ISOLASI SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI FRAKSI...
Transcript of ISOLASI SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI FRAKSI...
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ISOLASI SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI
FRAKSI n-HEKSANA TUMBUHAN PAKU
Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr.
SKRIPSI
SITI ZAMILATUL AZKIYAH
109102000022
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JULI 2013
ii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ISOLASI SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI
FRAKSI n-HEKSANA TUMBUHAN PAKU
Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr.
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
SITI ZAMILATUL AZKIYAH
109102000022
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JULI 2013
iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Siti Zamilatul Azkiyah
NIM : 109102000022
Tandatangan :
Tanggal :
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh:
NAMA : SITI ZAMILATUL AZKIYAH
NIM : 109102000022
JUDUL : Isolasi Senyawa Aktif Antioksidan Dari Fraksi n-Heksana
Tumbuhan Paku Nephrolepis Falcata (Cav.) C. Chr.
Disetujui oleh :
Pembimbing I Pembimbing II
Ismiarni Komala M.Sc., P.hD., Apt Puteri Amelia M. Farm, Apt NIP:197806302006042001 NIP:198012042011012004
Mengetahui
Ketua Program Studi Farmasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Drs. Umar Mansur M.Sc., Apt
v
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi ini diajukan oleh :
Nama : Siti Zamilatul Azkiyah
NIM : 109102000022
Program Studi : Farmasi
Judul : Isolasi Senyawa Aktif Antioksidan Dari Fraksi n-Heksana
Tumbuhan Paku Nephrolepis Falcata (Cav.) C. Chr.
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I : Ismiarni Komala M.Sc., P.hD., Apt ( )
Pembimbing II : Puteri Amelia M. Farm, Apt ( )
Penguji I : Prof. Dr Atiek Soemiati M. Si., Apt ( )
Penguji II : Eka Putri M. Si., Apt ( )
Ditetapkan di : Ciputat
Tanggal :Juli 2013
vi
ABSTRAK
Nama : Siti Zamilatul Azkiyah
Program studi : Farmasi
Judul : Isolasi Senyawa Aktif Antioksidan Dari Fraksi n-Heksana
Tumbuhan Paku Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr.
Antioksidan adalah zat yang dalam konsentrasi kecil dapat secara signifikan menghambat atau mencegah oksidasi substrat. Salah satu tanaman yang berkhasiat sebagai antioksidan adalah Pakis. Pakis dilaporkan memiliki aktivitas farmakologi sebagai antiimflamasi, antioksidan, anti-bakteri, inhibitor tirosinase dan sitotoksik. Dalam penelitian sebelumnya, ekstrak etanol dari pakis di Indonesia, Nephrolepis falcata telah dilaporkan memiliki aktivitas antioksidan. Genus Nephrolepis diketahui mengandung flavonoid, terpenoid, fenolik dan xanton. Studi pendahuluan pada aktivitas antioksidan menunjukkan bahwa fraksi n-heksana dan etil asetat aktif dalam menangkal radikal bebas dari 2,2-Diphenyl-1-pikrilhidrazil (DPPH). Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan menentukan struktur senyawa dari ekstrak n-heksana Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr yang bertanggung jawab terhadap aktivitas antioksidannya. Pemurnian ekstrak n-heksana dengan menggunakan teknik kromatografi menyebabkan terisolasinya senyawa aktif antioksidan yang berupa golongan asam lemak. Isolat asam lemak tersebut memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 adalah 38,701µg / mL. Spektrum UV-Vis dari isolat aktif menunjukkan serapan pada λmax 293 dan 221 nm. Spektra inframerah (KBR) menunjukkan serapan pada 3446,17 cm-1 (OH), 2923,56 cm-1 (CH-alifatik), 1646,91 cm-1 (C = O). LC-MS spektrum memberikan puncak dengan waktu retensi 6,7 menit dan menunjukkan puncak dasar pada m / z 371.569.
Kata Kunci: Antioksidan, Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr, asam lemak, DPPH.
vii
ABSTRACT
Name : Siti Zamilatul Azkiyah
Program study : Pharmacy
Title : Isolation of active Antioxidant compound from n-Hexane
fraction of Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr
Antioxidant is a substance which in small concentrations can significantly inhibit or prevent the oxidation of the substrate. One plant is efficacious as an antioxidant is Ferns. Ferns was reported to have pharmacological activity as antiimflamasi, antioxidant, anti-bacterial, tyrosinase inhibitors and cytotoxic. In the previous study, ethanol extract of the Indonesian fern Nephrolepis falcata has been reported to have antioxidant activity. Nephrolepis genus is known to contain flavonoids, terpenoids, phenolic and xanton. Preliminary study on the antioxidant activity showed that n-hexane and ethyl acetate fraction were active in scavenging free radical of 2,2-Diphenyl-1-Picrylhydrazyl (DPPH). This research is intended to isolate, and structure elucidate of compounds from n-hexane extract of Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr that are responsible for its antioxidant activity. Purification of n-hexane extract by using chromatographic technique led to isolation of an active antioxidant compound which was assigned as fatty acid. The isolate fatty acid has antioxidant activity with the IC50 value is 38,701µg / mL. UV-Vis spectrum of the active isolate showed absorption at λmax 293 and 221 nm. Infrared spectra (KBR) showed absorption at 3446,17 cm-1 (OH), 2923,56 cm-1 (CH-aliphatic), 1646,91 cm-1 (C=O). LC-MS spectra gave a peak with retention time at 6,7 minutes and showed base peak at m/z 371,569.
Keyword: Antioxidant, Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr, fatty acid, DPPH.
viii
KATA PENGANTAR
AssalamualaikumWr. Wb.
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya serta memberikan petunjuk, rizki, iman, islam, dan dengan kekuatan
dari-Nya sehingga tugas akhir ini dapat kami selesaikan. Shalawat serta salam
semoga tersampaikan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga,
para sahabatnya dan pengikutnya yang senantiasa bershalawat atas dirinya.
Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat
untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada program studi Farmasi, Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,
Jakarta. Kami menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan berbagai pihak
sangatlah sulit bagi kami untuk menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini
kami ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Ismiarni Komala, M. Sc., Apt., P.hD., selaku pembimbing pertama dan
Ibu Puteri Amelia, M. Farm., Apt., selaku pembimbing kedua, terimakasih
atas waktu, tenaga dan pikiran yang diberikan dalam proses penelitian dan
penyelesain tugas akhir kami ini, semoga segala bantuan dan bimbingan ibu
mendapat imbalan yang lebih baik dari sisi-Nya.
2. Prof. Dr. (hc) dr. MK. Tadjuddin, Sp. And., selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt, selaku Ketua Program Studi Farmasi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Kedua Orangtua kami, ayahanda Abdul Karim dan ibunda Azdawati, semoga
amalan dan jerih payah keduanya diberikan balasan yang lebih baik dari sisi-
Nya. Serta kakak dan adik-adik, Kiki, Khalila, Zakka dan Vina, yang
senantiasa memberikan semangat dalam proses penelitian dan penyusunan
skripsi ini.
ix
5. Bapak dan Ibu staf pengajar, karyawan, Laboran dan teman-teman yang telah
membantu kami dalam proses penelitian ini serta seluruh rekan mahasiswa
program studi farmasi angkatan 2009.
6. Seluruh pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu yang telah banyak
membantu secara langsung maupun tidak langsung dalam proses penelitian
dan penyusunan skripsi ini.
Semoga Allah SWT membalas semua bantuan yang telah diberikan
kepada kami. Kami menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan adanya keterbatasan pengetahuan dan pengalaman. Oleh karena itu,
kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan
khususnya dunia kefarmasian.
Ciputat, Juli 2013
Penulis
x
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK
Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta, Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Siti Zamilatul Azkiyah
NIM : 109102000022
Program studi : Farmasi
Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK)
Jenis Karya : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya
ilmiah saya dengan judul
Isolasi Senyawa Aktif Antioksidan Dari Fraksi n-Heksana Tumbuhan Paku Nephrolepis Falcata (Cav.) C. Chr.
untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital
Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.
Dengan demikian persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan
sebenarnya.
Dibuat di : Ciputat
Pada Tanggal :Juli 2013
Yang menyatakan,
(Siti Zamilatul Azkiyah)
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..............................................................................................ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS................................................iii
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................iv
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI...............................................................v
ABSTRAK.............................................................................................................vi
ABSTRACT..........................................................................................................vii
KATA PENGANTAR.........................................................................................viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH......................................ix
DAFTAR ISI..........................................................................................................xi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1. LATAR BELAKANG .............................................................................. 1
1.2. PERUMUSAN MASALAH ..................................................................... 3
1.3. TUJUAN PENELITIAN .......................................................................... 3
1.4. MANFAAT PENELITIAN ...................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 4
2.1. TUMBUHAN PAKU ............................................................................... 4
2.2. Nephrolepis falcata .................................................................................. 7
2.3. ANTIOKSIDAN ...................................................................................... 8
2.4. TEKNIK ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA ........................ 11
2.5. PELARUT .............................................................................................. 22
xii
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 25
3.1. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN .............................................. 25
3.2. BAHAN DAN ALAT ............................................................................ 25
3.3. PROSEDUR KERJA .............................................................................. 26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 36
4.1. PENYIAPAN BAHAN ...........................................................................36
4.2. EKSTRAKSI............................................................................................36
4.3. UJI ANTIOKSIDAN EKSTRAK............................................................37
4.4. PENAPISAN FITOKIMIA......................................................................38
4.5. HASIL ISOLASI DAN UJI KEMURNIAN SENYAWA ......................39
4.6. PENENTUAN STRUKTUR SENYAWA MURNI................................43
4.7. UJI AKTIFITAS ANTIOKSIDAN ISOLAT..........................................46
BAB V KESIMPULAN SARAN ...................................................................... . 47
5.1. KESIMPULAN ...................................................................................... 47
5.2. SARAN .................................................................................................. 47
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................48
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Gambar 2.1 Nephrolepis falcata ......................................................................................... 7
Gambar 2.2 Reaksi penghambatan antioksidan primer....................................................... 9
Gambar 2.3 Antioksidan bertindak sebagai prooksidan .................................................... 10
Gambar 3.1 KLT 2 Dimensi ............................................................................................... 30
Gambar 3.2 Bagan alur ekstraksi dari daun Nephrolepis falcata........................................ 34
Gambar 3.3 Bagan alur isolasi ekstrak daun Nephrolepis falcata ...................................... 35
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penggunaan Tradisional Tumbuhan Paku............................................. 5
Tabel 4.1 Data rendemen ekstrak daun Nephrolepis falcata ............................... 37
Tabel 4.2. Hasil uji penapisan fitokimia ............................................................... 38
Tabel 4.3. Karakteristik senyawa hasil isolasi ...................................................... 43
Tabel 4.4 Tabel spektrum IR senyawa NF.1 ......................................................... 45
Tabel 4.5. Data uji antioksidan senyawa murni .................................................... 46
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Determinasi Nephrolephis Falcata ....................................................... 53
Lampiran 2. Uji kromatografi lapis tipis fraksi etil asetat dan n-heksana .......................... 54
Lampiran 3. Pengujian kualitatif senyawa aktif antioksidan dengan metode DPPH .......... 55
Lampiran 4. Profil KLT Senyawa NF.1 .............................................................................. 56
Lampiran 5. Spektrum UV Senyawa NF.1 ......................................................................... 57
Lampiran 6. Spektrum IR Senyawa NF.1 .......................................................................... 58
Lampiran 7. Spektrum 1H-NMR Senyawa NF.1 ............................................................... 59
Lampiran 8.Spektrum LC-MS Senyawa NF.1 ................................................................... 60
Lampiran 9. Spektrum GC-MS senyawa NF.1 .................................................................. 63
Lampiran 10. Spektrum Serapan Larutan DPPH 0,1mM Dalam Metanol ......................... 65
Lampiran 11. Data uji antioksidan senyawa NF.1 dengan spektofotometer UV-Vis ......... 66
1 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Indonesia adalah negara yang kaya akan berbagai keanekaragaman hayati
yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai obat atau bahan baku obat. Di
dunia terdapat 119 senyawa yang digunakan sebagai obat yang berasal dari 90
spesies tumbuhan, dimana 77%-nya ditemukan sebagai hasil penelitian
tumbuhan yang didasarkan pemakaiannya secara tradisional (Cordell, 2000).
Hal tersebut menunjukkan besarnya peran dan potensi bahan alam dalam
proses pencarian dan pengembangan bahan obat.
Tumbuhan dapat menjadi sumber penyedia senyawa yang memiliki
berbagai aktivitas farmakologis karena adanya kandungan metabolit sekunder
di dalamnya. Metabolit sekunder telah diketahui dapat memberikan arti
penting dalam proses kehidupan tumbuhan. Senyawa metabolit sekunder
tersebut biasanya memiliki kemampuan untuk mempertahankan diri dari
serangan bakteri, jamur, ataupun serangan makhluk hidup lainnya. Contoh
senyawa metabolit sekunder antara lain adalah alkaloid, kumarin, flavonoid,
dll (Vickery, 1980). Aktivitas farmakologi ditentukan pula oleh struktur
kimia senyawa. Unit struktur atau gugus molekul mempengaruhi aktivitas
biologi karena berkaitan dengan mekanisme kerja senyawa terhadap reseptor
di dalam tubuh (Lisdawati, et al., 2007).
Tumbuhan paku (Pterydophyta) merupakan divisio tumbuhan yang telah
memiliki sistem pembuluh sejati, tetapi tidak menghasilkan biji untuk
reproduksinya. Diperkirakan sekitar 11.000 spesies tumbuhan paku yang
tersebar diseluruh dunia. Tumbuhan paku banyak ditemui di tempat yang
hangat, lembab, disekitar daerah tropis. Sampai saat ini tumbuhan paku
dianggap tidak memberi arti terlalu penting secara ekonomis, tetapi tumbuhan
paku sering dimanfaatkan sebagai tumbuhan hias.
Studi fitokimia yang dilakukan terhadap tumbuhan paku menunjukkan
bahwa tumbuhan paku memiliki potensi sebagai tanaman yang memiliki
2
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
aktivitas farmakologis. Sebelumnya juga telah dilaporkan beberapa
kandungan kimia yang terdapat dalam tumbuhan paku antara lain, senyawa
golongan flavonoid, terpenoid, senyawa fenol, xanton (Soeder, 1985). Pada
beberapa tumbuhan paku telah dilaporkan memiliki aktivitas farmakologis
antara lain sebagai antiimflamasi dan antinosiseptis (Zakaria, et al., 2006)
antioksidan, anti bakteri, penghambat tirosinase dan sitotoksik (Lai, et al.,
2009, 2010, Kandamashy, et al., 2008).
Nephrolepis falcata merupakan jenis tumbuhan paku yang mudah
ditemukan di daerah beriklim tropis seperti Indonesia. Dari sekian banyak
spesies tumbuhan paku yang tersebar di dunia, belum ditemukan penelitian
sebelumnya terhadap spesies ini. Oleh karena itu, tumbuhan ini termasuk
tanaman yang menarik untuk dilakukan penelitian terhadap kandungan kimia
dan aktivitas farmakologisnya.
Berdasarkan penelusuran literatur, telah diketahui bahwa beberapa
tumbuhan paku memiliki aktivitas antioksidan. Senyawa yang memiliki
aktivitas antioksidan memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai obat
dalam pengobatan berbagai penyakit. Antioksidan dalam arti biologis adalah
senyawa yang mampu menangkal atau meredam dampak negatif oksidan
dalam tubuh (Winarsi, 2007). Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan
satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitas
senyawa oksidan tersebut bisa dihambat. Keseimbangan oksidan dan
antioksidan sangat penting karena berkaitan dengan berfungsinya sistem
imunitas tubuh. Kondisi tersebut terutama untuk menjaga integritas dan
berfungsinya membran lipid, protein sel dan asam nukleat serta mengontrol
transduksi signal dan ekspresi gen dalam sel imun (Meydani, et al., 1995).
Pada penelitian sebelumnya (Komala, 2012) telah dilaporkan bahwa ekstrak
etanol tumbuhan paku Nephrolepis falcata memiliki aktivitas antioksidan
dengan IC50 31,72 µg/mL. Oleh karena itu, perlu dilakukan isolasi dan uji
aktivitas senyawa aktif sebagai antioksidan pada ekstrak n-heksana daun
Nephrolepis falcata menggunakan metode penangkal radikal bebas DPPH
(DPPH free radical scavenging effect). DPPH (1,1-Diphenyl-2-
picrylhydrazyl) sebuah molekul yang yang mengandung senyawa radikal
3
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
bebas yang stabil dan sering digunakan untuk menguji seberapa besar
kapasitas ekstrak dan senyawa murni dalam menyerap radikal bebas.
Senyawa murni yang diperoleh dari isolasi daun tamanan tersebut, akan
diidentifikasi dengan UV-Vis (Ultraviolet – Visible), FTIR (Fourier
transform infrared), MS (Mass Spectrometry), dan NMR (Nuclear Magnetic
Resonance).
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, permasalahan yang timbul
adalah apakah kandungan metabolit sekunder yang terdapat di dalam fraksi n-
heksana Nephrolepis falcata menyebabkan ekstrak tersebut memiliki aktivitas
antioksidan.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk:
a. Mengetahui senyawa aktif antioksidan dari fraksi n-heksana tumbuhan
paku Nephrolepis falcata.
b. Menentukan komponen kimia dari senyawa murni hasil isolasi yang
diduga memiliki aktivitas antioksidan dari tumbuhan paku Nephrolepis
falcata.
c. Mengidentifikasi aktivitas antioksidan dari senyawa hasil isolasi.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan informasi
mengenai aktivitas antioksidan dari ekstrak n-heksana daun Nephrolepis
falcata. Mengingat kandungan tanaman ini belum pernah diteliti sebelumnya,
diharapkan ditemukan senyawa baru yang nantinya mungkin didapatkan akan
memperkaya pengetahuan dalam bidang kimia bahan alam. Uji aktivitas
biologi yang dilakukan pada penelitian ini dapat dimanfaatkan dalam
pengembangan dunia kesehatan.
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 TUMBUHAN PAKU
Secara taksonomi tmbuhan paku berada diantara tumbuhan tingkat tinggi
(gymnosperma dan angiosperma) dan tumbuhan lumut (bryophyte). Berbeda
dengan alga dan lumut, tumbuhan paku telah memiliki jaringan pengangkut
seperti xilem dan floem tetapi tidak menghasilkan biji untuk reproduksi
seksualnya (Pooja, 2004).
2.1.1 Habitat Tumbuhan Paku
Tumbuhan paku dapat tumbuh pada berbagai jenis habitat. Tumbuhan
paku termasuk jenis tumbuhan teresterial dan akan banyak ditempat lembab
dan tertutup (Pooja, 2004).
2.1.2 Distribusi Tumbuhan Paku
Tumbuhan paku dapat ditemukan pada dataran rendah daerah tropis
sampai lingkungan dibawah pegunungan, begitu juga didaerah sub tropis dan
bagian selatan hemister hutan sedang. Biasa terdapat pada hutan lembab di
daerah Karibia. Amerika Tengah dan Selatan, Afrika, Asia dan Papua nugini,
Pulau Oseania dan Selandia baru (Large and braggins, 2004).
2.1.3 Siklus Hidup Tumbuhan Paku
Tumbuhan paku memiliki siklus hidup yang kompleks. Daun
tumbuhan paku yang biasa kita lihat menghasilkan spora dalam bentuk
bungkusan kecil yang biasa disebut sporangia. Tumbuhan ini disebut fase
sporofit karena menghasilkan spora. Spora merupakan diplois, dan tiap sel
mengandung 2 set kromosom didalam inti. Spora akan berkecambah menjadi
tumbuhan hijau yang baru yang kecil, tipis dan berbentuk hati. Spora yang
telah tumbuh disebut sebagai gametofit dan akan memproduksi organ seksual.
Semua sel dan gametofit merupakan haploid yang berkecambah dengan cepat
5
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
dan membutuhkan air untuk berenang menuju telur, sehingga gametofit harus
hidup dalam lingkungan yang lembab.
Pembuahan sperma dan telur akan menghasikan zigot, dimana zigot
itu sendiri sekarang sudah diploid. Zigot selanjutnya menjadi bentuk sporofit
yang baru (Large and Braggins. 2004).
2.1.4 Penggunaan Tradisional Tumbuhan Paku
Terdapat beberapa tumbuhan paku yang dapat digunakan dalam
pengobatan secara tradisional antara lain seperti terlihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Penggunaan Tradisional Tumbuhan Paku (Ho, R. et al., 2011)
Nama Tumbuhan Kegunaan sebagai obat
Acrostichum aureum (Pteridaceae)
Sinus , sakit tenggorokan, untuk kehamilan yang sehat, sembelit, obat penurun panas, nyeri dada, luka
Adiantum ceneatum Penghilang rasa sakit
Adiantum capillus-veneris Di Peru : Bronkhitis dan batuk Di Yunani: Dermatitis dan Cystitis
Adiantum incisum Antitusif, antidiabetes
Adiantum lunulatum Kontrasepsi
Cheilantes farinosa Gangguan inflamasi pada kulit
Asplenium indicum Gonorrhoea
Asplenium lacinatum Leukorea
Asplenium nidus Antipiretik pengobatan elephantiasis
6
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Asplenium polydon Antikanker
Asplenium trichomonas Antitusif, laksatif, ekspektorant
Blechnum oscidentale Antiimflamasi, infeksi saluran urin
Blechnum orientale Di tahiti : tonik Di Himalaya : Antihelmentik, hepatitis dan thipoid
Alsophila costularis Pengobatan hepatitis
Chytea affinis Homeostatik
Chytea medullaris Homeostatik
Davalia fijinensis Pengobatan patah tulang
Equisetum ramosissimum Meningkatkan fertilitas wanita
Polistichum pungens Pengobatan luka
Dicranopteris linearis India : Pengobatan sterilitas Kumaun, Himalaya: Laksatif, asma, dan infertilitas pada wanita
Gliechenia linearis Pengobatan gonorrhoea dan hernia
Helminthostachys zeilanica Antidiabetik
7
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
2.2 Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr.
2.2.1 Taksonomi
Tanaman Nephrolepis falcata secara taksonomi mempunyai klasifikasi
sebagai berikut (Smith, 2006) :
Kingdom : Plantae
Division : Pteredophyta
Class : Polypodiopsida = Filicopsida
Orde : Polypodiales
Famili : Davalliaceae
Genus : Nephrolepis
Species : Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr.
Gambar 2.1. Nephrolepis falcata (sumber: koleksi pribadi, 2013)
2.2.2 Deskripsi Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr.
Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr. tumbuh teresterial di tempat terbuka
pada ketinggian 110 m dpl. Akarnya serabut dan bagian batangnya tegak, agak
kecil, dan berimpang. Daun majemuk, duduk anak daun berhadapan yang
letaknya agak berselang-seling, ujung melengkung, tepi rata, panjangnya 6-9
cm, dan lebar 12-16 cm, tangkai daun rapat dan pada permukaan terdapat
8
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
indumentum yang berwarna coklat tua. Sorus terletak berderet di tepi anak
daun bagian bawah dan berbentuk bulat (Kinho, 2009)
2.2.3 Penggunaan Tradisional
Belum ditemukan informasi mengenai penggunaan tradisional dari
Nephrolepis falcata. Tetapi spesies lain dari genus ini yaitu Nephrolepis
bisserata digunakan sebagai obat luka di NW Guyana (Roberts, 2004).
Nephrolepis auriculata digunakan untuk membuat perangkap burung di sawah
India (Srivastava, 2004). Di India Nephrolepis cardifolia memiliki aktivitas
antibakteri dan digunakan untuk mengobati batuk rematik dan sesak nafas,
hidung tersumbat dan kehilangan selera makan (Benjamin dan Manickam,
2007).
2.2.4 Kandungan Kimia dan aktivitas biologi
Belum ditemukan penelitian sebelumnya yang mempublikasikan
kandungan kimia dan aktivitas biologis dari Nephrolepis falcata, tetapi dari
spesies lain Nephrolepis bisserata diketahui bahwa tumbuhan ini mengandung
senyawa sesquiterpenoid tipe drimane (Siems, 1996).
2.3 ANTIOKSIDAN
Antioksidan adalah senyawa-senyawa yang dapat mendonorkan satu atau
lebih atom hidrogen. Antioksidan merupakan senyawa yang mampu
menghambat atau mencegah terjadinya oksidasi (Schuler, 1990). Senyawa
antioksidan biasanya digunakan untuk mencegah kerusakan yang dapat
ditimbulkan oleh senyawa radikal bebas. Zat oksidan atau lebih dikenal
senyawa radikal bebas merupakan atom atau molekul yang sifatnya sangat
tidak stabil (mempunyai satu atau lebih elektron tanpa pasangan), sehingga
untuk memperoleh pasangan elektron senyawa ini sangat reaktif dan merusak
jaringan. Dengan adanya senyawa antioksidan, oksidan atau senyawa radikal
bebas yang tadinya sangat tidak stabil dan bersifat merusak sel tubuh dapat
menjadi stabil dan kerusakan sel tubuh dapat dicegah.
9
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Radikal bebas dipercaya berkontribusi banyak pada penyakit manusia,
terutama penyakit-penyakit kronis dan hubungannya dengan proses penuaan.
Beberapa penyakit yang dapat timbul karena adanya radikal bebas antara lain
kanker, atherosclerosis termasuk penyakit serangan jantung koroner, stroke,
arthritis, Parkinson, Alzheimer, katarak, serta berbagai kasus penuaan dini.
Reaksi pembentukan radikal bebas merupakan mekanisme biokimia tubuh
normal. Radikal bebas umumnya hanya bersifat perantara yang dapat dengan
cepat diubah menjadi substansi yang tidak lagi membahayakan tubuh. Tetapi
jika radikal bebas berada dalam jumlah berlebihan sementara jumlah
antioksidan seluler tetap atau lebih sedikit, maka kelebihannya tidak bisa
dinetralkan dan berakibat pada kerusakan sel.
Sesuai mekanisme kerjanya, antioksidan memiliki dua fungsi. Fungsi
pertama merupakan fungsi utama dari antioksidan yaitu sebagai pemberi atom
hidrogen. Antioksidan (AH) yang mempunyai fungsi utama tersebut sering
disebut sebagai antioksidan primer. Senyawa ini dapat memberikan atom
hidrogen secara cepat ke radikal lipida (R*, ROO*) atau mengubahnya ke
bentuk yang lebih stabil, sementara turunan radikal antioksidan (A*) tersebut
memiliki keadaan lebih stabil dibanding radikal lipida. Fungsi kedua
merupakan fungsi sekunder antioksidan, yaitu memperlambat laju
autooksidasi dengan berbagai mekanisme diluar mekanisme pemutusan rantai
autooksidasi dengan pengubahan radikal lipida ke bentuk yang lebih stabil
(Gordon, 1990).
Inisiasi : R* + AH RH + A*
Propagasi : ROO* + AH ROOH + A*
Gambar 2.2 Reaksi penghambatan antioksidan primer terhadap radikal lipida (Gordon, 1990)
Penambahan antioksidan (AH) primer dengan konsentrasi rendah pada
lipida dapat menghambat atau mencegah reaksi autooksidasi lemak dan
minyak. Penambahan tersebut dapat menghalangi reaksi oksidasi pada tahap
inisiasi maupun propagasi (Gambar 2.2). Radikal-radikal antioksidan (A*)
yang terbentuk pada reaksi tersebut relatif stabil dan tidak mempunyai cukup
10
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
energi untuk dapat bereaksi dengan molekul lipida lain membentuk radikal
lipida baru (Gordon, 1990).
Besar konsentrasi antioksidan yang ditambahkan dapat berpengaruh pada
laju oksidasi. Pada konsentrasi tinggi, aktivitas antioksidan grup fenolik sering
lenyap bahkan antioksidan tersebut menjadi prooksidan. Pengaruh jumlah
konsentrasi pada laju oksidasi tergantung pada struktur antioksidan, kondisi
dan sampel yang akan diuji.
AH + O2 A* + HOO*
AH + ROOH RO* + H2O + A
Gambar 2.3. Antioksidan bertindak sebagai prooksidan pada konsentrasi tinggi (Gordon, 1990)
Protein dan asam nukleat lebih tahan terhadap radikal bebas daripada
polyunsaturated fatty acid (PUFA), sehingga kecil kemungkinan dalam
terjadinya reaksi berantai yang cepat. Serangan radikal bebas terhadap protein
sangat jarang kecuali bila sangat ekstensif. Hal ini terjadi hanya jika radikal
tersebut mampu berakumulasi (jarang pada sel normal), atau bila
kerusakannya terfokus pada daerah tertentu dalam protein. Salah satu
penyebab kerusakan terfokus adalah jika protein berikatan dengan ion logam
transisi ( Droge, 2002 ).
Seperti pada protein, kecil kemungkinan terjadinya kerusakan di DNA
menjadi suatu reaksi berantai, biasanya kerusakan terjadi bila ada lesi pada
susunan molekul, apabila tidak dapat diatasi, dan terjadi sebelum replikasi
maka akan terjadi mutasi. Radikal oksigen dapat menyerang DNA jika
terbentuk disekitar DNA seperti pada radiasi biologis ( Allen, et al, 2000)..
Berdasarkan sumbernya antioksidan dapat dibagi menjadi dua kelompok,
yaitu antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi
kimia) dan antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi bahan alami).
Antioksidan sintetik yang umumnya digunakan dalam produk pangan antara
lain PG (propil galat), TBHQ (tert-butylhydroxyquinone), BHA (butylated
hydroxyanisole), BHT (butylated hydroxytoluene).
11
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Antioksidan alami banyak terdapat dalam tanaman pada seluruh bagian
dari tanaman seperti akar, daun, bunga, biji, batang dan sebagainya. Senyawa-
senyawa yang umumnya terkandung dalam antioksidan alami adalah fenol,
polifenol, dan yang paling umum adalah flavonoid (flavonol, isoflavon,
flavon, katekin, flavonon), turunan asam sinamat, tokoferol, dan asam organik
polifungsi (Pratt, et al., 1990).
Pada metode DPPH free radical scavenging activity, DPPH (1,1–
diphenyl–2–picrylhydrazil) digunakan sebagai model radikal bebas
(Hatano, et al., 1988). Jika senyawa ini masuk dalam tubuh manusia dan tidak
terkendalikan dapat menyebabkan kerusakan fungsi sel. Dalam pengujian,
inkubasi pada suhu 37 0C dimaksudkan untuk mengoptimalkan aktivitas
DPPH.
Aktivitas antioksidan pada metode DPPH dinyatakan dengan IC50
(Inhibition Concentration). IC50 adalah bilangan yang menunjukkan
konsentrasi ekstrak yang mampu menghambat aktivitas DPPH sebesar 50%.
Semakin kecil nilai IC50 berarti semakin tinggi aktivitas antioksidan. Secara
spesifik, suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat jika nilai
IC50 kurang dari 0,05 mg/mL, kuat untuk IC50 antara 0,05-0,1 mg/mL, sedang
jika IC50 bernilai 0,101–0,150 mg/mL dan lemah jika IC50 bernilai 0,151 –
0,200 mg/mL.
2.4 TEKNIK ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA
2.4.1 Tinjauan Tentang Ekstraksi
2.4.1.1 Pengertian Ekstraksi
Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan suatu padatan
atau cairan. Proses ekstraksi mula-mula terjadi penggumpalan ekstrak dalam
pelarut. Terjadi kontak antar muka bahan dan pelarut sehingga pada bidang
muka terjadi pengendapan massa dengan cara difusi. Bahan ekstraksi yang
telah bercampur dengan pelarut maka pelarut menembus kapiler dalam suatu
bahan padat dan melarutkan ekstrak larutan dengan konsentrasi lebih tinggi
terbentuk dibagian dalam bahan ekstraksi. Serta dengan cara difusi akan
12
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
terjadi keseimbangan konsentrasi larutan dengan larutan diluar bahan
(Bernasconi, et al., 1995).
Penggunaan metode ekstraksi yang dilakukan bergantung pada
beberapa faktor, yaitu tujuan dilakukan ekstraksi, skala ekstraksi, sifat-sifat
komponen yang akan diekstraksi, dan sifat-sifat pelarut yang akan digunakan
(Hougton dan Raman, 1998). Beberapa metode ekstraksi yang sering
digunakan adalah ekstraksi dengan pelarut, distilasi, super critical fluid
extraction (SFE), pengepresan mekanik, dan sublimasi. Metode ekstraksi
yang banyak digunakan adalah distilasi dan ekstraksi dengan pelarut. Proses
ekstraksi dipengaruhi oleh lama ekstraksi, suhu, dan jenis pelarut yang
digunakan. Semakin dekat tingkat kepolaran pelarut dengan komponen yang
diekstrak, semakin sempurna proses ekstraksi.
Bernasconi, et al., (1995) menyatakan bahwa metode ekstraksi dibagi
menjadi dua yaitu ekstraksi tunggal dan ekstraksi multi tahap. Ekstraksi
tunggal adalah dengan mencampurkan bahan yang akan diekstrak
dihubungkan satu kali dengan pelarut. Disini sebagian dari zat yang akan
diolah akan larut dalam bahan pelarut sampai tercapai suatu keseimbangan.
Metode ekstraksi tunggal mempunyai kekurangan yaitu rendemennya rendah.
Sedangkan ekstraksi multi tahap, bahan yang akan diekstrak dihubungkan
beberapa kali dengan bahan pelarut yang baru dalam jumlah yang sama besar.
Setelah melalui beberapa kali pencampuran dan pemisahan maka didapatkan
berbagai ekstrak dengan rendemen yang lebih tinggi daripada ekstraksi
tunggal.
Jumlah pelarut berpengaruh terhadap efisiensi ekstraksi, tetapi jumlah
berlebihan tidak akan mengekstrak lebih banyak, dalam jumlah tertentu
pelarut dapat bekerja optimal (Susanto, 1999).
2.4.1.2 Pengertian dan Metode Pembuatan ekstrak
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi
zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
disiapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian
13
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
hingga memenuhi baku yang ditetapkan (Depkes RI, 1995). Terdapat
beberapa metode ekstraksi, yaitu:
1) Cara Dingin
Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada
temperatur ruangan (kamar). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan
penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat, dan
seterusnya.
Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi
penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar.
Proses perkolasi terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap
maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan
ekstrak), terus-menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) (Depkes RI,
2000)
2) Cara Panas
Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya
selama waktu tertentu dan dalam jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendinginan balik (Depkes RI, 2000).
Digesti
Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontinu pada temperatur
yang lebih tinggi dari temperatur kamar yaitu pada 40-500C
(Depkes RI, 2000).
14
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Dekok
Dekok adalah ekstraksi menggunakan pelarut air pada temperatur terukur
900C selama 30 menit.
Infus
Infus adalah ekstraksi menggunakan pelarut air pada temperatur
penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih,
temperatur terukur 900C) selama 15 menit (Depkes RI, 2000).
Sokletasi
Sokletasi adalah metode ekstraksi untuk bahan yang tahan pemanasan
dengan cara meletakkan bahan yang akan diekstraksi dalam sebuah
kantung ekstraksi (kertas saring) di dalam sebuah alat ekstraksi dari gelas
yang bekerja kontinu (Voigt, 1995)
2.4.2 Metode Identifikasi Senyawa dan Penentuan Strukur
Suatu senyawa murni hasil isolasi akan diidentifikasi secara kimia,
fisika dan dengan spektroskopi. Diantara metode identifikasi dan elusidasi
struktur yang diperoleh dapat dilakukan dengan metoda standar yang sudah
dikenal untuk menentukan senyawa kimia dan termasuk derivatnya antara
lain dengan metoda spektroskopi dan metoda kromatografi (Silverstein,
1991).
2.4.2.1 Spektroskopi
Spektroskopi adalah studi mengenai interaksi energi cahaya dan
materi. Tekhnik spektroskopi dapat digunakan untuk menentukan struktur
senyawa yang tak diketahui dan untuk mempelajari karakteristik ikatan dari
senyawa yang diketahui (Fessenden, 1986).
a) Spektroskopi Ultraviolet-Cahaya Tampak (UV-Visible)
Spekrtoskopi UV-Visible memiliki radiasi pada panjang gelombang 200-
700 nm yang dilewatkan melalui suatu larutan senyawa. Elektron-elektron
15
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
pada ikatan di dalam molekul menjadi tereksitasi sehingga menempati
keadaan kuantum yang lebih tinggi dan dalam proses menyerap sejumlah
energi yang melewati larutan tersebut. Semakin longgar elektron tersebut
ditahan di dalam ikatan molekul, semakin panjang gelombang radiasi yang
diserap (Watson, 2009).
Radiasi di daerah UV-Visibel diserap melalui eksitasi elektron-elektron
yang terlibat dalam ikatan-ikatan antara atom-atom pembentuk molekul
sehingga awan elektron menahan atom-atom bersama-sama mendistribusikan
kembali atom-atom itu sendiri dan orbital yang ditempati oleh elektron-
elektron pengikat tidak lagi bertumpang tindih. Radiasi UV panjang
gelombang pendek <150 nm (>8,3 Ev ) dapat menyebabkan putusnya ikatan
paling kuat di dalam molekul organik sehingga sangat membahayakan
organisme hidup (Watson, 2009).
b) Spektrofotometri Inframerah
Spektrofotometri inframerah memiliki rentang radiasi elektromagnetik
berkisar 400 cm-1 dan 4000 cm-1 (2500 dan 20000 nm) dilewatkan pada suatu
sampel diserap oleh ikatan-ikatan molekul di dalam sampel sehingga
molekul di dalam sampel tersebut meregang dan menekuk. Panjang
gelombang radiasi yang diserap merupakan ciri khas ikatan yang
menyerapnya (Watson, 2009).
Daerah pada spektrum inframerah diatas 1200 cm-1 menunjukkan pita
spektrum atau puncak yang disebabkan oleh getaran ikatan kimia atau gugus
fungsi dalam molekul yang telah ditelaah. Daerah dibawah 1200 cm-1
menunjukkan pita yang disebabkan oleh getaran seluruh molekul, dan karena
kerumitannya dikenal sebagai daerah sidik jari. Intensitas berbagai pita
direkam secara subjektif pada skala sederhana: kuat, menengah atau lemah
(Harborne, 1987).
Banyak gugus fungsi dapat diidentifikasikan dengan menggunakan
Spektroskpi inframerah karena cara ini merupakan yang paling sederhana
dan dapat diandalkan untuk menentukan golongan senyawa.
16
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
c) Spektrofotometer massa
Suatu spektrofotometer massa bekerja dengan membangkitkan molekul-
molekul bermuatan atau fragmen-fragmen molekul baik dalam keadaan
sangat hampa atau segera sebelum sampel memasuki ruangan sangat hampa.
Molekul terionisasi harus dibangkitkan dalam fase gas. Sewaktu muatan
sudah bermuatan dan berada dalam fase gas, molekul-molekul tersebut dapat
dimanipulasi dengan penerapan medan listrik atau medan magnet agar dapat
menentukan bobot molekulnya dan bobot molekul semua fragmen yang
dihasilkan dari pemecah molekul (Watson, 2009).
Kromatografi gas - spektrometri massa merupakan kombinasi pemisahan
antara kromatografi gas menggunakan deteksi spektrofotometri massa.
Kromatografi gas dihubungkan dengan spektrofotometri massa melalui suatu
separator jet dengan eluen kolom dilewatkan melalui celah yang sangat
sempit diantara dua jet dan gas pembawa yang sangat mudah berdifusi
sebagian besar dihilangkan (Watson, 2009).
d) Resonansi Magnetik Inti
Radiasi pada daerah frekuensi radio digunakan untuk mengeksitasi atom-
atom, biasanya proton-proton atau atom-atom karbon-13, sehingga spinnya
berubah dari sejajar menjadi sejajar melawan medan magnet yang
digunakan. Rentang frekuensi yang dibutuhkan untuk eksitasi dan pola-pola
pembagian kompleks yang dihasilkan sangat khas pada struktur kimia
molekul tersebut (Watson, 2009).
RMI proton (IH) adalah bentuk RMI yang paling banyak digunakan
karena kepekaanya dan banyaknya informasi struktur yang dihasilkan.
Serapan atau frekuensi resonansi yang pasti pada suatu proton bergantung
pada lingkungannya (Watson, 2009).
2.4.2.2 Kromatografi
Kromatografi adalah teknik pemisahan suatu campuran berdasarkan
perbedaan migrasi analit diantara dua fase, yaitu fase diam dan fase
17
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
geraknya, dimana fase diam merupakan zat padat dan fase gerak merupakan
zat cair atau gas (Sudjadi, 1985).
Prinsip pemisahan kromatografi yaitu adanya distribusi komponen-
komponen dalam fase diam dan fase gerak berdasarkan sifat fisik komponen
yang akan dipisahkan. Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan
dua fase, yaitu fase diam (stationer) dan fase gerak (mobile).
Adrianingsih (2009) menyatakan bahwa persyaratan utama
kromatografi adalah :
1. Ada fase diam dan fase gerak. Fase diam tidak boleh bereaksi
dengan fase gerak.
2. Komponen sampel harus larut dalam fase gerak dan berinteraksi
dengan fase diam.
3. Fase gerak harus bisa mengalir melewati fase diam, sedangkan fase
diam harus terikat kuat di posisinya.
Jenis – jenis kromatografi antara lain :
a) Kromatografi lapis tipis (KLT)
Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu metode pemisahan fisika,
kimia dan kromatografi cair paling sederhana yaitu dengan menggunakan
plat kaca atau plat aluminium yang dilapisi silika gel dan menggunakan
pelarut tertentu (Harborne, 1987). Pemisahan senyawa yang sangat berbeda
kepolarannya seperti senyawa organik alam dengan senyawa organik
sintetik, kompleks organik-organik dan ion anorganik dapat menggunakan
kromatografi laps tipis.
KLT merupakan bentuk kromatografi planar, selain kromatografi kertas
dan elektroforesis. Pada KLT fase diamnya berupa lapisan yang seragam
(uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca,
pelat alumunium atau plat plastik. Meskipun demikian, kromatografi planar
ini adalah bentuk terbuka dari kromatografi kolom (Gritter, et al., 1991).
Pemisahan pada KLT akan optimal jika sampel ditotolkan dengan ukuran
bercak sekecil dan sesempit mungkin. Setelah sampel ditotolkan pada
lempeng KLT, tahap selanjutnya adalah mengembangkan sampel tersebut
18
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
dalam suatu bejana kromatografi (chamber yang sebelumnya telah
dijenuhkan dengan fase gerak). Selama proses pengembangan, bejana
kromatografi harus tertutup rapat. Pemisahan terjadi selama perambatan
kapiler.
Jumlah volume fase gerak harus mampu mengelusi lempeng sampai
ketinggian lempeng yang telah ditentukan. Setelah lempeng terelusi,
dilakukan deteksi bercak (Gandjar dan Rohman, 2007). Laju pergerakan
fase gerak terhadap fase diam dihitung sebagai Retardation factor (Rf).
Nilai Rf diperoleh dengan membandingkan jarak yang ditempuh oleh zat
terlarut dengan jarak yang ditempuh oleh fase gerak (Gandjar dan Rohman,
2007). KLT dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai untuk
mencapai hasil kualitatif, kuantitatif atau preparatif. Kedua dipakai untuk
menjajaki sistem pelarut dan sistem penyangga yang akan dipakai dalam
kromatografi kolom (Gritter, et al., 1991).
KLT merupakan teknik yang benar-benar menguntungkan karena tingkat
kesensitifannya sangat besar dan konsekuensinya jumlah sampel lebih
sedikit (Brain dan Turner, 1975). Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut
pengembang atau cairan pengelusi akan bergerak sepanjang fase diam
karena pengaruh kapiler pada pengambangan secara mekanik (ascending),
atau karena pengaruh grafitasi pada pengembang menurun (descending)
(Gritter, et al., 1991).
Fase gerak harus memiliki kemurnian yang tinggi. Hal ini dikarenakan
KLT merupakan teknik yang sensitif. Fase gerak yang digunakan adalah
pelarut organik yang memiliki tingkat polaritas tertentu, mampu melarutkan
senyawa, dan tidak bereaksi dengan adsorban (Gritter, et al., 1991).
Ada beberapa kemungkinan cara mendeteksi senyawa tidak berwarna pada
kromatogram. Deteksi paling sederhana adalah jika senyawa menunjukkan
penyerapan di daerah UV gelombang pendek (radiasi utama kira-kira 254
nm) atau jika senyawa itu dapat dieksitasi ke fluoresensi radiasi UV
gelombang pendek dan gelombang panjang (365 nm). Pada senyawa yang
mempuyai dua ikatan rangkap atau lebih dan senyawa aromatik seperti
19
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
turunan benzena, mempunyai serapan kuat ± di daerah 230-300 nm (stahl,
1985).
Harga Rf (Retardation factor) merupakan parameter karakterristik KLT.
Harga Rf didefinisikan sebagai berikut:
Harga-harga Rf untuk senyawa-senyawa murni dapat dibandingkan
dengan harga-harga standar. Harga-harga Rf yang diperoleh hanya berlaku
untuk campuran tertentu dari pelarut dan penyerap yang digunakan
(Sastrohamidjojo, 2005).
Nilai Rf untuk senyawa-senyawa murni dapat dibandingkan dengan
harga-harga standar. Nilai-nilai Rf yang diperoleh hanya berlaku untuk
campuran tertentu dari pelarut dan penyerap yang digunakan
(Sastrohamidjojo, 2005).
Faktor yang mempengaruhi bercak dan harga Rf dari KLT antara lain
struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan, sifat dari fase diam, tebal dan
kerataan dari fase diam, derajat kemurnian dari fase gerak, serta derajat
kejenuhan uap dalam bejana pengembang yang digunakan. Jika dengan cara
tersebut senyawa tidak dapat terdeteksi, maka dipakai reaksi kimia dan
metode khas (Stahl, 1985).
Adsorban yang bisa digunakan sebagai fase diam pada kromatografi lapis
tipis antara lain:
Gel silika G
Gel silika G Fase diam ini memiliki ukuran rata-rata partikel 15 µm
mengandung lebih kurang 13 % bahan pengikat kalsium sulfat. Gel silika G
banyak digunakan dalam banyak pengujian farmakope. Dalam praktik,
pelat-pelat komersial dapat digunakan yang mengandung jenis pengikat
yang berbeda (Watson, 2009).
20
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Gel silika GF254,
Gel silika GF254, merupakan gel silika G dengan penambahan bahan
berfluoresensi. Dalam penggunaan adsorben ini sama dengan pengunaan gel
silika G dengan visualisasi dilakukan dibawah cahaya UV (Watson, 2009).
Perlit mineral
Perlit mineral merupakan adsorben baru yang digunakan untuk
kromatografi lapis tipis. Adsorban ini dibuat dengan mengkonversi SiO2 (70-
75%) ke silikat yang larut dengan Na2CO3. Sebuah demonstrasi dari
pemisahan pewarna, asam amino, asam karboksilat, monosakarida dan
disakarida, dan ion halida menggunakan lapisan bahan dicampur dengan
CaSO4 dan Na4SiO4 (Gocan, 2002).
Kieselguhr
Fase diam ini mengandung pengikat kalsium sulfat yang digunakan
sebagai penyangga padat untuk fase diam seperti parafin cair yang digunakan
dalam analisis minyak lemak (Watson, 2009).
Magnesium silikat
Fase diam ini hanya digunakan bila adsorben atau penjerap lain tidak
dapat digunakan. Nama lain dalam perdagangan dikenal dengan florisil.
Florisil adalah endapan silika dan magnesium. Sifat dan aplikasi dari florisil
di TLC dan HPLC ditinjau dan dibandingkan dengan adsorben lainnya
(Gocan, 2002).
Selulose
Serbuk selulosa dengan ukuran partikel kurang dari 30 µm. Polaritasnya
tinggi dapat digunakan sebagai pemisah secara partisi, baik dengan bentuk
kertas maupun bentuk lempeng. Kedua bentuk tersebut masih sering
digunakan untuk pemisahan tetrasiklin (Watson, 2009).
21
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Polaritas fase gerak perlu diperhatikan pada analisa dengan KLT,
sebaiknya digunakan campuran pelarut organik yang mempunyai polaritas
serendah mungkin. Campuran yang baik memberikan fase-fase bergerak yang
mempunyai kekuatan bergerak sedang. Secara umum dikatakan bahwa fase
diam yang polar akan mengikat senyawa polar dengan kuat sehingga bahan
yang kurang sifat kepolarannya akan bergerak lebih cepat dibandingkan
bahan-bahan polar (Gritter, 1991).
Pelarut yang ideal harus melarutkan linarut (senyawa yang dipisahkan) dan
harus cukup baik sebagai pelarut yang bersaing dengan daya serap penyerap.
Keadaan tersebut mungkin terjadi jika pelarut tidak berproton seperti
hidrokarbon, eter dan senyawa karbonil dipakai sebagai pelarut pengembang
(Gritter, 1991). Menurut Heinrich, et al., (2004) ada sejumlah keuntungan
dari metode ini untuk analisis dan isolasi dari aktivitas biologis produk alam:
1. Biayanya lebih murah dibandingkan dengan metode instrumen dan
membutuhkan sedikit pengetahuan dan pelatihan pada kromatografi.
2. Mudah menaikkan skala dari analisis ke mode preparatif dengan
isolasi cepat dari miligram untuk jumlah gram produk.
3. Fleksibel dalam memilih fase diam dan fase geraknya.
4. Pemisahan dapat dengan mudah dioptimalkan untuk salah satu
komponen dan metodenya cepat.
5. Sampel dalam jumlah besar dapat dianalisis atau dipisahkan secara
bersamaan.
6. pemisahan apapun dapat dicapai dengan fase gerak dan diam yang
sesuai.
b) Kromatografi kolom
Kromatografi kolom termasuk kedalam kromatografi serapan. Metode
kromatografi ini digunakan untuk memisahkan senyawa dalam jumlah yang
cukup banyak berdasarkan adsorpsi dan partisi. Fase gerak dibiarkan
mengalir melalui kolom. Aliran tersebut disebabkan oleh adanya gaya berat
atau dengan didorong dengan tekanan.
22
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Pada kromatografi kolom, tabung pemisah diisi penjerap. Penjerap yang
biasa digunakan adalah silika gel. Pengisian ini harus dilakukan secara
berhati-hati dan merata. Penjerap dapat dikemas dalam tabung dengan cara
basah maupun kering (Harborne, 1987).
Kromatografi kolom dengan cara basah, silika gel terlebih dahulu
dijenuhkan dengan cairan pengelusi yang akan digunakan. Kemudian
dimasukkan ke dalam kolom melalui dinding kolom secara kontinu sedikit
demi sedikit, sambil keran kolom dibuka. Pelarut dialirkan hingga silika gel
mampat. Setelah silika gel mampat, pelarut dibiarkan mengalir hingga batas
adsorben. Kemudian kran ditutup dan sampel dimasukkan, sampel yang
dimasukkan terlebih dahulu dilarutkan dalam pelarut hingga diperoleh
kelarutan yang spesifik. Kemudian sampel dipipet dan dimasukkan ke dalam
kolom melalui dinding kolom sedikit demi sedikit hingga sampel semua
masuk. Selanjutnya kran dibuka dan diatur tetesannya, serta ditambahakan
dengan cairan pengelusi. Tetesan yang keluar ditampung sebagai fraksi-fraksi
(Gritter, 1991).
Sedangkan cara kering, yaitu dengan memasukkan silika gel ke dalam
kolom yang telah diberi kapas sedikit demi sedikit dan diratakan dengan alat
pemampat kemudian ditambahkan dengan cairan pengelusi (Gritter, 1991)
2.5 PELARUT
Pelarut adalah zat yang digunakan sebagai media untuk melarutkan zat
lain. Kesuksesan penentuan senyawa biologis aktif dari bahan tanaman sangat
tergantung pada jenis pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi
(Ncube, et al,. 2008). Sifat pelarut yang baik untuk ekstraksi yaitu toksisitas
dari pelarut yang rendah, mudah mengaup pada suhu yang rendah, dapat
mengekstraksi komponen senyawa dengan cepat, dapat mengawetkan dan
tidak mempunyai kemampuan yang dapat menyebabkan ekstrak terbentuk
kompleks atau terdisosiasi (Tiwari, et al., 2011).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan pelarut adalah jumlah
senyawa yang akan diekstraksi, laju ekstraksi, keragaman senyawa yang
diekstrak, keragaman senyawa yang menghambat komponen senyawa yang
23
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
diekstrak, kemudahan dalam penanganan ekstrak untuk perlakuan berikutnya,
toksisitas pelarut dalam proses bioassay, potensial bahaya kesehatan dari
ekstraktan (Tiwari, et al., 2011). Berbagai pelarut yang digunakan dalam
prosedur ekstraksi adalah:
a. Air
Air adalah pelarut universal. Air dapat digunakan untuk mengekstrak
produk tanaman dengan aktivitas antimikroba. Meskipun cara ekstraksi
tradisional adalah menggunakan air, tetapi ekstrak tanaman dari pelarut
organik telah ditemukan dapat pula memberikan aktivitas antimikroba lebih
konsisten dibandingkan dengan ekstrak air.
Air juga melarutkan flavonoid (kebanyakan anthocyanin) yang tidak
memiliki aktivitas signifikansi terhadap antimikroba dan senyawa fenolat
yang larut dalam air (Tiwari, et al., 2011).
b. Alkohol
Aktivitas yang lebih tinggi dari ekstrak etanol dibandingkan dengan
ekstrak air dapat dikaitkan dengan adanya jumlah polifenol yang lebih tinggi
pada ekstrak etanol dibandingkan dengan ekstrak air. Konsentrasi yang lebih
tinggi dari senyawa flavonoid lebih terdeteksi dengan etanol 70% karena
polaritasnya yang lebih tinggi daripada etanol murni.
Selain itu, etanol lebih mudah menembus membran sel untuk mengekstrak
bahan intraseluler dari bahan tanaman. Metanol lebih polar dibanding etanol,
namun karena sifatnya sitotoksik, sehingga tidak cocok untuk ekstraksi.
(Tiwari, et al. 2011).
c. Aseton
Aseton melarutkan beberapa komponen senyawa hidrofilik dan lipofilik
dari tanaman. Keuntungan pelarut aseton yaitu dapat bercampur dengan air,
mudah menguap dan memiliki toksisitas rendah. Aseton digunakan terutama
untuk studi antimikroba yang perlu mengekstraksi banyak senyawa fenolik.
(Tiwari, et al., 2011).
24
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
d. Kloroform
Terpenoid lakton diperoleh dengan ekstraksi berturut-turut dari n-
heksana, kloroform dan metanol dengan konsentrasi aktivitas tertinggi dalam
fraksi kloroform. Kadang-kadang tanin dan terpenoid akan ditemukan dalam
fase polar, tetapi tanin dan terpenoid lebih sering diperoleh dengan pelarut
semi polar (Tiwari, et al., 2011).
e. Etil asetat
Etil asetat adalah pelarut yang paling populer dan merupakan pelarut
yang penting untuk konsentrasi dan pemurnian antibiotik. Etil asetat juga
digunakan sebagai perantara dalam pembuatan berbagai obat. Etil asetat
biasanya digunakan untuk mengekstraksi senyawa semi polar.
f. n-heksana
Nama lain dari n-heksana (hexane) adalah kaproil hidrida, metil n-butil
metan dengan rumus molekul CH3(CH2)B4CH3. n-Heksana mempunyai
karakteristik sangat tidak polar, volatil, mempunyai bau khas yang dapat
menyebabkan pingsan. Berat molekul n-heksana adalah 86,2 gram/mol
dengan titik leleh -94,3 sampai -95,3°C. Titik didih n-heksana pada tekanan
760 mmHg adalah 66 sampai 71°C (Daintith, 1994).
n-Heksana adalah pelarut yang memiliki banyak kegunaan dalam industri
kimia dan makanan, baik dalam bentuk murni atau sebagai komponen dari
campuran n-heksana komersial. n-Heksana digunakan sebagai pelarut dalam
ekstraksi secara sokletasi yang bertujuan untuk menghilangkan lemak. Ikatan
pada n-heksana yang tunggal dan sifat yang kovalen menjadikan n-heksana
tidak reaktif sehingga sering digunakan pelarut inert pada reaksi organik.
g. Eter
Eter umumnya digunakan secara selektif untuk ekstraksi kumarin dan
asam lemak (Tiwari, et al., 2011).
25
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium PNA (Pharmaceutical Natural
Analysis) dan Laboratorium PHA (Pharmaceutical Halal Analysis) Program
Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam
Nergeri, Syarif Hidayatullah, Jakarta. Waktu penelitian dimulai pada bulan
Januari 2013 hingga Juni 2013.
3.2. BAHAN DAN ALAT
3.2.1 Bahan Uji
Sampel tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah spesies
tumbuhan paku Nephrolepis falcata yang diperoleh di wilayah kampus FKIK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang selanjutnya dideterminasi di
herbarium bogoriense LIPI, Cibinong, Bogor.
3.2.2 Bahan Kimia
Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Metanol,
n-heksana, etil asetat, aquades, silika gel 60 F254 (0,063-0,200 mm for
coloumn chromatography). Reagen kimia antara lain: dragendorf, mayer,
wagner, FeCl3, natrium hidroksida, asam asetat, kloroform, lieberman
buchard, asam perklorat dan asam sulfat.
3.2.3 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: ayakan mesh 40,
blender, saringan, kipas angin, aluminium foil, plastik, kertas saring, kapas,
labu erlenmeyer, beaker glass, gelas ukur, corong, tabung reaksi, kolom
kromatografi, batang pengaduk, pipet tetes, seperangkat alat vaccum rotary
evaporator, kaca arloji, cawan porselen, spatel, pipa kapiler, vial, plat KLT
26
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
(whatman, 250 µm 20 x 20 cm AL SIL G/UV, Felxible Plates for TLC, Cat
No. 4420222, coating silica gel), chamber.
3.2.4 Instrumen
Instrumen yang digunakan antara lain UV-Vis (Ultraviolet – Visible),
FTIR (Fourier transform infrared), GC-MS (Gas Chromatography – Mass
Spectrometry), LC-MS (Liquid Chromatography – Mass Spectrometry), dan 1H-NMR (Proton Nuclear Magnetic Resonance).
3.3. PROSEDUR KERJA
Isolasi dan penentuan struktur serta pengujian aktivitas antioksidan dari
ekstrak aseton dan metanol daun Nephrolepis falcata dilakukan melalui
beberapa tahapan yang meliputi :
3.3.1 Penyiapan Simplisia
3.3.2 Ekstraksi daun Nephrolepis falcata dengan cara maserasi bertingkat
3.3.3 Penentuan parameter standar ekstrak dari Nephrolepis falcata
3.3.4 Pengujian kualitatif senyawa aktif antioksidan dengan metode DPPH.
3.3.5 Isolasi senyawa antioksidan dari ekstrak daun tumbuhan Nephrolepis
falcata
3.3.6 Uji Kemurnian Senyawa Aktif Antioksidan
3.3.7 Analisis struktur kimia (elusidasi struktur) dengan UV-VIS, FTIR, GC-
MS, LC-MS dan 1H-RMI.
3.3.8 Penentuan aktivitas antioksidan senyawa hasil isolasi.
3.3.1 Penyiapan Simplisia
Tumbuhan Nephrolepis falcata yang diperoleh dari pekarangan kampus
FKIK, UIN Jakarta, diambil dalam keadaan segar lalu dilakukan pencucian.
Selanjutnya disortasi basah dengan memisahkan kotoran-kotoran atau bahan
asing lainnya. Sampel yang telah bersih dikeringkan dengan cara diangin-
anginkan pada suhu ruang dengan menggunakan kipas angin. Selanjutnya
dilakukan sortasi kering bertujuan untuk memisahkan benda-benda asing
27
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
seperti bagian-bagian tumbuhan yang tidak diinginkan dan pengotoran lain
yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering. Selanjutnya simplisia
diblender lalu diayak dengan ayakan mesh no. 40 hingga menjadi serbuk
kering.
3.3.2 Ekstraksi Daun Nephrolepis falcata
Serbuk kering daun Nephrolepis falcata diekstraksi secara kontinu
dengan terlebih dahulu diekstraksi menggunakan pelarut yang bersifat
nonpolar (n-heksana) untuk mengekstraksi senyawa nonpolar, selanjutnya
diekstraksi dengan pelarut yang bersifat semipolar yaitu etil asetat, untuk
mengekstraksi senyawa semipolar, dan terakhir diekstraksi dengan pelarut
yang bersifat polar (metanol) untuk mengekstraksi senyawa polar. Masing-
masing tahap ekstraksi dilakukan beberapa kali hingga berwarna jernih.
Selanjutnya masing-masing hasil ekstraksi disaring dan filtrat yang diperoleh
dipekatkan dengan vaccum rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak
kental. Ekstrak kental yang diperoleh, dihitung untuk diketahui hasil
rendemennya:
3.3.3 Penentuan parameter standar ekstrak dari Nephrolepis falcata
Skrining fitokimia
Skrining fitokimia dilakukan untuk mengetahui macam-macam
metabolit sekunder yang terkandung di dalam tanaman Nephrolepis falcata.
Metabolit yang diuji keberadaannya yaitu alkaloid, flavonoid, saponin, fenol,
steroid, terpenoid, asam lemak, kumarin dan tanin.
28
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
1. Uji alkaloid
Ekstrak dilarutkan dalam larutan HCl encer kemudian disaring.
Tes Mayer: filtrat ditambahkan reagen mayer (Potassium Mercuric Iodide).
Terjadinya endapan berwarna kuning mengindikasikan adanya senyawa
alkaloid (Tiwari, et al., 2011)
Tes Dragendorf: filtrat ditambahkan reagen dragendorf ( Solution of
Potassium Bismuth Iodide). Terjadinya endapan berwarna merah
mengindikasikan adanya senyawa alkaloid (Tiwari, et al., 2011).
2. Uji flavonoid
Sejumlah Ekstrak dilarutkan dalam 5 mL air panas, didihkan selama 5
menit lalu disaring. Filtrat ditambahkan serbuk Mg secukupnya, 1 mL asam
klorida pekat dan 2 mL etanol. Dikocok kuat dan dibiarkan terpisah.
Terbentuk warna merah, kuning atau jingga pada lapisan etanol menunjukkan
adanya senyawa flavonoid.
3. Uji saponin
Tes busa: ekstrak dilarutkan dalam 20 mL aquades, kemudian larutan
dikocok dalam labu ukur selama 15 menit. Terbentuknya lapisan busa
setinggi 1 cm mengindikasikan adanya senyawa saponin (Tiwari, et al.,
2011).
4. Uji steroid dan terpenoid
Tes Salkowski: ekstrak dilarutkan dalam kloroform dan disaring.
Kemudian ditambahkan beberapa tetes asam sulfat dan dikocok.
Terbentuknya warna kuning emas mengindikasikan adanya senyawa
triterpen.
Tes Lieberman Buchard: ekstrak dilarutkan dalam kloroform dan
disaring, ditambahkan beberapa tetes asam asetat anhidrat, kemudian
29
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
dipanaskan dan didinginkan. Ditambahkan beberapa tetes asam sulfat.
Terbentuknya cincin coklat mengindikasikan adanya senyawa phytosterol
(Tiwari, et al., 2011).
5. Uji Fenol
Ekstrak ditambahkan beberapa tetes larutan FeCl3. Terbentuknya
warna hitam kebiruan mengindikasikan adanya senyawa fenol (Tiwari, et al.,
2011).
6. Uji Tanin
Tes Gelatin: ke dalam sejumlah ekstrak, ditambahkan larutan gelatin
yang mengandung natrium hidroksida. Terbentuknya endapan putih
mengindikasikan adanya senyawa tanin (Tiwari, et al., 2011).
7. Uji Kumarin
Sejumlah 0,5 gram ekstrak ditambahkan 2,5 mL kloroform kemudian
dipanaskan selama 10 menit selanjutnya didinginkan dan disaring. Filtrat
diuapkan kemudian ditambahkan 10 mL air panas lalu didinginkan.
Tambahkan 0,5 mL air panas lalu didinginkan. Tambahkan 0,5 mL ammonia
10%. Adanya kumarin ditunjukkan dengan adanya fluoresensi hijau/biru pada
sinar UV (365nm).
8. Uji asam lemak
0,5 ml ekstrak dicampur dengan 5ml eter, taruh larutan di atas kertas
saring lalu keringkan. Munculnya transparan di atas kertas saring
menunjukkan adanya asam lemak (Kumari, et al., 2012)
3.3.4 Pengujian kualitatif senyawa aktif antioksidan dengan metode DPPH
Ekstrak kental yang diperoleh dari masing-masing pelarut, selanjutnya
diuji antioksidannya. Langkah pertama, larutkan sedikit masing-masing
ekstrak dengan pelarut yang sesuai, kemudian totolkan larutan pada plat KLT
30
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
dan dielusi dengan eluen yang sesuai. Plat hasil elusi dibiarkan kering selama
10 menit dan selanjutnya disemprot dengan larutan DPPH 0,04% dalam
metanol. Senyawa yang aktif sebagai antioksidan akan memberikan bercak
kuning berlatar ungu (Bernardi, 2007).
3.3.5 Isolasi senyawa antioksidan dari ekstrak daun tumbuhan Nephrolepis
falcata
Isolasi senyawa aktif antioksidan dilakukan dengan metode
kromatografi kolom. Sistem kromatografi kolom yang digunakan adalah
kromatografi kolom fase normal, dimana fase diamnya adalah silika gel 60
yang bersifat polar dan fase geraknya adalah kombinasi sistem eluen yang
memiliki perbandingan tingkat kepolaran yang bervariasi. Inhibisi isolasi
dilakukan hingga diperoleh senyawa hasil isolat yang diinginkan dan bebas
dari pengotor.
3.3.6 Uji Kemurnian Senyawa Aktif Antioksidan
Uji kemurnian senyawa dengan menggunakan kromatografi lapis tipis
dua dimensi. Dibuat plat KLT dengan bentuk bujur sangkar yang setiap
sisinya memiliki ukuran 5 cm. Kemudian isolat dilarutkan dengan n-heksana
dan ditotolkan pada salah satu sisi plat dengan pipa kapiler, selanjutnya plat
KLT dielusi dengan fase gerak n-heksana dan etil asetat (9:1) dan dibiarkan
kering sesaat. Kemudian plat KLT dielusi kembali pada sisi lainnya dengan
menggunakan fase gerak yang sama, bercak dilihat dibawah lampu UV 254
nm dan disemprot dengan pereaksi godyns sebagai penampak bercak.
Gambar 3.1. KLT 2 Dimensi
31
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
3.3.7 Analisis Struktur Kimia (elusidasi struktur)
Terhadap isolat yang diperoleh dilakukan identifikasi struktur molekul
dengan cara fisika, KLT, Spektrofotometri UV-Vis (Ultraviolet – Visible),
FTIR (Fourier transform infrared), MS (Mass Spectrometry), dan 1H-RMI
(Resonansi Magnetik inti) (Rates, 2001).
1. UV-Vis
Senyawa isolat sebanyak 2 mg dilarutkan dalam 2 mL metanol p.a. Pada
alat UV-Vis, terlebih dahulu ditentukan panjang gelombang yang digunakan
yaitu 200-800 nm. Baseline pada alat dilakukan dengan menggunakan blanko
yaitu metanol. Sampel dimasukkan dan dilihat panjang gelombang
maksimum yang diperoleh.
2. FTIR
Senyawa isolat sebanyak 0,5 mg dicampur dengan KBr sebanyak 50 mg
dan digerus hingga homogen setelah itu campuran isolat-KBr diletakkan pada
sel KBr dan diratakan. Pada alat terlebih dahulu dilakukan baseline dan
dengan blanko yang digunakan adalah udara. Sel KBr dimasukkan ke dalam
alat dengan lubang mengarah ke sumber radiasi kemudian dilakukan analisis.
3. LC-MS
Senyawa isolat 1 mg ditimbang dan dilarutkan dalam metanol. eluen
metanol : air (95:5) lalu diambil 20 µL sampel dan disuntikkan pada LC-MS
melalui kolom C-18 (2 x 250 mm, particle size 5µm) dengan kecepatan alir 1
mL/menit
4. GC-MS
Senyawa isolat dilarutkan dengan kloroform. Selanjutnya dinjeksikan ke
dalam alat dan diukur dengan alat GC-MS
32
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
5. 1H-RMI
Senyawa isolat sebanyak 5 mg dilarutkan dalam CDCl3 dan dilakukan
analisis dengan 1H-RMI pada frekuensi 500 MHz.
3.3.8 Penentuan aktivitas antioksidan senyawa hasil isolasi.
3.3.8.1 Pembuatan Larutan DPPH 1 mM (BM 394,32)
Sejumlah 3,9 mg DPPH ditimbang dan dilarutkan dalam 10 mL metanol
p.a. lalu disimpan dalam botol gelap. Pada setiap pengujian dibuat larutan baru.
3.3.8.2 Optimasi panjang gelombang DPPH
Larutan DPPH 1mM diukur spektrum serapannya menggunakan
spetrofotometer UV pada panjang gelombang 400 nm hingga 800 nm lalu
ditentukan panjang gelombang maksimumnya.
3.3.8.3 Pembuatan Larutan Blanko
Larutan blanko yang digunakan adalah metanol p.a yang ditambahkan
dengan DPPH 1mM. Larutan blanko dibuat dengan cara memipet 500 µL DPPH
1mM lalu dimasukkan kedalam labu ukur ukuran 5 mL. Volume dicukupkan
sampai batas garis dengan metanol p.a, kemudian diinkubasi pada suhu 37oC
selama 30 menit.
3.3.8.4 Pembuatan Larutan Vitamin C Sebagai Pembanding
a. Pembuatan larutan induk vitamin C konsentrasi 1000 µg/mL
Sejumlah 1 mg vitamin C ditimbang dan dilarutkan dalam 1 mL metanol p.a
kemudian dikocok dan dilarutkan hingga homogen.
b. Pembuatan Larutan seri vitamin C 2,3,4, dan 5 µg/mL
Dipipet 10, 15, 20, dan 25 µL dan masing-masing dimasukkan ke dalam labu
ukur ukuran 5,0 mL. Ke dalam tiap labu ukur ditambahkan 500 µL larutan
DPPH 1mM dalam metanol. Volume dicukupkan sampai batas garis dengan
metanol p.a, kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 30 menit,
selanjutnya serapan dari larutan tersebut diukur pada panjang gelombang 515
nm
33
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
3.3.8.5 Persiapan Larutan Uji
a. Pembuatan larutan induk bahan uji konsentrasi 1000 µg/mL
Sejumlah 1 mg isolat ditimbang dan dilarutkan dalam 1 mL metanol p.a
kemudian dikocok dan dilarutkan hingga homogen.
b. Pembuatan larutan seri bahan uji konsentrasi 10, 30, 50, 70 µg/mL.
Dipipet 50, 150, 250, dan 350 µL dan masing-masing dimasukkan ke dalam
labu ukur ukuran 5,0 mL. Ke dalam tiap tabung reaksi ditambahkan 500 µL
larutan DPPH 1mM dalam metanol. Volume dicukupkan sampai batas garis
dengan metanol p.a, kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 30 menit,
selanjutnya serapan dari larutan tersebut diukur pada panjang gelombang 515
nm.
3.3.8.6 Penghitungan
Nilai IC50 ditemukan dengan program komputer sederhana unutk analisis
probit pada taraf kepercayaan 90 % (Blois, 1958) Aktivitas radikal bebas
dianalisis dari pengamatan dengan menghitung presentase penghambatan
terhadap aktivitas radikal bebas DPPH menggunakan persamaan berikut:
% Inhibisi = –
Presentase penghambatan yang diperoleh dikonversi ke persamaan regresi
linear, yaitu hubungan konsentrasi ke persentase penghambatan. Persamaan
regresi yang diperoleh digunakan untuk menentukan aktivitas sampel yang
dinyatakan dengan nilai IC50 atau median inhibitory concentration, yaitu
konsentrasi sampel dalam ppm (µg/mL) yang dapat menghambat 50 %
aktivitas radikal bebas DPPH. Nilai IC50 diperoleh dari perpotongan garis
antara 50% peredaman radikal bebas dengan sumbu konsentrasi, kemudian
dimasukkan ke persamaan y = a + bx, dimana y = 50 dan nilai x
menunjukkan IC50. Secara spesifik, suatu senyawa dikatakan sebagai
antioksidan sangat kuat jika nilai IC50 kurang dari 0,05 mg/mL, kuat untuk
34
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
IC50 antara 0,05-0,1 mg/mL, sedang jika IC50 bernilai 0,101–0,150 mg/mL,
dan lemah jika IC50 bernilai 0,151 – 0,200 mg/mL. (Blois, 1958)
Gambar 3.2 Bagan alur ekstraksi dari daun Nephrolepis falcata
35
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Gambar 3.3 Bagan alur isolasi senyawa aktif antioksidan fraksi n-heksana
tumbuhan paku Nephrolepis falcata
36 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. PENYIAPAN BAHAN
Tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Nephrolepis
falcata (Cav.) C. Chr. sebanyak 10 kg yang diperoleh di wilayah kampus FKIK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan dideterminasi di herbarium bogoriense LIPI,
Cibinong, Bogor (Lampiran 1). Daun dipisahkan dari batangnya dan dicuci
dengan air untuk menghilangkan kotoran, lalu dikeringkan dengan cara diangin-
anginkan pada suhu kamar.
Oleh karena senyawa yang akan diisolasi adalah senyawa yang memiliki
aktifitas antioksidan , maka pengeringan dilakukan dengan cara diangin-anginkan,
tidak dijemur dibawah sinar matahari langsung karena akan merusak fisik dan
kandungannya. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kerusakan
senyawa akibat pemanasan dan meminimalisir terjadinya kehilangan senyawa
yang mudah menguap (atsiri) apabila kemungkinan dalam tanaman tersebut
mengandung senyawa minyak atsiri.
Simplisia yang telah kering disortasi kembali dari kotoran-kotoran yang
tertinggal. Simplisia yang telah disortir, kemudian dihaluskan dengan blender
sampai halus dan diayak dengan ayakan mesh no. 40 sehingga diperoleh simplisia
berbentuk serbuk dengan ukuran yang seragam sebanyak 1,256 kg.
Penghalusan ini bertujuan untuk memperbesar luas permukaan simplisia
sehingga kontak antara pelarut dengan partikel tanaman semakin besar dan proses
ekstraksi pun dapat berjalan lebih maksimal. Simplisia yang telah halus disimpan
dalam wadah bersih, kering dan terlindung dari cahaya untuk mencegah kerusakan
bahan atau mutu simplisia.
4.2. EKSTRAKSI
Sejumlah 1,256 kg sebuk kering daun Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr.
diekstraksi dengan 18 L pelarut n-heksana selama 2 hari. Proses ini diulangi 10
kali untuk mendapatkan hasil ekstraksi yang maksimal. Penggunaan teknik
37
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
ekstraksi bertingkat ini bertujuan untuk memaksimalkan proses ekstraksi dimana
senyawa akan terekstraksi berdasarkan sifat kepolarannya. Ekstraksi ini dilakukan
pertama dengan menggunakan pelarut n-heksana yang bersifat non polar untuk
mengekstraksi senyawa yang bersifat non polar, selanjutnya dengan pelarut etil
asetat yang bersifat semi polar utnuk mengekstraksi senyawa yang bersifat semi
polar dan terakhir dengan menggunakan pelarut metanol yang bersifat polar untuk
menarik senyawa yang bersifat polar. Selain itu teknik ini juga memiliki
keuntungan yaitu pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana.
Masing-masing tahap ekstraksi dilakukan hingga pelarut yang digunakan
untuk ekstraksi berwarna bening. Hal tersebut menandakan bahwa senyawa telah
terekstraksi seluruhnya. Hasil maserasi disaring dan filtrat yang diperoleh
kemudian diuapkan pelarutnya dengan rottary evaporator pada suhu lebih kurang
30oC, sehingga diperoleh ekstrak kental n-heksana.
Dari proses maserasi diperoleh 2 ekstrak kental, yaitu ekstrak pelarut n-
heksana yang memiliki bobot 20 gram dan ekstrak dengan pelarut etil asetat yang
memiliki bobot 40 gram. Namun, pada penelitian ini proses isolasi dan uji
aktivitas antioksidan dilakukan hanya pada ekstrak n-heksana.
Tabel 4.1 Data rendemen ekstrak daun Nephrolepis falcata
No Nama Simplisia Bobot ekstrak (g) Rendemen ekstrak (%)
1 Ekstrak n-heksana 20 gram 1,59
2 Ekstrak etil asetat 40 gram. 3,18
4.3. UJI ANTIOKSIDAN EKSTRAK
Uji kualitatif aktifitas antioksidan dilakukan untuk mengetahui adanya
senyawa antioksidan dalam ekstrak tanaman paku Nephrolepis falcata (Cav.) C.
Chr. Metode yang digunakan adalah dengan metode DPPH. Metode ini digunakan
karena memiliki kelebihan yaitu analisisnya mudah, cepat serta memungkinkan
mengetahui adanya senyawa yang bersifat sebagai antioksidan secara visual.
Metode DPPH memberikan informasi reaktivitas senyawa yang diuji dengan
suatu radikal stabil. DPPH memberikan serapan kuat pada panjang gelombang
38
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
517 nm dengan warna violet gelap. Penangkap radikal bebas menyebabkan
elektron menjadi berpasangan yang kemudian menyebabkan penghilangan warna
yang sebanding dengan jumlah elektron yang diambil.
Adanya senyawa aktif antioksidan diketahui dengan melihat bercak pada plat
KLT setelah disemprot dengan pereaksi DPPH. Pola bercak yang berwarna
kuning dengan latar belakang ungu menunjukkan adanya senyawa yang memiliki
aktifitas antioksidan. Bercak yang memberikan perubahan warna dari ungu
menjadi kuning dengan cepat setelah disemprot dengan DPPH, kemungkinan
menunjukkan aktivitas yang kuat sebagai antioksidan.
Pada penelitian ini, uji kualitatif antioksidan pada ekstrak n-heksana
digunakan pelat KLT dengan eluen yang digunakan adalah n-heksana : etil asetat
(8:2) dan menggunakan penyemprot DPPH 0,04%. Setelah dilakukan elusi,
penyemprotan dan didiamkan selama 30 menit, pola bercak yang timbul
menunjukkan bahwa ekstrak tersebut memiliki senyawa yang aktif sebagai
antioksidan (Lampiran 3).
4.4. PENAPISAN FITOKIMIA
Hasil uji penapisan fitokimia ekstrak n-heksana dari daun Nephrolepis falcata
dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2. Hasil uji penapisan fitokimia dari ekstrak n-heksana daun Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr.
No Golongan Kimia Pengamatan Sampel Ekstrak n-Heksana
1 Alkaloid -
2 Flavonoid -
3 Tanin -
4 Saponin -
5 Steroid +
6 Terpenoid +
7 Kumarin -
8 Fenol -
9 Asam Lemak +
39
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
4.5. HASIL ISOLASI DAN UJI KEMURNIAN SENYAWA
4.5.1 Kromatografi kolom ekstrak kental n-heksana (Kromatografi kolom I)
Ekstrak kental n-heksana dilakukan pemisahan dengan metode
kromatografi kolom. Kolom kromatografi yang digunakan memiliki ukuran tinggi
130 cm dan diameter 4 cm. Fase diam yang digunakan adalah silika gel 60 GF254
(ukuran partikel 0,063-0.2 mm).
Kolom yang akan digunakan dibersihkan dahulu lalu pada bagian dasarnya
diberikan kapas. Selanjutnya kolom dialiri dengan pelarut n-heksana dan kapas
ditekan-tekan dengan batang pengaduk hingga tidak ada udara yang terjerap.
Buat bubur silika dengan menimbang serbuk silika gel sebanyak 200 gram
lalu dispersikan dengan pelarut n-heksana hingga menjadi suspensi silika. Bubur
silika gel dimasukkan ke dalam kolom kromatografi sedikit demi sedikit. Kolom
dialiri dengan pelarut n-heksana, pelarut yang menetes, ditampung, kemudian
dimasukkan kembali ke dalam kolom sambil diketuk-ketuk. Proses ini dilakukan
hingga silika gel mampat. Ekstrak kental n-heksana sebanyak 15 gram yang akan
dipisahkan sebelumnya dicampur dengan silika gel sebanyak 8 gram untuk
preadsorbsi. Selanjutnya masukkan sedikit-sedikit ke dalam kolom dan masukkan
sumbat kapas.
Sistem fase gerak yang digunakan yaitu campuran pelarut n-heksana dan etil
asetat yang kepolarannya dinaikkan secara bertahap dengan mengatur komposisi
campuran masing-masing fraksi. Masing-masing fase gerak digunakan sebanyak
250 ml dengan perbandingan n-heksana dan etil asetat yang setiap gradien
kepolarannya ditingkatkan sebanyak 10%. Fraksinasi pertama dilakukan dengan
mengaliri kolom dengan fase gerak n-heksana 100% sebanyak 250 mL. Pelarut
yang menetes ditampung dalam vial yang sebelumnya telah diberi nomor.
Fraksinasi dilakukan hingga fase gerak yang digunakan telah mencapai
gradien akhir yaitu etil asetat 100%. Pada tahap akhir kromatografi kolom, kolom
dicuci dengan mengaliri pelarut metanol 100% sebanyak 300 mL untuk
membersihkan silika gel dari sisa ekstrak yang masih menempel. Dari hasil
kromatografi kolom, diperoleh fraksi sebanyak 250 fraksi. Setiap fraksi yang
diperoleh, dilakukan kromatografi lapis tipis dan dilihat pola bercak yang
40
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
dihasilkan dibawah lampu UV dengan panjang gelombang 254 nm dan 366 nm.
Pada plat KLT dilakukan uji aktivitas antioksidan dengan menyemprot reagen
DPPH dengan konsentrasi 0,04%.
Fraksi yang memberikan bercak dengan nilai Rf yang sama di gabungkan
dalam satu vial yang selanjutnya akan dilakukan pemisahan kembali dengan
kromatografi kolom. Dari 250 fraksi, diperoleh 14 sub fraksi antara lain F1.A
merupakan hasil fraksi No.1-22, F1.B merupakan gabungan dari fraksi No. 23-42,
F1.C merupakan gabungan dari fraksi No.43-48, F1.D merupakan gabungan dari
fraksi No.49-57, F1.E merupakan gabungan dari fraksi No.58-72, F1.F merupakan
gabungan dari fraksi No.73-81, F1.G merupakan gabungan dari fraksi No.82-93,
F1.H merupakan gabungan dari fraksi No.94-114, F1.I merupakan gabungan dari
fraksi No. 115-122, F1.J merupakan gabungan dari fraksi No.123-140, F1.K
merupakan gabung dari fraksi No.141-161, F1.L merupakan gabungan dari fraksi
No. 162-170. F1.M merupakan gabungan dari fraksi No. 171-214 dan F1.N
merupakan gabungan dari fraksi No. 215-250.
Terdapat 14 sub fraksi yang memberikan pola bercak yang sama. Bercak
antioksidan yang akan dijadikan senyawa target untuk diisolasi terdapat pada
fraksi F1.B dengan bobot 6,064 gram, sehingga fraksi tersebut dilakukan
pemisahan lebih lanjut dengan kromatografi kolom.
4.5.2 Kromatografi Kolom dari Fraksi F1.B (kromatografi kolom II)
Dari uji bercak dengan kromatografi lapis tipis tidak memberikan
pemisahan yang baik dengan Rf yang berdekatan. Oleh karena itu, dilakukan lagi
pemisahan fraksi F1.B sebanyak 6,064 gram untuk memperoleh senyawa yang
lebih murni. Fraksi F1.B merupakan minyak padat yang berwarna oranye. Pada
kromatografi kolom II, kolom yang digunakan memiliki ukuran tinggi 75 cm dan
diameter 3 cm, serta silika gel yang digunakan sebanyak 60 gram. Fase gerak
yang digunakan adalah n-heksana dan etil asetat dengan sistem gradien, setiap
gradien kepolarannya ditingkatkan sebanyak 10%. Prosedur pengerjaan sesuai
dengan kegiatan kromatografi kolom sebelumnya.
Dari hasil kromatografi kolom II diperoleh fraksi sebanyak 188 fraksi yang
selanjutnya dilakukan KLT dan diuji aktivitas antioksidannya dengan DPPH
41
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
0,04%. Dari 188 fraksi diperoleh 12 sub fraksi dari hasil gabungan fraksi yang
memiliki pola bercak yang sama antara lain, F2.A merupakan hasil fraksi No.1-5,
F2.B merupakan gabungan dari fraksi No. 6-33, F2.C merupakan gabungan dari
fraksi No. 34-39, F2.D merupakan gabungan dari fraksi No.40-49, F2.E
merupakan gabungan dari fraksi No.50-64, F2.F merupakan gabungan dari fraksi
No. 65-76, F2.G merupakan gabungan dari fraksi No. 77-88, F2.H merupakan
gabungan dari fraksi No.89-106, F2.I merupakan gabungan dari fraksi No. 107-
136, F2.J merupakan gabungan dari fraksi No.137-151, F2.K merupakan gabung
dari fraksi No.152-157, dan F2.L merupakan gabungan dari fraksi No. 158-188.
Dari 12 sub fraksi yang ada, Senyawa target yang memilki aktivitas
antioksidan yang kemungkinan kuat terdapat pada fraksi F2.B dengan bobot 3,658
gram. Oleh karena itu, fraksi tersebut dilkakukan pemisahan kembali untuk
memperoleh senyawa yang lebih murni.
4.5.3 Kromatografi Kolom Dari Fraksi F2.B (kromatografi kolom III)
Pada kromatografi kolom III, kolom kromatografi yang digunakan memiliki
ukuran tinggi 75 cm dengan diameter 3 cm dan silika gel sebanyak 40 gram. Fase
gerak yang digunakan sama dengan kromatografi kolom sebelumnya,
kepolarannya ditingkatkan sebanyak 10%. Fraksinasi dilakukan dimulai dari fase
gerak n-heksana 100% dan diakhiri dengan fase gerak etil asetat 100%.
Dari hasil kromatografi kolom III diperoleh 113 fraksi yang kemudian
dilakukan uji uv dan uji kualitatif antioksidan dengan DPPH 0,04 %. Dari113
fraksi didapatkan 4 sub fraksi dari hasil gabungan fraksi yang memiliki pola
bercak yang sama antara lain, F3.A merupakan hasil fraksi No.1-78, F3.B
merupakan gabungan dari fraksi No. 79-95, F3.C merupakan gabungan dari fraksi
No. 96-102, dan F3.D merupakan gabungan dari fraksi No.103-113.
Dari 4 sub fraksi yang ada, Senyawa target yang memilki aktivitas
antioksidan yang kemungkinan kuat terdapat pada fraksi F3.B dengan bobot 135
mg. Dari uji bercak dengan kromatografi lapis tipis tidak memberikan pemisahan
yang baik dengan Rf yang berdekatan. Oleh karena itu, fraksi tersebut dilakukan
pemisahan kembali untuk memperoleh senyawa yang lebih murni.
42
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
4.5.4 Kromatografi Kolom Dari Fraksi F3.B (kromatografi kolom IV)
Pada kromatografi kolom IV, kolom kromatografi yang digunakan memiliki
ukuran tinggi 30 cm dengan diameter 1,5 cm dan silika gel sebanyak 4 gram. Fase
gerak yang digunakan sama dengan kromatografi kolom sebelumnya, tetapi setiap
gradien, kepolarannya ditingkatkan sebanyak 1%. Fraksinasi dilakukan dimulai
dari fase gerak n-heksana 100% dan diakhiri dengan fase gerak n-heksana : etil
asetat (85 : 15).
Dari hasil kromatografi kolom IV diperoleh 54 fraksi yang kemudian
dilakukan uji uv dan uji kualitatif antioksidan dengan DPPH 0,04 %. Dari 54
fraksi didapatkan 3 sub fraksi dari hasil gabungan fraksi yang memiliki pola
bercak yang sama antara lain, F4.A merupakan hasil fraksi No.22, F4.B
merupakan gabungan dari fraksi No. 23-40, dan F3.C merupakan gabungan dari
fraksi No.41-54.
Dari uji bercak dengan kromatografi lapis tipis dan dilakukan uji uv dan
disemprot dengan DPPH 0,04%. Fraksi F4.A merupakan minyak yang berwarna
kuning dan pada uji KLT memberikan satu bercak pada pelat KLT. Oleh karena
itu, F4.A dilakukan kromatografi lapis tipis dua arah untuk mengetahui
kemurniannya.
Pada fraksi F4.B yang berbobot 30 mg juga terdapat senyawa target tetapi
tidak memberikan pemisahan yang baik dengan adanya Rf yang berdekatan. Oleh
karena itu, fraksi tersebut dilakukan pemisahan kembali untuk memperoleh
senyawa yang lebih murni.
4.5.5 Kromatografi Kolom Dari Fraksi F4.B (kromatografi kolom V)
Pada kromatografi kolom V, kolom kromatografi yang digunakan
memiliki ukuran tinggi 30 cm dengan diameter 1,5 cm dan silika gel sebanyak 2
gram. Fase gerak yang digunakan sama dengan kromatografi kolom sebelumnya,
tetapi setiap gradien, kepolarannya ditingkatkan sebanyak 1%. Fraksinasi
dilakukan dimulai dari fase gerak n-heksana 100% dan diakhiri dengan fase gerak
n-heksana : etil asetat (95:5).
43
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Dari hasil kromatografi kolom V diperoleh 23 fraksi yang kemudian
dilakukan uji uv dan uji kualitatif antioksidan dengan DPPH 0,04 %. Setelah
dilakukan uji KLT diperoleh satu bercak pada pada fraksi No 4,5,6,7, dan 8.
Keempat fraksi tersebut digabung (F5.B) lalu dilakukan uji kromatografi lapis
tipis dua arah untuk menguji kemurniannya.
Terdapat isolat yang diperoleh dari kromatografi kolom IV yaitu pada fraksi
F4.A dan isolat yang diperoleh dari kromatografi kolom V yaitu pada fraksi F5.B.
Karakteristik senyawa yang diperoleh tertera pada tabel 4.3 dibawah ini.
Tabel 4.3. Karakteristik senyawa hasil isolasi Fraksi Organoleptis Rf Bobot
F4.A Bentuk: Minyak
Warna: Kuning
0,5 5,1 mg
F5.B Bentuk: Minyak
Warna: Kuning
0,5 2 mg
Setelah dilakukan kromatografi lapis tipis, kedua isolat tersebut memiliki
nilai Rf yang sama. Sehingga dapat disimpulkan bahwa isolat dari kedua fraksi
tersebut merupakan senyawa yang sama. Kedua isolat tersebut dilakukan
penggabungan (NF.1) dan setelah dilakukan uji kemurnian dengan kromatografi
lapis tipis dua arah diperoleh bercak tunggal dengan nilai Rf 0,5. Sehingga, dapat
disimpulkan bahwa senyawa tersebut telah murni (Lampiran 4).
4.6. PENENTUAN STRUKTUR SENYAWA MURNI
Penentuan struktur senyawa NF.1 dilakukan dengan menganalisis data
spektroskopi yang meliputi spektroskopi UV, spektroskopi infra merah (IR),
spektroskopi massa (MS), dan resonansi magnetik inti proton (1H-NMR).
Spektrofotometri UV-Vis berguna untuk mengetahui panjang gelombang
maksimum pada senyawa hasil isolasi. Spektrometer inframerah berguna untuk
menentukan jenis-jenis gugus fungsi dari senyawa yang dianalisis. Spektrometer
resonansi magnetik inti proton berguna untuk menentukan kedudukan proton
dalam molekul. Sedangkan spektrometer massa berguna untuk mengetahui pola
fragmentasi serta berat molekul senyawa yang dianalisis.
44
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
4.6.1. Hasil analisis dengan Spektrofotometri UV-Vis
Metode spektrofotometri UV-Vis adalah suatu metode yang di desain atas
dasar adanya interaksi antara radiasi UV-Vis dengan molekul. Interaksi tersebut
terjadi dalam bentuk absorbsi radiasi, perubahan tingkat energi elektronik
molekul dan perubahan intensitas radiasi. Adanya aspek kuantitatif dari absorpsi
memungkinkan metode ini dimanfaatkan untuk analisis secara kuantitatif.
Senyawa yang dapat dianlisis menggunakan spektrofotometri UV-Vis adalah
senyawa yang memiliki gugus kromofor atau memiliki warna. Senyawa yang
memiliki gugus kromofor akan terlihat panjang gelombang pada daerah UV (200-
400 nm), sementara senyawa yang memiliki warna akan terlihat pada daerah
tampak (visible) (400-800 nm).
Dari hasil analisis senyawa dengan spektrofotometri UV-Vis, senyawa NF.1
menghasilkan dua serapan maksimum yaitu panjang gelombang 293 dan 221 nm.
Kedua serapan tersebut memiliki panjang gelombang pada daerah UV yaitu 200-
400 nm , sehingga dapat diketahui bahwa senyawa tersebut memiliki gugus
kromofor (Lampiran 5).
4.6.2. Hasil analisis dengan Spektroskopi Massa
Data GC-MS menunjukkan area paling tinggi (12,7%) yaitu pada waktu
retensi 14,9 menit. Dari database yang didapat menunjukkan bahwa senyawa
tersebut memiliki kemiripan 94 % dengan myristaldehyde. Pada waktu retensi
16,44 menit juga terdapat puncak yang cukup signifikan, pada database
menunjukkan bahwa senyawa tersebut adalah asam heksadekanoat dengan
kemiripan yaitu 95 % (Lampiran 9). Dari data GC-MS ini kemungkinan senyawa
tidak stabil pada saat proses pengukuran akibat pemanasan yang tinggi. Senyawa
yang memiliki gugus karboksilat kemungkinan teroksidasi dan menjadi aldehid
pada saat proses pengukuran. Oleh karena itu, dilakukan pengukuran
menggunakan LC-MS. Dari data LC-MS memperlihatkan base peak [M+H]+ pada
m/z 371,569 dengan waktu retensi 6,7 menit (Lampiran 8).
45
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
4.6.3. Hasil analisis dengan FTIR
Data spektrum IR memberikan pita serapan melebar dan kuat pada
bilangan gelombang 3446,17 cm-1, yang mengindikasikan adanya gugus OH.
Selanjutnya terdapat serapan dengan intensitas kuat pada bilangan gelombang
2923,56 cm-1 yang mengindikasikan adanya gugus C-H alifatik, kemudian
terdapat serapan dengan intensitas medium pada bilangan gelombang 1646,91 cm
yang mengindikasikan adanya gugus karbonil C=O, Dari data spektrum infra
merah dapat disimpulkan bahwa senyawa dari senyawa ini memiliki gugus fungsi
OH, C-H alifatik, dan gugus karbonil (Lampiran 6).
Spektrum infra merah dari senyawa fraksi NF.1 memiliki kemiripan
spektrum dengan senyawa golongan asam lemak, yaitu dengan adanya gugus OH
pada bilangan gelombang 3446,17 cm-1 kemudian adanya gugus CH alifatis pada
bilangan gelombang 2936 cm-1 sampai 2867 cm-1 , adanya gugus C=O pada
bilangan gelombang 1641 cm-1 dan adanya gugus CH2 pada bilangan gelombang
1457 cm-1.
Tabel 4.4 Tabel spektrum IR senyawa NF.1 Senyawa hasil isolasi Gugus fungsi
3446 cm-1 OH
2936-2867 cm-1 C-H alifatis
1641 cm-1 C=O
1457 cm-1 CH2
4.6.4. Hasil analisis dengan RMI
Analisis struktur kimia dengan 1H-RMI, memungkinkan untuk mengetahui
adanya proton dalam suatu struktur molekul. Data yang dihasilkan dari H-RMI
berupa pergeseran kimia yang dapat dianggap sebagai ciri bagian tertentu dari
suatu struktur molekul dan dapat membantu mengidentifikasi tiap gugus suatu
senyawa.
Dari data 1H-RMI menunjukkan adanya beberapa kelompok sinyal yang
hanya terdapat pada area alifatik. Puncak pada daerah δH 0,8 ppm adalah proton
CH3. Pada daerah δH 1,2 ppm menunjukkan proton -CHCOO-. Pada daerah δH 2,4
ppm meninjukkan proton CH2 dari –( CH2)n– (Lampiran 7).
46
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Dilihat dari sinyal yang muncul pada daerah alifatik pada spektrum 1H-
RMI dan gugus fungsi yang terlihat pada spektrum IR mengindikasikan bahwa
senyawa NF.1 merupakan senyawa dari golongan asam lemak.
4.7. UJI AKTIFITAS ANTIOKSIDAN ISOLAT
Dalam pengujian aktivitas antioksidan isolat digunakan spektrofotometer
UV-Vis. Optimasi panjang gelombang DPPH menunjukkan larutan DPPH terletak
pada panjang gelombang maksimum 515,5 nm (Lampiran 10). Selanjutnya, semua
pengukuran dengan metode peredaman radikal DPPH dilakukan pada panjang
gelombang tersebut.
Tabel 4.5. Data uji antioksidan senyawa murni
Sampel Konsentrasi
(µg/mL)
Absorbans
% Inhibisi Persamaan
linier
IC50
(µg/mL) Blanko Sampel
Uji
Vitamin C
5
1,177
0,724 38,488 y = 12,15x
- 15,71
r = 0,8663
5,408 4 0,736 37,468
3 0,81 31,181
2 1,176 0,085
NF.1
70
1,169
0,111 90,505 y = 1,315x
- 0,915
r = 0,998
38,701 50 0,389 66,724
30 0,738 36,869
10 1,02 12,746
Senyawa isolat yang didapat menghasilkan nilai IC50 38,701 µg/mL. Hal
ini dimungkinkan oleh adanya gugus-gugus hidroksil (OH) sebagai donor proton
sehingga mampu menangkap radikal DPPH dan menghambat terjadinya reaksi
radikal bebas lebih lanjut.
47 UIN SYARIF HIDAYATULLAH
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan data penelitian yang telah diperoleh, dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Telah dilakukan isolasi senyawa aktif antioksidan dari fraksi n-heksana
tumbuhan paku Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr. dimana senyawa tersebut
merupakan asam lemak yang memiliki base peak [M+H]+ pada m/z 371,5669
dan memiliki gugus C-H alifatik rantai panjang, gugus C=O, dan gugus OH.
2. Ekstrak n-heksana dari Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr. Didapatkan 20
gram ekstrak kental dan memiliki rendemen ekstrak yaitu 1,59 % dan dari
ekstrak n-heksana tersebut diperoleh senyawa murni NF.1 sebanyak 7,1 mg.
3. Dalam pengujian aktivitas antioksidan, Vitamin C sebagai pembanding
memiliki nilai IC50 5,408 µg/mL, sedangkan senyawa NF.1 mampu
menghambat aktivitas radikal bebas DPPH dengan IC50 38,701 µg/mL,
sehingga dapat disimpulkan senyawa NF.1 aktif sebagai antioksidan.
5.2 SARAN
1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai struktur asam lemak yang
didapat.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan berbagai macam uji
bioaktivitas terhadap tumbuhan ini.
48
DAFTAR PUSTAKA
Aderogba, A, M. Kgatle, T, D. McGaw, J, L. Eloff, N,J. 2011. Isolation of
Antioxidant Constituents from Combretum apiculatum subsp. Apiculatum.
South African Journal of Botany 79.
Adrianingsih, R. 2009. Penggunaan High Permformance Liquid Chromatography
(HPLC Dalam Proses Analisa Ion. Berita Dirgantara Vol. 10 No. 4.
Allen RG, Tressini M. 2000. Oxidative stress and gene regulation. Free Radical
Biol Med 463-99.
Benjamin A, Manickam V.S. 2007. Medicinal Pteredophyta from the Western
Ghats. Indian Journal of Traditional knowledge.
Bernardi, A,P,M. Alarcon, C,L. Aspee, A. Rech, S. Poser, V,G,L. Bride, R. Lissi,
E. 2007. Antioxidant Activity Of Flavonoids Isolated From Hypericum
Ternum. Journal of the Chilean Chemical Society.
Bernasconi, G. Gerster, H. Hauser, H. Stauble, H. Schneifer, E. 1995. Teknologi
Kimia. Bagian 2. penerjemah : Handojo L. Pradnya Paramita. Jakarta.
Blois, M. S,. 1958. Antioxidant Determination By The Use of a Stable Free
Radical, Nature.
Brain, K, R. Turner, T, B. 1975. The Practical Evaluation of Phyto
Pharmaceutical. Wrights Sciencetechnia. Bristol.
Cordell, G.A. 2000. Biodiversity and drug discovery–a symbiotic relationship.
Phytochemistry.
Daintith, J. 1994. Kamus Lengkap Kimia. Penerbit Erlangga. Jakarta.
49
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Departemen Kesehatan RI. 1995. Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Depkes RI.
Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2000. Parameter Standar umum ekstrak tumbuhan
obat. Depkes RI. Jakarta.
Ditjen POM. 2000. Parameter Standar umum ekstrak Tumbuhan Obat.
Departemen Kersehatan RI. Jakarta.
Droge W. 2002. Free radicals in the physiological control of cell function.
Physiol Rev:47-95.
Fessenden, R,J. Fessenden J, S. 1986. Kimia Organik, Edisi 3 Jilid 1.
Diterjemahkan oleh Pudjatmaka, A, H. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Gandhar, I, G. , Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta
Gocan, S. 2002. Stationary Phases for Thin-Layer Chromatography. Journal of
chromatographic Science, Vol. 40.
Gordon, M. H. 1990. The Mechanism of Antioxidant Action in vitro. Di dalam :
Hudson, B. J. F. (ed). Food Antioxidants. Elsevier Applied Science,
London.
Gritter, R. J. Bobbit, J.M dan Scawarting, A.E,. 1991. Pengantar Kromatografi,
Edisi II, Penerjemah: Kosasih Padmawinata. ITB Press. Bandung.
Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia , terjemahan K. Radmawinata dan
I.Soediro. Penerbit ITB. Bandung.
Hatono, T., H. Kagawa, T. Yasuhara, dan I. Okuda. 1988. Two New Flavonoids
and Other Contituents ini Licorice Roots : Their Relative Astringency and
Radical Scavenging Effect. Chem. Pharm. Bull.
Heinrich, M. Barnes, J. Gibbons, S. Williansom, M, E. Fundamental of
Pharmacognosy and Phytotherapy. Penerbit Elsevier. Philadelpia.
50
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Ho, R. Teai T., Bianchini J-P., Lafont R., Raharivelomanana, P., 2011. Fern:
From traditional uses to Pharmaceutical development, chemical
identification of active principles in working with fern. Springer
Houghton, P,J. Rahman, A. 1998. Laboratory Handbook for the fractination of
Natural extracts. Thomson Science, London.
Kandamashy, M., Arunachalam K.D., Thateyus, A.J.2008. Drynaria quercifolia
(L) J. Sm: A potential resource for antibacterial activity. African Journal
of Microbiology Research.
Kinho, J. 2009. Mengenal Beberapa Jenis Thumbuhan Paku Di Kawasan Hutan
Payahe Taman Nasional Aketajawe Lolobata Maluku Utara. Balai
Penelitian Kehutanan Manado. Manado.
Komala, I. 2012.Laporan Penelitian Individu uji aktivitas antioksidan tumbuhan
paku. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Lai, H-Y, Lim Y-Y, Kim K-H. 2010. Blechnum orientale Linn-afern with
potential as antioxidant, anticancer and antibacterial agent, BMC
Complementer and Alternative medicine.
Lai, H-Y, Lim Y-Y, Tan, S-P. 2009. antioxidative, tyrosine inhibiting and
antibacterial activities of leaf extracts from medical ferns. Biosci.
Biotechnol. Bioche.
Large M, F,. Braggins J,E,. 2004. Tree Ferns. Timber Press. Portland.
Lisdawati,V. Sumali, W., L. Broto S, K, “Isolasi Dan Elusidasi Struktur
Senyawa Lignan Dan Asam Lemak Dari Ekstrak Daging Buah Phaleria
Macrocarpa. Jurnal dan Buletin Penelitian Kesehatan.
Puslitbang Biomedis dan Farmasi Badan Litbangkes. Vol. 35.
Meydani et al. 1995. Antioxidants and Immune Response in Aged Persons:
Overview of Present Evidence. American Journal of Clinical Nutrition.
51
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Pooja. 2004. Pteredophyta. Discovery Publishing House. India.
Pratt, D. E. Dan B. J. R. Hudson. 1990. Natural Antioxidants Not Exploited
Commercially. Di dalam Hudson, B. J. F. (ed). Food Antioxidants. Hal.
171-192. Elsevier Applied Science, New York.
Rates, K.M. 2001.Plants as as source of drugs. Toxicon 39
Robert A. De Fillips, Shirley L. Maina, Juliette C. 2004. Medicinal plants of the
Guianas (Guyana, Surinam, French Guiana) Departement of botany,
National Museum of Natural History, Smithsonian Institution.
Sastrohamidjojo, H. 2005. Kromatografi. Penerbit Liberty Yogyakarta.
Yogyakarta.
Schuler, P. 1990. Natural Antioxidant Exploited Commercially. In : Food
Antioxidants. B. J. F. Hudson (ed). Elsevier Applied Science, London.
Siems, K., Weigt F., Wollenweber, E. 1996. Drimanes from the epicuticular wax
of the fern Nephrolephi bisserata, Phytochemistry 41, 1119-1121
Silverstein, Robert M. AND Francis X. Webster. 1991. Spectrometric
Identification of organic Compounds. Sixth edition. John Wiley &Sons,
Inc. New York.
Smith A.R., Pryer, K.M., Schuettpeltz E., Korall p, Schneider H., Wolf P.G. 2006.
A Classification for extant Fern. Taxon.
Soeder, RW, 1985. Botanical Review. Fern Constituens: Including occurence,
chemataxonomy, and Physicological activity.
Srivastava R.C. 2010. Traditional knowledge of Nyisi (Daffla) Trible of Arunachal
Pradesh. Indian Journal of Traditional Knowledge.
Stahl, E. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi, Penerjemah :
Kosasih Padmawinata. Penerbit ITB. Bandung.
52
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Sudjadi, M, S,. 1985. Penentuan Struktur Senyawa Organik. Penerbit Ghalia.
Jakarta.
Susanto, W. H. 1999. Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Teknologi Hasil
Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.
Tiwari, P. Kumar, B. Kaur, G. Kaur H. 2011. Phytochemical screening and
extraction: A Review. Internationale Pharmaceutica Sciencia. Vol.I,
Issue,I.
Vickery, M and Vickery B. 1981. “Secondary Plant metabolism”. The London.
Maccmillan Press LTD.
Voigt, R. 1995. Buku Pelajaran Tekhnologi Framasi. Penerjemah: Soendani,
Noerono. S. Edisi kelima. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Watson, D,G,. 2009. Analisis Farmasi : buku ajar untuk mahasiswa farmasi dan
praktisi kimi farmasi. Penerjemah: Winny R. Syarief, Edisi kedua. EGC.
Jakarta
Winarsi H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Kanisius, Yogyakarta.
Zakaria, Z. A, Ghani Z.D.F.A, Mohammad, R.N.S.R, Gopala, H.K, Sulaiman,
M.R., Abdullah, F.C. 2006. Antinociceptive and anti-inflammatory
activities of Dicranopteris linearis leaves chloroform extract in
experimental animals. Yajugaju zasshi.
53
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Lampiran 1. Hasil Determinasi Nephrolephis Falcata
54
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Lampiran 2. Uji kromatografi lapis tipis fraksi etil asetat dan n-heksana
Nephrolephis Falcata
Keterangan: 1. Fraksi etil asetat 2. Fraksi n-heksan
Gambar:
a. Kromatografi Lapis Tipis dengan fase gerak n-heksana : etil asetat,
perbandingan 6:4
b. Kromatografi Lapis Tipis dengan fase gerak n-heksana : etil asetat,
perbandingan 7:3
c. Kromatografi Lapis Tipis dengan fase gerak n-heksana : etil asetat,
perbandingan 8:2
55
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Lampiran 3. Pengujian kualitatif senyawa aktif antioksidan dengan metode DPPH
a. b.
Keterangan :
a. Profil KLT ekstrak n-heksan dengan menggunakan penyemprot DPPH, saat
setelah dilakukan penyemprotan. Eluen n-heksan : etil asetat (8:2)
b. Profil KLT ekstrak n-heksan dengan menggunakan penyemprot DPPH, 30
menit setelah dilakukan penyemprotan.
56
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Lampiran 4. Profil KLT Senyawa NF.1
A. Profil KLT senyawa F4.A menggunakan penyemprot DPPH; eluen n-heksan : etil asetat (9:1); Rf = 0,5
B. Profil KLT senyawa F5.B menggunakan penyemprot DPPH; eluen n-heksan : etil asetat (9:1); Rf = 0,5
C. Profil KLT senyawa NF.1 dilihat dibawah lampu UV 254 n; eluen n-heksan : etil asetat (9:1)
D. Profil KLT senyawa NF.1 ( gabungan F4.A dan F5.B) menggunakan penyemprot DPPH; eluen n-heksan : etil asetat (9:1); Rf = 0,5
E. Profil KLT dua arah Senyawa NF.1 menggunakan eluen n-heksan : etilasetat (9:1); Rf = 0,5
57
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Lampiran 5. Spektrum UV Senyawa NF.1
58
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Lampiran 6. Spektrum IR Senyawa NF.1
59
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Lampiran 7. Spektrum 1H-NMR Senyawa NF.1
60
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Lampiran 8.Spektrum LC-MS Senyawa NF.1
Nephrolepis falcata - UIN LC MS –ESI pos ion Vol injection 20 ul Flow 1 mL/min Eluent Methanol +Water = 95 + 5 Operating by : Puspa D N Lotulung
Index Time Lower Bound Upper Bound Height Area
1 6.656400 5.882633 7.392300 273 3316.55
0 3 6 9 12 15
Retention Time (Min)
0
273.4
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
% I
nte
nsit
y
BPI=>NR(10.00)
T6.7
39.0 271.2 503.4 735.6 967.8 1200.0
Mass (m/z)
0
325.3
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
% I
nte
nsit
y
Mariner Spec /172:176 (T /6.62:6.77) -137:152 (T -6.62:6.77) ASC=>NR(2.00)[BP = 371.6, 325]
371.5694
393.5727
764.2169
388.6182
391.5709766.2188
475.6495372.8876259.3460
557.7253409.5514 786.2146639.7313149.0941 866.7872267.4048 966.0929
61
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
210.0 336.8 463.6 590.4 717.2 844.0
Mass (m/z)
0
325.3
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
% I
nte
nsit
y
Mariner Spec /172:176 (T /6.62:6.77) -137:152 (T -6.62:6.77) ASC=>NR(2.00)[BP = 371.6, 325]
371.5694
393.5727
372.5847764.2169
765.2156
394.5788
391.5709766.2188
475.6495373.5702259.3460
785.1445557.7253476.6402409.5514 639.7313365.3246260.2984 722.0912308.9261
330.0 432.4 534.8 637.2 739.6 842.0
Mass (m/z)
0
325.3
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
% I
nte
nsit
y
Mariner Spec /172:176 (T /6.62:6.77) -137:152 (T -6.62:6.77) ASC=>NR(2.00)[BP = 371.6, 325]
371.5694
393.5727
372.5847764.2169
765.2156
394.5788
391.5709766.2188
475.6495373.5702413.5523 785.1445557.7253476.6402374.4754 639.7313 750.1712596.6561
345 377 409 441 473 505
Mass (m/z)
0
325.3
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
% I
nte
nsit
y
Mariner Spec /172:176 (T /6.62:6.77) -137:152 (T -6.62:6.77) ASC=>NR(2.00)[BP = 371.6, 325]
371.5694
393.5727
372.5847
394.5788
371.9402 391.5709
475.6495372.8876392.5713 413.5523
476.6402374.4754 402.6108 463.1180347.9340 444.0886359.8119
62
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
360.0 368.6 377.2 385.8 394.4 403.0
Mass (m/z)
0
325.3
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
% I
nte
nsit
y
Mariner Spec /172:176 (T /6.62:6.77) -137:152 (T -6.62:6.77) ASC=>NR(2.00)[BP = 371.6, 325]
371.5694
393.5727
372.5847
394.5788388.6182
371.9402 391.5709
372.8876392.5713389.5815 395.5805
374.4754365.3246 370.0810 382.7078
716 738 760 782 804 826
Mass (m/z)
0
113.7
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
% I
nte
nsit
y
Mariner Spec /172:176 (T /6.62:6.77) -137:152 (T -6.62:6.77) ASC=>NR(2.00)[BP = 371.6, 325]
764.2169
765.2156
764.6347
765.9642784.2225
785.1445766.9506
786.2146
750.1712722.0912 804.3393760.3090731.4646
63
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Lampiran 9. Spektrum GC-MS senyawa NF.1
Data Path : F:\DATA INJEK 2013\MAHASISWA\S1 UIN\ZAMILA\ Data File : SAMPLE1.D Acq On : 20 Jun 2013 10:55 Operator : ZAMILA Sample : Nephrolepis falcata Misc : UIN ALS Vial : 1 Sample Multiplier: 1 Search Libraries: C:\Database\wiley7n.l Minimum Quality:
Unknown Spectrum: Apex Integration Events: Chemstation Integrator - events.e Pk# RT Area% Library/ID Ref# CAS# Qual _____________________________________________________________________________ 1. 14.60 1.85 C:\Database\wiley7n.l Cyclododecane 71563 000294-62-2 90 Cyclododecane 71566 000294-62-2 90 2-Tetradecene, (E)- 110370 035953-53-8 86 2. 14.90 12.70 C:\Database\wiley7n.l Pentadecanal- 154794 002765-11-9 94 Hexadecanal 174472 000629-80-1 94 Tetradecanal (CAS) $$ Myristaldehy 133811 000124-25-4 91 de $$ Myristylaldehyde $$ Tetradec ylaldehyde $$ n-Tetradecanal $$ Al dehyde C-14 $$ Aldehyde C-14, myri
8.00 10.0012.0014.0016.0018.0020.0022.0024.0026.0028.0030.0032.00
20000
40000
60000
80000
100000
120000
140000
160000
180000
200000
220000
Time-->
Abundance
TIC: SAMPLE1.D\data.ms
64
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
stic $$ C-14 Aldehyde, myristic $$ Myristic aldehyde $$ 1-Tetradecan al $$ 1-Tetradecyl aldehyde 3. 16.44 6.59 C:\Database\wiley7n.l Hexadecanoic acid, methyl ester $$ 213890 000112-39-0 95 Palmitic acid, methyl ester $$ n- Hexadecanoic acid methyl ester $$ Metholene 2216 $$ Methyl hexadecan oate $$ Methyl n-hexadecanoate $$ Methyl palmitate $$ Uniphat A60 Hexadecanoic acid, methyl ester (C 213911 000112-39-0 91 AS) $$ Methyl palmitate $$ Methyl hexadecanoate $$ Methyl n-hexadeca noate $$ Uniphat A60 $$ Metholene 2216 $$ Palmitic acid methyl ester $$ Palmitic acid, methyl ester $$ n-Hexadecanoic acid methyl ester $$ PALMITIC ACID- Pentadecanoic acid, 14-methyl-, me 213933 005129-60-2 90 thyl ester
65
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Lampiran 10. Spektrum Serapan Larutan DPPH 0,1mM Dalam Metanol
66
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Lampiran 11. Data uji antioksidan senyawa NF.1 dengan spektofotometer UV-Vis
a. Vitamin C
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
0 2 4 6
Ab
sorb
an
si
Konsentrasi (ppm)
Standar Vitamin C
Standar Vitamin C
67
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
b. Senyawa NF.1