Isi

39
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Salah satu di antara masalah besar dalam bidang pendidikan di Indonesia yang banyak diperbincangkan adalah rendahnya mutu pendidikan yang tercermin dari rendahnya rata- rata prestasi belajar, khususnya siswa Sekolah Menengah Atas (SMA). Masalah lain dalam bidang pendidikan di Indonesia yang juga banyak diperbincangkan adalah bahwa pendekatan dalam pembelajaran masih terlalu didominasi peran guru (teacher centered). Guru lebih banyak menempatkan siswa sebagai objek dan bukan sebagai subjek didik. Pendidikan kita kurang memberikan kesempatan kepada siswa dalam berbagai matapelajaran, untuk mengembangkan kemampuan berpikir holistik (menyeluruh), kreatif, objektif, dan logis, belum memanfaatkan quantum learning sebagai salah satu paradigma menarik dalam pembelajaran, serta kurang memperhatikan ketuntasan belajar secara individual. Demikian juga proses pendidikan dalam sistem persekolahan kita, umumnya belum menerapkan pembelajaran sampai anak menguasai materi pembelajaran secara tuntas. Akibatnya, tidak aneh bila banyak siswa yang tidak menguasai materi pembelajaran meskipun sudah dinyatakan tamat dari sekolah. Tidak heran pula kalau mutu pendidikan secara nasional masih rendah. Sistem persekolahan yang tidak memberikan pembelajaran 1

description

kbk

Transcript of Isi

Page 1: Isi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Salah satu di antara masalah besar dalam bidang pendidikan di Indonesia yang banyak

diperbincangkan adalah rendahnya mutu pendidikan yang tercermin dari rendahnya rata-rata

prestasi belajar, khususnya siswa Sekolah Menengah Atas (SMA). Masalah lain dalam

bidang pendidikan di Indonesia yang juga banyak diperbincangkan adalah bahwa pendekatan

dalam pembelajaran masih terlalu didominasi peran guru (teacher centered).  Guru lebih

banyak menempatkan siswa sebagai objek dan bukan sebagai subjek didik. Pendidikan kita

kurang memberikan kesempatan kepada siswa dalam berbagai matapelajaran, untuk

mengembangkan kemampuan berpikir holistik (menyeluruh), kreatif, objektif, dan logis,

belum memanfaatkan quantum learning sebagai salah satu paradigma menarik dalam

pembelajaran, serta kurang memperhatikan ketuntasan belajar secara individual.

Demikian juga proses pendidikan dalam sistem persekolahan kita, umumnya belum

menerapkan pembelajaran sampai anak menguasai materi pembelajaran secara tuntas.

Akibatnya, tidak aneh bila banyak siswa yang tidak menguasai materi pembelajaran

meskipun sudah dinyatakan tamat dari sekolah. Tidak heran pula kalau mutu pendidikan

secara nasional masih rendah. Sistem persekolahan yang tidak memberikan pembelajaran

sampai tuntas ini telah menyebabkan pemborosan anggaran pendidikan.

Ada beberapa alasan mengapa Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) menjadi

pilihan dalam upaya perbaikan kondisi pendidikan di tanah air ini, di antaranya: 

1. Potensi siswa berbeda-beda, dan potensi tersebut akan  berkembang jika stimulusnya

tepat;

2. Mutu hasil pendidikan yang masih rendah serta mengabaikan aspek-aspek moral,

akhlak, budi pekerti, seni & olah raga, serta life skill;

3. Persaingan global sehingga menyebabkan siswa/anak yang mampu akan

berhasil/eksis, dan yang kurang mampu akan gagal;

4. Persaingan pada kemampuan SDM (Sumberdaya Manusia) produk lembaga

pendidikan, serta

1

Page 2: Isi

5. Persaingan terjadi pada lembaga pendidikan, sehingga perlu rumusan yang jelas

mengenai standar kompetensi lulusan, yang selanjutnya standar kompetensi

matapelajaran perlu dijabarkan menjadi sejumlah kompetensi dasar.

Upaya-upaya dalam rangka perbaikan dan pengembangan kurikulum menuju

Kurikulum Berbasis Kompetensi(KBK) meliputi: kewenangan pengembangan, pendekatan

pembelajaran, penataan isi/konten, serta model sosialisasi, yang lebih disesuaikan dengan

perkembangan situasi dan kondisi serta era yang terjadi saat ini. Upaya perbaikan dan

pengembangan kurikulum tersebut berlangsung secara bertahap dan terus-menerus, yang

mengarah pada terwujudnya azas keluwesan dalam isi kurikulum dan pengelolaan proses

belajar mengajar dalam rangka pengembangan kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan

ekstrakurikuler. Pendekatan pembelajaran dalam KBK diarahkan pada upaya

mengembangkan kemampuan siswa dalam mengelola perolehan belajar (kompetensi) yang

paling sesuai dengan kondisi masing-masing. Dengan demikian proses belajar lebih mengacu

kepada bagaimana siswa belajar dan bukan lagi pada apa yang dipelajari.

Sesuai dengan cita-cita dan harapan dari tujuan pendidikan nasional, guru perlu

memiliki beberapa prinsip mengajar yang mengacu pada peningkatan kemampuan internal

siswa di dalam merangsang strategi pembelajaran ataupun melaksanakan pembelajaran.

Peningkatan potensi internal itu misalnya dengan menerapkan jenis-jenis strategi

pembelajaran yang memungkinkan siswa mampu mencapai kompetensi secara penuh, utuh

dan kontekstual. Karena itu bila kita berbicara tentang rendahnya daya serap atau prestasi

belajar, atau belum terwujudnya keterampilan proses dan pembelajaran yang menekankan

pada peran aktif siswa, maka sebenarnya inti persoalannya adalah pada masalah "ketuntasan

belajar" yakni pencapaian taraf penguasaan minimal yang ditetapkan bagi setiap kompetensi

atau unit bahan ajaran secara perorangan.

Masalah ketuntasan dalam belajar merupakan masalah yang penting, sebab

menyangkut masa depan siswa, lebih-lebih bagi mereka yang mengalami kesulitan belajar.

Pendekatan pembelajaran tuntas adalah salah satu usaha dalam pendidikan yang bertujuan

untuk memotivasi siswa mencapai penguasaan (mastery level) terhadap kompetensi tertentu.

Dengan menempatkan pembelajaran tuntas sebagai salah satu prinsip utama dalam

mendukung pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), maka berarti pembelajaran

tuntas ini merupakan sesuatu yang harus dipahami dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya

oleh seluruh warga sekolah. Pada kenyataannya pembelajaran tuntas ini belum banyak

2

Page 3: Isi

dilaksanakan di sekolah, dan masih banyak sekolah yang melaksanakan pembelajarannya

secara konvensional. Untuk itu perlu adanya pedoman yang memberikan arah serta petunjuk

bagi guru dan warga sekolah tentang bagaimana pembelajaran tuntas (mastery learning)

seharusnya dilaksanakan.

1.2 Tujuan 

1. Mengetahui makna pembelajaran

2. Mengetahui makna pembelajaran KBK

3. Mengetahui cirri-ciri pembelajaran KBK

4. Mengetahui pembelajaran tuntas (mastery-learning) dalam kbk

5. Mengetahui pelaksanaan program remedial, pengayaan dan percepatan

3

Page 4: Isi

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Belajar dan mengajar

2.1.1 Belajar

Belajar pada hakikatnya adalah suatu aktivitas yang mengharapkan perubahan

tingkah laku (behavioral change) pada individu yang belajar. Perubahan tingkah laku

tersebut terjadi karena usaha individu yang bersangkutan. Belajar dipengaruhi oleh

berbagai faktor seperti: bahan yang dipelajari, faktor instrumental, lingkungan, dan

kondisi individual si pelajar. Faktor-faktor tersebut diatur sedemikian rupa, agar

mempunyai pengaruh yang membantu tercapainya kompetensi secara optimal.

Proses belajar yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan dan

pembelajaran merupakan proses yang komplek dan senantiasa berlangsung dalam

berbagai situasi dan kondisi. Percival dan Ellington (1984) menggambarkan model sistem

pendidikan dalam proses belajar yang berbentuk kotak hitam (black box). Masukan

(input) untuk sistem pendidikan atau sistem belajar terdiri dari orang, informasi, dan

sumber lainnya. Keluaran (output) terdiri dari orang/siswa dengan penampilan yang lebih

maju dalam berbagai aspek. Sedangkan di antara masukan dan keluaran terdapat “black

box"  yang berupa proses belajar atau pendidikan.

Pada  dasarnya,  belajar merupakan masalah  bagi setiap  orang. Dengan belajar

maka  pengetahuan,  keterampilan,  kebiasaan, nilai, sikap, tingkah laku dan semua

perbuatan manusia terbentuk, disesuaikan dan dikembangkan. Dari berbagai pandangan

para  ahli yang  mencoba memberikan definisi belajar dapat diambil kesimpulan  bahwa

belajar selalu melibatkan  tiga  hal  pokok yaitu: adanya perubahan tingkah laku, sifat

perubahannya relatif  permanen serta perubahan tersebut disebabkan oleh interaksi

dengan lingkungan, bukan  oleh  proses kedewasaan ataupun perubahan-perubahan

kondisi fisik yang temporer sifatnya. Oleh  karena itu pada prinsipnya belajar adalah

proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari  interaksi  antara siswa dengan sumber-

sumber atau objek belajar, baik yang  secara sengaja dirancang (by design) maupun  yang

4

Page 5: Isi

tidak secara sengaja dirancang namun dimanfaatkan (by utilization). Proses belajar tidak

hanya  terjadi karena adanya interaksi antara siswa dengan guru. Hasil  belajar yang

maksimal dapat pula diperoleh lewat interaksi  antara siswa dengan sumber-sumber

belajar lainnya.

Perolehan belajar,  di  samping penguasaan materi pembelajaran itu sendiri, dapat

juga berupa kemampuan-kemampuan lain. Dari pengalaman belajar  yang dialami,

seseorang dapat belajar bagaimana  caranya belajar.

Aktivitas belajar sangat berkaitan dengan fungsi otak  manusia. Sebagai

organisme hidup, manusia merupakan suatu organisasi biologik yang dalam ujud

strukturalnya terjadi  secara genetik. Namun dalam perkembangan dan  cara

berfungsinya, otak manusia sangat dipengaruhi oleh hasil interaksinya dengan objek

belajar atau lingkungan. Konsekuensi dari berfungsinya organisasi biologik itu adalah

inteligensi (kecerdasan) yang bersumber dari otak manusia. Meskipun  pada waktu anak

manusia dilahirkan ia tidak  memiliki  ide atau konsep,  namun konstitusinya

memungkinkan untuk bereaksi terhadap lingkungan melalui saluran  pengalaman yang

dibawa sejak lahir (uncoscious awareness) (Conny  Semiawan,  1988). Pada tahap awal

perkembangan otak siswa, reaksi-reaksi berjalan secara refleks, namun selanjutnya akan

menjadi suatu organisasi mental yang semakin mantap dan terstruktur.

Belahan otak manusia terbagi menjadi dua, kiri dan kanan. Tugas, fungsi dan ciri

setiap belahan otak adalah khusus  dan membuat reaksi secara  berbeda terhadap berbagai

jenis pengalaman belajar. Keterlibatan otak sebelah kanan lebih tertuju  pada variabel

keseluruhan, holistik (utuh), imaginatif, sedangkan  belahan otak sebelah kiri lebih

berfungsi untuk mengembangkan berfikir rasional,  linear dan teratur. Emosi, terletak

dalam  ke  dua belahan otak  dan memberi warna  tertentu  terhadap kejadian belajar yang

dialami oleh seseorang. Bila keseimbangan berfungsinya kondisi  otak terjaga, dengan

melibatkan  emosi,  maka terjadilah belajar kreatif.

Untuk memberikan landasan akademik/filosofis terhadap pelaksanaan

pembelajaran khususnya pada jenjang SMU, maka perlu dikemukakan sejumlah

pandangan dari para ahli pendidikan serta pembelajaran. Ada tiga pakar pendidikan yang

teori serta pandangannya bisa digunakan sebagai acuan dalam mengembangkan dan

mengimplementasikan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), yaitu John Dewey,

5

Page 6: Isi

Vygotsky, dan Ausubel. Menurut  Dewey (2001), tugas sekolah adalah memberi 

pengalaman belajar yang tepat bagi siswa. Selanjutnya ditegaskan bahwa  tugas guru

adalah membantu siswa menjalin pengalaman belajar yang satu dengan yang lain,

termasuk yang baru dengan yang lama. Pengalaman belajar baru melalui pengalaman

belajar yang lama akan melekat pada struktur kognitif siswa dan menjadi pengetahuan

baru bagi siswa. 

Menurut Vygotsky  (2001), terdapat hubungan yang erat antara pengalaman

sehari-hari dengan konsep keilmuan (scientific), tetapi ada perbedaan secara kualitatif

antara berpikir kompleks dan berpikir konseptual. Berpikir kompleks didasarkan atas

kategorisasi objek berdasarkan suatu situasi, sedangkan berpikir konseptual berbasis pada

pengertian yang lebih abstrak.  Ia menegaskan bahwa pengembangan kemampuan

menganalisis, membuat hipotesis, dan menguji pengalaman sehari-hari pada dasarnya

terpisah dari pengalaman sehari-hari. Kemampuan ini tidak ditentukan oleh  pengalaman

sehari-hari saja, tetapi lebih tergantung pada tipe spesifik interaksi sosial. 

 Menurut Ausubel (1969), pengalaman belajar baru akan masuk ke dalam memori

jangka panjang dan akan menjadi pengetahuan baru apabila memiliki makna. Pengalaman

belajar adalah interakasi antara subjek belajar dengan objek belajar, misalnya siswa

mengerjakan tugas membaca, melakukan pemecahan masalah, mengamati suatu gejala,

peristiwa,  percobaan, dan sejenisnya.   Agar pengalaman belajar yang baru menjadi

pengetahuan baru,  semua  konsep dalam matapelajaran diusahakan memiliki nilai terapan

di lapangan.

2.1.2. Mengajar

      Joyce, Weil & Showers (1992) menyatakan bahwa mengajar (teaching) pada

hakikatnya adalah membantu siswa memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai, cara

berfikir, sarana untuk mengekspresikan dirinya, dan cara-cara belajar bagaimana belajar.

Hasil akhir atau hasil jangka panjang dari proses mengajar adalah kemampuan siswa yang

tinggi untuk dapat belajar dengan mudah dan efektif di masa mendatang. Tujuan utama

dari kegiatan mengajar adalah pada siswa yang belajar. Dengan demikian hakikat

mengajar adalah memfasilitasi siswa agar mereka mendapatkan kemudahan dalam belajar

 

6

Page 7: Isi

2.2. Pembelajaran Dalam KBK

2.2.1. Pengertian Pembelajaran

Istilah  pembelajaran merupakan padanan dari  kata   dalam bahasa Inggris in-

struction, yang berarti  proses  membuat orang  belajar. Tujuannya ialah membantu orang

belajar,  atau memanipulasi (merekayasa) lingkungan sehingga memberi kemudahan bagi

orang yang belajar. Gagne dan Briggs (1979) mendefinisikan  pembelajaran sebagai suatu

rangkaian events (kejadian, peristiwa, kondisi, dsb.) yang secara sengaja dirancang untuk

mempengaruhi siswa (pembelajar),  sehingga proses  belajarnya  dapat berlangsung

dengan mudah. Pembelajaran bukan hanya terbatas pada kejadian yang dilakukan oleh

guru saja, melainkan mencakup  semua  kejadian maupun kegiatan yang mungkin

mempunyai pengaruh langsung pada proses  belajar manusia. Pembelajaran mencakup

pula kejadian-kejadian yang dimuat dalam bahan-bahan cetak, gambar, program radio,

televisi, film,  slide,  maupun kombinasi  dari  bahan-bahan  tersebut. Bahkan saat ini

pemanfaatan berbagai perangkat elektronik, yang berupa program-program komputer

untuk pembelajaran, atau dikenal dengan e-learning (electronic-learning) seperti: CAI

(Computer Assisted Instruction) atau CAL (Computer Assisted Learning), belajar lewat

internet, SIG (Sistem Informasi Geografis) pendidikan, web-site sekolah, dll.,  sudah

banyak digunakan dalam pembelajaran. Dengan  demikian, sesuai dengan perkembangan

di bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), fungsi pembelajaran bukan hanya

fungsi  guru, melainkan juga fungsi pemanfaatan sumber-sumber  belajar  lain yang

digunakan oleh pembelajar untuk belajar sendiri.

Pada umumnya orang berpendapat bahwa kegiatan pembelajaran adalah penerapan

prinsip serta teori belajar.  Oleh karena itu bila seseorang telah tahu bagaimana sebenarnya

orang belajar,  maka pembelajaran akan berusaha merumuskan cara-cara yang terbaik

untuk membuat orang belajar.

 

7

Page 8: Isi

2.2.2. Prinsip-Prinsip Umum Pembelajaran

       Teknologi pembelajaran dibangun atas dasar prinsip-prinsip yang diambil dari teori

psikologi, terutama teori belajar dan hasil-hasil penelitian dalam kegiatan pembelajaran.

Atwi Suparman (1997) yang mengutip pendapat Filbeck mengelompokkan prinsip-prinsip

yang digunakan dalam pembelajaran menjadi 12 macam, yaitu:

1. Prinsip: Respon yang berakibat menyenangkan pembelajar

Implikasi:

perlunya umpan balik positif dengan segera

keharusan pembelajar untuk aktif membuat respons

perlunya pemberian latihan (exercise) dan tes

2. Prinsip: Kondisi atau tanda untuk menciptakan perilaku tertentu

Implikasi:

perlunya kejelasan mengenai standar kompetensi maupun kompetensi dasar.

penggunaan variasi metode dan media

3. Prinsip: Pemberian akibat yang menyenangkan

Implikasi:

pemberian isi/materi pokok yang berguna

imbalan dan penghargaan terhadap keberhasilan pembelajar

seringnya pemberian latihan dan tes

4. Prinsip: Transfer pada situasi lain

Implikasi:

pemberian kegiatan belajar yang mirip dengan kondisi dunia nyata

pemberian contoh-contoh riil/nyata

penggunaan variasi metode dan media

8

Page 9: Isi

5. Prinsip: Generalisasi dan pembedaan sebagai dasar untuk belajar sesuatu yang

kompleks

Implikasi:

perlunya keseimbangan dalam memberikan contoh (baik-buruk, positif-negatif,

ganjil-genap, konkrit-abstrak, dsb.)

6. Prinsip: Pengaruh status mental terhadap perhatian dan ketekunan

Implikasi:

perlunya menarik/memusatkan perhatian pembelajar

7. Prinsip: Membagi kegiatan ke dalam langkah-langkah kecil

Implikasi:

Penggunaan buku teks terprogram (programmed texts atau programmed

instructions)

Pemenggalan kegiatan menjadi kecil-kecil, disertai latihan dan umpan balik

8. Prinsip: Pemodelan bagi materi yang kompleks

Implikasi:

penggunaan metode dan media yang dapat menggambarkan model (simplifikasi)

dari benda/kegiatan nyata.

9. Prinsip: Keterampilan tingkat tinggi terbentuk dari keterampilan-keterampilan dasar

Implikasi:

Standar kompetensi maupun kompetensi dasar hendaknya dirumuskan

seoperasional mungkin dan diturunkan/dijabarkan melalui analisis instruksional

10. Prinsip: Pemberian informasi tentang perkembangan kemampuan pembelajar

Implikasi:

urutan pembelajaran dimulai dari yang sederhana bertahap menuju ke yang

makin kompleks (the widening horizons or expanding community)

9

Page 10: Isi

11. Prinsip: Variasi dalam kecepatan belajar

Implikasi:

pentingnya penguasaan materi prasyarat

kesempatan untuk maju menurut kecepatan masing-masing

12. Prinsip: Persiapan/kesiapan

Implikasi:

pemberian kebebasan kepada pembelajar untuk memilih waktu, cara dan sumber

belajar lain.

 2.3.Ciri Kurikulum Berbasis Kompetensi

Sebagai sebuah konsep, sekaligus sebagai sebuah program, Kurikulum Berbasis

Kompetensi menurut  Siskandar (2003) memiliki ciri-ciri:

1. menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun

klasikal;

2. berorientasi pada hasil dan keberagaman;

3. penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang

bervariasi;

4. sumber belajar bukan hanya guru tetapi  sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur

edukatif;

5. penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan suatu

kompetensi.

Salah satu pendekatan dalam pembelajaran yang berbasis kompetensi adalah

menempatkan siswa sebagai subjek didik, yakni lebih banyak mengikutsertakan siswa

dalam proses pembelajaran. Pendekatan ini bertolak dari anggapan bahwa siswa memiliki

potensi untuk berpikir sendiri, dan potensi tersebut hanya dapat diwujudkan apabila

mereka diberi banyak kesempatan untuk berpikir sendiri.  Oleh karena itu maka guru

tidak boleh lagi dipandang sebagai "orang yang paling tahu segalanya”, melainkan lebih

berperan sebagai fasilitator terjadinya proses belajar pada individu siswa, dan siswa

tentunya juga harus secara terus menerus berusaha menyempurnakan diri sehingga dari

10

Page 11: Isi

waktu ke waktu makin meningkat kemampuannya. Oleh karena itu pemilihan metode

pembelajaran yang memberi peluang kepada peserta didik untuk aktif dan kreatif di dalam

kegiatan pembelajaran, merupakan langkah awal yang utama menuju keberhasilan

mencapai kompetensi yang telah ditentukan. Di samping itu mengingat bahwa penilaian

dalam KBK menekankan baik proses maupun hasil belajar, maka keterampilan proses

perlu betul-betul digiatkan penerapannya dalam kegiatan pembelajaran di sekolah.

Kemampuan-kemampuan atau keterampilan-keterampilan proses yang mendasar

untuk pembelajaran dalam  KBK ini antara lain adalah kemampuan atau keterampilan

dalam

1. mengobservasi/mengadakan pengamatan

2. menghitung

3. mengukur

4. mengklasifikasi

5. mencari hubungan ruang/waktu

6. membuat hipotesis

7. merencanakan penelitian/eksperimen

8. mengendalikan variable

9. menginterpretasi atau menafsirkan data

10. menyusun kesimpulan sementara (inferensi)

11. meramalkan (memprediksi)

12. menerapkan (mengaplikasi)

13. mengkomunikasikan

Dengan mengembangkan keterampilan-keterampilan memproses perolehan, anak

akan mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta menumbuhkan

dan mengembangkan sikap dan nilai yang dituju. Seluruh irama, gerak atau tindakan dalam

pembelajaran seperti ini akan menciptakan kondisi belajar yang mampu mengaktifkan siswa

secara optimal.

11

Page 12: Isi

Berdasarkan uraian di atas maka pendekatan dalam pengembangan KBK harus

dicirikan oleh hal-hal sebagai berikut:

1. Orientasi pada pencapaian hasil dan dampaknya (outcome oriented)

2. Bertolak dari Kompetensi Tamatan/Lulusan

3. Berbasis pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

4. Pengembangan kurikulum yang menghargai perbedeaan-perbedaan (berdiferensiasi)

5. Utuh dan menyeluruh (holistik)

6. Menerapkan prinsip ketuntasan belajar (mastery learning)

 

2.4. Pembelajaran Tuntas (Mastery-Learning) dalam KBK

2.4.1 Asumsi Dasar

Metode pembelajaran adalah cara untuk mempermudah anak didik mencapai

kompetensi tertentu. Hal ini berlaku baik bagi guru (yakni dalam pemilihan metode

mengajar) maupun bagi siswa (dalam memilih strategi belajar). Dengan demikian makin baik

metode, akan makin efektif pula pencapaian tujuan belajar (Winarno Surahmad, 1982). 

Metode pembelajaran merupakan penjabaran dari pendekatan, dan diimplementasikan oleh

teknik pembelajaran. Langkah metode  pembelajaran yang dipilih memainkan peranan utama,

yang berakhir pada semakin meningkatnya prestasi belajar siswa. Pembelajaran tuntas

(mastery learning) dalam KBK dimaksudkan adalah pendekatan dalam pembelajaran yang

mempersyaratkan  siswa menguasai secara tuntas seluruh standar kompetensi maupun

kompetensi dasar matapelajaran tertentu.

Dalam model yang paling sederhana, Carroll mengemukakan bahwa jika setiap siswa

diberikan waktu sesuai dengan yang diperlukan untuk mencapai suatu tingkat penguasaan,

dan jika dia menghabiskan waktu yang diperlukan, maka besar kemungkinan siswa akan

mencapai tingkat penguasaan kompetensi. 

Model ini menggambarkan bahwa tingkat penguasaan kompetensi (degree of

learning) ditentukan oleh seberapa banyak waktu yang benar-benar digunakan (time actually

12

Page 13: Isi

spent) untuk belajar dibagi dengan waktu yang diperlukan (time needed) untuk menguasai

kompetensi tertentu.

Dalam pembelajaran konvensional, di mana bakat (aptitude) siswa tersebar secara

normal, dan kepada mereka diberikan pembelajaran yang sama dalam jumlah pembelajaran

dan waktu yang tersedia untuk belajar, maka hasil belajar yang dicapai akan tersebar secara

normal pula. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa hubungan antara bakat dan tingkat

penguasaan adalah tinggi.

Sebaliknya apabila siswa-siswa sehubungan dengan bakatnya tersebar secara normal,

dan kepada mereka diberi kesempatan belajar yang sama untuk setiap siswa, tetapi diberikan

perlakuan yang berbeda dalam kualitas pembelajarannya, maka besar kemungkinan bahwa

siswa yang dapat mencapai penguasaan akan bertambah banyak. Dalam hal ini hubungan

antara bakat dengan keberhasilan akan menjadi semakin kecil.

Dari konsep-konsep di atas, kiranya cukup jelas bahwa harapan dari proses

pembelajaran dengan pendekatan belajar tuntas tidak lain adalah untuk mempertinggi rata-

rata prestasi siswa dalam belajar dengan memberikan kualitas pembelajaran yang lebih

sesuai, bantuan, serta perhatian khusus bagi siswa-siswa yang lambat agar menguasai standar

kompetensi atau kompetensi dasar. Dari konsep tersebut, maka dapat dikemukakan prinsip-

prinsip utama pembelalaran tuntas adalah :

1. Kompetensi yang harus dicapai siswa dirumuskan dengan urutan yang hierarkhis,

2. Evaluasi yang digunakan adalah penilaian acuan patokan, dan setiap kompetensi harus

diberikan feedback,

3. Pemberian pembelajaran remedial serta bimbingan di mana diperlukan,

4. Pemberian program pengayaan bagi siswa yang mencapai ketuntasan belajar lebih awal.

(Gentile & Lalley: 2003)

 2.4.2. Perbedaan antara Pembelajaran Tuntas dengan Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran tuntas yang dimaksudkan dalam pelaksanaan KBK adalah pola

pembelajaran yang menggunakan prinsip ketuntasan secara individual. Dalam hal pemberian

kebebasan belajar, serta untuk mengurangi kegagalan siswa dalam belajar, strategi belajar

tuntas menganut pendekatan individual, dalam arti meskipun kegiatan belajar ditujukan

13

Page 14: Isi

kepada sekelompok siswa (kelas), tetapi mengakui dan melayani perbedaan-perbedaan

perorangan siswa sedemikiah rupa, sehingga dengan penerapan pembelajaran tuntas

memungkinkan berkembangnya potensi masing-masing siswa secara optimal. Dasar

pemikiran dari belajar tuntas dengan pendekatan individual ialah adanya pengakuan terhadap

perbedaan individual masing-masing siswa.

Untuk merealisasikan pengakuan dan pelayanan terhadap perbedaan individu, maka

pembelajaran harus menggunakan strategi pembelajaran yang berasaskan maju berkelanjutan

(continuous progress). Untuk itu pendekatan sistem, yang merupakan salah satu prinsip dasar

dalam teknologi pembelajaran, harus benar-benar dapat diimplementasikan. Salah satu

caranya adalah, standar kompetensi dan kompetensi dasar harus dinyatakan secara jelas, dan

pembelajaran dipecah-pecah ke dalam satuan-satuan (cremental units), di mana siswa belajar

selangkah demi selangkah dan baru boleh beranjak mempelajari kompetensi dasar berikutnya

setelah menguasai suatu/sejumlah kompetensi dasar yang ditetapkan menurut kriteria

tertentu. Dalam pola ini ditentukan bahwa seorang siswa yang mempelajari unit satuan

pembelajaran tertentu dapat berpindah ke unit satuan pembelajaran berikutnya jika siswa 

yang bersangkutan misalnya telah menguasai sekurang-kurangnya 75 % dari kompetensi

dasar yang  ditetapkan.

Sedangkan pembelajaran konvensional dalam kaitan ini diartikan sebagai

pembelajaran dalam konteks klasikal yang sudah terbiasa dilakukan, sifatnya berpusat pada

guru, sehingga pelaksanaannya kurang memperhatikan keseluruhan situasi belajar (non

belajar tuntas).

Dengan memperhatikan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa perbedaan antara

pembelajaran tuntas dengan pembelajaran konvensional adalah bahwa pembelajaran tuntas

dilakukan melalui azas-azas ketuntasan belajar, sedangkan pembelajaran konvensional pada

umumnya tidak/kurang  memperhatikan ketuntasan belajar khususnya ketuntasan siswa

secara individual.

14

Page 15: Isi

Secara kualitatif perbandingan ke dua pola tersebut dapat dicermati pada Tabel  di

halaman berikut:

Perbandingan Kualitatif Antara Pembelajaran Tuntas Dengan Pembelajaran

Konvensional

 Langkah Aspek PembedaPembelajaran

Tuntas

Pembelajaran

Konvensional

 

A. Persiapan

 

1. Tingkat

ketuntasan

 

Diukur dari

performance siswa

dalam setiap unit

(satuan kompetensi

atau kemampuan

dasar. Setiap siswa

harus mencapai nilai

75

 

Diukur dari

performance siswa

yang dilakukan

secara acak

2. Satuan  Acara

Pembelajaran

Dibuat untuk satu

minggu pembelajaran,

dan dipakai sebagai

pedoman guru serta

diberikan kepada

siswa

Dibuat untuk satu

minggu

pembelajaran, dan

hanya dipakai

sebagai pedoman

guru

3. Pandangan

terhadap

kemampuan siswa

saat memasuki

satuan

pembelajaran

tertentu

 

Kemampuan hampir

sama, namun tetap ada

variasi

Kemampuan siswa

dianggap sama

15

Page 16: Isi

 Langkah Aspek PembedaPembelajaran

Tuntas

Pembelajaran

Konvensional

 

B. Pelaksanaan

pembelajara

n

 

4. Bentuk

pembelajaran

dalam satu unit

kompetensi atau

kemampuan dasar

 

 

Dilaksanakan melalui

pendekatan klasikal,

kelompok dan

individual

 

Dilaksanakan

sepenuhnya

melalui

pendekatan

klasikal

5. Cara

pembelajaran

dalam setiap

standar

kompetensi atau

kompetensi dasar

Pembelajaran

dilakukan melalui

penjelasan guru

(lecture), membaca

secara mandiri dan

terkontrol, berdiskusi,

dan belajar secara

individual

 

Dilakukan melalui

mendengarkan

(lecture), tanya

jawab, dan

membaca (tidak

terkontrol)

   

6. Orientasi

pembelajaran

 

Pada terminal

performance siswa

(kompetensi atau

kemampuan dasar)

secara individual

 

Pada bahan

pembelajaran

7. Peranan guru Sebagai pengelola

pembelajaran untuk

memenuhi kebutuhan

siswa secara

individual

Sebagai pengelola

pembelajaran

untuk memenuhi

kebutuhan seluruh

siswa dalam kelas

16

Page 17: Isi

 Langkah Aspek PembedaPembelajaran

Tuntas

Pembelajaran

Konvensional

8. Fokus kegiatan

pembelajaran

Ditujukan kepada

masing-masing siswa

secara individual

Ditujukan kepada

siswa dengan

kemampuan

menengah

9. Penentuan

keputusan

mengenai satuan

pembelajaran

 

Ditentukan oleh siswa

dengan bantuan guru

Ditentukan

sepenuhnya oleh

guru

 

C. Umpan

Balik

 

10. Instrumen

umpan balik

 

Menggunakan

berbagai jenis serta

bentuk tagihan secara

berkelanjutan

 

Lebih

mengandalkan

pada penggunaan

tes objektif untuk

penggalan waktu

tertentu

11. Cara membantu

siswa

Menggunakan sistem

tutor dalam diskusi

kelompok (small-

group learning

activities) dan tutor

yang dilakukan secara

individual

 

Dilakukan oleh

guru dalam bentuk

tanya jawab secara

klasikal

 

17

Page 18: Isi

2.4.3. Indikator Guru Melaksanakan Pembelajaran Tuntas

1. Metode Pembelajaran

Pembelajaran tuntas dilakukan dengan pendekatan diagnostik/ preskriptif. Strategi

pembelajaran tuntas sebenarnya menganut pendekatan individual, dalam arti meskipun

kegiatan belajar ditujukan kepada sekelompok siswa (kelas), tetapi juga mengakui dan

memberikan layanan sesuai dengan perbedaan-perbedaan individual siswa sedemikian rupa,

sehingga pembelajaran memungkinkan berkembangnya potensi masing-masing siswa secara

optimal. Adapun langkah-langkah besarnya adalah :

a. mengidentifikasi prasarat (prerequisit), 

b. membuat tes untuk mengukur perkembangan dan pencapaian kompetensi,

c. mengukur pencapaian kompetensi siswa

Metode pembelajaran yang sangat ditekankan dalam pembelajaran tuntas adalah

pembelajaran individual, pembelajaran dengan teman atau sejawat (peer instruction), dan

bekerja dalam kelompok kecil. Berbagai jenis metode (multi metode) pembelajaran harus

digunakan untuk kelas atau kelompok. Pendekatan-pendekatan alternatif tambahan harus

digunakan untuk mengakomodasi perbedaan gaya belajar siswa.

Pembelajaran tuntas sangat mengandalkan pada pendekatan tutorial dengan sesion-

sesion kelompok kecil, tutorial orang perorang, pembelajaran terprogram, buku-buku kerja,

permainan dan pembelajaran berbasis komputer (Kindsvatter, 1996)

2. Peran Guru

Strategi pembelajaran tuntas menekankan pada peran atau tanggung jawab guru dalam

mendorong keberhasilan siswa secara individual. Pendekatan yang digunakan mendekati

model Personalized System of Instruction (PSI) seperti dikembangkan oleh Keller, yang lebih

menekankan pada interaksi antara siswa dengan materi/objek belajar. Peran guru harus

intensif dalan hal-hal berikut:

a. Menjabarkan/memecah KD (Kompetensi Dasar) ke dalam satuan-satuan (unit-unit) yang

lebih kecil dengan memperhatikan pengetahuan prasyaratnya.

18

Page 19: Isi

b. Menata indikator berdasarkan cakupan serta urutan unit

c. Menyajikan materi dalam bentuk yang bervariasi

d. Memonitor seluruh pekerjaan siswa

e. Menilai perkembangan siswa dalam pencapaian kompetensi (kognitif, psikomotor, dan

afektif)

f. Menggunakan teknik diagnostik

g. Menyediakan sejumlah alternatif strategi pembelajaran bagi siswa yang mengalami

kesulitan

3. Peran Siswa

KBK sangat menjunjung tinggi dan menempatkan peran siswa sebagai subjek didik.

Fokus program sekolah bukan pada `Guru dan yang akan dikerjakannya’ melainkan pada

`Siswa dan yang akan dikerjakannya’. Oleh karena itu dalam KBK yang menganut

pendekatan pembelajaran tuntas, siswa lebih leluasa dalam menentukan jumlah waktu belajar

yang diperlukan. Artinya siswa diberikan kebebasan dalam menetapkan  kecepatan

pencapaian kompetensi. Kemajuan siswa sangat tertumpu pada usaha serta ketekunan siswa

secara individual.

4. Evaluasi

Penting untuk dicatat bahwa ketuntasan belajar dalam KBK ditetapkan dengan

penilaian acuan patokan (criterion referenced) pada setiap kompetensi dasar dan tidak

ditetapkan berdasarkan norma (norm referenced). Dalam hal ini batas ketuntasan belajar

harus ditetapkan oleg guru, misalnya apakah siswa harus mencapai nilai 75, 65, 55, atau

sampai nilai berapa seseorang siswa dinyatakatan mencapai ketuntasan dalam belajar.

Asumsi dasarnya adalah:

a. bahwa semua orang bisa belajar apa saja, hanya waktu yang diperlukan berbeda,

b. standar harus ditetapkan terlebih dahulu, dan hasil evaluasi tersebut adalah lulus dan

tidak lulus. (Gentile & Lalley: 2003)

Sedangkan sistem evaluasinya menggunakan ujian berkelanjutan, yang ciri-cirinya

adalah:

19

Page 20: Isi

a. Ujian dengan sistem blok (kesatuan KD)

b. Tiap blok terdiri dari satu atau lebih Kompetensi Dasar (KD)

c. Hasil ujian dianalisis dan ditindaklanjuti melalui program remedial, program pengayaan,

dan program percepatan.

d. Ujian mencakup aspek kognitif dan psikomotor

e. Aspek afektif diukur melalui kegiatan inventori afektif seperti: pengamatan, kuesioner,

dsb.

Sistem penilaian dalam KBK mencakup: jenis tagihan serta bentuk instrumen / soal.

Dalam pembelajaran tuntas tes-tes diusahakan disusun dalam sub-sub KD sebagai alat

diagnosis terhadap program pembelajaran. Dengan menggunakan tes-tes diagnostik yang

dirancang secara baik, siswa dimungkinkan dapat menilai sendiri hasil tes-nya, termasuk

mengenali di mana ia mengalami kesulitan dengan segera. Sedangkan penentuan batas

pencapaian ketuntasan belajar, meskipun umumnya disepakati pada skor/nilai 75 (75-persen)

namun batas ketuntasan yang paling realistik atau paling sesuai adalah ditetapkan oleh

sekolah atau daerah, sehingga memungkinkan adanya perbedaan dalam penentuan batas

ketuntasan untuk setiap KD maupun pada setiap sekolah maupun daerah.

 

2.5. Pelaksanaan Program Remedial, Pengayaan dan Percepatan

Apabila KBK ini sudah dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan konsepnya,

maka masing-masing siswa akan berpacu atau berkompetisi dalam menyelesaikan

kompetensi-kompetensi dasar yang ada menurut kecepatan masing-masing secara alami.

Mengingat kecepatan tiap-tiap siswa dalam pencapaian KD mungkin saja tidak sama, maka

dalam  pembelajaran, mungkin sekali terjadi perbedaan kecepatan belajar antara siswa yang

sangat pandai dan pandai, dengan yang kurang pandai dalam pencapaian kompetensi.

Sementara itu KBK mengharuskan pencapaian ketuntasan dalam pencapaian kompetensi

untuk seluruh kompetensi dasar secara perorangan. Dengan kata lain, KBK harus

menerapkan prinsip ketuntasan belajar. Implikasi dari prinsip tersebut adalah bahwa dalam

KBK juga mengharuskan dilaksanakannya program-program remedial, pengayaan dan

percepatan sebagai bagian tak terpisahkan dari penerapan sistem pembelajaran tuntas.

 

20

Page 21: Isi

2.5.1.     Pelaksanaan Program Remedial

1. Cara yang dapat ditempuh

Masalah pertama yang akan selalu timbul dalam pelaksanaan pembelajaran tuntas

adalah “bagaimana guru menangani siswa-siswa yang lamban atau mengalami kesulitan

dalam menguasai KD tertentu”. Ada 2 cara yang dapat ditempuh yaitu:

a. Pemberian bimbingan secara khusus dan perorangan bagi siswa yang belum atau

mengalami kesulitan dalam penguasaan KD tertentu. Cara ini merupakan cara yang

mudah dan sederhana untuk dilakukan karena merupakan implikasi dari peran guru

sebagai “tutor”

b. Pemberian tugas-tugas atau perlakuan (treatment) secara khusus, yang sifatnya

penyederhanaan dari pelaksanaan pembelajaran regular.

Adapun bentuk penyedernahaan itu dapat dilakukan guru antara lain melalui:

a. Penyederhanaan isi/materi pembelajaran untuk KD tertentu

b. Penyederhanaan cara penyajian (misalnya: menggunakan gambar, model, skema, grafik,

memberikan rangkuman yang sederhana, dll.)

c. Penyederhanaan soal/pertanyaan yang diberikan.

2. Materi dan waktu pelaksanaan program remedial:

a. Program remedial diberikan hanya pada KD-KD yang belum dikuasai

b. Program remedial dilaksanakan pada:

1) Setelah mengikuti tes/ujian KD tertentu

2) Setelah mengikuti tes/ujian Blok atau sejumlah KD dalam satu kesatuan

3) Setelah mengikuti tes/ujian KD atau blok terakhir. Khusus untuk remedi terakhir ini

hanya diberlakukan untuk KD atau blok terakhir dari KD atau blok-blok yang ada

pada semester tertentu.

 

 

21

Page 22: Isi

2.5.2.     Pelaksanaan Program Pengayaan

1. Cara yang ditempuh

Kondisi yang sebaliknya dari program remedial, dalam kelas yang menerapkan

pembelajaran tuntas adalah akan selalu ada siswa-siswa yang lebih cepat menguasai

kompetensi yang ditetapkan. Siswa-siswa inipun tidak boleh diterlantarkan. Mereka perlu

mendapatkan tambahan pengetahuan maupun keterampilan sesuai dengan kapasitasnya,

melalui program pengayaan. Adapun cara yang dapat ditempuh di antaranya adalah:

a. Pemberian bacaan tambahan atau berdiskusi yang bertujuan memperluas wawasan bagi

KD tertentu

b. Pemberian tugas untuk melakukan analisis gambar, model, grafik, bacaan/paragraf, dll.

b. Memberikan soal-soal latihan tambahan yang bersifat pengayaan

c. Membantu guru membimbing teman-temannya yang belum mencapai ketuntasan.

2. Materi dan waktu pelaksanaan program pengayaan

a.    Program pengayaan diberikan sesuai dengan KD-KD yang dipelajari

b.    Waktu pelaksanaan program pengayaan adalah:

1) Setelah mengikuti tes/ujian KD tertentu

2) Setelah mengikuti tes/ujian blok atau kesatuan KD tertentu

3) Setelah mengikuti tes/ujian KD atau blok terakhir pada semester tertentu. Khusus

untuk program pengayaan yang dilaksanakan pada akhir semester ini materinya juga

hanya yang berkaitan dengan KD-KD yang terkait dengan blok terakhir dari blok-

blok yang ada pada semester tertentu.

 2.5.3.    Pelaksanaan Program Percepatan

Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran tuntas juga memungkinkan adanya

siswa-siswa yang luar biasa cerdas dan mampu menyelesaikan KD-KD jauh lebih cepat

dengan nilai yang amat baik pula (>85). Siswa-siswa dengan kecerdasan luar biasa ini

memiliki karakteristik khusus yaitu tidak banyak memerlukan bantuan berupa program-

program remedial maupun pengayaan, sebab mungkin justru akan mengganggu optimalisasi

22

Page 23: Isi

belajarnya. Bentuk layanan terbaik yang seharusnya diberikan adalah berupa program

percepatan (akselerasi) secara alami dan bukan dalam bentuk kelas akselerasi. Siswa-siswa

yang dapat menguasai kompetensi dasar tertentu atau mencapai ketuntasan secara cepat

dengan nilai >85 sebaiknya tidak perlu diberikan pengayaan, tetapi langsung dipersilahkan

untuk mempelajari KD berikutnya. Dengan cara seperti itu mereka mungkin akan

menyelesaikan belajarnya lebih cepat dari teman-temannya. Agar supaya program percepatan

secara alami dapat terlaksana dengan baik, maka program-program pembelajaran perlu

dikemas dalam satuan-satuan, dan disiapkan dengan cermat serta rinci, dalam bentuk modul-

modul atau paket-paket pembelajaran. Tanpa modul atau paket-paket pembelajaran yang

terprogram dengan baik, program percepatan tentu sulit untuk dilakukan.

23

Page 24: Isi

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Ada beberapa alasan mengapa Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) menjadi

pilihan dalam upaya perbaikan kondisi pendidikan di tanah air ini, di antaranya

potensi siswa berbeda-beda, dan potensi tersebut akan  berkembang jika stimulusnya

tepat;

Belajar pada hakikatnya adalah suatu aktivitas yang mengharapkan perubahan

tingkah laku (behavioral change) pada individu yang belajar

Mengajar (teaching) pada hakikatnya adalah membantu siswa memperoleh

informasi, ide, keterampilan, nilai, cara berfikir, sarana untuk mengekspresikan

dirinya, dan cara-cara belajar bagaimana belajar.

Sebagai sebuah konsep, sekaligus sebagai sebuah program, Kurikulum Berbasis

Kompetensi menurut  Siskandar (2003) memiliki ciri-ciri antara lain menekankan

pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal;

berorientasi pada hasil dan keberagaman;

3.2 Saran

Seluruh civitas akademisi sebagai tenaga pendidik seharusnya mampu menjalankan

berbagai bentuk prosedur pembelajaran dalam kurikulum apapun dengan baik.

Pemerintah seharusnya turut serta mendongkrak berbagai pelaksanaan kurikulum

dalam setiap level dan jenjang yang ada guna mencapai idealisme kurikulum.

24

Page 25: Isi

DAFTAR PUSTAKA

Siskandar (2003). Teknologi pembelajaran dalam kurikulum berbasis kompetensi. Makalah disajikan pada seminar nasional teknologi pembelajaran pada tanggal 22 – 23 Agustus 2003, di Yogyakarta.

 Winarno Surakhmad. (1982). Pengantar interaksi mengajar belajar: dasar dan teknik metodologi pengajaran,  Bandung : Penerbit Tarsito

25