II. LANDASAN TEORI 1. PENDAHULUAN · Pemilik adalah pihak yang terlibat dalam proyek yang memiliki...
Transcript of II. LANDASAN TEORI 1. PENDAHULUAN · Pemilik adalah pihak yang terlibat dalam proyek yang memiliki...
II. LANDASAN TEORI
1. PENDAHULUAN
Kontrak konstruksi melibatkan antara pihak pemilik dan pihak
kontraktor dimana kedua belah pihak wajib melaksanakan ketentuan-ketentuan
yang tercantum di dalam kontrak. Jangka waktu pelaksanaan/penyelesaian
proyek selalu akan tercantum dalam klausul kontrak konstruksi sehingga
pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak baik pihak pemilik maupun pihak
kontraktor mengetahui dengan jelas tentang waktu permulaan pelaksanaan
proyek dan waktu penyelesaian proyek. Waktu penyelesaian proyek tidak
selalu tepat waktu bahkan seringkali terjadi keterlambatan, hal tersebut dapat
disebabkan oleh beberapa kendala yang dihadapi oleh kontraktor, misalnya
perubahan perencanaan selama proses pelaksanaan, manajerial yang buruk
dalam organisasi kontraktor, rencana kerja yang tidak tersusun dengan
baik/terpadu, gambar dan spesifikasi yang tidak lengkap, dan kegagalan
kontraktor dalam melaksanakan pekerjaan (Praboyo, 1999).
Keterlambatan penyelesaian proyek dapat mengakibatkan kerugian-
kerugian dan menimbulkan perselisihan di antara kedua belah pihak. Di
Amerika Serikat telah dikembangkan suatu cara untuk mencegah
keterlambatan yaitu menggunakan suatu kontrak yang berisi tentang pasal
Insentif dan Dis-insentif (I/D) yang dimaksudkan untuk memotivasi kontraktor
agar menyelesaikan proyek tepat waktu atau bahkan lebih cepat dari jadwal
6
yang telah ditetapkan. Untuk menghindari terjadinya keterlambatan kontraktor
dapat berusaha untuk menambah hari kerja menjadi tujuh hari kerja dalam
seminggu, melakukan dua sampai tiga shift kerja dalam sehari, menambah jam
kerja menjadi 12-14 jam dalam sehari, menambah tenaga kerja dalam setiap
aktifitas proyek dan menambah alat-alat kerja dalam proyek (Arditi &
Yasamis, 1998). Kontrak T/D berkembang karena pemilik membutuhkan
waktu penyelesaian proyek yang tepat waktu. Bonus atau insentif diberikan
kepada kontraktor apabila kontraktor dapat menyelesaikan proyek lebih cepat
dari jadwal, sebaliknya jika terjadi keterlambatan dari jadwal yang ditetapkan,
maka kontraktor akan mendapat penalti atau dis-insentif (Herbsman et al,
1994).
2. DEFINISI
2.1. Kontrak
Kontrak adalah persetujuan atau perjanjian secara tertulis yang
bersanksi hukum antara dua pihak atau lebih untuk melakukan atau tidak
melakukan kegiatan (Moeliono, 1989). Dalam bidang teknik sipil, kontrak
merupakan persetujuan antara pemilik dan kontraktor, secara umum
kontrak menyatakan tanggung jawab pemilik membayar kontraktor akan
kinerjanya, dan tanggung jawab kontraktor melaksanakan tugasnya
(Gordon, 1994). Kontrak menegaskan secara tepat mengenai hak-hak dan
kewajiban dari masing-masing pihak yang bersangkutan, ketentuan-
7
ketentuan hukum, keuangan dan syarat-syarat teknik lainnya (Clough,
1994).
Penerapan kontrak di antara pemilik dan kontraktor dalam proyek
konstruksi membutuhkan proses hukum. Langkah tersebut diwujudkan
dengan membuat dokumen tertulis yang berisi tentang rencana dan
spesifikasi proyek secara bersama-sama antara pemilik dan kontraktor
yang disebut dengan dokumen kontrak (Merrit, 1986).
2.2. Insentif
Insentif adalah sesuatu yang mendorong untuk bertindak atau
berusaha keras sebagai suatu ketakutan akan hukuman atau pengharapan
akan penghargaan (Morris, 1975). Definisi lain insentif adalah tambahan
penghasilan yang diberikan untuk memperbesar gairah kerja (Moeliono,
1989). Dalam bidang teknik sipil, insentif diartikan sebagai sesuatu yang
menginspirasi tindakan untuk meningkatkan produksi atau kinerja dalam
proyek konstruksi agar mendapat penghargaan material atau penghargaan
psikologis (Liska & Snell, 1992).
2.3. Dis-insentif
Dis-insentif adalah sesuatu yang bersifat tidak merangsang, tidak
memberi insentif yang dapat berupa penalti, hukuman atau denda
(Moeliono, 1989). Di dalam dunia proyek konstruksi, penalti (Dis
incentive fee) digunakan oleh pemilik jika kontraktor menyelesaikan
8
proyek melebihi jadwal yang telah disepakati di dalam kontrak (Herbsman
etal, 1994).
2.4. Waktu Konstruksi.
Waktu konstruksi dapat diartikan sebagai waktu maksimum yang
dimiliki oleh kontraktor untuk menyelesaikan semua pekerjaan yang harus
dilakukan sesuai dengan apa yang tercantum dalam dokumen kontrak
(Herbsman et al, 1994). Waktu konstruksi dapat ditentukan berdasarkan
pada proyek yang serupa sebelumnya, berdasarkan ketentuan dari pemilik,
melalui negosiasi informal antara pemilik dan kontraktor, atau melalui
negosiasi formal antara pemilik dan kontraktor (Arditi & Yasamis, 1997).
2.5. Liquidated Damage.
Liquidated damage merupakan kerugian yang dialami oleh
pemilik karena adanya keterlambatan proyek yang mengakibatkan
tertundanya pengoperasian fasilitas yang dinyatakan dalam bentuk
sejumlah uang, yang dimana kerugian tersebut harus ditanggung oleh
kontraktor bila keterlambatan proyek disebabkan oleh kesalahan
kontraktor. Kata liquidated dalam hal ini menunjukkan jumlah dalam
kerusakan harian yang ditentukan dengan cara perjanjian. Liquidated
damage berupa jumlah yang ditaksir atas kerugian sesungguhnya yang
dapat disebabkan karena terlambatnya penyelesaian sehingga dapat
mencegah pertengkaran antara pemilik dan kontraktor. Liquidated
9
damage dibayarkan oleh kontraktor kepada pemilik pada saat pembayaran
akhir (Clough, 1994).
2.6. Pemilik.
Pemilik adalah pihak yang terlibat dalam proyek yang memiliki
dan membiayai proyek tersebut dengan biaya yang berasal dari uang
pribadi maupun pinjaman dari luar. Pemilik dibedakan menjadi dua yaitu
pemilik pemerintah dan pemilik swasta (Clough, 1994).
Pemilik swasta dapat berupa: (1) pemilik sekaligus sebagai
pemakai, (2) pengembang, atau berupa (3) perusahaan-perusahaan jasa
umum seperti bangunan-bangunan umum, sekolah dan rumah-rumah sakit.
Pemilik pemerintah dibedakan atas dua hal yaitu berdasar tingkat
daerah yaitu tingkat provinsi, kabupaten, atau kotamadya (Bush, 1983) dan
berdasarkan proyek yang ditangani dibedakan menjadi: (1) Jasa Marga
yang menangani proyek transportasi, (2) Jasa Tirta yang menangani
proyek yang berhubungan dengan keairan, (3) Cipta Karya yang
menangani proyek gedung.
2.7. Kontraktor.
Kontraktor adalah seseorang yang melaksanakan pekerjaan proyek
konstruksi. Kontraktor dapat dibedakan menjadi dua: (1) kontraktor
umum, yaitu kontraktor yang memikul tanggungjawab dari seluruh proyek
dan (2) subkontraktor, yaitu kontraktor yang memikul sebagian dari
tangung jawab keseluruhan proyek dan melakukan kontrak dengan
10
kontraktor umum (Bush, 1983). Klasifikasi kontraktor menurut GAPENSI
dibedakan atas besarnya nilai proyek yaitu kontraktor dengan klasifikasi
A, B dan C.
3. PEMILIHAN KONTRAKTOR
Setelah pemilik merencanakan proyek konstruksi bersama dengan
tenaga arsitek/insinyur, pemilik mengadakan tender untuk melakukan
pemilihan terhadap kontraktor yang akan diserahi tugas untuk melaksanakan
proyek konstruksi. Pemilik dapat memilih kontraktor dengan cara a)
penawaran yang bersaing/kompetitif dan b) negosiasi.
3.1. Kontrak konstruksi dengan penawaran yang kompetitif/bersaing.
Sebagian besar pekerjaan konstruksi melakukan pemilihan
kontraktor dengan cara persaingan penawaran antar kontraktor.
Penawaran bersaing merupakan cara yang sering digunakan pada proyek
konstruksi. Penawaran bersaing dipakai untuk mendorong kontraktor
lebih efisien dan inovatif dalam upaya estimasi biaya proyek, sehingga
dapat menekan harga proyek serendah mungkin tanpa mengurangi kualitas
pekerjaan.
Ada dua macam sistem penawaran bersaing, yaitu (1) sistem
penawaran terbuka dan (2) sistem penawaran tertutup. Bentuk yang sering
digunakan adalah sistem penawaran terbuka, di mana semua kontraktor
menggunakan bentuk proposal yang sama dengan dilengkapi dokumen
penawaran, dan penawaran bersifat terbuka dan dipublikasikan melalui
II
media massa seperti surat kabar, radio dan televisi. Pada penawaran
tertutup yang banyak digunakan oleh pemilik swasta tidak terdapat bentuk
proposal yang sama dan tidak dipublikasikan. Penawaran tertutup terbatas
pada sekelompok kontraktor yang dianggap kompeten. Para kontraktor
yang bersaing diharapkan mengumpulkan kualifikasi secara bersama-sama
dengan penawaran masing-masing dan didorong untuk mengajukan saran-
saran agar biaya dapat dikurangi. Pemilik memilih salah satu proposal
yang tergolong paling masuk akal dan menegosiasikan suatu kontrak
dengan kontraktor yang membuat proposal (Clough, 1994).
Dalam penawaran bersaing, pemilik dapat memilih kontraktor
dengan mempertimbangkan a) penawaran terendah, b) penawaran yang
mendekati rata-rata atau dengan c) menggunakan metode A+B.
a. Penawaran terendah
Pemilik memilih kontraktor pemenang berdasarkan penawaran
yang paling rendah di antara kontraktor peserta tender. Pada saat
menawar suatu proyek, kontraktor harus memperhatikan biaya proyek
ditambah dengan perkiraan keuntungan bagi kontraktor dalam sebuah
kontrak. Jika jumlah biaya konstruksi yang sebenarnya melebihi jumlah
yang tertera dalam penawaran, maka kerugian ditanggung oleh kontraktor.
b. Penawaran yang mendekati rata-rata
Pada beberapa negara, misalnya Italia, Portugal, dan Peru tidak
menggunakan penawaran terendah. Filosofi di belakang konsep ini adalah
penawar terbaik bukanlah yang paling tinggi atau yang paling rendah, tapi
12
merupakan penawar yang terdekat dengan rata-rata penawaran. Praktek
iainnya yang minp adalah bracketing yaitu dengan mempertimbangkan
harga penawaran yang berada pada range tertentu. Prancis dan Portugal
mencoba untuk mendiskualifikasikan penawaran yang terlalu rendah.
Mereka menyebut bias yang tidak normal, karena berbagai penawaran
yang sangat rendah akan menyebabkan problem pelaksanaan di kemudian
hari (Herbsman, 1992).
c. Metode A+B
Pemilik memilih kontraktor dengan berdasarkan metode A+B.
Dalam hal ini A adalah biaya estimasi proyek konstruksi dan B adalah
durasi estimasi proyek konstruksi yang berdasarkan pada suatu parameter
yang ditentukan oleh pemilik. Parameter ini mempertimbangkan "nilai
proyek per hari" yang dihitung berdasarkan nilai kerugian per hari yang
akan dialami pemilik jika proyek terlambat. Pada proyek jalan, parameter
ini disebut dengan DRUC (daily road-user cost) dan di hitung
berdasarkan: waktu perjalanan, jarak perjalanan, dan kebutuhan bahan-
bakar. Sedangkan untuk proyek gedung nilai ini adalah di hitung
berdasarkan pada kerugian atau keuntungan pemilik yang hilang, jika
proyek terlambat perharinya dari jadwal rencana. Suatu contoh,
pembangunan pertokoan yang direncanakan selesai sebelum hari raya. Jika
proyek terlambat, keuntungan yang dapat diperoleh dengan banyaknya
pengunjung sebelum hari raya dan secara otomatis akan meningkatkan
nilai penjualan totai akan menjadi hiiang
13
Kontraktor peserta tender mangajukan penawaran biaya dan
durasi proyek yang akan ditangani, kemudian estimasi biaya dan durasi
proyek dari masing-masing kontraktor dihitung dengan formula (2.1)
untuk menentukan nilai penawaran total (TCB) (Herbsman et al, 1994).
TCB = ECC + (DRUC x EPD) (2.1)
Dimana TCB = total combined bid (nilai penawaran total) ECC = estimated construction cost (nilai "A" pada metode A+B) DRUC = daily road user cost EPD = estimated project duration for project completion (nilai "B"
pada metode A+B)
Kontraktor pemenang adalah kontraktor dengan nilai penawaran
total (TCB) yang terendah. Dengan formula (2.1) kontraktor yang menang
bukan selalu kontraktor dengan estimasi biaya konstruksi yang terendah
atau kontraktor yang mengestimasi durasi proyek yang terendah.
3.2. Kontrak konstruksi melalui negosiasi.
Penawaran bersaing bukanlah cara yang paling baik dalam memilih
kontraktor. Namun ada beberapa hal yang menguntungkan jika pemilik
menegosiasikan kontrak suatu proyek dengan memilih kontraktor atau
sekelompok kecil kontraktor. Pemilik dapat memilih kontraktor
berdasarkan reputasi atau kualifikasinya dalam melakukan pekerjaan.
Perjanjian-perjanjian yang dapat disetujui oleh kedua belah pihak
merupakan hal terbaik untuk pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan kedua
belah pihak. Kontrak negosiasi umumnya terbatas pada pekerjaan proyek
swasta yang menggunakan keuangan pribadi karena penawaran bersaing
14
merupakan persyaratan legal untuk proyek pemerintah kecuali untuk
keadaan yang luar biasa (Clough, 1994).
Untuk beberapa alasan, para pemilik mungkin lebih memilih
untuk langsung melakukan negosiasi dengan satu atau lebih kontraktor
daripada mengadakan penawaran yang kompetitif. Setelah mengadakan
penelitian mengenai kualitas, pengalaman, peralatan, sumber daya, sumber
keuangan dan rencana yang memungkinkan untuk menyelesaikan kerja
yang diharapkan dari kontraktor, dalam hal ini pemilik tidak membuka
penawaran kepada banyak kontraktor (Nugraha et al, 1986).
4. JENIS KONTRAK.
Jenis kontrak konstruksi dapat dibedakan berdasarkan organisasi
pekerjaan dan cara pembayarannya (Gambar 2.1). Berdasarkan organisasi
pekerjaannya, kontrak dibagi atas build contract, design and build contract,
dan build and operate transfer. Sedangkan berdasarkan cara pembayarannya
kontrak dibedakan atas fixed price contract, cost plus fee contract dan suatu
penggabungan keduanya, disebut guaranteed maximum price (Gordon, 1994).
Organisasi pekerjaan Cara pembavaran
Build contract
Design and Build Contract
Turn-key contract
Build operate transfer ('ontruct
Fixedprice Lump sum
Unit price
Cost plus fee <^— Cost plus fixed fee
\ Cost, ' plus percentage fee
Guaranteed maximum Price
Gambar 2.1. Pembagian Jenis Kontrak
15
4.1. Berdasarkan Ruang Lingkup pekerjaan
a. Kontrak Membangun (Build Contract).
Di sini pemilik memilih dan membayar seorang perencana
(arsitek atau insinyur) yang mempersiapkan rencana dan spesifikasi,
kemudian melakukan pemeriksaan, pengawasan, dan pengontrolan selama
berlangsungnya proses konstruksi. Konstruksi sendiri merupakan
tanggung jawab dari seorang kontraktor umum yang terikat dalam suatu
kontrak dengan pemilik. Banyak pekerjaan yang dibuat oleh kontraktor-
kontraktor tunggal yang dikontrak oleh kontraktor umum. Kontraktor ini
dinamakan subkontraktor (Gambar 2.2). Walaupun subkontraktor bekerja
dalam suatu bagian dari rencana dan spesifikasi pemilik, hubungan
kontraktualnya yang sah adalah langsung dengan kontraktor umum;
dimana kontraktor umum pada akhirnya bertanggung jawab kepada
pemilik untuk semua pekerjaan.
Pemilik
Perencana fArsitek/Insinvur)
Sub Kontraktor
Kontraktor
Sub Kontraktor
Sub Kontraktor
Gambar 2.2. Kontrak tradisional antara Pemilik-Perencana-Kontraktor (Fisk, 1997)
16
Metode tradisional ini lebih menitikberatkan kepada penerapan
dari rencana disain proyek yang sudah ada. Tugas kontraktor hanya
membangun saja (Nugraha et al, 1986). Kontraktor diberi wewenang
untuk mengatur segala hal yang perlu guna melaksanakan pembangunan
proyek sampai selesai, dan tidak ikut serta dalam hal perencanaan.
Sedangkan arsitek/insinyur diberi wewenang mengenai semua hal yang
berhubungan dengan perencanaan.
b. Kontrak Merencana dan Membangun (Design and Build Contract).
Pada metode ini, semua fase proyek dari konsep sampai desain
dan konstruksi ditangani oleh satu perusahaan yang sama (Gambar 2.3).
Pada kontrak ini, pihak kontraktor diminta mengajukan penawaran
pekerjaannya termasuk jasa perencanaannya. Apabila kontraktor kesulitan
dalam merencanakan pekerjaan, mereka dapat menyewa tenaga
arsitek/insinyur untuk membantu merencanakan pekerjaan tersebut.
Arsitek/insinyur tersebut hanya berurusan dengan kontraktor bukan dengan
pemilik (Kavanagh et al, 1978).
Sub Kontraktor
Pemilik
Design & build contractor
Sub Kontraktor
Sub Kontraktor
Gambar 2.3. Kontrak Merencana-Membangun pada Pemilik dan Kontraktor (Fisk, 1997)
17
c. Turn key contract
Tipe yang hampir sama dengan design and build contract adalah
turn-key contract dimana dalam kontrak ini mulai dari konsep
perencanaan, pelaksanaannya, demikian juga dengan penyediaan dananya
diatur dan dikerjakan oleh kontraktor. Pemilik dapat mengoperasikan
fasilitas hanya dengan "memutar kunci" jika seluruh proyek telah
diselesaikan dan membayar kembali biaya proyek yang telah dikeluarkan
oleh pihak kontraktor (Nugraha et al, 1986).
Perbedaan yang paling mendasar antara design and build contract
dan turn-key contract yaitu dalam turn-key contract, kontraktor tidak
hanya mengerjakan perencanaan dan pelaksanaan proyek tetapi juga
penyediaan dananya (Kavanagh et al, 1978).
d. Build Operate Transfer (BOT) Contract.
Pada kontrak ini kontraktor membuat perencanaan, konstruksi,
keuangan jangka panjang, keuangan konstruksi, dan termasuk
mengoperasikan proyek selama beberapa tahun sesuai dengan yang
disepakati dengan pemilik. Setelah waktu yang disepakati berakhir proyek
dikembalikan kepada pemilik (biasanya adalah pemerintah) yang
kemudian akan dioperasikan sendiri oleh pemilik (Gordon, 1994).
Kontrak-kontrak BOT untuk proyek pemerintah yang telah
dilakukan menunjukkan adanya kemampuan dari kontraktor untuk
mengatur resiko yang timbul dan juga mengatur keuangan tanpa
menimbulkan kesulitan bagi pemerintah selaku pemilik. Contoh dari
18
kontrak ini adalah pembangunan jalan tol, dalam hal ini kontraktor bekerja
sama dengan jasa marga sebagai wakil dari pemilik (pemerintah) (Tiong,
1995).
4.2. Berdasarkan cara pembayaran
4.2.1. Kontrak fixed price
Disebut juga kontrak dengan harga tetap adalah kontrak yang
gambar pelaksanaannya tetap, besteknya tetap, disain tidak berubah dan
harga sudah ditetapkan sehingga tidak dapat berubah lagi (Nugraha et al,
1986).
Pada cara pemilihan kontraktor, kontrak ini dipakai untuk proyek
konstruksi yang menggunakan penawaran yang kompetitif/bersaing
terutama pada proyek-proyek pemerintah dan bisa juga digunakan pada
proyek konstruksi dengan negosiasi. (Merrit, 1986). Sedangkan pada jenis
kontrak yang berdasar pada organisasi pekerjaan, kontrak ini dipakai pada
kontrak membangun (Barrie & Paulson, 1984).
Kontrak fixed price terdiri atas dua jenis kontrak yaitu a) kontrak
lump-sum dan b) kontrak unit price (Nugraha et al, 1986).
a. Kontrak lump-sum.
Merupakan suatu kontrak di mana kontraktor menyetujui untuk
melakukan suatu pekerjaan untuk mendapatkan sejumlah uang dan wajib
menyelesaikan pekerjaannya sesuai kontrak terlepas dari kesulitan-
kesulitan dan masalah-masalah yang akan dialami kontraktor dalam
19
menjalankan kegiatan konstruksi, walaupun biaya total kerja dapat
menjadi lebih besar daripada biaya proyek pada kontrak. Tetapi hal
tersebut dapat dihindari oleh kontraktor melalui suatu ketetapan kontrak
untuk penentuan harga pada situasi yang berbeda atau mungkin karena
kemungkinan lain yang tidak memungkinkan kontraktor melakukan
pekerjaan (C lough, 1994).
Kegunaan kontrak lump-sum dibatasi untuk proyek konstruksi
yang gambar kerja proyek, harga proyek dan spesifikasinya dapat
dijelaskan secara akurat dan lengkap pada waktu penawaran atau negosiasi
(Merrit, 1986 dan Shively, 1971). Apabila proyek tersebut tidak dapat
ditentukan kuantitas dan keadaannya terlebih dahulu pada saat peninjauan
di lapangan, maka proyek tersebut tidak cocok memakai tipe kontrak
lump-sum (Clough, 1994)
Keuntungan bagi kontraktor dalam menggunakan jenis kontrak ini
adalah kontraktor dapat melaksanakan pekerjaan dengan terprogram dan
lebih efisien karena semua dokumennya lengkap (Nugraha et al, 1986).
b. Kontrak unit price.
Merupakan kontrak dimana pemilik membayar kepada kontraktor
untuk setiap unit pekerjaan yang dibuat oleh kontraktor bukan untuk
keseluruhan pekerjaan. Karena itu jumlah uang yang akan dibayarkan
pemilik kepada kontraktor tidak dapat diketahui dengan tepat sampai
selesainya proyek.
20
Selain itu pemilik harus sering memantau proyek baik secara
langsung atau melalui arsitek/tenaga lapangan untuk pengukuran dan
penentuan pekerjaan sebenarnya yang sudah dilaksanakan di lapangan.
Kontraktor wajib untuk menunjukkan hasil pekerjaan sebenarnya di
lapangan meskipun pekerjaan tersebut lebih besar atau kurang dari
rencana proyek. Hal ini penting untuk syarat penentuan ulang jumlah unit
dalam kontrak ketika pekerjaan yang terjadi melebihi pekerjaan yang
direncanakan (Clough, 1994).
Kontrak unit price dipakai bilamana kualitas dan bentuk dari
pekerjaan tersebut secara mendetail dapat dispesifikasikan tetapi volume
atau pekerjaannya tidak dapat diketahui atau dihitung secara tepat.
Kontrak jenis ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu unit price dengan
flat rate dimana harga tetap sampai kontrak selesai dan sliding rate
dimana harga dapat dikaitkan dengan besarnya volume pekerjaan
(Nugraha et al, 1986).
4.2.2. Kontrak cost plus fee.
Dapat disebut juga kontrak prime cost atau kontrak cost
reimbursable, adalah kontrak dimana pemilik mengganti biaya proyek
yang dikeluarkan oleh kontraktor untuk melaksanakan pekerjaannya,
ditambah dengan suatu bentuk tambahan imbalan jasa kerja kontraktor
(Antill, 1970).
Pada cara pemilihan kontraktor, kontrak ini dipakai untuk proyek
konstruksi dengan negosiasi (Ahuja, 1980). Sedangkan pada jenis kontrak
21
yang berdasarkan ruang lingkup pekerjaan, kontrak ini dapat dipakai pada
kontrak merencana dan membangun, dan kontrak turnkey (Barrie &
Paulson, 1984).
Kontrak jenis ini yang sering dipakai adalah a) kontrak cost plus
percentage fee, dan b) kontrak cost plus fixed fee.
a. Kontrak cost plus percentage fee.
Salah satu cara yang paling menguntungkan untuk menentukan
imbalan jasa dalam kontrak cost plus fee adalah suatu persentase dari
biaya konstruksi. Persentase ini dapat berupa jumlah tetap (fix amount)
atau bervariasi dengan menurut pengaturan sliding scale. Tipe kontrak ini
biasanya cocok untuk pekerjaan yang skala dan keadaannya buruk pada
pelaksanaan di lapangan. Suatu contoh situasi di mana kontrak cost plus
percentage cocok digunakan yaitu memperbaiki kerusakan yang terjadi
akibat kebakaran, petir, dan banjir.
Dalam kontrak ini jika biaya total konstruksi kurang dari biaya
rencana, kelebihan biaya akan dikembalikan kepada pemilik atau dibagi
dua antara pemilik dan kontraktor dengan suatu cara yang telah ditentukan
sebelumnya. Kontrak cost plus percentage tidak mengandung insentif
langsung kepada kontraktor untuk dapat meminimalkan biaya konstruksi.
Pemilik proyek yang berhubungan langsung dengan fasilitas umum
dilarang menegosiasikan kontrak ini kecuali dalam keadaan yang luar
biasa/khusus (Clough, 1994).
22
b. Kontrak cost plus fixed fee.
Merupakan jenis kontrak dimana jumlah imbalan jasa kepada
kontraktor ditetapkan secara pasti tanpa melihat besarnya biaya fisik yang
dikeluarkan. Kontrak ini dapat diterapkan bila pekerjaan sudah
dirumuskan secara garis besar dan jelas, namun pelaksanaan pekerjaan
dapat menjadi tidak efisien sehingga dapat meningkatkan biaya yang
terjadi dan memperpanjang waktu pelaksanaan (Nugraha et al, 1986).
4.2.3. Kontrak guaranteed maximum cost.
Sering dinyatakan sebagai gabungan antara kontrak fixed price
dan kontrak cost plus fee. Kontrak guaranteed maximum dibagi menjadi
dua yaitu kontrak guaranteed maximum dengan insentif dan kontrak
guaranteed maximum tanpa insentif (Gordon, 1994).
Dalam kontrak ini, kontraktor memberikan suatu harga
maksimum atau harga garansi sebagai jaminan kepada pemilik untuk
penentuan biaya total konstruksi. Jika biaya konstruksi yang terjadi
melebihi harga maksimum atau garansi tersebut, maka kelebihan akan
ditanggung oleh kontraktor. Sedangkan jika biaya konstruksi yang terjadi
di bawah harga maksimum atau garansi, maka pemilik hanya membayar
sebesar biaya konstruksi yang terjadi tersebut. Pada kontrak guaranteed
maximum dengan insentif, kelebihan biaya yang terjadi jika biaya
konstruksi di bawah harga maksimum atau garansi akan dibagi oleh
pemilik dan kontraktor dalam pembagian yang ditentukan sebelumnya
(Kavanagh et al, 1978).
23
Kontrak ini dapat dipakai pada kontrak membangun, kontrak
merencana dan membangun, dan kontrak turnkey (Barrie &
Paulson, 1984).
5. TIPE INSENTIF.
Secara umum tipe insentif yang diberikan oleh perusahaan adalah
bonus/insentif finansial, insentif psikologi, insentif jadwal dan insentif kinerj a.
a. Bonus/insentif finansial juga diartikan sebagai suatu keuntungan tambahan
yang dibayarkan dari keuntungan. Bonus biasanya diterapkan untuk
kelebihan uang normal yang didapatkan, diberikan dengan pertimbangan
dari pendapatan berlebih atau sebagai pembagian dari keuntungan (Morris,
1975). Dalam bidang teknik sipil, bonus diberikan kepada kontraktor yang
dapat menyelesaikan proyek lebih awal dari jadwal (Herbsman et al, 1994).
Untuk memotivasi kontraktor menyelesaikan pekerjaannya lebih cepat dari
yang tercantum di kontrak, maka kadang-kadang tercantum pasal-pasal
mengenai berapa besar bonus yang akan diterima bila pekerjaan selesai
lebih awal per hari (Soeharto, 1995).
b. Insentif Psikologis adalah tipe insentif yang menawarkan suatu pengakuan
terhadap usaha para pekerja dalam menyelesaikan pekerjaan mereka.
Misalnya dengan pemberian penghargaan "pekerja bulan ini", "manager of
the year", "pegawai teladan" (Liska and Snell, 1992).
c. Insentif jadwal digunakan untuk proyek dimana waktu penyelesaiannya
sudah pasti dan tidak dapat ditunda-tunda lagi (Abu-hijleh & Ibbs,1989).
24
d. Insentif Kinerja adalah insentif yang berupa bonus atau penalti yang
diperoleh kontraktor sesuai dengan kinerja yang dihasilkan dengan
mempertimbangkan faktor keamanan, kualitas pekerjaan, manajemen,
pengelolaan sumber daya dan respon yang positif dari pemilik (Stukhart,
1984).
Pada penelitian ini pembahasan dibatasi pada pemberian bonus atau insentif
finansial dari pemilik kepada kontraktor, selanjutnya bonus atau insentif
finansial akan dipakai istilah insentif (I).
6. KONTRAK NONI/D
Kontrak non I/D merupakan kontrak yang tidak menggunakan pasal
insentif maupun pasal dis-insentif Pada kontrak ini, pemilik ikut serta dalam
pelaksanaan proyek sebagai pengawas dan penyuplai bahan-bahan material
proyek. Proyek yang sering menggunakan kontrak non I/D adalah proyek-
proyek sederhana seperti pembangunan rumah tinggal sederhana maupun
proyek renovasi rumah. Contoh kontrak yang menggunakan non I/D adalah
kontrak cost plus percentage fee dimana kontraktor memborong kerja dengan
memperoleh imbalan berdasarkan persentase biaya material yang dikeluarkan
oleh pemilik tanpa ada perjanjian batasan waktu penyelesaian proyek.
7. KONTRAK DIS-INSENTIF (D)
Kontrak dis-insentif merupakan kontrak yang menggunakan pasal
dis-insentif berupa denda/penalti. Pada kontrak dis-insentif resiko finansial
berupa denda diberikan kepada kontraktor jika waktu penyelesaian proyek
melebihi waktu rencana dan jika biaya total proyek melebihi biaya rencana
25
kontraktor harus menanggung kelebihan biaya tersebut, sedangkan bila
penyelesaian proyek lebih cepat atau biaya keseluruhan proyek lebih kecil
dibanding biaya rencana, kontraktor tidak mendapat insentif.
Kontrak dis-insentif banyak diterapkan untuk proyek-proyek
konstruksi di Indonesia terutama untuk proyek-proyek pemerintah. Jenis
kontrak yang sering dipakai pada kontrak dis-insentif yaitu kontrak fixed price
dan kontrak guaranteed maximum price. Pada kontrak fixed price, dis-insentif
dipakai jika waktu penyelesaian proyek lebih lama dari waktu rencana dalam
kontrak. Sedangkan pada kontrak guaranteed maximum, dis-insentif dipakai
jika biaya keseluruhan proyek melebihi biaya rencana pada kontrak.
8. KONTRAK INSENTIF/DIS-INSENTIF (I/D)
Kontrak Insentif merupakan usaha pemilik untuk menyelesaikan
tujuan proyek dengan jalan menyediakan suatu insentif untuk memotivasi
kontraktor dalam menyelesaikan proyek dengan jangka waktu sesingkat
mungkin (Stukhart, 1984). Kontrak insentif dapat menjadi alat yang berguna
untuk meningkatkan kinerja proyek untuk mencapai tujuan sebelum waktu
yang ditetapkan dan tidak melebihi biaya rencana (Abu Hijjleh & Ibbs, 1989).
Kontrak I/D berkembang dari pengaturan biaya dasar dan pembagian
laba diantara pemilik dan kontraktor (Arditi & Yasamis, 1997). Ada berbagai
bentuk kontrak I/D yang dapat dipertimbangkan untuk berbagai proyek khusus.
Bentuk kontrak tersebut adalah kontrak Insentif dan dis-insentif, kontrak
Insentif saja, kontrak dis-insentif saja, dan kontrak insentif non-monetary
(Jaraiedi, 1995).
26
Walaupun kontrak I/D memiliki bentuk yang bermacam-macam,
namun pada intinya adalah pemilik membayar insentif kepada kontraktor
karena biaya konstruksi proyek yang terjadi lebih rendah dari biaya yang
ditetapkan pada permulaan proyek atau karena penyelesaian yang lebih awal
dari jadwal yang ditentukan, dan sebaliknya kontraktor hams bertanggung
jawab atas pengerjaan proyek yang tidak efisien dan penyelesaian yang
terlambat dari jadwal (Merritt, 1986).
Untuk menarik minat perusahaan kontraktor dalam mengurangi biaya,
pada klausul bonus disediakan pembagian keuntungan yang dapat ditulis sesuai
dengan yang seharusnya diterima, juga pada pembagian biaya dasar jika
jumlah total biaya sesungguhnya kurang dari target yang diperkirakan. Selain
itu ada perjanjian di mana imbalan jasa kontraktor dikurangi jika biaya
konstruksi melebihi perkiraan target.
Bila waktu penyelesaian proyek sangat penting bagi pemilik, kontrak
dapat dibuat untuk menyediakan butir kontrak yang berisi tentang jumlah
insentif berupa bonus setiap hari kepada kontraktor untuk penggunaan proyek
yang lebih awal oleh pemilik proyek. Hal sebaliknya juga ditulis dalam
kontrak jika terjadi keterlambatan penyelesaian, maka imbalan jasa kontraktor
akan dikurangi untuk membayar dis-insentif. Selain waktu penyelesaian
proyek sangat penting alasan lain memakai kontrak I/D adalah kontrak I/D
cocok untuk proyek yang ditangani, proyek sangat penting, dan pemilik
menghendaki penggunaan I/D.
Bila pengaturan bonus dan penalti dibutuhkan, penalti tidak perlu
dipertimbangkan sebagai pasal liquidated damages, tetapi dapat
27
dipertimbangkan secara terpisah suatu pasal penalti. Jumlah biaya maksimum
dan minimum terkadang secara jelas dapat diketahui bila pasal insentif
diterapkan pada target perkiraan biaya dan waktu (Clough, 1994)..
8.1. Penerapan I/D
Syarat-syarat VD dapat dicantumkan berupa suatu pasal dalam kontrak
konstruksi. I/D dapat digunakan dalam kontrak fixed price maupun kontrak
cost plus fee, contohnya pengaturan insentif dan dis-insentif dapat digunakan
untuk menghargai penyelesaian waktu kontrak dari suatu proyek fixed price.
Suatu insentif setiap hari disediakan untuk penyelesaian yang lebih awal dan
dis-insentif digunakan untuk penyelesaian yang terlambat. Pada kontrak cost
plus fee, perjanjian insentif dan dis-insentif (LD) dapat diterapkan untuk
menentukan imbalan jasa kontraktor. Pengaturan insentif atau dis-insentif oleh
kontraktor dan pemilik ditetapkan dalam bentuk target biaya dan waktu
sehingga kontrak cost plus fee dapat digunakan pada pekerjaan dimana
spesifikasi dan gambar proyek dapat dikembangkan dalam pelaksanaan untuk
memperoleh biaya yang akurat. Kontrak konstruksi tersebut disebut kontrak
I/D.
Kontrak I/D digunakan untuk proyek-proyek dimana waktu
pengerjaan proyek tersebut kritis dan membutuhkan penyelesaian yang tepat
waktu (Jaraiedi, 1995). Secara garis besar proyek konstruksi dibedakan
menjadi empat bagian (Barrie & Paulson, 1984), yaitu:
1. Residential Construction (Rumah Tinggal)
28
Konstruksi ini mencakup rumah tinggal pribadi, perumahan,
apartemen-apartemen dan kondominium.
2. Building Construction (Bangunan Gedung)
Konstruksi bangunan meliputi toko-toko kecil sampai komplek
pertokoan, sekolah sampai universitas, rumah sakit, tempat ibadah,
kantor, teater, gedung pemerintah, pusat rekreasi dan gudang.
3. Heavy Engineering Construction (Bangunan Sipil)
Konstruksi ini meliputi bendungan, terowongan, bangunan irigasi,
jembatan-jembatan, rel kereta api, lapangan terbang, jalan raya,
pelabuhan, dermaga, saluran-saluran dan pemasangan kabel dan
jaringan.
4. Industrial Construction (Bangunan Industri)
Konstruksi industri meliputi kilang minyak tanah, pabrik-pabrik misal
pabrik petrokimia, pabrik bahan bakar sintetis, dan tenaga nuklir.
Kebanyakan proyek yang menggunakan kontrak I/D pada
penelitian di Amerika Serikat adalah proyek konstruksi jalan raya,
misalnya proyek perbaikan jalan raya yang dapat mertimbulkan
kemacetan, ketidaknyamanan dan kekacauan dalam alur lalu-lintas.
Akibat lain yang ditimbulkan dari pekerjaan proyek jalan raya adalah jarak
perjalanan yang akan ditempuh seseorang akan merrjadi lebih panjang,
karena pengguna jalan harus mencari jalan altematif yang lain apabila
jalan yang biasanya dilewati ditutup. Hal ini dapat menghabiskan waktu
yang lebih lama akibat memutar ke jalan yang lain, kemacetan lalu-lintas,
tundaan akibat kemacetan yang akan mengakibatkan biaya yang
29
dikeluarkan juga menjadi lebih besar karena penggunaan bahan bakar yang
lebih banyak. Permasalahan-permasalahan itu pada akhirnya akan
berakibat pada kelancaran roda perekonomian masyarakat.
Pada umumnya besarnya jumlah I/D pada perbaikan proyek jalan
raya harus berdasar pada biaya keseluruhan proyek dan
mempertimbangkan masalah keamanan pengguna jalan seperti jatuh dari
sepeda motor, kerugian waktu karena masalah pada lalu lintas,
meningkatnya konsumsi bahan bakar, dan meningkatnya biaya
administrasi maupun pengawasan yang berhubungan dengan penggunaan
kontrak I/D (Jaraiedi, 1995).
8.2. Keuntungan dan kerugian penggunaan I/D
Insentif dapat digunakan untuk mengurangi biaya proyek secara
keseluruhan dalam kontrak cost plus fee (Merritt, 1986), melaksanakan
manajemen kontrak yang efisien, mendapatkan standar kinerja yang tinggi,
memberikan penghargaan kepada kontraktor yang bekerja dengan efisien
(Stukhart, 1984). Penggunaan syarat I/D dapat mengurangi waktu
konstruksi walaupun juga dapat meningkatkan biaya keseluruhan proyek
terutama untuk kontrak fixed price (Herbsman et al, 1994),
mempertahankan tingkat keamanan, produktifitas, kemajuan teknologi,
dan kualitas konstruksi (Abu-hijleh & Ibbs, 1989). . Penelitian-penelitian
telah dilakukan di Illinois, Amerika Serikat menunjukkan bahwa sebagian
besar proyek yang menggunakan kontrak I/D dapat diselesaikan tepat
waktu atau lebih cepat dari waktu yang telah ditetapkan (Arditi et al,
30
1987). Selain itu kontrak I/D menyalurkan sebagian resiko yang
berhubungan dengan pemilik dan kontraktor dengan menggunakan suatu
insentif dan ancaman dis-insentif (Arditi & Yasamis, 1997 ).
Keuntungan penggunaan I/D bagi masyarakat yaitu bila proyek
yang menggunakan I/D berhubungan langsung dengan masyarakat sebagai
pengguna, misal perbaikan jalan, pembangunan jaringan, pembangunan
fasilitas umum seperti tempat ibadah. Masyarakat dapat menggunakan
fasilitas tersebut lebih cepat, seperti perbaikan jalan dimana masyarakat
sebagai pengguna jalan tidak terganggu lebih lama dalam hal kenyamanan
mengendara, tidak perlu memutar mencari jalan alternatif, tidak terjebak
dalam kemacetan lalu lintas, tidak menambah biaya bensin karena harus
memutar atau karena kemacetan.
Keuntungan penggunaan I/D bagi pemilik adalah dapat
mengoperasikan proyek dengan cepat dan dapat memperoleh keuntungan
dari pengoperasiannya karena kontraktor termotivasi untuk menyelesaikan
proyek lebih cepat. Selain itu penggunaan I/D dapat mengurangi resiko
keterlambatan dan akibatnya dapat mengurangi perselisihan antara pemilik
dan kontraktor
Keuntungan penggunaan I/D bagi kontraktor adalah dapat
menambah imbalan jasa bila memperoleh insentif, mengurangi resiko
keterlambatan dan menghindari dis-insentif karena kontraktor termotivasi
untuk memperoleh insentif dan dapat menghindari perselisihan dengan
pemilik.
31
Kerugian penggunaan kontrak I/D yaitu memerlukan biaya dalam
penggunaannya dalam proyek, syarat-syarat I/D membutuhkan
administrasi yang luas dalam menentukan target waktu proyek yang dapat
diraih. Pasal I/D dapat meningkatkan biaya keseluruhan pada proyek
konstruksi untuk kontrak fixed price. Sebaiknya insentif atau penalti
digunakan secara terbagi-bagi untuk proyek yang penting dan proyek yang
dapat mengakibatkan peningkatan klaim atau tuntutan dari kontraktor
(Jaraiedi, 1995).
8.3. Hubungan Insentif dengan kontrak
Kontrak Insentif dapat digunakan dalam kontrak fixed price maupun
kontrak cost plus fee dengan syarat I/D
Incentive Contract
, Fixed Price Contract With Incentive
Cost Plus Fee Contracts with Incentives Provisions
Guarranted Maximum vi 1 Incentive
nth
Lump sum with Incentive
Unit price with Incentive
Cost plus fixed fee with Incentive
Cost plus an award fee
Gambar 2.4. Pembagian Kontrak Insentif
Ada dua macam tipe kontrak insentif berdasarkan biaya yaitu fixed price
contract dan cost plus incentive fee (Jaraiedi, 1995, dan Stukhart, 1984).
32
8.3.1. Fixed Price contract with incentive menyediakan suatu
pembayaran dasar dari jumlah I/D kepada kontraktor karena kontraktor
dapat menyelesaikan proyek tepat waktu atau lebih cepat dari waktu yang
telah ditentukan. Jumlah I/D tergantung pada persentase target fee yang
mewakili keuntungan yang adil nntuk kerja yang menggunakan target
biaya secara tepat (Jaraiedi, 1995). Kontrak ini meliputi lump-sum
contract with incentive, unit price with incentive (Merritt, 1986).
Lump sum contract with incentive & unit price with incentive;
pada kontrak ini pemilik memberi insentif kepada kontraktor bila dapat
menyelesaikan proyek lebih cepat dari waktu yang disediakan. Jika biaya
yang dikeluarkan oleh kontraktor lebih besar dari biaya yang direncanakan
maka kontraktor tersebut yang harus menanggungnya, begitu juga
sebaliknya jika biaya keseluruhan lebih kecil dari biaya rencana maka
kontraktor tersebut yang berhak memperolehnya.
8.3.2. Cost plus incentive fee merupakan rencana I/D yang menempatkan
batas maksimum jumlah insentif yang dapat diterima oleh kontraktor jika
biaya yang sesungguhnya dibawah harga rencana yang minimum, dan
imbalan jasa yang akan diterima oleh kontraktor akan lebih kecil jika
biaya sesungguhnya melebihi biaya rencana (Jaraiedi, 1995). Kontrak cost
plus with incentive meliputi a) cost plus fixed fee with incentive (Merritt,
1986 b) cost plus an award fee (Clough, 1994).
33
a) Cost plus fixed fee dengan insentif; suatu klausa pembagian keuntungan
dalam kontrak cost plus fixed fee terkadang ditulis sebagai suatu insentif
bagi kontraktor untuk menjaga agar biaya tetap minimum, dan membagi
sebagian dari keuntungan kepada kontraktor jika biaya sesungguhnya pada
saat penyelesaian jumlahnya dibawah biaya yang telah diperkirakan.
Suatu penalti juga dipersiapkan untuk mengurangi imbalan jasa kontraktor
apabila biaya aktual melebihi biaya yang telah disetujui (Merritt, 1986).
b) Kontrak cost plus an award fee; Pada prinsipnya kontrak ini dipakai
pada kondisi tidak menentu dan tidak dapat dipakai kontrak fixed price.
Dalam kontrak ini upah dasar didapat dari persentase target biaya. Pada
biaya dasar ditambahkan award fee yang berkisar dari nol sampai nilai
maksimum, tergantung pada kinerja kontraktor yang dievaluasi oleh
pemilik. Jumlah award fee didasarkan pada kualitas kerja konstruksi,
ketetapan jadwal, efisiensi biaya, produktifitas tenaga kerja,
pengembangan inovasi dan keamanan kerja. Sistem ini menguntungkan
bagi beberapa proyek untuk mendorong kontraktor besar. Sistim ini tidak
menyediakan desain yang lengkap untuk memulai proyek di lapangan dan
dapat mengakomodasi perubahan desain utama (Clough, 1994).
8.3.3. Guaranteed maximum with incentive', dalam kontrak ini pemilik
dan kontraktor menegosiasikan target biaya, keuntungan, batasan biaya,
dan formula pembagian. Pendapatan keuntungan yang diperoleh dari sisa
biaya proyek karena biaya yang dikeluarkan pemilik lebih kecil dari biaya
34
yang direncanakan akan dibagi antara pemilik dan kontraktor. Tetapi jika
terjadi kelebihan biaya dalam penyelesaian proyek, kontraktor hams
membayar 100% kelebihan biaya tersebut. Kontrak guaranteed maximum
sangat efektif jika kontraktor mempunyai kontrol disain seperti pada
kontrak design build (Stukhart, 1984).