iii -...
-
Upload
truongnhan -
Category
Documents
-
view
231 -
download
0
Transcript of iii -...
iii
KOMUNIKASI ISLAM BUYA HAMKA
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Magister Sosial (M.Sos)
Oleh:
M.Haqqi Anna Zilli
NIM: 21160510000002
Pembimbing
Dr. H.A Ilyas Ismail, MA
NIP: 19630405 199403 1 00 1
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/2018
iv
PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : M.Haqqi Anna Zilli
NIM : 21160510000002
Jenjang : Magister (S2)
Program Studi : Komunikasi dan Penyiaran Islam
Fakultas : Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Dengan ini menyatakan bahwa tesis berjudul “Komunikasi Islam
Buya Hamka” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak
melakukan tindakan plagiat dalam penyusunannya. Adapun kutipan
yang ada dalam penyusunan karya ini telah saya cantumkan sumber
kutipannya dalam tesis. Saya bersedia melakukan proses yang
semestinya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku jika
ternyata tesis ini sebagian atau keseluruhan merupakan plagiat dari
karya orang lain.
Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.
Jakarta, 30 Juli 2018
Saya yang menyatakan,
M.Haqqi
NIM: 21160510000002
v
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : M.Haqqi Anna Zilli
NIM : 21160510000002
Jenjang : Magister (S2)
Program Studi : Komunikasi dan Penyiaran Islam
Fakultas : Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Menyatakan bahwa naskah Tesis berjudul ““Komunikasi Islam Buya
Hamka” ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian karya sendiri,
kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk sumbernya.
Jakarta, 30 Juli 2018
Saya yang menyatakan,
Materai 6000
M.Haqqi
NIM: 21160510000002
vi
PERSETUJUAN TIM PENGUJI UJIAN TESIS
Tesis yang berjudul Komunikasi Islam Buya Hamka telah diujikan
dalam sidang munaqasah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, pada tanggal 27
Juli 2018. Tesis ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Magister Sosial (M.Sos) pada Program Studi
Magister Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi.
Jakarta, 27 Juli 2018
Sidang Munaqasah
Ketua Sekretaris
Dr. Sihabuddin Noor, MA. Kiki Rizky, M.Si.
NIP 196902211 99703 1 001 NIP 19730321 200801 1 002
Penguji 1 Penguji 2
Dr. Suhaimi, M.Si. Dr. Armawati Arbi, M.Si.
NIP 19670906199403 1 002 NIP 19650207 199103 2002
Pembimbing
Dr. H.A Ilyas Ismail, MA.
NIP 19630405 199403 1 00 1
vii
ABSTRAK
Muhammad Haqqi Anna Zillli. Komunikasi Islam Buya Hamka.
2018.
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap bagaimana komunikasi
Islam Buya Hamka. Mengemukakan sejauh mana urgensi komunikasi
dakwah Islam dalam proses pembinaan, memberikan solusi, serta
mewujudkan kerukunan antar umat beragama, mengingat banyaknya
masalah atau konflik yang muncul sedang dihadapi oleh umat. Idealnya
seorang da’i ketika berdakwah harus menerapkan prinsip-prinsip
dakwah Islam. Agar tercapainya efektivitas dalam berdakwah. Namun
realitasnya, ternyata masih ada da’i yang belum menerapkan prinsip-
prinsip berdakwah. Sehingga efektivitas dalam berdakwah belum
tercapai. Dengan munculnya fenomena-fenomena seperti itu, timbul
suatu pertanyaan. Mengapa da’i atau ulama saat ini belum bisa
menerapkan prinsip-prinsip dakwah Islam? Hal ini tentunya berbeda
dengan ulama terdahulu seperti Buya Hamka. Dari sekian banyaknya
ulama yang muncul saat itu, mengapa hanya nama Buya Hamka yang
masih bertahan untuk dikenang dan tak terlupakan hingga sekarang?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, peneliti menggunakan jenis
penelitian kualitatif. Pengumpulan data dengan dokumentasi dan
kepustakaan. Dalam menganalisis data menggunakan metode deskriptif
eksploratif. Temuan penelitian menunjukkan: Prinsip komunikasi Islam
Hamka ada tiga yaitu berdakwah dilakukan dengan menggunakan
prinsip rasionalitas, teguh dalam memegang prinsip-prinsip keIslaman,
serta keteladanan dan nyata dalam melaksanakan amal saleh. Serta
Hamka telah menerapkan semua unsur-unsur dakwah. Hamka menjadi
da’I atau komunikator dakwah yang sukses. Hamka dikenal tidak hanya
bisa memberikan pesan-pesan keislaman sesuai dengan Al-Qur’an dan
hadits, namun juga memiliki banyak talenta/bakat dalam berbagai
bidang serta sebutan yang disematkan kepadanya. Bisa menjadi seorang
penulis yang produktif, sastrawan, ulama besar, budayawan, sejarawan
public, dan mufassir. Materi dakwah yang jelas, menggunakan
beberapa media, metode dakwah, dan efek dakwah yang dapat
menambah keyakinan dan keimanan umat.
Kata Kunci: Komunikasi, Dakwah, Islam, Buya Hamka, Tokoh
Dakwah.
viii
ABSTRACT
Muhammad Haqqi Anna Zillli
COMMUNICATION OF ISLAMIC BY BUYA HAMKA
This study aims to uncover the communication of Buya Hamka Islam.
Expressing the extent of the urgency of the communication of Islamic
da'wah in the coaching process, providing solutions, and realizing inter-
religious harmony, given the many problems or conflicts that arise are
being faced by the people. Ideally a preacher when preaching must
apply the principles of Islamic da'wah. In order to achieve effectiveness
in preaching. But the reality is that there are still da'i who have not
applied the principles of preaching. So that effectiveness in preaching
has not been achieved. With the emergence of such phenomena, a
question arises. Why can't the da'i or ulama currently apply the
principles of Islamic da'wah? This is certainly different from previous
scholars such as Buya Hamka. Of the many scholars who appeared at
that time, why did the name Buya Hamka still survive to be
remembered and forgotten until now? To answer this question,
researchers used a type of qualitative research. Data collection with
documentation and literature. In analyzing the data using descriptive
exploratory method. Research findings show: There are three Islamic
communication principles of Hamka: preaching is done by using the
principle of rationality, firm in holding Islamic principles, and
exemplary and real in carrying out righteous deeds. And Hamka has
applied all the elements of da'wah. Hamka is a successful da'i or
missionary communicator. Hamka is known not only to be able to
provide Islamic messages in accordance with the Qur'an and hadith, but
also has many talents / talents in various fields as well as the
designations that are pinned on him. Can be a productive writer, writer,
great scholar, cultural observer, public historian, and exegete. Clear
da'wah material, using several media, methods of da'wah, and the
effects of da'wah that can increase the faith and faith of the people.
Keywords: Communication, Dakwah, Islam, Buya Hamka, Da'wah
Characterist.
ix
KATA PENGANTAR
Bismillahir Rahmaanir Rahiim
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT, atas berkat Rahmat-Nya
sempurnalah segala kebajikan. Salawat serta salam semoga tetap tercurah
atas utusan Allah, sebagai rahmat untuk semesta alam pada junjungan kita
Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya
yang setia hingga akhir zaman.
Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Master
Sosial (M.Sos) Progam Magister Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam penyusunan Tesis hingga terselesaikannya, peneliti mendapat bantuan
moril maupun materil dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini peneliti
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada sebagai Rektor UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
2. Dr. Arief Subhan MA sebagai Dekan di Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. H.A Ilyas Ismail, MA yang telah bersedia meluangkan waktunya
untuk membimbing Tesis ini hingga dapat diselesaikan dengan baik.
4. Dr Sihabuddin Noor, MA selaku ketua Program Magister Komunikasi
dan Penyiaran Islam di di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Dr. Rully Nasrullah, M.Si selaku Sekretaris Progam Magister
Komunikasi dan Penyiaran Islam di di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Prof. H. Andi Faisal Bakti, MA.,Ph,D sebagai Penasehat Akademik.
7. Dr. Suhaimi, M.Si sebagai penguji sekaligus penyempurnaan tesis
8. Dr. Armawati Arbi, M.Si sebagai penguji sekaligus penyempurnaan
tesis
9. Kedua orang tuaku yang selalu mendoakan dan mendukung atas
kesuksesan peneliti
10. Bapak dan Ibu dosen di Prodi Magister KPI yang telah mengajar
dan membimbing serta memberikan berbagai ilmunya dengan
penuh keikhlasan
xi
11. Staf dan karyawan di FIDKOM yang telah memberikan pelayanan
yang baik dalam hal admininistrasi
12. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian tesis ini.
Dalam penyusunan tesis ini peneliti menyadari bahwa banyak
terdapat kesalahan, kelemahan, dan kekurangan dari berbagai sisi.
Oleh karena itu, peneliti mengharapkan adanya saran dan kritik
yang sifatnya membangun demi kesempurnaan tesis ini, semoga
bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan kepentingan
yang lainnya, amiin ya rabbal alamin.
Tangerang, 22 Mei 2018
M. Haqqi
xi
DAFTAR ISI
Pernyataan Bebas Plagiasi ............................................................................ iv
Pernyataan Keaslian ....................................................................................... v
Lembar Pengesahan ...................................................................................... vi
Abstrak ......................................................................................................... vii
Abstrak (English) ........................................................................................ viii
Kata Pengantar .............................................................................................. ix
Daftar Isi ....................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 13
C. Pernyataan Penelitian .................................................................. 13
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 13
E. Studi Pustaka ............................................................................... 14
F. Landasan Teoritis......................................................................... 17
G. Metodologi Penelitian ................................................................. 22
1. Paradigma penelitian .............................................................. 22
2. Jenis Penelitian ....................................................................... 23
3. Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 24
4. Sumber Data ........................................................................... 25
5. Teknik Analisis Data .............................................................. 26
BAB II KAJIAN TEORITIS..................................................................... 28
A. Hakikat Komunikasi ................................................................. 28
B. Hakikat Dakwah Islam ............................................................... 32
C. Hakikat Komunikasi Islam ......................................................... 38
xi
BAB III BIOGRAFI HAMKA .................................................................. 46
A. Riwayat Hidup Buya Hamka ................................................... 46
B. Setting Pendidikan dan Sosial Hamka ..................................... 62
C. Buya Hamka Sebagai: .............................................................. 66
1. Sastrawan dan Wartawan ...................................................... 66
2. Pendidik ................................................................................ 70
3. Politisi ................................................................................... 72
4. Ulama .................................................................................... 74
D. Karya-Karya Buya Hamka ....................................................... 77
BAB IV ANALISA MODEL KOMUNIKASI ISLAM BUYA
HAMKA ...................................................................................... 86
A. Prinsip-Prinsip Komunikasi Islam Buya Hamka .................... 86
1. Dakwah Dilakukan Dengan
Menggunakan Prinsip Rasionalitas................................... 88
2. Teguh dan Kuat Dalam Memegang
Prinsip-Prinsip KeIslaman ............................................... 118
3. Keteladanan ..................................................................... 122
B. Analisa Penerapan Unsur-Unsur Dakwah Buya Hamka ...... 138
BAB V PENUTUP.................................................................................... 170
1. Kesimpulan ............................................................................... 170
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………173
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penelitian ini membahas dan mengkaji bagaimana komunikasi Islam
Buya Hamka. Siapa yang tidak mengenal sosok ulama berkaliber
internasional seperti Buya Hamka? Indonesia cukup beruntung, memiliki
seorang ulama yang bisa berkontribusi di nasional maupun dunia
internasional. Tidak banyak ulama yang berasal dari Indonesia hingga
bisa dikenal sampai ke dunia internasional. Sangat sedikit sekali, dari
yang sedikit itulah salah satu di antaranya adalah Buya Hamka.
Dari berbagai sumber, Nama lengkap dari Buya Hamka adalah Prof.
DR. H. Abdul Malik Karim Amrullah, atau biasa dikenal dengan nama
Buya Hamka. Hamka dilahirkan pada tanggal 17 Februari 1908 (14
Muharram 1326 H) di Sungai Batang, Tanjung Raya, Maninjau, Sumatera
Barat.1
Pada usia yang masih belia yaitu 16 tahun (1924), Hamka merantau
ke Jogjakarta dan Jawa Tengah. Disana, ia belajar langsung dengan Haji
Omar Said (H.O.S) Tjokroaminoto. Ia mengikuti kursus-kursus yang
diadakan oleh Organisasi Sarekat Islam, bahkan masuk menjadi anggota
organisasi yang kemudian menjadi partai politik. Buya Hamka juga
belajar kepada Soerjopranoto tentang ilmu Sosiologi. Selain itu, ia juga
belajar filsafat dan sejarah (Islam) dari K. H. Mas Mansyur, dan tafsir dari
Ki Bagus Hadikusumo.
Hamka juga sempat mengembara ke Bandung, bertemu tokoh
Masyumi, A. Hassan dan M. Natsir yang memberinya kesempatan belajar
1 James R.Rush, “HAMKA’S GREAT STORY A Master Writer’s Vision of Islam for
Modern Indonesia”, (Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, 2017), Hlm. Ix
2
menulis dalam majalah “Pembela Islam”.2 Selama di Yogjakarta, Buya
Hamka juga aktif sebagai anggota Muhammadiyah. Dia juga berkenalan
dan rajin mengikuti pengajian yang diberikan oleh pemimpin-pemimpin
Muhammadiyah seperti KH. Mochtar, KH. Fachruddin, dan lain-lain.
Pada juli 1925, beliau pulang ke Padang, dan membawa buku
berharga karangannya, yakni „Islam dan Nasionalisme‟ serta „Islam dan
Materialisme‟. Buku berjudul, „Islam dan Nasionalisme‟ merupakan
manifestasi dari kumpulan pidato H.O.S Cokroaminoto. Sedangkan, buku
berjudul, „Islam dan Materialisme‟ merupakan salinan A.D Hani atas
karangan Sayid Jamaluddin al-Afghani sebagai seorang pembaharu Islam
terkenal.3
Pada tahun 1927, saat Hamka pergi berhaji ke Mekkah. Beliau
menyempatkan diri untuk bekerja diperusahaan percetakan-penerbitan
milik Tuan-Hamid, putra Majid Kurdi yang merupakan mertua Syeikh
Ahmad Khatib Minangkabaui, Imam dan Khatib Masjidil Haram, guru
besar ayahnya. Ia banyak belajar dari Syeikh Ahmad Khatib.
Beruntungnya, selama di Mekkah ia bertemu dengan H. Agus Salim.
Tokoh Muhammadiyah itu menyarankan agar Hamka segera pulang ke
tanah air. Agus Salim mengatakan bahwa, “Banyak pekerjaan yang jauh
lebih penting menyangkut pergerakan, studi, dan perjuangan yang dapat
engkau lakukan. Karenanya, akan lebih baik mengembangkan diri di
tanah airmu sendiri”.4
Sekembalinya dari menunaikan ibadah haji pada 1927, ia pergi ke
Medan. Disana, beliau mulai mengirimkan tulisan-tulisannya untuk Surat
2 Shobahussurur dkk, „Mengenang 100 Tahun Haji Abdul Malik Karim Amrullah‟,
(Jakarta, YPI al-Azhar, 2008), Hlm. 20 3 Natsir Tamara. Hamka di Mata Hati Umat. Jakarta: Sinar Harapan, 1983, Hlm.
240. 4 Hamka, “Kenang-Kenangan Hidup”, Jilid I Cet. III, (Jakarta: Bulan Bintang,
1974), Hlm.111
3
Kabar Pembela Islam di Bandung dan berkorespondensi dengan M.
Natsir, A. Hassan dan tokoh pembaharuan Islam lainnya. Hamka juga
bekerja di Koran Harian Pelita Andalas dan menuliskan laporan-laporan
perjalanan, terutama perjalanannya ke Mekkah. Tulisannya diminati
banyak orang, diantaranya adalah Muhammad Ismail Lubis, pemilik
majalah Seruan Islam. Hamka kerap mengirimkan tulisannya ke Suara
Muhammadiyah yang dipimpin H. Fakhruddin di Yogyakarta.5
Setelah merasa cukup pengalaman dalam dunia tulis-menulis, pada
saat menetap di Medan, Hamka mengeluarkan majalah mingguan Islam
yang mencapai puncak kemasyhuran sebelum perang, yaitu “Pedoman
Masyarakat”. Majalah Keislaman ini dipimpinnya mulai tahun 1936
sampai tahun 1943, yaitu ketika bala tentara Jepang masuk.
Di zaman itulah banyak terbit karangan-karangannya dalam bidang
agama, filsafat, tasawuf, dan roman. Beberapa ada yang ditulis di
“Pedoman Masyarakat”. Dan waktu itulah keluar romannya
“Tenggelamnya kapal Van Der Wijck”, dan “Di Bawah Lindungan
Ka’bah”. Adapun beberapa novelnya yaitu, “Merantau ke Deli”,
“Terusir”, “Keadaan Ilahi”, dan lain-lain.
Untuk bisa menghargai jasa-jasanya dalam komunikasi dakwah dan
penyiaran Islam dengan pengunaan bahasa Indonesia. Maka pada tahun
1958, Hamka diundang pemerintah Mesir dan dengan pidatonya yang
berjudul “Pengaruh Muhammad Abduh di Indonesia”. Hamka
mendapatkan gelar Ustaziyah Fakhiriyah (Doctor Honoris Causa) dari
Majelis Tinggi University al-Azhar Kairo.
Satu-satunya silsilah keluarga di Indonesia antara anak dan ayah,
yang bisa mendapatkan gelar Doctor Honoris Causa adalah hanya dari
5 Rahmas, “Makna Shalawat Dalam al-Qur‟an Menurut Buya Hamka”, (Skripsi S1
Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, 2014), hlm. 44.
4
generasi Buya Hamka. Pasalnya, ayahnya Hamka yaitu Haji Rasul pernah
mendapatkan gelar Doctor Honoris Causa dari al-Azhar. Dan, selepas itu
tidak pernah muncul lagi tokoh atau ulama dari Indonesia yang
mendapatkan gelar tersebut.
Lalu pada tahun 1974, Hamka mendapat gelar Doktor Honoris Causa
lagi di Universitas Kebangsaan Malaysia.6 Dan ini merupakan gelar kedua
yang diperoleh Hamka dalam masa jaya-jayanya di bidang keilmuan.
Disamping jabatan lain yang tidak kalah pentingnya dalam memajukan
bangsa Indonesia, terutama dalam aspek sosial dan keagamaan. Tahun
berikutnya, 1975, Musyawarah Alim Ulama seluruh Indonesia
dilangsungkan. Hamka pun dilantik dan menjabat sebagai Ketua Umum
Majelis Ulama Indonesia (MUI), pada tanggal 26 Juli 1975 bertepatan
dengan 17 Rajab 1395. Jabatan ini dipegangnya sampai tahun 1981, yaitu
sampai mendekati akhir hidupnya. Hamka meninggal pada tanggal 24 Juli
1981, dan masih dalam kedudukannya sebagai penasehat Pimpinan pusat
Muhammadiyah.7
Buya Hamka bisa menjadi seorang ulama yang besar sampai akhir
hayatnya (Jum‟at tanggal 24 Juli 1981), bukan karena memiliki minat
belajar dan ketekunan yang sangat tinggi saja. Melainkan juga karena
memiliki garis keturunan dan silsilah keluarga yang sangat luar biasa.
Pada buku berjudul “Hamka’s Great Story” karangan James R. Rush
dijelaskan bahwa Kakek-Nenek buyut Hamka bernama Abdullah Saleh,
beliau adalah seorang ulama yang amat besar perhatiannya kepada ilmu
tasawuf dan mengikuti ajaran Sufi al-Ghazali.8 Abdullah Saleh
6 Yunus Amir Hamzah, “Hamka Sebagai Pengarang Roman”, (Jakarta, CV.Puspita
Sari Indah,1993), hlm. 7 7 H. Rusydi, “Pribadi dan Martabat Buya Prof.Dr.Hamka”, (Jakarta,: Pustaka
Panjimas, 1983), Hlm. 7 8 James R.Rush, “HAMKA’S GREAT STORY A Master Writer’s Vision of Islam for
Modern Indonesia”, (Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, 2017), Hlm. 46
5
merupakan kakek buyut Hamka menikah dengan putri dari Tuanku
Pariaman, karena Abdullah Saleh merupakan murid kesayangan dari
Tuanku Pariaman.
Beberapa tahun kemudian, lahirlah putra Abdullah Saleh yang
bernama Muhammad Amrullah, yang merupakan kakek dari Hamka. Lalu
pada generasi selanjutnya, lahirlah pula Ayah dari Hamka yaitu Haji
Rasul pada tanggal 1879. Untuk membentuk generasi selanjutnya, maka
Haji Rasul pun menikah dengan Safijah, lalu dari pernikahan itu lahirlah
seorang anak laki-laki bernama Hamka.
Sekarang kita mengetahui mengapa Buya Hamka bisa menjadi sosok
yang sangat luar biasa? karena ada perpaduan antara bakat alamiah yang
bersumber dari silsilah keluarga ulama, beserta kerja keras dan niat
belajar yang gigih. Maka lahirlah seorang tokoh nasional dan ulama yang
bisa membawa harum nama bangsa Indonesia di kancah internasional.
Buya Hamka terlahir sebagai tokoh yang belajar secara otodidak,
muncul sebagai seorang ulama yang memiliki ilmu multidimensi dan
multitalenta. Pastinya banyak menimbulkan pertanyaan, baik dari
kalangan akademisi maupun dari kalangan lainnya. Hamka yang
pendidikan formalnya saja tidak pernah selesai, hanya sampai kelas dua
Sekolah Desa. Namun mengapa dia bisa memiliki banyak kualitas?, dan
bisa melahirkan anak-anak muda bergelar sarjana, master, ataupun doktor
di Perguruan Tinggi, setelah menyusun tugas akhir mereka tentang
pemikirannya. Seharusnya ini menjadi bahan renungan, Hamka saja
mampu untuk melakukannya artinya kita juga mampu.
Hamka dikenal oleh publik karena memiliki banyak kualitas. Ada
lima kualitas yang dimilikinya yaitu sebagai pengarang, sastrawan,
budayawan, sejarawan publik, dan sebagai seorang mufassir. Semua
kualitasnya menyatu dalam pribadi Hamka seperti yang dapat ditelusuri
6
dari berbagai karya tulis dan ceramahnya yang selalu memikat dan
memukau.
Hamka merupakan salah satu alim ulama Indonesia yang produktif
dalam hal mengarang dan menulis. Pada saat berumur 17 tahun, sudah
mulai menulis buku yang berkaitan dengan agama Islam, Nasionalime,
dan Materialisme. Tidak hanya itu, Hamka juga rajin mengarang cerita-
cerita roman yang enak dibaca oleh siapa saja. Mengapa hal ini bisa dia
lakukan?, Hamka sewaktu kecil memang sangat rajin membaca. Dia
sering pergi ke taman bacaan dan menyisihkan uang jajannya untuk
membaca/meminjam buku. Semasa hidupnya Hamka telah melahirkan
karangan buku sebanyak 118, baik itu karya fiksi ataupun ilmiah.
Selain sebagai seorang pengarang buku, Hamka dikenal sebagai
seorang sastrawan dan pujangga. Karya-karya sastranya memberikan
pengaruh dan menginspirasi orang lain. Tulisannya tidak hanya cerita
yang indah, tetapi juga membawa amanat. Kebanyakan buku-buku
Hamka memang bernuansa sedih, namun mengunggah perasaan orang
untuk terharu.9
Orang menyebutnya sebagai seorang sastrawan karena karya
sastranya yang terkenal diantaranya Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck,
Di Bawah Lindungan Ka’bah, Merantau ke Deli, dan belasan cerpen yang
terkumpul dalam di Di Dalam Lembah Kehidupan dan lain-lain. Tulisan
Hamka banyak terinspirasi dari pengarang yang berasal dari luar negeri.
Di dalam buku berjudul “Hamka sebagai pengarang roman” karya dari
Yunus Amir Hamzah, disebutkan beberapa pengarang yang
mempengaruhi Hamka, seperti Manfaluthi, Abduh, Mustafa, Sadik Rafi‟i,
Zaki Mubarak, Husain Haikal Pasya, Pierre Lotti, hingga Sokrates dan
9 Rusydi dan tim (ed.), “Perjalanan terakhir Buya Hamka”, Jakarta: Panji
Masyarakat, 1981, Hlm. 100
7
plato.10
Gondokan pengaruh itulah yang membentuk diri Hamka lincah
dan produktif dalam karya sastranya.
Hamka dikenal pula sebagai budayawan yang cukup aktif dalam
berkegiatan, bukan hanya lewat artikel-artikelnya di banyak media saat
menyorot masalah kebudayaan, tapi juga terutama ketika Hamka tampil
memukau di hadapan publik di forum-forum resmi maupun seminar yang
membahas masalah-masalah mendalam yang menyangkut kebudayaan.
Ketika menjadi Pegawai Tinggi Kementerian Agama di tahun 50-an,
Hamka sering memimpin delegasi RI ke Manca Negara selaku ulama
yang konsern di bidang kebudayaan.11
Hamka pun juga diakui sebagai sejarawan publik, menurut H.M
Yunan Nasution (sahabat Hamka selama puluhan tahun), “Beliau sangat
„luar kepala‟ sejarah lama-lama, hubungan riwayat dari satu kurun ke
kurun yang lain, riwayat hidup ulama-ulama dan pejuang-pejuang Islam
dahulu kala; ingat tali-temalinya dan sambungannya, bahkan kadang-
kadang sampai tanggal dan bagaimana detail terjadinya sesuatu
peristiwa.”12
Dengan ingatan kuat dan tajam ini, maka Hamka menjadi
seorang yang ahli debat ulung. Suaranya serak-serak parau telah
menambah bobot tersendiri bagi penampilannya. Jadi, tidaklah berlebihan
kalau misalnya ada salah seorang sejarawan berasal dari Amerika Serikat,
yaitu James R.Rush, yang menulis dan mengukuhkan karyanya dengan
judul “Hamka Great Story”13
yang terbit pada 2017. Buku karya Hamka
yang cukup tebal, yaitu Sejarah Umat Islam, Ayahku, Jamaluddin Al
10
Yunus Amir Hamzah, “Hamka Sebagai Pengarang Roman”, (Jakarta,
CV.Puspita Sari Indah,1993), hlm. 4 11
Afif Hamka, dan kawan-kawan, “ BUYA HAMKA”, ( Jakarta, Uhamka Press,
2008). 12
Rusydi dan tim (ed.), “Perjalanan terakhir Buya Hamka”, Jakarta: Panji
Masyarakat, 1981, Hlm. 107 13
James R.Rush, “HAMKA’S GREAT STORY A Master Writer’s Vision of Islam for
Modern Indonesia”, (Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, 2017)
8
Afgani dan Antara Fakta dan Khayal Tuanku Rao, memberi alasan yang
kuat pada kita untuk menyebut Hamka menjadi seorang peminat dan
analisis sejarah yang serius.
Hamka memang sangat pantas disebut alimun abqariy, ulama jenius
yang pernah dimiliki dan menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia di
masanya.14
Hamka tidak hanya pernah mendapatkan gelar Doktor Honoris
Causa dari 2 kampus terkenal yaitu dari Kebangsaan University, Kuala
Lumpur Malaysia dan dari Al-Azhar University, Cairo Mesir. Hamka juga
bisa disebut sebagai seorang mufassir yang menulis karya masterpiece
dan monumental, yaitu Tafsir Al Azhar 30 Juz.
Ketika pada tahun 1964 saat rezim orde lama, Soekarno
menjebloskan Hamka ke penjara. Hamka dituduh melakukan perencanaan
pembunuhan terhadapnya. Musibah yang berat ini diterimanya dengan
tabah dan penuh tawakkal. Menurut Hamka, ini adalah sebuah anugerah,
karena selama di penjara Hamka bisa menyelesaikan karya besarnya,
Tafsir Al-Azhar. Karya tulis yang tidak mungkin dia selesaikan dalam
waktu singkat, mengingat kesibukannya sehari-hari. Apakah Hamka
dendam kepada Soekarno atas perbuatan yang pernah dilakukan
terhadapnya?, ternyata tidak sedikitpun ada rasa dendam yang
diperlihatkan. Bahkan, ketika Soekarno meninggal dunia, Hamka hadir
memimpin langsung shalat jenazah Soekarno. Sebuah Akhlaq dan suri
tauladan yang baik diperlihatkan oleh Hamka kepada kita semua. Hamka
tidak pernah menjadi pendendam, meskipun banyak orang yang
menzaliminya. Begitulah Hamka sampai akhir hayatnya tetap kokoh
sebagai ulama dan segala kualitas dimilikinya. Peneliti pun berharap
muncul Hamka-Hamka yang lain di Indonesia, tidak saja memiliki
14
Afif Hamka, dan kawan-kawan, “ BUYA HAMKA”, ( Jakarta, Uhamka Press,
2008).
9
multitalenta dan ilmunya multidimensi, namun juga memilki akhlaqul
karimah yang baik.
Selain karena karya-karya tulis dan kualitas yang dimilikinya, Hamka
juga meninggalkan jejak dalam sejarah modern Islam di Indonesia.
Hamka termasuk pelopor jurnalisme Islam, yang berdakwah melalui
majalah pengetahuan dan kebudayaan Islam, yaitu Pedoman Masyarakat,
Gema Islam, dan tentunya Panji Masyarakat.
Hamka juga termasuk sebagai tokoh pengembangan gerakan dakwah
bagi kalangan masyarakat urban perkotaan, Imam Besar Masjid Agung
Al-Azhar yang mempelopori berdirinya sekolah-sekolah Islam Al-Azhar
yang sekarang menjadi model Lembaga Pendidikan Islam modern.
Hamka menjadi Imam Besar Masjid Agung Al-Azhar sampai akhir
hayatnya. Masjid diisi dengan pengajian rutin, yaitu pengajian setelah
subuh. Lalu dibangun pula tradisi pengajian untuk jemaah shalat Taraweh
di bulan Ramadhan yang pada masa itu belum ada model dakwah seperti
itu. Belakangan dakwah dari Hamka diminati berbagai lapisan
masyarakat, mulai dari kalangan pebisnis, karyawan, kuli, dan pendatang
baru. Pada awalnya banyak masyarakat tidak banyak melaksanakan
shalat, karena belum disentuh pesan-pesan dakwah. Namun masyarakat
mendengar kabar, bahwa ada Hamka yang sedang berdakwah, mereka
pun penasaran dan ingin melihat Hamka.15
Sejak saat itulah banyak dari
kalangan muslim datang ke Masjid Al-Azhar untuk mendengarkan
ceramah dan dakwah Hamka.
Masjid Agung Al-Azhar memang diakui sebagai pusat kegiatan
dakwah Buya Hamka. Dakwah Hamka sampai pula gaungnya ke daerah-
daerah pelosok di Indonesia, bahkan sampai ke luar negeri. Hamka
15
Wawancara dengan Afif Hamka di Universitas Al-Azhar Indonesia, pada tanggal
30 Oktober 2017. Pukul 10.00-12.00 Wib.
10
menjadi pelopor dakwah gedongan/metropolitan berawal dari kawasan
kebayoran yang disebut sebagai kota satelit.16
Sehingga hal itu menjadi
model dakwah bagi masjid-masjid yang dibangun di kota-kota besar di
Indonesia.
Hamka diakui sebagai da‟i penyejuk umat yang menjadikan agama
bermakna di tengah arus sekularisme, sampai liberal. Meskipun secara
formal menjadi Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia, yang akhirnya
mengundurkan diri lantaran teguh mempertahankan prinsipnya, ia adalah
“ayah” spiritual bagi segala lapisan masyarakat.
Dalam kiprah perjalanan hidupnya, Hamka tidak hanya menjadi ayah
dari tujuh putera dan tiga puterinya, anak-anak kandungnya. Namun ia
juga merupakan ayah bagi jutaan jemaahnya, umat pada umumnya. Di
mata anak kandungnya, Irfan Hamka, Hamka adalah sosok yang
menginspirasi. “Banyak prinsip hidup Ayah yang bisa menjadi pegangan
moral bagi masyarakat sekarang.”.17
Banyak tokoh-tokoh nasional yang memberikan pendapatnya atas
kiprah yang dilakukan oleh Hamka selama ini, terutama dalam dunia
dakwah dan perjuangannya untuk Bangsa Indonesia. Bagi Komaruddin
Hidayat, Hamka adalah seorang Ayah bagi negeri ini. “Ayah bukan hanya
dilihat secara biologis, tapi dia juga ayah bagi anak-anak didiknya, ayah
spiritualitas.”
Bagi Jusuf Kalla, Hamka merupakan ulama dan muballigh yang
hebat. Banyak ulama besar, tapi tidak menjadi muballigh yang besar.
“Ceramah beliau tidak pernah sama, bahkan lebih dari 36 kali, sangat
hebat.”
16
Wawancara dengan Afif Hamka di Universitas Al-Azhar Indonesia, pada tanggal
30 Oktober 2017. Pukul 10.00-12.00 Wib. 17
Irfan Hamka. Ayah... Kisah Buya Hamka masa muda, dewasa, menjadi ulama,
sastrawan, politisi, kepala rumah tangga, sampai ajal menjemputnya. Jakarta. Republika
Penerbit. 2016. Hlm. 320
11
Menurut mantan Ketua MUI Amidhan, Hamka adalah tokoh yang
menjunjung tinggi integritasnya sebagai manusia yang beriman. Hamka
tidak pernah berkompromi pada masalah aqidah. Bagi mantan Menko
Kesra Azwar Anas, Hamka adalah seseorang yang meneduhkan dan
mampu mendampingi serta memberi kekuatan saat ia berasa di titik
terbawah dalam hidup, termasuk saat kehilangan putrinya.18
Buya Hamka adalah sebuah nama yang memiliki berjuta catatan
sejarah yang sudah tertoreh pada setiap umat muslim di Indonesia. Baik
bagi mereka yang pernah hidup semasa dengan Buya, atau mereka yang
ketika Buya hidup masih kecil atau remaja sehingga belum mengenal
siapa Buya Hamka, bahkan juga mereka yang sama sekali tidak mengenal
Buya Hamka.19
Hamka merupakan sosok cendekiawan Indonesia yang memiliki
pemikiran membumi dan bervisi masa depan. Pemikiran, gagasannya
tidak hanya berlaku pada zamannya, namun masih sangat kontekstual di
masa kini. Produktivitas gagasannya di masa lalu sering menjadi sumber
inspirasi dan rujukan gagasan-gagasan kehidupan di masa kini.
Nasihat dan dakwahnya begitu sejuk, membumi, meneduhkan, dan
aktual. Pendengar RRI, Pemirsa TVRI, dan para jemaah lain yang sering
menghadiri taklim-taklim yang diisi oleh Hamka, setiap subuh seantero
tanah air sambil menyeruput nikmatnya seduhan kopi. Masyarakat
mendengarkan Kuliah Subuh-nya lewat siaran RRI, yang jadwalnya
tampil setiap Selasa subuh, pemandu siaran itu membacakan surat-surat
pendengar yang bertanya tentang berbagai hal, Buya menjawab langsung
18
Irfan Hamka. Ayah... Kisah Buya Hamka masa muda, dewasa, menjadi ulama,
sastrawan, politisi, kepala rumah tangga, sampai ajal menjemputnya. Jakarta. Republika
Penerbit. 2016. Hlm. 320 19
Irfan Hamka. Ayah... Kisah Buya Hamka masa muda, dewasa, menjadi ulama,
sastrawan, politisi, kepala rumah tangga, sampai ajal menjemputnya. Jakarta. Republika
Penerbit. 2016. Hlm. vii
12
dengan bahasa nan sejuk. Dengan senyuman khas yang dimilikinya,
Hamka sebagai seorang ayah berjuta umat ini menyampaikan pesan-pesan
Ilahi yang menyejukkan di hati umat, lewat tutur bahasa yang santun dan
mudah dicerna.
Yang menjadi permasalahan bagi peneliti adalah mengapa dari
banyaknya ulama pada angkatan atau zaman Hamka, hanya nama Hamka
yang dikenal oleh masyarakat sehingga muncul sebuah pertanyaan faktor-
faktor apa saja yang membuat Hamka dikenang dan masih menjadi
rujukan sampai sekarang ini? Apa yang menjadi penyebab Hamka bisa
seperti itu? Peran Hamka sebagai ulama memang sangat besar, memiliki
fungsi yang sangat penting dalam rangka pembinaan umat Islam di
Indonesia, dakwah Hamka disampaikan melalui majelis ta‟lim, media
cetak maupun media elektronik. Hamka bertindak sebagai komunikator,
dan jamaah atau mad‟u sebagai komunikan, agar dapat memahami dan
mempelajari agama Islam yang turut membangun keimanan dan
ketaqwaan serta melatih amal saleh di kalangan umat Islam.
Komunikasi yang dipaparkan Hamka mengikuti keinginan dan selera
masyarakat yang selalu mengalami perubahan konteks sesuai dengan
zamannya. Dalam hal ini bagaimana gaya komunikasi Hamka dalam
penyampaian ceramah atau pidatonya dapat diterima dan diamalkan oleh
jama‟ahnya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu perlu adanya
komunikasi antara Hamka dengan para jama‟aahnya. Hamka
menggunakan gaya komunikasi yang baik, yaitu komunikasi yang khusus
disebut komunikasi antarpribadi. Bagaimana cara mempengaruhi orang
lain dengan kata-kata yang diucapkan oleh Hamka, agar pesan dakwah
yang disampaikan secara efektif kepada komunikan. Maka yang menjadi
perhatian peneliti yaitu pada aspek personal Hamka itu sendiri, yang
menyampaikan dakwahnya menggunakan gaya komunikasi antarpribadi
13
yang selalu sukses hingga bisa menarik perhatian dan mampu
mempengaruhi sikap serta tingkah laku mad‟u yang mendengarkannya.
Dengan mencermati fenomena-fenomena di atas, Peneliti tertarik
untuk menganalisa lebih mendalam bagaimana gaya komunikasi yang
diterapkan oleh Buya Hamka ketika berdakwah, sehingga penyampaian
dakwahnya bisa menyejukkan hati umat, mempengaruhi dan meyakinkan
perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Tidak hanya itu, konsep atau
asumsi-asumsi tersebut menimbulkan „kegelisahan‟ akademik bagi
Peneliti untuk melakukan penelitian dengan judul, “Komunikasi Islam
Buya Hamka”
B. Rumusan Masalah
Berpijak pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan yang menjadi fokus kajian selanjutnya, yaitu:
1. Bagaimana Prinsip-Prinsip Komunikasi Islam Buya Hamka?
2. Bagaimana Penerapan Unsur-Unsur Dakwah Buya Hamka?
C. Pernyataan Penelitian
Penelitian ini berasumsi bahwa komunikasi Islam yang dilakukan
oleh Buya Hamka telah menonjolkan hal-hal yang menarik dan dianggap
penting bagi dunia dakwah di Indonesia, melalui upayanya
mendefinisikan masalah, mendiagnosis masalah, menetapkan standar
moral, dan menekankan solusi hingga merekomendasikan saran atas
masalah keimanan.
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan
menjelaskan serta menggambarkan bagaimana komunikasi Islam yang
dilakukan oleh Buya Hamka. Dan bagaimana penerapan unsur-unsur
dakwah Buya Hamka?
14
1. Manfaat Akademis
Secara teoritis untuk memperkaya khazanah dalam bidang ilmu
dakwah dan ilmu komunikasi terutama dalam pengembangan dan
memajukan dakwah Islamiyah. Penelitian ini juga diharapkan bermanfaat
untuk dapat menjadi sumber pengetahuan dalam bidang teori komunikasi,
bidang dakwah, bidang politik, bidang sosial, serta bidang lain yang
berkaitan dengan penelitian ini sehingga dapat memberikan pemahaman
khususnya bagi peneliti dan bagi pembaca. Dan peneliti juga berharap
penelitian ini dapat menjadi sumber referensi bagi ilmuan yang tertarik
untuk melakukan penelitian atau pengembangan dalam bidang keilmuan
yang sama, serta diharapkan mampu memberikan sumbangsih dan
kontribusi terhadap studi komunikasi secara komprehensif, dan
pengetahuan guna melengkapi penelitian sebelumnya.
2. Manfaat Praktis
Manfaat secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
sumbangan bagi para pelaku dakwah (da‟i), baik secara perorangan
maupun kolektif dalam merumuskan strategi yang paling tepat untuk
mengatasi problematika dakwah, serta untuk bisa mengetahui sejauh
mana komunikasi dakwah Buya Hamka yang akan diterapkan dalam
masyarakat. Dan tidak kalah penting penelitian ini dapat menjadi sumber
bagi institusi atau lembaga-lembaga baik politik maupun keagamaan
untuk dapat memberikan pemahaman, informasi dan sosialisasi agar
masyarakat semakin cerdas di era demokrasi dan informasi ini.
E. Studi Pustaka
Telah ada beberapa penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan
baik dalam aspek objek penelitian, subjek penelitian, bahkan pendekatan
dan teori serta metode penelitian yang menjadi referensi bagi peneliti
untuk menjadikannya sumber bacaan namun dari sumber tersebut peneliti
15
berusaha mengkaji lebih dalam sehingga menjadikan konteks penelitian
ini berbeda dari penelitian sebelumnya.
Banyak peneliti yang menggali lebih dalam butir- butir tentang
Buya Hamka. Adapun yang menjadi kajian terdahulu dalam penelitian
ini sebagai berikut:
Penelitian yang pertama adalah tesis dengan judul “Jihad Menurut
Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar”.20
Tesis ini ditulis oleh Khairil
Saleh, yang membahas dan berisikan tentang pengertian jihad menurut
Hamka, ayat-ayat yang berkaitan dengan jihad dan cara Hamka
memberikan penafsiran tentang ayat itu, objek jihad menurut Qur‟an serta
aplikasi jihad dalam sejarah Islam dan urgensi jihad pada zaman modern.
Adapun persamaan antara penulisan Tesis ini dengan Tesis Khairil Saleh
yaitu sama-sama membahas dari sisi personal Hamka. Sedangkan
perbedaannya dari isi atau konteks yang akan diteliti. Khairil Saleh
membahas bagaimana pengertian jihad menurut Hamka lewat tafsir Al-
Azhar, dan peneliti membahas bagaimana komunikasi yang diterapkan
Buya Hamka ketika berdakwah.
Penelitian yang kedua adalah tesis dengan judul “Konsep
Spiritualisasi Islam dalam Tafsir Al-Azhar, (telaah tentang pemikiran
Hamka dalam kesehatan mental).21
Tesis ini ditulis oleh sujiat yang
berisikan tentang konsep dasar spiritual Islam dalam kesehatan mental,
hakekat spritualisasi, sarana dan prasarana penunjang spiritualisasi Islam
menurut Hamka.
20
Khairil Saleh, “Jihad Menurut Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar”, Tesis S2
Program Pascasarjana UIN Suska Riau, 2000. 21
Sujiat, “konsep spiritualisasi Islam dalam Tafsir Al-Azhar, (telaah tentang
pemikiran Hamka dalam kesehatan mental)”. Tesis S2 Program Pascasarjana UIN Suska
Riau, 2002.
16
Penelitian berikutnya adalah tesis dengan judul “Metode Dakwah Bil-
Hikmah KH.Ahmad Dahlan.22
Tesis ini ditulis oleh Siti Marfu‟ah yang
membahas tentang bagaimana metode dakwah yang digunakan oleh
KH.Ahmad Dahlan dalam kegiatan berdakwahnya.
Penelitian ini berkaitan dengan dakwah bil-Hikmah sebagai sebuah
metode dakwah yang dimiliki oleh seorang tokoh yaitu KH. Ahmad
Dahlan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan
menggunakan pendekatan historis, karena meneliti peristiwa-peristiwa
yang sudah berlalu yaitu perjalanan Dakwah tokoh KH.Ahmad Dahlan.
Adapun tekhnik pengumpulan data metode adalah dokumentasi.
Sedangkan teknik analisis data dalam penelitian ini adalah deskriptif
kualitatif yaitu berarti sesuatu yang berkaitan dengan aspek kualitas, nilai,
atau makna terdapat di balik fakta. Kualitas, makna, dan nilai hanya bisa
diungkapkan dan dijelaskan melalui linguistik, bahasa atau kata-kata.
Hasil dari penelitian ini adalah menunjukkan bahwa didalam dakwahnya
KH. Ahmad Dahlan menggunakan metode dakwah bil-hikmah sebagai
salah satu metode dakwah. Persamaan antara penelitian tesis ini dengan
penelitian Siti Marfuah, yaitu ingin melihat bagaimana cara penyampaian
dakwah dari masing-masing tokoh yang akan diteliti. Sedangkan
perbedaannya adalah mulai dari jenis penelitian, metode pengumpulan
data, dan teknik analisis datanya.
Pada penulisan tesis ini peneliti menggunakan jenis penelitian
kualitatif. Metode pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan
dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan deskriptif eksploratif
yakni menggambarkan atau melukiskan secara jelas dan terinci mengenai
22
Siti Marfu‟ah. “Metode Dakwah Bil-Hikmah KH.Ahmad Dahlan”, Tesis S2
Magister Pemikiran Islam Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta,
2016.
17
suatu keadaan yang terjadi di lapangan secara objektif, sehingga
didapatkan fakta-fakta yang akan diselidiki.
Dari beberapa penelitian yang dilakukan di atas, peneliti belum
melihat ada yang mengkaji bagaimana gaya komunikasi yang diterapkan
oleh Buya Hamka saat menyampaikan dakwahnya. Secara keseluruhan
apa yang mereka sajikan lebih mengarah kepada pendekatan metode dan
analisis data (buku). Terlebih lagi kepada Tafsîr al-Azhar, hukum Islam,
beserta pemikiran, pembaharuan, dan pendidikan Buya Hamka.
F. Landasan Teoritis
1. Komunikasi
Komunikasi merupakan suatu kegiatan yang tidak bisa lepas dari
kehidupan manusia. Effendi menjelaskan bahwa untuk memahami
tentang komunikasi, kita harus melihat konsep tersebut dari dua
perspektif, yakni perspektif umum dan perspektif paradigmatik.23
Perspektif umum, manusia secara kodrati, akan selalu terlibat
dalam komunikasi. Komunikasi dapat terjadi sebagai konsekuensi logis
dari adanya hubungan sosial (social relations). Dalam kehidupan
masyarakat, manusia selalu berhubungan, sekalipun hanya 2 orang.
Bertolak dari hubungan tersebut maka timbullah interaksi sosial (social
interaction). Interaksi sosial dapat terjadi karena adanya
interkomunikasi (intercommunication) di antara individu yang
bertemu. Dari perspektif umum, komunikasi dapat dilihat dari 2 segi,
yakni pengertian secara etimologis dan pengertian secara
terminologis.
Pengertian secara etimologis, komunikasi berasal dari bahasa
latin Communicatio. Kata Communicatio bersumber dari kata
Communis, yang berarti “sama”, yakni “sama makna”. Jadi sama
23
Effendi, O.U. (1986). “Dinamika Komunikasi”. Bandung: Remadja Karya.
18
makna tentang sesuatu hal. Dengan mengacu pada etimologis, Effendi
menjelaskan bahwa komunikasi akan berlangsung apabila terdapat
kesamaan makna mengenai sesuatu hal yang dikomunikasikan. Jadi,
berlangsung atau tidaknya suatu komunikasi antar manusia, tergantung
pada seberapa jauh orang mengerti pernyataan-pernyataan yang
disampaikan oleh lawan bicaranya.24
Sedangkan pengertian secara terminologis, komunikasi berarti
proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang
lain.25
Pengertian ini membawa kita pada suatu kesimpulan bahwa
komunikasi dapat terjadi apabila terlibat sejumlah orang, dan ada
seseorang yang menyatakan sesuatu kepada orang lain.
Perspektif yang selanjutnya adalah paradigmatik. Secara
paradigmatik, komunikasi mengandung tujuan-tujuan tertentu. Oleh
karena itu, komunikasi dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti
secara lisan, tulisan, tatap muka, melalui radio, televisi, surat kabar,
film, bahkan dapat pula melalui surat, telepon, papan pengumuman,
poster, spanduk, internet, faksimile, intranet, dll. Jelas kiranya bahwa
komunikasi dalam pengertian paradigmatik bersifat intensional,
memiliki tujuan.
Berdasarkan pengertian paradigmatik, Effendi memberi batasan
komunikasi sebagai berikut. “Komunikasi adalah proses suatu pesan
oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu atau untuk
mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik langsung secara lisan
maupun secara langsung melalui media”.26
24
Effendi, O.U. (1986). “Dinamika Komunikasi”. Bandung: Remadja Karya. 25
Effendi, O.U. (1986). “Dinamika Komunikasi”. Bandung: Remadja Karya 26
Effendi, O.U. (1986). “Dinamika Komunikasi”. Bandung: Remadja Karya
19
2. Dakwah Islam
Dakwah adalah sesuatu yang integral dalam Islam. Apabila
seseorang menyebut kata „dakwah‟ kata itu tidak perlu lagi ditambah
dengan kata „Islam‟, sebab yang dimaksudkan adalah „dakwah Islam‟.
Dalam kamus antara lain, Lisan al-Arab karya ibn Manzur jamal al-Din
Muhammad bin Mukarram Al-Ansari, ketika memberikan penjelasan
tentang arti kata da’a, hanya dikemukakan dengan dua pengertian saja,
yaitu dengan arti permohonan do‟a (ishtighotsah) dan pengabdian
(ibadah) kepada Allah SWT.27
Dakwah menurut pengertian bahasa
(lughawi) berasal dari bahasa Arab: da’a, yad’a, da’watan, yang
berarti memanggil, menyeru, dan mengajak.28
Dakwah sebagai suatu kegiatan komunikasi yang bertujuan
menciptakan masyarakat yang Islami sesuai dengan ajaran Islam.
Secara tidak langsung (dakwah=komunikasi) mempunyai perangkat-
perangkat komunikasi yang disebutkan oleh Dr. Harold D Lasweel,
seorang professor dalam bidang ilmu hukum pada universitas Yale,
Amerika Serikat. “Bahwa Komunikasi merupakan jawaban, who
(siapa), say what (menyatakan apa), in which channel (melalui media
apa), to whom (kepada siapa). With what effect (berdampak apa)‟.29
Menurut dia ada lima unsur yang harus ada agar komunikasi berjalan
dengan lancar, yakni:
27
Lihat ibnu Manzur jamal al-Din Muhammad bin Mukarram al-Ansari, lisan Al-
Arab (Kairo: Dar al-Mishriyah li al-taklif wa al-tarjamah), selanjutnya disebut Lisan
al”Arab-Julid 18,hlm. 281 28
Muhammad Fath al-Bayanuni, Al-Madkhal Ha‟Ilmi Dakwah, (Madinah:
Muassah al-Risalah,1994), hlm. 200 29
D.Jamalil Abidin Ass., Komunikasi dan Bahasa Dakwah: (Jakarta: Gema Insani
Press, 1996), cet ke-1 hlm. 16-17
20
1. Who (siapa) yang kemudian disebut komunikator atau sender
(pengirim komunikasi)
2. What (apa) yang kemudian disebut message atau pesan
komunikasi.
3. Whom (kepada siapa) yang kemudian disebut komunikasi atau
receiver (khalayak)
4. Channel (media apa) yang kemudian disebut sebagai sarana atau
media
5. Effect (dampak komunikasi) yang kemudian disebut dampak atau
efek komunikasi yang di implementasikan dalam umpan
balik(feed back).
Buku komunikasi dakwah lebih lanjut menjelaskan bahwa
komunikasi itu bukan hanya antara manusia, melainkan juga antara
makhluk lainnya, antara manusia dengan penciptanya (transdental
Communication), atau antara manusia dengan dirinya. Artinya apa?
Bahwa komunikasi itu sangat universal tidak hanya pada manusia
semata tetapi lingkungan dan isinya.
3. Komunikasi Antarpribadi
Secara umum komunikasi antarpribadi dapat diartikan sebagai
suatu proses pertukaran makna antara orang-orang yang saling
berkomunikasi. Pengertian proses mengacu pada perubahan dan
tindakan (action) yang berlangsung terus-menerus. Komunikasi
antarpribadi juga merupakan suatu pertukaran, yaitu tindakan
menyampaikan dan menerima pesan secara timbal balik. Sedangkan
makna, yaitu sesuatu yang dipertukarkan dalam proses tersebut, adalah
kesamaan pemahaman di antara orang-orang yang berkomunikasi
terhadap pesan-pesan yang digunakan dalam proses komunikasi.30
30
S. Djuarsa Sendjaja, Teori Komunikasi ( Jakarta : Universitas Terbuka, 1994)
21
Komunikasi interpersonal atau komunikasi antarpribadi adalah
proses pertukaran informasi serta pemindahan pengertian antara 2
orang atau lebih di dalam suatu kelompok manusia kecil dengan
berbagai efek dan umpan balik (feed back).31
Komunikasi antarpribadi sebenarnya merupakan satu prosesional
di mana orang-orang yang terlibat di dalamya saling mempengaruhi.
Sebagaimana diungkapkan oleh Devito (1976) bahwa, komunikasi
antarpribadi merupakan pengiriman pesan-pesan dari seorang dan
diterima oleh orang yang lain, atau kelompok orang dengan efek dan
umpan balik yang langsung.32
Komunikasi antar pribadi adalah komunikasi yang berlangsung
dalam situasi tatap muka antara dua orang atau lebih, baik secara
terorganisasi maupun pada kerumunan orang.33
Menurut Devito (1989), komunikasi interpersonal adalah
penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang
lain atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai dampaknya dan
dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera.34
Komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara orang-orang
secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap
reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal atau nonverbal.
Komunikasi interpersonal ini adalah komunikasi yang hanya dua
31
W. A. Widjaja,komunikasi dan hubungan masyarakat (Jakarta : Bumi
Aksara,1993). 32
Alo Liliweri, Perspektif Teoritis Komunikasi Antar Pribadi (Bandung : PT.
Aditya Bakti, 33
Wiryanto. 2004, Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Grasindo. 34 Joseph, A, DeVito. 1989. The Interpersonal Communication Book, Professional
Book, Jakarta.
22
orang, seperti suami istri, dua sejawat, dua sahabat dekat, guru-murid
dan sebagainya.35
G. Metodologi Penelitian
Metode adalah cara atau jalan, sehubungan dengan upaya ilmiah,
maka metode menyangkut masalah cara kerja yaitu cara kerja untuk dapat
memahami obyek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Metode
penelitian mengemukakan secara teknis tentang metode-metode yang
digunakan dalam suatu kegiatan penelitian.36
Pada metodologi penelitian
ini, Peneliti akan menjabarkan tentang paradigma penelitian, jenis
penelitian, jenis dan sumber data, prosedur/teknik pengumpulan data, dan
teknik analisis data. Sebagaimana Peneliti uraian berikut ini:
1. Paradigma Penelitian
Paradigma penelitian merupakan kerangka berpikir yang
menjelaskan bagaimana cara pandang peneliti terhadap fakta kehidupan
sosial dan perlakuan peneliti terhadap ilmu atau teori. Paradigma
penelitian juga menjelaskan bagaimana peneliti memahami suatu
masalah, serta kriteria pengujian sebagai landasan untuk menjawab
masalah penelitian.
Pada penelitian ini peneliti menggunakan paradigma konstruktivis.
Penelitian kualitatif berlandaskan paradigma kontruktivis ini lebih
menekankan pada suatu realita dari yang paling umum hingga yang
paling khusus. Paradigma ini memandang komunikasi sebagai suatu
proses produksi dan pertukaran makna. Dua hal yang menjadi
karakteristik penting dari paradigma ini adalah politik pemaknaan dan
35 Deddy Mulyana dan Jalalludin Rakhmat. 2005. Ilmu Komuniasi Suatu
Pengantar.Bandung PT. Remaja Rosdakarya. 36
Afifi Fauzi Abbas : Metode Penelitian, cet.I, Jakarta: 2010
23
proses seseorang membuat gambaran tentang realitas dan komunikasi
sebagai sebuah kegiatan yang dinamis.37
2. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk sebagai penelitian kualitatif. Rancangan
penelitian kualitatif diibaratkan oleh Bogdan, seperti orang yang mau
piknik, sehingga ia baru tahu tempat yang akan dituju, tetapi tentu belum
tahu pasti apa yang di tempat itu. Ia akan tahu setelah memasuki obyek,
dengan cara membaca berbagai informasi terlebih tertulis, gambar-
gambar, berfikir dan melihat obyek dan aktivitas orang yang ada di
sekelilingnya, melakukan wawancara dan sebagainya.38
Proses penelitian
kualitatif juga dapat diibaratkan seperti orang asing yang mau melihat
pertunjukkan wayang kulit atau kesenian, atau peristiwa lain. Ia belum
tahu apa, mengapa, bagaimana wayang kulit itu. Ia akan tahu setelah ia
melihat, mengamati, dan menganalisis dengan serius.
Ada dua pertimbangan mengapa peneliti menggunakan paradigma
tersebut: Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila
berhadapan dengan kenyataan ganda, dan data yang digunakan dalam
penelitian kualitatif adalah data kualitatif (data yang tidak berupa angka-
angka)39
. Dan Kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat
hubungan antara peneliti dengan yang diteliti. Dengan memilih metode
kualitatif ini, peneliti mengharapkan dapat memperoleh data yang lengkap
dan akurat.
37
Eriyanto, Analisis Framing :Ideologi dan Politik Media, (Yogyakarta : LKIS,
2005), hal 42. 38 Sugiyono, Memahami Penelitian kualitatif, (Bandung: CV Alfabeta, 2014), hlm.
16 39
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, “ hlm. 6
24
3. Teknik Pengumpulan data
Salah satu pekerjaan dalam penyusunan karya ilmiah adalah
pengumpulan data. Sebab itu, peneliti mencari data ke perpustakaan yang
satu kepada perpustakaan lainnya. Dalam mengumpulkan data-data yang
saat penelitian, peneliti menggunakan tiga teknik, yaitu:
a. Observasi, adalah teknik pengumpulan data dimana peneliti
mengadakan pengamatan secara langsung terhadap gejala-gejala
subyek yang diselidiki.40
Artinya observasi itu adalah suatu
metode pengumpulan data dengan cara melakukan penelitian
langsung ke tempat yang dijadikan objek penelitian. Disini peneliti
akan langsung datang dan mengamati secara langsung bagaimana
model komunikasi dakwah dari Buya Hamka melalui buku-buku
karangan Hamka, ataupun dari karangan orang lain yang berkaitan
dengan Hamka. Selain itu ditambah dengan segala sesuatu yang
dapat dijadikan sebagai rujukan, seperti ceramah Buya Hamka di
TVRI dan RRI, ataupun ceramah para pakar terkait dengan objek
pembahasan yang didownload dari laman Youtube.
b. Wawancara (Interview), yaitu cara yang digunakan kalau
seseorang untuk tujuan sesuatu tertentu mencoba mendapatkan
keterangan secara lisan dari seseorang responden dengan
bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang itu.41
Wawancara
dilakukan dengan cara mengadakan tanya jawab langsung dengan
para pihak-pihak yang berkaitan, seperti putra-putri dari Buya
Hamka yaitu Afif Hamka, Fathiyah Hamka, dan Shaqib Hamka.
40
Winarno Surachmad, Dasar dan Teknik Research (Pengantar Metodologi
Ilmiah), Bandung: C.V Tarsito, 1975. 41
Koentjaraningrat : Metode-metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: PT
Gramedia, 1985
25
Beserta orang-orang yang sudah bertemu dengan Buya Hamka
secara langsung, ataupun hanya mendengar cerita dari orang lain.
c. Dokumentasi, merupakan pengambilan data yang diperoleh
melalui dokumen-dokumen.42
Dalam hal ini penulis mengambil
dokumen dan arsip-arsip laporan yang ada seperti foto, artikel,
dll. Sebagai objek penelitian serta data-data dari literatur dan
referensi yang berhubungan dengan judul penelitian ini.
4. Sumber Data
Sumber data adalah segala keterangan (informasi) mengenai ha-hal
yang berkaitan dengan tujuan penelitian.43
Jadi dengan demikian tidak
semua informasi atau keterangan merupakan data. Adapun jenis data yang
digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi 2 macam yaitu jenis data
primer dan data sekunder.44
Adapun yang menjadi sumber data dari penelitian ini dapat
digolongkan kepada dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data
primer merupakan data utama untuk melihat bagaimana media dakwah
yang digunakan oleh Buya Hamka. Data ini diperoleh dengan
mengumpulkan buku-buku, peninggalan yang berkaitan dengan media
dari Buya Hamka.
Kemudian ada data sekunder, yakni data yang diperoleh dari sumber
lain selain sumber utama. Maksudnya adalah data-data yang mendukung
atau pelengkap dalam penelitian ini. Data yang diperoleh secara tidak
langsung melalui media perantara yang dapat dimanfaatkan sebagai salah
satu sumber tambahan, misalnya hasil wawancara, literatur- literatur,
dokumen-dokumen, buku-buku pengetahuan, artikel dan lain- lain. Data
42
Husaini Usman dkk : Metode Penelitian Sosial, Jakarta, Bumi Aksara, 2008 43 Jalaluddin Rachmat, Metode Penelitian Kualitatif, “ hlm.26. 44
Tatang M.Arifin, Menyusun Rencana Penelitian, Cet.Ke 3, (Jakarta : Raja
Grafindo Persada,1995), hlm. 30
26
sekunder pada umumnya berbentuk catatan atau laporan data
dokumentasi yang diperoleh dari tempat penelitian yang dipublikasikan
atau data-data yang diperoleh dari literatur dan pustaka yang
berhubungan dengan penelitian ini. Data sekunder ini terutama sangat
penting untuk membangun kerangka pembahasan. Yang dimaksud dapat
berupa buku Tasawuf Modern, Tafsîr al-Azhar, Falsafah Hidup dan
berbagai karangan beliau yang lainnya, seperti Dari Lembah Cita-cita,
Pribadi, Dari Perbendaharaan Lama, Lembaga Budi, Iman dan Amal
Shaleh, Ghirah dan Tantangannya terhadap Islam, Pandangan Hidup
Muslim dan lain sebagainya. Biografi dapat berupa tulisan orang lain
maupun anaknya sendiri, seperti Pribadi dan Martabat Buya Prof. Dr.
Hamka karya Rusydi Hamka, dan buku karya Irfan Hamka,
Ayah…Kisah Buya Hamka Masa Muda, Dewasa, Menjadi Ulama,
Sastrawan, Politisi, Kepala Rumah Tangga, Sampai Ajal
Menjemputnya.45
5. Teknik Analisis Data/ Langkah-Langkah Penelitian
Analisis data adalah suatu upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja
dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan
yang dapat dikelola, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang
penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat
diceritakan kepada orang lain.46
Setelah seluruh data yang peneliti peroleh baik seperti observasi,
interview, maupun studi dokumentasi. Data tersebut lalu dianalisa dengan
analisa kualitatif, yaitu suatu cara penelitian yang menghasilkan data
deskriptif analisis, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara
45
Irfan Hamka. Ayah... Kisah Buya Hamka masa muda, dewasa, menjadi ulama,
sastrawan, politisi, kepala rumah tangga, sampai ajal menjemputnya. Jakarta. Republika
Penerbit. 2016. 46
Lexy J. Mleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya 2014), cet. Ke 11, hlm .248
27
tertulis serta lisan dan juga perilaku yang nyata diteliti sebagai sesuatu
yang utuh47
. Lalu di interpretasikan sedemikian rupa dengan metode
deduktif. Adapun metode yang peneliti gunakan adalah metode deskriptif
eksploratif yakni menggambarkan atau melukiskan secara jelas dan
terperinci mengenai suatu keadaan yang terjadi dilapangan secara
objektif, sehingga didapatkan fakta-fakta yang diselidiki.48
47
Sugiono : Metode Penelitian Kuantitatif dan Kulitatif R&D, Cetakan ke VII,
Jakarta, CV Alfabeta, 2009 48
Husaini Usman dkk : Metode Penelitian Sosial, Jakarta, Bumi Aksara, 2008.
28
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Hakikat Komunikasi
Komunikasi merupakan suatu kegiatan yang tidak bisa
lepas dari kehidupan manusia. Effendi menjelaskan bahwa
untuk memahami tentang komunikasi, kita harus melihat
konsep tersebut dari dua perspektif, yakni perspektif umum
dan perspektif paradigmatik.69
Perspektif umum, manusia secara kodrati, akan selalu
terlibat dalam komunikasi. Komunikasi dapat terjadi sebagai
konsekuensi logis dari adanya hubungan sosial (social
relations). Dalam kehidupan masyarakat, manusia selalu
berhubungan, sekalipun hanya 2 orang. Bertolak dari
hubungan tersebut maka timbullah interaksi sosial (social
interaction). Interaksi sosial dapat terjadi karena adanya
interkomunikasi (intercommunication) di antara individu yang
bertemu. Dari perspektif umum, komunikasi dapat dilihat dari
2 segi, yakni pengertian secara etimologis dan pengertian
secara terminologis.70
Pengertian secara etimologis, komunikasi berasal dari
bahasa latin Communicatio. Kata Communicatio bersumber
dari kata Communis, yang berarti “sama”, yakni “sama
makna”. Jadi sama makna tentang sesuatu hal. Dengan
69
Effendi, O.U. (1986). “Dinamika Komunikasi”. Bandung: Remadja
Karya. 70
Soleh Soemirat, Hidayat Satari, Asep Suryana, 2007, “ Komunikasi
Persuasif”, Jakarta: Universitas Terbuka
29
mengacu pada etimologis, Effendi menjelaskan bahwa
komunikasi akan berlangsung apabila terdapat kesamaan
makna mengenai sesuatu hal yang dikomunikasikan. Jadi,
berlangsung atau tidaknya suatu komunikasi antar manusia,
tergantung pada seberapa jauh orang mengerti pernyataan-
pernyataan yang disampaikan oleh lawan bicaranya.71
Sedangkan pengertian secara terminologis, komunikasi
berarti proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang
kepada orang lain.72
Pengertian ini membawa kita pada suatu
kesimpulan bahwa komunikasi dapat terjadi apabila terlibat
sejumlah orang, dan ada seseorang yang menyatakan sesuatu
kepada orang lain.
Perspektif yang selanjutnya adalah paradigmatik. Secara
paradigmatik, komunikasi mengandung tujuan-tujuan tertentu.
Oleh karena itu, komunikasi dapat dilakukan melalui berbagai
cara, seperti secara lisan, tulisan, tatap muka, melalui radio,
televisi, surat kabar, film, bahkan dapat pula melalui surat,
telepon, papan pengumuman, poster, spanduk, internet,
faksimile, intranet, dll. Jelas kiranya bahwa komunikasi dalam
pengertian paradigmatik bersifat intensional, memiliki tujuan.
Berdasarkan pengertian paradigmatik, Effendi memberi
batasan komunikasi sebagai berikut. “Komunikasi adalah
proses suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk
memberitahu atau untuk mengubah sikap, pendapat, atau
71
Effendi, O.U. (1986). “Dinamika Komunikasi”. Bandung: Remadja
Karya. 72
Effendi, O.U. (1986). “Dinamika Komunikasi”. Bandung: Remadja
Karya
30
perilaku, baik langsung secara lisan maupun secara langsung
melalui media”.73
Dalam buku Teori Komunikasi Littlejohn & Foss tahun
2009, komunikasi adalah sebuah sistem (misalnya telepon atau
telegraf) untuk menyampaikan sebuah informasi dan
perintah.74
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
komunikasi merupakan suatu proses penyampaian suatu
informasi, baik berupa pesan, simbol, ide atau gagasan yang
dilakukan oleh komunikator atau pengirim pesan kepada
komunikan atau penerima pesan.
Dari pengertian komunikasi yang telah diuraikan di atas,
terdapat beberapa unsur yang menjadi prasyarat terjadinya
suatu komunikasi. Adapun unsur-unsur komunikasi menurut
H. A. W. Widjaja, adalah sebagai berikut:75
1) Sumber (Source)
Sumber dasar yang digunakan dalam rangka penyampaian
pesan, yang digunakan dalam rangka memperkuat pesan itu
sendiri. Sumber dapat berupa orang, lembaga, buku dan
sejenisnya.
73
Effendi, O.U. (1986). “Dinamika Komunikasi”. Bandung: Remadja
Karya 74 Littlejohn, S. W., & Foss, K. A. (2009). Teori Komunikasi. Jakarta:
Salemba Humanika.
75 H.A Widjaja, (2010). Komunikasi: Komunikasi dan Hubungan
Masyarakat. Jakarta: Bumi Aksara.
31
2) Komunikator
Komunikator dapat berupa individu yang sedang berbicara,
menulis, kelompok orang, organisasi komunikasi seperti
radio, surat kabar dan lain sebagainya. Dalam penyampaian
pesan terkadang komunikator dapat menjadi komunikan
dan begitu pula sebagainya.76
3) Komunikan
Komunikan atau penerima pesan dapat digolongkan dalam
tiga jenis yaitu personal, kelompok dan massa.77
4) Pesan
Pesan adalah keseluruhan dari pada apa yang disampaikan
oleh komunikator. Pesan seharusnya mempunyai inti pesan
(tema) sebagai perintah di dalam usaha mencoba mengubah
sikap dan tingkah laku komunikan.78
5) Saluran (Channel) atau media
Saluran komunikasi selalu menyampaikan pesan yang dapat
diterima melalui panca indera atau menggunakan media.
6) Hasil (Effect)
Effect adalah hasil akhir dari suatu komunikasi, yaitu sikap
dan tingkah laku orang, sesuai atau tidak dengan yang kita
inginkan. Jadi apabila sikap atau tingkah laku orang lain
76 H.A Widjaja, (2010). Komunikasi: Komunikasi dan Hubungan
Masyarakat. Jakarta: Bumi Aksara.
77 H.A Widjaja, (2010). Komunikasi: Komunikasi dan Hubungan
Masyarakat. Jakarta: Bumi Aksara.
78 H.A Widjaja, (2010). Komunikasi: Komunikasi dan Hubungan
Masyarakat. Jakarta: Bumi Aksara.
32
tersebut sesuai dengan keinginan kita, berarti komunikasi
dapat dikatakan berhasil demikian pula sebaliknya.
Dari unsur-unsur komunikasi di atas, dapat dikatakan
berlangsungnya proses komunikasi yang dilakukan oleh
komunikan dan komunikator, komunikator menyampaikan
pesan atau keinginan kepada komunikan yang mempengaruhi
komunikan sehingga komunikan menyampaikan tanggapan
atau feedback. Maka dapat disimpulkan bahwa dalam proses
komunikasi terdapat unsur-unsur yang mendukung terjadinya
proses komunikasi antara lain yaitu sumber, komunikator,
komunikan, pesan, saluran dan hasil.
B. Hakikat Dakwah Islam
Secara etimologis atau bahasa, kata dakwah berasal dari
bahasa Arab, yang berarti seruan, ajakan, atau jamuan. Bentuk
kata tersebut dalam bahasa Arab دعوة disebut masdar, diambil
dari kata kerja دعا يدعو yang berarti menyeru, memanggil,
mengajak atau menjamu.79
Dalam Kamus Kontemporer Arab-
Indonesia yang disusun oleh Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi
Muhdlor, dakwah diambil dari kata دعا يدعو دعوة – yang berarti
panggilan atau seruan. Selain itu kata dakwah berasal dari
bahasa Arab, yaitu da’a-yad’u-da’watan, artinya mengajak,
menyeru, memanggil.80
Sedangkan orang yang melakukan seruan atau ajakan
disebut da’i (isim fail), artinya orang yang menyeru. Tetapi
79
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia (Jakarta: PT. Hidakarya
Agung, 1990). 80
Tabik Ali, Ahmad Zudli Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-
Indonesia (Yogyakarta: Yayasan Ali Maksum, 1998).
33
karena perintah memanggil atau menyeru adalah suatu proses
penyampaian (tabligh) atas pesan-pesan tertentu, maka
pelakunya dikenal juga dengan istilah muballigh, artinya
penyampai atau penyeru.
Menurut Muhammad Fuad Abdul Baqi, kata dakwah
dalam Alquran dan kata-kata yang terbentuk darinya tidak
kurang dari 213 kali.81
Terlepas dari beragamnya makna istilah
ini, pemakaian kata dakwah dalam masyarakat Islam, terutama
di Indonesia, adalah sesuatu yang tidak asing. Arti dari kata
dakwah yang dimaksudkan adalah “seruan” dan “ajakan”.
Kalau kata dakwah diberi arti “seruan”, maka yang
dimaksudkan adalah seruan kepada Islam atau seruan Islam.
Demikian juga hal nya kalau diberikan arti “ajakan”, maka
yang dimaksud adalah ajakan kepada Islam atau ajakan Islam.
Kecuali itu “Islam” sebagai agama disebut “agama dakwah”,
maksudnya adalah agama yang disebarluaskan dengan cara
damai, tidak lewat kekerasan.82
Dengan demikian, secara etimologi dakwah dan tabligh
merupakan suatu proses penyampaian (tabligh) atas pesan-
pesan tertentu yang berupa ajakan atau seruan dengan tujuan
agar orang lain memenuhi ajakan tersebut.
Sedangkan secara terminologi atau secara istilah, para
ulama memberikan beberapa definisi yang bervariasi, antara
lain:
81
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, (Jakarta, Amzah, 2013). 82
M.Munir dan Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah, ( Jakarta:
Kencana, 2006)
34
a. Nasarudin latif menyatakan, bahwa dakwah adalah suatu
aktivitas dengan lisan maupun tulisan yang bersifat
menyeru, mengajak, memanggil manusia lainnya untuk
beriman dan menaati Allah SWT. Sesuai dengan garis-
garis akidah dan syariat serta akhlak islamiyah.83
b. Toha Yahya oemar mengatakan bahwa, dakwah adalah
mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan
yang benar sesuai dengan perintah tuhan untuk
kemaslahatan dan kebahagiaan mereka dunia dan
akherat.84
c. Menurut A.Hasjmy, dakwah islamiyah yaitu mengajak
orang lain untuk meyakini dan mengamalkan aqidah dan
syariah islamiyah yang terlebih dahulu telah diyakini dan
diamalkan oleh pendakwah sendiri.85
Ketika dakwah dinyatakan sebagai ilmu, pertanyaan
mendasar yang membedakan ilmu dakwah dengan ilmu yang
lainnya adalah berkaitan dengan ontologi dakwah atau
menanyakan tentang hakikat dakwah yang berbeda dengan
aktivitas lainnya. Pembahasan tentang hakikat dakwah Islam
berarti pembahasan tentang hakikat dakwah yang membahas
tentang makna dasar dari istilah dakwah dan sinonimnya.
Dengan mengkaji makna dasar itulah akan terungkap hakikat
83
A.Rosyad Shaleh, Manajemen Dakwah Islam, Yogyakarta: Suara
Muhammadiyah, 2010, hlm. 9 84
Toha Yahya Oemar, Ilmu Dakwah, Jakarta: Wijaya, 1997, Cet. Ke-
1, hlm. 1 85
A.Hasjmy, Dustur Dakwah Menurut Al-Qur’an, Jakarta, Bulan
Bintang, 1884, hlm.18
35
dakwah yang sesungguhnya dan dapat dijadikan sebagai
landasan untuk pengembangan epistemologi dakwah.86
a. Prinsip-prinsip Dakwah Islam
Dakwah yang baik adalah dakwah yang dibangun di atas
prinsip-prinsip dasar yang benar. Prinsip dakwah menjadi
pedoman dasar dalam pelaksanaan dakwah di lapangan.
Prinsip-prinsip tersebut diturunkan dari Al-Qur’an dan praktik
dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah serta para sahabat,
Tabiin dan para ulama. Sebagai generasi penerus aktivis
dakwah pada masa sekarang. Meskipun problem dan tantangan
dakwah pada masa sekarang berbeda dengan generasi
sebelumnya, namun prinsip-prinsip dakwah yang mereka
terapkan tetap relevan untuk dikembangkan pada masa
sekarang. Adapun prinsip-prinsip dakwah Islam yang
dimaksud adalah sebagai berikut:87
1. Tidak Ada Pemaksaan dalam Menyebarkan Dakwah Islam
2. Mulai dari Diri Sendiri ( Ibda’ Binafsik)
3. Dakwah Dilakukan dengan Menggunakan Prinsip
Rasionalitas
4. Dakwah Ditujukan untuk Semua Manusia dan Melepaskan
Diri dari Fanatisme
5. Memberikan Kemudahan Kepada Umat
6. Memberi Kabar Gembira dan Bukan Kabar yang Membuat
Umat Lari
86
Abdul Basit, Filsafat Dakwah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
September 2013). 87
Abdul Basit, Filsafat Dakwah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
September 2013).
36
7. Jelas dalam Pemilihan Metode Dakwah
8. Memanfaatkan Berbagai Macam Media
9. Mempersatukan Umat dan Tidak Menceraiberaikan Umat
Hamka telah menerapkan beberapa prinsip-prinsip dalam
dakwah Islam. Dakwah yang dilakukannya dengan
menggunakan prinsip rasionalitas (Pemikiran yang tersusun
secara sistematis). Kuat dalam memegang prinsip-prinsip
keislaman. Seperti memberikan kemudahan pada umat, dan
memberi kabar gembira dan bukan kabar yang membuat umat
lari. Serta memiliki keteladanan diantaranya adalah jelas
dalam memilih metode dakwah, ada tiga metode dakwah yang
dilakukan oleh Hamka, yaitu metode dakwah bil lisan, dakwah
bil qalam, serta dakwah bil hal. Memanfaatkan berbagai
macam media.
b. Dakwah yang Sistematik
Secara teoritik, dakwah merupakan sebuah sistem yang
tersusun dari subsistem-subsistem da’i, objek dakwah, metode
dakwah, materi dakwah, dan tujuan dakwah. Dalam kegiatan
dakwah tidak bisa dilakukan oleh satu subsistem saja. Minimal
ada tiga subsistem yang saling terkait yaitu orang yang
mengajak (subjek dakwah), orang yang diajak (objek dakwah),
dan materi yang disampaikan.88
Sebagai contoh, suami
mengajak istrinya untuk shalat. Aktivitas semacam ini
merupakan aktivitas dakwah. Suami sebagai da’I (subjek
dakwah), istri sebagai objek dakwah, dan shalat sebagai materi
88
Abdul Basit, Filsafat Dakwah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
September 2013).
37
dakwah. Kegiatan dakwah akan semakin baik dan efektif
apabila didukung oleh subsistem lainnya seperti metode,
media, tujuan dan evaluasi dakwah.89
Dalam praktik di lapangan, kegiatan dakwah hendaknya
dilakukan secara sistematik. Karenanya dakwah membutuhkan
gerakan atau pengorganisasian. Manusia terbatas dengan
berbagai kelemahan dan kekurangan, akan tetapi apabila
bersatu dalam sebuah penataan, kekurangan satu dengan yang
lainnya akan tertutupi dan terlengkapi.
Untuk menggerakkan dakwah, selain membutuhkan tenaga
profesional, dakwah juga membutuhkan wahana atau situasi
yang memungkinkan dakwah bisa berkembang dengan baik.
Dalam tataran realitas dakwah belum dijadikan sebagai bagian
dari sistem kehidupan bermasyarakat. Dakwah masih
diposisikan secara marginal untuk urusan-urusan akhirat.
Dakwah tidak pernah diperhitungkan sebagai bagian yang bisa
menyumbang atau merusak tatanan masyarakat. Oleh karena
itu, memosisikan dakwah secara sistematik dan terstruktur
dapat meningkatkan peran dakwah dalam kehidupan
bermasyarakat dan berbangsa.90
89
Abdul Basit, Filsafat Dakwah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
September 2013). 90
Abdul Basit, Filsafat Dakwah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
September 2013).
38
C. Hakikat Komunikasi Islam
Keilmuan komunikasi telah mencapai proses publikasi yang
signifikan sebagai suatu disiplin ilmu pengetahuan dalam
kajian secara ilmiah, eksistensinya telah menjadi suatu
kebutuhan pengkajian dalam pengembangan ilmu pengetahuan
secara spesifik. Dengan demikian, komunikasi tidak terlepas
dari keilmuan filsafat untuk memberikan penjelasan tentang
keberadaan manusia dengan bentuk komunikasi yang berlaku
pada dirinya.
Ada dua macam bentuk pengetahuan, pengetahuan yang
yang bukan berasal dari usaha aktif manusia, dan pengetahuan
yang berdasarkan dari hasil aktif manusia. Pengetahuan yang
pertama didapatkan manusia dari wahyu, sedangkan
pengetahuan yang kedua adalah diperoleh melalui indra dan
akal pikiran. Pengetahuan dalam bentuk kedua bisa disebut
sebagai pengetahuan ilmu (sains). Dan pengetahuan filsafat.91
Komunikasi adalah hubungan kontak antar dan antara
manusia baik individu atau kelompok. Dalam kehidupan
sehari-hari disadari atau tidak, komunikasi adalah bagian dari
kehidupan manusia itu sendiri. Manusia sejak dilahirkan sudah
berkomunikasi dengan lingkungannya. Gerak dan tangis yang
pertama kali pada saat ia dilahirkan adalah suatu tanda
komunikasi.92
91
Sirajuddin Zar, Filsafat Islam Filosof dan Filsafatnya, (Cet. IV
Jakarta: Rajagrafindo persada, 2010). 92
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek,
(Cet.XXII: Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009).
39
Begitu pentingnya komunikasi dalam hidup manusia, maka
Harold D.Lasswell mengemukakan fungsi dari komunikasi
antara lain:
1. Manusia dapat mengontrol lingkungannya
2. Manusia dapat beradaptasi dengan lingkungan tempat
mereka berada
3. Dapat melakukan transformasi warisan sosial kepada
generasi berikutnya.93
Dari proses komunikasi yang dikemukakan di atas, terdapat
cendikiawan muslim yang banyak terpublikasi keilmuan dan
pemikirannya dalam disiplin bidang ilmu komunikasi.
Jalaludin Rahmat, banyak memberikan pemikirannya tentang
dunia komunikasi.
Dalam bukunya berjudul “Psikologi Komunikasi”94
yang
ditulisnya, memaparkan bahwa komunikasi ada di mana-mana,
di rumah, di kampus, di kantor, di masjid, bahkan di bioskop.
Komunikasi menyentuh segala aspek kehidupan kita. Sebuah
penelitian mengatakan bahwa 70% waktu bangun kita
digunakan untuk berkomunikasi.
Kualitas hidup kita bisa meningkat dengan kita bisa saling
memahami dan mengerti. Kita dapat mempelajari berbagai
tinjauan tentang komunikasi, tetapi penghampiran psikologi
yang menarik. Psikologi melihat komunikasi sebagai perilaku
93
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Cet.XII Jakarta:
Rajagrafindo persada, 2011). 94
Jalaludin Rahmat, Psikologi Komunikasi, (Cet.XXVII:
Bandung”Remaja Rosdakarya, 2009).
40
manusiawi, menarik, dan melibatkan siapa saja dan dimana
saja.95
Dunia komunikasi telah pada pencapaian dominasi segala
aspek kehidupan manusia. Seiring dengan perkembangan
tersebut, komunikasi pada sisi Islam sedianya telah menjadi
suatu ilmu pengetahuan yang mengarah pada nilai-nilai ajaran
agama, meskipun dalam pandangan keilmuan terdapat sudut
pemikiran yang berbeda.
Keilmuan komunikasi Islam dipandang perlu untuk
diperbincangkan. Wacana komunikasi Islam masih sangat
muda dibandingkan dengan komunikasi konvensional yang
telah mapan dan dikenal selama ini. Komunikasi Islam
mendapat perhatian yang serius ketika muncul buku berjudul
“Communication Theory”, “Islamization Of Communication
Theory” oleh Mohd. Yusof Hussain tahun 1986, dan liputan
komunikasi Islam pada tahun 1993 melalui jurnal media.
Culture dan Society yang terbit di London.96
Seperti apa dan bagaimana hakikat komunikasi Islam itu?
Menurut A.Muis, bahwa teori komunikasi Islam tergolong
dalam kelompok teori komunikasi teokrasi seperti halnya
komunikasi religius lainnya. Ihwal yang membedakan
komunikasi Islam dengan teori komunikasi umum adalah latar
belakang filosofi (Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah) dan aspek
etikanya yang dilandaskan filosofi tersebut. Etika komunikasi
95
Jalaludin Rahmat, Psikologi Komunikasi, (Cet.XXVII:
Bandung”Remaja Rosdakarya, 2009). 96
Andi A.Muis, Komunikasi Islami, (Cet.1: Bandung:Remaja
Rosdakarya, 2001)
41
Islami secara umum kurang lebih sama dengan etika
komunikasi umum. Isi perintah dan larangan sama, yang
membedakan cuma sanksi dan pahala.97
Dalam khazanah ilmu komunikasi menurut Deddy
Mulyana, komunikasi transendental merupakan salah satu
bentuk komunikasi di samping komunikasi antarpesona,
komunikasi kelompok, dan komunikasi massa. Komunikasi
transendental adalah komunikasi antara manusia dengan
Tuhan. Dalam komunikasi transendental para partisipannya
adalah manusia dan Allah.98
Eksistensi komunikasi Islam senantiasa harus berpedoman
atau merujuk pada nilai-nilai ajaran Islam, sumbernya adalah
Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Menurut
Wahyu Ilaihi tentang potensi komunikasi dalam Al-Qur’an.
Komunikasi adalah sesuatu yang urgen dalam kehidupan umat
manusia. Oleh karenanya, kedudukan komunikasi dalam Islam
mendapat tekanan yang cukup kuat bagi manusia sebagai
anggota masyarakat dan sebagai makhluk Tuhan. Terekam
dengan jelas bahwa tindakan manusia tidak hanya pada
lingkungan hidup saja, melainkan juga kepada Tuhannya.99
Dalam Al-Qur’an terdapat banyak sekali ayat yang
menggambarkan tentang komunikasi. Salah satunya adalah
97
Andi A.Muis, Komunikasi Islami, (Cet.1: Bandung:Remaja
Rosdakarya, 2001) 98
Deddy Mulyana, Nuansa-Nuansa Komunikasi, (Cet.III: Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2005). 99
Wahyu Ilaihi, Komunikasi Dakwah, ( Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2010).
42
dialog antara Allah SWT, malaikat, dan manusia. Dialog
tersebut dapat dibaca dalam Q.S Al-Baqarah (2:31-33):
31. Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda)
seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu
berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu
mamang benar orang-orang yang benar!"
32. Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami
ketahui selain dari apa yang Telah Engkau ajarkan kepada Kami;
Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
33. Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-
nama benda ini." Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-
nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku katakan kepadamu,
bahwa Sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan
mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?"100
Ayat di atas menginformasikan kepada kita bahwa
komunikasi itu adalah proses komunikasi dalam memperoleh
pengetahuan dan mengenali benda-benda di sekitar kita.101
100
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya Juz 2 Surat
Al-Baqarah Ayat 31-33,(Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2006) 101
Wahyu Ilaihi, Komunikasi Dakwah, ( Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2010).
43
Komunikasi Islam versi dakwah dalam proses penyampaian
pesan kepada komunikan, maka dalam komunikasi Islam ada
tiga unsur, yaitu:
a. Sumber primer, yaitu Al-Qur’an dan Hadits. Sedangkan
pada komunikasi umum informasi bersifat primer
didapatkan dari pemegang otoritas langsung atau first
hand information seperti tesis, surat, jurnal, dll.
b. Sumber sekunder, berasal dari Ijma, Qias, fatwa sahabat,
amal pendudukan madinah. Sedangkan umum didapatkan
dari tulisan atau perkataan menjelaskan sumber primer.
c. Sumber tertier, berasal dari pesan-pesan atau informasi
yang memunculkan ilmu yang baru, sedangkan pada
komunikasi umum berasal dari informasi-informasi yang
lainnya.102
Sudut pandang komunikasi Islam dalam frame dakwah,
tidak sekedar menyiarkan informasi yang bersifat informatif
akan tetapi dapat harapan besar dari komunikator (da”i) untuk
adanya perubahan ke arah lebih baik terhadap komunikan
untuk hidup yang bahagia dunia dan akherat, baik sifat dan
perilaku berdasarkan ajaran agama.103
Al-Qur’an sebagai sumber utama telah memberikan
prinsip-prinsip komunikasi yang dapat dijadikan sebagai
kerangka berfikir dalam keilmuan komunikasi. Komunikasi
102
Syukur Kholil, komunikasi dalam perspektif Islam, dalam Hasan
Basri & amroeni drajat (ed) Antologi Kajian Islam ( Bandung: cita pustaka
media. 103
Andi A.Muis, Komunikasi Islami, (Cet.1: Bandung:Remaja
Rosdakarya, 2001)
44
sepanjang merujuk kepada Al-Qur’an adalah sebagai proses
penyampaian pesan Qur’an dengan prinsip Al-Qur’an itu
sendiri.104
Komunikasi Islam harus berdiri di atas prinsip-prinsip yang
diambil dari sumber Islam. Al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW.
Dalam suatu hadits Rasul SAW bersabda, “sampaikanlah
walaupun satu ayat”. Tetapi jangan sampai kita menyampaikan
sesuatu namun tidak dilaksanakan amal saleh tersebut.
Pada hakekatnya ideologi jurnalis muslim senantiasa harus
disearahkan kepada dakwah Islam yang merupakan aktualisasi
iman (teologis), yang dimanfestasikan dalam sistem. Kegiatan
jurnalis muslim merupakan wujud dari realisasi manusia
beriman dalam bidang kemasyarakatan, yang dilaksanakan
secara teratur dan terencana untuk mempengaruhi cara merasa,
berfikir, bersikap serta bertindak dalam rangka mengusahakan
terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi kehidupan yang
menggunakan cara tertentu.105
Secara hemat menurut peneliti komunikasi Islam adalah
suatu proses pertukaran makna yang dilaksanakan oleh
seorang da’i atau komunikator kepada mad’u atau komunikan
yang sedang berkomunikasi. Tujuan dari pertukaran makna
adalah untuk memunculkan suatu perubahan dan tindakan
yang berlangsung secara terus menerus. Pesan-pesan yang
104
Mohd Yusof Hussain, “ dua lima soal jawab mengenai komunikasi
Islam” dalam Zulkiple Abd Ghani, Islam, komunikasi dan teknologi maklumat
(Selangor: Utusan Publications & distributors SDN BHD, 2001). 105
Amrullah Ahmad, Dakwah dan Perubahan Sosial (Jakarta,
PLP2M, 1985)
45
disampaikan harus merujuk kepada syariat Islam, yaitu Al-
Qur’an dan hadits.
46
BAB III
BIOGRAFI HAMKA
A. Riwayat Hidup Buya Hamka
Dari berbagai sumber, Nama lengkap dari Buya Hamka
adalah Prof. DR. H. Abdul Malik Karim Amrullah, atau
biasa dikenal dengan nama Buya Hamka. Buya Hamka lahir
pada hari ahad, pada tanggal 17 Februari 1908 (14 Muharram
1326 H) di Desa Sungai Batang, Tanjung Raya, Maninjau,
Sumatera Barat.96
Hamka meninggal dunia pada hari Jum‟at, tanggal 24
Juli 1981 pada usis 73 tahun. Beliau dikebumikan di TPU
Tanah Kusir dengan meninggalkan 10 orang anak
diantaranya adalah 7 laki-laki dan 3 perempuan. Dari
kesepuluh anak-anak tersebut, saat ini jumlah cucu Hamka
dikisarkan lebih dari 31 orang dan cicit sebanyak 44 orang.97
Hamka tergolong dari kalangan keluarga yang taat
beragama. Ayahnya bernama Haji Abdul Karim Amrullah,
namun sering disebut dengan nama Haji Rasul bin Syekh
Muhammad Amarullah (gelar tuanku kasai) bin Tuanku
Abdullah Saleh. H. Rasul. Haji rasul adalah seorang ulama
yang pernah mendalami ilmu Agama di Mekkah, beliau juga
seorang aktivis politik dan penulis Indonesia yang amat
96
James R.Rush, “HAMKA‟S GREAT STORY A Master Writer‟s
Vision of Islam for Modern Indonesia”, (Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama,
2017), Hlm. Ix 97
Irfan Hamka. Ayah... Kisah Buya Hamka masa muda, dewasa,
menjadi ulama, sastrawan, politisi, kepala rumah tangga, sampai ajal
menjemputnya. Jakarta. Republika Penerbit. 2016
47
terkenal di alam Nusantara serta seorang pelopor
kebangkitan kaum mudo. Sementara ibunya Hamka bernama
Siti Syafiyah Tanjung binti H. Zakaria.
Sejak kecil Hamka sudah menerima dasar-dasar agama
dan membaca Al-Qur‟an langsung dari ayahnya setiap
malam sampai khatam. Pada usia 6 tahun (1914), Hamka
pergi ke Padang Panjang, setahun kemudian pada usia 7
tahun Hamka dimasukkan ke sekolah desa oleh Haji Rasul.
Dari tahun 1916 sampai tahun 1923, Hamka belajar agama
pada sekolah-sekolah “Diniyah School” dan “Sumatera
Thawalib” di Padang Panjang dan di Parabek. Adapun guru-
gurunya waktu itu adalah Syaikh Ibrahim Musa Parabek,
Engku Mudo Abdul Hamid, dan Zainuddin Labay.98
Sejak
kecil pula Hamka memang suka menonton film, film yang
paling disukainya waktu itu adalah Eddie Polo dan Marie
Walcamp. Kebiasaannya menonton terus berlanjut karena
menurutnya dengan menonton film banyak inspirasi yang ia
dapatkan untuk mengarang karya-karya tulis nantinya seperti
cerpen, novel, dan roman.99
Ketika Hamka berusia 12 tahun kedua orang tuanya
bercerai, perceraian kedua orang tuanya merupakan
pengalaman pahit baginya maka tidak heran kalau kita
membaca fatwa- fatwa Hamka sangat menentang tradisi
98
Hamka, “Tasawuf Modern”, ( Jakarta, Republika Penerbit,2015),
Hlm. iii 99
Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan
Pemikiran Pendidikan Hamka Tentang Pendidikan Islam, (Jakarta: Prenada
Media Group 2008).
48
kaum laki-laki Minangkabau yang kawin lebih dari satu,
sebab hal itu menurutnya akan dapat merusak ikatan dan
keharmonisan rumah tangga.100
Pendidikan yang dilaluinya memang sangat sederhana,
mulai tahun 1916 sampai dengan tahun 1923. Pelaksanaan
pendidikan pada waktu itu masih bersifat tradisional dengan
menggunakan sistem halaqah. Pada tahun 1916, sistem
klasikal baru diperkenalkan di Sumatera Thawalib
jembatan besi. Hanya saja, pada saat ini sistem klasikal yang
diperkenalkan belum memiliki bangku, meja, kapur dan
papan tulis. Materi pendidikan masih berorientasi pada
pengajian kitab-kitab klasik, seperti nahwu, sharaf, manthiq,
bayan, fiqh, dan yang sejenisnya. Pendekatan pendidikan
dilakukan dengan menekankan pada aspek hafalan. Pada
waktu ini, sistem hafalan cara yang paling efektif bagi
pelaksanaan pendidikan. Meskipun kepadanya diajarkan
membaca dan menulis huruf Arab dan latin, akan tetapi yang
lebih diutamakan adalah mempelajari dengan membaca
kitab-kitab arab klasik dengan standar buku-buku pelajaran
sekolah agama rendah di Mesir. Pendekatan pelaksanaan
pendidikan tersebut tidak diiringi dengan belajar menulis
secara maksimal. Akibatnya banyak diantara teman-
temannya yang fasih membaca kitab, akan tetapi tidak bisa
menulis dengan baik. Meskipun tidak puas dengan sistem
100
Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan
Pemikiran Pendidikan Hamka Tentang Pendidikan Islam, (Jakarta: Prenada
Media Group 2008).
49
pendidikan waktu itu, namun ia tetap mengikutinya dengan
seksama.101
Diantara metode yang digunakan oleh guru-gurunya,
Hamka sangat menggemari metode pendidikan yang
digunakan oleh Engku Zainuddin Labay Al-Yunusy.
Pendekatan yang dilakukan Engku Zainuddin, bukan hanya
mengajar (Transfer Of Knowledge), akan tetapi juga
melakukan proses “mendidik” (Transformation Of Value).
Melalui Diniyah School (suatu sekolah yang mengkaji
ilmu-ilmu agama islam, yang didirikan oleh syekh
zainuddin labay)102
di Padang panjang yang didirikannya, ia
telah memperkenalkan bentuk lembaga pendidikan islam
modern dengan menyusun kurikulum pendidikan yang lebih
sistematis, memperkenalkan pendidikan klasikal dengan
menyediakan kursi dan bangku tempat duduk siswa,
menggunakan buku-buku di luar kitab standar, serta
memberikan ilmu-ilmu umum seperti bahasa, matematika,
sejarah dan ilmu bumi.103
Adapun demikian luasnya Ilmu dan wawasan yang
dimiliki oleh Engku Zainuddin telah membuka cakrawala
intelektual Hamka tentang dunia luar, bersama dengan
Engku Dt. Sinaro, Engku Zainuddin, mereka memiliki
101
Deliar Noer, Dkk, Administrasi Islam di Indonesia, Jakarta,
Rajawali pers, 1984. 102 Nur hamim, Manusia dan pendidikan elaborasi pemikiran HAMKA,
(Sidoarjo: Qisthos, 2009) 103 Hamka, Ayahku, Riwayat Hidup Dr. H. Abdul Karim Amrullah
dan perjuangan, (Jakarta: Pustaka widjaja, 1958).
50
percetakan dan perpustakaan sendiri dengan nama Zinaro.
Pada awalnya Hamka hanya diajak untuk membantu
melipat-lipat kertas pada percetakan tersebut, sambil bekerja
ia diizinkan untuk membaca buku-buku yang ada di
perpustakaan, kesempatan itupun tidak disia-siakannya,
disanalah Hamka membaca bermacam-macam buku seperti
buku agama, filsafat dan sastra. Melalui kemampuan
berbahasa Arab dan daya ingatnya yang tinggi, ia mulai
berkenalan dengan buku-buku karya filsafat dari Aristoteles,
Plato, Pythagoras, Plotinus, Ptolemaios dan ilmuan lainnya,
melalui bacaan tersebut membuat cakrawala pemikirannya
semakin luas.104
Dalam memahami berbagai informasi dari karya-karya
ilmuan non muslim ia menunjukkan kehati-hatiannya, sikap
yang demikian dilatar belakangi oleh dua faktor.105
Pertama,
dalam bidang sejarah ia melihat banyak kesalahan data dari
fakta yang sesungguhnya, kesalahan ini perlu dicurigai
bahwa penulisan tersebut sengaja ditulis bagi kepentingan
kolonialisme. Kedua dalam bidang keagamaan terhadap
upaya mendeskripsikan Islam, tidak sedikit para penulis
tersebut membawa pesan-pesan misionaris. Agar
objektifitasnya tetap terjaga dengan baik dan orisinil maka
dipandang perlu adanya upaya untuk melakukan penulisan
ulang terhadap persolan-persoalan tersebut, kehati-hatiannya
104 Hamka, Antara Fakta dan Khayal “Tuanku Rao”, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1974). 105
Antony Ried dan David Marr, Dari Raja Ali Haji Hingga Hamka,
Indonesia dan masa Lalunya, ( Jakarta: Grafiti Perss, 1983).
51
terhadap ilmu umum bukan berarti ia tidak menyenangi
karya-karya yang ditulis oleh para pemikir Barat. Bahkan ia
sangat menganjurkan agar umat Islam tetap bekerja sama
dengan setiap pemeluk antar agama dan mengambil hal-hal
yang bersifat positif bagi membangun dinamika umat
(Islam).106
Sistem pendidikan tradisional yang demikian
membuatnya merasa kurang puas dengan pelaksanaan
pendidikan yang ada waktu itu, kegelisahan intelektual yang
dialaminya menyebabkan hasratnya untuk merantau guna
menambah wawasan. Tujuannya adalah Jawa, pada awalnya
ia tinggal dengan kakak iparnya di Pekalongan,
kepergiannya sebenarnya kurang mendapat persetujuan dari
ayahnya dikarenakan khawatir terpengaruh oleh paham
komunis yang mulai berkembang di Jawa.107
Akan tetapi
karena keinginannya yang begitu besar lalu ia diizinkan
untuk pergi, maka ia ditumpangkan kepada seorang
saudagar Minang yang hendak ke Yogyakarta dan
Pekalongan.108
Masuk usia ke 16 tahun (1924), akhirnya Hamka
merantau ke Jogjakarta dan Jawa Tengah. Sesampainya di
Yogyakarta ia tidak langsung ke Pekalongan, untuk
sementara waktu ia tinggal bersama adik ayahnya yaitu
106
Samsul nizar, Memperbincangkan dinamika intelektual dan
pemikiran HAMKA tentang pendidikan islam, (Jakarta; Kencana, 2008). 107
Hamka, Kenang-kenangan Hidup, ( Jakarta: Bulan Bintang, 1979),
hal 93. 108
Hamka, Islam dan Adat, ( Padang Panjang: Anwar Rasyidy, 1969), hal 187.
52
Ja‟far Amarullah di desa Ngampilan. Disana, Hamka belajar
langsung dengan Haji Omar Said (H.O.S) Tjokroaminoto
(Islam dan sosialisme), Ia mengikuti kursus-kursus yang
diadakan oleh Organisasi Sarekat Islam, bahkan masuk
menjadi anggota organisasi yang kemudian menjadi partai
politik. Hamka diajak untuk mempelajari kitab-kitab klasik
dengan beberapa ulama yang ada disana seperti Ki Bagus
Hadiku Sumo (ahli tafsir), R.M. Soeryopranoto (Ahli
Sosiologi), K.H. Mas Mansur (ahli filsafat dan tarikh
Islam), H. Fakhruddin, Mirza Wali Ahmad Baig, dan Sutan
Mansur.
Selama di Yogyakarta ia merasa sangat beruntung
karena bisa berkenalan dan sering melakukan diskusi
dengan teman-teman seusianya yang memiliki wawasan luas
dan cendikia, seperti Muhammad Natsir,109
disanalah ia
mulai berkenalan dengan pembaharu-pembaharu berbagai
gerakan-gerakan pembaharuaan Islam seperti Nahdlatul
Ulama dan Muhammadiyah.
Pada juli 1925, beliau pulang ke Padang, dan membawa
buku berharga karangannya, yakni „Islam dan
Nasionalisme‟ serta „Islam dan Materialisme‟. Buku
berjudul, „Islam dan Nasionalisme‟ merupakan manifestasi
dari kumpulan pidato H.O.S Cokroaminoto. Sedangkan,
buku berjudul, „Islam dan Materialisme‟ merupakan salinan
109 Ahmad Syafi‟i Ma‟arif. “Islam dan Masalah Kenegaraan Studi
tentang Percaturan dalam Konstituante”, ( Jakarta: LP3ES, 1996).
53
A.D Hani atas karangan Sayid Jamaluddin al-Afghani
sebagai seorang pembaharu Islam terkenal.110
Dengan berbekal pengalaman dan pengetahuan yang
Hamka miliki baik agama maupun umum ia telah berani
tampil berpidato dimuka umum, untuk membuka
wawasannya ia mulai berlangganan dengan surat kabar dari
jawa, melalui surat kabar tersebut ia banyak berkenalan
dengan ide-ide pembaharuan dan pergerakan ummat Islam
baik di Indonesia maupun luar negeri seperti H. Agus Salim,
Ir. Soekarno, Mustafa Kemal Attaturk, Ibnu Sa‟ud, sa‟ad
Zaglul Pasya, Syarif Husein dan lain sebagainya.
Untuk memperkenalkan semangat modernis tentang
wawasan Islam tersebut ia awali dengan membuka kursus
pidato yang diberi nama “Tabligh Muhammadiyah” pada
tahun 1925 pelaksanaannya dilakukan sekali dalam
seminggu dan mengambil tempat di surau Jembatan Besi
Padang panjang, naskah pidato teman-temannya banyak
dibuat oleh Hamka dan teman-temannya sendiri, maka
semua naskah pidato itu kemudian ia cetak dalam sebuah
buku dengan judul Khatib Al-ummah.
Pada tahun 1927 Hamka berangkat ke Mekkah untuk
menunaikan ibadah haji sambil menjadi koresponden pada
harian “Pelita Andalas” di Medan.111
Sekembalinya dari
Mekkah untuk beberapa waktu ia tinggal di Medan ia
110
Natsir Tamara. Hamka di Mata Hati Umat. Jakarta: Sinar Harapan,
1983, 111
Mark R. Woordward, Jalan Baru Islam;Mematahkan Paradigma
Mutakhir Islam di Indonesia,( Bandung: Almizan, 1998).
54
menulis beberapa artikel dan majalah disana seperti majalah
“ Seruan Islam” di Tanjung Pura, pembantu redaksi “
Bintang Islam” dan “Suara Muhammadiyah” di Yogyakarta.
Atas desakan Iparnya A.R. St. Mansur ia kemudian diajak
pulang ke Padang Panjang untuk menemui ayahnya yang
telah merindukannya.
Pada tanggal 5 April 1929, Hamka menikah dengan
Siti Raham binti Endah Sutan (anak mamaknya). Dari
perkawinannya itu ia dikarunia 11 orang anak, diantaranya ;
Hisyam (meninggal usia 5 tahun), Zaky, Rusydi, Fakhri,
Azizah, Irfan, Aliyah, Fathiyah, Hilmi, Afif, dan Syakib.
Setelah sekian lama ia beristrikan dengan Siti Raham, maka
Siti Raham pun dahulu berpulang meninggal dunia pada
tanggal 1 Januari 1971, pada saat usia 56 tahun. Kurang
lebih 6 tahun kemudian, Hamka menikah lagi dengan
perempuan asal Cirebon yaitu, Hajah Siti Khadijah.112
Kreatifitas jurnalistiknya mulai kelihatan melalui
beberapa karya tulisnya. Adapun novel pertama yang ditulis
oleh Hamka yaitu “Si Sabariyah”, (dalam bahasa
Minangkabau), diterbitkan pada tahun 1926.113
waktu itu
Hamka juga memimpin majalah “Kemajuan Zaman” di
Medan. Pada tahun 1929 hadir pula bukunya “Sedjarah
Sajjidina Siddiq, ringkasan Tarikh Ummat Islam, Agama
112
Irfan Hamka. Ayah... Kisah Buya Hamka masa muda, dewasa,
menjadi ulama, sastrawan, politisi, kepala rumah tangga, sampai ajal
menjemputnya. Jakarta. Republika Penerbit. 2016 113
Yunus Amir Hamzah, “Hamka Sebagai Pengarang Roman”,
(Jakarta, CV.Puspita Sari Indah,1993).
55
dan Perempuan, Pembela Islam, Adat Minangkabau, Agama
Islam, Kepentingan Tabligh, Ayat-ayat Mi‟raj dan lain
sebagainya.114
Karirnya di Muhammadiyah mulai diperhitungkan,
terutama ketika ia menjadi pembicara sebagai narasumber
makalah “ Agama Islam dan Adat Minangkabau” pada
kongres Muhammadiyah ke-19 di Bukit Tinggi tahun 1930,
melalui makalah tersebut telah menempatkannya sebagai
pembicara yang pertama sekali mencoba mepertalikan
antara adat dan agama.115
Tahun 1931 ia kembali menjadi
narasumber pada kongres Muhammadiyah ke-20 dengan
judul “Muhammadiyah di Sumatera” dengan kemampuan
retorikanya dalam menyampaikan makalah telah menarik
perhatian seluruh peserta kongres bahkan sampai peserta
banyak yang menangis.116
Pada tahun 1934 ia kembali ke Padang Panjang untuk
meneruskan cita-citanya dalam mengelola kembali Kulliyat
Muballighin, tujuan lembaga itu adalah mencetak para
muballig yang tangguh sambil ia mengajarkan beberapa
mata pelajaran penting seperti Ilmu Mantiq, Ushul Fikih,
Bidayatul Mujtahid, Tafsir Al-Manar dan Ilmu „Arud tetapi
karena honoriumnya kurang mencukupi untuk keluarganya
maka bulan Januari tahun 1936 ia memutuskan untuk ke
Medan, di Medan ia bertemu dengan M. Yunan Nasution,
114
Hamka, Kenang-kenangan Hidup, ( Jakarta: Bulan Bintang, 1979). 115
Hamka, Kenang-kenangan Hidup, ( Jakarta: Bulan Bintang, 1979). 116
Hamka, Kenang-kenangan Hidup, ( Jakarta: Bulan Bintang, 1979).
56
Hamka mendapat tawaran dari H. Asbiran Ya‟kub dan
Mohammad Rasami (bekas sekretaris Muhammadiyah
Bengkali) untuk memimpin sebuah majalah mingguan
“Pedoman Masyarakat”.117
Majalah mingguan Islam yang
mencapai puncak kemasyhuran sebelum perang. Majalah ini
dipimpinnya mulai tahun 1936 sampai tahun 1943, yaitu
ketika bala tentara Jepang masuk.
Melalui rubrik “Tasawuf Moderen” telah menarik hati
masyarakat awam dan kaum intelektual, mereka selalu
menanti dan bahkan membaca setiap terbitan pedoman
masyarakat. Pemikiran-pemikirannya yang cerdas
dituangkan di pedoman masyarakat yang sekaligus telah
menjadi alat penghubung antara dirinya dengan kaum
intelektual seperti Natsir, Hatta, Agus Salim dan
Muhammad Isa Anshari.
Pada masa pemerintahan Jepang majalah Pedoman
masyarakat dilarang oleh Jepang sehingga banyak
masyarakat yang merasa kehilangan dan selanjutnya diganti
dengan “Semangat Islam”, di tengah-tengah kekecewaan
masyarakat terhadap kebijakan Jepang, Hamka malah
memperolah kedudukan istimewa dari pemerintah Jepang
sebagai anggota Syu Sangi Kai (Dewan Perwakilan Rakyat)
tahun 1944, sifat kompromistis Jepang dan kedudukannya
sebagai “anak emas” telah menyebabkannya terkucil dan
117
Hamka, Islam dan Adat, ( Padang Panjang: Anwar Rasyidy,
1969),
57
dibenci dan bahkan dipandang sinis oleh masyarakat.118
Kondisi yang tidak menguntungkan ini membuat ia resah
dan akhirnya ia melarikan diri pada tengah malam dari kota
Medan menuju Padang Panjang pada tahun 1945.119
Sesampainya di Padang Panjang ia dipercayakan untuk
memimpin kembali kulliyatul muballighin, disini ia
mempunyai waktu yang cukup banyak untuk menyalurkan
jurnalistiknya dengan menghasilkan beberapa karya tulis
diantaranya; Negara Islam, Islam dan Demokrasi, Revolusi
Pikiran, Revolusi Agama, Adat Minangkabau Menghadapi
Revolusi dan dari Lembah Cita-cita.120
Pada tahun 1950, memasuki usia 42 tahun Hamka
berangkat ke Jakarta, sesampainya disana ia menjadi
koresponden pada majalah Pemandangan dan Harian
Merdeka kemudian ia membuat beberapa buku diantaranya
adalah otobiografinya Kenang-Kenangan Hidup, “Ayahku”,
“Perkembangan Tasawuf dari Abad ke Abad”, “Urat
Tunggang Pancasila”. Riwayat perjalanan ke negeri-negeri
Islam. “Di tepi Sungai Nyl”, “Di Tepi Sungai Dajlah”,
“Mandi Cahaya di Tanah Suci”, “Empat Bulan di Amerika,
dan lain-lain.121
118
Hamka, Kenang-kenangan Hidup, ( Jakarta: Bulan Bintang, 1979). 119
Fakhry Ali, Hamka dan Masyarakat Islam Indonesia, dan Rusydi
Hamka, Pribadi dan Martabat Buya Prof. Dr. Hamka, ( Jakarta: Pustaka
Panjimas, 1983). 120
M. Yunan Nasution, Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-azhar, (
Jakarta: Panjimas, 1990), 121
Hamka, “Tasawuf Modern”, ( Jakarta, Republika Penerbit,2015)
58
Disamping itu Hamka juga aktif di partai politik seperti
Masyumi.122
Bersama-sama dengan tokoh Masyumi lainnya
mereka mendukung gagasan untuk mendirikan negara
Indonesia yang berlandaskan Islami.123
Bersama K.H. Faqih
dan M. H. Yusuf Ahmad pada tanggal 15 Juli 1959 ia
menerbitkan majalah Islam bulanan Panji Masyarakat.124
Majalah ini tidak berumur panjang karena tidak berkenan
dihati pemerintah, karena di dalam majalah pernah memuat
tulisan Mohammad Hatta selaku wakil Presiden Indonesia
yang berjudul “Demokrasi Kita” dalam tulisan itu
Mohammad Hatta mengkritis konsep demokrasi terpimpin
dan memaparkan pelanggaran-pelanggaran konstitusi yang
telah dilakukan oleh Soekarno. Tulisan ini telah membuat
pemerintah Soekarno tersinggung yang akibatnya bulan mei
tahun 1960 kontiniunitas majalah itu terpaksa ditutup.125
Tahun 1962, Hamka turut mendirikan majalah Gema
Islam, majalah pengetahuan dan kebudayaan Islam. Akan
tetapi majalah ini juga tidak lama hanya sampai tahun 1964,
karena pada waktu itu beliau ditangkap dengan tuduhan
melanggar Penpres Anti Subversif.126
Hal ini membuat
122
Hamka, Doktrin Islam yang Menimbulkan Kemerdekaan dan
Keberanian, ( Jakarta: Yayasan Idayu, 1983). 123
Azyumardi Azra, Prof. Dr. Hamka,Pribadi MUI, ( Jakarta:
Litbang Depag RI dan PPIM, 1998) 124
Mohammad Natsir, Dua Kali kami Berjumpa”, dalam Kenang-
kenangan 70 tahun Buya Hamka 125
Azzumardi Azra, Menuju Masyarakat Madani;Gagasan Fakta
dan Tantangan, ( Bandung: Remaja Rosyda Karya, 1999). 126
Yunus Amir Hamzah, “Hamka Sebagai Pengarang Roman”,
(Jakarta, CV.Puspita Sari Indah,1993).
59
Hamka mendekam pada tahanan hingga tahun 1966.
Setahun kemudian pada tahun 1967, akhirnya majalah
Panji Masyarakat kembali lagi diterbitkan setelah tegaknya
Orde Baru pada masa Pemerintahan Soeharto. Hamka pada
saat itu duduk sebagai pimpinan umumnya. Pada
perkembangannya majalah “Panji Masyarakat” berkembang
dengan pesat sekali, hal ini terbukti pernah mereka
mencetak sebanyak 50.000 eksamplar.
Karirnya mulai kelihatan dari tahun 1952 sampai 1981,
berbagai jabatan yang pernah ia pangku, diantaranya;
memenuhi undangan Pemerintah Amerika Serikat (1852),
anggota komisi kebudayaan di Muangtai (1853),
memperingati hari mangkatnya Budha ke-2500 di Burma
(1954), menghadiri konferensi Islam di Lahore (1958),
Imam masjid Al-Azhar (Kebayoran Baru), konferensi
Negara-negara Islam di Rabat (1968), Muktamar Masjid di
Mekkah (1976), seminar tentang Islam dan peradaban di
Kuala Lumpur, memperingati seratus tahun Muhammad
Iqbal di Lahore dan konferensi ulama di Kairo (1977),
Badan Pertimbangan Kebudayaan Kementrian PP dan K,
guru besar Perguruan Tinggi Islam dan Universitas Islam di
Makassar, Penasihat Kementrian Agama, Ketua Dewan
Kurator PTIQ, Ketua MUI (1975-1981).127
Hamka tidak hanya aktif dalam soal keagamaan dan
politik, pernah juga menjadi seorang wartawan, penulis,
127
Hamka. Kenang-kenangan 70 Tahun Buya Hamka, ( Jakarta:
Pustaka Panjimas, 1983).
60
editor dan penerbit. Sejak tahun 1920-an, Hamka menjadi
wartawan beberapa buah surat kabar semacam Pelita
Andalas, Seruan Islam, Bintang Islam dan Seruan
Muhammadiyah. Pada tahun 1928, beliau menjadi editor
majalah Kemajuan Masyarakat. Pada tahun 1932, beliau
menjadi editor dan menerbitkan majalah Al-Mahdi di
Makassar. Hamka juga pernah menjadi editor majalah
Pedoman Masyarakat, Panji Masyarakat dan Gema Islam.
Hamka banyak menghasilkan karya ilmiah Islam dan
karya kreatif seperti novel dan cerpen. Karya ilmiah
terbesarnya ialah Tafsir al-Azhar (5 jilid) dan antara novel-
novelnya yang mendapat perhatian umum dan menjadi buku
teks sastra di Malaysia dan Singapura termasuklah
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Di Bawah Lindungan
Ka‟bah dan Merantau ke Deli.
Pada tahun 1958, Hamka diundang oleh pemerintah
Mesir dan dengan pidatonya yang berjudul “Pengaruh
Muhammad Abduh di Indonesia” beliau dihadiahkan gelar
doctor honoris Causa oleh Universitas Al-Azhar Mesir. Lalu
pada tahun 1974, Hamka mendapat gelar Doktor Honoris
Causa lagi di Universitas Kebangsaan Malaysia.128
Dan ini
merupakan gelar kedua yang diperoleh Hamka dalam masa
jaya-jayanya di bidang keilmuan. Disamping jabatan lain
yang tidak kalah pentingnya dalam memajukan bangsa
128
Yunus Amir Hamzah, “Hamka Sebagai Pengarang Roman”,
(Jakarta, CV.Puspita Sari Indah,1993).
61
Indonesia, terutama dalam aspek sosial dan keagamaan.
Lalu Hamka juga mendapatkan gelaran Datuk Indono dan
Pengeran Wiroguno dari kerajaan Indonesia.
Tahun 1975, Musyawarah Alim Ulama seluruh
Indonesia dilangsungkan. Hamka pun dilantik dan menjabat
sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), pada
tanggal 26 Juli 1975 bertepatan dengan 17 Rajab 1395.
Jabatan ini dipegangnya sampai tahun 1981, yaitu sampai
mendekati akhir hidupnya. Hamka meninggal pada tanggal
24 Juli 1981, dan masih dalam kedudukannya sebagai
penasehat Pimpinan pusat Muhammadiyah.129
Demikianlah Hamka sampai akhir hayatnya tetap kokoh
menjadi seorang yang multitalenta, tidak hanya satu bidang
saja yang dikuasai. Hamka tidak hanya dikenal sebagai
seorang ulama dan bergerak dalam bidang dakwah, namun
Hamka dikenal juga sebagai seorang sastrawan, mufassir,
pengarang, budayawan, dan sejarawan publik. Dari uraian di
atas dapat dilihat bagaimana peranan dan ide-ide
pembaharuan modern yang dilakukannya telah ikut andil
secara langsung dalam pengembangan dakwah, sastra,
budaya, sosial, dan pendidikan Islam baik di Minangkabau,
Sulawesi Selatan maupun bagi ummat Islam Indonesia,
dengan model pendidikan yang ditawarkannya
menempatkannya sebagai seorang yang termasuk reformis
muslim Indonesia bahkan melalui ide-ide pembaharuannya
129
Yunus Amir Hamzah, “Hamka Sebagai Pengarang Roman”,
(Jakarta, CV.Puspita Sari Indah,1993).
62
ia telah membuka wawasan intelektual muslim dan
mensejajarkan pendidikan Islam dengan pendidikan yang
dikelola oleh Kolonial Belanda.
Melalui pembabakan tersebut terlihat proses yang
begitu panjang telah ikut membentuk pemikirannya yang
sarat dengan nuansa dan informasi, tumbuh dan
berkembangnnya wawasan pemikirannya tidak bisa lepas
dari latar belakang pendidikan dan pengalaman kehidupan
yang dilaluinya baik secara formal maupun nonformal dan
secara autodidak.
B. Setting Pendidikan dan Sosial Hamka
Sewaktu kecil Hamka mendapat pendidikan rendah di
Sekolah Dasar Maninjau sehingga Darjah Dua. Ketika usia
Hamka mencapai 10 tahun, ayahnya telah mendirikan
Sumatera Thawalib di Padang Panjang. Di situ Hamka
mempelajari agama dan mendalami bahasa Arab. Hamka
juga pernah mengikuti pengajaran agama di surau dan masjid
yang diberikan ulama terkenal seperti Syeikh Ibrahim Musa
Parabek, Engku Mudo Abdul Hamid dan Zainuddin Labay.130
Hamka di waktu kecil tergolong anak nakal karena suka
memberontak dan seorang preman karena hobinya waktu
remaja mengadu ayam dan jadi joki dalam pacuan kuda.
Menurut penuturan Zen Hasan yang merupakan sahabat dekat
Hamka waktu kecil menuturkan Pergaulan Hamka lebih
130
. M. Alfian Alfian, “HAMKA DAN BAHAGIA: REAKTUALISASI
TASAUF”, (Pondok Gede, Bekasi: Tim design Penjuru Ilmu, Cetakan ke-1,
2014)
63
banyak dengan preman dari pada dengan kalangan
terpelajar,131
karena itu pendidikan yang dilaluinya tidak
begitu berjalan dengan baik.
Hamka mula-mula bekerja sebagai guru agama pada
tahun 1927 di Perkebunan Tebing Tinggi, Medan dan jadi
guru agama di Padang Panjang pada tahun 1929. Hamka
kemudian dilantik sebagai dosen Universitas Islam di Jakarta
dan Universitas Muhammadiyah Padang Panjang dari tahun
1957 hingga tahun 1958. Setelah itu, beliau diangkat menjadi
Rektor Perguruan Tinggi Islam Jakarta dan Profesor
Universitas Mustopo Jakarta. Dari tahun 1951 hingga tahun
1960, beliau menjabat sebagai Pegawai Tinggi Agama oleh
Menteri Agama Indonesia, tetapi meletakkan jabatan itu
ketika Sukarno menyuruhnya memilih antara menjadi
pegawai negeri atau bergeliat dalam politik Majlis Syura
Muslimin Indonesia (Masyumi).
Hamka menimba ilmu pengetahuan melalui otodidak
dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti filsafat,
sastra, sejarah, sosiologi dan politik, baik Islam maupun
Barat. Dengan kemahiran bahasa Arabnya yang tinggi, beliau
dapat menyelidiki karya ulama dan pujangga besar di Timur
Tengah seperti Zaki Mubarak, Jurji Zaidan, Abbas al-Aqqad,
Mustafa al-Manfaluti dan Hussain Haikal. Melalui bahasa
iggris yang dimilikinya beliau meneliti karya sarjana
Perancis, Inggris dan Jerman seperti Albert Camus, William
131
Ridwan Saidi, Zamrud, Nuansa Baru Kehidupan dan Pemikiran Bung Karno, ( Jakarta: LPIP, 1993).
64
James, Sigmund Freud, Arnold Toynbee, Jean Paul Sartre,
Karl Marx dan Pierre Loti. Hamka juga rajin membaca dan
bertukar-tukar pikiran dengan tokoh-tokoh terkenal Jakarta
seperti HOS Tjokroaminoto, Raden Mas Surjoparonoto, Haji
Fachrudin, Ar Sutan Mansur dan Ki Bagus Hadikusumo
sambil mengasah bakatnya sehingga menjadi seorang ahli
pidato yang handal.132
Hamka aktif dalam gerakan Islam melalui organisasi
Muhammadiyah. Beliau mengikuti pendirian Muhammadiyah
mulai tahun 1925 untuk melawan khurafat, bida‟ah, tarekat
dan kebatinan waktu beliau bermukim di Padang Panjang.
Mulai tahun 1928, beliau mengetuai cabang Muhammadiyah
di Padang Panjang. Pada tahun 1929, Hamka mendirikan
pusat latihan pendakwah Muhammadiyah dan dua tahun
kemudian beliau menjadi konsul Muhammadiyah di
Makassar. Kemudian beliau terpilih menjadi ketua Majelis
Pimpinan Muhammadiyah di Sumatera Barat oleh Konferensi
Muhammadiyah, menggantikan S.Y. Sutan Mangkuto pada
tahun 1946. Beliau menyusun kembali pembangunan dalam
Kongres Muhammadiyah ke-31 di Yogyakarta pada tahun
1950.
Pada tahun 1953, Hamka dipilih sebagai penasihat
pimpinan Pusat Muhammadiah. Pada 26 Juli 1977 Menteri
Agama Indonesia, Prof. Dr. Mukti Ali melantik Hamka
132
M. Alfian Alfian, “HAMKA DAN BAHAGIA: REAKTUALISASI
TASAUF”, (Pondok Gede, Bekasi: Tim design Penjuru Ilmu, Cetakan ke-1,
2014)
65
sebagai ketua umum Majelis Ulama Indonesia tetapi beliau
meletak jawatan pada tahun 1981 karena nasihatnya tidak
dipedulikan oleh pemerintah Indonesia. Kegiatan politik
Hamka bermula pada tahun 1925 pada waktu beliau menjadi
anggota partai politik Sarekat Islam. Pada tahun 1945, beliau
membantu menentang pemerintahan Belanda yang masuk
kembali ke indonesia melalui pidato dan menyertai kegiatan
gerilya di dalam hutan di Medan. Pada tahun 1947, Hamka
dilantik sebagai ketua Barisan Pertahanan Nasional Indonesia.
Beliau menjadi anggota Konstituante Masyumi dan menjadi
pemidato utama dalam Pilihan Raya Umum 1955. Masyumi
kemudian diharamkan oleh pemerintah Indonesia pada tahun
1960. Dari tahun 1964 hingga tahun1966, Hamka telah
dipenjarakan oleh Presiden Sukarno karena dituduh pro-
Malaysia. Semasa dipenjarakanlah maka beliau mula menulis
Tafsir al-Azhar yang merupakan karya ilmiah terbesarnya.
Setelah keluar dari penjara, Hamka dilantik sebagai ahli
Badan Musyawarah Kebajikan Nasional, Indonesia, anggota
Majelis Perjalanan Haji Indonesia dan anggota Lembaga
Kebudayaan Nasional, Indonesia.133
Hamka telah berpulang ke-rahmatullah pada 24 Juli
1981, namun semua jasa, pengorbanan, dan pengaruhnya
masih terasa hingga sekarang dalam peradaban Islam. Beliau
bukan saja diterima sebagai seorang tokoh ulama dan
133
Ridwan Saidi, Zamrud, Nuansa Baru Kehidupan dan Pemikiran
Bung Karno, ( Jakarta: LPIP, 1993).
66
sastrawan di negara kelahirannya, bahkan banyak orang yang
mengatakan sifat kenegaraannya sangat tinggi sehingga
pantaslah dikatakan beliau juga seorang negarawan dan
pemikir pendidik Islam, malah jasanya di seluruh alam
Nusantara, termasuk Malaysia dan Singapura turut dihargai.
Jadi, tidak berlebihan ketika sejarawan berasal dari Amerika
Serikat, James R. Rush, mengukuhkan karyanya yang
menuliskan kisah hidup Hamka dengan judul “Hamka‟s
Great Story” yang terbit pada tahun 2017.134
C. Buya Hamka Sebagai:
1. Sastrawan dan Wartawan
Adapun alasan kenapa pembahasan ini digabungkan
secara bersamaan. Karena selain dari kedua kegiatan itu
berawal dari tulis-menulis juga kebanyakan hasil karya Buya
Hamka selalu dituangkan dalam surat kabar majalah Pedoman
Masyarakat. Sebenarnya, apa yang akan dibahas ini semuanya
saling berkaitan, sebab yang dibahas adalah perjalanan
seorang tokoh.
Karier Buya Hamka dalam sastra berawal dari
kegemarannya membaca buku cerita dan hikayat dari
perpustakaan yang ada di kampungnya, berjam-jam Hamka
tahan di dalamnya. Pulang dari sekolah Diniyah jam sepuluh
pagi ia langsung berangkat ke perpustakaan dan pulang ke
rumah jam satu siang. Dari satu buku ke buku lain ia
134
James R.Rush, “HAMKA‟S GREAT STORY A Master Writer‟s
Vision of Islam for Modern Indonesia”, (Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama,
2017).
67
tamatkan, kadang-kadang ia meminjam buku yang menarik
baginya untuk dibaca di rumah.135
Begitulah kebiasaan Buya Hamka kecil sebelum memulai
petualangannya dalam bidang sastra ini. Kesukaan membaca
dari sejak dini, membuat berbagai imajinasinya bertambah
luas. Selain itu, adat juga ikut berperan membentuk jiwa
sastra menjadi tumbuh subur, kebiasaan mendengarkan
pantun, sajak/syair-syair, pidato adat ikut berperan besar
dalam melancarkan mata penanya, sehingga dengan mudah
saja ia merangkai kata-kata indah.
Nama besar seperti Hamka secara kultural tidak mungkin
dipisahkan dari lingkungan Ranah Minang yang indah dengan
lirik gurindam, pantun, pepatah petitih, dan syair. Ranah ini
juga dikenal sebagai sebutan Alam Minangkabau. Dalam
sebuah pidato kebudayaan di Padang pada 2007, Ahmad
Syafii Maarif memberikan julukan lain untuk ranah ini
sebagai “Pabrik Kearifan kata yang kaya”.136
Sebelum
Indonesia merdeka, dari Alam Minangkabau ini telah banyak
bermunculan pengarang, cendikiawan, pemikir, sastrawan,
ulama, dan yang lainnya. Namun nama Hamka adalah salah
satu yang paling populer di antara mereka dan yang paling
banyak menghasilkan karya-karya tulisnya.
135
Hamka, Kenang-Kenangan Hidup, Jilid. I (Jakarta: Bulan-Bintang,
cet. 3, 1974). 136
James R.Rush, “HAMKA‟S GREAT STORY A Master Writer‟s
Vision of Islam for Modern Indonesia”, (Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama,
2017).
68
Tidak jarang, dari berbagai pengalaman yang ia dapatkan
dalam kehidupan sehari-hari memunculkan ide untuk
dijadikan sebagai isi cerita novel. Contoh ringan adalah novel
pertamanya Si Sabariah yang sebenarnya adalah kisah nyata
yang ia lihat pada umur sembilan tahun di kampungnya
sendiri.137
Kemudian nama dan alur sedikit disamarkan serta
sedikit dibumbu-bumbui dari berbagai buku yang telah
dibacanya. Istilah yang sering dipakai Hamka dalam hal
seperti ini dengan kalimat “…diperpautkan dengan pikiran
kita, hingga layaklah itu disebut sebagai karangan sendiri,
bukan plagiasi.138
Adapun Hamka pernah berpendapat ciri-ciri penulis
terbaik adalah seperti berikut:
“Luas pandangannya tentang bangsa-
bangsanya, sebab dengan bahasa itulah dia
akan menyampaikan semuanya sampai ke
sudut hati mereka. Tahu undang- undang
bahasa itu, akan rasanya, rahasianya, halus
dan kasarnya. Setelah diketahui dan
diperdalamnya, lalu menjadi darah
dagingnya, masuk ke dalam seluruh tulang
sum-sumnya. Ditambahnya pengetahuannya,
dicukupkannya alat perkakasnya buat
ilmunya, pengalamannya, pergaulannya dan
137
Si Sabariah adalah perempuan muda anak Sariaman. Suaminya
bernama Pulai yang merantau ke negeri orang. Sudah berbulan-bulan merantau
ternyata hasilnya hanya lepas untuk makan saja. 138
Hamka, “Tasawuf Modern”, ( Jakarta, Republika Penerbit,2015).
69
lapang pula dadanya. Kaya simpanan
otaknya, lidahnya fasih, keterangannya jelas,
pandai membelok dan membalikkan bahasa
itu menurut aliran yang dianutnya, tidak sukar
mencari perkataan untuk menyatakan sedih
dan rayunya, riang dan gembiranya.”139
Dalam bidang jurnalistik, Hamka juga telah belajar
sejak anak-anak, mulai mengurus sekaligus jadi editor
majalah Khâṭibul „Ummah.140
Kadang-kadang, jika ada
kawannya yang belum mampu membuat tulisan berupa
pidato, Hamka kecil yang menulisnya dan memuat naskah
tersebut atas nama sahabatnya. Ketika remaja, sering mengisi
berita di majalah Kemajuan Islam, surat kabar Pelita
Andalas, Seruan Islam, Bintang Islam dan Seruan
Muhammadiyah. Begitu juga sesudah pindah ke Makassar
juga menerbitkan majalah Al-Mahdi, di Medan menjadi
pengisi rubrik khusus sekaligus pimpinan majalah Pedoman
Masyarakat, Gema Islam dan yang sempat penulis temui
adalah Panji Masyarakat.141
Dari keterangan tersebut, Buya
Hamka memiliki karier yang cukup panjang dalam dunia
jurnalistik, ia dapat menjadi seorang penulis, editor maupun
sekaligus jadi penerbit. Tidak heran apabila Hamka disebut
139
Hamka, Lembaga Budi (Jakarta: Pustaka Panjimas,1983). 140
M. Alfian Alfian, “HAMKA DAN BAHAGIA: REAKTUALISASI
TASAUF”, (Pondok Gede, Bekasi: Tim design Penjuru Ilmu, Cetakan ke-1,
2014) 141
M. Alfian Alfian, “HAMKA DAN BAHAGIA: REAKTUALISASI
TASAUF”, (Pondok Gede, Bekasi: Tim design Penjuru Ilmu, Cetakan ke-1,
2014)
70
sebagai bapak jurnalistik Islami di Indonesia.
2. Pendidik
Setelah dipaparkan Buya Hamka sebagai sastrawan dan
wartawan, maka yang selanjutnya adalah Buya Hamka
sebagai pendidik. Hamka menjadi pendidik dijumpai ketika
kematangan beliau sempurna/umur dewasa. Hal ini dapat
dilihat dari sejarah hidupnya bagaimana peran Hamka yang
mengarahkan sahabatnya jika ingin tampil pidato,
mempersiapkan naskah pidato dan mengedit ulang naskah
pidato tersebut hingga diterbitkan dalam majalah yang
mereka sendiri rintis.
Begitu juga ketika umur beliau 19 tahun, peranannya
sebagai pendidik semakin tampak. Tepatnya ketika
melaksanakan ibadah haji, Buya Hamka dan beberapa
pemuda asal Indonesia mencoba membuat sebuah wadah
perkumpulan pemuda yang disebut sebagai Pemuda Hindia
Timur. Pengajaran manasik haji digiatkan di dalamnya
bagi para jamaah Nusantara dan Buya Hamka tampil sebagai
salah satu pendidik dalam kasus tersebut.
Bertolak dari Makkah, pada tahun 1927 Buya Hamka
menjadi salah satu pendidik sekolah Islam di sebuah
perkebunan yang terdapat di antara Tebing-Tinggi dan
Pematang Siantar.142
Lebih dari tiga bulan lamanya beliau
mengajar di sana hingga datang panggilan dari ayahnya untuk
142
M. Alfian Alfian, “HAMKA DAN BAHAGIA: REAKTUALISASI
TASAUF”, (Pondok Gede, Bekasi: Tim design Penjuru Ilmu, Cetakan ke-1,
2014)
71
segera meninggalkan kota tersebut. Hasil dari mengajar
selama tiga bulan tersebut Buya Hamka belanjakan untuk
keperluan sebagai seorang tenaga pendidik, yaitu beberapa
buku dan sisanya ia belanjakan untuk menyalurkan
hobbinya sebagai seorang pemuda yang ahli sastra berupa
menonton bioskop.
Begitu juga setelah tiba di Padang Panjang pasca
melaksanakan ibadah rukun Islam ke lima. Pada tahun 1929,
Hamka dipercaya sebagai salah satu tenaga pendidik di
sekolah Tabligh School. Di Makasar beliau sebagai juru
dakwah, intinya juga sebagai pendidik yang membimbing
masyarakat setempat. Sedangkan di Jakarta beliau sempat
memimpin sekolah Islam yang bernama Al-Azhar dan beliau
mengajar di sana. Bahkan, untuk beberapa perguruan tinggi
Hamka juga mendapatkan beberapa mata kuliah. Kemudian
Hamka dilantik sebagai dosen Universitas Islam di Jakarta
dan Universitas Muhammadiyah Padang Panjang dari tahun
1957 hingga tahun 1958. Setelah itu, beliau diangkat menjadi
Rektor Perguruan Tinggi Islam Jakarta dan Profesor
Universitas Mustopo Jakarta.143
Pasca meninggalnya beliau, ada beberapa sekolah maupun
perguruan tinggi yang mengaitkan namanya dengan sekolah
maupun perguruan tinggi tersebut. Contohnya adalah
Universitas Muhammadiyah Prof. DR Hamka (UHAMKA)
letaknya di pasar rebo Jakarta timur, dan Pesantren Buya
143
Ridwan Saidi, Zamrud, Nuansa Baru Kehidupan dan Pemikiran
Bung Karno, ( Jakarta: LPIP, 1993).
72
Hamka di Padang. Pesantren ini ada dua, namun yayasannya
saja yang berbeda.144
Dari uraian tersebut, sangat tepat jika dikatakan Buya
Hamka termasuk dalam salah satu tokoh aktif yang bergerak
di dunia pendidikan khususnya Indonesia. Hampir seluruh
hidup beliau tidak terlepas dari yang namanya pendidikan,
baik dalam kategori formal, nonformal maupun informal.
3. Politisi
Kursi politik digambarkan Hamka sebagai kursi yang
dipenuhi oleh aliran listrik, jika diduduki akan
mengakibatkan sengatan mematikan dan jika dibiarkan rakyat
yang mendapatkan imbas panasnya politik tersebut.145
Karier
Hamka dalam bidang ini dimulai sejak ia masih remaja,
tepatnya umur enam belas tahun. Awalnya, ia masuk anggota
organisasi Syarekat Islam ketika berada di Kota Yogyakarta.
Pada dasarnya, untuk dapat ikut ambil bagian dalam
pembelajaran/kursus yang diadakan haruslah masuk anggota
lebih dahulu, masa itu umur beliau baru enam belas tahun
sedangkan syarat untuk dapat masuk anggota minimal
delapan belas tahun, terpaksalah umur Buya Hamka remaja
ditambahkan dua tahun lagi.146
Dalam organisasi ini Hamka sangat banyak mendapatkan
penerangan jiwa, baik itu dalam bidang agama, sosial, sejarah
144
Yayasan tersebut terletak di bukit tinggi, bernama Insan Karimah
Cendikia, Yayasan ini bekerja sama dengan Al Azhar. 145
H. Rusydi, “Pribadi dan Martabat Buya Prof.Dr.Hamka”,
(Jakarta,: Pustaka Panjimas, 1983). 146
Hamka, Kenang-Kenangan Hidup, Jilid. I (Jakarta: Bulan-Bintang,
cet. 3, 1974).
73
dan filsafat, itu semua didapatkan ketika di Yogyakarta
sekaligus dilanjutkan di Kota Pekalongan. Para pembicara
ketika itu termasuk tokoh yang paling besar dan sering
Hamka lihat dalam majalah-majalah yang ada di rumah
kawannya atau sering juga diceritakan oleh ayahnya sendiri.
Seperti Cokroaminoto, M.Suryopranoto dan Fakhruddin.147
Dari orang-orang inilah mulai timbul jiwa, pendirian serta
pandangan hidup serta arah ke mana yang harus Buya Hamka
tuju serta dari mereka juga ia mengetahui bahwa
sesungguhnya Islam itu sebenarnya sesuatu yang hidup dan
itulah yang tidak ia dapatkan di Padang Panjang ketika itu.
AR. St. Sutan Mansur, abang iparnya sendiri banyak
memberikan penerangan, terutama pada bidang sejarah dan
filsafat Islam. Dari beliau ini banyak bermunculan ide-ide
karangan tentang Islam. Buya Hamka semakin kagum kepada
beliau sehingga banyak inspirasi yang dapat dipelajari dari
abang iparnya tersebut.
Adapun berbagai jabatan yang pernah diraih oleh Hamka
dapat dipaparkan sebagai berikut:
a. Tahun 1943 M. sebagai Konsul Muhammadiyah Sumatera
Timur.
b. Tahun 1946 M. hingga akhir 1949 M. sebagai Konsul
Muhammadiyah Sumatera Barat.
147
Hamka, Kenang-Kenangan Hidup, Jilid. I (Jakarta: Bulan-Bintang,
cet. 3, 1974).
74
c. Tahun 1947 M. sebagai Ketua Front Pertahanan Nasional,
bersama dengan empat orang lainnya, Khatib Sulaiman,
Rasuna Said, Karim Halim dan Oedin.
d. Tahun 1948 M. sebagai Ketua Sekretariat Bersama
Badan Pengawal Negeri dan kota.
e. Tahun 1950 M. menjadi Pegawai Negeri Departemen
Agama Republik Indonesia
f. Tahun 1955 M. sampai 1957 M. terpilih menjadi Anggota
Konstituante Republik Indonesia dari Partai Masyumi.
g. Tahun 1960 M. Dipercaya sebagai Pengurus Pusat
Muhammadiyah sampai akhir hayatnya.
h. Tahun 1975 M. Sebagai ketua Umum Majelis Ulama
Indonesia Pusat dua periode sampai dengan 1981 M.
i. Tahun 1979 M. Sebagai Ketua Umum Yayasan Pesantren
Islam Al-Azhar selama dua periode.148
4. Ulama
Penguasaan Hamka dalam bidang kajian keagamaan,
satupun tidak ada yang meragukan. Retorikanya dalam
menyampaikan dakwah menggunakan tema-tema yang
menarik, lalu ditambah lagi penampilan fisik yang selalu
melekatkan peci hitam di kepalanya, pangkal kain sarung
selalu terbalut dalam pinggang, baju jas lengkap dengan
tongkat yang selalu dibawa ke mana-mana, membuat khas
kharismatik sebagai ulama semakin bertambah saja. Belum
148
Irfan Hamka. Ayah... Kisah Buya Hamka masa muda, dewasa,
menjadi ulama, sastrawan, politisi, kepala rumah tangga, sampai ajal
menjemputnya. Jakarta. Republika Penerbit. 2016.
75
lagi ketika ia berpidato pada perhelatan acara-acara resmi
(instansi, rapat) maupun dalam berbagai undangan, seperti
ceramah di RRI, TVRI, seminar, maulid Nabi saw. dan
khutbah Jumat. Kajian keislaman yang begitu mendalam
beliau ulas dalam berbagai buku karangannya, bidang
tasawuf, tafsir, uṣhûl fikih sudah dapat mewakili dari
khazanah keilmuan seorang Buya Hamka.
Secara gen, Buya Hamka sudah termasuk digolongkan
kepada keturunan ulama yang memiliki sifat-sifat mulia. Pada
buku berjudul “Hamka‟s Great Story” karangan James R.
Rush dijelaskan bahwa Kakek-Nenek buyut Hamka bernama
Abdullah Saleh, beliau adalah seorang ulama yang amat besar
perhatiannya kepada ilmu tasawuf dan mengikuti ajaran Sufi
al-Ghazali.149
Abdullah Saleh merupakan kakek buyut
Hamka, dan menikah dengan putri dari Tuanku Pariaman,
karena Abdullah Saleh merupakan murid kesayangan dari
Tuanku Pariaman.
Beberapa tahun kemudian, lahirlah putra Abdullah Saleh
yang bernama Muhammad Amrullah, yang merupakan kakek
dari Hamka. Muhammad Amrullah sudah hafal Al-Qur‟an
sejak muda dan mendapat ijazah untuk mengajar tafsir, fiqih,
149
James R.Rush, “HAMKA‟S GREAT STORY A Master Writer‟s
Vision of Islam for Modern Indonesia”, (Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama,
2017).
76
tasawuf, dan ilmu bahasa Arab, (nahwu, sharaf, mantiq, dll)
pada umur yang masih sangat muda yaitu 26 tahun.150
Lalu pada generasi selanjutnya, lahirlah pula Ayah dari
Hamka yaitu Haji Rasul pada tanggal 1879 di desa ibunya
Andung Tarwasa, di tepi danau maninjau.151
Haji Rasul
berperan sebagai pembawa paham-paham pembaharuan Islam
di Minangkabau. Untuk membentuk generasi selanjutnya,
maka Haji Rasul pun menikah dengan Safijah, yang
merupakan adik dari Raihanah (Istri pertama Haji Rasul yang
telah meninggal karena sakit). Lalu dari pernikahan itu
lahirlah seorang anak laki-laki bernama Hamka. Dimana
suatu saat nanti akan menjadi sosok yang hebat seperti yang
dikenal hingga saat ini.
Sekarang kita mengetahui mengapa Buya Hamka menjadi
sosok yang sangat luar biasa? karena ada perpaduan antara
bakat alamiah yang bersumber dari silsilah keluarga ulama,
dan kerja keras beserta niat belajar yang gigih. Maka lahirlah
seorang tokoh nasional dan ulama yang membawa harum
nama bangsa Indonesia di kancah internasional. Walaupun
begitu, Buya Hamka tetap merendah hati, terutama ketika
diangkat menjadi Ketua Umum MUI pusat. Sebagaimana
yang diungkapkan dalam pidato sambutan sebagai ketua
umum mengatakan “Kepopuleran dalam mengarang bukanlah
150
James R.Rush, “HAMKA‟S GREAT STORY A Master Writer‟s
Vision of Islam for Modern Indonesia”, (Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama,
2017). 151
James R.Rush, “HAMKA‟S GREAT STORY A Master Writer‟s
Vision of Islam for Modern Indonesia”, (Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama,
2017).
77
menunjukkan bahwa saya yang patut, hanya saja kebetulan
saya yang ditetapkan jadi Ketua Umum kepengurusan MUI
dalam sidang para ulama dan telah mendapat persetujuan dari
saudara-saudara.”152
D. Karya-Karya Buya Hamka
Hamka adalah seorang penulis yang sangat produktif
dibanding dengan para pemikir pada zamannya, lewat goresan
tinta penanya yang mengalir begitu deras, ia terus menulis
buku dengan berbagai judul dan pembahasan yang sampai
saat ini tulisan-tulisan tersebut masih diminati dan beberapa
karya romannya yang terkenal diangkat ke layar kaca televisi
atau film, terbukti dari banyaknya buku Hamka yang dicetak
ulang kembali. Kurang lebih 118 karya Hamka yang
diterbitkan dan banyak diminati antara lain:
1. Auto Biografi.
1) Kenang-kenangan Hidup, Jilid I, II, III, IV. Jakarta: Bulan
Bintang 1979153
2. Biografi.
1) Ayahku: Riwayat Hidup Dr. H. Amrullah dan Perjuangan
Kaum Agama di Sumatera, Jakarta, Ummida 1982.154
152 Rusydi Hamka, Pribadi, Lampiran II, h. 258. Untuk susunan
kepengurusan, lihat, Majelis Ulama Indonesia (Jakarta: Sekretariat MUI Mesjid Agung Al-Azhar, 1976).
153 Samsul Nizar, Hamka Tokoh Pembaharu di Indonesia, Depag
1999. 154
Samsul Nizar, Hamka Tokoh Pembaharu di Indonesia, Depag
1999
78
3. Filsafat dan Keagamaan.
1) 1001 Tanya Jawab Tentang Islam, Soal-soal Hidup,
Jakarta, Bulan Bintang 1966.
2) Bebarapa Tantangan terhadap Ummat Islam di Masa
Kini, Jakarta Bulan Bintang 1973.
3) Bohong di Dunia, Medan, Cerdas, 1939.
4) Cita-cita Kenegaraan dalam Islam, 1970, tp
5) Didalam Lembah Cita-cita, Jakarta, Bulan Bintang, 1982
6) Doktrin Islam Menimbulkan Kemerdekaan dan
Keberanian, Jakarta, Yayasan Idayu, 1983
7) Ekspansi Ideologi (al-gazwul Fikri) 1963, Bulan Bintang
8) Falsafah Hidup, Jakarta, Pustaka Panji Masyarakat, 1994
9) Falsafah Ideologi Islam, Jakarta, Widjaja, 1950,
(sekembali dari Mekkah)
10) Filsafat Ketuhanan,, Surabaya, Karunia, 1985
11) Giran dan Tantangan Hidup terhadap Islam, Jakarta,
Pustaka Panjimas, 1982.
12) Hikmah Isra‟ Mi‟raj, 1946, Tp
13) Islam dan Era Informasi, Jakarta, Pustaka Panjimas, 1984
14) Islam, Revolusi dan Keadilan Sosial, Jakarta, Pustaka
Panjimas, 1984
15) Islam dan Kebatinan, Jakarta, Bulan Bintang, 1972
16) Islam dan Demokrasi, 1946, Tp
17) Keadilan Ilahi, Medan, Cerdas, 1949
18) Keadilan Sosial dalam Islam, Jakarta, Pustaka Antara,
1985
79
19) Kedudukan Perempuan dalam Islam, Jakarta, Pustaka
Panji masyarakat, 1973
20) Lembaga Hikmah, Bulan Bintang, Jakarta. 1966
21) Lembaga Hidup, Jakarta, Djajamurni, 1962
22) Lembaga Budi, Jakarta, Djajamurni, 1985
23) Muhammadiyah di Minang Kabau, Jakarta, Nurul Islam,
1974
24) Mengembalikan Tashawuf ke-Pangkalnya, Jakarta,
Pustaka Panji masyarakat, 1993
25) Negara Islam, 1946, Tp
26) Pandangan Hidup Muslim, Jakarta, Bulan Bintang,
1992.155
27) Pedoman Muballig Islam, Medan, Bukhandel Islamiyah,
1941.156
28) Pelajaran Agama Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1984
29) Perkembangan Tashawuf dari Abad ke Abad, Jakarta,
Pustaka Islam, 1957
30) Pengaruh Ajaran M. Abduh di Indonesia, Jakarta,
Tintamas, 1965
31) Prinsip dan Kebijakan dakwah Islam, Kuala Lumpur,
Pustaka Melayu Baru, 1982
32) Revolusi Pikiran 1946, Tp
155
Yunus Amir Hamzah, “Hamka Sebagai Pengarang Roman”,
(Jakarta, CV.Puspita Sari Indah,1993). 156
Yunus Amir Hamzah, “Hamka Sebagai Pengarang Roman”,
(Jakarta, CV.Puspita Sari Indah,1993).
80
4. Adat dan Kemasyarakatan.
1) Pedoman Mubaligh Islam, cetakan kedua penerbit
“Bukhandel Islamiyah”, Medan 1941.
2) Adat Minangkabau Menghadapi Revolusi, penerbit
Anwar Rasyid, Padang Panjang, 1946.157
3) Adat Minang Kabau dan Agama Islam, Jakarta, Tekad,
1963.
5. Ketatanegaraan.
1) Negara Islam, penerbit Anwar Rasyid, Padang Panjang,
1946.
2) Urat Tunggang Pancasila, penerbit Keluarga, Jakarta 1952
6. Kisah Perjalanan
1) Tinjauan di Lembah Nil, Usaha penerbitan N.V. Gapura,
Jakarta, 1951.
2) Di Tepi Sungai Dajlah, penerbit Tintamas Jakarta, 1953.
3) Mandi cahaya di Tanah Suci, penerbit Tintamas, Jakarta,
1953
4) Empat Bulan di Amerika, penerbit Tintamas, Jakarta,
1954.158
7. Novel
1) Si Sabariah, (dalam bahasa Minangkabau), diterbitkan
pada tahun 1926
2) Laila Majnun, Balai Pustaka, Jakarta, 1939
157
Yunus Amir Hamzah, “Hamka Sebagai Pengarang Roman”,
(Jakarta, CV.Puspita Sari Indah,1993). 158
Yunus Amir Hamzah, “Hamka Sebagai Pengarang Roman”,
(Jakarta, CV.Puspita Sari Indah,1993).
81
3) Salahnya Sendiri, penerbit Cerdas, Medan 1939.
4) Keadilan Illahi, penerbit Cerdas, Medan, 1940
5) Dijemput Mamaknya, cetakan ke-3, penerbit Mega
Bookstore, Jakarta 1962
6) Angkatan baru, penerbir Cerdas, Medan 1949
7) Cahaya Baru, Pustaka Nasional, Medan 1950
8) Menunggu Beduk Berbunyi, penerbit Firma Pustaka
Antara, 1950.
9) Terusir, penerbit Pustaka Antara, Jakarta, 1950
10) Merantau ke Deli, cetakan ketiga, penerbit Jayabakti,
1959
11) Tuan Direktur, penerbit Jayamurni, Jakarta, 1961.
8. Roman
1) Di Bawah Lindungan Ka‟bah, cetakan ke-7 Dinas
penerbitan Balai Pustaka, Jakarta 1957.
2) Tenggelamnya Kapal Van der Wijck, cetakan ke-8,
N.V.Nusantara, Bukit Tinggi, 1956.159
9. Sejarah Islam
1) Arkanul Islam, di Makasar, 1932
2) Ringkasan Tarekh Ummat Islam, Medan, Pustaka
Nasional,1929
3) Sejarah Islam di Sumatera, Medan, Pustaka Nasional,1950
4) Sejarah Ummat Islam, jilid Jilid 1,2, 3 dan 4, Jakarta,
Bulan Bintang, 1975
159
Yunus Amir Hamzah, “Hamka Sebagai Pengarang Roman”,
(Jakarta, CV.Puspita Sari Indah,1993).
82
5) Dari Perbendaharaan Lama, Medan, Madju,1963
6) Pembela Islam ( Tarikh Saidina Abu Bakar Shiddiq) ,
Medan, Pustaka Nasional, 1929
10. Cerita Pendek
1) Dalam Lembah Kehidupan, (kumpulan cerita pendek),
cetakan ke-5, Dinas perbitan Balai Pustaka, Jakarta, 1958.
2) Cermin Kehidupan, Penerbit Mega Bookstore, Jakarta,
1962.
11. Terjemahan
1) Margaretha Gauthier, Karangan Alexander Dumas Jr;
diterjemahkan dari Bahasa Arab, cetakan ke-4, penerbit
N.V. Nusantara, Bukit Tinggi, Jakarta, 1960.
12. Artikel
1) Kepentingan Melakukan Tablig, 1929.
2) Majalah Tentera ( 4 Nomor) di Makasar, 1932
3) Majalah Al-Mahdi ( 9 Nomor) Makasar, 1932
Kalau dihitung jumlah karya tulis dari Hamka
diperkirakan lebih dari 118.160
Beberapa bukunya dengan
mudah kita dapatkan di toko-toko buku terdekat. Sebagian
lagi bukunya memang sudah langka dan susah untuk
mencarinya. Beberapa bukunya yang sudah mulai langka
karena ada beberapa alasan misalnya seperti bukunya sudah
mulai usang/lapuk, banyaknya tulisan dari Hamka yang
pernah tercecer mulai dari dipinjam oleh teman-temannya dan
buku itu tidak pernah dikembalikan. Maka untuk bisa
160
Yunus Amir Hamzah, “Hamka Sebagai Pengarang Roman”,
(Jakarta, CV.Puspita Sari Indah,1993).
83
menghitung seberapa banyak karya tulis dari Hamka itu agak
sulit, beberapa yang berpendapat bahwa karya tulisnya ada
sekitar 100 buku, lebih dari 118 buku, banyak spekulasi dan
teori yang bermunculan, namun selepas itu berapa pun
banyaknya buku Hamka tersebut menurut peneliti Hamka
adalah seorang pengarang yang ulung, produktif, kreatif, dan
konten tulisannya mengikuti zaman seolah-olah Hamka
sepertinya tahu persis akan bagaimana selera pasar, atau
keinginan minat baca masyarakat Indonesia. Mulai dari
bidang agama, filsafat, sastra, politik, sosial, bahkan budaya.
Tidak ada bidang yang luput dari penglihatan dan
pengawasan Buya Hamka. Dari banyaknya karya tersebut,
sangat wajar jika dikatakan oleh Arneis dan Noer, Buya
Hamka sebagai pengarang yang paling produktif serta
karyanya itu berbobot semua.161
Sepengetahuan peneliti,
satu orang pun tidak ada yang menyanggah pernyataan itu.
Lebih hebat lagi adalah itu semua didapatkan secara otodidak
tanpa pembelajaran maupun kursus tertentu dari seorang guru,
hanya dengan kemauan dan cita-cita besarlah yang menjadi
andalan serta modal utama Buya Hamka. Sungguh, sangat
jarang didapatkan orang seperti itu zaman sekarang. Ulama
yang berdakwah dengan lisan dan tulisan, dan kedua
keahlian ini dapat dilakukan Buya Hamka dan dijalankan
secara bersamaan.
161 Arneis Teeuw, Modern Indonesia Literature (Leiden: University
of Leiden, 1967), h. 69. Dan Noer. Aku, h. 530
84
Berikut beberapa karya Hamka yang fenomenal dan
menjadi abadi:
Genre Judul Gambar Keterangan
Roman Di Bawah
Lindungan
Ka‟bah
Halaman; 84
ISBN:
9839422413
Penerbit:Pustak
a Dini Sdn Bhd
Roman Tenggelamny
a Kapal Van
Der Wijck
Halaman: 286
ISBN :
98337077294
Penerbit:Pustak
a Dini Sdn Bhd
Novel Terusir
Halaman: 112
ISBN:
978983370710
2
Penerbit:Pustak
a Dini
Kumpulan
Cerpen
Di Dalam
Lembah
Kehidupan
Halaman : 207
ISBN:
0839422758
Penerbit:Pustak
a Dini Sdn Bhd
85
Esei Falsafah
Hidup
Halaman : 489
ISBN:
9839422480
Penerbit:
Pustaka Dini
Sdn Bhd
Esei Islam & Adat
Minangkabau
Halaman: 356
ISBN:
9839422774
Penerbit:
Pustaka Dini
Sdn Bhd
Esei Lembaga
Budi
Halaman : 224
ISBN:
9839422529
Penerbit:
Pustaka Dini
Sdn Bhd
Esei Kesepaduan
Iman dan
Amal Salih
Halaman: 198
ISBN:
9839422537
Penerbit:
Pustaka Dini
Sdn Bhd
86
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
ANALISA MODEL KOMUNIKASI ISLAM BUYA
HAMKA
A. Prinsip-Prinsip Komunikasi Islam Buya Hamka
Setiap ulama atau da‟i ketika ingin menyampaikan dakwah,
mengajak kepada kebaikan, serta melaksanakan aqidah dan
syariat Islam, tentunya mempunyai prinsip-prinsip, cara dan
jalan tersendiri. Pembicaraan mengenai bagaimana karakteristik
da‟i dengan sendirinya membicarakan bagaimana dakwah itu
disampaikan, seperti apa metode penyampaiannya, materinya,
medianya, tujuan apa yang diharapkan dari keseluruhan dakwah
tersebut serta sejauh mana pengaruh (efek) yang diserap menjadi
sebuah sikap bagi para mad‟u atau pendengarnya.
Komunikasi dakwah Islam merupakan salah satu bagian dari
ilmu sosial yaitu ilmu dakwah dan ilmu komunikasi.149
Menurut
Harsoyo seperti yang dikutip oleh Wahyu Ilaihi disebutkan
bahwa kriteria ilmu haruslah:150
1) Rasional: Sifat kegiatan pemikiran yang tersusun secara
sistematis.
2) Empiris: Dari setiap permasalahan komunikasi dakwah
tunduk pada pemeriksaan atau verifikasi pancaindera
manusia.
149
Wahyu Ilaihi, Komunikasi Dakwah, ( Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2010). 150
Wahyu Ilaihi, Komunikasi Dakwah, ( Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2010).
87
3) Umum: Komunikasi Dakwah Islam dapat ditampilkan
lewat definisi-definisi yang telah dikemukakan.
4) Akumulatif: Dapat ditelusuri bahwa komunikasi dakwah
Islam merupakan perkembangan bagian dari ilmu
komunikasi dan ilmu dakwah.151
Dengan demikian ketika mengkaji mengenai komunikasi
Islam perlu mengetahui dan memahami hal-hal yang berkaitan
mengenai komponen-komponen dakwah, obyek kajian dakwah
serta ilmu yang bersangkutan agar lebih mengkerucut dan
terinci. Bagi seorang ulama dan cendikiawan muslim yang
berintelektual tinggi maupun berkaliber internasional seperti
Buya Hamka, semua aktivitas dakwah yang dilakukannya tidak
bisa dilepaskan dari konsep dan model berkomunikasi, adapun
model komunikasi yang digunakan olehnya untuk mengubah
keyakinan dan mempengaruhi orang lain adalah menggunakan
model komunikasi antarpribadi. Namun kita belum mengetahui
secara keseluruhan bagaimana sebenarnya kekuatan dan ciri
khas Buya Hamka saat berdakwah. Sehingga Hamka disebut
sebagai seorang ulama dan cendikiawan muslim yang
intelektualnya membumi dan juga bervisi ke depan. Dalam point
ini akan dibahas bagaimana prinsip-prinsip komunikasi Islam
Hamka.
Adapun ini merupakan beberapa prinsip-prinsip komunikasi
Islam Buya Hamka:
151
Wahyu Ilaihi, Komunikasi Dakwah, ( Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2010).
88
1. Dakwah Dilakukan Dengan Menggunakan Prinsip
Rasionalitas.
Almarhum Haji Abdul Malik bin Haji Abdul Karim
Amrullah atau biasa diringkas dengan nama singkatan yaitu
Buya Hamka, beliau adalah seorang ulama pujangga, yang
dikenal bukan saja di ranah serantau Asean, namun juga di
seluruh dunia. Ketokohannya sebagai ulama tidak diragukan
lagi, hal itu terlihat dari munculnya kepercayaan bangsa
Indonesia kepada Hamka telah menempatkannya sebagai Ketua
umum Majelis Ulama Indonesia tahun 1977 hingga akhir
hayatnya pada tahun 1981. Ribuan umat bertakziah dan
berdatangan untuk mengantar kepergian Hamka, seorang ulama
besar Indonesia yang pernah hadir pada masa kita.
Beliau dilahirkan di sebuah desa bernama Tanah Sirah, dalam
Nagari Sungai Batang, di tepi Danau Maninjau, Minangkabau
Sumatera Barat, pada tanggal 17 Februari 1908M.152
Ayahnya,
Syekh Abdul Karim Amrullah, adalah ulama besar yang
mempunyai keinginan besar pula agar anaknya kelak mengikuti
jejak dan langkah yang telah diambilnya sebagai seorang ulama.
Hamka mengisahkan hal itu dalam autobigrafinya, “tatkala ia
dilahirkan, ayahnya, Syekh Abdul Karim Amrullah bergumam,
“sepuluh tahun.” Ketika sang ayah ditanya apa makna sepuluh
tahun itu, beliau menjawab, “Sepuluh tahun dia akan dikirim
belajar ke Mekkah, supaya kelak dia menjadi orang alim seperti
152
Hamka (Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah), Kenang-
Kenangan Hidup, Jilid 1, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979).
89
aku pula, seperti neneknya, seperti nenek-nenek yang
dahulu”.153
Keulamaan, predikat yang telah diwarisi Hamka secara
geneologis, ikut ditanamkan oleh anduang (nenek) kepadanya,
semasa cerita “sepuluh tahun” menjelang tidur. Cerita “sepuluh
tahun” itu serta aktivitas ayahnya sebagai seorang ulama besar
di masanya, telah memasuki alam bawah sadar Hamka.
Keulamaan ini pulalah yang dipilih oleh Hamka sebagai
kawasan, di mana ia memanifestasikan dirinya dalam berbagai
ragam kebolehan, yakni sebagai pujangga, budayawan, ilmuwan
Islam, muballigh, pendidik, bahkan menjadi seorang politisi.
Menurut penuturan Hamka sendiri, ia berasal dari keturunan
Abdul Arif, bergelar Tuanku Pauh Pariman atau Tuanku Nan
Tuo, salah seorang pahlawan Padri. Abdul Arif menyiarkan
Islam ke Padang Darat, termasuk Maninjau. Abdul Arif menikah
di Maninjau yang melahirkan dua orang anak, masing-masing
bernama Lebai Putih Gigi dan Siti Saerah. Siti Saerah
dinikahkan dengan Abdullah Saleh, bergelar Tuanku Guguk
Katur, salah seorang murid yang paling disayang oleh Abdul
Arif Tuanku Nan Tuo. Perkawinan ini melahirkan anak bernama
Muhammad Amrullah, bergelar Fakih Kisai. Muhammad
153
Hamka berkisah di dalam autobigrafinya: Akupun sudah ingat
lagi, entah berapa kali sudah hal itu diceritakannya kepadaku, karena
acapnya. Bila pekerjaannya telah habis, bila padi yang ditumbuknya telah
ceruh, bila tikar yang dikanyamnya (dianyamnya) telah selesai, bila damar
kecil telah dipudurkannya, dan aku tidur di sisinya, cerita “sepuluh tahun” itu
senantiasa diulang-ulangnya juga kepadaku, sebagai suatu hakekat yang
indah dari kelahiranku.” Lihat : Hamka (Haji Abdul Malik bin Abdul Karim
Amrullah), Kenang-kenangan Hidup, Jilid I.
90
Amrullah menikah dengan Siti Salamah yang melahirkan Abdul
Karim Amrullah, ayah Hamka.
Hamka memiliki cakrawala intelektualisme kosmopolitan dan
luas dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Dikarenakan
begitu luasnya cakupan aspek ilmu pengetahuannya, Hamka
mengkhidmatkan diri membawa beliau bisa diterima oleh
banyak pihak di dalam masyarakat. Hal ini membuat Hamka
menjadi ulama yang dikagumi dan dihormati oleh siapa saja.
Bukan hanya di tanah kelahirannya di Minangkabau, Indonesia,
bahkan sampai ke tanah serantau Nusantara dan ke belahan
Mancanegara.154
Lalu, muncul sebuah pertanyaan dalam benak kita,
bagaimana Hamka bisa memiliki cakrawala intelektualisme
kosmopolitan dan luasnya dalam berbagai bidang ilmu
pengetahuan yang dikuasainya?, padahal Hamka sama sekali
tidak pernah menyelesaikan pendidikan formalnya, hanya
sampai kelas 2 SD (Sekolah Desa). Banyak spekulasi dan teori
yang bermunculan, namun menurut peneliti Hamka mengapa
bisa memiliki cakrawala pengetahuan yang sangat luas karena
Hamka sendiri adalah seorang pembelajar yang otodidak,
memiliki kemauan yang keras, serta ingin belajar kepada
siapapun tanpa pandang bulu.
Sebelum kita membahas secara lebih jauh tentang bagaimana
Hamka bisa memiliki cakrawala intelektualisme kosmopolitan.
Ada baiknya kita pahami dulu apa yang dimaksud dengan
154
Hamka (Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah), Kenang-
Kenangan Hidup, Jilid 1, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979).
91
sebutan kosmopolitan tersebut. Menurut KBBI (Kamus Besar
Bahasa Indonesia), kosmopolitan adalah memiliki wawasan dan
ilmu pengetahuan yang luas, dan terdiri dari orang-orang atau
unsur-unsur dari pelbagai bagian dunia.155
Secara etimologi atau
bahasa kosmopolitan berasal dari kata kosmos yang berarti
jagat raya, sedangkan kosmopolitan itu sendiri merupakan
penduduknya dari berbagai penjuru; yang memiliki wawasan
atau pengetahuan yang luas.156
Menurut pandangan dari KH.
Abdurrahman Wahid atau Gus Dur konsep kosmopolitan ini
secara praksis menghilangkan batasan etnis, dalam kuatnya
pluralitas kebudayaan.157
Sehingga yang tercermin dari
budaya kosmopolitan ini adalah penanaman ajaran-ajaran
Islam dalam dunia pendidikan khususnya pendidikan Islam
yang menanamkan nilai-nilai dan ajaran-ajaran universal
kemanusiaan, keadilan, kemaslahatan, kerahmatan, kesetaraan,
dan persaudaraan yang dilandasi wahyu ketuhanan dan
tauhid.
Dalam pandangan Fethullah Gülen memandang bahwa
kosmopolitanisme pada dasarnya memberi ruang penting pada
peran individu dalam membentuk komunitas. Dengan dampak
globalisasi pada relasi-relasi sosial, kosmopolitanisme
menegaskan bahwa perbedaan kultur individu, kelompok dan
155
https://kbbi.web.id/kosmopolitan diakses pada tanggal 13 Maret 2018
156Pius aportanto, M Dahlan Barry, Kamus Ilmiah Populer,
(Surabaya: Arkolla. 2001). 157
Abdurrahman Wahid, Islam Kosmopolitan; Nilai-Nilai
Indonesia dan Transformasi Kebudayaan, (Jakarta: The Wahid Institut.
2007).
92
bangsa, dan dialog antar kelompok tersebut, sebagai batu
pijakan dalam membangun tatanan komunitas global.158
Adapun menurut penuturan dari Azyumardi Azra CBE, pada
acara Seminar Internasional dengan tema “Membedah Adicerita
Buya Hamka‟s Great Story: A Master Vision of Islam for
Modern Indonesia” di Universitas Muhammadiyah Profesor DR
Hamka (UHAMKA) Jakarta, pada tanggal 22 November 2017.
Beliau mengatakan bahwa sebagai intelektual publik, bagi saya
Hamka sangat distingtif. Hamka memiliki cakrawala
intelektualisme kosmopolitan, karena banyak bacaannya dan
melalui bacaan atas karya sastrawan besar, filsuf, sejarawan,
ideolog seperti Zaki Mubarak, Jurji Zaidan, Abbas al-Akkad,
Mustafa al-Manfaluthi, Hussain Haikal Pasya, Albert Camus,
William James, Sigmund Freud, Arnold Toynbee, Jean Paul
Sartre, Karl Max, Pierre Loti dan masih banyak lagi.159
Hamka melalui bacaannya sangat luas dan terbuka
memberikan contoh tentang keragaman bacaan, yang kemudian
dia refleksikan secara kritis. Sikap intelektual Hamka ini jelas
sangat relevan dan kontekstual dengan tantangan kaum
intelektual dan ulama Indonesia masa kini dan mendatang yang
harus terus membuka perspektif dan horizon tanpa kehilangan
intelektualisme kritis mereka di tengah lingkungan yang terus
158
Harold Caparne Baldry, The Unity of Mankind in Greek
Thought (Cambridge: Cambridge University Pr ess, 1965). 159
Penyampaian Materi oleh Azyumardi Azra, CBE, pada acara
Seminar Internasional dengan tema “Membedah Adicerita Buya Hamka‟s
Great Story: A Master Vision of Islam for Modern Indonesia” di Universitas
Muhammadiyah Profesor DR Hamka (UHAMKA) Jakarta, pada tanggal 22
November 2017.
93
berubah sangat cepat. Hamka tidak pernah menutup diri apalagi
mengharamkan bacaan yang mengandung pemikiran dan
wacana tertentu,kalau hal demikian terjadi maka itu hanya akan
membuat kemandegan intelektualisme Islam Indonesia.
Sebagai intelektual „organik‟ Hamka menghasilkan berbagai
karya sangat distingtif. Karya-karyanya sarat dengan pesan
keislaman, sekaligus merupakan refleksi imajinatif dan kritis
terhadap lingkungan keagamaan, sosial, budaya dan politik yang
mengitarinya. Oleh karena itulah pemikiran Hamka masih
sangat relevan untuk meresponi tantangan kian rumit yang terus
berubah sangat cepat dari waktu ke waktu dewasa ini.160
Tidak diragukan sama sekali, kenapa Hamka bisa begitu
semangatnya dalam membaca berbagai macam pemikiran dan
wacana apapun itu. Karena sejak kecil Hamka pun memang
terbukti suka membaca dan itu termasuk hoby juga sebagian
menjadi pelampiasannya. Semenjak dia berada di Sekolah
Diniyah dan belajar di Thawalib, membolos sekolah adalah
protes awal terhadap perceraian orangtuanya dan menikahnya
sang ayah dengan perawan yang lain. Hingga, pada puncak
kemarahan ayahnya, Hamka pun dengan terpaksa kembali ke
sekolah, menyibukkan diri, dan memilih untuk menyedikitkan
waktunya di rumah. Hamka sering tidak hadir dan tidak masuk
kelas karena merasa jenuh, dan ketika seorang guru dari
160
Penyampaian Materi oleh Azyumardi Azra, CBE, pada acara
Seminar Internasional dengan tema “Membedah Adicerita Buya Hamka‟s
Great Story: A Master Vision of Islam for Modern Indonesia” di Universitas
Muhammadiyah Profesor DR Hamka (UHAMKA) Jakarta, pada tanggal 22
November 2017.
94
sekolahnya yaitu Zainudin Labay El Zunusy, membuka
bibliotek, tempat penyewaan buku atau bisa dibilang
perpustakaan umum.161
Seusai sekolah Hamka lebih memilih
untuk menetap di sana, Hamka leluasa untuk membaca buku dan
bahkan beberapa buku ia pinjam pulang. Adapun beberapa buku
yang ia baca diantaranya adalah karangan-karangan terbitan
Balai Pustaka, cerita Cina, dan karya terjemahan Arab.162
Karena beberapa buku yang dipinjamnya tidak ada hubungannya
dengan pelajaran, Hamka sempat dimarahi oleh ayahnya.
Misalnya, ketika Hamka membaca Kaba Cindua Mato.163
Ayahnya berkata, “Apakah engkau akan menjadi orang alim
nanti, atau menjadi orang tukang cerita?”164
Hamka menjadi kreatif karena bacaan-bacaannya. Suatu
ketika Hamka mengirim surat cinta kepada perempuan-
perempuan yang disukainya dengan surat-surat yang terinspirasi
dari bacaannya. Hamka adalah seorang Sastrawan tentu pandai
merangkai kata dan pandai memikat wanita.165
Buya Hamka adalah sosok multitalenta, multisebutan,
ilmunya multidimensi, banyak keahliannya, dan pengetahuannya
luas dalam berbagai bidang. Hamka bisa disebut sebagai seorang
ulama, sastrawan/pujangga, sejarawan publik, budayawan,
161
Emhaf, “Retorika Sang Buya” (Yogyakarta: Sociality, 2017). 162
Emhaf, “Retorika Sang Buya” (Yogyakarta: Sociality, 2017). 163
M. Alfian Alfian, “HAMKA DAN BAHAGIA: REAKTUALISASI
TASAUF”, (Pondok Gede, Bekasi: Tim design Penjuru Ilmu, Cetakan ke-1,
2014) 164
M. Alfian Alfian, “HAMKA DAN BAHAGIA: REAKTUALISASI
TASAUF”, (Pondok Gede, Bekasi: Tim design Penjuru Ilmu, Cetakan ke-1,
2014) 165
Emhaf, “Retorika Sang Buya” (Yogyakarta: Sociality, 2017).
95
pengarang, pemikir, politisi, aktivis, jurnalis pernah menjadi
seorang wartawan dan koreponden, bahkan menjadi mufassir.
Berbagai “predikat” itu pun memunculkan ragam penilaian.
A.Syaikhu dalam “HAMKA: Ulama-Pujangga-Politikus”
menyebut HAMKA sebagai sosok ulama pujangga sekaligus
politisi andal yang memberikan kontribusi berupa solusi-solusi
khusus terhadap permasalahan nasional.166
Ada pendapat yang lain dikemukakan oleh Abdurrahman
Wahid. Wahid mengemukakan dan mengakui bahwa HAMKA
memang intelektual yang mempunyai pengetahuan yang banyak,
baik pengetahuan agama maupun umum. Tetapi, catatnya,
Hamka bukanlah seorang politisi terkemuka, karena tidak dapat
memecahkan masalah politik aktual ketika memimpin Majelis
Ulama Indonesia (MUI).167
Dalam hal politik, penilaian tentang
sosok Hamka memang beraneka ragam. Ini dapat dipahami,
karena politik sangat dinamis jelang pasca kemerdekaan, bahkan
hingga masa Orde Baru pun, sehingga mundurnya Hamka dari
MUI pun tak lepas dari tafsir politik.
Sebagai seorang politisi, Hamka aktif di partai politik
Masyumi dan bergelut dalam dinamika politik demokrasi
parlementer dan menjadi korban politik pula pada era
Demokrasi Terpimpin. Buya Hamka merupakan aktifis partai
Masyumi sejak awal berdirinya, 7 November 1945. Pada pemilu
166
A.Syaikhu. “Hamka: Ulama-Pujangga-Politikus” dalam Nasir
Tamara, Bantuan Sanusi, dan Vincent Djauhari (Ed), Hamka di Mata Hati
Umat, Jakarta: Sinar Harapan, 1984. 167
M. Alfian Alfian, “HAMKA DAN BAHAGIA: REAKTUALISASI
TASAUF”, (Pondok Gede, Bekasi: Tim design Penjuru Ilmu, Cetakan ke-1,
2014)
96
1955, Hamka terpilih menjadi anggota Badan Konstituante dan
terlibat dalam berbagai perdebatan ideologis dengan lawan-
lawan politiknya.168
Membaca buku-buku nonpolitik Hamka, dimaksudkan untuk
memperkaya wawasan selain menangkap semangat dan
ketulusan Hamka dalam mengungkapkan gagasan dan petunjuk
praktis Islam sehari-hari. Masih dalam hal berpolitik, ulasan dari
Ridwan Saidi berikut perlu disimak pula, bahwa:
“Hamka bukan seorang politikus murni, meskipun
pernah bergerak dalam partai politik Masyumi.
Kehadirannya di situ terlebih untuk memberikan
sumbangan atas kehadiran sejumlah seniman dan
budayawan dalam partai lain. Oleh karena itu
ketika Masyumi bubar, dan pada tahun 1966
diadakan usaha untuk membentuk wadah politik
baru bagi umat Islam yang belum tersalur kegiatan
politiknya pada ketiga partai Islam (NU-PSII-Perti)
yang ada, Hamka tidak pernah merasa tertarik.
Pada suatu hari Hamka pernah berkata bahwa
partainya Cuma Masyumi, setelah Masyumi bubar
tidak ada lagi partai baginya”.
Dapatlah dikatakan bahwa Hamka tidak pernah terlibat
sebagai “aktivis” dalam arti orang yang berkecimpung dalam
aktivitas pengarahan dan penggunaan kekuatan massa. Tatkala
menjadi seorang Masyumi, Hamka pun tidak pernah melibatkan
diri dalam polarisasi yang ada, baik ketika dalam tubuh
Masyumi ada “kubu” Sukiman dan “kubu” Natsir. Mungkin
karena itu namanya tidak tercantum dalam dewan redaksi yang
168
M. Alfian Alfian, “HAMKA DAN BAHAGIA: REAKTUALISASI
TASAUF”, (Pondok Gede, Bekasi: Tim design Penjuru Ilmu, Cetakan ke-1,
2014)
97
terdiri dari sejumlah ulama dalam majalah Daulah Islamiyah
(1957) yang dipimpin oleh Isa Anshary.169
Tentu saja kini, banyak ulama dan cendikiawan Muslim
terdidik yang memiliki pengalaman pendidikan yang jauh lebih
kaya ketimbang Hamka sendiri. Generasi pasca Hamka adalah
generasi terdidik, atau setidaknya mengenyam pendidikan yang
jauh lebih tertib. Mereka kebanyakan jebolan-jebolan pesantren
modern yang bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih
tinggi. Akses-akses ke berbagai lembaga pengetahuan dan buku-
buku pada masa kini juga jauh lebih mudah ketimbang zaman
Hamka dahulu. Ulama yang rajin menulis dan bahkan menyusun
Tafsir Al-Qur‟an, pada masa kini antara lain M.Quraish Shihab.
Semuanya punya kekhasannya masing-masing. Semua perlu kita
baca untuk memperkaya khazanah keagamaan kita.
Syiar Islam memang sudah demikian semakin marak di
Indonesia. Meminjam kalimat Moeslim Abdurahman almarhum,
“semarak Islam, semarak demokrasi”.170
Perkembangan bacaan
keagamaan pun berkembang pesat pula. Dan Hamka mungkin
tinggal kenangan saja. Buku-bukunya semakin jarang dijumpai.
Seiring berjalannya waktu, entah kenapa karya-karya Buya
Hamka tak lagi menghiasi toko-toko buku. Jarak generasi
Hamka dengan kita pun semakin jauh.
169
Ridwan Saidi, “HAMKA” Konflik dan Keikhlasan” dalam
Ridwan Saidi, Zamrud Khatulistiwa, Nuansa Baru Kehidupan dan Pemikiran
Bung Karno, M.Husni Thamrin, H.Agus Salim, Buya Hamka, Jakarta: LSIP,
1993. 170
Lihat, Moeslem Abdurrahman, Semarak Islam, Semarak
Demokrasi, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996.
98
Dalam dunia tulis-menulis, sesungguhnya kritik kepada
Hamka juga sering mengemuka. Misalnya Hamka tidak
mengenal disiplin kutipan, sebagaimana para penulis akademik.
Dalam tafsir Al-Azhar, misalnya betapapun disebutkan referensi
atau bacaan yang dipakai, tetapi tidak secara detil mana yang
dikutipnya dalam catatan kaki. Kita juga mafhum adanya,
karena Hamka itu otodidak, dan Hamka lebih memilih untuk
gaya penulisan populer.
Metode Hamka ketika menulis cukup unik, terutama saat
menulis tasawuf modern, buku-buku lain dan banyak artikelnya
cenderung bergaya menceritakan kembali dengan bahasanya
sendiri. Hamka menangkap dasar dan inti pokok pendapat
penulis lain dan kemudian dituliskan kembali dengan bahasan
Hamka.
Dalam tasawuf modern, kita mendapati bahwa bagaimana
Hamka cukup percaya diri memaparkan ulang pandangan-
pandangan dari beberapa filosof besar semacam Aristoteles
hingga Bertrand Russel.171
Adapun kelebihan dari metode ini
karangan dan tulisan Hamka menjadi lancar mengalir, dengan
bahasa tutur yang enak dibaca. Memang ada beberapa kritik dari
sudut akademis, pendekatan Hamka ini cukup lemah, karena ia
akan berurusan dengan akurasi, apa yang ditangkap dan
dituliskan kembali oleh Hamka dari pendapat orang lain, namun
171
M. Alfian Alfian, “HAMKA DAN BAHAGIA: REAKTUALISASI
TASAUF”, (Pondok Gede, Bekasi: Tim design Penjuru Ilmu, Cetakan ke-1,
2014)
99
substansinya tidak jauh berubah. Justru itu menjadi ke khasan
dari tulisan Buya Hamka.
Rosihan Anwar punya pendapat tentang Hamka, seperti
berikut:
“Buya Hamka memiliki banyak keahlian. Dia
ulama besar, pujangga, sastrawan, dan wartawan.
Seandainya dia hidup dalam zaman Renaisans
Eropa, maka sesuai dengan cita-cita masa itu orang
menamai dia Homo Universale, insan universal,
yang luas cakrawala tinjuannya, yang dalam
timbaan ilmu pengetahuannya. Jika dipikir
pendidikan formal Buya sumir belaka, maka hal itu
sangat mencengangkan. Namun, prestasi Buya
tercapai karena tak henti-hentinya belajar sendiri,
banyak membaca, dan suka berbincang.
Buya Hamka dicatat dalam sejarah
kewartawanan sebagai wartawan besar, walaupun
tak pernah magang di Fleet Street di London atau
membahas buku-buku teks jurnalistik karya
professor-professor Universitas Columbia di New
York.172
Buya Hamka sebagai wartawan memiliki gaya
bahasa, style yang bercorak tersendiri, khas, sukar
dicari taranya. Karena dia bukan wartawan-tulis,
melainkan juga wartawan-bicara, artinya ahli
pidato- tidak semua wartawan merangkap kedua
sifat itu pada dirinya- maka terlebih-lebih arus
diperhatikan gaya bahasa Buya Hamka. Saya
termasuk yang mempelajari ilmu mengarang Buya
Hamka. Buya Hamka memiliki bahasa yang jernih,
mudah dipahami. Kecuali jika dipakainya ungkapan
khas Minangkabau dan ketika itu Cuma urang awak
saja yang tersenyum-senyum. Kadang-kadang
bahasanya mengingatkan dengan sastra klasik
172
Rosihan Anwar, “Buya Hamka Ulama Besar” dalam Rosihan
Anwar, Sejarah Kecil (Petite Histoire) Jilid 6: Sang Pelopor Anak Bangsa
dalam Pusaran Sejarah, Jakarta: Kompas, 2012
100
Melayu. Lain kali bahasanya bersifat modern, lugas,
kalimatnya pendek-pendek, mirip gaya staccato.
Tetapi, kalau Buya Hamka sudah hanyut oleh arus
perasaan dan emosinya, maka bahasanya
mengingatkan kepada “tukang-tukang kaba” yang
bercerita di Ranah Minangkabau tentang Si Bujang
Rancak di Labuah dan lain-lain.
Peran Buya Hamka sebagai wartawan, peran
yang sungguh besar. Peran sebagai juru atau
komentator di zamannya, sebagai pendidik
masyarakat, sebagai juru kunci atau penjaga nilai-
nilai budaya dan ajaran agama, sebagai penghibur
terhadap mereka yang ditimpa duka nestapa dan
memerlukan pegangan hidup, sebagai pembawa visi
yang luas dan jauh jangkauannya. Buya Hamka
melaksanakan semua peran tersebut menurut situasi
dan kondisi yang berbeda-beda, tetapi dengan selalu
setia kepada integritas pribadinya.173
Melihat produktivitas Hamka dalam hal menulis dan
mencerahkan pendapatnya lewat tulisan, tentunya ini menjadi
spirit bagi anak-anak generasi milenial, karena zaman dimana
Hamka hidup bukanlah zaman yang dipenuhi dengan segala
kemudahan teknologi seperti saat sekarang ini. Zaman Hamka
adalah zaman dimana fasilitas dan sumber daya serba terbatas
dan mengetik tulisan dengan menggunakan mesik tik yang
notabene hanya mengandalkan satu jari. Tentu jauh sekali
perbedaan kemudahan dan kecanggihan teknologi yang kita
nikmati, antara zaman sekarang dengan zaman Hamka berada.
Dengan fasilitas dan sumber daya tidak terbatas yang kita miliki
173
Rosihan Anwar, “Buya Hamka Ulama Besar” dalam Rosihan
Anwar, Sejarah Kecil (Petite Histoire) Jilid 6: Sang Pelopor Anak Bangsa
dalam Pusaran Sejarah, Jakarta: Kompas, 2012.
101
sekarang, artinya kita bisa lebih semangat untuk menulis, dan
semangat menulis itu harus selalu dijaga dan dibiasakan.
Dalam hal ini, Nurcholish Madjid berpendapat bahwa,
Hamka memiliki kelebihan atas “kesanggupannya menyatakan
pikiran dalam ungkapan-ungkapan modern dan kontemporer”.
Oleh karena itu, lanjut Nurcholish, “Buya Hamka berhasil
menjalin komunikasi intelektual dengan kalangan terpelajar
tanpa canggung dan tanpa hambatan. Pikiran-pikirannya
diterima oleh kalangan luas, khususnya kalangan Islam
Indonesia yang sering diidentifikasi sebagai kaum modernis atau
kaum pembaru”.174
Selain itu, Nurcholish mencatat Hamka
sebagai apa yang oleh Fazlur Rachman disebut “Neo Sufisme”,
yakni “penghayatan hidup kerohanian yang mendalam melalui
ibadah-ibadah ortodoks, diiringi dengan aktivisme sosial.175
Pada masanya, terutama di awal Orde Baru hingga wafatnya,
Hamka adalah „kiblat‟ para intelektual Muslim modern
Indonesia. Nurcholish Madjid pun pernah terlibat dalam
aktivitas dengan Buya Hamka di Masjid Al-Azhar.176
Ketika itu,
Hamka memang sebagai sosok yang fenomenal, terutama karena
punya majalah Panji Masyarakat yang dihidup-hidupi oleh anak-
anak muda Muslim (santri) yang terpelajar dan kritis.
Sebagaimana kita catat, Panji Masyarakat telah melambungkan
174
M. Alfian Alfian, “HAMKA DAN BAHAGIA: REAKTUALISASI
TASAUF”, (Pondok Gede, Bekasi: Tim design Penjuru Ilmu, Cetakan ke-1,
2014) 175
Budhy Munawar Rachman (Ed), Ensiklopedia Nurcholish
Madjid. 176
M. Alfian Alfian, “HAMKA DAN BAHAGIA: REAKTUALISASI
TASAUF”, (Pondok Gede, Bekasi: Tim design Penjuru Ilmu, Cetakan ke-1,
2014)
102
para cendikiawan Muslim yang kemudian tidak asing lagi,
seperti: Ali Audah, Ahmad Mansyur Suryanegara, M.Amien
Rais, Nurcholish Madjid, Endang Saifuddin Anshari, M. Dawam
Rahardjo, Azyumardi Azra, Fachry Ali, Komaruddin Hidayat,
Bahtiar Effendy, Hadimulyo, Emha Ainun Nadjib, Ridwan
Saidi, Ahmad Tohari, Ayip Bakar, Rusydi Hamka, dan
sebagainya.177
Bagaimana pula karir Hamka sebagai aktivis organisasi?
Hamka aktif di kepengurusan Muhammadiyah cabang
Minangkabau, yang cikal bakalnya bermula dari perkumpulan
Sendi Aman yang didirikan oleh ayahnya pada 1925 di Sungai
Batang. Selain itu, Hamka sempat memimpin Tabligh School
yang didirikan Muhammadiyah pada 1 Januari 1930.
Pada 1928, Hamka menghadiri Muktamar Muhammadiyah
di Solo, dan sejak itu ia tidak pernah absen hadir pada
muktamar-muktamar berikutnya. Sekembalinya dari Solo,
Hamka memangku beberapa jabatan, sampai akhirnya ia
diangkat sebagai Ketua Muhammadiyah cabang Padang
Panjang. Usai Muktamar Muhammadiyah ke-19 di Bukittinggi
pada 1930, disusul dengan muktamar berikutnya di Yogyakarta.
Hamka memenuhi undangan untuk mendirikan cabang
Muhammadiyah di Bengkalis.
Kariernya di Muhammadiyah semakin menanjak sewaktu di
pindah ke Medan. Pada 1942, bersamaan dengan jatuhnya
177
M. Alfian Alfian, “HAMKA DAN BAHAGIA: REAKTUALISASI
TASAUF”, (Pondok Gede, Bekasi: Tim design Penjuru Ilmu, Cetakan ke-1,
2014)
103
Hindia-Belanda oleh Jepang, Hamka terpilih sebagai pimpinan
Muhammadiyah wilayah Sumatera Timur menggantikan H
Mohammad Said. Namun, pada Desember 1945, ia memutuskan
kembali ke Minangkabau dan melepaskan jabatan tersebut.
Tahun berikutnya, Hamka terpilih menjadi Ketua Majelis
Pimpinan Muhammadiyah Sumatera Barat menggantikan SY
Sutan Mangkuto, hingga 1949. Pada 1953, Hamka terpilih
sebagai pengurus Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada
Muktamar Muhammadiyah ke-32 di Purwokerto. Sejak saat itu,
Hamka selalu terpilih sebagai pengurus muktamar-muktamar
Muhammadiyah selanjutnya, sampai pada 1971 ia memohon
agar tidak dipilih kembali karena merasa uzur. Akan tetapi,
Hamka tetap diangkat sebagai penasihat Pimpinan Pusat
Muhammadiyah sampai akhir hayatnya.178
Itulah pembahasan mengenai Hamka sebagai ulama yang
memiliki cakrawala intelektualisme kosmopolitan karena
banyaknya bacaannya, Hamka juga memiliki ilmu dalam
berbagai bidang ilmu pengetahuan. Hamka itu multisebutan, kita
bisa mengenalnya sebagai ulama, pujangga, penulis, pengarang,
wartawan, politisi, bahkan sebagai aktivis organisasi, terutama
yaitu Muhammadiyah.
Buya Hamka dikenal sebagai sosok seorang ulama,
cendekiawan, dan intelektual muslim Indonesia yang memiliki
pemikiran membumi dan bervisi masa depan. Keilmuan dan
178
M. Alfian Alfian, “HAMKA DAN BAHAGIA: REAKTUALISASI
TASAUF”, (Pondok Gede, Bekasi: Tim design Penjuru Ilmu, Cetakan ke-1,
2014)
104
pemikirannya tidak hanya berlaku di zamannya, namun masih
sangat kontekstual di masa kini. Produktivitas gagasannya di
masa lalu sering menjadi inspirasi dan rujukan gagasan-gagasan
kehidupan di masa kini. Pemikirannya demikian konsisten dan
concern terhadap berbagai persoalan yang dihadapi umat Islam.
Hamka merupakan salah seorang intelektual muslim yang
sangat produktif. Kajian pemikirannya bukan hanya berkisar
pada persoalan-persoalan keagamaan belaka, akan tetapi juga
menyangkut persoalan kehidupan sosial kemasyarakatan dan
sastra. Pemikiran-pemikirannya telah memberikan kontribusi
yang sangat besar bagi pengembangan intelektual umat
Islam.179
Hamka adalah sosok ulama yang dengan gigih
berupaya mengubah pola hidup umat yang tradisional ke arah
proses modernisasi intelektual. Dalam mempertahankan
kemerdekaan pemikirannya, Hamka seringkali berhadapan
dengan berbagai tantangan. Hidup di jeruji besi merupakan
bagian dari hidup yang harus dilaluinya.180
Adapun di bawah
ini merupakan beberapa pemikiran-pemikiran dari Hamka yang
pernah di kemukakan semasa hidupnya:
a. Pemikiran Hamka dalam Bidang Pendidikan Islam
Bagi sebagian intelektual, membahas pemikiran Hamka
tentang pendidikan Islam merupakan sesuatu yang “asing”.
diragukan, dan perlu dipertanyakan keberadaannya. Persoalan
179 Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan
Pemikiran Hamka tentang Pendidikan Islam,( Jakarta: Prenada Media Group,
2008). 180
Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan
Pemikiran Hamka tentang Pendidikan Islam, (Jakarta: Prenada Media Group,
2008).
105
ini menjadi pertanyaan besar, kontroversial, dan
“aneh”karena sosoknya yang kurang dikenal dalam wacana
pendidikan nasional. Melalui beberapa analisis yang pernah
dilakukan, para peneliti berbeda pendapat dalam
memosisikan kecendrungan intelektualitasnya. Di antaranya
ada yang memposisikannya sebagai sosok mufasir melalui
Tafsir al-Azhar-nya,181
sastrawan melalui roman-
romannya,182
sejarawan melalui sejarah Islamnya,183
“sufi”
melalui Tasawuf Modern-nya,184
, atau da‟i dengan
kemampuan retorikanya yang baik.
Meskipun para intelektual (peneliti) mengagumi dan
mengakui kontribusi yang telah diberikannya, namun banyak
kalangan yang masih “meragukan” posisinya sebagai
pendidik dan pemikir pendidikan Islam. Fenomena ini dapat
dilihat dari pandangan Abdurahman Wahid misalnya yang
mengatakan bahwa “meskipun bukan sebagai pendidik dalam
arti guru professional, Hamka merupakan prototipe pendidik
yang berhasil dan sangat meyakinkan pada zamannya.185
Meskipun begitu masih banyak orang yang meragukan
dan menafikan apakah benar sosok Hamka adalah seorang
181
Hamka, Tafsir al-Azhar, Juz I-XXX, (Jakarta: Pustaka Panjimas,
1998) 182
Hamka, Di bawah Lindungan Ka‟bah, (Jakarta: Balai Pustaka,
1957), pertama kali ditulis tahun 1938; Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck,
(Jakarta; NV. Nusantara, 1956), pertama kali ditulis tahun 1939. 183
Hamka, Sejarah Umat Islam Jilid I, II, III, IV, ( Jakarta: Bulan
Bintang, 1975). Buku ini ditulisnya pada tahun 1951. 184
Hamka, “Tasawuf Modern”, ( Jakarta, Republika Penerbit,2015), 185
Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan
Pemikiran Hamka tentang Pendidikan Islam, (Jakarta: Prenada Media Group,
2008).
106
pendidik dan juga pemikir dalam bidang pendidikan Islam?,
tentu untuk menjawab pertanyaan itu adanya pembuktian
yang secara detail dan mendalam, disertai dengan data-data
yang valid. Namun, kalau kita telusuri lintas sejarah hidupnya
maka jelas Hamka adalah seorang pendidik dan pemikir yang
konsisten dan cukup berhasil dalam bidang pendidikan Islam.
Hal itu dilihat bagaimana perannya dalam memperkenalkan
sistem pembaharuan pendidikan di Indonesia dengan
melakukan kolaborasi antara modernisasi kelembagaan
dengan orientasi materi pendidikan Islam, yaitu ketika
mengelola Tabligh School dan Kulliyatul Muballighin, baik
ketika di Padangpanjang ataupun saat di Makasaar.186
Tidak
hanya batas itu sepak terjang Hamka dalam bidang
pendidikan Islam, ternyata pengembangan juga terhadap
masjid al-Azhar (Kebayoran Baru) menjadi sebuah institusi
pendidikan Islam yang berbasis modern. Mulai dari Tk
sampai dengan lembaga kampus. Sementara kalau kita
cermati bahwa latar belakang pendidikan Hamka merupakan
asli produk pendidikan tradisional (surau). Akan tetapi hal itu
tidak membuat pemikiran Hamka juga ikut tradisional, justru
pandangan serta pemikirannya dinamis, inovatif,
186
Di antaranya: Tabligh School dan Kulliyatul Muballighin di
Padang Panjang, serta Tabligh School dan Kulliyatul Muballighin
Muhammadiyah di Makassar. Lihat Rusydi Hamka, Pribadi dan Martabat
Buya Prof. Dr.Hamka, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), Hlm. 4 H. Agus
Salim “Kulliyatul Muballighin, Muhammadiyah, dan Buya Hamka“. Dalam
panitia peringatan 70 tahun Buya Prof. Dr. Hamka, Kenang-kenangan 70
Tahun Buya Hamka, (Jakarta, Pustaka Panjimas, 1983), hlm. 86-87;
Mardanas Safwan dan Sutrino Kutoyo, (eds), sejarah pendidikan daerah
Sulawesi Selatan, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI .,
1980/ 1981 hlm. 90.
107
revolusioner, melampaui zamannya, bahkan berseberangan
dengan tradisi sosial masyarakat saat itu.
Hamka merupakan salah seorang tokoh pembaharu
Minangkabau yang berupaya mengunggah dinamika umat
dan mujaddid yang unik. Meskipun hanya sebagai produk
pendidikan tradisional, namun ia merupakan seorang
intelektual yang memiliki wawasan generalistik dan modern.
Upaya yang dilakukannya merupakan sebuah gerakan
pembaharuan Islam, bukan saja di Minangkabau bahkann
Indonesia secara luas pada awal sampai paroh ketiga abad
XX.187
Suatu bidang kajian yang sangat menantang dan tidak
sederhana.
Jika diteliti secara seksama, ternyata Hamka cukup
concern memberikan perhatiannya terhadap dinamika dan
persoalan pendidikan Islam. Meskipun dalam bentuk
penyajian yang tidak utuh dan spesifik, pemikirannya tentang
komponen pendidikan Islam (meliputi komponen pendidik,
peserta didik, materi, tujuan pendidikan, klasifikasi ilmu
pengetahuan, metode pendidikan, fungsi dan bentuk
hukuman dalam pendidikan, dan model lembaga pendidikan
Islam yang ideal).
Warisan pemikirannya tentang komponen pendidikan
Islam, merupakan wacana yang sangat potensial untuk diteliti
dan dikembangkan dalam rangka memperkaya konsep
187
Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan
Pemikiran Hamka tentang Pendidikan Islam, (Jakarta: Prenada Media Group,
2008).
108
pendidikan nasional. Menurut Hamka, pada diri setiap anak
(manusia), terdapat tiga unsur utama yang dapat menopang
tugasnya sebagai khalifah fi al ardh maupun abd Allah.
Ketiga unsur utama tersebut adalah akal, hati atau kalbu
(roh), dan pancaindra (penglihatan dan pendengaran) yang
terdapat pada jasadnya. Perpaduan ketiga unsur tersebut
membantu manusia (peserta didik) untuk memperoleh ilmu
pengetahuan dan membangun peradabannya, memahami
fungsi kekhalifahannya, serta menangkap tanda-tanda
kebesaran Allah.
Secara umum, penafsirannya tentang fitrah manusia tidak
jauh berbeda dengan pendapat para mufassir. Dalam konteks
pendidikan umpamanya, ia memaknai kata fitrah manusia
sebagai potensi (kemampuan) dasar yang mendorong
manusia untuk melakukan serangkaian aktivitas sebagai alat
yang menunjang pelaksanaan fungsi kekhalifahannya di
muka bumi. Alat tersebut adalah potensi jiwa (al-qalb), jasad
(al-jism), dan akal (al- aql). Ketiganya merupakan satu
kesatuan yang saling berkaitan guna menunjang eksistensi
manusia. Oleh karena itu, pendidikan Islam hendaknya
bertujuan membentuk peserta didik (manusia) yang beriman
dan memelihara berbagai komponen potensi yang
dimilikinya, tanpa mengorbankan salah satu di antaranya.188
188
Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan
Pemikiran Hamka tentang Pendidikan Islam, (Jakarta: Prenada Media Group,
2008).
109
Menurutnya, jasad (jism) manusia merupakan tempat di
mana jiwa (al-qalb) berada. Meskipun jiwa merupakan tujuan
utama bagi manusia, tanpa jism, jiwa tidak akan berkembang
secara sempurna. Untuk itu, manusia hendaknya senantiasa
memelihara jasad (jism) dengan sebaik-baiknya. Ada dua
cara yang bisa dilakukan untuk memelihara tubuh, yaitu;
Pertama, sederhana dalam makan dan minum. Kedua,
mengetahui ilmu kesehatan. Jika tubuh tidak sehat, hanya
akan mempengaruhi kesehatan akal dan akhirnya berdampak
pada kesehatan budi (akhlak).189
Sedangkan pandangannya
tentang pendidikan jiwa (al-qalb) dan jasad (jism), Hamka
mengutip pendapat Plato yang menyebutkan, bahwa dalam
melaksanakan pendidikan, maka ada dua latihan yang perlu
dikembangkan, yaitu: Pertama, melatih tubuh dengan
gymnastik supaya tubuh kuat dan sehat. Kedua, melatih jiwa
dengan musik, agar jiwa memperoleh ketenteraman dan
mampu merasakan sesuatu. Dalam pandangannya tentang
akal, Hamka kelihatannya terpengaruh pada pandangan
Huizinga, seorang filsuf Belanda, yang dicernanya melalui
Mohammad Amir dalam sebuah seminar di Medan, secara
substansial pendekatan yang dilakukan telah mengalami
reduksi dan penyaringan sesuai dengan kerangka ajaran
Islam. Untuk itu jika ditelusuri, pandangannya telah
bernuansa Islami.
189
Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan
Pemikiran Hamka tentang Pendidikan Islam, (Jakarta: Prenada Media Group,
2008).
110
Setidaknya ada dua unsur dasar yang menjadi sasaran
proses pendidikan Islam, yaitu pengembangan daya jasmani
dan kualitas mental. Melalui potensi unsur-unsur tersebut
menjadikan manusia yang dinamis, ingin tahu, mau lekas
tahu, dan berusaha menimba ilmu yang telah dimilikinya.
Dengan penjelasan di atas, terlihat bahwa ketiga unsur
kekuatan utama yang ada dalam diri peserta didik (al-qalb,
al-jism, dan al-aql), merupakan unsur penggerak dan
sekaligus memberikan arti bagi keberadaannya di muka
bumi. Menurut Hamka, setiap anak memiliki fitrah (potensi)
yang dinamis. Fitrah tersebut merupakan kekuatan bagi anak
untuk berkembang. Kekuatan tersebut antara lain adalah;
kekuatan berfikir, merasa, dan kemauan. Pada dasarnya,
fitrah senantiasa menuntun manusia untuk berbuat kebajikan
dan tunduk terhadap aturan Khaliknya.190
Melalui pendidikan, peserta didik akan memperoleh ilmu
pengetahuan yang dapat dipergunakannya memilah baik dan
buruk, serta menciptakan berbagai kebudayaan yang
berfungsi mempermudah dan memperindah kehidupannya.
Dengan ilmu yang dimilikinya maka ia akan bisa menetralisir
perkembangan fitrahnya yang hanif dari pengaruh negatif.
Melalui pendidikan, manusia dapat mengetahui nilai
kebenaran, menentukan cara berfikir, menyatakan diri dalam
seluruh kehidupan pada sebuah kesatuan sosial, dan sekaligus
190
Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan
Pemikiran Hamka tentang Pendidikan Islam, (Jakarta: Prenada Media Group,
2008).
111
mengembangkan fitrahnya baik fitrah fisik maupun psikis
secara optimal.191
Pada dasarnya, pendidikan Islam merupakan proses
mentransfer sejumlah ilmu dan sekaligus membentuk watak
pribadi peserta didik, sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.
Melalui ilmu yang dibalut dengan akhlak, peserta didik akan
menciptakan berbagai bentuk kebudayaan (teknologi) yang
bermanfaat bagi seluruh alam semesta. Di sinilah letak fungsi
kekhalifahan manusia sebagai rahmatan li al-alamin. Dengan
pendidikan manusia dapat menata kebudayaan secara
proporsional. Dari sini jelas bisa kita ketahui bahwa Hamka
lebih menekankan pemikiran pendidikannya pada aspek
pendidikan jiwa (al-qalb) atau akhlaq al-karimah (moralitas)
Islam.
b. Pemikiran Hamka dalam Bidang Agama
Hamka, dari segi tinjauan ilmu agama ia telah berhasil
sebagai pembaharu pemikiran keagamaan di Indonesia.
Pertama, Konsentrasi Hamka mengenai perkembangan
tasawuf di Indonesia. Sebagai ulama yang aktif di Pergerakan
Muhammadiyah, Hamka menolak hal-hal yang tidak rasional
dan yang hanya melemahkan tauhid.192
Ajaran tasawuf
termasuk di dalamnya tarekat, seringkali dijadikan kambing
hitam sebagai kemunduran umat Islam, selalu saja dianggap
191
Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan
Pemikiran Hamka tentang Pendidikan Islam, (Jakarta: Prenada Media Group,
2008). 192
Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan
Pemikiran Hamka tentang Pendidikan Islam, (Jakarta: Prenada Media Group,
2008).
112
mencampuradukkan ajaran Islam dengan ajaran-ajaran lain di
luar Islam. Ajaran tasawuf banyak yang disinyalir hanya
melemahkan gairah untuk meraih kemajuan sehingga
dianggap tidak relevan untuk dipratikkan untuk saat ini.
Padahal menurut peneliti ajaran tasawuf justru sangatlah
relevan untuk problematika zaman sekarang yang mana
semakin kompleks dan beragam. Ajaran tasawuf pada
dasarnya adalah jalan yang mengutamakan pembersihan jiwa
berdasarkan ajaran Islam, dan diartikan pula sebagai
kehendak memperbaiki budi dan men-shifa-kan
(membersihkan) batin. Tasawuf adalah salah satu filsafat
Islam, yang maksud awalnya hendak zuhud dari dunia yang
fana. Tetapi lantaran banyaknya bercampur gaul dengan
negeri dan bangsa lain, banyak sedikitnya masuk jugalah
pengkajian agama dari bangsa lain itu ke dalamnya.
Karenanya tasawuf bukanlah agama, melainkan suatu ikhtiar
yang setengahnya diizinkan oleh agama, melainkan suatu
ikhtiar yang setengahnya diizinkan oleh agama dan
setengahnya pula dengan tidak sadar, telah tergelincir dari
agama, atau terasa enaknya pengajaran agama lain dan terikut
tanpa terasa.
Hamka memberikan formulasi bagi perkembangan ajaran
tasawuf dengan pemikiran modern Islam. Hamka memiliki
darah dari kakeknya Syekh Amrullah seorang sufi dan Haji
Rasul yang merupakan seorang modernis Islam. Pemikiran
itu menunjukkan kematangan sikap, tidak lain datang dari
pengetahuan bahwa tirakatan itu sendiri bukanlah sesuatu
113
yang harus ditolak, selama tidak bertentangan dengan ajaran
agama Islam.193
Persepsi Muhammadiyah yang simplistis mengenai
tasawuf dan tarekat, memang sulit dibantah bahwa pada
tingkatan massa, tasawuf dan tarekat sering berubah menjadi
semacam “folk religion” (agama rakyat), yang melibatkan
praktek-praktek yang berbau khurafat dan syirik. Kita
memang bisa melihat bahwa orang-orang tertentu yang
mengklaim atau dipercayai kalangan masyarakat atau syekh,
mursid, atau guru yang melakukan praktek perdukunan dan
hal-hal gaib yang lainnya. Tetapi kebanyakan masyarakat
melihat hanya pada sisi negatifnya saja, padahal sisi positif
tentunya jauh lebih banyak, jelas terlalu terburu-buru untuk
mengeneralisasikan bahwa tasawuf dan tarekat secara
keseluruhan hanyalah praktek-praktek keislaman yang
menyimpang. Sejarah perkembangan doktrin tasawuf dan
tarekat menunjukkan kepada kita bahwa dimensi Islam ini
kaya akan dinamika, perubahan, dan pembaruan. Maka dari
itu bentukan awal dari praktek-praktek tasawuf adalah
individual lalu kemudian diorganisasikan menjadi lembaga
tarekat, sehingga lebih mudah untuk dikontrol. Dalam
perkembangannya, lembaga tarekat ini tidak hanya menjadi
wahana spiritual namun juga menjadi kegiatan Islamisasi,
semisalnya untuk usaha-usaha ekonomi, perlawanan terhadap
kolonialisme, dan sebagainya.
193
Abdurahman Wahid, “Benarkah Hamka Seorang Besar? Sebuah
Pengantar,” dalam Tamara, Hamka.
114
Dengan demikian, tasawuf dan tarekat bukannya pasivis,
seperti halnya dugaan orang banyak melainkan justru sangat
aktivis.194
Para sufi mengatakan bahwa orang yang berfikih
namun tidak bertasawuf maka dia disebut sebagai orang yang
fasik, orang yang hanya bertasawuf tapi tidak berfikih disebut
sebagai orang kafir, dan adapun orang yang melakukan
keduanya berfikih dan bertasawuf merupakan orang Islam
sebenarnya.195
Pemikiran Hamka yang kedua dalam bidang agama adalah
toleransi dalam beragama. Menurut peneliti Buya Hamka
adalah salah satu ulama besar yang tidak hanya cara
komunikasi atau dakwahnya yang menyejukkan untuk umat,
melainkan cara bergaulnya terhadap sesama muslim ataupun
non muslim, etika komunikasinya, dan cara berorganisasi
sungguh sangat mulia, menyejukkan hati dan fikiran umat
bagaikan oase di tengah gurun atau padang pasir yang
gersang. Tidak banyak ulama Indonesia yang seperti Hamka,
apalagi pada zaman sekarang ini tentunya kita harus belajar
banyak tentang kebijaksanaan terhadap Hamka.
Sikap Hamka terhadap antar organisasi, yang dilakukan
dengan organisasi sosial maupun keagamaan lain yang
berlainan mazhab dan juga pemikiran-pemikiran. Hamka
sangat mengedepankan toleransi, akan tetapi kita harus
194
Azyumardi Azra, Menuju Masyarakat Madani. Gagasan, Fakta,
dan Tantangan, (Bandung: ROSDA, 1999). 195
Syahrul A‟dam, “Potret Pemikiran dan Gagasan Tasawuf
(Tarekat) di Indonesia Kontemporer, Mimbar Agama dan Budaya, vol.23, no
3 (2006)
115
mengetahui mana yang kepunyaan kita dan yang kepunyaan
orang lain. Sosok Hamka tidak hanya menjadi inspirasi etika
politik, intelektual, dan dakwahnya di Muhammadiyah.
Tetapi telah menginspirasi masyarakat Indonesia dengan
kepribadian dan karya-karyanya yang monumental.196
Kedekatan dan toleransi Hamka pada kaum Nahdiyin juga
menjadi kenangan budayawan Betawi, Alwi Shahab. Shahab
menuturkan pada tahun 1970-an Gerakan Pemuda Anshor
menggelar peringatan milad. Waktu itu Hamka hadir dan
duduk bersebelahan dengan Tokoh NU yaitu KH Idham
Chalid. Hamka tidak segan dan canggung sama sekali, saat
itu Hamka berdiri dan membacakan asrakal pada Maulud
Diba.197
Dalam kehidupan berorganisasinya, Hamka yang seorang
Muhammadiyah sangat mengutamakan silaturahmi daripada
meributkan sebuah perbedaan tak berprinsip. Misalnya, suatu
ketika KH Abdullah Syafi‟I Jum‟atan di Masjid Al-Azhar.
Waktu itu sudah terjadwal Hamka yang menjadi Khatib hari
itu. Melihat kedatangan KH Abdullah Syafi‟i, Hamka
langsung tergerak memaksa Si Macan Betawi untuk naik
mimbar menggantikan dirinya. Hamka juga meminta adzan
dikumandangkan dua kali sebagaimana tradisi Nahdiyin yang
di anut KH Abdullah Syafi‟i.
196
Samsuri dan Sopidi, “Paradigma Baru Menghadapi Pluralitas,
Lektur, Vol.X, No.2 (Juli-Desember 2004). 197
Shobahussurur dkk, „Mengenang 100 Tahun Haji Abdul Malik
Karim Amrullah‟, (Jakarta, YPI al-Azhar, 2008)
116
Sejak dibukanya Masjid Al-Azhar, Hamka selalu
mengedepankan tasamuh (toleransi). Saat dilaksanakannya
shalat tarawih pertama kali di Masjid Al-Azhar, Hamka saat
itu tidak egois langsung melaksanakan saja shalat tarawihnya,
namun Hamka menawarkan kepada jamaah untuk shalat
tarawih yang 11 atau 23 rakaat termasuk shalat witir. Waktu
itu Hamka di minta yang 23 rakaat, tetapi besoknya para
jamaah meminta delapan rakaat (witir dilakukan di rumah),
sampai sekarang ini shalat tarawih di Masjid Al-Azhar
menggunakan 11 rakaat.
Jika saat Hamka mengimami shalat subuh Hamka juga
bertanya kepada jamaa‟ah apakah akan menggunakan qunut
atau tidak, dan ketika jamaah menjawab pakai qunut, maka
tokoh Muhammadiyah ini mengimami shalat subuh
menggunakan qunut. Tetapi kalau berbeda dalam masalah
pokok, seperti paham Ahmadiyah yang berbeda dalam
masalah ke-Nabian, beliau hadapi dengan gigih mengatakan
bahwa ajaran itu sesat. Hamka juga sangat merindukan
Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), Al-Jamiyatul
Washliyah, Persis, Darud Dakwah wal Irsyad bersatu,
walaupun mereka masing-masing mempunyai kelemahan
akan tetapi mereka juga kelebihan masing-masing.198
Hamka mengatakan bahwa perbedaan cara sembahyang
atau cara ibadah adalah hal yang lumrah dan biasa bagi
berbagai macam ragam pemeluk agama, karena syariat
198
E.Z. Muttaqien, “Biarlah Saya Berhenti.” Dalam Tamara, Hamka
di mata.
117
berubah sebab perubahan zaman. Tetapi manusia tidak boleh
membeku pada suatu tempat, dengan tidak mau menambah
penyelidikannya, sehingga bertemu dengan hakikat yang
sejati, lalu menyerah kepada Tuhan dengan sepenuh hati.
Menyerah dengan hati puas itulah dia Islam.
Hamka bisa didengarkan dan bisa menarik perhatian minat
massa, karena telah menerapkan salah satu prinsip dalam
dakwah Islam, yaitu Dakwah Dilakukan dengan
Menggunakan Prinsip Rasionalitas (pemikiran yang tersusun
secara sistematis). Hamka memiliki cakupan keilmuan yang
tinggi, dan pemikirannya tidak hanya berlaku pada
zamannya.
Pemikirannya dan keilmuannya dituangkan dalam sebuah
karyanya yang menjadi fenomenal dan masterpiece yaitu
tafsir Al-Azhar sampai jilid ke 9. Hamka menggunakan
metode tahlili (analitis), tafsir Al-Qur‟an dengan Al-Qur‟an,
tafsir Al-Quran dan hadits, pendapat sahabat dan tabiin.
Tafsir dengan tafsir muktabar, penggunaan syair,
menggunakan analisis bil-matsur, menganalisis dengan
kemampuan sendiri, dan disusun tanpa membawa pertikaian
antar madzhab.
Hamka menjelaskan makna-makna yang dimaksud Al-
Qur‟an dengan bahasa yang indah dan menarik, dan
menghubungkan antara realitas sosial dan sistem budaya
yang ada. Maka sudah sewajarnya apabila Hamka banyak
didengarkan, disenangi, dan disukai oleh banyak orang.
Karena memiliki cakrawala, pemikiran dan keilmuan yang
118
mumpuni. Yang peneliti temui adalah bahwa Hamka
menggunakan keilmuan yang tersusun secara sistematis
(Rasionalitas) saat menyampaikan dakwahnya dengan
menggunakan Tafsir Al-Azhar.
199
Pemikiran Hamka yang rasionalitas tertuang di beberapa
penafsirannya dalam Tafsir Al-Azhar. Salah satu contoh
penafsirannya Hamka dalam Q. S. 4: 59 (ayat 59 surat An-
Nisa') dengan "Ketaatan kepada Penguasa".
199
Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz 1,2,3, (Jakarta: Pustaka Panjimas.
1982)
119
Dengan penebalan tema tersebut, dapat dipahami bahwa
Hamka menekankan ketaatan kepada penguasa merupakan
fokus sentral dari pada ayat 59 surat an-Nisa'. Hamka sedikit
menjelaskan tentang pengertian ulil amri, kemudian
menceritakan sejarah singkat sejak dari Nabi hingga masa
kekhalifahan. Hamka menutup uraian tentang pemimpin
tersebut dengan mengatakan: Tetapi semua perkembangan ini
tidaklah terlepas dari tinjauan ahli-ahli pikir Islam. Terutama
ulama-ulama fiqh dan ahli-ahli Ushuluddin. Niscaya
pendapat mereka pun dipengaruhi oleh keadaan atau suasana
ketika mereka hidup. Dengan kata lain, Hamka pun meyakini
tidak ada penafsiran terhadap nash yang tidak dipengaruhi
oleh factor yang terdapat pada diri penafsir, yaitu latar
belakang pendidikan serta pola pikir, disamping juga
pengaruh lingkungan di mana serta kapan seorang penafsir
itu hidup.
Dalam simpulannya, Hamka kembali memberikan
isyarat taat kepada pemimpin ada batasnya, yaitu selama
tidak memerintahkan kepada kemaksiatan, kesesatan,
kehancuran dan hal-hal yang tidak logis untuk dilaksanakan.
Namun demikian, Hamka pun menegaskan bahwa jiwa
seorang pemimpin yang adil memberikan perintah kepada
rakyatnya dalam hal-hal yang memang wajar dan sesuai
dengan hukum dan undang-undang, maka haram
meninggalkan perintah tersebut. Hal ini juga tersirat dalam
sabab al-nuzul bahwa para sahabat sangat teguh memegang
120
perintah Allah dan Rasulullah agar mereka selalu taat kepada
pemimpin.
Oleh karena itu, tidak mengherankan hampir saja para
sahabat mengikuti perintah pemimpin secara totalitas,
padahal ada perbedaaan antara perintah taat kepada Allah dan
Rasul dengan perintah taat kepada pemimpin. Perintah taat
kepada Allah dan Rasul adalah mutlak, sedangkan taat
kepada pemimpin tidak mutlak.200
Dari uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa secara umum penafsiran Hamka terhadap
ayat yang berkenaan dengan perintah taat kepada pemimpin,
sejauh analisis peneliti dipengaruhi oleh kondisi dan
perkembangan sosial masyarakat ketika itu, dalam konteks
global, yaitu pengarang tersebut menjelaskan secara panjang
lebar beberapa khalifah yang ada di dunia Islam.
Dalam konteks perkembangan sosial masyarakat
Indonesia, sejauh pengamatan peneliti tidak memberi
pengaruh kepada penulis kitab Tafsir al-Azhar. Hal ini
menurut peneliti, dapat dikatakan demikian karena Hamka
tidak menghubungkan penafsirannya dengan perkembangan
masyarakat Indonesia ketika itu, tetapi adanya pengaruh yang
berhubungan dengan kondisi kekhalifahan umat Islam yang
terakhir yaitu Turki Utsmani. Penafsiran yang demikian,
menurut pemahaman ahli tafsir, sudah dianggap melenceng
dari tafsir atau condong kepada adanya dakhil, yaitu dalam
hal ini Hamka menafsirkan al-Quran dengan cara
200
Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz V, (Jakarta: Pustaka Panjimas.
1982)
121
menghubungkan ayat yang ditafsirkan dengan sejarah
perkembangan kerajaan-kerajaan yang pernah ada di dunia
Islam.
Lebih jauh, Hamka tidak menyinggung secara langsung
bagaimana pandangan Islam terhadap kondisi masyarakat
Islam ketika itu, terutamanya dalam hal menaati pemimpin,
Hamka tidak menjelaskan secara nyata, kepada siapa umat
Islam Indonesia harus taat, setelah Allah dan Rasul. Hanya
saja, di akhir penafsiran Hamka mengatakan bahwa yang
disampaikannya dalam penafsiran ayat 59 surat an-Nisa'
tersebut adalah beberapa hal penting yang harus diperhatikan
bagi kemajuan pembangunan bangsa Indonesia ketika itu.
Hamka menghubungkan dengan konteks global, dan tidak
menghubungkan dengan konteks sosial keindonesiaan ketika
itu, dapat saja sebagai upaya menjaga diri dari perlakuan
yang tidak baik dari penguasa. Namun dapat juga dikatakan
sebagai upaya Hamka menjaga kemurnian penafsirannya,
sehingga tidak menjauh dari koridor tafsir.201
2. Teguh dan Kuat Dalam Memegang Prinsip-Prinsip
keIslaman
Saat ini kita banyak melihat ulama-ulama populer yang
menghiasi layar kaca televisi maupun di dunia maya. Di antara
mereka banyak yang tampil jenaka, lucu, kebadut-badutan, serta
hanya mementingkan materi dakwah yang bisa membuat para
201
Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz V, (Jakarta: Pustaka Panjimas.
1982)
122
pendengar tertawa terbahak-bahak.202
Jelas ini sudah jauh dari
prinsip-prinsip keIslaman dan prinsip-prinsip dalam berdakwah.
Banyak ulama zaman sekarang yang karakternya kurang kuat,
mudah takluk terhadap hal-hal yang berkaitan dengan dunia
seperti uang dan kekuasaan.
Pasca Hamka muncul seorang ulama yang fenomenal disebut
dengan Da‟i sejuta umat, yaitu KH. Zainuddin MZ. Selain
Zainuddin, muncul pula da‟i yang langganan tampil di depan
televisi sebut saja nama mentereng seperti Ustadz Yusuf
Mansyur, M.Arifin Ilham, Aa Gym, atau Ustadz Muhammad
Nur Maulana. Pada generasi milenial ini, dikenal pula Da‟i yang
disebut sebagai Da‟i Sejuta Followers, yaitu Ustadz Abdul
Somad. Mereka sudah menjadi da‟i selebritas penghias
panggung televisi dan dunia maya saat sekarang ini.
Tetapi, seiring dengan itu muncul kritik atas hadirnya ustadz-
ustadz instan yang tidak memiliki pengetahuan yang dipandang
cukup. Kalau saja Hamka masih hidup, mungkin dia akan
sarankan seperti saran dari ayahnya, agar penceramah-
penceramah memperdalam dulu ilmu dan wawasan
keagamaannya, termasuk penguasaan bahasa Arabnya.203
Jelaslah Hamka itu berbeda, Hamka adalah ulama yang
benar-benar hidup di tengah-tengah umat. Hampir setiap hari
banyak yang berbondong-bondong datang ke rumah Hamka.
202
M. Alfian Alfian, “HAMKA DAN BAHAGIA: REAKTUALISASI
TASAUF”, (Pondok Gede, Bekasi: Tim design Penjuru Ilmu, Cetakan ke-1,
2014) 203
M. Alfian Alfian, “HAMKA DAN BAHAGIA: REAKTUALISASI
TASAUF”, (Pondok Gede, Bekasi: Tim design Penjuru Ilmu, Cetakan ke-1,
2014).
123
Mereka datang untuk berbagai keperluan, termasuk meminta
nasihat urusan pribadi dan rumah tangga. Semua diterima oleh
Hamka dengan baik dan tanpa bayaran sepersen pun. “Ini harus
kita lakukan lillahi ta‟ala karena Allah semata,” demikian
Hamka menekankan.204
Bagaimana mungkin Hamka tidak mengkomersialisasikan
dengan banyaknya masyarakat yang hadir ke rumahnya itu, dan
memberi konsultasi gratis begitu saja?, Hamka memang pantas
disebut sebagai ulama pejuang, yang benar-benar berjuang untuk
membela agama Allah, tanpa meminta imbalan sedikit pun.
Hamka bukanlah “ulama bisnis” alias yang memiliki “otak
bisnis” yang mana memiliki tarif yang besar sekali tampil di
depan jemaah. Tentu saja, ulama atau da‟i macam Hamka ini
sangat langka dan jarang kita temui untuk ukuran generasi
milenial. Hamka memang sering masuk televisi dan rekaman
ceramahnya dikasetkan, tetapi tampaknya tidak semata-mata
hanya untuk orientasi bisnis yang berlebihan. Hamka tidak
menjadikan umat sebagai pangsa pasar ceramah dan
konsultasinya. Dalam konteks ini, maka Taufik Abdullah
mencatat bahwa:
“Buya seolah-olah mengingatkan kembali
bahwa “ulama tidak bisa dibeli”. Jika akal
telah tertumbuk, akhirnya harus kembali kepada
fitrah yang sesungguhnya – ulama adalah
“pewaris Nabi”. Benar atau salah dari sudut
kebijaksanaan, hal ini berarti bahwa nurani
204
Rusydi Hamka, “PRIBADI DAN MARTABAT BUYA
HAMKA”, (Jakarta, Penerbit Noura (PT Mizan Publika), Cetakan I, Januari
2017).
124
keulamaan adalah kata akhir. Mudah-mudahan
ulama tak bisa dibeli karea ia telah terjual. Ia
telah terjual kepada Allah”.205
Hamka memang dikenal Sebagai Seorang Ulama Pejuang,
dan bukan sebagai Ulama Bisnis.206
Hamka adalah seorang
ulama yang berkarakter kuat, tegas, dan teguh dalam memegang
prinsip-prinsip keislaman. Hamka telah memberikan kemudahan
kepada umat dengan membuka konsultasi gratis serta
memberikan kabar gembira dan bukan kabar yang membuat
umat lari. Hamka tidak mudah terlena dan takluk pada hal-hal
yang berkaitan dengan dunia. Karakter inilah yang membuat
Hamka disenangi dan disukai banyak orang.
Ada salah satu kejadian atau konflik yang menyedihkan
terjadi dalam kehidupan pribadi Hamka, namun justru itu yang
menandakan bahwa Hamka adalah benar-benar ulama yang kuat
dan teguh dalam memegang prinsip keislaman. Ketika pada
tahun 1964 saat rezim orde lama, Soekarno menjebloskan
Hamka ke penjara. Hamka dituduh melakukan perencanaan
pembunuhan terhadapnya. Musibah yang berat ini diterimanya
dengan tabah dan penuh tawakkal. Menurut Hamka, ini adalah
sebuah anugerah, karena selama di penjara Hamka bisa
menyelesaikan karya besarnya, Tafsir Al-Azhar. Karya tulis
yang tidak mungkin dia selesaikan dalam waktu singkat,
205
Alfian Alfian, “HAMKA DAN BAHAGIA: REAKTUALISASI
TASAUF”, (Pondok Gede, Bekasi: Tim design Penjuru Ilmu, Cetakan ke-1,
2014). 206
Alfian Alfian, “HAMKA DAN BAHAGIA: REAKTUALISASI
TASAUF”, (Pondok Gede, Bekasi: Tim design Penjuru Ilmu, Cetakan ke-1,
2014).
125
mengingat kesibukannya sehari-hari. Apakah Hamka dendam
kepada Soekarno atas perbuatan yang pernah dilakukan
terhadapnya?, ternyata tidak sedikitpun ada rasa dendam yang
diperlihatkan. Bahkan, ketika Soekarno meninggal dunia,
Hamka hadir memimpin langsung shalat jenazah Soekarno.207
Konflik yang lainnya adalah saat Hamka difitnah secara keji
oleh salah satu surat kabar yang pro-PKI yaitu bintang timur.
Ruang seni yang bertajuk Lentera adalah yang paling lantang
suaranya. Pemimpin dari lentera adalah Pramoedya Ananta Toer
Malau. Beberapa roman dan karya tulis Hamka di tuduh telah
melakukan plagiat pada karya orang lain. Hamka habis-habisan
dibabat Pram dengan bahasa yang tidak pantas.
Berikut di bawah ini contoh cover surat kabar bintang timur
yang mengatakan bahwa Hamka adalah seorang plagiat:
207
Irfan Hamka. Ayah... Kisah Buya Hamka masa muda, dewasa,
menjadi ulama, sastrawan, politisi, kepala rumah tangga, sampai ajal
menjemputnya. Jakarta. Republika Penerbit. 2016.
126
Suatu hari Pram pernah menyarankan calon menantunya
yaitu Daniel Setiawan untuk belajar agama secara langsung
dengan Hamka. Karena Daniel seorang non Muslim keturunan
Tionghoa. Lantas apa reaksi dari Hamka ketika mendengar
menantunya Pram ingin belajar agama dengannya? Apakah
Hamka marah ataupun mendendam dengan Pram? Ternyata
tidak sama sekali, itu terlihat dimana dengan ikhlasnya Hamka
mengajari agama Islam serta melemparkan senyuman kepada
Daniel tanpa sedikitpun perasaan dendam kepada Pram.
Sebuah Akhlaq dan suri tauladan yang baik diperlihatkan
oleh Hamka kepada kita semua. Hamka tidak pernah menjadi
pendendam, meskipun banyak orang yang menzaliminya.
Begitulah Hamka sampai akhir hayatnya tetap kokoh sebagai
ulama dan segala kualitas dimilikinya. Peneliti pun berharap
muncul Hamka-Hamka yang lain di Indonesia, tidak saja
127
memiliki multitalenta dan ilmunya multidimensi, namun juga
memilki akhlaqul karimah yang baik. Itulah contoh bahwa
Hamka kuat sebagai ulama dalam memegang prinsip-prinsip
keislaman melalui penderitaan dan permasalahan yang
dihadapinya.
3. Keteladanan
Selama ini Hamka telah menjadi salah satu sosok ulama
besar dan cendikiawan muslim yang pernah dimiliki oleh
Indonesia. Dan Hamka telah berhasil menjadi Uswatun
Hasanah (suri tauladan yang baik) dikarenakan tiga hal yaitu,
jelas dalam pemilihan dan metode dakwah, memanfaatkan
berbagai macam media. Serta beribadah dimulai dari diri
sendiri.
Metode dakwah yang digunakan oleh Hamka ketika
berdakwah itu beragam dan bervariasi, tidak terbatas hanya
menggunakan lisannya, namun juga menggunakan cara yang
lain seperti keteladanan dan dengan karya-karya tulisnya. Tidak
128
banyak ulama yang bisa menulis dan mengarang buku seperti
Hamka, kebanyakan ulama Indonesia menyampaikan dakwah
menggunakan lisan atau berdakwah di atas mimbar. Ada 3
macam metode dakwah yang digunakan oleh Hamka, yaitu
Dakwah bil lisan, Dakwah bil hal, dan tentunya Dakwah bil
qalam. Pada point ini akan dijelaskan satu per satu bagaimana
pendekatan atau metode yang digunakan Hamka saat
menyampaikan dakwahnya.208
a. Karyanya Abadi Melalui Lisan
Corak gerakan dakwah Buya Hamka salah satunya adalah
Dakwah bil-Lisan. Hamka memang mampu untuk bisa
mempengaruhi Mad‟u melalui bahasa pidatonya, hal ini bisa
dilihat dari kepiawaiannya dalam beretorika. Hamka tidak hanya
berdakwah melalui khotbah di atas mimbar, namun juga
berceramah melalui radio dan stasiun televisi. Tidak hanya
pandai beretorika, namun Hamka juga mampu untuk memikat
hati massa melalui syair-syairnya, tidak heran jika beliau
merupakan ulama pujangga.
Salah satu metode dakwah bil lisan Hamka adalah
melaksanakan kegiatan Pengajian rutin dan kuliah subuh di
Masjid Al-Azhar yang terletak di Kebayoran Baru. Hamka
tampaknya sudah sangat identik dengan Masjid Agung Al-
Azhar, konon untuk mudah dalam penyebutannya ketika saat
melintas ke Masjid ini, masyarakat banyak menyebutnya Masjid
Agung Al-Azhar, Masjid Al-Azhar, atau Masjidnya Hamka.
208
Toto Tasmara, “Komunikasi Dakwah”, Gaya Media Pratama,
Jakarta, 1997.
129
Memang tidak salah penyebutannya, mengingat Buya Hamka
pernah menjadi Imam Masjid Al-Azhar.209
Hamka menjadi Imam Besar Masjid Agung Al-Azhar sampai
akhir hayatnya. Hamka yang rumah tempat tinggalnya
berhadapan dengan Masjid, memang sejak awal telah tampil
mengimami shalat rawatib di sana. Secara berangsur-angsur tapi
pasti, dibangunnya jemaah masjid itu yang pada awalnya terdiri
dari seluruh penghuni rumahnya, para kuli bangunan masjid dan
beberapa keluarga yang tinggal dekat masjid. Diisinya
pengajian-pengajian rutin, bermula dari pengajian setelah subuh.
Belakangan berkembang menjadi kelompok-kelompok
pengajian yang lain. Dibangunnya pula tradisi pengajian untuk
jemaah shalat Taraweh di bulan Ramadhan yang pada masa itu
belum pernah ada model dakwah seperti itu. Pengajian-
pengajian Hamka pada intinya terfokus pada penanaman rasa
kecintaan kepada Allah SWT. Belakangan dakwah Hamka
banyak diminati berbagai kalangan masyarakat, terutama ke
masyarakat “muslim gedongan” yang pada awalnya belum
tersentuh pesan-pesan dakwah.210
Tak dapat kita pungkiri bahwa Masjid Agung Al-Azhar
menjadi pusat kegiatan dakwah Buya Hamka. Keahlian dan
kemasyhuran dakwah Buya Hamka yang berpusat di masjid ini
sampai pula gaungnya ke daerah-daerah di Indonesia, bahkan ke
209
M. Alfian Alfian, “HAMKA DAN BAHAGIA: REAKTUALISASI
TASAUF”, (Pondok Gede, Bekasi: Tim design Penjuru Ilmu, Cetakan ke-1,
2014) 210
Afif Hamka, dan kawan-kawan, “ BUYA HAMKA”, ( Jakarta,
Uhamka Press, 2008).
130
luar negeri. Adapun model dakwah Buya Hamka banyak
dicontoh dan diikuti oleh masjid-masjid yang dibangun di kota-
kota besar di Indonesia.
Metode dakwah bil-lisan Hamka kedua adalah berdakwah
melalui media elektronik, yaitu RRI dan TVRI. Selama ini
mungkin kita beranggapan bahwa Hamka adalah ulama yang
hanya menyampaikan pesan-pesan keagamaan di atas mimbar,
anggapan itu tidak benar sama sekali karena ternyata Hamka
juga pernah melanglang buana berdakwah melalui radio dan
televisi. Setiah Subuh masyarakat di seantero tanah air, sambil
menikmati kopi pagi, masyarakat duduk dan sangat asyik untuk
mendengarkan Kuliah Subuh-nya lewat siaran RRI, terjadwal
setiap Selasa subuh pemandu siaran itu membacakan surat-surat
pendengar yang bertanya tentang berbagai hal, dan Hamka
langsung menjawabnya dengan bahasa yang sejuk, tidak
konfrontasi, seperti seorang ayah yang menjawab atas
pertanyaan anak-anaknya. Senyuman khas Hamka sebagai
seorang ayah yang ramah juga selalu tampil ketika mengunjungi
pemirsa TVRI dengan acara bertajuk “Mimbar Jum‟at” lewat
layar kaca. Dengan bahasanya yang lembut ayah berjuta umat
ini menyampaikan pesan-pesan Ilahi yang menyejukkan di hati
umat lewat tutur bahasa yang santun dan mudah dicerna. Hamka
ternyata juga memiliki jadwal manggung di kalangan
masyarakat muslim Melayu di Malaysia, Singapura, dan bahkan
di Thailand. Sekurang-kurangnya, setahun ada dua kali Hamka
berkunjung ke sana untuk berceramah langsung di hadapan
ribuan massa di berbagai tempat di Negara-negara Bagian di
131
Malaysia, termasuk di Malaysia Timur, Kalimantan Utara. Saat
itu, Hamka diminta untuk mengisi beberapa rekaman siaran
televisi sebagai stok simpanan untuk beberapa kali tayangan
dalam acara “Syarahan Agama Islam” di Radio Televisi
Malaysia (RTM) yang diminati dan ditunggu-tunggu khalayak di
sana. Bagi Hamka, berkunjung ke Malaysia dan Singapura
ternyata bukan hanya urusan dakwah bagi umat, tapi juga
kesempatan untuk urusan bisnisnya dengan para penerbit buku-
bukunya, baik di Kuala Lumpur maupun di Singapura.211
b. Buya Hamka Organisatoris Handal
Dalam konteks Dakwah bil hal, Hamka banyak terlibat dalam
dunia organisasi. Hamka pernah menjadi Ketua Umum Yayasan
Pesantren Islam (YPI) Al-Azhar dari tahun 1976 sampai beliau
wafat 24 Juli 1981. Periode kepemimpinannya kemudian
dilanjutkan oleh Mr. Sjafruddin Prawiranegara sampai 1983.212
Melalui Yayasan Pesantren Islam (YPI) inilah, Masjid
bernama Agung Al-Azhar yang terletak di Kebayoran baru bisa
didirikan. Yayasan sendiri berdiri pada 7 April 1952 oleh 14
tokoh Islam dan pemuka masyarakat Jakarta, dengan nama
“Yayasan Pesantren Islam”. Salah seorang pencetus gagasan
pendirian yayasan ini adalah dr. Syamsuddin, selaku Menteri
Sosial RI ketika itu, dan didukung oleh Sjamsuridjal sebagai
Walikota Jakarta Raya. Atas bantuan dari beliau, yayasan
211
Afif Hamka, dan kawan-kawan, “ BUYA HAMKA”, ( Jakarta,
Uhamka Press, 2008). 212
M. Alfian Alfian, “HAMKA DAN BAHAGIA: REAKTUALISASI
TASAUF”, (Pondok Gede, Bekasi: Tim design Penjuru Ilmu, Cetakan ke-1,
2014)
132
memperoleh sebidang tanah di Kebayoran. Di atas tanah itulah
pada 1953 mulai dilakukan pembangunan sebuah masjid besar
dan rampung pada 1958, yang dinamakan Masjid Agung
Kebayoran.213
Hamka ternyata telah membuat pusat kajian Islam
yang terkemuka saat itu.
Pada 1961, Mahmoud Syaltout, Syekh Al-Azhar Kairo
sebagai tamu negara menyempatkan diri singgah di Masjid
Agung Kebayoran. Kedatangan beliau disambut sahabatnya,
yaitu Buya Hamka sebagai Imam Masjid Agung Kebayoran,
yang dua tahun sebelumnya dianugerahi gelar Doctor Honoris
Causa (Ustadziyah Fakhriyah) dari Universitas Al-Azhar,
Kairo. Dalam kesempatan itu Syekh Prof. Dr. Mahmoud
Syaltout memberikan nama Al- Azhar untuk masjid tersebut,
sehingga menjadi Masjid Agung Al-Azhar.214
Hamka telah
menjadi organisatoris yang sangat handal dalam berbagai
organisasi, terutama yayasan pesantren Islam.
c. Tipologi Karya-Karya Tulis Buya Hamka
Namun demikian, dakwah Hamka tidak hanya tertumpu pada
metode dakwah bil lisan, maupun dakwah bil hal, tapi beliau
juga mampu berdakwah dengan tulisan, atau dikenal dengan
istilah dakwah bil qalam. Hal tersebut dibuktikan dengan
berbagai karya ilmiah maupun fiksi yang mempunyai corak dan
substansi nilai-nilai Islam yang dominan. Terdapat lebih dari
213
M. Alfian Alfian, “HAMKA DAN BAHAGIA: REAKTUALISASI
TASAUF”, (Pondok Gede, Bekasi: Tim design Penjuru Ilmu, Cetakan ke-1,
2014) 214
M. Alfian Alfian, “HAMKA DAN BAHAGIA: REAKTUALISASI
TASAUF”, (Pondok Gede, Bekasi: Tim design Penjuru Ilmu, Cetakan ke-1,
2014)
133
118 karya tulis Hamka. Salah satu karyanya dalam bidang ke-
Islaman adalah terbitnya Tafsir al-Azhar.
Terkait Tafsir al-Azhar, 1962, Hamka mulai memberikan
pelajaran tafsir di Masjid Agung al-Azhar. Pada waktu itu beliau
mendirikan sekaligus menjadi pemimpin redaksi majalah “Gema
Islam”. Melalui majalah itu, beliau mampu menyebarkan konsep
dan penafsiran al-Qur‟an kepada khalayak luas. Rangkaian
pelajaran tafsir ba‟da Subuh yang dimuat dalam “Gema Islam”
itu oleh Hamka diberi judul Tafsir al-Azhar. Nama Tafsir al-
Azhar berasal dari tempat dimana Hamka menafsirkan Al-
Qur‟an secara rutin, yakni Masjid Agung Al-Azhar (Kebayoran
Baru). Sebagaimana Hamka dalam tulisannya menyebutkan:
“Atas usul dari tata usaha majalah di waktu
itu, yaitu saudara Haji Yusuf Ahmah, segala
pelajaran „Tafsir‟ waktu Subuh itu dimuatlah di
dalam majalah Gema Islam tersebut. Langsung
saya berikan nama baginya Tafsir al-Azhar,
sebab „Tafsir‟ ini timbul di dalam Masjid Agung
al-Azhar, yang nama itu diberikan oleh Syeikh
Jami‟ al-Azhar sendiri. Merangkaplah dia
sebagai alamat terimakasih saya atas
penghargaan yang diberikan oleh al-Azhar
kepada diri saya.”215
Terkait dengan metode penulisan, Hamka mengakui
mencontoh gaya Tafsir al-Mannar. Sebagaimana diketahui,
bahwa Tafsir al-Mannar disusun oleh Muhammad Abduh dan
Rasyid Ridha. Adapun kesamaan antara Tafsir al-Mannar dan
Tafsir al-Azhar dalam proses kelahirannya. Pertama, keduanya
215
Hamka, Tafsir al-Azhar Juzu I-II, (Jakarta: Pustaka Panjimas,
1982)
134
lahir dari ceramah-ceramah dihadapan jama‟ah yang kemudian
disusun dalam bentuk tulisan. Oleh karenanya, tafsir itu terkesan
komunikatif dan dekat dengan suasana dan problematika yang
sedang dihadapi masyarakat. Al-Farmawi menyebut tentang
gaya penafsiran Hamka adalah tafsir al-adab al-ijtima‟i.216
Sedangkan, terkait sumber penafsiran, Hamka menggunakan
metode al-Tafsir bi al-Ma‟tsur.217
Meskipun latar dan settingnya
berbeda, namun tidak menghilangkan esensi dan pemaknaan
dari tafsir tersebut.
Menariknya, tafsir ini diselesaikan oleh Hamka saat beliau
mendekap di penjara. 27 Januari 1964, siang itu usai
memberikan tausyiah di Masjid Agung Al-Azhar, Buya
„dijemput‟ oleh empat orang berpakaian preman beserta Surat
Perintah Penahanan Sementara. Hamka diduga melakukan
kejahatan sesuai dengan Penetapan Presiden (PenPres) Nomor
11 Tahun 1963. Berangkat dari hal itu, secara keseluruhan,
Hamka ditahan selama dua tahun empat bulan. Adapun tempat-
tempat dimana Hamka ditahan, antara lain; Cimacan (Puncak,
Bogor), Sukabumi, Megamendung. Adapun dugaan-dugaan
yang menyebabkan Hamka dipenjara adalah; Pertama,
melakukan rapat-rapat gelap untuk menentang Presiden
Soekarno dan Pemerintah Republik Indonesia yang sah. Kedua,
216
Tafsir al-adab al-ijtima‟i merupakan pendekatan dalam
menafsirkan al-Qur‟an melalui pendekatan sejarah, antropologi, dan sosiologi
guna memperkaya penafsiran. 217
Al-Tafsir bi al-Ma‟tsur merupakan metode dalam menafsirkan al-
Qur‟an dengan menafsirkan ayat dengan ayat yang lain, juga ayat dengan
hadits.
135
diduga mengadakan rapat gelap di Tangerang pada 11 Oktober
1963 untuk merencanakan pembunuhan terhadap Menteri
Agama waktu itu H. Saifuddin Zuhri dan melakukan kudeta. Hal
ini, Hamka menegaskan bahwa:
“Melihat tanggal mulai Pen.Pes itu
diundangan, beratlah persangkaan saya bahwa
Pen.Pes ini yang terutama ditujukan ialah
kepada diri saya sendiri. Sebab saya dituduh
mengadakan rapat gelap di Tangerang pada 14
Oktober 1963, sedang Pen.Pes itu diundang-
undangkan pada tanggal 14 Oktober 1963.”218
Pesan-pesan dakwah Hamka melalui tulisan tidak terbatas
hanya pada judul Tafsir Al-Azhar. Melainkan masih banyak lagi
karangan Hamka dalam bidang agama. Karena memang Hamka
tidak hanya seorang ulama yang mengikut arus pasar, karena
banyak ulama menyampaikan dakwah secara lisannya. Hamka
mencoba menggabungkan keduanya. Hamka adalah seorang
ulama plus, karena produktivitasnya dalam menulis buku. Maka
Dawam Rahardjo pernah mengatakan “Hamka memang
membangun reputasinya sebagai pengarang yang menulis
berbagai soal umum, sebagai editor berbagai majalah, seorang
penulis cerita pendek dan novelis yang romantis di masa-masa
sebelum perang.219
Adapun beberapa karya Hamka dalam
bidang agama diantaranya yaitu Tasawuf Modern (1939).
Falsafah Hidup (1939), Lembaga Hidup (1940), Lembaga Budi
218
Hamka, Tafsir al-Azhar Juzu I-II, (Jakarta: Pustaka Panjimas,
1982) 219
M. Alfian Alfian, “HAMKA DAN BAHAGIA: REAKTUALISASI
TASAUF”, (Pondok Gede, Bekasi: Tim design Penjuru Ilmu, Cetakan ke-1,
2014)
136
(1940), Sejarah Umat Islam Jilid 1-4 (ditulis dari tahun 1938-
1955), Perkembangan Tasawuf dari abad ke abad (1952), serta
masih banyak lagi karangan-karangan Hamka dalam bidang
agama.
Selama ini banyak masyarakat yang beranggapan Hamka
dikenal hanya sebatas dalam negeri saja. Namun anggapan ini
sedikit keliru, pasalnya aspek ethos (kredibilitas atau
kemampuan) dan keilmuan yang dimiliki Hamka itu kuat serta
luas. Maka peneliti berpendapat Hamka adalah seorang ulama
dan da‟I yang berkaliber Internasional serta ekspansi dakwahnya
hampir ke seluruh penjuru negeri.220
Adapun di bawah ini adalah beberapa Negara-Negara yang
pernah dikunjungi oleh Hamka dalam rangka memperluas
jangkauan dakwahnya, sebagai berikut:
a. Atlas Perjalanan Buya Hamka Tingkat Asia Tenggara
Atlas perjalanan Buya Hamka. Pertama kali ke Malaysia,
Singapura, dan Brunei Darussalam. Antara buku-buku yang
dibawa dari Indonesia ialah Tafsir al Azhar karangan Hamka
dan beberapa karya beliau seperti, Sejarah Umat Islam,
Falsafah Hidup dan Tasawuf Moden. Haji Abdul Malik
Karim Amrullah dipanggil sebagai Buya Hamka amat
dikenali sebagai ulama, pendakwah dan sastrawan unggul di
Malaysia. Keakrabannya dengan Malaysia digambarkan
daripada pengakuan beliau:
220 Rumaizuddin Ghazali, “Hamka Namamu Tetap Abadi”, Minda
Madani Online, 12 Jun 2012.
137
“Sambutan ke atas diri saya, manusia yang
dha‟if ini, dari rakyat di kedua negara itu, sama
mengharukan saya, kerana cinta saya kepada
rakyat di kedua negara itu pun sama, tidak
berlebih tidak berkurang dan tidak berat
sebelah. Cinta saya menghadapi rakyat di
Ujung Pandang sama dengan cinta menghadapi
rakyat di Kota Kinabalu. Mahasiswa
mengerumuni saya di Universiti Kebangsaan
meminta tandatangan sama dengan kerumunan
mereka di Universiti Gadjah Mada. Membaca
khutbah Jumaat di Masjid Negara di Kuala
Lumpur sama membaca khutbah di Masjid al-
Azhar Jakarta. Berziarah di Slembah Indah Sri
Menanti sama dengan pulang ke Batu Sangkar.
Dan semua, saya hadapi dengan bahasa yang
satu.”221
Hamka yang juga merupakan mantan Presiden Majelis
Ulama Indonesia (MUI) dan Penasihat Muhammadiyah
Indonesia amat dekat dengan masyarakat Melayu Islam
kerana sentuhan tintanya yang menyentuh jiwa tentang tujuan
hidup sebagai Muslim, kepentingan akhlak mulia, perjuangan
bahasa Melayu-Jawi dan kepentingan iman dan budi. Hamka
juga menyakini bahwa Islamlah yang mempengaruhi
kebangkitan Islam di Indonesia dan Alam Melayu umumnya.
Islam menjadi teras kekuatan Melayu dan alat yang
menyatukan bangsa. Sepanjang hayatnya, Hamka telah
meninggalkan khazanah ilmu yang begitu besar
sumbangannya kepada umat Islam daripada sejumlah 118
buah buku. Tafsir karangan Hamka ini masih dijadikan bahan
221 Rumaizuddin Ghazali, “Hamka Namamu Tetap Abadi”, Minda
Madani Online, 12 Jun 2012.
138
usrah oleh sebagian organisasi dakwah dan gerakan Islam di
Malaysia seperti, Partai Islam Se-Malaysia dan Jemaah Islah
Malaysia yang kini dikenali sebagai IKRAM Malaysia.222
b. Atlas Perjalanan Buya Hamka ke Timur Tengah
Hamka ke Tmur Tengah meliputi dari beberapa Negara
yaitu Arab Saudi, Syria, Iraq, Iran, Mesir, Suriah, dan
Lebanon.
Pada tahun 1950, Hamka menunaikan ibadah Haji untuk
kedua kalinya, sebagai Anggota Majelis Perjalanan Haji
Indonesia. Selesai melaksanakan Haji, Hamka melawat ke
beberapa negara Arab yang disponsori oleh Penerbit Gapura,
saat itu Hamka menulis beberapa karyanya seperti, Mandi
Cahaya di Tanah Suci, Di Lembah Sungai Nil, Di Tepi
Sungai Dajlah.223
Itulah pengalaman pertama Hamka
melawat ke luar negeri.
Pada 1958, Hamka diundang oleh Universitas Punjab di
Lahore, Pakistan, untuk menghadiri sebuah seminar Islam.
Usai mengikuti seminar, beliau langsung ke Mesir atas
undangan Mu‟tamar Islamy, oleh Sayid Anwar Sadat sebagai
Sekretaris Jenderal. Mu‟tamar Islamy dan As-Syubbanul
Muslimun serta al-Azhar University lantas bersepakat
mengundang Hamka pada sebuah muhadharah di Gedung as-
222 Mashitah Sulaiman Mohammad Redzuan Othman. ISLAMISASI
DAN KAITANNYA DENGAN HUBUNGAN SERANTAU MALAYSIA –
Indonesia Jurnal Sejarah Vol. 22 No. 1 June 2014 203. Hal. 215 223
Rusydi Hamka, “PRIBADI DAN MARTABAT BUYA
HAMKA”, (Jakarta, Penerbit Noura (PT Mizan Publika), Cetakan I, Januari
2017).
139
Syubbanul Muslimun. Buya menghadiri undangan tersebut
dengan menyiapkan makalah berjudul, “Pengaruh Faham
Muhammad Abduh di Indonesia dan Malaya”. Implikasinya,
beliau mendapat gelar Doktor Honoris Causa.224
c. Atlas Perjalanan Buya Hamka di Dunia Barat
Pada 1952, Hamka mendapat undangan dari State
Department atau Departemen Luar Negeri Amerika untuk
mengunjungi paman sam, sebutan untuk nama Amerika
selama empat bulan. Perjalanan dimulai melalui Eropa dan
kembali lagi ke Australia. Inilah perjalanan pertama kali
Hamka ke dunia Barat. Dan, tidak lupa pula kebiasaan
Hamka saat mengunjungi tempat yang baru, Hamka menulis
hasil perjalanannya itu dalam sebuah buku berjudul: 4 Bulan
di Amerika.225
Hamka berhasil menjadi Da‟I yang berkaliber Internasional
meliputi Malaysia, Arab Saudi, Syria, Iraq, Iran, Lebanon,
bahkan ke dunia barat.
Jadi, dalam posisi atau predikat apa Hamka dikenang dan
diteladani? Sebagai Politisi? Sastrawan? Atau sebagai seorang
Ulama? Saat-saat akhir perjalanan hidupnya, agaknya Hamka
dikenang, dikenal, diteladani sebagai tokoh ulama. Bukan hanya
sekedar tokoh ulama biasa, namun seorang ulama plus-plus,
ulama multitalenta, multisebutan, dan multidimensi ilmunya.
224 Shobahussurur dkk. Mengenang 100 Tahun Haji Abdul Malik
Karim Amrullah. Jakarta, YPI al-Azhar, 2008. 225
Rusydi Hamka, “PRIBADI DAN MARTABAT BUYA
HAMKA”, (Jakarta, Penerbit Noura (PT Mizan Publika), Cetakan I, Januari
2017).
140
Keulamaannya tidak hanya dikukuhkan saat menjadi Ketua
Majelis Ulama Indonesia saja, namun saat Hamka menjadi
Imam Besar dan mengisi materi-materi Pengajian yang
dilaksanakan di Masjid Agung Al-Azhar.
Hamka memang dikenal sebagai pendakwah melalui
tulisannya, salah satu karya terbesarnya adalah Tafsir Al-Azhar.
Tidak banyak ulama yang bisa berkarya dan menulis buku
keagamaan sebanyak Hamka, Hamka mempunyai misi pribadi
dalam hidupnya yaitu “Kesanggupan lisan dan kesanggupan
tulisan untuk menyadarkan kaum muslimin di Indonesia
terhadap Islam”.226
Citra Hamka sebagai pendakwah melalui tulisan agak sedikit
kabur, karena kebanyakan ulama saat itu adalah ulama yang
tidak banyak mengarang buku, melainkan hanya mengajar di
pesantren, madrasah, bertabligh secara lisan, tanpa adanya
tulisan. Coba kita hitung, ada berapa banyak ulama yang seperti
Hamka, berdakwah melalui lisan dan tulisan? tentunya sedikit,
dari yang sedikit itulah Hamka muncul ke permukaan.
Masyarakat banyak menyebut Hamka sebagai seorang
cendikiawan Muslim yang hoby menulis tentang keagamaan.
Hamka jelas dalam pemilihan metode dakwahnya. Tidak
hanya berdakwah melalui lisan, namun juga melalui tulisan,
memanfaatkan berbagai macam media, serta melalui
keteladanannya Hamka benar-benar melaksanakan amal saleh,
226
James R.Rush, “HAMKA‟S GREAT STORY A Master Writer‟s
Vision of Islam for Modern Indonesia”, (Jakarta, PT Gramedia Pustaka
Utama, 2017).
141
tidak hanya disampaikan secara lisan, namun juga dilaksanakan
mulai dari diri sendiri ( Ibda‟ Binafsik).
Hamka memang pantas menjadi teladan bagi kita semua.
Pertama, karena Hamka tidak hanya menjadi ayah teladan secara
biologis bagi anak-anak kandungnya, namun juga menjadi ayah
secara spiritualitas bagi jutaan umat muslim.227
Kedua, Sikap
saling menghargai yang ditonjolkan olehnya walaupun berbeda-
beda organisasi, berlainan mazhab dan juga pemikiran. Ketiga,
cara dan sikap Hamka untuk menjaga kerukunan umat
beragama.
Hamka sangat mengedepankan toleransi antar umat
beragama. Kedekatan dan toleransi Hamka pada kaum Nahdiyin
juga menjadi kenangan budayawan Betawi, Alwi Shahab.
Shahab menuturkan pada tahun 1970-an Gerakan Pemuda
Anshor menggelar peringatan milad. Waktu itu Hamka hadir
dan duduk bersebelahan dengan Tokoh NU yaitu KH Idham
Chalid. Hamka tidak segan dan canggung sama sekali, saat itu
Hamka berdiri dan membacakan asrakal pada Maulud Diba.
Sikap toleransi yang lainnya juga ditunjukkan oleh Hamka
adalah ketika suatu hari KH Abdullah Syafi‟I Jum‟atan di
Masjid Al-Azhar. Waktu itu sudah terjadwal Hamka yang
menjadi Khatib hari itu. Melihat kedatangan KH Abdullah
Syafi‟i, Hamka langsung tergerak memaksa Si Macan Betawi
untuk naik mimbar menggantikan dirinya. Hamka juga meminta
227
Irfan Hamka. Ayah... Kisah Buya Hamka masa muda, dewasa,
menjadi ulama, sastrawan, politisi, kepala rumah tangga, sampai ajal
menjemputnya. Jakarta. Republika Penerbit. 2016. Hlm. 320
142
adzan dikumandangkan dua kali sebagaimana tradisi Nahdiyin
yang di anut KH Abdullah Syafi‟i.
Jika saat Hamka mengimami shalat subuh Hamka juga
bertanya kepada jamaa‟ah apakah akan menggunakan qunut atau
tidak, dan ketika jamaah menjawab pakai qunut, maka tokoh
Muhammadiyah ini mengimami shalat subuh menggunakan
qunut.
Itulah beberapa sikap dan keteladanan yang ditunjukkan oleh
Hamka kepada umat. Salah satunya yang membuat dia berbeda
dengan ulama sekarang adalah sikap tasamuh (toleransi) yang
memang sangat diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat.
Sehingga tidak ada perdebatan yang muncul hanya karena
perbedaan madzhab atau pendapat.
Ridwan Saidi pernah berkomentar tentang kelebihan Hamka
dalam menyampaikan dakwahnya, bahwa:
“Dakwah Hamka segar, tanpa menjurus ke
arah tabligh “badut-badutan” yang semakin
menggejala, sehingga syiar Islam disamakan
begitu saja dengan bercandaan. Dakwah
Hamka itu membangkitkan ghirah yang oleh
Hamka diterjemahkan sebagai kecemburuan
beragama.
Pengetahuan Hamka sangat dalam tentang
Sejarah Islam, menjadi ilustrasi yang hidup
sehingga khalayak menjadikannya i‟tibar.
Semua itu dibawakan dengan keahlian retorika
yang tinggi. Volume suaranya yang penuh,
intonasi yang ritmis, vibrasi dan warna suara
143
yang khas, gerakan tangan yang efisien, serta
air muka dan sorotan mata yang membapak.”228
B. Analisa Penerapan Unsur-Unsur Dakwah Buya Hamka
1. Pendakwah Yang Multitalenta Dan Multisebutan
Buya Hamka telah berhasil menjadi seorang komunikator
dakwah/da‟i. Hamka dikenal tidak hanya bisa memberikan
pesan-pesan keislaman sesuai dengan Al-Qur‟an dan hadits,
namun juga memiliki banyak talenta/bakat dalam berbagai
bidang serta sebutan yang disematkan kepadanya.
Hamka dikenal memang ahli dalam berbagai bidang,
terutama dalam bidang dakwah, menjadi seorang ulama dan
imam besar di Masjid Agung Al-Azhar yang terletak di
Kebayoran Baru. Tidak hanya dalam bidang dakwah, banyak
bidang yang ditekuni oleh Hamka, diantaranya adalah bidang
politik, sejarah, budaya, sastra, tafsir bahkan bidang
jurnalistik. Sehingga peneliti menyebut Hamka sebagai ulama
yang multitalenta. Sukar sekali menemukan ulama yang
memiliki banyak talenta seperti Hamka, walaupun banyak
bidang ia kuasai namun tetap saja masyarakat mengenalnya
sebagai seorang pendakwah dan ulama besar.229
228
M. Alfian Alfian, “HAMKA DAN BAHAGIA: REAKTUALISASI
TASAUF”, (Pondok Gede, Bekasi: Tim design Penjuru Ilmu, Cetakan ke-1,
2014). 229
Irfan Hamka. Ayah... Kisah Buya Hamka masa muda, dewasa,
menjadi ulama, sastrawan, politisi, kepala rumah tangga, sampai ajal
menjemputnya. Jakarta. Republika Penerbit. 2016.
144
Berikut di bawah ini beberapa sebutan yang disematkan
oleh Hamka:
a. Penulis Yang Produktif.
Semasa hidupnya Hamka telah banyak menghasilkan
karya-karya tulis. Ada sekitar 118 karya tulisnya. Baik yang
bersifat fiksi ataupun ilmiah. Beberapa tulisan dan karangan
Hamka diantaranya adalah dalam bidang Auto Biografi,
berjudul “Kenang-kenangan Hidup”, Jilid I, II, III, IV.
Jakarta: Bulan Bintang 1979”.230
Dalam bidang Biografi,
“Ayahku: Riwayat Hidup Dr. H. Amrullah dan Perjuangan
Kaum Agama di Sumatera”, Jakarta, Ummida 1982.231
Kemudian dalam bidang Sejarah Islam, yaitu “Arkanul
Islam, di Makasar”, 1932, “Ringkasan Tarekh Ummat
Islam”, Medan, Pustaka Nasional,1929, “Sejarah Islam di
Sumatera”, Medan, Pustaka Nasional 1950, “Sejarah Ummat
Islam”, Jilid 1,2, 3 dan 4, Jakarta, Bulan Bintang, 1975,
“Dari Perbendaharaan Lama”, Medan, Madju,1963,
“Pembela Islam (Tarikh Saidina Abu Bakar Shiddiq) “,
Medan, Pustaka Nasional, 1929.232
Dalam bidang Tafsir Al-
Qur’an, yaitu Tafsir Al-Azhar. Serta masih banyak lagi
seperti filsafat, adat, kemasyarakatan, negara, dan kisah
perjalanan.
230
Samsul Nizar, Hamka Tokoh Pembaharu di Indonesia, Depag
1999. 231
Samsul Nizar, Hamka Tokoh Pembaharu di Indonesia, Depag
1999 232
Yunus Amir Hamzah, “Hamka Sebagai Pengarang Roman”,
(Jakarta, CV.Puspita Sari Indah,1993).
145
b. Sastrawan
Karier Buya Hamka dalam sastra berawal dari
kegemarannya membaca buku cerita dan hikayat dari
perpustakaan yang ada di kampungnya, berjam-jam Hamka
tahan di dalamnya. Pulang dari sekolah Diniyah jam sepuluh
pagi ia langsung berangkat ke perpustakaan dan pulang ke
rumah jam satu siang. Dari satu buku ke buku lain ia
tamatkan, kadang-kadang ia meminjam buku yang menarik
baginya untuk dibaca di rumah.
Begitulah kebiasaan Buya Hamka kecil sebelum
memulai petualangannya dalam bidang sastra ini. Kesukaan
membaca dari sejak dini, membuat berbagai imajinasinya
bertambah luas. Selain itu, adat juga ikut berperan
membentuk jiwa sastra menjadi tumbuh subur, kebiasaan
mendengarkan pantun, sajak/syair-syair, pidato adat ikut
berperan besar dalam melancarkan mata penanya, sehingga
dengan mudah saja ia merangkai kata-kata indah.
Nama besar seperti Hamka secara kultural tidak mungkin
dipisahkan dari lingkungan Ranah Minang yang indah
dengan lirik gurindam, pantun, pepatah petitih, dan syair.
Ranah ini juga dikenal sebagai sebutan Alam Minangkabau.
Dalam sebuah pidato kebudayaan di Padang pada 2007,
Ahmad Syafii Maarif memberikan julukan lain untuk ranah
ini sebagai “Pabrik Kearifan kata yang kaya”. Sebelum
Indonesia merdeka, dari Alam Minangkabau ini telah
banyak bermunculan pengarang, cendikiawan, pemikir,
sastrawan, ulama, dan yang lainnya. Namun nama Hamka
146
adalah salah satu yang paling populer di antara mereka dan
yang paling banyak menghasilkan karya-karya tulisnya.
Tidak jarang, dari berbagai pengalaman yang ia dapatkan
dalam kehidupan sehari-hari memunculkan ide untuk
dijadikan sebagai isi cerita novel. Contoh ringan adalah
novel pertamanya Si Sabariah yang sebenarnya adalah kisah
nyata yang ia lihat pada umur sembilan tahun di
kampungnya sendiri.233
Kemudian nama dan alur sedikit
disamarkan serta sedikit dibumbu-bumbui dari berbagai
buku yang telah dibacanya. Istilah yang sering dipakai
Hamka dalam hal seperti ini dengan kalimat
“…diperpautkan dengan pikiran kita, hingga layaklah itu
disebut sebagai karangan sendiri, bukan plagiasi.234
Orang menyebutnya sebagai seorang sastrawan karena
karya sastranya yang terkenal diantaranya Tenggelamnya
Kapal Van Der Wijck, Di Bawah Lindungan Ka‟bah,
Merantau ke Deli, dan belasan cerpen yang terkumpul dalam
di Di Dalam Lembah Kehidupan dan lain-lain. Tulisan
Hamka banyak terinspirasi dari pengarang yang berasal dari
luar negeri. Di dalam buku berjudul “Hamka sebagai
pengarang roman” karya dari Yunus Amir Hamzah,
disebutkan beberapa pengarang yang mempengaruhi Hamka,
seperti Manfaluthi, Abduh, Mustafa, Sadik Rafi‟i, Zaki
Mubarak, Husain Haikal Pasya, Pierre Lotti, hingga Sokrates
233
Si Sabariah adalah perempuan muda anak Sariaman. Suaminya
bernama Pulai yang merantau ke negeri orang. Sudah berbulan-bulan
merantau ternyata hasilnya hanya lepas untuk makan saja. 234
Hamka, “Tasawuf Modern”, ( Jakarta, Republika Penerbit,2015).
147
dan plato.235
Gondokan pengaruh itulah yang membentuk diri
Hamka lincah dan produktif dalam karya sastranya.
Berikut di bawah ini beberapa karangan-karangan dan
tulisannya Hamka yang berbentuk fiksi sehingga disebut
sebagai seorang sastrawan:
235
Yunus Amir Hamzah, “Hamka Sebagai Pengarang Roman”,
(Jakarta, CV.Puspita Sari Indah,1993), hlm. 4
148
149
c. Ketua MUI Dan Ulama Besar
Tahun berikutnya, 1975, Musyawarah Alim Ulama
seluruh Indonesia dilangsungkan. Hamka pun dilantik dan
menjabat sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia
(MUI), pada tanggal 26 Juli 1975 bertepatan dengan 17 Rajab
1395. Jabatan ini dipegangnya sampai tahun 1981, yaitu
sampai mendekati akhir hidupnya. Hamka meninggal pada
tanggal 24 Juli 1981, dan masih dalam kedudukannya sebagai
penasehat Pimpinan pusat Muhammadiyah.236
Ketika menjabat sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia
(MUI). Hamka sangat tegas terhadap bahaya Kristenisasi
kembali ia sampaikan di hadapan penguasa Orde Baru.
236
H. Rusydi, “Pribadi dan Martabat Buya Prof.Dr.Hamka”,
(Jakarta,: Pustaka Panjimas, 1983), Hlm. 7
150
Dalam rapat dengan Presiden Soeharto pada 1975, Buya
Hamka menerangkan di hadapan Presiden tentang fakta-fakta
Kristenisasi yang bergeliat setiap hari di masyarakat, dengan
berbagai bujukan dan iming-iming materi yang menggiurkan.
Hamka juga menyampaikan keprihatinannya tentang
berdirinya Rumah Sakit Baptis di Bukittinggi, sebagai upaya
terang-terangan dalam mengkristenkan masyarakat minang
lewat cara pengobatan. Kepada Presiden Soeharto, Hamka
mengusulkan agar rumah sakit itu dibeli dan diambil alih
pemerintah agar bisa dikelola dengan semestinya. Soeharto
setuju dengan usulan tersebut, bahkan dengan terang-
terangan menyatakan tidak sukanya pada Kristenisasi
tersebut. 237
Sikap tegas Buya Hamka yang melegenda adalah ketika
ia mengeluarkan fatwa haram perayaan natal bersama. Pada
saat itu di lingkungan birokrat yang sudah dikuasai jejaring
Kristen memang digagas acara “Natal Bersama”. Buya
sebagai Ketua MUI merasa perlu memberikan fatwa agar
umat Islam tidak terjebak menggadaikan akidah hanya
semata-mata takut dibilang tidak toleran. Saat berkhutbah di
Masjid Al-Azhar, Buya Hamka mengingatkan kaum
Muslimin, bahwa kafir hukumnya jika mereka mengikuti
perayaan natal bersama. “Natal adalah kepercayaan orang
Kristen yang memperingati hari lahir anak Tuhan. Itu adalah
237
https://myrepro.wordpress.com/2016/06/22/buya-hamka-dan-
sikap-tegasnya-terhadap-kristenisasi/. Diakses tanggal 3-8-2018
151
akidah mereka. Kalau ada orang Islam yang turut
menghadirinya, berarti dia melakukan perbuatan yang
tergolong musyrik,” terang Hamka. “Ingat dan katakan pada
kawan yang tak hadir di sini, itulah akidah kita!” tegasnya di
hadapan massa kaum Muslimin.
Keteguhannya dalam memegang fatwa haramnya natal
bersama inilah yang kemudian membuatnya mengundurkan
diri dari Ketua Majelis Ulama Indonesia. Tak berapa lama
setelah fatwa itu dikeluarkan, pada 24 Juli 1981, Buya
Hamka wafat menghadap Allah Subhanahu wa Ta‟ala.
Allahyarham Mohammad Natsir, teman karib seperjuangan
yang menyaksikan detik-detik wafatnya Buya Hamka
kemudian memanjatkan doa tulus bagi seorang pejuang dan
pengawal akidah umat.
d. Budayawan
Hamka dikenal pula sebagai budayawan yang cukup aktif
dalam berkegiatan, bukan hanya lewat artikel-artikelnya di
banyak media saat menyorot masalah kebudayaan, tapi juga
terutama ketika Hamka tampil memukau di hadapan publik di
forum-forum resmi maupun seminar yang membahas
masalah-masalah mendalam yang menyangkut kebudayaan.
Ketika menjadi Pegawai Tinggi Kementerian Agama di tahun
50-an, Hamka sering memimpin delegasi RI ke Manca
Negara selaku ulama yang konsern di bidang kebudayaan.238
238
Afif Hamka, dan kawan-kawan, “ BUYA HAMKA”, ( Jakarta,
Uhamka Press, 2008).
152
e. Sejarawan Publik
Hamka pun juga diakui sebagai sejarawan publik,
menurut H.M Yunan Nasution (sahabat Hamka selama
puluhan tahun), “Beliau sangat „luar kepala‟ sejarah lama-
lama, hubungan riwayat dari satu kurun ke kurun yang lain,
riwayat hidup ulama-ulama dan pejuang-pejuang Islam
dahulu kala; ingat tali-temalinya dan sambungannya, bahkan
kadang-kadang sampai tanggal dan bagaimana detail
terjadinya sesuatu peristiwa.” Dengan ingatan kuat dan tajam
ini, maka Hamka menjadi seorang yang ahli debat ulung.
Suaranya serak-serak parau telah menambah bobot tersendiri
bagi penampilannya. Jadi, tidaklah berlebihan kalau misalnya
ada salah seorang sejarawan berasal dari Amerika Serikat,
yaitu James R.Rush, yang menulis dan mengukuhkan
karyanya dengan judul “Hamka Great Story”239
yang terbit
pada 2017. Buku karya Hamka yang cukup tebal, yaitu
Sejarah Umat Islam, Ayahku, Jamaluddin Al Afgani dan
Antara Fakta dan Khayal Tuanku Rao, memberi alasan yang
kuat pada kita untuk menyebut Hamka menjadi seorang
peminat dan analisis sejarah yang serius.
239
James R.Rush, “HAMKA‟S GREAT STORY A Master Writer‟s
Vision of Islam for Modern Indonesia”, (Jakarta, PT Gramedia Pustaka
Utama, 2017)
153
f. Mufassir
Hamka memang sangat pantas disebut alimun abqariy,
ulama jenius yang pernah dimiliki dan menjadi kebanggaan
masyarakat Indonesia di masanya.240
Hamka tidak hanya
pernah mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari 2
kampus terkenal yaitu dari Kebangsaan University, Kuala
Lumpur Malaysia dan dari Al-Azhar University, Cairo Mesir.
Hamka juga bisa disebut sebagai seorang mufassir yang
menulis karya masterpiece dan monumental, yaitu Tafsir Al
Azhar 30 Juz.
Begitulah Hamka telah sukses menjadi seorang da‟i yang
multitalenta dan multisebutan. Tidak hanya ahli dalam satu
bidang, melainkan ada bidang-bidang yang lain dikuasainya.
Hamka pun tidak disebut hanya sebatas sebagai seorang
ulama, namun juga disebut sebagai penulis yang produktif,
sastrawan, budayawan, sejarawan publik, serta mufassir.
g. Pimpinan Redaksi Majalah-Majalah Islam
Ketika Hamka pergi mengajar ke Makassar
diterbitkannya majalah Al-Mahdi (1932). Pengenalan Hamka
terhadap masyarakat Makassar/Bugis memberikan bahan
cerita yang kemudian dijalinnya dengan indah dalam
romannya yang kedua berjudul Tenggelamnya Kapal Van der
Wijck. Tahun itu dia juga pergi ke Medan. Pengalamannya
selama di Medan ini nanti melahirkan novelnya yang
berjudul Merantau ke Deli. Di Medan bersama dengan
240
Afif Hamka, dan kawan-kawan, “ BUYA HAMKA”, ( Jakarta,
Uhamka Press, 2008).
154
kawan-kawannya Hamka menerbitkan majalah mingguan
Islam yang mencapai puncak kemasyhuran sebelum perang,
yaitu Pedoman Masyarakat. Majalah itu dipimpinnya setelah
setahun diterbitkan, mulai tahun 1936 sampai tahun 1943,
yaitu sampai tentara Jepang masuk. Di jaman itulah banyak
karangan melalui majalah tersebut, meliputi: lapangan
agama, filsafat, tasawuf, dan cerita pendek, novel dan
roman.241
Setelah pecah revolusi beliau pindah ke Sumatera Barat:
dikeluarkannya buku-buku yang menggemparkan seperti
Revolusi Pikiran, Revolusi Agama dan lain-lain. Pada tahun
1950 beliau pindah ke Jakarta. Disini banyak pula ia menulis.
Selama 25 tahun telah ditulisnya tidak kurang dari 60 buah
buku.242
Tahun 1959, beliau memimpin majalah tengah bulanan
Panji Masyarakat, majalah pengetahuan dan kebudayaan
Islam, sampai majalah tersebut diberhentikan penerbitannya
oleh penguasa perang Jakarta Raya 1960, karena memuat
tulisan Dr. Moh. Hatta yaitu “Demokrasi Kita”
Tahun 1962, Hamka turut mendirikan majalah Gema
Islam, majalah pengetahuan dan kebudayaan Islam. Akan
tetapi ini juga tidak lama hanya sampai tahun 1964. Pada
tahun 1967, setelah tegaknya orde baru dalam kepemimpinan
241
Yunus Amir Hamzah, “Hamka Sebagai Pengarang Roman”,
(Jakarta, CV.Puspita Sari Indah,1993), 242
Yunus Amir Hamzah, “Hamka Sebagai Pengarang Roman”,
(Jakarta, CV.Puspita Sari Indah,1993),
155
Soeharto, majalah “Panji Masyarakat” kembali diterbitkan
dan duduk sebagai pimpinan umumnya.243
2. Pesan-Pesan Buya Hamka di berbagai Media
Seperti yang dijelaskan di atas, Hamka adalah seorang
ulama yang multitalenta dan multisebutan. Begitu pula
dengan pesan-pesan yang akan disampaikannya, tidak hanya
menggunakan satu media saja namun berbagai macam media
juga dimanfaatkannya. Mulai dari majalah, novel, roman,
koran (Media Cetak), serta melalui radio dan tv (Media
Elektronik). Sehingga peneliti bisa simpulkan, Hamka ketika
menyampaikan pesan memanfaatkan berbagai macam media
atau disebut multimedia, tidak cukup satu media saja yang
digunakan.
Hamka seringkali menyisipkan pesan-pesan keislaman
yang tersirat lewat karya-karya tulis fiksinya terutama
melalui novel dan romannya. Kalau kita membaca roman-
roman Hamka yaitu Di bawah Lindungan Ka‟bah dan
Tenggelamnya Kapal Van der Wijck, maka sering kita temui
pernyataan-pernyataan, baik melalui tokoh-tokoh utamanya
maupun secara langsung tentang soal-soal yang berhubungan
dengan takdir.
Untuk itu di bawah ini terlebih dahulu akan disajikan
kutipan-kutipan kalimat yang berisi pikiran-pikiran tentang
takdir, kadar dan nasib dari roman-roman Hamka yang telah
disebutkan di atas.
243
Yunus Amir Hamzah, “Hamka Sebagai Pengarang Roman”,
(Jakarta, CV.Puspita Sari Indah,1993),
156
“Memang saya harap Tuan simpan cerita
perasaan ini selama hidup, tetapi jika saya lebih dahulu
meninggal daripada Tuan, siapa tahu ajal di dalam
tangan Allah, saya izinkan Tuan membaca hikayat ini
baik-baik mudah-mudahan ada orang yang akan
meratap memikirkan kemalangan nasib saya, meskipun
mereka tidak tahu siapa saja.”244
Pada halaman yang lain:
“…setiap saya datang bertambah sukanya
melihat kelakuan saya dan belas kasihan akan nasib
saya.”245
“…Bukan demikian sahabat‟, jawabnya,‟ buat
diriku sendiri Tuhan telah mentakdirkan berlainan
dengan orang.”246
Kutipan di atas dinukil dari Roman Di Bawah Lindungan
Ka‟bah. Kutipan selanjutnya dari Tenggelamnya Kapal Van
der Wijck.
“Tetapi… ya, tetapi kehendak yang Maha Kuasa
atas diri manusia berbeda dengan kehendak manusia itu
sendiri. Zainuddin telah jemu di Minangkabau, dan dia
tidak akan jemu lagi karena tarich penghidupan
manusia, bukan manusia yang membuatnya, hanya
menjalani yang tertulis.”247
Pada halaman lain:
244
Hamka, Di Bawah Lindungan Ka‟bah ( Jakarta: Balai Pustaka,
1975, cet ke -7 245
Hamka, Di Bawah Lindungan Ka‟bah ( Jakarta: Balai Pustaka,
1975, cet ke -7 246
Hamka, Di Bawah Lindungan Ka‟bah ( Jakarta: Balai Pustaka,
1975, cet ke -7 247
Hamka, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, (Jakarta,
N.V.Nusantara, Bukittinggi), cet. Ke-8
157
“Memang sudah suratan nasib sejak kecil, akan
selalu dibesarkan oleh sengsara, digedangkan oleh
keluhan.”248
“…bahwa telah berlaku kadar Allah atas
hambanya yang dha‟if dan lemah….”249
Persoalan ajal, nasib, takdir, tarich kehidupan manusia
sudah tertulis, kadar Allah, bagi Hamka merupakan kaidah
yang menentukan yang harus diterima oleh manusia. Dengan
kata lain, bagi Hamka, sejak manusia itu lahir, besar, kawin,
beranak, tua dan kemudian mati, semuanya sudah tertulis,
sudah ditentukan oleh Tuhan dan itu berlaku dengan
sepenuh-penuhnya. Dan terhadap takdir Tuhan itu manusia
tidak mempunyai kekuasaan untuk menolaknya dan tidak ada
satu manusia pun yang dapat menentukan hasil tindakannya
walau, “Manusia itu diberi akal, tetapi kebebasan dan
kemerdekaan akal itu amat terbatas. Kekuasaan tertinggi dan
mutlak tetaplah di tangan Tuhan. Kalau Tuhan berkehendak,
ditunjukkanlah akal manusia itu kepada suatu jurusan atau
dicabutnya dari jurusan lain. Tuhan sudah menyediakan
patokan-patokan, yaitu patokan baik (kadar baik) dan patokan
tidak baik (kadar jelek). Manusia diberi aka;, dengan akal
itulah orang dapat memilih. Kalau dia memilih kadar yang
baik, maka surge balasannya. Tetapi kalau memilih kadar
yang tidak baik, balasannya ialah neraka di hari kebangkitan
248
Hamka, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, (Jakarta,
N.V.Nusantara, Bukittinggi), cet. Ke-8 249
Hamka, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, (Jakarta,
N.V.Nusantara, Bukittinggi), cet. Ke-8
158
nanti. Ukuran baik ialah bila diridhoi dan diperintahkan oleh
Tuhan dan Rasul-nya. Ukuran tidak baik adalah bila dicegah
dan dilarang oleh Tuhan dan Rasul-Nya.
“Kadang-kadang manusia tidak sadar akan hal
itu. Itulah sebabnya maka didatangkan Tuhan Rasul-
Rasul, Nabi-nabi dan Kitab-kitab buat menuntun
kesadaran manusia tadi bahwasannya akal itu adalah
pemberian Allah kepadanya dan manusia dijadikan oleh
Allah menjadi alatnya, buat mencari rahasia „sunnah
Allah‟ yang Maha Besar dan Maha Luas. (Oleh sebab
itu) pergunakanlah akal itu sebaik-baiknya.250
Hamka juga terkenal sebagai da‟i yang menyampaikan
dakwah melalui media elektronik yaitu radio dan tv. Hamka
sering terlihat berdakwah melalui RRI dan TVRI. Selama ini
mungkin kita beranggapan bahwa Hamka adalah ulama yang
hanya menyampaikan pesan-pesan keagamaan di atas
mimbar, anggapan itu tidak benar sama sekali karena ternyata
Hamka juga berdakwah melalui radio dan televisi. Setiap
Subuh masyarakat di seantero tanah air, sambil menikmati
kopi pagi, masyarakat duduk dan sangat asyik untuk
mendengarkan Kuliah Subuh-nya lewat siaran RRI, terjadwal
setiap Selasa subuh pemandu siaran itu membacakan surat-
surat pendengar yang bertanya tentang berbagai hal, dan
Hamka langsung menjawabnya dengan bahasa yang sejuk,
tidak konfrontasi, seperti seorang ayah yang menjawab atas
pertanyaan anak-anaknya. Senyuman khas Hamka sebagai
seorang ayah yang ramah juga selalu tampil ketika
250
Yunus Amir Hamzah, “Hamka Sebagai Pengarang Roman”,
(Jakarta, CV.Puspita Sari Indah,1993).
159
mengunjungi pemirsa TVRI dengan acara bertajuk “Mimbar
Jum‟at” lewat layar kaca. Salah satu tema dakwah yang
pernah peneliti dengar melalui youtube adalah tema
“berhaji”. Dengan bahasanya yang lembut ayah berjuta umat
ini menyampaikan pesan-pesan Ilahi yang menyejukkan di
hati umat lewat tutur bahasa yang santun dan mudah dicerna.
Hamka ternyata juga memiliki jadwal manggung di kalangan
masyarakat muslim Melayu di Malaysia, Singapura, dan
bahkan di Thailand. Sekurang-kurangnya, setahun ada dua
kali Hamka berkunjung ke sana untuk berceramah langsung
di hadapan ribuan massa di berbagai tempat di Negara-negara
Bagian di Malaysia, termasuk di Malaysia Timur, Kalimantan
Utara. Saat itu, Hamka diminta untuk mengisi beberapa
rekaman siaran televisi sebagai stok simpanan untuk
beberapa kali tayangan dalam acara “Syarahan Agama Islam”
di Radio Televisi Malaysia (RTM) yang diminati dan
ditunggu-tunggu khalayak di sana. Bagi Hamka, berkunjung
ke Malaysia dan Singapura ternyata bukan hanya urusan
dakwah bagi umat, tapi juga kesempatan untuk urusan
bisnisnya dengan para penerbit buku-bukunya, baik di Kuala
Lumpur maupun di Singapura.251
Rupanya sebagai seorang sastrawan, dalam karya-karya
puisinya Hamka juga menyisipkan pesan-pesan keislaman
kepada para pembaca dan pendengar setianya.
251
Afif Hamka, dan kawan-kawan, “ BUYA HAMKA”, ( Jakarta,
Uhamka Press, 2008).
160
Kategori pesan-pesan di atas yang sering diulang oleh
Hamka tentang takdir, nasib, syukur, cinta kepada Allah, dan
berhaji. Tema-tema tersebut terkait dengan komunikasi
intrapribadi. Tema tersebut juga berkaitan dakwah pada diri
sendiri.
Berikut beberapa puisi Hamka yang peneliti ambil dari
berbagai sumber:
Contoh puisi Hamka yang diambil dari internet.252
252
https://contohpantunpuisicerpen.blogspot.com/2016/09/5-contoh-
puisi-buya-hamka.html. Di Akses tanggal 4-8-2018
161
Contoh puisi Hamka yang diambil dari internet.253
Puisi nya
Hamka berisi tentang komunikasi intrapribadi dan persaudaraan
terhadap sesama muslim.
3. Tetap Abadi Dan Selalu Dikenang Di Multimedia
Sepanjang Massa
Hamka dari dulu hingga sekarang namanya tetap abadi
dan tidak akan terlupakan. Meskipun dia telah lama
meninggalkan kita, namun pengaruh yang ditinggalkannya
masih saja terlihat dengan jelas. Hamka memang telah tiada,
namun bukan berarti jejak rekamnya hilang dan tidak bisa
ditemukan. Justru peneliti ingin membuktikan bahwa Hamka
namanya tetap akan abadi sampai kapanpun karena karya-
karya yang telah ditinggalkannya sampai ke generasi
selanjutnya.
253
http://cintasejatihamba.blogspot.com/2012/11/kata-kata-dan-
puisi-buya-hamka.html. Di Akses tanggal 4-8-2018
162
Berikut beberapa alasan serta tindak tanduk Hamka
mengapa namanya tetap abadi dan tidak terlupakan:
a. Karya Dan Ucapannya Di Media Cetak
Pada tahun 1967 setelah tegaknya Orde Baru dalam
kepemimpinan Soeharto, majalah “Panji Masyarakat”
kembali diterbitkan dan Hamka duduk sebagai pimpinan
umumnya.254
Saat Hamka menjabat sebagai Ketua Majelis
Ulama Indonesia, di hadapan penguasa, Hamka bicara tegas
menolak upaya-upaya Kristenisasi. Ia juga tegas melarang
umat Islam mengikuti perayaan “Natal Bersama” yang
menggunakan kedok toleransi.
Suatu hari menjelang Hari Raya Idul Fitri tahun 1969,
dua orang perwira Angkatan Darat datang menemui Buya
Hamka. Keduanya membawa pesan dari Presiden Soeharto,
agar Hamka bersedia memberikan khutbah Ied di Masjid
Baiturrahim, komplek Istana Negara, Jakarta. Hamka
terkejut, karena disamping permintaan tersebut mendadak, ia
heran mengapa istana memilihnya menjadi khatib, padahal
pada waktu itu ia dikenal sebagai ulama yang dalam setiap
ceramahnya selalu tegas mengeritik upaya-upaya
Kristenisasi. Maklum, pada masa-masa awal Orde Baru,
gurita Kristenisasi mulai membangun jejaringnya. Baik di
tingkat elit kekuasaan, maupun aksi-aksi di lapangan.
Atas saran dan dukungan umat Islam, Buya Hamka
akhirnya bersedia memenuhi permintaan istana. Umat ketika
254
Yunus Amir Hamzah, “Hamka Sebagai Pengarang Roman”,
(Jakarta, CV.Puspita Sari Indah,1993).
163
itu berharap, ulama asli Minangkabau ini bisa menyampaikan
pesan-pesan dakwah kepada para pejabat, terutama dalam
menyikapi maraknya Kristenisasi. Inilah kali pertama
Hamka, seorang mantan anggota Partai Masyumi, berkhutbah
di Istana. Dari atas mimbar, ulama yang juga sastrawan ini
menguraikan tentang bagaimana toleransi dalam pandangan
Islam. Islam sangat menghargai agama lain, dan tak akan
pernah mengganggu akidah agama lain.255
Di hadapan Presiden Soeharto dan para pejabat Orde
Baru, Buya Hamka menegaskan secara lantang, “Tapi kalau
ada usaha orang supaya kita berlapang dada, jangan fanatik,
lalu tukarlah kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa itu
dengan tuhan yang maha tiga, atau berlapang dadalah dengan
mengatakan bahwa Nabi kita adalah nabi palsu dan perampok
di padang pasir, atau kepercayaan kita kepada empat kitab
suci; Taurat, Zabur, dan Injil dan Al-Qur‟an, lalu disuruh
berlapang dada dengan mendustakan Al-Qur‟an, maaf, seribu
kali maaf, dalam hal ini kita tidak ada toleransi!” tegasnya.
Haji Abdul Malik Karim Amrullah alias Buya Hamka
juga menyampaikan bahaya Kristenisasi ia sampaikan di
mimbar-mimbar dakwah dan media massa. Melalui Majalah
Panji Masyarakat, Buya Hamka membahas bahaya
Kristenisasi, modernisasi dan sekularisasi. Dalam rubrik
255
https://myrepro.wordpress.com/2016/06/22/buya-hamka-dan-sikap-tegasnya-terhadap-kristenisasi/. Diakses tanggal 3-8-2018
164
“Dari Hati ke Hati” yang dikelolanya, Buya Hamka juga
menjelaskan soal prinsip toleransi dalam Islam.256
Dalam setiap kesempatan khutbah, Buya Hamka yang
prihatin dengan gurita kristenisasi yang sedang menggeliat
ketika itu, bersuara lantang di hadapan umat agar
mewaspadai sepak terjang kelompok Kristen yang berusaha
memurtadkan kaum Muslimin. “Modernisasi bukan berarti
westernisasi, dan bukan pula Kristenisasi,” demikian
ketegasan yang sering diulang-ulang oleh Hamka ketika
ditanya para wartawan. Dalam setiap khutbah di Masjid Al-
Azhar, Jakarta, Hamka juga menegaskan bahwa misi zending
Kristen yang sedang bergeliat pada masa itu telah dirasuki
dendam Perang Salib untuk menghabisi umat Islam. “Kristen
lebih berbahaya dari Komunis,” ujar Hamka.
b. Karya Hamka Yang Menyebar di New Media
Pada zaman yang serba modern yang dirasakan sampai
sekarang ini, banyak sekali hal-hal yang baru diciptakan oleh
para penemu untuk membantu dan memudahkan aktivitas
manusia. Salah satunya adalah dengan munculnya media
baru, diantaranya adalah akses sambungan internet atau
online.
Hamka memang telah meninggalkan kita, namun
ternyata namanya hidup kembali lebih panjang daripada
hidupnya di masa sekarang dengan menggunakan media
baru. Sangat sulit untuk menemukan rekaman-rekaman hasil
256https://myrepro.wordpress.com/2016/06/22/buya-hamka-dan-
sikap-tegasnya-terhadap-kristenisasi/. Diakses tanggal 3-8-2018
165
ceramah dari Hamka tanpa adanya sambungan internet atau
online. Dengan adanya new media yaitu internet maka
dengan mudahnya kita bisa melihat rekaman ceramah Buya
Hamka di salah satu stasiun yaitu TVRI. Dengan bantuan
situs youtube maka peneliti bisa melihat secara langsung
bagaimana rupa serta wajah Hamka ketika berdakwah.
Selama penelusuran peneliti di dunia maya terutama youtube,
hanya rekaman ini yang bisa peneliti temukan, seperti di
bawah ini:
Ceramah Hamka tidak hanya sebatas di dalam rekaman
video saja. Namun juga melalui rekaman suara di radio RRI.
Peneliti telah mendapatkan beberapa suara rekaman Buya
Hamka yang dikonversikan menjadi sebuah video di youtube:
166
Gambar di atas merupakan hasil rekaman suara Hamka
di radio yang sudah di convert menjadi video, peneliti
dapatkan dari situs youtube. Sampai detik ini, rekaman
tausyiah serta ceramah Hamka masih bisa didengarkan di
Radio Silaturahim AM 720Khz yang berlokasi di Cibubur.
Seperti gambar di bawah ini:
167
168
Bukti bahwa ceramah dan tausiyah Hamka masih bisa
didengarkan di Radio Silaturahim. Bisa didengarkan secara
streaming atau didengarkan secara langsung257
4. Beragamnya Penikmat Karya-Karyanya
Untuk kalangan remaja banyak yang suka untuk
membaca novel dan romannya yaitu, tenggelamnya kapal van
derwijck dan karya-karya yang lainnya.
Keilmuan, pemikiran, serta karya-karya Hamka tidak
hanya dinikmati oleh masyarakat Indonesia, tapi ternyata
Hamka juga diperhatikan di dunia Internasional. Hal ini
terbukti dimana salah seorang ahli sejarah dari Arizona State
University yaitu James R. Rush menulis buku tentang Buya
Hamka berjudul Hamka‟s Great Story.258
Pada tanggal 22 November 2017 diadakan seminar
Internasional untuk membedah Buku dari James R.Rush,
dengan tema “Membedah Adicerita Buya Hamka: Hamka
Great Story A Master Writer‟s Vision of Islam For Modern
Indonesia”. Acara ini juga dihadiri oleh Guru Besar UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, serta narasumber yang lainnya.
257
http://www.radiosilaturahim.com/podcast/rekaman-tausiyah-
buya-hamka/. Di akses pada tanggal 5 Agustus 2018. 258
James R.Rush, “HAMKA‟S GREAT STORY A Master Writer‟s
Vision of Islam for Modern Indonesia”, (Jakarta, PT Gramedia Pustaka
Utama, 2017), Hlm. Ix
169
Berikut di bawah ini merupakan foto peneliti saat
menghadiri acara seminar Internasional yang dilaksanakan di
Universitas Muhammadiyah Profesor DR Hamka
(UHAMKA).259
Acara ini tidak hanya mengundang
masyarakat Indonesia saja, tapi turut juga mengundang
Negara-Negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.
259
Peneliti menghadiri acara Seminar Internasional dengan tema
“Membedah Adicerita Buya Hamka‟s Great Story: A Master Vision of Islam
for Modern Indonesia” di Universitas Muhammadiyah Profesor DR Hamka
(UHAMKA) Jakarta, pada tanggal 22 November 2017.
170
Keilmuan, karya-karya tulis, dan pemikiran Hamka juga
dinikmati sampai ke Negara Malaysia. Hal itu terbukti saat
Hamka mendapatkan gelar DR. HC dari Universitas
Kebangsaan Malaysia pada tahun 1974. Seperti yang
digambarkan di bawah ini:
171
Gambar Hamka ketika mendapatkan Gelar Doktor
Honoris Causa dari UKM.260
Selama ini mungkin kita menganggap keilmuan serta
pemikiran Hamka hanya di akui dalam negeri saja. Tapi
dengan beberapa bukti serta gambar di atas menandakan
Hamka telah abadi di nasional, dan di akui secara dunia
Internasional. Setelah Hamka, jarang ada ulama yang berasal
dari Indonesia mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa.
Mungkin Hamka adalah ulama yang terakhir pernah
mendapatkannya. Akan tetapi peneliti berharap suatu saat
nanti ada ulama yang bisa mengikuti jejak Hamka bisa
dikenal sampai dunia Internasional.
5. Efek Yang Masih Dirasakan
Hamka adalah seorang ulama yang multitalenta,
multisebutan, serta multimedia. Sudah tidak diragukan lagi
kualitas pesan-pesan yang akan disampaikannya pasti akan
menimbulkan suatu atsar (efek) serta dampak yang besar
kepada para mad‟u, pembaca, serta pendengar setianya.
Atsar ( efek) sering disebut juga dengan feed back (umpan
balik) dari proses dakwah ini sering dilupakan atau tidak
banyak menjadi perhatian para da'i. Kebanyakan mereka
menganggap bahwa setelah dakwah disampaikan, maka
selesailah dakwah. Padahal, atsar sangat besar artinya dalam
penentuan langkah-langkah dakwah berikutnya.261
260
http://seminarhamka-ikmm.blogspot.com/2008/11/tahun-1974-ukm-menganugerahkan-gelar-dr.html. Di Akses tanggal 5 Agustus 2018
261 M.Munir dan Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah, hlm.34
172
Dalam proses komunikasi atau dakwah, efek (atsar)
merupakan unsur terakhir, sebagai perwujudan dari
kerjasama seluruh unsur lain. Justru itu efek (atsar)
merupakan ujung dari proses dakwah. Sedangkan proses
komunikasi atau dakwah adalah hubungan rohaniah pesan
dari saat mulai dilontarkan hingga saat pesan itu diterima
oleh komunikan (mad‟u). Efek (atsar) terjadi pada diri
komunikan atau khalayak (mad‟u) dengan seluruh aspek nya.
Efek (atsar) sangat penting sekali artinya dalam proses
komunikasi, terutama bagi dakwah yang berisi ajakan atau
panggilan untuk berbuat baik, melakukan kebajikan dan
mencegah kemungkaran berdasarkan ajaran Islam.262
Efek
(atsar) merupakan suatu ukuran tentang keberhasilan atau
kegagalan suatu proses komunikasi atau proses dakwah. Jika
efek (atsar) itu menunjukkan suatu gejala yang sesuai tujuan
komunikasi terutama dakwah, maka hal itu berarti efektif.
Dengan demikian suatu dakwah yang efektif akan
menimbulkan efek (atsar) yang positif atau efek (atsar) yang
sesuai dengan tujuan dakwah, yaitu manusia selalu setia atau
kembali pada fitrah, beriman, berilmu, dan beramal saleh.
Dalam psikologi komunikasi dijelaskan bahwa ada tiga
jenis efek yang bisa timbul pada diri individu khalayak, yaitu:
1. efek kognitif, 2. efek afektif, dan 3. efek behaviora. Ketiga
efek itu merupakan juga efek ( atsar) dakwah yang terwujud
pada diri individu-individu khalayak dakwah yang menjadi
262
Anwar Arifin, Dakwah Kontemporer Sebuah Studi Komunikasi,
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011) hlm. 178
173
sasaran ( mad‟u), yaitu kualitas beriman, berilmu, dan
beramal saleh. Telah dijelaskan bahwa manusia akan
mencapai puncak kemanusiaan yang tertinggi jika beriman
(aspek afektif). Berilmu ( aspek kognitif), dan beramal saleh (
aspek behavioral).263
Jika diperhatikan dengan sungguh-sungguh, maka dakwah
memberi perhatian yang pertama dan sentral kepada efek
afektif yaitu aspek kemanusiaan yang berkaitan dengan
keyakinan, moral, etika, perasaan, emosi, kasih sayang, cinta
kasih, sikap, dan spirit yang secara potensial dimiliki oleh
manusia secara lahir. Dakwah bertujuan mengembalikan
manusia kepada fitrahnya yang hanif, yaitu kecenderungan
kuat yang selalu berpihak kepada kebaikan, keadilan, serta
kesucian bersifat universal. Manusia secara kodrati dan
prinsipil adalah makhluk yang berbudi atau makhluk yang
berakhlak. Namun, manusia juga memiliki kecenderungan
negatif yaitu zalim dan kafir, bakhil, bodoh dan berbuat dosa,
namun kecendrungan manusia lebih kuat kepada fitrah dan
kehanifaannya. Selain itu, dakwah juga memberi perhatian
kepada efek kognitif, yaitu aspek kemanusiaan yang berkaitan
dengan akal, pikiran, penalaran, pengetahuan, persepsi dan
pemahaman. Dalam hal ini, dakwah memberikan peringatan,
penyadaran, kabar gembira dan bertambah nya keimanan
para khalayak.
Firman Allah SWT:
263
Anwar Arifin, Dakwah Kontemporer Sebuah Studi Komunikasi,
hlm.179
174
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman
adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetar
hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka,
bertambah (kuat) imannya dan hanya kepada Rabb mereka
bertawakkal. (QS. Al-Anfal (8) : 2)”.264
Demikian juga dakwah sangat mengharapkan efek
behavioral, yaitu aspek kemanusiaan yang berkaitan dengan
tingkah laku (perilaku), tindakan, dan amal perbuatan. Hal ini
diwujudkan oleh individu-individu yang serasi dan harmonis
dengan lingkungan sosial dan lingkungan alam. Hal ini
bersumber dari iman sebagai efek afektif dan ilmu
pengetahuan terutama pengertian dan pemahaman tentang
Islam sebagai efek kognitif dari seluruh proses dakwah.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka jelas, bahwa efek (
atsar) dakwah yang diharapkan kepada manusia dan
kehidupannya meliputi semua jenis efek (atsar) dalam
komunikasi manusia, yaitu efek kognitif yaitu pengertian dan
pemahaman tentang Islam sebagai agama atau peraturan
hidup yang berasal dari Tuhan, dan dibawa oleh Rasulullah
SAW, efek afektif yaitu beriman dengan sikap penyerahan
264
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya Juz 9 Surat
Al-Anfal Ayat 2, hlm. 59.
175
diri secara mutlak kepada-Nya atau Islam, dan efek
behavioral yaitu beramal saleh. Dengan ke tiga jenis efek
(atsar) yang ditimbulkan oleh dakwah itu, akan terwujud
kualitas manusia seutuhnya dan manusia mencapai martabat
yang tinggi, serta memiliki kehidupan yang Islami, damai,
selamat, bahagia dan sejahtera.265
Jelas pasti ada efek yang besar dari dakwahnya Hamka.
Yang pasti efeknya adalah banyaknya masyarakat yang
bertambah ilmu agamanya, bertambah keyakinan dan
keimanannya, memberikan pencerahan kepada umat, serta
berubah akhlak ke arah yang lebih baik lagi. Salah satu
karyanya yaitu Tafsir Al-Azhar menjadi acuan umat dan
masih dibaca sampai saat sekarang ini.
Ini terlihat di saat peneliti mengecek salah satu website
disana banyak komentar-komentar positif dari para netizen.266
265
Anwar Arifin, Dakwah Kontemporer Sebuah Studi Komunikasi,
hlm.180 266
https://www.goodreads.com/book/show/25995640-tafsir-al-azhar-
jilid-1. Diakses pada tanggak 5-Agustus 2018.
176
Banyak komentar-komentar positif dari pembaca setia
Tafsir Al-Azhar, dan hal itu menimbulkan efek yang besar
terhadap mereka. Diantaranya ada yang menulis dan
berkomentar akan tercerahkan pemikirannya, dan bertambah
ilmu agama. Dampak yang terasa tidak hanya kepada
masyarakat sewaktu di zamannya, namun bisa sampai
generasi ke depan bahkan sampai beberapa abad kemudian
lamanya. Buktinya, 110 tahun yang lalu Hamka telah
meninggalkan kita namun tetap saja sampai detik ini di tahun
(2018). Masih banyak orang yang ingin meneliti tentang
Hamka. Baik karena pemikiran, keilmuan, ataupun karena
kekuatan komunikasi Islamnya. Bukan tidak mungkin 50 atau
100 tahun kemudian nama Hamka akan tetap saja dikenang
dan menjadi rujukan bagi umat Islam tentunya.
170
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan data yang diperoleh, analisis, serta
pembahasan yang dilakukan oleh peneliti, dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Prinsip-Prinsip Komunikasi Islam Buya Hamka
sebagai berikut:
Dakwah Hamka unik, segar, berbeda daripada yang
lain, serta tanpa menjurus ke arah tabligh badut-badutan
atau syiar yang membuat tawa terpingkal-pingkal. Salah
satu prinsip komunikasi dakwah Islamnya adalah dakwah
dilakukan dengan menggunakan prinsip rasionalitas
(pemikiran yang tersusun secara sistematis). Hamka
memiliki cakrawala intelektualisme kosmopolitan atau
luas dalam berbagai bidang, keilmuan serta pemikirannya
tidak hanya berlaku pada zamannya. Namun juga sangat
kontekstual pada zaman ini. Pemikirannya yang sistematis
dituangkan dalam sebuah karyanya yang menjadi
fenomenal dan masterpiece yaitu tafsir Al-Azhar
Prinsip komunikasi dakwah Islamnya yang kedua
adalah Hamka memiliki keteguhan dalam memegang
prinsip-prinsip keIslaman. Hamka seorang ulama yang
berkarakter kuat, tegas, dan teguh dalam memegang
prinsip-prinsip dakwah Islam. Hamka telah memberikan
kemudahan kepada umat dengan membuka konsultasi
171
secara gratis serta memberikan kabar gembira dan bukan
kabar yang membuat umat lari. Hamka dikenal sebagai
seorang ulama pejuang, dan bukan sebagai ulama bisnis.
Hamka tidak mudah terlena dan takluk pada hal-hal yang
berkaitan dengan duniawi.
Adapun prinsip yang ketiga adalah memiliki
keteladanan. Hamka telah berhasil menjadi Uswatun
Hasanah (suri tauladan yang baik) dikarenakan tiga hal
yaitu, jelas dalam pemilihan dan metode dakwah, yaitu
metode dakwah bil lisan, bil qalam, dan bil hal,
memanfaatkan berbagai macam media. Serta benar-benar
melaksanakan amal saleh, tidak hanya disampaikan secara
lisan, namun juga dilaksanakan mulai dari diri sendiri (
Ibda’ Binafsik) terlebih dahulu.
2. Penerapan Unsur-Unsur Dakwah Buya Hamka
Buya Hamka telah berhasil dalam menerapkan unsur-
unsur dakwah. Sehingga komunikasi yang berisikan
pesan-pesan keislaman yang disampaikannya bisa efektif
dan tercapainya tujuan dari komunikasi Islam tersebut.
Buya Hamka sukses menjadi seorang komunikator
dakwah/da’i. Hamka dikenal tidak hanya bisa
memberikan pesan-pesan keislaman sesuai dengan Al-
Qur’an dan hadits, namun juga memiliki banyak
talenta/bakat dalam berbagai bidang serta sebutan yang
disematkan kepadanya. Bisa menjadi seorang penulis
yang produktif, sastrawan, Ulama besar, budayawan,
sejarawan public, dan mufassir.
172
Pesan-pesan yang akan disampaikannya, tidak hanya
menggunakan satu media saja namun berbagai macam
media dimanfaatkannya. Mulai dari majalah, novel,
roman, koran (Media Cetak), serta melalui radio dan tv
(Media Elektronik). Sehingga bisa simpulkan, Hamka
menyampaikan pesan itu menggunakan multimedia, tidak
cukup satu media saja yang digunakan.
Hamka dari dulu hingga sekarang namanya tetap
abadi dan tidak terlupakan. Pengaruh yang
ditinggalkannya masih terlihat dengan jelas. Hamka
memang telah tiada, namun bukan berarti jejak rekamnya
hilang dan tidak bisa ditemukan. Keilmuan, pemikiran,
serta karya-karya Hamka tidak hanya dinikmati oleh
masyarakat Indonesia, tapi ternyata Hamka juga
diperhatikan di dunia Internasional. Selama ini mungkin
kita menganggap keilmuan serta pemikiran Hamka hanya
di akui dalam negeri saja. Tenyata Hamka juga di akui
secara dunia Internasional. Setelah Hamka, jarang ada
ulama yang berasal Indonesia mendapatkan gelar Doktor
Honoris Causa. Jelas pasti ada efek yang besar dari
dakwahnya Hamka. Yang pasti efeknya adalah banyaknya
masyarakat yang bertambah ilmu agamanya, bertambah
keyakinan dan keimanannya, memberikan pencerahan
kepada umat, serta berubah akhlak ke arah yang lebih baik
lagi. Salah satu karyanya yaitu Tafsir Al-Azhar menjadi
acuan umat dan masih dibaca sampai saat sekarang ini.
173
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Afifi Fauzi, Metode Penelitian, cet.I. Jakarta: 2010.
Abdurrahman Moeslem, Semarak Islam, Semarak Demokrasi,
Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996.
Abdul Muis Andi, Komunikasi Islami, (Cet.1: Bandung:Remaja
Rosdakarya, 2001)
Aripudin Acep, 2011, Pengembangan Metode Dakwah, (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada).
Arifin Anwar, 2011, Dakwah Kontemporer Sebuah Studi
Komunikasi, (Yogyakarta: Graha Ilmu) A’dam Syahrul, “Potret Pemikiran dan Gagasan Tasawuf
(Tarekat) di Indonesia Kontemporer, Mimbar Agama dan
Budaya, vol.23, no 3 (2006)
Ali, Fakhry, Hamka dan Masyarakat Islam Indonesia, dan
Rusydi Hamka, Pribadi dan Martabat Buya Prof. Dr.
Hamka, ( Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983).
Ali Tabik, Ahmad Zudli Muhdlor, 1998. Kamus Kontemporer
Arab-Indonesia. Yogyakarta: Yayasan Ali Maksum
Amin, Samsul Munir. 2013. Ilmu Dakwah. Jakarta: Amzah
Antony Ried dan David Marr, Dari Raja Ali Haji Hingga Hamka,
Indonesia dan masa Lalunya, ( Jakarta: Grafiti Perss,
1983).
Anwar Rosihan, “Buya Hamka Ulama Besar” dalam Rosihan
Anwar, Sejarah Kecil (Petite Histoire) Jilid 6: Sang
Pelopor Anak Bangsa dalam Pusaran Sejarah, Jakarta:
Kompas, 2012
174
Afif Hamka, dan kawan-kawan, “ BUYA HAMKA”, ( Jakarta,
Uhamka Press, 2008).
A.Syaikhu. “Hamka: Ulama-Pujangga-Politikus” dalam Nasir
Tamara, Bantuan Sanusi, dan Vincent Djauhari (Ed),
Hamka di Mata Hati Umat, Jakarta: Sinar Harapan, 1984
Ahmad Amrullah, Dakwah dan Perubahan Sosial (Jakarta,
PLP2M, 1985)
Arifin, Tatang, M. Menyusun Rencana Penelitian, Cet.Ke 3,
(Jakarta : Raja Grafindo Persada,1995).
Azwar, S. (1995). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya.
Yogyakarta Pustaka Belajar.
Azra, Az-yumardi, Tokoh dan Pemimpin Agama; Biografi Sosial
Intelektual, Jakarta, Litbang Depag RI dan PPIM, 1998.
Azra Azyumardi, Menuju Masyarakat Madani. Gagasan, Fakta,
dan Tantangan, (Bandung: ROSDA, 1999).
Budyatna, Muhammad, Teori Komunikasi Antarpribadi, Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2011
Cangara Hafied, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Cet.XII Jakarta:
Rajagrafindo persada, 2011).
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya Juz 3 Surat
Ali Imran Ayat 159,(Bandung: CV Penerbit Diponegoro,
2006).
D.Jamalil Abidin Ass., Komunikasi dan Bahasa Dakwah:
(Jakarta: Gema Insani Press, 1996).
De Vito, Joseph A. 2011. “Komunikasi Antarmanusia”, Edisi
Kelima. Jakarta: Karisma Publishing Group.
175
Effendi, Onong Uchjana. 2009. “ Human Relation & Public
Relation. Bandung: Mandar Maju.
Effendi, Onong Uchjana, “Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek”,
(Bandung: Rosdakarya, 1994).
Effendi, O.U. (1986). “Dinamika Komunikasi”. Bandung:
Remadja Karya.
Emhaf, “Retorika Sang Buya” (Yogyakarta: Sociality, 2017).
E.Z. Muttaqien, “Biarlah Saya Berhenti.” Dalam Tamara, Hamka
di mata.
Ghazali Rumaizuddin, Hamka Namamu Tetap Abadi”, Minda
Madani Online, 12 Juni 2012.
Hamka, Tafsir al-Azhar, Juz I-XXX, (Jakarta: Pustaka Panjimas,
1998)
Hamka, Irfan. Ayah… Kisah Buya Hamka Masa Muda, Dewasa,
Menjadi Ulama, Sastrawan, Politisi, Kepala Rumah
Tangga, Sampai Ajal Menjemputnya. Jakarta: Penerbit
Republika, 2013.
Hamka, “Tasawuf Modern”, ( Jakarta, Republika Penerbit,2015).
Hamka, Ayahku, Riwayat Hidup Dr. H. Abdul Karim Amrullah
dan perjuangan, (Jakarta: Pustaka widjaja, 1958).
Hamka, Antara Fakta dan Khayal “Tuanku Rao”, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1974).
Hamka, Kenang-kenangan Hidup, Jilid I, II, III, IV. Jakarta,
Bulan Bintang, 1979.
Hamka, Islam dan Adat, ( Padang Panjang: Anwar Rasyidy,
1969).
176
Hamka, Doktrin Islam yang Menimbulkan Kemerdekaan dan
Keberanian, ( Jakarta: Yayasan Idayu, 1983).
Hamka. Kenang-kenangan 70 Tahun Buya Hamka, ( Jakarta:
Pustaka Panjimas, 1983).
Hamka, Lembaga Budi (Jakarta: Pustaka Panjimas,1983).
Hamka, Sejarah Umat Islam Jilid I, II, III, IV, ( Jakarta: Bulan
Bintang, 1975).
Hamim, Nur, Manusia dan pendidikan elaborasi pemikiran
HAMKA, (Sidoarjo: Qisthos, 2009).
Hamzah Yunus Amir, “Hamka Sebagai Pengarang Roman”,
(Jakarta, CV.Puspita Sari Indah,1993).
Hasjmy, A. 1983. Dustur Dakwah Menurut Al-Qur’an. Jakarta:
Bulan Bintang.
Ilaihi Wahyu, Komunikasi Dakwah, ( Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2010).
Hussain Yusof Mohd, “ dua lima soal jawab mengenai
komunikasi Islam” dalam Zulkiple Abd Ghani, Islam,
komunikasi dan teknologi maklumat (Selangor: Utusan
Publications & distributors SDN BHD, 2001).
Jumantoro Totok, “Psikologi Dakwah dengan Aspek-Aspek
Kejiwaan yang Qur’ani”, Yogyakarta, Amzah, 2001.
Kafie Jamamluddin, “Psikologi Dakwah”, Surabaya, Indah, 1993.
Kartono, K. (1987). Kamus Psikologi. Bandung: Pioneer
Jaya.ung
Liliweri, Alo. 2011. “Komunikasi serba ada dan serba makna”.
Jakarta: Kencana.
177
Liliweri, Allo M.S, 1991. Komunikasi Antar Pribadi. Bandung:
PT. Citra Aditya Bakti.
Littlejohn, S. W., & Foss, K. A. (2009). Teori Komunikasi.
Jakarta: Salemba Humanika.
Mark R. Woordward, Jalan Baru Islam;Mematahkan Paradigma
Mutakhir Islam di Indonesia,( Bandung: Almizan, 1998).
M. Alfian Alfian, “HAMKA DAN BAHAGIA: REAKTUALISASI
TASAUF”, (Pondok Gede, Bekasi: Tim design Penjuru
Ilmu, Cetakan ke-1, 2014)
Muhammad Fath al-Bayanuni, Al-Madkhal Ha’Ilmi Dakwah,
(Madinah: Muassah al-Risalah,1994).
Mulyana, Deddy. “Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma
Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya, Bandung,
Remaja Rosdakarya, 2006.
Munir, M dan Wahyu Ilaihi. 2006. Manajemen Dakwah, Jakarta :
Kencana Prenada Media Group.
Muriah Siti, 2000, Metode Dakwah Kontemporer, Yogyakarta:
Mitra Pustaka
Moleong, Lexy J. 2014. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung :
PT. Remaja Rosdakarya.
M. Yunan Nasution, Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-azhar, (
Jakarta: Panjimas, 1990).
Natsir Mohammad, Dua Kali kami Berjumpa”, dalam Kenang-
kenangan 70 tahun Buya Hamka.
178
Nizar, Samsul, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan
Pemikiran Pendidikan Hamka Tentang Pendidikan Islam,
(Jakarta: Prenada Media Group 2008).
Nizar, Samsul, Hamka Tokoh Pembaharu di Indonesia, Depag
1999.
Noer, Deliar, Dkk, Administrasi Islam di Indonesia, Jakarta,
Rajawali pers, 1984.
Onong U.Effendy. (2004). “Dinamika Komunikasi”. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Oemar Toha Yahya, 1997. Ilmu Dakwah, Jakarta: Wijaya, Cet.
Ke-1
Pius aportanto, M Dahlan Barry, Kamus Ilmiah Populer,
(Surabaya: Arkolla. 2001).
Rachman Budhy Munawar (Ed), Ensiklopedia Nurcholish
Madjid.
Jalaludin Rahmat, Psikologi Komunikasi, (Cet.XXVII:
Bandung”Remaja Rosdakarya, 2009).
Rachmat Jalaluddin. Metode Penelitian Kualitatif.
Rahmas. Makna Shalawat Dalam al-Qur’an Menurut Buya
Hamka. Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam
Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, 2014.
Riyanto & Mahmud, Waryani Fajar & Mokhammad. 2012
Komunikasi Islam I (Perspektif Integrasi-interkoneksi).
Yogyakarta: Galuh Patria.
Rush James R, , “HAMKA’S GREAT STORY A Master Writer’s
Vision of Islam for Modern Indonesia”, (Jakarta, PT
179
Gramedia Pustaka Utama, 2017).
Rusydi Hamka, “PRIBADI DAN MARTABAT BUYA
HAMKA”, (Jakarta,Penerbit Noura (PT Mizan Publika),
Cetakan I, Januari 2017).
Rusydi dan tim (ed.), “Perjalanan terakhir Buya Hamka”,
Jakarta: Panji Masyarakat, 1981.
Satori, Djam’an, dan Aan komariah, Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung: ALFABETA, cv.
Saifudin Azwar, 1995. Sikap Manusia: Teori dan
Pengukurannya, Yogyakarta: Pustaka Belajar
Saidi, Ridwan, Zamrud, Nuansa Baru Kehidupan dan Pemikiran
Bung Karno, Jakarta, LPIP, 1993.
Saidi Ridwan, “HAMKA” Konflik dan Keikhlasan” dalam
Ridwan Saidi, Zamrud Khatulistiwa, Nuansa Baru
Kehidupan dan Pemikiran Bung Karno, M.Husni Thamrin,
H.Agus Salim, Buya Hamka, Jakarta: LSIP, 1993
Samsuri dan Sopidi, “Paradigma Baru Menghadapi Pluralitas,
Lektur, Vol.X, No.2 (Juli-Desember 2004).
Sarwono, S.W. (1984). Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta:
Rajawali.
Sholeh, A.Rosyad, 2010. Manajemen Dakwah islam. Yogyakarta:
Suara Muhammadiyah.
Shobahussurur dkk. Mengenang 100 Tahun Haji Abdul Malik
Karim Amrullah. Jakarta, YPI al-Azhar, 2008
Simons, H.W. 1976. Persuasion: Understanding, Practice, and
180
Analysis. New York: Random House.
Severin & Tankard, Werner & James. 2011. “Teori Komunikasi:
Sejarah, Metode, Dan Terapan Di Dalam Media Massa”.
Jakarta: Kencana.
Suprayogo, Imam. 2003. Metodologi Penelitian Sosial-Agama.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Surachmad, Winarno, Dasar dan Teknik Research (Pengantar
Metodologi Ilmiah), Bandung: C.V Tarsito, 1975.
Sugiyono, Memahami Penelitian kualitatif, (Bandung: CV
Alfabeta, 2014).
Sugiyono, Memahami Penelitian kualitatif, (Bandung: CV
Alfabeta, 2014).
Syafi’i, Ma’arif, Ahmad “Islam dan Masalah Kenegaraan Studi
tentang Percaturan dalam Konstituante”, ( Jakarta: LP3ES,
1996).
Kholil Syukur, komunikasi dalam perspektif Islam, dalam Hasan
Basri & amroeni drajat (ed) Antologi Kajian Islam (
Bandung: cita pustaka media.
Tamara, Natsir. Hamka di Mata Hati Umat. Jakarta: Sinar
Harapan. 1983.
Taufiq SN, Jatuh Bangun Steve Jobs, cet ke.1 2017
Teeuw, Arneis, Modern Indonesia Literature (Leiden: University
of Leiden, 1967), h. 69. Dan Noer. Aku.
Tasmara Toto, “Komunikasi Dakwah”, Gaya Media Pratama,
Jakarta, 1997.
181
Usman, Husaini, dkk., Metode Penelitian Sosial,Jakarta: Bumi
Aksara, 2008.
Wahid, Abdurrahman, Islam Kosmopolitan; Nilai-Nilai
Indonesia dan Transformasi Kebudayaan, (Jakarta: The
Wahid Institut. 2007).
Wahid Abdurrahman, “Benarkah Hamka Seorang Besar? Sebuah
Pengantar,” dalam Tamara, Hamka.
Widjaja, H. A. (2010). Komunikasi: Komunikasi dan Hubungan
Masyarakat. Jakarta: Bumi Aksara.
Wiryanto. 2004, Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT.
Grasindo.
Yunus
Mahmud, 1990. Kamus Arab Indonesia. Jakarta: PT.
Hidakarya Agung.
Zar Sirajuddin, Filsafat Islam Filosof dan Filsafatnya, (Cet. IV
Jakarta: Rajagrafindo persada, 2010).
Sumber Sekunder dari Internet:
https://kbbi.web.id/kosmopolitan diakses pada tanggal 13 Maret
2018
http://seminarhamka-ikmm.blogspot.com/2008/11/tahun-1974-
ukm-menganugerahkan-gelar-dr.html. Di Akses tanggal 5
Agustus 2018
https://www.goodreads.com/book/show/25995640-tafsir-al-azhar-jilid-
1. Diakses pada tanggak 5-Agustus 2018
http://www.radiosilaturahim.com/podcast/rekaman-tausiyah-
buya-hamka/. Di akses pada tanggal 5 Agustus 2018.
https://myrepro.wordpress.com/2016/06/22/buya-hamka-dan-
sikap-tegasnya-terhadap-kristenisasi/. Diakses tanggal 3-8-2018