Hubungan bimbingan konselin dengan pendidikan masyarakat

23
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Tujuan pendidikan nasional sebagaimana tersebut diatas, merupakan harapan yang sangat komplek. Untuk mencapainya perlu didukung dilaksanakan oleh berbagai disiplin keahlian. Selain guru, konselor dan tenaga kependidikan dalam lingkup pendidikan, peran serta masyarakat juga sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan nasional. Nana Syaodih Sukmadinata (2007:1) mengemukakan, keseluruhan proses pendidikan terutama pendidikan di sekolah meliputi tiga bidang utama, yaitu bidang : bidang kurikulum dan pembelajaran, bidang manajemen pendidikan dan bimbingan dan konseling. Ketiga komponen ini harus saling bahu-membahu dan bekerjasama, untuk mencapai perkembangan optimal setiap individu (peserta didik). Hal ini diperjelas oleh ABKIN (2008:10-11) yang menampilkan dengan jelas kesejajaran antara posisi layanan bimbingan dan konseling yang memandirikan, dengan layanan Manajemen Penidikan, dan layanan Pembelajaran yang mendidik yang dibingkai oleh Kurikulum khususnya sistem persekolahan sebagai bentuk kelembagaan dalam jalur pendidikan formal. Hubungan antara ketiganya digambarkan sebagai berikut : Karena berbagai alasan, kerjasama ini belum dapat berjalan sepenuhnya, karena masing-masing pihak merasa paling berarti dan

Transcript of Hubungan bimbingan konselin dengan pendidikan masyarakat

Page 1: Hubungan bimbingan konselin dengan pendidikan masyarakat

BAB I

PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang Masalah

Pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi

manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung

jawab. 

Tujuan pendidikan nasional sebagaimana tersebut diatas, merupakan harapan yang sangat

komplek. Untuk mencapainya perlu didukung dilaksanakan oleh berbagai disiplin keahlian.

Selain guru, konselor dan tenaga kependidikan dalam lingkup pendidikan, peran serta

masyarakat juga sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan nasional.

Nana Syaodih Sukmadinata (2007:1) mengemukakan, keseluruhan proses pendidikan terutama

pendidikan di sekolah meliputi tiga bidang utama, yaitu bidang : bidang kurikulum dan

pembelajaran, bidang manajemen pendidikan dan bimbingan  dan konseling. Ketiga komponen

ini harus saling bahu-membahu dan bekerjasama, untuk mencapai perkembangan optimal

setiap individu (peserta didik).

Hal ini diperjelas oleh ABKIN (2008:10-11) yang menampilkan dengan jelas kesejajaran antara

posisi layanan bimbingan dan konseling yang memandirikan, dengan layanan Manajemen

Penidikan, dan layanan Pembelajaran yang mendidik yang dibingkai oleh Kurikulum khususnya 

sistem persekolahan sebagai bentuk kelembagaan dalam jalur pendidikan formal.  Hubungan

antara ketiganya digambarkan sebagai berikut :

 Karena berbagai alasan, kerjasama ini belum dapat berjalan sepenuhnya, karena masing-

masing pihak merasa paling berarti dan meremehkan pihak lainnya. Disisi lain, banyak

administrator pendidikan, guru (bidang studi dan BK) tidak memahami sepenuhnya tugas,

peran, dan kedudukannya masing-masing serta hubungan kerjanya dengan bagian lainnya.

Untuk membangun pemahaman yang lebih baik tentang tugas, peran dan kedudukan Guru BK

dalam sistem pendidikan serta hubungan kerjanya dengan bagian lainnya, berikut ini akan

dibahas secara konseptual tentang peran dan kedudukan Guru BK serta hubungan antara

bimbingan dan konseling dengan kurikulum dan pembelajaran.

Page 2: Hubungan bimbingan konselin dengan pendidikan masyarakat

B.   Perumusan Masalah

Dari penjelasan yang dikemukan diatas, maka penulis dapat mengungkapkan beberapa

permasalahan adalah “Bagaimanakah keterkaitan antara layanan bimbingan dan konseling

dengan kurikulum dan pengajaran dalam rangka mengoptimalkan perkembangan peserta didik

di sekolah”.

C. Tujuan Penulisan.

Adapun tujuan penulisan makalah ini, berdasarkan rumusan masalah yang

dikumukakan adalah sebagai berikut: 

1.    Memahami definisi bimbingan dan konseling.

2.    Memahami definisi kurikulum dan pembelajaran.

3.    Memahami kedudukan kurikulum dan pembelajaran, manajemen pendidikan  serta  bimbingan

dan konseling dalam pendidikan -lingkup persekolahan-.

4.    Memahami perkembangan dan perbedaan ekspektasi tugas guru dan guru BK di Indonesia.

5.    Memahami hubungan kerja antara guru dan guru BK dalam memberikan pelayanan kepada

siswa.

6.    Memahami kesalahan-kesalahan pandangan yang sering terjadi terhadap guru BK.

C.   Manfaat Penulisan Makalah

Meningkatkan pemahaman administrator pendidikan, guru dan guru BK tentang tugas,

kedudukan dan peranannya masing-masing, sehingga terjalin hubungan kerjasama yang

sinergis dalam memberikan pelayanan kepada peserta didik.

Page 3: Hubungan bimbingan konselin dengan pendidikan masyarakat

BAB II

PEMBAHASAN

A.   Definisi  Bimbingan dan Konseling

Menurut Tolbert dalam Nana Syaodih Sukmadinata (2007:10) mendefinisikan bimbingan

(guidance) sebagai berikut :

“Bimbingan merupakan keseluruhan program atau semua kegiatan dan layanan yang ada

dalam lembaga pendidikan yang diarahkan pada membantu individu dalam merencanakan dan

melaksanakan penyesuaian diri dengan semua aspek dalam kehidupan sehari-hari. Bimbingan

bukan pengajaran meskipun mungkin dikerjakan oleh guru-guru.  Bimbingan tidak terpisahkan

dari pendidikan dan merupakan bagian penting dari program pendidikan. Bimbingan memiliki

makna yang lebih luas dari konseling dan konseling merupakan salah satu layanan dalam

bimbingan”.

Pengertian konseling yang cukup komperehensif dikemukakan oleh Good (1945:104) dalam

Nana S. Sukmadinata (2007:14) yang mengemukakan :

“Konseling merupakan bantuan yang bersifat individual dan pribadi untuk mengatasi masalah-

masalah pribadi, pendidikan dan vokasional, dalam bantuan tersebut semua fakta yang

berkaitan dengan masalah tersebut dipelajari, dianalisis dan berdasarkan hal-hal tersebut

bantuan pemecahan masalah dirumuskan, seringkali dengan meminta bantuan spesialis, nara

sumber disekolah dan masyarakat, menggunakan wawancara pribadi yang diarahkan agar klien

dapat membuat keputusan pribadi”.

       

Dari dua definisi diatas, dapat dipahami bahwa bimbingan dan konseling merupakan bagian

dari program pendidikan dan berbeda dengan pengajaran. Bimbingan lebih bersifat kolektif

sementara konseling bersifat individual.

Lebih lanjut, Prayitno (2008:3) tentang mengemukakan tentang objek bimbingan konseling

sebagai berikut :

Objek praktis spesifik yang menjadi fokus pelayanan konseling adalahkehidupan efektif sehari-

hari (KES). Dalam hal ini, sasaran pelayanan konseling adalah kondisi KES yang dikehendaki

untuk dikembangkan dan kondisi kehidupan efektif sehari-hari yang terganggu (KES-T).

Dengan demikian, pelayanan konseling pada dasarnya adalah upaya pelayanan dalam

pengembangan KES dan penanganan KES-T.

Page 4: Hubungan bimbingan konselin dengan pendidikan masyarakat

 Masalah yang ditangani oleh guru BK bukanlah orang kesurupan, orang sakit fisik, orang gila,

tetapi pada penanganan masalah kehidupan efektif sehari-hari (baik yang terganggu ataupun

yang tidak).

B.   Definisi Kurikulum dan Pembelajaran

Pengertian kurikulum dapat ditinjau dalam makna luas dan makna yang sempit. Kurikulum

dalam arti sempit hanya dilihat sebagai sebuah dokumen atau rencana tertulis. Hal ini

dikemukakan oleh Tanner and Tanner 1980 dalam Said Hamid Hasan 2007:1 yaitu kurikulum

diartikan sebagai suatu rencana tertulis. Sementara itu, dalam pengertian luas kurikulum tidak

hanya sekedar dokumen tertulis atau seperangkat materi pelajaran.

Kurikulum dalam arti luas, didefinisikan oleh Saylor, Lewis dan Aleksander (1981:1) yaitu

“kurikulum adalah pengalaman nyata yang dialami peserta didik dengan bimbingan sekolah”.

Selain itu Oliva juga mengemukakan kurikulum dalam arti luas yaitu : “kurikulum adalah

perangkat pendidikan yang merupakan jawaban terhadap kebutuhan dan tantangan

masyarakat” (Oliva,1997:60 dalam Said H. Hasan, 2007:2).

Pembelajaran merupakan penerapan / implementasi dari kurikulum itu sendiri. Hubungan

antara keduanya bisa dipandang secara terpisah atau berhubungan dengan berbagai

kemungkinan, yaitu : siklik, berkaitan dan konsentris.

C.   Evolusi Tugas Guru dan Guru BK di Indonesia

Tugas guru dan guru BK dari waktu kewaktu selalu mengalami pergeseran. Hal ini berjalan

seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, tuntutan masyarakat dan arah

profesionalisme profesi guru dan guru BK. Berikut ini, penulis sajikan pergeseran tugas peran

dan kedudukan guru dan guru BK dari waktu kewaktu di Indonesia.

1.    Tugas Guru / Guru BP dalam SK Menpan no.026/1989

Dalam SK Menpan ini, dinyatakan “Tugas guru adalah mengajar dan atau membimbing....”. 

Dengan pengertian ini, tidak dibedakan antara tugas guru dengan guru BP. Seorang guru dapat

berperan sebagai guru mata pelajaran dan sekaligus menjadi guru BP. Dengan demikian,

pelayanan bimbingan dan penyuluhan bisa dilaksanakan oleh tenaga nonprofesional.

Dalam pandangan penulis, hal ini bisa dimaklumi karena pada saat itu belum memadainya

jumlah guru baik dalam hal kualitas maupun kuantitas.

2.    Tugas Guru / Guru BK dalam SK Menpan no.084/1993

Pada tahun 1993 istilah Bimbingan Penyuluhan (BP) diganti dengan istilah  Bimbingan dan

Konseling (BK). Dalam SK Menpan no.84/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka

Page 5: Hubungan bimbingan konselin dengan pendidikan masyarakat

Kreditnya mulai diadakan pemisahan yang tegas dan formal antara tugas guru dengan guru BK.

Dalam SK ini dinyatakan tugas guru adalah :

1.      Menyusun program pengajaran, menyajikan program pengajaran, evaluasi belajar, analisisn

hasil evaluasi hasil belajar, serta penyusunan program perbaikan dan pengayaan terhadap

peserta didik yang menjadi tanggung jawabnya; ATAU:

2.      Menyusun program bimbingan, melaksanakan program bimbingan, evaluasi pelaksanaan

bimbingan, analisis hasil pelaksanaan bimbingan dan tindak lanjut pelaksanaan program

bimbingan terhadap peserta didik yang menjadi tanggung  jawabnya.

Kata “atau” yang merangkaikan dua tugas guru diatas, berarti guru harus memilih salah satu,

yaitu sebagai guru mata pelajaran atau sebagai guru BK.

3.    Bimbingan dan Konseling dalam UU No. 20 / 2003

UU 20/2003 merupakan UU sisdiknas pertama yang menyebut istilah konselor (sebutan

profesional guru BK) sebagai salah satu tenaga pendidik. Hal ini tertuang dalam pasal 1 ayat 6

yang berbunyi : Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru,

dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain

yang sesuai dengan kekhususanya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan

pendidikan.Pencantuman sebutan ini merupakan sebuah pengakuan atas semakin diakuinya

eksistensi konselor (guru BK) dalam sistem pendidikan nasional.

Menurut UU 20/2003 kurikulum diartikan sebagai seperangkat rencana dan

pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman

penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.

Secara tektual, pengertian kurikulum dalam UU 20/2003, hanya memperuntukkan kurikulum

bagi guru. Hal ini terlihat dari kata “isi dan bahan pelajaran” dan “kegiatan belajar mengajar”

yang lazim digunakan untuk guru mata pelajaran, tidak untuk pendidik lainnya.

Namun Prayitno, 2008:14-16, mengemukakan bahwa bahwa menyampaikan ’isi dan bahan

pelajaran’ serta menyelenggarakan ‘kegiatan belajar mengajar’ bukan sekedar tugas guru tetapi

tugas konselor juga, hanya proses penyampaiannya tidak seperti pembelajaran yang dilakukan

guru.

4.    Bimbingan dan Konseling dalam KTSP

Pelayanan bimbingan dan konseling dalam KTSP merupakan salah satu layanan yang wajib

diberikan kepada siswa sebagai salah satu upaya pengembangan diri. Pengembangan diri

sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Menteri No.22/2006 Tentang Standar Isi, Bab

II, tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum pada semua jenjang pendidikan, SD, SMP

dan SM menyatakan bahwa kurikulum berisi: mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan

Page 6: Hubungan bimbingan konselin dengan pendidikan masyarakat

diri. Dinyatakan pula: “Pengembangan diri bukan merupakan  mata pelajaran yang harus diasuh

oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk

mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap

peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan  atau

dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk

kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan

konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan

pengembangan karir peserta didik.”

Permendiknas RI No. 22/2006 tentang Standar Isi memuat Pengembangan diri sebagai

kegiatan pendidikan diluar mata pelajaran wajib yang merupakan bagian integral dari kurikulum

sekolah/madrasah. Kegiatan pengembangan diri merupakan upaya pembentukan watak dan

kepribadian peserta didik yang dilakukan melalui kegiatan bimbingan dan konseling serta

kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan-kegiatan yang tercakup dalam pengembangan diri,

diantaranya pemecahan masalah pribadi dan kehidupan sosial, penanganan masalah belajar,

pengembangan karir, dan kegiatan-kegiatan yang tercakup dalam ekstrakurikuler.

Berdasarkan penjelasan diatas, Prayitno (2008:4) berpendapat bahwaKTSP meliputi tiga

komponen, yaitu komponen mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri. Komponen

pengembangan diri terdiri dari dua sub-komponen, yaitu pelayanan konseling dan kegiatan

ekstra kurikuler. KTSP yang meliputi tiga komponen itu digambarkan dalam diagram sebagai

berikut:

Berdasarkan pada permendiknas nomor 22, 23 dan 24 tahun 2006, kita dapat menyimpulkan

bahwa makna kurikulum dalam KTSP diartikan secara luas. Kurikulum tidak ditafsirkan sekedar

daftar mata pelajaran saja, tetapi meliputi seluruh kegiatan sekolah  yang ditujukan untuk

mengembangkan potensi peserta didik. Dengan demikian kegiatan administrasi manajerial oleh

pengelola pendidikan, pembelajaran oleh guru bidang studi  dan layanan bimbingan konseling

oleh konselor merupakan subsistem dari kurikulum.

Pendapat berbeda dikemukakan ABKIN (2007:196) yang mengemukakan bahwa bimbingan

dan konseling merupakan  bagian yang terintegrasi dari sistem pendidikan (khususnya jalur

pendidikan formal). Pelayanan pengembangan diri yang terkandung dalam KTSP merupakan

bagian dari kurikulum. Sebagian dari pengembangan diri dilaksanakan melalui pelayanan

bimbingan dan konseling. Dengan demikian pengembangan diri hanya merupakan sebagian

dari aktivitas pelayanan bimbingan dan konseling secara keseluruhan. Jika dilakukan telaahan

anatomis terhadap posisi bimbingan dan konseling pada jalur pendidikan formal dapat

terlukiskan sebagai berikut.

Page 7: Hubungan bimbingan konselin dengan pendidikan masyarakat

Dapat ditegaskan di sini bahwa KTSP adalah salah satu subsistem pendidikan formal yang

harus bersinergi dengan komponen/subsitem lain yaitu manajemen dan bimbingan dan

konseling dalam upaya memfasilitasi konseli mencapai perkembangan optimum yang

diwujudkan dalam ukuran pencapaian standar kompetensi. Dengan demikian pengembangan

diri tidak menggantikan fungsi bimbingan dan konseling melainkan sebagai wilayah

komplementer dimana guru dan konselor memberikan kontribusi dalam pengembangan diri

konseli.

D.   Keunikan dan Keterkaitan Pelayanan Guru dan Konselor

Tugas-tugas pendidik untuk mengembangkan peserta didik secara utuh dan optimal

sesungguhnya merupakan tugas bersama yang harus dilaksnakan oleh guru, konselor, dan

tenaga pendidik lainnya sebagai mitra kerja. Sementara itu, masing-masing pihak tetap memiliki

wilayah pelayanan khusus dalam mendukung realisasi diri dan pencapaian kompetensi peserta

didik. Dalam hubungan fungsional kemitraan antara konselor dengan guru, antara lain dapat

dilakukan melalui kegiatan rujukan (referal)

Masalah-masalah perkembangan peserta didik yang dihadapi guru pada saat pembelajaran

dirujuk kepada konselor untuk penanganannya. Demikian pula, masalah-masalah peserta didik

yang ditangani konselor terkait dengan proses pembelajaran bidang studi dirujuk kepada guru

untuk menindaklanjutinya.

Masalah kesulitan belajar peserta didik sesungguhnya akan lebih banyak bersumber dari

proses pembelajaran itu sendiri. Hal ini berarti dalam pengembangan dan proses pembelajaran

fungsi-fungsi bimbingan dan konseling perlu mendapat perhatian guru. Sebaliknya, fungsi-

fungsi pembelajaran bidang studi perlu mendapat perhatian konselor.

Selengkapnya, keunikan dan keterkaitan pelayanan pembelajaran oleh guru dan pelayanan

bimbingan dan konseling oleh konselor dapat dilihat dalam tabel berikut ini :

Dimensi Guru Konselor

1. Wilayah Gerak Khususnya Sistem Pendidikan

Formal

Khususnya Sistem Pendidikan

Formal

2. Tujuan Umum Pencapaian tujuan pendidikan

nasional

Pencapaian tujuan pendidikan

nasional

Page 8: Hubungan bimbingan konselin dengan pendidikan masyarakat

Dimensi Guru Konselor

3. Konteks Tugas Pembelajaran yang mendididk

melalui Mata pelajaran dengan

Skenario Guru

Pelayanan yang memandirikan 

dengan skenario konseli-

konselor.

·     Fokus

kegiatan

Pengembangan kemampuan

penguasaan bidang studi dan

masalah-masalahnya.

Pengembangan potensi diri 

bidang  pribadi, sosial,  belajar,

karier, dan masalah-

masalahnya.

·     Hubungan

kerja

Alih tangan (referral) Alih tangan (referral)

4.   Target

Intervensi

·     Individual Minim Utama

·     Kelompok Pilihan strategis Pilihan strategis

·     Klasikal Utama Minim

5. Ekspektasi

Kinerja

·     Ukuran

keberhasilan

-     Pencapaian Standar

Kompetensi Lulusan

-     Lebih bersifat kuantitatif

-      Kemandirian dalam  

kehidupan

-      Lebih bersifat kualitatif yang 

unsur-unsurnya saling  terkait

(ipsatif)

·     Pendekatan

umum

Pemanfaatan Instructional

Effects &Nurturant

Effects melalui pembelajaran

yang mendidik.

Pengenalan diri dan lingkungan

oleh Konseli dalam rangka

pengatasan masalah  pribadi,

sosial, belajar, dan karier.

Skenario tindakan merupakan

hasil transaksi yang merupakan

keputusan konseli. 

·     Perencanaan

tindak

intervensi

Kebutuhan belajar ditetapkan

terlebih dahulu untuk

ditawarkan kepada peserta

didik.

Kebutuhan pengembangan diri

ditetapkan  dalam proses

transaksional oleh konseli,

difasilitasi oleh konselor

Page 9: Hubungan bimbingan konselin dengan pendidikan masyarakat

Dimensi Guru Konselor

·     Pelaksanaan

tindak

intervensi

Penyesuaian proses

berdasarkan respons

ideosinkratik peserta didik

yang lebih terstruktur.

Penyesuaian proses 

berdasarkan respons

ideosinkratik  konseli dalam

transaksi makna yang lebih

lentur dan terbuka.

E.   Penanganan Siswa Bermasalah di Sekolah

Di sekolah sangat mungkin ditemukan siswa yang yang bermasalah, dengan menunjukkan

berbagai gejala penyimpangan perilaku. yang merentang dari kategori ringan sampai dengan

berat. Upaya untuk menangani siswa yang bermasalah, khususnya yang terkait dengan

pelanggaran disiplin sekolah dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu: (1) pendekatan

disiplin dan (2) pendekatan bimbingan dan konseling.

Penanganan siswa bermasalah melalui pendekatan disiplin merujuk pada aturan dan ketentuan

(tata tertib) yang berlaku di sekolah beserta sanksinya. Sebagai salah satu komponen

organisasi sekolah, aturan (tata tertib) siswa beserta sanksinya memang perlu ditegakkan untuk

mencegah sekaligus mengatasi terjadinya berbagai penyimpangan perilaku siswa. Kendati

demikian, harus diingat sekolah bukan “lembaga hukum” yang harus mengobral sanksi kepada

siswa yang mengalami gangguan penyimpangan perilaku. Sebagai lembaga pendidikan, justru

kepentingan utamanya adalah bagaimana berusaha menyembuhkan segala penyimpangan

perilaku yang terjadi pada para siswanya.

Oleh karena itu, disinilah pendekatan yang kedua perlu digunakan yaitu pendekatan melalui

Bimbingan dan Konseling. Berbeda dengan pendekatan disiplin yang memungkinkan

pemberian sanksi untuk menghasilkan efek jera, penanganan siswa bermasalah melalui

Bimbingan dan Konseling justru lebih mengutamakan pada upaya penyembuhan dengan

menggunakan berbagai layanan dan teknik yang ada. Penanganan siswa bermasalah melalui

Bimbingan dan Konseling sama sekali tidak menggunakan bentuk sanksi apa pun, tetapi lebih

mengandalkan pada terjadinya kualitas hubungan interpersonal yang saling percaya di antara

konselor dan siswa yang bermasalah, sehingga setahap demi setahap siswa tersebut dapat

memahami dan menerima diri dan lingkungannya, serta dapat mengarahkan diri guna

tercapainya penyesuaian diri yang lebih baik.

Secara visual, kedua pendekatan dalam menangani siswa bermasalah dapat dilihat dalam

bagan berikut ini:

Page 10: Hubungan bimbingan konselin dengan pendidikan masyarakat

Dengan melihat gambar di atas, kita dapat memahami bahwa di antara kedua pendekatan

penanganan siswa bermasalah tersebut, meski memiliki cara yang berbeda tetapi jika dilihat

dari segi tujuannya pada dasarnya sama yaitu tercapainya penyesuaian diri atau

perkembangan yang optimal pada siswa yang bermasalah. Oleh karena itu, kedua pendekatan

tersebut seyogyanya dapat berjalan sinergis dan saling melengkapi.

F.    Kesalahpahaman tentang Bimbingan dan Konseling

Prayitno (2003) telah mengidentifikasi 15 kekeliruan pemahaman orang dalam melihat

bimbingan dan konseling, baik dalam tataran konsep maupun praktiknya. Kekeliruan

pemahaman ini tidak hanya terjadi di kalangan orang-orang yang berada di luar Bimbingan dan

Konseling, tetapi juga banyak ditemukan di kalangan orang-orang yang terlibat langsung

dengan bimbingan dan konseling. Kelimabelas kekeliruan pemahaman itu adalah :

1. Bimbingan dan Konseling disamakan atau dipisahkan sama sekali dari pendidikan.

Ada sebagian orang yang berpendapat bahwa bimbingan dan konseling adalah identik dengan

pendidikan sehingga sekolah tidak perlu lagi bersusah payah menyelenggarakan pelayanan

bimbingan dan konseling, karena dianggap sudah implisit dalam pendidikan itu sendiri. Cukup

mantapkan saja pengajaran sebagai pelaksanaan nyata dari pendidikan. Mereka sama sekali

tidak melihat arti penting bimbingan dan konseling di sekolah. Sementara ada juga yang

berpendapat pelayanan bimbingan dan konseling harus benar-benar terpisah dari pendidikan

dan pelayanan bimbingan dan konseling harus secara nyata dibedakan dari praktik pendidikan

sehari-hari.

2. Menyamakan pekerjaan Bimbingan dan Konseling dengan pekerjaan dokter dan psikiater.

Dalam hal-hal tertentu memang terdapat persamaan antara pekerjaan bimbingan dan konseling

dengan pekerjaan dokter dan psikiater, yaitu sama-sama menginginkan konseli/pasien terbebas

dari penderitaan yang dialaminya, melalui berbagai teknik yang telah teruji sesuai dengan

masing-masing bidang pelayanannya, baik dalam mengungkap masalah konseli/pasien,

mendiagnosis, melakukan prognosis atau pun penyembuhannya.

Kendati demikian, pekerjaan bimbingan dan konseling tidaklah persis sama dengan pekerjaan

dokter atau psikiater. Dokter dan psikiater bekerja dengan orang sakit sedangkan konselor

bekerja dengan orang yang normal (sehat) namun sedang mengalami masalah. Cara

penyembuhan yang dilakukan dokter atau psikiater bersifat reseptual dan pemberian obat, serta

teknis medis lainnya, sementara bimbingan dan konseling memberikan cara-cara pemecahan

masalah secara konseptual melalui pengubahan orientasi pribadi, penguatan mental/psikis,

Page 11: Hubungan bimbingan konselin dengan pendidikan masyarakat

modifikasi perilaku, pengubahan lingkungan, upaya-upaya perbaikan dengan teknik-teknik khas

bimbingan dan konseling.

3. Bimbingan dan Konseling dibatasi pada hanya menangani masalah-masalah yang bersifat

insidental.

Memang tidak dipungkiri pekerjaan bimbingan dan konseling salah satunya bertitik tolak dari

masalah yang dirasakan siswa, khususnya dalam rangka pelayanan responsif, tetapi hal ini

bukan berarti bimbingan dan konseling dikerjakan secara spontan dan hanya bersifat reaktif

atas masalah-masalah yang muncul pada saat itu.

Pekerjaan bimbingan dan konseling dilakukan berdasarkan program yang sistematis dan

terencana, yang di dalamnya mengggambarkan sejumlah pekerjaan bimbingan dan konseling

yang bersifat proaktif dan antisipatif, baik untuk kepentingan pencegahan, pengembangan

maupun penyembuhan (pengentasan)

4. Bimbingan dan Konseling dibatasi hanya untuk siswa tertentu saja.

Bimbingan dan Konseling tidak hanya diperuntukkan bagi siswa yang bermasalah atau siswa

yang memiliki kelebihan tertentu saja, namun bimbingan dan konseling harus dapat melayani

seluruh siswa. Setiap siswa berhak dan mendapat kesempatan pelayanan yang sama, melalui

berbagai bentuk pelayanan bimbingan dan konseling yang tersedia.

5. Bimbingan dan Konseling melayani “orang sakit” dan/atau “kurang/tidak normal”.

Sasaran Bimbingan dan Konseling adalah hanya orang-orang normal yang mengalami

masalah. Melalui bantuan psikologis yang diberikan konselor diharapkan orang tersebut dapat

terbebaskan dari masalah yang menghinggapinya. Jika seseorang mengalami keabnormalan

yang akut tentunya menjadi wewenang psikiater atau dokter untuk penyembuhannya.

Masalahnya, tidak sedikit petugas bimbingan dan konseling yang tergesa-gesa dan kurang hati-

hati dalam mengambil kesimpulan untuk menyatakan seseorang tidak normal. Pelayanan

bantuan pun langsung dihentikan dan dialihtangankan (referal).

6. Pelayanan Bimbingan dan Konseling berpusat pada keluhan pertama (gejala) saja.

Pada umumnya usaha pemberian bantuan memang diawali dari gejala yang ditemukan atau

keluhan awal disampaikan konseli. Namun seringkali justru konselor mengejar dan mendalami

gejala yang ada bukan inti masalah dari gejala yang muncul. Misalkan, menemukan siswa

dengan gejala sering tidak masuk kelas, pelayanan dan pembicaraan bimbingan dan konseling

malah berkutat pada persoalan tidak masuk kelas, bukan menggali sesuatu yang lebih dalam

dibalik tidak masuk kelasnya.

7. Bimbingan dan Konseling menangani masalah yang ringan.

Page 12: Hubungan bimbingan konselin dengan pendidikan masyarakat

Ukuran berat-ringannya suatu masalah memang menjadi relatif, seringkali masalah seseorang

dianggap sepele, namun setelah diselami lebih dalam ternyata masalah itu sangat kompleks

dan berat. Begitu pula sebaliknya, suatu masalah dianggap berat namun setelah dipelajari lebih

jauh ternyata hanya masalah ringan saja. Terlepas berat-ringannya yang paling penting bagi

konselor adalah berusaha untuk mengatasinya secara cermat dan tuntas. Jika segenap

kemampuan konselor sudah dikerahkan namun belum juga menunjukan perbaikan maka

konselor seyogyanya mengalihtangankan masalah (referal) kepada pihak yang lebih kompeten

8. Petugas Bimbingan dan Konseling di sekolah diperankan sebagai “polisi sekolah”.

Masih banyak anggapan bahwa bimbingan dan konseling adalah “polisi sekolah” yang harus

menjaga dan mempertahankan tata tertib, disiplin dan keamanan di sekolah. Tidak jarang

konselor diserahi tugas mengusut perkelahian ataupun pencurian, bahkan diberi wewenang

bagi siswa yang bersalah.

Dengan kekuatan inti bimbingan dan konseling pada pendekatan interpersonal, konselor justru

harus bertindak dan berperan sebagai sahabat kepercayaan siswa, tempat mencurahkan

kepentingan apa-apa yang dirasakan dan dipikirkan siswa. Konselor adalah kawan pengiring,

penunjuk jalan, pemberi informasi, pembangun kekuatan, dan pembina perilaku-perilaku positif

yang dikehendaki sehingga siapa pun yang berhubungan dengan bimbingan konseling akan

memperoleh suasana sejuk dan memberi harapan.

9. Bimbingan dan Konseling dianggap semata-mata sebagai proses pemberian nasihat.

Bimbingan dan konseling bukan hanya bantuan yang berupa pemberian nasihat. Pemberian

nasihat hanyalah merupakan sebagian kecil dari upaya-upaya bimbingan dan konseling.

Pelayanan bimbingan dan konseling menyangkut seluruh kepentingan klien dalam rangka

pengembangan pribadi klien secara optimal.

10. Bimbingan dan konseling bekerja sendiri atau harus bekerja sama dengan ahli atau petugas

lain

Pelayanan bimbingan dan konseling bukanlah proses yang terisolasi, melainkan proses yang

sarat dengan unsur-unsur budaya,sosial,dan lingkungan. Oleh karenanya pelayanan bimbingan

dan konseling tidak mungkin menyendiri. Konselor perlu bekerja sama dengan orang-orang

yang diharapkan dapat membantu penanggulangan masalah yang sedang dihadapi oleh klien.

Di sekolah misalnya, masalah-masalah yang dihadapi oleh siswa tidak berdiri sendiri. Masalah

itu sering kali saling terkait dengan orang tua,siswa, guru, dan pihak-pihak lain; terkait pula

dengan berbagai unsur lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat sekitarnya. Oleh sebab itu

penanggulangannya tidak dapat dilakukan sendiri oleh guru pembimbing saja. Dalam hal ini

peranan guru mata pelajaran, orang tua, dan pihak-pihak lain sering kali sangat menentukan.

Page 13: Hubungan bimbingan konselin dengan pendidikan masyarakat

Guru pembimbing harus pandai menjalin hubungan kerja sama yang saling mengerti dan saling

menunjang demi terbantunya siswa yang mengalami masalah itu. Di samping itu guru

pembimbing harus pula memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada dan dapat diadakan

untuk kepentingan pemecahan masalah siswa. Guru mata pelajaran merupakan mitra bagi guru

pembimbing, khususnya dalam menangani masalah-masalah belajar.

Namun demikian, konselor atau guru pembimbing tidak boleh terlalu mengharapkan bantuan

ahli atau petugas lain. Sebagai tenaga profesional konselor atau guru pembimbing harus

mampu bekerja sendiri, tanpa tergantung pada ahli atau petugas lain. Dalam menangani

masalah siswa guru pembimbing harus harus berani melaksanakan pelayanan, seperti “praktik

pribadi”, artinya pelayanan itu dilaksanakan sendiri tanpa menunggu bantuan orang lain atau

tanpa campur tangan ahli lain. Pekerjaan yang profesional justru salah satu cirinya pekerjaan

mandiri yang tidak melibatkan campur tangan orang lain atau ahli.

11. Konselor harus aktif, sedangkan pihak lain harus pasif

Sesuai dengan asas kegiatan, di samping konselor yang bertindak sebagai pusat penggerak

bimbingan dan konseling, pihak lain pun, terutama klien,harus secara langsung aktif terlibat

dalam proses tersebut.Lebih jauh, pihak-pihak lain hendaknya tidak membiarkan konselor

bergerak dan berjalan sendiri. Di sekolah, guru pembimbing memang harus aktif, bersikap

“jemput bola”, tidak hanya menunggu didatangi siswa yang meminta layanan

kepadanya.Sementara itu, personil sekolah yang lain hendaknya membantu kelancaran usaha

pelayanan itu.

Pada dasarnya pelayanan bimbingan dan konseling adalah usaha bersama yang beban

kegiatannya tidak semata-mata ditimpakan hanya kepada konselor saja. Jika kegiatan yang

pada dasarnya bersifat usaha bersama itu hanya dilakukan oleh satu pihak saja, dalam hal ini

konselor, maka hasilnya akan kurang mantap, tersendat-sendat, atau bahkan tidak berjalan

sama sekali.

12. Menganggap pekerjaan bimbingan dan konseling dapat dilakukan oleh siapa saja

Benarkah pekerjaan bimbingan konseling dapat dilakukan oleh siapa saja? Jawabannya bisa

saja “benar” dan bisa pula “tidak”. Jawaban ”benar”, jika bimbingan dan konseling dianggap

sebagai pekerjaan yang mudah dan dapat dilakukan secara amatiran belaka. Sedangkan

jawaban ”tidak”, jika bimbingan dan konseling itu dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip

keilmuan dan teknologi (yaitu mengikuti filosopi, tujuan, metode, dan asas-asas tertentu),

dengan kata lain dilaksanakan secara profesional. Salah satu ciri keprofesionalan bimbingan

dan konseling adalah bahwa pelayanan itu harus dilakukan oleh orang-orang yang ahli dalam

Page 14: Hubungan bimbingan konselin dengan pendidikan masyarakat

bidang bimbingan dan konseling. Keahliannya itu diperoleh melalui pendidikan dan latihan yang

cukup lama di Perguruan Tinggi.

13. Menyama-ratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien

Cara apapun yang akan dipakai untuk mengatasi masalah haruslah disesuaikan dengan pribadi

klien dan berbagai hal yang terkait dengannya. Tidak ada suatu cara pun yang ampuh untuk

semua klien dan semua masalah. Bahkan sering kali terjadi, untuk masalah yang sama pun

cara yang dipakai perlu dibedakan. Masalah yang tampaknya “sama” setelah dikaji secara

mendalam mungkin ternyata hakekatnya berbeda, sehingga diperlukan cara yang berbeda

untuk mengatasinya. Pada dasarnya.pemakaian sesuatu cara bergantung pada pribadi klien,

jenis dan sifat masalah, tujuan yang ingin dicapai, kemampuan petugas bimbingan dan

konseling, dan sarana yang tersedia.

14. Memusatkan usaha Bimbingan dan Konseling hanya pada penggunaan instrumentasi

Perlengkapan dan sarana utama yang pasti dan dan dapat dikembangkan pada diri konselor

adalah “mulut” dan keterampilan pribadi. Dengan kata lain, ada dan digunakannya instrumen

(tes.inventori,angket dan dan sebagainya itu) hanyalah sekedar pembantu. Ketidaan alat-alat itu

tidak boleh mengganggu, menghambat, atau bahkan melumpuhkan sama sekali usaha

pelayanan bimbingan dan konseling. Oleh sebab itu, konselor hendaklah tidak menjadikan

ketiadaan instrumen seperti itu sebagai alasan atau dalih untuk mengurangi, apa lagi tidak

melaksanakan layanan bimbingan dan konseling sama sekali.Tugas bimbingan dan konseling

yang baik akan selalu menggunakan apa yang dimiliki secara optimal sambil terus berusaha

mengembangkan sarana-sarana penunjang yang diperlukan

15. Menganggap hasil kerja Bimbingan dan Konseling harus segera terlihat.

Disadari bahwa semua orang menghendaki agar masalah yang dihadapi klien dapat diatasi

sesegera mungkin dan hasilnya pun dapat segera dilihat. Namun harapan itu sering kali tidak

terkabul, lebih-lebih kalau yang dimaksud dengan “cepat” itu adalah dalam hitungan detik atau

jam. Hasil bimbingan dan konseling tidaklah seperti makan sambal, begitu masuk ke mulut akan

terasa pedasnya. Hasil bimbingan dan konseling mungkin saja baru dirasakan beberapa hari

kemudian, atau bahkan beberapa tahun kemuadian.. Misalkan, siswa yang mengkonsultasikan

tentang cita-citanya untuk menjadi seorang dokter, mungkin manfaat dari hasil konsultasi akan

dirasakannya justru pada saat setelah dia menjadi seorang dokter.

 

Page 15: Hubungan bimbingan konselin dengan pendidikan masyarakat

BAB III

PENUTUP

Berdasarkan pada uraian diatas, penulis dapat membuat kesimpulan sebagai berikut :

1.    Antara layanan administrasi dan manajemen sekolah, layanan bimbingan dan konseling dan

layanan kurikulum dan pembelajaran memiliki peran yang sama dalam rangka mengoptimalkan

perkembangan peserta didik dalam kegiatan di sekolah.

2.    Layanan bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari pendidikan. Hubungannya

dengan kurikulum dan pembelajaran dapat terjadi dalam beberapa keadaan tergantung dari

sudut mana kita melihat diantara keduanya.

3.    Antara ketiga komponen diatas, perlu ada pembagian peran dan fungsi serta tata hubungan

yang jelas sehingga tugas-tugas para pendidik dan tenaga kependidikan dan berlangsung

dengan optimal.

4.    Masing-masing komponen dalam sekolah harus menyadari akan tugas dan tanggung

jawabnya masing-masing.

Demikian makalah ini semoga bermanfaat.

Page 16: Hubungan bimbingan konselin dengan pendidikan masyarakat

DAFTAR PUSTAKA

ABKIN. 2008. Naskah Akademik Pendidikan Profesional Konselor. Tersedia

pada http://abkin.or.id,  tanggal 09/12/2009

Dirjen PMPTK, 2007. Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling Dalam Jalur

Pendidikan Formal (Naskah Akdemik). Jakarta

Prayitno. 2008. Trilogi Profesi Konselor dan Pengelolaan Berbasis Kinerja, Tersedia

pada  http://konselingindonesia.com/2008, tanggal 09/12/2009

Prayitno, dkk. 2004. Pedoman Khusus Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Depdiknas.

Prayitno. 2003. Wawasan dan Landasan BK (Buku II). Depdiknas : Jakarta

Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:

Kencana Prenada Media Group

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2007. Bimbingan dan Konseling dalam Praktek. Bandung :

Maestro.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2009. Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktik. Bandung :

PT. Remaja Rosda Karya.

Willis, Sofyan S. 2004. Konseling Individual; Teori dan Praktek. Bandung : Alfabeta