HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN...

125
HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN KELUHAN GEJALA INFEKSI SALURAN NAPAS AKUT PADA ANAK BAWAH LIMA TAHUN DI RUMAH SUSUN MARUNDA JAKARTA UTARA SKRIPSI Diajukan Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) Oleh: SONIA NUR ANGGRAENI NIM: 1113101000036 PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017

Transcript of HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN...

Page 1: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH

DENGAN KELUHAN GEJALA INFEKSI SALURAN NAPAS AKUT

PADA ANAK BAWAH LIMA TAHUN DI RUMAH SUSUN MARUNDA

JAKARTA UTARA

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

Oleh:

SONIA NUR ANGGRAENI

NIM: 1113101000036

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2017

Page 2: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

i

LEMBAR PERNYATAAN

Page 3: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

ii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

Skripsi, Agustus 2017

SONIA NUR ANGGRAENI, NIM: 1113101000036

Hubungan Kualitas Udara Dalam Ruang Dengan Keluhan Gejala Infeksi

Saluran Napas Akut Pada Anak Bawah Lima Tahun di Rumah Susun

Marunda Jakarta Utara

(xvii +114 halaman, 2 bagan, 15 Tabel, 3 Gambar, 4 Lampiran)

ABSTRAK

Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit

berbasis lingkungan yang disebabkan oleh buruknya kualitas udara. Menurut

WHO, sebanyak 1,9 juta balita meninggal akibat ISPA tiap tahunnya. Indonesia

merupakan negara peringkat kelima dengan kejadian ISPA terbanyak di dunia. Salah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA pada balita adalah kualitas

udara dalam ruang. Kualitas udara dalam ruang dipengaruhi oleh beberapa faktor

yaitu faktor lingkungan dalam dan luar rumah serta perilaku penghuni. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor lingkungan

dalam rumah dengan keluhan gejala ISPA pada balita di Rumah Susun Marunda,

Jakarta Utara. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan

kuantitatif. Desain studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross

sectional dengan sampel sebanyak 185 balita. Penelitian ini dilakukan di Rumah

Susun Marunda pada bulan April-Juli 2017. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proporsi keluhan gejala ISPA

pada balita sebesar 28,1%. Suhu dan kelembaban udara dalam ruang yang tidak

memenuhi syarat masing – masing sebesar 44,9% dan 84,3%. Kepadatan hunian

yang tidak memenuhi syarat sebesar 85,9 %. Responden yang menggunakan obat

nyamuk bakar sebanyak 28,1% dan tidak memiliki kebiasaan membuka jendela

sebesar 34,6%. Serta responden yang memiliki anggota keluarga perokok

sebanyak 67,6%. Faktor yang berhubungan secara signifikan dengan keluhan

gejala ISPA pada balita dalam penelitian ini adalah kelembaban udara dalam

ruang dan penggunaan obat nyamuk. Penghuni rumah susun disarankan untuk memelihara tanaman di balkon

rumah dan sebaiknya rumah susun tidak dihuni oleh lebih dari tiga orang. Hasil

penelitian ini dapat menjadi dasar bagi penelitian selanjutnya yang berhubungan

dengan kualitas udara di rumah susun. Kata Kunci: ISPA, Balita, Rumah Susun

Daftar Bacaan: 64 (2001-2017)

Page 4: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

iii

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES

DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH

MAJOR OF ENVIRONMENTAL HEALTH

Under Graduated Thesis, August 2017

SONIA NUR ANGGRAENI, NIM 1113101000036

Indoor Air Quality and Symptoms of Acute Respiratory Infection In

Children Under Five In Marunda Flats North Jakarta

(xvii +114 pages, 2 charts, 15 tables, 3 pictures, 4 attachments )

ABSTRACT

Acute Respiratory Infection (ARI) is an environment-based disease caused

by poor air quality. According to WHO (2016), 1.9 million children die from ARI

each year. Indonesia is the fifth country with the highest ARI occurrence in the

world. One of the factors that influence the symptom of ARI in infants is indoor

air quality. Indoor air quality are influenced by several factors such as,

environmental factors inside and outside the home and the behavior of residents.

This study aims to determine the description of environmental factors in

the home with the symptom of ARI in infants at Marunda Flats, North Jakarta. Environmental factors that will be studied are temperature and humidity in the

children’s room and occupancy density. This research is descriptive study with

quantitative approach. The design is cross sectional with 185 infants as samples. This research is conducted from April to July 2017 and located in Marunda Public

Flats, North Jakarta.

The results of this study indicate that the proportion of ARI symptom

complaints in infants at 28,1%. The percentage of unsuitable air temperature and

humidity are 44,9% and 84,3% respectively. The percentage of uncertain

occupancy density is 85,9%. Mosquito coil are used in 28,1% of respondents and

34,6% do not have the habit of opening a window. Respondents who have family

members as smokers are 67,6%. Factors that are significantly related to ARI

symptoms in infants in this study are indoor air humidity and the use of mosquito

coils (Pvalue < 0.05).

It is suggested for public flats resident to maintain the plants on their

balcony and flats should not be occupied by more than three people. The results of

this study can be used as a basis for further research in public flats.

Keywords: Acute Respiratory Infection, Public Flats, Infant

References: 64 (2001-2017)

Page 5: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

iv

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Page 6: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

v

LEMBAR PERSETUJUAN PENGUJI

Page 7: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi

Nama Lengkap : Sonia Nur Anggraeni

Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 17 Januari 1995

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jl. Asmin No. 35 RT. 006/003 Kel. Susukan

Kec. Ciracas Jakarta Timur, 13750

Email : [email protected]

No. Hp : 081585983813

Riwayat Pendidikan

1. TK Islam PB Soedirman, lulus pada tahun 2001

2. SD Islam PB Soedirman Jakarta, lulus pada tahun 2007

3. SMP Negeri 102 Jakarta, lulus pada tahun 2010

4. SMA Negeri 48 Jakarta, lulus pada tahun 2013

5. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Studi Kesehatan

Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, tahun 2013 –

sekarang

Pengalaman Organisasi

1. Ketua ENVIHSA (Environmental Health Student Association) UIN

Jakarta periode tahun 2016-2017.

2. Wakil Ketua ENVIHSA (Environmental Health Student Association)

UIN Jakarta periode tahun 2015-2016.

3. Volunteer Greenpeace Indonesia periode 2016 – 2017

Page 8: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

vii

Pengalaman Praktek Kerja

1. Pengalaman Belajar Lapangan di Puskesmas Kecamatan Pagedangan,

Kota Tangerang tahun 2016.

2. Kerja Praktek di bagian Environmental Compliance di PT. Prasadha

Pamunah Limbah Industri tahun 2017.

Prestasi Akademik

- Peraih Nilai Uji Kompetensi Sarjana Kesehatan Masyarakat Indonesia

Terbaik Nasional ke II Tahun 2016.

- Peraih Nilai Uji Kompetensi Sarjana Kesehatan Masyarakat Indonesia

Terbaik Regional Jakarta ke II Tahun 2016.

Page 9: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

viii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur Kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan berkat rahmat

dan hidayah-Nya kepada penulis hingga dapat menyelesaikan penelitian ini

dengan baik. Sholawat serta salam tidak lupa senantiasa dihaturkan kepada Nabi

Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari zaman kegelapan menuju

zaman yang terang benderang.

Laporan skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat kelulusan sebagai Sarjana

Kesehatan Masyarakat. Laporan skripsi dengan judul “Hubungan Kualitas Udara

Dalam Ruang Dengan Keluhan Gejala Infeksi Saluran Napas Akut pada Anak

Bawah Lima Tahun di Rumah Susun Marunda Jakarta Utara” dapat selesai

dengan baik dan tepat pada waktunya berkat bantuan dari berbagai pihak Oleh

sebab itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Orang tua dan kakak tercinta yang selalu mendukung baik secara moril

maupun materil.

2. Bapak Prof. Dr. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Fajar Ariyanti, M.Kes, Ph.D selaku Kepala Program Studi Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Page 10: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

ix

4. Ibu Dewi Utami Iriani, M.Kes, Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah

membimbing, memberikan masukan serta arahan selama proses pembuatan

laporan skripsi.

5. Ibu Dr. Ela Laelasari, SKM, M.Kes dan Ibu Yuli Amran, SKM, MKM, selaku

penguji yang telah memberikan penilaian dan masukan untuk perbaikan dalam

penulisan laporan skripsi ini.

6. Pihak Puskesmas Rumah Susun Marunda dan ibu-ibu kader posyandu Rumah

Susun Marunda yang telah memberikan izin dan membantu dalam proses

pengambilan data penelitian.

7. Lutfi Rofiana, Nadila Safira, Diah Ayu Srikandi, Mega Trisna Nirwanti dan

kak Wahyu Aldi F. yang telah menjadi support system saya dalam

menyelesaikan skripsi.

8. Teman-teman seperjuangan jurusan Kesehatan Masyarakat dan peminatan

Kesehatan Lingkungan angkatan 2013.

Penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.

Namun, pada penulisan ini penulis menyadari masih terdapat kekurangan yang

harus diperbaiki. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi

penyempurnaan pembuatan laporan ini. Amin.

Jakarta, Agustus 2017

Penulis

Page 11: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

x

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................... i

ABSTRAK ............................................................................................................. ii

ABSTRACT .......................................................................................................... iii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................... iv

LEMBAR PERSETUJUAN PENGUJI .............................................................. v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................... vi

KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... x

DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii

DAFTAR BAGAN ............................................................................................... xv

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang.......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 6

1.3 Pertanyaan Penelitian ............................................................................... 6

1.4 Tujuan ....................................................................................................... 7

1.4.1 Tujuan Umum ................................................................................... 7

1.4.2 Tujuan Khusus .................................................................................. 7

1.5 Manfaat ..................................................................................................... 8

1.5.1 Bagi Puskesmas Rumah Susun ......................................................... 8

1.5.2 Bagi Masyarakat................................................................................ 8

1.5.3 Bagi Peneliti Selanjutnya .................................................................. 8

1.6 Ruang Lingkup ......................................................................................... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 11

2.1 Infeksi Saluran Napas Akut (ISPA) ....................................................... 11

2.2 Penyebab ISPA ....................................................................................... 11

2.3 Tanda dan Gejala .................................................................................... 12

2.4 Mekanisme Terjadinya ISPA ................................................................. 14

Page 12: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

xi

2.5 Diagnosis ISPA ...................................................................................... 14

2.6 Klasifikasi ISPA pada Balita .................................................................. 15

2.7 Penanganan ISPA ................................................................................... 16

2.8 Faktor Risiko ISPA ................................................................................ 17

2.8.1 Faktor Lingkungan Dalam Rumah .................................................. 17

2.8.2 Faktor Perilaku Penghuni Rumah ................................................... 24

2.8.3 Faktor Individu Balita ..................................................................... 27

2.9 Rumah Susun .......................................................................................... 30

2.10 Kerangka Teori ....................................................................................... 33

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, HIPOTESIS .

....................................................................................................................... 36

3.1 Kerangka Konsep ................................................................................... 36

3.2 Definisi Operasional ............................................................................... 38

3.3 Hipotesis ................................................................................................. 41

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 42

4.1 Desain Penelitian .................................................................................... 42

4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian .................................................................. 42

4.3 Populasi dan Sampel .............................................................................. 43

4.3.1 Populasi ........................................................................................... 43

4.3.2 Sampel ............................................................................................. 43

4.4 Teknik Pengambilan Sampel .................................................................. 45

4.5 Manajemen Data ..................................................................................... 47

4.5.1 Pengumpulan Data .......................................................................... 47

4.5.2 Instrumen Penelitian........................................................................ 48

4.6 Validitas Data ......................................................................................... 49

4.7 Pengolahan Data ..................................................................................... 50

4.8 Analisis Data .......................................................................................... 51

Page 13: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

xii

4.8.1 Analisis Univariat ........................................................................... 51

4.8.2 Analisis Bivariat .............................................................................. 52

BAB V HASIL PENELITIAN ........................................................................... 53

5.1 Gambaran Lokasi Penelitian................................................................... 53

5.2 Analisis Univariat ................................................................................... 55

5.2.1 Keluhan Gejala ISPA pada Balita ................................................... 55

5.2.2 Distribusi Kepadatan Hunian .......................................................... 56

5.2.3 Distribusi Kelembaban Udara Dalam Ruang .................................. 56

5.2.4 Distribusi Suhu Udara Dalam Ruang .............................................. 57

5.2.5 Distribusi Kebiasaan Membuka Jendela ......................................... 58

5.2.6 Distribusi Status Merokok Anggota Keluarga ................................ 58

5.3 Analisis Bivariat ..................................................................................... 59

5.3.1 Hubungan Kepadatan Hunian dengan Keluhan Gejala ISPA pada

Balita ......................................................................................................... 60

5.3.2 Hubungan Kelembaban Udara Dalam Ruang dengan Keluhan

Gejala ISPA Balita ........................................................................................ 61

5.3.3 Hubungan Suhu Udara Dalam Ruang dengan Keluhan Gejala ISPA

Balita ......................................................................................................... 62

5.3.4 Hubungan Kebiasaan Membuka Jendela dengan Keluhan Gejala

ISPA Balita ................................................................................................... 63

5.3.5 Hubungan Status Merokok Anggota Keluarga dengan Keluhan

Gejala ISPA Balita ........................................................................................ 64

BAB VI PEMBAHASAN .................................................................................... 66

6.1 Keterbatasan Penelitian .......................................................................... 66

6.2 Gambaran Keluhan Gejala ISPA Balita ................................................. 66

6.3 Analisis Hubungan Kepadatan Hunian dengan Keluhan Gejala ISPA

Balita 67

6.4 Analisis Hubungan Kelembaban Udara Dalam Ruang dengan Keluhan

Gejala ISPA Balita ............................................................................................ 70

Page 14: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

xiii

6.5 Analisis Hubungan Suhu Udara Dalam Ruang dengan Keluhan gejala

ISPA Balita ....................................................................................................... 72

6.6 Analisis Hubungan Kebiasaan Membuka Jendela dengan Keluhan Gejala

ISPA Balita ....................................................................................................... 75

6.7 Analisis Hubungan Status Merokok Anggota Keluarga dengan Keluhan

Gejala ISPA Balita ........................................................................................... 77

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 81

7.1 Simpulan ................................................................................................. 81

7.2 Saran ....................................................................................................... 83

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 84

LAMPIRAN ........................................................................................................ 91

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi ISPA pada Balita................................................................. 15

Page 15: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

xiv

Tabel 2.2 Jadwal Pemberian Imunisasi Pada Bayi Menurut Tempat Lahir .......... 29

Tabel 2.3 Daftar Rumah Susun Sederhana Menurut Kota Administrasi di DKI

Jakarta Tahun 2015 ............................................................................................... 31

Tabel 4.1 Tabel Perhitungan Sampel .................................................................... 44

Tabel 5.1 Distribusi Keluhan Gejala ISPA pada Balita di Rumah Susun Marunda

Tahun 2017 ........................................................................................................... 55

Tabel 5.2 Distribusi Kepadatan Hunian di Rumah Susun Marunda Tahun 2017 . 56

Tabel 5.3 Distribusi Kelembaban Udara Dalam Ruang di Rumah Susun Marunda

Tahun 2017 ........................................................................................................... 57

Tabel 5.4 Distribusi Suhu Udara Dalam Ruang di Rumah Susun Marunda Tahun

2017 ....................................................................................................................... 57

Tabel 5.5 Distribusi Kebiasaan Membuka Jendela di Rumah Susun Marunda

Tahun 2017 ........................................................................................................... 58

Tabel 5.6 Distribusi Status Merokok Anggota Keluarga di Rumah Susun Marunda

Tahun 2017 ........................................................................................................... 59

Tabel 5.7 Hubungan Kepadatan Hunian dengan Keluhan Gejala ISPA pada Balita

Tahun 2017 ........................................................................................................... 60

Tabel 5.8 Hubungan Kelembaban Udara Dalam Ruang dengan Keluhan Gejala

ISPA Balita di Rumah Susun Marunda Tahun 2017 ............................................ 61

Tabel 5.9 Hubungan Suhu udara Dalam Ruang dengan Keluhan Gejala ISPA

Balita di Rumah Susun Marunda Tahun 2017 ...................................................... 62

Tabel 5.10 Hubungan Kebiasaan Membuka Jendela dengan Keluhan Gejala ISPA

Balita di Rumah Susun Marunda Tahun 2017 ...................................................... 63

Page 16: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

xv

Tabel 5.11 Hubungan Status Merokok Anggota Keluarga dengan Keluhan Gejala

ISPA pada Balita di Rumah Susun Marunda Tahun 2017 .................................... 65

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Teori .................................................................................... 35

Bagan 3.1 Kerangka Konsep ................................................................................. 37

Page 17: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Contoh Daftar Pengambilan Sampel ................................................. 45

Gambar 5.1 Peta Situasi Rumah Susun Marunda ................................................. 53

Gambar 5.2 Peta Rumah Susun Marunda Jakarta Utara ....................................... 54

Page 18: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

xvii

Page 19: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan

penyakit berbasis lingkungan yang disebabkan oleh kualitas udara yang

buruk. Penyakit ini menjadi perhatian global karena merupakan salah satu

penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak usia bawah lima tahun

(Balita) di dunia (Shibata et al., 2014). Menurut WHO, sebanyak 1,9 juta

balita meninggal akibat ISPA tiap tahunnya (Simoes et al., 2006). Sekitar

70% kasus ISPA terjadi di Afrika dan Asia Tenggara (Shibata et al., 2014).

Berdasarkan penelitian epidemiologis, diperkirakan kejadian ISPA di negara

berkembang mencapai 25% pada anak yang berumur di bawah lima tahun

(Prabahar, 2017). Sementara itu, Indonesia menempati peringkat ke lima

sebagai negara dengan kejadian ISPA terbanyak di dunia (Kementerian

Kesehatan RI, 2012).

ISPA merupakan penyebab utama kunjungan pasien di puskesmas

(40%-60%) dan rumah sakit (15%-30%) di Indonesia (Kementerian

Kesehatan RI, 2012). Menurut data Riskesdas, diketahui period prevalence

kasus ISPA pada tahun 2007 sebesar 25,5%. dan menurun menjadi 25%

pada tahun 2013 (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Proporsi angka

mortalitas balita akibat ISPA menempati urutan kedua terbesar setelah diare

Page 20: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

2

(Kementerian Kesehatan RI, 2012). Sementara itu, period prevalence kasus

ISPA di DKI Jakarta pada tahun 2013 lebih tinggi dari period prevalence

nasional yaitu sebesar 25,2%. Hal ini menunjukkan bahwa kejadian ISPA

pada balita masih menjadi masalah yang serius di ibukota.

Udara merupakan komponen lingkungan utama dalam penyebaran

ISPA. Hal ini karena udara merupakan media transmisi bagi debu, virus

ataupun bakteri penyebab ISPA. Udara dapat dikelompokkan menjadi udara

luar ruang dan udara dalam ruang (Fitria, Wulandari, Hermawati, &

Susanna, 2008). Meningkatnya polusi udara akibat aktivitas industri dan

transportasi mengakibatkan menurunnya kualitas udara luar ruang (udara

ambien). Selain kualitas udara ambien, kualitas udara dalam ruang juga

dapat memengaruhi kesehatan masyarakat. Pada tahun 2010 diketahui,

sekitar 1,6 juta jiwa meninggal akibat penyakit yang disebabkan oleh

pencemaran udara dalam ruang (Perez-Padilla, Schilmann, & Riojas-

Rodriguez, n.d., 2010). Kelompok masyarakat yang berisiko terkena ISPA

akibat kualitas udara dalam ruang adalah wanita dan anak-anak. Hal ini

karena sebagian besar waktu wanita dan anak-anak dihabiskan di dalam

rumah.

Berdasarkan penelitian yang menghubungkan antara ISPA dan

kualitas udara dalam ruang, diketahui bahwa kualitas udara dalam ruang

mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian ISPA pada balita

(Shibata et al., 2014). Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi kualitas

Page 21: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

3

udara dalam ruang, antara lain; faktor perilaku penghuni, faktor lingkungan

dalam rumah dan luar rumah. Faktor lingkungan dalam rumah yang

berpengaruh terhadap kualitas udara, antara lain; jenis dinding, jenis lantai,

luas ventilasi, kepadatan hunian (Fitria et al., 2008) dan pencemaran udara

dalam ruang (Yuwono, 2008). Sementara faktor lingkungan luar dipengaruhi

oleh suhu dan kelembaban luar ruang serta zat pencemar di udara ambien.

Pengaruh faktor perilaku penghuni seperti kebiasaan merokok dalam rumah

(Marianta, 2015), kebiasaan membuka jendela dan penggunaan bahan bakar

yang tidak ramah lingkungan (Suryani, 2015) juga dapat memengaruhi

kualitas udara dalam rumah dan berdampak bagi kesehatan penghuninya.

Sebagai ibukota negara Indonesia, DKI Jakarta merupakan salah

satu kota terpadat di Indonesia. Kepadatan di ibukota disebabkan oleh

banyaknya masyarakat rural di Indonesia yang tertarik untuk bekerja dan

memperbaiki kehidupannya di Jakarta. Jumlah penduduk Kota Jakarta pada

tahun 2015 mencapai 10.177.924 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar

15.366,87 jiwa per 1 km2

(Badan Pusat Statistik, 2016). Tingginya jumlah

penduduk, tidak sebanding dengan ketersediaan lahan untuk pemukiman di

Jakarta. Oleh karena itu, Pemerintah DKI Jakarta membuat alternatif solusi

dengan membangun rumah susun. Rumah susun di Jakarta telah tersebar di

48 lokasi dengan unit terbanyak berada di daerah Jakarta Utara. Total

Page 22: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

4

jumlah unit rumah susun di Jakarta Utara sebanyak 6.746 unit (Badan Pusat

Statistik, 2015).

Rumah susun yang memiliki unit terbanyak di Jakarta adalah

Rumah Susun Marunda yang terletak di Jakarta Utara, dengan total unit

sebanyak 2.580 unit (Badan Pusat Statistik, 2016). Jumlah ini merupakan

unit yang terbanyak di Jakarta dan berpengaruh terhadap kepadatan di

Rumah Susun Marunda. Pada beberapa studi diketahui bahwa kepadatan

hunian dapat memengaruhi kondisi kualitas udara dalam ruang (Suryani,

2015). Hal ini dikarenakan semakin banyak penghuni maka produksi uap air

dan CO2 dalam ruang akan meningkat. Meningkatnya kelembaban dan kadar

CO2 dapat meningkatkan potensi perkembangan bakteri patogen penyebab

ISPA (Zamrud & Kalenggo, 2012).

Apabila ditinjau dari segi lokasi, Rumah Susun Marunda termasuk

dalam area yang berisiko untuk berkembangnya penyakit ISPA. Hal ini

karena letak Rumah Susun Marunda yang berada dalam Kawasan Berikat

Nusantara (KBN) Jakarta Utara. KBN merupakan kawasan industri yang

memiliki kualitas udara ambien yang rendah. Terbukti dengan hasil

pengukuran kualitas udara ambien di sekitar KBN dengan parameter TSP

(Total Suspended Solid) yang telah melebihi nilai baku mutu, yaitu sebesar

411 µg/m3 per 24 jam dengan nilai baku mutu sebesar 230 µg/m

3 per 24 jam

(Kementerian Lingkungan Hidup, 2016). Hasil pengukuran tersebut

Page 23: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

5

menunjukkan bahwa masyarakat yang tinggal di Rumah Susun Marunda

berpotensi untuk mengalami ISPA. Hal ini karena TSP atau debu dapat

memicu terjadinya ISPA, khususnya pada balita.

Untuk memenuhi kebutuhan dalam pelayanan kesehatan, penghuni

Rumah Susun Marunda, terdapat Klinik Puskesmas Rumah Susun Marunda

berada di bawah wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Cilincing.

Berdasarkan studi pendahuluan berupa telaah data dan wawancara diketahui

prevalensi kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Kecamatan Cilincing

pada tahun 2015 mencapai 60 kasus per 1000 balita dan angka ini meningkat

pada tahun 2016 sebesar 67 kasus per 1000 balita. Sementara itu, insiden

kejadian ISPA pada balita per bulan Januari hingga Maret 2017 mencapai

28,8% yang didapatkan dari laporan register MTBS (Manajemen Terpadu

Balita Sehat) Klinik Puskesmas Rumah Susun Marunda. Berdasarkan

wawancara dengan Kepala Puskesmas Rumah Susun Marunda dan

pemegang program MTBS Klinik Puskesmas Rumah Susun Marunda,

diketahui bahwa ISPA merupakan penyakit nomor satu pada balita di

Rumah Susun Marunda.

Gambaran kejadian ISPA pada balita dan kondisi udara di

lingkungan sekitar Rumah Susun Marunda yang bermasalah merupakan

masalah kesehatan lingkungan yang menarik untuk diteliti. Oleh karena itu,

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan faktor

Page 24: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

6

lingkungan dalam rumah yang dapat memengaruhi kejadian ISPA pada

balita di Rumah Susun Marunda.

1.2 Rumusan Masalah

Hasil studi pendahuluan menunjukkan bahwa insidens kejadian

ISPA di Klinik Puskemas Rumah Susun Marunda per Januari hingga Maret

2017 mencapai 28,8%. Selain itu, berdasarkan wawancara dengan Kepala

Klinik Puskesmas Rumah Susun Marunda, diketahui bahwa ISPA

merupakan penyakit nomor satu pada balita di Rumah Susun Marunda.

Berdasarkan gambaran kejadian ISPA pada balita dan kondisi

lingkungan Rumah Susun Marunda, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian terkait hubungan faktor lingkungan dalam rumah terhadap

kejadian ISPA pada balita di Rumah Susun Marunda. Selain itu, belum ada

penelitian sebelumnya mengenai kondisi lingkungan dalam ruang yang

dihubungkan dengan kejadian ISPA pada balita di Rumah Susun Marunda.

Hasil dari penelitian ini dapat menjadi sumber informasi untuk mengurangi

jumlah kasus ISPA pada balita penghuni rumah susun.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran keluhan gejala ISPA pada balita di Rumah Susun

Marunda pada tahun 2017?

2. Bagaimana distribusi faktor lingkungan dalam rumah (kepadatan hunian,

kelembaban udara dalam ruang dan suhu udara dalam ruang) dan perilaku

penghuni (kebiasaan membuka jendela dan status merokok anggota

Page 25: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

7

keluarga) di rumah balita dengan gejala ISPA di Rumah Susun Marunda

pada tahun 2017?

3. Apakah ada hubungan yang signifikan antara faktor lingkungan fisik

dalam ruang (kepadatan hunian, kelembaban udara dalam ruang dan suhuh

udara dalam ruang) dan perilaku penghuni (kebiasaan membuka jendela

dan status merokok anggota keluarga) dengan keluhan gejala ISPA pada

balita di Rumah Susun Marunda tahun 2017?

1.4 Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara

faktor lingkungan dalam rumah dengan keluhan gejala ISPA pada balita di

Rumah Susun Marunda pada tahun 2017.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui gambaran keluhan gejala ISPA pada balita di Rumah Susun

Marunda pada tahun 2017.

2. Mengetahui distribusi faktor lingkungan dalam rumah (kepadatan hunian,

kelembaban udara dalam ruang dan suhu udara dalam ruang) dan perilaku

penghuni (kebiasaan membuka jendela dan status merokok anggota

keluarga) di rumah balita dengan gejala ISPA di Rumah Susun Marunda

pada tahun 2017.

3. Mengetahui adanya hubungan yang signifikan antara faktor lingkungan

fisik dalam ruang (kepadatan hunian, kelembaban udara dalam ruang dan

Page 26: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

8

suhuh udara dalam ruang) dan perilaku penghuni (kebiasaan membuka

jendela dan status merokok anggota keluarga) dengan keluhan gejala ISPA

pada balita di Rumah Susun Marunda tahun 2017.

1.5 Manfaat

1.5.1 Bagi Puskesmas Rumah Susun

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan informasi untuk

perencanaan program preventif dan promotif dalam menurunkan

keluhan gejala ISPA pada balita yang tinggal di rumah susun.

1.5.2 Bagi Masyarakat

Masyarakat dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai

sumber informasi mengenai faktor lingkungan dalam rumah yang

memengaruhi keluhan gejala ISPA pada balita di Rumah Susun

Marunda.

1.5.3 Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti selanjutnya dapat menjadikan hasil penelitian ini

sebagai bahan referensi untuk melakukan penelitian lebih lanjut

mengenai faktor lingkungan maupun faktor lain yang memengaruhi

keluhan gejala ISPA pada balita.

1.6 Ruang Lingkup

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan dan menunjukkan

hubungan antara faktor lingkungan dalam rumah dengan keluhan gejala ISPA

Page 27: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

9

pada balita di Rumah Susun Marunda. Kualitas udara dalam ruang dipengaruhi

oleh beberapa faktor, antara lain; faktor lingkungan dalam ruang dan luar ruang,

faktor perilaku penghuni dan faktor karakteristik individu balita. Faktor

lingkungan dalam ruang yang akan diteliti berupa suhu dan kelembaban dalam

ruang serta kepadatan hunian. Faktor perilaku penghuni yang akan diteliti adalah

penggunaan obat nyamuk, kebiasaan membuka jendela dan status merokok

anggota keluarga.

Penelitian ini dilakukan pada Bulan April 2017 hingga Juli 2017. Desain

studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional. Sumber data

penelitian berasal dari data sekunder dan primer. Data sekunder yang digunakan

adalah data jumlah kasus ISPA pada balita yang berasal dari Laporan MTBS

(Manajemen Terpadu Balita Sehat) Klinik Puskesmas Rumah Susun Marunda dan

daftar balita penghuni Rumah Susun berdasarkan data Posyandu Klinik

Puskesmas Rumah Susun Marunda. Data balita penderita ISPA digunakan untuk

menggambarkan kejadian ISPA di Rumah Susun Marunda. Sementara data balita

penghuni Rumah Susun Marunda digunakan untuk menghitung insiden kejadian

ISPA dan dijadikan frame sampling untuk pengambilan sampel penelitian. Data

primer yang digunakan adalah data mengenai faktor-faktor yang memengaruhi

kualitas udara dalam ruang berupa; suhu dalam ruang, kelembaban dalam ruang,

kepadatan hunian, penggunaan obat nyamuk, kebiasaan membuka jendela dan

kebiasaan merokok anggota keluarga.

Page 28: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

10

Page 29: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

11

2 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Infeksi Saluran Napas Akut (ISPA)

Infeksi Saluran Napas Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

menyerang satu bagian atau lebih dari saluran napas, mulai dari hidung

hingga alveolus. ISPA merupakan penyakit yang disebabkan oleh agen

infeksius dan dapat ditularkan dari manusia ke manusia (WHO, 2007).

Infeksi ini dapat menyerang saluran napas atas maupun bawah (Simoes et

al., 2006). Penyakit ISPA pada saluran napas bagian atas, meliputi;

faringitis, rhinitis, otitis media, sinusitis dan difteri. Sementara itu, ISPA

pada bagian saluran napas bawah, yaitu; bronkitis dan pneumonia (WHO,

2001).

2.2 Penyebab ISPA

Pada umumnya terdapat tiga penyebab utama ISPA, antara lain ;

virus, bakteri dan jamur (Lima, 2012) serta polutan udara (WHO, 2009).

Agen biologis yang dapat menyebabkan infeksi pada saluran pernapasan,

antara lain:

- Streptococcus pneumoniea adalah bakteri penyebab pneumonia.

- Respiratory Syncytial Virus (RSV), rhinovirus , severe acute respiratory

syndrome associated coronavirus (SARS) dan avian influenza virus

merupakan beberapa contoh virus yang menyebabkan infeksi pada

Page 30: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

12

saluran pernapasan. Virus yang paling berbahaya dan pernah menjadi

epidemi dan pandemi di dunia adalah virus SARS dan flu burung. Kedua

virus tersebut menimbulkan kekhawatiran masyarakat internasional

karena menyebabkan wabah dengan angka morbiditas dan mortalitas

yang tinggi (WHO, 2007).

- Cryptococcus neoformans merupakan jenis jamur yang dapat

menyebabkan infeksi pada saluran pernapasan (WHO, 2007).

Selain agen biologis, agen kimia seperti zat – zat pencemar di

udara juga dapat memicu terjadinya infeksi pada saluran pernapasan. Zat

pencemar udara ambien dapat dipantau dengan melihat nilai Indeks Standar

Pencemaran Udara (ISPU). Zat pencemar yang berpotensi menimbulkan

infeksi pada saluran pernapasan diantaranya adalah karbon monoksida dan

kadar partikulat di udara (Awaluddin, 2016).

2.3 Tanda dan Gejala

Tanda klinis adalah hal – hal yang dapat diobservasi atau diamati

oleh orang lain selain penderita. Pada kejadian ISPA, tanda klinis yang

sering muncul, antara lain; demam tinggi (>38oC), hidung berair, batuk dan

radang tenggorokan (WHO, 2007). Akan tetapi, gejala yang timbul pada

masing-masing infeksi saluran pernapasan akan berbeda. Tanda khusus yang

terlihat pada anak yang terkena ISPA di saluran napas bagian bawah adalah

pernapasan cuping hidung dan tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam

Page 31: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

13

(Hananto & Hapsari, 2010). Sedangkan gejala adalah tanda yang hanya

dapat

Page 32: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

14

dirasakan oleh penderita. Untuk kasus ISPA, gejala yang timbul pada

penderita antara lain; hidung tersumbat, lelah dan lemas (Krishna, 2013).

2.4 Mekanisme Terjadinya ISPA

ISPA merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang

menyebar melalui udara atau biasa disebut airborne disease (WHO, 2007).

Penyakit ini dapat menular apabila virus atau bakteri yang terbawa dalam

droplet penderita terhirup oleh orang sehat. Droplet penderita dapat

disebarkan melalui batuk atau bersin dari penderita (Hananto & Hapsari,

2010). Proses terjadinya penyakit setelah agent penyakit terhirup

berlangsung dalam masa inkubasi selama 1 sampai 4 hari untuk berkembang

dan menimbulkan gejala ISPA (Shibata et al., 2014).

2.5 Diagnosis ISPA

Diagnosis ISPA dilakukan dengan anamnesis atau wawancara

mengenai riwayat penyakit dengan dokter. Selain itu, pemeriksaan fisik dan

laboratorium juga diperlukan untuk kebutuhan pemeriksaan lebih lanjut

(Kusumawati, 2010). Pemeriksaan fisik dapat berupa pemeriksaan suara

napas serta pemeriksaan hidung dan tenggorokan. Dalam sistem pelaporan

penyakit ISPA, diagnosis ISPA dapat berupa ISPA (non pnuemonia) atau

Batuk Bukan Pneumonia dan ISPA pneumonia. Suatu kasus didiagnosis

ISPA non pneumonia apabila timbul gejala seperti: common cold, faringitis,

tonsillitis, dan otitis. Sementara untuk ISPA pneumonia ditandai dengan

Page 33: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

15

gejala khusus berupa tarikan dinding dada (Kementerian Kesehatan RI,

2012).

2.6 Klasifikasi ISPA pada Balita

Kejadian ISPA pada balita dapat diklasifikasikan menjadi beberapa

kelompok berdasarkan tingkat keparahannya. Klasifikasi tingkat keparahan

ISPA pada balita dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel ‎2.1 Klasifikasi ISPA pada Balita

Kelompok Umur Klasifikasi Tanda Penyerta Selain Batuk dan atau

Sukar Bernapas

2 Bulan - <5

tahun

Pneumonia Berat Tarikan dinding dada bagian bawah ke

dalam (chest indrawing)

Pneumonia Napas cepat sesuai dengan golongan umur

- 2 bulan - <1 tahun : 50 kali atau

lebih/menit

- 1 - <5 tahun : 40 kali atau

lebih/menit

Bukan Pneumonia Tidak ada napas cepat dan tidak ada tarikan

dinding dada bagian bawah ke dalam

<2 bulan Pneumonia Berat Napas cepat > 60 kali atau lebih per menit

atau Tarikan kuat dinding dada bagian

Page 34: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

16

Kelompok Umur Klasifikasi Tanda Penyerta Selain Batuk dan atau

Sukar Bernapas

bawah ke dalam.

Bukan Pneumonia Tidak ada napas cepat dan tidak ada tarikan

dinding dada bagian bawah ke dalam

2.7 Penanganan ISPA

ISPA dapat disebabkan oleh beberapa agent, yaitu bakteri, virus,

jamur dan debu. Penanganan ISPA pun diklasifikasikan berdasarkan

penyebabnya (Krishna, 2013), antara lain:

1. ISPA disebabkan oleh virus.

Pada kasus ISPA yang disebabkan oleh virus, penderita tidak

memerlukan pengobatan secara medis. Penderita hanya perlu beristirahat

yang cukup, makan dan minum yang sehat selama 2 hingga 3 hari.

2. ISPA disebabkan oleh bakteri dan jamur

Pada kasus ISPA akibat bakteri atau jamur, penderita memerlukan

antibiotik atau anti jamur untuk membunuh bakteri ataupun

menghentikan pertumbuhan jamur.

3. ISPA disebabkan oleh debu

Debu dapat menyebabkan reaksi alergi di saluran pernapasan. Reaksi

alergi terjadi akibat interaksi zat alergen, salah satunya debu, dengan

Page 35: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

17

imun tubuh yang menyebabkan terlepasnya beberapa zat mediator yang

bersifat vasodilator. Pada kasus ISPA akibat debu maka diperlukan obat

anti alergen, istirahat cukup dan perbaikan asupan gizi.

2.8 Faktor Risiko ISPA

Proses terjadinya suatu penyakit dapat dipengaruhi oleh beberapa

faktor risiko. Faktor risiko adalah keadaan yang dapat menyebabkan dimana

seseorang yang rentan menjadi sakit atau seseorang yang sakit menjadi lebih

parah (Kementerian Kesehatan RI, 2012). Berdasarkan WHO (2016), faktor

risiko penyakit ISPA pada anak sangat rentan terjadi apabila kondisi daya

tahan tubuh anak rendah. Daya tahan tubuh anak dipengaruhi oleh asupan

gizi, status imunisasi dan pemberian ASI eklusif pada anak (WHO, 2016).

Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa faktor risiko ISPA

dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain; faktor lingkungan dalam

rumah (Hananto & Hapsari, 2010), faktor perilaku penghuni rumah (Sinaga,

Suhartono, & D., 2009) serta faktor individu balita seperti status gizi dan

status imunisasi (Sugihartono & Nurjazuli, 2012).

2.8.1 Faktor Lingkungan Dalam Rumah

Kualitas udara dalam ruang dapat memengaruhi kesehatan

penghuninya. Salah satu penyebab ISPA adalah rendahnya kualitas

udara dalam ruang (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Faktor yang

dapat memengaruhi kualitas udara, antara lain; kepadatan hunian,

Page 36: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

18

suhu dan kelembaban udara dalam ruang, jumlah bakteri patogen

dalam udara, luas ventilasi, jenis lantai dan jenis dinding (Caesar &

W, 2015). Selain itu, pencemaran udara luar dan dalam ruang juga

dapat memengaruhi kesehatan penghuni rumah.

A. Kepadatan hunian

Kepadatan hunian berpengaruh negatif terhadap kesehatan

penghuninya karena hunian yang padat dapat memudahkan

penularan penyakit (Sinaga et al., 2009). Kepadatan hunian dapat

memengaruhi kelembaban karena semakin banyak penghuni

maka semakin banyak uap air dan CO2. Meningkatnya uap air

dan CO2 akan menurunkan kadar oksigen yang berdampak pada

penurunan kualitas udara dalam rumah (Zamrud & Kalenggo,

2012). Kepadatan hunian yang memenuhi syarat adalah apabila

luas lantai seluruh rumah dibagi dengan jumlah penghuni <10 m2

(Marianta, 2015). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa

terdapat hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian

ISPA seperti pada penelitian Sugihartono (2012) dan Sinaga

(2009) dengan Pvalue sebesar 0,000.

B. Suhu udara dalam ruang

Salah satu faktor penting dalam perkembangan bakteri

patogen di udara dalam ruang adalah suhu (Caesar & W, 2015).

Suhu optimum untuk tumbuh dan berkembangnya bakteri

Page 37: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

19

patogen yaitu pada suhu 37,5oC. Menurut Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia No.1077/MENKES/PER/V/2011

tentang Pedoman Penyehatan Udara Dalam Ruang Rumah, syarat

suhu ideal dalam ruang adalah 18oC-30

oC. Berdasarkan

penelitian sebelumnya oleh Caesar (2015) diketahui bahwa tidak

ada hubungan signifikan antara suhu dalam ruang dengan

kejadian ISPA dengan Pvalue 0,101. Akan tetapi, berdasarkan

penelitian Wulandari (2014) diketahui bahwa terdapat hubungan

yang signifikan antara suhu dengan kejadian ISPA dengan pvalue

sebesar 0,001.

C. Kelembaban udara dalam ruang

Kelembaban adalah jumlah persentase uap air di udara

dalam ruang. Kelembaban udara dipengaruhi oleh sirkulasi udara

dalam rumah dan pencahayaan alami rumah (Suryani, 2015).

Kelembaban udara dapat memengaruhi kualitas udara dalam

ruang karena udara yang lembab dapat meningkatkan

pertumbuhan kuman dan bakteri patogen penyebab ISPA di

udara (Sugihartono & Nurjazuli, 2012). Menurut Peraturan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.1077/MENKES/PER/V/2011, syarat untuk kelembaban

dalam rumah adalah kelembaban dengan persentase 40% - 60%.

Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan yang

Page 38: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

20

signifikan antara kelembaban dalam ruang dengan kejadian ISPA

seperti pada Yuwono (2008) dengan Pvalue sebesar 0,019 dan

Sinaga (2009) dengan Pvalue sebesar 0,012.

D. Keberadaan bakteri patogen di udara dalam ruang

Bakteri patogen penyebab ISPA, Streptococcus

pneumoniea, Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumoniae, dan

Pseudomonas aeruginosa, dapat ditransmisikan melalui udara

(Zamrud & Kalenggo, 2012). Keadaan optimum untuk

pertumbuhan bakteri – bakteri patogen tersebut adalah 37oC

dengan kelembaban optimum sebesar 85%. Berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh Caesar (2015) diketahui bahwa

tidak ada hubungan yang signifikan antara keberadaan bakteri

patogen di udara dalam ruang dengan Pvalue sebesar 0,101. Pada

penelitian lain yang dilakukan oleh Wulandari (2013) diketahui

bahwa terdapat hubungan antara kelembaban dengan keberadaan

bakteri Streptococcus sp. dengan Pvalue sebesar 0,010.

E. Luas ventilasi

Ventilasi adalah saluran udara untuk pertukaran udara segar

ke dalam rumah (Suryani, 2015). Pertukaran udara yang buruk

dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi penghuni rumah.

Dalam penempatannya, ventilasi sebaiknya dilatekkan secara

Page 39: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

21

cross ventilation dengan menempatkan dua ventilasi berhadapan

antar dinding(Oktaviani, 2015).

Melihat pentingnya keberadaan ventilasi yang memadai,

pemerintah menetapkan persyaratan luas ventilasi (Marianta,

2015). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.1077/MENKES/PER/V/2011, ditetapkan bahwa ventilasi

termasuk memenuhi syarat apabila luasnya minimal 10% dari

luas lantai (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Berdasarkan

penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa terdapat hubungan

yang signifikan antara luas ventilasi dengan kejadian ISPA

seperti pada Yuwono (2008) dengan Pvalue 0,001.

F. Jenis lantai

Jenis lantai rumah dapat menjadi media perkembangbiakan

bakteri penyebab ISPA. Keadaan lantai yang lembab merupakan

kondisi yang menguntungkan bagi perkembangan bakteri

patogen (Oktaviani, 2015). Berdasarkan penelitian sebelumnya

oleh Sugihartono (2012) diketahui bahwa terdapat hubungan

yang signifikan antara jenis lantai dengan kejadian ISPA dengan

Pvalue sebesar 0,000. Hasil penelitian Yuwono (2008)

menunjukkan bahwa balita yang tinggal di rumah dengan jenis

lantai yang tidak memenuhi syarat berisiko 3,9 kali lebih besar

Page 40: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

22

terkena ISPA dibandingkan dengan balita yang tinggal dengan

jenis lantai yang memenuhi syarat.

G. Jenis dinding

Pemilihan bahan dasar bangunan untuk pembangunan

rumah dapat memengaruhi kondisi sanitasi fisik bangunan

tersebut. Dinding rumah sebaiknya menggunakan dinding yang

tidak mengandung bahan bangunan berbahaya seperti asbes

(Gordon et al., 2014). Jenis dinding yang baik untuk hunian

harus dapat dibersihkan sehingga tidak menyebabkan

penumpukan debu ataupun lembab (Oktaviani, 2015). Hasil

penelitian Supraptini (2010) menunjukkan bahwa terdapat

hubungan yang signifikan antara jenis dinding dengan kejadia

ISPA dengan pvalue sebesar 0,002.

H. Pencemaran udara luar

Meningkatnya pertumbuhan industri memberikan dampak

negatif terhadap kualitas lingkungan. Limbah industri yang tidak

diolah dengan baik akan menurunkan kualitas lingkungan. Salah

satu limbah industri yang dapat menimbulkan pencemaran udara

adalah limbah gas emisi dari mesin produksi dan transportasi.

Pencemaran udara adalah kontaminasi udara luar maupun dalam

ruang oleh polutan kimia, fisik ataupun biologis (Farmer, Nelin,

Falvo, & Wold, 2014).

Page 41: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

23

Pencemaran udara dapat berpengaruh langsung terhadap

sistem pernapasan manusia. Zat pencemaran udara yang

ditemukan mencemari lingkungan dan berpengaruh terhadap

kesehatan manusia, antara lain; sulfur dioksida, nitrogen oksida,

karbon dioksida, hidrokarbon dan partikulat (Slamet, 2011).

Berdasarkan beberapa penelitian diketahui bahwa terdapat

hubungan yang signifikan antara kualitas udara ambien yang

dilihat dari nilai ISPU dengan kejadian ISPA pada balita (Bangun

& Soebijanto, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Hermawan

(2016) juga menunjukkan adanya hubungan yang signifikan

antara nilai ISPU dengan kejadian ISPA dengan nilai pvalue

sebesar 0,000.

I. Pencemaran udara dalam rumah

Sekitar 7 juta kematian terjadi tiap tahunnya di dunia akibat

polusi udara dan 60% diantaranya diakibatkan oleh polusi udara

dalam ruang (Farmer et al., 2014). Masalah pencemaran udara

dalam ruang di negara-negara berkembang pada umumnya

berasal dari bahan bakar untuk memasak, asap rokok penghuni

rumah dan penggunaan obat nyamuk (Smith, Samet, Romieu, &

Bruce, 2000) Pencemaran udara dalam rumah sangat

berpengaruh terhadap kesehatan penghuninya. Selain zat kimia

dan debu, pencemaran udara juga dapat berupa bakteri patogen

Page 42: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

24

yang dibawa oleh binatang peliharaan dan serangga. Bakteri atau

organisme yang tersebar dalam ruang dikenal dengan istilah

bioaerosol (Wulandari, 2014).

Dampak pencemaran udara dalam ruang bagi penghuni,

antara lain; iritasi pada selaput lendir, mata dan hidung, sakit

tenggorokan, batuk dan pilek hingga gangguan paru dan sistem

pernapasan (Wulandari, 2014). Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Shibata (2014) menunjukkan bahwa tidak ada

hubungan signifikan antara pencemaran udara dalam ruang

dengan kejadian ISPA pada balita dengan Pvalue sebesar 0,23.

Hal berbeda ditunjukkan oleh hasil penelitian Yuwono (2008)

yang membuktikan bahwa terdapat hubungan yang signifikan

antara faktor pencemaran udara dalam ruang dengan kejadian

ISPA pada balita dengan Pvalue sebesar 0,011.

2.8.2 Faktor Perilaku Penghuni Rumah

A. Perilaku merokok anggota keluarga

Salah satu sumber pencemaran dalam ruang adalah asap

rokok. Sebatang rokok mengandung berbagai zat berbahaya

seperti tar, nikotin. Karbon monoksida merupakan salah satu

hasil pembakaran tidak sempurna dari rokok yang dapat

mengikat oksigen lebih kuat dibandingkan hemoglobin dalam

darah (Nurjanah, Lily, & Mufid, 2014). Perokok pasif lebih

Page 43: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

25

berisiko terkena gangguan kesehatan dibandingkan perokok

aktif. Hal ini karena kandungan zat kimia berbahaya yang dihirup

oleh perokok pasif lebih banyak dan berbahaya dibandingkan

perokok aktif (Muhammad, 2009). Risiko balita untuk terkena

ISPA akan meningkat apabila tinggal dirumah yang penghuninya

perokok. Perilaku merokok anggota keluarga yang merokok

dalam ruang lebih berpotensi menimbulkan masalah terhadap

kesehatan balita karena balita akan menjadi perokok pasif

(Sugihartono & Nurjazuli, 2012). Asap yang keluar dari ujung

rokok yang terbakar, asap samping, terbukti mengandung karbon

monoksida 5 kali lebih besar, tar dan nikotin 3 kali lipat,

ammonia 46 kali lipat, nikel 3 kali lipat dan zat penyebab kanker

lainnya yang kadarnya mencapai 50 kali lebih besar dibanding

asap yang dihirup perokok (Winarni, 2010). Asap perokok pasif

mengandung 4000 jenis senyawa racun dan telah di kategorikan

oleh EPA (Environmental Protection Agency) sebagai kelompok

zat karsinogen kelas A (human carcinogent) (Yuwono, 2008).

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa terdapat

hubungan yang signifikan antara perilaku merokok anggota

keluarga dengan kejadian ISPA pada balita. Penelitian yang

menunjukkan adanya hubungan tersebut antara lain, seperti

penelitian yang dilakukan oleh Raja (2014) dengan pvalue

Page 44: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

26

sebesar 0,001, Irma (2013) dengan pvalue sebesar 0,002 dan

Sugihartono (2012) dengan pvalue sebesar 0,002. Berdasarkan

penelitian oleh Yuwono (2008) diketahui bahwa balita dengan

orang tua perokok memiliki risiko 2,7 kali lebih besar terkena

ISPA dibandingkan dengan balita dengan orang tua bukan

perokok. Pada hasil penelitian lainnya oleh Supraptini (2010).

Hal yang berbeda terdapat pada hasil penelitian Shibata (2014)

yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan

antara perilaku merokok orang tua dengan kejadian ISPA pada

balita dengan Pvalue sebesar 0,79.

B. Kebiasaan membuka jendela

Kualitas udara luar ruang juga dapat memengaruhi kualitas

udara dalam ruang. Kebiasaan membuka jendela merupakan hal

yang memengaruhi sirkulasi udara dari luar ruang ke dalam

ruang (Suryani, 2015). Berdasarkan beberapa penelitian

diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara

kebiasaan membuka jendela dengan kejadian ISPA. Penelitian

yang menunjukkan adanya hubungan tersebut dilakukan oleh

Suryani (2015) dengan pvalue sebesar 0,001 dan Desi (2015)

dengan pvalue sebesar 0,001. Hasil penelitian Desi (2015) pun

menunjukkan bahwa penghuni rumah dengan jendela terbuka

setiap hari memiliki risiko 3,838 kali lebih besar terkena ISPA.

Page 45: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

27

C. Penggunaan bahan bakar

Sebagian besar penduduk di negara berkembang masih

bergantung pada bahan bakar tidak ramah lingkungan seperti

batu bara, kayu bakar serta tanaman kering untuk memenuhi

kebutuhan domestik. Akibatnya kadar pencemar udara dalam

ruang di negara berkembang sangat tinggi. Hal ini berdampak

pada kesehatan penghuninya terutama bagi anak-anak yang

seringkali terpapar apabila dibawa ibunya saat memasak (Smith,

2016).

Berdasarkan beberapa penelitian, diketahui bahwa terdapat

hubungan yang signifikan antara penggunaan bahan bakar

dengan kejadian ISPA. Penelitian yang menunjukkan adanya

hubungan yang signifikan dilakukan oleh Suryani (2015) dengan

pvalue sebesar 0,027 .

2.8.3 Faktor Individu Balita

A. Status Gizi Balita

Status gizi balita adalah hal yang perlu diperhatikan karena

rentan hubungannya terhadap kesehatan serta pertumbuhan dan

perkembangan seorang anak. Balita yang mengalami kekurangan

gizi memiliki daya tahan tubuh dan respon imunologi yang

rendah sehingga membuatnya rentan terkena penyakit (Fillacano,

2013).

Page 46: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

28

Hasil penelitian Sugihartono (2012) menyatakan bahwa terdapat

hubungan yang signifikan antara status gizi balita dengan

kejadian ISPA dengan Pvalue sebesar 0,015. Balita dengan status

gizi kurang berisiko 2,5 kali lebih besar terkena ISPA

dibandingkan balita dengan status gizi normal (Gertrudis, 2010).

Hasil yang berbeda ditunjukkan oleh Irianto (2006) menunjukkan

bahwa tidak ada hubungan antara status gizi balita dengan

kejadian ISPA.

B. Pemberian ASI ekslusif

Pemberian ASI ekslusif berarti bayi hanya diberikan asupan

ASI saja tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula dan air

putih selama 6 bulan. Pemberian ASI ekslusif penting bagi bayi

karena kandungan ASI dapat memberikan imunitas pada bayi

terhadap infeksi bakteri dan virus (Sugihartono & Nurjazuli,

2012). ASI juga mengandung kolostrum yang banyak

mengandung antibodi serta vitamin A yang dapat memberikan

perlindungan dari infeksi dan alergi (Zamrud & Kalenggo, 2012).

Hasil penelitian oleh Sugihartono (2012) menunjukkan

bahwa status pemberian ASI ekslusif memiliki hubungan yang

signifikan dengan kejadian ISPA pada balita dengan Pvalue

sebesar 0,000. Balita yang tidak mendapatkan ASI ekslusif

Page 47: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

29

berisiko 8,105 kali lebih besar terkena ISPA dibandingkan

dengan balita yang mendapatkan ASI ekslusif.

C. Status Imunisasi

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.42 Tahun

2013 tentang Penyelenggaraan Imunisasi, imunisasi adalah usaha

yang dilakukan dalam pemberian vaksin pada tubuh seseorang

sehingga dapat menimbulkan kekebalan terhadap penyakit

tertentu. Terdapat dua jenis imunisasi, yaitu imunisasi aktif dan

pasif. Imunisasi aktif adalah Imunisasi dasar yang wajib

diberikan pada bayi umur 0-9 bulan, antara lain; hepatitis B,

BCG, Polio, DPT dan campak. Berikut adalah jadwal pemberian

imunisasi untuk bayi umur 0-9 bulan.

Tabel ‎2.2 Jadwal Pemberian Imunisasi Pada Bayi Menurut

Tempat Lahir

Umur Vaksin Tempat

Bayi lahir di rumah

0 bulan HB1 Rumah

1 bulan BCG, Polio1 RS/RB/Bidan/Posyandu

2 bulan DPT1, HB2, Polio2 RS/RB/Bidan/Posyandu

3 bulan DPT2, HB3, Polio3 RS/RB/Bidan/Posyandu

Page 48: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

30

Umur Vaksin Tempat

4 bulan DPT3, Polio4 RS/RB/Bidan/Posyandu

9 bulan Campak RS/RB/Bidan/Posyandu

Bayi lahir di RS/RB/Bidan

0 bulan HB1, Polio1, BCG RS/RB/Bidan

2 bulan DPT1, HB2, Polio2 RS/RB/Bidan/Posyandu

3 bulan DPT2, HB3, Polio3 RS/RB/Bidan/Posyandu

4 bulan DPT3, Polio4 RS/RB/Bidan/Posyandu

9 bulan Campak S/RB/Bidan/Posyandu

Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan No. 42 Tahun 2013

Berdasarkan penelitian sebelumnya mengenai faktor risiko ISPA,

status imunisasi diketahui memiliki hubungan yang signifikan

dengan kejadian ISPA pada penelitian Sugihartono (2012)

dengan nilai pvalue sebesar 0,012. Akan tetapi, hasil penelitian

Lenni (2009) menunjukkan hasil yang bertentangan dengan nilai

pvalue sebesar 0,789.

2.9 Rumah Susun

Sebagai ibukota negara Indonesia, DKI Jakarta menjadi tempat yang

memiliki daya tarik bagi masyarakat Indonesia untuk tinggal dan mencari

pekerjaan. Hal ini karena Kota Jakarta merupakan pusat pemerintahan,

bisnis dan industri. Banyaknya masyarakat yang datang dan tinggal di

ibukota, membuat Jakarta menjadi salah satu kota terpadat di Indonesia.

Page 49: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

31

Pemerintah DKI Jakarta berusaha untuk mengatasi kepadatan ibukota

dengan membangun rumah susun.

Salah satu solusi untuk mengatasi kepadatan Kota Jakarta adalah

dengan pembangunan rumah susun sederhana sewa. Menurut UU No. 20

Tahun 2011 tentang Rumah Susun, pengertian rumah susun adalah

bangunan tempat hunian yang dibangun dalam suatu lingkungan baik secara

horizontal maupun vertikal yang dibangun diatas tanah bersama dan dapat

dimiliki serta digunakan secara terpisah. Jumlah rumah susun di DKI Jakarta

tersebar di 48 lokasi (Badan Pusat Statistik, 2016). Distribusi rumah susun

dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel ‎2.3 Daftar Rumah Susun Sederhana Menurut Kota Administrasi

di DKI Jakarta Tahun 2015

Kota Administrasi Jumlah Lokasi Luas Area (Ha) Jumlah

Unit

Jakarta Selatan 2 2,60 440

Jakarta Timur 15 46,29 5.486

Jakarta Pusat 10 5,96 2.695

Jakarta Barat 8 27,77 2.959

Jakarta Utara 13 50,52 6.746

DKI Jakarta 48 133,14 18.326

Sumber : Jakarta Dalam Angka Tahun 2016

Berdasarkan Tabel 2.3, diketahui bahwa jumlah unit rumah susun

terbanyak terletak di Kota Administratif Jakarta Utara dengan total unit

6.746 unit dengan jumlah unit terbanyak berada di Rumah Susun Marunda.

Page 50: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

32

Berdasarkan penelitian Hendarto & Musa (2016) diketahui bahwa kondisi

rumah susun yang terlalu padat berpotensi dalam proses penularan

penyakit. Penelitian menunjukkan bahwa, tidak semua rumah susun di

Jakarta memiliki kualitas lingkungan fisik yang memenuhi standar. Kondisi

lingkungan fisik yang buruk tidak dapat mendukung terciptanya proses

kehidupan yang optimal, khususnya bagi anak-anak (Hendarto & Musa,

2016).

Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun,

pembangunan rumah susun harus memenuhi persyaratan administratif,

teknis dan ekologis. Persyaratan administratif meliputi status hak atas tanah

dan surat izin mendirikan bangunan. Persyaratan teknis berupa tata lokasi

dan arsitektur serta syarat keandalan bangunan seperti aspek keselamatan,

kesehatan, kenyamanan dan kemudahan. Sementara persyaratan ekologis

pembangunan rumah susun meliputi keserasian dan keseimbangan fungsi

lingkungan tempat rumah susun didirikan.

Rumah Susun Marunda mulai didirikan pada tahun 2004. Rumah

Susun Marunda terdiri dari 4 klaster, yaitu klaster A, B, dan C. Klaster A

dan B terdiri dari 10 blok sementara Klaster C terdiri dari 5 blok. Tiap blok

di Rumah Susun Marunda terdiri dari 6 lantai dan satu lantai terdiri dari 20

unit rumah. Jumlah unit di Rumah Susun Marunda merupakan yang

Page 51: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

33

terbanyak di Jakarta dengan total unit sebanyak 2.580 unit (Kementerian

Lingkungan Hidup, 2016).

Unit hunian di Rumah Susun Marunda merupakan hunian dengan tipe

unit hunian di Rumah Susun Marunda adalah rumah tipe 30 m2. Satu unit

hunian memiliki empat jendela berikut ventilasi udara diatas jendela. Jenis

lantai pada unit hunian di Rumah Susun Marunda berupa plester semen

(screed). Sumber air bersih penghuni berasal dari PDAM. Untuk keperluan

memeasak, penghuni menggunakan gas elpiji sebagai bahan bakar mereka.

2.10 Kerangka Teori

Berdasarkan beberapa teori yang telah dipaparkan, maka keluhan

gejala penyakit ISPA pada balita dapat dijelaskan dengan menggunakan

pendekatan teori simpul. Menurut teori simpul, terdapat empat simpul yang

menentukan keadaan sehat atau sakitnya individu (Achmadi, 2009). Simpul

pertama yaitu keberadaan agent penyakit baik berupa bakteri, virus maupun

zat pencemar (WHO, 2007). Simpul kedua, yaitu media lingkungan yang

dapat menjadi media transmisi penyakit. Dalam kasus ISPA media

lingkungan yang dapat mentransmisikan penyakit adalah udara. Salah satu

hal yang memengaruhi kejadian ISPA pada balita adalah kualitas udara

dalam ruang (Hananto & Hapsari, 2010). Adapun faktor yang dapat

memengaruhi kualitas udara dalam ruang, meliputi; faktor lingkungan

dalam dan luar rumah serta perilaku penghuni. Simpul ketiga adalah

Page 52: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

34

keadaan individu balita yang meliputi; status gizi, imunisasi dan pemberian

ASI eksklusif (Sugihartono & Nurjazuli, 2012). Simpul terakhir adalah

keadaan sehat ataupun kejadian ISPA pada balita.

Page 53: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

35

Keluhan Gejala

Infeksi Saluran

Pernapasan Akut

pada Balita

FAKTOR INDIVIDU

BALITA

Karakteristik Balita:

- Status Gizi

- Status Imunisasi

- ASI Eksklusif

FAKTOR

LINGKUNGAN

DALAM RUMAH

- Kelembaban

- Suhu

- Kepadatan Hunian

- Luas Ventilasi

- Jenis Lantai

- Jenis Dinding

- Pencemaran udara

dalam ruang

- Keberadaan bakteri

patogen di udara

FAKTOR PERILAKU

PENGHUNI

Kebiasaan merokok anggota

keluarga

Penggunaan bahan bakar

Kebiasaan membuka jendela

SUMBER

PENYAKIT

Agen Biologis:

- Virus

- Bakteri

- Jamur

Agen Kimia:

- Karbon

monoksida

- Partikulat

Kualitas Udara

Dalam Rumah

FAKTOR

LINGKUNGAN

LUAR RUMAH

- Kelembaban

- Suhu

- Pencemaran udara

luar ruang

Bagan ‎2.1 Kerangka Teori

Sumber:

(Hananto & Hapsari, 2010), (Sinaga et al., 2009) dan (Sugihartono & Nurjazuli, 2012)

Page 54: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

36

3 BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori yang ada dalam penelitian ini, peneliti

ingin melihat hubungan antara faktor lingkungan dalam rumah dan perilaku

penghuni terhadap keluhan gejala ISPA pada balita. Variabel yang dipilih

untuk diteliti adalah variabel yang memiliki hubungan signifikan dalam

penelitian sebelumnya, yakni kepadatan hunian menurut Asriati (2012),

kelembaban menurut William J. Fisk (2010), suhu menurut Desi (2015),

kebiasaan membuka jendela menurut Desi (2015) dan kebiasaan merokok

anggota keluarga menurut Sugihartono (2012).

Faktor lingkungan dalam rumah seperti luas ventilasi, jenis dinding

dan jenis lantai serta lingkungan luar rumah tidak dijadikan variabel

penelitian karena kondisi di rumah susun yang homogen. Faktor individu

balita seperti status gizi, status imunisasi dan pemberian ASI eksklusif tidak

dijadikan variabel penelitian karena peneliti ingin berfokus kepada faktor

lingkungan yang berpengaruh terhadap pada balita. Sementara itu, faktor

lingkungan biologis tidak dijadikan variabel penelitian karena peneliti

berfokus pada kategori ISPA non pneumonia. Pengukuran kualitas biologis

udara dalam ruang dikhawatirkan dapat menimbulkan bias pada penelitian

karena parameter tersebut biasa digunakan untuk mengetahui total bakteri

Page 55: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

37

dalam udara yang dapat mengindikasikan ISPA pneumonia dan

tuberkulosis.

Keluhan Gejala

Infeksi Saluran

Pernapasan Akut

pada Balita

KUALITAS UDARA

DALAM RUMAH

Faktor Lingkungan Dalam

Rumah

- Kepadatan Hunian

- Kelembaban udara dalam

ruang

- Suhu udara dalam ruang

Faktor Perilaku Penghuni

- Kebiasaan membuka jendela

- Status merokok anggota

keluarga

Bagan ‎3.1 Kerangka Konsep

Page 56: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

38

3.2 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Kategori Skala

Ukur

1 Keluhan gejala

ISPA pada balita

Balita yang mengalami gejala ISPA

non pneumonia, yaitu: batuk, pilek,

demam >38oC dan radang

tenggorokan dalam 2 minggu

terakhir saat penelitian dilakukan

dan bertempat tinggal di Rumah

Susun Marunda.

Wawancara Kuesioner 0: Ya

1: Tidak

Ordinal

2 Kepadatan hunian Jumlah penghuni dalam suatu rumah

dibandingkan dengan luas rumah

responden.

Wawancara

Kuesioner

0: Padat (< 10 m2 per orang)

1: Tidak Padat (>10 m2 per

orang)

(Permenkes No. 1077 Th. 2011)

Ordinal

3 Kelembaban udara Persentase kandungan uap air di Pengukuran Thermohygrometer 0: Tidak memenuhi syarat Ordinal

Page 57: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

39

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Kategori Skala

Ukur

dalam ruang udara dalam rumah balita penderita

ISPA.

(<40% atau >60%)

1: Memenuhi syarat (40% -

60%)

(Permenkes No. 1077 Th. 2011)

4 Suhu udara dalam

ruang

Kondisi panas atau dinginnya udara

dalam rumah responden yang

dinyatakan dalam derajat Celcius.

Pengukuran Thermohygrometer 0: Tidak memenuhi syarat

(<18oC atau >30

oC)

1: Memenuhi syarat (18oC-

30oC)

(Permenkes No. 1077 Th.

2011)

Ordinal

5 Kebiasaan

membuka jendela

Kebiasaan responden membuka

jendela pada pagi dan sore hari.

Wawancara Kuesioner 0: Tidak

1: Ya

Ordinal

6 Status merokok

anggota keluarga

Kebiasaan merokok anggota

keluarga yang tinggal di rumah

Wawancara Kuesioner 0 : Ya

1: Tidak

Ordinal

Page 58: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

40

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Kategori Skala

Ukur

balita

Page 59: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

41

3.3 Hipotesis

1. Ada hubungan yang signifikan antara faktor lingkungan fisik dalam ruang

(kepadatan hunian, kelembaban udara dalam ruang dan suhuh udara dalam

ruang) dan perilaku penghuni (kebiasaan membuka jendela dan status

merokok anggota keluarga) dengan keluhan gejala ISPA pada balita di

Rumah Susun Marunda tahun 2017.

Page 60: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

42

4 BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional. Variabel

dependen yang diteliti berupa keluhan gejala ISPA pada balita di Rumah Susun

Marunda, Jakarta Utara pada tahun 2017. Sedangkan untuk variabel independen

yang diteliti, antara lain; kelembaban udara dalam ruang, suhu udara dalam ruang,

penggunaan obat nyamuk, kebiasaan membuka jendela penghuni rumah dan status

merokok anggota keluarga.

4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan April hingga Juli tahun 2017 terhitung

sejak penyusunan proposal hingga laporan hasil. Adapun lokasi penelitian yang

dipilih adalah Rumah Susun Marunda yang berada di Kota Administrasi Jakarta

Utara. Rumah Susun Marunda dipilih menjadi lokasi penelitian karena merupakan

rumah susun yang memiliki jumlah unit terbanyak di Jakarta. Selain itu, Rumah

Susun Marunda terletak dalam Kawasan Berikat Nusantara yang merupakan

kawasan industri yang memiliki kualitas udara ambien yang buruk, terbukti dari

hasil pengukuran yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup pada tahun

2016. Berdasarkan hasil pengukuran diketahui parameter TSP di udara ambien

KBN Marunda melebihi nilai ambang batas. Hal ini dapat memengaruhi kondisi

udara di sekitar Rumah Susun Marunda.

Page 61: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

43

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penghuni yang tinggal di

Rumah Susun Marunda pada saat penelitian.

4.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh penghuni Rumah Susun

Marunda yang memiliki anggota keluarga balita umur 0 – 59 bulan yang

tinggal di Rumah Susun Marunda. Jumlah sampel yang akan diteliti

diperoleh dari hasil perhitungan menggunakan rumus uji beda dua proporsi,

yaitu:

𝑛 = {𝑍1−𝛼√2. �̅�(1 − �̅�) + 𝑍1−𝛽√𝑃1(1 − 𝑃1) + 𝑃2(1 − 𝑃2)}

2

(𝑃1 − 𝑃2)2

Keterangan:

n : Jumlah sampel minimal yang diperlukan

P1 : Proporsi kejadian ISPA pada kelompok tidak berisiko (suhu udara dalam

ruang yang memenuhi syarat = 58,1%) (Sinaga et al., 2009)

P2 : Proporsi kejadian ISPA pada kelompok berisiko (suhu udara dalam ruang

yang tidak memenuhi syarat = 72,6%) (Sinaga et al., 2009).

P : Rata-rata proporsi pada populasi (P1+P2 /2)

Z1-α/2 : Nilai Z pada derajat kemaknaan (1-α/2) (1,96)

Z1-β : Nilai Z pada kekuatan uji 80% (0,84)

Page 62: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

44

Tabel ‎4.1 Tabel Perhitungan Sampel

Variabel Peneliti

sebelumnya

P1 P2 N N x 2

Kelembaban

udara dalam

ruang

(Oktaviani,

2015)

0,815 0,185 9 18

Kepadatan

hunian

(Fillacano,

2013)

0,352 0,648 67 134

Suhu udara

dalam ruang

(Sinaga et

al., 2009)

0,581 0,726 81 162

Kebiasaan

merokok

(Fillacano,

2013)

0,803 0,5 38 76

Penggunaan

obat nyamuk

(Mairuhu,

2008)

0,617 0,347 25 50

Kebiasaan

membuka

jendela

(Suryani,

2015)

0,571 0,917 24 48

Berdasarkan hasil perhitungan diambil hasil yang tertinggi dengan

jumlah 162 sampel. Untuk menghindari terjadinya bias, maka diambil 10%

dari jumlah sampel, yaitu sebesar 17 sampel. Jadi, total sampel penelitian

sebesar 185 sampel.

Page 63: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

45

4.4 Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik

pengambilan sampel secara acak (probability sampling). Teknik pengambilan

sampel acak memberikan peluang yang sama bagi tiap anggota di populasi untuk

menjadi sampel (Sugiyono, 2012). Metode teknik sampel acak yang digunakan

dalam penelitian ini adalah systematic random sampling. Langkah pertama dalam

pengambilan sampel adalah membuat kerangka sampel. Kerangka sampel dalam

penelitian ini adalah daftar balita yang tinggal di Rumah Susun Marunda. Data

tersebut diperoleh dari data seluruh posyandu yang ada di Rumah Susun Marunda

pada tahun 2017. Selanjutnya sampel pertama dipilih secara acak dari kerangka

sampel. Sampel selanjutnya ditentukan secara sistematis.

Gambar ‎4.1 Contoh Daftar Pengambilan Sampel

Page 64: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

46

Probabilitas populasi untuk terambil sebagai sampel ditentukan dengan

perhitungan jumlah populasi dibagi dengan jumlah sampel yang kemudian akan

menjadi interval dalam pengambilan sampel acak sistematis. Jumlah balita di

Rumah Susun Marunda sebanyak 625 balita dibagi dengan jumlah sampel 185

balita didapatkan hasil 3,4 atau dapat dibulatkan menjadi 3. Nilai tersebut

dijadikan interval antar sampel satu dengan sampel lainnya.

Dalam pengambilan sampel, ditentukan pula kriteria inklusi dan eksklusi

untuk responden. Kriteria inklusi dan eksklusi ditetapkan agar tidak terjadi bias

informasi akibat responden yang diteliti tidak tepat sasaran. Adapun kriteria

inklusi dan ekslusi sebagai berikut:

1. Kriteria Inklusi

a. Ibu atau pengasuh balita yang tercatat sebagai penghuni Rumah Susun

Marunda pada saat penelitian dilakukan.

2. Kriteria Ekslusi

a. Orang tua balita pernah didiagnosis tuberkulosis.

b. Balita mempunyai riwayat alergi terhadap debu yang dapat

menimbulkan gejala seperti ISPA non pneumonia.

Data suhu dan kelembaban diperoleh dengan cara pengukuran langsung di

rumah responden dengan alat Thermohygrometer. Pengukuran dilakukan di

ruangan tempat biasa balita tidur. Thermohygrometer akan diletakkan di tengah

Page 65: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

47

ruangan dan data perubahan suhu akan dipantau selama 10 menit. Nilai suhu tiap

menit dalam 10 menit pengukuran akan dicatat untuk kemudian diambil rata-

ratanya. Selanjutnya nilai suhu dan kelembaban akan dikategorikan menjadi dua

kategori, yaitu memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat sesuai dengan

Permenkes No. 1077 tahun 2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara dalam

Ruang Rumah.

Data mengenai kepadatan hunian diperoleh dari hasil perhitungan antara

luas rumah dengan jumlah penghuni. Luas rumah di Rumah Susun Marunda

seragam, yaitu 30 m2. Nilai hasil perhitungan tersebut kemudian akan

dikategorikan menjadi dua, yaitu memenuhi syarat (>10 m2/orang) dan tidak

memenuhi syarat (<10 m2/orang).

4.5 Manajemen Data

4.5.1 Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data dilakukan untuk mendapatkan data

sekunder dan primer. Data sekunder berupa data jumlah balita yang

tinggal di Rumah Susun Marunda. Data sekunder digunakan untuk

dijadikan kerangka sampel dalam proses pengambilan sampel. Data

primer yang digunakan adalah data mengenai faktor-faktor yang

memengaruhi kualitas udara dalam ruang, yaitu; suhu, kelembaban,

kepadatan hunian, kebiasaan membuka jendela dan kebiasaan

merokok anggota keluarga. Pengumpulan data dilakukan dengan

Page 66: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

48

pendampingan oleh perwakilan kader posyandu di setiap klaster di

Rumah Susun Marunda.

4.5.2 Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan instrumen berupa kuesioner,

lembar observasi dan thermohygrometer.

1. Lembar pengukuran

Lembar pengukuran merupakan instrumen untuk mencatat hasil

pengukuran suhu dan kelembaban udara dalam ruang di Rumah

Susun Marunda.

2. Kuesioner

Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data mengenai

karakteristik responden, kepadatan hunian, penggunaan obat

nyamuk, kebiasaan membuka jendela dan status merokok

anggota keluarga.

3. Thermohygrometer

Thermohygrometer adalah alat untuk mengukur kelembaban dan

suhu udara dalam ruang. Pengambilan sampel suhu dan

kelembaban udara dalam ruang dilakukan di kamar tidur balita.

Berikut adalah cara kerja dari thermohygrometer.

Cara Kerja Thermohygrometer.

1. Letakkan Thermohygrometer pada tempat yang ingin diukur

suhu dan kelembabannya.

Page 67: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

49

2. Tunggu hingga Thermohygrometer menunjukkan angka yang

stabil untuk nilai suhu dan kelembaban udara tempat tersebut.

3. Catat perubahan nilai dari suhu dan kelembaban udara ruang

tersebut di setiap menitnya selama 10 menit.

4. Hitung rata-rata dari nilai suhu dan kelembaban udara dalam

ruang.

Nilai suhu udara dalam ruang ditunjukkan pada kolom suhu out

sementara suhu udara di luar ruangan pada kolom in. Persentase nilai

kelembaban udara ditunjukkan pada kolom humidity.

4.6 Validitas Data

Instrumen dalam penelitian ini terdiri dari kuesioner dan lembar

pengukuran. Kuesioner digunakan untuk mendapatkan data mengenai variabel

dependen dan beberapa variabel indpenden, yaitu; kepadatan hunian, kebiasaan

membuka jendela, penggunaan obat nyamuk bakar dan status merokok anggota

keluarga. Sementara itu, lembar pengukuran digunakan untuk mencatat hasil

pengukuran suhu dan kelembaban dalam ruang rumah responden.

Uji validitas dilakukan untuk mengetahui ketepatan atau kesesuaian

instrumen dalam mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2012). Uji

validitas dilakukan pada 25 orang responden yang tinggal di Klaster C Rumah

Susun Marunda. Pada kuesioner dalam penelitian ini dilakukan uji validitas

konsep dan uji validitas muka. Uji validitas konsep adalah uji validitas yang

Page 68: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

50

dilakukan dengan menilai kuesioner berdasarkan konsep atau teori dari variabel

yang diteliti (Swarjana, 2016). Uji validitas konsep dilakukan untuk variabel

gejala ISPA pada balita karena gejala ISPA yang ditanyakan kepada responden

harus sesuai dengan teori. Uji validitas muka atau face validity dilakukan dengan

cara melihat respon dari responden saat diberikan pertanyaan dalam kuesioner.

Apabila responden dapat menjawab dengan mudah dan tidak mengalami

kebingungan atau bertanya pada saat diwawancara, maka kuesioner dianggap

lulus uji validitas (Swarjana, 2016).

4.7 Pengolahan Data

Pengolahan data akan dilakukan dengan menggunakan software pengolah

data. Adapun tahapan dalam pengolahan data statistik sebagai berikut

(Notoatmodjo, 2010).

a. Editing

Sebelum mengolah data hasil wawancara, data harus melalui proses editing

terlebih dahulu. Proses ini mencakup pengecekan kembali jawaban

responden baik dalam segi kelengkapan, kejelasan tulisan serta relevansi dan

konsistensi jawaban responden. Proses editing dilakukan sebelum peneliti

mengakhiri wawancara dengan responden. Hal ini bertujuan agar apabila

ada data yang belum lengkap, peneliti dapat melengkapi saat itu juga dan

mencegah terjadinya data missing.

Page 69: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

51

b. Coding

Proses coding data adalah proses perubahan data yang semula berbentuk

kalimat menjadi bentuk angka sehingga dapat dientri dan diolah dalam

software pengolah data. Hal ini dilakukan untuk mempermudah peneliti

dalam mengolah data. Angka yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0

dan 1. Angka 0 untuk jawaban yang berisiko dan angka 1 untuk jawaban

yang tidak berisiko.

c. Data Entry

Setelah melakukan pengkodean data, selanjutnya data di entri atau di

masukkan ke dalam software pengolah data. Proses ini memerlukan

ketelitian untuk mencegah terjadinya bias saat pada hasil pengolahan data.

d. Data Cleaning

Apabila seluruh data telah di entri maka perlu dilakukan data cleaning untuk

memastikan kembali apakah kode yang dimasukkan ke dalam software

pengolah data telah benar dan lengkap. Proses ini dilakukan dengan cara

melihat jumlah missing data dan variasi data.

4.8 Analisis Data

4.8.1 Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi

frekuensi keluhan gejala ISPA pada balita berdasarkan faktor–faktor

yang memengaruhi kualitas udara dalam ruang, yaitu: kepadatan

Page 70: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

52

hunian, suhu dan kelembaban udara dalam ruang, kebiasaan

membuka jendela dan kebiasaan merokok anggota keluarga.

4.8.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara

faktor-faktor yang memengaruhi kualitas udara dalam ruang dengan

keluhan gejala ISPA pada balita di Rumah Susun Marunda. Analisis

bivariat dilakukan dengan menggunakan uji chi square. Hasil dari

analisis bivariat akan dihasilkan nilai pvalue. Berdasarkan nilai

tersebut akan diketahui adanya hubungan yang signifikan antara

variabel dependen dan independen. Hubungan dikatakan

berhubungan signifikan secara statistik apabila nilai pvalue kurang

dari α = 0,05. Selain nilai pvalue hasil dari analisis bivariat juga

dihasilkan nilai Odds Ratio. Nilai Odds Ratio tersebut dapat

menunjukkan adanya keeratan hubungan antara variabel dependen

dan independen.

Page 71: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

53

5 BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Susun Marunda yang secara

administratif berada di dalam wilayah Kelurahan Marunda, Kecamatan

Cilincing, Kota Jakarta Utara. Batasan wilayah Rumah Susun Marunda

dapat dilihat pada Gambar 5.1.

Gambar ‎5.1 Peta Situasi Rumah Susun Marunda

Sumber: Profil Rumah Susun Marunda Jakarta Utara Tahun 2016

Page 72: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

54

Luas wilayah kawasan Rumah Susun Marunda kurang lebih 41,8

Ha dan terdiri dari 26 blok dengan total unit hunian sebanyak 2.580 unit.

Rumah Susun Marunda terdiri dari tiga klaster, yaitu klaster A, B dan C.

Gambar ‎5.2 Peta Rumah Susun Marunda Jakarta Utara

Sumber: Profil Rumah Susun Marunda Jakarta Utara Tahun 2016

Rumah Susun Marunda diperuntukkan bagi masyarakat DKI

Jakarta yang termasuk dalam kelompok tertentu, yaitu; warga korban

banjir, warga korban kebakaran, warga relokasi proyek penataan kota dan

warga umum berpenghasilan rendah yang belum memiliki tempat tinggal.

Jumlah penduduk Rumah Susun Marunda sebanyak 9.986 jiwa.

Page 73: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

55

Terdapat beberapa fasilitas umum yang tersedia di Rumah Susun

Marunda, antara lain; fasilitas ibadah berupa masjid dan gereja, fasilitas

kesehatan berupa Puskesmas serta fasilitas pendidikan berupa taman kanak-

kanak dan sekolah dasar. Untuk melayani kebutuhan masyarakat Rumah

Susun Marunda terkait transportasi, pemerintah DKI Jakarta telah

menyediakan feeder bus Transjakarta dan bis sekolah masing-masing

sebanyak 6 unit.

5.2 Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi dari

setiap variabel, baik dependen maupun independen. Distribusi dari variabel

tersebut dapat dilihat sebagai berikut:

5.2.1 Keluhan Gejala ISPA pada Balita

Hasil penelitian mengenai keluhan gejala ISPA pada balita di

Rumah Susun Marunda dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel ‎5.1 Distribusi Keluhan Gejala ISPA pada Balita di Rumah

Susun Marunda Tahun 2017

Keluhan Gejala ISPA Jumlah

(n)

Persentase

(%)

Ya 52 28,1

Tidak 133 71,9

Jumlah 185 100

Page 74: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

56

Berdasarkan Tabel 5.1 diketahui bahwa responden yang

memiliki balita dengan keluhan gejala ISPA lebih sedikit

dibandingkan dengan yang tidak memiliki keluhan gejala ISPA.

5.2.2 Distribusi Kepadatan Hunian

Distribusi kepadatan hunian di rumah responden dapat dilihat

pada Tabel 5.2.

Tabel ‎5.2 Distribusi Kepadatan Hunian di Rumah Susun

Marunda Tahun 2017

Kepadatan

Hunian

Jumlah

(n)

Persentase

(%)

Padat 159 85,9

Tidak Padat 26 14,1

Jumlah 185 100

Berdasarkan Tabel 5.4 diketahui bahwa sebagian besar

hunian responden di Rumah Susun Marunda tergolong hunian

padat dengan persentase 85,9%.

5.2.3 Distribusi Kelembaban Udara Dalam Ruang

Berdasarkan hasil penelitian, distribusi kelembaban udara dalam

ruang di Rumah Susun Marunda dapat dilihat pada Tabel 5.3.

Page 75: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

57

Tabel ‎5.3 Distribusi Kelembaban Udara Dalam Ruang di Rumah

Susun Marunda Tahun 2017

Kelembaban Udara

Dalam Ruang

Jumlah

(n)

Persentase

(%)

Memenuhi Syarat 29 15,7

Tidak Memenuhi

Syarat

156 84,3

Jumlah 185 100

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa sebagian besar responden tinggal

di hunian dengan kelembaban udara dalam ruang yang tidak

memenuhi syarat.

5.2.4 Distribusi Suhu Udara Dalam Ruang

Hasil penelitian dari suhu udara dalam ruang dapat diketahui

pada Tabel 5.4.

Tabel ‎5.4 Distribusi Suhu Udara Dalam Ruang di Rumah Susun

Marunda Tahun 2017

Suhu Udara Dalam

Ruang

Jumlah

(n)

Persentase

(%)

Memenuhi Syarat 102 55,1

Tidak Memenuhi

Syarat

83 44,9

Jumlah 185 100

Berdasarkan Tabel 5.4 diketahui bahwa responden yang tinggal

di hunian dengan suhu udara dalam ruang memenuhi syarat (55,1%)

Page 76: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

58

lebih besar dibandingkan responden yang tinggal di hunian dengan

suhu udara dalam ruang yang tidak memenuhi syarat.

5.2.5 Distribusi Kebiasaan Membuka Jendela

Kebiasaan membuka jendela responden berdasarkan hasil

penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.5.

Tabel ‎5.5 Distribusi Kebiasaan Membuka Jendela di Rumah

Susun Marunda Tahun 2017

Kebiasaan

Membuka Jendela

Jumlah

(n)

Persentase

(%)

Ya 121 65,4

Tidak 64 34,6

Jumlah 185 100

Berdasarkan Tabel 5.5 diketahui bahwa responden dengan

kebiasaan membuka jendela rumah lebih banyak (65,4%)

dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki kebiasaan

membuka jendela rumah.

5.2.6 Distribusi Status Merokok Anggota Keluarga

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar

responden memiliki anggota keluarga yang merokok. Distribusi

status merokok anggota keluarga responden pada Tabel 5.6.

Page 77: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

59

Tabel ‎5.6 Distribusi Status Merokok Anggota Keluarga di

Rumah Susun Marunda Tahun 2017

Status Merokok

Anggota Keluarga

Jumlah

(n)

Persentase

(%)

Merokok 125 67,6

Dalam Ruang

Luar ruang

53

72

42,4

57,6

Tidak Merokok 60 32,4

Jumlah 185 100

Berdasarkan Tabel 5.6 diketahui bahwa responden yang

memiliki anggota keluarga perokok lebih banyak (67,6%)

dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki anggota

keluarga perokok. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa

sebagian besar responden yang memiliki anggota keluarga perokok,

cenderung memiliki kebiasaan merokok di luar ruang.

5.3 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan

antara variabel dependen dan independen. Pada penelitian ini, uji yang

digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel dependen dan

independen adalah uji chi square. Uji chi square digunakan karena jenis

variabel dependen dan independen adalah data katagorik.

Page 78: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

60

5.3.1 Hubungan Kepadatan Hunian dengan Keluhan Gejala ISPA

pada Balita

Hasil analisis hubungan antara kepadatan hunian dengan

keluhan gejala ISPA pada balita di Rumah Susun Marunda tahun

2017 dapat dilihat pada Tabel 5.7.

Tabel ‎5.7 Hubungan Kepadatan Hunian dengan Keluhan Gejala

ISPA pada Balita Tahun 2017

Kepadatan

Hunian

ISPA Total

OR

95% CI Pvalue Ya Tidak

n % n % n %

Padat 45 28,3 114 71,7 159 100

1,071

(0,422-2,723) 1,000

Tidak Padat

7 26,9 19 73,1 26 100

Jumlah 52 28,1 133 71,9 185 100

Tabel 5.7 menunjukkan bahwa responden yang memiliki balita

dengan keluhan gejala ISPA, lebih banyak ditemukan pada hunian

yang padat dibandingkan dengan hunian yang tidak padat.

Berdasarkan hasil uji chi square diketahui bahwa nilai pvalue lebih

besar dari α = 5%, yaitu 1,000. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada

hubungan yang signifikan pada α = 5% antara kepadatan hunian

dengan keluhan gejala ISPA pada balita. Dari hasil analisis, didapat

nilai OR sebesar 1,071 (95% CI: 0,422 - 2,723). Hal ini berarti

bahwa balita yang tinggal dalam hunian yang padat berisiko 1,071

Page 79: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

61

kali lebih besar untuk mengalami keluhan gejala ISPA dibandingkan

dengan balita yang tinggal di rumah yang tidak padat.

5.3.2 Hubungan Kelembaban Udara Dalam Ruang dengan Keluhan

Gejala ISPA Balita

Hasil analisis hubungan antara kelembaban udara dalam ruang

dengan keluhan gejala ISPA pada balita di Rumah Susun Marunda

tahun 2017 dapat dilihat pada Tabel 5.8.

Tabel ‎5.8 Hubungan Kelembaban Udara Dalam Ruang

dengan Keluhan Gejala ISPA Balita di Rumah Susun

Marunda Tahun 2017

Kelembaban

Udara

Dalam

Ruang

ISPA Total OR

95% CI Pvalue Ya Tidak

n % n % n %

Tidak

Memenuhi

Syarat

37 23,7 119 76,3 156 100

0,290

(0,128-0,657) 0,004

Memenuhi

Syarat 15 51,7 14 48,3 29 100

Jumlah 52 28,1 133 71,9 185 100

Berdasarkan Tabel 5.8 diketahui bahwa responden yang

memiliki rumah dengan kelembaban udara dalam ruang tidak

memenuhi syarat dan memiliki balita dengan gejala ISPA, lebih

sedikit dibandingkan dengan responden dengan rumah yang memiliki

kelembaban udara memenuhi syarat. Berdasarkan hasil uji chi square

diketahui bahwa nilai pvalue kurang dari α = 5%, yaitu 0,004. Hal ini

Page 80: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

62

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara

kelembaban udara dalam ruang dengan keluhan gejala ISPA pada

balita pada α = 5%. Dari hasil analisis data, diperoleh nilai OR

sebesar 0,290 (95% CI: 0,128-0,657). Nilai OR menunjukkan bahwa

rumah dengan kelembaban udara dalam ruang yang tidak memenuhi

syarat, cenderung 0,290 kali lebih besar menimbulkan keluhan gejala

ISPA pada balita.

5.3.3 Hubungan Suhu Udara Dalam Ruang dengan Keluhan Gejala

ISPA Balita

Hasil analisis hubungan antara suhu udara dalam ruang dengan

keluhan gejala ISPApada balita di Rumah Susun Marunda tahun

2017 dapat dilihat pada Tabel 5.9.

Tabel ‎5.9 Hubungan Suhu udara Dalam Ruang dengan

Keluhan Gejala ISPA Balita di Rumah Susun Marunda Tahun

2017

Suhu

Udara

Dalam

Ruang

ISPA Total OR

95% CI Pvalue Ya Tidak

n % n % n %

Tidak

Memenuhi

Syarat

26 31,3 57 68,7 83 100

1,333

(0,701-2,536) 0,475

Memenuhi

Syarat 26 25,5 76 74,5 102 100

Jumlah 52 28,1 133 71,9 185 100

Berdasarkan Tabel 5.9 diketahui bahwa responden yang

memiliki balita dengan keluhan gejala ISPA, lebih banyak

Page 81: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

63

ditemukan pada hunian dengan suhu yang tidak memenuhi syarat

dibandingkan pada hunian dengan suhu yang memenuhi syarat.

Berdasarkan hasil uji chi square diketahui bahwa nilai pvalue lebih

besar dari α = 5%, yaitu 0,475. Hal ini menunjukkan bahwa tidak

ada hubungan yang signifikan antara suhu udara dalam ruang

dengan keluhan gejala ISPA pada balita pada α = 5%. Hasil analisis

menunjukkan nilai OR sebesar 1,333 (95% CI: 0701,-2,536). Hal

ini berarti bahwa balita yang tinggal di rumah dengan suhu udara

yang tidak memenuhi syarat 1,731 kali lebih berisiko mengalami

keluhan gejala ISPA.

5.3.4 Hubungan Kebiasaan Membuka Jendela dengan Keluhan

Gejala ISPA Balita

Hasil analisis hubungan antara kebiasaan membuka jendela

dengan keluhan gejala ISPA pada balita di Rumah Susun Marunda

tahun 2017 dapat dilihat pada Tabel 5.10.

Tabel ‎5.10 Hubungan Kebiasaan Membuka Jendela dengan

Keluhan Gejala ISPA Balita di Rumah Susun Marunda

Tahun 2017

Kebiasaan

membuka

jendela

ISPA Total OR

95% CI Pvalue Ya Tidak

n % n % n %

Tidak 18 28,1 46 71,9 64 100

1,001

(0,510-1,964) 1,000

Page 82: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

64

Ya

34 28,1 87 71,9 121 100

Jumlah 52 28,1 133 71,9 185 100

Berdasarkan Tabel 5.10 diketahui bahwa responden yang

memiliki balita dengan keluhan gejala ISPA memiliki persentase yang

sama, yaitu 28,1%, namun jumlahnya lebih banyak ditemui pada

responden yang memiliki kebiasaan membuka jendela dibandingkan

dengan responden yang tidak terbiasa membuka jendela. Berdasarkan

hasil uji chi square diketahui bahwa nilai pvalue lebih dari α = 5%,

yaitu 1,000. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang

signifikan antara kebiasaan membuka jendela dengan keluhan gejala

ISPA pada balita pada α = 5%. Hasil analisis menghasilkan nilai OR

sebesar 1,001 (95% CI: 0,510-1,964). Hal ini menunjukkan bahwa

kebiasaan membuka jendela rumah berisiko 1,001 kali lebih besar

bagi balita untuk mengalami keluhan gejala ISPA.

5.3.5 Hubungan Status Merokok Anggota Keluarga dengan Keluhan

Gejala ISPA Balita

Hasil analisis hubungan antara kepadatan hunian dengan

keluhan gejala ISPA pada balita di Rumah Susun Marunda tahun

2017 dapat dilihat pada Tabel 5.11.

Page 83: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

65

Tabel ‎5.11 Hubungan Status Merokok Anggota Keluarga dengan

Keluhan Gejala ISPA pada Balita di Rumah Susun Marunda

Tahun 2017

Status

Merokok

Anggota

Keluarga

ISPA Total

OR

95% CI Pvalue Ya Tidak

n % n % n %

Merokok 35 28 90 72 125 100

0,984

(0,496-1,949) 1,000

Tidak

Merokok 17 28,3 43 71,7 60 100

Jumlah 52 28,1 133 71,9 185 100

Berdasarkan Tabel 5.11 diketahui bahwa responden yang

memiliki anggota keluarga perokok dan memiliki balita dengan gejala

ISPA lebih sedikit dibandingkan responden yang tidak memiliki

anggota keluarga perokok. Berdasarkan hasil uji Chi square diketahui

bahwa nilai pvalue lebih dari α = 5%, yaitu 1,000. Hal ini

menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara status

merokok anggota keluarga dengan keluhan gejala ISPA pada balita

pada α = 5%. Berdasarkan hasil analisis didapatkan nilai OR sebesar

0,984 (95% CI: 0,496-1,949). Hal ini menunjukkan bahwa balita yang

tinggal dengan anggota keluarga perokok berisiko 0,984 kali lebih

besar mengalami keluhan gejala ISPA dibanding balita yang tinggal

tanpa anggota keluarga perokok.

Page 84: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

66

6 BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

Pada pelaksanaannya, penelitian ini memiliki beberapa

keterbatasan, antara lain:

1. Terdapat beberapa variabel yang merupakan faktor yang memengaruhi

ISPA yang tidak diteliti, yaitu; kualitas udara luar ruang dan kadar

polutan udara dalam ruang karena keterbatasan peneliti.

2. Pertanyaan dalam kuesioner kurang sensitif dalam menggambarkan

variabel kebiasaan membuka jendela karena tidak ditanyakan mengenai

lama membuka jendela dan kebersihan jendela.

6.2 Gambaran Keluhan Gejala ISPA Balita

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 185 responden,

diketahui bahwa responden yang memiliki balita dengan keluhan gejala

ISPA sebanyak 28,1% dan 71,9% responden tidak memiliki balita dengan

keluhan gejala ISPA. Balita yang dikatakan memiliki keluhan gejala ISPA

apabila mengalami gejala ISPA non pneumonia, yaitu demam, batuk, pilek

dan

Page 85: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

67

radang tenggorokan dalam 2 minggu terakhir. Penentuan gejala ISPA non

pneumonia berdasarkan teori dan standar yang digunakan di Klinik

Puskesmas Rumah Susun Marunda dalam mendiagnosis ISPA pada balita.

Kawasan Rumah Susun Marunda termasuk ke dalam bagian

Kawasan Berikat Nasional (KBN) Marunda yang merupakan daerah

industri. Hasil pengukuran kualitas udara ambien di sekitar KBN Marunda

menunjukkan parameter TSP (Total Suspended Solid) yang telah melebihi

nilai baku mutu, yaitu sebesar 411 µg/m3 per 24 jam dengan nilai baku mutu

sebesar 230 µg/m3 per 24 jam (Kementerian Lingkungan Hidup, 2016).

Selain itu, Kawasan Rumah Susun Marunda berada di daerah pesisir pantai

dan berbatasan langsung dengan Teluk Jakarta. Letak geografis tersebut

dapat memengaruhi suhu dan kelembaban udara di Kawasan Rumah Susun

Marunda. Suhu udara di Rumah Susun Marunda cenderung tinggi dengan

kelembaban udara yang cenderung kering. Selain kondisi lingkungan fisik,

perilaku penghuni dan faktor individu balita juga dapat berpengaruh

terhadap adanya keluhan gejala ISPA pada balita.

6.3 Analisis Hubungan Kepadatan Hunian dengan Keluhan Gejala ISPA

Balita

Status kepadatan hunian di Rumah Susun Marunda didapatkan dari

hasil perhitungan dengan membagi luas rumah dan jumlah penghuni yang

tinggal di dalamnya. Luas rumah di Rumah Susun Marunda pada tiap unit

Page 86: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

68

sama, yaitu 30 m2. Nilai kepadatan hunian kemudian dikategorikan menjadi

kepadatan hunian yang memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat sesuai

dengan Permenkes No. 1077 Th. 2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara

Dalam Ruang. Kepadatan hunian yang memenuhi syarat adalah > 10 m2/

orang sedangkan yang tidak memenuhi syarat adalah < 10 m2/ orang.

Hasil tabel silang pada Tabel 5.7 menunjukkan bahwa responden

yang memiliki balita dengan keluhan gejala ISPA cenderung tinggal pada

hunian yang padat. Hal tersebut sesuai dengan teori yang menyebutkan

bahwa kepadatan hunian berpengaruh terhadap kejadian ISPA (Pickett &

Bell, 2011) dan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Filacano (2013)

yang menyatakan bahwa balita yang tinggal di rumah dengan kepadatan

hunian tidak memenuhi syarat berisiko 3 kali lebih besar mengalami ISPA.

Namun berdasarkan hasil analisis bivariat diketahui bahwa tidak terdapat

hubungan yang signifikan pada α = 0,05 antara kepadatan hunian dengan

keluhan gejala ISPA pada balita di Rumah Susun Marunda. Penelitian ini

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lingga (2014) yang

menyatakan bahwa kepadatan hunian tidak berpengaruh dengan keluhan

gejala ISPA pada balita.

Peneliti berasumsi bahwa tidak terdapatnya hubungan antara

kepadatan hunian dengan keluhan gejala ISPA karena sebagian besar hunian

di Rumah Susun Marunda tergolong padat. Sementara keluhan gejala ISPA

Page 87: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

69

pada balita lebih sedikit terjadi apabila dibandingkan dalam kelompok

responden dengan hunian padat. Jumlah penghuni ideal di Rumah Susun

Marunda adalah satu hingga tiga orang. Pada beberapa rumah ditemukan

jumlah penghuni yang melebihi tiga orang. Jumlah penghuni paling banyak

yang ditemukan pada saat penelitian mencapai 11 orang dalam satu rumah.

Kepadatan hunian dapat memperburuk sirkulasi udara dalam ruang

dan mempermudah penularan penyakit terutama penyakit yang menular

melalui perantara udara (Achmadi, 2009). Kelembaban udara dalam ruang

dapat berpengaruh karena apabila suatu hunian terlalu padat akan

meningkatkan kadar CO2 dan memengaruhi kualitas udara dalam ruang

(Zamrud & Kalenggo, 2012). Padatnya rumah susun juga dipengaruhi dari

tata letak rumah susun yang berhimpitan antara satu rumah dengan rumah

lainnya. Padatnya hunian per unitnya dan tata letak yang berhimpitan akan

meningkatkan potensi penularan penyakit terutama airborne disease atau

penyakit yang menyebar melalui udara (Monika & Mar, 2017). Oleh karena

itu, penghuni rumah susun harus senantiasa menjaga kebersihan lingkungan

rumahnya dan sebaiknya tiap unit rumah susun hanya dihuni oleh maksimal

tiga orang agar hunian tidak terlalu padat.

Page 88: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

70

6.4 Analisis Hubungan Kelembaban Udara Dalam Ruang dengan Keluhan

Gejala ISPA Balita

Kelembaban udara dalam ruang di Rumah Susun Marunda diukur

dengan menggunakan thermohygrometer yang diletakkan di ruangan

tempat balita biasa tidur. Kelembaban merupakan persentase kandungan

uap air yang ada di udara. Kelembaban udara berpengaruh dalam proses

penyebaran penyakit yang ditularkan melalui udara karena dapat

mempercepat tumbuhnya virus, bakteri ataupun jamur penyebab infeksi

saluran pernapasan (Suryani, 2015). Terdapat beberapa faktor yang dapat

memengaruhi kelembaban udara dalam ruang, diantaranya kelembaban luar

rumah, kondisi geografis dan kondisi ventilasi rumah (Pramudiyani &

Prameswari, 2011).

Hasil analisis tabel silang pada Tabel 5.8 menunjukkan bahwa

sebagian besar balita yang mengalami keluhan gejala ISPA tinggal di

hunian dengan kelembaban udara dalam ruang yang memenuhi syarat.

Berdasarkan hasil analisis bivariat, diketahui bahwa terdapat hubungan

yang signifikan antara kelembaban udara dalam ruang dengan keluhan

gejala ISPA pada balita di Rumah Susun Marunda. Hasil penelitian ini

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Padmonobo (2013) di

Jatibarang, Kabupaten Brebes. Akan tetapi, penelitian ini tidak sejalan

dengan penelitian Suryani (2015) yang dilakukan di Lubuk Buaya, Kota

Padang. Hasil penelitian ini tidak sejalan karena lokasi penelitian yang

Page 89: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

71

berbeda dan berdasarkan hasil uji statistik, variabel kelembaban dalam

penelitian yang dilakukan Suryani (2015) cenderung diabaikan.

Kondisi kelembaban dan suhu luar rumah di sekitar Rumah Susun

Marunda cenderung kering dan panas dengan rata- rata suhu luar ruang

33oC dan kelembaban luar ruang 35%. Hal ini dapat dipengaruhi oleh letak

Rumah Susun Marunda yang berbatasan langsung dengan Teluk Jakarta.

Kondisi cuaca di daerah pantai berbeda dengan cuaca di daerah lain, karena

jaraknya yang lebih dekat dengan laut. Sinar matahari cenderung lebih

cerah di daerah sekitar pantai akibat refleksi sinar matahari dari permukaan

air laut. Hal ini menyebabkan udara di daerah pantai akan lebih hangat dan

cenderung makin panas menjelang tengah hari (Witherington &

Witherington, 2011). Kondisi fisik lingkungan luar rumah tersebut dapat

memengaruhi kondisi lingkungan dalam rumah. Hal ini terbukti dari hasil

analisis univariat diketahui bahwa sebagian besar kelembaban udara dalam

ruang tidak memenuhi syarat dan cenderung kering.

Berdasarkan hasil uji statistik diketahui nilai OR sebesar 0,290

yang menunjukkan bahwa kelembaban udara merupakan faktor protektif

dari keluhan gejala ISPA pada balita. Kelembaban udara yang kering

dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan virus, bakteri dan

jamur penyebab ISPA (Smith, 2016).

Page 90: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

72

Akan tetapi, kelembaban udara dalam ruang dapat menimbulkan

potensi masalah kesehatan lain karena dapat menyebabkan lapisan cat dan

kayu di furnitur mudah rapuh. Hal ini dapat meningkatkan kandungan

debu dan partikulat di udara dalam ruang (Frumkin, 2006). Kelembaban

udara yang kering pun dapat membuat lapisan mukosa yang berada di

mata, rongga hidung, mulut dan tenggorokan kering (Howe, 2013).

Oleh karena itu, kelembaban udara dalam ruang tetap harus dijaga

agar tetap dalam rentang yang ideal.Terdapat beberapa hal yang dapat

dilakukan untuk mengatasi kelembaban udara dalam ruang yang kering.

Penghuni Rumah Susun Marunda rajin membuka jendela rumah dan

menanam tanaman di beranda rumah untuk menjaga kelembaban udara di

sekitar rumah.

6.5 Analisis Hubungan Suhu Udara Dalam Ruang dengan Keluhan gejala

ISPA Balita

Suhu udara dalam ruang di Rumah Susun diukur dengan

menggunakan thermohygrometer yang diletakkan di ruangan tempat balita

biasa tidur. Nilai suhu dikategorikan menjadi memenuhi syarat dan tidak

memenuhi syarat. Suhu yang memenuhi syarat berada dalam rentang 18oC

– 30oC sementara suhu yang berada di bawah dan di atas rentang tersebut

dikategorikan menjadi tidak memenuhi syarat.

Page 91: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

73

Hasil analisis tabel silang pada Tabel 5.9 menunjukkan bahwa

sebagian besar keluhan gejala ISPA ditemukan pada balita yang tinggal di

hunian dengan suhu dalam ruang yang tidak memenuhi syarat. Hal ini

sesuai dengan teori dan penelitian sebelumnya oleh Yanti (2013) yang

meneliti hubungan suhu dengan kejadian ISPA pada siswa sekolah dasar.

Namun, hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan

yang signifikan pada α = 5% antara suhu udara dalam ruang dengan

keluhan gejala ISPA pada balita. Hasil penelitian ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Pramudiyani (2011) pada balita di

Kecamatan Bergas, Semarang. Tidak terdapatnya hubungan antara suhu

dengan keluhan gejala ISPA mungkin karena sebagian besar rumah dengan

kondisi suhu tidak memenuhi syarat tidak memiliki balita dengan keluhan

gejala ISPA.

Kondisi udara dapat dipengaruhi oleh topografi, iklim dan

kelembaban relatif. Topografi dapat memengaruhi suhu udara karena

topografi dapat memengaruhi penyinaran sinar matahari ke daerah tersebut

(Weir, 2009). Lokasi Rumah Susun Marunda yang terletak di pesisir pantai

dapat memengaruhi suhu di kawasan rumah susun. Rata-rata suhu luar

ruang di kawasan Rumah Susun Marunda sebesar 33 oC. Suhu luar ruang

merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi suhu dalam ruang.

Page 92: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

74

Meskipun tidak memiliki hubungan secara statistik, akan tetapi

suhu dalam ruang dapat memengaruhi kesehatan penghuni. Hal ini karena

suhu dapat memengaruhi perkembangbiakan virus, bakteri dan jamur

penyebab ISPA. Kondisi suhu luar ruang di kawasan Rumah Susun yang

cukup tinggi dapat memengaruhi kondisi suhu dalam ruang. Untuk

membantu menjaga suhu dan sebagai penyuplai oksigen di udara luar,

peneliti menyarankan pihak Unit Pengelola Rumah Susun dan para

penghuni Rumah Susun Marunda untuk memberdayakan kembali ruang

terbuka hijau yang ada di tiap klaster di Rumah Susun Marunda. Penghuni

rumah susun juga dapat menanam tanaman di teras ataupun balkon

rumahnya. Tanaman dapat menyerap karbondioksida (CO2) dan

mengubahnya menjadi oksigen (O2) pada proses fotosintesis. Selain

menyediakan O2, tanaman juga dapat menghasilkan uap air hasil dari

proses penguapan pada daun (Lange, 2012). Tanaman yang dapat

membantu menjaga kelembaban udara dalam ruang dan cocok untuk

dirawat di rumah berasal dari jenis Sansevieria atau yang biasa disebut

tanaman lidah mertua. Tanaman ini cocok untuk dirawat di dalam rumah

karena tidak memerlukan banyak air dalam perawatannya. Selain itu,

tanaman ini juga dapat menyerap zat beracun seperti formaldehid dan

menghasilkan banyak O2 (Ross & Hitchmough, 2016). Selain itu, perlu

dilakukan penelitian lanjutan mengenai kualitas lingkungan fisik luar

rumah terhadap kejadian ISPA di kawasan rumah susun karena faktor

Page 93: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

75

tersebut merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi kualitas

udara dalam ruang.

6.6 Analisis Hubungan Kebiasaan Membuka Jendela dengan Keluhan

Gejala ISPA Balita

Sirkulasi udara yang baik dapat terjadi apabila penghuni rumah

memiliki kebiasaan untuk membuka jendela ataupun ventilasi rumahnya.

Kebiasaan membuka jendela berpengaruh terhadap kualitas udara dalam

rumah. Dengan membuka jendela, sirkulasi udara dalam ruang tetap stabil

(Marianta, 2015). Sirkulasi udara yang stabil dapat membantu menjaga

suhu dan kelembaban ruangan tetap ideal sehingga kemungkinan

pertumbuhan dan penyebaran virus, bakteri dan jamur penyebab ISPA akan

berkurang.

Hasil analisis tabel silang pada Tabel 5.10 menunjukkan bahwa

keluhan gejala ISPA lebih banyak ditemukan pada rumah dengan

responden yang memiliki kebiasaan membuka jendela. Hal ini tidak sesuai

dengan penelitian Suryani (2015) yang menyatakan bahwa responden yang

tidak memiliki kebiasaan membuka jendela rumahnya akan berisiko

mengalami keluhan ISPA. Berdasarkan hasil analisis bivariat, diketahui

bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan membuka

jendela dengan keluhan gejala ISPA pada balita pada α = 5%.

Page 94: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

76

Kebiasaan membuka jendela tidak memiliki hubungan yang

signifikan dengan keluhan gejala ISPA pada balita karena sebagian besar

penghuni rumah susun sudah memiliki kebiasaan membuka jendela.

Penghuni Rumah Susun Marunda sebagian besar telah memiliki kebiasaan

membuka jendela karena udara akan terasa panas apabila jendela tidak

dibuka. Namun, ada sebagian penghuni yang tidak membuka jendela

rumahnya dengan alasan vektor pembawa penyakit seperti nyamuk dan

tikus akan masuk melalui jendela.

Selain itu, terdapat faktor lain terkait kebiasaan membuka jendela

yang dapat memengaruhi keluhan gejala ISPA, seperti lama membuka

jendela dan kebersihan jendela itu sendiri. Penelitian Marianta (2015)

menunjukkan bahwa kebersihan ventilasi udara dapat memengaruhi

kejadian ISPA pada balita. Jendela atau ventilasi udara merupakan media

sirkulasi udara dalam rumah. Debu yang menumpuk pada jendela dapat

ikut terbawa masuk saat sirkulasi udara terjadi dan dapat mengontaminasi

udara dalam ruang (Anwar et al., 2013).

Lamanya membuka jendela pun dapat berpengaruh terhadap

munculnya keluhan gejala ISPA. Semakin lama jendela terbuka maka

potensi untuk udara ambien masuk ke dalam rumah lebih tinggi. Apabila

jendela hunian yang berada di kawasan dengan kualitas udara ambien yang

rendah maka polutan berbahaya yang terkandung dalam udara dapat masuk

dan mencemari udara dalam ruang (Fahimah et al., 2014). Terlebih lagi,

Page 95: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

77

lokasi Rumah Susun Marunda yang berada dalam kawasan industri,

membuat udara ambien di sekitarnya memiliki kualitas yang rendah. Kadar

PM2,5 di udara ambien kawasan Rumah Susun Marunda pada tahun 2016

telah melebihi nilai baku mutu. Polutan PM2,5 termasuk kedalam

nanopartikel karena ukurannya yang kurang dari 100 nanometer.

Ukurannya yang sangat kecil dan ringan membuat nanopartikel tersuspensi

di udara (US EPA, 2014). Nanopartikel dapat masuk ke dalam tubuh

melalui jalur ingesti dan inhalasi dan menyebabkan efek negatif bagi

kesehatan.

Oleh karena itu, selain kebiasaan membuka jendela, kebersihan

jendela dan ventilasi pun harus diperhatikan oleh penghuni rumah susun.

Sebaiknya jendela dan ventilasi dibersihkan minimal satu kali seminggu

untuk mencegah munculnya keluhan gejala ISPA. Selain itu, pihak

pengelola Rumah Susun Marunda sebaiknya membuat regulasi untuk

penghuni agar melakukan kegiatan kerja bakti. Kegiatan kerja bakti

sebaiknya dilakukan secara rutin untuk menjaga kebersihan lingkungan

tempat tinggal penghuni.

6.7 Analisis Hubungan Status Merokok Anggota Keluarga dengan

Keluhan Gejala ISPA Balita

Adanya anggota keluarga yang merokok berpengaruh terhadap

kualitas udara dalam ruang hunian. Hal ini karena rokok merupakan salah

satu penyebab pencemaran udara dalam ruang (Ahyanti, 2013). Hasil

Page 96: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

78

analisis tabel silang pada Tabel 5.11 menunjukkan bahwa sebagian besar

keluhan gejala ISPA pada balita ditemukan pada responden yang tidak

memiliki anggota keluarga perokok.

Berdasarkan hasil analisis bivariat, diketahui bahwa tidak terdapat

hubungan yang signifikan pada α = 5% antara status merokok anggota

keluarga dengan keluhan gejala ISPA pada balita. Penelitian ini tidak

sejalan dengan penelitian Indahsari (2016) yang menyatakan adanya

hubungan antara paparan asap rokok dengan keluhan gejala ISPA. Pada

penelitian Indahsari (2016) paparan asap rokok ti dak hanya diteliti dari

status merokok anggota keluarga tetapi jumlah konsumsi rokok pun

diteliti.

Pada penelitian ini, diketahui bahwa dari responden yang memiliki

anggota keluarga perokok, sebesar 60% diantaranya merokok di luar

rumah. Hunian di Rumah Susun Marunda memiliki balkon dan teras

rumah yang biasa digunakan untuk merokok. Kebiasaan merokok di luar

rumah dimanfaatkan oleh penghuni rumah susun, khususnya para ayah,

untuk bersosialisasi dengan penghuni rumah susun lainnya. Banyaknya

responden yang merokok di luar rumah dapat memengaruhi hasil

penelitian sehingga hasil tidak menunjukkan adanya hubungan yang

signifikan dan cenderung menjadi faktor protektif. Selain itu, penelitian ini

hanya melihat hubungan status merokok anggota keluarga tanpa melihat

Page 97: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

79

hubungan antara tempat merokok anggota keluarga dengan keluhan gejala

ISPA pada balita.

Asap rokok mengandung berbagai zat racun yang berbahaya bagi

kesehatan manusia terutama bagi balita. Hal ini karena sistem pernapasan

balita masih dalam tahap perkembangan dan imunitas tubuh balita yang

masih lemah dibandingkan orang dewasa (Pickett & Bell, 2011). Selain

itu, balita merupakan perokok pasif yang memiliki risiko kesehatan lebih

tinggi dibandingkan perokok aktif. Asap yang dihirup oleh perokok pasif

lebih berbahaya karena lebih banyak mengandung nikotin dan karbon

monoksida (Goldberg, 2010). Zat berbahaya yang terkandung dalam asap

rokok dapat mengiritasi saluran pernapasan balita dan mempermudah

bakteri, virus ataupun debu untuk masuk dan menginfeksi saluran napas

(Winarni, 2010). Selain ISPA, perokok pasif juga berisiko untuk terkena

penurunan imunitas, disfungsi endothelial, penurunan fungsi paru dan

aterosklerosis (Pickett & Bell, 2011).

Meskipun hasil uji statistik tidak menunjukkan adanya hubungan

antara anggota keluarga yang merokok dengan keluhan gejala ISPA pada

balita namun banyaknya risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh rokok

tetap perlu diwaspadai. Oleh karena itu, petugas kesehatan ataupun tokoh

masyarakat di rumah susun perlu memberikan penyuluhan untuk

meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya merokok. Selain itu,

Page 98: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

80

meskipun sebagian besar anggota keluarga merokok di luar rumah akan

tetapi mereka masih perlu mencuci tangan dan mengganti baju sebelum

kontak langsung dengan balita untuk menghindari terhirupnya residu dari

rokok oleh balita.

Page 99: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

81

7 BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian pada 185 responden yang tinggal di

Rumah Susun Marunda dan memiliki balita, maka dapat disimpukan

sebagai berikut:

1. Distribusi keluhan gejala ISPA pada balita di Rumah Susun Marunda

sebesar 28,1% dari total responden.

2. Berdasarkan hasil analisis univariat dapat disimpulkan bahwa :

a. Sebagian besar hunian responden tergolong padat dengan persentase

sebesar 85,9%.

b. Sebagian besar kelembaban udara dalam ruang di rumah responden

tidak memenuhi syarat dengan persentase sebesar 84,3%.

c. Sebagian besar suhu udara dalam ruang di rumah responden telah

memenuhi syarat dengan persentase sebesar 55,1%.

d. Hanya sedikit responden yang menggunakan obat nyamuk bakar

dalam rumahnya dengan persentase sebesar 28,1%.

e. Sebagian besar responden telah memiliki kebiasaan membuka

jendela dengan persentase sebesar 65,4%.

f. Sebagian besar responden memiliki anggota keluarga yang

merokok. Dari 67,6% responden yang memiliki anggota keluarga

perokok, sebagian besar diantaranya merokok di luar rumah.

Page 100: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

82

3. Berdasarkan hasil analisis bivariate dapat disimpulkan bahwa :

a. Tidak terdapat hubungan yang signifikan pada α = 5% antara

kepadatan hunian dengan keluhan gejala ISPA pada balita di Rumah

Susun Marunda dengan pvalue sebesar 1,000.

b. Terdapat hubungan yang signifikan pada α = 5% antara kelembaban

udara dalam ruang dengan keluhan gejala ISPA pada balita di

Rumah Susun Marunda dengan pvalue sebesar 0,004.

c. Tidak terdapat hubungan yang signifikan pada α = 5% antara suhu

udara dalam ruang dengan keluhan gejala ISPA pada balita di

Rumah Susun Marunda dengan pvalue sebesar 0,475.

d. Tidak terdapat hubungan yang signifikan pada α = 5% antara

kebiasaan membuka jendela dengan keluhan gejala ISPA pada

balita di Rumah Susun Marunda dengan pvalue sebesar 1,000.

e. Tidak terdapat hubungan yang signifikan pada α = 5% antara status

merokok anggota keluarga dengan keluhan gejala ISPA pada balita

di Rumah Susun Marunda dengan pvalue sebesar 1,000.

Page 101: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

83

7.2 Saran

1. Bagi Unit Pengelola Rumah Susun Marunda

1.1 Pengelola Rumah Susun Marunda sebaiknya membuat regulasi

untuk penghuni agar melakukan kegiatan kerja bakti.

2. Bagi Penghuni Rumah Susun

2.1 Penghuni rumah susun disarankan untuk memelihara tanaman di

teras atau balkon rumah untuk mengatur suhu dan kelembaban

dalam rumah.

2.2 Rumah susun sebaiknya hanya dihuni oleh tiga sampai empat

orang per unitnya.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

3.1 Peneliti selanjutnya sebaiknya melakukan penelitian lebih lanjut

untuk melihat hubungan beberapa variabel yang memiliki

kecenderungan menjadi faktor protektif dalam penelitian ini,

yaitu; kelembaban, penggunaan obat nyamuk dan status merokok

anggota keluarga.

3.2 Peneliti selanjutnya sebaiknya didampingi oleh dokter sehingga

kejadian ISPA balita dapat didiagnosa pada saat penelitian.

3.3 Peneliti selanjutnya sebaiknya melakukan penelitian lanjutan

mengenai faktor lingkungan fisik luar rumah dan kadar polutan

udara dalam udara.

Page 102: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

84

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, U. F. (2009). Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Kesmas: Jurnal

Kesehatan Masyarakat Nasional, 3(4).

Ahyanti, M. (2013). Hubungan Merokok dengan Kejadian ISPA pada Mahasiswa.

Jurnal Kesehatan Masyarakat, 7(2), 47–53.

Anwar, A., Dharmayanti, I., Teknologi, P., Kesehatan, I., Badan, M., &

Kesehatan, P. (2013). Pneumonia pada Anak Balita di Indonesia Pneumonia

among Children Under Five Years of Age in Indonesia, (29), 359–365.

Awaluddin, A. (2016). Keluhan Warga Akibat Kabut Asap di Kota Pekanbaru.

Jurnal Endurance, 1(1), 37–46. https://doi.org/10.22216/jen.v1i1.1079

Badan Pusat Statistik. (2016). Jakarta Dalam Angka tahun 2016.

Badan Pusat Statistik, J. (2015). Statistik Daerah Provinsi DKI Jakarta. Badan

Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, 1.

https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Bangun, A., & Soebijanto, P. D. dr. (2007). Hubungan Antara Indeks Standar

Pencemar Udara dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada

Balita Kota Medan Tahun 2005.

Caesar, D. L., & W, N. E. (2015). Hubungan Jumlah Bakteri Patogen dalam

Rumah dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja

Puskesmas Ngesrep Banyumanik Semarang Tahun 2014 Relationship

betweenAmount Bacterial Pathogen in the House with Incidence of

Pneumonia on Children Under Fi, 14(1), 21–26.

Fahimah, R., Kusumowardani, E., Susanna, D., Lingkungan, K., Masyarakat, F.

K., & Indonesia, U. (2014). Kualitas Udara Rumah dengan Kejadian

Pneumonia Anak Bawah Lima Tahun ( di Puskesmas Cimahi Selatan dan

Page 103: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

85

Leuwi Gajah Kota Cimahi ), 18(1), 25–33.

https://doi.org/10.7454/msk.v18i1.3090

Farmer, S. A., Nelin, T. D., Falvo, M. J., & Wold, L. E. (2014). Ambient and

household air pollution: complex triggers of disease. American Journal of

Physiology. Heart and Circulatory Physiology, 307(4), H467-76.

https://doi.org/10.1152/ajpheart.00235.2014

Fillacano, R. (2013). Hubungan Lingkungan Dalam Rumah Terhadap ISPA.

Fitria, L., Wulandari, R. A., Hermawati, E., & Susanna, D. (2008). Kualitas Udara

Dalam Ruang Perpustakaan Universitas X Ditinjau Dari Kualitas Biologi,

Fisik, Dan Kimiawi. Lingkungan, Departemen Kesehatan Masyarakat,

Fakultas Kesehatan Indonesia, Universitas, 12(2), 76–82.

Frumkin, H. (2006). Safe and Healthy School Environment. Ne York: Oxford

University Press.

Gertrudis, T. (2010). Hubungan Antara Kadar Partikulat (PM10) Udara Rumah

Tinggal dengan Kejadian ISPA pada Balita di Sekitar Pabrik Semen PT

Indocement, Citeureup tahun 2010.

Goldberg, R. (2010). Drugs Across the Spectrum (6th editio). USA: Wadsworth.

Gordon, S. B., Bruce, N. G., Grigg, J., Hibberd, P. L., Kurmi, O. P., Lam, K. H.,

… Martin, W. J. (2014). Respiratory risks from household air pollution in

low and middle income countries. The Lancet. Respiratory Medicine, 2(10),

823–860. https://doi.org/10.1016/S2213-2600(14)70168-7

Hananto, M., & Hapsari, D. (2010). Indoor Pollution Factors which have

Relationship with ISPA on Balita in Indonesia, (Surkesnas).

Hendarto, A., & Musa, D. A. (2016). Hubungan Status Gizi dan Kekerapan Sakit

Balita Penghuni Rumah Susun Kemayoran Jakarta-Pusat. Sari Pediatri, 4(2).

Hermawan, A., Hananto, M., & Lasut, D. (2016). Peningkatan Indeks Standar

Page 104: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

86

Pencemaran Udara (ISPU) dan Kejadian Gangguan Saluran Pernapasan di

Kota Pekanbaru. Jurnal Ekologi Kesehatan, 15(2), 76–86.

https://doi.org/10.22435/jek.v15i2.4618.76-86

Howe, G. M. (2013). Environmental Medicine (2nd ed.). Philadephia: Elsevier.

Indahsari, N. (2016). Hubungan Paparan Polusi Udara dalam Rumah dengan

Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Malimongan Baru.

Irianto, B. (2006). Hubungan Faktor Lingkungan Rumah dan Karakteristik Balita

Dengan Kejadian Penyakit ISPA pada Balita di Wilayah Kecamatan

Lemahwungkuk Kota Cirebon.

Kementerian Kesehatan RI. (2012). Infeksi saluran pernafasan akut.

Kementerian Kesehatan RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar.

Kementerian Lingkungan Hidup. (2016). SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun

2016, 1–12.

Krishna, A. (2013). Mengenali Keluhan Anda. Jakarta: Informasi Medika.

Kusumawati, I. (2010). Hubungan antara status merokok anggota keluarga dengan

lama pengobatan ispa balita di kecamatan jenawi.

Lange, O. L. (2012). Physiological Plant Ecology II : Water Relations and

Carbon Assimilation. United States: Springer Science and Business Media.

Lima, W. S. (2012). Acute Respiratory Infection. Oxford: Oxford University

Press.

Lingga, R. N. (2014). Hubungan Karakteristik Rumah Dengan Kejadian ISPA

Pada Balita dalam Keluarga Perokok di Kelurahan Gundaling I Kecamatan

Berastagi Kabupaten Karo Tahun 2014.

Mairuhu, V. (2008). Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada Balita

di Pulau Barrang Lomppo Kecamatan Ujung Tanah Kota Makassar.

Page 105: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

87

Marianta, D. (2015). Hubungan Kualitas Fisik Rumah Terhadap Kejadian ISPA

Pasca Bencana Erupsi Gunung Sinabung di Wilayah Kerja Puskesmas

Kecamatan Tiganderket Karo Sumatera Utara pada Tahun 2015, 1600.

Monika, Ś., & Mar, M. (2017). Indoor air quality in public utility environments —

a review, 11166–11176. https://doi.org/10.1007/s11356-017-8567-7

Muhammad, I. (2009). Efek Antioksidan Vitamin C Terhadap Tikus ( Rattus

norvegicus L ) Jantan Akibat Pemaparan Asap Rokok.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka

Cipta.

Nurjanah, Lily, K., & Mufid, A. (2014). Gangguan Fungsi Paru dan Kadar

Cotinine Pada Urin Karyawan yang Terpapar Asap Rokok Orang Lain.

Kesehatan Masyarakat, 10(1), 43–52.

Oktaviani, V. A. (2015). Hubungan Antara Sanitasi Fisik Rumah Dengan

Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Atas (Ispa) Pada Balita Di Desa Cepogo

Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali. Statewide Agricultural Land Use

Baseline 2015, 1. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Padmonobo, H., Setiani, O., & Joko, T. (2013). Hubungan Faktor-Faktor

Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di

Wilayah Kerja Puskesmas Jatibarang Kabupaten Brebes. Jurnal Kesehatan

Lingkungan I, 11(2), 194–198. https://doi.org/10.14710/jkli.11.2.194 - 198

Perez-Padilla, R., Schilmann, A., & Riojas-Rodriguez, H. (2010). Respiratory

health effects of indoor air pollution [Review article]. International Journal

of Tuberculosis and Lung Disease.

Pickett, A. R., & Bell, M. L. (2011). Assessment of indoor air pollution in homes

with infants. International Journal of Environmental Research and Public

Health, 8(12), 4502–20. https://doi.org/10.3390/ijerph8124502

Prabahar, K. (2017). Pediatric Upper Respiratory Tract Infection: Prescribing

Page 106: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

88

Pattern and Health Economics. Hamburg: Anchor Academic Publishing.

Pramudiyani, N. A., & Prameswari, G. N. (2011). Hubungan Antara Sanitasi

Rumah dan Perilaku dengan Kejadian Pneumonia Balita. Jurnal Kesehatan

Masyarakat, 6(2), 71–78.

Ross, C., & Hitchmough, J. (2016). Environmental Horticulture: Science and

Management of Green Landscapes. United Kingdom: CABI.

Shibata, T., Wilson, J. L., Watson, L. M., Leduc, A., Meng, C., Ansariadi, …

Maidin, A. (2014). Childhood Acute Respiratory Infections and Household

Environment in an Eastern Indonesian Urban Setting. International Journal

of Environmental Research and Public Health, 11(12), 12190–12203.

https://doi.org/10.3390/ijerph111212190

Simoes, E. a. F., Cherian, T., Chow, J., Shahid-Salles, S. a., Laxminarayan, R., &

John, T. J. (2006). Acute Respiratory Infections in Children. Disease Control

Priorities in Developing Countries, 483–497. Retrieved from

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK11786/

Sinaga, L. A. F. S., Suhartono, S., & D., Y. H. (2009). Analisis Kondisi Rumah

Sebagai Faktor Risiko Kejadian Pneumonia Pada Balita di Wilayah

Puskesmas Sentosa Baru Kota Medan Tahun 2008. Jurnal Kesehatan

Lingkungan Indonesia, 8(1), 26–34. https://doi.org/10.14710/jkli.8.1.26 - 34

Slamet, J. S. (2011). Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Smith, K. R. (2016). Indoor air pollution in developing countries and acute lower

respiratory infections in children -- Smith et al. 55 (6): 518 -- Thorax.

Retrieved November 22, 2016, from

http://thorax.bmj.com/content/55/6/518.short

Smith, K. R., Samet, J. M., Romieu, I., & Bruce, N. (2000). Acute Lower

Respiratory Infections in Children Indoor Air Pollution in Developing

Page 107: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

89

Countries and Topic Collections Indoor Air Pollution in Developing

Countries and Acute Lower Respiratory Infections in Children. Thorax, 55,

518–532. https://doi.org/10.1136/thorax.55.6.518

Sugihartono, & Nurjazuli. (2012). Analisis Faktor Risiko Kejadian Pneumonia

Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Sidorejo Kota Pagar. Jurnal

Kesehatan Lingkungan Indonesia, 11(1), 82–86.

https://doi.org/10.14710/jkli.11.1.82-86

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

Suryani, I. (2015). Hubungan Lingkungan Fisik dan Tindakan Penduduk Dengan

Kejadian ISPA Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Buaya.

Jurnal Kesehatan Andalas, 4(1), 157–167.

Swarjana, I. K. (2016). Statistik Kesehatan - I Ketut Suwarjana. Yogyakarta:

ANDI.

US EPA. (2014). Technical Fact sheet – Nanomaterials At a Glance, (January), 1–

9.

Weir, J. R. (2009). Conducting Prescribed Fires: A Comprehensive Manual -

John R. Weir - Google Books (1st ed.). USA: Texas A&M University Press.

WHO. (2001). WHO Model Prescribing Information: Drugs used in Bacterial

Infections: Upper respiratory tract infections. Retrieved April 17, 2017, from

http://apps.who.int/medicinedocs/en/d/Js5406e/3.html

WHO. (2007). Pencegahan dan pengendalian infeksi saluran pernapasan akut

(ISPA) yang cenderung menjadi epidemi dan pandemi di fasilitas pelayanan

kesehatan.

WHO. (2009). Indikator Kesehatan Lingkungan Anak. Jakarta: EGC.

WHO. (2016). Pneumonia. Retrieved from www.who.int/mediacentre/factsheets

Page 108: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

90

Winarni. (2010). Hubungan Antara Perilaku Merokok Orang Tua dan Anggota

Keluarga yang Tinggal dalam Satu Rumah dengan Kejadian ISPA pada

Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sempor II Kabupaten Kebumen Tahun

2009. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, 6(1).

Witherington, B., & Witherington, D. (2011). Living Beaches of Georgia and the

Carolinas : A Beachcomber’s Guide. United States: Pineapple Press, Inc.

Wulandari, E. (2014). Faktor Yang Berhubungan Dengan Keberadaan

Streptococcus Di Udara Pada Rumah Susun Kelurahan Bandarharjo Kota

Semarang Tahun 2013. Unnes Journal of Public Health, 3(4), 1–10.

Yuwono, T. A. (2008). Faktor- Faktor Lingkungan Fisik Rumah Yang

Berhubungan Dengan Kejadian Pneumonia Pada Anak Balita di Wilayah

Kerja Puskesmas Kawunganten Kabupaten Cilacap. Universitas Diponegoro.

Zamrud, M., & Kalenggo, D. F. (2012). Analisis Faktor Risiko Kejadian Infeksi

Saluran Pernapasan Akut pada Anak Balita, 57–63.

Page 109: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

91

LAMPIRAN 1

Lembar Kesediaan Responden

(Informed Consent)

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Salam Sejahtera Bagi Kita Semua

Perkenalkan, saya adalah Sonia Nur Anggraeni, mahasiswi Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta, Program Studi Kesehatan Masyarakat, Peminatan Kesehatan Lingkungan,

angkatan tahun 2013. Saat ini saya sedang melakukan penelitian mengenai

Hubungan Kualitas Udara dalam Rumah dengan Keluhan Gejala Infeksi Saluran

Napas Akut pada Anak Bawah Lima Tahun di Rumah Susun Marunda. Penelitian

ini dilakukan untuk menyelesaikan skripsi, sebagai syarat kelulusan Sarjana (S1)

Kesehatan Masyarakat. Untuk itu, saya memohon kesediaan Anda untuk ikut serta

dalam penelitian ini sebagai responden. Saya akan menanyakan beberapa

pertanyaan mengenai Anda dan balita. Informasi yang Anda berikan akan kami

jaga kerahasiannya. Jika Anda bersedia menjadi responden penelitian ini, mohon

untuk menandatangani lembar persetujuan yang telah disediakan.

Wassalamua’alaikum Wr.Wb.

Form Persetujuan sebagai Responden Penelitian

Saya yang bertandatangan dibawah ini :

Nama :

No.HP :

Bersedia mengkuti proses pengambilan data dalam penelitian ini secara sukarela

dan tanpa paksaan.

Responden Pengumpul Data

(…………………………….)

(…………………………….)

Page 110: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

92

KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH

DENGAN KELUHAN GEJALA INFEKSI SALURAN NAPAS AKUT

PADA ANAK BAWAH LIMA TAHUN DI RUMAH SUSUN MARUNDA

JAKARTA UTARA

Pewawancara :

Hari/Tanggal Wawancara :

Isilah jawaban dari pertanyaan berikut pada kolom jawaban. Jika jawaban

berupa pilihan, lingkari pada jawaban yang sesuai.

No. Pertanyaan Jawaban Kode

(diisi oleh

peneliti)

KARAKTERISTIK RESPONDEN

A1 Nama Responden

A2 Umur

A3 No Rumah/ Klaster

A4 Pendidikan Terakhir 0. SD

1. SMP

2. SMA

3. PT

KARAKTERISTIK BALITA

A5 Nama Balita

A6 Jenis Kelamin 0. Perempuan

1. Laki-laki

A7 Umur …. bulan

A8 Status Imunisasi 0. Tidak Lengkap

1. Lengkap

A9 Apakah Balita Anda

mempunyai riwayat alergi

debu?

0. Ya

1. Tidak

A10 Apakah ada anggota keluarga 0. Pernah

No. Responden

Page 111: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

93

yang pernah didiagnosis

tuberkulosis?

1. Tidak Pernah

GEJALA INFEKSI SALURAN PERNAPASAN (ISPA)

B1 Dalam 2 minggu terakhir,

apakah Balita Anda pernah

mengalami demam?

0. Pernah

1. Tidak

B2 Dalam 2 minggu terakhir,

apakah Balita Anda pernah

mengalami batuk?

0. Pernah

1. Tidak

B3 Dalam 2 minggu terakhir,

apakah Balita Anda pernah

mengalami pilek?

0. Pernah

1. Tidak

B4 Dalam 2 minggu terakhir,

apakah Balita Anda pernah

mengalami radang

tenggorokan?

0. Pernah

1. Tidak

B5 Apakah Anda membawa

balita Anda berobat ke

Puskesmas saat mengalami

gajala ISPA?

0. Ya

1. Tidak

KONDISI LINGKUNGAN DALAM RUMAH

C1 Berapa anggota keluarga

yang tinggal dalam satu

rumah?

…. Orang

C2 Dimana biasanya balita Anda

menghabiskan waktu untuk

bermain di rumah?

0. dalam rumah

1. luar rumah

C3 Apakah Anda menggunakan

obat nyamuk?

0. Ya

1. Tidak (lanjut C6)

C4 Jenis obat nyamuk apa yang

Anda gunakan?

0. Obat nyamuk

1. Spray

2. Lotion

C5 Dimana biasanya Anda

meletakkan obat

nyamuk/spray?

0. Ruang keluarga

1. Kamar tidur

C6 Apakah pada Anda membuka

jendela pada pagi hari dan

sore hari?

0. Tidak

1. Ya

Page 112: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

94

C7 Apakah ada anggota keluarga

yang merokok?

0. Ya

1. Tidak

C8 Dimana tempat biasa anggota

keluarga Anda merokok?

0. Dalam rumah

1. Luar rumah

LEMBAR PENGUKURAN

PEMANTAUAN KUALITAS UDARA DALAM RUANG RUMAH

Menit ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-

rata

Suhu udara

Kelembaban

udara

Page 113: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

95

LAMPIRAN 2

HASIL OUTPUT SPSS

ANALISIS UNIVARIAT

Statistics

ISPA

KAT_

SUHU

KAT_K

LMB

KAT_

PDT

Status

penggunaan

obat

nyamuk

Kebiasaan

membuka

jendela

status

merokok

anggota

keluarga

N Valid 185 185 185 185 185 185 185

Missing 0 0 0 0 0 0 0

Frequency Table

ISPA

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid ISPA 52 28.1 28.1 28.1

BKN ISPA 133 71.9 71.9 100.0

Total 185 100.0 100.0

KAT_SUHU

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid TMS 83 44.9 44.9 44.9

MS 102 55.1 55.1 100.0

Total 185 100.0 100.0

KAT_KLMB

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Page 114: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

96

Valid TMS 156 84.3 84.3 84.3

MS 29 15.7 15.7 100.0

Total 185 100.0 100.0

KAT_PDT

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid TMS 159 85.9 85.9 85.9

MS 26 14.1 14.1 100.0

Total 185 100.0 100.0

Kebiasaan membuka jendela

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid tidak 64 34.6 34.6 34.6

ya 121 65.4 65.4 100.0

Total 185 100.0 100.0

status merokok anggota keluarga

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid ya 125 67.6 67.6 67.6

tidak 60 32.4 32.4 100.0

Total 185 100.0 100.0

TEMPAT MEROKOK

Page 115: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

97

Statistics

Tempat biasa anggota keluarga

merokok

N Valid 125

Missing 0

Tempat biasa anggota keluarga merokok

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid dalam rumah 53 42.4 42.4 42.4

luar rumah 72 57.6 57.6 100.0

Total 125 100.0 100.0

TEMPAT MEROKOK RESPONDEN DENGAN KELUHAN GEJALA ISPA

PADA BALITA

Statistics

Tempat biasa anggota keluarga

merokok

N Valid 35

Missing 0

Tempat biasa anggota keluarga merokok

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid dalam rumah 14 40.0 40.0 40.0

luar rumah 21 60.0 60.0 100.0

Total 35 100.0 100.0

ANALISIS BIVARIAT

Case Processing Summary

Page 116: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

98

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

KAT_SUHU * ISPA 185 100.0% 0 .0% 185 100.0%

KAT_KLMB * ISPA 185 100.0% 0 .0% 185 100.0%

KAT_PDT * ISPA 185 100.0% 0 .0% 185 100.0%

Kebiasaan membuka

jendela * ISPA 185 100.0% 0 .0% 185 100.0%

status merokok anggota

keluarga * ISPA 185 100.0% 0 .0% 185 100.0%

Status penggunaan obat

nyamuk * ISPA 185 100.0% 0 .0% 185 100.0%

Hubungan Kepadatan Hunian dengan Keluhan Gejala ISPA pada Balita

Crosstab

ISPA

Total

ISPA

BKN

ISPA

KAT_PD

T

TMS Count 45 114 159

% within

KAT_PDT 28.3% 71.7% 100.0%

MS Count 7 19 26

% within

KAT_PDT 26.9% 73.1% 100.0%

Total Count 52 133 185

% within

KAT_PDT 28.1% 71.9% 100.0%

Chi-Square Testsd

Value df

Asymp.

Sig. (2-

sided)

Exact Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(1-sided)

Point

Probability

Page 117: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

99

Pearson Chi-Square .021a 1 .885 1.000 .546

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .021 1 .884 1.000 .546

Fisher's Exact Test 1.000 .546

Linear-by-Linear

Association .021

c 1 .885 1.000 .546 .185

N of Valid Cases 185

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count

is 7.31.

b. Computed only for a 2x2 table

c. The standardized statistic is .145.

d. For 2x2 crosstabulation, exact results are provided instead of Monte Carlo

results.

Risk Estimate

Value

95% Confidence

Interval

Lower Upper

Odds Ratio for

KAT_PDT (TMS / MS) 1.071 .422 2.723

For cohort ISPA = ISPA 1.051 .533 2.075

For cohort ISPA = BKN

ISPA .981 .762 1.263

N of Valid Cases 185

Hubungan Kelembaban Udara dalam Ruang dengan Keluhan Gejala ISPA

pada Balita

Crosstab

Page 118: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

100

ISPA

Total ISPA BKN ISPA

KAT_KLM

B

TMS Count 37 119 156

% within

KAT_KLMB 23.7% 76.3% 100.0%

MS Count 15 14 29

% within

KAT_KLMB 51.7% 48.3% 100.0%

Total Count 52 133 185

% within

KAT_KLMB 28.1% 71.9% 100.0%

Chi-Square Testsd

Value df

Asymp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(1-sided)

Point

Probability

Pearson Chi-Square 9.492a 1 .002 .003 .003

Continuity Correctionb 8.156 1 .004

Likelihood Ratio 8.686 1 .003 .006 .003

Fisher's Exact Test .003 .003

Linear-by-Linear

Association 9.440

c 1 .002 .003 .003 .002

N of Valid Cases 185

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is

8.15.

b. Computed only for a 2x2 table

c. The standardized statistic is -3.073.

d. For 2x2 crosstabulation, exact results are provided instead of Monte Carlo

results.

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Page 119: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

101

Odds Ratio for

KAT_KLMB (TMS / MS) .290 .128 .657

For cohort ISPA = ISPA .459 .292 .719

For cohort ISPA = BKN

ISPA 1.580 1.073 2.326

N of Valid Cases 185

Hubungan Suhu Udara dalam Ruang dengan Keluhan Gejala ISPA pada

Balita

Crosstab

ISPA

Total

ISPA

BKN

ISPA

KAT_SUH

U

TMS Count 26 57 83

% within

KAT_SUHU 31.3% 68.7% 100.0%

MS Count 26 76 102

% within

KAT_SUHU 25.5% 74.5% 100.0%

Total Count 52 133 185

% within

KAT_SUHU 28.1% 71.9% 100.0%

Chi-Square Testsd

Value df

Asymp.

Sig. (2-

sided)

Exact Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(1-sided)

Point

Probability

Pearson Chi-Square .771a 1 .380 .414 .237

Continuity Correctionb .509 1 .475

Likelihood Ratio .769 1 .381 .414 .237

Fisher's Exact Test .414 .237

Linear-by-Linear

Association .767

c 1 .381 .414 .237 .089

Page 120: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

102

N of Valid Cases 185

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count

is 23.33.

b. Computed only for a 2x2 table

c. The standardized statistic is .876.

d. For 2x2 crosstabulation, exact results are provided instead of Monte Carlo

results.

Risk Estimate

Value

95% Confidence

Interval

Lower Upper

Odds Ratio for

KAT_SUHU (TMS /

MS)

1.333 .701 2.536

For cohort ISPA = ISPA 1.229 .776 1.947

For cohort ISPA = BKN

ISPA .922 .766 1.108

N of Valid Cases 185

Hubungan Kebiasaan Membuka Jendela dengan Keluhan Gejala ISPA pada

Balita

Crosstab

ISPA

Total ISPA BKN ISPA

Kebiasaan membuka tidak Count 18 46 64

Page 121: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

103

jendela % within Kebiasaan

membuka jendela 28.1% 71.9% 100.0%

ya Count 34 87 121

% within Kebiasaan

membuka jendela 28.1% 71.9% 100.0%

Total Count 52 133 185

% within Kebiasaan

membuka jendela 28.1% 71.9% 100.0%

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Chi-Square Testsd

Value df

Asymp.

Sig. (2-

sided)

Exact Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(1-sided)

Point

Probability

Pearson Chi-Square .000a 1 .997 1.000 .564

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .000 1 .997 1.000 .564

Fisher's Exact Test 1.000 .564

Linear-by-Linear

Association .000

c 1 .997 1.000 .564 .136

N of Valid Cases 185

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is

17.99.

b. Computed only for a 2x2 table

c. The standardized statistic is .004.

d. For 2x2 crosstabulation, exact results are provided instead of Monte Carlo

results.

Page 122: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

104

Odds Ratio for Kebiasaan

membuka jendela (tidak /

ya)

1.001 .510 1.964

For cohort ISPA = ISPA 1.001 .617 1.625

For cohort ISPA = BKN

ISPA 1.000 .827 1.208

N of Valid Cases 185

Hubungan Status Merokok Anggota Keluarga dengan Keluhan Gejala ISPA

pada Balita

Crosstab

ISPA

Total ISPA BKN ISPA

status merokok anggota

keluarga

ya Count 35 90 125

% within status merokok

anggota keluarga 28.0% 72.0% 100.0%

tidak Count 17 43 60

% within status merokok

anggota keluarga 28.3% 71.7% 100.0%

Total Count 52 133 185

% within status merokok

anggota keluarga 28.1% 71.9% 100.0%

Chi-Square Testsd

Value df

Asymp.

Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact

Sig. (1-

sided)

Point

Probability

Pearson Chi-Square .002a 1 .962 1.000 .547

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .002 1 .962 1.000 .547

Fisher's Exact Test 1.000 .547

Page 123: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

105

Linear-by-Linear

Association .002

c 1 .962 1.000 .547 .138

N of Valid Cases 185

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is

16.86.

b. Computed only for a 2x2 table

c. The standardized statistic is -.047.

d. For 2x2 crosstabulation, exact results are provided instead of Monte Carlo

results.

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for status

merokok anggota keluarga

(ya / tidak)

.984 .496 1.949

For cohort ISPA = ISPA .988 .605 1.615

For cohort ISPA = BKN

ISPA 1.005 .828 1.219

N of Valid Cases 185

LAMPIRAN 3

Page 124: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

106

LAMPIRAN 4

Page 125: HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36728/1/Sonia Nur Anggraeni-FKIK.pdfSalah satu faktor yang memengaruhi kejadian ISPA

107