Gizi buruk

39
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malnutrisi adalah suatu keadaan defisiensi, kelebihan atau ketidakseimbangan protein energi dan nutrien lain yang dapat menyebabkan gangguan fungsi pada tubuh. Secara umum malnutrisi terbagi atas dua bagian yaitu undernutrisi dan overnutrisi. Undernutrisi atau keadaan defisiensi terdiri dari marasmus, kwashiorkor, serta marasmik-kwashiorkor. 1 Gizi buruk masih merupakan masalah kesehatan utama di banyak negara di dunia, terutama di negara-negara yang sedang berkembang di Asia, Afrika, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Salah satu klasifikasi dari gizi buruk adalah marasmik- kwashiorkor. Di seluruh dunia, diperkirakan terdapat 825 juta orang yang menderita gizi buruk pada tahun 2000–2002, dan 815 juta diantaranya hidup di negara berkembang. Prevalensi yang tinggi terdapat pada anak-anak di bawah umur 5 tahun (balita). Prevalensi balita yang mengalami gizi buruk di Indonesia masih tinggi. Berdasarkan laporan provinsi selama tahun 2005 terdapat 76.178 balita mengalami gizi buruk dan data Susenas (Survei Sosial dan Ekonomi Nasional) tahun 2005 memperlihatkan prevalensi balita gizi buruk sebesar 8,8%. Pada tahun 2005 telah terjadi peningkatan jumlah kasus gizi buruk di beberapa propinsi dan yang tertinggi terjadi di dua propinsi yaitu Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat. 1,2 Banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya gizi buruk dan faktor tersebut saling berkaitan. Secara langsung penyebab terjadinya gizi buruk yaitu anak kurang mendapat asupan gizi seimbang dalam waktu cukup lama dan anak menderita penyakit 1

description

gizi buruk

Transcript of Gizi buruk

Page 1: Gizi buruk

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Malnutrisi adalah suatu keadaan defisiensi, kelebihan atau ketidakseimbangan

protein energi dan nutrien lain yang dapat menyebabkan gangguan fungsi pada tubuh.

Secara umum malnutrisi terbagi atas dua bagian yaitu undernutrisi dan overnutrisi.

Undernutrisi atau keadaan defisiensi terdiri dari marasmus, kwashiorkor, serta

marasmik-kwashiorkor.1

Gizi buruk masih merupakan masalah kesehatan utama di banyak negara di

dunia, terutama di negara-negara yang sedang berkembang di Asia, Afrika, Amerika

Tengah, dan Amerika Selatan. Salah satu klasifikasi dari gizi buruk adalah marasmik-

kwashiorkor. Di seluruh dunia, diperkirakan terdapat 825 juta orang yang menderita

gizi buruk pada tahun 2000–2002, dan 815 juta diantaranya hidup di negara

berkembang. Prevalensi yang tinggi terdapat pada anak-anak di bawah umur 5 tahun

(balita). Prevalensi balita yang mengalami gizi buruk di Indonesia masih tinggi.

Berdasarkan laporan provinsi selama tahun 2005 terdapat 76.178 balita mengalami

gizi buruk dan data Susenas (Survei Sosial dan Ekonomi Nasional) tahun 2005

memperlihatkan prevalensi balita gizi buruk sebesar 8,8%. Pada tahun 2005 telah

terjadi peningkatan jumlah kasus gizi buruk di beberapa propinsi dan yang tertinggi

terjadi di dua propinsi yaitu Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat.1,2

Banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya gizi buruk dan faktor tersebut

saling berkaitan. Secara langsung penyebab terjadinya gizi buruk yaitu anak kurang

mendapat asupan gizi seimbang dalam waktu cukup lama dan anak menderita

penyakit infeksi. Anak yang sakit, asupan zat gizi tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh

secara optimal karena adanya gangguan penyerapan akibat penyakit infeksi. Secara

tidak langsung penyebab terjadinya gizi buruk yaitu tidak cukupnya persediaan pangan

di rumah tangga, pola asuh kurang memadai, dan sanitasi atau kesehatan lingkungan

kurang baik, serta akses pelayanan kesehatan terbatas. Akar masalah tersebut

berkaitan erat dengan rendahnya tingkat pendidikan, tingkat pendapatan dan

kemiskinan keluarga.3

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa anak gizi buruk dengan gejala

klinis (marasmus, kwashiorkor, marasmus kwashiorkor) umumnya disertai dengan

penyakit infeksi seperti diare, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), tuberculosis

(TB), serta penyakit infeksi lainnya. Data dari WHO menunjukkan bahwa 54% angka

1

Page 2: Gizi buruk

kesakitan pada balita disebabkan karena gizi buruk, 19% diare, 19% ISPA, 18%

perinatal, 7% campak, 5% malaria, dan 32% penyebab lainnya.4

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis mengambil rumusan masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana Definisi dari Gizi Buruk?

2. Bagaimana Epidemiologi Gizi Buruk?

3. Bagaimana Etiologi Gizi Buruk?

4. Bagaimana Faktor Risiko Gizi Buruk?

5. Bagaimana Klasifikasi Gizi Buruk?

6. Bagaimana Patofisiologi Gizi Buruk?

7. Bagaimana Manifestasi Klinis dari Gizi Buruk?

8. Bagaimana Diagnosis Gizi Buruk?

9. Bagaimana Penatalaksanaan Gizi Buruk

10. Bagaimana Komplikasi dari Gizi Buruk?

11. Bagaimana Prognosis Klinis dari Gizi Buruk?

1.3 Tujuan

Berdasarkan Rumusan masalah diatas, penulis mengambil tujuan sebagai

berikut:

1. Bagaimana Definisi dari Gizi Buruk.

2. Bagaimana Epidemiologi Gizi Buruk.

3. Bagaimana Etiologi Gizi Buruk.

4. Bagaimana Faktor Risiko Gizi Buruk.

5. Bagaimana Klasifikasi Gizi Buruk.

6. Bagaimana Patofisiologi Gizi Buruk.

7. Bagaimana Manifestasi Klinis dari Gizi Buruk.

8. Bagaimana Diagnosis Gizi Buruk.

9. Bagaimana Penatalaksanaan Gizi Buruk.

10. Bagaimana Komplikasi dari Gizi Buruk.

11. Bagaimana Prognosis dari Gizi Buruk.

2

Page 3: Gizi buruk

1.4 Manfaat

Melalui makalah ini, penulis mengharapkan dapat menambah pengetahuan

dokter muda mengenai penegakan diagnosis dan penatalaksanaan gizi buruk

secara komprehensif.

3

Page 4: Gizi buruk

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Gizi buruk merupakan istilah teknis yang biasanya digunakan oleh kalangan

gizi, kesehatan dan kedokteran.5 Gizi buruk adalah kondisi seseorang yang nutrisinya

di bawah rata-rata.6 Hal ini merupakan suatu bentuk terparah dari proses terjadinya

kekurangan gizi menahun. Keadaan gizi kurang tingkat berat pada masa bayi dan

balita ditandai dengan dua macam sindrom yang jelas yaitu Kwashiorkor (karena

kurang konsumsi protein) dan Marasmus (karena kurang konsumsi energi dan

protein).5

Marasmus adalah keadaan gizi buruk yang ditandai dengan tampak sangat

kurus, iga gambang, perut cekung, wajah seperti orang tua dan kulit keriput.

Kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk yang ditandai dengan edema seluruh tubuh

terutama di punggung kaki, wajah membulat dan sembab, perut buncit, otot mengecil,

pandangan mata sayu dan rambut tipis / kemerahan. Marasmik-kwashiorkor adalah

keadaan gizi buruk dengan tanda-tanda gabungan dari marasmus dan kwashiorkor.1

Sedangkan menurut Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit Departemen

Kesehatan RI 2003 marasmik-kwashiorkor adalah gizi buruk dengan gambaran klinik

yang merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan marasmus

dengan BB/U < 60 % baku median WHO-NHCS disertai edema yang tidak mencolok.7

2.2. Epidemiologi

Berdasarkan perkembangan masalah gizi, pada tahun 2005 diperkirakan

sekitar 5 juta anak menderita gizi kurang (berat badan menurut umur), 1,5 juta

diantaranya menderita gizi buruk. Dari anak yang menderita gizi buruk tersebut ada

150.000 menderita gizi buruk tingkat berat yang disebut marasmus, kwashiorkor, dan

marasmus-kwashiorkor, yang memerlukan perawatan kesehatan yang intensif di

Puskesmas dan Rumah Sakit. Masalah gizi kurang dan gizi buruk terjadi hampir di

semua Kabupaten dan Kota. Pada saat ini masih terdapat 110 Kabupaten / Kota dari

440 Kabupaten / Kota di Indonesia yang mempunyai prevalensi di atas 30% (berat

badan menurut umur). Menurut WHO keadaan ini masih tergolong sangat tinggi.

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2010, sebanyak 13,0% berstatus

gizi kurang, diantaranya 4,9% berstatus gizi buruk. Data yang sama

menunjukkan 13,3% anak kurus, diantaranya 6,0% anak sangat kurus dan 17,1%

anak memiliki kategori sangat pendek. Prevalensi nasional Gizi Buruk pada Balita

4

Page 5: Gizi buruk

pada tahun 2007 yang diukur berdasarkan BB/U adalah 5,4%, dan Gizi Kurang pada

Balita adalah 13,0%. Prevalensi nasional untuk gizi buruk dan kurang adalah 18,4%.

Menurut Departemen Kesehatan (2004), pada tahun 2003 terdapat sekitar

27,5% (5 juta balita kurang gizi), 3,5 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang,

dan 1,5 juta anak gizi buruk (8,3%). WHO (1999) mengelompokkan wilayah

berdasarkan prevalensi gizi kurang ke dalam 4 kelompok yaitu: rendah (di bawah

10%), sedang (10-19%), tinggi (20-29%), sangat tinggi (30%).

2.3. Etiologi

Terdapat beberapa penyebab langsung yang dapat mengakibatkannya angka

kejadian gizi buruk yaitu tidak hanya dikarenakan asupan makanan yang kurang, tetapi

juga penyakit. Anak yang mendapat cukup makanan tetapi sering menderita sakit,

pada akhirnya dapat menderita gizi buruk. Demikian pula pada anak yang tidak

memperoleh cukup makan, maka daya tahan tubuhnya akan melemah dan akan

mudah terserang penyakit.

Terdapat pula beberapa penyebab tidak langsung yang dapat

mengakibatkannya angka kejadian gizi buruk yaitu pertama, ketahanan pangan

keluarga yang kurang memadai. Setiap keluarga diharapkan mampu untuk memenuhi

kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah

maupun mutu gizinya. Kedua, pola pengasuhan anak kurang memadai. Setiap

keluarga dan mayarakat diharapkan dapat menyediakan waktu, perhatian, dan

dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan baik baik fisik, mental

dan sosial. Ketiga, pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai. Sistem

pelayanan kesehatan yang ada diharapkan dapat menjamin penyediaan air bersih dan

sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang

membutuhkan.

Secara garis besar sebab-sebab marasmus ialah pemasukan kalori yang tidak

cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat, kelainan metabolik (misalnya renal asidosis,

idiopathic hypercalcemia, galactosemia, lactose intolerance), malformasi kongenital

(misalnya penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschprung, deformitas palatum,

palatoschizis, micrognathia, stenosis pilorus, hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis

pankreas).

Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya asupan protein yang

berlangsung kronis. Faktor yang dapat menyebabkan kwashiorkor antara lain

kurangnya pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nutrisi anak berperan penting

5

Page 6: Gizi buruk

terhadap terjadi kwashiorkhor, terutama pada masa peralihan ASI ke makanan

pengganti ASI. {enghasilan yang rendah yang tidak dapat memenuhi kebutuhan

berakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak terpenuhi, saat dimana ibunya pun

tidak dapat mencukupi kebutuhan proteinnya. Infeksi derajat apapun dapat

memperburuk keadaan gizi.

Penyebab marasmik – kwashiorkor dapat dibagi menjadi dua penyebab yaitu

malnutrisi primer dan malnutrisi sekunder. Malnutrisi primer adalah keadaan kurang

gizi yang disebabkan oleh asupan protein maupun energi yang tidak adekuat.

Malnutrisi sekunder adalah malnutrisi yang terjadi karena kebutuhan yang meningkat,

menurunnya absorbsi dan atau peningkatan kehilangan protein maupun energi dari

tubuh.

Gambar 1. Etiologi Gizi Buruk

2.4 Faktor Resiko Gizi Buruk

Banyak faktor resiko terjadinya gizi buruk pada balita diantaranya penyakit

infeksi, jenis kelamin, umur, berat badan lahir rendah, tidak diberi ASI eksklusif,

imunisasi tidak lengkap, pekerjaan ayah dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah,

ibu pekerja, tingkat pendidikan orang tua yang rendah, jumlah anggota keluarga yang

6

Page 7: Gizi buruk

besar, perolehan imunisasi yang kurang, konsumsi protein yang kurang, dan lain-

lain.10

2.5 Klasifikasi

Penentuan prevalensi KEP (Kekurangan Energi Protein) diperlukan klasifikasi

menurut derajat beratnya KEP, klasifikasi demikian yang sering dipakai adalah sebagai

berikut:

2.5.1 Klasifikasi Berdasarkan Baku Median WHO-NCHS8

Klasifikasi KEP BB/U BB/TB

Ringan 70-80% 80-90%

Sedang 60-70% 70-80%

Berat <60% <70%

Table 1. Klasifikasi KEP berdasarkan baku median WHO-NHCHS8

2.5.2 Klasifikasi Menurut Departemen Kesehatan RI

Klasifikasi malnutrisi KEP berdasarkan berat badan (BB), tinggi badan (TB),

dan umur menurut Depkes RI adalah sebagai berikut:8

BB/TB

(berat menurut tinggi)

TB/U

(tinggi menurut umur)

Mild 80 – 90 % 90 – 94%

Moderate 70 – 79 % 85 – 89 %

Severe < 70 % <85 %

Table 2. Klasifikasi KEP menurut Departemen Kesehatan RI8

2.5.3 Klasifikasi Menurut Gomez (1956)

Klasifikasi ini berdasarkan berat badan individu dibandingkan dengan

berat badan yang diharapkan pada anak sehat seumur.8

Derajat KEP Berat badan % dari baku*

0 (normal) ≥90%

1 (ringan) 89-75%

2 (sedang) 74-60%

3 (berat) <60%

Table 3. Klasifikasi KEP menurut Gomez8

7

Page 8: Gizi buruk

2.5.4 Klasifikasi Menurut McLaren (1967)

McLaren mengklasifikasikan KEP berat dalam 3 kelompok menurut

tipenya. Gejala klinis edema disertai dermatosis, perubahan pada rambut, dan

pembesaran hati diberi nilai bersama-sama dengan menurunnya kadar albumin

atau total protein serum.8

Gejala klinis / laboratoris Angka

Edema 3

Dermatosis 2

Edema disertai dermatosis 6

Perubahan pada rambut 1

Hepatomegali 1

Albumin serum atau protein total serum/g %

<1,00 <3,25 7

1,00-1,49 3,25-3,99 6

1,50-1,99 4,00-4,74 5

2,00-2,49 4,75-5,49 4

2,50-2,99 5,50-6,24 3

3,00-3,49 6,25-6,99 2

3,50-3,99 7,00-7,74 1

>4,00 >7,75 0

Tabel 4. Klasifikasi KEP menurut McLaren8

Penentuan tipe berdasarkan atas jumlah angka yang dapat dikumpulkan tiap

penderita:

0-3 angka = marasmus

4-8 angka = marasmic-kwashiorkor

9-15 angka = kwashiorkor

2.5.5 Klasifikasi Menurut Wellcome Trust Party (1970)

Cara klasifikasi ini dapat dipraktekkan dengan mudah, namun jika cara

ini diterapkan pada penderita yang sudah beberapa hari dirawat dan mendapat

pengobatan diet, maka akan dapat dibuat diagnose yang salah. Seperti pada

penderita kwashiorkor (edema, berat >60%, gejala klinis khas kwashiorkor yang

lain) yang sudah dirawat selama satu minggu, edema pada tubuh pasien sudah

tidak terlihat lagi dan berat badan bisa turun sampai 60%, dengan gejala yang

seperti itu akan didiagnosis sebagai penderita marasmus.8

8

Page 9: Gizi buruk

Berat badan %

dari baku

Edema

Tidak ada Ada

>60% Gizi kurang Kwashiorkor

<60% Marasmus Marasmik-Kwashiorkor

Tabel 5. Klasifikasi KEP menurut Wellcome Trust Party8

2.5.6 Klasifikasi Menurut Waterlow (1973)Waterlow membedakan antara penyakit KEP yang terjadi akut dan menahun. Waterlow berpendapat bahwa defisit berat

terhadap tinggi mencerminkan gangguan gizi yang akut dan menyebabkan keadaan wasting (kurus kering). Sedangkan defisit tinggi

menurut umur merupakan akibat kekurangan gizi yang berlangsung lama atau kronis. Akibatnya laju tinggi badan akan terganggu, hingga

anak akan menjadi pendek (stunting) untuk seusianya.8

Gangguan Derajat Stunting (BB/U) Wasting(BB/TB)

0 >95% >90%

1 95-90% 90-80%

2 89-85% 80-70%

3 <85% <70%

Tabel 6. Klasifikasi KEP menurut Waterlow8

2.5.7 Klasifikasi menurut Jelliffe

Jelliffe mengklasifikasikan malnutrisi KEP berdasarkan berat badan (BB)

menurut umur (U) sebagai berikut:8

Kategori BB/U (% baku)

KEP I 90 – 80

KEP II 80 – 70

KEP III 70 – 60

KEP IV <60

Tabel 7. Klasifikasi KEP menurut Jelliffe8

2.6 Patogenesis

Makanan yang tidak adekuat akan menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan

makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup dimulai dengan

pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein dengan

melalui proses katabolik. Kalau terjadi stres katabolik (infeksi) maka kebutuhan akan

protein akan meningkat, sehingga dapat menyebabkan defisiensi protein yang relatif,

9

Page 10: Gizi buruk

kalau kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih diatas -3 SD (-2SD--3SD), maka

terjadilah kwashiorkor (malnutrisi akut atau ”decompensated malnutrition”). Pada

kondisi ini penting peranan radikal bebas dan anti oksidan. Bila stres katabolik ini

terjadi pada saat status gizi dibawah -3 SD, maka akan terjadilah marasmik-

kwashiorkor. Kalau kondisi kekurangan ini terus dapat teradaptasi sampai dibawah -3

SD maka akan terjadilah marasmik (malnutrisikronik / compensated malnutrition).

Dengan demikian pada malnitrisi dapat terjadi gangguan pertumbuhan, atrofi otot,

penurunan kadar albumin serum, penurunan hemoglobin, penurunan sistem kekebalan

tubuh, penurunan berbagai sintesa enzim.12

Penyakit marasmus-kwashiorkor memperlihatkan gejala campuran antara

penyakit marasmus dan kwashiorkor. Makanan sehari-harinya tidak cukup

mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita

demikian, disamping menurunnya berat badan di bawah 60% dari normal,

memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan

kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula. Pada malnutrisi terdapat perubahan

nyata dari komposisi tubuhnya, seperti jumlah dan distribusi cairan, lemak, mineral,

dan protein, terutama protein otot.13,14

Kurangnya protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan berbagai asam

amino essensial yang dibutuhkan untuk sintesis albumin, sehingga terjadi

hipoalbuminemia dan edema. Anak dengan marasmus kwashiorkor juga sering

menderita infeksi multipel, seperti tuberkulosis dan gastroenteritis. Infeksi akan

mengalihkan penggunaan asam amino ke sintesis protein fase akut, yang semakin

memperparah berkurangnya sintesis albumin di hepar. Penghancuran jaringan akan

semakin lanjut untuk memenuhi kebutuhan energi, memungkinkan sintesis glukosa

dan metabolit essensial lainnya seperti asam amino. Kurangnya kalori dalam diet akan

meningkatkan kadar kortisol dan menurunkan kadar insulin. Hal ini akan menyebabkan

atrofi otot dan menghilangnya lemak di bawah kulit. Pada awalnya, kelainan ini

merupakan proses fisiologis. Untuk kelangsungan hidup, jaringan tubuh memerlukan

energi yang dapat dipenuhi oleh makanan yang diberikan, jika hal ini tidak terpenuhi

maka harus didapat dari tubuh sendiri sehingga cadangan protein digunakan juga

untuk memenuhi kebutuhan energi. Tubuh akan mengandung lebih banyak cairan

sebagai akibat menghilangnya lemak dan otot sehingga tampak edema.13,14

10

Page 11: Gizi buruk

Gambar 2. Patogenesis Marasmik-Kwashiorkor

2.7 Manifestasi Klinis

Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor

dan marasmus, dengan BB/U <60% baku median WHO-NCHS disertai edema yang

11

Page 12: Gizi buruk

tidak mencolok. Pada penderita demikian disamping menurunnya berat badan <60%

dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut,

kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula.

Tabel 8. Manifestasi klinis pada Marasmus-kwashiorkor

Marasmus Kwashiorkor

Pertumbuhan berkurang atau

berhenti

Terlihat sangat kurus (vel over

been)

Penampilan wajah seperti

orangtua

Iga gambang, bokong baggy

pant, perut cekung, wajah bulat sembab

Perubahan mental, cengeng,

apati

Kulit kering, dingin, mengendor,

keriput

Lemak subkutan menghilang

hingga turgor kulit berkurang

Otot atrofi sehingga kontur

tulang terlihat jelas

Vena superfisialis tampak jelas

Ubun – ubun besar cekung

tulang pipi dan dagu kelihatan

menonjol

mata tampak besar dan dalam

Kadang terdapat bradikardi

Tekanan darah lebih rendah

dibandingkan anak sebaya

Perubahan mental

sampai apatis

Anemia

Perubahan warna dan

tekstur rambut, mudah dicabut /

rontok

Gangguan sistem

gastrointestinal

Pembesaran hati

Perubahan kulit (crazy

pavement dermatosis)

Atrofi otot, lemah dan

berbaring terus-menerus

Ascites

Edema simetris pada

kedua punggung kaki, dapat

sampai seluruh tubuh.

Anoreksia berat

Diare

12

Page 13: Gizi buruk

Gambar 3. Perbedaan marasmus dan kwarshiorkor10

2.8 Diagnosis

Diagnosis untuk marasmus-kwashiorkor dapat ditegakkan berdasarkan

manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, dan antropometrik.

1. Manifestasi klinis: anamnesis (terutama anamnesis makanan, tumbuh kembang,

serta penyakit yang pernah diderita) dan pemeriksaan fisik. Manifestasi yang

umumnya timbul adalah gagal tumbuh kembang. Di samping itu terdapat pula satu

atau lebih manifestasi klinis marasmus dan kwashiorkor lainnya.15,16

2. Pemeriksaan penunjang: pemeriksaan laboratorium darah tepi yaitu Hb

memperlihatkan anemia ringan sampai sedang. Pada pemeriksaan faal hepar,

kadar albumin serum sedikit menurun. Kadar elektrolit seperti Kalium dan

Magnesium rendah, bahkan K mungkin sangat rendah, sedangkan kadar Natrium,

Zinc, dan Cuprum bisa normal atau menurun. Kadar glukosa darah umumnya

rendah, asam lemak bebas normal atau meninggi, nilai β-lipoprotein dapat rendah

ataupun tinggi, dan kolesterol serum rendah. Kadar asam amino esensial plasma

menurun. Kadar hormon insulin umumnya menurun, tetapi hormon pertumbuhan

dapar normal, rendah, maupun tinggi. Pada biopsi hati hanya tampak perlemakan

yang ringan, jarang dijumpai kasus dengan perlemakan yang berat. Pada

13

Page 14: Gizi buruk

pemeriksaan radiologi tulang tampak pertumbuhan tulang yang terlambat dan

terdapat osteoporosis ringan. 15,16

3. Antropometri: ukuran yang sering dipakai adalah berat badan, panjang atau tinggi

badan, lingkar kepala, lingkar lengan atas, dan lipaan kulit. Diagnosis ditegakkan

dengan adanya data antropometrik untuk perbandingan seperti BB/U (berat badan

menurut umur), TB/U (tinggi badan menurut umur), LLA/U (lingkar lengan atas

menurut umur), BB/TB (berat badan menurut tinggi badan), LLA/TB (lingkar lengan

atas menurut tinggi badan). Dari pemeriksaan antropometrik dapat diklasifikasikan

menurut Wellcome Trust Party, klasifikasi menurut Waterlow, klasifikasi Jelliffe, dan

klasifikasi berdasarkan WHO dan Depkes RI. 15,16

2.9 Penatalaksanaan

Berikut ini adalah bagan langkah rencana pengobatan anak gizi buruk :

14

Page 15: Gizi buruk

Gambar 4. Langkah Rencana Pengobatan Anak Gizi Buruk4

Anak marasmus kwashiorkor berat memerlukan perawatan karena terdapat

berbagai komplikasi yang membahayakan hidupnya. Tindakan yang dilakukan

berdasarkan pada ada tidaknya tanda bahaya dan tanda penting, yang dikelompokkan

menjadi 5, yaitu:4

Kondisi I

Jika ditemukan: Renjatan (syok), letargis, muntah dan atau diare atau dehidrasi.

Lakukan Rencana I, dengan tindakan segera, yaitu:4

1. Pasang O2 1-2L/menit

2. Pasang infus Ringer Laktat dan Dextrosa / Glukosa 10% dengan

perbandingan 1:1 (RLG 5%)

3. Berikan glukosa 10% intravena (IV) bolus, dosis 5ml/kgBB bersamaan

dengan

4. ReSoMal 5ml/kgBB melalui NGT

Kondisi II

Jika ditemukan: Letargis, muntah dan atau diare atau dehidrasi.

Lakukan Rencana II, dengan tindakan segera, yaitu:4

1. Berikan bolus glukosa 10 % intravena, 5ml/kgBB

2. Lanjutkan dengan glukosa atau larutan gula pasir 10% melalui NGT

sebanyak 50ml

3. 2 jam pertama

15

Page 16: Gizi buruk

berikan ReSoMal secara Oral/NGT setiap 30 menit, dosis : 5ml/kgBB

setiap pemberian

catat nadi, frekuensi nafas dan pemberian ReSoMal setiap 30 menit

Kondisi III

Jika ditemukan: muntah dan atau diare atau dehidrasi.

Lakukan Rencana III, dengan tindakan segera, yaitu:4

1. Berikan 50ml glukosa atau larutan gula pasir 10% (oral/NGT)

2. 2 Jam pertama

berikan ReSoMal secara oral / NGT setiap 30 menit, dosis 5ml/kgBB

setiap pemberian

catat nadi, frekuensi nafas dan beri ReSoMal setiap 30 menit

Kondisi IV

Jika ditemukan: letargis. Lakukan Rencana IV, dengan tindakan segera, yaitu:4

1. Berikan bolus glukosa 10% intravena, 5ml/kgBB

2. Lanjutkan dengan glukosa atau larutan gula pasir 10% melalui NGT

sebanyak 50ml

3. 2 jam pertama

berikan F 75 setiap 30 menit, . dari dosis untuk 2 jam sesuai dengan

berat badan (NGT)

catat nadi, frekuensi nafas

Kondisi V

Jika tidak ditemukan: renjatan (syok), letargis, muntah dan atau diare atau

dehidrasi. Lakukan Rencana V, dengan tindakan segera, yaitu:4

1. Berikan 50ml glukosa atau larutan gula pasir 10% oral

2. Catat nadi, pernafasan dan kesadaran

Menurut Depkes RI pada pasien dengan gizi buruk dibagi dalam 4 fase yang

harus dilalui yaitu fase stabilisasi (Hari 1-2), fase transisi (Hari 3 – 7), fase rehabilitasi

(Minggu ke 2 – 6), fase tindak lanjut (Minggu ke 7 – 24). Dimana tindakan pelayanan

terdiri dari 10 tindakan pelayanan sebagai berikut:4

*) Pada fase tindak lanjut dapat dilakukan di rumah, dimana anak secara berkala (1

minggu/kali) berobat jalan ke Puskesmas atau Rumah Sakit

16

Page 17: Gizi buruk

Gambar 5. 10 Langkah Utama Tatalaksana Anak Gizi Buruk4

A. Prinsip Dasar Pengobatan Rutin Marasmus Kwashiorkor (10 Langkah utama)

Langkah Ke-1: Pengobatan/Pencegahan Hipoglikemia

Hipoglikemia dan hipotermia biasanya terjadi bersama-sama, seringkali

sebagai tanda adanya infeksi. Periksa kadar gula darah bila ada hipotermia ( suhu

ketiak <36C/suhu dubur <36C). Pemberian makanan yang sering penting untuk

mencegah kedua kondisi tersebut.4,17

Bila kadar gula darah dibawah 50 mg/dl, berikan 50 ml “bolus” (pemberian

sekaligus) glukosa 10% atau larutan sukrosa 10% (1 sendok teh gula dalam 5 sendo

makan air) secara oral atau pipa naso-gastrik. Selanjutnya berikan larutan tersebut

setiap 30 menit selama 2 jam (setiap kali berikan ¼ bagian dari jatah untuk 2 jam). Lalu

berikan antibiotika. Secepatnya berikan makan setiap 2 jam, siang dan malam.

Pemantauan yang dilakukan bila kadar glukosa darah rendah, ulangi

pemeriksaan gula darah dengan darah dari ujung jari atau tumit setelah 2 jam. Diobati

sekali saja, kebanyakan anak akan stabil dalam 30 menit. Bila gula darah turun lagi

17

Page 18: Gizi buruk

sampai <50 mg/dl, ulangi pemberian 50 ml (bolus) larutan glukosa 10% atau sukrosa,

dan teruskan pemberian setiap 30 menit sampai stabil. Ulangi pemeriksaan gula darah

bila suhu aksila <36C dan atau kesadaran menurun. Bila tidak dapat memeriksa

kadar glukosa darah, anggaplah setiap anak gizi buruk menderita hipoglikemia dan

atasi segera dengan ditatalaksana seperti tersebut di atas.

Pencegahan yang dilakukan mulai segera pemberian makan setiap 2 jam,

sesudah dehidrasi yang ada dikoreksi. Selalu memberikan makanan sepanjang

malam.

Langkah Ke-2: Pengobatan / Pencegahan Hipotermia

Bila suhu ketiak <36C: Periksalah suhu dubur dengan menggunakan

termometer suhu rendah. Bila tidak tersedia termometer suhu rendah dan suhu anak

sangat rendah pada pemeriksaan dengan termometer biasa, anggap anak menderita

hipotermia. 4,17

Bila suhu dubur <36C : Segera beri makanan cair atau formula khusus (mulai

dengan rehidrasi bila perlu), hangatkan anak dengan pakaian atau selimut sampai

menutup kepala, letakkan dekat lampu atau pemanas (jangan gunakan botol air panas)

atau peluk anak di dada ibu, selimuti (metoda kanguru), dan berikan antibiotika.4,17

Pemantauan yang dilakukan adalah periksa suhu dubur setiap 2 jam sampai

suhu mencapai >36,5C, bila memakai pemanas ukur setiap 30 menit, pastikan anak

selalu terbungkus selimut sepanjang waktu (terutama malam hari), raba suhu anak,

bila ada hipotermia, periksa kemungkinan hipoglikemia.4,17

Pencegahan yang dilakukan segera beri makan atau formula khusus setiap 2

jam, sepanjang malam selalu beri makan, selalu diselimuti dan hindari keadaan basah

(baju, selimut, alas tempat tidur), hindari paparan langsung dengan udara (mandi atau

pemeriksaan medis terlalu lama).4,17

Langkah Ke-3: Pengobatan atau Pencegahan Dehidrasi

Jangan menggunakan jalur intravena untuk rehidrasi kecuali pada keadaan

syok atau renjatan. Lakukan pemberian cairan infus dengan hati-hati, tetesan

perlahan-lahan untuk menghindari beban sirkulasi dan jantung. 4,17

Cairan rehidrasi oral standar WHO mengandung terlalu banyak natrium dan

kurang kalium untuk digunakan pada penderita gizi buruk. Sebagai pengganti, berikan

larutan garam atau elektrolit khusus yaitu Resomal. Tidaklah mudah untuk

memperkirakan status dehidrasi pada gizi buruk dengan menggunakan tanda-tanda

18

Page 19: Gizi buruk

klinis saja. Jadi, anggap semua anak gizi buruk dengan diare encer mengalami

dehidrasi sehingga harus diberi cairan Resomal atau pengganti sebanyak 5 ml/KgBB

setiap 30 menit selama 2 jam secara oral atau lewat pipa nasogastrik. Selanjutnya beri

5–10 ml/kg/jam untuk 4–10 jam berikutnya; jumlah tepat yang harus diberikan

tergantung berapa banyak anak menginginkannya dan banyaknya kehilangan cairan

melalui tinja dan muntah. Ganti Resomal/cairan pengganti pada jam ke-6 dan ke-10

dengan formula khusus sejumlah yang sama bila keadaan rehidrasi menetap/stabil.

Selama pengobatan, pernafasan cepat dan nadi lemah akan membaik dan anak mulai

kencing. 4,17

Pemantauan yang dilakukan penilaian atas kemajuan proses rehidrasi setiap ½-

1 jam selama 2 jam pertama, kemudian setiap jam untuk 6-12 jam selanjutnya dengan

memantau denyut nadi, pernafasan, frekuensi kencing, frekuensi diare / muntah.

Adanya air mata, mulut basah, kecekungan mata dan ubun-ubun besar yang

berkurang, perbaikan turgor kulit, merupakan tanda bahwa rehidrasi telah berlangsung,

tetapi pada gizi buruk perubahan ini seringkali tidak terlihat, walaupun rehidrasi sudah

tercapai. Pernafasan dan denyut nadi yang cepat dan menetap selama rehidrasi

menunjukkan adanya infeksi atau kelebihan cairan. Frekuensi pernafasan dan nadi

meningkat, edema dan pembengkakan kelopak mata bertambah. Bila ada tanda-tanda

tersebut, hentikan segera pemberian cairan dan nilai kembali setelah 1 jam.4,17

Pencegahan yang dilakukan bila diare encer berlanjut, teruskan pemberian

formula khusus, ganti cairan yang hilang dengan Resomal atau pengganti (jumlah +

sama). Sebagai pedoman, berikan Resomal atau pengganti sebanyak 50-100 ml

setiap kali buang air besar cair . Bila masih mendapat ASI, teruskan. 4,17

Langkah Ke-4: Koreksi Gangguan Keseimbangan Elektrolit

Pada semua gizi buruk terjadi kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na

plasma rendah. Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg) sering terjadi dan paling

sedikit perlu 2 minggu untuk pemulihan. Ketidakseimbangan elektrolit ini ikut berperan

pada terjadinya edema (jangan obati edema dengan pemberian diuretikum). 4,17

Berikan tambahan Kalium 2-4 mEq/kg BB/hari (= 150-300 mg KCl/kgBB/hari).

Tambahkan Mg 0.3-0.6 mEq/kg BB/hari (= 7.5-15 mg MgCl2 /kgBB/hari). Untuk

rehidrasi, berikan cairan rendah natrium (Resomal atau pengganti). Siapkan makanan

tanpa diberi garam atau rendah garam. Tambahan K dan Mg dapat disiapkan dalam

bentuk larutan yang ditambahkan langsung pada makanan. Penambahan 20 ml larutan

tersebut pada 1 liter formula, dapat memenuhi kebutuhan K dan Mg.4,17

19

Page 20: Gizi buruk

Langkah Ke-5: Pengobatan Dan Pencegahan Infeksi

Pada gizi buruk, tanda yang biasanya menunjukkan adanya infeksi seperti

demam seringkali tidak tampak. Karenanya pada semua gizi buruk secara rutin

diberikan antibiotik spektrum luas, Vaksinasi Campak bila umur anak >6 bulan dan

belum pernah diimunisasi (tunda bila ada syok). Ulangi pemberian vaksin setelah

keadaan gizi anak menjadi baik. Beberapa ahli memberikan metronidazol (7.5 mg/kg,

setiap 8 jam selama 7 hari) sebagai tambahan pada antibiotik spektrum luas guna

mempercepat perbaikan mukosa usus dan mengurangi resiko kerusakan oksidatif dan

infeksi sistemik akibat pertumbuhan bakteri anaerobik dalam usus halus. 4,17

Pemilihan antibiotik spektrum luas bila tanpa komplikasi bisa diberikan

kotrimoksasol 5 ml suspensi pediatri secara oral, 2 kali perhari selama 5 hari (2,5 ml

bila berat badan < 4 Kg). Bila anak sakit berat (apatis, letargi) atau ada komplikasi

(hipoglikemia: hipotermia, infeksi kulit, saluran nafas atau saluran kencing) bisa

diberikan Ampisilin 50 mg/kgBB/i.m./i.v. – setiap 6 jam selama 2 hari, dilanjutkan

dengan Amoksisilin secara oral 15 mg/KgBB setiap 8 jam selama 5 hari. Bila

amoksisilin tidak ada, teruskan ampisilin 50 mg/kgBB setiap 6 jam secara oral dan

Gentamicin 7.5 mg /Kg/BB/i.m./i.v. sekali sehari, selama 7 hari. Bila dalam 48 jam tidak

terdapat kemajuan klinis, tambahkan kloramfenikol 25 mg/kg/BB/i.m./i.v. setiap 6 jam

selama 5 hari. Bila terdeteksi infeksi kuman yang spesifik, tambahkan antibiotik spesifik

yang sesuai. Tambahkan obat anti malaria bila pemeriksaan darah untuk malaria

positif. Bila anoreksia menetap setelah 5 hari pengobatan antibiotik, lengkapi

pemberian hingga 10 hari. 17

Langkah Ke-6: Mulai Pemberian Makanan

Pada awal fase stabilisasi, perlu pendekatan yang sangat berhati-hati karena

keadaan faal anak sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang. Pemberian

makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat dan dirancang sedemikian rupa

sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi metabolisme basal. 4,17

Prinsip pemberian nutrisi pada fase ini adalah porsi kecil tapi sering dengan

formula laktosa rendah dan hipo/iso-osmolar. Berikan secara oral atau nasogastric

dengan komposisi energi : 80 – 100 kal/kgBB/hari, protein : 1 – 1.5 g/kgBB/hari, cairan:

130 ml/kgBB/hari (100 ml/kgBB/hari bila terdapat edema), bila masih mendapat ASI,

tetap diberikan tetapi setelah pemberian formula. 4,17

Formula khusus seperti F-WHO 75 yang dianjurkan dan jadwal pemberian

makanan harus disusun sedemikian rupa agar dapat mencapai prinsip tersebut seperti

20

Page 21: Gizi buruk

tabel diatas. Berikan formula dengan cangkir atau gelas. Bila anak terlalu lemah,

berikan dengan sendok atau pipet.4,17

Pada anak dengan selera makan baik dan tanpa edema, jadwal pemberian

makanan pada fase stabilisasi ini dapat diselesaikan dalam 2-3 hari saja (1 hari untuk

setiap tahap). Bila asupan makanan tidak mencapai dari 80 Kkal/kg BB/hari, berikan

sisa formula melalui pipa nasogastrik. Jangan beri makanan lebih 100 Kkal/kgBB/hari

pada fase stabilisasi ini.4,17

Pantau dan catat jumlah yang diberikan dan sisanya, muntah, frekuensi buang

air besar dan konsistensi tinja, berat badan setiap hari.

Selama fase stabilisasi, diare secara perlahan berkurang dan berat badan

mulai naik, tetapi pada penderita dengan edema berat badannya akan menurun dulu

bersamaan dengan menghilangnya edema, baru kemudian berat badannya mulai naik.

Langkah Ke-7: Fasilitasi Tumbuh Kejar

Pada masa rehabilitasi, dibutuhkan berbagai pendekatan secara gencar agar

tercapai masukan makanan yang tinggi dan pertambahan berat badan 50g/minggu.

Awal fase rehabilitasi ditandai dengan timbulnya selera makan, biasanya 1-2 minggu

setelah dirawat. Transisi secara perlahan dianjurkan untuk menghindari risiko gagal

jantung dan intoleransi saluran cerna yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi

makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.4,17

Pada periode transisi, dianjurkan untuk merubah secara perlahan-lahan dari

formula khusus awal ke formula khusus lanjutan. Ganti formula khusus awal (energi 75

Kkal dan protein 0.9-1.0 g per 100 ml) dengan formula khusus lanjutan (energi 100

Kkal dan protein 2.9 gram per 100 ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi bubur

atau makanan keluarga dapat digunakan asalkan dengan kandungan energi dan

protein yang sama. Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit

formula tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgBB/kali (=200

ml/kgBB/hari). 4,17

Pemantauan pada masa transisi adalah frekuensi nafas, frekuensi denyut nadi.

Bila terjadi peningkatan detak nafas >5x/menit dan denyut nadi >25x/menit dalam

pemantauan setiap 4 jam berturutan, kurangi volume pemberian formula. Setelah

normal kembali, ulangi menaikkan volume seperti di atas. 4,17

Setelah periode transisi dilampaui, anak diberi makanan anak formula dengan

jumlah tidak terbatas dan sering dengan komposisi energi : 150-220 Kkal/kgBB/hari,

21

Page 22: Gizi buruk

protein 4-6 gram/kgBB/hari. Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri

formula, karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh-kejar. 4,17

Pemantauan setelah periode transisi, kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan

pertambahan berat badan, timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan, evaluasi

kenaikan BB setiap minggu. Bila kenaikan berat badan kurang ( <50 g/minggu ), perlu

re-evaluasi menyeluruh. Cek apakah asupan makanan mencapai target atau apakah

infeksi telah dapat diatasi. Bila kenaikan berat badan baik ( 50 g/minggu ), lanjutkan

pemberian makanan. 4,17

Langkah Ke-8: Koreksi Defisiensi Mikro Nutrien

Semua gizi buruk menderita kekurangan vitamin dan mineral. Walaupun

anemia biasa dijumpai, jangan terburu-buru memberikan preparat besi (Fe), tetapi

tunggu sampai anak mau makan dan berat badannya mulai naik (biasanya setelah

minggu ke-2). Pemberian besi pada masa awal dapat memperburuk keadaan

infeksinya. Berikan setiap hari:4,17

Suplementasi multivitamin

Asam folat 1 mg/hari (5 mg pada hari pertama)

Seng (Zn) 2 mg/kgBB/hari

Tembaga (Cu) 0.2 mg/kgBB/hari

Bila BB mulai naik : Fe 3 mg/kgBB/hari atau sulfas ferrosus 10

mg/kgBB/hari

Vitamin A oral pada hari I : umur > 1 tahun : 200.000 SI, 6-12 bulan :

100.000 SI, < 6 bulan : 50.000 SI, kecuali bila dapat dipastikan anak sudah

mendapat suplementasi vitamin A pada 1 bulan terakhir. Bila ada tanda /

gejala defisiensi vitamin A, berikan vitamin dosis terapi.

Langkah Ke-9: Berikan Stimulasi Sensorik Dan Dukungan Emosional

Pada Gizi buruk terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku,

karenanya berikan kasih sayang, lingkungan yang ceria, terapi bermain terstruktur

selama 15 – 30 menit perhari, aktifitas fisik segera setelah sembuh, keterlibatan ibu

(memberi makan, memandikan, bermain). 4,17

Langkah Ke-10: Tindak Lanjut Di Rumah

Bila gejala klinis sudah tidak ada dan berat badan anak sudah mencapai 80%

BB/U, dapat dikatakan anak sembuh. Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi

22

Page 23: Gizi buruk

harus tetap dilanjutkan dirumah setelah penderita dipulangkan. Peragakan kepada

orang tua tentang pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan

nutrien yang padat dan terapi bermain terstruktur.4,17

Nasihatkan kepada orang tua untuk melakukan kunjungan ulang setiap minggu,

periksa secara teratur di Puskesmas, Pelayanan di PPG untuk memperoleh PMT-

Pemulihan selama 90 hari. Ikuti nasehat pemberian makanan (lihat lampiran 5) dan

berat badan anak selalu ditimbang setiap bulan secara teratur di posyandu atau

puskesmas, Pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan nutrien

yang padat, Penerapan terapi bermain dengan kelompok bermain atau Posyandu,

Pemberian suntikan imunisasi sesuai jadwal, Anjurkan pemberian kapsul vitamin A

dosis tinggi (200.000 SI atau 100.000 SI ) sesuai umur anak setiap Bulan Februari dan

Agustus.4,17

B. Pengobatan Penyakit Penyerta

1. Defisiensi vitamin A

Bila ada kelainan di mata, berikan vitamin A oral pada hari ke 1, 2 dan 14 atau

sebelum keluar rumah sakit bila terjadi memburuknya keadaan klinis diberikan

vitamin A dengan dosis:4,17

umur > 1 tahun : 200.000 SI/kali

umur 6 - 12 bulan : 100.000 SI/kali

umur 0 - 5 bulan : 50.000 SI/kali

Bila ada ulkus dimata diberikan : tetes mata khloramfenikol atau salep

matatetrasiklin, setiap 2-3 jam selama 7-10 hari, teteskan tetes mata atropin, 1

tetes 3 kalisehari selama 3-5 hari, tutup mata dengan kasa yang dibasahi

larutan garam faal.4,17

2. Dermatosis

Dermatosis ditandai adanya: hipo atau hiperpigmentasi, deskuamasi (kulit

mengelupas), lesi ulcerasi eksudatif, menyerupai luka bakar, sering disertai

infeksisekunder, antara lain oleh Candida.4,17

Tatalaksana:

a. Kompres bagian kulit yang terkena dengan larutan KmnO4

(Kpermanganat) 1% selama 10 menit

b. Beri salep atau krim (Zn dengan minyak kastor)

c. Usahakan agar daerah perineum tetap kering

d. Umumnya terdapat defisiensi seng (Zn) : beri preparat Zn peroral

23

Page 24: Gizi buruk

3. Parasit / Cacing

Beri Mebendazol 100 mg oral, 2 kali sehari selama 3 hari, atau preparat

antihelmintik lain.4,17

4. Diare Melanjut

Diobati bila hanya diare berlanjut dan tidak ada perbaikan keadaan umum.

Berikan formula bebas / rendah lactosa. Sering kerusakan mukosa usus dan

giardiasis merupakan penyebab lain dari melanjutnya diare. Bila mungkin,

lakukan pemeriksaan tinja mikroskopik. Berikan Metronidasol 7.5 mg/kgBB

setiap 8 jam selama 7 hari.4,17

5. Tuberkulosis

Pada setiap kasus gizi buruk, lakukan tes tuberculin atau Mantoux (sering kali

anergi) dan Foto toraks. Bila positif atau sangat mungkin TB, diobati sesuai

pedoman pengobatan TB.4,17

C. Kegagalan Pengobatan

Kegagalan pengobatan tercermin pada angka kematian dan kenaikan berat

badan:4,17

1. Tingginya angka kematian. Bila mortalitas >5%, perhatikan saat terjadi

kematian

Dalam 24 jam pertama: kemungkinan hipoglikemia, hipotermia, sepsis

yang terlambat atau tidak terdeteksi, atau proses rehidrasi kurang tepat.

Dalam 72 jam: cek apakah volume formula terlalu banyak atau

pemilihan formula tidak tepat

Malam hari: kemungkinan terjadi hipotermia karena selimut kurang

memadai, tidak diberi makan, perubahan konsentrasi formula terlalu

cepat.

2. Kenaikan berat-badan tidak adekuat pada fase rehabilitasi. Penilaian

kenaikan Berat Badan:

Baik : 50 gram/kgBB/minggu

Kurang : <50 gram/kgBB/minggu.

Kemungkinan penyebab kenaikan BB <50 gram/kgBB/minggu antara lain:

Pemberian makanan tidak adekuat

Defisiensi nutrien tertentu; vitamin, mineral

Infeksi yang tidak terdeteksi, sehingga tidak diobati.

Masalah psikologik.

24

Page 25: Gizi buruk

D. Penanganan Pasien Pulang Sebelum Rehabilitasi Tuntas

Rehabilitasi dianggap lengkap dan anak siap dipulangkan bila gejala klinis

sudah menghilang, BB/U mencapai minimal 70% atau BB/TB mencapai minimal

80%.4,17

Anak gizi buruk yang pulang sebelum rehabilitasi tuntas, di rumah harus diberi

makanan tinggi energi (150 Kkal/kgBB/hari) dan tinggi protein (4-6 gram/kgBB/hari):

Beri anak makanan yang sesuai (energi dan protein) dengan porsi paling

sedikit 5 kali sehari

Beri makanan selingan di antara makanan utama

Upayakan makanan selalu dihabiskan

Beri suplementasi vitamin dan mineral/elektrolit

Teruskan ASI.

E. Tindakan Kegawatan

1. Syok (renjatan)

Syok karena dehidrasi atau sepsis sering menyertai KEP berat dan sulit

membedakan keduanya secara klinis saja. Syok karena dehidrasi akan

membaik dengan cepat pada pemberian cairanintravena, sedangkan pada

sepsis tanpa dehidrasi tidak. Hati-hati terhadap terjadinya overhidrasi.4,17

Pedoman pemberian cairan :

a. Berikan larutan Dekstrosa 5% : NaCl 0.9% (1:1) atau larutan Ringer dengan

kadar dekstrosa 5% sebanyak 15 ml/KgBB dalam satu jam pertama.

Evaluasi setelah 1 jam.

b. Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekuensi nadi dan pernapasan) dan

status hidrasi syok disebabkan dehidrasi. Ulangi pemberian cairan seperti di

atas untuk 1 jam berikutnya, kemudian lanjutkan dengan pemberian

Resomal / pengganti, peroral / nasogastrik, 10 ml/kgBB/jam selama 10 jam,

selanjutnya mulai berikan formula khusus (F-75 / pengganti).

c. Bila tidak ada perbaikan klinis anak menderita syok septik. Dalam hal ini,

berikan cairan rumat sebanyak 4 ml/kgBB/jam dan berikan transfusi darah

sebanyak 10 ml/kgBB secara perlahan-lahan (dalam 3 jam). Kemudian

mulailah pemberian formula (F-75 / pengganti)

2. Anemia berat

Transfusi darah diperlukan bila:Hb < 4 g/dl, atau Hb 4-6 g/dl disertai distress

pernapasan atau tanda gagal jantung. Transfusi darah :

25

Page 26: Gizi buruk

Berikan darah segar 10 ml/kgBB dalam 3 jam.

Bila ada tanda gagal jantung, gunakan packed red cells untuk transfusi

dengan jumlah yang sama.

Beri furosemid 1 mg/kgBB secara intravena pada saat transfusi dimulai.

Perhatikan adanya reaksi transfusi (demam, gatal, Hb-uria, syok). Bila pada

anak dengan distres napas setelah transfusi Hb tetap < 4 g/dl atau antara 4-

6 g/dl, jangan diulangi pemberian darah.

2.10 Komplikasi

Pada anak dengan gizi buruk dapat ditemukan penyakit penyerta antara lain

masalah pada mata, anemia berat, lesi kulit pada kwashiorkor, diare persisten

(giardiasis dan kerusakan mukosa usus, intoleransi laktosa, diare osmotik)

2.11 Prognosis

Malnutrisi yang hebat mempunyai angka kematian yang tinggi, kematian sering

disebabkan oleh karena infeksi, sering tidak dapat dibedakan antara kematian karena

infeksi atau karena malnutrisi sendiri. Prognosis tergantung dari stadium saat

pengobatan mulai dilaksanakan. Dalam beberapa hal walaupun kelihatannya

pengobatan adekuat, bila penyakitnya progesif kematian tidak dapat dihindari, mungkin

disebabkan perubahan yang irrever-sibel dari set-sel tubuh akibat under nutrition

maupun overnutrition.

26

Page 27: Gizi buruk

BAB 3

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Gizi buruk masih merupakan masalah kesehatan utama di banyak negara di dunia,

terutama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Salah satu

klasifikasi dari gizi buruk adalah tipe marasmik-kwashiorkor, yang diakibatkan defisiensi

protein berat dan pemasukan kalori yang sedikit atau tidak cukup untuk memenuhi

kebutuhan gizi.

Manifestasi klinis marasmik-kwashiorkor yang sering ditemui antara lain hambatan

pertumbuhan, hilangnya jaringan lemak bawah kulit, atrofi otot, perubahan tekstur dan

warna rambut, kulit kering dan memperlihatkan alur yang tegas dalam, pembesaran hati,

anemia, anoreksia, edema, dan lain-lain.

Diagnosis marasmik-kwashiorkor ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik

(gejala klinis dan abnormalitas pada pemeriksaan antropometrik) dan laboratorium yang

memperlihatkan penurunan kadar albumin, kolesterol, glukosa, gangguan keseimbangan

elektrolit, hemoglobin, serta defisiensi mikronutrien yang penting bagi tubuh.

3.2 Saran

Diperlukan anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisik dan penunjang yang tepat

sehingga dapat dilakukan penatalaksanaan marasmik-kwashiorkor secara optimal.

Penanganan penyakit ini harus dilakukan dengan tepat dalam waktu sedini mungkin untuk

mencegah komplikasi yang menurunkan kualitas hidup bahkan kematian.

27

Page 28: Gizi buruk

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Kesehatan

Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB-Gizi

Buruk. Departemen Kesehatan RI, 2008.

2. Muller O. 2006. Krawinkel M. Malnutrition and Health in Developing Countries. CMAJ

173:279-86

3. Perkembangan Penanggulangan Gizi Buruk Di Indonesia. 2005. Diakses dari

http://www.gizi.net/busung-apar/Laporan%20Gizi%20Buruk%20sampai%20Des2005-

Final.pdf tanggal 13 Maret 2014.

4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Kesehatan

Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Buku Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk.

Departemen Kesehatan RI, 2011.

5. Notoatmodjo S. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar IlmuKesehatan Masyarakat.Jakarta: Rineka

Cipta.

6. Almatsier S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

7. Pusat Data dan Informasi Departemen Kesehatan RI. Glosarium Data dan Informasi

Kesehatan. Departemen Kesehatan RI. 2006.

8. Pudjiadi, S. Penyakit KEP (Kurang Energi Protein). Dalam Ilmu Gizi Klinis pada Anak.

Edisi 4 2000. Hal 97-190.

9. Program Perbaikan Gizi Makro. 2004. Diakses dari

http://www.gizi.net/kebijakangizi/download/GIZI%20MAKRO.doc.

10. Simanjuntak,E. 2008. Faktor Resiko Kurang Energi Protein Pada Balita Di Kota Medan.

Diakses dari http://library.usu.ac.id/index.php/component/journals/index.php?

option=com_journalreview&id=3197&task=view.

11. Marizza, Nofelia. 2006. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Kurang Energi

Protein (KEP) Pada Balita Di URJ RSU Dr. Soetomo Surabaya. Diakses dari

http://ojs.lib.unair.ac.id/index. php/bprsuds/article/view/1439/1438.

12. Boerhan H, Roedi. 2010. Kurang Energi Protein (KEP). Diakses

dari:http://www.pediatrik.com/isi03.php?

page=html&hkategori=ePDT&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-rswg255.htm.

13. Heird, WC. Food Insecurity, Hunger, and Undernutrition In Nelson Textbook of

Pediatrics, 19th ed. P. 167-73. Philadelphia: Sauders Elsevier.

14. Shetty, P. 2006. Malnutrition and Undernutrition. Medicine. 34:524-29.

15. Gulden, MHN. 2004. Malnutrition. In Textbook of Pediatric Gastroenterology and

Nutrition. USA: Taylor and Franchis. P.489-523.

28

Page 29: Gizi buruk

16. Braun TV, McComb J, et al. 1993. Urban Food Inseconts and Malnutrition in Developing

Countries. USA: International Food Policy Research Institute. P. 12-16.

17. World Health Organization. 2009. Gizi Buruk. Dalam Buku Saku Pelayanan Kesehatan

Anak di Rumah Sakit.

29