HT krisis

download HT krisis

of 11

description

hipertensi

Transcript of HT krisis

BAB IPENDAHULUAN1.1. LATAR BELAKANGHipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia dan berkaitan erat dengan pola perilaku hidup masyarakat itu sendiri. Selama kurun waktu kehidupannya, penderita hipertensi dapat mengalami krisis hipertensi dimana terjadi peningkatan tekanan darah (TD) mendadak (sistole > 180 mmHg dan atau diastole > 120 mmHg) yang memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Angka kejadian krisis hipertensi menurut laporan dari hasil penelitian dekade lalu di negara maju berkisar 2 7% dari populasi hipertensi terutama pada usia 40 60 tahun dengan pengobatan yang tidak teratur selama 2 10 tahun. Angka ini menjadi lebih rendah lagi dalam 10 tahun belakangan ini karena kemajuan dalam pengobatan hipertensi, seperti di Amerika hanya lebih kurang 1% dari 60 juta penduduk yang menderita hipertensi. Di Indonesia belum ada laporan tentang angka kejadian ini.1Berbagai gambaran klinis dapat menunjukkan keadaan krisis hipertensi dan secara garis besar, The Fifth Report of the Joint National Comitte on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNCV) membagi krisis hipertensi ini menjadi 2 golongan yaitu: hipertensi emergensi (darurat) dan hipertensi urgensi (mendesak).2 Membedakan kedua golongan krisis hipertensi ini bukanlah dari tingginya tekanan darah tetapi dari kerusakan organ sasaran. Kenaikan tekanan darah yang sangat tinggi dan mendadak pada seorang penderita dipikirkan sebagai suatu keadaan emergensi bila terjadi kerusakan secara cepat dan progresif dari sistem saraf pusat, miokardial dan ginjal. Hipertensi emergensi dan urgensi perlu dibedakan karena cara penanggulangan keduanya berbeda. Sebagian besar ahli mendefinisikan hipertensi emergensi sebagai suatu situasi yang membutuhkan penurunan tekanan darah segera dengan menggunakan obat parenteral akibat adanya ancaman kerusakan organ target yang akut dan bersifat progresif, sedangkan hipertensi urgensi merupakan suatu situasi dengan peningkatan tekanan darah yang nyata tetapi tanpa disertai gejala klinis yang berat atau kerusakan organ target yang progresif, namun tekanan darah tetap perlu diturunkan dalam hitungan jam dengan menggunakan obat oral.3Seberapa besar tekanan darah yang dapat menyebabkan krisis hipertensi tidak dapat dipastikan. Walaupun telah banyak kemajuan dalam pengobatan hipertensi namun para klinisi harus tetap waspada akan kejadian krisis hipertensi, sebab penderita yang jatuh dalam keadaan ini dapat membahayakan jiwa/kematian bila tidak ditanggulangi dengan cepat dan tepat. Pengobatan yang cepat dan tepat serta intensif lebih diutamakan daripada prosesur diagnostik karena sebagian besar komplikasi krisis hipertensi bersifat reversibel. Dalam makalah ini akan ditekankan mengenai tatalaksana pada hipertensi emergensi.

1.2. TUJUANTujuan dari penulisan referat ini adalah :1. Memenuhi salah satu tugas kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Dalam1. Memahami tentang tatalaksana pada krisis hipertensi

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 DEFINISI KRISIS HIPERTENSIKrisis hipertensi adalah suatu keadaan klinis yang ditandai oleh peningkatan tekanan darah yang sangat tinggi dan mendadak (sistole > 180 mmHg dan/atau diastole > 120 mmHg) dengan kemungkinan akan timbulnya atau telah terjadi kelainan target pada penderita hipertensi yang membutuhkan penanggulangan segera.3,4,5

2.2 KLASIFIKASI KRISIS HIPERTENSI Hipertensi emergensi Kenaikan tekanan darah mendadak yang disertai kerusakan organ target yang progresif disebut hipertensi emergensi. Pada keadaan ini diperlukan tindakan penurunan tekanan darah yang segera dalam kurun waktu menit/jam agar dapat mencegah/membatasi kerusakan organ target yang terjadi.3,4,5 Hipertensi urgensi Kenaikan tekanan darah mendadak yang tidak disertai kerusakan organ target disebut hipertensi urgensi. Penurunan tekanan darah pada keadaan ini harus dilaksanakan dalam kurun waktu hitungan jam sampai hari.3,4,5Kedua jenis krisis hipertensi ini perlu dibedakan dengan cara anamnesis dan pemeriksaan fisik, karena baik faktor risiko dan penanggulangannya berbeda.

2.3ETIOLOGIPada umumnya krisis hipertensi terjadi pada pasien hipertensi yang tidak meminum obat atau minum obat antihipertensi tidak teratur.6

2.4PATOFISIOLOGIMekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama. Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.2Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah. Peningkatan tekanan darah yang mendadak akibat tidak atau lalai meminum obat antihipertensi tersebut dapat menyebabkan gangguan sirkulasi ke berbagai organ seperti kardiovaskular, serebrovaskular, renovaskular sehingga dapat terjadi kerusakan organ target yang progresif.2

2.5 DEFINISI HIPERTENSI EMERGENSIHipertensi emergensi adalah kenaikan tekanan darah mendadak (sistole > 180 mmHg dan/atau diastole > 120 mmHg) yang disertai kerusakan organ target yang progresif. Pada keadaan ini diperlukan tindakan penurunan tekanan darah yang segera dalam kurun waktu menit/jam agar dapat mencegah/membatasi kerusakan organ target yang terjadi.3,4,5

2.6 EPIDEMIOLOGI HIPERTENSI EMERGENSIPada penderita hipertensi emergensi didapatkan persentase kerusakan organ seperti infark serebral (24,5%), ensefalopati (16,3%), perdarahan intraserebral atau subarakhnoid (4,5%), gagal jantung akut dengan edema paru (36,8%), infark miokard akut (12%), diseksi aorta (2%), eklampsia (4,5%) dan ginjal (1%).2

2.7 PENDEKATAN AWAL PADA HIPERTENSI EMERGENSIPendekatan awal pada hipertensi emergensi harus dilakukan dengan tepat dan cepat dengan urutan sebagai berikut :Table 1. Initial evaluation of hypertensive emergency2

History--Prior diagnosis and treatment of hypertension--Intake of pressor agents: street drugs, sympthomimetics--Symptoms of cerebral, cardiac, and visual dysfunction

Physical examination--Blood pressure, Funduscopy, neurologic status, cardiopulmonary status--Body fluid volume assessment, peripheral pulses

Laboratory evaluation--Hematocrite and blood smear, urine analysis--Automated chemistry: creatinine, glucose, electrolytes--Plasma renin activity and aldosterone (if primary aldosteronism is suspected)--Plasma renin activity before and 1 h after 25 mg captopril (if RVH is suspected)--Spot urine or plasma for metanephrine (if pheochromocytoma is suspected)

Chest radiograph

Electrocardiogram

1. Anamnesis6Anamnesis penderita harus dilakukan secara cermat mengenai : Riwayat hipertensi (awal hipertensi, jenis obat anti hipertensi, keteraturan minum obat). Gangguan organ (kardiovaskular, serebrovaskular, renovaskular dan organ lain).Tabel 2. Gambaran klinik hipertensi emergensi4Tekanan darah Bidang neurologiBidang mataBidang kardiovaskularBidang ginjalBidang gastrointestinal

> 180/120 mmHgSakit kepala hebat, gangguan kesadaran (somnolen, sopor,coma)kejang, defisit neurologisHilang/kabur penglihatan. (Funduskopi berupa perdarahan retina, eksudat retina, edema papil) Nyeri dada, sesak napas Azotemia,proteinuria,oligouriaMual, muntah

2. Pemeriksaan Fisik6 Pengukuran tekanan darah dikedua lengan. Palpasi denyut nadi di keempat ekstremitas. Pemeriksaan fisik dilakukan sesuai dengan kecurigaan organ target yang terkena berdasarkan anamnesis yang didapat.3. Pemeriksaan Laboratorium Awal dan Penunjang6Pemeriksaan laboratorium awal dan penunjang yang dilakukan disesuaikan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang ditemukan serta ketersediaan fasilitas. Pemeriksaan laboratorium awala. Darah : rutin, ureum, kreatinin, gula darah dan elektrolit.b. Urinalisis Pemeriksaan penunjang a. EKGb. Foto thorax4. Penetapan DiagnostikWalau biasanya pada krisis hipertensi ditemukan tekanan darah > 180/120 mmHg perlu diperhatikan kecepatan kenaikan tekanan darah tersebut dan derajat gangguan organ target yang terjadi.

2.8 TATALAKSANA HIPERTENSI EMERGENSIA. Dasar-dasar penanggulangan7,10Tekanan darah yang sedemikian tinggi haruslah segera diturunkan karena penundaan akan memperburuk penyakit yang akan timbul baik cepat maupun lambat. Tetapi dipihak lain, penurunan yang terlalu agresif juga dapat menimbulkan berkurangnya perfusi dan aliran darah ke organ vital terutama otak, jantung, dan ginjal. Untuk menurunkan tekanan darah sampai ke tingkat yang diharapkan perlu diperhatikan berbagai faktor antara lain keadaan hipertensi sendiri antara lain tekanan darah segera diturunkan atau bertahap, pengamatan problema yang menyertai hipertensi emergensi, perubahan dari aliran darah dan autoregulasi tekanan darah pada organ vital dan pemilihan obat anti hipertensi yang efektif untuk hipertensi emergensi dan monitoring efek samping obat.

B. Langkah-langkah penanggulangan7,9a. Penanggulangan hipertensi emergensi harus dilakukan dirumah sakit dengan fasilitas pemantauan yang memadai.b. Pengobatan parenteral diberikan secara bolus atau infus sesegera mungkin.c. Tekanan darah harus diturunkan dalam hitungan menit sampai jam dengan langkah sebagai berikut : 5 menit s/d 120 menit pertama tekanan darah rata-rata (mean arterial blood pressure) diturunkan 20-25%. 2 s/d 6 jam kemudian tekanan darah diturunkan sampai 160/100 mmHg. 6-24 jam berikutnya diturunkan sampai 20% dari awal, dosis diberikan 30 mg/jam sampai target tercapai. Diteruskan dengan dosis maintenance 5-10 mg/jam dengan observasi 4 jam kemudian diganti dnegan tablet oral. Perlu perhatian khusus pada penderita dengan gangguan konduksi jantung dan gagal jantung. Nicardipin IV (2 mg dan 10 mg/ampul)7 Nicardipin diberikan 10-30 mcg/kgBB/ bolus. Bila tekanan darah tetap stabil diteruskan dengan 0,5-6 mcg/kgBB/menit sampai target tekanan darah tercapai. Nitroprusside IV7 Nitroprusside diberikan dalam cairan infus dengan dosis 0,25-10.00 mcg/kgBB/menit. Nitrogliserin IV7 Nitrogliserin diberikan dalam cairan infus dengan dosis 10-50 mcg/500 cc. Labetalol IV7 Labetalol diberikan 20-80 mg IV bolus setiap 10 menit atau dapat diberikan dalam cairan infus dengan dosis 2 mg/menit.Dari berbagai jenis hipertensi emergensi, obat pilihan yang dianjurkan maupun yang sebaiknya dihindari adalah sebagai berikut :101. Ensefalopati hipertensi.Anjuran : Nitroprusside, labetalol, diazoxide. Hindarkan : B-antagonist, Methyldopa, Clonidine.2. Infark Cerebral.Anjuran : Nitroprusside, Labetalol. Hindarkan : B-antagonist, Methyldopa, Clonidine.3. Perdarahan intacerebral, perdarahan subarakhnoid.Anjuran : Nitroprusside, Labetalol. Hindarkan : B-antagonist, Methyldopa, Clonidine.4. Infark miokard.Anjuran : Nitroglycerine, Labetalol, Nitroprusside dan loop diuretik. Hindarkan : Hyralazine, Diazoxide, Minoxidil.5. Edema paru akut. Anjuran : Nitroprusside dan loop diuretik. Hindarkan : Hydralacine, Diazoxide, B-antagonist, Labetalol.6. Diseksi aorta.Anjuran : Nitroprusside dan B-antagonist, Labetalol. Hindarkan : Hydralazine, Diaozoxide, Minoxidil.7. Eklampsi. Anjuran : Nitroprusside, Hydralazine, Diazoxide, Labetalol dan Ca-antagonist. Hindarkan : Trimethaphan, Diuretik, B-antagonist.8. Renal insufisiensi akut.Anjuran : Nitroprusside, Labetalol, Ca-antagonist. Hindarkan : B-antagonist, Trimethaphan.

2.9PROGNOSISPenegakan diagnosis dan penanggulangan segera dalam kasus hipertensi emergensi sangat mempengaruhi prognosis pasien. Dengan tindakan penanggulangan yang tepat, cepat dan efektif maka kerusakan organ target dapat diminimalisir sehingga komplikasi yang terjadi sangat minimal.

BAB IIIPENUTUP3.1. KESIMPULANHipertensi emergensi adalah kondisi terjadi peningkatan tekanan darah secara mendadak yang berakibat pada kerusakan organ target yang progresif. Dalam kondisi hipertensi emergensi, tekanan darah harus diturunkan secara agresif dalam hitungan waktu menit sampai jam. Berbagai sistem organ yang menjadi organ target pada hipertensi emergensi ini adalah sistem saraf yang dapat mengakibatkan ensefalopati hipertensi, infark serebral, perdarahan subarakhnoid, perdarahan intrakranial; sistem kardiovaskular yang dapat mengakibatkan infark miokard, disfungsi ventrikel kiri akut, edema paru akut, diseksi aorta; dan sistem organ lainnya seperti gagal ginjal akut, retinopati, eklamsia. Pada penanggulangan hipertensi emergensi digunakan obat anti hipertensi parenteral dengan target penurunan tekanan darah sebesar 20-25% dari mean arterial blood pressure untuk menghindari penurunan tekanan darah secara akut ke tekanan darah normal pada awal pengobatan sehingga dapat menyebabkan berkurangnya perfusi ke otak, jantung dan ginjal. Dari berbagai sediaan obat anti hipertensi parenteral yang tersedia Nitroprusside merupakan drug of choice pada kebanyakan hipertensi emergensi. Karena pemakaian obat ini dengan cara tetesan intravena maka pasien harus dengan monitoring ketat, penderita harus dirawat di ICU karena dapat menimbulkan hipotensi berat.

DAFTAR PUSTAKA1. Bertel. O. Conen D, Radu EW, Muller J, Lang C : 1983 : Nifedipine in Hypertensive Emergencies, BrMmmed J, 286 ; 19-21.2. Kaplan N.M, 1986 : Clinical Hypertention, 4th Edition, William & Elkins, Baltimore, 2273-89. 3. Marik PE, Joseph Varon J. Hypertensive crises: Challenges and management. Chest. 2007;131:1949-62.4. Roesma J. Krisis Hipertensi. In : Simposium Kedaruratan Klinik ; 2002.5. Vidt D. Hypertensive Crises : Emergencies and urgencies : clev clinic med. 20036. Roesma Jose. Krisis Hipertensi. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid IIAEdisi ke V. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. 2009: 11037. Calhoun D.A, Oparil . S ; 1990 : Treatmenet of Hypertensive Crisis, New Engl J Med, 323 : 1177-83. 8. Anavekar S.N. : Johns C.I; 1974 : Management of Acute Hipertensive Crissis with Clonidine (catapres), Med. J. Aust. 1 :829-831. 9. Gifford R.W, 1991 : Management of Hypertensivi Crisis, JAMA SEA,266; 39-45. 10. Gonzale D.G, Ram C.SV.S., 1988 : New Approaches for the treatment of Hypertensive Urgencies and Emergencies, Cheast, I, 193-5.

1