PRESCIL Krisis Ht
-
Upload
dannyaisya -
Category
Documents
-
view
266 -
download
0
description
Transcript of PRESCIL Krisis Ht
PRESENTASI KASUS
KRISIS HIIPERTENSI
Diajukan kepada Yth:
dr. Andreas, Sp. PD
Disusun oleh :
Lina Sunayya G4A014039
Stella Gracia Octarica G4A014127
SMF ILMU PENYAKIT DALAMRSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2015
LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
KRISIS HIPERTENSI
Disusun oleh :
Lina Sunayya G4A014039
Stella Gracia Octarica G4A014127
Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik di
bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Telah disetujui dan dipresentasikan
Pada tanggal : 2015
Dokter Pembimbing :
dr. Andreas, Sp. PD
BAB 1
PENDAHULUAN
Krisis hipertensi merupakan salah satu kegawatan yang sering dijumpai di
instalasi gawat darurat. Krisis hipertensi adalah peningkatan tekanan darah akut
yang sering berhubungan dengan gejala sistemik yang merupakan konsekuensi
dari peningkatan darah tersebut. Komplikasi dari peningkatan tekanan darah yang
mendadak dapat mengancam jiwa sehingga membutuhkan penanganan sesegera
mungkin (Devicaesaria, 2014).
Dari semua populasi penderit hipertensi (HT), 70% menderita HT ringan,
20% HT sedang dan 10% HT berat. Pada setiap jenis HT ini dapat timbul krisis
hipertensi dimana tekanan darah (TD) diastolik sangat meningkat sampai 120 –
130 mmHg. Angka kejadian krisis HT menurut penelitian di negara maju berkisar
2 – 7% dari populasi HT, yang terjadi terutama pada usia 40 – 60 tahun dengan
pengobatan yang tidak teratur selama 2 – 10 tahun. Kemajuan dalam pengobatan
HT dalam 10 tahun belakangan ini dapat menurunkan angka kejadian krisis HT,
seperti di Amerika yang kurang lebih hanya 1% dari 60 juta penduduk yang
menderita HT. Di Indonesia sendiri belum diketahui angka kejadian krisis HT
(Calhoun, 1990).
Menurut The Fifth Report of the Joint National Comitte on Detection,
Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNCV) krisis HT ini dapat
dibagi menjadi dua golongan yakni hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi.
(15). Membedakan kedua golongan krisis HT ini bukanlah dari tingginya TD, tapi
dari kerusakan organ sasaran. Dalam menanggulangi krisis HT dengan obat anti
hipertensi, diperlukan pemahaman mengenai autoregulasi TD dan aliran darah,
pengobatan yang selektif dan terarah terhadap masalah medis, yang menyertai,
pengetahuan mengenai obat parenteral dan oral anti hipertensi, variasi regimen
pengobatan untuk mendapatkan hasil pengobatan yang memadai dan efek
samping yang minimal. Pengobatan yang cepat dan tepat serta intensif lebih
diutamakan daripada prosesur diagnostik karena sebagian besar komplikasi krisis
HT bersifat reversible (Majid, 2004).
BAB II
STATUS PENDERITA
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Umur : 53 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Notog RT04/RW01 Patikraja
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : Tidak bekerja
Tanggal masuk : 26 Oktober 2015
Tanggal pemeriksaan : 27 Oktober 2015
No CM : 347230
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri Kepala
Keluhan Tambahan
Tengkuk kaku, nyeri pinggang sebelah kanan
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Margono Soekarjo
pada tanggal 26 Oktober 2015 dengan nyeri kepala. Keluhan tersebut sudah
dirasakan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri kepala dirasakan
seperti diikat. Nyeri kepala dirasakan terus menerus, hilang dengan istirahat.
Sampai saat datang ke poli penyakit dalam, keluhan nyeri kepala dirasakan
bertambah.
Pasien juga mengeluhkan tengkuk yang kaku, biasanya disertai oleh
nyeri kepala yang dirasakan. Leher dirasakan seperti tertindih beban berat
namun tidak sulit untuk digerakan. Keluhan dirasakan sangat mengganggu dan
membuat pasien sulit tidur. Pasien menyangkal adanya nyeri dada, sesak,
mual, kelemahan anggota gerak, dan pandangan kabur.
Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat hipertensi sejak 10 tahun yang lalu, pasien rutin mengkonsumsi
obat amlodipin.
2. Riwayat Diabetes Melitus disangkal
3. Riwayat penyakit ginjal disangkal
4. Riwayat stroke disangkal
5. Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Terdapat riwayat penyakit hipertensi pada keluarga.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan di bangsal Dahlia kamar 4 RSMS, 27 Oktober 2015.
1. Keadaan umum : tampak sakit sedang
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Vital sign
Tekanan Darah : 190/130 mmHg
Nadi : 78 x/menit
Respiration Rate : 20 x/menit
Suhu : 36,2 0C
4. Status generalis
a. Pemeriksaan kepala
Kepala : mesosefal
Rambut : warna hitam, tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Hidung : nafas cuping hidung (-)
Telinga : Discharge (-), deformitas (-)
Hidung : Discharge (-), deformitas (-) dan napas cuping
hidung (-)
Mulut : Bibir sianosis (-), lidah sianosis (-)
b. Pemeriksaan leher
Deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
Palpasi : JVP 5+2 cm
c. Pemeriksaan thoraks
Paru
Inspeksi : simetris, retraksi (-)
Palpasi : Vokal fremitus lobus superior kanan = kiri
Vokal fremitus lobus inferior kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada apek redup pada basal
Batas paru-hepar SIC V LMCD
Auskultasi : Suara dasar vesikuler +/+
Ronki basah halus -/-
Ronki basah kasar -/-
Wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tampak di SIC V 2 jari lateral LMCS
Pul epigastrium (-), pul parasternal (-).
Palpasi : Ictus Cordis teraba pada SIC V 2 jari lateral LMCS
dan kuat angkat (-)
Perkusi : Batas atas kanan : SIC II LPSD
Batas atas kiri : SIC II LPSS
Batas bawah kanan : SIC IV LPSD
Batas bawah kiri : SIC V 2 jari lateral LMCS
Auskultasi : S1>S2 reguler; Gallop (-), Murmur (-)
d. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : cembung,
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : supel, nyeri tekan (-) ginjal tidak teraba
Perkusi : timpani
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
e. Pemeriksaan ekstremitas
Pemeriksaan
Ekstremitas
superiorEkstremitas inferior
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Edema - - - -
Sianosis - - - -
Akral dingin - - - -
Reflek fisiologis + + + +
Reflek patologis - - - -
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium darah tanggal 26 Oktober 2015 Darah lengkap :
Hemoglobin : 10,3 g/dl
Leukosit : 7770 /Ul
Hematokrit : 33%
Eritrosit : 3,7 x 10e6/uL
Trombosit : 331.000 /Ul
SGOT : 38
SGPT : 22
Ureum : 26,1 mg/dl
Kreatinin : 1,4 mg/dl
Natrium : 137 mmol/L
Kalium : 3,8 mmol/L
GDS : 106 mg/dL
E. RESUME
1. Anamnesis
a. Cephalgia
b. Back Pain
2. Pemeriksaan fisik
a. KU/Kes : tampak sakit sedang/CM
b. Kepala : Mesosefal
c. Mata : ca -/- si -/-
d. Paru : sdves +/+
e. Jantung : s1>s2 reguler, ST -
f. Abdomen : Nyeri tekan regio epigastrik, nyeri ketok
costovertebrae kanan
g. Ekstremitas inferio: edema -/-
3. Pemeriksaan penunjang
a. Hiperkreatinemia (Creatinin 1,4 mg/dL)
b. Peningkatan enzim hepar (SGOT 38)
c. Rontgen thorax : cardiomegali (LV) dengan elongasi aorta
F. DIAGNOSIS KERJA
Krisis hipertensi
G.TERAPI
a. Farmakologis:
- IVFD D5% 20 tpm
- Inj Furosemid 1Amp/12jam
- Inj Ranitidine 1Amp/12jam
- PO Captopril 3x37,5
- PO Amlodipin 1x10mg
- PO Paracetamol 3x750mg
- PO Diazepam 3mg 2x1
- PO Alprazolam 1x0,25mg
- Bolus Herbesser 0,2mg/kgbb/jam dilanjutkan dengan drip Herbesser
50mg/jam hingga mencapai tekanan darah target
b. Non farmakologis:
- Tirah baring
- Diet Rendah Garam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Menurut guidelines JNC VII, Pasien dengan peningkatan tekanan darah
digolongkan pada 3 tingkatan, yaitu: prehipertensi (120-139/80-89),
hipertensi stage 1 (140-159/90-99) dan hipertensi stage 2 (>160/100). Krisis
hipertensi dikarakteristikkan dengan peningkatan tekanan darah mencapai
>180/120. Jika peningkatan tekanan darah tersebut dengan disertai adanya
keterlibatan kerusakan organ seperti otak, mata, jantung dan ginjal maka
disebut dengan hipertensi emergency, namun jika peningkatan tekanan darah
tanpa disertai kerusakan organ tersebut maka disebut dengan Hipertensi
urgensi (Fauci et al., 2008).
2. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
hipertensi esensial atau hipertensi primer dan hipertensi sekunder atau
hipertensi renal.
a. Hipertensi esensial
Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui
penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95%
kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik,
lingkungan, hiperaktifitas sistem saraf simpatis, sistem renin
angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca
intraseluler dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko seperti obesitas,
alkohol, merokok, serta polisitemia. Hipertensi primer biasanya timbul
pada umur 30 – 50 tahun (Schrier, 2000).
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat sekitar 5 %
kasus. Penyebab spesifik diketahui, seperti penggunaan estrogen,
penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer,
dan sindrom cushing, feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi
yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain – lain (Schrier, 2000).
Gambar 1. Faktor yang berhubungan dengan hipertensi esensial
(Carretero, 200).
Penyebab krisis hipertensi yang paling umum adalah hipertensi esensial
kronik. Kebanyakan pasien yang mengembangkan krisis hipertensi memiliki
sejarah pengobatan hipertensi yang tidak adekuat atau penghentian obat
secara mendadak (Rodriguez et al. 2007).
Penyebab lain dari hipertensi darurat termasuk penggunaan narkoba,
withdrawal clonidine mendadak, post pengangkatan pheochromocytoma, dan
sclerosis sistemik, serta berbagai hal berikut (Rodriguez et al. 2007):
a. Penyakit parenkim ginjal: pielonefritis kronis, glomerulonefritis
primer, nefritis tubulointerstitial (80% dari semua penyebab
sekunder)
b. Gangguan sistemik dengan keterlibatan ginjal: lupus eritematosus
sistemik, sklerosis sistemik, vaskulitis
c. Penyakit renovaskular: penyakit aterosklerosis, displasia
fibromuskular, poliarteritis nodosa
d. Penyakit endokrin: pheochromositoma, sindrom Cushing,
hiperaldosteronisme primer
e. Obat: kokain, amfetamin, siklosporin, clonidine (withdrawal),
phencyclidine, pil diet, pil kontrasepsi oral
f. Interaksi obat: inhibitor oksidase monoamine dengan antidepresan
trisiklik, antihistamin, atau yang mengandung tyramine makanan
g. Faktor system saraf pusat: trauma saraf pusat atau sumsum tulang
belakang gangguan, seperti sindrom Guillain-Barré
h. Koarktasio aorta
i. Preeklamsia / eklamsia
j. Hipertensi pasca operasi
3. Penegakan Diagnosis
a. Anamnesis
Manifestasi klinis hipertensi krisis berhubungan dengan kerusakan
organ target yang ada. Tanda dan gejala hipertensi krisis berbeda-beda
setiap pasien. Pada pasien dengan hipertensi krisis dengan perdarahan
intrakranial akan dijumpai keluhan sakit kepala, penurunan tingkat
kesadaran dan tanda neurologi fokal berupa hemiparesis atau paresis
nervus cranialis. Pada hipertensi ensefalopati didapatkan penurunan
kesadaran dan atau defisit neurologi fokal (Devicaesaria, 2014).
Pada anamnesis dapat ditanyakan riwayat hipertensi yakni lama dan
beratnya, obat anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya, gejala
sistem saraf seperti nyeri kepala, perubahan mental, dan gelisah, gejala
system renal seperti hematuria, dan jumlah urin berkurang, gejala sistem
kardiovaskular yakni adanya payah jantung, kongesti, oedem paru, dan
nyeri dada (Majid, 2004).
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tekanan darah
>180/120mmHg dengan atau tanpa gejala organ target. pasien bisa saja
ditemukan retinopati dengan perubahan arteriola, perdarahan dan
eksudasi maupun papiledema. Pada sebagian pasien yang lain manifestasi
kardiovaskular bisa saja muncul lebih dominan seperti; angina, akut
miokardial infark atau gagal jantung kiri akut. Dan beberapa pasien yang
lain gagal ginjal akut dengan oligouria dan atau hematuria bisa saja
terjadi (Devicaesaria, 2014).
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan yakni seperti hitung
jenis, elektrolit, kreatinin dan urinalisa. Foto thorax, EKG dan CT- scan
kepala sangat penting diperiksa untuk pasien-pasien dengan sesak nafas,
nyeri dada atau perubahan status neurologis. Pada keadaan gagal jantung
kiri dan hipertrofi ventrikel kiri pemeriksaan ekokardiografi perlu
dilakukan (Devicaesaria, 2014).
4. Patofisiologi
Peningkatan drastis tekanan darah dapat terjadi secara de novo atau
sebagai komplikasi dari hipertensi esensial atau hipertensi sekunder.
Noncompliance terapi hipertensi pada pasien dengan hipertensi kronis sangat
berperan dalam kejadian hipertensi emergensi/urgensi. Faktor yang
menginisiasi hipertensi emergensi dan urgensi masih belum cukup dimengerti
(Varon et al., 2013).
Terjadinya peningkatan tekanan darah secara cepat akibat peningkatan
resistensi vaskuler sistemik salah satu kemungkinan faktor yang mencetuskan
hipertensi emergensi. Dalam homeostasis tekanan darah, endotelium
merupakan aktor utama dalam mengatur tekanan darah. Dengan
mengeluarkan nitrit oxide dan prostacyclin yang dapat memodulasi tekanan
vaskuler. Disamping itu peran renin – angiotensin sistem juga sangat
berpengaruh dalam terjadinya hipertensi emergensi.
Saat tekanan darah meningkat dan menetap dalam waktu yang lama,
respon vasodilatasi endotelial akan berkurang, yang akan memperparah
peningkatan tekanan darah. Keadaan ini akan berujung pada disfungsi endotel
dan peningkatan resistensi vaskuler yang menetap.
5. Penatalaksanaan
Tatalaksana pasien dengan hipertensi emergensi atau urgensi
didasarkan pada seberapa cepat dan target tekanan darah berapa yang akan
dilakukan.
1. Hipertensi Urgensi
Prinsipnya, keadaan hipertensi urgensi dapat ditangani dengan anti-
hipertensi oral dengan perawatan rawat jalan. Namun keadaan ini sulit
untuk memonitor tekanan darah setelah pemberian obat. Obat yang
diberikan dimulai dari dosis yang rendah untuk menghindari terjadinya
hipotensi mendadak terutama pada pasien dengan resiko komplikasi
hipotensi tinggi seperti geriatri, penyakit vaskuler perifer dan
atherosclerosis cardiovaskuler dan penyakit intrakranial. Target inisial
penurunan tekanan darah 160/110 dalam jam atau hari dengan
konvensional terapi oral.
Beberapa pilihan obat yang dapat diberikan (Vaidya et al., 2007) :
a. ACE inhibitor (Captopril), dengan pemberian inisial dosis oral 25 mg,
onset aksi mulai dalam 15 – 30 menit dan maksimum aksi antara 30 –
90 menit. Jika tekanan darah belum turun dosis dilanjutkan 50 mg –
100 mg pada 90 – 120 menit kemudian.
b. Calcium-channel blocker (Nicardipine), dosis oral awal pemberian 30
mg, dan dapat diulangi setiap 8 jam sampai target tekanan darah
tercapai. Onset aksi dimulai ½ – 2 jam.
c. Beta blocker (Labetalol), non selektif beta blocker, dosis oral awal 200
mg, dan diulang 3-4 jam. Onset kerja dimulai pada 1 – 2 jam.
d. Simpatolitik (Clonidine), dengan dosis oral awal 0.1 – 0.2 mg dosis
loading dilanjutkan 0.05 – 0.1 mg setiap jam sampai target tekanan
darah tercapai. Dosis maksimum 0.7 mg.
2. Hipertensi Emergensi
Prinsip penanganan hipertensi emergensi ditentukan pada organ
mana yang terlibat. Penanganan dilakukan dengan pemeberian obat-obatan
secara parenteral. Ideal rate penurunan tekanan darah masih belum cukup
jelas, namun telah banyak yang merekomendasikan goal penurunan mean
arterial pressure 10% pada 1 jam pertama dan 15% dalam 2 – 3 jam
berikutnya (Vaidya et al., 2007).
Neurologic emergency. Keadaan neurologic emergency yang tersering
adalah hipertensi ensefalopati, perdarahan intracerebral, dan stroke
iskemik akut. Pada stroke iskemik akut, target penurunan tekanan darah
masih kontroversial. Hipertensi pada intracerebral bleeding
direkomendasikan oleh American Heart Association diberikan penanganan
jika tekanan darah lebih dari 180/105 mmHg (Varon et al., 2013).
Tabel 1. Terapi Hipertensi emergency (Varon et al., 2013)
Pasien dengan stroke iskemik membutuhkan tekanan sistemik yang
cukup untuk mempertahankan perfusi di distal obsktruksi. Oleh karena itu
tekanan darah harus dimonitor ketat dalam 1 – 2 jam pertama.
Cardiac emergency. Keadaan hipertensi emergency dengan cardiac
emergency diantaranya iskemik miocard akut, atau infark miocard,
pulmonary edema, dan aortic dissection. Pasien dengan temuan myocardial
ischemia atau infarction, dapat diberikan nitroglycerin, jika tanpa heart failure
bisa ditambahkan beta blocker (labetalol, esmolol) untuk menurunkan
tekanan darah. Pasien dengan aortic dissection, intra vena (IV) beta blocker
harus diberikan pertama, diikuti dengan vasodilating agent, dan IV
nitroprusside. Target tekanan darah kurang dari 120 mmHg dalam 20 menit,
sedangkan penanganan pada edema pulmo diawali dengan IV diuretik
dilanjutkan IV ACE inhibitor (enalaprilat) dan nitroglycerin. Sodium
nitroprusside dapat digunakan jika obat diatas tidak cukup menurunkan
tekanan darah (Varon et al., 2013).
Hyperadrenergic states. Pasien dengan kelebihan cathecholamine
pada over dosis amphetamine, monoamine oxidase inhibitor-induced
hipertensi atau clonidine withdrawal syndrome dapat bermanifestasi
hipertensi krisis sindrom. Pheochromocytoma, kontrol initial tekanan darah
dapat diberikan Sodium Nitroprusside atau IV phentolamine. Beta blockers
bisa diberikan tapi tidak boleh dipakai tunggal sampai alfa blokade tercapai.
Hipertensi disebabkan clonidine withdrawal penanganan terbaik adalah
dengan dilanjutkan pemberian clonidine disertai pemberian obat-obatan
diatas. Benzodiazepine merupakan agen pertama untuk penanganan
intoksikasi cocaine (Hopkins, 2011).
Kidney failure. Acute Kidnet Injury (AKI) bisa merupakan penyebab
maupun akibat dari hipertensi emergensi. AKI termanifestasi dengan
proteinuria, mikroskopik hematuria, oliguria dan anuria. Penanganan yang
optimal masih kontroversial. Walaupun IV nitroprusside sering digunakan,
namun dapat mengakibatkan keracunan cyanida atau thiocyanate. Parenteral
fenoldopam mesylate lebih menjanjikan hasil yang baik dan lebih safety.
Penggunaannya mampu mencegah terjadinya keracunan cyanida atau
thiocyanate (David et al., 2006).
6. Komplikasi
Tekanan yang berlebihan pada dinding arteri yang disebabkan oleh
tekanan darah yang tinggi dapat merusak pembuluh darah dan organ-organ
lain dalam tubuh. Semakin tinggi tekanan darah dan semakin lama waktu
tekanan darah tidak terkendali, semakin besar kerusakan yang akan
ditimbulkan.
Tekanan darah yang tidak terkontrol tinggi dapat menyebabkan:
a. Serangan jantung atau stroke. Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan
pengerasan dan penebalan arteri (aterosklerosis), yang dapat
menyebabkan serangan jantung, stroke atau komplikasi lain.
b. Aneurisma. Peningkatan tekanan darah dapat menyebabkan dinding
pembuluh darah melemah dan membentuk tonjolan, dan terbentuklah
aneurisma. Jika aneurisma pecah, dapat terjadi perdarahan pada otak.
c. Gagal jantung. Untuk memompa darah melawan tekanan yang lebih
tinggi di pembuluh darah, otot jantung akan menebal. Akhirnya, otot
menebal mungkin memiliki waktu sulit memompa cukup darah untuk
memenuhi kebutuhan tubuh Anda, yang dapat menyebabkan gagal
jantung.
d. Melemah dan menyempitnya pembuluh darah di ginjal. Hal ini dapat
mencegah ginjal untuk berfungsi normal.
e. Menebal, menyempit atau robeknya pembuluh darah di mata. Hal ini
dapat mengakibatkan kehilangan penglihatan.
KESIMPULAN
1. Krisis hipertensi adalah peningkatan tekanan darah akut mencapai >180/>120
mmHg.
2. Manifestasi klinis hipertensi krisis berhubungan dengan kerusakan organ
target yang ada. Gejala dapat berupa penurunan kesadara, nyeri kepala,
penglihatan kabur, anuria atau oligouria, nyeri dada dan sebagainya.
3. Penatalaksanaan krisis hipertensi, hipertensi emergensi atau urgensi,
didasarkan pada seberapa cepat dan target tekanan darah berapa yang akan
dilakukan. Target inisial penurunan tekanan darah pada hipertensi urgensi
adalah 160/110 dalam jam atau hari dengan konvensional terapi oral.
Sedangkan pada hipertensi emergensi goal penurunan adalah mean arterial
pressure 10% pada 1 jam pertama dan 15% dalam 2 – 3 jam berikutnya dapat
diberikan obat-obatan intravena.
4.
DAFTAR PUSTAKA
Calhoun D.A, Oparil . S ; 1990 : Treatmenet of Hypertensive Crisis, New Engl J
Med, 323 : 1177-83.
Carretero OA, Oparil S. Essential hypertension. Part I: definition and etiology.
Circulation 2000;101(3):329-335.
David LS, Sharon EF, Colgan R. 2006. Hypertensive Urgencies and Emergencies.
Prim Care Clin Office Pract. 33:613-23.
Devicaesaria, A. 2014. Hipertensi Krisis. Departemen Neurologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia/RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, et al. 2008.
Harrison's Principles of Internal Medicine. Seventeenth Edition.
Fisch, B.J., 2000. The Patient with Chronic Renal Disease. In: Schrier, R.W.,
2000. Manual of Nephrology. ed 5rd. USA: Lippincott Williams & Wilkins,
155-166.
Hopkins C. Hypertensive Emergencies in Emergency Medicine. 2011.
Majid, A. 2004. Krisis Hipertensi Aspek Klinis Dan Pengobatan. Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Marik PE, Varon J. 2007. Hypertensive crises: challenges and
management. Chest. Jun. 131(6):1949-62.
Rodriguez MA, Kumar SK, De Caro M. 2010. Hypertensive crisis. Cardiol Rev.
Mar-Apr. 18(2):102-7.
Thomas L. 2011. Managing Hypertensive Emergency in the ED. Can
FamPhysician.57:1137-41.
Vaidya CK, Ouellette CK. 2007. Hypertensive Urgency and Emergency. Hospital
Physician. 43-50.
Varon J, Marik PE. 2013. Clinical Review: The Management of
Hypertensivecrises. Critical Care Journals.