Gene Southern Blot
-
Upload
widyasetyaningtyas -
Category
Documents
-
view
410 -
download
11
Transcript of Gene Southern Blot
Laporan Praktikum Genetika
SOUTHERN BLOTTING
Widya Setyaningtyas*, Haniyya, I. Sobari, K.S. Juarna, N. Restiana, Nuruliawati, A. Nurfitriana, R. Arita
Universitas Indonesia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Departemen Biologi
Mei 2012
Abstrak
Southern Blotting adalah metode yang digunakan untuk mendeteksi sekuen DNA spesifik pada suatu DNA sampel
menggunakan probe atau komplementernya. Prinsip kerja dari Southern Blotting adalah transfer molekul DNA yang telah
dipisahkan oleh gel elektroforesis ke membran nilon. Membran nilon adalah tempat hibridisasi antara sekuen DNA
spesisfik dengan probe. Hibridisasi adalah pembentukan ikatan dupleks yang stabil antara dua rangkaian nukleotida yang
saling komplementer melalui perpasangan basa-basa nitrogennya. Probe adalah DNA untai tunggal yang merupakan
komplemen dari DNA target. Teknik hibridisasi terdiri atas 3 jenis yaitu Southern Blotting, Northern Blotting dan
Western Blotting. Aplikasi dari Southern Blotting adalah mengetahui ukuran fragmen DNA, mendeteksi alel mutan
penyebab penyakit tertentu serta DNA fingerprinting.
Kata kunci: hibridisasi; Southern Blotting; probe
1. Pendahuluan
Tujuan pelaksanaan praktikum Southern
blotting antara lain untuk memahami prinsip dan
tahapan kerja dari Southern Blotting, serta
mengetahui aplikasi dari Southern Blotting.
Southern Blotting adalah metode pemisahan,
elektroforesis, transfer ke membran
nitroselulosa dan hibridisasi dengan probe
(Hartl & Jones 2005: 61). Prinsip dasar dari
metode Southern Blotting adalah transfer
molekul DNA dari gel elektroforesis ke
membran nilon atau penyaring nitroselulosa
(Tripathi 2010: 1186). DNA diekstraksi dari
jaringan (darah, tulang, dan sebagainya),
kemudian dilakukan proses digesti dengan
lokasi yang spesifik oleh enzim restriksi. DNA
kemudian didenaturasi secara in situ dan
*) Kelompok 2A 1
dipindahkan ke membran nilon (Brown & Joy
Ho 2005: 85).
Teknik hibridisasi terdiri dari tiga jenis,
yaitu Southern Blotting, Northern Blotting, dan
Western Blotting. Southern Blotting merupakan
teknik yang digunakan untuk mendeteksi DNA.
Teknik tersebut dilakukan dengan cara
memisahkan molekul DNA menggunakan
teknik elektroforesis kemudian molekul DNA
tersebut ditransfer ke membran nitroselulosa dan
dihibridisasi dengan probe DNA yang telah
dilabel dengan unsur radioaktif (Martin 1996:
65). Northern Blotting menggunakan prinsip
yang sama dengan Southern Blotting, yang
membedakan adalah Northern Blotting
digunakan untuk mendeteksi ekspresi RNA.
Western blotting berfungsi untuk mendeteksi
protein dengan prinsip yang sama dengan
Southern Blotting dan Northern Blotting
(Tomashefski dkk. 2008: 60). Salah satu contoh
protein yang dapat dideteksi dengan
menggunakan metode Western Blotting adalah
antibodi (Schleif 1986: 291-292).
Tahap-tahap kerja dalam Southern Blotting yaitu
pertama elektroforesis fragmen DNA dengan gel
agarosa. Kedua, denaturasi molekul DNA untai ganda
menjadi molekul DNA untai tunggal. Ketiga, transfer
molekul DNA ke membran nitroselulosa. Keempat,
hibridisasi probe radioaktif pada fragmen DNA. Kelima,
membran dibersihkan. Keenam, deteksi band DNA
dengan menggunakan autoradiography (Tamarin &
Leavitt 1991: 315). Probe adalah DNA untai tunggal
yang dapat membentuk pasangan basa dengan urutan
komplementer pada polinukleotida untai tunggal lain
yang merupakan DNA target. Proses tersebut dikenal
dengan sebagai penyatuan kembali (annealing) atau
hibridisasi. Untuk mengidentifikasi urutan sasaran,
probe harus diberi label unsur radioaktif atau
nonradioaktif (Marks dkk. 1996: 239). Probe adalah
DNA untai tunggal yang dilabel dengan unsur radioaktif
dan berkomplemen dengan urutan DNA tertentu
(Tamarin & Leavitt 1991: 315).
Aplikasi dari Southern Blotting yaitu dapat
mengetahui ukuran fragmen DNA target, studi forensik
seperti DNA fingerprinting dan paternity test (Klug &
Cummings 1994: 427). Laboratorium forensik
menggunakan Southern Blotting untuk menganalisis
DNA fingerprints dari sampel darah atau semen yang
tertinggal di tempat kejadian perkara (Bolsover dkk.
2011: 111). DNA fingerprinting adalah teknik analisis
DNA yang digunakan untuk mengetahui identitas
seseorang, serta membedakan individu dengan individu
lain dalam satu spesies dengan cara mengidentifikasi
pola khas dalam komposisi DNA mereka masing-masing
(Rosen & Gothard 2010: 146). Aplikasi lain dari
Southern Blotting adalah untuk diagnosis leukemia dan
limfoma dengan menggunakan probe yang spesifik
untuk translokasi atau penyusunan gen kembali (Provan
& Gribben 2010: 60).
2. Metodologi
Alat yang digunakan pada praktikum Southern
Blotting adalah membran nitroselulosa berukuran 20 x
20 cm atau 20 x 14 cm, kertas Whatman 3 MM, tissue,
kertas basah, wadah, dan pemberat. Bahan yang
digunakan pada praktikum Southern Blotting untuk
campuran larutan A adalah 300 mL 5 M NaCl, 50 mL 10
M NaOH, dan 650 mL air, untuk campuran larutan B
2
adalah 200 mL 10 M amonium asetat, 4 mL 10 M
NaOH, dan 1796 mL air (Davis dkk.1994: 184).
Cara kerja pada praktikum Southern Blotting yaitu
pertama gel agarosa dicelupkan ke dalam larutan A pada
suhu kamar selama 30 sampai dengan 45 menit. Larutan
A dipindahkan dan diganti dengan larutan B. Gel
diinkubasi selama 30 sampai dengan 45 menit. Kedua,
500 mL larutan B ditambahkan ke dalam wadah dan
kertas basah diletakkan di atas pelat kaca pada wadah.
Ketiga, gel diletakkan di atas pelat kaca. Keempat,
membran nitroselulosa diletakkan di atas gel. Kelima,
dua lembar kertas Whatman 3 MM diletakkan di atas
membran nitroselulosa. Keenam, tumpukan tissue
diletakkan di atas kertas Whatman 3 MM. Ketujuh,
pemberat diletakkan di atas tumpukan kertas tissue dan
biarkan selama semalam hingga semua molekul DNA
dari gel berpindah ke membran nitroselulosa.
Kedelapan, setelah molekul DNA berpindah ke
membran nitroselulosa, semua lapisan yang ada di atas
membran nitroselulosa dipindahkan dan membran
nitroselulosa dihibridisasi dengan larutan yang
mengandung probe radioaktif. Kesembilan, membran
nitroselulosa yang telah dihibridisasi kemudian
dibersihkan (washing). Kesepuluh, membran
nitroselulosa divisualisasi dengan autoradiography
(Davis dkk.1994: 184-185).
3. Pembahasan
Inkubasi gel agarosa pada larutan A bertujuan
untuk mendenaturasi untai ganda molekul DNA menjadi
untai tunggal sehingga dapat ditempeli dengan probe.
Gel diinkubasi pada larutan B bertujuan untuk
mengembalikan pH ke pH netral. Kertas basah, kertas
Whatman 3MM, dan kertas tissue berfungsi sebagai
sumbu kapilaritas tempat molekul DNA berpindah
(Davis dkk.1994: 185). Proses washing pada membran
nitroselulosa bertujuan untuk menghilangkan probe
radioaktif yang tidak berikatan. Autoradiography
berfungsi untuk melihat fragmen DNA yang telah
ditempeli dengan probe radioaktif (Russell 1994: 301).
Sampel yang merupakan satu anggota keluarga
adalah sampel M, Dad 1, dan Kid 1. Sampel tersebut
dapat dikatakan sebagai satu keluarga karena sampel
anak (Kid 1) mengandung band-band DNA dari sampel
M dan sampel Dad 1.
4. Kesimpulan
Southern Blotting adalah teknik yang digunakan
untuk mendeteksi DNA spesifik dengan menggunakan
probe. Probe adalah DNA untai tunggal yang
merupakan komplemen dari DNA target yang sudah
dilabel unsur radioaktif. Prinsip kerja Southern Blotting
adalah transfer molekul DNA ke membran nitroselulosa
setelah dipisahkan dengan elektroforesis. Aplikasi dari
Southern Blotting antara lain untuk mengetahui ukuran
fragmen DNA dan analisis DNA forensik yaitu DNA
fingerprinting dan paternity test.
Daftar Pustaka
Bolsover, S. R., E. A. Shephard, H. A. White & J. S.
Hyams. 2011. Cell biology: a short course. 3rd
ed. John Wiley & Sons, Inc., New Jersey: 432
hlm.
Brown, R. D. & P. Joy Ho. 2005. Multiple myeloma:
methods and protocols. Humana Press Inc.,
New Jersey: 306 hlm.
3
Davis, L.G., W.M. Kuehl & J.F. Battey. 1994. Basic
Methods in Molecular Biology. Appleton & Lange
Paramount Publishing, USA: xii + 777 hlm.
Hartl, D.L., E.W. Jones. 2005. Genetics: Analysis of
Gene and Genomes, 6th ed. Jones and Bartlett
Publishers, Inc., USA: xxv + 854 hlm.
Klug, W.S. & M.R. Cummings. 1994. Concepts of
Genetics. 4th ed. Macmillan Publishing Company,
USA: xvi + 779 hlm.
Marks, D. B., A. D. Marks & C. M. Smith. 1996. Basic
medical biochemistry: a clinical approach. Terj.
dari Biokimia kedokteran dasar: sebuah
pendekatan klinis oleh B.U. Pendit. EGC,
Jakarta: ix + 770 hlm.
Martin, R. 1996. Gel Electrophoresis: Nucleic Acids.
BIOS Scientific Publishers Limited, Oxford: xii +
175 hlm.
Provan, D. & J. Gribben. 2010. Molecular hematology.
Blackwell Publishing Ltd., West Sussex: 428
hlm.
Rosen, J. & L. Q. Gothard. 2010. Encyclopedia of
physical science. Facts On File, Inc., New York:
xv + 748 hlm.
Russell, P. J. 1994. Fundamental of
Genetics. Harper Collins College Publisher, USA:
xvi + 528 hlm.
Schleif, R. 1986. Genetics and Molecular Biology. The
Benjamin/Cummings Publishing Company, Inc.,
USA: xix + 626 hlm.
Tamarin, R. & R.W. Leavitt. 1991. Principles of
Genetics, 3rd ed. Wm. Brown Publishers, USA:
xvi + 607 hlm.
Tomashefski, J. F., P. T. Cagle, C. F. Farver & A. E.
Fraire. 2008. Dail and hammar’s pulmonary
pathology: neoplastic lung disease. 3rd ed.
Springer Science+Business Media, LLC., New
York: 869 hlm.
Tripathi, G. 2010. Cellular and biochemical sciences.
I.K. International Publishing House Pvt. Ltd.,
New Delhi: 1392 hlm.
4