hasil pengamatan

14
IV. HASIL PENGAMATAN a. Oven 1.Waktu Pemanasan : 19 menit (12.38 – 12.57) 2.Waktu Kesetimbangan : 0 menit 3.Waktu Pembinasaan : 30 menit (12.57 – 13.27) 4.Waktu Tambahan Jaminan Steril : 0 menit 5.Waktu Pendinginan : 15 menit (13.27 – 13.42) TOTAL WAKTU : 64 menit Proses sterilisasi berlangsung mulai pukul 12.38 s/d 13.42 b. Otoklaf 1.Waktu Pemanasan : 20 menit 2.Waktu Pengeluaran Udara : 5 menit 3.Waktu Menaik : 5 menit 4.Waktu Kesetimbangan : 0 menit 5.Waktu Pembinasaan : 20 menit 6.Waktu Tambahan Jaminan Steril : 0 menit 7.Waktu Penurunan : 10 menit 8.Waktu Pendinginan : 12 menit TOTAL WAKTU : 72 menit Proses sterilisasi berlangsung mulai pukul 12.18 s/d 13.30

description

ee

Transcript of hasil pengamatan

Page 1: hasil pengamatan

IV. HASIL PENGAMATAN

a. Oven

1. Waktu Pemanasan : 19 menit (12.38 – 12.57)

2. Waktu Kesetimbangan : 0 menit

3. Waktu Pembinasaan : 30 menit (12.57 – 13.27)

4. Waktu Tambahan Jaminan Steril : 0 menit

5. Waktu Pendinginan : 15 menit (13.27 – 13.42)

TOTAL WAKTU : 64 menit

Proses sterilisasi berlangsung mulai pukul 12.38 s/d 13.42

b. Otoklaf

1. Waktu Pemanasan : 20 menit

2. Waktu Pengeluaran Udara : 5 menit

3. Waktu Menaik : 5 menit

4. Waktu Kesetimbangan : 0 menit

5. Waktu Pembinasaan : 20 menit

6. Waktu Tambahan Jaminan Steril : 0 menit

7. Waktu Penurunan : 10 menit

8. Waktu Pendinginan : 12 menit

TOTAL WAKTU : 72 menit

Proses sterilisasi berlangsung mulai pukul 12.18 s/d 13.30

Page 2: hasil pengamatan

V. PEMBAHASAN

Pada praktikum ini, dilakukan proses sterilisasi alat. Sterilisasi merupakan suatu

proses untuk menghilangkan, mematikan, atau menghancurkan semua bentuk

mikroorganisme hidup baik yang patogen maupun tidak, bahkan dalam bentuk vegetatif

(spora) dari suatu objek atau bahan. Sterilisasi sangat penting dilakukan karena merupakan

salah satu elemen penting dalam suatu rangkaian proses pembuatan sediaan steril. Proses

sterilisasi dilakukan dengan dua metode yaitu sterilisasi panas kering dan sterilisasi panas

basah tergantung bahan yang ingin disterilisasikan. Alat–alat yang digunakan untuk

pembuatan sediaan steril terdiri dari alat yang berbahan gelas, karet, aluminium ataupun

karet.

Gelas pada dasarnya bersifat inert secara kimiawi, tidak permeable, kuat, keras dan

disetujui FDA. Gelas diperoleh melalui peleburan bersama dari soda, batu kapur dan

kuarsa. Kekurangan utama gelas sebagai bahan pengemas adalah mudah pecah dan berat.

Gelas yang digunakan untuk mengemas sediaan farmasi digolongkan menjadi 4 kategori,

tergantung pada bahan kimia gelas tersebut dan kemampuan untuk mencegah penguraian,

yaitu sebagai berikut :

1. Gelas Tipe 1

Komposisi dari gelas ini adalah borosilikat. Gelas tipe ini mempunyai sifat yaitu

resistensi terhadap hidrolisis tinggi dan eksporasi termal nya rendah. Biasanya gelas

borosilikat diaplikasikan pada sediaan parenteral asidik dan netral, bisa juga untuk

sediaan alkali yang sama.

2. Gelas Tipe 2 ( Treated soda lime glass )

Komposisi dari gelas ini adalah soda kapur silikat yang sudah mengalami pengerjaan

permukaan pada bagian yang berhubungan dengan isinya dan mempengaruhi preparat

farmasi yang dikemasnya. Mempunyai resistensi hidrolitik yang relatif tinggi dan

umumnya diaplikasikan untuk sediaan parenteral bersifat asam dan netral.

3. Gelas Tipe 3 ( Regular soda lime glass )

Komposisi gelas tipe ini sama dengan gelas tipe 2 yaitu soda kapur silikat yang tidak

mengalami perlakuan apapun. Mempunyai daya tahan kimiawi yang cukup, resistensi

hidrolitik yang relatif tinggi dengan adanya pelepasan oksida. Diaplikasikan untuk

cairan anhidrat dan biasanya tidak digunakan untuk sediaan parenteral kecuali untuk uji

stabilitas.

Page 3: hasil pengamatan

4. Gelas Tipe 4 ( General purpose soda lime )

Komposisi nya sama dengan gelas tipe 2 dan 3 yang biasanya digunakan secara umum.

Mempunyai resistensi hidrolitik yang sangat rendah dan biasanya diaplikasikan untuk

produk non parenteral yang dimaksudkan untuk pemakaian oral dan topical.

Keuntungan dari alat gelas adalah tembus pandang, kuat, tahan pemanasan, pelindung

terbaik terhadap kontaminasi, tidak tembus gas, dapat dipakai kembali (returnable), dan

relatif murah.

Selain alat dengan bahan gelas, terdapat juga alat dengan bahan plastik. Plastik

merupakan padatan, terdiri dari molekul tinggi yang dominan, zat organik, bahan yang

dapat berubah bentuk secara praktis pada kondisi tertentu. Secara garis besar terdapat dua

macam plastik, yaitu resin termoplastik dan resin termoset. Resin termoplastik mempunyai

sifat dapat diubah bentuknya jika dipanaskan, sedangkan resin termoset hanya dapat

dibentuk satu kali saja. Beberapa tipe plastik yaitu :

1. PET, PETE ( Polyethylene terephthalate )

Tipe plastik ini bersifat jernih dan transparan, kuat, tahan pelarut, kedap gas dan air,

melunak pada suhu 80 °C. Biasanya digunakan untuk botol minuman, minyak goreng,

kecap, sambal, dan obat. Tidak bisa digunakan untuk air hangat apalagi panas. Untuk

jenis ini, disarankan hanya untuk satu kali penggunaan dan tidak untuk mewadahi

pangan dengan suhu > 60 °C.

2. HDPE ( High Density Polyethylene )

Tipe plastik ini bersifat keras hingga semifleksibel, tahan terhadap bahan kimia dan

kelembaban, dapat ditembus gas, permukaan berlilin, buram, mudah diwarnai, diproses

dan dibentuk, melunak pada suhu 75 °C. Biasanya digunakan untuk botol susu cair, jus,

minuman, wadah es krim, kantong belanja, obat, tutup plastik. Disarankan hanya untuk

satu kali penggunaan karena jika digunakan berulang kali dikhawatirkan bahan

penyusunnya lebih mudah bermigrasi ke dalam pangan.

3. PVC ( Polyvinyl chloride )

Tipe plastik ini sulit didaur ulang. Bersifat lebih tahan terhadap senyawa kimia.

Biasanya digunakan untuk botol kecap, botol sambal, baki, plastik pembungkus. Plastik

jenis ini sebaiknya tidak untuk mewadahi pangan yang mengandung lemak/minyak,

alkohol dan dalam kondisi panas.

4. LDPE ( Low Density Polyethylene )

Tipe plastik ini merupakan bahan yang mudah diproses, kuat, fleksibel, kedap air, tidak

jernih tetapi tembus cahaya, melunak pada suhu 70 °C. Biasanya digunakan untuk botol

Page 4: hasil pengamatan

madu, wadah yogurt, kantong kresek, plastik tipis. Plastik ini sebaiknya tidak digunakan

kontak langsung dengan pangan.

5. PP ( Polypropylene )

Ciri-ciri plastik jenis ini biasanya transparan tetapi tidak jernih atau berawan, keras

tetapi fleksibel, kuat, permukaan berlilin, tahan terhadap bahan kimia, panas dan

minyak, melunak pada suhu 140 °C. Merupakan pilihan bahan plastik yang baik untuk

kemasan pangan, tempat obat, botol susu, sedotan.

6. PS ( Polystyrene )

Terdapat dua macam PS, yaitu yang kaku dan lunak/berbentuk foam. PS yang kaku

biasanya jernih seperti kaca, kaku, getas, mudah terpengaruh lemak dan pelarut (seperti

alkohol), mudah dibentuk, melunak pada suhu 95 °C. Contoh : wadah plastik bening

berbentuk kotak untuk wadah makanan. PS yang lunak berbentuk seperti busa,

biasanya berwarna putih, lunak, getas, mudah terpengaruh lemak dan pelarut lain

(seperti alkohol). Bahan ini dapat melepaskan styrene jika kontak dengan pangan.

Contohnya yang sudah sangat terkenal styrofoam. Biasanya digunakan sebagai wadah

makanan atau minuman sekali pakai, wadah CD, karton wadah telur, dll.

7. Other ( polycarbonat, bio-based plastic, co-polyster, acrylic, polyamide )

Plastik tipe ini selain tipe 1-6 bersifat keras, jernih dan secara termal sangat stabil.

Bahan Polycarbonat dapat melepaskan Bisphenol-A (BPA) ke dalam pangan, yang

dapat merusak sistem hormon. Biasanya digunakan untuk galon air minum, botol susu,

peralatan makan bayi.

8. Melamin

Termasuk dalam golongan plastik termoset atau plastik yang tidak dapat didaur ulang.

Bersifat keras, kuat, mudah diwarnai, bebas rasa dan bau, tahan terhadap pelarut dan

noda, kurang tahan terhadap asam dan alkali. Terbuat dari resin (bahan pembuat plastik)

dan formaldehid atau formalin. Kandungan formalin pada melamin dapat bermigrasi ke

dalam pangan, terutama jika produk pangan dalam keadaan panas, asam dan

mengandung minyak. Biasanya digunakan sebagai peralatan makan, misalnya piring,

cangkir, sendok, garpu, sendok nasi, dll.

Keuntungan dari alat plastik adalah fleksibel sehingga mudah mengikuti bentuk pangan

yang dikemas, berbobot ringan, tidak mudah pecah, transparan, mudah diberi label dan

dapat diproduksi secara massal dengan harga relatif murah.

Page 5: hasil pengamatan

Alat terakhir selain alat diatas yaitu alat dengan bahan karet. Karet adalah bahan

yang terbentuk dari zat-zat organik, padat, didominasi oleh polimer tinggi dan bersifat

elastis. Beberapa tipe karet diantaranya yaitu :

1. Poliklorbutadiena ( karet kloropren )

Pembuatannya berlangsung melalui proses polimerisasi dari kloropren ( 2-klor-1,3-

butadiena ). Produk ini memiliki kekerasan yang tinggi, stabil terhadap pengaruh

oksidatif, minyak mineral, minyak lemak, asam dan basa encer. Permeabilitas air dan

gas nya rendah serta akan melunak pada suhu kurang lebih 60 °C.

2. Polisopren ( karet isopren, karet metil )

Sifat dan penggunaannya identik dengan karet alam. Polisopren terbentuk dari proses

polimerisasi dari isopren.

3. Polisobutilen ( karet butil )

Karet butil diperoleh melalui polimerisasi campuran dari isobutan ( 97% ) dengan

sedikit isopren atau butadiena dalam metilen klorida pada suhu sekitar 100 °C.

4. Karet polisulfida

Memiliki stabilitas pembengkakan terhadap bahan pelarut, stabil terhadap penuaan dan

oksidasi, serta kekompakan mekanisnya yang relatif rendah.

5. Karet silikon

Stabil terhadap minyak dan lemak serta tidak peka pada suhu. Permeabilitas gas nya

sangat tinggi. digunakan antara lain untuk material selang medicine, farmasi, dan

material tutup serta bagian sintetis untuk implantasi.

6. Poliuretan

Diperoleh melalui penggantian diisosianat dengan poliester rantai panjang, mengandung

gugus hidroksil dan diakhiri denagn perajutan. Sifatnya tidak stabil terhadap asam, basa

dan air mendidih tetapi kompak terhadap minyak dan gesekan yang tinggi.

Keuntungan dari alat-alat berbahan karet tersebut adalah daya tahan mekanisnya baik,

permeabilitas uap air dan gas nya cukup, serta mempunyai stabilitas yang baik terhadap

minyak lemak dan paraffin.

Dari ketiga alat dengan bahan gelas, plastik dan karet diatas, untuk dijadikan suatu

kemasan produk, harus memenuhi persyaratan tertentu terlebih dahulu untuk menjamin

mutu dan keamanan dari produk ataupun sediaan di dalam nya. Pada dasarnya terdapat

persyaratan-persyaratan yang dapat ditetapkan berkaitan dengan mutu kemasan

sehubungan dengan keamanan pangan, diantaranya adalah :

Page 6: hasil pengamatan

1. Jenis bahan yang digunakan tidak boleh melanggar ketentuan untuk kemasan

pangan.

2. Menggunakan bahan tambahan yang tidak dilarang untuk kemasan pangan.

3. Sedikitnya cemaran yang terdapat pada bahan untuk kemasan.

4. Residu yang dihasilkan tidak boleh bersifat toksik.

5. Minimalnya potensi migrasi dari bahan kimia yang terkandung pada kemasan yang

dapat menimbulkan efek buruk pada tubuh konsumen.

Suatu bahan baik itu gelas, karet ataupun plastik, dapat digunakan sebagai kemasan jika

memenuhi persyaratan yaitu :

1. Kemampuan/daya membungkus yang baik untuk memudahkan dalam penanganan,

pengangkutan, distribusi, penyimpanan dan penyusunan.

2. Kemampuan melindungi isinya dari berbagai resiko dari luar misalnya

perlindungan dari udara panas/dingin, sinar/cahaya matahari, bau asing,

benturan/tekanan mekanis, kontaminasi mikroorganisme.

3. Kemampuan sebagai daya tarik terhadap konsumen. Dalam hal ini identifikasi,

informasi dan penampilan seperti bentuk, warna dan keindahan bahan kemasan

harus mendapatkan perhatian.

4. Persyaratan ekonomi, artinya kemampuan dalam memenuhi keinginan pasar,

sasaran masyarakat dan tempat tujuan pemesan.

5. Mempunyai ukuran, bentuk dan bobot yang sesuai dengan norma atau standar yang

ada, mudah dibuang dan mudah dibentuk atau dicetak.

Untuk memenuhi persyaratan tersebut, maka kemasan harus memiliki sifat-sifat yaitu :

Permeable terhadap udara.

Bersifat non toksik dan inert sehingga dapat mempertahankan warna, aroma, dan

cita rasa produk yang dikemas.

Kedap air.

Kuat dan tidak mudah bocor.

Relatif tahan terhadap panas.

Mudah dikerjakan secara massal dan harga yang relatif murah

Sebelum sterilisasi alat, dilakukan tahap pencucian terlebih dahulu berdasarkan

bahan dasar alat. Untuk alat yang berbahan gelas, alat di cuci dengan air dan HCl encer.

Pada bahan gelas terdapat ion silikat yang jika ditambah air dalam temperatur kamar maka

akan terhidrolisis menjadi alkali hidroksida ( basa ). Penggunaan HCl encer tersebut

Page 7: hasil pengamatan

berfungsi untuk menetralkan noda yang bersifat basa pada gelas. Lalu di rendam dengan

larutan tepol 1% dan Na2CO3 0,5 % dan dididihkan selama 15 menit. Prosedur ini di ulangi

hingga larutan tetap jernih maksimal 3 kali. Selanjutnya dibilas dengan aquadest 3 kali.

Larutan tepol berfungsi sebagai surfaktan yang dapat membersihkan kotoran yang bersifat

lipofil/lemak dimana kelebihan dari tepol juga sebagai surfaktan yang tidak meninggalkan

noda serta sebagai desinfektan sehingga terjadi proses depirogenasi atau pengurangan

pirogen ( senyawa asing yang dapat menyebabkan reaksi piretik – menyebabkan demam ).

Sedangkan Na2CO3 digunakan untuk menetralkan sisa asam dari HCl encer.

Untuk pencucian aluminium, aluminium di didihkan dalam tepol 1% selama 10

menit, lalu di rendam dengan larutan Na2CO3 5%. Larutan Na2CO3 yang digunakan lebih

besar konsentrasi nya dibandingkan pada pencucian gelas yang bertujuan untuk

menghilangkan pengotor asam. Pada pencucian ini tidak digunakan HCl karena tidak

terdapat pengotor basa. Setelah itu seharusnya di bilas dengan aquadest panas mengalir

untuk menghilangkan Na2CO3 dan tepol yang digunakan sebelumnya, namun pada saat

praktikum, aluminium dibilas dengan aquadest panas yang tidak mengalir. Selanjutnya

langsung dididihkan dengan aquadest selama 10 menit dan di bilas dengan aquadest.

Seharusnya sebelum tahapan ini aluminium di didihkan terlebih dahulu dengan air biasa

namun karena aquadest panas sisa rendaman aluminium tadi jernih maka langsung di

didihkan dengan aquadest.

Pada pencucian karet hampir sama seperti pencucian gelas namun HCl yang di

gunakan konsentrasinya lebih besar karena pada karet terdapat lebih banyak basa yang

harus di netralkan. Proses perendaman dengan HCl ini seharusnya dilakukan selama 2 hari

karena karet terbuat dari polimer yang mempunyai pori-pori sehingga proses pencucian

benar-benar masuk ke dalam pori-pori. Setelah karet di didihkan dalam tepol 1% dan

Na2CO3 0,5% selama 15 menit, karet dididihkan dengan aquadest yang bertujuan untuk

membersihkan sisa larutan yang ada di pori-pori. Sedangkan untuk menghilangkan kotoran

yang bersifat hidrofil dan lipofil, karet di bilas dengan etanol 70% dan air sama banyak.

Penggunaan etanol ini lebih baik sebagai desinfektan daripada larutan tepol karena etanol

ini sesuai untuk bahan karet yang memiliki pori-pori sehingga proses pencucian bisa

sempurna mencapai pori-pori.

Selanjutnya, alat-alat yang sudah di cuci dikeringkan dengan menggunakan oven

100-105oC selama 10 menit dalam keadaan terbalik lalu alat-alat nya dibungkus sesuai

Page 8: hasil pengamatan

dengan metode yang akan digunakan. Untuk alat yang disterilisasi menggunakan metode

panas kering seperti kaca arloji, beaker glass, erlenmeyer, sendok porselen, batang

pengaduk, tutup aluminium, botol kaca dan pipet tetes dibungkus menggunakan aluminium

foil. Aluminium foil dapat menghantarkan panas dan membuat panas tidak langsung

terkena alat. Sedangkan alat yang disterilisasi dengan metode panas basah seperti gelas

ukur dan karet di bungkus menggunakan kertas perkamen. Setiap alat dibungkus rangkap

dua yang bertujuan untuk menghindari kontaminasi dari ruang kuliah 3 ke ruang kuliah 2.

Alat-alat yang dibungkus tadi, dimasukkan ke dalam alat sterilisasi sesuai dengan

metode masing-masing. Untuk metode panas kering digunakan oven 180oC selama 30

menit sedangkan metode panas basah menggunakan autoklaf 115oC selama 30oC.

Secara keseluruhan, metode sterilisasi panas basah lebih efektif dan lebih banyak

digunakan dibandingkan dengan metode sterilisasi panas kering dengan oven. Keunggulan

dari metode sterilisasi panas basah dengan autoklaf yaitu waktu nya lebih cepat tetapi

menggunakan suhu yang lebih rendah untuk mencapai uap panas yang bertekanan tinggi

sehingga bersifat jenuh dimana uap panas ini dapat membunuh spora serta lebih

acceptable.

Sterilisasi menggunakan oven pada praktikum ini, waktu pemanasan yang

dibutuhkan sebesar 19 menit, waktu kesetimbangan sebesar 0 menit, waktu pembinasaan

sebesar 30 menit, waktu tambahan jaminan sterilisasi sebesar 0 menit, waktu pendinginan

sebesar 15 menit. Sedangkan untuk sterilisasi menggunakan autoklaf, waktu pemanasan

yang dibutuhkan sebesar 20 menit, waktu pengeluaran udara sebesar 5 menit, waktu

menaik sebesar 5 menit, waktu kesetimbangan sebesar 0 menit, waktu pembinasaan

sebesar 20 menit, waktu tambahan jaminan sterilisasi sebesar 0 menit, waktu penurunan

sebesar 10 dan waktu pendinginan sebesar 12 menit. Sehingga total waktu yang

dibutuhkan dalam proses sterilisasi menggunakan oven yaitu sebesar 64 menit dimulai

pukul 12.38 dan berakhir pada pukul 13.42. Sedangkan total waktu yang dibutuhkan dalam

proses sterilisasi menggunakan autoklaf yaitu sebesar 72 menit dimulai pukul 12.18 sampai

dengan 13.30. Selanjutnya alat-alat yang telah disterilkan dengan menggunakan autoklaf

maupun oven siap untuk digunakan dalam formulasi sediaan steril.

Page 9: hasil pengamatan

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia IV. Jakarta :

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Goeswin, Agoes. 2009. Sediaan Farmasi Steril. Bandung : ITB Press.

Jaswin M. 2008. Packaging Materials and its Application. Jakarta : Indonesian Packaging

Federation.

Kurniawan, Dhadang Wahyu & Teuku Nanda, S. S. 2012. Teknologi Sediaan Farmasi.

Purwokerto : Laboratorium Farmasetika UNSOED.

Syarief, R., S.Santausa, St.Ismayana B. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan. Bandung :

Laboratorium Rekayasa Proses Pangan, PAU Pangan dan Gizi, IPB.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan.

Voight, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta : Gadjah Mada

University Press.