Isi organis 33

32
1 Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)

description

 

Transcript of Isi organis 33

Page 1: Isi organis 33

1Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)

Page 2: Isi organis 33

2 Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)

Dari Redaksi, RedaksiPenerbitAliansi Organis Indonesia (AOI)

Penanggung JawabDirektur Program AOI

Pemimpin RedaksiSri Nuryati

Redaksi PelaksanaAni Purwati

Staf RedaksiRasdi WangsaLidya InawatiSucipto K. Saputro

Desain GrafisMuhammad Rifai

KeuanganEndang Priastuti

MarketingRizki Ratna A.

DistribusiIlyas

Alamat RedaksiJl. Singasari A1/2 Cimanggu PermaiBogor, Jawa BaratTelp./Fax+62-251-8330434E-mailorganic@organicindonesia.orgWebsitewww.organicindonesia.org

Foto SampulIlustrasi buah dan sayur organik Indonesia

FotoDokumentasi AOI

ISSN : 2089 7294inspirasi gaya hidup organik

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia sebagai makhluk hidup. Dengan mengonsumsi pangan, manusia bisa memenuhi kebutuhan tubuhnya akan nutrisi untuk tumbuh dan berkembang. Dalam berbagai peraturan dan un-dang-undangpun mengakui manusia mempunyai hak atas pangan. Kebutuhan akan pangan tersebut harus terpenuhi sebagai hak pokok yang tertuang dalam pasal 27, 28, 33, dan 34 Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945).

Berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 memandatkan bahwa produksi pangan adalah cabang produksi yang harus dikuasai Negara. Hak atas pangan sebenarnya dapat dinilai dari beberapa hal seperti: Pertama, sumber pangan, dimana di-hasilkan? Oleh siapa? Apakah oleh petani atau perusahan? Bagaimana harganya? Kedua, kualitas pangan, menyangkut sistem pertanian yang diterapkan, apakah sistem pertanian organik atau sistem pertanian konvensional yang meng-gunakan bahan-bahan kimia sisntetis.

Berbicara tentang hak atas pangan kita harus berbicara kedaulatan pangan, kemandirian pangan dan keamanan pangan. Kedaulatan pangan, kemandirian pangan dan keamanan pangan menjadi kunci yang sangat penting di masa mendatang. Tidak bisa hanya berbicara tentang lahan petani, tetapi yang harus menjadi perhatian semua pihak terkait, baik Pemerintah Pusat maupun Peme-rintah Daerah adalah terpeliharanya sumber daya alam pertanian (SDAP) serta kedaulatan petani atas benih, pupuk, pestisida dan lain-lain.

Cikal bakal pertanian oganik sudah sejak lama kita kenal, sejak ilmu bercocok tanam dikenal manusia. Pada saat itu semuanya dilakukan secara tradisonal dan menggunakan bahan-bahan alamiah. Hal ini yang menyebabkan petani memiliki kedaulatan, kemandirian dan keamanan pangan. Petani benar-benar memiliki hak atas pangan, karena apa? Ada kemandirian atas benih dan bibit bagi petani (petani membuat benih dan bibit sendiri).

Pertanian organik sebagai sistem pertanian agroekologi sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia dan berpotensi untuk meningkatkan produksi pangan, menurunkan pemakaian pupuk sintetik dan pestisida kimia, meningkatkan hasil dan kesejahteraan petani serta meningkatkan kedaulatan petani.

Indonesia memiliki peluang untuk jadi pelaku pertanian organik yang penting. Diantaranya karena Indonesia mempunyai potensi pasar yang besar, lahan untuk pertanian organik masih cukup luas, teknologi untuk mendukung pertanian organik sudah cukup tersedia, seperti pembuatan kompos, tanam tanpa olah, pestisida hayati, dan praktik lainnya. Bagaimana masa depan pertanian organik seperti program Go Organic untuk bisa memenuhi hak atas pangan masyarakat di Indonesia? Simak selengkapnya dalam Organis Edisi 33 ini. Selamat membaca!

diterbitkan oleh Aliansi Organis Indonesia (AOI), sebuah organisasi masyarakat sipil yang dibentuk oleh beberapa Lembaga

Swadaya Masyarakat (LSM), akademisi, organisasi tani, koperasi, peneliti dan pihak swasta yang bergerak di bidang pertanian organik dan fairtrade. be part of our movement

Page 3: Isi organis 33

3Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)

05 Isu Utama

15 PenjaminanOrganis

Penuhi Hak Atas Pangan Organik

Permentan Berlaku, Apakah ProdukOrganik Bersertifikat Meningkat?

Snack Sayur Organik, Bergizi dan Bernilai Ekonomi Tinggi

Dari Redaksi 02

Surat Pembaca 04

Jendela Konsultasi 14

Isu Utama 11- Masa Depan Pertanian Organik Indonesia

Info Organis 25- Pangan Organik Sehat dan Bergizi

Bijak di Rumah 28 - Tanam Sayur Organik di Rumah Yuk!

Ragam 30- Healthy Cooking Class: Mencegah Diabetes

Indonesia Berpotensi Kembangkan Pertanian Organik

Isu Utama8

3Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)

Agribisnis21

Page 4: Isi organis 33

4 Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)

Sertifikasi beras organik

menjadi media partner

Surat Pembaca

4 Edisi 33 / Th. 13 (Januari - Maret 2014)

Bank Sampah

Benih padi bersertifikat organik

Page 5: Isi organis 33

5Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014) 5

Cikal bakal pertanian oganik sudah sejak lama kita kenal, sejak ilmu bercocok tanam dikenal manusia. Pada saat itu semuanya dilakukan secara tradisonal dan menggunakan bahan-bahan

alamiah. Hal ini yang menyebabkan petani memiliki kedaulatan, kemandirian dan keamanan pangan. Petani benar-benar memiliki hak atas pangan.

Oleh : Ni Luh Kartini

Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)

Setiap insan di muka bumi nusantara ini memiliki hak atas pangan. Kebutuhan akan pangan tersebut harus terpenuhi sebagai hak pokok yang tertuang dalam pasal 27, 28, 33, dan 34 Undang-Undang Dasar 1945

(UUD 1945). Berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 memandatkan bahwa produksi pangan adalah cabang produksi yang harus dikuasai Negara. Hak atas pangan sebenarnya dapat dinilai dari beberapa hal seperti: Pertama, sumber pangan, dimana dihasilkan? Oleh siapa? Apakah oleh petani atau perusahan? Bagaimana harganya? Kedua, kualitas pangan, menyangkut sistem pertanian yang diterapkan, apakah sistem pertanian organik atau sistem pertanian konvensional yang menggu-nakan bahan-bahan kimia sisntetis. Demikian juga dengan sistem penyimpanan dan bahan pengawetnya. Ketiga,

ketersediaan pangan, menyangkut seperti apakah petani dapat menyediakannya sendiri dari lahan produksinya, atau yang bisa menyediakannya bukan dari petani, lalu bagaima-na sistem pemindahan pangan tersebut? Keempat, akses, kemana harus mengakses pangan? Apakah pangan itu layak bagi kesehatan? Apakah pangan itu dapat terjangkau oleh setiap orang? Dari segi ekonomi, apakah setiap individu atau rumah tangga mampu membelinya? Kelima, penerimaan oleh masyarakat bila dikaitkan dengan kearifan lokal.

Sementara itu pangan yang dibutuhkan adalah pangan yang berkualitas, bersih dari pencemaran dan bahan kontaminasi. Berbicara tentang hak atas pangan kita harus berbicara ke-daulatan pangan, kemandirian pangan dan keamanan

n Bermacam bahan pangan organik

Foto

: Dok

. SN

Y

Page 6: Isi organis 33

6 Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)

lama kita kenal, sejak ilmu bercocok tanam dikenal manusia. Pada saat itu semuanya dilakukan secara tradisonal dan menggunakan bahan-bahan ala-miah. Hal ini yang menyebabkan petani memiliki kedaulatan, kemandirian dan keamanan pangan. Petani benar-benar memiliki hak atas pangan, karena apa? Ada kemandirian atas benih dan bibit bagi petani (petani membuat benih dan bibit sendiri). Ada kemandirian atas pupuk (contoh: petani di Bali sebelum revolusi hijau pasti punya sapi, babi dan ayam sebagai bahan menghasilkan pupuk sendiri). Ada keanekaragaman tanaman (tumpang sari). Ada keaneka-ragaman pangan (sagu, ketela pohon, ketela rambat, dan lain-lain). Ada sistem penyimpanan pangan (lumbung), artinya hasil panen selalu disimpan sebelum panen berikutnya tiba.

Selanjutnya sistem pertanian yang di-lakukan adalah sistem pertanian terpadu dengan ternak. Ada pergiliran tanaman. Masing-masing daerah memenuhi kebutuhan pangannya sesuai dengan hasil pertanian yang ada di daerah itu atau istilahnya hasil dari tanaman apa yang bisa ditanam/hidup di daerah itu. Contohnya di Bali, petani di lahan kering akan mengonsumsi nasi campur antara beras dengan ketela pohon atau dengan jagung atau dengan pisang, dan lain-lain. Petani sangat menyatu dengan alam, petani mampu membaca tanda-tanda alam sehingga dalam penanaman sangat disesuaikan dengan tanda-tanda

Isu Utama

6

n Lahan pertanian organik

Edisi 33 / Th. 13 (Januari - Maret 2014)

pangan. Kedaulatan pangan, ke-mandirian pangan dan keamanan pangan menjadi kunci yang sangat penting di masa mendatang. Tidak bisa hanya berbicara tentang lahan petani, tetapi yang harus menjadi perhatian semua pihak terkait, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah adalah terpeliharanya sumber daya alam pertanian (SDAP) serta kedaulatan petani atas benih, pupuk, pestisida dan lain-lain. Keseriusan dalam urusan pangan harus dilakukan oleh semua pihak seperti Ekse-kutif, Legislatif, pihak swasta, LSM, petani, konsumen, dan distributor dengan selalu mengedepankan sumber daya lokal, ke-arifan lokal, dan perdagangan yang adil.

Indonesia memiliki kekayaan sumber daya hayati tropika yang unik, kelimpa-han sinar matahari, air dan tanah, budaya masyarakat yang menghormati alam, serta potensi pertanian organik sangat besar. Kearifan lokal yang dimiliki Bangsa Indonesia sangat beragam, akan mampu menjaga kelestarian sumber daya alam yang ada. Salah satu cara untuk menjaga kelestarian alam, masyarakat melakukan dengan penerapan sistem pertanian organik. Hal ini terlihat jelas pada sistem Subak di Bali, dimana pengelolaan sistem pertanian yang otonomi di Subak itu sendiri dan selalu mengedepankan kearifan lokal.

Hak atas pangan dan pertanian organik

Cikal bakal pertanian oganik sudah sejak

alam tersebut. Contohnya di Bali ada penanggalan/kalender yang memberi petunjuk bahwa saat ini cocok nanam apa (biji-bijian, buah-buahan, umbi-umbian atau apa)? Selain itu ada sumber daya alam perta-nian (SDAP) dalam kondisi yang sangat seimbang dan prima, kualitas dan produktivitasnya tinggi (kondisi tanahnya subur baik secara fisik, kimia dan biologi tanah yang indikatornya cacing tanah, air yang dibutuhkan untuk pertanian melim-pah tidak berebutan dengan sektor lain. Petani mandiri dan percaya diri. Buktinya hasil penelitian sebelum tahun 1970-an menunjukkan hasil padi tidak pernah mengalami penurunan dengan sistem petanian Subak di Bali. Ini karena kualitas tanah dapat dijaga melalui sistem perta-nian terpadu dengan ternak, menggu-nakan pupuk hijau, pergiliran tanaman, serta penanaman orok-orok.

Lalu yang terpenting petani memiliki orientasi akan keamanan pangan (hak atas pangan), istilahnya kalau sudah sisa untuk dimakan baru dijual (sisa ini dijual setelah panen berikutnya). Terkait dengan hal ini, penulis ingin bercerita tentang pengalaman waktu kecil sekitar tahun 1969. Ketika itu penulis baru beru-mur 7 tahun. Ayah penulis yang seorang petani punya lahan seluas 1 ha (50 are tegalan dan 50 are sawah). Beliau sangat menjaga hak anak-anaknya atas pangan. Karena itu memelihara lebah, sapi, babi, ayam, menanam padi, jagung, ketela, semua jenis buah-buahan seperti mangga, jeruk, durian dan lain-lain. Semuanya untuk dimakan, sisanya baru dijual. Setiap hari pasti ada daging dan madu. Mau makan apa saja pasti dituruti, apa itu telur, daging ayam, daging kambing dan lain-lain.

Waktu itu penulis merasa sangat ter-penuhi akan keanekaragaman pangan dari berbagai macam umbi-umbian, buah-buahan, ikan air tawar, belut, kepiting, kodok, capung, belalang, keong yang beraneka ragam jenisnya, semua menjadi sumber pangan. Kondisi ini mu-lai berubah ketika Mantri Tani (penyuluh pertanian ) pada tahun 1970-an mulai memperkenalkan pupuk kimia, bibit unggul dan pestisida kimia (Diasinon, Endrin, DDT, dan lain-lain) kepada ayah

Foto

: Dok

. AO

I

Page 7: Isi organis 33

7Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)

Isu Utama

penulis. Hal itu mulai membuat Sang Ayah menjadi petani yang konsumtif karena harus beli benih, pupuk dan pesti-sida. Maka gabah tidak lagi masuk ke lumbung tetapi dijual di sawah karena petani perlu uang.

Kejadian tersebut menjadi cikal bakal kehilangan keanekaragaman hayati, keanekaragaman pangan bagi petani, kehilangan kualitas dan produktivitas tanah, pencemaran, penurunan kualitas pangan dan kehilangan kemandirian petani.

Hak atas pangan dan teknologi

Dalam pelaksanaan pertanian organik yang erat hubungannya dengan pemenuhan hak atas pangan setiap in-dividu dan keluarga, sebenarnya sangat terkait dengan beberapa hal, seperti:Pertama, kualitas sumber daya alam per-tanian (SDAP) yang menjadi kunci dalam mewujudkan hak atas pangan setiap individu dan keluarga. Kelemahan yang terjadi sekarang ini adalah semua pihak yang terkait tidak menyelamatkan SDAP, karena SDAP yang seharusnya dilindungi justru diperuntukkan (dikorbankan) untuk sektor lain tanpa mempertim-bangkan sumber-sumber pangan seperti lahan yang subur diperuntukkan untuk perumahan, vila dan hotel. Air yang seharusnya mengairi sawah diperuntuk-kan untuk hotel. Pelanggaran sempadan sungai, pembuangan limbah ke sungai akhirnya ke laut dan lain-lain. Kebijakan ekonomi berdimensi tunggal akan me-nyebabkan kerusakan alam dan bencana terus menerus. Akhirnya muncul sebuah pertanyaan, “Kalau lahan subur sudah habis, air sudah tercemar, ikan sudah habis, apakah kita bisa makan uang?”

Kedua, kualitas sumber daya manusia (SDM). Sangat dibutuhkan SDM yang paham terhadap pelestarian SDAP, penerapan sistem teknologi yang ramah lingkungan, menggunakan sumber daya lokal dan kearifan lokal. Ketiga, teknologi. Beberapa teknologi pertanian yang ramah lingkungan antara lain: Teknologi yang digunakan dan dikembangkan harus dapat memanfaatkan semaksimal mungkin berbagai proses alami ke dalam proses produksi pertanian seperti hubu-ngan predator dan mangsa, daur biologi,

kepada pertanian, selalu didorong oleh keinginan untuk meningkatkan

pendapatan daerah dengan mengor-bankan sumber daya alam pertanian.

Lalu apa yang harus dilakukan untuk menjamin hak atas pangan individu dan keluarga?

1. Kebijakan pemerintah harus berpihak kepada:

a. Sistem pertanian organik b. Peningkatan kualitas dan peles-

tarian sumber daya alam c. Peningkatan kualitas SDM dalam

bidang pertanian organik d. Teknologi Tepat Guna dan ramah

lingkungan e. Perdagangan yang adil

2. Pemerintah harus melakukan: a. Pendampingan koperasi petani

secara intensif b. Monitoring pasar dan intervensi c. Memiliki skema pengadaan pangan d. Penyusunan sistem percadangan

pangan.(*)

n Tanaman bayam dan selada dengan sistem vertikultur.

Foto: Dok. Ni Luh Kartini

7Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)

mekanisme keseimbangan jasad renik tanah, fiksasi nitrogen, dan lain-lain.

Teknologi harus dapat meminimalkan dan kalau mungkin meniadakan penggunaan masukan yang memiliki potensi mem-bahayakan lingkungan dan kesehatan bagi masyarakat, petani dan konsumen. Teknologi yang dapat memanfaatkan lebih produktif, efektif dan efisien po-tensi hayati dan genetik spesies tumbu-han dan hewan.

Teknologi harus bersi-fat khas ekosistem, tidak statis atau seragam, serta sesuai dengan keadaan dan ke-mandirian masyarakat setempat, harus murah, sederhana dan mudah dimengerti oleh masyarakat. Teknologi yang diterapkan merupakan perpaduan optimal antara teknologi atas dasar pengetahuan modern dan kearifan masyarakat tradisional. Teknologi yang diterapkan tidak hanya berorientasi pada pencapaian sasaran produksi tetapi juga keberhasilan pasar, pelestarian fungsi lingkungan hidup dan peningkatan kesejahtraan hidup masyarakat.

Keempat, penyesuaian yang baik antara pola tanam, potensi produksi serta keter-batasan fisik lahan pertanian agar dapat dijamin keberlanjutan tingkat produk-sinya untuk masa sekarang dan masa depan. Kelima, produksi pertanian yang menguntungkan dan efisien dengan cara memberikan penekanan pada per-baikan kualitas pengelolaan usaha tani, konservasi tanah, air, energi, dan sumber daya hayati. Keenam, kebijakan pem-bangunan sangat berpengaruh terhadap hak atas pangan setiap individu atau ke-luarga. Karena Negara Indonesia adalah Negara agraris tetapi kebijakan memberi ruang kepada pemodal besar dalam pengembangan sektor bukan pertanian dengan mengorbankan sektor pertanian, tanpa disadari telah mengorbankan hak dasar kelompok miskin. Ketujuh, kebi-jakan pembangunan daerah harus berpi-hak kepada pertanian. Namun kenyata-annya, kebijakan sering tidak berpihak

Ni Luh KartiniKetua PS Magister P. Lahan Kering Konsentrasi pertanian Organik PPsUniversitas Udayana (UNUD) Denpasar, Bali. Email: [email protected]

Page 8: Isi organis 33

8 Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)8 Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)

Indonesia sangat berpotensi mengembangkan sistem pertanian organik dan berpotensi untuk meningkatkan produksi pangan yang saat ini mengalami levelling-off, menurunkan pemakaian

pupuk sintetik dan pestisida kimia, meningkatkan hasil dan kesejahteraan petani serta meningkatkan kedaulatan petani.

Oleh : Prof. Dr. Dwi Andreas Santosa

nLahan perta

nian organik Ke-

lompok Tani KSU Lesta

ri di C

ijeruk,

Bogor Jawa Barat

Foto: Dok. K

SU Lestari

Sistem pertanian saat ini dan di masa yang akan datang menghadapi tantangan luar biasa. Tantangan tersebut diantaranya adalah ketergantungan ter-hadap pupuk kimia dan pestisida yang semakin

tinggi, terjadinya penurunan kandungan bahan organik di tanah pertanian, terganggunya keanekaragaman hayati dan ekologi tanah akibat pertanian monokultur serta penggu-naan pupuk sintetik dan pestisida kimia yang sudah berlang-sung puluhan tahun, serta fenomena levelling-off dimana produktivitas pertanian (produksi per luasan) tidak bisa lagi

ditingkatkan atau terjadi peningkatan yang sangat kecil.Sebagai contoh adalah penggunaan pupuk sintetik di Indo-nesia untuk tanaman pangan. Berdasarkan data penggunaan pupuk dari tahun 2000 – 2009 (dari berbagai sumber) terjadi peningkatan luar biasa penggunaan pupuk sintetik yaitu Urea sebesar 80,8 persen, TSP atau SP36 sebesar 302 persen, ZA sebesar 371 persen dan NPK sebesar 8220 persen. Selama periode tersebut terjadi peningkatan produksi padi dari 51,9 juta ton GKP menjadi 60,93 juta ton GKP atau peningkatan sebesar 17,4 persen yang tidak sebanding peningkatan

Page 9: Isi organis 33

9Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014) 9Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)

asupan pupuk sintetik untuk tanaman pangan. Sebagian besar atau sekitar 70 persen dari peningkatan produksi padi tersebut tidak disebabkan peningkatan produktivitas tetapi karena peningkatan luas panen. Dengan demikian pening-katan penggunaan pupuk sintetik yang sangat tinggi tersebut tidak berkore-lasi sama sekali terhadap peningkatan produktivitas tanaman.

Dengan demikian model sistem pertani-an mekanistik-industri yang monokultur dengan asupan padat energi dipastikan tidak akan berkelanjutan. Selain keru-sakan ekologis dan keanekaragaman hayati yang ditimbulkannya, hampir semua asupan padat energi tersebut baik berupa pupuk sintetik maupun pestisida kimia merupakan turunan atau-pun diproduksi sebagian besar dari atau dengan menggunakan sumber energi tidak terbarukan. Sumber energi tersebut diperkirakan akan mencapai peak dimana setengah dari cadangan sudah terpakai pada tahun 2030 (Robert, 2005, The End of Oil). Dengan demikian mulai saat itu produksi energi tidak terbarukan akan terus menurun yang berimbas langsung terhadap biaya dan jumlah sarana perta-nian yang bisa diproduksi.

Model pertanian tersebut juga menis-bikan pertanian sebagai budaya yang padat dengan pengetahuan tradisio-nal, nilai-nilai sakral yang diwariskan lintas generasi sebagai penghormatan terhadap alam serta budaya memeli-hara plasma nutfah dan gotong royong yang sudah berlangsung ratusan tahun. Sistem tersebut tergantikan dengan bu-daya mekanistik-individualistis, pangan hanya sebagai komoditas, bersifat self-interest, menganut paradigma ekonomi ekstraktif serta rasionalisme ekonomi yang seringkali berpikir dan bertindak untuk masa kini saja.

Dengan demikian perlu upaya besar untuk mengubah paradigma sistem pertanian saat ini untuk menyelamatkan pertanian dan pangan bagi generasi mendatang serta memelihara alam.

Sistem Pertanian Organik dan Agroekologi

Sistem pertanian agroekologi merupakan

sistem pertanian dengan menerapkan konsep ekologi untuk merancang dan mengelola ekosistem pertanian agar berkelanjutan. Agroekologi mengguna-kan pendekatan multi-sistem di bidang pangan dan pertanian yang merajut ekologi, budaya, ekonomi, dan masyara-kat dengan mengangkat kembali peran pengetahuan tradisional, pertanian alternatif dan sistem pangan lokal untuk menjamin produksi pertanian yang berkelanjutan serta lingkungan yang lebih sehat.

Sistem pertanian agroekologi tidak sebatas pertanian organik tetapi juga berbagai sistem pertanian berkelanjutan lainnya seperti System Rice Intensification (SRI), berbagai budaya lokal dan kearifan lokal untuk memproduksi pangan yang berkelanjutan serta upaya pemeliharaan dan pengembangan plasma nutfah pertanian oleh masyarakat lokal serta petani kecil.

Ratusan kajian di seluruh dunia sudah dilakukan berkaitan dengan sistem pertanian agroekologi. Halberg dkk (CAB International, 2005) membuat model skenario terkait konversi ke pertanian organik di Eropa, Amerika Utara dan sub-Sahara Afrika. Mereka menyimpulkan bahwa konversi dalam skala besar dari sistem pertanian konvensional ke sistem pertanian organik tidak akan berdampak buruk terhadap pasokan pangan global ataupun ketahanan pangan di wilayah-wilayah tersebut.

n Tanaman sayur organik Foto: Dok. AOI

Kajian lainnya mengacu pada data yang dikumpulkan dari 293 kajian lapang di seluruh dunia oleh Badgley dan Perfecto (Renewable Agriculture and Food Sys-tems 22(2):80-85, 2007). Studi tersebut membandingkan berbagai penelitian di banyak wilayah meliputi: penelitian ter-kontrol yang membandingkan dua atau lebih metode budidaya, pembandingan berpasangan di wilayah dengan kondisi iklim dan tanah yang mirip, dan mem-bandingkan hasil pada lahan yang sama akibat perubahan pola budidaya. Seluruh studi diambil dari publikasi di jurnal peer-reviewed dan sumber grey-literature terpercaya seperti laporan riset lembaga-lembaga penelitian pertanian.

Hasil kajian di negara berkembang menunjukkan produksi pangan yang menggunakan budidaya organik jauh lebih tinggi dibanding budidaya konven-sional. Untuk produksi biji-bijian perta-nian organik menghasilkan 157,3 persen dibanding konvensional, sedangkan untuk umbi-umbian, kacang-kacangan, minyak nabati, sayuran, dan buah-bua-han nilainya sebesar 269,7; 399,5; 164,5; 203,8; dan 253,0 persen.

Masa Depan Pertanian Indonesia

Bagaimana sistem pertanian agroekologi dan masa depannya di Indonesia? Sebagian besar produksi pangan di

Page 10: Isi organis 33

10 Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)

Indonesia masih mengandalkan budi-daya konvensional yang mendasarkan diri melalui penggunaan input berenergi tinggi. Petani Indonesia saat ini sangat tergantung kepada pupuk sintetik dan pestisida yang jumlah penggunaan-nya meningkat tajam dalam 10 tahun terakhir ini. Peningkatan tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan produksi pangan yang menyebabkan impor pangan dari tahun ke tahun semakin tinggi. Studi yang dilakukan oleh University of Michigan (Badgley dkk) menyiratkan perlunya reorientasi budidaya dan kebi-jakan di bidang pertanian untuk mendu-kung pengembangan sistem pertanian agroekologi dalam upaya pemenuhan kebutuhan pangan di masa depan. Hal tersebut didukung juga oleh studi lain-

Isu Utama

10 Edisi 33 / Th. 13 (Januari - Maret 2014)

nya yang khusus dilakukan di negara berkembang yang merupakan kerjasama antara University of Essex dengan berbagai Universitas dan lembaga riset di Thailand, Srilanka, Mexico dan China (Pretty dkk, Environmental Science and Technology, 2006) yang mendata 286 hasil kajian sistem pertanian agroekologi di 57 negara yang meliputi luasan 37 juta hektar. Perubahan ke sistem pertanian agroekologi telah meningkatkan produk-si sekitar 79 persen di 12,6 juta petani.

Di Indonesia belum ada studi yang komprehensif terkait sistem pertanian agroekologi dalam skala besar. Beberapa riset skala terbatas terkait System Rice Intensification (SRI) dan pertanian organik sudah dikerjakan di Indonesia. Beberapa

n Varietas padi lokal karya petani kecil dengan potensi hasil 16 ton GKP/ha yang sedang diujicoba di Sekretariat Nasional Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia (AB2TI), Bogor dengan menggunakan pupuk organik, pupuk organo-mineral serta pupuk hayati PROVIBIO-IPB

Foto

: Dok

. San

tosa

, D.A

., 24

/01/

2014

kelompok tani terutama yang bernaung di dalam organisasi-organisasi tani inde-penden seperti Ikatan Petani Pengendali Hama Terpadu (IPPHTI), Serikat Petani Indonesia (SPI) dan Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia (AB2TI) telah menerapkan sistem pertanian agroekologi.

Jaringan petani organik di Banyuwangi, Bantul, Sukoharjo, Boyolali dan Karang-anyar yang menerapkan pendekatan agroekologi pada sistem budidaya mere-ka mampu menghasilkan produktivitas padi yang jauh di atas rata-rata nasional (5,1 ton/ha) yaitu berkisar dari 8,5 hingga 21 ton GKP/ha (Dwi Andreas Santosa, Situasi Pangan 2014, Kompas, 21/1/2014 hal. 6). Para petani tersebut juga banyak yang meng-gunakan varietas unggul karya mereka sendiri yang sangat adaptif dengan kondisi lokal, menggunakan pupuk organik karya sendiri, menggunakan perangsang tumbuh tanaman berupa MOL (mikro-organisme lokal) dan me-ngendalikan hama tanpa pestisida kimia.Dari sisi hasil riset perguruan tinggi, penggunaan Pupuk Hayati PROVIBIO-IPB mampu meningkatkan produksi padi berkisar 0,5 hingga 3 ton per hektar berdasarkan hasil kajian Kementerian Pertanian pada musim tanam 2011-2013 di berbagai wilayah di Jawa Timur, Jawa tengah dan Jawa Barat.

Sistem pertanian agroekologi organik sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia dan berpotensi untuk meningkatkan produksi pangan yang saat ini mengalami leveling-off, menu-runkan pemakaian pupuk sintetik dan pestisida kimia, meningkatkan hasil dan kesejahteraan petani serta meningkatkan kedaulatan petani. Berkaitan dengan hal tersebut perlu dilakukan riset kompre-hensif terkait dengan sistem pertanian agroekologi dalam skala besar sehingga bisa menjadi dasar ilmiah perumusan kebijakan pertanian masa depan dan meningkatkan gerakan pertanian agroekologi di tingkat usaha tani.(*)

Prof. Dr. Dwi Andreas SantosaGuru Besar Fakultas Pertanian IPBKetua Program S2 Bioteknologi Tanah dan Lingkungan IPBKetua Umum Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia/AB2TIEmail: [email protected]

Page 11: Isi organis 33

11Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014) 11Edisi 32 / Th. 10 (September - Desember 2013) 11

Untuk mengembalikan

kesuburan tanah, perlu gerakan luas (massif) me-

makai pupuk organik dan perta-nian organik. Ini bukan semata-mata

karena distribusi pupuk bersubsidikacau dan tidak tepat sasaran, tapi ada hal

penting dalam pupuk organik yang tidak bisa diganti-kan pupuk anorganik, yaitu kemandirian petani, produktivitas,

keberlanjutan ekologi, dan keamanan pangan.

Oleh : Khudori

Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)

Tahun 2000 jumlah penduduk Indonesia masih 210 juta. Tahun 2040 diperkirakan jumlah penduduk menjadi 400 juta atau naik dua kali lipat. Tahun ini jumlah penduduk Indonesia mencapai 250 juta

jiwa. Ke depan, permintaan pangan akan terus naik, baik didorong oleh pertambahan jumlah penduduk, peningkatan kesejahteraan maupun jumlah kelas menengah. Laju permin-taan pangan Indonesia mencapai 4,87% atau sekitar 5% per tahun. Padahal tidak mudah meningkatkan produksi pangan di atas 5%. Kondisi ini tercermin dari produksi sejumlah pangan strategis dalam beberapa tahun terakhir.

Kinerja produksi pangan strategis Indonesia naik-turun.

Dalam beberapa tahun terakhir bahkan ada kecenderungan

produksi menurun. Tahun 2013, produksi tiga pangan stra-

tegis (jagung, kedelai dan gula) menurun. Produksi jagung,

kedelai dan gula masing-masing menurun 4,5%, 4,2% dan

1,9%. Kenaikan terjadi pada beras dan daging (sapi). Itupun

kenaikannya kecil, hanya 2,6% dan 2%. Target swasembada

kedelai, gula, daging dan surplus 10 juta ton beras pada

tahun 2014 sulit dicapai, bahkan terancam gagal.

nPro

ses p

anen padi di B

anjarnegara, Ja

teng

Foto: D

ok. AOI

Page 12: Isi organis 33

12 Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)12 Edisi 32 / Th. 10 (September - Desember 2013)

Isu Utama

12 Edisi 33 / Th. 13 (Januari - Maret 2014)

Revolusi Hijau berdampak ganda

Ada aneka sebab instabilitas produksi pangan, salah satunya degradasi kualitas tanah. Akar masalah ini bermula dari adopsi teknologi produksi akhir 1970-an: Revolusi Hijau. Ibarat pisau bermata dua, Revolusi Hijau berdampak ganda: positif dan negatif. Lewat adopsi paket usaha-tani, produksi beras bisa dilipatgandakan, sehingga ramalan penganut Malthusian tak terbukti.

Dunia berdecak kagum melihat prestasi Indonesia. Secara akademik, keberhasilan Indonesia telah menggugat dan mem-pertanyakan kemapanan teori “dualisme” Boeke dan teori “involusi” Geertz. Puncak dari keberhasilan itu adalah dicapainya swasembada beras pada 1984. Indonesia bisa melepaskan diri dari predikat negara pengimpor beras terbesar di dunia dan menjadi swasembada. Presiden Soeharto pun diganjar penghargaan FAO. Perso-alannya, meskipun produksi mening-kat, petani tetap miskin. Swasembada beras juga hanya bertahan sampai 1989. Sejak itu sampai sekarang, impor selalu berulang ketika produksi turun. Rentang 2010-2012, impor beras mencapai 2 juta ton per tahun.

Revolusi Hijau adalah kekaguman sekali-gus kekecewaan. Hasilnya yang begitu cepat memunculkan kekaguman, tapi diakhiri kekecewaan berkepanjangan di kemudian hari. Ini tak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di Filipina, Thailand dan negara-negara Amerika Latin. Banyak studi menyebutkan di balik Revolusi Hijau sesungguhnya terselip kepentingan bisnis kotor para korporasi transnasional (Tata, 2000). Dimensi penting Revolusi Hijau adalah kontrol kaum kapitalis (negara maju) terhadap kekayaan gene-tika dunia ketiga. Paket-paket Revolusi Hijau, terutama adopsi pupuk (kimia) dan pestisida, terbukti merusak tanah dan lingkungan, sehingga menyulitkan kontinuitas produksi.

Pemakaian pupuk anorganik terus-menerus dan takarannya selalu ditingkat-kan membuat kualitas tanah terdegrada-si. Akibatnya, pemupukan tidak bisa lagi menaikkan hasil. Varietas unggul yang ditanam rakus hara dan mineral, sehing-ga tanah harus terus-menerus diberikan

input hara dan mineral dalam jumlah besar. Pestisida yang digunakan bertubi-tubi tanpa pandang bulu menciptakan generasi hama dan penyakit yang kebal. Varietas unggul yang selalu dimunculkan tiap kali ada hama/penyakit yang kian tangguh telah mengerosi varietas milik petani yang menghasilkan nasi pulen dan wangi. Varietas-varietas lokal yang tidak rakus hara, tidak hanya tersingkir tetapi juga mulai punah.

Dampak paling terasa dari pemakaian pupuk anorganik yang takarannya terus meningkat adalah makin tidak respon-sifnya tanaman terhadap pemupukan. Meskipun takaran pupuk diperbesar, tingkat produktivitasnya tidak seban-ding dengan penambahan input pupuk. Dalam bahasa ekonomi ini dikenal dengan the law of deminishing return. Dilihat dari teknologi produksi, apa yang dihasilkan petani saat ini di sentra padi sudah mendekati batas frontier yang bisa dicapai di lapangan.

Pentingnya pertanian organik

Ini semua menunjukkan, tanah-tanah kita sudah jenuh dan keletihan (soil fatique). Perlu usaha besar-besaran untuk memu-lihkan kesuburan tanah. Salah satu cara-nya bisa dilakukan dengan mengemba-likan kandungan bahan organik. Stagnasi produktivitas terjadi salah satunya karena kandungan bahan organik tanah terku-ras. Saat ini 80% dari 7,4 juta ha sawah, kandungan bahan organikya kurang 1%. Sawah seperti itu perlu input dua kali

lebih besar ketimbang tanah berbahan organik 2%. Bahan organik tanah terkuras karena seresah panen tidak dikembalikan lagi ke lahan. Pupuk anorganik minded (mengandalkan pupuk anorganik) kian memperburuk kesuburan fisik (struktur, aerasi, permeabilitas), kimia dan biologi tanah.

Didasari oleh kondisi itu, Kementerian Pertanian pada 2008 mencanangkan Go Organic. Sesuai skenario, Go Organic direncanakan digapai pada 2010. Program Go Organic meliputi pengembangan teknologi pertanian organik dan kelom-pok tani organik, pengembangan perde-saan melalui pertanian organik, serta strategi pemasaran pertanian organik. Namun, karena rendahnya komitmen program itu jauh dari tercapai, bahkan bisa dikatakan gagal. Di akhir pemerin-tahan Presiden SBY, Go Organic nyaris tak terdengar.

Jika dibedah, tidak banyak hal yang dilakukan pemerintah terkait komitmen Go Organic. Salah satu yang bisa dicatat adalah subsidi pupuk organik. Itupun jumlahnya kecil. Secara nomenklatur, subsidi pupuk organik termasuk dalam program Pemulihan Kesuburan Lahan Sawah Berkelanjutan (PKLSB). Program ini dimulai tahun 2010 dengan subsidi pupuk organik senilai Rp 300 miliar. Tahun 2011, subsidi pupuk organik tidak mengucur karena tersandung dugaan korupsi. Tahun 2014, dari 7,78 juta ton

n Pupuk organik (kompos) buatan kelompok petani KSU Lestari di Bogor, Jabar

Foto

: Dok

. KSU

Les

tari

Page 13: Isi organis 33

13Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)

Isu Utama

13Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)

pupuk bersubsidi 0,8 juta ton di antara-nya pupuk organik, turun dari tahun 2013 (0,9 juta ton).

Desain kebijakan subsidi pupuk kita me-mang salah. Pertama, subsidi bias pupuk urea dan ZA. Ini memperburuk anjuran pemupukan berimbang. Kedua, sebagian besar subsidi untuk pupuk anorganik. Tahun ini dari 7,78 juta ton pupuk ber-subsidi, porsi pupuk organik hanya 0,8 juta ton. Sisanya terinci Urea 3,42 juta ton, SP-36 0,76 juta ton, ZA 0,80 juta ton, dan NPK 2 juta ton. Setidaknya, ada dua tujuan subsidi pupuk (anorganik): agar pendapatan petani meningkat dan mereka tetap bergairah berusaha tani secara berkesinambungan. Dua tujuan itu mustahil dicapai. Meski disubsidi, se-lama ini petani selalu membeli pupuk di atas harga eceran tertinggi. Ini membuat pendapatan mereka tergerus. Subsidi membuat petani minded (mengan-dalkan) pupuk anorganik. Yang terjadi banyak petani memupuk melampaui dosis rekomendasi. Overdosis ini tak hanya menimbulkan inefisiensi, tetapi juga membuat kesuburan fisik, kimia dan biologi tanah menurun. Produksi tidak hanya meluruh, tetapi kesinambungan usaha tani menjadi pertaruhan.

Untuk mengembalikan kesuburan tanah, perlu gerakan luas (massif) memakai pupuk organik dan pertanian organik.

Ini bukan semata-mata karena distribusi pupuk bersubsidi kacau dan tidak tepat sasaran, tapi ada hal penting dalam pupuk organik yang tidak bisa digantikan pupuk anorganik. Pertama, kemandirian petani. Pupuk organik bisa dibuat sendiri oleh petani dari bahan-bahan alam yang melimpah. Mereka tak tergantung pada pabrik. Kedua, produktivitas dan keber-lanjutan ekologi. Secara empiris, pupuk organik tak hanya mengembalikan hara (makro + mikro), tapi juga memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Inte-grasi tanaman-ternak di Jawa mampu mengurangi pupuk anorganik 25-35%, mendongkrak produktivitas 20-29%, dan di Bali menaikkan pendapatan petani 41,4% (Susila, 2007). Ketiga, keamanan pangan. Banyak riset dan pengalaman petani yang keracunan akibat pestisida dan pupuk anorganik. Ini tak terjadi pada pertanian organik. Karena itu, ke depan secara gradual subsidi pupuk organik harus diperbesar.

Pertanyaannya, bagaimana masa depan pertanian organik seperti program Go Organic? Harus diakui, peran pemerintah menjadi faktor penting sebagai pendo-rong perkembangan. Namun, pemerin-tah hanya satu dari banyak pelaku dan penentu. Dalam banyak hal, pemerintah justru tidak berdaya. Pelaku penting lain adalah masyarakat. Ini tercermin dari banyak hal. Pertama, luas lahan pertanian organik yang terus bertambah, yang di tahun 2011 mencapai 238.872,24 ha. Ter-kait ini juga bisa dilihat dari beragamnya komoditas organik yang dibudidayakan

n Proses pengolahan lahan pertanian organik kelompok petani KSU Lestari di Bogor, Jabar

Foto

: Dok

. KSU

Les

tari

seperti beras, sayur, buah, dan aneka tanaman berbasis perkebunan. Kedua, prosesor dan eksportir yang mencapai 71. Ketiga, lembaga pelatihan, lembaga sertifikasi (nasional dan internasional) dan pedagang. Keempat, pasar. Saat ini bukan hanya supermarket dan hiper-market, restoran juga menjadi outlet penting.

Indonesia memiliki peluang untuk jadi pelaku pertanian organik yang penting. Pertama, potensi pasar yang besar. Meskipun ceruk pasar produk organik masih kecil dan terbatas, perkembangan kelas menengah dan pertumbuhan pendapatan yang tinggi serta tumbuh-nya kesadaran baru akan pentingnya aspek kesehatan merupakan pasar baru produk-produk organik. Kedua, lahan untuk pertanian organik masih cukup luas. Terdapat 11,1 juta ha lahan telantar yang sebagian besar bisa dipakai untuk pertanian organik. Ketiga, teknologi untuk mendukung pertanian organik sudah cukup tersedia, seperti pembua-tan kompos, tanam tanpa olah, pestisida hayati, dan praktik lainnya.

Ke depan, pertanian organik akan men-jadi magnet yang menarik petani untuk mempraktikannya sepanjang sejum-lah kendala berikut bisa diselesaikan. Pertama, ada kepastian kualitas produk lewat sertifikasi. Kedua, biaya sertifikasi tidak memberatkan, terutama untuk pe-tani kecil. Ketiga, ada insentif harga untuk produsen. Keempat, ada kepastian pasar. Kelima, investasi awal tidak terlalu mahal. Keenam, edukasi konsumen akan penting-nya produk organik. Untuk mengatasi itu semua, bukan hanya menuntut peran pemerintah, yang tidak kalah penting adalah komitmen stakeholders pertanian organik. Kata kuncinya adalah bagaimana saling bahu-membahu dan konsisten mengeksekusi di lapangan. Tak ada gunanya program indah tapi memble implementasi.(*)

KhudoriPegiat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)Anggota Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan Pusat (2010-2014)Alamat: Pondok Gede, BekasiTelp: 021-84973408, Hp. 08128023295Email: [email protected]

Page 14: Isi organis 33

14 Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)

Daniel SupriyonoPadi Organik

SabirinTanaman Tahunan

Diah SetyoriniKesuburan Tanah

Agung PrawotoStandar dan

Sertifikasi

Toto HimawanHama dan

Penyakit Tanaman

YP SudaryantoSayuran Organik

Agus KardinanPestisida Nabati

Redaksi Ahli

Toto Himawan menjawab: Untuk mengendalikan rayap dapat digunakan daun Tithonia diversifolia (pahitan), seperti gambar di bawah.

Caranya: 500 gram daun pahitan dikering anginkan (dilayukan), setelah kering angin tem-patkan dalam satu wadah.

Kemudian tambahkan 1 liter air mendidih dan diaduk secukupnya, biarkan sampai dingin (seperti membuat teh).

Setelah dingin (bisa juga didiamkan semalam) siramkan airnya ke pot yang ada rayapnya. Kalau mau buat banyak tinggal dikalikan saja. Semoga berhasil.

Bagaimana saran mengolah tanah, cara men-dapat bibit organik, dan pupuk organik?

Terima kasihNingtyasDesa GondangmanisKudus, Jawa Tengah

Y.P Sudaryanto menjawab:Pemanfaatan halaman rumah, ruang lahan sempit sekitar rumah atau lahan kosong sebelum didirikan rumah sering dikelompok-kan sebagai kegiatan pertanian yang disebut organic home (rumah organik). Menurut saya teknologi yang cocok untuk lahan seperti ini adalah BIG (Bio Intensive Gardening) untuk pengolahan lahan dengan metode ‘double digging’ atau ‘growing bed’.Sedangkan pemupukan dengan pupuk cair (manure tea), metode tanam kombinasi (2 jenis tanaman dalam 1 bed), pemeliharaan tanaman intensif dengan pemanfaatan mulsa bahkan kaleng bekas atau tong bekas cat.

Pilihan benih yang utama adalah tanam langsung seperti bayam, caisim, jagung, kacang-kacangan, wortel, kangkung dan lain-lain. Design kebun bisa disesuaikan dengan situasi lokasi/lahan yang tersedia.Tidak wajib buat pembibitan khusus, cukup dengan kotak semai sederhana untuk jenis sayuran seperti tomat, cabai, terung dan sebagainya.Prinsip-prinsip yang diterapkan lebih ke efisiensi lahan dan kepraktisan pemeliharaan seperti pemupukan dan penyiraman.

Prinsip ketersedian ‘pangan’ (setiap hari ada pangan) menjadi pertimbangan yang penting. Manfaat yang didapatkan: lahan semakin subur, lahan hijau terbentuk di sekitar rumah, hasil panenan sehat, tenaga kerja sambilan (pembantu, tukang kebun), pendapatan tambahan, menciptakan lapangan kerja, memupuk cinta tanaman/kebun, mengurangi stress/ hiburan gratis, menghemat air (memanfaatkan air cucian beras, cucian daging, dan lain-lain), memanfaatkan sampah dapur (kulit telor, daun-daun dan lain-lain).Mau mencoba, mulai dengan ukuran halaman rumah (100m).

Berantas rayap secara organik

Memanfaatkan lahan kosong di halaman rumah

Bagaimana memberantas rayap di pot tabulampot secara organik?

Terima kasih,Soesilawati HadisoesiloDusun Kalireso, Kecamatan Pakem, Yogyakarta.

14 Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)

Saya ada lahan kosong 220 m sudah lama tidak produktif, sekarang saya ingin mempergunakan lahan tersebut, enaknya dibuat apa ya? Bisakah untuk pertanian organik?Bila untuk pertanian organik, apakah berma-salah bila belum ada sumur dan biasanya kami pakai air PAM. Tanah itu termasuk kaplingan perumahan tapi belum produktif, saya belum pernah mengolah lahan, mumpung anak-anak sudah agak besar saya ingin belajar bercocok tanam.

Page 15: Isi organis 33

15Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)

n Produk organik berlabel Organik Indonesia dan komunitas

Foto: Dok. AOI

Oleh : Prof. Dr. Ir. Agus Kardinan, M.Sc

Peraturan Menteri Pertanian No. 64/Permentan/OT.140/5/2013 tentang Sistem Pertanian Organik telah diundangkan pada 29 Mei 2013 dan akan berlaku setelah 1 (satu) tahun terhitung sejak

tanggal diundangkan. Tujuan penetapan peraturan ini adalah untuk mengatur pengawasan organik di Indonesia, memberi-kan penjaminan dan perlindungan kepada masyarakat dari peredaran produk organik yang tidak memenuhi persyaratan, memberikan kepastian usaha bagi produsen produk organik, membangun sistem produksi pertanian organik yang kredibel dan mampu telusur, memelihara ekosistem sehingga dapat berperan dalam pelestarian lingkungan, serta meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk pertanian.

15Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)

Pertanian organik pada era globalisasi harus mendukung tumbuhnya dunia usaha sehingga mampu menghasilkan produk organik yang memiliki jaminan atas integritas organik yang dihasilkan. Dengan memiliki jaminan atas integritas organik, maka dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat dan sekaligus mendapatkan jaminan atas produk tersebut tanpa mengakibatkan kerugian konsumen.

Setiap unit usaha yang telah menerapkan Sistem Pertanian Organik dapat mengajukan sertifikasi kepada LSO (Lembaga Sertifikasi Organik) yang telah diakreditasi oleh KAN (Komite Akreditasi Nasional) dan telah terdaftar di OKPO (Otoritas Kompeten Pertanian Organik). Unit usaha yang telah disertifikasi berhak menjual dalam kemasan dengan meng-klaim bahwa produknya telah diproduksi secara organik dan berhak mencantumkan logo organik Indonesia, namun bagi siapa saja yang menjual dalam kemasan dan mengaku produknya organik tanpa melalui proses sertifikasi oleh

Page 16: Isi organis 33

16 Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)

Penjaminan Organis

16 Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)

LSO yang telah terakreditasi oleh KAN dan telah terdaftar di OKPO, maka akan mendapatkan sanksi sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

Apakah permentan akan tingkatkan pelaku organik di Indonesia?

Pertanian organik di Indonesia baru berkembang di tahun 2001-2002 yang disertai dengan disusunnya SNI Pangan Organik dengan semangat “Go Organic 2010”, jadi umurnya relatif masih muda bila dibandingkan dengan negara-negara maju yang telah menerapkan sistem pertanian organik jauh pada puluhan tahun yang lalu. Dapat dimaklumi pada usia muda ini masih banyak perbedaan pendapat “pro dan kontra” mengenai pertanian organik diantara para pemangku kepentingan, namun tetap bahwa roda berjalannya kegiatan pertanian organik di Indonesia harus diatur dalam suatu aturan baku agar dapat berjalan secara tertib. Berkembangnya kegiatan ber-organik di suatu negara akan sangat

n Sertifikat organik madu hutan APDS Foto: Dok. AOI

tergantung kepada awareness atau kesadaran dari para pelaku/masyarakat itu sendiri, sedangkan permentan hanya memfasilitasi dan mengatur lalu lintas atau peredaran para pelaku organik agar teratur dan tertib, sehingga kredibel dan dapat dipercaya oleh masyarakat lokal, nasional, maupun internasional.

Peran pemerintah (Political will) sangat besar dalam hal ini, didukung peran masyarakat yang peduli dengan semangat gerakan ini, karena kalau hanya mengandalkan pemerintah akan sangat sulit dan lama prosesnya, tanpa dukungan masyarakat. Diharapkan dengan adanya permentan ini para pelaku organik akan lebih semangat dan terlindungi untuk mengembangkan kegiatan organiknya karena adanya aturan yang jelas, didukung oleh kepercayaan konsumen terhadap produk organik yang beredar, karena tidak ragu lagi akan adanya produk-produk organik yang sebenarnya bukan organik yang beredar, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan jumlah pelaku yang bersertifikat organik.

Bagaimana nasib petani organik kecil?

Tidak semua produk organik harus disertifi-kasi apabila hendak dijual. Petani organik kecil yang tidak mampu membayar proses sertifikasi bisa saja menjual langsung produknya tanpa harus disertifikasi terlebih da-hulu. Terdapat tiga cara pengakuan/klaim organik, yaitu:

1. Mengaku / klaim sendiri: Bahwa produknya organik. Konsumen dapat me-ngakses ke kebun pelaku

dan melihat proses bertaninya, sehingga timbul kepercayaan (TRUST) dan keya-kinan bahwa produknya telah diproses secara organik dan terjadilah proses jual beli produk organik secara langsung (direct selling) dengan cara dibeli di tempat atau diantar ke rumah konsumen (door to door). Dalam hal ini tidak diperlukan sertifikasi, karena konsumen telah percaya (TRUST) bahwa produknya organik. Mungkin petani kecil dapat melakukan skema ini. Namun demikian, produknya tidak boleh dijual di tempat umum, misal supermarket, mall, dan sejenisnya dalam kemasan dengan klaim organik.

2. Klaim melalui pedagang, fasilitator, atau pengumpul (Provider): Bahwa produk-produk yang dijualnya adalah diperoleh dari para pelaku organik di bawah binaannya/bimbingannya. Namun hal inipun harus memungkinkan konsumen mengakses ke lokasi petani organik yang melaksanakannya, sehingga timbul kepercayaan dan keyakinan bahwa produknya telah diproses secara organik. Kata kuncinya adalah keper-cayaan (TRUST) dari konsumen. Apabila telah terjalin kepercayaan, maka produk inipun tidak perlu disertifikasi dan dapat dijual langsung (direct selling) dengan transaksi di tempat atau diantar sesuai pesanan konsumen dan diantar ke kon-sumen (door to door). Hal ini dilakukan biasanya pada kondisi antara fasilitator dengan para petani binaannya berjarak dekat dan mudah terjangkau. Namun, sama halnya dengan pengakuan/klaim sendiri, bahwa produknya tidak boleh dijual di tempat umum seperti mall, supermarket dan sejenisnya dalam kemasan yang mengklaim produknya organik. Skema inipun dapat dilakukan oleh petani kecil apabila ada yang meng-koordinirnya, sehingga mereka dapat menjual produknya secara organik dan tidak perlu disertifikasi oleh pihak ketiga (LSO).

3. Sertifikasi oleh pihak ketiga (LSO)Ketika jarak antara konsumen dengan produsen cukup jauh sehingga tidak me-

Page 17: Isi organis 33

17Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)

Penjaminan Organis

17Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)

mungkinkan produsen melihat aktivitas produsen dalam bertani organik, maka diperlukan penjamin pihak ketiga, dalam hal ini sertifikasi oleh LSO (Lembaga Sertifikasi Organik), sehingga konsumen merasa yakin dan terwakili oleh LSO. Di Indonsia, LSO yang berhak mensertifi-kasi adalah LSO yang telah terakreditasi oleh KAN dan telah terdaftar di OKPO. Besarnya biaya sertifikasi diantara LSO berbeda, tergantung kebijakan internal LSO itu sendiri. Di suatu LSO itu sendiri biaya sertifikasi akan bervariasi, tergan-

tung luasan yang disertifi-kasi dan jarak yang akan

disertifikasi. Beberapa pelaku merasa keberatan dengan mahalnya biaya serti-fikasi, namun ada juga sebagian pelaku merasa mampu untuk membayar biaya sertifikasi.

Sebagai contoh di salah satu LSO men-tarifkan biaya sertifikasi sebesar Rp 7.500.000 untuk lokasi yang tidak jauh dari lokasi LSO itu sendiri (satu provinsi) sehingga tidak memerlukan pesawat untuk menjangkaunya, cukup jalan darat. Apabila pelaku bersifat perorangan

(tunggal) maka biaya akan ditang-gung sendiri, namun apabila

berbentuk kelompok beranggotan 10 orang, maka akan dibagi oleh kelompok, masing-masing Rp 750.000. Namun apabila petani kecil menggabung-kan menjadi beberapa kelompok dan membuat suatu SPI (sistem pengawasan internal) atau ICS (Internal control system) yang beranggotakan misalnya 100 orang, maka biaya sertifikasi akan dibagi oleh jumlah kelompok, sehingga mereka dapat iuran sebesar Rp 75.000 per petani. Hal ini dianggap lebih murah dan me-ringankan beban petani kecil yang ingin disertifikasi.

Saat ini pemerintah memberi bantuan sertifikasi kepada petani kecil yang ter-gabung dalam SPI/ICS, namun bantuan ini hanya diberikan pada tahun pertama sebagai pemicu (triger) dan selanjutnya pelaku diharapkan dapat membiayai sendiri usahanya dan tidak tergantung terus menerus kepada pemerintah, se-hingga dapat menjadi petani mandiri.

Dengan disertifikasinya produk petani kecil melalui SPI atau ICS maka mereka berhak menjual dalam kemasan dengan klaim “organik” dan memakai “Logo Organik Indonesia”.(*)

n Penjualan langsung produk organik dari petani KSU Lestari ke konsumen dalam komunitas di Bogor, Jawa Barat

Foto

: Dok

. AO

I

Prof. Dr. Ir. Agus Kardinan, M.ScKonsultan Ahli Aliansi Organis IndonesiaEmail: [email protected]

Foto

: Dok

. AO

I

Page 18: Isi organis 33

18 Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)

Selama ini banyak yang me-mandang dunia pertanian dengan sebelah mata dan tidak berpotensi sama sekali. Banyak

generasi muda apalagi kaum akade-misi melihat dunia pertanian apalagi kaum petani hidupnya memprihatinkan (pas-pasan) dan dari segi masa depan tidak menjanjikan atau tidak prospektif. Banyak para petani hidupnya hanya bisa untuk makan saja dan begitu sulitnya memenuhi kebutuhan hidup lainnya.Berawal dari kondisi tersebut, kami tergerak ingin membuktikan bahwa dunia pertanian itu sangat prospektif (menjanjikan) dan juga ingin membantu

para petani bisa meningkatkan taraf hidup mereka. Bagaimana kami bisa berguna dan memberdayakan orang lain baik sehat di sisi keuangan maupun di sisi kesehatan itu sendiri. Akhirnya kami sepakat membuat usaha yang berbasis pertanian organik dengan bermitra atau bergandengan tangan bersama para petani bernama Tani Organik Merapi (TOM) pada 1 September 2018.

Pada bulan September 2008, TOM mem-buka lahan seluas 1 hektar di wilayah Dusun Balangan, Wukirsari, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta. Dengan lahan seluas 1 hektar, TOM langsung menerapkan sistem budidaya sayuran organik sebagai ujicoba karena TOM mengetahui lahan tersebut memang bekas lahan yang

Oleh : Untung Wijanarko

n Lahan pertanian Tani Organik Merapi (TOM)

Foto: Dok. TOM

pada umumnya petani melakukan sistem budidayanya syarat dengan pupuk dan pestisida kimia sintetis. Di tahun pertama hasil panen memang tidak sesuai yang TOM harapkan karena presestransisi atau pergantian dan petani pun baru bebe-rapa saja yang mau TOM ajak melakukan budidaya organik bersama karena takut rugi.

Di tahun pertama TOM juga mulai melakukan pengenalan atau sosialisasi pertanian organik ke lingkungan sekitar, kelompok tani dan mengikuti kegiatan-kegiatan pameran baik di lingkungan pemerintah maupun umum. Tujuan TOM tidak lain dan bukan hanyalah ingin bagaimana masyarakat tahu bahwa organik itu sangat penting dan sangat dibutuhkan. Tanpa sengaja juga pada waktu itu ada konggres organik dari Aliansi Organik Indonesia (AOI) di

18 Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)

Page 19: Isi organis 33

19Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)

Profil

Hotel Brongto ,Yogyakarta. Melalui seorang kawan yang juga aktif di pertanian dan pemasaran organik, Sahani, yaitu Imam Hidayat yang baik hati, TOM mengenal AOI dan akhirnya mendaftar menjadi ang-gota AOI pada September 2008.“Bermula dari itu TOM melangkah semakin mantap karena memiliki lembaga yang menaunginya. Mulai saat itu budidaya yang TOM lakukan sesuai standard prosedur AOI.”

Produk organik TOM masuk supermarket

Bagi TOM yang penting juga dalam mengembangkan pertanian organik adalah pasar. Melalui pasar yang tepat, produk organik yang TOM hasilkan menjadi berharga. Akhirnya TOM mulai memasarkan produk organik ke supermarket. Ketika itu memang sudah ada sayuran organik di supermarket tersebut. Dengan cara membuk-tikan sendiri lahan dan sayuran yang TOM budidayakan, akhirnya mereka menerima TOM sebagai supplayer sayuran organik. Awal-nya memang baru titip saja, yang laku yang dibayar. Itu berlangsung selama enam bulan, setelah itu supermarket mulai berani putus jual. Melihat dari sisi market yang bagus, kemudian TOM mencoba ke supermarket yang lainnya lagi. Rata-rata supermarket bisa me-nyetujui setelah proses berlang-sung 2-3 bulan.Di tahun ke- 2, akhirnya TOM sudah mulai merambah sekitar 70 persen supermarket Yogyakarta. Namun TOM terkendala sedikit ketika terjadinya erupsi Gunung Merapi. Kegiatan TOM sempat berhenti total selama 1,5 bulan. Lahan banyak yang rusak dan perlahan-lahan TOM mulai menga-wali lagi. Di tahun ke- 3 TOM mulai

membuka pasar di Solo. TOM baru bisa memenuhi pasar supermar-ket Yogyakarta dan Solo sekitar 60-70 persen karena produksi yang belum bisa optimal.

Petani pun sudah banyak yang tertarik bermitra dengan TOM dan TOM mulai menggandeng mereka. Disamping karena visi misi, TOM juga berharap bisa mensupport permintaan pasar. Dari petani mitra, TOM melakukan pen-jaminannya dengan PAMOR Indonesia. TOM melakukan pendampingan ke para petani mitra binaan mulai cara pembuatan pupuk organik, teknologi budidaya dan pemanenan. TOM juga mem-bantu petani dalam pengadaan benih dan prasarana pertanian.

Di tahun ke- 4 dan ke-5 ini TOM sudah mulai membuka cabang di Jawa Tengah karena dari sisi permintaan supermarket yang mau tidak mau harus TOM penuhi (supply) ke wilayah tersebut. Di Jawa Tengah, TOM juga meng-gandeng kelompok tani dan sudah mendapat sertifikasi organik. Selama ini dari sisi pemenuhan pasar, TOM mengalami sedikit naik dalam kisaran 65-75 persen. Beberapa supermarket wilayah Yogyakarta, Solo, Jawa Tengah (Klaten, Solo, Magelang, Ungaran, Semarang) dan Jawa Barat (Cirebon) yang kami pasok (supply) adalah Superindo, Car-refour, Matahari, Hero/Giant dan supermarket-supermarket lokal. Jenis-jenis sayuran yang TOM tanam ada sekitar 25-30 macam, seperti: bayam, bit, buncis, cabai rawit, caisim, kacang panjang, kailan, kangkung, kemangi, kenikir, loncang, pakchoy, wortel, parsley, selada, serai, terong, timun, tomat besar, tomat cherry, jamur tiram, oyong dan brokoli.

19Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)

nAneka produk sayur organik TOM Foto: Dok. AOI

Page 20: Isi organis 33

20 Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)

Profil

Saat ini anggota petani di lahan budi-daya TOM dan petani mitra binaan TOM berjumlah 35 orang dengan luas lahan organik keseluruhan sekitar 4 hektar. Rata-rata TOM mampu memasok ke supermarket sekitar 160 kg/hari untuk 30 item sayur organik. Hingga sekarang hasil pemasaran sayur organik TOM mencapai 50-60 juta per bulan, meningkat 15-20% per tahun.

Aktif kerjasama

Selain aktif melakukan kegiatan budi-daya, pemasaran dan pendampingan petani mitra sesuai visi misinya, TOM juga menjalin kerjasama dengan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) DI Yogyakarta dalam pelatihan dan pendampingan pertanian organik bagi masyarakat korban bencana alam di Bantul tahun 2010 (bekerjasama dengan LSM IOM), men-jalin kerjasama dengan Dinas Pertanian Sleman, Yogyakarta dalam pelatihan pertanian organik untuk kelompok tani setempat, serta mengikuti pameran produk hasil pertanian, dan bekerjasama dengan LSM Internasional seperti IOM, JRF, Oxfam dalam pelatihan dan

n Proses pendampingan TOM dengan petani mitra binaan

Foto

: Dok

. TO

M

pendampingan pertanian organik bagai masyarakat umum terutama para petani.

TOM juga menjadi tujuan studi banding kelompok tani dari DI Yogyakarta, Munti-lan, Magelang, Jawa Barat, Makasar, Riau, dan umum seperti perusahaan PT. Badak-Kaltim, Ponpes Jawa Barat, PT. Djarum Kudus, Jateng, dan PT. Semen Indonesia. Selain itu para mahasiswa dari UGM, UNSOED, UNY, UPN, APY dan lain-lain juga menjalin kerjasama dengan TOM sebagai tempat penelitian dan Praktik Kerja Lapangan (PKL).

Untuk meningkatkan kemampuannya, TOM juga mendapatkan pendampingan

dari PUM Belanda tentang peningkatan produksi dan manajemen sebagai pro-gram pasca erupsi dari KADIN. TOM juga menjadi mitra binaan PT. Telkom mulai tahun 2011 dan mengikuti lomba CSR Award TELKOM Tingkat Nasional.(*)

Tani Organik Merapi (TOM)Bentuk Usaha : C. V. Tani Organik MerapiBidang Usaha : Agrobisnis Organik, Agrowisata Organik, Perdagangan

Umum dan Jasa Konsultan Pertanian Organik Pengelola : Untung Wijanarko Alamat : Tegalsari Rt 021 Pakembinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta Alamat Budidaya : Balangan, Wukirsari, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta Telp : (0274) 8385756 Fax : (0274) 898228 Motto : Organic products, best for life

Untung Wijanarko Pengelola C.V. Tani Organik MerapiAlamat : Tegalsari Rt 021 Pakembinangun, Pakem, Sleman, YogyakartaEmail : [email protected] : 087838820487

20 Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)

Page 21: Isi organis 33

21Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014) 21Edisi 31 / Th. 10 (Mei - Agustus 2013) 21Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)

Agribisnis

Page 22: Isi organis 33

22 Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)22 Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)

Agribisnis

Siapa si yang tidak mau melaku-kan kegiatan yang banyak manfaatnya? Selain mengasikkan juga

menghasilkan sesuatu yang enak, sehat, menarik, bermanfaat untuk orang lain dan bahkan menguntungkan karena menghasilkan uang atau penghasilan. Seperti memasak atau mengolah bahan-bahan menjadi makanan yang lezat, bertani atau berkebun, membuka toko atau outlet produk sehat dan sebagainya. Kegiatan seperti ini tentunya sangat dianjurkan sebagai usaha mandiri yang bisa berperan sebagai lapangan kerja baru. Sebuah usaha mandiri sangat penting di era yang penuh persaingan dan keterbatasan akan pekerjaan formal saat ini.

Namun semua tergantung dari pilihan seseorang juga. Dia ingin melakukan kegiatan usaha yang mengasikkan dan menguntungkan itu atau tidak. Selain itu juga memerlukan semangat, kreativitas dan ketekunan yang tinggi. Maklum, bermacam risiko terkadang menjadi momok menakutkan seperti tidak adanya modal, ada tidaknya pangsa pasar, ke-berlanjutannya, kerusakan, kerugian dan sebagainya.

secara keuangan. Di Indonesia sebagai negara agraris, hasil panen sayur mayur dan hortikultura seringkali berlimpah saat panen raya. Tidak semua hasil panen sayur mayur terserap oleh konsumen karena berlebih atau kurang berselera mengonsumsi sayur mayur.

Snack sayur organik Sudaryanti

Di tangan Sudaryanti, seorang ibu rumah tangga berusia 38 tahun di kawasan per-

tanian sayur mayur dan wisata Kopeng, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, ber-macam sayur organik bisa menjadi snack yang renyah, menggoda selera makan, dan sehat. Berawal dari anaknya yang tidak suka makan sayur dan lebih suka ngemil makanan ringan, tiga tahun lalu Sudaryanti berusaha memutar otak men-cari ide agar anaknya tetap bisa makan sayur. Maka terciptalah ide mengolah bermacam sayur menjadi makanan ringan stik sayur yang menggugah selera makan si anak.

Tak hanya ingin memenuhi asupan gizi dari sayur mayur untuk tiga orang anak-anaknya, ibu yang membuka warung kelontong dan pulsa ini pun melihat peluang usaha dari pengolahan snack

sayur organik. Hasil panen sayur mayur yang ditanam dengan menggunakan bahan-bahan pupuk kandang (organik) dan pestisida alami di kawasan Kopeng seringkali berlimpah dan harganya men-jadi anjlok.

“Saya prihatin melihat harga sayur petani yang anjlok pada saat hasil panen banyak. Maka dengan mengolahnya menjadi snack bisa membantu meningkatkan harga, kualitas dan penghasilan petani,” ungkap Sudaryanti saat dihubungi Organis (31/1).

Hal ini juga yang terjadi di bidang agri-bisnis yang melibatkan produk yang tak

bisa tahan lama seperti sayur mayur dan hortikultura. Selain dalam

produksi tanam dipengaruhi musim, teknik tanam, input

tanam, setelah panen juga memerlukan satu kreativitas agar segera terserap ke kon-sumen dan tidak rusak.

Bermacam risiko dan ken-dala itu bukanlah halangan

bila ada semangat, kreativitas dan ketekunan yang tinggi.

Dalam menanam, pasca panen hingga pemasaran hasil panen bisa

dilakukan dengan baik, mengasikkan, menyehatkan hingga menguntungkan

n Stik sayur organik

Foto

: Dok

. Sud

arya

nti

Page 23: Isi organis 33

23Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014) 23Edisi 32 / Th. 10 (September - Desember 2013)

Agribisnis

Sudaryanti juga berharap bisa mendapat-kan tambahan penghasilan dengan menjual hasil olahan sayur organik ini. Tak ingin mengabaikan jerih payah petani, Sudaryanti pun membeli sayur organik dari petani dengan harga yang lebih tinggi dari biasanya.

Sekitar September 2011, Sudaryanti memulai usaha pengolahan snack sayur organik menjadi stik. Dengan bermodal semangat dan dana sebesar 100 ribu rupiah, Sudaryanti mengolah bahan-bahan dari sayur organik, tepung terigu, margarine, minyak kelapa menjadi stik sayur. Tanpa menggunakan pengawet, pewarna dan perasa buatan, stik sayur buatan Sudaryanti tetap enak, renyah dan sehat. Bermacam sayur organik yang diolah Sudaryanti menjadi stik adalah

Permintaan dan produksi meningkat

Awalnya banyak yang meremehkan usaha snack sayur Sudaryanti. Tapi lambat laun permintaan snack sayur organik berlabel Jibariz ini meningkat juga karena banyak yang suka dan sadar akan kesehatan. Nama Jibariz berasal dari nama ketiga anak Sudaryanti yang mem-beri inspirasi usaha pengolahan snack sayur organik ini, yaitu Jihan Ayu Fadila (anak pertama, kelas 2 SMP), Muhammad Bagus Rahman (anak kedua, kelas 6 SD)

dan Rizki Sazaludin Raya (anak ketiga, 3 tahun).

Untuk pertama kali, produksi snack sayur organik berkisar 1-2 kg per hari. Selanjut-nya dengan meningkatnya permintaan, kapasitas produksi terus berkembang dan hingga kini berkisar 10-20 kg per hari terdiri dari 2 item jenis sayur. Sudaryanti pun mendapat asupan dana dari lem-baga keuangan BMT Mandiri. Dengan harga per bungkus sebesar Rp 12.500,-,

keuntungan rata-rata dari snack sayur

organik setahun mencapai rata-rata 20-

30% dari 60 juta atau sekitar 1 juta per

bulan.

Meski sudah menggunakan mesin giling

dan pemotong adonan, Sudaryanti tetap

membutuhkan bantuan tenaga lain. Sang

suami yang bekerja di periklanan dan ko-

perasi simpan pinjam dan anak-anaknya

membantu Sudaryanti. Karena permin-

taan dan produksi snack sayur organik

meningkat, akhirnya suami Sudaryanti

pun memutuskan keluar dari pekerjaan-

nya dan sepenuhnya membantu usaha

Sudaryanti.

“Ya sampai sekarang tenaga produksi pengolahan snack sayur organik saya masih menggunakan tenaga anggota

23Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)

wortel, brokoli (buah dan batang), sawi atau caysim, seledri, ubi kayu, kentang pedas sedangkan bahan pangsit adalah daun brokoli dan daun singkong.

Hasilnya berupa snack sayur organik siap disantap anak-anaknya. Sudaryanti pun membungkus kecil-kecil stik sayur dan menawarkannya ke kantor-kantor, sekolah dan puskesmas. Ternyata bukan hanya anak-anak Sudaryanti yang suka, para pembeli stik sayur juga menyu-kainya.

n Pangsit sayur organik

Foto

: Dok

. Sud

arya

nti

Page 24: Isi organis 33

24 Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)

Check this out….Nama Buku: STATISTIK PERTANIAN ORGANIK INDONESIA

2013Jumlah Halaman: 80 hal + xiv

Harga: @ Rp.100.000 (belum termasuk ongkos kirim)

DAFTAR ISI :Pengantar//Ucapan Terima Kasih//Daftar Isi//

Daftar Istilah//Tentang Aliansi Organis Indonesia//Pendahuluan: A.Tinjauan Umum, B.Metodologi//Statistik

Pertanian Organik Indonesia 2013: Luas Area, Produk, Pelaku//Perkembangan Pasar Organik–Studi Kasus Kota Besar di Indonesia: 1.Pasar Mainstream, 2.Pasar Khusus //

Tren Pertanian Organik Indonesia Tahun 2013//Penjaminan Berbasis Komunitas//Pustaka//Lampiran

Berminat?Hubungi: Rizki Ratna Anugrah

[email protected]/ [email protected]./facsimile : 62-251-8330434

Kami hanya mencetak 100 pieces

Info selengkapnya:http://organicindonesia.org/

web2/0403-penerbitan.php?cid=3

Buku Baru AOI !“Statistik Pertanian Organik

Indonesia (SPOI) 2013”barometer perkembangan pertanian

organik nasional

Resep Stik Sayur OrganikBahan:Sayur organik, tepung terigu, margarine, garam, bawang putih, gula untuk bahan sayur wortel dan ubi ungu.

Cara membuat:Sayur organik dikukus, lalu digiling atau ditumbuk. Campur dan uleni sayur organik yang sudah digiling atau ditumbuk dengan tepung terigu, margarine secukupnya, bawang putih yang sudah diulek dan garam secukupnya. (Perbandingan sayur organik dan tepung = 1:1 dengan bahan sayur organik lebih banyak). Potong adonan kecil-kecil atau menggunakan mesin pemotong. Lulu goreng dengan minyak kelapa yang sudah panas sampai matang atau warnanya menguning. Untuk adonan bahan sayur wortel dan ubi ungu ditambah sedikit gula.

Agribisnis

24 Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)

keluarga sendiri, hanya yang bagian pengemasan saja yang menggunakan tenaga orang lain. Anak-anak membantu mengupas atau memotong sayur,” ungkap Juara I Mikro Wanita Terbaik,

Lomba UKM di Universitas Indonesia (UI) pada 9-12

Desember 2013.

Sementara itu proses pemasa-ran yang awalnya merupakan kendala, pada akhirnya bisa teratasi dengan menggu-nakan cara yang sederhana seperti dari mulut ke mulut,

membawa brosur dan contoh produk bila Sudaryanti pergi. Lokasi rumah, produksi dan kios yang ada di sekitar wisata Gua Pereng (Maria) Kopeng juga turut membantu mempro-mosikan produk snack sayur organik Sudaryanti yang sudah mendapat PiRT dan SIUP.

Hingga saat ini pemesan snack sayur organik Sudaryanti telah menjangkau Jakarta, Yogyakarta, Magelang, Bali, Batam, Tangerang, Surabaya (Jatim). Sedangkan yang membeli lang-sung di kawasan wisata Kopeng sebagai oleh-oleh berasal dari Jambi dan Ujung Pandang. Biasanya para pemesan selain dikonsumsi sendiri juga dijual lagi. Dengan memesan minimal 30 bungkus (1 bungkus = ¼ kg), Sudaryanti menanggung biaya kirim dari pemesan. Buruan pesan yuk dan mulai usaha agribisnis Anda ! (*)

Dapatkan diskonuntuk 20 pembeli pertama

25%

Page 25: Isi organis 33

25Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)

Foto: Dok. SNY

25Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)

nAneka sayur organik dan olahan pangan dari bahan organik dan lokal

Page 26: Isi organis 33

26 Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)26 Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)

Saat ini masyarakat sudah mulai mengenal dan

mengonsumsi pangan organik. Alasannya tentu

karena pangan organik lebih menyehatkan, aman

dan bergizi pula. Pangan organik yang ditanam

dengan bahan-bahan alami tidak mengandung pestisida

kimia yang membahayakan bagi kesehatan. Beberapa

dokterpun menyarankan pasiennya mengonsumsi pangan

organik.

Pakar naturopati DR. dr. Amarullah Siregar Ph.D di sebuah

media nasional menjelaskan, sejak dahulu manfaat pangan

atau makanan organik sudah diteliti mampu meningkatkan

kemampuan tubuh dalam melawan proses degeneratif,

mencegah terjadinya paparan radikal bebas, regenerasi sel

dan optimalisasi antibodi.

Bahkan menurutnya, beberapa penelitian menunjukkan,

susu organik mempunyai lebih dari 60-80 persen kandungan

nutrisi dibandingkan susu konvensional. Sedangkan, seperti

tomat, kentang, bawang, kubis mempunyai 20-40 persen

lebih kandungan antioksidan dibandingkan buah dan sayuran

konvensional.

Dengan menanam sayur organik sendiri seperti tanaman

keluarga (Toga), masyarakat juga bisa mengonsumsinya dan

lebih sehat karena terjamin bebas dari bahan kimia. Misalnya

petani-petani di daerah Bantul setelah makan makanan

organik, tingkat sakitnya jadi semakin sedikit. Jadi misalnya

sebulan sekali sakit, dengan itu mungkin cuma setahun

sekali sakit.

Hasil penelitian tim peneliti dari Washington State University

(Desember 2013) telah menemukan bahwa susu dari peter-

nakan sapi organik mengandung konsentrasi asam lemak

jantung sehat lebih tinggi dibandingkan dengan susu dari

peternakan sapi konvensional.

Foto: Dok. SNY

Page 27: Isi organis 33

27Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014) 27Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014) 27Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)

Studi ini adalah yang berskala besar

pertama di Amerika Serikat, pengujian

hampir 400 sampel susu organik dan

konvensional selama periode 18 bulan.

Susu konvensional memiliki rata-rata

asam lemak omega-6 sampai omega-3

rasio 5,8, lebih dari dua kali lipat rasio

susu organik yang sebesar 2,3. Para

peneliti mengatakan rasio jauh lebih

sehat asam lemak dalam susu organik

karena pemanfaatan pakan hijau dan

padang rumput berbasis pada peter-

nakan organik.

Konsumsi lebih banyak asam lemak

omega-6 daripada asam lemak omega-3

adalah faktor risiko berbagai masalah

kesehatan, termasuk penyakit jantung,

kanker, peradangan yang berlebihan dan

penyakit autoimun. Semakin tinggi rasio

omega-6 daripada omega-3, semakin

besar risiko kesehatan.

Sebuah studi oleh John Reganold dari

Washington State University

(www.plosone.org; 2010) yang mem-

bandingkan pertanian strawberi

organik dan konvensional juga

menunjukkan hasil buah strawberi or-

ganik lebih beraroma dan bergizi.

Hasil studi menunjukan strawberi

organik secara signifikan lebih

tinggi mengandung antioksidan,

konsentrasi asam askorbat

dan senyawa fenolik daripada

konvensional.

Sementara itu jauh sebelumnya

pada 1993, hasil analisa di tepi

barat Chicago yang dipubli-

kasikan oleh situs www.

organicconsumers.org

menunjukkan bahwa kan-

dungan mineral tanaman

apel, kentang, pir, gandum,

dan jagung manis yang

dikembangkan secara organik

lebih tinggi daripada konvensional.

Empat sampai 15 sampel diambil untuk

masing-masing kelompok makanan.

Tingkat rata-rata mineral penting jauh

lebih tinggi pada per berat makanan

organik daripada konvensional.

Makanan organik rata-rata 63% lebih

tinggi kalsium, 78% lebih tinggi kro-

mium, 73% lebih tinggi zat besi, 118%

lebih tinggi

magnesium, 178% lebih tinggi

molibdenum, 91% lebih tinggi fosfor,

125% lebih tinggi kalium dan 60%

lebih tinggi seng.(*)Fo

to:

Dok

. SN

Y

Page 28: Isi organis 33

28 Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)

Kebutuhan akan makanan yang cukup dan berkualitas sangat penting bagi sebuah keluarga. Bahkan harga makanan yang terjangkau juga menjadi sebuah prioritas. Untuk bisa memenuhi

kebutuhan makanan keluarga seperti sayur mayur, masyara-kat bisa menanamnya sendiri di pekarangan rumah. Selain harga yang pasti sangat terjangkau karena memanen dari kebun sendiri, tentu kualitas sayur mayur itu sangat terjaga baik.

Menurut Ir. Basir Nappu, MS dan Farida Arief, SP, Litbang Deptan Sulsel, 2013, dalam kisaran yang lebih luas, menanam sayur di pekarangan rumah juga bisa meningkatkan kecu-kupan, ketahanan, dan kemandirian pangan. Data statistik menunjukan bahwa luas lahan pekarangan di Indonesia mencapai luasan 10,3 juta hektar. Apabila pekarangan terse-but dapat dioptimalkan fungsinya, maka hal tersebut diduga akan berkontribusi nyata terhadap kecukupan, ketahanan, dan kemandirian pangan masyarakat.

Berbeda dengan lahan pertanian secara umum, pekarangan rumah memiliki luasan yang relatif sempit, bersentuhan lang-sung dengan penghuni rumah, serta memiliki peran yang sangat kompleks. Untuk itu pemanfaatannya dalam budidaya sayuran harus direncanakan sedemikian rupa sehingga dapat berfungsi optimal, baik dalam hal tingkat produksi maupun dalam pemanfaatan lainnya di rumah tangga.

Beberapa syarat dalam budidaya sayuran di pekarangan diantaranya harus memiliki nilai estetika atau keindahan sehingga dapat mempercantik halaman rumah juga. Caranya dengan pengaturan jenis, bentuk, dan warna tanaman. Selain itu, model yang digunakan sebaiknya bersifat mobile atau mudah untuk dipindahkan. Hal ini diperlukan guna mengantisipasi pemanfaatan dan penataan pekarangan. Model budidaya yang dapat memenuhi kriteria demikian adalah vertikal atau vertikultur dan budidaya dalam pot.Hampir semua jenis tanaman dapat ditanam dalam sistem vertikultur dan pot, diantaranya bayam, kangkung, sawi,

28 Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)

n Tanaman organik di halaman rumah

Foto: Dok. AOI

Page 29: Isi organis 33

29Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)

n Contoh Vertikultur

Foto

: Dok

. ww

w.g

oogl

e.co

m

29Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)

Bijak di Rumah

selada, kenikir, kemangi, kucai, seledri, ca-bai, tomat, terong, pare, kacang panjang, timun, oyong, dan lain-lain. Namun untuk budidaya vertikultur menggunakan wadah talang, bambu atau paralon yang dipasang secara horizontal, kurang cocok untuk sayuran jenis buah seperti cabai, terong, tomat, buncis tegak, pare, dan lain-lain. Itu karena dangkalnya wadah pertanaman sehingga tidak cukup kuat menahan tumbuh tegak tanaman. Sayuran buah cocok untuk tanaman dalam pot, polybag atau paralon dan bambu yang ditegakkan sehingga dapat menampung media tanam dalam jumlah cukup banyak.

VertikulturBerikut ini langkah-langkah pembuatan unit vertikultur sistem rak :1. Buat serangkaian rak dengan tinggi

kira-kira 1 m, lebar 1 m, panjang sesuai kebutuhan.

2. Atur rangkaian rak secara berundak, dengan jarak antara undakan adalah kira-kira 30 cm, dan lebar masing-masing rak adalah 25-30 cm.

3. Potong talang air dengan ukuran sesuai rangka rak yang dibuat, lalu masing-masing ujung talang ditutup menggunakan penutup talang lalu dilekatkan menggunakan lem secara permanen.

4. Lubangi dasar talang dengan bor atau pisau, diameter lubang kurang lebih 1 cm dan jarak antar lubang berkisar 15-20 cm.

Untuk mulai menanam sayur, isi talang menggunakan media tanam yang telah disiapkan, dan lakukan penyusunan pada rak. Penanaman di dalam rak vertikultur atau pot dilakukan setelah bibit memiliki daun sempurna 3-5 helai. Langkah-lang-kah penanaman adalah : 1. Pilih bibit yang sehat, tidak cacat, dan

seragam.2. Buat lubang tanam seukuran wadah

bibit. Pada sistem vertikultur rak berjenjang, jarak tanam berkisar 10-15 cm. Pada sistem per pot, jumlah tanaman yang ditanam sebanyak 1 tanaman per pot pada pot berukuran 3-10 kg, sedangkan untuk pot ber-ukuran lebih besar jumlah tanaman

berkisar 2-3 tanaman, khususnya untuk sayuran buah merambat seperti

pare, timun, oyong, dan tanaman sejenis lainnya.

3. Keluarkan bibit secara hati-hati dengan cara menggunting wadah atau mem-balikkan wadah sedemikian rupa sehingga media dan perakaran bibit tidak terganggu.

4. Masukkan bibit ke dalam lubang tanam, selanjutnya tutup lubang tanam menggunakan media tanam yang sebelumnya dikeluarkan pada saat membuat lubang tanam.

5. Lakukan penyiraman hingga media tanam menjadi basah secara merata.

Selanjutnya lakukan pemupukan dengan

pupuk kandang atau pupuk kompos, baik berbentuk curah maupun granul. Pemberian pupuk dilakukan pada saat pembuatan media tanam dengan me-nambah volume pupuk kompos atau pu-puk kandang lebih banyak dalam media tanam, misalnya 2 atau 3 bagian di-bandingkan tanah dan sekam. Pupuk susulan dapat berupa pupuk organik cair yang telah tersedia di toko-toko sarana pertanian atau dengan cara membuat sendiri. Intensitas pemberian pupuk organik biasanya dilakukan 3-7 hari sekali dengan cara melarutkan 10-100 ml pupuk dalam 1 liter air dan disiramkan secara merata pada media tanam.(*) (Sumber: http://sulsel.litbang.deptan.go.id).

Page 30: Isi organis 33

30 Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)

Ragam

30 Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)

Penyakit diabetes adalah penyakit yang disebab-kan oleh gangguan pada produksi insulin atau gangguan kinerja insulin atau keduanya sehingga menyebabkan kadar gula dalam darah menjadi

tinggi. Peningkatan kadar gula darah (diabetes) ini menim-bulkan pengaruh yang merugikan bagi kesehatan tubuh baik dalam jangka pendek atau jangka panjang. Secara umum ada 2 jenis penyakit diabetes yang tergolong kronis yaitu diabetes tipe 1 dan tipe 2.

Diabetes tipe 2 termasuk salah satu penyakit degeneratif yang umumnya terjadi di usia tua, akan tetapi di zaman seka-

rang penyakit ini sudah mulai diderita oleh orang-orang yang masih berusia muda.

Gaya hidup dan pola makan yang tidak sehat dalam waktu yang lama dapat

menyebabkan timbulnya diabe-tes tipe 2.

Gaya hidup yang tidak sehat seperti terlalu banyak makan makanan yang tinggi karbohidrat dan lemak, makan yang tidak terkontrol, kudapan yang tidak sehat (tinggi karbohidrat dan lemak), makan tidak teratur, merokok, kurang kegiatan fisik (seperti olahraga), kurang beristirahat, dan stress yang berlebih dapat menyebabkan timbulnya diabetes tipe 2. Pola makan yang tidak sehat menyebabkan kadar gula dan produksi insulin dalam tubuh menjadi tidak stabil (naik dan turun dalam kisaran yang cukup besar). Hal ini jika berlang-sung lama dapat menyebabkan insensitifitas insulin atau insulin menjadi tidak sensitif terhadap perubahan kadar gula darah.

Kelas memasak sehat

Kelas Memasak Sehat (Healthy Cooking Class) merupakan acara rutin setiap bulan yang diadakan di De Chef Culinary Center Bogor.

Oleh : Arief T. Nur Gomo

n Praktik memasak oleh peserta kelas memasak

Foto: Dok. Arif T. Nur Gomo

Page 31: Isi organis 33

31Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)

Ragam

Pada angkatan VI, kelas memasak (Cook-ing class) ini diadakan pada tanggal 14 Desember 2013 mulai pukul 10.00-14.00 membahas mengenai pencegahan diabetes (Diabetes Prevention). Pada kesempatan kali ini, seperti biasa dibahas mengenai Konsep Makanan Sehat (Healthy Food Concept), gizi makanan (food nutrition), bagaimana menghitung kebutuhan kalori dan zat gizi tubuh, menghitung kalori dan gizi dalam makanan, dan materi tambahan menge-nai serba-serbi diabetes dan cara pence-gahannya. Selain materi-materi tersebut, ada juga materi tambahan mengenai teh dan perannya dalam mencegah diabetes yang dipersembahkan oleh Devieni Pre-mium Rice, Tea & Coffee. Healthy Cooking Class VI didukung juga oleh Healthy Bites, Duniafitnes.com, Sportindo Magazine, dan PW Water.

Selain mendapatkan teori, peserta kelas memasak (cooking class) kali ini juga mendapatkan praktik membuat 3 menu sehat yang selain cocok untuk mence-gah diabetes juga dapat menjadi menu sehat dalam pola makan kita. Menu-menu tersebut terdiri dari nasi goreng ayam beras merah, green green grass salad dan carrot-rolled oat cake yang cocok untuk penderita diabetes. Menu-menu ini termasuk gampang dalam cara pembuatannya. Hasilnya pun memuas-kan para peserta.

n Peserta kelas memasak Sehat (Healthy Cooking Class) bersama Arief T Nur Gomo

Foto

: Dok

. Arif

T. N

ur G

omo

Nasi Goreng Ayam Beras Merah/CoklatUntuk 2 porsiBahan ayam:• 200gayamfillet• 1sdtladaputih• ½sdtgaram• 1sdtkalduayambubuknonMSG

Bahan nasi goreng:• 2cupnasicoklat/merah• 1,5sdmminyakcanola• 7siungbawangputih(cincanghalus)• 2siungbawangmerah (cincang halus)• 1batangdaunbawang (potong-potong)• 1sdmsaustiram• ½sdmkecapmanis• ½sdtlada• ½sdtkalduayambubuknonMSG

Cara membuat1. Untuk menyiapkan ayamnya.

Campur rata lada, garam dan kaldu ayam bubuk non MSG. Lumuri pada permukaan daging ayam. Diamkan sekitar 15 menit. Kukus atau rebus sampai matang. Angkat. Tiriskan. Potong-potong. Sisihkan.

2. Untuk membuat nasi goreng. Pan-askan minyak canola. Tumis bawang

putih, bawang merah, dan daun bawang hingga harum.

3. Masukkan nasi merah/coklat. Aduk rata. Tambahan saus tiram, kecap ma-nis, lada, dan kaldu ayam bubuk non MSG.

4. Tumis sebentar sampai harum. Angkat.5. Sajikan.

Nilai gizi per porsiKalori : 376,7 kkalLemak : 10,4 gKarbohidrat : 42,3 gSerat : 3,5 gProtein : 27,6 g

Untuk membuat beras merah/coklat1 cup beras merah/coklat. Cuci dan ren-dam sekitar 1 jam. Tiriskan. Masak dengan rice cooker dengan perbandingan 1:2 atau 1:3 (tergantung jenis beras).

lebih mengerti gizi, mempraktikkan pola makan dan pola hidup sehat terutama olahraga sehingga dapat hidup lebih sehat.

Pola makan sehat (Healthy diet) tidaklah sesulit yang dibayangkan asalkan kita mengetahui apa yang kita konsumsi dan mau berkomitmen untuk hidup sehat. Sehat dimulai dari diri sendiri dengan apa yang kita makan. You are what you eat. Sampai jumpa lagi di Healthy Cooking Class selanjutnya. (*)

Arief T Nur GomoHealthy Food Contributor forwww.duniafitnes.comHP. 08129294267Twitter: @arieftngwww.facebook.com/arieftnghttp://arieftng.blogspot.com

31Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)

Healthy Cooking Class memang ditujukan bagi orang-orang yang mau belajar tentang gizi dan cara pengolahan makanan yang lebih sehat. Karena me-mang tujuan akhirnya agar orang-orang

Page 32: Isi organis 33

32 Edisi 33 / Th. 11 (Januari - Maret 2014)