HAP BAB II

44
BAB III TINJAUAN PUSTAKA III.1. PENDARAHAN ANTEPARTUM A. Definisi Pendarahan antepartum adalah pendarahan yang terjadi setelah kehamilan 22 minggu. Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada pendarahan kehamilan sebelum 22 minggu. Pada umumnya pasien mengalami pendarahan pada triwulan ketiga, atau setelah kehamilan 28 minggu. Pendarahan sebelum, sewaktu dan sesudah bersalin adalah kelainan yang tetap berbahaya dan mengancam jiwa ibu. 1 B. Klasifikasi Klasifikasi klinis pendarahan antepartum dibagi menjadi sebagai berikut : Plasenta previa Solusio plasenta Pendarahan antepartum yang belum jelas sumbernya, mungkin juga karena plasenta letak rendah atau vasa previa. 1 C. Gambaran Klinik 7

Transcript of HAP BAB II

Page 1: HAP BAB II

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

III.1. PENDARAHAN ANTEPARTUM

A. Definisi

Pendarahan antepartum adalah pendarahan yang terjadi setelah kehamilan 22

minggu. Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada pendarahan

kehamilan sebelum 22 minggu. Pada umumnya pasien mengalami pendarahan

pada triwulan ketiga, atau setelah kehamilan 28 minggu. Pendarahan sebelum,

sewaktu dan sesudah bersalin adalah kelainan yang tetap berbahaya dan

mengancam jiwa ibu.1

B. Klasifikasi

Klasifikasi klinis pendarahan antepartum dibagi menjadi sebagai berikut :

Plasenta previa

Solusio plasenta

Pendarahan antepartum yang belum jelas sumbernya, mungkin juga karena

plasenta letak rendah atau vasa previa.1

C. Gambaran Klinik

Penderita seringkali mengalami pendarahan pada triwulan ketiga atau setelah

kehamilan 28 minggu. Pendarahan antepartum tanpa rasa nyeri merupakan tanda

khas plasenta previa. Apalagi bila disertai tanda-tanda lainnya seperti bagian

terbawah janin belum masuk ke dalam pintu atas panggul atau kelainan letak janin,

karena tanda pertamanya adalah pendarahan. Pada umumnya, penderita akan

segera datang untuk mendapatkan pertolongan karena disanngkanya sebagai tanda

permulaan persalinan biasa baru setelah pendarahan banyak, mereka datang untuk

mendapatkan pertolongan.1

7

Page 2: HAP BAB II

Berbeda dengan solusio plasenta, kejadiannya tidak ditandai segera dengan

pendarahan pervaginam, sehingga mereka tidak segera datang untuk mendapatkan

pertolongan. Gejala pertamanya ditandai dengan rasa nyeri pada kandungan yang

makin lama makin hebat dan berlangsung secara terus menerus, rasa nyeri yang

terus menerus ini sering kali diabaikan, atau disangka sebagai tanda permulaan

persalinan biasa. Baru setelah penderita pingsan karena pendarahan retroplasenter

yang banyak atau setelah tampak pendarahan pervaginam mereka datang untuk

meminta pertolongan, pada keadaan demikian biasanya janin telah meninggal

dalam kandungan.1

III.2. FISIOLOGI PLASENTA

Plasenta adalah organ yang dibentuk selama kehamilan untuk memberikan

nutrisi, membuang hasil metabolism dan menghasilkan hormone untuk

mempertahankan kehamilan. Umumnya plasenta telah lengkap pada kehamilan

kurang lebih 16 minggu dengan ruang amnion telah mengisi seluruh cavum uteri.

Letak plasenta umumnya di depan atau di belakang dinding uterus, agak ke atas

kearah fundus uteri. Hal ini adalah fisiologis karena permukaan bagian atas korpus

uteri lebih luas, sehingga lebih banyak tempat untuk berimplantasi.2

8

Page 3: HAP BAB II

gambar 1. plasenta dan bagian-bagiannya, serta posisi plasenta yang normal

III.3. PLASENTA PREVIA

A. Definisi

Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen

bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan

lahir. Pada plasenta previa, telah terjadi implantasi yang tidak normal yaitu

letaknya yang rendah sekali hingga menutupi seluruh atau sebagian ostium

internum. Implantasi yang normal ialah pada dinding depan dan dinding belakang

uterus agak ke atas kearah fundus uteri (bagian atas uterus).2

Sejalan dengan bertambah besarnya uterus dan meluasnya segmen bawah

uteri ikut berpindah mengikuti perluasan segmen bawah uteri seolah plasenta itu

bermigrasi. Ostium uteri yang secara dinamik mendatar dan meluas dalam

persalinan kala satu bisa mengubah luas pembukaan serviks yang tertutup oleh

plasenta. Hal ini sangat berpengaruh pada derajat atau klasifikasi dari plasenta

previa ketika pemeriksaan dilakukan baik dalam masa antenatal maupun dalam

masa intranatal, baik dengan pemeriksaan USG (ultrasonografi) maupun digital.

9

Page 4: HAP BAB II

Oleh karena itu, pemeriksaan USG perlu diulang secara berkala dalam asuhan

antenatal atau intranatal.2,3

B. Klasifikasi

Klasifikasi plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan plasenta melalui

pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu.3

1. Plasenta previa totalis atau komplit yaitu plasenta yang menutupi seluruh ostium

uteri internum

2. Plasenta previa parsialis yaitu plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri

internum

3. Plasenta previa marginalis yaitu plasenta yang tepinya berada pada pinggir

ostium uteri internum.

4. Plasenta letak rendah yaitu plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah

uteri sedemikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak kurang lebih

2cm dari ostium uteri internum. Jarak lebih dari 2 cm masih dianggap normal.3

Pada plasenta letak rendah plasentanya belum sampai menutupi pembukaan

jalan lahir. Pinggir plasenta kira-kira 3-4 cm diatas pinggir pembukaan hingga

tidak akan teraba pada pembukaan jalan lahir.1,2

Gambar 2. Plasenta previa

10

Page 5: HAP BAB II

Karena Klasifikasi tidak didasarkan pada keadaan anatomic melainkan

fisiologik, maka klasifikasinya akan berubah setiap waktu. Misal, plasenta previa

totalis pada pembukaan 4 cm mungkin akan berubah menjadi plasenta previa

parsialis pada pembukaan 8 cm.1,2

C. Etiologi

Salah satu penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang berkurang atau

perubahan atrofi pada desidua akibat persalinan yang lalu dapat menyebabkan

plasenta previa, namun hal ini tidak selalu benar karena belum jelas bahwa

plasenta previa ditemukan pada sebagian besar penderita dengan paritas tinggi.

menurut kloosterman (1973), frekuensi plasenta previa pada primigravida yang berumur lebih

dari 35 tahun kira-kira 10 kali lebih sering dibandingkan dengan primigravida yang berusia

kurang dari 25 tahun, pada grande multipara yang berumur lebih dari 35 tahun kira-kira 4 kali

lebih sering dibandingkan dengan grande multipara yang berusia kurang dari 25 tahun.¹

Usia lanjut, cacat rahim misalnya bekas bedah sesar, kerokan, miomektomi, dan

sebagainya berperan dalam proses peradangan dan kejadian atrofi di endometrium yang

semuanya dapat dipandang sebagai sebagai faktor resiko terjadinya plasenta previa.

Cacat bekas bedah sesar berperan menaikkan insiden dua sampai tiga kali. Pada

perempuan perokok, dijumpai insidensi plasenta previa lebih tinggi dua kali lipat.

Hipoksemia akibat karbon monoksida hasil pembakaran rokok menyebabkan plasenta

menjadi hipertrofi sebagai upaya kompensasi. Plasenta yang terlalu besar seperti pada kehamilan

ganda dan eritroblastosis fetalis bisa menyebabkan pertumbuhanplasenta melebar ke segmen

bawah uterus sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum. ³

D. Faktor Predisposisi3

o Multiparitas dan umur lanjut (lebih atau sama dengan 35 tahun)

o Defek vaskularisasi desidua yang kemungkinan terjadi akibat perubahan atrofik dan

inflamatorik

o Cacat atau jaringan parut pada endometrium oleh bekas pembedahan (SC, kuret, dll)

11

Page 6: HAP BAB II

o Chorion leave persisten

o Korpus luteum berreaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima hasil konsepsi

o Konsepsi dan nidasi terlambat

o Plasenta besar pada hamil ganda dan eritroblastosis atau hidrops fetalis

E. Patofisiologi

Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trimester ketiga dan mungkin juga lebih

awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah uterus, tampak plasenta akan

mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak plasenta terbentuk dari jaringan

maternal yaitu, bagian desidua basalisyang bertumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan

melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah uterus, maka plasenta yang berimplantasi akan

mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua sebagai tapak plasenta. Demikian

pula pada waktu serviks mendatar(effacement ) dan membuka (dilatation) ada bagian

tampak plasenta yang terlepas.Pada tempat laserasi itu akan terjadi perdarahan

yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu ruangan intervillus dariplasenta. Oleh

karena fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu perdarahan pada

plasentaprevia betapa pun pasti akan terjadi (unavoidable bleeding). Perdarahan di tempat itu

relatif dipermudah dan diperbanyak oleh karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu

berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang dimilikinya sangat minimal, dengan

akibatpembuluh darah pada tempat itu tidak akan tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan

berhenti karena terjadi pembekuan kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang besar dari

plasenta padamana perdarahan akan berlangsung lebih lama dan lebih banyak. Oleh karena

pembentukan segmen bawah rahim itu berlangsung progresif dan bertahap, maka

laserasi baru akan mengulang kejadian perdarahan. Demikianlah perdarahan akan

berulang tanpa sesuatu sebab lain (causeless). Darah yang keluar berwarna merah

segar tanpa rasa nyeri ( painless). 4

12

Page 7: HAP BAB II

Pada plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum perdarahan terjadi lebih awal

dalam kehamilan oleh karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada bagian terbawah

yaitu pada ostium uteri internum. Sebaliknya,pada plasenta previa parsialis atau letak

rendah perdarahan baru terjadi pada waktumendekati atau mulai persalinan. Perdarahan

pertama biasanya sedikit, tetapi cenderung lebihbanyak pada perdarahan berikutnya. Untuk

berjaga-jaga mencegah syok hal tersebut perlu dipertimbangkan. Perdarahan pertama sudah

biasa terjadi pada kehamilan di bawah 30 minggutetapi lebih separuh kejadiannya pada umur

kehamilan 34 minggu ke atas. Berhubung tempatperdarahan terletak dekat dengan ostium

uteri internum, maka perdarahan lebih mudah mengalirke luar rahim dan tidak

membentuk hematom retroplasenta yang mampu merusak jaringan lebihluas dan

melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal. Dengan demikian, sangat jarangterjadi

koagulopati pada plasenta previa.Hal yang perlu diperhatikan adalah segmen

bawah rahim yang tipis dan mudah diinvasi olehpermukaan vili dari trofoblas, akibatnya

plasenta melekat lebih kuat pada dinding uterus. Lebihsering terjadi plasenta akreta dan plasenta

inkreta, bahkan plasenta perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa sampai menembus ke buli-buli,

dan ke rectum bersama plasenta previa. Plasenta akretadan inkreta lebih sering terjadi pada uterus

yang sebelumnya pernah bedah sesar. Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh dan

mudah robek oleh sebabkurangnya elemen otot yang terdapat disana. Kedua

kondisi ini berpotensi meningkatkan kejadian perdarahan pasca persalinan

padaplasenta previa, misalnya dalam kala tiga karena plasenta sukar melepas dengan sempurna

( retentio plasenta ), atau setelah uri lepas karena segmen bawah uteri tidak dapat berkontraksi

dengan baik.1,4

F. Gejala Klinis

Pendarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala utama dan

pertama dari plasenta previa. Perdarahan dapat terjadi selagi penderita tidur atau

bekerja biasa, perdarahan pertama biasanya tidak banyak, sehingga tidak akan

berakibat fatal. Perdarahan berikutnya hampir selalu banyak dari pada sebelumnya,

13

Page 8: HAP BAB II

apalagi kalau sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan dalam. Sejak kehamilan 20

minggu segmen bawah uterus, pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan

serviks tidak dapat diikuti oleh plasenta yang melekat dari dinding uterus. Pada

saat ini dimulai terjadi perdarahan darah berwarna merah segar.1

Sumber perdarahan ialah sinus uterus yang terobek karena terlepasnya

plasenta dari dinding uterus perdarahan tidak dapat dihindari karena ketidak

mampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi menghentikan

perdarahan, tidak sebagai serabut otot uterus untuk menghentikan perdarahan kala

III dengan plasenta yang letaknya normal makin rendah letak plasenta makin dini

perdarahan terjadi, oleh karena itu perdarahan pada plasenta previa totalis akan

terjadi lebih dini dari pada plasenta letak rendah, yang mungkin baru berdarah

setelah persalinan mulai.1

G. Diagnosis1,4,5

a. Anamnesis. Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu

berlangsung tanpa nyeri terutama pada multigravida, banyaknya perdarahan

tidak dapat dinilai dari anamnesis, melainkan dari pada pemeriksaan

hematokrit.

b. Pemeriksaan Luar. Bagian bawah janin biasanya belum masuk pintu atas

panggul presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung di atas pintu atas

panggul mengelak ke samping dan sukar didorong ke dalam pintu atas

panggul.Pemeriksaan In Spekulo. Pemeriksaan bertujuan untuk mengetahui

apakah perdarahan berasal dari osteum uteri eksternum atau dari ostium uteri

eksternum, adanya plasenta previa harus dicurigai.

c. Penentuan Letak Plasenta Tidak Langsung. Penentuan letak plasenta secara

tidak langsung dapat dilakukan radiografi, radioisotope, dan ultrasonagrafi.

Ultrasonagrafi penentuan letak plasenta dengan cara ini ternyata sangat tepat,

14

Page 9: HAP BAB II

tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janinnya dan tidak

menimbulkan rasa nyeri. (Wiknjosostro, 2005)

d. Pemeriksaan Ultrasonografi. Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan

implantasi plasenta atau jarak tepi plasenta terhadap ostium bila jarak tepi 5

cm disebut plasenta letak rendah. penentuan letak plasenta dengan cara ini

ternyata sangat tepat tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janinnya

dan tidak menimbulkan rasa nyeri.

e. Penentuan letak plasenta secara langsung. untuk menegakkan diagnosis yang

tepat tentang adanya dan jenis plasenta previa ialah secara langsung meraba

plasenta melalui kanalis servikalis. akan tetapi pemeriksaan ini sangat

berbahaya karena dapat menimbulkan perdarahan yang banyak. pemeriksaan

hanya di lakukan dalam keadaan siap operasi pemeriksaan dalam di meja

operasi.

f. Diagnosis Plasenta Previa Secara Defenitif. Dilakukan dengan

PDMO(dilakukan pemeriksaan dalam di atas meja operasi) yaitu melakukan

perabaan secara langsung melalui pembukaan serviks. Pada perdarahan yang

sangat banyak dan pada ibu dengan anemia berat, tidak dianjurkan melakukan

PDMO sebagai upaya menetukan diagnosis. (Saifudin, 2001)

perabaan fornises. perabaan hanya bermakna apabila janin pada presentasi

kepala. sambil mendorong sedikit kepala janin ke arah pintu atas panggul,

perlahan-lahan seluruh fornices diraba dengan jari. perabaannya terasa

lunak apabila jari dan kepala janin teraba plasenta dan teraba padat atau

keras apabila antara jari dan kepala janin tidak teraba plasenta. Bekuan

darah dapat di kelirukan sebagai plasenta. plasenta yang tipis mungkin

tidak terasa lunak. pemeriksaan ini harus mendahului pemeriksaan melalui

kanalis servikalis. untuk mendapat kesan pertama ada tidaknya plasenta

previa.

15

Page 10: HAP BAB II

pemeriksaan melalui kanalis servikalis. Apabila kanalis servikalis telah

terbuka, perlahan-lahan jari telunjuk dimasukan ke dalam kanalis

servikalis, dengan tujuan kalau-kalau meraba kotiledon plasenta. Apabila

kotiledon plasenta teraba, segera jari telunjuk dikeluarkan dari kanalis

servikalis. Jangan sekali-kali berusaha menyelurusi pinggir plasenta

seterusnya karena mungkin plasenta akan terlepas dari insersionya yang

dapat menimbulkan pendarahan banyak.

H. Komplikasi

a. Pada ibu dapat terjadi perdarahan hingga syok akibat perdarahan, anemia karena

perdarahan plasentitis, dan endometritis pasca persalinan.

b. Pada janin biasanya terjadi persalinan premature dan komplikasi seperti Asfiksi

berat.( Mansjoer, 2002)

I. Penatalaksanaan

A.Terapi Ekspektif

1) Tujuan supaya janin tidak terlahir premature, penderita dirawat tanpa melakukan

pemeriksaan dalam melalui kanalis servisis Syarat-syarat terapi ekspektif8 :

Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti.

Belum ada tanda-tanda in partu.

Keadaan umum ibu cukup baik.

Janin masih hidup.

2) Rawat inap, tirah baring dan berikan antibiotik profilaksis.

3) Lakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui implantasi plasenta.

4) Berikan tokolitik bila ada kontraksi :

16

Page 11: HAP BAB II

MgS04 9 IV dosis awal tunggal dilanjutkan 4 gram setiap 6 jam.

Nifedipin 3 x 20 mg perhari.

Betamethason 24 mg IV dosis tunggal untuk pematangan paru janin.

5) Uji pematangan paru janin dengan tes kocok dari hasil amniosentesis.

6) Bila setelah usia kehamilan diatas 34 minggu, plasenta masih berada disekitar

ostium uteri internum.

Bila perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih lama, pasien

dapat dipulang untuk rawat jalan.

B.Terapi Aktif ( tindakan segera ).

Wanita hamil diatas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif dan

banyak, harus segera ditatalaksanakan secara aktif tanpa memandang moturitus janin.

Lakukan PDMO jika :

a. Infus 1 transfusi telah terpasang.

b. Kehamilan > 37 minggu ( berat badan > 2500 gram ) dan inpartu.

c. Janin telah meninggal atau terdapat anomali kongenital mayor, seperti anesefali.

d. Perdarahan dengan bagian terbawah janin telah jauh melewati pintu atas

panggul ( 2/5 atau 3/5 pada palpasi luar ).

C. Cara menyelesaikan persalinan dengan plasenta previa seksio sesarea .

1. Prinsip utama adalah menyelamatkan ibu, walaupun janin meninggal atau tidak

punya harapan untuk hidup, tindakan ini tetap dilakukan.

2. Tujuan seksio sesarea : persalinan dengan segera sehingga uterus segera

berkontraksi dan menghentikan pendarahan, menghindarkan kemungkinan

terjadi robekan pada serviks, jika janin dilahirkan pervagina.

17

Page 12: HAP BAB II

3. Siapkan darah pengganti untuk stabiliasi dan pemulihan kondisi ibu. (Saifuddin,

2001 : 536)

D. Perawatan Post Operasi Seksio Sesarea.3,4,8,9

1.Analgesia.

Wanita dengan ukuran tubuh rata-rata dapat disuntik 75 mg Meperidin (intra

muskuler) setiap 3 jam sekali, bila diperlukan untuk mengatasi rasa sakit atau dapat

disuntikan dengan cara serupa 10 mg morfin.

a.Wanita dengan ukuran tubuh kecil, dosis Meperidin yang diberikan adalah 50 mg.

b. Wanita dengan ukuran besar, dosis yang lebih tepat adalah 100 mg Meperidin.

c.Obat-obatan antiemetik, misalnya protasin 25 mg biasanya diberikan bersama-sama

dengan pemberian preparat narkotik.

2.Tanda-tanda Vital.

Tanda-tanda vital harus diperiksa 4 jam sekali, perhatikan tekanan darah, nadi

jumlah urine serta jumlah darah yang hilang dan keadaan fundus harus diperiksa.

3.Terapi cairan dan Diet.

Untuk pedoman umum, pemberian 3 liter larutan RL, terbukti sudah cukup

selama pembedahan dan dalam 24 jam pertama berikutnya, meskipun demikian, jika

output urine jauh di bawah 30 ml / jam, pasien harus segera di evaluasi kembali

paling lambat pada hari kedua.

4.Vesika Urinarius dan Usus.

Kateter dapat dilepaskan setelah 12 jam, post operasi atau pada keesokan

paginya setelah operasi. Biasanya bising usus belum terdengar pada hari pertama

18

Page 13: HAP BAB II

setelah pembedahan, pada hari kedua bising usus masih lemah, dan usus baru aktif

kembali pada hari ketiga..

5.Ambulasi.

Pada hari pertama setelah pembedahan, pasien dengan bantuan perawatan

dapat bangun dari tempat tidur sebentar, sekurang-kurang 2 kali pada hari kedua

pasien dapat berjalan dengan pertolongan.

6.Perawatan Luka.

Luka insisi di inspeksi setiap hari, sehingga pembalut luka yang alternatif

ringan tanpa banyak plester sangat menguntungkan, secara normal jahitan kulit dapat

diangkat setelah hari ke empat setelah pembedahan. Paling lambat hari ke tiga post

partum, pasien dapat mandi tanpa membahayakan luka insisi.

7.Laboratorium.

Secara rutin hematokrit diukur pada pagi setelah operasi hematokrit tersebut

harus segera di cek kembali bila terdapat kehilangan darah yang tidak biasa atau

keadaan lain yang menunjukkan hipovolemia.

8.Perawatan Payudara.

Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan

tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudara

tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri.

9.Memulangkan Pasien Dari Rumah Sakit.

Seorang pasien yang baru melahirkan mungkin lebih aman bila diperbolehkan

pulang dari rumah sakit pada hari ke empat dan ke lima post operasi, aktivitas ibu

19

Page 14: HAP BAB II

seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan orang

lain.3,4

III.4. SOLUSIO PLASENTA1,3,6

A. Definisi

Terlepasnya sebagian atau seluruh plasenta yang implantasinya normal,

sebelum janin dilahirkan, pada masa kehamilan atau persalinan, disertai perdarahan

pervaginam, pada usia kehamilan 20 minggu atau berat janin diatas 500 gram. Istilah

solusio plasenta juga dikenal dengan istilah abruptio plasenta atau separasi prematur

dari plasenta. Plasenta dapat lepas seluruhnya yang disebut solusio plasenta totalis

atau terlepas sebagian yang disebut solusio plasenta parsialis atau terlepas hanya

pada sebagian kecil pinggir plasenta yang sering disebut ruptur sinus marginalis.

B. Etiologi

Etiologi solusio plasenta belum diketahui. Keadaan berikut merupakan faktor

predisposisi/pemicu timbulnya solusio plasenta, yaitu:

Hipertensi esensialis atau hipertensi

Tali pusat pendek

Trauma eksternal

Tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior

Usia lanjut

Multiparitas

Defisiensi asam folat

Versi luar yang kasar atau sulit1,3,9

20

Page 15: HAP BAB II

Nasib janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus.

Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas, anoksia akan menyebabkan

kematian janin. Apabila sebagian kecil yang terlepas, mungkin tidak berpengaruh

sama sekali atau tidak mengakibatkan gawat janin.

C. Klasifikasi9

a. Ringan : perdarahan kurang dari 100 – 200 cc, uterus tidak tegang, belum ada

tanda renjatan, janin hidup, pelepasan plasenta kurang dari 1/6 bagian

permukaan, kadar fibrinogen plasma lebih dari 250 mg%.

Ruptur sinus marginalis atau terlepasnya sebagian kecil plasenta yang

tidak berdarah banyak, sama sekali tidak mempengaruhi keadaan ibu ataupun

janinnya. Apabila terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitam-

hitaman dan sedikit sekali. Perut mungkin terasa agak sakit, atau terus

menerus agak tegang. Walaupun demikian bagian-bagian janin masih muda

teraba. Uterus yang agak tegang ini harus diawasi terus menerus apakah akan

menjadi lebih tegang lagi karena perdarahan yang berlangsung terus. Salah

satu tanda yang menimbulkan kecurigaan akan kemungkinan solusio plasenta

ringan ialah perdarahan pervaginam  yang berwarna kehitam-hitaman, yang

berbeda dengan perdarahan plasenta previa yang berwarna merah segar.

Apabila dicurigai keadaan demikian, sebaiknya dilakukan pemeriksaan

ultrasonografi.

b. Sedang : perdarahan lebih dari 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pra

renjatan, gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta ¼ sampai 2/3

bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma 120 – 150 mg%

Dalam hal ini plasenta telah terlepas lebih dari seperempatnya, tetapi belum

sampai duapertiganya luas permukaannya. Tanda dan gejalanya dapat timbul

perlahan-lahan seperti pada solusio plasenta ringan, atau mendadak dengan

21

Page 16: HAP BAB II

gejala sakit perut terus menerus, yang tidak lama kemudian disusul dengan

perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam nampak sedikit ,

seluruh perdarahannya mungkin mencapai 1000ml. Ibu mungkin telah jatuh

kedalam syok, demikian pula janinnya kalau masih hidup dalam keadaan

gawat.

Dinding uterus teraba tegang terus menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-

bagian janin sukar diraba. Apabila janin masih hidup, bunyi jantungnya sukar

didengar dengan stetoskop biasa, harus dengan stetoskop ultrasonik. Tanda-

tanda persalinan telah ada, dan persalinan itu akan selesai dalam waktu 2 jam.

Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi,

walaupun kebanyakan terjadi pada solusio plasenta berat.

c. Berat : uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan,

biasanya janin telah mati, pelepasan plasenta dapat terjadi pada lebih dari 2/3

bagian permukaan atau keseluruhan bagian permukaan.

Plasenta telah terlepas lebih dari dua pertiga permukaannya. Terjadinya sangat

tiba-tiba. Biasanya ibu telah jatuh kedalam syok, dan janinnya telah

meninggal. Uterusnya sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri.

Perdarahan pervaginam tampaknya tidak sesuai dengan keadaan syok ibunya,

malah perdarahan pervaginam mungkin belum sempat terjadi. Besar

kemungkinan telah terjadi kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal.

Tanda dan gejala solusio plasenta berat

sakit perut terus menerus

nyeri tekan pada uterus

uterus tegang terus menerus

perdarahan pervaginam

22

Page 17: HAP BAB II

syok

bunyi jantung janin tidak terdengar lagi

air ketuban mungkin telah berwarna kemerah-merahan karena bercampur

darah

D. Patogenesis1,9

a. Ringan : perdarahan kurang dari 100 – 200 cc, uterus tidak tegang, belum ada

tanda renjatan, janin hidup, pelepasan plasenta kurang dari 1/6 bagian

permukaan, kadar fibrinogen plasma lebih dari 250 mg%.

Ruptur sinus marginalis atau terlepasnya sebagian kecil plasenta yang

tidak berdarah banyak, sama sekali tidak mempengaruhi keadaan ibu ataupun

janinnya. Apabila terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitam-

hitaman dan sedikit sekali. Perut mungkin terasa agak sakit, atau terus

menerus agak tegang. Walaupun demikian bagian-bagian janin masih muda

teraba. Uterus yang agak tegang ini harus diawasi terus menerus apakah akan

menjadi lebih tegang lagi karena perdarahan yang berlangsung terus. Salah

satu tanda yang menimbulkan kecurigaan akan kemungkinan solusio plasenta

ringan ialah perdarahan pervaginam  yang berwarna kehitam-hitaman, yang

berbeda dengan perdarahan plasenta previa yang berwarna merah segar.

Apabila dicurigai keadaan demikian, sebaiknya dilakukan pemeriksaan

ultrasonografi.

b. Sedang : perdarahan lebih dari 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pra

renjatan, gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta ¼ sampai 2/3

bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma 120 – 150 mg%

Dalam hal ini plasenta telah terlepas lebih dari seperempatnya, tetapi

belum sampai duapertiganya luas permukaannya. Tanda dan gejalanya dapat

timbul perlahan-lahan seperti pada solusio plasenta ringan, atau mendadak

23

Page 18: HAP BAB II

dengan gejala sakit perut terus menerus, yang tidak lama kemudian disusul

dengan perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam nampak

sedikit , seluruh perdarahannya mungkin mencapai 1000ml. Ibu mungkin

telah jatuh kedalam syok, demikian pula janinnya kalau masih hidup dalam

keadaan gawat.

Dinding uterus teraba tegang terus menerus dan nyeri tekan sehingga

bagian-bagian janin sukar diraba. Apabila janin masih hidup, bunyi

jantungnya sukar didengar dengan stetoskop biasa, harus dengan stetoskop

ultrasonik. Tanda-tanda persalinan telah ada, dan persalinan itu akan selesai

dalam waktu 2 jam. Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin

telah terjadi, walaupun kebanyakan terjadi pada solusio plasenta berat.

c. Berat : uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan,

biasanya janin telah mati, pelepasan plasenta dapat terjadi pada lebih dari 2/3

bagian permukaan atau keseluruhan bagian permukaan.

Plasenta telah terlepas lebih dari dua pertiga permukaannya.

Terjadinya sangat tiba-tiba. Biasanya ibu telah jatuh kedalam syok, dan

janinnya telah meninggal. Uterusnya sangat tegang seperti papan dan sangat

nyeri. Perdarahan pervaginam tampaknya tidak sesuai dengan keadaan syok

ibunya, malah perdarahan pervaginam mungkin belum sempat terjadi. Besar

kemungkinan telah terjadi kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal.

Tanda dan gejala solusio plasenta berat

sakit perut terus menerus

nyeri tekan pada uterus

uterus tegang terus menerus

perdarahan pervaginam

24

Page 19: HAP BAB II

syok

bunyi jantung janin tidak terdengar lagi

air ketuban mungkin telah berwarna kemerah-merahan karena bercampur

darah

E. Diagnosis8,9

Anamnesis

Perdarahan timbul akibat adanya trauma pada abdomen atau timbul spontan

akibat adanya penyulit pada kehamilan yang merupakan predisposisi solusio plasenta.

Faktor predisposisi solusio plasenta antara lain : usia ibu semakin tua, multi paritas,

preeklampsia, hipertensi kronik, ketuban pecah pada kehamilan preterm, merokok,

trombofilia, pengguna kokain, riwayat solusio plasenta sebelumnya, dan mioma uteri.

Darah yang keluar tidak sesuai dengan beratnya penyakit, berwarna kehitaman,

disertai rasa nyeri pada daerah perut akibat kontraksi uterus atau rangsang

peritoneum. Sering terjadi pasien tidak lagi merasakan adanya gerakan janin.

Pemeriksaan Status Generalis

Periksa keadaan umum pasien dan tanda-tanda vital. Hati-hati adanya tanda pra

renjatan (pra syok) yang tidak sesuai dengan jumlah perdarahan yang keluar

pervaginam.

Pemeriksaan Status Obstetri

25

Page 20: HAP BAB II

Periksa Luar : uterus terasa tegang atau nyeri tekan, bagian-bagian janin sulit diraba,

bunyi jantung janin sering tidak terdengar atau terdapat gawat janin, apakah ada

kelainan letak atau pertumbuhan janin terhambat.

Inspekulo : apakah perdarahan berasal dari ostium uteri atau dari kelainan serviks dan

vagina. Nilai warna darah, jumlahnya, apakah encer atau disertai bekuan darah.

Apakah tampak pembukaan serviks, selaput ketuban, bagian janin atau plasenta.

Periksa Dalam : perabaan fornises hanya dilakukan pada janin presentasi kepala, usia

gestasi di atas 28 minggu dan curiga plasenta praevia. Nilai keadaan serviks,

apakah persalinan dapat terjadi kurang dari 6 jam, berapa pembukaan, apa presentasi

janin, dan adakah kelainan di daerah serviks dan vagina.

Pelvimetri Klinis : dilakukan pada kasus yang akan dilahirkan per vaginam dengan

usia gestasi 36 minggu atau TBJ 2500 gram.

F. Komplikasi

Komplikasi pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dan

lamanya solusio plasenta berlangsung.  Komplikasi yang dapat terjadi adalah :

kelainan pembekuan darah

oliguria

gawat janin

kematian

perdarahan. Perdarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta

hampir tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera.

Bila persalinan telah selesai, penderita belum bebas dari bahaya perdarahan

postpartum karena kontraksi uterus yang tidak kuat untuk menghentikan

perdarahan pada kala 3 dan kelainan pembekuan darah. Kontraksi uterus yang

26

Page 21: HAP BAB II

tidak kuat itu disebabkan ekstravasasi darah diantara otot-otot miometrium,

seperti yang terjadi pada uterus couvelaire.

G. pemeriksaan penujang

USG : menilai implantasi plasenta dan seberapa luas terlepasnya plasenta dari tempat

implantasinya, biometri janin, indeks cairan amnion, kelainan bawaan dan derajat

maturasi plasenta.

Kardiotokografi : pada kehamilan di atas 28 minggu.

Laboratorium : darah perifer lengkap, fungsi hemostasis, fungsi hati, atau fungsi

ginjal (disesuaikan dengan beratnya penyulit atau keadaan pasien). Lakukan

pemeriksaan dasar : hemoglobin, hematokrit, trombosit, waktu pembekuan darah,

waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial, dan elektrolit plasma.

H. Penatalaksanaan

Terapi Medik

1. Tidak terdapat renjatan : usia gestasi < 36 minggu atau TBJ < 2500 gram.

a. Ringan : terapi konservatif bila ada perbaikan (perdarahan berhenti, kontraksi

uterus tidak ada, janin hidup dan keadaan umum ibu baik) dan dapat

dilakukan pemantauan ketat keadaan janin dan ibu. Pasien tirah baring, atasi

anemia, USG dan KTG serial (bila memungkinkan) dan tunggu partus

normal. Terapi aktif dilakukan bila ada perburukan (perdarahan berlangsung

terus, kontraksi uterus terus berlangsung, dan dapat mengancam ibu dan atau

janin). Bila perdarahan banyak, skor pelvik < 5 atau persalinan masih lama >

6 jam, lakukan seksio sesarea. Bila partus dapat terjadi < 6 jam, amniotomi

dan infus oksitosin.

27

Page 22: HAP BAB II

b. Sedang / Berat : resusitasi cairan, atasi anemia (transfusi darah), partus

pervaginam bila < 6 jam (amniotomi dan infus oksitosin); bila perkiraan

partus > 6 jam, lakukan seksio sesarea.

2. Tidak terdapat renjatan : usia gestasi 36 minggu atau 2500 gram. Solusio plasenta

derajat ringan/sedang/berat bila persalinan lebih dari 6 jam, lakukan seksio

sesarea.

3. Terdapat renjatan :

Atasi renjatan, resusitasi cairan dan transfusi darah. Bila renjatan tidak teratasi,

upayakan tindakan penyelamatan yang optimal. Bila renjatan dapat diatasi,

pertimbangkan untuk seksio sesarea bila janin hidup atau partus lebih lama dari 6

jam.

Anamnesis

Perdarahan timbul akibat adanya trauma pada abdomen atau timbul spontan

akibat adanya penyulit pada kehamilan yang merupakan predisposisi solusio plasenta.

Faktor predisposisi solusio plasenta antara lain : usia ibu semakin tua, multi paritas,

preeklampsia, hipertensi kronik, ketuban pecah pada kehamilan preterm, merokok,

trombofilia, pengguna kokain, riwayat solusio plasenta sebelumnya, dan mioma uteri.

Darah yang keluar tidak sesuai dengan beratnya penyakit, berwarna kehitaman,

disertai rasa nyeri pada daerah perut akibat kontraksi uterus atau rangsang

peritoneum. Sering terjadi pasien tidak lagi merasakan adanya gerakan janin.

Pemeriksaan Status Generalis

Periksa keadaan umum pasien dan tanda-tanda vital. Hati-hati adanya tanda pra

renjatan (pra syok) yang tidak sesuai dengan jumlah perdarahan yang keluar

pervaginam.

28

Page 23: HAP BAB II

Pemeriksaan Status Obstetri

Periksa Luar : uterus terasa tegang atau nyeri tekan, bagian-bagian janin sulit diraba,

bunyi jantung janin sering tidak terdengar atau terdapat gawat janin, apakah ada

kelainan letak atau pertumbuhan janin terhambat.

Inspekulo : apakah perdarahan berasal dari ostium uteri atau dari kelainan serviks dan

vagina. Nilai warna darah, jumlahnya, apakah encer atau disertai bekuan darah.

Apakah tampak pembukaan serviks, selaput ketuban, bagian janin atau plasenta.

Periksa Dalam : perabaan fornises hanya dilakukan pada janin presentasi kepala, usia

gestasi di atas 28 minggu dan curiga plasenta praevia. Nilai keadaan serviks,

apakah persalinan dapat terjadi kurang dari 6 jam, berapa pembukaan, apa presentasi

janin, dan adakah kelainan di daerah serviks dan vagina.

Pelvimetri Klinis : dilakukan pada kasus yang akan dilahirkan per vaginam dengan

usia gestasi 36 minggu atau TBJ 2500 gram.

Komplikasi

Komplikasi pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dan

lamanya solusio plasenta berlangsung.  Komplikasi yang dapat terjadi adalah :

kelainan pembekuan darah

oliguria

gawat janin

kematian

perdarahan. Perdarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta

hampir tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera.

Bila persalinan telah selesai, penderita belum bebas dari bahaya perdarahan

postpartum karena kontraksi uterus yang tidak kuat untuk menghentikan

29

Page 24: HAP BAB II

perdarahan pada kala 3 dan kelainan pembekuan darah. Kontraksi uterus yang

tidak kuat itu disebabkan ekstravasasi darah diantara otot-otot miometrium,

seperti yang terjadi pada uterus couvelaire.1,5,8

pemeriksaan penujang

USG : menilai implantasi plasenta dan seberapa luas terlepasnya plasenta dari tempat

implantasinya, biometri janin, indeks cairan amnion, kelainan bawaan dan derajat

maturasi plasenta.

Kardiotokografi : pada kehamilan di atas 28 minggu.

Laboratorium : darah perifer lengkap, fungsi hemostasis, fungsi hati, atau fungsi

ginjal (disesuaikan dengan beratnya penyulit atau keadaan pasien). Lakukan

pemeriksaan dasar : hemoglobin, hematokrit, trombosit, waktu pembekuan darah,

waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial, dan elektrolit plasma.

Terapi

Terapi Medik

1. Tidak terdapat renjatan : usia gestasi < 36 minggu atau TBJ < 2500 gram.

a. Ringan : terapi konservatif bila ada perbaikan (perdarahan berhenti, kontraksi

uterus tidak ada, janin hidup dan keadaan umum ibu baik) dan dapat

dilakukan pemantauan ketat keadaan janin dan ibu. Pasien tirah baring, atasi

anemia, USG dan KTG serial (bila memungkinkan) dan tunggu partus

normal. Terapi aktif dilakukan bila ada perburukan (perdarahan berlangsung

terus, kontraksi uterus terus berlangsung, dan dapat mengancam ibu dan atau

janin). Bila perdarahan banyak, skor pelvik < 5 atau persalinan masih lama >

6 jam, lakukan seksio sesarea. Bila partus dapat terjadi < 6 jam, amniotomi

dan infus oksitosin.

30

Page 25: HAP BAB II

b. Sedang / Berat : resusitasi cairan, atasi anemia (transfusi darah), partus

pervaginam bila < 6 jam (amniotomi dan infus oksitosin); bila perkiraan

partus > 6 jam, lakukan seksio sesarea.

2. Tidak terdapat renjatan : usia gestasi 36 minggu atau 2500 gram. Solusio plasenta

derajat ringan/sedang/berat bila persalinan lebih dari 6 jam, lakukan seksio

sesarea.

3. Terdapat renjatan :

Atasi renjatan, resusitasi cairan dan transfusi darah. Bila renjatan tidak teratasi,

upayakan tindakan penyelamatan yang optimal. Bila renjatan dapat diatasi,

pertimbangkan untuk seksio sesarea bila janin hidup atau partus lebih lama dari 6

jam.

III.5. INSERSI VELAMENTOSA9

A. Definisi

Insersi velamentosa adalah insersi tali pusat pada selaput janin. Insersi

velamentosa sering terjadi pada kehamilan ganda. Pada insersi velamentosa, tali pusat

dihubungkan dengan plasenta oleh selaput janin. Kelainan ini merupakan kelainan

insersi funiculus umbilikalis dan bukan merupakan kelainan perkembangan plasenta.

Karena pembuluh darahnya berinsersi pada membran, maka pembuluh darahnya

berjalan antara funiculus umbilikalis dan plasenta melewati membran. Bila pembuluh

darah tersebut berjalan didaerah ostium uteri internum, maka disebut vasa previa.

Vasa previa ini sangat berbahaya karena pada waktu ketuban pecah, vasa previa dapat

terkoyak dan menimbulkan perdarahan yang berasal dari anak. Gejalanya ialah

perdarahan segera setelah ketuban pecah dan karena perdarahan ini berasal dari anak

maka dengan cepat bunyi jantung anak menjadi buruk.

31

Page 26: HAP BAB II

III.6. PLASENTA SIRKUMVALATA4,5,9

Selama perkembangan amnion dan korion melipat kebelakang disekeliling

tepi-tepi plasenta. Dengan demikian korion ini masih  berkesinambungan dengan

tepi plasenta tapi pelekatannya melipat kebelakang pada permukaan fetal.

Pada permukaan foetal dekat pada pinggir plasenta terdapat cincin putih.

Cincin putih ini menandakan pinggir plasenta, sedangkan jaringan disebelah luarnya

terdiri dari vili yang timbul ke samping, dibawah desidua. Sebagai akibatnya pinggir

plasenta mudah terlepas dari dinding uterus dan perdarahan ini menyebabkan

perdarahan antepartum. Hal ini tidak dapat diketahui sebelum plasenta diperiksa pada

akhir kehamilan.

32

Page 27: HAP BAB II

BAB IV

ANALISA KASUS

IV.I. ANALISA KASUS

Pasien Ny. EZ usia 37 tahun dengan usia kehamilan 36-37 minggu datang

dengan keluhan adanya darah yang keluar dari kemaluan sejak 2 jam sebelum

masuk rumah sakit. Menurut definisi yang ada pendarahan yang terjadi setelah

kehamilan 22 minggu. Pada umumnya pasien mengalami pendarahan pada

triwulan ketiga atau setelah kehamilan 28 minggu. Berdasarkan klasifikasinya

pendarahan antepartum terbagi atas plasenta previa, solusio plasenta dan

pendarahan yang belum jelas sumbernya. Apalagi bila disertai tanda-tanda

lainnya seperti bagian terbawah janin belum masuk ke dalam pintu atas panggul

atau kelainan letak janin, karena tanda pertamanya adalah pendarahan. Pada

umumnya, penderita akan segera datang untuk mendapatkan pertolongan karena

disanngkanya sebagai tanda permulaan persalinan biasa baru setelah pendarahan

banyak, mereka datang untuk mendapatkan pertolongan.

Berbeda dengan solusio plasenta, kejadiannya tidak ditandai segera dengan

pendarahan pervaginam, sehingga mereka tidak segera datang untuk

mendapatkan pertolongan. Gejala pertamanya ditandai dengan rasa nyeri pada

kandungan yang makin lama makin hebat dan berlangsung secara terus

menerus, rasa nyeri yang terus menerus ini sering kali diabaikan, atau disangka

sebagai tanda permulaan persalinan biasa. Baru setelah penderita pingsan

karena pendarahan retroplasenter yang banyak atau setelah tampak pendarahan

pervaginam mereka datang untuk meminta pertolongan, pada keadaan demikian

biasanya janin telah meninggal dalam kandungan

Dari riwayat obstetrik pasien ini G4P2A1 kehamilan ini pada usia 37

tahun. Pasien ini pernah mengalami dua kali section sesarea dan satu kali kuret.

Hal ini sesuai dengan faktor predisposisi dari plasenta previa dimana kejadian

lebih sering pada multiparitas dan umur lanjut (lebih atau sama dengan 35

33

Page 28: HAP BAB II

tahun), adanya defek vaskularisasi desidua yang kemungkinan terjadi akibat

perubahan atrofik dan inflamatorik, cacat atau jaringan parut pada endometrium

oleh bekas pembedahan (SC, kuret), chorion leave persisten, korpus luteum

bereaksi lambat dimana endometrium belum siap menerima hasil konsepsi,

konsepsi dan nidasi terlambat, plasenta besar pada hamil ganda dan

eritroblastosis atau hidrops fetalis.

Ditunjang dengan pemeriksaan ultrasonografi pada pasien ini ditemukan

Janin letak lintang, dorso superior, plasenta korpus posterior meluas ke korpus

anterior menutupi OUI. Hal ini dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis

dimana pada pemeriksaan ini kita dapat menentukan implantasi plasenta atau

jarak tepi plasenta terhadap ostium. Bila jarak tepi 5 cm disebut plasenta letak

rendah, pada pasien plasenta menutupi ostium uterus internum dan dapat

dikatakan sebagai plasenta previa totalis.

34

Page 29: HAP BAB II

DAFTAR PUSTAKA

 

1. Sudono ST, Moeloek FA. Perdarahan anterpartum. Ilmu kebidanan. Edisi ke-3. Cetakan

kesembilan. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;2009.h.362-81.

2. Sudono ST, Moeloek FA. Plasenta dan likuor amnii. Ilmu kebidanan. Edisi ke-3. Cetakan

kesembilan. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;2009.h66-7.

3. Bagian Obstetri & Ginekologi Fak.Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung. Obstetri

patologi.Ed. Bandung:Elstar Offset Bandung;1984.h.110-20.3.

4. Cunningham F.G., Leveno K.J., Bloom S.L., et all. Obstetrical hemorrhage. Williams

obstetric.Edisi ke-22. McGraw-Hill Companies;2007.5.

5. National Library of Medicine National Institutes of Health. Placenta previa basic.

Abnormalitiesof pregnancy. The merck manual;2005.6.

6. Hanafiah T.M. Plasenta previa. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran

UniversitasSumatera Utara; 20047.

7. Oppenheimer L. Diagnosis and management of placenta previa. J obstet

gynaecolcan;Maret2007.h.261-73.8.

8. Saifudin A.B., Wiknjosastro G.H., Affandi B.,, waspodo D. Buku panduan

praktispelayanankesehatan maternal dan neonatal. Cetakan ke-7. Jakarta:Yayasan Bina

Pustaka SarwonoPrawirohardjo;2002.h.M18-24

9. Pritchard JA, MacDonald PC, Gant NF. Williams Obstetrics, 20th ed. R

Hariadi, R Prajitno Prabowo, Soedarto, penerjemah. Obstetri Williams. Edisi

20. Surabaya: Airlangga University Press, 2001; 456-70.

35