INTERAKSI OBAT
-
Upload
ma-irmawati -
Category
Documents
-
view
510 -
download
29
Transcript of INTERAKSI OBAT
INTERAKSI OBAT
INTERAKSI OBAT PADA PROSES ABSORPSI
1. Perubahan pH saluran cerna
Obat A Obat B Efek
NaHCO3 Aspirin Kecepatan disolusi obat B meningkat, kecepatan absorpsi obat
B meningkat
NaHCO3 Tetrasiklin Kelarutan obat B menurun, jumlah absorpsi obat B menurun
Antasid Penisilin G, eritromisin pH lambung naik, pengrusakan obat B menurun, jumlah
absorpsi obat B meningkat
Antasid Fe pH lambung naik, jumlah absorpsi obat B menurun
Vitamin C Fe pH lambung turun, jumlah absorpsi obat B meningkat
2. Perubahan motilitas saluran cerna
Obat A Obat B Efek
Antikolinergik
Antidepresi trisiklik
Parasetamol, diazepam,
propanolol,
fenilbutazon
Obat A memperpanjang waktu pengosongan lambung,
memperlambat absorpsi obat B
Analgesik narkotik Parasetamol Obat A memperpanjang waktu pengosongan lambung,
memperlambat absorpsi obat B
Antikolinergik
Antidepresi trisiklik
Levodopa Obat A memperpanjang waktu pengosongan lambung,
bioavailabilitas obat B menurun
Al(OH)3 gel Isoniazid,
klorpromazin
Obat A memperpanjang waktu pengosongan lambung,
bioavailabilitas obat B menurun
Litium Klorpromazin Obat A memperpanjang waktu pengosongan lambung,
bioavailabilitas obat B menurun
Antikolinergik Digoksin Obat A memperpanjang waktu transit usus, bioavailabilitas
obat B meningkat
Antidepresi trisiklik Dikumarol Obat A memperpanjang waktu transit usus, bioavailabilitas
obat B meningkat
Metoklopramid Parasetamol, diazepam,
propanolol
Obat A memperpendek waktu pengosongan lambung,
mempercepat absorpsi obat B
3. Adsorpsi, khelat, kompleks
Obat A Obat B Efek
Tetrasiklin Kation multivalen (Ca2+, Mg2+,
Al3+ dalam antasid, Ca2+ dalam
susu, Fe2+ dalam sediaan besi)
Terbentuk kelat yang tidak diabsorpsi, jumlah
absorpsi obat A dan Fe2+ menurun
Digoksin, digitoksin Kolestiramin, kortikosteroid,
tiroksin
Obat A diikat oleh obat B, jumlah absorpsi obat A
menurun
Digoksin, linkomisin Kaolin-pektin Obat A diadsorpsi oleh obat B, jumlah absorpsi
obat A menurun
Digoksin Mg trisilikat, Al(OH)3 gel Obat A diadsorpsi oleh obat B, jumlah absorpsi
obat A menurun
Rifampisin Bentonit Obat A diadsorpsi oleh obat B, jumlah absorpsi
obat A menurun
4. Malabsorpsi yang disebabkan oleh obat
Neomisin menyebabkan sindrom malabsorpsi yang mirip terlihat dengan sariawan non-
tropikal. Efeknya akan melemahkan absorpsi beberapa obat termasuk digoksin dan
fenoksimetilpenisilin (penisilin V) (Stockley, 2006)
INTERAKSI OBAT PADA PROSES METABOLISME
Contoh interaksi karena induksi enzim
Obat yang dipengaruhi Obat yang berinteraksi Efek interaksi
Antikoagulan oral Barbiturat
Karbamazepin
Glutetimid
Fenazon (Antipirin)
Rifampisin
Penurunan efek antikoagulan
Kontraseptif oral Barbiturat
Karbamazepin
Glutetimid
Rifampisin
Penurunan efek kontraseptif,
kegagalan kontrasepsi
Kortikosteroid Barbiturat
Karbamazepin
Glutetimid
Rifampisin
Penurunan efek kortikosteroid
Fenitoin Rifampisin Penurunan efek fenitoin
Contoh interaksi karena inhibisi enzim
Obat yang dipengaruhi Obat yang berinteraksi Efek interaksi
Antikoagulan oral Metronidazol Peningkatan efek antikoagulan, akan
Fenilbutazon
Sulfinpirazon
terjadi pendarahan
Kortikosteroid Eritromisin Peningkatan efek kortikosteroid, akan
terjadi toksisitas
Fenitoin Kloramfenikol
INH
Peningkatan efek fenitoin, akan
terjadi toksisitas
Tolbutamid Azapropazon Peningkatan efek tolbutamid, akan
terjadi hipoglikemik
Tiramin (dalam makanan) MAO inhibitor (tranilsipromin) Hipertensi yang membahayakan yang
diinduksi oleh tiramin
INTERAKSI OBAT DAN MAKANAN
Contoh interaksi makanan yang dapat meningkatkan absorbsi obat
Nama obat Mekanisme Solusi
Karbamazepin
Diazepam
Eritromisin
Griseofulvin
Hidroklortiazid (HCT)
Fenitoin
Meningkatkan produksi empedu,
meningkatkan disolusi & absorbsi.
Meningkatkan enterohepatik, diso-lusi
sekunder pada sekresi asam lambung.
Tidak diketahui
Obat mudah larut dalam lemak,
meningkatkan absorbsi.
Menunda pengosongan lambung,
meningkatkan absorbsi usus halus.
Menunda pengosongan lambung,
Meningkatkan produksi empedu,
meningkatkan disolusi & absorbsi.
Diminum bersama makanan
Tidak ada
Diminum saat makan
Diberikan dengan makanan tinggi le-
mak atau disuspensi minyak jagung
ren-dah kontraindikasi.
Diberikan bersama makanan.
Diberikan pada saat makan pagi,
siang dan malam.
Contoh interaksi makanan yang dapat menurunkan absorbsi obat
Nama obat Mekanisme Solusi
Asetaminofen
Ampisilim
Amoksisilin
Asetosal
Kaptopril
Digoksin
Isoniazid (INH)
Linkomisin
Terutama makanan mengandung pek-tin
bersifat absorben dan pelindung.
Mengurangi volume cairan lambung.
Mengurangi volume cairan lambung.
Mengubah pH lambung.
Tidak diketahui (ACE inhibitor).
Obat terikat makanan tinggi serat & lemak.
Makanan akan meningkatkan pH lambung
mencegah disolusi & absorbsi.
Tidak diketahui.
Diminum saat perut kosong
Diminum dengan air
Diminum dengan air
Diminum saat perut kosong
Diminum sebelum makan
Diminum saat makan
Diminum saat perut ko-song pagi
sebelum makan
Diminum saat perut ko-song,
karena makanan menghambat
absorbsi
Metildopa
Penisilamin
Penisilin G
Tetrasiklin
Absorbsi kompetitif.
Dapat membentuk khelat dengan kalsium atau
besi.
Menunda pengosongan lambung; degradasi
asam lambung; menghambat disolusi.
Berikatan dengan garam besi atau ion kalsium
membentuk senyawa khelat yang tidak larut.
Menghindari pemberian bersama
makanan yang mengandung
protein tinggi.
Menghindari pemberian bersama
makanan kaya besi atau
suplemen.
Diminum saat perut kosong
Diminum 1 jam sebelum atau 2
jam setelah makan tidak boleh
diminum bersama susu
Beberapa interaksi penting antara obat dan makanan
Nama obat Tipe nutrien Efek dari interaksi Rekomendasi
Azitromisin
(Zithromax)
Kaptopril
(Capoten)
Eritromisin
Fluorokuinolon
MAOIs
Sukralfat
Makanan
Makanan
Makanan
Besi (Fe),
Mg2+
Makanan
Makanan
Absorbsi Azithromycin berkurang,
ketersediaan hayatinya berkurang
43%, konsentrasi maksimal 52%.
Absorbsi Captopril berkurang.
Absorbsi Erythromycin base atau
stearat berkurang.
Absorbsi Fluoroquinolon menjadi
berkurang.
Hipertensi kritis
Menurunkan efek Sukralfat, ikatan
Sukralfat dengan komponen protein
dalam makanan.
Obat dan makanan berselang 2
jam
Diminum saat perut kosong /
konsisten pada saat yang sama
setiap hari
Obat dan makanan berselang 2
jam
Obat dan makanan berselang 2
jam
Menghindari pembe-rian
bersama makan-an yang kaya
protein dan tyramin*
Obat diminum 1-2 jam
sebelum makan
* Makanan dengan kadar tyramin tinggi antara lain buah alpukat terutama yang sudah ranum,
keju terutama yang tua, anggur terutama anggur merah, pisang, kacang polong, hati ayam,
coklat, kopi, coca cola, buah arbei, kecap, preparat ragi, yogurt, ikan haring dan sosis.
Interaksi obat-obat yang diberikan sesaat makan
Obat yang
dipengaruhi
Berinteraksi
denganEfek Potensial Penatalaksanaan
Griseofulvin Makanan Absorpsi griseofulvin
meningkat. Terutama dengan
Griseofulvin diberikan bersamaan
atau setelah makan untuk
makanan berlemak tinggi.memastikan absorpsi obat yang
cukup
Isotretinoin Makanan
Absorpsi isotretinoin
meningkat kira-kira dua kali
lipatnya.
Isotretinoin diberikan bersamaan
dengan makanan untuk
meningkatkan absorpsi
Tenofovir MakananMeningkatkan bioavailabilitas
tenofovir
Tenofovir diberikan dengan
makanan
Acitretin MakananAbsorpsi acitresin meningkat
kira-kira dua kali lipatnya
Acitresin diberikan bersamaan
dengan makanan atau susu untuk
meningkatkan absorpsi
Albendazol Makanan
Absorpsi albendazol
meningkat terutama dengan
makanan berlemak
Absorpsi albendazol buruk, dan
jika digunakan untuk infeksi
sistemik, dianjurkan untuk
diberikan bersamaan dengan
makanan
Atovaquon Makanan
AUC atovaquon meningkat
dua hingga tiga kali lipat
terutama dengan makanan
berlemak
Atovaquon/proguanil tablet
diberikan bersamaan dengan
makanan atau dengan suplemen
enteral. Untuk suspensi atovaquon
diberikan sesaat makan
Cilostazol Makanan
Bioavailabilitas meningkat
dan konsentrasi plasma
sebesar 95 %
Cilostazol diberikan 30 menit
sebelum makan
Interaksi obat-obat yang diberikan sebelum makan
Obat yang
dipengaruhi
Berinteraksi
denganEfek Potensial Penatalaksanaan
Eritromisin Makanan
Menurunkan absorpsi
gastrointestinal dari eritromisin
Tablet Eritromisin stearat dan
tablet salut non-enterik diberikan
2 jam sebelum atau setelah makan
(Bailie, et al., 2000)
Ampisilin Makanan
Menurunkan atau menunda
absorpsi gastrointestinal dari
ampisilin
Ampisilin diberikan 2 jam
sebelum atau setelah makan
(Bailie, et al., 2000)
Diklosasilin Makanan
Menurunkan atau menunda
absorpsi gastrointestinal dari
diklosasilin
Diklosasilin diberikan 2 jam
sebelum atau setelah makan
(Bailie, et al., 2000)
Nafsilin Makanan
Menurunkan atau menunda
absorpsi gastrointestinal dari
nafsilin
Nafsilin diberikan 2 jam sebelum
atau setelah makan (Bailie, et al.,
2000)
Oksasilin Makanan
Menurunkan atau menunda
absorpsi gastrointestinal dari
oksasilin
Oksasilin diberikan 2 jam
sebelum atau setelah makan
(Bailie, et al., 2000)
Penisilin G Makanan
Menurunkan atau menunda
absorpsi gastrointestinal dari
penisilin G
Penisilin G diberikan 2 jam
sebelum atau setelah makan
(Bailie, et al., 2000)
Didanosin MakananMenurunkan absorpsi
gastrointestinal dari didanosin
Didanosin sdiberikan 30 menit
sebelum atau 2 jam setelah makan
(Tatro, 2008).
Isoniazid Makanan
Absorpsi isoniazid menurun
dengan adanya makanan. Keju
dan beberapa jenis ikan (tuna,
mackerel, salmon) dapat
meningkatkan reaksi histamin
seperti kedinginan, diare, kulit
kemerahan dan gatal, sakit kepala,
takikardia, muntah dan nafas
tersengal-sengal
Untuk absorpsi maksimal,
isoniazid diberikan tanpa
makanan, 30 menit atau 2 jam
sebelum makan (Stockley, 2009)
Azitromisin Makanan
Menurunkan absorpsi Azitromisin
(kapsul), tetapi tidak
mempengaruhi AUC tablet atau
suspensi Azitromisin
Kapsul azitromisin diberikan 1
jam sebelum atau setelah makan.
Suspensi dan tablet azitromisin
dapat diberikan tanpa makanan
(Stockley, 2009)
Penisilamin MakananAbsorpsi penisilamin menurun
sebesar 50 %
Penisilamin diberikan sekurang-
kurangnya 30 menit sebelum
makan (Stockley, 2009)
Penisilin Makanan
Absorpsi ampisilin menurun
sebesar 30 % dan puncak AUC
fenoksimetilpenisilin menurun
sebesar 50 %. Makanan tidak
memiliki efek yang signifikan
terhadap bioavailabilitas
fluksosasilin
Ampisilin dan
fenoksimetilpenisilin diberikan 1
jam sebelum makan atau saat
lambung kosong. Fluklosasilin
sebaiknya diberikan 1 jam
sebelum makan atau saat lambung
kosong untuk memaksimalkan
absorpsinya (Stockley, 2009)
NRTIs MakananDidanosin : Menurunkan absorpsi
didanosin sebesar 50 %
Larutan didanosin diberikan
sekurang-kurangnya 30 menit
sebelum makan. Salut enterik
didanosin diberikan 2 jam
sebelum atau setelah makan
(Stockley, 2009)
Penghambat
pompa protonMakanan
Menurunkan bioavailabilitas
lansoprazol dan esomeprazol
hingga 50 %
Lansoprazol tidak diberikan
bersama makanan. Pemberian
lansoprazol sebelum makan
cukup memungkinkan untuk
menghindari interaksi ini. Kapsul
dan suspensi esomeprazol
sebaiknya diberikan 1 jam
sebelum makan. Namun pada
tablet esomeprazol, adanya
makanan tidak akan mengubah
efek obat (Stockley, 2009)
Kuinolon Makanan
Produk olahan menurunkan
bioavailabilitas siprofloksasin
(AUC menurun hingga 30 %) dan
norfloksasin (puncak plasma
menurun hingga 50 %),
gatifloksasin (AUC menurun
hingga 15 %)
Siprofloksasin dan norfloksasin
diberikan 2 jam sebelum atau
setelah makan (Stockley, 2009)
Rifampisin MakananMenunda dan menurunkan
absorpsi obat
Rifampisin diberikan saat
lambung kosong, 30 menit
sebelum makan atau 2 jam setelah
makan (Stockley, 2009)
TetrasiklinSusu, produk
olahan
Menurunkan absorpsi kebanyakan
tetrasiklin hingga 65 % dan 25-30
% pada doksisiklin dan
minosiklin
Tetrasiklin diberikan 1 jam
sebelum makan atau 2 jam setelah
makan untuk menghindari
pembentukan khelat dengan
kalsium (Stockley, 2009)
Kaptopril MakananMenurunkan absorpsi
gastrointestinal dari kapropril
Kaptopril diberikan 1 jam
sebelum makan (Stockley, 2009)
Bifosfonat Makanan Menurunkan absorpsi bifosfonat Alendronat dan risendronat
diberikan 30 menit sebelum
makan pertama, klodronat dan
ibandronat diberikan 1 jam
sebelum makan
(Stockley, 2009)
Interaksi obat-obat yang diberikan setelah makan
Obat yang
dipengaruhi
Berinteraksi
denganEfek Potensial Penatalaksanaan
Eritromisin Makanan
Menurunkan abrorpsi
gastrointestinal dari
eritromisin
Tablet Eritromisin stearat dan tablet
salut non-enterik diberilkan 2 jam
sebelum atau setelah makan (Bailie,
2000)
Ampisilin Makanan
Menurunkan atau menunda
absorpsi gastrointestinal dari
ampisilin
Ampisilin diberikan 2 jam sebelum
atau setelah makan (Bailie, 2000)
Diklosasilin Makanan
Menurunkan atau menunda
absorpsi gastrointestinal dari
diklosasilin
Diklosasilin diberikan 2 jam sebelum
atau setelah makan (Bailie, 2000)
Nafsilin Makanan
Menurunkan atau menunda
absorpsi gastrointestinal dari
nafsilin
Nafsilin diberikan 2 jam sebelum
atau setelah makan (Bailie, 2000)
Oksasilin Makanan
Menurunkan atau menunda
absorpsi gastrointestinal dari
oksasilin
Oksasilin diberikan 2 jam sebelum
atau setelah makan (Bailie, 2000)
Penisilin G Makanan
Menurunkan atau menunda
absorpsi gastrointestinal dari
penisilin G
Penisilin G diberikan 2 jam sebelum
atau setelah makan (Bailie, 2000)
Itrakonazol Makanan/Cola
Meningkatkan absorpsi
gastrointestinal dari
itrakonazol
Itrakonazol diberikan sesaat setelah
makan (Bailie, 2000)
Griseofulvin Makanan
Absorpsi griseofulvin
meningkat. Terutama dengan
makanan berlemak tinggi.
Griseofulvin diberikan bersamaan
atau setelah makan untuk memastikan
absorpsi obat yang cukup (Stockley,
2009)
Azitromisin Makanan
Menurunkan absorpsi
Azitromisin (kapsul), tetapi
tidak mempengaruhi AUC
tablet atau suspensi
Azitromisin
Kapsul azitromisin diberikan 1 jam
sebelum atau setelah makan.
Suspensi dan tablet azitromisin dapat
diberikan tanpa makanan (Stockley,
2009)
NRTIs Makanan Didanosin : Menurunkan
absorpsi didanosin sebesar 50
Larutan didanosin diberikan
sekurang-kurangnya 30 menit
%
sebelum makan. Salut enterik
didanosin diberikan 2 jam sebelum
atau setelah makan (Stockley, 2009)
NSAIDs Makanan
Laju absorpsi menurun namun
memiliki efek yang kecil pada
tingkat absorpsi kebanyakan
NSAIDs. Laju absorpsi
ketoprofen menurun dengan
adanya makanan
Untuk penggunaan luka akut,
pemberian saat lambung kosong lebih
disukai untuk onset dari efek. Namun
NSAIDs dapat diberikan saat makan
atau setelah makan untuk mengurangi
efek yang berlawanan di
gastrointestinal (Stockley, 2009)
Penghambat
proteaseMakanan
Meningkatkan bioavailabilitas
atazanavir, darunavir,
lopinavir, nelfinavir,
saquinavir, dan tipranavir.
Menurunkan bioavailabilitas
indinavir. Efek minimal
terhadap bioavailabilitas
amprenavir, fosamprenavir,
dan ritonavir
Indinavir : diberikan 1 jam sebelum
atau 2 jam setelah makan.
Atazanavir, darunavir, lopinavir,
nelfinavir, dan tipranavir diberikan
saat makan untuk meningkatkan
bioavailabilitas. Saquinavir (kapsul
lunak dan keras) diberikan 2 jam
setelah makan. Amprenavir
sebaiknya tidak diberikan bersama
makanan berlemak tinggi, namun
dapat juga diberikan dengan atau
tanpa makanan (Stockley, 2009)
Kuinolon Makanan
Produk olahan menurunkan
bioavailabilitas siprofloksasin
(AUC menurun hingga 30 %)
dan norfloksasin (puncak
plasma menurun hingga 50
%), gatifloksasin (AUC
menurun hingga 15 %)
Siprofloksasin dan norfloksasin
diberikan 2 jam sebelum atau setelah
makan (Stockley, 2009)
Rifampisin Makanan
Menunda dan menurunkan
absorpsi obat
Rifampisin diberikan saat lambung
kosong, 30 menit sebelum makan
atau 2 jam setelah makan (Stockley,
2009)
TetrasiklinSusu, produk
olahan
Menurunkan absorpsi
kebanyakan tetrasiklin hingga
65 % dan 25-30 % pada
doksisiklin dan minosiklin
Tetrasiklin diberikan 1 jam sebelum
makan atau 2 jam setelah makan
untuk menghindari pembentukan
khelat dengan kalsium (Stockley,
2009)
Stronsium Makanan, susu,
produk olahan
Menurunkan bioavailabilitas
stronsium sebesar 60 hingga
Stronsium diberikan 2 jam setelah
70 % makan (Stockley, 2009)
INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI
OBAT ANTIHIPERTENSI
No Golongan Mekanisme Kerja Nama Obat
1. Diuretika Diuretika golongan tiazid, menghambat
reabsorpsi sodium pada daerah awal tubulus
distal ginjal, meningkatkan ekskresi sodium
dan volume urin.
Diuretika hemat kalium, meretensi kalium.
Diuretika penghambat enzim karbonik
anhidrase, penghambat enzim karbonik
anhidrase (asetazolamid) di tubuli proksimal,
sehingga di samping karbonat, natrium dan
Kalium diekskresikan lebih banyak, bersamaan
dengan air.
Diuretika osmotik, diuresis osmotis dengan
ekskresi air kuat dan relative sedikit ekskresi
natrium.
Hidroklorothiazida
Klorothiazida
Klortalidon
Indapamida
Polithiazida
2. Beta-bloker Memblok beta-adrenoseptor ( Reseptor beta-1
terdapat pada jantung. Reseptor beta-2 banyak
ditemukan di paru-paru, pembuluh darah perifer,
dan otot lurik). Stimulasi reseptor beta pada otak
dan perifer akan memacu penglepasan
neurotransmitter (Adrenaline dan Nor adrenalin)
yang meningkatkan aktivitas system saraf simpatis.
Stimulasi reseptor beta-1 pada nodus sino-atrial dan
miokardiak meningkatkan heart rate dan kekuatan
kontraksi. Stimulasi reseptor beta pada ginjal akan
menyebabkan penglepasan rennin, meningkatkan
aktivitas system rennin- angiotensin-aldosteron.
Efek akhirnya adalah peningkatan cardiac output,
peningkatan tahanan perifer dan peningkatan
sodium yang diperantarai aldosteron dan retensi air.
beta-blocker akan mengantagonis semua efek
tersebut sehingga terjadi penurunan tekanan darah.
Asebutolol
Atenolol
Bisoprolol
Propanolol
Timolol
Pindolol
3. Alfa-bloker Memblok adrenoseptor alfa-1 perifer,
mengakibatkan efek vasodilatasi karena
merelaksaasi otot polos pembuluh darah.
Doksazosin
Prazosin
Tetrazosin
Alfuzosin
4. Ca-channel blokers.
Dibedakan 2
Menurunkan influks ion kalsium ke dalam sel
miokard, sel-sel dalam sistem konduksi jantung,
Diltiazem
kelompok:
- Ca overload-
blokers
- Ca entry-
blokers
dan sel-sel otot polos pembuluh darah. Efek ini
akan menurunkan kontraktilitas jantung,menekan
pembentukan dan propagasi impuls elektrik
dalam jantung dan memacu aktivitas
vasodilatasi, interferensi dengan konstriksi otot
polos pembuluh darah.
Dibedakan 2 kelompok:
- Ca overload-blokers, melawan kenaikan
kadar Ca berlebihan dalam sel
- Ca entry-blokers, menghambat pemasukan
Ca ke dalam sel miokard dan otot polos
pembuluh darah
Verapamil
Cilazapril
Nimodipin
Nisoldipin
Felodipin
Amlodipin
5. Obat-obat susunan
saraf pusat
Berikatan dengan reseptor α-2 adrenergik
dimana akan menurunkan pelepasan NE dan
menurunkan tekanan darah.
Berikatan dengan reseptor I1 (reseptor
imidazolin yang ada di otak) efeknya
menurunkan aktivitas saraf simpatis.
Derivat alanin ini dalam saraf adrenergik
diubah secara enzimatis menjadi zat aktifnya
α-metilnoradrenalindan metildopa yang
efeknya menstimulasi aktivitas reseptor α-2.
Agonis reseptor α-2 adrenergik kuat.
Antagonis adrenergik, yaitu melalui
pengurangan depot NA di ujung saraf perifer.
Klonidin (catapres,
dixarit).
Monoxidin (normatens).
Metildopa (tensifort,
Aldomet).
Guanfasin (estulic).
Reserpin (serpasil)
6. Penghambat ACE Menghambat enzim ACE (Angiotensin
Converting Enzyme).
Menduduki reseptor AT II.
Kaptopril (Capoten).
Losartan, valsartan.
7. Vasodilator Vasodilatasi langsung terhadap arteriol dengan
demikian menurunkan tekanan darah
Hidralazin, minoksidil
CONTOH INTERAKSI OBAT :
1. Beta-bloker dengan Alkohol
Kombinasi ini dapat menyebabkan tekanan darah turun terlalu rendah. Akibatnya:
hipotensi postural dengan gejala yang menyertainya : pusing, lemah, pingsan; penurunan
tekanan darah yang hebat dapat menyebabkan kejang atau syok. Interaksi ini dapat
diperkecil dengan mengurangi minum alkohol (Taliana, 2009).
2. Beta-bloker dengan Amfetamin
Efek pemblok beta dilawan. Akibatnya: kelainan yang ditangani dengan pemblok beta
tak dapat dikendalikan dengan baik. Kombinasi ini dapat pula secara paradox menaikkan
tekanan darah yang membahayakan dengan gejala seperti demam, sakit kepala, gangguan
penglihatan. Amfetamin digunakan sebagai pil pelangsing (tidak dianjurkan), untuk
mengatasi masalah perilaku pada anak-anak, dan untuk narkolepsi (Taliana, 2009).
3. Beta bloker dengan Antidepresan (Jenis IMAO)
Kombinasi ini dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah yang berarti. Gejala yang
dilaporkan antara lain denyut jantung tak teratur, demam, sakit kepala, gangguan
penglihatan. Antidepresan IMAO yang berguna untuk mengurangi depresi mental dan
memperbaiki suasana hati tak banyak digunakan lagi sejak dikembangkan antidepresan
jenis siklik seperti Elavil dan Sinequan (Taliana, 2009).
4. Beta bloker dengan Antipsikotika
Kombinasi ini dapat menyebabkan tekanan darah turun terlalu rendah dan efek pemblok
beta dapat meningkat. Gejala tekanan darah rendah yang dilaporkan antara lain pusing,
lemah, pingsan. Gejala yang dilaporkan akibat pemblok beta yang terlalu banyak:
bradikardia, lelah, aritmia jantung, napas berdengik seperti pada asma atau sulit
bernapas. Antipsikotika adalah trankulansia mayor yang digunakan untuk mengobati
kelainan mental yang parah seperti skizofrenia. Umumnya antipsikotika merupakan
golongan fenotiazin (Taliana, 2009).
5. Beta-bloker dengan Obat asma
Efek teofilin terhadap asma akan dilawan. Obat asma digunakan untuk membuka jalan
udara di paru-paru dan mempermudah pernapasan pasien asma. Akibatnya: saluran
bronkus tak dapat terbuka cukup lebar untuk menanggulangi serangan asma (Taliana,
2009).
6. Beta-bloker dengan Barbiturat
Efek pemblok beta dapat berkurang. Akibatnya: kondisi yang ditangani oleh pemblok
beta tak dapat dikendalikan dengan baik (Taliana, 2009).
7. Beta-bloker dengan Sediaan flu/batuk yang mengandung pelega hidung
Efek pemblok beta mungkin dilawan. Akibatnya: kondisi yang ditangani oleh pemblok
beta tak dapat dikendalikan dengan baik. Sediaan obat hidung yang mengandung pelega
idung dapat diserap ke dalam aliran darah dan dapat menyebabkan interaksi (Taliana,
2009).
8. Diuretika dengan Obat Jantung digitalis .
Kombinasi ini dapat merugikan jantung. Digitalis digunakan untuk mengatasi layu
jantung dan untuk menormalkan kembali denyut jantung yang tidak teratur. Kebanyakan
diuretika dapat mengurangi kadar kalium dalam tubuh. Akibatnya: jantung sangat peka
tehadap digitalis dan mempertinggi risiko keracunan yang disertai gejala mual, bingung,
gangguan penglihatan,sakit kepala,tidak bertenaga, kehilangan selera, bradikardia atau
takhikardia dan aritmania jantung. Interaksi ini dapat dicegah dengan memberikan
tambahan kalium (Gapar, 2003).
9. Beta-bloker dengan Obat diabetes
Kombinasi ini dapat meningkatkan atau mengurangi efek obat diabetes. Akibatnya : jika
efek obat diabetes meningkat, kadar gula dalam darah dapat turun terlalu rendah. gejala
hipoglikemia yang dilaporkan, yang akan lebih nyata pada kegiatan jasmani atau
olahraga : berkeringat, gelisah, pingsan, lelah, bingung, aritmia jantung, takhikardia,
nanar, dan gangguan penglihatan. Jika efek obat diabetes berkurang, kadar gula darah
akan tetap terlalu tinggi. Gejala hiperglikemia yang dilaporkan : haus yang amat sangat,
pengeluaran urin banyak, berat badan berkurang, lapar, letargi, mengantuk dan nanar.
Obat jantung pemblok beta digunakan untuk angina, menormalkan kembali denyut
jantung yang tak teratur, dan membantu menurunkan tekanan darah (Taliana, 2009).
10. Beta bloker dengan Pil pelangsing (obat bebas) yang mengandung
fenilpropanolamin
Efek pemblok beta mungkin dilawan. Akibatnya : kondisi yang ditangani oleh pemblok
beta tk dapat dikendalikan dengan baik. Fenilpropanolamin adalah pelega hidung yang
merupakan komponen utama dalam pil pelangsing yang dijual bebas karena efek
sampingnya yang dapat menekan nafsu makan (Taliana, 2009).
11. Beta-bloker dengan Antasida
Efek pemblok beta dapat berkurang. Akibatnya : kondisi yang ditangani tak dapat
dikendalikan dengan baik (Taliana, 2009).
12. Beta-bloker dengan Antiaritmika
Kombinasi ini dapat menyebabkan tekanan darah turun terlalu rendah. Akibatnya :
hipotensi postural dengan gejala : pusing, lemah, pingsan, penurunan tekanan darah yang
hebat dapat menyebabkan kejang atau syok. Obat pemblok beta diberikan pada angina,
untuk menormalkan kembali denyut jantung dan untuk menurunkan tekanan darah tinggi
(Taliana, 2009).
13. Kinidin dengan Antasida
Efek kinidin dapat msningkat. Akibatnya : terlalu banyak kinidin dapat menurunkan
tekanan darah, menyumbat jantung (megganggu transmisi saraf yang dibutuhkan untuk
denyut jantung yang teratur), atau menyebabkan ketidakteraturan denyut jantung yang
amat berbahaya yang disebut fibrilasi ventricular (Taliana, 2009).
14. Prokainamida dengan Antasida
Efek prokainamida dapat meningkat. Akibatnya : terlalu banyak prokainamida dapat
menurunkan tekanan darah, menyumbat jantung (mengurangi transmisi saraf yang
dibutuhkan untuk denyut jantung yang teratur) atau menyebabkan ketidakteraturan
denyut jantung yang amat berbahaya yang disebut fibrilasi ventricular (Taliana, 2009).
15. Vasolidator dengan Antiaritmika
Kombinasi ini dapat menyebabkan tekanan darah turun terlalu rendah. akibatnya ;
hipotensi postural dengan gejala yang menyertainya : pusing, lemah, pingsan,penurunan
tekanan darah yang hebat dapat menyebabkan kejang atau syok. Vasodilator melebarkan
pembuluh darah dan digunakan untuk mengobati gangguan peredaran darah, misalnya
arteriosklerosis (pengerasan arteri) (Taliana, 2009).
16. Diuretika dengan Antiaritmika
Kombinasi ini dapat menyebabkan tekanan darah turun terlalu rendah. Akibatnya :
pusing, lemah, pingsan, penurunan tekanan darah yang hebat dapat menyebabkan kejang
atau syok. Diuretika menghilangkan kelebihan cairan dari tubuh dan digunakan untuk
mengobati tekanan darah tinggi dan layu jantung (Taliana, 2009).
17. Beta-bloker dengan Methyldopa.
Penggunaan kombinasi dari methyldopa dan beta-bloker ternyata lebih aman
dibandingkan dengan pemakaiannya secara tunggal. Effek samping dari methyldopa
berupa postural hipotensi akan hilang bila diberikan bersamasama dengan beta-blocker
(Gapar, 2003).
18. Beta-bloker dengan Guanethidine dan Bethadine.
Pengaruh kombinasi ini hampir sama dengan kornbinasi beta-blocker dengan
methyldopa. Effek samping dari guanethidine dan bethadine akan berkurang, terutama
postural hipotensi yang disebabkan guanethidine dan bethadine (Gapar, 2003).
19. Guanetidin dengan Haloperidol
Efek guanetidin dapat meningkat. Akibatnya: tekanan darah mungkin tidak terkendali
dengan baik. Haloperidol adalah antipsikotika atau trankuilansia mayor yang digunakan
untuk menanggulangi gangguan mental berat seperti skizofrenia (Stockley, 2005).
20. Guanetidin dengan Levodopa
Kombinasi ini dapat menyebabkan tekanan darah turun terlalu rendah. Akibatnya:
hipotensi postural disertai gejala pusing, lemas, dan pingsan; penurunan tekanan darah
yang hebat dapat menyebabkan kejang atau syok. Levadopa digunakan untuk mengobati
penyakit Parkinson (Stockley, 2005).
21. Metildopa dengan Haloperidol
Kombinasi ini dapat menyebabkan tekanan darah turun terlalu rendah. Akibatnya:
hipotensi postural disertai gejala pusing, lemas dan pingsan; penurunan tekanan darah
yang hebat dapat menyebabkan kejang atau syok (Stokley, 2005).
22. Kayu manis (Licorice) dengan Obat tekanan darah tinggi (semua).
Efek obat tekanan darah tinggi mungkin dilawan. Akibatnya : tekanan darah mungkin
tidak terkendali dengan baik. Jangan makan kayu manis alam – kayu manis buatan boleh
saja (Samanoe, 2009).
23. Alkohol dengan Guenetidin (Esimil, Ismelin)
Kombinasi ini dapat menyebabkan tekanan darah turun terlalu rendah. Akibatnya :
hipotensi postural disertai gejala pusing, lemah, pingsan; penurunan tekanan darah yang
hebat dapat menyebabkan kejang atau syok. Membatasi minum alkohol mengurangi
kemungkinan resiko ini (Samanoe, 2009).
24. Vitamin B6 (Piridoksin) dengan Hidralazin (Apresolin)
Kombinasi ini dapat menghilangkan Vitamin B6 dari tubuh. Akibatnya : mungkin terjadi
kekurangan vitamin. Gunakan vitamin B6 tambahan (Samanoe, 2009).
25. Vitamin B12 dengan Kalium Klorida
Akibatnya, efek vitamin B12 dapat berkurang. Kepada penderita tekanan darah tinggi
yang menggunakan diuretika sering diberikan tambahan kalium karena tubuh sering
kehilangan kalium (Samanoe, 2009).
INTERAKSI OBAT ANTIDIABETES
No Obat
Antidiabetes
Obat atau makanan
atau zat lain
Mekanisme interaksi Efek
1 Insulin,
Antidiabetes oral,
Alkohol Menghambat proses
glukoneogenesis saat
cadangan glikogen rendah
sehingga menurunkan level
kadar glukosa darah
Efek obat antidiabetes
bertambah
2 Antidiabetes oral
(golongan
sulfonilurea:
klorpropamida,
gliklazida,
tolbutamida)
Allupurinol Memperpanjang waktu paruh
klorpropamida, mengurangi
waktu paruh tolbutamida
Efek obat antidiabetes
bertambah
3 Antidiabetes oral
(golongan
sulfonilurea)
Antikoagulan
(heparin)
menggantikan obat
antidiabetes oral dari sisi
ikatan protein (protein
binding site)
Efek obat antidiabetes
bertambah
Efek antikoagulan
bertambah
4 Antidiabetes oral
dan insulin
amfetamin Melawan efek antidiabetes
dengan peningkatan kadar
glukosa darah akibat
peningkatan glikogenolisis
Efek obat antidiabets
dilawan
5 Antidiabetes oral
dan insulin
Obat asma (golongan
epinefrin)
Golongan obat epinefrim
meningkatkan glikogenolisis,
kadar glukosa dan asam
lemak dinaikkan, sekresi
insulin dihambat
Efek obat antidiabetes
dilawan
6 Antidiabetes oral
dan insulin
Obat pemblok
reseptor beta
(propanolol)
Menghambat mobilisasi
glukosa dari hati
Meningkatkan efek obat
antidiabetes
7 Amtidiabetes oral
dan insulin
Efedrin, fenileferin,
pseudoefedrin,
fenilpropanolamin
meningkatkan glikogenolisis,
kadar glukosa dan asam
lemak dinaikkan
Efek obat diabetes
dilawan
8 ADO Aspirin Tidak terjadi interaksi obat Menurunkan kadar
antidiabetes dengan aspirin
dosis rendah atau dosis
analgesic kecil
glukosa darah
9 ADO Ca channel bloker menginhibisi sekresi insulin
dan menghambat sekresi
glukagon, terjadi perubahan
ambilan glukosa dari hati dan
sel-sel lain, kadar glukosa
dalam darah meningkat
mengikuti pengeluaran
katekolamin sesudah
terjadinya vasodilatasi, dan
perubahan metabolisme pada
glukosa.
Hiperglikemia
10 ADO Probenesid probenesid dapat mengurangi
ekskresi renal dari
sulfonilurea sehingga waktu
paruhnya semakin panjang.
Efek hipoglikemik
11 ADO kloramfenikol kloramfenikol dapat
menginhibisi enzim di hati
yang memetabolisme
tolbutamid dan
klorpropamid.
Hal ini menyebabkan
terjadinya akumulasi di
dalam tubuh, waktu paruh
akan semakin panjang.
Efek hipoglikemik akut
12 ADO Akarbose sulfonilurea merangsang sel
beta untuk melepaskan
insulin yang selanjutnya akan
merubah glukosa menjadi
glikogen.
Dengan adanya akarbose
akan memperlambat absorbsi
& penguraian disakarida
Meningkatkan efek
hipoglikemik
menjadi monosakarida à
insulin >> daripada glukosa
à hipoglikema meningkat.
13 ADO Simetidin simetidin menghambat
metabolisme sulfonilurea di
hati sehingga efek dari
sulfonilurea meningkat.
Meningkatkan efek
hipoglikemik
14 ADO SSRIs Fluvoxamine menurunkan
kliren dari tolbutamid dengan
menghambat
metabolismenya oleh
sitokrom P450 isoenzim
CYP2C9, sehingga terjadi
peningkatan kadar plasma.
Sehingga efek
hipoglikeminya meningkat.
Hipoglikemia
15 ADO
(glibenklamid)
ocreotide ocreotide menginhibisi aksi
dari glukagon.
ocreotide memiliki efek
hipoglikemia, sehingga
dosis glibenklamid yang
digunakan dapat
dikurangi dosisnya.
16 ADO Ca channel bloker menginhibisi sekresi insulin
dan menghambat sekresi
glukagon, terjadi perubahan
ambilan glukosa dari hati dan
sel-sel lain, kadar glukosa
dalam darah meningkat
mengikuti pengeluaran
katekolamin sesudah
terjadinya vasodilatasi, dan
perubahan metabolisme pada
glukosa.
Hiperglikemia
17 Glibenklamid Fenilbutazon Fenilbutazon menghambat
ekskresi renal dari
glibenklamid, sehingga dapat
bertahan lebih lama dalam
tubuh & memperpanjang t1/2
Efek hipoglikemia
glibenklamid
diperpanjang.
glibenklamid.
18 Glibenklamid fenitoin Fenitoin menghambat
metabolisme glibenklamid
pada sitokrom p450
Menghambat daya kerja
glibenkamid untuk
menurunkan kadar gula
darah. Fenitoin
menyebabkan
hiperglikemia
19 Repaglinide Klaritromisin
(makrolida)
Klaritromisin menghambat
metabolisme repaglinide
dengan menginhibisi
sitokrom P450 isoenzim
CYP3A4
efek repaglinide
meningkat
20 Pioglitazon kontrasepsi oral pioglitazon menginduksi
Sistem sitokrom P450
isoform CYP3A4 yang
merupakan bagian yang
bertanggung jawab terhadap
metabolisme kontrasepsi,
oleh karena itu obat-obat
yang lainnya yang
dipengaruhi oleh sitokrom
P450 juga dapat berinteraksi.
mengurangi komponen
hormon sampai 30%,
berpotensi mengurangi
efektivitas kontrasepsi
21 Insulin CPZ CPZ akan menginaktivasi
insulin dengan cara
mereduksi ikatan disulfida
sehingga insulin tidak dapat
bekerja.
glukosa darah meningkat
22 Rosiglitazon NSAID Rosiglitazon & obat-obat
NSAID sama-sama sebabkan
retensi cairan, sehingga
kombinasi keduanya dapat
meningkatkan resiko edema.
resiko edema meningkat.
INTERAKSI OBAT ANTIBIOTIKA
Aminoglikosida
Aminoglikosida diketahui memiliki efek nefrotoksik dan banyak interaksi yang terjadi
sebagai hasil dari efek tersebut. Sesuai dengan interaksi yang telah diketahui dengan obat
nefrotoksik lainnya (seperti amfoterisin, siklosporin), banyak produsen obat dengan efek
nefrotoksik yang memberikan peringatan pada penggunaan obat lain secara bersamaan.
Sangat dianjurkan untuk pemantauan fungsi renal pada pasien yang mengonsumsi
aminoglikosida, dan sangat dianjurkan untuk meningkatkan frekuensi pemantauan pada
pasien yang mengkonsumsi obat nefrotoksik lainnya.
Aminoglikosida - Aminoglikosida (yang lain)
Efek merugikan masing-masing antibiotika dapat meningkat. Akibatnya : mungkin fungsi
pendengaran dan ginjal rusak permanen.
Aminoglikosida – Pil KB
Efek pil KB dapat berkurang. Akibatnya : risiko hamil meningkat, kecuali jika digunakan
bentuk kontrasepsi lain. Perdarahan sekonyong-konyong adalah gejala yang menunjukkan
kemungkinan terjadinya interaksi.
Aminoglikosida – Antibiotika Sefalosporin
Efek samping merugikan dari masing-masing obat dapat meningkat. Akibatnya : ginjal
mungkin rusak. Gejala yang dilaporkan : pengeluaran air kemih berkurang, ada darah dalam
air kemih, rasa haus yang berlebihan, hilang nafsu makan, lemah, pusing, mengantuk, dan
mual. Penanganannya adalah monitor konsentrasi aminoglikosida dan fungsi ginjal
Aminoglikosida (Neomisin) – Digoksin (Lanoxin)
Efek digoksin dapat berkurang. Digoksin digunakan untuk mengobati layu jantung dan untuk
menormalkan kembali denyut jantung yang tak teratur. Akibatnya : kelainan jantung mungkin
tidak terkendali dengan baik.
Aminoglikosida – Estrogen (hormone wanita)
Efek estrogen dapat berkurang. Estrogen diberikan pada wanita yang kekurangan estrogen
selama mati haid dan sesudah histerektomi, untuk mencegah rasa nyeri karena pembengkakan
payudara sesudah melahirkan karena ibu tidak menyusui bayinya, dan untuk mengobati
amenore.
Aminoglikosida – Vankomisin (Vancocin)
Efek samping merugikan dari masing-masing obat dapat meningkat. Akibatnya :
pendengaran dan ginjal dapat rusak secara permanen. Vankomisin adalah antibiotika yang
digunakan untuk enterokolitis. Monitoring obat dan fungsi renal diperlukan, tetapi
direkomendasikan untuk penggunaan masing-masing onbat secara terpisah.
Aminoglikosida – Takrolimus
Meningkatkan resiko nefrotoksik. Penanganannya adalah memantau fungsi renal pasien
secara berkesinambungan.
Aminoglikosida – Penisilin
Inaktivasi aminoglikosida. Penanganannya adalah jangan campurkan obat pada larutan yang
sama. Jarak penggunaan minimal 2 jam.
Aminoglikosida – Amfoterisin B
Amfoterisin B menurunkan clearance dari amikasin dan gentamisin. Penggunaan dari
aminoglikosida dan amfoterisin B bisa menimbulkan efek nefrotoksik. Aminoglikosida
memiliki efek nefrotoksik, penggunaan dengan obat lain dengan efek nefrotoksik seperti
amfoterisin B harus dihindari. Jika harus digunakan bersamaan, fungsi renal dan level obat
harus dimonitor secara rutin selama terapi oleh aminoglikosida dan penting untuk
meningkatkan frekuensi dari pemeriksaan jika dilakukan terapi bersamaan dengan
amfoterisin B.
Sefalosporin
Sefalosporin – Kloramfenikol
Kombinasi ini dapat menekan sumsum tulang belakang secara berlebihan. Gejala yang
dilaporkan : sakit tenggorokan, demam, kedinginan, tukak mulut, perdarahan atau memar di
seluruh tubuh, tinja hitam pekat, dan kehilangan tenaga yang tidak lazim.
Sefalosporin – Probenesid
Efek antibiotika sefalosporin dapat meningkat. Akibatnya : risiko kerusakan ginjal
meningkat. Gejala yang dilaporkan : pengeluaran air kemih berkurang, nafsu makan hilang,
lemah, pusing, mengantuk, dan mual. Probenesid digunakan untuk mengobati pirai.
Mekanisme yang terjadi adalah sebagai berikut: Probenecid menghambat ekskresi
paling cephalosporins oleh tubulus ginjal dengan berhasil bersaing untuk mekanisme
ekskretoris. Jadi, cephalosporin masih dipertahankan dalam tubuh dan kadar serum
meningkat. Besarnya kenaikan tidak selalu dapat sepenuhnya dijelaskan oleh mekanisme ini
sendirian dan disarankan agar beberapa perubahan dalam distribusi jaringan mungkin
kadang-kadang memiliki peran.
Sefalosporin – Alkohol
Beberapa obat memperlihatkan reaksi disulfiram bila digunakan bersama alkohol,
yakni sefamandol dan sefoperazon.
Disulfiram (Antabuse) adalah obat yang diberikan agar pasien berhenti minum
alkohol. Maksudnya supaya pada saat pasien minum alkohol, ia merasakan hal yang tidak
menyenangkan sehingga selanjutnya ia menjauhi minuman alkohol tersebut. Kombinasi
antara disulfiram dan alkohol dapat menyebabkan “reaksi disulfiram”. Akibatnya: mual,
muntah, pusing, muka merah, napas pendek, sakit kepala hebat, gangguan penglihatan,
palpitasi jantung, dan mungkin juga pingsan. Catatan:sifup obat batuk dan tonikum bitamin,
dan bahkan sedianan topikal yang mengandung alkohol juga dapat menyebabkan reaksi ini.
Disulfiram-seperti reaksi dapat terjadi pada mereka yang memakai sefamandol,
cefmenoxime, cefoperazone, cefotetan, latamoxef (moxalactam) dan mungkin cefonicid
setelah minum alkohol atau mengikuti suntikan alkohol. Ini bukan reaksi umum dari
sefalosporin, tetapi terbatas pada mereka yang memiliki struktur kimia tertentu.
Mekanisme yang terjadi adalah sebagai berikut: Reaksi-reaksi ini tampaknya
memiliki dasar farmakologi yang sama sebagai disulfiram / alkohol reaksi (lihat 'Alkohol +
Disulfiram'). Tiga sefalosporin ini (latamoxef, sefamandol dan cefoperazone) dapat
meningkatkan kadar asetaldehida darah pada tikus ketika alkohol diberikan, tetapi untuk
tingkat yang lebih rendah daripada disulfiram. Tampaknya biasanya hanya terjadi dengan
sefalosporin yang memiliki kelompok methyltetrazolethiol dalam 3-posisi pada molekul
cephalosporin, tetapi juga telah terlihat dengan cefonicid, yang memiliki sebuah kelompok
methylsulfonthiotetrazole sebagai gantinya.
Kloramfenikol
Kloramfenikol – Antikoagulan (Dikumarol)
Efek antikoagulan dapat meningkat. Antikoagulan digunakan untuk mengencerkan darah dan
mencegah pembekuan. Akibatnya : risiko perdarahan meningkat. Gejala yang dilaporkan :
memar dan perdarahan di seluruh tubuh.
Kloramfenikol – Pil KB
Efek pil KB dapat berkurang. Akibatnya : risiko hamil meningkat, kecuali jika digunakan
bentuk kontrasepsi lain. Perdarahan sekonyong-konyong adalah gejala yang menunjukkan
kemungkinan terjadinya interaksi.
Kloramfenikol – Obat Kanker
Kombinasi ini dapat menekan sumsum tulang belakang secara berlebihan. Gejala yang
dilaporkan : sakit tenggorokan, demam, kedinginan, tukak mulut, perdarahan atau memar di
seluruh tubuh, tinja hitam pekat, dan kehilangan tenaga yang tidak lazim.
Kloramfenikol – Klindamisin (Cleocin) atau Linkomisin (Lincocin)
Efek kedua antibiotika dapat berkurang. Akibatnya : infeksi yang diobati mungkin tidak
sembuh seperti yang diharapkan.
Kloramfenikol – Obat Diabetes Oral
Efek obat diabetes dapat meningkat. Obat diabetes digunakan untuk menurunkan kadar gula
darah pada penderita diabetes. Akibatnya : kadar gula darah dapat turun terlalu rendah.
Gejala hipoglikemia yang dilaporkan : berkeringat, lemah, pingsan, jantung berdebar,
takhikardia, sakit kepala, bingung, gangguan penglihatan, dan nanar.
Kloramfenikol – Estrogen
Efek estrogen dapat berkurang. Estrogen diberikan pada wanita yang kekurangan estrogen
selama mati haid dan sesudah histerektomi, untuk mencegah rasa nyeri karena pembengkakan
payudara sesudah melahirkan karena ibu tidak menyusui bayinya, dan untuk mengobati
amenore. Akibatnya : gangguan yang diobati mungkin tidak terkendali dengan baik.
Kloramfenikol – Griseofulvin
Kombinasi ini dapat menekan sumsum tulang belakang secara berlebihan. Gejala yang
dilaporkan : sakit tenggorokan, demam, kedinginan, tukak mulut, perdarahan atau memar di
seluruh tubuh, tinja hitam pekat, dan kehilangan tenaga yang tidak lazim.
Kloramfenikol – Antibiotika Penisilin
Efek penisilin dapat berkurang. Akibatnya : infeksi yang diobati mungkin tidak sembuh
seperti yang diharapkan.
Kloramfenikol – Fenitoin (Dilantin)
Efek fenitoin dapat meningkat. Fenitoin adalah antikonvulsan yang digunakan untuk kejang
dalam gangguan seperti ayan. Akibatnya : dapat timbul efek samping merugikan karena
terlalu banyak fenitoin. Gejala yang dilaporkan : nanar dan gangguan penglihatan.
Klindamisin/Linkomisin
Klindamisin/Linkomisin – Adsorben (yang digunakan dalam obat diare)
Efek klindamisin dan linkomisin dapat berkurang. Akibatnya : infeksi yang diobati mungkin
tidak sembuh seperti yang diharapkan. Adsorben digunakan dalam obat diare.
Klindamisin/Linkomisin – Antibiotika Eritromisin
Efek klindamisin dan linkomisin dapat berkurang. Akibatnya : infeksi yang diobati mungkin
tidak sembuh seperti yang diharapkan.
Klindamisin/Linkomisin – Makanan
Serum level dari linkomisin menurun (sampai 2/3) jika dikonsumsi dengan makanan, tetapi
klindamisin tidak terpengaruh secara signifikan. Pemanis siklamat juga bias menurunkan
absorpsi dari linkomisin. Linkomisin seharusnya tidak dipakai bersamaan dengan makanan
atau beberapa jam setelah mengkonsumsi makanan jika ingin dicapai serum level linkomisin
yang diinginkan. Alternative lain yaitu klindamisin, turunan sintetik dari linkomisin, yang
memiliki spectrum antibakteri yang sama tetapi tidak dipengaruhi oleh keberadaan makanan.
Klindamisin/Linkomisin – Kaolin/Pektin
Kaolin-pectin bisa menurunkan absorpsi lincomycin. Penanganannya adalah dengan
mengkonsumsi linkomisin dua jam setelah konsumsi kaolin
Eritromisin
Eritromisin – Obat Asma
Efek obat asma dapat meningkat. Obat asma digunakan untuk membuka jalan udara paru-
paru dan untuk mempermudah pernapasan penderita asma. Akibatnya : terjadi efek samping
merugikan karena terlalu banyak obat asma. Gejala yang dilaporkan : mual, sakit kepala,
pusing, mudah terangsang, tremor, insomnia, aritmia jantung, takhikardia, dan kemungkinan
kejang.
Eritromisin – Karbamazepin (Tegretol)
Efek karbamazepin dapat meningkat. Karbamazepin adalah antikonvulsan yang digunakan
untuk kejang dalam gangguan seperti ayan. Akibatnya dapat timbul efek samping merugikan
karena terlalu banyak karbamazepin. Gejala yang dilaporkan : pusing, mual, nyeri perut, dan
nanar.
Eritromisin – Digoksin (Lanoxin)
Efek digoksin dapat meningkat. Digoksin digunakan untuk mengobati layu jantung dan untuk
menormalkan kembali denyut jantung yang tak teratur. Akibatnya : terjadi efek samping yang
merugikan karena terlalu banyak digoksin. Gejala yang dilaporkan : mual, gangguan
penglihatan, bingung, sakit kepala, kehilangan tenaga, kehilangan nafsu makan, aritmia
jantung, takhikardia atau bradikardia.
Eritromisin – Klindamisin/Linkomisin
Efek klindamisin dan linkomisin dapat berkurang. Akibatnya : infeksi yang diobati mungkin
tidak sembuh seperti yang diharapkan.
Eritromisin – Antibiotika Penisilin
Efek masing-masing antibiotika dapat meningkat atau berkurang. Karena akibatnya sulit
diramalkan, sebaiknya kombinasi ini dihindari.
Griseofulvin
Griseofulvin – Antikoagulan
Efek antikogulan dapat berkurang. Antikoagulan digunakan untuk mengencerkan darah dan
mencegah pembekuan darah. Akibatnya : darah dapat tetap membeku meski pun pasien
diberi antikoagulan.
Griseofulvin – Barbiturat
Efek griseofulvin dapat berkurang. Akibatnya : infeksi fungi yang diobati mungkin tidak
sembuh seperti yang diharapkan. Barbiturat digunakan sebagai sedative atau sebagai pil tidur.
Griseofulvin – Primidon
Efek griseofulvin dapat berkurang. Akibatnya : infeksi fungi yang diobati mungkin tidak
sembuh seperti yang diharapkan. Primidon adalah obat antikonvulsan yang digunakan untuk
mengobati gangguan kejang seperti pada ayan.
Ketokonazol
Ketokonazol – Antasida
Efek ketokonazol dapat berkurang. Akibatnya : infeksi fungi yang diobati mungkin tidak
sembuh seperti yang diharapkan. Interaksi ini dicegah dengan menggunakan obat
ketokonazol sekurang-kurangnya dua jam sebelum menggunakan antasida.
Ketokonazol – Simetidin (Tagamet)
Efek ketokonazol dapat berkurang. Akibatnya : infeksi fungi yang diobati mungkin tidak
sembuh seperti yang diharapkan. Simetidin digunakan untuk mengobati tukak lambung.
Interaksi ini dicegah dengan menggunakan obat ketokonazol sekurang-kurangnya dua jam
sebelum menggunakan simetidin.
Metronidazol
Metronidazol – Alkohol (bir, minuman keras, anggur, dll)
Kombinasi ini dapat menyebabkan reaksi yang sama seperti yang disebabkan oleh disulfiran.
Disulfiram (Antabuse) menekan keinginan pecandu alkohol untuk minum alcohol karena
terjadi reaksi dengan alcohol yang menyebabkan efek samping yang merugikan.
Metronidazol menunjukkan interaksi yang sama, hanya tidak sekuat disulfiram. Gejala
meliputi pusing, wajah merah, sakit kepala, dan sesak napas.
Metronidazol – Antikoagulan
Efek kogulan dapat meningkat. Antikoagulan digunakan untuk mengencerkan darah dan
mencegah pembekuan. Akibatnya : risiko perdarahan meningkat. Gejala yang dilaporkan :
memar dan perdarahan di seluruh tubuh, dan tinja hitam pekat.
Metronidazol – Kloramfenikol
Kombinasi ini dapat menekan sumsum tulang belakang secara berlebihan. Gejala yang
dilaporkan : sakit tenggorokan, demam, kedinginan, tukak mulut, perdarahan atau memar di
seluruh tubuh, tinja hitam pekat, dan kehilangan tenaga yang tidak lazim.
Metronidazol – Disulfiram
Kombinasi ini dapat menimbulkan rasa bingung dan perilaku psikotik atau perilaku yang
menyimpang. Disulfiram digunakan untuk menanggulangi kecanduan alcohol.
Penisilin
Penisilin (hanya Ampisilin, Bakampisilin) – Alopurinol (Zyloprim)
Risiko bengkak-bengkak pada kulit akibat penggunaan antibiotika, meningkat. Alopurinol
digunakan untuk mengobati pirai.
Penisilin – Pil KB
Efek pil KB dapat berkurang. Akibatnya : risiko hamil meningkat, kecuali jika digunakan
bentuk kontrasepsi lain. Perdarahan sekonyong-konyong adalah gejala yang menunjukkan
kemungkinan terjadinya interaksi.
Penisilin – Estrogen
Efek estrogen dapat berkurang. Estrogen diberikan pada wanita yang kekurangan estrogen
selama mati haid dan sesudah histerektomi, untuk mencegah rasa nyeri karena pembengkakan
payudara sesudah melahirkan karena ibu tidak menyusui bayinya, dan untuk mengobati
amenore. Akibatnya : gangguan yang diobati mungkin tidak terkendali dengan baik.
Penisilin – Tetrasiklin
Efek penisilin dapat berkurang. Akibatnya : infeksi yang diobati mungkin tidak sembuh
seperti yang diharapkan.
Penisilin – Klorokuin
Klorokuin menurunkan absorpsi dari ampisilin. Tetapi bacampisilin tidak dipengaruhi.
Penanganannya adalah memisahkan penggunaan dalam interval tidak kurang dari 2 jam.
Alternative lain yaitu dengan menggunakan bacampisilin, yang tidak berinteraksi dengan
klorokuin.
Sulfonamida
Sulfonamida dapat berinteraksi dengan antikoagulan oral, antidiabetik sulfonylurea,
dan fenitoin. Dalam hal tersebut sulfa dapat memperkuat efek obat lain dengan cara hambatan
metabolisme atau pergeseran ikatan denga albumin. Pada pemberian bersama sulfonamide
dosis obat-obat tersebut harus disesuaikan (Setiabudy dan Mariana, 2007).
Anestetika local yang mengandung gugus p-aminobenzoat misalnya benzokain atau
prokain, memperkecil kerja sulfonamide (pembentukan asam p-aminobenzoat melalui
biotransformasi). Sulfonamida memperkuat kerja hipoglikemik dari senyawa sulfonylurea
dan meningkatkan tosisitas metotreksat (Mutschler, 1991).
Sulfonamida – Antikoagulan (Dikumarol)
Efek kogulan dapat meningkat. Antikoagulan digunakan untuk mengencerkan darah dan
mencegah pembekuan. Akibatnya : risiko perdarahan meningkat. Gejala yang dilaporkan :
memar dan perdarahan di seluruh tubuh, dan tinja hitam pekat.
Sulfonamida – Pil KB
Efek pil KB dapat berkurang. Akibatnya : risiko hamil meningkat, kecuali jika digunakan
bentuk kontrasepsi lain. Perdarahan sekonyong-konyong adalah gejala yang menunjukkan
kemungkinan terjadinya interaksi.
Sulfonamida – Kloramfenikol
Kombinasi ini dapat menekan sumsum tulang belakang secara berlebihan. Gejala yang
dilaporkan : sakit tenggorokan, demam, kedinginan, tukak mulut, perdarahan atau memar di
seluruh tubuh, tinja hitam pekat, dan kehilangan tenaga yang tidak lazim.
Sulfonamida – Estrogen
Efek estrogen dapat berkurang. Estrogen diberikan pada wanita yang kekurangan estrogen
selama mati haid dan sesudah histerektomi, untuk mencegah rasa nyeri karena pembengkakan
payudara sesudah melahirkan karena ibu tidak menyusui bayinya, dan untuk mengobati
amenore. Akibatnya : gangguan yang diobati mungkin tidak terkendali dengan baik.
Sulfonamida – Metenamin (Hiprex, Mandelamine)
Kombinasi ini dapat menyebabkan kristaluria (Kristal dalam air kemih). Metenamin adalah
antibiotika yang digunakan pada infeksi saluran kemih.
Sulfonamida – Metotreksat (Mexate)
Efek metotreksat dapat meningkat. Akibatnya : timbul efek samping merugikan karena terlalu
banyak metotreksat. Gejala meliputi mual, perdarahan di seluruh bagian tubuh, tinja hitam
pekat, diare, pembengkakan pada kulit, tukak kulit dan mulut, rambut rontok, demam,
kedinginan, dan kehilangan tenaga. Metotreksat digunakan untuk mengobati kanker.
Sulfonamida – Fenitoin
Efek fenitoin dapat meningkat. Fenitoin adalah antikonvulsan yang digunakan untuk kejang
dalam gangguan seperti ayan. Akibatnya : dapat timbul efek samping merugikan karena
terlalu banyak fenitoin. Gejala yang dilaporkan : nanar dan gangguan penglihatan.
Tetrasiklin
Tetrasiklin – Antasida
Efek tetrasiklin dapat berkurang. Akibatnya : infeksi mungkin tidak dapat disembuhkan
dengan pengobatan tetrasiklin. Untuk mencegah interaksi ini, penggunaan masing-masing
obat supaya diselangi waktu dua jam.
Tetrasiklin – Antikoagulan
Efek antikogulan dapat meningkat. Antikoagulan digunakan untuk mengencerkan darah dan
mencegah pembekuan. Akibatnya : risiko perdarahan meningkat. Gejala yang dilaporkan :
memar dan perdarahan di seluruh tubuh, dan tinja hitam pekat.
Tetrasiklin (hanya Doksisiklin) – Barbiturat
Efek doksisiklin dapat berkurang. Agar infeksi dapat diobati dengan doksisiklin, takaran
harus ditingkatkan. Barbiturat digunakan sebagai sedative atau pil tidur.
Tetrasiklin – Pil KB
Efek pil KB dapat berkurang. Akibatnya : risiko hamil meningkat, kecuali jika digunakan
bentuk kontrasepsi lain. Perdarahan sekonyong-konyong adalah gejala yang menunjukkan
kemungkinan terjadinya interaksi.
Tetrasiklin (hanya Doksisiklin) – Karbamazepin (Tegretol)
Efek doksisiklin dapat berkurang. Akibatnya : infeksi mungkin tidak sembuh kecuali jika
takaran obat ditingkatkan. Karbamazepin digunakan untuk mengendalikan kejang seperti
pada ayan.
Tetrasiklin – Digoksin
Efek digoksin dapat berkurang. Digoksin digunakan untuk mengobati layu jantung dan untuk
menormalkan kembali denyut jantung yang tak teratur. Akibatnya : terjadi efek samping yang
merugikan karena terlalu banyak digoksin. Gejala yang dilaporkan : mual, gangguan
penglihatan, bingung, sakit kepala, kehilangan tenaga, dan denyut jantung tidak teratur.
Tetrasiklin – Estrogen
Efek estrogen dapat berkurang. Estrogen diberikan pada wanita yang kekurangan estrogen
selama mati haid dan sesudah histerektomi, untuk mencegah rasa nyeri karena pembengkakan
payudara sesudah melahirkan karena ibu tidak menyusui bayinya, dan untuk mengobati
amenore. Akibatnya : gangguan yang diobati mungkin tidak terkendali dengan baik selama
pengobatan dengan antibiotika.
Tetrasiklin – Besi
Efek tetrasiklin dapat berkurang. Akibatnya : infeksi mungkin tidak dapat disembuhkan
dengan tetrasiklin. Untuk mencegah interaksi ini, penggunaan masing-masing obat supaya
diselangi waktu dua jam. Besi biasanya diberikan dalam campuran vitamin-mineral sebagai
tambahan, umumnya sebagai besi sulfat atau besi glukonat.
Tetrasiklin – Pencahar (hanya yang mengandung magnesium: magnesium sitrat, garam
epsom, susu magnesia)
Efek tetrasiklin dapat berkurang. Akibatnya : infeksi mungkin tidak dapat disembuhkan
dengan tetrasiklin. Untuk mencegah interaksi ini, penggunaan masing-masing obat supaya
diselangi waktu dua jam.
Tetrasiklin (kecuali doksisiklin dan minosiklin) – Susu dan Produk Susu
Efek tetrasiklin dapat berkurang. Akibatnya : infeksi mungkin tidak dapat disembuhkan
dengan tetrasiklin. Untuk mencegah interaksi ini, penggunaan masing-masing obat supaya
diselangi waktu dua jam. Catatan : semua makanan akan menurunkan penyerapan tetrasiklin
sampai derajat tertentu, jadi sebaiknya tetrasiklin digunakan di antara dua waktu makan.
Tetrasiklin (hanya Doksisiklin) – Fenitoin
Efek doksisiklin dapat berkurang. Agar infeksi dapat diobati dengan doksisiklin, takaran
harus ditingkatkan. Fenitoin adalah antikonvulsan yang digunakan untuk kejang dalam
gangguan seperti ayan.
Tetrasiklin (hanya Doksisiklin) – Primidon (Mysoline)
Efek doksisiklin dapat berkurang. Agar infeksi dapat diobati dengan doksisiklin, takaran
harus ditingkatkan. Primidon digunakan untuk mengendalikan kejang dalam gangguan seperti
ayan.
Tetrasiklin – Vitamin A
Kombinasi ini dapat menyebabkan tekanan di dalam tengkorak dengan gejala seperti sakit
kepala berat, mual, dan gangguan penglihatan. Hindari penggunaan vitamin tambahan yang
mengandung vitamin A selama perpanjangan pengobatan dengan tetrasiklin.
Tetrasiklin (kecuali doksisiklin dan minosiklin) – Seng
Efek tetrasiklin dapat berkurang. Akibatnya : infeksi mungkin tidak dapat disembuhkan
dengan tetrasiklin. Untuk mencegah interaksi ini, penggunaan masing-masing obat supaya
diselangi waktu dua jam. Seng adalah mineral yang banyak terdapat dalam tablet tambahan
vitamin-mineral.
Troleandomisin
Troleandomisin – Obat Asma (golongan teofilin)
Efek obat asma dapat meningkat. Obat asma digunakan untuk membuka jalan udara paru-
paru dan untuk mempermudah pernapasan penderita asma. Akibatnya : terjadi efek samping
merugikan karena terlalu banyak obat asma. Gejala yang dilaporkan : mual, sakit kepala,
pusing, mudah terangsang, tremor, insomnia, aritmia jantung, takhikardia, dan kemungkinan
kejang.
Troleandomisin – Pil KB
Kombinasi ini dapat menyebabkan penyakit kuning kolestatik. Gejala penyakit kuning
meliputi menguningnya kulit dan mata. Dokter harus menghindari pemberian antibiotika ini
pada wanita yang menggunakan pil KB.
Troleandomisin – Karbamazepin (Tegretol)
Efek karbamazepin dapat meningkat. Karbamazepin adalah antikonvulsan yang digunakan
untuk kejang dalam gangguan seperti ayan. Akibatnya : dapat timbul efek samping
merugikan karena terlalu banyak karbamazepin. Gejala yang dilaporkan : pusing, mual, nyeri
perut, dan nanar.
Troleandomisin – Estrogen
Kombinasi ini dapat menyebabkan penyakit kuning kolestatik. Gejala penyakit kuning
meliputi menguningnya kulit dan mata. Estrogen diberikan pada wanita yang kekurangan
estrogen selama mati haid dan sesudah histerektomi, untuk mencegah rasa nyeri karena
pembengkakan payudara sesudah melahirkan karena ibu tidak menyusui bayinya, dan untuk
mengobati amenore. Dokter supaya tidak memberikan antibiotika ini kepada wanita yang
sedang diobati dengan estrogen.
Kuinolon
Siprofloksasin
1) Obat-obat yang mempengaruhi keasaman lambung (antasida) yang mengandung
aluminium atau magnesium hidroksida akan mengurangi absorpsi siprofloksasin.
Karena itu siprofloksasin harus ditelan 1 – 2 jam sebelum atau minimal 4 jam sesudah
minum antasida. Pembatasan ini tidak berlaku pada antasida yang tidak mengandung
aluminium atau magnesium hidroksida.
2) Pemberian siprofloksasin bersama teofilin dapat meningkatkan kadar teofilin dalam
plasma sehingga dapat menimbulkan efek samping teofilin. Apabila kombinasi ini
tidak dapat dihindarkan, kadar teofilin dalam plasma harus dimonitor dan dosis
teofilin harus dikurangi. Jika kadar teofilin tidak dapat dimonitor, pemberian
siprofloksasin harus dihindari.
3) Kenaikan kadar kreatinin serum untuk sementara terlihat pada pemberian
siprofloksasin bersama cyclosporin. Dalam hal ini, kadar kreatinin serum harus sering
dipantau (dua kali seminggu).
4) Harus dipertimbangkan kemungkinan terjadinya interaksi pada pemberian
siprofloksasin bersama probenesid.
5) Pemberian bersama siprofloksasin dan anti-koagulan oral dapat memperpanjang
waktu pendarahan.
6) Pemberian bersama metoklopramid mempercepat absorpsi siprofloksasin.
7) Ada interaksi obat bermakna antara sipfofloksasin dan metadon. Siprofloksasin dapat
menghambat cytochrome P450 3A4 sampai sebesar 65%. Karena ini merupakan
enzim primer yang berperan untuk memetabolisme metadon, sipro bisa meninggikan
kadar metadon secara bermakna.
Ofloksasin
1) Absorpsi Ofloksasin di lambung-usus mengalami penurunan yang nyata jika
diberikan bersamaan dengan antasida yang mengandung Aluminium atau Magnesium
Hidroksida, sehingga Ofloksasin diberikan 1-2 jam sebelum atau sesudah antasida
2) Ada kemungkinan terjadi penurunan ambang serangan serebral jika Quinolon
diberikan bersamaan dengan obat-obat yang menurunkan ambang serangan.
3) Ofloksasin mungkin dapat menyebabkan sedikit peningkatan kadar Glibenklamid
dalam serum jika diberikan bersamaan; penderita dengan pengobatan ini harus selalu
diawasi.
4) Tidak seperti Siprofloksasin, Pefloksasin, dan Enoksasin, Ofloksasin, tidak
mempengaruhi kadar Teofilin dalam plasma.
5) Penggunaan bersama dengan anti inflamasi non-steroid bisa menimbulkan kejang.
6) Mengintensifkan efek Warfarin.
Levofloksasin
Dengan Obat Lain :
1) Peningkatan efek toksis: Meningkatkan efek toksis gliburid dan warfarin.
2) Dengan kortikosteroid kemungkinan akan meningkatkan kerusakaan tendon.
3) Probenecid kemungkinan akan meningkatkan kadar levofloksasin.
4) Meningkatkan aritmia; jika digunakan dengan obat – obat yang memperpanjang
QTc (aritmia kelas 1ª dan III , eritromisin, cisaprid, antipsikotis, antidepresan
siklik).
5) Kadar obat akan menurun jika digunakan bersamaan dengan; mineral kation,
antasida, elektrolit suplemen oral, quinapril, sukralfat. Penggunaan seharusnya
dipisah.
Dengan Makanan :
Tablet dapat digunakan tanpa ada perhatian terhadap makanan. Sediaan suspensi oral
sebaiknya digunakan dalam keadaan perut kosong (1 satu jam sebelum makan atau 2 jam
setelah makan).
INTERAKSI OBAT ANTASIDA
Antasida dengan antihistamin (Signifikan)
Antasida yang mengandung aluminium hidroksida atau magnesium hidroksida mengurangi level
texofenadine sampai 40%.
Penggunaan obat antasida dengan antihistamin sebaiknya diberikan selang waktu selama 2 jam.
Antasida dengan antipsikotik (Signifikan)
Efek antipsikotik dapat berkurang. Antipsikotika adalah transkuilansia mayor yang digunakan
untuk mengobati gangguan mental berat seperti skizofrenia. Akibatnya: kondisi yang diobati
mungkin tidak terkendali dengan baik. Semua antasida berinteraksi kecuali yang mengandung
natrium bikarbonat seperti Alka –Seltzer. Efek yang dihasilkan berupa peningkatan absorbsi
aluminium pada obat-obat antasida, sehingga dapat mengakibatkan keracunan aluminium,
terutama perlu diperhatikan bagi penderita uremia.
- Chlorpromazine
Antasida yang mengandung aluminium hidroksida atau magnesium hidroksida atau
magnesium trisilikat dapat mengurangi eksresi urin dari chlorpromazine sampai 45%.
- Sulpiride
Antasida yang mengandung aluminium hidroksida atau magnesium hidroksida atau
magnesium trisilikat dapat mengurangi absorbsi dari sulpliride
Dalam studi invitro disarankan bahwa interaksi ini mungkin terjadi pada antasida lain dan
phenothiazines.
Penggunaan chlorpromazine dan sulpliride diberikan 2-3 jam setelah obat antasida aluminium
hidroksida atau magnesium hidroksida untuk meminimilasi interaksi.
Antasida dengan aspirin (Signifikan)
Kadar serum salisilat dari aspirin ataupun salisilat lain sebagai obat antiinflamasi dapat
mengurangi level subterapeutic. Ini dapat di akibatkan oleh obat antasida aluminium hidroksida
ataupun magnesium hidroksida atau sodium bikarbonat. Efek aspirin dapat berkurang, Aspirin
adalah obat penghilang rasa nyeri yang diperdagangkan tanpa resep dokter. Akibatnya: rasa nyeri
tidak berkurang.
Penting untuk mengawasi kadar serum salisilat jika penggunaan antasida atau penghentian
antasida saat level salisilat kritis.
Antasida dengan azole (Signifikan)
- Ketokonazol
Absorbsi gastrointestinal dari ketokonazol dikurangi oleh antasida.
Untuk mengurangi interaksi, antasida dapat diberikan 2-3 jam baik sebelum ataupun sesudah
ketokonazol.
- Voricomazole
Obat ini dapat dijadikan alternatif. Karena tidak dipengaruhi oleh antasida.
- Flukonazole
Tidak signifikan dipengaruhi oleh antasida.
Antasida dengan bisphosphonat (Signifikan)
Absorbsi oral dari bisphosphonat secara signifikan menjadi berkurang (90% tereduksi dengan
chlodronate) oleh aluminium atau magnesium hidroksida dan antasida lainnya.
Bisphosphonate harus dihindari kontaknya dengan antasida (yang mengandung bismut,
aluminium, kalsium, magnesium) sama halnya dengan kation polivalen lain seperti Zn dan Fe.
- Alendronate dan risedronate harus diminum 30 menit sebelum meminum antasida.
- Chlordonate sebaiknya diminum 1 jam setelah antasida.
- Etidronate tiludronate sebaiknya diminum 2 jam dari antasida.
Antasida dengan sefalosporin
- Cefpodoxime (Signifikan)
Aluminium hidroksi atau magnesium hidroksi dapat mengurangi bioavabilitas dari
cefpodoxime proxetil sampai 40 %. Sodium bikarbonat memiliki efek yang sama.
Sebaiknya cefpodoxime diberikan 2 jam sebelum atau sesudah penggunaan antasida.
Antasida dengan kortikosteroid (Signifikan)
Kombinasi ini dapat menyebabkan tubuh kehilangan terlalu banyak kalium dan menahan terlalu
banyak natrium. Gejala kekurangan kalium yang dilaporkan : lemah otot atau kejang, pengeluaran
urin banyak, bradikardia atau takhikardia, aritmia jantung, tekanan darah rendah disertai pusing,
dan pingsan. Gejala kelebihan natrium yang dilaporkan : udem, haus, pengeluaran urin sedikit,
bingung, tekanan darah tinggi, dan mudah terangsang. Kortikosteroida digunakan untuk mengobati
arthritis, alergi berat, asma, gangguan endokrin,leukemia, colitis dan enteritis, serta bermacam-
macam penyakit kulit, paru-paru dan mata. Kortikosteroida digunakan untuk mengobati gangguan
endokrin, leukemia, colitis, dan enteritis, serta bermacam-macam penyakit kulit, paru-paru, dan
mata.
Absorbsi prednison dapat dikurangi oleh penggunaan dosis besar (60 mL) tapi tidak dengan
penggunaan dosis kecil antasida aluminium hidroksida atau magnesium hidroksida.
Antasid dengan digoxin (Nonsignifikan)
Walaupun beberapa penelitian mengatakan bahwa antasida dapat menurunkan efek dari digoksin
dan menurunkan bioavabilitasnya dalam tubuh, namun belum dapat dibuktikan secara klinik
interaksi yang terjadi antara keduanya di dalam tubuh.
Cara mengatasi: Berikan sebisa mungkin antasida dan digoksin secara terpisah, tidak dalam 1
waktu bersamaan, dimana dapat diberi rentang jarak 1-2 jam dalam pemberiannya. Atau dapat
dengan memberikan digoksin dalam bentuk kapsul daripada tablet, karena pelepasan digoksin
lebih cepat dan konsentrasinya dapat dengan mudah dimonitor untuk melihat rentang waktu
pemberian yang dibutuhkan.
Antasida dengan kalsium (Signifikan)
Pada kasus pemberian antasida (kalsium) dan digoksin secara intravena mengakibatkan kondisi
aritmia yang fatal. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh klinis secara langsung diantara keduanya
dengan efek samping yang sangat serius dan ada beberapa kemungkinan terjadinya interaksi lain
contohnya terjadi alkalosis, gangguan ginjal, dll.
Cara mengatasi: Pemberian antasida (dalam hal ini Ca(OH)2) sangat tidak disarankan untuk pasien
yang diberikan digoksin secara intravena. Namun jika pemberian keduanya sangat perlu,
disarankan pemberiannya sedikit demi sedikit dengan dosis seminimal mungkin untuk
menghindari adanya kenaikan kadar kalsium dalam serum darah.
Antasida dengan dipyridamole (Nonsignifikan)
Keefektifan pelepasan, kelarutan bahkan juga absorbsi dari dipyridamole tergantung kepada pH
didalam lambung (semakin rendah pH semakin baik kelarutannya). Sehingga obat-obat antasida
yang meningkatkan pH lambung akan mengurangi pelepasan, kelarutan dan juga absorbsi dari
dipyridamole dan mengurangi bioavabilitasnya dalam tubuh.
Cara mengatasi: Antasida diharapkan hanya mempengaruhi sedikit peningkatan pH lambung untuk
dapat berinteraksi dengan dipyridamole, walaupun interaksi diantara keduanya belum dapat
dibuktikan secara klinis. Solusi yang tepat adalah dengan memisahkan cara pemberian 2-3 jam
agar obat dipyridamole dapat diabsorbsi dengan baik.
Antasida dengan diuretik (Signifikan)
Pemberian obat-obat diuretik (dengan atau tanpa vitamin D pada dosis tinggi) secara bersamaan
dengan antasida dapat mengakibatkan efek samping yang sama pada pemberian kalsium seperti
hiperkalsemia, alkalosis, ganguan ginjal, dan lain-lain, dimana obat-obat diuretik tersebut
membuat sekresi urine menurun sehingga sekresi kalsium pun berkurang dan jumlahnya
meningkat dalam tubuh.
Cara mengatasi: Interaksi obat antasida dan diuretic ini tidak begitu berpengaruh pada pasien yang
diberikan obat antasida sekali-sekali. Namun jika pemberiannya harus bersama-sama, maka dapat
dilakukan dengan memonitor konsentrasi kalsium dalam darah pada pemberian obat keduanya
secara teratur.
Antasida dengan makanan (Signifikan)
Antasida yang mengandung aluminium akan berinteraksi dengan makanan yang tinggi kandungan
proteinnya, dalam esophagus menimbulkan gangguan sumbatan.
Dianjurkan pemberian antasida diberi selang waktu setelah pemberian nutrient.
Antasida dengan Ethambutol (Nonsignifikan)
Aluminium hidroksida dan magnesium hidroksida dapat menyebabkan sedikit penurunan absorpsi
ethambutol pada beberapa pasien.
Penurunan absorpsi biasanya kecil dan berubah-ubah, ini terlihat memiliki efek yang signifikan
pada pasien yang sedang dalam pengobatan tuberkolosis.
Antasida yang mengandung aluminium hidroksida sebaiknya tidak diberikan sampai 4 jam setelah
pemberian ethambutol.
Antasida dengan Fibrates (Signifikan)
Antasida (aluminium hidroksida, silikia aluminium magnesium hidrat) dapat mengurangi kadar
maksimal plasma gemfibrozil sekitar 50 sampai 70%.
Dianjurkan gemfibrozil diberikan 1 sampai 2 jam sebelum pemberian antasida.
Antasida dengan Gabapentin (Signifikan)
Jika Aluminium/magnesium diberikan 2 jam setelah gabapentin akan terjadi penurunan
bioavaibilitas sekitar 20%. Apabila antasida diberikan 2 jam sebelum gabapentin, bioavaibilitas
turun sekitar 10%.
Dianjurkan gabapentin diminum sekitar 2 jam setelah antasida aluminium atau magnesium.
Antasida dengan besi (Signifikan)
Jika besi diberikan bersamaan dengan antasida (sodium bikarbonat, kalsium karbonat, aluminium
atau magnesium hidroksida, magnesium trisilikat) absorpsi dari besi dan respon hematologi akan
menurun.
Dengan memisahkan administrasi dari besi dan antasida dimungkinkan menghindari tercampurnya
di usus. Dianjurkan diberikan dengan interval waktu minimum 2 sampai 3 jam.
Antasida dengan Isoniazid (Signifikan)
Absorpsi isoniazid diturunkan oleh aluminium hidroksida (sekitar 25%), dan tidak dipengaruhi
oleh tablet aluminium atau magnesium hidroksida atau tablet kunyah antasid.
Peringatan klinik: menurunkan kadar isoniazid dalam jumlah tak menentu, tapi kemungkinan
tersebut kecil.
Antasid dengan Levodopa (Nonsignifikan)
Antasid tidak dapat berinteraksi signifikan dengan levodopa, tapi mungkin dapat menurunkan
bioavibilitas dari perubahan pelepasan preparat levodopa. Menggunakan serentak tidak perlu
dihindari dengan persiapan standar. Dengan persiapan rilis diubah tampaknya disarankan untuk
menghindari administrasi konkuren (2 sampai 3 jam biasanya cukup dalam situasi-situasi lain yang
serupa). Hasilnya harus dipantau.
Antasid dengan Levothyroxine (Signifikan)
Beberapa laporan menggambarkan mengurangi efek levothyroxine pada pasien yang diberi
aluminium atau magnesium mengandung antasida. Kemanjuran levothyroxine juga dapat
dikurangi dengan menggunakan karbonat kalsium bersamaan.
Pentingnya umum dari interaksi dengan aluminium atau antasida mengandung magnesium tidak
diketahui, tapi waspada untuk kebutuhan untuk meningkatkan dosis levothyroxine dalam setiap
pasien diberikan antasida. Dengan karbonat kalsium, penurunan berati dalam penyerapan
levothyroxine sangat kecil, namun beberapa individu dapat pengalaman penting efek klinis.
Pendekatan cantious akan menasihati semua paten untuk memisahkan dosis dengan minimal 4
jam.
Antasid dengan Lithium (Signifikan)
Ditandai dengan jumlah konsumsi natrium dapat mencegah pembentukan atau pemeliharaan
tingkat serum-lithium yang memadai.
Peringatkan pasien tidak mengambil-resep non antasid atau alkalinisers kemih tanpa terlebih
dahulu mencari informasi nasihat. Natrium bikarbonat datang dalam berbagai samaran dan
disgulses. Alka-Seltzer (55,8%), Garam Andrews (22,6%), Eno (46,4%), Garam Jaaps (21,3%),
atau Peptac (28,8%). Substansial jumlah natrium juga terjadi di beberapa agen alkalinizing kemih.
Suatu antasida yang mengandung aluminium atau magnesium hidroksida dengan simeticone telah
ditemukan tidak berpengaruh pada ketersediaan hayati karbonat lithium, dan antasida jenis ini
mungkin alternatif yang cocok.
Antasid dengan Macrolida (Signifikan)
Aluminium atau magnesium hidroksida antasida dapat mengurangi tingkat puncak dari
azitromisin.
Disarankan bahwa azitromisin tidak boleh diberikan pada saat yang sama seperti antasida, tetapi
harus dilakukan paling sedikit 1 jam sebelum atau 2 jam setelah. Tidak klinis signifikan.
Interaksi dapat terjadi dengan clarithromycin, erythromycin, roxythromycin atau telithromycin.
Antasida dengan Mexiletilen (Nonsignifikan)
Perubahan pH urin yang besar disebabkan oleh penggunaan bersama-sama obat yang bersifat
alkali, seperti sodium bikarbonat. Pada beberapa penderita mempunyai efek yang ditandai pada
tingkat plasma dari mexiletin.
Efek yang terjadi tidak dapat diperkirakan. Pemimpin pabrik dari mexiletin di Inggris
merekomendasikan agar penggunaan bersama seharusnya dihindarkan.
Antasida dengan Mycophenolate (Signifikan)
Antasida aluminium atau magnesium hidroksida dapat mengurangi sekitar 20% AUC
Mycophenolate pada suatu penelitian, tetapi pada uji klinik yang berhubungan hal tersebut tidak
pasti terjadi.
Pemimpin pabrik di Amerika mengatakan bahwa Antasida aluminium atau magnesium dapat
digunakan pada penderita yang meminum mychophenolate, tetapi hal tersebut tidak boleh
diberikan secara terus-menerus.dengan beberapa interaksi antasida yang lain, pemisahan 2-3 jam
biasanya cukup untuk menghindarkan terjadinya interaksi.
Antasida dengan NNRTIs (Signifikan)
Ketika delavirdine diberikan 10 menit setelah pemberian antasida, tingkat serum maksimum akan
berkurang sebanyak 57%.
Pemimpin pabrik merekomendasikan untuk memisahkan pemberian setidaknya 1 jam.
Antasida dengan NRTIs
Aluminium atau magnesium hidroksida mengakibatkan berkurangnya 25% bioavailabilitas dari
zalcitabine.
Pemimpin pabrik dari zalcitabine merekomendasikan bahwa obat tersebut seharusnya tidak
diberikan secara bersamaan dengan antasida yang mengandung aluminium atau magnesium.
Pemisahan 2-3 jam biasanya cukup dengan interaksi lain yang mirip.
Antasida dengan NSAIDs
- Diflunisal (Signifikan)
Antasida yang mengandung aluminium dengan atau tanpa magnesium dapat mengurangi
absorpsi diflunisal sampai dengan 40%, tetapi bukan interaksi penting yang dapat terjadi jika
makan pada saat yang sama. Magnesium hidroksida dapat meningkatkan laju absorpsi
diflunisal.
Jika diflunisal diminum dengan atau setelah makanan yang dianjurkan,menunjukan bahwa
interaksi ini seharusnya mempunyai sedikit keadaan klinik yang berhubungan.
- NSAIDs Lainnya
Penelitian memperlihatkan bahwa antasid tidak memiliki efek yang signifikan secara klinik
pada famakokinetiknya terhadap azapropazone, celecoxib, dexketopropen, diclofenac, etodolac,
etoncoxib, ibuprofen, indometacin, flurbiprofen, ketoprofen, ketorolac, lornoxicam, mefenamic
acid, meloxicam, metamizole, nabumetone, naproxen, parecoxib (metabolite valdecoxib
assessed), piroxicam, sulindac, tenoxicam, tolfenamic acid, ortolmetin.
Antasida dengan Penicilamine (Signifikan)
Absorbsi penicilamine dapat berkurang sebanyak 30-40% jika antasida mengandung alumunium
atau magnesium hidroksi.
Untuk absorbsi maksimal pemberian dapat dibedakan, biasanya cukup diberikan pada 2-3 jam
dengan interaksi lainnya.
Antasida dengan Phenytoin (Nonsignifikan)
Terkadang penelitian tidak memperlihatkan bahwa antasida dapat mereduksi pada level serum
phenytoin dan dapat memberikan respon terhadap pengurangan kontrol ketahanan dari beberapa
pasien. Terkadang juga tidak terjadi interaksi yang terlalu merugikan.
Penggunaan secara bersamaan, tidak dapat dihindarkan, tetapi jika diberikan pada pasien epilepsi
harus sesuai petunjuk pemakaian sehingga tidak terjadi interaksi lainnya. Pemisahan terhadap
dosis selama 2-3 jam meminimalisir efek samping yang terjadi.
Antasida dengan Proguanil (Signifikan)
Bioavabilitas dari proguanil dapat mereduksi 2/3 dari magnesium trisilikat. Efek reduksi yang
terjadi belum diketahui dengan jelas, tetapi dengan menggunakan dosis setelah rentang paling
sedikit 2-3 jam dapat mengurangi efek yang tidak diinginkan.
Antasida dengan Protease Inhibitor (Signifikan)
Obat dapat meningkatkan gastric pH dan memprediksi terjadiya reduksi terhadap level plasma
pada atazanavir dan memungkinkan juga pada amprenavir.
Pada penggunaan arazanavir diusulkan pada waktu 2 jam sebelum atau 1 jam setelah obat yang
bersifat basa. Pada penggunaan amprenavir diusulkan 1 jam setelah penggunaan antasida.
Antasida dengan Proton pump inhibitors (Signifikan)
Antasida dapat menyebabkan penurunan sedikit dalam ketersediaan hayati lansoprazole, tapi ini
tidak dianggap klinis relevan.
Produsen merekomendasikan bahwa antasida tidak harus diambil dalam waktu satu jam
lansoprazole.
Antasida dengan Quinidine (Signifikan)
pH urin naik akibat penggunaan beberapa antasida bersamaan dapat menyebabkan retensi kinidina,
yang dapat menyebabkan keracunan, namun tampaknya ada hanya satu kasus pada catatan
interaksi yang merugikan (dengan aluminium atau magnesium hidroksida). Aluminium hidroksida
tampaknya tidak untuk berinteraksi. Sulit untuk memprediksi yang antasid, jika ada kemungkinan
untuk berinteraksi. Memantau dampak jika obat yang nyata dapat mengubah pH urin yang dimulai
atau berhenti. Sesuaikan dosis kinidina yang diperlukan.
Antasida dengan Kuinolon (Signifikan)
Kadar serum dari kuinolon banyak dapat dikurangi dengan aluminium atau antasida magnesium.
Senyawa kalsium berinteraksi pada tingkat lebih rendah, dan kandungan bismut yang minimal.
Sebagai aturan, kuinolon harus diminum minimal 2 jam sebelum dan tidak kurang dari 4 sampai 6
jam setelah aluminium atau antasida magnesium. Interaksi dengan senyawa kalsium adalah
variabel, dan beberapa kuinolon mungkin tidak berinteraksi, tetapi tidak adanya informasi
langsung 2 jam pemisahan hati-hati. H2 blockers dan penghambat pompa proton tidak berinteraksi
tidak interect dan karena itu mungkin alternatif yang cocok.
Antasida dengan Rifampicin (Nonsignifikan)
Penyerapan rifampisin dapat dikurangi sampai sekitar sepertiga oleh antasida, tetapi pentingnya
klinis ini tidak muncul telah dinilai.
Jika antasida diberikan terbukti bahwa pengobatan kurang efektif dari yang diharapkan. Produsen
AS menyarankan memberikan rifampisin satu jam sebelum antasida.
Antasida dengan Statin (Nonsignifikan)
Antasida aluminium atau magnesium hidroksida menyebabkan penurunan moderat dalam
bioavaibility dari atorvastatin dan pravastatin, tetapi ini tidak muncul untuk mengurangi lemak-
menurunkan efektivitas mereka. AUC rosuvastatin berkurang oleh antasida tetapi arti klinis ini
tidak pasti.
Tidak ada aksi diperlukan jam. Perhatikan bahwa, suatu hal interaksi diduga, yang memisahkan
dosis dengan 2-3 meminimalkan interaksi penyerapan lain dengan antasida.
Antasida dengan Strontium (Signifikan)
Aluminium atau magnesium hidroksida sedikit menurunkan absorpsi strontium jika diberikan 2
jam sebelum strontium, tapi tidak ketika diberikan 2 jam setelah strontium. Kalsium menurunkan
bioavaibilitas strontium sekitar 60-70%. Antasida sebaiknya diminum 2 jam setelah strontium.
Antasida dengan Tetrasiklin (Signifikan)
Kadar serum atau efek terapetik tetrasiklin dapat menurun atau bahkan dihapuskan efeknya oleh
antasida yang mengandung aluminium, bismuth, kalsium, atau magnesium. H2 blocker tidak
berinteraksi, sehingga obat ini bisa menjadi alternative lain pengganti antasida.
Antasida lain seperti sodium bikarbonat juga dapat menurunkan bioavaibilitas beberapa tetrasiklin,
kadar doksisiklin intravena dapat menurun dengan antasida.
Pada aturan yang umum antasida yang mengandung aluminium, bismuth, kalsium atau magnesium
diberikan di waktu yang sama seperti tetrasiklin antibakteri, namun sebaiknya dipisahkan 2 sampai
3 jam untuk mencegah tercampurnya di usus.
Antasida dengan Zink (Signifikan)
Efek besi dapat berkurang. Besi kadang-kadang diberikan sebagai mineral tambahan. Akibatnya:
tubuh tidak mendapat besi dalam jumlah yang dibutuhkan. Semua antasida berinteraksi, terutama
yang mengandung magnesium trisilikat.
Kalsium mengurangi AUC dari zink sampai 80%. Interaksi pada kepentingan kliniknya tidak
diketahui, tapi dianjurkan hati-hati memisahkan administrasi antara zink dan kalsium.
Dianjurkan diberi interval waktu 2 sampai 3 jam.
INTERAKSI OBAT TBC
A. Interaksi obat Isoniazid (INH) dengan obat lain
Isoniazid adalah inhibitor kuat untuk cytochrome P-450 isoenzymes, tetapi mempunyai efek
minimal pada CYP3A. Pemakaian Isoniazid bersamaan dengan obat-obat tertentu, mengakibatkan
meningkatnya konsentrasi obat tersebut dan dapat menimbulkan risiko toksis(Depkes RI, 2005).
Isoniazid (INH) – p-Asam amino Salisilat (PAS)
Level serum INH meningkat dengan pemberian bersama dengan PAS. Hal ini ditunjukkan
dengan studi pada pasien yang diberi INH bersama dengan PAS menyebabkan peningkatan
level serum dan waktu paruh INH. Peningkatan level serum INH disebabkan inhibisi
metabolisme INH oleh PAS. Efek ditandai dengan fast acetylators dari INH. Tidak ada laporan
toksisitas INH karena interaksi ini (Stockley, 2008).
Signifikansi klinik: probably (interaksi obat yang sangat mungkin terjadi tetapi belum terbukti
secara klinik).
Isoniazid (INH) – Antasida
Konsentrasi INH dalam plasma menurun, sehingga efek INH berkurang.
Mekanisme: Aluminium hidroksida menghambat pengosongan lambung sehingga
menyebabkan retensi INH dalam perut. Akibatnya INH tidak dapat diabsorbsi dalam usus dan
menyebabkan penurunan konsentrasi INH dalam serum (Stockley, 2008).
Manajemen: Kepentingan secara klinik tidak pasti tetapi karena dosis tunggal tinggi INH lebih
efektif dalam pengobatan tuberkulosis dari pada jumlah obat yang sama dalam dosis terbagi.
Sangat disarankan untuk menghindari interaksi ini. Rekomendasi dalam studi menyebutkan
INH diberikan satu jam sebelum aluminium hidroksida (Stockley, 2008).
Signifikansi klinik: unlikely (interaksi obat yang masih diperdebatkan karena belum ada bukti
yang baik yang tersedia).
Isoniazid (INH) – Siprofloksasin
Siprofloksasin dapat meningkatkan bioavailabilitas dari isoniazid. Pada studi dengan
siprofloksasin dosis 500 mg diketahui meningkatkan absorpsi isoniazid 300 mg sebesar 15%.
Efek ini kemungkinan terjadi karena pengaruh siprofloksasin terhadap motilitas dan
pengosongan lambung (Stockley, 2008).
Signifikansi klinik: unlikely (interaksi obat yang masih diperdebatkan karena belum ada bukti
yang baik yang tersedia).
Isoniazid (INH) – Disulfiram
Kebanyakan pasien tidak menunjukkan interaksi, tetapi satu laporan menjelaskan sejumlah
pasien dengan INH mengalami masalah koordinasi dan perubahan efek dan perilaku setelah
meminum disulfiram secara bersamaan. Sebagian lainnya mengantuk. Perubahan yang terjadi
adalah disorientasi, pusing, insomnia, iritabilitas, dan letargi. Pasien dilaporkan juga
mengkonsumsi klordiazepoksida dan obat lain seperti PAS, streptomisin, dan fenobarbital.
Reaksi sebaliknya berkurang atau hilang ketika disulfiram dikurangi menjadi 250 sampai 125
mg/hari atau dihentikan. Sebaliknya, laporan menyebutkan 200 pasien yang diberi kedua obat
secara bersamaan tidak menunjukkan reaksi. Juga pada pasien yang diberi disulfiram bersama
dengan INH dan rifampisin (Stockley, 2008).
Mekanisme: Mekanisme ini belum dapat dijelaskan secara pasti. Satu pendapat menyebutkan
sinergi muncul antara kedua obat karena keduanya dapat menghasilkan efek samping yang
sama jika diberikan dosis tinggi. Kemungkinan INH dan disulfiram bersama menghambat dua
dari tiga jalur yang berhubungan dengan metabolisme dopamine (Stockley, 2008).
Manajemen: Sebaiknya hindari pemakaian disulfiram bagi penderita yang sedang diobati
dengan INH.
Signifikansi klinik: possible (interaksi yang dapat terjadi, data yang tersedia terbatas).
Isoniazid (INH) – Etambutol
Etambutol tidak mempengaruhi level serum isoniazid tetapi ada beberapa kejadian yang
menyebutkan optik neuropati karena etambutol meningkat jika diberi bersamaan dengan
isoniazid (Stockley, 2008).
Signifikansi klinik: unlikely (interaksi obat yang masih diperdebatkan karena belum ada
bukti yang baik yang tersedia).
Isoniazid (INH) – Flukonazol
Isoniazid tidak berinteraksi dengan flukonazol. Studi 16 subjek sehat (8 subjek fast acetilator
dan slow acetilator isoniazid) menemukan bahwa 400 mg flukonazol per hari selama satu
minggu secara klinis tidak berefek signifikan pada farmakokinetik isoniazid (Stockley, 2008).
Signifikansi klinik: no interaction
Isoniazid (INH) – Makanan
Absorbsi INH berkurang oleh makanan. Hal ini disebabkan makanan dapat menghambat
pengosongan lambung sehingga absorbsi di usus juga terhambat tetapi pengurangan absorbsi
belum dapat dijelaskan. Solusi untuk permasalahan ini adalah isoniazid diberikan tanpa makan
atau minimal 30 menit sebelum makan atau 2 jam setelah makan (Stockley, 2008).
Signifikansi klinik: established (interaksi obat yang didukung oleh studi klinik).
Isoniazid (INH) – keju atau ikan
Pasien yang mengkonsumsi INH kemudian mengkonsumsi keju atau ikan khususnya tuna,
mackerel, salmon yang tidak segar dapat menyebabkan reaksi keracunan histamin yang
berlebih. Kejadian reaksi histamin berlebihan terlihat pada wanita yang mengkonsumsi 300 mg
INH selama tiga bulan kemudian memakan keju. Dalam waktu 10-30 menit terjadi reaksi yang
tidak diinginkan. Reaksi yang timbul adalah kedinginan, sakit kepala (kadang hebat), gatal pada
wajah dan kulit kepala, sedikit diare, wajah kemerahan, takikardia ringan, dan sensasi meledak
pada kepala. Tekanan darah sedikit meningkat (Stockley, 2008).
Mekanisme: Reaksi histamin berlebih dapat disebabkan beberapa makanan seperti keju dan
ikan (tuna, mackerel, salmon) tidak segar. Ikan ini mempunyai kandungan histidin yang tinggi
dan berada pada penyimpanan yang buruk. Histin didekarboksilasi oleh bakteri untuk
menghasilkan jumlah besar histamin. Normalnya, histamin akan diinaktivasi oleh histaminase
dalam tubuh tetapi dengan adanya INH yang berpotensi sebagai inhibitor histaminase,
menyebabkan keracunan histamin. Histamin dapat bertahan walaupun dalam pemasakan yang
lama.
Manajemen: Interaksi klinis penting akan tetapi munculnya kejadian ini sangat kecil.
Pengecualian untuk pasien yang berpotensi mengalami serangan serebrovaskular, reaksi ini
tidak membahayakan jiwa. Keracunan ikan tuna kadang muncul dengan tidak adanya
pemberian INH. Laporan menyebutkan pemberian antihistamin efektif untuk menanggulangi
keracunan (Stockley, 2008).
Signifikansi klinik: established (interaksi obat yang didukung oleh studi klinik).
Isoniazid (INH) – Antagonis reseptor H2 (Simetidin atau Ranitidin)
Bukti farmakokinetika munujukkan simetidin ataupun ranitidin tidak berinteraksi dengan
isoniazid. Simetidin 400 mg atau ranitidin 300 mg diberikan tiga kali sehari tidak memberikan
efek pada farmakokinetik dosis tunggal 10 mg/kg INH pada 13 subjek sehat. Absorbsi dan
metabolisme INH tidak berubah (Stockley, 2008).
Signifikansi klinik: no interaction.
Isoniazid (INH) – Laksatif
Sodium sulfat dan minyak jarak (yang digunakan sebagai laksatif) dapat menyebabkan
penurunan sedang reduksi dalam absorbsi isoniazid. Absorpsi diukur dari jumlah obat yang
diekskresikan dalam urin berkurang selam 4 jam (Stockley, 2008).
Signifikansi klinik: possible (interaksi yang dapat terjadi, data yang tersedia terbatas).
Isoniazid (INH) – Petidin (Meperidin)
Diketahui bahwa hipotensi dan letargi terjadi pada pasien yang diberi isoniazid dan petidin.
Pasien menjadi letargi dan tekanan darahnya turun dalam 20 menit setelah diberi 75 mg petidin
secara intramuskular. Satu jam sebelumnya pasien diberi isoniazid. Tidak terjadi demam atau
aritmia, dan elektrolit serum, glukosa, dan kadar udara darah normal. Tekanan darah kembali
normal 3 jam berikutnya (Stockley, 2008).
Signifikansi klinik: possible (interaksi yang dapat terjadi, data yang tersedia terbatas).
Isoniazid (INH) – Prednisolon
Prednisolon dapat menurunkan kadar plasma isoniazid. Penyebab terjadinya perubahan ini
belum dapat dijelaskan dengan baik tetapi kemungkinan akibat dari terjadinya perubahan
metabolisme dan atau perubahan ekskresi isoniazid oleh ginjal (Stockley, 2008).
Signifikansi klinik: unlikely (interaksi obat yang masih diperdebatkan karena belum ada bukti
yang baik yang tersedia).
Isoniazid (INH) – Propranolol
Propranolol menyebabkan sedikit reduksi klirens isoniazid (penurunan pengeluaran isoniazid
dari tubuh). Klirens dosis tunggal intravena 600 mg isoniazid ditemukan pada 6 subjek sehat
berkurang 21% setelah diberi 40 mg propranolol tiga kali sehari selama tiga hari. Penurunan
klirens disebabkan propranolol menghambat asetilasi isoniazid oleh enzim hati (Stockley,
2008).
Signifikansi klinik: probably (interaksi obat yang sangat mungkin terjadi tetapi belum terbukti
secara klinik.
Isoniazid (INH) – Asetaminofen
Hepatotoksisitas meningkat akibat hambatan penguraian asetaminofen, kemungkinan INH
menginduksi enzim oksidase pada hati dan ginjal sehingga metabolit hepatotoksik dari
asetaminofen meningkat (ISO farmakokinetik).
Dianjurkan membatasi pemakaian asetaminofen, dapat dipakai aspirin atau NSAID lain.
Signifikansi klinik: probably (interaksi obat yang sangat mungkin terjadi tetapi belum terbukti
secara klinik (Stockley, 2008).
Isoniazid (INH) – Karbamazepin
Toksisitas INH naik akibat penguraian menjadi metabolit toksik meningkat akibat induksi
enzim oleh karbamazepin dan toksisitas karbamazepin meningkat akibat penguraian
karbamazepin menurun karena inhibisi enzim oleh isoniazid (ISO Farmakoterapi).
B. Interaksi obat rifampisin dengan obat lain
Rifampisin – p-Asam amino Salisilat (PAS)
Level serum rifampisin berkurang setengah jika digunakan bersama granul PAS mengandung
bentonit. Serum level rifampisin (dosis 10 mg/kg) dari 30 pasien dengan tuberkulosis menurun
lebih dari 50% pada 2 jam setelah penggunaan bersama PAS. Selanjutnya studi pada 6 subjek
sehat menunjukkan interaksi ini tidak disebabkan oleh PAS sendiri tetapi disebabkan bentonit
yang merupakan eksipien utama untuk granul PAS. AUC rifampisin secara statistik tidak
berubah dengan adanya tablet natrium aminosalisilat (tanpa bentonit) sedangkan AUC
rifampisin berkurang 37% dengan adanya bentonit dari granul aminosalisilat.
Mekanisme: Bentonit dalam granul PAS mengadsorpsi rifampisin pada permukaannya,
sehingga tersedia sedikit rifampisin untuk diabsorbsi di usus. Berkurangnya absorsbsi
rifampisin di usus menghasilkan reduksi level serum rifampisin. Bentonit secara alami
merupakan mineral yang mengandung banyak aluminium silikat hidrat yang mirip dengan
kaolin.
Manajemen: Interaksi ini harus dihindarkan. Kedua obat sebaiknya diberikan terpisah dengan
jeda waktu 8 sampai 12 jam untuk mencegah pencampuran kedua obat dalam usus. Alternaif
lain adalah memberikan PAS yang tidak mengandung bentonit (Stockley, 2008).
Signifikansi klinik: established (interaksi obat yang didukung oleh studi klinik).
Rifampisin – Antasida
Absorbsi rifampisin berkurang dengan adanya antasida. Berkurangnya absorbsi rifampisin
disebabkan peningkatan pH di lambung oleh antasida menurunkan disolusi rifampisin dengan
demikian menghambat absorpsinya. Penambahan aluminium mungkin membentuk khelat
dengan rifampisin and magnesium trisilikat dapat mengabsorbsi rifampisin. Keduanya dapat
menyebabkan penurunan bioavailabilitas (Stockley, 2008).
Signifikansi klinik: possible (interaksi yang dapat terjadi, data yang tersedia terbatas).
Rifampisin – Klofazimin
Rifampisin tidak berinteraksi dengan kurang baik dengan klofazimin. Farmakokinetik
rifampisin tidak berubah dengan dosis berlipat klofazimin. Dosis tunggal klofazimin tidak
mengubah bioavailabilitas rifampisinjika duberikan bersama meskipun terjadi reduksi laju
absorbs tetapi tidak terlalu penting (Stockley, 2008).
Signifikansi klinik: no interaction.
Rifampisin – Makanan
Makanan dapat menghambat absorbsi rifampisin dari usus. Ketika dosis tunggal 10 mg/kg
rifampisin diberikan kepada 6 subjek sehat dengan sarapan standard Amerika (125 g gandum,
10 g lemak, 350 g sayur-sayuran) absorbsi rifampisin berkurang. AUC setelah 8 jam berkurang
26% dan puncak plasma berkurang 30%. Untuk mengatasi permasalahan ini, sebaiknya
rifampisin diminum dengan perut kosong, atau 30 menit sebelum makan, atau 2 jam setelah
makan (Stockley, 2008).
Signifikansi klinik: established (interaksi obat yang didukung oleh studi klinik).
Rifampisin – Probenesid
Serum level rifampisin meningkat dengan adanya probenesid. Studi pada 6 subjek sehat diberi
2 g probenesid sebelum dan setelah dosis tunggal 300 mg rifampisin menunjukkan rata-rata
serum puncak rifampisin meningkat 86%. Pada 4, 6, dan 9 jam setelah mengkonsumsi kedua
obat, persentase meningkat 118,9% dan 102%. Studi berikut pada pasien yang juga
menggunakan 600 mg rifampisin atau 300 mg rifampisin ditambah 2 g probenesid 30 menit
sebelumnya menunjukkan peningkatan 50% pada rifampisin 600 mg. Alasan peningkatan
serum rifampisin dengan hasil yang bertentangan belum diketahui. Kemungkinan dipengaruhi
oleh absorbsi rifampisin yang tidak menentu (Stockley, 2008).
Signifikansi klinik: probably (interaksi obat yang sangat mungkin terjadi tetapi belum terbukti
secara klinik.
Rifampisin – Buspiron
Rifampisin menurunkan konsentrasi buspiron dalam serum sehingga dapat menurunkan efikasi
terapi. Untuk menghindarinya, dapat dipakai antianxiety alternatif yang tidak dimetabolisme
oleh CYP3A4, misalnya lorazepam atau temazepam (ISO farmakoterapi).
Rifampisin – Kontrasepsi oral
Rifampisin mengurangi efikasi kontrasepsi oral dan dapat menyebabkan kejadian abnormal
pada menstruasi dan ovulasi sehingga terjadi kegagalan obat kontrasepsi oral (ISO
farmakoterapi).
C. Interaksi obat Pirazinamid dengan obat lain
Pirazinamid – Antasida
Aluminium-magnesium hydroxide 30 ml, 9 jam sebelum, dengan dan setelah pemberian dosis
tunggal 30 mg/kg pirazinamid dapat menurunkan waktu puncak absorpsi sebanyak 17%, tetapi
tidak berpengaruh parameter farmakokinetik lain. Penggunaan secara bersamaan tidak
menyebabkan masalah yang signifikan (Stockley, 2008).
Pirazinamid – Obat Antigout (Allopurinol)
Pirazinamid dihidrolisis dalam tubuh menjadi asam pirazinoat, yang berhubungan dengan efek
hyperuricaemic dari pirazinamid. Asam pirazinoat dioksidasi oleh enzim xantin oksidase
menjadi asam 5-hidroksipirazoat. Karena allopurinol merupakan penghambat xantin oksidase,
maka konsentrasi asam pirazinoat dapat meningkat sehingga dapat memperburuk efek
hyperuricaemic dari pirazinamid. Hyperuricaemic merupakan kontraindikasi pada penggunaan
pirazinamid. Jika terjadi hyperuricaemic disertai artritis gout akut selama pengobatan, maka
pemberian pirazinamid harus dihentikan (Stockley, 2008).
Pirazinamid – Obat Antigout (Probenesid)
Interaksi probenesid dan pirazinamid serta pengaruh mereka pada ekskresi asam urat sangat
kompleks dan saling berhubungan. Probenesid meningkatkan sekresi dari asam urat dalam urin
dengan menginhibisi reabsorpsi asam urat dari tubulus ginjal. Di sisi lain pirazinamid
mengurangi sekresi asam urat dalam urin, menghasilkan peningkatan kadar serum dari urate
dalam darah, sehingga menyebabkan hyperuricaemic. Hasil dari penggunaan probenesid dan
pirazinamid secara bersamaan bukan semata-mata penjumlahan sederhana dari efek kedua obat
tersebut, karena penambahan pirazinamid dapat menurunkan metabolisme probenesid sehingga
efek uricosuric diperpanjang, dan efek dari pirazinamid berkurang. Selain itu, probenesid dapat
menghambat sekresi pirazinamid sehingga efek pirazinamid meningkat. Efek keseluruhan
adalah jikaprobenesid digunakan untuk menangani hyperuricaemic yang disebabkan
pirazinamid, efek normal dari probenesid dapat dikurangi dan dibutuhkan dosis yang lebih
besar (Stockley, 2008).
Pirazinamid – Makanan
Makanan sedikit mempengaruhi absorpsi pirazinamid. Dosis tunggal 30 mg/kg pirazinamid
yang diberikan dengan makanan tinggi lemak dapat meningkatkan waktu puncak absorpsi
hingga 80%, tetapi tidak berpengaruh pada parameter farmakokinetik lain (Stockley, 2008).
D. Interaksi obat Asam Para-Amino Salisilat (PAS) dengan obat lain
PAS – Difenhidramin
Difenhidramin dapat menyebabkan berkurangnya absorpsi PAS dari usus. Suatu penelitian
terhadap 9 orang sehat (dan tikus) menunjukkan bahwa ketika 50 mg difenhidramin
diinjeksikan intramuskular 10 menit sebelum pemberian 2 gram PAS oral, kadar puncak
difenhidramin serum berkurang sekitar 15 %. Hal ini terjadi kemungkinan karena
difenhidramin mengurangi peristaltik usus yang mana juga mengurangi absorpsi PAS.
Penggunaan difenhidramin atau antikolinergik lain yang dapat menurunkan respon terapeutik
pengobatan jangka panjang dengan PAS sebenarnya belum pasti, kemungkinannya kecil
(Stockley, 2008).
Signifikansi klinik: probably (interaksi obat yang sangat mungkin terjadi tetapi belum terbukti
secara klinik (Stockley, 2008).
PAS – Probenecid
Kadar PAS dalam serum dapat ditingkatkan 2 sampai 4 kali dengan pengunaan probenecid
secara bersamaan. Ketika 500 mg probenecid diberikan 6 jam. Kadar PAS dalam serum 4 gram
bertambah 4 kali. Hasil yang sama ditunjukkan pada penelitian yang lain. Alasannya belum
pasti tetapi kemungkinannya adalah karena probenecid berhasil bersaing dengan PAS terhadap
ekskresi aktif oleh tubulus ginjal, yang mengakibatkan retensi dan akumululasi PAS dalam
tubuh. Bertambahnya kadar PAS dalam serum akan mengakibatkan toksisitas. Dosis PAS
dapat dikurangi tanpa kehilangan respin terapeutik yang diperlukan. Tetapi hal ini perlu
penelitian lebih lanjut. Pengunaan bersamaan obat seharusnya dilakukan dengan pengawasan
(Stockley, 2008).
Signifikansi klinik: possible (interaksi yang dapat terjadi, data yang tersedia terbatas).
E. Interaksi obat Streptomisin dengan obat lain
Streptomisin – diuretik (asam ethakrinat)
Pemberian bersama dengan diuretik (asam ethakrinat) menyebabkan peningkatan ototoksisitas.
Penggunaan asam etakrinat bersama denghan streptomisin dapat meningkatkan gangguan pada
telinga yang diakibatkan oleh streptomisin (Stockley, 2005).
Streptomisin – metoksifluran
Penggunaan streptomisin dengan metoksifluran tidak akan meningkatkan efek nefrotoksik yang
diberikan oleh metoksifluran (Stockley, 2005).
Streptomisin – Dimenhidrinat
Dimenhidrinat menutupi efek ototoksik yang tak diingini dari streptomisin. Dimenhidrinat
dapat mencegah pusing, mual, muntah yang terjadi selama pengobatan dengan streptomisin
(Stockley, 2005).
F. Interaksi obat Etionamid dengan obat lain
Etionamid – pirazinamida
Etionamid yang digunakan bersamaan dengan pirazinamida dapat menyebabkan fungsi liver
yang abnormal sehingga penggunaan secara bersamaan sebaiknya dihindari (Stockley, 2005).
Etionamid – rifampisin
Penggunaan rifampisin bersamaan dengan tiomida (etionamid atau protionamid) sebagain
bagian regimen yang direkomendasikan WHO untuk pengobatan multibacillary leprosy
dikaitkan dengan timbulnya hepatotoksisitas (Stockley, 2005).