ISI PPH

download ISI PPH

of 37

description

laporan kasus

Transcript of ISI PPH

I. PENDAHULUANI.1. Latar BelakangHipokalemia dapat timbul akibat kurangnya asupan kalium melalui makanan, kehilangan kalium melalui gangguan saluran cerna atau kulit, atau akibat redistribusi kalium ekstraselular ke dalam cairan intraselular. Paralisis periodik hipokalemia merupakan salah satu spektrum klinis akibat hipokalemia yang disebabkan oleh redistribusi kalium secara akut ke dalam cairan intraselular. Paralisis periodik hipokalemia dapat terjadi secara familial atau didapat.1 Paralisis periodik hipokalemia familial merupakan kelainan yang diturunkan secara autosomal dominan, ditandai dengan kelemahan otot atau paralisis flaksid akibat hipokalemia karena proses perpindahan kalium ke ruang intraselular otot skelet. Kelainan ini dapat mengenai semua ras.1Paralisis periodik hipokalemia sekunder lebih jarang terjadi. Beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya paralisis periodik hipokalemia, antara lain tirotoksikosis, keracunan barium, hiperaldosteronism, ingesti licorice, gangguan gastrointestinal yang menyebabkan kehilangan kalium dan renal tubular acidosis (RTA).2,3Penyebab yang mendasari paralisis periodik hipokalemia perlu dipahami, apakah karena proses redistribusi kalium ke ruang intaselular atau akibat berlebihnya ekskresi kalium melalui urin. Kegagalan menentukan penyebab dapat menyebabkan kesalahan tatalaksana.1Terapi biasanya simtomatik, bertujuan menghilangkan gejala kelemahan otot yang disebabkan hipokalemia. Terapi mencakup pemberian kalium oral, modifikasi diet dan gaya hidup untuk menghindari pencetus, serta farmakoterapi. Paralisis periodik hipokalemia biasanya berespons baik terhadap terapi. Terapi dapat mencegah kelemahan otot lebih lanjut. Serangan terus-menerus dapat menyebabkan kelemahan otot permanen.1

I.2. TujuanLaporan kasus ini dibuat untuk membahas definisi, epidemologi, etiologi, patofisiologi, gambaran klinis, diagnosa, penatalaksanaan dan prognosa dari paralisis periodik hipokalemia.I.3. ManfaatDengan adanya laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan memperjelas tentang definisi, epidemologi, etiologi, patofisiologi, gambaran klinis, diagnosa, penatalaksanaan dan prognosa dari paralisis periodik hipokalemia sehingga mendapatkan penanganan yang lebih optimal di masa depan.

II. LAPORAN KASUSII.1. IDENTITAS PRIBADISeorang laki-laki (FL), 42 tahun, Batak, wiraswasta, menikah, alamat Medan, datang ke RSUP Haji Adam Malik Medan tanggal 1 Juli 2014.

II.2. RIWAYAT PERJALANAN PENYAKITKeluhan Utama : kelemahan pada keempat anggota gerakTelaah : Hal ini sudah dialami OS sejak 1 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit dan terjadi secara tiba-tiba sewaktu OS bangun tidur. Penderita masih dapat berjalan, akan tetapi keempat anggota gerak dirasakan berat untuk digerakkan terutama pada saat akan beraktivitas. Semakin lama OS merasa semakin sulit untuk bergerak sehingga OS merasa kelelahan dan harus berbaring. 2 hari sebelumnya OS melakukan aktivitas berat tidak seperti biasanya. Kebas dan nyeri tidak dijumpai. BAB dan BAK dalam batas normal. OS sudah pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya sebanyak 5 kali dalam 3 tahun ini dan biasanya keluhan akan membaik setelah 3 5 hari kemudian. Keluhan dirasakan OS semakin bertambah berat apabila terpapar cuaca dingin dan minum teh manis. OS juga sudah pernah dirawat di rumah sakit dengan keluhan yang sama 1 tahun yang lalu dan dinyatakan kurang kalium. Riwayat minum alkohol tidak dijumpai. Riwayat keluarga menderita keluhan yang serupa tidak dijumpai. Riwayat demam tidak dijumpai, riwayat trauma tidak dijumpai, riwayat batuk-batuk lama tidak dijumpai, riwayat penurunan berat badan tidak dijumpai. RPT : Tidak jelasRPO : Tidak ingat

II.3. PEMERIKSAAN FISIKStatus Presens:Sensorium: Compos mentisTekanan darah: 110/70 mmHgNadi: 80 x/menit, regulerPernafasan: 16 x/menitTemperatur: 37oCKepala: NormosefalikThoraks: SimetrisJantung: Bunyi Jantung normal, desah (-)Paru: Pernafasan Vesikuler, Ronki (-)Abdomen: Soepel, peristaltik normalHepar/ Lien: Tidak terabaLeher/Aksilla/Inguinal: Pembesaran kelenjar getah bening (-)Ekstremitas: Akral hangat, oedem pretibia (-)

II.4. PEMERIKSAAN NEUROLOGISSensorium : Compos mentisTanda perangsangan meningeal: Kaku kuduk (-) Kernig sign (-) Brudzinski I (-)Brudzinski II (-)Tanda Peningkatan TIK : Nyeri kepala (-)Muntah (-) Kejang (-)Nervus Kranialis:N I: normosmiaN II, III: Refleks cahaya (+/+), pupil isokor, kanan dan kiri 3 mm Funduskopi dalam batas normalN III, IV, VI: Gerakan bola mata normalN V: Buka tutup mulut normal, kelainan sensorik (-) N VII: Sudut mulut simetrisN VIII: Pendengaran normalN IX, X: Uvula medial, arkus faring simetrisN XI: Angkat bahu simetrisN XII: Lidah istirahat dan dijulurkan medialSistem Motorik:Trofi : eutrofiTonus : normotonusKekuatan otot : ESD: 33333ESS : 33333 33333 33333 EID: 22222EIS : 22222 22222 22222Sensibilitas: dalam batas normalReflek Fisiologis:KananKiriBiceps/ Triceps +/++/+KPR / APR +/++/+Reflek Patologis:KananKiriH/T (-) (-)Babinski (-) (-)Vegetatif: dalam batas normalVertebra: dalam batas normalTanda Perangsangan Radikuler: tidak dijumpaiGejala Ekstrapiramidal: tidak dijumpaiGejala Serebellar: tidak dijumpaiFungsi Luhur: baik II.5. PEMERIKSAAN PENUNJANGII.5.1. Laboratorium Hemoglobin: 14,3 gr/dL(13,2 17,3)Trombosit : 316.000/mm3 (150.000 450.000)Hematokrit: 34,8 %(43 49)Leukosit : 11.720/mm2(4.500 11.000)Ureum : 23,8 mg/ dL(< 50)Kreatinin: 0,33 mg/ dL(0,70 1,20)Asam Urat: 4 mg/ dL(< 7)KGD Nuchter: 122 mg/ dL(70 120)KGD 2 jam pp: 136 mg/ dL(< 200)SGOT: 52 U/L(< 32)SGPT: 14 U/L(< 31)Kolesterol Total: 160 mg/ dL(< 200)Trigliserida: 86 mg/ dL(40 200)HDL: 39 mg/dL(> 65)LDL: 90 mg/ dL(< 150)Natrium: 137 mEq/L(135 155)Kalium: 1,8 mEq/L(3,6 5,5)Klorida: 105 mEq/L(96 106)TSH: 1,33 IU/mL(0,27 4,2)T4: 8,33 g/dL(5 14)T3: 1,06 ng/mL(0,8 2)

II.5.2. Analisa UrinWarna: kuning jernih(kuning)Glukosa: negatif(negatif)Bilirubin: negatif(negatif)Keton: negatif(negatif)Berat Jenis: 1,010(1,005 1,030)pH: 8(5 8)Protein: negatif(negatif)Urobilinogen : negatif(negatif)Nitrit: negatif(negatif)Darah: negatif(negatif)Eritrosit: 0 1 LPB(< 3)Leukosit: 0 1 LPB(< 6)Epitel: 0 1 LPBCasts: negatif(negatif)Kristal: negatif(negatif)

II.5.3. RadiologiFoto toraks: kesan dalam batas normalII.5.4. Elektrokardiogram (EKG)Sinus ritme, VR : 86 x/menit, normoaxis PR interval 0,14, QRS kompleks 0,08 ST changes (-)Kesimpulan: EKG dalam batas normal

II.6. KESIMPULAN Telah diperiksa seorang laki-laki (FL), 42 tahun dengan keluhan lemah keempat anggota gerak dialami OS sejak 1 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit dan terjadi secara tiba-tiba sewaktu OS bangun tidur. Penderita masih dapat berjalan, akan tetapi keempat anggota gerak dirasakan berat untuk digerakkan terutama pada saat akan beraktivitas. Semakin lama OS merasa semakin sulit untuk bergerak sehingga OS merasa kelelahan dan harus berbaring. 2 hari sebelumnya OS melakukan aktivitas berat tidak seperti biasanya. Kebas dan nyeri tidak dijumpai. BAB dan BAK dalam batas normal. OS sudah pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya sebanyak 5 kali dalam 3 tahun ini dan biasanya keluhan akan membaik setelah 3 5 hari kemudian. Keluhan dirasakan OS semakin bertambah berat apabila terpapar cuaca dingin dan minum teh manis. OS juga sudah pernah dirawat di rumah sakit dengan keluhan yang sama dan dinyatakan kurang kalium. Riwayat minum alkohol tidak dijumpai. Riwayat keluarga menderita keluhan yang serupa tidak dijumpai. Riwayat demam tidak dijumpai, riwayat trauma tidak dijumpai, riwayat batuk-batuk lama tidak dijumpai, riwayat penurunan berat badan tidak dijumpai.Pada pemeriksaan neurologis dijumpai kekuatan motorik menurun pada keempat anggota gerak dengan refleks fisiologis juga dijumpai menurun pada keempat anggota gerak dan tidak dijumpai refleks patologis. Sensibilitas, propioseptif dan otonom dalam batas normal. Pada pemeriksaan laboratorium darah didapatkan penurunan kadar kalium serum dengan kadar kalium 1,8 mEq/L. Pemeriksaan fungsi hati, fungsi ginjal dan tiroid dalam batas normal.

II.7. DIAGNOSA Diagnosa Fungsional: Tetraparese tipe flaksid Diagnosa Anatomis : MuskuloskeletalDiagnosa Etiologis: HipokalemiaDiagnosa Banding: 1. Paralisis Periodik Hipokalemia 2. Paralisis Periodik Hiperkalemia 3. Paralisis Periodik Tirotoksik 4. Paramyotonia congenitaDiagnosa Kerja: Paralisis Periodik Hipokalemia

II.8. PENATALAKSANAAN1. Bed rest2. Diet MB rendah garam 1200 kkal3. KSR 3 x 14. Roborantia 1 x 1

II.9. PROGNOSAAd Vitam: bonamAd Functionam: bonamAd Sanationam: bonam

II.10. FOLLOW UP

TanggalKeluhan dan Pemeriksaan FisikPenanganan

2 Juli 2014S : kelemahan keempat anggota gerakO : Status presens : Sens : CM TD : 130/90 mmHg HR : 76 x/menit RR : 20 x/menit Temp : 36.9OC Pemeriksaan neurologis: Kekuatan motorik : ESD : 44444 ESS : 44444 44444 44444 EID : 33333 EIS : 33333 33333 33333Pemeriksaan Kalium Serum = 2,3 mEq/LA : Paralisis Periodik Hipokalemia1. Bed rest2. Diet MB rendah garam 1200 kkal3. KSR 3 x 14. Roborantia 1 x 1

3 Juli 2014S : kelemahan tungkai bawahO : Status presens : Sens : CM TD : 120/80 mmHg HR : 80 x/menit RR : 18 x/menit Temp : 37OC Pemeriksaan neurologis: Kekuatan motorik : ESD : 55555 ESS : 55555 55555 55555 EID : 44444 EIS : 44444 44444 44444A : Paralisis Periodik Hipokalemia1. Bed rest2. Diet MB rendah garam 1200 kkal3. KSR 3 x 14. Roborantia 1 x 1

4 Juli 2014S : -O : Status presens : Sens : CM TD : 120/90 mmHg HR : 78 x/menit RR : 16 x/menit Temp : 37OC Pemeriksaan neurologis: Kekuatan motorik : ESD : 55555 ESS : 55555 55555 55555 EID : 55555 EIS : 55555 55555 55555A : Paralisis Periodik HipokalemiaPBJ1. KSR 3 x 12. Roborantia 1 x 1

III. TINJAUAN PUSTAKA III.1. TINJAUAN UMUMIII.1.1. Anatomi Otot SkeletOtot skelet dibentuk oleh sejumlah serat yang diameternya berkisar dari 10 sampai 80 mikrometer. Masing-masing serat ini terbuat dari subunit skeletian yang lebih kecil, antara lain sarkolema, miofibril, sarkoplasma dan retikulum sarkoplasmik (Gambar 1).4,5

Keterangan: Miofibril (1), Retikulum sarkoplasmik (2), Terminal cisterns (3), Tubulus T (4), Lamina basalis (5), Mitokondria (6)Gambar 1. Organisasi otot skeletDikutip dari: Ganong W.F. 2003. Review of Medical Physiology. 21st edition. New York: McGraw Hill.

Gambar 2. Mekanisme pergeseran filamen aktin dan miosinDikutip dari: Ganong W.F. 2003. Review of Medical Physiology. 21st edition. New York: McGraw Hill.

Kontraksi otot terjadi karena mekanisme pergeseran filamen. Pada keadaan relaksasi, ujung-ujung filamen aktin yang berasal dari dua lempeng Z yang berurutan sedikit saling tumpang tindih satu sama lain. Sebaliknya, pada keadaan kontraksi, filamen aktin tertarik ke dalam di antara filamen miosin, sehingga saling tumpang tindih secara lebih luas (Gambar 2). Pergeseran filamen tersebut disebabkan oleh potensial aksi yang menyebabkan retikulum sarkoplasmik melepaskan ion kalsium sehingga ion kalsium akan mengaktifkan kekuatan di antara filamen aktin dan miosin.4,5

III.1.2. Ion Channel Distribusi ion pada membran otot sama dengan yang terjadi pada membran sel saraf. Tabel 1 menunjukkan konsentrasi ion-ion pada otot skelet, baik intraseluler maupun ekstraseluler.5

Tabel 1. Konsentrasi ion intraseluler dan ekstraseluler otot skelet

Dikutip dari: Ganong W.F. 2003. Review of Medical Physiology. 21st edition. New York: McGraw Hill.

Ion channel adalah saluran mikroskopik yang terlibat dalam pergerakan partikel-partikel ion sehingga dapat melewati barrier membran sel (Gambar 3). Apabila ion channel gagal terbuka atau tertutup maka dapat terjadi episodik kelemahan (paralisis) otot skelet.6,7

Gambar 3. Skematik gerbang kanal ion (voltage-gated ion channel)Dikutip dari: Hanna M.G. 2006. Genetic Neurology Channelopathies. Nature Clinical Practice Neurology. 2(5):252263.

III.1.3. Peranan Ion Channel Pada Kontraksi Otot SkeletBerikut ini adalah langkah-langkah timbul dan berakhirnya kontraksi otot:61. Asetilkolin disekresikan oleh serabut saraf dan berikatan dengan reseptornya di membran otot sehingga menyebabkan keadaan di dalam serat otot menjadi lebih positif (depolarisasi) (Gambar 4a).2. Channel natrium terbuka akibat depolarisasi tersebut, menyebabkan ion natrium masuk ke dalam serat otot. Hal ini mengakibatkan depolarisasi yang terjadi semakin kuat dan potensial aksi berjalan di sepanjang membran serat otot (Gambar 4b).3. Depolarisasi serat otot menyebabkan retikulum sarkoplasmik melepaskan sejumlah besar ion kalsium, yang telah disimpan di dalam retikulum, ke dalam miofibril. Ion kalsium menimbulkan kekuatan tarik menarik antara filamen aktin dan miosin, yang menghasilkan proses kontraksi (Gambar 4c).

31

a) b)c) d)Gambar 4. Peranan ion channel pada kontraksi ototDikutip dari: Wahl M. Periodic Paralysis. Diunduh dari: www.mda.org

4. Channel natrium akan tertutup dan channel kalium terbuka sehingga ion kalium keluar dari dalam serat otot. Channel klorida akan tetap terbuka sehingga ion klorida akan masuk ke dalam serat otot. Semua aksi tersebut menyebabkan keadaan di dalam serat menjadi lebih negatif (repolarisasi). Sehingga serat otot relaksasi, ion kalsium dipompa kembali ke dalam retikulum sarkoplasmik, tempat ion kalsium akan disimpan sampai potensial aksi otot yang baru datang lagi (Gambar 4d).

III.2. TINJAUAN KHUSUSIII.2.1. Paralisis PeriodikIII.2.1.1. DefinisiParalisis periodik merupakan beberapa penyakit dengan etiologi yang berbeda-beda yang bersifat episodik dengan kelemahan otot skelet dan hiporefleks, dengan atau tanpa myotonia, dan tidak disertai dengan defisit sensoris atau gangguan kesadaran.8

III.2.1.2. KlasifikasiParalisis periodik diklasifikasikan menjadi dua, yaitu paralisis periodik primer (familial) dan paralisis periodik sekunder (Tabel 2).8Paralisis periodik primer (familial) disebabkan oleh mutasi gen yang menyebabkan kelainan (abnormalitas) pada channel kalsium, natrium, kalium dan klorida di membran sel otot. Oleh sebab itu, paralisis periodik primer juga dikenal sebagai channelopathies atau membranopathies. Sedangkan, paralisis periodik sekunder adalah paralisis periodik yang disebabkan oleh etiologi yang jelas.8 Paralisis periodik primer juga dapat dibagi berdasarkan kelainan atau abnormalitas pada ion channel seperti yang terlihat pada tabel 3.8 Beberapa abnormalitas ion channel tersebut berhubungan dengan mutasi gen (Tabel 4).9

Tabel 2. Klasifikasi paralisis periodik Primary or familial periodic paralysis:

i. Hypokalaemic periodic paralysis

ii. Hyperkalaemic periodic paralysis

iii. Normokalaemic periodic paralysis

All have autosomal dominant inheritance.

Secondary periodic paralysis:

i. Hypokalaemic periodic paralysisa. Thyrotoxicosisb. Thiazides or loop diuretic inducedc. Potassium losing nephropathyd. Drug induced: gentamicin, carbenicillin, amphotericin-B, degraded tetracyclines, vitamin B12, alcohol, carbenoxolonee. Primary or secondary hyperaldosteronismf. Acute human toxicity due to ingestion of barium carbonate as rodenticideg. Gastrointestinal potassium loss

ii. Hyperkalaemic periodic paralysisa. Chronic renal failureb. High dose of ACE inhibitor therapy, chronic renal failure or advanced diabetic nephropathyc. Potassium supplements if used with potassium sparing diuretics (spironolactone, triamterene, amiloride) and/or ACE inhibitorsd. Andersens cardiodysrhythmic syndrome Usually with hyperkalaemia, but occasionally with hypokalaemia or normokalaemia Associated with cardiac dysrhythmia and dysmorphic features (hypertelorism, low set ears, broad nose)e. Paramyotonia congenita periodic paralysis occurs spontaneously or is precipitated by cold exposure

iii. Potassium aggravated myotonia

Dikutip dari: Arya S.N. 2002. Periodic Paralysis. Journal Indian Academy of Clinical Medicine 3(4): 37482.

Tabel 3. Klasifikasi paralisis periodik primer berdasarkan abnormalitas ion channel1. Calcium channel disorders of muscle Hypokalaemic periodic paralysis

2. Sodium channel disorders of muscle Hyperkalaemic periodic paralysis Paramyotonia congenita Potassium aggravated myotonia Some cases of hypokalaemic periodic paralysis

3. Chloride channel disorders of muscle Myotonia congenita

4. Disorders of potassium channel sub unit Some cases of hypokalaemic periodic paralysis Some cases of hyperkalaemic periodic paralysis Andersens syndrome

5. Disorders of unknown pathogenic mechanism

Thyrotoxic periodic paralysis (perhaps a decrease in the activity of calcium pump)

Dikutip dari: Arya S.N. 2002. Periodic Paralysis. Journal Indian Academy of Clinical Medicine 3(4): 37482.

Tabel 4. Mutasi gen yang terlibat pada channelopathies

Dikutip dari: Graves T.D., Hanna M.G. 2005. Neurologic Channelopathies. Postgrad Med J 81:2032.

III.2.2. Paralisis Periodik HipokalemiaIII.2.2.1. DefinisiParalisis periodik hipokalemia adalah gangguan neuromuskular yang bersifat autosomal dominan dan dikarakteristikkan dengan paralisis otot skelet yang bersifat flaksid dan episodik disertai dengan kadar kalium serum yang menurun.2

III.2.2.2. EpidemiologiParalisis periodik hipokalemia merupakan gangguan yang bersifat autosomal dominan dengan proporsi yang cukup tinggi dan sporadik. Insidensi paralisis periodik hipokalemia sekitar 1 : 100.000.10 Onset biasanya terjadi pada dekade pertama dan kedua, serta lebih sering dijumpai pada laki-laki dengan rasio laki-laki : perempuan = 3 : 1.12 Seiring dengan bertambahnya usia, frekuensi serangan biasanya semakin menurun. Frekuensi serangan bervariasi pada setiap individu, mulai dari satu kali serangan semasa hidup sampai beberapa serangan tiap minggunya.2

III.2.2.3. KlasifikasiParalisis periodik hipokalemia diklasifikasikan menjadi paralisis periodik hipokalemia primer (familial) dan sekunder.2,3 Paralisis periodik hipokalemia primer merupakan bentuk yang lebih sering terjadi dan dikarakteristikkan dengan kelainan yang bersifat autosomal dominan. Kelemahan otot terjadi karena kegagalan otot skelet dalam menjaga potensial istirahat (resting potential) akibat adanya mutasi gen CACNL1A3, SCN4A, dan KCNE3, yakni gen yang mengontrol gerbang kanal ion (voltage gated ion channel) natrium, kalsium, dan kalium pada membran sel otot. Kadar kalium serum akan menurun selama periode serangan paralisis terjadi.1.2,3 Beberapa faktor pencetus terjadinya serangan paralisis, antara lain asupan makanan tinggi karbohidrat atau tinggi natrium, cuaca dingin, konsumsi alkohol, aktivitas berat, trauma, infeksi saluran pernafasan atas, pemakaian insulin, hormon tiroid, steroid, epinefrin, thiazide, atau licorice.10,11Tabel 5. Penyebab paralisis periodik hipokalemia sekunder

Dikutip dari: Nand B., Vohra S.K. 2003. Hypokalemic Periodic Paralysis: An Unusual Cause. Wayne: Turner White Inc . p59-63.

Paralisis periodik hipokalemia sekunder lebih jarang terjadi. Beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya paralisis periodik hipokalemia, antara lain tirotoksikosis, keracunan barium, hiperaldosteronism, ingesti licorice, gangguan gastrointestinal yang menyebabkan kehilangan kalium dan renal tubular acidosis (RTA) (Tabel 5). Pada paralisis periodik hipokalemia sekunder tidak dijumpai faktor pencetus.2,3

III.2.2.4. PatofisiologiKelemahan otot terjadi karena kegagalan otot skelet dalam menjaga potensial istirahat (resting potential) akibat adanya mutasi gen CACNA1S, SCN4A, dan KCNE3, yakni gen yang mengontrol gerbang kanal ion (voltage gated ion channel) natrium, kalsium, dan kalium pada membran sel otot (Gambar 5).1,12Kadar kalium plasma adalah hasil keseimbangan antara asupan kalium dari luar, ekskresi kalium, dan distribusi kalium di ruang intraselular dan ekstraselular. Sekitar 98% kalium total tubuh berada di ruang intraselular, terutama di sel otot skelet. Secara fisiologis, kadar kalium intrasel dipertahankan dalam rentang nilai 120 140 mEq/L melalui kerja enzim Na+ K+ ATPase. Kanal ion di membran sel otot berfungsi sebagai pori tempat keluar masuknya ion dari/ke sel otot. Dalam keadaan depolarisasi, gerbang kanal ion akan menutup dan bersifat impermeabel terhadap ion Na+ dan K+, sedangkan dalam keadaan repolarisasi (istirahat), gerbang kanal ion akan membuka, memungkinkan keluar masuknya ion natrium dan kalium serta menjaganya dalam keadaan seimbang. Mutasi gen yang mengontrol kanal ion ini akan menyebabkan influks K+ berlebihan ke dalam sel otot skelet dan turunnya influks kalsium ke dalam sel otot skelet sehingga sel otot tidak dapat tereksitasi secara elektrik, menimbulkan kelemahan sampai paralisis. Mekanisme peningkatan influks kalium ke dalam sel pada mutasi gen ini belum jelas dipahami. Sampai saat ini, 30 mutasi telah teridentifikasi pada gen yang mengontrol kanal ion. Tes DNA dapat mendeteksi beberapa mutasi; laboratorium komersial hanya dapat mengidentifikasi 2 atau 3 mutasi tersering pada paralisis periodik hipokalemia sehingga tes DNA negatif tidak dapat menyingkirkan diagnosis.1

Gambar 5. Defek channel kalsium pada paralisis periodik hipokalemiaDikutip dari: Goodman B.E. 2008. Channels active in the excitability of nerves and skeletal muscles across the neuromuscular junction: basic function and pathophysiology. Adv Physiol Educ 32: 127135. III.2.2.5. Gambaran KlinisManifestasi paralisis periodik hipokalemia berupa kelemahan atau paralisis episodik yang terjadi saat malam hari atau ketika bangun tidur. Gejala awal berupa kaku (stiffness) atau berat (heaviness) pada panggul dan diikuti dengan kelemahan otot skelet terutama pada tungkai bawah. Otot pernafasan dan bulbar jarang terlibat. Durasi dan frekuensi serangan paralisis sangat bervariasi, mulai dari beberapa kali setahun sampai dengan hampir setiap hari, sedangkan durasi serangan mulai dari beberapa jam sampai beberapa hari (jarang yang terjadi lebih dari 3 hari). Paralisis yang terjadi biasanya berhubungan dengan beberapa faktor pencetus.10 Ciri khas paralisis pada paralisis periodik hipokalemia adalah kekuatan otot secara berangsur membaik setelah koreksi kalium.1Pemeriksaan neurologis saat terjadi serangan dapat dijumpai kekuatan otot menurun dan hiporefleks. Miotonia jarang dijumpai. Sensibilitas tidak dijumpai kelainan. Keterlibatan jantung juga sering terjadi, dengan komplikasi yang tersering yaitu disritmia. Perbaikan klinis biasanya dimulai dari otot yang paling terakhir mengalami kelemahan.10,13III.2.2.6. Faktor PencetusParalisis yang terjadi biasanya berhubungan dengan beberapa faktor pencetus, seperti asupan makanan tinggi karbohidrat atau tinggi natrium, cuaca dingin, konsumsi alkohol, aktivitas berat, trauma, infeksi saluran pernafasan atas, pemakaian insulin, hormon tiroid, steroid, epinefrin, thiazide, atau licorice.10,11 Makanan tinggi karbohidrat dapat diproses dengan cepat oleh tubuh, menyebabkan peningkatan cepat kadar gula darah. Insulin akan memasukkan glukosa darah ke dalam sel bersamaan dengan masuknya kalium sehingga menyebabkan turunnya kadar kalium plasma.1

III.2.2.7. Prosedur DiagnosisDiagnosis ditegakkan apabila timbul kelemahan otot disertai kadar kalium plasma yang rendah (3, paralisis periodik hipokalemia diakibatkan oleh kehilangan kalium melalui ginjal. Namun, jika TTKG