II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Bandeng (Chanos...
-
Upload
trinhthuan -
Category
Documents
-
view
299 -
download
11
Transcript of II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Bandeng (Chanos...
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Bandeng (Chanos chanos)
2.1.1 Klasifikasi
Klasifikasi ikan bandeng (Chanos chanos) menurut Nelson (2006) adalah
sebagai berikut :
Filum : Chordata
Subfilum : Craniata
Superkelas : Gnathostomata
Kelas : Actinopterygii
Subkelas : Neopterygii
Divisi : Teleostei
Subdivisi : Ostarioclupeomorpha
Superordo : Ostariophysi
Ordo : Gonorynchiformes
Subordo : Chanoidei
Familia : Chanidae
Subfamilia : Chaninae
Genus : Chanos
Spesies : Chanos chanos
2.1.2 Morfologi
Menurut Bagarinao (1991) dan Lee et al, (1986), Chanos chanos
merupakan spesies tunggal dalam familia Chanidae di ordo Gonorynchiformes.
Ordo Gonorynchiformes dicirikan sebagai berikut, mulut kecil dan terminal, mata
tertutup oleh lapisan lemak luar kornea atau yang biasa disebut adipose eye.
Rahang pendek, sirip dorsal dan sirip anal memiliki selubung basal. Sirip ekor
bercabang. Warna tubuh keperakan. Sirip dorsal dan caudal memiliki garis hitam,
tubuh memanjang dan compressed. Morfologi ikan bandeng dapat dilihat pada
Gambar 1.
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA... HILMA PUTRI FIDYANDINI
Gambar 1. Ikan Bandeng (Chanos chanos) (Harris et al, 2009)
2.1.3 Habitat
Ikan bandeng hidup di perairan pantai, muara sungai, hamparan hutan
bakau, lagoon, daerah genangan pasang surut dan sungai. Ikan bandeng dewasa
biasanya berada di perairan litoral. Pada musim pemijaham induk ikan bandeng
sering dijumpai berkelompok pada jarak tidak terlalu jauh dari pantai dengan
karakteristik habitat perairan jernih, dasar perairan berpasir dan berkarang dengan
kedalaman antara 10-30 m (Bagarinao,1991).
2.1.4 Daur Hidup Ikan Bandeng
Ikan bandeng dalam pertumbuhannya mengalami beberapa fase, yaitu
telur, larva, juvenil dan ikan dewasa. Ikan bandeng dewasa melakukan pemijahan
di laut lepas, telurnya bersifat pelagis dan mengapung di air tenang bersalinitas
>34 ppt, namun turbulensi di laut akan membawa telur dari permukaan ke lapisan
laut lebih dalam (Bagarinao,1991).
Juvenil ikan bandeng dengan besar lebih dari 20 mm memiliki bentuk,
karakteristik dan morfologi spesies dewasa. Juvenil ikan bandeng biasanya
disebut benih dengan ukuran <10 cm dengan memiliki sirip caudal bercabang, fin-
5 cm
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA... HILMA PUTRI FIDYANDINI
ray lengkap dan warna silver. Habitat juvenil ikan bandeng ditemukan beragam
seperti di karang laguna, laguna mangrove, muara, rawa-rawa, sungai pasang
surut, dan kolam dengan berbagai karakteristik umum dari deposit makanan dan
perairan yang relatif dangkal (Bagarinao,1991).
Menurut Lee et al, (1986), bandeng dewasa memiliki panjang 50-150 cm,
merupakan ikan pada laut terbuka, perenang cepat dan kuat. Selama musim
kawin, ikan bandeng berada di pesisir pantai yang berpasir dengan terumbu
karang dan celah-celah batu. Selama bulan Maret-Juni para nelayan melaporkan,
bandeng berkelompok dan bergerak perlahan dengan sirip dipunggungnya terlihat
keluar seperti hiu di sekitar pantai dan pulau-pulau. Puncak migasi ikan bandeng
terjadi pada bulan November dan Desember. Gambar daur hidup ikan bandeng
dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Daur hidup ikan bandeng (Bagarinao,1991)
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA... HILMA PUTRI FIDYANDINI
2.1.5 Budidaya Ikan Bandeng di Karamba Jaring Apung Laut
Karamba Jaring Apung (KJA) merupakan sistem budi daya dalam wadah
berupa jaring yang mengapung dengan bantuan pelampung. Menurut Mansyur dan
Tonnek (2003), budidaya ikan bandeng dalam karamba jaring apung di laut
memiliki keunggulan komparatif, yaitu efisien dalam penggunaan lahan, tingkat
produktivitasnya tinggi, tidak memerlukan sistem irigasi dan pengolahan lahan,
unit usaha dapat ditentukan sesuai kemampuan modal dengan menggunakan
bahan yang tersedia di sekitar lokasi budidaya, keuntungan lain yaitu mudah
dipantau karena wadah budidaya relatif terbatas dan terhindar dari pemangsa dan
mudah dilakukan pemanenan.
Pemilihan lokasi merupakan hal yang sangat penting serta menentukan
keberhasilan budidaya bandeng. Lokasi yang dipilih harus memberikan kelayakan
habitat bagi kehidupan dan pertumbuhan ikan. Disamping itu, aspek kesehatan,
sosial, ekonomi, dan legal perlu dipertimbangkan untuk memperlancar kegiatan
usaha budidaya. Beberpa faktor yang perlu diperhatikan dalam budidaya bendeng
menggunakan karamba jaring apung di laut antara lain, penempatan KJA harus
berada di lokasi perairan bebas dari pencemaran, perairan jernih dengan
perubahan kualitas air sesuai dengan ambang batas toleransi ikan, terhindar dari
angin kencang dan arus serta pasang surut yang kuat, tidak menimbulkan konflik
dengan kegiatan lain yang berkaitan dengan pemanfaatan perairan laut, kemudian
mudah dijangkau dan dekat dengan pasar (Mansyur dan Tonnek, 2003).
Selain memiliki keunggulan, budidaya ikan di Karamba Jaring Apung juga
memiliki kelemahan, yaitu salah satunya dalam hal pencegahan penyakit. Kualitas
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA... HILMA PUTRI FIDYANDINI
air dalam karamba tidak dapat dikontrol seperti pada tambak, karena kualitas air
bergantung dari alam, air yang mengalir tidak dapat dicegah dan tidak dapat
dilakukan penyaringan, maka pencegahan ektoparasit dalam karamba tidak dapat
dilakukan, pengolahan lingkungan budidaya di karamba dapat dilakukan hanya
dengan cara menjaga kebersihan peralatan budidaya. Ikan rucah segar yang
langsung diberikan sebagai pakan mempunyai resiko yang tinggi sebagai sumber
penularan bibit penyakit pada ikan budidaya (Sim et al, 2005) . Selain itu menurut
McVicar (1997) penularan penyakit antar budidaya ikan di karamba maupun antar
ikan budidaya dengan ikan liar juga dapat menjadi faktor penyebaan dan infestasi
ektoparasit.
2.1.6 Budidaya Ikan Bandeng di Tambak
Budidaya ikan bandeng saat ini telah dikenal masyarakat luas. Aplikasi
teknologi budidaya ikan bandeng secara umum meliputi teknologi budidaya
secara tradisional hingga intensif, namun sebagian besar masyarakat masih
menerapkan budidaya secara tradisional. Kegiatan budidaya bandeng di tambak
mencakup dua tahapan, yaitu pendederan dan pembesaran. Pada tiap tahapan
diperlukan berbagai upaya persiapan seperti pemberantasan hama, pengolahan
tanah dasar, dan perbaikan pematang. Teknologi intensif dikembangkan dengan
adanya pemberian pakan buatan pada tambak maupun keramba jaring apung. Pada
budidaya intensif, padat tebar yang digunakan adalah 50.000 ekor/ha. Ukuran
benih yang ditebar beratnya antara 0,3-0,5 g dan setelah berat ikan mencapai 50
gr/ekor digunakan kincir air sebanyak 1-2 unit/ha (Rangka dan Asaad, 2010).
Lokasi budidaya ikan bandeng tradisional biasanya berada di kawasan pesisir
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA... HILMA PUTRI FIDYANDINI
yang masih mendapatkan pengaruh pasang surut. Teknologi tradisional masih
mengandalkan pupuk untuk menumbuhkan pakan alami. Luas tambak tradisional
berkisar antara 0,3-2 ha (Rizal, 2009).
Pola pemeliharaan ikan bandeng juga dapat dilakukan secara monokultur
maupun polikultur (Prasetio dkk, 2010). Kualitas air yang optimal dalam
pemeliharaan ikan bandeng di tambak antara lain bersalinitas 12-20 ppm, suhu
28oC-30
oC, pH 6,5-9, DO 5ppm (Loka Pengkajian Teknologi Pertanian, 2000).
Kondisi lingkungan budidaya yang baik adalah salah satunya bebas dari
keberadaan ektoparasit. Kondisi lingkungan yang tidak sesuai dengan ikan
bandeng dapat menyebabkan ikan stres, apabila ikan stres maka akan
mempermudah ikan bandeng terinfestasi ektoparasit. Parasit dapat masuk ke
dalam kolam budidaya karena terbawa oleh air yang masuk, tumbuhan air,
binatang renik dan peralatan budidaya. Menurut Mahasri dkk (2009), manajemen
budidaya di tambak perlu dilakukan, baik sebelum budidaya yaitu pengeringan,
pengapuran, pemupukan, pengairan, dan manajemen selama budidaya yaitu
pengontrolan air yang masuk, pergantian air, dan pengontrolan kualitas air. Hal ini
perlu dilakukan untuk mencegah perkembangan patogen yang keberadaannya
secara alami telah ada dalam lingkungan budidaya (Main and Laranmore, 2004).
2.2 Parasit pada Ikan Bandeng
Menurut Gosling (2005) parasit adalah hewan atau tumbuhan yang hidup
dalam organisme hidup lain untuk memperoleh beberapa keuntungan dari
inangnya. Parasit dapat menyebabkan penyakit pada ikan. Organisme yang
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA... HILMA PUTRI FIDYANDINI
termasuk parasit ikan dapat dikelompokkan atas protozoa, helmint dan arthropoda.
Ektoparasit yang menyerang ikan bandeng adalah Caligus sp., Trichodina sp.,
(Harris et al, 2009). Menurut Lee et al (1986), parasit yang menyerang ikan
bandeng yaitu Caligus patulus. Woo (2006) mengatakan bahwa ektoparasit yang
menyerang ikan bandeng adalah Caligus epidemicus, Caligus punctatus, Lernaea
dan Dactylogyrus.
2.2.1 Caligus
A. Klasifikasi
Menurut Noga (2010), klasifikasi Caligus adalah sebagai berikut :
Filum : Arthropoda
Kelas : Copepoda
Ordo : Siphonostomatoida
Sub ordo : Caligoida
Familia : Caligidae
Genus : Caligus
Spesies : Caligus patulus
Caligus epidemicus
Caligus punctatus.
B. Morfologi
Parasit Copepoda yang tergolong dalam familia Caligidae dapat dibedakan
antara organisme jantan dan betina. Pada umumnya, betina lebih besar
dibandingkan jantan. Sepasang kantung dengan untaian telur sampai sepanjang 2
cm dan membawa telur sekitar 700 butir (Kismiyati dan Mahasri, 2010).
Cephalothorax pada Caligus epidemicus lebar dan panjang, abdomen lebih
kecil dan memiliki tiga duri kecil yang terletak di tengah antara batas lateral dan
garis tengah. Antena pertama terdiri dari dua segmen, segmen pertama dua kali
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA... HILMA PUTRI FIDYANDINI
lebih panjang dari yang kedua, dilengkapi dengan 25 setae. Segmen kedua
dilengkapi dengan delapan setae pada daerah luar distal dan lima pada daerah
distal dalam (Hewwit, 1971). Gambar Caligus epidemicus dapat dilihat pada
Gambar 3.
Gambar 3. Caligus epidemicus tampak Dorsal (Woo, 2006)
Caligus punctatus betina memiliki satu kantung telur. Organ genital
komplek, bentuk sedikit persegi panjang namun membulat di ujung. Abdomen
kecil, caudal ramus kecil dengan tiga setae panjang dan pendek (Maran et al,
2009). Gambar Caligus punctatus dapat dilihat pada Gambar 4.
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA... HILMA PUTRI FIDYANDINI
Gambar 4. Caligus punctatus (Maran et al, 2009)
C. Gejala Klinis
Parasit pra dewasa dan dewasa aktif bergerak pada permukaan ikan. Kulit
ikan yang terinfestasi umumnya terdapat luka dan menyebabkan pendarahan dan
lesi (Woo et al, 2002).
D. Daur Hidup
Caligus epidemicus memiliki daur hidup yang panjang, terdiri dari 2
nauplius, satu copepodid, enam chalimus dan satu pre adult dan adult. Daur hidup
Caligus epidemicus dimulai dari telur, setelah 28 jam telur dalam kantung telur
akan menetas menjadi nauplius yang terdiri dari 2 instar, nauplius hidup bebas dan
bersifat fototaksis negatif. Setelah 6 jam nauplius pertama akan moulting dan
menjadi nauplius ke 2. Kemudian setelah 14,5 jam berkembang menjadi
Copepodid infektif. Copepodid bersifat lebih aktif daripada nauplius, copepodid
berenang bebas dalam air kemudian berkembang menjadi stadia Chalimus I yang
ditandai dengan berkembangnya antena dalam waktu 2 hari yang mengalami
1 mm
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA... HILMA PUTRI FIDYANDINI
moulting dan terdiri dari 6 instar, pada stadia Chalimus 6 akan meunjukkan
perkembangan organ reproduksi. Stadia Chalimus ke 6 menuju pra dewasa
membutuhkan waktu 8 hari, kemudian berkembang lagi menjadi stadia pra
dewasa yang berada pada inang dan setelah 5 hari menjadi organisme dewasa (Lin
and Ho, 1993). Daur hidup Caligus punctatus dimulai dari telur, 2 instar nauplius,
berkembang menjadi Copepodid, kemudian berkembang menjadi stadia Chalimus
yang terdiri dari 4 instar, dan akhirnya menjadi organisme dewasa (Kim, 1993).
Daur hidup Caligus epidemicus dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Daur Hidup Caligus epidemicus (Lin and Ho, 1993)
2.2.2 Trichodina
A. Klasifikasi
Menurut Baker (2007), klasifikasi Trichodina adalah sebagai berikut :
Filum : Protozoa
Sub-Filum : Ciliophora
14,5 JAM
2 HARI
8 HARI
5 HARI
DEWASA
PRADEWASA PRADEWASA
6 JAM 28 JAM
TELUR DALAM
KANTUNG
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA... HILMA PUTRI FIDYANDINI
Kelas : Oligohymenophora
Ordo : Mobilida
Familia : Trichodinidae
Genus : Trichodina
B. Morfologi
Trichodina memiliki bentuk badan membundar bila dilihat dari ventral dan
membentuk lonjong bila dilihat dari posterior dan anterior. Dalam sitoplasma
terlihat makronukleus, dan sejumlah vakuola. Parasit ini memiliki hoocklet yang
membentuk lingkaran. Ujung anterior berupa piringan datar, dilengkapi dengan
lingkaran dari elemen skeletal seperti gigi kutikuler. Organela lokomotor terdiri
dari membranela posterior, terdapat girri dan velum yang berombak-ombak
(Mahasri dan Kismiyati, 2008). Hidup pada perairan tawar maupun laut.
Menyerang ikan air laut maupun air tawar yang hidup bebas maupun yang
dibudidayakan (Baker, 2007). Gambar Trichodina sp. dapat dilihat pada
Gambar 6.
Gambar 6. Trichodina dengan skala bar 20 µm (Sumber: Zhao and Tang, 2011)
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA... HILMA PUTRI FIDYANDINI
C. Gejala Klinis
Menurut Baker (2007), terdapat luka pada kulit ikan yang terserang
Trichodina sp., dan produksi lendir berlebihan. Infeksi berat juga dapat
menyebabkan anoreksia dan lemah.. Nafsu makan ikan menurun, dan pada tubuh
sering terjadi pendarahan yang dapat menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri
dan jamur (Smith and Schwarz, 2009).
D. Daur Hidup
Trichodina sp. memiliki daur hidup langsung. Reproduksi aseksual primer
melalui pembelahan biner. Namun, reproduksi seksual melalui mikro dan makro
konjugasi tidak terjadi. Transmisi melalui kontak langsung dalam air (Baker,
2007).
2.2.3 Dactylogyrus
A. Klasifikasi
Menurut Soulsby (1986), Dactylogyrus sp. dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
Phylum : Platyhelminthes
Class : Trematoda/Monogenea
Ordo : Dactylogyridea
Familia : Dactylogyridae
Genus : Dactylogyrus
B. Morfologi
Parasit ini sering menyerang pada bagian insang ikan air tawar, payau dan
laut. Cacing dewasa berukuran 0,2-2 mm. Mempunyai dua pasang bintik mata
pada ujung anterior. Memiliki sucker yang terletak dekat ujung anterior. Pada
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA... HILMA PUTRI FIDYANDINI
ujung posterior tubuh terdapat alat penempel yang terdiri dari 2 kait besar yang
dikelilingi 14 kait lebih kecil disebut Opisthaptor (Soulsby, 1986). Gambar
Dactylogyrus dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Dactylogyrus (Noga, 2010)
C. Gejala Klinis
Menurut Rohde (2005) ektoparasit ini menyerang kulit maupun isang pada
inangnya. Lesi dan pendarahan juga dapat terjadi apabila serangan ektoparasit ini
meningkat sekresi lendir berlebih. Keberadaan parasit ini pada insang akan
menyebabkan inang sulit bernafas.
D. Daur Hidup
Dactylogyrus bersifat ovipar, berkembang biak secara langsung dengan
cara bertelur, Dactylogyrus menghasilkan sejumlah telur dilepaskan ke dalam
perairan, telur menetas selama 4-5 hari, kemudian menjadi larva bersilia yang
berenang bebasdisebut onchomirasidium kemudian mencari inang (Stoskopf,
1993). Daur Hidup Dactylogyrus dapat dilihat pada Gambar 8.
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA... HILMA PUTRI FIDYANDINI
Gambar 8. Daur Hidup Dactylogyrus (Stoskopf, 1993).
2.2.4 Lernaea
A. Klasifikasi
Menurut Noga (2010) klasifikasi Lernaea adalah sebagai berikut :
Filum : Arthropoda
Kelas : Copepoda
Ordo : Cyclopoida
Familia : Lernaeidae
Genus : Lernaea
B. Morfologi
Lernaea dewasa memiliki semipherical chepalothorax kecil yang terdapat
mulut. Memiliki holdfast yang digunakan untuk menancap pada tubuh inang,
Sedangkan abdomen berada di air. Parasit ini tumbuh optimum pada suhu 26-28o
C (Woo, 2006). Gambar morfologi Lernaea dapat dilihat pada Gambar 9.
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA... HILMA PUTRI FIDYANDINI
Gambar 9. Lernaea (Woo, 2006)
C. Gejala Klinis
Ikan yang terserang di permukaan tubuhnya terdapat garis seperti benang
putih, terdapat bercak merah dan menyebabkan lesi (Kismiyati dan Mahasri,
2010). Bersifat epizootik pada ikan budidaya sehingga menyebabkan mortalitas
yang tinggi. Bersifat patogen pada benih ikan karena ukurannya yang relatif besar
(Woo, 2006).
D. Daur Hidup
Lernaea memiliki tiga instar nauplius yang hidup bebas dan lima instar
pada copepodid. Stadia nauplius tidak makan dan mengalami moulting sampai
tiga kali. Copepodid biasanya berada pada insang dan relatif tidak bergerak.
Nauplius membutuhkan waktu tujuh hari hingga menjadi stadia Copepodid.
Lernaea betina bersifat sebagai parasit, sedangkan yang jantan akan mati setelah
mengalami kopulasi. Lernaea melalukan metamorfosis hanya pada satu inang
(Woo, 2006). Gambar daur hidup Lernaea dapat dilihat pada Gambar 10.
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA... HILMA PUTRI FIDYANDINI
Gambar 10. Daur Hidup Lernaea (Griffiths, D. 2002)
Keterangan : A: Nauplius ; B: Copepodid; C: Lernaea dewasa
2.2.4 Pseudorhabdosynochus
A. Klasifikasi
Menurut Wu et al (2005), Pseudorhabdosynochus dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
Phylum : Platyhelminthes
Kelas : Monogenea
Ordo : Dactylogyridea
Familia : Diplectenidae
Genus : Pseudorhabdosynochus
B. Morfologi
Parasit dari familia diplectanidae ini disebut juga cacing insang,
merupakan parasit yang cukup berbahaya dan sering ditemukan pada insang
berbagai ikan laut (Woo et al, 2002). Bagian kepala dilengkapi dengan dua pasang
mata yang memiliki ukuran yang berbeda, cacing ini memiliki esofagus yang
pendek dan meiliki haptor pada bagian posterior tubuh. (Wu et al, 2005). Gambar
Pseudorhabdosynochus dapat dilihat pada Gambar 11.
A
B
C
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA... HILMA PUTRI FIDYANDINI
Gambar 11. Pseudorhabdosynochus (Dyer, 1995)
C. Gejala Klinis
Menurut Woo (2006), ikan yang terserang parasit golongan Diplectanid
Monogenea ini tidak menunjukkan gejala klinis seperti pendarahan maupun
hiperplasia. Keberadaan parasit ini pada insang akan menyebabkan inang sulit
bernafas (Rohde, 2005).
D. Daur Hidup
Menurut Baker (2007) ektoparasit ini berkembang biak secara langsung
dengan cara bertelur. Dalam perkembangannya, telur berada di dasar. Telur-telur
tersebut akan menetas menjadi larva, berenang bebas dan bersifat infektif.
Kemudian larva ini akan berenang mencari inang baru. Daur Hidup
Pseudorhabdosynochus dapat dilihat pada Gambar 12.
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA... HILMA PUTRI FIDYANDINI
Gambar 12. Daur Hidup Pseudorhabdosynochus (Rohde, 2005)
Keterangan: a. Parasit dewasa pada insang; b. Telur ; C. Telur menetas; D. larva.
A
B
D
C
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA... HILMA PUTRI FIDYANDINI