HUBUNGAN KADAR SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN...
Transcript of HUBUNGAN KADAR SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN...
HUBUNGAN KADAR SERUM VITAMIN D
(25(OH)D) DENGAN DERAJAT KEPARAHAN
OSTEOARTHRITIS LUTUT MENURUT KELLGREN
LAWRENCE PADA LANJUT USIA DI KLINIK
PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT RENI
JAYA UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
TAHUN 2017
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
OLEH : Gebry Nadira
NIM.11141030000088
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2017 M
LEMBAR PERN YA'I'AAN KEASLTAN KAKYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
Laporan penelrtran rnr mempakan hasll karya ash saya yang dralukan urtrtk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sffata I di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Sernua sumber yang saya gunakan dalam penuhsan mr telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jika di kemudian hari terbtrkti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
rnerupakan hasrl3rplakan darr karya orang larn. maka saya bersedla menerlma
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Crputat, 10 Juh 2Ul7
Gebry Nadrra
3"
HUBTINGAiT{ KADAR SERT]M VTTAMIN D (25(OH}D) DENGAI{DE RAJAT KEPARAHAN O STEOARTHRITIS LUTUT MENTIRUT
KELLGREN LAWRENCE PADA LAI\JTIT USIA DI KLINIKPELAYANAN KESEHATAI\ MASYARAKAT RENI JAYA UTi\
SI'ARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 2OI7
Laporan Penelitian
Diajukan kepada Program Studi Kedokteran dan Pendidikan Dokter, FakultasKedokteran dan Ilmu Kesehatan unhrk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sa4ana Kedokteran (S.Ked)
Oleh:
Gebry NadiraNrM.11141030000088
Pembimbing I Pembimbing II
dr.Achmad Zaki, Sp.OT, M.Epid_NrP. 19780s07 200501 1 00s
PROGRAM STUDI KEDOKTE,RAN DAN PENDIDIKAN DOKTER
FAKUTTAS KEI}OKTERAN DAN II,MU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 Ir/ 2017 M
.Ayat Rahayu, Sp.Rad, M.KesNIP. 19640909 1996031 001
ilt
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Penelitian begudul HUBUNGAN KADAR SERUM VITAMIN D(2s(oHlD) DENGAN DER{JAT Kf,PARA}IAN OSTEOARTHRITIS LUTUTMENURUT KELLGREN LAWRENCE PADA LANJUT USIA DI KLINIKPELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT RENI JAYA UIN SYARIFHIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 2017 yang diajukan oleh Gebry Nadira(NIM : 1l141030000088), telah diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran dan IhnuKesehatan pada 4 Agushrs 2017. Laporan ini telah diterima sebagai salah satu syaratmemperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) pada Program Studi Kedokteran danProfesi Dokter.
Ciputat,4 Agustus 2017
DEWAN PENGTJJI
NIP : 19780507Sp.OT, M.Epid200501 1 005
Penguji I
drMus,ikaW::-,"-.,Sp.OT03 1 003
PIMPINAN FAKULTAS
K UIN Jakarta
. Arief Sumantri, S.KM., M.Kes
Kaprodi PSKPD FKIK UIN Jakarta
, FICS, FACS, PhD
tv
Pembimbing I
bhmad Zaki, Sp.OT, M.Epid19780507 200501 1 00s
Pembimbing II
yat Rahayu, Sp.Rad, M.KesNrP. 19640909 1996031 001
19650808 i98803 1 002 200604 I 001
v
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
serta hidayahNya , sehingga penulis dapat dalam menyelesaikan peneltian ini
dengan baik. Sholawat serta salam tak lupa penulis sampaikan kepada baginda
Rasulullah SAW yang telah mengajak kita para umatnya menuju jalan yang lurus.
Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi persyaratan untuk mendapatkan gelar
Sarjana Kedokteran dari Program Studi Kedokteran dan Pendidikan Dokter, Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam proses penyusunan skripsi, penulis melibatkan berbagai pihak yang
memberikan semangat, bimbingan serta dukungan, sehingga penulis dapat menyusun
skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima
kasih kepada pihak yang telah terlibat, di antaranya :
1. Prof. Dr. H. Arief Sumantri, M.Kes sebagai dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. dr. Nouval Shahab, Sp.U, Ph.D, FICS, FACS selaku ketua Program Studi
Kedokteran dan Pendidikan Dokter (PSKPD) FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
3. dr. Achmad Zaki, Sp.OT, M.Epid sebagai pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan, dukungan, serta motivasi yang membuat penulis
semangat dalam menjalankan semua proses dalam penelitian ini dengan baik.
4. dr. Ayat Rahayu, Sp.Rad sebagai pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan serta nasehat kepada penulis sehingga penulis dapat menjalankan
semua proses pada penelitian ini dengan baik.
5. dr.Putri Herliana yang telah memberi bimbingan dan dukungan kepada
penulis selama proses penyusunan laporan penelitian ini.
vi
6. Bapak Chris Adhiyanto, MBiomed, PhD selaku penanggung jawab riset
PSKPD angkatan 2014.
7. Staf dosen PSKPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan ilmu pengetahuan serta pengalaman hidup sebagai bekal bagi
penulis untuk ke depannya menjadi dokter yang baik bagi agama dan negara.
8. Staf Klinik Pelayanan dan Kesehatan Masyarakat (KPKM) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan banyak bantuan kepada saya
selama pengambilan data penelitian ini, terutama kak Ayu yang selalu sabar
menghadapi penulis.
9. Ibu Nenden Muchtar selaku Ketua Perkumpulan Lansia Tangerang Selatan,
dan ibu-ibu serta bapak-bapak lansia yang selalu ceria dan sabar menjadi
responden dalam penelitian penulis.
10. Kedua orang tua penulis, Bapak Ir.Banua Rambe, Msi dan Ibu Elfirawati S.E
yang selalu mendukung penulis baik dari waktu, nasehat, dan yang terakhir
adalah doa serta keridhaan yang mereka berikan. Hal tersebut merupakan
bagian terpenting dalam penelitian penulis . Terima kasih selalu menjadi
orang tua terbaik bagi penulis.
11. Para adik penulis, Gefbar Faikar Aqbil serta Gelba Anggina Amirahta yang
selalu memberi saya semangat untuk menyelesaikan penelitian ini guna
menjadi contoh yang baik bagi mereka. Kepada nenek saya yang selalu
memberi nasehat penuh serta mendoakan penulis. Terima kasih telah
meluangkan waktunya kepada penulis dalam semua proses penelitian penulis.
12. Teman-teman sejawat dalam penelitian yang sama, Amalina, Ning Indah,
Asiah Muthia, Alvin Zulmaeta dan Maulana Hafiez Rambe yang memberikan
dukungan penuh serta waktu dan perjuangan yang penulis dan mereka
lakukan bersama demi suksesnya penelitian penulis. Ingat selalu “Man jadda
wajjada”, siapa yang bersungguh-sungguh maka akan mendapatkannya.
Terima kasih atas kerja sama selama ini.
vii
13. Sahabat-sahabat penulis yang menjadi suplemen 24 jam, Nadira, Ning Indah,
Shallyna yang selalu memberi hiburan dan semangat ketika penulis mulai
putus asa. Semangat kita semua pasti bisa menjadi dokter yang sukses. Terima
kasih atas dukungannya.
14. Sahabat sejak dulu hingga sekarang, Hanny Adiba yang selalu mengingatkan
saya ketika saya putus asa, dan lelah dalam melakukan penelitian. Terima
kasih selalu mendengar dan mengerti penulis. Semoga sukses menjadi dokter
gigi.
15. Pembimbing SPSS penulis, Kak Yesha yang sangat baik dan sabar membantu
penulis dalam mengolah data dengan SPSS. Terima kasih atas bimbingannya.
16. Teman-teman yang selalu mendukung saya, Octaviana, Amel, Flora, Disti.
Terima kasih atas doa dan dukungannya selama ini.
17. Teman-teman sejawat PSKPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
memberi motivasi kepada penulis dan telah berjuang bersama dari semester
satu hingga semester akhir, sehingga penulis dapat menyeselesaikan penelitian
ini dengan baik.
Segala perjuangan dan usaha yang penulis telah lakukan merupakan pertolongan dari
Allah SWT. Oleh karena itu, penulis sebagai manusia biasa, bisa melakukan
kesalahan dalam penulisan ini. Penulis sangat menerima kritik dan saran yang
membangun. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi masyarakat khususnya lansia
Indonesia yang merupakan orang-orang yang wajib kita lindungi dan sayangi.
Ciputat, 10 Juli 2017
Penulis
viii
ABSTRAK Gebry Nadira. Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter. Hubungan Kadar Serum Vitamin D (25(OH)D) dengan Derajat Keparahan Osteoarthritis Lutut Menurut Kellgren Lawrence pada Lanjut Usia di Klinik Pelayanan Kesehatan Masyarakat (KPKM) Reni Jaya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2017. Latar Belakang : Osteoarthritis merupakan penyakit degeneratif yang bersifat kronik dengan progresivitas lambat. Kerusakan kartilago sendi lutut diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya menurut Kellgren Lawrence (KL). Vitamin D merupakan faktor nutrisi yang diharapkan dapat menghambat terjadinya progresivitas osteoarthtiris. Tujuan :Mengetahui hubungan antara kadar serum vitamin D dengan derajat keparahan osteoarthritis (KL). Metode : Penelitian yang telah dilakukan merupakan jenis penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel diambil secara konsekutif sebanyak 57 responden yang berobat ke KPKM Reni Jaya. Hasil :Dari uji Chi Square didapatkan hubungan yang lemah dan signifikan antara kadar serum vitamin D dengan derajat keparahan osteoarthritis menurut KL (r= -0,189, p <0,05). Dari hasil analisis regresi logistik ordinal, kadar serum vitamin D tidak memengaruhi secara signifikan terhadap derajat keparahan osteoarthritis menurut KL (p>0,05) Kesimpulan : Semakin tinggi kadar serum vitamin D, maka semakin ringan derajat keparahan osteoarthritis menurut KL. Kata Kunci : Kellgren Lawrence, Osteoarthritis, Vitamin D.
ABSTRACT
Gebry Nadira. Medical Studies and Medical Education Program.Relationship Between Serum Levels of Vitamin D (25(OH)D) and Degree of Severity Based on Kellgren Lawrence Grading System in Knee Osteoarthritis Patients at KPKM Reni Jaya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2017. Background: Osteoarthritis is a chronic degenerative disease with slowly progression. Cartilage damage of the knee joint is classified based on degree of severity according to Kellgren Lawrence (KL). Vitamin D is a nutritional factor that is expected to inhibit the progresivity of osteoarthtiris. Objective: This study is aimed at finding association between serum levels of vitamin D with degree of severity in knee osteoarthritis patient represented by KL grading system. Methods : This type of study is an analytical descriptive with cross sectional approach. The sample was taken consecutively by 57 respondents who are treated at KPKM Reni Jaya and fulfill the criteria of inclusion and exclusion. Result: From Chi Square test found a weak and significant correlation between serum vitamin D levels with osteoarthritis severity degree according to KL (r = -0,189, p <0,05). From the results of ordinal logistic regression analysis, serum vitamin D levels did not significantly affect the severity of osteoarthritis according to KL (p> 0.05). Conclusion: The higher serum vitamin D level, the lighter the degree of severity of osteoarthritis according to KL. Keyword : Kellgren Lawrence , Osteoarthritis, Vitamin D.
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .................................................................
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING..........................................................................
LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................................................
KATA PENGANTAR...............................................................................................................
ABSTRAK..................................................................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................................................
DAFTAR TABEL......................................................................................................................
DAFTAR GAMBAR..................................................................................................................
DAFTAR GRAFIK……………………………………………………………………………
DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................................................
DAFTAR SINGKATAN............................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN……………………………………………………………………...
1.1. Latar belakang.................................................................................................... 1.2. Rumusan masalah............................................................................................... 1.3. Hipotesis............................................................................................................. 1.4. Tujuan ................................................................................................................
1.4.1. Tujuan umum......................................................................................... 1.4.2. Tujuan khusus........................................................................................
1.5. Manfaat penelitian 1.5.1. Manfaat bagi institusi………………………………………………….. 1.5.2. Manfaat bagi masyarakat…………………………………………........ 1.5.3. Manfaat bagi peneliti………………………………………………….. 1.5.4. Manfaat bagi pemerintah……………………………………………… 1.5.5. Manfaat bagi peneliti lain……………………………………………..
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………...
2.1.Landasan Teori....................................................................................................
ii
iii
iv
v
viii
xi
xii
xii
xiii
xiii
xiv
1 1 3 3 4 4 4 4 5 5 5 5 6 6
x
2.1.1. Anatomi sendi lutut................................................................................. 2.1.1.1 Kapsul sendi………………………………………………….... 2.1.1.2.Ligamen ekstrakapsular………………………………………... 2.1.1.3 Ligamen intrakapsular………………………………………… 2.1.1.4.Diskus artikularis………………………………………………. 2.1.1.5.Bursa pada sendi lutut………………………………………….. 2.1.2. Histologi sendi lutut……………………………………………………..
2.1.2.1.Membran sinovial……………………………………………… 2.1.2.2.Kartilago artikularis…………………………………………….
2.1.3. Osteoarthritis…………………………………………………………….. 2.1.3.1. Definisi osteoarthritis………………………………………….. 2.1.3.2. Lokasi predileksi & epidemiologi osteoarthritis………………. 2.1.3.3. Patogenesis dan patologi osteoarthritis………………………… 2.1.3.4. Gejala osteoarthritis pada lutut……………………………….... 2.1.3.5. Klasifikasi osteoarthritis……………………………………….. 2.1.3.6. Faktor risiko osteoarthritis……………………………………..
2.1.4. Vitamin D……………………………………………………………….. 2.2.4.1. Sintesis dan metabolisme……………………………………… 2.2.4.2. Mekanisme vitamin D…………………………………………. 2.2.4.3. Defisiensi vitamin D & insufisiensi vitamin D……………….. 2.2.4.4. Pengaruh vitamin D terhadap struktur tulang dan
kartilago sendi…………………………………………………. 2.2. Kerangka teori……………………………………………………………….... 2.3. Kerangka konsep………………………………………………………………
BAB III METODE PENELITIAN…………………………………………………...
3.1. Desain penelitian................................................................................................ 3.2. Waktu dan tempat penelitian............................................................................. 3.3. Populasi dan sampel........................................................................................... 3.4. Besar sampel penelitian..................................................................................... 3.5. Cara pengambilan sampel.................................................................................. 3.6. Kriteria inklusi dan eklusi subjek penelitian………………………………….. 3.6.1. Kriteria inklusi………………………………………………………….. 3.6.2. Kriteria eksklusi………………………………………………………... 3.7. Alat dan bahan……………………………………………………………….... 3.8. Alur penelitian………………………………………………………………… 3.9. Cara kerja penelitian…………………………………………………………... 3.10. Identifikasi variabel………………………………………………………….. 3.10.1. Variabel terikat…………………………………………………………
3.10.2. Variabel bebas………………………………………………………… 3.11. Manajemen data…………………………………………………………….... 3.11.1. Pengolahan data………………………………………………………...
6 7 8 9 9 10 10 11 12 13 13 14 15 17 18 21 23 24 26 27 29 30 31
31 31 31 31 32 33 33 33 34 35 36 36 36 37 37
xi
3.11.2. Analisis data…………………………………………………………… 3.12. Definisi operasional…………………………………………………………..
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………………………
4.1. Karakteristik responden…………………………………………………………… 4.1.1. Usia responden…………………………………………………………….. 4.1.2. Jenis kelamin………………………………………………………………..
4.1.3. Indeks massa tubuh (IMT)………………………………………………… 4.1.4. Kadar serum vitamin D……………………………………………………. 4.1.5. Gambaran derajat keparahan osteoarthritis ………………………………. menurut Kellgren Lawrence
4.2. Korelasi antara kadar serum vitamin D dengan derajat keparahan osteoarthritis menurut Kellgren Lawrence ………….......................... 4.3. Gambaran faktor-faktor yang beresiko terhadap derajat keparahan osteoarthritis menurut Kellgren Lawrence……………………………………….. 4.3.1. Pengaruh faktor risiko kadar serum vitamin D terhadap derajat keparahan osteoarthritis menurut Kellgren Lawrence……………… 4.3.2. Pengaruh faktor risiko usia terhadap derajat keparahan osteoarthritis menurut Kellgren Lawrence………………………………... 4.3.3. Pengaruh faktor risiko jenis kelamin terhadap derajat keparahan osteoarthritis menurut Kellgren Lawrence………………………………... 4.4.4. Pengaruh faktor risiko indeks massa tubuh (IMT) terhadap Derajat keparahan osteoarthritis menurut Kellgren Lawrence…………….. 4.4. Keterbatasan penelitian…………………………………………………………… BAB V SIMPULAN DAN SARAN…………………………………………………………...
5.1. Simpulan…………………………………………………………………………... 5.2. Saran………………………………………………………………………………. BAB VI KERJASAMA PENELITIAN……………………………………………... DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………. LAMPIRAN
37 38
41
41 41 42 44 45 46 47
49
50 51
52
52 53 54 54 54 56 57
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Tingkat keparahan osteoarthritis (OA) genu berdasarkan gambaran radiologis Kellgren Lawrence (KL)……………..
Tabel 2.2. Klasifikasi OA genu menurut ACR (American Collage of Rheumatology)……………………………………..
Tabel 4.1.1 Distribusi responden berdasarkan usia dan jenis kelamin…………........ Tabel 4.1.2. Distribusi responden berdasarkan indeks massa tubuh (IMT)………….. Tabel 4.1.3. Distribusi responden berdasarkan kadar serum vitamin D…………….. Tabel 4.1.4. Distribusi responden berdasarkan derajat keparahan OA menurut Kellgren Lawrence …………………………………………….. Tabel 4.2.1. Gambaran korelasi antara kadar serum vitamin D dengan derajat
keparahan OA menurut KL………………………………………………. Tabel 4.2.2. Tabulasi silang antara kadar serum vitamin D dengan derajat
keparahan OA menurut KL……………………………………………..... Tabel 4.3.1. Pengaruh faktor risiko kadar serum vitamin D terhadao derajat
keparahan OA menurut KL………………………………………………. Tabel 4.3.2. Pengaruh faktor risiko usia terhadap derajat keparahan OA
menurut KL…………………………………………………………….. Tabel 4.3.3 Pengaruh faktor risiko jenis kelamin terhadap derajat
keparahan OA menurut KL……………………………………………… Tabel 4.3.4 Pengaruh faktor risiko IMT terhadap derajat keparahan OA
menurut KL……………………………………………………………..
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Komponen anatomi articulatio genu…………………………………… Gambar 2.2. Komponen sendi sinovial……………………………………………….. Gambar 2.3. Komponen membran sinovial…………………………………………… Gambar 2.4. Kartilago artikularis……………………………………………………... Gambar 2.5. Perbedaan sendi lutut normal dengan osteoarthritis………………....... Gambar 2.6. Siklus perubahan struktur kartilago artikular dan
kegagalan fungsi kolagen……………………………………………….
Gambar 2.7. Faktor-faktor yang merangsang dan menghambat fungsi anabolisme dan katabolisme dari kondrosit…………………………….
Gambar 2.8. Gambaran radiologis tingkat keparahan OA berdasarkan KL…………
20 20 41 44 45 46 47 48 50 51 51 52
6 10 11
13 14 15 16 19
xiii
Gambar 2.9. Metabolisme vitamin D………………………………………………….. Gambar 2.10.Skema aktivitas vitamin D di dalam sel…………………………………. DAFTAR GRAFIK Grafik 4.1. Distribusi responden berdasarkan usia …………………………………. Grafik 4.2. Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin…………………………
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat etik penelitian……………………………………………………… Lampiran 2. Lembar data penelitian responden……………………………………….
Lampiran 3. Surat Izin Penelitian…….………………………………………………..
Lampiran 4. Lembar Analisa Data SPSS……………………………………………..
24 25 42 43 61
62
63
64
xiv
DAFTAR SINGKATAN ACR : American College of Rheumatology COMP : Cartilage Oligomeric Matrix Protein D2 : Ergocalciferol D3 : Cholecalciferol DNA : Deoxyribonucleic Acid EGF : Epidermal Growth Factor ELISA : Enzyme Linkd Immunoabsorbent Assay HLA : Human Leukocyte Antigen IL : Interleukin IMT : Indeks Massa Tubuh IRA : Indonesian Rheumatology Associations kg/m2 : Kilogram per meter kuadrat KL : Kellgren Lawrence KPKM : Klinik Pelayanan Kesehatan Masyarakat MMP : Matrix Metaloproteinase nmol/L : nano mol per liter NO : Nitrit Oxyde OA : Osteoarthritis PDGF : Platelet Derived Growth Factor RANKL : Receptor Activator of Nuclear Factor-kB Ligand RXR : Retinoic Acid X Receptor TGF : Transforming Growth Factor TIMP : Tissue Inhibitor of Metalloproteinase TNF : Tumor Necrosis Factor VAS : Visual Analogue Scale VDR : Vitamin D Responsive VDR-E : Vitamin D Responsive Element WHO : World Health Organization
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Osteoarthritis merupakan penyakit degeneratif yang paling sering ditemukan
pada usia lanjut. Penyakit ini bersifat kronik dengan progesivitas yang lambat.
Penderita merasakan nyeri pada sendi dan juga ditandai dengan adanya kerusakan
pada kartilago sendi, hingga menyebabkan gangguan mobilitas. Sendi-sendi yang
biasanya terlibat adalah sendi yang berperan penting dalam menopang tubuh
seperti sendi lutut, vertebre, panggul, dan pergelangan kaki.1
Osteoarthritis merupakan penyakit sendi yang paling banyak ditemukan di
Amerika Serikat. Osteoarthritis lutut simptomatik terjadi pada pria sebesar 13%
dan wanita 15% yang berusia ≥ 60 tahun. Jumlah penderita cenderung meningkat
karena terjadi penuaan penduduk.2 Oliveria dkk, melaporkan insiden osteoarthritis
simptomatik pada peserta organisasi pemeliharaan kesehatan Massachusetts,
berdasarkan usia dan jenis kelamin adalah 100 / 100.000 orang-tahun. Tingkat
kejadian osteoarthritis akan meningkat dengan cepat sekitar usia 50 tahun dan
kemudian mendatar setelah usia 70 tahun.3
Murphy dkk, memperkirakan risiko seumur hidup terhadap perkembangan
gejala osteoarthritis sekitar 40% pada pria dan 47% pada wanita. Risiko
meningkat menjadi 60% pada subyek dengan indeks massa tubuh (BMI) 30 atau
lebih tinggi.4 Menurut penelitian Reva dkk, prevalensi osteoarthritis lutut secara
radiologis di Amerika Serikat pada dewasa usia ≥ 45 tahun sebanyak 19,2% dari
peserta yang berpartisipasi di studi Framingham dan 27,8% dari peserta yang
berpartisipasi di projek Johnston County Osteoarthritis. Selain itu, peserta yang
berpartisipasi dalam NHANES III (The National Health and Nutrition
Examination Survey), sekitar 37% peserta yang berusia ≥60 tahun juga memiliki
osteoarthritis lutut secara radiologis.5
2
Kabupaten Malang dan Kotamadya Malang dengan prevalensi 10 % dan 13,5%.
Sedangkan di Poliklinik Subbagian Reumatologi FKUI/RSCM ditemukan 43,82%
dari seluruh penderita penyakit reumatik baru yang berobat pada tahun 1991-
1994.6
Faktor risiko pada osteoarthritis dapat dibedakan dalam faktor risiko kejadian
awal dan faktor risiko yang berhubungan dengan progresivitas dan beratnya
osteoarthritis. Faktor yang berperan pada kejadian awal meliputi sistemik dan
lokal biomekanik. Faktor sistemik meliputi usia, gender, obesitas, genetik, nutrisi
(rendahnya mengonsumsi vit D), terapi sulih hormon, densitas tulang, sedangkan
faktor lokal terdiri dari pekerjaan, olahraga, kelemahan otot, proprioseptik.6
Vitamin D merupakan salah satu faktor nutrisi yang paling memberi harapan
bagi penderita osteoarthritis. Menurut Institute of Medicine, mendefinisikan
defisiensi vitamin D, apabila kadar serum 25-hydroxyvitamin D (<20 ng / ml) di
mana kadar normalnya yaitu 30-100 ng/ml.7 Tanpa vitamin D yang cukup,
tulang dapat menjadi tipis, rapuh, dan mengalami kecacatan. Dalam studi
Framingham, subyek dengan derajat kadar serum 25-hydroxyvitamin D terendah
(<27 ng / ml) dan menengah (27,0-33,0 ng / ml) memiliki risiko tiga kali lipat
mengalami osteoarthritis lutut yang progresif dibanding dengan subyek yang
tertinggi.8
Indonesia merupakan negara tropis, yang sepanjang tahun disinari matahari.
Namun, prevalensi defisiensi vitamin D khususnya pada lansia cukup tinggi.
Penelitian Arifin dkk terhadap wanita pascamenopause yang datang ke klinik
kandungan RSCM Jakarta menunjukkan bahwa prevalensi hipovitaminosis D
mencapai 81%.9 Pada tahun 2011, Toding dkk melakukan penelitian pada warga
usia lanjut yang mengunjungi PUSAKA di dua lokasi berbeda di Jakarta
mendapatkan prevalensi defisiensi vitamin D yang lebih tinggi yakni 92,5%.10
Defisiensi vitamin D diduga berperan penting pada progresivitas dari
osteoarthritis lutut. Status vitamin D dapat mempengaruhi tulang peri-articular,
sehingga memberikan kontribusi terhadap insidens dan/atau progresivitas
penyakit. Studi yang dilakukan oleh Zhang dkk (2003) menunjukkan serum
3
vitamin D yang rendah berhubungan dengan peningkatan risiko dari penyempitan
celah sendi lutut pada osteoarthritis. 11
Hingga saat ini metode paling umum sebagai standar referensi untuk
mengetahui derajat keparahan osteoarthritis adalah Kellgren-Lawrence. Metode
ini yang telah dipakai selama lebih dari empat dekade. Secara keseluruhan sistem
penilaian derajat keparahan osteoarthritis terbagi dalam lima tingkatan yaitu
tingkat 0-4. Mendefinisikan secara pasti adanya osteofit (tingkat ≥2) dan untuk
derajat yang lebih parah ditandai dengan munculnya dugaan adanya penyempitan
ruang sendi, sklerosis, deformitas.5
Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan sampel darah pasien
osteoarthritis yang berusia ≥60 tahun dan datang ke KPKM. Selanjutnya,
mengukur kadar vitamin D dan juga melakukan foto rontgen untuk mendapatkan
gambaran lutut secara radiologis, agar dapat menentukan derajat keparahan
osteoarthritis.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah terdapat hubungan antara kadar serum vitamin D (25(OH)D)
dengan derajat keparahan osteoarthritis menurut Kellgren-Lawrence pada
penderita osteoarthritis lutut?
1.3 Hipotesis
Penderita osteoarthritis lutut dengan kadar serum vitamin D (25(OH)D)
yang normal menunjukan gambaran radiologis Kellgren-Lawrence dengan
derajat keparahan yang lebih ringan dibandingkan dengan penderita yang
defisiensi vitamin D.
4
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara kadar serum vitamin D (25(OH)D) dengan
gambaran radiologis menurut Kellgren-Lawrence pada penderita
osteoarthritis lutut.
1.4.2 Tujuan Khusus
Mengetahui distribusi gambaran kadar serum vitamin D (25(OH)D) pada
penderita osteoarthritis lutut.
Mengetahui distribusi gambaran radiologis menurut Kellgren Lawrence
terbanyak yang ditemukan pada penderita osteoarthritis lutut.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi institusi
Penelitian ini dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan yang terkait dengan derajat radiologis menurut Kellgren-Lawrence
pada penderita osteoarthritis lutut sesuai dengan konsentrasi serum vitamin D
(25(OH)D).
Menjadi bahan referensi bagi peneliti yang lain untuk melakukan
penelitian selanjutnya mengenai derajat radiologis menurut Kellgren-Lawrence
pada penderita osteoarthritis lutut sesuai dengan konsentrasi serum vitamin D
(25(OH)D).
1.5.2 Bagi masyarakat
Memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai derajat-derajat radiologis
menurut Kellgren-Lawrence pada penderita osteoarthritis lutut.
Memberi edukasi kepada masyarakat mengenai peran serum vitamin D
(25(OH)D) terhadap derajat keparahan radiologis menurut Kellgren-Lawrence
pada penderita osteoarthritis lutut.
5
1.5.3 Bagi peneliti
• Memberikan edukasi dan pengalaman dalam penelitian deskriptif analitik.
• Mendapatkan manfaat untuk mengamalkan ilmu pengetahuan yang sudah
diterima di Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
• Mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran
1.5.4 Bagi pemerintah
Sebagai dasar pertimbangan pemerintah dalam pemberian suplementasi
vitamin D pada usia lanjut, dan dipertimbangkan untuk kebijakan atau program
kesehatan di Indonesia
1.5.5 Bagi peneliti lain
Hasil dari penelitian yang kami lakukan ini diharapkan dapat menjadi
bahan referensi bagi peneliti lain dalam melakukan penelitian selanjutnya demi
kemajuan pengembangan ilmu pengetahuan.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1. Anatomi Sendi Lutut
Gambar 2.1 Komponen Anatomi Articulatio genue ( Sendi Lutut)
Sumber : Tortora GJ , Derrickson B. Joints. In : Roesch B, editor. Principle of
anatomy and physiology 2009;12 : 264-336
Osteoarthritis didefinisikan secara patologis adalah suatu kondisi hilangnya
fokal area pada kartilago artikular yang terjadi di dalam sendi sinovial. Kondisi ini
dihubungkan dengan adanya osteofit, sklerosis subkondral dan penebalan kapsul
sendi.12 Salah satu sendi yang terlibat adalah Articulatio genue (sendi lutut) yang
merupakan sendi yang besar dan paling kompleks pada tubuh. Sendi ini
merupakan sendi engsel yang dimodifikasi (karena gerakan utamanya adalah
gerakan engsel uniaksial). Terdiri dari tiga sendi yang berada dalam rongga
sinovial tunggal: 13
1. Lateral adalah sendi tibiofemoral , antara condylus lateral femur,
meniscus lateral , dan condylus lateral tibia, yang berperan dalam
menahan beban pada kaki.
7
2. Medial adalah sendi tibiofemoral lain, antara condylus medial femur,
meniskus medial, dan condylus medial tibia.
3. Sendi patellofemoral intermedius adalah antara patella dan permukaan
patella femur.
2.1.1.1 Kapsul Sendi
a. Lapisan luar
Disebut juga fibrous capsul , terdiri dari jaringan penghubung yang
kuat yang tidak teratur dan akan berlanjut menjadi lapisan fibrous dari
periosteum yang menutupi bagian tulang, sebagian lagi akan menebal dan
membentuk ligamentum. 14
b. Lapisan dalam
Disebut juga sinovial membran, bagian dalam membatasi kavum sendi
dan bagian luar merupakan bagian dari kartilago sendi. Membran ini tipis
dan terdiri dari kumpulan jaringan penghubung. Membran ini
menghasilkan cairan sinovial yang terdiri dari serum darah dan cairan
sekresi dari sel sinovial. Cairan sinovial ini merupakan campuran yang
kompleks dari polisakarida protein , lemak dan sel sel lainnya. 14
Polisakarida ini mengandung asam hialuronat yang merupakan
penentu kualitas dari cairan sinovial dan berfungsi sebagai pelumas dari
permukaan sendi sehingga sendi mudah digerakkan. Cairan sinovial ini
bertanggung jawab pula terhadap nutrisi dari kartilago artikularis yang
bersifat avascular. Secara fisiologis, volume cairan sinovial pada suatu
sendi konstan, namun dapat meningkat bila terjadi cedera. 14
8
2.1.1.2 Ligamen Ekstrakapsular
a. Ligamentum Patellae
Melekat (di atas) pada tepi bawah patella dan pada bagian bawah
melekat pada tuberositas tibiae. Ligamentum patellae ini adalah lanjutan
dari bagian pusat tendon bersama m. quadriceps femoris. Dipisahkan dari
membran sinovial sendi oleh bantalan lemak intra patella dan dipisahkan
dari tibia oleh sebuah bursa yang kecil. Bursa infra patellaris superficialis
memisahkan ligamentum ini dari kulit. 13
b. Ligamentum Collaterale Tibiae
Ligamen luas, mendatar pada permukaan medial sendi yang
memanjang dari condyles medial femur sampai condylus medial tibia.
Tendon pada sartorius, gracilis, dan otot semitendinosus seluruhnya
memperkuat aspek medial sendi, menyeberangi ligamen. Ligamen
collaterale tibiae melekat erat pada meniscus medial. 13
c. Ligamentum Collaterale Fibulare
Ligamen kuat, melingkar pada permukaan lateral sendi yang
memanjang dari condylus lateral femur sampai ke sisi lateral caput fibula.
Hal ini yang memperkuat aspek lateral sendi. 13
d. Ligamentum Popliteum Obliquum Ligamentum kuat, yang terletak pada bagian posterior dari sendi lutut,
letaknya memanjang dari fossa interkondilaris dan condylus lateral
femur ke caput dan condylus medial tibia. Ligamentum ini memperkuat
permukaan posterior dari sendi. 13
9
2.1.1.3 Ligamentum Intrakapsular
a. Ligamentum Cruciatum Anterior
Ligamentum ini melekat pada area intercondylaris anterior tibiae dan
berjalan kearah atas, ke belakang dan lateral untuk melekat pada bagian
posterior permukaan medial condylus lateralis femoris. Ligamentum ini
akan mengendur bila lutut ditekuk dan akan menegang bila lutut
diluruskan sempurna. Ligamentum ini ditemukan tertarik atau sobek pada
70% kasus cedera lutut serius. Cedera tersebut lebih sering mengenai
wanita dibanding pria. Hal tersebut diduga terkait sempitnya ruang
condylus femoris pada wanita . Selain itu, panggul wanita yang lebar akan
membentuk sudut yang lebih besar antara femur dan tibia sehingga cedera
sobek pada ligamentum ini meningkat. 14
b. Ligamentum Cruciatum Posterior Ligamentum cruciatum posterior melekat pada area intercondylaris
posterior dan berjalan kearah atas , depan dan medial, untuk dilekatkan
pada bagian anterior permukaan lateral condylus medialis femoris.
Serat-serat anterior akan mengendur bila lutut sedang ekstensi, namun
akan menjadi tegang bila sendi lutut dalam keadaan fleksi. Serat-serat
posterior akan menjadi tegang dalam keadaan ekstensi. Ligamentum
ini mencegah tibia geser ke arah posterior dan femur bergeser ke arah
anterior, terutama saat berjalan menuruni tangga. 14
2.1.1.4 Diskus Artikularis
a. Meniscus Medial
Potongan setengah lingkaran (Bentuk C) dari fibrokartilago. Akhir
anteriornya melekat pada fossa intercondylaris anterior tibia dan
anterior dari ligamentum cruciatum anterior. Akhir posteriornya
melekat pada fossa posterior intercondylaris tibia dan diantara
perlekatan antara ligamentum cruciatum posterior dengan meniscus
lateral. 13
10
b. Meniscus Lateral
Potongan hampir melingkar (hampir seperti bentuk O). Akhir
anteriornya melekat ke anterior pada eminentia intercondylaris tibia
dan ke posterior serta lateral pada ligamentum cruciatum anterior.
Akhir posteriornya melekat ke posterior pada eminentia intercondylaris
tibia dan ke anterior pada akhir posterior meniscus medial. 13
2.1.1.5. Bursa pada Sendi Lutut
a. Prepatellar bursa antara patella dan kulit
b. Infrapatellar bursa antara bagian superior dari tibia dan ligamentum
pattelae
c. Suprapatellar bursa antara bagian inferior dari femur and lapisan dalam dari m. quadriceps femoris.
2.1.2. Histologi Sendi Lutut
Sendi lutut termasuk sendi diarthrosis yang memungkinkan gerakan
bebas dari tulang-tulang yang melekat seperti buku-buku jari, lutut dan siku.
Komponen utama dari sendi diarthrosis yaitu kapsul articular, rongga sendi
yang mengandung cairan sinovial, ujung epifisis yang tertutup oleh kartilago
artikularis, dan membran sinovial yang membentuk kapsul dan memproduksi
cairan sinovial. 15
Gambar 2.2 Komponen Sendi Sinovial Sumber : Junqueira L.C., J Carneiro, R.O. Kelley . 20. Histologi Dasar Junquiera, Atlas &
Teks. Edisi ke-12. Jakarta : EGC. P 351-3
11
2.1.2.1 Membran Sinovial
Membran sinovial adalah jaringan ikat khusus yang melapisi kapsul sendi
sinovial dan berhubungan dengan pelumas cairan sinovial. Tonjolan membran
sinovial melipat ke dalam rongga sendi dan mengandung banyak pembuluh darah
kecil. Tonjolan tertinggi dari lipatan tersebut menunjukkan kepadatan yang tinggi
pada kapiler dan dua sel khusus yang disebut sinoviosit. 15
Penghubung cairan sinovial pada permukaan jaringan yaitu makrofag-like
sinovial cells yang bulat dan banyak, derivat dari sel monosit. Sel ini meliputi
25% dari sel-sel lapisan sinovium. Sel-sel ini mengikat, menelan, dan
menghilangkan debris-debris dari cairan sinovial.Sel-sel ini terbentuk dari lapisan
permukaan jaringan yang dangkal menyerupai epitel, namun tidak memiliki
lamina basal dan tak tergabung dengan cell junction. Sel ini berperan dalam
meregulasi inflamasi dalam sendi diarthrosis. 15
Fibroblast-like (B type) sinovial cells derivate dari mesenkim yang
khusus untuk sintesis hialuronat yang berada dalam cairan sinovial dan
ekstraseluller lainnya. Banyak dari bahan ini diangkut oleh air dari kapiler ke
cairan sinovial yang melumasi sendi, mengurangi gesekan pada semua permukaan
internal, dan perlengkapan nutrisi dan oksigen pada kartilago sendi. 15
Gambar 2.3 Membran Sinovial
Sumber : Junqueira L.C., J Carneiro, R.O. Kelley. 20. Histologi Dasar Junquiera, Atlas & Teks.
Edisi ke-12. Jakarta : EGC. P 351-3
12
2.1.2.2. Kartilago Artikularis
Pada kartilago artikularis, tipe kartilago yang sering ditemukan yaitu
kartilago hialin. Kartilago tipe ini mampu meneruskan beban dan gerakan dari
satu segmen tulang ke segmen tulang lainnya. Pada kartilago ini terdapat lapisan
cairan sinovial yang menyelimutinya sehingga gaya gesek pada daerah tersebut
sangat kecil. Saat terjadi pergerakan secara fisiologis, air yang terdapat pada
cairan sinovial akan bertukar dengan keseluruhan air yang terkandung dalam
kartilago hialin. Kandungan air berkisar 60-80%. Oleh karena itu, kartilago hialin
memiliki matriks yang terdiri dari proteoglikan dan memiliki strukturnya seperti
gel. Proteoglikan ini di dalamnya terdapat jaringan kolagen tipe II. Jaringan ini
memberikan tahanan terhadap regangan dan susunannya seperti anyaman. Selain
jaringan kolagen, ditemukan sebaran kondrosit yang bertanggung jawab
memproduksi komponen-komponen tersebut. 13
Struktur penting dari kartilago hialin adalah air, proteoglikan sebagai
substansi dasar, kolagen dan kondrosit. Proteoglikan memiliki afinitas yang tinggi
terhadap air. Adanya beban akan menyebabkan perubahan pada struktur kartilago,
di mana air akan terperas keluar ke permukaan sebagai salah satu komponen
lubrikan. Apabila beban berkurang dan hilang, air akan kembali lagi terserap ke
dalam proteoglikan. Tekanan yang terjadi di dalam kartilago dipertahankan oleh
gaya regang. Selama jaringan kolagen dan proteoglikan utuh maka kartilago
masih mampu mempertahankan kompresibilitas dan elasitisan . Namun saat
terjadi degradasi, setidaknya pada salah satu komponen kartilago tersebut, maka
akan menyebabkan kartilago hialin terurai. Hal ini akan terjadi minimal pada
proses penuaan, namun ekstensif pada penderita osteoarthritis. 16
13
Gambar 2.4 Kartilago Artikularis
Sumber : Junqueira L.C., J Carneiro, R.O. Kelley . 20. Histologi Dasar Junquiera, Atlas &
Teks. Edisi ke-12. Jakarta : EGC. P 351-358
2.1.3 Osteoarthritis
2.1.3.1 Definisi Osteoarthritis
Menurut Perhimpunan Reumatologi Indonesia, osteoarthritis didefinisikan
sebagai suatu penyakit sendi degeneratif yang terjadi karena proses inflamasi
kronis pada sendi dan tulang yang ada disekitar sendi tersebut.17. American
College of Rheumatology (ACR) mendefinisikan osteoarthritis sebagai suatu
kondisi heterogen yang mengakibatkan tanda dan gejala pada sendi yang
berhubungan dengan kerusakan integritas kartilago sendi, serta perubahan pada
tulang dan tepi sendi.12
Dalam analisis anatomi, histopatologi, dan radiologi aosteoarthritis bukan
merupakan kelainan yang eksklusif pada kartilago artikularis. Lebih dari satu
komponen articular yang rusak pada kejadian osteoarthritis, di antaranya yaitu
tulang peri-artikuler, lapisan sinovial, dan jaringan ikat penunjan lainnya.
Perubahan structural yang khas pada osteoarthritis adalah pengurangan volume
kartilago artikularis yang terjadi secara progresif, peningkatan ketebalan lempeng
14
subkondral, pembentukan tulang baru pada pinggir sendi (osteofit) dan
pembentukan kista tulang subkondral. 18
Gambar 2.5 Perbedaan Sendi Lutut Normal dengn Osteoarthritis Sumber : Johnston, SA. (1997) Osteoarthritis: joint anatomy, physiology and pathobiology. Vet
Clin N Am Small Anim Pract 27, 699-723.
2.1.3.2 Lokasi Predileksi & Epidemiologi Osteoarthritis
Sendi yang paling sering terserang oleh osteoarthritis adalah sendi-sendi
yang harus memikul beban tubuh (weightbearing joints), seperti lutut, panggul,
vertebra, lumbal dan servikal.17 Menurut estimasi WHO pada tahun 2002 ,
kurang lebih 10% populasi dunia berusia ≥ 60 tahun memiliki gangguan
simptomatik yang berhubungan dengan osteoarthritis.12 Studi radiografik yang
dilakukan pada populasi Amerika dan Eropa menunjukkan kejadian osteoarthritis
genu pada usia ≥ 45 tahun adalah 14,1% pada pria dan 22,8% pada wanita. 18
Prevelensi osteoarthritis lutut radiologis di Indonesia cukup tinggi, yaitu
mencapai 15.5% pada pria dan 12.7% pada wanita. Berdasarkan data prevalensi
dari National Centers for Health Statistics, diperkirakan 15.8 juta (12%) orang
dewasa antara 25-74 tahun menggambarkan 20% pasien dibawah 45 tahun
mengalami osteoarthritis tangan dan hanya 8,5% terjadi pada usia 75-79 tahun.
Sebaliknya, osteoarthritis lutut terjadi <0.1% pada kelompok usia 25-34 tahun,
tetapi terjadi 10-20% pada kelompok 65-74 tahun.19
15
2.1.3.3 Patogenesis dan Patologi Osteoarthritis
Gambar 2.6. Siklus perubahan struktur kartilago artikular dan kegagalan
fungsi kolagen
Sumber : Solomon L. Osteoarthritis. In: Jamieson G, Naish F, editors. Apley’s System of
Orthopaedics and Fractures. Ed.9th. London: Hodder Arnold; 2010: p. 85-102
Pada osteoarthritis umumnya kerusakan kartilago sendi dimulai dengan
proses fokal, yang secara progresif meluas melibatkan komplemen lain,
megakibatkan perubahan permukaan kartilago sendi yang berlanjut dengan
adanya pula perubahan kemampuan kartilago sendi tersebut untuk menahan
beban. Jika dilihat secara mikroskopik, terdapat perubahan awal degenerasi
kartilago sendi sebagai fibrilasi berupa terbelahnya kartilago sendi yang agak
paralel dengan permukaan kartilago sendi. 6
\
16
KONDROSIT
Gambar 2.7. Faktor-faktor yang merangsang dan menghambat fungsi
anabolisme dan katabolisme dari kondrosit Sumber : Disertasi Harry Isbagio, 2004
Pada stadium lebih lanjut, kerusakan akan meluas mencapai seluruh tulang
rawan sendi hingga subkondral. Proses osteoarthritis yang bersifat idiopatik bisa
berlangsung lambat sekitar 20-30 tahun. Selain itu, jaringan sinovium juga
berperan dalam aktivitas kondrosit, di mana sinoviosit melakukan fagositosis
fragmen kartilago yang dilepaskan ke rongga sendi hingga mengakibatkan
terjadinya inflamasi. Selanjutnya sel sinovia pada osteoarthritis mampu produksi
berbagai mediator yang dilepaskan ke rongga sendi seperti Matrix
Metaloproteinase (MMP) yang bersifat kondrolitik dan sitokin yang selanjutnya
merusak fragmen kartilago dan aktivitas dari kondrosit. Akhirnya, tulang
subkondral juga berperan dalam degradasi matriks kartilago sendi. Sel yang
berasal dari osteoklas akan mensintesa enzim proteolitik. 6
Anabolisme Katabolisme
STIMULASI
TGF-beta, PDGF, EGF
Bone morphogenic protein
Cartilage derived morphogenic protein
STIMULASI
Gamma-interferon Radikal Oksigen&NO
TNF-alpha Prostalglandin
IL-1, TNF-Alpha, IL-17.FGF’s
Interferon gamma
Leukemia inhibitory factor
Glukokortikoid
Fragmen Pro-Collagen
INHIBISI
TIMP, Plasminogen activator inhibitor
Calicrein
INHIBISI
17
2.1.3.4 Gejala Osteoarthritis pada Lutut
Keparahan gejala dapat bergantung pada kerusakan yang terjadi pada sendi,
namun dapat bervariasi antar individu dan antar sendi. 16
1) Nyeri
Gejala yang membuat penderita osteoarthritis datang ke dokter untuk
diperiksakan . Nyeri ini dapat terasa menyebar, atau bahkan dapat
teralihkan ke lokasi yang jauh dari lokasi predileksi yang sesungguhnya
(nyeri lutut oleh karena OA yang terjadi pada pinggul). Nyeri akan terasa
berkurang dengan istirahat dan bertambah bila sendi digerakkan atau
menanggung beban.
2) Kekakuan
Sering ditemukan, umumnya terjadi setelah beberapa saat pasien tidak
melakukan kegiatan apapun. Namun akan menghilang setelah sendi
digerakkan. Kadang ditemukan pula morning stiffnes yang terjadi selama
beberapa menit dan lebih singkat dari kekakuan pada arthritis rheumatoid.
3) Pembengkakan
Dapat terjadi secara terus menerus (dengan penebalan kapsular atau karena
adanya osteofit yang besar-besar) ataupun secara berselang (oleh karena
adanya efusi).
4) Deformitas
Dapat terjadi oleh karena adanya kontraktur kapsular atau instabilitas
sendi. Deformitas ini juga bisa saja terjadi sebelumnya dan bahkan bisa
saja menjadi faktor risiko terjadinya osteoarthritis pada beberapa pasien.
18
5) Hilangnya fungsi (fungsiolaesa)
Gejala yang paling dikeluhkan oleh pasien. Biasanya pasien mengeluhkan
gait yang tidak sempurna dan cenderung terpincang, kesulitan untuk
menaiki tangga, kesulitan untuk berjalan jauh serta terjadi pula
keterbatasan dalam gerakan, terutama berekstensi penuh.
2.1.3.5 Klasifikasi Osteoarthritis
Secara etiologi Osteoarthritis terbagi menjadi dua yaitu osteoarthritis
primer dan sekunder. Osteoarthritis primer terjadi tanpa dirasa bersama usia dan
tanpa sebab yang jelas (idiopatik) serta tidak berhubungan dengan penyakit
sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi. Pada beberapa kasus
ditemukan hanya mengenai sedikit sendi (oligoarticular). Sendi yang paling sering
adalah sendi tangan, lutut, pinggul, dan spinal. 19
Pada kurang dari 5% kasus , osteoarthritis menyerang pada usia muda,
dan ada beberapa yang menjadi faktor predisposisi seperti penggunaan sendi yang
berlebihan dalam aktifitas kerja, olahraga berat, terdapat trauma sebelumnya,
penyakit sistemik seperti obesitas, inflamasi. Pada osteoarthritis sekunder sering
mengenai satu atau beberapa sendi. Lutut dan tangan sering diderita oleh wanita,
sedangkan pinggul sering ditemukan terjadi pada pria. Osteoarthritis primer juga
lebih banyak ditemukan daripada osteoarthritis sekunder 20
Klasifikasi yang paling sering digunakan yaitu berdasarkan gambaran
radiologis pada persendian penderita osteoarthritis. Tanda-tanda yang dapat
diamati pada gambaran radiologis yaitu pembentukan osteofit, terjadinya sclerosis
dan terbentuknya kista. Pada gambaran radiologis, keparahan osteoarthritis dapat
digambarkan dengan skala Kellgren-Lawrence yang diklasifikasikan menjadi
empat derajat (1-4). Dengan membandingkan hasil foto radiologis pasien dengan
gambaran radiologis sendi normal pada atlas radiografi, derajat keparahan dapat
ditentukan.12
19
Berdasarkan gambaran radiologis, osteoarthritis dapat diklasifikasikan
seperti berikut ini:
Gambar 2.8 Gambaran Radiologis Tingkat Keparahan Osteoarthritis
Berdasarkan Kellgren-Lawrence
Sumber : R.D. Altman, M.D., G.E. Gold, M.D. Atlas of individual radiographic features in
osteoarthritis, Osteoarthritis and Cartilage Volume 15 2007, A1-A56
20
Tabel I. Tingkat Keparahan Osteoarthritis Genu berdasarkan Gambaran
Radiologis Kellgren-Lawrence ( Atlas of Standard Radiographs, 1963)
Grade Verbal Description
Grade 1 Doubtful narrowing of joint space and possible osteophytic
lipping
Grade 2 Definite osteophytes and possible narrowing of joint space
Grade 3 Moderate multiple osteophytes , definite narrowing of joint
space and some sclerosis and possible deformity of bone
ends
Grade 4 Large osteophytes, marked narrowing of joint space ,
severe sclerosis, and definite deformity of bone ends.
Sumber : Symmon D, Mathers C, Pfeleger B Global burden of Osteoarthritis in the year 2000. In
Global Burden of Disease 2002,1-26
Selain gambaran X-ray dari sendi lutut (tibiofemoral joint) diperlukan pula
informasi mengenai gejala klinis yang dialami pasien melalui anamnesis. Berikut
ini adalah gambaran algoritma penentuan diagnosis osteoarthritis dengan melihat
radiologis dan gejala klinis. Algoritma ini juga sudah digunakan untuk
mendiagnosis pasien osteoarthritis di Indonesia oleh IRA( Perhimpunan
Rheumatologi Indonesia)
Tabel II. Klasifikasi Osteoarthritis Genu menurut ACR (American College of
Rheumatology
Berdasarkan Kriteria Klinis
-Nyeri sendi lutut
dan
paling sedikit 3 dari 6 kriteria di bawah ini :
1. Krepitus saat gerakan aktif 2. Kaku sendi <30 menit 3. Umur > 50 tahun
21
4. Pembesaran tulang sendi lutut 5. Nyeri tekan tepi tulang 6. Tidak terba hangat pada sinovium sendi lutut
Sensitivitas 95% dan spesifisitas 69%
Berdasarkan Kriteria Klinis dan Radiologis
-Nyeri sendi lutut
dan
adanya osteofit
dan
paling sedikit 1 dari 3 kriteria di bawah ini :
1. Kaku sendi < 30 menit 2. Umur> 50 tahun 3. Krepitus saat gerakan sendi aktif
Sensitifitas 91% dan spesifisitas 86%
Sumber : Altman, R, et al : Arthritis Rheum 29 :1309, 1986
2.1.3.6. Faktor Risiko Osteoarthritis
Faktor risiko yang berperan pada Osteoarthritis dapat dibedakan menjadi
dua golongan besar: 16
1. Faktor Predisposisi Umum
Usia, jenis kelamin, obesitas, hereditas, merokok, densitas massa
tulang, hormonal dan penyakit reumatik kronik lainnya
2. Faktor Mekanik
Trauma, bentuk sendi, penggunaan sendiri berlebihan karena
pekerjaan/aktivitas
22
Berbagai faktor di atas mungkin saja ditemukan satu individu dan saling
menguatkan. Faktor risiko awal munculnya osteoarthritis berbeda dengan
faktor risiko untuk progresivitas osteoarthritis.
a. Usia
Faktor usia merupakan faktor terkuat, dengan bertambahnya usia maka
prevalensi osteoarthritis semakin meningkat. Prevalensi meningkat dua
sampai sepuluh kali lipat dari usia 20 hingga 65 tahun. Pads studi jangka
panjang Chingford, wanita dengan rerata 54 tahun, mempunyai risiko
tertinggi terjadinya osteoarthritis lutut.
b. Jenis Kelamin
Wanita lebih sering terserang osteoarthritis lutut dan terjadi pada lebih
dari satu sendi. Sedangkan laki-laki lebih sering terkena osteoarthritis
paha, pergelangan tangan, dan leher. Pada usia <45 tahun frekuensi
osteoarthritis kurang lebih sama antara laki-laki dan wanita, namun di atas
usia 50 tahun (setelah menopause), frekuensi osteoarthritis lebih banyak
menyerang wanita.
c. Genetik
Salah satu determinan yang kuat pada osteoarthritis. Bukti adanya peranan
faktor genetik berasal dari epidemiologik keluarga, Pada orang kembar
mendapat pengaruh genetik sebesar 39% osteoarthrtis tangan, 65%
osteoarthritis lutut, osteoarthritis panggul dan 70% osteoarthritis spinal.
Bukti terkuat adalah determinan gen dengan osteoarthritis familial
ditemukan keterkaitan gen kolagen tipe II yang mengalami mutasi dengn
kondrodisplasia dan osteoarthritis pada banyak sendi. Kandidat gen
lainnya pada osteoarthritis meliputi gen reseptor vitamin D, gen COMP
dan pada region HLA.
23
d. Obesitas
Orang-orang yang memiliki berat badan berlebih memiliki prevalesi
osteoarthritis lutut yang tinggi. Menurut penelitian yanga ada, obesitas
mendahului kejadian osteoarthritis dan selanjutnya meningkatkan
progresivits radiologik osteoarthritis. Pada penderita obese, setiap
penurunan berat badan 5 kg dan mengurangi risiko osteoarthritis sebesar
50%. Peranan beban mekanik berlebih pada sendi lutut dan panggul
menyebabkan kerusakan kartilago sendi serta kegagalan ligament dan
struktur lainnya untuk menopang badan.
2.1.4. Vitamin D
2.1.4.1. Sintesis dan Metabolisme
Vitamin D biasanya diproduksi di kulit melalui proses fotolitik kuat yang
bekerja pada derivat kolesterol (yaitu, 7-dehydrocholesterol) untuk menghasilkan
previtamin D3, yang kemudian perlahan-lahan diisomerisasi menjadi vitamin D3.
Vitamin D3 adalah bentuk alami dari vitamin D diproduksi di kulit, dan vitamin
D2 ( ergocalciferol atau ergosterol aktif) berasal dari iradiasi ergosterol. Keduanya
merupakan bentuk vitamin D yang bersifat larut dalam lemak (lipo-soluble).11
24
Gambar 2.9. Metabolisme Vitamin D Sumber: https://www.researchgate.net/figure/50270684_fig1_Figure-1-e-Vitamin-D-Metabolism-
and-Biological-effects-Sun-exposure-UVB-results-in
Setelah dilakukan isolasi pada vitamin D3 yang ada di sirkulasi,
ditemukan senyawa 25-hydroxyvitamin D3 [25 (OH) D3]. Senyawa ini sekarang
dipantau dalam serum pasien untuk menunjukkan status vitamin D . Namun, 25
(OH) D3 sendiri secara metabolik tidak aktif dan harus diubah. Hormon aktif
terakhir yang berasal dari vitamin D , diisolasi dan diidentifikasi dan strukturnya
telah disimpulkan sebagai senyawa 1α, 25-dihidroksivitamin D3 [1,25 (OH)
2D3]. 21
2.1.4.2. Mekanisme Vitamin D
Vitamin D dalam bentuk aktif yaitu Kalsitriol atau 1,25(OH)2D3 (1,25-
dihidroksi vitamin D3) adalah hormon steroid dan bekerja dengan diaktivasi oleh
VDR yang terdapat pada berbagai jenis sel. Peran yang paling penting dari
kalsitriol adalah mengatur osteoklastogenesis dan reabsorpsi tulang oleh modulasi
gen yang diaktivasi oleh RANKL (Receptor Activator of Nuclear faktor-kB
Ligand) di osteoblast. Kalsitriol dikenali oleh reseptornya dan menentukan
ekspresi RANKL. Kalsitriol juga berperan dalam maturasi pre-osteoklas menjadi
osteoklas, reabsorpsi kalsium dan fosfor dari tulang dan berkontribusi dalam
menjaga homeostasis kalsium dan fosfor. Peran lain dari kalsitriol ialah
menstimulasi absoprsi kalsium dari usus.11
25
Vitamin D dalam bentuk kalsitriol (1,25(OH)2D3) memiliki dua
mekanisme dalam menjalankan fungsinya , yaitu secara genomik dan non-
genomik. Mekanisme genomik diawali dengan masuknya kalsitriol yang
bersirkulasi ke dalam membran sel target dan berinteraksi dengan VDR di dalam
inti sel (Gambar ). Ikatan VDR-kalsitriol-inti sel akan mengalami fosforilasi,
kemudian terikat dengan Retinoic acid-X Receptor (RXR) dan membentuk
kompleks heteromerik yang akan berikatan dengan Vitamin D Responsive Element
(VDR-E) dalam DNA serta membentuk komplek nukleoprotein. Selanjutnya akan
dikenali sebagai specific site di dalam kromosom yang akan meregulasi terjadinya
tranksripsi gen. 22
Mekanisme non-genomik vitamin D terjadi tanpa adanya transkripsi gen,
misalnya homesotasis kalsium. Sintesis kalsitriol merupakan respon terhadap
perubahan kadar kalsium dalam darah dan pelepasan hormon paratiroid. Kondisi
hipokalsemia menstimulasi sekresi hormon tiroid. Hormon paratiroid selanjutnya
akan menstimulasi 1- hidroksilase di ginjal yang akan mengubah kalsidiol
menjadi kalsitriol. Keberadaan kalsitriol dan hormon paratiroid di jaringan target
akan mengakibatkan peningkatan kadar kalsium serum. 22
Gambar 2.10. Skema aktivitas Vitamin D di dalam sel. 1,25(OH)D masuk ke dalam membran
seldan berikaran dengan VDR di sitoplasma sel. Komplek heteromerik yang terbentuk masuk ke
dalam inti sel dan membentuk komplek yang lebih besar dengan RXR. Komplek nucleoprotein ini
mengenali lokasi khusus pada kromosom dan meregulasi transkripsi gen. (Murtens & Muller,
2010)
26
2.1.4.3. Defisiensi Vitamin D & Insufisiensi Vitamin D
Menurut Konsensus Workshop Vitamin D ke-14, kadar 25(OH)D dalam
serum yang dikatakan adekuat yaitu >20ng/ml (50nmol/L). Apabila seseorang
memiliki kadar serum kadar 25(OH)D diantara 25-50nmol/L dikatakan orang
tersebut menderita insufisiensi vitamin D yang menyebabkan metabolism tulang
tidak berjalan baik., sehingga PTH dalam serum meningkat. Defisiensi vitamin D
terdeteksi sebagai osteomalasia dengan defek mineralisasi tulang pada kadar
25(OH) D serum <25nmol/L.23
Defisiensi Vitamin D mengakibatkan gangguan pada mineralisasi tulang
sehingga terjadi kondisi osteomalacia. Kadar vitamin D yang tidak adekuat dapat
diakibatkan oleh paparan sinar matahari yang kurang atau suplai asupan yang
sangat kurang. Kulit mempunyai kapasitas besar untuk menghasilkan vitamin D
bagi tubuh (80-100%) setelah terpapar sinar ultraviolet B (290-315nm). Vitamin
D harus melalui proses hidroksilasi di hati dan juga ginjal agar aktif secara
biologis. Proses 25- hidroksilasi di hati sangat cepat dan tidak dapat diatur,
sehingga pengukuran kadar 25-(OH)D serum dapat dilakukan untuk mengetahui
status vitamin D seseorang, sedangkan pembentukan 1,25(OH)2D3 di ginjal
diatur oleh hormon paratiroid dan umpan balik negatif dari1,25(OH)2D3 itu
sendiri. 24
Seiring bertambahnya usia, terdapat perubahan yang berkaitan dengan
vitamin D. Dibandingkan dengan dewasa muda, kulit lansia hanya memiliki
kemampuan mengubah sinar ultraviolet B menjadi vitamin D 30% lebih sedikit.
Vitamin D memainkan peran penting untuk mempertahankan mineral tulang
dengan meningkatkan transportasi kalsium, dan fosfat sehingga proses
mineralisasi normal matriks kolagen tipe 1 dalam tubuh manusia memadai . Akan
tetapi, pada lansia terjadi penurunan produksi asam lambung yang menyebabkan
rendahnya kalsium terionisasi dalam lumen usus sehingga absorpsi kalsium oleh
dinding usus menurun.
Faktor ini juga diperberat dengan kurangnya asupan makanan yang mengandung
kalsium pada lansia. 25
27
Selain faktor lansia terdapat pula kasus yang jarang seperti (a) perubahan
metabolisme vitamin atau adanya resistensi jaringan terhadap aksi vitamin D; (b)
hipoparatiroid; (c) patologi herediter terkait kelainan pada kromosom X; (d)
penyakit-penyakit yang menghalangi penyerapan vitamin D atau pembentukan
metabolit aktifnya.
2.1.4.4. Pengaruh Vitamin D terhadap stuktur tulang dan kartilago
Kalsifikasi matriks kolagen untuk pertumbuhan kartilago berawal dari
organel ekstraselular yang dinamakan vesikel matriks dan berasal dari membran
plasma. Pada kondisi kekurangan vitamin D, terjadi kegagalan mineralisasi pada
kartilago. Karena sel- sel pada kartilago memiliki reseptor 1,25-dihidroksivitamin
D3 (1,25-(OH)2D3) dan 24,25-(OH)2D3 maka kedua metabolit ini berperan
penting dalam diferensiasi dan maturasi kalsifikasi kartilago. Pada percobaan
terhadap lempeng pertumbuhan epifiseal kartilago (epiphyseal growth cartilage)
yang dikondisikan defisien vitamin D, ternyata terjadi peningkatan fosfolipid yang
menandakan kegagalan induksi mineralisasi kartilago. 26
Efek defisiensi vitamin D yang paling bermakna terjadi pada Zona
istirahat (resting) dan Zona upper proliferative cell dari kartilago. Percobaan lain
juga menunjukkan perubahan pada epifiseal kartilago yang berhubungan dengan
status 1,25-(OH)2D3. Walaupun banyak data yang menunjukkan bahwa
1,25(OH)2D3 merupakan metabolit yang sangat penting, penelitian lain juga
memperlihatkan peranan dari 24,25(OH)2D3. Di mana terjadi produksi vesikel
matriks pada zona sel proliferatif dari epifisis hewan coba setelah disuntik
24,25(OH)2D3. 26
Percobaan lain juga memperlihatkan adanya peningkatan aktivitas
fosfatase alkali yang merupakan penanda untuk vesikel matriks yang diisolasi dari
kartilago dan menandakan pembentukan mineral dari kultur kondrosit yang
diterapi dengn 24,25(OH)2D3. Kondrosit pada kartilago pertumbuhan (growth
cartilage) merespon secara primer terhadap 1,25(OH)2D3, sementara Zona resting
merespon terhadap 24,25(OH)2D3. Sehingga disimpulkan bahwa hormon vitamin
28
D ini mempunyai pengaruh langsung terhadap metabolisme sel-sel kartilago yang
bersifat kondrolitik seperti Matrix Metaloproteinase (MMP), yang diketahui
berperan penting dalam degradasi kartilago pada patofisiologis osteoarthritis. 26
Penelitian oleh Dean dkk (1997) mencoba melihat hubungan antara
Inteleukin-1α dan β yang merangsang produksi proteinase dan menginhibisi
sintesis matriks pada pada lempeng pertumbuhan kartilago, dengan metabolit
vitamin D. Hasil studi memperlihatkan bahwa vitamin D (1,25(OH)2D3 dan
24,25(OH)2D3) meregulasi level IL-1 pada jaringan lempeng pertumbuhan
kartilago. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa 1,25(OH)2D
menginhibisi ekspresi sitokin pro-inflamasi seperti IL- 1, IL-2, IL-6 dan IL-8
.Aplikasi analog vitamin D sintetik diketahui menghambat influks mediator
inflamasi ke dalam jaringan. Analog vitamin D tersebut menginduksi ekspresi
VDR yang langsung berhubungan dengan komponen dari komplek protein
heteromerik NF-κB dan mencegahnya berhubungan dengan lokasi target di
kromosom sehingga menghambat proses inflamasi. Penemuan ini secara langsung
membuktikan efek anti-inflamasi dari vitamin D. 21
29
2.3. Kerangka Teori
30
2.4. Kerangka Konsep
Sesuai dengan kerangka teori yang telah dijelaskan di atas, maka kerangka
konsepnya sebagai berikut
Konsentrasi Serum Vitamin D (25(OH)D)
Osteoarthritis Lutut Klinis dan Radiologis
Kellgren Lawrence
Usia Jenis Kelamin IMT
31
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian yang akan dilaksanakan merupakan studi deskriptif analitik
dengan pendekatan cross-sectional untuk mengetahui hubungan antara konsentrasi
serum vitamin D (25(OH)D) dengan derajat keparahan osteoarthritis lutut menurut
Kellgren-Lawrence di KPKM Reni Jaya, Tangerang Selatan tahun 2017. Subyek
dengan osteoarthritis lutut simptomatik akan direkruit secara konsekutif sampling
dan diperiksa kadar serum vitamin D, kondisi fisik serta radiologi lututnya.
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu : Februari- Mei 2017
Tempat : KPKM Reni Jaya, Tangerang Selatan
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi Target pada penelitian ini ialah semua individu ≥ 60 tahun
dengan osteoarthritis lutut simptomatik di Indonesia. Populasi terjangkau atau
populasi sumber pada penelitian ini ialah manula yang telah terdiagnosis
osteoarthritis lutut simptomatik yang berobat ke KPKM pada bulan Februari
hingga Mei 2017 serta diperiksa konsentrasi serum vitamin D (25(OH)D).
3.4. Besar Sampel Penelitian
Rumus besar sampel berdasarkan penelitian analitik korelatif sebagai berikut :
𝑛 = � 𝑧𝛼+𝑧𝛽
0,5 ln1+𝑟1−𝑟
� 2
+ 3
32
𝑛 = �1,96 + 1,282
0,5 ln 1 + 0,431 − 0,43
�
2
+ 3
𝑛 = �3,242
0,5 ln 1,430,57
�
2
+ 3
𝑛 = �3,242
0,5 ln 2,50 �
2
+ 3
𝑛 = �3,2420,45
� 2
+ 3
𝑛 = (7,20) 2 + 3 𝑛 = 51,89 + 3 = 54,89 Besar sampel minimal yang dibutuhkan untuk
penelitian ini sebanyak 55 orang.
Keterangan : 𝑍𝛼 = deviat baku normal untuk α. Kesalahan tipe I ditetapkan sebesar 0,5%, hipotesis dua
arah sehingga 𝑍𝛼 = 1,96
Zβ = deviat baku normal untuk β . Kesalahan tipe II ditetapkan sebesar 10% (power
penelitian 90%) sehingga Zβ = 1,282
r = korelasi minimal yang dianggap bermakna, ditetapkan sebesar 0,43.
3.5. Cara Pengambilan Sampel
Cara pengambilan sampel berdasarkan consecutive sampling , data
diambil berdasarkan hasil kuesioner yang telah diisi pasien yang datang ke KPKM
Reni Jaya, Tangerang Selatan. Pasien yang dijadikan sampel seluruhnya termasuk
populasi terjangkau yang telah memenuhi kriteria baik inklusi maupun eksklusi.
Jumlah pasien yang diberikan kuesioner dilebihkan, hingga memenuhi besar
sampel minimal pada perhitungan sampel.
33
3.6. Kriteria Inklusi dan Eksklusi Subjek Penelitian
3.6.1. Kriteria Inklusi
– Usia ≥ 60 tahun
– Penderita OA lutut simptomatik yang memenuhi kriteria klinis dan
radiologis Kellgren Lawrence paling tidak 1 bulan terakhir dengan nyeri
lutut minimal 20 mm pada Visual Analogue Scale (VAS) 100 mm.
– Kadar serum 25(OH)D < 50 nmol/L
– Tidak menderita penyakit inflamasi sistemik atau penyakit sistemik lainnya
– Tidak melakukan aktifitas fisik berat / olahraga berat paling tidak 1 bulan
terakhir
– Bersedia mengikuti penelitian
3.6.2. Kriteria Eksklusi
–Trauma lutut termasuk cedera pada ligamen atau meniscus sebelum
penelitian
– IMT > 27
–Kellgren Lawrence derajat 4
34
3.7. Alat dan Bahan
Kertas
Pulpen
Laptop & Program SPSS
Kuesioner
Timbangan & Microtoise
Alat Radiologi X-ray Lutut
Darah Sampel Pasien
Vacutainer
Spuit
Alkohol swab
Kit ELISA
35
3.8. Alur Penelitian
Kuesioner diberikan pada pasien lansia yang datang ke KPKM dan menderita sakit lutut
Menentukan apakah pasien termasuk kriteria inklusi atau eksklusi pada penelitian ini
Pasien yang termasuk kriteria inklusi akan dibantu dalam pengisian kuesioner penelitian
Pasien dilakukan pengambilan darah oleh pihak Prodia untuk menentukan konsentrasi
serum vitamin D (25(OH)D)
Pasien diminta melakukan foto rontgen untuk pengambilan gambar radiologi pada bagian lutut yang dilakukan dengan bekerja sama
dengan pihak RS Sari Asih
Melakukan analisis dan pengolahan data dengan program SPSS
Pasien diskrinning oleh dokter umum yang bertugasi di KPKM Reni Jaya untuk diagnosis
OA lutut.
36
3.9. Cara Kerja Penelitian
1. Mempersiapkan penelitian di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
2. Melakukan pengurusan perizinan penelitian di KPKM Reni Jaya,
Tangerang Selatan.
3. Melakukan diskusi dengan penanggung jawab Klub Bina Lansia
Tangerang Selatan terkait koordinasi waktu yang tepat untuk penelitian
berlangsung.
4. Melakukan pengumpulan data faktor risiko dan data pribadi melalui
kuesioner saat pasien datang ke KPKM.
5. Mengukur Indeks Massa Tubuh (IMT) berdasarkan pengukuran tinggi dan
berat badan pasien.
6. Melakukan skrinning OA lutut oleh dokter umum.
7. Melakukan pengambilan darah pasien.
8. Melakukan pemeriksaan rontgen lutut pasien.
9. Pengirimin sampel darah ke lab prodia untuk menilai serum vitamin D dan
foto rontgen untuk diintepretasikan.
10. Penerimaan hasil data pasien.
11. Pengumpulan data dan analisis data menggunakan SPSS.
3.10. Identifikasi Variabel
3.10.1. Variabel Terikat
Nilai kadar serum Vitamin D (25(OH)D) dalam skala kategorik.
3.10.2. Variabel Bebas
Nilai derajat keparahan osteoarthritis menurut Kellgren Lawrence
dalam skala kategorik.
37
3.11. Manajemen Data
3.11.1. Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan akan diolah melalui beberapa tahapan, yaitu:
1. Cleaning
Tahapan pertama data dibersihkan terlebih dahulu, dipisahkan mana data
yang tidak diperlukan pada penelitian ini.
2. Editing
Pada tahap ini, proses pengolahan data dengan mengecek kelengkapan
data untuk mengoreksi data yang masih belum jelas.
3. Coding
Tahapan ini yaitu memberikan kode-kode pada data yang telah terkumpul
dan dikelompokkan agar mudah dalam pemasukan data.
4. Entry
Data yang telah dikelompokkan dan diberi kode selanjutnya dilakukan
penyusunan. Proses penyusunan dapat dilakukan manual atau dengan
computer (data entry), kemudian akan dilakukan analisis data.
3.11.2. Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan uji korelasi chi-square yang menentukan hubungan antara kadar
serum vitamin D dengan derajat keparahan OA lutut pada lansia. Uji ini dipilih
karena variabel yang diuji bersifat kategorik-kategorik.
38
3.12. Definisi Operasional
No Variabel Definisi Cara
Pengukuran
Skala
1 Osteoarthritis lutut Suatu penyakit sendi
degeneratif yang
terjadi karena proses
inflamasi kronis
pada sendi dan
tulang yang ada
disekitar sendi
tersebut. 17
Kuesioner
Diukur oleh
dokter di
KPKM Reni
Jaya yang
bertanggung
jawab
mendiagnosis
pasien
Nominal
2. Usia Usia pasien saat
sampel diambil.
Kuesioner
Diukur melalui
anamnesis
yang dilakukan
dokter
Kategorik
Menurut BPS (2013)
Skor:
1= 60-69 tahun
(Lansia Muda)
2= 70 – 79 tahun
(Lansia Madya)
39
3
Jenis Kelamin Jenis Kelamin pasien
sejak lahir.
Kuesioner Nominal
Skor:
1= Pria
2= Wanita
4 Indeks Massa
Tubuh (IMT)
Berat badan dalam
kilogram (kg) dibagi
dengan tinggi dalam
meter kuadrat (m2)
Kuesioner
Diukur oleh
petugas medis
di KPKM
Alat pengukur
untuk tinggi
badan
menggunakan
stature meter
dan timbangan
untuk berat
badan.
Keduanya
dihitung
berdasarkan
rumus yang
telah
dijabarkan di
definisi
Kategorik
Menurut Depkes RI
(2002)
Skor :
1= IMT <17,0
kg/m2 (kurus berat)
2= IMT 17,0 – 18,4
kg/m2 (kurus ringan)
3= IMT 18,5 – 25
kg/m2 (normal)
4= IMT 25,1 – 27
kg/m2 (obesitas
ringan)
40
5 Kadar vitamin D
dalam serum
Hasil pengukuran
dari konsentrasi
serum vitamin D
(25(OH)D)
Chemolumines
cent
immunoassay
Kategorik
1. Sufisien
( >50 –125 nmol/L)
2. Insufisien
(25 – 50 nmol/L)
3. Defisien
(<25 nmol/L)
Sumber :
(Heaney & Weaver
2003), (Holick 2004)
6 Derajat keparahan
osteoarthritis lutut
sesuai Klasifikasi
Kellgren Lawrence
(KL)
Derajat keparahan
osteoarthritis
berdasarkan
pengamatan pada
foto x-ray sendi
tibiofemoral pasien
Kuesioner
Diinterpretasi
oleh Dokter
Spesialis
Radiologi
Kategorik
Skor:
1 = Meragukan
(osteofit kecil)
2 = Minimal
(ada osteofit dan celah
sendi normal)
3= Sedang
(osteofit jelas, celah
sendi menyempit).
41
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dari penelitian ini, didapatkan sampel yang berasal dari data primer
pada lanjut usia ( ≥ 60 tahun) yang merupakan pasien KPKM Reni Jaya,
Pamulang, Tangerang Selatan pada bulan Februari hingga Mei 2017 . Didapatkan
subjek penelitian sebanyak 57 orang, yang sebelumnya sudah menyetujui untuk
dilakukan pemeriksaan terkait kadar vitamin D dan pemeriksaan rontgen pada
lutut yang sakit.
4.1. Karakterisitik Responden
4.1.1. Usia Responden
Tabel 4.1.1 Distribusi responden berdasarkan usia dan jenis kelamin
KARAKTERISTIK KATEGORI FREKUENSI PRESENTASE RESPONDEN (n) (%)
Usia
60-69 tahun 43 75,4
70-79 tahun 14 24,6
Jenis kelamin
Laki-laki 17 29,8
Perempuan 40 70,2
Jumlah responden pada penelitian ini sebanyak 57 orang yang berusia ≥ 60
tahun. Responden terdiri dari 43 orang ( 75,4%) yang tergolong lansia muda (60-
69 tahun) dan 14 orang (24,6%) masuk golongan lansia madya (70-79 tahun).
Rentang usia responden yaitu dari 60 tahun sampai 78 tahun dengan rata-rata usia
65,80 tahun (SD=4,634). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Rendy
(2016) di RS PKU Muhammadiyah Gamping pada responden yang berusia >60
42
tahun didapatkan hasil terbanyak yaitu 47,5% mengalami OA lutut dibanding usia
yang <50 tahun sebesar 27,5%.27
Hal ini juga diperkuat oleh penelitian Yulidar (2013) di RSUD Raden
Matther Jambi, terdapat presentase terbesar yaitu 48,6% penderita OA lutut pada
usia >60 tahun, dan disebutkan juga bahwa faktor usia berhubungan secara
signifikan (p=0,021) terhadap kejadian OA. Usia merupakan salah satu faktor
risiko terjadinya OA, semakin bertambahnya usia, maka semakin tinggi pula
prevalensi osteoarthritis.28
Grafik 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Usia
4.1.2. Jenis Kelamin
Pada penelitian ini, mayoritas responden berjenis kelamin perempuan.
Terdapat 17 responden (29,8%) laki-laki dan 40 responden (70,2%) perempuan.
Dari penelitian ini didapatkan penderita OA lutut lebih banyak terjadi pada
perempuan dibanding laki-laki. Hal ini terjadi karena perempuan memiliki masa
menopause, di mana terjadi penurunan kadar estrogen yang berperan dalam
sintesis kondrosit pada matriks tulang. Jika kadar estrogen menurun, maka sintesis
kondrosit pun menurun, sehingga mengakibatkan terjadinya OA. (Tabel 4.1.1)
60-69 tahun 70-79 tahun
43
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yulidar (2013) di
RSUD Raden Matther Jambi terdapat 68,9% perempuan yang menderita OA
dibandingkan dengan laki-laki yaitu 31,1%. Yulidar (2013) menjelaskan bahwa
terdapat pula hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan OA
(p=0,015). 28
Grafik 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
44
4.1.3. Indeks Massa Tubuh (IMT)
Tabel 4.1.2. Distribusi responden berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT)
KARAKTERISTIK KATEGORI FREKUENSI PRESENTASE
RESPONDEN (kg/m2) (n) (%)
Indeks <17 1 1,8
Massa 17-18,4 1 1,8
Tubuh 18,5-25,0 28 49,1
(IMT) 25,1-27,0 27 47,4
Pada penelitian ini, golongan terbanyak (28) adalah dengan IMT 18,5-25
kg/m2 (49,1%) yaitu golongan IMT normal. Kemudian, disusul oleh golongan
obesitas (27) dengan IMT 25,1-27,0 kg/m2 (47,4%). Dua golongan lainnya
berjumlah sama yaitu satu orang (1,8%) yang merupakan golongan IMT kurus
ringan dan kurus berat dengan kategori dan 17-18,4 kg/m2 dan <17 kg/m2 .
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Nur Aini
(2009) pada lansia di Kelurahan Pucangsawit, Surakarta, didapatkan hasil dengan
uji odds ratio (OR) pada IMT normal (18,5-25,0) = 1,5 . Hasil tersebut
menyatakan bahwa lansia dengan IMT normal berisiko terjadinya OA 1,5 kali
lebih besar dibandingkan dengan IMT kurang (<17, 17-18,4).29
45
4.1.4. Kadar Serum Vitamin D
Tabel 4.1.3. Distribusi responden berdasarkan kadar serum vitamin D
KARAKTERISTIK KATEGORI FREKUENSI PRESENTASE
RESPONDEN (n) (%)
Kadar Sufisien 19 33,3
Serum Insufisien 29 50,9
Vitamin D Defisien 9 15,8
Pengukuran kadar serum vitamin D dilakukan oleh pihak Prodia sebagai
rekan kerja sama pada penelitian ini. Kadar serum vitamin D diukur dengan
satuan nmol/L. Golongan responden pada penelitian ini paling banyak adalah
golongan insufisien sebanyak 29 responden (50,9%) dengan kadar serum vitamin
D (25-50 nmol/L). Selanjutnya, responden terbanyak kedua adalah golongan
kadar serum vitamin D Sufisien 19 responden (33,3%) dengan kadar serum
vitamin D (>50-125 nmol/L). Golongan terakhir yaitu defisien sebanyak 9 orang
(15,8%) dengan kadar serum vitamin D ( <25 nmol/L).
Hasil penelitian ini didukung dengan penelitian yang dilakukan
sebelumnya oleh Haroon (2010). Kategori yang paling banyak terjadinya
osteoarthritis adalah yang memiliki kadar serum vitamin D ≤ 53 nmol/L atau
dalam kategori penelitian ini termasuk insufisien.30
46
4.1.5. Gambaran Derajat Keparahan Osteoarthritis Menurut Kellgren
Lawrence
Tabel 4.1.4. Distribusi responden berdasarkan derajat keparahan osteoarthritis menurut Kellgren Lawrence
KARAKTERISTIK KATEGORI FREKUENSI PRESENTASE
RESPONDEN (n) (%)
Derajat Keparahan 1 25 43,9
Osteoarthritis menurut 2 22 38,6
Kellgren Lawrence 3 10 17,5
Pada penelitian ini, derajat keparahan OA dinilai berdasarkan kriteria
Kellgren Lawrence dari hasil radiologi pada lutut responden yang sakit. Golongan
derajat satu (ringan) merupakan golongan terbanyak yaitu sebesar 25 responden
(43,9%). Selanjutnya, disusul oleh derajat dua (sedang) dengan jumlah 22
responden (38,6%). Responden paling sedikit adalah golongan derajat tiga (berat)
sejumlah 10 responden(17,5%).
Penelitian sebelumnya mengenai prevalensi osteoarthritis lutut secara
radiologis di Amerika Serikat, dilakukan oleh Reva. C Lawrence dkk (2008),
dengan meneliti peserta yang berpartisipasi dalam studi Framingham, projek
Johnston County Osteoarthritis dan NHANES III (The National Health and
Nutrition Examination Survey). Hasil dari penelitian tersebut, didapatkan
prevalensi osteoarthritis dari peserta yang berpartisipasi dan berusia ≥45 tahun,
sebesar 19,2% di studi Framingham dan 27,8% di projek Johnston County
Osteoarthritis. Prevalensi Osteoarthritis dari peserta yang berpartisipasi pada
NHANES III dan memiliki usia ≥60 tahun sebesar 37,4%. Prevalensi secara
radiologis ditentukan dengan melihat foto rontgen anteroposterior femorotibial
yang mengalami osteoarthritis.
47
4.2. Korelasi antara Kadar Serum Vitamin D dengan Derajat Keparahan
Osteoarthritis Menurut Kellgren Lawrence
Dari data tersebut juga dapat diklasifikasikan responden sesuai dengan
derajat keparahan OA menurut KL. Data tersebut menggunakan analisis bivariat
dengan kadar serum vitamin D sebagai variabel independen dan klasifikasi
Kellgren Lawrence sebagai variabel dependen. Uji yang digunakan adalah uji Chi-
square karena kedua variabel merupakan kategorik ordinal.
Tabel 4.2.1. Gambaran korelasi antara kadar serum vitamin D dengan derajat keparahan osteoarthritis menurut Kellgren Lawrence
Setelah data diuji dengan uji hipotesis Chi-square, karena kategorik
penelitian ini 3x3 maka dilihat berdasarkan nilai Pearson Chi-square. Hasil uji
tersebut didapatkan p value <0,05 yaitu sebesar 0,042 yang berarti H1 diterima
sehingga dapat disimpulkan bahwa kadar serum vitamin D berhubungan secara
signifikan dengan derajat keparahan OA menurut Kellgren Lawrence.
Untuk mengetahui nilai korelasi antara kadar serum vitamin D dengan
derajat keparahan OA menurut Kellgren Lawrence, penulis menggunakan uji
korelasi Spearman dan didapatkan nilai koefisien korelasi (r) sebesar -0,189 yang
artinya terdapat hubungan yang lemah antara kedua variabel. Tanda negatif
menunjukkan hubungan berbanding terbalik dan menyatakan bahwa semakin
KORELASI P VALUE TANDA KOEFISIEN (r)
Kadar serum vitamin D
dengan derajat
keparahan 0,042 (-) 0,189
osteoarthritis menurut negatif
Kellgren Lawrence
48
tinggi kadar serum vitamin D maka semakin ringan derajat keparahan
osteoarthritisnya.
Hasil dari penelitian ini, didukung oleh penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh David T. Felson (1998) yang menyatakan pasien pada studi
Framingham (1996), yang memiliki kadar serum vitamin D kategori rendah (≤16
ng/ml atau ≤40 nmol/l ) berisiko lebih tinggi 2,9 kali (OR= 2,9, CI= 1,01-8.25)
untuk memiliki progresivitas OA dibandingkan dengan kadar serum vitamin D
yang kategori tinggi (>23 ng/ml atau >57 nmol/l).2
Tabel 4.2.2. Tabulasi silang antara kadar serum vitamin D dengan derajat keparahan osteoarthritis menurut Kellgren Lawrence
Pada penelitian ini, untuk kategori derajat keparahan OA yang pertama,
responden paling banyak berasal dari kelompok insufisiensi 18 (62.1%),
dibandingkan dengan kelompok sufisien 4 (21.1%) dan kelompok defisien 3
(33.5%). Pada kategori derajat keparahan OA kedua, kelompok terbanyak adalah
kelompok sufisien 11 (57.9%), dibandingkan kelompok insufisien 6 (20.7%) dan
kelompok defisien 5 (55.6%). Sedangkan pada kategori derajat keparahan OA
ketiga,, kelompok terbanyak adalah insufisien 5 (17.2%), dibandingkan dengan
kelompok sufisien 4 (21.1%) dan kelompok defisien 1 (11.1%).
KARAKTERISTIK
RESPONDEN
KATEGORI
DERAJAT KEPARAHAN OA
MENURUT KELLGREN LAWRENCE (KL)
TOTAL
1 2 3 n (%)
n= 25
% n= 22
% n= 10
% 57 (100)
Kadar Sufisien 4 21.1 11 57.9 4 21.1 19(100)
Serum Insufisien 18 62.1 6 20.7 5 17.2 29(100)
vitamin D Defisien 3 33.5 5 55.6 1 11.1 9 (100)
TOTAL 25 43.9 22 38.6 10 17.5 57(100)
49
Hasil dari tabulasi silang di atas dapat menjawab H1, namun tidak dapat
melihat pengaruh dari kadar serum vitamin D terhadap derajat keparahan
osteoarthritis. Hal itu karena pada uji hipotesis Chi Square hanya dapat
mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara dua variabel. Tetapi tidak dapat
melihat seberapa besar risiko antar kedua variabel tersebut. Maka dari itu,
dilakukan analisis lebih lanjut menggunakan uji regresi logistik ordinal.
4.3.Gambaran faktor- faktor yang berisiko terhadap derajat keparahan
osteoarthritis menurut Kellgren-Lawrence
Untuk mengetahui lebih lanjut seberapa besar risiko beberapa variabel
terhadap derajat keparahan OA menurut KL, penulis mengunakan analisis regresi
logistik ordinal. Uji ini digunakan karena variabel independen yaitu klasifikasi
Kellgren Lawrence merupakan kategorik bertingkat. Pada uji regresi logistic
ordinal, untuk melihat nilai odds ratio maka perlu dihitung berdasarkan nilai dari
exp(B).
Dalam mengintepretasikan hasil uji statistik di atas, menggunakan format
persamaan sebagai berikut :
Persamaan ke 1 :
𝒍𝒏 �𝑷(𝒀 ≤𝟏)𝑷( 𝒀 >𝟏)
�
Persamaan ke 2 :
𝒍𝒏 �𝑷(𝒀 ≤ 𝟐)𝑷( 𝒀 > 𝟐)
�
Variabel Y ( Klasifikasi Kellgren Lawrence)
1= ringan
2= sedang
3= berat
50
Tabel 4.3.1. Pengaruh Faktor Risiko Kadar Serum Vitamin D terhadap Derajat Keparahan OA Menurut KL
Intepretasi pada persamaan pertama adalah responden dengan kadar serum
vitamin D sufisien berisiko 0,56 kali dibandingkan dengan responden yang
defisien untuk memiliki derajat KL rendah dibandingkan KL sedang dan berat.
Responden kategori insufisien berisiko 2,4 kali dibandingkan dengan responden
defisien untuk memiliki derajat KL rendah dibandingkan dengan KL sedang dan
berat.
Intepretasi pada persamaan kedua adalah responden dengan kadar serum
vitamin D sufisien berisiko 0,56 kali dibandingkan dengan responden yang
defisien untuk memiliki derajat KL maksimal sedang dari pada KL berat.
Responden insufisien berisiko 2,4 kali dibandingkan dengan responden yang
defisien untuk memiliki derajat KL maksimal sedang dari pada KL berat.
Hasil intepretasi di atas diasumsikan variabel yang lainnya adalah konstan.
Hasil uji statistik pada variabel kadar serum vitamin D didapatkan p value > 0,05
yang artinya kadar serum vitamin D tidak memengaruhi secara signifikan
terhadap derajat keparahan OA menurut KL.
Variabel Hasil Uji Statistik
B Exp(B) p value
Kadar serum vitamin D sufisien -0.578 0,56 0.50
Kadar serum vitamin D insufisien -0.908 2,40 0.22
Kadar serum vitamin D defisien (reference) - - -
51
Tabel 4.3.2. Pengaruh Faktor Risiko Usia terhadap Derajat Keparahan OA Menurut KL
Variabel Hasil Uji Statistik B Exp(B) p value
Lansia muda (60-69 tahun) 0.373 1,45 0.58 Lansia madya (70-79 tahun ) reference - - -
Intepretasi pada persamaan pertama adalah responden dengan usia 60-69
tahun berisiko 1,45 kali dibandingkan dengan responden yang berusia 70-79
untuk memiliki derajat KL rendah dibandingkan KL sedang dan berat.
Intepretasi pada persamaan kedua adalah responden usia 60-69 tahun
berisiko 1,45 kali dibandingkan dengan responden yang berusia 70-79 dengan
untuk memiliki derajat KL maksimal sedang dari pada KL berat.
Hasil intepretasi di atas diasumsikan variabel yang lainnya adalah konstan.
Hasil uji statistik pada variabel usia didapatkan p value > 0,05 yang artinya usia
tidak memengaruhi secara signifikan terhadap derajat keparahan OA menurut KL.
Tabel 4.3.3. Pengaruh Faktor Risiko Jenis Kelamin Terhadap Derajat Keparahan OA Menurut KL
Variabel Hasil Uji Statistik B Exp(B) p value
Laki-laki 0.213 1,23 0.74 Perempuan (reference) - - -
Intepretasi pada persamaan pertama adalah responden laki-laki berisiko
1,23 kali dibandingkan dengan responden perempuan untuk memiliki derajat KL
rendah dibandingkan KL sedang dan berat.
Intepretasi pada persamaan kedua adalah responden laki-laki berisiko 1,23
kali dibandingkan dengan responden perempuan untuk memiliki derajat KL
maksimal sedang dari pada KL berat.
52
Hasil intepretasi di atas diasumsikan variabel yang lainnya adalah konstan.
Hasil uji statistik pada variabel jenis kelamin didapatkan p value > 0,05 yang
artinya jenis kelamin tidak memengaruhi secara signifikan terhadap derajat
keparahan OA menurut KL.
Tabel 4.3.4. Pengaruh Faktor Risiko Indeks Massa Tubuh (IMT) terhadap Derajat Keparahan OA Menurut KL
Variabel (kg/m2 ) Hasil Uji Statistik B Exp(B) p value
<17 0.333 1.39 0.86 17-18,4 20.478 782.49 - 18,5-25 0.439 1.55 0.41 25,1-27 (reference) - - -
Intepretasi pada persamaan pertama adalah responden dengan IMT <17
berisiko 1,39 kali, IMT 17-18,4 berisiko 782.49 kali, dan IMT 18,5-25 berisiko
1,55 kali dibandingkan dengan responden IMT 25,1-27 untuk memiliki derajat
KL rendah dibandingkan KL sedang dan berat
Intepretasi pada persamaan kedua adalah responden dengan IMT <17
beresiko 1,39 kali, IMT 17-18,4 beresiko 782.49 kali, dan IMT 18,5-25 beresiko
1,55 kali dibandingkan dengan responden IMT 25,1-27 untuk memiliki derajat
KL maksimal sedang dari pada KL berat.
Hasil intepretasi di atas diasumsikan variabel yang lainnya adalah konstan.
Hasil uji statistik pada variabel IMT didapatkan p value > 0,05 yang artinya IMT
tidak memengaruhi secara signifikan terhadap derajat keparahan OA menurut KL.
53
4.4. Keterbatasan penelitian
1. Hanya 15,8% responden yang masuk kategori kadar serum vitamin D
defisien sehingga sulit untuk melihat pengaruh kadar serum vitamin D
yang defisien hingga sufisien terhadap derajat keparahan OA menurut KL.
2. Responden yang terlibat pada penelitian ini kurang menggambarkan
populasi akibat keterbatasan waktu dan tempat, sehingga belum
menggambarkan populasi Tangerang Selatan yang sebenarnya.
54
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Pada penelitian ini, terdapat korelasi antara kadar serum vitamin D
terhadap derajat keparahan osteoarthritis menurut Kellgren Lawrence pada lansia
di KPKM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2017 dengan p value
0,042 dan nilai korelasi (r) -0,189. Hal tersebut menyatakan bahwa terdapat
hubungan yang lemah namun signifikan antara kedua variabel. Meskipun
demikian, dalam penelitian ini pengaruh kadar serum vitamin D tidak signifikan
terhadap derajat keparahan osteoarthritis menurut Kellgren Lawrence.
5.2. Saran
Berdasarkan peneltian yang telah dilakukan terdapat beberapa saran,
sebagai berikut:
a. Bagi masyarakat
1) Bagi para lansia yang sudah terdiagnosis osteoarthritis, disarankan untuk
terus melakukan pengobatan dan diseimbangkan dengan aktivitas fisik
ringan yang berada di luar ruangan, seperti senam pagi yang bisa
membantu memenuhi kebutuhan sinar vitamin D yang berasal dari sinar
matahari.
2) Meskipun penelitian ini menunjukkan hubungan yang lemah antara kadar
serum vitamin D dengan derajat keparahan OA, akan tetapi konsumsi
vitamin D tetap disarankan. Menurut Departemen Kesehatan Gizi
Indonesia, kebutuhan vitamin D pada lansia yaitu 15-20mcg per hari.
3) Bagi dewasa lanjut atau wanita yang sudah memasuki masa menopause
yang belum terdiagnosis osteoarthritis, disarankan untuk menjaga pola
makan agar
55
b. Bagi pemerintah
1) Membuat program kesehatan khusus lansia, contohnya senam pagi khusus
lansia di puskesmas tiap kecamatan dan posbindu di tiap kelurahan
setempat dengan kader-kader yang selalu dipantau dalam pelaksaan
kegiatan.
c. Bagi peneliti lain
1) Jika memungkinkan, pengambilan sampel darah dan foto rontgen sebaiknya
dilakukan di suatu rumah sakit yang sama agar meminimalisasi kesalahan-
kesalahan yang bisa terjadi.
56
BAB VI
KERJASAMA RISET
Riset ini merupakan bagian kerjasama riset mahasiswa dan kelompok riset
Osteoarthritis dan Osteoporosis pada lansia di KPKM Reni Jaya UIN Syarif
Hidayatulla Jakarta yang dibiayai oleh dr. Achmad Zaki, Sp.OT, M. Epid serta di
bawah bimbingannya.
57
DAFTAR PUSTAKA
1. Circuttini F, Hankin J, Jones G, Wluka A. Comparison of conventional
standing knee radiograph and magnetic resonance imaging in assesing
progression of tibiofemoral joint osteoarthritis. Osteoarthritis
Cartilage. 2005;13(8): 722-7.
2. Felson DT, Lawrence RC, Dieppe PA, Hirsch R, Helmick CG, Jordan
JM, dkk. Osteoarthritis: New Insights Part 1: The Disease and Its Risk
Factors. Ann Intern Med. 2000 Oct 17; 133(8):635-46.
3. Oliveria SA, Felson DT, Reed JI, Cirillo PA, Walker AM. Incidence of
symptomatic hand, hip, and knee osteoarthritis among patients in a
health maintenance organization. Arthritis Rheum. 1995 Aug;
38(8):1134-41.
4. Murphy L, Schwartz TA, Helmick CG, Renner JB, Tudor G, Koch G,
dkk. Lifetime risk of symptomatic knee osteoarthritis. Arthritis
Rheum. 2008 Sep 15; 59(9):1207-13
5. Lawrence RC, Felson DT, Helmick CG, Arnold LM, Choi H, Deyo
RA, dkk. Estimates of the prevalence of arthritis and other rheumatic
conditions in the United States. Arthritis Rheum. 2008 Jan; 58(1):26-
35
6. Isbagio, H. 2004. Telaah Pengaruh Jangka Panjang Densitas Massa
Tulang Total yang Rendah terhadap progrsivitas kerusakan matriks
tulang rawan sendi pada osteoarthritis sendi lutut. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Univeristas Indonesia
7. Holick MF 2007 Vitamin D deficiency. N Engl J Med 357:266–281
8. McAlindon TE, Felson DT, Zhang Y, dkk . Relation of dietary intake
and serum levels of vitamin D to progression of osteoarthritis of the
knee among participants in the Framingham Study. Ann Intern Med
1996;125(5):353–9. [PubMed: 8702085]
9. Arifin Z, Hestiantoro A, Baziad A . Pemberian susu yang difortifikasi
kalsium kadar tinggi dan vitamin D dalam memperbaiki turnover
tulang perempuan pasca menopause. Maj Obstet Ginekol Indonesia
2010;34(1): 31-8
58
10. Toding P . Korelasi antara kadar vitamin D serum dengan tekanan
darah pada usia lanjut. Tesis . Juli 2011
11. Gueli, N. et al., Vitamin D: drug of the future. A new therapeutic
approach. Archives of gerontology and geriatrics. 2012 ; 54(1),
pp.222–7. Diunduh dari :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21458871 [Diakses 2 Februari,
2017].
12. Deborah, S., Colin, M. & Bruce, P., 2003. Global Burden of OA in the Year 2000. Diunduh dari: http://www.who.int/healthinfo/statistics/bod_osteoarthritis.pdf
13. Tortora GJ , Derrickson B. Joints. In : Roesch B, editor. Principle of
anatomy and physiology 2009;12 : 264-336
14. Lumongga, Fitriani. 2004. Sendi Lutut.
http:/library.usu.ac.id/download/fk/anatomi-fitriani. Diakses pada
2/2/17.
15. Junqueira L.C., J Carneiro, R.O. Kelley . 20. Histologi Dasar
Junquiera, Atlas & Teks. Edisi ke-12. Jakarta : EGC. P 351-358
16. Solomon L . Osteoarthritis. In: Jamieson G , Naish F , editors. Apley’s
system of orthopaedics and fractures. 9th ed. London : Hodder
Arnold;2010: p 85-102
17. Hamijoyo L. 2007. Pengapuran sendi atau osteoartritis. Perhimpunan
Reumatologi Indonesia. http://reumatologi.or.id/reuarttail?id=23
18. Goldring SR, Goldring MB. Clinical aspects, pathology , and
pathophysiology of osteoarthritis. J Muskuloskelet Neuronal Interact.
2006; 6 (4): 376-378
19. Soeroso J, Isbagio H, Kalim H, Broto R, Pramudiyo. Osteoarthritis In :
Sudoyo AW, Setiyohadi B , Alwi I , Simadibrata M, Setiati S, editors.
Buku ajar ilmu penyakit dalam. 4th ed. Jakarta : Pusat Penerbit Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. hlm
1941-1946.
20. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku Ajar Patologi. Edisi 7; alih
Bahasa, Brahm U, Pendt; editor Bahasa Indonesia Huriawati Hartanto,
59
Nurwanty Damaniah, Nanda Wulandari Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2007
21. DeLuca, Hector F. Overview of general physiologic features and
functions of vitamin D1,2,3,4. American Jurnal Clinical Nutrition.
2004;80(6):1689S-1696S
22. Mertens PR, Muller R. 2010. Vitamin D and cardiovascular risk,
42(1): 165-71. Diunduh dari
: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20039126
23. Lips P. Vitamin D deficiency and secondary hyperparathyroidism in
the elderly: consequences for bone loss and fractures, and therapeutic
implications. Endocrine Reviews. 2001 ; 22: 477-501
24. Reichel H , Koeffler HP, Norman AW. The role of vitamin D
endocrine systems in health and disease. N Eng J Med. 1989; 320:
981-991
25. Passeri G, Vescovini R, Sansoni P, Galli C, Franceschi C . Calcium
metabolism and vitamin D in the extreme longevity. Exp Gerontol
2008;43(2):79-87
26. Boyan, B. D. et al. ,1988. The effects of vitamin D metabolites on the
plasma and matrix vesicle membranes pf growth and resting cartilage
cells in vitro. Endocrinology,122(6), hlm 2851-2860
27. Kurniawan, R. Hubungan usia dengan osteoarthritis lutut ditinjau dari
gambaran radiologi di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Karya
Ilmiah Juli 2016. Diunduh dari : http://repository.umy.ac.id/
28. Khairani, Yulidar. 2012. Hubungan umur, jenis kelamin, IMT, dan
aktivitas fisik dengan kejadian osteoarthritis lutut. Diunduh dari
: http://online-journal.unja.ac.id/
29. Nur Aini Sri W. 2009. Hubungan obesitas dengan osteoarthritis lutut
pada lansia di kelurahan Puncangsawit, kecamatan Jebres, Surakarta.
Skripsi, FK UNS Surakarta
60
30. Haroon M, et al. Clin Rheumatol. 2011. The prevalence of vitamin D
deficiency in consecutive new patients seen over a 6-month period in
general rheumatology clinics, 30(6) : 789- 94. Diunduh
dari: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21184246
61
LAMPIRAN
Lampiran 1
Surat Etik Penelitian
62
Lampiran 2
Lembar Data Penelitian Responden
HUBUNGAN KADAR SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DERAJAT KEPARAHAN OSTEOARTHRITIS LUTUT MENURUT KELLGREN LAWRENCE PADA LANSIA DO KPKM RENI JAYA UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 2017
Identitas Subjek Penelitian
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Nomor telp :
Pemeriksaan Fisik
Indeks Massa Tubuh :
• BB : kg • TB : cm • IMT : kg/m2
Pemeriksaan Laboratorium
Vitamin D : nmol/L
� Sufisien (>50-125) � Insufisien (25-50 ) � Defisien (<25)
Pemeriksaan Radiologi
Derajat Kellgren Lawrence :
� Derajat Satu (Ringan) � Derajat Dua (Sedang) � Derajat Tiga (Berat)
Diagnosis : Osteoarthritis Derajat/ sisi :
63
Lampiran 3
Surat Izin Penelitian
64
Lampiran 4
Lembar Analisa Data SPSS
ANALISIS DATA
Deskriptif
1. Usia
Usiabaru
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 1.00 43 75.4 75.4 75.4
2.00 14 24.6 24.6 100.0
Total 57 100.0 100.0
2. Jenis Kelamin
3. IMT
imt_baru
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1.00 1 1.8 1.8 1.8
2.00 1 1.8 1.8 3.5
3.00 28 49.1 49.1 52.6
4.00 27 47.4 47.4 100.0
Total 57 100.0 100.0
jenis_kelamin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Laki-laki 17 29.8 29.8 29.8
Perempuan 40 70.2 70.2 100.0
Total 57 100.0 100.0
65
4. Kadar Vitamin D
Kadarvitd
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 1.00 19 33.3 33.3 33.3
2.00 29 50.9 50.9 84.2
3.00 9 15.8 15.8 100.0
Total 57 100.0 100.0
5. KL
KL
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 1.00 25 43.9 43.9 43.9
2.00 22 38.6 38.6 82.5
3.00 10 17.5 17.5 100.0
Total 57 100.0 100.0
66
Analisis Bivariat
kadarvitd * KL Crosstabulation
Count
KL
Total 1.00 2.00 3.00
kadarvitd 1.00 4 11 4 19
2.00 18 6 5 29
3.00 3 5 1 9
Total 25 22 10 57
kadarvitd * KL Crosstabulation
KL
Total 1.00 2.00 3.00
kadarvitd 1.00 Count 4 11 4 19
% within kadarvitd 21.1% 57.9% 21.1% 100.0%
2.00 Count 18 6 5 29
% within kadarvitd 62.1% 20.7% 17.2% 100.0%
3.00 Count 3 5 1 9
% within kadarvitd 33.3% 55.6% 11.1% 100.0%
Total Count 25 22 10 57
% within kadarvitd 43.9% 38.6% 17.5% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 9.934a 4 .042
Likelihood Ratio 10.434 4 .034
Linear-by-Linear Association 1.474 1 .225
N of Valid Cases 57
a. 4 cells (44.4%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.58.
67
Analisis Multivariat
Symmetric Measures
Value
Asymp. Std.
Errora Approx. Tb
Approx.
Sig.
Interval by Interval Pearson's R -.162 .118 -1.219 .228c
Ordinal by Ordinal Spearman Correlation -.189 .122 -1.429 .159c
N of Valid Cases 57
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.
Parameter Estimates
Estimate
Std.
Error Wald df Sig.
95% Confidence
Interval
Lower
Bound
Upper
Bound
Threshold [KL = 1.00] -1.135 1.006 1.271 1 .260 -3.107 .838
[KL = 2.00] .879 1.009 .760 1 .383 -1.098 2.857
Location [kadarvitd=1.00] .578 .863 .448 1 .503 -1.113 2.269
[kadarvitd=2.00] -.908 .748 1.475 1 .225 -2.374 .557
[kadarvitd=3.00] 0a . . 0 . . .
[imt_baru=1.00] -.333 1.978 .028 1 .866 -4.210 3.545
[imt_baru=2.00] -20.478 .000 . 1 . -20.478 -20.478
[imt_baru=3.00] -.439 .542 .657 1 .418 -1.502 .623
[imt_baru=4.00] 0a . . 0 . . .
[usiabaru=1.00] -.373 .674 .306 1 .580 -1.693 .948
[usiabaru=2.00] 0a . . 0 . . .
[jenis_kelamin=1.0
0] -.213 .643 .110 1 .740 -1.474 1.047
[jenis_kelamin=2.0
0] 0a . . 0 . . .
Link function: Logit.
a. This parameter is set to zero because it is redundant.