hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan karakteristik ...
-
Upload
truonghanh -
Category
Documents
-
view
248 -
download
7
Transcript of hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan karakteristik ...
TESIS
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP
DENGAN KARAKTERISTIK SOSIAL DEMOGRAFI
BIDAN DALAM PELAKSANAAN PROGRAM INISIASI
MENYUSU DINI DI BIDAN PRAKTEK MANDIRI
KABUPATEN BADUNG
LUH SUDEMI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
ii
TESIS
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP
DENGAN KARAKTERISTIK SOSIAL DEMOGRAFI
BIDAN DALAM PELAKSANAAN PROGRAM INISIASI
MENYUSU DINI DI BIDAN PRAKTEK MANDIRI
KABUPATEN BADUNG
LUH SUDEMI
NIM 1392161048
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
iii
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP
DENGAN KARAKTERISTIK SOSIAL DEMOGRAFI
BIDAN DALAM PELAKSANAAN PROGRAM INISIASI
MENYUSU DINI DI BIDAN PRAKTEK MANDIRI
KABUPATEN BADUNG
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister
Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat,
Program Pascasarjana Universitas Udayana
LUH SUDEMI
NIM 1392161048
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
iv
LEMBAR PENGESAHAN
TESIS INI TELAH DISETUJUI
PADA TANGGAL 28 JULI 2015
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. dr. Dyah Pradnyaparamita Duarsa, M.Si
NIP. 19580704 198703 2 001
Kadek Tresna Adhi, SKM, M.Kes
NIP. 19791018 200501 2 000
Mengetahui
Ketua Program Studi
Ilmu Kesehatan Masyarakat
Program Pascasarjana
Universitas Udayana,
Direktur
Program Pascasarjana
Universitas Udayana,
Prof. dr. D.N Wirawan, MPH
NIP. 19481010 197702 1 001
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K)
NIP. 195902151985102001
v
Tesis Ini Telah Diuji pada
Tanggal 28 Juli 2015
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor
Universitas Udayana, No: 2203/UN14.4/HK/2015, Tanggal 28 Juli 2015
Ketua : Dr.dr. Dyah Pradnyaparamita Duarsa, MSi
Anggota :
1. Kadek Tresna Adhi, SKM., M.Kes
2. Prof. dr. D.N. Wirawan, MPH
3. Prof. Dr. dr. Mangku Karmaya, M.Repro, PA(K)
4. dr. Ni Wayan Arya Utami, M.App.Bsc, Ph.D
vi
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Nama : Luh Sudemi
NIM : 1392161048
Program Studi : Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat
Judul Tesis : Hubungan antara Pengetahuan dan Sikap dengan
Karakteristik Sosial Demografi Bidan dalam
Pelaksanaan Program Inisiasi Menyusu Dini di Bidan
Praktek Mandiri Kabupaten Badung Tahun 2015
Dengan ini menyatakan bahwa tesis ini bebas plagiat. Apabila di kemudian hari
terbukti terdapat plagiat dalam tesis ini, maka saya bersedia menerima sanksi
sesuai peraturan di Universitas Udayana dan peraturan perundang-undangan lain
yang berlaku.
Denpasar, Agustus 2015
Yang membuat Pernyataan,
Luh Sudemi
vii
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Hubungan antara
Pengetahuan dan Sikap dengan Karakeristik Sosial Demografi Bidan dalam
Pelaksanaan Program Inisiasi Menyusu Dini di Bidan Praktek Mandiri Kabupaten
Badung Tahun 2015” dengan tepat waktu. Tesis ini disusun sebagai salah satu
persyaratan dalam menempuh Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat di
Universitas Udayana.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada Prof. dr. Dewa Nyoman Wirawan, MPH sebagai Ketua Program
Studi Magister Imu Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana dan sebagai
penguji tesis atas dorongan, bimbingan, dan dukungan selama proses
pembelajaran khususnya dalam penyelesaian tesis ini. Ucapan terima kasih yang
mendalam juga penulis sampaikan kepada Dr. dr. Dyah Pradnyaparamita Duarsa,
MSi dan Kadek Tresna Adhi, SKM., M.Kes sebagai pembimbing tesis atas segala
perhatian dan kesabarannya memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.
Ucapan yang sama ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr.
dr. Ketut Suastika, Sp.PD. (KEMD) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan
kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program
Pascasarjana di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih juga disampaikan
kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A.A.
Raka Sudewi, Sp.S(K) yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
viii
sebagai mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat di
Universitas Udayana. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh
dosen dan staf karyawan Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat atas
bimbingan dan dukungannya selama menempuh pendidikan.
Terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada para
penguji tesis ini, yaitu Prof. Dr. dr. Mangku Karmaya, M.Repro, PA(K) dan dr. Ni
Wayan Arya Utami, M.App.Bsc, Ph.D yang telah memberikan saran dan kritiknya
terhadap tesis ini. Penulis juga sampaikan banyak terima kasih kepada Dinas
Kesehatan Kabupaten Badung, Ketua Ikatan Bidan Indonesia Kabupaten Badung,
Camat Kuta Selatan di Jimbaran, Camat Kuta Utara di Kerobokan dan Camat
Kuta di Kuta yang telah memberi ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ibu responden/ bidan praktek
mandiri di Kabupaten Badung khususnya di Kecamatan Kuta Selatan, Kecamatan
Kuta Utara dan Kecamatan Kuta yang telah banyak meluangkan waktu dan
kesediaan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.
Pada kesempatan ini pula penulis menyampaikan terima kasih sedalam-
dalamnya kepada suami, orang tua, keluarga dan teman-teman Magister Ilmu
Kesehatan Masyarakat Angkatan V atas doa dan dukungan selama ini, sehingga
penulis dapat menyelesaikan pendidikan dan tesis ini dengan baik.
Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa selalu
melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan
dan penyelesaian tesis ini.
Penulis
ix
ABSTRAK
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN
KARAKTERISTIK SOSIAL DEMOGRAFI BIDAN DALAM
PELAKSANAAN PROGRAM INISIASI MENYUSU DINI DI BIDAN
PRAKTEK MANDIRI KABUPATEN BADUNG
Inisiasi Menyusu Dini (IMD) adalah memberi kesempatan pada bayi baru
lahir untuk menyusu sendiri pada ibu dalam satu jam kelahirannya. Pelaksanaan
IMD akan tercapai apabila ada dukungan dari penerima pelayanan kesehatan dan
pemberi pelayanan kesehatan yaitu Bidan. Bidan seharusnya melaksanakan IMD
setiap kali menolong persalinan dan memberikan dukungan kepada ibu yang
melakukan persalinan untuk melaksanakan IMD. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan karakeristik sosial
demografi bidan dalam pelaksanaan program IMD di Bidan Praktek Mandiri
(BPM) Kabupaten Badung.
Penelitian ini merupakan penelitian sampel survei dengan sampel sebanyak
61 orang. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner dan dianalisis secara
univariat, bivariat dengan menggunakan uji chi-square dan multivariat
menggunakan uji poisson regression dengan CI 95%.
Penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar bidan praktek mandiri
melaksanakan IMD di Kabupaten Badung Tahun 2015 sebesar 62,30%. Hasil uji
bivariat empat variabel yang berhubungan terhadap pelaksanaan bidan terlatih
dalam program IMD adalah jumlah persalinan, supervisi, pengetahuan dan sikap.
Pada analisis multivariat didapatkan variabel yang paling berhubungan terhadap
pelaksanaan bidan terlatih dalam program IMD adalah pengetahuan (PR=1,5;
95%CI: 1,04-2,1) dan sikap (PR=2,7; 95%CI: 1,1-6,3).
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan pengetahuan dan sikap
berpengaruh terhadap pelaksanaan bidan terlatih dalam program IMD. Perlu
dilakukan upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap dalam bentuk
pelatihan, kebijakan dan kegiatan lainnya yang berhubungan dengan program
IMD.
Kata kunci: Pelaksanaan, Inisiasi Menyusu dini (IMD), Bidan Praktek Mandiri.
x
ABSTRACT
THE RELATIONSHIP BETWEEN KNOWLEDGE AND ATTITUDE WITH
THE SOCIAL DEMOGRAPHIC CHARACTERISTICS OF MIDWIFE IN
THE PROGRAM IMPLEMENTATION OF EARLY INITIATION OF
BREASTFEEDING AT THE INDEPENDENT MIDWIFE PRACTICES
INTHE BADUNG REGENCY
Early Initiation of Breastfeeding (EIB) is allowing the newborns to
breastfeed within an hour of birth. EIB implementation will be achieved if there
are support from both the health service recipients and the providers of health care
namely the midwives. Midwives should implement EIB whenever they are
helping deliveries and providing support to mothers who gave birth to implement
the EIB. The purpose of this study was to determine the relationship between
knowledge and attitude with the socio-demographic characteristics of the midwife
in the implementation of the EIB program at the Independent Midwife Practice in
the Badung Regency.
This study was a sample survey with sample of 61 peoples. Data were
collected using questionnaires and analyzed by univariate and bivariate with chi-
square test and multivariate Poisson regression test with 95% CI.
The study showed that most independent midwife practices implemented the
EIB in the Badung Regency in 2015 namely of 62.30%. Bivariate analyzed
determined four variables significantly related to the implementation of trained
midwives in the EIB program namely the amount of deliveries, supervision,
knowledge and attitudes. Mean while in the multivariate analysis, most variables
related to the implementation of trained midwives in the IMD program were
knowledge (PR = 1.5; 95% CI: 1.04-2.1) and attitude (PR = 2.7; 95% CI: 1 , 1-
6.3).
It can be concluded that the knowledge and attitudes influenced the EIB
practices among trained midwives in the IMD program. Efforts should be made
to improve knowledge and attitudes in the form of training, policies and other
activities related to the EIB program.
Keywords: Implementation, Early Initiation of Breastfeeding (EIB), Independent
Midwife Practice.
xi
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ........................................................................................ ii
PRASYARAT GELAR ................................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iv
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ............................................................... v
SURAT KETERANGAN BEBAS PLAGIAT ............................................... vi
UCAPAN TERIMA KASIH .......................................................................... vii
ABSTRAK ..................................................................................................... ix
ABSTRACT ................................................................................................... x
DAFTAR ISI .................................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xv
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG .................................................. xvi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 9
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 9
1.3.1 Tujuan Umum .......................................................................... 9
1.3.2 Tujuan Khusus ......................................................................... 9
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA ......................................................................... 12
2.1 Inisiasi Menyusu Dini ........................................................................ 12
2.2 Hubungan IMD terhadap ASI Eksklusif ............................................ 15
2.3 Peran bidan dalam meningkatkan program IMD ............................... 17
2.4 Kebijakan WABA tentang pelaksanaan program IMD ..................... 19
2.5 Teori Perilaku ..................................................................................... 20
2.5.1 Teori Lawrence Green ............................................................. 20
2.5.2 Teori Snehandu B.Karr ............................................................ 20
2.5.3 Teori WHO .............................................................................. 20
xii
2.6 Faktor-Faktor pada Bidan Yang Berhubungan dengan Pelaksanaan
IMD dalam Menolong Persalinan ...................................................... 21
2.6.1 Pengetahuan ............................................................................. 21
2.6.2 Sikap ........................................................................................ 22
2.6.3 Umur ........................................................................................ 22
2.6.4 Lama Bekerja Sebagai BPM.................................................... 23
2.6.5 Pekerjaan ................................................................................. 25
2.6.6 Jumlah Tenaga Kerja Bidan .................................................... 25
2.6.7 Jumlah Persalinan .................................................................... 26
2.6.8 Supervisi .................................................................................. 26
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS ................ 28
3.1 Kerangka Berpikir .............................................................................. 28
3.2 Konsep Penelitian............................................................................... 29
3.3 Hipotesis Penelitian ............................................................................ 30
BAB IV METODE PENELITIAN ................................................................ 31
4.1 Rancangan Penelitian ......................................................................... 31
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................. 31
4.3 Penentuan Sumber Data ..................................................................... 31
4.4 Variabel Penelitian ............................................................................. 33
4.5 Instrumen Penelitian........................................................................... 34
4.6 Prosedur Pengumpulan Data .............................................................. 35
4.7 Analisis Data ...................................................................................... 36
4.7.1 Analisis univariat ..................................................................... 36
4.7.2 Analisis bivariat ....................................................................... 37
4.7.3 Analisis multivariat.................................................................. 37
BAB V HASIL PENELITIAN ................................................................... 38
5.1 Gambaran umum lokasi penelitian..................................................... 38
5.2 Karakteristik Responden .................................................................... 38
5.3 Pengetahuan, Sikap, Jumlah Tenaga Bidan, Jumlah Persalinan,
Supervisi dan Pelaksanaan Bidan....................................................... 39
5.4 Analisis bivariat variabel independen dan variabel dependen ........... 41
xiii
5.5 Analisis multivariat ............................................................................ 44
BAB VI PEMBAHASAN ......................................................................... 46
6.1 Pembahasan Hasil Penelitian ............................................................. 46
6.1.1 Hubungan pengetahuan dengan pelaksanaan IMD ................. 46
6.1.2 Hubungan sikap dengan pelaksanaan IMD ............................. 49
6.1.3 Hubungan umur dengan pelaksanaan IMD ............................. 54
6.1.4 Hubungan lama bekerja dengan pelaksanaan IMD ................. 55
6.1.5 Hubungan pekerjaan dengan pelaksanaan IMD ...................... 59
6.1.6 Hubungan jumlah tenaga bidan dengan pelaksanaan IMD ..... 61
6.1.7 Hubungan jumlah persalinan dengan pelaksanaan IMD ......... 62
6.1.8 Hubungan supervisi dengan pelaksanaan IMD ....................... 63
6.2 Keterbatasan penelitian ...................................................................... 65
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN........................................................ 67
7.1 Simpulan ............................................................................................ 67
7.2 Saran .............................................................................................. 67
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
4.4 Definisi Operasional Variabel Penelitian ................................................ 33
5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di Bidan Praktek
Mandiri Kabupaten Badung Tahun 2015 ................................................ 39
5.2 Distribusi Frekuensi Pengetahuan, Sikap, Jumlah Tenaga Bidan,
Jumlah Persalinan, Supervisi dan Pelaksanaan IMD di BPM
Kabupaten Badung Tahun 2015 .............................................................. 40
5.3 Hubungan Karakteristik Responden dengan Pelaksanaan Program
IMD di Bidan Praktek Mandiri Kabupaten Badung Tahun 2015 ........... 42
5.4 Hasil Analisis Multivariat Faktor yang Mempengaruhi
Pelaksanaan Program IMD di Bidan Praktek Mandiri Kabupaten
Badung Badung Tahun 2015 .................................................................. 45
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
3.1 Konsep Penelitian ............................................................................... 29
xvi
DAFTAR SINGKATAN
AKB = Angka Kematian Bayi
ANC = Antenatal Care
APN = Asuhan Persalinan Normal
APR = Adjusted Prevalence Ratio
ASI = Air Susu Ibu
BPM = Bidan Praktek Mandiri
CI = Confidence Interval
CPR = Crude Prevalence ratio
IBI = Ikatan Bidan Indonesia
IMD = Inisiasi Menyusu Dini
KH = Kelahiran hidup
MP-ASI = Makanan Pendamping Air Susu Ibu
PR = Prevalence ratio
P2KP = Pusat Pelatihan Klinik Primer
RSSB = Rumah Sakit sayang Bayi
SDKI = Survei demografi Kesehatan Indonesia
Susenas = Survei Sosial Ekonomi Nasional
SKP =Satuan Kredit Profesi
STR = Surat Tanda Registrasi
WABA = World Alliance for Breastfeeding Action
WHO = World Health Organization
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Cover Kuesioner
Lampiran 2 Penjelasan Kepada Calon Responden
Lampiran 3 Persetujuan Untuk Berpartisipasi Dalam Penelitian
Lampiran 4 Kuesioner Penelitian
Lampiran 5 Hasil Analisis dengan STATA
Lampiran 6 Surat Ijin Penelitian kepada Bakesbang Litpol Kabupaten Badung
Lampiran 7 Surat Permohonan Ethical Clearance kepada Komisi Etik
Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Lampiran 8 Surat Rekomendasi Penelitan dari Badan Kesatuan Bangsa dan
Politik Kabupaten Badung
Lampiran 9 Surat Rekomendasi Persetujuan Etik dari Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana
Lampiran 10 Surat Ijin Penelitian di Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten
Badung
Lampiran 11 Surat ijin Penelitian di Kecamatan Kuta Kabupaten Badung
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di era globalisasi saat ini, Indonesia masih menghadapi masalah rendahnya
derajat kesehatan yang serius, antara lain masih tingginya Angka Kematian bayi
(AKB) yang dijadikan indikator dalam menilai derajat kesehatan masyarakat.
Masalah tingginya AKB di Indonesia terlihat pada Hasil Survei Demografi dan
Kependudukan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menyebutkan, AKB tahun 2012
sebesar 32 per 1.000 Kelahiran Hidup (KH) mengalami penurunan dibandingkan
AKB tahun 2007 yaitu 34 per 1.000 KH, dengan target tahun 2015 sebesar 23 per
1.000 KH. 60% dari kematian bayi terjadi pada umur dibawah 1 bulan atau pada
periode neonatus. Dari kematian neonatus yang berusia satu bulan tersebut, dua
pertiganya merupakan kematian neonatus dengan usia kurang dari satu minggu,
sedangkan dua pertiga dari jumlah neonatus yang meninggal pada usia kurang dari
satu minggu tersebut, meninggal pada 24 jam pertama kehidupan (Depkes RI,
2009).
Dalam laporan World Health Organization (WHO) yang dikutip dari State of
The World’s Mother 2007 dikemukakan bahwa sebesar 36% dari kematian
neonatus disebabkan oleh penyakit infeksi, diantaranya sepsis, pneumonia, tetanus
dan diare. Sebesar 27% kasus disebabkan oleh bayi kurang bulan dan berat badan
lahir rendah, 23% kasus disebabkan oleh asfiksia, serta sebesar 7% disebabkan
oleh kelainan bawaan (WHO, 2007).
Melihat data tersebut, maka diperlukan langkah nyata dalam upaya
2
pencegahan yang dilakukan dalam usaha untuk mengurangi menurunkan kejadian
kematian neonatus antara lain pemberian kekebalan pada bayi baru lahir terhadap
penyakit infeksi melalui ASI eksklusif. Pemberian ASI secara eksklusif selama
enam bulan akan membantu mencegah penyakit pada bayi. Hal ini disebabkan
karena adanya antibodi penting yang ada dalam kolostrum dan Air Susu Ibu
(ASI), selain itu ASI juga selalu aman dan bersih sehingga sangat kecil
kemungkinan bagi kuman penyakit untuk dapat masuk dalam tubuh bayi
(Kamalia, 2005).
ASI eksklusif adalah air susu ibu yang diberikan kepada bayi sampai berusia
enam bulan tanpa diberikan makanan dan minuman, kecuali obat dan vitamin.
WHO merekomendasikan agar ASI eksklusif diberikan kepada bayi yang baru
lahir sampai usia enam bulan untuk mencapai pertumbuhan, perkembangan, dan
kesehatan yang optimal. Bayi dapat diberikan makanan tambahan setelah berusia
enam bulan berupa Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dan tetap melanjutkan
pemberian ASI sampai usia dua tahun (WHO, 2011). ASI sebagai makanan bayi
yang paling sempurna, mudah dicerna dan diserap karena mengandung enzim
pencernaan. ASI juga dapat mencegah terjadinya penyakit infeksi karena
mengandung zat penangkal penyakit yaitu immunoglobulin. ASI bersifat praktis,
mudah diberikan kepada bayi, murah, serta bersih. ASI mengandung rangkaian
asam lemak tak jenuh yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan
otak (Roesli, 2008).
Keberhasilan ASI eksklusif sangat ditentukan oleh Inisiasi Menyusu Dini
(IMD). IMD adalah membiarkan kontak kulit bayi dengan kulit ibunya. Bayi akan
3
melakukan gerakan dan mencari puting ibu, memasukkan puting ibu pada
mulutnya secara benar dan menghisapnya dalam satu jam pertama kehidupan.
Hisapan bayi pada puting susu ibu dapat merangsang pengeluaran hormon
prolaktin dan hormon oksitosin. Hormon prolaktin berfungsi merangsang
produksi ASI dan hormon oksitosin membuat kontraksi yang membantu
pengeluaran plasenta dan mengurangi perdarahan dan merangsang hormon lain
yang membantu ibu lebih tenang, rileks, mencintai bayi dan perasaan bahagia.
Rangsangan awal terhadap pengeluaran hormon oksitosin sangat mempengaruhi
keberhasilan menyusui selanjutnya (Depkes, 2007).
Hubungan IMD dengan keberhasilan ASI eksklusif telah dibuktikan melalui
beberapa penelitian yang dapat disimpulkan bahwa bayi yang mulai menyusu dini
dalam satu jam pertama akan meningkatkan ASI eksklusif dan lama menyusui.
Bayi yang dilakukan teknik IMD segera setelah lahir mampu menyusu lebih baik,
sedangkan 50% bayi yang tidak dilakukan teknik IMD tidak mampu menyusu
dengan baik (Juliastuti, 2012; Syafiq dan Fika, 2003; Yuko Nakao, 2008).
Salah satu faktor yang mempengaruhi dalam pelaksanaan IMD adalah
dukungan tenaga kesehatan yang adekuat. Fasilitas pelayanan kesehatan dan
tenaga kesehatan yang diberikan mulai dari pusat pelayanan primer hingga pusat
pelayanan tersier, dari rumah sakit tingkat nasional hingga posyandu dan polindes
di tingkat RT/RW/kelurahan/desa perlu terus meningkatkan sosialisasi dan
penerapan pelaksanaan program IMD (Meiyana, 2010).
Menurut hasil penelitian Astuti (2012) berhasil tidaknya IMD di sarana
pelayanan kesehatan, rumah bersalin dan rumah sakit sangat bergantung pada
4
petugas kesehatan seperti dokter dan bidan yang secara langsung membantu
persalinan. Jika tenaga kesehatan tidak mempunyai kesadaran, keahlian dan
pengetahuan mengenai IMD maka tidak akan terlaksana program IMD. Di
samping faktor dari tenaga kesehatan, kondisi kesehatan ibu juga berpengaruh
terhadap keberhasilan IMD, jika kondisi ibu lemah maka program IMD tidak
dapat terlaksana (Depkes, 2009).
Penelitian oleh Nuryanti pada tahun 2011 tentang praktek pelaksanaan IMD
yang dilakukan di RSIS Siti Khadijah Muhammadiyah cabang Makassar yang
menyatakan bahwa dari 40 persalinan hanya sembilan responden (22,5%) yang
melakukan praktek IMD, sedangkan 31 responden (77,5%) tidak melakukan IMD.
Alasan dari 31 responden tersebut tidak melakukan IMD yaitu dua responden
dengan bayi lahir patologis(6,0%) delapan responden mengalami pendarahan
(26,0%) dan 21 responden lainnya tidak melakukan IMD karena petugas yang
tidak melaksanakannya. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa
semua responden mengambil keputusan ingin melaksanakan IMD pada saat
pertolongan persalinannya nanti. Namun pada kenyataannya hanya sembilan
responden saja yang melaksanakan praktik IMD. Dari data tersebut disimpulkan
bahwa pelaksanaan IMD itu sendiri tergantung pada bidan yang membantu pada
saat proses persalinan (Nuryanti, 2011).
Berdasarkan data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun
2012, sebagian besar poses persalinan di Provinsi Bali di tolong oleh tenaga medis
baik dokter, bidan atau tenaga paramedis lainnya. Berdasarkan penolong
persalinan, bidan merupakan tenaga medis yang paling banyak membantu proses
5
persalinan di Provinsi Bali pada tahun 2012 sebesar 55,45%, disusul oleh dokter
kandungan dengan persentase sebesar 40,69% (BPS, 2013).
Pelaksanaan IMD saat ini menjadi rangkaian langkah dalam Asuhan
Persalinan Normal (APN) yang diterbitkan oleh Depkes tahun 2008. Maka dari
itu, salah satu kunci utama keberhasilan IMD terletak pada penolong persalinan,
karena dalam menit-menit pertama setelah bayi lahir peran penolong persalinan
sangat dominan. Bidan sebagai ujung tombak dari pembangunan kesehatan yang
berhubungan langsung dengan pelayanan kesehatan masyarakat dan menolong ibu
dalam melahirkan sampai sang ibu dapat merawat bayinya dengan baik. Bidan
juga diakui sebagai tenaga profesional yang bertanggung jawab dan bekerja
sebagai mitra perempuan dalam memberikan dukungan yang diperlukan, asuhan
dan nasihat selama kehamilan, periode persalinan dan post partum, melakukan
pertolongan persalinan dibawah tanggung jawabnya sendiri dan memberikan
asuhan pada bayi baru lahir dan bayi, sehingga tenaga kesehatan mempunyai andil
sangat besar terhadap tercapainya program IMD (Retna dkk, 2009).
Berdasarkan data yang didapatkan dari BPS Kabupaten Badung tahun 2013.
penolong kelahiran pertama di Kecamatan Kuta ditolong oleh bidan 33,55%
setelah dokter kandungan, namun dokter kandungan melakukan pertolongan
persalinan di Rumah Sakit bersama tim yang bertugas pada saat itu, sedangkan
bidan yang melakukan praktek mandirinya melakukan tugas mandiri terhadap ibu
hamil sampai ibu nifas (BPS Badung, 2013). Berdasarkan Permenkes
129/Menkes/SK/II/2008 tentang standar pelayanan minimal rumah sakit
menyatakan tenaga kesehatan yang berwewenang untuk melakukan pertolongan
6
persalinan dalam praktek mandiri adalah dokter spesialis kebidanan dan
kandungan, dokter umum terlatih APN serta tenaga bidan.
Berdasarkan data yang didapat dari BPS Kecamatan Badung tahun 2013,
Kecamatan Kuta Selatan, Kuta Utara dan Kuta memiliki praktek bidan paling
banyak dibandingkan dengan Kecamatan Mengwi, Abiansemal dan Petang yaitu
61 BPM dan semua bidan sudah pernah mengikuti pelatihan IMD. Bidan Praktek
Mandiri (BPM) yang tersebar di setiap Desa/Kelurahan sangat membantu
masyarakat dalam menjaga kesehatan bayi dengan melakukan sosialisasi kepada
ibu hamil tentang pelaksanaan program IMD, sehingga dapat meningkatkan
kesehatan masyarakat di masa datang (BPS Badung, 2013).
Sampai saat ini Dinas Kesehatan Kabupaten Badung belum mempunyai data
secara kualitas yang dapat menjelaskan tentang pelaksanaan bidan dalam
pelayanan kesehatan ibu dan anak khususnya pelaksanaan IMD di Kecamatan
Kuta Selatan, Kuta Utara dan Kuta, tetapi secara kuantitas dapat dilihat dari angka
cakupan ASI eksklusif setiap enam bulan yaitu bulan Pebruari sampai Agustus
tahun 2013 sebesar 67,61%, hal ini masih dibawah sasaran yang ditetapkan
pemerintah pusat yakni 80% pada tahun 2013 (BPS Badung, 2013).
Penelitian yang berhubungan dengan pelaksanaan IMD yang dilakukan di
luar negeri antara lain penelitian di Nigeria tentang hambatan IMD pada ibu
bersalin menunjukkan bahwa bayi yang tidak mendapatkan IMD sebanyak 73%
karena ibu melahirkan melalui operasi caesar. Penelitian di Nepal tentang
hubungan IMD dengan kematian bayi baru lahir juga menunjukkan rendahnya
cakupan IMD mengakibatkan kematian bayi sebanyak 34%. Penelitian yang
7
dilakukan di Filipina pada bayi 0-2 bulan, menunjukkan bahwa risiko kematian
karena diare lebih tinggi pada bayi yang tidak menyusu. Penelitian di New York
City Hospital tentang faktor yang mempengaruhi keberhasilan IMD menunjukkan
bahwa selama kurun waktu tahun 1979 sampai dengan tahun 1996 cakupan IMD
di rumah sakit dari 29 % meningkat menjadi 58% (Alikor, 2006; Luke C.
Mullany, 2008; K.D Rosenberg, 2008).
Penelitian yang dilakukan di Indonesia antara lain penelitian tentang faktor
yang berhubungan dengan kinerja bidan di RSIA Budi Kemuliaan Jakarta
dipengaruhi oleh umur bidan, lama kerja, pendidikan, pengetahuan, sikap dan
pelatihan. Penelitian sejenis juga dilakukan di Kota Pekanbaru tentang faktor yang
berhubungan dengan pelaksanaan bidan dalam mendukung program IMD
menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan dengan pelaksanaan bidan dalam
mendukung program IMD adalah pendidikan, pekerjaan, pelatihan dan
pengetahuan, sedangkan variabel pelatihan merupakan variabel yang paling
dominan yang mempengaruhi pelaksanaan bidan dalam program IMD. Penelitian
tentang pelaksanaan bidan dalam pelaksanaan IMD di Puskesmas Batua Makassar
menunjukkan bahwa karakteristik bidan dalam pelaksanaan program IMD
dipengaruhi oleh umur, lama kerja, pendidikan, pengetahuan dan sikap (Setiarini,
2012; Mardiah, 2011; Yuntas dkk, 2012).
Menurut kajian penulis, perbedaan hasil penelitian tersebut lebih banyak
disebabkan oleh karena perbedaan metode yang digunakan seperti karakteristik
sampel, tempat fasilitas pelayanan yang digunakan, perbedaan subjek penelitian,
jenis dan jumlah variabel, perbedaan jenis dan alat ukurnya.
8
Penelitian tentang pelaksanaan program IMD oleh bidan belum pernah
dilakukan di Kabupaten Badung. Tiga Kecamatan dari Kabupaten Badung yaitu
Kecamatan Kuta Utara, Kuta Selatan dan Kuta memiliki jumlah BPM paling
banyak dibandingkan dengan tiga kecamatan lainnya yaitu 61 BPM dan semua
bidan di kecamatan tersebut sudah pernah mengikuti pelatihan IMD. Penolong
kelahiran pertama di Kecamatan Kuta adalah bidan yaitu sebesar 33,55%, bidan
setelah dokter kandungan, bidan memberikan pelayanan secara komprehensif dari
pemeriksaan kehamilan sampai perawatan bayi dan ibu. Pentingnya IMD untuk
menyukseskan ASI eksklusif sehingga dapat mencegah kematian bayi. Peraturan
Menteri Kesehatan (Permenkes) No 450/2004 tentang IMD sudah menegaskan
bahwa setiap bidan harus mendukung dan mengkampanyekan program IMD,
namun pada kenyataannya program tersebut kurang berhasil.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti dengan 10 bidan yang
mempunyai BPM mengenai pelaksanaan IMD di Kecamatan Kuta Selatan, Kuta
Utara dan Kuta, hanya 50% bidan melaksanakan IMD dalam pertolongan
persalinan. Meskipun para bidan di BPM telah mendapat pelatihan tentang IMD
serta telah disosialisasikan, namun belum semua bidan melaksanakan IMD pada
setiap pertolongan persalinannya, dengan alasan waktu untuk IMD lama,
permintaan keluarga untuk segera memindahkan bayi ke ruangan, pasien tidak
merasa nyaman bayi berada di atas perut ibu. Dari hasil observasi juga diketahui
bahwa, setelah bayi lahir, bayi langsung dibersihkan, ditimbang, diberi suntikan
hepatitis, baru setelah itu bayi diberikan kepada ibu untuk disusui. Padahal
penimbangan dan pemberian suntikan hepatits pada bayi dapat ditunda setelah
9
IMD selesai. Hal ini menandakan bahwa bidan sendiri masih memiliki
pengetahuan yang kurang dan adanya sikap yang tidak mendukung dengan
pelaksanaan IMD.
Dengan demikian maka perlu diteliti “hubungan antara pengetahuan dan
sikap dengan karakeristik sosial demografi bidan dalam pelaksanaan program
Inisiasi Menyusu Dini di Bidan Praktek Mandiri Kabupaten Badung”.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian di atas dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu,
“Bagaimanakah hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan karakeristik
sosial demografi bidan dalam pelaksanaan program Inisiasi Menyusu Dini di
Bidan Praktek Mandiri Kabupaten Badung Tahun 2015”?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan
karakeristik sosial demografi bidan dalam pelaksanaan program Inisiasi Menyusu
Dini di Bidan Praktek Mandiri Kabupaten Badung.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini untuk mengetahui hubungan:
a. Pengetahuan bidan dalam pelaksanaan program IMD di BPM Kabupaten
Badung.
b. Sikap bidan dalam pelaksanaan program IMD di BPM Kabupaten Badung.
10
c. Umur bidan dalam pelaksanaan program IMD di BPM Kabupaten Badung.
d. Lama bekerja sebagai BPM dalam pelaksanaan program IMD di BPM
Kabupaten Badung.
e. Pekerjaan bidan dalam pelaksanaan program IMD di BPM Kabupaten
Badung.
f. Jumlah tenaga bidan dalam pelaksanaan program IMD di BPM Kabupaten
Badung.
g. Jumlah persalinan dalam pelaksanaan program IMD di BPM Kabupaten
Badung.
h. Supervisi dengan dalam pelaksanaan program IMD di BPM Kabupaten
Badung.
i. Faktor yang paling dominan berpengaruh dalam pelaksanaan program
IMD di BPM Kabupaten Badung.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis/Akademik
a. Menambah wawasan dan pengetahuan pembaca tentang hubungan
antara pengetahuan dan sikap dengan karakeristik sosial demografi
bidan dalam pelaksanaan program Inisiasi Menyusu Dini di Bidan
Praktek Mandiri Kabupaten Badung.
b. Sebagai acuan yang dapat digunakan untuk penelitian sejenis dan lebih
spesifik lagi tentang pelaksanaan program IMD.
11
1.4.2 Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi masyarakat khususnya ibu menyusui
Diharapkan masyarakat dapat meningkatkan pengetahuannya,
memperbaiki persepsi yang keliru dan keluarga dapat memberi
dukungan yang baiki kepada ibu bayi sehingga pelaksanaan program
IMD dapat dilaksanakan dengan baik.
b. Manfaat bagi tenaga kesehatan khususnya bidan
Sebagai masukan dalam melaksanakan program IMD, khususnya di
Kabupaten Badung.
c. Bagi program
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber
informasi untuk pengambilan keputusan dalam pembuatan kebijakan
(program yang berkaitan dengan IMD), dengan kegiatan pelatihan,
sosialisasi kepada bidan dan kader agar informasi yang berhubungan
dengan pelaksanaan IMD sampai kemasyarakatan.
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
Tenaga kesehatan dan penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan wajib
melakukan IMD terhadap bayi yang baru lahir kepada ibunya paling singkat
selama 1 (satu) jam. IMD dilakukan dengan cara meletakkan atau membiarkan
bayi di dada ibunya segera setelah lahir sehingga kulit bayi melekat pada kulit ibu.
IMD dilakukan dalam keadaan ibu dan bayi stabil dan tidak membutuhkan
tindakan medis selama paling singkat satu jam. Lama IMD selama satu jam
dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada bayi agar dapat mencari
puting susu ibu dan menyusu sendiri. Apabila selama satu jam bayi masih belum
menyusu, maka kegiatan IMD harus tetap diupayakan oleh ibu., tenaga kesehatan
dan penyelenggara pelayanan fasilitas kesehatan.
Pada tahun 2007 The World Alliance for Breastfeeding Action (WABA) dalam
pekan ASI sedunia yang mengangkat tema tentang IMD telah berhasil
mengunggah masyarakat Indonesia untuk mulai mempopulerkan ASI. Hal
terpenting ketika bayi sehat diletakkan di atas perut dan dada ibu segera setelah
lahir dan memulai kegiatan menyusui segera setelah proses kelahiran terjadi
adalah penyelenggaraan kontak kulit-ke-kulit (skin to skin contact), antara bayi
baru lahir dan ibunya. Pada tahun 2006, BFHI ( Baby Friendly Hospital Initiative)
merevisi penjelasan langkah ke-4 dalam 10 langkah menyusui menjadi “Letakkan
bayi dalam posisi tengkurap di dada ibunya, kontak kulit-ke-kulit dengan ibu
segera setelah lahir paling sedikit selama satu jam dan dorong ibu mengenali
13
tanda-tanda bayi siap menyusu, dan bila perlu tawarkan bantuan”. Dalam hal ini
yang ditekankan adalah pentingnya kontak kulit-ke-kulit dan kesiapan bayi. Bayi
akan bereaksi dan akan berperilaku, dengan diberi rangsangan sentuhan oleh ibu.,
dia akan bergerak di atas perut ibu dan menjangkau payudara. Bayi memulai
dengan menyentuh dan memijat payudara. Sentuhan lembut tangan bayi pertama
kali di atas payudara ibu, akan merangsang pengeluaran hormon oksitosin dan
dimulainya pengeluaran air susu ibu serta menimbulkan perasaan kasih sayang
pada bayi. Dilanjutkan dengan penciuman, emutan dan jilatan lidah bayi pada
puting susu, akhirnya bayi akan meraih payudara dan meminumnya (Yohmi
dalam Suradi, 2010).
Menurut Gupta (2007), IMD disebut sebagai tahap keempat persalinan yaitu
tepat setelah persalinan sampai satu jam setelah persalinan, meletakkan bayi baru
lahir dengan menengkurapkan bayi yang sudah dikeringkann tubuhnya namun
belum dibersihkan dan tidak dibungkus di dada ibunya segera setelah persalinan
dan memastikan bayi mendapat kontak kulit dini dengan ibunya, menemukan
puting susu dan mendapatkan asupan kolostrum sebelum ASI keluar.
IMD sebenarnya telah dilaksanakan di Indonesia, tetapi pelaksanaannya belum
tepat. Ada empat kesalahan dalam pelaksanaan selama ini, pertama, bayi baru
lahir biasanya sudah dibungkus sebelum diletakkan di dada ibu akibatnya tidak
terjadi kontak kulit. Kedua, bayi bukan menyusu melainkan disusui, berbeda
antara menyusu sendiri dengan di susui. Ketiga, memaksakan bayi untuk menyusu
sebelum dia siap untuk disusukan. Keempat bayi dipisahkan dari ibunya untuk
dibawa ke ruang pemulihan untuk tindakan lanjutan (Roesli, 2008). Pada 1-2 jam
14
pertama bayi lebih responsif dan sangat awas bahkan mudah melekat pada
payudara (alert). Pada praktiknya, bayi baru lahir langsung dipisahkan dengan
ibunya, sehingga setelah dia siap untuk menyusu, ibu tidak dapat meresponnya.
Pelaksanaan yang kurang tepat ini menyebabkan keberhasilan menyusui tidak
optimal. Berdasarkan penelitian, jika bayi yang baru lahir dipisahkan dengan
ibunya maka hormon stress akan meningkat 50%. Hal tersebut akan menyebabkan
kekebalan atau daya tahan tubuh bayi menurun. Demikian pula sebaliknya, bila
dilakukan kontak antara kulit ibu dan bayi maka hormon stress akan kembali
turun. Sehingga bayi menjadi lebih tenang, tidak stress, pernafasan dan detak
jantungnya lebih stabil (Yohmi dalam Suriadi, 2010). Prinsip dasar IMD adalah
tanpa harus dibersihkan terlebih dahulu, bayi diletakkan di dada ibunya dengan
posisi tengkurap dimana telinga dan lengan bayi berada dalam satu garis
(Soetjiningsih, 2011) sehingga terjadi kontak kulit dan secara alami bayi akan
mencari payudara ibu dan mulai menyusu.
Hal ini merupakan peristiwa penting untuk kelangsungan hidup bayi.
Meskipun banyak peneliti menyatakan hal ini merupakan perilaku bayi yang
normal, namun sekarang baru diketahui bahwa pentingnya pemberian kesempatan
menyusu dini memberikan pengalaman pada ibu dan bayi. Para peneliti
menemukan pengaruh waktu pertama kali menyusu terhadap kematian bayi baru
lahir dan kemampuan menyusu. Sose dkk dari CIBA Foundation (1978) dalam
Roesli (2008), mendapatkan hasil penelitian yang menunjukkan hubungan antara
saat kontak pertama ibu bayi terhadap lama menyusui.
15
2.2 Hubungan IMD terhadap ASI Eksklusif
IMD sangat berperan dalam meningkatkan keberhasilan menyusui secara
eksklusif. Dengan dilakukannya inisiasi menyusui dini kontak emosi ibu dan bayi
lebih dini dan lebih rapat. Begitu produksi ASI sudah terjadi dengan baik,
pengosongan sakus alveolaris mammae yang teratur akan mempertahankan
produksi tersebut sehingga ASI menjadi lancar. Walaupun prolaktin bertanggung
jawab dalam memulai produksi air susu, penyampaian air susu ke bayi dan
pemeliharaan laktasi bergantung pada stimulasi mekanis pada puting susu oleh
isapan bayi (Soetjiningsih,1997).
Menyusui dini yang efesien berkorelasi dengan penurunan kadar bilirubin
darah. Kadar protein yang tinggi di dalam kolostrum mempermudah ikatan
bilirubin dan kerja laksatif kolostrum, sehingga kolostrum secara bertahap
berubah menjadi susu ibu. Apabila ibu memilih untuk tidak menyusui, sekresi
dan ekskresi kolostrum menetap selama beberapa hari pertama setelah wanita
melahirkan. Apabila bayi belum juga melakukan stimulasi (menghisap), laktasi
akan berhenti dalam beberapa hari sampai satu minggu (Suradi,2004).
Hal ini sesuai dengan penelitian Fikawati dan Syafiq (2003), dalam
penelitiannya mengatakan bahwa ibu yng memberikan ASI dalam satu jam setelah
melahirkan (immediate breastfeeding) mempunyai peluang dua sampai delapan
kali lebih besar untuk memberikan ASI eksklusif sampa 6 bulan dibandingkan ibu
yang tidak memberikan ASI dalam satu jam setelah melahirkan. Efek dari kontak
kulit ibu dan bayi sesegera mungkin setelah lahir akan meningkatkan lama
menyusu dalam 2-6 bulan kedepan (Gupta, 2007 dalam Rusnita, 2008). Penelitian
16
yang sama juga dilakukan Nakao (2008), yang melibatkan 318 ibu di Jepang
dengan hasil yang menunjukkan bahwa bayi yang diberi kesempatan menyusu
dini selama 120 menit memiliki pengaruh terhadap pemberian ASI selama 6
bulan.
Penelitian lain juga dilakukan oleh Righard dan Alade (1990) dalam Roesli
(2007), penelitian dilakukan terhadap 72 pasang ibu yang dilahirkan dengan
proses normal dan tindakan. Ketika lahir memiliki kemampuan untuk merangkak
mendekati payudara ibunya dan menghisap puting. Dalam satu jam pertama bayi
langsung ditengkurapkan di atas perut dan dada ibu, umumnya berhasil
menemukan payudara dan menghisapnya dalam waktu 50 menit setelah lahir
tanpa bantuan dari siapapun sedangkan bayi yang langsung dipisahkan dari ibunya
untuk ditimbang, diukur dan dibersihkan hasilnya 50% bayi tidak dapat menyusu
sendiri. Berbeda dengan bayi yang dilahirkan dengan tindakan dan langsung
dipisahkan dari ibunya maka tidak ada satupun yang dapat menyusu sendiri.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Edmond dkk (2006) terhadap
10.947 bayi di Ghana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa:
1. Jika bayi diberi kesempatan menyusu dalam satu jam pertama dengan
dibiarkan kontak kulit bayi ke kulit ibu, maka 22 % angka kematian bayi
menurun pada umur kurang dari 28 hari.
2. Jika bayi mulai menyusu pertama kali pada umur dua sampai 24 jam, maka
sebesar 16 % angka kematian bayi menurun pada umur kurang dari 28 hari.
17
2.3 Peran bidan dalam meningkatkan program IMD
Petugas kesehatan sangat berperan dalam keberhasilan proses menyusui.
Berhasil atau tidaknya IMD di tempat pelayanan ibu bersalin sangat tergantung
pada petugas kesehatan yaitu bidan, karena bidan yang pertama akan membantu
ibu bersalin melakukan IMD. Bidan di kamar bersalin harus memahami
tatalaksana IMD dan laktasi yang baik dan benar, bidan diharapkan selalu
mempunyai sikap yang positif terhadap IMD. Kesiapan bidan dalam program
laktasi merupakan kunci keberhasilan program IMD. Peranan bidan dalam
menyukseskan IMD tidak lepas dari wewenang bidan dalam memberikan
pelayanan pada ibu dan anak sebagaimana tercantum dalam Kepmenkes No
900/Menkes/SK/VII/002.Bab V pasal 18 yaitu meningkatkan pemeliharaan dan
penggunaan ASI.
Penelitian yang dilakukan di Ghana tahun 2006 menyatakan ibu yang merasa
kolostrum itu penting, akan lebih mudah menerima saran bidan untuk melakukan
IMD. Apalagi kepercayaan yang besar terhadap petugas yang menolong
persalinan akan membuat mereka tetap melakukan IMD dan memberikan ASI
eksklusif (Fikawati, 2003). Banyak ibu yang tidak melakukan IMD padahal telah
melakukan pemeriksaan Antenatal Care (ANC) secara lengkap dikarenakan oleh
kurangnya informasi dan edukasi yang diberikan oleh petugas kesehatan setelah
selesai melakukan pemeriksaan. Petugas kesehatan hanya memfokuskan pada
pemeriksaan fisik dari ibu itu sendiri, padahal dalam situasi seperti ini petugas
kesehatan mempunyai kesempatan untuk memberikan informasi tentang manfaat
IMD dan pentingnya pelaksanaan IMD bagi ibu dan bayi sehingga ibu termotivasi
18
untuk melakukan IMD pada saat persalinan (Hikmawati, 2008). Hasil dari
penelitian tentang perilaku ibu post partum dalam pelaksanaan IMD Di
Puskesmas Batua Kota Makassar menyatakan bahwa ibu post partum yang tidak
mendapat informasi sama sekali mengenai IMD baik pada saat pemeriksaan
kehamilan dan pada saat menunggu persalinan mengakibatkan ibu post partum
tidak mampu menjelaskan tentang IMD sehingga ibu tidak termotivasi melakukan
IMD saat persalinan (Sri Rati dkk, 2012).
WHO merekomendasikan kepada seluruh tenaga kesehatan agar melakukan
tujuh kontak ASI atau pertemuan ASI dalam upaya sosialisasi program dan setiap
kali melakukan pelayanan kesehatan Ibu dan anak yaitu :
1. Pada saat Ante Natal Care (ANC) pertama/kunjungan pertama (K1)di Klinik
Kesehatan Ibu dan Anak.
2. Pada saat Ante Natal Care (ANC) kedua/kunjungan kedua (K2)di Klinik
Kesehatan Ibu dan Anak.
3. Melakukan IMD oleh bidan/dokter penolong persalinan di kamar bersalin atau
kamar operasi.
4. Sosialisasi ASI di ruang perawatan pada hari ke 1-2.
5. Sosialisasi ASI pada saat control pertama hari ke 7.
6. Sosialisasi ASI pada saat kontrol kedua hari ke 36.
7. Sosialisasi ASI pada saat Imunisasi.
19
2.4 Kebijakan WABA tentang pelaksanaan program IMD
Kebijakan The World Alliance for Breastfeeding Action (WABA) tentang
IMD terutama dalam satu jam setelah kelahiran, merupakan tahap penting untuk
mengurangi kematian bayi dan mengurangi banyak kematian neonatal.
Menyelamatkan satu juta bayi dimulai dari satu tindakan, satu pesan dan satu
dukungan yaitu dimulai inisiasi dini dalam satu jam pertama kelahiran (WHO,
2007).
WHO/UNICEF merekomendasikan IMD dalam satu jam pertama kelahiran,
menyusu secara eksklusif selama enam bulan, diteruskan dengan makanan
pendamping ASI sampai usia dua tahun. Konferensi tentang hak anak mengakui
bahwa setiap anak berhak untuk hidup dan bertahan untuk melangsungkan hidup
dan berkembang setelah persalinan. Wanita mempunyai hak untuk mengetahui
dan menerima dukungan yang diperlukan untuk melakukan IMD yang sesuai.
WABA mengeluarkan beberapa kebijakan tentang IMD dalam pekan ASI
sedunia antara lain: menggerakkan dunia untuk menyelamatkan satu juta bayi
dimulai dengan satu tindakan sederhana yaitu dengan memberi kesempatan pada
bayi untuk melakukan IMD dalam satu jam pertama kehidupannya, menganjurkan
segera terjadi kontak kulit antara ibu dan bayi dan berlanjut dengan menyusui
selama enam bulan secara eksklusif, mendorong menteri kesehatan atau orang
yang mempunyai kebijakan untuk menyatukan pendapat bahwa IMD dalam satu
jam pertama adalah indikator penting untuk kesehatan, memastikan keluarga
mengetahui pentingnya satu jam pertama untuk bayi dan memastikan mereka
untuk melakukan kesempatan yang baik ini pada bayi mereka, memberikan
20
dukungan perubahan baru dan peningkatan kembali Rumah Sakit Sayang Bayi
(RSSB) dengan memberi perhatian dalam penggabungan dan perluasan tentang
IMD (WABA, 2011).
2.5 Teori Prilaku
Terdapat tiga teori yang berhubungan dengan pembentukan perilaku tersebut
adalah :
2.5.1 Teori Lawrence Green
Teori ini berangkat dari adanya dua determinan masalah yaitu faktor
perilaku, dan faktor non-perilaku. Faktor perilaku ditentukan menjadi tiga faktor
utama yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor pendorong
(Notoatmodjo, 2010).
2.5.2 Teori Snehandu B.Karr
Menurut Notoadmodjo (2010) Karr mengidentifikasi adanya lima
determinan perilaku yaitu niat, dukungan keluarga, informasi yang didapat dan
kebebasan mengambil keputusan.
2.5.3 Teori WHO
WHO merumuskan bahwa penyebab munculnya perilaku ini sangat
sederhana, yaitu adanya pikiran, diberikan referensi, adanya dukungan sumber
daya dan sosial budaya. Hal ini sama dimana seseorang berprilaku karena adanya
alasan pokok. Perilaku seseorang disebabkan oleh empat alasan pokok yaitu
pengetahuan, persepsi, kepercayaan dan sikap. Pengetahuan dapat diperoleh dari
pengetahuan sendiri atau pengalaman orang lain. Kepercayaan sering didapat dari
21
keluarga yaitu orang tua, pasangan, kakek, nenek dan biasanya kepercayaan itu
diterima tanpa adanya pembuktian.Sikap menggambarkan suka atau tidaknya
seseorang terhadap suatu obyek, dan biasanya didapatkan dari pengalaman sendiri
atau pengalaman orang terdekatnya (Notoatmodjo, 2007).
2.6 Faktor-Faktor pada Bidan yang Berhubungan dengan Pelaksanaan IMD
dalam Menolong Persalinan
2.6.1 Pengetahuan
Pengetahuan sangat mempengaruhi dari pelaksanaan IMD, perilaku dari
seseorang akan baik jika didasari dari pengetahuan, jika seseorang sudah memiliki
pengetahuan tentang pelaksanaan IMD, maka seseorang tersebut akan memiliki
perilaku yang baik. Sebelum perilaku seseorang itu diadopsi oleh seseorang bidan,
bidan tersebut juga seharusnya mengetahui terlebih dahulu mengetahui manfaat
perilaku tersebut bagi dirinya dan bagi organisasinya.Pengetahuan yang baik
mempunyai perilaku yang baik, dan pengetahuan yang kurang akan mempunyai
perilaku yang kurang baik (Notoatmodjo, 2003).
Studi kualitatif tentang penerapan IMD di garut yang dilakukan oleh Lala
Jamilah (2008), menyatakan bahwa pengetahuan tenaga kesehatan yang masih
kurang dapat menyebabkan rendahnya penerapan IMD. Pengetahuan sangat
penting dan berperan dalam membentuk perilaku seseorang termasuk dalam
melaksanakan IMD dengan baik (Dayati, 2011). Penelitian Dayati (2011) dan
Daryati (2008) menyebutkan ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan
bidan dengan pelaksanaan IMD.
22
2.6.2 Sikap
Menurut Robbin (2003) mengemukakan bahwa sikap berhubungan dengan
pekerjaan, bagaimana sikapnya mengenai pekerjaan yang dilakukan, sikap akan
mencerminkan seseorang nyaman dan menikmati pekerjaan mereka. Hasil
penelitian yang dilakukan terhadap Deviyanti (2009) tentang faktor-faktor yang
berhubungan dengan praktek IMD, yang mengatakan bahwa sikap bidan yang
positif akan mampu mempraktekkan IMD dengan baik. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Rusnita (2008) menunjukkan adanya hubungan
bermakna antara sikap dengan praktek IMD.
2.6.3 Umur
Elizabeth dalam Wawan (2010), mengungkapkan umur individu terhitung
mulai saat dilahirkan sampai ulang tahun yang terakhir. Huclock dalam Wawan
(2010), mengungkapkan semakin cukup umur seseorang, akan semakin matang
dalam berpikir. Menurut Notoatmodjo (2010) mengatakan bahwa salah satu faktor
yang dilakukannya IMD oleh tenaga kesehatan adalah umur tenaga kesehatan
tersebut.
Peneltian Mardiah (2011) menunjukkan bahwa karakteristik pribadi termasuk
umur bidan akan mempengaruhi seseorang dalam lingkungan kerja. Semakin tua
umur seseorang, maka dapat meningkatkan kinerja bidan tersebut, hal ini
berkaitan dengan penelitiannya, bahwa bidan yang memiliki kinerja baik yaitu
lebih dari separuh berusia tua atau sebanyak 54,7%. Hal ini dipengaruhi umur
yang lebih tua memiliki pengalaman yang telah matang dalam bidangnya.
Penelitian Daryati (2008) yang menyatakan adanya hubungan antara umur bidan
23
dengan pelaksanaan IMD. Hasil yang sama juga dikemukakan oleh Putri dkk
(2013) di Puskesmas Rawat Inap Kabupaten Pasuruan dengan hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara umur dengan
kinerja bidan, bidan yang berumur 35 tahun memiliki peluang 21 kali memiliki
kinerja yang baik dibandingkan dengan bidan yang berumur kurang dari 35 tahun.
Usia tua mempunyai tanggung jawab dan ketelitian dalam bekerja dibandingkan
dengan usia muda, hal ini dikarenakan usia tua lebih berpengalaman dibandingkan
dengan bidan yang berusia muda, usia muda belum memiliki pengalaman.
Usia berpengaruh terhadap pengalaman seseorang dalam bekerja
melaksanakan IMD di BPM, kemungkinan karena bidan tua lebih berpengalaman,
maka dalam melaksanakan IMD biasanya usia tua lebih berhati-hati dan teliti
sehingga langkah-langkah IMD dilaksanakan dengan baik (Robbins, 2003).
2.6.4 Lama Bekerja Sebagai BPM
Lama kerja dapat diartikan lamanya seseorang bekerja dihitung dari awal
mendirikan praktek mandiri sampai sekarang. Lama bekerja adalah rentang waktu
yang telah ditempuh oleh seorang bidan dalam melaksanakan tugasnya di
tempatnya bekerja khususnya di praktek mandiri, pada saat itulah banyak
pengalaman yang didapat oleh seorang bidan, sehingga bidan mengerti apa
keinginan dan harapan ibu bersalin pada seorang bidan, pada saat itu juga bidan
sudah mengetahui apa sebaiknya yang harus bidan lakukan untuk kesehatan ibu
bersalin dan bayi yang akan dilahirkannya, termasuk dalam pemberian IMD
(Sitinjak, 2011). Pengalaman adalah guru yang terbaik yang mengajaran tentang
apa yang telah dilakukan, baik itu pengalaman baik atau pengalaman buruk,
24
sehingga dengan pengalaman itulah maka dapat memetik hasilnya. Semakin lama
bekerja, maka akan semakin banyak pengalaman yang didapat dan semakin
banyak kasus yang ditangani, sehingga membuat seorang bidan semakin terampil
dan teliti dalam menyelesaikan pekerjaan (Notoatmodjo, 2010).
Penelitian Yanuar (1999) dalam penelitian Rosalina (2008) menyatakan
semakin lama masa kerja seseorang, maka akan semakin terampil dan makin
bertambah pengetahuannya dalam melaksanakan tugasnya. Sesuai dengan teori
Henderson (2006) juga mengatakan bahwa bidan yang mempunyai masa kerja
lebih lama mengetahui pengetahuan yang lebih baik dibandingkan dengan bidan
yang mempunyai masa kerja yang baru terutama di tempat prakteknya masing-
masing. Penelitian dari Faizin mengatakan (2008), bahwa ada hubungan lama
kerja bidan terhadap kinerja bidan di tempatnya bekerja. Hal ini sesuai juga
dengan penelitain dari Sugiarti dan Vera Talumepa tahun 2008 bahwa masa kerja
dari bidan praktek mandiri mempengaruhi pelaksanaan IMD, responden yang
mempunyai pengetahuan > 9 tahun mempunyai tingkat pengetahuan yang baik
yaitu sebanyak 77,3%.
Menurut Permenkes No.1464/Menkes/Per/IX/2010 menyebutkan bahwa masa
berlakunya surat ijin praktek bidan tergantung dari surat tanda registrasi bidan.
Surat Tanda Registrasi (STR) pertama kali diperoleh dari uji kompetensi, dan
merupakan bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah. Selanjutnya setelah lima
tahun maka STR harus diperbaharui dengan cara registrasi ulang yakni mendapat
20 Satuan Kredit Profesi (SKP) yang diperoleh dengan mengikuti seminar.
25
2.6.5 Pekerjaan
Pekerjaan menjadi faktor penyebab seseorang untuk berperilaku terhadap
kinerjanya. Pekerjaan juga dikaitkan dengan pengalaman dan beban kerja, bekerja
atau tidaknya seseorang akan menentukan keterampilannya dalam melaksanakan
sesuatu.
Pada penelitian (Yuliandrin, 2009) menyebutkan jenis pekerjaan bidan juga
mempengaruhi pelaksanaan program IMD bahwa ibu yang mendapatkan
keterampilan selain hanya dari praktek mandiri tetapi dari bekerja sebagai
pegawai baik sebagai pegawai di pemerintahan maupun di swasta mempunyai
peluang dalam melaksanakan IMD 16,4 kali dibandingkan dengan bidan yang
hanya membuka praktek mandiri saja. Hal ini tidak sejalan dengan teori Yuliani
(2001) yang menyatakan bahwa pekerjaan akan sangat mempengaruhi perilaku
dan kinerja seseorang. Bidan yang sudah lama bekerja akan mempunyai wawasan
yang lebih luas dan lebih banyak sehingga dapat dengan mudah memberikan
pelayanan kebidanan menurut ilmu yang didapatkan selama ini sehingga untuk
merubah kebiasaan terebut memerlukan proses dan waktu.
2.6.6 Tenaga Kerja Bidan
Tenaga kerja bidan yang dimaksud di sini adalah jumlah bidan yang bekerja
di tempat praktek membantu bidan pemilik BPM. Pada penelitian yang dilakukan
oleh Nuryanti yang menyatakan bahwa pelaksanaan IMD itu sendiri tergantung
pada bidan yang membantu pada saat proses persalinan (Nuryanti, 2011).
Semakin banyak bidan yang membantu, maka pelaksanaan IMD akan berjalan
dengan baik.
26
2.6.7 Jumlah Persalinan
Persalinan (paritas) merupakan wanita yang pernah melahirkan bayi yang
dapat hidup (viable) (Sarwono, 2006). Jumlah persalinan adalah banyaknya
persalinan yang ditolong bidan dalam 1 bulan terakhir di BPM.
Semakin banyak atau sering menolong persalinan maka pengetahuan dan
pengalaman bidan akan bertambah. Penelitian yang dilakukan oleh Adiyasa tahun
2014 menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara jumlah
persalinan dengan pengetahuan IMD.
2.6.8 Supervisi
Mantja (2005) mengatakan bahwa supervisi mulai dikenalkan di Indonesia
pada saat berlakunya Kurikulum 1975. Supervisi sama dengan pengawasan dalam
tujuan-tujuan memperbaiki dan meningkatkan kinerja guru, berfungsi sebagai
monitoring, kegiatannya memiliki fungsi manajemen serta berorientasi pada
tujuan pendidikan. Perbedaannya adalah kepengawasan lebih berkaitan dengan
sejauh mana rencana yang telah ditetapkan tercapai. Hal ini juga didukung
penelitian oleh Kurniawati (2011), bahwa kinerja bidan dipengaruhi oleh faktor
organisasi yaitu supervisi oleh bidan koordinator di Kabupaten Banyumas.
Penelitian Erawati (2013), juga mendukung bahwa kinerja pegawai
berhubungan dengan supervisi, lingkungan kerja dan insentif sebagai faktor
pendorong motivasi.
Supervisi yaitu pelaksanaan monitoring mencakup mengamati, mengawasi
dan membimbing kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan oleh bidan dan
27
meningkatkan kinerja dari bidan praktek mandiri sehingga tujuan program KIA
dapat tercapai.
28
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1. Kerangka Berpikir
Berdasarkan uraian pada kajian pustaka maka dapat dibuat kerangka
berpikir tentang hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan karakeristik
sosial demografi bidan dalam pelaksanaan program Inisiasi Menyusu Dini di
Bidan Praktek Mandiri Kabupaten Badung. Kerangka berpikir pada penulisan ini
dibuat menggunakan teori Lawrence Green. Faktor yang mempengaruhi bidan
dalam melaksanakan program IMD, dibagi menjadi 3 yaitu: faktor predisposisi,
faktor pendukung dan faktor pendorong. Faktor predisposisi meliputi:
pengetahuan, sikap, umur, lama bekerja sebagai BPM dan pekerjaan. Faktor
pendukung meliputi: jumlah bidan yang membantu di BPM, jumlah persalinan
dalam 1 bulan terakhir dan adanya supervisi dari Dinas Kesehatan/IBI/P2KP.
Faktor pendorong terdiri dari: keluarga, kebudayaan lingkungan sekitar, ibu
bersalin dan adanya reward punishment dari susu formula.
Ketiga kelompok faktor (variabel independen) diatas, peneliti fokus untuk
mempelajari faktor predisposisi dan faktor pendukung, karena variabel yang
termasuk dalam faktor predisposisi dan faktor pendukung sesuai teori Lawrence
Green merupakan variabel yang berhubungan dengan pelaksanaan program IMD.
Pengukuran atau penilaian terhadap variabel yang diteliti tersebut melalui
kuesioner yang diisi langsung oleh responden dan didampingi oleh peneliti
tentang pelaksanaan program IMD.
29
3.2.Konsep Penelitian
Variabel Independen Variabel Dependen
Keterangan :
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
Gambar 3.1 Konsep penelitian Hubungan antara Pengetahuan dan Sikap dengan
Karakteristik Sosial demografi Bidan Dalam Program IMD (merujuk teori L.
Green).
Pelaksanaan program
IMD
Faktor Pendorong:
- Keluarga
- Kebudayaan
lingkungan sekitar
- Ibu bersalin
- Reward
Punishment
Faktor Pendukung
- Jumlah Tenaga
Kerja Bidan
- Jumlah
Persalinan
- Supervisi
1. Faktor Predisposisi
1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Karakteristik Sosial
Demografi
- Umur - Lama bekerja
sebagai Bidan
Praktek Mandiri
- Pekerjaan
4. Pengetahuan 5. Sikap
30
3.3. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah:
1. Pengetahuan bidan berhubungan dengan pelaksanaan program IMD di BPM
Kabupaten Badung.
2. Sikap bidan berhubungan dengan pelaksanaan program IMD di BPM
Kabupaten Badung.
3. Umur bidan berhubungan dengan pelaksanaan program IMD di BPM
Kabupaten Badung.
4. Lama bekerja sebagai BPM berhubungan dengan pelaksanaan program IMD
di BPM Kabupaten Badung.
5. Pekerjaan berhubungan dengan pelaksanaan program IMD di BPM
Kabupaten Badung.
6. Jumlah tenaga kerja bidan berhubungan dengan pelaksanaan program IMD di
BPM Kabupaten Badung.
7. Jumlah persalinan berhubungan dengan pelaksanaan program IMD di BPM
Kabupaten Badung.
8. Supervisi berhubungan dengan pelaksanaan program IMD di BPM
Kabupaten Badung.
31
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan penelitian
sampel survei atau cross-sectional (Sudigdo, 2011).
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitan
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Badung dan pengumpulan data
dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2015.
4.3 Penentuan Sumber Data
4.3.1 Populasi Penelitian
Populasi target pada penelitian ini adalah bidan yang terdaftar sebagai
anggota Ikatan Bidan Indonesia (IBI) di Kabupaten Badung dan populasi
terjangkaunya adalah bidan yang memiliki praktek mandiri di Kecamatan Kuta
Utara, Kuta Selatan dan Kuta. Kriteria inklusi yang digunakan yaitu bidan yang
mempunyai praktek mandiri di Kecamatan Kuta Utara, Kuta Selatan dan Kuta,
bersedia menjadi responden yang diketahui melalui lembar informed consent,
jenjang pendidikan minimal DIII kebidanan, pernah melakukan pelatihan APN
dan melakukan pertolongan persalinan, sedangkan kriteria eksklusinya adalah
bidan praktek mandiri yang tidak bersedia menjadi responden, mempunyai
32
praktek mandiri diluar Kecamatan Kuta Utara, Kuta Selatan dan Kuta dan tidak
melakukan pertolongan persalinan.
4.3.2 Sampel Penelitian
Besar sampel pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus data
proporsi (Sudigdo, 2011) sebagai berikut.
Rumus: n = (Zα)2xP(1-P)
d2
Keterangan :
n = Besar sampel minimum
Zα2 = Skor tinggi kemaknaan (95%=1.96)
P = Proporsi bidan yang melaksanakan program IMD menurut Mardiah 2011
sebesar 0,51
d =Kesalahan yang dapat ditoleransi = 13%
Berdasarkan perhitungan besar sampel minimal didapat jumlah sampel 56,80 yang
dibulatkan 57 sampel. Atas pertimbangan peneliti dengan adanya kriteria eksklusi
yang dapat mengurangi jumlah sampel minimal, maka seluruh populasi menjadi
sampel dalam penelitian ini yang berjumlah 61 sampel.
4.3.3 Teknik Penentuan Sampel
Pada penelitian ini sampel dipilih secara purposive sampling dengan
prosedur sebagai berikut: Peneliti memilih responden berdasarkan pada
pertimbangan subjektif dan praktis , bahwa responden tersebut dapat memberikan
informasi yang memadai untuk menjawab pertanyaan penelitian. Responden yang
dipilih adalah BPM yang sudah melakukan pelatihan.
33
4.4 Variabel Penelitian
4.4.1 Jenis variabel
Pada penelitian ini yang menjadi variabel independen yaitu pengetahuan,
sikap, umur, lama bekerja sebagai BPM, pekerjaan, jumlah tenaga bidan, jumlah
persalinan, supervisi dan variabel dependen yaitu pelaksanaan bidan dalam
program IMD.
4.4.2 Definisi Operasional
Tabel 4.1
Definisi Operasional Variabel Penelitian
Variabel Definisi Operasional Cara dan Alat Ukur Skala Pengukuran
1 2 3 4
Pelaksanaan
bidan dalam
program IMD
Pelaksanaan seluruh
tahapan IMD oleh
bidan saat menolong
persalinan
Menggunakan
Kuesioner terstruktur
Ordinal
Dikelompokkan
dalam dua kategori
yaitu:
1=Melaksanakan
IMD (skor<50%)
0=Tidak
melaksanakan IMD
(skor ≥50%)
Pengetahuan
Bidan
Pernyataan responden
tentang semua yang
diketahui tentang
tujuan dan manfaat
IMD. Dihitung
berdasarkan 18
pernyataan yang akan
di skor.
Menggunakan
Kuesioner terstruktur
Ordinal
Dikelompokkan
dalam dua kategori
yaitu:
1 = baik (> mean
atau median)
0 = kurang (≤ mean
atau median)
Sikap Bidan
Bentuk pendapat atau
pandangan yang
diberikan oleh
responden terhadap
pernyataan-pernyataan
terkait pelaksanaan
program IMD
Menggunakan
Kuesioner terstruktur
Nominal
Dikelompokkan
dalam dua kategori
yaitu:
1 = Positif, bila ≥
mean
0 = Negatif, bila<
mean
34
1 2 3 4
Pekerjaan
Kegiatan rutin yang
dilakukan dalam
upaya mendapatkan
penghasilan untuk
pemenuhan kehidupan
hidup keluarga
Menggunakan
Kuesioner terstruktur
Nominal
Dikelompokkan
dalam dua kategori
yaitu:
1 = Bidan Praktek
Mandiri
0 = Pegawai
Jumlah
Persalinan
Banyaknya persalinan
yang ditolong bidan
dalam 1 bulan terakhir
di BPM
Menggunakan
Kuesioner terstruktur
Nominal
Dikelompokkan
dalam dua kategori
yaitu:
1 = Jumlah
persalinan > 4 orang
0 = Jumlah
persalinan ≤ 4
Supervisi Kegiatan yang
dilakukan oleh
Dinkes/IBI dengan
melakukan kunjungan/
perjalanan dinas
secara teratur,
mengadakan
pertemuan/ rapat
bulanan, melakukan
analisis dan penilaian
terhadap pelaksanaan
IMD dalam 6 bulan
terakhir
Menggunakan
Kuesioner terstruktur
Nominal
Dikelompokkan
dalam dua kategori
yaitu:
1 = Ya, bila ada
supervisi
0 = Tidak, bila tidak
ada supervisi
4.5 Intrumen Penelitian
Pada penelitian ini instrumen yang digunakan adalah kuesioner yang
dikembangkan sendiri. Pada instrumen pengumpulan data, masing-masing bidan
diberi kode sehingga tidak mencantumkan nama bidan. Hal ini dilakukan untuk
menjaga kerahasiaan nama dari bidan. Sebelum digunakan terlebih dahulu
instrumen penelitian dilakukan uji validitas dan uji realibilitas.
35
4.5.1 Validitas
Pengujian validitas kuesioner dilakukan dengan mencari nilai korelasi
antara skor masing-masing variabel dengan skor totalnya.Tehnik uji validitas yang
digunakan adalah korelasi Pearson Product Moment. Item pertanyaan dalam
kuesioner dianggap valid atau tidak dengan membandingkan antara nilai r hitung
dengan r tabel. Apabila r hitung lebih besar dari r tabel maka kuesioner tersebut
dinyatakan valid, sebaliknya jika r hitung lebih rendah dari r tabel maka kuesioner
tersebut dinyatakan tidak valid (Hastono, 2007).
4.5.2 Reliabilitas
Dilakukan dengan cara membandingkan r tabel terhadap nilai alpha
Cronbach (Hastono, 2007). Pada penelitian ini instrumen penelitian diuji cobakan
terhadap bidan dengan karakteristik sejenis.
4.6 Prosedur Pengumpulan Data
4.6.1 Teknik pengumpulan data
Pada penelitian ini prosedur yang dilakukan oleh peneliti dalam
pengumpulan data, yaitu melakukan pendekatan pada responden yang memenuhi
kriteria inklusi untuk mendapatkan pernyataan kesediaan menjadi responden. Bila
responden bersedia, responden diminta menandatangani surat pernyataan
kesediaan menjadi responden dan dilanjutkan dengan pengumpulan data dengan
memberikan kuesioner kepada responden mengenai umur bidan sekarang, lama
bidan bekerja sebagai praktek mandiri, pekerjaan bidan, pengetahuan sebagai
bidan tentang IMD, sikap sebagai bidan tentang pelaksanaan program IMD,
36
adakah bidan lain yang membantu, berapa jumlah persalinan dalam 1 bulan
terkhir, adakah supervisi dan bagaimana pelaksanaan sebagai bidan praktek
mandiri dalam program IMD. Dalam pengisian kuesioner responden akan
didampingi oleh peneliti. Selanjutnya data pada formulir pengumpulan data yang
masih dalam bentuk hard copy akan dibuat ke dalam bentuk soft copy (dalam
bentuk microsoft excel) untuk memudahkan analisis. Untuk menjaga kerahasiaan
data bidan sebagai sampel maka dalam proses ekstraksi data akan dilaksanakan
oleh peneliti dengan mencantumkan nomor identitas tanpa mencantumkan nama
bidan yang disimpan dalam file khusus yang bersifat rahasia.
4.6.2 Teknik pengolahan data.
Data yang diperoleh dari penelitian kemudian diolah agar dapat dianalisis,
pengolahan data terdiri dari empat tahap menurut Notoatmodjo (2005), meliputi:
cleaning, editing, coding, tabulasi, recode, dan entry
4.7 Analisis Data
4.7.1. Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk melihat gambaran deskriptif atau data
proporsi menurut berbagai karakteristik yang diteliti yaitu variabel bebas
(pengetahuan, sikap, umur, lama kerja, pekerjaan, jumlah tenaga bidan, jumlah
persalinan, supervisi) dan variabel terikat (pelaksanaan bidan dalam program
IMD). Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui gambaran distribusi
frekuensi dan proporsi dari masing-masing variabel baik variabel bebas maupun
variabel terikat. Data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
37
4.7.2. Analisis Bivariat
Analisis yang dilakukan untuk menilai hubungan satu variabel bebas
dengan variabel tergantung yaitu hubungan karakteristik pengetahuan, sikap,
umur, lama membuka praktek bidan mandiri, pekerjaan, jumlah tenaga bidan yang
membantu, jumlah persalinan dan supervisi dalam melaksanakan program IMD.
Hasil analisis bivariat akan ditampilkan dalam tabel 2x2. Ukuran asosiasi yang
digunakan untuk menilai hubungan variabel bebas terhadap variabel tergantung
pada analisis ini adalah Crude Prevalence ratio (CPR) dan uji statistik yang
digunakan adalah chi square dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05).
4.7.3. Analisis Multivariat
Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan dari masing-
masing variabel bebas terhadap variabel tergantung dengan cara mengontrol
keberadaan variabel bebas yang lain. Uji statistik yang digunakan adalah poisson
regression dan ukuran asosiasi akan ditampilkan dalam bentuk Adjusted
Prevalence Ratio (APR) dengan 95% CI serta perhitungan nilai p.
38
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum Kabupaten Badung
Kabupaten Badung terdiri dari enam Kecamatan ,16 Kelurahan, 46 Desa, 373
Banjar Dinas, 164 Lingkungan.
Fasilitas kesehatan yang dimiliki di Kabupaten Badung adalah satu RSUD, 13
puskesmas, 10 puskesmas dengan layanan rawat inap, tiga puskesmas tanpa
layanan rawat inap. Jaringan puskesmas yang lainnya yaitu 54 puskesmas
pembantu (pustu), 16 puskesmas keliling, 571 posyandu dan 20 poskesdes (Dinas
Kesehatan Kabupaten Badung, 2013).
Tenaga kesehatan di Kabupaten Badung diantaranya yaitu dokter spesialis (40
orang), dokter umum (85 orang), dokter gigi (37 orang) dan bidan (391 orang)
yang masing-masing bekerja di RS (95 orang), di puskesmas (115 orang), di
Institusi Pendidikan swasta (7 orang), di dinas kesehatan (13 orang), di puskesmas
pembantu (84 orang), di poskesdes (17 orang) dan sebagai bidan praktek mandiri
(61 orang).
5.2 Karakteristik Responden
Responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini sebanyak 61 orng bidan
praktek mandiri terlatih yang berasal dari tiga kecamatan yaitu sebanyak 27
responden dari Kecamatan Kuta Utara, 21 responden dari Kecamatan Kuta
Selatan dan 13 responden dari Kecamatan Kuta. Berikut ini data yang diperoleh
dengan wawancara terstruktur kepada responden dengan menggunakan kuesioner.
39
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di Bidan Praktek Mandiri
Kabupaten Badung Tahun 2015
Karakteristik n=61
Umur, rerata±SD
Min-max
45,2 ± 9,0 tahun
28-75
Lama Praktek (tahun), median, (IQR)
Min-max
14 (9-20) tahun
7 bulan-48 tahun
Pekerjaan
Bidan yang hanya praktek mandiri
Bidan praktek mandiri yang bekerja di
Puskesmas atau RS
20(32,8)
41(67,2)
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa distribusi karakteristik responden berdasarkan
kelompok umur dapat diketahui umur terendah responden adalah 28 tahun dan
umur tertinggi responden adalah 75 tahun, dengan rata-rata umur reponden pada
penelitian ini adalah 45 tahun. Berdasarkan distribusi lama praktek responden
menunjukkan bahwa lama bidan membuka praktek paling singkat adalah 7 bulan
dan lama bidan yang membuka praktek mandiri paling lama adalah 48 tahun,
dengan median lama praktek 14 tahun (IQR: 9-20 tahun). Adapun jenis pekerjaan
responden menunjukkan bahwa sebagian besar bidan praktek mandiri yang
bekerja di puskesmas atau rumah sakit sebesar 67,2%, hanya sebagian kecil bidan
yang hanya praktek mandiri saja sebesar 32,8%.
5.3 Pengetahuan, Sikap, Jumlah Tenaga Bidan, Jumlah Persalinan, Supervisi
dan Pelaksanaan IMD
Tabel berikut menyajikan beberapa variabel yang turut diteliti mencakup
40
pengetahuan, sikap, jumlah tenaga bidan, jumlah persalinan, supervisi dan
pelaksanaan bidan terlatih dalam program IMD di BPM Kabupaten Badung.
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Pengetahuan, Sikap, Jumlah Tenaga Bidan, Jumlah
Persalinan, Supervisi dan Pelaksanaan IMD di BPM Kabupaten Badung Tahun
2015
Variabel n=(%)
Pengetahuan, rerata±SD
Kurang
Baik
Sikap, rerata±SD
Negatif
Positif
Jumlah Tenaga Bidan
1 bidan
> 1 bidan
Jumlah Persalinan
≤ 4 per bulan
> 4 per bulan
Supervisi
Tidak pernah
Pernah
Melaksanakan IMD, rerata±SD
Tidak
Ya
14,7 ± 3,02
35 (57,38)
26 (42,62)
13,09 ± 2,6
18(29,51)
43(70,49)
11 (18,03)
50 (81,97)
49 (80,33)
12 (19,67)
21 (34.43)
40 (65.57)
17,0 ± 4,7
23(37,70)
38(62,30)
Berdasarkan Tabel 5.2, dari 61 responden diketahui bahwa sebagian besar
responden memiliki pengetahuan yang kurang tentang pelaksanaan IMD (57,38%)
dan sebagian memiliki pengetahuan baik (42,64%) dengan rata-rata skor sebesar
14,7 ± 3,02. Jika dilihat dari variabel sikap responden, diketahui bahwa sebagian
41
besar memiliki sikap positif (70,49%) dan sebagian kecil memiliki sikap negatif
(29,51%), rata-rata skor sebesar 13,09 ± 2,6.
Berdasarkan jumlah tenaga bidan, sebagian besar jumlah tenaga bidan yang
membantu di BPM >1 bidan yaitu sebesar 81,97% dan hanya sebagian kecil
responden bekerja sendiri dan tidak mempunyai asisten yaitu sebesar 18,03%. Jika
dilihat dari distribusi jumlah persalinan di BPM sebagian besar responden yang
menolong persalinan ≤ 4 per bulan yaitu sebesar 80,33% dan hanya sebagian
kecil responden menolong persalinan > 4 per bulan yaitu sebesar 19,67%.
Jika dilihat dari distribusi supervisi sebagian besar responden pernah
mendapatkan supervisi sebesar 65.57%, dan hanya sebesar 34.43% responden
tidak pernah mendapatkan supervisi. Dapat dilihat pula berdasarkan pelaksanaan
responden diketahui sebagian besar bidan bidan terlatih melaksanakan IMD
(62,30%) dengan rerata 17,0 ± 4,7 SD.
5.4 Analisis Bivariat Variabel Independen dan Variabel Dependen
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara
variabel independen dengan variabel dependen. Variabel independen pada
penelitian ini adalah pekerjaan, sikap, umur, lama praktek, pekerjaan, jumlah
tenaga bidan, jumlah persalinan dan supervisi, sedangkan variabel dependennya
adalah pelaksanaan program IMD.
42
Tabel 5.3
Hubungan Karakteristik Responden dengan Pelaksanaan Program IMD di
Bidan Praktek Mandiri Kabupaten Badung Tahun 2015
Variabel Pelaksanaan (%) PR 95%CI p
value
Tidak
(n=23)
Ya (n=38)
Pengetahuan
Kurang
Baik
19(54,3)
4 (15,4)
16(45,7)
22(84,6)
1,9
1,2– 2,8
0,002
Sikap
Negatif
Positif
14 (77,8)
9 (20,9)
4(22,2)
34(79,1)
3,6
1,5-8,6
< 0,001
Umur, rerata±SD
Lama praktek,
rerata ±SD
444,9±7,6
16,1±9,1
45,3±9,8
15,0±8,8
1,0
1,0
0,97-1,04
0,99-1,00
0,911
0,767
Pekerjaan
Bidan yang hanya
praktek mandiri
Bidan praktek mandiri
yang bekerja di
Puskesmas atau RS
18(43,9)
5 (25,0)
23(56,1)
15(75,0)
1,3
0,9-1,9
0,153
Jumlah Tenaga Bidan
1 Bidan
> 1 Bidan
5 (45,5)
18(36,0)
6 (54,5)
32(64,0)
1,2
0,7-2,1
0,558
Jumlah Persalinan
≤ 4 Per Bulan
> 4 Per Bulan
21(42,9)
2 (16,7)
28(57,1)
10(83,3)
1,5
1,03-2,1
0,008
Supervisi
Tidak Pernah
Pernah
14(66,7)
9 (22,5)
7 (33,3)
31(77,5)
2,3
1,2-4,4
0,001
Dari hasil analisis bivariat pada tabel 5.3, ada empat variabel yang
berhubungan dengan pelaksanaan IMD yaitu variabel pengetahuan, sikap, jumlah
persalinan dan supervisi. Hubungan antara pengetahuan dengan pelaksanaan IMD
diperoleh hasil bahwa bidan yang memiliki pengetahuan baik tentang pelaksanaan
43
program IMD sebesar 84,6% melaksanakan IMD, sedangkan pada bidan yang
memiliki pengetahuan kurang hanya 45,7% melaksanakan IMD. Perbedaan ini
menghasilkan prevalence ratio (PR) sebesar 1,9 yang menunjukkan bahwa
peluang untuk melaksanakan IMD pada bidan praktek mandiri dengan
pengetahuan baik 1,9 kali dibandingkan bidan praktek mandiri dengan
pengetahuan kurang. Berdasarkan hasil uji statistik, hubungan pengetahuan
terhadap pelaksanaan IMD dinyatakan bermakna dengan 95% CI (1,2-2,8).
Berdasarkan analisis hubungan sikap dengan pelaksanaan program IMD
didapatkan bahwa pada bidan yang memiliki sikap positif sebesar 79,1%
melaksanakan IMD, sedangkan pada bidan yang memiliki sikap negatif sebesar
22,2% melaksanakan IMD. Perbedaan ini menghasilkan prevalence ratio (PR)
sebesar 3,6 yang menunjukkan bahwa peluang untuk melaksanakan IMD pada
bidan praktek mandiri yang memiliki sikap positif 3,6 kali dibandingkan bidan
praktek mandiri dengan sikap negatif. Berdasarkan hasil uji statistik, hubungan
sikap terhadap pelaksanaan IMD dinyatakan bermakna dengan 95% CI (1,5-8,6).
Hubungan jumlah persalinan dengan pelaksanaan bidan diperoleh hasil
bahwa sebagian besar bidan praktek mandiri yang menolong persalinan >4 per
bulan sebesar 83,3% melaksanakan IMD, sedangkan bidan praktek mandiri yang
menolong persalinan ≤ 4 per bulan sebesar 57,1% melaksanakan IMD. Perbedaan
ini menghasilkan prevalence ratio (PR) sebesar 2,3 yang menunjukkan bahwa
peluang bidan praktek mandiri yang menolong persalinan >4 per bulan 1,5 kali
untuk melaksanakan IMD dibandingkan bidan praktek mandiri yang menolong
44
persalinan ≤ 4 per bulan. Setelah diuji secara statistik hubungan tersebut
bermakna dengan 95% CI (1,03-2,1).
Pada bidan praktek mandiri yang pernah mendapatkan supervisi sebesar
77,5% melaksanakan IMD, sedangkan pada bidan praktek mandiri yang tidak
pernah mendapatkan supervisi hanya sebesar 33,3% melaksanakan IMD.
Perbedaan ini menghasilkan prevalence ratio (PR) sebesar 2,3 yang menunjukkan
bahwa peluang bidan praktek mandiri yang pernah mendapatkan supervisi 2,3 kali
untuk melaksanakan IMD dibandingkan bidan praktek mandiri yang tidak pernah
mendapatkan supervisi. Setelah diuji secara statistik hubungan tersebut bermakna
dengan 95% CI (1,2-4,4).
5.5 Analisis Multivariat
Analisis multivariat yang digunakan pada penelitian ini adalah poisson
regresion model. Analisis ini untuk mengetahui faktor yang secara mandiri
(independen) berpengaruh terhadap pelaksanaan pogram IMD. Metode eliminasi
yang digunakan dalam analisis ini adalah enter yaitu memasukkan semua variabel
sekaligus kedalam model. Variabel yang dimasukkan adalah semua variabel yang
mempunyai nilai p<0,25 yang mempunyai hubungan yang bermakna secara
statistik berdasarkan chi square test. Hasil analisis sebelumnya menunjukkan ada
lima variabel yang akan dimasukkan dalam model yaitu pengetahuan, sikap,
pekerjaan, jumlah persalinan dan supervisi. Sehingga model dasar dari analisis
multivariat hanya diisi oleh kelima variabel tersebut. Model dasar hasil analisis
multivariat menggunakan poisson regresion dapat dilihat pada Tabel 5.4
45
Tabel 5.4
Analisis Multivariat Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Program IMD
di Bidan Praktek Mandiri Kabupaten Badung Tahun 2015
Variabel PR 95%CI P
Value
Pengetahuan
1,5 1,04-2,1 0,029
Sikap
2,7 1,1-6,3 0,028
Pekerjaan
1,1 0,8-1,6 0,480
Jumlah Persalinan 1,0 0,7-1,3 0,940
Supervisi
1,7 0,9-2,9 0,085
Berdasarkan model tersebut, dapat diinterpretasikan bahwa faktor yang
secara mandiri (independen) mempengaruhi pelaksanaan program IMD pada
bidan praktek mandiri adalah pengetahuan dan sikap. Pengetahuan bidan praktek
mandiri yang baik akan meningkatkan peluang terjadinya pelaksanaan IMD
sebesar 1,5 kali dibandingkan bidan praktek mandiri yang pengetahuannya kurang
dan secara statistik hubungan tersebut bermakna dengan 95% CI (1,04-2,1). Sikap
bidan praktek mandiri yang positif akan meningkatkan peluang terjadinya
pelaksanaan program IMD sebesar 2,7 kali dibandingkan sikap negatif dan secara
statistik hubungan tersebut bermakna dengan 95% CI (1,1-6,3).
46
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Pembahasan Hasil Penelitian
6.1.1 Hubungan Pengetahuan dengan Pelaksanaan Program IMD oleh Bidan
Terlatih
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
kinerja seseorang. Kinerja yang didasari oleh pengetahuan akan langgeng
daripada tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2010). Dari hasil analisa
univariat didapatkan bahwa sudah sebagian besar (84,6%) pengetahuan bidan
dalam melaksanakan program IMD tergolong baik. Menurut asumsi peneliti,
pengetahuan bidan tergolong baik karena semua bidan praktek mandiri sudah
mendapatkan pelatihan dan sosialisasi tentang IMD, adanya sikap yang
mendukung dalam melaksanakan program IMD sehingga peningkatan
pengetahuan berimplikasi terhadap perilaku bidan dalam melaksanakan program
IMD.
Materi yang ditanyakan untuk mengukur pengetahuan juga merupakan
materi yang diberikan saat pelatihan dan sosialisasi kepada bidan praktek mandiri
tentang pelaksanaan IMD. Pelatihan dan sosialisasi penting untuk terus dilakukan.
Kegiatan ini seharusnya dilakukan secara berkala dan berkesinambungan agar
pemahaman dan pengetahuan bidan dalam melaksanakan IMD semakin
meningkat.
47
Hasil penelitian mendapatkan adanya perbedaan peluang antara bidan yang
berpengetahuan baik dibandingkan bidan yang berpengetahuan kurang terhadap
pelaksanaan IMD. Hal ini menunjukkan pengetahuan bidan yang baik akan
meningkatkan pelaksanaan bidan dalam program IMD. Perbedaan tersebut
bermakna secara statistik sehingga pengetahuan berhubungan langsung terhadap
pelaksanaan bidan dalam program IMD.
Hasil ini didukung oleh penelitian lain yang mempelajari tentang
pengetahuan dan pelaksanaan IMD di bidang kesehatan. Penelitian kesehatan
tentang pengetahuan pada bidan praktek mandiri salah satunya adalah yang
berjudul “Perbandingan Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini Berdasar tingkat
Pengetahuan Ibu Hamil di Puskesmas Halmahera dan Puskesmas Ngesrep”,
menunjukkan bahwa ada perbandingan tingkat pengetahuan baik dengan tingkat
pengetahuan kurang terhadap pelaksanaan IMD yaitu dengan p value 0,004. Hasil
penelitian Widiastuti dkk (2010) yang berjudul Faktor Yang Mempengaruhi
Pelaksanaan IMD Di Ruang Mawar Rumah Sakit Umum Daerah Dr.H. Soewondo
Kendal, dimana didapatkan hasil nilai p = 0,003 (p<0,05) maka dikatakan bahwa
ada hubungan pengetahuan bidan terhadap IMD di ruang Mawar RSUD Dr. H.
Soewondo Kendal.
Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Ghana (2004) mengatakan bahwa
kurangnya pengetahuan ibu sangat berpengaruh terhadap IMD, juga akan sangat
berpengaruh terhadap kesehatan bayi yang baru dilahirkan, pemberian ASI sejak
dini sangat bermanfaat untuk tumbuh kembang anak, disamping itu masih banyak
manfaat lain yaitu mencegah hipotermi, mempererat hubungan ikatan ibu dan
48
bayi, merangsang pengeluaran hormon oksitosin, bayi mendapatkan IMD yang
kaya akan daya tahan tubuh, meningkatkan angka keselamatan hidup bayi di usia
28 hari pertama kehidupannya, disamping itu masih banyak manfaatnya. Menurut
Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2007) juga menyebutkan bahwa, perilaku
yang didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan lebih langgeng (long lasting)
dari pada perilaku yang tidak didasari pengetahuan dan kesadaran.
Pengetahuan adalah gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui
pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan indera
atau akal budidaya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum
pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya (Meliono, 2007).
Kurangnya pengetahuan dari orang tua, pihak medis dan tidak adanya sikap
yang mendukung dalam melaksanakan program IMD membuat IMD jarang
dilaksanakan. Banyak orang tua yang merasa kasihan dan tidak percaya seorang
bayi yang baru lahir dapat mencari sendiri puting susu ibunya. Ataupun rasa malu
untuk meminta bidan yang membantu persalinan untuk melakukannya (Roesli,
2008).
Sedangkan menurut Boedihardjo (2007), ketidakmampuan menyusui erat
hubungannya dengan situasi ibu yang kurang atau tidak mendapatkan informasi
mengenai hal yang berkaitan dengan menyusui, kurangnya pengalaman dan
pengetahuan tentang mekanisme laktasi, kurang percaya diri atau tidak yakin akan
kemampuannya untuk menyusui. Jadi keberhasilan pemberian ASI tergantung
pada perilaku dari tenaga kesehatan yang pertama kali membantu ibu melahirkan.
Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan perilaku, sebelum seseorang
49
mengadopsi perilaku ia harus tahu dahulu apa arti dan manfaat perilaku tersebut
bagi dirinya atau bagi organisasi, karena menurut teori WHO (2007) perilaku
seseorang memiliki hubungan yang positif terhadap perilaku yang dilakukannya,
berarti semakin kurang pengetahuan seseorang, maka semakin jarang
melaksanakan IMD.
6.1.2 Hubungan Sikap dengan Pelaksanaan Program IMD oleh Bidan
Terlatih
Sikap adalah suatu bentuk evaluasi/reaksi terhadap suatu obyek,
memihak/tidak memihak yang merupakan keteraturan tertentu dalam hal perasaan
(afeksi), pemikiran (kognisi) daan predisposisi tindakan (konasi) seseorang
terhadap suatu aspek dilingkungan sekitarnya (WHO, 2007).
Sikap bidan terhadap pelaksanaan IMD dinilai melalui pendapat atau
pandangan bidan terhadap pernyataan-pernyataan terkait pelaksanaan IMD dan
manfaatnya. Pada penelitian ini, rata-rata skor untuk sikap bidan yaitu 8 poin,
namun demi kepentingan penelitian variabel sikap dikategorikan menjadi dua
kelompok yaitu positif ( ≥ 8), sebesar 70,49% dan negatif (< 8) sebesar 29,51%.
Distribusi sikap bidan menurut pelaksanaan IMD yaitu diantara 43 bidan yang
memiliki sikap positif terhadap pelaksanaan IMD terdapat 34 (79,1%) yang
melaksanakan IMD dan diantara 18 bidan yang memiliki sikap negatif terhadap
pelaksanaan IMD terdapat 4 (22,2%) yang melaksanakan IMD. Hasil analisis
hubungan antara variabel sikap dengan pelaksanaan IMD diketahui bahwa ada
hubungan antara sikap bidan dengan pelaksanaan IMD, dengan nilai prevalence
ratio (PR) sebesar 3,6 yang menunjukkan bahwa peluang untuk melaksanakan
50
IMD pada bidan praktek mandiri yang memiliki sikap positif 3,6 kali
dibandingkan bidan praktek mandiri dengan sikap negatif.
Pengetahuan BPM dalam melaksanakan IMD sejalan dengan sikap artinya
apabila pengetahuan BPM berada dalam kategori baik maka sikap juga akan
berada dalam kategori positif dan sebaliknya jika pengetahuan kurang maka sikap
juga akan negatif. Sesuai pendapat Soejoeti (2005) bahwa ada tiga faktor yang
menyebabkan timbulnya perubahan, pemahaman, sikap dan perilaku seseorang,
sehingga seseorang mau mengadopsi perilaku baru yaitu:
(1) Kesiapan psikologis ditentukan oleh tingkat pengetahuan, kepercayaan, (2)
adanya teanan positif dari kelompok atau individu dan (3) adanya dukungan
lingkungan. Dijelaskan juga oleh Green (1994) bahwa mewujudkan sikap menjadi
perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang
memungkinkan. Faktor yang mendukung tersebut adalah:1) faktor predisposisi
(pengetahuan, sikap, keyakinan dan persepsi), 2) faktor pendukung (akses pada
pelayanan kesehatan, keterampilan dan adanya referensi), 3) faktor pendorong
terwujud dalam bentuk dukungan keluarga, tetanggadan tokoh masyarakat.
Dharmasari (2007) juga menyatakan bahwa pengetahuan dan sikap
berhubungan dengan pengobatan sendiri yang aman, tepat dan rasional. Sikap
dapat dianggap sebagai suatu predisposisi umum untuk berespons atau bertindak
secara positif atau negatif terhadap suatu objek atau orang disertai emosi positif
dan negatif. Dengan kata lain sikap perlu penilaian, ada penilaian positif, negatif
dan netral tanpa reaksi afektif apapun, misalnya tertarik kepada seseorang, benci
terhadap suatu iklan dan suka pada makanan tertentu. Sikap mempengaruhi
51
pandangan seseorang terhadap suatu objek, mempengaruhi perilaku dan relasi
dengan orang lain. Untuk bersikap harus ada penilaian sebelumnya yaitu sikap
yang baik atau tidak baik. Perasaan sering berakar dalam sikap dan sikap dapat
diubah sehingga sikap biasanya berhubungan dengan kepercayaan (Wawan,
2010).
Pengaruh sikap yang positif terhadap perubahan pelaksanaan ke arah yang
lebih baik sudah dibuktikan pada beberapa penelitian kesehatan. Berdasarkan
hasil penelusuran ditemukan penelitian oleh Anita (2008) dalam Fikawati &
Syafiq (2010), di salah satu rumah sakit rujukan di Jakarta Pusat yang
menunjukkan hubungan yang signifikan antara bidan yang mempunyai sikap
positif terhadap IMD dengan penerapan praktik IMD. Hal ini berarti bahwa bidan
yang bersikap positif akan lebih besar kemungkinannya untuk melakukan IMD.
Sikap positif bidan terhadap IMD antara lain ditunjukkan dengan bidan merasa
senang bila ibu mengerti akan pentingnya IMD, bidan mau menyebarluaskan
informasi tentang pentingnya IMD, bidan mau membantu melaksanakan IMD,
dan bidan tidak mau memberikan susu botol kepada bayi. Namun, berbeda
dengan dengan penelitian Sumiyati (2011) diperoleh tidak ada perbedaan
proporsi pelaksanaan IMD dalam pertolongan persalinan antara sikap bidan yang
positif dan sikap bidan yang negatif terhadap IMD.
Pada studi kualitatif di salah satu Puskesmas di Kabupaten Solok, Sumatera
Barat, menunjukkan hasil adanya kekurangan fasilitas dan kualitas IMD yang
dilakukan oleh bidan. Dalam studi tersebut bidan mengakui dalam IMD tidak
terjadi kontak kulit antara ibu dan bayi karena bayi dalam keadaan sudah
52
terbungkus dan para bidan umumnya pernah memberikan susu formula kepada
bayi dengan indikasi bila dalam 2 jam ASI belum keluar. Hal ini sangat tidak
sesuai dengan prosedur APN yang ditetapkan.
Hal ini didukung pula oleh pernyataan Siregar A (2004), bahwa
keberhasilan menyusu dini banyak dipengaruhi oleh bidan yang pertama kali
membantu ibu selama proses persalinan. Selain itu keberhasilan ibu menyusui
juga harus didukung oleh suami, keluarga, bidan dan masyarakat. Sikap adalah
pernyataan-pernyataan atau penilaian-penilaian evaluatif berkaitan dengan
obyek, orang atau peristiwa (Robbin,2003).
Sikap seseorang diperoleh melalui proses belajar, maka sikap seseorang
yang negatif dapat dirubah menjadi sikap positif. Pendapat ini sejalan dengan
pendapat Muchlas (1994), bahwa perubahan juga diperoleh melalui proses
belajar, jadi perubahan sikap juga bisa dengan cara-cara yang sama sepeti
melalui pengalaman pribadi, asosiasi atau proses belajar sosial. Perubahan sikap
bisa berupa penambahan, pengalihan atau modifikasi dari satu atau lebih dari
ketiga komponen sikap tersebut diatas.
Sekali sebuah perubahan sikap telah terbentuk maka akan menjadi bagian
integral dari individu itu sendiri. Dikatakan bahwa perubahan sikap seseorang
sedikit banyak juga ikut merubah manusianya. kinerja yang ditunjukkan oleh
karyawan sesungguhnya merupakan gambaran atau cerminan sikap seseorang,
apabila sikap itu positif sejak awal dikembangkan individu maka kinerja yang
dihasilkan adalah baik, dengan sikap yang positif maka akan mewujudkan kinerja
yang tinggi dan memudahkan setiap pekerjaan (Setiawan, 2007).
53
Sikap mempengaruhi pelaksanaan yaitu bahwa sikap yang dipegang teguh
oleh seseorang menentukan apa yang akan dia lakukan. Makin khusus sikap
seseorang yang kita ukur maka makin khusus pula kita mengidentifikasi
pelaksanaan terkait, dan ,makin besar kemungkinan kita dapat memperoleh
hubungan yang signifikan antara keduanya. Dapat disimpulkan bahwa sikap
bidan di Kabupaten Badung rata-rata memiliki sikap positif dalam melaksanakan
IMD, tetapi sebagian kecil memiliki sikap negatif, hal ini disebabkan bidan lebih
mengutamakan penatalaksanaan kala III dibandingkan IMD karena menganggap
lebih mengutamakan bekerja secara praktis, cepat, dan aman serta ada juga yang
berfikiran dengan melakukan MAK III secara cepat akan menghindarkan pasien
pada perdarahan yang lebih banyak, dari situlah sehingga IMD tidak
dilaksanakan. Dalam wawancara didapatkan informasi bahwa sikap positif
responden dalam melaksanakan IMD adalah merasa senang melihat antusias bayi
dalam melakukan IMD. Responden juga mengatakan bahwa ASI lebih cepat
keluar dari pada ibu melahirkan yang tidak dilakukan IMD, sedangkan bidan
yang bersikap negatif menganggap IMD menyita waktu dan butuh bantuan
asisten. Pelaksanaan IMD akan terwujud apabila bidan mempunyai sikap yang
positif terhadap pelaksanaan IMD dengan kesediaan untuk melakukan praktik
IMD di setiap persalinan yang ditolong.
Dari analisis yang dilakukan, analisis bivariat dari variabel sikap
berhubungan dengan pelaksanaan bidan dalam program IMD, sedangkan
berdasarkan hasil analisis multivariat menggunakan poisson regression didapatkan
bahwa sikap bidan yang positif tentang pelaksanaan program IMD secara
54
independen meningkatkan peluang bidan dalam melaksanakan program IMD
dengan p= 0,028 (p< 0,05) , prevalence ratio (PR) sebesar 2,7 yang berarti
pelaksanaan IMD dominan dipengaruhi oleh sikap daripada pengetahuan.
6.1.3 Hubungan Umur dengan Pelaksanaan Program IMD oleh Bidan
Terlatih
Umur merupakan salah satu variabel yang penting dalam mempengaruhi
aktivitas seseorang, semakin bertambah umur seseorang maka akan semakin
matang dalam mengambil sikap sehingga dapat mempengaruhi seseorang tersebut
dalam bekerja, bila diaplikasikan artinya orang yang lebih dewasa akan memiliki
pertimbangan lebih matang dibanding orang yang belum dewasa (Robbins, 2003).
Pada penelitian ini diperoleh hasil uji analisis bivariat dengan 95% CI (0,97-
1,04). Berarti variabel umur tidak memiliki hubungan terhadap pelaksanaan
program IMD. Tidak adanya pengaruh ini, kemungkinan karena rata-rata umur
bidan praktek mandiri antara 37-54 tahun yang artinya sebagian besar bidan sudah
memiliki pengalaman dalam melaksanakan program IMD serta ilmu pengetahuan
yang dimiliki hanya sebatas pendidikan yang didapatnya sewaktu sekolah dulu
(Hajrah, 2012). Pada saat wawancara ada responden yang mengatakan bahwa
pelaksanaan IMD hanya membuang waktu saja dan merepotkan bila IMD hanya
dilakukan sendiri tanpa bantuan teman atau orang lain. Berbeda dengan bidan
yang berumur muda biasanya lebih cenderung bersemangat untuk melakukan dan
mempraktekkan ilmu baru yang didapat selama pendidikan maupun setelah
mendapat pelatihan.
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Putri dkk
55
(2013) di Puskesmas Rawat Inap Kabupaten Pasuruan yang menyatakan bahwa
umur mempengaruhi perilaku bidan dalam melaksanakan program IMD. Semakin
bertambahnya umur mempengaruhi pembentukan sikap dan perilaku seseorang.
Semakin bertambahnya umur maka bertambah pula kedewasaannya, makin
mantap pengendalian emosinya dan makin tepat segala tindakannya.
Berdasarkan telaah literatur, seseorang umumnya lebih stabil ketika
menginjak umur dewasa. Perbedaan hasil penelitian ini disebabkan oleh
perbedaan latar belakang budaya dan pengalaman kerja sehingga bervariasi
(Wibowo, 2013). Hal ini berbeda dengan teori menurut Nubeis Aids (1998) yang
menyatakan bahwa umur berpengaruh terhadap kemampuan untuk belajar
menyesuaikan diri. Umur bukan suatu patokan untuk berperilaku baik jika bukan
didasari oleh sikap bidan itu sendiri. Selain itu juga disebabkan adanya anggapan
bahwa IMD bukanlah hal yang penting untuk dilakukan dan tidak pernah ada
teguran dari instansi terkait apabila tidak melakukan IMD.
Hal ini dapat terjadi karena pelaksanaan IMD tidak hanya dipengaruhi oleh
umur seseorang, tetapi dapat juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan sekitar dan
kebiasaan sehari-hari yang dilakukan orang tersebut. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Mardiah (2011) bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara umur dengan kinerja bidan dalam pelaksanaan IMD.
6.1.4 Hubungan Lama Bekerja dengan Pelaksanaan Program IMD oleh
Bidan Terlatih
Menurut Anderson (1994) dalam Ilyas (2002) makin lama pengalaman kerja
semakin trampil seseorang. Seseorang yang sudah lama membuka praktek mandiri
56
mempunyai wawasan yang lebih luas dan pengalaman yang banyak yang akan
memegang peranan dalam pembentukan perilaku petugas. Gibson (1996) dalam
Ilyas (2002) mengatakan tidak ada jaminan bahwa petugas yang lebih lama
bekerja dapat dikatakan lebih produktif dibandingkan petugas yang lebih senior,
justru kinerja makin menurun akibat kebosanan dalam pekerjaan yang berlarut-
larut dan kurangnya rangsangan sejalan dengan makin tuanya usia. Masa kerja
seseorang dapat menggambarkan pengalaman kerjanya dalam bidang yang
ditekuni, dalam hal ini sebagai seorang bidan.
Pada penelitian ini, bidan membuka praktek mandiri paling singkat selama 7
bulan, dan paling lama selama 48 tahun. Berdasarkan hasil analisis bivariat
ditemukan bahwa rata-rata lama bidan membuka praktek mandiri berkisar antara
7-23 tahun melaksanakan IMD. Perbedaan ini menghasilkan prevalence ratio
(PR) sebesar 1,0 dan secara statistik pengaruh variabel lama praktek dengan
pelaksanaan IMD tersebut tidak bermakna dengan 95% CI (0,99-1,00).
Tidak adanya hubungan yang bermakna kemungkinan karena bidan sudah
memiliki pengalaman dan kemampuan untuk bekerja. Walaupun seorang bidan
sudah lama membuka praktek tidak dapat menjadi jaminan bahwa bidan
melaksanakan IMD meskipun sudah tahu manfaat dari IMD tetapi karena faktor
adat istiadat seperti adanya kebiasaan keluarga yang langsung memisahkan
bayinya segera setelah lahir, sehingga menghambat pelaksanaan IMD, dan ada
yang mengatakan sewaktu wawancara bahwa ibu dan bayi tidak berada dalam
ruangan yang sama setelah bayi lahir, sehingga bayi tidak segera mendapatkan
ASI tetapi bayi diberikan makanan pengganti ASI yaitu susu formula dengan
57
alasan pelaksanaan IMD dapat mengganggu dalam melaksanakan manajemen
aktif kala III.
Hasil penelitian ini senada dengan penelitian mengenai lama bekerja dan
hubungannya terhadap perilaku bidan dalam melaksanakan program IMD yang
pernah dilakukan oleh Dhewi (2009) yang membuktikan bahwa masa kerja
berpengaruh terhadap kinerja profesionalisme seseorang. Pernyataan penelitian
tersebut tidak spesifik masa kerja yang lama atau baru berpengaruh terhadap
perilaku. Begitu pun dengan penelitian yang dilakukan oleh Mardiah (2011) yang
melakukan penelitian di Kota Pekanbaru dengan metode penelitian cross
sectional, bahwa tidak ada hubungan antara pengalaman kerja dengan
pelaksanaan IMD yaitu 53,8% bidan yang sudah lama bekerja tidak melaksanakan
IMD. Hal ini tidak sesuai dengan teori Yuliani (2001) yang menyatakan bahwa
masa kerja akan sangat mempengaruhi perilaku dan kinerja seseorang. Bidan yang
sudah lama bekerja akan mempunyai wawasan yang lebih luas dan lebih banyak
sehingga dapat dengan mudah memberikan pelayanan kebidanan menurut ilmu
yang didapatkan selama ini sehingga untuk merubah kebiasaan tersebut
memerlukan proses dan waktu.
Masa kerja tidak dapat dirubah karena berkaitan dengan perjalanan waktu,
sehingga yang dapat dilakukan adalah manajemen yang baik dari setiap BPM
untuk pelaksanaan asuhan persalinan. Walaupun sudah lama bekerja bukan berarti
tidak perlu menjalankan perubahan yang bersifat teknis, karena jika memilih
membuka BPM maka konsekuensinya harus tetap menjalankan tugas bidan yang
profesional dan mengikuti perkembangan ilmu kebidanan, sehingga bidan yang
58
masa kerja lama benar-benar melaksanakan IMD dengan baik.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori perilaku tentang masa kerja, yaitu
tenaga kerja dengan masa kerja lebih lama umumnya berperilaku lebih baik
berdasarkan pengalamannya (Notoatmodjo, 2010). BPM yang mampu
melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai dengan prosedur rata-rata memiliki
masa kerja lebih lama. Hal ini dapat diasumsikan bahwa semakin lama seseorang
bekerja maka prestasi kerjanya akan semakin stabil bahkan cenderung meningkat
karena faktor kebiasaan dan rutinitas pekerjaan.
Relevansi masa kerja adalah berkaitan langsung dengan senioritas dalam
pekerjaan. Artinya tidak relevan membandingkan masa kerja dengan kinerjanya di
BPM karena penelitian menunjukkan bahwa belum tentu orang yang baru bekerja
memiliki produktifitas lebih tinggi karena bisa saja orang yang sudah lama bekerja
dan pengalamannya lebih baik akan memiliki produktifitas kerja yang tinggi
karena semakin rendah keinginannya meninggalkan pekerjaannya (Setiarini,
2012).
Masa kerja ditemukan tidak berpengaruh terhadap perilaku BPM dalam
melaksanakan program IMD karena peran dari faktor lain sangat besar salah
satunya adalah sikap dari bidan itu sendiri. Masa kerja tidak akan memiliki
pengaruh terhadap perilaku apabila sikap bidan negatif/tidak mendukung dalam
pelaksanaan IMD. Bidan yang bersikap positif akan lebih besar kemungkinannya
untuk melaksanakan program IMD. Sikap positif bidan terhadap IMD antara lain
adalah bidan merasa senang bila ibu mengerti akan pentingnya IMD, bidan mau
59
menyebarluaskan informasi tentang pentingnya IMD, bidan mau membantu
melaksanakan IMD, dan bidan tidak mau memberikan susu formula kepada bayi.
6.1.5 Hubungan Pekerjaan dengan Pelaksanaan Program IMD oleh Bidan
Terlatih
Dari analisa bivariat antara variabel pekerjaan dengan pelaksanaan IMD
menunjukkan bahwa bidan praktek mandiri yang bekerja di Puskesmas dan RS
melaksanakan IMD pada setiap pertolongan persalinannya sebesar 56,1%,
sedangkan pada bidan yang hanya membuka praktek mandiri saja tanpa bekerja di
tempat lain hanya 43,9% melaksanakan IMD. Perbedaan ini menghasilkan
prevalence ratio (PR) sebesar 1,3 yang menunjukkan bahwa peluang untuk
melaksanakan IMD pada bidan praktek mandiri yang bekerja di Puskesmas dan
RS 1,3 kali dibandingkan bidan praktek mandiri yang hanya membuka praktek
mandiri saja tanpa bekerja di tempat lain. Hal ini dikaitkan dengan dukungan
atasan, bidan yang bekerja di Puskesmas dan RS mampu melaksanakan IMD
karena bidan merasa takut akan sangsi yang diberikan kepada atasan jika bidan
tersebut tidak mengikuti SOP pelaksanaan IMD.
Dari analisis multivariat dari variabel pekerjaan tidak mempengaruhi
pelaksanaan bidan dalam program IMD, jenis pekerjaan menghasilkan prevalence
ratio (PR) sebesar 1,1 dan secara statistik pengaruh tersebut tidak bermakna
dengan 95% CI (0,8-1,6). Tidak adanya pengaruh yang bermakna kemungkinan
karena dukungan atasan hanya sebatas dukungan saja tanpa adanya supervisi
pelaksanaan IMD dan kebijakan dinas kesehatan tentang IMD, sehingga bidan
yang mempunyai sikap positif dan yang mempunyai kesadaran tentang IMD akan
60
tetap melaksanakan IMD pada setiap pertolongan persalinannya walaupun belum
ada kebijakan dari atasan mengenai pelaksanaan IMD, tetapi bidan yang
mempunyai sikap negatif dan pengetahuan yang kurang tentang IMD tidak akan
melaksanakan IMD pada setiap pertolongan persalinannya karena menganggap
IMD bukan prosedur merupakan prosedur yang harus dilaksanakan oleh bidan dan
proses IMD dianggap merepotkan karena perlu waktu dan pengawasan ekstra oleh
bidan (Yusnita, 2011).
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Kristina (2003) dan Wardah (2003) bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
antara jenis pekerjaan bidan dengan pelaksanaan IMD. Namun penelitian ini tidak
sejalan dengan penelitian (Yuliandrin, 2009) menyebutkan jenis pekerjaan bidan
juga mempengaruhi pelaksanaan program IMD bahwa ibu yang mendapatkan
keterampilan selain hanya dari praktek mandiri tetapi dari bekerja sebagai
pegawai baik sebagai pegawai di pemerintahan maupun di swasta mempunyai
peluang dalam melaksanakan IMD 16,4 kali dibandingkan dengan bidan yang
hanya membuka praktek mandiri saja.
Hal ini tidak sejalan dengan teori Yuliani (2001) yang menyatakan bahwa
pekerjaan akan sangat mempengaruhi perilaku dan kinerja seseorang. Bidan yang
sudah lama bekerja akan mempunyai wawasan yang lebih luas dan lebih banyak
sehingga dapat dengan mudah memberikan pelayanan kebidanan menurut ilmu
yang didapatkan selama ini sehingga untuk merubah kebiasaan terebut
memerlukan proses dan waktu.
Penelitian ini tidak sejalan dengan teori Siagian, 2000 yang menyatakan
61
bahwa pengalaman kerja meliputi banyaknya jenis pekerjaan atau jabatan yang
pernah diduduki seseorang dan lamanya mereka bekerja pada masing-masing
pekerjaan atau jabatan tertentu. Pengalaman kerja yang dimiliki oleh bidan dalam
pelayanan kebidanan berbeda-beda, hal ini disebabkan setiap bidan mempunyai
pengalaman dari pekerjaan ditempat yang berbeda-beda dan dilakukan berulang-
ulang. Oleh karena itu pengalaman kerja bidan yang didapatkannya akan
meningkatkan kompetensi pelayanannya dalam melaksanakan pekerjaan.
6.1.6 Hubungan Jumlah Tenaga Bidan dengan Pelaksanaan Program IMD
oleh Bidan Terlatih
Jumlah tenaga bidan adalah jumlah bidan yang melakukan praktek mandiri,
dimana selain bidan pemilik BPM ada bidan lain yang membantu dalam
pelaksanaan program IMD.
Hasil penelitian mendapatkan bahwa jumlah tenaga bidan > 1 sebagian besar
64,0% bidan mampu melaksanakan IMD dalam setiap pertolongan persalinannya
dibandingkan dengan bidan yang tidak mempunyai tenaga yang membantu atau
hanya terdapat 1 bidan yaitu pemilik bidan praktek mandiri saja. Perbedaan ini
menghasilkan prevalence ratio (PR) sebesar 1,2 dan secara statistik hubungan
tersebut tidak bermakna dengan 95% CI (0,7-2,1).
Tidak adanya pengaruh yang bermakna kemungkinan karena rata-rata umur
bidan praktek mandiri di Kabupaten Badung berumur tua, sehingga yang
melakukan pertolongan persalinan adalah asisten bidan atau tenaga bidan yang
membantu di tempat praktek mandiri, jadi walaupun pemilik BPM sudah
mengikuti pelatihan tapi tidak adanya sosialisasi kepada asisten bidan, maka dari
62
itu asisten bidan yang menolong persalinan cendrung tidak melaksanakan IMD
(Setiarini, 2012). Dari hasil wawancara juga dikatakan bahwa bidan menganggap
jika IMD bukan merupakan prosedur yang harus dilaksanakan oleh bidan meski
tercakup dalam asuhan persalinan dan IMD juga tidak dapat dilakukan oleh bidan
sendiri tanpa bantuan orang lain. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fauziah
pada tahun 2009 juga mengungkapkan adanya hubungan yang bermakna antara
peran tenaga kesehatan terhadap IMD dengan pemberian IMD (p=0,05).
Penelitian yang dilakukan oleh Indramukti pada tahun 2013 juga mengungkapkan
bahwa peran petugas kesehatan terhadap IMD juga mempunyai hubungan yang
bermakna dengan pemberian IMD (p=0,01). Penelitian yang dilakukan peneliti
juga didukung oleh penelitian Noer pada tahun 2011 yang mengungkapkan bahwa
hampir semua ibu post partum dapat melakukan praktik pemberian IMD dengan
bantuan profesionalisme bidan praktek mandiri.
6.1.7 Hubungan Jumlah Persalinan dengan Pelaksanaan Program IMD oleh
Bidan Terlatih
Jumlah persalinan (paritas) merupakan wanita yang pernah melahirkan bayi
yang dapat hidup (viable). Semakin banyak atau sering menolong persalinan maka
pengetahuan dan pengalaman bidan akan bertambah.
Dari analisis yang dilakukan, analisis multivariat dari variabel jumlah
persalinan tidak berhubungan dengan pelaksanaan bidan dalam program IMD,
jumlah persalinan menghasilkan prevalence ratio (PR) sebesar 1,0 dan secara
statistik hubungan tersebut tidak bermakna dengan 95% CI (0,7-1,3).
63
Tidak adanya hubungan yang bermakna kemungkinan karena responden
yang mengarahkan ibu melakukan IMD bukan karena melihat karakteristik yang
dimiliki ibu melainkan karena adanya kesempatan untuk mengarahkan ibu untuk
melakukan IMD mengingat bahwa praktek IMD membutuhkan waktu yang lama
yaitu kurang lebih 1 sampai 2 jam. Kondisi kamar bersalin juga sangat
mendukung pelaksanaan IMD. Apabila kamar persalinan cukup padat akan sangat
sulit untuk mengarahkan ibu melakukan IMD.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Raharjo (2014)
menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara jumlah persalinan
dengan pelaksanaan IMD. Menurut Anderson (1994) dalam Ilyas (2002) makin
lama pengalaman kerja semakin trampil seseorang. Semakin sering seseorang
menolong persalinan maka wawasan akan lebih luas dan pengalaman lebih
banyak, sehingga hal ini memegang peranan dalam pembentukan petugas dalam
melaksanakan IMD.
6.1.8 Hubungan Supervisi dengan Pelaksanaan Program IMD oleh Bidan
Terlatih
Gibson (1996) mengatakan bahwa perilaku seseorang dalam hal ini bidan,
juga dipengaruhi oleh variabel organisasi yaitu supervisi dari Dinas Kesehatan,
organisasi profesi (IBI). Menurut Gibson supervisi dapat memotivasi karyawan
dalam hal ini bidan untuk dapat melakukan IMD pada setiap persalinan yang
ditolong. Supervisi sebagai salah satu kegiatan dalam manajemen berupa
peninjauan program, evaluasi hasil, explorasi adanya hambatan atau masalah yang
kemudian diberikan bimbingan tekhnis serta arahan untuk mencapai kinerja yang
64
lebih baik, kinerja yang baik harus selaras dengan tujuan-tujuan yang diterapkan
sebelumnya, jika terdapat penyimpangan yang bermakna apapun alasannya adalah
tugas supervisi untuk memberikan arahan yang tepat (Siagian, 1994).
Menurut Depkes RI (1997) supervisi adalah bagian dari proses
pengendalian, yang merupakan tindak lanjut follow-up implementasi kegiatan
untuk memastikan agar pelaksanaan tugas sesuai dengan rencana (patuh atau tidak
terhadap standar) dan sesuai waktu yang telah ditetapkan sehingga dapat
memuaskan semua pihak. Dengan adanya supervisi dapat mendukung kinerja
bidan dalam pelaksanaan IMD. Dalam supervisi ada proses bimbingan dan
evaluasi kinerja dimana saat itu bidan merasa ada perhatian dan penghargaan akan
hasil kegiatannya, sehingga ada dorongan untuk lebih meningkatkan kinerjanya.
Supervisi sama dengan pengawasan dalam tujuan memperbaiki dan
meningkatkan kinerja, berfungsi sebagai monitoring, kegiatannya memiliki fungsi
manajemen serta berorientasi pada tujuan penyelenggaraan (Daryanto, 2005). Hal
inilah yang akan membantu dalam memantau kinerja karyawan. Supervisi yang
tidak terlaksana dengan baik maka karyawan bekerja tidak terpantau dan dapat
menyebabkan hasil kerja yang tidak sesuai dengan tugas yang diberikan.
Dari analisis yang dilakukan, analisis multivariat dari variabel supervisi
tidak berpengaruh dengan pelaksanaan bidan dalam program IMD, jumlah
supervisi menghasilkan prevalence ratio (PR) sebesar 1,7 dan secara statistik
hubungan tersebut tidak bermakna dengan 95% CI (0,9-2,9).
Tidak adanya hubungan yang bermakna kemungkinan karena seorang bidan
yang tidak mendapat supervisi cenderung untuk tidak melaksanakan IMD karena
65
menurut wawancara di lapangan responden mengatakan bahwa ada yang
mendapat supervisi tapi sebagian besar bidan tidak mendapatkan supervisi
sehingga mereka beranggapan bahwa tidak perlu melaksanakan IMD karena tidak
pernah juga dimintakan tentang evaluasinya (Hajrah,2012). Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ria (2009) dimana tidak ada
hubungan yang bermakna antara supervisi yang diterima responden dengan
praktek upaya IMD. Tetapi tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Sumiyati (2011) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna
antara supervisi dengan pelaksanaan IMD dengan nilai p value=0,045 dan
OR=2,44.
6.2 Keterbatasan Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional yaitu
semua variabel baik independen maupun dependen diukur dalam waktu yang
bersamaan. Oleh karena itu, desain ini hanya bersifat menggambarkan adanya
hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen dan tidak dapat
melihat arah sebab akibat sehingga tidak dapat memastikan variabel yang menjadi
penyebab dan variabel yang menjadi akibat sehingga masih diperlukan penelitian
selanjutnya.
Bias informasi yaitu recall bias yang terjadi karena perbedaan akurasi antara
daya ingat responden pada saat menjawab dengan kondisi yang sesungguhnya
terjadi. Bias informasi tersebut terjadi pada saat:
66
b. Responden menjawab pertanyaan tentang pelaksanaan IMD dalam 1 bulan
terakhir, saat menolong persalinan di tempat praktek mandiri.
c. Dari delapan variabel yang di teliti hanya dua variabel yang memberikan
pengaruh yang signifikan yaitu variabel pengetahuan dan sikap, hal ini
disebabkan terjadi bias yang berasal dari subjek penelitian, misalnya
responden mengetahui sedang diteliti sehingga bersikap baik, dan saat mengisi
kuesioner responden memilih jawaban yang positif. Peneliti tidak dapat
mengkonfirmasi apakah jawaban responden benar atau tidak, karena peneliti
tidak mengobservasi langsung sehingga peneliti selanjutnya agar melakukan
penelitian dengan menggunakan metode yang lain (observasi) agar penelitian
dapat lebih optimal
d. Rata-rata umur bidan praktek mandiri di Kabupaten Badung berumur tua,
sehingga yang melakukan pertolongan persalinan adalah asisten, jadi
walaupun pemilik BPM sudah mengikuti pelatihan namun tidak pernah
melakukan sosialisasi kepada asisten membuat IMD tidak dilaksanakan.
Berdasarkan hal ini diperlukan sosialisasi dan evaluasi tentang pelaksanaan
IMD dari pemilik BPM.
Untuk mengatasi hal tersebut, sebelum mengisi kuesioner dimulai enumerator
menjelaskan bahwa jawaban responden tidak akan berdampak terhadap
pekerjaannya tetapi akan membantu memberikan data/informasi yang benar
mengenai realitas yang terjadi, sehingga nantinya akan mendapatkan perbaikan
dalam meningkatkan pelaksanaan IMD sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
67
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Simpulan dari faktor yang mempengaruhi bidan terlatih dalam pelaksanaan
program IMD di BPM Kabupaten badung adalah sebagai berikut
1. Faktor yang terbukti secara signifikan mempengaruhi pelaksanaan program
IMD di BPM Kabupaten badung adalah pengetahuan dan sikap. Sedangkan
umur, lama membuka praktek mandiri, pekerjaan, jumlah tenaga bidan,
jumlah persalinan dan supervisi tidak mempengaruhi pelaksanaan bidan
terlatih dalam program IMD di BPM Kabupaten Badung.
2. Variabel sikap memberikan kontribusi hubungan lebih kuat dibandingkan
pengetahuan terhadap pelaksanaan program IMD di BPM Kabupaten Badung.
7.2 Saran
Dalam upaya meningkatkan pengetahuan dan sikap bidan terhadap program
IMD, perlu dilakukan pelatihan dan seminar yang berhubungan dengan
program IMD secara rutin dengan mengundang pakar pakar IMD serta
memberikan informasi dan edukasi yang mendalam tentang IMD kepada ibu
agar ibu lebih memahami pentingnya pelaksanaan IMD misalnya dengan
memberikan informasi pada saat antenatal care (ANC) serta perlu adanya
kebijakan dari Dinas Kesehatan dalam perpanjangan STR, bidan praktek
mandiri harus melaporkan berapa bayi yang sudah dilakukan IMD di tempat
prakteknya.
DAFTAR PUSTAKA
Adiyasa. G. (2014). Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu, Dukungan Keluarga
dan Peran Tenaga Kesehatan terhadap Pemberian Inisiasi menyusu Dini di
Puskesmas Banjar Serasan Kecamatan Pontianak Timur. (Tesis). Fakultas
Kedokteran Universitas Tanjungpura Pontianak.
Ambarwati & Ratna, E. (2009). Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra
Cendikia Press.
Anita, Lie. (2008). Kooperatif Learning . Jakarta: PT Grasindo.
Aprilia.Y. (2009).Analisis Sosialisasi Program Inisiasi Menyusu Dini dan Asi
Eksklusif Kepada Bidan di Kabupaten Klaten.(Tesis). Undip.
Asriani, A Azis. 2011. Studi Praktek Inisiasi Menyusu Dini (IMD) Di Rumah Sakit
Ibu Dan Anak Siti Fatimah Kota Makassar. (Skripsi) Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Universitas Hasanuddin Makassar.
Awi, D and Alikor, E. 2006.Barriers to timely initiation of breastfeeding among
mothers of healthy full-terms babies who deliver at University of Port
Harcourt Teaching Hospital. Nigerian journal of clinical practice2006 Jun;
Vol 9 (1), pp.57-64.Diakses tanggal 15 Desember 2013.
Badan Statistik Pusat BPS. (2013). Angka Kematian Menurut Propinsi. Available
at: http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=
12¬ab=5 [Accessed December 13, 2014].
Badan Pusat Statistik RI. (2012). Susenas Tahun 2012. Jakarta. Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
Daryati.(2008).Pengetahuan dan Sikap Bidan dalam Inisiasi Menyusu Dini Pada
Ibu Bersalin di Sanggau Kalimantan Barat. Tesis, Undip.
Dayati.(2011). Faktor-faktor Pada Bidan yang Berhubungan dengan Pelaksanaan
Inisiasi Menyusu Dini (IMD) di Wilayah Kecamatan Kendari Kota Kendari
Sulawesi Tenggara. Depok: FKM UI.
Daryati.(2008).Pengetahuan dan Sikap Bidan dalam Inisiasi Menyusu Dini Pada
Ibu Bersalin di Sanggau Kalimantan Barat. Tesis, Undip.
Departemen Kesehatan RI. (2007). Pelatihan APN Bahan Tambahan IMD.
Jakarta. JNPKR-JHPIEGO.
Depkes RI. (2007). Pedoman Strategi KIE Keluarga Sadar Gizi (KADARZI).
Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Gizi
Masyarakat.
Deviyanti, Ria Sutria. (2009). Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Praktek
Inisiasi Menyusu Dini Pada Bidan di Kecamatan Sukmajaya.(Skripsi).
Depok.FKMUI.
Dinas Kesehatan Kabupaten Badung. (2012). Profil Kesehatan Dinas Kesehatan
Kabupaten Badung.
Edmond KM, Zandoh C, Quigley MA, Amenga-Etego S, Owusu-Agyei S,
Kirkwood BR. Delayed breastfeeding initiation increases risk of neonatal
mortality. Pediatrics. 2006;117:380-6.
Faizin, A. (2008). Hubungan Tingkat Pendidikan dan Lama Kerja Perawat
dengan Kinerja Perawat Di RSU Pandan Arang Kabupaten Boyolali, Berita
Ilmu Keperawatan ISSN 1979-2697, Vol.1, No.3, September 2008: p. 137-
142.
Fikawati & Syafiq. (2010). Kajian Implementasi dan Kebijakan Air Susu Ibu
Eksklusif dan Inisiasi Menyusui Dini di Indonesia, Makara, Kesehatan,
Volume 14 No.1, Edisi Juni 2010:17-24.
Green, L.W. and Kreuter, M. W 2005 Health Program Planning: An Educational
and Ecological Approach.Fourth Edition. New York: McGraw-Hill.
Gibson. (1996). Perilaku Struktur dan Proses Edisi Kelima Organisasi Jilid I.
Jakarta penerbit erlangga Ciracas Jakarta.
Hajrah.(2012). “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Bidan Dalam
Pelaksanaan IMD di Kabupaten Berau” (Skripsi).Depok : FKMUI.
Hastono, S.P. (2007). Modul Analisis Data kesehatan Kemenkes RI. Depok : FKM
UI
Henderson, C., Jones, K. (2006). Buku Ajar Konsep Kebidanan.Jakarta.EGK
Hikmawati, S. (2008).“Faktor-Faktor Risiko Kegagalan Pemberian ASI Selama
Dua Bulan”.(Tesis).Universitas Diponegoro Semarang.
Hurlock,E.B. (1998). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan (Edisi Kelima). Erlangga. Jakarta.
Ilyas.Y, (2002). Kinerja : Teori, Penilaian dan Penelitian. Pusat Kajian Ekonomi
Kesehatan, FKM UI.
Jamilah ,L. (2008). Studi Kualitatif Penerapan IMD pada Bayi Segera Setelah
Lahir di RS“X” di Garut.(Tesis). Undip.
JNPK-KR.(2008). Pelatihan Asuhan Persalinan Normal Bahan Tambahan
Inisiasi Menyusu Dini. Jakarta : JNPK-KR.
Juliastuti, R. (2011). “Hubungan Tingkat Pengetahuan, Status Pekerjaan Ibu, Dan
Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini Dengan Pemberian ASI Eksklusif”
(Tesis).Surakarta : Universitas Sebelas Maret.
Kamalia. (2005). “Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian
Diare di Puskesmas Srondol Banyumanik Kota Semarang”. (Skripsi).
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro.
Kepmenkes No 900/Menkes/SK/VII/002 Bab V pasal 18. Tentang Pemeliharaan
dan Penggunaan ASI.
Kurniawati, R.R. (2011). Pola Hubungan Antara status Gizi Balita dan Faktor
Sosial Ekonomi Terhadap Tingkat Kesejahteraan Ke Luarga di Surabaya
Timur. (Skripsi). Surabaya: ITS.
Lubis, Nuchsan Umar. (2009). ASI Eksklisif Menjelang Indonesia Sehat 2010.
Jakarta: Cermin Dunia Kedokteran, vol 36 No.2: p. 133-134.
Mangkunegara, P. (2006) Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia, Cetakan kedua
Refika Aditama. Jakarta. p. 152-16.
Mantja, W. (2005). Etnografi Disain Penelitian Kualitatif dan manajemen
Pendidikan. Malang: Wineka Media.
Mardiah. (2011). “Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kinerja Bidan Dalam
Mendukung Program Inisiasi Menyusu Dini (IMD) di Kota Pekan Baru”.
(Tesis) USU.
Muchlas.M, (1994), Perilaku Organisasi UGM, Yogyakarta.
Mullany, Luke C.; Joanne Katz; Yue M. Li; Subarna K. Khatry.(2008). Breast-
Feeding Patterns, Time to Initiation, and Mortality Risk among Newborns
in Southern Nepal. J. Nutr. 138:599- 603.
Nakao Y, Moji K, Honda S, Oishi K. (2008). Initiation of breastfeeding within 120
minutes after birth is associated with breastfeeding at four months among
Japanese women, International Breastfeeding Journal.
Notoatmodjo,S. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan.Jakarta :Rineka Cipta.
p.125-127
Notoatmodjo,S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta.
p.123-124
Notoatmodjo,S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta,
Jakarta.p.131-134
Notoatmodjo.S. (2010). Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi.Jakarta : Rineka
Cipta. p.128-129
Nuryanti, 2011. Praktek Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini di RSIA Siti Khadijah
Muhammadiyah Makassar. (Skripsi) Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Universitas Hasanuddin. Makassar.
Orun SSY, Yusuf Madenda, Zeynep Ustnuyurt - Eras, Ehnaz Kutluk KY.(2010). “
Factors associated with breastfeeding initiation time in aBaby-Friendly
Hospital”.
Permenkes 129/Menkes/SK/II/2008.Tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah
Sakit.
Permenkes No. 1464/Menkes/Per/X/2010 Tentang Izin dan Penyelenggaraan
Praktik Bidan.
Pokja Sanitasi Kabupaten Badung. (2012). Buku Putih Sanitasi Kabupaten
Badung (Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman 2012). Badung:
Pokja Sanitasi Kab. Badung. Retrieved from ppsp. nawasis. info/kab.
badung/BAB II BPS Badung. doc.
Prawirohardjo, S. (2006), Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
Putri R, Agung W, Andarini S (2015). Pengaruh Faktor Instrinsik dan Ekstrinsik
terhadap Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini oleh Bidan di Puskesmas Rawat
Inap. Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol.28, No.3, Juni 2015: p. 289-293.
Raharjo, B. (2014). Profil Ibu Dan Peran Bidan Dalam Praktik Inisiasi Menyusu
Dini Dan ASI Eksklusif, Jurnal Kesehatan Masyarakat ISSN 1858-1196,
Vol.1, No.3, Mei 2015: p. 53-63.
(RISKESDAS) Riset Kesehatan Dasar. (2007). Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, departemen Kesehatan, Republik Indonesia.
Rismaina Putri, I Wayan Agung I, Sri Andarini. (2013). Pengaruh Faktor Instrinsik
dan Ekstrinsik Terhadap Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini oleh Bidan di
Puskesmas Rawat Inap Kabupaten Pasuruan” Volume 28 No.3, Edisi Februari
2015:17-24.
Rati, S ;Djunaidi M. Dachlan, Sukmawati. (2012). “Perilaku Ibu Post Partum
Dalam Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) Di Puskesmas Batua Kota
Makassar”.(Tesis).FKMUNHAS.
Robbins P.S. (2003).Alih bahasa Molan.B, Perilaku Organsasi. Indeks Gramedia,
Jakarta.
Roesli, Utami. (2007). Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta. Trubus Agriwidya.
Roesli, Utami. (2008). Inisiasi Menyusu DiniPlus ASI Eksklusif. Jakarta. Pustaka
Bunda.
Rosalina, W.L. (2008).Pengaruh Kecerdasan Emosional Perawat terhadap Perilaku
Melayani Konsumen dan Kinerja Perawat Rumah Sakit Umum Daerah
Indramayu.Jurnal Ekonomi & Bisnis, Vol 2, No. 3.
Rosenberg, K D., C McMurtrie, B D Kerker, Y Na and E H Graham. 2008.
Breastfeeding Initiation in New York City, 1979 to 1996. American Journal
of Public Health, Vol. 88, Issue 12 1850-1852.
Rosenkrantz TS.Neonatology. 1996.
Righard, A (1990). Kontak kulit ibu-bayi, dalam Roesli (2008). “Inisiasi Menyusu
Dini Plus ASI Ekslusif (hlm 21). Jakarta: Pustaka Bunda.
Rusnita, A. (2008). Faktor-faktor Yang berhubungan Dengan Pelaksanaan Inisiasi
Menyusu Dini di Kamar Bersalin IGD RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
Jakarta November 2008. (Skripsi). Depok: FKM UI.
Sastroasmoro, S. (2011).Dasar–Dasar Metode Penelitian Klinis. Jakarta, CV
Sagung. P. 78-85.
Setiarini,T. (2012). “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Bidan di
RSIA Budi Kemuliaan Jakarta” (Tesis).Depok : FKMUI.
Setiawan.W, (2007), Beberapa Faktor Yang Berhubungan dengan Kinerja Bidan
Desa dalam Pertolongan Persalinan di Kabupaten Tasikmalaya. (Tesis),
Undip.
Siregar A. (2004). Pemberian ASI Eksklusif dan Faktor yang mempengaruhinya.
(Tesis). Universitas Sumatra Utara, Medan.
Soetjiningsih. (1997). ASI Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan , Jakarta: EGC.
Sugiarti & Vera Talumepa (2008). Gambaran Pengetahuan Bidan Praktek Swasta
Tentang Inisiasi Menyusu Dini Berdasarkan Karakteristik Bidan di
Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat Tahun 2008. Jurnal
Kesehatan Kartika Sikes A.Yani.
Sumiyati, N. (2011). Hubungan Pelatihan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dengan
Pelaksanaannya Oleh Bidan Di Kabupaten Sidoarjo. Depok: FKMUI.
Suriadi & Rita Yuliani. (2001). Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi I. Jakarta:
CV Sagung Seto.
Suriadi.(2010).Asuhan Keperawatan Pada Anak.Jakarta : Sagung Seto
Sitinjak, M. (2011). Analisis Kepatuhan Bidan Terhadap SOP Pelaksanaan Inisiasi
Menyusu Dini ( IMD ) di Wilayah Puskesmas Bukit Kabupaten Samosir
Provinsi Sumatra Utara. (Tesis).Depok : FKM UI.
Triani,Y, (2010). Hubungan Tingkat Pengetahuan, Status Pekerjaan dan
Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini dengan Pemberian ASI Eksklusif .
(Tesis) Undip.
WABA. (2011). Protects, Promotes, and Support Breastfeeding Worldwide.
World Alliance for Breastfeeding Actions : WABA, (diunduh 17 Desember
2014). Dari http://www.waba.org.my/
Wawan, A dan Dewi, M. (2010). Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan
Perilaku Manusia. Nuha Medika. Yogyakarta : Nuha Medika.
World Health Organization (WHO). Development of a strategy towards promoting
optimal fetal growth. Avaliable from :http:// www. who. int/ nutrition /topics
/feto maternal/en.html. Last update : January 2007 [diakses pada tanggal 25
Desember 2014].
WHO.(2011).Eclusive Breastfeeding.Program and Project.(Diunduh 13 Desember
2015).Dari
http://www.who.int/nutrition/topics/eclusive_breasfeed/en/index.html.
Wibowo. (2013). Manajemen Kinerja Edisi Ketiga. Jakarta : Rajawali Pers. P. 77-
94
Yuliandrin, E.M.(2009). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemberian
ASI Eksklusif di delapan Kabupaten Jawa Barat dan Jawa Timur Tahun
2002 Analisis Data Dasar ASUH 2002. (Skripsi). Depok: FKM UI.
Yuntas, Djunaidi M. Dachlan, Sukmawati. (2012). “Perilaku Bidan Dalam
Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) Di Puskesmas Batua Kota
Makassar”.(Tesis).FKMUNHAS.
Yusnita, V. (2012). “Fakto Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Inisiasi Menyusu
Dini (IMD) Oleh Bidan Di 12 Puskesmas Agam Timur Wilayah Kerja Dinas
Kesehatan Agam Provinsi Sumatera Barat”.(Tesis). Depok: FKM UI.