hidropan jadi
-
Upload
tiara-asmika-sari -
Category
Documents
-
view
29 -
download
2
description
Transcript of hidropan jadi
Perbedaan Karakteristik antara Pantai Pulau Jawa dan
Pantai Pulau Sumatera
Tiara Asmika Sari
Program Studi Oseanografi
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro, Semarang
Sari: Pantai di Indonesia memiliki bentang dan ekosistim yang terbentuk oleh gejala alam yang
berbeda dalam kurun waktu lama, yang dengan demikian menghasilkan lingkungan yang sangat
berbeda. Proses geologi maupun perubahan garis pantai seiring perubahan paras muka laut
mengiringi perkembangan pantai di Indonesia. Maka, dapat dikatakan bahwa pantai merupakan
ekosistim dimana kondisi darat dan laut berinteraksi, menghasilkan lingkungan unik dan rentan dari
setiap perubahan. Adanya perbedaan parameter oseanografi, karakteristik pantai dan jenis
litologi, menjadikan hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan tata ruang pantai.
Upaya pemeliharaan kelestarian pelindung alami dan buatan sangat membantu
pengembangan wilayah pada daerah pantai tersebut .
1. PENDAHULUAN
Benua Maritim Indonesia terletak diantara benua Australia dan Asia serta membatasi
Samudra Pasifik dan Hindia (Gambar 1-1). Busur kepulauan Indonesia merupakan untaian
pulau di suatu perairan dalam maupun dangkal, terdiri dari 17.805 buah pulau yang memiliki
garis pantai sepanjang lebih dari 80.000 km. Kepulauan terbentuk oleh berbagai proses
geologi yang berpengaruh kuat pada pembentukan morfologi pantai, sementara letaknya di
kawasan iklim tropis memberi banyak ragam bentang rupa pantai dengan banyak ragam pula
tutupan biotanya.
Penggolongan pantai dirasakan tidak cukup dengan hanya berdasar bentang rupa dan
tutupan biotanya, namun perlu mempertimbangkan pula beberapa hal lain, seperti sumber
daya yang mendukung disekelilingnya, gejala alam yang mengendalikan pembentukannya.
2. TOPOGRAFI DAERAH PANTAI
Pada Pantai Pulau Jawa terdapat Cekungan belakang dari jalur konvergensi
tektonik ditandai oleh paparan landai luas dengan alur sungai (dendritic) panjang dan
dataran tangkapan hujan luas, mengalir berkelok-kelok melalui rawa dan dataran
limpahan banjir, ke pantai berawa dan ber tutupan tebal bakau membentuk muara delta
luas dengan pulau pulau delta di depannya.
Sedangkan pantai pada Pulau Sumatera cenderung menghadap ke arah
laut/samudera lepas ditandai oleh tebing perbukitan curam, pantai berbentang alam kasar,
berbukit terjal menerima hempasan kuat gelombang. Pantai datar berpasir adakalanya
menyelingi pesisir ini, terbentuk oleh endapan sedimen sungai. Jalur ini umumnya erat
kaitannya dengan jalur tumbukan atau penunjaman. Gelombang besar merupakan bagian
dari sistim gelombang samudra, namun tsunami adakalanya terjadi menyusul gempa kuat
yang sering terjadi di jalur ini.
Penggolongan pantai dari berbagai alasan ini dapat membantu pemahaman saling
keterkaitan dari proses pembentukan pantai, biotanya sumberdaya alamnya, peruntukan
hingga usaha konservasi dan pengelolaan berkelanjutannya.
3. FISIOGRAFI & IKLIM
Wilayah Indonesia memiliki perairan laut dalam yang dialasi kerak samudra dan laut
dangkal tepian dari paparan benua. Paparan tepian kontinen memiliki kedalaman kurang dari
100 m, merupakan bagian dari apa yang disebut sebagai cekungan busur dalam dan inti
kraton yang relatif stabil. Kondisi demikian memberi sifat dari kawasan ini berpantai landai,
bahkan di pantai timur Sumatra dan selatan Irian, ditandai oleh kawasan ber-rawa (wetland)
limpahan banjir dengan rataan tebal bakau yang berfungsi pula sebagai pelindung pantai.
Pada pantai di pesisir utara Jawa yang umumnya merupakan bagian dari kompleks sistim
endapan volkanik kaki gunung api, kecuali jalur Rembang-Tuban yang berupa perbukitan
dengan pantai batu gamping. Perairan hangat menunjang tumbuh luasnya terumbu karang di
pulau-pulau tersebut, yang sama fungsinya dengan bakau, melindungi pantai dari hempasan
gelombang pada daerah pantai di kedua pulau tersebut yaitu antara Pantai Pulau Jawa dan
Pantai Pulau Sumatera.
Perairan laut dalam di jalur tunjaman dari Sumatra hingga Jawa dan sekitarnya memiliki
bentang alam curam pada pesisirnya, namun adakalanya memiliki pesisir landai yang sempit
dan berpasir karbonat hasil rombakan terumbu karang. Pesisir dan pantainya terbuka dari
hempasan gelombang kuat perairan samudra luas (Samudra Pasifik, Laut Zulu, Laut Banda,
dll). Kawasan ini juga berada pada pengaruh gerak tegak (vertikal) tektonik .
4. ANALISIS
Pantai Pulai Jawa termasuk dalam kategori pantai berjenis pesisir yang menghadap
cekungan belakang (tepian paparan). Dimana terdapat cekungan belakang dari jalur
konvergensi tektonik ditandai oleh paparan landai luas dengan alur sungai (dendritic)
panjang dan dataran tangkapan hujan luas, mengalir berkelok-kelok melalui rawa dan
dataran limpahan banjir, ke pantai berawa dan bertutupan tebal bakau membentuk muara
delta luas dengan pulau pulau delta di depannya. Bentuk morfologi dari pantai pada
daerah Pulau Jawa ini adalah pantai dengan bukit paparan pasir. Pantai ini menghadap
perairan bergelombang dan angin kuat dengan asupan sedimen sungai cukup, umumnya
membentuk rataan dan perbukitan pasir. Kondisi kering dan berangin kuat dapat
membentuk perbukitan pasir. Air tanah seringkali terkumpul dari air meteorik yang
terjebak. Sementasi sedimen terbentuk bila terdapat cukup kelembaban dari air laut
(spray) dan terik matahari.
Paparan pasir juga terbentuk di perairan yang menghadap cekungan dalam di pulau
kecil atau gunung api sejauh cukup landai lereng pantai dan sedimen sungai serta agitasi
gelombangnya. Selain itu pantai pada daerah Pulau Jawa memiliki 2 jenis tipe morfologi
yang berbeda, yaitu Pantai yang ber-morfologi tinggi, tersusun oleh tebing-tebing batu
gamping yang menghasilkan kantong-kantong pantai (pocket beach) dengan pasir putih
sebagai rombakan batugamping terumbu tersebut, yang dijumpai di bagian timur daerah
penyelidikan. Sedangkan Pantai yang bermorfologi landai, tersusun oleh hamparan pasir
berwarna hitam, dengan gumuk-gumuk pasir (sand dune) di belakang pantai, dijumpai di
bagian barat daerah pantai Pulau Jawa .
Sedangkan pantai Pulau Sumatera hampir serupa morfologinya dengan pantai Pulau
Jawa, tetapi beberapa karakteristik pada pantai Pulau Sumatera memiliki perbedaan yang
cukup signifikan dengan pantai pada Pulau Jawa. Pada pantai Pulau Sumatera terdapat
banyak jenis pantai yang tererosi. Terjadinya erosi terhadap pantai disebabkan oleh
adanya: batuan atau endapan yang mudah tererosi, agen erosi berupa air oleh berbagai
bentuk gerak air. Gerak air dalam hal ini bisa berupa arus yang mengikis endapan atau
agitasi gelombang yang menyebabkan abrasi pada batuan. Erosi tidak hanya berlangsung
di permukaan, namun juga yang terjadi di permukaan sedimen dasar perairan.
Erosi maksimum terjadi bila energi dari agen erosi mencapai titik paling lemah
materi tererosi. Pada sedimen lepas di pantai, arus sejajar pantai oleh adanya gelombang
atau arus pasang surut sudah mampu menjadi penyebab erosi. Erosi yang terjadi pada
dasar perairan akan mengubah lereng yang berdampak pada perubahan posisi jatuhnya
enersi gelombang pada pantai. Berikutnya, agitasi gelombang dapat merusak titik
terlemah dari apapun yang ditemukan dengan enersi maksimal. Pencapaian titik terlemah
dapat terjadi bila saat badai dengan gelombang kuat terjadi bersamaan dengan posisi
paras muka laut jatuh pada sisi paling lemah, yaitu permukaan rataan pasir pantai. Erosi
diperparah bila sedimen sungai yang menjadi penyeimbang tidak cukup mengganti
sedimen yang tererosi.
4.1 POTENSI BENCANA GEOLOGI
Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari 3700 pulau dan
wilayah pantai sepanjang 80.000 km. Wilayah pantai ini merupakan daerah yang
sangat intensif dimanfaatkan untuk kegiatan manusia, dan juga berpotensi terjadinya
bencana pada pantai tersebut.
Pantai Pulau Jawa tidak menutup kemungkinan terjadinya bencana tsunami
yang diakibatkan dari gempa bumi dengan pusat gempa terdapat pada lempeng laut.
Ini diperkuat dengan adanya hasil penelitian berupa data dari USGS (1916-2002)
dan ERI-Jepang (1995-2002) yang menunjukkan bahwa solusi mekanisme fokal dari
beberapa gempa bumi merusak yang pernah terjadi di selatan Pulau Jawa yang mana
arah kompresi maksimum umumnya dominan berarah timurlaut-baratdaya, sebagian
kecil utara-selatan, barat-timur dan baratlaut-tenggara. Hal ini menunjukkan gempa
bumi yang terjadi di daerah pantai Pulau Jawa ini umumnya berasosiasi dengan lajur
penunjaman (subduksi) di selatan Pulau Jawa. Sifat gempa bumi yang berasosiasi
dengan lajur penunjaman di selatan Jawa, umumnya memiliki karakteristik
tersendiri, misalnya di sebelah selatan Pulau Jawa, pusat gempabumi umumnya
berkedalaman dangkal (0-90 km), sedangkan makin ke utara pusat gempabumi
berkedalaman menengah (91-150 km) hingga dalam (151-700 km). Gempabumi
berke-dalaman dangkal (0-90 km) umumnya berbahaya dan dampaknya sangat
merusak, karena kadang disertai oleh bencana tsunami.
Gambar 1. Hasil Interpretasi Seismik yang memperlihatkan Struktur Patahan Normal
Gambar 2. Peta sebaran gempabumi, solusi mekanisme Fokal dan lokasi kejadian Tsunami (sumber: Soloviev, CH.N.Go, 1974; Hamilton, 1979; USGS, 1916-2002, ERI-Jepang, 1996-2002)
Bentuk morfologi pantai sangat berpengaruh terhadap dampak kerusakan yang akan
di-timbulkan oleh bencana tsunami. Bentuk pantai berteluk umumnya memiliki
kecenderungan untuk diwaspadai (bagian timur daerah penyelidikan), karena bentuk pantai
seperti ini memiliki kecenderungan untuk meng-akumulasikan energi tsunami dan akan
mengalami kerusakan lebih besar dibandingkan dengan daerah lainnya yang memiliki garis
pantai lurus. Kemiringan muka pantai landai lebih berbahaya dibandingkan dengan bentuk
muka pantai yang mempunyai kemiringan curam. Letak pemukiman dan aktifitas manusia
juga sangat berpengaruh pada tingkat kerusakan yang akan dialami oleh suatu daerah, apabila
terjadi tsunami. Dari hasil penyelidikan, diperoleh bahwa di bagian timur letak pemukiman
relatif sangat dekat dengan garis pantai (kurang dari 100 m), dengan konstruksi bangunan
yang kurang memadai (mis.: Pantai Ngerenehan). Sedangkan di bagian barat (mis.: Pantai
Parangtritis), dengan konstruksi yang sama, letak pemukiman relatif jauh dengan garis pantai.
Dilihat dari keadaan morfologi antara pantai Pulau Jawa dengan pantai Pulau
Sumatera, potensi terbesar terjadinya bencana tsunami terdapat pada pantai Pulau Sumatera.
Ini dikarenakan garis pantai di Pulau Sumatera memiliki perairan dengan kondisi tektonik
aktif, karena merupakan bagian dari pertemuan antara Lempeng Indo-Australia dengan
Lempeng Eurasia yang dicirikan oleh kegempaan aktif. Gempa-gempa besar (di atas Mw7)
yang berpusat di dasar laut sering terjadi di wilayah ini dengan kedalaman relatif dangkal.
Daerah pantai yang berpotensi bencana tsunami yaitu pantai pada Provinsi Sumatera Barat,
Bengkulu, NAD (Nangroh aceh Darusalam).
5. EKOSISTEM TUTUPAN BIOTA DAERAH PANTAI
Antara pantai Pulau Jawa dengan pantai Pulau Sumatera, rata-rata memiliki tipe
ekosistem tutupan biota yang hampir sama. Seperti halnya tumbuhan Bakau, Rumput Laut,
Terumbu Karang, estuari dan paparan intertidalnya. Kawasan hutan pada pantai antara Pantai
Pulau Jawa dan Pulau Sumatera yang tumbuh subur terbukti mempunyai berbagai manfaat
diantaranya mampu meredam energi tsunami yang bergerak ke daratan, vegetasi yang rimbun
juga mampu meredam terik panas matahari dan menyerap gas karbon dioksida (CO2),
mengurangi suhu udara disekitarnya.
Untuk pantai daerah pulau Sumatera terdapat sedikit perbedaaan pada vegetasi
tumbuhan pesisir pantai, yaitu banyaknya pohon cemara laut ( Casuarina sp ) yang tumbuh
pada daerah pantai tersebut.
Gambar 3. Pantai Barat Sumatera dengan vegetasi tumbuhan pohon cemara laut dan
pohon kelapa
Vegetasi-vegetasi yang tumbuh pada daerah pantai Pulau Jawa dan pantai Pulau
Sumatera tersebut merupakan salah satu upaya untuk mencegah kerusakan pantai dari
hempasan ombak yang keras, tiupan angin yang kencang serta membuat suasana pantai
menjadi sejuk.
6. KESIMPULAN DAN SARAN
Menutup ulasan mengenai karakeristik pantai Pulau Jawa dengan pantai Pulau
Sumatera dapat disampaikan beberapa catatan, saran dan kesimpulan, antara lain:
Kesimpulan :
1. • Kawasan pantai Pulau Jawa dan Pulau Sumatera, daerah dicirikan oleh pantai
bertebing dan berteluk kecil. Kawasan ini perlu diwaspadai dari kemungkinan
teraku-mulasinya gelombang tsunami ke dalam teluk.
2. • Kawasan ke dua pantai tersebut, yang merupakan pantai landai memiliki
sedimen yang bersifat lepas dan mudah tergerus oleh arus dan gelombang.
3. • Energi fluks gelombang yang tinggi mendominasi kawasan pantai di bagian
Pulau Jawa , menandakan tingkat abrasi yang cukup tinggi, ditandai oleh adanya
pengikisan batu gamping terumbu penyusun morfologi pantai di kawasan tersebut,
dan material hasil gerusannya terangkutkan oleh arus sejajar pantai dan
terakumulasi di teluk-teluk tersebut. Sama halnya dengan pantai Pulau Sumatera.
4. Kawasan kedua pantai antara Pulau Jawa dan Sumatera semuanya berpotensi
terhadap bencana Tsunami. Dikarenakan tipe atau jenis pantai, morfologi dasar
laut antar lempengan dan morfologi pesisir pantai yang dimiliki kedua pantai
tersebut hampir sama karakteristiknya.
5. Ekosistem tutupan biota pantai antar keduanya juga hampir memiliki karakteristik
yang sama. Terdapat tumbuhan bakau, rumput laut, terumbu karang, dan lainnya.
Saran:
• Pemahaman terhadap ciri-ciri parameter oseanografi, kondisi fisik dan jenis litologi di
daerah yang dianalisa sangat dibutuhkan untuk pengembangan wilayah dan tata ruang
pantai di kawasan yang diteliti.
DAFTAR PUSTAKA
Hantoro W.S. 2001. Low stand sea level and landform changes: climatic changes
consequence to epicontinental shelf and fauna migration through Indonesian
Archipelago. In Preceeding of: “The environmental and Cultural History and
Dynamics of the Australian-Southeast Asian Region” seminar, Melbourne, December
10-12, 1996.
Moore G.F., Curray J.R., Moore D.G., Karig D.E., 1980. Variations in geologic
structure along the Sunda fore-arc, northern Indian Ocean. In: D.E. Hayes (Editor), The
Tectonics and Geologic Evolution of the Southeast, Asian Seas and Basins. Geophys.
Monographs, 23, Am. Geophys. Union, Washington, D.C., pp. 145-160.
Mc Caffrey R., Molnar P., Roecker S.W., Joyodiwiryo Y.S., 1985. Microearthquacke
seismicity and fault plane solution related to arc-continent collision in the eastern
Sunda Arc. Journal of Geophysical Research, 90: 4511-4528.
McCaffrey R., 1991. Slip vectors and stretching of Sumatran fore arc. Geology 19,
881-884.
Bapekoinda Prop. D.I. Yogyakarta, LPM Universitas Padjadjaran, 2002, Pemetaan Geologi
dan Potensi Sumberdaya Mineral D.I. yogyakarta Bird, E.C.F. & Ongkosongo, O.S.R., 1980,
Environmental Changes on the Coast of Indonesia, The United Nations University, printed in
Japan. Earthquake Research Institute, 1995-2002.
Soloviev & Ch. N. Go, 1974, Catalogue of Tsunami in Western Pacific Region. U.S.
Geological Survey, 1916-2002, Preliminary Determination of Epicenters, U.S.
Department of the Interior, www.usgs.gov
Daftar Gambar:
Gambar 1 : Hasil Interpretasi Seismik yang memperlihatkan Struktur Patahan Normal
Gambar 2 : Peta sebaran gempabumi, solusi mekanisme Fokal dan lokasi kejadian Tsunami (sumber: Soloviev, CH.N.Go, 1974; Hamilton, 1979; USGS, 1916-2002, ERI-Jepang, 1996-2002)
Gambar 3 : Pantai Barat Sumatera dengan vegetasi tumbuhan Pohon cemara laut dan Pohon kelapa