II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Bandeng (Chanos...

18
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Bandeng (Chanos chanos) 2.1.1 Klasifikasi Klasifikasi ikan bandeng (Chanos chanos) menurut Nelson (2006) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum : Craniata Superkelas : Gnathostomata Kelas : Actinopterygii Subkelas : Neopterygii Divisi : Teleostei Subdivisi : Ostarioclupeomorpha Superordo : Ostariophysi Ordo : Gonorynchiformes Subordo : Chanoidei Familia : Chanidae Subfamilia : Chaninae Genus : Chanos Spesies : Chanos chanos 2.1.2 Morfologi Menurut Bagarinao (1991) dan Lee et al, (1986), Chanos chanos merupakan spesies tunggal dalam familia Chanidae di ordo Gonorynchiformes. Ordo Gonorynchiformes dicirikan sebagai berikut, mulut kecil dan terminal, mata tertutup oleh lapisan lemak luar kornea atau yang biasa disebut adipose eye. Rahang pendek, sirip dorsal dan sirip anal memiliki selubung basal. Sirip ekor bercabang. Warna tubuh keperakan. Sirip dorsal dan caudal memiliki garis hitam, tubuh memanjang dan compressed. Morfologi ikan bandeng dapat dilihat pada Gambar 1. ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga SKRIPSI IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA... HILMA PUTRI FIDYANDINI

Transcript of II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Bandeng (Chanos...

Page 1: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Bandeng (Chanos chanosadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/523/gdlhub-gdl-s1-2013-fidyandini-26117-12.-bab--a.pdf · 2.1.5 Budidaya Ikan Bandeng di Karamba

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Bandeng (Chanos chanos)

2.1.1 Klasifikasi

Klasifikasi ikan bandeng (Chanos chanos) menurut Nelson (2006) adalah

sebagai berikut :

Filum : Chordata

Subfilum : Craniata

Superkelas : Gnathostomata

Kelas : Actinopterygii

Subkelas : Neopterygii

Divisi : Teleostei

Subdivisi : Ostarioclupeomorpha

Superordo : Ostariophysi

Ordo : Gonorynchiformes

Subordo : Chanoidei

Familia : Chanidae

Subfamilia : Chaninae

Genus : Chanos

Spesies : Chanos chanos

2.1.2 Morfologi

Menurut Bagarinao (1991) dan Lee et al, (1986), Chanos chanos

merupakan spesies tunggal dalam familia Chanidae di ordo Gonorynchiformes.

Ordo Gonorynchiformes dicirikan sebagai berikut, mulut kecil dan terminal, mata

tertutup oleh lapisan lemak luar kornea atau yang biasa disebut adipose eye.

Rahang pendek, sirip dorsal dan sirip anal memiliki selubung basal. Sirip ekor

bercabang. Warna tubuh keperakan. Sirip dorsal dan caudal memiliki garis hitam,

tubuh memanjang dan compressed. Morfologi ikan bandeng dapat dilihat pada

Gambar 1.

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

SKRIPSI IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA... HILMA PUTRI FIDYANDINI

Page 2: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Bandeng (Chanos chanosadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/523/gdlhub-gdl-s1-2013-fidyandini-26117-12.-bab--a.pdf · 2.1.5 Budidaya Ikan Bandeng di Karamba

Gambar 1. Ikan Bandeng (Chanos chanos) (Harris et al, 2009)

2.1.3 Habitat

Ikan bandeng hidup di perairan pantai, muara sungai, hamparan hutan

bakau, lagoon, daerah genangan pasang surut dan sungai. Ikan bandeng dewasa

biasanya berada di perairan litoral. Pada musim pemijaham induk ikan bandeng

sering dijumpai berkelompok pada jarak tidak terlalu jauh dari pantai dengan

karakteristik habitat perairan jernih, dasar perairan berpasir dan berkarang dengan

kedalaman antara 10-30 m (Bagarinao,1991).

2.1.4 Daur Hidup Ikan Bandeng

Ikan bandeng dalam pertumbuhannya mengalami beberapa fase, yaitu

telur, larva, juvenil dan ikan dewasa. Ikan bandeng dewasa melakukan pemijahan

di laut lepas, telurnya bersifat pelagis dan mengapung di air tenang bersalinitas

>34 ppt, namun turbulensi di laut akan membawa telur dari permukaan ke lapisan

laut lebih dalam (Bagarinao,1991).

Juvenil ikan bandeng dengan besar lebih dari 20 mm memiliki bentuk,

karakteristik dan morfologi spesies dewasa. Juvenil ikan bandeng biasanya

disebut benih dengan ukuran <10 cm dengan memiliki sirip caudal bercabang, fin-

5 cm

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

SKRIPSI IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA... HILMA PUTRI FIDYANDINI

Page 3: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Bandeng (Chanos chanosadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/523/gdlhub-gdl-s1-2013-fidyandini-26117-12.-bab--a.pdf · 2.1.5 Budidaya Ikan Bandeng di Karamba

ray lengkap dan warna silver. Habitat juvenil ikan bandeng ditemukan beragam

seperti di karang laguna, laguna mangrove, muara, rawa-rawa, sungai pasang

surut, dan kolam dengan berbagai karakteristik umum dari deposit makanan dan

perairan yang relatif dangkal (Bagarinao,1991).

Menurut Lee et al, (1986), bandeng dewasa memiliki panjang 50-150 cm,

merupakan ikan pada laut terbuka, perenang cepat dan kuat. Selama musim

kawin, ikan bandeng berada di pesisir pantai yang berpasir dengan terumbu

karang dan celah-celah batu. Selama bulan Maret-Juni para nelayan melaporkan,

bandeng berkelompok dan bergerak perlahan dengan sirip dipunggungnya terlihat

keluar seperti hiu di sekitar pantai dan pulau-pulau. Puncak migasi ikan bandeng

terjadi pada bulan November dan Desember. Gambar daur hidup ikan bandeng

dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Daur hidup ikan bandeng (Bagarinao,1991)

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

SKRIPSI IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA... HILMA PUTRI FIDYANDINI

Page 4: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Bandeng (Chanos chanosadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/523/gdlhub-gdl-s1-2013-fidyandini-26117-12.-bab--a.pdf · 2.1.5 Budidaya Ikan Bandeng di Karamba

2.1.5 Budidaya Ikan Bandeng di Karamba Jaring Apung Laut

Karamba Jaring Apung (KJA) merupakan sistem budi daya dalam wadah

berupa jaring yang mengapung dengan bantuan pelampung. Menurut Mansyur dan

Tonnek (2003), budidaya ikan bandeng dalam karamba jaring apung di laut

memiliki keunggulan komparatif, yaitu efisien dalam penggunaan lahan, tingkat

produktivitasnya tinggi, tidak memerlukan sistem irigasi dan pengolahan lahan,

unit usaha dapat ditentukan sesuai kemampuan modal dengan menggunakan

bahan yang tersedia di sekitar lokasi budidaya, keuntungan lain yaitu mudah

dipantau karena wadah budidaya relatif terbatas dan terhindar dari pemangsa dan

mudah dilakukan pemanenan.

Pemilihan lokasi merupakan hal yang sangat penting serta menentukan

keberhasilan budidaya bandeng. Lokasi yang dipilih harus memberikan kelayakan

habitat bagi kehidupan dan pertumbuhan ikan. Disamping itu, aspek kesehatan,

sosial, ekonomi, dan legal perlu dipertimbangkan untuk memperlancar kegiatan

usaha budidaya. Beberpa faktor yang perlu diperhatikan dalam budidaya bendeng

menggunakan karamba jaring apung di laut antara lain, penempatan KJA harus

berada di lokasi perairan bebas dari pencemaran, perairan jernih dengan

perubahan kualitas air sesuai dengan ambang batas toleransi ikan, terhindar dari

angin kencang dan arus serta pasang surut yang kuat, tidak menimbulkan konflik

dengan kegiatan lain yang berkaitan dengan pemanfaatan perairan laut, kemudian

mudah dijangkau dan dekat dengan pasar (Mansyur dan Tonnek, 2003).

Selain memiliki keunggulan, budidaya ikan di Karamba Jaring Apung juga

memiliki kelemahan, yaitu salah satunya dalam hal pencegahan penyakit. Kualitas

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

SKRIPSI IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA... HILMA PUTRI FIDYANDINI

Page 5: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Bandeng (Chanos chanosadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/523/gdlhub-gdl-s1-2013-fidyandini-26117-12.-bab--a.pdf · 2.1.5 Budidaya Ikan Bandeng di Karamba

air dalam karamba tidak dapat dikontrol seperti pada tambak, karena kualitas air

bergantung dari alam, air yang mengalir tidak dapat dicegah dan tidak dapat

dilakukan penyaringan, maka pencegahan ektoparasit dalam karamba tidak dapat

dilakukan, pengolahan lingkungan budidaya di karamba dapat dilakukan hanya

dengan cara menjaga kebersihan peralatan budidaya. Ikan rucah segar yang

langsung diberikan sebagai pakan mempunyai resiko yang tinggi sebagai sumber

penularan bibit penyakit pada ikan budidaya (Sim et al, 2005) . Selain itu menurut

McVicar (1997) penularan penyakit antar budidaya ikan di karamba maupun antar

ikan budidaya dengan ikan liar juga dapat menjadi faktor penyebaan dan infestasi

ektoparasit.

2.1.6 Budidaya Ikan Bandeng di Tambak

Budidaya ikan bandeng saat ini telah dikenal masyarakat luas. Aplikasi

teknologi budidaya ikan bandeng secara umum meliputi teknologi budidaya

secara tradisional hingga intensif, namun sebagian besar masyarakat masih

menerapkan budidaya secara tradisional. Kegiatan budidaya bandeng di tambak

mencakup dua tahapan, yaitu pendederan dan pembesaran. Pada tiap tahapan

diperlukan berbagai upaya persiapan seperti pemberantasan hama, pengolahan

tanah dasar, dan perbaikan pematang. Teknologi intensif dikembangkan dengan

adanya pemberian pakan buatan pada tambak maupun keramba jaring apung. Pada

budidaya intensif, padat tebar yang digunakan adalah 50.000 ekor/ha. Ukuran

benih yang ditebar beratnya antara 0,3-0,5 g dan setelah berat ikan mencapai 50

gr/ekor digunakan kincir air sebanyak 1-2 unit/ha (Rangka dan Asaad, 2010).

Lokasi budidaya ikan bandeng tradisional biasanya berada di kawasan pesisir

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

SKRIPSI IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA... HILMA PUTRI FIDYANDINI

Page 6: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Bandeng (Chanos chanosadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/523/gdlhub-gdl-s1-2013-fidyandini-26117-12.-bab--a.pdf · 2.1.5 Budidaya Ikan Bandeng di Karamba

yang masih mendapatkan pengaruh pasang surut. Teknologi tradisional masih

mengandalkan pupuk untuk menumbuhkan pakan alami. Luas tambak tradisional

berkisar antara 0,3-2 ha (Rizal, 2009).

Pola pemeliharaan ikan bandeng juga dapat dilakukan secara monokultur

maupun polikultur (Prasetio dkk, 2010). Kualitas air yang optimal dalam

pemeliharaan ikan bandeng di tambak antara lain bersalinitas 12-20 ppm, suhu

28oC-30

oC, pH 6,5-9, DO 5ppm (Loka Pengkajian Teknologi Pertanian, 2000).

Kondisi lingkungan budidaya yang baik adalah salah satunya bebas dari

keberadaan ektoparasit. Kondisi lingkungan yang tidak sesuai dengan ikan

bandeng dapat menyebabkan ikan stres, apabila ikan stres maka akan

mempermudah ikan bandeng terinfestasi ektoparasit. Parasit dapat masuk ke

dalam kolam budidaya karena terbawa oleh air yang masuk, tumbuhan air,

binatang renik dan peralatan budidaya. Menurut Mahasri dkk (2009), manajemen

budidaya di tambak perlu dilakukan, baik sebelum budidaya yaitu pengeringan,

pengapuran, pemupukan, pengairan, dan manajemen selama budidaya yaitu

pengontrolan air yang masuk, pergantian air, dan pengontrolan kualitas air. Hal ini

perlu dilakukan untuk mencegah perkembangan patogen yang keberadaannya

secara alami telah ada dalam lingkungan budidaya (Main and Laranmore, 2004).

2.2 Parasit pada Ikan Bandeng

Menurut Gosling (2005) parasit adalah hewan atau tumbuhan yang hidup

dalam organisme hidup lain untuk memperoleh beberapa keuntungan dari

inangnya. Parasit dapat menyebabkan penyakit pada ikan. Organisme yang

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

SKRIPSI IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA... HILMA PUTRI FIDYANDINI

Page 7: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Bandeng (Chanos chanosadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/523/gdlhub-gdl-s1-2013-fidyandini-26117-12.-bab--a.pdf · 2.1.5 Budidaya Ikan Bandeng di Karamba

termasuk parasit ikan dapat dikelompokkan atas protozoa, helmint dan arthropoda.

Ektoparasit yang menyerang ikan bandeng adalah Caligus sp., Trichodina sp.,

(Harris et al, 2009). Menurut Lee et al (1986), parasit yang menyerang ikan

bandeng yaitu Caligus patulus. Woo (2006) mengatakan bahwa ektoparasit yang

menyerang ikan bandeng adalah Caligus epidemicus, Caligus punctatus, Lernaea

dan Dactylogyrus.

2.2.1 Caligus

A. Klasifikasi

Menurut Noga (2010), klasifikasi Caligus adalah sebagai berikut :

Filum : Arthropoda

Kelas : Copepoda

Ordo : Siphonostomatoida

Sub ordo : Caligoida

Familia : Caligidae

Genus : Caligus

Spesies : Caligus patulus

Caligus epidemicus

Caligus punctatus.

B. Morfologi

Parasit Copepoda yang tergolong dalam familia Caligidae dapat dibedakan

antara organisme jantan dan betina. Pada umumnya, betina lebih besar

dibandingkan jantan. Sepasang kantung dengan untaian telur sampai sepanjang 2

cm dan membawa telur sekitar 700 butir (Kismiyati dan Mahasri, 2010).

Cephalothorax pada Caligus epidemicus lebar dan panjang, abdomen lebih

kecil dan memiliki tiga duri kecil yang terletak di tengah antara batas lateral dan

garis tengah. Antena pertama terdiri dari dua segmen, segmen pertama dua kali

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

SKRIPSI IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA... HILMA PUTRI FIDYANDINI

Page 8: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Bandeng (Chanos chanosadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/523/gdlhub-gdl-s1-2013-fidyandini-26117-12.-bab--a.pdf · 2.1.5 Budidaya Ikan Bandeng di Karamba

lebih panjang dari yang kedua, dilengkapi dengan 25 setae. Segmen kedua

dilengkapi dengan delapan setae pada daerah luar distal dan lima pada daerah

distal dalam (Hewwit, 1971). Gambar Caligus epidemicus dapat dilihat pada

Gambar 3.

Gambar 3. Caligus epidemicus tampak Dorsal (Woo, 2006)

Caligus punctatus betina memiliki satu kantung telur. Organ genital

komplek, bentuk sedikit persegi panjang namun membulat di ujung. Abdomen

kecil, caudal ramus kecil dengan tiga setae panjang dan pendek (Maran et al,

2009). Gambar Caligus punctatus dapat dilihat pada Gambar 4.

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

SKRIPSI IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA... HILMA PUTRI FIDYANDINI

Page 9: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Bandeng (Chanos chanosadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/523/gdlhub-gdl-s1-2013-fidyandini-26117-12.-bab--a.pdf · 2.1.5 Budidaya Ikan Bandeng di Karamba

Gambar 4. Caligus punctatus (Maran et al, 2009)

C. Gejala Klinis

Parasit pra dewasa dan dewasa aktif bergerak pada permukaan ikan. Kulit

ikan yang terinfestasi umumnya terdapat luka dan menyebabkan pendarahan dan

lesi (Woo et al, 2002).

D. Daur Hidup

Caligus epidemicus memiliki daur hidup yang panjang, terdiri dari 2

nauplius, satu copepodid, enam chalimus dan satu pre adult dan adult. Daur hidup

Caligus epidemicus dimulai dari telur, setelah 28 jam telur dalam kantung telur

akan menetas menjadi nauplius yang terdiri dari 2 instar, nauplius hidup bebas dan

bersifat fototaksis negatif. Setelah 6 jam nauplius pertama akan moulting dan

menjadi nauplius ke 2. Kemudian setelah 14,5 jam berkembang menjadi

Copepodid infektif. Copepodid bersifat lebih aktif daripada nauplius, copepodid

berenang bebas dalam air kemudian berkembang menjadi stadia Chalimus I yang

ditandai dengan berkembangnya antena dalam waktu 2 hari yang mengalami

1 mm

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

SKRIPSI IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA... HILMA PUTRI FIDYANDINI

Page 10: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Bandeng (Chanos chanosadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/523/gdlhub-gdl-s1-2013-fidyandini-26117-12.-bab--a.pdf · 2.1.5 Budidaya Ikan Bandeng di Karamba

moulting dan terdiri dari 6 instar, pada stadia Chalimus 6 akan meunjukkan

perkembangan organ reproduksi. Stadia Chalimus ke 6 menuju pra dewasa

membutuhkan waktu 8 hari, kemudian berkembang lagi menjadi stadia pra

dewasa yang berada pada inang dan setelah 5 hari menjadi organisme dewasa (Lin

and Ho, 1993). Daur hidup Caligus punctatus dimulai dari telur, 2 instar nauplius,

berkembang menjadi Copepodid, kemudian berkembang menjadi stadia Chalimus

yang terdiri dari 4 instar, dan akhirnya menjadi organisme dewasa (Kim, 1993).

Daur hidup Caligus epidemicus dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Daur Hidup Caligus epidemicus (Lin and Ho, 1993)

2.2.2 Trichodina

A. Klasifikasi

Menurut Baker (2007), klasifikasi Trichodina adalah sebagai berikut :

Filum : Protozoa

Sub-Filum : Ciliophora

14,5 JAM

2 HARI

8 HARI

5 HARI

DEWASA

PRADEWASA PRADEWASA

6 JAM 28 JAM

TELUR DALAM

KANTUNG

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

SKRIPSI IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA... HILMA PUTRI FIDYANDINI

Page 11: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Bandeng (Chanos chanosadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/523/gdlhub-gdl-s1-2013-fidyandini-26117-12.-bab--a.pdf · 2.1.5 Budidaya Ikan Bandeng di Karamba

Kelas : Oligohymenophora

Ordo : Mobilida

Familia : Trichodinidae

Genus : Trichodina

B. Morfologi

Trichodina memiliki bentuk badan membundar bila dilihat dari ventral dan

membentuk lonjong bila dilihat dari posterior dan anterior. Dalam sitoplasma

terlihat makronukleus, dan sejumlah vakuola. Parasit ini memiliki hoocklet yang

membentuk lingkaran. Ujung anterior berupa piringan datar, dilengkapi dengan

lingkaran dari elemen skeletal seperti gigi kutikuler. Organela lokomotor terdiri

dari membranela posterior, terdapat girri dan velum yang berombak-ombak

(Mahasri dan Kismiyati, 2008). Hidup pada perairan tawar maupun laut.

Menyerang ikan air laut maupun air tawar yang hidup bebas maupun yang

dibudidayakan (Baker, 2007). Gambar Trichodina sp. dapat dilihat pada

Gambar 6.

Gambar 6. Trichodina dengan skala bar 20 µm (Sumber: Zhao and Tang, 2011)

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

SKRIPSI IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA... HILMA PUTRI FIDYANDINI

Page 12: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Bandeng (Chanos chanosadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/523/gdlhub-gdl-s1-2013-fidyandini-26117-12.-bab--a.pdf · 2.1.5 Budidaya Ikan Bandeng di Karamba

C. Gejala Klinis

Menurut Baker (2007), terdapat luka pada kulit ikan yang terserang

Trichodina sp., dan produksi lendir berlebihan. Infeksi berat juga dapat

menyebabkan anoreksia dan lemah.. Nafsu makan ikan menurun, dan pada tubuh

sering terjadi pendarahan yang dapat menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri

dan jamur (Smith and Schwarz, 2009).

D. Daur Hidup

Trichodina sp. memiliki daur hidup langsung. Reproduksi aseksual primer

melalui pembelahan biner. Namun, reproduksi seksual melalui mikro dan makro

konjugasi tidak terjadi. Transmisi melalui kontak langsung dalam air (Baker,

2007).

2.2.3 Dactylogyrus

A. Klasifikasi

Menurut Soulsby (1986), Dactylogyrus sp. dapat diklasifikasikan sebagai

berikut:

Phylum : Platyhelminthes

Class : Trematoda/Monogenea

Ordo : Dactylogyridea

Familia : Dactylogyridae

Genus : Dactylogyrus

B. Morfologi

Parasit ini sering menyerang pada bagian insang ikan air tawar, payau dan

laut. Cacing dewasa berukuran 0,2-2 mm. Mempunyai dua pasang bintik mata

pada ujung anterior. Memiliki sucker yang terletak dekat ujung anterior. Pada

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

SKRIPSI IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA... HILMA PUTRI FIDYANDINI

Page 13: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Bandeng (Chanos chanosadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/523/gdlhub-gdl-s1-2013-fidyandini-26117-12.-bab--a.pdf · 2.1.5 Budidaya Ikan Bandeng di Karamba

ujung posterior tubuh terdapat alat penempel yang terdiri dari 2 kait besar yang

dikelilingi 14 kait lebih kecil disebut Opisthaptor (Soulsby, 1986). Gambar

Dactylogyrus dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Dactylogyrus (Noga, 2010)

C. Gejala Klinis

Menurut Rohde (2005) ektoparasit ini menyerang kulit maupun isang pada

inangnya. Lesi dan pendarahan juga dapat terjadi apabila serangan ektoparasit ini

meningkat sekresi lendir berlebih. Keberadaan parasit ini pada insang akan

menyebabkan inang sulit bernafas.

D. Daur Hidup

Dactylogyrus bersifat ovipar, berkembang biak secara langsung dengan

cara bertelur, Dactylogyrus menghasilkan sejumlah telur dilepaskan ke dalam

perairan, telur menetas selama 4-5 hari, kemudian menjadi larva bersilia yang

berenang bebasdisebut onchomirasidium kemudian mencari inang (Stoskopf,

1993). Daur Hidup Dactylogyrus dapat dilihat pada Gambar 8.

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

SKRIPSI IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA... HILMA PUTRI FIDYANDINI

Page 14: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Bandeng (Chanos chanosadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/523/gdlhub-gdl-s1-2013-fidyandini-26117-12.-bab--a.pdf · 2.1.5 Budidaya Ikan Bandeng di Karamba

Gambar 8. Daur Hidup Dactylogyrus (Stoskopf, 1993).

2.2.4 Lernaea

A. Klasifikasi

Menurut Noga (2010) klasifikasi Lernaea adalah sebagai berikut :

Filum : Arthropoda

Kelas : Copepoda

Ordo : Cyclopoida

Familia : Lernaeidae

Genus : Lernaea

B. Morfologi

Lernaea dewasa memiliki semipherical chepalothorax kecil yang terdapat

mulut. Memiliki holdfast yang digunakan untuk menancap pada tubuh inang,

Sedangkan abdomen berada di air. Parasit ini tumbuh optimum pada suhu 26-28o

C (Woo, 2006). Gambar morfologi Lernaea dapat dilihat pada Gambar 9.

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

SKRIPSI IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA... HILMA PUTRI FIDYANDINI

Page 15: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Bandeng (Chanos chanosadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/523/gdlhub-gdl-s1-2013-fidyandini-26117-12.-bab--a.pdf · 2.1.5 Budidaya Ikan Bandeng di Karamba

Gambar 9. Lernaea (Woo, 2006)

C. Gejala Klinis

Ikan yang terserang di permukaan tubuhnya terdapat garis seperti benang

putih, terdapat bercak merah dan menyebabkan lesi (Kismiyati dan Mahasri,

2010). Bersifat epizootik pada ikan budidaya sehingga menyebabkan mortalitas

yang tinggi. Bersifat patogen pada benih ikan karena ukurannya yang relatif besar

(Woo, 2006).

D. Daur Hidup

Lernaea memiliki tiga instar nauplius yang hidup bebas dan lima instar

pada copepodid. Stadia nauplius tidak makan dan mengalami moulting sampai

tiga kali. Copepodid biasanya berada pada insang dan relatif tidak bergerak.

Nauplius membutuhkan waktu tujuh hari hingga menjadi stadia Copepodid.

Lernaea betina bersifat sebagai parasit, sedangkan yang jantan akan mati setelah

mengalami kopulasi. Lernaea melalukan metamorfosis hanya pada satu inang

(Woo, 2006). Gambar daur hidup Lernaea dapat dilihat pada Gambar 10.

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

SKRIPSI IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA... HILMA PUTRI FIDYANDINI

Page 16: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Bandeng (Chanos chanosadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/523/gdlhub-gdl-s1-2013-fidyandini-26117-12.-bab--a.pdf · 2.1.5 Budidaya Ikan Bandeng di Karamba

Gambar 10. Daur Hidup Lernaea (Griffiths, D. 2002)

Keterangan : A: Nauplius ; B: Copepodid; C: Lernaea dewasa

2.2.4 Pseudorhabdosynochus

A. Klasifikasi

Menurut Wu et al (2005), Pseudorhabdosynochus dapat diklasifikasikan

sebagai berikut :

Phylum : Platyhelminthes

Kelas : Monogenea

Ordo : Dactylogyridea

Familia : Diplectenidae

Genus : Pseudorhabdosynochus

B. Morfologi

Parasit dari familia diplectanidae ini disebut juga cacing insang,

merupakan parasit yang cukup berbahaya dan sering ditemukan pada insang

berbagai ikan laut (Woo et al, 2002). Bagian kepala dilengkapi dengan dua pasang

mata yang memiliki ukuran yang berbeda, cacing ini memiliki esofagus yang

pendek dan meiliki haptor pada bagian posterior tubuh. (Wu et al, 2005). Gambar

Pseudorhabdosynochus dapat dilihat pada Gambar 11.

A

B

C

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

SKRIPSI IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA... HILMA PUTRI FIDYANDINI

Page 17: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Bandeng (Chanos chanosadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/523/gdlhub-gdl-s1-2013-fidyandini-26117-12.-bab--a.pdf · 2.1.5 Budidaya Ikan Bandeng di Karamba

Gambar 11. Pseudorhabdosynochus (Dyer, 1995)

C. Gejala Klinis

Menurut Woo (2006), ikan yang terserang parasit golongan Diplectanid

Monogenea ini tidak menunjukkan gejala klinis seperti pendarahan maupun

hiperplasia. Keberadaan parasit ini pada insang akan menyebabkan inang sulit

bernafas (Rohde, 2005).

D. Daur Hidup

Menurut Baker (2007) ektoparasit ini berkembang biak secara langsung

dengan cara bertelur. Dalam perkembangannya, telur berada di dasar. Telur-telur

tersebut akan menetas menjadi larva, berenang bebas dan bersifat infektif.

Kemudian larva ini akan berenang mencari inang baru. Daur Hidup

Pseudorhabdosynochus dapat dilihat pada Gambar 12.

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

SKRIPSI IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA... HILMA PUTRI FIDYANDINI

Page 18: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Bandeng (Chanos chanosadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/523/gdlhub-gdl-s1-2013-fidyandini-26117-12.-bab--a.pdf · 2.1.5 Budidaya Ikan Bandeng di Karamba

Gambar 12. Daur Hidup Pseudorhabdosynochus (Rohde, 2005)

Keterangan: a. Parasit dewasa pada insang; b. Telur ; C. Telur menetas; D. larva.

A

B

D

C

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

SKRIPSI IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA... HILMA PUTRI FIDYANDINI