Isi
-
Upload
sari-muthya-silalahi -
Category
Documents
-
view
5 -
download
0
description
Transcript of Isi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Salah satu di antara masalah besar dalam bidang pendidikan di Indonesia yang banyak
diperbincangkan adalah rendahnya mutu pendidikan yang tercermin dari rendahnya rata-rata
prestasi belajar, khususnya siswa Sekolah Menengah Atas (SMA). Masalah lain dalam
bidang pendidikan di Indonesia yang juga banyak diperbincangkan adalah bahwa pendekatan
dalam pembelajaran masih terlalu didominasi peran guru (teacher centered). Guru lebih
banyak menempatkan siswa sebagai objek dan bukan sebagai subjek didik. Pendidikan kita
kurang memberikan kesempatan kepada siswa dalam berbagai matapelajaran, untuk
mengembangkan kemampuan berpikir holistik (menyeluruh), kreatif, objektif, dan logis,
belum memanfaatkan quantum learning sebagai salah satu paradigma menarik dalam
pembelajaran, serta kurang memperhatikan ketuntasan belajar secara individual.
Demikian juga proses pendidikan dalam sistem persekolahan kita, umumnya belum
menerapkan pembelajaran sampai anak menguasai materi pembelajaran secara tuntas.
Akibatnya, tidak aneh bila banyak siswa yang tidak menguasai materi pembelajaran
meskipun sudah dinyatakan tamat dari sekolah. Tidak heran pula kalau mutu pendidikan
secara nasional masih rendah. Sistem persekolahan yang tidak memberikan pembelajaran
sampai tuntas ini telah menyebabkan pemborosan anggaran pendidikan.
Ada beberapa alasan mengapa Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) menjadi
pilihan dalam upaya perbaikan kondisi pendidikan di tanah air ini, di antaranya:
1. Potensi siswa berbeda-beda, dan potensi tersebut akan berkembang jika stimulusnya
tepat;
2. Mutu hasil pendidikan yang masih rendah serta mengabaikan aspek-aspek moral,
akhlak, budi pekerti, seni & olah raga, serta life skill;
3. Persaingan global sehingga menyebabkan siswa/anak yang mampu akan
berhasil/eksis, dan yang kurang mampu akan gagal;
4. Persaingan pada kemampuan SDM (Sumberdaya Manusia) produk lembaga
pendidikan, serta
1
5. Persaingan terjadi pada lembaga pendidikan, sehingga perlu rumusan yang jelas
mengenai standar kompetensi lulusan, yang selanjutnya standar kompetensi
matapelajaran perlu dijabarkan menjadi sejumlah kompetensi dasar.
Upaya-upaya dalam rangka perbaikan dan pengembangan kurikulum menuju
Kurikulum Berbasis Kompetensi(KBK) meliputi: kewenangan pengembangan, pendekatan
pembelajaran, penataan isi/konten, serta model sosialisasi, yang lebih disesuaikan dengan
perkembangan situasi dan kondisi serta era yang terjadi saat ini. Upaya perbaikan dan
pengembangan kurikulum tersebut berlangsung secara bertahap dan terus-menerus, yang
mengarah pada terwujudnya azas keluwesan dalam isi kurikulum dan pengelolaan proses
belajar mengajar dalam rangka pengembangan kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan
ekstrakurikuler. Pendekatan pembelajaran dalam KBK diarahkan pada upaya
mengembangkan kemampuan siswa dalam mengelola perolehan belajar (kompetensi) yang
paling sesuai dengan kondisi masing-masing. Dengan demikian proses belajar lebih mengacu
kepada bagaimana siswa belajar dan bukan lagi pada apa yang dipelajari.
Sesuai dengan cita-cita dan harapan dari tujuan pendidikan nasional, guru perlu
memiliki beberapa prinsip mengajar yang mengacu pada peningkatan kemampuan internal
siswa di dalam merangsang strategi pembelajaran ataupun melaksanakan pembelajaran.
Peningkatan potensi internal itu misalnya dengan menerapkan jenis-jenis strategi
pembelajaran yang memungkinkan siswa mampu mencapai kompetensi secara penuh, utuh
dan kontekstual. Karena itu bila kita berbicara tentang rendahnya daya serap atau prestasi
belajar, atau belum terwujudnya keterampilan proses dan pembelajaran yang menekankan
pada peran aktif siswa, maka sebenarnya inti persoalannya adalah pada masalah "ketuntasan
belajar" yakni pencapaian taraf penguasaan minimal yang ditetapkan bagi setiap kompetensi
atau unit bahan ajaran secara perorangan.
Masalah ketuntasan dalam belajar merupakan masalah yang penting, sebab
menyangkut masa depan siswa, lebih-lebih bagi mereka yang mengalami kesulitan belajar.
Pendekatan pembelajaran tuntas adalah salah satu usaha dalam pendidikan yang bertujuan
untuk memotivasi siswa mencapai penguasaan (mastery level) terhadap kompetensi tertentu.
Dengan menempatkan pembelajaran tuntas sebagai salah satu prinsip utama dalam
mendukung pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), maka berarti pembelajaran
tuntas ini merupakan sesuatu yang harus dipahami dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya
oleh seluruh warga sekolah. Pada kenyataannya pembelajaran tuntas ini belum banyak
2
dilaksanakan di sekolah, dan masih banyak sekolah yang melaksanakan pembelajarannya
secara konvensional. Untuk itu perlu adanya pedoman yang memberikan arah serta petunjuk
bagi guru dan warga sekolah tentang bagaimana pembelajaran tuntas (mastery learning)
seharusnya dilaksanakan.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui makna pembelajaran
2. Mengetahui makna pembelajaran KBK
3. Mengetahui cirri-ciri pembelajaran KBK
4. Mengetahui pembelajaran tuntas (mastery-learning) dalam kbk
5. Mengetahui pelaksanaan program remedial, pengayaan dan percepatan
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Belajar dan mengajar
2.1.1 Belajar
Belajar pada hakikatnya adalah suatu aktivitas yang mengharapkan perubahan
tingkah laku (behavioral change) pada individu yang belajar. Perubahan tingkah laku
tersebut terjadi karena usaha individu yang bersangkutan. Belajar dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti: bahan yang dipelajari, faktor instrumental, lingkungan, dan
kondisi individual si pelajar. Faktor-faktor tersebut diatur sedemikian rupa, agar
mempunyai pengaruh yang membantu tercapainya kompetensi secara optimal.
Proses belajar yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan dan
pembelajaran merupakan proses yang komplek dan senantiasa berlangsung dalam
berbagai situasi dan kondisi. Percival dan Ellington (1984) menggambarkan model sistem
pendidikan dalam proses belajar yang berbentuk kotak hitam (black box). Masukan
(input) untuk sistem pendidikan atau sistem belajar terdiri dari orang, informasi, dan
sumber lainnya. Keluaran (output) terdiri dari orang/siswa dengan penampilan yang lebih
maju dalam berbagai aspek. Sedangkan di antara masukan dan keluaran terdapat “black
box" yang berupa proses belajar atau pendidikan.
Pada dasarnya, belajar merupakan masalah bagi setiap orang. Dengan belajar
maka pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, nilai, sikap, tingkah laku dan semua
perbuatan manusia terbentuk, disesuaikan dan dikembangkan. Dari berbagai pandangan
para ahli yang mencoba memberikan definisi belajar dapat diambil kesimpulan bahwa
belajar selalu melibatkan tiga hal pokok yaitu: adanya perubahan tingkah laku, sifat
perubahannya relatif permanen serta perubahan tersebut disebabkan oleh interaksi
dengan lingkungan, bukan oleh proses kedewasaan ataupun perubahan-perubahan
kondisi fisik yang temporer sifatnya. Oleh karena itu pada prinsipnya belajar adalah
proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara siswa dengan sumber-
sumber atau objek belajar, baik yang secara sengaja dirancang (by design) maupun yang
4
tidak secara sengaja dirancang namun dimanfaatkan (by utilization). Proses belajar tidak
hanya terjadi karena adanya interaksi antara siswa dengan guru. Hasil belajar yang
maksimal dapat pula diperoleh lewat interaksi antara siswa dengan sumber-sumber
belajar lainnya.
Perolehan belajar, di samping penguasaan materi pembelajaran itu sendiri, dapat
juga berupa kemampuan-kemampuan lain. Dari pengalaman belajar yang dialami,
seseorang dapat belajar bagaimana caranya belajar.
Aktivitas belajar sangat berkaitan dengan fungsi otak manusia. Sebagai
organisme hidup, manusia merupakan suatu organisasi biologik yang dalam ujud
strukturalnya terjadi secara genetik. Namun dalam perkembangan dan cara
berfungsinya, otak manusia sangat dipengaruhi oleh hasil interaksinya dengan objek
belajar atau lingkungan. Konsekuensi dari berfungsinya organisasi biologik itu adalah
inteligensi (kecerdasan) yang bersumber dari otak manusia. Meskipun pada waktu anak
manusia dilahirkan ia tidak memiliki ide atau konsep, namun konstitusinya
memungkinkan untuk bereaksi terhadap lingkungan melalui saluran pengalaman yang
dibawa sejak lahir (uncoscious awareness) (Conny Semiawan, 1988). Pada tahap awal
perkembangan otak siswa, reaksi-reaksi berjalan secara refleks, namun selanjutnya akan
menjadi suatu organisasi mental yang semakin mantap dan terstruktur.
Belahan otak manusia terbagi menjadi dua, kiri dan kanan. Tugas, fungsi dan ciri
setiap belahan otak adalah khusus dan membuat reaksi secara berbeda terhadap berbagai
jenis pengalaman belajar. Keterlibatan otak sebelah kanan lebih tertuju pada variabel
keseluruhan, holistik (utuh), imaginatif, sedangkan belahan otak sebelah kiri lebih
berfungsi untuk mengembangkan berfikir rasional, linear dan teratur. Emosi, terletak
dalam ke dua belahan otak dan memberi warna tertentu terhadap kejadian belajar yang
dialami oleh seseorang. Bila keseimbangan berfungsinya kondisi otak terjaga, dengan
melibatkan emosi, maka terjadilah belajar kreatif.
Untuk memberikan landasan akademik/filosofis terhadap pelaksanaan
pembelajaran khususnya pada jenjang SMU, maka perlu dikemukakan sejumlah
pandangan dari para ahli pendidikan serta pembelajaran. Ada tiga pakar pendidikan yang
teori serta pandangannya bisa digunakan sebagai acuan dalam mengembangkan dan
mengimplementasikan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), yaitu John Dewey,
5
Vygotsky, dan Ausubel. Menurut Dewey (2001), tugas sekolah adalah memberi
pengalaman belajar yang tepat bagi siswa. Selanjutnya ditegaskan bahwa tugas guru
adalah membantu siswa menjalin pengalaman belajar yang satu dengan yang lain,
termasuk yang baru dengan yang lama. Pengalaman belajar baru melalui pengalaman
belajar yang lama akan melekat pada struktur kognitif siswa dan menjadi pengetahuan
baru bagi siswa.
Menurut Vygotsky (2001), terdapat hubungan yang erat antara pengalaman
sehari-hari dengan konsep keilmuan (scientific), tetapi ada perbedaan secara kualitatif
antara berpikir kompleks dan berpikir konseptual. Berpikir kompleks didasarkan atas
kategorisasi objek berdasarkan suatu situasi, sedangkan berpikir konseptual berbasis pada
pengertian yang lebih abstrak. Ia menegaskan bahwa pengembangan kemampuan
menganalisis, membuat hipotesis, dan menguji pengalaman sehari-hari pada dasarnya
terpisah dari pengalaman sehari-hari. Kemampuan ini tidak ditentukan oleh pengalaman
sehari-hari saja, tetapi lebih tergantung pada tipe spesifik interaksi sosial.
Menurut Ausubel (1969), pengalaman belajar baru akan masuk ke dalam memori
jangka panjang dan akan menjadi pengetahuan baru apabila memiliki makna. Pengalaman
belajar adalah interakasi antara subjek belajar dengan objek belajar, misalnya siswa
mengerjakan tugas membaca, melakukan pemecahan masalah, mengamati suatu gejala,
peristiwa, percobaan, dan sejenisnya. Agar pengalaman belajar yang baru menjadi
pengetahuan baru, semua konsep dalam matapelajaran diusahakan memiliki nilai terapan
di lapangan.
2.1.2. Mengajar
Joyce, Weil & Showers (1992) menyatakan bahwa mengajar (teaching) pada
hakikatnya adalah membantu siswa memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai, cara
berfikir, sarana untuk mengekspresikan dirinya, dan cara-cara belajar bagaimana belajar.
Hasil akhir atau hasil jangka panjang dari proses mengajar adalah kemampuan siswa yang
tinggi untuk dapat belajar dengan mudah dan efektif di masa mendatang. Tujuan utama
dari kegiatan mengajar adalah pada siswa yang belajar. Dengan demikian hakikat
mengajar adalah memfasilitasi siswa agar mereka mendapatkan kemudahan dalam belajar
6
2.2. Pembelajaran Dalam KBK
2.2.1. Pengertian Pembelajaran
Istilah pembelajaran merupakan padanan dari kata dalam bahasa Inggris in-
struction, yang berarti proses membuat orang belajar. Tujuannya ialah membantu orang
belajar, atau memanipulasi (merekayasa) lingkungan sehingga memberi kemudahan bagi
orang yang belajar. Gagne dan Briggs (1979) mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu
rangkaian events (kejadian, peristiwa, kondisi, dsb.) yang secara sengaja dirancang untuk
mempengaruhi siswa (pembelajar), sehingga proses belajarnya dapat berlangsung
dengan mudah. Pembelajaran bukan hanya terbatas pada kejadian yang dilakukan oleh
guru saja, melainkan mencakup semua kejadian maupun kegiatan yang mungkin
mempunyai pengaruh langsung pada proses belajar manusia. Pembelajaran mencakup
pula kejadian-kejadian yang dimuat dalam bahan-bahan cetak, gambar, program radio,
televisi, film, slide, maupun kombinasi dari bahan-bahan tersebut. Bahkan saat ini
pemanfaatan berbagai perangkat elektronik, yang berupa program-program komputer
untuk pembelajaran, atau dikenal dengan e-learning (electronic-learning) seperti: CAI
(Computer Assisted Instruction) atau CAL (Computer Assisted Learning), belajar lewat
internet, SIG (Sistem Informasi Geografis) pendidikan, web-site sekolah, dll., sudah
banyak digunakan dalam pembelajaran. Dengan demikian, sesuai dengan perkembangan
di bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), fungsi pembelajaran bukan hanya
fungsi guru, melainkan juga fungsi pemanfaatan sumber-sumber belajar lain yang
digunakan oleh pembelajar untuk belajar sendiri.
Pada umumnya orang berpendapat bahwa kegiatan pembelajaran adalah penerapan
prinsip serta teori belajar. Oleh karena itu bila seseorang telah tahu bagaimana sebenarnya
orang belajar, maka pembelajaran akan berusaha merumuskan cara-cara yang terbaik
untuk membuat orang belajar.
7
2.2.2. Prinsip-Prinsip Umum Pembelajaran
Teknologi pembelajaran dibangun atas dasar prinsip-prinsip yang diambil dari teori
psikologi, terutama teori belajar dan hasil-hasil penelitian dalam kegiatan pembelajaran.
Atwi Suparman (1997) yang mengutip pendapat Filbeck mengelompokkan prinsip-prinsip
yang digunakan dalam pembelajaran menjadi 12 macam, yaitu:
1. Prinsip: Respon yang berakibat menyenangkan pembelajar
Implikasi:
perlunya umpan balik positif dengan segera
keharusan pembelajar untuk aktif membuat respons
perlunya pemberian latihan (exercise) dan tes
2. Prinsip: Kondisi atau tanda untuk menciptakan perilaku tertentu
Implikasi:
perlunya kejelasan mengenai standar kompetensi maupun kompetensi dasar.
penggunaan variasi metode dan media
3. Prinsip: Pemberian akibat yang menyenangkan
Implikasi:
pemberian isi/materi pokok yang berguna
imbalan dan penghargaan terhadap keberhasilan pembelajar
seringnya pemberian latihan dan tes
4. Prinsip: Transfer pada situasi lain
Implikasi:
pemberian kegiatan belajar yang mirip dengan kondisi dunia nyata
pemberian contoh-contoh riil/nyata
penggunaan variasi metode dan media
8
5. Prinsip: Generalisasi dan pembedaan sebagai dasar untuk belajar sesuatu yang
kompleks
Implikasi:
perlunya keseimbangan dalam memberikan contoh (baik-buruk, positif-negatif,
ganjil-genap, konkrit-abstrak, dsb.)
6. Prinsip: Pengaruh status mental terhadap perhatian dan ketekunan
Implikasi:
perlunya menarik/memusatkan perhatian pembelajar
7. Prinsip: Membagi kegiatan ke dalam langkah-langkah kecil
Implikasi:
Penggunaan buku teks terprogram (programmed texts atau programmed
instructions)
Pemenggalan kegiatan menjadi kecil-kecil, disertai latihan dan umpan balik
8. Prinsip: Pemodelan bagi materi yang kompleks
Implikasi:
penggunaan metode dan media yang dapat menggambarkan model (simplifikasi)
dari benda/kegiatan nyata.
9. Prinsip: Keterampilan tingkat tinggi terbentuk dari keterampilan-keterampilan dasar
Implikasi:
Standar kompetensi maupun kompetensi dasar hendaknya dirumuskan
seoperasional mungkin dan diturunkan/dijabarkan melalui analisis instruksional
10. Prinsip: Pemberian informasi tentang perkembangan kemampuan pembelajar
Implikasi:
urutan pembelajaran dimulai dari yang sederhana bertahap menuju ke yang
makin kompleks (the widening horizons or expanding community)
9
11. Prinsip: Variasi dalam kecepatan belajar
Implikasi:
pentingnya penguasaan materi prasyarat
kesempatan untuk maju menurut kecepatan masing-masing
12. Prinsip: Persiapan/kesiapan
Implikasi:
pemberian kebebasan kepada pembelajar untuk memilih waktu, cara dan sumber
belajar lain.
2.3.Ciri Kurikulum Berbasis Kompetensi
Sebagai sebuah konsep, sekaligus sebagai sebuah program, Kurikulum Berbasis
Kompetensi menurut Siskandar (2003) memiliki ciri-ciri:
1. menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun
klasikal;
2. berorientasi pada hasil dan keberagaman;
3. penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang
bervariasi;
4. sumber belajar bukan hanya guru tetapi sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur
edukatif;
5. penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan suatu
kompetensi.
Salah satu pendekatan dalam pembelajaran yang berbasis kompetensi adalah
menempatkan siswa sebagai subjek didik, yakni lebih banyak mengikutsertakan siswa
dalam proses pembelajaran. Pendekatan ini bertolak dari anggapan bahwa siswa memiliki
potensi untuk berpikir sendiri, dan potensi tersebut hanya dapat diwujudkan apabila
mereka diberi banyak kesempatan untuk berpikir sendiri. Oleh karena itu maka guru
tidak boleh lagi dipandang sebagai "orang yang paling tahu segalanya”, melainkan lebih
berperan sebagai fasilitator terjadinya proses belajar pada individu siswa, dan siswa
tentunya juga harus secara terus menerus berusaha menyempurnakan diri sehingga dari
10
waktu ke waktu makin meningkat kemampuannya. Oleh karena itu pemilihan metode
pembelajaran yang memberi peluang kepada peserta didik untuk aktif dan kreatif di dalam
kegiatan pembelajaran, merupakan langkah awal yang utama menuju keberhasilan
mencapai kompetensi yang telah ditentukan. Di samping itu mengingat bahwa penilaian
dalam KBK menekankan baik proses maupun hasil belajar, maka keterampilan proses
perlu betul-betul digiatkan penerapannya dalam kegiatan pembelajaran di sekolah.
Kemampuan-kemampuan atau keterampilan-keterampilan proses yang mendasar
untuk pembelajaran dalam KBK ini antara lain adalah kemampuan atau keterampilan
dalam
1. mengobservasi/mengadakan pengamatan
2. menghitung
3. mengukur
4. mengklasifikasi
5. mencari hubungan ruang/waktu
6. membuat hipotesis
7. merencanakan penelitian/eksperimen
8. mengendalikan variable
9. menginterpretasi atau menafsirkan data
10. menyusun kesimpulan sementara (inferensi)
11. meramalkan (memprediksi)
12. menerapkan (mengaplikasi)
13. mengkomunikasikan
Dengan mengembangkan keterampilan-keterampilan memproses perolehan, anak
akan mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta menumbuhkan
dan mengembangkan sikap dan nilai yang dituju. Seluruh irama, gerak atau tindakan dalam
pembelajaran seperti ini akan menciptakan kondisi belajar yang mampu mengaktifkan siswa
secara optimal.
11
Berdasarkan uraian di atas maka pendekatan dalam pengembangan KBK harus
dicirikan oleh hal-hal sebagai berikut:
1. Orientasi pada pencapaian hasil dan dampaknya (outcome oriented)
2. Bertolak dari Kompetensi Tamatan/Lulusan
3. Berbasis pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
4. Pengembangan kurikulum yang menghargai perbedeaan-perbedaan (berdiferensiasi)
5. Utuh dan menyeluruh (holistik)
6. Menerapkan prinsip ketuntasan belajar (mastery learning)
2.4. Pembelajaran Tuntas (Mastery-Learning) dalam KBK
2.4.1 Asumsi Dasar
Metode pembelajaran adalah cara untuk mempermudah anak didik mencapai
kompetensi tertentu. Hal ini berlaku baik bagi guru (yakni dalam pemilihan metode
mengajar) maupun bagi siswa (dalam memilih strategi belajar). Dengan demikian makin baik
metode, akan makin efektif pula pencapaian tujuan belajar (Winarno Surahmad, 1982).
Metode pembelajaran merupakan penjabaran dari pendekatan, dan diimplementasikan oleh
teknik pembelajaran. Langkah metode pembelajaran yang dipilih memainkan peranan utama,
yang berakhir pada semakin meningkatnya prestasi belajar siswa. Pembelajaran tuntas
(mastery learning) dalam KBK dimaksudkan adalah pendekatan dalam pembelajaran yang
mempersyaratkan siswa menguasai secara tuntas seluruh standar kompetensi maupun
kompetensi dasar matapelajaran tertentu.
Dalam model yang paling sederhana, Carroll mengemukakan bahwa jika setiap siswa
diberikan waktu sesuai dengan yang diperlukan untuk mencapai suatu tingkat penguasaan,
dan jika dia menghabiskan waktu yang diperlukan, maka besar kemungkinan siswa akan
mencapai tingkat penguasaan kompetensi.
Model ini menggambarkan bahwa tingkat penguasaan kompetensi (degree of
learning) ditentukan oleh seberapa banyak waktu yang benar-benar digunakan (time actually
12
spent) untuk belajar dibagi dengan waktu yang diperlukan (time needed) untuk menguasai
kompetensi tertentu.
Dalam pembelajaran konvensional, di mana bakat (aptitude) siswa tersebar secara
normal, dan kepada mereka diberikan pembelajaran yang sama dalam jumlah pembelajaran
dan waktu yang tersedia untuk belajar, maka hasil belajar yang dicapai akan tersebar secara
normal pula. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa hubungan antara bakat dan tingkat
penguasaan adalah tinggi.
Sebaliknya apabila siswa-siswa sehubungan dengan bakatnya tersebar secara normal,
dan kepada mereka diberi kesempatan belajar yang sama untuk setiap siswa, tetapi diberikan
perlakuan yang berbeda dalam kualitas pembelajarannya, maka besar kemungkinan bahwa
siswa yang dapat mencapai penguasaan akan bertambah banyak. Dalam hal ini hubungan
antara bakat dengan keberhasilan akan menjadi semakin kecil.
Dari konsep-konsep di atas, kiranya cukup jelas bahwa harapan dari proses
pembelajaran dengan pendekatan belajar tuntas tidak lain adalah untuk mempertinggi rata-
rata prestasi siswa dalam belajar dengan memberikan kualitas pembelajaran yang lebih
sesuai, bantuan, serta perhatian khusus bagi siswa-siswa yang lambat agar menguasai standar
kompetensi atau kompetensi dasar. Dari konsep tersebut, maka dapat dikemukakan prinsip-
prinsip utama pembelalaran tuntas adalah :
1. Kompetensi yang harus dicapai siswa dirumuskan dengan urutan yang hierarkhis,
2. Evaluasi yang digunakan adalah penilaian acuan patokan, dan setiap kompetensi harus
diberikan feedback,
3. Pemberian pembelajaran remedial serta bimbingan di mana diperlukan,
4. Pemberian program pengayaan bagi siswa yang mencapai ketuntasan belajar lebih awal.
(Gentile & Lalley: 2003)
2.4.2. Perbedaan antara Pembelajaran Tuntas dengan Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran tuntas yang dimaksudkan dalam pelaksanaan KBK adalah pola
pembelajaran yang menggunakan prinsip ketuntasan secara individual. Dalam hal pemberian
kebebasan belajar, serta untuk mengurangi kegagalan siswa dalam belajar, strategi belajar
tuntas menganut pendekatan individual, dalam arti meskipun kegiatan belajar ditujukan
13
kepada sekelompok siswa (kelas), tetapi mengakui dan melayani perbedaan-perbedaan
perorangan siswa sedemikiah rupa, sehingga dengan penerapan pembelajaran tuntas
memungkinkan berkembangnya potensi masing-masing siswa secara optimal. Dasar
pemikiran dari belajar tuntas dengan pendekatan individual ialah adanya pengakuan terhadap
perbedaan individual masing-masing siswa.
Untuk merealisasikan pengakuan dan pelayanan terhadap perbedaan individu, maka
pembelajaran harus menggunakan strategi pembelajaran yang berasaskan maju berkelanjutan
(continuous progress). Untuk itu pendekatan sistem, yang merupakan salah satu prinsip dasar
dalam teknologi pembelajaran, harus benar-benar dapat diimplementasikan. Salah satu
caranya adalah, standar kompetensi dan kompetensi dasar harus dinyatakan secara jelas, dan
pembelajaran dipecah-pecah ke dalam satuan-satuan (cremental units), di mana siswa belajar
selangkah demi selangkah dan baru boleh beranjak mempelajari kompetensi dasar berikutnya
setelah menguasai suatu/sejumlah kompetensi dasar yang ditetapkan menurut kriteria
tertentu. Dalam pola ini ditentukan bahwa seorang siswa yang mempelajari unit satuan
pembelajaran tertentu dapat berpindah ke unit satuan pembelajaran berikutnya jika siswa
yang bersangkutan misalnya telah menguasai sekurang-kurangnya 75 % dari kompetensi
dasar yang ditetapkan.
Sedangkan pembelajaran konvensional dalam kaitan ini diartikan sebagai
pembelajaran dalam konteks klasikal yang sudah terbiasa dilakukan, sifatnya berpusat pada
guru, sehingga pelaksanaannya kurang memperhatikan keseluruhan situasi belajar (non
belajar tuntas).
Dengan memperhatikan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa perbedaan antara
pembelajaran tuntas dengan pembelajaran konvensional adalah bahwa pembelajaran tuntas
dilakukan melalui azas-azas ketuntasan belajar, sedangkan pembelajaran konvensional pada
umumnya tidak/kurang memperhatikan ketuntasan belajar khususnya ketuntasan siswa
secara individual.
14
Secara kualitatif perbandingan ke dua pola tersebut dapat dicermati pada Tabel di
halaman berikut:
Perbandingan Kualitatif Antara Pembelajaran Tuntas Dengan Pembelajaran
Konvensional
Langkah Aspek PembedaPembelajaran
Tuntas
Pembelajaran
Konvensional
A. Persiapan
1. Tingkat
ketuntasan
Diukur dari
performance siswa
dalam setiap unit
(satuan kompetensi
atau kemampuan
dasar. Setiap siswa
harus mencapai nilai
75
Diukur dari
performance siswa
yang dilakukan
secara acak
2. Satuan Acara
Pembelajaran
Dibuat untuk satu
minggu pembelajaran,
dan dipakai sebagai
pedoman guru serta
diberikan kepada
siswa
Dibuat untuk satu
minggu
pembelajaran, dan
hanya dipakai
sebagai pedoman
guru
3. Pandangan
terhadap
kemampuan siswa
saat memasuki
satuan
pembelajaran
tertentu
Kemampuan hampir
sama, namun tetap ada
variasi
Kemampuan siswa
dianggap sama
15
Langkah Aspek PembedaPembelajaran
Tuntas
Pembelajaran
Konvensional
B. Pelaksanaan
pembelajara
n
4. Bentuk
pembelajaran
dalam satu unit
kompetensi atau
kemampuan dasar
Dilaksanakan melalui
pendekatan klasikal,
kelompok dan
individual
Dilaksanakan
sepenuhnya
melalui
pendekatan
klasikal
5. Cara
pembelajaran
dalam setiap
standar
kompetensi atau
kompetensi dasar
Pembelajaran
dilakukan melalui
penjelasan guru
(lecture), membaca
secara mandiri dan
terkontrol, berdiskusi,
dan belajar secara
individual
Dilakukan melalui
mendengarkan
(lecture), tanya
jawab, dan
membaca (tidak
terkontrol)
6. Orientasi
pembelajaran
Pada terminal
performance siswa
(kompetensi atau
kemampuan dasar)
secara individual
Pada bahan
pembelajaran
7. Peranan guru Sebagai pengelola
pembelajaran untuk
memenuhi kebutuhan
siswa secara
individual
Sebagai pengelola
pembelajaran
untuk memenuhi
kebutuhan seluruh
siswa dalam kelas
16
Langkah Aspek PembedaPembelajaran
Tuntas
Pembelajaran
Konvensional
8. Fokus kegiatan
pembelajaran
Ditujukan kepada
masing-masing siswa
secara individual
Ditujukan kepada
siswa dengan
kemampuan
menengah
9. Penentuan
keputusan
mengenai satuan
pembelajaran
Ditentukan oleh siswa
dengan bantuan guru
Ditentukan
sepenuhnya oleh
guru
C. Umpan
Balik
10. Instrumen
umpan balik
Menggunakan
berbagai jenis serta
bentuk tagihan secara
berkelanjutan
Lebih
mengandalkan
pada penggunaan
tes objektif untuk
penggalan waktu
tertentu
11. Cara membantu
siswa
Menggunakan sistem
tutor dalam diskusi
kelompok (small-
group learning
activities) dan tutor
yang dilakukan secara
individual
Dilakukan oleh
guru dalam bentuk
tanya jawab secara
klasikal
17
2.4.3. Indikator Guru Melaksanakan Pembelajaran Tuntas
1. Metode Pembelajaran
Pembelajaran tuntas dilakukan dengan pendekatan diagnostik/ preskriptif. Strategi
pembelajaran tuntas sebenarnya menganut pendekatan individual, dalam arti meskipun
kegiatan belajar ditujukan kepada sekelompok siswa (kelas), tetapi juga mengakui dan
memberikan layanan sesuai dengan perbedaan-perbedaan individual siswa sedemikian rupa,
sehingga pembelajaran memungkinkan berkembangnya potensi masing-masing siswa secara
optimal. Adapun langkah-langkah besarnya adalah :
a. mengidentifikasi prasarat (prerequisit),
b. membuat tes untuk mengukur perkembangan dan pencapaian kompetensi,
c. mengukur pencapaian kompetensi siswa
Metode pembelajaran yang sangat ditekankan dalam pembelajaran tuntas adalah
pembelajaran individual, pembelajaran dengan teman atau sejawat (peer instruction), dan
bekerja dalam kelompok kecil. Berbagai jenis metode (multi metode) pembelajaran harus
digunakan untuk kelas atau kelompok. Pendekatan-pendekatan alternatif tambahan harus
digunakan untuk mengakomodasi perbedaan gaya belajar siswa.
Pembelajaran tuntas sangat mengandalkan pada pendekatan tutorial dengan sesion-
sesion kelompok kecil, tutorial orang perorang, pembelajaran terprogram, buku-buku kerja,
permainan dan pembelajaran berbasis komputer (Kindsvatter, 1996)
2. Peran Guru
Strategi pembelajaran tuntas menekankan pada peran atau tanggung jawab guru dalam
mendorong keberhasilan siswa secara individual. Pendekatan yang digunakan mendekati
model Personalized System of Instruction (PSI) seperti dikembangkan oleh Keller, yang lebih
menekankan pada interaksi antara siswa dengan materi/objek belajar. Peran guru harus
intensif dalan hal-hal berikut:
a. Menjabarkan/memecah KD (Kompetensi Dasar) ke dalam satuan-satuan (unit-unit) yang
lebih kecil dengan memperhatikan pengetahuan prasyaratnya.
18
b. Menata indikator berdasarkan cakupan serta urutan unit
c. Menyajikan materi dalam bentuk yang bervariasi
d. Memonitor seluruh pekerjaan siswa
e. Menilai perkembangan siswa dalam pencapaian kompetensi (kognitif, psikomotor, dan
afektif)
f. Menggunakan teknik diagnostik
g. Menyediakan sejumlah alternatif strategi pembelajaran bagi siswa yang mengalami
kesulitan
3. Peran Siswa
KBK sangat menjunjung tinggi dan menempatkan peran siswa sebagai subjek didik.
Fokus program sekolah bukan pada `Guru dan yang akan dikerjakannya’ melainkan pada
`Siswa dan yang akan dikerjakannya’. Oleh karena itu dalam KBK yang menganut
pendekatan pembelajaran tuntas, siswa lebih leluasa dalam menentukan jumlah waktu belajar
yang diperlukan. Artinya siswa diberikan kebebasan dalam menetapkan kecepatan
pencapaian kompetensi. Kemajuan siswa sangat tertumpu pada usaha serta ketekunan siswa
secara individual.
4. Evaluasi
Penting untuk dicatat bahwa ketuntasan belajar dalam KBK ditetapkan dengan
penilaian acuan patokan (criterion referenced) pada setiap kompetensi dasar dan tidak
ditetapkan berdasarkan norma (norm referenced). Dalam hal ini batas ketuntasan belajar
harus ditetapkan oleg guru, misalnya apakah siswa harus mencapai nilai 75, 65, 55, atau
sampai nilai berapa seseorang siswa dinyatakatan mencapai ketuntasan dalam belajar.
Asumsi dasarnya adalah:
a. bahwa semua orang bisa belajar apa saja, hanya waktu yang diperlukan berbeda,
b. standar harus ditetapkan terlebih dahulu, dan hasil evaluasi tersebut adalah lulus dan
tidak lulus. (Gentile & Lalley: 2003)
Sedangkan sistem evaluasinya menggunakan ujian berkelanjutan, yang ciri-cirinya
adalah:
19
a. Ujian dengan sistem blok (kesatuan KD)
b. Tiap blok terdiri dari satu atau lebih Kompetensi Dasar (KD)
c. Hasil ujian dianalisis dan ditindaklanjuti melalui program remedial, program pengayaan,
dan program percepatan.
d. Ujian mencakup aspek kognitif dan psikomotor
e. Aspek afektif diukur melalui kegiatan inventori afektif seperti: pengamatan, kuesioner,
dsb.
Sistem penilaian dalam KBK mencakup: jenis tagihan serta bentuk instrumen / soal.
Dalam pembelajaran tuntas tes-tes diusahakan disusun dalam sub-sub KD sebagai alat
diagnosis terhadap program pembelajaran. Dengan menggunakan tes-tes diagnostik yang
dirancang secara baik, siswa dimungkinkan dapat menilai sendiri hasil tes-nya, termasuk
mengenali di mana ia mengalami kesulitan dengan segera. Sedangkan penentuan batas
pencapaian ketuntasan belajar, meskipun umumnya disepakati pada skor/nilai 75 (75-persen)
namun batas ketuntasan yang paling realistik atau paling sesuai adalah ditetapkan oleh
sekolah atau daerah, sehingga memungkinkan adanya perbedaan dalam penentuan batas
ketuntasan untuk setiap KD maupun pada setiap sekolah maupun daerah.
2.5. Pelaksanaan Program Remedial, Pengayaan dan Percepatan
Apabila KBK ini sudah dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan konsepnya,
maka masing-masing siswa akan berpacu atau berkompetisi dalam menyelesaikan
kompetensi-kompetensi dasar yang ada menurut kecepatan masing-masing secara alami.
Mengingat kecepatan tiap-tiap siswa dalam pencapaian KD mungkin saja tidak sama, maka
dalam pembelajaran, mungkin sekali terjadi perbedaan kecepatan belajar antara siswa yang
sangat pandai dan pandai, dengan yang kurang pandai dalam pencapaian kompetensi.
Sementara itu KBK mengharuskan pencapaian ketuntasan dalam pencapaian kompetensi
untuk seluruh kompetensi dasar secara perorangan. Dengan kata lain, KBK harus
menerapkan prinsip ketuntasan belajar. Implikasi dari prinsip tersebut adalah bahwa dalam
KBK juga mengharuskan dilaksanakannya program-program remedial, pengayaan dan
percepatan sebagai bagian tak terpisahkan dari penerapan sistem pembelajaran tuntas.
20
2.5.1. Pelaksanaan Program Remedial
1. Cara yang dapat ditempuh
Masalah pertama yang akan selalu timbul dalam pelaksanaan pembelajaran tuntas
adalah “bagaimana guru menangani siswa-siswa yang lamban atau mengalami kesulitan
dalam menguasai KD tertentu”. Ada 2 cara yang dapat ditempuh yaitu:
a. Pemberian bimbingan secara khusus dan perorangan bagi siswa yang belum atau
mengalami kesulitan dalam penguasaan KD tertentu. Cara ini merupakan cara yang
mudah dan sederhana untuk dilakukan karena merupakan implikasi dari peran guru
sebagai “tutor”
b. Pemberian tugas-tugas atau perlakuan (treatment) secara khusus, yang sifatnya
penyederhanaan dari pelaksanaan pembelajaran regular.
Adapun bentuk penyedernahaan itu dapat dilakukan guru antara lain melalui:
a. Penyederhanaan isi/materi pembelajaran untuk KD tertentu
b. Penyederhanaan cara penyajian (misalnya: menggunakan gambar, model, skema, grafik,
memberikan rangkuman yang sederhana, dll.)
c. Penyederhanaan soal/pertanyaan yang diberikan.
2. Materi dan waktu pelaksanaan program remedial:
a. Program remedial diberikan hanya pada KD-KD yang belum dikuasai
b. Program remedial dilaksanakan pada:
1) Setelah mengikuti tes/ujian KD tertentu
2) Setelah mengikuti tes/ujian Blok atau sejumlah KD dalam satu kesatuan
3) Setelah mengikuti tes/ujian KD atau blok terakhir. Khusus untuk remedi terakhir ini
hanya diberlakukan untuk KD atau blok terakhir dari KD atau blok-blok yang ada
pada semester tertentu.
21
2.5.2. Pelaksanaan Program Pengayaan
1. Cara yang ditempuh
Kondisi yang sebaliknya dari program remedial, dalam kelas yang menerapkan
pembelajaran tuntas adalah akan selalu ada siswa-siswa yang lebih cepat menguasai
kompetensi yang ditetapkan. Siswa-siswa inipun tidak boleh diterlantarkan. Mereka perlu
mendapatkan tambahan pengetahuan maupun keterampilan sesuai dengan kapasitasnya,
melalui program pengayaan. Adapun cara yang dapat ditempuh di antaranya adalah:
a. Pemberian bacaan tambahan atau berdiskusi yang bertujuan memperluas wawasan bagi
KD tertentu
b. Pemberian tugas untuk melakukan analisis gambar, model, grafik, bacaan/paragraf, dll.
b. Memberikan soal-soal latihan tambahan yang bersifat pengayaan
c. Membantu guru membimbing teman-temannya yang belum mencapai ketuntasan.
2. Materi dan waktu pelaksanaan program pengayaan
a. Program pengayaan diberikan sesuai dengan KD-KD yang dipelajari
b. Waktu pelaksanaan program pengayaan adalah:
1) Setelah mengikuti tes/ujian KD tertentu
2) Setelah mengikuti tes/ujian blok atau kesatuan KD tertentu
3) Setelah mengikuti tes/ujian KD atau blok terakhir pada semester tertentu. Khusus
untuk program pengayaan yang dilaksanakan pada akhir semester ini materinya juga
hanya yang berkaitan dengan KD-KD yang terkait dengan blok terakhir dari blok-
blok yang ada pada semester tertentu.
2.5.3. Pelaksanaan Program Percepatan
Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran tuntas juga memungkinkan adanya
siswa-siswa yang luar biasa cerdas dan mampu menyelesaikan KD-KD jauh lebih cepat
dengan nilai yang amat baik pula (>85). Siswa-siswa dengan kecerdasan luar biasa ini
memiliki karakteristik khusus yaitu tidak banyak memerlukan bantuan berupa program-
program remedial maupun pengayaan, sebab mungkin justru akan mengganggu optimalisasi
22
belajarnya. Bentuk layanan terbaik yang seharusnya diberikan adalah berupa program
percepatan (akselerasi) secara alami dan bukan dalam bentuk kelas akselerasi. Siswa-siswa
yang dapat menguasai kompetensi dasar tertentu atau mencapai ketuntasan secara cepat
dengan nilai >85 sebaiknya tidak perlu diberikan pengayaan, tetapi langsung dipersilahkan
untuk mempelajari KD berikutnya. Dengan cara seperti itu mereka mungkin akan
menyelesaikan belajarnya lebih cepat dari teman-temannya. Agar supaya program percepatan
secara alami dapat terlaksana dengan baik, maka program-program pembelajaran perlu
dikemas dalam satuan-satuan, dan disiapkan dengan cermat serta rinci, dalam bentuk modul-
modul atau paket-paket pembelajaran. Tanpa modul atau paket-paket pembelajaran yang
terprogram dengan baik, program percepatan tentu sulit untuk dilakukan.
23
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ada beberapa alasan mengapa Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) menjadi
pilihan dalam upaya perbaikan kondisi pendidikan di tanah air ini, di antaranya
potensi siswa berbeda-beda, dan potensi tersebut akan berkembang jika stimulusnya
tepat;
Belajar pada hakikatnya adalah suatu aktivitas yang mengharapkan perubahan
tingkah laku (behavioral change) pada individu yang belajar
Mengajar (teaching) pada hakikatnya adalah membantu siswa memperoleh
informasi, ide, keterampilan, nilai, cara berfikir, sarana untuk mengekspresikan
dirinya, dan cara-cara belajar bagaimana belajar.
Sebagai sebuah konsep, sekaligus sebagai sebuah program, Kurikulum Berbasis
Kompetensi menurut Siskandar (2003) memiliki ciri-ciri antara lain menekankan
pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal;
berorientasi pada hasil dan keberagaman;
3.2 Saran
Seluruh civitas akademisi sebagai tenaga pendidik seharusnya mampu menjalankan
berbagai bentuk prosedur pembelajaran dalam kurikulum apapun dengan baik.
Pemerintah seharusnya turut serta mendongkrak berbagai pelaksanaan kurikulum
dalam setiap level dan jenjang yang ada guna mencapai idealisme kurikulum.
24
DAFTAR PUSTAKA
Siskandar (2003). Teknologi pembelajaran dalam kurikulum berbasis kompetensi. Makalah disajikan pada seminar nasional teknologi pembelajaran pada tanggal 22 – 23 Agustus 2003, di Yogyakarta.
Winarno Surakhmad. (1982). Pengantar interaksi mengajar belajar: dasar dan teknik metodologi pengajaran, Bandung : Penerbit Tarsito
25