Gastroesofageal Refluks (GERD)

download Gastroesofageal Refluks (GERD)

of 25

Transcript of Gastroesofageal Refluks (GERD)

  • 7/22/2019 Gastroesofageal Refluks (GERD)

    1/25

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Refluks gastroesofagus didefinisikan sebagai aliran retrograd isi lambung ke dalam

    esofagus. Penyakit refluks gastroesofagus disebut sebagai refluks gastroesofagus patologik atau

    refluks gastro esofagus simtomatik, merupakan kondisi kronik dan berulang, sehingga

    menimbulkan perubahan patologik pada traktus aerodigestif atas dan organ lain diluar esofagus.1

    Manifestasi klinis PRGE di luar esofagus didefinisikan sebagai Refluks Ekstra Esofagus

    (REE), yang salah satu manifestasinya adalah Refluks Laringo Faring (RLF). RLF adalah REE

    yang menimbulkan manifestasi penyakit-penyakit oral, faring, laring dan paru. Refluks

    laringofaring (RLF) adalah aliran balik asam lambung ke daerah laring, faring, trakea dan

    bronkus yang menyebabkan kontak dengan jaringan pada traktus aerodigestif atas yang

    menimbulkan jejas pada laringofaring dan saluran napas bagian atas, dengan manifestasi

    penyakit-penyakit oral, faring, laring dan paru.1,2

    Pasien REE akibat PRGE sering datang ke ahli THT dengan keluhan tenggorok rasa

    nyeri dan kering, rasa panas di pipi, sensasi ada yang menyumbat (globus sensation), kelainan

    laring dengan suara serak, batuk kronik, asma. Prevalensi pasien dengan keluhan LPR berkisar

    antara 15-20% dan lebih dari 15% pasien tersebut berobat ke dokter spesialis THT dengan

    manifestasi keluhan LPR. Diperkirakan lebih dari 50% pasien dengan gangguan suara yang

    datang berobat ke dokter THT diakibatkan oleh RLF. Diduga RLF berperan pada patogenesis

    sejumlah kelainan pada laring, termasuk stenosis subglotik, karsinoma laring, laryngeal contact

    ulcers, laringospasme, dan vokal nodul pada pita suara. Pada anak-anak RLF dihubungkan

    dengan asma, sinusitis dan otitis media.1,2,3

    Penulisan tinjauan pustaka ini bertujuan meningkatkan pengetahuan penulis

    serta pembaca mengenai definisi, epidemiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosa,

    serta penatalaksanaan GERD, khususnya manifestasi REE yaituRefluks Laringo Faring(LPR).

  • 7/22/2019 Gastroesofageal Refluks (GERD)

    2/25

    2

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1Anatomi & Fisiologi FaringA. Berdasarkan letaknya, faring dibagi atas :

    1) NasofaringBatas nasofaring di bagian atas adalah dasar tengkorak, dibagian bawah adalah

    palatum mole, ke depan adalah rongga hidung sedangkan ke belakang adalah vertebra

    servikal.4

    Nasofaring yang relative kecil, mengandung serta berhubungan erat dengan beberapa

    struktur penting misalnya adenoid, jaringan limfoid pada dinding lareral faring dengan

    resessus faring yang disebut fosa rosenmuller, kantong rathke, yang merupakan

    invaginasi struktur embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa

    faring diatas penonjolan kartilago tuba eustachius, konka foramen jugulare, yang dilalui

    oleh nervus glosofaring, nervus vagus dan nervus asesorius spinal saraf kranial dan vena

    jugularis interna bagian petrosus os.tempolaris dan foramen laserum dan muara tuba

    eustachius.4

    2) OrofaringDisebut juga mesofaring dengan batas atasnya adalah palatum mole, batas bawahnya

    adalah tepi atas epiglotis kedepan adalah rongga mulut sedangkan kebelakang adalah

    vertebra servikal. Struktur yang terdapat dirongga orofaring adalah dinding posterior

    faring, tonsil palatine, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil

    lingual dan foramen sekum.4

    a. Dinding Posterior FaringSecara klinik dinding posterior faring penting karena ikut terlibat pada radang

    akut atau radang kronik faring, abses retrofaring, serta gangguan otot bagian tersebut.

    Gangguan otot posterior faring bersama-sama dengan otot palatum mole berhubungan

    dengan gangguan n.vagus.4

  • 7/22/2019 Gastroesofageal Refluks (GERD)

    3/25

    3

    b. Fosa tonsilFosa tonsil dibatasi oleh arkus faring anterior dan posterior. Batas lateralnya

    adalah m.konstriktor faring superior. Pada batas atas yang disebut kutub atas (upper pole)

    terdapat suatu ruang kecil yang dinamakan fossa supratonsil. Fosa ini berisi jaringan ikat

    jarang dan biasanya merupakan tempat nanah memecah ke luar bila terjadi abses. Fosa

    tonsil diliputi oleh fasia yang merupakan bagian dari fasia bukofaring dan disebu kapsul

    yang sebenar- benarnya bukan merupakan kapsul yang sebena-benarnya.4

    c. TonsilTonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan

    ikat dengan kriptus didalamnya.Terdapat macam tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid),

    tonsil palatina dan tonsil lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut

    cincin waldeyer. Tonsil palatina yang biasanya disebut tonsil saja terletak di dalam fosa

    tonsil. Pada kutub atas tonsil seringkali ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa

    kantong faring yang kedua. Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah.4

    Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan mempunyai celah yang

    disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil ialah epitel skuamosa yang juga meliputi

    kriptus. Di dalam kriptus biasanya biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang

    terlepas, bakteri dan sisa makanan.4

    Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering juga disebut kapsul

    tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat pada otot faring, sehingga mudah dilakukan diseksi

    pada tonsilektomi.Tonsil mendapat darah dari a.palatina minor, a.palatina ascendens,

    cabang tonsil a.maksila eksterna, a.faring ascendens dan a.lingualis dorsal.4

    Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum

    glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum

    pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papila sirkumvalata. Tempat ini kadang-

    kadang menunjukkan penjalaran duktus tiroglosus dan secara klinik merupakan tempat

    penting bila ada massa tiroid lingual (lingual thyroid) atau kista duktus tiroglosus.Infeksi

    dapat terjadi di antara kapsul tonsila dan ruangan sekitar jaringan dan dapat meluas

    keatas pada dasar palatum mole sebagai abses peritonsilar.4

  • 7/22/2019 Gastroesofageal Refluks (GERD)

    4/25

    4

    3) Laringofaring (hipofaring)Batas laringofaring disebelah superior adalah tepi atas yaitu dibawah valekula

    epiglotis berfungsi untuk melindungi glotis ketika menelan minuman atau bolus makanan

    pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis (muara glotis bagian medial dan

    lateral terdapat ruangan) dan ke esofagus, nervus laring superior berjalan dibawah dasar

    sinus piriformis pada tiap sisi laringofaring. Sinus piriformis terletak di antara lipatan

    ariepiglotika dan kartilago tiroid. Batas anteriornya adalah laring, batas inferior adalah

    esofagus serta batas posterior adalah vertebra servikal. Lebih ke bawah lagi terdapat otot-

    otot dari lamina krikoid dan di bawahnya terdapat muara esophagus.4

    Bila laringofaring diperiksa dengan kaca tenggorok pada pemeriksaan laring tidak

    langsung atau dengan laringoskop pada pemeriksaan laring langsung, maka struktur

    pertama yang tampak di bawah dasar lidah ialah valekula. Bagian ini merupakan dua

    buah cekungan yang dibentuk oleh ligamentum glosoepiglotika medial dan ligamentum

    glosoepiglotika lateral pada tiap sisi. Valekula disebut juga kantong pil(pill pockets),

    sebab pada beberapa orang, kadang-kadang bila menelan pil akan tersangkut disitu.4

    Dibawah valekula terdapat epiglotis. Pada bayi epiglotis ini berbentuk omega dan

    perkembangannya akan lebih melebar, meskipun kadang-kadang bentuk infantil (bentuk

    omega) ini tetap sampai dewasa. Dalam perkembangannya, epiglotis ini dapat menjadi

    demikian lebar dan tipisnya sehingga pada pemeriksaan laringoskopi tidak langsung

    tampak menutupi pita suara. Epiglotis berfungsi juga untuk melindungi (proteksi) glotis

    ketika menelan minuman atau bolus makanan, pada saat bolus tersebut menuju ke sinus

    piriformis dan ke esofagus. Nervus laring superior berjalan dibawah dasar sinus

    piriformis pada tiap sisi laringofaring. Hal ini penting untuk diketahui pada pemberian

    anestesia lokal di faring dan laring pada tindakan laringoskopi langsung.4

    B. Fungsi Faring1) Fungsi faring yang terutama ialah untuk respirasi, pada waktu menelan, resonansi

    suara dan untuk artikulasi. Terdapat 3 fase dalam menelan yaitu fase oral, fase

    faringeal dan fase esophageal. Fase oral, bolus makanan dari mulut menuju ke faring.

    Gerakan disini disengaja (voluntary). Fase faringeal yaitu pada waktu transport bolus

    makanan melalui faring. Gerakan disini tidak disengaja (involuntary). Fase esofagal,

  • 7/22/2019 Gastroesofageal Refluks (GERD)

    5/25

    5

    disini gerakannya tidak disengaja, yaitu pada waktu bbolus makanan bergerak secara

    peristaltic di esofagus menuju lambung.4

    2) Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot palatum danfaring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum mole kea rah dinding

    belakang faring. Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat dan melibatkan mula-

    mula m.salpingofaring dan m.palatofaring, kemudian m.levator veli palatine bersama-

    sama m.konstriktor faring superior. Pada gerakan penutupan nasofaring m.levator veli

    palatine menarik palatum mole ke atas belakang hamper mengenai dinding posterior

    faring. Jarak yang tersisa ini diisi oleh tonjolan (fold of) Passavant pada dinding

    belakang faring yang terjadi akibat 2 mavam mekanisme, yaitu pengangkatan faring

    sebagai hasil gerakan m,palatofaring (bersama m.salpingofaring) dan oleh kontraksi

    aktif m.konstriktor faring superior. Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak pada

    waktu yang bersamaan. Ada yang berpendapat bahwa tonjolan Passavant ini menetap

    pda periode fonasi, tetapi ada pula pendapat yang mengatakan tonjolan ini timbul dan

    hilang secara cepat bersamaan dengan gerakan palatum.4

    2.2 Anatomi EsofagusEsofagus merupakan saluran otot vertikal antara hipofaring sampai ke lambung.

    Panjangnya 23 sampai 25 cm pada orang dewasa. Di mulai dari batas bawah tulang rawan

    krikoid atau setinggi vertebra C.VI, berjalan sepanjang leher, mediastinum superior dan

    posterior, di depan vertebra servikal dan torakal, dan berakhir pada orifisium kardia lambung

    setinggi vertebra Th.XI. Melintas melalui hiatus esofagus diafragma setinggi vertebra Th.X.5

    Esofagus dilapisi oleh epitel gepeng berlapis tak berkeratin yang tebal dan memiliki dua

    sfingter yaitu sfingter atas dan sfingter bawah. Sfingter esofagus atas merupakan daerah

    bertekanan tinggi dan daerah ini berada setinggi kartilago krikoid. Fungsinya mempertahankan

    tonus, kecuali ketika menelan, bersendawa dan muntah. Meskipun sfingter esofagus atas bukan

    merupakan barrier pertama terhadap refluks, namun dia berfungsi juga untuk mencegah refluks

    keluar dari esofagus proksimal menuju ke hipofaring.5

    Sfingter bawah esophagus panjangnya kira-kira 3 cm, dapat turun 1-3 cm pada

    pernafasan normal dan naik sampai 5 cm pada pernafasan dalam, merupakan daerah bertekanan

    tinggi yang berada setinggi diafragma. Sfingter ini berfungsi mempertahankan tonus waktu

  • 7/22/2019 Gastroesofageal Refluks (GERD)

    6/25

    6

    menelan dan relaksasi saat dilalui makanan yang akan memasuki lambung serta mencegah

    refluks. Relaksasi juga diperlukan untuk bersendawa.5

    Menurut letaknya esofagus terdiri dari beberapa segmen :5

    1) Segmen servikalis 5-6 cm ( C.VI-Th. I )2) Segmen torakalis 16-18 cm ( Th. I-V )3) Segmen diafragmatika 1-1,5 cm ( Th. X )4) Segmen abdominalis 2,5-3 cm ( Th. XI )

    Esofagus memiliki beberapa daerah penyempitan :

    1) Daerah krikofaringeal, setinggi C. VIDaerah ini disebut juga Bab el Mandeb / Gate of Tear, merupakan bagian yang paling

    sempit, mudah terjadi perforasi sehingga paling ditakuti ahli esofagoskopi.

    2) Daerah aorta, setinggi Th. IV3) Daerah bronkus kiri, setinggi Th. V4) Daerah diafragma, setinggi Th. X . (USU)

    2.3 Fisiologi Menelan :Dalam proses menelan akan terjadi hal-hal sebagai berikut, (1) pembentukan bolus

    makanan dengan ukuran dan konsistensi yang baik, (2) upaya sfingter mencegah terhamburnya

    bolus ini dalam fase-fase menelan, (3) mempercepat masuknya bolus makanan ke dalam faring

    pada saat respirasi, (4) mencegah masuknya maknan dan minuman ke dalam nasofaring dan

    laring, (5) kerjasama yang baik dari otot-otot rongga mulut untuk mendorong bolus makanan ke

    arah lambung, (6) usaha untuk membersihkan kembali esofagus. Proses menelan di mulut, faring

    dan esofagus secara keseluruhan akan terlibat secara berkesinambungan.6

    Proses menelan dapat dibagi dalam 3 fase : fase oral, fase faringeal dan fase esofageal.6,7

    A. Fase OralFase oral terjadi secara sadar . Makanan yang telah dikunyah dan bercampur dengan

    liur akan membentuk bolus makanan. Bolus ini bergerak dari rongga mulut melalui dorsum

    lidah, terletak di tengah lidah akibat kontraksi otot intrinsik lidah.6,7

    Kontraksi m.levator veli palatini mengakibatkan rongga pada lekukan dorsum lidah

    diperluas, palatum mole terangkat dan pada bagian atas dinding posterior faring (Passavants

    ridge) akan terangkat pula. Bolus terdorong ke posterior karena lidah terangkat ke atas.

  • 7/22/2019 Gastroesofageal Refluks (GERD)

    7/25

    7

    Bersamaan dengan ini terjadi penutupan nasofaring sebagai akibat kontraksi m.levator veli

    palatini. Selanjutnya terjadi kontraksi m.palatoglosus yang menyebabkan ismus fausium tertutup,

    diikuti oleh kontraksi m.palatofaring, sehingga bolus makanan tidak akan berbalik ke rongga

    mulut.6,7

    B. Fase FaringealFase faringeal terjadi secara refleks pada akhir fase oral, yaitu perpindahan bolus

    makanan dari faring ke esofagus. Faring dan laring bergerak ke atas oleh kontraksi m.stilofaring,

    m.salfingofaring, m.tirohioid dan m.palatofaring.6,7

    Aditus laring tertutup oleh epiglotis, sedangkan ketiga sfingter laring yaitu plika

    ariepiglotika, plika ventrikularis dan plika vokalis tertutup karena kontraksi m.ariepiglotika dan

    m.aritenoid obligus. Bersamaan dengan ini juga terjadi penghentian aliran udara ke laring karena

    refleks yang menghambat pernapasan, sehingga bolus makanan tidak akan masuk ke dalam

    saluran napas. Selanjutnya bolus makanan akan meluncur ke arah esofagus, karena valekula dan

    sinus piriformis sudah dalam keadaan lurus.6,7

  • 7/22/2019 Gastroesofageal Refluks (GERD)

    8/25

    8

    C. Fase EsofagealFase esofageal adalah fase perpindahan bolus makann dari esofagus ke lambung. Dalam

    keadaan istirahat introitus esofagus selalu tertutup. Dengan adanya rangsangan bolus makanan

    pada akhir fase faringeal, maka terjadi relaksasi m.krikofaring, sehingga introitus esofagus

    terbuka dan bolus makanan masuk ke dalam esofagus.6,7

    Setelah bolus makanan lewat, maka sfingter akan berkontraksi lebih kuat, melebihi tonus

    introitus esofagus pada waktu istirahat, sehingga makanan tidak kembali ke faring. Dengan

    demikian refluks dapat dihindari.6,7

    Gerak bolus makanan di esofagus bagian atas masih dipengaruhhi oleh kontraksi

    m.konstriktor faring inferior pada akhir fase faringeal. Selanjutnya bolus makanan akan di

    dorong ke distal oleh gerakan peristaltik esofagus. Dalam keadaan istirahat sfingter esofagus

    bagian bawah selalu tertutup dengan tekanan rata-rata 8 mmHg lebih dari tekanan di dalam

    lambung, sehingga tidak akan terjadi regurgitasi isi lambung. Pada akhir fase esofageal sfingter

    ini akan terbuka secara refleks ketika dimulainya peristaltik esofagus servikal untuk mendorong

    bolus makanan ke distal. Selanjutnya setelah bolus makanan lewat, maka sfingter ini akan

    menutup kembali.6,7

    Esofagus terutama berfungsi untuk menyalurkan makanan secara cepat dari faring ke

    lambung, dan gerakannya diatur secara khusus untuk fungsi tersebut. Normalnya, esofagus

    memperlihatkan dua tipe gerakan peristaltik : peristaltik primer dan peristaltik sekunder.

    Peristaltik primer hanya merupakan kelanjutan dari gelombang peristaltik yang dimulai dari

    faring danmenyebar ke esofagus selama tahap faringeal dari proses menelan. Gelombang ini

    berjalan dari faring ke lambung dalam waktu sekitar 8 sampai10 detik. Makanan yang ditelan

  • 7/22/2019 Gastroesofageal Refluks (GERD)

    9/25

    9

    seseorangdengan posisi tegak biasanya dihantarkan ke ujung bawah esofagus bahkan lebih

    cepat dari gelombang peristaltik itu sendiri, sekitar 5 sampai 8 detik, akibat aadanya efek

    gravitasi tambahan yang menarik makananke bawah.6,7

    Jika gelombang peristaltik gagal mendorong semua makanan yang telah masuk esofagus

    ke dalam lambung, terjadi gelombang peristaltik sekunder yang dihasilkan dari peregangan

    esofagus oleh makanan yang tertahan, gelombang ini terus berlanjut sampai semua makanan

    dikosongkan ke dalam lambung.6,7

    Bila gelombang peristaltik esofagus mendekat ke arah lambung, timbul suatu gelombang

    relaksasi, yang dihantarkan melalui neuron penghambat mienterikus, mendahului peristaltik.

    Selanjutnya, seluruh lambung, dan dalam jumlah yang lebih sedikit, bahkan duodenum menjadi

    terelaksasi sewaktu gelombang ini mencapai bagian akhir esofagus dan dengan demikian

    mempersiapkan lebih awal untuk menerima makanan yang didorong ke esofagus selama proses

    menelan.6,7

    Pada ujung bawah esofagus, meluas sekitar 3cm di atas perbatasan dengan lambung, otot

    sirkular esofagus berfungsi sebagai sfingter esofagus bawah yang lebar, atau disebut juga

    gastroesofageal.. Normalnya, sfingter ini tetap berkontriksi secara tonik dengan tekanan

    intraluminal pada titik ini di esofagus sekitar 30mmHg, berbeda dengan bagian tengah esofagus

    yang normalnya tetap berelaksasi. Sewaktu gelombang peristaltik penelanan melewati esofagus,

    terdapat relaksasi reseptif dari sfingter esofagus bagian bawah yang mendahului gelombang

    peristaltik, yang mempermudah pendorongan makanan yang ditelan ke dalam lambung. Kadang

    sfingter tidak berelaksasi dengan baik, sehingga mengakibatkan keadaan yang disebut akalasia.

    6,7

    Kontriksi tonik dari sfingter esofagus bagian bawah akan membantu untuk mencegah refluks

    yang bermakna dari isi lambung ke dalam esofagus kecuali pada keadaan abnormal. Faktor lain

    yang membantu mencegah refluks adalah mekanisme seperti-katup pada bagian esofagus yang

    pendek yang terletak agak dekat lambung. Peningkatan tekanan intraabdomen akan mendesak

    esofagus ke dalam pada titik ini. Jadi, penutup seperti-katup pada esofagus bagian bawah ini

    akan membantu mencegah tekana intraabdomen yang tinggi yang berasal dari desakan isi

    lambung kembali ke esofagus.6,7

  • 7/22/2019 Gastroesofageal Refluks (GERD)

    10/25

    10

    2.4 Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) dan Laryngopharingeal Reflux (LPR)

    1) DefinisiGERD (gastroesophageal reflux disease) adalah suatu keadaan patologis sebagai akibat

    refluks kandungan lambung ke dalam esofagus, dengan berbagai gejala yang timbul akibat

    keterlibatan esofagus, faring, laring dan saluran nafas.8

    Refluks laringofaring (RLF) adalah salah satu manifestasi refluks ekstra esofagus

    dimana terjadi aliran balik asam lambung ke daerah laring, faring, trakea dan bronkus yang

    menyebabkan kontak dengan jaringan pada traktus aerodigestif atas yang menimbulkan jejas

    pada laringofaring dan saluran napas bagian atas, dengan manifestasi penyakit-penyakit oral,

    faring, laring dan paru.1,2

    Dikenal berbagai istilah LPR seperti GERD supraesofagus, GERD atipikal, komplikasi

    ekstra esofagus dari GERD, refluks laryngeal, gastrofaringeal refluks, refluks supraesofageal dan

    refluks ekstraesofageal.1,2

  • 7/22/2019 Gastroesofageal Refluks (GERD)

    11/25

    11

    2) EpidemiologiGERD umumnya ditemukan pada populasi di negara-negara Barat, dengan angka

    kejadian 10-15% dan umumnya mengenai usia diatas 40 tahun (35%). Hal ini berhubungan

    dengan pola konsumsi (kebiasaan diet) masyarakat barat, olahraga, genetik dan kebiasaan

    berobat. Prevalensi esofagitis di Amerika Serikat mendekati 7%, sementara di Negara-negara

    non-western prevalensinya lebih rendah (1,5% di Cina dan 2,7% di Korea). Di Indonesia belum

    ada data epidemiologi mengenai penyakit ini, namun divisi Gastroenterologi Departemen Ilmu

    Penyakit Dalam FKUI-RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta didapatkan kasus esofagitis

    sebanyak 22,8% dari semua pasien yang menjalani pemeriksaan endoskopi atas indikasi

    dyspepsia.2,3,9

    Beberapa penelitian membuktikan bahwa peningkatan kasus GERD dihubungkan

    dengan peningkatan gejala- dan tanda pada laring . Kejadian GERD berkisar antara 7%-25% per

    suatu populasi, dimana sekitar 4%-10% pasien tersebut mencari pengobatan pada spesialis THT

    akibat keluhan yang dihubungkan dengan GERD. Telah diperkirakan lebih dari 50% pasien

    dengan gangguan suara yang datang berobat ke dokter THT diakibatkan oleh RLF yang

    merupakan manifestasi ekstra esophagus dari GERD.2,3

    3) EtiologiPenyakit refluks gastroesofagus disebabkan oleh proses yang multifaktor. Pada orang

    dewasa faktor-faktor yang menurunkan tekanan sfingter esofagus bawah sehingga terjadi refluks

    gastroesofagus antara lain coklat, obat-obatan (misalnya aspirin), alkohol, rokok, kehamilan.

    Faktor anatomi seperti tindakan bedah, obesitas, pengosongan lambung yang terlambat dapat

    menyebabkan hipotensi sfingter esofagus bawah sehingga menimbulkan refluks gastroesofagus.5

    Penyebab LPR adalah adanya refluks secara retrograd dari asam lambung atau isinya

    seperti pepsin kesaluran esofagus atas dan menimbulkan cedera mukosa karena trauma langsung,

    sehingga terjadi kerusakan silia yang menimbulkan tertumpuknya mukus, aktivitas mendehem

    dan batuk kronis akibatnya akan sebabkan iritasi dan inflamasi.9

    4) PatogenesisEsofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high pressure zone) yang

    dihasilkan oleh kontraksi lower esophageal sphincter(LES). Pada individu normal, pemisah ini

  • 7/22/2019 Gastroesofageal Refluks (GERD)

    12/25

    12

    akan dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran antegrad yang terjadi pada saat menelan,

    atau aliran retrograde yang terjadi pada saat sendawa atau muntah. Aliran balik dari gaster ke

    esophagus melalui LES hanya terjadi apabila tonus LES tidak ada atau sangat rendah (

  • 7/22/2019 Gastroesofageal Refluks (GERD)

    13/25

    13

    Patofisiologi LPR sampai saat ini masih sulit dipastikan. Seperti yang diketahui mukosa

    faring dan laring tidak dirancang untuk mencegah cedera langsung akibat asam lambung dan

    pepsin yang terkandung pada refluxate. Laring lebih rentan terhadap cairan refluks dibanding

    esofagus karena tidak mempunyai mekanisme pertahanan ekstrinsik dan instrinsik seperti

    esophagus. Terdapat beberapa teori yang mencetuskan respon patologis karena cairan refluks ini

    :

    1. Cedera laring dan jaringan sekitar akibat trauma langsung oleh cairan refluks yangmengandung asam dan pepsin. Beberapa penelitian telah menyimpulkan bahwa cairan

    asam dan pepsin merupakan zat berbahaya bagi laring dan jaringan sekitarnya. Pepsin

    merupakan enzim proteolitik utama lambung. Aktivitas optimal pepsin terjadi pada pH

    2,0 dan tidak aktif dan bersifat stabil pada pH 6 tetapi akan aktif kembali jika pH dapat

    kembali ke pH 2,0 dengan tingkat aktivitas 70% dari sebelumnya.

    2. Asam lambung pada bagian distal esofagus akan merangsang refleks vagal sehinggaakan mengakibatkan bronkokontriksi, gerakan mendehem (throat clearing) dan batuk

    kronis. Lama kelamaan akan menyebabkan lesi pada mukosa. Mekanisme keduanya akan

    menyebabkan perubahan patologis pada kondisi laring. Bukti lain juga menyebutkan

    bahwa rangsangan mukosa esofagus oleh cairan asam lambung juga akan menyebabkan

    peradangan pada mukosa hidung, disfungsi tuba dan gangguan pernafasan. Cairan

    lambung tadi menyebabkan refleks vagal eferen sehingga terjadi respons neuroinflamasi

    mukosa dan dapat saja tidak ditemukan inflamasi di daerah laring.1,7,9

    Dalam suatu penelitian, dikatakan bahwa agen spesifik yang bertanggung jawab pada

    gejala THT dan patologi laring masih belum diketahui pasti dan masih banyak diperdebatkan.

    Beberapa menyebutkan adanya komposisi asam lambung seperti asam dan pepsin, serta

    komposisi duodenum seperti asam empedu dan enzim pancreas tripsin menyebabkan keluhan

    THT akibat GERD.3

    Pada penelitian in vivo, didapatkan pajanan asam lambung dapat menyebabkan kerusakan

    pada bagian subglotic, namun kerusakan yang lebih hebat terlihat pada kombinasi pajanan asam

    lambung serta pepsin. Observasi yang sama dilakukan pada pajanan asam serta pajanan

    kombinasi asam dan pepsin terhadap esophagus, dan didapatkan hasil yang sama yaitu kerusakan

    yang lebiih berat terjadi pada pajanan asam lambung disertai pepsin. Namun belum didapatkan

    hasil peneliatian mengenai efek asam empedu serta tripsin pada patologi laring.3,9

  • 7/22/2019 Gastroesofageal Refluks (GERD)

    14/25

    14

    Pada akhir-akhir ini terdapat penelitian yang menyebutkan teori dari patofisiologi LPR.

    yang menyebutkan adanya fungsi proteksi dari enzim carbonic anhydrase. Enzim ini akan

    menetralisir asam pada cairan refluks. Pada keadaan epitel laring normal kadar enzim ini tinggi.

    Terdapat hubungan yang jelas antara kadar pepsin di epitel laring dengan penurunan kadar

    protein yang memproteksi laring yaitu enzim carbonic anhydrase dansquamous epithelial stress

    protein Sep70. Pasien LPR menunjukkan kadar penurunan enzim ini 64% ketika dilakukan

    biopsy jaringan laring.3,9

  • 7/22/2019 Gastroesofageal Refluks (GERD)

    15/25

    15

    5). Manifestasi Klinis

    Manifestasi klinis PRGE sangat bervariasi dan gejalanya sering sukar dibedakan dengan

    kelainan fungsional lain dari traktus gastrointestinal. Gejala refluks gastroesofageal dapat tipikal

    dan atipikal. Gejala tipikal atau klasik pada orang dewasa adalah :1,2,8,9

    1. Rasa nyeri/tidak enak di epigastrium atau retrosternal bagian bawah. Rasa nyeri inibiasanya di deskripsikan sebagai rasa panas di dada yang terjadi setelah makan

    (postprandial heart burn), rasa terbakar/panas menjalar ke atas sampai tenggorok atau

    mulut 1-2 jam setelah makan atau setelah mengangkat berat atau posisi membungkuk.

    Rasa nyeri/panas ini kadang-kadang bercampur dengan gejala disfagia (kesulitan

  • 7/22/2019 Gastroesofageal Refluks (GERD)

    16/25

    16

    menelan makanan), mual atau regurgitasi dan rasa pahit di lidah. Odinofagia (rasa sakit

    pada saat menelan makanan) bias timbul jika sudah terjadi ulserasi esophagus yang berat.

    2. Regurgitasi isi lambung secara spontan ke esophagus atau mulut.Bila kedua gejala terjadi bersamaan, diagnosis PRGE dapat ditegakkan lebiih dari 90%.

    Gejala atipikal merupakan manifestasi dari refluks ekstra esophagus, termasuk : Nyeri

    dada non-kardiak (non-cardiac chest pain), asma, bronchitis, batuk kronik (yang disebaban

    oleh aspirasi), pneumonia rekuren, suara serak, laryngitis posterior kronik, sensasi sukar

    menelan, otalgia, sariawan, cegukan dan erosi email gigi.1,2,8

    6). Diagnosis

    Ditegakkan berdasarkaan gejala klinis (Reflux Symptoms Index/RSI) dan pemeriksaan

    Laring (Reflux Finding Score/ RFS). Akan tetapi pemeriksaan penunjang sering digunakan

    untuk menegakkan diagnosis.1,8,9

    A. Riwayat Penyakit (Anamnesis)1,8,9Suara serak merupakan gejala utama pada LPR yang paling nyata dan utama. Gejala-

    gejala yang tidak spesifik lain dapat disebabkan kondisi lain seperti keeadaan alergi dan

    kebiasaan merokok. Gerakan paradox dari pita suara dan spasme laring juga dapat

  • 7/22/2019 Gastroesofageal Refluks (GERD)

    17/25

    17

    dikarenakan LPR sehingga perlu ditanyakan apakah pasien mempunyai masalah pernafasan

    dan perubahan suara. Asma dan sinusitis dapat merupakan gejala lain LPR. Refluks sering

    dianggap sebagai faktor yang dapat mencetuskan asma. Pada pasien yang asam lambungnya

    dapat ditekan terlihat ada perbaikan fungsi paru dan perbaikan keluhan pada kasus asma

    78%.

    Gejala-gejala esofagus yang dapat ditemui pada pasien LPR seperti rasa seperti

    terbakar di dada 37 % dan regurgitasi 3%. Riwayat mengkonsumsi obat gastritis seperti

    antasida perlu ditanyakan serta riwayat suka mengkonsumsi makanan pedas. Pertanyaan

    seperti ini membantu penegakan diagnosis penyakit refluk karena pasien sering datang

    dengan keluhan yang tidak pasti.

    Pola hidup seperti kebiasaan merokok dan mengkonsumsi alkohol, 92% ditemukan

    pada pasien dengan penyakit refluks. Rokok dan alkohol ditenggarai sebagai salah satu

    penyebab penurunan tekanan esofagus bawah, kelemahan tahanan mukosa, memanjangnya

    waktu pengosongan lambung dan merangsang sekresi lambung

    Ada 9 gejala refluks (Reflux Symptom Index/RSI) yang dapat digunakan untuk

    menentukan adanya gejala LPR dan derajat sebelum dan sesudah terapi. Gejala yang sering

    muncul seperti suara serak, mendehem, penumpukan dahak di tenggorok atau post nasal

    drip, sukar menelan, batuk setelah makan, sulit bernafas atau tersedak, batuk yang sangat

    mengganggu, rasa mengganjal dan rasa panas di tenggorok, nyeri dada atau rasa asam naik

    ke tenggorok. Gejala tersering pada LPR adalah suara serak 71%, batuk 51% dan rasa

    mengganjal di tenggorok (globus faringeus) 47%. Pasien karsinoma laring ditemukan

    riwayat LPR 58% dan stenosis subglotik 56%.Skor RSI adalah 0-45 dengan skor 13 curiga

    LPR.

  • 7/22/2019 Gastroesofageal Refluks (GERD)

    18/25

    18

    Tabel 1.Reflux Symptom Index (RSI)

    B. Pemeriksaan Fisik 1,8,9Keadaan laring yang dicurigai teriritasi asam seperti hipertrofi komissura posterior,

    globus faringeus, nodul pita suara, laringospasme, stenosis subglotik dan karsinoma laring.Untuk

    melihat gejala LPR pada laring dan pita suara perlu pemeriksaan Laringoskopi. Gejala paling

    bermakna seperti adanya eritema, edema dan hipertrofi komissura posterior.

    Gambar 1. Hipertrofi komissura Posterior

  • 7/22/2019 Gastroesofageal Refluks (GERD)

    19/25

    19

    3. Pemeriksaan Penunjang 1,8,9a) Laringoskopi fleksibel

    Merupakan pemeriksaan utama untuk mendiagnosis LPR. Biasanya yang digunakan

    adalah laringoskop fleksibel karena lebih sensitif dan mudah dikerjakan di poliklinik

    dibandingkan laringoskop rigid.

    b) Monitor pH 24 jam di faringoesofagealPemeriksaan ini disebut ambulatory 24 hours double probe pH monitoring yang

    merupakan baku emas dalam mendiagnosis LPR. Pertama kali diperkenalkan oleh

    Wiener pada 1986. Pemeriksaan ini dianjurkan pada keadaan pasien dengan keluhan LPR

    tetapi pada pemeriksaan klinis tidak ada kelainan. Pemeriksaan ini sangat sensitif dalam

    mendiagnosis refluks karena pemeriksaan ini secara akurat dapat membedakan adanya

    refluks asam pada sfingter esofagus atas dengan dibawah sehingga dapat menentukan

    adanya LPR atau GERD. Kelemahan pemeriksaan ini adalah mahal, invasif dan tidak

    nyaman dan dapat ditemukan hasil negative palsu sekitar 20%.Hal ini dikarenakan pola

    refluks pada pasien LPR yang intermittent atau berhubungan dengan gaya hidup sehingga

    kejadian refluks dapat tidak terjadi saat pemeriksaan. Pemeriksaan ini hanya dapat

    menilai refluks asam sedangkan refluks non asam tidak terdeteksi. Pemeriksaan ini

    disarankan pada pasien yang tidak respons terhadap pengobatan supresi asam.

    c)

    Pemeriksaan EndoskopiPemeriksaan endoskopi tidak dilakukan secara rutin sebagai pemeriksaan awal

    pada pasien suspek PRGE dengan manifestasi penyakit otolaringologi dan tidak

    merupakan prasyarat untuk memulai terapi medic.

    Indikasi Pemeriksaan endoskopi :

    Pasien dengan gejala tanda bahaya, antara lain disfagia, odinofagia, berat badanmenurun, anemia, perdarahan gastrointestinal untuk menyingkirkan kelainan traktus

    gastrointestinal atas, metaplasia Barret dan komplikasi lain.

    Pasien yang tidak ada respon dengan terapi medic, pasien yang mengalami gejalalebih dari 5 tahun untuk menilai prognosis dan hasil terapi.

    Dengan menggunakan esofagoskop dapat membantu dalam penegakan diagnosis.

    Gambaran esofagitis hanya ditemukan sekitar 30% pada kasus LPR. Gambaran yang

  • 7/22/2019 Gastroesofageal Refluks (GERD)

    20/25

    20

    patut dicurigai LPR adalah jika kita temukan gambaran garis melingkar barret dengan

    atau tanpa adanya inflamasi esofagus.

    d) Pemeriksaan videostroboskopiPemeriksaan video laring dengan menggunakan endoskop sumber cahaya xenon

    yang diaktifasi oleh pergerakan pita suara. Gambaran ini dapat dilihat dengan gerakan

    lambat.

    e) Pemeriksaan HistopatologiPada biopsi laring ditemukan gambaran hyperplasia epitel skuamosa dengan

    inflamasi kronik pada submukosa. Gambaran ini dapat berkembang menjadi atopi dan

    ulserasi epitel serta penumpukan fibrin, jaringan granulasi dan fibrotik didaerah submukosa

    f) Pemeriksaan esofagografi dengan bubur BariumPemeriksaan ini dapat melihat gerakan peristaltic yang abnormal juga motilitas, lesi

    di esofagus, hiatus hernia, refluks spontan dan kelainan sfingter esophagus bawah.

    kelemahannya pemeriksaan ini tidak dapat menilai refluks yang intermiten. pemeriksaan ini

    dianjurkan pada keadaan jika pengobatan gagal, terdapat indikasi klinis kearah GERD,

    disfungsi esophagus atau diagnosis yang belum pasti.

    g) Pemeriksaan laringoskopi langsungPemeriksaan ini memerlukan anestesi umum dan dilakukan diruangan operasi. Dapat

    melihat secara langsung struktur laring dan jaringan sekitarnya serta dapat dilakukan

    tindakan biopsi

    7). Penatalaksanaan

    Meliputi medikamentosa dengan obat-obatan anti refluks, perubahan gaya hidup dengan

    modifikasi diet serta secara bedah dengan operasi funduplikasi.1,8,9

    a) Modifikasi diet dan gaya hidupPasien dengan gejala LPR dianjurkan melakukan pola diet yang tepat agar terapi

    berjalan maksimal. Penjelasan kepada pasien mengenai pencegahan refluks cairan

    lambung merupakan kunci pengobatan LPR. Pasien akan mengalami pengurangan

    keluhan dengan perubahan diet dan gaya hidup sehat. Misalnya pola diet yang dianjurkan

    pada pasien seperti makan terakhir 2-4 jam sebelum berbaring, pengurangan porsi makan,

  • 7/22/2019 Gastroesofageal Refluks (GERD)

    21/25

    21

    hindari makanan yang menurunkan tonus otot sfingter esofagus seperti makanan

    berlemak, gorengan, kopi, soda, alkohol, mint, coklat buahan dan jus yang asam, cuka,

    mustard dan tomat.. Anjuran lain seperti menurunkan berat badan jika berat badan pasien

    berlebihan, hindari pakaian yang ketat, stop rokok, tinggikan kepala sewaktu berbaring

    10- 20cm dan mengurangi stress. Jika merokok dianjurkan berhenti karena akan

    merangsang refluks. Hindari pakaian yang terlalu sempit terutama celana, korset dan ikat

    pinggang. Hindari olahraga seperti angkat berat, berenang, jogging dan yoga setelah

    makan. Tinggikan kepala jika ada gejala refluks nokturnal seperti suara serak, tidak

    nyaman di tenggorok, dan batuk di pagi hari. Batasi konsumsi daging merah, mentega,

    keju, telur dan bahan mengandung kafein. Hindari selalu makanan gorengan, makanan

    tinggi lemak, bawang, tomat, buahan dan jus yang asam, soda, bir, alcohol.1,9

    b) MedikamentosaProton Pump Inhibitor (PPI) atau penghambat pompa proton merupakan terapi

    LPR yang utama dan paling efektif dalam menangani kasus refluks. Cara kerja PPI

    dengan menurunkan kadar ion hydrogen cairan refluks tetapi tidak dapat menurunkan

    jumlah dan durasi refluks. PPI dapat menurunkan refluks asam lambung sampai lebih

    dari 80%. Rekomendasi dosis adalah 2 kali dosis GERD dengan rentang waktu 3

    sampai 6 bulan. Salah satu kepustakaan menyebutkan rentang waktu pengobatan dapat

    sampai 6 bulan atau lebih dengan menggunakan PPI 2 kali sehari untuk memperbaiki

    laring yang cedera. Dalam penelitian sebelumnya Omeprazole disebut sebagai derivat

    PPI yang ampuh ternyata akhir-akhir ini Lansoprazole dan Pantoprazole dianggap lebih

    maksimal dalam menekan asam lambung. Kemudian zat proteksi mukosa, sukralfat

    misalnya dapat digunakan untuk melindungi mukosa dari cedera akibat asam dan pepsin.

    Pemeriksaan sedianya dilakukan rutin setiap 3 bulan yang berguna memantau gejala

    atau mencari penyebab lain jika tidak terjadi perbaikan.1,8,9

    c) Terapi PembedahanTujuan terapi pembedahan adalah memperbaiki penahan/barier pada daerah

    pertemuan esofagus dan gaster sehingga dapat mencegah refluks seluruh isi gaster kearah

    esofagus. Keadaan ini dianjurkan pada pasien yang harus terus menerus minum obat atau

    dengan dosis yang makin lama makin tinggi untuk menekan asam lambung. Sekarang ini

    tindakan yang sering dilakukan adalah funduplikasi laparoskopi yang kurang invasif.

  • 7/22/2019 Gastroesofageal Refluks (GERD)

    22/25

    22

    Akan tetapi tindakan ini bukannya tanpa komplikasi, perlu dokter yang berpengalaman

    dan mengerti mengenai anatomi esofagus serta menguasai teknik funduplikasi

    konvensional agar angka komplikasi dapat ditekan. Sehingga operasi ini bukan pilihan

    pertama pada kasus LPR.1,8,9

    8). Komplikasi

    LPR dapat merupakan faktor pencetus munculnya penyakit seperti faringitis, sinusitis,

    asma, pneumonia, batuk di malam hari, penyakit gigi dan keganasan laring. Salah satu

    komplikasi yang patut diwaspadai dan mengancam nyawa adalah stenosis laring. Riwayat LPR

    ditemukan pada 75% pasien stenosis laring dan trakea.1,9

    9). Prognosis

    Angka keberhasilan terapi cukup tinggi bahkan sampai 90%, dengan catatan terapi harus

    diikuti dengan modifikasi diet yang ketat dan gaya hidup. Dari salah satu kepustakaan

    menyebutkan angka keberhasilan pada pasien dengan laryngitis posterior berat sekitar 83%

    setelah diberikan terapi 6 minggu dengan omeprazol. Dan sekitar 79% kasus alami kekambuhan

    setelah berhenti berobat, sedangkan prognosis keberhasilan dengan menggunakan Lansoprazole

    30 mg 2 kali sehari selama 8 minggu memberikan angka keberhasilan 86%.1,9

  • 7/22/2019 Gastroesofageal Refluks (GERD)

    23/25

    23

    BAB III

    KESIMPULAN

    1) Penyakit refluks gastroesofagus merupakan kelainan saluran cerna bagian atas yangdisebabkan oleh refluks gastroesofagus patologik yang sering tidak terdiagnosis oleh dokter

    bila belum menimbulkan keluhan yang berat.

    2) Refluks Laring Faring/ Laryngopharyngeal Reflux (LPR) dapat didefinisikan sebagaipergerakan asam lambung secara retrograd menuju faring dan laring serta saluran pencernaan

    atas

    3) Penyebab LPR adalah refluks retrograd dari asam lambung atau isinya pepsin ke saluranesofagus atas dan menimbulkan cedera mukosa karena trauma langsung sehingga terjadi

    kerusakan silia yang menimbulkan tertumpuknya mukus, aktivitas mendehem dan batuk

    kronis akibatnya akan terjadi iritasi dan inflamasi.

    4) Diagnosis penyakit ini dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis yang cermat tentang keluhanpenderita ditunjang dengan pemeriksaan khusus.

    5) Penatalaksanaan PRGE terdiri dari beberapa tahap antara lain mengubah kebiasaan hidup,obat-obatan dan operasi

  • 7/22/2019 Gastroesofageal Refluks (GERD)

    24/25

    24

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Yunizaf, M.H & Iskandar, N. Penyakit Refluks Gastroesofagus dengan ManifestasiOtolaringologi. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok,Kepala & Leher edisi keenam. FKUI. Jakarta.2007. Hal. 303-310.

    2. Andriani, Y. dkk. Deteksi pepsin pada penderita refluks laringofaring yang didiagnosisberdasarkan reflux symptom index dan reflux finding score. Bagian Ilmu

    Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Fakultas Kedokteran

    Universitas Hasanuddin. Makassar. 2005

    Available from : http://www.perhati.org/wp-content/uploads/2012/01/Final-edit-

    Endang-Deteksi-Pepsin-dr.pdf(Accesed : 2012, april 1st)

    3. Faezi, M.F, et al.Reviews : Laryngeal Signs and Symptoms and Gastroesophageal RefluxDisease (GERD): A Critical Assessment of Cause and Effect Association. Clinical

    Gastroenterology and Hepatology. Cleveland. 2003;1:333344 . Available from :

    http://www.usagiedu.com/articles/entger/entger.pdf( Accesed : 2012, april 5th

    )

    4. Rusmarjono, Kartosoediro, S. Odinofagia. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan TelingaHidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Fakultas Kedokteran Universitas

    Indonesia Jakarta. 2007. Hal 212-216.

    5. Asroel, H.A. Penyakit Refluks gastroesofagus. Fakultas Kedokteran Bagian TenggorokanHidung danTelinga Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara. 2002.

    Available from :

    http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/3466?mode=full&submit_simple=S

    how+full+ite+record( Accesed : 2012, april 7th

    )

    6. Soepardi, E.A. Disfagia. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok,Kepala & Leher edisi keenam. FKUI. Jakarta.2007. Hal. 276-280

    7. Guyton, A.C & Hall, J.E.Propulsi dan Pencampuran Makanan dalam Saluran Pencernaan.Dalam : Guyton & Hall Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11. EGC. Jakarta.

    2007. Hal. 821-831

    8. Makmun, Dadang. Penyakit Refluks Gastroesofageal. Dalam : Buku Ajar Ilmu PenyakitDalam Jilid 1 edisi IV. FKUI. Jakarta. Hal. 315-319.

    http://www.perhati.org/wp-content/uploads/2012/01/Final-edit-%20%20%20%20Endang-Deteksi-Pepsin-dr.pdfhttp://www.perhati.org/wp-content/uploads/2012/01/Final-edit-%20%20%20%20Endang-Deteksi-Pepsin-dr.pdfhttp://www.perhati.org/wp-content/uploads/2012/01/Final-edit-%20%20%20%20Endang-Deteksi-Pepsin-dr.pdfhttp://www.usagiedu.com/articles/entger/entger.pdfhttp://www.usagiedu.com/articles/entger/entger.pdfhttp://repository.usu.ac.id/handle/123456789/3466?mode=full&submit_simple=Show+full+ite+recordhttp://repository.usu.ac.id/handle/123456789/3466?mode=full&submit_simple=Show+full+ite+recordhttp://repository.usu.ac.id/handle/123456789/3466?mode=full&submit_simple=Show+full+ite+recordhttp://repository.usu.ac.id/handle/123456789/3466?mode=full&submit_simple=Show+full+ite+recordhttp://repository.usu.ac.id/handle/123456789/3466?mode=full&submit_simple=Show+full+ite+recordhttp://www.usagiedu.com/articles/entger/entger.pdfhttp://www.perhati.org/wp-content/uploads/2012/01/Final-edit-%20%20%20%20Endang-Deteksi-Pepsin-dr.pdfhttp://www.perhati.org/wp-content/uploads/2012/01/Final-edit-%20%20%20%20Endang-Deteksi-Pepsin-dr.pdf
  • 7/22/2019 Gastroesofageal Refluks (GERD)

    25/25

    25

    9. Novialdy & Irfady,D. Laryngopharyngeal Refluks. Bagian Telinga Hidung TenggorokBedah Kepala-Leher (THT-KL) Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.

    Padang. 2005.

    Available from :

    http://repository.unand.ac.id/17700/1/Laryngopharingeal_reflux.pdf

    (Accesed : 2012, april 5th

    )

    http://repository.unand.ac.id/17700/1/Laryngopharingeal_reflux.pdfhttp://repository.unand.ac.id/17700/1/Laryngopharingeal_reflux.pdfhttp://repository.unand.ac.id/17700/1/Laryngopharingeal_reflux.pdf