HUBUNGAN BERAT BAYI LAHIR RENDAH (BBLR ...repository.poltekkes-kdi.ac.id/439/1/SKRIPSI ELISA...
Transcript of HUBUNGAN BERAT BAYI LAHIR RENDAH (BBLR ...repository.poltekkes-kdi.ac.id/439/1/SKRIPSI ELISA...
HUBUNGAN BERAT BAYI LAHIR RENDAH (BBLR) DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA NEONATORUM
DI RUMAH SAKIT UMUM DEWI SARTIKA PROVINSI SULAWESI TENGGARA
TAHUN 2016
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat dalam Menyelesaikan Pendidikan
Jurusan Kebidanan Diploma IV Politeknik Kesehatan Kendari.
OLEH :
ELISA ERMA WATI P00312013005
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
J U R U S A N K E B I D A N A N PRODI DIV KEBIDANAN
TAHUN 2017
ii
iii
iv
RIWAYAT HIDUP
1. IDENTITAS
a. Nama : Elisa Erma Wati
b. Tempat/Tanggal Lahir : Tinanggea, 12 Oktober 1995
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Suku/Bangsa : Tolaki/Indonesia
e. Agama : Islam
f. Alamat : Desa Puuloro, Kec. Sampara, Kab.
Konawe
2. JENJANG PENDIDIKAN
a. SD Negeri 1 Andaroa, Tamat Tahun 2007
b. SMP Negeri 1 Sampara, Tamat Tahun 2010
c. SMA Negeri 1 Sampara, Tamat Tahun 2013
d. D-IV Kebidanan Poltekkes Kemenkes Kendari, Tahun 2013 sampai
sekarang.
v
ABSTRAK
HUBUNGAN BERAT BAYI LAHIR RENDAH (BBLR) DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA NEONATORUM DI RUMAH SAKIT UMUM
DEWI SARTIKA PROVINSI SULAWESI TENGGARA TAHUN 2016
Elisa Erma Wati1, Sitti Aisa2, Nasrawati2
Penelitian ini untuk mengetahui hubungan berat bayi lahir rendah (BBLR) dengan kejadian asfiksia neonatorum di Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian analitik observasional dengan rancangan penelitian Case Control. Populasi adalah semua bayi lahir di Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016 yang berjumlah 1480 kelahiran, kemudian mengumpulkan data dengan teknik purposive sampling dan teknik sistematik random sampling sehingga didapatkan jumlah sampel yang mewakili populasi. Sampel adalah bayi lahir yang mengalami asfiksia dan yang tidak mengalami asfiksia yang berjumlah 294 bayi. Perbandingan sampel kasus control 1:1 (147:147). Analisis data yang digunakan adalah univariabel dalam bentuk deskripsi dan bivariabel dengan rumus chi square (X²) dan uji odds ratio (OR).
Berdasarkan analisis data yang diperoleh hasil, yaitu Hasil uji Chi-Square, X2
Hit = 14,70 dan X2Tabel = 3,841 maka Ha diterima dan Ho ditolak
dengan taraf hubungan signifikan α = 0,05. Ada hubungan antara berat bayi lahir rendah dengan kejadian asfiksia neonatorum di RSU Dewi Sartika Sulawesi Tenggara Tahun 2016. Saran : Karena tingginya angka kejadian asfiksia, petugas kesehatan khususnya bidan sebaiknya melakukan deteksi sedini mungkin komplikasi kehamilan dan persalinan yang merupakan faktor predisposisi asfiksia pada bayi baru lahir,dengan lebih meningkatkan skill dan kemampuan dalam memberikan pelayanan kebidanan kepada kliennya. Kata Kunci : Berat Bayi Lahir Rendah, Asfiksia Neonatorum ___________________________________________________________ 1. Mahasiswa Poltekkes Kendari Jurusan Kebidanan. 2. Dosen Poltekkes Kendari Jurusan Kebidanan.
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas
rahmat, taufiq dan hidayah-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini walaupun dalam bentuk yang sederhana, yang merupakan
salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan di Program D-IV
Kebidanan Politeknik Kesehatan Kendari dengan judul : “Hubungan Berat
Bayi Lahir Rendah (BBLR) Dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum di
Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Provinsi Sulawesi Tenggara.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini
masih banyak terdapat kekeliruan, kesalahan dan kekurangan disebabkan
oleh keterbatasan waktu, pengetahuan dan kemampuan penulis. Namun
penulis tetap berusaha semaksimal mungkin dan semua berkat adanya
dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak sehingga penyusunan
skripsi ini dapat terlaksana dan terselesaikan sesuai dengan jadwal yang
telah ditentukan. Olehnya itu dengan segala kerendahan hati penulis
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Sitti Aisa,
Am.Keb, S.Pd, M.Pd selaku pembimbing I dan Ibu Nasrawati, S.Si.T, MPH
selaku pembimbing II, atas segala bimbingan, bantuan, dan petunjuk yang
diberikan.
Dan pada kesempatan ini pula penulis menyampaikan ucapan
terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Bapak Petrus, SKM, M.Kes, selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Kendari.
vii
2. Direktur Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Provinsi Sulawesi Tenggara
yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.
3. Ibu Halijah, SKM, M.Kes selaku Ketua Jurusan Kebidanan Politeknik
Kesehatan Kendari.
4. Ibu Aswita, S.Si.T, MPH, Ibu Arsulfa, S.Si.T, M.Keb, dan Ibu Hasmia
Naningsi, SST, M.Keb selaku penguji dan para dosen Poltekkes yang
memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis selama dibangku
kuliah dan seluruh staf tata usaha yang memberikan bimbingan.
5. Keluarga tercinta yang telah banyak memberikan dukungan baik
materil maupun moril sehingga proposal ini dapat terselesaikan.
6. Buat teman-teman sekelasku yang tidak dapat disebutkan satu persatu
yang telah memberikan dukungan.
Penulis ini menyadari bahwa skripsi ini tidak luput dari kesalahan
dan jauh dari kesempurnaan. Untuk itu saran dan kritik yang bersifat
membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan proposal ini.
Semoga skripsi ini dapat berguna bagi yang membutuhkan dan
akhir kata penulis berharap kepada ALLAH SWT agar memberikan pahala
yang setimpal kepada pihak-pihak yang telah membantu, Amin.
Kendari, 12 Juni 2017
Penulis
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………...…………………..i
HALAMAN PERSETUJUAN……………………………………………………ii
HALAMAN PENGESAHAN………………………….………………...……....iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP………………………………………………...….iv
ABSTRAK…………………………………………………………...……………v
KATA PENGANTAR………………………………………………..……….… vi
DAFTAR ISI…………………………………………………………….....……viii
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………..…….x
DAFTAR TABEL………………………………………………………..…...….xi
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………...………...xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………..………….……....1
B. Rumusan Masalah…..………………………………………….….3
C. Tujuan Penelitian…………………………………………………...4
D. Manfaat Penelitian………………………………………………….4
E. Keaslian Penelitian………………………….……………………...5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka……………………………………………………...6
B. Landasan Teori……………..………………...…………………...33
C. Kerangka Teori………………..………...…………………………35
D. Kerangka Konsep………………………………………………….36
ix
E. Hipotesis………………………………...………………………….36
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian……………………………………..….…………37
B. Waktu dan Tempat Penelitian………………………....………...38
C. Populasi dan Sampel Penelitian…………………..…..………...38
D. Identifikasi Variabel Penelitian…………………………………..39
E. Definisi Operasional……….………………..………………..…...39
F. Instrumen Penelitian……………………………………………...40
G. Alur Penelitian……………………………………………………..41
H. Pengolahan Data……………………………………………….....41
I. Analisis Data……………………………………………...…….….42
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian………………………..…...46
B. Hasil Penelitian……………….………………………………...…54
C. Pembahasan…………………………………………………..…..58
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN……………………………………………..………63
B. SARAN……………………………………………………..………64
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………....……...65
LAMPIRAN
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kerangka Teori …………………...………………35
Gambar 2 Kerangka Konsep …………………...………………36
Gambar 3 Rancangan Penelitian ..…………………..……… ……..37
Gambar 4 Alur Penelitian ……………………...……………41
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Tabel Nilai APGAR ............................10
Tabel 2. Tabel Kontingensi 2x2 Odds Ratio
pada Penelitian Case Control Study ………………...…44
Tabel 3. Jumlah Tempat Tidur RSU Dewi Sartika
Kendari Tahun 2015 ………………..….52
Tabel 4. Jumlah SDM RSU Dewi Sartika Kendari
Tahun 2014 ……………….…..53
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Kejadian Asfiksia
pada Bayi Baru Lahir Di RSU Dewi
Sartika Provinsi Sulawasi Tenggara ………………..….55
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Berat Bayi Lahir
Rendah Di RSU Dewi Sartika Provinsi
Sulawasi Tenggara …………………...56
Tabel 7. Distribusi Hubungan Berat Bayi Lahir
Rendah dengan Kejadian Asfiksia
Neonatorum pada Bayi Baru Lahir
Di RSU Dewi Sartika Provinsi Sulawasi
Tenggara tahun 2016 …………………...57
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Surat Izin Pengambilan Data Awal Penelitian
Lampiran 2 : Surat Izin Penelitian
Lampiran 3 : Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
Lampiran 4 : Surat Keterangan Bebas Pustaka.
Lampiran 5 : Dokumentasi Penelitian.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asfiksia neonatorum merupakan salah satu penyebab mortalitas
dan morbiditas bayi baru lahir dan akan membawa beberapa dampak
pada periode neonatal baik di negara berkembang maupun Negara
maju. Asfiksia neonatorum menurut IDAI (Ikatan Dokter Anak
Indonesia) adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur pada
saat lahir atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan
hipoksemia, hiperkarbia, dan asidosis (Saputra, 2014). Menurut World
Health Organization (WHO), pada tahun 2013 Angka Kematian Bayi
(AKB) di dunia 34 per 1.000 kelahiran hidup dan mengalami
peningkatan pada tahun 2015 dengan Angka Kematian Bayi (AKB) 43
per 1.000 kelahiran hidup, Di kawasan Asia tenggara, AKB 24 per
1.000 kelahiran hidup (WHO, 2016).
Laporan WHO menyebutkan bahwa setiap tahunnya sekitar 3%
(3,6 juta) dari 120 juta bayi lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi
ini kemudian meninggal. AKB akibat asfiksia di kawasan Asia
Tenggara menurut WHO merupakan kedua yang paling tinggi yaitu
sebesar 142 per 1.000 setelah Afrika. Indonesia merupakan Negara
dengan AKB akibat asfiksia tertinggi kelima untuk Negara ASEAN yaitu
35 per 1.000 kelahiran hidup, dimana Myanmar 48 per 1.000, Laos dan
2
Timor Leste 46 per 1.000 kelahiran hidup, kamboja 36 per 1.000
kelahiran hidup (Syaiful & Umi, 2016).
Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator
penting dalam menentukan tingkat kesehatan masyarakat. Berdasar
survey Demografi Kesehatan Indonesia masih jauh dari target MDGs
yaitu AKB tahun 2015 sebesar 23 per 1000 kelahiran hidup. Hasil
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2007
diperoleh estimasi Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 34 per 1000
kelahiran hidup dan menjadi 32 per 1000 kelahiran hidup pada tahun
2012 (Badan Pusat Statistik,2013).
Data program kesehatan anak kabupaten/kota tahun 2015 di
Provinsi Sulawesi Tenggara, jumlah kematian neonatal adalah 406
kasus dengan penyebab kematian diantaranya BBLR 125 kasus
(31%), asfiksia 85 kasus (21%), kelainan congenital 47 kasus (12%),
sepsis 6 kasus (1%), ikterus 5 kasus (1%) dan lain-lain 138 kasus
(34%) (Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara, 2016).
Berat badan lahir merupakan salah satu faktor risiko yang
menjadi penyebab utama untuk terjadinya asfiksia neonatorum. Hal ini
terlihat dari penelitian yang dilakukan oleh Desfauza dari Universitas
Sumatera Utara pada tahun 2008, menyatakan bahwa berat badan
lahir merupakan salah satu faktor risiko yang berhubungan secara
signifikan dan sangat dominan pada kejadian asfiksia neonatorum di
RSU DR. Pirngadi Medan. Bayi yang lahir dengan berat badan kurang
3
memiliki risiko terjadi asfiksia sebesar 79,5%, sedangkan bayi dengan
berat badan normal berisiko sebesar 20,5%.
Di Rumah Sakit Umum Dewi Sartika data tahun 2014 dari 404
kelahiran terdapat 33 kasus BBLR (8,1%), tahun 2015 meningkat dari
771 kelahiran terdapat 103 kasus BBLR (13,3%) dan pada tahun 2016
terdapat BBLR sebesar 139 kasus (9,3%) dari 1480 kelahiran.
Sedangkan untuk kasus asfiksia pada tahun 2014, kasus asfiksia
neonatorum sebesar 61 kasus (15%) dari 404 kelahiran, pada tahun
2015 dari 771 kelahiran terdapat 115 kasus asfiksia neonatorum
(14,9%) dan pada tahun 2016 dari 1480 kelahiran terdapat asfiksia
neonatorum 147 kasus (9,9%) (Buku Register Rumah Sakit Umum
Dewi Sartika, 2016).
Melihat hal tersebut maka penulis tertarik melakukan penelitian
mengenai “Hubungan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) dengan
Kejadian Asfiksia Neonatorum Di RSU Dewi Sartika Provinsi Sulawesi
Tenggara Tahun 2016”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan masalah pokok yang diuraikan dalam latar
belakang diatas, maka rumusan masalahnya adalah “Bagaimanakah
hubungan antara berat bayi lahir rendah (BBLR) dengan kejadian
asfiksia neonatorum di Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Provinsi
Sulawesi Tenggara Tahun 2016?”
4
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui hubungan antara berat bayi lahir rendah (BBLR)
dengan terjadinya asfiksia di RSU Dewi Sartika Provinsi Sulawesi
Tenggara Tahun 2016.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengidentifikasi kejadian Berat Bayi Lahir Rendah di
RSU Dewi Sartika Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2016.
b. Untuk mengidentifikasi kejadian Asfiksia pada bayi baru lahir di
RSU Dewi Sartika Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2016.
c. Untuk menganalisis hubungan antara berat bayi lahir rendah
(BBLR) dengan terjadinya asfiksia neonatorum di RSU Dewi
Sartika Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan ilmiah
dalam memperkaya khasanah ilmu pengetahuan yang dapat
menambah wawasan khususnya mengenai penyebab kejadian
asfiksia neonatorum.
2. Manfaat praktis
Memberikan informasi kepada petugas kesehatan di RSU
Dewi Sartika Provinsi Sulawesi Tenggara untuk melakukan upaya
5
promotif dan preventif dalam menurunkan angka kejadian dan
kematian akibat Asfiksia neonatorum.
3. Manfaat bagi peneliti
Sebagai aplikasi antara ilmu yang didapat di pendidikan
dengan kondisi nyata dilapangan. Untuk menambah wawasan, pola
pikir, pengalaman dan meningkatkan pengetahuan tentang
hubungan antara BBLR dengan kejadian asfiksia neonatorum.
E. Keaslian Penelitian
Beberapa penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian ini
adalah :
1. Penelitian yang dilakukan Desfauza (2008) di RSU Dokter Prigardi
Medan dengan judul “faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
Asfiksia Neonatorum pada Bayi Baru Lahir” perbedaan dengan
penelitian ini adalah terletak pada metode pengambilan datanya
yaitu data yang digunakan data primer.
2. Penelitian yang dilakukan Fajarwati (2015) di Rumah Sakit Umum
Daerah Ulin Banjarmasin dengan judul “Hubungan Antara Berat
Badan Lahir Dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum” perbedaan
dengan penelitian ini adalah terletak pada jenis penelitian yang
digunakan studi cross sectional .
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Asfiksia Neonatorum
a. Definisi
Asfiksia pada bayi baru lahir adalah suatu keadaan dimana
bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur segera
setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh karena hipoksia
(kekurangan oksigen) janin dalam kandungan yang terjadi pada
saat kehamilan, persalinan atau segera setelah bayi lahir.
Hipoksia dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap
kehidupan diluar rahim ibu (Maryunani & Nurhayati, 2008).
Asfiksia neonatorum merupakan suatu keadaan pada bayi
baru lahir yang mengalami gagal bernapas secara spontan dan
teratur segera setelah lahir sehingga bayi tidak adapat
memasukan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam
arang dari tubuhnya (Dewi, 2011).
b. Etiologi
Menurut Departemen Kesehatan RI (2008) faktor resiko
asfiksia neonatorum antara lain sebagai berikut:
1) Faktor Risiko Antepartum
a) Primipara
7
b) Penyakit pada ibu, seperti demam saat kehamilan,
hipertensi dalam kehamilan, anemia, diabetes mellitus,
penyakit hati dan ginjal, penyakit kolagen dan pembuluh
darah
c) Perdarahan antepartum
d) Riwayat kematian neonatus sebelumnya
e) Penggunaan sedasi, anelgesi atau anastesi
2) Faktor Risiko Intrapartum
a) Malpresentasi
b) Partus lama
c) Persalinan yang sulit dan traumatik
d) Mekoneum dalam ketuban
e) Ketuban pecah dini
f) Induksi persalinan
g) Prolaps tali pusat
3) Faktor Risiko Janin
a) Prematurnitas
b) Bayi berat lahir rendah (BBLR)
c) Pertumbuhan janin terhambat
d) Kelainan kengenital.
Faktor-faktor yang dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia
pada bayi baru lahir diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat dan
bayi menurut Departemen Kesehatan RI, (2011) berikut ini:
8
1) Faktor ibu
a) Preeklampsia dan eklampsia
b) Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio
plasenta)
c) Partus lama atau partus macet
d) Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis,
TBC, HIV)
e) Kehamilan lewat waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
2) Faktor Tali Pusat
a) Lilitan tali pusat
b) Tali pusat pendek
c) Simpul tali pusat
d) Prolapsus tali pusat
3) Faktor Bayi
a) Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
b) Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar,
distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
c) Kelainan bawaan (kongenital)
d) Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
Faktor-faktor yang dapat menjadi penyebab terjadinya
asfiksia pada bayi baru lahir diantaranya adalah faktor ibu,
plasenta, janin dan persalinan menurut Maryunani & Nurhayati,
(2008) :
9
1) Faktor ibu diantaranya karena:
a) Hipoksia pada ibu yang terjadi karena hipoventilasi
disebabkan pemberian analgesik atau anastesi yang
mengakibatkan hipoksia pada janin.
b) Gangguan aliran darah uterus mengakibatkan zat asam
ke plasenta dan ke janin berkurang, yang terjadi pada :
hipotensi mendadak (pada ibu dengan pendarahan),
hipertensi (pada penyakit eklampsia, toksemia
gravidarum), gangguan antara kontraksi uterus (pada
hipotermia, hipotonus, tetani uteri).
c) Ibu mengalami anemia, diabetes mellitus, primitua,
ketuban pecah dini, infeksi, penyakit jantung,
isoimunisasi golongan darah, riwayat lahir mati.
2) Faktor Janin : Karena adanya mekonium kental dalam
cairan, premature, hidrops fetalis, persalinan ganda atau
masalah yang berkenan dengan tali pusat, dan berat badan
lahir rendah (BBLR).
3) Faktor Persalinan : karena persalinan yang berlangsung
lama, forcep/cunam, section caesarea.
c. Klasifikasi Asfiksia
Berdasarkan nilai APGAR (Appearance, Pulse, Grimace,
Activity, Respiration) asfiksia diklasifikasikan menjadi 4, yaitu:
10
1) Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3
2) Asfiksia sedang dengan nilai APGAR 4-6
3) Asfiksia ringan (normal) dengan nilai APGAR 7-10
Tabel 1. Nilai APGAR
Aspek
pengamatan
bayi baru lahir
Skor
0 1 2
Appeareance/
warna kulit
Seluruh tubuh
bayi berwarna
kebiruan
Warna kulit
normal, tetapi
tangan dan kaki
berwarna
kebiruan.
Warna kulit
seluruh tubuh
normal.
Pulse/nadi Denyut jantung
tidak ada
Denyut Jantung
<100 x/menit.
Denyut jantung
>100 x/menit
Grimace/respons
reflex
Tidak ada
respon
terhadap
stimulasi
Wajah meringis
saat distimulasi.
Meringis,
menarik, batuk
atau bersin
saat stimulasi.
Activity/tonus otot Lemah tidak
ada gerakan
Lengan dan kaki
dalam posisi
fleksi dengan
sedikit gerakan.
Bergerak aktif
dan spontan
Respiratory/perna
pasan
Tidak
bernapas,
pernapasan
lambat dan
tidak teratur.
Menangis
lemah,terdengar
seperti merintih.
Menangis
kuat,
pernapasan
baik dan
teratur.
Sumber: Walyani & Th. Endang P, 2015
d. Diagnosis
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan
kelanjutan dari anoksia/hipoksia janin. Tiga hal perlu mendapat
perhatian yaitu:
11
1) Denyut jantung janin : frekuensi normal ialah antara 120 dan
160 denyutan semenit. Apabila Frekuensi denyutan turun
sampai 100 permenit di luar his dan lebih-lebih jika tidak
teratur, hal ini merupakan tanda bahaya.
2) Mekonium pada air ketuban : adanaya mekonium pada
presentasi kepala mungkin menunjukan gangguan
oksigenasi dan gawat janin, karena terjadi rangsangan
nervus X, sehingga peristaltik usus meningkat dan sfingter
ani terbuka. Adanya menonium dalam air ketuban pada
presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk
mengakhiri bila hal ini dapat dilakukan dengan mudah.
3) Pemeriksaan PH darah janin : adanya asidosis
menyebabkan turunya PH. Apabila PH itu turun sampai di
bawah 7,2 hal ini dianggap tanda bahaya (Rukiyah, 2013).
e. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada bayi dengan asfiksia neonatorum
menurut Hidayat (2008) sesuai tingkatan asfiksia antara lain:
1) Asfiksia Ringan APGAR Skor (7-10)
a) Bayi dibungkus dengan kain hangat
b) Bersihkan jalan nafas dengan mengisap lendir ada
hidung kemudian mulut
c) Bersihkan badan dan tali pusat
12
d) Lakukan observasi tanda vital, pantau APGAR skor dan
masukan ke dalam incubator
2) Asfiksia Sedang APGAR Score (4-6)
a) Bersihkan jalan nafas
b) Berikan oksigen 2 liter per menit.
c) Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki.
Apabila belum ada reaksi, bantu pernapasan dengan
masker (ambubag)
d) Bila bayi sudah mulai bernafas tetapi masih sianosis,
berikan natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6 cc.
dekstrosa 40% disuntikkan melalui vena umbilicus secara
perlahan-lahan untuk mencegah tekanan intrakranial
meningkat.
3) Asfiksia Berat APGAR Skor (0-3)
a) Bersihkan jalan nafas sambil pompa melalui ambubag
b) Berikan oksigen 4-5 liter per menit
c) Bila tidak berhasil, lakukan pemasangan ETT
(endotracheal tube)
d) Bersihkan jalan nafas melalui ETT
e) Apabila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis
berikan natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6 cc,
selanjutnya berikan dekstrosa 40% sebanyak 4cc
(Hidayat, 2008).
13
Penatalaksanaan asfiksia pada bayi baru lahir menurut
Departemen Kesehatan RI (2011), antara lain sebagai berikut:
1) Persiapan Resusitasi Bayi Baru Lahir
Bidan harus siap melakukan resusitasi bayi baru lahir
pada setiap menolong persalinan. Tanpa persiapan kita
akan kehilangan waktu yang sangat berharga. Walau hanya
beberapa menit bila BBL tidak segera bernapas, bayi dapat
menderita kerusakan otak atau meninggal. Persiapan yang
diperlukan adalah persiapan keluarga, tempat, alat untuk
resusitasi dan persiapan diri (bidan).
a) Persiapan Keluarga
Sebelum menolong persalinan, bicarakan dengan
keluarga mengenai kemungkinan-kemungkinan yang
terjadi pada ibu dan bayi dan persiapan persalinan.
b) Persiapan Tempat Resusitasi
Persiapan yang diperlukan meliputi ruang bersalin
dan tempat resusitasi :
(1) Gunakan ruangan yang hangat dan terang.
(2) Tempat resusitasi hendaknya datar, rata, cukup
keras, bersih, kering dan hangat misalnya meja, dipan
atau di atas lantai beralas tikar. Sebaiknya dekat
pemancar panas dan tidak berangin (jendela atau
pintu yang terbuka).
14
c) Persiapan Alat Resusitasi
(1) Kain ke-1: untuk mengeringkan bayi.
(2) Kain ke-2: untuk menyelimuti bayi.
(3) Kain ke-3: untuk ganjal bahu bayi.
(4) Alat pengisap lendir DeLee atau bola karet.
(5) Alat ventilasi seperti tabung dan sungkup atau balon
dan sungkup. (Jika mungkin sungkup dengan
bantalan udara untuk bayi cukup bulan dan prematur)
(6) Kotak Alat Resusitasi.
(7) Sarung Tangan.
(8) Jam atau pencatat waktu.
d) Persiapan Diri
Pastikan penolong sudah menggunakan alat
pelindung diri untuk melindungi dari kemungkinan
infeksi:
(1) Memakai alat pelindung diri pada persalinan (celemek
plastik, masker, penutup kepala, kaca mata, sepatu
tertutup).
(2) Lepaskan perhiasan, cincin, jam tangan sebelum cuci
tangan.
(3) Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau
dengan campuran alkohol dan gliserin.
(4) Keringkan dengan kain / tisu bersih.
15
(5) Selanjutnya gunakan sarung tangan sebelum
menolong persalinan.
2) Keputusan Resusitasi Bayi Baru Lahir
Bidan harus mampu melakukan penilaian untuk
mengambil keputusan guna menentukan tindakan resusitasi.
a) Penilaian
Sebelum bayi lahir
(1) Apakah kehamilan cukup bulan?
(2) Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekonium
(warna kehijauan)?
Segera setelah bayi lahir (jika bayi cukup bulan)
(1) Menilai apakah bayi menangis atau bernafas/tidak
megap-megap
(2) Menilai apakah tonus otot bayi baik/bati bergerak
aktif?
b) Keputusan
Memutuskan bayi perlu resusitasi jika:
(1) Bayi tidak cukup bulan dan atau
(2) Air ketuban bercampur mekonium dan atau
(3) Bayi megap-megap/tidak bernafas dan atau
(4) Tonus otot bayi tidak baik atau bayi lemas
c) Tindakan
Mulai lakukan resusitasi jika:
16
(1) Bayi tidak cukup bulan dan atau bayi megap-
megap/tidak bernafas dan atau tonus otot bayi tidak
baik/bayi lemas.
(2) Air ketuban tercampur mekonium.
3) Penatalaksanaan Resusutasi Bayi Baru Lahir
a) Tindakan Resusitasi Bayi Baru Lahir
Bila Bayi tidak cukup bulan dan atau tidak bernapas
atau bernapas megap-megap dan atau tonus otot tidak
baik: Sambil memulai melakukan langkah awal:
(1) Beritahukan ibu dan keluarga, bayi mengalami
kesulitan bernafas dan bahwa Anda akan
menolongnya.
(2) Mintalah salah seorang keluarga mendampingi Ibu
untuk memberi dukungan moral, menjaga ibu dan
melaporkan bila ada perdarahan.
Tahap I: Langkah Awal
Langkah awal diselesaikan dalam waktu <30 detik. Bagi
kebanyakan bayi baru lahir, 5 langkah awal di bawah ini
cukup untuk merangsang bayi bernapas spontan dan
teratur. Langkah tersebut meliputi:
(1) Jaga bayi tetap hangat:
(a) Letakkan bayi di atas kain ke-1 yang ada diatas
perut ibu atau sekitar 45 cm dari perineum.
17
(b) Selimuti bayi dengan kain tersebut, wajah, dada
dan perut tetap terbuka, potong tali pusat.
(c) Pindahkan bayi yang telah diselimuti kain ke-1 ke
atas kain ke-2 yang telah digelar di tempat
resusitasi
(d) Jaga bayi tetap diselimuti dengan wajah dan dada
terbuka dan di bawah pemancar panas
(2) Atur posisi bayi
(a) Baringkan bayi terlentang dengan kepala di dekat
penolong.
(b) Posisikan kepala bayi pada posisi menghidu yaitu
kepala sedikit ekstensi dengan mengganjal bahu
(3) Isap lendir
Gunakan alat pengisap lendir DeLee atau bola karet
pengisap dengan cara sebagai berikut:
(a) Isap lendir mulai dari mulut dulu, kemudian dari
hidung.
(b) Lakukan pengisapan saat alat pengisap ditarik
keluar, tidak pada waktu memasukkan.
(c) Jangan lakukan pengisapan terlalu dalam (jangan
lebih dari 5 cm ke dalam mulut atau karena dapat
menyebabkan denyut jantung bayi menjadi lambat
18
atau bayi tiba-tiba berhenti bernapas. Untuk
hidung, jangan melewati cuping hidung.
(4) Keringkan dan rangsang taktil
(a) Keringkan bayi dengan kain ke-1 mulai dari muka,
kepala dan bagian tubuh lainnya dengan sedikit
tekanan.
(b) Rangsang taktil berikut dapat juga dilakukan untuk
merangsang BBL mulai bernafas: menepuk/
menyentil telapak kaki, menggosok punggung/
perut/dada/tungkai bayi dengan telapak tangan
(c) Ganti kain ke-1 yang telah basah dengan kain ke-
2 yang kering di bawahnya. Selimuti bayi dengan
kain kering tersebut, jangan menutupi muka dan
dada agar bisa memantau pernapasan bayi.
(5) Atur kembali posisi kepala bayi
(6) Lakukan penilaian bayi.
(a) Bila bayi bernapas normal: lakukan asuhan pasca
resusitasi.
(b) Bila bayi megap-megap atau tidak bernapas: mulai
lakukan ventilasi bayi.
Tahap II: Ventilasi
Ventilasi adalah tahapan tindakan resusitasi untuk
memasukkan sejumlah volume udara ke dalam paru
19
dengan tekanan positif untuk membuka alveoli paru agar
bayi bisa bernapas spontan dan teratur. Langkah –
langkah:
(1) Pasang sungkup dengan menutupi dagu, mulut dan
hidung.
(2) Ventilasi 2 kali:
(a) Lakukan tiupan / pemompaan dengan tekanan 30
cm air. Tiupan awal tabung dan sungkup atau
remasan awal balon dan sungkup penting untuk
menguji apakah jalan napas bayi terbuka dan
membuka alveoli paru agar bayi bisa mulai
bernapas.
(b) Lihat apakah dada bayi mengembang.
Bila tidak mengembang: periksa posisi sungkup
dan pastikan tidak ada udara yang bocor; periksa
posisi kepala, pastikan posisi sudah menghidu;
periksa cairan atau lendir di mulut. Bila ada lendir
atau cairan lakukan pengisapan; lakukan tiupan 2
kali atau remasan 2 kali dengan tekanan 30 cm
air, bila dada mengembang, lakukan tahap
berikutnya.
(3) Ventilasi 20 kali dalam 30 detik:
20
(a) Tiup tabung atau remas balon resusitasi sebanyak
20 kali, dalam 30 detik, dengan tekanan 20 cm air
sampai bayi mulai bernapas spontan atau
menangis.
(b) Pastikan dada mengembang saat dilakukan tiupan
atau peremasan, setelah 30 detik lakukan
penilaian ulang napas
(c) Jika bayi mulai bernapas normal/tidak megap-
megap dan atau menangis, hentikan ventilasi
bertahap, kemudian lakukan asuhan pasca
resusitasi.
(d) Jika bayi megap-megap/ tidak bernapas, teruskan
ventilasi kemudian lakukan penilaian ulang napas.
(4) Ventilasi, setiap 30 detik hentikan dan lakukan
penilaian ulang napas.
(a) Jika bayi mulai bernapas normal/tidak megap-
megap dan atau menangis, hentikan ventilasi
bertahap, kemudian lakukan asuhan pasca
resusitasi.
(b) Jika bayi megap-megap/ tidak bernapas, teruskan
ventilasi 20 kali dalam 30 detik, kemudian lakukan
penilaian ulang napas setiap 30 detik.
21
(5) Siapkan rujukan jika bayi belum bernapas spontan
sesudah 2 menit resusitasi:
(a) Jelaskan kepada ibu dan keluarga apa yang
terjadi
(b) Mintalah keluarga untuk mempersiapkan rujukan
(c) Teruskan ventilasi selama mempersiapkan rujukan
(d) Catat keadaan bayi pada formulir rujukan dan
rekam medik persalinan
(6) Lanjutkan ventilasi, nilai ulang napas dan nilai denyut
jantung.
(a) Lanjutkan ventilasi 20 kali dalam 30 detik (dengan
tekanan 20 cm air).
(b) Setiap 30 detik, hentikan ventilasi, kemudian nilai
ulang napas dan nilai denyut jantung
Tahap III: Asuhan Pasca Resusitasi
Setelah tindakan resusitasi, diperlukan asuhan pasca
resusitasi yang merupakan perawatan intensif selama 2
jam pertama. Asuhan yang diberikan sesuai dengan hasil
resusitasi.
2. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
a. Definisi
Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang
lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram tanpa
memperhatikan usia gestasi.
22
Bayi dapat digolongkan sebagai berikut :
1. BBLR prematuritas murni, yaitu BBLR yang memiliki masa
gestasi kurang dari 37 minggu dan berat badan sesuai
dengan berat badan untuk masa gestasi itu atau biasa
disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk masa
kehamilan (SMK).
2. BBLR dismatur, Yaitu BBLR yang lahir dengan berat badan
kurang dari seharusnya untuk masa kehamilan. BBLR
dismatur dapat lahir pada kondisi preterm (kurang bulan-
kecil masa kehamilan), term (cukup bulan-kecil masa
kehamilan), dan post-term (lebih bulan-kecil masa
kehamilan) (Saputra, 2014).
b. Etiologi
1) Faktor ibu
a) Penyakit : misalnya malaria, anemia, sifilis, dan infeksi
TORCH
b) Komplikasi pada kehamilan: misalnya perdarahan
antepartum, pre-eklamsia berat, eklamsia, dan kelahiran
preterm.
c) Usia ibu dan paritas : BBLR banyak terjadi pada ibu yang
berusia dibawah 20 tahun dan pada multi gravidarum,
yang jarak antara kelahirannya terlalu dekat.
23
d) Faktor kebiasaan ibu : misalnya sering merokok,
meminum minuman beralkohol, dan menggunakan
narkoba.
2) Faktro janin
Contoh : prematur, hidramion, kehamilan kembar/ganda
(gemeli), dan kelainan kromosom.
3) Faktor lingkungan
Contoh : tempat tinggal didataran tinggi, radiasi, sosial
ekonomi rendah, dan paparan zat racun (Saputra, 2014).
c. Gambaran Klinis
1) Gambaran klinis BBLR prematuritas murni
Gambaran klinis BBLR prematuritas murni, antara lain:
a) Berat lahir < 2.500 gram, panjang badan < 45 cm, lingkar
dada < 30 cm, lingkar kepala < 33 cm.
b) Masa gestasi kurang dari 37 minggu.
c) Kulit tipis dan mengilap dan lemak subkutan kurang
d) Tulang rawan telinga sangat lunak
e) Lanugo banyak terutama di punggung
f) Putting susu belum terbentuk dengan baik
g) Pembuluh darah kulit banyak terlihat
h) Labia minora belum tertutup labia mayora (pada bayi
perempuan); testis belum turun (pada bayi laki-laki).
i) Pergerakan kurang dan lemah serta tonus otot hipotonik
24
j) Menangis lemah
k) Pernapasan belum teratur
l) Sering mengalami serangan apnea
m) Refleks tonik leher lemah
n) Refleks mengisap serta menelan belum sampurna
(Saputra, 2014).
2) Gambaran klinis dismatur
BBLR dismatur preterm dan term memiliki gambaran klinis
yang sama dengan BBLR prematuritas murni. Bayi dismatur
post-term memiliki gambaran klinis berupa:
a) Kulit pucat bernoda
b) Mekonium kering, keriput, dan tipis
c) Verniks caseosa tipis/tidak ada
d) Jaringan lemak dibawah kulit tipis
e) Bayi tampak gesit, aktif, dan kuat
f) Tali pusat berwarna kuning kehijauan.
d. Risiko BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) Menurut Pantiawati
(2010) :
1) Hipotermia
Dalam kandungan, bayi berada dalam suhu lingkungan yang
normal dan stabil yaitu 36ºC sampai dengan 37ºC. Segera
setelah lahir bayi dihadapkan pada suhu lingkungan yang
umumnya lebih rendah. Perbedaan suhu ini memberi
25
pengaruh pada kehilangan panas tubuh bayi. Selain itu
hipotermi dapat terjadi karena kemampuan untuk
mempertahankan panas dan kesanggupan menambah
produksi panas sangat terbatas karena pertumbuhan otot-
otot yang belum cukup memadai, lemak subkutan yang
sedikit belum matangnya sistem saraf pengaturan suhu
tubuh, luas permukaan tubuh relative lebih besar dibanding
dengan berat badan sehingga mudah kehilangan panas.
Tanda klinis hipotermi yaitu : suhu tubuh dibawah normal,
kulit dingin, akral dingin, sianosis.
Mekanisme hilangnya panas pada bayi baru lahir yaitu
dengan :
a) Radiasi adalah kehilangan panas yang terjadi karena bayi
ditempatkan didekat benda-benda yang mempunyai suhu
tubuh lebih rendah dari suhu tubuh bayi. Bayi bisa
kehilangan panas dengan cara ini karena benda-benda
tersebut menyerap radiasi panas tubuh bayi (walaupun
tidak bersentuhan secara langsung). Contohnya :
Timbangan bayi dingin tanpa alas.
b) Evaporasi adalah jalan utama bayi kehilangan panas,
kehilangan panas dapat terjadi karena penguapan cairan
ketuban pada permukaan tubuh oleh panas tubuh bayi
sendiri karena setelah lahir, tubuh bayi tidak segera
26
dikeringkan. Kehilangan panas juga terjadi pada bayi
yang terlalu cepat dimandikan dan tubuhnya tidak segera
dikeringkan dan diselimuti.
c) Konduksi adalah kehilangan panas tubuh bayi melalui
kontak langsung antara tubuh bayi dengan permukaan
yang dingin. Meja, tempat tidur atau timbangan yang
temperaturnya lebih rendah dari tubuh bayi akan
menyerap panas tubuh bayi melalui mekanisme konduksi
apabila bayi diletakkan diatas benda-benda tersebut,
Contohnya : Pakaian bayi yang basah tidak cepat diganti.
d) Konveksi adalah kehilangan panas tubuh bayi yang
terjadi saat bayi terpapar udara sekitar yang lebih dingin.
Bayi yang dilahirkan atau ditempatkan dalam ruangan
yang dingin akan cepat mengalami kehilangan panas.
Kehilangan panas juga terjadi jika terjadi aliran udara dari
kipas angin, hembusan udara melalui ventilasi atau
pendingin ruangan.
Penceghan Hipotermi pemberian panas yang mendadak
berbahaya karena dapat terjadi apnea sehingga
direkomendasikan penghangatan 0,5-1ºC tiap jam (pada
bayi < 1000 gram penghangatan maksimal 0,6ºC)
(Rukiyah & Lia, 2013)
27
2) Sindrom Gawat Nafas
Kerusakan pernapasan pada bayi prematur dapat
disebabkan belum sempurnanya pembentukan membran
hialin surfaktan paru yang merupakan suatu zat yang
dapat menurunkan tegangan dinding alveoli paru.
Pertumbuhan surfaktan paru mencapai maksimum pada
minggu ke-35 kehamilan. Definisi surfaktan
menyebabkan gangguan kemampuan paru untuk
mempertahankan stabilitasnya, alveolus akan kembali
kolaps setiap akhir ekspirasi sehingga untuk pernapasan
berikutnya dibutuhkan tekanan negative intratoraks yang
lebih besar yang sertai usaha inspirasi yang kuat.
3) Hipoglikemia
Penyelidikan kadar gula darah pada 12 jam pertama
menunjukan bahwa hipoglikemia dapat terjadi
sebanyak 50% pada bayi matur. Glukosa merupakan
sumber utama energy selama masa janin. Kecepatan
glukosa yang diambil janin tergantung dari kadar gula
darah ibu karena terputusnya hubungan plasenta dan
janin menyebabkan terhentinya pemberian glukosa.
Bayi aterm dapat mempertahankan kadar gula darah
50-60 mg/dL selama 72 jam pertama, sedangkan bayi
berat lahir rendah dalam kadar 40 mg/dL.Hal ini
28
disebabkan cadangan glikogen yang belum mencukupi.
Hipoglikemia bila kadar gula darah sama dengan atau
kurang dari 20 mg/dL.
4) Perdarahan Intracranial.
Pada bayi premature pembuluh darah masih sangat
rapuh sehingga mudah pecah. Perdarahan intracranial
dapat terjadi karena trauma lahir, disseminated
intravascular coagulopathy atau trombositopenia
idiopatik. Matriks germinal epidimal yang kaya
pembuluh darah merupakan wilayah yang sangat
rentan terhadap perdarahan selama minggu pertama
kehidupan.
5) Rentan terhadap infeksi
Pemindahan substansi kekebalan dari ibu ke janin
terjadi pada minggu terakhir masa kehamilan. Bayi
prematur mudah menderita infeksi karena imunitas
humoral dan seluler masih kurang hingga bayi mudah
menderita infeksi. Selain itu karena kulit dan selaput
lendir membrane tidak memiliki perlindungan seperti
bayi cukup bulan.
6) Hiperbilirubinemia
Hal ini dapat terjadi karena belum maturnya fungsi
hepar. Kurangnya enzim glukorinil transferase sehingga
29
konjugasi bilirubin indirek menjadi bilirubin direk belum
sempurna, dan kadar albumin darah yang berperan
dalam transportasi bilirubin dari jaringan ke hepar
kurang. Kadar bilirubin normal pada bayi premature
10mg/dL.
e. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada Bayi Berat Lahir Rendah menurut
Saputra (2014):
1) Stabilisasi suhu, jaga bayi tetap hangat.
Cara untuk menstabilkan suhu adalah dengan menjaga agar
tubuh bayi tetap kering dan terhindar dari aliran angin serta
barbagai benda bersuhu dingin.
2) Jaga jalan napas tetap bersih dan terbuka.
3) Nilai segera kondisi bayi, terutama tanda vital : frekuensi
pernapasan, frekuensi denyut jantung, warna kulit, dan
aktivitas.
4) Kelola sesuai dengan kondisi spesifik atau komplikasinya:
a) Jika bayi mengalami gangguan napas, kelola gangguan
napas.
b) Jika bayi kejang hentikan kejang dengan anti konvulsan.
c) Jika bayi dehidrasi, pasang jalur intravena, berikan cairan
rehidrasi, IV.
30
Penatalaksanaan pada Bayi Berat Lahir Rendah menurut
Rukiyah & Lia, (2013) :
1) Mempertahnkan suhu tubuh dengan ketat. BBLR mudah
mengalami hipotermi,oleh sebab itu suhu tubuhnya harus
dipertahankan dengan ketat
2) Mencegah infeksi dengan ketat. BBLR sangat rentan dengan
infeksi, perhatikan prinsip-prinsip pencegahan infeksi
termasuk mencuci tangan sebelum memegang bayi.
3) Pengawasan nutrisi/ASI. Refleks menelan BBLR belum
sempurna, oleh sebab itu pemberian nutrisi harus dilakukan
dengan cermat.
4) Penimbangan ketat. Perubahan berat badan mencerminkan
kondisi gizi/nutrisi bayi dan erat kaitannya dengan daya
tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan berat badan harus
dilakukan dengan ketat.
5) Kain yang basah secepatnya diganti dengan kain yang
kering dan bersih, pertahankan suhu tetap hangat.
6) Kepala bayi ditutupi topi, beri oksigen bila perlu
7) Tali pusat dalam keadaan bersih.
8) Beri minum dengan sonde/tetes dengan pemberian ASI.
9) Bila tidak mungkin infuse dekstrose 10% + bicabornas
natricus 1,5% = 4 : 1, hari 1 = 60 cc/kg/hari (kolaborasi
dengan dokter) dan berikan antibiotic.
31
Penanganan berat bayi lahir rendah (BBLR) dengan metode
kanguru Menurut Pantiawati (2010) :
Bayi yang lahir dengan berat badan < 2500 gram membutuhkan
perawatan dengan peralatan yang lebih khusus, sehingga
sebaiknya segera dirujuk. Bila rujukan tidak dapat dilaksanakan
dapat dilakukan perawatan kanguru dimana ibu atau anggota
keluarga lainnya yang memakai baju khusus, meletakkan bayi
didada tanpa pakaian (skin to skin) sambil melakukan kegiatan
lain.
Metode Kanguru : prinsip dasar metode kanguru adalah
mengganti perawatan bayi berat lahir rendah (BBLR) dalam
incubator. Ibu diidentikan sebagai kanguru yang dapat
memberikan suhu optimal (36,5 - 37,5ºC) dengan cara
mendekap bayinya. Suhu yang optimal ini diperoleh karena
adanya kontak langsung antara kulit bayi dan kulit ibu. Suhu ibu
merupakan sumber panas yang efisien dan murah yang dapat
memberikan lingkungan hangat pada bayi. Kontak yang erat
dan interaksi antara ibu dan bayi akan meningkatkan
perkembangan psikomotor bayi sebagai reaksi rangsangan
sensoris yang diberikan ibu pada bayinya. Bayi baru lahir yang
telah memakai popok dan tutup kepala/topi diletakkan diantara
kedua payudara ibu,ditutupi oleh baju ibu yang berfungsi
sebagai kantong kanguru. Ibu berfungsi sebagai induk bayi,
32
posisi bayi dalam kantung kanguru adalah tegak/vertical pada
siang hari ketika ibu berdiri atau duduk dan tengkurap/miring
pada malam hari ketika ibu berbaring atau tidur.
3. Hubungan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) Dengan Kejadian
Asfiksia Neonatorum.
Asfiksia neonatorum merupakan suatu keadaan pada bayi
baru lahir yang mengalami gagal bernapas secara spontan dan
teratur segera setelah lahir sehingga bayi tidak adapat memasukan
oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang dari
tubuhnya (Dewi, 2011). Asfiksia neonatorum menurut IDAI (Ikatan
Dokter Anak Indonesia) adalah kegagalan napas secara spontan
dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir yang
ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia, dan asidosis (Saputra,
2014).
Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir
dengan berat badan kurang dari 2.500 gram tanpa memperhatikan
usia gestasi (Saputra, 2014). Berdasarkan distribusi BBLR paling
banyak ibu melahirkan bayi dengan berat badan kurang dari 2500
gram. Bayi berat lahir rendah mempunyai masalah antara lain :
pusat pengaturan pernapasan dan alat pencernaannya belum
sempurna, kemampuan metabolisme panas masih rendah
sehingga dapat berakibat terjadinya asfiksia, asidosis dan dan
mudah terjdi infeksi. Bayi yang dilahirkan BBLR umumnya kurang
33
mampu meredam tekanan lingkungan yang baru, sehingga
berakibat pada terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan,
bahkan dapat mengganggu kelangsungan hidupnya, selain itu juga
akan meningkatkan resiko kesakitan dan kematian bayi karena
rentan terhadap infeksi saluran pernapasan bagian bawah
(katiandagho & Kusmiyati, 2015).
Berat badan lahir merupakan salah satu faktor risiko yang
menjadi penyebab utama untuk terjadinya asfiksia neonatorum. Hal
ini terlihat dari penelitian yang dilakukan oleh Desfauza dari
Universitas Sumatera Utara pada tahun 2008, menyatakan bahwa
berat badan lahir merupakan salah satu faktor risiko yang
berhubungan secara signifikan dan sangat dominan pada kejadian
asfiksia neonatorum di RSU DR. Pirnga di Medan. Bayi yang lahir
dengan berat badan kurang memiliki risiko terjadi asfiksia sebesar
79,5%, sedangkan bayi dengan berat badan normal berisiko
sebesar 20,5%.
B. Landasan Teori
Asfiksia pada bayi baru lahir adalah suatu keadaan dimana bayi
tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir.
Hal ini disebabkan oleh karena hipoksia (kekurangan oksigen) janin
dalam kandungan yang terjadi pada saat kehamilan, persalinan atau
segera setelah bayi lahir. Hipoksia dapat menghambat adaptasi bayi
34
baru lahir terhadap kehidupan diluar rahim ibu (Maryunani & Nurhayati,
2008).
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan
dari anoksia/hipoksia janin. Tiga hal perlu mendapat perhatian yaitu:
Denyut jantung janin, Mekonium pada air ketuban, Pemeriksaan PH
darah janin. Penyebab asfiksia neonatorum mempunyai dimensi
multifaktor. Ada beberapa faktor terjadinya asfiksia neonatorum salah
satunya adalah berat bayi lahir rendah (BBLR) (Rukiyah & Lia, 2013).
Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir
dengan berat badan kurang dari 2.500 gram tanpa memperhatikan
usia gestasi.
Bayi dapat digolongkan sebagai berikut :
1. BBLR prematuritas murni, yaitu BBLR yang memiliki masa gestasi
kurang dari 37 minggu dan berat badan sesuai dengan berat badan
untuk masa gestasi itu atau biasa disebut neonatus kurang bulan
sesuai untuk masa kehamilan (SMK).
2. BBLR dismatur, Yaitu BBLR yang lahir dengan berat badan kurang
dari seharusnya untuk masa kehamilan. BBLR dismatur dapat lahir
pada kondisi preterm (kurang bulan-kecil masa kehamilan), term
(cukup bulan-kecil masa kehamilan), dan post-term (lebih bulan-
kecil masa kehamilan) (Saputra, 2014).
35
C. Kerangka Teori
Gambar 1. Kerangka Teori BBLR dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum
yang dimodifikasi dari Maryunani & Nurhayati, (2008),
Departemen Kesehatan RI (2008), Departemen Kesehatan RI,
(2011).
Faktor Ibu 1. Preeclampsia dan
eklampsia 2. Demam selama
persalinan 3. Infeksi berat
(malaria, sifilis, TBC, HIV)
4. Kehamilan post matur (sesudah 42 minggu kehamilan)
5. Keracunan obat-obat bius
6. Ibu mengalami Diabetes mellitus, primitua, penyakit jantung
Faktor Tali Pusat
1. Lilitan tali pusat
2. Tali pusat
pendek
3. Simpul tali
pusat
4. Prolapsus tali
pusat
Faktor Bayi
1. Bayi prematur 2. letak lintang, bayi
kembar, distosia bahu.
3. Kelainan kongenital 4. Air ketuban
bercampur mekonium (warna kehijauan)
5. Fetal distrase (gawat janin)
6. Berat Badan Lahir Rendah
Faktor persalinan
1. Partus lama/ partus macet
2. Induksi persalinan
3. Persalinan
dengan
forcep/cunam
4. Section
caesarea
Asfiksia Neonatorum
(Bayi tidak menangis, tidak
bernapas spontan atau megap-
megap)
36
D. Kerangka konsep penelitian
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat digambarkan kerangka
konsep sebagai berikut :
Gambar 2. Kerangka Konsep
Keterangan :
Variabel Independen : BBLR
Variabel Dependen : Asfiksia neonatorum
E. Hipotesis
Ada hubungan antara Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) dengan
kejadian asfiksia neonatorum.
Berat Bayi Lahir
Rendah (BBLR)
Asfiksia Pada Bayi
Baru Lahir
37
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian analitik observasional
dengan rancangan penelitian Case Control yang digunakan untuk
mengetahui penyebab penyakit dengan menginvestigasi hubungan
antara faktor resiko dengan kejadian penyakit (Swarjana, 2015). Pada
studi kasus control penelitian dimulai dengan mengidentifikasi pasien
dengan efek atau penyakit tertentu (yang disebut sebagai kasus) dan
kelompok tanpa efek (disebut sebagai control) kemudian secara
retrospektif diteliti faktor resiko. Maksudnya efek diidentifikasi saat ini
kemudian faktor resiko diidentifikasi pada masa lalu (retrospektif)
(Siswanto dkk, 2015).
Faktor risiko (+)
Faktor risiko (-)
Faktor risiko (+)
Faktor risiko (-)
Gambar. 3 Skema Rancangan Penelitian
Berat Bayi Lahir Rendah
Berat Bayi Lahir Normal
Berat Bayi Lahir Rendah
Berat Bayi Lahir
Normal
Asfiksia
neonatorum
Tidak
Asfiksia
neonatorum
Semua Bayi
baru lahir
Retrospektif
Retrospektif
38
B. Waktu dan lokasi penelitian
1. Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di RSU Dewi Sartika Kota Kendari
Provinsi Sulawesi Tenggara.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2017.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bayi yang lahir
di RSU Dewi Sartika pada tahun 2016 yang tercatat pada buku
register berjumlah 1480 bayi.
2. Sampel
Sampel yaitu bayi lahir yang mengalami asfiksia sebagai
kasus dan bayi lahir yang tidak mengalami asfiksia sebagai control
yang tercatat dalam buku register (medical record) di RSU Dewi
Sartika yaitu berjumlah 294 bayi. Perbandingan sampel kasus dan
control adalah 1:1 dimana:
a. Kelompok kasus
Bayi dengan asfiksia yang tercatat dalam buku registrasi
(medical record) di RSU Dewi Sartika tahun 2016 sebanyak 147
bayi, tehnik pengambilan sampel dengan cara purposive
sampling. Dimana pengambilan sampel yang didasarkan atas
pertimbangan peneliti sendiri dengan seluruh bayi yang
39
mengalami asfiksia diambil sebagai kasus (Suyanto & Ummi,
2008).
b. Kelompok control
Bayi yang lahir tidak asfiksia berjumlah 147 bayi. Teknik
pengambilan sampel control dengan cara sistematik random
sampling, dimana seluruh bayi yang tidak asfiksia diurut
memakai nomor, lalu dari 1333 bayi yang tidak mengalami
asfiksia dibagi jumlah control yang diambil yaitu 1333 : 147 =
9,06, sehingga sample untuk control yang akan diambil adalah
kelipatan 9.
D. Identifikasi Variabel Penelitian.
1. Variabel terikat (dependent) yaitu kejadian asfiksia.
2. Variabel bebas (independent) yaitu berat bayi lahir rendah (BBLR).
E. Definisi Operasional
1. Asfiksia neonatorum adalah kegagalan napas secara spontan dan
teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir yang
ditandai dengan hipoksemia, hiperkardia, dan asidosis. Skala ukur
adalah nominal.
Kriteria Objektif :
a. Asfiksia : jika nilai APGAR score < 7
b. Tidak asfiksia : jika nilai APGAR score ≥ 7
40
2. Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir
kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir
adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir.
Kriteria objektif :
a. Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) : < 2500 gram.
c. Berat Bayi Lahir Normal : ≥ 2500 gram.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian digunakan untuk mendapat data yang
relevan dengan masalah yang diteliti yaitu menggunakan instrument
pengumpulan data berupa data skunder medical record RSU Dewi
Sartika Provinsi Sulawesi Tenggara yang meliputi data kejadian
asfiksia dan tidak asfiksia.
41
G. Alur Penelitian
Alur penelitian dijelaskan sebagai berikut :
Gambar 4. Alur Penelitian
H. Pengolahan Data
Data diolah secara manual dengan menggunakan kalkulator
sebelum pengelolahan data terlebih dahulu dilakukan :
1. Editing (memeriksa data)
Editing merupakan kegiatan untuk memeriksa kelengkapan data
yang telah dikumpulkan. Data yang telah terkumpul kemudian
Populasi
Bayi yang lahir di RSU Dewi Sartika Tahun 2016 sebanyak 1480 bayi
Sampel
Bayi lahir yang mengalami asfiksia sebagai kasus dan bayi lahir yang
tidak mengalami asfiksia sebagai control
Pengumpulan Data
Analisis Data
Pembahasan
Kesimpulan
42
diteliti kembali dan data disusun serta dipisahkan sesuai variabel
penelitian.
2. Coding (member kode)
Coding yaitu merupakan instrument berupa kolom-kolom untuk
merekam data secara rinci. Untuk memudahkan dalam pengolahan
data, semua variabel diberi kode terutama data klasifikasi.
3. Tabulating (menyusun data)
Tabulasi adalah membuat tabel data, sesuai dengan tujuan
penelitian atau yang diinginkan oleh peneliti.
I. Analisa Data
Setelah seluruh data yang diperoleh telah akurat maka diadakan
proses analisis dengan menggunakan 2 cara :
1. Analisis Univariabel
Analisis Univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran umum
dengan cara mendeskripsikan tiap-tiap variabel yang digunakan
dalam penelitian yaitu dengan melihat gambaran distribusi
frekuensi dengan menggunakan rumus :
x 100%
Keterangan :
Pi : Persentase masing-masing kelompok
fi : Frekuensi atau jumlah pada setiap kelompok
N : Total sampel penelitian (Siswanto dkk, 2015)
43
2. Analisis Bivariabel
Menganalisis data mengenai hubungan berat bayi lahir rendah
dengan kejadia asfiksia pada bayi baru lahir, analisis yang
digunakan dengan menggunakan chi square (x2) dan uji odds ratio
(OR).
a. Rumus Uji Chi Square
Untuk mendeskripsikan hubungan antara independent variabel
dan dependent variable. Uji statistik yang digunakan adalah chi-
square. Adapun rumus chi square yang digunakan adalah :
Keterangan:
Ʃ : jumlah
x2 : statistik chi square
O : nilai frekuensi yang diobservasi
E : nilai frekuensi yang diharapkan
Pengambilan kesimpulan dari pengujian hipotesa adalah ada
hubungan juka ρ value < 0,05 dan tidak ada hubungan jika ρ
value > 0,05 atau x2 hitung > x2 tabel maka H0 titolak dan H1
diterima yang berarti ada hubungan dan x2 hitung < x2 tabel
maka H0 tabel diterima dan H1 ditolak yang berarti tidak ada
hubungan.
44
b. Rumus Odds Ratio (OR)
Untuk mendeskripsikan risiko independent variabel pada
dependent variable, uji statistik yang digunakan adalah
perhitungan Odds Ratio (OR). Mengetahui besarnya OR dapat
diestimasi faktor risiko yang diteliti. Perhitungan OR
menggunakan tabel 2x2 sebagai berikut:
Tabel 2. Tabel Kontingensi 2x2 Odds Ratio pada Penelitian
Case Control Study
Faktor Risiko Kejadian Asfiksia
Jumlah Kasus Kontrol
Positif (+) a b a+b
Negatif (-) c d c+d
Jumlah a+c b+d a+b+c+d
Keterangan:
a : jumlah kasus dengan risiko positif
b : jumlah kontrol dengan risiko positif
c : jumlah kasus dengan risiko negatif
d : jumlah kontrol dengan risiko negatif
Rumus Odds Ratio:
OR=
Estiminasi koefisien interval (CI) ditetapkan pada tingkat
kepercayaan 95% interpretasi :
45
Jika OR > 1 : faktor yang diteliti merupakan faktor risiko
Jika OR = 1 : faktor yang diteliti bukan merupakan faktor risiko
(tidak ada hubungan)
Jika OR < 1 : faktor yang diteliti merupakan faktor protektif.
46
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Letak Geografis
RSU Dewi Sartika Kendari terletak di Jalan Kapten Piere
Tendean No.118 Kecamatan Baruga Kota Kendari Ibu Kota
Provinsi Sulawesi Tenggara. Lokasi ini sangat strategis karena
berada ditengah-tengah lingkungan pemukiman penduduk dan
mudah dijangkau dengan kendaraan umum karena berada disisi
jalan raya dengan batas-batas sebagai berikut :
a. Sebelah utara : Perumahan penduduk
b. Sebelah selatan : Jalan raya Kapten Piere Tendean
c. Sebelah timur : Perumahan penduduk
d. Sebelah barat : Perumahan penduduk
2. Lingkungan fisik
RSU Dewi Sartika Kendari berdiri diatas tanah seluas 1.624
m² dengan luas bangunan 957,90 m². RSU Dewi Sartika Kendari
selama kurun waktu 7 tahun sejak berdirinya tahun 2009 sampai
dengan tahun 2016 telah melakukan pengembangan fisik
bangunan sebagai bukti keseriusan untuk berbenah dan
memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat khususnya
masyarakat kota kendari.
47
3. Status
RSU Dewi Sartika Kendari yang mulai dibangun /didirikan
tahun 2009 dengan izin operasional sementara dari walikota
Kendari No.56/IZN/XI/2010/001 tanggal 5 november 2010, maka
rumah sakit ini resmi berfungsi dan melakukan kegiatan-kegiatan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat pencari jasa kesehatan
dibawah naungan Yayasan Widya Ananda Nugraha Kendari yang
sekaligus sebagai pemilik rumah sakit. RSU Dewi Sartika Kendari
telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan RI menjadi Rumah
sakit type D.
4. Organisasi dan Manajemen
Pemimpin RSU Dewi Sartika Kendari disebut Direktur.
Direktur dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab penuh
kepada pemilik rumah sakit dalam hal ini ketua Yayasan Widya
Ananda Nugraha dan dibantu oleh Kepala Tata Usaha dan 4
(empat) orang Kepala Bidang yakni ; Kepala Bidang Keuangan dan
Klaim, Kepala Bidang Pelayanan Medik, Kepala Bidang Penunjang
Medik, dan Kepala Bidang Perlengkapan dan sanitasi.
a. Kepala Bidang Keuangan dan Klaim
1. Kasir/Juru Bayar
2. Administrasi Klaim
b. Kepala Bidang Pelayanan Medik
1. Instalasi Gawat Darurat
48
2. Instalasi Rawat Jalan (IRJ)
3. Instalasi Rawat Inap (IRNA)
4. Instalasi Gizi
5. Instalasi Farmasi
6. Kamar Operasi
7. Rekam Medik
8. HCU
9. Ruang Sterilisasi
10. Ambulance, dll
c. Kepala Bidang Penunjang Medis
1) Laboratorium
2) Radiologi
d. Kepala Bidang Perlengkapan dan Sanitasi
1. Perlengkapan
2. Keamanan
3. Kebersihan
Selain pengorganisasian tersebut diatas terdapat 2 (dua) kelompok
yang sifatnya kemitraan yakni :
a. Komite Medik, dan
b. Satuan Pengawasan Intern
Dengan demikian struktur organisasi RSU Dewi Sartika Kendari
tergambar sebagai berikut (terlampir)
49
5. Tugas Pokok dan Fungsi Rumah Sakit Umum Dewi Sartika
Kendari
Tugas pokok RSU Dewi Sartika Kendari adalah melakukan
upaya kesehatan secara efisien dan efektif dengan mengutamakan
penyembuhan dan pemulihanyang dilaksanakan secara serasi dan
terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta
melaksanakan upaya rujukan.
Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana tersebut
diatas RSU Dewi Sartika Kendari mempunyai fungsi:
a. Menyelenggarakan pelayanan medik
b. Menyelenggarakan pelayanan dan asuhan keperawatan
c. Menyelenggarakan pelayanan penunjang medik
d. Menyelenggarakan pelayanan rujukan
e. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
f. Menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan
6. Sarana dan Prasaran
Sarana dan prasarana RSU Dewi Sartika Kendari adalah
sebagai berikut :
a. IGD, Poliklinik Spesialis, Ruangan perawatan Kelas I, Kelas II,
Kelas 3 dengan fasilitasnya
b. Listrik dari PLN tersedia 5500 watt dibantu dengan 1 unit genset
sebagai cadangan
50
c. Air yang digunakan di RSU Dewi Sartika adalah air dari sumur
bor yang ditampung dalam reservoir dan berfungsi 24 jam.
d. Sarana komunikasi berupa telepon, fax dan dilengkapi dengan
fasilitas Internet (Wi Fi)
e. Alat Pemadam kebakaran
f. Pembuangan limbah
g. Untuk sampah disediakan tempat sampah disetiap ruangan dan
juga diluar ruangan, sampah akhirnya dibuang ketempat
pembuangan sementara (2 bak sampah) sebelum diangkat oleh
mobil pengangkut sampah.
h. Untuk limbah cair ditiap-tiap ruangan disediakan kamar mandi
dan WC dengan septic tank serta saluran pembuangan limbah.
i. Pagar seluruh areal rumah sakit terbuat dari tembok.
7. Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di RSU Dewi Sartika
Kendari adalah sebagai berikut :
a. Pelayanan medis
1) Instalasi Gawat Darurat
2) Instalasi Rawat Jalan
(a) Poliklinik Obsgyn
(b) Poliklinik Umum
(c) Poliklinik Penyakit Dalam
(d) Poliklinik Mata
51
(e) Poliklinik Bedah
(f) Poliklinik Anak
(g) Poliklinik THT
(h) Poliklinik Radiologi
(i) Poliklinik Jantung
(j) Poliklinik Gigi Anak
3) Instalasi Rawat Inap
(a) Dewasa/Anak/Umum
(b) Persalinan
4) Kamar Operasi
(a) Operasi Obsgyn
(b) Bedah umum
5) HCU
6) Pelayanan penunjang medis
(a) Instalasi Farmasi
(b) Radiologi
(c) Laboratorium
(d) Instalasi Gizi
(e) Ambulance
7) Pelayanan Non Medis
(a) Sterilisasi
(b) Laundry
52
8. Fasilitas Tempat Tidur
Jumlah Tempat Tidur yang ada di RSU Dewi Sartika Kendari
adalah sebanyak 91 buah tempat tidur yang terbagi dalam
beberapa kelas perawatan yakni sebagai berikut :
Tabel 3. Jumlah Tempat Tidur RSU Dewi Sartika Kendari Tahun 2015.
No Jenis Ruangan Jumlah Keterangan
1. 2 3 4
1. VIP 14
2. Kelas I 10
3. Kelas II 12
4. Kelas III/Bangsal/Internal 37
5. IGD 11
6. Ruang Bersalin 7
Jumlah 91
Sumber : Data Primer
9. Sumber Daya Manusia (SDM)
Sumber Daya Manusia di RSU Dewi Sartika Kendari
berjumlah 160 terdiri dari ( 17 : Part Time, 143 : Full Time) dengan
spesifikasi pendidikan sebagai berikut :
53
Tabel 4. Jumlah SDM RSU Dewi Sartika Kendari Tahun 2014
No Jenis Tenaga
Status Ketenagaan
Jenis Kelamin
Tetap Tidak Tetap
L P
I. Tenaga Medis
1. Dokter Spesialis Obgyn 1 1 2 -
2. Dokter Spesialis bedah - 1 1 -
3.Dokter Spesialis Interna - 1 1 -
4.Dokter Spesialis Anastesi - 1 1 -
5.Dokter Spesialis PK - 1 - 1
6.Dokter Spesialis Anak - 1 - 1
7.Dokter Spesialis Radiologi - 1 1 -
8.Dokter Spesialis THT - 1 - 1
9.Dokter Spesialis Mata - 1 1 -
10.Dokter Spesialis Jantung - 1 1 -
11.Dokter Gigi Anak - 1 - 1
12.Dokter Umum - 3 3 -
II. Paramedis
1.S1 Keperawatan/Nurse 26 - 10 16
2.D-IV Kebidanan 5 2 - 7
3.D-III Bidan 43 - - 43
4.D-III Keperawatan 56 - 11 45
III. Tenaga Kesehatan Lainnya
1.Master Kesehatan 1 - - -
2. Apoteker 1 2 1 1
3. D-III Farmasi 1 2 1 1
4.S 1 Gizi 3 - - 1
5.D-III Analis Kesehatan - 1 2
IV Non Medis
1. DII/Keuangan 1 - - 1
2. Diploma Komputer 1 - - 1
3.SLTA/SMU 11 - 2 9
Jumlah 67 19 24 60
Sumber : Data Primer
54
10. Sumber Pembiayaan
Sumber pembiayaan RSU Dewi Sartika Kendari berasal dari :
a. Pengelolaan Rumah Sakit, dan
b. Yayasan Widya Ananda Nugraha Kendari
B. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanankan di Ruang Rekam Medik RSU Dewi
Sartika, mengenai hubungan Berat Bayi Lahir Rendah dengan
Kejadian Asfiksia pada bayi baru lahir di RSU Dewi Sartika Provinsi
Sulawesi Tenggara Tahun 2016. Penelitian dilaksanakan dari tanggal
03 Mei – 16 Mei 2017, dengan menggunakan data sekunder. Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh bayi yang lahir hidup di ruang
bersalin RSU Dewi Sartika yang tercatat dalam buku sensus harian
ruang bayi RSU Dewi Sartika Tahun 2016 yaitu sebanyak 1480
kelahiran, kemudian mengumpulkan data dengan teknik purposive
sampling dan teknik sistematik random sampling sehingga didapatkan
jumlah sampel yang mewakili populasi sebanyak 294 sampel yang
terdiri dari sampel kasus dan kontrol.
Berdasarkan hasil pengelolaan data yang dilakukan dan disajikan
dalam bentuk tabel distribusi frekuensi persentase dan tabel analisis
hubungan antara variabel independen dan variabel dependen adalah
sebagai berikut:
55
1. Analisis Univariabel
Penelitian yang telah dilaksanakan di Ruang Rekam Medik
RSU Dewi Sartika mulai tanggal 03 Mei – 16 Mei 2017 dengan
mencatat data sekunder dari rekam medik dari jumlah sampel bayi
yang mengalami asfksia 147 bayi dan jumlah bayi yang tidak
mengalami asfiksia 1333 bayi kemudian data dioleh secara
komputerisasi selanjutnya hasi pengolahan data disajikan dalam
bentuk tabel dan dinarasikan sebagai berikut:
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Kejadian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir Di RSU Dewi Sartika Provinsi Sulawasi Tenggara
Asfiksia Jumlah Respon Presentase (%)
Ya (< 7) 147 9,93 %
Tidak (≥ 7) 1333 90,06 %
Jumlah 1480 100 %
Sumber : Rekam Medik RSU Dewi Sartika Provinsi Sulawesi
Tenggara
Berdasarkan tabel 5 diatas menunjukan bahwa jumlah
responden dalam penelitian ini adalah 1480 orang, dimana jumlah
bayi lahir yang mengalami asfiksia sebanyak 147 bayi (9,93%) dan
bayi yang tidak mengalami asfiksia sebanyak 1333 bayi (90,06%).
56
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Berat Bayi Lahir Rendah Di RSU Dewi Sartika Provinsi Sulawasi Tenggara
Berat Bayi Lahir Jumlah responden Presentase
Berat Bayi Lahir Normal
224 76,19 %
Berat Bayi Lahir Rendah
70 23,80 %
Jumlah 294 100 %
Sumber : Rekam Medik RSU Dewi Sartika Provinsi Sulawesi
Tenggara
Berdasarkan tabel 6 diatas menunjukan bahwa dari 294 Ibu
yang melahirkan diperoleh ibu yang melahirkan dengan berat bayi
lahir normal berjumlah 224 orang (76,19 %) dan bayi lahir dengan
berat bayi lahir rendah berjumlah 70 orang (23,80%).
2. Analisa Bivariabel
Analisa bivariabel dilakukan untuk melihat hubungan antara
variable independen dengan variable dependen yaitu hubungan
berat bayi lahir rendah dengan kejadian asfiksia neonatorum. Hasil
uji statistik dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
57
Tabel 7. Distribusi Hubungan Berat Bayi Lahir Rendah dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum pada Bayi Baru Lahir Di RSU Dewi Sartika Provinsi Sulawasi Tenggara tahun 2016
Berat Bayi Lahir
Asfiksia Tidak Asfiksia X2Hit X2
Tabel OR
N % n %
14,70 3.841 3
Berat Bayi Lahir Rendah
49 33,33 21 14,29
Berat Bayi Lahir Normal
98 66,67 126 85,71
Jumlah 147 100 147 100
Sumber : Rekam Medik RSU Dewi Sartika Provinsi Sulawesi
Tenggara
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa hasil uji
Chi-Square, X2Hit = 14,70 dan X2
Tabel = 3,841 maka Ha diterima dan
Ho ditolak dengan taraf hubungan signifikan α = 0,05 (nilai X2Hit >
X2Tabel) . Ini berarti ada hubungan yang signifikan antara berat bayi
lahir rendah dengan kejadian asfiksia neonatorum di RSU Dewi
Sartika Sulawesi Tenggara Tahun 2016.
Berdasarkan uji stastistik Odd Ratio (OR) didapatkan hasil
bahwa nilai OR = 3. Bahwa keseluruhan sampel bayi yang lahir
dengan berat bayi lahir rendah pada kelompok kasus sebanyak
(33,33%) sedangkan kelompok control (14,29%). Dan menemukan
bahwa ibu yang melahirkan dengan berat bayi lahir rendah memiliki
resiko 3 kali lebih besar untuk mengalami asfiksia neonatorum pada
bayinya dibanding dengan ibu yang melahirkan dengan berat bayi
lahir normal.
58
C. Pembahasan
Hasil menunjukan ada beberapa hal yang diperoleh mengenai
hubungan berat bayi lahir rendah dengan kejadiaan asfiksia
neonatorum akan dijelaskan sebagai berikut :
1. Kejadian Asfiksia Neonatorum
Berdasarkan table 5 menunjukan bahwa bayi yang mengalami
asfiksia sebanyak 147 (9,93%) bayi dan yang tidak asfiksia
sebanyak 1333 (90,06%) bayi.
Asfiksia pada bayi baru lahir adalah suatu keadaan dimana
bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur segera
setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh karena hipoksia (kekurangan
oksigen) janin dalam kandungan yang terjadi pada saat kehamilan,
persalinan atau segera setelah bayi lahir. Hipoksia dapat
menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan diluar
rahim ibu (Maryunani & Nurhayati, 2008).
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan
kelanjutan dari anoksia/hipoksia janin. Tiga hal perlu mendapat
perhatian yaitu: Denyut jantung janin, Mekonium pada air ketuban,
Pemeriksaan PH darah janin. Penyebab asfiksia neonatorum
mempunyai dimensi multifaktor. Ada beberapa faktor terjadinya
asfiksia neonatorum salah satunya adalah berat bayi lahir rendah
(BBLR) (Rukiyah & Lia, 2013).
59
2. Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR).
Berdasarkan tabel 6 diatas menunjukan bahwa dari 294 Ibu
yang melahirkan diperoleh ibu yang melahirkan dengan berat bayi
lahir normal berjumlah 224 orang (76,19 %) dan bayi lahir dengan
berat bayi lahir rendah berjumlah 70 orang (23,81%).
Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir
dengan berat badan kurang dari 2.500 gram tanpa memperhatikan
usia gestasi (Saputra, 2014). Berdasarkan distribusi BBLR paling
banyak ibu melahirkan bayi dengan berat badan kurang dari 2500
gram. Bayi berat lahir rendah mempunyai masalah antara lain :
pusat pengaturan pernapasan dan alat pencernaannya belum
sempurna, kemampuan metabolisme panas masih rendah
sehingga dapat berakibat terjadinya asfiksia, asidosis dan dan
mudah terjdi infeksi. Bayi yang dilahirkan BBLR umumnya kurang
mampu meredam tekanan lingkungan yang baru, sehingga
berakibat pada terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan,
bahkan dapat mengganggu kelangsungan hidupnya, selain itu juga
akan meningkatkan resiko kesakitan dan kematian bayi karena
rentan terhadap infeksi saluran pernapasan bagian bawah
(Katiandagho & Kusmiyati, 2015).
60
3. Hubungan Kejadian Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) Dengan
Asfiksia Neonatorum
Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 147 bayi dengan
asfiksia neonatorum terdapat 49 bayi (33,3%) mengalami Berat
Bayi Lahir Rendah dan 98 orang (66,6%) lahir dengan Berat Bayi
Lahir Normal, sedangkan dari 147 bayi dengan tanpa asfiksia
neonatorum terdapat 21 bayi (14,2%) bayi menderita Berat Bayi
Lahir Rendah dan 126 bayi (85,7%) Berat Bayi Lahir Normal.
Hasil uji Chi-Square, X2Hit = 14,70 dan X2
Tabel = 3,841 maka
Ha diterima dan Ho ditolak dengan taraf hubungan signifikan α =
0,05. Ini berarti ada hubungan yang signifikan antara berat bayi
lahir rendah dengan kejadian asfiksia neonatorum di RSU Dewi
Sartika Sulawesi Tenggara Tahun 2016.
Berdasarkan uji stastistik Odd Ratio (OR) didapatkan hasil
bahwa nilai OR = 3. Bahwa keseluruhan sampel bayi yang lahir
dengan berat bayi lahir rendah pada kelompok kasus sebanyak
(33,33%) sedangkan kelompok control (14,29%). Dan menemukan
bahwa ibu yang melahirkan dengan berat bayi lahir rendah memiliki
resiko 3 kali lebih besar untuk mengalami asfiksia neonatorum pada
bayinya dibanding dengan ibu yang melahirkan dengan berat bayi
lahir normal
Berat badan lahir merupakan salah satu faktor risiko yang
menjadi penyebab utama untuk terjadinya asfiksia neonatorum. Hal
61
ini terlihat dari penelitian yang dilakukan oleh Desfauza dari
Universitas Sumatera Utara pada tahun 2008, menyatakan bahwa
berat badan lahir merupakan salah satu faktor risiko yang
berhubungan secara signifikan dan sangat dominan pada kejadian
asfiksia neonatorum di RSU DR. Pirnga di Medan. Bayi yang lahir
dengan berat badan kurang memiliki risiko terjadi asfiksia sebesar
79,5%, sedangkan bayi dengan berat badan normal berisiko
sebesar 20,5%.
Asfiksia neonatorum merupakan suatu keadaan pada bayi
baru lahir yang mengalami gagal bernapas secara spontan dan
teratur segera setelah lahir sehingga bayi tidak adapat memasukan
oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang dari
tubuhnya (Dewi, 2011). Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya
merupakan kelanjutan dari anoksia/hipoksia janin. Tiga hal perlu
mendapat perhatian yaitu: Denyut jantung janin, Mekonium pada air
ketuban, Pemeriksaan PH darah janin. Penyebab asfiksia
neonatorum mempunyai dimensi multifaktor. Ada beberapa faktor
terjadinya asfiksia neonatorum salah satunya adalah berat bayi
lahir rendah (BBLR) (Rukiyah & Lia, 2013).
Berdasarkan distribusi BBLR paling banyak ibu melahirkan
bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram. Bayi berat lahir
rendah mempunyai masalah antara lain : pusat pengaturan
pernapasan dan alat pencernaannya belum sempurna,
62
kemampuan metabolisme panas masih rendah sehingga dapat
berakibat terjadinya asfiksia, asidosis dan dan mudah terjdi infeksi.
Bayi yang dilahirkan BBLR umumnya kurang mampu meredam
tekanan lingkungan yang baru, sehingga berakibat pada
terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan, bahkan dapat
mengganggu kelangsungan hidupnya, selain itu juga akan
meningkatkan resiko kesakitan dan kematian bayi karena rentan
terhadap infeksi saluran pernapasan bagian bawah (katiandagho &
Kusmiyati, 2015).
Penelitian menurut Maharyati (2013) dengan judul Hubungan
Berat Bayi Lahir Rendah Dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum,
terdapat hubungan yang signifikan antara BBLR dengan kejadian
asfiksia pada bayi baru lahir dimana bayi yang dilahirkan dengan
berat bayi lahir rendah diperkirakan 19,384 kali memiliki resiko
asfiksia dari pada berat bayi lahir normal, dimana jumlah sampel
208, terdapat 104 kasus asfiksia didapatkan bayi berat lahir rendah
sebanyak 38 responden (36,5%) dan berat bayi lahir normal 66
responden (63,5%), sedangkan dari 104 kasus bayi yang tidak
asfiksia didapatkan berat bayi lahir rendah sebanyak 3 responden
(2,9%) dan berat bayi lahir normal 101 responden (97,1%).
63
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari penelitian yang penulis lakukan mengenai hubungan antara
berat bayi lahir rendah dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir di
RSU Dewi Sartika Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2016. Yang
dilaksanakan pada tanggal 03 Mei – 16 Mei 2017, didapat kesimpulan
bahwa
1. Jumlah ibu yang melahirkan dengan berat bayi lahir rendah (BBLR)
sebanyak 70 (23,81%) bayi dan bayi lahir dengan berat bayi lahir
normal (BBLN) sebanyak 224 (76,19%) orang.
2. Jumlah bayi yang asfiksia sebanyak 147 (50,0%) dan yang tidak
asfiksia sebanyak 147 (50,0%) orang.
3. Hasil uji Chi-Square, X2Hit = 14,70 dan X2
Tabel = 3,841 maka Ha
diterima dan Ho ditolak dengan taraf hubungan signifikan α = 0,05
(nilai X2Hit > X
2Tabel) . Ini berarti ada hubungan yang signifikan antara
berat bayi lahir rendah dengan kejadian asfiksia neonatorum di
RSU Dewi Sartika Sulawesi Tenggara Tahun 2016. Ibu yang
melahirkan dengan berat bayi lahir rendah memiliki resiko 3 kali
lebih besar untuk mengalami asfiksia pada bayinya dibanding
dengan ibu yang melahirkan dengan berat bayi lahir normal.
64
B. Saran
1. Sebaiknya pihak rumah sakit meningkatkan pelayanan yang lebih
bermutu baik dari sumber daya manusianya maupun dari sarana
dan prasarananya untuk menciptakan pelayanan yang bermutu
serta terjangkau khususnya pada pelayanan kehamilan dan
persalinan.
2. Karena tingginya angka kejadian asfiksia, petugas kesehatan
khususnya bidan sebaiknya melakukan deteksi sedini mungkin
komplikasi kehamilan dan persalinan yang merupakan faktor
predisposisi asfiksia pada bayi baru lahir,dengan lebih
meningkatkan skill dan kemampuan dalam memberikan pelayanan
kebidanan kepada kliennya.
3. Yang ingin melakukan penelitian serupa, disarankan untuk meneliti
lebih dalam mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan
asfiksia neonatorum.
65
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. (2013). Survey Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) 2012. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Departeman Kesehatan RI.(2008) Pencegahan dan Penatalaksanaan
Asfiksia Neonatorum. Jakarta: Departemen Kesehatan.
_________.(2011) Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir untuk Bidan.
Jakarta: Departemen Kesehatan. Desfauza E. (2008) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Asphyxia
Neonatorum pada Bayi Baru Lahir Di RSU Pirngadi Medan. Tesis.
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatra Utara Medan.
Dewi, Vivin Nanny Lia. (2011) Asuhan Neonatus Bayi Dan Anak Balita.
Jakarta: Salemba Medika.
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara. (2016) Profil Kesehatan
Selawesi Tenggara Tahun 2015. Dari http://dinkes.sultraprov.go.id/
Diakses tanggal 13 Oktober 2016.
Fajarwati, Novia. (2015) Hubungan Antara Berat Badan Lahir dan
Kejadian Asfiksia Neonatorum di RSUD Ulin Banjarmasin. Jurnal
Berkala Kedokteran; Volume 12, Nomor 1, Februari 2016: Hal. 33-
39.
Hidayat, Aziz Alimul. (2008). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk
Pendidikan Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.
Katiandagho, Novisye,. Dan Kusmiyati. (2015) Faktor Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum di RSUD Liun
kendage Tahuna. Jurnal Ilmiah Bidan; Volume 3, Nomor 2, Juli-
Desember 2015.
Maharyati, Ni komang Arya. (2013) Hubungan Berat Bayi Lahir Rendah
Dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum Di Rumah Sakit Umum
Daerah Abunawas Kota Kendari Tahun 2013. Skripsi. Poltekkes
Kemenkes Kendari.
66
Maryunani, Anik & Nurhayati. (2008) Asuhan Bayi Baru Lahir Normal.
Jakarta: Trans Info Media.
Pantiawati, Ika. (2010) Bayi dengan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah).
Yogyakarta : Nuha Medika.
RSU Dewi Sartika Provinsi Sulawesi Tenggara. (2017) Data Bulanan RSU
Dewi Sartika Bulan Januari-Desember 2016.
Rukiyah, Ai Yeyeh,. dan Lia Yulianti. (2013) Asuhan Neonatus Bayi dan
Anak Balita (Ed. Revisi, Cetakan Ketiga). Jakarta: Trans Info
Medika.
Saputra, Lyndon. (2014) Asuhan Neonatus Bayi Dan Balita. Tanggerang:
Bina Aksara.
Siswanto,. Susila,. & Suyanto (2015) Metodologi Penelitian Kesehatan
dan Kedokteran. Yogyakarta: Bursa Ilmu.
Suyanto dan Ummi Salamah. (2008) Riset Kebidanan : Metodologi &
Aplikasi. Yogyakarta: Mitra Cendekia Press.
Swarjana, I Ketut. (2015) Metodologi Penelitian Kesehatan (Edisi Revisi):
Tuntutan Praktis Pembuatan Proposal Penelitian untuk Mahasiswa
Keperawatan, Kebidanan, dan Profesi Bidang Kesehatan Lainnya.
Yogyakarta: ANDI.
Syaiful, Yuanita,. & Umi Khudzalifah. (2016). Faktor yang Berhubungan
dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum di RS Muhammadiyah
Gresik. Jurnal of Ners Community; Volume 07, Nomor 01, Juni
2016: Hal.55-60.
Walyani, Elisabeth S,. & Th. Endang P. (2015) Asuhan Kebidanan
Persalinan & Bayi Baru Lahir. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
World Health Organization (WHO). (2016). Children: mortality reducing.
Dari http://www.who.int/mediacentre/factssheets/fs178/en/.
Diakses tanggal 05 Oktober 2016.
LAMPIRAN
DOKUMENTASI PENELITIAN