI) Di Regional Sulawesi. Jurnal Persatuan Perawat Nasional Indonesia (JPPNI), 2(2), 65–73.

Kemenkes RI, P. D. dan I. (2017). Situasi Tenaga Keperawatan Indonesia.

Kemenristekdikti, P. U. K. N. (2017). SK Hasil Ners periode III 2017. Retrieved from https://drive.google.com/file/d/1nRNCdJ3WAcTtIGKB6lS83mTKGddvGSHG/view

Krisdianto, M. A., & Kusumawati, W. (2019). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kelulusan Uji Kompetensi Ners Indonesia (UKNI). The Indonesian Journal of Health Science, 11(1), 1–8.

Lesmana, G. T., Wiharna, O., & Sulaeman, S. (2016). Penerapan Metode Pembelajaran Peer-teaching untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa SMK pada Kompetensi Dasar Menggunakan Alat Ukur. Journal of Mechanical Engineering Education, 3(2), 167–173.

Lown, S. G., & Hawkins, L. A. (2017). Learning Style

Page 11: Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Vol 3 No 1, Mei 2020/ page 1-7 7

Irwan Hadi / Upaya Pencapaian Angka Kelulusan Uji Kompetensi Profesi Ners Melalui Pendekatan Metode Peer-teaching

as a Predictor of First-Time NCLEX-RN Success: Implications for Nurse Educators. Nurse Educator, 42(4), 181–185. https://doi.org/https://doi.org/10.1097/NNE.0000000000000344

Lukmanulhakim, L., & Pusporini, L. S. (2018). The analysis of factors influencing graduation achievement in nurse competence test of nurse profession program. Cakrawala Pendidikan, (2).

Mushawwir, A., Tahir, T., Kadar, K., Khalid, N., & Ahmar, H. (2019). Gambaran Strategi Program Studi Keperawatan untuk Meningkatkan Kelulusan Mahasiswa dalam Uji Kompetensi. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah, 2(2), 104–107.

Mustika, D., Artanty, W., Harjanto, T., & Ibrahim, R. (2019). Gambaran Tingkat Kecemasan Peserta Uji Kompetensi Ners Indonesia di Daerah Istimewa Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada.

Nugroho, A. S. (2016). Gambaran Persepsi Mahasiswa Profesi PSIK FK UGM Tentang Uji Kompetensi Ners Indonesia. Universitas Gadjah Mada.

papalia, d.e., olds, s.e., & feldman, r. d. 2009. (2009). human development: perkembangan manusia. Jakarta: Salemba humanika.

Rahadian, D. Z. (2018). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kelulusan Uji Kompetensi Mahasiswa Profesi Ners Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta. Jurnal Wacana Kesehatan, 2(2).

Supriyati, S., Setiawati, O. R., & Sandayanti, V. (2019). Hubungan Antara Self Efficacy (Keyakinan Kemampuan Diri) Dengan Kelulusan Retaker UKMPPD Di Universitas Malahayati. Holistik Jurnal Kesehatan, 13(1), 29–36.

Widianingtyas, S. I., & Bella, B. (2016). Metode Pembelajaran Tutor Teman Sebaya (Peer Group) Dalam Meningkatkan Kompetensi Mahasiswa. Jurnal Penelitian Kesehatan, 3(1), 19–24.

Page 12: Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

Corresponding author: Ni Made Nopita Wati [email protected] Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Vol 3 No 1, Mei 2020 DOI: http://dx.doi.org/10.26594/jkmk.v3.i1.468 e-ISSN 2621-5047

Artikel Penelitian

Hubungan Burnout Dengan Motivasi Kerja Perawat Pelaksana

Ni Putu Raka Wirati1, Ni Made Nopita Wati2, Ni Luh Gede Intan Saraswati3

1 RSUD Wangaya Denpasar, Bali 2,3 Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Wiramedika Bali

Article Info Abstract

Article History: Diterima 26 Mei 2020 Key words: Perawat; Burnout; Motivasi Kerja

Perawat merupakan tenaga kesehatan yang senantiasa berada 24 jam bersama pasien. Hal ini dapat menguras stamina dan emosi, serta menimbulkan tekanan yang mengakibatkan perawat mengalami kejenuhan kerja atau burnout. Dampak pada burnout adalah kehilangan minat terhadap pekerjaan dan motivasi menurun yang pada akhirnya menyebabkan kualitas kerja dan kualitas hidup menurun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan burnout perawat dengan motivasi kerja perawat pelaksana di RSUD Wangaya Denpasar. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif, dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini menggunakan teknik total sampling, dengan sampel perawat pelaksana yang berjumlah sebanyak 165 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi kerja kuat sebanyak 95 orang (57,6%), sebagian besar perawat mengalami burnout sedang sebanyak 85 orang (51,5%) dan ada hubungan burnout dengan motivasi kerja perawat pelaksana (p=0,000). Nilai kekuatan korelasi 0,406 (kekuatan sedang) dan arah korelasi negatif yang artinya apabila tingkat burnout rendah maka motivasi kerja kuat. Disarankan kepada pihak Rumah Sakit memperhatikan tingkat burnout yang dirasakan oleh perawat untuk mencegah terjadinya penurunan motivasi kerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan.

PENDAHULUAN

Perawat sebagai tenaga kesehatan yang bekerja berada dalam 24 jam harus selalu memberikan perawatan yang maksimal dalam pelayanannya, namun tidak semua perawat mampu menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik, sering kali mereka mengalami kelelahan mental, emosional, akibat tugas yang harus selalu siap memberikan pelayanan yang baik bagi pasien. Hal ini akan dapat menguras stamina dan emosi perawat, serta

menimbulkan tekanan yang mengakibatkan perawat mengalami kejenuhan kerja atau burnout (Prestiana & Purbandini, 2012). Kleiber dan Ensman menyebutkan bahwa dalam bibliografi yang memuat 2.496 publikasi tentang burnout di Eropa menunjukkan 90% burnout dialami pekerja kesehatan dan sosial (perawat), 32% dialami oleh guru (pendidik), 43% dialami pekerja administrasi dan manajemen, 4% pekerja dibidang hukum dan kepolisian serta 2 % dialami pekerja lainnya. Prosentase diatas dapat dilihat bahwa

Page 13: Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Vol 3 No 1, Mei 2020/ page 8-14 9

Ni Made Nopita Wati / Hubungan Burnout Dengan Motivasi Kerja Perawat Pelaksana

profesi perawat menempati urutan tertinggi sebagai profesi yang paling banyak mengalami burnout, hampir setengah dari jumlah keseluruhan pekerja yang mengalami burnout adalah perawat (Prestiana & Purbandini, 2012).

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan prevalensi perawat yang bekerja di rumah sakit besar di Brasil Selatan yang mengalami burnout sebanyak 35,7% dari 151 responden(Moreira, Magnago, Sakae, & Magajewski, 2009). Penelitian (Wati, Mirayanti, & Juanamasta, 2019) menunjukkan bahwa 84,2% perawat di Ruangan Rawat Inap mengalami kejenuhan kerja. Hasil penelitian (Suharti & Daulima, 2013) di Jakarta menunjukkan bahwa 89% perawat mengalami burnout. PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia) tahun 2009 mengungkapkan perawat Indonesia yang mengalami stress kerja, sering merasa pusing, lelah, kurang ramah, kurang istirahat akibat beban kerja terlalu tinggi serta penghasilan yang tidak memadai.

National Safety Council (NSC) mengatakan bahwa burnout akibat stress kerja dan beban kerja yang paling umum, gejala khusus pada burnout ini antara lain kebosanan, depresi, pesimisme, kurang kosentrasi, kualitas kerja buruk, ketidakpuasan, keabsenan dan kesakitan atau penyakit (Dale, 2011). Perawat tersebut rata- rata sering mengalami pusing, lelah dan tidak bisa beristirahat karena beban kerja yang tinggi dan menyita waktu yang lama, selain itu perawat juga mendapatkan gaji yang rendah dan insentif yang kurang memadai. Burnout juga berdampak kehilangan minat terhadap pekerjaan dan motivasi menurun yang pada akhirnya akan menyebabkan kualitas kerja dan kualitas hidup akan menurun (Maharani & Triyoga, 2012).

Motivasi kerja perawat yang kurang akan memberikan dampak negatif pada kualitas pelayanan yang diberikan. Motivasi kerja perawat yang rendah akan tampak dalam

berbagai hal, yaitu kurang memiliki tanggung jawab pribadi dalam mengerjakan suatu pekerjaan atau kegiatan, memiliki pekerjaan namun tidak sesuai dengan rencana dan tujuan, bersikap apatis, tidak percaya diri, ragu dalam mengambil keputusan, dan tidak mempunyai semangat dalam bekerja. Seseorang yang ingin mencapai prestasi merupakan kunci suatu motivasi dan kepuasan kerja. Motivasi kerja yang tinggi baik intrinsik maupun ekstrinsik terbukti memiliki dampak yang besar terhadap peningkatan kerja seseorang dan pada gilirannya mendorong pertumbuhan kinerja organisasi. Artinya bahwa, makin besar motivasi kerja seseorang maka akan semakin positif kinerja seseorang dan organisasi (Yusuf, 2014).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan burnout dengan motivasi kerja perawat pelaksana di RSUD Wangaya Denpasar.

METODE

Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif kuantitatif. Rancangan pada penelitian ini adalah korelasi. Penelitian ini di lakukan di seluruh Ruang Rawat Inap RSUD Wangaya Denpasar. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian adalah non probability sampling dengan jenis total sampling. Jumlah responden dalam penelitian ini yaitu sebanyak 165 orang perawat pelaksana di ruang rawat inap RSUD Wangaya Denpasar. Proses penelitian berlangsung dari tanggal 16 september sampai dengan 16 oktober 2019.

Instrumen dalam penelitian ini yang digunakan adalah kuesioner MBI (Maslach Burnout Inventory) dengan jumlah pertanyaan favourable sebanyak 23 item, dalam bentuk skala model likert yang mempunyai jawaban 1 sampai 4, dimana jawaban dengan nilai 1= tidak pernah, 2= jarang, 3=selalu, 4= sering. Kuesioner burnout sudah dilakukan uji validitas dan

Page 14: Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Vol 3 No 1, Mei 2020/ page 8-14 10

Ni Made Nopita Wati / Hubungan Burnout Dengan Motivasi Kerja Perawat Pelaksana

reabilitas oleh (Wati, Ardani, & Dwiantoro, 2018) dalam penelitian yang berjudul ”Implementation Of Caring Ladership Model Had an Effect on Nurse’s Burnout” Di Rumah sakit Umum Daerah Wangaya Denpasar”, uji validitas ditemukan bahwa 23 pertanyan Maslach Burnout Inventory valid dengan nilai r product moment = 0,361. Hasil uji reabilitas dengan uji statistic alpha cronbach diperoleh r sebesar 0,937. Sedangkan kuesioner motivasi kerja diadopsi dari (Hermayanti, 2011) dengan 25 pernyataan dalam bentuk skala likert, yang terdiri dari 17 item pertanyaan positif dan 8 item pertanyaan negatif. Kuesioner ini telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas oleh (Hermayanti, 2011), dengan hasil dari uji validitas untuk lembar kuesioner dari 25 item didapatkan hasil r hitung ≥ 0,361 dan nilai p≤ 0,05 jadi hasil dari uji validitas dinyatakan valid. Hasil uji reliabilitas untuk lembar kuesioner di dapatkan nilai alpha 0,998 hasil tersebut menunjukan instrumen dinyatakan reliabel.

HASIL

Distribusi Frekuensi Burnout pada Dimensi Exhaustion (Kelelahan) di RSUD Wangaya Denpasar berdasarkan distribusi jawaban responden diketahui bahwa burnout pada dimensi Exhaustion (Kelelahan) didominasi oleh jawaban “selalu” pada item pertanyaan no 10 (stress dengan pekerjaan saya) yaitu sebanyak 52 orang (31,5%).

Distribusi Frekuensi Burnout pada Dimensi Depersonalisasi di RSUD Wangaya Denpasar berdasarkan distribusi jawaban responden diketahui bahwa burnout pada dimensi Depersonalization (Depersonalisasi) didominasi oleh jawaban “selalu” pada item pertanyaan no 1 ( bekerja dengan tidak sepenuh hati) sebanyak 8 orang (4,8%).

Distribusi Frekuensi Burnout pada Dimensi Dismished Personal Accomplishment di RSUD Wangaya Denpasar berdasarkan distribusi jawaban responden diketahui bahwa burnout pada dimensi Dismished

personal accomplishment (Rendahnya penghargaan terhadap diri sendiri) didominasi oleh jawaban “sering” pada item pertanyaan no 7 (belum mampu memberikan pengaruh positif terhadap kehidupan orang lain) sebanyak 47 orang (28,5%).

Hasil penelitian manunjukkan bahwa burnout perawat pelaksana dengan kategori sedang yaitu sebanyak 85 orang responden (51,5%), dan sebagian besar motivasi kerja perawat dikategorikan motivasi kuat yaitu sebanyak 95 orang (57,6%).

Tabel 1 Burnout perawat pelaksana

Indikator f %

Burnout perawat Rendah 59 35,8

Sedang 85 51,5

Tinggi 21 12,7

Motivasi kerja

Motivasi lemah 3 1.8

Motivasi sedang 67 40,6

Motivasi Kuat 95 57,6

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara burnout dengan motivasi kerja perawat pelaksana. Kekuatan hubungan sedang, dengan arah hubungan terbalik. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai burnout maka akan semakin rendah motivasi kerja atau sebaliknya.

Tabel 2 Hubungan Burnout Dengan Motivasi Kerja Perawat

Pelaksana Indikator Koefisien p

Hubungan Burnout Dengan Motivasi Kerja Perawat Pelaksana

-0,406 0,000

PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar burnout perawat pelaksana dikategorikan sedang. Hal ini terjadi akibat kelelahan emosional, depersonalisasi, dan kurangnya penghargaan diri, karena semakin meningkatnya tingkat burnout

Page 15: Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Vol 3 No 1, Mei 2020/ page 8-14 11

Ni Made Nopita Wati / Hubungan Burnout Dengan Motivasi Kerja Perawat Pelaksana

yang dialami oleh individu akan mempengaruhi pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien (Pangastiti, 2011). Hasil penelitian didapatkan sejalan tentang burnout di RSUD Wangaya oleh (Topan, 2018) menunjukkan perawat yang mengalami burnout pada tingkat sedang sebanyak 75 orang (56,8%) dari 132 responden.

Hasil penelitian berdasarkan dimensi burnout, yaitu pada dimensi Exhaustion (Kelelahan) burnout, yang paling banyak jawaban responden “selalu” didapatkan adalah pada item pertanyaan yaitu stress dengan pekerjaan saya, sebanyak 52 orang (31,5%). Stress merupakan gejala dari burnout yang berhubungan dengan dimensi exhaustion. Stress kerja banyak terjadi pada para pekerja disektor kesehatan seperti perawat, karena tanggung jawab tehadap manusia dan tingginya tuntutan terhadap pekerjaan, inilah yang menyebabkan perawat rentan mengalami stress (Prestiana & Purbandini, 2012). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yana, dimana sebanyak 45, 8% perawat di RSUD Pasar Rebo mengalami stress tinggi. National Safety Council (NSC) mengatakan bahwa burnout akibat stress kerja dan beban kerja yang paling umum, gejala khusus pada burnout ini antara lain kebosanan, depresi, pesimisme, kurang kosentrasi, kualitas kerja buruk, ketidakpuasan, keabsenan dan kesakitan atau penyakit (Dale, 2011). Responden yang menjawab ”sering” yaitu pada item pertanyaan lelah saat bangun pagi hari sebanyak 85 orang (51,5%), otot leher terasa tegang sebanyak 90 orang (54,5%), kurang beristirahat sebanyak 96 orang (58,2&), tegang pada daerah bahu sebanyak 80 orang (48,5%), tertekan setiap hari terhadap pekerjaan saya sebanyak 66 orang (40,0%). Hal ini menunjukkan bahwa perawat mengalami kelelahan fisik dan emosional karena perasaan lelah mengakibatkan perawat merasa kehabisan energi dalam bekerja sehingga timbul perasaan enggan untuk melakukan pekerjaan baru dan enggan untuk

berinteraksi dengan orang lain(Asi, 2013). Ketika mengalami exchaution, mereka akan merasakan energinya terkuras habis dan ada perasaan “kosong” yang tidak dapat diatasi lagi (Hardiyanti, 2013).

Dimensi Depersonalization (Depersonalisasi) burnout, yang paling banyak jawaban responden “selalu” didapatkan adalah pada item pertanyaan yaitu bekerja dengan tidak sepenuh hati, sebanyak 8 orang (4,8%) Hal tersebut menunjukkan bahwa pada depersonalization atau sinis, yang banyak diungkapkan dengan perasaan bekerja dengan tidak sepenuh hati. Responden yang menjawab “sering” yaitu pada pertanyaan pasien selalu minta untuk diperhatikan sebanyak 80 orang ( 48,5%), tidak peduli dengan apa yang terjadi pada pasien saya sebanyak 44 orang ( 26,7%), bekerja dengan tidak sepenuh hati sebanyak 30 orang (18,2%), memperlakukan pasien sebagai objek yang tidak perlu dipahami secara personal sebanyak 28 orang (17,0%). Perilaku tersebut diperlihatkan sebagai upaya melindungi diri dari perasaan kecewa, karena penderitaannya menganggap bahwa dengan berprilaku seperti itu maka mereka akan aman dan terhindar dari ketidakpastian dalam pekerjaan (Hardiyanti, 2013). Hasil penelitian tentang dimensi depersonalisasi pada burnout diungkapkan oleh (Saputri, 2017) yang mengungkapkan bahwa burnout dimensi depersonalisasi pada pekerja gudang dan lapangan di rumah sakit dari 70 responden sebanyak 32 orang (45,7%) yang mengungkapkan depersonalisasi dan sebanyak 38 orang (54,3%) yang tidak.

Dimensi Dismished personal accomplishment (Rendahnya penghargaan terhadap diri sendiri) burnout, yang paling banyak jawaban responden “selalu” didapatkan tidak ada yang menjawab selalu, sedangkan yang paling banyak menjawab “sering” pada item pertanyaan yaitu belum mampu memberikan pengaruh positif terhadap kehidupan orang lain, sebanyak

Page 16: Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Vol 3 No 1, Mei 2020/ page 8-14 12

Ni Made Nopita Wati / Hubungan Burnout Dengan Motivasi Kerja Perawat Pelaksana

47 orang (28,5%), kurang memiliki kemampuan cukup dalam merawat pasien sebanyak 37 orang ( 22,4%), tidak percaya dalam bekerja sebanyak 33 orang ( 20,0%). Hal tersebut menunjukkan bahwa rendahnya penghargaan terhadap diri sendiri paling banyak diungkapkan oleh responden berupa belum mampu memberikan pengaruh positif terhadap kehidupan orang lain. Perawat cenderung memberikan evaluasi negatif terhadap diri sendiri. Perasaan tidak berdaya, tidak lagi mampu melakukan tugas dan menganggap tugas-tugas yang dibebankan terlalu berlebihan sehingga tidak sanggup lagi menerima tugas yang baru muncul (Hardiyanti, 2013). Hasil penelitian (Andarini, 2018) tentang analisis faktor penyebab burnout syndrome perawat di Rumah Sakit Petrokimia Gresik pada dimensi Dismished personal accomplishment (Rendahnya penghargaan terhadap diri sendiri) didapatkan rata-rata adalah sedang, sehingga pada akhirnya memicu timbulnya penilaian rendah terhadap kompetensi diri dan pencapaian keberhasilan diri.

Hasil penelitian didapatkan sejalan tentang burnout oleh penelitian (Wantara, 2017) di IGD RSUD Buleleng menyebutkan bahwa burnout perawat pada tingkat sedang sebanyak 27 orang (73%).

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa motivasi kerja perawat pelaksana, didapatkan sebanyak 3 orang (1,8%) dengan motivasi lemah, sebanyak 67 orang (40,6%) dengan motivasi sedang dan sebanyak 95 orang (57,6%) dengan motivasi kuat. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar motivasi kerja perawat pelaksana dikategorikan motivasi kuat. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pitasari (2017), menunjukkan bahwa dari 34 responden perawat, didapatkan sebanyak 15 responden (44,1%) dengan motivasi kerja yang dikategorikan tinggi.

Hal ini sesuai dengan penelitian (Winardi, 2011) yang menyatakan bahwa motivasi merupakan proses psikologis yang mencerminkan interaksi antar sikap, kebutuhan, persepsi, dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang. Motivasi sebagai proses psikologi timbul diakibatkan oleh faktor intrinsik atau dalam diri sendiri dan faktor ekstrinsik atau dari luar seseorang. Faktor- faktor yang mempengaruhi tinggi dan rendahnya motivasi kerja perawat, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi kematangan pribadi, tingkat pendidikan, kebutuhan, kelelahan dan kebosanan, sedangkan faktor eksternal, antara lain kondisi lingkungan, kompensasi, supervisi, karir, status dan tanggung jawab, serta peraturan yang ada di instansi tempat bekerja

Kinerja seorang perawat yang bekerja di rumah sakit, akan dipengaruhi oleh motivasi kerjanya. Menurut (Nursalam, 2011) motivasi dan kemampuan melaksanakan tugas merupakan unsur utama didalam kinerja seorang perawat, penampilan kerja adalah akibat interaksi antara kemampuan melaksanakan tugas merupakan unsur tugas dan motivasi. Kemampuan melaksanakan tugas merupakan unsur utama didalam menilai kinerja seseorang tetapi tanpa didukung oleh adanya suatu kemauan dan motivasi, maka tugas tidak akan dapat diselesaikan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bila burnout perawat rendah, maka motivasi kerja perawat kuat dengan kekuatan korelasi sedang. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian(Suharti & Daulima, 2013) mengungkapkan bahwa ada hubungan antara burnout dengan kinerja perawat di Rumah Sakit Metropolita Medical Centre Jakarta (p=0,018). Didukung oleh penelitian (Tawale, Budi, & Nurcholis, 2011) menunjukkan bahwa ada hubungan yang negatif antara motivasi kerja perawat dengan kecenderungan mengalami burnout pada perawat di RSUD Serui Papua (p=0,000, r=0,526).

Page 17: Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Vol 3 No 1, Mei 2020/ page 8-14 13

Ni Made Nopita Wati / Hubungan Burnout Dengan Motivasi Kerja Perawat Pelaksana

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya hubungan antara burnout perawat dengan motivasi kerja perawat, sehingga perlu diperhatikan keluhan fisik dan psikologis yang dirasakan oleh perawat pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien. Timbulnya keluhan tersebut akan berpengaruh terhadap motivasi dari perawat dalam bekerja, semakin meningkatnya tingkat burnout yang dialami oleh perawat, maka akan menurunkan motivasi kerja perawat sehingga mempengaruhi kinerja perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada pasien. Pada penelitian ini peneliti beropini bahwa, ada faktor lain yang mempengaruhi motivasi kerja perawat rawat inap di RSUD Wangaya, dimana perawat mempunyai motivasi kerja kuat sedangkan tingkat burnout sedang. Faktor yang mempengaruhi yaitu hubungan antara atasan dan rekan kerja cukup baik, adanya kerjasama yang baik antar rekan kerja dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien, lingkungan kerja yang nyaman dan adanya supervisi keperawatan sehingga perawat berusaha untuk melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan prosedur dan asuhan keperawatan.

SIMPULAN

Burnout memiliki hubungan yang signifikan dengan motivasi kerja perawat pelaksana. Semakin tinggi burnout maka semakin rendah motivasi kerja perawat pelaksana.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah mendukung dalam proses review.

REFERENSI

Andarini, E. (2018). Analisis Faktor Penyebab Burnout Syndrome dan Job Satisfaction Perawat di Rumah Sakit Petrokimia Gresik. Universitas Airlangga.

Asi, S. (2013). Pengaruh Iklim Organisasi dan Burnout terhadap Kinerja Perawat (Studi pada RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya). Universitas Brawijaya.

Dale, T. (2011). Memotivasi Pegawai, Seri Managemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Dale, Timple. (2011). Memotivasi Pegawai, Seri Manajemen Sumber Daya Manusia, Elex Media Komputindo. Jakarta.

Hardiyanti, R. (2013). Burnout Ditinjau dari Big Five Factors Personality pada Karyawan Kantor Pos Pusat Malang. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 1(2), 343–360.

Hermayanti, P. R. (2011). Hubungan Motivasi Kerja dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Memberikan Pelayanan Keperawatan di IRNA RSUD Sanjiwani Gianyar. STIKes Wira Medika Bali.

Maharani, P. A., & Triyoga, A. (2012). Kejenuhan kerja (burnout) dengan kinerja perawat dalam pemberian asuhan keperawatan. Jurnal Stikes, 5(2), 167–178.

Moreira, S. D., Magnago, R. F., Sakae, T. M., & Magajewski, F. R. (2009). Prevalence of burnout syndrome in nursing staff in a large hospital in south of Brazil. Cadernos de Saude Publica, 25(7), 1559–1568.

Nursalam. (2011). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Pangastiti, N. K. (2011). Analisis Pengaruh Dokumen Social Keluarga Terhadap Burnout Pada Perawat Kesehatan Di Rumah Sakit Jiwa. Universitas Diponogoro.

Prestiana, N. D. I., & Purbandini, D. (2012). Hubungan antara efikasi diri (self efficacy) dan stres kerja dengan kejenuhan kerja (burnout) pada perawat IGD dan ICU RSUD Kota Bekasi. SOUL: Jurnal Pemikiran Dan Penelitian Psikologi, 5(2), 1–14.

Saputri, W. W. P. (2017). Gambaran kejadian burnout berdasarkan faktor determinannya pada pekerja gudang dan lapangan PT. Multi Terminal Indonesia Tahun 2017. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, 2017.

Suharti, N., & Daulima, N. (2013). Burnout dengan Kinerja Perawat di Rumah Sakit Metropolitan Medical Centre Jakarta. Universitas Indonesia.

Page 18: Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Vol 3 No 1, Mei 2020/ page 8-14 14

Ni Made Nopita Wati / Hubungan Burnout Dengan Motivasi Kerja Perawat Pelaksana

Tawale, E. N., Budi, W., & Nurcholis, G. (2011). Hubungan antara motivasi kerja perawat dengan kecenderungan mengalami burnout pada perawat di RSUD Serui–Papua. Jurnal Insan, 13(02), 74–84.

Topan. (2018). Hubungan Beban Kerja dengan Kejenuhan Kerja (Burnout) pada Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Wangaya. STIKes Wira Medika Bali.

Wantara. (2017). Hubungan Kejenuhan Kerja (Burnout) dengan kinerja perawat dalam memberikan Asuhan Keperawatan di Ruang IGD RSUD Buleleng. STIKES Wira Medika Bali.

Wati, N. M. N., Ardani, H., & Dwiantoro, L. (2018). Implementation of Caring Leadership Model Had an Effect on Nurse’s Burnout. Jurnal Ners Dan Kebidanan Indonesia, 5(3), 165–173.

Wati, N. M. N., Mirayanti, N. W., & Juanamasta, I. G. (2019). The Effect of Emotional Freedom Technique Therapy on Nurse Burnout. JMMR (Jurnal Medicoeticolegal Dan Manajemen Rumah Sakit), 8(3), 173–178.

Winardi. (2011). Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen. Jakarta: PT Raja Gravindo Persada.

Yusuf, A. E. (2014). Dampak Motivasi Terhadap Peningkatan Kinerja Individu. Humaniora, 5(1), 494–500.

Page 19: Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

Corresponding author: Eka Yulia Fitri [email protected] Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Vol 3 No 1, Mei 2020 DOI: http://dx.doi.org/10.26594/jkmk.v3.i1.443 e-ISSN 2621-5047

Artikel Penelitian

Pengaruh Discharge Planning Model LIMA terhadap Kesiapan Pulang pada Pasien dengan Diabetes Melitus

Eka Yulia Fitri1,Dhona Andini2, Jum Natosba3

1,2,3 Bagian Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Article Info Abstract

Article History: Diterima 27 Mei 2020 Key words: Perencanaan pulang; perawatan paliatif; penyakit kronis; diabetes melitus

Discharge planning atau perencanaan pulang bertujuan untuk mempertahankan kontinuitas perawatan lanjutan di rumah setelah pasien dipulangkan dari rumah sakit. Discharge planning yang efektif mampu menjamin pasien dan keluarga melakukan tindakan perawatan paliatif lanjutan yang aman dan realistis setelah meninggalkan rumah sakit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh penggunaan discharge planningmodel LIMA terhadap kesiapan pasien dengan penyakit diabetes melitus dan keluarga dalam menghadapi pemulangan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi korelasi dengan pendekatan quasi eksperimental yang dilakukan di dua ruang rawat inap pada RS X Palembang. Sebanyak 31 pasien diabetes melitus dinilai skor kesiapan pulang sebelum dan setelah intervensi discharge planning model LIMA dengan menggunakan kuesioner RHDS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan dalam skor rata-rata kesiapan pulang pre-test dan post-test, yang berarti bahwa ada pengaruh discharge planningmodel LIMA terhadap kesiapan pulang di antara pasien dengan diabetes melitus.

PENDAHULUAN

Discharge planning merupakan salah satu indikator penentu keberhasilan pelayanan kesehatan di rumah sakit (Nursalam, 2014). Rorden & Taft (1990) mendefinisikan discharge planning sebagai suatu proses yang terdiri dari beberapa langkah tindakan antisipasi terhadap perubahan kebutuhan perawatan bagi pasien, dan untuk memastikan kontinuitas pelayanan kesehatan bagi pasien (Dougherty, Lister & West-Oram, 2015). Manfaat pemberian discharge planning adalah pasien dan atau

keluarga mampu melakukan perawatan secara mandiri setelah pulang dari rumah sakit.

Hasil penelitian Ernita, Rahmalia, & Novayelinda (2015) menunjukkan bahwa pemberian discharge planning pada pasien TB memberikan kesiapan yang baik bagi pasien dan keluarga dalam menghadapi pemulangan (71,43%). Dan penelitian oleh Serawati, Suryani, & Astuti (2015) menunjukkan bahwa 94,6% pasien nifas menyatakan siap pulang ke rumah setelah dilakukan discharge planning. Kesiapan

Page 20: Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Vol 3 No 1, Mei 2020/ page 15-21 16

Eka Yulia Fitri / Pengaruh Discharge Planning Model LIMA terhadap Kesiapan Pulang pada Pasien dengan Diabetes Melitus

tersebut antara lain kesiapan dalam mengkonsumsi obat sesuai dosis dan aturan pemakaian obat yang dianjurkan, serta mengetahui tanda bahaya post partum.

Pasien dengan diabetes melitus sangat memerlukan discharge planning sebelum kembali ke rumah. Pada pasien dengan diabetes melitus terdapat berbagai macam hal terkait perawatan kesehatannya yang perlu diperhatikan baik oleh pasien maupun keluarga pasien dalam merawat pasien diabetes melitus, diantaranya pemantauan terhadap kadar gula darah, pengendalian dan pemantauan diabetes melitus secara berkelanjutan, penyulit dan komplikasi dalam diabetes melitus, intervensi non-farmakologis, serta penggunaan obat-obatan.

Discharge planning model LIMA dikembangkan berdasarkan hasil temuan survei, kajian teori dan hasil penelitian. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa pengembangan perencanaan pulang model LIMA mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pelaksanaan perencanaan pulang yang dilakukan oleh perawat (Fitri, Herliawati, & Wahyuni, 2018). Discharge planning model LIMA terdiri dari beberapa proses, yaitu (1) libatkan pasien dan keluarga dalam proses perencanaan pulang; (2) identifikasi kebutuhan perencanaan pulang pasien dan keluarga; (3) penggunaan metode 3 langkah dalam perencanaan pulang (saat pasien pertama dirawat di rumah sakit, satu hari sebelum pasien pulang, dan saat hari kepulangan pasien); (4) analisis dan evaluasi kesiapan pasien dan keluarga (Fitri, 2018).

Studi literatur menunjukkan banyak model discharge planning yang dilakukan secara komprehensif yang dapat digunakan bagi pasien dan keluarga. Di Indonesia, khususnya di Kota Palembang model pelaksanaan discharge planning dalam bentuk menyediakan lembar pemulangan yang berisi jadwal kontrol dan medikasi yang harus dikonsumsi oleh pasien. Selain itu, dalam pelaksanaannya model

tradisional ini tidak banyak melibatkan multidisiplin dan perawat tidak banyak melakukan pengkajian, intervensi, dan edukasi serta evaluasi kesiapan pulang pasien dan keluarga. Kelemahan dari model ini adalah pasien dan keluarga tidak memahami intruksi perawatan mandiri di rumah dan kecenderungan pasien untuk kembali dirawat di rumah sakit lebih tinggi.

METODE

Jenis penelitian ini adalah rancangan quasi eksperimen dengan menggunakan rancangan one group pre-post design. Terdapat dua variabel dalam penelitian ini, yaitu variabel bebas (independent variable) yaitu pemberian discharge planning model LIMA, sedangkan variabel terikat (dependent variable) yaitu kesiapan pulang pasien diabetes melitus. Penelitian dilakukan di dua ruang rawat inap penyakit dalam di rumah sakit X Palembang pada bulan Agustus-Oktober 2019. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien diabetes melitus yang dirawat di rumah sakit X, dengan kriteria inklusi: pasien diabetes melitus dengan kondisi hemodinamik stabil, dan pasien dan keluarga pasien bersedia menjadi responden.

Kesiapan pulang pada pasien diabetes melitus menggunakan kuesioner Readiness for Hospital Discharge Scale (RHDS) yang dikembangkan oleh Weiss & Piancentine (2006). Kuesioner RHDS meliputi 21 item pertanyaan yang mengukur persepsi pasien terhadap kesiapan pulang dari rumah sakit yang terdiri dari empat faktor kesiapan pulang, yaitu: status personal, pengetahuan, kemampuan koping, dan dukungan. Skor yang lebih tinggi menunjukkan kesiapan yang lebih besar untuk dipulangkan.

Analisis bivariabel dilakukan dengan menggunakan uji t berpasangan untuk mengetahui pengaruh discharge planning model LIMA terhadap kesiapan pulang pasien diabetes melitus. Besarnya peluang salah dalam menolak Ho dari data penelitian digambarkan dengan nilai p,

Page 21: Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Vol 3 No 1, Mei 2020/ page 15-21 17

Eka Yulia Fitri / Pengaruh Discharge Planning Model LIMA terhadap Kesiapan Pulang pada Pasien dengan Diabetes Melitus

untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat maka keputusan analisis statistik diambil dengan cara membandingkan nilai p dengan nilai alfa (α= 0,05) diterima jika nilai p > 0,05.

HASIL

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata pretest lebih rendah daripada nilai post test status personal, maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan nilai rata-rata status personal sebelum dan sesudah dilakukan intervensi. Hasil analisis menunjukkan bahwa ada pengaruh pemberian discharge planning model LIMA terhadap kesiapan pulang pasien dengan diabetes mellitus.

Rata-rata pengetahuan pre-test lebih rendah daripada post-test, sehingga disimpulkan terdapat perbedaan nilai rata-rata pengetahuan sebelum dan sesudah dilakukan intervensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan rata-rata nilai pre-test dan post-test pengetahuan secara signifikan, yang artinya ada pengaruh pemberian discharge planning model LIMA terhadap kesiapan pulang pasien dengan diabetes melitus.

Rata-rata kemampuan koping pre-test lebih rendah daripada post-test sehingga disimpulkan terdapat perbedaan nilai rata-rata kemampuan koping sebelum dan sesudah dilakukan intervensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh pemberian discharge planning model LIMA terhadap kesiapan pulang pasien dengan diabetes melitus.

Rata-rata nilai dukungan pre-test lebih rendah daripada post-test maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan nilai rata-rata dukungan sebelum dan sesudah dilakukan intervensi. Hasil analisis menunjukkan bahwa ada pengaruh pemberian discharge planning model LIMA terhadap kesiapan pulang pasien dengan diabetes melitus.

Rata-rata nilai kesiapan pulang pre-test lebih rendah daripada post-test maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan nilai rata-rata kesiapan pulang sebelum dan sesudah dilakukan intervensi. Hasil analisis menunjukkan bahwa ada pengaruh pemberian discharge planning model LIMA terhadap kesiapan pulang pasien dengan diabetes melitus.

Tabel 1 Perbedaan kesiapan pulang sebelum dan setelah

dilakukan discharge planning model LIMA

Indikator Pre-test Post-test p

Status personal

20,71 (3,968)

36,84 (5,324)

0,0001*

Pengetahuan 24,68 (5,793)

54,55 (7,899)

0,0001*

Kemampuan koping

8,58 (2,838)

21,65 (2,893)

0,0001*

Dukungan 8,00 (2,781)

21,29 (3,551)

0,0001*

Kesiapan pulang

65,10 (9,325)

141,42 (17,534)

0,0001*

* paired t-test

PEMBAHASAN

Diabetes mellitus termasuk ke dalam kategori penyakit kronis yang membutuhkan perawatan medis dengan tujuan untuk mencegah atau mengurangi risiko terjadinya komplikasi (Diabetes care, 2015). Diabetes melitus ditandai dengan terjadinya gangguan metabolisme yang ditandai dengan adanya hiperglikemi akibat abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein (Perkumpulan Endrokrinologi Indonesia, 2015).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perubahan nilai yang signifikan kesiapan pulang pasien dengan diabetes melitus sebelum dan setelah intervensi discharge planning model LIMA. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Wahyuni, Nurrachmah, & Gayatri (2012) yang menunjukkan adanya peningkatan kesiapan pulang pada responden setelah diberikan discharge planning terprogram selama 7 hari dan penelitian oleh Siahaan (2009) bahwa terjadi peningkatan pada tingkat kesiapan

Page 22: Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Vol 3 No 1, Mei 2020/ page 15-21 18

Eka Yulia Fitri / Pengaruh Discharge Planning Model LIMA terhadap Kesiapan Pulang pada Pasien dengan Diabetes Melitus

pulang pasien post operasi abdominal akut setelah intervensi discharge planning.

Melalui discharge planning yang terstruktur dapat meningkatkan transisi perawatan pasien yang lancar dari rumah sakit ke rumah. Discharge planning yang tidak memadai merupakan kontributor utama terhadap penurunan kualitas perawatan dan inefisiensi biaya perawatan kesehatan yang boros. Ketika pasien dipulangkan dari rumah sakit, pasien akan menerima informasi yang beragam tentang bagaimana melakukan perawatan di rumah secara mandiri, medikasi yang harus dikonsumsi, gejala-gejala komplikasi yang harus diwaspadai, dan siapa petugas kesehatan yang dapat dihubungi jika mengalami kendala dalam perawatan di rumah (Petitgout, 2015).

Kesiapan pulang pada penelitian ini dinilai dengan menggunakan kuesioner Readiness for Hospital Discharge Scale (RHDS) yang dikembangkan oleh Weiss & Piancentine (2006). Kuesioner RHDS meliputi 21 item pertanyaan yang mengukur persepsi pasien terhadap kesiapan pulang dari rumah sakit yang terdiri dari empat faktor kesiapan pulang, yaitu: status personal, pengetahuan, kemampuan koping, dan dukungan. Status personal diartikan sebagai pernyataan fisik-emosional pasien segera sebelum pulang. Pengetahuan diartikan sebagai persepsi kecukupan informasi yang dibutuhkan untuk menanggapi masalah dan masalah yang sama pada periode pasca rawat inap. Kemampuan koping mengacu pada kemampuan yang dirasakan pasien untuk mengatur sendiri kebutuhan perawatan pribadi dan kesehatan setelah dipulangkan. Dukungan yang diharapkan didefinisikan sebagai bantuan emosional dan instrumental yang diharapkan tersedia setelah pasien keluar dari rumah sakit dan didukung dengan baik transisi ke perawatan berbasis rumah (Weiss & Piancentine, 2006).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah pemberian intervensi discharge

planning model LIMA, terjadi peningkatan skor rata-rata pada keempat faktor kesiapan pulang (status personal, pengetahuan, kemampuan koping, dan dukungan) dengan nilai sig (2 tailed) masing-masing faktor adalah sebesar 0,000. Status personal menggambarkan tentang seberapa siap fisik dan emosional pasien dalam menghadapi pemulangan. Pada pasien dengan diabetes melitus self management merupakan hal yang sangat penting. Melalui discharge planning model LIMA pasien disiapkan secara fisik dan emosional dalam menghadapi pemulangan dengan cara perawat melakukan pengkajian terhadap kebutuhan kesiapan pulang pasien dan keluarga selama pasien dirawat di rumah sakit. Dari hasil penelitian juga menunjukkan adanya peningkatan skor rata-rata pada faktor pengetahuan setelah diberikan intervensi discharge planning model LIMA. Hal ini disebabkan karena perawat melakukan pengkajian terhadap kebutuhan pendidikan kesehatan bagi pasien dan keluarga dan perawat memberikan informasi dan edukasi kesehatan tentang perawatan pasien diabetes melitus setelah pulang dari rumah sakit.

American Diabetes Association (2019) mengemukakan bahwa diabetes melitus adalah penyakit kronis yang membutuhkan perawatan yang kompleks untuk mencegah terjadinya komplikasi akut dan juga mengurangi risiko komplikasi lanjutan. Penelitian oleh Rondhianto (2012) menunjukkan bahwa edukasi self management diabetes dapat mendukung pengetahuan, keterampilan dan kemampuan perawatan diri pasien dalam kesiapan pulang sehingga pasien mampu berprilaku mandiri melakukan perawatan terhadap dirinya (nilai p = 0.000). Sejalan dengan penelitian tersebut, intervensi discharge planning model LIMA meliputi keterlibatan pasien dan keluarga dalam proses discharge planning; identifikasi kebutuhan discharge planning bagi pasien dan keluarga (perawatan diri di rumah, penjelasan tentang obat-obatan,

Page 23: Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Vol 3 No 1, Mei 2020/ page 15-21 19

Eka Yulia Fitri / Pengaruh Discharge Planning Model LIMA terhadap Kesiapan Pulang pada Pasien dengan Diabetes Melitus

pengenalan tanda dan gejala yang harus diwaspadai oleh pasien dan keluarga, penjelasan hasil tes laboratorium atau pemeriksaan diagnostik, jadwal kontrol); penggunaan metode tiga langkah dalam pelaksanaan discharge planning (saat pasien baru dirawat di rumah sakit, satu hari sebelum pasien diizinkan untuk pulang, dan pada hari kepulangan pasien); dan evaluasi terhadap kesiapan pulang pasien dan keluarga (Fitri, Herliawati, & Wahyuni, 2018).

Penderita diabetes melitus harus menerima perawatan medis dari tim yang dikoordinasi dokter dan termasuk di dalamnya adalah dokter, perawat, ahli diet, apoteker, dan profesional kesehatan mental dengan keahlian dalam diabetes melitus. Pendekatan tim kolaboratif dan terintegrasi memgang peran yang sangat penting dalam perawatan pasien dengan diabetes melitus (ADA, 2019). Discharge planning model LIMA merupakan suatu proses pemulangan yang dilakukan secara terintegrasi antar interdisiplin dan dikoordinasikan oleh perawat dalam rangka memfasilitasi pemulangan bagi pasien dan keluarga yang dilakukan sejak awal pasien dirawat sampai dengan hari kepulangan pasien. Model ini menggambarkan bahwa pasien dan keluarga dipersiapkan pemulangannya dengan tujuan agar kontinuitas perawatan mandiri di rumah tidak terputus dan upaya layanan rumah sakit terkoordinasi dengan layanan kesehatan yang ada di sekitar komunitas/ tempat tinggal pasien. Pasien dan keluarga diberikan informasi yang mendetil mengenai penyakitnya, batasan, tanda dan gejala yang harus diwaspadai, diet, terapi, medikasi, dan edukasi pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan perawatan mandiri di rumah.

Discharge planning seperti yang dideskripsikan dalam literatur merupakan sebuah proses. Dalam tatanan rumah sakit, discharge planning didefinisikan sebagai proses melalui perawat sebagai koordinator perawatan kesehatan bertanggung jawab terhadap pasien. Efektif

discharge planning adalah yang efisien, menggunakan standar praktik yang terbaik, melibatkan pasien dan keluarga mulai dari hari pertama dirawat sampai pasien siap dipulangkan ke rumah, serta bersifat inklusif dan menyediakan upaya layanan terkoordinasi dari rumah sakit kepada komunitas di sekitar tempat tinggal pasien (Petitgout, 2015).

Discharge planning diinisiasi pada semua pasien dengan diabetes melitus. Perawatan bagi pasien dengan penyakit diabetes melitus merupakan 90% perawatan mandiri, sehingga edukasi menjadi peran penting dalam perawatan pasien. Pasien yang baru saja didiagnosa atau diidentifikasi mempunyai keterbatasan pengetahuan tentang diabetes melitus harus mendapatkan edukasi yang memadai seperti manajemen medikasi, nutrisi, latihan/ aktivitas fisik, hiperglikemia, hipoglikemia, pentingnya monitoring kadar gula darah dan panduan perawatan, di samping informasi kontak untuk dalam keadaan darurat dan rencana post discharge untuk dukungan pendidikan berkelanjutan di rumah (Arnold, et al., 2016). Pelayanan kesehatan di rumah sakit yang berfokus pada manajemen diabetes pada pasien yang dirawat, edukasi, dan discharge planning akan meningkatkan kontrol glikemik pada pasien diabetes tipe 2 dan hemoglobin A1c (HbA1c) > 7.5% (58 mmol/mol) dalam satu tahun pasien dipulangkan ke rumah (Wexler, et al., 2012).

Pemberian informasi yang memadai bagi pasien dan keluarga selama masa perawatan di rumah sakit dapat memberikan dampak yang positif, sehingga pasien dan keluarga dapat membantu diri sendiri selama proses penyembuhan di rumah. Informasi yang kurang dan tidak jelas akan membawa dampak negatif seperti kesalahan saat mengonsumsi obat-obatan, pola makan yang buruk, atau mengabaikan kegiatan setelah pulang dari rumah sakit. Pendidikan kesehatan yang tepat selama pasien dirawat di rumah sakit sangat penting dalam meningkatkan

Page 24: Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Vol 3 No 1, Mei 2020/ page 15-21 20

Eka Yulia Fitri / Pengaruh Discharge Planning Model LIMA terhadap Kesiapan Pulang pada Pasien dengan Diabetes Melitus

kemampuan untuk mengelola penyakit, karena dengan manajemen yang baik, komplikasi diabetes akut dan kronis dapat dihindari.

Discharge planning model LIMA memfasilitasi proses edukasi yang secara rutin selama pasien dirawat di rumah guna mempersiapkan pasien dan keluarga memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup memadai untuk dapat melakukan perawatan di rumah dengan baik. Selain itu, model LIMA juga memberikan uraian tugas yang jelas masing-masing interdisiplin yang secara terintegrasi memberikan edukasi dan informasi yang dibutuhkan oleh pasien dan keluarga dalam menghadapi pemulangan. Manajemen diri yang tepat saat pasien dirawat di rumah sakit harus menjadi tolok ukur yang disepakati oleh dokter atau penyedia perawatan primer, perawat dan pasien (ADA, 2019). Sangat penting bahwa keterampilan manajemen diri yang benar disampaikan agar pasien dengan diabetes melitus dapat beralih ke rumah dengan keterampilan yang memadai yang diperlukan untuk merawat dirinya.

Implementasi yang baik dari discharge planning memungkinkan pasien untuk mandiri dalam perawatan diri sendiri dan memastikan bahwa pasien dapat mengambil perawatan tindak lanjut yang aman dan realistis setelah meninggalkan rumah sakit (Potter & Perry, 2006).

SIMPULAN

Discharge planning model LIMA mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kesiapan pulang pada pasien diabetes melitus yang dirawat rumah sakit. Discharge planning yang sistematis, terstruktur, dan aplikatif dapat memberikan manfaat dalam mempertahankan kontinuitas perawatan lanjutan bagi pasien terutama dengan kondisi kronis maupun yang membutuhkan perawatan paliatif.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah mendukung dalam penelitian ini.

REFERENSI

American Diabetes Association. (2019). Introduction: Standards of Medical Care in Diabetes-2019. Diabetes Care, Volume 42, Supplement 1, January 2019. https://doi.org/10.2337/dc19-Sint01

Arnold, P., et al. (2016). Hospital Guidelines for Diabetes Management and the Joint Commission-American Diabetes Association Inpatient Diabetes Certification. American Journal of the Medical Scienes Vol 351 (4): 333-341. DOI: 10.1016/j.amjms.2015.11.024

Diabetes Care. (2015). Standards Of Medical Care In Diabetes. American Diabetes Association. The Journal Of Clinical And Applied Research And Education www.diabetes.org/

Dougherty, Lister & West-Oram. (2015). The Royal Marsden Manual of Clinical Nursing Procedures. Ninth Edition, Student edition

Fitri, E.Y. (2018). Modul Perencanaan Pulang LIMA. Tidak dipublikasikan.

Fitri, E.Y., Herliawati, & Wahyuni, D. (2018). Karakteristik, Pengetahuan, dan Pelaksanaan Perencanaan Pulang yang Dilakukan oleh Perawat. Prociding Seminar Nasional Keperawatan Universitas Sriwijaya 2018.

Graham, J., Gallagher, R. & Bothe, J. (2013). Nurses’ Discharge Planning and Risk Assessment: Behaviours, Understanding and Barriers. Journal of Clinical Nursing, 22, 2338-2346. https://doi.org/10.1111/jocn.12179

Nursalam. (2014). Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional. Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. (2015). Konsesus pengelolaan dan pencegahan diabetes mellitus tipe 2 di Indonesia tahun 2011. PERKENI.

Page 25: Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Vol 3 No 1, Mei 2020/ page 15-21 21

Eka Yulia Fitri / Pengaruh Discharge Planning Model LIMA terhadap Kesiapan Pulang pada Pasien dengan Diabetes Melitus

Petitgout, J.M. (2015). Implementation and Evaluation of a Unit-Based Discharge Coordinator to Improve the Patient Discharge Experience. Journal of Pediatric Health Care Vol 29 No.6, November 2015 hal. 509-517. http://dx.doi.org/10.106/j.pedhc.2015.02.004.

Potter, A & Perry, A.G. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi 4. Jakarta : EGC.

Rondhianto, R. (2012). Pengaruh diabetes self management education dalam discharge planning terhadap self care behavior pasien Diabetes Mellitus Tipe 2. Jurnal Keperawatan Soedirman, 7(3), 133-141.

Siahaan, M. (2009). Pengaruh Discharge Planning yang Dilakukan oleh Perawat terhadap Kesiapan Pasien Pasca Bedah Akut Abdomen Menghadapi Pemulangan Di RSUP H. Adam Malik Medan. USU Repository.

Wahyuni, A., Nurrachmah, E., & Gayatri, D. (2012). Kesiapan pulang pasien penyakit jantung koroner melalui penerapan discharge planning. Jurnal keperawatan indonesia, 15(3), 151-158.

Weiss, M & Piancentine, L. (2006). Psychometric Properties of the Readiness for Hospital Discharge Scale. Journal of Nursing Measurement, Vol. 14 No. 3 (Desember 2006): 163-180. DOI: 10.1891/jnm-v14i3a002.

Wexler, D.J., et al. (2012). Impact of Inpatient Diabetes Management, Education, and Improved Discharge Transition on Glycemic Control 12 Months After Discharge. Diabetes Research and Clinical Practice 98 (2012): 249-256. http://dx.doi.org/10.1016/j.diabres.2012.09.016

Page 26: Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

Corresponding author: Muhammad Fandizal [email protected] Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Vol 3 No 1, Mei 2020 DOI: http://dx.doi.org/10.26594/jkmk.v3.i1.513 e-ISSN 2621-5047

Artikel Penelitian

Pengembangan Supervisi Refleksi “Gibbs” untuk Peningkatan Kepatuhan Kebersihan Tangan Petugas Kesehatan

Muhammad Fandizal1, Hanny Handiyani2

1 Departmen Keperawatan, Fakultas Keperawatan, Universitas Bhakti Kencana 2 Departmen DKKD, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia

Article Info Abstract

Article History: Diterima 27 Mei 2020 Key words: Supervisi; Gibbs; Kebersihan Tangan

Supervisi merupakan salah satu bagian actuating dari fungsi manajemen untuk mencapai tujuan dari organisasi. Supervisi kepatuhan kebersihan tangan 94 petugas kesehatan dilakukan oleh infection, prevention, & control link nurse (IPCLN) dengan menggunakan metode supervisi langsung. Tujuan pengembangan Supervisi tidak langsung karna Supervisi langsung tidak efektif untuk dilaksanakan, maka dilakukan pengembanggan supervisi refleksi “Gibbs Reflective Cycle” untuk menilai kepatuhan perawat dalam melakukan kebersihan tangan. Metode yang digunakan yaitu Pilot Study dengan melibatkan agen pembaharu internal dan eksternal. Pemilihan sampel menggunakan purposive sampling sebanyak 30 responden yang terdiri dari perawat, dokter dan pembantu orang sakit (POS). Pelaksanaan pengkajian dapat disimpulkan bahwa kepatuhan petugas dalam melakukan kebersihan tangan sebesar 72,33%, kemudian dilakukan analisis Fish Bone untuk menetukan masalah utama. Masalah diselesaikan dengan pengembangan organisasi menggunakan metode Kurt Lewin serta menggunakan plan, do, check dan action (PDCA). Program yang dilakukan dengan pembuatan buku panduan dan standar prosedur operasional (SPO) supervisi refleksi. Rekomendasi yang diberikan yaitu mengusulkan draft buku panduan supervisi refleksi dan SPO yang telah disusun hendaknya disahkan oleh Presiden Direktur serta mensosialisasikan kepada Manajer keperawatan, kepala ruangan, dan/ IPCLN.

PENDAHULUAN

Menjamin tercapainya tujuan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit khususnya pelayanan keperawatan maka perlu dilakukan Supervisi yang merupakan bagian dari fungsi manajemen yaitu actuating. Kegiatan yang dilakukan di dalam superisi berupa pengarahan, dukungan, dan bimbingan kepada bawahan khususnya

perawat pelaksana (Marquis & Huston, 2015). Kemampuan dalam melakukan supervisi harus dimiliki oleh semua perawat khususnya manejer keperawatan, dan/ kepala ruangan maupun petugas khusus yang ditunjuk misalnya IPCLN (Saragih, 2018).

Supervisi dalam praktik Asuhan Keperawatan dapat menggunakan berbagai

Page 27: Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Vol 3 No 1, Mei 2020/ page 22-28 23

Muhammad Fandizal / Pengembangan Supervisi Refleksi “Gibbs” untuk Peningkatan Kepatuhan Kebersihan Tangan Petugas Kesehatan

model di antaranya model konvensional, model klinik, model ilmiah, model artistik (Anggeria & Maria, 2018). Model artistic merupakan Supervisi keperwatan yang mengunakan model refleksi dapat melihat kelebihan maupun kekurangannya, untuk selanjutnya kekurangan ini menjadi tujuan untuk perbaikan (Wijaya, Andarini, & Setyoadi, 2015). Supervisi refleksi dapat menggunakan beberapa pendekatan di antaranya pendekatan refleksi diri siklus (Gibbs, 1998). Kajian terhadap tinjauan literatur model refleksi masih sangat relevan sampai saat ini. Supervisi yang menggunakan model refleksi akan mengarahkan perawat untuk berfikir mendalam dalam asuhan keperawatan, salah satunya adalah penerapan kebersihan tangan (Lynch, L., Hancox, K., Happel, B., 2008).

Kepatuhan petugas kesehatan dalam melakukan kebersihan tangan merupakan bagian dari international patient safety goals (IPSG) yang digunakan sebagai salah satu indikator mutu dalam asuhan keperawatan (Dewi, 2017; Ningsih, Noprianty, & Somantri, 2017). Praktik kebersihan tangan dilakukan dengan enam langkah, dan lima waktu menurut world health organization (WHO).

Angka kejadian HAIs 2 kali lipat terjadi dinegara berkembang apabila dibandingkan dengan Negara maju (Loftus et al., 2019). Peneltian yang dilakukan (Yanhong, Liqun, Kuan, & Xin, 2016) menyimpulkan healthcare-associated infections (HAIs) yang disebabkan oleh tangan staf rumah sakit dalam transmisi kuman patogen menyumbang 30% dari semua infeksi yang terjadi kepada pasien, sedangkan penelitian (Thu et al., 2015) menyimpulkan tingkat kepatuhan kebersihan tangan perawat masih rendah yaitu 25.7%. Untuk mengatasi ketidakpatuhan petugas kesehatan dalam kebersihan tangan, supervisi yang dilakukan oleh supervisor menggunakan supervisi metode langsung. Supervisi langsung yang dilakukan secara khusus

untuk layanan keperawatan belum dilaksanakan secara rutin, dan masih berorientasi pada paradigma lama yang belum menyentuh pada pemberian bimbingan, dukungan dan manajerial (Asmawati, Ananda, & Alkafi, 2018).

Penelitian yang dilakukan (Nopita Wati, Prihatiningsih, & Nanik Haryani, 2019) mengenai hubungan supervisi dengan kinerja perawat pelaksana dalam penerapan patient safety menunjukan bahwa pelaksanaan supervisi yang baik, terdapat 57,4% perawat pelaksana dengan kinerja yang baik. Penelitian yang dilakukan (Fatikhah & Zuhri, 2019) menyimpulkan terdapat pengruh supervisi refleksi terhadap kepuasan kerja perawat.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dilakukan pengembangan supervisi refleksi sebagai pengarahan untuk meningkatkan kepatuhan kebersihan tangan petugas kesehatan diatas target yang telah ditetapkan sehingga tujuan organisasi akan tercapai untuk meningkatkan dan menjaga kualitas dari pelayanan asuhan keperawatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan metode supervisi refleksi Gibbs.

METODE

Pengembangan Supervisi Refleksi dilakukan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Menggunakan pendekatan Pilot Study mulai dari pengkajian, analisis data, penentuan intervensi, implementasi serta evaluasi. Pengkajian dilakukan di ruang IGD lantai 1, metode yang dilakukan pada saat pengkajian adalah dengan cara wawancara, observasi, dan pemberian kuesioner. Hasil wawancara akan dibadingkan dengan observasi dokumen dan hasil kuisioner kemudian dilakukan analisis perbedaan dan persamaan data yang ditemukan.

Wawancara dilakukan kepada manejer keperawatan di unit IGD, kepala ruangan, dan IPCLN. Kuesioner diberikan kepada 30

Page 28: Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Vol 3 No 1, Mei 2020/ page 22-28 24

Muhammad Fandizal / Pengembangan Supervisi Refleksi “Gibbs” untuk Peningkatan Kepatuhan Kebersihan Tangan Petugas Kesehatan

orang petugas kesehatan di IGD lantai 1 meliputi perawat pelaksana, dokter, dan pembantu orang sakit. Observasi dilakukan dengan melihat dokumen-dokumen terkait supervisi kepatuhan kebersihan tangan petugas kesehatan. Hasil pengkajian kemudian dianalisis dengan menggunakan diagram Fish Bone untuk menetapkan masalah utama, kemudian masalah diselesaikan dengan pengembangan organisasi metode Kurt Lewin pendekatan PDCA. Program inovasi dibuat secara rinci dalam bentuk plan of action yang dibuat bersama dengan pihak rumah sakit. Kegiatan yang dilakukan dengan membuat panduan supervisi keperawatan refleksi, dan SPO supervisi refleksi yang digunakan sebagai acuan dalam melakukan supevisi.

HASIL

Hasil pengkajian dianalisis menggunakan Fish Bone sehingga ditemukan masalah utama yaitu meningkatkan kepatuhan kebersihan tangan petugas kesehatan melalui supervisi refleksi. Masalah akan diselesaikan dengan pengembangan organisasi menggunakan metode Kurt Lewin yaitu menggunakan proses tiga langkah unfreeze, change, refreeze serta pemecahan masalah keperawatan menggunakan pendekatan PDCA.

Pengembangan organisasi menggunakan metode Kurt Lewin, pada tahap pertama yaitu unfreeze atau mencairkan, meliputi; (1) menentukan apa yang harus dirubah, yaitu; (a) menyampaikan hasil observasi kepatuhan kebersihan tangan petugas kesehatan yaitu dokter 72%, perawat 83% dan POS 62% dengan Rerata 72,33% masih di bawah target 85%, angka kejadia plebitis 0,29%, dan infeksi saluran kemih (ISK) 1,02%, meyakinkan manejer keperawatan tentang kondisi ini benar-benar terjadi; (b) yakinkan bahwa kepatuhan kebersihan tangan dapat ditingkatkan dengan supervisi refleksi; (2) menyampaikan bahwa perubahan didukung oleh pimpinan kepala bidang keperawatan; (3) memberikan kesempatan untuk berubah serta

menampung semua aspirasi untuk menuju perubahan, dengan; (a) menyampaikan visi, dan misi belum sejalan dengan keadaan sekarang sehingga diperlukan perubahan (b) menekankan mengapa harus berubah dengan menyampaikan kembali visi, dan misi organisasi (c) perubahan dilakukan secara bersama-sama, proses perubahan melibatkan masukan-masukan dari semua tenaga kesehatan.

Langkah kedua yaitu change atau perubahan, dalam tahap perubahan; (1) semua proses perubahan akan dikomunikasikan, meliputi; (a) membuat, dan mengkomunikasikan perencanaan, dan waktu pelaksanaan perubahan dalam bentuk plan of action; (b) menjelaskan mafaat perubahan, perubahan dilakukan untuk mencapai tujuan dari organisasi; (c) menjelaskan bahwa perubahan akan mempengaruhi semua orang, akan dibuatnya panduan, dan SPO supervisi refleksi; (d) menghilangkan rumor dampak negatif perubahan dengan komunikasi terbuka (e) apabila ada kekhawatiran dari petugas kesehatan maka dijawab secara terbuka, dan jujur melalui rapat terencana (2) semua petugas kesehatan akan dilibatkan dalam proses perubahan, di antaranya mendengarkan masukan-masukan, dan mempertimbangkan masukan tersebut dalam proses perubahan, rencana perubahan organisasi menggunakan evidance base.

Langkah ketiga yaitu refreeze atau membekukan kembali dengan; (1) menjadikan perubahan merupakan budaya organisasi dengan menyampaikan bahwa perubahan yang sudah dihasilkan akan dilakukan evaluasi kembali; (2) mengembangkan cara untuk mempertahankan perubahan dengan; (a) adanya panduan, dan SPO supervisi refleksi yang sudah disahkan; (b) membuat sistem penghargaan dalam keberhasilan apabila capaian kepatuhan kebersihan tangan melebihi target yang ditetapkan.

Page 29: Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Vol 3 No 1, Mei 2020/ page 22-28 25

Muhammad Fandizal / Pengembangan Supervisi Refleksi “Gibbs” untuk Peningkatan Kepatuhan Kebersihan Tangan Petugas Kesehatan

Selain pengembangan organisasi, pemecahan masalah keperawatan dapat menggunakan pendekatan PDCA. Pada tahap Plan atau perencanaan dibuat dalam bentuk Plan Of Action yang bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan petugas kesehatan dalam melakukan kebersihan tangan dengan menggunakan supervisi refleksi. Kegiatan yang dilakukan dengan membuat panduan supervisi refleksi, SPO supervisi refleksi, dan melakukan rencana sosialisasi supervisi refleksi.

Tahapan Do atau pelaksanaan dilakukan dengan penyegaran, dan diskusi untuk meningkatkan kepatuhan kebersihan tangan dengan melakukan supervisi refleksi. Sosialisasi pendahuluan dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada kepala bidang keperawatan, manajer keperawatan di IGD, kepala ruangan, IPCLN, dan pencegahan & pengendalian infeksi rumah sakit (PPIRS) melalui brain storming. Kegiatan SPO dilakukan melalui demonstrasi kegiatan supervisi refleksi.

Tahapan Check atau evaluasi dilakukan dengan tiga cara, yaitu penyebaran kuisioner, wawancara, dan observasi. Evaluasi kegiatan belum dilakukan karena peserta masih belum memahami supervisi refleksi karna supervisi refleksi merupakan metode baru dalam proses pengembangan sehingga akan dijadwalkan untuk dilakukan pelatihan.

Rencana tindak lanjut pada tahap Action yaitu mengusulkan draft buku panduan supervisi refleksi. Hasil Pengembangan tahapan supervisi refleksi yaitu: (1) differences yaitu supervisee menentukan satu topik permasalahan sesuai dengan fenomena; (2) disclosure yaitu supervisee menulis refleksinya tentang situasi atau pengalaman terkait differences secara sederhana dan hanya memberikan deskripsi yang terkait dengan topik tersebut; (3) dissection yaitu supervisee menulis refleksinya dengan menganalisis dan mempertimbangkan beberapa aspek yaitu mengapa hal itu bisa terjadi?, apa

dampak bagi supervisee dan orang lain. Orang lain yang dimaksud adalah pasien, keluarga pasien, kolega, dan rumah sakit; (4) decision yaitu supervisee menulis refleksinya tentang apa yang akan dilakukan apa bila peristiwa yang sama muncul kembali dimasa yang akan datang serta komitmen perbaikan yang dilakukan.

Berdasarkan uji coba penggunaan supervisi refleksi “Gibbs” kepada 30 orang perawat terhadap kepatuhan kebersihan tangan. Didapatkan hasil berdasarkan wawancara sebagai berikut: (1) 70% perawat memahami cara pengisian format supervise refleksi; (2) 50% perawat mengatakan membutuhkan waktu tersendiri/ waktu khusus untuk mengisi format supervise refleksi; (3) 100% perawat setuju dengan supervise refleksi karna supervise lansung kadang memunculkan perasaan tegang dan cemas.

PEMBAHASAN

Supervisi yang digunakan dalam bentuk pengarahan kepada petugas kesehatan untuk melakukan kebersihan tangan. Kebersihan tangan merupakan bagian dari International Patient Safety Goals (IPSG) yang digunakan sebagai salah satu indikator mutu dalam asuhan keperawatan. Infeksi di rumah sakit dapat dicegah dengan efektif dengan menjaga kebersihan tangan petugas kesehatan (Avşar, Kaşikci, & Yağci, 2015). Kemampuan dalam melakukan supervisi harus dimiliki oleh semua perawat khususnya manejer keperawatan, dan/ kepala ruangan maupun petugas khusus yang ditunjuk misalnya IPCLN (Basri, 2018). Kegiatan supervisi yang didelegasikan kepada IPCLN merupakan bagian dari program PPIRS. Kegiatan supervisi kebersihan tangan petugas kesehatan menjadi tidak tepat apabila tidak ada pemantauan tugas yang telah diselesaikan, dan tidak ada evaluasi tugas yang telah dikerjakan (Sutomo & Usman, 2019).

Page 30: Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Vol 3 No 1, Mei 2020/ page 22-28 26

Muhammad Fandizal / Pengembangan Supervisi Refleksi “Gibbs” untuk Peningkatan Kepatuhan Kebersihan Tangan Petugas Kesehatan

Pendelegasian sebagai fungsi keperawatan profesional, dalam melakukan supervisi terhadap kepatuhan kebersihan tangan petugas kesehatan dapat dilakukan secara berjenjang, misalnya perawat klinik (PK) II melakukan supervisi kepada PK I, begitu seterusnya (Atmaja, Hartini, & Dwiantoro, 2018). IPCLN menyimpulkan belum semua perawat pelaksana melakukan pelatihan kebersihan tangan sedangkan mahasiswa mendapat pelatihan langsung saat orientasi sebelum masuk ke wahana praktik. Penelitian (Crotty & Doody, 2015) menyimpulkan Perawat harus difasilitasi dalam mengembangkan pengetahuan terbaru untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan. Mengurangi terjadinya infeksi dapat dilakukan dengan menfasilitasi perawat dalam kegiatan pelatihan tentang desinfeksi yang tepat (Moureau & Flynn, 2015). Bimbingan dilakukan oleh menejer keperawatan, kepala ruangan, dan/ IPCLN kepada semua petugas kesehatan. Pengaruh yang signifikan dapat terjadi jika kepala ruangan melakukan supervisi kepada perawat pelaksana (Julianto, 2016).

Penelitian yang dilakukan (Butenko, Lockwood, & Alexa, 2017) menyimpulkan kebersihan tangan efektiv dalam mengurangi transmisi kuman sebagai sasaran keselamatan pasien. Penelitian (Menegueti et al., 2019) menyimpulkan kepatuhan mencuci tangan lebih rendah karena membutuhkan waktu yang lebih lama. Penelitian (Sihotang, Santosa, & Salbiah, 2016) menyimpulkan supervisi mempunyai hubungan yang signifikan dalam Produktivitas kerja perawat dalam asuhan keperawatan.

Penelitian yang dilakukan (Røsnæs, Jølstad, Severinsson, & Lyberg, 2017) menyimpulkan supervise refleksi sangat penting dalam melakukan tindakan keperawatan secara profesional. Metode supervisi untuk meningkatkan kepatuhan kebersihan tangan petugas kesehatan yaitu supervisi refleksi, pengembangan berdasarkan hasil dari pemecahan masalah

dengan PDCA, dan pengembangan organisasi. Supervisi refleksi merupakan supervisi tidak langsung yang dilakukan dengan cara tulisan maupun lisan. Pengembangan Supervisi refleksi menggunakan pendekatan refleksi diri (Gibbs, 1998) dari description, feelings, evaluastion, analysis, conclusions, & action plan menjadi differences, disclosure, dissection, & decision (Wanda, 2015). Uji coba pengembangan supervisi refleksi “Gibbs” sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan (Fatikhah & Zuhri, 2019) bahwa supervisi refleksi dapat meningkatkan kepuasan kerja perawat. Kepuasan kerja perawat yang meningkat akan meningkatkan kepatuhan dalam melakukan kebersihan tangan.

SIMPULAN

Optimalisasi masa orientasi panduan supervisi refleksi dapat menurunkan risiko terjadinya HAIs terdapat dirumah sakit maupun di fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. HAIs tidak terbatas infeksi pada pasien saja, tetapi juga infeksi pada petugas kesehatan yang didapat pada saat melakukan tindakan perawatan pasien. Tindakan keperawatan dapat dipengaruhi salah satunya kebersihan tangan. Kepatuhan petugas dalam melakukan kebersihan tangan dapat meminimalkan transmisi kuman. Perilaku kebersihan tangan petugas kesahatan dapat dipengaruhi beberapa hal, di antaranya kebudayaan, ketidak pedulian, dan faktor-faktor lainnya. Meningkatkan kepatuhan petugas dalam melakukan kebersihan tangan dapat dilakukan dengan supervisi refleksi, refleksi yang dilakukan dengan introspeksi, dan evaluasi diri. Selanjutnya direkomendasikan buku panduan supervisi refleksi, dan SPO yang telah disusun disahkan oleh Presiden Direktur RSCM serta mensosialisasikan kepada Manajer keperawatan, kepala ruangan, dan/ IPCLN.

Page 31: Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Vol 3 No 1, Mei 2020/ page 22-28 27

Muhammad Fandizal / Pengembangan Supervisi Refleksi “Gibbs” untuk Peningkatan Kepatuhan Kebersihan Tangan Petugas Kesehatan

UCAPAN TERIMAKASIH

Terimaksih kepada Kepala Perawat IGD RSCM Ns. Siti Nurlaela, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.MB, Kontributor: 1) Dr. Enie Novieastari, S.Kp., MSN; 2) Cori Tri Suryani, S.Kp, M.Kes, dan; 3) Dessie Wanda, S.Kp., M.N., Ph.D.

REFERENSI

Anggeria, E., & Maria. (2018). Hubungan Supervisi Dengan Pelaksanaan Asuhan Keperawatan Di Ruang Rawat Inap Lantai 10 Rumah Sakit Umum Royal Prima Medan. Jurnal JUMANTIK, 3(2), 79-97 ISSN 2580-281X. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.30829/jumantik.v3i2.1939

Asmawati, Ananda, Y., & Alkafi. (2018). Di Ruang Rawat Inap Rsu Aisyiyah Padang Tahun 2013. Jurnal Ilmu Kesehatan (JIK), 2(2), 108-112 ISSN 2597-8594. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.33757/jik.v2i2.125

Atmaja, A. D., Hartini, M. I., & Dwiantoro, L. (2018). Pengaruh Supervisi Klinik Model Akademik Terhadap Kemampuan Perawat Dalam Menerapkan Patient Centered Care (PCC) Di Rumah Sakit. Jurnal Keperawatan Dan Pemikiran Ilmiah, 4(16), 41-54 ISSN: 2476-8987. https://doi.org/10.30659/nurscope.4.1.41-54

Avşar, G., Kaşikci, M., & Yağci, N. (2015). Hand Washing of Nursing Students : An Observational Study. International Journal of Caring Science, 8(3), 618-625 Ε-ISSN: 1792-037X.

Basri. (2018). Hubungan Supervisi Kepala Ruangan terhadap Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Imelda Medan. Jurnal Maternitas Kebidanan, 3(2), 91-106 ISSN 2599-1841.

Butenko, S., Lockwood, C. S., & Alexa, M. (2017). Patient experiences of partnering with healthcare professionals for hand hygiene compliance: a systematic review. JBI Database System Rev Implement Rep, 15(6), 1645–1670. https://doi.org/10.11124/JBISRIR-2016-003001.

Crotty, G., & Doody, O. (2015). Practising infection control : an evidence-based approach. RCNI Journals, 8(4), 33–37. https://doi.org/10.7748/ldp.18.4.33.e1621

Dewi, R. R. K. (2017). Faktor determinan Kepatuhan Perawat Dalam Melakukan Praktik Cuci Tangan Di RSUD Ade Muhammad Djoen Sintang. Jurnal Kesehatan Masyarakat

Khatulistiwa, 4(3), 232-237 ISSN 2581-2858. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.29406/jkmk.v4i3.865

Fatikhah, & Zuhri, N. (2019). Pengaruh Supervisi Kepala Ruang Model Reflektif. Jurnal Surya Muda, 1(1), 21-32 e-ISSN 2656-5811.

Gibbs, G. (1998). Learning by doing: A guide to teaching and learning methods. Oxford: Oxford Further Education Unit.

Julianto, M. (2016). Pengaruh Penerapan Supervisi Terhadap Kelengkapan Dokumentasi Asuhan Keperawatan di Lantai 2 IRNA GPS RSUP Fatmawati. Fatmawati Hospital Journal, 1(1), 4.

Loftus, M. J., Guitart, C., Tartari, E., Stewardson, A. J., Amer, F., Bellissimo-Rodrigues, F., … Pittet, D. (2019). Hand hygiene in low- and middle-income countries. International Journal of Infectious Diseases, 86, 25–30. https://doi.org/10.1016/j.ijid.2019.06.002

Lynch, L., Hancox, K., Happel, B., & P. (2008). Clinical supervision for nurses. United Kingdom: Willey-Black-Well.

Marquis, B. L., & Huston, C. J. (2015). Leadership Roles and Management Function in Nursing (8th editio). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Menegueti, M., Bellissimo-rodrigues, F., Ciol, M., Martins, M. A., Basile, A., Araújo, T. R. De, … Laus, A. M. (2019). P2652 The impact of replacing powdered gloves by powder-free gloves on hand hygiene compliance among healthcare workers from an intensive care unit : a quasi-experimental study. Amsterdam, Netherlands.

Moureau, N. L., & Flynn, J. (2015). Disinfection of Needleless Connector Hubs : Clinical Evidence Systematic Review. Journal Nursing Research and Practice, 2015, 1–20. https://doi.org/10.1155

Ningsih, S. S. R., Noprianty, R., & Somantri, I. (2017). Gambaran pelaksanaan kegiatan kebersihan tangan oleh petugas kesehatan di rumah sakit dustira cimahi. E-Journal UPI, 3(1), 57-68 ISSN 2477-3743. https://doi.org/10.17509/jpki.v3i1.7486

Nopita Wati, N. M., Prihatiningsih, D., & Nanik Haryani, N. P. (2019). Hubungan Supervisi Keperawatan Dengan Pelaksanaan Budaya Safety. Adi Husada Nursing Journal, 4(2), 56. https://doi.org/10.37036/ahnj.v4i2.126

Røsnæs, E. R., Jølstad, A. L., Severinsson, E., & Lyberg, A. (2017). Reflection as a Skill-Clinical Supervision as a Prerequisite for Professional Development to Ensure Patient Safety. Open Journal of Nursing, 07(09), 979–992. https://doi.org/10.4236/ojn.2017.79072

Page 32: Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Vol 3 No 1, Mei 2020/ page 22-28 28

Muhammad Fandizal / Pengembangan Supervisi Refleksi “Gibbs” untuk Peningkatan Kepatuhan Kebersihan Tangan Petugas Kesehatan

Saragih, M. (2018). Hubungan Pelaksanaan Supervisi Kepala Ruangan Dengan Kinerja Perawat Pelaksana Dalam Pendokumentasian Askep. Jurnal Mutiara Ners, 1(1), 65-72 ISSN 2085-3130.

Sihotang, H., Santosa, H., & Salbiah. (2016). Hubungan Fungsi Supervisi Kepala Ruangan Dengan Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan. Idea Nursing Journal, 7(1), 13-19 ISSN 2087-2879.

Sutomo, S. Y., & Usman, A. (2019). Study Kualitatif Supervisi Kepala Ruangan Dengan Pelaksanaan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Di Ruang Rawat Inap. Jurnal Kesehatan Qamarul Huda, 7(2), 49-58 ISSN 2614-8420.

Thu, T. A., Thoa, T. H., Trang, T. Van, Tien, P., Van, T., Anh, T. K., … Son, T. (2015). Cost-Effectiveness Of A Hand Hygiene Program On Health Care- Associated Infections In Intensive Care Patients At A Tertiary Care Hospital In Vietnam. Am J Infect Control, 43(12), e93-9. https://doi.org/10.1016/j.ajic.2015.08.006

Wanda, D. (2015). The development of a clinical reflective practice model for paediatric nursing specialist students in Indonesia using an action research approach. Dissertation: University of Technology Sydney.

Wijaya, S., Andarini, S., & Setyoadi. (2015). Pengalaman perawat sebagai survivor dan pemberi pertolongan kesehatan saat respon tanggap darurat pada korban bencana Tsunami tahun 2004 di Lhoknga dan Lhoong Aceh Besar. Jurnal Kesehatan Wiraraja Medika, 5(2), 108-117 ISSN 2685-9998.

Yanhong, L., Liqun, Z., Kuan, C., & Xin, S. (2016). Application of PDCA Cycle in the Management of Medical Staff Hand Hygiene in Community Hospitals. Acta Medica Mediterranea, 32(1), 477-480 ISSN 2283-9720.

Page 33: Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

Corresponding author: Ichsan Rizany [email protected] Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Vol 3 No 1, Mei 2020 DOI: http://dx.doi.org/10.26594/jkmk.v3.i1.554 e-ISSN 2621-5047

Artikel Penelitian

Hubungan Penjadwalan Dinas Perawat dengan Kepuasan Kerja Perawat di Instalasi Rawat Inap

Laila Rahmaniah1, Ichsan Rizany2, Herry Setiawan3

1,2,3 Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Lambung Mangkurat

Article Info Abstract

Article History: Diterima 27 Mei 2020 Key words: Penjadwalan perawat; Perawat; Kepuasan perawat

Kepuasan kerja perawat di Rumah Sakit Idaman Banjarbaru masih rendah. Salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah penjadwalan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan penjadwalan layanan keperawatan dengan kepuasan kerja perawat di Rumah. Metode penelitian ini menggunakan non-eksperimen dengan pendekatan cross-sectional. Subjek penelitian ini adalah 91 pelaksana perawat di instalasi layanan rawat inap di Rumah Sakit Idaman Banjarbaru, yang didapatkan melalui stratified random sampling. Hasil penelitian menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara penjadwalan layanan keperawatan dengan kepuasan kerja perawat di Rumah Sakit Idaman Banjarbaru (p-value = 0,008; r = 0,274). Jadwal layanan keperawatan dapat memengaruhi kepuasan kerja perawat. Nilai penjadwalan layanan keperawatan masih rendah, sedangkan kepuasan kerja perawat tidak mencapai standar minimum. Penjadwalan layanan keperawatan yang baik dapat meningkatkan kepuasan kerja perawat.

PENDAHULUAN

Rumah sakit adalah sebuah tempat yang memberikan bantuan atau jasa terkait layanan kesehatan yang dilihat berdasarkan visi misi dan tujuan yang sudah ditetapkan bersama. Kinerja layanan tercermin dari sikap dan kualitas pemberi layanan, hal ini dapat dilihat salah satunya dari perawat (Winasih, Nursalam, & Kurniawati, 2015). Perawat adalah individu yang memiliki pengaruh dalam berdirinya rumah sakit. Perawat dalam bekerja harus terampil dan kompeten sesuai dengan tindakan yang dilakukan, dari hal tersebut diharapkan perawat mendapatkan kepuasan kerja. Kepuasan kerja direfleksikan ketika

individu senang dengan pekerjaannya (Wolo, Trisnawati, & Wiyadi, 2015).

Kepuasan kerja adalah suatu rasa yang disukai dan tidak disukai saat karyawan menilai pekerjaannya (Bataha, 2019). Kepuasan kerja mempunyai dampak positif yang bermakna dengan kinerja karyawan, kinerja karyawan juga memiliki dampak positif terkait kepuasan pelanggan (Diliyanti, Parwita, & Gama, 2018). Perawat yang tidak mempunyai kepuasan kerja cenderung tidak bisa mencapai kematangan psikologis dan perawat akan sering kali merasa keberatan terkait pekerjaan yang dikerjakan (Dewi, Aisyah, & Siti, 2018). Terdapat beberapa faktor yang akan

Page 34: Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Vol 3 No 1, Mei 2020/ page 29-36 30

Ichsan Rizany / Hubungan Penjadwalan Dinas Perawat dengan Kepuasan Kerja Perawat di Instalasi Rawat Inap

mempengaruhi kepuasan perawat yaitu karakteristik individu (termasuk umur, pengalaman kerja, tingkat pendidikan, dan jenis kelamin), gaji, lingkungan kerja, kondisi kerja, reward, dukungan, dan penjadwalan (Rizany, Hariyati, Afifah, & Rusdiyansyah, 2019).

Berdasarkan hasil penelitian (Rhona Sandra, 2017) mengenai kepuasan kerja perawat di RSUD Solok Tahun 2016 (51,6%) menyatakan puas. Penelitian (Daniyanti & Kamil, 2016) tentang kepuasan kerja perawat pelaksana berada pada kategori kurang puas (57,5%). Sedangkan pada penelitian (Kundre, 2018) untuk kepuasan kerja di Rumah Sakit GMIM Pancaran Kasih Manado Tahun 2017 menunjukan data sebanyak 23 responden (60.5%) yang merasa tidak puas, dan 15 responden (39.5%) yang merasa puas. Berdasarkan hasil penelitian (Rizany et al., 2019) tingkat kepuasan perawat adalah 67,11 (67%). Data kepuasan kerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSD Idaman Kota Banjarbaru pada tahun 2018 sebesar 73,1% puas dan 17% tidak puas dikarenakan gaji, pemberian insentif tambahan atas prestasi atau kerja ekstra, ketersedian peralatan perlengkapan yang mendukung pelayanan, dan kesempatan untuk meningkatkan kemampuan kerja melalui pelatihan serta perhatian institusi rumah sakit terhadap perawat.

Penjadwalan perawat merupakan sebuah hal yang memberikan pengaruh karena memiliki keterikatan antara tingkat keahlian yang dimiliki dan kepasitas atau kompetensi yang ada pada diri perawat untuk pemberian pelayanan perawatan kepada pasien. Jadwal perawat yang kerap berubah dan tidak sesuai dengan kapasitas akan berakibat negatif saat keadaan pasien memburuk dan darurat, semangat staf bekerja akan turun (Clark, Moule, Topping, & Serpell, 2015). Penjadwalan adalah tata kelola jam untuk mengerjakan semua pekerjaan agar terselesaikannya semua aktivitas demi mencapai target secara maksimal dengan tidak lupa

memperhatikan keterbatasan-keterbatasan yang ada (Rahman, Mulyani, & Rizany, 2018).

Penjadwalan perawat di Indonesia salah satunya dikategorikan dalam bentuk pola penjadwalan dinas jaga atau shift, yaitu dinas jaga pagi, dinas jaga sore, dan dinas jaga malam (Susandi & Milana, 2015). Namun pengkategorian dinas jaga ini kadang bukan menjadi jalan keluar mengenai lamanya keberlangsungan kegiatan perawat di ruang rawat inap. Dinas jaga yang dibuat terkadang cuma memikirkan aturan-aturan yang ada di rumah sakit, tidak mempertimbangkan keinginan perawat. Hal ini setidaknya akan berdampak mengenai kreativitas perawat dan akan berdampak juga terhadap produksi rumah sakit itu sendiri (Sri Marhaini, 2018).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti dari hasil wawancara yang dilakukan dengan kepala ruangan, untuk pembagian jadwal dinas sesuai standar prosedur operasional terdiri dari shift pagi jam 07.30-14.30 WITA, shift siang jam 14.30-21.30 WITA, dan shift malam 21.30-07.30 WITA dengan pembagian pola dinas yaitu pagi, siang, malam, lepas dinas dan libur, untuk pembagian jadwal dinas terkendala jumlah anggota diruangan sehingga kepala ruangan kesulitan berbuat adil dalam pembagian jadwal dinas. Sedangkan berdasarkan hasil wawancara dengan perawat diruangan setiap 2 bulan sekali terjadi perombakan jadwal dinas, saat 1 minggu pertama jadwal dinas sering terjadi kekacauan, kurangnya jumlah anggota dalam tim yaitu berjumlah 2 orang yang seharusnya 4 orang sedangkan jumlah pasien banyak, sehingga perawat merasa kelelahan dengan pembagian jadwal dinas, dan dari wawancara konflik merupakan sesuatu hal yang pasti ada saat bekerja. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan penjadwalan dinas perawat dengan kepuasan kerja perawat di instalasi rawat inap.

Page 35: Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Vol 3 No 1, Mei 2020/ page 29-36 31

Ichsan Rizany / Hubungan Penjadwalan Dinas Perawat dengan Kepuasan Kerja Perawat di Instalasi Rawat Inap

METODE

Desain penelitian yang dipakai adalah cross sectional. Pupulasi dalam penelitian berjumlah 103 perawat pelaksana di instalasi rawat inap RSD Idaman Kota Banjarbaru. Teknik yang digunakan yaitu stratified random sampling. Sampel pada penelitian dihitung menggunakan rumus slogan sehingga didapatkan 91 perawat sesuai kriteria inklusi. Sampel diambil dari 6 ruangan di instalasi rawat inap meliputi ruang Nuri, Cendrawasih, Kasuari, VIP Murai, Merak dan Camar. Kriteria inklusi yaitu perawat pelaksana yang bekerja di ruang rawat inap RSD Idaman Kota Banjarbaru, responden penelitian bersedia sebagai responden, perawat yang bukan orientasi dan menetap 1 bulan di RS, dan perawat ruangan minimal berpendidikan DIII Keperawatan.

Instrumen yang dipakai pada penelitian adalah kuesioner penjadwalan dinas perawat serta kuesioner kepuasan kerja perawat. Kuesioner penjadwalan dinas perawat merupakan instrumen manajemen penjadwalan dinas yang diperoleh dari penelitian (Rizany et al., 2019) yang diambil dari (NHS, 2016) dan (Marquis, BL & Huston, 2012) dengan nilai validitas kuesioner yaitu 0,361 dan untuk uji reliabilitas item dengan skala Guttman dengan alpha = 0,701, sedangkan skala tipe Likert dengan alpha = 0,900. Kuesioner kepuasan kerja perawat di ambil dari Hariyati, et al dalam Program Jenjang Karier JICA- Kementerian Kesehatan RI, 2013). Instrumen ini memiliki nilai validitas 0,56-0,83 dan reabilitas sebesar 0,91 dan sudah baku sehingga tidak perlu lagi dilakukan uji validitas dan reliabilitas.

Analisis data yang digunakan yaitu uji korelasi spearman. Prinsip etik yang diperhatikan dalam penelitian adalah lembar persetujuan responden, tanpa nama, kerahasiaan, hak untuk menolak dan berbuat baik. Penelitian ini telah dinyatakan layak etik dari Fakultas Kedokteran

Universitas Lambung Mangkurat dengan No.605/KEPK-FK UNLAM/EC/XII/19.

HASIL

Karakteristik responden diidentifikasi berdasarkan usia, masa kerja, dan penghasilan. Untuk usia pada penelitian ini didapatkan rata-rata usia responden adalah 29,89 tahun dengan usia paling muda responden adalah 23 tahun dan usia paling tua responden adalah 42 tahun. Kategori usia responden ini termasuk usia muda dengan mempertimbangkan bahwa perawat yang usianya muda mempunyai produktivitas dan motivasi yang baik dalam bekerja dibandingkan dengan usia yang lanjut, tenaga muda memiliki keterampilan fisik dan keadaan kesehatan yang lebih baik dari usia lanjut, sehingga dapat menunjang produktivitas dalam bekerja.

Pada penelitian ini rata-rata masa kerja responden adalah 5,46 tahun dengan masa kerja terendah responden adalah 5 bulan dan masa kerja paling lama responden adalah 18 tahun. Peneliti berasumsi bahwa individu dengan masa kerja yang lama akan semakin professional dalam bekerja dan lebih pandai karena memiliki banyak pengalaman, sehingga dapat membimbing individu yang baru bekerja. Sehingga tujuan pekerjaan yang diberikan dapat di kerjakan secara efektif, efisien, baik dan benar sesuai dengan bidang yang dikerjakannya.

Rata-rata penghasilan responden adalah Rp. 1.972.967 dengan penghasilan responden paling rendah adalah Rp. 1.210.000 dan penghasilan responden paling tinggi adalah Rp. 4.000.000. Penghasilan yang diperoleh adalah gaji yang menetap sebagai perawat di RSD Idaman Kota Banjarbaru. Adapun penghasilan yang didapat pada penelitian ini hanya berupa gaji pokok, belum ditambah pendapatan remunerasi dan insentif lainnya sebagai perawat di RSD Idaman Kota Banjarbaru.

Page 36: Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Vol 3 No 1, Mei 2020/ page 29-36 32

Ichsan Rizany / Hubungan Penjadwalan Dinas Perawat dengan Kepuasan Kerja Perawat di Instalasi Rawat Inap

Tabel 1 Karakteristik responden menurut usia, masa kerja,

dan penghasilan (n=91) Indikator Rata-rata SD Min-Max

Usia (Tahun)

29,89 4,884 23-42

Masa Kerja (Tahun)

5,46 4,563 0,5-18

Penghasilan (Rp)

1.972.967 873,084 1.210.000-4.000.000

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis kelamin perawat didominasi oleh perempuan. Tingkat pendidikan responden yang paling banyak adalah DIII Keperawatan. Peneliti berpendapat bahwa pendidikan yang tinggi dapat meningkatkan karier dan kapasitas masing-masing individu, sehingga tingkat pendidikan perlu di tingkatkan agar kapasitas individu dapat merata sesuai dengan kompetensi yang dimiliki individu ketika bekerja. Pada penelitian ini jenjang karir perawat PK I lebih dominan dibandingkan yang lainnya dan peneliti berpendapat pentingnya peningkatan kompetensi perawat untuk peningkatan dalam pemberian layanan. Adapun beban kerja perawat klinis I seperti yang tercantum dalam PMK No 40 Tahun 2017 perawat klinis I mampu mengerjakan asuhan keperawatan dasar yang ditekankan pada bakat atau keahlian teknis yang dimiliki dan berada dibawah serta mendapat arahan keperawatan (Rizany, Sri Hariyati, & Purwaningsih, 2017)

Pengelolaan jadwal dinas responden dalam penelitian ini menunjukkan bahwa pengelolaan jadwal dinas semuanya dibuat oleh kepala ruangan (desentralisasi) sebesar 91 (100%). Penjadwalan desentralisasi memberikan kemudahan staf untuk mampu mengendalikan lingkungan kerja, peningkatan otonomi perawat dalam penjadwalan dan fleksibilitas (Rizany et al., 2017). Rata-rata penjadwalan dinas perawat di instalasi rawat inap sebesar 70,63 (58,04% dari 91) dengan nilai paling rendah 52 dan nilai paling tinggi 90. Hasil tersebut dapat dikatakan bahwa

penjadwalan dinas perawat di instalasi rawat inap masih kurang.

Berdasarkan distribusi jawaban responden diketahui bahwa parameter penjadwalan dinas perawat tertinggi yaitu pada parameter pertanyaan Fleksibilitas nomor 15 sebesar 3,31 (77% dari skor total tertinggi). Parameter pertanyaan terendah pada parameter reward yaitu pertanyaan nomor 2 dan nomor 18 dengan nilai 2,37 (9,25%).

Tabel 2 karakteristik responden menurut jenis kelamin,

pendidikan, jenjang karir (n=91) Indikator f %

Jenis Kelamin

Laki-laki 36 39,6 Perempuan 55 60,4

Pendidikan DIII Keperawatan 59 64,8 DIII+S.Kep 5 5,5 S.Kep+Ners 27 29,7

Jenjang Karir Pra PK 8 8,8 PK I 50 54,9 PK II 23 25,3 PK III 10 11,0

Pengelolaan Jadwal Dinas

Kepala Bidang Keperawatan (sentralisasi)

0 0

Perawat (Self Scheduling)

0 0

Kepala Ruangan (desentralisasi)

91 100,0

Hasil penelitian menjelaskan nilai rata-rata kepuasan kerja perawat di instalasi rawat inap RSD Idaman Kota Banjarbaru sebesar 61,97 (52,46% dari 91) dengan nilai terendah 45 dan nilai tertinggi 87. Hasil ini membuktikan bahwa kepuasan kerja perawat tersebut masih belum mencapai standar kepuasan kerja perawat sebesar 90% berada dibawah minimum standar dan dibawah rata-rata Minnesota Satisfaction Quesioner (MSQ) yaitu 75,4 yang berarti kepuasan kerja perawat belum mencapai standar target yang ditentukan.

Page 37: Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Vol 3 No 1, Mei 2020/ page 29-36 33

Ichsan Rizany / Hubungan Penjadwalan Dinas Perawat dengan Kepuasan Kerja Perawat di Instalasi Rawat Inap

Berdasarkan distribusi jawaban responden

diketahui bahwa parameter kepuasan kerja perawat tertinggi terdapat pada parameter Activity (Aktivitas) pada pertanyaan nomor 1 dengan nilai sebesar 3,41 (60,25%) dan paramater Social Service (Layanan Sosial) pada pertanyaan nomor 9 yaitu 3,61 (60,25%). Parameter kepuasan kerja perawat terendah pada parameter pertanyaan Compensation (Kompensasi) nomor 16 dengan nilai 2,37 (34,25%).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan penjadwalan dinas dengan kepuasan kerja perawat dengan kekuatan hubungan sedang dan arah hubungan searah, yang berarti bahwa semakin baik penjadwalan dinas perawat maka semakin tinggi kepuasan kerja perawat di instalasi rawat inap sebaliknya semakin menurun penjadwalan dinas perawat maka semakin rendah kepuasan kerja perawat.

Tabel 3 Hubungan penjadwalan dinas perawat dengan kepuasan kerja perawat di instalasi rawat inap

(n=91)

Indikator Koefisien Korelasi

p

Hubungan penjadwalan dinas perawat dengan kepuasan kerja perawat

0,274 0,008

PEMBAHASAN

Penjadwalan Dinas Perawat

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa penjadwalan dinas perawat di RSD Idaman Kota Banjarbaru masih kurang. Hasil penelitian ini apabila pada penelitian Penjadwalan Dinas Perawat di 3 RS Militer dengan rata-rata 95,59 jika dipersentasekan (81% dari total nilai) yang mengarah ke cukup baik. Adapun pada penelitian penjadwalan dinas perawat berdasarkan persepsi pasien di ruang rawat inap RSUD Ulin Banjarmasin sebesar 37,29 (77,68% dari 48) dapat dikatakan tinggi.

Berdasarkan parameter penjadwalan dinas perawat tertinggi yaitu pada parameter pertanyaan fleksibilitas 3,31 dengan persentase rata-rata (77%) yaitu pada pertanyaan nomor 15. Peneliti berasumsi bahwa penjadwalan dinas yang fleksibel akan membuat karyawan merasa nyaman dan jadwal dinas yang dibuat sebagai bentuk antisipasi terjadinya perubahan-perubahan dengan pertimbangan dan membagi full time, part time, rotasi shift dan permanen shift. Jadwal yang fleksibel dirasakan perawat akan memberikan keseimbangan hidup bagi perawat salah satunya untuk mengambil istirahat dan meningkatkan kualitas pelayanan dan fleksibel ini sebagai sistem untuk menangani perubahan. Hasil penelitian ini apabila pada penelitian Penjadwalan Dinas Perawat di 3 RS Militer dengan rata-rata 95,59 jika dipersentasikan (81% dari total nilai) yang mengarah ke cukup baik (Rizany et al., 2017).

Fleksibilitas jam kerja memiliki pengaruh kepada perawat dengan memberikan izin untuk perubahan atau modifikasi jadwal terkait kebutuhan yang tidak bisa ditinggalkan dan sudah mendesak, sehingga mengharuskan pertukaran jadwal antara perawat lain diruangan ketika bekerja. Pembagian jadwal yang adil akan memberikan dampak positif ketika dalam keperluan mendesak karyawan bisa mendapatkan haknya dan memiliki waktu yang banyak untuk keluarganya setelah beraktivitas bekerja dan memiliki waktu luang (Dwi & Pradhanawati, 2018). Penjadwalan yang fleksibel diberikan kepada perawat untuk memenuhi haknya. Jadwal yang fleksibel akan memberikan kelangsungan kehidupan bagi perawat salah satunya memungkinkan perawat untuk mengambil istirahat untuk meningkatkan layanan secara optimal. Selain itu, manajemen jadwal dinas dengan shift dan hari off yang tepat memungkinkan perawat untuk mengambil istirahat untuk meningkatkan kualitas pelayanan (Leineweber et al., 2016).

Page 38: Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Vol 3 No 1, Mei 2020/ page 29-36 34

Ichsan Rizany / Hubungan Penjadwalan Dinas Perawat dengan Kepuasan Kerja Perawat di Instalasi Rawat Inap

Fleksibilitas membuktikan bahwa dukungan bagi karyawan akan membantu meringankan kewajiban dalam organisasi yang dilakuan dengan cara mewujudkan sebagian besar hak karyawan dalam kehidupan mereka yang cenderung aktif. Beberapa karyawan akan memberikan timbal balik atas fleksibilitas yang dikerjakan dengan bentuk komitmen yang kuat terkait pekerjaannya dan ketersediaan ataupun penawaran yang fleksibel yang sudah ditetapkan dengan kebijakan kerja secara positif akan membuat komitmen karyawan menjadi lebih bagus (Sari, Murnita, FITRI, & Wulandari, 2019).

Kepuasan Kerja Perawat

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil 61,97 dengan persentase rata-rata 52,46%. Hasil ini membuktikan bahwa kepuasan kerja perawat tersebut masih belum mencapai standar kepuasan kerja perawat yang ditentukan oleh RSD Idaman Kota Banjarbaru sebesar 90% berada dibawah minimum standar dan dibawah rata-rata Minnesota Satisfaction Quesioner (MSQ) yaitu 75,4 yang berarti kepuasan kerja perawat belum mencapai standar target yang ditentukan. Penelitian ini sejalan dengan (Rahman, 2019) kepuasan kerja perawat dalam kategori rendah dengan mean 62,82 (64,44%).

Berdasarkan parameter kepuasan kerja perawat terendah yaitu pada parameter pertanyaan Compensation (kompensasi) 2,37 dengan persentasi rata-rata 34,25% terdapat pada nomor 13. Peneliti berasumsi bahwa kompensasi yang didapatkan oleh perawat masih dibawah dan belum sesuai dengan yang diinginkan mereka sehingga dapat menyebabkan kurangnya motivasi dalam bekeraja. Hal yang mempengaruhi kepuasan salah satunya adalah kompensasi, keadilan kompensasi akan mengakibatkan timbulnya motivasi pada diri karyawan, kompensasi akan berdampak pada betah atau tidaknya karyawan dalam bekerja (Annur & Martono, 2017).

Berbagai macam hal untuk menaikkan kepuasan dan prestasi kerja yaitu melalui kompensasi, kompensasi dalam bentuk finasial akan memenuhi kebutuhan karyawan secara langsung, terutama kebutuhan fisiologis. Perawat yang memiliki kompensasi sesuai dengan yang diinginkan akan bekerja lebih rajin dan merasa pekerjaannya dihargai. Sehingga semakin tinggi kompensasi maka akan meningkat kepuasan kerja perawat (Insan & Yuniawan, 2016).

Hubungan Penjadwalan Dinas Perawat dengan Kepuasan Kerja Perawat

Penelitian yang dilakukan mendapatkan hasil bahwa ada Hubungan Penjadwalan Dinas Perawat dengan Kepuasan Kerja Perawat di Instalasi Rawat Inap RSD Idaman Kota Banjarbaru dengan kekuatan hubungan sedang. Penelitian ini mengarah ke hubungan positif yang berarti semakin baik penjadwalan dinas perawat maka semakin tinggi kepuasan kerja perawat di ruang rawat inap sebaliknya apabila semakin menurun penjadwalan dinas perawat maka semakin rendah kepuasan kerja perawat. Sejalan dengan penelitian terdahulu menyatakan ada hubungan yang signifikan antara implementasi penjadwalan dinas perawat di RS Militers (Rizany et al., 2019). Adapun pada pada penelitian lain mengatakan bahwa ada hubungan antara penjadwalan dinas perawat dengan tingkat kepuasan pasien di ruang rawat inap RSUD Ulin Banjarmasin (Rahman et al., 2018).

Kepuasan perawat salah satunya dipengaruhi oleh pengelolaan jadwal dinas. Apabila penjadwalan dinas perawat tidak optimal maka bisa berdampak terhadap kepuasan perawatan. Adapun terkait penelitian lainnya yang mempertegas bahwa penjadwalan dinas perawat dapat meningkatkan kepuasan kerja perawat (Al Maqbali, 2015). Selain penjadwalan dinas perawat terdapat komponen-komponen lain yang memiliki pengaruh terkait kepuasan kerja. Kepuasan kerja perawat

Page 39: Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Vol 3 No 1, Mei 2020/ page 29-36 35

Ichsan Rizany / Hubungan Penjadwalan Dinas Perawat dengan Kepuasan Kerja Perawat di Instalasi Rawat Inap

dipengaruhi oleh pekerjaan itu sendiri dan suasana bekerja (Wolo et al., 2015). Selain itu kepuasan kerja dipengaruhi oleh imbalan dan motivasi (R., Tamsah, & Kadir, 2016). Artinya ada faktor lain yang dapat memunculkan kepuasan kerja, adapun faktor-faktor yang berpengaruh tersebut yaitu pekerjaan itu sendiri, pembayaran, promosi, teman bekerja, motivasi, keseluruhan dan pengamatan (Robbin S, 2015).

SIMPULAN

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan penjadwalan dinas perawat dengan kepuasan kerja perawat.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada responden yang telah ikut serta berpartisipasi dalam penelitian ini.

REFERENSI

Al Maqbali, M. A. (2015). Factors that influence nurses’ job satisfaction: A literature review. Nursing Management, 22(2), 30–37. https://doi.org/10.7748/nm.22.2.30.e1297

Annur, M. F., & Martono, S. (2017). Peningkatan Komitmen Organisasional Perawat melalui Kompensasi, Kepuasan Kerja dan Budaya Organisasi. Management Analysis Journal, 6.

Bataha, Y. (2019). Gaya Pemimpin Kepala Ruangan Dengan Kepuasaan Perawat. Gaya Pemimpin Kepala Ruangan Dengan Kepuasaan Perawat, 7(2).

Clark, A., Moule, P., Topping, A., & Serpell, M. (2015). Rescheduling nursing shifts: Scoping the challenge and examining the potential of mathematical model based tools. Journal of Nursing Management, 23(4), 411–420. https://doi.org/10.1111/jonm.12158

Daniyanti, M., & Kamil, H. (2016). Conflict Management and Job Satisfaction of the Nurses in the Public Hospital dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. 1–7.

Dewi, Aisyah, A., & Siti. (2018). Hubungan Lingkungan Kerja Fisik dengan Kepuasan Kerja Perawat di RSU Haji Medan. 1(2), 120–128.

Diliyanti, N. N., Parwita, G. B. S., & Gama, G. (2018). Pengaruh Budaya Organisasi dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Perawat dan Bidan Di

Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Puri Bunda Denpasar. Forum Manajemen, 16(1), 1–8.

Dwi, K., & Pradhanawati, A. (2018). Pengaruh Peran Ganda, Fleksibilitas Jam Kerja Dan Gaji Terhadap Kesejahteraan Perawat Perempuan Pada Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang. Ilmu Administrasi Bisnis, 5, 57–67.

Insan, P. D., & Yuniawan, A. (2016). Pengaruh Gaya Kepemimpinan Partisipatif, Lingkungan Kerja, Kompensasi Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Pada Bagian Keperawatan Rsud Tugurejo Semarang). Diponegoro Journal of Management, 5(1), 1–13.

Kundre, R. (2018). Hubungan Kepuasaan Kerja Perawat Dengan Pelaksanaan Pendokumentasian Keperawatan Di Rumah Sakit Gmim Pancaran Kasih Manado. Jurnal Keperawatan, 6(1).

Leineweber, C., Chungkham, H. S., Lindqvist, R., Westerlund, H., Runesdotter, S., Smeds Alenius, L., & Tishelman, C. (2016). Nurses’ practice environment and satisfaction with schedule flexibility is related to intention to leave due to dissatisfaction: A multi-country, multilevel study. International Journal of Nursing Studies, 58, 47–58. https://doi.org/10.1016/j.ijnurstu.2016.02.003

Marquis, BL & Huston, C. (2012). Leadership Roles And Management Functions In Nursing : Theory And Application, Wolters Kluwer Health Lippincott Williams & Wilkins,. Philadelphia.

Muhammad Rijali Rahman. (2019). Hubungan Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan dengan Kepuasan Kerja Perawat di Ruang Rawat Inap RSD Idaman Kota Banjarbaru. Universitas Lambung Mangkurat.

NHS. (2016). Good Practice Guide : Rostering Signature. June.

R., F., Tamsah, H., & Kadir, I. (2016). Pengaruh Imbalan dan Motivasi terhadap Kepuasan Kerja Perawat Badan Layanan Umum (BLU) Pada Rumah Sakit Bhayangkara Makassar. Jurnal Mirai Manajement, Volume 1 Normor 2, 1, 14–23.

Rahman, S., Mulyani, Y., & Rizany, I. (2018). Penjadwalan Dinas Perawat berhubungan dengan Kepuasan Pasien di Ruang Rawat Inap RSUD Ulin Banjarmasin. Dunia Keperawatan, 6(1), 41. https://doi.org/10.20527/dk.v6i1.5081

Rhona Sandra, D. S. (2017). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Rsud Solok. 15(3), 148–155.

Rizany, I., Hariyati, R. T. S., Afifah, E., & Rusdiyansyah. (2019). The Impact of Nurse Scheduling

Page 40: Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Vol 3 No 1, Mei 2020/ page 29-36 36

Ichsan Rizany / Hubungan Penjadwalan Dinas Perawat dengan Kepuasan Kerja Perawat di Instalasi Rawat Inap

Management on Nurses’ Job Satisfaction in Army Hospital: A Cross-Sectional Research. SAGE Open, 9(2). https://doi.org/10.1177/2158244019856189

Rizany, I., Sri Hariyati, T., & Purwaningsih, S. (2017). Optimalisasi Fungsi Kepala Ruangan Dalam Penetapan Jadwal Dinas Perawat Berbasis Kompetensi: Pilot Study. Jurnal Persatuan Perawat Nasional Indonesia (JPPNI), 1(3), 244. https://doi.org/10.32419/jppni.v1i3.35

Robbin S. (2015). Perilaku Organisai. Jakarta.

Sari, Murnita, D., FITRI, & Wulandari. (2019). Pengaruh Fleksibilitas Jam Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Dengan Komitmen Organisasi Dan Konflik Pekerjaan-Keluarga Sebagai Variabel Mediasi (Studi Pada Wanita Bekerja di Kota Surakarta). IAIN Surakarta.

Sri Marhaini. (2018). Penjadwalan Kerja Karyawan Di RSU Sari Mutiara Medan Dengan Aplikasi Pewarnaan Graf Menggunakan Algoritma Tabu Search. Universitas Negeri Medan.

Susandi, D., & Milana, L. (2015). Perancangan Dan Pembuatan Aplikasi Penyusunan Jadwal Kerja Dinas Jaga Perawat IGD Menggunakan Algoritma TPB. Infotech Journal, 1(1), 236695.

Winasih, R., Nursalam, N., & Kurniawati, N. D. (2015). Cultural Organization and Quality of Nursing Work Life on Nurses Performance and Job Satisfaction in Dr. Soetomo Hospital, Surabaya. Jurnal NERS, 10(2), 332. https://doi.org/10.20473/jn.v10i22015.332-342

Wolo, P. D., Trisnawati, R., & Wiyadi. (2015). Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Perawat Pada RSUD TNI AU Yogyakarta. Jurnal Ekonomi Manajemen Sumber Daya, 17, 25–34.

Page 41: Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

Corresponding author: Christiana Nindya Timur [email protected] Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Vol 3 No 1, Mei 2020 DOI: http://dx.doi.org/10.26594/jkmk.v3.i1.545 e-ISSN 2621-5047

Artikel Penelitian

Inovasi Pengembangan Sistem Infomasi untuk Meningkatkan Kepatuhan Perawat dalam Pencegahan Pasien Jatuh

Christiana Nindya Timur1, Septo Pawelas Arso2, Muhammad Hasib Ardani3

1 Mahasiswa Magister Keperawatan, Universitas Diponegoro 2 Bagian AKK, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro 3 Departemen Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro

Article Info Abstract

Article History: Diterima 29 Mei 2020 Key words: Sistem informasi pencegahan pasien jatuh; Pasien jatuh; Kepatuhan perawat

Kepatuhan perawat dalam pencegahan pasien jatuh sangat diperlukan untuk meminimalkan terjadinya kejadian yang tidak diinginkan di rumah sakit. Rendahnya kepatuhan perawat akan menyebabkan kejadian pasien jatuh yang dapat disertai cedera. Upaya untuk meningkatkan kepatuhan perawat dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi informasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan sistem informasi untuk meningkatkan kepatuhan perawat dalam pencegahan pasien jatuh. Metode yang digunakan adalah penelitian dan pengembangan. Hasil penelitian ini adalah pengembangan sistem informasi pencegahan pasien jatuh (SIPENJA) sebagai inovasi untuk meningkatkan kepatuhan perawat dalam pencegahan pasien jatuh.

PENDAHULUAN

Pencegahan pasien jatuh merupakan bagian dari enam sasaran keselamatan pasien yang harus dilakukan oleh perawat sebagai professional pemberi asuhan untuk meminimalkan terjadinya kejadian yang tidak diinginkan di rumah sakit. Berdasarkan data dari The Joint Commission, kejadian jatuh berada dalam 10 besar kejadian sentinel di Amerika Serikat (The Joint Commission, 2015). Kejadian pasien jatuh tahun 2009 di Taiwan dilaporkan sebanyak 7805 kejadian dan sebanyak 52 % kejadian jatuh tersebut menyebabkan pasien mengalami cedera (Huang et al., 2015). Kejadian pasien jatuh

di Indonesia pada tahun 2012 berada dalam 5 besar kejadian yang tidak diinginkan yaitu sebanyak 34 kejadian (14 %)(Dewi & Richa, 2018)

Kejadian pasien jatuh di rumah sakit dapat terjadi karena berbagai faktor, salah satunya adalah kurangnya kepatuhan perawat dalam melaksanakan protokol pencegahan pasien jatuh (Saputro, 2016; The Joint Commission, 2015). Dewi dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa perawat hanya melaksanakan 2 – 3 langkah dari 10 langkah pencegahan pasien jatuh (Dewi & Richa, 2018)

Page 42: Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Vol 3 No 1, Mei 2020/ page 37-44 38

Christiana Nindya Timur / Inovasi Pengembangan Sistem Infomasi untuk Meningkatkan Kepatuhan Perawat dalam Pencegahan Pasien Jatuh

Kepatuhan perawat dalam melaksanakan intervensi pencegahan pasien jatuh dapat ditingkatkan melalui pengawasan kepatuhan perawat, audit dan pemberian feedback terhadap pelaksanaan pencegahan pasien jatuh, kepemimpinan, pemberian edukasi bagi staff serta pemakaian sistem teknologi informasi (Budiono, Wahyu Sarwiyata, & Alamsyah, 2014; Koh, Manias, Hutchinson, Donath, & Johnston, 2008; Miake-Lye, Hempel, Ganz, & Shekelle, 2013)

Teknologi informasi merupakan suatu teknologi yang digunakan untuk mengelola informasi sedangkan sistem informasi adalah kombinasi dari teknologi informasi dan penggunanya (Standing & Standing, 2009; Sutabri & Napitupulu, 2019). Teknologi informasi dapat dimanfaatkan melalui perangkat elektronik untuk membantu perawat dalam mengakses informasi, komunikasi serta monitoring secara cepat(Standing & Standing, 2009). Peningkatan kualitas perawatan pasien, pengurangan terjadinya kesalahan dan penurunan biaya perawatan dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi (Putzer & Park, 2010)..

Penelitian yang dilakukan oleh Johnson, Hime, dan Zheng dkk tentang penggunaan teknologi informasi berupa program e – learning yang terdiri dari asesmen risiko jatuh dan intervensi pencegahan pasien jatuh untuk perawat yang dilanjutkan dengan observasi pada pasien dan perawat menunjukkan adanya peningkatan perilaku perawat dalam mencegah terjadinya pasien jatuh. Penelitian yang dilakukan oleh Dykes, Caroll, dan Hurley tentang penggunaan teknologi informasi kesehatan menggunakan program software pada komputer yang berisi manajemen pasien jatuh dan poster yang dapat dicetak langsung untuk diletakkan di tempat tidur pasien dapat meningkatkan kepatuhan perawat dalam pencegahan pasien jatuh (Dykes et al., 2010).

Kepatuhan perawat dalam pencegahan pasien jatuh sangat dibutuhkan untuk

mencegah tejadinya pasien jatuh namun berdasarkan penelitian terdahulu kepatuhan perawat masih belum optimal sehingga diperlukan upaya untuk meningkatkan kepatuhan perawat, salah satunya dengan menggunakan teknologi informasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan sistem informasi berupa aplikasi Sistem informasi pencegahan pasien jatuh (SIPENJA) untuk meningkatkan kepatuhan perawat dalam pencegahan pasien jatuh dengan menggunakan smartphone. Smartphone merupakan mobile technology yang dapat mengakses dan memperbaharui informasi dengan cepat dan saat ini dipakai oleh banyak orang termasuk perawat (Oh, Yeon, Ens, Mannion, & Oh, 2017; Standing & Standing, 2009)

METODE

Penelitian ini adalah penelitian pengembangan (research & development). Penelitian pengembangan adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu (Sugiyono, 2011). Langkah langkah yang dilakukan pada penelitian pengembangan yaitu :

1) Identifikasi masalah. Permasalahan dalam penelitian ini adalah kepatuhan perawat dalam pencegahan pasien jatuh belum optimal.

2) Disain produk. Disain produk dimulai dengan merumuskan disain aplikasi, merumuskan menu aplikasi dan materi yang akan ditampilkan dalam menu dan menentukan alur pengisian menu aplikasi.

Page 43: Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Vol 3 No 1, Mei 2020/ page 37-44 39

Christiana Nindya Timur / Inovasi Pengembangan Sistem Infomasi untuk Meningkatkan Kepatuhan Perawat dalam Pencegahan Pasien Jatuh

Gambar 1 Rancangan aplikasi sistem informasi pencegahan

pasien jatuh (SIPENJA)

Disain penelitian menggunakan pendekatan sistem yaitu input – proses – hasil. Bagian input pada SIPENJA dilakukan dengan melakukan penilaian risiko jatuh dengan skala morse oleh perawat yang kemudian hasilnya dikategorikan oleh sistem menjadi risiko tinggi, risiko sedang dan risiko rendah. Perawat kemudian melakukan monitoring intervensi pencegahan pasien jatuh secara mandiri sesuai dengan kategori risiko jatuh. Sistem akan melakukan penilaian kepatuhan perawat berdasarkan monitoring yang dilakukan perawat secara mandiri. Hasil penilaian kepatuhan perawat akan ditampilkan dalam bentuk presentase.

Monitoring pelaksanaan intervensi pencegahan pasien jatuh yang dilakukan secara mandiri oleh perawat akan diobservasi oleh penanggungjawab keselamatan pasien di ruangan untuk melihat kesesuaian antara data monitoring pada sistem dan pasien dengan menggunakan web SIPENJA. Observasi dilakukan langsung pada pasien. Data penilaian kepatuhan perawat akan terekam dalam web Sdan

dapat dicetak sehingga dapat dipergunakan sebagai laporan.

3) Pengembangan produk. Produk dikembangkan berdasarkan disain yang telah dibuat. Aplikasi dibuat oleh CV. Mib Labs yang bergerak dalam bidang android developer. Hasil akhir dari penelitian ini berupa aplikasi android yang bernama sistem informasi pencegahan pasien jatuh (SIPENJA) yang dioperasikan menggunakan smartphone.

HASIL

Aplikasi SIPENJA meterdiri dari 6 menu yaitu : e – edukasi, e – demografi, e – asesmen, e – dokumentasi, e – monitoring dan e – kepatuhan.

Gambar 2

Tampilan menu pada aplikasi SIPENJA

E – edukasi

Menu ini berisi informasi tentang pencegahan pasien jatuh seperti pengertian, penyebab jatuh dan intervensi pencegahan pasien jatuh yang diperoleh dari buku dan jurnal penelitian (Miake-lye, Hempel, Ganz, & Shekelle, 2012; Nursalam, 2014; Pearson & Coburn, 2011; Shuey & Balch, 2014).

Input

• Penilaian risiko jatuh menggunakan skala

morse oleh perawat

• Pengkategorian risiko jatuh pasien oleh

sistem

• Monitoring pelaksanaan intervensi pasien

jatuh oleh perawat

Proses • Perhitungan kepatuhan pelaksanaan

intervensi pasien jatuh oleh sistem

Output • Sistem menampilkan hasil pengukuran

dalam bentuk persentase

Page 44: Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Vol 3 No 1, Mei 2020/ page 37-44 40

Christiana Nindya Timur / Inovasi Pengembangan Sistem Infomasi untuk Meningkatkan Kepatuhan Perawat dalam Pencegahan Pasien Jatuh

Gambar 3

Tampilan menu e -edukasi

E – Demografi

Menu ini memuat data pasien yang akan menerima intervensi pencegahan pasien jatuh. Data pasien berupa nama, umur, pekerjaan dan pendidikan. Data pasien dimasukkan kedalam sistem oleh perawat.

Gambar 4

Tampilan menu e – demografi

E – Asessmen

Menu ini memuat informasi penilaian risiko jatuh menggunakan Skala Morse. Skala Morse telah dipergunakan secara luas oleh praktisi kesehatan untuk mengukur risiko jatuh pasien dewasa. Materi pengkajian skala morse diperoleh dari buku dan jurnal penelitian (Huang et al., 2015; Janice M.

Morse, 2009; Nursalam, 2014; Pearson & Coburn, 2011). Perawat melakukan penilaian menggunakan Skala Morse untuk menentukan kategori risiko jatuh pasien. Risiko rendah dengan nilai 0 – 24, risiko sedang dengan nilai 25 – 44, dan risiko tinggi dengan nilai ≥ 45. (Boye-Doe, 2017).

Gambar 5

Tampilan menu e - assesmen

E – Dokumentasi

Menu ini memuat hasil asesmen kategori risiko jatuh pasien yang telah dilakukan oleh perawat pada e – asessmen yaitu risiko tinggi, risiko sedang dan risiko rendah.

Gambar 6

Tampilan menu e – dokumentasi

Page 45: Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Vol 3 No 1, Mei 2020/ page 37-44 41

Christiana Nindya Timur / Inovasi Pengembangan Sistem Infomasi untuk Meningkatkan Kepatuhan Perawat dalam Pencegahan Pasien Jatuh

E – Monitoring

Menu ini memuat monitoring pelaksanaan intervensi pencegahan pasien jatuh berdasarkan protokol dan terintegrasi dengan sistem evaluasi yang akan menampilkan persentase kepatuhan perawat dalam melaksanakan pencegahan pasien jatuh pada menu E - Kepatuhan. Isi pada e – monitoring adalah intervensi pencegahan pasien jatuh yang diambil dari jurnal – jurnal keperawatan dan disesuaikan dengan standar prosedur operasional yang dipakai di rumah sakit (Agency for Healthcare Research and Quality, 2013; Pearson & Coburn, 2011).

Gambar 7

Tampilan menu e – monitoring

E – Kepatuhan

Menu ini berisi rekaman hasil monitoring pencegahan pasien jatuh yang dilakukan oleh perawat. Nilai kepatuhan perawat akan muncul di sistem setelah perawat melakukan monitoring dalam bentuk presentase.

Gambar 8

Tampilan menu e – kepatuhan

Web SIPENJA

Web ini berisi admin SIPENJA dan hasil dokumentasi serta nilai kepatuhan perawat dalam bentuk tabel. Kepatuhan perawat dapat dimonitor melalui hasil monitoring yang terekam dalam aplikasi SIPENJA sehingga dapat diketahui kepatuhan perawat dalam melaksanakan pencegahan pasien jatuh.

Gambar 9

Tampilan Web SIPENJA

PEMBAHASAN

E – Edukasi

Pencegahan pasien jatuh membutuhkan kesadaran perawat untuk melaksanakan tindakan pencegahan pasien jatuh sesuai standar yang dapat diperoleh melalui edukasi (The Joint Commission, 2015). Pemberian edukasi tentang manajemen

Page 46: Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Vol 3 No 1, Mei 2020/ page 37-44 42

Christiana Nindya Timur / Inovasi Pengembangan Sistem Infomasi untuk Meningkatkan Kepatuhan Perawat dalam Pencegahan Pasien Jatuh

pasien jatuh bagi perawat akan meningkatkan pengetahuan perawat dan menurunkan kejadian pasien jatuh serta merubah perilaku perawat dalam pencegahan pasien jatuh menjadi lebih baik (Johnson et al., 2014). Menu e – edukasi pada aplikasi SIPENJA yang memuat manajemen pasien jatuh dibuat untuk membantu perawat meningkatkan pengetahuan tentang pencegahan pasien jatuh.

E – Demografi

Informasi tentang pelaporan data pada sistem informasi akan memudahkan pengontrolan (Nazir & Darmawati, 2018). Data demografi pasien pada aplikasi SIPENJA diperlukan untuk membantu perawat mengelola pasien pada saat melakukan asesmen hingga monitoring pelaksanaan pencegahan pasien jatuh.

E – Assesmen

Assesmen risiko jatuh diperlukan untuk mengenali risiko jatuh seseorang sehingga dapat dilakukan prosedur pencegahan sesuai tingkat risikonya (Gu, Balcaen, Ni, Ampe, & Goffin, 2016; Pearson & Coburn, 2011; The Joint Commission, 2015). Penilaian risiko jatuh yang tepat akan menurunkan risiko terjadinya pasien jatuh (Budiono et al., 2014). Aplikasi SIPENJA menggunakan skala jatuh Morse sebagai instrumen penilaian risiko jatuh pasien. Skala Morse dipilih karena telah terstandarisasi dan tervalidasi serta telah digunakan diberbagai rumah sakit (The Joint Commission, 2015).

E – Dokumentasi

Penilaian risiko jatuh dengan Skala Morse akan membagi pasien menjadi 3 kelompok risiko yaitu risiko rendah, risiko sedang dan risiko tinggi (Janice M. Morse, 2009). Dokumentasi pada aplikasi SIPENJA diperlukan untuk melihat perubahan risiko jatuh pasien selama perawatan di rumah sakit. Perubahan risiko jatuh pasien

berhubungan dengan intervensi pencegahan pasien jatuh yang diberikan pada pasien(Nur, Dharmana, & Santoso, 2017).

E – Monitoring

Monitoring pelaksanaan pencegahan pasien jatuh diperlukan untuk memastikan tindakan pencegahan pasien jatuh telah dilakukan dan sesuai dengan standar. (Hempel et al., 2013). Monitoring pada aplikasi SIPENJA dilakukan dengan cara memilih intervensi yang telah dilakukan, dengan demikian perawat dapat mengetahui intervensi apa saja yang telah dilakukan dan belum dilakukan.

E – Kepatuhan

Penilaian kepatuhan perawat pada aplikasi SIPENJA langsung dimunculkan (real time ) dalam menu e – kepatuhan setelah pengisian monitoring. Pemberian feedback merupakan strategi untuk meningkatkan kepatuhan perawat. Feedback yang dilakukan secara langsung memberikan dampak yang baik terhadap kepatuhan perawat (Lacey, Zhou, Li, Craven, & Gush, 2020).

Web SIPENJA

Nilai kepatuhan perawat terekam dalam web SIPENJA dan dapat di cetak sebagai laporan kepatuhan perawat dalam pencegahan pasien jatuh setiap bulan. Laporan dipergunakan untuk menganalisis permasalahan dan mencari solusi untuk mengatasi permasalahan (The Joint Commission, 2015).

SIMPULAN

Pengembangan sistem informasi pencegahan pasien jatuh (SIPENJA) merupakan inovasi yang dikembangkan untuk meningkatkan kepatuhan perawat dalam pencegahan pasien jatuh. Uji coba SIPENJA dibutuhkan untuk perbaikan sistem menjadi lebih baik lagi.

Page 47: Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Vol 3 No 1, Mei 2020/ page 37-44 43

Christiana Nindya Timur / Inovasi Pengembangan Sistem Infomasi untuk Meningkatkan Kepatuhan Perawat dalam Pencegahan Pasien Jatuh

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu pengembangan penelitian ini.

REFERENSI

Agency for Healthcare Research and Quality. (2013). Preventing Falls in Hospitals: A Toolkit for Improving Quality of Care. AHRQ Publication.

Boye-Doe, S. B. (2017). Improving Fall Prevention Strategies in an Acute-Care Setting. Walden University.

Budiono, S., Wahyu Sarwiyata, T., & Alamsyah, A. (2014). Pelaksanaan Program Manajemen Pasien dengan Risiko Jatuh di Rumah Sakit. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 28(1), 78–83. https://doi.org/10.21776/ub.jkb.2014.028.01.28

Dewi, T., & Richa, N. (2018). Phenomenologi Study: Risk Factors Related To Fall Incidence In Hospitaliced Pediatric Patient With Theory Faye G. Abdellah. NurseLine Journal, 3(1), 6–7.

Dykes, P. C., Carroll, D. L., Hurley, A., Benoit, A., Chang, F., Meltzer, S., & Tsurikova, R. (2010). Fall Prevention in Acute Care Hospitals. JAMA, 304(17), 1912–1918. https://doi.org/10.1001/jama.2010.1567.Fall

Gu, Y.-Y., Balcaen, K., Ni, Y., Ampe, J., & Goffin, J. (2016). Review on prevention of falls in hospital settings. Chinese Nursing Research, 3(1), 7–10. https://doi.org/10.1016/j.cnre.2015.11.002

Hempel, S., Newberry, S., Wang, Z., Booth, M., Shanman, R., Johnsen, B., … Ganz, D. A. (2013). Hospital Fall Prevention: A Systematic Review of Implementation, Components, Adherence, and Effectiveness. J Am Geriatr Soc, 61, 483–494. https://doi.org/10.1111/jgs.12169

Huang, L. C., Ma, W. F., Li, T. C., Liang, Y. W., Tsai, L. Y., & Chang, F. U. (2015). The effectiveness of a participatory program on fall prevention in oncology patients. Health Education Research, 30(2), 298–308. https://doi.org/10.1093/her/cyu072

Janice M. Morse. (2009). Preventing patient falls. (2nd ed.). New York: Springer Publishing Company, LLC.

Johnson, M., Hime, N., Zheng, C., Tran, D. T., Kelly, L., & Siric, K. (2014). Differences in nurses ’ knowledge , behavior and patient falls incidents and severity following a falls e-learning program. Journal of Nursing Education and Practice, 4(4), 28–36. https://doi.org/10.5430/jnep.v4n4p28

Koh, S. S. L., Manias, E., Hutchinson, A. M., Donath, S., & Johnston, L. (2008). Nurses’ perceived barriers to the implementation of a Fall Prevention Clinical Practice Guideline in Singapore hospitals. BMC Health Services Research, 8. https://doi.org/10.1186/1472-6963-8-105

Lacey, G., Zhou, J., Li, X., Craven, C., & Gush, C. (2020). The impact of automatic video auditing with real-time feedback on the quality and quantity of handwash events in a hospital setting. American Journal of Infection Control, 48(2), 162–166. https://doi.org/10.1016/j.ajic.2019.06.015

Miake-lye, I. M., Hempel, S., Ganz, D. A., & Shekelle, P. G. (2012). Inpatient Fall Prevention Programs as a Patient Safety Strategy. Annals of Internal Medicine.

Miake-Lye, I. M., Hempel, S., Ganz, D. A., & Shekelle, P. G. (2013). Inpatient fall prevention programs as a patient safety strategy: A systematic review. Annals of Internal Medicine, 158, 390–396. https://doi.org/10.7326/0003-4819-158-5-201303051-00005

Nazir, N., & Darmawati, G. (2018). Perancangan Pencatatan Dan Pelaporan Terpadu Puskesmas Berbasis E-Report Untuk Meningkatkan Kesehatan Masyarakat. Jurnal Sains Dan Teknologi: Jurnal Keilmuan Dan Aplikasi Teknologi Industri, 18(2), 75. https://doi.org/10.36275/stsp.v18i2.109

Nur, H. A., Dharmana, E., & Santoso, A. (2017). Pelaksanaan Asesmen Risiko Jatuh di Rumah Sakit. Jurnal Ners Dan Kebidanan Indonesia, 5(2), 123. https://doi.org/10.21927/jnki.2017.5(2).123-133

Nursalam. (2014). Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional (4 Edisi, Ed.). Jakarta: Salemba Medika.

Oh, Y. S., Yeon, J. J., Ens, T. A., Mannion, C. A., & Oh, Y. (2017). A Review of the Effect of Nurses’ Use of Smartphone to Improve Patient Care. Journal of Undergraduate Research in Alberta •, 6.

Pearson, K. B., & Coburn, A. F. (2011). Evidence-based Falls Prevention in Critical Access Hospitals. Flex Monitoring, (December), 1–35.

Putzer, G. J., & Park, Y. (2010). The effects of innovation factors on smartphone adoption among nurses in community hospitals. Perspectives in Health Information Management, 7(1).

Saputro, H. (2016). Kinerja perawat dalam pelaksanaan pencegahan risiko jatuh di ruang rawat inap anak. STRADA Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5(2), 26–31.

Shuey, K. M., & Balch, C. (2014). Fall Prevention in

Page 48: Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Vol 3 No 1, Mei 2020/ page 37-44 44

Christiana Nindya Timur / Inovasi Pengembangan Sistem Infomasi untuk Meningkatkan Kepatuhan Perawat dalam Pencegahan Pasien Jatuh

High-Risk Patients. Critical Care Nursing Clinics of North America, 26(4), 569–580. https://doi.org/10.1016/j.ccell.2014.08.016

Standing, S., & Standing, C. (2009). Mobile technology and healthcare: the adoption issues and systemic problems. International Journal of Electronic Healthcare, 4(3/4), 221. https://doi.org/10.1504/ijeh.2008.022661

Sugiyono. (2011). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan r & d. Bandung: Alfabeta.

Sutabri, T., & Napitupulu, D. (2019). Sistem Informasi Bisnis (edisi 1; P. Christian, Ed.). Yogyakarta: Penerbit ANDI.

The Joint Commission. (2015). Preventing falls and fall-related injuries in health care facilities. Sentinel Alert Event, (55), 1–5.

U.S Department of Health & Human Services. (2014). Implementation Guide for Falls.

Page 49: Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

Diterbitkan oleh :Tim Pengembang Jurnal

Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah